karakteristik kandungan gizi udang vannamei … · udang vannamei dari sistem budidaya yang...
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI
UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DARI SISTEM
BUDIDAYA YANG BERBEDA
MUHAMMAD GIGIH WIJAYA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Kandungan Gizi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dari Sistem Budidaya
yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Muhammad Gigih Wijaya
NIM C34110089
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK
MUHAMMAD GIGIH WIJAYA. Karakteristik Kandungan Gizi Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) dari Sistem Budidaya yang Berbeda.
Dibimbing oleh MALA NURILMALA dan IRZAL EFFENDI.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik kandungan gizi
udang vannamei dari sistem budidaya yang berbeda. Udang diperoleh dari tiga
sistem budidaya yakni sistem aquapod di Bali, sistem keramba jaring apung
(KJA) di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, dan sistem tambak di Karawang.
Analisis yang digunakan meliputi analisis proksimat, asam amino, taurin, asam
lemak, mineral, dan astaxanthin. Asam amino non essensial tertinggi adalah
glutamat pada udang dengan sistem aquapod (Bali) sebesar 3668 mg/100 g. Total
asam lemak tertinggi pada udang sistem tambak (Karawang) sebesar 109213
mg/100 g. Taurin tertinggi yakni udang sistem aquapod (Bali) sebesar 109,69
mg/100 g. Mineral makro tertinggi adalah kalsium udang sistem KJA (Kepulauan
Seribu) sebesar 2109 mg/kg, sedangkan mineral mikro terbesar adalah seng (Zn)
yakni udang sistem aquapod (Bali) sebesar 59,01 mg/kg. Komposisi astaxanthin
tertinggi pada udang sistem Aquapod (Bali) sebesar 2,36 mg/kg. Perbedan sistem
budidaya memberi pengaruh terhadap karakteristik gizi udang vannamei yaitu
asam amino, taurin, asam lemak, mineral dan astaxanthin.
Kata kunci : Astaxanthin, karakteristik gizi, mineral, sistem budidaya, udang
vannamei (Litopenaeus vannamei)
ABSTRACT
MUHAMMAD GIGIH WIJAYA. Nutritional Characteristics of White Shrimp
(Litopenaeus vannamei) from Different Aquaculture System. Supervised by
MALA NURILMALA and IRZAL EFFENDI.
This study was aimed to determine the nutritional characteristics of white
shrimp reread in aquapod, floating net and pond system at Sangsit Bali, Thousand
Island Jakarta, and pond Karawang respectively. The analysis includes proximate
analysis, amino acid, taurine, fatty acids, minerals, and astaxanthin. The highest
non essential amino acid of white shrimp was glutamic acid from aquapod system
at 3668 mg/100 g. The highest total fatty acid shrimp from pond system was
109213 mg/100 g. The highest taurine was shrimp from Aquapod system
109.69 mg/100 g. The highest content of macro minerals was calcium from
shrimp with floating net system (2109 mg / kg), while the largest micro mineral
was zinc from shrimp with Aquapod system (59.01 mg/kg). The highest level of
astaxanthin was shrimp from Aquapod system is 2.36 mg/kg. In conclusion, the
difference of aquaculture system gave significant effect to nutritional
characteristics such as amino acid, fatty acid, taurine, mineral and astaxanthin.
Keywords : Astaxanthin, aquaculture system, mineral, nutritional characteristics,
white shrimp (Litopenaeus vannamei).
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI
UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DARI SISTEM
BUDIDAYA YANG BERBEDA
MUHAMMAD GIGIH WIJAYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak September sampai Juli 2015 ini ialah
Karakteristik Gizi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dari Sistem
Budidaya yang Berbeda.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan Ir Irzal Effendi MSi selaku dosen
pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada
penulis.
2 Dr Asadatun Abdullah SPi MSi sebagai dosen penguji dan
Prof Dr Ir Nurjanah MS sebagai dosen perwakilan komisi pendidikan THP,
yang telah memberikan saran dan bimbingan untuk menyelesaikan tugas
akhir.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
5 Orang tua (Bapak Kunto Widarjono dan Ibu Hilda Widaningsih) dan keluarga
tercinta terutama kedua adik saya (Devina Novita Lestari dan Muh Satrio
Wibowo) yang tak pernah berhenti memberikan doa serta dukungan baik
moril maupun materil kepada penulis.
6 Perusahaan PT. Kemilau Bintang Timur sebagai sponsor Beasiswa Utusan
Daerah (BUD)
7 Perusahaan Tropical Ocean Prawn (TOP) yang menyediakan sampel udang di
aquapod, Bali dan membiayai pengujian analisis
8 Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi yang menyediakan sampel udang dari tambak
di Karawang
9 Mas Widi, Qustam dan Harbin sebagai teknisi KJA di Kepulauan Seribu yang
membantu pengambilan sampel udang
10 Ir Ali Ibrahim sebagain teknisi sistem budidaya aquapod yang membantu
dalam transportasi udang vannamei
11 Teman satu bimbingan yang selalu memberikan semangat (Fitria, Aisyah,
Bram, Navisa, Asya, Ayur, Pipit, ka Lita, ka Medal, ka Yustin, ka Deden, ka
Andra, mba Nuring, mba Hilda)
12 Mas Ipul, Paqih, Mba Dilla, Mas Tio yang mebantu dalam pengujian sampel
udang
13 Keluarga besar THP 48 atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.
14 Sahabat Terbaik (Konita Rahman, Arif Tanugraha, Tri Ramdhani)
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan penelitian ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Agustus 2015
Muhammad Gigih Wijaya
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 2
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ....................................................................................... 2
Sistem Budidaya .......................................................................................... 3
Bahan dan Alat ............................................................................................. 3
Prosedur Penelitian ...................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Air Lokasi Sistem Budidaya ......................................................... 11
Komposisi Proksimat Udang Vannamei ...................................................... 11
Komposisi Asam Amino dan Taurin Udang Vannamei ............................. 12
Komposisi Asam Lemak Udang Vannamei ................................................. 15
Komposisi Mineral Makro dan Mikro Udang Vannamei ............................ 18
Komposisi Astaxanthin Udang Vannamei ................................................... 19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................................. 20
Saran ............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20
LAMPIRAN ..................................................................................................... 23
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 48
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik kondisi lingkungan di setiap sistem budidaya ....................... 11
2 Komposisi proksimat udang vannamei ........................................................ 12
3 Komposisi asam amino udang vannamei ..................................................... 13
4 Komposisi taurin udang vannamei .............................................................. 14
5 Komposisi asam lemak udang vannamei ..................................................... 16
6 Komposisi mineral makro dan mikro udang vannamei ............................... 18
7 Komposisi astaxanthin udang vannamei ...................................................... 19
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian ................................................................................ 4
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis statistik ANOVA data penelitian ......................................... 23
2 Tabel uji lanjut Duncan data penelitian ...................................................... 24
3 Kurva standar analisis mineral ................................................................... 31
4 Dokumentasi penelitian .............................................................................. 33
5 Perhitungan proksimat ................................................................................ 34
6 Kromatogram standar asam amino udang vannamei aquapod ................... 35
7 Kromatogram standar asam amino udang vannamei KJA ......................... 36
8 Kromatogram standar asam amino udang vannamei tambak ..................... 37
9 Kromatogram standar asam lemak udang vannamei aquapod ................... 38
10 Kromatogram standar asam taurin udang vannamei aquapod, KJA
dan tambak .................................................................................................. 40
11 Kromatogram asam amino udang vannamei aquapod ............................... 41
12 Kromatogram asam amino udang vannamei KJA ...................................... 42
13 Kromatogram asam amino udang vannamei tambak ................................. 43
14 Kromatogram asam lemak udang vannamei aquapod ............................... 44
15 Kromatogram asam lemak udang vannamei KJA ...................................... 45
16 Kromatogram asam lemak udang vannamei tambak .................................. 46
17 Kromatogram taurin udang vannamei aquapod, KJA dan tambak ............ 47
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi perikanan di Indonesia yang tinggi dipengaruhi oleh wilayah
Indonesia yang sebagian besar adalah lautan. Kegiatan penangkapan tidak mampu
memenuhi kebutuhan produksi perikanan sehingga dibutuhkan adanya kegiatan
budidaya dalam rangka memenuhi permintaan konsumen. Salah satu hasil
budidaya yang banyak diminati di Indonesia adalah udang vannamei. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan produksi udang tahun 2010 sebesar 206.578 ton yang
meningkat 20,49 % di tahun 2014 menjadi 411.729 ton (DJPB-KKP 2015).
Selama ini budidaya udang banyak dilakukan di tambak. Kecenderungan yang
terjadi dalam budidaya tambak udang, khususnya yang menerapkan teknologi
semi intensif dan intensif adalah kondisi lahan yang sempit, penggunaan bahan
bakar minyak (BBM) yang tinggi untuk memutar kincir dan aerator, dan rendah
oksigen. Dampak dari kekurangan oksigen dan lahan yang sempit menyebabkan
kondisi udang mudah mengalami stress dan akan memperlemah kondisi udang,
sehingga mudah terserang penyakit (Maulina et al. 2012). Selain menurunnya
daya dukung lahan dan serangan penyakit pada udang, belum adanya teknologi
yang menjamin kelangsungan kualitas produk dan yang paling utama adalah
penebangan hutan mangrove (Setyawan dan Winarno. 2006).
Tingginya masalah yang terjadi pada tambak menuntut adanya upaya
untuk tetap memproduksi udang. Salah satu upaya yang dilakukan dalam
budidaya udang yaitu dengan kegiatan akuakultur yang dilakukan di laut atau
disebut marikultur (marine aquaculture). Marine aquaculture merupakan aktivitas
akuakultur yang dilakukan di laut lepas yang berfungsi sebagai penyedia
sumberdaya perikanan. Upaya yang dilakukan dalam budidaya udang di laut
yakni dengan sistem keramba jaring apung (KJA) dimana udang dibudidayakan di
atas permukaan laut dan sistem aquapod yakni udang dibudidayakan di laut
dengan kedalaman 15 meter. Keuntungan budidaya udang di laut yakni memiliki
lahan yang luas, efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, ketersediaan oksigen
yang melimpah, mengurangi penggunaan BBM untuk memutar kincir,
mengurangi konflik pemanfaatan hutan mangrove dan menciptakan lapangan
pekerjaan baru (PKSPL-IPB 2006). Keuntungan dari sistem marikultur
diharapkan mampu menghasilkan udang bermutu tinggi untuk memenuhi
permintaan pasar terhadap produk perikanan.
Penelitian mengenai komposisi nutrisi udang yang dibudidayakan di
tambak telah banyak dilakukan seperti Sriket et al. (2006) mengenai perbandingan
kualitas udang windu (Penaeus monodon) dan udang putih (Penaeus vannamei)
yang dibudidayakan di tambak dan penelitian Karuppasamy et al. (2013) tentang
perbandingan komposisi proksimat, asam amino, dan asam lemak
Penaeus monodon, Fenneropenaeus indicus dan Aristeus virilis, akan tetapi
penelitian tentang udang yang dibudidayakan di laut belum ada yang melaporkan.
Untuk mengetahui kualitas udang yang dibudidayakan di laut maka
diperlukan suatu penelitian yang dapat menentukan kandungan gizi udang
berdasarkan sistem budidaya yang berbeda. Informasi mengenai kualitas gizi
udang vannamei yang dibudidayakan di laut dengan sistem aquapod (Bali), KJA
2
(Kepulauan Seribu) dan tambak (Karawang) belum pernah dilakukan, sehingga
penelitian ini dilakukan untuk menentukan karakteristik gizi udang yang
dibudidayakan pada sistem budidaya yang berbeda.
Rumusan Masalah
Prospek budidaya udang vannamei cukup bagus, baik untuk pasar dalam
negeri maupun untuk ekspor. Salah satu kendala yang umum dihadapi dalam
sistem produksi yaitu menurunnya daya dukung lahan tambak yang terus
berkurang. Peluang pasar yang masih terbuka tersebut perlu mendapat dukungan,
salah satunya dengan pengembangan teknologi budidaya udang di laut dengan
sistem aquapod dan keramba jaring apung (KJA) untuk memanfaatkan lahan laut
dan meningkatkan nilai jual terhadap udang. Kegiatan budidaya udang di laut
diharapkan mampu menghasilkan udang dengan kualitas tinggi baik dari segi
kenampakan maupun nilai gizinya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik kandungan gizi
udang vannamei dari sistem budidaya yang berbeda. Sistem dan lokasi budidaya
udang meliputi sistem aquapod di Bali, sistem keramba jaring apung (KJA) di
Kepulauan Seribu, dan sistem tambak di Karawang. Parameter yang diuji dalam
penelitian ini meliputi analisis proksimat, asam amino, asam lemak, taurin,
mineral, dan astaxanthin.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, membandingkan
kualitas dan karakteristik gizi udang vannamei dari sistem budidaya yang berbeda.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah preparasi dan pengujian karakteristik
udang vannamei yang terdiri dari analisis proksimat, asam amino, asam lemak,
taurin, mineral, astaxanthin, analisis data, dan penulisan laporan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Juli 2015.
3
Preparasi sampel dan analisis kandungan gizi udang dilakukan di Laboratorium
Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium
Terpadu Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Sistem Budidaya
Sampel udang pada penelitian ini diperoleh dari tiga sistem budidaya yang
berbeda yakni sistem aquapod, KJA, dan tambak. Udang dengan sistem aquapod
berasal dari Sangsit Kecamatan Tabunan, Bali, udang dengan sistem keramba
jaring apung berasal dari Semak daun, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dan udang
dengan sistem tambak dari Karawang, Jawa Barat. Sistem aquapod memiliki
karakteristik yaitu berupa wadah berbentuk bola dengan ukuran diameter 20 meter
berkapasitas 3600 m3 di kedalaman 15-20 meter dalam permukaan laut, serta pada
alat tersebut terdapat panel yang digunakan untuk memberikan pakan dan mampu
menahan predator yang akan memangsa biota. Sistem keramba jaring apung
adalah sarana pemeliharaan ikan atau biota air yang mengapung diatas air.
Budidaya yang dilakukan di permukaan laut dengan ukuran kantong jaring 3 x 3
meter dan disimpan pada permukaan laut sehingga mengambang dan berbentuk
kolam dengan kedalaman 1,5-2 meter. Tambak adalah kolam buatan yang berada
di kawasan pantai dan dimanfaatkan untuk sarana akuakultur. Komponen tambak
terdiri dari aerator, kincir, petak air pemasok, petak treatment dan petak tandon.
Udang yang diperoleh dari sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak
memiliki ukuran, umur, jenis pakan, frekuensi pemberian pakan dan ukuran yang
seragam, yang membedakan hanya sistem budidaya pemiliharaan pada udang
Sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak memiliki karakteristik lokasi, arus,
gelombang dan tekanan yang berbeda.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan yaitu udang vannamei dengan ukuran rata-
rata 15-17 cm. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi aquades,
H2SO4, NaOH, HCl 0,1 N, H3BO4, kertas saring, dan pelarut heksana. Bahan yang
digunakan untuk analisis asam lemak adalah NaOH 0,5 N, metanol (Merck), BF3,
NaCl jenuh, n-heksana, dan Na2SO4. Bahan yang digunakan untuk analisis asam
amino adalah natrium hidroksida, asam borat, larutan brij, Na-EDTA, metanol
(Merck), THF, Na-asetat, dan, 2-merkaptoetanol. Analisis kandungan mineral
menggunakan asam nitrat (HNO3), aquades, asam asetat, kertas saring Whatman
no 42, H2SO4, H3BO3, HCl dan garam (NaCl) 1%. Analisis astaxanthin
menggunakan aseton (Merck), petroleum eter, dan aquades. Alat yang digunakan
untuk analisis proksimat, asam amino, asam lemak dan astaxanthin yaitu cawan
porselen, oven, desikator, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl,
tabung sokhlet, pemanas, destilator, buret, dan tanur. Alat yang digunakan untuk
analisis asam lemak adalah homogenizer (Nissei AM-3, Tokyo, Japan), evaporator
(Eyela OSB 2100, Tokyo Rikakikai, Japan), erlenmeyer (ekstraksi asam lemak),
kromatografi gas, labu evaporator, rotary evaporator, botol vial, (HPLC) high
4
performance liquid chromatography (Waters Coorporation, Massachusetts, USA),
(GC) Gas chromatograpgy (Hitachi 263-50 GC, Tokyo, Japan) dan (AAS) atomic
absorption spektroscopy (Shimadzu tipe AA-7000, Kyoto, Japan).
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa analisis meliputi analisis proksimat,
asam amino, taurin, asam lemak, mineral, dan astaxanthin. Sampel diperoleh dari
Bali, Kepulauan Seribu dan Karawang ditransportasikan menggunakan sistem
basah. Penyipanan udang dilakukan dalam freezer pada suhu -80 oC. Diagram alir
proses penelitian tahap pertama mengenai karakteristik gizi udang vannamei dari
laut dan tambak dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Analisis Proksimat
Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein dan
kadar lemak.
Analisis Kadar Air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen dalam
oven pada suhu 102-105 oC hingga diperoleh berat konstan selama 15 menit.
Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan
dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Sampel udang vannamei
ditimbang seberat 5 g, selanjutnya cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke
Tambak (Karawang)
Udang vannamei (L. vannamei)
Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu)
Analisis
Proksimat (AOAC 2005)
As. Amino (AOAC 1995)
Taurin (AOAC 1995)
As. Lemak (AOAC 1995)
Mineral (AOAC 2005)
Astaxanthin (Takeungwongtrakul et al. 2013 dan
Saito Reiger 1971)
5
dalam desikator dan dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar air sebagai berikut.
Kadar air (%) = B - C
B - A x 100 %
Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (g)
C = Berat cawan porselen dengan sampel setelah dikeringkan (g)
Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)
Cawan porselen dibersihkan kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu
sekitar 105 oC selama 30 menit. Cawan porselen tersebut dimasukkan ke dalam
desikator (30 menit) dan ditimbang. Sampel udang vannamei yang sudah dicacah
ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen,
selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan
ke dalam tanur pengabuan pada suhu 600 oC selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke
dalam desikator dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Perhitungan
kadar abu sebagai berikut.
Kadar abu (%) = C - A
B - A x 100 %
Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (g)
C = Berat cawan porselen dengan sampel setelah dikeringkan (g)
Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Tahap-tahap
yang dilakukan dalam analisis protein, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g serta 0,25 g tablet kjeltab selenium dan 3 mL
H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL. Sampel udang
didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu
didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades
dan 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi. Hasil destilasi
ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam
borat (H3BO3) 2 % dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang
berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 10 mL dan berwarna
hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat selanjutnya dititrasi
dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Volume
HCl terpakai dalam titrasi dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti
sampel. Kadar protein dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Kadar protein (%) =mL HCl x N HCl x 14 x FK
bobot sampel (g) x 1000x 100 %
6
Keterangan :
N HCl = 0,1 N
FK = faktor konversi = 6,25
Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)
Sampel udang vannamei 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet
Labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) disambungkan dengan
soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam soxhlet dan disiram dengan
pelarut lemak heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu
dipanaskan pada suhu 80 oC menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap.
Proses destilasi akan menyebabkan pelarut tertampung di soxhlet dan
dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 15 menit, setelah itu labu
didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar protein
dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Kadar lemak (%) =w3-w2
w1x 100 %
Keterangan :
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu kosong (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
Analisis Asam Amino (AOAC 2005)
Komposisi asam amino ditentukan dengan HPLC. Perangkat HPLC dibilas
terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam dan syringe
yang akan digunakan harus dibilas dengan akuades. Analisis asam amino
menggunakan HPLC terdiri dari 4 tahap, yaitu preparasi sampel, pengeringan,
derivatisasi dan injeksi.
a. Preparasi sampel
Preparasi sampel dilakukan dengan menimbang sebanyak 1 g sampel dan
dihancurkan, selanjutnya ditambahkan dengan larutan HCl 6 N sebanyak
5-10 mL. Larutan tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C selama 24
jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel
agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Sampel disaring
menggunakan milipore berukuran 45 mikron.
b. Pengeringan
Hasil saringan diambil sebanyak 10 μL dan ditambahkan 30 μL larutan
pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium
asetat, dan trimetilamin dengan perbandingan 2:2:1. Sampel dikeringkan dengan
alat pompa vakum yaitu untuk mempercepat proses dan mencegah terjadinya
oksidasi.
c. Derivatisasi
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol,
pikoisotiosianat, dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi
7
dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel.
Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 mL asetonitril
60 % dan natrium asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran
disaring kembali dengan menggunakan milipore berukuran 45 mikron. Larutan
derivatisasi sebanyak 30 μL ditambahkan pada hasil pengeringan.
d. Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 20 μL untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Penghitungan konsentrasi asam amino pada bahan dilakukan dengan pembuatan
kromatogram standar menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai
yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kondisi alat HPLC saat
berlangsungnya analisis asam amino.
Merek : Waters Coorporation, Massachusetts, USA
Temperatur kolom : 38°C
Jenis kolom : Pico tag 3.9 x 150 nm colum
Kecepatan alir eluen : 0,5 mL/menit
Program : Gradien
Tekanan : 3000 psi
Fase gerak : Asetonitril 60% dan natrium asetat 1 M 40%
Detektor : UV / 272 nm
Kandungan asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus yaitu
persentase asam amino dalam 100 gram sampel.
Asam amino (%) = AC x C x BM x FP
AS x BC x 100 %
Keterangan :
AC = Luas area sampel
AS = Luas area standar
BC = Bobot sampel (g)
BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino
C = Konsentrasi standar asam amino
Fp = Faktor pengenceran.
Analisis Taurin (AOAC 2005)
Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC. Pada
pengujian kadar taurin, sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke
dalam tabung ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 80 ml air suling dan 1 ml
pereaksi carrez lalu dikocok hingga homogen. Selanjutnya dilakukan pengenceran
dengan menambahkan air suling sampai tanda tera dan dikocok hingga homogen.
Kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring whatman. Filtrat
ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan di tempat yang gelap. Selanjutnya
dilakukan tahap derivatisasi dengan mengambil 1 mL ekstrak sampel dimasukkan
ke labu takar 10 ml, kemudian ditambahkan 1 mL buffer natrium karbonat dan
1 mL larutan dansil klorida. Setelah itu sampel didiamkan selama 2 jam lalu
dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida kemudian
dikocok kembali hingga homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 40 µL
kemudian diinjeksikan ke dalam HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada
sampel. Kandungan taurin dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:
8
Taurin (%) = Luas area sampel
Luas area standarx
C x faktor pengenceran
bobor sampel (g)
Keterangan : C = konsentrasi standar taurin (µg/mL)
Analisis Asam Lemak (AOAC 2005)
Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip memisahkan asam
lemak (gliserida dan pospolipida) dengan cara penyabunan dan akan esterifikasi
dengan adanya BF3 sebagai katalis. Senyawa yang tidak tersabunkan tidak
dipisahkan dan akan menggangu hasil analisis. Hasil analisis akan terekam dalam
suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukan melalui beberapa
puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam
lemak. Analisis asam lemak dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap ekstraksi,
metilasi, dan identifikasi dengan kromatografi gas.
a. Ekstraksi asam lemak
Tahap pertama dilakukan ekstraksi soxletasi untuk asam lemak, dan
ditimbang sebanyak 200 mg lemak dalam bentuk minyak.
b. Pembentukan metil ester (metilasi)
Lemak dalam bentuk minyak yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam
tabung 10 mL, ditambah 2-5 mL NaOH 0,5 N kemudian ditutup rapat dan
direfluks selama 20 menit menggunakan water bath pada suhu 80 oC.
Tabung lalu diangkat dan dibiarkan sampai dingin pada suhu ruang.
Sebanyak 2-5 mL BF3 ditambahkan, kemudian dipanaskan kembali selama
20 menit dan dinginkan pada suhu ruang. NaCl 2 mL ditambahkan dengan
2 mL heksana sambil dikocok. Tahap proses pemisahan lapisan heksana
yang berada di lapisan atas dan masukan kedalam botol eppendorf dengan
ditambahkan 0,1 g Na-sulfat, dibiarkan sampai 15 menit. Fase cair
dipisahkan dan selanjutnya diinjeksikan kedalam kromatografi gas.
c. Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi alat sebagai berikut.
Merk : Hitachi 263-50 GC, Tokyo, Japan
Detektor : FID (Flame Ionization Detector)
Jenis kolom : Dietilen Glikol Sukcianat (DEGS)
Panjang kolom : 30 m
Suhu awal : 150 oC
Suhu akhir : 180 oC
Suhu injektor : 200 oC
Suhu detektor : 250 oC
Suhu terprogram : 150-180 oC/ 5 oC/menit
Kenaikan : 5 oC/ menit
Gas pembawa : N2 dan H2
Kecepatan alir : 20-50 mL/ menit
Prinsip analisis komposisi asam lemak dengan kromatografi gas adalah
dengan mengubah komponen asam lemak menjadi senyawa volatil metil ester
yang akan dideteksi oleh detektor ionisasi nyala api (FID) dalam bentuk
kromatogram. Jenis dan jumlah asam lemak yang ada pada contoh dapat
diidentifikasi dengan membandingkan peak kromatogram contoh dengan peak
9
kromatogram asam lemak standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasinya,
kemudian dihitung kadar asam lemaknya. Kadar asam lemak dihitung dengan
rumus sebagai berikut.
Asam lemak (%)=konsentrasi puncak sampel
konsentrasi total asam lemakx 100%
Analisis Mineral (AOAC 2005)
Proses pengabuan basah pada pengujian mineral Mg, Ca, K, Zn, Cu dan Fe
dilakukan dengan penimbangan sampel sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dengan ukuran 125 mL. HNO3 5 mL ditambahkan ke dalam
labu dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Labu dipanaskan
diatas hotplate selama 4 - 6 jam dengan temperatur rendah dan dibiarkan selama
semalam dalam keadaan sampel tertutup dalam ruang asam. H2SO4 pekat
sebanyak 0,4 mL ditambahkan dan dipanaskan di atas hotplate sampai larutan
lebih pekat selama ± 1 jam. HClO4 dan HNO3 ditambahkan (2:1) sebanyak 2-3
tetes, sampel tetap berada di atas hotplate hingga terjadi perubahan warna dari
coklat, kuning tua ke kuning muda selama ± 1 jam. Setelah terdapat perubahan
warna, pemanasan dilanjutkan 10-15 menit. Sampel dipindahkan, didinginkan dan
ditambahkan 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat. Larutan dipanaskan kembali
agar sampel larut (± 15 menit) kemudian dimasukan ke dalam labu takar 100 mL.
Apabila terdapat endapan, larutan disaring dalam glass wool. Hasil pengabuan
basah dianalisis menggunakan dalam Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) (Shimadzu tipe AA-7000, Kyoto, Japan) untuk analisis berbagai mineral.
Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke AAS, kemudian diukur
absorbansinya atau tinggi puncak dari standar blanko dan contoh pada panjang
gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan
spektrofotometer. Setelah diperoleh absorbansi standar, antara konsentrasi standar
(sebagai sumbu Y) dihubungkan dengan absorban standar (sebagai sumbu X)
sehingga diperoleh kurva standar mineral dengan persamaan garis linier
y = ax + b yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi larutan sampel.
Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan mengalikan dengan absorbansi
contoh. Kadar mineral dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Kadar mineral ( mg 100g basis kering (bk)) (%) = ⁄Kadar mineral basis basah
(100%-%kadar air)x 100 %
Keterangan :
a = konsentrasi larutan sampel (ppm)
b = konsentrasi larutan blanko (ppm)
fp = faktor pengenceran
w = berat sampel (g).
Analisis Astaxanthin (Takeungwongtrakul et al. 2013)
Komposisi astaxanthin ditentukan dengan mengacu pada metode Saito dan
Regier (1971) dan Takeungwongtrakul et al. (2013). Sampel udang 10 g diekstrak
menggunakan 40 ml aseton dingin selama 10 menit. Sampel yang telah diekstrak
10
dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama 5
menit. Pisahkan antara natan dan supernatan kemudian dimasukan kedalam
corong pisah dan ditambahkan 40 ml petroleum eter dan 100 ml aqades. Hasil
sampel didiamkan selama 20 menit agar terbentuk dua lapisan antara pelarut dan
astaxanthin. Lapisan petroleum eter dipindahkan ke tabung reaksi kemudian
dilakukan analisis absorbansi sampel. Absorbansi sampel dilakukan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 448 nm. Konsentrasi astaxanthin
ditentukan dengan metode Saito dan Regeir (1971) dengan modifikasi sebagai
berikut.
C (ug/g lipid) = A448 x volume ekstraksi x dilusi
0,2 x bobot sampel dalam gram
(0,2 adalah standar astaxanthin 1 µg/mL A448)
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan perlakuan perbedaan sistem budidaya yakni aquapod, KJA dan
tambak. Analisis menggunakan 3 ulangan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan microsoft excel, perangkat lunak Statistical Package for Social
Science (SPSS) dengan analisis ragam ANOVA menggunakan selang
kepercayaan 95% (α = 0,05). Model matematika rancangan acak lengkap sebagai
berikut:
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
μ = Nilai rata-rata umum peubah yang diamati.
τi = pengaruh perlakuan ke-i.
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
i = {1,2,3}
j = {1,2,3}
Data komposisi kimia udang vannamei yang menunjukkan pengaruh nyata,
akan dilakukan uji lanjut Duncan. Hipotesis percobaan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
H0 : Perbedaan sistem budidaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap komposisi kimia udang vannamei
H1 : Perbedaan sistem budidaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
komposisi kimia udang vannamei
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Air Lokasi Sistem Budidaya
Kondisi perairan berperan langsung terhadap segala bentuk kehidupan
biota perairan didalamnya. Setiap sistem budidaya terdapat di tiga lokasi yang
berbeda, sistem budidaya aquapod berlokasi di Bali, sistem KJA berlokasi di
Kepulauan Seribu, dan sistem tambak berlokasi di Karawang. Setiap lokasi
budidaya memiliki karakteristik kondisi lingkungan yang berbeda. Karakteristik
kondisi lingkungan setiap sistem budidaya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik kondisi lingkungan di setiap sistem budidaya
Parameter Sistem budidaya
Aquapod KJA Tambak
Suhu (oC) 29-31 30-31 30-32
Salinitas (o/oo) 32-34 31-32 21-25
DO (mg/L) 7,5-7,9 7,4-7,7 7,0-7,2
pH 8,2-8,5 7,9-8,2 7,5-7,8
Tabel 1 menunjukkan karakteristik kondisi lingkungan pada sistem
budidaya aquapod, KJA dan tambak. Nilai suhu, salinitas, DO dan pH lingkungan
budidaya aquapod berturut-turut adalah 29-31 oC, 32-34 o/oo, 7,5-7,9 mg/ L, dan
8,2-8,5. Nilai suhu, salinitas, DO dan pH lingkungan budidaya KJA berturut-turut
adalah 30-31 oC, 31-32 o/oo, 7,4-7,7 mg/ L, dan 7,4-7,8. Nilai suhu, salinitas, DO
dan pH lingkungan budidaya tambak berturut-turut adalah 30-32 oC, 21-25 o/oo,
7,0-7,2 mg/ L, dan 7,5-7,9. Kondisi kecepatan arus arus di lingkungan tambak
cenderung tenang, sedangkan kondisi arus di pada sistem aquapod dan tambak
memiliki kecepatan 0,16-0,20 m/s. Setiap sistem budidaya memiliki kondisi
lingkungan yang berbeda, hal tersebut dipengaruhi lokasi yang berbeda. Sistem
budidaya aquapod dan KJA memiliki kandungan oksigen terlaut tinggi
dibandingkan dengan sistem tambak. Hal ini disebabkan karena di laut terjadi
pencampuran dan pengadukan air laut oleh angin sehingga menyebabkan
tingginya kandungan oksigen dalam air serta suhu air laut akan berfluktuasi akibat
proses tersebut, namun berbeda dengan di tambak, oksigen pada tambak diperoleh
dari putaran kincir dan aerator yang menyebabkan kandungan oksigen dalam air
terbatas dan suhu pada tambak tidak berubah signifikan. Suhu air berfluktuasi
sesuai siklus matahari, pasang surut dan angin laut sehingga akan mempengaruhi
suhu dan oksigen terlarut yang terdapat pada air laut (Sachoermar. 2008).
Komposisi Proksimat Udang Vannamei
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara
kasar (crude) yang meliputi kadar air, protein, lemak, dan abu yang terdapat
dalam bahan. Ariyani et al (2007) menyatakan bahwa udang merupakan bahan
makanan yang sangat mudah rusak karena memiliki kandungan kadar air dan
12
protein yang cukup tinggi. Hasil analisis proksimat udang vannamei dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi proksimat udang vannamei
Komposisi
Udang vannamei (L. vannamei)
Aquapod (Bali)
(%bb)
KJA (Kep Seribu)
(%bb)
Tambak (Karawang)
(%bb)
Kadar air 77,19 ± 0,12 76,68 ± 0,44 78,27 ± 0,39
Kadar abu 1,00 ± 0,24 1,14 ± 0,18 0,85 ± 0,11
Kadar protein 18,84 ± 0,47 17,91 ± 0,56 18,07 ± 0,46
Kadar lemak 1,27 ± 0,04 1,30 ± 0,05 1,39 ± 0,04
Hasil yang diperoleh menunjukkan kadar air dalam udang vannamei
sistem budidaya Aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 77,19 ± 0,12 %,
76,68 ± 0,44 % dan 78,27 ± 0,39 %. Hasil kadar air penelitian sebelumnya yakni
81,35 % dan 77,21 % (Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008). Tingginya
komposisi kadar air pada daging disebabkan oleh kemampuan bahan untuk
mengikat air yang disebut water holding capacity (WHC). Hal ini menunjukkan
bahwa udang vannamei merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak
(high perishable food). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut. Hasil yang didapatkan
kadar abu dalam udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak
berturut-turut adalah 1,00 ± 0,24 %, 1,14 ± 0,18 % dan 0,85 ± 0,11 %. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni 1,47% dan 0,64 %
(Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008).
Perbedaan kadar abu dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat
pada udang vannamei terutama pada udang yang dibudidaya di Kepulauan Seribu
dengan sistem KJA yang memiliki kadar abu tinggi dibandingkan udang
vannamei sistem tambak. Komposisi mineral yang terpadat pada setiap udang
vannamei dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan pada setiap sistem
budidaya. Wu RSS (1995) menyatakan bahwa tingginya kondisi kelarutan mineral
dipengaruhi oleh kondisi suatu lingkungan perairan. Hasil komposisi kadar
protein udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak berturut-turut
adalah 18,84 ± 0,47 %, 17,91 ± 0,56 % dan 18,07 ± 0,46 %. Hasil penelitian
sebelumnya yaitu 17,43 % dan 18,8 % (Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008).
Kadar lemak udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA, dan tambak
berturut-turut adalah 1,27 ± 0,04 %, 1,30 ± 0,05 % dan 1,39 ± 0,04 %. Kadar
lemak dan kadar protein udang vannamei sistem aquapod, KJA, dan tambak
menunjukkan perbedaan tidak signifikan.
Komposisi Asam Amino dan Taurin Udang Vannamei
Hasil analisis asam amino yang terdeteksi berjumlah 17 jenis yang terdiri
dari asam amino essensial dan non essensial. Hasil analisis asam amino essensial
dan non essensial udang vannamei dapat dilihat pada Tabel 3.
13
Tabel 3 Komposisi asam amino udang vannamei
No. Asam Amino
(mg/100 g)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu) Tambak (Karawang)
Asam amino non essensial
1 Aspartat 1421 ± 23,25a 1516 ± 29,67b 1491 ± 26,73b
2 Glutamat 3668 ± 23,81a 3171 ± 55,37b 3130 ± 33,86b
3 Serina 1170 ± 38,35a 895 ± 12,66b 514 ± 41,79c
4 Glisina 615 ± 34,02a 955 ± 34,60b 767 ± 23,97c
5 Alanina 561 ± 39,27a 532 ± 8,19ab 487 ± 32,02ab
6 Tirosina 942 ± 44,96a 607 ± 32,47b 724 ± 13,05c
7 Lisina 2104 ± 21,39a 894 ± 16,70b 2518 ± 43,03c
8 Sisteina 617 ± 12,12a 280 ± 21,07b 396 ± 33,45c
9 Prolina 1741 ± 15,95a 1304 ± 27,10b 1099 ± 32,87c
Asam amino essensial
1 Histidina 559 ± 14,64a 1077 ± 29,46b 702 ± 33,50c
2 Arginina 936 ± 38,11a 1049 ± 47,84b 593 ± 38,89c
3 Treonina 940 ± 25,01a 747 ± 23,44b 594 ± 42,01c
4 Valina 1114 ± 28,15a 1124 ± 16,77a 827 ± 24,38b
5 Methionina 512 ± 47,08a 494 ± 34,02a 1636 ± 24,38b
6 Leusina 2355 ± 47,82a 1086 ± 19,66b 1880 ± 44,41c
7 Isoleusina 1006 ± 21,36a 701 ± 40,36b 917 ± 25,15c
8 Phenilalanina 583 ± 36,69a 576 ± 47,84a 499 ± 39,84a
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan
berbeda nyata (p<0,05).
Hasil analisis asam amino udang vannamei menunjukkan bahwa terdapat
17 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino non essesial dan 8 asam amino
essensial. Asam amino essensial yang terdapat pada udang vannamei meliputi
histidina, arginina, treonina, valina, methionina, leusina, isoleusina dan
phenilalanina. Asam amino non essensial yang terdapat pada udang vannamei
meliputi asam aspartat, asam glutamat, serina, glisina, alanina, tirosina, lisina,
sisteina dan prolina. Hasil tersebut menunjukkan bahwa udang vannamei
mempunyai kandungan asam amino non esensial yang tinggi dan sangat
diperlukan oleh tubuh karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan asam
amino tersebut.
Hasil analisis menunjukkan bahwa komponen asam amino non essensial
tertinggi dimiliki oleh udang sistem aquapod adalah asam glutamat dengan nilai
3668 mg/100 g, sedangkan asam glutamat sistem KJA dan tambak berturut-turut
sebesar 3171 mg/100 g dan 3130 mg/100 g. Jenis asam amino essensial tertinggi
adalah komponen leusin pada udang sistem aquapod dengan nilai 2355 mg/100 g,
sedangkan udang sistem KJA dan tambak memiliki nilai 1086 mg/100 g dan 1880
mg/100 g. Perbedaan hasil komposisi asam amino tersebut dipegaruhi oleh sistem
budidaya yang berbeda. Tingginya komposisi aspartat berpengaruh terhadap rasa
manis pada hewan krustasea dan glisina, alanina, serina glutamat berpengaruh
terhadap rasa manis pada makanan laut (Sikorski et al. 1990). Hasil analisis asam
amino menunjukkan bahwa udang vannamei yang dibudidayakan dengan sistem
14
aquapod memiliki rasa yang lebih manis dibandingakan udang yang
dibudidayakan dengan sisten KJA dan tambak karean memiliki komposisi asam
glutamat dan aspartat lebih tinggi dibandingkan udang KJA dan tambak.
Perbedaan komposisi asam amino dapat disebabkan oleh umur, musim
penangkapan, habitat serta tahapan dalam daur hidup organisme (Litaay 2005).
Kandungan prolina pada setiap udang berbeda nyata. Udang yang
dibudidayakan dengan sistem aquapod memiliki kandungan prolina terbesar
dengan nilai 1741 mg/100 g, sedangkan udang yang dibudiayakan dengan sistem
KJA dan tambak memiliki nilai 1304 mg/100 g dan 1099 mg/100 g. Perbedaan
komposisi prolina udang vannamei dipengaruhi sistem budidaya yang berbeda,
sehingga mempengaruhi sistem osmoregulasi udang tersebut. Udang yang
dibudidayakan dengan sistem aquapod dibudidayakan di laut dengan kedalaman
15-20 meter, sehingga udang memerlukan energi yang lebih besar untuk hidup
dibawah tekanan air, arus dan salinitas air laut untuk sistem osmoregulasi.
Kondisi salinitas suatu perairan akan mempengaruhi sistem osmoregulasi pada
udang (Bishop dan Burton 1993).
Komposisi asam amino pada setiap udang vannamei dipengaruhi juga oleh
pakan yang dikonsusi oleh udang. Jenis pakan dan frekuensi pemberian pakan
yang diberikan kepada udang bersifat homogen, namun komposisi asam amino
udang vannamei yang dibudidayakan di laut memiliki nilai lebih tinggi
dibandingkan udang vannamei yang dibudidayakan di tambak terutama pada
serina dan histidina. Hal tersebut dipengaruhi oleh jenis pakan alami yang terdapat
pada setiap sistem budidaya. Udang yang dibudidayakan pada sistem aquapod
berlokasi di laut dengan kedalaman 15 meter, sehingga keragaman pakai alami
seperti fitoplankton dan zooplankton akan lebih banyak dibandingkan udang
vannamei yang dibudidayakan dengan sistem KJA dan tambak. Hal ini yang
menyebabkan komposisi asam amino pada udang vannamei sistem aquapod lebih
tinggi dibandingkan komposisi asam amino udang vannamei yang dibudidayakan
pada sistem tambak. Sachoermar dan Hendiarti (2006) menyatakan bahwa
keragaman fitoplankton dan zooplankton pada suatu perairan dipengaruhi oleh
temperatur, nitrat-nitrit, silikat dan kecerahan suatu perairan.
Taurin adalah asam amino non esensial yang mengandung sulfur, tetapi
tidak termasuk kelompok protein karena tidak memiliki gugus karboksil (-COOH)
yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida. Pangan yang berasal dari
perairan adalah sumber utama taurin. Taurin banyak terdapat pada hewan,
terutama telur, daging dan makanan laut. Taurin pada manusia berfungsi
mempertahankan keseimbangan sel membran pada jaringan yang aktif, yakni pada
jaringan otak dan jantung. Kandungan taurin pada udang vannamei yang
dibudidayakan di lokasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi taurin udang vannamei
Taurin (mg/100 g) Sistem budidaya
Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu) Tambak (Karawang)
Udang vannamei 109,69 ± 3,77a 121,53 ± 2,55b 6,14 ± 0,11c
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan
berbeda nyata (p<0,05).
15
Data Tabel 4 menunjukkan bahwa udang vannamei dengan sistem KJA
memiliki komposisi taurin terbesar yaitu 121,53 ± 2,55 mg/100 g, sedangkan
udang vannamei dengan sistem aquapod dan tambak memiliki nilai 109,69 ± 3,77
dan 6,14 ± 0,11 mg/100 g. Perbedaan komposisi taurin pada setiap udang
dipengaruhi karena sistem budidaya yang berbeda. Udang yang dibudidayakan di
laut memiliki tingkat salinitas yang berbeda dibandingkan udang yang
dibudidayakan di tambak. Perbedaan salinitas perairan dari setiap sistem budidaya
akan mempengaruhi kondisi fisiologis udang vanname, sehingga perbedaan
salinitas tersebut akan berpengaruh terhadap sistem osmoregulasi udang.
Udang yang dibudidayakan di laut dengan sistem aquapod memiliki
tekanan yang tinggi karena udang hidup dikedalaman 15 meter, sedangkan udang
yang dibudidayakan dengan sistem KJA memiliki gelombang dan arus yang tinggi
berkisar 0,16-0,18 m/s. Akibat dari kondisi perairan yang memiliki tekanan dan
arus yang tinggi menyebabkan udang akan menghasilkan energi yang besar untuk
mampu bertahan dan bergerak melawan tekanan, arus dan gelombang yang
terdapat pada lingkungan lokasi sistem budidaya. Udang yang dibudidayakan di
tambak tidak membutuhkan energi yang tinggi karena udang berada dalam
kondisi air yang tenang dan arus yang rendah, sehingga tubuh udang akan sedikit
mengeluarkan energi untuk bertahan hidup. Hal tersebut yang menyebabkan
udang yang dibudidayakan di laut memiliki komposisi taurin yang lebih besar
dibandingkan udang yang dibudidayakan di tambak.
Smith et al. (1987) menyatakan bahwa udang akan menghasilkan taurin
yang dimanfaatkan sebagai sumber energi dan tumbuh kembang udang pada saat
juvenile serta digunakan sebagai energi untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Udang yang dibudidayakan di laut memiliki tingkat salinitas yang berbeda
dibandingkan udang yang dibudidayakan di tambak. Perbedaan salinitas pada
setiap sistem budidaya akan mempengaruhi kondisi fisiologis udang, sehingga
akan berpengaruh terhadap sistem osmoregulasi pada udang yang menyebabkan
perbedaan komposisi taurin pada udang. Taurin digunakan oleh invertebrata laut
untuk sistem osmoregulasi di lingkungan salinitas tinggi (Schoffeniels 1976).
Taurin banyak terdapat pada hewan, terutama telur, daging dan
seafood. Taurin berfungsi mempertahankan keseimbangan sel membran pada
jaringan yang aktif, yakni pada jaringan otak dan jantung serta berfungsi
membantu metabolisme kolesterol dan mengemulsi asam empedu sehingga
meringankan beban kerja dari hati, pankreas dan kantong empedu
(Abebe dan Mozaffari 2011).
Komposisi Asam Lemak Udang Vannamei
Jenis asam lemak yang dianalisis pada udang vannamei dari sistem
budidaya aquapod, KJA dan tambak terdiri atas asam lemak laurat, miristat,
palmitat, stearat, oleat, linoleat, linolenat dan arahidonat. Hasil komposisi asam
lemak pada sampel udang yang dibudidayakan dengan sistem aquapod, KJA dan
tambak dapat dilihat pada Tabel 5.
16
Tabel 5 Komposisi asam lemak udang vannamei
Asam Lemak
(mg/100 g)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
(Aquapod) Bali KJA (Kep. Seribu) Tambak (Karawang)
SAFA
Laurat (C12:0) 3758 ± 44,40a 3001 ± 16,82b 23 ± 5,03c
Miristat (C14:0) 5282 ± 37,63a 2399 ± 27,39b 1699 ± 35,04c
Palmitat (C16:0) 11161 ± 88,75a 10116 ± 54,31b 40786 ± 88,39c
Stearat (C18:0) 5954 ± 32,59a 4850 ± 21,39b 15026 ± 77,59c
Total SAFA 26155 20366 57534
MUFA
Oleat (C18:1n9) 11432 ± 34,36a 11553 ± 33,61a 34645 ± 245,87b
Total MUFA 11432 11553 34645
PUFA
Linoleat (C18:2n6) 25428 ± 93,34a 12874 ± 67,20b 15598 ± 60,87c
Linolenat (C18:3n3) 7378 ± 38,55a 10177 ± 53,14b 1446 ± 28,02c
Arakidonat (C20:4n6) 3091 ± 20,26a 3082 ± 31,32a -
Total PUFA 35897 26133 17044
Total asam lemak 73484 58052 109213
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan
berbeda nyata (p<0,05).
Hasil analisis asam lemak yang terdeteksi pada udang vannamei terdapat 8
jenis asam lemak. Data Tabel 5 menunjukkan bahwa asam lemak yang terkandung
dalam setiap udang vannamei terdiri dari asam lemak jenuh (SAFA) yaitu laurat,
miristat, palmitat dan stearat. Asam lemak tak jenuh (PUFA), yaitu linoleat,
linolenat dan arakidonat, serta asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yaitu oleat.
Perbedaan sistem budidaya menyebabkan kandungan asam lemak udang
vannamei berbeda. Kandungan asam lemak tertinggi terdapat pada udang
vannamei yang dibudidayakan dengan sistem tambak yakni 109213 mg/100 g,
sedangkan udang vannamei yang dibudidayakan dengan sistem aquapod dan KJA
memilili nilai 73484 dan 58052 mg/100 g. Komposisi asam palmitat dan asam
stearat adalah komponen lemak yang paling banyak pada udang
(Sriket et al. 2006). Perbedaan rasio asam lemak yang terdapat pada setiap spesies
udang dipengaruhi oleh umur, siklus hidup, salinitas, temperatur, musim dan
lokasi geografis (Karuppasamy et al. 2013).
Asam lemak jenuh (SAFA) yang terdeteksi pada udang vannamei terdapat
4 jenis yaitu laurat, miristat, palmitat dan stearat. Data Tabel 5 menunjukkan total
SAFA pada ketiga udang vannamei saling berbeda, udang sistem Aquapod
sebesar 26155 mg/100 g, udang sistem KJA sebesar 20366 mg/100 g dan udang
sistem tambak dan memiliki nilai terbesar yakni 57534 mg/100 g. Tingginya
kandungan SAFA pada udang vannamei sistem tambak didominasi oleh tingginya
kandungan palmitat yaitu 40786 mg/100 g. Sriket et al. (2006) menunjukkan
bahwa komposisi asam palmitat sebesar 21800 mg/100 g dan nilai ini
mendominasi total SAFA. Asam palmitat merupakan asam lemak lemak jenuh
yang banyak terdapat pada bahan pangan dengan komposisi 15-50% dari seluruh
asam lemak yang ada (Osman et al. 2007). Komposisi stearat udang vannamei
17
sistem aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 5954 mg/100 g, 4850
mg/100 g dan 15026 mg/100 g. Komposisi palmitat dan stearat pada setiap udang
mendominasi nilai SAFA pada setiap udang. Asam palmitat dan asam stearat
merupakan komponen lemak yang paling banyak pada udang (Sriket et al. 2006).
Asam lemak tak jenuh tunggal yang terdeteksi pada udang vannamei yaitu
asam oleat. Komposisi asam oleat udang vannamei sistem aquapod, KJA dan
tambak berturut-turut adalah 11432 mg/100 g, 11553 mg/100 g dan 34645
mg/100 g. Perbedaan komposisi asam oleat pada setiap udang dipengaruhi oleh
sistem budidaya yang berbeda. Perbedaan sistem budidaya akan mempengaruhi
suhu, tekanan, arus, salinitas, kekeruhan, lingkungan dan pakan alami yang
dikonsumsi oleh udang. Udang sistem aquapod yakni hidup di kedalaman 10-15
m akan membutuhkan energi lebih besar untuk hidup dikarenakan udang harus
bertahan dalam kondisi suhu, tekanan, salinitas dan arus air laut yang tidak
menentu, sedangkan sistem KJA udang hidup di permukaan air laut, sehingga
udang akan membutuhkan energi yang besar pula untuk bertahan hidup dari
kondisi suhu, salinitas dan aruh permukaan air laut.
Udang dengan sistem tambak memiliki komposisi asam oleat yang tinggi.
Hal ini disebabkan karena pada udang sistem tambak dimana kondisi lingkungan,
pakan, salinitas dan arus sudah diatur sedemikian rupa agar udang selalu dalam
kondisi baik serta adanya akumulasi pakan yang terdapat pada tambak, terutama
pada pakan yang tidak dikonsumsi oleh udang, sehingga udang tidak
membutuhkan energi yang besar untuk hidup. Tinggi rendahnya asam oleat pada
setiap udang diduga karena dipakai sebagai energi untuk tumbuh dan survive
dalam kondisi tertentu. Ikan membutuhkan asam lemak omega 6 dan omega 3
sebagai asam lemak esensial dalam pakannya untuk menghasilkan pertumbuhan
dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi agar mampu bertahan hidup dalam
kondisi perairan yang tidak nyaman (Mokoginta et al. 2003).
Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang paling umum dan
merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. Asam oleat di dalam
tubuh adalah sebagai sumber energi, sebagai zat antioksidan untuk menghambat
kanker, menurunkan kadar kolesterol dan media pelarut vitamin A, D, E, dan K.
Kekurangan asam oleat dapat menyebabkan terjadinya gangguan salah satunya
seperti penglihatan, menurunnya daya ingat serta gangguan pertumbuhan sel otak
pada janin dan bayi (Iskandar et al. 2010).
Asam lemak tak jenuh jamak yang terdeteksi pada udang vannamei yaitu
linoleat, linolenat dan arakidonat. Data Tabel 5 menunjukkan bahwa total PUFA
pada setiap udang vannamei menujukkan hasil yang berbeda. Total PUFA udang
vannamei sistem aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah
35897 mg/100 g, 26133 mg/100 g dan 17044 mg/100 g. Asam linoleat merupakan
asam lemak tidak jenuh yang tidak bisa disintesis oleh tubuh, oleh sebab itu perlu
diberikan dari luar melalui makanan. Asam linoleat dalam tubuh berperan dalam
pertumbuhan, pemeliharaan membran sel, pengaturan metabolisme kolesterol dan
menurunkan tekanan darah. Komposisi linoleat tertinggi terdapat pada udang
vannamei sistem aquapod yakni 2542 mg/100 g, sedangkan linoleat terendah pada
udang vannamei sistem KJA yakni 12847 mg/100 g. Perbedaan komposisi linoleat
setiap udang diduga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, habitat serta
ketersediaan pakan yang dikonsumsi oleh udang. Karuppasamy et al (2013)
menyatakan bahwa perbedaan rasio asam lemak yang terdapat pada setiap spesies
18
udang dipengaruhi oleh ukuran, umur, siklus hidup, salinitas, temperatur, musim,
lokasi geografis dan ketersediaan pakan.
Komposisi Mineral Makro dan Mikro Udang Vannamei
Unsur mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang
terdapat dalam jumlah yang cukup besar dan kelompok mineral makro terdiri K,
Ca, Mg, Na, S, Cl, dan P. Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di
dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem
biologis (Santoso et al. 2008). Hasil analisis mineral makro dan mikro pada udang
vannamei berdasarkan sistem budidaya yang berbeda disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi mineral makro dan mikro udang vannamei
Komposisi
Udang vannamei (L. vannamei) mg/kg
Aquapod (Bali)
(%bk)
KJA (Kep Seribu)
(%bk)
Tambak (Karawang)
(%bk)
Mineral makro mg/kg
Kalium (K) 12051,27 ± 428,41a 9637,48 ± 186,61b 12280,90 ± 595,58a
Kalsium (Ca) 792,19 ± 28,45a 2109.01 ± 39.79b 652,86 ± 18,67c
Magnesium (Mg) 2029,23 ± 56,43a 1475,45 ± 17,02b 1548,47 ± 22,14c
Mineral mikro mg/kg
Seng (Zn) 59,01 ± 5,24a 31,85 ± 1,99b 55,74 ± 3,44a
Besi (Fe)
Tembaga (Cu)
4,52 ± 0,10a
28,17 ± 0,92a
1,98 ± 0,75b
33,94 ± 0,74b
2,68 ± 0,41b
15,12 ± 0,55c
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan
berbeda nyata (p<0,05)
Data Tabel 6 menunjukkan bahwa komposisi mineral makro kalium (K)
pada udang vannamei aquapod tidak berbeda nyata dengan udang vannamei
sistem tambak. Mineral makro terkecil adalah kalsium (Ca) pada udang vannamei
sistem tambak dengan nilai 652,86 ± 18,67 mg/kg. Komposisi mineral mikro
terbesar adalah seng (Zn) pada udang vannamei sistem aquapod yakni
59,01 ± 5,24 dan mineral mikro terendah adalah besi (Fe) pada udang vannamei
sistem KJA dengan nilai 1,98 ± 0,75 mg/kg. Udang vannamei yang dibudidayakan
pada sistem KJA memiliki kadar kalsium tertiggi yakni 2109,01 ± 39,79 mg/kg.
Perbedaan komposisi kalsium pada udang vannamei dipengaruhi oleh sistem
budidaya yang berbeda. Sriket et al. (2006) menyatakan bahwa kalsium sangat
penting untuk struktur jaringan keras, kontraksi otot, transmisi saraf dan sistem
osmoregulasi. Kalsium pada tubuh manusia berfungsi sebagai pemeliharaan
kepekaan otot dan saraf, berperan dalam pembentukan tulang dan gigi dan
mencegah keropos tulang terutama osteoporosis (Siswanti et al. 2014). Udang
vannamei sistem aquapod memiliki kadar magnesium tertinggi yakni
2029,23 ± 56,43 mg/kg, diikuti oleh udang vannamei sistem KJA dan tambak
yakni 1475,45 ± 17,02 mg/kg dan 1548,47 ± 22,14 mg/kg. Penelitian
Santoso et al. (2008) menyebutkan bahwa komposisi magnesium udang vannamei
sebesar 1737,7 ± 23,7 mg/kg. Magnesium pada tubuh manusia sangat penting
terutama sebagai sumber nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk sistem enzim,
membantu sistem sel dan energi metabolisme (Oksuz et al. 2009).
19
Komposisi mineral mikro tertinggi terdapat pada udang vannamei sistem
aquapod yakni seng (Zn) dengan nilai 59,01 ± 5,24 mg/kg diikuti dengan udang
sistem tambak dan KJA yakni 55,74 ± 3,44 mg/kg dan 31,85 ± 1,99 mg/kg.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa komposisi seng pada udang memiliki
nilai 14,07 ± 0,56 mg/kg (Sriket et al. 2006). Komponen besi (Fe) tertinggi
terdapat pada udang vannamei sistem aquapod yakni 4,52 ± 0,10 mg/kg diikuti
oleh udang sistem tambak dan KJA yakni 2,68 ± 0,41 mg/kg dan
1,98 ± 0,75 mg/kg, sedangkan komponen tembaga (Cu) tertinggi terdapat pada
udang sistem KJA yakni 33,94 ± 0,74 mg/kg diikuti oleh udang sistem aquapod
dan tambak yakni 28,17 ± 0,92 mg/kg dan 15,12 ± 0,55 mg/kg. Zat besi yang
terdapat dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembantu zat darah merah untuk
pembawa oksigen ke jaringan paru-paru (Camara et al. 2005). Ion logam transisi,
terutama Cu dan Fe, berfungsi sebagai katalis utama untuk oksidasi. Mineral
berkontribusi untuk oksidasi otot pada udang selama penanganan, pengolahan dan
penyimpanan (Thanonkaew et al. 2006). Sumber utama mineral untuk organisme
laut adalah air laut dan pakan (Sriket et al. 2006).
Komposisi Astaxanthin Udang Vannamei
Astaxanthin merupakan kelompok pigmen yang memberikan warna
kuning, oranye dan merah yang terdapat pada kulit, cangkang dan kerangka luar
hewan air khususnya krustasea. Hasil analisis komposisi astaxanthin pada udang
vannamei dari lokasi berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi astaxanthin udang vannamei
Astaxanthin
Sistem budidaya
Aquapod (Bali)
mg/kg
KJA (Kep Seribu)
mg/kg
Tambak (Karawang)
mg/kg
Udang vannamei 2,36 ± 0,12a 2,32 ± 0,28a 2,03 ± 0,02b
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan
berbeda nyata (p<0,05).
Data Tabel 7 menunjukkan bahwa udang vannamei memiliki komposisi
astaxanthin yang berbeda. Udang vannamei dengan sisten Aquapod memiliki
komposisi astaxanthin terbesar yaitu 2,36 ± 0,12 mg/kg, sedangkan udang sistem
KJA dan sistem tambak memiliki nilai 2,32 ± 0,28 mg/100g dan 2,03 ± 0,02
mg/100 g. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Takeungwongtrakul et al.
(2013) bahwa kandungan astaxanthin pada udang vannamei yakni 1,80 mg/kg.
Perbedaan komposisi karotenoid astaxanthin pada setiap udang dipengaruhi
sistem budidaya yang berbeda. Udang vannamei yang dibudidayakan dengan
sistem aquapod memiliki komposisi astaxanthin yang lebih besar dibandingkan
udang vannamei sistem KJA dan tambak. Sistem budidaya yang berbeda
menyebabkan jumlah dan jenis pakan alami yang terdapat pada setiap lokasi akan
berbeda, sehingga pakan alami yang dikonsumsi udang akan berpengaruh
terhadap komposisi astaxanthin pada udang tersebut. Komposisi astaxanthin yang
terdapat pada hewan dipengaruhi oleh otot, makanan yang dimakan dan serapan
mekanisme di membran sel untuk mengatur jumlah karotenoid yang masuk
20
kedalam tubuh dan mampu dimanfaatkan sebagai energi tumbuh kembang udang
(Bjerkeng et al. 2000; Ytrestøyl et al. 2004).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem budidaya yang berbeda
mempengaruhi komposisi asam amino, taurin, asam lemak, mineral dan
astaxanthin. Udang vannamei sistem aquapod memiliki komposisi asam amino
non essensial paling tinggi seperti glutamat, serina, dan prolina yang memberikan
rasa manis pada udang, terutama pada serina memiliki perbedaan hingga dua kali
lipat. Asam linolenat (PUFA omega 3) dan taurin pada udang sistem budidaya
KJA memiliki nilai tertinggi hingga dua kali lipat. Komposisi asam lemak linoleat
(PUFA omega 6), mineral dan astaxanthin pada udang sistem aquapod memiliki
nilai tertinggi. Udang yang dibudidayakan di laut memiliki komposisi gizi lebih
baik dari udang yang dibudidayakan di tambak.
Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan analisis kolestrol
LDL dan HDL serta analisis profil protein setiap udang dengan sistem dan
lokasi budidaya yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abebe W, Mozaffari MS. 2011. Role of taurine in the vasculature: an overview of
experimental and human studies. American Journal Cardiovasc. 1(3): 293-
311.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington
(US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Ariyani F, Murtini JT, Indriati N, Dwiyitno, Yenni Y. 2007. Penggunaan glyroxyl
untuk menghambat mutu ikan mas (Cyprinus carpio) Segar. Jurnal Fish.
Sciencce. 9(1): 125-133.
Bishop JB, Burton RS. 1993. Amino Acid Synthesis during Hyperosmotic Stress
in Penaeus aztecus postlarvae. Comparative Biochemistry and Physiology.
106 (1): 49–56.
Bjerkeng B, Hatlen B, Jobling M. 2000. Astaxanthin and its metabolites
idoxanthin and crustaxanthin in flesh, skin, and gonads of sexually
immature and maturing arctic charr (Salvelinus alpinus (L.). Comparative
Biochemistry Physiol. 125: 395–404.
21
Camara F, Amaro MA, Barbera R, Clemente G. 2005. Comparision between
dialysis and solubility methods. Food Chemistry. 92: 481-489.
[DJPB-KKP] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan
Perikanan. 2015. Pelepasan Ikan Mas Mantap Sebagai Pendukung
Produksi Perikanan Budidaya yang Berkelanjutan [internet]. [diunduh 20
Juli 2015]. Tersedia pada: http://www.djpb.kkp.go.id
Iskandar Y, Surilaga S, Musfiroh I. 2010. Penentuan Kadar Asam Linoleat pada
Tempe secara Kromatografi Gas. Jurnal Farmasi. 3(2): 15-20.
Karuppasamy PK, Priyadarshini SSR, Ramamoorhty N, Sujatha R, Ganga S,
Jayalakshmi T, Santhanam P. 2013. Comparison of proximate, amino and
fatty acid composition of Penaeus monodon (Fabricius, 1798),
Fenneropenaeus indicus (H. Milne Edwards, 1837) and Aristeus virilis
(Bate, 1881) of Nagapattinam landing centre, Tamil Nadu. Journal of the
Marine Biological Association of India. 55(2): 5-10.
Litaay M. 2005. Peranan nutrisi dalam siklus reproduksi abalone. Oseana. 3(3):
1-7
Maulina I, Handaka AA, Riyantini I. 2012. Analisis Prospek Budidaya Tambak
Udang di Kabupaten Garut. Jurnal Akuatika. 3(1): 49-62
Mokoginta, Jusadi G, Pelawi TL. 2003. Pengaruh pemberian Daphnia sp. yang di
perkaya dengan sumber lemak yang berbeda terhadap kelangsungan hidup
dan pertumbuhan larva ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal
Akuakultur Indonesia. 2(1): 1-11.
Oksuz A, Ozyilmaz A, Aktas M, Gercek G, Motte J. 2009. A comparative studi
on proximate, mineral and fatty acid compositions of deep seawater rose
shrimp (Parapenaeus longirostris, Lucas 1846) and red shrimp
(Plesioinika martina, A. Milne-Edwards, 1883). Journal of Animal and
Veterinary Advances. 8(1): 183-189.
Osman F, Jaswir I, Khaza’ai H, Hashim R. 2007. Fatty acid profiles of fin fish in
Langkawi Island, Malaysia. Journal of Oleo Science. 56(3): 107-113.
[PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Persisir dan Lautan Institut Pertanian
Bogor. 2006. Konsep Pengembangan Sea Farming di Kabupaten
Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Bogor (ID): IPB Press.
Wu RSS. 1995. The environmental impact of marine fish culture: towards a
sustainable future. Marine Polution Bulletin. 31. (4-12): 159-166.
Sachoerman IS dan Hendiarti N. 2006. Struktur komunitas dan keragaman
plankton antara perairan laut di selatan Jawa Timur, Bali dan Lombok.
Jurnal Hidrosfir. 1(1): 21-26.
Sachoerman IS. 2008. Karakteristik lingkungan perairan kepulauan seribu. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 4(2): 109-114.
Saito A, Regier L. 1971. Pigmentation of brook trout (Salvelinus fontinalis) by
feeding dried crustacean waste. Journal of Fisheries Resource Board of
Canada. 28(4): 509–512.
Santoso J, Nurjanah, Irawan A. 2008. Kandungan dan kelarutan mineral pada
cumi-cumi loligo sp dan udang vannamei L. vanmamei. Jurnal Ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia. 15(1): 7-12.
Schoffeniels E. 1976. Adaptations with respect to salinity. Biochemical Society.
Symposium. 41: 179-204.
22
Setyawan AD, Winarno K. 2006. Permasalahan konservasi ekosistem mangrove
di pesisir kabupaten rembang jawa tengah. Jurnal Biodiversitas. 7(2): 159-
163.
Sikorski ZE, Kolakowska A, Pan BS. 1990. The Nutritive Composition of The
Major Groups of Marine Food Organisms. Florida (US): CRC Press.
Siswanti T, Kurniawati N, Hapsariningsih W, Harismah K. 2014. Pembuatan
glukosa mengandung kalsium dari biji jali (Coix lachryma-jobi L) untuk
mencegah osteoporosis. Simposium Nasional RAPI XIII. FT UMS.
Smith BR, Miller GC, Mead RW. 1987. Taurine tissue concentrations and salinity
effect on taurine in the freshwater prawn Macrobracium rosenbergii
(De Man). Comparative Biochemistry and Physiology. 87(4): 907-909.
Sriket P, Benjakul S, Visessanguan W, Kijroongrojana K. 2006. Comparative
studies on chemical composition and thermal properties of black tiger
shrimp (Penaeus monodon) and white shrimp (Penaeus vannamei) meats.
Food Chemistry. 103: 1119-1207.
Takeungwongtrakul S, Benjakul S, Santoso J, Trilaksani W, Nurilmala M. 2013.
Extraction and stability of carotenoid-containing lipids from
hepatopancreas of Pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei). Journal
of Food Processing and Preservation. 39: 10-18.
Thanonkaew A, Benjakul S, Visessanguan W. 2006. Chemical composition and
thermal property of cuttlefish (Sepia pharaonis) muscle. Journal of Food
Composition and Analysis. 19: 127–133.
Ytrestøyl TG. Coral Hinostroza. B. Hatlen. Robb DHF. Bjerkeng B. 2004.
Carotenoid and lipid content in muscle of Atlantic salmon, Salmo salar,
transferred to seawater as 0+ or 1+ smolts. Comparative Biochemistry and
Physiology. 138: 29-40.
23
Lampiran 1. Hasil analisis statistik ANOVA data penelitian
Asam amino Keragaman Jumlah
kuadrat Db
Kuadrat
tengah F Sig.
Aspartat Perlakuan 14330.889 2 7165.444 10.069 .012
Error 4270.000 6 711.667
Total 18600.889 8
Glutamat Perlakuan 537444.222 2 268722.111 168.701 .000
Error 9557.333 6 1592.889
Total 547001.556 8
Serin Perlakuan 651742.889 2 325871.444 289.435 .000
Error 6755.333 6 1125.889
Total 658498.222 8
Glisin Perlakuan 173696.222 2 86848.111 88.963 .000
Error 5857.333 6 976.222
Total 179553.556 8
Alanin Perlakuan 10812.667 2 5406.333 6.156 .035
Error 5269.333 6 878.222
Total 16082.000 8
Tirosin Perlakuan 173438.000 2 86719.000 80.147 .000
Error 6492.000 6 1082.000
Total 179930.000 8
Arginin Perlakuan 337974.889 2 168987.444 96.497 .000
Error 10507.333 6 1751.222
Total 348482.222 8
Sistein Perlakuan 175866.000 2 87933.000 154.268 .000
Error 3420.000 6 570.000
Total 179286.000 8
Prolin Perlakuan 643720.222 2 321860.111 466.689 .000
Error 4138.000 6 689.667
Total 647858.222 8
Histidin Perlakuan 429993.556 2 214996.778 292.557 .000
Error 4409.333 6 734.889
Total 434402.889 8
Lisin Perlakuan 4273402.889 2 2136701.444 2476.537 .000
Error 5176.667 6 862.778
Total 4278579.556 8
Treonin Perlakuan 180428.222 2 90214.111 91.837 .000
Error 5894.000 6 982.333
Total 186322.222 8
Valin Perlakuan 170678.000 2 85339.000 126.804 .000
Error 4038.000 6 673.000
Total 174716.000 8
Metionin perlakuan 2564843.556 2 1282421.778 969.573 .000
Error 7936.000 6 1322.667
Total 2572779.556 8
24
Asam amino Keragaman Jumlah
kuadrat db
Kuadrat
tengah F Sig.
Leusin Perlakuan 2468748.222 2 1234374.111 797.228 .000
Error 9290.000 6 1548.333
Total 2478038.222 8
Isoleusin Perlakuan 147949.556 2 73974.778 81.660 .000
Error 5435.333 6 905.889
Total 153384.889 8
Phenilalanin Perlakuan 13094.889 2 6547.444 3.761 .087
Error 10444.667 6 1740.778
Total 23539.556 8
Lampiran 2 Tabel uji lanjut Duncan data penelitian
Asam Amino
Aspartat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
aquapod 3 1421.33
tambak 3 1490.67
KJA 3 1515.67
Sig. 1.000 .295
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Glutamat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
tambak 3 3130.33
KJA 3 3171.33
aquapod 3 3668.00
Sig. .255 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Serin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 513.67
KJA 3 894.67
aquapod 3 1170.00
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
25
Glisin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
aquapod 3 615.33
tambak 3 767.33
KJA 3 955.00
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Tirosin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 606.67
tambak 3 723.67
aquapod 3 941.67
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Arginin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 593.33
aquapod 3 936.33
KJA 3 1049.00
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Sistein
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 280.00
tambak 3 396.00
aquapod 3 617.00
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Prolin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 1099.33
KJA 3 1304.33
aquapod 3 1740.67
Sig. 1.000 1.000 1.000
26
Histidin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
aquapod 3 558.67
tambak 3 701.67
KJA 3 1077.00
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Lisin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 894.00
aquapod 3 2104.33
tambak 3 2518.00
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Treonin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 594.33
KJA 3 746.67
aquapod 3 940.33
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Valin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
tambak 3 826.67
aquapod 3 1113.67
KJA 3 1123.67
Sig. 1.000 .654
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Metionin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
KJA 3 494.33
aquapod 3 512.33
tambak 3 1635.67
Sig. .567 1.000
27
Leusin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 1085.67
tambak 3 1879.67
aquapod 3 2355.33
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Isoleusin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 701.00
tambak 3 917.33
aquapod 3 1006.33
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Phenilalanin
Perlakuan N
Besar alfa
= 0,05
1 1
tambak 3 499.00
KJA 3 576.00
aquapod 3 583.33
Sig. .054
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Asam Lemak
Laurat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 22.67
KJA 3 2331.00
aquapod 3 3758.00
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
28
Miristat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 1699.00
KJA 3 2399.33
aquapod 3 5282.33
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000
Palmitat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 10115.67
aquapod 3 11160.67
tambak 3 40785.67
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000
Stearat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 4849.67
aquapod 3 5954.33
tambak 3 15026.33
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Oleat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
aquapod 3 11432.33
KJA 3 11553.33
tambak 3 34645.33
Sig. .345 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Linoleat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 12904.00
tambak 3 15598.33
aquapod 3 25428.33
Sig. 1.000 1.000 1.000
29
Linolenat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 1445.67
aquapod 3 7378.33
KJA 3 10176.67
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Arakidonat
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
tambak 3 .00
KJA 3 3082.00
aquapod 3 3091.00
Sig. 1.000 .597
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Astaxanthin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
tambak 3 2.0333
KJA 3 2.3267
aquapod 3 2.3600
Sig. 1.000 .354
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Taruin
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 6.1333
aquapod 3 109.6867
KJA 3 121.5300
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
30
Mineral
Kalium
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
KJA 3 9637.4833
aquapod 3
12051.266
7
tambak 3
12280.896
7
Sig. 1.000 .544
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Magnesium
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
KJA 3 1475.4500
tambak 3 1548.4700
aquapod 3 2029.2367
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Kalsium
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
tambak 3 652.8567
aquapod 3 792.1900
KJA 3 2109.0133
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Seng
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
KJA 3 31.8500
tambak 3 55.7433
aquapod 3 59.0100
Sig. 1.000 .332
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
31
Tembaga
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 3 1
Tambak 3 15.1233
aquapod 3 28.7133
KJA 3 33.9367
Sig. 1.000 1.000 1.000
Rataan untuk kelompok dalam besaran yang homogen ditampilkan.
a Menggunakan ukuran sampel rataan yang sama = 3,000.
Besi
Perlakuan N Besar alfa = 0,05
1 2 1
KJA 3 1.9800
Tambak 3 2.6800
aquapod 3 4.5200
Sig. 0.136 1.000
Lampiran 3. Kurva standar analisis mineral
Kurva standar kalsium (Ca)
Kurva standar magnesium (Mg)
Kurva standar Kalium (K)
y = 0.056x + 0.0316R² = 0.9993
0
0.5
1
0 5 10 15 20
Ab
s
Konsentrasi standar
Series1
Linear (Series1)
y = 1.201x + 0.1017R² = 0.9964
0
0.5
1
1.5
0 0.5 1
Ab
s
Konsentrasi standar
Series1
Linear (Series1)
y = 0.4954x + 0.0259R² = 0.9993
0
0.5
1
1.5
0 1 2 3
Ab
s
Konsentrasi standar
Series1
Linear (Series1)
32
Kurva standar seng (Zn)
Kurva standar tembaga (Cu)
Kurva standar besi (Zn)
Perhitungan komposisi mineral
Jenis logam Nilai regresi Abs standar Hasil Panjanga
gelombang (nm)
Kalium y= 0,4954 + 0,0259
0,1152 11879,82
766 0,2241 11735,13
0,4297 12538,85
Magnesium y=1,201x + 0,1017
0,1836 1964,08
285 0,3347 2061,52
0,6116 2062,11
kalsium y=0,056x + 0,0316
0,1415 774,17
422 0,2525 777,41
0,4814 824,19
Seng y= 0,2772x-0,0086
0,0987 60,33
213 0,2176 63,46
0,3828 53,24
Tembaga y=0,554x + 0,0029
0,1252 27,70
324 0,2627 29,51
0,4927 28,29
Besi y=0,0554x + 0,0029
0,0123 4,64
248 0,0248 4,46
0,0479 4,46
y = 0.2772x - 0.0086R² = 0.9994
0
0.5
1
0 1 2 3 4
Ab
s
Konsentrasi standar
Series1
Linear (Series1)
y = 0.1095x + 0.0425R² = 0.9992
0
0.5
1
0 2 4 6 8
Ab
s
Konsentrasi standar
Series1
Linear (Series1)
y = 0.0554x + 0.0029R² = 0.9972
0
0.05
0.1
0.15
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Ab
s
konsentrasi standar
Series1
Linear (Series1)
33
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian
Gambar 1 Sampel udang vannamei Gambar 2 Preparasi sampel
Gambar 3 Alat HPLC Gambar 4 Alat AAS
Gambar 5 Spektrofotometer UV-vis Gambar 6 Sampel astaxanthin
Gambar 7 Pemisahan astaxanthin Gambar 8 Preparasi sampel udang
34
Lampiran 5 Contoh perhitungan proksimat udang vannamei
Perhitungan kadar air
Kadar air (%) = B-C
B-A ×100%
Kadar air (%) = 28,1732-24,3151
28,1732-23,1734 ×100%
Kadar air (%) = 77,16%
Keterangan: A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)
Perhitungan kadar abu
Kadar abu (%) = C-A
B-A ×100%
Kadar abu (%) = 10,4505-10,4354
28,1732-23,1734 ×100%
Kadar abu (%) = 0,75%
Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)
Perhitungan kadar protein
Kadar Protein (%) = (mL HCl)×N HCl ×14,007
mg contoh ×faktor koreksi alat ×100%
N (%) = 20× 0,1×14×6,25
1,0167 × 1000 ×100%
N (%) = 18,93 %
Perhitungan kadar lemak
Kadar lemak (%) = W3-W2
W1 ×100%
Kadar lemak (%) = 105,7301-105,6613
5,0287 ×100%
Kadar lemak (%) = 1,36%
Keterangan: W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak kosong (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
48
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan, pada tanggal 18 Agustus 1993. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Kunto
Widarjono dan Ibu Hilda Widaningsih serta mempunyai satu saudara perempuan
dan satu saudara laki-laki yang bernama Devina Novita Lestari dan Muhammad
Satrio Wibowo.
Pendidikan formal penulis ditempuh di Bogor dimulai dari TK Asri tahun
1998-1999, kemudian dilanjutkan di SDN Pengadilan 5 Bogor tahun 1999 sampai
2005. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMPN 1 Bogor hingga tahun
2008. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMAN 10 Bogor dan tamat
pada tahun 2011.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun 2011. Selama mengikuti
perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil
Perairan sebagai Wakil Ketua Himasilkan pada 2012-2013 dan Divisi PSDM pada
2013-2014. Penulis peraih PKM-KC didanai Dikti 2013-2014 dan PKM-K 2014-
2015.