karakteristik bahasa keluarga muda berdasarkan …

14
Volume 1, Nomor 1, Januari 2019 ISSN 2655-3031 (P) ISSN 2655-7851 (O) 1 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra Info Artikel Diterima : 6 Agustus2018 Disetujui : 9 Desember 2018 Dipublikasikan : Januari 2018 KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN PERBEDAAN GENDER DI KECAMATAN TUNJUNGAN KABUPATEN BLORA Inna Washila Kurnianingsih SMK Negeri 1 Blora, Blora, Indonesia Posel : [email protected] Abstract : Language characteristics in young families cannot be separated from social situations and social interactions that exist in society. Apart from that, there are gender of language users who influence the choice of language used. The aim of this study is to analyze the characteristics of the language used in the interaction of young families in Tujungan district, Blora Regency and analyze what factors influenced other than gender differences. The data collection method used is the refer method. The data analysis method used is the extralingual equivalent method. Based on the results of data analysis, the language characteristics of young families in Tunjungan district, Blora Regency can be seen based on the gender differences which can be characterized into male and female speakers. Male language characteristics are based more on masculine traits, which are more aggressive, master of speech, brave, and fierce. The characteristics of female language are less assertive, unclear expression use figurative words more often), and careful in saying something. Factors that influence language choice in young family interactions other than gender differences are ethics / social norms, level of familiarity, speech situation, speech topic, and location of speech. Keywords: language choice, young family, gender Abstrak : Karakteristik bahasa dalam keluarga muda tidak dapat terlepas dari situasi sosial dan interaksi sosial di masyarakat. Terlepas dari hal itu, terdapat gender pengguna bahasa yang turut memengaruhi pilihan bahasa yang digunakan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis karakteristik bahasa yang digunakan dalam interaksi keluarga muda di Kecamatan Tujungan Kabupaten Blora dan menganalisis apa saja faktor pengaruh selain faktor perbedaan gender. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak. Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan ekstralingual. Berdasarkan hasil analisis data, karakteristik bahasa keluarga muda berdasarkan perbedaan gender di Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora dapat dilihat berdasarkan karakteristik penutur laki-laki dan perempuan. Karakteristik bahasa laki-laki lebih didasarkan pada sifat maskulin, yaitu lebih agresif, menguasai pembicaraan, berani, dan garang. Adapun karakteristik bahasa perempuan bersifat kurang tegas, tidak mengutarakan secara jelas (lebih sering memakai kata kiasan), dan berhati-hati dalam mengucapkan sesuatu. Faktor yang memengaruhi pilihan bahasa dalam interaksi keluarga muda selain faktor perbedaan gender adalah etika/norma sosial, tingkat keakraban, situasi tutur, topik tuturan, dan lokasi tuturan. Kata Kunci : pilihan bahasa, gender, keluarga muda.

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

1 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

Info Artikel

Diterima : 6 Agustus2018

Disetujui : 9 Desember 2018

Dipublikasikan : Januari 2018

KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA

BERDASARKAN PERBEDAAN GENDER

DI KECAMATAN TUNJUNGAN KABUPATEN BLORA

Inna Washila Kurnianingsih

SMK Negeri 1 Blora, Blora, Indonesia

Posel : [email protected]

Abstract : Language characteristics in young families cannot be separated from social situations and

social interactions that exist in society. Apart from that, there are gender of language

users who influence the choice of language used. The aim of this study is to analyze the

characteristics of the language used in the interaction of young families in Tujungan

district, Blora Regency and analyze what factors influenced other than gender differences.

The data collection method used is the refer method. The data analysis method used is the

extralingual equivalent method. Based on the results of data analysis, the language

characteristics of young families in Tunjungan district, Blora Regency can be seen based

on the gender differences which can be characterized into male and female speakers. Male

language characteristics are based more on masculine traits, which are more aggressive,

master of speech, brave, and fierce. The characteristics of female language are less

assertive, unclear expression use figurative words more often), and careful in saying

something. Factors that influence language choice in young family interactions other than

gender differences are ethics / social norms, level of familiarity, speech situation, speech

topic, and location of speech.

Keywords: language choice, young family, gender

Abstrak : Karakteristik bahasa dalam keluarga muda tidak dapat terlepas dari situasi sosial dan

interaksi sosial di masyarakat. Terlepas dari hal itu, terdapat gender pengguna bahasa yang

turut memengaruhi pilihan bahasa yang digunakan. Tujuan penelitian ini untuk

menganalisis karakteristik bahasa yang digunakan dalam interaksi keluarga muda di

Kecamatan Tujungan Kabupaten Blora dan menganalisis apa saja faktor pengaruh selain

faktor perbedaan gender. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan ekstralingual. Berdasarkan

hasil analisis data, karakteristik bahasa keluarga muda berdasarkan perbedaan gender di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora dapat dilihat berdasarkan karakteristik penutur

laki-laki dan perempuan. Karakteristik bahasa laki-laki lebih didasarkan pada sifat

maskulin, yaitu lebih agresif, menguasai pembicaraan, berani, dan garang. Adapun

karakteristik bahasa perempuan bersifat kurang tegas, tidak mengutarakan secara jelas

(lebih sering memakai kata kiasan), dan berhati-hati dalam mengucapkan sesuatu. Faktor

yang memengaruhi pilihan bahasa dalam interaksi keluarga muda selain faktor perbedaan

gender adalah etika/norma sosial, tingkat keakraban, situasi tutur, topik tuturan, dan lokasi

tuturan.

Kata Kunci : pilihan bahasa, gender, keluarga muda.

Page 2: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

2 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

Pendahuluan

Keberadaan bahasa merupakan

kelebihan yang dimiliki manusia dibanding

dengan makhluk lain yang ada di dunia.

Bahasa merupakan hasil konsensus bersama

antarmanusia yang kini menduduki peran

penting dalam bagian kehidupan manusia.

Sebagai hasil konsensus bersama atau hasil

karya yang dihasilkan, bahasa dapat

dikategorikan sebagai unsur kebudayaan yang

bersifat universal. Artinya, bahasa merupakan

unsur kebudayaan yang pasti dapat ditemukan

di semua daerah, baik yang di pedesaan kecil

terpencil maupun di perkotaan yang besar dan

kompleks (Koentjaraningrat, 1994:2). Bahasa

juga dipandang sebagai sistem sosial dan

sistem komunikasi yang merupakan bagian

dari masyarakat dan kebudayaan (Greenberg

dalam Suwito, 1985:2).

Sebagai bagian masyarakat, manusia

ditakdirkan lahir sebagai makhluk sosial.

Manusia senantiasa membutuhkan manusia

lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya.

Interaksi sosial yang terjadi antarmanusia

secara tidak langsung juga akan berpengaruh

terhadap keberadaan bahasa. Hal ini terjadi

karena kegiatan tersebut akan melibatkan

beberapa orang dengan latar belakang bahasa

yang berbeda, sehingga akan menimbulkan

adanya interaksi bahasa dan mendorong

terjadinya variasi dalam pemakaian bahasa.

Hal ini pula yang pada akhirnya mendorong

manusia untuk melakukan suatu pilihan

bahasa. Dalam kehidupan, pilihan bahasa juga

dipandang sebagai peristiwa sosial yang

berkembang di masyarakat.

Pilihan bahasa merupakan sesuatu

yang dipandang sebagai masalah yang

dihadapi masyarakat yang tinggal di antara

interaksi dua bahasa atau lebih. Dengan

adanya interaksi dua bahasa atau lebih yang

ada di masyarakat, hal ini akan mendorong

manusia untuk menentukan sikap bahasa.

Terdapat tiga jenis pemakaian bahasa yang

dikaji dalam sosiolinguistik, yaitu alih kode,

campur kode, dan variasi dalam bahasa yang

sama (Sumarsono, 2004:201).

Alih kode merupakan gejala peralihan

pemakaian bahasa sebagai akibat adanya

perubahan situasi tutur. Campur kode

merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa

yang terjadi akibat penutur bahasa

menyelipkan unsur bahasa lain ketika sedang

memakai bahasa tertentu. Variasi dalam

bahasa yang sama merupakan jenis pilihan

bahasa yang menentukan adanya sikap bahasa

pada seseorang. Ketiga pilihan bahasa

tersebut dapat dianggap mudah ditentukan

dan dapat juga diaggap sukar ditentukan. Hal

ini terjadi karena batasan di antara pilihan

bahasa tersebut seringkali berubah menjadi

kabur.

Untuk menganalisis pilihan bahasa

yang dipakai manusia, gaya bahasa menjadi

unsur yang penting keberadaannya. Keraf

(2007:113) menyatakan bahwa gaya bahasa

merupakan cara untuk mengungkapkan

pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.

Dengan demikian, akan ditemukan perbedaan

antara gaya pilihan bahasa laki-laki dan

perempuan. Perbedaan tersebut bukan hanya

sebatas akibat perbedaan kelamin saja,

melainkan terdapat gender atau konsep sosial

yang membedakan antara peran laki-laki dan

perempuan yang memberikan sekat perbedaan

yang lebih kompleks.

Perbedaan gender pengguna bahasa

merupakan salah satu faktor yang menarik

perhatian. Bagaimana bisa suatu gender

memengaruhi pilihan bahasa cukup menarik

untuk diteliti. Apalagi dalam kehidupan

banyak isu berkembang mengenai

diskriminasi gender yang ada di masyarakat.

Banyak orang beranggapan bahwa gender dan

sex itu sama dan didefinisikan sebagai

perbedaan jenis kelamin. Namun, pendapat

tersebut sebenarnya tidak tepat. Menurut

Handayani (2008:4)sex adalah pembagian

jenis kelamin secara biologis, melekat pada

jenis kelamin tertentu. Hal ini berarti bahwa

sex hanya membedakan antara jenis kelamin

laki-laki dan perempuan yang secara kodrati

masing-masing memiliki fungsi organisme

yang berbeda.

Berbeda halnya dengan sex, gender

lebih sering diartikan sebagai konsep sosial

yang membedakan antara peran laki-laki dan

Page 3: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

3 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

perempuan. Gender merupakan sifat yang

melekat pada kaum laki-laki dan perempuan

yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial dan

budaya antara laki-laki dan perempuan.

Bentukan sosial antara laki-laki dan

perempuan adalah perempuan dikenal sebagai

makhluk lemah lembut, cantik, sentimentil,

emosional, dan keibuan. Adapun lelaki

dianggap kuat, rasional, jantan, dan berani

(Handayani, 2008:5).

Dalam interaksi sosial yang ada di

masyarakat, seringkali perempuan menduduki

posisi kedua setelah laki-laki. Pernyataan ini

dikuatkan oleh pendapat Sumarsono

(2004:98) yang menyatakan bahwa wanita

selalu diletakkan di nomor dua dan sering

tidak dipakai dalam penelitian linguistik

karena dipengaruhi oleh sikap “hiperkorek”

yang ditakutkan dapat mengaburkan situasi

sebenarnya yang diinginkan oleh peneliti.

Perbedaan antara laki-laki dan

perempuan tersebut dapat berupa perbedaan

sikap, cara pandang, dan juga cara berbahasa

dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan

dianggap dapat menempatkan diri dalam

pembicaraan dan cenderung menggunakan

bahasa yang lebih sopan dibanding laki-laki.

Kurath (dalam Sumarsono, 2004:98)

mengemukakan:

“... they should be male because in the

Western nations women’s speech tends to be

more self-conscious and classconsious than

men’s...”

‘...mereka, yaitu responden haruslah

laki-laki karena dalam masyarakat barat tutur

wanita itu cenderung lebih sadar-diri dan

sadar-kelas daripada tutur laki-laki...’

Pendapat di atas menguatkan

anggapan bahwa memang benar terdapat

perbedaan antara laki-laki dan perempuan

dalam pemakaian bahasa untuk

berkomunikasi.

Sebagai makhluk sosial, baik laki-laki

maupun perempuan akan menjalani fase

kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan

tempat pertama dan utama bagi anak untuk

membentuk kepribadian dan mencapai tugas

perkembangannya (Gerungan, 1996:6).

Keluarga adalah lingkungan awal yang

mengajarkan bahasa kepada anak sebelum

nantinya dapat belajar dari dunia luar. Bahasa

pertama yang diajarkan kepada anak biasanya

lebih dikenal sebagai bahasa daerah (bahasa

ibu). Selain lingkungan keluarga, lingkungan

tempat tinggal dan lingkungan sekolah juga

turut memberikan andil terhadap

perkembangan bahasa pada seorang anak.

Chaer (2004:204) menyatakan bahwa

lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat

tempat tinggal, dan lingkungan sekolah sangat

berperan dalam pembelajaran bahasa

seseorang. Dengan demikian, ketika anak

sudah mampu berinteraksi dengan dunia luar

dan mulai mempelajari bahasa lain, maka

anak tersebut dapat dikategorikan sebagai

dwibahasawan. Dwibahasawan merupakan

orang yang dalam interaksi sosialnya dapat

menggunakan lebih dari satu bahasa, misal

bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa

Asing (Alwasilah, 1993:144).

Sebagai seorang dwibahasawan,

masyarakat akan dihadapkan dengan

permasalahan pilihan bahasa. Pilihan bahasa

tersebut akan mendorong seseorang untuk

menentukan sikap bahasanya. Ini pula yang

dihadapi masyarakat yang tinggal di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora.

Sebagai dwibahasawan, masyarakat di daerah

tersebut akan dihadapkan pada pilihan bahasa

yang akan digunakan dalam interaksi sosial

dengan masyarakat lain. Terlebih masyarakat

di daerah tersebut bersifat heterogen yang

masing-masing memiliki latar belakang

kehidupan yang berbeda.

Terdapat tiga jenis pilihan bahasa yang

dapat digunakan dalam kajian sosiolinguistik.

Pertama, alih kode (code switching), artinya

gejala peralihan kode bahasa sebagai akibat

berubahnya situasi tutur (Sumarsono,

2004:202). Alih kode dapat menduduki fungsi

sosial karena alih kode berusaha

menyesuaikan pilihan pemakaian bahasa

sesuai dengan lawan tutur dalam berbicara.

Hymes (dalam Chaer, 2004:107)

menambahkan bahwa alih kode bukan hanya

berkaitan dengan peralihan antarbahasa, tetapi

juga terjadi antara ragam bahasa atau gaya-

gaya yang terdapat dalam satu bahasa.

Page 4: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

4 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan

pendekatan teoretis dan pendekatan

metodologis. Pendekatan teoretis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan sosiolinguistik, yaitu pendekatan

penelitian yang berkaitan dengan ilmu

penggunaan bahasa dalam kaitannya dengan

masyarakat.

Pendekatan metodologis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan

deskriptif merupakan pendekatan penelitian

yang semata-mata berdasarkan pada fakta

yang ada pada penutur bahasa. Penelitian ini

tidak mempertimbangkan benar ataupun

salahnya penggunaan bahasa oleh penuturnya

(Sudaryanto, 1993:62).

Penelitian deskriptif kualitatif dalam

penelitian ini adalah prosedur penelitian

dengan hasil sajian data deskripsi berupa

wujud kode bahasa dan peran gender dalam

pemilihan bahasa pada interaksi keluarga

muda yang terdapat di Kecamatan Tunjungan

Kabupaten Blora.

Lokasi penelitian terletak di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora.

Kecamatan Tunjungan terbagi atas 15 desa,

yaitu desa Adirejo, Gempolrejo, Kalangan,

Kedungrejo, Kedungringin, Keser,

Nglangitan, Sambongrejo, Sitirejo, Sukorejo,

Tamanrejo, Tambahrejo, Tawangrejo,

Tunjungan, dan Tutup. Kecamatan Tunjungan

memiliki luas daerah 10.338,6 km² dan

jumlah penduduk sebanyak 43.651 jiwa.

Kecamatan Tunjungan Kabupaten

Blora dipilih karena bahasa yang digunakan

untuk berkomunikasi oleh masyarakat Blora

memiliki kekhasan tersendiri yang tidak

ditemukan di daerah lain. Kekhasan yang

dimaksud adalah kekhasan dari segi leksikal,

fonologis, dan sintaksis. Dari segi leksikal,

kekhasan bahasa yang digunakan untuk

berkomunikasi oleh masyarakat Blora dapat

dilihat dari adanya beberapa kata yang hanya

dijumpai di daerah Blora, misalnya kata

njongok [njɔηɔ?] ‘duduk’ dan mbalik

[mbalI?]‘pintar’.

Berdasarkan segi fonologis, kekhasan

bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi

oleh masyarakat Blora terlihat pada vokal

bahasanya. Penggunaan vokal bahasa Jawa

oleh masyarakat Blora seringkali mengalami

perubahan bunyi akhir seperti yang terlihat

pada penggunaan kosakata putih [putƐh]

‘warna putih’ dan gurih[gurƐh] ‘lezat/ gurih’.

Berdasarkan segi sintaksis, kekhasan bahasa

yang digunakan untuk berkomunikasi oleh

masyarakat Blora dapat terlihat pada

penggunaan enklitik {-em} untuk menyatakan

kepemilikan seperti yang terlihat pada kata

omahem[omahəm] ‘rumahmu’.

Data merupakan hasil pencatatan

penelitian yang berupa kosakata maupun

kalimat yang dapat dijadikan sebagai sumber

informasi (Mahsun, 2007:18). Data dalam

penelitian ini berupa kata, frasa, kalimat yang

terdapat dalam tuturan keluarga muda di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora.

Sumber data dalam penelitian ini

adalah semua tuturan lisan dalam interaksi

keluarga muda di Kecamatan Tunjungan

Kabupaten Blora. Keluarga muda dipilih

karena diyakini mampu terbuka dengan dunia

luar sehingga kontak bahasa yang mereka

lakukan pun lebih bervariatif.

Pengumpulan data adalah pencatatan

peristiwa atau hal-hal yang mendukung atau

menunjang penelitian (Moleong, 2004:83).

Adapun metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode

simak. Dalam praktiknya, metode simak

terbagi atas teknik simak libat cakap, teknik

simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan

teknik catat.Teknik simak libat cakap

digunakan untuk mendapatkan data berupa

tuturan langsung dengan cara si peneliti

terlibat langsung dalam suatu percakapan.

Teknik simak bebas libat cakap digunakan

untuk mengetahui tuturan keluarga muda di

lokasi penelitian. Teknik rekam digunakan

untuk memperkecil kemungkinan hilangnya

informasi dari penutur. Teknik rekam

dilakukan atau diatur agar tidak diketahui

oleh penutur (informan) supaya tidak

memengaruhi kewajaran tuturan.

Page 5: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

5 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

Teknik catat dilakukan terhadap kata,

frasa, atau kalimat yang diutarakan oleh

anggota keluarga muda di Kecamatan

Tunjungan Kabupaten Blora. Data-data yang

diperoleh nantinya akan dicatat dalam kartu

data untuk memudahkan proses analisis yang

akan dilakukan.

Metode analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode padan.

Metode padan merupakan metode analisis

data yang dilakukan dengan menghubung-

bandingkan antarunsur yang bersifat lingual

(Mahsun, 2007:259). Terdapat dua jenis

metode padan dalam penelitian kualitatif,

yaitu padan intralingual dan padan

ekstralingual. Padan intralingual merupakan

metode analisis dengan cara menghubung-

bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual,

baik yang terdapat dalam suatu bahasa

maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda.

Padan ekstralingual merupakan metode

analisis yang bersifat ekstralingual. Metode

ini menghubungkan masalah bahasa dengan

hal-hal yang diluar bahasa, seperti referen,

konteks tuturan: konteks sosial pemakaian

bahasa, penutur bahasa yang dipilah misalnya

berdasarkan gender, usia, kelas sosial, dan

sebagainya (Mahsun, 2007:260).

Penelitian ini menggunakan metode

padan ekstralingual untuk menganalisis

data.Peneliti memilih menggunakan metode

tersebut karena peneliti hendak menganalis

data dengan cara menghubungkan masalah

bahasa dengan hal-hal yang berada di luar

bahasa, seperti referen dan konteks sosial

pemakaian bahasa.

Dalam penelitian bahasa terdapat dua

metode penyajian data, yaitu metode formal

dan metode informal. Metode formal adalah

perumusan dengan tanda-tanda atau lambang

(Sudaryanto, 1993:145). Metode informal

adalah penyajian data dengan kata-kata.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih

menggunakan metode penelitian informal.

Hasil dan Pembahasan

Bahasa merupakan bagian dari

kebudayaan yang berkembang dalam

masyarakat. Tiap bahasa yang digunakan

untuk berkomunikasi masyarakat memiliki

karakteristik tersendiri. Karakter-karakter

dalam berbahasa dapat terbentuk dari kondisi

siosial masyarakat yang ada, sistem nilai

sosial yang berlaku, dan perbedaan gender

pengguna bahasa. Karakter berbahasa

seseorang dapat terbentuk karena adanya

perbedaan gender antara pengguna bahasa.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

bahasa mampu merefleksikan perbedaan

pandangan dan penilaian masyarakat atas

bahasa seperti apa yang pantas bagi laki-laki

dan perempuan. Berikut ini akan dipaparkan

perbedaan penggunaan bahasa antara laki-laki

dan perempuan yang terjadi pada interaksi

keluarga muda di Kecamatan Tunjungan

Kabupaten Blora.

Karakteristik Bahasa Laki-Laki

Bahasa merupakan alat komunikasi

massa yang mampu merekam asumsi

mengenai bagaimana seorang laki-laki

berperilaku. Terlebih dalam masyarakat yang

masih mengenal adanya sistem patriarki, yaitu

posisi laki-laki akan diletakkan menjadi lebih

tinggi dibanding posisi perempuan. Hal ini

akan melahirkan pandangan mengenai

perbedaan posisi antara laki-laki dan

perempuan yang berakibat penggunaan

bahasa di antara keduanya. Perbedaan

penggunaan bahasa yang dimaksud bukan

hanya terletak pada perbedaan suara,

pemakaian gramatika, pilihan kata, tetapi juga

mengenai cara penyampaian bahasa.

Bahasa yang digunakan untuk

berkomunikasi antara laki-laki dan perempuan

terbukti memiliki perbedaan tersendiri,

perbedaan ini dapat terbentuk karena adanya

interaksi sosial, nilai-nilai sosial, peran sosial

yang ada, dan karena adanya budaya yang

berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Dalam berbahasa, laki-laki lebih didasarkan

pada sifat maskulin, yaitu lebih agresif,

berani, dan garang. Adapun contoh

percakapan yang akan mewakili sifat-sifat

laki-laki dalam berbahasa akan tergambar

pada kutipan percakapan berikut ini.

(1) KONTEKS: PUNGGUH MEMBERIKAN

TANGGAPAN MENGENAI

Page 6: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

6 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

PEMBERITAAN DI TELEVISI YANG

MEMUAT BERITA PERNIKAHAN

CRISTY JUSUNG

Pungguh: “ Cristy Jusung entuk bojo wong

tuwek gelem ae.”

[Crsty Jusung əntU? bojo wɔη

tuwƐ? gələm ae]

‘Cristy Jusung mendapatkan suami

tua mau saja’

Mbak Rini: “Sugeh og.”

[sugƐh ɔg]

‘soalnya kaya sih’

Pungguh : “Maune bojone sapa eh?”

[Maune bojone sɔpɔ Ɛh]

‘Tadinya suaminya siapa ya?’

Nia : “Hengki Kurniawan.”

Pungguh : “Aluwung entuk tuwek ndang

matek.”

[AluwUη əntU? tuwƐ? Ndaη

matƐ?]

‘Lebih baik dapat tua, cepat

meninggal’

MbakRini:“Ndang entuk warisan ya?

hahaha”

[Ndaη əntU? warIsan yɔ. hahaha]

‘Cepat dapat warisan ya, hahaha’

Pungguh: “Iya. Timbangane nom trus do

selingkuh rak alung tuwek-tuwek.

Jongkrokno ndredek-ndredek,

sentak sitik watuke njeglik.”

[iyɔ, tImbaηane nɔm trUs dɔ

səliηkuh ra? alUη tuwƐ?-tuwƐ?

jɔηkrɔ?nɔ ndrəde?-ndrədə?, sənta?

siţI? watUke njəglI?]

‘Iya, daripada suaminya muda

terus pada selingkuh, lebih baik

yang tua saja. Didorong langsung

gemetar, diteriaki sedikit langsung

batuk-batuk.

(Data 4)

Dalam bahasa yang digunakan dalam

berkomunikasi biasanya memiliki nilai

konotasi yang berbeda-beda, dan biasanya

laki-laki memilih berbahasa dengan

menggunakan konotasi kasar. Seperti contoh

tuturan (23) tampak bahwa penutur laki-laki

terlihat lebih berani dan agak kasar. Ini

tampak pada dialognya yang berbunyi

“Aluwung entuk tuwek ndang matek,”‘lebih

baik dapat suami tua, cepat meninggal’. Dari

kata tersebut tampak bahwa penutur memiliki

keberanian dalam berkomunikasi. Tuturan

yang dikatakan penutur dapat dikategorikan

sebagai kata-kata sumpah serapah kepada

objek yang dibicarakan. Kata lain yang juga

memberikan gambaran tentang keberanian

penutur dalam memilih kosakata yang kasar

juga tampak pada tuturan“Iyo. Timbangane

nom trus do selingkuh rak alung tuwek-tuwek.

Jongkrokno ndredek-ndredek, sentak sitik

watuke njeglik”. Meski pembicaraan yang

dilakukan oleh penutur dan mitra tutur

terdapat nilai humornya, namun tetap saja

penutur memilih menggunakan pilihan kata

yang memiliki konotasi lebih kasar seperti

yang terlihat pada kalimat “Aluwung entuk

tuwek ndang matek”, “Iyo. Timbangane nom

trus do selingkuh rak alung tuwek-tuwek.

Jongkrokno ndredek-ndredek, sentak sitik

watuke njeglik”.

Contoh kutipan lain yang juga

menunjukkan perbedaan pilihan penggunaan

bahasa yang digunakan laki-laki akan tanpak

pada kutipan berikut ini.

(2) KONTEKS: NURI MEMANGGIL PAK

SUS UNTUK IKUT BERGABUNG

DUDUK BERAMAI-RAMAI.

Nuri: “He, Pak Sus sini-sini.”

Rian: “Mriki-mriki gabung sekalian.”

[Mriki-mriki gabuη səkalian]

‘Sini-sini sekalian bergabung’

Nuri: “Pak Sus ayo rene. Ayo ning kene”

[Pak Sus ayo rene. Ayo nIη kene]

‘Pak Sus ayo kesini. Ayo di sini saja’

Atik: “Kersane nglumpuk”

[kərsane ηlumpU?]

‘Supaya berkumpul’

Nuri: “Pak Sus, tak banting lho nek gak

gelem rene.”

[pak Sus, ta? bantIη lho nƐ? Ga?

gələm rene]

‘Pak Sus, saya banting lho nanti kalau

tidak mau kesini’

(Data 37)

Pada tuturan (25) merupakan tuturan

yang dilakukan dalam interaksi keluarga

Page 7: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

7 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

muda. Nuri dan Atik merupakan pasangan

keluarga muda yang usia pernikahannya

sudah memasuki tahun ke-3. Dalam interaksi

keluarga muda tersebut tampak bahwa tuturan

yang dilakukan Nuri lebih terkesan memaksa

dan tidak sabaran. Hal ini terlihat pada

tuturannya yang kembali diulang-ulang untuk

mengajak Pak Sus agar mau duduk

dengannya. Selain terkesan memaksa dan

tidak sabar, tuturan yang diucapkan Nuri juga

mengandung kosakata yang agak kasar. Ini

tampak pada tuturan Nuri ketika berkata “Pak

Sus, tak banting lho nek gak gelem rene”.

Kata “tak banting” yang diucapkan Nuri

dimaksudkan agar Pak Sus mau mengikuti

ajakan Nuri. Kata tersebut memiliki konotasi

yang kasar meskipun pada penggunaannya

Nuri memilih kata tersebut hanya sebatas

untuk bergurau terhadap Pak Sus dan bukan

berupa suatu ancaman.

Pemilihan kosakata yang cenderung

kasar dan berani tidak serta merta dilakukan

begitu saja oleh penutur. Penutur yang

memiliki hubungan sosial dengan orang-

orang yang terbiasa berbicara dengan

kosakata kasar, agresif, dan berani akan

cenderung memiliki keberanian untuk

menggunakan kosakata yang kasar pula. Ini

pula yang dialami oleh penutur dalam contoh

kutipan percakapan sebelumnya. Akibat

kontak sosial dengan masyarakat luas yang

masing-masing memiliki latar belakang

pendidikan dan sosial yang berbeda,

menjadikan penutur tidak segan

menggunakan kosakata yang cenderung kasar

dalam berkomunkasi.

Karakteristik Bahasa Perempuan Berbicara mengenai perempuan tidak

dapat terlepas dari adanya stigma yang

menyebutkan bahwa perempuan pada

dasarnya mewarisi sifat lemah lembut dan

penyayang. Dengan alasan tersebut, maka

muncul anggapan bahwa dalam berbahasa

seorang perempuan dipengaruhi kedua sifat

dasarnya tersebut. Dan benar saja, kedua sifat

dasar yang diwarisi perempuan sejak lahir

memang memberikan sumbangan mengenai

penggunaan bahasanya.

Bahasa yang digunakan perempuan

bersifat kurang tegas, tidak mengutarakan

secara jelas (lebih sering memakai kata

kiasan), dan berhati-hati dalam mengucapkan

sesuatu. Dalam berbicara, perempuan juga

lebih sering membicarakan orang lain, mudah

bersimpati, dan menceritakan hubungan

sosialnya dengan orang lain. Adapun contoh

percakapan yang akan mewakili sifat-sifat

perempuan dalam berbahasa akan tergambar

pada kutipan percakapan berikut ini.

(3) KONTEKS: MBAK ELI (SEORANG IBU

MUDA) MEMANGGIL ANAKNYA

YANG BERUSIA 2,5 TAHUN YANG

SEDANG BERMAIN DI LUAR RUMAH

Mbak Eli : “Hey Sya sini lho. Nanti nek kamu

ditemok orang lho. Ayo sini!

[Hey Sya sini lho. Nanti nƐ? Kamu

dItəmɔ? ɔraη lho. Ayo sini!]

‘Hey Sya sini lho. Nanti kalau

kamu dibawa orang lho. Ayo

sini!’

(Data 1)

Dalam percakapan di atas tampak

bahwa penutur sedang meminta anaknya yang

masih kecil untuk kembali masuk rumah.

Pada kutipan tuturan tersebut tampak bahwa

seorang ibu menggunakan bahasa yang santai

dan tidak memiliki konotasi keras terhadap

anaknya. Selain itu, ibu muda ini juga

memilih menggunakan kata “ditemok” untuk

menakuti anaknya agar mau masuk ke rumah.

Dalam bahasa Indonesia, kata “ditemok”

dapat disepadankan dengan kata ‘ditemukan’.

Berbeda dengan kata “ditemok” yang

digunakan ibu muda pada tuturan tersebut

sebenarnya bukan mengacu pada makna

sebenarnya, melainkan mengacu pada kata

“diculik”. Kata “ditemok” dipilih untuk

menggantikan kata “diculik” karena penutur

menganggap mengungkapkan kata “diculik”

kepada anaknya merupakan sesuatu yang

dianggap tabu.

Dengan demikian, tuturan tersebut

membuktikan bahwa dalam berbahasa,

seorang perempuan kadang memilih

Page 8: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

8 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

menggunakan kata kias (kata yang bermakna

tidak sebenarnya) untuk menghindari hal-hal

yang dianggap tabu untuk diucapkan.

Contoh kutipan lain yang juga

menunjukkan perbedaan pilihan penggunaan

bahasa yang digunakan perempuan akan

tampak pada kutipan berikut ini.

(4) KONTEKS: IBU RUMINA BERTANYA

KEPADA NIA TENTANG SEBAB NIA

YANG SUDAH PULANG KE RUMAH

LAGI

Ibu Rumina: “Lho, Mbak Nia kok sampun

nyapu di rumah, kapan

wangsule?”

[lho, Mbak Nia kɔ? sampUn

nyapu d rumah, kapan

waηsUle]

‘Lho Mbak Nia kok sudah

menyapu di rumah lagi?

Kapan pulangnya?

Nia : “Kemarin Tante.”

Ibu Rumina : “Nembe liburan apa Mbak?”

[Nəmbe liburan apa, Mbak]

‘Lagi liburan ya, Mbak?’

Nia : “Nglibur. Hahaha”

[ηlIbur. hahaha]

‘Bolos, hahaha’

(Data 10)

Dalam tuturan di atas juga ditemukan

bahwa Nia memilih menggunakan kata

“nglibur” untuk menggantikan kata “bolos”.

Kata “nglibur” dinilai memiliki nilai rasa

yang lebih tinggi daripada kata “bolos”

meskipun pada dasarnya keduanya sama-sama

berarti tidak masuk sekolah. Selain ditemukan

kata tersebut, dalam tuturan tersebut juga

tampak bahwa kedua perempuan yang terlibat

dalam tuturan menggunakan bahasa yang

sopan. Tidak ditemukan kata yang cenderung

bermakna kasar dalam tuturan tersebut. Ini

membuktikan bahwa dalam berkomunikasi

perempuan memilih menggunakan bahasa

yang lebih sopan dengan tujuan untuk

menunjukkan kesetaraan dan keharmonisan

hubungan di antara keduanya.

Berdasarkan kutipan-kutipan tuturan

yang terjadi pada interaksi keluarga muda di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora

tampak bahwa penutur perempuan lebih

memilih menggunakan bahasa yang memiliki

nilai rasa yang sopan dan terlihat lebih

berhati-hati untuk menjaga perasaan mitra

tuturnya. Hal ini tampak pada tuturan penutur

perempuan yang kadangkala memilih

menggunakan kata kias dalam tuturan untuk

mengungkapkan sesuatu.

Faktor yang Memengaruhi Karakteristik

Bahasa dalam Interaksi Keluarga Muda di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora

Selain Faktor Perbedaan Gender

Faktor sosial yang terdapat dalam

interaksi sosial masyarakat memang tidak

dapat dilepaskan dari aktivitas berbahasa.

Oleh karena itu, tidak aneh apabila dalam

kegiatan berbahasa sangat dipengaruhi oleh

latar belakang sosial penutur. Seperti halnya

yang dialami oleh masyarakat dalam keluarga

muda di Kecamatan Tunjungan Kabupaten

Blora. Selain ditentukan oleh faktor

perbedaan gender, terdapat faktor-faktor lain

yang turut memengaruhi pilihan kode

masyarakat disana. Adapun faktor lain yang

turut memengaruhi pilihan bahasa pada

peserta tutur dalam keluarga muda di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora

adalah etika/norma sosial, tingkat keakraban,

situasi tutur, topik tuturan, dan lokasi tuturan.

Etika/ Norma Berbahasa

Etika/ norma merupakan salah satu

faktor yang memengaruhi pilihan kode

bahasa. Etika berbahasa memegang peranan

penting dalam proses komunikasi. Etika

berbicara akan menuntun kita untuk

menentukan kode bahasa apa yang cocok

digunakan ketika berbicara dengan lawan

tutur.

Pada penelitian tentang pilihan bahasa

pada tuturan keluarga muda di Kecamatan

Tunjungan Kabupaten Blora, etika berbicara

merupakan salah satu faktor yang memiliki

pengaruh besar dalam pemilihan kode bahasa.

Page 9: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

9 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

Etika/ norma berbahasa dalam bahasa Jawa

akan tampak pada pilihan kosa kata, terlebih

dalam bahasa Jawa terdapat tingkatan dalam

berbahasa. Tingkatan dalam berbahasa Jawa

yang dimaksud adalah penggunaan ragam

bahasa Jawa ngoko dan krama.

Dalam bertutur kata, masyarakat yang

memegang teguh norma dalam bahasa Jawa

akan sangat berhati-hati dalam berbahasa.

Pemilihan kosakata yang tepat akan sangat

menentukan penilaian dari mitra tutur

terhadap sikap penutur. Oleh karena itu,

kebanyakan masyarakat yang tinggal di Jawa

masih memegang teguh norma, yakni dengan

cara tetap mempertimbangkan kepada siapa

dia bertutur dan ragam bahasa apa yang

paling tepat dipilih.

Masyarakat tutur pada keluarga muda di

Kecamatan Tunjungan menganut dua kode

pilihan bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Bagi penutur yang memiliki

hubungan yang kurang dekat dengan mitra

tuturnya akan cenderung memilih

menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan

bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan untuk

menunjukkan rasa menghormati kepada

lawan bicaranya. Seperti contoh percakapan

berikut ini yang terjadi antara Yuni dan

Seorang pengendara motor yang bertanya

tentang arah menuju rumah Pak Bayu.

(5) KONTEKS: YUNI MEMBERIKAN

PENJELASAN KEPADA SESEORANG

MENGENAI ARAH MENUJU RUMAH

PAK BAYU

Pengendara: “Nyuwun sewu, Mbak. Nderek

tanglet. Dalemipun Pak Bayu

meniko ingkang pundi nggih,

Mbak?”

[ῆuwUn sƐwu, Mba?. NdƐrƐ?

taηlət. Daləmipun Pa? Bayu

mənikɔ iηkaη punḍi ηgih, Mba?]

‘Permisi, Mbak. Numpang

bertanya. Rumahnya Pak Bayu itu

yang sebelah mana ya, Mbak?’

Yuni : “Niki sakmeniko njenengan lurus

mawon, Pak. Mangke wonten

masjid, lha ngajengipun masjid

pas meniko dalemipun Pak

Bayu.”

[NikI sakmənikɔ njənəηan lurus

mawɔn, Pa?. Maηke wɔntən

MasjId, lha ηajəηipun MasjId pas

mənikɔ daləmipun Pak Bayu.”

‘Dari sini Bapak lurus saja. Nanti

ada Masjid, nah tepat di depan

Masjid itu rumah Pak Bayu.’

Pengendara : “Oh, Nggih mpun, Mbak. Matur

suwun.”

[oh, ηgih mpUn, Mbak. Matur

suwun.]

‘Oh, iya, Mbak. Terimakasih.’

(Data 29)

Pada tuturan (29) tampak bahwa

penutur dan mitra tutur sama-sama

menggunakan bahasa Jawa ragam krama

untuk berkomunikasi. Ini terjadi karena

penutur dan mitra tutur tidak saling mengenal

dan belum pernah bertemu sebelumnya.

Untuk menunjukkan rasa menghormati dan

menghargai kepada lawan bicaranya, maka

baik penutur maupun mitra tutur memilih

untuk menggunakan bahasa Jawa ragam

krama.

Tuturan bermula ketika ada seorang

pengendara yang berhenti dan kemudian

bertanya kepada Yuni dengan berkata

“Nyuwun sewu, Mbak. Nderek tanglet.

Dalemipun Pak Bayu meniko ingkang pundi

nggih, Mbak?”. Berdasarkan tuturan tersebut

tampak bahwa dari sisi pengendara sudah

memulai menggunakan bahasa Jawaragam

krama karena hubungannya yang sama sekali

tidak akrab dengan Yuni dan untuk

menunjukkan rasa hormatnya maka

pengendara memilih menggunakan bahasa

Jawa ragam krama untuk bertanya.

Menanggapi hal tersebut, Yuni pun

menggunakan bahasa Jawa ragam krama

untuk menjawab dengan berkata “Niki

sakmeniko njenengan lurus mawon, Pak.

Mangke wonten masjid, lha ngajengipun

masjid pas meniko dalemipun Pak Bayu”.

Dengan demikian, tampak bahwa Yuni dan

pengendara sama-sama memilih

menggunakan bahasa Jawa ragam krama

dengan alasan untuk menjaga etika kesopanan

Page 10: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

10 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

ketika berbicara dengan orang yang belum

dikenal ataupun dengan orang yang kurang

akrab.

Berdasarkan ilustrasi yang ada, dapat

diambil simpulan bahwa etika atau norma

dalam berbicara dapat memengaruhi

seseorang untuk melakukan pilihan kode

bahasa. Etika berperan untuk menuntun

penutur atau mitra tutur untuk mengambil

sikap dalam bertutur pada mitra tuturnya.

Tingkat Keakraban

Tingkat keakraban merupakan salah

satu faktor yang turut memengaruhi pilihan

kode bahasa seseorang. Tingkat keakraban

masing-masing orang yang berbeda akan

menetukan pilihan kode bahasa apa yang tepat

digunakan untuk berkomunikasi. Pilihan

bahasa yang dipilih oleh penutur dan mitra

tutur yang sudah memiliki hubungan akrab

dengan mitra tutur yang kurang akrab akan

berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena

dalam bertutur dengan mitra tutur yang

kurang akrab, penutur akan lebih berhati-hati

dalam memilih kode bahasa maupun kosakata

yang digunakan dalam berkomunikasi.

Berbeda ketika penutur berkomunikasi

dengan mitra tutur yang sudah akrab, penutur

akan lebih leluasa menggunakan kode bahasa.

Perbedaan pada bentuk tuturan dengan

kondisi penutur yang sudah akrab dan belum

akrab dengan mitra tuturnya akan tergambar

pada dua percakapan berikut ini.

(6) KONTEKS: TONO BERCERITA

KEPADA JOKO MENGENAI

KEINGINANNYA UNTUK

MEMANCING DI WADUK GRENENG.

Tono: “Sibuk terus, Dhe. Gak kober mancing

ngeneki lho.”

[Sibuk tərUs, Dhe. Ga? kɔbər mancIη

ηeneki lho]

‘Sibuk terus, Dhe. Sampai tidak

sempat mancing’

Joko : “Sug minggu mangkat piye, Dhe?

Tak melok mancing.”

[Sug miηgu maηkat piye, Dhe. Ta?

Melɔ? mancIη]

‘Bagaimana kalau besuk hari minggu

berangkat memancing, Dhe? Nanti aku

ikut.’

Tono: “Iya, Dhe. Mangkat. Liyane kandani.”

[iyɔ, Dhe. Maηkat. Liyane kanḍani]

‘Iya, Dhe, setuju kalau besuk

berangkat mancing. Jangan lupa yang

lain diajak juga.’

Joko: “Gampang iku.”

[Gampaη iku]

‘Gampang itu.’

(Data 19)

Tuturan di atas merupakan tuturan yang

terjadi dalam interaksi bahasa keluarga muda.

Hal Ini terjadi karena mitra tutur Tono adalah

Joko yang merupakan anggota keluarga

muda. Dalam percakapan tersebut tampak

bahwa percakapan yang dilakukan oleh Tono

dan Joko sama-sama menggunakan bahasa

Jawa ragam ngoko. Pemilihan bahasa Jawa

ragam ngoko ini terjadi karena hubungan

antara Tono dan Joko sudah sangat akrab.

Maka dari itu, untuk berkomunikasi mereka

memilih menggunakan bahasa Jawa ragam

ngoko. Selain ditandai dari penggunaan

bahasa Jawa ragam ngoko, bentuk keakraban

mereka juga ditunjukkan dengan sapaan

“Dhe” kepada mitra tuturnya. Kata “Dhe”

dalam bahasa Jawa merupakan bentuk

sederhana dari kata “Pak Dhe” yang berarti

‘paman’. Namun, khusus dalam percakapan

antara Tono dan Joko, kata “Dhe” yang

dimaksud bukanlah merujuk pada bentuk

“Pak Dhe” melainkan merupakan sapaan

akrab untuk temannya.

Berdasaskan ilustrasi yang telah

dipaparkan, dapat diambil simpulan bahwa

tingkat keakraban seseorang turut

memengaruhi pilihan bahasa dalam

berkomunikasi. Percakapan antara seorang

yang sudah akrab dengan mitra tuturnya akan

tampak lebih lepas dan tidak canggung dalam

memilih kosakata dalam berbicara. Berbeda

dengan percakapan antara seseorang yang

belum begitu akrab dengan mitra tuturnya.

Dalam percakapan tersebut akan terlihat

adanya batasan-batasan tertentu yang

membuat penutur dan mitra tutur harus

Page 11: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

11 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

berhati-hati dalam melakukan pilihan bahasa

dan melakuan pemilihan kosakata dalam

berbicara.

Situasi Tutur

Situasi tuturan merupakan kondisi yang

melatarbelakangi terjadinya suatu tuturan.

Dalam interaksi berbahasa keluarga muda di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora

terdapat dua situasi tutur antara penutur dan

mitra tutur. Situasi tutur yang dimaksud

adalah situasi formal dan situasi non formal.

Untuk memberikan gambaran mengenai

pengaruh situasi tutur terhadap pilihan kode

bahasa, maka dapat dilihat pada contoh

tuturan berikut ini.

(7) KONTEKS: LIANTO MEMBERIKAN

ARAHAN MENGENAI KEGIATAN

KERJA BAKTI YANG AKAN

DILAKUKAN

Lianto :“Assalamualaikumsalam

Warohmatullahi Wabarokatuuh.

Terimakasih atas kehadiran Bapak dan Ibu

semua dalam acara rapat bulanan yang

telah rutin kita lakukan. Langsung saja

pokok bahasan kita malam ini adalah

mengenai agenda bersih-bersih kampung

seperti yang telah rutin kita lakukan tiap

bulannya nggih Pak/ Bu. Nah, untuk

agenda bersih-bersih kita kali ini akan

dimulai dari depan rumah Mas Irfan ngih

Pak. Nanti kita bersihkan itu selokan-

selokan agar podasi-pondasi di selokan itu

tudak mudah rusak. Walau bagaimanapun

bangunan yang sudah diusahakan desa kan

harus kita rawat ya Pak/ Bu...”

(Data 30)

Lianto merupakan seorang ketua RT

yang memiliki usia 25 tahun. Lianto adalah

seorang anggota keluarga muda karena tahun

lalu dia telah melangsungkan pernikahanya.

Oleh karena keadaan tersebut, maka interaksi

tutur yang dilakukan lianto dapat digolongkan

dalam interaksi tutur keluarga muda. Pada

tuturan yang dilakukan Lianto tampak bahwa

penutur menggunakan bahasa Indonesia untuk

bertutur. Hal ini dilakukan karena penutur

tengah memimpin rapat dengan warga.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

tuturan tersebut terjadi pada sitauasi formal.

Dalam situasi formal, pak RT memilih untuk

menggunakan bahasa Indonesia dibanding

bahasa Jawa. Hal ini dilakukan untuk menjaga

kondisi atau suasana rapat agar tetap

terkendali. Selain alasan tersebut, orang-orang

memang sering membedakan pola pilihan

bahasa yang digunakannya. Dalam situasi

formal, masyarakat lebih senang

menggunakan kode bahasa Indonesia,

sedangkan pada situasi non formal

masyarakat memilih untuk menggunakan

bahasa Jawa.

Berdasarkan contoh ilustrasi yang telah

dipaparkan, tampak bahwa perbedaan situasi

tutur dapat mendorong seseorang untuk

melakukan pilihan kode bahasa. Pemakaian

kode bahasa dalam situasi formal akan

berbeda dengan pilihan kode bahasa pada

situasi tidak formal. Pilihan bahasa pada

situasi tidak formal lebih bebas, luwes, dan

tidak terikat pada aturan baku. Berbeda

dengan pilihan bahasa dalam situasi formal

yang lebih terkesan kaku dan lebih terikat

pada aturan baku.

Topik Tuturan Perubahan topik pembicaraan juga

dapat memberikan pengaruh terhadap pilihan

bahasa seseorang. Perubahan topik ketika

sedang bertuturkata akan membuat penutur

dihadapkan pada suatu pilihan. Apakah

nantinya penutur akan tetap mempertahankan

kode dasar yang dipakai dalam berkomunikasi

dengan mitra tuturnya ataupun memilih untuk

menggunakan kode lain yang berbeda dengan

kode sebelumnya.

Seperti yang tergambar pada contoh-

contoh tuturan berikut ini. Akan dipaparkan

sebuah tuturan yang didalamnya terdapat

perubahan kode bahasa yang disebabkan oleh

adanya perubahan topik pembicaraan.

(8) KONTEKS: ATIK BERCERITA

KEPADA YUNI MENGENAI MURID

YANG MENJENGUK SUAMINYA

Page 12: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

12 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

KETIKA SEDANG DIRAWAT DI

RUMAH SAKIT

Atik: “Aku ning kana (RS) ya ngono, sak

anane jajan tak kon mangani muride

pak’e.”

[Aku nIη kɔnɔ (RS) yɔ ηono, sa? ɔnɔne

jajan ta? kɔn maηani muride pa?e]

‘Kemarin ketika sedang di Rumah

sakit juga begitu. Ada makanan apa

saja saya tawarkan ke muridnya

bapak’

Yuni: “Lho do mriki pripun?”

[Lho ḍɔ mriki pripUn?]

‘Lho pada datang ke sini?’

Atik: “Rono. Do marani ning rumah sakit.

Alah rasane kudu ndang tak jak balik

wae. Pas lagi diperiksa dokter aku

langsung ngomong “Alah Dok, udah

sehat gini Dok. Boleh pulang ya ,

Dok?”, tapi malah jarene, “Lho ya

belum boleh, harus menunggu 24 jam

dulu”, kata dokter.Aku wis kudu ora

betah ae rasane. Ketoke rak wis mari

ngono eh. Ternyata iseh urung oleh

balik.”

[Rɔnɔ. ḍɔ marani nIη rumah sakIt. Alah

rasane kudu ndaη ta? Ja? balƐ? Wae pas

lagi di periksa dɔkter aku laηsUη ηɔmɔη

“Alah Dok, Udah sehat gini, Dok.

Boleh pulang ya, Dok?”, tapi malah

jarene, “Lhɔ ya belum boleh, harus

menunggu 24 Jam dulu”, kata dokter.

Aku wIs kudu ɔra bətah ae rasane.

ketɔke ra? wIs mari ηono eh. tərῆata

iseh uruη oleh balik.]

‘Kesana. Datang ke rumah sakit.

Aduh rasanya itu ingin segera saya ajak

pulang saja. ketika ada dokter yang

periksa itu saya langsung minta izin

“sepertinya sudah sehat begini, Dok.

Sudah boleh pulang ya, Dok?”, tapi

ternyata dokternya malah bilang, “Lho

ya belum boleh, harus menunggu 24

jam dulu”, kata dokter. Saya itu

sebenarnya sudah tidak betah disana.

Kelihatannya kan sudah sembuh begitu,

tapi ternyata tetap belum boleh pulang.’

(Data 35)

Pada ilustrasi (35) tampak bahwa

tuturan Atik mengalami perubahan topik.

Awalnya Atik menceritakan tentang murid-

murid suaminya yang datang ke rumah sakit

untuk menjenguk. Selanjutnya Atik pindah

topik dan bercerita tentang dirinya yang tidak

tahan berlama-lama di rumah sakit. Dan

setelah itu pindah topik lagi untuk

menceritakan percakapannya dengan dokter

ketika di rumah sakit.

Pada peralihan topik pertama ke topik

kedua tampak bahwa Atik tetap

mempertahankan pilihan kode pertama.

Peralihan kode bahasa mulai terlihat ketika

Atik bercerita tentang percapannya dengan

dokter ketika di rumah sakit. Ini tampak pada

tuturan Atik yang berbunyi “Pas lagi

diperiksa dokter aku langsung ngomong

“Alah Dok, udah sehat gini Dok. Boleh

pulang ya , Dok?”, tapi malah jarene, “Lho

ya belum boleh, harus menunggu 24 jam

dulu”, kata dokter.Aku wis kudu ora betah ae

rasane. Ketoke rak wis mari ngono eh.

Ternyata iseh urung oleh balik”.Atik memilih

bercerita manggunakan bahasa Indonesia

ketika bercerita tentang dialognya dengan

dokter. Dengan demikian ilustrasi pada

tuturan ini menunjukkan bahwa pergantian

topik tuturan akan mempenaruhi perubahan

pilihan bahasa seseorang.

Lokasi Tuturan

Lokasi tuturan merupakan tempat

dimana suatu tuturan itu terjadi. Lokasi

tuturan adalah salah satu faktor yang turut

memengaruhi penyebab terjadinya pilihan

bahasa. Dalam praktiknya, disadari ataupun

tidak, penutur akan secara serta merta

menyenyuaikan pilihan kode bahasa dengan

lokasi tempat dimana ia melakukan tindak

tutur. Misalkan saja, tuturan seseorang yang

sedang berada di pasar akan berbeda dengan

tuturan seseorang yang sedang berada di

Masjid. Hal ini bisa saja terjadi karena setiap

manusia pasti memiliki naluri untuk

melakukan penyesuaian diri dengan tempat

yang didatangi. Begitupun dengan

penggunaan bahasa di tempat-tempat tertentu,

secara langsung seseorang akan

Page 13: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

13 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

menyesuaikan pilihan kode bahasanya dengan

tempat yang sedang mereka singgahi. Berikut

ini contoh tuturan untuk memperjelas

gambaran mengenai lokasi tuturan yang dapat

memengaruhi pilihan bahasa seseorang.

(9) KONTEKS: YUNITA, YATI, DAN NIA

SEDANG BERBINCANG MENGENAI

KELANGKAAN BENSIN YANG ADA

DI DAERAH TUNJUNGAN.

Yati: “Ndek bengi antri neh gak nduk

bensine?”

[ndƐ? bəηI antrI nƐh ga? ndU?

bƐnsine]

‘tadi malam beli bensinnya antre dulu

tidak’

Nia: “Telas mbah, mpun telas.”

[Təlas Mbah, mpUn təlas]

‘Habis Nek, sudah habis,

Yati: “Lha ya, Pak ne Mut ora nganti antre.

Biasane pakne Kiki gelem antrI, saiki

wonge emoh.”

[Lha yɔ, Pak ne Mut ɔra ηantI antre.

Biasane Pakne Kiki gələm antre, saikI

wɔηe əmɔh]

‘Iya, bapaknya Mut tidak sampai ikut

antre. Biasanya kan yang antre

bensin bapaknya kiki, sekarang

sudah tidak mau.’

Yunita : “Ora sido mundak kok.”

[ora sidɔ munda? kɔ?]

‘Tidak jadi naik kok.’

Yati :“Gak sido?”

[ga? sIdɔ]

‘Tidak jadi’

Nia : “Dereng sios mundak.”

[DƐrƐη siɔs munda?]

‘Belum jadi naik’

Yunita : “Lha ya, marai iseh simpang siur.”

[Lha yo, marai isƐh simpaη siur]

‘Lha iya, soalnya masih simpang siur’

(Data 37)

Dalam percakapan (37) tampak bahwa

penutur dan mitra tutur sama-sama

menggunakan bahasa Jawa untuk

berkomunikasi. Hal ini dilakukan karena

penutur dan mitra tutur sama-sama terbiasa

menggunakan bahasa Jawa untuk

berkomunikasi sehari-hari. Selain untuk

alasan kepraktisan, pilihan menggunakan

bahasa Jawa juga dipengaruhi oleh lokasi

terjadinya tuturan. Pasar merupakan tempat

bertemunya banyak orang dan sebagian orang

yang berinteraksi di pasar menggunakan

bahasa Jawa. Oleh karena itu, penutur dan

mitra tutur memilih menggunakan bahasa

Jawa dalam tuturan mereka.

Tuturan yang dilakukan oleh Yunita,

Nia, dan Yati dapat dikategorikan sebagai

interaksi keluarga muda karena dalam tuturan

tersebut melibatkan Yunita yang merupakan

seorang perempuan berusia 23 tahun yang

sudah menikah. Dengan demikian, interaksi

tutur yang dilakukan Yunita dapat

dikategorikan sebagai interaksi tutur anggota

keluarga muda.

Berdasarkan ilustrasi yang dipaparkan,

tampak bahwa lokasi turut memengaruhi

pilihan bahasa yang digunakan penutur.

Pilihan bahasa penutur akan berbeda

disesuaikan dengan dimana tempat mereka

sedang bertutur kata.

Simpulan

Karakteristik bahasa keluarga muda

berdasarkan perbedaan gender di Kecamatan

TunjunganKabupaten Blora dapat dilihat dari

karakteristik penutur laki-laki dan perempuan.

Karakteristik bahasa laki-laki lebih didasarkan

pada sifat maskulin, yaitu lebih agresif,

menguasai pembicaraan, berani, dan garang.

Adapun karakteristik bahasa perempuan

bersifat kurang tegas, tidak mengutarakan

secara jelas (lebih sering memakai kata

kiasan), dan berhati-hati dalam mengucapkan

sesuatu. Selain itu, perempuan juga lebih

sering membicarakan orang lain, mudah

bersimpati, dan menceritakan hubungan

sosialnya dengan orang lain.

Faktor yang memengaruhi pemilihan

bahasa dalam interaksi keluarga muda di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora

selain faktor perbedaan gender adalah

etika/norma sosial, tingkat keakraban, situasi

tutur, topik tuturan, dan lokasi tuturan.

Page 14: KARAKTERISTIK BAHASA KELUARGA MUDA BERDASARKAN …

Volume 1, Nomor 1, Januari 2019

ISSN 2655-3031 (P)

ISSN 2655-7851 (O)

14 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra

Berdasarkan simpulan yang telah

dipaparkan, peneliti menyarankan kepada

pemerhati bahasa untuk melakukan penelitian

lanjutan karena fenomena kebahasaan yang

terjadi di Kecamatan Tunjungan Kabupaten

Blora cukup unik. Selain itu terdapat beberapa

kosakata khas yang hanya dapat ditemukan

pada tuturan masyarakat yang tinggal di

Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora.

Dengan demikian, penelitian lanjutan sangat

disarankan untuk dilakukan.

Daftar Pustaka

Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Pengantar

Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.

2004.Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Gerungan, W. A. 1996. Psikologi Sosial.

Bandung. Eresco.

Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2008.

Konsep dan Teknik Penelitian Gender.

Malang: UMM press.

Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa.

Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan,

Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus

Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa:

Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Moleong, Lexy. 2004. Metodoligi Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik

Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian

Wahana Kebudayaan Secara Linguistik.

Yogyakarta: Duta Wacana.

Sumarsono. 2004. Sosiolinguistik.

Yogyakarta. SABDA Lembaga Studi

Agama dan Perdamaian Kerjasama

Pustaka Pelajar.

Suwito. 1985. Sosiolinguistik Pengantar

Awal. Solo: Henary Offset.