karakteritik thalassemia

33
PERUBAHAN KARAKTERISTIK TULANG TENGKORAK DAN TULANG WAJAH PADA PENDERITA THALASSEMIA BETA MAYOR Oleh Tjokorda Raka G.D Ayu Deni Pramita 1

Upload: ayu-deni-pramita

Post on 05-Aug-2015

348 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karakteritik Thalassemia

PERUBAHAN KARAKTERISTIK TULANG TENGKORAK DAN TULANG WAJAH

PADA PENDERITA THALASSEMIA BETA MAYOR

Oleh

Tjokorda Raka G.D

Ayu Deni Pramita

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

SURABAYA

2011

1

Page 2: Karakteritik Thalassemia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit thalassemia merupakan penyakit kelainan darah herediter. Di Indonesia penyakit

thalassemia bukanlah istilah umum bagi masyarakat kebanyakan. Thalassemia secara genetik

adalah penyakit akibat dari gangguan sintesis hemoglobin yang diwarisi secara autosomal

resesif. Heterogenitas penyakit thalassemia baik thalassemia alpha maupun thalassemia beta

sangat bervariasi dan berkaitan erat dengan pengelompokkan populasi. Indonesia merupakan

negara yang termasuk dalam wilayah thalassemik. Tiap tahunnya tidak kurang dari 100.000

infant yang lahir dengan thalassemia beta dan negara yang paling sering terkena yakni afrika,

asia tenggara, india, timur tengah, dan mediterranian. Di Indonesia sendiri data terbaru

mengatakan bahwa penderita thalassemia alpha mencapai 0,5% sedangkan thalassemia beta

mencapai angka 3,5% dari total penduduk Indonesia. 1

Manifestasi klinis thalassemia sangatlah beragam mulai dari yang tampak dengan mata

seperti ciri fisik yang meliputi perubahan bentuk tulang pada wajah, hingga ciri yang hanya

dapat diihat melalui pemeriksaan penunjang seperti bentukan “hair on end” dan penurunan

jumlah produksi sel darah. Thalassemia secara umum diklasifikasikan menjadi thalassemia

alpha, beta, teta, zeta, epsilon, dan delta, klasifikasi ini didasarkan pada jenis rantai

pembentuk hemoglobin yang bermasalah. Dalam penelitian ini yang menjadi topik penelitian

adalah thalassemia beta mayor sehingga semua penjelasan akan fokus pada kelainan tersebut.

Thalassemia beta digolongkan menjadi dua penggolongan ini berdasarkan banyaknya

rantai globin yang hilang. Selain secara genetik thalassemia juga dapat dinilai secara

antropologis dengan menitik-beratkan pada perubahan yang terjadi pada rangka tubuh, dalam

hal ini tulang, kondisi ini dapat dilihat dari bentukan tulang tengkorak dan tulang wajah.

Adanya gambaran “hair on end”, “rodent / chipmunk face”, facies cooley dan bentukan

porotic hyperostosis merupakan suatu tanda yang penting dalam bidang antropologi untuk

mengidentifikasi seseorang dengan kelainan darah salah satunya thalassemia beta mayor.

Pembahasan mengenai thalassemia beta mayor khususnya dengan menitik-beratkan pada

perubahan karakteristik tulang yang dibahas dengan menggabungkan beberapa sudut

pandang dari cabang ilmu yang berbeda juga masih jarang ditemukan, semenjak thalassemia

beta mayor merupakan penyakit dengan manifestasi yang kompleks maka membahasnya dari

2

Page 3: Karakteritik Thalassemia

sisi genetika dan antropologi ragawi akan sangat menarik karena dapat menyajikan informasi

dari kombinasi genetika dan antropologi yang dapat berguna bagi masyarakat luas. 2

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh thalassemia beta mayor terhadap perubahan karakteristik tulang

tengkorak dan tulang wajah?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh thalassemia beta mayor terhadap perubahan karakteristik tulang

tengkorak dan tulang wajah.

1.4 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai manifestasi klinis penyakit thalassemia beta mayor

pada kondisi perubahan karakteristik tulang (tulang tengkorak dan tulang wajah). Penelitian

ini secara sendirinya akan menambah wawasan dan ilmu bagi para peneliti. Hasil penelitian

ini diharapkan nantinya dapat juga menjadi sumber tambahan ilmu bagi para pembaca di

bidang kesehatan khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

BAB II3

Page 4: Karakteritik Thalassemia

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemoglobin

Hemoglobin adalah suatu protein yang terdapat dalam sel darah merah dan tersusun atas

asam amino, protein ini berperan dalam transportasi oksigen dengan mengikat oksigen pada

paru-paru dan menyebarkannya ke jaringan perifer untuk kebutuhan sel tubuh. 1 Hemoglobin

terdiri dari rantai protein globin yang memiliki jenis-jenis yang berbeda. Pada manusia ada

beberapa jenis rantai protein globin yang membentuk hemoglobin dengan komposisi berbeda

sehingga membentuk jenis hemoglobin yang berbeda juga. Jenis rantai protein globin yang

dihasilkan bergantung pada DNA yang menyusun gen globin dan ekspresi dari gen globin itu

sendiri. Adapun jenis-jenis rantai globin tersebut yakni: rantai alpha, beta, gamma, delta, zeta,

dan epsilon, keenam jenis rantai tersebut akan membentuk berbagai macam hemoglobin

tergantung dari fase-fase perkembangan tubuh. Pada stadium perkembangan embrio terdapat

tiga jenis hemoglobin yakni Hb gower I ( 2 rantai zeta dan 2 rantai epsilon), Hb gower II ( 2

rantai alpha dan 2 rantai epsilon), Hb Portland I ( 2 rantai zeta dan 2 rantai gamma), ketiga

jenis hemoglobin ini tidak ditemukan pada stadium perkembangan tubuh dewasa, pada

stadium perkembangan fetus hemoglobin yang dominan terbentuk adalah Hb F ( 2 rantai

alpha dan 2 rantai gamma), hemoglobin jenis ini juga masih dapat ditemukan pada manusia

dewasa namun dengan proporsi yang sangat sedikit yakni kurang dari 1%, pada orang dewasa

hemoglobin yang terbentuk sebagian besar adalah Hb A ( 2 rantai alpha, dan 2 rantai beta )

dengan proporsi 97% - 98%, dan Hb A2 ( 2 rantai alpha dan 2 rantai delta ) dengan proporsi

2% - 3%. 2

2.2 Sintesis Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari heme dan globin. Heme merupakan suatu molekul prostetik yang

dapat mengikat oksigen, sedangkan globin merupakan suatu protein yang mengelilingi dan

melindungi heme. Sintesis heme merupakan suatu proses yang panjang yang berlangsung di

mitokondria dan sitosol dengan melibatkan aktivitas enzim yang kompleks, salah satu yang

paling berperan adalah feeroselatase yang mengubah senyawa corpropirinogen III mejadi

protoporphyrine IX yang mampu menghasilkan heme. 3 Sintesis globin dipengaruhi

sepenuhnya oleh asam amino yang menyusun protein dari globin. Sintesis globin bergantung

pada ekspresi gen globin yang tersusun atas DNA yang membawa cetakan / blue-print dari

masing-masing jenis rantai globin yang ada pada tubuh manusia. Tiap jenis rantai globin

4

Page 5: Karakteritik Thalassemia

yang dihasilkan memiliki jumlah asam amino penyusun protein yang berbeda. Jenis rantai

globin yang paling banyak adalah alpha dan beta sehingga rantai yang ada dapat digolongkan

menjadi dua tipe yaitu rantai globin yang meyerupai alpha (alpha-like globin) maupun beta

(beta-like globin). Rantai protein globin alpha terdiri dari 141 asam amino sementara beta

terdiri dari 146 asam amino, susunan asam amino rantai globin zeta dan gamma memiliki

kesamaan dengan rantai globin alpha namun tidak sepenuhnya identik, sedangkan rantai

globin delta dan epsilon memiliki kesamaan dengan rantai globin beta, ini juga tidak

sepenuhnya identik. Dengan adanya ikatan antara heme dan globin maka akan terbentuk

hemoglobin dengan segala fungsinya. 2

2.3 Mutasi Gen Pembentuk Rantai Globin

Mutasi gen pembentuk rantai globin akan menyebabkan kelainan dari hemoglobin,

kondisi ini sering disebut sebagai hemoglobinopati/ hemoglobin disorders. Mutasi pada gen

globin akan menyebabkan modifikasi struktur produk gen itu sendiri dan mengganggu

ekspresi dari gen. 4 Pada dasarnya penyebab kelainan hemoglobin dapat digolongkan menjadi

dua yaitu :

- Varian dari struktur rantai globin

- Kelainan sintesis daripada rantai globin

Thalassemia merupakan golongan hemoglobinopati akibat adanya kelainan sintesis rantai

globin oleh mutasi gen. Mutasi gen pada thalassemia memiliki tipe mutasi yang banyak, dua

kelainan hemoglobin yang paling sering yakni thalassemia alpha dan beta contohnya,

memiliki jenis mutasi yang bervariasi, thalassemia alpha cenderung disebabkan oleh delesi

pada gen alpha globin yang dipercaya terjadi akibat adanya ketidakmerataan proses cross-

over pada pembelahan meiosis, selain itu dapat juga disebabkan oleh point mutations atau

adanya varian ( Hb variant constant spring). Mutasi pada thalassemia beta dapat disebabkan

oleh berbagai jenis mutasi, yang paling sering adalah mutasi titik atau point mutations.

Mutasi titik terjadi apabila ada perubahan pada urutan rantai basa DNA dimana satu jenis

basa diganti dengan basa lainnya Selain itu mutasi pada thalassemia beta secara umum dapat

digolongkan menjadi enam antara lain : transcriptions mutations, mRNA splicing mutations,

polyadenylation signal mutations, RNA modification mutations, chain termination mutations,

missense mutations. 2

2.4 Thalassemia Beta

5

Page 6: Karakteritik Thalassemia

Globin beta adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut

hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. HBB (Hemoglobin Beta) gen yang

memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut globin beta. Lebih dari 250

mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan thalassemia beta. Sebagian besar mutasi

melibatkan perubahan dalam satu blok bangunan DNA (nukleotida) dalam atau di dekat gen

HBB. Mutasi lainnya menyisipkan atau menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen

HBB. 1 Thalassemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang

ada. Thalassemia beta dibagi menjadi : 3

a. Thalassaemia Beta Minor (β / β0 atau β / β+) : Pada jenis ini penderita memiliki satu

gen normal dan satu gen yang bermutasi, dimana gen yang bermutasi ini

menyebabkan produksi ranta beta globin berkurang atau tidak diproduksi sama sekali.

Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang

mengecil (mikrositer).

b. Thalassaemia Intermedia (β0 / β+) : Pada kondisi ini kedua gen mengalami

mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin, dimana dari dua gen

beta globin satu gen sudah tidak mampu memproduksi rantai beta globin dan gen

lainnya mampu memproduksi rantai beta globin namun hanya sedikit. Penderita

biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang

terjadi.

c. Thalassaemia Mayor (β0 / β0 atau β+ / β+) : Pada kondisi ini kedua gen mengalami

mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul

pada bayi ketika berumur tiga bulan berupa anemia yang berat. 

Tanpa rantai beta, hemoglobin tidak dapat terbentuk dan akan mengganggu

perkembangan normal sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat

oksigen yang nantinya didistribusikan ke seluruh tubuh dan membuat tubuh kekurangan

oksigen. Kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ dan

masalah kesehatan lainnya.

HBB gen terletak di kromosom 11 lengan pendek di posisi 15.5. HBB gen dari

pasangan basa 5.203.271 sampai pasangan basa 5.204.876 pada kromosom 11. 5

2.5 Thalassemia Beta Mayor

6

Page 7: Karakteritik Thalassemia

Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter yang palig sering ditemui,

diakibatkan kelainan produksi rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.

Ketidakseimbangan dalam rantai protein yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin

disebabkan oleh gen yang mengalami mutasi. 6 Kelainan ini disebabkan akibat kurangnya

jumlah rantai beta yang dihasilkan atau tidak ada sama sekali. Thalassemia beta mayor

memiliki karakter homozigot (β0β0 / β+β+ ), dimana terdapat dua gen yang bermutasi sehingga

expresi gen tidak dapat terjadi dengan baik, alih-alih menghasilkan rantai beta dalam jumlah

dan fungsi yang adekuat, gen akan memicu terbentuknya rantai beta globin dalam jumlah

yang sedikit atau tidak sama sekali yang menyebabkan kelainan sistemik pada tubuh.

Hemoglobin beta memiliki dua rantai globin yang menyusunnya sehingga dapat berfungsi

secara sempurna, kekurangan satu rantai atau lebih akan menyebabkan penumpukan produksi

jenis rantai globin lainnya, seperti rantai alpha, delta, maupun gamma, zeta, dan epsilon hal

ini akan menimbulkan pembentukan rantai tetramer yang tidak sempurna yang akan

menyebabkan hemoglobin yang tersusun menjadi tidak stabil dan menyebabkan sel darah

mudah lisis juga terganggunya prose produksi hemoglobin. 7 Thalassemia beta mayor

merupakan penyakit kelainan genetis yang diturunkan secara autosomal resesif ini berarti

bahwa apabila kedua orang tua membawa gen thalassemia (karier) maka kesempatan anak

untuk mewaris gen dari setiap kelahiran adalah 25 % untuk terkena thalassemia dengan

mewarisi gen dari kedua orang tua (thalassemia beta mayor), 50% untuk terkena thalassemia

dengan mewarisi satu gen dari salah satu orang tua (thalassemia beta minor) yakni bentuk

heterozigot, dan 25 % tanpa membawa gen yang termutasi dari orang tua (sehat).

Kurangnya jumlah rantai penyusun hemoglobin, dalam hal ini dua rantai yang hilang akibat

kelainan proses sintesis rantai globin karena mutasi gen menyebabkan tidak adanya rantai

beta globin yang terbentuk atau hanya diproduksi dalam jumlah yang tidak memadai

sehingga hemoglobin tidak terdiri dari tetramer yang sempurna (2 alpha dan 2 beta). 8

2.5.1 Epidemiologi

Thalassemia secara global dilaporkan memiliki angka insiden yang tinggi di beberapa

daerah di dunia seperti Mediterranean, Afrika, dan Asia Tenggara, angka kejadian

thalassemia beta mayor diperkirakan rata-rata 10% pada daerah-daerah tersebut. 7% dari total

populasi dunia merupakan karier hemoglobinopati trait. 1 di Indonesia statistik thalassemia

belum tersedia secara terperinci dan pasti, namun secara umum dikatakan bahwa sumatera

selatan merupakan salah satu tempat di Indonesia dengan populasi penderita thalassemia

7

Page 8: Karakteritik Thalassemia

terbanyak yakni dengan frekwensi 10-12%, artinya dari tiap seratus penduduk di sumatera

selatan 10 sampai 12 individu membawa gen thalassemia, angka ini tanpa membedakan jenis

thalassemianya. 9 Di Indonesia secara umum diprediksi frekwensi individu pembawa gen

thalassemia mencapai 4% yang mana 0.5% adalah individu dengan kelainan alpha

thalassemia dan 3.5% individu dengan kelainan beta thalassemia. Iskandar Wahidayat (1979)

melaporkan bahwa tiap tahunnya selalu didapat kasus baru thalssemia beta di Rumah Sakit

Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, di Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya lebih sering di

jumpai kasus thalassemia beta Hb E. 10 Menurut studi yang dilakukan oleh Bagian Genetika

Medik Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, prosentase Hb E trait di

Rumah Sakit Dr. Soetomo mencapai 47.0%.

2.5.2 Etiologi

Dasar kelainan pada thalassemia yaitu delesi pada gen atau terhapus karena mutasi dari gen.

thalassemia beta terjadi akibat tidak diproduksi atau berkurangnya jumlah rantai globin

pembentuk hemoglobin, β(+) / β(+) atau β(0) / β(0). Lebih dari seratus mutasi pada pasangan basa

yang berbeda dapat menyebabkan thalassemia beta. Ada berbagai tipe mutasi yang

menyebabkan terjadinya thalassemia beta termasuk didalamnya mutasi titik, insersi, dan

delesi. Gen yang mengatur produksi rantai beta terletak di sisi pendek kromosom 11, mutasi

gen disertai berkurangnya sintesis globin dengan struktur normal. Pada thalassemia beta

produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb

A2 dan atau Hb F tidak terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru

memproduksi lebih banyak daripada keadaan normal, hal ini merupakan mekanisme

kompensasi untuk menutupi kekurangan rantai beta. Kelebihan rantai globin ini nantinya

tidak dapat digunakan dengan baik karena tidak ada pasangannya yang akan membentuk

tetramer yang sempurna dan akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini

menyebabkan eritrosit mudah lisis dan eritropoiesis berlangsung tidak efektif dimana eritrosit

memberikan gambaran anemia hipokrom dan mikrositer. 2

2.5.3 Manifestasi Klinis

Penderita yang mengalami thalassemia tipe silent karier dan mild thalassemia biasanya

tidak menampakkan gejala. Adapun beberapa kasus dari thalassemia dapat ditemukan gejala-

gejala, seperti badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah, denyut

jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan pertumbuhan terhambat serta permukaan

8

Page 9: Karakteritik Thalassemia

abdomen yang asimetris dengan pembesaran hati dan limfa. Pada penderita thalassemia beta

mayor (homozigot) menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan

pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan

wajah yang khas, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan

maloklusi gigi. 1 Akibat sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja untuk menghasilkan sel

darah merah pada thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang terutama

tulang kepala dan wajah. Disamping itu, anak yang menderita thalassemia ini akan tumbuh

lebih lambat dan masa pubertas juga lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena

penyerapan zat besi meningkat akibat lisis eritrosit yang berlebih dan seringnya menjalani

transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang

pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. 5 Seringkali pada bayi yang sudah

terdiagnosa thalassemia beta mayor (dengan kedua orang tuanya fenotip normal), dapat

ditemukan adanya gejala depresi napas dan foto rontgen menunjukkan ciri khas yakni “hair

on end”, hal ini terkait dengan kondisi tubuh yang masih dini dan tingkat keparahan gejala

penyakit seperti hipoksia serta penurunan hemoglobin. 7

2.5.3.1 Perubahan Pada Tulang Tengkorak

2.5.3.1.1 Porotic Hyperostosis

Porosis pada permukaan tulang kranial sering disebut porotic hyperostosis dan pada

orbital disebut cribra orbitalia. Namun, pada kasus thalassemia beta jarang ditemukan

penampakan cribra orbitalia kecuali pada kasus anemia defisiensi besi. Porosis selalu

dimulai dari tulang frontal bagian atas (yang mana sering menunjukkan penebalan dan

penonjolan pada frontal), kemudian meluas secara progresif dan mengarah ke bagian parietal

dan ke bagian kranial yang lain, misalnya tulang dagu, sphenoid, dan tulang mastoid. 13

Porosis terjadi sebagai akibat mekanisme kompensasi yang dilakukan oleh sumsum

tulang secara berlebihan dalam bentuk hyperplasia dan proliferasi sumsum tulang, hal ini

dipicu oleh penurunan pembentukan sel darah merah secara sistemik akibat dari

pembentukan rantai globin penyusun sel darah merah yang diproduksi dalam jumlah yang

sedikit atau sama sekali tidak ada. 3 Ada dua prinsip dari penyebab pembentukan sel darah

merah di sumsum tulang terganggu pada kasus thalassemia beta, yakni eritropoisis yang

inefektif dan meningkatnya hemolisis. Sel darah merah normalnya matur pada hari ketujuh

dan rentang usianya 120 hari. Ketika terjadi suatu kondisi yang menyebabkan level

hemoglobin rendah ( < 7 g/dl ), tubuh akan menjadi kekurangan oksigen, sehingga memicu

9

Page 10: Karakteritik Thalassemia

sekresi eritropoietin (salah satu hormon yang diproduksi oleh ginjal) untuk mempercepat

produksi sel darah merah dan proses maturasinya. Jika respon hormonal tidak adekuat, maka

sumsum tulang dipicu untuk meningkatkan produksi sel darah merah. Pada kubah kranial

ekspansi diploe (spons tulang) terjadi sampai ke permukaannya, dimana sedikit demi sedikit

terjadi reabsorbsi. Reabsorbsi inilah yang menimbulkan porosis pada kranial (porotic

hyperostosis) dan terlihat seperti spons (lubang-lubang kecil). 13

2.5.3.1.2 Hair on End

Perubahan tulang yang paling sering terlihat terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah.

Kepala penderita thalassemia beta mayor menjadi besar dengan penonjolan pada tulang

frontal dan pembesaran diploe (spons tulang) tulang tengkorak hingga beberapa kali lebih

besar dari orang normal. Hal ini memberikan gambaran menyerupai rambut berdiri dengan

potongan pendek atau hair on end pada foto rontgen. Perubahan pada tulang tengkorak

terbentuk karena tertekannya trabekular vertikal antara bagian dalam dan luar tengkorak

akibat hiperplasia pada sumsum tulang. 14 Penampakan diploe pada foto rontgen tengkorak

ditandai dengan bentukan stria vertikal yang menyerupai rambut berdiri pada permukaan

tulang tengkorak. 7 Adanya penampakan ini diakibatkan oleh hiperaktifitas sumsum tulang.

Hiperplasia dari sumsum tulang menyebabkan pelebaran rongga diploe dan penipisan pada

permukaan tulang, selain itu destruksi trabekular dengan penebalan pada residu trabekular itu

sendiri. Bentukan trabekular pada diploe terkadang tersusun secara peripendikular pada

kurvatura tulang tengkorak. Hiperplasia pada sumsum tulang yang bersifat radiolusen,

penebalan trabekular dan penampakan warna opaque, tiga hal inilah yang menyebabkan

penampakkan “hair on end”. 12

2.5.3.2 Perubahan pada Tulang Wajah

2.5.3.2.1 Facies Cooley

Thalassemia beta mayor merupakan kelainan thalassemia beta yang bersifat

homozigot, sering pula disebut dengan anemia Cooley. Kelainan ini merupakan bentuk

terparah dari thalassemia dan penderita akan mengalami anemia berat dengan hematokrit

kurang dari 20% sehingga bergantung pada pemberian transfusi darah. 3 Gejala yang sering

terjadi yaitu pembesaran limfa dan hati, pertumbuhan yang terhambat dan perubahan pada

tulang. 7 Perubahan tulang yang terjadi disebabkan oleh hiperaktivitas dari sumsum tulang

10

Page 11: Karakteritik Thalassemia

sehingga mengakibatkan pertumbuhan berlebih pada tulang frontal, parietal, zigomatikus

serta protrusi maxilla. Perubahan bentuk ini menghasilkan wajah yang khas yaitu facies

cooley. akibat abnormalnya tulang wajah dan pertumbuhan tulang cranial. Pada hidung

tampak pesek tanpa nasal bridge. Jarak antara kedua mata melebar begitu pula dengan dahi

yang melebar juga. Selain itu, tulang pipi dan kranial mengalami penebalan, gigi yang

protrusif (menonjol), dan pertumbuhan maxilla yang maloklusi. Pembentukan sutura pada

lobus occipital mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tulang mandibula hingga struktur

maxilla anterior, yang bermanisfestasi pada pertumbuhan maxilla yang berlebihan (protrusi

maxilla dan atrofi mandibula). Selain itu gangguan ini juga menyebabkan perubahan posisi

orbita ke arah lateral sehingga tampak wajah Cooley. 15 Disamping itu, pertumbuhan gigi

penderita thalassemia beta mayor biasanya buruk disertai refraksi tulang rahang. Konsekuensi

dari produksi rantai beta yang terganggu menyebabkan kadar hemoglobin turun drastis. 16

Gambar 1 : Tampilan “Facies Cooley” Gambar 2 : Tampilan “Facies Cooley”

Pada anak usia

5 tahun ( hasil foto

rontgen- lateral).

2.5.3.2.2 ”Chipmunk Appearance” / “Rodent Face”

Perubahan struktur tulang pada penderita thalassemia meningkat seiring dengan usia, hal

ini berhubungan dengan hipoksia oleh keadaan anemis yang parah. Manifestasi orofacial dari

thalassemia terjadi karena perubahan tulang akibat proses erithropoiesis yang inefektif.

Perubahan struktur oral yang paling besar pada pasien thalassemia adalah pembesaran

maxilla oleh sebab ekspansi sumsum tulang. Pertumbuhan berlebih ini menghasilkan suatu

penampakkan dengan karakteristik khusus yang disebut sebagai “chipmunk appearance” /

11

Page 12: Karakteritik Thalassemia

“rodent face”. Manifestasi orofacial yang paling sering dilaporkan adalah protrusi maxilla

yang diasosiasikan dengan pembesaran tulang alveolar, pelebaran bagian bawah rahang

diikuti peregangan pada gigi atas bagian depan. Tulang malar yang prominent dan depresi

nasal bridge juga menjadi salah satu tanda khas yang menyertai “chipmunk appearance” /

“rodent face”. 11 Pertumbuhan abnormal dari maxilla dan tulang-tulang di sekitar seperti

dikatakan di atas terpengaruh oleh usia yang dikaitkan dengan hiperplasia dimana dalam hal

ini stadium dari deformitas orofacial dapat dibagi menjadi tiga yakni :

a. Stadium 1 : berupa penebalan kelopak mata tanpa disertai dengan pertumbuhan

berlebih dari maxilla

b. Stadium 2 : pertumbuhan berlebih dari tulang maxilla sudah mulai nampak

namun masih belum terlalu signifikan.

c. Stadium 3 : pertumbuhan berlebih tulang maxilla yang nampak jelas disertai

penampakan tulang malar dan gigi atas bagian depan yang prominent.

Dengan adanya stadium perkembangan tulang maxilla yang abnormal yang dikaitkan oleh

umur maka banyak studi yang menyatakan golongan-golongan usia tertentu dimana tulang

mengalami fase-fase perkembangan abnormal yang disebut di atas, namun dapat disimpulkan

bahwa perkembangan yang paling signifikan kebanyakan dapat dilihat pada usia 7,5 tahun,

tetapi hal ini tidak harus selalu karena pada beberapa kasus, pertumbuhan yang abnormal ini

dapat terjadi pada usia dini bergantung pada tingkat keparahan anemia dari pasien dan

ketergantungannya pada transfusi darah. 12

12

Page 13: Karakteritik Thalassemia

Adanya kelainan lubang oral pada penderita thalassemia beta menjadi tanda pasti adanya

perubahan mekanisme faal tulang yang diakibatkan oleh proses kompensasi oleh sumsum

tulang akibat kurangnya jumlah sel darah merah dengan fungsi yang normal yang terdapat

dalam tubuh, hal ini tidak hanya menyebabkan deformitas tulang yang mengakibatkan

penampakkan “chipmunk appearance” / “rodent face” namun juga berefek pada tulang-

tulang yang lain di wajah yang berupa rahang bawah melebar dari bentuk normal,ligamen

periodontal melebar dan pucatnya gingiva, itu

terjadi biasanya pada pasien yang

hemoglobinnya menurun sampai dibawah 7

gr/dl. Ukuran lidah membesar (makroglossi) dan

warna ginggiva terkadang cenderung lebih gelap,

hal ini disebabkan tingginya level feritin darah. 9

Gambar 1 : Tampilan “chipmunk appearance” Gambar 2 : Tampilan “chipmunk

/ “rodent face” ( tampak samping). appearance” / ”rodent face” ( hasil

foto rontgen- lateral).

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesa 4

Ada beberapa poin yang menjadi ciri dari thalassemia beta mayor yang dapat

membantu menegakkan diagnosa yakni:

- Umumnya penderita thalassemia berasal dari ras Mediterranean, Afrika, atau Asia

Tenggara.

- Memilki riwayat penyakit keluarga anemia, transfusi yang berkepanjangan, atau

splenektomi.

2.6.2 Tanda-tanda Pada Pemeriksaan Fisik 9

13

Page 14: Karakteritik Thalassemia

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui tanda-tanda sebagai berikut:

- Pucat tanda dari anemia.

- Bentuk muka facies Cooley akibat adanya maloklusi pada tulang maxilla

- Tampak chipmunk appearance dengan bentuk rahang dan gigi yang abnormal

- Gangguan pertumbuhan

- Heart murmur: merupakan tanda signifikan anemia. Tanda dapat juga ditemui pada

CHF (Congestive Heart Failure)

- Tanda ikterus: terjadi hemolisis akibat peningkatan produksi bilirubin.

- Bentuk muka yang asimetris (abnormal) dengan ciri tulang frontal menonjol, maxilla

yang protrusi, dan tulang wajah hipertropi.

- Hepatosplenomegali hingga extramedullar hematopoiesis

2.6.3 Pemeriksaan penunjang 7

1. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan :

- Pada penderita thalassemia level Hb menurun sampai <7 g/dl, Mean Corpuscular

Volume (MCV) > 50 < 70 fl dan Mean Corpuscolar Hb (MCH) > 12< 20 pg.

Sedangkan level HbA antara 10-30% , HbF 70-90%, dan HbA2 jumlahnya variabel

meningkat (> 3,5% dari Hb total). 18

- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat

dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basofilik stappling, badan

Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.

- Retikulosit meningkat

2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) 10

- Hiperplasia sistem eritropoiesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.

- Granula Fe (dengan pengecatan prussian biru) meningkat.

3. Pemeriksaan radiologi:

14

Page 15: Karakteritik Thalassemia

Dalam penelitian yang ada hubungannya dengan perubahan karakteristik tulang

tengkorak dan wajah pada anak penderita thalassemia beta mayor, maka pemeriksaan

radiologi sangat membantu. Pada foto rontgen tengkorak dapat dilihat gambaran hair on end

menyerupai rambut berdiri potongan pendek, penipisan tulang korteks, pelebaran diploe. 8

Adanya penampakan ini oleh karena hiperplasia dari sumsum tulang yang menyebabkan

pelebaran diploe. Bentukan trabekular pada diploe terkadang tersusun secara peripendikular

pada kurvatura tulang tengkorak. Hiperplasia pada sumsum tulang yang bersifat radiolusen,

penebalan trabekular dan penampakan warna opaque, tiga hal inilah yang menyebabkan

penampakkan “hair on end”. 12 Selain terlihatnya gambaran hair on end, pada rontgen kepala

juga dapat ditemukan gambaran porotic hyperostosis yang merupakan porosis (lubang-lubang

kecil) pada permukaan tulang tengkorak. 13 Perubahan patologis tulang tidak hanya terjadi

pada tulang tengkorak, juga dapat kita lihat perubahan tulang wajah (deformitas orofacial)

pada foto rontgen, seperti: Facies Cooley dan Chipmunk Appearance / Rodent Face.

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Medikamentosa

a. Transfusi darah

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan keadaan ini akan

memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,

dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah

dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Jadwal

transfusi jaraknya antara 3-4 minggu untuk mempertahankan level hemoglobin 9-9,5 g/dl,

setelah itu baru dilanjutkan transfusi lagi. Walaupun dengan transfusi memperpanjang

hidup penderita, transfuse juga menimbulkan masalah yang serius, misalnya kelebihan zat

besi pada tubuh pasien yang menimbulkan akumulasi zat besi pada hati, jantung, kelenjar

endokrin. Terkadang transfuse tidak memberi gangguan pada hati ataupun jantung, namun

akan menghambat pertumbuhan dan maturasi seksual. Untuk meminimalkan terjadinya

deposit besi pada tubuh, penderita harus diterapi dengan chelation (iron removing). Terapi

ini dapat dilakukan melalui mulut, subcutan, atau intravena, dan perlu diingat agar

dipantau terus agar tidak terjadi komplikasi. 17

15

Page 16: Karakteritik Thalassemia

b. Pemberian Iron Chelating agent (Deferoxamine):

Diberikan setelah kadar feritin serum mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin

lebih dari 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Deferoxamine diberikan dengan

dosis 25-50 mg/kgBB/hari diberikan subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam

selama 5-7 hari selama seminggu dengan menggunakan pompa portable. Lokasi umumnya

di daerah abdomen, namun daerah deltoid maupun paha lateral menjadi alternatif bagi

pasien. Adapun efek samping dari pemakaian deferoxamine jarang terjadi apabila

digunakan pada dosis tepat. Toksisitas yang mungkin bisa berupa toksisitas retina,

pendengaran, gangguan pertumbuhan tulang, reaksi lokal dan infeksi.

c. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi

besi.

d. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

e. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel

darah merah

2.7.2 Bedah

Splenektomi umumnya tidak dianjurkan bagi penderita thalassemia karena resiko dari

komplikasinya, misalnya: infeksi pulmoner, hepar, ataupun terjadi trombotik. Bagaimanapun

splenektomi (baik total atau partial) dapat dilakukan jika ada indikasinya sebagai berikut:

- Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan

peningkatan tekanan intra-abdominal dan bahaya terjadinya ruptur.

- Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan

suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg BB dalam satu tahun. 17

2.7.3 Thalassemia Diet

Pasien dianjurkan untuk menghindari makanan yang kaya akan zat besi, seperti

daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-sayuran bewarna hijau, sebagian dari sarapan

yang mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol. Karena jika hal ini dibiarkan,

maka akan terjadi akumulasi besi yang berlebihan dalam tubuh. 17

2.8 Evaluasi

16

Page 17: Karakteritik Thalassemia

- Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi

sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.

- Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar

bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan. 17

17

Page 18: Karakteritik Thalassemia

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

18

Thalassemia Beta Mayor

Produksi hemoglobin menurun atau tidak ada

Tubuh

Gangguan pembentukan rantai beta globin Eritrosit lisis

Proliferasi dan Hiperplasia sumsum tulang

Mekanisme kompensasi

Tubuh

Penurunan jumlah sel darah sistemik

Tubuh

Perubahan karakteristik tulang wajah

Perubahan karakteristik tulang tengkorak

Tulang wajahTulang tengkorak

Hair on End, Porotic Hyperostosis, Criba Orbitalia

Chipmunk Appearance / Rodent Face, Facies Cooley

Page 19: Karakteritik Thalassemia

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif

4.2.2 Rancangan Penelitian

4.2 Populasi, Besar Sampel, Teknik Pengambilan Sampel dan Kriteria Sampel

4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pasien thalasemia beta mayor yang tergabung dalam

POPTI (Persatuan Orang Tua Penderita Thalassemia Indonesia) di bagian IKA (Ilmu

Kesehatan Anak) RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

4.2.2 Besar Sampel

Besar sampel didapatkan sesuai dengan metode dan dana penelitian yang ada, dalam

penelitian ini digunakan 10 sampel yang memenuhi kriteria sampel pada populasi penelitian.

Selanjutnya sampel diambil datanya, baik primer yang meliputi anamnesa, pemberian

kuisioner dan foto rontgen, maupun sekunder yang meliputi rekam medis lengkap dari pasien.

19

Populasi Penelitian adalah pasien

thalassemia beta mayor umur ≥ 5 th

dengan tanda perubahan tulang

tengkorak dan tulang wajah di

bagian IKA, RSUD Dr. Soetomo.

Sampel Pengamatan dan pengambilan data primer dan sekunder

Pengolahan data dan Pendeskripsian

Page 20: Karakteritik Thalassemia

4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini bersifat proposif, dimana pengambilan data

dilakukan dengan permohonan kepada pasien guna mendapat informed consent secara

tertulis sehingga dapat melakukan pengambilan data.

4.2.4 Kriteria Sampel

a. Penderita Thalassemia beta Mayor

b. Usia ≥ 5 Tahun

c. Memiliki tanda-tanda kelainan karakteristik tulang

e. Tergabung dalam POPTI (Persatuan Orang Tua Penderita Thalassemia Indonesia),

dalam hal ini yang kesekreariatannya berkedudukan di Bagian IKA (Ilmu Kesehatan Anak)

RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian akan di lakukan di lembaga POPTI (Persatuan Orang Tua Penderita

Thalasemia Indonesia) dan RSUD dr. Soetomo, Surabaya.

4.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan mulai dari saat proposal penelitian ini disetujui, hingga batas

akhir yang ditentukan.

4.4 Prosedur Pengumpulan Data

4.4.1 Tahap Perizinan

Melakukan permohonan izin melalui Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya agar diberi surat pengantar penelitian untuk melakukan pengumpulan data dan

mengajukan pada lembaga dan rumah sakit lokasi penelitian.

4.4.2 Pengambilan Data

Pengambilan data diawali dengan memohon persetujuan/ijin dari pasien dan lembaga

yang terkait dengan penelitian kemudian data diambil dengan menggolongkannya menjadi

primer dan sekunder, data primer meliputi anamnesa baik auto-anamnesa maupun hetero-

anamnesa (disesuaikan dengan kondisi pasien), pemberian kuisioner yang mana terdiri dari

pertanyaan terbuka yang akan megacu ke data kualitatif, kuisioner berisikan sembilan

pertanyaan umum, dan pemeriksaan laboratorium dalam hal ini foto rontgen. Pengambilan

20

Page 21: Karakteritik Thalassemia

data sekunder dilakukan dengan mencermati data rekam medis yang ada dari pasien

kemudian menginterpretasikannya dengan menganalisa dan mendeskripsikan data yang

didapat.

4.5 Teknik Pengolahan

Data yang sudah diperoleh akan dideskripsikan dengan mengolah data yang didapat serta

menyesuaikan dengan referensi yang ada yang dijadikan sebagai acuan penelitian.

21

Page 22: Karakteritik Thalassemia

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Takeshita K. Beta thalassemia. Blood article [ serial online]. 2011 [ cited 2011 Sept 10 ]. Available from http://www.emedicine.medscape.com/article/

2. Turnpenny P, Ellard S. Emery’s elements of medical genetics. 13th ed. Philadelphia: Elsevier;2007

3. Lawson JP. Thalassemia imaging. Blood article [serial online]. 2011 [cited 2011 Aug 12]. Available from http://www.emedicine.medscape.com/article/

4. Permono B, Ugrasena IDG , A Mia. Thalassemia (e- article). Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya. 2007 Dec 3 (cited 2011 Aug 17). Available from: http://www.pediatrik.com/

5. Piomelli S, Loew T. Management of thalassemia major (Cooley's anemia). Hematol Oncol J. 1991;5:557-69

6. How do people get thalassemia. Harvard medical online news [document on the internet]. 1998 Apr 6 [ cited 2011 Aug 20 ]. Available from: http://sickle.bwh.harvard.edu/

7. Thalassemia. Harvard medical online news [document on the internet ]. 1999 Oct 10 [ cited 2011 Aug 20 }. Availabe from: http//sickle.bwh.harvard.edu/

8. Samantha V. Beta Thalassemia: The anaemia coming from the sea. Italian J of Anthropology. 2007;1:115-125

9. Oswari LD. Tahlassemia sebagai penyakit keturunan. Info - online. 2000 [ cited Sept 2011 ]. Available from http://www.kadnet.info/web/

10. Yunanda Y. Thalassemia. Fakultas kedokteran, [ skripsi ]. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara; 2008. Available from http:// www.usu.ac.id/

11. Takriti M, Dashash M. Craniofacial parameters of Syrian children with β-thalassemia major. J of Investigative and Clinical Dentistry. 2011;2:135-143

22

Page 23: Karakteritik Thalassemia

12. Elham S J, Alhaija A, Hattab F N, Al-Omari M A. Cephalometrics measurements and facial deformities in subjects with β-thalassemia major. European J of Orthodentics. 24;2002:9-19

13. Phillip L. W. Rhonda R. B. Rebecca R. Thor G.and Valerie A. Andrushko. The Causes of Porotic Hyperostosis and CribraOrbitalia: A Reappraisal of the Iron-Deficiency-Anemia Hypothesis. American journal of physical anthropology 139:109–125 (2009)

14. Britton H A, Canby J P, Kohler C M. Iron deficiency anemia producing evidence of marrow hyperplasia in the calvarium. Pediatrics 1960. 25621–628.628

15. Greenberg, M.S and M.Glick. burket’s oral Medicine. 10th ed pain. BC.Decker

Inc.2003

16. Cohen, A.and E. Schwartz. Practice of pedriatics. Volume 5. Philadelphia: Harper and Row. 1986

17. Olivieri NF, Brittenham GM. Iron-Chelating Therapy and the Treatment of Thalassemia [serial online]. Journal of The American Society of Hematology. 1997 [cited 2011 Sept 15] ;89 (3); 739-76.

18. Renzo G, Raffaella O. RBeta-thalassemia. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2010 [cited 2011 Sep 15]; :11. Available from:  http://www.ojrd.com/content/

23