kajian pratek manajemen laba -...

10
1 KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA MELALUI KEBIJAKAN AKRUAL (DISCREATIONARY ACCRUALS) Oleh : Drs. Banter Laksana, MM. Iwan Dermawan, SE.Akt Abstrak Studi ini bertujuan memberikan gambaran tentang penerapan Manajemen laba yang menggunakan income increasing discreationary accruals dan income descreasing discreationary accruals, sebagai implikasi dari hubungan keagenan. Dalam prospektus perusahaan laporan keuangan dan laporan nonkeuangan sebagai informasi yang dapat memberikan harapan kepada investor dan kreditor. Tetapi perbedaan informasi yang dimiliki investor jika dibandingkan dengan manajer (agent) tentang peru- sahaan dimana investor akan menginvestasikan dananya merupakan asimetri informasi antara manajer dan investor. Keadaan ini mendorong manajer menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui investor dimana mana- jer dapat mempengaruhi penyajian angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manaje- men laba. Satu cara yang digunakan oleh manajer untuk mendapatkan kontrak dari investor dengan memberikan in- formasi laba dengan kebijakan akrual ( accrual descreationary). Pemanfaatan kebijakan akrual dengan manajemen laba karena lebih sulit dideteksi investor. Perilaku manajer melakukan manajemen laba melalui kebijakan akuntansi akrual, dapat dikurangi melalui kepemilikan perusahaan oleh manajer sebagai Insider Ownership. Kata kunci: Manajemen laba, Asimetri informasi, Kebijakan akrual, Insider Ownership. Abstract This study aim to give descriptive presentation about Earnings Management by applying income increasing discreationary accruals and income descreasing discreationary accruals as implication from the relation of agent. Financial Statements and nonfinancial statement in company prospectus is expected able to give information to investor and creditor. But lack of information owned by investor if compared to to be owned a manager ( agent) about company where investor will invest the fund resulting assymetric of information between managers and investor. This condition, pushs manager to hide some unknown information of investor, where manager can influence accounting numbers presented in financial statements by the way of doing earnings management. One of way applied by manager to get job contract with investor is by giving information of income through accrual policy ( accrual descreationary). Policy usage of akrual by manipulation earnings management because more difficult to be detected investor. To lessen behavior of manager does management of income through policy of accrual accounting, owner of company can give freehold asset to manager as Insider Ownership. Keyword : Earnings Management, Assymetric of information, Accrual Policy , Insider Ownership. Pendahuluan. Pada perusahaan public, telah terjadi pe- misahan fungsi, yaitu fungsi kepemilikan dan fungsi pengendalian. Fungsi pengendalian dipegang para manajer, dan fungsi kepemilikan dipegang oleh pemilik. Dengan adanya pemisahan fungsi ini menjadi awal penyebab terjadinya konflik dan menjadi masalah keagenan antara pemilik dan manajer. Jensen dan Mekling (1976) dalam Theory Agency, mengatakan konflik keagenan terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian. Konflik keagenan dapat menyebabkan penurunan nilai perusahaan, dan penurunan nilai perusahaan akan mempengaruhi kekayaan dari pemilik perusaha- an, sehingga pemilik perusahaan akan melakukan tindakan pengawasan terhadap perilaku manajer. Selanjutnya Jensen dan Mekling (1976), mengatakan bahwa obat yang paling mujarab untuk mengurangi adanya persoalan agensi didalam sebuah perusahaan adalah dengan peningkatan kepemilikan oleh manaje- men (Insider Ownership). Menurut Asymmetric

Upload: nguyenkhanh

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

1

KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA

MELALUI KEBIJAKAN AKRUAL (DISCREATIONARY ACCRUALS)

Oleh :

Drs. Banter Laksana, MM.

Iwan Dermawan, SE.Akt

Abstrak Studi ini bertujuan memberikan gambaran tentang penerapan Manajemen laba yang menggunakan income

increasing discreationary accruals dan income descreasing discreationary accruals, sebagai implikasi dari hubungan

keagenan. Dalam prospektus perusahaan laporan keuangan dan laporan nonkeuangan sebagai informasi yang dapat

memberikan harapan kepada investor dan kreditor.

Tetapi perbedaan informasi yang dimiliki investor jika dibandingkan dengan manajer (agent) tentang peru-

sahaan dimana investor akan menginvestasikan dananya merupakan asimetri informasi antara manajer dan investor.

Keadaan ini mendorong manajer menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui investor dimana mana-

jer dapat mempengaruhi penyajian angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manaje-

men laba.

Satu cara yang digunakan oleh manajer untuk mendapatkan kontrak dari investor dengan memberikan in-

formasi laba dengan kebijakan akrual ( accrual descreationary). Pemanfaatan kebijakan akrual dengan manajemen

laba karena lebih sulit dideteksi investor. Perilaku manajer melakukan manajemen laba melalui kebijakan akuntansi

akrual, dapat dikurangi melalui kepemilikan perusahaan oleh manajer sebagai Insider Ownership.

Kata kunci: Manajemen laba, Asimetri informasi, Kebijakan akrual, Insider Ownership.

Abstract This study aim to give descriptive presentation about Earnings Management by applying income increasing

discreationary accruals and income descreasing discreationary accruals as implication from the relation of agent.

Financial Statements and nonfinancial statement in company prospectus is expected able to give information to

investor and creditor.

But lack of information owned by investor if compared to to be owned a manager ( agent) about company

where investor will invest the fund resulting assymetric of information between managers and investor. This

condition, pushs manager to hide some unknown information of investor, where manager can influence accounting

numbers presented in financial statements by the way of doing earnings management.

One of way applied by manager to get job contract with investor is by giving information of income

through accrual policy ( accrual descreationary). Policy usage of akrual by manipulation earnings management

because more difficult to be detected investor. To lessen behavior of manager does management of income through

policy of accrual accounting, owner of company can give freehold asset to manager as Insider Ownership.

Keyword : Earnings Management, Assymetric of information, Accrual Policy , Insider Ownership.

Pendahuluan.

Pada perusahaan public, telah terjadi pe-

misahan fungsi, yaitu fungsi kepemilikan dan fungsi

pengendalian. Fungsi pengendalian dipegang para

manajer, dan fungsi kepemilikan dipegang oleh

pemilik. Dengan adanya pemisahan fungsi ini

menjadi awal penyebab terjadinya konflik dan

menjadi masalah keagenan antara pemilik dan

manajer. Jensen dan Mekling (1976) dalam Theory

Agency, mengatakan konflik keagenan terjadi karena

adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian. Konflik keagenan dapat menyebabkan penurunan

nilai perusahaan, dan penurunan nilai perusahaan

akan mempengaruhi kekayaan dari pemilik perusaha-

an, sehingga pemilik perusahaan akan melakukan

tindakan pengawasan terhadap perilaku manajer.

Selanjutnya Jensen dan Mekling (1976), mengatakan

bahwa obat yang paling mujarab untuk mengurangi

adanya persoalan agensi didalam sebuah perusahaan

adalah dengan peningkatan kepemilikan oleh manaje-

men (Insider Ownership). Menurut Asymmetric

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

2

information theory, pemisahan fungsi antara fungsi

kepemilikan dan fungsi pengendalian menyebabkan

pemilik (principle) perusahaan kurang memiliki

informasi tentang nilai perusahaan dibandingkan ma-

najemen.

Informasi keuangan Perusahaan berbentuk

laporan keuangan sangat dibutukan oleh pihak- pihak

yang berkepentingan terhadap posisi keuangan peru-

sahaan seperti pemilik perusahaan, manajer/ pimpin-

an, investor, karyawan, kreditor/banker, suplier,

pemerintah dan masyarakat. Pemilik dapat menilai

sukses tidaknya manajer dalam memimpin perusaha-

an dan kesuksesan tersebut dapat diukur dengan laba

yang diperoleh perusahaan. Bagi manajer untuk

mengetahui perkembangan keuangan perusahaan dan

hasil-hasil keuangan yang telah dicapai baik pada

waktu-waktu yang lalu maupun waktu sekarang. Bagi

investor untuk penentuan kebijaksanaan penanaman

modal apakah akan menanamkan modalnya dalam

bentuk obligasi, saham biasa atau saham preferen,

akan tergantung pada hasil analisis. Bagi karyawan

untuk mengetahui apabila terjadi perubahan atau

perkembangan posisi keuangan pada perusahaan

yang bersangkutan. Bagi Kreditur/Bankkers, untuk

mengetahui posisi keuangan perusahaan yang meng-

ajukan kredit sebelum mengambil keputusan untuk

memberi atau menolak permintaan kredit. Suplier

ingin mengetahui harga penjualan persatuan, syarat

pembayaran utang, dan discount pembelian tunai.

Bagi Pemerintah, untuk menentukan besarnya pajak

yang akan ditanggung perusahaan sebagai dasar pe-

rencanaan pemerintah. Dan bagi Masyarakat Umum,

untuk mengetahui tersedianya kesempatan kerja, serta

fasilitas-fasilitas lain yang bermanfaat bagi masya-

rakat.

Informasi keuangan dapat diperoleh melalui

laporan keuangan yang terdiri dari: neraca, laporan

rugi-laba, laporan arus kas, dan laporan keuangan

lainnya. Salah satu syarat yang ditetapkan oleh Ba-

pepam untuk perusahaan yang akan go public ada-

lah menyediakan dokumen prospectus. Isi dari pros-

pektus adalah informasi keuangan dan nonkeuangan,

informasi keuangan sebagai salah satu sumber utama

dalam penentuan harga saham di pasar perdana atau

IPO (Initial Public Offering). Sedangkan informasi

nonkeuangan berisi tentang penjamin emisi, auditor

independen, konsultan hukum, nilai penawaran sa-

ham, persentase saham yang ditawarkan, umur peru-

sahaan, dan informasi lain yang mendukung.

Laporan keuangan diharapkan dapat mem-

berikan informasi bagi investor dan kreditor untuk

mengambil keputusan tentang investasi dana mereka

di bursa efek. Manajer sebagai pengelola perusahaan

berkewajiban memberikan sinyal tentang kondisi pe-

rusahaan melalui pengungkapan informasi akuntansi

seperti laporan keuangan kepada pemilik, dan inves-

tor. Karena manajer perusahaan lebih banyak menge-

tahui informasi internal dan prospek perusahaan di

masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan

investor. Informasi yang disampaikan manajer ter-

kadang diterima tidak sesuai dengan kondisi peru-

sahaan yang sebenarnya, hal ini menimbulkan asi-

metri informasi. Asimetri informasi terjadi karena

manajer lebih superrior dalam menguasai informasi

dibandingkan pemilik atau pemegang saham dan in-

vestor. Kondisi seperti inilah yang sering mendo-

rong manajer dalam mengelola laba perusahan me-

lakukan manajemen laba.

Asimetri informasi antara manajer dengan

pemilik dan investor memberikan kesempatan kepa-

da manajer untuk bertindak lebih oportunis, yaitu

untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal

pelaporan keuangan manajer dapt melakukan manaje-

men laba untuk menyesatkan pemilik dan investor

tentang kinerja keuangan perusahaan. Beberapa kasus

yang terjadi di Indonesia seperti, PT Lipo Tbk., PT.

Kimia Farma Tbk, telah melibatkan pelaporan

keuangan yang berawal dari terdeteksi adanya mani-

pulasi (Gideon 2005).

Praktek manajemen laba atau manipulasi

dalam pelaporan keuangan oleh manajer disebabkan

karena adanya asimetri informasi antara manajer,

pemilik dan investor. Ada beberapa alasan manaje-

men laba dilakukan, diantaranya untuk meningkat-

kan harga saham yang akan diperjual-belikan oleh

perusahaan. Manajer dalam melakukan manajemen

laba cenderung lebih suka menggunakan transaksi

akrual, karena alasannya kebijakan akrual lebih sulit

dideteksi apabila dibandingkan dengan kebijakan

metode akuntansi. Menurut Du Charme et al. (2000),

manajemen laba dapat dilakukan dengan memilih

prosedur akuntansi atau melalui transaksi akrual.

Kajian ini berupaya memberikan diskripsi

tentang topik tersebut dengan mengawalinya mela-

lui diskripsi teori keagenan dan asimetri informasi.

Diskripsi selanjutnya tentang manajemen laba , kebi-

jakan akrual, dan Insider Ownership.

Teori Keagenan dan Asimetri Informasi (Agency Theory and Asymmetric Information) Jensen dan Meckling (1976), menjelaskan

hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana

satu atau lebih principal menggunakan orang lain

atau agen untuk menjalankan aktivitas perusahaan.

Masalah agen muncul karena pemisahan antara pe-

milik atau ownership dan pengelola atau manager/

agent (Fama 1980). Agen sebagai pengelola dapat

melakukan dua fungsi yaitu, (i). sebagai entrepeneur,

dan (ii). sebagai risk bearer/taker. Yang dikuatirkan

dalam hal ini, agen dapat melakukan suatu tindakan

tidak terpuji (moral hazard) yakni memanfaatkan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

3

fasilitas perusahaan atau mengambil risiko berlebih-

an demi kepentingan pribadi atas biaya pemilik. Teo-

ri keagenan dipandang yang membuat suatu model

kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), di-

mana salah satu pihak adalah agen (manajer) dan

pihak yang lain adalah pemilik (principal). Pimilik

mendelegasikan pertanggungjawaban atas pengam-

bilan keputusan kepada manajer, hal ini dapat dikata-

kan bahwa pemilik memberikan amanah kepada ma-

najer untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai de-

ngan kontrak kerja yang disepakati.

Menurut Scott (2000), perusahaan mempu-

nyai banyak kontrak misalnya kontrak kerja antara

perusahaan dengan para manajernya dan kontrak

pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya.

Kontrak kerja yang dimaksud adalah kontrak kerja

antara pemilik modal dengan manajer perusahaan

dimana antara agen dan principal ingin memaksi-

mumkan kegunaan (utility) masing-masing dengan

informasi yang dimiliki. Tetapi disatu sisi agen

memiliki informasi yang lebih banyak dibanding-

kan dengan principal disisi lain, demikian juga de-

ngan pihak luar (investor) sehingga mengakibatkan

adanya asimetri informasi. Bagi manajer asimetri

informasi merupakan insentif dalam berperilaku

opportunistik untuk meningkatkan kesejahteraan

sendiri dan mengabaikan kepentingan pemilik peru-

sahaan dan nilai perusahaan. Asimetri informasi me-

nimbulkan konflik kepentingan antara pemilik dan

manejer dan menyebabkan biaya keagenan yang di-

tanggung oleh Pemilik perusahaan. Manajer lebih

banyak mengetahui informasi internal dan prospek

perusahaan dimasa mendatang dibandingkan pemi-

lik. Oleh karena itu manajer berkewajiban mem-

berikan sinyal tentang kondisi perusahaan kepada pe-

milik, dengan cara melalui pengungkapan informasi

akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuang-

an ini juga sangat penting bagi pengguna eksternal

selain pengguna internal perusahaan. Apabila asi-

metri informasi antara manajer dan investor sema-

kin besar, maka kecenderungan praktek manajemen

laba akan semakin besar dilakukan oleh manajer

perusahaan.

Manajemen Laba (Earnings management) Manajemen laba adalah sebagai suatu inter-

vensi manajemen dengan maksud tertentu terhadap

proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja

untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi

(Schipper 1989). Pendapat yang sama seperti itu me-

ngatakan Manajemen laba adalah intervensi manaje-

men dalam proses menyusun laporan keuangan eks-

ternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan

laba akuntansi sesuai kepentingannya (Scott 1997).

Menurut penjelasan Fischer dan Rosenzweig (1995),

manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer

dengan menyajikan laporan yang menaikkan (menu-

runkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang

menjadi tanggung jawabnya, tanpa menimbulkan ke-

naikkan (penurunan) profitabiliti ekonomi unit terse-

but dalam jangka panjang. Ada yang mendifiniskan

manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan

pertimbangan (judgement) dalam pelaporan keuang-

an dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan

keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besar-

an (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders

tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mem-

pengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung

pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

Penetapan standar akuntansi pd laporan ke-

uangan perusahaan ada yang bersifat wajib ditaati

dan ada yang bersifat manajemen leluasa memilih

sehingga manajer akan memilih satu metode yang

dianggap paling meng-untungkan bagi manajer.

Sugiri (1998) dalam Widyaningdyah (2001) mendifi-

nisikan Earnings Management menjadi dua yaitu :

1. Earnings management dalam arti sempit hanya

berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi.

Earnings mana gement didifinisikan sebagai perilaku

manajer untuk „bermain‟ dengan komponen discrea-

tionary accruals dalam menentukan besarnya ear-

nings.

2. Dalam arti luas, Earnings management merupakan

tindakan manajer untuk meningkatkan/mengurangi

laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit tempat

manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan

peningkatan/penurunan profitabilitas ekonomis jang-

ka panjang unit tersebut. Menurut teori akuntansi po-

sitif mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen

laba yaitu, 1). hipotesis program bonus (the bonus

plan hypothesis), 2). hipotesis perjanjian hutang (the

debt covenant hypothesis), dan 3). hiptesis biaya

politik (the political cost hypothesis).

Manajer perusahaan tergerak dalam mela-

porkan laba yang diperoleh untuk mendapatkan bo-

nus yang dihitung atas laba tersebut. Dengan adanya

perencanaan bonus, mendorong manajer perusahaan

lebih memungkinkan menggunakan metode akuntansi

yang dapat meningkatkan pendapatan yang dilapor-

kan pada periode yang berjalan. Menurut Belkoui dan

Riahi (2000), alasan tindakan seperti itu mungkin

akan meningkatkan persentase nilai bonus jika tidak

ada penyesuaian untuk metode yang dipilih.

Menurut Scott (2000), ada beberapa motiva-

si lain yang dapat mendorong praktik manajemen la-

ba dalam laporan keuangan, yaitu :

1. Bonus Scheme

Manajemen mempunyai informasi tentang laba

bersih sebelum dilaporkan dalam laporan keuangan

dan pihak luar seperti investor tidak akan mengetahui

sampai mereka membaca laporan keuangan tersebut.

Karena itu, manajer berusaha untuk mengatur laba

bersih sehingga dapat memaksimalkan bonus mereka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

4

berdasarkan rencana kompensasi perusahaan dengan

cara mengubah angka-angka akrual laba dalam lapor-

an keuangan.

2. Debt Covenant

Suatu perjanjian yang berfungsi untuk melindungi

kreditur dari tindakan manajer terhadap ke pentingan

kreditur. Manajemen laba dalam konteks kontrak

utang jangka panjang ini sering dilakukan oleh peru-

sahaan yang berma salah karena kelangsungan hidup

perusahaannya sedang terancam.

3. Motivasi Politik

Aspek politik yang sangat rawan ini tidak akan

pernah dapat dilepaskan dari perusahaan khususnya

perusahaan berskala besar dan industri strategis kare-

na kegiatannya yang melibatkan hajat hidup orang

banyak.

4. Motivasi Pajak

Pajak adalah alasan utama perusahaan melakukan

manajemen laba dengan mengurangi laba bersih yang

dilapor kan dalam laporan keuangan. Dengan kecil-

nya angka laba bersih maka kecil juga pajak yang

akan dikeluarkan suatu perusahaan.

5. Pergantian CEO

Pergantian CEO dalam perusahaan membuat para

CEO harus tetap waspada agar mereka tetap dapat

mempertahankan jabatannya. Biasanya mereka ber-

usaha memaksimalkan pendapatan agar mereka da-

pat tetap survive dalam perusahaan.

6. IPO (Initial Public Offering)

Perusahaan yang melakukan IPO tidak memiliki

harga saham tetap. Untuk menentukan nilai saham

yang tetap, perusahaan melakukan tawar-menawar

informasi keuangan yang ada dalam prospektus yang

merupakan sumber informasi yang sangat berguna

bagi perusahaan yang baru pertama kali menawarkan

sahamnya di pasar modal.

Selanjutnya menurut Scott (2000), ada

beberapa macam bentuk manajemen laba yang

dapat digunakan manajer antara lain adalah :

1). Taking a bath

Bentuk ini digunakan jika manajer merasa harus

melaporkan kerugian dalam jumlah yang besar

selama periode reorganisasi. Manajemen laba ini

mengakui adanya biaya-biaya periode mendatang dan

kerugian periode berjaan ketika keadaan buruk dan

tidak dapat dihindari. Dalam hal ini manajemen akan

menghapus beberapa aktiva dan membebankan pada

perkiraan biaya mendatang, sehingga akibatnya laba

periode berikutnya menjadi lebih tinggi dari kenya-

taannya.

2). Income minimization

Mengambil jatah laba sebelumnya jika manajer

mengetahui bahwa periode yang akan datang laba

akan turun drastis. Cara ini biasanya digunakan se-

lama periode akuntansi dengan profitabilitas tinggi.

3). Income maximization

Perekayasaan laba untuk mendapatkan bonus. Hal

ini dilakukan dengan cara menaikkan laba dalam la-

poran ke uangan karena manajer ingin mendapatkan

bonus sebagaimana kompensasi bonus berdasarkan

besarnya laba.

4). Income smoothing

Bentuk manajemen laba ini dengan cara

melaporkan perataan laba untuk tujuan pelaporan

eksternal, yaitu pada investor. Melalui income smoo-

thing, manajer dapat menaikkan atau menurunkan

laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan

sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak berisiko

tinggi.

5). Offsetting Extraordinary

Memindahkan dampak laba yang tidak biasa atau

luar biasa (temporal) yang berlawanan dengan tren

laba ke dalam tren tertentu.

6). Aggressive accounting application

Bentuk ini terkadang diartikan dengan salah saji

pada laporan keuangan. Cara ini digunakan untuk

membagi laba antar periode.

7). Timing revenue and expense recognitions

Bentuk ini dengan membuat kebijakan tertentu

yang berkaitan dengan periode terjadinya transaksi

(yang bisa mengenai transaksi akrual), seperti a).

mengakui beban dengan metode tertentu misalnya

metode successful effort untuk pengakuan biaya

eksplorasi dan minyak bumi, b). mengakui penda-

patan sebelum terjadinya transaksi, dan c). mengakui

pendapatan sebelum penjual telah memenuhi syarat-

syarat dalam kontrak penjualan.

Pada umumnya teknik yang digunakan

untuk melakukan manajemen laba menurut Ketz

(1999) ada dua yaitu:

1. Income increasing (Meningkatkan laba)

Manajemen laba dapat dilakukan dengan cara front-

leading revenue dan back leading expense yang me-

manfaatkan prinsip kecocokan. Hal ini dilakukan

untuk menghindari penampakan adanya berbagai

masalah, yaitu pertumbuhan perolehan laba.

2. Income decreasing (Menurunkan laba)

Manajemen laba dengan menurunkan laba dapat

dilakukan pada saat perusahaan mengalami krisis

karena proyek yang bagus memiliki laba yang tinggi

dan perusahaan berusaha untuk menyimpan sebagian

dari labanya.

Teknik ini disebut perataan laba, tetapi dapat

berakibat buruk, karena mereka dapat memberikan

persepsi bahwa manajemen telah melaporkan

kebenaran.

Terjadinya penyimpangan laba dalam la-

poran keuangan oleh manajer keuangan disebab-

kan; pertama, karena besarnya kewenangan mana-

jer untuk memilih metode akuntansi yang akan di-

gunakan dalam mencatat dan mengungkapkan in-

formasi privat yang dimiliki (Midiastuty dan Mach-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

5

foedz, 2003). Kedua, adanya informasi asimetri

antara manajer dan dengan pihak luar (Healy dan

Palepu, 1993). Kewenangan penetapan standar

kuntansi oleh manajer ada yang bersifat mandatory

(wajib ditaati) dan ada yang bersifat voluntary (ma-

najemen leluasa memi-lih), sehingga manajer akan

memilih satu metode yang dianggap paling mengun-

tungkan. Sikap manajer seperti ini disebut oportunis-

tik dimana sikap atau perilaku oportunistik manajer

biasanya terjadi pada saat perusahaan akan menawar-

kan saham perdananya di pasar modal sebelum peru-

sahaan go public disebut IPO (Initial Public Offe-

ring). Asimetri Informasi dan Manajemen Laba. Manajer relatif memiliki informasi lebih

banyak dibandingkan dengan pemilik dan pihak

luar (investor). Jadi, tidak mungkin bagi pemilik dan

investor untuk dapat mengawasi semua perilaku dan

semua keputusan manajer secara rinci. Veronica dan

Bachtiar (2003), mengatakan asimetri informasi

merupakan satu kondisi dimana saat satu pihak me-

miliki informasi yang tidak diketahui oleh pihak lain.

Menurut Teoh et al.(1997, 1998) dan Du Charme et

al (.2000), asimetri informasi tersebut yang mendo-

rong manajer melakukan earnings management se-

belum dan sesudah penawaran saham perdana.

Dalam penyajian informasi akuntansi yaitu

laporan keuangan manajer (agent) juga memiliki in-

formasi yang asimetri, sehingga dapat lebih fleksi-

bel mempengaruhi pelaporan keuangan untk memak-

simumkan kepentingan mereka. Menurut IAI (2002)

tujuan laporan keuangan adalah menyediakan infor-

masi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang

bermanfaa t bagi sejumlah besar pemakai laporan ke-

uangan dlm pengambilan keputusan ekonomi. Tetapi

karena adanya asimetri informasi, maka manajer da-

pat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang di-

sajikan dalam laporan keuangan dengan cara melaku-

kan manajemen laba. Kebijakan akrual (Discreationary accruals)

Akuntansi akrual merupakan konsep yang

berkaitan dengan konsep periode waktu. Dasar akun-

tansi akrual bahwa pendapatan dan biaya-biaya dibe-

bankan keperiode akuntansi yang tepat yang tidak

memerlukan periode kas diterima atau dibayar. Atau

dasar akuntansi akrual, sistem akuntansi dimana pen-

dapatan dan biaya dicatat pada saat diperoleh dan ter-

jadi, tidak peduli kapan kas diterima atau dibayar. Ini

berarti bahwa transaksi akrual me-rupakan transaksi

yang tidak mempengaruhi aliran kas masuk dan alir-

an kas keluar. Dalam literatur akuntansi, transaksi

akrual biasanya dapat berupa transaksi yang bersifat

discreationary accruals dan non-discreationary

accruals. Discreationary accruals merupakan suatu

metode yang memberikan kebebasan pada seorang

manajer untuk menentukan jumlah transaksi akrual

secara fleksibel. Sedangkan non-discreationary

accruals adalah pencatatan transaksi dengan

menggunakan metode tertentu yang terjadi dan

diharapkan manajer akan konsisten dengan metode

tersebut.

Seorang manajer menggunakan Discreatio-

nary accruals dengan cara menggeser pendapatan

masa depan menjadi pendapatan sekarang. Discrea-

tionary accruals biasanya dilakukan perusahaan yang

akan go public, hal ini sesuai hasil penelitian Teoh

et al (1997), Discreationary accruals lebih banyak

dilakukan oleh perusahaan yang akan go public

dibandingkan dengan perusahaa yang tidak mela-

kukan penawaran saham perdana jika sudah menga-

lami go public. Melalui discreationary accruals telah

terbukti bahwa manajer melakukan manipulasi laba,

karena lebih sulit dideteksi oleh investor seperti

halnya dalam melakukan pembelian kembali saham

melalui penurunan laba (income decreasing), dan

pada saat melakukan IPO melalui kenaikkan laba

(income increasing).

Tindakan Discreationary accruals dengan

menaikan laba (income increasing), pada saat mela-

kukan IPO merupakan praktek manajemen laba

dengan menggeser pendapatan masa depan (future

earnings) menjadi pendapatan sekarang (current

earnings), sehingga laba pada periode akan dilapo-

rkan lebih tinggi dari seharusnya. Sehubungan de-

ngan hal itu (income increasing), Teoh et al.(1997,

1998), Espenlaub (1999) dalam Mardiyah (2003),

mengatakan meskipun dalam jangka pendek peru-

sahaan mampu mempertahankan kinerja yang dila-

porkan dengan lebih tinggi atau overperformance,

dalam jangka panjang penurunan kinerja tetap

terjadi. Menurut Jain dan Kini (1994), Ritter (1991)

dalam Mardiyah (2003), mengatakan bahkan penu-

runan kinerja laba tersebut tetap terjadi meskipun

terdapat pertumbuhan penjualan dan pengeluaran

modal yang tinggi setelah IPO tersebut. Penelitian

yang dilakukan Teoh et al. (1997), Healy dan Wahlen

(1998), menunjukan 62% perusahaan yang melaku-

kan IPO menerapkan manajemen laba dan ditemukan

bukti bahwa manajemen perusahaan yang melakukan

IPO kemungkinan besar menaikkan laba (income

increasing) dengan menggunakan kebijakan

depresiasi dan pengakuan kerugian piutang pada saat

IPO dan beberapa tahun setelah IPO.

Watts dan Zimmerman (1986) dalam

Maulana (2007), menyebutkan bahwa manajemen

korporasi yang nakal dan oportunistik bisa saja

memakai triktrik akuntansi untuk menghindari pajak.

Caranya adalah dengan melakukan manajemen laba

(earnings management), sehingga kinerja laba yang

dilaporkan tampak jelek. Teknik yang lazim diguna-

kan adalah dengan melakukan income minimization

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

6

atau income decreasing, yaitu manajemen melapor-

kan laba periode sekarang dengan nilai yang semini-

mal mungkin atau bahkan minus dengan menggeser

laba berja-lan keperiode-periode berikutnya.

Fenomena manajemen laba dengan mereka-

yasa laba yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan

besar dunia seperti: Xerox, Tyco, Permalat Group,

Global Crossing, WorldCom, Enron dan HIH.

Perusahaan-perusahaan ini melakukan tipuan laporan

laba dengan tidak etis dan terbongkar, serta telah di-

pailitkan. Beberapa hasil studi empiris di Amirika

Serikat, Kanada dan Inggris mengatakan bahwa reka-

yasa laporan keuangan khususnya laba-rugi, dengan

cara-caranya yang tampaknya etis untuk tujuan kom-

pensasi manajemen, kontrak utang, menghindari pa-

jak, dan biaya politik. Di Indonesia kasus melakukan

tipuan laporan laba/rugi telah banyak dilakukan oleh

korporasi tetapi yang terungkap hanya segelintir saja,

dan sanksi yang dijatuhkan pemerintah relatif ringan.

Secara umum beberapa penelitian yang telah

dilakukan baik di pasar modal Amirika Serikat mau-

pun di pasar modal Indonesia, menunjukkan perusa-

haan–perusahaan banyak yang melakukan manaje-

menlaba disekitar IPO. Ada juga hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa tidak ada perlakuan mana-jemen

laba sebelum dan setelah IPO. Perbedaan be-berapa

hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa bukti-bukti

tersebut tidak konsisten antara penelitian yang satu

dengan penelitian yang lain, tetapi secara keseluruhan

penelitian tersebut menemukan adanya bukti mana-

jemen laba. Seperti penelitian Friedlan (1994),

Magnan dan Courmir (1997), dan Teoh et al. (1998),

telah menemukan adanya manajemen laba untuk

menaikkan laba yang ada sebelum perusahaan akan

go public. Neill, Pourciau, dan Schaever (1995),

menemukan adanya hubungan antara pemilihan

metode akuntansi dan manajemen laba saat IPO.

Sedangkan Aharony et al.(1993), menemukan bukti

yang lemah bahwa manajer melakukan manajemen

laba dengan menaikkan laba (income increasing)

pada periode satu tahun sebelum pena waran saham

perdana.

Hasil penelitian para peneliti telah membuk-

tikan bahwa telah terjadi manajemen laba pada lapor-

an keuangan sebelum dan setelah perusahaan go pu-

blic. Gumanti (1996), pada penelitiannya menunjuk-

kan tidak ada manajemen laba sebelum IPO. Peneliti

Gumanti (2001), menggunakan model yang dikem-

bangkan oleh Friedlan (1994), hasilnya menunjukkan

bahwa manajemen laba ditemukan pada periode dua

tahun sebelum perusahaan melakukan IPO, sedang-

kan pada periode satu tahun sebelum go public, tidak

ditemukan adanya praktek manajemen laba. Hasil

penelitian dari Tiono et. al (2004) menunjukkan

bahwa perusahaan melakukan manajemen laba untuk

meningkatkan laba yang dilaporkan sebelum perusa-

haan go public, khususnya untuk periode dua tahun

dan satu tahun sebelum go public. Manajemen Laba dan Akuntansi Akrual Bentuk Manajemen Laba seperti perataan la-

ba sulit dibedakan dari pilihan akrual akuntansi seca-

ra tepat. Beberapa pernyataan yang merupakan garis

besar dari tujuan pelaporan keuangan dan hubungan-

nya dengan definisi akrual akuntansi seperti yang

dikeluarkan Financial Accounting Standard Board

(FASB) dalam Statement of Financial Accounting

Concepts (SFAC), adalah:

FASB (1978), SFAC no. 1, para 43 :

Fokus utama dari pelaporan keuangan

adalah informasi tentang kinerja suatu

perusahaan yang dihasilkan oleh laba dan

komponennya.

FASB (1985), SFAC no. 6, para 139 :

Akuntansi akrual menekankan pada catatan

pengaruh keuangan terhadap kesatuan

transaksi dan kejadian lain, dan keadaan

yang mempunyai konsekuensi kas untuk

kesatuan dalam periode kejadian atau

transaksi tersebut, dan keadaan yang terjadi,

daripada hanya dalam periode kas yang

diterima, atau dibayar oleh kesatuan

tersebut.

FASB (1985), SFAC no. 6, para 145:

Akuntansi akrual menggunakan akrual,

diferal, dan alokasi prosedur dengan tujuan

untuk menghubungkan pendapatan, biaya,

keuntungan, dan kerugian pada periode yang

meng-gambarkan kinerja dai satu kesatuan

selama satu periode, sebagai pengganti dari

penerimaan dan pengeluaran kas. Jadi pe-

ngakuan pendapatan, biaya, keuntungan,

kerugian dan yang berhubungan dengan

tambahan atau penurunan aktiva dan kewa-

jiban, yang meliputi penandingan pendapat-

an dan biaya, alokasi dan amortisasi adalah

intisari dari penggunaan akrual akuntansi

untuk pengukuran kinerja perusahaan.

Menurut (Dechow 1994), terdapat beberapa

bukti yang menunjukkan bahwa hasil dari

proses akrual yaitulaba yang dilaporkan

cenderung untuk lebih diratakan daripada

arus kas (cenderung bahwa akrual secara

negatif ber-hubungan dengan arus kas), dan

bahwa laba memberikan informasi yang

lebih baik tentang kinerja ekonomi kepada

investor daripada arus kas.

Selanjutnya Dechow et. al (1995), menje-

laskan ada beberapa model untuk mengidentifikasi-

kan manajemen laba pada laporan keuangan yaitu :

1. Model Healy

Model ini mengguanakan rata-rata dari total

akrual (TAt) dengan total asset yang di log (At-1) dari

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

7

periode esti masi sebagai ukuran untuk diskresioner.

Dan model untuk akrual non diskresioner dalam

peristiwa t (NDAt).

2. Model DeAngelo

Model ini mengguanakan total akrual periode ter-

akhir (TAt-1) dengan total asset waktu mundur (log

At-2) sebagai ukuran dari akrual non diskresioner.

Bagian dari akrual diskresioner adalah perbedaan

antara total akrual dalam peristiwa tahun yang di-

skala dengan At-1 dengan akrual non diskresioner

(NDAt).

3. Model Jones

Model ini berusaha untuk mengendalikan pe-

ngaruh dari perubahan lingkungan ekonomi peru-

sahaan terhadap akrual non diskresioner. Menurut

model ini pengukuran akrual diskresioner dengan

kesalahan ketika diskresi dipakai melalui pengakuan

pendapatan. Insider Ownership. Struktur kepemilikan (Ownership structure)

merupakan istilah yang digunakan untuk menunjuk-

kan bahwa struktur modal tidak hanya ditentukan da-

ri jumlah utang dan modal, tetapi juga dari persentase

kepemilikan saham oleh inside shareholders dan out-

side shareholders, pendapat Jensen dan Meckling

(1976)., Demsetz dan Lehn (1985), menjelaskan bah-

wa konsentrasi kepemilikan menghilangkan konflik

kepentingan antara pemilik dan manajer karena in-

sentif yang dimiliki pemilik untuk memonitor mana-

jer. Penelitian Poun (1988), McConnell dan Servaes

(1990) serta Brickley, Lease dan Smith (1998), ha-

silnya mendukung pernyataan bahwa meningkatnya

konsentrasi kepemilikan akan meningkatkan nilai

perusahaan.

Kepemilikan yang besar (large shareho-

lders), dapat lebih mengendalikan perusahaan. Menu-

rut Shleifer dan Vishny (1997), pemilik besar dapat

melakukan pengawasan karena dapat memperoleh in-

formasi dan memonitor manajemen serta mempunyai

hak suara untuk menekan manajemen dalam beberapa

kasus. Kemudian Herschey dan Zaima (1989) dalam

Soliha dan Taswan (2002), memberikan bukti bahwa

keputusan menjual perusahaan dengan kepemilikan

insider yang lebih besar akan memperoleh respon

investor yang lebih menguntungkan daripada peru-

sahaan dengan kepemilikan insider yang lebih ren-

dah. Kajian Konflik agensi di sebabkan oleh kebijakan-

kebijakan tertentu yang dilakukan manajer perusaha-

an tanpa sepengetahuan dari pihak pemilik dan inves-

tor, seperti manajer menerapkan akuntansi akrual

dalam pelaporan keuangan. Jensen dan Meckling

(1976), menyatakan bahwa terjadinya konflik

keagenan disebabkan antara lain oleh pembuatan

keputusan yang berkaitan dengan; pertama, aktivitas

pencarian dana, dan kedua, pembuatan keputusan

yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diper-

oleh tersebut diinvestasikan. Pendapat Watts dan

Zimmerman (1978), menyatakan bahwa kontrak ini

menciptakan dorongan untuk melakukan tindakan

manajemen laba, karena hal ini memungkinkan men-

jadi mahalnya kompensasi komite dan kreditur me-

lihatnya melalui manajemen laba.

Menurut Friedlan (1994), perilaku perusa-

haan sebelum melakukan Initial Public Offering

(IPO), diduga perusahaan melakukan accounting dis-

creation sebelumnya dengan harapan tingkat pe-

nerimaannya menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai

hasil penelitian Teoh et al.(1997), discreationary

accruals lebih banyak dilakukan oleh perusahaan

yang akan go public dibandingkan dengan perusa-

haan yang tidak melakukan penawaran saham per-

dana jika sudah mengalami go public. Melalui dis-

creationary accruals telah terbukti bahwa manajer

melakukan manipulasi laba karena lebih sulit di-

deteksi oleh investor seperti halnya dalam mela-

kukan pembelian kembali saham melalui penurunan

laba (income decreasing), dan pada saat melakukan

IPO melalui kenaikkan laba (income increasing).

Fenomena ini memungkinkan manajer peru-

sahaan yang akan gopublic untuk melakukan manaje-

men laba terhadap laporan keuangan dalam prospek-

tus guna mendapatkan harga saham yang tinggi.

Alasan yang lebih operasional dikemukakan oleh Lev

(2003), kenapa perusahaan termotivasi melakukan

manajemen laba, karena laba sering menjadi obyek

misstatement dan fraudelent (kecurangan) sebelum

didiseminasi ke pasar modal, karena laba merupakan

input utama dalam model-model valuasi investor dan

dapat mempengaruhi harga-harga sekuritas, nilai

kompensasi dan kekayaan para manajer korporasi.

Laba juga digunakan direksi, komisaris dan para

investor institusional untuk mengukur kinerja

korporasi dan kualitas manajemen. Dalam perjanjian

kontraktual dan pinjaman, pen-capaian target-target

profitabilitas oleh suatu korporasi juga menja-di basis

penilaian.

Model-model untuk mengidentifikasikan

manajemen laba pada laporan keuangan menurut

Dechow et. al (1995) yaitu : Model Healy, Model

DeAngelo, dan Model Jones. Karena keterbatasan

data laporan keuangan perusahaan yang tersedia

sebelum IPO (paling banyak 3 peride) dalam satu

tahun sebelum tanggal IPO, banyak penelitian yang

dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya praktik

manajemen laba dengan menggunakan model Jones.

Alasan menggunakan model ini karena menurut dari

Dechow et. al (1995), model Jones modifikasian me-

rupakan model yang paling kuat dalam mendeteksi

ada tidaknya praktik manajemen laba dalam perusa-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

8

haan yang akan go public dan pada model ini manaje-

men laba terdapat discreationary accruals yang

signifikan.

Praktisi akuntansi sering berpendapat dan

memiliki persepsi yang berbeda dengan akademisi

terhadap manajemen laba. Praktisi dan regulator ber-

pendapat bahwa manajemen laba merupakan tindakan

lazim yang cenderung bermasalah, sehingga membu-

tuhkan usaha perbaikan lebih lanjut. Menurut para

akademisi umumnya lebih optimis, walaupun hasil

penelitian akademik memiliki keterbatasan untuk

membuktikan manajemen laba. Studi Jones (1991),

menawarkan suatu model untuk melindungi identitas

perusahaan yang melakukan tindakan manajemen

laba. Tujuan model Jones adalah, untuk memisahkan

ekspektasi nondiscreationary accruals dari disc-

reationary accruals yang dikelola. Menurut penda-

pat Dechow dan Skinner (2000), akademisi sering

mengandalkan pada efisiensi pasar untuk argumen

bahwa manajemen laba tidak menjadi masalah, se-

panjang hal tersebut diungkapkan secara penuh kepa-

da investor. Secara koseptual, ada dua motif utama

yang mendorong para manajer melakukan manaje-

men laba. Pertama, motif oportunistik untuk memak-

simumkan utilitas mereka dalam menhadapi kontrak

kompensasi, kontrak utang, dan political costs.

Kedua, motif antisipasi manajer dalam menghadapi

atau melakukan kontrak yang efisien, seperti dalam

kontrak kompensasi eksekutif dan kontrak utang.

Salah satu cara mekanisme kontrol untk me-

ngurangi konflik keagenan yaitu dengan meningkat-

kan insider ownership (Crutchley dan Hensen 1989,

Jensen, Solberg dan Zorn, 1992). Menurut pendekat-

an ini konflik keagenan dapat dikurangi apabila in-

sider mempunyai kepemilikan saham dalam perusa-

haan. Dengan adanya kepemilikan saham, maka in-

sider akan merasakan langsung manfaat dari kepu-

tusan yang diambilnya, demikian juga kerugian

yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan

keputusan yang salah. Jensen dan Meckling (1976)

menyatakan kepemilikan ini mensejajarkan kepen-

tingan manajemen dengan pemegang saham. Dengan

demikian kepemilikan saham oleh manajemen meru-

pakan insentif bagi para manajer untuk mening-

katkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggu-

nakan utang secara optimal sehingga meminimumkan

biaya keagenan. Menurut Scott (2003) pemilik mena-

warkan kepada para manajernya suatu hak opsi kepe-

milikan saham perusahaan (employee stock option

plan/ ESOP) sebagai suatu payoff atau kompensasi

manajerial. Alasannya, para manajer yang diberi

otoritas untuk menge-lola perusahaan dan juga hak

opsi saham tidak akan berperilaku oportunis karena

perusahaan adalah miliknya juga.

Konsentrasi kepemilikan dapat menguntung-

kan, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian,

apabila kepemilikan semakin terkonsentrasi maka

pemegang saham akan mempresentasikan kepenting-

an mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan ke-

pentingan investor, pekerja dan manajer. Penelitian

Herschey dan Zaima (1989) dalam Soliha dan

Taswan (2002), memberikan bukti bahwa keputusan

untuk menjual perusahaan dengan kepemilikan insi-

der yang lebih besar akan memperoleh respon inves-

tor yang lebih menguntungkan daripada perusahaan

dengan kepemilikan insider yang lebih rendah. Implikasi Dengan memperhatikan diskripsi dari kajian

diatas, maka dapat dikatakan bahwa para manajer da-

pat menggunakan a simetri informasi untuk melaku

manajemen laba dengan kebijakan akuntansi akrual

dalam informasi pelaporan keuangan perusahaan.

Terutama pada saat perusahaan sebelum atau sesudah

melakukan Initial Public Offering (IPO). Pemilik da-

pat menggunakan kebijakan pengawasan yang ketat,

dimana insider dapat diberikan hak untuk kepemilik-

an saham perusahaan. Dengan kepemilikan insider

merupakan insentif bagi peningkatan kinerja perusa-

haan atau akan mempermudah mencapai nilai perusa-

haan yang diinginkan. Keterbatasan Kajian ini hanya terfokus pada insider ow-

nership untuk mengurangi perilaku oprtunistik para

manajer yang melakukan kesempatan adanya asimetri

informasi dengan kebijakan akuntansi akrual. Masih

terdapat metode atau cara-cara yang digunakan untuk

memonitor dan membatasi perilaku oportunistik ma-

najer, seperti pemilik dapat juga mewajibkan para

manajernya menerapkan Corporate Governance dan

prinsip-prinsip dasarnya: transparency, accountabi-

lity, responsebility, dan fairness. Serta belum mema-

sukkan institution ownership.

Referensi Crutchley, C. E dan R.S. Hensen, 1989, “A Test

of the Agency Theory of the Managerial Ownership,

Corporate Leverage, and Corporate Divident”,

Financial Management Winter, 36-46

Demsetz dan K. Lehn, 1985, “The Structure of

Corporate Ownership: Causes and Consequences”,

Journal of Political Econmy 88, 1155-1177

Durcharme, L., P.H. Malatesta and S.E. Sefcik,

2000, Earning Management: IPO Valuation and

Sub-sequent Performance, Working Paper, 8

Agustus.

Fama, E (1980), “Agency Problems and the Theory

of the Firm”, Journal of Political Economy (JPE),

288-307.

FASB, 1978, “Objectives of Financial Reporting by

Business Enterprises, Statement of Financial

Accounting Concept ”, No. 1, Norwalk, CT: FASB.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

9

FASB, 1985, “Elements of Financial Statements,

Statement of Financial Accounting Concept ”, No. 6,

Norwalk, CT: FASB.

Fisher, Marilyn dan Kenneth Rosenzweig, 1995,

”Attitude af students and Accounting Practitioners

Concerning the Ethical Acceptability of Earnings

Management”,Journal of Business Ethics, Vol. &:

pp. 85-107.

Friedlan, John M, 1994, “Accounting Choices of

Issuers of Initial Public Offerings”, Contemporary

Accounting Research, Vol. 11, pp 1-31

Gideon SB., Budiono, 2005, “Studi Pengaruh

Mekanisme Corporate Governance dan Dampak

Manajemen Laba dengan menggunakan Analisis

Jalur”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI,

2005.

Gumanti, T.A., 2001, “Earning Management dalam

Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta”,

Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 4, no. 2., Mei,

hal. 165-183.

Healy, P.M., dan J.M. Wahlen, 1999, “A Review of

The Earning Managements Literature and

Implication far Standard Setting”, Working Paper.

Jensen, Michael C., & Meckling, William H., 1976,

“Theory of the Firm; Managerial Behavior, Agency

Cost, and Ownership Structure”, Journal of

Financial Economics, vol.3 no.4, October, pp 305-

360.

Jensen, G., D. Solberg, dan T. Zorn, 1992,

“Simultaneous Determination of Insider Ownership,

Debt and Divident Policy”, Journal of Financial and

Quantitative Analysis 27, 247-263

Jones, Jennifer J., 1991, “Earnings Management

During Import Relief Investigation”, Journal of

Accounting Research, 25, pp. 193-228.

Lev, B., 1989, “On the Usefulness of Earnings and

Earnings Research: Lessons and Directions From

Two Decade of Empirical Research”, Journal of

Accounting Research, Vol. 27, Suplement, pp. 153-

201

Lev, B., 2003, “Corporate Earnings: Facts and

Fiction”, Journal of Economic Perspectives, vol. 17,

no. 2, pp. 27-50

Lilis Setiawati, 2001, “ Rekayasa Akrual untuk

Meminimalkan Pajak”, Simposium Nasional

Akuntansi V, IAI

Mardiyah, A.A., 2003, “Hubungan Withdrawn

Initial Public Offerings (WIPO), Seasoned Equity

Offering (SEO), dan Earnings Management dengan

Initial Return, Simposium Nasional Akuntansi VI,

Surabaya, 16-17 Oktober.

Midiastuty, P.P. dan Machfoedz, M., 2003,

“Analisis Hubungan Mekanisme Corporate

Governance dan Indikasi Manajemen Laba”,

Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, 16-17

Oktober.

Pound, J., 1988, “Proxy Contests and the Efficiency

of Shareholder Oversight”, Journal of Financial

Econmy 22, 237-265.

Ray Ball dan S.P. Kothari (Editor), 1994, Financial

Statement Analysis. McGraww-Hill, Inc., London

Schipper, K., 1989, “Commentary On Earning

Management”, Accounting Horizons:3,pp.91-102

Scott, William R., (2000), “Financial Accounting

Theory”, Second Edition, Canada: Prentice Hall.

------------------, (2003), “Financial Accounting

Theory”, Third Edition, Canada:Prentice Hall.

Shleifer, A., dan R. Vishny, 1986, “Large

Sharehol-ders and Corporate Control”, Journal of

Political Economics 95, June, 461-488.

Soliha, Euis dan Taswan , 2002, “Pengaruh

Kebijak-an Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Serta

Beberapa Faktor Yang Mempengaruhinya”, Journal

Bisnis dan Ekonomi, Vol.9, no.2, September,

hal.120-148.

Teoh, S.H., T.J. Wong , dan G.R. Rao, 1997, “Are

Accruals During An Initial Public Offering

Opportunistic?”, Working Paper, July.

Teoh, S.H., I. Welch and T.J. Wong, 1998a,

“Earnings Management and The long Run Market

Performance of Initial Public Offerings”, The

Journal of Finance, Vol. LIII, no. 6, December,

pp.1935-1974.

Watts, Ross L., dan J.L. Zimmerman, 1986,

“Positive Accounting Theory”, New Jersey, Prentice

Hall, Inc Englewood Cliffs.

Widyaningdyah, A.L., 2001, “Analaisis Faktor-

Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Public di

Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.3,

no. 2, hal 89-102.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: KAJIAN PRATEK MANAJEMEN LABA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/78/jbptppolban-gdl-banterlaks... · masa yang akan datang dibandingkan pemilik dan investor. Informasi

10