kajian pengembangan ekspor produk-produk pharmaceutical...
TRANSCRIPT
Diterbitkan oleh Pusat Litbang Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
2009
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-produk
Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal di
Pasar Internasional
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal
keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah
diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka,
yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat,
makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman.
Nilai ekonomi jamu pada akhir tahun 2008 akan menembus angka Rp 7,2
triliun, termasuk pada produk kosmetik, makanan dan minuman suplemen. Jumlah
ini meningkat dibanding tahun 2007 yang nilainya hanya mencapai Rp 3 triliun.
Ekspor produk pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal sangat
berpotensial untuk dikembangkan. Permintaan pasar impor dunia terhadap produk
obat dan kosmetika tumbuh pesat, rata-rata 17% dan 15% per tahun. Indonesia
berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat
tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang
pasarnya pun cukup besar.
Peta Perdagangan Herbal Dunia
Indonesia merupakan pemasok utama bahan baku kosmetik berbasis
herbal di pasar dunia dengan pangsa 13% tahun 2007, sementara untuk bahan baku
farmasi Indonesia memasok 2% (peringkat 16 dunia). Sebagai pemasok produk
farmasi herbal, Indonesia berada di urutan ke-54 dunia, sedangkan untuk produk
kosmetik herbal Indonesia menduduki posisi ke-28 di dunia. Komoditas berbasis
herbal yang perlu diprioritaskan untuk dikembangkan ekspornya adalah produk
yang berkluster kecantikan:
ii
Produk obat : Insulin in dosage
Produk kosmetik : Toilet soap&preparation dan soap nes
Bahan Baku Obat : Pepper of the genus, Gum arabic
Bahan Kosmetik : Palm kernel or babassu
Indonesia merupakan negara tujuan impor kosmetik berbasis herbal yang
ke-37 dunia, sementara sebagai importir bahan baku kosmetik herbal di pasar
dunia Indonesia juga menduduki posisi ke-37 dunia. Sebagai importir produk
farmasi herbal, Indonesia berada di urutan ke-68 dunia, sedangkan untuk importir
bahan baku farmasi berbasis herbal Indonesia di posisi-32 dunia.
Aspek Produksi Herbal Dunia
Persebaran industri lebih tergantung pada persebaran bahan baku. Industri
herbal cenderung berkembang di daerah yang menghasilkan bahan baku herbal.
Kenyataan ini banyak terjadi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Mutu dan keberlanjutan bahan baku herbal selalu menjadi kendala
pengembangan industri hilir herbal Indonesia. Penerapan kebijakan on farm yang
komprehensif akan meningkatkan mutu barang dan produktivitas petani sehingga
sustainabilitasnya terjaga.
Integrasi vertikal dengan industri di negara-negara pengimpor bahan baku
kosmetik akan menunjang kegiatan ekspor. Kerjasama dengan pengusaha pada
negara pengimpor bahan baku herbal akan sangat menguntungkan kedua negara
terutama pengembangan mutu produk bahan baku herbal Indonesia dan
memberikan knowledge spillover ke pengusaha dalam negeri dalam meningkatkan
mutu untuk menembus standar negara tujuan ekspor.
Aspek Pemasaran Produk Herbal
Produk prioritas pengembangan ekspor herbal adalah produk yang
berbasis kecantikan (suplemen kecantikan, sabun berbasis kecantikan). Industri jadi
herbal masih domestic oriented industry. Penyediaan informasi dan promosi ekspor
yang berkesinambungan akan meningkatkan akses pasar produk Pharmaceutical
iii
dan kosmetik berbasis herbal. Persebaran ekspor produk jadi banyak terkait dengan
keterikatan historis dan demografis. Tingkat tarif yang dihadapi bahan baku dan
produk herbal masih relatif rendah. Hambatan peraturan standardisasi pada produk
jadi menjadi inti permasalahan.
REKOMENDASI
1. Untuk meningkatkan ekspor produk Herbal, Indonesia perlu fokus pada produk
memiliki cluster “Natural Beauty”
2. Peningkatan Ekspor Bahan Baku dengan Integrasi Vertical dengan pola sebagai
berikut:
a. Pengadopsian dari sistem Madagaskar. Sistem Madagaskar merupakan sistem
kontrak dengan kompensasi pentahapan pengembangan produk dalam negeri.
b. Melakukan hubungan kontrak dengan menggunakan sedikit demi sedikit by-
product Indonesia
c. Peningkatan value added dalam negeri.
d. Peningkatan knowledge spill over.
e. Peralihan teknologi pengolahan bahan baku dalam negeri.
f. Penerapan standard CPOTB perlu dilakukan dengan program pendampingan.
g. Integrasi vertikal dengan industri di negara-negara pengimpor bahan baku
kosmetik akan menunjang kegiatan ekspor.
h. Penyediaan informasi dan promosi ekspor yang berkesinambungan akan
meningkatkan akses pasar produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis
herbal.
iv
KATA PENGANTAR
Penyusunan laporan akhir dengan judul “Kajian Pengembangan Ekspor
Produk-Produk Pharmaceutical dan kosmetik Berbasis Herbal di Pasar
Internasional” merupakan salah satu kajian di Puslitbang Perdagangan Luar Negeri
pada tahun anggaran 2009.
Adapun tujuan penyusunan kajian ini untuk mengetahui gambaran perdagangan
produk-produk pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia;
menentukan produk-produk prioritas ekspor di pasar internasional serta merumuskan
strategi agar Indonesia menjadi salah satu eksportir utama produk pharmaceutical
dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia.
Dengan selesainya penyusunan kajian ini, tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung proses pengumpulan data,
informasi dan pemikiran yang berkaitan dengan kajian ini.
Demi sempurnanya kajian ini, kami sangat terbuka menerima masukan-
masukan dan saran-saran karena kami menyadari bahwa laporan ini masih perlu
penyempurnaan.
Akhir kata semoga laporan “Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk
Pharmaceutical dan kosmetik Berbasis Herbal di Pasar Internasional” ini
bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, Desember 2009
Tim Penyusun
v
DAFTAR ISI Halaman
RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. iv
DAFTAR ISI .................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian................................................................................ 6
1.3. Output ................................................................................................ 6
1.4. Dampak ............................................................................................. 6
1.5. Metode Penelitian .............................................................................. 7
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ................................. 9
2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 9
2.2. Landasan Teori .................................................................................... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................................... 14
3.1. Analisis Potensi ................................................................................... 15
3.2. Stochastic Frontier Gravity Model ..................................................... 19
3.3. Analisis Eksternal Benchmarking ....................................................... 21
3.4. Analisis Incentive ................................................................................ 21
vi
BAB IV STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI PHARMACEUTICAL DAN
KOSMETIK BERBASIS HERBAL ............................................................
23
4.1. Kinerja Perdagangan Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal
Dunia ................................................................................................. 24
4.2. Struktur Industri Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal
Indonesia ............................................................................................ 32
4.3. Perkembangan Ekspor Indonesia, Pasar Dunia, dan Peta Perdagangan
Dunia untuk Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis
Herbal.................................................................................................. 35
4.4. Hasil Survey Dalam Negeri, FGD, dan Survey Luar Negeri .............. 42
BAB V STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKSPOR
PRODUK PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK BERBASIS
HERBAL INDONESIA DI PASAR DUNIA .............................................. 48
5.1. Analisis Produk Prioritas Indonesia untuk Pharmaceutical dan
Kosmetik Berbasis Herbal................................................................... 48
5.2. Analisis Potensi Pasar .......................................................................... 53
5.3. Analisis Benchmarking ........................................................................ 62
5.4. Analisis Pasar Impor Bahan Baku dan Produk Herbal Dunia ............. 73
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... 87
6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 87
6.2. Rekomendasi ...................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 92
Lampiran ........................................................................................................................ 96
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1. Pemasok Produk Farmasi di Pasar Dunia ...................................................... 25
Tabel 4.2. Pemasok Bahan Herbal Produk Farmasi di Pasar Dunia ............................... 26
Tabel 4.3. Pemasok Bahan Herbal Produk Kosmetik di Pasar Dunia ............................ 27
Tabel 4.4. Pemasok Produk Kosmetik di Pasar Dunia ................................................... 28
Tabel 4.5. Pasar Impor Kosmetik Dunia ........................................................................ 29
Tabel 4.6. Pasar Impor Bahan Herbal Kosmetik Dunia .................................................. 30
Tabel 4.7. Pasar Impor Produk Farmasi Dunia ............................................................... 31
Tabel 4.8. Pasar Impor Bahan Herbal Farmasi Dunia .................................................... 32
Tabel 4.9. Ekspor Bahan dan Produk Obat dan Kosmetik Berbahan Baku Herbal.. ...... 36
Tabel 4.10. Ekspor Bahan Obat Herbal ............................................................................ 37
Tabel 4.11. Ekspor Produk Obat Herbal ........................................................................... 37
Tabel 4.12. Ekspor Produk Kosmetik ............................................................................... 38
Tabel 4.13. Ekspor Bahan Kosmetik ................................................................................ 39
Tabel 4.14. Impor Produk Obat Herbal............................................................................. 39
Tabel 4.15. Impor Bahan Obat Herbal .............................................................................. 40
Tabel 4.16. Impor Bahan Kosmetik .................................................................................. 41
Tabel 4.17. Impor Produk Kosmetik ................................................................................. 41
Tabel 5.1. Indeks Kinerja Spices .................................................................................... 50
Tabel 5.2. Indeks Kinerja Medicinal Plants .................................................................. 51
Tabel 5.3. Indeks Kinerja Alkaloids ............................................................................... 52
Tabel 5.4. Indeks Kinerja Obat Herbal ........................................................................... 53
Tabel 5.5. Indeks Kinerja Produk Kosmetik .................................................................. 53
Tabel 5.6. Impor Bahan dan Produk Herbal Perancis ..................................................... 63
Tabel 5.7. Negara Pemasok Alkaloid di Perancis ........................................................... 63
Tabel 5.8. Negara Pemasok Spices di Perancis .............................................................. 64
Tabel 5.9. Negara Pemasok Medicinal Plant di Perancis .............................................. 65
Tabel 5.10. Negara Pemasok Obat Herbal di Perancis .................................................... 66
Tabel 5.11. Negara Pemasok Produk Kosmetik di Perancis ............................................ 67
Tabel 5.12. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Perancis ............................................. 67
viii
Tabel 5.13. Negara Tujuan Ekspor Alkaloid di India ....................................................... 68
Tabel 5.14. Negara Tujuan Ekspor Spices di India ........................................................... 69
Tabel 5.15. Negara Tujuan Ekspor Medicinal Plant di India ........................................... 69
Tabel 5.16. Negara Tujuan Ekspor Obat Herbal di India ................................................. 70
Tabel 5.17. Negara Tujuan Ekspor Produk Kosmetik di India ......................................... 71
Tabel 5.18. Negara Tujuan Ekspor Bahan Kosmetik di India .......................................... 72
Tabel 5.19. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Amerika Serikat ................................. 73
Tabel 5.20. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Belanda ............................................... 73
Tabel 5.21. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Jerman ................................................ 74
Tabel 5.22. Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Amerika Serikat ................................. 75
Tabel 5.23. Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Jerman ............................................... 76
Tabel 5.24. Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Inggris ................................................ 77
Tabel 5.25. Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Singapura ....................................... 78
Tabel 5.26. Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Amerika Serikat ............................. 78
Tabel 5.27. Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Vietnam .......................................... 79
Tabel 5.28. Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Filipina ......................................... 80
Tabel 5.29. Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Thailand ........................................ 80
Tabel 5.30. Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Jepang ........................................... 81
Tabel 5.31. Impor Bahan dan Produk Herbal India .......................................................... 82
Tabel 5.32. Negara Pemasok Alkaloid di India ................................................................ 83
Tabel 5.33. Negara Pemasok Spices di India .................................................................... 83
Tabel 5.34. Negara Pemasok Medicinal Plant di India .................................................... 84
Tabel 5.35. Negara Pemasok Obat Herbal di India ........................................................... 85
Tabel 5.36. Negara Pemasok Produk Kosmetik di India .................................................. 85
Tabel 5.37. Negara Pemasok Bahan Kosmetik di India ................................................... 86
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Skema Kerangka Pemikiran ........................................................... 15
Gambar 3.2. Komponen Indeks Produk Prioritas ............................................... 17
Gambar 4.1. Persebaran Industri Obat Tradisional ............................................ 33
Gambar 4.2. Klasifikasi Industri Jamu Menurut Aset yang Dimiliki ................. 34
Gambar 4.3. Distribusi Industri Jamu menurut Skala Industri ........................... 35
Gambar 5.1. Distribusi Analisis ITC Bahan Baku dan Produk Herbal .............. 49
Gambar 5.2. Trade Efficiency Bahan Baku dan Produk Herbal ......................... 57
Gambar 6.1. Cluster Natural Beauty Herbal ...................................................... 90
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan barang strategis yang berperan penting dalam menjaga kesehatan dan
keselamatan manusia. Oleh karena itu, usaha farmasi sarat dengan dimensi sosial
karena dituntut agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjaga kesehatan.
Keharusan memproduksi obat berkualitas dan aman merupakan konsekwensi logis dari
dimensi sosial itu. Selain itu, sejalan dengan semakin meningkatnya biaya kesehatan,
tuntutan politis untuk meningkatkan keterjangkauan (affordability) obat semakin
mengemuka. Kosmetika juga termasuk barang yang sangat strategis dalam menjaga
kecantikan manusia baik wanita maupun laki-laki.
Sebagai “benda ekonomi”, produksi obat kosmetik tidak terlepas dari hukum-hukum
ekonomi. Seperti di sektor lain, harga bahan baku dan input-input lain yang digunakan
dalam produksi obat dan kosmetik dipengaruhi oleh tingkat kelangkaannya. Keputusan
pelaku usaha dalam menentukan produksi dan memasok obat dan kosmetik tidak dapat
dipaksakan untuk mengingkari hukum-hukum ekonomi tersebut. Investasi di sektor
farmasi dan kosmetika dengan sendirinya dipengaruhi oleh perkiraan tingkat hasil
(expected rate of return) yang akan diperoleh investor.
Sebagai “produk industri”, produksi obat dan kosmetik dipengaruhi oleh perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kualitas produksi dan daya saing industri tergantung
pada penggunaan teknologi. Karena itu industri farmasi dan kosmetika senantiasa
dituntut untuk terus beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan
teknologi.
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati.
Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies
diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun
mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals, baik
untuk manusia, hewan maupun tanaman. Dengan kekayaan tersebut Indonesia
berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat
tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 2
pasarnya pun cukup besar. Nilai ekonomi jamu pada akhir tahun 2008 akan menembus
angka Rp 7,2 triliun, termasuk pada produk kosmetik, makanan dan minuman
suplemen. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2007 yang nilainya hanya mencapai
Rp 3 triliun (Saerang, 2008).
Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka atau lebih dikenal dengan
tanaman obat, industri obat tradisional dan kosmetika sangat potensial untuk
dikembangkan di Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan
memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit
yang telah dibudidayakan petani. Bila adapun, teknik budidaya dan pengolahan bahan
baku biasanya belum menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri,
yaitu bebas bahan kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya.
Hampir semua jenis biofarmaka dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan obat dan
kosmetik tradisional/jamu oleh berbagai industri obat tradisional Indonesia. Namun
demikian, ada beberapa jenis biofarmaka budidaya yang dibutuhkan industri obat
tradisional dalam jumlah besar, antara lain jahe (Zingiber officinale Roxb.) sebesar 5
000 ton/tahun, kapulogo (Ammomum cardamomum Auct.) 3 000 ton/tahun, temulawak
(Curcuma aeruginosa Roxb.) 3 000 ton/tahun, adas (Foeniculum vulgare Mill.) 2 000
ton/tahun, kencur (Kaempferia galanga L.) 2 000 ton kering/tahun, kunyit (Curcuma
domestica Val.) 3 000 ton kering/tahun dan 1 500 ton basah/tahun.
Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa agribisnis biofarmaka tidak berkembang
dengan baik dan merata di seluruh Indonesia, karena petani dan pelaku usaha kurang
memahami kebutuhan pasar domestik dan ekspor yang menginginkan produk siap
pakai yang telah diolah. Sebagai dampak dari kondisi diatas adalah belum/tidak
terpenuhinya jumlah pasokan yang diminta oleh industri obat tradisional akan beberapa
komoditas biofarmaka yang diperlukan, baik yang tumbuh liar maupun tanaman yang
telah dibudidayakan. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah dan belum
dimanfaatkan secara optimal, mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai
lahan pengembangan industri herbal medicine dan health food yang berorientasi ekspor.
(Pusat Studi Biofarmaka, IPB-Bogor, 2006).
Dalam memacu pengembangan agribisnis berbasis fitofarmaka di tingkat petani,
sangatlah penting peningkatan kemampuan petani dalam hal budidaya tanaman obat.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 3
Disamping hal budidaya, segi pasca panen dan pemasaran juga perlu ditingkatkan
dalam upaya memacu pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia.
Obat bahan alam (produk herbal) yang semula banyak dimanfaatkan oleh negara-
negara di Asia, Amerika Selatan dan Afrika, sekarang meluas sampai ke negara-negara
maju di Australia dan Amerika Utara. Awalnya obat bahan alami digunakan sebagai
tradisi turun-temurun. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan berkembangnya
teknologi, baik produksi maupun informasi, uji praklinik dan klinik dilakukan untuk
memperoleh keyakinan khasiat obat bahan alam.
Produk herbal yang ada di pasar internasional antara lain Pharmaceuticals dan
kosmetik digolongkan menjadi Medicinal and Aromatic Plants (MAP), Medicinal and
Vegetable Saps and Extract, dan alkaloid tanaman, bernilai 26,4 miliar US$ kemudian
spices and culinary herbs yang bernilai 2,6 miliar US$ tahun 2005. Sedangkan negara
konsumen herbal meliputi Uni Eropa (UE), Jepang, China, Amerika, Perancis,
Denmark dan United Kingdom (Inggris).
Produk herbal di pasar dunia, khususnya perdagangan medicinal plant dari Uni Eropa,
ditujukan ke negara-negara seperti Jerman (42%), Perancis (25%), Italia (9%) dan UK
(8%). Sedangkan negara yang potensial sebagai produsen emerging markets antara lain
Brazil, Argentina, Mexico, India, China dan Indonesia.
Peluang dan tantangan ekspor produk Pharmaceutical dan kosmetik yang berbasis
herbal Indonesia tidak terlepas dari adanya pertumbuhan impor dunia yang relatif tinggi
untuk produk ini. Tantangan lain yang dihadapi adalah isu global seperti isu
lingkungan, food safety, sanitary dan phytosanitary (SPS) sebagai hambatan teknis
(technical barrier).
Berdasarkan data WITS 2009 yang diolah menunjukkan bahwa permintaan pasar impor
dunia terhadap produk obat dan kosmetika tumbuh pesat, rata-rata 17% dan 15% per
tahun. Pada tahun 2002, impor obat dunia hanya senilai US$ 128,5 miliar, naik menjadi
US$ 236,9 miliar pada tahun 2006. Sementara nilai impor produk kosmetik meningkat
US$ 18 miliar selama kurun waktu 4 tahun yaitu dari US$ 25,2 miliar pada tahun 2002
menjadi US$ 43,3 miliar pada tahun 2006.
Struktur produk farmasi serta kosmetika dan bahan herbalnya yang diekspor Indonesia
ke pasar dunia tidak sejalan dengan struktur permintaan produk di pasar dunia. Ekspor
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 4
Indonesia lebih banyak berupa bahan herbalnya ketimbang produk jadi
(obat/kosmetika), sementara permintaan pasar dunia terlihat sebaliknya.
Dari data tersebut di atas terlihat bahwa produk obat dan kosmetik berbahan baku
herbal yang diekspor/dipasok Indonesia ke pasar dunia nilainya lebih kecil
dibandingkan nilai ekspor Indonesia untuk bahan bakunya sehingga perlu mendorong
peningkatan budidaya tanaman obat dan kosmetik berbahan baku herbal yang
dibutuhkan untuk meningkatkan produksi obat-obatan dan kosmetik yang memenuhi
standar agar pada gilirannya nanti dapat meningkatkan ekspornya di pasar dunia.
Pasar impor produk kosmetik dunia terkonsentrasi pada 15 negara yang menyerap 64%
dari total impor dunia. Indonesia sebagai negara importir produk kosmetik menempati
urutan ke-51. Permintaan Indonesia terhadap produk kosmetik impor tumbuh pesat,
rata-rata 33% per tahun.
Pasar impor bahan herbal kosmetik dunia tumbuh 12% per tahun, terkonsentrasi pada
15 negara yang menyerap 72% dari total impor dunia. Indonesia sebagai negara
importir bahan herbal kosmetik menempati urutan ke-37. Impor bahan herbal kosmetik
Indonesia tumbuh rata-rata 13% per tahun
Impor produk farmasi dunia sebagian besar (73%) terkonsentrasi pada 12 pasar negara-
negara : AS, Belgia, Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Swiss, Belanda, Kanada, Spanyol,
Jepang dan Rusia. Indonesia sebagai negara importir produk farmasi menduduki urutan
ke-66. Permintaan Indonesia terhadap produk farmasi impor tumbuh pesat, rata-rata
26% per tahun.
Pasar impor bahan herbal farmasi dunia lebih tersebar ke banyak negara dimana
konsentrasi pasar terjadi pada 20 negara yang menyerap 70% dari total impor.
Indonesia menduduki urutan ke-36 sebagai negara yang mengimpor bahan herbal
farmasi. Permintaan Indonesia terhadap bahan herbal farmasi impor tumbuh pesat, rata-
rata 22% per tahun.
Pasokan produk farmasi di pasar dunia didominasi oleh negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat. Sepuluh negara memasok hampir 80% dari total permintaan dunia.
Indonesia hanya menguasai kurang dari 0,1% pangsa pasar dunia, dengan adanya
kecenderungan menurun rata-rata 4% per tahun.
Indonesia termasuk dalam 16 besar negara pemasok bahan baku herbal untuk produk
farmasi di pasar dunia. Pangsa pasar Indonesia sekitar 2% di dunia, dengan
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 5
pertumbuhan yang lebih rendah dari pertumbuhan dunia. Indonesia termasuk dalam 20
besar negara pemasok bahan baku herbal untuk produk kosmetik di pasar dunia.
Namun, pangsa pasar Indonesia di dunia masih relatif kecil, kurang dari 1%. Demikian
pula dengan produk kosmetik yang berbahan baku herbal, Indonesia menduduki urutan
ke 31 sebagai pemasok dunia dengan rata-rata pertumbuhan 18,7% per tahun dengan
share yang masih dibawah 1% (0,4%).
Sepuluh negara utama pemasok produk kosmetik dunia selama tahun 2002-2006 adalah
Perancis dengan rata-rata pertumbuhan 14,1% per tahun dengan share sebesar 24,9%;
Amerika Serikat rata-rata pertumbuhan (10,3%) dan share (11,1%); Jerman (12,5%)
dan share (10,4%); Inggris (11,2%) dan share (8,3%); Italia (17,4%) share (6,6%);
Spanyol (14,5%) share (3,6%); Belgia (13,4%) share (3,3%); China (23,7%) share
(3,3%); Kanada (13,4%) share (2,3%); dan Jepang (12,7%) share (2,3%)
Dengan memperhatikan potensi pasar produk-produk herbal khususnya produk
Pharmaceutical dan kosmetik di pasar dunia serta potensi bahan baku di dalam negeri,
maka terdapat beberapa pertanyaan pokok yaitu: bagaimana gambaran perdagangan
produk-produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia?; produk-
produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal apa yang menjadi prioritas eskpor
Indonesia di pasar Internasional?; bagaimana daya saing produk-produk
Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal Indonesia dalam peta persaingan pasar
internasional?; bagaimana merumuskan strategi agar Indonesia menjadi salah satu
eksportir utama produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia?.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan kajian Pengembangan
Ekspor Produk-produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal di Pasar
Internasional.
• Ruang Lingkup
Kegiatan dibatasi pada aspek-aspek sebagai berikut :
Data yang digunakan adalah selama periode 2003-2008;
Variabel negara mencakup negara tujuan utama dan sekaligus pesaing utama
ekspor Indonesia;
Aspek pemasaran baik di dalam negeri maupun pasar ekspor;
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 6
Variabel komoditi utama ekspor pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal
yang dipilih adalah berdasakan HS 9 digit untuk BPS dan HS 6 digit untuk WITS,
dengan pangsa nilai ekspor terbesar pada tahun 2008;
Kondisi industri pharmaceutical dan kosmetik di dalam negeri (supply side).
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan kajian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran perdagangan produk-produk Pharmaceutical dan kosmetik
berbasis herbal di pasar dunia;
2. Menentukan produk-produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal prioritas
ekspor Indonesia di pasar internasional;
3. Merumuskan strategi agar Indonesia menjadi salah satu eksportir utama produk
Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia.
1.3 Output
Tersusunnya laporan tentang peta perdagangan produk-produk herbal di pasar dunia,
potensi, peluang dan tantangan pengembangan ekspor produk-produk herbal Indonesia
di pasar Internasional, kondisi dan potensi industri di dalam negeri serta rumusan
strategi agar Indonesia menjadi salah satu eksportir utama produk herbal di pasar dunia.
1.4 Dampak
Hasil penelitian ini diperkirakan akan memberikan dampak sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, hasil kajian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam
perumusan kebijakan pengembangan ekspor produk-produk Pharmaceutical dan
kosmetik berbasis herbal di pasar internasional;
2. Bagi industri dan pelaku ekspor, stakeholder memperoleh gambaran dan informasi
tentang peta perdagangan, daya saing, dan peluang pasar ekspor produk-produk
Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar internasional.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 7
1.5 Metode Penelitian
Dalam rangka menghasilkan kajian yang komprehensif, maka jenis dan sumber data
yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Kemudian tehnik pengumpulan
datanya adalah secara purposive sampling. Dari data dan informasi yang diperoleh akan
dilakukan analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Sedangkan metode yang
digunakan untuk menganalisisnya adalah dengan menggunakan:
• Indeksasi: Trade Performance, Market Attractiveness Index
• FGD analysis
• Frontier Estimation: Gravity Model
1.6 Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan mengikuti sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Penelitian
1.3. Output
1.4. Dampak
1.5. Metode Penelitian
1.6 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.2 Landasan Teori
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Analisis Potensi
3.2 Stochastic Frontier Gravity Model
3.3 Analisis Eksternal Benchmarking
3.4 Analisis Incentive
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 8
BAB IV STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK
BERBASIS HERBAL
4.1 Kinerja Perdagangan Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Dunia
4.2 Struktur Industri Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia
4.3 Perkembangan Ekspor Indonesia, Pasar Dunia, dan Peta Perdagangan Dunia
untuk Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal
BAB V STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKSPOR PRODUK
PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK BERBASIS HERBAL INDONESIA DI
PASAR DUNIA
5.1 Analisis Produk Prioritas Indonesia untuk Pharmaceutical dan Kosmetik
Berbasis Herbal
5.2 Analisis Potensi Pasar
5.3 Analisis Benchmarking
5.4 Analisis Pasar Impor Bahan Baku dan Produk Herbal Dunia
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
6.2 Rekomendasi
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Studi tentang produk herbal terpecah-pecah dalam berbagai kekhususan peneliti. Studi
tentang perdagangan tanaman obat Indonesia telah dilakukan oleh Biofarmaka IPB
secara komprehensif. Berdasarkan data Pusat Studi Biofarmaka IPB kebutuhan
tanaman obat Indonesia masih sangat besar. Jahe dan temulawak dibutuhkan berbagai
obat jamu di Indonesia, tetapi penggalakan penanaman jahe dan temulawak belum
berkembang dengan baik (Biofarmaka, 2006). Produk substitusi sayur-sayuran ternyata
lebih menarik dibandingkan produk biofarmaka atau tanaman obat disebabkan
rendahnya permintaan dan permintaan belum bersifat berkelanjutan sebagaimana
produk pertanian lainnya (Biofarmaka IPB, 2006).
Suryawati (2007) menjelaskan bahwa obat tradisional dulunya melalui penelitian sakral
dan magis. Bahan yang dipakai dalam pembentukan obat tradisional lebih ditekankan
dari alam daripada sintetis kimia (Suryawati 2007). Metode pendekatan penelitian obat
lebih bersifat kepercayaan (Suryawati 2007). Suryawati (2007) menerangkan bahwa
tahapan untuk penelitian obat tradisional telah berubah orientasi dengan metode analitis
metodis yang lebih jelas dan runtut. Suryawati (2007) mengidentifikasi adanya
beberapa langkah yang harus ditempuh. Langkah pertama adalah melakukan
identifikasi senyawa baru. Langkah kedua adalah melakukan uji praklinis dan terakhir
adalah uji klinis. Uji Pra klinis maupun klinis sangat diperlukan untuk mengajukan
suatu obat tradisional menjadi kategori phytofarmaka (Saerang, 2008).
Studi tentang peraturan-peraturan yaitu pengaturan perdagangan dan peredaran herbal
dunia telah dilakukan oleh WHO. WHO (2004) ini mengidentifikasi bahwa banyak
negara di dunia ini belum memiliki peraturan yang jelas atau pengaturan yang jelas
tentang produk herbal. Maraknya peraturan tentang Traditional Chinese Medicine ini
dilakukan pada tahun 1985 terutama di negara-negara Uni Eropa. WHO (2004) telah
mengidentifikasi bahwa negara-negara di dunia telah memulai memiliki konsep
pengembangan herbal rata-rata sejak tahun 1985. Munculnya kepercayaan back to
nature dan pengurangan akan efek negatif produk medikasi kimia menyebabkan
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 10
pendorong utama peningkatan konsumsi herbal yang menuntut suatu kebijakan tata
niaga produk herbal di negara-negara di dunia (WHO, 2004).
Herbal sangat banyak diproduksi di India sehingga study di India pun marak dilakukan
oleh ekonom India (Dubey et al 2006). India sudah mulai mengembangkan sayap di
sektor pertanian herbal (Dubey et al 2006). Dubey et al. (2006) menjelaskan bahwa
pemanfaatan tanaman obat bermula pada pengembangan bumbu-bumbuan yang
terekstraksi (Dubey et al 2006).
Hamilton (2008) melakukan studi tentang tanaman yang dianggap terancam punah
(endangered species) yang juga menjadi incaran masyarakat dunia untuk obat-obatan.
Hamilton (2008) memberikan gambaran konflik antara konservasi lingkungan dengan
pengembangan budidaya tanaman obat pada tanaman obat tertentu. Perhatian utama
adalah pada tanaman obat yang tumbuh liar di hutan yang dapat mengakibatkan kondisi
lingkungan tidak berkesinambungan (Hamilton 2008). Hamilton (2008) melihat perlu
adanya satu leverage dan keseimbangan tertentu yang harus diatur agar pengembangan
herbal tidak mengurangi atau bahkan mengakibatkan rusaknya ekosistem dan
keanekaragaman hayati di suatu negara. Solusi utama konflik yang terjadi diusulkan
adalah pembentukan kebun botanika yang terpadu (Hamilton 2008).
Lewington (1992) melakukan studi tentang perdagangan herbal di dunia. Lewington
(1992) indikasi bahwa impor Uni Eropa untuk produk herbal berskala besar. Lewington
(1992) menjelaskan bahwa tidak ada kejelasan dalam pencatatan oleh pihak Bea Cukai
Uni Eropa tentang kategori produk herbal sehingga kadang tercampur aduk dalam data
obat-obatan, makanan, bumbu-bumbuan, dan tanaman aromatik. Lewington (1992)
mengemukakan data bahwa hampir 500 – 600 jenis tanaman obat telah diimpor oleh
Uni Eropa dalam setiap tahunnya yang dipergunakan untuk obat-obatan. Negara utama
yang mensuplai tanaman obat tersebut adalah India dengan mensuplai 10.055 ton dari
80.738 ton yang diimpor Uni Eropa dari dunia (Lewington 1992).
Tanaman yang diminati oleh masyarakat Uni Eropa adalah bahan obat untuk ayurvedic
(Lewington 1992). Sementara Akerele et al. (1991) dan Lewington (1992)
mengemukakan bahwa tanaman obat yang diperdagangkan itu masih sedikit yang
dibudidayakan dan kebanyakan diambil dari hutan dan memiliki kecenderungan
pemanenan secara berlebihan (over-harvested).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 11
India melakukan studi tentang perdagangan herbal secara intensif (Dubey et al., 2007).
India berhasil mengembangkan perdagangan herbal dari 15.000 hingga 18.000 tanaman
herbal di dunia dari 45.000 jenis spesies yang ada (Dubey et al. 2007). Studi kualitatif
tentang herbal oleh Dubey et al. (2007) ini lebih bersifat deskriptif terhadap upaya
promosi global India untuk meningkatkan penetrasi pasar ke pasar dunia. Dubey et al
(2007) menemukan bahwa pengembangan produk herbal akan mudah memasuki pasar
obat-obatan negara maju apabila produk herbal tersebut dapat menjadi obat alternatif
terhadap penyakit-penyakit yang populer tetapi belum ada obatnya.
Dubey et al. (2007) mengungkapkan bahwa kelemahan produk herbal di negara
berkembang terutama Cina dan India adalah pemanenan yang kurang tepat guna,
keberpihakan penelitian dan universitas terhadap produk herbal yang relatif masih
kurang, penilaian keamanan konsumsi, identifikasi dan standarisasi yang tidak jelas,
kurang bersahabatnya pemanenan terhadap konservasi lingkungan, dan kekurang
sinergisan antara pytofarmaka dengan obat-obatan kimia.
Pasar Uni Eropa sebenarnya merupakan pasar terbesar dunia untuk produk herbal
terutama Jerman (Hamilton, 2008; Dubey et al., 2007, Leweington 1992). Studi
tentang Uni Eropa yang terbungkus dalam pengembangan produk kimia juga
menyinggung tentang pengembangan obat tradisional (Hamilton 2008). World Health
Organization (2006) menerangkan bahwa perdagangan obat herbal di Uni Eropa lebih
banyak terjadi antara sesama negara Eropa (over the counter trading).
Perdagangan lewat toko obat kecil di Uni Eropa ternyata mencapai 47.3 persen
sehingga mengisyaratkan bahwa masyarakat Uni Eropa menyukai pergi ke toko obat
daripada ke dokter untuk berobat secara langsung (EFTPA, 2007). Pengembangan
penelitian di Uni Eropa mulai menurun dan lebih banyak berpindah ke Asia (EFTPA,
2007). Hal ini disebabkan karena potensi di Asia masih luas dan belum tereksplorasi
secara optimal (EFTPA, 2007).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 12
2.2 Landasan Teori
2.2.1. Comparative Advantage
David Ricardo (1823) menjelaskan tentang konsep comparative advantage. Suatu
negara akan saling mendapatkan keuntungan dalam berdagang (gains on trade) apabila
kedua negara melakukan spesialisasi di sektor yang negara tersebut memiliki
comparative advantage dengan negara partner dagangnya.
Dalam model Ricardian diasumsikan bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya
faktor produksi. Teori nilai kerja ini menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu
komoditas sama dengan curahan waktu kerja yang dipakai memproduksi komoditas.
Hal ini secara tidak langsung mengasumsikan bahwa: (1) tenaga kerja merupakan satu-
satunya faktor produksi yang dipakai untuk memproduksi komoditas, dan (2) kualitas
tenaga kerja semua pekerja homogen. Asumsi-asumsi yang terdapat dalam teori nilai
kerja tersebut merupakan kelemahan dari model Ricardian.
Konsep perdagangan diatas mengimplikasikan keunggulan komparatif (comparative
advantage) suatu negara. Oleh karena itu dengan melakukan perdagangan, suatu negara
dapat membeli dengan harga yang lebih rendah dibandingkan apabila memproduksi
sendiri dan mungkin dapat menjual ke luar negeri pada tingkat harga yang relatif tinggi
(Salvatore, 1997).
2.2.2. Pendekatan Frontier, Competitive Advantage dan Hambatan Perdagangan
Persaingan merupakan kekuatan sosial yang paling dahsyat dalam membuat usaha
manusia lebih baik di semua aspek kehidupan (Porter 2008). Porter menjelaskan bahwa
kompetisi itu merupakan inti kekuatan dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Persaingan semakin hari semakin besar dalam kehidupan manusia dan membuat
kemajuan dunia semakin pesat (Porter 2008). Persaingan akan menghasilkan
peningkatan nilai (value) output yang dihasilkan oleh suatu entitas dalam masyarakat
dunia. Pemahaman tentang persaingan dan value creation (pembentukan nilai) harus
didasarkan pada pemahaman persaingan dan strategi bersaing. Konsep persaingan dan
strategi bersaing inilah yang mendasari suatu perusahaan, negara, atau entitas
kehidupan masyarakat bertindak dalam suatu industri, pasar, ataupun dalam suatu
lingkungan. Penelitian ini akan lebih menekankan pada eksplorasi teori Porter dan
aplikasi teori tersebut dalam perdagangan.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 13
Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter dengan bertitik
tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan nasional yang ada. Menurut Porter (1990),
ada empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu kondisi faktor (factor
condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri
pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur,
persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor
yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (goverment).
Porter juga menyoroti tentang perbedaan antara production frontier dan competitive
advantage. Teori ekonomi mikro selalu menjelaskan bahwa manusia akan melakukan
optimisasi tujuan dengan kendala yang ada (Lihat Nicholson 2008, Variant 2008).
Konsep ini menghasilkan suatu konsep Ricardian yang menjelaskan bahwa suatu
negara akan mendapatkan gain from trade apabila kedua negara memiliki keunggulan
komparatif (lihat subbab sebelumnya). Konsep Ricardian ini berlandaskan pada satu
asumsi dasar bahwa kedua negara telah melakukan best practice methods dalam
berdagang dan berproduksi.
Tinjauan ini mendapatkan sorotan dari Porter. Best practice methods itu ternyata tidak
pernah terjadi dalam kehidupan sehari-hari manusia. Perdagangan internasional selalu
diwarnai dengan kebijakan-kebijakan perdagangan yang menimbulkan inefisiensi
perdagangan seperti penerapan hambatan tarif dan non tarif (Kalirajan 2007).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 14
BAB III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan analisis potensi (potential analysis) dan analisis insentif
(analysis of incentive). Analisis potensi lebih mengeksplorasi deskripsi peta potensi
produk ekspor Indonesia di pasar dunia untuk produk pharmacetical dan kosmetik
berbasis herbal. Analisis insentif lebih ditekankan pada pertanyaan mengapa suatu
produk dapat diekspor ke pasar dunia dan berusaha memberikan gambaran interaksi
antar aktor pada pasar produk tertentu di dunia.
Analisis potensi akan mencoba memberikan gambaran umum tentang potensi suatu
produk untuk dikembangkan menjadi produk prioritas ekspor. Analisis potensi dapat
dilakukan dengan pendekatan pemetaan produk prioritas dan benchmarking. Pemetaan
produk prioritas lebih menekankan pada kinerja suatu produk dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional dan potensi pasar yang ada. Sedangkan analisis
benchmarking suatu produk dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu analisis
internal benchmarking dan external benchmarking (Kalirajan 1999). Analisis internal
benchmarking adalah membandingkan kinerja aktual suatu produk dengan kinerja
potensialnya (Kalirajan 1999).
Analisis external benchmarking merupakan analisis kinerja suatu produk ekspor yang
membandingkan antara kinerja ekspor suatu produk pada negara tertentu dengan negara
pesaingnya. Analisis ini berangkat dari sebuah pemikiran bahwa antar negara memiliki
perbedaan institusi yang membuat kedua negara tersebut memiliki potensial perbedaan
pada kinerja.
Analisis insentif merupakan analisis yang menggambarkan skema interaksi antar agen
ekonomi pada suatu pasar dan insentif yang mendasari aktor-aktor tersebut berinteraksi.
Analisis ini lebih didasarkan pada study primer melalui penelitian lapangan dan study
sekunder melalui study literatur sebelumnya. Analisis ini diharapkan dapat
menghasilkan suatu model yang menggambarkan perilaku antar aktor didasarkan pada
insentif yang ada.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 15
Gambar 3.1 Skema Kerangka Pemikiran
3.1 Analisis Potensi
Analisis potensi produk ekspor digunakan metode Trade Performance Index (TPI) dan
Stochastic Frontier Gravity Model Analysis. Metode TPI lebih ditekankan pada
pemetaan suatu produk. Frontier Analysis adalah metode analisis ekonometrika yang
menjelaskan tentang benchmarking internal dan eksternal kinerja suatu produk ekspor
di negara tertentu.
3.1.1 Indikator Kinerja Ekspor: Trade Performance Index (TPI)
Porter Diamond merupakan inspirasi awal pembentukan indeks TPI oleh UNCTAD.
Metode TPI atau yang juga biasa disebut metode International Trade Centre (ITC)
ditujukan untuk mengidentifikasi produk-produk yang potensial untuk dikembangkan
dengan meninjau competitive advantage setiap produk yang ada. Porter menyatakan
bahwa suatu negara akan lebih kompetitif apabila negara tersebut dapat melakukan
positioning yang tepat (Porter 2008). Positioning yang diambil oleh suatu negara sangat
bergantung pada pembobotan seorang pengambil kebijakan. Apabila seorang
pengambil kebijakan merupakan stakeholder supply maka dia akan memberikan
kebijakan yang cenderung mengadopsi variety based positioning. Variety based
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 16
positioning adalah pengambilan posisi oleh pengambil kebijakan dengan menekankan
pada kemampuan suatu industri untuk mengadakan barang atau jasa (supply-oriented).
Apabila seorang pengambil kebijakan menekankan pada pengambilan posisi
berdasarkan kemauan pasar yang ada (demand oriented), maka pengambilan posisi
seperti ini disebut needs based positioning. Tetapi, apabila dia mengambil posisi
berdasarkan kemampuan suatu entitas untuk masuk atau berpartisipasi di dalam pasar,
maka pengambilan posisi ini disebut access-based positioning.
UNCTAD memberikan inisiasi pembobotan pada setiap kriteria dalam variabel yang
menjadi acuan dasar pengambilan posisi. Pembobotan masih bersifat sangat subjektif
pada pengambil kebijakan. Studi ini akan menekankan pada pengembangan ekspor
sehingga pembobotan terbesar adalah pada kinerja ekspor suatu industri. Pembobotan
kedua akan ditekankan pada keberadaan permintaan dunia dan kemudahan suatu
produk mengakses pasar dunia. Besarnya pembobotan masih bersifat arbitrary oleh
peneliti berdasarkan pertimbangan keberadaan data, validasi data, dan data yang paling
terkini.
Pengambilan tindakan positioning harus dilandaskan pada penghitungan potensi setiap
komponen dalam Porter Piramyd. UNCTAD mengembangkan metode Trade
Performance Index untuk mengidentifikasi potensi suatu produk (UNCTAD,2006) dan
menyusun prioritas produk yang perlu dikembangkan oleh pemerintah
(UNCTAD,2006). Trade Performance Index memberikan indeksasi pada setiap nilai
kuantitatif terbesar dengan memberikan indeks tertinggi dengan memberikan
probabilistik yang berkorelasi dengan pembobotan secara arbitrary yang diset oleh
pembuat kebijakan atau peneliti.
Trade performance index menghitung indeks terhadap kinerja perdagangan berdasarkan
kinerja ekspor terkini, kondisi suplai domestik, tren permintaan dunia, dan dampak
sosial dari pengembangan produk tersebut (UNCTAD 2006).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 17
Gambar 3.2. Komponen Indeks Produk Prioritas
Analisis indeks diukur dengan metode komposit menggunakan empat (4) indeks, yaitu
indeks kinerja ekspor (I1), kinerja pasar dunia (I2), kinerja suplai domestik (I3) dan
kinerja dampak sosial ekonomi (I4). Indeks produk prioritas merupakan rataan dari
keempat indeks tersebut.
1. Indeks kinerja ekspor.
Indeks kinerja ekspor adalah untuk mengukur kinerja ekspor produk tahun tertentu
analisis yang mencakup nilai ekspor, pangsa pasar dunia, neraca perdagangan relatif, dan
pertumbuhan ekspor.
2. Indeks kinerja pasar dunia.
Indeks kinerja pasar dunia adalah menyajikan permintaan produk di pasar dunia.
Pertumbuhan permintaan dunia merupakan sesuatu yang menjadi indikator utama.
Indikator akses pasar internasional dilihat dengan menyajikan tarif.
Indeks Potensi Ekspor Produk –produk Pharmaceutical dan Kosmetik
Berbasis Herbal
Potensi Ekspor
Kinerja Ekspor - Ekspor - Pertumbuhan Ekspor - Neraca Perdagangan Relatif - Share Perdagangan
Dampak Sosial Ekonomi
- Penyerapan Tenaga Kerja
Kinerja Perdagangan
Pasar dunia - Pertumbuhan Impor Dunia - Akses Pasar
Kondisi Suplai Domestik:
- Nilai tambah
- Efisiensi asset
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 18
3. Indeks kinerja suplai domestik.
Indeks kinerja supply domestik akan melihat nilai tambah dan efisiensi penggunaan
asset Asset di sini adalah segala sesuatu yang menjadi klaim perusahaan berdasarkan data
internal perusahaan yang disajikan untuk kepentingan pendataan di BPS.
4. Indeks kinerja dampak sosial ekonomi.
Indeks kinerja dampak sosial ekonomi menilai kemampuan suatu sektor menyerap
tenaga kerja.
Penghitungan indeks ini dilakukan dengan menggunakan composite index. Indikator
yang memiliki nilai terendah diberi indeks 1 dan indikator yang nilainya tertinggi diberi
indeks 5. Indikator yang nilainya berada diantara nilai terendah dan nilai tertinggi
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
NrNtIrItNjNtItIIj
−−×−
−=)()(
dimana:
IIj = Indeks indikator ke-j (yang dicari indeksnya)
It = indeks tertinggi (yaitu 5)
Ir = indeks terendah (yaitu 1)
Nt = nilai indikator tertinggi
Nr = nilai indikator terendah
Nj = nilai indikator ke-j (yang dicari indeksnya)
Nilai indeks kinerja ke-i merupakan rataan dari j indeks indikatornya. rumus yang
digunakan adalah:
jIIj
IP ∑=
dimana:
IP = indeks kinerja
Iij = indeks indikator
j = jumlah indikator kinerja
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 19
Indeks komposit Ik dihitung dengan menggunakan rumus:
( )pippiIPiIPpIk
++++
=..1...11
dimana:
Ik = indeks komposit
IPi = indeks kinerja ke-i
pi = pembobot indeks kinerja ke-ia
i = jumlah kinerja yang dipertimbangkan
Prioritas tertinggi adalah produk yang memiliki composite index tertinggi. Sebaliknya
industri yang memiliki composite index terendah, prioritas pengembangannya juga
paling rendah.
Dalam kajian ini, indeks kinerja suplai domestik dan indeks kinerja dampak sosial
ekonomi tidak dilakukan penghitungan disebabkan keterbatasan data dan mengambil
asumsi bahwa semua produk herbal berada pada suatu industri yang sama dengan
dampak sosial yang tidak jauh berbeda.
3.2 Stochastic Frontier Gravity Model
3.2.1 Gravity Model sebagai nilai perdagangan potensial
Gravity model merupakan model yang sangat lazim digunakan untuk menggambarkan
arus perdagangan dunia. Model ekonometrika ini mulai diperkenalkan oleh Tinbergen
(1962) dan memberikan hasil yang cukup sukses untuk menggambarkan arus
perdagangan. Dukungan teori terhadap gravity model masih sangat eksploratif dan
berkembang dari tahun ke tahun.
Anderson (1979) berusaha menggunakan pendekatan pengeluaran untuk menerangkan
justifikasi model gravity ini. Pendekatan pengeluaran masih dipandang sangat
eksploratif dan kurang memberikan kepuasan ilmiah kepada ekonom. Anderson (1979)
memulai dengan memberikan penjelasan dengan menggunakan sistem pengeluaran
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 20
Cobb Douglas. Penjelasan ini berawal dari asumsi bahwa ongkos transportasi dianggap
nol dan tidak ada tarif. Model ini merupakan Keynesian-type trade model. Pendekatan
ini masih dipandang terlalu sederhana tetapi memberikan pengertian dasar
pengembangan analisis model gravity.
Bergstrand (1985) mulai menerangkan keberadaan model ini dengan pendekatan
General Equilibrium. Variabel penerang dalam model gravity adalah pendapatan,
populasi, dan jarak antara kedua negara. Harga produk tidak begitu menjadi faktor
penjelas dalam model gravity ini karena model ini lebih merupakan suatu sistem yang
membentuk harga secara general equilibrium bukan akibat dari perubahan harga
sehingga harga adalah faktor endogen dalam sistem (Bergstrand 1985, Kalirajan 1999).
Pendekatan Bergstrand (1985) ini dimulai dengan menerangkan fungsi kepuasan
konsumen yang terkonstruksi dari constant elasticity of substitution (CES) utility
function. Manusia akan cenderung mencapai kepuasan optimal dengan dihadapkan
pada kendala pendapatan yang dimiliki. Ekspresi secara matematis adalah sebagai
berikut:
3.2.2 Stochastic Frontier sebagai Estimasi Internal Benchmarking
Metode stochastic frontier adalah metode untuk mengestimasi frontier production
function. Metode ini disampaikan oleh Aigner, Lovell, and Schimdt (1977) sebagai
suatu upaya untuk mengestimasi produktifitas suatu industri. Aigner, Lovell, and
Schmidt (1977) meneruskan karya Farrel (1957) yang mencoba untuk mengestimasi
fungsi produksi frontier tersebut. Aigner, Lovell, and Schmidt (1977) telah berhasil
melakukan estimasi pengembangan model ini.
Analisis frontier menggunakan asumsi bahwa suatu agen perekonomian selalu pada
titik di bawah kondisi optimal (disequilibrium assumption). Asumsi ini sangat rasional
karena setiap manusia dihadapkan pada kendala sehingga sulit bagi dia untuk mencapai
titik optimal. Pendekatan metode estimasi frontier sangat sensitive pada kondisi data
outlier.
Timmer (1971) mengungkapkan bahwa solusi terhadap outlier data dapat diatasi
dengan membangun probabilistic frontier. Dugger (1974) berusaha mengestimasi
dengan teknik mathematical programming yang sama tetapi dia masih tetap
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 21
membiarkan estimasi beberapa data berada di atas garis frontier. Estimasi ini tidak
didukung dengan teori ekonomi yang kuat sehingga dianggap tidak sahih.
Cara mengestimasi stochastic frontier model adalah dengan menggunakan metode
M.A. Weinstein (1964). Weinstein (1964) menggunakan pendekatan satu error
berdistribusi normal dan satu error berdistribusi half normal dan truncated.
Penghitungan matematis stochastic frontier akan dicantumkan pada Lampiran laporan
ini.
3.3 Analisis Eksternal Benchmarking
Analisis benchmarking adalah membandingkan kinerja efisiensi perdagangan apabila
suatu negara menggunakan parameter institusional negara lain. Negara yang akan
dipakai untuk benchmark di penelitian ini adalah India. India dipandang cocok sebagai
benchmark karena India sama-sama merupakan negara agraris tetapi memiliki
kemampuan akses pasar di pasar besar dunia seperti pasar Uni Eropa dan Amerika
Serikat secara lebih baik dan berhasil dibandingkan Indonesia. Keterbatasan analisis
benchmarking kuantitatif akan diperkuat dengan analisis kualitatif yang ada melalui
studi literatur yang mendalam.
3.4 Analisis Incentive
Analisis incentive ini berintikan suatu upaya mengidentifikasi model interaksi pelaku
pasar herbal dunia terutama eksporter dan insentif yang mendasari perilaku setiap
stakeholder dalam system pasar herbal. Fokus penelitian ini adalah pengembangan
ekspor produk Pharmaceutical berbasis herbal dan kosmetik berbasis herbal sehingga
obyek eksplorasi akan ditujukan pada perilaku eksporter dan incentives ekspor di
masyarakat.
Studi ini akan menggunakan pendekatan purposive sampling terutama pelaku pasar dan
pengambil kebijakan. Penelitian akan dilakukan dengan wawancara, kuesioner, dan
focus group discussion.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 22
3.4.1 Focus Group Discussion
Focus group discussion lebih ditekankan pada proses diskusi intensif oleh semua
stakeholder yang berkaitan dengan pengembangan ekspor. Stakeholder yang
teridentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Petani penghasil bahan baku
2. Produsen produk Pharmaceutical herbal dan kosmetik herbal
3. Asosiasi penghasil bahan baku herbal
4. Asosiasi eksporter penghasil bahan baku herbal.
5. Asosiasi Produsen produk Pharmaceutical herbal dan kosmetik herbal
6. Pemerintah Daerah
7. Pemerintah Pusat
Focus Group Discussion ini akan menghasilkan identifikasi permasalahan, tujuan, dan
alternatif solusi dalam rangka pengembangan ekspor produk herbal. Pembangunan
model kualitatif akan dilakukan untuk menjadi dasar estimasi dalam análisis
pengembangan ekspor.
3.4.2 Kuesioner
Kuesioner ditujukan kepada perusahaan-perusahaan produk herbal di 4 propinsi
(Surabaya, Semarang, Solo, dan Padang) di Indonesia. Metode purposive sampling ini
diharapkan memberikan informasi tentang interaksi pelaku di pasar. (Kuesioner yang
digunakan dalam kajian sebagaimana terlampir).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 23
BAB IV. STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI
PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK BERBASIS HERBAL
Jamu merupakan salah satu bentuk obat tradisional yang telah ada sejak jaman nenek
moyang bangsa Indonesia. Produk ini telah dimanfaatkan sejak lama sebagai penyegar,
kosmetik maupun sebagai pencegah (preventif) , pemeliharaan (promotif) dan pengobat
(kuratif) penyakit. Industri jamu merupakan salah satu aset nasional yang penting.
Selain meraup keuntungan dari sisi ekonomi ternyata jamu sudah menjadi ciri di bidang
sosial dan budaya Indonesia. Berbagai usaha jamu, baik dalam industri berskala kecil
atau rumahan hingga besar dapat menambah penghasilan negara melalui pajak dan
devisa ekspor.
Pada dasarnya jamu terbagi atas tiga jenis yaitu jamu tradisional warisan nenek
moyang, jamu yang dikembangkan berdasarkan referensi, formula diperoleh berdasar
empiris (sudah turun temurun dan sudah dillakukan ijin praklinis yaitu uji khasiat dan
uji keamanan, dan Jamu Herbal terstandar yaitu produk yang telah dilakukan uji
praklinis) dan fitofarmaka. Khususnya fitofarmaka, konsepnya tidak berbeda dengan
obat modern karena merupakan obat yang berasal dari tanaman yang telah melalui
proses Uji Praklinis (Uji khasiat/manfaat dan Uji keamanan), dan telah dilakukan uji
klinis (dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit ) sebagai persyaratan formal produk
pengobatan. Beberapa Industri jamu Indonesia telah menerapkan sistem uji klinis dan
fitofarmaka, sehingga mutu jamu lebih teruji dan terbukti khasiatnya. Selain itu,
industri jamu telah menerapkan standar untuk produk jamu berupa Cara Pembuatan
Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Namun, fitofarmaka dan CPOTB tersebut
belum diakui negara-negara lain.
Industri jamu nasional diperkirakan mencapai 650 perusahaan besar dan kecil. Pada
tahun 2005, industri jamu nasional diperkirakan mencapai omzet penjualan sebesar Rp.
2,5 triliun atau naik 20% dari tahun 2004. Omzet tersebut cukup kecil jika
dibandingkan dengan omzet industri farmasi yang mencapai Rp. 19 triliun dengan
jumlah perusahaan sebayak 250 perusahaan besar dan kecil.
Industri jamu nasional saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat, baik dari dalam
negeri maupun dari luar negeri terutama kompetitor seperti China dan Malaysia yang
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 24
mampu memproduksi dengan harga lebih murah. Tantangan dari dalam negeri adalah
sikap dunia medis yang belum sepenuhnya menerima jamu dan obat tradisional.
Disamping itu, merebaknya jamu palsu maupun jamu yang bercampur bahan kimia
beberapa waktu yang lalu semakin menambah keraguan masyarakat akan khasiat dan
keamanan mengkonsumsi jamu.
Dalam hal bahan baku, industri jamu hampir tidak memiliki ketergantungan impor,
mengingat hasil penelitian LIPI bahwa Indonesia memiliki 30.000 spesies tumbuhan
obat dari total 40.000 spesies yang ada di seluruh dunia dan yang dimanfaatkan dalam
industri jamu berkisar 300 jenis tanaman/tumbuhan obat.
4.1 Kinerja Perdagangan Pharmaceutical Dan Kosmetik Berbasis Herbal Dunia
4.1.1 Kinerja Ekspor Herbal Dunia
Pasokan produk farmasi di pasar dunia didominasi oleh negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat. Sepuluh negara memasok hampir 80% dari total permintaan dunia
pada tahun 2007. Indonesia hanya menguasai kurang dari 0,1% pangsa pasar dunia, dan
adanya kecenderungan penurunan pangsa rata-rata 4% per tahun (selama periode 2003-
2007) serta berada pada peringkat 54 dunia tahun 2007.
Penelitian dan Pengembangan di sektor ini mengakibatkan suatu negara dapat
mengembangkan penetrasi pasarnya. Kenyataan inilah yang mendorong negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat menjadi negara pemasok utama produk farmasi berbasis
herbal.
Tren yang positif pada masing-masing negara pemasok utama ini lebih diakibatkan oleh
adanya indikasi beralihnya beberapa produk menjadi pendekatan alternatif. Munculnya
Body Shop dan berbagai retail obat homethapy serta maraknya kampanye anti-kimia
medis maka meningkatlah permintaan walaupun tidak didukung oleh media kesehatan.
Pasokan utama di Uni Eropa terjadi peningkatan karena perdagangan antar Eropa
terjadi pesat sehingga peningkatan perekonomian Eropa berdampak besar pada
peningkatan pada permintaan produk farmasi berbasis herbal ini.
Kemampuan melakukan penetrasi pasar didukung oleh kemampuan menyajikan dan
mengikuti kepatuhan peraturan dalam pasar tersebut. Standardisasi produk di Uni Eropa
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 25
dan Amerika Serikat cukup tinggi dan memberikan tambahan biaya yang tidak sedikit.
Uni Eropa sudah memiliki like standards dengan Amerika Serikat sehingga Uni Eropa
dapat mengembangkan pasarnya dengan pesat di antar Uni Eropa sendiri dan di pasar
Amerika Serikat.
Tabel 4.1 Pemasok Produk Farmasi di Pasar Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Eksporter 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 157.36 190.80 214.19 237.95 274.86 14.3 100.0
1 Jerman 23.15 29.29 33.22 37.41 48.76 18.9 17.7 2 Irlandia 25.23 29.74 31.48 30.42 33.14 5.8 12.1 3 Perancis 15.25 18.71 21.61 23.18 25.45 13.2 9.3 4 Inggris 16.84 19.51 19.80 21.16 24.15 8.4 8.8 5 Amerika Serikat 15.01 18.60 19.33 22.73 23.48 11.6 8.5 6 Swiss 8.88 11.30 13.22 15.21 17.65 18.2 6.4 7 Italia 6.47 8.41 10.42 12.53 14.98 23.1 5.5 8 Belgia 6.61 8.54 9.51 10.52 11.64 14.4 4.2 9 Belanda 4.93 5.88 6.80 7.62 9.03 15.8 3.3 10 Spanyol 4.65 5.68 6.55 7.12 8.51 15.4 3.1
Subtotal 127.02 155.67 171.94 187.92 216.79 13.4 78.9
54 Indonesia 0.12 0.11 0.10 0.12 0.14 3.9 0.1 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Peningkatan penjualan farmasi dunia juga diakui oleh IMS (Intercontinental Marketing
Services Health). Data IMS Health (Intercontinental Marketing Services Health), yang
meliputi 90% dari total penjualan farmasi global menunjukkan bahwa penjualan
farmasi dunia meningkat sebesar 5% pada tahun 2006, yakni mencapai sekitar € 281,0
miliar (1 € = US$ 1,382).
Peningkatan penjualan farmasi ini lebih disebabkan oleh berbagai macam permintaan
akan kesehatan dunia. Peningkatan kelayakan hidup di dunia mengakibatkan
permintaan akan produk farmasi berbasis herbal meningkat tajam. Penjualan produk
farmasi di Kanada dan Amerika Serikat meningkat 7% menjadi sekitar € 153.1 miliar.
Pasar Jepang sebesar € 41,0 miliar, menurun sedikit sebesar 1%. Menurut IMS,
keseluruhan penjualan farmasi di 5 negara utama Eropa (Jerman, Inggris, Perancis,
Spanyol dan Italia) menunjukkan pertumbuhan konstan 3%, atau mencapai sekitar €
75,0 miliar. Organisasi ini menghitung total penjualan produk farmasi di Eropa sebesar
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 26
€ 168.9 miliar pada tahun 2006, dimana Jerman, Perancis dan Inggris mengambil
pangsa terbesar (sekitar 55%). (http:www//cbi.ue.com)
Berdasarkan data yang diolah dari WITS, diketahui bahwa Amerika Serikat ternyata
memasok bahan herbal farmasi terbesar di dunia selama kurun waktu lima tahun
terakhir (2003-2007). Negara ini memasok lebih dari 10 persen bahan herbal farmasi
dunia tahun 2007. Indonesia termasuk dalam 16 besar negara pemasok bahan baku
herbal untuk produk farmasi di pasar dunia. Pangsa pasar Indonesia sekitar 2% di
dunia, dengan pertumbuhan rata-rata lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata dunia.
Tabel 4.2 Pemasok Bahan Herbal Produk Farmasi di Pasar Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Eksportir 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 26.0 30.2 32.5 34.9 40.5 10.9 100.0
1 Amerika Serikat 3.0 3.3 3.7 3.8 4.2 9.3 10.52 Jerman 2.7 3.0 2.9 3.4 4.0 9.4 9.83 China 1.9 2.3 2.5 2.8 3.2 13.0 7.94 Irlandia 2.0 2.3 2.5 2.7 3.0 9.8 7.55 Perancis 1.2 1.5 1.5 1.6 1.9 10.0 4.66 Belanda 1.0 1.3 1.4 1.6 1.9 15.1 4.67 India 1.0 1.1 1.3 1.4 1.7 13.9 4.28 Denmark 0.7 0.7 0.8 0.8 1.2 14.1 3.09 Inggris 0.8 0.9 0.9 1.0 1.2 7.8 2.910 Kanada 0.7 0.9 1.0 1.0 1.1 11.1 2.8
Subtotal 15.0 17.4 18.5 20.2 23.4 10.9 57.8
16 Indonesia 0.6 0.5 0.6 0.6 0.7 6.8 1.8Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Indonesia merupakan negara pemasok bahan baku herbal untuk produk kosmetik
terbesar di pasar dunia, dengan pangsa pasar Indonesia di dunia mencapai sekitar 13%
atau nilainya mencapai US$ 2,0 miliar pada tahun 2007. Belanda dan Malaysia berada
di posisi kedua dan ketiga masing-masing dengan nilai ekspor bahan ksometik herbal
sebesar US$ 1,6 miliar dan US$ 1,3 miliar.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 27
Tabel 4.3 Pemasok Bahan Herbal Produk Kosmetik di Pasar Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Eksporter 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 9.8 11.3 12.8 13.0 15.8 11.6 100.0
1 Indonesia 0.8 1.2 1.4 1.4 2.0 21.4 12.82 Belanda 0.9 1.0 1.2 1.3 1.6 15.5 10.43 Malaysia 0.6 0.8 1.0 1.0 1.3 17.5 8.54 Amerka Serikat 1.0 1.1 1.2 1.1 1.2 4.6 7.95 India 0.5 0.8 0.8 0.9 1.0 16.0 6.46 Perancis 0.7 0.8 0.8 0.9 1.0 6.2 6.07 Philipina 0.6 0.7 0.7 0.8 0.9 8.6 5.58 Jerman 0.5 0.6 0.6 0.7 0.8 10.5 4.99 China 0.4 0.5 0.6 0.7 0.7 16.8 4.510 Brazil 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 10.3 2.9
Subtotal 6.5 7.6 8.7 9.0 11.0 13.0 69.8Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Pasar kosmetik Uni Eropa adalah pasar kosmetik terbesar di dunia. Pasar utamanya
seperti Italia, Jerman, Inggris dan Perancis menunjukkan pertumbuhan konsumsi yang
kecil dengan rata-rata pertumbuhan 3,8% per tahun selama periode 2005 - 2007.
Perkembangan fashion dan inovasi dalam negeri terhadap produk kosmetik merupakan
permintaan yang komplementer.
Pasar Eropa terlihat lebih baik pada tahun 2003-2004 terutama pasar Eropa Timur,
seperti negara Finlandia dan Denmark yang tumbuh lebih cepat dibandingkan Yunani,
Portugal, dan Belgia yang tidak menunjukkan pertumbuhan. Menurut Colipa dari
Asosiasi Bahan Kosmetika dan Parfum Toilet Eropa, pasar kosmetika UE27 pada tahun
2007 sebesar €67,8 miliar.(http://www.cbi.ue)
Sementara berdasarkan data WITS, Perancis merupakan negara pemasok produk
kosmetik terbesar di pasar dunia dengan pangsa sebesar 25 persen dari total dunia pada
tahun 2007. Sepuluh negara memasok hampir 75% dari total permintaan dunia.
Sedangkan Indonesia sendiri berada pada peringkat 28 dengan pangsa pasar di dunia
mencapai sekitar 0,5%.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 28
Tabel 4.4 Pemasok Produk Kosmetik di Pasar Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Eksporter 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 30.4 35.6 40.0 43.5 51.7 13.4 100.0
1 Perancis 7.8 9.1 10.3 10.8 12.7 12.3 24.6 2 Jerman 3.4 3.9 4.1 4.5 5.5 11.5 10.6 3 Amerika Serikat 3.5 3.9 4.4 4.8 5.5 11.8 10.6 4 Inggris 2.7 2.9 3.3 3.6 4.1 11.0 8.0 5 Italia 1.9 2.4 2.6 2.9 3.3 14.1 6.4 6 Spanyol 1.1 1.3 1.4 1.5 1.9 12.6 3.6 7 China 0.8 1.0 1.3 1.4 1.8 21.2 3.6 8 Belgia 1.1 1.2 1.3 1.4 1.6 10.4 3.2 9 Polandia 0.6 0.7 0.8 1.0 1.2 20.6 2.4 10 Swiss 0.7 0.8 0.8 0.9 1.2 14.1 2.3
Subtotal 23.6 27.3 30.3 32.9 39.0 12.7 75.3
28 Indonesia 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3 13.5 0.5 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
4.1.2 Kinerja Impor Herbal Dunia
Pasar kosmetik alami Uni Eropa tumbuh sekitar 20% tiap tahun dalam beberapa tahun
terakhir dan diharapkan melebihi € 1 milyar di tahun 2007 dengan pangsa 2,0% dari
total pasar kosmetika. Pasar yang paling cepat mengalami perkembangan adalah
Jerman dan Perancis, sedangkan Italia dan Jerman merupakan pasar terbesar. Jerman
dan Skandinavia memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi untuk kosmetika berbahan
alami dan organik, sementara pasar Inggris sedang berkembang pesat terfokus pada
peningkatan produk tertentu yang berbahan organik dan dikembangkan melalui
pameran dagang. Pameran dagang juga sangat penting bagi Perancis, pasar yang produk
kosmetikanya tumbuh sangat baik dan diharapkan pada tahun 2009 pertumbuhannya
mencapai €3,6 milyar di pasar Eropa.
Pasar impor produk kosmetik dunia pada tahun 2007 terkonsentrasi pada 15 negara
yang menyerap 59% dari total impor dunia. Indonesia sebagai negara importir produk
kosmetik menempati urutan ke-37. Permintaan Indonesia terhadap produk kosmetik
impor tumbuh pesat, rata-rata 14,6% per tahun selama periode 2003-2007.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 29
Tabel 4.5 Pasar Impor Kosmetik Dunia Nilai : US$. M iliar
No. Pasar Impor 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 32.1 37.5 41.2 45.5 53.9 13.1 100.0
1 Amerika Serikat 3.1 3.4 3.7 3.9 4.4 9.0 8.2 2 Jerman 2.7 3.0 3.2 3.5 4.0 10.3 7.5 3 Inggris 2.5 3.0 3.2 3.4 3.8 10.5 7.1 4 Rusia 1.0 1.3 1.5 1.8 2.5 23.6 4.7 5 Perancis 1.5 1.7 2.0 2.1 2.4 12.5 4.5 6 Spanyol 1.3 1.6 1.6 1.7 2.0 9.9 3.7 7 Italia 1.2 1.4 1.5 1.7 1.9 11.0 3.5 8 Belanda 1.1 1.2 1.3 1.5 1.8 12.1 3.3 9 Kanada 1.1 1.3 1.4 1.6 1.7 10.3 3.1 10 Belgia 0.9 0.9 1.0 1.1 1.4 11.4 2.6 11 Jepang 1.0 1.1 1.2 1.2 1.4 7.6 2.5 12 United Arab Emirates 0.7 0.7 0.8 1.0 1.2 15.6 2.2 13 Swiss 0.8 0.9 1.0 0.9 1.1 8.5 2.1 14 Hong Kong, China 0.6 0.8 0.8 0.9 1.0 12.9 1.9 15 Polandia 0.4 0.5 0.5 0.7 1.0 21.4 1.8
Subtotal 19.8 22.9 24.8 27.0 31.7 11.6 58.7
37 Indonesia 0.2 0.2 0.2 0.2 0.3 14.6 0.5 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Inovasi produk dan pemasaran menghasilkan suatu produk yang menjadi suatu
"kebutuhan" yang baru. Sementara itu di satu sisi, pasar bahan alami dipicu oleh
meningkatnya permintaan konsumen, sedangkan di sisi lain nilai tambah dari bahan
alami tersebut membantu meningkatkan penjualan perusahaan kosmetik dan penggerak
inovasi dalam menghasilkan produk utama. Hal ini juga dapat meningkatkan sebagian
permintaan untuk sektor bahan kosmetik terutama untuk bahan yang bermanfaat.
Pasar impor bahan herbal kosmetik dunia tumbuh 13% per tahun, terkonsentrasi pada
15 negara yang menyerap 71% dari total impor dunia. Indonesia sebagai negara
importir bahan herbal kosmetik menempati urutan ke-37. Impor bahan herbal kosmetik
Indonesia tumbuh rata-rata 6% per tahun, masih di bawah pertumbuhan rata-rata dunia.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 30
Tabel 4.6 Pasar Impor Bahan Herbal Kosmetik Dunia
Nilai : US$. M iliar
No. Pasar Impor 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 8.4 10.1 11.6 11.6 14.4 12.8 100.0
1 Amerika Serikat 1.2 1.4 1.7 1.7 1.9 12.2 13.3 2 Belanda 0.8 1.1 1.3 1.1 1.5 14.9 10.3 3 Jerman 0.7 0.8 1.0 1.0 1.2 12.4 8.0 4 Perancis 0.5 0.6 0.6 0.7 0.9 15.3 6.5 5 China 0.2 0.3 0.4 0.5 0.7 30.9 5.0 6 Jepang 0.4 0.5 0.6 0.6 0.7 13.1 4.5 7 Inggris 0.3 0.4 0.5 0.5 0.6 12.7 3.9 8 Belgia 0.3 0.4 0.4 0.5 0.6 16.3 3.9 9 Malaysia 0.2 0.2 0.3 0.3 0.4 23.8 3.0 10 Italia 0.3 0.3 0.3 0.3 0.4 7.9 2.6 11 Swiss 0.2 0.2 0.3 0.3 0.4 16.4 2.6 12 Spanyol 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3 15.2 2.0 13 Rusia 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3 15.3 1.9 14 Kanada 0.2 0.2 0.2 0.2 0.3 8.7 1.8 15 Meksiko 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 7.8 1.7
Subtotal 5.6 7.0 8.2 8.1 10.2 14.4 71.0
37 Indonesia 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 6.0 0.6 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Menurut Centre for the Promotion of Imports from Developing Countries (CBI) survey
total produksi farmasi di Uni Eropa pada tahun 2006 sebesar € 180 miliar. Perancis,
Inggris, Jerman dan Italia adalah produsen terbesar di UE, dengan pangsa masing-
masing 20%, 13%, 13% dan 13% dari total produksi Uni Eropa. Pada tiga dekade
terakhir telah terlihat pertumbuhan yang substansial dalam pasar produk jamu di
seluruh dunia.
Saat ini, 80% dari populasi di negara berkembang sebagian besar bergantung pada
tanaman obat berbasis herbal untuk kebutuhan kesehatan mereka, karena obat ini lebih
banyak tersedia dan karena lebih terjangkau. Selain itu, penggunaan obat herbal karena
percaya terhadap ajaran nenek moyang yang percaya kepada khasiat alam. Di negara
maju, penggunaan obat herbal ini populer tidak hanya dipicu oleh kekhawatiran
mengenai efek samping obat-obatan kimia, tetapi juga oleh peningkatan akses publik
terhadap informasi kesehatan (WHO, 2005).
Impor produk farmasi dunia tahun 2007 sebagian besar (75%) terkonsentrasi pada 15
pasar negara-negara: AS, Belgia, Jerman, Perancis, Inggris, Swiss, Italia, Belanda,
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 31
Spanyol, Kanada, Jepang dan Rusia, Australia, Polandia dan Yunani (Greece).
Indonesia sebagai negara importir produk farmasi menduduki urutan ke-68. Permintaan
Indonesia terhadap produk farmasi impor tumbuh 8% per tahun selama periode 2003-
2007.
Tabel 4.7 Pasar Impor Produk Farmasi Dunia Nilai : US$. M iliar
No. Pasar Impor 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 147.9 183.1 202.6 232.6 269.5 15.5 100.0 1 Amerika Serikat 22.4 24.9 27.6 34.3 38.7 15.2 14.3 2 Belgia 16.5 24.7 25.6 27.7 31.0 14.7 11.5 3 Jerman 15.6 19.4 21.3 23.9 27.9 14.7 10.3 4 Perancis 8.9 11.0 12.1 13.5 15.3 13.9 5.7 5 Inggris 9.7 11.7 12.0 13.9 14.9 10.8 5.5 6 Swiss 6.0 7.5 8.6 10.9 12.8 21.0 4.8 7 Italia 6.6 7.6 8.0 9.0 11.2 13.0 4.1 8 Belanda 4.8 6.6 7.5 9.1 10.4 20.8 3.9 9 Spanyol 5.5 6.7 7.0 7.8 10.0 14.8 3.7 10 Kanada 4.6 5.1 5.6 6.9 8.0 15.2 3.0 11 Jepang 3.3 4.1 4.6 5.4 5.8 15.2 2.1 12 Rusia 1.7 2.4 3.4 4.9 5.4 35.2 2.0 13 Australia 2.5 3.3 3.6 3.7 4.3 12.6 1.6 14 Polandia 1.8 2.0 2.3 3.0 3.8 20.8 1.4 15 Greece 1.7 2.3 2.6 2.8 3.4 17.4 1.2
Subtotal 111.6 139.0 151.9 176.8 202.9 15.5 75.3
68 Indonesia 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 8.0 0.1 Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
Perkiraan nilai keseluruhan obat-obatan alami sangat bervariasi, karena penggunaan
definisi yang berbeda, seperti dapat dilihat pada contoh di bawah ini. Secara umum,
pasar Uni Eropa untuk obat-obatan herbal dapat diperkirakan di sekitar € 5 milyar
setiap tahun.
Pembangunan Pusat Bioteknologi (Development Center for Biotechnology-DCB)
memperkirakan nilai pasar global untuk obat-obatan herbal lebih dari € 19 milyar (€ 1 =
US $ 1,37) pada tahun 2011, jauh meningkat dibandingkan dengan total pasar sebesar €
13.8 miliar pada tahun 2006.
Sementara menurut informasi yang diperoleh dari WITS, pasar impor bahan herbal
farmasi dunia tersebar ke banyak negara dimana konsentrasi pasar terjadi pada 20
negara yang menyerap 63% dari total impor tahun 2007. Indonesia sendiri menduduki
urutan ke-32 sebagai negara yang mengimpor bahan herbal farmasi. Selama periode
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 32
2003-2007 permintaan Indonesia terhadap bahan herbal farmasi impor tumbuh rata-rata
7% per tahun.
Tabel 4.8 Pasar Impor Bahan Herbal Farmasi Dunia Nilai : US$. M iliar
No. Pasar Impor 2003 2004 2005 2006 2007 % Trend % Share
Dunia 23.4 26.9 29.4 31.7 36.4 11.1 100
1 Amerika Serikat 2.9 3.1 3.4 4.0 4.3 11.0 11.72 Jerman 1.6 1.8 2.0 2.0 2.5 10.9 6.83 Inggris 1.1 1.3 1.4 1.6 1.9 14.6 5.14 Jepang 1.6 1.8 1.9 1.8 1.9 3.3 5.15 Perancis 1.0 1.0 1.1 1.3 1.4 10.6 4.06 Kanada 0.7 0.8 1.0 1.1 1.2 14.6 3.37 Belanda 0.8 0.9 0.9 0.9 1.1 8.7 3.08 Rusia 0.6 0.8 0.8 0.9 1.1 13.5 2.99 Spanyol 0.5 0.7 0.7 0.8 0.9 12.9 2.4
10 Italia 0.6 0.7 0.7 0.8 0.9 9.0 2.411 Belgia 0.6 0.6 0.7 0.7 0.8 9.8 2.212 Hong Kong, China 0.4 0.5 0.6 0.6 0.7 10.7 1.913 Meksiko 0.3 0.4 0.6 0.8 0.7 22.1 1.814 Korea, Rep. 0.4 0.4 0.5 0.6 0.6 13.8 1.715 Saudi Arabia 0.3 0.4 0.4 0.5 0.6 13.4 1.616 Poland 0.2 0.3 0.3 0.4 0.5 20.9 1.517 Malaysia 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 16.3 1.418 China 0.3 0.4 0.3 0.4 0.5 8.1 1.319 Australia 0.3 0.4 0.4 0.4 0.5 12.7 1.320 Austria 0.3 0.3 0.3 0.4 0.5 15.0 1.3
Subtotal 14.7 17.0 18.6 20.4 23.0 11.4 63.1
32 Indonesia 0.2 0.3 0.2 0.3 0.3 7.0 0.8Sumber : WITS (Mei 2009; diolah)
4.2 Struktur Industri Pharmaceutical Dan Kosmetik Berbasis Herbal
Indonesia
Dalam database industri jamu dari Badan POM, industri Jamu dikelompokkan ke dalam
3 (tiga) kelompok besar yaitu: IOT (Industri Obat Tradisional), IKOT (Industri Kecil
Obat Tradisional) dan IROT (Industri Rumah Tangga Obat Tradisional).
Sedangkan dalam database BPS pengelompokan industri dilakukan dengan melihat
pada aset yang dimiliki pada industri jamu, yang dalam hal ini dikelompokan
berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008, tentang UMKM yang merupakan revisi dari UU
KUMKM Tahun 2005, menjadi 3 (tiga) Kategori yaitu :
1. Industri Skala Besar dengan Aset lebih dari 10 Miliar Rupiah
2. Industri Skala Sedang dengan Aset antara 500 juta hingga 10 Miliar Rupiah
3. Industri Skala Kecil dengan Aset kurang dari 500 juta Rupiah, terdiri dari
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 33
- Industri Skala Kecil memiliki Aset antara Rp. 500 juta rupiah hingga Rp. 50
juta
- Industri Skala Mikro memiliki aset kurang dari Rp. 50 juta
Jika dilihat dari database industri jamu BPOM, sampai dengan tahun 2007 jumlah
industri jamu di Indonesia sebanyak 1.019 industri Obat Tradisional / jamu. Selanjutnya
pada tahun 2008, dalam Laporan Ketua Umum GP Jamu pada acara Gelar Kebangkitan
Jamu Indonesia dan Pembukaan Symposium Internasional Pertama Temulawak di
Istana Negara 27 Mei 2008 dilaporkan Jumlah Industri Jamu sebanyak 1.166 industri
baik industri besar maupun kecil.
Berdasarkan data BPOM tahun 2007 persentase distribusi industri obat tradisional
masih didominasi di wilayah Pulau Jawa. populasi industri jamu di Indonesia masih
terfokus di pulau Jawa dengan distribusi sebagai berikut: Jawa barat 15%, Jawa Tengah
18%, Jawa Timur 32%, DKI Jakarta 13%, dan DI Yogyakarta 4%, atau mencapai 82%
dari total industri jamu nasional. Sedangkan sisanya terbagi hampir diseluruh wilayah
indonesia, dengan mayoritas masih di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Setiap daerah
sebenarnya memiliki industri berbasis herbal tetapi kurang tereksplorasi sebagaimana di
daerah Jawa. Latar belakang pemahaman Hindu dan keraton yang identik dengan pola
hidup berbasis pada alam sebagai doktrin inilah yang mendorong pengembangan
industri berbasis herbal.
Gambar 4.1 Persebaran Industri Obat Tradisional
Jawa Tengah18%
Bali2%
Jawa Timur32%
Kalimantan Selatan
3%
Sulawesi Selatan
3%
Sumatera Utara4%
DIY4% DKI
13%
Jawa Barat15%
Kalimantan Barat2%
Sumatera Selatan
2% Jambi1%NAD1%
Sumber: Depperin dan BPS (2008)
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 34
Berdasarkan data BPS hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006 yang merupakan data segala
aktivitas kegiatan ekonomi, setelah dilakukan pengolahan diperoleh hasil aktivitas
kegiatan industri jamu untuk segala skala adalah sebanyak 4.427 industri jamu. Baik
skala besar (aset lebih dari Rp.10 miliar), skala menengah (aset antara Rp.500 juta
sampai Rp. 10 miliar) dan skala kecil (aset dibawah Rp.500 juta), dengan rincian
jumlah sebagai berikut: industri jamu skala besar sebanyak 17 industri (0,83%), industri
jamu skala menengah sebanyak 80 industri (1,81%) dan industri skala kecil sebanyak
4.330 (97,81%).
Gambar 4.2 Klasifikasi Industri Jamu Menurut Aset yang Dimiliki
Sumber: Depperin dan BPS (2008)
Dari data tersebut menunjukan bahwa untuk keseluruhan provinsi di Indonesia (33
Provinsi) hampir semua terdapat industri jamu. Dari 33 provinsi hanya 2 (dua) provinsi
yang tidak terdapat industri jamu, yaitu di provinsi Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat.
Persebaran dan pengembangan industri terbesar memang berada di daerah Jawa Timur.
Jawa Timur sangat didukung dengan penyediaan bahan baku sehingga daerah ini
memiliki cost competitiveness yang cukup tinggi dibandingkan daerah lain.
Klasifikasi Industri Jamu Menurut Aset yang Dimiliki
Kecil ; 4.330 Perusahaan
Besar ; 17 Perusahaan
Sedang ; 80 Perusahaan
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 35
Gambar 4.3 Distribusi Industri Jamu menurut Skala Industri
1236102378
2025
16341266
27998
162458
16378
0 500 1000 1500 2000
SULAWESI UTARASULAWESI SELATAN
KALIMANTAN TIMURKALIMANTAN BARAT
KALIMANTANKALIMANTAN BARAT
NTTJAWA TIMUR
JAWA TENGAHJAWA BARAT
LAMPUNGSUMATERA SELATAN
RIAUSUMATERA BARATSUMATERA UTARA
NAD
Sumber: Depperin dan BPS, 2006 (diolah dari sensus ekonomi)
Besaran industri yang banyak berkembang di daerah Jawa Timur umumnya berbentuk
UKM atau hampir 89% dari industri Jamu di Jawa Timur berbentuk usaha mikro.
Penyerapan tenaga kerja pada home industry ini cukup signifikan bagi pengembangan
ekonomi daerah.
4.3 Perkembangan Ekspor Indonesia, Pasar Dunia, dan Peta Perdagangan
Dunia untuk Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal
Dewasa ini penggunaan obat herbal cenderung terus meningkat, baik di negara sedang
berkembang maupun di negara-negara maju. Peningkatan penggunaan obat herbal ini
mempunyai dua dimensi korelatif yaitu aspek medik terkait dengan penggunaannya
yang sangat luas diseluruh dunia, dan aspek ekonomi terkait dengan nilai tambah pada
perekonomian masyarakat. Jepang adalah contoh yang paling baik dari negara industri
maju yang memanfaatkan obat tradisional dalam mainstream sistem pelayanan
kesehatannya. Lebih dari 140 jenis obat herbal telah dimasukkan dalam daftar dari
skema asuransi kesehatan nasional.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 36
Sejumlah besar dokter telah menggunakan obat herbal dalam praktek kedokteran
modern. Sementara itu Korea Selatan sesuai dengan Undang Undang Kesehatan
Nasional tahun 1952 telah mengamanatkan tentang pentingnya obat tradisional dan
obat modern. Sejak tahun 1967, Sistem Asuransi Kesehatan Nasional Korea
memasukkan obat tradisional dalam daftar mereka. Sistem kesehatan di Korea memang
memisahkan antara obat tradisional dan obat modern.
Tabel 4.9 Ekspor Bahan dan Produk Obat dan Kosmetik Berbahan Baku Herbal
2004 2005 2006 2007 2008
1 Bahan Obat Herbal 315.9 327.7 389.8 516.9 579.2 18.15 14.212 Produk Farmasi 130.0 112.0 118.0 137.5 165.0 7.05 4.053 Bahan Kosmetik 969.5 1274.4 1220.1 2002.7 2821.8 29.55 69.214 Kosmetik 266.6 292.7 302.3 378.7 511.2 16.87 12.54
Total 1682.1 2006.8 2030.2 3035.8 4077.1 24.42 100
Sumber: BPS (diolah Litbang Perdagangan)
No. Uraian Nilai Ekspor: Juta US$ % Trend % Share
Ekspor-impor produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal terdiri dari bahan
baku dan produk jadi. Bahan baku yang dimaksud disini adalah hasil yang diperoleh
langsung dari alam dan diperdagangkan dalam bentuk aslinya. Sedangkan produk jadi
obat maupun kosmetik berbasis herbal adalah produk yang diperdagangkan setelah
melalui proses pengolahan dari bahan bakunya. Volume dan nilai ekspor produk
Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di pasar dunia lebih tinggi dari volume
dan nilai bahan bakunya.
Lebih lanjut diketahui bahwa bahan kosmetik herbal merupakan produk yang mencapai
nilai ekspor dan trend tertinggi, pada tahun 2008 dengan nilai ekspornya mencapai US$
2,8 miliar dengan trend 30 persen, disusul oleh ekspor bahan obat herbal sebesar US$
579,2 juta dengan trend 18 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahan baku
masih menjadi andalan ekspor herbal Indonesia. Padahal dengan berlimpahnya
ketersediaan bahan baku tersebut, seharusnya Indonesia mampu mengolahnya menjadi
produk Obat maupun kosmetik yang siap untuk dipasarkan di pasar internasional. Oleh
karena itu, pengembangan produk dan pengembangan pasar untuk kelompok produk
tersebut perlu mendapatkan prioritas agar pangsa pasar yang ada dapat terus
ditingkatkan.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 37
Tabel 4.10 Ekspor Bahan Obat Herbal
2004 2005 2006 2007 2008
1 AMERIKA SERIKAT 47.66 41.57 60.01 91.12 123.07 30.76 21.25 2 SINGAPURA 38.30 46.73 49.65 53.13 44.48 4.37 7.68 3 VIETNAM 8.49 11.14 18.34 28.60 43.37 52.26 7.49 4 MALAYSIA 19.31 19.83 25.33 33.61 41.05 22.58 7.09 5 INDIA 20.42 14.07 24.08 55.74 32.89 26.23 5.68 6 VIETNAM 22.02 24.29 23.77 33.17 31.49 10.81 5.44 7 FEDERASI RUSIA 19.20 21.74 19.14 16.25 25.78 3.02 4.45 8 PAKISTAN 14.21 15.73 19.35 21.82 23.32 14.08 4.03 9 AUSTRALIA 11.24 12.80 12.98 15.11 19.02 12.95 3.28 10 INGGRIS 15.48 17.69 23.82 17.68 16.77 1.61 2.90
SUBTOTAL 216.35 225.60 276.47 366.23 401.22 18.77 69.28 LAINNYA 99.59 102.15 113.30 150.69 177.95 16.76 30.72 TOTAL 315.94 327.74 389.77 516.91 579.17 18.15 100.00
Sumber: BPS (diolah)
NO. NEGARA NILAI: JUTA US$ % Trend % Share
Berdasarkan data BPS diketahui bahwa nilai ekspor bahan obat herbal Indonesia pada
tahun 2008 mencapai US$ 579,2 juta atau meningkat sebesar 12,04 persen
dibandingkan dengan tahun 2007. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor
utama bahan obat herbal Indonesia dengan nilai ekspor US$ 123 juta dan pangsa ekspor
sebesar 21,25 persen. Sepanjang periode 2004-2008 pertumbuhan ekspor bahan obat
herbal Indonesia rata-rata per tahun cukup baik yakni 18,15 persen. (Tabel 4.10).
Tabel 4.11 Ekspor Produk Obat Herbal
2004 2005 2006 2007 2008
1 PILIPINA 13.81 8.80 10.80 12.77 25.10 16.98 15.21 2 THAILAND 7.05 9.04 10.03 9.90 19.34 23.49 11.72 3 JEPANG 10.33 9.89 13.08 13.96 16.41 13.57 9.95 4 VIETNAM 5.22 7.70 6.97 8.59 12.46 20.32 7.55 5 NIGERIA 18.30 16.72 12.80 16.95 11.43 (8.87) 6.93 6 MALAYSIA 11.70 11.25 9.35 9.30 10.27 (4.41) 6.23 7 SAUDI ARABIA 3.06 3.14 4.11 5.96 6.15 22.61 3.73 8 AMERIKA SERIKAT 2.85 3.64 4.90 5.04 5.32 17.06 3.22 9 SRI LANGKA 10.69 3.39 5.36 5.89 4.31 (11.88) 2.61
10 PERSERIKATAN EMIRAT ARAB 1.92 2.33 2.56 3.17 3.52 16.46 2.13
SUBTOTAL 84.92 75.89 79.96 91.52 114.32 8.13 69.28 LAINNYA 45.12 36.07 38.06 45.95 50.68 4.86 30.72 TOTAL 130.04 111.96 118.02 137.47 165.00 7.05 100.00
% Trend % Share
Sumber: BPS (diolah)
No. NEGARA NILAI: JUTA US$
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 38
Sepuluh negara tujuan ekspor produk obat herbal Indonesia memberikan kontribusi
69,28 persen terhadap total ekspor produk obat herbal ke dunia tahun 2008. Pilipina
merupakan negara importir terbesar dengan pangsa sebesar 15,21 persen dengan nilai
sebesar US$ 25,10 juta (Tabel 4.11). Lebih lanjut diketahui bahwa Thailand dan Jepang
berada di urutan kedua dan ketiga dengan nilai ekspor masing-masing sebesar US$ 19
juta dan US$ 16 juta, dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 11,72 persen dan
9,95 persen.
Tabel 4.12 Ekspor Produk Kosmetik
2004 2005 2006 2007 2008
1 PERSERIKATAN EMIRAT ARAB 18.68 29.69 25.99 33.43 51.40 23.90 10.05 2 MALAYSIA 26.58 21.41 26.97 28.35 37.58 10.23 7.35 3 THAILAND 11.35 11.05 16.65 27.42 29.66 32.72 5.80 4 BENIN 4.25 8.90 12.87 16.74 28.07 55.36 5.49 5 SINGAPURA 22.56 28.12 23.78 21.40 24.96 (0.70) 4.88 6 GHANA 2.88 3.48 4.91 10.66 22.57 68.84 4.42 7 HONGKONG 18.66 8.00 8.88 12.56 19.88 5.95 3.89 8 DJIBOUTI 5.60 9.49 8.62 11.29 17.58 27.91 3.44 9 T O G O 2.01 3.51 2.63 5.20 14.47 54.31 2.83 10 IRAK 1.44 1.84 4.30 0.12 10.25 12.76 2.01
SUBTOTAL 114.01 125.50 135.61 167.19 256.42 21.02 50.16 LAINNYA 152.63 167.23 166.68 211.55 254.79 13.43 49.84 TOTAL 266.64 292.73 302.29 378.74 511.21 16.87 100.00
Sumber: BPS (diolah)
% Trend % ShareNEGARA NILAI: JUTA US$No.
Sementara untuk ekspor produk kosmetik, ternyata negara Perserikatan Emirat Arab
menduduki peringkat teratas sebagai negara tujuan ekspor Indonesia dengan nilai US$
51 juta dan trend 23,90 persen tahun 2008. Namun negara yang menunjukkan trend
terbesar adalah negara Ghana dengan trend sebesar 68,84 persen. Sebaliknya Singapura
malah mengalami trend yang menurun yakni -0,70 persen. Kesepuluh negara tujuan
utama ekspor produk kosmetik Indonesia memberikan kontribusi 50,16 persen terhadap
pangsa total ekspornya.(Tabel 4.12).
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 39
Tabel 4.13 Ekspor Bahan Kosmetik
2004 2005 2006 2007 2008
1 BELANDA 292.28 366.24 294.73 489.29 701.82 22.65 24.87 2 MALAYSIA 127.69 142.03 161.82 297.77 492.15 41.04 17.44 3 REP.RAKYAT CINA 102.39 182.45 184.88 293.31 376.35 36.05 13.34 4 AMERIKA SERIKAT 105.66 163.82 116.88 184.63 312.26 25.69 11.07 5 INDIA 62.57 85.53 83.16 112.36 155.13 23.23 5.50 6 BRASILIA 7.37 16.11 28.51 43.26 73.62 74.88 2.61 7 KOREA SELATAN 3.54 3.28 7.81 40.78 72.54 135.38 2.57 8 PERANCIS 28.21 32.07 36.24 50.93 71.13 26.01 2.52 9 AUSTRALIA 11.81 13.35 25.60 30.03 42.54 40.12 1.51 10 FEDERASI RUSIA 15.58 26.65 17.31 39.16 39.89 25.42 1.41
SUBTOTAL 757.11 1031.53 956.93 1581.52 2337.43 30.76 82.84 LAINNYA 212.39 242.86 263.20 421.17 484.34 24.60 17.16 TOTAL 969.50 1274.39 1220.13 2002.69 2821.77 29.55 100.00
Sumber: BPS (diolah)
% Trend % ShareNEGARA NILAI: JUTA US$No.
Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa pangsa nilai total ekspor bahan kosmetik
Indonesia yang terbesar adalah ke Belanda yaitu 24,87 persen. Namun demikian, jika
dilihat dari trendnya Korea Selatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara
tujuan ekspor lainnya yakni mencapai 135,58 persen. Lebih rinci share untuk setiap
negara tujuan ekspor bahan kosmetik ditunjukkan pada Tabel 4.13
.
Tabel 4.14 Impor Produk Obat Herbal
2004 2005 2006 2007 2008
1 JERMAN 36.28 20.64 30.22 39.58 46.85 12.33 20.91 2 PERANCIS 8.56 11.89 14.29 16.67 20.14 22.72 8.99 3 INGGRIS 7.92 9.99 11.07 13.13 16.14 18.52 7.21 4 REP.RAKYAT CINA 14.02 17.75 18.61 11.04 15.13 (3.16) 6.76 5 AMERIKA SERIKAT 8.11 7.79 11.08 16.32 13.70 19.58 6.12 6 SWISS 10.71 11.74 14.04 20.12 13.51 10.54 6.03 7 DENMARK 4.55 5.47 4.74 8.16 8.73 18.57 3.90 8 AUSTRALIA 5.09 4.53 7.33 7.77 8.33 16.45 3.72 9 BELGIA 2.58 3.19 3.74 3.09 8.18 25.55 3.65
10 IRLANDIA 1.18 1.89 4.54 5.76 8.17 64.67 3.65 SUBTOTAL 98.99 94.89 119.66 141.65 158.88 14.42 70.92 LAINNYA 33.25 43.39 62.99 59.95 65.13 18.16 29.08 TOTAL 132.24 138.28 182.65 201.59 224.02 15.39 100.00
Sumber: BPS (diolah)
% Trend % ShareNo. NEGARA NILAI: JUTA US$
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 40
Berdasarkan data BPS diketahui bahwa nilai impor produk obat herbal Indonesia pada
tahun 2008 mencapai US$ 224 juta atau meningkat sebesar 11,1 persen dibandingkan
dengan tahun 2007. Jerman merupakan negara asal impor utama produk obat herbal
Indonesia dengan nilai impor US$ 46,8 juta dan pangsa ekspor sebesar 20,9 persen.
Sepanjang periode 2004-2008 pertumbuhan rata-rata per tahun impor produk obat
herbal dari kesepuluh negara asal impor utama cukup baik yakni 14,4 persen.
Tabel 4.15 Impor Bahan Obat Herbal
2004 2005 2006 2007 2008
1 AMERIKA SERIKAT 16.98 18.95 29.76 38.73 79.88 46.40 17.28 2 SELANDIA BARU 1.29 0.99 0.16 1.08 60.52 117.71 13.09 3 REP.RAKYAT CINA 12.17 13.23 23.74 30.70 44.89 41.24 9.71 4 DENMARK 10.43 13.38 18.53 31.43 35.40 39.07 7.66 5 KOREA SELATAN 44.36 38.47 46.09 43.19 31.95 (5.26) 6.91 6 BELANDA 19.01 21.74 24.77 15.27 30.89 6.37 6.68 7 MALAYSIA 8.83 16.54 2.27 4.88 20.16 4.40 4.36 8 SINGAPURA 4.02 6.52 6.71 7.97 18.91 39.09 4.09 9 THAILAND 5.41 7.05 6.09 9.72 17.79 31.04 3.85 10 IRLANDIA 1.40 0.22 0.00 0.00 16.43 (13.50) 3.55
SUBTOTAL 123.90 137.11 158.12 182.98 356.83 27.18 77.17 LAINNYA 41.76 40.60 44.55 59.60 105.58 25.10 22.83 TOTAL 165.66 177.70 202.67 242.58 462.40 26.67 100.00
Sumber: BPS (diolah)
NO. NEGARA NILAI: JUTA US$ % Trend % Share
Dari Tabel 4.15 diketahui bahwa nilai total impor Bahan obat herbal Indonesia yang
terbesar berasal dari Amerika Serikat yaitu US$ 79,8 juta atau 17,3 persen dari total
impor bahan obat herbal, Selandia Baru berada di urutan kedua dengan nilai impor
Indonesia sebesar US$ 60,5 juta, namun jika dibandingkan dengan kesepuluh negara
asal impor tersebut pertumbuhan rata-rata per tahun negara ini menunjukkan angka
yang sangat tinggi yaitu 117,7 persen. Ini disebabkan oleh kenaikan impor pada tahun
2008 terhadap 2007 sebesar 5491,1 persen.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 41
Tabel 4.16 Impor Bahan Kosmetik
2004 2005 2006 2007 20081 REP.RAKYAT CINA 3.97 5.27 8.01 7.67 8.94 22.13 11.36 2 INDIA 2.67 3.76 4.94 4.53 8.65 28.85 11.00 3 AMERIKA SERIKAT 4.68 6.10 5.86 7.26 7.46 11.67 9.48 4 SINGAPURA 5.38 4.77 5.78 5.97 7.40 9.02 9.40 5 JEPANG 1.26 1.35 1.40 1.76 4.76 33.93 6.05 6 PERANCIS 5.15 4.45 4.59 4.47 4.56 (2.33) 5.80 7 JERMAN 3.72 3.05 3.65 4.07 3.88 3.79 4.93 8 MADAGASCAR 0.45 0.47 2.36 1.88 3.45 72.79 4.38 9 ITALIA 1.13 1.09 1.62 1.92 3.14 29.81 3.99
10 PILIPINA 0.59 0.32 0.84 0.96 2.82 52.72 3.59
SUBTOTAL 29.00 30.62 39.06 40.50 55.05 16.90 69.99 LAINNYA 18.61 16.53 16.15 20.06 23.61 6.92 30.01 TOTAL 47.61 47.16 55.21 60.55 78.65 13.36 100.00
Sumber: BPS (diolah)
% Trend % ShareNo. NEGARA NILAI: JUTA US$
Sementara untuk negara asal impor bahan kosmetik, Rep. Rakyat Cina menduduki
peringkat teratas dengan nilai US$ 8,9 juta dan pangsa impor 11,4 persen. Disusul oleh
India dengan nilai impor US$ 8,6 juta (28,8%), jika dibandingkan dengan tahun 2007
impor Indonesia dari India untuk bahan kosmetik meningkat cukup tajam yaitu sebesar
91 persen. Kesepuluh negara asal impor memberikan kontribusi sebesar US$ 55,0 juta
dan pangsa sebesar 70,0 persen dari total impor bahan kosmetik Indonesia.
Tabel 4.17 Impor Produk Kosmetik
2004 2005 2006 2007 2008
1 THAILAND 54.62 63.06 70.44 107.87 126.74 24.86 51.73 2 SINGAPURA 1.40 2.33 2.50 4.84 19.66 82.41 8.02 3 REP.RAKYAT CINA 3.37 5.77 8.09 11.48 15.34 45.05 6.26 4 MALAYSIA 6.07 6.71 5.94 5.94 10.25 9.68 4.18 5 INGGRIS 6.03 8.97 8.89 10.37 10.14 12.56 4.14 6 AMERIKA SERIKAT 5.23 6.79 6.48 7.47 9.55 13.89 3.90 7 PERANCIS 4.30 8.34 6.42 7.12 8.52 12.86 3.48 8 VIETNAM 1.41 1.11 2.10 2.60 6.40 47.35 2.61 9 JERMAN 5.63 3.91 4.77 4.09 6.15 2.25 2.51 10 ITALIA 1.25 2.06 2.63 3.22 5.88 42.63 2.40
SUBTOTAL 89.32 109.05 118.24 165.01 218.63 24.66 89.23 LAINNYA 11.30 13.87 20.18 18.44 26.39 21.90 10.77 TOTAL 100.62 122.92 138.43 183.45 245.02 24.36 100.00
Sumber: BPS (diolah)
No. NEGARA NILAI: JUTA US$ % Trend % Share
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 42
Nilai impor Indonesia terhadap produk kosmetik selama periode 2004-2008 meningkat
24,4 persen per tahun. Impor terbesar berasal dari Thailand dengan nilai impor tahun
terakhir US$ 126,7 juta dan pangsa impor yang melampaui setengah dari pangsa
totalnya (pangsa Thailand 51,7 %). Singapura dan Rep. Rakyat Cina menduduki
peringkat kedua dan ketiga dengan nilai impor masing-masing sebesar US$ 19,7 juta
dan US$ 15,3 juta. Kesepuluh negara asal impor memberikan kontribusi 89,2 persen
terhadap total impor produk kosmetik indonesia.
4.4 Hasil Survey Dalam Negeri, FGD dan Survey Luar Negeri 4.3.1 Survey Dalam Negeri
Berdasarkan survey yang dilakukan ke beberapa daerah diperoleh beberapa informasi
antara lain:
1. Surabaya
Eksportir herbal Jawa Timur menghadapi kendala antara lain: tarif yang masih tinggi
di negara tujuan ekspor, hambatan non tarif (quota) yang ditetapkan oleh negara
tujuan untuk melindungi produksi domestik juga merupakan kendala yang perlu
diperhatikan, masalah kepabeanan, dan cuaca (kontinuitas ketersediaan bahan baku
kadang terhambat karena cuaca yang kurang mendukung, ini mengakibatkan produsen
dalam negeri harus mengimpor bahan baku dari negara lain).
2. D.I. Yogyakarta dan Solo
Pengusaha pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal di Yogyakarta lebih banyak
pada jenis usaha kecil dan menengah (UKM) dan teknologi yang digunakan masih
relatif sederhana. Permodalan merupakan kendala dalam pengembangan industri
pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal. Standar dan regulasi dalam mengelola
obat dan kosmetik berbasis herbal ternyata masih banyak belum diketahui oleh para
pengusaha.
3. Padang
Eksportir produk herbal dari Padang mengharapkan adanya bantuan pemerintah
dalam hal bantuan teknis dan mesin pertanian, agar kita tidak hanya mampu
mengekspor bahan baku herbal, namun juga mampu mengekspor dalam bentuk yang
sudah diolah. Selain itu masalah yang dihadapi oleh eksportir kecil saat ini adalah
adanya tindakan buyer yang mengadakan transaksi langsung dengan petani dalam
negeri.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 43
4. Semarang
Marak berkembangnya penggunaan BKO (Bahan Kimia Obat) di Cilacap
menurunkan image jamu Indonesia sebagai obat non-kimia di dunia internasional.
Adanya keluhan terhadap beban PPN (Pajak Pertambahan Nilai) oleh produk Jamu
yang berproduksi dalam negeri karena penurunan permintaan dalam negeri sebagai
akibat krisis global yang berkelanjutan. PT. Nyonya Meneer di Semarang,
kebanyakan mendapatkan bahan baku dari pengumpul kecamatan dan daerah yang
sudah lama berlangganan dengan PT Nyonya Meneer. Penekanan produksi lebih
ditujukan untuk konsumen domestik daripada ekspor.
4.3.2 Focussed Group Discussion (FGD)
Beberapa point penting mengenai perkembangan herbal tanah air yang diperoleh dari
penyelenggaraan Focussed Group Discussion (FGD) yaitu:
a. Pengusaha Jamu banyak mengemukakan tentang harmonisasi ASEAN dan
penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang terlalu
cepat. Selain itu juga ditekankan bahwa industri kecil obat tradisional (IKOT) tidak
akan sanggup memenuhi harmonisasi standar ASEAN.
b. PT Jamu Jago mengeluhkan adanya penerapan CPOTB yang akan mengancam
keberadaan pengusaha kecil di sektor Jamu. Penerapan CPOTB memerlukan
fleksibilitas dan perlu didampingi dengan technical assistance oleh pemerintah agar
pengusaha kecil jamu tidak mati.
c. PT. Jamu Borobudur menekankan adanya peningkatan mutu dan kualitas di sektor
jamu hulu sehingga Indonesia dapat masuk ke dalam pasar internasional. Selain itu
PT. Jamu Borobudur juga menekankan pentingnya pengelolaan bahan baku pasca
panen untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
d. PT. Vetaher telah berhasil melakukan market penetration ke Korea Selatan dalam
bentuk bahan baku dan kosmetik herbal sebagai bahan dasar spa herbal, namun PT.
Vetaher mengungkapkan bahwa ada beberapa kesulitan dengan penerapan CPOTB
yang diberlakukan oleh BPOM. Selain itu, PT. Vetaher mengeluhkan adanya
tebang pilih oleh BPEN dalam penyelenggaraan pameran dan bantuan yang
diberikan oleh Pemerintah. Seperti yang dikemukakan oleh PT. Vetaher
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 44
mengeluhkan bahwa pemerintah Jepang sebenarnya mencari UKM tetapi justru
disampaikan ke perusahaan besar.
e. Ekspor Jamu masih berkisar di ASEAN dan hanya sedikit yang dapat masuk ke
Eropa. Bentuk ekspor yang disampaikan oleh pengusaha jamu memiliki dua model
yaitu model kontainer dan model tentengan. Model kontainer lebih pada pengusaha
yang sudah established sedangkan model tentengan lebih pada UKM. Importer luar
negeri menerapkan standar kebersihan yang cukup tinggi sehingga sulit bagi
produk Indonesia untuk dapat memasuki pasar mereka. Perhatian untuk
pengembangan ekspor produk jamu masih minim, pada umumnya konsentrasi
pengembangan ekspor lebih pada furniture dan industri manufaktur lainnya.
4.3.3 Survey Luar Negeri
Survey ke luar negeri dilakukan untuk melihat perkembangan dari sisi produksi dan
pemasaran bahan baku dan produk herbal di beberapa negara pesaing. Ada dua negara
yang dipilih sebagai tujuan survey kajian ini, yaitu India dan Perancis.
4.3.3.1. India
India sudah menerapkan standard GMP (Good Manufacturing Practices). India telah
menerapkan suatu standard sehingga kemampuan penetrasi pasar untuk produk herbal
menjadi meningkat pesat. India dapat memasuki pasar-pasar Uni Eropa baik untuk
produk bahan baku dan produk jadi. Pengembangan obat-obatan itu melalui suatu
model pengembangan yang disebut Ayurvedic dan mengakomodasi Homeopathic.
Tingkat proteksi terhadap produk dalam negeri masih relatif tinggi sehingga tarif bea
masuk bahan baku relatif tinggi (20%-107,5%). India merupakan negara kedua
terbesar yang sudah dapat mengembangkan produk herbal ke seluruh dunia. India
memiliki satu asosiasi pengembangan bahan baku herbal yang disebut SAPTA yang
mendapatkan berbagai macam fasilitas dari pemerintah. India juga merupakan negara
yang aktif dalam International Pepper Community.
Strategi penetrasi dan perluasan pasar ekspor produk berbahan baku herbal India
adalah melalui direct export, kerjasama investasi serta promosi dan partisipasi pada
pameran-pameran besar baik di dalam maupun di luar negeri. Direct export yang
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 45
dilakukan India adalah supply oriented industry. Pengaruh pengusaha India jauh lebih
besar dalam negosiasi dengan produsen produk herbal Indonesia.
Ada 4 jenis herbal medicine dalam konteks pengobatan dengan herbal di India yaitu
Ayurvedic System (HS. No 3003 90 11); Unani System (HS. No. 3003 90 12); Siddha
System (HS. No. 3003 90 13); dan Homeopathic System (HS. No. 3003 90 14).
Pengembangan 4 jenis herbal itu tergabung dalam satu mekanisme ekspor yang
berujung pada peningkatan kerjasama dengan perguruan tinggi dalam
mengembangkan Penelitian dan Pengembangan di dalam inovasi produk herbal.
India telah melaksanakan integrasi perguruan tinggi dengan adanya fakultas tersendiri
yang khusus mempelajari herbal sehingga sampai dengan saat ini ada sebanyak 27
perguruan tinggi yang memiliki fakultas tersendiri untuk bidang herbal. India berhasil
menggalang kerjasama dengan Malaysia dalam kapasitas Government to Government
dengan memberikan beasiswa, technical assistance, dan fasilitas lainnya dengan
mengedepankan mutual benefit antara kedua negara.
4.3.3.1. Perancis
Atase Perdagangan Perancis dan Quimdis mengatakan bahwa perkembangan
konsumsi obat herbal di Perancis selama lima tahun terakhir (2004-2009) telah
mengalami penurunan. Penurunan ini diakibatkan oleh menurunnya kepercayaan
masyarakat Perancis terhadap Homeophaty karena pemerintah Perancis tidak
menyediakan fasilitas asuransi. Fasilitas asuransi selalu diidentikkan dengan
pengujian klinis yang sangat terbatas dilakukan oleh sektor herbal. Obat herbal
memang sangat identik dengan obat alternatif disebabkan masyarakat memiliki
keraguan atau keengganan terhadap obat modern (kimiawi). Tetapi, pandangan
keengganan ini cenderung tidak membuat konsumen beralih pada produk herbal
karena pemerintah tidak menyediakan asuransi untuk konsumsi herbal.
Kosmetik Indonesia belum begitu berkembang di Perancis karena Perancis
menerapkan standar yang tinggi sebagaimana standar yang ada di negara Uni Eropa.
Penerapan standar yang tinggi di Uni Eropa mengakibatkan hampir semua produk
kimia dan kosmetik Eropa diperdagangkan antar negara-negara di Uni Eropa.
Perkembangan tingkat standar Sanitary dan Phytosanitary sangat berdampak pada
kemampuan penetrasi produk Indonesia yang akan memasuki pasar Uni Eropa.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 46
Perusahaan Uni Eropa melakukan investasi produksi bahan baku herbal (integrasi
vertikal) di negara pesaing. Perancis telah melakukan model investasi baru dengan
Madagaskar. Quimdis mengungkapkan bahwa Perancis telah melakukan penanaman
modal di Madagaskar untuk mendapatkan bahan baku herbal untuk kosmetik.
Quimdis merupakan supplier utama bahan baku herbal di Perancis dengan mengimpor
dari negara lain.
Kerjasama penanaman modal Perancis di Madagaskar memberikan mutual benefit
bagi kedua negara. Perancis memberikan kepastian permintaan (demand) dan
Madagaskar memberikan kepastian pasokan (supply). Madagaskar menerapkan
program penanaman modal 80 tahun dengan memberikan semua fasilitas bagi
penanam modal. Produsen Perancis akan mengimpor bahan baku dari Madagaskar
yang ditanam dari kebun-kebun perusahaan Perancis pada skala waktu 5 tahun.
Kemudian perusahaan itu akan menanamkan industri hilir di Madagaskar apabila
menanamkan modal di sektor hulu di Madagaskar selama 80 tahun. Kontrak ini
ditandatangani dan di bawah pengawasan pemerintah. Pemerintah Madagaskar akan
kembali membina dengan pembangunan kapasitas sumber daya manusia produk
dalam negeri dengan kerjasama produk yang bermerek dari negara asal investasi.
Setelah 80 tahun diharapkan Madagaskar dapat meningkatkan nilai tambah suatu
produk.
Quimdis mengungkapkan bahwa produk bahan baku herbal dan produk jadi herbal
belum begitu memiliki nama di Perancis. Profil produk herbal Indonesia belum begitu
dikenal di Perancis. Perancis sedang melakukan eksplorasi secara luas untuk
meningkatkan kemampuan supply bahan baku industri herbal dalam negara Perancis.
Quimdis mengungkapkan bahwa aturan dan standarisasi herbal masih terlalu ketat
terutama obat. Alternatif usaha untuk memasuki pasar obat dan produk jadi herbal
adalah dengan mencantumkan dalam katagori suplemen. Keuntungan katagori
suplemen adalah menghilangkan biaya terhadap peraturan yang menerapkan standar
yang tinggi.
Konsistensi Indonesia dalam memberikan supply bahan baku tidak begitu terlihat
jelas. Konsistensi kuantitas pasokan dengan mutu tinggi dapat diterapkan dengan
pengawasan yang ketat. Indonesia belum dapat memenuhi permintaan impor Perancis
akan bahan baku kosmetik secara konsisten terutama ekstrak tumbuhan yang
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 47
dibutuhkan. Importer Perancis menginginkan supply yang bermutu tinggi, konsisten,
dan berkesinambungan (sustainable). Untuk memasuki pasar Uni Eropa, Indonesia
perlu meningkatkan standar mutu yang ditentukan oleh negara-negara Uni Eropa.
Ekspor produk herbal Indonesia yang sudah pernah masuk ke Uni Eropa seharusnya
dijaga standar mutu dan tingkat kontinuitasnya agar dapat ditingkatkan ekspornya di
masa yang akan datang.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 48
BAB. V STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
EKSPOR PRODUK PHARMACEUTICAL DAN KOSMETIK
BERBASIS HERBAL INDONESIA DI PASAR DUNIA
5.1. Analisis Produk Prioritas Indonesia untuk Produk Pharmaceutical dan
Kosmetik Berbasis Herbal
Analisis produk prioritas ini adalah untuk mencari produk yang sangat potensial untuk
dikembangkan di suatu negara. Keterbatasan ruang lingkup kebijakan mengharuskan
suatu negara untuk melakukan pemilihan terhadap semua produk yang ada. Analisis ini
juga didasarkan pada proses identifikasi keunggulan komparatif (comparative
advantage) suatu negara atas produk-produk yang telah berhasil diproduksi di negara
tersebut.
UNCTAD (2009) dan Porter (2008) menjelaskan bahwa keunggulan kompetitif suatu
negara tidak hanya didasarkan pada keunggulan atas produktivitas dan biaya produksi
tetapi lebih pada pembentukan suatu sistem yang unggul. Pasokan input yang
sustainable dan murah, kondisi permintaan yang tinggi, struktur industri yang sehat,
dan kondisi makroekonomi yang kondusif merupakan suatu sistem yang membentuk
keunggulan kompetitif di suatu negara (Porter 2008).
Berdasarkan karya Porter (2008) tersebut, UNCTAD (2009) menyusun kriteria produk
prioritas dengan memperhitungkan kinerja ekspor suatu produk, kinerja pasar dunia
suatu produk tersebut, kondisi dampak sosial ekonomi suatu produk. Indikator yang
digunakan adalah dengan menghitung suatu indeks yang memiliki range 1 hingga 5.
Berdasarkan analisis ITC semua produk bahan baku dan produk jadi herbal, hampir
78.75 persen dari total ekspor kategori herbal termasuk pada produk prioritas utama
untuk dikembangkan. Produk yang berada pada kategori produk prioritas pertama ini
memiliki keunggulan terhadap pengembangan ekspor nasional, pengembangan sosial
ekonomi, dan hambatan perdagangan yang rendah.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 49
Gambar 5.1 Distribusi Analisis ITC Bahan Baku dan Produk Herbal
78,75%
20,92%
0,33%
Prioritas I
Prioritas II
Prioritas III
Sumber: Hasil estimasi peneliti
5.1.1 Bahan Baku Herbal
Bahan baku herbal terbagi menjadi tiga macam dalam penelitian ini dengan masing-
masing memiliki definisi Harmonized System (HS) nya. Bahan baku herbal terdiri dari
alkaloid, medicinal plants, dan spices. Setiap produk memiliki definisi HS yang
terpisah dan ciri khas yang ada. Definisi HS yang dipergunakan dalam penelitian ini
masih mengacu pada definisi HS dari Uni Eropa untuk produk herbal.
Bahan baku herbal masih didominasi oleh spices (rempah-rempah). Bahan dasar
rempah-rempah masih mendominasi nilai ekspor produk bahan baku herbal. Fungsi
rempah-rempah masih luas selain daripada hanya digunakan untuk produk herbal.
Inovasi pada spices sangat tinggi. India dan Brazil telah berhasil melakukan inovasi
penggunaan produk herbal dengan melakukan ekstenfisikasi dan diversifikasi
penggunaan produk herbal.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 50
Indeks Kinerja Spices
Tabel 5.1 Indeks Kinerja Spices Trade Socio-economic Overall
HS DESCRIPTION PRODUCT Weighted Weighted WeightedIndex Index Index Katagori
090411 Pepper of the genus Piper,eSpices 2.00 1.95 2.20 Prioritas I091010 Ginger Spices 2.00 1.76 2.18 Prioritas II091040 Thyme and bay leaves Spices 1.91 1.69 2.08 Prioritas II091091 Mixtures of two/more of the Spices 1.91 1.68 2.07 Prioritas II091030 Turmeric (curcuma) Spices 1.90 1.68 2.07 Prioritas II091050 Curry Spices 1.88 1.67 2.05 Prioritas II090420 Fruits of the genus CapsicuSpices 1.86 1.66 2.03 Prioritas II090610 Cinnamon and cinnamon-treSpices 1.85 1.68 2.02 Prioritas II090620 Cinnamon and cinnamon-treSpices 1.85 1.65 2.01 Prioritas II091099 Spices nes Spices 1.84 1.64 2.01 Prioritas II091020 Saffron Spices 1.81 1.62 1.97 Prioritas II090940 Caraway seeds Spices 1.81 1.63 1.97 Prioritas II090810 Nutmeg Spices 1.80 1.64 1.96 Prioritas II090910 Anise or badian seeds Spices 1.80 1.61 1.96 Prioritas II090930 Cumin seeds Spices 1.79 1.61 1.95 Prioritas II090700 Cloves (whole fruit, cloves aSpices 1.77 1.63 1.93 Prioritas II090920 Coriander seeds Spices 1.76 1.58 1.92 Prioritas II090830 Cardamoms Spices 1.58 1.47 1.73 Prioritas III090500 Vanilla beans Spices 1.28 1.27 1.41 Prioritas III090950 Fennel or juniper seeds Spices 1.90 1.67 2.06 Prioritas II
Sumber: Hasil estimasi Tim Puslitbangdaglu (2009)
Berdasarkan indeks kinerja spices, produk yang menjadi prioritas utama adalah lada.
Indonesia memiliki tingkat keunggulan kompetitif yang tinggi untuk lada.
Pengembangan lada diperlukan integrated pest management. Lada berhasil menyerap
tenaga kerja yang tinggi dan nilai ekspor yang tinggi pula dalam pengembangan herbal
nasional. Lada telah mengalami pengembangan yang tinggi terutama menjadi bahan
baku ayuverdic di Uni Eropa (Lewington 1992).
Kunyit, pala, vanila, dan produk lainnya yang terkategori dalam prioritas kedua
merupakan barang yang memiliki tingkat hambatan dunia yang tinggi. Nilai ekspor dan
pertumbuhan pasar memberikan peningkatan pada pentingnya produk ini untuk
dikembangkan. Indonesia memiliki keunggulan yang tinggi pada pala, cengkeh, dan
produk rempah-rempah lainnya karena memiliki tanah yang sangat mendukung untuk
produk ini.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 51
Indeks Kinerja Medicinal Plants
Pada kategori Tanaman Obat (Medicinal Plants), bahan dasar minuman dan makanan
yang bernuansa suplemen masih mendominasi nilai indeks yang tinggi dan menjadi
produk prioritas pertama untuk dikembangkan.
Tabel 5.2 Indeks Kinerja Medicinal Plants Trade Socio-economic Overall
HS DESCRIPTION Weighted Weighted WeightedIndex Index Index Katagori
090240 Black tea (fermented) & 2.01 1.88 2.19 Prioritas I130232 Mucilages & thickeners 1.99 1.73 2.17 Prioritas II330111 Essential oils of bergam 1.98 1.72 2.15 Prioritas II130231 Agar-agar 1.91 1.69 2.08 Prioritas II090220 Green tea (not fermente 1.89 1.67 2.05 Prioritas II071290 Vegetables and mixture 1.88 1.68 2.05 Prioritas II130219 Vegetable saps and ex 1.86 1.67 2.03 Prioritas II121020 Hop cones, ground, pow 1.83 1.63 2.00 Prioritas II130239 Mucilages&thickeners n 1.83 1.65 2.00 Prioritas II121190 Plants &pts of plants(in 1.82 1.63 1.98 Prioritas II090230 Black tea (fermented)& 1.82 1.62 1.98 Prioritas II130220 Pectic substances, pec 1.81 1.61 1.97 Prioritas II120400 Linseed, whether or not 1.80 1.60 1.96 Prioritas II130212 Liquorice extract 1.79 1.60 1.95 Prioritas II090300 Mate 1.78 1.60 1.94 Prioritas II121110 Liquorice roots usd prim 1.71 1.55 1.87 Prioritas III121010 Hop cones, not ground, 1.68 1.53 1.84 Prioritas III130211 Opium sap 1.66 1.51 1.81 Prioritas III121120 Ginseng roots usd prim 1.64 1.50 1.79 Prioritas IIISumber: Hasil estimasi Tim Puslitbangdaglu (2009) Sumber: Puslitbang Perdagangan Luar Negeri
Pengembangan produk-produk teh ini lebih pada tingginya nilai sosial ekonomi yang
tinggi. Penyerapan tenaga kerja untuk industri makanan dan minuman memang tinggi
sehingga indeks sosial ekonominya pun terlihat tinggi.
Indeks Kinerja Alkaloids
Kinerja alkaloid dibandingkan dengan produk bahan baku herbal lainnya ternyata tidak
begitu hebat. Simplisia obat herbal ini memiliki Trade Weighted Index yang rendah
dibandingkan threshold kriteria produk pertama.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 52
Kinerja yang belum hebat dalam indeks ini karena industri ini hanya berorientasi pada
pasar dalam negeri. Nilai tambah yang dihasilkan industri ini cukup kecil bila
dibandingkan dengan industri berbasis herbal secara keseluruhan.
Tabel 5.3 Indeks Kinerja Alkaloids Trade Socio-economic Overall
HS DESCRIPTION PRODUCT Weighted Weighted WeightedIndex Index Index Katagori
293910 Opium alkaloids and their deriAlkaloid 1.8268851 1.61792343 1.988677 Prioritas II293921 Quinine and its salts, in bulk Alkaloid 1.7978942 1.617450012 1.959639 Prioritas II293930 Caffeine and its salts, in bulk Alkaloid 1.7444952 1.564482284 1.900943 Prioritas III293950 Theophylline & aminophylline Alkaloid 1.6753199 1.517026616 1.827023 Prioritas III293990 Vegetable alkaloids nes,& theAlkaloid 1.6713384 1.522252983 1.823564 Prioritas III293961 Ergometrine (INN) and its salt Alkaloid 1.5964464 1.478209963 1.744267 Prioritas III293941 Ephedrine and its salts Alkaloid 1.3580043 1.306486219 1.488653 Prioritas III
Sumber: Hasil estimasi Tim Puslitbangdaglu (2009)
Sumber: Puslitbang Perdagangan Luar Negeri
5.1.2 Produk Jadi Herbal
Indeks Kinerja Obat Herbal
Indeks kinerja Perdagangan untuk obat herbal yang termasuk prioritas pertama
hanyalah insulin. Selain kinerja ekspornya cukup rendah dan pasarnya tidak begitu
bergairah, dampak sosial ekonomi produk obat berbasis herbal ini masih belum
optimal.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 53
Tabel 5.4 Indeks Kinerja Obat Herbal Obat
Trade Socio-economic OverallHS DESCRIPTION PRODUCT Weighted Weighted Weighted
Index Index Index Katagori300410 Penicillins or streptomyci Obat 1.82 1.64 1.99 Prioritas II300340 Alkaloids/their derivs,formObat 1.74 1.56 1.90 Prioritas III300320 Antibiotics nes, formulateObat 1.69 1.53 1.84 Prioritas III300331 Insulin, formulated, in bulkObat 1.60 1.47 1.75 Prioritas III300431 Insulin, in dosage Obat 2.04 1.76 2.22 Prioritas I300440 Alkaloids or their derivs, nObat 1.91 1.68 2.08 Prioritas II
Sumber: Hasil estimasi Tim Puslitbangdaglu (2009)
5.1.3 Bahan Kosmetik Herbal
Indeks Kinerja Bahan Kosmetik Herbal
Indeks kinerja perdagangan untuk bahan kosmetik herbal terdapat 6 produk yang
termasuk dalam prioritas I. Kinerja ekspor keenam produk tersebut cukup baik dan
pasarnya juga cukup baik ini terlihat dari posisi Indonesia sebagai negara pemasok
bahan baku herbal untuk produk kosmetik terbesar di pasar dunia. Namun demikian,
dampak sosial ekonomi produk obat berbasis herbal ini masih belum optimal karena
ekspor Indonesia masih dalam bentuk bahan baku sehingga nilai tambah yang diperoleh
masyarakat dari ekspor ini masih tergolong rendah.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 54
Tabel 5.5 Indeks Kinerja Bahan Kosmetik Herbal
151321 Palm kernel or babassu oil, crude Bahan Kosmetik 3.65 4.18 4.06 Prioritas I151311 Coconut (copra) oil crude Bahan Kosmetik 2.60 2.79 2.88 Prioritas I180400 Cocoa butter, fat and oil Bahan Kosmetik 2.38 2.37 2.62 Prioritas I151329 Palm kernel/babassu oil their fract,refind but not chemically modifid Bahan Kosmetik 2.26 2.20 2.48 Prioritas I151319 Coconut (copra) oil&its fractions refined but not chemically modified Bahan Kosmetik 2.26 2.15 2.47 Prioritas I151519 Linseed oil and its fractions, refined but not chemically modified Bahan Kosmetik 1.99 1.75 2.17 Prioritas II130232 Mucilages & thickeners derived from locust beans & seeds or guar seeds Bahan Kosmetik 1.99 1.73 2.17 Prioritas II121220 Seaweeds and other algae, fresh or dried whether or not ground Bahan Kosmetik 1.98 1.85 2.16 Prioritas II151530 Castor oil&its fractions,whether/not refind,but not chemically modifid Bahan Kosmetik 1.94 1.70 2.11 Prioritas II152110 Vegetable waxes excludg triglycerides,whether or not refind or colourd Bahan Kosmetik 1.92 1.71 2.09 Prioritas II151550 Sesame oil&its fractions whether/not refind,but not chemically modifid Bahan Kosmetik 1.92 1.71 2.09 Prioritas II330113 Essential oils of lemon Bahan Kosmetik 1.91 1.68 2.07 Prioritas II130190 Natural gums, resins, gum‐resins and balsam, except arabic gum Bahan Kosmetik 1.88 1.68 2.05 Prioritas II330190 Conc&aqueous distls of essentl oils;terpenic by‐prods of essentl oils Bahan Kosmetik 1.88 1.67 2.05 Prioritas II152190 Beeswax,oth insect waxes&spermaceti whether or not refined or coloured Bahan Kosmetik 1.88 1.66 2.04 Prioritas II330125 Essential oils of other mints Bahan Kosmetik 1.86 1.65 2.03 Prioritas II130219 Vegetable saps and extracts nes Bahan Kosmetik 1.86 1.67 2.03 Prioritas II151511 Linseed oil, crude Bahan Kosmetik 1.85 1.65 2.02 Prioritas II330114 Essential oils of lime Bahan Kosmetik 1.84 1.64 2.00 Prioritas II130239 Mucilages&thickeners nes,modifid or not,derivd from vegetable products Bahan Kosmetik 1.83 1.65 2.00 Prioritas II151521 Maize (corn) oil crude Bahan Kosmetik 1.83 1.64 2.00 Prioritas II151529 Maize (corn) oil and its fractions,refined but not chemically modified Bahan Kosmetik 1.83 1.63 1.99 Prioritas II330121 Essential oils of geranium Bahan Kosmetik 1.82 1.74 1.99 Prioritas II330129 Essential oils, nes Bahan Kosmetik 1.82 1.66 1.99 Prioritas II320300 Colourg matter of vegetable or animal origin&preparations basd thereon Bahan Kosmetik 1.82 1.62 1.98 Prioritas II130214 Pyrethrum or roots of plants containing rotenone, extracts Bahan Kosmetik 1.81 1.61 1.97 Prioritas II130220 Pectic substances, pectinates & pectates Bahan Kosmetik 1.81 1.61 1.97 Prioritas II151540 Tung oil&its fractions,whether o not refind,but not chemically modifid Bahan Kosmetik 1.78 1.59 1.94 Prioritas II330112 Essential oils of orange Bahan Kosmetik 1.77 1.59 1.93 Prioritas II150810 Ground‐nut oil, crude Bahan Kosmetik 1.77 1.58 1.92 Prioritas II130213 Hop extract Bahan Kosmetik 1.74 1.57 1.89 Prioritas III150890 Ground‐nut oil and its fractions refined but not chemically modified Bahan Kosmetik 1.71 1.55 1.87 Prioritas III330130 Resinoids Bahan Kosmetik 1.71 1.54 1.86 Prioritas III330122 Essential oils of jasmin Bahan Kosmetik 1.68 1.52 1.83 Prioritas III330124 Essential oils of peppermint Bahan Kosmetik 1.59 1.47 1.74 Prioritas III151560 Jojoba oil&its fractions whether/not refind,but not chemically modifid Bahan Kosmetik 0.91 1.01 1.01 Prioritas III330126 Essential oils of vetiver Bahan Kosmetik 2.05 1.77 2.23 Prioritas I330123 Essential oils of lavender or of lavandin Bahan Kosmetik 1.78 1.60 1.94 Prioritas II330119 Essential oils of citrus fruits, nes Bahan Kosmetik 1.88 1.66 2.05 Prioritas II
Sumber: Hasil estimasi Tim Puslitbangdaglu (2009)
Socio-economic Weighted
Index
Overall Weighted Index
KatagoriHS DESCRIPTION PRODUCTTrade
Weighted Index
5.1.4 Produk Kosmetik Herbal
Indeks Kinerja Produk Kosmetik
Indeks kinerja Perdagangan untuk kosmetik berbasis herbal yang termasuk prioritas
pertama hanyalah soap (sabun). Selain kinerja ekspornya cukup rendah dan pasarnya
tidak begitu bergairah, dampak sosial ekonomi produk obat berbasis herbal ini masih
belum optimal. Namun kinerja Produk Kosmetik lebih baik daripada obat herbal.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 55
Tabel 5.6 Indeks Kinerja Produk Kosmetik
340111 Toilet soap&prep,shaped;papers&nonwovens impProduk Kosmetik 2.15 2.12 2.36 Prioritas I340120 Soap nes Produk Kosmetik 2.05 1.84 2.23 Prioritas I330499 Beauty or make-up preparations nes; sunscreen Produk Kosmetik 2.00 1.80 2.18 Prioritas II330590 Hair preparations, nes Produk Kosmetik 1.94 1.74 2.11 Prioritas II330510 Hair shampoos Produk Kosmetik 1.93 1.72 2.10 Prioritas II330491 Powders, skin care, whether or not compressed Produk Kosmetik 1.93 1.71 2.10 Prioritas II340119 Soap&orgn surf prep,shapd,nes;papers&nonwoveProduk Kosmetik 1.93 1.77 2.10 Prioritas II330420 Eye make-up preparations Produk Kosmetik 1.93 1.70 2.10 Prioritas II330300 Perfumes and toilet waters Produk Kosmetik 1.91 1.70 2.08 Prioritas II330720 Personal deodorants & antiperspirants Produk Kosmetik 1.90 1.69 2.07 Prioritas II330710 Pre-shave, shaving or after shaving prep Produk Kosmetik 1.86 1.66 2.03 Prioritas II330410 Lip make-up preparations Produk Kosmetik 1.85 1.64 2.02 Prioritas II330430 Manicure or pedicure preparations Produk Kosmetik 1.85 1.65 2.02 Prioritas II330530 Hair lacquers Produk Kosmetik 1.84 1.64 2.00 Prioritas II330520 Hair waving or straightening preparations Produk Kosmetik 1.84 1.63 2.00 Prioritas II330741 Agarbatti & other odoriferous preparations which Produk Kosmetik 1.82 1.63 1.99 Prioritas II330730 Perfumed bath salts and other bath preparations Produk Kosmetik 1.81 1.62 1.97 Prioritas II
Sumber: Hasil estimasi Tim Puslitbangdaglu (2009)
HS PRODUCTSocio-
economic Weighted Index
Overall Weighted
IndexKatagoriDESCRIPTION
Trade Weighted
Index
5.2. Analisis Potensi Pasar
Pengembangan potensi pasar bagi suatu produk seharusnya memperhitungkan dan
membandingkan antara potensi internal supplier dan potensi eksternal demander.
Supplier belum tentu dapat melakukan ekspansi terutama apabila supplier sudah pada
titik jenuh produksi (full employment). Apabila supplier sudah pada full employment
maka akan sulit bagi supplier untuk melakukan ekspansi walaupun permintaan
meningkat.
Selain faktor internal supplier, faktor eksternal dari demander juga sangat penting
diperhitungkan sehingga rekomendasi kebijakan pengembangan pasar dapat diambil
dengan tepat. Faktor eksternal demander meliputi pendapatan demander dan persepsi
terhadap produk yang menjadi acuan. Demander akan melihat bahwa suatu produk
akan dirasakan baik apabila produk tersebut melebihi threshold persepsi minimal
baiknya.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 56
Seorang eksporter pasti akan memikirkan masing-masing faktor tersebut. Seorang
eksporter diasumsikan akan mengambil sebuah tindakan yang paling optimal dalam
berdagang sehingga dia akan mendapatkan kesejahteraan optimal pula. Kesejahteraan
optimal akan terdistorsi dengan kebijakan proteksi masing-masing agen perekonomian
yang berdagang. Bora et al. (2008) menjelaskan bahwa hambatan perdagangan dapat
dihasilkan dari kebijakan pemerintah dan swasta. Kebijakan produsen dalam negeri
yang memonopoli perdagangan, misalkan, dapat menjadi sebuah hambatan
perdagangan sehingga perdagangan cenderung tidak efisien (Kalirajan 2008). Kalirajan
(2008) menjelaskan bahwa kebijakan yang dibuat manusia dapat menjadi suatu
hambatan perdagangan.
Efisiensi perdagangan akan didapatkan apabila kedua negara berdagang secara bebas.
Sebenarnya manusia tidak dapat menghindari hambatan perdagangan yang ada tetapi
hal ini dapat ditolerir oleh semua pihak sehingga efisiensi perdagangan di sini adalah
posisi efisien pada waktu manusia mentolerir hambatan perdagangan yang bersifat
alami seperti kendala jarak, alam, dan bentuk lainnya.
Pengukuran efisiensi perdagangan dapat dilihat dari prosentase tingkat perdagangan
potensial (potential trade) dibandingkan dengan nilai perdagangan actual yang ada
(Kalirajan 2008). Prosentase ini akan cenderung meningkat dalam setiap tahunnya
apabila pemerintah melakukan deregulasi atau liberalisasi perdagangan. Perjanjian
perdagangan bebas dan Mutual Recognition Agreement dapat mengakibatkan
perdagangan kedua negara semakin efisien sehingga nilai perdagangan aktual akan
mendekati nilai perdagangan potensialnya.
Metodologi yang tepat untuk menggambarkan potensi pengembangan pasar yang
meninjau elemen demand dan supply adalah metode gravitasi (gravity model). Faktor
pendorong dan penarik trade dapat dicerminkan dari koefisien yang ada pada model
gravity tersebut. Koefisen GDP negara asal menggambarkan kondisi supplier.
Koefisien GDP negara tujuan menggambarkan kondisi demander. Jarak
menggambarkan kendala natural yang terjadi dalam proses berdagang.
Kalirajan (2008) mencoba melakukan estimasi dengan memodifikasi gravity model dan
menggabungkan estimasi stochastic frontier estimation ke dalam data-data perdagangan
internasional. Estimasi gravity model merupakan gambaran nilai potensial
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 57
perdagangan. Nilai perdagangan aktual dan nilai perdagangan potensial akan berbeda
digambarkan pada error pada estimasi gravity model tersebut.
Metode stochastic frontier dapat untuk mengestimasi distorsi dalam suatu hubungan
variable dependen dan independen. Metode stochastic frontier menggambarkan
perbedaan nilai variable dependent yang potensial dibandingkan dengan nilai actual
yang ada. Asumsi bahwa hasil regresi merupakan nilai potensial dibalik dengan
pendekatan frontier bahwa ada suatu fixed error yang menggambarkan hubungan itu
distortif.
Semakin tinggi prosentase efisiensi perdagangan berarti semakin rendah hambatan
perdagangan yang dihadapi oleh suatu negara. Semakin rendahnya hambatan
perdagangan menunjukkan bahwa pemerintah negara pengimpor telah melakukan
liberalisasi perdagangan pada produk tersebut. Ketidak efisiensian perdagangan akan
berubah apabila negara pengekspor melakukan perubahan kebijakan pengembangan
perdagangan di dalam negeri. Perubahan high cost economy menjadi low cost economy
juga memperngaruhi gambaran estimasi ini.
Peningkatan hambatan perdagangan juga bisa terjadi dari kebijakan perlindungan
konsumen. Kebijakan Sanitary dan Phytosanitary inilah yang kadang menjadi
penghambat semua pihak. Indonesia sangat sering menghadapi hambatan perdagangan
ini terutama dalam hal pemenuhan standard negara maju. Apabila capacity building
dilakukan maka akan menurunkan hambatan perdagangan dan akan meningkatkan
prosentase efisiensi perdagangan tersebut.
Penghitungan estimasi efisiensi perdagangan dapat dilakukan dalam dimensi tahun,
produk, dan negara. Prosentase yang ada masih bersifat agregat dan belum terdistilasi
pada masing-masing dummy variable asal distorsi. Meskipun prosentase ini
menggambarkan sesuatu yang agregat, namun prosentase ini cukup memberikan suatu
ukuran apakah perdagangan dengan negara tujuan tersebut untuk produk tertentu masih
dapat dikembangkan.
Berdasarkan hasil estimasti stochastic frontier gravity model, perdagangan produk
herbal bagi Indonesia telah mengalami berbagai macam hambatan perdagangan dan
cenderung mengalami peningkatan. Produk herbal Indonesia cenderung terhalang akan
syarat standard dan perijinan impor yang ketat di Negara tujuan ekspor. Improvisasi
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 58
kebijakan proteksi Negara tujuan telah menghambat berbagai macam upaya
pengembangan pasar produk herbal Indonesia.
Secara natural setiap negara ingin menikmati adanya nilai tambah sehingga kebijakan
proteksi selalu lebih besar pada produk lini hilir. Kenyataan ini terlihat juga pada
produk herbal. Produk hilir herbal cenderung memiliki trade efficiency yang rendah
dibandingkan dengan bahan baku herbal (lihat tabel 5.2). Rata-rata trade efficiency
produk herbal kosmetik selama tahun 2003-2007 adalah berkisar 15,37 dan bahan baku
kosmetik herbal adalah berkisar 61,36. Efisiensi perdagangan di sektor bahan baku
kosmetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk jadi kosmetik herbal
disebabkan oleh penerapan standard yang setiap tahunnya selalu bertambah. Bahan
baku kosmetik herbal tidak langsung berhubungan dengan badan manusia sehingga
ruang proteksinya rendah. Tetapi potensi pengembangan di produk jadi kosmetik herbal
masih besar. Apabila kosmetik jadi herbal Indonesia dapat memenuhi standar negara
tujuan dengan baik maka Indonesia akan cenderung menghadapi peningkatan yang
besar di sisi ekspor Indonesia.
Proteksi eskalasi ini jelas menunjukkan bahwa negara-negara tujuan ekspor juga telah
mengembangkan produksi kosmetik herbal di dalam negerinya. Perancis, misalnya,
telah mengembangkan Body Shop dengan outlet-outlet kecil yang mulai merambah
berbagai kota di negara tersebut. Pengembangan kosmetik berbasis herbal masih
beroerientasi pada pola hidup back to nature yang mulai berkembang di masyarakat
dunia.
Produk farmasi berbasis herbal juga memiliki gambaran yang tidak begitu beda dengan
produk kosmetik berbasis herbal. Namun hambatan perdagangan pada produk jadi
farmasi berbasis herbal ternyata masih lebih rendah dibandingkan dengan produk jadi
kosmetik. Produk kosmetik berbasis herbal sangat erat dengan restriksi pada regulasi
kesehatan.
Sedangkan produk farmasi berbasis herbal hanya memiliki hambatan pada uji klinis
yang harus disajikan oleh produsen produk tersebut. Untuk produk kosmetik selain
harus membuktikan uji klinis akan jaminan kesehatan terhadap produk tersebut, uji-uji
laboratorium lainnya juga harus dilakukan untuk dapat memasuki pasar di negara
tertentu.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 59
Kecenderungan peningkatan hambatan perdagangan terlihat pada semua produk herbal
baik produk jadi maupun bahan baku. Peningkatan ini cenderung terjadi karena produk
herbal merupakan produk alternatif yang masih diragukan khasiatnya. Respon pada
perlindungan konsumen sering menjadi alasan utama regulasi yang dikeluarkan yang
dapat mengakibatkan restriksi perdagangan untuk produk ini.
Gambar 5.2 Trade Efficiency Bahan Baku dan Produk Herbal
Sumber: Puslitbangdaglu Badan Litbang Perdagangan (2009)
Untuk menunjukkan posisi masing-masing Negara pada masing-masing produk maka
kajian ini akan menunjukkan pembagian negara dalam 3 katagori besar. Negara-negara
yang berada pada batas atas (di atas rata-rata ditambah dengan setengah dari standar
deviasi) adalah negara yang dikategorikan negara prioritas I dalam analisis ini. Negara-
negara yang berada antara batas atas dan batas bawah adalah negara yang dikategorikan
negara prioritas II dalam analisis ini. Negara yang berada di bawah batas bawah adalah
negara prioritas III.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 60
Bahan Baku Pharmaceutical berbasis Herbal
Medical Plants
Bahan baku Pharmaceutical berbasis herbal adalah produk herbal pertanian yang
menjadi input utama pembuatan produk Pharmaceutical berbasis herbal. Hambatan
perdagangan pada bahan baku Pharmaceutical berbasis herbal relatif lebih rendah
dibandingkan dengan produk jadinya. Restriksi yang sering digunakan sebagai
kebijakan proteksi adalah tarif kuota dan penetapan kuota. Restriksi berupa peraturan
masih relatif sedikit karena masih sangat dibutuhkan di dalam negeri negara tujuan
ekspor Indonesia.
Kebijakan restriksi ekspor dalam negeri untuk produk ini juga tidak ada. Regulasi
dalam negeri juga belum begitu memberikan restriksi ekspor yang kuat terhadap
pencapaian potensi ekspor yang ada. Penerapan SNI wajib untuk produk ini juga tidak
ada. Peraturan-peraturan yang menyangkut kebijakan SPS juga belum begitu ketat di
negara tujuan ekspor Indonesia. Faktor eksternal dan internal untuk mengurangi potensi
ekspor menuju titik frontiernya masih sangat kecil. Kenyataan ini mengakibatkan nilai
efisiensi perdagangan pada produk ini relatif besar.
Selama periode 2004-2007, komposisi efisiensi perdagangan di dunia untuk produk
bahan baku Pharmaceutical berbasis herbal ternyata tidak mengalami perubahan.
Negara yang berada pada prioritas I adalah negara-negara yang memang membutuhkan
produk ini untuk kebutuhan domestik karena kekurangan pasokan dalam negeri dan
negara yang mengolahnya kembali untuk reekspor. Negara seperti Amerika Serikat dan
Jerman merupakan contoh negara yang melakukan reekspor produk-produk
Pharmaceutical berbasis herbal. (lihat lampiran)
Negara yang terkategori pada posisi prioritas I sebanyak 49 negara. Negara prioritas I
ini jelas memiliki keinginan untuk tetap mendapatkan produk ini dengan selalu
menerapkan peraturan yang relatif kurang ketat dibandingkan dengan produk jadinya.
Negara-negara ini sangat potensial untuk dilakukan pengembangan pasar lebih lanjut
karena restriksi melalui peraturan masih relatif kecil.
Efisiensi perdagangan tertinggi adalah Andorra. Andorra memiliki tingkat efisiensi
perdagangan 90,73% pada tahun 2004 dan menjadi 87,97% pada tahun 2007. Andorra
merupakan negara yang paling tidak restriktif untuk perdagangan produk ini dengan
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 61
Indonesia. Kecenderungan peningkatan restriksi di Andorra lebih disebabkan oleh
mulai maraknya produsen dalam negeri yang mengembangkan produk bahan baku
Pharmaceutical berbasis herbal.
Efisiensi perdagangan terendah adalah Eritrea dengan nilai sebesar 48,76 % pada tahun
2007. Efisiensi perdagangan terendah juga tercermin akan adanya teknologi dan
penetrasi pasar yang Belem terencana ke daerah itu. Eritrea bukan merupakan pasar
tradicional sehingga restriksi keinginan eksporter yang rendah akan pasar ini masih
relatif besar dan mendorong eksporter untuk menjauhi berdagang produk ini di negara
itu. Selain itu, produk bahan baku herbal di Eritrea sudah berkembang pesat sehingga
upaya melindungi produsen dalam negeri masih diperlukan dengan berbagai kebijakan
perdagangan.
Spices
Selama periode 2004-2007, komposisi efisiensi perdagangan di dunia untuk produk
spices ternyata mengalami perubahan. Negara yang terkategori pada posisi prioritas I
sebanyak 25 negara pada tahun 2004 dan hanya menjadi 10 negara pada tahun 2007.
Jumlah negara yang semakin menurun ini disebabkan masing-masing negara mulai
mengembangkan industri hilir farmasi berbasis herbal ini. Proteksi dalam negeri
melalui SPS sangat ketat.
Efisiensi perdagangan tertinggi adalah Inggris. Inggris memiliki tingkat efisiensi
perdagangan 96,3% pada tahun 2004 dan menjadi 93,53% pada tahun 2007. Inggris
merupakan negara yang paling tidak restriktif untuk perdagangan produk ini dengan
Indonesia. Kecenderungan peningkatan restriksi di Inggris lebih disebabkan oleh mulai
maraknya produsen dalam negeri yang mengembangkan produk bahan baku
Pharmaceutical berbasis herbal dan penerapan berbagai SPS dan peraturan kimia di
EU.
Produk Pharmaceutical Berbasis Herbal
Produk Pharmaceutical berbasis herbal adalah produk jadi herbal. Hambatan
perdagangan pada produk jadi Pharmaceutical berbasis herbal relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan baku herbal. Restriksi yang sering digunakan sebagai
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 62
kebijakan proteksi adalah kebijakan Sanitary dan Phytosanitary (SPS). Restriksi berupa
peraturan sangat ketat karena bergabung dengan regulasi pada produk kimia jadi
lainnya.
Kebijakan restriksi ekspor dalam negeri untuk produk ini juga dipandang menjadi
beban dalam pengembangan ekspor produk jadi. Regulasi dalam negeri terutama
peraturan-peraturan BPOM sangat memakan waktu dan cenderung rumit sehingga
memberikan restriksi ekspor yang kuat terhadap pencapaian potensi ekspor yang ada.
Faktor eksternal dan internal untuk mengurangi potensi ekspor menuju titik frontiernya
masih sangat besar sehingga mengakibatkan nilai efisiensi perdagangan pada produk ini
relatif kecil.
Jumlah negara yang masuk dalam negara-negara yang efisien selama 2004-2007 tidak
berubah. Negara yang dipandang paling efisien dalam berdagang dengan Indonesia
adalah Jerman. Jerman memiliki tingkat efisiensi 1. Perdagangan produk obat herbal
Indonesia dengan Jerman sudah berada pada titik frontier sehingga pengembangan
pasar dengan sisi demand maupun suplai dipandang sudah optimal. Inovasi produk
merupakan satu-satunya cara memasuki dan mengembangkan pasar Jerman. Obat
merupakan produk yang mulai dipandang sebagai alternatif jenis pengobatan bagi
masyarakat Jerman. Keraguan akan obat jadi kimia di Jerman mengakibatkan produk
obat herbal menjadi berkembang pesat.
Bahan Baku Kosmetik berbasis Herbal
Bahan baku kosmetik berbasis herbal adalah produk herbal pertanian yang menjadi
input utama pembuatan produk kosmetik berbasis herbal. Hambatan perdagangan pada
bahan baku Pharmaceutical berbasis herbal relatif lebih rendah dibandingkan dengan
produk jadinya. Restriksi yang sering digunakan sebagai kebijakan proteksi adalah tarif
kuota dan penetapan kuota. Restriksi berupa peraturan masih relatif sedikit karena
masih sangat dibutuhkan di dalam negeri negara tujuan ekspor Indonesia.
Kebijakan restriksi ekspor dalam negeri untuk produk ini juga tidak ada. Regulasi
dalam negeri juga belum begitu memberikan restriksi ekspor yang kuat terhadap
pencapaian potensi ekspor yang ada. Penerapan SNI wajib untuk produk ini juga tidak
ada. Peraturan-peraturan yang menyangkut kebijakan SPS juga belum begitu ketat di
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 63
negara tujuan ekspor. Indonesia. Faktor eksternal dan internal untuk mengurangi
potensi ekspor menuju titik frontiernya masih sangat kecil. Kenyataan ini
mengakibatkan nilai efisiensi perdagangan pada produk ini relatif besar.
Selama periode 2004-2007, komposisi efisiensi perdagangan Indonesia di dunia untuk
bahan baku kosmetik berbasis herbal ternyata tidak mengalami perubahan.
Negara yang terkategori pada posisi prioritas I sebanyak 9 negara pada tahun 2007.
Selama periode 2004-2006 komposisi negara yang dalam kategori prioritas I ternyata
berjumlah 29 negara. Penurunan ini terjadi karena beberapa negara di dunia melakukan
perlindungan terhadap produsen dalam negeri dan mulai mengubah strategi
persaingannya. Inovasi penggunaan bahan baku banyak terjadi di Amerika Serikat.
Distilasi kimia atas bahan baku yang semakin efisien mengakibatkan perdagangan
makin tidak efisien. Perdagangan semakin jauh dari titik frontiernya. Negara-negara ini
sangat potensial untuk dilakukan pengembangan pasar lebih lanjut karena restriksi
melalui peraturan masih relatif kecil.
Efisiensi perdagangan tertinggi adalah Belize. Belize memiliki tingkat efisiensi
perdagangan 86,90% pada tahun 2004 dan menjadi 83,10% pada tahun 2007. Belize
merupakan negara yang paling tidak restriktif untuk perdagangan produk ini dengan
Indonesia. Kecenderungan peningkatan restriksi di Belize lebih disebabkan oleh mulai
maraknya produsen dalam negeri yang mengembangkan produk bahan baku
Pharmaceutical berbasis herbal.
Produk Kosmetik berbasis Herbal
Produk kosmetik berbasis herbal adalah produk jadi herbal. Hambatan perdagangan
pada produk jadi kosmetik berbasis herbal relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
bahan baku herbal. Restriksi yang sering digunakan sebagai kebijakan proteksi adalah
kebijakan Sanitary dan Phytosanitary (SPS). Restriksi berupa peraturan sangat ketat
karena bergabung dengan regulasi pada produk kimia kosmetik jadi lainnya.
Kebijakan restriksi ekspor dalam negeri untuk produk ini juga dipandang menjadi
beban dalam pengembangan ekspor produk jadi. Regulasi dalam negeri juga terutama
peraturan-peraturan badan BPOM sangat memakan waktu dan cenderung rumit
sehingga memberikan restriksi ekspor yang kuat terhadap pencapaian potensi ekspor
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 64
yang ada. Faktor eksternal dan internal untuk mengurangi potensi ekspor menuju titik
frontiernya masih sangat besar sehingga mengakibatkan nilai efisiensi perdagangan
pada produk ini relatif kecil dibandingkan bahan bakunya.
Selama periode 2004-2007, komposisi efisiensi perdagangan di dunia untuk produk
bahan baku kosmetik berbasis herbal ternyata mengalami perubahan. Negara yang
masuk kategori pada posisi prioritas I sebanyak 39 negara pada tahun 2004 hingga
2006. Perubahan terjadi signifikan menjadi 32 negara pada tahun 2007.
Negara-negara tujuan ekspor Indonesia menyajikan sebuah inovasi kebijakan
memproteksi industri dalam negeri. Munculnya produk kosmetik kimia Cina yang
murah mulai merambah beberapa negara. Kebijakan proteksi ini menggunakan
kebijakan labelling, SPS, dan bahkan standardisasi yang ketat.
Efisiensi perdagangan terendah adalah Moldova dengan nilai sebesar 4.9 % pada tahun
2007. Efisiensi perdagangan terendah juga tercermin akan adanya teknologi dan
penetrasi pasar yang belum terencana ke daerah itu. Moldova bukan merupakan pasar
tradisional sehingga restriksi keinginan eksporter yang rendah akan pasar ini masih
relatif besar dan mendorong eksporter untuk menjauhi berdagang produk ini di negara
itu. Selain itu, produk bahan baku herbal di Moldova sudah berkembang pesat sehingga
upaya melindungi produsen dalam negeri pada produk jadi herbal masih diperlukan
dengan berbagai kebijakan perdagangan.
5.3. Analisis Benchmarking
5.3.1 Analisis Pasar Bahan Dan Produk Herbal Negara Perancis
Perancis merupakan benchmark pasar produk berbasis herbal. Perancis merupakan
salah satu negara pengimpor bahan herbal utama dunia, ini terlihat dari tingkat
impornya yang tinggi selama periode 2003-2007. Pada periode tersebut impor bahan
kosmetik Perancis dari dunia mengalami kinerja impor yang paling tinggi, jika dilihat
dari pertumbuhan rata-ratanya per tahun, yakni sebesar 15,35 persen. Sedangkan dari
sisi nilai, impor produk farmasi berbasis herbal masih menduduki peringkat teratas
dengan share pada 2007 sebesar 76,21 persen.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 65
Sementara impor herbal Perancis dari Indonesia rata-rata mengalami pertumbuhan yang
positif. Pada periode 2003-2007 pertumbuhan rata-rata tahunan yang paling baik
dialami oleh kelompok produk farmasi berbasis herbal (obat herbal) yakni sebesar
65,72 persen, diikuti oleh produk kosmetik herbal dengan pertumbuhan rata-rata
tahunan 40,56 persen. Kelompok bahan kosmetik berbasis herbal masih menunjukkan
trend yang positif, namun untuk kelompok bahan obat herbal malah mengalami
penurunan pertumbuhan rata-rata per tahun yakni -4,61 persen. Sedangkan dilihat dari
share impor, terlihat bahwa bahan kosmetik berbasis herbal masih sebagai primadona
impor Perancis dari Indonesia.
Tabel 5.7 Impor Bahan dan Produk Herbal Perancis
Trend 03‐04 Share 2007 Trend 03‐04 Share 20072003 2007 % % 2003 2007 % %
Bahan Herbal 969,534 1,442,287 10.65 7.16 12,799 10,968 ‐4.61 14.05 Obat herbal 8,868,203 15,341,801 13.89 76.21 7 96 65.72 0.12 Bahan Kosmetik 477,302 931,521 15.35 4.63 41,945 64,664 7.73 82.82 Produk Kosmetik 1,504,256 2,416,622 12.51 12.00 543 2,346 40.56 3.00
Nilai: US$'000World IndonesiaKELOMPOK
HERBAL
Sumber: WITS, 2009
Negara-negara pemasok Herbal di negara Perancis
1. Kelompok Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu bahan obat herbal yang penting sebagai bahan baku
dalam membuat produk farmasi berbasis herbal di Perancis. Pemasok utama kelompok
herbal ini di Perancis adalah negara Jerman.
Tabel 5.8 Negara Pemasok Alkaloid di Perancis
Share '082004 2005 2006 2007 2008 %
1 Germany 6.12 6.42 6.36 3.69 2.50 44.922 Georgia 1.02 18.273 China 0.69 0.47 0.81 1.95 0.76 13.634 Italy 0.18 0.18 0.98 0.65 0.41 7.355 Netherlands 0.00 0.06 0.08 0.24 4.326 Spain 0.13 0.19 0.18 0.07 0.22 3.987 Costa Rica 0.37 0.19 3.348 Brazil 0.01 0.08 1.389 India 0.25 0.24 0.06 0.06 1.03
10 Czech Republic 0.09 0.04 0.16 0.06 1.01Sumber: WITS
Nilai (US$'000)Negara PemasokNo.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 66
Berdasarkan tabel di atas yang menunjukkan 10 negara terbesar pemasok alkaloid ke
Perancis, terlihat bahwa negara yang menjadi asal impor utama bahan alkaloid Perancis
adalah Jerman dengan nilai impor tahun 2008 sekitar US$ 2.500 dengan share sebesar
44,9 persen. Negara importir terbesar kedua, Georgia dengan nilai impor tahun 2008
sebesar US$ 1.015, memiliki share 18,3 persen. Republik Ceko sebagai negara yang
terendah di antara kesepuluh negara importir tersebut, memiliki share impor sebesar
1,01 persen.
Perdagangan atau ekspor negara-negara di dunia masih relatif kecil karena industri hilir
sebagai konsumen simplisia untuk obat ini kurang begitu berkembang pesat di Perancis.
Body Soap dan berbagai macam back to nature campaign ternyata masih belum
didukung dengan asuransi dan jaminan kesehatan yang bersedia menyediakan sebuah
mekanisme pembayaran untuk produk jadi belum uji klinis. Permintaan industri hilir
produk alkaloid atau simplisia ini masih minim di Perancis.
2. Kelompok Spices
Spices merupakan salah satu bahan obat herbal yang penting sebagai bahan baku dalam
membuat produk farmasi berbasis herbal di Perancis. Pemasok utama kelompok herbal
ini di Perancis adalah negara Madagaskar.
Tabel 5.9 Negara Pemasok Spices di Perancis
Share '082004 2005 2006 2007 2008 %
1 Madagascar 26.46 14.23 22.06 18.41 22.63 14.662 Germany 8.57 9.21 9.63 10.28 16.16 10.473 Spain 7.33 7.74 8.10 10.55 15.38 9.964 India 3.54 4.77 5.49 7.93 13.81 8.945 Indonesia 6.22 5.93 4.65 6.33 10.95 7.096 Netherlands 3.75 4.47 7.23 9.35 8.57 5.557 Brazil 5.34 4.60 4.52 7.33 7.92 5.138 Iran, Islamic Rep. 2.05 1.77 1.86 3.38 7.35 4.769 China 3.28 4.43 4.23 5.85 7.00 4.54
10 Vietnam 4.09 5.03 6.20 5.60 6.96 4.51Sumber: WITS
No. Negara PemasokNilai (US$'000)
Lebih lanjut, salah satu bahan baku farmasi herbal yang diimpor Perancis yakni spices,
tidak hanya berasal dari negara Uni Eropa seperi bahan baku farmasi herbal lainnya.
Spices ini juga banyak diimpor dari berbagai negara di Asia dan juga Afrika.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 67
Madagascar sebagai pemasok utama spices di Perancis dengan share sebesar 14,7
persen. Jerman dan Spanyol masing-masing berada di posisi kedua dan ketiga dengan
pangsa sebesar 10,5 persen dan 10,0 persen. Indonesia sendiri berada di urutan kelima
sebagai pemasok spices di Perancis dengan pangsa 7,1 persen.
3. Kelompok Medicinal Plant
Medicinal Plant merupakan kelompok herbal yang dijadikan sebagai salah satu bahan
baku untuk membuat produk farmasi. Pemasok Medicinal Plant terbesar di Perancis
adalah negara Jerman dengan share 17,1 persen, dikuti oleh Belgia dan Italia masing-
masing dengan pangsa sebesar 9,7 persen dan 9,3 persen. Hampir semua dari pemasok
utama Medicinal Plant di Perancis berasal dari Uni Eropa, kecuali Turki dan China
yang berasal dari Asia. Kedua negara tersebut berada di posisi ketujuh dan kedelapan,
masing-masing dengan share 5,4 persen dan 4,5 persen. Sedangkan Amerika Serikat di
urutan terakhir dengan share 2,9 persen.
Tabel 5.10 Negara Pemasok Medicinal Plant di Perancis
Share '082004 2005 2006 2007 2008 %
1 Germany 199.45 201.83 207.64 247.32 276.92 17.11 2 Belgium 96.83 94.68 97.94 127.24 157.59 9.74 3 Italy 99.25 98.27 121.70 128.74 150.49 9.30 4 Netherlands 65.62 81.37 94.16 109.58 120.13 7.42 5 Switzerland 83.06 94.72 90.25 98.93 102.38 6.33 6 Spain 65.87 72.37 84.10 88.86 91.67 5.66 7 Turkey 5.28 13.04 38.01 71.83 87.87 5.43 8 China 47.93 51.84 61.81 68.21 72.14 4.46 9 United Kingdom 48.68 42.29 42.54 47.81 55.16 3.41
10 United States 32.47 30.11 36.22 41.98 46.62 2.88 Sumber: WITS
No. Negara PemasokNilai (US$'000)
Kecenderungan terjadi reekspor negara-negara Eropa dari Asia sangatlah besar. Jerman
tidak begitu menghasilkan banyak medical plant sebagaimana Asia dan Afrika. Jerman
dapat diidentifikasi sebagai salah satu pintu masuk (entry point) ke pasar Uni Eropa.
Kesempatan ini perlu segera diantisipasi oleh Indonesia untuk mengembangkan ekspor
ke negara-negara Uni Eropa seperti Perancis.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 68
4. Kelompok Obat Herbal
Dari tabel pemasok produk farmasi berbasis herbal (obat herbal) di Perancis, ternyata
Jerman merupakan pemasok utama dengan share 21,0 persen, Amerika Serikat berada
di peringkat kedua dengan pangsa impor sebesar 13,9 persen. Inggris menduduki posisi
ketiga dengan share 13,2 persen. Semua negara pemasok obat berbasis herbal di
Perancis berasal dari negara Uni Eropa kecuali Amerika Serikat dan merupakan
pemasok obat herbal terbesar kedua di Perancis.
Tabel 5.11 Negara Pemasok Obat Herbal di Perancis
Share '082004 2005 2006 2007 2008 %
1 Germany 1779.9 1756.9 1935.6 3456.9 3906.0 21.022 United States 1724.1 1866.2 2421.4 2614.9 2583.0 13.903 United Kingdom 2096.3 1786.7 2068.6 2336.6 2446.3 13.164 Switzerland 932.2 1265.7 1114.4 1522.3 1660.4 8.935 Spain 550.3 593.4 662.6 834.3 1097.8 5.916 Italy 713.9 663.7 851.3 945.3 1086.9 5.857 Ireland 457.6 887.8 1127.0 816.6 1006.6 5.428 Belgium 654.9 796.1 816.3 818.7 977.1 5.269 Sweden 742.0 853.6 757.7 743.0 902.0 4.85
10 Netherlands 255.3 295.1 316.2 442.9 481.3 2.59Sumber: WITS
No. Negara PemasokNilai (US$'000)
Kedekatan lokasi yang saling bertetangga antara Jerman dan Perancis mengakibatkan
perdagangan produk jadi herbal negara tersebut sangat marak. Tren perdagangan Obat
Herbal di Perancis cenderung meningkat dengan pertumbuhan 21.02 persen per tahun
selama 2004-2008. Pertumbuhan positif ini lebih disebabkan oleh adanya kebijakan Uni
Eropa yang sama sehingga standardisasi antar negara Uni Eropa cenderung semakin
meningkat. Hambatan perdagangan antar negara ini cenderung minim dan terdapatnya
standardisasi yang sudah harmonis sehingga intensitas perdagangan produk herbal
dapat relatif tinggi.
5. Kelompok Produk Kosmetik
Perancis paling banyak mengimpor produk kosmetik herbal dari Jerman, yakni dengan
share 18,6 persen dari kesepuluh negara utama importir. Hampir semua pemasok
produk kosmetik Perancis berasal dari negara Uni Eropa, kecuali Amerika Serikat dan
China yang masing-masing berada di posisi 6 dan 10 dengan share sebesar 7,6 persen
dan 1,4 persen.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 69
Tabel 5.12 Negara Pemasok Produk Kosmetik di Perancis
Share '082004 2005 2006 2007 2008 %
1 Germany 395.64 405.90 409.89 426.43 488.51 18.602 Italy 299.78 330.28 347.80 399.12 412.00 15.693 Spain 195.77 193.80 237.64 271.99 308.65 11.754 Belgium 187.32 185.50 245.36 289.07 286.89 10.925 United Kingdom 115.94 119.62 204.30 214.51 279.97 10.666 United States 137.80 162.28 183.34 206.89 200.84 7.657 Ireland 10.61 60.18 68.70 78.49 86.28 3.298 Poland 7.52 26.33 41.01 52.77 60.79 2.329 Switzerland 29.10 30.58 30.60 42.05 47.95 1.83
10 China 13.82 18.60 23.33 35.65 37.18 1.42Sumber: WITS
No. Negara PemasokNilai (US$'000)
6. Kelompok Bahan Kosmetik
Berdasarkan tabel pemasok bahan kosmetik Perancis di atas diketahui bahwa pangsa
nilai total impor terbesar berasal dari India yaitu 13,2 persen, Indonesia berada di
urutan kedua dengan nilai impor Perancis sebesar US$ 111,6 ribu (7,8%). Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia memegang peranan yang cukup penting sebagai
penyedia bahan baku kosmetik di Perancis. Sedangkan China berada di urutan kelima
dengan share 5,6 persen. Kesepuluh negara asal pemasok di atas memberikan
kontribusi 62,1 persen terhadap total impor bahan kosmetik Perancis.
Tabel 5.13 Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Perancis
Share '082004 2005 2006 2007 2008 %
1 India 80.66 97.42 64.78 86.55 187.83 13.15 2 Indonesia 60.79 69.71 52.98 65.21 111.58 7.81 3 Netherlands 49.47 47.13 57.77 105.40 104.06 7.29 4 Germany 42.98 37.59 44.66 67.26 85.92 6.02 5 China 20.13 26.22 37.12 52.16 80.55 5.64 6 Italy 42.99 40.88 42.36 57.32 67.91 4.76 7 Cote d'Ivoire 57.26 50.06 61.30 62.02 67.79 4.75 8 Malaysia 25.74 42.41 38.12 47.42 67.08 4.70 9 Belgium 37.73 33.25 37.87 50.53 58.20 4.08
10 Spain 36.11 38.67 39.52 43.88 55.72 3.90 Sumber: WITS
No. Negara PemasokNilai (US$'000)
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 70
5.3.2. Negara-negara Tujuan Ekspor Herbal India
Tabel 5.14 Negara Tujuan Ekspor Alkaloid India
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Trend (%)
Share'08 (%)
World 11,003.87 16,181.23 15,603.11 19,017.01 26,282.99 20.96 100.00 1 Ireland 29.45 172.84 183.03 1,881.82 6,511.44 273.78 24.77 2 United States 4,638.76 2,907.99 2,887.98 3,726.33 5,302.12 5.29 20.17 3 Brazil 328.19 1,128.62 354.76 204.48 2,818.28 29.59 10.72 4 Swaziland 673.34 2,183.80 0 8.31 5 Germany 466.28 455.76 698.41 570.58 1,057.67 20.48 4.02 6 United Kingdom 58.07 597.07 554.76 349.23 638.89 53.11 2.43 7 Nigeria 420.22 911.86 1,110.95 1,469.61 626.83 13.62 2.38 8 Argentina 50.26 166.10 329.72 720.19 623.36 91.61 2.37 9 Pakistan 410.36 801.00 975.48 1,089.19 479.01 6.36 1.82 10 Singapore 130.25 360.26 441.60 851.12 454.14 39.9 1.73 38 Indonesia 112.53 317.80 606.68 403.93 56.07 -10.89 0.21
Nilai: US$'000Alkaloid
Sumber: Wits, 2009 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dari 10 negara tujuan ekspor alkaloid India
yang memiliki share terbesar adalah Irlandia yaitu sebesar 24,77% atau dengan nilai
ekspor sebesar US$ 6,5 milyar pada tahun 2008. Selain memiliki share terbesar,
Irlandia juga memiliki nilai pertumbuhan yang terbesar yaitu 273,8% per tahun selama
periode 2004-2008 jauh jika dibandingkan dengan pertumbuhan dunia untuk alkaloid
India yang hanya sebesar 20,96% per tahun. Sedangkan posisi Indonesia yang berada
pada urutan ke 38 sebagai negara tujuan ekspor India hanya memiliki share sebesar
0,21% dan pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 10,89% per tahun pada
periode 2004-2008. Untuk Pakistan sebagai negara terdekat India hanya memiliki share
1,82% dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,36% per tahun pada periode tersebut.
Singapura sebagai negara anggota ASEAN merupakan tujuan ekspor alkaloid India ke
10 dengan share sebesar 1,73% dan pertumbuhan sebesar 39,9% per tahun lebih besar
jika dibandingkan ke Indonesia yang juga sebagai anggota ASEAN.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 71
Tabel 5.15 Negara Tujuan Ekspor Spices India
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Trend (%)
Share'08 (%)
World 246,518 269,642 450,174 633,293 766,403 17.58 1001 United States 44,701 45,544 69,816 107,515 110,169 29.77 14.372 Malaysia 30,854 35,200 83,359 106,445 85,048 13.09 11.13 United Arab Emirates 17,172 18,913 25,963 33,736 69,089 13.04 9.014 Pakistan 8,962 4,683 4,711 12,171 47,476 14.91 6.195 Sri Lanka 14,119 19,156 31,288 38,363 43,651 9.72 5.76 United Kingdom 15,077 20,521 22,422 28,168 37,881 14.2 4.947 Saudi Arabia 10,654 12,070 13,402 19,439 29,612 18.46 3.868 Egypt, Arab Rep. 3,077 2,588 3,283 5,759 26,154 9.74 3.419 Bangladesh 15,718 5,954 36,349 55,303 24,708 18.5 3.2210 Nepal 7,544 7,991 13,334 16,861 18,823 16.21 2.4614 Indonesia 2,949 3,930 8,697 11,623 13,831 12.4 1.8
Nilai: US$'000
Sumber: Wits, 2009 (diolah)
Spices
Negara tujuan ekspor untuk spices India sebagian besar adalah ke negara-negara di
Asia. Share ekspor terbesar spices India adalah ke Amerika Serikat yaitu sebesar
14,37%, selain itu pertumbuhannya juga terbesar diantara 10 negara tujuan ekspor
spices India yaitu 29,77% per tahun pada periode 2004-2008. Sedangkan pertumbuhan
dunia untuk spices India adalah sebesar 17,58% per tahun pada periode tersebut.
Sebagai salah satu anggota ASEAN yang juga merupakan tujuan ekspor Spices India,
Indonesia menempati posisi ke 14 dengan share 1,8% dan selama periode 2004-2008
memeiliki pertumbuhan sebesar 12,4% per tahun, sedangkan Malaysia yang juga
merupakan anggota ASEAN justru menempati posisi ke 2 sebagai negara tujuan ekspor
spices India dengan pangsa sebesar 11,1% dan pertumbuhannya rata-rata sebesar
13,09% per tahun. Untuk negera-negara yang terdekat dengan India seperti Pakistan
memiliki pangsa sebesar 6,19%, Sri Lanka (5,7%); Bangladesh (3,22%) dan Nepal
(2,46%) dimana pertumbuhannya masing-masing rata-rata sebesar 14,91%; 9,72%;
18,5% dan 16,21% per tahun.
Tabel 5.16 Negara Tujuan Ekspor Medicinal Plant India
MP
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Trend (%)
Share'08 (%)
World 721,005.62 841,021.54 904,385.73 991,935.59 1,221,506.36 12.97 100.00 1 United States 127,949.60 200,593.85 200,613.13 228,682.68 307,029.13 20.7 25.14 2 United Kingdom 52,555.27 62,169.65 67,059.64 74,680.74 96,211.42 14.94 7.88 3 Russian Federation 52,164.00 58,210.10 66,907.99 68,919.88 87,057.90 12.67 7.13 4 United Arab Emirates 75,656.64 74,507.08 55,720.87 84,848.48 85,381.43 3.79 6.99 5 Germany 55,361.25 63,451.98 60,691.81 61,401.77 71,617.21 4.94 5.86 6 Iran, Islamic Rep. 30,448.03 24,837.50 24,023.72 39,571.29 53,960.84 17.47 4.42 7 China 17,858.56 33,670.56 36,735.72 45,176.15 46,809.30 24.87 3.83 8 Japan 42,899.38 43,159.97 38,829.30 32,328.24 39,783.46 -4.3 3.26 9 Australia 20,934.13 26,192.97 30,735.05 33,966.23 37,764.62 15.49 3.09 10 Pakistan 9,448.59 15,464.10 27,830.33 17,772.52 29,660.08 27.47 2.43 23 Indonesia 9,317.72 6,710.74 11,866.78 10,091.61 8,352.39 1.91 0.68
Nilai: US$'000
Sumber: Wits, 2009 (diolah)
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 72
Sepuluh negara tujuan utama ekspor Medicinal Plant India yang memiliki share
terbesar adalah ke negara Amerika Serikat yaitu sebesar 25,14%. Permintaan dunia
untuk Medicinal Plant India tumbuh rata-rata sebesar 12,97% per tahun selama periode
2004-2008. Amerika Serikat meskipun memiliki share terbesar sebagai negara tujuan
ekspor India, namun pertumbuhannya rata-rata hanya sebesar 20,07% per tahun,
sedangkan Pakistan yang merupakan negara tetangga terdekat India memiliki
pertumbuhan yang terbesar yaitu rata-rata sebesar 27,47% per tahun meskipun
pangsanya hanya sebesar 2,43%. Indonesia berada pada posisi ke 23 sebagai negara
tujuan ekspor Medicinal Plant India, dimana pangsanya hanya sebesar 0,68% dan pada
2004-2008 pertumbuhannya rata-rata sebesar 1,91% per tahun.
Tabel 5.17 Negara Tujuan Ekspor Obat Herbal India Obat
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Trend (%)
Share'08 (%)
World 1,640,168.45 2,043,804.26 2,583,230.65 3,045,924.84 4,030,502.29 24.57 100.00 1 United States 284,681.86 222,914.35 445,913.02 615,218.05 782,590.75 35.5 19.42 2 Russian Federation 132,909.42 193,023.82 238,688.11 229,771.57 288,272.60 18.8 7.15 3 United Kingdom 80,915.26 113,416.14 125,883.52 172,555.23 188,408.20 23.49 4.67 4 South Africa 29,410.68 43,937.90 71,878.16 87,900.82 165,946.66 51.5 4.12 5 Nigeria 78,636.24 92,753.05 97,532.81 113,381.03 161,497.62 17.82 4.01 6 Ukraine 59,372.33 85,065.01 99,068.23 105,450.10 135,854.00 20.57 3.37 7 Kenya 18,293.51 29,931.71 47,076.53 53,722.17 99,982.54 48.91 2.48 8 Germany 32,388.97 47,069.05 59,191.47 89,845.55 88,454.29 30.42 2.19 9 Brazil 35,538.64 52,983.98 55,793.66 62,141.91 87,962.26 21.8 2.18 10 Sri Lanka 42,506.71 55,337.26 72,793.74 69,921.07 82,822.42 16.98 2.05 83 Indonesia 2,477.94 4,325.71 4,307.67 5,642.60 7,842.14 29.3 0.19
Nilai: US$'000
Sumber: Wits, 2009 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 10 negara tujuan ekspor obat herbal
India, Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan yang memiliki pangsa
terbesar yaitu sebesar 19,42%. Permintaan dunia untuk obat herbal India tumbuh sekitar
24,57% per tahun selama periode 2004-2008. Amerika Serikat sebagai negara tujuan
ekspor terbesar, selama 2004-2008 permintaannya tumbuh sebesar 35,5% per tahun, hal
ini berbeda dengan ekspor obat herbal India ke Kenya yang mengalami pertumbuhan
sebesar 48,91% per tahun pada periode tersebut meskipun sharenya hanya sekitar
2,48%. Selain Amerika Serikat, tujuan ekspor produk obat herbal India untuk negara-
negera maju juga ke Federasi Rusia dengan pangsa terbesar kedua yaitu sebesar 7,15%,
Inggris (4,67%) dan Jerman (2,48%). Meskpiun Jerman memiliki pangsa yang lebih
kecil jika dibandingkan dengan 3 negara maju lainnya, akan tetapi nilai permintaan
Jerman tumbuh rata-rata sebesar 30,42% per tahun berada di bawah Amerika Serikat,
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 73
sedangkan Rusia dan Inggris masing-masing tumbuh rata-rata sebesar 18,8% dan
23,49% per tahun. Indonesia yang menempati posisi ke 83 tujuan ekspor obat herbal
India memiliki pangsa hanya sebesar 0,19% dan pertumbuhannya rata-rata sekitar
29,3% per tahun. Sri Lanka yang merupakan negara tetangga India menjadi tujuan
ekspor yang ke 10 dengan pangsa sebesar 2,05% yang nilai eskpornya tumbuh rata-rata
sebesar 16,98% per tahun.
Tabel 5.18 Negara Tujuan Ekspor Produk Kosmetik India
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Trend (%)
Share'08 (%)
World 160,141.12 206,455.21 244,811.57 267,011.30 316,422.49 17.58 100.00 1 United Arab Emirates 29,911.87 41,751.31 58,029.31 69,562.59 85,284.12 29.77 26.95 2 United States 13,599.17 20,743.04 20,097.74 23,024.00 23,874.88 13.09 7.55 3 Saudi Arabia 14,038.47 17,686.29 18,837.60 21,473.25 23,518.65 13.04 7.43 4 Nepal 6,858.48 8,109.50 8,457.80 10,871.72 11,866.17 14.91 3.75 5 Sri Lanka 6,469.19 8,005.28 8,710.50 8,395.46 10,044.90 9.72 3.17 6 United Kingdom 4,744.22 6,298.10 8,177.38 8,653.82 7,861.76 14.2 2.48 7 Singapore 3,440.49 4,571.91 6,339.93 5,588.66 7,259.42 18.46 2.29 8 Malaysia 4,577.87 6,234.54 6,309.89 6,410.78 7,183.65 9.74 2.27 9 Nigeria 2,251.96 2,996.12 3,968.23 2,605.03 5,643.42 18.5 1.78 10 Russian Federation 3,120.66 1,529.76 2,862.60 2,250.83 5,452.60 16.21 1.72 52 Indonesia 712.47 1,136.09 2,292.27 1,583.04 1,082.82 12.4 0.34
Nilai: US$'000Produk Kosmetik
Sumber: Wits, 2009 (diolah)
Dari 10 negara tujuan ekspor utama India untuk produk kosmetik, yang memiliki
pangsa terbesar adalah ke UAE dimana sharenya sebesar 26,95%. Permintaan dunia
untuk produk kosmetik dunia tumbuh rata-rata sebesar 17,58%. UAE selain memiliki
pangsa terbesar, selama periode 2004-2008 memiliki pertumbuhan terbesar tujuan
ekspor produk kosmetik India yaitu tumbuh rata-rata sebesar 29,77% per tahun.
Indonesia menempati posisi ke 52 sebagai negara tujuan ekspor produk kosmetik India
dengan pangsa sebesar 0,34% dan tumbuh rata-rata sekitar 12,4% per tahun. Sedangkan
ekspor India ke negara tetangganya adalah tujuan Nepal dengan pangsa sebesar 3,75%
dan Sri Lanka (3,17%) dimana masing-masing pertumbuhannya rata-rata sebesar
14,91% dan 9,72% per tahun. Selain Indonesia yang menjadi salah satu tujuan ekspor
India di ASEAN, Singapura dan Malaysia juga merupakan tujuan utama ekspor produk
kosmetik India, dimana pangsa untuk Singapura sebesar 2,29% dan Malaysia 2,27%
sedangkan pertumbuhannya masing-masing rata-rata sebesar 18,46% dan 9,74% per
tahunnya. Amerika serikat merupakan tujuan ekspor kedua terbesar India untuk produk
kosmetiknya dimana pangsanya sebesar 7,55% dengan pertumbuhan rata-rata 13,09%
per tahun selama periode 2004-2008. Selain itu tujuan utama ekspor India untuk
beberapa negara maju lainnya adalah ke Inggris dan Rusia, pangsanya Inggris sebesar
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 74
2,48% namun pertumbuhannya lebih besar dari Amerika Serikat yaitu sebesar 14,2%
per tahun, sedangkan Rusia meskipun memiliki share yang sangat kecil yaitu sebesar
1,72% akan tetapi pertumbuhannya tumbuh rata-rata sekitar 16,21% per tahun lebih
besar dari Amerika Serikat dan Inggris.
Tabel 5.19 Negara Tujuan Ekspor Bahan Kosmetik India
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Trend (%)
Share'08 (%)
World 635,806.38 746,015.34 811,088.54 939,003.43 1,276,155.32 17.63 100.00 1 United States 160,326.41 231,408.57 234,100.85 248,923.42 410,936.86 21.6 32.20 2 China 65,124.07 76,531.90 105,173.15 124,342.43 131,388.47 20.79 10.30 3 France 82,917.16 47,557.40 52,487.17 82,436.17 123,784.53 14.47 9.70 4 Netherlands 47,114.43 46,048.12 55,213.83 68,303.10 89,779.45 18.34 7.04 5 Germany 38,805.10 52,241.87 57,290.98 57,265.65 73,271.61 14.6 5.74 6 Japan 47,888.47 55,246.55 49,079.74 53,452.44 57,509.69 3.39 4.51 7 Singapore 8,679.73 11,933.55 12,186.78 18,858.63 31,045.45 35.07 2.43 8 United Kingdom 19,854.75 21,885.12 25,220.70 27,285.68 30,546.67 11.43 2.39 9 Italy 19,509.36 12,411.91 14,495.95 18,196.24 26,606.16 10.55 2.08 10 Thailand 11,611.28 13,258.06 8,372.45 11,594.47 26,473.49 16.35 2.07 18 Indonesia 6,058.42 7,326.96 5,965.28 7,073.82 11,440.39 13.16 0.90
Nilai: US$'000Bahan Kosmetik
Sumber: Wits, 2009 (diolah)
Berdasarkan tabel tujuan ekspor bahan kosmetik India di atas diketahui bahwa
sebagaian besar bahan kosmetik India diekspor ke negara-negara Asia dan Uni Eropa.
Amerika Serikat sebagai negara tujuan utama ekspor bahan kosmetik India memiliki
share terbesar yaitu sebesar 32,2% dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 21,6% per
tahun, sedangkan Singapura meskipun memiliki share yang sedikit yaitu sebesar 2,43%
akan tetapi pertumbuhannya selama periode 2004-2008 terbesar yaitu tumbuh rata-rata
sebesar 35,07%. Permintaan dunia terhadap bahan kosmetik India tumbuh rata-rata
sebesar 17,63% per tahun selama 2004-2008. Indonesia yang merupakan salah satu
anggota ASEAN yang menjadi tujuan pasar ekspor India untuk bahan kosmetik
menempati posisi ke 18 dengan pangsa sebesar 0,90% dimana pertumbuhannya tumbuh
rata-rata 13,16% per tahun. Sedangkan negara anggota ASEAN lainnya yang menjadi
pasar utama India yaitu Thailand dengan pangsa sebesar 2,07% dan tumbuh rata-rata
sebesar 16,35% per tahun selama periode tersebut. Untuk Negara-negara UE yang
memiliki pangsa terbesar adalah Perancis yaitu sebesar 9,705 dan tumbuh rata-rata
sekitar 14,47% per tahun.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 75
5.4. Analisis Pasar Impor Bahan Baku dan Produk Herbal Dunia
5.4.1 Analisis Pasar Impor Bahan Kosmetik Herbal Dunia
Amerika Serikat selain sebagai negara importir kosmetik berbasis herbal juga sebagai
importir bahan kosmetik berbasis herbal terbesar di dunia. Malaysia merupakan negara
pemasok bahan herbal kosmetik berbasis herbal terbesar bagi Amerika Serikat dengan
pangsa tahun 2008 mencapai sekitar 17 persen.
Tabel 5.20 Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Amerika Serikat
United States2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08
1 Malaysia 246.9 263.1 274.4 318.4 568.2 78.45 20.42 16.752 Philippines 250.6 228.4 264.8 351.8 541.4 53.88 21.80 15.953 India 219.6 209.9 295.3 281.6 443.7 57.59 18.54 13.084 Indonesia 120.4 185.7 164.6 180.4 359.3 99.15 24.08 10.595 China 120.2 153.0 178.2 185.9 225.0 21.04 15.58 6.636 Brazil 101.8 136.7 150.3 144.2 164.7 14.22 10.69 4.857 France 100.0 94.6 93.6 93.9 110.8 18.05 2.00 3.278 Mexico 90.3 95.3 90.2 97.3 101.7 4.57 2.62 3.009 Canada 56.5 61.1 62.2 75.9 96.8 27.52 13.81 2.8510 Argentina 34.0 63.9 93.4 70.6 94.0 33.23 23.77 2.77Sumber: WITS, 2009
Nilai: US$'Juta
Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai pemasok utama bahan kosmetik
herbal di Amerika Serikat dengan pangsa hampir 11 persen pada tahun 2008.
Peningkatan impor dari Indonesia yang sangat baik mencapai 2 kali lipat terjadi pada
tahun 2008, dari US$ 180 juta meningkat menjadi US$ 360 juta. Pertumbuhan rata-rata
per tahun yang dialami Indonesia pun terbilang sangat bagus mencapai 24,1 persen.
Tabel 5.21 Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Belanda Netherland
2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'081 Indonesia 104.4 132.4 138.7 206.3 270.1 30.93 26.41 22.032 Philippines 116.6 134.7 111.8 138.1 198.7 43.89 11.52 16.213 Cote d'Ivoire 89.3 80.1 83.8 144.5 198.1 37.08 24.41 16.164 Germany 56.4 58.6 72.9 70.6 107.2 51.91 15.84 8.755 Malaysia 41.0 62.4 75.0 78.3 70.1 ‐10.47 13.88 5.726 France 13.6 19.0 20.5 48.0 53.0 10.38 44.04 4.327 India 31.4 34.7 33.2 45.8 39.1 ‐14.65 7.37 3.198 Papua New Guinea 6.0 11.0 3.8 7.3 38.7 431.58 39.64 3.169 Belgium 16.2 26.2 22.9 25.4 34.7 36.36 16.14 2.8310 United States 29.6 37.0 29.2 27.9 32.7 17.07 ‐0.77 2.67Sumber: WITS, 2009
Nilai: US$'Juta
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 76
Belanda adalah negara importir bahan kosmetik herbal terbesar kedua dunia tahun
2008, ternyata Indonesia merupakan pemasok utama bahan kosmetik herbal di Belanda.
Pangsa Indonesia di Belanda untuk kelompok herbal ini mencapai 22 persen, dengan
pertumbuhan rata-rata per tahun sekitar 26 persen. Pesaing utama Indonesia adalah
Pilipina dan Pantai Gading masing-masing dengan share 16,21 persen dan 16,16 persen
pada tahun 2008. Sementara itu, Papua Nugini mengalami pertumbuhan yang paling
pesat dibanding negara lainnya yakni dengan peningkatan sekitar 431 persen pada
tahun 2008. Negara yang berada di dekat wilayah bagian timur Indonesia ini
menunjukkan kemajuan yang pesat, setelah pada tahun 2007 ekspornya sekitar US$ 7,3
juta meningkat menjadi US$ 38,7 juta pada tahun 2008. Dari sepuluh negara pemasok
bahan kosmetik herbal terbesar di Belanda, Amerika Serikat merupakan satu-satunya
negara yang mengalami perlambatan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar -0.77
persen. Hal ini tidak mengherankan karena Amerika Serikat sendiri merupakan negara
importir terbesar untuk komoditas bahan herbal kosmetik dunia.
Tabel 5.22 Negara Pemasok Bahan Kosmetik di Jerman Germany
2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'081 Netherlands 326.0 383.5 405.5 447.9 620.5 38.52 15.52 29.762 Indonesia 184.5 215.0 195.4 307.2 455.6 48.32 24.17 21.853 France 95.3 95.2 103.5 127.2 143.7 12.98 11.75 6.894 India 72.5 69.6 83.7 111.8 137.3 22.83 19.14 6.585 Italy 30.7 43.1 46.2 45.2 59.9 32.66 14.84 2.876 Philippines 86.5 87.7 94.5 79.8 57.8 ‐27.56 ‐8.60 2.777 United States 38.1 40.3 46.1 48.7 56.7 16.38 10.36 2.728 Switzerland 27.2 31.4 30.7 37.0 54.4 46.91 16.80 2.619 China 23.2 25.3 30.8 38.1 50.1 31.34 21.52 2.4010 Belgium 36.6 44.1 22.1 31.2 49.2 57.58 2.51 2.36Sumber: WITS, 2009
Nilai: US$'Juta
Jerman merupakan negara pengimpor bahan kosmetik herbal terbesar ketiga di dunia,
Belanda paling banyak memasok bahan baku ini ke Jerman mengalami pertumbuhan
rata-rata per tahun sebesar 15,5 persen. Indonesia dan Perancis juga merupakan
pemasok utama bahan kosmetik berbasis herbal di Jerman. Indonesia mampu
memenuhi kebutuhan bahan kosmetik herbal Jerman sebesar 22 persen dengan nilai
impor 2008 mencapai US$ 455 juta, sementara Perancis mampu memasok sebesar US$
143,7 juta dengan pangsa 7 persen. Dari sepuluh negara pemasok bahan kosmetik
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 77
herbal di dunia, ternyata China merupakan negara yang mengalami pertumbuhan paling
pesat pada tahun 2008 yakni meningkat 21 persen dari tahun 2007. Hal ini
membuktikan bahwa bahan kosmetik herbal dari China mampu menembus pasar
Jerman, meskipun pangsanya masih sekitar 2 persen.
5.4.2 Analisis Pasar Impor Kosmetik Herbal Dunia
Tabel 5.23 Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Amerika Serikat
United StatesPemasok 2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08
World 3,796 4,192 4,380 4,882 5,128 5.04 7.83 100.001 France 1,118 1,192 1,215 1,358 1,522 12.09 7.75 29.682 Canada 735 813 826 889 888 ‐0.13 4.77 17.313 China 267 340 400 508 539 6.07 19.79 10.514 Italy 329 385 406 427 444 4.13 7.29 8.675 United Kingdom 289 320 356 362 360 ‐0.52 5.83 7.036 Germany 197 190 176 207 243 16.97 5.16 4.737 Mexico 86 90 131 194 185 ‐4.87 25.99 3.608 Spain 103 125 142 160 184 15.35 15.27 3.609 Japan 107 123 109 136 111 ‐18.73 1.68 2.1610 Belgium 97 108 91 82 88 7.19 ‐4.68 1.7142 Indonesia 2 1 2 2 3 67.15 5.01 0.05Sumber: WITS, 2009
Nilai: US$'Juta
Amerika Serikat merupakan negara importir kosmetik berbasis herbal terbesar di dunia.
Pada tahun 2008 negara ini mengimpor kosmetik herbal sekitar US$ 5,1 miliar, selama
periode 2004-2008 pertumbuhan rata-rata per tahun impor dunianya sebesar 7,83
persen. Pemasok utama kosmetik berbasis herbal di Amerika Serikat ini adalah negara
Perancis dengan nilai impor tahun 2008 sebesar US$ 1,5 juta dan pertumbuhan rata-rata
per tahun sebesar 7,75 persen. Indonesia berada di peringkat 42 pada urutan pemasok
kosmetik herbal di Amerika Serikat dengan nilai ekspor mencapai US$ 3 juta, dan
share yang bisa dipenuhi Indonesia di pasar Amerika Serikat baru sekitar 0,05 persen.
Namun demikian, perubahan ekspor Indonesia tahun 2008 terhadap 2007 sangat baik,
ini terlihat dari angka pertumbuhannya yang menembus angka 67,15 persen.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 78
Tabel 5.24 Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Jerman Germany
Pemasok 2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08World 2,639 3,201 3,382 3,780 4,366 15.52 12.45 100.00
1 France 894 1,214 1,264 1,427 1,696 18.86 15.51 38.852 United Kingdom 440 569 562 515 545 5.82 3.35 12.493 Switzerland 182 173 192 295 364 23.58 21.13 8.344 Italy 225 220 295 306 297 ‐2.93 9.24 6.805 United States 148 178 209 247 289 16.83 18.11 6.626 Spain 137 151 146 183 230 25.35 12.98 5.267 Netherlands 102 96 90 115 149 29.52 9.85 3.418 Belgium 89 115 109 112 140 24.76 9.19 3.209 Japan 69 60 78 84 101 19.41 11.51 2.3110 Poland 77 76 53 79 97 23.23 5.06 2.2251 Indonesia 0 0 0 0 0 ‐13.14 ‐21.94 0.00Sumber: WITS, 2009
Nilai: US$'Juta
Negara Jerman dengan nilai impor kosmetik berbasis herbal tahun 2008 sebesar US$
4,3 miliar merupakan pengimpor terbesar kedua kelompok herbal ini di dunia. Pemasok
utama kosmetik berbasis herbal di Jerman sama dengan pemasok utama di Amerika
Serikat yaitu Perancis, dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 15,51 persen Perancis
mampu mengimpor kosmetik herbal sebesar US$ 1,7 miliar ke Jerman. Indonesia
sendiri berada di urutan ke 51 sebagai pemasok kosmetik herbal di jerman dengan nilai
ekspor yang belum mencapai US$ 1 juta pertumbuhan rata-rata per tahunnya juga
mengalami perlambatan sebesar 22 persen. Hal ini harus dapat memacu kinerja ekspor
produk kosmetik herbal Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitasnya agar
memenuhi standar yang ditetapkan oleh negara Jerman, sehingga dapat memenuhi
permintaan impor kosmetik herbal negara tersebut.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 79
Tabel 5.25 Negara Pemasok Kosmetik Herbal di Inggris United Kingdom
Pemasok 2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08World 3,220 3,305 3,685 4,113 4,218 2.56 7.89 100.00
1 France 977 989 1,039 1,101 1,087 ‐1.28 3.26 25.772 Germany 384 384 478 577 628 8.83 14.94 14.883 United States 433 496 553 630 623 ‐1.09 10.15 14.764 Italy 249 269 263 257 253 ‐1.89 ‐0.18 5.995 Belgium 206 173 237 232 247 6.65 6.81 5.866 Spain 153 170 183 205 211 2.61 8.65 5.007 China 91 104 132 165 200 20.94 22.64 4.748 Ireland 150 156 200 195 188 ‐3.17 6.99 4.479 Poland 63 69 74 124 148 19.95 25.70 3.5110 Netherlands 149 128 158 184 143 ‐22.06 2.87 3.3942 Indonesia 4 2 3 2 3 61.08 ‐2.26 0.08Sumber: WITS, 2009
Nilai: US$'Juta
Inggris sebagai negara pengimpor kosmetik herbal terbesar ketiga di dunia mengalami
pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 7,89 persen. Sama halnya dengan Amerika
Serikat dan Jerman, ternyata Perancis juga merupakan pemasok utama kosmetik
berbasis herbal di Inggris. Perancis mampu memenuhi kebutuhan kosmetik herbal
Inggris sebesar 25,7 persen dengan nilai impor 2008 mencapai US$ 1,1 miliar. Dari
sepuluh negara pemasok kosmetik herbal di dunia, ternyata China merupakan negara
yang mengalami pertumbuhan paling pesat pada tahun 2008 yakni mencapai 21 persen
dari tahun 2007. Hal ini membuktikan bahwa kosmetik dari China mampu bangkit dan
menembus pasar Inggris, sementara Indonesia berada di urutan ke 42 sebagai pemasok
kosmetik herbal di Inggris dengan pertumbuhan rata-rata per tahun pada periode 2004-
2008 mengalami perlambatan 2,3 persen. Namun perubahan ekspor Indonesia tahun
2008 terhadap 2007 menunjukkan kinerja yang sangat baik, karena pertumbuhannya
yang mencapai 61,1 persen.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 80
5.4.3 Analisis Pasar Impor Bahan Obat Herbal Dunia
Tabel 5.26 Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Singapura
SingaporeNo Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08
World 258,780 280,010 287,906 321,696 363,919 13.13 8.55 1001 Indonesia 45,274 51,907 61,486 76,405 81,447 6.6 16.89 22.382 China 38,546 40,518 44,245 56,037 71,885 28.28 17.01 19.753 Malaysia 36,034 33,806 34,651 39,178 45,195 15.36 6.19 12.424 United States 44,166 48,281 40,394 36,858 34,298 -6.95 -7.46 9.425 Ireland 16,183 19,246 19,726 17,751 24,419 37.57 7.7 6.716 Thailand 4,781 6,475 7,670 11,815 11,087 -6.16 25.66 3.057 Netherlands 10,264 14,274 10,285 8,661 10,976 26.73 -3.59 3.028 Denmark 1,875 2,273 3,742 5,645 8,646 53.15 48.68 2.389 Korea, Rep. 5,266 6,735 6,381 8,069 7,593 -5.9 9.56 2.0910 Hong Kong, China 3,833 6,218 6,623 7,378 7,041 -4.57 14.89 1.93
Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Nilai: US$'000
Singapore merupakan negara importir bahan obat berbasis herbal terbesar di dunia.
Pada tahun 2008 negara ini mengimpor bahan obat berbasis herbal sekitar US$ 363
juta, selama periode 2004-2008 pertumbuhan rata-rata per tahun impor dunianya
sebesar 8,55%. Pemasok utama bahan obat berbasis herbal di Singapore ini adalah
Indonesia dengan nilai impor tahun 2008 sebesar US$ 81 juta dan pertumbuhan rata-
rata per tahun sebesar 16,89% dan pangsa Indonesia di pasar Singapore sekitar 22,38%.
Meskipun perubahan ekspor Indonesia tahun 2008 terhadap 2007 mengalami
penurunan, namun angka pertumbuhannya masih positif yaitu sebesar 4,37%.
Tabel 5.27 Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Amerika Serikat
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08World 2,211,668 2,563,032 2,948,235 3,012,740 3,201,785 6.27 9.43 100
1 Canada 470,823 556,575 578,777 598,356 654,536 9.39 7.59 20.442 China 222,219 243,685 316,872 360,624 385,496 6.9 16.11 12.043 India 144,971 220,807 282,212 258,354 357,002 38.18 21.65 11.154 Mexico 172,093 198,324 221,932 226,892 231,670 2.11 7.56 7.245 Germany 112,941 130,590 155,694 168,357 196,068 16.46 14.54 6.126 Thailand 73,237 88,100 114,391 111,702 135,762 21.54 15.86 4.247 France 133,382 120,329 128,660 126,909 130,194 2.59 0.05 4.078 Japan 67,618 63,624 66,831 68,540 73,786 7.65 2.52 2.39 United Kingdom 40,594 47,295 56,548 54,043 60,991 12.86 9.94 1.910 Italy 39,383 41,736 54,354 47,837 60,103 25.64 10.32 1.8826 Indonesia 13,000 17,647 20,035 23,625 23,038 -2.49 15.44 0.72
Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Amerika Serikat Nilai: US$'000
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 81
Negara Amerika Serikat dengan nilai impor bahan obat berbasis herbal tahun 2008
sebesar US$ 3,2 miliar merupakan pengimpor terbesar pertama kelompok herbal ini di
dunia. Pemasok utama bahan obat berbasis herbal di Amerika Serikat yaitu Kanada,
dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 7,59% Kanada mampu mengimpor bahan obat
berbasis herbal sebesar US$ 654 juta ke Amerika Serikat. Indonesia sendiri berada pada
urutan ke-26 sebagai pemasok bahan obat berbasis herbal di Amerika Serikat dengan
pangsa 0,72%. Nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 123 juta dengan
pertumbuhan rata-rata per tahunnya mencapai 30,76% menjadikan Amerika Serikat
merupakan negara tujuan ekspor utama bahan obat berbasis herbal Indonesia.
Tabel 5.28 Negara Pemasok Bahan Obat Herbal di Vietnam
No Negara 2003 2004 2005 2006 2007 Perub 07/06 Trend 03‐07 (%)Share 07 (%World 3,532 3,373 4,952 72,915 100,993 38.51 165.9 100
1 China 1,616 31,650 22,840 13,278 18,277 37.65 48.93 18.12 Thailand 3,024 7,865 6,738 8,789 13,271 50.99 35.92 13.143 Indonesia 693 8,253 12,626 4,576 9,388 105.15 58.78 9.34 Germany 22,548 3,175 7,068 6,391 9,021 41.15 ‐10.71 8.935 United Kingdom 17 2,559 2 4,903 6,394 30.41 249.37 6.336 Korea, Rep. 8,073 7,288 6,048 3,461 5,796 67.48 ‐13.13 5.747 United States 6,186 21,183 18,966 3,117 5,369 72.26 ‐19.74 5.328 Malaysia 3,482 1,106 64 3,330 5,199 56.12 20.98 5.159 Denmark 272 3,804 589 3,386 4,639 37 74.28 4.5910 Hungary 600 423 3,687 2,839 3,178 11.94 68.83 3.15Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Vietnam Nilai: US$'000
Vietnam sebagai salah satu negara pengimpor bahan obat berbasis herbal terbesar dunia
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dengan rata-rata per tahun sekitar 166%.
China merupakan pemasok utama bahan obat berbasis herbal di Vietnam. China
mampu memenuhi bahan obat berbasis herbal Vietnam sebesar 18,1% dengan nilai
impor 2007 mencapai US$ 18 juta. Dari sepuluh negara pemasok bahan obat berbasis
herbal di dunia, ternyata Inggris merupakan negara yang mengalami pertumbuhan
paling pesat pada tahun 2007 yakni mencapai 249% dari tahun 2003. Ini menunjukkan
bahwa bahan obat berbasis herbal dari Inggris mampu bangkit dan menembus pasar
Vietnam, sementara Indonesia berada di urutan ke-3 sebagai pemasok bahan obat
berbasis herbal di Vietnam dengan pertumbuhan rata-rata per tahun pada periode 2003-
2007 sebesar 58,8%. Namun perubahan ekspor Indonesia tahun 2008 terhadap 2007
menunjukkan kinerja yang sangat baik, karena pertumbuhannya yang mencapai 52,3%.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 82
5.4.4 Analisis Pasar Impor Produk Obat Herbal Dunia
Tabel 5.29 Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Filipina
NoNegara 2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08World 330,890 364,003 412,825 447,803 503,310 12.4 11.03 100
1 Germany 29,879 35,953 40,040 43,165 46,923 8.71 11.47 9.322 France 28,996 32,622 37,289 32,940 43,751 32.82 8.68 8.693 Ireland 3,675 7,856 35,946 35,440 41,554 17.25 88.84 8.264 Switzerland 41,162 53,751 44,710 49,297 40,556 -17.73 -1.15 8.065 Australia 47,099 46,091 39,660 44,701 32,466 -27.37 -7.45 6.456 United States 15,403 24,008 29,292 31,472 28,223 -10.32 15.97 5.617 United Kingdom 31,313 23,050 18,918 19,942 25,697 28.86 -5.26 5.118 Indonesia 13,628 9,232 17,443 22,183 24,439 10.17 22.69 4.869 India 8,098 11,269 13,146 18,560 23,089 24.4 29.62 4.5910 Sweden 14,671 13,343 14,232 12,510 22,309 78.33 8.05 4.43Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Nilai: US$'000Philippines
Philipina merupakan importir obat berbasis herbal terbesar di dunia. Sebagian besar
pemasok obat berbasis herbal di Philipina berasal dari negara Uni Eropa. Jerman
merupakan negara pemasok obat berbasis herbal terbesar bagi Philipina dengan pangsa
tahun 2008 mencapai 9,3%. Indonesia menduduki peringkat ke-8 sebagai pemasok
utama obat berbasis herbal di Philipina dengan pangsa sebesar 4,9% pada tahun 2008.
Peningkatan impor dari Indonesia yang sangat baik mencapai 10,2%, dari US$ 22 juta
pada tahun 2007 meningkat menjadi US$ 24 juta di tahun 2008.
Tabel 5.30 Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Thailand
NoNegara 2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08World 428,738 528,631 660,635 766,388 970,408 26.62 22.2 100
1 United States 56,114 66,271 99,894 113,232 142,296 25.67 27.08 14.662 France 39,273 58,183 71,117 80,457 114,066 41.77 27.85 11.753 Germany 45,765 57,600 65,486 72,619 100,050 37.77 19.67 10.314 Switzerland 37,197 39,237 48,362 58,917 79,225 34.47 21.15 8.165 United Kingdom 36,723 31,302 39,607 50,247 50,781 1.06 11.87 5.236 Japan 24,368 30,354 37,407 40,370 46,927 16.24 17.3 4.847 Australia 28,520 36,874 38,947 37,395 45,077 20.54 9.74 4.658 Ireland 15,187 22,738 23,881 41,235 43,208 4.78 30.82 4.459 India 8,972 12,729 17,476 23,006 36,878 60.3 40.76 3.810 Italy 21,735 26,250 33,157 36,517 34,704 -4.97 13.5 3.5813 Indonesia 10,759 11,097 13,558 14,696 26,881 82.91 23.52 2.77Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Nilai: US$'000Thailand
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 83
Thailand adalah negara importir obat berbasis herbal terbesar kedua dunia tahun 2008
dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya mencapai 22%. Amerika Serikat
merupakan pemasok utama obat berbasis herbal di Thailand. Pangsa Amerika Serikat di
Thailand untuk kelompok herbal ini mencapai 14,7%, dengan pertumbuhan rata-rata
per tahun sekitar 27,1%. Pesaing utama Amerika Serikat adalah negara Uni Eropa yaitu
Perancis dan Jerman masing-masing dengan share 11,8% dan 10,3% pada tahun 2008.
Sementara itu, Indonesia yang berada pada posisi ke-13 memiliki pangsa sekitar 2,8%
terhadap pasar Thailand.
Tabel 5.31 Negara Pemasok Produk Obat Herbal di Jepang
NoNegara 2004 2005 2006 2007 2008 Perub 08/07 Trend 04‐08 (%) Share'08World 4,762,021 5,642,822 5,777,757 6,336,416 7,338,488 15.81 10.31 100
1 United States 568,457 753,385 802,016 1,100,666 1,325,674 20.44 23.03 18.062 Germany 593,786 743,937 766,993 869,581 974,698 12.09 12.16 13.283 United Kingdom 935,598 1,071,209 1,025,285 1,002,954 885,604 -11.7 -1.74 12.074 France 486,799 605,116 566,552 732,098 834,023 13.92 13.51 11.375 Switzerland 567,739 634,413 758,112 526,313 611,425 16.17 -0.38 8.336 Italy 253,957 291,128 291,303 352,208 534,298 51.7 18.27 7.287 Denmark 348,865 314,035 344,376 364,976 477,996 30.97 8.11 6.518 Belgium 226,167 288,859 293,680 312,923 414,217 32.37 13.77 5.649 Spain 116,265 138,493 167,860 208,615 332,790 59.52 28.57 4.5310 Ireland 155,049 259,645 226,689 229,341 245,276 6.95 8.25 3.3421 Indonesia 11,085 10,072 12,271 12,357 18,265 47.81 12.79 0.25Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Nilai: US$'000Jepang
Jepang merupakan negara pengimpor obat berbasis herbal terbesar ketiga di dunia,
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10,3%. Jepang paling banyak memasok obat ini
dari Uni Eropa, akan tetapi yang paling besar adalah dipasok dari Amerika Serikat
dengan pangsa sebesar 18,1% di tahun 2008. Sementara itu Inggris dan Switzerland
mengalami perlambatan pertumbuhan sebagai pemasok obat berbasis herbal ke Jepang
dengan rata-rata pertumbuhan per tahun masing-masing sebesar -1,74% dan -0,38%.
Sedangkan Indonesia sendiri menempati posisi ke-21 sebagai pemasok obat berbahan
herhal di Jepang dengan nilai $US 18 juta pada tahun 2008. Meskipun pangsa
Indonesia masih 0,3% di pasar Thailand tetapi Indonesia mampu menembus pasar
Jepang dengan ditunjukkan pertumbuhan rata-rata per tahunnya sebesar 12,8%.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 84
5.3.2 Analisis Pasar Bahan Dan Produk Herbal Negara India
India sebagai salah satu negara pengimpor bahan herbal utama dunia, hal ini terlihat
dari tingkat impornya yang tinggi selama periode 2004-2008. Pada periode ini impor
bahan kosmetik India dari dunia mengalami kinerja impor yang paling tinggi, jika
dilihat dari pertumbuhan rata-ratanya per tahun, yaitu sebesar 25,06%. Sedangkan dari
sisi nilai, impor produk obat berbahan herbal masih menduduki peringkat teratas
dengan share sebesar 50,14% pada 2008.
Sementara impor herbal India dari Indonesia rata-rata juga mengalami pertumbuhan
yang positif. Pada periode 2004-2008 pertumbuhan rata-rata tahunan yang paling tinggi
pada kelompok produk obat berbahan herbal yaitu sebesar 36,66%, diikuti oleh produk
bahan kosmetik herbal dengan pertumbuhan rata-rata tahunan 25,15% dan kelompok
produk kosmetik berbasis herbal pertumbuhannya 11,66%, sedangkan untuk kelompok
bahan obat herbal mengalami penurunan pertumbuhan rata-rata per tahun yaitu -3,27%.
Sedangkan jika dilihat dari share impor, kelompok bahan kosmetik berbasis herbal
masih sebagai primadona impor India dari Indonesia.
Tabel 5.32 Impor Bahan dan Produk Herbal India
Trend 04/08 Share 08 Trend 04/08Share 082004 2008 % % 2004 2008 % %
Bahan Herbal 80,200.24 150,253.60 15.53 11.29 7,138.27 6,860.37 ‐3.27 3.68 Obat herbal 195,881.23 667,041.35 33.95 50.14 169.89 472.23 36.66 0.25 Bahan Kosmetik 134,358.71 342,459.27 25.06 25.74 67,723.43 173,045.94 25.15 92.72 Produk Kosmetik 68,442.21 170,546.65 24.95 12.82 4,120.20 6,263.35 11.66 3.36 Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Nilai: US$'000
KELOMPOK HERBALWorld Indonesia
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 85
Negara-negara pemasok Herbal di negara India
1. Kelompok Alkaloid
Alkaloid yang merupakan salah satu bahan baku dalam membuat produk farmasi
berbasis herbal yang sangat penting di India terbesar dipasok dari negara Jerman.
Tabel 5.33 Negara Pemasok Alkaloid di India (US$’000)
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Share 08 (%)
1 Germany 267.07 525.83 350.69 757.43 814.56 31.402 China 943.53 1,196.82 950.48 122.80 416.64 16.063 Vietnam 386.12 128.29 374.53 14.444 Congo, Rep. 780.01 376.80 1,181.73 538.60 332.45 12.815 Indonesia 1,023.35 441.09 1,228.00 918.14 196.08 7.566 Czech Republic 296.24 278.80 387.32 354.37 175.63 6.777 South Africa 150.89 5.828 Unspecified 89.80 450.18 67.30 2.599 United States 4.12 1,228.94 1,195.11 4.88 66.09 2.5510 United Kingdom 2.80 0.03 56.48 8.19 0.30 0.01
3,406.92 4,434.43 5,928.27 2,704.39 2,594.47 100.00 Sumber: WITS, 2009 (diolah) Berdasarkan tabel di atas yang menunjukkan 10 negara terbesar pemasok alkaloid ke
India, terlihat bahwa negara yang menjadi asal impor utama bahan alkaloid India adalah
Jerman dengan nilai impor tahun 2008 sekitar US$ 815 ribu dengan share sebesar
31,40%. Negara importir terbesar kedua yaitu China dengan nilai impor tahun 2008
sebesar US$ 417 ribu, memiliki share 16,06%. Sedangkan Inggris merupakan negara
yang terendah di antara kesepuluh negara importir tersebut dengan share hanya 0,01%.
2. Kelompok Spices
Tabel 5.34 Negara Pemasok Spices di India (US$’000)
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Share 08 (%)
1 Sri Lanka 29,389.63 32,069.89 26,957.49 28,464.58 52,822.67 33.962 Nepal 12,049.25 13,297.27 6,682.08 16,119.27 29,572.52 19.013 Indonesia 6,399.41 14,800.93 18,586.52 20,262.70 25,482.99 16.384 Vietnam 15,863.80 26,358.24 20,594.82 20,127.86 18,713.99 12.035 China 6,450.20 7,346.16 8,190.16 7,156.08 10,339.63 6.656 Tanzania 2,472.79 7,063.62 5,630.13 5,772.17 6,789.26 4.367 Italy 301.10 841.30 1,035.10 1,573.61 3,510.70 2.268 Bangladesh 274.61 1.73 40.18 6.69 2,867.84 1.849 Bulgaria 95.09 237.87 376.77 75.22 2,768.99 1.78
10 Nigeria 1,751.28 5,014.35 2,749.26 3,101.35 2,683.34 1.7375,047.15 107,031.36 90,842.52 102,659.53 155,551.92 100.00
Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 86
Bahan baku lainnya yang digunakan pada produk farmasi herbal adalah spices,
pemasok India untuk produk spices sebagian besar berasal dari negara-negara di Asia.
Sri Lanka sebagai pemasok utama spices India dengan share sebesar 33,96%. Nepal
dan Indonesia masing-masing berada di posisi kedua dan ketiga dengan pangsa sebesar
19,01% dan 16,38%.
3. Kelompok Medicinal Plant
Tabel 5.35 Negara Pemasok Medicinal Plant di India (US$’000)
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Share 08 (%)
1 Nepal 8,165.51 10,410.37 8,613.70 18,606.84 23,603.10 23.652 United States 9,626.03 12,521.50 12,327.94 14,459.10 18,526.32 18.563 China 4,487.36 5,068.14 7,258.36 6,675.22 9,928.55 9.954 Kenya 5,942.78 7,152.41 6,305.96 6,054.07 9,123.97 9.145 Netherlands 1,858.84 1,574.31 3,034.66 4,646.36 8,146.57 8.166 Indonesia 7,138.27 13,515.54 17,632.76 10,492.48 6,860.37 6.877 Nigeria 3,992.25 7,194.78 9,052.36 6,402.97 6,573.67 6.598 Congo, Rep. 2,972.02 4,178.74 4,322.69 5,560.28 6,247.20 6.269 Thailand 179.57 1,971.11 2,423.31 4,952.36 5,792.83 5.8010 Germany 1,207.42 1,310.65 4,052.89 4,400.15 5,000.11 5.01
45,570.05 64,897.55 75,024.63 82,249.83 99,802.68 100.00 Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Medicinal Plant merupakan kelompok herbal yang dijadikan sebagai salah satu bahan
baku untuk membuat produk farmasi. Pemasok Medicinal Plant terbesar di India adalah
Nepal dengan share 23,65%, dikuti oleh Amerika Serikat dan China masing-masing
dengan pangsa sebesar 18,56% dan 9,95%. Sedangkan Indonesia menempati posisi ke
enam sebagai pemasok medicinal plant ke India dengan share 6,87%.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 87
4. Kelompok Obat Herbal
Tabel 5.36 Negara Pemasok Obat Herbal di India (US$’000)
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Share 08 (%)
1 Switzerland 72,956.96 113,015.27 216,549.43 212,518.07 256,396.25 43.302 United States 16,314.91 39,927.85 33,843.62 54,071.83 76,138.61 12.863 Germany 19,187.05 36,781.80 49,538.23 56,267.27 66,994.51 11.314 Denmark 10,680.79 16,451.95 23,860.57 36,355.26 46,310.94 7.825 Italy 9,679.69 19,240.44 30,382.05 27,476.14 35,138.48 5.936 United Kingdom 11,784.02 13,577.88 15,588.91 19,419.14 33,199.66 5.617 South Africa 30.00 23.39 8,938.23 6,272.06 24,833.33 4.198 France 8,665.10 16,797.99 14,085.05 17,005.79 20,904.80 3.539 China 4,427.26 6,341.24 8,374.99 12,117.89 17,290.94 2.9210 Ireland 2,836.97 7,153.77 6,260.44 10,025.48 14,446.74 2.4437 Indonesia 169.89 156.25 158.37 459.40 472.23 0.08
156,732.65 269,467.83 407,579.88 451,988.34 592,126.48 100.00 Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Dari tabel pemasok produk obat berbasis herbal di India, ternyata sebagian besar di
pasok dari negara-negara Uni Eropa, Switzerland merupakan pemasok terbesar di India
dengan pangsa sebesar 43,30%. Selain negara-negara di Uni Eropa yang memasok obat
berbahan herbal ke India, ada juga Amerika Serikat yang menempati posisi kedua,
Afrika Selatan (tujuh) dan China (Sembilan) yang juga merupakan pemasok terbesar
obat berbahan herbal ke India dengan share masing-masing 12,86%; 4,19% dan
2,92%. Sedangkan Indonesia menempati posisi ke 37 sebagai pemasok dengan pangsa
0,08%.
5. Kelompok Produk Kosmetik
Tabel 5.37 Negara Pemasok Produk Kosmetik di India (US$’000)
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Share 08 (%)
1 Thailand 15,269.17 19,265.04 28,340.34 28,573.49 20,442.05 15.152 France 2,843.76 8,095.65 9,849.29 12,478.64 15,465.23 11.463 Malaysia 6,645.74 11,930.72 15,495.86 12,806.25 15,080.93 11.184 United Kingdom 2,503.63 6,944.18 10,919.24 10,986.95 14,148.61 10.495 United States 4,443.67 7,211.03 5,662.36 7,987.24 13,244.17 9.826 Australia 215.71 191.26 323.75 4,683.90 12,810.84 9.507 China 2,379.29 5,095.55 7,846.56 8,402.79 11,236.88 8.338 Germany 2,545.79 6,058.85 5,583.01 7,453.43 10,659.90 7.909 Switzerland 737.78 2,913.36 3,278.60 4,921.44 7,857.26 5.8210 Nepal 12,877.77 3,344.92 2,414.19 5,208.54 7,696.87 5.7112 Indonesia 4,120.20 6,386.98 6,429.60 8,325.20 6,263.35 4.64
54,582.51 77,437.54 96,142.81 111,827.88 134,906.09 100.00 Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 88
India paling banyak mengimpor produk kosmetik herbal dari Thailand dengan share
sebesar 15,15% dari kesepuluh negara utama importir. Disusul dari Perancis dan
Malaysia yang menempati posisi 2 dan 3 dengan share masing-masing sebesar 11,46%
dan 11,18%, sedangkan Indonesia sebagai pemasok menempati posisi ke 12 dengan
pangsa 4,64%.
6. Kelompok Bahan Kosmetik
Tabel 5.38 Negara Pemasok Bahan Kosmetik di India(US$’000)
No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Share 08 (%)
1 Indonesia 67,723.43 75,534.80 85,518.15 109,024.54 173,045.94 56.892 Afghanistan 10,131.28 6,764.46 14,999.14 17,923.04 25,105.58 8.253 Malaysia 6,352.62 1,949.31 4,836.00 7,502.20 20,224.31 6.654 China 5,060.17 7,925.38 8,779.31 8,022.56 18,796.07 6.185 United States 8,716.90 10,132.10 9,534.28 12,359.54 16,811.60 5.536 Philippines 316.77 421.28 3,943.57 550.36 12,457.70 4.107 Nepal 5,094.15 6,252.88 4,342.86 9,367.96 12,074.07 3.978 Thailand 1,499.98 2,162.84 2,267.65 3,359.17 11,702.95 3.859 Singapore 1,992.67 3,373.21 2,049.24 1,947.13 7,564.00 2.4910 Brazil 3,657.33 2,251.40 3,237.67 4,895.60 6,403.08 2.10
110,545.30 116,767.65 139,507.88 174,952.10 304,185.30 100.00 Sumber: WITS, 2009 (diolah)
Berdasarkan tabel pemasok bahan kosmetik India di atas diketahui bahwa sebagaian
besar bahan kosmetik ini dipasok dari negara-negara di Asia dimana Indonesia
merupakan pemasok terbesar bahan kosmetik ke India dengan share 56,89%, selain
negara di Asia yang menjadi pemasok ke India ada juga Amerika Serikat dan Brazil
dengan pangsa masing-masing sebesar 5,53% dan 2,10%.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 89
BAB. VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. KESIMPULAN
6.1.1 Peta Perdagangan Herbal Dunia dan Produk Prioritas Indonesia
• Indonesia merupakan pemasok utama bahan baku kosmetik berbasis herbal di pasar
dunia dengan pangsa 13% tahun 2007, sementara untuk bahan baku farmasi Indonesia
memasok 2% (peringkat 16 dunia).
• Sebagai pemasok produk farmasi herbal, Indonesia berada di urutan ke-54 dunia,
sedangkan untuk produk kosmetik herbal Indonesia menduduki posisi ke-28 di dunia.
• Indonesia merupakan negara tujuan impor kosmetik berbasis herbal yang ke-37 dunia,
sementara sebagai importir bahan baku kosmetik herbal di pasar dunia Indonesia juga
menduduki posisi ke-37 dunia.
• Sebagai importir produk farmasi herbal, Indonesia berada di urutan ke-68 dunia,
sedangkan untuk importir bahan baku farmasi berbasis herbal Indonesia di posisi-32
dunia.
• Komoditas berbasis herbal yang perlu diprioritaskan untuk dikembangkan ekspornya
adalah produk yang berkluster kecantikan:
Produk obat : Insulin in dosage
Produk kosmetik : Toilet soap&preparation dan soap nes
Bahan Baku Obat : Pepper of the genus, Gum arabic
Bahan Kosmetik : Palm kernel or babassu
6.1.2 Aspek Produksi Herbal Dunia
Penerapan standard CPOTB perlu dilakukan dengan program pendampingan.
Aspek CPOTB sangat identik dengan gejolak yang muncul oleh berbagai pengusaha
UKM karena sulit bagi usaha skala kecil dan menengah untuk memenuhi kriteria ini.
Penerapan CPOTB merupakan sesuatu yang efektif untuk meningkatkan mutu produk
bahan baku Indonesia dan semakin dapat menguasai pasar dunia.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 90
Persebaran industri lebih tergantung pada persebaran bahan baku.
Persebaran industri obat herbal atau jamu sangat erat kaitannya dengan persebaran
temulawak. Input oriented industrial development (pembangunan industri berbasis
input) sepertinya mewarnai perkembangan persebaran industri jamu Indonesia.
Peningkatan mutu dan sustainabilitas produksi bahan baku sangat diperlukan.
Mutu dan keberlanjutan bahan baku herbal selalu menjadi kendala pengembangan
industri hilir herbal Indonesia. Penerapan kebijakan on farm yang komprehensif akan
meningkatkan mutu barang dan produktivitas petani sehingga sustainabilitasnya
terjaga.
Integrasi vertikal dengan industri di negara-negara pengimpor bahan baku kosmetik
akan menunjang kegiatan ekspor.
Kerjasama dengan pengusaha pada negara pengimpor bahan baku herbal akan sangat
menguntungkan kedua negara terutama pengembangan mutu produk bahan baku
herbal Indonesia dan memberikan knowledge spillover ke pengusaha dalam negeri
dalam meningkatkan mutu untuk menembus standar negara tujuan ekspor.
6.1.3 Aspek Pemasaran Produk Herbal Dunia
Produk prioritas pengembangan ekspor herbal adalah produk yang berbasis
kecantikan (suplemen kecantikan, sabun berbasis kecantikan).
Sesuai dengan estimasi masing-masing produk prioritas herbal ternyata produk yang
memiliki prioritas I adalah produk-produk untuk kecantikan.
Industri jadi herbal masih domestic oriented industry.
Industri herbal masih bersifat untuk memenuhi pasar dalam negeri. Hal ini terlihat
dari pasar yang menjadi target utama. Target utama pasar produk jadi herbal adalah
konsumen domestik
Penyediaan informasi dan promosi ekspor yang berkesinambungan akan
meningkatkan akses pasar produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 91
Berdasarkan estimasi data daerah, kajian ini dapat mengambil kesimpulan bahwa
eksporter tidak memiliki informasi yang cukup untuk memasuki pasar sehingga
kadang terjadi kecilnya komplementaritas antara ekspor dan barang yang dibutuhkan
oleh negara pengimpor.
Persebaran ekspor produk jadi banyak terkait dengan keterikatan historis dan
demografis.
Keterikatan historis dan demografis sangat dicerminkan oleh pola permintaan produk
jadi herbal di negara tujuan ekspor. Negara-negara yang memiliki ikatan historis
seperti Belanda dan Jepang merupakan importer besar produk jadi herbal Indonesia.
Tingkat tarif yang dihadapi bahan baku dan produk herbal masih relatif rendah.
Berdasarkan struktur tarif yang dihadapi oleh produk herbal Indonesia, rata-rata tarif
yang dihadapi dan ambang batas besaran tarif yang mulai menjadi hambatan masih
relatif rendah.
Hambatan peraturan standardisasi pada produk jadi menjadi inti permasalahan.
Estimasi frontier menjelaskan bahwa hambatan standarisasi masih besar dan perlu
menjadi perhatian inti dalam mengambil kebijakan pengembangan ekspor.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 92
6.2. REKOMENDASI
Dalam rangka mengembangkan ekspor produk Pharmaceutical berbasis herbal dan
kosmetik berbasis herbal kami merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan ekspor produk Herbal, Indonesia perlu fokus pada produk
memiliki cluster “Natural Beauty”
Gambar 6.1 Cluster Natural Beauty Herbal
2. Peningkatan Ekspor Bahan Baku dengan Integrasi Vertikal
Dalam rangka peningkatan ekspor bahan baku herbal supaya tercipta win-win solution
maka kami merekomendasikan sebagai berikut:
Pengadopsian dari sistem Madagaskar. Sistem Madagaskar merupakan sistem
kontrak dengan kompensasi pentahapan pengembangan produk dalam negeri.
Melakukan hubungan kontrak dengan menggunakan sedikit demi sedikit by-
product Indonesia
Peningkatan value added dalam negeri.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 93
Peningkatan knowledge spill over.
Peralihan teknologi pengolahan bahan baku dalam negeri.
Penerapan standard CPOTB perlu dilakukan dengan program pendampingan.
Integrasi vertikal dengan industri di negara-negara pengimpor bahan baku
kosmetik akan menunjang kegiatan ekspor.
Penyediaan informasi dan promosi ekspor yang berkesinambungan akan
meningkatkan akses pasar produk Pharmaceutical dan kosmetik berbasis herbal
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 94
DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.E., 1979. A theoretical foundation for the gravity equation. American Economic Review 69 (1), 106–116. Anderson, J.E., Marcouiller, D., SJ, 1999. Trade, location and security: an empirical investigation. NBER Working Paper No. 7000. Badan Pusat Statistik. 2009. Ekspor Indonesia 2004-2008. Badan Pusat Statistik: Jakarta. . 2009. Impor Indonesia 2004-2008. Badan Pusat Statistik: Jakarta. Baldwin, R.E. 1994. Towards an Integrated Europe. Centre for Economic Policy Research, London. Bayoumi, T., Eichengreen, B., 1997. Is regionalism simply a diversion? Evidence from the EU and EFTA. In: Ito, T., Kreuger, A. (Eds.), Regionalism versus Multilateral Trade Arrangements. The University of Chicago Press, Chicago. Bergstrand, J.H., 1985. The gravity equation in international trade: Some microeconomic foundations and empirical evidence. Review of Economics and Statistics 67 (3), 474–481. Bergstrand, J.H., 1989. The generalized gravity equation, monopolistic competition, and the factor proportions theory in international trade. Review of Economics and Statistics 71 (1), 143–153. Bergstrand, J.H., 1990. The Heckscher-Ohlin-Samuelson model, the Linder hypothesis, and the determinants of bilateral intra-industry trade. Economic Journal 100 (4), 1216–1229. Bergstrand, J.H., 1998. Comments on Determinants of bilateral trade flows: Does gravity work in a neoclassical world. In: Frankel, J.A. (Ed.), The Regionalization of the World Economy. The University of Chicago Press, Chicago, pp. 23–28. CBI Market Survey, 2008: The Market for Natural Ingredients for Pharmaceuticals in the EU. http:www//cbi.ue.com. [diakses Desember 2008]. , 2008: The Market for Natural Ingredients for Cosmetics in the EU. http:www//cbi.ue.com. [diakses Desember 2008]. de Melo, J., Tarr, D., 1992. A General Equilibrium Analysis of U.S. Foreign Trade Policy. MIT Press, Cambridge, MA. Deardorff, A.V., 1998. Determinants of bilateral trade flows: Does gravity work in a neoclassical world. In: Frankel, J.A. (Ed.), The Regionalization of the World Economy. The University of Chicago Press, Chicago, pp. 7–22. Deardorff, A.V., Stern, R.M., 1986. The Michigan Model of World Production and Trade. MIT Press, Cambridge, MA.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 95
Deardorff, A.V., Stern, R.M., 1990. Computational Analysis of Global Trading Arrangements. University of Michigan Press, Ann Arbor, MI. Departemen Perindustrian. 2008. Pemetaan Potensi Dan Pengembangan Industri Jamu Nasional. PT. Infragis Citra Semesta: Jakarta. Dixit, A., Stiglitz, J.E., 1977. Monopolistic competition and optimum product diversity. American Economic Review 67 (3), 297–308. Dunlevy, J.A., Hutchinson, W.K., 1999. The impact of immigration on American import trade in the late nineteenth and early twentieth centuries. Journal of Economic History 59 (4), 1043–1062. Eichengreen, B., Irwin, D., 1995. Trade blocs, currency blocs and the reorientation of world trade in the 1930s. Journal of International Economics 38 (1/2), 1–24. Engel, C., Rogers, J.H. 1998. Relative price volatility: What role does the border play? International Finance Discussion Paper No. 623, Board of Governors of the Federal Reserve System. European Commission, 1989. The Participation of Small- and Medium-Sized Enterprises in Exporting Outside the Community. Vol. 1, Main Report – Summary and Recommendations. Netherlands, January. Feenstra, R.C., 1994. New product varieties and the measurement of international prices. American Economic Review 84 (1), 157–177. Feenstra, R.C., 1998. Integration of trade and disintegration of production in the global economy. Journal of Economic Perspectives 12 (4), 31–50. Feenstra, R.C., Markusen, J.A., Rose, A.K. 1998. Understanding the home market effect and the gravity equation: The role of differentiating goods. NBER Working Paper No. 6904. Frankel, J.A., 1997. Regional Trading Blocs in the World Economic System. Institute for International. Economics, Washington, DC. Frankel, J.A., Rose, A.K., 1996. A panel project on purchasing power parity: Mean reversion within and between countries. Journal of International Economics 40 (CHR.4.17;), 209–224. Frankel, J.A., Stein, E., Wei, S.-J., 1995. Trading blocs and the Americas: The natural, the unnatural, and the super-natural. Journal of Development Economics 47 (1), 61–95. Frankel, J.A., Stein, E., Wei, S.-J., 1996. Regional trading arrangements: Natural or supernatural?. American Economic Review 86 (2), 52–56. Frankel, J.A., Stein, E.,Wei, S.-J., 1998. Continental trading blocs: Are they natural or supernatural. In: Frankel, J.A. (Ed.), The Regionalization of the World Economy. University of Chicago Press, Chicago.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 96
Geraci,V.J., Prewo,W., 1982. An empirical demand and supply model of multilateral trade. Review of Economics and Statistics 64 (3), 432–441. Gould, D.M., 1994. Immigrant links to the home country: Empirical implications for US. bilateral trade flows. Review of Economics and Statistics 76, 302–316. Harrigan, J., 1993. OECD imports and trade barriers in 1983. Journal of International Economics 35(1), 91–111. Head, K., Ries, J., 1998. Immigration and trade creation: Econometric evidence from Canada. Canadian Journal of Economics 31, 47–62. Helpman, E., 1987. Imperfect competition and international trade: Evidence from fourteen industrial countries. Journal of the Japanese and International Economies 1 (1), 62–81. Helpman, E., Krugman, P., 1985. Market Structure and Foreign Trade. MIT Press, Cambridge, MA. Hummels, D., Levinsohn, J., 1995. Monopolistic competition and international trade: Reconsidering the evidence. Quarterly Journal of Economics 110 (3), 799–836. Hummels, D., Rapoport, D., Yi, K.-M., 1998. Vertical specialization and the changing nature of world trade. Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review 4 (2), 79–99. International Monetary Fund, 1958/ 62. Direction of Trade, Annual 1958–62. International Monetary Fund, Washington, DC. International Monetary Fund, 1995. International Financial Statistics, CD-ROM (June). International Monetary Fund, Washington, DC. Isard, W., 1954a. Location theory and international and interregional trade. Quarterly Journal of Economics 68, 97–114. Isard,W., 1954b. Location theory and trade theory: Short-run analysis. Quarterly Journal of Economics 68, 305–320. Kalirajan, K., 1999. ‘Stochastic Varying Coefficients Gravity Model: An Application in Trade. Analysis’, Journal of Applied Statistics 26(2):185–93. Krugman, P. 1995. Growing world trade: Causes and consequences. Brookings Papers on Economic Activity (1), 327–377. Krugman, P., 1979. Increasing returns, monopolistic competition, and international trade. Journal of International Economics 9, 469–479. Krugman, P., 1980. Scale economies, product differentiation, and the pattern of trade. American Economic Review 70 (5), 950–959. Krugman, P., 1991. Is bilateralism bad. In: Helpman, E., Razin, A. (Eds.), International Trade and Trade Policy. MIT Press, Cambridge, MA.
Kajian Pengembangan Ekspor Produk-Produk Pharmaceutical dan Kosmetik Berbasis Herbal Indonesia di Pasar Internasional 97
OECD, 1992. Trade Series C–Foreign Trade by Commodities, 1991. Organization for Economic Cooperation and Development, Paris. Oguledo, V.I., MacPhee, C.R., 1994. Gravity models: A reformulation and an application to discriminatory trade arrangements. Applied Economics 26, 107–120. Powell, A.A., Gruen, F.H.G., 1968. The constant elasticity of transformation production frontier and linear supply system. International Economic Review 9 (3), 315–328. Pusat Studi Biofarmaka, 2006. IPB-Bogor PASAR DOMESTIK DAN EKSPOR PRODUK TANAMAN OBAT (BIOFARMAKA). Rauch, J.E., 1999. Networks versus markets in international trade. Journal of International Economics 48 (1), 7–35. Rauch, J.E., Feenstra, R.C., 1999. Introduction to symposium on Business and Social Networks in International Trade. Journal of International Economics 48 (1), 3–6. Rose, A.K., 1991. Why has world trade grown faster than income? Canadian Journal of Economics 24, 417–427. Summers, R., Heston, A., 1991. The Penn world table (mark 5): An expanded set of international comparisons, 1950–1988. Quarterly Journal of Economics 106 (2), 327–368. Tinbergen, J., 1962. Shaping the World Economy. Twentieth Century Fund, New York. Wang, Z.K., Winters, L.A., 1991. The trading potential of eastern Europe. Centre for Economic Policy Research Discussion Paper No. 610, London. World Integrated Trade Solution (WITS). 2009
Analisis Data Spices
Negara Country 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 20071 ALBANIA 0.380291 0.253196 0.100035 -0.08454 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III2 AFRIKA LAINNYA 0.37996 0.252797 0.099555 -0.08512 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III3 AFGANISTAN 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III4 ALJAZAIR 0.385566 0.259552 0.107695 -0.07531 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III5 AMERIKA SERIKAT 0.88294 0.858932 0.830001 0.795136 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I6 AMERIKA TENGAH & SEL.LAINNYA 1 1 1 1 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I7 AMERIKA UTARA LAINNYA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III8 ANTIGUA DAN BARBUDA 0.379939 0.252772 0.099524 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III9 ARGENTINA 0.383187 0.256686 0.104241 -0.07947 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III
10 ASIA SELATAN & TENG.LAINNYA 0.390401 0.26538 0.114717 -0.06684 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III11 AUSTRALIA 0.412141 0.291578 0.146288 -0.0288 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III12 AUSTRIA 0.541371 0.447311 0.333961 0.197364 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III13 BAHRAIN 0.380349 0.253266 0.100119 -0.08444 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III14 BANGLA DESH 0.399766 0.276665 0.128317 -0.05046 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III15 BARBADOS 0.456528 0.345068 0.210749 0.048883 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III16 BELANDA 0.608356 0.528034 0.431239 0.314593 prioritas I prioritas I prioritas II prioritas III17 BELARUS 0.945897 0.934801 0.921429 0.905315 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I18 BELGIA 0.40302 0.280587 0.133043 -0.04476 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III19 BENIN 0.638407 0.564248 0.47488 0.367184 prioritas I prioritas I prioritas II prioritas II20 BOLIVIA 0.389976 0.264867 0.114099 -0.06759 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III21 BOSNIA-HERCEGOVINA 0.380189 0.253073 0.099886 -0.08472 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III22 BRASILIA 0.517641 0.418715 0.2995 0.155835 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III23 BRUNAI DARUSSALAM 0.479869 0.373196 0.244645 0.089731 prioritas II prioritas II prioritas III prioritas III24 BULGARIA 0.393234 0.268794 0.118832 -0.06189 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III25 BURKINA FASO 0.386616 0.260818 0.10922 -0.07347 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III26 BURMA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III27 CEKOSLOVAKIA 0.382927 0.256373 0.103864 -0.07992 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III28 CHILI 0.379992 0.252836 0.099601 -0.08506 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III29 COSTA RICA 0.382497 0.255854 0.103238 -0.08068 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III30 CROATIA 0.383659 0.257254 0.104926 -0.07864 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III31 DENMARK 0.381474 0.254621 0.101752 -0.08247 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III32 DJIBOUTI 0.386263 0.260392 0.108707 -0.07409 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III33 DOMINICA 0.381248 0.254349 0.101424 -0.08286 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III34 EKUADOR 0.384035 0.257707 0.105472 -0.07799 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III35 EL SALVADOR 0.380792 0.2538 0.100763 -0.08366 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III36 EROPA BARAT LAINNYA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III37 ESTONIA 0.379969 0.252808 0.099567 -0.0851 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III38 ETHIOPIA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III39 FD STS MICRONESIA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III40 FEDERASI RUSIA 0.410838 0.290008 0.144396 -0.03108 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III41 FINLANDIA 0.51735 0.418364 0.299077 0.155326 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III42 GABON 0.382056 0.255322 0.102598 -0.08145 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III43 GAMBIA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III44 GEORGIA 0.380159 0.253037 0.099843 -0.08477 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III45 GHANA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III46 GREENLAND 0.387334 0.261683 0.110263 -0.07221 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III47 GUAM 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III48 GUATEMALA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III49 GUIANA PERANCIS 0.380249 0.253145 0.099973 -0.08461 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III50 GUINEA 0.379946 0.25278 0.099534 -0.08514 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III51 GUYANA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III52 HAITI 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III53 HONDURAS 0.381571 0.254739 0.101894 -0.0823 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III54 HONGARIA 0.381789 0.255001 0.102211 -0.08192 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III55 HONGKONG 0.429223 0.312164 0.171096 0.001098 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III56 INDIA 0.711842 0.652744 0.581526 0.495702 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II57 INGGRIS 0.963031 0.955449 0.946312 0.935301 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I58 IRAK 0.434004 0.317925 0.178039 0.009464 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III59 IRAN 0.380632 0.253607 0.10053 -0.08394 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III60 IRLANDIA 0.382074 0.255345 0.102624 -0.08142 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III61 ISRAEL 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III62 ITALIA 0.404622 0.282517 0.13537 -0.04196 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III63 JAMAICA 0.459656 0.348838 0.215292 0.054357 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III64 JEPANG 0.540843 0.446675 0.333194 0.19644 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III65 JERMAN 0.907645 0.888705 0.865879 0.838373 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I66 KALEDONIA BARU 0.903702 0.883952 0.860152 0.831471 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I67 KAMERUN 0.379994 0.252838 0.099604 -0.08506 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III68 KANADA 0.396476 0.2727 0.123539 -0.05621 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III69 KAZAKHSTAN 0.485281 0.379718 0.252505 0.099202 prioritas II prioritas II prioritas III prioritas III70 KENYA 0.380025 0.252875 0.099649 -0.085 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III
Analisis Data Spices
Negara Country 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 200771 KEP. COOK 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III72 KEP. TURKS & CAICOS 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III73 KEPULAUAN FAEROE 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III74 KEPULAUAN NORFOLK 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III75 KOLUMBIA 0.380792 0.2538 0.100762 -0.08366 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III76 KONGO 0.380206 0.253094 0.099912 -0.08469 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III77 KOREA SELATAN 0.39356 0.269186 0.119304 -0.06132 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III78 KOREA UTARA 0.48263 0.376524 0.248656 0.094564 prioritas II prioritas II prioritas III prioritas III79 KUWAIT 0.380379 0.253302 0.100162 -0.08438 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III80 KYRGYZSTAN 0.385586 0.259577 0.107725 -0.07527 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III81 LAOS 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III82 LATVIA 0.379968 0.252806 0.099566 -0.0851 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III83 LIBANON 0.380445 0.253381 0.100258 -0.08427 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III84 LIBIA 0.38311 0.256593 0.104129 -0.0796 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III85 MADAGASCAR 0.381127 0.254203 0.101248 -0.08308 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III86 MALAYSIA 0.511433 0.411233 0.290484 0.14497 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III87 MALI 0.787124 0.743465 0.690853 0.62745 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I88 MALTA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III89 MAROKO 0.385804 0.25984 0.108041 -0.07489 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III90 MAURITANIA 0.403239 0.28085 0.133361 -0.04438 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III91 MAURITIUS 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III92 MEKSIKO 0.386981 0.261258 0.109751 -0.07283 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III93 MESIR 0.405803 0.28394 0.137085 -0.03989 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III94 MONACO 0.404875 0.282821 0.135736 -0.04151 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III95 MONGOLIA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III96 NEPAL 0.387594 0.261997 0.110641 -0.07176 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III97 NETHERLANDS ANTILLES 0.436341 0.320741 0.181433 0.013554 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III98 NIGER 0.379957 0.252793 0.09955 -0.08512 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III99 NIGERIA 0.388466 0.263048 0.111907 -0.07023 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III
100 NIKARAGUA 0.391022 0.266128 0.115619 -0.06576 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III101 NIUE 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III102 NORWEGIA 0.380123 0.252994 0.099791 -0.08483 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III103 OMAN 0.381663 0.254849 0.102027 -0.08214 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III104 PAKISTAN 0.419608 0.300577 0.157133 -0.01573 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III105 PALESTINA 0.505485 0.404066 0.281847 0.134562 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III106 PANAMA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III107 PANTAI GADING 0.38094 0.253978 0.100978 -0.0834 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III108 PAPUA NUGINI 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III109 PERANCIS 0.427675 0.310297 0.168847 -0.00161 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III110 PERSERIKATAN EMIRAT ARAB 0.56687 0.47804 0.370992 0.24199 prioritas I prioritas II prioritas II prioritas III111 PERU 0.508153 0.407281 0.285721 0.139231 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III112 PILIPINA 0.385276 0.259203 0.107274 -0.07581 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III113 POLANDIA 0.3921 0.267427 0.117185 -0.06387 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III114 PORTUGAL 0.414667 0.294621 0.149956 -0.02438 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III115 PUERTO RICO 0.403422 0.281071 0.133627 -0.04406 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III116 QATAR 0.381015 0.254068 0.101086 -0.08327 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III117 REP.AFRIKA SELATAN 0.383003 0.256464 0.103973 -0.07979 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III118 REP.AFRIKA TENGAH 0.407386 0.285848 0.139383 -0.03712 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III119 REP.RAKYAT CINA 0.392288 0.267653 0.117457 -0.06354 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III120 REPUBLIK CZECH 0.443792 0.32972 0.192253 0.026594 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III121 REPUBLIK DOMINICAN 0.389982 0.264875 0.114109 -0.06758 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III122 REPUBLIK KOMORO 0.43197 0.315473 0.175084 0.005904 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III123 REPUBLIK MALADEWA 0.379953 0.252788 0.099543 -0.08513 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III124 REUNION 0.380128 0.252999 0.099798 -0.08482 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III125 RUMANIA 0.380207 0.253095 0.099913 -0.08468 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III126 RUSIA 0.381957 0.255203 0.102454 -0.08162 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III127 SAMOA AMERIKA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III128 SAUDI ARABIA 0.405995 0.284171 0.137363 -0.03955 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III129 SELANDIA BARU 0.645327 0.572588 0.48493 0.379295 prioritas I prioritas I prioritas II prioritas II130 SEYCHELLES 0.383522 0.25709 0.104727 -0.07888 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III131 SINEGAL 0.380395 0.253321 0.100186 -0.08436 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III132 SINGAPURA 0.830774 0.796068 0.754244 0.703842 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I133 SIPRUS 1 1 1 1 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I134 SIRIA 0.381349 0.254471 0.101571 -0.08269 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III135 SLOVAKIA 0.397296 0.273689 0.124731 -0.05478 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III136 SLOVENIA 0.381349 0.254471 0.101571 -0.08269 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III137 SOMALIA 0.380488 0.253433 0.100321 -0.08419 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III138 SOUTH GEORGIA & THE SOUTH SA 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III139 SPANYOL 0.38531 0.259244 0.107324 -0.07575 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III140 SRI LANGKA 0.432075 0.3156 0.175238 0.006089 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III
Analisis Data Spices
Negara Country 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 2007141 ST. HELENA 0.382274 0.255585 0.102914 -0.08107 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III142 ST. KITTS-NEVIS 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III143 SUDAN 0.379941 0.252774 0.099526 -0.08515 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III144 SURINAME 0.381057 0.254119 0.101148 -0.0832 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III145 SWEDIA 0.384263 0.257983 0.105804 -0.07759 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III146 SWISS 0.404517 0.28239 0.135216 -0.04214 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III147 T O G O 0.380456 0.253395 0.100275 -0.08425 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III148 TAIWAN 0.391951 0.267247 0.116968 -0.06413 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III149 TANZANIA 0.512205 0.412163 0.291605 0.146321 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III150 THAILAND 0.417117 0.297574 0.153515 -0.02009 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III151 TIMOR TIMUR 0.508448 0.407636 0.286149 0.139747 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III152 TONGA 0.382196 0.255492 0.102802 -0.0812 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III153 TRINIDAD & TOBAGO 0.380017 0.252866 0.099638 -0.08502 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III154 TUNISIA 0.384235 0.257949 0.105763 -0.07763 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III155 TURKI 0.389909 0.264786 0.114002 -0.06771 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III156 TURKMENISTAN 0.406387 0.284643 0.137932 -0.03887 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III157 UKRAINE 0.382538 0.255904 0.103299 -0.0806 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III158 URUGUAY 0.404005 0.281773 0.134473 -0.04304 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III159 VENEZUELA 0.38655 0.260738 0.109124 -0.07358 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III160 VIETNAM 0.514696 0.415165 0.295223 0.150681 prioritas I prioritas II prioritas III prioritas III161 YAMAN 0.92221 0.906256 0.887031 0.863862 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I162 YORDANIA 0.391177 0.266314 0.115844 -0.06549 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III163 YUGOSLAVIA 0.383362 0.256897 0.104495 -0.07916 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III164 YUNANI 0.386962 0.261235 0.109723 -0.07286 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III165 ZAIRE 0.409558 0.288465 0.142537 -0.03332 prioritas II prioritas III prioritas III prioritas III
Analisis Data Medical Plant
No 2004 2005 2006 2007 Growth 2004 2005 2006 20071 ADEN 70.49% 67.82% 64.90% 61.71% (4.33) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II2 AFGANISTAN 63.88% 60.60% 57.03% 53.13% (5.95) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III3 AFRIKA LAINNYA 70.78% 68.13% 65.24% 62.08% (4.27) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II4 ALBANIA 72.61% 70.12% 67.41% 64.46% (3.89) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I5 ALJAZAIR 74.33% 72.00% 69.46% 66.69% (3.55) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I6 AMERIKA SERIKAT 80.52% 78.75% 76.82% 74.72% (2.46) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I7 AMERIKA TENGAH & SEL.LAINNYA 83.52% 82.03% 80.40% 78.62% (2.00) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I8 AMERIKA UTARA LAINNYA 86.93% 85.75% 84.46% 83.05% (1.51) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I9 ANDORRA 90.73% 89.89% 88.97% 87.97% (1.02) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I
10 ANGOLA 66.36% 63.31% 59.98% 56.35% (5.30) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II11 ANTIGUA DAN BARBUDA 62.33% 58.91% 55.18% 51.12% (6.39) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III12 ARGENTINA 69.06% 66.26% 63.19% 59.86% (4.65) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II13 ARUBA 71.09% 68.47% 65.61% 62.49% (4.20) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II14 ASIA SELATAN & TENG.LAINNYA 71.07% 68.45% 65.58% 62.46% (4.21) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II15 AUSTRALIA 68.97% 66.15% 63.08% 59.73% (4.68) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II16 AUSTRIA 69.23% 66.44% 63.40% 60.08% (4.61) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II17 BAHRAIN 71.83% 69.27% 66.49% 63.45% (4.05) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I18 BANGLA DESH 74.98% 72.72% 70.24% 67.54% (3.42) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I19 BARBADOS 64.93% 61.75% 58.28% 54.50% (5.67) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III20 BELANDA 71.11% 68.49% 65.64% 62.52% (4.20) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II21 BELARUS 75.89% 73.70% 71.32% 68.72% (3.25) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I22 BELGIA 72.99% 70.54% 67.86% 64.95% (3.81) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I23 BENIN 78.29% 76.32% 74.17% 71.83% (2.83) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I24 BERMUDA 66.96% 63.96% 60.70% 57.13% (5.15) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II25 BOLIVIA 68.95% 66.14% 63.06% 59.71% (4.68) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II26 BOSNIA-HERCEGOVINA 66.67% 63.65% 60.35% 56.76% (5.22) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II27 BRASILIA 72.47% 69.98% 67.25% 64.28% (3.92) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I28 BRITISH INDIAN OCEAN TERRITORY 75.35% 73.11% 70.67% 68.01% (3.35) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I29 BRUNAI DARUSSALAM 67.33% 64.37% 61.14% 57.61% (5.06) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II30 BULGARIA 68.23% 65.35% 62.21% 58.78% (4.85) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II31 BURKINA FASO 66.02% 62.94% 59.58% 55.91% (5.38) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III32 BURMA 72.14% 69.61% 66.86% 63.85% (3.98) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I33 C H A D 70.23% 67.53% 64.58% 61.37% (4.39) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II34 CAPE VERDE 62.90% 59.54% 55.87% 51.86% (6.22) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III35 CEKOSLOVAKIA 63.32% 60.00% 56.37% 52.41% (6.10) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III36 CHILI 68.69% 65.85% 62.75% 59.37% (4.74) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II37 COSTA RICA 66.71% 63.69% 60.40% 56.81% (5.21) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II38 CROATIA 66.94% 63.95% 60.67% 57.11% (5.15) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II39 DENMARK 70.26% 67.56% 64.61% 61.40% (4.39) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II40 DJIBOUTI 64.63% 61.43% 57.93% 54.11% (5.75) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III41 DOMINICA 62.04% 58.60% 54.84% 50.75% (6.47) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III42 EKUADOR 62.87% 59.50% 55.82% 51.82% (6.23) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III43 EL SALVADOR 60.59% 57.01% 53.11% 48.86% (6.91) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III44 ERITREA 60.51% 56.93% 53.02% 48.76% (6.94) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III45 EROPA BARAT LAINNYA 60.49% 56.91% 53.00% 48.74% (6.94) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III46 ESTONIA 61.24% 57.72% 53.88% 49.70% (6.71) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III47 ETHIOPIA 61.25% 57.74% 53.90% 49.72% (6.71) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III48 FALKLAND (MALVINAS) 69.26% 66.47% 63.43% 60.11% (4.61) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II49 FD STS MICRONESIA 69.26% 66.47% 63.43% 60.11% (4.61) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II50 FEDERASI RUSIA 68.34% 65.47% 62.34% 58.92% (4.82) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II51 FIJI 69.92% 67.19% 64.22% 60.97% (4.46) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II52 FINLANDIA 69.41% 66.64% 63.61% 60.31% (4.57) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II53 GABON 68.85% 66.03% 62.95% 59.59% (4.70) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II54 GAMBIA 61.28% 57.76% 53.93% 49.75% (6.70) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III55 GEORGIA 62.68% 59.30% 55.61% 51.58% (6.29) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III56 GHANA 61.04% 57.51% 53.66% 49.45% (6.77) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III57 GREENLAND 61.06% 57.53% 53.67% 49.47% (6.77) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III58 GUADELOUPE 61.18% 57.66% 53.82% 49.63% (6.73) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III59 GUAM 62.18% 58.75% 55.01% 50.92% (6.43) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III60 GUATEMALA 60.57% 56.99% 53.09% 48.83% (6.92) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III61 GUIANA PERANCIS 60.89% 57.34% 53.48% 49.25% (6.82) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III62 GUINEA 60.90% 57.35% 53.49% 49.27% (6.82) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III63 GUYANA 60.91% 57.36% 53.49% 49.28% (6.81) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III64 HAITI 60.52% 56.94% 53.03% 48.77% (6.93) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III65 HONDURAS 60.55% 56.97% 53.07% 48.81% (6.92) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III66 HONGARIA 61.33% 57.83% 54.00% 49.83% (6.68) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III67 HONGKONG 64.04% 60.78% 57.22% 53.34% (5.91) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III68 ICELAND 64.06% 60.80% 57.25% 53.37% (5.90) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III69 INDIA 69.93% 67.20% 64.23% 60.98% (4.46) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II70 INGGRIS 72.32% 69.81% 67.08% 64.09% (3.95) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I71 IRAK 76.94% 74.84% 72.56% 70.07% (3.06) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I72 IRAN 84.32% 82.90% 81.35% 79.66% (1.88) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I73 IRLANDIA 70.62% 67.95% 65.04% 61.87% (4.31) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II74 ISRAEL 62.40% 58.99% 55.27% 51.21% (6.37) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III75 ITALIA 62.70% 59.32% 55.63% 51.60% (6.28) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III76 JAMAICA 62.02% 58.57% 54.81% 50.71% (6.48) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III77 JEPANG 67.89% 64.98% 61.80% 58.33% (4.93) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II78 JERMAN 73.80% 71.43% 68.83% 66.01% (3.65) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I79 KALEDONIA BARU 79.04% 77.14% 75.06% 72.80% (2.70) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I80 KAMBOJA 80.00% 78.19% 76.21% 74.05% (2.54) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I81 KAMERUN 71.89% 69.34% 66.56% 63.53% (4.04) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I82 KANADA 61.80% 58.33% 54.55% 50.43% (6.54) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III83 KAZAKHSTAN 62.89% 59.53% 55.86% 51.85% (6.23) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III84 KENYA 62.76% 59.38% 55.69% 51.68% (6.26) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III
Analisis Data Medical Plant
No 2004 2005 2006 2007 Growth 2004 2005 2006 200785 KEP. COOK 70.54% 67.87% 64.96% 61.78% (4.32) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II86 KEP. TURKS & CAICOS 69.31% 66.53% 63.50% 60.18% (4.60) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II87 KEP. VALLIS & FUTUNA 69.32% 66.54% 63.50% 60.19% (4.59) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II88 KEPULAUAN CHRISTMAS 69.26% 66.47% 63.43% 60.11% (4.61) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II89 KEPULAUAN FAEROE 69.27% 66.48% 63.44% 60.12% (4.61) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II90 KEPULAUAN NORFOLK 69.26% 66.47% 63.43% 60.11% (4.61) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II91 KEPULAUAN SALOMON 61.84% 58.38% 54.61% 50.49% (6.53) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III92 KIRIBATI 61.85% 58.38% 54.61% 50.49% (6.53) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III93 KOLUMBIA 61.86% 58.40% 54.63% 50.51% (6.53) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III94 KONGO 61.86% 58.40% 54.63% 50.51% (6.53) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III95 KOREA SELATAN 62.25% 58.82% 55.09% 51.01% (6.41) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III96 KOREA UTARA 62.48% 59.07% 55.36% 51.31% (6.35) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III97 KURASAO 69.54% 66.77% 63.76% 60.47% (4.55) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II98 KUWAIT 69.61% 66.85% 63.84% 60.56% (4.53) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II99 KYRGYZSTAN 64.91% 61.73% 58.26% 54.47% (5.67) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III
100 LAOS 65.50% 62.37% 58.96% 55.24% (5.52) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III101 LATVIA 66.95% 63.95% 60.68% 57.12% (5.15) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II102 LIBANON 67.05% 64.06% 60.80% 57.25% (5.13) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II103 LIBIA 66.83% 63.82% 60.54% 56.96% (5.18) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II104 LITHUANIA 67.02% 64.03% 60.77% 57.21% (5.14) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II105 LUKSEMBURG 66.90% 63.89% 60.62% 57.04% (5.17) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II106 MACAU 67.81% 64.89% 61.70% 58.23% (4.95) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II107 MADAGASCAR 65.85% 62.75% 59.37% 55.68% (5.43) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III108 MALAYSIA 75.85% 73.66% 71.27% 68.66% (3.26) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I109 MALI 75.43% 73.20% 70.77% 68.12% (3.34) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I110 MALTA 77.31% 75.25% 73.00% 70.55% (3.00) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I111 MARIANAS UTARA 83.35% 81.84% 80.19% 78.39% (2.02) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I112 MAROKO 68.97% 66.15% 63.08% 59.73% (4.67) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II113 MAURITANIA 69.17% 66.37% 63.32% 59.99% (4.63) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II114 MAURITIUS 69.55% 66.78% 63.77% 60.48% (4.54) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II115 MEKSIKO 68.92% 66.10% 63.02% 59.67% (4.69) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II116 MESIR 69.47% 66.70% 63.68% 60.39% (4.56) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II117 MOLDOVA 69.64% 66.89% 63.89% 60.61% (4.52) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II118 MONACO 69.77% 67.03% 64.04% 60.78% (4.49) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II119 MONGOLIA 69.94% 67.22% 64.24% 61.00% (4.45) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II120 MONTSERRAT 69.09% 66.29% 63.23% 59.89% (4.65) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II121 MOZAMBIK 69.22% 66.43% 63.39% 60.07% (4.62) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II122 NAMIBIA 69.26% 66.47% 63.43% 60.11% (4.61) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II123 NEPAL 66.41% 63.36% 60.04% 56.42% (5.29) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II124 NETHERLANDS ANTILLES 71.97% 69.42% 66.65% 63.62% (4.02) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I125 NIGER 65.26% 62.11% 58.68% 54.93% (5.58) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III126 NIGERIA 69.38% 66.60% 63.57% 60.27% (4.58) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II127 NIKARAGUA 69.92% 67.19% 64.22% 60.97% (4.46) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II128 NIUE 68.54% 65.69% 62.57% 59.18% (4.77) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II129 NORWEGIA 70.07% 67.35% 64.39% 61.16% (4.43) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II130 OMAN 67.85% 64.93% 61.75% 58.28% (4.94) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II131 OSEANIA LAINNYA 73.01% 70.56% 67.89% 64.98% (3.81) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I132 PAKISTAN 73.52% 71.12% 68.50% 65.64% (3.71) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I133 PALESTINA 74.06% 71.71% 69.14% 66.35% (3.60) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I134 PANAMA 75.13% 72.87% 70.41% 67.73% (3.40) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I135 PANTAI GADING 76.85% 74.75% 72.46% 69.97% (3.08) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I136 PAPUA NUGINI 69.62% 66.86% 63.86% 60.58% (4.53) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II137 PERANCIS 69.56% 66.80% 63.79% 60.50% (4.54) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II138 PERSERIKATAN EMIRAT ARAB 70.58% 67.91% 65.00% 61.82% (4.32) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II139 PERU 70.71% 68.05% 65.16% 61.99% (4.29) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II140 PILIPINA 74.07% 71.72% 69.15% 66.36% (3.60) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I141 POLANDIA 75.64% 73.43% 71.02% 68.39% (3.30) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I142 POLYNESIA PERANCIS 79.23% 77.35% 75.29% 73.05% (2.67) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I143 PORTUGAL 71.51% 68.93% 66.11% 63.03% (4.12) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II144 PUERTO RICO 64.71% 61.51% 58.02% 54.21% (5.73) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III145 QATAR 62.70% 59.32% 55.63% 51.61% (6.28) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III146 REP.AFRIKA SELATAN 63.84% 60.56% 56.98% 53.08% (5.96) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III147 REP.AFRIKA TENGAH 63.49% 60.18% 56.57% 52.63% (6.06) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III148 REP.RAKYAT CINA 64.82% 61.62% 58.14% 54.35% (5.70) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III149 REPUBLIK CZECH 64.34% 61.10% 57.57% 53.72% (5.83) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III150 REPUBLIK DOMINICAN 63.82% 60.54% 56.96% 53.06% (5.97) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III151 REPUBLIK KOMORO 72.02% 69.48% 66.71% 63.69% (4.01) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I152 REPUBLIK MALADEWA 64.31% 61.07% 57.54% 53.69% (5.83) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III153 REUNION 70.68% 68.02% 65.12% 61.96% (4.29) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II154 RUMANIA 68.79% 65.96% 62.88% 59.51% (4.71) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II155 RUSIA 68.78% 65.94% 62.85% 59.49% (4.72) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II156 RWANDA 68.82% 65.99% 62.91% 59.54% (4.71) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II157 SAMOA 68.79% 65.96% 62.87% 59.50% (4.72) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II158 SAMOA AMERIKA 73.78% 71.40% 68.81% 65.98% (3.65) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I159 SAN MARINO 73.78% 71.40% 68.81% 65.98% (3.65) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I160 SAUDI ARABIA 70.71% 68.05% 65.16% 61.99% (4.29) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II161 SELANDIA BARU 72.14% 69.61% 66.86% 63.85% (3.98) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I162 SEYCHELLES 66.51% 63.48% 60.16% 56.55% (5.26) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II163 SIERA LEONE 67.83% 64.91% 61.73% 58.26% (4.94) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II164 SINEGAL 64.25% 61.01% 57.47% 53.61% (5.85) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III165 SINGAPURA 79.70% 77.86% 75.85% 73.66% (2.59) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I166 SIPRUS 81.33% 79.64% 77.79% 75.77% (2.33) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I167 SIRIA 82.64% 81.06% 79.35% 77.47% (2.13) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I168 SLOVAKIA 83.49% 82.00% 80.36% 78.58% (2.00) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I
Analisis Data Medical Plant
No 2004 2005 2006 2007 Growth 2004 2005 2006 2007169 SLOVENIA 63.19% 59.85% 56.21% 52.24% (6.14) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III170 SOMALIA 63.17% 59.83% 56.19% 52.22% (6.15) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III171 SOUTH GEORGIA & THE SOUTH SA 70.40% 67.72% 64.79% 61.59% (4.35) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II172 SPANYOL 63.10% 59.75% 56.10% 52.12% (6.17) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III173 SRI LANGKA 68.48% 65.62% 62.51% 59.10% (4.79) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II174 ST. HELENA 73.45% 71.04% 68.41% 65.55% (3.72) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I175 ST. KITTS-NEVIS 73.77% 71.40% 68.80% 65.97% (3.66) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I176 SUDAN 68.15% 65.27% 62.12% 58.68% (4.86) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II177 SURINAME 62.64% 59.26% 55.56% 51.53% (6.30) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III178 SWAZILAND 68.64% 65.79% 62.69% 59.31% (4.75) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II179 SWEDIA 69.06% 66.25% 63.19% 59.85% (4.65) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II180 SWISS 69.22% 66.43% 63.38% 60.06% (4.62) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II181 T O G O 64.42% 61.20% 57.68% 53.84% (5.80) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III182 TAIWAN 66.48% 63.44% 60.12% 56.50% (5.27) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II183 TANZANIA 66.51% 63.47% 60.16% 56.54% (5.26) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II184 THAILAND 68.14% 65.25% 62.10% 58.66% (4.87) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II185 TIMOR TIMUR 76.73% 74.62% 72.32% 69.81% (3.10) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I186 TONGA 63.98% 60.71% 57.15% 53.26% (5.92) prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III187 TRINIDAD & TOBAGO 67.71% 64.78% 61.59% 58.10% (4.97) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II188 TUNISIA 67.53% 64.58% 61.37% 57.86% (5.01) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II189 TURKI 70.49% 67.82% 64.90% 61.71% (4.33) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II190 TURKMENISTAN 70.64% 67.98% 65.07% 61.90% (4.30) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II191 UGANDA 66.64% 63.61% 60.31% 56.71% (5.23) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II192 UKRAINE 69.57% 66.81% 63.79% 60.51% (4.54) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II193 URUGUAY 67.22% 64.25% 61.01% 57.47% (5.09) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II194 UZBEKISTAN 67.93% 65.02% 61.85% 58.39% (4.92) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II195 VANUATU 68.22% 65.34% 62.20% 58.77% (4.85) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II196 VATIKAN CITY STATE 67.30% 64.33% 61.09% 57.56% (5.07) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II197 VENEZUELA 68.81% 65.98% 62.89% 59.53% (4.71) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II198 VIETNAM 71.69% 69.12% 66.32% 63.27% (4.08) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II199 YAMAN 70.42% 67.73% 64.81% 61.61% (4.35) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II200 YORDANIA 73.27% 70.85% 68.20% 65.32% (3.76) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I201 YUGOSLAVIA 80.97% 79.24% 77.36% 75.31% (2.39) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I202 YUNANI 66.19% 63.12% 59.78% 56.13% (5.34) prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II203 ZAIRE 72.19% 69.67% 66.91% 63.91% (3.97) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I204 ZAMBIA 72.08% 69.55% 66.79% 63.78% (4.00) prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I
Average 68.91% 66.09% 63.01% 59.66% (4.69) stdev 5.60% 6.11% 6.66% 7.27% 9.07
Analisis Data Obat
No NEGARA 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 20071 ADEN 0.297903 0.20746 0.105366 0.009879 -66.3666 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III2 AFGANISTAN 0.305931 0.216522 0.115596 0.001668 -80.334 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III3 AFRIKA LAINNYA 0.341418 0.25658 0.160814 0.052711 -45.5127 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II4 ALJAZAIR 0.336121 0.250601 0.154065 0.045092 -47.862 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II5 AMERIKA SERIKAT 0.516397 0.4541 0.383778 0.304397 -16.0869 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I6 AMERIKA TENGAH & SEL.LAINNYA 0.936433 0.928244 0.919001 0.908567 -1.00132 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I7 ANGOLA 0.295586 0.204845 0.102414 0.013212 -63.2736 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III8 ANTIGUA DAN BARBUDA 0.306329 0.216971 0.116102 0.00224 -78.5185 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III9 ARGENTINA 0.300271 0.210133 0.108384 0.006473 -70.3978 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III
10 ARUBA 0.295349 0.204577 0.102112 0.013553 -62.9889 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III11 AUSTRALIA 0.51087 0.447861 0.376736 0.296448 -16.5204 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I12 AUSTRIA 0.808639 0.783989 0.756162 0.724751 -3.58141 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I13 BAHRAIN 0.305692 0.216252 0.115291 0.001324 -81.6482 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III14 BANGLA DESH 0.449773 0.378894 0.298884 0.208567 -22.4514 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II15 BARBADOS 0.328378 0.241861 0.144198 0.033955 -51.9272 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II16 BELANDA 0.340779 0.255859 0.159999 0.051792 -45.7814 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II17 BELARUS 0.486539 0.420396 0.345732 0.26145 -18.6065 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II18 BELGIA 0.299131 0.208846 0.10693 0.008114 -68.3093 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III19 BELIZE 0.334693 0.248989 0.152245 0.043039 -48.5482 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II20 BENIN 0.298945 0.208636 0.106694 0.008381 -67.9975 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III21 BHUTAN 0.302789 0.212975 0.111591 0.002852 -76.872 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III22 BOTSWANA 0.295004 0.204188 0.101672 0.014049 -62.5834 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III23 BRASILIA 0.297014 0.206457 0.104234 0.011158 -65.1056 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III24 BRUNAI DARUSSALAM 0.348335 0.264388 0.169628 0.06266 -42.8226 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II25 BULGARIA 0.453785 0.383423 0.303996 0.214338 -21.9822 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II26 BURKINA FASO 0.304575 0.214992 0.113868 0.000282 -88.4558 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III27 BURMA 0.529154 0.4685 0.400033 0.322746 -15.1362 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I28 C H A D 0.882958 0.867881 0.850862 0.83165 -1.97429 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I29 CEKOSLOVAKIA 0.307664 0.218478 0.117803 0.00416 -74.1487 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III30 CHILI 0.393073 0.31489 0.226635 0.127011 -31.0511 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II31 COSTA RICA 0.301155 0.211131 0.10951 0.005202 -72.2857 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III32 CROATIA 0.295613 0.204875 0.102448 0.013174 -63.3058 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III33 DENMARK 0.299459 0.209216 0.107348 0.007642 -68.8775 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III34 DJIBOUTI 0.298677 0.208334 0.106353 0.008766 -67.5605 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III35 DOMINICA 0.297559 0.207072 0.104928 0.010374 -65.8656 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III36 EKUADOR 0.308054 0.218918 0.118301 0.004722 -73.1523 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III37 EL SALVADOR 0.370501 0.28941 0.197873 0.094544 -36.0941 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II38 ERITREA 0.300725 0.210645 0.108962 0.005821 -71.3311 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III39 ESTONIA 0.295847 0.205139 0.102746 0.012837 -63.5927 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III40 ETHIOPIA 0.368486 0.287136 0.195306 0.091646 -36.6174 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II41 FD STS MICRONESIA 0.298287 0.207893 0.105855 0.009327 -66.9461 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III42 FEDERASI RUSIA 0.393617 0.315503 0.227328 0.127793 -30.945 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II43 FIJI 0.361185 0.278894 0.186003 0.081145 -38.6426 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II44 FINLANDIA 0.349505 0.265709 0.171119 0.064344 -42.4023 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II45 GABON 0.344512 0.260073 0.164756 0.057161 -44.2629 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II46 GAMBIA 0.336584 0.251123 0.154654 0.045758 -47.6448 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II47 GHANA 0.315324 0.227125 0.127565 0.015179 -62.0081 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III48 GUAM 0.52881 0.468112 0.399595 0.322252 -15.161 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I49 GUATEMALA 0.297555 0.207067 0.104922 0.01038 -65.8595 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III50 GUINEA 0.310675 0.221877 0.121641 0.008492 -68.0184 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III51 GUINEA (EQUATORIAL) 0.302252 0.212369 0.110907 0.003625 -75.1426 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III52 HAITI 0.341792 0.257003 0.161291 0.053249 -45.3572 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II53 HONGARIA 0.295621 0.204884 0.102458 0.013162 -63.3158 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III54 HONGKONG 0.624599 0.57624 0.521652 0.460032 -9.66963 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I55 INDIA 0.927632 0.91831 0.907786 0.895907 -1.1525 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I56 INGGRIS 0.531289 0.47091 0.402754 0.325817 -14.9835 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I57 IRAK 0.667777 0.624981 0.576671 0.522139 -7.8591 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I58 IRAN 0.321401 0.233985 0.135308 0.023919 -56.5767 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II59 IRLANDIA 0.326945 0.240243 0.142372 0.031893 -52.7888 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II60 ISRAEL 0.304038 0.214386 0.113184 0.001054 -82.8497 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III61 ITALIA 0.451081 0.38037 0.30055 0.210448 -22.2969 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II62 JAMAICA 0.348987 0.265124 0.170459 0.063599 -42.5873 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II63 JEPANG 0.862602 0.844903 0.824924 0.80237 -2.38198 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I64 JERMAN 1 1 1 1 0 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I65 KALEDONIA BARU 0.448922 0.377933 0.297799 0.207342 -22.5527 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II66 KAMBOJA 0.402102 0.325082 0.23814 0.139998 -29.365 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II67 KAMERUN 0.754284 0.722631 0.686901 0.646568 -5.00045 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I68 KANADA 0.349614 0.265833 0.171258 0.064501 -42.3635 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II69 KAZAKHSTAN 0.481891 0.415149 0.339809 0.254764 -19.0419 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II70 KENYA 0.304752 0.215192 0.114094 2.75E-05 -94.2606 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III71 KEP. COOK 0.336873 0.25145 0.155023 0.046174 -47.5104 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II
Analisis Data Obat
No NEGARA 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 200772 KEP. MARSHALL 0.298761 0.208428 0.106459 0.008646 -67.6952 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III73 KEP. TURKS & CAICOS 0.295012 0.204197 0.101682 0.014038 -62.5927 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III74 KEP. VALLIS & FUTUNA 0.295046 0.204235 0.101725 0.013989 -62.6319 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III75 KEP. VIRGINIA U.S. 0.298105 0.207688 0.105624 0.009588 -66.6692 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III76 KEPULAUAN CAYMAN 0.295004 0.204188 0.101672 0.014049 -62.5834 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III77 KEPULAUAN FAEROE 0.295004 0.204188 0.101672 0.014049 -62.5834 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III78 KEPULAUAN SALOMON 0.298917 0.208605 0.106658 0.008421 -67.9515 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III79 KIRIBATI 0.33286 0.246919 0.149909 0.040401 -49.4679 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II80 KOLUMBIA 0.30308 0.213304 0.111963 0.002433 -77.952 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III81 KONGO 0.355608 0.272598 0.178896 0.073122 -40.3472 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II82 KOREA SELATAN 0.664524 0.621309 0.572527 0.51746 -7.98501 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I83 KUBA 0.785643 0.758029 0.726859 0.691674 -4.15284 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I84 KUWAIT 0.33241 0.246412 0.149336 0.039755 -49.7003 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II85 KYRGYZSTAN 0.464937 0.39601 0.318205 0.230378 -20.7473 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II86 LAOS 0.295517 0.204767 0.102326 0.013311 -63.1907 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III
Average 0.405541 0.328964 0.242522 0.144945 -28.7622Stdev 0.17385 0.196245 0.221525 0.246012 12.33031
Analisis Data Bahan Baku Kosmetik
No Country 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 20071 ALJAZAIR 0.652959 0.622182 0.588676 0.552198 -5.42886 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II2 AFGANISTAN 0.648441 0.617264 0.583321 0.546369 -5.54426 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II3 AFRIKA LAINNYA 0.628641 0.595708 0.559854 0.52082 -6.07317 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III4 AMERIKA SERIKAT 0.734306 0.710744 0.685091 0.657164 -3.62984 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II5 AMERIKA TENGAH & SEL.LAINNYA 0.735939 0.712522 0.687027 0.659272 -3.5984 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II6 ANGOLA 0.724885 0.700487 0.673925 0.645008 -3.81444 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II7 ANGUILA 0.768452 0.747918 0.725562 0.701224 -3.00394 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I8 ANTIGUA DAN BARBUDA 0.640183 0.608273 0.573534 0.535713 -5.76018 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III9 ARGENTINA 0.655114 0.624528 0.59123 0.554979 -5.37447 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II
10 ARUBA 0.630831 0.598092 0.56245 0.523646 -6.01274 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III11 AUSTRALIA 0.674869 0.646035 0.614644 0.580469 -4.89469 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II12 AUSTRIA 0.650435 0.619435 0.585685 0.548942 -5.49309 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II13 BAHAMA 0.666358 0.63677 0.604557 0.569488 -5.0973 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II14 BAHRAIN 0.665724 0.63608 0.603806 0.56867 -5.11264 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II15 BANGLA DESH 0.650944 0.619988 0.586287 0.549598 -5.48011 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II16 BELANDA 0.788811 0.770083 0.749693 0.727495 -2.65995 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I17 BELARUS 0.82588 0.810438 0.793627 0.775325 -2.08261 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I18 BELGIA 0.809312 0.792402 0.773991 0.753948 -2.33328 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I19 BELIZE 0.869064 0.857452 0.84481 0.831047 -1.47937 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I20 BENIN 0.648327 0.617139 0.583186 0.546221 -5.54722 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II21 BOLIVIA 0.661009 0.630946 0.598217 0.562586 -5.22778 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II22 BRASILIA 0.663879 0.634071 0.601619 0.566289 -5.15746 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II23 BRITISH INDIAN OCEAN TERRITORY 0.641306 0.609496 0.574865 0.537163 -5.73043 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II24 BRUNAI DARUSSALAM 0.663314 0.633456 0.600949 0.56556 -5.17125 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II25 BULGARIA 0.686228 0.658402 0.628108 0.595127 -4.63332 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II26 BURKINA FASO 0.644527 0.613002 0.578682 0.541318 -5.64581 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II27 BURMA 0.628893 0.595982 0.560152 0.521145 -6.06621 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III28 CAPE VERDE 0.640265 0.608363 0.573631 0.535819 -5.758 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III29 CEKOSLOVAKIA 0.640177 0.608266 0.573526 0.535705 -5.76035 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III30 CHILI 0.654377 0.623726 0.590357 0.554028 -5.39301 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II31 COCOS (KILLING) ILND 0.629616 0.596769 0.56101 0.522078 -6.04621 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III32 COSTA RICA 0.650401 0.619397 0.585644 0.548898 -5.49397 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II33 CROATIA 0.642299 0.610576 0.576041 0.538443 -5.70424 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II34 DENMARK 0.659025 0.628786 0.595866 0.560026 -5.2768 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II35 DJIBOUTI 0.643439 0.611818 0.577393 0.539915 -5.67426 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II36 DOMINICA 0.639931 0.607998 0.573234 0.535387 -5.76688 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III37 EKUADOR 0.644932 0.613444 0.579162 0.541841 -5.63522 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II38 ESTONIA 0.649255 0.618149 0.584286 0.547419 -5.52334 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II39 FALKLAND (MALVINAS) 0.631454 0.59877 0.563188 0.52445 -5.99564 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III40 FD STS MICRONESIA 0.629308 0.596433 0.560644 0.52168 -6.05474 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III41 FEDERASI RUSIA 0.656452 0.625984 0.592816 0.556705 -5.34091 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II42 FIJI 0.660968 0.630901 0.598168 0.562532 -5.22879 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II43 FINLANDIA 0.654004 0.62332 0.589915 0.553547 -5.40242 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II44 GABON 0.67809 0.649542 0.618462 0.584626 -4.81953 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II45 GEORGIA 0.645064 0.613587 0.579319 0.542011 -5.63177 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II46 GHANA 0.639854 0.607915 0.573143 0.535288 -5.76893 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III47 GUAM 0.63932 0.607334 0.572511 0.534599 -5.78313 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III48 GUATEMALA 0.641437 0.609639 0.57502 0.537331 -5.72697 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II49 GUIANA PERANCIS 0.640007 0.608081 0.573324 0.535485 -5.76486 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III50 GUINEA (EQUATORIAL) 0.63999 0.608063 0.573305 0.535464 -5.76531 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III51 HAITI 0.64034 0.608445 0.57372 0.535916 -5.756 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III52 HONDURAS 0.640501 0.608619 0.57391 0.536123 -5.75176 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III53 HONGARIA 0.639838 0.607898 0.573125 0.535268 -5.76935 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III54 HONGKONG 0.655311 0.624743 0.591464 0.555234 -5.3695 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II55 INDIA 0.698943 0.672244 0.643178 0.611533 -4.35243 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II56 INGGRIS 0.708071 0.682182 0.653997 0.623312 -4.15795 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II57 IRAN 0.716816 0.691702 0.664361 0.634596 -3.97698 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II58 IRLANDIA 0.731895 0.708119 0.682233 0.654053 -3.67657 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II59 ISRAEL 0.648422 0.617243 0.583299 0.546344 -5.54476 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II60 ITALIA 0.660131 0.62999 0.597176 0.561452 -5.24944 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II61 JAMAICA 0.65792 0.627583 0.594556 0.5586 -5.30426 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II62 JEPANG 0.65385 0.623153 0.589733 0.553349 -5.4063 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II63 JERMAN 0.674813 0.645974 0.614578 0.580397 -4.896 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II64 KALEDONIA BARU 0.652657 0.621853 0.588318 0.551809 -5.43651 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II65 KAMBOJA 0.652697 0.621897 0.588365 0.55186 -5.4355 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II66 KAMERUN 0.669774 0.640489 0.608606 0.573896 -5.01525 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II67 KANADA 0.641639 0.609858 0.575259 0.537592 -5.72164 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II68 KAZAKHSTAN 0.653192 0.622436 0.588952 0.552499 -5.42295 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II69 KENYA 0.646888 0.615573 0.581481 0.544365 -5.58438 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II70 KEP. COOK 0.634389 0.601965 0.566666 0.528237 -5.91563 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III71 KEP. MARSHALL 0.63991 0.607976 0.57321 0.535361 -5.76742 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III72 KEP. TURKS & CAICOS 0.62894 0.596034 0.560209 0.521206 -6.06489 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III73 KEP. VALLIS & FUTUNA 0.628623 0.595688 0.559832 0.520796 -6.07369 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III74 KEPULAUAN FAEROE 0.628622 0.595687 0.559831 0.520795 -6.07372 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III75 KEPULAUAN SALOMON 0.639018 0.607005 0.572152 0.534209 -5.79118 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III76 KOREA SELATAN 0.66008 0.629935 0.597117 0.561388 -5.25068 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II77 KOREA UTARA 0.641519 0.609727 0.575117 0.537437 -5.72481 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II78 KURASAO 0.63555 0.60323 0.568043 0.529735 -5.8842 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III
Analisis Data Bahan Baku Kosmetik
No Country 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 200779 KUWAIT 0.68613 0.658295 0.627992 0.595001 -4.63553 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II80 KYRGYZSTAN 0.641988 0.610238 0.575673 0.538042 -5.71243 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II81 LAOS 0.638287 0.60621 0.571287 0.533267 -5.81067 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III82 LATVIA 0.648326 0.617138 0.583185 0.54622 -5.54723 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II83 LIBANON 0.640709 0.608846 0.574157 0.536392 -5.74624 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III84 LIBERIA 0.64 0.608074 0.573317 0.535477 -5.76503 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III85 LIBIA 0.640003 0.608077 0.57332 0.535481 -5.76496 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III86 LITHUANIA 0.640016 0.608091 0.573335 0.535497 -5.76463 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III87 MACAU 0.646534 0.615187 0.581061 0.543908 -5.59355 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II88 MADAGASCAR 0.644495 0.612968 0.578644 0.541277 -5.64663 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II89 MALAWI 0.640565 0.608689 0.573986 0.536206 -5.75006 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III90 MALAYSIA 0.727244 0.703056 0.676722 0.648052 -3.76769 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II91 MALI 0.735404 0.711939 0.686392 0.658581 -3.60869 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II92 MALTA 0.748718 0.726433 0.702172 0.67576 -3.35774 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II93 MARIANAS UTARA 0.810133 0.793295 0.774963 0.755006 -2.3206 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I94 MAROKO 0.651828 0.62095 0.587335 0.550739 -5.45758 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II95 MARTINIQUE 0.62983 0.597002 0.561263 0.522355 -6.0403 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III96 MAURITANIA 0.639477 0.607505 0.572697 0.534802 -5.77894 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III97 MAURITIUS 0.639545 0.607578 0.572777 0.534889 -5.77715 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III98 MEKSIKO 0.644278 0.612732 0.578387 0.540997 -5.6523 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II99 MESIR 0.658122 0.627803 0.594795 0.55886 -5.29924 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II
100 MOLDOVA 0.651153 0.620217 0.586536 0.549869 -5.47475 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II101 MOZAMBIK 0.655 0.624404 0.591095 0.554832 -5.37732 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II102 NEPAL 0.66109 0.631034 0.598313 0.56269 -5.22579 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II103 NETHERLANDS ANTILLES 0.628664 0.595732 0.559881 0.520849 -6.07255 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III104 NIGER 0.645584 0.614153 0.579935 0.542682 -5.61824 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II105 NIGERIA 0.649957 0.618913 0.585117 0.548324 -5.50534 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II106 NIKARAGUA 0.640334 0.608438 0.573713 0.535908 -5.75617 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III107 NORWEGIA 0.655814 0.62529 0.592059 0.555882 -5.35689 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II108 OMAN 0.649227 0.618119 0.584252 0.547382 -5.52406 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II109 OSEANIA LAINNYA 0.629042 0.596144 0.560328 0.521337 -6.06209 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III110 PAKISTAN 0.654889 0.624283 0.590963 0.554688 -5.38012 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II111 PALAU 0.64097 0.60913 0.574466 0.536728 -5.73933 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III112 PALESTINA 0.644119 0.612558 0.578199 0.540792 -5.65645 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II113 PANAMA 0.647897 0.616671 0.582676 0.545667 -5.5583 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II114 PANTAI GADING 0.63939 0.60741 0.572594 0.53469 -5.78125 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III115 PAPUA NUGINI 0.638282 0.606204 0.57128 0.53326 -5.81082 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III116 PERANCIS 0.659342 0.629131 0.596241 0.560434 -5.26895 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II117 PERSERIKATAN EMIRAT ARAB 0.669208 0.639872 0.607935 0.573165 -5.02878 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II118 PERU 0.685676 0.657801 0.627453 0.594415 -4.64579 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II119 PILIPINA 0.702452 0.676064 0.647336 0.616061 -4.27698 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II120 POLANDIA 0.666757 0.637204 0.60503 0.570003 -5.08766 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II121 POLYNESIA PERANCIS 0.636136 0.603867 0.568736 0.530491 -5.86841 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III122 PORTUGAL 0.655997 0.625489 0.592277 0.556118 -5.35229 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II123 PROTEKTORAT INGGRIS 0.630086 0.59728 0.561566 0.522684 -6.03327 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III124 PUERTO RICO 0.640596 0.608723 0.574023 0.536246 -5.74922 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III125 REP.AFRIKA SELATAN 0.643113 0.611463 0.577007 0.539494 -5.68282 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II126 REP.RAKYAT CINA 0.725263 0.700898 0.674373 0.645495 -3.80693 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II127 REPUBLIK CZECH 0.766297 0.745571 0.723008 0.698443 -3.04158 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I128 REPUBLIK DOMINICAN 0.773223 0.753111 0.731216 0.70738 -2.92149 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I129 REPUBLIK KOMORO 0.808499 0.791516 0.773027 0.752898 -2.34589 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I130 REPUBLIK MALADEWA 0.638165 0.606076 0.571142 0.533109 -5.81394 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III131 REUNION 0.628635 0.595701 0.559846 0.520812 -6.07335 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III132 RUMANIA 0.652762 0.621968 0.588443 0.551945 -5.43383 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II133 RUSIA 0.63954 0.607573 0.572771 0.534883 -5.77727 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III134 RWANDA 0.639581 0.607618 0.57282 0.534937 -5.77617 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III135 SAMOA 0.639495 0.607525 0.572719 0.534826 -5.77845 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III136 SAMOA AMERIKA 0.628622 0.595687 0.559831 0.520795 -6.07372 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III137 SAUDI ARABIA 0.655741 0.62521 0.591973 0.555788 -5.35872 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II138 SELANDIA BARU 0.641576 0.60979 0.575185 0.537511 -5.72329 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II139 SEYCHELLES 0.641724 0.609951 0.57536 0.537702 -5.71939 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II140 SINEGAL 0.650886 0.619925 0.586219 0.549523 -5.48158 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II141 SINGAPURA 0.669751 0.640464 0.608579 0.573866 -5.0158 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II142 SIPRUS 0.662841 0.63294 0.600388 0.564949 -5.18282 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II143 SIRIA 0.667196 0.637681 0.60555 0.570568 -5.0771 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II144 SLOVAKIA 0.698862 0.672156 0.643082 0.611429 -4.35418 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II145 SLOVENIA 0.641027 0.609192 0.574534 0.536802 -5.73781 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III146 SOUTH GEORGIA & THE SOUTH SA 0.628807 0.595888 0.56005 0.521034 -6.06859 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III147 SPANYOL 0.653948 0.623259 0.589848 0.553474 -5.40384 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II148 SRI LANGKA 0.66442 0.634659 0.60226 0.566987 -5.1443 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II149 ST VINCENT&GRENADINES 0.643825 0.612238 0.57785 0.540413 -5.66415 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II150 ST. HELENA 0.651548 0.620646 0.587004 0.550378 -5.46469 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II151 SUDAN 0.641811 0.610046 0.575464 0.537814 -5.71709 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II152 SURINAME 0.640391 0.608499 0.57378 0.535981 -5.75467 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III153 SWEDIA 0.660813 0.630733 0.597985 0.562333 -5.2326 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II154 SWISS 0.648833 0.617691 0.583786 0.546875 -5.53417 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II155 T O G O 0.648093 0.616885 0.582909 0.54592 -5.55323 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II156 TAIWAN 0.643059 0.611404 0.576942 0.539424 -5.68424 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II
Analisis Data Bahan Baku Kosmetik
No Country 2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 2007157 TAJIKISTAN 0.654667 0.624042 0.590701 0.554402 -5.3857 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II158 TANZANIA 0.640357 0.608463 0.57374 0.535938 -5.75557 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III159 THAILAND 0.654863 0.624255 0.590933 0.554656 -5.38076 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II160 TIMOR TIMUR 0.630468 0.597696 0.562019 0.523177 -6.02274 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III161 TOKELAU 0.629913 0.597093 0.561361 0.522461 -6.03802 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III162 TONGA 0.640764 0.608905 0.574222 0.536462 -5.74478 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III163 TRINIDAD & TOBAGO 0.646606 0.615266 0.581147 0.544001 -5.59168 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II164 TUNISIA 0.650715 0.619739 0.586016 0.549302 -5.48595 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II165 TURKI 0.666112 0.636501 0.604265 0.56917 -5.10326 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II166 TURKMENISTAN 0.662549 0.632623 0.600042 0.564573 -5.18996 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II167 UGANDA 0.676341 0.647638 0.616389 0.582369 -4.86023 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II168 UKRAINE 0.696027 0.669069 0.639721 0.607771 -4.4158 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II169 URUGUAY 0.65866 0.628389 0.595433 0.559555 -5.28585 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II170 UZBEKISTAN 0.649259 0.618154 0.584291 0.547424 -5.52323 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II171 VANUATU 0.664126 0.63434 0.601912 0.566608 -5.15145 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II172 VENEZUELA 0.654669 0.624043 0.590702 0.554404 -5.38567 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II173 VIETNAM 0.653006 0.622233 0.588731 0.552259 -5.42767 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II174 YAMAN 0.644623 0.613107 0.578796 0.541442 -5.64329 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II175 YORDANIA 0.662694 0.63278 0.600214 0.56476 -5.18642 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II176 YUGOSLAVIA 0.636196 0.603933 0.568809 0.530569 -5.86678 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III177 YUNANI 0.647026 0.615724 0.581645 0.544543 -5.58079 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II178 ZAIRE 0.630547 0.597783 0.562113 0.523279 -6.02056 prioritas III prioritas III prioritas III prioritas III179 ZIMBABWE 0.645153 0.613684 0.579424 0.542126 -5.62946 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II
Average 0.661406 0.631378 0.598687 0.563098 -5.21802 x x x xMax 0.869064 0.857452 0.84481 0.831047 -1.47937Min 0.628622 0.595687 0.559831 0.520795 -6.07372stdev 0.040509 0.044101 0.048012 0.05227 8.868338
Analisis Data Produk Kosmetik
No Negara 2004 2005 2006 2007 trend 2004 2005 2006 20071 ADEN 0.366996 0.341109 0.314165 0.286118 -7.95687 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II2 AFGANISTAN 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II3 AFRIKA LAINNYA 0.118952 0.082922 0.045418 0.006381 -60.8513 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II4 ALBANIA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II5 ALJAZAIR 0.07246 0.034529 0.004954 0.046051 -28.1184 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II6 AMERIKA SERIKAT 0.158252 0.123829 0.087998 0.050703 -31.3138 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II7 AMERIKA TENGAH & SEL.LAINNYA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II8 AMERIKA UTARA LAINNYA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II9 ANDORRA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II
10 ANGOLA 0.969272 0.968016 0.966708 0.965346 -0.13519 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I11 ANGUILA 0.071656 0.033692 0.005825 0.046958 -26.0878 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II12 ANTIGUA DAN BARBUDA 0.076409 0.03864 0.000675 0.041597 -44.4118 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II13 ARGENTINA 0.081473 0.04391 0.004812 0.035886 -37.3175 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II14 ARUBA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II15 ASIA BARAT LAINNYA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II16 ASIA SELATAN & TENG.LAINNYA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II17 ASIA TIMUR LAINNYA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II18 AUSTRALIA 0.555758 0.537591 0.518681 0.498998 -3.52635 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I19 AUSTRIA 0.075612 0.037809 0.001539 0.042496 -38.9213 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II20 AZERBAIJAN 0.072528 0.0346 0.00488 0.045974 -28.2974 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II21 BAHAMA 0.071795 0.033837 0.005674 0.0468 -26.4308 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II22 BAHRAIN 0.076006 0.03822 0.001112 0.042052 -41.2175 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II23 BANGLA DESH 0.205992 0.173521 0.139723 0.104542 -20.1594 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II24 BARBADOS 0.07676 0.039005 0.000294 0.041201 -49.1014 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II25 BELANDA 0.202785 0.170183 0.136248 0.100925 -20.6712 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II26 BELARUS 0.071992 0.034042 0.005461 0.046578 -26.9209 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II27 BELGIA 0.220218 0.188329 0.155136 0.120586 -18.1323 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II28 BELIZE 0.072874 0.03496 0.004505 0.045583 -29.2249 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II29 BENIN 1 1 1 1 0 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I30 BERMUDA 0.071656 0.033691 0.005825 0.046958 -26.0875 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II31 BHUTAN 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II32 BOLIVIA 0.072464 0.034533 0.004949 0.046046 -28.13 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II33 BOSNIA-HERCEGOVINA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II34 BOTSWANA 0.071943 0.033991 0.005514 0.046634 -26.7985 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II35 BRASILIA 0.073866 0.035992 0.00343 0.044465 -32.113 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II36 BRUNAI DARUSSALAM 0.342253 0.315355 0.287357 0.258214 -8.95592 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II37 BULGARIA 0.096553 0.059607 0.02115 0.01888 -44.7452 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II37 BULGARIA 0.096553 0.059607 0.02115 0.01888 -44.7452 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II38 BURKINA FASO 0.144671 0.109693 0.073284 0.035387 -37.0464 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II39 BURMA 0.235202 0.203926 0.171371 0.137485 -16.3453 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II40 BURUNDI 0.072821 0.034904 0.004563 0.045644 -29.079 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II41 C H A D 0.086212 0.048843 0.009946 0.030542 -37.5283 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II42 CAPE VERDE 0.07902 0.041357 0.002153 0.038653 -39.9528 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II43 CEKOSLOVAKIA 0.444008 0.421271 0.397605 0.37297 -5.64308 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I44 CHILI 0.076582 0.038819 0.000488 0.041402 -46.3229 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II45 COCOS (KILLING) ILND 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II46 COSTA RICA 0.081862 0.044316 0.005233 0.035447 -37.1694 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II47 CROATIA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II48 DENMARK 0.073719 0.035839 0.00359 0.044631 -31.6581 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II49 DJIBOUTI 0.982702 0.981994 0.981258 0.980492 -0.07502 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I50 DOMINICA 0.075041 0.037215 0.002157 0.04314 -36.2923 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II51 EKUADOR 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II52 EL SALVADOR 0.084651 0.047218 0.008254 0.032302 -37.0871 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II53 ERITREA 0.177532 0.143898 0.108888 0.072447 -25.6784 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II54 EROPA BARAT LAINNYA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II55 ESTONIA 0.071905 0.033951 0.005556 0.046677 -26.702 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II56 ETHIOPIA 0.953901 0.952015 0.950053 0.94801 -0.20624 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I57 FD STS MICRONESIA 0.089079 0.051827 0.013052 0.027308 -38.896 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II58 FEDERASI RUSIA 0.118882 0.082849 0.045343 0.006302 -60.9934 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II59 FIJI 0.515163 0.495336 0.474698 0.453216 -4.17917 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I60 FINLANDIA 0.082957 0.045455 0.006419 0.034212 -36.9637 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II61 GABON 0.089969 0.052754 0.014017 0.026304 -39.4352 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II62 GAMBIA 0.106963 0.070443 0.032429 0.007139 -58.9197 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II63 GEORGIA 0.0719 0.033946 0.005561 0.046683 -26.6901 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II64 GHANA 0.934018 0.931319 0.928511 0.925587 -0.30176 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I65 GRENADA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II66 GUADELOUPE 0.071681 0.033718 0.005798 0.046929 -26.1494 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II67 GUAM 0.074303 0.036447 0.002957 0.043972 -33.5384 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II68 GUATEMALA 0.101396 0.064648 0.026398 0.013417 -50.1581 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II69 GUENIA BISSAU 0.107874 0.071391 0.033417 0.006111 -60.826 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II70 GUIANA PERANCIS 0.071654 0.03369 0.005827 0.04696 -26.0837 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II71 GUINEA 0.188657 0.155478 0.120942 0.084993 -23.2279 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II72 GUINEA (EQUATORIAL) 0.092017 0.054885 0.016235 0.023995 -40.8468 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II73 GUYANA 0.083735 0.046265 0.007262 0.033335 -36.9651 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II74 HAITI 0.72661 0.71543 0.703792 0.691679 -1.62862 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I75 HONDURAS 0.077845 0.040134 0.000881 0.039977 -44.1106 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II76 HONGARIA 0.072415 0.034482 0.005002 0.046101 -28.002 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II77 HONGKONG 0.989007 0.988557 0.988089 0.987602 -0.04736 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I78 ICELAND 0.071656 0.033691 0.005825 0.046958 -26.0878 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II79 INDIA 0.987041 0.986511 0.985959 0.985385 -0.05595 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I80 INGGRIS 0.509681 0.48963 0.468758 0.447033 -4.27605 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I
Analisis Data Produk Kosmetik
No Negara 2004 2005 2006 2007 trend 2004 2005 2006 200783 IRLANDIA 0.079073 0.041412 0.002211 0.038593 -39.8422 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II84 ISRAEL 0.073069 0.035163 0.004294 0.045364 -29.7626 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II85 ITALIA 0.18203 0.14858 0.113761 0.077519 -24.6327 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II86 JAMAICA 0.129223 0.093613 0.056547 0.017965 -47.3943 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II87 JEPANG 1 1 1 1 0 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I88 JERMAN 0.113714 0.07747 0.039744 0.000474 -81.9237 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II89 KALEDONIA BARU 0.07389 0.036017 0.003405 0.044438 -32.1877 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II90 KAMBOJA 0.08592 0.048539 0.00963 0.030871 -37.4267 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II91 KAMERUN 0.168736 0.134742 0.099358 0.062526 -27.9844 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II92 KANADA 0.099384 0.062554 0.024218 0.015686 -47.7306 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II93 KAZAKHSTAN 0.070438 0.032424 0.007144 0.048331 -23.2226 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II94 KENYA 0.204942 0.172429 0.138586 0.103359 -20.3244 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II95 KEP. COOK 0.074148 0.036286 0.003125 0.044147 -33.0201 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II96 KEP. MARSHALL 0.074575 0.03673 0.002662 0.043665 -34.4944 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II97 KEP. TURKS & CAICOS 0.072055 0.034107 0.005393 0.046508 -27.0788 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II98 KEP. VALLIS & FUTUNA 0.072239 0.034299 0.005193 0.0463 -27.5477 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II99 KEP. VIRGINIA U.S. 0.071653 0.033689 0.005828 0.04696 -26.0824 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II
100 KEPULAUAN CAYMAN 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II101 KEPULAUAN CHRISTMAS 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II102 KEPULAUAN FAEROE 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II103 KEPULAUAN NORFOLK 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II104 KEPULAUAN SALOMON 0.16358 0.129375 0.093771 0.056712 -29.53 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II105 KIRIBATI 0.096464 0.059514 0.021054 0.01898 -44.6589 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II106 KOLUMBIA 0.103105 0.066426 0.028248 0.011491 -52.4679 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II107 KONGO 0.44614 0.42349 0.399914 0.375374 -5.5917 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I108 KOREA SELATAN 0.35819 0.331943 0.304623 0.276186 -8.29423 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II109 KOREA UTARA 0.091146 0.053979 0.015291 0.024978 -40.2184 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II110 KUBA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II111 KURASAO 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II112 KUWAIT 0.093948 0.056895 0.018327 0.021818 -42.3792 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II113 KYRGYZSTAN 0.07001 0.031979 0.007608 0.048813 -22.2585 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II114 LATVIA 0.07527 0.037454 0.001909 0.042882 -37.2772 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II115 LESOTHO 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II116 LIBANON 0.14104 0.105913 0.06935 0.031292 -38.9851 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II117 LIBERIA 0.229775 0.198277 0.165491 0.131365 -16.9571 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II118 LIBIA 0.178011 0.144396 0.109407 0.072987 -25.5632 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II119 LIECHTENSTIN 0.072994 0.035084 0.004375 0.045449 -29.5531 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II119 LIECHTENSTIN 0.072994 0.035084 0.004375 0.045449 -29.5531 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II120 LITHUANIA 0.072982 0.035072 0.004388 0.045462 -29.5202 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II121 LUKSEMBURG 0.072254 0.034315 0.005177 0.046283 -27.5857 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II122 MACAU 0.07392 0.036049 0.003372 0.044404 -32.2837 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II123 MADAGASCAR 0.244719 0.213832 0.181682 0.148218 -15.3565 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II124 MALAWI 0.586904 0.570011 0.552427 0.534123 -3.09159 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I125 MALAYSIA 1 1 1 1 0 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I126 MALI 0.08741 0.05009 0.011244 0.029191 -38.0243 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II127 MALTA 0.095154 0.058151 0.019634 0.020457 -43.4319 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II128 MARIANAS UTARA 0.075055 0.037229 0.002143 0.043125 -36.3483 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II129 MAROKO 0.081143 0.043567 0.004455 0.036258 -37.4815 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II130 MARTINIQUE 0.072826 0.034909 0.004558 0.045639 -29.0921 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II131 MAURITANIA 0.109664 0.073254 0.035355 0.004094 -65.328 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II132 MAURITIUS 0.309573 0.281338 0.251949 0.221358 -10.5649 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II133 MEKSIKO 0.072485 0.034555 0.004926 0.046022 -28.1852 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II134 MESIR 0.911621 0.908007 0.904245 0.900329 -0.41458 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I135 MOLDOVA 0.069579 0.03153 0.008075 0.049299 -21.305 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II136 MONACO 0.071655 0.033691 0.005826 0.046959 -26.0862 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II137 MONGOLIA 0.29703 0.268282 0.238359 0.207212 -11.2949 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II138 MONTSERRAT 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II139 MOZAMBIK 0.469883 0.448204 0.425639 0.402151 -5.0541 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I140 NAMIBIA 0.116326 0.080189 0.042573 0.00342 -67.416 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II141 NAURU 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II142 NEPAL 0.102858 0.06617 0.027981 0.011769 -52.1179 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II143 NETHERLANDS ANTILLES 0.091376 0.054218 0.015541 0.024718 -40.3807 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II144 NIGER 0.143636 0.108615 0.072162 0.034219 -37.5773 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II145 NIGERIA 0.967305 0.965968 0.964576 0.963128 -0.14415 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I146 NIKARAGUA 0.071719 0.033758 0.005756 0.046886 -26.2436 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II147 NORWEGIA 0.072413 0.03448 0.005005 0.046104 -27.9958 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II148 OMAN 0.106571 0.070035 0.032004 0.007582 -58.1568 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II149 OSEANIA LAINNYA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II150 PAKISTAN 0.797012 0.788711 0.78007 0.771077 -1.09657 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I151 PALAU 0.072658 0.034735 0.004739 0.045828 -28.6407 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II152 PALESTINA 0.072585 0.034658 0.004819 0.04591 -28.4463 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II153 PANAMA 0.337698 0.310614 0.282422 0.253077 -9.1584 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II154 PANTAI GADING 0.120239 0.084261 0.046813 0.007833 -58.4443 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II155 PAPUA NUGINI 0.908313 0.904564 0.900661 0.896598 -0.43174 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I156 PERANCIS 0.271181 0.241376 0.210353 0.178061 -13.0603 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II157 PERSERIKATAN EMIRAT ARAB 1 1 1 1 0 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I158 PERU 0.07393 0.036059 0.003361 0.044393 -32.3138 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II159 PILIPINA 0.803564 0.795531 0.787169 0.778466 -1.05205 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I160 POLANDIA 0.1388 0.103581 0.066923 0.028765 -40.3002 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II161 POLYNESIA PERANCIS 0.078 0.040295 0.001049 0.039803 -43.2612 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II162 PORTUGAL 0.080233 0.04262 0.003468 0.037284 -38.1696 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II
Analisis Data Produk Kosmetik
No Negara 2004 2005 2006 2007 trend 2004 2005 2006 2007165 QATAR 0.077796 0.040083 0.000828 0.040033 -44.4181 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II166 REP.AFRIKA SELATAN 0.359463 0.333268 0.306003 0.277622 -8.24429 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II167 REP.AFRIKA TENGAH 0.100287 0.063494 0.025196 0.014668 -48.7849 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II168 REP.RAKYAT CINA 0.99226 0.991944 0.991614 0.991271 -0.03323 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I169 REPUBLIK CZECH 0.07536 0.037547 0.001812 0.042781 -37.6856 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II170 REPUBLIK DOMINICAN 0.091395 0.054238 0.015561 0.024697 -40.3939 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II171 REPUBLIK KOMORO 0.084999 0.047581 0.008632 0.031909 -37.1624 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II172 REPUBLIK MACEDONIA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II173 REPUBLIK MALADEWA 0.248812 0.218092 0.186116 0.152833 -14.9609 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II174 REUNION 0.072837 0.034922 0.004545 0.045625 -29.1242 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II175 RUMANIA 0.075863 0.038071 0.001266 0.042213 -40.3215 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II176 RUSIA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II177 RWANDA 0.102912 0.066226 0.02804 0.011708 -52.1942 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II178 SAHARA BARAT 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II179 SAINT LUCIA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II180 SAMOA 0.167832 0.133801 0.098378 0.061507 -28.2439 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II181 SAMOA AMERIKA 0.074982 0.037154 0.002221 0.043206 -36.0525 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II182 SAN MARINO 0.072164 0.034221 0.005274 0.046384 -27.3561 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II183 SAO TOME & PRINCIPE 0.079053 0.041391 0.002189 0.038616 -39.8837 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II184 SAUDI ARABIA 0.356343 0.330021 0.302622 0.274103 -8.36742 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II185 SELANDIA BARU 0.240897 0.209854 0.177541 0.143907 -15.7415 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II186 SEYCHELLES 0.10617 0.069618 0.03157 0.008033 -57.4085 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II187 SIERA LEONE 0.24902 0.218309 0.186342 0.153068 -14.9412 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II188 SINEGAL 0.147334 0.112464 0.076169 0.038389 -35.7535 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II189 SINGAPURA 1 1 1 1 0 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I190 SIPRUS 0.096244 0.059285 0.020815 0.019228 -44.4461 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II191 SIRIA 0.078056 0.040353 0.001109 0.03974 -42.9897 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II192 SLOVAKIA 0.071992 0.034042 0.005461 0.046578 -26.9209 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II193 SLOVENIA 0.072156 0.034213 0.005283 0.046393 -27.3355 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II194 SOMALIA 0.0996 0.062779 0.024452 0.015443 -47.9776 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II195 SOUTH GEORGIA & THE SOUTH SA 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II196 SPANYOL 0.112458 0.076163 0.038383 0.000942 -77.7598 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II197 SRI LANGKA 0.141867 0.106774 0.070246 0.032224 -38.5241 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II198 ST VINCENT&GRENADINES 0.072342 0.034406 0.005082 0.046184 -27.8115 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II199 ST. HELENA 0.072137 0.034193 0.005304 0.046415 -27.2869 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II200 ST. KITTS-NEVIS 0.071716 0.033755 0.005759 0.046889 -26.2367 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II201 SUDAN 0.310613 0.28242 0.253075 0.22253 -10.5075 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II201 SUDAN 0.310613 0.28242 0.253075 0.22253 -10.5075 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II202 SURINAME 0.147006 0.112123 0.075814 0.03802 -35.9074 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II203 SWEDIA 0.081128 0.043552 0.004438 0.036275 -37.4899 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II204 SWISS 0.074081 0.036216 0.003198 0.044223 -32.7987 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II205 T O G O 0.670779 0.657316 0.643302 0.628715 -2.13524 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I206 TAIWAN 0.973427 0.97234 0.971209 0.970032 -0.11639 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I207 TAJIKISTAN 0.070293 0.032273 0.007302 0.048495 -22.8934 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II208 TANZANIA 0.482115 0.460936 0.438892 0.415945 -4.79992 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I209 THAILAND 1 1 1 1 0 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I210 TIMOR TIMUR 0.149702 0.114929 0.078735 0.04106 -34.6821 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II211 TOKELAU 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II212 TONGA 0.083991 0.046532 0.00754 0.033046 -36.9873 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II213 TRINIDAD & TOBAGO 0.093587 0.056519 0.017936 0.022225 -42.0785 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II214 TUNISIA 0.071992 0.034042 0.005461 0.046578 -26.9209 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II215 TURKI 0.078688 0.041011 0.001794 0.039027 -40.7446 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II216 TURKMENISTAN 0.077938 0.040231 0.000982 0.039873 -43.5814 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II217 TUVALU 0.073513 0.035625 0.003813 0.044863 -31.0387 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II218 UGANDA 0.085408 0.048006 0.009075 0.031449 -37.2685 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II219 UKRAINE 0.485027 0.463967 0.442047 0.419229 -4.74148 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I220 URUGUAY 0.073107 0.035202 0.004253 0.045321 -29.8682 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II221 US MINOR OUTLYING 0.071652 0.033688 0.005829 0.046961 -26.0799 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II222 UZBEKISTAN 0.07272 0.034799 0.004672 0.045757 -28.8074 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II223 VANUATU 0.125502 0.08974 0.052515 0.013769 -51.1571 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II224 VATIKAN CITY STATE 0.072903 0.03499 0.004474 0.045551 -29.3035 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II225 VENEZUELA 0.075753 0.037956 0.001386 0.042337 -39.681 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II226 VIETNAM 0.349914 0.323329 0.295657 0.266853 -8.62914 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas II227 YAMAN 0.687659 0.674886 0.661591 0.647752 -1.97282 prioritas I prioritas I prioritas I prioritas I228 YORDANIA 0.105186 0.068593 0.030504 0.009143 -55.6849 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II229 YUGOSLAVIA 0.071663 0.033699 0.005817 0.046949 -26.1065 prioritas III prioritas III prioritas II prioritas II230 YUNANI 0.105298 0.068709 0.030625 0.009017 -55.8729 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II231 ZAIRE 0.090984 0.05381 0.015116 0.02516 -40.1062 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II232 ZAMBIA 0.084025 0.046567 0.007577 0.033008 -36.991 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II233 ZIMBABWE 0.080147 0.04253 0.003374 0.037382 -38.2575 prioritas II prioritas II prioritas II prioritas II
average 0.201662 0.169014 0.135031 0.099659 -20.8558stdev 0.255486 0.265934 0.27466 0.264307