karya tulis ilmiahq
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Indonesia merupakan negara yang beraneka ragam flora sehingga
memiliki potensial yang luar biasa untuk mengembangkan tanaman penghasil
minyak atsiri, sekaligus memproduksi minyak dalam skala komersial. Hal ini
disebabkan karena makin sadarnya penduduk untuk menggunakan minyak
atsiri alami yang resikonya lebih aman dibandingkan minyak tiruan yang
diproduksi secara sintetis
Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh
di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat bahkan
beberapa jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting
dalam kehidupan sehari hari. Akan tetapi kesadaran masyarakat untuk
membudidayakan tanaman seperti tanaman nilam masih sangat minim.
Ketaren (1986) menyatakan bahwa semua tanaman nilam, yaitu akar,
batang, cabang dan daun tanaman nilam mengandung minyak atsiri, namun
memiliki kadar minyak, mutu serta susunan komponen yang berbeda pada
masing-masing minyak hasil ekstraksi. Meskipun demikian, sampai saat ini
belum ada informasi secara rinci mengenai hal tersebut. Oleh sebab itu,
banyak bagian tanaman nilam yang tidak dioptimalkan sebagai sumber
minyak oleh industri penyulingan di Indonesia saat ini. Selain itu, terdapat
pendugaan bahwa minyak hasil ekstraksi tanaman dipengaruhi oleh lama
2
penyulingan yang akan menurunkan rendemen dari minyak atsiri daun nilam.
Oleh sebab itu diperlukan penelitian tentang waktu yang paling optimal untuk
menghasilkan rendemen tertinggi dari proses penyulingan nilam.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil
judul “PENGARUH LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN
MINYAK ATSIRI DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth )”.
1.2 Rumusan Masalah
Lama penyulingan berpengaruh terhadap rendemen minyak atsiri daun
nilam yang dihasilkan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama
penyulingan terhadap rendemen minyak atsiri daun nilam yang
dihasilkan.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh lama penyulingan terhadap
rendemen minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan.
2. Untuk mengetahui lama penyulingan yang optimal untuk
menghasilkan rendemen dari proses penyulingan minyak atsiri
daun nilam.
3
1.4 Manfaat penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam
menetapkan waktu yang digunakan untuk proses penyulingan minyak
atsiri nilam.
2. Sebagai salah satu bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Tentang Nilam (Pogostemon cablin Benth )
2.1.1 Morfologi Nilam
Berdasarkan sifat tumbuhnya tanaman nilam adalah tanaman
tahunan (perinial). Tanaman nilam ini merupakan tanaman semak yang
tumbuh tegak, memiliki banyak percabangan, bertingkat-tingkat, dan
mempunyai aroma yang khas. Secara alami, tanaman nilam dapat
mencapai ketinggian antara 0,5 m -1,0 m (Rukmana, 2008).
Tanaman nilam merupakan tumbuhan daerah tropis. Tanaman ini
termasuk famili labiatae dan merupakan tumbuhan semak dengan
ketinggian sekitar 0,3-1,3 meter. Di alam bebas tumbuhnya menggeliat-
geliat tidak teratur dan cenderung mengarah ke datangnya sinar matahari,
namun di kebun pertanian nilam tumbuhnya dapat tegak ke atas atau
merumpun pendek bila diberi penegak bambu (Santoso, 1990)
Tanaman nilam berakar serabut, berbatang lunak dan berbuku-
buku. Buku batangnya menggembung dan berair, warna batangnya hijau
kecoklatan. Daun nilam merupakan daun tunggal yang berbentuk bulat
telur atau lonjong, melebar di tengah, meruncing ke ujung dan tepinya
bergerigi. Tulang daunnya bercabang-cabang ke segala penjuru. Bila daun
nilam diremas-remas akan berbau harum. Oleh karena itu masyarakat desa
sering menggunakannya untuk mandi atau mencuci pakaian sebagai
5
pengganti sabun dan sekaligus untuk memberi bau wangi. Daun nilam
merupakan bagian dari tanaman nilam yang paling berharga, karena
minyak nilam yang baik berasal dari daunnya. Tanaman nilam tidak selalu
berbunga, tergantung pada jenisnya. Nilam yang berbunga, bunganya
berwarna putih dan tersusun di tangkai (Santoso, 1990).
2.1.2 Taksonomi Nilam
Tanaman nilam termasuk suku (famili) Labiatae yang memiliki
sekitar 200 genus, antara lain Pogestemon. Dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan, kedudukan tanaman nilam diklasifikasikan sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Labiatales
Famili : Labiatae
Genus : Pogostemon
Spesies : Pogostemon cablin Benth.
(Rukmana, 2008).
Di Indonesia dikenal tiga jenis nilam seperti berikut ini.
1. Pogostemon cablin, Benth
Nilam jenis ini dikenal sebagai nilam Aceh karena banyak
diusahakan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara.
6
Nilam ini tidak berbunga dan daunnya berbulu halus. Kadar minyak
nilam Aceh sebesar 2,5-5,0%. Varietas nilam ini diduga berasal dari
Filiphina. Nilam Aceh termasuk jenis nilam yang bermutu tinggi dan
banyak diincar konsumen.
2. Pogostemon heyneanus, Benth
Nilam jenis ini dikenal juga sebagai nilam jawa atau nilam
hutan. Nilam jenis ini diduga berasal dari India, dan banyak tumbuh liar
di hutan-hutan di Pulau Jawa. Nilam jawa berbunga, daunnya tipis, dan
kadar minyaknya rendah, yaitu 0,5-1,5%. Asal usul nilam ini diduga dari
India. Awalnya, nilam ini ditemukan tumbuh liar, dari India hingga
Filipina. Di Indonesia, nilam ini pertama kali ditemukan di daerah
Banten.
3. Pogostemon hotensis,Benth
Nilam jenis ini dikenal juga sebagai nilam jawa. Bedanya
dengan nilam jawa lainnya (Pogostemon heyneanus) adalah nilam ini
tidak berbunga. Nilam ini juga sering disebut dengan nilam sabun karena
daunnya bisa digunakan untuk mencuci tangan atau pakaian dengan cara
menggosokkannya ke bagian yang kotor. Tanamannya berbentuk perdu
dan tingginya mencapai 0,5-1,2 meter. Di Bogor, pertumbuhan daun P.
Hortensis lebih cerah daripada P. Cablin, tetapi kandungan minyaknya
rendah, hanya 0,5-1,5 % (Kardinan, 2004).
7
2.1.3 Syarat Tumbuh dan Budidaya
Nilam adalah tanaman daerah tropis yang mudah tumbuh
dengan baik di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan
ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun, idealnya
nilam tumbuh di daerah dengan ketinggian 10-700 meter dpl.
Kebutuhan curah hujan tanaman nilam pertahunnya sebesar 2.500-
3.000 mm dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Suhu
ideal pertumbuhannya 24-28° C dengan kelembapan di atas 75 %.
Nilam membutuhkan banyak air tetapi tidak tahan jika tergenang.
Selain itu, nilam termasuk tanaman yang rakus terhadap unsur hara,
sehingga penambahan humus dan pupuk perlu dilakukan dengan baik
(Kardinan, 2004).
Penyinaran matahari secara langsung berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman nilam. Jika ternaungi, pertumbuhan tanaman
nilam terlihat lebih subur. Daun-daunnya tampak tumbuh lebat, lebih
tipis, dan warnanya hijau muda. Namun kadar minyak yang bisa
diambil biasanya lebih rendah daripada tanaman yang tidak ternaungi.
Sebaliknya, jika ditanam di tempat terbuka, pertumbuhan tanaman
nilam tampak kurang subur. Daun-daunnya lebih sempit, lebih tebal,
dan warna daunnya hijau kekuningan agak merah, tetapi kadar
minyaknya lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman
nilam akan berproduksi baik dengan radiasi matahari sekitar 75-100%.
(Kardinan, 2004).
8
2.1.4 Kandungan Kimia Nilam
Minyak nilam diperoleh dari campuran daun, batang dan
cabang nilam dengan cara penyulingan. Minyak yang dihasilkan
terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alkohol,
patchoulen, kariofilen dan norpatchoulenol yang berfungsi sebagai zat
pengikat (fiksatif) (Ketaren, 1986).
Komponen utama minyak nilam adalah Patchouli Alkohol
(pathoulol), yang merupakan senyawa yang menentukan bau minyak
nilam dan merupakan komponen terbesar penyusun minyak nilam.
Komponen yang memberikan wangi khas pada minyak nilam adalah
norpathchoulenol yang terdapat dalam jumLah kecil. Komponen
lainnya yang merupakan komponen minor diantaranya adalah
patchoulene, azulene, eugenol, cinnamaldehide, keton dan senyawa
seskuiterpen lainnya (Anonim, 1980).
Menurut Imran (1994), minyak nilam dan komponen
kimianya merupakan hasil dari metabolit sekunder yang disimpan di
dalam vakuola daun. Komponen kimia yang menyusun minyak nilam
terbagi dalam dua golongan, yaitu golongan terpen dan golongan
terpen-O. Golongan terpen-O merupakan golongan hidrokarbon yang
memiliki ikatan dengan oksigen. Persenyawaan ini merupakan
senyawa terpenting dalam kelompok minyak atsiri (termasuk nilam)
kerena memiliki aroma yang lebih baik dibandingkan senyawa terpen
(Ketaren, 1986).
9
2.1.5 Kegunaan Nilam
Tanaman nilam merupakan tanaman perdu wangi berdaun
dengan bulu halus dan berbatang segi empat. Daun kering tanaman ini
disuling untuk mendapatkan minyak nilam (patchouli oil) yang
banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Fungsi utama
minyak nilam adalah sebagai bahan baku (fiksatif) dari komponen
kandungan utamanya yaitu patchouli alkohol dan sebagai bahan
pengendali penerbang (eteris) untuk wewangian (parfum) agar aroma
keharumannya bertahan lebih lama.
Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai bahan campuran
produk kosmetik (diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi,
sampoo, lotion, dan deodorant), kebutuhan industri makanan (di
antaranya untuk essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi
(untuk pembuatan anti radang, antifungi, anti serangga, afrodisiak, anti
inflamasi, antidepresi, antiflogistik, serta dekongestan), kebutuhan
aroma terapi, bahan baku compound dan pengawetan barang, serta
berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008).
2.1.6 Mutu Minyak Nilam
Menurut Somaatmadja (1984), mutu minyak nilam
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis atau variasi tanaman
nilam, umur panen, perlakuan pendahuluan sebelum penyulingan,
bahan dasar alat penyulingan yang digunakan, metode penyulingan,
perlakuan terhadap minyak nilam setelah penyulingan dan
10
penyimpanan minyak. Parameter mutu minyak nilam berdasarkan
berbagai standar dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 berikut ini :
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Nilam Menurut Essential Oills Association of USA (EOA)
No. Jenis Uji Persyaratan1. Warna Kuning muda sampai coklat
tua2. Bobot Jenis 20ºC 0,950-0,9753. Indeks Bias 25ºC 1,507-1,5154. Kelarutan dalam alkohol 90
% Larutan ( jernih ) atau opalensi ringan dalam perbandingan volume 1 : 10
5. Bilangan asam maksimal Maksimal 56. Bilangan ester maksimal Maksimal 207. Minyak Kuning Negatif8. Minyak Lemak Negatif9. Zat-zat asing :
a) Alkohol tambahanb) Lemakc) Minyak Pelikan
Negatif
Tabel 2. Standar Mutu Minyak Nilam Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2388-2006
No. Jenis Uji Persyaratan1. Warna Kuning muda sampai coklat
kemerahan2. Bobot Jenis 25ºC 0,950-0,9753. Indeks Bias 25ºC 1,507-1,5154. Kelarutan dalam alkohol 90
% dalam suhu 20ºCLarutan ( jernih ) atau opalensi ringan dalam perbandingan volume 1 : 10
5. Bilangan asam maksimal 8,06. Bilangan ester maksimal 20,07. Minyak Kuning Negatif8. Minyak Lemak Negatif9. Zat-zat asing :
a) Alkohol tambahanb) Lemakc) Minyak Pelikan
Negatif
Sumber : (SNI) 06-2388-2006.
11
2.2 Penyulingan Minyak Nilam
2.2.1 Perlakuan Pendahuluan Sebelum Penyulingan
Perlakuan sebelum penyulingan pada bahan yang mengandung
minyak biasanya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pengecilan
ukuran bahan (size reduction), pengeringan (pelayuan), penyimpanan
bahan olah dan fermentasi (Ketaren, 1986). Perlakuan pendahuluan
sebelum menyuling minyak atsiri sangat diperlukan karena minyak
nilam dalam tanaman berada pada kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh, kantong-kantong atau rambut glandular, sehingga
diperlukan perlakuan pendahuluan agar minyak tersebut dapat
melepaskan diri dan mudah untuk diekstrak.
1. Pengecilan Ukuran Bahan ( Size Reduction )
Minyak atsiri dapat menembus bahan karena
berlangsungnya proses hidrodifusi. Tetapi proses hidrodifusi akan
berjalan lamban apabila tanaman dibiarkan dalam keadaan utuh,
karena kecepatan minyak yang terekstrak akan tergantung dari
kecepatan difusi terjadi.
Jadi, sebelum bahan disuling, sebaiknya perajangan
dilakukan terlebih dahulu menjadi potongan-potongan kecil.
Perajangan bertujuan untuk membuka kantong minyak dalam
bahan olah sebanyak mungkin, sehingga mempermudah
penguapan minyak atsiri dari bahan saat proses penyulingan
berlangsung. Dengan mudahnya penguapan, maka diharapkan
12
proses penyulingan akan lebih efesien (waktu penyulingan yang
tidak terlalu lama) dan lebih efektif (jumLah rendemen minyak
yang lebih banyak). Selain itu perajangan bertujuan untuk
memperluas kapasitas ketel suling dengan mengurangi sifat
kamba pada bahan. Perajangan biasanya dilakukan terhadap
bahan yang sifatnya permeable (mudah ditembus air dan uap).
Bahan berupa bunga dan daun dapat langsung disuling tanpa
melalukan perajangan terlebih dahulu (Ketaren, 1986).
2. Pengeringan ( Pelayuan )
Ketaren (1986) menjelaskan bahwa tujuan proses
pengeringan (pelayuan) sebelum penyulingan ada 2, yaitu :
a. Menguapkan sebagain air dari bahan, sehingga memudahkan
dan mempersingkat waktu proses penyulingan
b. Untuk menguraikan zat tidak berbau sehingga berbau wangi.
Sebagai contoh adalah untuk memecah glikosida (amigdalin)
yang menjadi benzaldehida yang berbau wangi pada minyak
almond dan akar oris. Hal yang sama juga terjadi pada minyak
nilam dan vanilla.
Bahan yang mengandung fraksi minyak yang mudah
menguap biasanya hanya dilayukan atau dikeringkan pada tingkat
kering udara, sedangkan bahan yang mengandung fraksi minyak
atsiri yang sukar menguap biasanya dikeringkan lebih lanjut
(Ketaren, 1986).
13
Dalam proses pengeringan terjadi pergerakan air yang
dapat menyebabkan kehilangan minyak. Kehilangan minyak
selama periode pelayuan atau pengeringan lebih besar daripada
kehilangan minyak selama proses penyimpanan. Hal ini terjadi
karena pada proses pengeringan air, dalam tanaman akan
berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri ke permukaan dan
akhirnya menguap (Ketaren, 1986).
Menurut Guenther (1987), jika suatu saat jumLah air
dalam bahan sangat sedikit atau habis, maka bahan olah menjadi
sangat kering, dan proses hidrodifusi tidak dapat berlangsung
karena air sebagai bahan pembawa (carrying medium) telah habis.
Oleh sebab itu, proses pengeringan harus berjalan efektif, dimana
pengeringan hanya dilakukan sampai mencapai prakiraan kadar
air yang diinginkan agar proses ekstraksi berjalan lebih efektif
dan efesien. Kehilangan (loss) minyak selama pengeringan
terutama disebabkan oleh penguapan, oksidasi, resinifikasi atau
reaksi kimia lainnya.
Pengeringan bahan umumnya dilakukan di bawah sinar
matahari langsung, meskipun pengeringan menggunakan mesin
pengering juga mulai banyak digunakan. Pengeringan tanaman
nilam di bawah sinar matahari langsung, dapat menyebabkan
sebagian minyak nilam akan ikut menguap. Disamping itu, proses
pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan daun menjadi
14
rapuh dan sulit disuling. Namun, apabila proses pengeringan
terlalu lambat, daun nilam akan menjadi lebih lembab dan dapat
menjadi media tumbuh kapang sehingga menimbulkan bau yang
tidak disenangi sehingga mutu minyaknya rendah. Apabila cuaca
cerah, proses pengeringan nilam biasanya berlangsung selama 3
hari. Tanda pengeringan telah cukup dilakukan yaitu timbul bau
khas nilam yang lebih keras dibandingkan dengan bau nilam saat
tanamannya masih segar (Guenther, 1987).
Menurut penelitian yang dilakukan Irfan (1989), daun
nilam yang dikeringanginkan mengakibatkan penurunan kadar
minyak, bilangan ester, serta beberapa komponen terpen dalam
minyak nilam yang diekstrak dari tanaman tersebut. Sebaliknya
bobot jenis, indeks bias dan komponen berat yang polar dalam
minyak semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu
pengeringanginan. Lama pengeringan tidak berpengaruh terhadap
rendemen, bilangan asam, putaran optik dan kelarutan minyak
dalam alkohol.
3. Penyimpanan Bahan Olah
Penyimpanan bahan olah sering dilakukan akibat
terhambatnya proses penyulingan atau kapasitas ketel suling yang
kurang besar. Penyimpanan bahan olah juga mempengaruhi
penyusutan minyak atsiri dalam bahan meski nilai penyusutannya
tidak sebesar pada proses perajangan. Kehilangan minyak
15
disebabkan oleh penguapan secara bertahap, disamping turunnya
mutu akibat proses oksidasi dan resinifikasi (Ketaren, 1986).
Menurut Guenther (1987), penyusutan minyak selama
penyimpanan dalam udara kering tergantung dari beberapa faktor,
yaitu kondisi bahan, metode penyimpanan, lama penyimpanan
serta komposisi kimia minyak dalam bahan.
Ketaren (1986) menyatakan bahwa, apabila bahan olah
harus disimpan sebelum diproses, maka harus disimpan dalam
udara kering yang bersuhu rendah dan udara tidak disirkulasi. Jika
mungkin ruangan sebaiknya dilengkapi dengan AC (Air
Conditioner). Sirkulasi dan kelembaban yang ekstrim selama
penyimpanan akan mengakibatkan proses resinifikasi, penguapan
dan proses oksidasi. Bahan olah berupa daun dan bunga tidak
dapat disimpan lama, namun sebaliknya bahan berupa kulit
pohon, akar, kayu dan biji lebih tahan lama, karena jumLah
minyak yang menguap lebih sedikit.
2.2.2 Proses Penyulingan
Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa
cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih, berdasarkan
perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri
yang tidak larut dalam air (Ketaren, 1986).
Menurut Guenther (1987), komponen yang lebih mudah
menguap mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dalam uap,
16
sedangkan komponen yang lebih sulit menguap terdapat pada
konsentrasi yang lebih tinggi pada cairan. Uap yang dihasilkan
dikondensasikan kembali untuk mendapatkan komponen yang lebih
mudah menguap. Proses penyulingan memanfaatkan perbedaan titik
didih masing-masing komponen.
Menurut Ketaren (1986), ekstraksi minyak atsiri menggunakan
metode penyulingan memiliki beberapa kelemahan yaitu :
1. Tidak baik digunakan terhadap beberapa jenis minyak yang rentan
mengalami kerusakan akibat adanya panas dan air
2. Minyak atsiri yang mengandung fraksi ester akan terhidrolisa
karena adanya air dan panas
3. Komponen minyak yang larut dengan air tidak dapat diekstraksi
4. Komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang menentukan
bau wangi dan memiliki daya fiksasi terhadap bau sebagian tidak
ikut tersuling dan tetap tertinggal dalam bahan
5. Bau wangi yang dihasilkan sedikit berubah dari bau wangi
alaminya
Penyulingan untuk mengisolasi minyak ini didasarkan pada
penguapan. Terdapat tiga macam cara penyulingan yang dapat
digunakan untuk memperoleh minyak nilam yaitu penyulingan dengan
air (water distillation), penyulingan kukus (water and steam
distillation) dan penyulingan uap langsung (steam distillation).
17
1. Penyulingan dengan Air (Water Distillation)
Pada sistem penyulingan dengan air bahan yang tersuling
akan langsung kontak dengan air mendidih. Keuntungan dari
sistem penyulingan ini adalah dapat digunakan untuk menyuling
bahan yang berbentuk tepung dan bunga-bungaan yang mudah
membentuk gumpalan apabila terkena panas. Selain itu, metode
ini juga dapat digunakan untuk mengekstrak bahan berupa bubuk
dan prosesnya yang sederhana (Ketaren, 1986).
2. Penyulingan Kukus (Water And Steam Distillation)
Pada sistem penyulingan ini, bahan diletakan di atas
lempengan berlubang (saringan) yang terletak beberapa
sentimeter di atas permukaan air dan ketel penyuling. Biasanya
bahan yang disuling dengan metode ini adalah daun-daunan. Pada
sistem penyulingan ini, uap berpenetrasi secara merata ke dalam
jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100°C.
Lama penyulingan relatif singkat, rendemen minyaknya cukup
besar, mutunya jauh lebih baik daripada metode penyulingan yang
lain serta kecil kemungkinan minyaknya akan gosong (Ketaren,
1986).
Yang menjadi ciri khas dari penyulingan dengan air dan
uap adalah
a. Uap yang selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu
panas.
18
b. Bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak
berhubungan dengan air sehingga efek hidrolisis dapat
terhindarkan (Guenther, 1987).
3. Penyulingan Uap Langsung (Steam Distillation).
Penyulingan dengan uap dapat disebut juga penyulingan
tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan
penyulingan langsung. Hanya saja air penghasil uap tidak diisikan
bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan
berupa uap jenuh atau uap yang kelewat panas dengan tekanan
lebih dari 1 atmosfer. Di dalam proses penyulingan dengan uap
ini, uap dialirkan melalui pipa uap yang berlingkar yang berpori
dan berada di bawah bahan tanaman yang akan disuling,
Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui
bahan yang disimpan di atas saringan.
Salah satu kelebihan model ini antara lain sebuah ketel
uap dapat melayani beberapa buah ketel penyulingan yang
dipasang seri sehingga proses produksi akan berlangsung lebih
cepat. Namun sayangnya proses penyulingan dengan model ini
memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat-alat pengaman
yang lebih baik dan sempurna, biaya yang diperlukan pun lebih
mahal. Menurut Ketaren (1986),
19
2.3 Kajian Tentang Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme
dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan
kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar pada
jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin,
misalnya minyak terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan
oleh tanaman dapat juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim
atau dapat dibuat secara sintesis (Ketaren, 1986).
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran
persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan
oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur
nitrogen (N) dan belerang (S) (Ketaren, 1986).
Pada umumnya komponen kimia mik atsiri dibagi menjadi dua
golongan yaitu Hidrokarbon dari persenyawaan terpen dan Hidrokarbon
teroksinegasi.
1. Golongan Hidrokarabon Senyawa Terpen
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur
karbon ( C ) dan Hidrogen ( H ). Jenis Hidrokarbon yang terdapat dalam
minyak atsiri sebagian besar dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen
( 3 unit isopren), diterpen ( 4 unit isopren), dan politerpen.
2. Golongan karbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur
Karbon (C) dan Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang
20
termasik dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton
ester, eter, dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya
terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga
(Ketaren, 1986).
2.3.1 Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di
dalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel
parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam saluran minyak
seperti vittae (famili Umbelliferae), di dalam rongga-rongga
skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae),
terkadang dalam semua jaringan (pada famili Conaferae) (Gunawan
dan Mulyani, 2004).
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh
protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel
atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peran paling utama
dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri adalah sebagai
pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai
pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun
sebaliknya, minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga
guna membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
21
2.3.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri
Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai
berikut:
1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.
2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman
asalnya. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda,
sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-
masing komponen penyusun.
3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam,
menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru
dingin ketika sampai di kulit, tergantung dari jenis komponen
penyusunnya.
4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa
lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila
diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan
menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang
ditempel.
5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa
berubah menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak
lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak.
6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik
pengaruh oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang
22
ultraviolet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam
komponen penyusun.
7. Indeks bias umumnya tinggi.
8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang
polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak
komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.
9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup
dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air
walaupun kelarutannya sangat kecil.
10.Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan
Mulyani, 2004).
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Gambar 1. Kerangka Konseptual.
3.2 Hipotesis Penelitian
Lama penyulingan berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen
minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan.
3.3 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik.
DestilasiDaun Nilam
KeringWaktu Penyulingan
Rendemen Minyak Atsiri Daun
Nilam
24
3.4 Desain Penelitian
Tabel 3. Desain Penelitian Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen Minyak Atsiri Daun Nilam.
No.
SampelLama
Penyulingan (Menit)
Berat Sampel
(g)
Hasil Volume
(mL)
Rendemen (%)
Rata-Rata Rendemen
(%)1 A1-1 A1-2 A1-32 A2-1 A2-2 A2-33 A3-1 A3-2 A3-34 A4-1 A4-2 A4-35 A5-1 A5-2 A5-3
Keterangan :
Sampel A1 = Lama penyulingan 30 menit
Sampel A2 = Lama penyulingan 60 menit
Sampel A3 = Lama penyulingan 90 menit
Sampel A4 = Lama penyulingan 120 menit
Sampel A5 = Lama penyulingan 150 menit
25
3.5 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Lama penyulingan
2. Variabel terikat : Rendemen minyak atsiri daun nilam.
3.6 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman nilam yang terdapat
di Kelurahan Anggopiu, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah daun nilam yang kering.
3.7 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012
bertempat di Laboratorium Pengujian Mutu (LPM) Balai Litbang Industri
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.
3.8 Alat dan Bahan
1. Alat
Alat Kohobasi (Iwaki Pyrex® )
Batu didih
Botol kaca
Gelas ukur 500 mL ; 1000 mL (Iwaki Pyrex® )
Gelas kimia 250 mL (Iwaki Pyrex® )
Klem-Statif
Kondensor (Iwaki Pyrex® )
26
Labu Alas Bulat (Iwaki Pyrex® )
Labu ukur 1000 mL (Iwaki Pyrex® )
Pemanas Listrik (Isopad® type LG2/ER-1 L)
Pisau
Selang air masuk-keluar
Timbangan analitik (Shimadzu®)
Timbangan digital (Shinko GS® )
2. Bahan
Aquadest
Daun nilam kering
Toluena
3.9 Prosedur Penelitian
3.9.1. Penyiapan Sampel
1. Pemanenan
Tanaman nilam dipanen pada saat berumur 5 bulan dan
diambil bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5).
2. Pengeringan dan pensortiran
Pada penelitian ini, proses pengeringan dilakukan segera
setelah dilakukan pemanenan, sebelum daun nilam mengalami
perubahan warna. Selama 3 hari, tanaman nilam dikeringkan
selama ± 5 jam (pukul 09.00-14.00 WIB) dengan cara diangin-
anginkan. Selama proses pengeringan berlangsung, daun nilam
harus selalu dibolak-balik posisinya 2-3 kali. Hal tersebut
27
bertujuan agar pengeringan nilam terjadi secara sempurna. Kadar
air daun nilam kering optimal adalah ± 12- 15%. Setelah itu
dilakukan pensortiran untuk menghilangkan kotoran yang melekat
pada saat pengeringan.
3. Perajangan
Proses perajangan dilakukan sebelum proses penyulingan
berlangsung dengan ukuran rajangan pada bahan ± 3 cm.
4. Penetapan Kadar Air
Metode pengukuran kadar air yang digunakan adalah
Bidwell-Sterling. Sebanyak 10 gram bahan dimasukkan ke dalam
labu berukuran 500 mL, dan ditambahkan 200 mL toluen sampai
bahan terendam. Selanjutnya labu dipasangkan pada aufhauser
yang dilengkapi dengan pendingin tegak (kondensor) dan
dididihkan selama 1 jam sampai semua air dalam bahan tersuling.
Jika jumlah air tidak bertambah lagi, maka penyulingan
dihentikan. Volume air yang tersuling dapat dibaca pada skala
yang terdapat pada aufhauser.
Perhitungan :
Kadar air =
Volume Air (mL)Bobot Sampel ( g )
x 100 %
(Depkes RI, 1979).
3.9.2. Proses Penyulingan
28
1. Ditimbang daun nilam kering yang telah dirajang masing-masing
sampel sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam labu alas
bulat.
2. Ditambahkan aquadest sebanyak 750 mL sampai sampel
terendam dan ditambahkan sejumlah batu didih. Pengisian labu
jangan sampai terlalu penuh untuk memudahkan proses
penguapan.
3. Labu alas bulat yang berisi sampel uji dipasang dan disambung
dengan alat destilasi
4. Labu alas bulat dipanaskan dengan pemanas listrik.
5. Penyulingan dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
a. Sampel A1 = Lama penyulingan 30 menit
b. Sampel A2 = Lama penyulingan 60 menit
c. Sampel A3 = Lama penyulingan 90 menit
d. Sampel A4 = Lama penyulingan 120 menit
e. Sampel A5 = Lama penyulingan 150 menit
6. Dicatat volume minyak atsiri nilam pada skala alat kohobasi.
7. Minyak yang telah diperoleh dipisahkan dari air kemudian
dimasukkan ke dalam botol kaca.
8. Dihitung rendemen minyak atsiri nilam.
3.10 Diagram Alir Penelitian
29
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian.
3.11 Tekhnik Analisis data
Daun Nilam Segar
Pensortiran
Pengeringan
Dirajang/Dipotong
Minyak atsiri Nilam
Penyulingan
Perhitungan Rendemen Minyak Atsiri Daun Nilam
A3 A4 A5A2A1
Keterangan :
Sampel A1 = Lama penyulingan 30 menit.
Sampel A2 = Lama penyulingan 60 menit.
Sampel A3 = Lama penyulingan 90 menit.
Sampel A4 = Lama penyulingan 120 menit.
Sampel A5 = Lama penyulingan 150 menit.
Penetapan Kadar Air
30
3.11.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer, dimana data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian
yaitu hasil destilasi minyak atsiri nilam.
3.11.2 Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari hasil penyulingan dengan membaca
volume minyak atsiri nilam yang dihasilkan pada skala alat
kohobasi.
3.11.3 Pengolahan Data
Rendemen minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara
volume minyak yang dihasilkan dari penyulingan dengan berat
sampel yang disuling dan dinyatakan dalam satuan persen rendemen
minyak atsiri nilam dihitung dengan rumus :
Rendemen =
Volume Minyak Atsiri yang diperoleh (mL )Bobot Sampel ( g )
x 100 %
Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode Korelasi
Pearson Produk Momen (PPM) menggunakan tabel penolong
koefisien korelasi (r) :
Tabel 4 Tabel Penolong Koefisien Korelasi (r)
31
No. x y x2 y2 xy1. x1 y1 x2
1 y21 xy1
2. x2 y2 x22 y2
2 xy2
3. x3 y3 x23 y2
3 xy3
4. x4 y4 x24 y2
4 xy4
5. x5 y5 x25 y2
5 xy5
n Ʃx Ʃy Ʃ x2 Ʃy2 Ʃxy
Keterangan :
x = Lama penyulingan ( Menit )
y = Rendemen Minyak Atsiri ( % )
Adapun cara perhitungannya sebagai berikut :
Korelasi Pearson Produk Momen (PPM)
r =
dimana Ʃ xy = Ʃ xy-
Ʃ x2 = Ʃ x2 - ¿¿
Ʃ y2 = Ʃ y2 - ¿¿
Uji Hipotesis
Keputusan diambil dengan membandingkan nilai r Hitung dengan nilai r Tabel.
Jika r Hitung > r Hitung, maka hipotesis diterima.
(Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2000)
3.11.4 Penyajian Data
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel kemudian
dijelaskan secara narasi.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
33
4.1 Penetapan Kadar Air
Kadar air daun nilam yang telah dikeringkan ditetapkan dengan
metode Bidwell-Sterling dengan tiga kali pengulangan (Triplo). Nilai rata-
rata kadar air yang diperoleh adalah 15,3709 %. Rincian nilai kadar air
bahan pada sampel dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Data Hasil Penetapan Kadar Air Daun Nilam Kering.
No. Ulangan BeratSampel Uji
(g)
Volume Toluen (mL)
Volume Air
(mL)
Kadar Air (%)
Rata-rata Kadar Air
(%)1.2.3.
IIIIII
10,057010,001010,0143
100100100
1,61,51,5
15,137114,998515,9772
15,3709
Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa nilai kadar air
yang diperoleh, telah sesuai dengan kadar air literatur (Ketaren, 1986) yaitu
12-15 %. Dengan kadar air ini diharapkan dapat memperoleh minyak nilam
dengan rendemen yang tinggi dan proses penyulingan yang efektif.
4.2 Penyulingan Minyak Atsiri Daun Nilam
Proses penyulingan minyak atsiri daun nilam ini dilakukan dengan
metode penyulingan air (Water Destillation) dalam kondisi penyulingan
antara lain : variasi waktu penyulingan = 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120
menit, 150 menit; suhu pemanas = 100-105o C, air pendingin masuk = 23oC,
air pendingin keluar = 24o C, dan suhu destilat = 32-33,5o C. Didapatkan
rendemen minyak atsiri daun nilam dari sampel uji berkisar antara 0,4-1,6
mL (rendemen 0,87-3,06 %) pada berbagai variasi waktu penyulingan.
34
Rincian nilai rendemen yang diperoleh dari sampel uji secara lengkap dapat
dilihat pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Data Hasil Penyulingan Daun Nilam.
No. SampelLama
Penyulingan (Menit)
Berat Sampel
(g)
Hasil Volume
(mL)
Rendemen (%)
Rata-Rata Rendemen
(%)1 A1-1 30 50,0072 0,4 0,7998 A1-2 30 50,0090 0,5 0,9998 0,8665 A1-3 30 50,0070 0,4 0,7998 2 A2-1 60 50,0072 0,8 1,5997 A2-2 60 50,0090 0,8 1,5997 1,5997 A2-3 60 50,0070 0,8 1,5997 3 A3-1 90 50,0072 1,2 2,3996 A3-2 90 50,0090 1,3 2,5995 2,3996 A3-3 90 50,0070 1,1 2,1996 4 A4-1 120 50,0072 1,4 2,7995 A4-2 120 50,0090 1,5 2,9994 2,7995 A4-3 120 50,0070 1,3 2,5996 5 A5-1 150 50,0072 1,5 2,9995 A5-2 150 50,0090 1,6 3,1994 3,0661 A5-3 150 50,0070 1,5 2,9995
Berikut ini adalah grafik pengaruh lama penyulingan terhadap
rendemen minyak nilam yang dihasilkan.
Gambar 3. Pengaruh lama penyulingan terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan
Dari gambar 3 dapat dilihat dengan jelas perbedaan rendemen
minyak nilam yang dihasilkan akibat lama penyulingan yang berbeda.
35
Semakin lama waktu penyulingan, semakin tinggi nilai rendemen minyak
atsiri yang dihasilkan. Minyak atsiri yang diperoleh sesuai dengan literatur
(Kardinan, 2004) yang menyatakan bahwa rendemen minyak atsiri daun
nilam aceh berkisar antara 2,5–5 %..
4.3 Analisis Korelasi Pearson Produk Momen
Hasil penyulingan minyak atsiri daun nilam pada berbagai variasi
waktu penyulingan selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan
metode Korelasi Pearson Produk Momen. Hasil pengolahan data statistik
dengan metode Korelasi Pearson Produk Momen diperoleh nilai koefisien
korelasi (r Hitung ) sebesar 0,9785 pada taraf signifikan 95 % (α = 0,05). Oleh
karena nilai r Hitung (0,9785) > r Tabel (0,878), maka hipotesis diterima, artinya
lama penyulingan berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen minyak
atsiri daun nilam yang dihasilkan.
BAB V
PEMBAHASAN
36
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh lama penyulingan
terhadap rendemen minyak atsiri daun nilam (Pogostemon cablin Benth)
dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyulingan terhadap
rendemen minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan.
Daun nilam jenis aceh ini dipanen dari perkebunan rakyat di
Kelurahan Anggopiu, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe. Daun nilam
dipanen pada saat berumur 5 bulan dan diambil bagian pucuk (ruas ke-1
sampai ruas ke-5). Selanjutnya, dilakukan pengeringan segera sebelum daun
nilam mengalami perubahan warna. Selama 3 hari, tanaman nilam
dikeringkan selama ± 5 jam (pukul 09.00-14.00 WIB) dengan cara diangin-
anginkan. Selama proses pengeringan berlangsung, daun nilam harus selalu
dibolak-balik posisinya 2-3 kali. Hal tersebut bertujuan agar pengeringan
nilam terjadi secara sempurna. Kadar air daun nilam kering optimal adalah ±
12- 15%. Untuk memastikan kadar air sampel uji sesuai dengan literatur
maka dilakukan penetapan kadar air dengan metode Bidwell-Sterling. Hasil
penetapan kadar air dengan metode Bidwell-Sterling dapat dilihat pada tabel
5. Rata-rata kadar air yang diperoleh adalah sebesar 15,3709 % yang diuji
dengan tiga kali ulangan (Triplo). Dari Tabel 5 dapat dilihat dengan jelas
bahwa nilai kadar air yang diperoleh, telah sesuai dengan kadar air literatur
(Ketaren, 1986) yaitu 12-15 %. Dengan kadar air ini diharapkan dapat
memperoleh minyak nilam dengan rendemen yang tinggi dan proses
penyulingan yang efektif.
37
Daun nilam kering yang telah mencapai kadar air yang diinginkan
selanjutnya dipotong-potong dan dirajang. Hal ini bertujuan untuk membuka
kelenjar minyak pada daun nilam selebar mungkin sehingga memudahkan
proses penguapan minyak atsiri. Selanjutnya, daun nilam dimasukkan ke
dalam labu alas bulat lalu ditambahkan 750 mL dan dipanaskan sampai
mendidih hingga air dan minyak atsiri menguap. Uap tersebut akan
mengalami pendinginan pada kondensor sehingga mengembun dan
ditampung dalam alat kohobasi sebagai alat pemisah minyak dan air. Dalam
alat tersebut minyak dan air akan terpisah, minyak berada pada lapisan atas
sedangkan air berada di lapisan bawah. Hal ini disebabkan karena berat jenis
minyak atsiri daun nilam lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis air.
Hasil penyulingan minyak atsiri daun nilam berdasarkan beberapa
variasi waktu penyulingan dilihat dengan jelas pada tabel 6. Hasil
penyulingan minyak atsiri daun nilam berkisar antara 0,4-1,6 mL (rendemen
0,87-3,06 %). Berdasarkan lama penyulingan, rendemen yang paling rendah
diperoleh pada penyulingan selama 30 menit dengan rendemen sebesar 0,87
%. Sedangkan rendemen yang paling tinggi diperoleh pada penyulingan
selama 150 menit dengan rendemen sebesar 3,06 %. Untuk menyatakan
apakah lama penyulingan berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen
minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan, maka data hasil penelitian
dianalisis secara statistik menggunakan metode Korelasi Pearson Produk
Momen.
38
Hasil pengolahan data statistik dengan metode Korelasi Pearson
Produk Momen diperoleh nilai koefisien korelasi (r Hitung ) sebesar 0,9785
pada tingkat signifikan 95 % (α = 0,05). Oleh karena r Hitung (0,9785) > r Tabel
(0,878) maka hipotesis diterima, artinya lama penyulingan berpengaruh
secara signifikan terhadap rendemen minyak atsiri daun nilam yang
dihasilkan.
BAB VI
PENUTUP
39
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam peneltian ini, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Rendemen minyak atsiri daun nilam pada waktu penyulingan 30
menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit berturut-turut
adalah 0,87 %, 1,6 %, 2,4 %, 2,79 %, dan 3,06 %.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara lama penyulingan
dengan rendemen minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan
dengan nilai r Hitung (0,9785) > r Tabel (0,878) pada tingkat signifikan
95 % ( α = 0,05 ).
6.2 Saran
1. Untuk mendapatkan hasil optimal dan waktu yang efisien maka
perlu dilakukan penyulingan dengan metode yang berbeda.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang komposisi dan
pengujian mutu minyak atsiri daun nilam.