kajian yuridis tentang mekanisme pemberian izin lingkungan .../kajian...perpustakaan.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN
LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN
PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN
USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI
Penulisan Hukum
Penulisan Hukum
( S K R I P S I )
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
RAHMANI EKA PUTRI
NIM. E 0009277
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN
LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN
PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN
USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI
Oleh
RAHMANI EKA PUTRI
NIM. E 0009277
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 30 November 2012
Dosen Pembimbing
Pius Triwahyudi, S.H., M.Si
NIP. 19560212 1985031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN
LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN
PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN
USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI
Oleh
RAHMANI EKA PUTRI
NIM. E 0009277
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada:
Hari : Kamis
Tanggal : 21 Maret 2013
DEWAN PENGUJI
1. Dr. I. Gusti Ayu Ketut R. H., SH., MM :......................................
Ketua
2. Waluyo., SH., M.Si :......................................
Sekretaris
3. Pius Triwahyudi., SH., M.Si :......................................
Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
Prof.Dr.Hartiwiningsih, SH.,M.Hum
NIP. 195702031985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Jadilah seorang pemimpi karena bila kamu mempunyai mimpi kamu akan
melakukan sesuatu hal agar mimpimu terwujud dan ketika mimpimu itu
terwujud kamu akan menjadi seorang pemenang
Percayalah bahwa hidup patut dijalani dan mimpi serta keyakinan akan
mewujudkannya
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini Penulis persembahkan kepada :
1. Allah SWT
2. Ayahku Rahmat Hadi Santoso
dan Ibuku Rini Hastuti
3. Adikku Rizki Amalia Putri
4. Onny Inggit Parsetyo
5. Teman-temanku semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERNYATAAN
Nama : Rahmani Eka Putri
NIM : E 0009277
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN
LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN
PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN
USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan
gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Rahmani Eka Putri, E 0009277. 2012. KAJIAN YURIDIS TENTANG
MEKANISME PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA
PERLINDUNGAN DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN
DALAM KEGIATAN USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP
KABUPATEN BOYOLALI. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui landasan yuridis dan
mekanisme pemberian izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan
pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif,
untuk menelaah mekanisme pemberian izin lingkungan sebagai sarana
perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatan usaha yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Jenis dan sumber bahan hukum
yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik
pengumpulan bahan hukum menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka dan
wawancara. Wawancara yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian dengan
narasumber atau responden. Dalam penelitian ini antara lain pegawai Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali yang memahami perizinan lingkungan di
Kabupaten Boyolali. Analisa bahan hukum dengan metode silogisme dan
intrepretasi dengan logika deduktif. Dalam analisis deduksi ini, premis mayornya
adalah Peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan premis minornya yaitu
Mekanisme izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian
lingkungan sering menghambat kecepatan proses pertumbuhan usaha dan
peningkatan pertumbuhan usaha akibat penerapan visi Kabupaten Boyolali yang
Pro Investasi.
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa
landasan yuridis izin lingkungan baru sebatas Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah, sedangkan peraturan mengenai tatacara pelaksanaan izin lingkungan
belum ada, sehingga perlu segera disusun. Mekanisme izin lingkungan sebagai
persyaratan perizinan efektif membuat pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan mengikuti proses
dan menempatkan izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian
lingkungan hidup pada tahap awal rencana kegiatan. Sedangkan pada tahap
pelaksanaannya, faktor ketaatan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan terhadap
pedoman dalam Amdal dan UKL-UPL, selanjutnya peraturan lainnya, faktor
pengawasan, pemantauan dari pihak eksternal, terutama pemerintah dan
masyarakat.
Kata kunci: Izin Lingkungan, Lingkungan Hidup, Undang-Undang, dan Peraturan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Rahmani Eka Putri, E 0009277. 2012. A JURIDICAL STUDY ON THE
ENVIRONMENTAL APPROVAL ISSUANCE MECHANISM AS THE
MEANS OF PROTECTING AND CONTROLING ENVIRONMENTAL
IMPACT IN BUSINESS ACTIVITY IN LIVING ENVIRONMENT
AGENCY OF BOYOLALI REGENCY. Faculty of Law of Sebelas Maret
University.
This research aims to find out the juridical foundation and the mechanism
of environmental approval issuance as the means of protecting and controlling
environmental impact in business activity in Living Environment Agency of
Boyolali Regency.
This study was a normative law research that was prescriptive in nature to
study the environmental approval issuance mechanism as the means of protecting
and controlling environmental impact in business activity included in the
legislation. The type and the source of data used included primary and secondary.
Techniques of collecting law materials used were document study or library study
and interview. The interview was conducted by clarifying the informant or
respondent. In this research the informant included the employees of Boyolali
Regency’s Living Environment Agency. The analysis on law material was done
using syllogism and interpretation method with deductive logic. In this deductive
analysis, the major premise was Legislation. Meanwhile the minor premise was
the mechanism of environmental approval as a means of protecting and
controlling environment frequently hindered the business growth business speed
and the improvement of business growth due to the application of Boyolali
Regency’s pro-investment vision.
Considering the result and discussion in this research, it could be
concluded that the juridical foundation of new environment approval was limited
only to the Law and Government Regulation, while there was no regulation
concerning the implementation of environment approval, so that it should be
developed immediately. The environment approval mechanism as the licensing
requirement effectively made the business and/or activity initiator potentially
resulting in negative impact to the environment attending the process and putting
the environment approval as the means of protecting and controlling living
environment as the early stage of activity plan. Meanwhile, in practice stage, the
factor of the business and/or activity initiator’s compliance with the guidelines in
the Amdal and UKL-UPL, then other regulations, surveillance factor, monitoring
from the external party, particularly government and society.
Keywords: Environment Approval, Living Environment, Law, and Regulation
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi)
yang berjudul “KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN
IZIN LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN
PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN
USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI”.
Dalam penyusunan penulisan hukum (Skripsi) ini, penulis menyadari
bahwa untuk terselesaikannya penulisan hukum (Skripsi) ini, banyak pihak-pihak
yang telah memberikan bantuan yang berupa bimbingan, saran-saran, nasehat-
nasehat, fasilitas, serta dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu dalam
kesempatan yang baik ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Ibu Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
UNS yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan hukum ini.
2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si., selaku pembimbing penulisan hukum
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya dengan sabar untuk
memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan hukum ini.
3. Bapak Mulyanto, S.H., M.Hum., selaku pembimbing akademik selama
penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakartayang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis
sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan hukum ini.
5. Bapak dan Ibu staff karyawan kampus Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah membantu dan berperan dalam kelancaran
kegiatan proses belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
6. Ayahku Rahmat Hadi Santoso dan Ibuku Rini Hastuti yang tidak henti-
hentinya mendorong dan mendo’akan ku, hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dan penulis dapat mengejar cita-cita demi masa
depan.
7. Adikku Rizki Amalia Putri yang selalu mendo’akan dan mendukungku.
8. Onny Inggit Prasetyo yang selalu setia menemaniku, memberi semangat dan
dukungan dalam segala hal.
9. Keluarga besarku yang senantiasa mendo’akan dan mendukungku.
10. Sahabatku Peti Tunjungsari, Vina Arkedina, Valentina Putri, Arsyad Irvana,
Umar Hasan, Dewa Putu, Dedy Handoko, Ros Angesti, Fajar Bayu Setyawan,
Arya Tri dan semua teman-teman yang telah memberi semangat dan
dukungan.
11. Teman-teman senasib seperjuangan dalam mengerjakan penulisan hukum
dengan segala informasi dan kesetiaannya dalam mendukung dan membantu.
12. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum (Skripsi) ini banyak
terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis mengharapkan segala
kritik dan saran membangun sebagai perbaikan serta kesempurnaan penulisan
hukum (Skripsi) ini. Akhirnya penulis berharap agar penulisan hukum (Skripsi)
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 30 November 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 6
E. Metode Penelitian ............................................................................................ 6
F. Sistematika Penelitian ..................................................................................... 12
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 14
A. Kerangka Teori ................................................................................................ 14
1. Tinjauan Umum tentang Birokrasi ............................................... 14
a. Pengertian Birokrasi .............................................................. 14
b. Fungsi dan Peran Birokrasi ................................................... 14
c. Tujuan Birokrasi .................................................................... 14
d. Tipologi Birokrasi ................................................................. 15
e. Karakteristik Birokrasi Weber ............................................... 16
f. Patologi (Penyakit) Birokrasi Pemerintah ............................. 16
g. Penampilan Birokrasi Pemerintah Indonesia ........................ 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
h. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Boyolali ......................... 18
i. Konsep Investasi ................................................................... 19
2. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Hidup ................................ 19
a. Pengertian Lingkungan Hidup .............................................. 19
b. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Hidup ........................... 22
3. Tinjauan Umum tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ........................................................................ 23
a. Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup ..................................................................................... 23
b. Peran para Pihak dalam Pelaksanaan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ............................................ 28
c. Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ...... 31
d. Tujuan dan Ruang Lingkup Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ................................................................. 34
4. Tinjauan Umum tentang Izin Lingkungan .................................. 35
a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan .............................. 37
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan ............................................................................ 38
c. Pengertian Usaha ................................................................... 39
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 40
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 43
A. Landasan Yuridis dalam Pemberian Izin Lingkungan Sebagai
Sarana Perlindungan dan Pengendalian Dampak Lingkungan dalam
Kegiatan Usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali .... 43
1. Amdal ............................................................................................. 47
2. Mekanisme Pemeriksaan UKL-UPL .............................................. 56
B. Mekanisme Izin Lingkungan Mampu Mengendalikan Dampak
Lingkungan Dalam Kegiatan Usaha di Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali ............................................................................. 62
1. Mekanisme Izin Lingkungan ........................................................... 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
2. Materi Izin Lingkungan ................................................................... 65
3. Jenis-jenis Izin bidang Lingkungan ................................................. 68
4. Kendala di Kabupaten Boyolali ....................................................... 70
BAB III : PENUTUP ............................................................................................... 75
A. Simpulan ............................................................................................. 75
B. Saran ..................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Ketentuan Baku Mutu Lingkungan ...................................................... 67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Jenis Dokumen Lingkungan ................................................................ 45
2. Tahapan Proses Izin Lingkungan ......................................................... 46
3. Diagram Alir Penyusunan Amdal ........................................................ 49
4. Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Amdal ..................................... 51
5. Skema Penilaian Amdal ....................................................................... 52
6. Mekanisme Pemeriksaan UKL-UPL ................................................... 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Kantor Kesbangpol
2. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Badan Lingkungan Hidup
(BLH)
3. Surat Rekomendasi Pemberian Izin Penelitian dari Kantor Kesbangpol
4. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
5. Bagan Struktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali
6. Susunan Organisasi dan Penjabaran Tugas Pokok Fungsi Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
7. Perusahaan di Kabupaten Boyolali yang Memiliki Izin Pembuangan Air
Limbah
8. Daftar Usaha atau Kegiatan yang memiliki Izin TPS LB3
9. Daftar Kasus Pencemaran dari Tahun 2010 – 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh manusia
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Hakikat pembangunan
adalah bagaimana agar kehidupan hari depan lebih baik dari hari ini. Namun
demikian, tidak dipungkiri bahwa pembangunan akan selalu bersentuhan
dengan lingkungan (Supriadi, 2010:38). Baik pada tingkat internasional dan
nasional, tema yang dominan mengenai gerakan perlindungan lingkungan
merupakan suatu prestasi pembangunan yang berkelanjutan (Daniel M.P.,
2007:28). Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
telah dilaksanakan bangsa Indonesia beberapa dekade terakhir sebagai upaya
sadar dan terencana untuk memadukan 3 aspek ke dalam strategi
pembangunan, yaitu aspek lingkungan hidup, aspek sosial, dan aspek
ekonomi. Konsep ini disusun berdasar kenyataan bahwa kecenderungan
pelaksanaan pembangunan yang lebih menitikberatkan pada aspek
perekonomian daripada aspek sosial, apalagi aspek lingkungan hidup.
Dampak pembangunan yang menitikberatkan aspek ekonomi yang
menimbulkan ketimpangan sosial dan permasalahan lingkungan hidup,
seperti eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, pengabaian
kesejahteraan masyarakat sekitar kegiatan pembangunan, pengabaian rasa
keadilan, pencemaran sungai, pencemaran (polusi) udara, kerusakan lahan,
dan lain-lain yang mengancam kenyamanan, keselamatan, dan kelangsungan
hidup manusia. Kondisi ini secara perlahan menyadarkan manusia, bahwa
ternyata aspek sosial dan aspek lingkungan hidup merupakan satu kesatuan
dengan aspek ekonomi yang selalu dikejar pembangunan. Aspek sosial dan
aspek lingkungan hidup selalu bergerak bersama perkembangan ekonomi.
Penerapan konsep pembangunan ini telah dituangkan dalam undang-
undang yang telah beberapa kali mengalami pergantian, mulai Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Implementasi dari konsep tersebut yang selanjutnya dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan turunannya, menempatkan aspek lingkungan
hidup menjadi salah satu pertimbangan pembangunan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya.
Implementasi ketentuan ini pada awal rencana adanya usaha dan/atau
kegiatan adalah bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan
yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap lingkungan harus memiliki
dokumen yang berisi rencana atau upaya penanganan dampak usaha dan/atau
kegiatan pembangunan terhadap lingkungan hidup. Tujuan perencanaan
mekanisme exploitasi lingkungan adalah menciptakan dokumen yang
sistematis mengenai suatu ranah dan daerah lingkungan, pembangunan dari
tujuan-tujuan tertentu, dan tentunya bertujuan mewujudkan harmonisasi
kegiatan yang berdampak pada lingkungan (Ivo Pilving, 2010:2). Jadi
sebelum usaha dan/atau kegiatan beroperasi harus mempunyai dokumen
lingkungan. Bentuk keharusan ini diwujudkan dengan mewajibkan adanya
dokumen lingkungan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. Tanpa dokumen lingkungan, sebuah usaha dan/atau
kegiatan tidak diperbolehkan beroperasi dan pihak yang berwenang tidak
dapat mengeluarkan izin operasi. Dokumen lingkungan tersebut dapat berupa
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), atau Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Bentuk legitimasi
dokumen tersebut berupa keputusan kelayakan lingkungan bagi usaha
dan/atau kegiatan yang wajib Amdal setelah melalui mekanisme penilaian
Amdal dan rekomendasi UKL-UPL bagi usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-
UPL setelah melalui mekanisme pemeriksaan UKL-UPL.
Hingga tahun 2009, integrasi aspek lingkungan dalam perizinan hanya
sebatas keputusan kelayakan lingkungan dan rekomendasi UKL-UPL yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
digunakan sebagai salah satu syarat perizinan lain seperti izin gangguan, izin
pertambangan, izin mendirikan bangunan, dan lain-lain. Pada tahun 2009,
ditetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan adanya istilah “Izin
Lingkungan” yang didefinisikan sebagai izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-
UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Amdal atau UKL-
UPL merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan.
Selama ini Pemerintah Kabupaten Boyolali sudah mengintegrasikan
pertimbangan lingkungan hidup dalam setiap rencana usaha dan/atau
kegiatan. Pengintegrasian tersebut dalam bentuk penerapan perizinan yang
menyaratkan adanya keputusan kelayakan lingkungan bagi rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib Amdal, rekomendasi UKL-UPL bagi rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL, dan SPPL bagi rencana usaha
dan/atau kegiatan yang tidak wajib UKL-UPL. Jadi, instansi pemberi izin
usaha dan/atau kegiatan tidak dapat mengeluarkan izin usaha dan/atau
kegiatan tanpa ada keputusan kelayakan lingkungan, rekomendasi UKL-UPL,
atau SPPL. Adanya mekanisme tersebut, menyebabkan setiap pemrakarsa
usaha dan/atau kegiatan harus melaluinya dan memahami permasalahan
lingkungan yang mungkin timbul serta bersedia melakukan upaya
pengendalian dampak usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan. Namun
disisi lain, mekanisme tersebut sering menjadi penghambat percepatan proses
perizinan usaha.
Visi Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Boyolali 2010-2015 adalah
“Kabupaten Boyolali Yang Lebih Sejahtera, Berdaya Saing dan Pro
Investasi”. Visi ini antara lain mengadung pengertian Pro Investasi. Konsep
Pro Investasi adalah konsep untuk mempermudah segala layanan dan
perijinan investasi serta dalam rangka pengembangan sistem “one stop
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
service” dan membuka pusat informasi investasi atau “information centre”,
serta didukung dengan peningkatan infrastruktur yang memadai. Diharapkan
dengan penerapan konsep Pro Investasi secara terpadu dapat meningkatkan
jumlah realisasi investasi di Kabupaten Boyolali dan meningkatkan
penyediaan lapangan kerja seluas-luasnya. Semangat Pro Investasi ini
mendorong terjadinya pertumbuhan investasi dalam bentuk usaha dan/atau
kegiatan yang lebih banyak. Sebagaimana umumnya, semakin banyak usaha
dan/atau kegiatan yang beroperasi, maka semakin besar pula potensi terjadi
permasalahan lingkungan yang berupa pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan.
Kondisi ini akan mendorong peran Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali yang semakin penting dalam mengawal terlaksananya
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di wilayah
Kabupaten Boyolali. Penerapan prinsip kehati-hatian (precautionary
principle) dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan tantangan bagi
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali dalam mewujudkan visi
Kabupaten Boyolali yang Pro Investasi. Peran Badan Lingkungan Hidup
utamanya bagaimana kebijakan dan pengintegrasian aspek lingkungan
hidup dalam perencanaan usaha yang merupakan awal dari proses investasi
yang aplikasinya adalah mekanisme Amdal atau UKL-UPL dan Izin
Lingkungan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun jika peran
tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka akan muncul permasalahan,
yaitu gangguan terhadap proses percepatan mewujudkan Kabupaten Boyolali
yang Pro Investasi atau sebaliknya akan terjadi peningkatan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan dikemudian hari yang biasanya sulit
diselesaikan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk
menganalisis secara mendalam, yang hasilnya dituangkan dalam bentuk
penulisan hukum (skripsi) dengan judul: “KAJIAN YURIDIS TENTANG
MEKANISME PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN SEBAGAI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
SARANA PERLINDUNGAN DAN PENGENDALIAN DAMPAK
LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN USAHA DI BADAN
LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dalam
penelitian ini penulis merumuskan ke dalam dua pokok permasalahan sebagai
berikut:
1. Apa yang menjadi landasan yuridis dalam pemberian izin lingkungan
sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam
kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali?
2. Apakah mekanisme izin lingkungan mampu mengendalikan dampak
lingkungan dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah hal-hal tertentu yang hendak dicapai dalam
suatu penelitian. Tujuan penelitian akan memberikan arah dalam pelaksanaan
penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Tujuan obyektif
a. Untuk mengetahui landasan yuridis dalam pemberian izin lingkungan
sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan
dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.
b. Untuk mengetahui kemampuan mekanisme izin lingkungan dalam
mengendalikan dampak lingkungan yang timbul pada kegiatan usaha di
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.
2. Tujuan subyektif
a. Sebagai wahana bagi penulis untuk mengembangkan dan memperdalam
pengetahuan di bidang Hukum Admnistrasi Negara, khususnya
mekanisme izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan
pengendalian dampak lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di
bidang ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya suatu manfaat
dan kegunaan yang dapat diambil, oleh karena itu penulis berharap bahwa
kegiatan penelitian dalam penulisan hukum (skripsi) ini akan bermanfaat bagi
penulis maupun orang lain. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh
dari penulisan hukum (skripsi) ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum
pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara khususnya berkaitan
dengan izin lingkungan.
b. Memperkaya referensi dan literatur dalam kepustakaan yang dapat
digunakan sebagai bahan acuan penelitian yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir dinamis
penulis, sehingga dapat mengetahui kemampuan penulis atas ilmu yang
telah diperoleh.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan jawaban atas
permasalahan yang diteliti.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan tambahan
dan pengetahuan terhadap pihak-pihak terkait dengan masalah yang
sedang diteliti, juga kepada berbagai pihak yang berminat pada
permasalahan yang sama.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis dalam penelitian ini
menggunakan metode penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi
penelitian doktrinal dan penelitian non doktrinal. Penelitian doktrinal atau
normatif adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan
deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam yang mengkaji
kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh faktor tertentu.
Sehingga jawaban yang diharapkan dalam penelitian hukum ini adalah
right, appropriate, inappropriate, atau wrong (Peter Mahmud Marzuki,
2005:35).
Penggunaan jenis penelitian hukum normatif atau doktrinal
menekankan pada teori hukum untuk memberikan penjelasan yang detail
terhadap masalah yang dirumuskan oleh penulis. Dalam penelitian ini,
penulis telah melakukan penelitian data primer di lapangan yaitu Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat
preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan
ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-
rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2005:22).
Dilihat dari sifatnya, penelitian yang telah dilakukan menggunakan
penelitian yang bersifat preskriptif atau terapan. Sifat ilmu hukum sebagai
ilmu terapan merupakan konsekuensi dari sifat preskriptifnya. Suatu
penerapan yang salah akan berpengaruh terhadap sesuatu yang bersifat
substansial (Peter Mahmud Marzuki, 2005:24-25).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Dari penjelasan diatas maka dalam penelitian hukum ini penulis
berusaha dan bertujuan untuk menelaah mekanisme pemberian izin
lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak
lingkungan dalam kegiatan usaha yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan. Kemudian dari telaah tersebut telah dilakukan
analisa sehingga memperoleh jawaban atau perumusan masalah yang
diajukan.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
hukum. Dengan pendekatan hukum tersebut, penulis akan mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang terjadi untuk
dicari kebenarannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam
penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang (Statute Approach),
pendekatan kasus (Case Approach), pendekatan historis (Historical
Approach), pendekatan komparatif (Comparative Approach), dan
pendekatan konseptual (Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki,
2005:93).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Undang-
Undang (statue approach) dan pendekatan koseptual (conceptual
approach). Pendekatan Undang-Undang dilakukan dengan menelah semua
peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu
hukum yang sedang ditangani. Dalam metode pendekatan perundang-
undangan perlu memahami hierarki, dan asas-asas dalam peraturan
perundang-undangan (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Pendekatan
konsep untuk membahas penerapan izin lingkungan yang belum
diterapkan karena belum memiliki Peraturan Bupati atau Peraturan
Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau penelitian
doktrinal, maka bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah norma atau kaidah dasar dalam hukum Indonesia dan beberapa
peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia sebagai
berikut:
1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.
3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun
2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2008
tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
5) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun
2009 tentang Panduan Penilaian Dokumen Analisis mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
6) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
7) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
8) Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008
tentang Pengendalian Lingkungan Hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
9) Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Boyolali 2010-2015.
10) Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Penyusunan dan Penilaian Pemeriksaan Dokumen Kajian
Lingkungan Hidup.
11) Peraturan Bupati Boyolali Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata
Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) di Kabupaten Boyolali.
12) Peraturan Bupati Boyolali Nomor 17 Tahun 2011 tentang Izin
Pembuangan Air Limbah di Kabupaten Boyolali.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud
Marzuki, 2005:141). Bahan hukum sekunder terdiri dari buku- buku
teks yang ditulis para ahli hukum, pandangan ahli hukum (doktrin),
hasil penelitian hukum, kamus hukum, ensiklopedia hukum, artikel,
internet, wawancara dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk
mendukung penelitian ini. Bahan hukum sekunder memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer yang memberikan petunjuk
kearah mana penulis akan melangkah.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk
memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Dalam hal ini penulis
menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum antara lain sebagai
berikut:
a. Studi dokumen atau bahan pustaka
Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen,
buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka
lainnya berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan pengumpulan data
dengan cara mengadakan komunikasi secara langsung guna
memperoleh data, baik lisan maupun tertulis atas sejumlah keterangan
dan data yang diperoleh kepada narasumber dan responden. Dalam hal
ini penelitian dilakukan dengan cara pengklarifikasian dengan
narasumber atau responden. Narasumber atau responden dalam
penelitian ini antara lain pegawai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali yang memahami perizinan lingkungan di Kabupaten Boyolali.
6. Teknik Analisa Bahan Hukum
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
silogisme dan interpretasi dengan menggunakan logika deduktif. Logika
deduktif atau sering kali disebut sebagai cara berpikir analitik mempunyai
pengertian adalah cara berpikir yang bertolak dari pengertian bahwa
sesuatu yang berlaku bagi keseluruhan peristiwa atau kelompok/jenis,
berlaku juga bagi tiap-tiap unsur di dalam peristiwa kelompok/jenis
tersebut. Dalam penggunaannya, logika deduktif ini memerlukan alat yang
disebut silogisme, yaitu sebuah argumentasi yang terdiri dari 3 buah
proposisi berupa pernyataan yang membenarkan atau menolak suatu
gejala. Proposi-proposi tersebut disebut premis mayor, premis minor, dan
konklusi. Premis mayor merupakan ketentuan umum, premis minor adalah
fakta-fakta yang bersifat khusus dan konklusi adalah upaya untuk menarik
kesimpulan hubungan antara premis mayor dan premis minor.
Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
Aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis
mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor
(bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu
kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2005:47). Di dalam logika
silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah
aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Mengutip pendapat dari Von Savigny, interpretasi merupakan suatu
rekonstruksi buah pikiran yang tidak terungkapkan di dalam Undang-
Undang. Untuk kajian akademis, seorang peneliti hukum juga dapat
melakukan interpretasi. Bukan tidak mungkin hasil penelitian itu akan
digunakan oleh praktisi hukum dalam praktek hukum. Dalam hal
demikian, penelitian tersebut telah memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu dan praktek hukum. Interpretasi dibedakan
berdasarkan kehendak pembentuk Undang-Undang, interpretasi sistematis,
interpretasi historis, interpretasi teleologis, interpretasi antisipatoris, dan
interpretasi modern (Peter mahmud Marzuki, 2005:106-107). Adapun
metode interpretasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
interpretasi berdasarkan kehendak pembentuk Undang-Undang.
Dalam analisis deduksi ini, premis mayornya adalah Peraturan
Perundang-Undangan. Sedangkan premis minornya yaitu Mekanisme izin
lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian lingkungan
sering menghambat kecepatan proses pertumbuhan usaha dan peningkatan
pertumbuhan usaha akibat penerapan visi Kabupaten Boyolali yang Pro
Investasi.
Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian
ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian
studi kepustakaan, aturan Perundang-Undangan beserta dokumen-
dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian
sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab
permasalahan yang diteliti.
F. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan
memberikan gambaran mengenai sistematika penelitian hukum yang sesuai
dengan aturan dalam penelitian hukum, maka penulis menjabarkannya dalam
bentuk sistematika penelitian hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menjabarkan tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan
untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian.
Adapun penulis menyusun sistematika penelitian hukum sebagai
berikut:
Bab I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penelitian
4. Manfaat Penelitian
5. Metode Penelitian Hukum
6. Sistematika Penelitian Hukum
Bab II : TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori
2. Kerangka Pemikiran
Bab III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
2. Pembahasan
Bab IV : PENUTUP
1. Simpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Birokrasi
Istilah birokrasi tentu tidak asing lagi di kalangan masyarakat
terutama dalam penyediaan pelayanan publik atau bahkan birokrasi
diidentifikasi dengan sesuatu yang lama, berbelit-belit, dan rigid (kaku). Hal
tersebut karena birokrasi terikat oleh peraturan atau perundang-undangan
yang berlaku. Meskipun begitu, birokrasi merupakan alat pemerintah untuk
menyediakan pelayanan publik dan perencana, pelaksana, dan pengawas
kebijakan.
a. Pengertian Birokrasi
Pengertian birokrasi (pemerintahan) adalah suatu organisasi
pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan
satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran, dan kewenangan
dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi,
misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan (Taliziduhu Ndraha,
2003).
b. Fungsi dan peran birokrasi meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) melaksanakan pelayanan publik;
2) pelaksana pembangunan yang profesional (merit system);
3) perencana, pelaksanan, dan pengawas kebijakan (manajemen
pemerintahan);
4) alat pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan
negara yang netral dan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau
mesin politik (netralitas birokrasi).
c. Tujuan Birokrasi
1) Sejalan dengan tujuan pemerintahan;
2) Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi
pemerintah dan negara;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
3) Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral
dan professional;
4) Menjalankan mamajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan,
pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi, represif, preventif,
antisipatif, resolusi, dan lain-lain.
d. Tipologi Birokrasi
1) Berdasarkan perspektif Otoriter
a) Birokrasi Tradisional
Sumber legitimasinya adalah waktu, artinya orang yang berkuasa
adalah orang-orang yang lebih lama di dalam birokrasi tersebut.
b) Birokrasi Kharismatik
Sumber legitimasinya adalah kepribadian yang luar biasa bagi
seorang pemimpin yang dilihat secara personal.
c) Birokrasi Legal-Rasional
Sumber legitimasinya adalah aturan-aturan yang dibuat untuk
mencapai tujuan tertentu.
2) Berdasarkan Perspektif Keterbukaan
a) Birokrasi Terbuka
Aksesibilitas masyarakat dapat masuk dengan luas, masyarakat
dapat ikut serta dalam proses pembuatan kebijakan dan masyarakat
juga dapat menyampaikan aspirasinya ke birokrasi langsung.
b) Birokrasi Tertutup
Berdasarkan kepentingan dan peraturan yang berada dalam
birokrasi tersebut, kebijakan yang diputuskan hanya dilakukan
dalam birokrasi dan berjalan hanya berdasarkan aturan-aturan yang
didalamnya.
c) Birokrasi Campuran
Birokrasi yang mendapatkan aspirasi dari masyarakat tapi tidak
bisa masuk secara langsung ke dalam birokrasi untuk menentukan
kebijakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
e. Karakteristik Birokrasi Weber
Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh
jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau bebas
menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya
termasuk keluarganya.
1) Jabatan-jabatan dan tingkatan hirarki disusun dari atas ke bawah dan
ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan. Ada
yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
2) Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam dalam hirarki itu
secara spesifik itu berbeda satu dengan yang lainnya.
3) Setiap jabatan mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan.
Uraian tugas masing-masing pejabat merupakan domain yang menjadi
wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan secara kontrak.
4) Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya,
idealnya melalui ujian kompetitif.
5) Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun
sesuai dengan tingkatan hirarki jabatan yang disandangnya. Setiap
pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan
jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri
dalam keadaan tertentu.
6) Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan promosi
berdasarkan senioritas dan penilaian obyektif (merit system).
7) Setiap pejabat tidak dibenarkan menjalankan jabataannya dan
sumberdaya instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
8) Setiap pejabat berada dibawah pengendalian dan pengawasan suatu
sistem yang dijalankan secara disiplin.
f. Patologi (Penyakit) Birokrasi Pemerintahan
1) Budaya feodalistik;
2) Menunggu petunjuk/arahan;
3) Loyalitas pada atasan, bukan organisasi;
4) Belum berorientasi prestasi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
5) Budaya melayani rendah;
6) Belum didukung teknologi menyeluruh;
7) Ekonomi biaya tinggi;
8) Jumlah pegawai relatif banyak, kurang bermutu/asal jadi.
g. Penampilan Birokrasi Pemerintah Indonesia
Tidak mudah mengindentifikasi penampilan birokrasi Indonesia.
Namun perlu dikemukakan lagi, bahwa organisasi pada prinsipnya
berintikan rasionalitas dengan kriteria-kriteria umum, seperti efektivitas,
efisiensi, dan pelayanan yang sama kepada masyarakat. Ada beberapa
aspek pada penampilan birokrasi di Indonesia,antara lain:
1) Sentralisasi yang cukup kuat
Sentralisasi sebenarnya merupakan salah satu cirri umum yang
melekat pada birokrasi yang rasional. Di Indonesia, kecenderungan
sentralisasi yang sangat kuat merupakan salah satu aspek yang
menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintah. Hal ini disebabkan
karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam
lingkungan yang kondusif terhadap hidup dan berkembangnya nilai-
nilai sentralistik tersebut.
2) Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi
Sama seperti sentralisasi, keseragaman dalam struktur juga
merupakan salah satu cirri umum yang sering melekat pada setiap
organisasi birokrasi. Di Indonesia, keseragaman atau kesamaan bentuk
susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi demikian menonjol
dalam stuktur birokrasi pemerintah.
3) Pendelegasian wewenang yang kabur
Dalam birokrasi Indonesia, nampaknya pendelegasian
wewenang masih menjadi masalah. Meskipun struktur birokrasi pada
pemerintah Indonesia sudah hierarkis, dalam praktek perincian
wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanankan. Dalam
kenyataannya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
tertinggi dalam birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam
birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi.
4) Kesulitan menyusun uraian tugas dan analisis jabatan
Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan
kebutuhan yang sangat nyata, jarang sekali birokrasi kita memilikinya
secara lengkap. Kalaupun ada sering tidak dijalankan secara konsisten.
Di samping hambatan yang berkaitan dengan keterampilan teknis
dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah adanya
keengganan merumuskannya dengan tuntas. Kesulitan lain yang
dihadapi birokrasi di Indonesia adalah kesulitan dalam merumuskan
jabatan fungsional. Secara mendasar, jabatan fungsional akan
berkembang dengan baik jika didukung oleh rumusan tugas yang jelas
serta spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan yang telah dirumuskan
secara jelas pula. Selain itu, masih banyak lagi aspek-aspek lain yang
menonjol dalam birokrasi di Indonesia, diantaranya adalah
perimbangan dalam pembagian penghasilan, yaitu selisih yang sangat
besar antara penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dan terendah
(http://birokrasidiindonesiairvan.blogspot.com/2010/11/birokrasi-di-
indonesia.html).
h. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Boyolali
Penerapan mekanisme izin lingkungan dengan prinsip kehati-
hatian sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan
dalam usaha dapat memperlambat dan mengganggu rencana percepatan
pertumbuhan usaha dan investasi. Mekanisme izin lingkungan yang
merupakan bagian dari sistem birokrasi yang pada beberapa tahun
terakhir mengalami perubahan yang semula berfungsi sebagai provider
menjadi enabler. Selain itu pemerintah dan pemerintah daerah juga
berkomitmen membangun ketatakelolaan pemerintahan yang baik (good
governance) yang antara lain ditandai dengan meningkatnya kualitas
pelayanan publik. Dalam hal ini, para pengusaha merupakan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
atau publik yang membutuhkan pelayanan dari pemerintah untuk
berinvestasi atau berusaha di wilayah Kabupaten Boyolali.
i. Konsep Investasi
Konsep Pro Investasi adalah konsep untuk mempermudah segala
layanan dan perijinan investasi serta dalam rangka pengembangan sistem
“one stop service” dan membuka pusat informasi investasi atau
“information centre”, serta didukung dengan peningkatan infrastruktur
yang memadai. Diharapkan dengan penerapan konsep Pro Investasi
secara terpadu dapat meningkatkan jumlah realisasi investasi di
Kabupaten Boyolali dan meningkatan penyediaan lapangan kerja seluas-
luasnya.
Capaian kinerja di bidang penanaman modal dalam 3 (tiga) tahun
terakhir menunjukkan adanya kenaikan yang cukup signifikan yaitu
tahun 2007 sebesar 0,75%, tahun 2008 sebesar 3,61% dan tahun 2009
sebesar 13,89%. Dalam rangka menciptakan iklim usaha dan iklim
investasi yang kondusif, terdapat serangkaian langkah yang dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali. Langkah-langkah yang dilakukan
antara lain adalah membuat kebijakan peraturan daerah yang mendukung
kemudahan investasi, mempermudah pengurusan atau perijinan usaha,
mengurangi birokrasi dalam pengurusan perijinan usaha, pengurusan
IMB, bahkan menggratiskan biaya perijinan investasi.
2. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Hidup
a. Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga negara Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28
H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa,
“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.
“Lingkungan hidup adalah semua benda, daya, dan kondisi yang
terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia dan makhluk
hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya” (N.H.T Siahaan,
2004:4).
Pengertian dan definisi lingkungan hidup menurut para ahli antara
lain sebagai berikut (http://carapedia.com/pengertian_definisi_
lingkunganhidup menurut_para_ahli/info951.html):
a) Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto
Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada
dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
b) S.J. Mcnaughton dan Larry L. Wolf
Lingkungan hidup adalah semua faktor eksternal yang bersifat
biologis dan fisika yang langsung mempengarui kehidupan,
pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme.
c) Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, S.H.
Lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam
ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta
kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
d) Prof. Emil Salim
Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan
pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan
mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
e) Sri Hayati
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan
keadaan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
f) Jonny Purba
Lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat
berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai
kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai.
Berdasarkan dari definisi tersebut nampak bahwa lingkungan
hidup merupakan satu-kesatuan dengan kehidupan manusia. Dalam ilmu
ekologi komponen lingkungan hidup merupakan komponen ekosistem
yang saling tergantung atau saling mempengaruhi (interdependence).
Salah satu rusak maka akan terganggu proses ekologis yang akan
mempengaruhi kondisi komponen lainnya. Kondisi ini disadari oleh
manusia setelah banyak permasalahan lingkungan hidup yang
menimbulkan kerugian bagi manusia pada akhir-akhir ini. Dalam
perspektif hukum yang berlaku di Indonesia, masalah-masalah
lingkungan hanya dikelempokkan ke dalam dua bentuk, yakni
pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan (Takdir Rahmadi,
2011 :1). Dengan adanya hal seperti ini sehingga dapat ditegaskan bahwa
lingkungan hidup merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. “Manusia dan lingkungan hidup memiliki hubungan yang
bersifat timbal balik. Terlebih manusia mencari makan dan minum serta
memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan sumber-sumber yang
diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber
utama dan terpenting bagi pemenuhan kebutuhan” (N.H.T. Siahaan,
2004:2-3).
Pentingnya lingkungan hidup bagi kehidupan manusia inilah yang
membawa konsekuensi logis, bahwa manusia hidup berdampingan
dengan lingkungan, dan banyaknya pencemaran terhadap lingkungan
sebisa mungkin harus dikurangi dan bahkan dihindari demi kenyamaman
hidup setiap makhluk hidup. Peran hukum lingkungan secara garis besar
untuk mengendalikan perilaku manusia agar tidak melakukan tindakan
yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan berkurangnya sumber daya
alam (Moestadji, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Hidup
Definisi mengenai baku mutu lingkungan hidup dalam Pasal 1
angka 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan bahwa,
“Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya
tertentu sebagai unsur lingkungan hidup”.
Baku mutu lingkungan hidup merupakan salah satu instrumen
dalam pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan hidup yang dimaksud adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Dan adapun yang
dimaksud dengan kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan
langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 pada Bab V
Paragraf ke 3 (tiga) Pasal 20 mengenai Baku Mutu Lingkungan Hidup
dijelaskan bahwa dalam penentuan terjadinya pencemaran lingkungan
hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Baku mutu
lingkungan hidup antara lain meliputi:
1) baku mutu air.
2) baku mutu air limbah.
3) baku mutu air laut.
4) baku mutu udara ambien.
5) baku mutu emisi.
6) baku mutu gangguan.
7) baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Disamping itu juga menyebutkan bahwa setiap orang
diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup
dengan persyaratan:
1) memenuhi baku mutu lingkungan hidup.
2) mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Baku mutu lingkungan hidup diperlukan untuk menetapkan
apakah sudah terjadi kerusakan lingkungan yang artinya apabila suatu
lingkungan hidup keadaannya telah berada diatas batas ukuran atau kadar
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
maka lingkungan hidup tersebut telah mengalami pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
3. Tinjauan Umum tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
a. Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sebagai suatu kesatuan ruang, maka lingkungan hidup dalam
pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara
maupun wilayah administratif. Akan tetapi lingkungan hidup yang
berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan harus jelas batas wilayah
wewenang perlindungan dan pengelolaannya. Lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan hidup Indonesia. Secara hukum Lingkungan
Hidup Indonesia meliputi ruang tempat negara berdaulat serta
yurisdiksinya. Dalam hal ini lingkungan hidup Indonesia tidak lain
adalah wilayah yang menempati posisi silang antar dua benua dan dua
samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberi
kondisi alam dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi
nilainya sebagai tempat rakyat dan bangsa Indonesia menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam segala
aspeknya. Dengan demikian wawasan dalam menyelenggarakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah
wawasan Nusantara (Siswanto Sunarso, 2005:43).
Pengertian perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Dalam pasal tersebut mengandung pengertian bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diharapkan
Indonesia memiliki cakupan luas yang meliputi berbagai upaya yang
bersifat persuasif, preventif, kuratif, dan jika perlu bersifat represif.
Lilin Budiati dalam bukunya Good Governance dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan mengenai perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai berikut:
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan
usaha pencegahan, penaggulangan kerusakan dan pencemaran
serta pemulihan kualitas lingkungan hidup, yang mana telah
menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan
dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung
perlindungan dan pengelolaan lingkungan lainnya (Lilin Budiati,
2012:25).
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia
pada umumnya mengandung dua aspek, yaitu formal dan informal.
Secara formal tanggung jawab Pemerintah menjadi dominan dan
sebagian besar bertumpu pada landasan hukum dan peraturan yang
disiapkan untuk mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pada saat ini landasan hukum yang digunakan sebagai
dasar dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di dalamnya dirumuskan mengenai
Pengertian, Asas, Tujuan, Dan Ruang Lingkup, Perencanaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan, Pengelolaan Bahan
Berbahaya Dan Beracun Serta Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun,
Sistem Informasi, Tugas Dan Wewenang Pemerintah Dan Pemerintah
Daerah, Hak, Kewajiban, Dan Larangan, Peran Masyarakat, Pengawasan
Dan Sanksi Administratif, Penyelesaian Sengketa Lingkungan,
Penyidikan Dan Pembuktian, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan,
Ketentuan Penutup.
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ruang lingkup
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi:
1) Perencanaan
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan melalui tahapan:
a) Inventarisasi lingkungan hidup yang terdiri atas inventarisasi
lingkungan hidup tingkat nasional; tingkat pulau atau kepulauan;
dan tingkat wilayah ekoregion. Inventarisasi lingkungan hidup
dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai
sumber daya alam yang meliputi potensi dan ketersediaan; jenis
yang dimanfaatkan; bentuk penguasaan; pengetahuan pengelolaan
bentuk kerusakan; dan konflik dan penyebab konflik yang timbul
akibat pengelolaan.
b) Penetapan wilayah ekoregion yang dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesamaan; karakteristik bentang alam; daerah
aliran sungai; iklim; flora dan fauna; sosial budaya; ekonom;
kelembagaan masyarakat; dan hasil inventarisasi lingkungan hidup.
c) Penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang terdiri atas RPPLH nasional; RPPLH provinsi; dan
RPPLH kabupaten/kota. Penyusunan RPPLH harus memperhatikan
keragaman karakter dan fungsi ekologis; sebaran penduduk;
sebaran potensi sumber daya alam; kearifan lokal; aspirasi
masyarakat; dan perubahan iklim. RPPLH memuat rencana tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;
pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan
hidup; pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan
pelestarian sumber daya alam; dan adaptasi dan mitigasi terhadap
perubahan Iklim. RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat
dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana
pembangunan jangka menengah.
2) Pemanfaatan
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan
RPPLH. Dalam hal RPPLH belum tersusun, pemanfaatan sumber
daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dengan memperhatikan keberlanjutan proses dan
fungsi lingkungan hidup; keberlanjutan produktivitas lingkungan
hidup; dan keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
3) Pengendalian
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengendalian dampak lingkungan meliputi:
a) Pencegahan
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup terdiri atas:
(1) KLHS
(2) tata ruang
(3) baku mutu lingkungan hidup
(4) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
(5) amdal
(6) UKL-UPL
(7) perizinan
(8) instrumen ekonomi lingkungan hidup
(9) peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
(10) anggaran berbasis lingkungan hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
(11) analisis risiko lingkungan hidup
(12) audit lingkungan hidup dan
(13) instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan
b) Penanggulangan
Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilakukan dengan:
(1) pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
(2) pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup;
(3) penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
(4) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
c) Pemulihan
Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan
tahapan:
(1) penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur
pencemar;
(2) remediasi;
(3) rehabilitasi;
(4) restorasi;
(5) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
4) Pemeliharaan
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya
konservasi sumber daya alam; pencadangan sumber daya alam;
pelestarian fungsi atmosfer. Pelestarian fungsi atmosfer meliputi:
a) Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b) Upaya perlindungan lapisan ozon;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
c) Upaya perlindungan terhadap hujan asam.
5) Pengawasan
Pengawasan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati
atau Walikota yang sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan
pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Gubernur atau Bupati
atau Walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang
merupakan pejabat fungsional.
6) Penegakan
Penegakan lingkungan hidup dilakukan melalui penetapan
sanksi administratif dan sanksi pidana. Dalam hal penyelesaian
sengketa lingkungan hidup diselesaikan melalui pengadilan dan luar
pengadilan.
b. Peran para Pihak dalam Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Pada dasarnya pihak-pihak yang berkepentingan dan memiliki
kewajiban dalam pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup ialah pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha.
1) Pemerintah
Pemerintah pusat merupakan pihak yang paling berperan dan
pihak yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah pusat
bertanggung jawab untuk merancang, merumuskan dan
mengimplementasikan kebijakan pembangunan lingkungan yang
berkelanjutan. Dalam hal ini telah pemerintah pusat menetapkan suatu
kebijakan nasional tentang lingkungan hidup berupa aturan hukum
nasional, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Disamping itu pemerintah pusat juga bertanggung jawab sebagai
pengawas serta penegak hukum lingkungan.
Disamping pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memiliki
peran penting dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan.
“Dengan adanya desentralisasi perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup maka dalam pelaksanaannya akan lebih efisien
karena merantai pengawasan dan pelaksanaan menjadi lebih pendek
serta adanya rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi” (Dr.
Lilin Budiati, 2012:8). Dalam lingkup pemerintahan daerah juga harus
dibentuk suatu lembaga yang mengurusi lingkungan hidup, baik
berupa kantor atau badan agar dalam koordinasi kebijakan dengan
pemerintah pusat semakin mudah.
2) Masyarakat
Dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan
bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
sebagai bagian dari hak asasi manusia. Masyarakat Indonesia berhak
mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Disamping itu masyarakat juga berhak
mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup. Anggota masyarakat, baik perorangan maupun
kelompok dan lembaga swadaya masyarakat seperti organisasi
lingkungan hidup atau korban pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup juga dapat melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup tersebut kepada kantor
lingkungan hidup. Selain itu, sesuai Pasal 67 Undang-Undang Nomor
32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dijelaskan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
3) Pelaku usaha
Bagi setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan sesuai
dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk:
a) Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan
tepat waktu.
b) Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
c) Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Sesuai Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa
“Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan)”. Dokumen AMDAL merupakan dasar
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup yang
ditetapan berdasarkan penilaian Komisi Penilai AMDAL, Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
Selain daripada itu, sesuai Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dijelaskan bahwa “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk
dalam kriteria wajib AMDAL wajib memiliki UKL (Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan UPL (Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup)”. Sedangkan untuk setiap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak wajib dilengkapi UKL dan UPL wajib membuat surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.
Disamping itu untuk setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memilik AMDAL atau UKL dan UPL diwajibkan untuk memiliki izin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
lingkungan sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Izin
lingkungan tersebut diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, Gubernur,
atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak
permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak
dilengkapi dengan AMDAL atau UKL dan UPL.
c. Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilaksanakan
berdasarkan asas:
1) Asas Tanggung jawab negara
Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab negara” adalah:
a) Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa
depan.
b) Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
c) Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
2) Asas Kelestarian dan keberlanjutan
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan”
adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab
terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu
generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem
dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
3) Asas Keserasian dan keseimbangan
Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan”
adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan
perlindungan serta pelestarian ekosistem.
4) Asas Keterpaduan
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan
memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen
terkait.
5) Asas Manfaat
Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala
usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan
dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.
6) Asas Kehati-hatian
Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa
ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan
karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
7) Asas Keadilan
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas
daerah, lintas generasi maupun lintas gender.
8) Asas Ekoregion
Yang dimaksud dengan “asas ekoregion” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan
karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya
masyarakat setempat, dan kearifan lokal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
9) Asas Keanekaragaman hayati
Yang dimaksud dengan “asas keanekaragaman hayati” adalah
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan,
keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri
atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang
bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan
membentuk ekosistem.
10) Asas Pencemar membayar
Yang dimaksud dengan “asas pencemar membayar” adalah
bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.
11) Asas Partisipatif
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa
setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
12) Asas Kearifan lokal
Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat.
13) Asas Tata kelola pemerintahan yang baik
Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang
baik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi,
dan keadilan.
14) Asas otonomi daerah
Yang dimaksud dengan “asas otonomi daerah” adalah bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Tujuan dan Ruang Lingkup Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
b) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia
c) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem
d) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
e) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan
hidup
f) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi
masa depan
g) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia
h) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
i) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan
j) Mengantisipasi isu lingkungan global
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 ruang
lingkup Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi
Perencanaan, Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan, Pengawasan
dan Penegakan hukum yang secara rinci telah diuraikan pada angka 3
Tinjauan Umum tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Hal ini menunjukkan ruang lingkup perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sangat luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
4. Tinjauan Umum tentang Izin Lingkungan
Menurut Helmi ada beberapa pengertian izin, namun pengertian izin
menurut peraturan, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun
2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu
di Daerah, izin sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya
seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu (Helmi,
2012:79).
Sedangkan Izin lingkungan menurut Pasal 1 Angka 35 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau
UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Izin bidang lingkungan hidup merupakan alat pemerintah yang
bersifat yuridis preventif, dan digunakan sebagai instrumen administrasi
untuk mengendalikan perilaku dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup (Helmi, 2011:134). Sebelum pemberlakukan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009, istilah izin lingkungan belum ada.
Pengertian izin lingkungan lebih dekat pada perizinan lingkungan, yang
menurut Helmi didefinisikan sebagai perizinan usaha di bidang lingkungan
hidup, yaitu persetujuan yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup (Helmi, 2011: 136). Yang termasuk perizinan
di bidang lingkungan hidup antara lain Amdal dan UKL-UPL, izin
pembuangan air limbah dan izin pengumpulan sementara limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).
Perizinan merupakan bagian dari 13 instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang merupakan lingkup
pengendalian (selain penanggulangan dan pemulihan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
menyebutkan bahwa:
a. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-
UPL wajib memiliki izin lingkungan.
b. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.
c. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
d. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Ketentuan diatas menegaskan pertama, setiap usaha dan/atau
kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
Kedua, Amdal atau UKL-UPL merupakan instrumen penting dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan yakni instrumen pencegahan
kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup. Ketiga, Amdal atau UKL-
UPL merupakan syarat wajib untuk penertiban izin suatu usaha dan/atau
kegiatan di bidang lingkungan hidup.
Sistem perizinan lingkungan sebagai instrumen pencegahan
kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup hakikatnya merupakan
pengendalian aktivitas pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu,
pengaturan dan penyelenggaraan perizinan lingkungan harus didasarkan
norma keterpaduan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Helmi, 2012:7).
Rencana usaha yang wajib Amdal adalah rencana usaha yang
menimbulkan dampak penting bagi lingkungan. Sedangkan rencana usaha
yang tidak menimbulkan dampak penting, secara teknologi dapat dikelola
dampaknya. Kriteria dampak penting sebagai berikut:
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana Usaha
dan/atau Kegiatan
b. Luas wilayah penyebaran dampak
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
e. Sifat kumulatif dampak
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak dan/atau
g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Secara teknis, penentuan jenis rencana usaha yang wajib Amdal
dituangkan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5
Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi dengan Amdal. Dengan melihat daftar pada lampiran peraturan
tersebut, dapat diketahui suatu rencana usaha dapat diketahui wajib Amdal.
a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut
Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan. Menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Izin Lingkungan, Penyusunan dokumen Amdal yaitu antara lain:
1) Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disusun oleh
Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
2) Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib sesuai dengan rencana tata ruang.
3) Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan
wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa.
Dokumen Amdal dinilai oleh komisi penilai Amdal yang dibentuk
oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya untuk menghasilkan surat keputusan kelayakan
lingkungan. Menurut Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, pengertian keputusan kelayakan
lingkungan hidup adalah keputusan yang menyatakan kelayakan
lingkungan hidup dari suatu rencana usaha dan/atau rencana kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan Amdal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan
Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan
dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak
penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan. Menurut Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Izin Lingkungan¸ Penyusunan UKL-UPL adalah sebagai
berikut:
1) UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) disusun oleh
Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
2) Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib sesuai dengan rencana tata ruang.
3) Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan wajib
dikembalikan kepada Pemrakarsa.
Berdasarkan penjelasan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012 UKL-UPL merupakan instrumen untuk
merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas
pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen dalam
perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, UKL-UPL tidak dilakukan setelah
Usaha dan/atau Kegiatan dilaksanakan. UKL-UPL yang dimaksud dalam
ayat ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detail rekayasa.
Dokumen UKL-UPL akan diperiksa oleh tim pemeriksa UKL-
UPL untuk mendapatkan rekomendasi UKL-UPL. Menurut Pasal 1
angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin
Lingkungan, pengertian Rekomendasi UKL-UPL adalah surat
persetujuan terhadap suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-
UPL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
c. Pengertian Usaha
Dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan
hidup, kata usaha biasanya bersama dengan kata kegiatan dalam bentuk
kata majemuk “usaha dan/atau kegiatan” yang didefinisikan sebagai
segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap
rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan
hidup (Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Izin Lingkungan). Sehingga usaha ini mengandung pengertian
sama dengan usaha dan/atau kegiatan dalam peraturan di bidang
lingkungan hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
B. Kerangka Pemikiran
Interpretasi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Premis Mayor (Peraturan Perundang-undangan)
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
4. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008
tentang Pengendalian Lingkungan Hidup
5. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Penyusunan dan Penilaian Pemeriksaan Dokumen Kajian
Lingkungan Hidup
6. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Boyolali 2010-2015.
Premis Minor (Fakta Hukum)
1. Mekanisme izin lingkungan sebagai sarana
perlindungan dan pengendalian dampak
lingkungan sering menghambat kecepatan
proses pertumbuhan usaha.
2. Peningkatan pertumbuhan usaha akibat
penerapan visi Kabupaten Boyolali yang
Pro Investasi.
Penerapan Konkret
1. Kebijakan mekanisme izin
lingkungan karena adanya
pertumbuhan usaha di
Kabupaten Boyolali.
2. Kebijakan Boyolali yang Pro
Investasi dikaitkan dengan
mekanisme izin lingkungan
sebagai sarana perlindungan
dan pengendalian dampak
lingkungan hidup.
3. Pertumbuhan usaha di
Kabupaten Boyolali tidak
terganggu oleh mekanisme
izin lingkungan sebagai
sarana perlindungan dan
pengendalian dampak
lingkungan hidup.
Kesimpulan
1. Peraturan Perundang-undangan tingkat
nasional dan daerah yang menjadi landasan
hukum
2. Perlunya mekanisme izin lingkungan
sebagai sarana perliindungan dan
pengendalian dampak lingkungan hidup
yang baik dan tidak menghambat
pertumbuhan usaha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Keterangan :
Dari Kerangka Pemikiran ini, penulis ingin memberikan gambaran
guna menjawab perumusan masalah yang telah disebutkan di awal
penelitian hukum ini. Kajian yuridis tentang mekanisme pemberian izin
lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak
lingkungan dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Boyolali diinterpretasikan terhadap peraturan Perundang-Undangan
(Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup, Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008
tentang Pengendalian Lingkungan Hidup, dan Peraturan Bupati Boyolali
Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penyusunan dan Penilaian Pemeriksaan
Dokumen Kajian Lingkungan Hidup).
Penerapan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam
pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam penerapan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam bentuk mekanisme Izin
Lingkungan bagi semua usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan
dampak terhadap lingkungan. Adanya mekanisme ini, semua pelaku usaha
dan/atau kegiatan akan membuat dokumen lingkungan dan menyatakan
kesanggupan untuk mengendalikan dampak usaha dan/atau kegiatan
terhadap lingkungan. Dokumen lingkungan tersebut berupa Amdal atau
UKL-UPL tergantung jenis usaha dan besarannya. Hasil penilaian
dokumen Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL yang menerbitkan keputusan
kelayakan lingkungan dan rekomendasi UKL-UPL sebagai dasar
diterbitkannya Izin Lingkungan sebagai dasar instansi yang berwewenang
mengeluarkan izin usaha dan/atau kegiatan. Mekanisme yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
membutuhkan waktu ini sering menyebabkan sebuah proses perizinan
usaha dan/atau kegiatan sering tidak berjalan lancar.
Pemerintah Kabupaten Boyolali mempunyai visi mewujudkan
Boyolali yang Pro Investasi memicu pertumbuhan usaha dan/atau kegiatan
yang semakin besar, sehingga potensi terjadinya permasalahan lingkungan
juga semakin besar, mengingat dampak dari usaha dan/atau kegiatan
adalah peningkatan volume limbah dan peningkatan gangguan atau polusi.
Peningkatan pertumbuhan usaha dan/atau kegiatan ini menyebabkan beban
tanggung jawab Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali selaku
instansi yang bertugas dalam perlindungan dan pengendalian dampak
lingkungan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Boyolali harus dapat menerapkan mekanisme Izin Lingkungan
sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan, namun
juga mendukung peningkatan pertumbuhan usaha dan/atau kegiatan.
Sehingga kebijakan mewujudkan Boyolali yang Pro Investasi tidak
menimbulkan peningkatan permasalahan lingkungan hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Landasan Yuridis dalam Pemberian Izin Lingkungan Sebagai Sarana
Perlindungan dan Pengendalian Dampak Lingkungan dalam Kegiatan
Usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
Istilah “Izin Lingkungan” pertama kali muncul dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UU-PPLH) pada Pasal 36 sampai dengan Pasal 41. Izin Lingkungan
bagian dari instrumen pencegahan (Paragraf 7) dan termasuk dalam
pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Bab IV).
Pada Pasal 36 menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan yang
diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 ini, tidak
ada instrumen izin lingkungan dalam pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan. Instrumen yang paling dekat izin lingkungan adalah
keputusan kelayakan lingkungan bagi rencana usaha dan/atau wajib Amdal dan
rekomendasi UKL-UPL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
UKL-UPL. Fungsi izin lingkungan sebagaiamana tersebut dalam Pasal 40
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, adalah merupakan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Aplikasinya, instansi yang
berwenang memberikan izin usaha dan/atau kegiatan wajib mensyaratkan izin
lingkungan atau instansi yang berwenang memberikan izin usaha dan/atau
kegiatan tidak boleh memberikan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak
memiliki izin lingkungan yang diterbitkan oleh Bupati. Fungsi ini sama dengan
keputusan kelayakan Amdal dan rekomendasi UKL-UPL yang ditandatangani
oleh kepala instansi yang membidangi lingkungan hidup (Pasal 47 ayat (2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan). Untuk
memahami Izin Lingkungan harus memahami Amdal dan UKL-UPL lebih
dahulu, karena izin lingkungan merupakan kelanjutan proses dari Amdal dan
UKL-UPL yang selama ini telah berjalan.
Guna memperoleh izin lingkungan pemrakarsa rencana usaha dan/atau
kegiatan mengajukan permohonan izin lingkungan kepada pejabat yang
berwenang, dalam hal ini Bupati untuk Amdal dan UKL-UPL yang merupakan
kewenangan kabupaten, bersamaan dengan pengajuan dokumen Amdal atau
UKL-UPL. Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan harus mengetahui
lebih dahulu jenis dokumen apa yang harus disusun, Amdal atau UKL-UPL.
Dokumen Amdal disusun oleh pemrakarsa jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang menimbulkan dampak penting, sedang UKL-UPL disusun oleh
pemrakarsa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak menimbulkan
dampak penting.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dampak penting
ditentukan berdasarkan kriteria:
1. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan.
2. Luas wilayah penyebaran dampak.
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak.
5. Sifat kumulatif dampak.
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak, dan/atau
7. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ternyata penentuan dampak tersebut tidak mudah dilakukan, oleh
karena itu Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan peraturan mengenai jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal.
Peraturan tersebut memuat daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan Amdal. Sedangkan jenis rencana usaha dan/atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
kegiatan yang tidak ada dalam daftar tersebut hanya wajib menyusun UKL-
UPL. Dengan demikian semua pihak akan dengan mudah mengetahui jenis
dokumen yang harus disusun oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan.
Peraturan tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan atau penggantian
dan yang terakhir adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi
Amdal.
Selain itu, berdasar Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, usaha dan/atau kegiatan
yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL (dampak terhadap lingkungan sangat
kecil), hanya wajib untuk membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL). Namun untuk SPPL tidak
berhubungan dengan izin lingkungan. Batas antara UKL-UPL dan SPPL
belum diatur oleh ketentuan menteri. Pemerintah Kabupaten Boyolali mengatur
hal tersebut dalam Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Penyusunan dan Penilaian/ Pemeriksaan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup.
Berikut gambaran jenis dokumen lingkungan yang berlaku di Kabupaten
Boyolali.
Batas Amdal
Batas UKL-UPL
Gambar 1. Jenis Dokumen Lingkungan
Usaha dan/atau
kegiatan wajib
Amdal
SPPL
Usaha dan/atau
kegiatan wajib
UKL-UPL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Skema di atas dalam pelaksanaannya berbeda-beda untuk setiap daerah
sehingga menimbulkan perbedaan pembebanan tanggung jawab bagi
pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan untuk daerah yang berbeda walaupun jenis
usaha dan/atau kegiatannya sama. Untuk menjamin bahwa UKL-UPL
dilakukan secara tepat, maka perlu dilakukan pemisahan untuk menetapkan
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-
UPL.
Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan sebelum mengajukan izin
lingkungan harus menyusun dokumen Amdal atau UKL-UPL. Penyusunan
Amdal harus dilaksanakan dengan bekerja sama dengan lembaga yang
mempunyai syarat kompetensi, sebagaimana Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2008 tentang Persyaratan Kompetensi
Dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Sedangkan penyusun UKL-UPL tidak
ada persyaratan khusus. Dokumen Amdal dan UKL-UPL yang sudah disusun
oleh pemrakarsa disampaikan kepada kepala instansi yang membidangi
pengendalian dampak lingkungan selaku ketua komisi penilai Amdal dan ketua
tim pemeriksa UKL-UPL untuk selanjutnya dilakukan proses penilaian dan
pemeriksaan UKL-UPL.
Gambar 2. Tahapan Proses Izin Lingkungan
Menteri Lingkungan
Hidup/
Gubernur/Bupati/
Walikota
menerbitkan Izin
Lingkungan Pemrakarsa
menyusun
UKL-UPL
Pemrakarsa
menyusun
Amdal
Tim Pemeriksa UKL-
UPL memeriksa
UKL-UPL
Komisi Penilai Amdal
menilai Amdal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Guna memahami proses Izin Lingkungan yang dimulai dari penyusunan
dokumen Amdal atau UKL-UPL oleh pemrakarsa hingga penerbitan Izin
Lingkungan oleh pejabat yang berwenang, perlu uraian pembahasan secara
rinci mengenai mekanisme Amdal dan UKL-UPL yang merupakan kunci dari
Izin Lingkungan :
1. Amdal
Dalam pembahasan mengenai izin lingkungan di tingkat pusat,
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 ini sudah sangat sesuai.
Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang bagaimana penyusunan
Amdal terdapat dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13. Guna memahami
mekanismenya menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 perlu memahami dokumen-dokumen yang menjadi bagian dari
dokumen Amdal, yaitu :
a. KA-ANDAL (Kerangka Acuan ANDAL)
Ruang lingkup kajian analisis dampak Lingkungan Hidup yang
merupakan hasil pelingkupan.
b. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup)
Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
c. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan)
Upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan)
Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena
dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
Penyusunan Amdal menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 8 Tahun 2006 melalui 2 tahapan, yaitu penyusunan KA-ANDAL
dan penyusunan ANDAL, RKL-RPL. KA-ANDAL yang telah disusun oleh
pemrakarsa segera disampaikan kepada Kepala Instansi yang membidangi
lingkungan hidup selaku ketua Komisi Penilai Amdal untuk dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
penilaian. Setelah KA-ANDAL disetujui, maka pemrakarsa baru menyusun
ANDAL dan RKL-RPL yang juga disampaikan kepada Kepala Instansi
yang membidangi lingkungan hidup selaku ketua Komisi Penilai Amdal
untuk dilakukan penilaian.
Dari aspek mekanismenya, penyusunan Amdal dapat dilihat pada
diagram alir penyusunan Amdal :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Gambar 3. Diagram Alir Penyusunan Amdal
Dalam penyusunan dokumen-dokumen Amdal terdapat hak dan
kewajiban pelibatan masyarakat. Berikut prosedur keterlibatan masyarakat
dalam proses Amdal sebagaimana Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan
Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup :
Pengumpulan data dan informasi tentang:
1. Rencana usaha dan/atau kegiatan
2. Rona lingkungan hidup
3. Kegiatan lain di sekitar rencana usaha dan/atau
kegiatan
4. Saran, tanggapan dan pendapat masyarakat
Proyeksi perubahan rona lingkungan hidup sebagai
akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan
Penentuan besaran dan sifat penting dampak terhadap
lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh rencana usaha
dan/atau kegiatan
Evaluasi dampak penting terhadap lingkungan hidup
Rekomendasi/saran tindak lanjut untuk pengambil
keputusan, perencanaan dan pengelola lingkungan
hidup berupa:
1. Alternatif komponen usaha dan/atau kegiatan
2. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Masyarakat Insatansi yang Pemrakarsa
Berkepentingan Bertanggungjawab
Gambar 4. Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Amdal
Hak masyarakat adalah:
a. Memperoleh informasi berkaitan dengan Amdal.
b. Memberikan saran, pendapat dan/atau tanggapan atas rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib menyusun Amdal dan dokumen KA-
ANDAL, ANDAL, dan RKL-RPL.
c. Duduk sebagai anggota Komisi Penilai Amdal khususnya bagi warga
masyarakat yang terkena dampak.
Pengumuman
Persiapan
Penyusunan Amdal
Saran, Pendapat
dan Tanggapan
Pengumuman
Rencana usaha
dan/atau kegiatan
Konsultasi
Penilaian KA-Andal
Oleh komisi (maks 30
hari)
Penyusunan KA-
Andal
Penilaian Andal,
RKL, RPL Oleh
komisi (maks 75
hari)
Penyusunan
Andal, RKL-RPL
Saran, Pendapat
dan Tanggapan
Saran, Pendapat
dan Tanggapan
Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Kewajiban Pemerintah (Instansi yang Bertanggungjawab):
a. Mengumumkan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan memulai
penyusunan Amdal.
b. Mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat dan tanggapan dari
warga masyarakat yang disampaikan.
c. Menyampaikan rangkuman hasil, saran, pendapat dan tanggapan dari
warga masyarakat serta respon dan sikap atas saran, pendapat, dan
tanggapan warga masyarakat tersebut kepada Komisi Penilai Amdal.
d. Menyediakan informasi tentang proses dan hasil keputusan penilaian
dokumen KA-ANDAL, ANDAL, dan RKL-RPL kepada warga
masyarakat yang berkepentingan.
e. Memfasilitasi terlaksananya dengan baik hak warga masyarakat atas
informasi dan berperan serta dalam proses Amdal.
Waktu penyusunan dokumen Amdal pun dibagi menjadi waktu
untuk menyusun KA-ANDAL dan waktu untuk menyusun ANDAL, RKL-
RPL. Waktu penyusunan KA-ANDAL termasuk di dalamnya waktu untuk
penyampaian pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan kepada
masyarakat paling cepat 10 hari sesuai dengan batas waktu penyampaian
tanggapan bagi masyarakat sejak diumumkan rancana usaha dan/atau
kegiatan yang akan menyusun Amdal. Namun waktu 10 hari untuk
menyusun KA-ANDAL juga tidak wajar, mengingat proses penyusunanya
meliputi survei pengumpulan data, uji kualitas lingkungan untuk
menentukan rona awal lingkungan, dan penyusunannya dokumen. Waktu
wajar yang diperlukan paling cepat 30 hari. Sedangkan waktu penyusun
ANDAL dan RKL-RPL tidak ada ketentuan, namun secara umum waktu
wajar yang diperlukan 30 hari.
Sedangkan skema penilaian Amdal berdasar Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2009 tentang Panduan
Penilaian Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Gambar 5. Skema Penilaian Amdal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Kerangka Acuan disusun oleh pemrakarsa sebelum penyusunan
Andal dan RKL-RPL. Kerangka Acuan yang telah disusun tersebut
kemudian akan diajukan kepada tiga jenis, yang pertama kepada Menteri
melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal Pusat, kemudian yang kedua
Gubernur melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal Provinsi, dan yang
ketiga Bupati/Walikota melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal
kebupaten/kota. Untuk melakukan penilaian sebagaimana dalam bagan
diatas, Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk menilai
Kerangka Acuan.
Pemrakarsa menyampaikan perbaikan Kerangka Acuan kepada
Komisi Penilai Amdal. Kerangka Acuan yang telah diperbaiki dinilai oleh
tim teknis. Tim teknis menyampaikan hasil penilaian akhir Kerangka Acuan
kepada Komisi Penilai Amdal. Jangka waktu penilaian dilakukan paling
lama 30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak Kerangka Acuan diterima dan
dinyatakan lengkap secara administrasi. Dalam hal hasil penilaian tim teknis
menyatakan Kerangka Acuan dapat disepakati, Komisi Penilai Amdal
menerbitkan persetujuan Kerangka Acuan. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara penilaian Kerangka Acuan diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemrakarsa menyusun Andal dan RKL-RPL berdasar Kerangka
Acuan yang telah diterbitkan persetujuannya atau konsep Kerangka Acuan.
Pengajuan Andal dan RKL-RPL yang telah disusun diajukan sama kepada
tiga jenis seperti diatas. Jangka waktu penilaian ANDAL, RKL dan RPL
hingga penyampaian hasil akhir penilaian yang berupa rekomendasi
kelayakan lingkungan membutuhkan waktu 75 hari. Selanjutnya jangka
waktu penetapan keputusan kelayakan lingkungan paling lama 10 hari sejak
diterimanya hasil penilaian. Jadi waktu untuk menilai Amdal secara
keseluruhan dapat mencapai 115 hari.
Jadi waktu penyusunan Amdal hingga memperoleh Izin Lingkungan
membutuhkan waktu yang wajar adalah 175 hari atau (kurang lebih 6
bulan). Waktu tersebut dapat lebih cepat, jika penyusun cepat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
menyusun dokumen dan komisi penilaian Amdal cepat melakukan proses
penilaian, artinya tidak menggunakan waktu maksimal sebagaimana
ketentuan. Namun dapat pula lebih lama jika penyusunan lambat dalam
menyusun dokumen dan komisi penilai menggunakan waktu maksimal.
Sedangkan unsur yang terlibat dalam penilaian Amdal dapat dilihat
pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2008
tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup, sebagai berikut:
a. Komisi penilai pusat, dengan keanggotaan dari unsur-unsur Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, Departemen Dalam Negeri, instansi di
bidang kesehatan, instansi di bidang pertahanan keamanan, instansi di
bidang penanaman modal, instansi di bidang pertanahan, instansi di
bidang ilmu pengetahuan, departemen dan/atau lembaga pemerintah non
departemen yang membidangi usaha dan/atau lembaga pemerintah non
departemen yang terkait, wakil provinsi yang bersangkutan, dan/atau
wakil kabupaten/kota yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan
hidup, ahli di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup sesuai
dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat
terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu.
b. Komisi penilai provinsi, dengan keanggotaan dari unsur-unsur Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi, instansi lingkungan hidup
provinsi, instansi di bidang penanaman modal daerah, instansi di bidang
pertanahan di daerah, instansi di bidang pertahanan keamanan di daerah,
instansi di bidang kesehatan daerah provinsi, wakil instansi pusat
dan/atau daerah yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan, wakil instansi terkait di provinsi, wakil dari
kabupaten/kota yang bersangkutan, pusat studi lingkungan hidup
perguruan tinggi daerah yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan
hidup, ahli di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup di
daerah, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
kegiatan yang dikaji, warga masyarakat yang terkena dampak, serta
anggota lain yang dipandang perlu.
c. Komisi penilai kabupaten/kota, dengan keanggotaan dari unsurunsur
wakil dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, wakil dari instansi
di bidang lingkungan hidup daerah, wakil dari instansi di bidang
penanaman modal daerah, wakil dari instansi di bidang pertanahan
daerah, wakil dari instansi di bidang kesehatan daerah, wakil dari
instansi-instansi terkait lainnya di daerah, ahli di bidang lingkungan
hidup, ahli dibidang rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan,
wakil dari organisasi lingkungan yang terkait dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil dari masyarakat yang terkena
dampak, dan anggota-anggota lain yang dipandang perlu.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam
penilaian Amdal cukup banyak, hal ini menunjukkan banyaknya hal dan
permasalahan yang menjadi pertimbangan dalam keputusan kelayakan
lingkungan dalam Amdal ini.
Sedangkan dari aspek biaya, pemrakarsa bertanggung jawab
terhadap biaya penyusunan dokumen Amdal yang melibatkan konsultan
Amdal yang telah memiliki lisensi dan biaya jasa penilaian Amdal oleh
komisi penilai Amdal sebagaimana Pasal 69 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Sekilas tampak bahwa
biaya penyusunan dan penilaian Amdal hingga keluarnya Izin Lingkungan
cukup besar hingga ratusan juta rupiah. Berdasar informasi dari Badan
Lingkungan Hidup, keseluruhan dana untuk penyusunan dan penilaian
Amdal hingga keluarnya Izin Lingkungan kurang lebih 400 sampai dengan
600 juta rupiah.
Di Kabupaten Boyolali, biaya tersebut dapat lebih besar lagi
mengingat hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Boyolali belum memiliki
komisi penilai Amdal kabupaten. Sesuai ketentuan Pasal 17 Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2008 tentang Tata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, maka
penilaian Amdal usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal di wilayah
Kabupaten Boyolali dilakukan oleh komisi penilai Amdal Provinsi Jawa
Tengah. Hal ini menyebabkan penambahan mekanisme dan penambahan
pihak yang terlibat yang mengandung konsekuensi penambahan biaya.
2. Mekanisme Pemeriksaan UKL-UPL
Dalam pembahasan mengenai izin lingkungan di tingkat pusat,
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 ini sudah sangat sesuai.
Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang bagaimana penyusunan
penyusunan UKL-UPL terdapat dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 19.
Selain itu secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup. Berikut
gambaran mengenai mekanisme pemeriksaan UKL-UPL :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Gambar 6. Mekanisme Pemeriksaan UKL-UPL
Waktu yang dibutuhkan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan untuk
menyusun UKL-UPL tidak sama tergantung kompleksitas dampak usaha
Pemrakarsa usaha dan atau kegiatan menyusun
UKL-UPL
Unit kerja yang menangani pemeriksaan
UKL-UPL melakukan pemeriksaaan UKL-UPL
berkoordinasi dengan instansi yang membidangi
usaha dan atau kegiatan
Kepala Instansi Lingkungan Hidup
menerbitkan rekomendasi UKL-
UPL
Kepala Instansi Lingkungan Hidup memerintahkan
Unit kerja yang menangani pemeriksaan UKL-UPL
pada Instansi Lingkungan Hidup melakukan
pemeriksaaan UKL-UPL
Jika sudah
sesuai
ketentuan
Jika belum memenuhi
ketentuan
Unit kerja yang
menangani pemeriksaan UKL-
UPL mencermati UKL-UPL dan
hasil pemeriksaaan
UKL-UPL
Pemrakarsa usaha dan
atau kegiatan
memperbaiki UKL-UPL
sesuai hasil pemeriksaan UKL-UPL
Pemrakarsa usaha dan atau kegiatan mengajukan kepada
Kepala Instansi Lingkungan Hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dan/atau kegiatan terhadap lingkungan dan faktor non teknis lainnya. Waktu
normal atau rata-rata penyusunan UKL-UPL sekitar 2 minggu (14 hari).
Sedangkan waktu penyusunan yang dibutuhkan oleh kepala instansi yang
membidangi lingkungan hidup mulai penerimaan UKL-UPL dari
pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan hingga menerbitkan rekomendasi UKL-
UPL paling lama 14 hari. Waktu total yang diperlukan pemrakarsa usaha
dan/atau kegiatan mulai menyusun UKL-UPL hingga memperoleh
rekomendasi UKL-UPL adalah 1 bulan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pemeriksaan UKL-UPL,
sebagaimana pasal 7 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup Dan Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup, bahwa pemeriksa UKL-
UPL adalah unit kerja yang menangani UKL-UPL di Badan Lingkungan
Hidup dan instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan. Jika usaha
dan/atau kegiatan rumah sakit maka instansi yang membidangi adalah Dinas
Kesehatan, jika usaha dan/atau kegiatan industri maka instansi yang
membidangi Dinas Perindustrian. Hal ini menunjukkan bahwa pihak yang
terlibat relatif sedikit. Sedangkan dari segi biaya, meliputi biaya penyusunan
dan pemeriksaan. Biaya penyusunan, UKL-UPL tidak menyaratkan harus
disusun oleh personil yang memiliki syarat tertentu, sehingga dapat disusun
oleh pemrakarsa sendiri dengan biaya sedikit. Sedangkan pemeriksaannya
hanya melibatkan sedikit pihak, sehingga biayanya pun relatif kecil.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan
pemerintah pusat mengenai izin lingkungan yang meliputi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012,
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010
tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup dan aturan lainnya yang disusun berdasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
amanat ketentuan lama yang masih relevan belum lengkap karena masih ada
ketentuan pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan yang menyebutkan bahwa tata cara pemberian izin
lingkungan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri (Menteri
Lingkungan Hidup). Oleh karena itu pemerintah daerah, termasuk
Pemerintah Kabupaten Boyolali masih menunggu Peraturan Menteri
tersebut untuk menerapkan mekanisme izin lingkungan secara utuh.
Berikut beberapa peraturan yang terkait dengan Izin Lingkungan di tingkat
pemerintah daerah :
a. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Pengendalian Lingkungan Hidup
Dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008, hal yang berkaitan
dengan izin lingkungan terdapat dalam pasal 63 sampai dengan pasal 66.
Peraturan Daerah ini sudah mengatur mengenai Amdal dan UKL-UPL yang
merupakan bagian dari izin lingkungan yang sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, tetapi belum sampai pada istilah Izin
Lingkungan. Hal ini dikarenakan istilah izin lingkungan muncul ketika
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup diundangkan. Agar Kabupaten Boyolali
dapat melaksanakan izin lingkungan secara penuh, harus mengeluarkan
terlebih dahulu Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati.
Selama ini di Kabupaten Boyolali menggunakan 3 (tiga) macam
dokumen lingkungan yaitu Amdal, UKL-UPL atau SPPL. Usaha dan/atau
kegiatan yang wajib UKL-UPL ada 154 dan usaha dan/atau kegiatan yang
wajib SPPL ada 1268. Dalam penyusunannya Amdal itu dikeluarkan komisi
penilai Amdal, padahal Kabupaten Boyolali belum mempunyai komisi
penilai Amdal. Tetapi usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal itu
wilayahnya berada di Kabupaten Boyolali. Apabila Kabupaten Boyolali
mendapatkan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang mengharuskan
menggunakan Amdal, maka akan ditangani Komisi Amdal Provinsi Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tengah. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal di Kabupaten
Boyolali ada 11 jenis usaha dan/atau kegiatan.
b. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penyusunan
dan Penilaian Pemeriksaan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Peraturan ini berisi pedoman penyusunan dan penilaian/ pemeriksaan
dokumen kajian lingkungan hidup, meliputi:
1) Jenis-jenis dokumen kajian lingkungan hidup dan daftar yang
digunakan untuk mentukan jenis dokumen tersebut, meliputi Amdal,
UKL-UPL, DPPL, dan SPPL;
2) Cara penyusunan dokumen kajian lingkungan hidup meliputi Amdal,
UKL-UPL, DPPL, dan SPPL;
3) Mekanisme penilaian Amdal;
4) Mekanisme pemeriksaan UKL-UPL;
5) Mekanisme penilaian DPPL.
Sebagian besar materi peraturan ini sama dengan materi peraturan
perundang-undangan diatasnya, sehingga peraturan ini lebih dianggap
sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur dokumen
lingkungan yang terdiri dari Amdal, UKL-UPL, SPPL, dan DPPL. Dilihat
dari lingkupnya, peraturan ini mengatur semua hal yang berkaitan dengan
dokumen lingkungan. Namun tidak menyinggung izin lingkungan, apalagi
mengaturnya.
c. Keputusan Bupati Boyolali tentang Tim Pemeriksa UKL-UPL
Tim Pemeriksa UKL-UPL bertugas melaksanakan pemeriksaan
UKL-UPL sebagaimana diamanatkan peraturan-perundangan. Tim ini
dibentuk setiap tahun menyesuaikan tahun anggaran. Anggota tim
pemeriksa terdiri dari beberapa personil dari Badan Lingkungan Hidup
sebagai anggota tetap dan dinas yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
sebagai anggota tidak tetap (menyesuaikan jenis usaha dan/atau kegiatan).
Berdasar uraian tersebut di atas, baik secara aturan maupun praktek
pelaksanaan, belum dapat melaksanakan mekanisme izin lingkungan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
utuh. Mekanisme yang berhubungan erat dengan mekanisme izin
lingkungan yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali
hanya mekanisme pemeriksaan UKL-UPL dengan menerbitkan
rekomendasi UKL-UPL. Sedangkan mekanisme Amdal masih dilaksanakan
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, karena Pemerintah Kabupaten
Boyolali belum mempunyai komisi penilai Amdal kabupaten. Jadi adanya
ketentuan izin lingkungan, hingga saat ini, belum merubah mekanisme yang
ada. Sedangkan jika dilaksanakan, mekanisme izin lingkungan menambah
proses atau langkah, namun dari aspek waktu, penerapan izin lingkungan
akan mempercepat waktu di banding ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,
yaitu waktu penilaian KA-ANDAL yang semula 75 hari (pasal 16 ayat (2))
menjadi 30 hari (pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan). Sedangkan jangka waktu penyusunan UKL-UPL
hingga penerbitan Izin Lingkungan tidak berubah seperti semula. Selain itu,
pengajuan izin lingkungan dilakukan bersama-sama dengan pengajuan
penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL sehingga tidak akan
menambah jangka waktu penyelesaian Amdal.
Secara umum, penerapan izin lingkungan tidak mempengaruhi upaya
mewujudkan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Boyolali yang tertuang
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Boyolali 2010-2015, dengan mewujudkan Boyolali yang lebih sejahtera,
berdaya saing, dan Pro Investasi. Dengan adanya Peraturan Daerah ini maka
diharapkan pemerintah Kabupaten Boyolali akan mempermudah dalam
pemberian pelayanan perizinan. Pelayanan izin tersebut sangat sesuai
dengan konsep visi Pembangunan Kabupaten Boyolali yang Pro Investasi
bersistem one stop service. Hal tersebut tercantum dalam visi Pembangunan
Daerah Kabupaten Boyolali,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Konsep pro investasi adalah konsep untuk mempermudah segala
layanan dan perizinan investasi serta dalam rangka pengembangan
sistem “one stop service” dan membuka pusat informasi investasi
atau “information centre”, serta didukung dengan peningkatan
infrastruktur yang memadai. Diharapkan dengan penerapan konsep
pro investasi secara terpadu dapat meningkatkan jumlah realisasi
investasi di Kabupaten Boyolali dan meningkatan penyediaan
lapangan kerja seluas-luasnya.
Adanya konsep tersebut maka diharapkan pemerintah Kabupaten
Boyolali tidak berbelit-belit dalam memberikan izin lingkungan. Prinsip
good governance diharapkan dalam pemberian izin lingkungan
mekanismenya tidak terlalu rumit yang berarti sederhana. Waktu yang
diperlukan tidak terlalu lama yaitu sesuai dengan Pro Investasi ini waktunya
cepat dan biaya yang murah tidak terlalu mahal, pelayanan yang diberikan
adalah pelayanan yang prima, akan tetapi pelaksanaannya tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Izin lingkungan yang dikawatirkan akan memperumit perizinan dan
merugikan bagi sebuah perusahaan adalah salah besar. Karena mekanisme
izin lingkungan ini akan melindungi para pengusaha bahwa mereka telah
memenuhi ketentuan di bidang lingkungan hidup. Izin lingkungan sebagai
syarat pemberian izin usaha dan/atau kegiatan bukan ancaman bagi bisnis
atau investasi, namun akan menjamin kepastian hukum bagi suatu
perusahaan (Helmi, 2012:195).
B. Mekanisme Izin Lingkungan dalam Pengendalian Dampak Lingkungan
pada Kegiatan Usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
Tujuan dan sasaran Amdal adalah untuk menjamin suatu usaha dan/atau
kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak
lingkungan hidup. Melalui studi Amdal diharapkan usaha dan/atau kegiatan
pembangunan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara
efisien, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif
terhadap lingkungan hidup (www.indomedia.com). Studi Amdal diperlukan
bagi kegiatan-kegiatan yang menimbulkan dampak penting terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
lingkungan yang pada umumnya terdapat pada rencana-rencana kegiatan
berskala besar, kompleks serta berlokasi di daerah yang memiliki lingkungan
sensitif.
Pengelolaan lingkungan dalam usaha menghindari kerusakan akibat
satu proyek pembangunan baru dapat dilakukan setelah diketahui dampak
lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang
akan dibangun. Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam pengelolaan
lingkungan, maka harus selalu dilakukan pemantauan sejak awal pembangunan
secara berkala. Hasil pemantauan ini dapat dipakai untuk memperbaiki bahkan
mengubah pengelolaan lingkungan hidup. Pemantauan secara berkala ini
penting untuk menilai aktivitas pengelolaan lingkungan agar bermanfaat dalam
menjaga kualitas lingkungan dari proyek pembangunan yang berpotensi
menimbulkan dampak besar terutama dampak negatif.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) merupakan salah satu
upaya untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan yang
timbul dari suatu kegiatan. Dengan dilaksanakannya studi Amdal, sebelum
dilaksanakannya suatu kegiatan yang berdampak penting pada lingkungan,
dapat dijadikan acuan apakah kegiatan tersebut boleh dilaksanakan atau tidak.
Amdal juga menjamin aspek keberlanjutan dan kelanggenan hidup proyek
pembangunan dan menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Peran Izin Lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian
dampak lingkungan dapat dilihat dari : 1) mekanisme penilaian Amdal atau
pemeriksaan UKL-UPL; dan 2) materi Amdal atau UKL-UPL.
1. Mekanisme Izin Lingkungan
Sebagaimana pada pembahasaan terdahulu, Izin Lingkungan
diperoleh dari dua jalur yang berbeda. Dua jalur itu adalah penilaian Amdal
dan pemeriksaan UKL-UPL. Amdal atau UKL-UPL merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan izin lingkungan. Setiap usaha dan/atau kegiatan
yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
dan setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib
Amdal wajib memiliki UKL-UPL.
Mekanisme izin lingkungan yang menunjukkan fungsinya sebagai
sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan, terlihat pada
keterlibatan pihak yang berkepentingan dalam mekanisme tersebut. Semakin
banyak pihak yang terlibat, semakin banyak pula aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam proses ini. Hal ini sesuai dengan demokrasi di
bidang lingkungan hidup yang diharapkan menghasilkan rumusan atau
putusan yang lebih baik dan mempunyai legitimasi lebih kuat. Semakin
banyak pihak yang mengetahui, semakin banyak pula pihak yang peduli dan
cenderung ikut memantau hasilnya. Hal ini akan berdampak pada
peningkatan penaatan terhadap hasil keputusan yang berupa kelayakan
Amdal dan rekomendasi UKL-UPL.
Ketentuan lain yang dapat memperkuat peran izin lingkungan
sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan adalah
pencantuman izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. Berkaitan dengan hal tersebut semua dinas/instansi yang
berwenang mengeluarkan izin usaha tidak dapat mengeluarkan bahkan
memproses izin usaha sebelum ada izin lingkungan yang diperoleh melalui
proses Amdal dan UKL-UPL. Hal ini juga memaksa pemrakarsa untuk
melalui mekanisme Amdal atau pemeriksaan UKL-UPL. Kewajiban ini
akan mendorong aspek lingkungan hidup menjadi maindstream bagi
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Selain itu,
mekanisme ini dapat mendorong peningkatan pemahaman pemrakarsa usaha
dan/atau kegiatan serta kepeduliannya terhadap permasalahan lingkungan,
sehingga akan mengupayakan pengelolaan lingkungan akibat usaha dan/atau
kegiatan dan terhindar adanya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
2. Materi Izin Lingkungan
Pada prinsipnya Amdal atau UKL-UPL berisi informasi rencana
usaha dan/atau kegiatan, perkiraan dampak lingkungan, rencana atau upaya
pengelolaan lingkungan, dan rencana atau upaya pemantauan lingkungan.
Dokumen yang berisi hal-hal tersebut, disampaikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan guna memastikan bahwa rencana usaha dan/atau
kegiatan yang akan berjalan sudah diketahui dan disetujui melalui
mekanisme Amdal atau UKL-UPL. Isi dokumen yang telah disepakati
melalui mekanisme Amdal dan UKL-UPL tersebut merupakan pedoman
bagi pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan melakukan pengelolaan
lingkungan dan pemantauan lingkungan. Artinya, pemrakarsa yang telah
memiliki izin lingkungan, sudah mempunyai buku pedoman untuk
mengelola dan memantau lingkungan akibat usaha dan/atau kegiatan.
Dalam dokumen Amdal dan UKL-UPL berbagai cara pengelolaan
lingkungan dan cara pemantauan lingkungan agar usaha dan/atau kegiatan
tidak menimbulkan dampak negatif yang berlebihan terhadap lingkungan.
Peran pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan adalah melaksanakan semua
rencana yang sudah tertuang dalam dokumen, dan peran lain yang tidak
kalah pentingnya adalah peran pemerintah sebagai pengawas dan pembina
serta peran masyarakat sebagai pemantau. Dalam hal ini, dokumen Amdal
dan UKL-UPL memuat tolok ukur yang digunakan sebagai ukuran standar
dalam pemantauan yang telah ditetapkan dengan peraturan perundangan.
Tolok ukur tersebut lebih dikenal dengan baku mutu. Baku mutu lingkungan
ada di dalam dokumen Amdal dan UKL-UPL. Jadi di dalam dokumen
Amdal dan UKL-UPL pengusaha itu melaksanakan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan dengan standar baku mutu. Dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tidak lepas dari baku mutu lingkungan hidup. Baku
mutu lingkungan hidup menurut Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 yang meliputi:
a. baku mutu air;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Baku mutu lingkungan merupakan instrumen teknis untuk
menentukan terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat pelaksanaan
suatu izin usaha dan/atau kegiatan. Agar lingkungan hidup mampu
mendukung kegiatan pembangunan yang berkesinambungan, usaha untuk
memelihara dan mengembangkan mutu lingkungan hidup Indonesia penting
(Daud Silalahi, 2001:116).
Sebagai contoh, sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah, baku
mutu air limbah rumah sakit adalah :
TSS : 30 mg/L
pH : 6,0-9,0
BOD5 : 30 mg/L
COD : 80 mg/L
NH3-N Bebas : 0,1 mg/L
Phosphat (PO4-P) : 2 mg/L
Baku mutu tersebut mengandung arti bahwa pemrakrasa kegiatan
rumah sakit harus melakukan pengelolaan air limbah yang keluar akibat
kegiatan pelayanan kesehatan sehingga kadar parameter TSS, pH, BOD5,
COD, NH3-N Bebas, dan Phosphat (PO4-P) tidak melebihi angka-angka
tersebut di atas. Jika melampaui maka pemrakarsa kegiatan rumah sakit
bertanggungjawab terhadap pelanggaran baku mutu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Berikut beberapa ketentuan baku mutu lingkungan yang sering digunakan :
Tabel 1. Ketentuan baku mutu lingkungan
No. Baku Mutu Dasar hukum peraturan Perundang-
Undangan
1.
Baku mutu udara ambien Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 8
Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara
Ambien di Provinsi Jawa Tengah
2.
Baku mutu air limbah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perubahan
atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu
Air Limbah
3.
Baku mutu air
permukaan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
4.
Baku tingkat kebisingan Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996
tentang Baku Mutu Kebisingan
5.
Baku tingkat kebauan Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor Kep-50/MENLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Kebauan
6.
Baku mutu emisi sumber
tidak bergerak
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor
10 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Udara
Emisi Sumber Tidak Bergerak Tingkat
Provinsi Jawa Tengah
Dari uraian diatas, mekanisme izin lingkungan yang merupakan
kewajiban bagi setiap pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan efektif menempatkan
izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
lingkungan pada tahap awal rencana kegiatan. Sedangkan bukan jaminan
bahwa usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin lingkungan tidak
mencemari atau merusak lingkungan. Karena izin lingkungan dengan
dokumen Amdal dan UKL-UPL yang memastikan bahwa semua rencana
usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan mempunyai pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Sedangkan pada tahapan pelaksanaan kegiatan masih ada beberapa faktor
yang mempengaruhi sebuah usaha dan/atau kegiatan tidak mencemari
lingkungan, yaitu:
a. faktor ketaatan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan terhadap pedoman
dalam Amdal dan UKL-UPL dan peraturan lainnya;
b. faktor pengawasan dan pemantauan dari pihak internal dan eksternal,
pihak internalnya pemerintah dan pihak eksternalnya masyarakat;
c. faktor penegakan hukum, yaitu penegakan aturan terhadap penaatan-
penaatan dibidang lingkungan hidup.
3. Jenis – Jenis Izin bidang Lingkungan
Berdasarkan penjelasan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jenis-jenis
izin lingkungan adalah izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air
limbah ke sumber air. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 saat
ini, izin-izin tersebut diintegrasikan dalam satu sistem perizinan, yakni izin
lingkungan. Selain ketiga jenis izin di atas, terdapat beberapa izin yang juga
termasuk dalam kategori izin lingkungan, yakni tentang keputusan
kelayakan lingkungan dan izin lokasi.
Izin bidang lingkungan ini, berarti bahwa usaha dan/atau kegiatan
sudah beroperasi. Sehingga izin bidang lingkungan ini merupakan proses
tindak lanjut dari izin lingkungan pada saat ini (Surat Keputusan Kelayakan
Amdal dan rekomendasi UKL-UPL). Izin-izin itu mengatur tentang
teknisnya saja, atau tata cara pengendalian dampak lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Pada dasarnya di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
memiliki 2 (dua) perizinan di bidang lingkungan yaitu yang pertama izin
pembuangan air limbah dan yang kedua izin tempat penyimpanan sementara
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
a. Izin Pembuangan Air Limbah
Dasar hukum izin pembuangan air limbah yaitu Peraturan Bupati
Boyolali Nomor 17 Tahun 2011 tentang Izin Pembuangan Air limbah di
Kabupaten Boyolali. Sampai sekarang berlaku 5 tahun dan terdapat 12
usaha dan/atau kegiatan.
Di dalam izin lingkungan (Amdal/UKL-UPL) memuat rencana
pengusaha untuk mengolah air limbah. Secara teknis diatur dalam
Peraturan Bupati diatas. Dalam hal ini mengenai tata cara perizinan yang
terdiri dari tata cara pengajuan permohonan izin dan tata cara
pemrosesan. Selain itu secara teknis mengatur tentang masa berlaku izin,
berakhirnya izin, dan pembinaan dan pengawasan.
b. Izin Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3)
Di dalam izin lingkungan (Amdal-UKL-UPL) ada kesediaan
pengusaha untuk mengolah limbah B3. Di dalam Peraturan Bupati ini
mengatur secara teknis. Secara teknis yang dimaksud adalah tentang
perizinan, tentang rekomendasi, pembinaan, pengawasan pengelolaan
limbah B3 dan pemulihan akibat pencemaran limbah B3, dan
pembiayaan. Selain itu menurut lampiran II di dalam Peraturan Bupati ini
persyaratan teknisi terdiri dari lokasi tempat penyimpanan sementara
limbah B3, lokasi tempat pengumpulan limbah B3, tempat penyimpanan,
pengemasan, dan cheklist verifikasi lapangan.
Dasar hukum izin tempat penyimpanan sementara Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) yaitu Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun
2010 tentang Tata laksana perizinan dan pengawasan pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Kabupaten Boyolali. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
dalam Peraturan Bupati ini mengatur secara teknis. Dasar pembuatan
Peraturan Daerah yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan Dan Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta
pengawasan pemulihan akibat pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) oleh Pemerintah Masa berlaku 3 tahun dan terdapat 19
perizinan.
Kedudukan izin lingkungan di dalam izin usaha tetap sangat
penting karena izin lingkungan merupakan syarat untuk mendapatkan
izin usaha dan/atau kegiatan. Ketika tidak ada izin lingkungan, maka
pemerintah atau instansi yang berwenang memberikan izin dilarang
menerbitkan izin usaha. Sehingga pengusaha dilarang menjalankaan
usahanya.
4. Kendala di Kabupaten Boyolali
Kabupaten Boyolali belum menerapkan izin lingkungan
sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mekanisme pemberian
izin dibidang lingkungan Kabupaten Boyolali mengacu pada Peraturan
Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengendalian
Lingkungan Hidup. Hal tersebut dikarenakan di Kabupaten Boyolali belum
mempunyai Peraturan Daerah yang khusus mengatur izin lingkungan.
Peraturan Daerah yang khusus mengatur izin lingkungan belum
dibuat. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali, Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Boyolali menunggu aturan turunan
dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Apabila terlanjur sudah membuat Peraturan Daerah tentang izin lingkungan
namun tidak sesuai dengan peraturan diatasnya, maka Peraturan Daerah
tersebut bisa batal demi hukum. Selain itu Pemerintah Kabupaten Boyolali
itu membuat aturan untuk mengendalikan dampak lingkungan yang terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Aturan yang dibuat itu bersifat memaksa dan pemerintah mempunyai
kewenangan untuk mengatur.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali mengatakan
bahwa, “apabila izin lingkungan di Kabupaten Boyolali sudah di sahkan
maka akan semakin menyulitkan para pengusaha ataupun perusahaan di
Boyolali untuk memperoleh izin lingkungan”. Pendapat tersebut
mengandung arti bahwa izin lingkungan akan menghambat visi Pro
Investasi di Kabupaten Boyolali karena perusahaan wajib memiliki izin
lingkungan yang dinilai akan mempersulit.
Penulis kurang setuju dengan pendapat yang diutarakan oleh Kepala
Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali. Izin lingkungan sebagai syarat
pemberian izin usaha dan/atau kegiatan bukan menjadi ancaman untuk
investasi, namun akan menjamin kepastian hukum bagi perusahaan.
Perusahaan akan terlindungi dengan memenuhi kebutuhan lingkungan.
Perasaan khawatir terhadap mekanisme izin lingkungan harus segera
dilupakan. Selain itu, agar proses izin lingkungan tidak terkesan
menghambat investasi di Kabupaten Boyolali, maka pemerintah daerah
harus segera menyusun regulasi dan rencana teknis, termasuk peningkatan
SDM, agar proses izin lingkungan dapat dilaksanakan dengan cepat dan
mudah namun tidak mengurangi proses dan kualitas hasilnya.
Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, izin lingkungan bukan
birokrasi perizinan, tetapi merupakan instrumen pengendalian dan
pengawasan risiko lingkungan dari berbagai kegiatan. Izin lingkungan justru
menghindarkan pengusaha dari pengeluaran biaya tinggi karena cukup
mengurus satu izin satu kali saja. Perusahaan tidak bisa “main-main”
dengan Undang-Undang ini, karena pelanggaran izin lingkungan
mengakibatkan sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif
bisa berupa teguran tertulis, paksaan, hingga pembekuan, dan pencabutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
izin lingkungan. Tanpa izin lingkungan perusahaan tidak akan bisa
menjalankan usahanya. Sedangkan sanksi pidana bisa berupa penjara
belasan tahun dan denda hingga puluhan miliar rupiah
(www.MenLH.go.id).
Dalam pemberian izin dibidang lingkungan, Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Kabupaten Boyolali selama ini menggunakan mekanisme
pemeriksaan UKL-UPL dan SPPL. Pada kenyataan di lapangan bahwa
usaha dan/atau kegiatan di wilayah Kabupaten Boyolali hanya mencakup 2
(dua) mekanisme tersebut dan belum pernah sampai pada kasus rencana
usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan. Apabila ada usaha dan/atau kegiatan yang
mengharuskan dengan mekanisme penilaian Amdal, maka kasus tersebut
akan di bawa kepada penilaian Amdal provinsi.
Proses pemeriksaan UKL-UPL di Kabupaten Boyolali yaitu mulai
dari Pemrakarsa mengajukan surat permohonan untuk pemeriksaan
dokumen, setelah itu masuk ditindak lanjuti dengan pemeriksaan dokumen
dengan menghadirkan tim pemeriksa. Kemudian ada koreksi dari tim
pembahas kemudian ditindaklanjuti dari pemrakarsa, dikembalikan lagi ke
Badan Lingkungan Hidup (BLH). Apabila sudah betul atau sesuai baru
diterbitkan rekomendasi. Dari awal sampai terbit rekomendasi dibatasi
waktu 14 hari kerja.
Dalam proses perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sering
memperoleh berbagai kendala. Kendala-kendala yang sering terjadi dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain (Lilin Budiati,
2012:27):
a. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM);
b. Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA);
c. Lemahnya implementasi peraturan perundang-undangan;
d. Lemahnya penegakan hukum lingkungan;
e. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup;
f. Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Solusi dari belum terbentuknya Peraturan Daerah Kabupaten
Boyolali tentang izin lingkungan untuk memaksimalkan perizinan di bidang
lingkungan tanpa merubah aturan-aturan yang telah ditetapkan. Maksudnya
perizinan dapat ditempuh dengan waktu yang lebih singkat, pelayanan yang
prima dan proses kehati-hatian. Pemaksimalan perizinan juga merupakan
salah satu upaya pendukung visi Pro Investasi Kabupaten Boyolali. Proses
perizinan yang memuaskan akan menjadi daya tarik investasi di Kabupaten
Boyolali.
Berdasarkan laporan dari Badan Lingkungan Hidup, mekanisme izin
lingkungan hanya merupakan sebuah proses awal dari usaha dan/atau
kegiatan. Penaatan terhadap proses awal ini belum dapat menjamin sebuah
usaha dan/atau kegiatan tidak akan menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan. Hal tersebut dikarenakan terdapat proses selama
operasional usaha dan/atau kegiatan, dimana pengusaha diwajibkan
mengendalikan dampak lingkungan dengan melakukan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan sebagaimana tertuang dalam
dokumen Amdal atau UKL-UPL. Dalam hal ini tingkat ketaatan pengusaha
dalam mengendalikan dampak lingkungan dan peran pengawasan oleh
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali dan/atau masyarakat lebih
menentukan terjadi atau tidaknya pencemaran lingkungan.
Proses awal itu berperan untuk mengurangi potensi terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Akibat usaha dan/atau kegiatan
sehingga belum dapat memastikan sebuah usaha dan/atau kegiatan
menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Sebagai ilustrasi dari kasus itu, jumlah kasus pada 3 tahun terakhir
yaitu dari tahun 2010 sampai dengan 2012 terdapat 27 kasus. Kasus
pengaduan masalah lingkungan pada tahun 2010 sebanyak 7 masalah, kasus
pengaduan masalah lingkungan pada tahun 2011 sebanyak 13 masalah, dan
kasus pengaduan masalah lingkungan pada tahun 2012 sebanyak 7 masalah.
Dari keseluruhan kasus tersebut semua perusahaan telah memiliki perizinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
di bidang lingkungan. Perusahaan yang bermasalah tersebut dikarenakan 3
alasan yaitu yang pertama dikarenakan pelaksana atau pemrakarsa tidak
menaati ketentuan di dalam izin lingkungan, disini konteksnya Amdal atau
UKL-UPL, selanjutnya yang kedua dikarenakan pengawasnya yang tidak
efektif dan yang ketiga penegakan hukumnya, mungkin disebabkan oleh
karena kurangnya penegakan aturan terhadap pelanggaran-pelanggaran
dibidang lingkungan hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang penulis uraikan dimuka,
maka dapat penulis simpulkan:
1. Landasan yuridis dalam pemberian Izin Lingkungan oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali baru sebatas undang-undang dan
peraturan pemerintah, sedangkan peraturan mengenai tata cara
pelaksanaan izin lingkungan belum ada. Pemerintah Daerah Kabupaten
Boyolali belum menerapkan izin lingkungan sebagai persyaratan izin
usaha, namun sudah menerapkan mekanisme Amdal dan UKL-UPL bagi
rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan
dengan keputusan kelayakan lingkungan dan rekomendasi UKL-UPL
sebagai persyaratan perizinan. Secara substansi tidak ada perbedaan yang
prinsip, karena izin lingkungan diberikan oleh pejabat yang berwenang
kepada pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan setelah pemrakarsa yang
bersangkutan memiliki keputusan kelayakan lingkungan dan rekomendasi
UKL-UPL. Dalam hal ini pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan
harus mengetahui lebih dahulu jenis dokumen apa yang harus disusun,
Amdal atau UKL-UPL. Dari sisi mekanisme, waktu dan biaya, penerapan
izin lingkungan tidak merubah secara signifikan terhadap mekanisme
Amdal dan UKL-UPL yang selama ini sudah berjalan, sehingga tidak akan
berpengaruh signifikan pada kecepatan pelayanan bagi pemrakarsa
rencana usaha dan/atau kegiatan mulai dari pengajuan permohonan hingga
terbitnya izin lingkungan.
2. Mekanisme izin lingkungan sebagai persyaratan perizinan sebagai bentuk
kegiatan usaha Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali secara
umum telah efektif membuat pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan mengikuti
proses dan menempatkan izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
pengendalian dampak lingkungan hidup pada tahap awal rencana kegiatan.
Sedangkan pada tahap pelaksanaannya, adanya izin lingkungan belum
dapat menjamin usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan pencemaran
atau kerusakan lingkungan. Masih ada beberapa faktor yang
mempengaruhi efektivitas perlindungan dan pengendalian lingkungan
hidup, yaitu:
d. faktor ketaatan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan terhadap pedoman
dalam Amdal dan UKL-UPL dan peraturan lainnya;
e. faktor pengawasan dan pemantauan dari pihak internal dan pihak
eksternal, pihak internalnya pemerintah dan pihak eksternalnya
masyarakat;
f. faktor penegakan hukum, yaitu penegakan aturan terhadap penaatan-
penaatan dibidang lingkungan hidup.
B. SARAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, penulis akan
memberikan saran terkait dengan penelitian hukum ini. Saran-saran tersebut
antara lain:
1. Agar mekanisme izin lingkungan segera dapat diterapkan dan tidak
menimbulkan permasalahan dalam kecepatan pelayanan izin lingkungan,
sebaiknya:
a. Pemerintah pusat yang diikuti oleh pemerintah daerah Kabupaten
Boyolali untuk segera menerbitkan peraturan hukum tentang tata cara
pemberian izin lingkungan.
b. Pemerintah Kabupaten Boyolali menyusun regulasi yang dapat
mempercepat mekanisme izin lingkungan dan menyiapkan sumber daya
manusia yang mampu melaksanakan izin lingkungan dengan baik
sehingga tidak menghambat izin usaha (investasi).
2. Agar izin lingkungan dapat berperan secara efektif dalam perlindungan
dan pengendalian dampak lingkungan akibat usaha dan atau kegiatan,
maka pemberian izin lingkungan harus melalui proses yang benar sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
dengan ketentuan dan memuat materi yang jelas dan cukup sebagai bahan
pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan bagi semua pihak yang
berkepentingan.