karya tulis
TRANSCRIPT
SINERGI KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI DAN
KABUPATEN/KOTA DALAM MENCEGAH TERJADINYA
KERUSUHAN MASSA
( STUDI KASUS KERUSUHAN DI BIMA )
KARYA TULIS
OLEH
Dra. Hj. ENY RULYANI
BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH
KABUPATEN LOMBOK BARAT
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, serta shalawat dan salam
kesejahteraan semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam yang telah membimbing umat manusia menuju jalan
yang diridhai Allah SWT, maka karya tulis yang berjudul “Sinergi Kebijakan
Pemerintah Provinsi dan Kab/kota Dalam Mencegah Terjadinya Kerusuhan
Massa “(Studi Kasus Kerusuhan Di Bima)” dapat tersusun sebagaimana
persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti Ujian Dinas Tk.II (Peserta Gol.
III/d).
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekuranganya dan
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
demi kesempurnaan makalah ini .
Akhirnya semoga karya tulis ini, dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Mataram, Februari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................4
B. Identifikasi Masalah...........................................................................6
C. Metode Penulisan ..............................................................................6
D. Sistematika Penulisan........................................................................6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................7
BAB III. PEMBAHASAN...................................................................................9
Pembahasan............................................................................................9
BAB IV. PENUTUP...........................................................................................15
A. Kesimpulan......................................................................................15
B. Saran.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerusuhan di Bima antara warga Lambu dan polisi di pelabuhan
Sape, Nusa Tenggara Barat pada 24 Desember 2011 yang
menimbulkan korban jiwa dan luka, akhir pekan lalu menjadi peristiwa
berdarah yang ketiga setelah konflik di Papua ,Mesuji dan Lampung.
Intensitas konflik antarwarga masyarakat dan warga versus aparat
keamanan cenderung meningkat dan sangat memperihatinkan.
Warga masyarakat menuntut kepada Bupati Bima untuk menutup
pertambangan emas di wilayah permukiman warga di kecamatan
Lambu . Pertambangan emas di wilayah dikhawatirkan akan merusak
lingkungan menutup sumber mata air yang digunakan warga untuk
sumber air minum dan pertanian. Namun apapun latar belakang
demonstrasi warga di balik peristiwa-peristiwa kekerasan itu, baik
konflik pertanahan, apakah menejemen penyelesaian masalah atau
lemahnya penegakan hukum semua mengetengahkan model yang sama
dialog intens, dinafikan, dan power diunggulkan.
Kita menangkap kecendrungan kefrustrasian warga dalam
memperjuangkan hak-hak dan aspirasinya ketika berhadapan dengan
kekuatan pemilik modal dan pemerintah, yang kemudian diperkuat
dengan sikap refresif aparat. Setiap permasalahan tentu alangkah
baiknya melalui pendekatan dialog, musyawarah lalu proses hukum
sebagai penjaga harmoni. Tingkatan jalan pemikiran itulah yang
selama ini melembaga sebagai karakter adiluhung bangsa kita yang
menjadi pembelajaran dalam pancasila, idealnya menjadi serapan sikap
dan perilaku bangsa. Nyatanya dalam banyak segi, kalimat itu seperti
slogan kosong karena dipunggungi sendiri oleh mereka yang
seharusnya menjaganya. Keadiluhungan cara menyelesaikan masalah
melalui dialog musyawarah, dan proses hukum pada setiap tingkatan
kelompok akan ditentukan kelompok akan ditentukan oleh kekuatan
dan karakter kepemimpinan. Tentu saja, diperkuat oleh pancaran
keteladanan sikap lewat konsistensi ucapan dan tindakan mereka yang
berada di pusat-pusat kekuasaan. Kepemimpinan yang kuat akan
menumbuhkan keseganan, kepengikutan, dan kepercayaan untuk
mem-“panglima”-i setipa permasalahan. Ia dipercaya karena
dipandang sebagai representasi amanah dari semua pihak. Dibutuhkan
inisiatif kuat dari presiden bersama para pembantunya, bahu membahu
dengan semua pemangku kepentingan di seputar persoalan tersebut
untuk serius mendiagnosis lalu menemukan terapi penyembuhan,
antara lain dengan memfungsikan hokum sebagai peracik harmoni di
antara semua elemen kehidupan. Hukum yang kuat di tengah dialog
dan musyawarah.
B. Identifikasi Masalah
Pokok permasalahan yang akan dikaji dalam karya tulis ini dibatasi pada
yaitu :
a) Bagaimana sinergi kebijakan Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/kota
dalam mencegah terjadinya kerusuhan massa yan dipicu penolakan
tambang dan dalam upaya rekonsialisasi pada kasus kerusuhan di Bima
sehingga terjadi pembakaran kantor bupati dan menyebabkan korban jiwa.
b) Masyarakat kecamatan Lambu tidak ingin tanah wilayah mereka
dijadikan area pertambangan emas dan menuntut agar dilakukan
pencabutan terhadap Surat Keputusan Bupati Bima no 188 tahun 2010
yang memberikan izin pertambangan kepada PT Sumber Mineral
Nusantara mereka merasa terancam dengan rencana tersebut.
C. Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan
D. Metode dan Sistematika Penulisan menggunakan : Metode sebab akibat,
Dalam hal ini metode sebab sebagai dasar gagasan utama dalam
penyusunan Karya Tulis Studi Kasus Bima dan akibat sebagai rincian
pengembangannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam.
Sumberdaya alam (baik renewable dan non renewable) merupakan sumberdaya
yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya
ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi
kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi. (Fauzi, 2004).
Salah satu sumberdaya alam yang kita miliki adalah tambang emas,
minyak dan gas (MIGAS), yang termasuk dalam golongan sumberdaya non
renewable. Sektor migas merupakan salah satu andalan untuk mendapatkan devisa
dalam rangka kelangsungan pembangunan negara. Penerimaan migas pada tahun
1996 mencapai 43 persen dari APBN, dan pada tahun 2003 menurun menjadi 22,9
persen. Penurunan ini tampaknya akan terus terjadi. Cadangan minyak bumi kita
dewasa ini sekitar 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per
tahun. Apabila cadangan baru tidak ditemukan dan tingkat pengurasan (recovery
rate) tidak bertambah, maka sebelas tahun lagi cadangan minyak kita akan habis.
(Anonim,2005)
Iinformasi mengenai letak dan jumlah kandungan sumberdaya alam
merupakan suatu hal yang sangat berharga dan vital, baik bagi pemilik
sumberdaya (pemerintah) maupun kontraktor (penambang). (Sahat 1997)
Sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumberdaya harus :
1) ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk memanfaatkannya dan
2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. Dengan kata
lain sumberdaya alam adalah faktor produksi yang digunakan untuk menyediakan
barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Secara umum sumberdaya alam dapat
diklasifikasi kedalam dua kelompok, yaitu :
1) Kelompok Stok (Non Renewable)
Sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas, sehingga
eksploitasinya terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan
sumberdaya, sumber stok dikatakan tidak dapat diperbaharui (non renewable) atau
terhabiskan (exhuastible).
2) Kelompok flow
Jenis sumberdaya ini dimana jumlah dan kualitas fisik dari sumberdaya berubah
sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, bisa
mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di
masa mendatang. Sumberdaya ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable) yang
regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak.
Sumberdaya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut sebagai
sumberdaya terhabiskan adalah sumberdaya alam yang tidak memiliki
kemampuan regenerasi secara biologis. Sumberdaya alam ini terbentuk melalui
proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan
sebagai sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai. Jika diambil
(eksploitasi) sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak akan pulih kembali seperti
semula. Salah satu yang termasuk dalam golongan sumberdaya tidak dapat
terbarukan adalah tambang minyak. Tambang minyak memerlukan waktu ribuan
bahkan jutaan tahun untuk terbentuk karena ketidakmampuan sumberdaya
tersebut untuk melakukan regenerasi. Sumberdaya ini sering kita sebut juga
sebagai sumberdaya yang mempunyai stok yang tetap. Sifat-sifat tersebut
menyebabkan masalah eksploitasi sumberdaya alam tidak terbarukan (non
renewable) berbeda dengan ekstrasi sumberdaya terbarukan (renewable).
Pengusaha pertambangan atau perminyakan, harus memutuskan kombinasi yang
tepat dari berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, dan
juga seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas.
( Rees (1990) diacu Fauzi (2004).
BAB III
PEMBAHASAN
Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat berhasil menguasai Pelabuhan
Sape Bima dari pendudukan ribuan warga Kecamatan Lambu, Bima. Hingga saat
ini kondisi Pelabuhan Sape Bima berangsur kondusif. Sejumlah kendaraan yang
sebelumnya tertahan mulai dapat menyeberang ke Pelabuhan Bajo Nusa Tenggara
Timur. Kepala Kepolisian Daerah NTB Brigadir Jenderal Pol Arif Wachyunadi
melalui pesan pendeknya kepada sejumlah wartawan di Mataram mengatakan aksi
demonstrasi warga Lambu yang mengatasnamakan kelompoknya Front Rakyat
Anti Tambang sudah mengganggu ketertiban umum. Menurutnya apa yang
dilakukan aparat keamanan terhadap pendemo di Pelabuhan Sape sudah sesuai
prosedur.
"Demo Front Rakyat Anti Tambang di Pelabuhan Sape sejak tanggal 19
Desember mengganggu ketertiban umum, orang dan kendaraan tidak bisa
menyebrang. Penanganannya sudah melalui tahapan Pola 4P (pelayanan,
pengendalian, penanggulangan dan penindakan)," kata Kapolda NTB Sabtu 24
Desember 2011. Terkait dengan itu, aparat kepolisian baik dari Polres Bima,
Polres Bima Kota dan Polda NTB membubarkan aksi demonstrasi tersebut
sehingga berujung bentrok. Dua orang dinyatakan meninggal dalam peristiwa
bentrokan yang terjadi pagi tadi. Tidak hanya itu, polisi juga menangkap sejumlah
orang yakni koordinator lapangan demo berinisial HS--yang juga masuk daftar
pencarian orang Polda NTT--, ANS alias Owen, SHB (PNS Kabupaten Bima) dan
31 laki-laki, 6 anak-anak dan 5 wanita dewasa. "Dua orang korban meninggal
bernama Arief Rahman 18 tahun dan Syaiful 17 tahun," ujarnya. Lebih lanjut
Arief mengatakan sejumlah kantor juga dibakar massa salah satunya Mapolsek
Lambu. Polisi juga berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yakni 20
parang, 4 sabit, 10 tombak, batu besar/ kecil, bom molotov, botol air mineral besar
berisi bensin, satu buah tas hitam, 1 mobil Suzuki Carry Pick Up, sepeda motor
roda dua merek Revo 1 unit, perlengkapan megaphone & speaker 1 set dan
kampak.
Konflik agraria di kecamatan lambu kabupaten bima provinsi NTB
Adalah berakar dari ketidak sepahaman pemerintah daerah terhadap potensi dan
mekanisme pengelolaan sumber daya alam terbaharui dan tak terbaharui sekaligus
pengelolaan sumber daya manusia yang mendiami wilayah terkait. Pemerintah
jangan mengorbankan sumberdayanya untuk kepentingan Negara
asing/perusahaan pertambangan dengan merubah undang-undang, seperti yang
dilakukan terhadap UU 41tahun 1999 tetang kehutanan, yang melarang
melakukan penambangan terbuka dilakukan di areal hutan lindung. Tetapi akibat
tekanan negara asing dan mental para birokrat dan parlemen yang borok, maka
undang-undang tersebut dirubah (dibeli) sehingga perusahaan penambangan bisa
melakukan penambangan terbuka di hutan lindung seperti tertuang di Peraturan
Permerintah No 1 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-Undang No. 41 Tahun
1999. Pengelolaan sumberdaya alam harus tetap mengedepankan kelestarian
sumberdaya alam dan kesejahteraan rakyat. Proses penyusunan undang-undang
dan juga implementasi teknis (seperti kontrak karya) harus transparan. Sekali
udang-undang ditetapkan, jangan lagi upaya untuk mengakalinya dengan
melakukan perubahan untuk menjual sumberdaya kepada negara asing. Indonesia
harus mengupayakan terciptanya sistem struktur hukum dan peraturan
perundangan yang yang transparan. Kondisi ini diperlukan untuk menghormati
nilai keabsahan kontrak itu sendiri, selain bisa memberikan gambaran yang lebih
jelas menyangkut wewenang lembaga administrasi pemerintahan yang
bertanggungjawab menjalankan hukum dan kebijakan pemerintah demi
peningkatan kesejahteran masyarakat.
Pengelolaan sumberdaya alam harus tetap mengedepankan kelestarian
sumberdaya alam dan kesejahteraan rakyat. Proses penyusunan undang-undang
dan juga implementasi teknis (seperti kontrak karya) harus transparan.
Sekali udang-undang ditetapkan, jangan lagi upaya untuk mengakalinya dengan
melakukan perubahan untuk menjual sumberdaya kepada negara asing. Indonesia
harus mengupayakan terciptanya sistem struktur hukum dan peraturan
perundangan yang yang transparan. Kondisi ini diperlukan untuk menghormati
nilai keabsahan kontrak itu sendiri, selain bisa memberikan gambaran yang lebih
jelas menyangkut wewenang lembaga administrasi pemerintahan yang
bertanggungjawab menjalankan hukum dan kebijakan pemerintah demi
peningkatan kesejahteran masyarakat. Kondisi ini sesuai dengan postulat ekenomi
sumberdaya alam, yakni : efesiensi (antar penduduk), optimality (antar
sumberdaya) dan sustainablelity (antar generasi). Peran Komisi Yudisial, sangat
diharapkan untuk mengawal kelestarian sumberdaya alam dan peningkatan
kesejahteraan umat manusia melalui pengawasan Undang-undang. Disamping itu
perlu diciptakan pula sistem fiskal yang stabil dan secara jelas memberikan
gambaran tentang resiko-resiko terkait dalam investasi bisnis hulu, dalam rangka
menstimulasi kegiatan ekspolorasi di Indonesia.
Ekonomi Mikro Vs Ekonomi Sumberdaya
Dalam pemanfaatan sumberdaya non renewable seperti minyak, sangat
tergantung pendekatan dan tujuan pemanfaatan yang digunakan. Pengelolaan
sumbedaya yang diserahkan kepada perusahaan melalui kontrak karya (kuasa
penambangan) yang diterapkan di Indonesia selama ini, pengelolaanya dilakukan
dengan pendekatan ekonomi mikro standar. Postulat ekonomi mikro standar :
Setiap individu, perusahaan dan negara bertujuan mendapatkan keuntungan yang
setinggitigginya, dengan cara meminimalkan biaya sekecil-kecilnya. Terjadi
konflik antara masyarakat sekitar (mewakili pemerintah) sebagai pemilik
sumberdaya dengan perusahaan/kontraktor yang telah diberi kuasa oleh
pemerintah untuk ekploitasi sumberdaya alam, bermula dari penerapan sistem
pendekatan yang salah. Perusahaan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan
“dirinya sendiri”, dimana sistem etika yang digunakan adalah egoisme.
Perusahaan tidak pernah peduli dengan kondisi disekitarnya, yang penting
perusahaan dan meraup untung yang sebesar-besarnya selama kontak karya
diberikan kepadanya.
Kalau perusahaan terpaksa harus peduli dan memikirkan kesejahteraan
masyarakat sekitarnya, hal ini dilakukan tetap dalam kerangka pengeluaran biaya
yang seminimal mungkin. Disatu pihak, masyarakat sekitar lokasi penambangan
justru merasakan kesejahteraannya menurun,
dan harus mengalokasikan dana tambahan sebagai dampak ekternalitas adanya
kegiatan penambangan (misal : biaya untuk berobat). Kajian secara netral
menunjukan tidak ada yang salah yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Pihak
perusahaan telah berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar,
dengan kendala bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan tersebut
haruslah ditekan sekecil mungkin (minimum). Sementara yang dibutuhkan oleh
masyarakat adalah kondisi kesejahteraan yang semaksimal mungkin (maximax).
Adanya perusahaan tersebut, haruslah kesejahteraan masyarakat meningkat, atau
paling tidak kesejahteraan masyarakat sekitar adalah tetap sama dengan kondisi
sebelum adanya penambangan. Kenyataan yang dirasakan masyarakat justru
kesejahteraan menurun dan harus pula mengalokasi biaya ekternalitas, agar
kesehatannya tidak terganggu. Penerapan sistem pendekatan yang salah terhadap
pengelolaan sumberdaya alam (ekonomi mikro standar) merupakan pangkal
terjadi konflik, yang sering memuncak dengan adalah kerusuhan dan amuk massa
terhadap perusahaan (kontraktor).
Pengelolaan sumberdaya alam seharusnya dilakukan dengan pendekatan
ekonomi sumberdaya alam. Sumberdaya alam yang merupakan anugerah dari
pencipta alam semestanya haruslah dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk
kesejahteraan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Ekonomi
Sumberdaya (Resources Economics), dimulai tahun 1970an (dikenal dengan ilmu
dewa), tujuan yang diinginkan adalah : Efesiensi (antar penduduk), Optimality
(antar sumberdaya) dan Sustainablelity (antar generasi). Ekonomi sumberdaya
dilandasi suatu sistem etika yang termasuk dalam teleological ethic yakni
utilytarianism bahwa sumberdaya alam haruslah memberikan kesejahteraan
(utilitas) untuk sebagian besar masyarakat (Sahat, 2006).
Selanjutnya agar pemanfaatan sumberdaya tak pulih (termasuk tambang
minyak) secara optimal harus sesuai dengan fundamental theorm of non
renewable recourse use : net benefit rise the rate of interest, overtime, the optimal
path (Net benefit harus meningkat sesuai suku, sepanjang waktu dan sepanjang
jalur optimal. Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, seharusnya yang
mengelola sumberdaya alam adalah BUMN dan lembaga yang berorientasi
terhadap kesejahteraan umat manusia, bukan perusahaan swasta yang mengejar
keuntungan setinggi-tinggi dan didasarkan atas sistem etika egoisme. Dengan
demikian, selama kebijakan yang diambil perintah tidak dirubah, jangan harapkan
akan tercapai kesejahteraan masyarakat dari pengelolaan sumberdaya alam.
Demontrasi dan amuk massa akan semakin sering terjadi, jika pemerintah tidak
mengambil langkah . Kita harus dapat mengambil pelajaran berharga dari kasus ”
pengelolaan tambang emas /tembaga oleh PT Freeport di Mimika. Kesalahan
fundamental yang dilakukan pemerintah adalah penetapan system pendekatan
pengelolaan tambang yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah selama ini
menyerahkan pengelolaan usaha pertambangan dengan pendekatan ekonomi
mikro standar.Sumberdaya tambang haruslah dikelola dengan pendekatan
ekonomi sumberdaya, dengan pendekatan teori Hotleling, yang bertujuan
mensejahteraan masyarakat sepanjang waktu, yaitu melalui usaha memaksimalkan
konsumen suplus. Berikutnya dalam pengelolaan sumberdaya (termasuk non
renewable ) yang terjadi di negara kita selama ini adalah pemerintah kurang
mengawasi dampak yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan eksploitasi yang
dilakukan oleh perusahaan. Disamping itu peta yang merekam kondisi
sumberdaya pada periode tertentu tidak / belum tersedia dengan lengkap. Peta-
peta yang ada untuk memenuhi kewajiban dan tidak sesuai dengan skala yang
dipersyaratka. Peta belum dijadikan sebagai bahan untuk menentukan kebijakan.
Padahal informasi yang disajikan pada peta merupakan bukti yang penting dalam
hal penilai kerusakan lingkungan (Damage Assesment). Setelah dilakukan studi
AMDAL, seharusnya pemerintah melakukan control apakah pihak perusahaan
melakukan upaya Rencana Pemantauan Lingkungan dan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RPL dan RKL) yang direkomendasikan pada dokumen AMDAL.
Dokumen AMDAL yang telah disetujui dan sanggup dilaksanakan oleh
perusahaan, harus dilakukan pengwasan agar perusahaan benar-benar melakukan
upaya RPL dan RKL untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan. Dokumen
AMDAL harus dipantau pemerintah dan masyarakat apakah benarbenar
dilaksanakan. Jika pemerintah dan masyarakat mampu bekerja sesuai dengan
fungsinya sebagai pengawas, maka kasus di PT. New Mont Minahasa dan PT.
Freeport di Timika dapat diantisipasi. Sistem pengawasan yang tidak berjalan dan
adanya kolusi antara pemerintah dan perusahaan mengakibatkan ekploitasi
sumberdaya alam secara besara-besaran oleh perusahaan tanpa memperhatikan
kelestarian lingkungan dan mengakibatkan kesejahteraan masyarakat sekitar
menurun. Mereka tidak lagi bisa mengandalkan kehidupannya dari sumberdaya
alam, sebagaimana dilakukan sebelum adanya eksploitasi SDA.
BAB IV
A. KESIMPULAN
1. Penerapan sistem pendekatan yang salah terhadap pengelolaan sumberdaya
alam (ekonomi mikro standar) merupakan pangkal terjadi konflik, yang sering
memuncak dengan adalah kerusuhan dan amuk massa terhadap perusahaan
(kontraktor) atau dengan pemerintah.
2. Sumberdaya tambang haruslah dikelola dengan pendekatan ekonomi
sumberdaya, dengan pendekatan teori Hotleling, yang bertujuan mensejahteraan
masyarakat sepanjang waktu, yaitu melalui usaha memaksimalkan konsumen
suplus. Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, seharusnya yang mengelola
sumberdaya alam adalah BUMN dan lembaga yang berorientasi terhadap
kesejahteraan umat manusia, bukan perusahaan swasta yang mengejar keuntungan
setinggi-tinggi dan didasarkan atas sistem etika egoisme.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Bima harus menerima aspirasi warga
Kecamatan Lambu yang tidak ingin wilayahnya di jadikan area explorasi tambang
emas, karena akan merusak ekosistem dan hutan di sekitar yang menjadi sumber
mata air untuk mengairi areal pertanian.
4. Hasil Musayawarah Pemerintah Provinsi (Gubernur) dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bima, akhirnya Bupati Bima melakukan pencabutan terhadap Surat
Keputusan Bupati Bima no 188 tahun 2010 yang memberikan izin pertambangan
kepada PT Sumber Mineral Nusantara
B. SARAN
Sumberdaya tambang haruslah dikelola dengan pendekatan ekonomi
sumberdaya yang baik Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, seharusnya yang
mengelola sumberdaya alam adalah BUMN dan lembaga yang berorientasi
terhadap kesejahteraan umat manusia, bukan perusahaan swasta yang mengejar
keuntungan setinggi-tinggi dan didasarkan atas sistem etika egoisme
pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 7 Tahun 2005 tentangRencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional tahun 2004-2009. Jakarta ;Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 11. Berbasis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya...-Irmadi Nahib 50
Anonim. 2006. Kesepakatan Blok Cepu Meningkatan Pendapatan Negara. Jakarta :Artikel Harian Harian Republika, Rabu 22 Maret 2006.
Anonim. 2006. Siapa Diuntungkan Kesapakatan Blok Cepu. Jakarta : Artikel Harian Harian Republika, Rabu 22 Maret 2006.
Anonim. 2006. Berharap Era Baru di Blok Cepu. Jakarta : Artikel Harian HarianRepublika, Rabu 22 Maret 2006.
Anonim. 2011. Alasan Polri Bertindak Tegas di Bima. Jakarta : Artikel Online Viva News. Sabtu 28 Januari 2012
Fauzi, Akhmad. 2000. Persepsi terhadap Nilai Ekonomi Sumberdaya. Bahan Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Bogor,November 2000.
Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hayyan Ul Haq. 2006. Mencari Solusi Untuk Freeport. Jakarta : Artikel Harian Kompas, Selasa 21 Maret 2006.
Kusumastanto T. 2000. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bogor : Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan lautan Pasca Sarjana. InstitutPertanian Bogor.
Sahat MHS. 1997. Tambang Busang Yang Malang. Makalah / Bahan Kuliah Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (tidak dipublikasikan).
Sahat MHS. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam Kelautan .Bahan Kuliah EkonomiSumberdaya Kelautan Tropika (tidak dipublikasikan).