kandidiasis

21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik di rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari jamur Kandida albikan. Kandida albikan ini sebenarnya merupakan flora normal rongga mulut, namun berbagai faktor seperti penurunan sistem kekebalan tubuh maupun pengobatan kanker dengan kemoterapi, dapat menyebabkan flora normal tersebut menjadi patogen. 2.1 KANDIDIASIS ORAL 2.1.1 Defenisi, etiologi, epidemiologi Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida sp, dimana Kandida albikan merupakan jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Kandidiasis oral pertama sekali dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun 377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral yang kemungkinan disebabkan oleh genus Kandida. Terdapat 150 jenis jamur dalam famili Deutromycetes, dan tujuh diantaranya ( C.albicans, C. tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan C. guilliermondii ) dapat menjadi patogen, dan C. albican merupakan jamur terbanyak yang terisolasi dari tubuh manusia sebagai flora normal dan penyebab infeksi oportunistik. Terdapat sekitar 30-40% Kandida albikan pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi

Upload: haneiyah

Post on 23-Oct-2015

31 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Kandidiasis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik di rongga mulut yang disebabkan oleh

pertumbuhan abnormal dari jamur Kandida albikan. Kandida albikan ini sebenarnya merupakan

flora normal rongga mulut, namun berbagai faktor seperti penurunan sistem kekebalan tubuh

maupun pengobatan kanker dengan kemoterapi, dapat menyebabkan flora normal tersebut

menjadi patogen.

2.1 KANDIDIASIS ORAL

2.1.1 Defenisi, etiologi, epidemiologi

Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi merah dan

lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida sp, dimana Kandida albikan merupakan

jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Kandidiasis oral pertama sekali dikenalkan oleh

Hipocrates pada tahun 377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral yang kemungkinan disebabkan

oleh genus Kandida. Terdapat 150 jenis jamur dalam famili Deutromycetes, dan tujuh

diantaranya ( C.albicans, C. tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan C.

guilliermondii ) dapat menjadi patogen, dan C. albican merupakan jamur terbanyak yang

terisolasi dari tubuh manusia sebagai flora normal dan penyebab infeksi oportunistik. Terdapat

sekitar 30-40% Kandida albikan pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-

65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada

orang yang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang

menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS.

Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita. Meningkatnya

prevalensi infeksi Kandida albikan ini dihubungkan dengan kelompok penderita HIV/AIDS,

penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam

penelitiannya mengemukakan bahwa dari penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita

kandidiasis.

Page 2: Kandidiasis

2.1.2 Faktor resiko

Pada orang yang sehat, Kandida albikan umumnya tidak menyebabkan masalah apapun

dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur tersebut dapat tumbuh secara

berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu

a. Patogenitas jamur

Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi Kandida adalah

adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi

merupakan proses melekatnya sel Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan bentuk dari ragi

ke hifa diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel

host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan

dengan patogenitas Kandida albikan.

b. Faktor Host

Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik.

Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan

jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek

pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah

pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi

Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi

saliva. Pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis

oral. Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita

infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang

sedikit mengakibatkan Kandida tumbuh pesat. Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga

dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik seperti diabetes,

kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan

pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid,

dan kemoterapi.

Page 3: Kandidiasis

2.1.3 Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan dan interaksi

organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral dikelompokkan atas tiga, yaitu :

1. Akut, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut

Kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga sebagai thrush, pertama sekali

dijelaskan kandidiasis ini tampak sebagai plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti

beludru, terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus meninggalkan

permukaan merah dan kasar. Pada umumnya dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum

lunak. Penderita kandidiasis ini dapat mengeluhkan rasa terbakar pada mulut. Kandidiasis

seperti ini sering diderita oleh pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS, pada pasien

yang mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi. Diagnosa dapat ditentukan

dengan pemeriksaan klinis, kultur jamur, atau pemeriksaan mikroskopis secara langsung dari

kerokan jaringan

Gambar 1. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut pada lidah dan mukosa bukal pasien

Page 4: Kandidiasis

b. Kandidiasis Atropik Akut.

Kandidiasis jenis ini membuat daerah permukaan mukosa oral mengelupas dan tampak

sebagai bercak-bercak merah difus yang rata. Infeksi ini terjadi karena pemakaian antibiotik

spektrum luas, terutama Tetrasiklin, yang mana obat tersebut dapat mengganggu keseimbangan

ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan Kandida albikan. Antibiotik yang

dikonsumsi oleh pasien mengurangi populasi Lactobacillus dan memungkinkan Kandida tumbuh

subur. Pasien yang menderita Kandidiasis ini akan mengeluhkan sakit seperti terbakar.

Gambar 2. Kandidiasis Atropik Akut

2. Kronik, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Kandidiasis Atropik Kronik

Disebut juga “denture stomatitis” atau “alergi gigi tiruan”. Mukosa palatum maupun

mandibula yang tertutup basis gigi tiruan akan menjadi merah, kondisi ini dikategorikan sebagai

bentuk dari infeksi Kandida. Kandidiasis ini hampir 60% diderita oleh pemakai gigi tiruan

terutama pada wanita tua yang sering memakai gigi tiruan selagi tidur.

Page 5: Kandidiasis

Gambar 3. Kandidiasis Atropik Kronik

b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Infeksi jamur timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah berupa bintik-bintik putih

yang tepinya menimbul tegas dengan beberapa daerah merah. Kondisi ini dapat berkembang

menjadi displasia berat atau keganasan, dan kadang disebut sebagai Kandida leukoplakia.

Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus, sehingga diagnosa harus ditentukan dengan

biopsi. Kandidiasis ini paling sering diderita oleh perokok.

Gambar 4. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Page 6: Kandidiasis

c. Median Rhomboid Glositis

Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di anterior lidah ke papila

sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan sepertiga posterior lidah. Gejala

penyakit ini asimptomatis dengan daerah tidak berpapila.

Gambar 5. Median Rhomboid Glositis

3. Keilitis Angularis

Keilitis angularis merupakan infeksi Kandida albikan pada sudut mulut, dapat bilateral

maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena infeksi tampak merah dan pecah-pecah, dan terasa

sakit ketika membuka mulut. Keilitis angularis ini dapat terjadi pada penderita defisiensi vitamin

B12 dan anemia defisiensi besi.

2.1.4 Perawatan

Pada pasien yang kesehatan tubuhnya normal, seperti perokok dan pemakai gigi tiruan,

perawatan kandidiasis oral relatif mudah dan efektif, namun pasien yang mengkonsumsi

antibiotik jangka panjang, dan pasien dengan sistem imun tubuh rendah yang mendapat

perawatan kemoterapi dimana infeksi jamur mau tidak mau akan timbul, maka perawatan

kandidiasisnya lebih spesifik. Adapun perawatan kandidiasis oral yaitu dengan menjaga

Page 7: Kandidiasis

kebersihan rongga mulut, memberi obat- obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan

berusaha menanggulangi faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi.

Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun menyikat daerah bukal dan

lidah dengan sikat lembut. Pada pasien yang memakai gigi tiruan, gigi tiruan harus direndam

dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin, hal ini lebih efektif dibanding dengan hanya

meyikat gigi tiruan, karena permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan poreus menyebabkan

Kandida mudah melekat, dan jika hanya menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya.

Pemberian obat-obatan antifungal juga efektif dalam mengobati infeksi jamur. Terdapat

dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat antifungal secara topikal dan sistemik.

Pengobatan antifungal topikal pada awal abad 20 yaitu dengan menggunakan gentian violet,

namun karena perkembangan resisten dan adanya efek samping seperti meninggalkan stain pada

mukosa oral, sehingga obat itu diganti dengan Nystatin yang ditemukan pada tahun 1951 dan

Amphotericin B pada tahun 1956. Obat-obat tersebut bekerja dengan mengikat sterol pada

membran sel jamur, dan mengubah permeabilitas membran sel. Nystatin merupakan obat

antifungal yang paling banyak digunakan. Obat antifungal sistemik digunakan pada pasien yang

tidak mempan terhadap obat antifungal topikal dan pada pasien dengan resiko tinggi menderita

infeksi sistemik.

Selain menjaga kebersihan rongga mulut dan memberi obat-obatan antifungal pada

pasien, faktor predisposisi juga harus ditanggulangi. Penanggulangan faktor predisposisi meliputi

pembersihan dan penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan menggunakan cairan pembersih,

seperti Klorheksidin, mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat, mengunyah permen karet

bebas gula untuk merangsang pengeluaran saliva, menunda pemberian antibiotik dan

kortikosteroid, menangani penyakit yang dapat memicu kemunculan kandidiasis seperti

penanggulangan penyakit diabetes, HIV, dan leukemia.

2.2 PENDERITA LEUKEMIA AKUT YANG MENJALANI KEMOTERAPI

2.2.1 Leukemia Akut dan Perawatannya dengan Kemoterapi

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang,

ditandai oleh proliferasi sel-sel leukosit, dimana ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit

tersebut. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan

fungsinya pun menjadi tidak normal.

Page 8: Kandidiasis

Insiden leukemia rata-rata 4-4.5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. Di Jakarta

pada tahun 1994, insiden leukemia mencapai 2.76/100.000 anak dengan usia 1-4 tahun, dan

sepanjang tahun 2002, berdasarkan data RSU Dr. Soetomo, dijumpai 70 kasus leukemia baru.

Penyebab leukemia akut masih belum diketahui, namun anak-anak yang menderita cacat

genetik mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita penyakit ini. Beberapa faktor resiko

seperti sindrom imunodefisiensi, disfungsi kronis pada sumsum tulang, terpapar radiasi, obat-

obatan dan kimia, serta virus, juga dapat menyebabkan leukemia. Kelainan yang menjadi ciri

khas leukemia yaitu asal mula pembentukan sel. Terdapat bukti bahwa leukemia akut dimulai

dari sel tunggal yang berproliferasi sampai mencapai sejumlah populasi sel yang dapat

terdeteksi. Walaupun etiologi leukemia pada manusia belum diketahui secara pasti, tetapi pada

penelitian terhadap binatang percobaan, ditemukan bahwa penyebabnya mempunyai kemampuan

melakukan modifikasi nukleus DNA, dan kemampuan ini meningkat bila terdapat suatu kelainan

genetik. Pengamatan ini menguatkan anggapan bahwa leukemia dimulai dari suatu mutasi

somatik yang mengakibatkan terbentuknya sel abnormal.

Pasien dengan leukemia akut menunjukkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan

gangguan hematopoiesis dari keterlibatan perkembangan sumsum tulang yang semakin buruk.

Keadaan seperti anemia, trombositopenia, dan neutropenia umumnya menyertai penyakit

leukemia ini. Anemia dapat mengakibatkan lelah, pusing, sesak nafas, dan pucat. Pasien dengan

trombositopenia dapat menderita petekia, purpura, dan pendarahan. Demam dan infeksi juga

sering timbul karena neutropenia. Disamping itu, akibat terbentuknya populasi sel leukemia yang

makin lama makin banyak akan menimbulkan dampak buruk bagi produksi sel normal dan bagi

faal tubuh maupun dampak karena infiltrasi sel leukemia melalui peredaran darah ke dalam

organ tubuh. Rongga mulut pun tidak luput dari dampak infiltrasi sel leukemia tersebut. Rongga

mulut dapat menjadi salah satu organ pertama yang dapat memperlihatkan tanda-tanda dan atau

gejala yang pada akhirnya mengarah kepada diagnosis penyakit ini. Defisiensi imunologi dan

hematologi leukemia dikaitkan dengan manifestasi oral yang mencakup pembesaran gingiva,

pendarahan, dan infeksi oral ( termasuk didalamnya infeksi jamur, virus, dan bakteri ).

Pembesaran gingiva terjadi karena adanya inflamasi dan infiltrasi dari sel leukosit yang

atipikal dan imatur. Depresi produksi platelet dan adanya trombositopenia menyebabkan

purpura dan kecenderungan terjadinya pendarahan. Kegagalan mekanisme pertahanan selular

karena penggantian sel darah putih oleh sel leukemik menyebabkan tingginya kemungkinan

Page 9: Kandidiasis

untuk infeksi. Infeksi oral merupakan salah satu komplikasi oral paling serius bagi pasien

leukemia. Infeksi bakteri, virus, dan jamur dapat menyebabkan sakit dan kerusakan jaringan

setempat. Sebagai tambahan, salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab

kematian terbesar pada penderita leukemia akut. Infeksi kandida oral relatif umum diderita oleh

pasien leukemia, dan kandidiasis peseudomembranosus adalah kasus yang paling sering

ditemukan. Karena kekebalan tubuh semakin menurun, maka atropi dan invasi kandidiasis dapat

terjadi. Infeksi sering tidak dapat dikontrol sampai leukosit pasien meningkat.

Oleh sebab itu, pasien yang telah didiagnosa menderita penyakit leukemia ini harus

sesegera mungkin ditangani. Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan

suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi,

antara lain : pemberian tranfusi darah atau trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk

meningkatkan granulosit, obat antifungal, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek

psikososial.

Terapi kuratif bertujuan untuk menyembuhkan leukemia itu sendiri yaitu berupa

perawatan dengan kemoterapi. Perawatan kemoterapi pertama untuk anak penderita leukemia

dilakukan oleh Farber dkk pada akhir tahun 1940. Obat kemoterapi pertama yang dugunakan

adalah Aminopterin ( antagonis dari asam folat ), dan sekarang ini, telah semakin dikembangkan

berbagai jenis obat-obatan kemoterapi, seperti Methotrexate, Doxorubicin, Mercaptopurine,

Fluorouracil, dan Cyclophosphamide. Kemoterapi pada leukemia akut terdiri dari tiga fase, yaitu

induksi dimana fase ini bertujuan untuk membunuh sel kanker dengan agen sitotoksik, seperti

Dexamethasone, Vincristine, L-asparaginase, dan Antrasiklin, kemudian fase yang kedua yaitu

konsolidasi yang berfokus kepada membunuh sisa-sisa sel leukemia, di tahap ini digunakan obat-

obat seperti Methotrexate dosis tinggi dengan atau tanpa 6- Mercaptopurine, L-asparaginase

dosis tinggi, kombinasi Dexamethasone, Vincristine Doxorubicin, dan Tioguanin, dengan atau

tanpa Cyclophosphamide, dan fase ketiga adalah rumatan, yaitu terapi pemeliharaan dimana fase

ini bertujuan untuk mencegah perluasan kembali sisa-sisa sel leukemia, terapi rumatan ini

menggunakan Mercaptopurine setiap hari dan Methotrexate sekali seminggu.

2.2.2 Efek Terapeutik Kemoterapi pada Rongga Mulut

Kemoterapi merupakan obat anti kanker yang berfungsi menghambat dan

menghancurkan kerja sel kanker. Sel yang sehat membelah dan tumbuh dalam bentuk dan

fungsi yang normal. Berbeda dengan sel kanker dimana mereka tumbuh tidak terkontrol dan

Page 10: Kandidiasis

memiliki bentuk dan fungsi abnormal. Sel kanker kemudian berkontak dengan sel yang sehat,

menghancurkan sel sehat tersebut dan memperbanyak diri. Sel kanker inilah yang menjadi target

obat kemoterapi. Kemoterapi akan menyebabkan sel kanker tersebut hancur, namun beberapa

jenis sel sehat yang sedang membelah atau tumbuh juga akan mengalami kerusakan. Bedanya,

sel kanker akan mengalami kerusakan lebih parah dibanding kerusakan pada sel sehat. Setelah

beberapa periode 1-3 minggu, sel sehat pulih dan sel kanker juga akan pulih kembali tetapi

mengalami kerusakan berarti, sehingga atas dasar inilah kemoterapi digunakan. Selain memiliki

sisi positif, kemoterapi juga tidak lepas dari efek samping. Sel-sel yang paling terkena dampak

kemoterapi adalah sel-sel sehat yang sedang tumbuh dan cepat membelah, seperti sel-sel darah,

sumsum tulang, saluran pencernaan, folikel rambut. Dengan demikian, untuk mencegah

kerusakan permanen dari sel sehat, kemoterapi tidak diberikan sekaligus 4-8 siklus. Hal ini

dimaksudkan untuk memulihkan sel sehat, dan di lain pihak berangsur mengecilkan sel kanker.

Kemoterapi terdiri dari obat-obatan yang diberikan kepada pasien untuk mengganggu

pertumbuhan sel kanker. Ada tiga metode umum pemberian kemoterapi, yaitu:

a. Kemoterapi oral

Metode pemberian kemoterapi secara oral merupakan metode paling mudah dilakukan

dan paling tidak menyakitkan dari metode yang lainnya. Obat diberikan dalam bentuk pil,

kapsul, atau cairan. Metode ini sangat baik diberikan kepada pasien anak, kecuali pada anak

yang memiliki kesulitan menelan pil atau kapsul. Pada pasien seperti ini, lebih baik memberikan

obat dalam sediaan cair daripada menggerus obat dalam bentuk pil dan memasukkannya ke

dalam makanan pasien, karena pasien pada umumnya memiliki kondisi mulut yang tidak enak

dan kehilangan napsu makan, ditambah lagi rasa pil yang telah digerus tadi tidak sepenuhnya

tertutup oleh rasa makanan.

b. Intramuskular

Metode pemberian obat kemoterapi secara intramuskular adalah dengan memberi

suntikan terhadap otot ( bokong, lengan, atau paha ) atau tulang belakang pasien. Suntikan pada

tulang belakang diberikan untuk menghancurkan sel-sel kanker yang dapat menembus tulang

belakang. Suntikan ini akan menimbulkan rasa panas ketika obat disuntikkan.

Page 11: Kandidiasis

c. Intravena

Metode ini dilakukan dengan cara obat kemoterapi langsung disuntikkan pada pembuluh

darah pasien. Pasien dengan leukemia biasanya menerima sejumlah suntikan intravena. Cara ini

sedikit menyakitkan pasien, karena selain mendapat suntikan oleh jarum, cara ini juga

menimbulkan sensasi terbakar sesaat ketika obat disuntikkan. Apabila terjadi kebocoran vena,

maka obat ini akan sangat membakar kulit dan dapat merusak pembuluh darah. Oleh karena itu,

dokter merekomendasikan bahwa sebaiknya dilakukan operasi minor kepada pasien untuk

memasukkan kateter atau port implant. Hal ini memungkinkan pasien untuk menerima

kemoterapi dirumah dan menghindari suntikan kemoterapi.

Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan nafsu makan,

kehilangan berat badan, kerontokan rambut, dan sel darah hitung rendah ( yang dapat

menyebabkan anemia dan resiko infeksi bertambah ), dan lain-lain. Efek samping dari

kemoterapi bervariasi tergantung jenis obat. Misalnya, obat kemoterapi golongan senyawa alkil,

contohnya Cyclophosphamide, Chlorambucil, dan Melphalan, dapat menyebabkan penekanan

sumsum tulang dan sistem kekebalan tubuh, rambut rontok, mengurangi kesuburan, dan

menyebabkan leukemia. Obat kemoterapi golongan antimetabolit, seperti Methotrexate,

Cytarabine, Fludarabine, 6-Mercaptopurine, dan 5-Fluorouracil juga menimbulkan efek

samping yang sama seperti yang ditimbulkan oleh golongan senyawa alkil, namun obat anti

metabolit ini tidak meningkatkan resiko leukemia. Obat kemoterapi golongan antimitotik yaitu

Vincristine, Paclitaxel, Vinorelbine, Docetal, dan Abraxane juga menimbulkan efek samping

yang sama dengan yang ditimbulkan oleh golongan alkil, disamping itu, obat golongan

antimitotik ini juga dapat merusak syaraf.

Selain daripada efek samping yang telah disebutkan diatas, obat-obat kemoterapi juga

dapat menimbulkan masalah pada rongga mulut. Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan

komplikasi oral, seperti Bleomicyn, Busulfan, Carboplatin, Cisplatin, Cytosine-arabinoside,

Daunorubisin, Doxorubisine, Epipodophyllotoxines, Fluorouracil, 5-Fluorouracil, Methotrexate,

dan Vinblastine.

Komplikasi oral sering ditemui pada pasien yang menerima terapi antikanker dan

komplikasi ini dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, penundaan perawatan,

pengurangan dosis obat, serta defisiensi nutrisi. Disisi lain, keadaan umum pasien juga dapat

Page 12: Kandidiasis

berpengaruh terhadap peningkatan resiko komplikasi oral akibat kemoterapi, diantaranya umur

pasien, status nutrisi, tipe keganasan, perawatan rongga mulut sebelum dan sesudah kemoterapi,

dan jumlah neutropil. Pasien yang lebih muda memiliki resiko efek samping kemoterapi lebih

besar karena pada usia itu pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung lebih cepat. Pasien

yang menderita penyakit keganasan hematologi, kebersihan rongga mulut yang buruk dan telah

ada penyakit periodontal, status nutrisi yang buruk, dan jumlah neutropil rendah.

menunjukkan insiden komplikasi oral yang lebih tinggi selama mendapat kemoterapi. Beberapa

studi telah menunjukkan bahwa insiden komplikasi oral pada pasien yang mendapat kemoterapi

adalah sebanyak 42 % dengan insiden tertinggi diderita oleh pasien dengan leukemia akut dan

non-hodgkin’s Lymphoma.

Efek kemoterapi terhadap rongga mulut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu obat

kemoterapi secara langsung mempengaruhi jaringan mulut, disebut dengan stomatotoksisitas

langsung, dan karena adanya perubahan pada jaringan lain seperti perubahan pada sumsum

tulang sehingga menimbulkan komplikasi oral, efek ini disebut dengan stomatotoksisitas tidak

langsung

A. Stomatotoksisitas langsung

Stomatotoksisitas langsung terjadi karena adanya aksi sitotoksik dari obat kemoterapi

pada sel mukosa mulut yang dapat menghambat pembentukan epitel basal yang baru sehingga

menghasilkan mukosa mulut yang tipis dan atropi. Pasien akan merasa tidak nyaman karena

mukosa mulut mengalami eritema dan ulser. Stomatotoksisitas langsung ini terutama terjadi pada

permukaan mukosa oral yang tidak berkeratin, seperti pada mukosa labial dan bukal, lidah, dasar

mulut, dan palatum lunak. Bentuk stomatotoksistas ini biasanya timbul tujuh hari setelah

pemberian kemoterapi. Obat kemoterapi yang dapat menimbulkan efek stomatotoksisitas

langsung ini meliputi Methotrexate, Adriamicyn, 5-fluorouracil, Bleomicyn, dan Cytosine

arabinoside.Efek stomatotoksisitas langsung ini dapat menyebabkan gangguan pada mukosa

mulut, seperti : mukositis, xerostomia, neurotoksisitas.

B. Stomatotoksisitas tidak langsung

Stomatotoksisitas tidak langsung merupakan hasil dari efek obat kemoterapi terhadap sel

lain selain sel mukosa mulut. Sel target paling utama adalah sel pada sumsum tulang.

Page 13: Kandidiasis

Mielosupresi sebagai manifestasi dari leukopenia, neutropenia, trombositopenia, dan anemia,

merupakan akibat umum dari bentuk efek stomatotoksisitas tidak langsung dari obat kemoterapi.

Perubahan rongga mulut biasanya dapat diamati setelah 12-16 hari pemberian obat kemoterapi

pada titik terendah jumlah sel darah putih saat pasien dalam keadaan neutropenia berat.

Stomatotoksisitas tidak langsung dari kemoterapi ini dapat menimbulkan infeksi dan pendarahan

pada rongga mulut.

a. Infeksi

Infeksi virus, bakteri, dan jamur umum terjadi pada pasien yang mendapat perawatan

kemoterapi, terlebih-lebih pada pasien dengan sistem imun tubuh yang rendah.

1. Infeksi virus

Herpes simplex virus adalah infeksi virus yang paling umum terjadi pada pasien kemoterapi,

selain Cytomegalovirus, Varicella zoster, dan virus Ebstein Barr. Sejak awal tahun 1980, para

ahli di kedokteran gigi telah memaparkan sebanyak 37-68% infeksi virus di rongga mulut akibat

kemoterapi adalah disebabkan oleh virus HSV-1.5 HSV menimbulkan ulser yang besar pada

palatum, menyebabkan rasa sakit dan cenderung lama sembuh, dan pada bibir dapat ditemukan

vesikel.30,32 HSV timbul 18 hari setelah kemoterapi.

2. Infeksi bakteri

Infeksi bakteri sering menambah angka kematian pada pasien imunosupresi, ini dikarenakan

rongga mulut merupakan pintu masuk dari segala jenis bakteri yang dapat mengakibatkan

septikemia. Streptococcus viridans adalah jenis bakteri normal rongga mulut yang sering terlibat

dalam septikemia.30 Suatu studi melaporkan bahwa dari 59 pasien yang diteliti, terdapat

streptococcus viridans pada 40% kasus septikemia, dan 8% diantara pasien-pasien tersebut

mengalami kematian. Infeksi bakteri dapat terjadi pada gigi, gingiva dan mukosa oral.

Page 14: Kandidiasis

3. Infeksi jamur

Telah dilaporkan sebanyak 40% pasien dengan penyakit keganasan hematologi menderita

infeksi jamur. Infeksi jamur pada pasien imunosupresi disebabkan oleh Kandida albikan, yang

menimbulkan kandidiasis. Plak keputihan yang dapat diangkat pada permukaan mukosa yang

kemudian akan meninggalkan bercak kemerahan dan kasar merupakan ciri-ciri dari kandidiasis

karena efek tidak langsung dari kemoterapi. Biasanya kandidiasis ini terletak didaerah mukosa

bukal, lidah, palatum lunak, dan sudut-sudut mulut.

b. Pendarahan

Agen kemoterapi dapat menyebabkan trombositopenia yang dapat menimbulkan

pendarahan pada intra oral.29,30 Pendarahan dapat mengakibatkan gusi berdarah, petekia pada

gingiva, mukosa bukal, lidah, dasar mulut, pada palatum keras dan lunak, dan ekimosis di daerah

lidah dan dasar mulut