karakteristik karagenan

32
7/22/2019 Karakteristik Karagenan http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 1/32 Thomas WR. 1992. Carrageenan . Di dalam: Imeson A (editor). Thickening and Gelling Agents for Food . London: Blackie Academic and Frofesional.  p. 132-149. Towle GA. 1973. Carrageenan. Di dalam: Whistler RL (editor).  Industrial Gums. Second Edition. New York: Academik Press. hlm 83 – 114. WHO. 1999. Safety Evaluation of Certain Food Additives. International Programme on Chemical Safety. Geneva. 260 p. Wilson LG, Reuvenny Z. 1983. Sulphate reduction.  3 rd  edition. New York, Sanfrancisco, London: AP Press. p 165-178. Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 112 hlm. Winarno FG. 1997.  Kimia Pangan dan Gizi . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. 309 hlm. Yunizal, Murtini JT, Utomo BS, Suryaningrum TH. 2000. Teknologi Pemanfaatan  Rumput Laut . Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekplorasi Laut dan Perikanan. hlm 1-11. Zulfriady D, Sudjatmiko W. 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium Hidroksida Terhadap mutu Karaginan Rumput Laut  E. spinosum . Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bidang Pasca Panen, Sosial, Ekonomi dan Penangkapan. hlm 137-146. KARAKTERISTIK KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii  PADA BERBAGAI UMUR PANEN, KONSENTRASI KOH DAN LAMA EKSTRAKSI SYAMSUAR  SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6

Upload: agung24864

Post on 10-Feb-2018

259 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 1/32

Thomas WR. 1992. Carrageenan. Di dalam: Imeson A (editor). Thickening andGelling Agents for Food . London: Blackie Academic and Frofesional. p. 132-149.

Towle GA. 1973. Carrageenan. Di dalam: Whistler RL (editor).  Industrial Gums.

Second Edition. New York: Academik Press. hlm 83 – 114.

WHO. 1999. Safety Evaluation of Certain Food Additives. International Programmeon Chemical Safety. Geneva. 260 p.

Wilson LG, Reuvenny Z. 1983. Sulphate reduction.  3rd  edition. New York,

Sanfrancisco, London: AP Press. p 165-178.

Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut . Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan. 112 hlm.

Winarno FG. 1997.  Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

309 hlm.

Yunizal, Murtini JT, Utomo BS, Suryaningrum TH. 2000. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut . Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekplorasi Laut dan

Perikanan. hlm 1-11.

Zulfriady D, Sudjatmiko W. 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium

Hidroksida Terhadap mutu Karaginan Rumput Laut E. spinosum. Jakarta:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Bidang Pasca Panen, Sosial,Ekonomi dan Penangkapan. hlm 137-146.

KARAKTERISTIK KARAGINAN

RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii  PADA BERBAGAI

UMUR PANEN, KONSENTRASI KOH DAN

LAMA EKSTRAKSI

SYAMSUAR 

 

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R

2 0 0 6

Page 2: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 2/32

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000

km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya

hayati yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumberdaya hayati tersebut

merupakan potensi pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber

 pertumbuhan ekonomi baru (Dahuri 2000).

Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber

devisa bagi negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan nelayan,

dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di

kepulauan Indonesia yang sangat potensial. Sebagai negara kepulauan, maka

 pengembangan rumput laut di Indonesia dapat dilakukan secara luas oleh para

 petani/nelayan. Sebagai dasar hukum dalam mendorong kegiatan usaha budidaya

laut maka pemerintah telah mengeluarkan Keppres No. 23 tahun 1982 tentang

Pengembangan Budidaya Laut di perairan Indonesia.

Perkembangan penelitian rumput laut di Indonesia telah dimulai sejak

 Ekspedisi Siboga yang dilakukan antara tahun 1899 - 1900. Penelitian selanjutnya

van Bosse  tahun 1913 - 1928 telah berhasil mengoleksi jenis rumput laut yang

tumbuh di perairan Indonesia sebanyak 555 jenis. Pada penelitian Van Bosse

tahun 1914 - 1916 di Kepulauan Kai pada  Ekspedisi Danish  menemukan

sebanyak 25 jenis alga merah, 28 jenis alga hijau dan 11 jenis alga coklat.

Penelitian identifikasi jenis rumput laut berlanjut pada penelitian Snellius-II  tahun

1985 yang menemukan 41 jenis alga merah, 59 jenis alga hijau dan 9 jenis alga

coklat, sedangkan pada penelitian  Buginesia-III   pada tahun 1988 - 1990

ditemukan sebanyak 118 jenis alga merah, 80 jenis alga hijau dan 36 jenis alga

coklat (Basmal 2001).

Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Sulawesi Selatan yang potensial untuk pengembangan rumput laut karena

memiliki panjang pantai ± 95 km dengan luas 749.79 km2. Berdasarkan laporan

tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jeneponto dari tahun

2000 – 2004, luas areal pemeliharaan dan produksi rumput laut mengalami

 peningkatan (Tabel 1). Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu dari aspek teknis

Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.

2003. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut . Jakarta. 35 hlm.

Reen DW. 1986. Uses of Marine Algae in Biotechnology and Industri. Workshop on

Marine Algae Biotechnology. Summary Report . Washington DC: National

Academic Press. p 272 – 282.

Sadhori SN. 1989.  Budidaya Rumput Lau t . Jakarta: Balai Pustaka. 110 hlm.

Sheng Yao, Wanging SL, L Zhien, Yanxia Z. 1986. Preparation and

 properties of carrageenan from some species of  Eucheuma  in Hainan

Island China.  J. Fish. China. 10 (1): p 104-119.

Soegiarto AW, Sulistijo, Mubarak H. 1978.  Rumput Laut Algae. Manfaat, Potensi dan

Usaha Budidayanya. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional. LIPI. 87 hlm.

SNI 01-2690. 1992.  Rumput Laut Kering . Jakarta: Dewan Standardisas i

 Nasional. hlm 1-7.

Steel RGD, Torrie JH. 1993.  Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu PendekatanBiometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. 748

hlm

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1996.  Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty bekerjasama dengan PAU Pangan dan

Gizi UGM. hlm 76-91.

Sulistijo. 1994. The harvest quality of alvarezzi culture by floating method in Pari Island North Jakarta . Jakarta: Research and Development Center

for Oceanology. Indonesian Institute of Science. 87 hlm.

Suryaningrum TD. 1988. Kajian sifat-sifat mutu komoditas rumput laut budidaya jenis  Eucheuma cottonii   dan  Eucheuma spinosum. [tesis].

Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 1 81 hlm.

Suryaningrum TD, Soekarto ST, Manulang M. 1991.  Identifikasi dan sifat fisikakimia karagenan. Kajian Mutu Komoditas Rumput Laut Budidaya Jenis

 Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum.  Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan. No. 69. hlm 35 – 46.

Suryaningrum TD, Utomo BSB. 2002. Petunjuk Analisis Rumput Laut dan HasilOlahannya. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi

Perikanan dan Kelautan. hlm 23-34.

Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan. 347

hlm.

Page 3: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 3/32

Joslyn MA 1970. Ash Content and Ashing Procedures. Di dalam MA Joslyn

(editor). Methodes in Food Analysis. 2nd

 edition. Academic Press. New York-San Fransisco-London. 565 p.

Kadi A, Atmadja WS. 1988.  Rumput Laut Jenis Algae. Reproduksi, Produksi,

Budidaya dan Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam

Indonesia. Jakarta: Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia. 101 hlm

Luthfy S. 1988. Mempelajari ekstraksi karagenan dengan metode semi refined dari

 Eucheuma cottonii  [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor. 60 hlm.

Marine Colloids FMC. 1978.  Raw Material Test Laboratory Standard Practve. New

Jersey: Marine Colloids Div. Corp. Springfield. USA. p 79-92.

Moirano AL. 1977. Sulphated Seaweed Polysaccharides In Food Colloids. Graham

MD (editor). The AVI Publishing Company Inc. Westpoint Connecticut.

347 – 381 p.

Mubarak H, Soegiarto A, Sulistyo, Atmadja WS. 1990.  Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut . Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Puslitbangkan. IDRC-INFIS. 34 hlm.

Mukti EDW. 1987. Ekstraksi dan Analisa Sifat Fisiko-kimia Karagenan dari Rumput

Laut Jenis Eucheuma cottonii.  Masalah Khusus. Bogor: Fakultas TeknologiPertanian. Institut Pertanian Bogor. 89 hlm.

 Naylor J. 1976.  Production Trade and Utilization of Seaweeds and Seaweed Products. FAO Fisheries Technical Paper. No. 159.

 Nontji A. 1981. Fotosintesis dan Fitoplankton Laut . Tinjauan Fisiologis danEkologis. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana. Institut Perta nian Bogor. 386 hlm.

Odum EP 1971.  Fundamental of Ecology. 3rd edition. Philadelpia: The W.B. Saunders

Company. 546 hlm.

Othmer. 1968. Seaweeds Colloids. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 17 :763–784.

Pamungkas KT. 1987. Mempelajari hubungan antara umur panen dengankandungan karagenan dan senyawa-senyawa lainnya pada  Eucheumacottonii   dan  Eucheuma spinosum. [skripsi]. Bogor: Jurusan

Pengelolaan Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. 66 hlm.

Percival E, Mc Dowell R. 1967. Chemistry and Enzymology of Algae Polysaccharides . London, New York: AP Press. p 137 – 161.

usaha budidaya rumput laut mudah dilakukan dan waktu pemeliharaan relatif

singkat, sedangkan dari aspek ekonomi usaha menguntungkan karena biaya

 pemeliharaan murah.

Tabel 1 Luas areal pemeliharaan (ha) dan produksi (ton) rumput laut di

Kabupaten Jeneponto tahun 2000 - 2004

Tahun Luas areal pemeliharaan

(ha)

Produksi

(ton)

2000 480 3.588,0

2001 566 3.679,6

2002 612 3.799,2

2003 663 3.886,3

2004 1.556,60 9.310,5

Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jeneponto

(2004)

  Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Kabupaten Jeneponto

adalah Eucheuma cottonii. Jenis ini mempunyai nilai ekonomis penting karena

sebagai penghasil karaginan. Dalam dunia industri dan perdagangan karaginan

mempunyai manfaat yang sama dengan agar-agar dan alginat, karaginan dapat

digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan

lain-lain (Mubarak et al. 1990).

  Secara umum kandungan dan komposisi kimia rumput laut dipengaruhi

oleh jenis rumput laut, fase (tingkat pertumbuhan), dan umur panennya. Untuk

memperoleh mutu karaginan yang baik, umur panen rumput laut  Eucheuma

cottonii adalah lebih dari 10 minggu (Suryaningrum et al . 1991). Hasil penelitian

Pamungkas (1987) menunjukkan bahwa rendemen dan viskositas karaginan

tertinggi diperoleh dari  Eucheuma cottonii yang dipanen pada umur 45 hari,

sedangkan kekuatan gel tertinggi diperoleh dari hasil panen yang berumur 60 hari.

Luthfy (1988) melaporkan bahwa  Eucheuma cottonii mengandung kadar abu

19,92 %, protein 2,80 %, lemak 1,78 %, serat kasar 7,02 % dan karbohidrat

68,48 %.

Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu,

yakni sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 – 4 bulan).

Untuk jenis Eucheuma dapat mencapai berat sekitar 500 - 600 g, maka jenis ini

sudah dapat dipanen, masa panen tergantung dari metode dan perawatan yang

Page 4: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 4/32

dilakukan setelah bibit ditanam (Aslan 1998). Iksan (2005) melaporkan bahwa

kualitas rumput laut  Eucheuma cottonii  terbaik diperoleh pada umur panen

4 minggu, bibit awal 125 g, bobot basah 1012,5 g dan produksi bobot keringnya

165 g serta kadar karaginan 50,09 %.

Ekstraksi karaginan dari rumput laut  Eucheuma pada prinsipnya merebus

rumput laut dalam larutan alkali kemudian disaring, dijendalkan, dipres dan

dikeringkan kembali. Ekstraksi dipengaruhi beberapa faktor antara lain lama dan

suhu ekstraksi. Towle (1973) menyatakan bahwa proses ekstraksi dengan alkali

mempunyai fungsi untuk membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih

sempurna sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel.

Waktu ekstraksi mempengaruhi kekentalan larutan karaginan. Yunizal et 

al . (2000) melaporkan konsentrasi KOH 6 – 8 % pada suhu 80 – 85oC selama

2 – 3 jam dengan viskositas yang dihasilkan 20 - 180 cP.  Marine Colloid (1978)

menyatakan bahwa waktu ekstraksi rumput laut jenis  Eucheuma cottonii selama

18 jam, sedangkan  Eucheuma spinosum  dilakukan selama 3 jam pada suhu

95 oC.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mutu karaginan

masih terbatas di Kabupaten Jeneponto, maka diperlukan penelitian terutama

mengenai pengaruh umur panen, konsentrasi bahan pengekstrak (KOH) dan lama

ekstraksi pada jenis rumput laut  Eucheuma cottonii  yang tepat terhadap mutu

karaginan.

1.2 Perumusan Masalah

Rumput laut yang dibudidayakan di Kabupaten Jeneponto belum

mencapai produksi maksimum baik produksi basah maupun kering. Hal ini

disebabkan karena petani rumput laut belum mengetahui lokasi budidaya yang

sesuai dan umur panen yang tepat. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan

rumput laut di daerah ini, maka rumput laut yang dipanen dapat diolah menjadikaraginan. Mutu karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur

 panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi. Sehingga diperlukan penelitian

mengenai umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi yang tepat untuk

menghasilkan mutu karaginan yang baik. Berdasarkan hal tersebut maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

Food Chemical Codex. 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington.

 p 74 -75.

FMC Corp. 1977. Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Marine

Colloids Division FMC Corporation. Springfield, New Jersey. USA. p 23-29.

Friedlander M, Zelokovitch N. 1984. Growth Rates, Phycocololloid Yield and

Quality of the Red Seaweeds Gracilaria sp, Hypnea musciiformis and Hypneacornuta. Field Studies in Israel. Aquaculture 40. p 40-66.

Fritsch GJ. 1986. The Structure and Reproduction of the Algae. Volume II. VICAS

Publishing House. p 256-287.

Glicksman M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. New York: .Academic

Press. p 214- 224.

----------------. 1983.  Food Hydrocolloids. Volume I. Florida: CRC Press Boca

Raton. 207 p.

Guiseley KB, Stanley NF, Whitehouse PA. 1980. Carrageenan. Di dalam: Davids RL(editor).  Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto,

London: Mc Graw Hill Book Company. p 125-142.

Hellebust JA, Cragie JS. 1978.  Handbook of Phycological Methods. London:

Cambridge University Press. p 54-66.

Hirao S. 1971. Seaweed in Utilization of Marine Products. Di dalam: Osaka M, Hirao

S, Noguchi E, Suzuki T, Yokoseki M (editors). Overseas Technical

Cooperation Agency Goverment of Japan. 148 p.

Iksan KHI. 2005. Kajian pertumbuhan, produksi rumput laut ( Eucheuma cottonii) dan

kandungan karagenan pada berbagai bobot bibit dan asal thallus di PerairanDesa Gruaping Oba Maluku Utara [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana,

Institut Pertanian Bogor. 101 hlm.

Imeson A. 2000. Carrageenan. Di dalam: Phililps GO, Williams PA (editors).

 Handbook of Hydrocolloids. Wood head Publishing. England. p 87 – 102.

Indriani H, Sumiarsih E. 1991.  Rumput Laut . Jakarta: Penebar Swadaya. 99 hlm.

Istini S, Zatnika A. 1991. Optimasi Proses Semirefine Carrageenan dari RumputLaut  Eucheuma cottonii. Di dalam: Teknologi Pasca Panen Rumput Laut.

 Prosiding Temu Karya Ilmiah; Jakarta, 11-12 Maret 1991. Jakarta: Departemen

Pertanian. hlm 86-95.

Page 5: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 5/32

deMan JM. 1989.  Kimia Makanan . Padma winata K, penerjemah. Bandung:

Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari:  Principles of FoodChemistry. hlm 190-212.

Dahuri R. 2002.  Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.

Orasi Ilmiah Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan.

Institut Pertanian Bogor. 233 hlm.

Dawes CJ. 1981. Marine Botany. New York: John Wiley dan Sons, University

of South Florida. 268 p.

Departemen Pertanian. 1995.  Rumput Laut. Cara, Budidaya dan P engolahannya.

Kantor Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta. hlm 35-41.

Departemen Perdagangan. 1989. Ekspor Rumput Laut Indonesia. Jakarta. hlm 57.

Dinas Perikanan Tingkat II Kabupaten Jeneponto. Data Statistik Perikanan

Kabupaten Jeneponto Tahun 1999-2003. Kabupaten Jeneponto Sulawesi

Selatan.

Doty MS. 1985.  Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta)  from Malaysia. Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p 37 – 45.

----------.  1986.  Biotechnological and Economic Approaches to Industrial Development Based on Marine Algae in Indonesia. Whorkshop on MarineAlgae Biotechnology. Summary Report. Washington DC: National

Academic Press. p 31-34.

----------.  1987. The Production and Uses of Eucheuma. Didalam: Doty MS,

Caddy JF, Santelices B (editors). Studies of Seven Commercial Seaweeds Resources. FAO Fish. Tech. Paper No. 281 Rome. p 123-161.

Durant NW, Sanford FB. 1970.  Phycocolloids. Washington DC: Berau of

Commercial Fisheries Div. of Publ. p. 213-224.

Eidman HM. 1991. Studi Efektifitas Bibit Algae Laut (Rumput Laut). Salah Satu

Upaya Peningkatan Produksi Budidaya Algae Laut ( Eucheuma sp).Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

74 hlm.

Fardiaz D. 1989.  Hidrokoloid . Buku dan Monograf. Laboratorium Kimia dan

Biokimia Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut

Pertanian Bogor. hlm 13-175.

FAO. 1990. Training Manual on Gracilaria  Culture and Seaweed Processing in

China. Rome. p 37-42.

(1) Belum diketahuinya umur panen, konsentrasi KOH dan lama

ekstraksi tepat pada rumput laut  Eucheuma cottonii  terhadap mutu

karaginan di Kabupaten Jeneponto.

(2) Belum diketahuinya mutu karaginan yang dihasilkan dari Eucheuma

cottonii di Kabupaten Jeneponto dengan mutu karaginan komersial.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Menentukan umur panen rumput laut yang tepat dalam hubungannya

dengan karaginan yang dihasilkan.

(2) Menganalisis pengaruh konsentrasi KOH terhadap mutu karaginan.

(3) Menganalisis pengaruh lama ekstraksi terhadap mutu karaginan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah dalam

 pemasaran rumput laut  Eucheuma cottonii di Kabupaten Jeneponto dari rumput

laut kering menjadi alkali treated cottonii  (ATC) dan  full refined carrageenan

(FRC) sehingga dapat meningkatkan nilai jualnya. Tingginya harga jual rumput

laut ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan rumput laut di

Kabupaten Jeneponto dan pendapatan asli daerah (PAD).

1.5 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

(1) Umur panen berpengaruh terhadap mutu karaginan.

(2) Konsentrasi bahan pengekstrak (KOH) berpengaruh terhadap mutu

karaginan.

(3) Lama ekstraksi berpengaruh terhadap mutu karaginan.

1.6 Kerangka PemikiranUmur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi yang tepat dapat

menghasilkan karaginan dengan mutu yang baik. Karaginan dengan mutu yang

 baik memiliki nilai jual yang tinggi. Untuk lebih jelas kerangka pemikiarn

 penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 6: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 6/32

  Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian karakterisasi karaginan  Eucheuma

cottonii  pada berbagai umur panen, konsentrasi KOH dan lama

ekstraksi.

Rumput Laut

Umur Panen Rumput Laut :

40 hari

45 hari

50 hari

Lama Ekstraksi :

2 jam

4 jam

Peningkatan Mutu

Karaginan

Peningkatan kesejahteraan

nelayan rumput laut

Peningkatan PAD

Konsentrasi KOH :

5 %

7 %

9 %

DAFTAR PUSTAKA

Angka SL, Suhartono TS. 2000.  Bioteknologi Hasil Laut . Bogor: Pusat

Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. hlm

49-56.

Anggadireja J, Istini S, Zatnika A, Suhaimi. 1986. Manfaat dan Pengolahan RumputLaut. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. hlm 128 - 135.

Apriyantono A, Fardiaz D, Pupitasari NL, Yasni S, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Institu t Pertanian Bogor Press. 275 hlm.

Aslan M. 1998.  Budidaya Rumput Lau t . Yogyakarta: Kanisius. 89 hlm.

Atmadja WS. 1996.  Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis-

Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 147 – 151.

A/S Kobenhvns Pektifabrik. 1978. Carrageenan. Lilleskensved. Denmark. p156-157.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analitycal

Chemist. Inc. Washington DC. p 185-189.

Basmal J. 2001.  Perkembangan Teknologi Riset Penanganan Pasca Panen dan Industri Rumput Laut. Forum Rumput Laut. Jakarta: Pusat Riset PengolahanProduk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan

dan Perikanan. hlm 16-22.

Bidwel RGSL. 1974.  Plant Physiology. London: Mac Millan Publishing Co Inc.

643 p.

Birowo S. 1982. Sifat Oseanografi Permukaaan Laut . Di dalam: Kondisi

Lingkungan Pesisir dan Laut di Indonesa. Proyek Penelitian Masalah

Pengemangan Sumberdaya Laut dan Pencemaran Laut. Jakarta: Lembaga

Oseanologi Nasional dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LON-LIPI).

hlm 1-96.

Bryan GW. 1973. Some Aspect of Heavy Metal Tolerance in Aquatic Organisme In

Effect of Pollotion on Aquatic Organisme A.P M. Lockwood. Cambridge

University London: p 81-96.

Chapman VJ, DJ Chapman. 1980. Seaweeds and Their Uses. Third Edition. London,

 New York: Chapman and Hall. 333 p.

cP Kelco Aps. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com  [15 Agustus 2004].

Page 7: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 7/32

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

(1) Kombinasi perlakuan terbaik (optimum) yang dihasilkan adalah umur panen

50 hari, konsentrasi KOH 9 % dan lama ekstraksi 4 jam (A3B3C2)

 berdasarkan parameter viskositas sebesar 33,28 cP, kekuatan gel 435,54

g/cm2, rendemen 34,63 %, kadar abu 17,02 % dan kadar air sebesar 9,98 %.

(2) Perlakuan umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi memberikan

 pengaruh nyata terhadap mutu karaginan yaitu rendemen, viskositas, kekuatan

gel, dan kadar abu.

(3) Karaginan  Eucheuma cottonii  memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir

sama dengan karaginan komersial, bahkan beberapa parameter cenderung

lebih baik seperti viskositas dan kadar air. Hasil pengukuran derajat putih

karaginan  Eucheuma cottonii  juga menunjukkan nilai yang hampir sama

dengan karaginan komersial.

(4) Sifat kimia dan fisik tepung karaginan  Eucheuma cottonii  secara umum

memenuhi standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO, FCC, EEC dan

EU.

5.2 Saran

(1) Untuk mendapatkan mutu produksi dan mutu karaginan yang sesuai dengan

standard yang ditetapkan, maka umur panen rumput laut Eucheuma cottonii di

Kabupaten Jeneponto disarankan 50 hari.

(2) Untuk meningkatkan mutu karaginan, maka diperlukan perlakuan yang dapat

memperbaiki sifat organoleptik karaginan tersebut terutama warna tepung

karaginan dan penanganan pasca panen rumput laut yang tepat.

(3) Perlu dilakukan analisis finansial untuk mengetahui tingkat pendapatan

nelayan rumput laut di Kabupaten Jeneponto.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii 

Menurut Doty (1985),  Eucheuma cottonii  merupakan salah satu jenis

rumput laut merah ( Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi  Kappaphycus

alvarezii  karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan.

Maka jenis ini secara taksonomi disebut  Kappaphycus alvarezii  (Doty 1986).

 Nama daerah ‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia

 perdagangan nasional maupun internasional. Klasifikasi  Eucheuma cottonii

menurut Doty (1985) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea

Genus :  Eucheuma

Species :  Eucheuma alvarezii Doty

 Kappaphycus alvarezii (doty) Doty

Ciri fisik  Eucheuma cottonii  adalah mempunyai thallus silindris,

 permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang

 berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi

hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi

kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas

 pencahayaan (Aslan 1998). Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk

sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak

 jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai

arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal

(pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram.

Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang

rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja

1996).

Umumnya  Eucheuma cottonii  tumbuh dengan baik di daerah pantai

terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut

Page 8: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 8/32

yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan

1998).

Beberapa jenis  Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia

 perdagangan internasional sebagai p enghasil ekstrak karaginan. K adar karaginan

dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54 – 73 % tergantung pada jenis

dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan

Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke

 berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi bu didaya rumput laut jenis

ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan

Ratu (Atmadja 1996).

2.2 Karaginan

Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium,

natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa

kopolimer. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat

molekul di atas 100 kDa (Winarno 1996 ; WHO 1999). Karaginan tersusun dari perulangan unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro galaktosa (3,6-AG). Keduanya

 baik yang berikatan dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan ikatan

glikosidik  –1,3 dan -1,4 secara bergantian (FMC Corp 1977).

Menurut Hellebust dan Cragie (1978), karaginan terdapat dalam dinding

sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karaginan merupakan bagian

 penyusun yang besar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan

komponen yang lain. Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam

 polisakarida Rhodophyceae, seperti yang tercantum dalam Federal Register,

 polisakarida tersebut harus mengandung 20 % sulfat berdasarkan berat kering

untuk diklasifikasikan sebagai karaginan. Berat molekul karaginan tersebut cukup

tinggi yaitu berkisar 100 - 800 ribu (deMan 1989).Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil

ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water ) atau

larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karaginan merupakan

nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga

merah dan penting untuk pangan.

 pencemaran di perairan, karena rumput laut mampu menyerap logam berat dari

 perairan melalui proses absorpsi. Tepung karaginan pada penelitian ini

mengandung Zn dan Pb, tetapi dalam jumlah yang relatif sedikit dan memenuhi

standar yang ditetapkan oleh EEC untuk Zn sebesar 50 ppm dan Cu sebesar 25

 ppm.

Page 9: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 9/32

Suhu titik gel dan titik leleh karaginan  Eucheuma cottonii pada penelitian

ini lebih rendah dibandingkan dengan karaginan komersial. Hal ini disebabkan

karena kandungan sulfat pada karaginan komersial lebih rendah dibandingkan

karaginan  Eucheuma cottonii. Friedlander dan Zelokovitch (1984) menyatakan

 bahwa suhu titik gel dan titik leleh berbanding lurus dengan kandungan 3,6-

anhidrogalaktosa dan berbanding terbalik dengan kandungan sulfatnya.

Selanjutnya Reen (1986) menyatakan bahwa adanya sulfat cenderung

menyebabkan polimer terdapat dalam bentuk sol, sehingga suhu titik gel sulit

terbentuk.

4.5 Logam Berat

Logam berat merupakan jenis logam seperti merkuri, krom, cadmium,

arsen, dan timbal dengan berat molekul yang tinggi. Analisis logam berat bagi

 produk seperti karaginan rumput laut  Eucheuma cottonii  sangat penting, antara

lain untuk menentukan apakah karaginan tersebut aman digunakan atau

dikonsumsi untuk produk farmasi (obat-obatan) dan produk pangan. Kandungan

logam berat karaginan  Eucheuma cottonii dan karaginan komersial dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Kandungan logam berat pada karaginan Eucheuma cottonii

Jenis Logam Karaginan

 Eucheuma cottonii

Timbal, Pb (ppm) ttd

Tembaga, Cu (ppm) 0,003

Seng, Zn (ppm) 15,24

Keterangan: ttd = tidak terdeteksi

Tepung karaginan yang dihasilkan tidak mengandung Pb ,  tetapi

mengandung Zn dan Cu masing-masing sebesar 15,24 ppm dan 0,003 ppm.

Adanya kandungan Zn pada tepung karaginan disebabkan oleh akumulasi Zn oleh

rumput laut melalui absorbsi atau proses pertukaran ion. Zn merupakan unsur

atau mineral yang dibutuhkan oleh rumput laut. Proses ini terjadi melalui dinding

sel rumput laut, yang kemudian bersenyawa dengan protein dan polisakarida.

Tepung karaginan  Eucheuma cottonii pada penelitian ini mengandung Cu

dalam jumlah yang relatif kecil. Adanya kandungan Cu menunjukkan adanya

Doty (1987), membedakan karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya

menjadi dua fraksi yaitu kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari

28 % dan iota karaginan jika lebih dari 30 %. Winarno (1996) menyatakan

 bahwa kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis  Eucheuma cottonii, iota

karaginan dihasilkan dari  Eucheuma spinosum, sedangkan lambda karaginan dari

Chondrus crispus, selanjutmya membagi karaginan menjadi 3 fraksi berdasarkan

unit penyusunnya yaitu kappa, iota dan lambda karaginan.

Kappa karaginan tersusun dari (1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan (1,4)-3,6-

anhidro-D-galaktosa. Karaginan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester

dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat

menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu

menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan

3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul

meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996). Struktur kimia

kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Struktur kimia kappa karaginan (cPKelco ApS 2004).

Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu

D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D-

galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberianalkali seperti kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa

gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang

dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1996). Struktur kimia iota

karaginan dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 10: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 10/32

Gambar 3 Struktur kimia iota karaginan (cPKelco ApS 2004).

Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena

memiliki residu disulpat   (1-4) D-galaktosa, sedangkan kappa dan iota

karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996). Struktur kimia

lambda karaginan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4 Struktur dasar lambda karaginan (cPKelco ApS 2004).

Monomer-monomer dalam setiap fraksi karaginan dihubungkan oleh

 jembatan oksigen melalui ikatan -1,4 glikosidik. Monomer-monomer yang

telah berikatan tersebut digabungkan bersama monomer-monomer yang lain

melalui ikatan -1,3 glokisidik yang membentuk polimer. Ikatan 1,3 glikosidikdijumpai pada bagian monomer yang tidak mengandung sulfat yaitu monomer

D-galaktosa-4-sulfat dan D-galaktosa-2-sulfat. Ion sulfat tidak pernah ada pada

atom C3, ikatan 1,4 glikosidik terdapat pada bagian monomer yang mengandung

 jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 2,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat

Tingginya nilai derajat putih pada tepung karaginan komersial disebabkan

karena bahan baku yang digunakan, penyaringan dan teknik penjendalan. Hal lain

yang mempengaruhi nilai derajat putih yaitu konsentrasi bahan pengekstrak

karena selama proses berlangsung, suasana basa dari bahan pengekstrak dapat

mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk

yang dihasilkan berwarna lebih putih. Secara kimia proses pemutihan adalah

oksidasi atau reduksi ikatan rangkap pada senyawa pembentuk warna. Proses

 penyaringan pada pengolahan tepung karaginan bertujuan memisahkan serat kasar

dengan filtrat dari rumput laut, terpisahnya serat kasar berwarna coklat semakin

cerah warna filtrat yang dihasilkan.

Hal lain yang mempengaruhi derajat putih adalah teknik pengeringan

karaginan. Diduga bahwa dengan menggunakan pengering oven vakum, derajat

 putih yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan menggunakan pengering

drum dryer .

4.4.2.4 Titik gel dan titik leleh

Titik gel adalah suhu dimana larutan karaginan dalam konsentrasi tertentu

mulai membentuk gel, sedangkan titik leleh merupakan kebalikan dari titik gel

yaitu suhu larutan karaginan ini mencair dengan konsentrasi tertentu. Karaginan

dapat membentuk gel secara reversible,  artinya membentuk gel pada saat

 pendinginan dan mencair kembali jika dipanaskan.

Hasil pengukuran titik gel tertinggi pada penelitian diperoleh dari

karaginan komersial sebesar 33,06oC, sedangkan terendah sebesar 34,10

oC dari

karaginan Eucheuma cottonii. Nilai titik leleh tertinggi diperoleh dari karaginan

komersial sebesar 50,21 oC, sedangkan terendah sebesar 49,29 oC dari karaginan

 Eucheuma cottonii. Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa titik gel dan titik leleh

karaginan  Eucheuma cottonii  tidak berbeda nyata dengan komersial. Hal ini

diduga karena semakin tinggi suhu titik gelnya, semakin tinggi pula suhu titik

lelehnya. Suhu titik leleh untuk karaginan komersial pada penelitian ini berkisar

15,53 – 15,96oC, sedangkan titik leleh untuk karaginan  Eucheuma cottonii

 berkisar 16,49 – 16,68oC di atas suhu titik gelnya. Moirano (1977 diacu dalam

Suryaningrum et al  1991) menyatakan bahwa suhu titik gel kappa karaginan 10 -

15 oC di atas suhu titik gelnya.

Page 11: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 11/32

 produk-produk yang membutuhkan gel yang kuat seperti produk gummy, jelly,

 soft  kapsul dan hard  kapsul.

4.4.2.2 Viskositas

Viskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi

cair (kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol

untuk mengetahui kualitas dari produk akhir (Joslyn 1970). Viskositas karaginan

 berpengaruh terhadap sifat gel terutama titik pembentukan gel dan titik leleh,

dimana viskositas karaginan yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan

 pembentukan gel yang lebih tinggi dibanding karaginan yang viskositasnya

rendah.

 Nilai viskositas (Tabel 7), dari karaginan  Eucheuma cottonii  sebesar

54,67 cP dan berbeda nyata dengan karaginan komersial sebesar 35,71 cP. Hal ini

disebabkan karena kandungan sulfat pada karaginan  Eucheuma cottonii  lebih

 banyak dibandingkan dengan karaginan komersial. (Moirano 1977)

mengemukakan bahwa viskositas larutan karaginan terutama disebabkan oleh sifat

karaginan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repultion) antara muatan-muatan

negatif di sepanjang rantai polimer yaitu ester sulfat, mengakibatkan rantai

melokul air yang terimobolisasi.

 Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian masih memenuhi standar

spesifikasi mutu viskositas karaginan yang ditetapkan oleh FAO minimal 5 cP.

4.4.2.3 Derajat putih

Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna suatu bahan

 pada umumnya. Derajat putih karaginan diharapkan mendekati 100 % karena

karaginan yang bermutu tinggi biasanya tidak berwarna, sehingga aplikasinya

lebih luas.

Hasil pengukuran derajat putih dari karaginan komersial sebesar 65,14 %,

sedangkan karaginan  Eucheuma cottonii sebesar 62,40 %. Tabel 7, menunjukkan

derajat putih antara karaginan komersial tidak berbeda nyata dengan karaginan

 Eucheuma cottonii. Hal ini disebabkan karena perbedaan rata-rata nilai derajat

 putih yang dihasilkan karaginan Eucheuma cottonii relatif sama dengan karaginan

komersial.

dan 3,6-anhidro-D-galaktosa serta pada D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman

1983). Unit-unit monomer karaginan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 U nit-unit monomer karaginan

Fraksi karaginan Monomer

Kappa

Iota

Lambda

D-galaktosa 4-sulfat

3,6-anhidro-D-galaktosaD-galaktosa 4-sulfat

3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfatD-galaktosa 2-sulfat

D-galaktosa 2,6-disulfat

Sumber: Towle (1973)

2.3 Sifat Dasar Karaginan

Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan

lambda karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan

adalah kappa karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas,

 pembentukan gel dan stabilitas pH.

2.3.1 Kelarutan

Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-

zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat hidrofilik

sedangkan guugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karaginan

mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan

mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karaginan jenis iota bersifat lebih

hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-

galaktosa yang kurang hidrofilik. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena

lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Towle 1983; cPKelco ApS

2004).

Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari

gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis

 potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam bentuk

garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk

mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih

mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis

Page 12: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 12/32

garamnya (cPKelco ApS 2004). Daya kelarutan karaginan pada berbagai media

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut

Sifat-sifat Kappa Iota Lambda

Air panas Larut suhu > 60o

C Larut suhu > 60o

C LarutAir dingin Larut Na Larut Na + Larut garam

Susu panas Larut Larut Larut

Susu dingin Kental Kental Lebih kental

Larutan gula Larut (panas) Susah larut Larut (panas)

Larutan garam Tidak larut Tidak larut Larut (panas)

Larutan organik Tidak larut Tidak larut Tidak larut

Sumber: cPKelco ApS (2004)

Gliksman (1983)

Suryaningrum (1988) menyatakan bahwa karaginan dapat membentuk gel

secara reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali

cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan karena terbentuknya

struktur heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi.

2.3.2 Stabilitas pH

Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan

akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan

karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan (cPKelco

ApS 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk

larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan

karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3

(Imeson 2003).

Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada

 pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam

 pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan

glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi

oleh pH, temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah

(Moirano 1977). Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat

 pada Tabel 4.

vsikositas, derajat putih, titik leleh dan titik gel. Hasil analisis sifat fisik tepung

karaginan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sifat fisik tepung karaginan  Eucheuma cottonii  dan karaginan

komersial

Parameter Karaginan Karaginan Karaginan Eucheuma cottonii Komersial Standar

Kekuatan gel (g/cm2) 464,50 ± 10,61 b  685,50 ± 13,43a  -

Viskositas (cP) 54,67 ± 1,72a  35,71 ± 0,61

 b  FAO min 15

Derajat putih (%) 62,40 ± 2,89a  65,14 ± 3,22

a  -

Titik leleh (oC) 49,29 ± 1,33a  50,21 ± 1,05a  -

Titik gel (oC) 33,06 ± 1,70a 34,10 ± 1,86a  -

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b)

menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

4.4.2.1 Kekuatan gel

Kekuatan gel merupakan sifat fisik karaginan yang utama, karena

kekuatan gel menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan gel.

Glicksman (1969) menyatakan bahwa salah satu sifat fisik yang penting pada

karaginan adalah kekuatan untuk membentuk gel yang disebut sebagai kekuatan

gel.

Hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 7), dari karaginan komersial sebesar

685,50 g/cm2  dan berbeda nyata dengan karaginan hasil penelitian  Eucheuma

cottonii  sebesar 464,50 g/cm2. Kekuatan gel dari karaginan sangat dipengaruhi

oleh konsentrasi KOH, pH, suhu dan waktu ekstraksi (Winarno 1996).

Tingginya kekuatan gel pada karaginan komersial disebabkan kandungan

sulfatnya lebih rendah dibandingkan karaginan  Eucheuma cottonii.

(Suryaningrum 1988) menyatakan bahwa peningkatan kekuatan gel berbanding

lurus dengan 3,6 anhidrogalaktosa dan berbanding terbalik dengan kandungan

sulfatnya. Semakin kecil kandungan sulfatnya semakin kecil pula viskositasnya

tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Hal lain yang menyebabkan

tingginya kekuatan gel pada karaginan komersial diduga karena kondisi bahan

 baku, umur panen, metode ekstraksi dan bahan pengekstrak.

Berdasarkan nilai kekuatan gel karaginan yang mencapai 464,50 - 685,50

g/cm2, menunjukkan bahwa karaginan dapat digunakan secara luas terutama untuk

Page 13: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 13/32

Page 14: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 14/32

2.3.4 Pembentukan gel

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena

 penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk

suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau

mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.

Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,

tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat

elastis dan kekakuan.

Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu

membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan

dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu

yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer

karaginan dalam larutan menjadi random coil  (acak). Bila suhu diturunkan, maka

 polimer akan membentuk struktur double helix  (pilinan ganda) dan apabila

 penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara

kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang

 bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman 1969). Jika

diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel

akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis

(Fardiaz 1989). Mekanisme pembentukan gel karaginan dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5 Mekanisme pembentukan gel karaginan (Thomas 1992).

 bahan baku yang akan diolah disimpan relatif lebih lama dibandingkan dengan

karaginan  Eucheuma cottonii. Selain itu, karaginan bersifat hidrofilik sehingga

 pada kondisi penyimpanan yang lembab dan pengemasan yang kurang baik dapat

menyerap air.

Kadar air yang dihasilkan karaginan Eucheuma cottonii masih memenuhi

standar spesifikasi mutu kadar air karaginan yang ditetapkan oleh FAO dan FCC,

yaitu maksimum 12 %.

4.4.1.2 Kadar abu

Proses pembakaran pada pengukuran kadar abu menyebabkan zat-zat

organik pada bahan akan terbakar dan menyisakan abu. Abu yang tersisa

merupakan zat-zat anorganik, yang berupa mineral. Alga laut merupakan bahan

industri yang kaya akan mineral, seperti Na, K, Ca dan Mg.

Kadar abu karaginan komersial (Tabel 8) sebesar 18,60 % dan berbeda

nyata dengan karaginan  Eucheuma cottonii  sebesar 16,26 %. Hal ini diduga

karena pengaruh kondisi bahan baku, umur panen dan metode ekstraksi, yaitu

 pada proses pemisahan karaginan, dilakukan dengan menambahkan larutan

mineral (KCl). Hal ini sesuai pendapat Winarno (1997), bahwa ion kalium

merupakan unsur mineral yang tidak terbakar (abu).

Kadar abu tepung karaginan yang dihasilkan dari Eucheuma cottonii dan

komersial berkisar antara 16,26 – 18,60 %, dan masih memenuhi standar

spesifikasi mutu kadar abu karaginan yang ditetapkan oleh FAO sebesar

15 – 40 %, sedangkan FCC menetapkan maksimum 35 %.

4.4.1.3 Kadar abu tidak larut asam

Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam

yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut

asam tinggi menunjukkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam yang

tidak dapat larut dalam asam pada suatu produk, seperti silika (Si) yang ditemukan

di alam sebagai kuarsa, batu dan pasir.

Kadar abu tidak larut asam tertinggi diperoleh dari karaginan  Eucheuma

cottonii  sebesar 1,72 % dan terendah dari karaginan komersial sebesar 0,66 %.

Tabel 8, menunjukkan bahwa karaginan  Eucheuma cottonii  tidak berbeda nyata

dengan karaginan komersial. Tingginya kadar abu tidak larut asam pada tepung

Page 15: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 15/32

rendemen, kadar air dan kadar abu yang memenuhi standar mutu karaginan FAO,

FCC, EEC maupun EU. Dari penelitian tahap pertama diperoleh perlakuan umur

 panen 50 hari, konsentrasi KOH 9 % dan lama ekstraksi 4 jam (A3B3C3)

merupakan perlakuan yang terbaik dengan nilai kekuatan gel sebesar 435,54

g/cm2, viskositas 33,28 cP, rendemen 34,63 %, kadar abu 17,02 % dan kadar air

sebesar 9,98 %.

4.4.1 Sifat kimia karaginan

Sifat kimia karaginan  Eucheuma cottonii  dan komersial yang dianalisis

adalah kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam dan kadar sulfat. Hasil

analisis sifat kimia tepung karaginan pada penelitian tahap kedua dapat dilihat

 pada Tabel 9.

Tabel 9 Sifat kimia tepung karaginan Eucheuma cottonii dan karaginan komersial

Parameter Karaginan Karaginan Karaginan

 Eucheuma cottonii Komersial Standar

Kadar Air (%) 11,78 ± 0,03a  14,34 ± 0,25

 b  FAO maks 12

Kadar Abu (%) 16,26 ± 0,09 a  18,60 ± 0,22  b  FAO 15 – 40

Kadar Abu tidakLarut Asam (%)

1,72 ± 0,13 a  0,66 ± 0,12 a  FAO maks 1

Kadar Sulfat (%) 19,52 ± 0,03 b

  15,64 ± 0,16a  FAO 15 – 40

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b)

menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

4.4.1.1 Kadar Air

Kadar air menyatakan jumlah air serta bahan-bahan volatil yang

terkandung dalam karaginan. Kadar air suatu produk biasanya ditentukan oleh

kondisi pengeringan, pengemasan dan cara penyimpanan. Kondisi penyimpanan

dan pengeringan yang kurang baik menyebabkan tingginya kandungan air pada

 produk sehingga bahan lebih cepat mengalami kerusakan. Demikian pula kondisi

 pengemasan yang kurang rapat akan meningkatkan kandungan air pada produksehingga mutu produk yang dihasilkan menjadi menurun.

Hasil pengukuran kadar air (Tabel 8), diperoleh nilai untuk karaginan

komersial sebesar 14,34 % dan berbeda nyata dengan karaginan  Eucheuma

cottonii sebesar 11,98 %. Tingginya kadar air karaginan komersial diduga karena

Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada

saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-

anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan

mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karaginan dan iota karaginan

akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K +, Rb

+

dan Cs+

. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat

dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel

yang kuat dan stabil bila ada ion Ca 2+, akan tetapi lambda karaginan tidak dapat

membentuk gel (Glicksman 1983). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan

karaginan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses

hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono 2000).

Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe

karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat

 pembentukan hidrokoloid (Towle 1973).

2.4 Umur Panen

Yunizal et al. (2000) menyatakan bahwa sebagai bahan baku pengolahan,

rumput laut harus dipanen pada umur yang tepat. Rumput laut jenis Gracilaria

 pemanenan dilakukan setelah berumur 3 bulan, sedangkan jenis  Eucheuma

dipanen setelah berumur 1,5 bulan atau lebih.

Rumput laut dipanen setelah tingkat pertumbuhannya mencapai puncak

yaitu beratnya mencapai ± 600 g/rumpun. Lama pemeliharaan tergantung dari

lokasi, jenis rumput laut serta metode penanaman. Kandungan karaginan pada

 Eucheuma sp dan agar-agar pada Gracilaria sp mencapai puncak tertinggi pada

umur antara 6 – 8 minggu dengan cara pemanenan memotong bagian ujung

tanaman yang sedang tumbuh (Departemen Pertanian 1995).

Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni

sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 – 4 bulan). Untuk

 jenis Eucheuma sp dapat mencapai berat sekitar 500-600 g, maka jenis ini sudah

dapat dipanen, masa panen tergantung dari metode dan perawatan yang dilakukan

setelah bibit ditanam (Aslan 1998).

Mukti (1987) menyatakan bahwa pemanenan sudah dapat dilakukan

setelah 6 minggu yaitu saat tanaman dianggap cukup matang dengan kandungan

Page 16: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 16/32

 polisakarida maksimum. Pemanenan rumput laut dilakukan secara keseluruhan

( full harvest ) tanpa bantuan alat mekanik. Kadi dan Atmaja (1988) menambahkan

 bahwa pemanenan rumput laut dapat dilakukan sekitar 1 - 3 bulan dari saat

 penanaman. Selanjutnya dikatakan bahwa persyaratan lingkungan yang harus

dipenuhi bagi budidaya Eucheuma adalah:

a. Substrat stabil, terlindung dari ombak yang kuat dan umumnya di daerah

terumbu karang.

 b. Tempat dan lingkungan perairan tidak mengalami pencemaran.

c. Kedalaman air pada waktu surut terendah 1- 30 cm.

d. Perairan dilalui arus tetap dari laut lepas sepanjang tahun.

e. Kecepatan arus antara 20 - 40 m/menit.

f. Jauh dari muara sungai.

g. Perairan tidak mengandung lumpur dan airnya jernih.

h. Suhu air berkisar 27 – 28 oC dan salinitas berkisar 30 -37 ppt.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut

antara lain adalah: suhu, cahaya, salinitas, gerakan air dan pH perairan.

2.4.1 Suhu

Suhu perairan mempengaruhi laju fotosintesis. Nilai suhu perairan yang

optimal untuk laju fotosintesis berbeda pada setiap jenis. Secara prinsip suhu yang

tinggi dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi, serta dapat merusak

enzim dan membran sel yang bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu

yang rendah, protein dan lemak membran dapat mengalami kerusakan sebagai

akibat terbentuknya kristal di dalam sel. Terkait dengan itu, maka suhu sangat

mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan kehidupan rumput laut, seperti

kehilangan hidup, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, fotosintesis dan

respirasi (Eidman 1991). Sulistijo (1994) menyatakan kisaran suhu perairan yang

 baik untuk rumput laut Euche uma adalah 27 – 30oC.

2.4.2 Arus

Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan

oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan pasang surut yang bergelombang

 panjang dari laut terbuka (Nontji 1987). Arus mempunyai peranan penting dalam

 penyebaran unsur hara di laut. Arus ini sangat berperan dalam perolehan makanan

17

18

18

19

19

20

20

21

21

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 12 13 14 15 16 17 18

Kombinasi Perlakuan

   K  a   d  a  r

  a   b  u   (   %   )

Keterangan:

1 = 40 hari, KOH 5 %, 2 jam 7 = 45 hari, KOH 5 %, 2 jam 13 = 50 hari, KOH 5 %, 2 jam

2 = 40 hari, KOH 5 %, 4 jam 8 = 45 hari, KOH 5 %, 4 jam 14 = 50 hari, KOH 5 %, 4 jam

3 = 40 hari, KOH 7 %, 2 jam 9 = 45 hari, KOH 7 %, 2 jam 15 = 50 hari, KOH 7 %, 2 jam

4 = 40 hari, KOH 7 %, 4 jam 10= 45 hari, KOH 7 %, 4 jam 16 = 50 hari, KOH 7 %, 4 jam

5 = 40 hari, KOH 9 %, 2 jam 11= 45 hari, KOH 9 %, 2 jam 17 = 50 hari, KOH 9 %, 2 jam

6 = 40 hari, KOH 9 %, 4 jam 12= 45 hari, KOH 9 %, 4 jam 18 = 50 hari, KOH 9 %, 4 jam

Gambar 14 Pengaruh umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi terhadap

kadar abu karaginan rumput laut Eucheuma cottonii.

Berdasarkan Gambar 14, terlihat bahwa semakin lama umur panen, maka

kadar abu tepung karaginan yang dihasilkan akan menurun. Kadar abu tepung

karaginan dipengaruhi oleh kandungan garam dan mineral di suatu perairan.

Selama penelitian, salinitas perairan cenderung menurun dari 35 ppt menjadi 32

 ppt pada akhir pengamatan (masa panen). Suryaningrum et al . (1991) menyatakan

 bahwa tingginya kadar abu tepung karaginan karena sebagian besar berasal dari

garam dan mineral lainnya yang menempel pada rumput laut, seperti K, Mg, Ca,

 Na dan ammonium galaktosa serta kandungan 3,6-anhidrogalaktosa.

4.4 Karakteristik Karaginan Terbaik dengan Karaginan Komersial

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh kombinasi perlakuan

yang terbaik untuk ekstraksi karaginan. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh

 berdasarkan nilai kekuatan gel yang tertinggi dan didukung oleh nilai viskositas,

Page 17: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 17/32

4.3.5 Kadar abu

Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui secara umum kandungan

mineral yang terdapat dalam karaginan. bahwa Nilai kadar abu suatu bahan

 pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan

 pangan tersebut (Apriyantono et al. 1989). Sudarmadji et al. (1996) menyatakan

 bahwa mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat dibedakan menjadi dua

macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Selain kedua garam

tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawa kompleks yang

 bersifat organik. Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Bahan-

 bahan yang mengguap selama proses pembakaran berupa air dan bahan volatil

lainnya akan mengalami oksidasi dengan menghasilkan CO2. Rumput laut

termasuk bahan pangan yang mengandung mineral cukup tinggi seperti Na, K, Cl,

dan Mg.

 Nilai kadar abu yang diperoleh dari perlakuan yang diterapkan selama

 penelitian rata-rata berkisar antara 18,28 – 20,42 %. Kadar abu terendah

diperoleh dari perlakuan umur panen 50 hari, konsentrasi KOH 9 % lama

ekstraksi 2 jam (A3B3C1), sedangkan tertinggi dari perlakuan umur panen 40hari, konsentrasi KOH 5 %, lama ekstraksi 2 jam (A1B1C1). Hasil ini

menunjukkan bahwa kadar abu yang diperoleh masih memenuhi standar mutu

karaginan yang ditetapkan oleh FAO sebesar 15 – 40 % dan FCC menetapkan

maksimum 35 %.

Hasil analisis ragam (Lampiran 8b), menunjukkan bahwa umur panen

 berpengaruh nyata terhadap kadar air tepung karaginan yang dihasilkan,

sedangkan konsentrasi KOH dan lama ekstraksi tidak menunjukkan pengaruh

yang nyata. Hasil analisis uji lanjut Duncan (Lampiran 8c), menunjukkan umur

 panen 50 hari menghasilkan kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan umur

 panen 40 dan 45 hari.

Pengaruh umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi terhadapkadar abu dapat dilihat pada Gambar 14.

 bagi alga laut karena arus dapat membawa nutrien yang dibutuhkannya. Menurut

Sulistijo (1994), salah satu syarat untuk menentukan lokasi  Euche uma sp adalah

adanya arus dengan kecepatan 0,33 - 0,66 m/detik.

2.4.3 Salinitas

Di alam rumput laut Eucheu ma sp tumbuh berkembang dengan baik pada

salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar dari sungai

dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut  Eucheum a sp menurun. Sadhori

(1989) menyatakan bahwa salinitas yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut

 berkisar 31-35 ppt. Menurut Dawes (1981), kisaran salinitas yang baik bagi

 pertumbuhan Eucheum a sp adalah 30-35 ppt. Soegiarto et al . (1978) menyatakan

kisaran salinitas yang baik untuk Eucheum a sp adalah 32 - 35 ppt.

2.4.4 pH

Keasaman atau derajat pH merupakan salah satu faktor penting dalam

kehidupan alga laut, sama halnya dengan faktor-faktor lainnya. Aslan (2005)

menyatakan bahwa kisaran pH maksimum untuk kehidupan organisme laut adalah

6,5 - 8,5.

2.5 Metode Ekstraksi

Rumput laut yang telah bersih kemudian diekstraksi dengan air panas

dalam suasana alkali seperti natrium atau kalium hidroksida dengan pH berkisar

antara 8 – 11 (Durant dan Sanford 1970).

Towle (1973) menyatakan bahwa larutan alkali mempunyai dua fungsi

yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan berfungsi untuk

mengkatalisis hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan

membentuk 3,6-anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan kenaikan kekuatan

gelnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sheng Yao et al. (1986) ekstraksi

yang dilakukan dengan NaOH 2 % mempunyai gel 3 – 5 kali lebih kuat jika

dibanding dengan air.

Ekstraksi rumput laut jenis  Eucheuma cottonii  dilakukan dengan cara

 perebusan dengan menggunakan larutan KO H pada pH 8-9 dengan volume air

 perebus sebanyak 40-50 kali berat rumput laut kering. Rumput laut tersebut

 Eucheuma cottonii  dipanaskan pada suhu 90 - 95 oC selama 3 - 6 jam (Yunizal

et al. 2000). Guiseley et al. (1980) melaporkan bahwa untuk mencapai ekstraksi

Page 18: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 18/32

yang optimal diperlukan waktu sampai 1 hari, sedangkan Naylor (1976) untuk

mempercepat proses ekstraksi dilakukan dengan perebusan bertekanan selama

satu sampai beberapa jam. Karaginan diendapkan dengan menggunakan iso

 propil alkohol (IPA) dengan volume larutan 1,5-2 kali berat filtrat karaginan.

2.6 Proses Pembuatan Karaginan

Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan

 bahan baku, ekstraksi karaginan dengan menggunakan bahan pengekstrak,

 pemurnian, pengeringan dan penepungan. Penyiapan bahan baku meliputi proses

 pencucian rumput laut untuk menghilangkan pasir, garam mineral, dan benda

asing yang masih melekat pada rumput laut.

Ekstraksi karaginan dilakukan dengan menggunakan air panas atau larutan

alkali panas (Food Chemical Codex 1981). Suasana alkalis dapat diperoleh

dengan menambahkan larutan basa misalnya larutan NaOH, Ca(OH) 2, atau KOH

sehingga pH larutan mencapai 8-10. Volume air yang digunakan dalam ekstraksi

sebanyak 30 - 40 kali dari berat rumput laut. Ekstraksi biasanya mendekati suhu

didih yaitu sekitar 90 – 95oC selama satu sampai beberapa jam. Penggunaan

alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi

lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi

3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan

reaktivitas produk terhadap protein (Towle 1973). Penelitian yang dilakukan

Zulfriady dan Sudjatmiko (1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan

menggunakan (KOH) berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan mutu

karaginan yang dihasilkan.

Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara

 penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih

menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan  filter press,

dalam keadaan panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel

(Chapman dan Chapman 1980). Pengendapan karaginan dapat dilakukan antara

lain dengan metode  gel press, KCl freezing, KCl press, atau pengendapan

dengan alkohol (Yunizal et al . 2000).

Pengeringan karaginan basah dapat dilakukan dengan oven atau

 penjemuran (Gliksman 1983). Pengeringan menggunakan oven dilakukan pada

0

2

4

6

8

10

12

14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 12 13 14 15 16 17 18

Kombinasi Perlakuan

   K  a   d  a

  r   A   i  r   (   %

Keterangan:

1 = 40 hari, KOH 5 %, 2 jam 7 = 45 hari, KOH 5 %, 2 jam 13 = 50 hari, KOH 5 %, 2 jam

2 = 40 hari, KOH 5 %, 4 jam 8 = 45 hari, KOH 5 %, 4 jam 14 = 50 hari, KOH 5 %, 4 jam

3 = 40 hari, KOH 7 %, 2 jam 9 = 45 hari, KOH 7 %, 2 jam 15 = 50 hari, KOH 7 %, 2 jam

4 = 40 hari, KOH 7 %, 4 jam 10= 45 hari, KOH 7 %, 4 jam 16 = 50 hari, KOH 7 %, 4 jam

5 = 40 hari, KOH 9 %, 2 jam 11= 45 hari, KOH 9 %, 2 jam 17 = 50 hari, KOH 9 %, 2 jam

6 = 40 hari, KOH 9 %, 4 jam 12= 45 hari, KOH 9 %, 4 jam 18 = 50 hari, KOH 9 %, 4 jam

Gambar 13 Pengaruh umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi terhadap

kadar air karaginan rumput laut Eucheuma cottonii.

Hasil analisis ragam kadar air tepung karaginan (Lampiran 7b),

menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh nyata, tetapi konsentrasi KOH dan

lama ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air tepung

karaginan yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan (Lampiran 7c) menunjukkan bahwa

umur panen 40 hari memberikan nilai kadar air tertinggi dan berbeda nyata

dengan 45 dan 50 hari.

Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan pertambahan umur panen, maka

kadar air tepung karaginan relatif menurun. Penurunan ini disebabkan karena

 polisakarida dalam karaginan akan melibatkan air pada proses ekstraksikaraginan, semakin tua umur panen jumlah air yang diserap sangat banyak. Hal

ini disebabkan karena semakin tua umur panen air yang digunakan untuk proses

sintesis polisakarida semakin banyak, sehingga jumlah air pada umur panen 50

hari relatif lebih sedikit dibandingkan dengan umur panen 45 dan 40 hari.

Page 19: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 19/32

menyebabkan meningkatnya potensi pembentukan heliks rangkapnya sehingga

 pembentukan gel lebih cepat dicapai.

Konsentrasi KOH yang digunakan juga mempengaruhi kekuatan gel yang

dihasilkan, semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan akan menaikkan

kekuatan gel tepung karaginan. Hal ini disebabkan karena kemampuan alkali

melepaskan sulfat pada C6 dan bersamaan dengan itu terjadi pembentukan 3,6-anhidrogalaktosa dan merupakan suatu senyawa yang bertanggung jawab terhadap

 pembentukan gel. Adanya 3,6-anhidrogalaktosa menyebabkan sifat anhidrofilik

dan meningkatkan pembentukan heliks rangkap sehingga terbentuk gel yang

tinggi (Suryaningrum 1988). Waktu ekstraksi juga mempengaruhi nilai kekuatan

gel. Semakin lama waktu ekstraksi, maka kekuatan gel semakin tinggi karena

ikatan 3,6-anhidrogalaktosa yang terbentuk semakin banyak.

4.3.4 Kadar Air

Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air dalam

karaginan. Kadar air karaginan sangat berpengaruh terhadap daya simpannya,

karena erat kaitannya dengan aktivitas mikrobiologi yang terjadi selama karaginan

tersebut disimpan. Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa peranan airdalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas

metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi

yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatis, sehingga

menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya.

Hasil pengukuran kadar air karaginan pada penelitian ini berkisar antara

8,87 – 11,92 %. Kadar air tepung karaginan yang tertinggi diperoleh dari

 perlakuan umur panen 45 hari, konsentrasi KOH 7%, lama ekstraksi 2 jam

(A2B2C1) sedangkan terendah dari perlakuan umur panen 50 hari, konsentrasi

KOH 5 %, lama ekstraksi 2 jam (A3B1C1). Kadar air yang dihasilkan pada

 penelitian ini masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan

oleh FAO yaitu maksimum 12 %.Pengaruh umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi terhadap

kadar air dapat dilihat pada Gambar 13.

suhu 60oC (Istini dan Zatnika 1991). Karaginan kering tersebut kemudian

ditepungkan, diayak, distandardisasi dan dicampur, kemudian dikemas dalam

wadah yang bertutup rapat (Guiseley et al. 1980). Produk karaginan umumnya

dikemas dalam double-decked plastic bag, dengan ukuran kemasan 25 kg.

2.7 Manfaat Karaginan

Karaginan sangat penting peranannya sebagai  stabilizer   (penstabil),

thickener   (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat

ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil,

cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno 1996). Selain itu juga berfungsi

sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat,  protective  (melindungi kolid),  film

 former   (mengikat suatu bahan),  syneresis inhibitor   (mencengah terjadinya

 pelepasan air) dan  flocculating agent  (mengikat bahan-bahan (Anggadireja et al.

1993).

Penggunaan karaginan dalam bahan pengolahan pangan dapat dibagi

dalam dua kelompok, yaitu untuk produk-produk yang menggunakan bahan

dasar air dan produk-prouk yang menggunakan bahan dasar susu.

Tabel 5 Beberapa penerapan karaginan dalam produk-produk dengan bahan

dasar air

Produk Fungsi Jenis Taraf

penggunaan (%)

Gel desert Pembentukan gel Kappa-Iota 0,5 – 1,0

Jeli, berkalori

rendah, selai,

 buah awet

Pembentukan gel Kappa-iota 0,5 – 1,0

Gel ikan Pembentukan gel Kappa 0,5 – 1,0

Sirop Pemantap suspensi Kappa-

Lambda

0,3 – 0,5

Analog buah-

 buahan

Pembentukan gel, tekstur Kappa 0,5 – 1,0

Salad dressing Pemantap emulsi Iota 0,4 – 0,6

Pemutih susuimitasi

Pemantap lemak Iota-Lambda 0,03 – 0,06

Kopi imitasi Pemantap emulsi Lambda 0,1 – 0,2

Sumber: FMC corp 1977

Page 20: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 20/32

Tabel 6 Beberapa penerapan karaginan dalam produk-produk dengan bahan

dasar susu

Produk Fungsi Jenis Tarafpenggunaan (%)

Desert beku Es

kri, susu es

Mengontrol pencairan Kappa 0,010 – 0,030

Susu pasteurisasi,

Coklat, citarasa buah

Membentuk suspensi stabil Kappa 0,025 – 0,035

Susu skim Konsistensi Kappa-Iota 0,025 – 0,035Susu isi Pemantap emulsi, konsistensi Kappa-Iota 0,025 – 0,035

Campuran krim

untuk keju ”

cotage”

Daya lekat Kappa 0,020 – 0,035

Susu sterilisasi

cokelat

Membentuk suspensi stabil,

konsistensi

Kappa 0,010 – 0,035

Evaporasi Pemantap emulsi Kappa 0,005 - 0,015

Formulasi susu

 bayi

Pemantap protein dan lemak Kappa 0,020 – 0,040

Puding dan

 pengisi pie

Pengontrol gelatinisasi pati Kappa 0,010 – 0,20

”Whippedcream”

Pemantap ”overrun” Lambda 0,05 – 0,15

Susu dingin”Shakes”

Pemantap suspensi”Overrun”

Lambda 0,10 – 0,20

Yogurt Membentuk konsistensi

suspensi buah-buahan

Kappa 0,20 – 0,50

Sumber: FMC corp 1977

2.8 Standard Mutu Karaginan

Di Indonesia sampai saat ini belum ada standard mutu karaginan.

Standard mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh  Food Agriculture

Organization (FAO) , Food Chemicals Codex  (FCC) dan  European Economic

Community (EEC). Spesifikasi mutu karaginan dapat dilihat pada Tabel 7.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 12 13 14 15 16 17 18

Kombinasi Perlakuan

   K  e   k  u  a   t  a

  n   G  e   l   (  g  r   /  c  m   2   )

Keterangan:

1 = 40 hari, KOH 5 %, 2 jam 7 = 45 hari, KOH 5 %, 2 jam 13 = 50 hari, KOH 5 %, 2 jam

2 = 40 hari, KOH 5 %, 4 jam 8 = 45 hari, KOH 5 %, 4 jam 14 = 50 hari, KOH 5 %, 4 jam

3 = 40 hari, KOH 7 %, 2 jam 9 = 45 hari, KOH 7 %, 2 jam 15 = 50 hari, KOH 7 %, 2 jam4 = 40 hari, KOH 7 %, 4 jam 10= 45 hari, KOH 7 %, 4 jam 16 = 50 hari, KOH 7 %, 4 jam

5 = 40 hari, KOH 9 %, 2 jam 11= 45 hari, KOH 9 %, 2 jam 17 = 50 hari, KOH 9 %, 2 jam

6 = 40 hari, KOH 9 %, 4 jam 12= 45 hari, KOH 9 %, 4 jam 18 = 50 hari, KOH 9 %, 4 jam

Gambar 12 Pengaruh umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi terhadap

kekuatan gel karaginan rumput laut  Eucheuma cottonii.

Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa secara umum pola kekuatan gel

tepung karaginan yang dihasilkan dari beberapa kombinasi perlakuan yang

diterapkan adalah tetap dan polanya berlawanan dengan viskositas tepung

karaginan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai viskositas berbanding terbalik

dengan nilai kekuatan gel, yaitu jika viskositas tinggi maka kekuatan gel

cenderung rendah, demikian pula sebaliknya jika nilai viskositas yang diperoleh

rendah maka kekuatan gel akan tinggi.

Gambar 12 juga memperlihatkan bahwa semakin tua umur panen semakin

tinggi kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Friedlander dan Zelokovitch (1984), bahwa peningkatan kekuatan gel berband ing

lurus dengan banyaknya kandungan 3,6-anhidrogalaktosa dan berbanding terbalik

dengan kandungan sulfatnya. Selanjutnya menurut Moirano (1977), bahwa 3,6

anhidrogalaktosa menyebabkan sifat beraturan dalam polimer yang akan

Page 21: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 21/32

4.3.3 Kekuatan gel tepung karaginan

Kekuatan gel sangat penting untuk menentukan perlakuan yang terbaik

dalam proses ekstraksi tepung karaginan. Salah satu sifat penting tepung

karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah

 bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang

menyebabkan tepung karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun farmasi.

Kekuatan gel tepung karaginan yang diperoleh dari hasil penelitian ini

rata-rata berkisar 280,35 – 435,54 g/cm2. Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh

dari perlakuan umur panen 50 hari, konsentrasi KOH 9 %, lama ekstraksi 4 jam

(A3B3C2), sedangkan nilai kekuatan gel terendah dari perlakuan umur panen 40

hari, konsentrasi KOH 5 %, lama ekstraksi 2 jam (A1B1C1).

Hasil analisis ragam kekuatan gel (Lampiran 6b) menunjukkan bahwa

 perlakuan umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi memberikan

 pengaruh nyata terhadap kekuatan gel tepung karaginan yang dihasilkan,

demikian pula interaksi antar perlakuan yang diterapkan dan interaksi antara umur

 panen dengan konsentrasi KOH. Namun interaksi antara umur panen denganlama ekstraksi dan interaksi antara konsentrasi KOH dan lama ekstraksi tidak

memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel tepung karaginan yang

dihasilkan.

Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan BJBD (Lampiran 6c)

menunjukkan perlakuan umur panen 50 hari memberikan nilai kekuatan gel

tertinggi dan berbeda nyata dengan umur panen 40 dan 45 hari. Demikian pula

konsentrasi KOH 9 % serta lama ekstraksi 4 jam memberikan pengaruh yang

 berbeda terhadap kekuatan tepung gel yang dihasilkan. Pengaruh umur panen,

konsentrasi KOH dan lama ekstraksi terhadap kekuatan gel karaginan rumput laut

 Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 12.

Tabel 7 S tandar mutu karaginan

Spesifikasi FAO FCC EEC

Zat volatil (%) Maks. 12 Maks. 12 Maks. 12

Sulfat (%) 15-40 18-40 15-40Kadar abu (%) 15-40 Maks.35 15-40

Viskositas (cP) Min. 5 - -

Kadar Abu Tidak Larut Asam (%) Maks.1 Maks.1 Maks.2

Logam Berat :

Pb (ppm)

As (ppm)Cu (ppm)

Zn (ppm)

Maks. 10

Maks. 3-

-

Maks.10

Maks. 3-

-

Maks.10

Maks.3Maks.50

Maks.25

Kehilangan karena pengeringan (%) Maks. 12 Maks. 12 -

Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)

Page 22: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 22/32

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Oktober 2005

sampai bulan Maret 2006. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu penelitian lapang

dan dilanjutkan dengan analisis laboratorium.

Lokasi penelitian lapang di Desa Punagaya, Kecamatan Arungkeke

Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan, sedangkan analisis laboratorium

dilaksanakan di Laboratorium Pilot Plant Southeast Asian Food and Agricultural

Science and Technology Center   (SEAFAST CENTER) dan Laboratorium

 Agricultural Product Processing Pilot Plant  (AP4) IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut jenis

 Eucheuma cottonii. Bahan-bahan kimia yang digunakan selama proses

 pembuatan karaginan adalah KOH, isopropil alkohol (IPA) dan akuades,

sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk proses analisis antara lain asam

klorida (HCl), kalium klorida (KCl), barium klorida (BaCl2), natrium hidroksida(NaOH), natrium sulfat (NaSO4), asam sulfat (H2SO4), barium sulfat (BaSO4) dan

kalium sulfat (K 2SO4).

Alat-alat yang digunakan untuk proses pembuatan karaginan adalah: panci

 perebus, timbangan analitik, baskom, pan penjendal, para-para penjemur,

saringan, mesin penepung, kertas pH,  stop watch dan kompor gas. Alat-alat yang

digunakan untuk analisis mutu karaginan adalah cawan porselen, desikator, labu

erlenmeyer, gelas piala, pengaduk, kertas saring tak berabu, spatula, oven, tanur,

kertas saring, corong, pipet, termometer, curd tension meter , cetakan dan

Viscosimeter Brookfield.

Alat-alat yang digunakan untuk mengukur faktor-faktor lingkungan

 perairan adalah: termometer, pH meter, salinometer dan current meter.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama metode budidaya

rumput laut dan tahap kedua ekstraksi karaginan dari rumput laut hasil budidaya.

Gambar 11 memperlihatkan bahwa secara umum nilai viskositas karaginan

menurun sejalan dengan umur panen. Nilai rata-rata viskositas karaginan yang

tertinggi diperoleh pada umur 40 hari dan terendah diperoleh dari umur 50 hari.

Hal ini berarti bahwa viskositas dari larutan karaginan yang dihasilkan dengan

umur 40 hari lebih baik dibandingkan pada umur 45 dan 50 hari atau

 bertambahnya umur panen dapat menurunkan viskositas larutan karaginan.Penurunan viskositas disebabkan karena penurunan kandungan sulfat.

Menurut Guiseley et al. (1980), viskositas pada karaginan disebabkan oleh

adanya daya tolak menolak antar grup sulfat yang bermuatan negatif disepanjang

rantai polimernya, sehingga menyebabkan rantai polimer kaku dan tertarik

kencang. Karena sifat hidrofilik menyebabkan molekul tersebut dikelilingi oleh

air yang tidak bergerak, dan hal inilah yang menyebabkan nilai viskositas

karaginan meningkat.

Berdasarkan konsentrasi KOH, terlihat bahwa rata-rata nilai viskositas

meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi bahan pengekstrak (KOH).

Hal ini menunjukkan bahwa kekentalan karaginan yang dihasilkan semakin tinggi

dengan bertambahnya konsentrasi KOH. Towle (1973; FAO 1990) menyatakan bahwa viskositas karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi

karaginan, temperatur, tingkat dispersi, kandungan sulfat, dan berat molekul

karaginan. Suryaningrum et al.  (1991), melaporkan bahwa peningkatan

konsistensi gel menyebabkan nilai viskositas karaginan semakin kecil.

Lama ekstraksi juga berpengaruh terhadap nilai viskositas yang dihasilkan.

Hal ini diduga karena pada waktu ekstraksi yang pendek, menghasilkan larutan

karaginan yang tidak terlalu kental, sehingga proses eliminasi sulfat dapat lebih

sempurna. Larutan yang kental menyebabkan penutupan cincin untuk membentuk

3,6-anhidrogalaktosa, menyebabkan cincin polimer tidak berlangsung optimal

sehingga nilai viskositasnya rendah. Hal lain yang juga mempengaruhi nilai

viskositas adalah karena karena adanya ion divalent Ca 2+, Mg2+  yang terdapat

 pada karaginan. Ion-ion ini diduga terakumulasi oleh rumput laut dari lingkungan

 perairan, akumulasi ion-ion ini melalaui absorbsi atau pertukaran ion yang terjadi

 pada dinding sel rumput yang kemudian bersenyawa dengan polisakarida dan

 protein (Bryan 1973 diacu dalam Suryaningrum 1991).

Page 23: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 23/32

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 12 13 14 15 16 17 18

Kombinasi Perlakuan

   V   i  s   k

  o  s   i   t  a  s   (  c   P   )

Keterangan:

1 = 40 hari, KOH 5 %, 2 jam 7 = 45 hari, KOH 5 %, 2 jam 13 = 50 hari, KOH 5 %, 2 jam

2 = 40 hari, KOH 5 %, 4 jam 8 = 45 hari, KOH 5 %, 4 jam 14 = 50 hari, KOH 5 %, 4 jam

3 = 40 hari, KOH 7 %, 2 jam 9 = 45 hari, KOH 7 %, 2 jam 15 = 50 hari, KOH 7 %, 2 jam

4 = 40 hari, KOH 7 %, 4 jam 10= 45 hari, KOH 7 %, 4 jam 16 = 50 hari, KOH 7 %, 4 jam

5 = 40 hari, KOH 9 %, 2 jam 11= 45 hari, KOH 9 %, 2 jam 17 = 50 hari, KOH 9 %, 2 jam6 = 40 hari, KOH 9 %, 4 jam 12= 45 hari, KOH 9 %, 4 jam 18 = 50 hari, KOH 9 %, 4 jam

Gambar 11 Pengaruh Umur panen, konsentrasi ekstraksi dan lama ekstraksi

terhadap viskositas (cP) karaginan rumput laut Eucheuma cottonii.

Hasil analisis ragam viskositas karaginan (Lampiran 5b) menunjukkan

 bahwa umur panen, konsentrasi KOH, lama ekstraksi memberikan pengaruh nyata

terhadap viskositas karaginan yang dihasilkan. Demikian pula interaksi antara

umur panen dan konsentrasi KOH dan interaksi antara perlakuan yang diterapkan.

Interaksi antara umur panen dengan lama ekstraksi serta interaksi antara

konsentrasi KOH dan lama ekstraksi memberikan pengaruh yang tidak nyata

terhadap viskositas tepung karaginan yang dihasilkan.

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 5c) dengan menggunakan uji

 beda jarak berganda Duncan (BJBD), menunjukkan bahwa umur panen 40 harimempunyai nilai viskositas tertinggi dan berbeda nyata dengan umur panen 45

dan 50 hari. Demikan pula perlakuan konsentrasi KOH 9 % dan lama ekstraksi 4

 jam memberikan pengaruh yang berbeda terhadap viskositas yang dihasilkan.

3.3.1 Budidaya rumput laut

Metode budidaya yang dilakukan berdasarkan kebiasaan dan pengalaman

 penduduk di Kabupaten Jeneponto dengan sistem longline atau dengan sistem tali

 permukaan (Gambar 6).

Gambar 6 Desain longline untuk budidaya rumput laut  Eucheuma cottonii  di

Kabupaten Jeneponto.

Keterangan:

= Pemberat

= Pelampung utama= Pelampung tali ris

= Ikatan/rumpun bibit rumput laut Eucheuma cottonii

  A = Tali utama

B = Tali ris

C = Tali pemberat

Metode budidaya sebagai berikut:

(1) Menentukan lokasi budidaya, kemudian dipasang tali utama yang

disambungkan dengan pemberat berupa karung berisi pasir. Masing-

masing sudut tali utama diberi pelampung tanda.

(2) Diantara tali utama dipasang tali ris yang berjumlah 6 (enam) buah

dengan panjang masing-masing berkisar 25 m.

(3) Bibit rumput laut diikat pada tali ris dengan tali nilon yang telah

disimpul dengan jarak antar simpul 25 cm. Pelampung yang digunakan

 pada tali ris berupa botol akua.

AB

C

Page 24: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 24/32

(4) Untuk memudahkan dalam mengetahui tanaman uji maka 6 tali ris

dibagi menjadi 3 perlakuan yaitu 2 tali ris untuk umur 40 hari diberi

tanda tali rafia berwarna merah, 2 tali ris untuk umur 45 hari tali rafia

 berwarna hitam dan 2 tali ris untuk umur 50 hari berwarna biru.

(5) Setelah semua bibit rumput laut diikat pada tali ris, tali ris diikat pada

tali utama dengan jarak antar tali ris 1 m.

(6) Setiap minggu kondisi tanaman dipantau dan dibersihkan dari sampah

serta biota pengganggu lainnya.

3.3.2 Ekstraksi karaginan

Penelitian tahap ini diterapkan tiga perlakuan yaitu umur panen rumput

laut (A), konsentrasi KOH (B) dan lama ekstraksi (C), masing-masing perlakuan

diulang sebanyak 3 kali.

Pada penelitian tahap ini dilakukan ekstraksi karaginan dengan

menggunakan umur rumput laut 40 hari (A1), 45 hari (A2) dan 50 hari (A3),

dengan konsentrasi KOH 5 % (B1), 7 % (B2) dan 9 % (B3), sedangkan lama

ekstraksi 2 jam (C1) dan 4 jam (C2). Penentuan kondisi terbaik karaginan dipilih

 berdasarkan parameter rendemen, kekuatan gel, viskositas, kadar air dan kadar

abu yang sesuai dengan standar mutu karaginan.

Karaginan dengan perlakuan umur panen, konsentrasi KOH dan lama

ekstraksi terbaik yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, selanjutnya

dibandingkan dengan karaginan komersial. Pengamatan dilakukan terhadap

 parameter yang menjadi indikator mutu karaginan yang terdiri atas: rendemen,

kekuatan gel, viskositas, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, titik

leleh, titik jendal, derajat putih, kadar sulfat dan logam berat. Diagram alir proses

 pembuatan tepung karaginan dapat dilihat pada Gambar 7.

 proses ekstraksi berlangsung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Glicksman (1983)

yang menyatakan kappa karaginan mempunyai jenis yang sensitif terhadap ion

kalium dan ion kalsium.

Rendemen karaginan juga dipengaruhi lama dan suhu ekstraksi. Semakin

lama proses ekstraksi dan semakin tinggi suhu ekstraksi akan meningkatkan

rendemen karaginan. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut kontak

dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak

karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan rendemen karaginan

semakin tinggi.

Rendemen dipengaruhi oleh jenis, iklim, metode ekstraksi, waktu

 pemanenan dan lokasi budidaya (Chapman dan Chapman 1980). Selain itu

rendemen juga dipengaruhi oleh skala produksi, dimana skala produksi yang besar

akan menghasilkan rendemen yang besar pula.

4.3.2 Viskositas karaginan

Viskositas merupakan salah satu sifat fisik karaginan yang cukup penting.

Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan

sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya

diukur pada suhu 75 oC dengan konsentrasi 1,5 % (FAO 1990).

 Nilai viskositas karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah rata-

rata berkisar 29,17 – 49,24 cP. Nilai viskositas tertinggi diperoleh dari perlakuan

umur 40 hari, konsentrasi KOH 9 %, lama ekstraksi 4 jam (A1B3C2), sedangkan

nilai viskositas terendah diperoleh dari perlakuan yaitu umur 50 hari, konsentrasi

KOH 7 %, lama ekstraksi 2 jam (A3B2C1). Nilai viskositas karaginan yang

diperoleh pada penelitian ini masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO

minimal l5 cP.

Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap viskositas karaginan yang

dihasilkan disajikan pada Gambar 11.

Page 25: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 25/32

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8

Kombinasi Perlakuan

   R  e  n   d  e

  m  e  n   (   %   )

Keterangan:

1 = 40 hari, KOH 5 %, 2 jam 7 = 45 hari, KOH 5 %, 2 jam 13 = 50 hari, KOH 5 %, 2 jam

2 = 40 hari, KOH 5 %, 4 jam 8 = 45 hari, KOH 5 %, 4 jam 14 = 50 hari, KOH 5 %, 4 jam

3 = 40 hari, KOH 7 %, 2 jam 9 = 45 hari, KOH 7 %, 2 jam 15 = 50 hari, KOH 7 %, 2 jam

4 = 40 hari, KOH 7 %, 4 jam 10= 45 hari, KOH 7 %, 4 jam 16 = 50 hari, KOH 7 %, 4 jam

5 = 40 hari, KOH 9 %, 2 jam 11= 45 hari, KOH 9 %, 2 jam 17 = 50 hari, KOH 9 %, 2 jam

6 = 40 hari, KOH 9 %, 4 jam 12= 45 hari, KOH 9 %, 4 jam 18 = 50 hari, KOH 9 %, 4 jam

Gambar 10 Pengaruh umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi terhadap

rendemen (%) karaginan rumput laut Eucheuma cottonii.

Pada Gambar 10 terlihat bahwa rendemen karaginan mengalami

 peningkatan dengan bertambahnya umur panen, konsentrasi KOH dan lama

ekstraksi. Hasil rata-rata rendemen berdasarkan umur panen, menunjukkan bahwa

umur panen 50 hari mengandung rendemen lebih tinggi dibandingkan umur panen

40 dan 45 hari. Hal ini disebabkan karena semakin tua umur panen maka

kandungan polisakarida yang dihasilkan semakin banyak sehingga karaginannya

 juga semakin tinggi

Konsentrasi KOH juga mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Hal ini

diduga karena semakin tinggi konsentrasi KOH selama ekstraksi berlangsung,

menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan KOH dalam

mengekstrak semakin besar. Perlakuan alkali membantu ekstraksi polisakarida

menjadi sempurna, juga mempercepat terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa selama

Gambar 7 Proses pembuatan tepung karaginan (Yunizal et al. 2000 yang telah

dimodifikasi).

Mulai

Rumput Laut Kering, umur panen 40, 45 dan 50 hari

Pencucian

Ekstraksi :Larutan KOH 5, 7, 9 %, lama 2, 4 jam, dan suhu 90 – 95

oC

Penyaringan : Dengan kain kasa

Pengendapan :Dengan IPA (isopropil alkohol)

Penyaringan

Pengeringan

Penepungan

TEPUNG KARAGINAN

Selesai

Perendaman dengan air

Page 26: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 26/32

3.4 Analisis Fisika-Kimia

Tepung karaginan yang dihasilkan kemudian dianalisis rendemen,

kekuatan gel, viskositas, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, titik

leleh, titik jendal, derajat putih, kadar sulfat dan logam berat.

(1) Rendemen (FMC Corp. 1977)

Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung  berdasarkan

rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut

kering yang digunakan.

Rendemen (%) =

(2) Kekuatan Gel (FMC Corp. 1977)

Larutan karaginan 1,6 % dan KCl 0,16 % dipanaskan dalam bak air

mendidih dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80oC. Volume

larutan dibuat sekitar 50 ml.

Larutan panas dimasukkan ke dalam cetakan berdiameter kira-kira

4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 oC selama 2 jam. Gel dalam cetakan

dimasukkan ke dalam alat ukur (curd tension meter ) sehingga plunger

yang akan bersentuhan dengan gel berada ditengahnya. Plunger

diaktifkan dan dilakukan pengamatan. Pembacaan dilakukan pada saat

 pegas kembali. Perhitungan kekuatan gel adalah sebagai berikut :

Kekuatan gel (dyne/cm2) = 2/980 cmdyne x

 F 

  Keterangan :  F   = tinggi kurva

S = luas permukaan sensing rod (cm 2)

(3) Viskositas (FMC Corp. 1977)

Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise = 100 cP). Makin

tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang

 bersangkutan. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5 % dipanaskan

dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu

mencapai 75 oC. Viskositas diukur dengan Viscometer Brookfield .

  Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 oC kemudian

dipasang ke alat ukur viscometer Brookfield . Posisi spindel dalam

Berat karaginan kering

Berat rumput laut keringx 100 %

4.3.1 Rendemen karaginan

Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam menilai efektif

tidaknya proses pembuatan tepung karaginan. Efektif dan efisiennya proses

ekstraksi bahan baku untuk pembuatan tepung karaginan dapat dilihat dari nilai

rendemen yang dihasilkan. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui

 persentase karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering yang digunakan

 berdasarkan umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi.

Rata-rata nilai rendemen tepung karaginan yang dihasilkan pada penelitian

ini berkisar antara 29,59 – 34,63 %. Nilai rendemen tertinggi diperoleh dari

 perlakuan umur panen 50 hari, konsentrasi KOH 9 % dan lama ekstraksi 4 jam

(A3B3C2), sedangkan nilai rendemen terendah pada perlakuan umur panen 40

hari, konsentrasi KOH 5 % dan lama ekstraksi 2 jam (A1B1C1). Rendemen yang

dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi standar persyaratan minimum

rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu

sebesar 25 %.

Hasil analisis ragam (Lampiran 4b) menunjukkan bahwa umur panen,

konsentrasi KOH dan lama ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap

rendemen tepung karaginan yang dihasilkan. Interaksi antar perlakuan umur

 panen dengan konsentrasi KOH dan interaksi antara umur panen dengan lama

ekstraksi serta interaksi antara konsentrasi KOH dengan lama ekstraksi tidak

 berpengaruh nyata terhadap rendemen tepung karaginan yang dihasilkan.

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 4c) dengan menggunakan uji

 beda jarak berganda Duncan (BJBD), menunjukkan bahwa rata-rata umur panen

50 hari memberikan nilai rendemen tertinggi dan berbeda nyata dengan umur

 panen 40 dan 45 hari. Perlakuan konsentrasi KOH 9 % dan lama ekstraksi 4 jam

 juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap rendemen karaginan yang

dihasilkan.

Pengaruh umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi terhadap

rendemen tepung karaginan Eucheuma cottonii yang dihasilkan dapat dilihat pada

Gambar 10.

Page 27: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 27/32

meningkatnya ”floridean starch” sebagai hasil fotosintesis.  Floridean starch

merupakan senyawa galaktosa dan gliserol yang berikatan melalui ikatan

glikosidik (Bidwel 1974). Karbohidrat pada  Eucheuma cottonii  merupakan

senyawa polisakarida linear terdiri dari unit D-galaktosa dan L-galaktosa 3,6

anhidrogalaktosa baik dengan sulfat atau tanpa sulfat yang berhubungan dengan

(1,3) dan  (1,4) ikatan glikosidik. Chapman dan Chapman (1980) menambahkan

 bahwa komposisi kimia rumput laut sangat dipengaruhi oleh musim, habitat dan

 jenis rumput laut.

4.3 Ekstraksi Karaginan

Karaginan merupakan getah rumput laut dari jenis Eucheuma cottonii yang

diekstraksi dengan air atau larutan alkali panas. Rumput laut jenis  Eucheuma

cottonii yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan karaginan berasal dari

 perairan Kabupaten Jeneponto dengan umur panen 40, 45 dan 50 hari. Larutan

 pengekstrak yang digunakan pada penelitian ini adalah KOH dengan konsentrasi

5, 7 dan 9 %, dan lama ekstraksi 2 dan 4 jam.

Penelitian pada tahap ini bertujuan menentukan kondisi terbaik dari hasil

ekstraksi karaginan. Penentuan kondisi terbaik dipilih berdasarkan parameter

rendemen, kekuatan gel, viskositas, kadar air dan kadar abu yang sesuai dengan

standar mutu karaginan. Contoh lembaran karaginan yang dihasilkan pada

 penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Contoh lembaran karaginan rumput laut Eucheuma cottonii.

A1B1C1 A2B2C2

larutan panas diatur sampai tepat, viskometer dihidupkan dan suhu

larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75 oC dan nilai viskositas

diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100.

Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh 2 kali untuk

spindel no 1.

(4) Kadar Air (AOAC 1995)

Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh

sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan porselin yang akan digunakan,

dikeringkan terlebih dahulu kira-kira 1 jam pada suhu 105oC, lalu

didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga

 beratnya tetap (A). Contoh ditimbang kira-kira 2 g (B) dalam cawan

tersebut, dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama 5 jam

atau beratnya tetap. Cawan yang berisi contoh didinginkan di dalam

desikator selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya tetap (C).

Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air (%) =

(5) Kadar abu (AOAC 1995)

Penentuan kadar abu didasarkan menimbang sisa mineral sebagai

hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 oC. Cawan

 porselin dikeringkan di dalam oven selam satu jam pada suhu 105oC,

lalu didinginkan selam 30 menit di dalam desikator dan ditimbang

hingga didapatkan berat tetap (A). Ditimbang contoh sebanyak 2 g (B),

dimasukkan kedalam cawan porselin dan dipijarkan di atas nyala api

 pembakar bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan

kedalam tanur listrik ( furnace) dengan suhu 650oC selama ± 12 jam.

Selanjutnya cawan didinginkan selama 30 menit pada desikator,

kemudian ditimbang hingga didapatkan berat tetap (C). Kadar abu

dihitung menggunakan rumus:

Kadar abu (%) =

(A+B) – C

(B)x 100 %

(A+B) - A

Bx 100 %

Page 28: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 28/32

(6) Kadar Protein (AOAC 1995)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl.

Contoh sebanyak 0,75 g dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, kemudian

ditambahkan 6,25 g K 2SO4  dan 0,6225 g CuSO4  sebagai katalisator.

Sebanyak 15 ml H2SO4  pekat dan 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan

ditambahkan kedalam labu dan didiamkan selama 10 menit dalam ruang

asam.

Tahap selanjutnya adalah proses destruksi pada suhu 410 oC

selama 2 jam atau hingga didapatkan larutan yang jernih, didiamkan

hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan 50 – 75 ml akuades.

Disiapkan erlenmeyer berisi 25 ml larutan H3BO3  4 % yang

mengandung indikator (bromocherosol green 0,1 % dan methyl red  0,1

% (2:1)) sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada

rangkaian alat destilasi uap. Ditambahkan 50 ml Na2(SO4)3  (alkali).

Dilakukan destilasi dan destilat ditampung dalam erlenmeyer tersebut

hingga volume destilat mencapai 150 ml (hasil destilat berwarna hijau).

Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N, dilakukan hingga warna berubah

menjadi abu-abu natural. Blanko dikerjakan seperti tahapn contoh.

Pengujian contoh dilakukan duplo. Kadar protein ditentukan dengan

rumus:

Kadar protein (%) =

Keterangan: A= ml titrasi HCl sampel

B = ml tirasi HCl blank

(7) Kadar Lemak (Apriyantono et al. 1989)

Labu lemak yang telah dikeringkan di dalam oven (105oC)

ditimbang hingga didapatkan berat tetap (A). Sebanyak 2 g contoh (C)

dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan

kedalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan kedalam

tabung Soxhlet. Sebanyak 150 ml kloroform dimasukkan kedalam labu

lemak. Contoh direfluks selama 8 jam, setelah pelarut sudah terlihat

 jernih menandakan lemak sudah terekstrak semua. Selanjutnya pelarut

yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan

(A-B)x normalitas HCl x 14,007 x 6,25

W (g)x 100 %

Rumput laut kering yang memiliki kadar air yang tinggi akan lebih mudah

rusak jika dibandingkan dengan rumput laut berkadar air rendah. Selain itu

rumput laut bersifat higrokopis sehingga penyimpanan di tempat yang lembab

akan menyebabkan kerusakan terjadi lebih cepat. SNI 01-02690. 1992

menetapkan kadar air rumput laut kering untuk  Eucheuma cottonii  maksimum

35 %, sehingga kadar air yang diperoleh dari penelitian ini masih memenuhi

standar mutu rumput laut kering.

Hasil analisis kadar abu berkisar antara 22,85 - 25,71 %. Kadar abu

tertinggi diperoleh dari umur panen 50 hari dan terendah dari umur panen 45 hari.

Pertambahan umur panen tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar

abu rumput laut. Kandungan abu menunjukkan besarnya kandungan mineral pada

rumput laut yang tidak terbakar selama pengabuan. Kandungan mineral yang

cukup besar diperlukan untuk keseimbangan osmosis dalam mempertahankan

sistem biologinya (Bidwel 1974). Kadar abu rumput laut terutama terdiri dari

garam natrium berasal dari air laut yang menempel pada thallus rumput laut.

Menurut Hirao (1971), kandungan abu pada rumput laut berkisar antara

15 – 40 %.

Hasil analisis kadar protein pada penelitian ini berkisar antara 0,96 –

2,17 %. Kadar protein tertinggi diperoleh pada umur panen 50 hari dan terendah

 pada umur panen 40 hari. Analisis ragam menunjukkan bahwa umur panen

memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein rumput laut. Hal ini

disebabkan karena peningkatan protein menurut Wilson dan Reuvenny (1983),

disebabkan oleh peningkatan kandungan metionin dan sistein yang disintesis dari

sulfat. Kandungan sulfat meningkat karena semakin tinggi pula kandungan

karbohidrat pada rumput laut tersebut. Eidman (1991) menyatakan bahwa pada

 periode pertumbuhan eksponensial alga lebih banyak mensintesis protein sehingga

 pembentukan dinding sel dan cadangan makanan lebih sedikit, pada kondisi

tersebut pasokan nitrogen sedikit dan sebagian proses sintesis protein dari

kegiatan fotosintesis akan diubah menjadi sintesis karbohidrat.

Hasil analisis kadar karbohidrat pada penelitian ini berkisar antara 43,94 –

48,03 %. Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh dari umur panen 50 hari dan

terendah pada umur panen 40 hari. Peningkatan karbohidrat disebabkan

Page 29: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 29/32

Gambar 8 Rumput laut  Eucheuma cottonii  yang dibudidayakan di Kabupaten

Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

Hasil pengujian proksimat rumput laut kering dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil analisis proksimat rumput laut kering  Eucheuma cottonii

Umur

Panen

Kadar

Air (%)

Kadar

Abu (%)

Kadar

Protein (%)

Kadar

lemak (%)

Karbohidrat/by difference (%)

40 29,25±1,36

 b

  24,59±2,04

 a

  0,59±0,03

 a

  1,97±0,65

 a

  43,94±3,42

 a

45 27,76±2,38 b  22,85±1,08 a  1,61±0,57 b  1,05±0,14 a  46,51±3,42 a

50 23,55±0,82 a  25,26±1,61 a  2,17±0,72 b  1,29±0,30 a  48,03±2,46 a

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b)

menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa komponen rumput laut kering terbesar

adalah karbohidrat kemudian air dan abu, sedangkan protein dan lemak

merupakan komponen terkecil.

Kadar air pada rumput laut merupakan komponen yang penting karena

 berhubungan dengan mutu rumput laut. Kadar air rumput laut pada penelitian ini

 berkisar antara 23,55 – 29,25 %. Kadar air tertinggi diperoleh pada umur panen

40 hari dan terendah pada umur panen 50 hari. Hasil analisis ragam menunjukkan

 bahwa umur panen berpengaruh nyata terhadap kandungan air rumput laut. Pada

rumput laut dengan umur panen 50 hari, kandungan air bebasnya lebih banyak

sehingga penguapan pada saat penjemuran lebih besar terjadi pada umur panen 50

hari tersebut. Penguapan ini menyebabkan kadar air pada rumput laut umur panen

50 hari menjadi lebih sedikit dibandingkan umur panen 40 dan 45 hari.

lemak, kemudian labu lemak dikeringkan dalam oven 105oC selama 30

menit. Setelah itu ditimbang hingga didapatkan berat tetap (B). Kadar

lemak dihitung denga rumus:

Kadar lemak (%) =

(8) Kadar Karbohidrat

Dilakukan dengan menghitung sisa (by difference):

Kadar Karbohidrat (%) = 100%- [Kadar (air)+(protein)+(lemak)+(abu)]

(9) Logam Berat (Apriyantonoet al. 1989)

Prinsip yang digunakan adalah penghilangan bahan-bahan organik

dengan pengabuan kering, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan

disebarkan dalam nyala api yang ada di dalam alat AAS sehingga

absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang

gelombang. Kandungan logam berat yang ingin dianalisis adalah Pb, Zn,

Cu dan As menggunakan Spektrofotometer Absorpsi Atom (AAS).

Prosedurnya sebanyak 5-6 ml HCl 6 N ditambahkan ke dalam

cawan berisi abu, kemudian dipanaskan di atas hot plate (pemanas)

dengan pemanasan rendah sampai kering. Setelah itu ditambahkan 15

HCl 3 N, lalu cawan dipanaskan di atas pemanas sampai mulai

mendidih. Setelah didinginkan dan disaring, filrat dimasukkan ke dalam

labu takar yang sesuai. Diusahakan padatan tertinggal sebanyak

mungkin dalam cawan, dan diencerkan dengan air sampai tanda tera.

Blanko disiapkan menggunakan pereaksi yang sama.

Alat AAS diset sesuai petunjuk dalam manual alat tersebut.

Diukur larutan standar logam, blanko dan larutan sampel. Selama

 penetapan sampel, dilakukan pemeriksaan apakah nilai standar tetap

konstan. Kemudian dibuat kurva standar untuk masing-masing logam

(nilai absorbsi/emisi vs konsentrasi logam dalam µg/ml).

(10) Kadar abu tidak Larut Asam (FMC Corp. 1977)

Karaginan yang telah diabukan dididihkan dengan 25 ml HCl 10 %

selama 5 menit. Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan

menggunakan kertas saring tak berabu. Kertas saring diabukan dengan

cara yang sama seperti di atas, lalu didinginkan dalam desikator untuk

(B - A)

Cx 100 %

Page 30: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 30/32

selanjutnya ditimbang. Kadar abu tidak larut asam dihtung dengan

rumus:

Kadar abu tidak larut asam (%) =

(11) Kadar Sulfat (FMC Corp. 1977)

Prinsip yang dipergunakan adalah gugus sulfat yang telah ditimbang dan

dihidrolisa diendapkan sebagai BaSO4. Contoh ditimbang sebanyak 1 g

dan dimasukkan ke dalam labu erlemeyer yang ditambahkan 50 ml HCl

0,2 N kemudian direfluks sampai mendidih selama 6 jam sampai larutan

menjadi jernih. Larutan ini dipindahkan ke dalam gelas piala dan

dipanaskan sampai mendidih. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan

BaCl2 di atas penangas air selama 2 jam.

Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu

dan dicuci dengan akuades mendidih hingga bebas klorida. Kertas

saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada

suhu 1000 oC sampai diperoleh abu berwarna putih. Abu didinginkan

dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah

sebagai berikut :

Kadar Sulfat (%) =

Keterangan:

0,4116 = massa atom relatif SO4 dibagi dengan massa

atom relatif BaSO2

 P  = berat endapan BaSO4 (g).

(12) Titik Leleh (Suryaningrum dan Utomo 2002)

Larutan karaginan dengan konsentrasi 6,67 % (b/b) disiapkan dengan

akuades. Sampel diinkubasi pada suhu 10 oC selama ± 2 jam. Pengukuran

titik leleh dilakukan dengan cara memanaskan gel karaginan dalam

waterbath. Di atas gel karaginan tersebut diletakkan gotri dan ketika gotri

 jatuh ke dasar gel karaginan maka suhu tersebut dinyatakan sebagai titik leleh

karaginan.

(13) Titik Jendal (Suryaningrum dan Utomo 2002)

Larutan karaginan dengan konsentrasi 6,67 % (b/b) disiapkan

dengan akuades dalam gelas ukur volume 15 ml. Suhu sampel

diturunkan secara perlahan-lahan dengan cara menempatkan pada wadah

Berat abu

Berat sampelx 100 %

P x 0,4116

Berat sampelx 100 %

zat hara dapat terhambat karena belum sempat diserap telah dibawa kembali oleh

arus. Arus dan ombak yang besar di perairan pantai juga menyebabkan perairan

menjadi keruh sehingga mengganggu proses fotosintesis tanaman.

Kecepatan arus selama penelitian berkisar 32 – 45 cm/detik. Pergerakan

air mempengaruhi bobot, bentuk thallus dan produksi bahan-bahan hidrokoloid

 Eucheuma (Doty 1987). Gerakan air (arus) yang baik untuk pertumbuhan rumput

laut antara 20 – 40 cm/detik (Indriani dan Sumiarsih 1991). Kadi dan Atmadja

(1988) menyatakan bahwa kecepatan arus yang baik untuk budidaya  Eucheuma

adalah 33 – 67 cm/detik. Dengan demikian maka kecepatan arus selama

 penelitian cukup baik untuk budidaya rumput laut  Eucheuma cottonii.

4.1.4 pH air

Kisaran pH perairan selama penelitian adalah 7 – 8. Selama pengamatan

 pH perairan relatif stabil dan berada pada kisaran adaptasi bagi rumput laut.

Aslan (1998) menyatakan bahwa hampir seluruh alga mempunyai kisaran daya

 penyesuaian terhadap pH antara 6,8 – 9,6.

Perubahan pH selama penelitian relatif kecil karena perairan mempunyai

sistem penyangga terhadap perubahan ion yang drastis. Dengan demikian maka

 pH air selama penelitian cukup baik dengan nilai relatif stabil dan sesuai untuk

 budidaya rumput laut  Eucheuma cottonii.

4.2 Bahan Baku

Rumput laut jenis  Eucheuma cottonii yang digunakan pada penelitian ini

dibudidayakan di perairan Kabupaten Jeneponto dengan tiga perlakuan umur

 panen, yaitu 40, 45 dan 50 hari. Umur panen rumput laut mempengaruhi

 produktivitas dan mutu rumput laut kering. Untuk mendapatkan rumput laut

kering maka dilakukan pengeringan terhadap rumput laut basah dengan cara

 penjemuran selama 2-3 hari. Penjemuran dilakukan dengan pengeringan matahari

seperti yang dilakukan oleh nelayan setempat, yang bertujuan mengurangi kadar

air dalam rumput laut basah. Rumput laut Eucheuma cottonii yang dibudidayakan

di Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Gambar 8.

Page 31: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 31/32

hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu perairan di

Kabupaten Jeneponto sesuai untuk pertumbuhan rumput laut  Eucheuma cottonii.

4.1.2 Salinitas

Salinitas di perairan dipengaruhi oleh penguapan dan jumlah curah hujan.

Salinitas tinggi terjadi jika curah hujan yang turun di suatu perairan kurang yang

menyebabkan penguapan tinggi. Sebaliknya, jika curah hujan tinggi maka

 penguapan berkurang dan salinitas menjadi rendah. Perairan Kabupaten

Jeneponto dipengaruhi oleh massa air dari Laut Flores. Birowo (1982)

mengemukakan bahwa di Laut Flores, musim kering dengan hujan kurang dari 50

mm berlangsung dari Bulan Juli dan berakhir Bulan Oktober, sedangkan musim

hujan terjadi mulai Bulan Desember dan berakhir Bulan Januari. Salinitas perairan

selama penelitian berkisar antara 32 – 35 ppt.

Salinitas perairan berperan penting bagi organisme laut terutama dalam

mengatur tekanan osmose  yang ada dalam tubuh organisme dengan cairan

lingkungannya. Mekanisme osmoregulasi  pada alga dapat terjadi dengan

menggunakan asam amino atau jenis-jenis karbohidrat (Dawes 1981). Doty

(1987) menyatakan bahwa salinitas yang dikehendaki  Eucheuma alvarezii

 berkisar 29 - 34 ppt, sedangkan menurut Kadi dan Atmaja (1988) salinitas y ang

dikehendaki oleh  Eucheuma alvarezii  berkisar antara 30 – 37 ppt. Berdasarkan

hal ini, maka perairan Kabupaten Jeneponto sesuai untuk lokasi pembudidayaan

rumput laut Eucheuma cottonii.

4.1.3 Kecepatan arus

Gerakan air selain berfungsi untuk mensuplai zat hara juga membantu

memudahkan rumput laut menyerap zat hara, membersihkan kotoran yang ada,

dan melangsungkan pertukaran CO2  dan O2  sehingga kebutuhan oksigen tidak

menjadi masalah. Penyerapan zat hara dilakukan melalui seluruh bagian tanaman,

selama ini ketersediaan zat hara tidak menjadi faktor penghambat pertumbuhan

tanaman. Hal ini berarti zat hara yang ada di laut masih cukup, bahkan berlebihan

untuk kebutuhan rumput laut karena adanya sirkulasi yang baik, run-off  dari darat

dan gerakan air (Indriani dan Sumiarsih 1991).

Arus dan ombak yang berkekuatan besar dapat menyebabkan kerusakan

 pada tanaman seperti patah, atau terlepas dari substratnya. Selain itu penyerapan

yang telah diberi pecahan es. Titik jendal diukur pada saat larutan

karaginan mulai membentuk gel dengan menggunakan termometer

digital Hanna.

(14) Derajat Putih (Food Chemical Codex 1981)

Alat yang digunakan adalah Whiteness meter. Contoh sebanyak 3 g,

ditempat dalam satu wadah tertentu. Sebelumnya alat sudah disiapkan dan

dihidupkan, standar petunjuk harus berada dalam posisi nol. Filter yang dapat

digunakan ada tiga macam yaitu: biru, hijau dan merah dengan panjang

gelombang masing-masing secara berurutan 425 nm, 550 nm, dan 520 nm.

Perlakukan ini dapat diulang beberapa kali sampai mendapatkan nilai rata-

rata yang tepat.

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

acak lengkap faktorial dengan tiga faktor utama yaitu: umur panen dengan 3 taraf,

konsentrasi KOH dengan 3 taraf, dan lama ekstraksi dengan 2 taraf. Masing-masing

 perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali dengan jumlah satuan percobaan yang diamati

adalah: 3x3x2x3 =54 unit.

- Faktor masa panen (A):

A1 = umur 40 hari

A2 = umur 45 hari

A3 = umur 50 hari

- Faktor konsentrasi KOH (B):

B1 = 5 %

B2 = 7 %

B3 = 9 %

- Faktor lama ekstraksi (C):

C1 = 2 jam

C2 = 4 jam

Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam dan dilanjutkan

dengan Uji Beda Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Data diolah

dengan program SPSS 12 pada tingkat kepercayaan 95 %. Model rancangan

 percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Page 32: Karakteristik Karagenan

7/22/2019 Karakteristik Karagenan

http://slidepdf.com/reader/full/karakteristik-karagenan 32/32

Yijkl = µ + Ai + B j+ Ck + ABij+ ACik+ BC jk+ ABC ijk +  ijkl

Dimana:

Yijkl = Nilai pengamatan

    = Nilai tengah umum

Ai   = Pengaruh umur panen taraf ke-i (i=1,2,3)

B j  = Pengaruh konsentrasi KOH taraf ke-j (j=1,2,3)

Ck = Pengaruh lama ekstraksi taraf ke-h (h=1,2)

ABij = Pengaruh interaksi umur panen taraf ke-i (i=1,2,3) dengankonsentrasi KOH taraf ke-j (j=1,2,3)

ACik   = Pengaruh interaksi umur panen taraf ke-i (i=1,2,3) dengan

lama ekstraksi taraf ke-h (h=1,2)

BC jk   = Pengaruh interaksi konsentrasi KOH taraf ke-j (j=1,2,3)

dengan lama ekstraksi taraf ke-h (h=1,2)

ABC ijk  = Pengaruh interaksi umur panen taraf ke-i (i=1,2,3),

konsentrasi KOH taraf ke-j (j=1,2,3) dan lama ekstraksitaraf ke-h (h=1,2)

ijkl  = Pengaruh galat percobaan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan

meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang

 berpengaruh langsung terhadap makhluk hidup di perairan, misalnya suhu dan

salinitas. Faktor meteorologi adalah keadaan iklim atau cuaca yangmempengaruhi interaksi terhadap lautan secara langsung dan akan mempengaruhi

kehidupan di laut termasuk rumput laut, misalnya jumlah curah hujan yang

mempengaruhi tinggi rendahnya salinitas di laut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka parameter oseanografi dan

meteorologi yang diamati adalah suhu permukaan, salinitas, pH dan kecepatan

arus.

4.1.1 Suhu permukaan laut

Kabupaten Jeneponto terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan

yang perairannya merupakan pertemuan dua massa air yaitu yang berasal dari

Selat Makassar dan Laut Flores. Pengaruh angin munson terhadap dua perairan

tersebut akan berpengaruh terhadap sebaran suhu permukaan laut di perairantersebut, walaupun secara umum suhu permukaan di perairan laut daerah tropis

relatif mempunyai variasi tahunan kecil.

Pengaruh suhu terhadap sifat fisiologi organisme perairan merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi fotosintesis disamping cahaya dan

konsentrasi fosfat (Odum 1971). Perbedaan suhu terjadi karena adanya perbedaan

energi matahari yang diterima oleh perairan. Suhu akan naik dengan

meningkatnya energi matahari yang masuk ke dalam perairan. Hal ini dapat

meningkatkan kecepatan fotosintesis sampai pada radiasi tertentu. Kecepatan

fotosintesis akan konstan dan produksi maksimum tidak tergantung pada energi

matahari lagi sampai pada reaksi mengenzim (Nontji 1981).

Hasil pengukuran suhu permukaan laut di daerah penelitian berkisar antara28,8 – 29,6

oC. Soegiarto et al . (1978) menyatakan bahwa laju fotosintesis

maksimal bagi  Eucheuma adalah pada suhu 30 oC, sedangkan pada suhu di atas

32 oC aktivitas fotosintesis terhambat. Menurut Fritsch (1986), kisaran

temperatur untuk pertumbuhan alga yang baik adalah 21 – 31,2 oC. Berdasarkan