kajian sistem endomembran, retikulum endoplasma, vesikula, badan golgi dan lisosom
TRANSCRIPT
KAJIAN SISTEM ENDOMEMBRAN, RETIKULUM ENDOPLASMA,
VESIKULA, BADAN GOLGI DAN LISOSOM
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Sel Molekuler
oleh
Kelompok 3/Kelas B Program Magister
Betry Saputri ZD 1201408
Ika Anggraeni 1201568
Rizki Pratama 1201653
Ranti An Nisa 1201290
Zamzam Nursani 1201493
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
ULASAN DAN KAJIAN UMUM SISTEM ENDOMEMBRAN
I.1 Endomembran dan Regulasi Beberapa Fungsi Seluler
Organel merupakan komponen struktural dan fungsional tersendiri yang menopang
fungsi kehidupan suatu sel. Beberapa karakter organel memiliki ketersambungan (kontinuitas)
fungsi yang didasarkan pada karakter strukturnya (Campbell et al, 2010). Karakter organel
diantaranya dicirikan dengan adanya struktur membran internal sel (struktur membran selain
membran plasma sel), yang seperti halnya membran plasma sel juga tersusun atas komponen
fosfolipid bilayer yang fluid, protein-protein integral dan perifer serta struktur reseptor. Karakter
ini merupakan bentuk kontinuitas struktural dari organel-organel tersebut yang pada akhirnya
menopang fungsi selulernya. Membran-membran internal sel ini membentuk sistem
kompartemen yang saling berinteraksi. Struktur kontinu yang terdiri dari beberapa organel
dengan struktur membran sebagai dasar konstruksinya ini disebut sebagai sistem endomembran.
Sistem endomembran melaksanakan
berbagai fungsi seluler. Fungsi-fungsi tersebut
meliputi peran dalam sintesis protein dan
transport protein tersebut ke dalam membran
dan organel atau keluar dari sel, peran dalam
metabolisme, pergerakan dan sintesis lipid sel
juga detoksifikasi racun. Membran-membran
pada sistem endomembran ini dihubungkan
melalui ketersambungan fisik langsung
maupun melalui transfer segmen-segmen
membran yang dikenal sebagai vesikel (vesikel,
kantung yang terbuat dari membran).
Organel-organel yang tercakup dalam
sistem endomembran diantaranya membran nukleus, retiklum endoplasma, badan Golgi,
lisosom, berbagai jenis vakuola serta membran plasma. (Campbell et al, 2010). Membran plasma
Gambar 1.1 Sistem Endomembran
menggambarkan kontinuitas struktur dan fungsi
beberapa organel sel. (Karp, 2010)
tidak sepenuhnya bagian dari sistem endomembran secara fisik, namun keberadaanya sangat erat
dengan keberlangsungan berbagai fungsi yang dijalankan organel sistem endomembran.
Ketersinambungan organel-organel dalam sistem endomembran ini tidak diartikan sebagai
keberadaan struktur dan fungsi yang identik, walau pun secara umum memiliki struktur dasar
membran yang sama. Struktur membran pada tiap organel memiliki ketebalan dan komposisi
molekuler yang berbeda, jenis reaksi kimia yang terjadi di dalamnya pun tidaklah tetap,
melainkan bisa dimodifikasi beberapa kali selama masa hidup membran.
1.2 Pendekatan dalam Kajian Sistem Endomembran
Kajian mendalam mengenai sistem endomembran sangat berkaitan dengan perkembangan
berbagai metode riset dalam kajian sitologi dan biologi molekuler pada umumnya.
1. Identifikasi pencitraan mikroskop
Penemuan dan berkembangnya mikroskop sebagai teknologi penting dalam pengamatan dan
pengidentifikasian struktur sel menandai awal dan keberlanjutan kajian mengenai sistem
endomembran. Penggunaan mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron memberikan
informasi penting tentang struktur sitoplasma dengan berbagai komponen penyusunnya termasuk
keberadaan organel dalam sistem endomembran.
Hasil pencitraan mikroskop elektron
menunjukkan adanya struktur dasar
membran internal di dalam sel yang tampak
terkoneksi secara fisik. Pencitraan
mikroskopis dapat menggambarkan adanya
struktur membran yang saling terjalin antara
membran nukleus, retikulum endoplasma,
badan Golgi dan membran plasma. Selain itu
diidentifikasi pula struktur dari setiap
organel tersebut, seperti ditemukannya struktur sisterna yang menyusun retikulum endoplasma
(Karp, 2010). Sisterna merupakan kantung-kantung memanjang yang dibatasi membran yang
Gambar 1.2 Pencitraan mikroskop elektron yang
menggambarkan beberapa organel se penyusu sistem
endomembran. (Karp, 2010)
pada dasarnya merupakan komponen utama retikulum endoplasma, dalam arti retikulum
endoplasma pada dasarny merupakan kumpulan sisterna. Pencitraan mikroskopis juga
memberikan gambaran keberadaan vesikula yang ditemukan disekitar organel retikulum
endoplasma dan badan Golgi. Hal ini mengindikasikan adanya keterkaitan yang erat antar
organel tersebut, dugaan tersebut kemudian berkembang menjadi kajian khusus sistem
endomembran. Hal yang menjadi batasan kajian dengan penggunaan citra dari mikroskop ini
adalah tidak teridentifikasi keterkaitan struktural secara molekuler dan peranan fungsional.
Sehingga berbagai kajian pun terus dikembangkan untuk mengidentifikasi detail tentang
komponen sel ini.
2. Identifikasi dengan Autoradiografi
Metode identifikasi lain dalam upaya mengungkap keterkaitan fungsi melalui interaksi
struktural pada organel-organel sistem endomembran adalah dengan memanfaatkan radiasi
senyawa radioaktif yang kemudian dipindai dengan autoradiograf (Karp, 2010). Autoradiografi
menyediakan sarana untuk memvisualisasikan proses biokimia dengan memungkinkan peneliti
untuk menentukan lokasi molekul berlabel radioaktif dalam sel. Dalam teknik ini, bagian
jaringan yang mengandung isotop radioaktif ditutupi dengan lapisan tipis emulsi fotografi, yang
kemudian terkena oleh radiasi dari radioisotop dalam jaringan. Situs dalam sel yang
menunjukkan radioaktivitas akan tergambarkan pada pencitraan di bawah mikroskop oleh butir
perak dalam emulsi atasnya.
Gambar 1.3. Model hasil identifikasi sistem endomembran dengan teknik autoradiografi (Karp, 2010)
Teknik ini pertama kali digunakan dalam kajian sistem endomembran oleh James Jameison
dan George Palade dari Universitas Rockfeller. Teknik ini melibatkan metode pemindaian
senyawa radioaktif yang sebelumnya diinduksi pada struktur protein sekretori yang disintesis
pada sel acinus pankreas mamalia. Untuk menentukan situs protein sekresi yang disintesis,
Palade dan Jamieson menginkubasi irisan jaringan pankreas dalam larutan yang mengandung
asam amino radioaktif untuk jangka waktu singkat. Selama periode ini, asam amino radioaktif
digunakan oleh sel-sel hidup untuk mensintesis enzim pencernaan dengan melibatkan
ribosom. Lokasi dari protein yang telah disintesis selama inkubasi singkat dengan asam amino
radioaktif kemudian diidentifikasi dengab autoradiograf. Dengan menggunakan pendekatan ini,
retikulum endoplasma diidentifikasi sebagai tempat sintesis protein sekretori (Gambar 1.3).
Untuk menentukan jalur intraseluler yang dilalui protein berlabel radioaktif, Palade dan
Jamieson melakukan percobaan tambahan. Setelah inkubasi jaringan untuk periode singkat
dalam asam amino radioaktif, jaringan pankreas kemudian dicuci, dibebaskan dari interaksi
dengan radio isotop. Jaringan yang telah bersih kemudian dipindahkan ke medium yang
mengandung asam amino tanpa radio isotop. Percobaan jenis ini disebut "pulse-chase". Pulse
mengacu pada inkubasi singkat dengan radioaktivitas asam amino yang menjadi bagian dari
struktur protein. Chase mengacu pada periode ketika jaringan berinteraksi dengan media yang
mengandung radio isotop, suatu periode di mana protein tambahan disintesis menggunakan
asam amino nonradioaktif.
Pada percobaan “pulse-chase” akan ditemukan dua sifat protein sekretori, yakni yang
mengandung asam amino radio isotop yang lebih dulu di sintesis dan protein sekretori yang
tidak mengandung radio isotop yang disintesis kemudian. Adanya rentang waktu ini
memungkinkan peneliti untuk mengamati jalur biosintesis protein. Semakin lama fase chase,
semakin jauh protein radioaktif diproduksi, semakin jauh jalur yang telah ditempuh protein dari
situs sintesisnya dalam sel. Dengan menggunakan pendekatan ini, dapat mengikuti gerakan
molekul baru disintesis dengan mengamati gelombang bahan radioaktif bergerak melalui
organel sitoplasma sel dari satu lokasi ke lokasi berikutnya sampai proses selesai. Hasil riset
inilah yang pertama kali dapat mendefinisikan jalur biosintesis yang melibatkan sejumlah
kompartemen membran yang secara struktural tampak terpisah menjadi terintegrasi secara
fungsional.
3. Identifikasi dengan pemanfaatan Green Flouresent Protein (GFP)
Percobaan autoradiografik dijelaskan dalam bagian sebelumnya mengharuskan peneliti
untuk memeriksa sayatan dari sel-sel yang berbeda yang diidentifikasi pada berbagai waktu
setelah pengenalan label radioaktif (Karp,2010). Teknologi alternatif memungkinkan peneliti
untuk mengikuti gerakan dinamis protein spesifik dengan mata mereka sendiri karena
identifikasi dilakukan pada sebuah sel hidup tunggal. Teknologi ini memanfaatkan gen yang
diisolasi dari ubur-ubur yang mengkode protein kecil, yang disebut green
fluorescentprotein (GFP), yang dapat berpendar, seperti terlihat pada gambar 1.4.
Gambar 1.4 Ekspresi gen green fluorescentprotein (GFP) menyebabkan pendaran cahaya yang dapat diamati,
a) GFP teridentifikasi di sekitar nukleus, b) GFP pada retikulum endoplasma.(Karp,2010)
Dalam pendekatan ini, DNA pengkode GFP direkombinasikan dengan DNA pengkodean protein
yang akan dipelajari, sehingga menghasilkan bentuk chimeric (gabungan) DNA yang diinduksi
ke dalam sel dan dapat diamati di bawah mikroskop. Setelah masuk sel, DNA chimeric
mengekspresikan protein chimeric yang terdiri dari protein utama dan GFP yang telah menyatu
dengan struktur protein utama. Dalam kebanyakan kasus, kehadiran GFP yang menyatu kedalam
struktur protein utama memiliki pengaruh yang kecil pada fungsi protein utama.
Induksi gen GFP pada sel dilakukan dengan pemanfaatan virus. Virus memiliki kemampuan
untuk mengiduksikan gen yang dimiliki ke dalam sel lain untuk kemudian mengendalikan sel
tersebut mengekspresikan protein virus. Pada teknik ini, gen GFP direkombinasikan pada
komponen DNA strain virus somatitis vasikuler (VSV), menghasilkan DNA rekombinasi yang
terdiri gen virus dan gen GFP (VSVG). Setelah infeksi virus, dalam hal ini pengijeksian VSVG
kedalam genom sel inang, protein virus yang telah fusi dengan GFP pun disintesis. Peneliti dapat
mengamati jalur biosintesis protein tersebut mulai dari akumulasi protein di retikulum
endoplasma hingga deposit protein di badan Golgi. Pengamatan dilakukan dengan pemberian
perlakuan pemberian suhu yang berbeda dalam kurun waktu tertentu untuk setiap fase tahapan
pada jalur biosintesisnya, seperti pada gambar 1.5.
Gambar 1.5. Model proses alur organel yang terdeteksi pendaran GFP pada sel inang, indikasi
jalur biosintesis protein pada sistem endomembran (Karp, 2010)
4. Identifikasi dengan analisis biokimia
Mikroskop elektron, autoradiografi, dan penggunaan GFP memberikan informasi tentang
struktur dan fungsi organel seluler yang menjadi bagian sistem endomembran tetapi gagal
memberikan wawasan banyak mengenai komposisi molekul struktur ini. Analisis biokimia
dalam kajian sistem endomembran mulai dilakukan setelah penemuan teknik untuk
memecah (menghomogenkan) sel dan mengisolasi jenis organel tertentu yang dirintis pada tahun
1950-an dan 1960-an oleh Albert Claude dan Christian De Duve. Ketika sebuah sel pecah oleh
homogenisasi, membran sitoplasma menjadi terpecah-pecah dan terbentuk fragmen membran
yang berfusi membentuk vesikel (struktur membran seperti kantung bulat) dengan diameter
kurang dari 100 nm (Gambar 1.6). Vesikel yang berasal dari organel yang berbeda (inti,
mitokondria, membran plasma, retikulum endoplasma, dan sebagainya) memiliki sifat yang
berbeda, sehingga memungkinkan mereka untuk dipisahkan dari satu sama lain, ini merupakan
pendekatan yang disebut fraksinasi subseluler.
Gambar 1.6 Langkah-langkah dalam teknik fraksinasi subseluler (Karp, 2010)
Vesikel membran yang berasal dari sistem endomembran (terutama retikulum
endoplasma dan kompleks Golgi) membentuk kumpulan vesikel heterogen berukuran serupa
yang disebut sebagai mikrosom. Mikrosom ini kemudian dapat lebih difraksinasi menjadi fraksi
membran halus dan kasar dengan teknik gradien. Setelah diisolasi, komposisi biokimia dari
berbagai fraksi dapat ditentukan. Temuan dari identifikasi dengan menggunakan pendekatan ini
diantaranya adalah adanya enzim penanda spesifik pada organel sistem endomembran. Sebuah
enzim spesifik dapat diisolasi dari fraksi mikrosomal dan kemudian digunakan sebagai antigen
untuk mempersiapkan antibodi terhadap enzim tersebut. Antibodi kemudian bisa dikaitkan
dengan mineral, seperti partikel emas, yang dapat divisualisasikan dalam mikroskop elektron,
dan lokalisasi enzim dalam kompartemen membran dapat ditentukan, seperti diperlihatkan pada
gambar 1.7.
Gambar 1.7 Visualisasi keberadaan enzim spesifik pada vesikula mikrosom organel sistem
endomembran (Karp, 2010).
5. Identifikasi dengan Cell-Free System (Sistem Bebas Sel)
Pendeketan dengan sistem bebas sel ini merupakan pengembangan dari penemuan teknik
fraksinasi subseluler, dimana kajian yang lebih lanjut dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai
protein sekrotori yang di transport dengan menggunakan sistem endomembran (Karp, 2010).
Istilah bebas sel merujuk pada bentuk pendekatan ini yang tidak menggunakan sel hidup secara
utuh. Bahkan merekayasa struktur seluler secara in vitro. Selama tahun 1960, peneliti seperti
George Palade, Philip Siekevitz, dan rekan-rekan mereka di Universitas Rockefeller mempelajari
lebih lanjut tentang sifat-sifat fraksi mikrosomal kasar yang berasal dari retikulum endoplasma
kasar. Mereka menemukan bahwa pada mikrosom kasar terdapat partikel terisolasi (yaitu,
ribosom) yang mampu mensintesis protein ketika diberikan dengan bahan-bahan yang diperlukan
dari sitosol. Dengan kondisi tersebut, protein yang baru disintesis oleh ribosom dirilis dalam
retikiulum endoplasma kasar. Saat percobaan dilakukan dengan menggunakan mikrosom kasar
utuh, protein yang baru disintesis tidak lagi dilepaskan ke dalam media inkubasi tetapi terjebak
dalam lumen vesikel membran. Disimpulkan dari studi ini bahwa membran mikrosomal tidak
diperlukan untuk penggabungan asam amino
menjadi protein tetapi untuk sekresi pengangkutan
protein yang baru disintesis dalam ruang cisternal
retikulum endoplasma.
Selama beberapa dekade terakhir, para peneliti
telah menggunakan sistem bebas sel untuk
mengidentifikasi peran dari banyak protein yang
terlibat dalam transport sistem endomembran.
Salah satunya adalah pembentukan liposom yang
merupakan vesikel dengan permukaannya terdiri
dari membran bilayer buatan yang dibuat di
laboratorium dari fosfolipid. Kuncup dan vesikel
terlihat pada Gambar 1.7 diproduksi setelah
inkubasi dan pemurnian yang melibatkan protein yang biasanya terdiri dari mantel pada
permukaan sitosol vesikel transportasi di dalam sel. Tanpa penambahan protein mantel, vesikel
pemula tidak akan terbentuk. Dengan menggunakan strategi di mana proses seluler yang
Gambar 1.7.Pembentukan liposom dengan
sistem bebas sel pada mikrosom hasil
fraksinasi subseluler. Tanda panah
menunjukan kuncup vesikel (Karp, 2010)
direkayasa secara in vitro dari komponen yang dimurnikan, para peneliti telah mampu
mempelajari protein membran untuk memulai pembentukan vesikel, yang bertanggung jawab
untuk pemilihan kompartemen untuk transport protein, dan protein yang memutuskan vesikel
dari membran donor.
6. Identifikasi dengan Fenotipe Mutan
Sel mutan memiliki substansi genetik yang telah mengalami perubahan sehingga
menghasilkan protein abnormal yang kemudian terekspresikan menjadi karakter seluler yang
abnormal pula. Dengan prinsip analisis terbalik, mengidentifikasi fenotipe mutan dengan cara
memanfaatkan mekanisme mutasi molekul substansi genetik dapat memberikan informasi
mengenai protein normal dan implikasi fungsi normal nya (Karp, 2010).
Randy Sheckman dan rekan penelitinya dari California University, Berkeley melakukan
kajian mendalam tentang identifikasi protein pada sistem endomembran dengan pengamatan
terhadap fenotipe mutan. Dalam riset ini, dilakukan penghambatan ekspresi gen protein vesikula
transport antar membran pada sel ragi. Penghambatan dilakukan dengan memanfaatkan
penomena interference RNA (RNAi), suatu keadaan dimana terdapat molekul RNA yang
berperan dalam regulasi sintesis protein. Molekul RNA tersebut dapat mencegah translasi
messanger RNA sehingga protein tidak terbentuk. Dilakukan penghambatan sintesis protein
vesikula yang pada kondisi normal berperan dalam pengenalan antar membran, dimana protein
vesikula dari retikulum endoplasma akan dikenali oleh membran badan Golgi. Mutasi ini
menyebabkan terhambatnya fusi membran vesikula kedalam badan Golgi sehingga vesikula
terakumulasi di sitosol (Gambar 1.8). Hal ini menunjukkan adanya mekanisme komunikasi sel
berupa interaksi molekuler antar protein membran yang terdapat pada organel-organel penyusun
sistem endomembran.
Gambar 1.8 Sel ragi yang menunjukkan kondisi abnormal dimana vesikula terakumulasi di sitosol akibat
mutasi terhadap protein membran vesikula (Karp, 2010)
RETIKULUM ENDOPLASMA
Banyak membran sel eukariotik yang berbeda merupakan bagian dari sistem
endomembran. Membran ini dihubungkan melalui sambungan fisik langsung atau melalui
transfer segmen-segmen membran sebagai vesikula (gelembung terbungkus membran) kecil.
Akan tetapi hubungan ini tidak berarti bahwa membran yang berbeda-beda itu sama struktur dan
fungsinya. Ketebalan, komposisi molekuler, dan perilaku metabolisme membran tidak tetap, tapi
dapat dimodifikasi beberapa kali selama masa hidup membran tersebut. Sistem endomembran
mencakup selubung nukleus, retikulum endoplasma, badan golgi, lisosom, berbagai jenis
vakuola, dan membran plasma.
Pengamatan terhadap retikulum endoplasma baru dapat dilakukan setelah ada mikroskop
elektron pada tahun 1950. Beberapa tahun kemudian baru diketahui bahwa retikulum
endoplasma mempunyai berbagai bentuk. Retikulum endoplasma merupakan organel sel yang
tidak statis dan dapat dianggap sebagai salah satu komponen dari suatu sistem membran didalam
sel yang terdiri atas berbagai organel. Jaringan sistem membran ini dalam bahasa inggris disebut
cytocavitary network yang didalamnya termasuk mitokondria, lisosom, badan golgi, badan
mikro, dan membran inti.
Dengan adanya sistem tadi sitoplasma dibagi dalam dua kopartemen yaitu sitoplasma
ekstra organel (sitosol) dan rongga-rongga intra membran (lumen). Jadi membran yang
membangun sistem itu satu permukaan menghadap sitoplasma ekstra organel (sitosol) dan
permukaan lain menghadap lumen dari sistem membran. Hal ini penting untuk diketahui sebagai
dasar untuk membicarakan sifat-sifat membran. Telah ditemukan bahwa reticulum endoplasma
mempunyai hubungan dengan membran plasma dan membran luar dari selaput inti, sedangkan
organel-organel lain tidak mempunyai hubungan langsung tetapi dapat terjadi interaksi secara
langsung atau tidak. Jadi meskipun retikulum endoplasma merupakan organel tersendiri tapi
struktur dan fungsinya memiliki hubungan dan tergantung pada bagian-bagian lain dari jaringan
cytocavitary. Dengan demikian pada pembicaraan organel yang lain akan selalu memyangkut
pembahasan materi ini sifat umum retikulum endoplasma. Sistem membran yang dinamik
membantu transpor di dalam sel eukariotik. Jaringan cytocavitary khususnya retikulum
endoplasma mencegah stagnasi penyebaran enzim untuk aktifitas katabolik dan anabolik.
Substrat yang vital dapat mencapai bagian dalam sel dengan cepat dengan cara fusi dan gerakan
dari membran. Demikian juga dengan bahan yang disintesa di dalam sel dengan cara yang sama
dapat cepat diangkut ke permukaan sel. Bentuk mikroskopis reticulum endoplasma.
Retikulum endoplasma memiliki fungsi yang bervariasi, hal ini menyebabkan adanya
variasi secara morfologis. Dari pengamatan dengan mikroskop elektron pada sel hati terlihat
adanya dua macam membran yang menyebabkan ada dua macam retikulum endoplasma.
Membran yang mempunyai partikel-partikel ribosom dipermukaannya terlihat kasar dan
membentuk retikulum endoplasma kasar (REK) dan membran yang tidak mempunyai ribosom
terlihat halus disebut retikulum endoplasma halus (REH). REK biasa juga disebut sebagai
retikulum endoplasma granular dan REH disebut reticulum endplasma agranular. Retikulum
endoplasma kasar dan halus. REK mempunyai fungsi dalam sintesa protein didalam sel terutama
sintesa protein sekresi dan protein untuk komponen retikulum endoplasma itu sendiri. REH
mempunyai fungsi sebagai tempat reaksi sintesis maupun untuk modifikasi bahan-bahan yang
mempunyai berat molekul rendah. Adanya REK dan REH pada sel hati menunjukkan bahwa hati
mempunyai berbagai peran dalam metabolisme. Memang telah diketahui bahwa reaksi-reaksi
metabolisme antara (intermediary metabolism) terjadi didalam hati. Beberapa reaksi terjadi
dalam dua tahap yaitu REK kemudian REH. Tipe sel yang berbeda mempunyai rasio REK dan
REH yang berbeda. Sel yang mempunyai peran dalam sintesis protein untuk bahan sekresi
(secretory), REK merupakan bagian utama dari retikulum endoplasma pada sel tersebut. Sel yang
mempunyai fungsi untuk sekresi steroid seperti pada sel-sel adrenal bagian korteks mempunyai
retikulum endoplasma yang sebagian besar terdiri dari REH. Sintesis kolesterol dan reaksi-reaksi
kimia untuk memodifikasi steroid menjadi progesteron dan deoksikortikosteron terjadi pada
membran REH. Sel lain yang berisi banyak REH ialah sel-sel pigmen pada retina, Sel-sel pada
kelenjar sebaseus, sel-sel interestial, pada testes dan korpus luteum.
1. Sejarah Retikulum Endoplasma
Pada tahun 1887, Garnier mencatat bahwa sitoplasma sel kelenjar sering berbeda warna
dengan bagian lain dalam sitoplasma. Pada bagian ini sering terlihat adanya gambaran seperti
guratan atau lempengan. Ia mengira bagian tersebut berhubungan dengan proses sekresi dan
bagian tersebut disebut sebagai ergatoplasma. Belakangan diketahui bahwa bagian tersebut
banyak mengandung RNA. RNA bersifat asam berarti memiliki afinitas kuat terhadap basa,
seperti metilen blue dan toloidin blue sehingga disebut basofil. Ternyata sitoplasma yang basofil
tidak hanya terdapat pada sel kelenjar tetapi juga pada sel-sel yang giat tumbuh dan pada sel-sel
yang aktif mensintesis protein. Ergatoplasma di dalam sel saraf disebut dengan Badan Nissl yang
kemudian disebut dengan retikulum endoplasma (artinya jala-jala dalam plasma).
Porter pada tahun 1945 menemukan jala-jala yang halus pada sitoplasma fibroblas ayam.
Pada irisan Jala-jala tipis ini tampak seperti saluran buntu, gelembung memanjang atau berupa
terusan. Pada irisan seri yang diamati di bawah mikroskop elektron, Fry Wyssling dan
Muhlethaler pada 1965 menunjukkan bahwa terusan-terusan tersebut saling berhubungan dan
berjalinan di seluruh sitoplasma. Retikulum endoplasma yang besar-besar dapat diamati dengan
menggunakan mikroskop cahaya seperti badan Nissl pada sel saraf tetapai struktur yang lebih
rinci baru dapat dilihat di bawah mikroskop elektron.
2 . Struktur Retikulum Endoplasma
Retikulum endoplasma (RE) merupakan sistem membran yang sangat luas yang terdapat di
dalam sitoplasma 50% dari semua membran yang terdapat pada sebuah sel adalah membran
(RE). Membran RE berlipat lipat, membentuk suatu ruangan yang disebut lumen RE atau
sisterna RE yang berbentuk labirin. Terdapat dua daerah RE yang berbeda secara fungsional
yaitu daerah RE yang permukaan sitosolik membrannya ditempeli ribosom, disebut retikulum
endoplasma granular (REG). Daerah yang kedua tidak terdapat ribosom pada permukaan
sitosolik membran RE, disebut retikulum endoplasma agranular (REA). Kedua macam retikulum
endoplasma ini menyusun suatu sistem membran yang melingkupi suatu ruang. Bagian dalam
membran disebut dengan luminal atau ruang sisterna (cisternal space) dan daerah diluar
membran yang disebut ruang sitosolik (cytololic space) Perbedaan morofologi antara retikulum
endplasma kasar dan halus terletak apa ada tidaknya ribosom yang terikat pada membran yang
berhadapan dengan ruang sitosolik. Retikulum endoplasma kasar merupakan organel berbatas
membran yang terusun dari suatu kantong pipih yang disebut dengan sisterna. Sedangkan
komponen membran dari retikulum endoplasma halus berbentuk tubular.
Perbedaan jumlah antara kedua jenis retikulum endoplasma ditentukan oleh jenis sel.
Sebagai contoh, sel yang mensekresi protein dalam jumlah besar seperti sel pancreas, kelenjar
ludah mempunyai retikulum endoplasma yang banyak. Kalau dilihat secara menyeluruh,
retikulum endoplasma kasar dan halus dibedakan tidak hanya berdasarkan ada tidaknya ribosom
pada membrannya tetapi juga pada susunannya dalam sitoplasma. Retikulum endoplasma kasar
tampak berupa saluran panjang, berjajar melengkung teratur, sedangkan retikulum endoplasma
halus berupak pembuluh (tubuler) atau gelembung (vesikuler) yang tidak teratur. Retikulum
endoplasma kasar dan halus berhubungan di suatu tempat, karena dalam banyak hal kedua
retikulum endoplasma ini bekerja sama dalam melakukan aktivitas sel.
a. Retikulum Endoplasma Halus
Retikulum endoplasma halus (REH) berkembang dalam sejumlah jenis sel seperti sel otot
rangka, tubulus ginjal dan kelenjar steroid. Protein retikulum endoplasma bervariasi antara satu
sel dengan sel lain bergantung kepada fungsi, seperti:
1. sintesis hormon steroid pada kelenjar gonad dan korteks ginjal
2. detoksifikasi pada hati memiliki komponen organik yang bervariasi seperti barbiturat dan
etanol.
3. Pelepasan glukosa dari glukosa 6 fosfat pada hati. Jejumlah besar glikogen di dalam hati
disimpan sebagai granula yang terikat dengan membran luar retikulum endoplasma halus.
b. Retikulum Endoplasma Kasar
Retikulum endoplasma kasar (REK), karena pada membrannya melekat banyak sekali
ribosom sehingga tampak kasar di bawah mikroskop dan tidak tampak licin. Elemen
karakteristik dari REG adalah berupa lembaran tipis yang terdiri dari 2 membran bersatu pada
bagian tepi masing-masing dan dibatasi oleh suatu cavite berbentuk kantong yang aplatis
(sakulus). Letak dan jumlah dari sakulus bervariasi, tergantung pada jenis sel dan fungsi dari
aktivitasnya. Bila letak REG berkembang balk, letak sakulus menjadi sistematis, terarah, paralel
satu dengan yang lainnya. Pada sel-sel glandula dari acini pankreas dan paratoide terdapat pada
maxilla. Semua sakulus menempati bagian basal dari sitoplasma. Pada sel yang kurang aktif juga
mengandung sakulus namun jumlahnya jarang .Dengan teknik ultrasentrifugasi differentielle
memisahkan membran RE dalam bentuk vesikula-vesikula kecil; mikrosom, tertutupi atau tidak
oleh ribosom. Analisa hiokimia dari membran tersebut memperlihatkan bahwa membran RE
mengandung:
a. Protein yang terstruktur dan lemak (30% atau 50%)
b. Enzim, yang dibutuhkan pada sintesa protein, pada metabolisme lemak, dan pada
fenomena detoxifikasi.
REA dan REG saling berhubungan, meskipun sukar untuk memisahkan membrannya, namun
penyusun biokimianya dari kedua sistem tersebut berbeda, yaitu:
1. Kandungan fosfolipida lebih tinggi pada REL dari REG.
2. Perbandingan kuantitas fosfolipidal kuantitas kolesterol adalah 15 untuk REG dan 4
untuk REL.
3. Glukosa 6-fosfat terutama terdapat pada REG.
4. 5-nukleotidase terutama terdapat pada REA
5. Susunan dari lemak dan protein sesuai dengan model Singer - Nicolson.
3. Fungsi Endoplasma
Ada beberapa fungsi dari RE, diantaranya adalah :
a. Fungsi sintesa
Sintesa protein ini dilakukan bersama-sama dengan ribosom, di mana protein yang
dibebaskan masuk dalam cavite RE.
Sintesa lemak : RE bertanggung jawab pada sintesa lemak, membrannya
mengandung sistem enzimatik yang bertanggung jawab pada pemanjangan dan
saturasi dari asam lemak.
Sintesa glyciprotein : protein disintesa oleh REG, dapat berasosiasi pada gula.
Sintesa glycoprotein ini disebut glycosilasi. Berawal pada REG dan berakhir pada
AG.
Sintesa membran; Sistem membran ini sangat berbeda di mana disintesa fosfolipida
dan protein yang berasal dari pembentukan membran sel.
b. Fungsi Penyimpanan
RE menyimpan dan mengkonsentrasikan substansi yang bersal dari ekstraseluler juga dari
intraseluler.
c. Fungsi detoksifikasi
VESIKULA
1. Pengertian vesikula
Vesikula merupakan kantong kecil yang memiliki membrane yang terdapat pada sitosol yang
berfungsi sebagai pengangkut hasil sekresi dari Retikulum Endolasma dan Kompleks Golgi.
Menurut Arman Sujana, vesikula merupakan gembungan dalam sitoplasma yang berisi bahan
organik. Vesikula adalah organel sel kecil yang terdapat dalam sel. Merupakan kantung
membran organel kecil, tertutup yang menyimpan dan mengangkut zat ke dan dari satu sel ke sel
lain dan dari satu bagian sel yang lain. Mereka adalah salah satu bagian penting dari sel.
Vesikula dipisahkan dari sisa sitoplasma oleh setidaknya satu bilayer fosfolipid. Membran yang
membungkus vesikula mirip dengan membran plasma.
2. Fungsi vesikula
Secara umum vesikula berfungsi untuk mengangkut hasil sekresi dari Retikulum
Endoplasma Kasar yang kemudian dilanjutkan ke Kompleks Golgi. Berdasarkan fungsinya
vesikula terdiri dari:
a. Vesikula Transportasi
Merupakan vesikula yang tidak terikat namun protein disekresikan dan dibuat pada
ribosom yang ditemukan dalam Retikulum Endoplasma Kasar. Sebagian besar protein
matang dalam aparatus Golgi sebelum pergi ke lokasi terakhir mereka, yang mungkin
lisosom, peroksisom atau beberapa tempat di luar sel. Protein ini dibawa dari satu lokasi
ke lokasi lain di dalam vesikula transportasi. Jadi fungsi vesikula transportasi adalah
untuk memindahkan molekul antara lokasi yang berbeda di dalam sel.
b. Vesikula sekresi
Merupakan vesikula yang mengandung materi yang akan dikeluarkan dari sel. Vesikula
mungkin berisi materi yang berbahaya bagi sel sehingga harus dikeluarkan dari dalam
sel. Ada berbagai jenis vesikula sekretori, seperti vesikula sinaptik, yang terletak di pra-
sinaptik terminal di neuron. Ini semua tentang berbagai jenis vesikel dalam sel dan fungsi
mereka. Adapun vesikula khusus tertentu yang hanya ditemukan di sel-sel tertentu,
seperti vesikula seminalis yang terdapat di postero-inferior kandung kemih pada laki-laki.
Fungsi vesikula seminalis ini mensekresi sebagian besar cairan yang akhirnya menjadi
bagian dari air mani. Jadi pada hakikatnya fungsi vesikula akan tergantung pada jenis
vesikula yang hadir dalam sel.
Vesikula-vesikula sekresi melepaskan kandungannya dengan dua cara, yaitu secara
konstitutif dan secara regulatif. Sejumlah protein-protein terlarut maupun yang terikat
membran yang baru disintesis, lipida membran plasma yang baru disintesis dilepaskan
dengan cara konstitutif, artinya tidak tergantung pada signal-signal tertentu seperti
hormon atau neurotransmitter. Sejumlah protein-protein tertentu yang tersimpan di dalam
vesikula sekresi hanya dapat dilepaskan bilamana ia menerima sinyal-sinyal tertentu yang
berasal dari hormon atau neurotransmitter. Sekresi seperti ini dinamakan sekresi
regulative.
Gambar sekresi konstitutif dan sekresi regulatif
3. Jenis vesikula
Berdasarkan protein yang melapisinya, vesikula dibagi atas 3 jenis, yaitu COP II, COP I dan
Clathrin. Protein yang melapisi vesikula memiliki dua fungsi, yaitu: sebagai alat mekanis yang
menyebabkan membrane berbentu kurva dan membentuk vesikula pemula dan menyediakan
mekanisme untuk memilih komponen yang akan dibawa oleh vesikula.
a. Vesikula COP II
Merupakan vesikula yang bergerak maju dari Retikulum Endoplasma Kasar ke
Retikulum Endoplasma GIC dan Kompleks Golgi. Retikulum Endoplasma GIC
merupakan kompartemen intermediate yang terletak di antara Retikulum Endoplasma
dengan Kompleks Golgi.
Vesikula COP II memediasi perjalanan pertama jalur biosintesis dari Retikulum
Endoplasma GIC dan CGN. Vesikula COP II berisi sejumlah protein yang pertama kali
diidentifikasi dalam ragi yang mampu melaksanakan transportasi dari Retikulum
Endoplasma ke Kompleks Golgi. Protein yang sama kemudian juga ditemukan dalam
mantel dari vesikula tunas dari Retikulum Endoplasma dalam sel mamalia.
b. Vesikula COP I
Merupakan vesikula yang bergerak
mundur. Pertama, bergerak dari
Retikulum Endoplasma GIC dan
Kompleks Golgi ke Retikulum
Endoplasma. Yang kedua, bergerak
mundur dari trans sisterna mundur ke cis
sisterna.vVesikula COP I pertama kali
diidentifikasi dalam percobaan dimaa sel
diobati dengan molekul yang mirip
dengan struktur GTP, tetapi tidak seperti
GTP dan tidak dapat dihidrolisis.
c. Clathrin
Merupakan vesikula yang memindahkan
bahan dari TGN untuk endosom, lisosom
dan vakuola tanaman. Selain itu juga
berfungsi untuk memindahkan bahan-
bahan dari membrane plasma untuk
kompartemen sitoplasma sepanjang jalur
endositosis. Serta terlibat dalam transportasi endosom dan lisosom.
4. Target vesikula ke kompartemen khusus
Penggabungan vesikula dengan membrane target membutuhkan interaksi spesifik antara
membrane yang berbeda. Dalam proses peleburan vesikula ke membran target, diperlukan
protein khusus yang membantu yaitu protein SNAREs (Soluble N-ethylmaleimide-sensitive
factor attachment protein receptors). SNAREs berdasarkan tempat fungsinya maka dibagi
dalam dua kategori, yaitu:
a. Vesicle SNAREs (v-SNAREs) yaitu protein SNAREs yang bergabung pada membran
vesikula transport selama proses budding.
b. Target SNAREs (t-SNAREs) yaitu protein SNAREs yang terletak pada membran di
target kompartemen. t-SNAREs dan v-SNAREs merupakan 2 famili dari protein
SNAREs yang masing-masingnya memiliki protein-protein yang lebih spesifik lagi,
yakni:
1) Yang tergolong kelompok v-SNAREs: VAMP1 (vesicle-associated membrane
protein), VAMP2, VAMP3, VAMP4, dan seterusnya.
2) Yang tergolong kelompok t-SNAREs: syntaxin1, syntaxin2, syntaxin3, SNAP23,
SNAP25, dan seterusnya.
Tahap-tahap penggabungan vesikula dengan membrane target, misalnya pada proses eksositosis:
a. Perjalanan vesikel dari organel donor ke membran target (vesicle trafficking)
Vesikula bergerak dengan jarak yang cukup jauh melalui sitoplasma untuk mencapai
target akhir. Pergerakan ini dimediasi oleh mikrotubulus yang berperan sebagai rel untuk
tujuan yang telah ditentukan.
b. Penambatan vesikel di membran target (vesicle tethering)
Kontak awal antara vesikula transportasi dan membrane target akan dimediasi oleh
protein yang disebut dengan tethering.
c. Merapatnya vesikel pada membran target (vesicle docking)
d. Meleburnya vesikel pada membran target (vesicle fusion)
BADAN GOLGI
Pada akhir abad kesembilan belas, ahli biologi Italia, Camillo Golgi, menciptakan jenis baru dari
prosedur pewarnaan yang mengungkapkan organisasi sel saraf dalam sistem saraf pusat. Pada
tahun 1898, Golgi menggunakan zat warna metalik pada sel-sel saraf dari otak kecil dan
menemukan jaringan retikuler berwarna gelap terletak dekat sel nukleus. Jaringan ini, yang
kemudian diidentifikasi dalam jenis sel lain dinamakan kompleks Golgi, membantu penemunya
mendapatkan Hadiah Nobel pada tahun 1906. Kompleks Golgi tetap menjadi pusat kontroversi
selama beberapa dekade, antara mereka yang percaya bahwa organel ada dalam sel yang hidup
dan orang-orang yang percaya itu adalah artefak, yaitu, struktur buatan yang terbentuk selama
persiapan untuk mikroskop. Hal ini tidak berlangsung lama sampai komplek golgi benar-benar di
identifikasi, pendapat yang menyebutkan komplek golgi merupakan patahan beku dari sel
(gambar 18.17) tetap bertahan sampai diferifikasi setelah ada penjelasan yang jelas.
Komplek golgi memiliki karakteristik berbentuk lapisan berlapis, seperti disk, membrane
sistern yang melebar berasosiasi dengan vesikel dan tubulus (gambar 8.20a). Bagian cisterna ini
berdiameter sekitar 0.5-1.0 µm. berbentuk tumpukan teratur, hamper seperti tumpukan kue
dadar, dan melengkung sehingga menyerupai sebuah mangkuk dangkal (gambar 8.20b).
Biasanya, tumpukan Golgi mengandung kurang dari delapan cisternae. Sebuah sel mungkin
berisi sedikit sampai beberapa ribu tumpukan yang berbeda, tergantung pada jenis sel.
Gambar 18.17
Tiruan dari patahan beku sel akar bawang yang
menunjukkan membrane inti (NE), dengan
porinya (NP), komplek Golgi (G), Vakuola (V)
dan dinding sel (C.W)
Tumpukan Golgi dalam sel mamalia yang dihubungkan oleh membran tubulus untuk membentuk
satu bentuk tunggal yang besar seperti pita kompleks yang terletak berdekatan dengan inti sel
(Gambar 8.20c). Penglihatan lebih dekat pada cisterna tunggal menunjukkan bahwa ujung
vesikula berasal dari tubular perifer dari masing-masing cistern (Gambar 8.20d. akan
didiskusikan kemudian, kebanyakan vesikel ini mengandung mantel protein yang berbeda yang
terlihat dalam Gambar 8.20d.
Kompleks Golgi dibagi menjadi beberapa bagian fungsional yang berbeda diatur sepanjang
sumbu dari cis atau daerah yang dekat dengan RE ke daerah trans atau bagian balik akhir
tumpukan (Gambar 8.20a, b). cis-sebagian besar permukaan organel terdiri dari jaringan
interkoneksi tubulus disebut sebagai jaringan cis Golgi (CGN). CGN ini diperkirakan berfungsi
sebagai stasiun penyortir yang membedakan antara protein yang akan dikirim kembali ke RE
(Halaman 291) dan memperbolehkan untuk melanjutkan ke stasiun Golgi yang berikutnya.
Sebagian besar kompleks Golgi terdiri dari rangkaian besar, cisternae yang rata, yang dibagi
menjadi cis, medial, dan trans cisternae (Gambar 8.20a). trans- bagian paling terdepan dari
organel berisi jaringan yang berbeda dari tubulus dan vesikel yang disebut jaringan trans Golgi
(TGN). TGN adalah suatu stasiun sortir di mana protein dipisahkan ke dalam berbagai jenis
vesikel menuju baik ke membran plasma atau
berbagai tujuan intraseluler. Elemen membran dari kompleks Golgi didukung secara mekanis
oleh kerangka membran perifer atau perancah yang terdiri dari berbagai protein, termasuk
anggota spectrin, ankyrin, dan keluarga-protein aktin yang juga hadir sebagai bagian dari
kerangka membran plasma (halaman 142). Perancah Golgi mungkin secara fisik dihubungkan
dengan protein motor yang mengarahkan pergerakan vesikel dan tubulus untuk masuk dan keluar
kompleks Golgi. Sebuah kelompok terpisah dari protein berserat membentuk Golgi "matrix,"
memainkan peran kunci dalam pembongkaran dan penyusunan dari kompleks Golgi selama
mitosis.
Gambar 8.21 memberikan bukti visual bahwa kompleks Golgi tidak memiliki komposisi
yang sama dari satu ujung ke ujung lainnya. Perbedaan komposisi kompartemen membran dari
daerah cis ke trans menunjukkan fakta bahwa kompleks Golgi merupakan "pabrik pengolahan"
utama. Sintesis protein membran baru, serta hasil sekresi dan protein lisosomal, meninggalkan
RE dan masuk ke kompleks Golgi pada daerah cis dan kemudian melintasi tumpukan ke daerah
trans. Saat mereka melalui sepanjang tumpukan, protein yang awalnya disintesis dalam RE kasar
secara berurutan dimodifikasi secara khusus. Dalam pembelajaran terbaik tentang aktifitas Golgi,
suatu protein karbohidrat dimodifikasi oleh serangkaian reaksi bertahap enzimatik, seperti yang
dibahas pada bagian berikut.
GAMBAR 8.20 Kompleks Golgi. (a) Skema model dari sebagian kompleks
Golgi dari sel epitel saluran reproduksi tikus jantan. Unsur-unsur
kompartemen cis dan trans sering terputus dan muncul sebagai jaringan tubular. (b) mikrograf elektron dari sebagian dari sel akar topi tembakau
menunjukkan cis untuk trans polaritas dari tumpukan Golgi. (c) Mikrograf
Fluorescence dari sel mamalia. Posisi kompleks Golgi terungkap oleh fluoresensi merah, yang menandai lokalisasi dari antibodi terhadap suatu
protein mantel COPI. (d) mikrograf elektron dari satu cisterna Golgi yang
diisolasi menampilkan dua domain yang berbeda, domain pusat cekung dan domain perifer tidak teratur. Domain perifer terdiri dari jaringan tubular
dimana protein-dilapisi tunas yang sedang terjepit. (A: DARI A. Rambourg
DAN Y. CLERMONT, EUR. J. CELL BIOL. 51:195, 1990, B:
COURTESY OF THOMAS H.GIDDINGS, C: DARI ANDREI V. Nikonov ET AL, J. CELL BIOL.. 158:500, 2002; COURTESY OF Gert
KREIBICH, OLEH HAK CIPTA IZIN DARI UNIVERSITAS ROCKEFELLER PERS, DARI PEGGY J. Weidman JOHN DAN Heuser, TREN BIOL CELL. 5:303, 1995, HAK CIPTA 1995, DENGAN IZIN Dari Elsevier Science.)
Glikosilasi di Kompleks Golgi
Kompleks Golgi memainkan peran kunci dalam perakitan komponen karbohidrat dari
glikoprotein dan glikolipid. Ketika kita meninggalkan topik sintesis dari N-linked rantai
karbohidrat pada halaman 281, residu glukosa baru saja dihapus dari ujung inti oligosakarida.
Seperti larutan sintesis baru dan membran glikoprotein melewati cis dan medial cisternae dari
tumpukan Golgi, sebagian besar residu mannose juga dihapus dari oligosakarida inti, dan gula
lainnya ditambahkan secara berurutan oleh berbagai glycosyltransferases.
Di kompleks Golgi, seperti dalam RER, urutan gula yang dimasukkan ke dalam
oligosakarida ditentukan oleh tata ruang yang spesifik dari glycosyltrans-ferases yang datang dan
berhubungan dengan protein yang baru disintesis ketika bergerak melalui tumpukan Golgi.
Enzim sialyltransferase, misalnya, yang menempatkan asam sialat pada posisi terminal dalam
rantai sel hewan, terlokalisir pada akhir trans dari tumpukan Golgi, seperti yang diharapkan jika
sintesis glikoprotein baru terus-menerus bergerak menuju bagian dari organel. Berbeda dengan
peristiwa glikosilasi yang terjadi di RE, yang merakit satu inti oligosakarida, langkah glikosilasi
GAMBAR 8.21 Perbedaan regional dalam komposisi membran di tumpukan Golgi. (a) Pengurangan tetroksida osmium secara
khusus mengisi cis cisternae dari kompleks Golgi. (b) Enzim mannosidase II, yang terlibat dalam penurunan residu mannose dari
inti oligosakarida seperti yang dijelaskan dalam teks, terletak khusus dalam cisternae medial. (c) Enzim nukleosida diphosphatase,
yang membagi dinucleotides (misalnya, UDP) setelah mereka telah menyumbangkan gulanya, terlokalisasi khusus dalam cisternae
trans. (A, C: DARI ROBERT S. DECKER, J. CELL BIOL. 61:603, 1974; B:. DARI ANGEL VELASCO ET AL, J. CELL BIOL.
122:41, 1993; SEMUA DENGAN IZIN DARI HAK CIPTA ROCKEFELLER UNIVERSITAS PERS.)
dalam kompleks Golgi bisa sangat bervariasi, menghasilkan karbohidrat yang beragaman. Salah
satu dari banyak kemungkinan jalur glikosilasi ditunjukkan pada Gambar 8.22. Berbeda dengan
N-linked oligosakarida, yang disintesis dimulai di RE, mereka terikat oleh protein O-linked
(Gambar 4.11) yang dirakit seluruhnya dalam kompleks Golgi.
Kompleks Golgi juga merupakan tempat sintesis sebagian besar polisakarida sel kompleks,
termasuk glikosaminoglikan dari rantai proteoglycan yang ditunjukkan pada Gambar 7.9a dan
pectins dan hemiselulosa yang ditemukan di dinding sel tanaman(lihat Gambar 7.37c).
Gerakan Bahan melalui Kompleks Golgi
Bahan-bahan bergerak melalui berbagai kompartemen dari kompleks Golgi yang telah
lama dibentuk, namun, dua pandangan bertentangan tentang cara ini telah mendominasi selama
bertahun-tahun. Sampai pertengahan 1980-an, secara umum diterima bahwa Golgi cisternae
adalah struktur sementara. Hal ini menunjukkan bahwa Golgi cisternae terbentuk di daerah cis
dari tumpukan, oleh fusi dari pengangkut membran membran dari ER dan ERGIC dan bahwa
setiap cisterna secara fisik pindah dari cis sampai trans yang merupakan akhir tumpukan,
perubahan dalam komposisi mengalami perkembangan. Hal ini dikenal sebagai model
pematangan cisternal karena, menurut model, masing-masing cisterna "matang" ke dalam
cisterna selanjutnya di sepanjang tumpukan.
GAMBAR 8.22 Langkah-langkah dalam glikosilasi dari N-linked oligosakarida mamalia dalam komplek Golgi .Mengikuti
penghapusan dari tiga residu glukosa, berbagai residu mannose yang kemudian dihapus, sementara berbagai gula (N-asetilglukosamin,
galaktosa, fucose, dan asam sialat) yang ditambahkan ke oligosakarida oleh glycosyltransferases tertentu. Enzim ini adalah protein
integral membran yang sisi aktifnya menghadap lumen dari cisternae Golgi. Ini hanya salah satu dari banyak jalur glikosilasi.
Dari pertengahan 1980-an sampai pertengahan 1990-an, model pematangan dari
pergerakan Golgi sebagian besar ditinggalkan dan diganti dengan model lain, yaitu yang
berpendapat bahwa cisternae dari tumpukan Golgi tetap di tempat sebagai kompartemen stabil.
Dalam model yang terakhir ini, yang dikenal sebagai model transportasi vesikuler, muatannya
(seperti, sekretorik, lisosomal, dan protein membran) bergerak melalui tumpukan Golgi, dari
CGN ke TGN, dalam vesikel yang tunasnya dari satu kompartemen membran dan bergabung
dengan kompartemen tetangga sepanjang tumpukan. Model transportasi vesikuler diilustrasikan
dalam Gambar 8.23a, dan penerimaan ini sebagian besar didasarkan pada pengamatan berikut:
1. Setiap cisternae Golgi dari berbagai tumpukan memiliki jumlah enzim yang berbeda
(Gambar 8.21). Bagaimana bisa berbagai cisternae memiliki sifat yang berbeda jika
setiap cisterna mengalami peningkatan pada jalan ke yang berikutnya, seperti disarankan
oleh model pematangan cisternal.
2. Sejumlah besar vesikel dapat dilihat pada mikrograf elektron dari awal sampai pinggiran
Golgi cisternae. Pada tahun 1983, James Rothman dan rekan-rekannya di Stanford
University menunjukkan, dengan menggunakan sel- penggunaan bebas dari membran
Golgi (Halaman 280), bahwa transportasi vesikel telah bisa melewati satu cisterna Golgi
dan bergabung dengan Golgi cisterna in vitro. Percobaan ini terbentuk dari hipotesis
dasar yang menunjukkan bahwa dalam sel, muatan-membentangkan ujung vesikula dari
cis cisternae dan menyatu dengan cisternae yang terletak di posisi yang lebih trans dalam
tumpukan.
Meskipun kedua model fungsi Golgi terus memiliki pendukung mereka, konsensus pendapat
telah bergeser kembali ke model pematangan cisternal. Beberapa alasan utama untuk pergeseran
ini dapat dicatat:
Model pematangan cisternal memperlihatkan kedinamisan yang tinggi dari kompleks
Golgi di mana unsur utama dari organel ini, cisternae, terus-menerus terbentuk di
permukaan cis dan tersebar ke permukaan trans. Menurut pandangan ini, keberadaan
kompleks Golgi sendiri sangat tergantung pada terus-menerus masuknya operator
transportasi dari ER dan ERGIC. Seperti yang diperkirakan oleh pematangan cisternal
Model, ketika pembentukan operator transportasi dari ER dihambat oleh perlakuan sel
yang dipengaruhi obat-obatan spesifik atau penggunaan suhu-sensitif mutan (halaman
268), kompleks Golgi menghilang.ketika obat tersebut dihilangkan atau sel mutan
dikembalikan ke temperatur permisif, kompleks Golgi dengan cepat berkumpul sebagai
ER dan transportasi Golgi diperbarui.
Beberapa bahan yang diproduksi dalam reticulum endoplasma dan berjalan melalui
kompleks Golgi terbukti tetap dalam cisternae Golgi dan tidak pernah terlihat Golgi-
terkait vesikel transportasi. Misalnya, studi tentang fibroblast menunjukkan bahwa
kompleks besar molekul prokolagen (prekursor dari ekstraseluler kolagen) pindah dari
cisternae cis ke trans cisternae tanpa pernah meninggalkan lumen cisternal.
Diasumsikan sampai pertengahan 1990-an bahwa vesikel transport selalu bergerak ke
arah "depan" (anterograde), yaitu, dari daerah asal cis ke daerah trans. Tapi sebagian
besar bukti telah menunjukkan bahwa vesikula dapat bergerak ke arah "mundur"
(retrograde), yaitu dari trans donor membran ke membran akseptor cis.
Studi pertumbuhan sel ragi mengandung fluorescently berlabel Golgi protein telah
menunjukkan secara langsung bahwa komposisi dari cisterna Golgi individu dapat
berubah waktu dari satu yang berisi (cis) protein Golgi menjadi salah satu yang berisi
(trans) protein Golgi. Hasil dari penelitian ini ditampilkan pembukaan mikrograf pada
Bab 18 dan mereka tidak kompatibel dengan model vesikel transport. Apakah iya atau
tudak, hasil pada ragi ini dapat diekstrapolasikan ke mamalia Golgi kompleks, yang
lebih kompleks, struktur yang bertumpukan, masih harus dijelaskan.
Sebuah versi terbaru dari model pematangan cisternal digambarkan Gambar di 8.23b. Berbeda
dengan versi asli dari Model pematangan cisterna, versi yang ditunjukkan pada Gambar 8.23b
mengakui peran transportasi vesikel, yang telah jelas memperlihatkan tunas dari membran Golgi.
Dalam model ini, bagaimanapun, vesikel transportasi bukan sebuah kargo antar-jemput dalam
arah berbeda, melainkan membawa penduduk enzim Golgi dalam arah berbeda. Model
transportasi intra-Golgi ini didukung oleh mikrograf elektron yang jenisnya diilustrasikan dalam
Gambar 8.23c, d. Mikrograf ini menggambarkan bagian dari ultrathin berbentuk sel mamalia
yang dipotong dari blok beku. Dalam kedua kasus, bagian beku diobati dengan antibodi yang
terkait dengan partikel emas sebelum pemeriksaan dalam mikroskop elektron. Gambar 8.23c
menunjukkan bagian yang melalui kompleks Golgi setelah pengobatan dengan antibodi berlabel
emas yang mengikat sebuah
kargo protein, dalam hal ini protein viral VSVG (halaman 268). Molekul-molekul VSVG hadir
dalam cisternae tersebut, tetapi tidak hadir pada vesikel terdekat (panah), menunjukkan bahwa
kargo yang dibawa ke arah anterograde dengan cisternae matang tapi tidak dalam vesikel
transportasi yang kecil. Gambar 8.23d menunjukkan sebuah bagian melewati kompleks Golgi
setelah pengobatan dengan antibodi berlabel emas yang mengikat protein Golgi, dalam hal ini
pengolahan enzim mannosidase II. Berbeda dengan VSVG protein kargo, molekul mannosidase
II ditemukan di kedua cisternae dan terkait vesikel (panah), yang sangat mendukung usulan
bahwa vesikel digunakan untuk membawa enzim Golgi dalam arah retrograde.
Model pematangan cisternal digambarkan pada Gambar 8.23b, menjelaskan betapa Golgi
cistern yang berbeda dalam satu tumpukan dapat memiliki suatu identitas yang unik. Sebuah
enzim seperti mannosidase II, misalnya, yang menghilangkan residu mannose dari oligosakarida
GAMBAR 8.23 Dinamika transportasi melalui kompleks Golgi. (a) Dalam model transportasi vesikuler, kargo (titik hitam) dalam arah anterograde oleh vesikel transportasi, sedangkan cisternae sendiri tetap sebagai unsur stabil. (b) Dalam model pematangan cisternal,
pematangan cisternae secara bertahap dari cis ke posisi trans dan kemudian menghilang pada TGN. Vesikel transportasi membawa enzim dari
Golgi (ditunjukkan oleh vesikel berwarna) ke arah retrograde. Objek merah lensa merupakan bahan kargo besar, seperti komplek procollagen
dari fibroblas. (c) mikrograf elektron dari daerah Golgi kompleks di bagian beku tipis sel yang telah terinfeksi vesikular stomatitis virus (VSV).
Titik-titik hitam merupakan partikel emas yang berukulan kecil terikat dengan antibodi menuju protein VSVG, sebuah molekul anterograde
kargo. Kargo dibatasi untuk cisternae dan tidak muncul dalam vesikel terdekat (panah). (d) mikrograf elektron dari kemiripan alami dari c tetapi, dalam hal ini, partikel-partikel emas tidak terikat kargo, tapi terikat dengan mannosidase II, enzim dari Golgi medial cisternae. Enzim ini
muncul di kedua vesikel (panah) dan cisternae. Vesikel berlabel ini diduga membawa enzim kedalam arah retrograde, yang mengkompensasi
gerakan anterograde dari enzim sebagai hasil dari pematangan cisternal. Bar, 0,2 _M.
dan sebagian besar terbatas pada cisternae medial (Gambar 8.21), dapat didaur ulang mundur
dalam vesikel transportasi dimana setiap cisterna bergerak ke arah ujung trans dari tumpukan.
Perlu dicatat bahwa sejumlah peneliti terkemuka terus berdebat, berdasarkan hasil eksperimen
lain, kargo yang dapat dibawa oleh vesikel transportasi antara Golgi cisternae dalam anterograde
arah. Dengan demikian, hal tersebut masih harus diselesaikan.
LISOSOM
Lisosom adalah organel pencernaan sel hewan yang cukup besar yang dibentuk oleh
kompleks Golgi. Organel ini ditemukan oleh Christian De Duve pada tahun 1955 berdasarkan
pemeriksaan-pemeriksaan secara biokimiawi dan tidak dapat dilihat secara jelas dengan
mikroskop cahaya. (Juniarto, 2002)
1. Struktur Lisosom
Lisosom merupakan kantung yang dibatasi membran tunggal yang berisi enzim hidrolitik
yang digunakan sel untuk mencerna makromolekul seperti protein, polisakarida, lemak, asam
nukleat. Sebuah lisosom berisi setidaknya 50 enzim hidrolitik yang berbeda, seperti protease,
nuclease, glikosidase, lipase, fosfolipase, fosfatase, dan lain-lain (Tabel 8.1) yang diproduksi di
RE kasar dan ditargetkan ke organel-organel lain. Karena terkurung di dalam lisosom, maka
enzim-enzim tersebut terhalangi untuk mencerna komponen-komponen dalam sel. (Campbell et
al, 2002)
Tabel 8.1 Enzim-enzim Lisosom
ENZIM SUBSTRAT
Fosfatase
Asam fosfatase
Asam fosfodiesterase
Fosfomonoester
Fosfodiester
Nuklease
Asam ribonuklease
Asam deoksiribonuklease
RNA
DNA
Protease
Katepsin
Kolagenase
Protein
Kolagen
Enzim Penghidrolisis GAG
Iduronat sulfatase
β-galaktosidase
Heparan N-Sulfatase
α-N-asetilglukosaminidase
Dermatan sulfat
Keratan sulfat
Heparan sulfat
Heparan sulfat
Polisakaridase dan oligosakaridase
α-glukosidase
Fukosidase
α-mannosidase
Sialidase
Glikogen
Fukosiloligosakarida
Mannosiloligosakarida
Sialiloligosakarida
Enzim Penghidrolisis Sfingolipid
Keramidase
Glukoserebrosidase
β-heksosaminidase
Arilsulfatase A
Keramida
Glukosilkeramida
GM2 gangliosida
Galaktosilsulfatida
Enzim Penghidrolisis Lipid
Asam lipase
Fosfolipase
Triasilgliserol
Fosfolipid
(Karp, G, 2009)
Dari analisis biokimia dapat diketahui bahwa enzim terbanyak di lisosom adalah fosfatase
asam. Oleh karena itu, enzim ini dinamakan sebagai enzim penanda lisosom. Secara keseluruhan,
enzim lisosomal dapat menghidrolisis hampir setiap jenis makromolekul biologi. Enzim dari
lisosom memiliki aktivitas optimal pada pH asam dan dengan demikian disebut pula asam
hidrolisis. (Reksoatmodjo, 1993). pH optimum enzim ini cocok untuk pH rendah kompartemen
lisosomal, yang kira-kira 4.6. Konsentrasi proton internal yang tinggi dikelola oleh pompa proton
(sebuah ATPase) yang ada dalam membran batas organel ini. (Karp, G. 2009)
Mikrograf electron memperlihatkan bahwa lisosom sangat bervariasi dalam bentuk dan ukuran.
Dalam keadaan tidak aktif, lisosom berbentuk bulat atau oval dengan diameter rata-rata 0,4
mikron dan jumlahnya dalam sel tidak tentu. (Juniarto, 2002). Membran lisosomal mengandung
beragam protein integral yang rantai karbohidratnya diperkirakan membentuk lapisan pelindung
yang melindungi membran dari serangan enzim tertutup.
Meskipun lisosom diperkirakan mengumpulkan enzim,
penampilan mereka di mikrograf elektron tidak khas atau
seragam. Gambar 4.1 menunjukkan sebagian kecil dari
sebuah sel Kupfer, sel fagositik dalam hati yang menelan
sel darah merah tua. (Karp, 2009). Lisosom dari sel
Kupffer menunjukkan suatu ketidakteraturan bentuk dan
kerapatan elektron variabel, menggambarkan bagaimana
sulitnya untuk mengidentifikasi organel ini atas dasar
morfologi saja.
Ditinjau dari segi fisiologi, ada dua
kategori lisosom, yaitu lisosom primer dan lisosom sekunder.
1. Lisosom primer; hanya berisi enzim-enzim hidrolase. Berupa vesikuli atau granula
sekretori bersalutkan suatu protein yang disebut klatrin. Dibentuk di RE kasar dan
pertunasannya muncul dari komples Golgi.
2. Lisosom sekunder; berisi enzim hidrolase dan substrat yang sedang dicerna. Merupakan
bentuk yang aktif.
Fusi antara fagosom dan endosom dengan lisosom primer membentuk VAKUOLA
PENCERNAAN. Jika lisosom pecah atau bocor kandungannya, aktivitas enzim berkurang dalam
lingkungan sitosol yang netral. Tapi bocoran yang berlebihan dapat merusak sel akibat
pencernaan sendiri. (Campbell, 2002)
2. Pembentukan Lisosom
GAMBAR 4.1. Lisosom. Sebagian dari sel Kupffer fagositik dari
hati menunjukkan setidaknya 10 lisosom dengan ukuran bervariasi.
Biosintesis lisosom berarti biosintesis enzim hidrolitik dan membran lisosom secara khusus.
Kedua jenis protein ini disintesis di RE kasar dan dipindahkan ke kompleks Golgi oleh vesikuli
pengangkut untuk proses pengemasan. Dan beberapa lisosom muncul melalui pertunasan dari
sisi trans kompleks Golgi.
Untuk memisahkan hidrolase lisosomal dari enzim lain yang berada di tempat yang sama,
pada prazat enzim lisosomal ditambahkan gugus manosa-6-fosfat (M-6-P) sebagai tanda.
Penambahan ini terjadi di daerah cis kompleks Golgi. Bersamaan dengan itu, pada selaput
permukaan trans kompleks Golgi terbentuk protein yang merupakan reseptor bagi M-6-P.
Reseptor ini bergerombol di daerah selaput Golgi yang berklatrin. Reseptor ini pun hanya
mampu mengikat M-6-P pada pH 7 dan melepas enzim pada pH < 6. Penurunan pH ini terjadi
pada lisosom primer yang sudah terbentuk tadi. Pada selaput lisosom primer terdapat protein
pengangkut ion H+ yang bekerja dengan menggunakan tenaga hasil hidrolisis ATP. Dengan
masuknya ion H+ ke dalam lumen, cairan yang berada di lumen menjadi bersifat asam, akibatnya
enzim-enzim lisosomal terlepas dari reseptornya.
Pada sel-sel kelenjar yang menghasilkan enzim-enzim tertentu, lisosom primer akan
langsung menuju ke pinggir sel dan menenpel pada membran plasma serta mengerluarkan enzim
dari dalam sel. Lisosom yang mengandung enzim hidrolitik akan menetap dalam sitoplasma dan
akan berfungsi apabila ada bahan/benda yang perlu dihancurkan. (Reksoatmodjo, 1993)
3. Fungsi Lisosom
A. Pencernaan Intraseluler
Pada umumnya pencernaan berlangsung di dalam sel (pencernaan intraseluler). Bahan
yang dicerna dapat berasal dari luar sel atau dari dalam sel itu sendiri. Bila bahan yang
dicerna berasal dari luar, proses pencernaan disebut heterofagi, sedangkan bila dari dalam
disebut autofagi. Heterofagi dan autofagi dapat dijumpai pada beberapa proses biologis,
misalnya pertahanan tubuh, nutrisi, pengaturan sekresi, dan lain-lain. (Reksoatmodjo,
1993)
a. Heterofagi
Apabila ada benda asing yang mendekati sel terutama pada sel-sel makrofag,
maka benda ini akan dilingkupi oleh membran sel dan kemudian benda ini masuk ke
dalam sitoplasma dalam satu gelembung bermembran yang disebut FAGOSOM atau
ENDOSOM (karena masuk ke dalam sel dengan jalan endositosis) (Juniarto, 2002).
Terjadi peleburan antara sebagian selaput lisosom primer dengan selaput endosom,
sehingga enzim lisosomal tertuang ke vakuola leburan lisosom primer dan endosom.
(Reksoatmodjo, 1993). Kemudian proses pencernaan berlangsung dan terbentuk
lisosom sekunder yang akan menjadi badan-badan residu. Limbah pencernaan
dikeluarkan dari sel dengan jalan eksositosis. Tergantung pada jenis sel, isi badan
residu dapat dihilangkan dari sel oleh eksositosis, atau dapat dipertahankan dalam
sitoplasma tanpa batas sebagai sebuah granula lipofuscin. (Karp, G. 2009). Contoh
proses heterofagi adalah pertahanan oleh netrofil terhadap infeksi mikroba, proses
makan pada amoeba, sel-sel makrofag, dan pembentukan hormon tiroksin oleh
kelenjar tiroid.
Proses penghancuran benda asing ini disebut endositosis/fagositosis (bahasa
Yunani, phagein = memakan, kytos = wadah). Contoh: amoeba dan protista lainnya
makan/menelan organisme atau partikel makanan yang lebih kecil melalui proses
fagositosis ini. (Campbell, 2002) Pada waktu terjadi endositosis ini mungkin pula
terjadi fusi dengan lisosom lain sehingga membentuk gelembung yang disebut badan
multivesikuler. (Juniarto, 2002). Bahan-bahan yang berasal dari benda asing yang
telah dihancurkan ini, yang masih berguna langsung masuk ke dalam sitoplasma,
sedangkan yang tidak berguna atau berbahaya akan dibawa keluar sel. Bila benda
asingnya berupa benda cair, maka akan terjadi PINOSITOSIS di mana benda cair ini
juga akan masuk ke dalam sitoplasma dalam gelembung yang disebut VESIKEL
PINOSITOSIS. (Juniarto, 2002)
Lisosom yang mengandung enzim akan mendekati vesikel pinositosis kemudian
membrannya akan melebur sehingga membentuk gelembung di mana juga terjadi
proses hidrolitik. Gelembung yang membawa bahan sisa dari hasil fagositosis dan
pinositosis ini akan bergabung lebih dulu dan gabungan ini juga disebut badan
multivesikuler kemudian menuju ke pinggir sel untuk mengeluarkan bahan sisa. Pada
mamalia, sel fagositik, seperti makrofag dan netrofil berfungsi seperti burung bangkai
yang memakan sisa-sisa dan mikroorganisme berpotensi bahaya. Bakteri yang
tertelan umumnya dinonaktifkan oleh pH rendah dari lisosom dan kemudian dicerna
secara enzimatik. (Karp, G. 2009)
b. Autofagi
Bahan yang menjadi substrat bagi hidrolase lisosomal berasal dari komponen sel
itu sendiri. Misal organel yang tidak aktif/mati/tua. (Reksoatmodjo, 1993). Jika ada
organel yang mati, maka lisosom ini akan mendekati organel tersebut dan setelah
membrannya melebur akan melakukan digesti/penghancuran dan kemudian
mendekati membran plasma lagi untuk mengeluarkan zat-zat dan bahan-bahan yang
tidak berguna. Lisosom yang menghancurkan organel lain yang tidak berfungsi ini
disebut sitolisosom. Hal ini bermanfaat sehingga sel sehat dapat menggantikan yang
rusak tadi. (Juniarto, 2002). Dalam beberapa tahun terakhir, autofagi juga telah
diketahui membantu melindungi organisme terhadap ancaman intraseluler dari
agregat protein abnormal untuk menyerang bakteri. Jika autofagi diblokir dalam porsi
tertentu dari otak hewan percobaan, bahwa wilayah sistem saraf mengalami
kehilangan besar sel-sel saraf. Temuan ini menunjukkan pentingnya autofagi dalam
melindungi sel-sel otak dari kerusakan berkelanjutan terhadap protein dan organel
yang dialami oleh sel yang berumur panjang. (Karp, G. 2002)
Menurut Juniarto (2002), lisosom primer yang berasal dari vesikel sekretoris akan
melakukan 5 jenis kegiatan, yaitu:
1. Mengeluarkan enzim dari dalam sel dalam proses sekresi
2. Mengadakan fusi dengan mitokondria yang telah mati dan bertindak sebagai
sitolisosom
3. Mengadakan fusi dengan vesikel pinositosis
4. Mengadakan fusi dengan fagosom
5. Mengadakan fusi dengan lisosom lain untuk membentuk badan multivesikuler.
B. Apoptosis, Penghancuran Sel Terprogram
Proses ini penting selama metamorphosis dan perkembangan organisme. Kematian
sel merupakan tingkatan yang penting dalam daur hidup beberapa organisme. (Karp, G.
2009). Contohnya, pada waktu kecebong berubah menjadi katak, ekornya secara bertahap
diserap. Sel ekor katak, yang kaya akan lisosom, mati dan hasil penghancurannya
digunakan dalam pertumbuhan sel baru katak yang berkembang (pembentukan kaki
katak). Contoh lain, tangan embrio manusia berselaput sampai lisosom mencerna jaringan
di antara jari-jari tangan tersebut. (Campbell, 2002)
C. Mendaur Ulang Materi Organik Selnya Sendiri
Lisosom juga memainkan peran dalam pergantian organel, yaitu menghancurkan
secara teratur organel selnya sendiri, suatu proses yang disebut AUTOFAGI. Materi
organic dikelilingi oleh membran ganda untuk menghasilkan suatu struktur yang disebut
AUTOFAGOSOM. (Karp, G. 2009). Enzim lisosom melucuti materi yang ditelan, dan
monomer organic dikembalikan ke sitosol untuk digunakan lagi. Dengan demikian, sel
terus menerus memperbaharui dirinya sendiri. Contohnya, satu mitokondria mengalami
autofagi tiap 10 menit atau lebih. Atau sel hati manusia yang mendaur ulang separuh dari
makromolekulnya setiap pekan. (Campbell, 2002). Granula lipofuscin meningkat
jumlahnya sebagai individu yang menjadi tua, akumulasi terlihat terutama pada sel yang
berumur panjang seperti neuron, di mana granula-granula ini dianggap karakteristik
utama dari proses penuaan. (Karp, G. 2009)
GAMBAR Autofagi. Mikrograf elektron dari mitokondria dan Peroksisom tertutup dalam membran ganda.
Autofagi vakuola ini (atau autofagosom) akan menyatu dengan lisosom dan isinya untuk dicerna.
4. Cacat Pada Fungsi Lisosom
Pemahaman kita tentang mekanisme protein yang ditargetkan ke organel tertentu dimulai
dengan penemuan bahwa gugus mannose 6-fosfat dalam enzim lisosomal bertindak sebagai
"alamat" untuk pengiriman dari protein untuk lisosom. Penemuan alamat lisosom telah dibuat
dalam studi pasien dengan kondisi keturunan yang langka dan fatal yang dikenal sebagai
penyakit sel-I. Banyak sel dalam pasien ini mengandung lisosom yang membengkak dengan
bahan-bahan yang tidak hancur. Bahan-bahan ini menumpuk di lisosom karena ketiadaan enzim
hidrolisis.
Ketika fibroblas dari pasien dipelajari dalam kultur, ditemukan bahwa enzim lisosomal
disintesis pada tingkat normal tetapi disekresikan ke dalam medium dan tidak ditargetkan untuk
lisosom. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa enzim yang disekresikan tidak memiliki
residu fosfat mannose yang ada pada enzim lisosomal sel dari individu normal. Cacat sel-I segera
ditelusuri terhadap kekurangan enzim (N-asetilglukosamin phosphotransferase) yang diperlukan
untuk mannose fosforilasi di kompleks Golgi.
1. Penyakit Pompe
Pada tahun 1965, H.G. Hers dari University of Louvain di Belgia menawarkan
penjelasan tentang bagaimana ketiadaan yang tampaknya tidak penting enzim lisosomal,
yaitu glucosidase, dapat menyebabkan berkembangnya kondisi keturunan fatal yang
dikenal sebagai penyakit Pompe. Hers menyarankan bahwa, dalam ketiadaan glucosidase,
glikogen yang tidak dicerna terakumulasi dalam lisosom, menyebabkan pembengkakan
pada organel dan kerusakan ireversibel pada sel dan jaringan. Penyakit jenis ini, ditandai
dengan kekurangan enzim lisosomal tunggal dan akumulasi substrat yang tidak hancur,
yang disebut kerusakan penyimpanan lisosomal.
Lebih dari 40 penyakit tersebut telah dijelaskan, mempengaruhi sekitar 1 dari
8000 bayi. Penyakit akibat dari akumulasi sphingolipids yang tidak hancur yang
tercantum dalam Tabel 1. Gejala-gejala penyakit penyimpanan lisosomal dapat berkisar
dari sangat parah hingga nyaris tak terdeteksi, tergantung terutama pada tingkat disfungsi
enzim. Beberapa penyakit juga telah dilacak pada mutasi dalam protein membran
lisosomal yang merusak transportasi zat ke sitosol.
2. Penyakit Tay-Sachs
Di antara studi terbaik mengenai penyakit penyimpanan lisosomal adalah penyakit
Tay-Sachs, yang merupakan hasil dari kekurangan enzim N-hexosaminidase A, enzim
yang mendegradasi gangliosida GM2 (Gambar 4.6). GM2 adalah komponen utama dari
membran sel-sel otak, dan tanpa adanya enzim hidrolitik, gangliosida terakumulasi dalam
lisosom yang membengkak dari sel-sel otak (Gambar 1), menyebabkan disfungsi.
Dalam bentuk yang parah, yang menyerang pada masa bayi, penyakit ini ditandai
dengan keterbelakangan mental dan motorik yang progresif, serta kelainan tulang,
jantung, dan pernapasan. Penyakit ini sangat jarang terjadi di populasi umum tetapi
mencapai suatu kejadian sampai dengan 1 di antara 3600 yang bayi baru lahir di antara
keturunan Yahudi dari Eropa Timur. Insiden penyakit ini telah menurun secara dramatis
dalam populasi etnis ini dalam beberapa tahun terakhir sebagai hasil dari identifikasi
karier, konseling genetik orang tua beresiko, dan diagnosis prenatal dengan
amniosentesis. Bahkan, semua penyakit penyimpanan lisosomal yang sudah dikenal
dapat didiagnosis sebelum lahir.
3. Penyakit Gaucher
Penyakit Gaucher, kekurangan dari glucocerebrosidase enzim lisosomal, dapat
diatasi dengan terapi penggantian enzim. Bayi dengan penyakit Gaucher mengakumulasi
sejumlah besar lipid glucocerebroside dalam lisosom makrofagnya, menyebabkan
pembesaran limpa dan anemia. Upaya awal untuk memperbaiki penyakit dengan
menginfus suatu larutan dari enzim manusia normal ke dalam aliran darah yang tidak
berhasil karena enzim ini diambil oleh sel-sel hati, yang tidak
serius dipengaruhi oleh defisiensi. Untuk target makrofag, enzim telah dimurnikan dari
jaringan plasenta manusia dan diperlakukan dengan tiga glycosidase yang berbeda untuk
menghilangkan gula terminal pada rantai oligosakarida enzim, yang terkena residu
mannose. Setelah infus ke dalam aliran darah, enzim yang dimodifikasi ini (dipasarkan
dengan nama Cerezyme) dikenal dengan reseptor mannose pada permukaan makrofag
dan dengan cepat diambil oleh reseptor-endositosis tak langsung. Karena lisosom adalah
sisi target alami dari bahan yang dibawa ke dalam makrofag oleh endositosis, enzim
secara efisien dikirim ke sisi yang tepat dalam sel di mana kekurangan terjadi.
Ribuan korban penyakit ini telah berhasil diobati dengan cara ini. Enzim terapi
penggantian untuk pengobatan beberapa penyakit penyimpanan lisosomal lainnya juga
telah disetujui atau sedang diteliti dalam uji klinis. Sayangnya, banyak dari penyakit ini
mempengaruhi sistem saraf pusat, yang tidak mampu untuk mengedarkan enzim karena
darah - penghalang otak. Sebuah pendekatan alternatif yang telah menunjukkan beberapa
janji dalam percobaan praklinis disebut sebagai terapi pengurangan substrat, di mana
molekuler kecil-berat obat (misalnya, Zavesca) yang diberikan untuk menghambat
sintesis dari zat yang menumpuk dalam penyakit. Akhirnya dapat dicatat bahwa,
meskipun disertai dengan resiko yang cukup besar bagi pasien, transplantasi sumsum
tulang (atau darah tali pusat) telah terbukti relatif berhasil dalam mengobati beberapa
penyakit. Diperkirakan bahwa transplantasi sel asing, yang berisi salinan normal gen
yang dimaksud, mengeluarkan jumlah terbatas enzim lisosomal normal. Beberapa
molekul enzim tersebut kemudian diambil oleh sel pasien sendiri, yang mengurangi
dampak kekurangan enzim. (Karp, G. 2009)
GAMBAR 1 Gangguan penyimpanan lisosomal. Mikrograf elektron dari suatu bagian melalui sebagian dari neuron
seseorang dengan penyakit penyimpanan lisosomal yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk menurunkan GM2
gangliosida. Pewarnaan vakuola sitoplasma ini untuk kedua enzim lisosomal dan gangliosida tersebut, menunjukkan
bahwa mereka adalah lisosom yang belum dicerna glikolipid yang telah diakumulasi.
Tabel Penyakit Penyimpanan Sfingolipid
Penyakit Enzim Substansi Akibat
GM1
Gangliosido
sis
GM1 β-
Galaktosidase
Gangliosida GM1 Keterbelakangan mental, pembesaran hati,
keterlibatan tulang, kematian pada usia 2 tahun
Tay-Sachs Heksosaminida
se A
Gangliosida GM2 Keterbelakangan mental, kebutaan, mati pada usia 3
tahun
Fabry α-Galaktisidase
A
Triheksosilkeramida Ruam kulit, gagal ginjal, nyeri pada anggota tubuh
bawah
Sandhoff Heksosaminida
se A dan B
Gangliosida GM2 dan
globosida
Mirip dengan penyakit Tay-Sachs tetapi lebih parah
Gaucher Glukoserebrosi
dase
Glukoserebrosida Pembesaran hati dan limpa, erosi tulang panjang,
keterbelakangan mental hanya dalam bentuk
kekanak-kanakan
Niemann-
Pick
Sfingomielinas
e
Sfingomielin Pembesaran hati dan limpa, keterbelakangan mental
Farber
lipogranulo
matosis
Keramidase Keramida Nyeri dan cacat sendi, nodul kulit,
kematian dalam beberapa tahun
Krabbe Galaktoserebro
sidase
Galaktoserebrosida Kehilangan mielin, keterbelakangan mental,
kematian pada usia 2 tahun
Sulfatida
lipidosis
Arilsulfatase A Sulfatida Keterbelakangan mental, kematian dalam dekade
pertama
(Karp, G, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A. et al. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Juniarto, A Z. 2002. Biologi Sel. Jakarta : EGC.
Karp, G. 2010. Cell and Molecular Biology, concept and exeperiments 6th ed. John Wiley &
Sons (Asia) Pte Ltd.
Reksoatmodjo, S. M. 1993. Buku Ajar Biologi Sel. Yogyakarta; tidak diterbitkan