karya tulis ilmiah:studi kasus asuhan keperawatan …repo.stikesicme-jbg.ac.id/151/1/fenda dwi...
TRANSCRIPT
KARYA TULIS ILMIAH:STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI
KRONIK DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DI RUANG PAVILIUN CEMPAKA RSUD JOMBANG
OLEH :
FENDA DWI ASTUTI
NIM: 141210018
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2017
KARYA TULIS ILMIAH:STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI
KRONIK DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DI RUANG PAVILIUN CEMPAKA RSUD JOMBANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program
Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan cendekia Medika Jombang.
OLEH :
FENDA DWI ASTUTI
NIM: 141210018
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2017
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI
KRONIK DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DI RUANG CEMPAKA RSUD JOMBANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program
Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan cendekia Medika Jombang.
OLEH :
FENDA DWI ASTUTI
NIM: 141210018
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Karya Tulis Ilmiah telah terselesaikan dengan baik.
Tersusunnya Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi tugas sebagai syarat
terselesaikannya program DIII Keperawatan. Terselesaikannya Proposal Karya Tulis Ilmiah
ini, tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu saya
mengucapkan terima kasih kepada Arif Wijaya S. Kep,. M.Kep selaku Pembimbing Utama,
Nita Arisanti Yulanda S.Kep,Ns selaku Pembimbing Anggota, Bambang Tutuko
SH.S.kep,Ns.,MH selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang, Maharani Tri Puspitasari S.Kep,Ns.MM selaku Ketua Program Studi beserta
seluruh civitas akademik program studi D3 Keperawatan, Direktur RSUD Jombang
Kabupaten Jombang yang telah memberikan izin untuk penelitian, beserta staf perawat di
Paviliun Cempaka dan semua responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi sempurnanya penulisan ini. Harapan penulis mudah mudahan penulisan ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Jombang, Juni 2017
Penulis
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PPOK DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG
PAVILIUN CEMPAKA RSUD JOMBANG
Oleh:
FENDA DWI ASTUTI
Salah satu penyakit paru yang semakin tahun semakin bertambah adalah Penyakit
Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah suatu
penyakit yang bisa dicegah dan diatasi yang biasanya bersifat progresih, dan terkait dengan
adanya respon inflamasi kronik saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel
berbahaya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 80 juta orang menderita PPOK
diseluruh dunia, dan ini diperkirakan akan terus meningkat di Indonesia.. pravelensi lebih
tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan meningkat dengan bertambahnya usia. PPOK
lebih sering pada yang masih aktif merokok dan bekas perokok dan meningkat dengan
jumlah rokok yang dikonsumsi. Berdasarkan data dari studi pendahuluan di Ruang Cempaka
RSUD Jombang pada tahun 2016 penderita PPOK sebanyak 313 jiwa.
Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian yang di ambil dari
RSUD Jombang sebanyak 2 klien dengan masalah Asuhan Keperawatan Pada Klien PPOK
dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas.
Berdasarkan hasil evaluasi terakhir disimpulkan bahwa pada klien 1 masalahnya
sudah teratasi sedangkan pada klien 2 masalahnya belum teratasi. Saran yang diberikan ada
klien dan keluarga sebagai tambahan pengetahuan bagi klien untuk memahami keadaannya,
sehingga dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan maasalah serta ikut memperhatikan
dan melaksanakan tindakan yang diberikan oleh perawat.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk tidak
merokok, karena merokok adalah salah satu faktor resiko utama yang menyebabkan
terjadinya PPOK, dan kepada perokok untuk melakukan pemberhentian merokok.
Kata kunci: Asuhan Keperawatan, PPOK, Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas.
ABSTRACT
NURSING CARE ON PPOK PATIENTS WITH NURSING INEFFECTIVENESS
PROBLEMS OF AIRWAY CLEARANCE
IN PAVILIUN CEMPAKA ROOM RSUD JOMBANG
By:
FENDA DWI ASTUTI
On of the increasing number of lung disease is chronic obstructive pulmonary and
disease (COPD). Chronic obstructive pulmonary disease is a preventable and treatable
disease that is ussualy progresive associated with chronic inflamatory respons of respiratory
and pulmonary tubess to gases ar harmful particle. According to the World Health
)rganization (WHO), 80 milion people suffer from COPD worldwide. The prevalance was
higher in males than in females and increased with increasing age. COPD was more frequent
in current and ex-smokers and increased with increasing pack-yrs. Based on data form
preliminary studies in space Cempaka RSUD Jombang in 2016 COPD patients as many 313
soul.
The researchdesign used case study. Research taken form RSUD Jombang as much as
2 patients with problem of Nursing Care on patients of COPD with ineffectiveness of airway
clearance.
Based on the results of the last evaluation concluded that the patients 1 problem is
resolved while the client 2 problem is not resolved. Advice given to patients and families as
additional knowledgefor patients to understand the situation, so that it can take desicions
ppropriate to the problem and take into account and implement actions provided by nurse.
Based on these results, it is expected that all the people not to smoke, because
smoking is one of the major risk factors thar lead to COPD, and to the smoker to stop
smoking activities.
Keywords: Nursing Care, COPD, Invectiveness of Airway Clearance.
DAFTAR ISI
Cover luar.......................................................................................................................... i
Cover Dalam ..................................................................................................................... ii
Surat Pernyataan .............................................................................................................. iii
Lembar Persetujuan ......................................................................................................... iv
Lembar Pengesahan ........................................................................................................ v
Riwayat Hidup. ................................................................................................................. vi
Kata Pengantar .................................................................................................................. vii
Abstrak .............................................................................................................................. viii
Abstrack ............................................................................................................................ ix
Daftar isi............................................................................................................................ x
Daftar Tabel ...................................................................................................................... xii
Daftar Gambar ................................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran ................................................................................................................ xiv
Lambang dan Singkatan .................................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
2.1 Batasan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan umum .................................................................................................... 3
1.4.2 Tujuan khusus ................................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 4
1.5.1 Manfaat teoritis ................................................................................................. 4
1.5.2 Manfaat praktis ................................................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruksi Kronik ................................................................... 5
2.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik ......................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik ...................................................... 5
2.1.3 Etiologi Paru Obstruksi Kronik ........................................................................ 6
2.1.4 Patofisiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik .................................................. 7
2.1.5 Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruksi Kronik ................................................ 9
2.1.6 WOC Penyakit Paru Obstruksi Kronik ............................................................. 12
2.1.7 Manifestasi Klinik Penyakit Paru Obstruksi Kronik ........................................ 13
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ................................ 14
2.1.9 Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik ................................................... 18
2.1.10 Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi Kronik .......................................... 19
2.1.11 Pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ................................................. 22
2.2 Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas ......................................................... 23
2.2.1 Definisi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas ............................................... 23
2.2.2 Etiologi .............................................................................................................. 24
2.2.3 Proses Terjadinya Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas ............................... 25
2.2.4 Manifestasi Klinik ............................................................................................. 25
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................... 26
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ................................ 27
2.3.1 Pengkajian ......................................................................................................... 27
2.3.2 Riwayat Penyakit Dahulu ................................................................................. 28
2.3.3 Riwayat Penyakit Keluarga ............................................................................... 28
2.3.4 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................. 28
2.3.5 Pola Fungsi Kesehatan ...................................................................................... 31
2.3.6 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 33
2.3.7 Intervensi ........................................................................................................... 33
2.3.8 Implementasi ..................................................................................................... 36
2.3.9 Evaluasi ............................................................................................................. 35
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................................... .. 36
3.2 Batasan Istilah ............................................................................................................ .. 36
3.3 Partisipan .................................................................................................................... .. 38
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 38
3.5 Pengumpulan Data ....................................................................................................... 38
3.6 Uji Keabsahan Data ..................................................................................................... 40
3.7 Analisa Data ................................................................................................................. 41
3.8 Etik Penelitian .............................................................................................................. 42
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Hasil ………………………………………………………………………………… 44
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data……………………………………….... 44
4.1.2 Pengkajian……………………………………………………………………. 44
4.1.3 Analisa Data………………………………………………………………….. 49
4.1.4 Diagnosa Keperawatan……………………………………………………….. 50
4.1.5 Intervensi Keperawatan………………………………………………………. 51
4.1.6 Implementasi Keperawatan…………………………………………………… 53
4.1.7 Evaluasi Keperawatan ……………………………………………………….. 56
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengkajian…………………………………………………………………...... 58
4.2.2 Analisa Data………………………………………………………………… .. 59
4.2.3 Diagnosa Keperawatan……………………………………………………….. 59
4.2.4 Implementasi………………………………………………………………...... 59
4.2.5 Evaluasi……………………………………………………………………...... 60
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan……………………………………………………….............................. 62
5.2 Saran ........................................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... ….
Lampiran ........................................................................................................................ ….
DAFTAR GAMBAR
Daftar Gambar Halaman
WOC 12
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi PPOK…………………………………………
Tabel 2.2 Intervensi keperawatan…………………………………...
Tabel 4.1 Identitas Klien……………………………………………
Tabel 4.2 Riwayat Penyakit Klien…………………………………..
Tabel 4.3 Perubahan Pola Nutrisi…………………………………...
Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik………………………………………..
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Diagnostik……………………………
Tabel 4.6 Terapi……………………………………………………..
Tabel 4.7 Analisa Data………………………………………………
Tabel 4.8 Diagnosa Keperawatan……………………………………
Tabel 4.9 Intervensi………………………………………………….
Tabel 4.10 Implementasi…………………………………………….
Tabel 4.11 Evaluasi………………………………………………….
6
33
44
45
45
46
48
48
49
50
51
51
56
DAFTAR SINGKATAN
AAT : Alfa 1 Antitripsin
ADL : Activity Daily Live
Depkes : Departemen Kesehatan
DLCO : Diffusing Capacity of the Lung for Carbon Monoxide
FEV : Forced Exspiratory Manuve
FVC : Forced Volume Capaciti
GOLD : Global Intiative for Chronic Pulmonary Diseas
KVP : Kapasitas Vital Paksa
PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah…………………………………………
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian………………………………………………………......
Lampiran 3: Permohonan Menjadi Responden……………………………………………..
Lampiran 4: Persetujuan Menjadi Responden…………………………………………….....
Lampiran 5: Format Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah…………………………….
Lampiran 6: Penelitian……………………………………………………….......................
Lampiran 7: Surat Balasan Penelitian BAKORDIKLAT RSUD Jombang………………..
Lampiran 8: Lembar Konsultasi……………………………………………………….........
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit paru yang semakin tahun semakin bertambah adalah Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu kondisi yang irreversible dimana terjadi
penyempitan saluran udara, peningkatan obstruksi aliran udara dan hilangnya rekoil elastis
paru. Kondisi tersebut menyebabkan udara terperangkap dan pertukaran gas terganggu
sehingga mengakibatkan batuk, produksi dahak meningkat. Karakteristik hambatan aliran
udara pada PPOK disebabkan oleh hubungan antara obstruksi saluran nafas kecil dan
kerusakan parenkim yang berbeda pada setiap individu (PDPI, 2013). Pada kasus penyakit
obstruksi kronik, klien banyak mengalami ketidak efektifan bersihan jalan nafas.
Menurut WHO, di perkirakan 80 juta orang terserang PPOK yang menyebabkan
kematian nomer 4 di dunia Pada tahun 2014 penderita sebanyak 52% dengan jumlah
penderita sebanyak 21.036 jiwa menurut Kementrian Kesehatan RI 2014. Riset Kesehatan
Dasar, 2013 PPOK didapatkan angka kesakitan (3,7%). Di jawa timur penderita PPOK urutan
ke 8 dari 33 provinsi. Data dari RSUD Jombang di Ruang Cempaka pada tahun 2016
penderita PPOK sebanyak sebanyak 313 jiwa. Kesehatan mengalami perubahan dari penyakit
menular yang selalu menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama, mulai digantikan oleh
penyakit tidak menular. Salah satu penyakit paru yang semakin tahun semakin bertambah
adalah PPOK merupakan suatu kondisi yang irreversible dimana terjadi penyempitan saluran
udara dan peningkatan obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh asap rokok. Komponen-
komponen asap rokok bisa merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Biasanya
paparan asap rokok tersebut terjadi selama beberapa tahun sebelum gejalanya berkembang.
Komposisi genetik dalam sisi seseorang juga mempengaruhi risiko. Penyakit obstruksi kronik
(PPOK) merupakan suatu penyakit dimana kondisi aliran udara pada paru tersumbat secara
terus-menerus sehingga terjadi ketidakmampuan menghembuskan nafas secara penuh, jika
penyumbatan tersebut tidak dapat teratasi akan menimbulkan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan keadaan ketika seorang induvidu
mengalami satu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernafasan sehubungan
dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif (Carpenito, 2006).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik membuat judul Asuhan
Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas.
1.2 Batasan Masalah
Asuhan Keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi kronis dengan masalahan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalamai Penyakit Paru
Obstruksi Kronik dengan masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di RSUD
Jombang?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Penyakit Paru
Obstruksi Kronik dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di RSUD Jombang
1.4.2 Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik
dengan masalah ketidakefektian bersihan jalan nafas di RSUD Jombang
2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik
dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di RSUD Jombang
3) Melakukan perencanaan keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik
dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di RSUD Jombang
4) Melakukan tindakan keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di RSUD Jombang
5) Melakukan evaluasi keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di RSUD Jombang
1.5 Manfaat
1.5.1 Teoritis
Mampu menyelesaikan masalah dengan anggota keluarga yang di diagnosa Stroke
sehingga mampu membantu keluarga klien untuk lebih memahami dalam merawat
pasien.
1.5.2 Praktis
a. Bagi tenaga kesehatan lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi ilmu pengetahuan Penyakit Paru Obstruksi Kronik dan sebagai
tambahan informasi lebih lanjut untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama
dalam menangani komplikasi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik, sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas yang terutama dengan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
b. Bagi peneliti lain, peneliti ini dapat menambah referensi dan menemukan masalah
keperawatan yang lebih luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar PPOK
2.1.1 Pengertian PPOK
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah suatu penyakit yang bisa dicegah dan
diatasi, yank dikarakteririr dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang biasanya
bersifat progresif, dan terkait dengan adanya respon inflamasi kronik saluran nafas dan paru-
paru terhadap gas atau partikel berbahaya (GOLD, 2015).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit yang tidak sepenuhnya
reversible, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal terhadap gas
yang berbahaya. Kata “progresif” disini berarti semakin memburuknya keadaan seiring
berjalannya waktu ( abidin, 2009).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik karena adanya
hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel yaitu sesak nafas
yang semakin berat yang tidak bisa kembali normal atau membaiksebagian, serta adanya
respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Global Obstrctive Lung
Disease, 2009).
2.1.2 Klasifikasi PPOK
Untuk membedakan keparahan penyakit PPOK, dapat didasarkan pada hasil uji
spirometri yang menunjukkan tingkat keparahan obstruksinya. Menurut GOLD terdapat 4
tingkatan berdasarkan hasil FEV1 pasca bronkodilatasi:
Tabel 2.1
k
l
a
s
ifikasi PPOK (Sumber : Ikawati, 2016)
Dari pengukuran-pengukuran diatas, maka GOLD 2015 mengelompokkan pasien PPOK
menjadi 4 golongan, sebagai berikut:
1. Pasien kelompok A: risiko rendah, gejala lebih sedikit GOLD 1 atau GOLD 2, serangan
akut 0-1/tahun dan tanpa hospitalisasi, CAT < 10 atau mMRC 0-1.
2. Pasien kelompok B: risiko rendah, gejala lebih banyak GOLD 1 atau GOLD 2, serangan
akut 0-1/ tahun dan tanpa hospitalisasi, CAT > 10 atau mMRC > 2
3. Pasien kelompok C: risiko tinggi, gejala lebih sedikit GOLD 3 atau GOLD 4, serangan
akut > 2x/ tahun atau >1 dengan hospitalisasi, CAT <10 atau mMRC 0-1
4. Pasien kelompok D: risiko tinggi, gejala lebih banyak GOLD 3 atau GOLD 4, serangan
akut > 2x/ tahun atau > 1 dengan hospitalisasi, CAT > 10 mMRC > 2 (Ikawati, 2016)
2.1.3 Etiologi
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan
menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host. (Ikawati, 2016) Beberapa faktor paparan
lingkungan antara lain adalah:
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan resiko 30 kali
lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab
dari 80-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK.
Tingkat Interpertasi Nilai FEV1
dan gejala
GOLD 1 Ringan FEV1 > 80%
GOLD II Sedang 50% < FEV1
< 80%
GOLD III Berat 30% <
FEV1< 50%
GOLD IV Sangat Berat FEV1 < 30%
Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai
merokok, dan status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang. Perokok pasif
(tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga beresiko menderita PPOK.
2. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang
terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu gandum. Asbes mempunyai
risiko yang lebih besar dari pada lainnya.
3. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk gejalanya
dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah seperti asap
pabrik, asap kendaraan bermotor, dan lain-lain, misalnya asap dari dalam rumah
misalnya asap dapur.
4. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronik merupakan suatu
pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan rokok. Adanya
kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian inflamasi yang dapat diukur
dari peningkatan jumah sputum, peningkatan jumlah frekuensi, eksaserbasi, dan
percepatan penurunan fungsi paru, yang smua ini meningkatkan risiko kejadian
PPOK.
2.1.4 Patofisiologi
Bronkitis kronik dan emfisema pada PPOK
a. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik dapat disebabkan oleh iritan fisik atau kimiawi misalnya asap rokok
dan polutan udara. Secara normal silia dan mukus di bronkus melindungi dari inhalasi
iritan, yaitu dengan menangkap dan mengeluarkannya. Iritasi yang terus menerus daapat
menyebabkan respon yang berlebihan pada mekanisme pertahanan ini. Karena adanya
mukus dan kurangnya jumlah silia dan gerakan silia untuk membersihkan mukus maka
pasien dapat menderita infeksi berulang. Tanda-tanda infeksi adalah perubahan sputum
seperti meningkatnya volume mukus, mengental, dan perubahan warna. Infeksi yang
berualang dapat menyebabkan keparahan akut pada status pulmonar dan berkontribusi
secara signifikan pada percepatan penurunan fungsi pulmonar karena inflamasi
menginduksi fibrosis pada bronkus dan bronkiolus (Ikawati, 2016).
b. Emfisema
Emfisema adalah perubahan anatomi dari parenkim paru yang ditandai oleh
perbesaran abnormal alveoli dan duktus alveolar serta kerusakan dinding alveolar.
Emfisema khusunya melibatkan asinus yaitu bagian dari paru-paru yang bertanggung
jawab untuk pertukaran gas. Emfisema yang paling berkaitan dengan PPOK adalah
emfisema sentrilobular. Emfisema tipe ini yang secara selektif diserang adalah bagian
bronkiolus. Penyakit ini banyak ditemukan pada orang yang merokok.
Asap rokok dan polusi udara dapat menyebabkan inflamasi paru. Inflamasi
menyebabkan rekrutmen neutrofil dan makrofag ke tempat inflamasi yang akan
melepaskan enzim proteolitik (elastase, kolagenese). Pada orang normal, kerja enzim ini
akan dihambat alpha 1 antitripsin, namun pada kondisi di mana terjadi defisiensi apha 1
antitripsin, namun pada kondisi dimana terjadi defesiensi alpha 1 antitripsin, enzim
proteolitik akan menyebabkan kerusakan pada alveolus menyebabkan emfisema.
2.1.5 Faktor risiko PPOK
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD, 2016)
faktor risiko PPOK dibagi menjadi 6 (enam), yaitu:
1) Genetik
Terjadinya defisiensi Alpha 1 antitripsin (ATT) menjadi salah peluang lebih besar
untuk terserang PPOK. Alpha 1 antitripsin adalah protein yang berperan sebagai penetral
enzim protolitik yang sering dikeluarkan pada saat terjadi peradangan dan merusak
jaringan termasuk jaringan paru.
2) Partikel berbahaya
Setiap jenis partikel tergantung ukuran dan komposisinya akan memberikan
kontribusi yang berbeda terhadap risiko yang terjadi. Banyaknya partikel yang
terhirup selama hidup akan meningkatkan risiko berkembangnya PPOK. Berikut ini
partikel yang berisiko menyebabkan PPOK:
3) Asap tembakau/ Rokok
Asap rokok merupakan faktor risiko utama penyebab terjadinya PPOK.
Perokok mempunyai prevalensi lebih tinggi mengalami gangguan pernapasan dan
abnormalitas fungsi paru. Perokok pasif juga berkontribusi mengalami gangguan
pernapasan.
4) Debu dan bahan kimia
Debu organik, non-organik, bahan kimia dan asap merupakan faktor risiko
yang dapat menyebabkan seseorang terserang PPOK. Debu dan bahan kimia
diperkirakan 10 – 20% mengalami gangguan fungsional paru karena PPOK.
5) Polusi di dalam rumah
Penggunaan kayu bakar, kotoran hewan dan pembakaran sisa tanaman dalam
api terbuka di dalam tempat tinggal dengan ventilasi yang buruk dapat meningkatkan
risiko terjadinya PPOK.
6) Polusi di luar rumah
Tingginya kadar polusi udara di daerah perkotaan berbahaya bagi individu
terutama pembakaran dari bahan bakar kendaraan, bila ditambah dengan merokok
akan meningkatkan risiko terjadinya PPOK.
7) Pertumbuhan Dan Perkembangan Paru
Pertumbuhan dan perkembangan paru terkait dengan proses yang terjadi
selama kehamilan, kelahiran dan proses tumbuh kembang. Setiap faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan paru–paru selama kehamilan dan tumbuh kembang anak
akan memiliki potensi untuk meningkatkan risiko terserang PPOK.
8) Usia dan Gender
Usia menjadi faktor risiko terjadinya PPOK. Penurunan status kesehatan lansia
sebagai pencetus terjadinya PPOK atau usia mencerminkan atau usia merupakan
kumpulan jumlah pemaparan hidup secara keseluruhan. Di masa lalu penelitian
menunjukkan prevalensi dan kematian pada PPOK lebih besar terjadi pada laki–laki
daripada perempuan. Pada penelitian di beberapa Negara akhir–akhir ini prevalensi
penyakit PPOK sekarang hampir sama antara laki – laki dan perempuan, yang
mungkin mencerminkan perubahan gaya hidup merokok dengan menggunakan
tembakau
9) Status Sosial Ekonomi
Kemiskinan jelas menjadi faktor risiko untuk PPOK. Polusi udara di dalam
atau di luar, kepadatan lingkungan, gizi yang buruk, infeksi dan berbagai faktor yang
berkaitan dengan sosial ekonomi yang rendah
10) Asma/Hiperaktivitas Bronkus
Asma bisa menjadi faktor risiko perkembangan PPOK, walaupun faktanya ini
tidak pasti. Laporan dari hasil sebuah studi longitudinal Kohort Studi Epidemiologi
Tuscon mengenai penyakit obstruksi jalan napas dewasa dengan asma ditemukan
memiliki risiko 12x lipat lebih berisiko terjadi PPOK dari pada yang tidak memiliki
asma setelah merokok. Studi longitudinal yang lain menunjukkan seseorang dengan
asma sebanyak 20% ditemukan memiliki peembangan aliran udara yang terbatas dan
tidak dapat disembuhkan.
2.1.6 WOC (Web Of Caution) Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Sekret tidak bisa keluar
Gangguan pembersihan paru
Produksi sekret meningkat
Batuk tidak efektif
Peradangan bronkus
Terjadi akumulasi sekret
Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas
Obstruksi jalan
nafas
Pertukaran gas O2 dan
Co2 tidak adekuat
Sesak nafas
Gangguan
pertukaran gas
Ketidakefektifan pola
nafas
Mual muntah
anoreksia
Intake tidak adekuat
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Asap Rokok, Polusi udara
Riwayat infeksi saluran udara
Gambar 2.1 WOC Penyakit Paru Obstruksi Kronik GOLD, 2016, NANDA, 2015.
2.1.7 Manifestasi Klinik
Diagnosa PPOK ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejala meliputi batuk kronik,
produksi sputum, dispnea dan riwayat paparan suatu faktor risiko. Selain itu, adanya
obstruksi saluran pernafasan juga harus dikonfirmasi dengan spirometri, di mana angka
FEV1/FVC pasca bronkodilator < 0,70 menujukkan adanya keterbatasan aliran udara
persisten yang menjadi ciri dari PPOK (Ikawati, 2016).
Indikator kunci untuk mempertimbangkan diagnosis PPOk adalah:
1. Batuk kronik: terjadi berselang atau setiap hari, dan seringkali terjadi sepanjang
hari ( tidak seperti asma yang terdapat gejala batuk malam hari}.
2. Produksi sputum secara kronik: semua pola produksi sputum dapat
mengindikasikan adanya PPOK.
3. Bronkitis akut : terjadi secara berulang
4. Sesak nafas (dispnea): bersifat pogresif sepanjang waktu, terjai setiap hari,
memburuk jika berolahraga, dan memburuk jika terkena infeksi pernafasan.
5. Riwayat paparan terhadap faktor risiko : merokok, partikel dan senyawa kimia,
asap dapur.
Adapun gejala klinik PPOK adalah
1. “Smoker’s cough”, biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang dingin,
kmudian berkembang menjadi sepanjang tahun
2. Sputum, biasanya banyak yang lengket (mucoid), berwarna kuning, hijau atau
kekuningan bila terjadi infeksi.
3. Dispnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernafasan.
Gejala ini mungkin terjadi beberapa tahun sebelum kemudian sesak nafas menjadi
semakin nyata yang membuat pasien mencari bantuan medik.
Sedangkan gejala pada eksaserbasi akut adalah:
1. Peningkatan volume sputum
2. Perburukan pernafasan secara akut
3. Dada terasa berat (chest tightness)
4. Peningkatan purulensi sputum
5. Peningkatan kebutuhan bronkodilator
6. Lelas, lesu
7. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah, terengah-engah)
Pada gejala berat, dapat terjadi:
1. Cyanosis, terjadi kegagalan respirasi
2. Gagal jantung dan oedema perifer
Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang mmerah
yang disebabkan polycythemia (erythrocytosis, julah erythrosit yang
meningkat), hal ini merupakan respon fisiologis normal karena kapasitas
pengankutan O2 yang berlebih.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rutin
a. Faal paru
a) Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
b) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi: % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%(VEP1/KVP) < 75%
c) VEP1 merupakanparameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
d) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
verabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b) Uji bronkodilator
a) Digunakan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter.
b) Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit
kemudian dilihat perubahan VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE
<20% nilai awal dan < 200 ml
c) Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
c) Darah rutin
Hemoglobin, eritrosit, Leukosit
d) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain pada
emfisema terlihat gambaran:
a) Hiperinflasi
b) Hiperlusen
c) Ruang retrosternal melebar
d) Diafragma mendatar
e) Jantung menggantung
Pada bronkitis kronik:
a) Normal
b) Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus.
1. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
a. Faal paru
b. Volume residu (VR), kapasitas residu fungsional (KRF), kapasitas paru total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
c. DLCO menurun pada emfisema
d. Raw meningkat pada bronkitis kronik
e. Variabiliti harian APE kurang dari 20%
2. Uji latih kardiopulmonar
a. Sepeda statis (ergocycle)
b. Jentera (treadmil)
c. Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hiperaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hiperaktiviti bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison
atau metilpredison) sebanyak 30-50 mg per hari selama 2 minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator >20% dan minimal 250 ml. Pada PPOk
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
5. Analisa gas darah
Terutama untuk menilai:
(1) Gagal nafas kronik stabil
(2) Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
6. Radiologi
(1) CT-scan resolusi tinggi untuk menilai emfisema dini dan menilai jenis serta
derajat emfisema atau yang tidak terdeteksi oleh foto thorak polos
(2) Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Untuk menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.
Infeksi saluran nafas berulang merupakan penyebab eksaserbasi akut pada
penderita PPOK.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar ini pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi
antitripsin alfa-1 jarang ditemukan (PDPI, 2013).
2.1.9 Komplikasi
a) Gagal jantung
Keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi
kebutuhan metabolisme tubuh. Terutama gagal jantung kanan akibat penyakit
paru, harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
b) Asidosis respratory
Merupakan suatu penyakit yang dapat timbul karena terjadi peningkatan nilai
PaCO2 (hiperkapnia). Biasanya timbul dengan gejala nyeri kepala/ pusing, lesu,
dan lelah.
c) Hipoxemia
Merupakan penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg dengan nilai saturasi
oksigen <85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.
d) Cardiac Disritmia
Adalah penyakit yang timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek
obat atau asidosis respiratory.
e) Infeksi Pernafasan
Infeksi ini terjadi karena peningkatan produksi mukus yang berlebih,
penongkatan rangsangan otot yang polos bronkial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meingkatkan beban kerja otot pernafasan sehingga
timbul dyspnea (Kusumawati 2013).
2.1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPOK akan dilakukan dengan cara terapi jangka panjang dan terapi
eksaserbasi akut.Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi gejala, mencegah progresivitas
penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan
psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka kematian. Adapun
terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan merokok,
meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki
nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit.
1. Terapi jangka Panjang dilakukan dengan:
Bronkodilator, tergantung reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien maka sebelum
pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru. Berikut
macam-macam bronkodilator
2. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
3. Golonganβ– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
4. Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
5. Golongan xantin.
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah. (EGC, 2008).
(1) Antibiotik untuk kemoterapi preventiv jangka panjang, ampisilin 4x0,25-0,5%
dapat menurunkan eksaserbasi akut
(2) Fisioterapi
(3) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
(4) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasin yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2<7,3 kPa (55mmHg).
(5) Rehabilitas pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan rehabilitas untuk pasien penyakit paru obstruksi kronik:
a) Fisioterapi
b) Rehabilitas psikis
c) Rehabilitas pekerjaan.
1. Terapi eksaserbasi akut:
b. Antibiotik , karenaeksaserbasi aku biasanya disertai infeksi.
a) Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H, influenza dan S.
Pneumoia, maka ampisilin 4x0,5 g/hari.
b) Augmentin (amixilin dan asam kalvulanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis
yang memproduksi laktamase.
Pemberian antibiotic seperti kotrimoksasol, amoksilin, atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat peal
flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaerbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumoia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
a) Terapi oksigen diberikan bila terdapat kegagalan pernafasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap
CO2.
b) Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik.
c) Bronkodilator untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termasuk
didalamnya golongan adrenergic dan antikolinergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5mg dan atau ipratropium
bromide 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
2.1.11 Pencegahan
a. Pencegahan primordial
Yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum ada
faktor risiko PPOK, meliputi: menciptakan lingkungan yang bersih dan
berperilaku hidup sehat seperti tidak merokok.
b. Pencegahan primer
Pencegahan ini merupakan upaya untuk mempertahankan yang
sehat agar tetaop sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Tujuan dari pencegahan primer ini adalah untuk mengurangiinsidensi
penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan
faktor-faktor risikonya. Pencegahan primer ini meliputi:
1) Kebiasaan merokok harus dihentikan
2) Memakai alat pelindung seperti masker ditempat kerja (pabrik)
yang terdapat asap mesin atau debu.
3) Membuat corongasap dirumah maupun ditempat kerja (pabrik)
4) Pendidikan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan PPOK.
c. Pencegahan sekunder
Pencegahan ini merupakan upaya untuk mencegah orang yang
telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan
menghindari komplikasi. Tujuan pencegan ini adalah untuk mengobati
penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit
yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan.
d. Pencegahan tersier
Pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitas.
2.2 Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
2.2.1 Pengertian
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaan ketika
individu mengalami suatu ancama nyata atau potensial pada status pernafasan
karena ketidakmampuannya untuk batuk secara efektif. Diagnosis ini
ditegakkan jika terdapat tanda mayor berupa ketidakmampuan untuk batuk
atau kurangnya batuk, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari jalan
napas. Tanda minor yang mungkin ditemukan untuk menegakkan diagosis ini
adalah bunyi napas abnormal, stridor, dan perubahan frekuensi, irama, dan
kedalaman napas ( Tsamsuri, 2008).
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan suatu keadaan ketika seorang
individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status
pernafasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif
(Carpenito, 2006).
2.2.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen adalah:
a. Saraf otonomik (rangsangan saraf simpatis dan saraf parasimpatis)
b. Peningkatan produksi sputum
c. Alergi pada saluran nafas
d. Faktor fisiologis
a) Menurunnya kemampuan mengikat O2
b) Menurunnya konsentrasi O2
c) Hipovolemia
d) Meningkatnya metabolisme
e) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada
e. Faktor perkembangan
f. Faktor perilaku
a) Merokok
b) Aktivitas
c) Kecemasan
d) Penggunaan narkotika
e) Status nutrisi
g. Faktor lingkungan
a) Tempat kerja atau polusi
b) Suhu lingkungan
c) Ketinggian tempat dari permukaan laut
2.2.3 Proses Terjadinya
Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak normal akibat
ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau
berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi yang tidak efektif.
hipersekresi mukosa saluran pernafasan yang menghasilkan lendir sehingga partikel-
partikel kecil yang masuk bersama udara akan mudah menempel di dinding saluran
pernafasan. Hal ini lama-lama akan mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada
udara yang menjebak dibagian distal saluran nafas, maka individu akan berusaha lebih
keras untuk mengeluarkan udara tersebut. Itulah sehingga pada fase ekspirasi yang
panjang akan timbul bunyi-bunyi yang abnormal.
2.2.4 Manifestasi klinis
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD,
2016) tanda gejala PPOK sebagai berikut:
1) Dyspnea
Dyspnea merupakan gejala kardinal PPOK, kondisi ini sebagai
penyebab utama ketidakmampuan dan menimbulkan kecemasan pasien
terhadap penyakit. Tipe pasien PPOK digambarkan dari keadaan dyspnea-nya
sebagai peningkatan upaya pasien untuk bernapas, berupa napas berat dan
terengah–engah. Namun istilah yang digunakan untuk menggambarkan
dyspnea bervariasi dari individu dan budayanya.
2) Batuk
Batuk kronik menjadi gejala pertama pasien PPOK, kondisi ini
merupakan efek dari merokok atau terpajan oleh polusi lingkungan. Pada
awalnya batuk hanya sebentar, kemudian lama kelamaan menjadi setiap hari
bahkan sepanjang hari. Batuk kronik pada PPOK bisa jadi tidak produktif.
Keadaan ini disebabkan berkembangnya keterbatasan aliran udara tanpa
adanya batuk.
3) Produksi sputum
Pasien PPOK umumnya terjadi peningkatan dalam jumlah kecil
sputum setelah batuk sputum. Produksi sputum terjadi selama 3 bulan atau
lebih, sekurang–kurangnya 2 tahun berturut–turut merupakan gejala klinis
dari batuk kronik. Akan tetapi produksi sputum pada pasien PPOK sulit
untuk dievaluasi karena pasien PPOK sering menelan sputum daripada
mengeluarkannya.
4) Wheezing dan sesak napas
Wheezing dan sesak napas merupakan gejala non spesifik dan
bervariasi antar pasien. Wheezing bisa didengarkan tersebar luas di dada saat
inspirasi atau ekspirasi. Sesak dada sering terjadi saat aktivitas, dan mungkin
timbul kontraksi isometrik dari otot interkostal
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik
1) Bronkografi yang bertujuan untuk melihat secara fisual bronkus sampai dengan
cabang bronkus
2) Latihan nafas cara untuk melihat pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara
efektif dan bertujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkus dari sekret
atau benda asing yang ada dijalan nafas
3) Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan
oksigen kedalam paru, melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat bantu
oksigen
4) Fisioterapi dada
Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drinase, clapping
dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan (ikawati, 2013).
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
2.3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Penderita berjenis kelamin laki-laki, usia antara 50-60 tahun, biasanya
pasien menderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik bekerja di pabrik atau
merokok.
2. Keluhan utama Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Keluhan utama yang sering pada klien Penyakit Paru Obstruksi Krinis
yaitu: sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh, ditemukan suara nafas
wheezing.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang
diderita oleh klien mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien
dibawa ke Rumah sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ketempat
lain selain rumah sakit umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan
dan bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.
2.3.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat sebelumnya misalnya
bronkitis kronik, riwayat penggunaan obat-obatan (antitrypsin)
2.3.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit paru-
paru lainnya.
2.3.4 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain:
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien yang mengalami gangguan pernafasan biasanya
lemah
2) Penilain kesadaran, kualitatif, kuantiatif
3) Tanda-tanda vital:
Suhu pada klien PPOK yaitu hipotermi
Nadi pada klien PPOK takipnea
Tekanan darah pada klien PPOK yaitu hipertensi
Pernafasan biasanya mengalami peningkatan
4) Sistem respirasi
Sistem respirasi meliputi batuk, terdapat bunyi nafas ronchi, terdapat
bantuan otot bantu pernafasan, perkusi terdapat hiperresonan.
5) Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler meliputi nyeri, ketidaknyamanan dada,
palpitasi, sesak napas, dispnea pada aktivitas, dispnea nocturnal
proksimal, edema, perubahan warna kaki, adanya pembengkakan pada
vena jugularis (Mubarak, 2006).
6) Sistem neurosensori
Sistem ini meliputi sakit kepala, kejang, serangan jatuh,
masalah koordinasi, cedera kepala, vertigo, berkurangnya rasa asin dan
panas (pengecapan), penilaian diri pada kemampuan olfaktorius
(penghidu), pemeriksaan pada sistem pendengaran dan dampak pada
penampilan activity of daily life (ADL). Selain itu juga pemeriksaan
pada sistem penglihatan seperti pemakaian kaca mata, nyeri, air mata,
floater, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan paling akhir. Selain itu
dikaji juga kedekatan penglihatan, keluhan pandangan kabur, salah
satu mata tidak dapat berfungsi, kesulitan untuk memfokuskan, dan
ketidakmampuan melihat dalam kegelapan (Carpenito, 2006).
7) Sistem pencernaan
Konstipasi , konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultas bising
usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.Sistem
Muskuloskeletal Nyeri berat tiba-tiba/ mungkin terlokalisasi pada area
jaringan dapat berkurang pada imobilissi, kontraktur atrofi otot.
8) Sistem Muskuloskeletal
Nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringandapat
berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi.
9) Sitem metabolisme- integumen
Sistem metabolisme- integumen meliputi lesi/ luka, pruritus,
perubahan pigmentasi, perubahan tekstur, perubahan kuku, katimumul
pada jari kaki dan kallus, pola penyembuhan lesi dan memar,
elastisitas/turgor.
10) Sistem perkemihan
Sistem genitourinaria meliputi disuria (nyeri saat berkemih),
frekuensi, kencing menetes, hematuria, poliuria, oliguria, nokturia,
inkontinensia, batu, infeksi saluran kemih. Pengkajian antara genetalia
pria antara lain: lesi, rabas, nyeri testikuler, massa testikuler, masalah
prostat, penyakit kelamin, perubahan hasrat seksual, impotensi,
masalah aktivitas sosial. Sedangkan pengkajian pada genetalia wanita
antara lain: lesi, rabas, dispareunia, perdarahan pasca senggama, nyeri
pelvis, sistokel/rektokel/prolaps, penyakit kelamin, infeksi, masalah
aktivitas seksual, riwayat menstruasi (menarche, tanggal periode
menstruasi terakhir), tanggal dan hasil pap smear terakhir ( Mubarak,
2006).
2.3.5 Pola Fungsi Kesehatan
Pola fungsi kesehatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik:
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan
kesehatan
b) Pola Nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit,
nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan
makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada
tidaknya defekasi, masalah nutrisi, dan penggunan kateter.
d) Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap
energy, jumlah jam tidur siang dan malam, masalah tidur dan insomnia.
e) Pola aktifitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktifitas, fungsi pernafasan, dan
sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman
pernafasan.
f) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan.
g) Pola sensori dan kognitif
Pola persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan,
pendengaran dan penghidu. Pada klien katarak dapat ditemukan
gejala gangguan penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan merasa diruang gelap. Sedang tandanya adalah tampak
kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan air mata.
h) Pola persepsi menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan konsep diri
i) Pola seksual dan reproduksi
j) Menggambarkan kepuasan/ masalah terhadap seksualitas.
k) Pola mekanisme/penanggulangan stress.
l) Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.
m) Pola nilai dan kepercayaan
n) Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk
spiritual.
2.3.6 Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
2. Defesiensi Pengetahuan
2.3.7 Intervensi
Tabtabel 2.2 intervensi PPOK dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas
(sumber : Huda, 2015)
NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Definisi : ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi
atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk
mempertahankan kebersihan
jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
1. Batuk yang tidak
efektif.
2. Dispnea
3. Gelisah
4. Kesulitan verblisasi
5. Mata terbuka lebar
6. Ortopnea
7. Penurunan bunyi nafas
8. Perubahan fungsi
nafas
9. Perubahan pola nafas
10. Sianosis
11. Sputum dalam jumlah
yang berlebihan
12. Suara nafas tambahan
13. Tidak ada batuk
Faktor – faktor yang
berhubungan :
1. Lingkungan
a. Perokok
b. Perokok pasif
c. Terpejan asap
2. Obstruksi jalan nafas
a. Adanya jalan nafas
buatan
b. Benda asing dalam
jalan nafas
c. Eksudat dalam
alveoli
d. Hiperplasia pada
dinding bronkus
e. Mukus berlebihan
Noc
1. Status pernafasan:
kepatenan jalan nafas
2. Status pernafasn :
tanda-tanda vital
Kriteria Hasil :
1. Suara nafas
tambahan
2. Pernafasan cuping
hidung
3. Dispnea saat
istirahat
4. Dispnea dengan
aktivitas ringan
5. Penggunaan otot
bantu nafas
6. Batuk
7. Akumulasi sputum
8. Respirasi agonal
TTV:
1. Tekanan darah
normal:
Sitol <120 mmHg
Diastol <80
mmHg
2. Nadi normal 60-
100 kali per menit
3. Pernafasan dalam
batas normal 14-
20 kali per menit
4. Suhu normal
Suhu oral: 37℃
Suhu rektal:
37,4℃
Suhu aksila:
36,5℃
Nic
1. Dampingi pasien
untuk bisa duduk
pada posisi kepala
sedikit lurus, bahu
relaks dan lutut
ditekuk atau posisi
fleksi
2. Dukung pasien
menarik nafas
dalam beberapa kali
3. Dukung pasien
untuk melakukan
nafas dalam, tahan
selama 2 detik,
bungkukkan
kedepan, tahan 2
detik dan batukkan
2-3 kali
4. Minta pasien untuk
menarik nafas
dalam, bungkukkan
ke depan, lakukan
tiga atau empat kali
hembusan (untuk
membuka area
glotis)
5. Minta pasien untuk
menarik nafas
dalam beberapa
kali, keluarkan
perlahan dan
batukkan di akhir
ekshalasi
(penghembusan)
6. Minta pasien untuk
batuk dilanjutkan
dengan beberapa
periode nafas dalam
7. Dampingi pasien
menggunakan
2.2.8
Implem
entasi
Pelaksan
aan
adalah
realisasi
rencana
tindakan
untuk
mencapa
i tujuan
yang
telah
ditetapk
an.
Kegiata
n dalam
pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru.
Ada beberapa ketrampilan yang dibutuhkan dalam hal ini. Pertama, ketrampilan kognitif.
Ketrampilan kognitif mencakup pengetahuan keperawatan yang menyeluruh. Perawat harus
mengetahui alasan untuk setiap intervensi terapeutik, memahami respon fisiologis dan
psikologis normal dan abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan
pemulangan klien, dan mengenali askep-askep promotif kesehatan klien dan kebutuhan
penyakit.
f. Penyakit paru
obstruksi kronik
g. Sekresi yang
bertahan
h. Spasme
3. Fisiologis
a. Asma
b. Jalan nafas
alergi
c. Infeksi
1
bantal atau selimut
yang dilipat untuk
menahan perut saat
batuk.
8. Monitor fungsi
paru, terutama
kapasitas vital,
tekanan inspirasi
maksimal, tekanan
volume ekspirasi 1
detik (FEV1) dan
FEV1/FVC sesuai
dengan kebutuhan.
9. Lakukan tehnik
chest wall rib spring
selama fase
ekspirasi melalui
manuver batuk,
sesuai dengan
kebutuhan.
10. Tekan perut
dibawah xiphoid
dengan tangan
terbuka sembari
membantu pasien
untuk fleksi
kedepan selama
batuk.
11. Dukung
menggunakan
incentive
spirometry,sesuai
dengan kebutuhan
12. Dukung hidrasi
cairan yang
sistemik, sesuai
dengan kebutuhan
Kedua, ketrampilan interpersonal, ketrampilan ini penting untuk tindakan keperawatan yang
efektif. perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, keluarganya dan anggota tim
Perawat kesehatan lainnya.
Ketiga, ketrampilan psikomotor, ketrampilan ini mencakup kebutuhan langsung terhadap
perawatan kepada klien, seperti memberikan suntikan, melakukan penghisapan lendir,
mengatur posisi, membantu klien memenuhi aktivitas sehari-hari dan lain-lain (Rohmah dan
Walid, 2009).
2.3.9 Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan untuk meilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(Wijaya & Putri, 2013).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup satu unit secara intensif
misalnya satu klien atau dua klien. Meskipun jumlah subyek cenderung sedikit namun
jumlah variabel yang berhubungan dengan masalah studi kasus. Rancangan dari studi
kasus bergantung pada keadaan kasus namun tetap mempertimbangan penelitian waktu.
Riwayat dan perilaku mempelajari suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat
hidup). Pada metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan
bahan-bahan yang agak luas, sebelumnya biasanya dikaji secara rinci. Keuntungan paling
besar dari rancangan ini pengkajian secara rinci, meskipun jumlah respondennya sedikit,
sehingga akan didapatkan gambaran satu unit subyek secara jelas (Nursalam, 2011).
Studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat serta kasus yang dipelajari berupa
peristiwa, aktivitas atau individu. Dalam studi kasus ini adalah studi kasus untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan PPOK dengan masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas.
3.2 Batasan Istilah
Batasan istilah merupakan pernyataan yang menjelaskan istilah-istilah kunci yang
menjadi fokus studi kasus. Dalam penelitian studi kasus batasan istilah adalah :
1. Asuhan keperawatan: adalah merupakan suatu hal yang tidak akan terlepas dari
pekerjaan seseorang perawat dalam menjalankan tugas serta kewajibannya serta peran
dan fungsinya terhadap pasiennya. Dalam studi kasus ini peneliti melaksanakan
Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik yaitu suatu proses atau
rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada
klien yang mengalami masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas dimulai dari
pengkajian (pengumpulan data, analisa data, dan penentuan masalah) diagnosis
keperawatan, pelaksasaan dan penelitian tindakan keperawatan (evaluasi).
2. Klien adalah seseorang yang menerima perawatan medis (setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan
yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pelayanan
kesehatan / dokter atau perawat).
3. Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang bisa dicegah dan
diatasi, yang dikarakterisir dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang
biasanya bersifat progresif, dan terkait dengan adanya respon inflamasi kronis saluran
nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya (GOLD, 2015).
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaan ketika individu
mengalami suatu ancaman nyata atau potensial pada status pernafasan karena tidak
mampunya untuk batuk secara efektif (Tanto, 2014).
3.3 Partisipan
Partisipan adalah Subyek yang berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan
dan peran serta. Patisipan pada studi kasus ini dipilih dengan menggunakan metode
purposive. Metode purposive adalah metode pemilihan partisipan dalam suatu studi
kasus dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukan dalam studi
kasus, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga pada
studi kasus (Nursalam,2013). Studi kasus ini menggunakan 2 klien dengan karakteristik
PPOK yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan jenis kelamin yang
sama dan umur 35-60 Tahun.
3.4 Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi dan waktu penelitian adalah suatu tempat atau wilayah dimana penelitian
tersebut akan dilakukan. Lokasi studi kasus tersebut didasarkan pada:
1. Tempat banyaknya jumlah klien yang mengalami PPOK di Ruang Cempaka RSUD
Jombang alamat di Jl. Kh. Wachid Hasyim No.52 Jombang
2. Kemudahan akses peneliti terhadap partisipan.
3. Waktu yang ditetapkan yaitu sejak klien pertama MRS sampai klien pulang, atau
klien yang dirawat minimal 3 hari. Jika selama 3 hari klien sudah pulang, maka perlu
penggantian klien lainnya yang sejenis.
3.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan tahapan dalam proses penelitian yang penting, karena
hanya dengan mendapatkan data yang tepat maka, proses penelitian akan berlangsung
sampai mendapatkan jawaban dari perumusan masalah yang sudah ditetapkan
(Nursalam, 2011)
Agar dapat diperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini,
sangatlah diperlukan teknik mengumpulkan data. Adapun teknik menggunakan
pengumpulan data dalam penelitian deskriptif, yaitu :
1) Wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan, di mana
peneliti mendapatkan keterangan atau penderian secara lisan dari seseorang sasaran
peneliti (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut
(face to face). Jadi data tersebut diperoleh langsung dari responden melalui suatu
pertemuan atau percakapan (Saryono, 2013)
Materi wawancara meliputi : anamnesis berisi tentang (wawancara dengan subyek
atau responden), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga yang
lain-lain sesuai dengan pedoman yang akan diungkap). Sumber data dari klien,
keluarga, perawat lainnya.
2) Observasi dan pemeriksaan fisik
Observasi merupakan salah satu metode yang dilakukan dengan cara pengamatan
dilakukan dengan seluruh alat indra, tidak terbatas hanya pada apa yang dilihat
(terhadap perilaku dan lingkungan, baik sosial dan material individu atau kelompok
yang diamati ) ( Saryono, 2013)
Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana, yang anatara lain
meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti. Jadi di dalam melakukan observasi bukan
hanya mengunjungi, melihat, atau menonton saja, tetapi disertai keaktifan jiwa atau
perhatian, khusus dan melakukan pencatatan-pencatatan. Dalam penelitian ini
observasi dilakukn menggunakan pendekatan IPPA yaitu : Inspeksi, Perkusi,
Auskultasi pada sistem tubuh pasien.
3) Studi dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan
sebagainya (Saryono, 2013). Dalam studi kasus ini dokumentasi berupa hasil dari
rekam medik, literatur, pemeriksaan diagnostik dan data lain yang relavan.
3.6 Uji Keabsahan Data
Keabsahan Data merupakan standar kebenaran suatu data hasil penelitian yang lebih
menekankan pada data/ informasi daripada sikap dan jumlah orang. Untuk menetapkan
keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan (pengujian). Pelaksanaan teknik
pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang
digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability) (Sugiono, 2010). Uji
keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data / informasi yang diperoleh
dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Disamping
integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrumen utama), uji keabsahan data
dilakukan dengan:
1. Memperpanjang waktu pengamatan/tindakan sampai kegiatan studi kasus berakhir
dan memperoleh validitas hasil yang diinginkan. Dalam studi kasus ini waktu yang
tentukan adalah 3 hari akan tetapi apabila belum mencapai validitas data yang
diinginkan maka waktu untuk mendapatkan data studi kasus diperpanjang satu hari,
sehingga waktu yang diperlukaan dalam studi kasus adalah 4 hari.
2. Triangulasi merupakan metode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan
menganalisis data dengan pihak lain untuk memperjelas data atau informasi yang
telah diperoleh responden,. Adapun pihak lain dalam studi kasus ini yaitu keluarga
klien yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien dan perawat yang
pernah mengatasi maslah yang sama dengan klien.
3.7 Analisa Data
Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satu uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema tertentu
(Moleong, 2007). Analisa data dilakukan sejak penliti dilapangan, sewaktu pengumpulan
data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara
mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan
selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan
cara menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara
mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan
dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk
selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk
memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah:
1) Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, Observasi, Dokumen). Hasil ditulis
dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkip (catatan
terstruktur).
2) Mereduksi Data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu
dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif,
dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic kemudian dibandingkan nilai
normal.
3) Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks naratif.
Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan menyamarkan identitas dari klien.
4) Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian dat dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil
penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang dikumpulkan terkait
dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, evaluasi.
3.8 Etik Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti izin dari institusi untuk melakukan
penelitian. Setelah mendapatkan izin barulah melakukan penelitian dengan menekankan
masalah etika yang meliputi : informed consent (persetujuan menjadi responden),
anonomity (tanpa nama), dan confidentialy (kerahasiaan).
Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari:
1) Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden
peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent adalah agar subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.
2) Anonimity (tanpa nama); maslah etika penelitian merupakan masalah yang
memberikan jaminan dala penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau menempatkan nama responden pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3) Confidentiality (kerahasiaan); masalah ini merupakan masalah etika dengan memberi
jaminan kerahasian hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh
peneliti.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengumpulan Data
Lokasi pengambilan data bertempat di RSUD Jombang jln. KH. Wahid
Hasyim No. 025 Jombang, RSUD ini bertipe B non Pendidikan, memiliki 7 ruangan
Rawat inap salah satunya Paviliun Cempaka. Di ruang cempaka ini memliki fasilitas
HCU sendiri yang di dalamnya terdapat 3 tempat tidur, dan ruang isolasi. Pengkajian
dilakukan di ruang G8 yang terdapat 10 tempat tidur dan memiliki almari khusus
dikeliling tempat tidur. Ruang G8 ini memiliki ventilasi dan ruangan yang bersih.
4.1.2 Pengkajian
Tabel 4. Dengan Masalah Ketidakefektifan 1 Identitas Klien PPOK Bersihan Jalan
Nafas Diruang Cempaka RSUD Jombang, 2017 Identitas Klien Klien 1 Klien 2
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Status Perkawinan
Suku Bangsa
Tanggal MRS
Tanggal Pengkajian
No,RM
Diagnosa Masuk
Tn. S
51 tahun
Laki – Laki
Islam
SD
Swasta
Sawiji, Jogoroto Jombang
Kawin
Jawa
25 Maret 2017
29 Maret 2017
35- 04- xx
PPOK
Tn. S
53 tahun
Laki – Laki
Islam
SD
Tani
Mojowarno, Jombang
Kawin
Jawa
26 Maret 2017
29 Maret 2017
34- 95- xx
PPOK
Tabel 4.2 Riwayat Penyakit Pada Klien PPOK Dengan Masalah Ketidakefektifa
Bershan Jalan Nafas Diruang Cempaka RSUD Jombang, 2017 RIWAYAT PENYAKIT Klien 1 Klien 2
Keluhan Utama Klien mengatakan sesak dan
batuk
Klien mengatakan dadanya
terasa sesak dan batuk
Riwayat Penyakit Sekarang Klien mengatakan sesak sejak 3
bulan yang lalu tapi satu minggu
sebelum dibawa ke RSUD
Jombang klien dibawa ke
Puskesmas Mayangan kemudian
sabtu malam jam 01.00 klien
dadanya semakin berat dan
semakin lemas kemudian pagi
jam 05.00 klien baru di bawa ke
IGD RSUD Jombang.
Klien mengatakan sudah 3
hari sesak, batuk kurang
lebih 3 bulan, kemudian
pada hari sabtu klien
dibawa ke Poli Paru
akhirnya oleh perawat
dianjurkan untuk rawat inap
diruang Paviliun Cempaka
RSUD Jombang.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengatakan sudah ke-3
masuk RSUD Jombang dengan
penyakit PPOK, klien
mengatakan sudah menderita
penyakit PPOK kurang lebih 5
tahun.
Klien mengatan
sebelumnya tidak pernah
masuk RSUD Jombang.
Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan tidak ada
keluarga yang mengalami PPOK,
asma, bronkitis.
Klien mengatakan
keluarganya tidak ada yang
menderita PPOK, asna, dan
bronkitis.
Tabel 4.3 Perubahan Pola Pada Klien PPOK Dengan Masalah Ketidakefetifan Bersihan
Jalan Nafas Di Ruang Cempaka RSUD Jombang, 2017 POLA KESEHATAN Klien 1 Klien 2
Pola Mangaement Kesehatan Dirumah:
Klien ketika sakit sering pergi
ke pelayanan kesehatan, dan
Dirumah:
Klien ketika sakit jarang pergu
ke pelayanan kesehatan tapi
klien juga berhenti merokok,
biasanya 1 bulan sekali klien
datang ke poli setelah klien
merasa sudah tidak kambuh
lagi, klien sudah 3 bulan tidak
datang ke poli.
klien minum jamu dan obat-obat
yang biasanya disediakan di
warung,
Di RSUD:
Klien mematuhi semua yang
peraturan yang dianjurkan ooleh
perawat dan tenaga kesehatan
yang lain
Di RSUD:
Klien mematuhi semua peraturan
dari perawat dan tenaga
kesehatan yang lain, dan hanya
minum obat yang disediakan di
rumah sakit
Pola Nutrisi Dirumah:
Klien makan 3x sehari, porsi
sedang, lauk pauk, sayur,
minum kurang lebih 1,5 liter per
hari, terkadang minum kopi.
Dirumah:
Klien makan sedikit tapi sering
sehari terkadang sampai 4x , lauk
pauk, ,minum 2 liter per hari,
minum teh 2x sehari.
Di RSUD:
Klien mengatakan tidak enak
makan, makan sehari 2x,
dengan porsi sedikit, minum
700 cc/hari.
DiRSUD:
Klien mengatakan porsi makan
menurun 3x sehari tetapi sekali
makan hanya 2-3 sendok, minum
6 gelas/ hari, selama di RSUD
tidak mau minum teh.
Pola Eliminasi Dirumah:
BAB sehari 1x, konstipasi
lembek, bau khas faces, tanpa
lendir dan darah, tidak ada
keluhan saat BAB.
Klien sehari BAK 5x sehari,
warna urine jernih, bau has
urine, tidak ada keluhan nyeri
saat BAK.
Dirumah:
Klien BAB sehari 2x, konstipasi
lembek, bau khas faces, tidak
ada darah dan lendir, tidak ada
keluhan saat BAB.
Klien BAK 7x sehari, warna
urine jernih, bau khas urine,
tidak ada keluhan nyeri saat
BAK.
Di RSUD:
Klien mengatak sulit BAB,
selama di RSUD pasien belum
pernah BAB sama sekali.
Klien terpasan DC (+), warna
urine kuning, bau khas urine,
pekat.
Di RSUD:
Klien mengatakan selama di
RSUD sudah BAB 1x dengan
konstipasi keras, bau khas faces,
klien mengeluh nyeri saat BAB.
Selama di RSUD klien BAK
sehari 3x, warna kuning, bau
khas urine.
Pola Istirahat Tidur Dirumah:
Sebelum sakit klien tidur
normal 8-9 jam/hari, tidur
nyenyak.
Dirumah:
Klien sebelum sakit tidur 6-7
jam dalm sehari, klien jarang
tidur siang karena urusan
pekerjaan, kualitas tidur
nyenyak.
Di RSUD:
Selama sakit klien sulit tidur,
tidur hanya 3-5 jam per hari
karena klien merasa sesak.
Di RSUD:
Selama sakit klien sulit
tidur,sehari klien tidur 5-10
menit bangun karena batuk dan
sesak.
Pola aktivitas Dirumah;
Kegiatan klien dirumah sebagai
petani disawah klien ini selalu
melakukan tugasnya sendiri.
Dirumah:
Klien setiap hari bekerja di
sawah orang terkadang juga jadi
kuli panggul di pasar, klien
mengerjakan tugasnya sendiri
tanpa bantuan.
Di RSUD:
selama di RS klien hanya
Di RSUD:
selama di RSUD aktivitas klien
berbaring, jadi aktivitasnya
dibantu oleh anaknya.
dibantu istrinya.
Pola Reproduksi Tn. S tidak memiliki keinginan
untuk melakukan hubungan
seksual karena merasa dirinya
sudah tua.
Tn. S sudah tidak memiliki rasa
untuk melakukan hubungan
seksual karena dia merasa sudah
tua dan sudah tidak kuat lagi.
Pola Management Stres Klien tidak stres
berkepanjangan karena selama
klien sakit ada anaknya yang
membantu mencari nafkah.
Klien selama di rumah sakit
merasa stres karena selama sakit
tidak ada ada yang membantu
mencari nafkah.
Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik ( Pendekatan Head To Toe/ Per System) Pada Klien PPOK
Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang
Cempaka RSUD Jombang, 2017 OBSERVASI Klien 1 Klien 2
K/U:
Pemeriksaan Fisik:
B1 (Breathing) Inspeksi:
Terdapat pernafasan cuping
hidung, tarikan otot bantu nafas,
terpasang O2 4 lpm.
Palpasi:
Suara nafas irreguler, RR: 26x/
menit
Auskultasi:
Terdapat suara nafas tambahan
ronchi.
Perkusi:
Suara nafas sonor
Inspeksi:
Pergerakan dinding dada (+),
cuping hidung (+), dada
simetris, tarikan otot bantu
nafas (+), klien terpasan O2
nasal 5 Lpm
Palpasi:
Irama nafas irreguler, RR:
32x/menit.
Auskultasi:
Terdapat suara nafas tambahan
ronchi
Perkusi:
Suara nafas sonor
B2 (Blood) Inspeksi:
Konjungtiva normal, sklera
putih.
Palpasi:
Tidak ada nyeri, CRT < 2 detik,
akral hangat.
Auskultasi:
Suara jantung reguler, tidak ada
suara tambahan,Tekanan darah:
130/80 mmHg, Nadi:95 x/menit,
perkusi pekak.
Inspeksi:
Konjungtiva normal, sklera
putih.
Palpasi:
Nyeri dada saat bernafas
dengan skala nyeri 3, CRT <2
detik, akral hangat.
Auskultasi:
Suara jantung reguler, tidak
ada suara tambahan, Tekanan
darah: 140/100 mmHg, Nadi:
98x/menit.
B3 (Brain) Inspeksi:
Kesadaran:
Composmentis, GCS 4-5-6, JVP
normal, ada gangguan
pendengaran.
Palpasi:
Inspeksi:
Kesadaran:
Composmentis, GCS 4-5-6,
JVP normal, mata kabur, tidak
ada gangguan pendengaran.
Palpasi:
B4 (Bladder) Inspeksi:
Distensi kandung kemih (-), DC
(+), produksi urine kurang lebih
400 cc/hari.
Palpasi:
Tidak ada pembesaran kandung
kemih, nyeri tikan (-)
Inspeksi;
Distensi kandung kemih (-),
DC (-), klien BAK kurang
lebih 5 x/hari.
Palpasi:
Tidak ada pembesaran kandung
kemih, nyeri tekan (-).
B5 (Bowel) Inspeksi: Inspeksi:
Nafsu makan berkurang, NGT
(-)
Palpasi:
pembesaran liver (-), tidak ada
nyeri abdomen (-)
Auskultasi:
Bising usus normal 13 x/ menit
Nafsu makan menurun, NGT (-
)
Palpasi:
Tidak ada pembesaran liver,
nyeri abdomen (-)
Bising usus normal:
12 x/menit
B6 (Bone) Inspeksi:
Kulit agak kemerah-merahan,
kulit kering, turgor kulit baik,
tonus otot
Inspeksi:
turgor kulit baik,
Data Psiko, sosial, spiritual Klien aktif dalam mengikuti
kegiatan yang ada di
lingkungannya, klien beragama
islam dan selalu menjalankan
kewajibannya.
Klien aktif dalam
mengikuti kegiatan
yang ada di
lingkungannya, klien
beragama islam, klien
menjalankan
kewajibannya
beribadah.
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Diagnostik Pada Klien PPOK Di Ruang Cempaka RSUD
Jombang, 2017 Pemeriksaan Laboratorium Klien 1 Klien 2
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin 13,6 g/dl 15,2 g/dl
Leukosit 12.600 /cmm 7.200 cmm
Hematokrit 38,0 % 47,8 %
Eritrosit 4.180.000 jt/uL 5.370.000 jt/ul
Trombosit 235.000/ cmm 231.000/ cmm
Eosinofil - -
Basofil - -
Batang - -
Segmen 88 % 81 %
Limfosit 3 % 9 %
Monisit 9 % 10%
KIMIA KLINIK
CI 93 meq/L 103 meq/L
Natrium 127 meq/L 140 meq/L
Kalium 3,41meq/L 4,54 meq/L
Glukosa darah sewaktu 158 mg/dl 112 mg/dl
SGOT 32 U/l 27 U/l
SGPT 28 U/l 10 U/l
Kretinin serum 1,88 mg/dl 0,96 mg/dl
Urea 74,5 mg/dl 21,4 mg/dl
Analisis Gas Darah
pH 7,743
p CO2 30,3 mmHg
p O2 30,3 mmHg
HCO3- 21,7 mmol/l
BE -1,9 mmol/l
O2 Sat 99,5 %
Ct CO2 22,7 mmol/l
Anion Gap 25,5 mmol/l
Na 135 meq/l
K 2,56 meq/l
Tabel 4.6 Terapi pada klien PPOK dengan masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas di
Ruang Cempaka RSUD Jombang, 2017 Klien 1 Klien 2
Infus Ns
Levofloxacin
Aminophilin
Lasmalin
Pehacore
Ventolin
nebule
2x1 fles/ 24 jam
1x500 mg (inf)
4x200 mg (iv)
4x0,5 tab (oral)
4x1 tab (oral)
4x/hari
Infus Ns
Ceftriaxone
Dexamethasone
Codein
Ventolin nebule
Aminophilin
2x1 flas/ 24 jam
2x1 gr (iv)
4x1 amp (iv)
0-0-10 mg (oral)
4x/ hari
4x1 amp (iv)
4.1.3 Analisa Data
Tabel 4.7 Analisa Data Pada Klien PPOK Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas Diruang Cempaka RSUD Jombang, 2017 DATA ETIOLOGI MASALAH
Klien 1
Data subyektif:
Klien mengatakan sesak, batuk
Data obyektif:
a. Keadaan umum: Lemah
b. Kesadaran: composmentis
GCS 456
c. Klien tampak batuk
d. Klien tampak sesak
e. Klien terpasang
oksigenasi 4 liter
f. Terdapat tarikan otot
bantu nafas
g. Terdapat pernafasan
cupping hidung
h. Adanya Suara nafas
tambahan Ronchi.
i. TTV:
T: 130/80 mmHg
N: 95 x/menit
S: 36,1℃
RR: 26x/ menit
j. Dyspnea
Asap Rokok
Gangguan pembersiha
Paru
Peradangan pada
bronkus
Produksi skeret
meningkat
Batuk tidak efektif
Sekret tidak bisa keluar
Akumulasi sekret
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
Ketidak efektifan bersihan jalan
nafas
Klien 2
Data subyektif:
Klien mengatakan sesak
Data obyektif:
a. Keadaan umum: lemah
b. Klien terlihat batuk
c. Klien tampak sesak
d. Klien terpasang O2
masker 5 liter per menit
e. Suara nafas Ronchi
f. Terdapat pernafasan
cuping hidung
g. Terdapat tarikan otot
bantu nafas
h. Adanya suara nafas
tambahan ronchi
i. Kesadaran: composmentis
GCS 456
j. TTV:
T: 140/100 mmHg
S: 37,1 ℃
N: 98x/menit
RR: 32x/menit
Asap Rokok
Gangguan pembersiha
Paru
Peradangan pada
bronkus
Produksi skeret
meningkat
Batuk tidak efektif
Sekret tidak bisa keluar
Akumulasi sekret
Ketidak efektifan bersihan jalan
nafas
Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas
4.1.4 Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.8 Diagnosa Keperawatan Pada Klien PPOK Dengan Masalah Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Cempaka RSUD Jombang, 2017 Data Etiologi Problem (masalah)
Klien 1:
Data subyektif:
Klien mengatakan sesak dan
batuk.
Data obyektif:
a. Keadaan Umum: Lemah
b. Klien tampak sesak
c. Klien tampak batuk
d. Klien terpasan
oksigenasi 4 Lpm
e. Adanya pernafasan
cuping hidung
f. Adanya tarikan otot
bantu nafas
g. Suara nafas tambahan
ronchi
h. Kesadaran:
Composmentis
GCS 456
i. TTV:
S:36,1℃
N:95 x/menit
TD: 130/80 mmHg
RR: 26x/ menit
j. Dyspnea
Akumulasi sekret
Ketidak efektifan bersihan jalan
nafas
Klien 2 :
Data subyektif:
Klien mengatak sesak dan batuk
Data obyektif:
a. Keadaan umum: lemah
b. Kesadaran:
composmentis
GCS 4-5-6
c. Klien tampak batuk
d. Klien tampak sesak
e. Terpasang oksigenasi 5
LPm
f. Adanya pernafasan
cuping hidung
g. Adanya tarikan otot
bantu nafas
h. Suara nafas tambahan
ronchi
i. TTV:
T: 140/100 mmHg
S: 37,1 ℃
N: 98x/menit
Akumulasi sekret Ketidak efektifan bersihan jalan
nafas .
RR: 32x/menit
4.1.5 Intervensi Keperawatan
Tabel 4.9 Intervensi Pada Klien PPOK Dengan Masalah Ketidak Efektifan Bersihan
Jalan Nafas Di Ruang Cempaka RSUD Jombang, 2017 Dx NOC NIC
Klien 1 :
Ketidak efektifan
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan
penumpukan
sekret di bronkus.
Indikator :
1. Status pernafasan:
kepatenan jalan nafas.
2. Status pernafasn
Kriteria hasil :
1. Tidak ada suara nafas
tambahan
2. Tidak Pernafasan cuping
hidung
3. Dispnea dengan aktivitas
ringan
4. Tidak menggunakan
Penggunaan otot bantu
nafas
5. Klien tidak batuk Batuk
NIC:
Ketidak efektifa bersihan jalan
nafas
13. Dampingi pasien untuk bisa
duduk pada posisi kepala sedikit
lurus, bahu relaks dan lutut
ditekuk atau posisi fleksi
14. Dukung pasien menarik nafas
dalam beberapa kali
15. Dukung pasien untuk melakukan
nafas dalam, tahan selama 2
detik, bungkukkan kedepan,
tahan 2 detik dan batukkan 2-3
kali
16. Minta pasien untuk menarik
nafas dalam, bungkukkan ke
depan, lakukan tiga atau empat
kali hembusan (untuk membuka
area glotis)
17. Minta pasien untuk menarik
nafas dalam beberapa kali,
keluarkan perlahan dan batukkan
di akhir ekshalasi
(penghembusan)
18. Minta pasien untuk batuk
dilanjutkan dengan beberapa
periode nafas dalam
19. Dampingi pasien menggunakan
bantal atau selimut yang dilipat
untuk menahan perut saat batuk.
Klien 2 :
Ketidak efektifan
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan
penumpukan
sekret di bronkus.
Indikator :
1. Status pernafasan:
kepatenan jalan nafas.
2. Status pernafasn
Kriteria hasil :
1. Tidak ada suara nafas
tambahan
2. Tidak Pernafasan cuping
hidung
NIC:
Ketidak efektifa bersihan jalan
nafas
1. Dampingi pasien untuk bisa
duduk pada posisi kepala sedikit
lurus, bahu relaks dan lutut
ditekuk atau posisi fleksi
2. Dukung pasien menarik nafas
dalam beberapa kali
3. Dukung pasien untuk melakukan
nafas dalam, tahan selama 2
detik, bungkukkan kedepan,
tahan 2 detik dan batukkan 2-3
kali
4. Minta pasien untuk menarik
nafas dalam, bungkukkan ke
depan, lakukan tiga atau empat
3. Dispnea dengan aktivitas
ringan
4. Tidak menggunakan
Penggunaan otot bantu
nafas.
5. Klien tidak batuk Batuk
kali hembusan (untuk membuka
area glotis)
5. Minta pasien untuk menarik
nafas dalam beberapa kali,
keluarkan perlahan dan batukkan
di akhir ekshalasi
(penghembusan)
6. Minta pasien untuk batuk
dilanjutkan dengan beberapa
periode nafas dalam
7. Dampingi pasien menggunakan
bantal atau selimut yang dilipat
untuk menahan perut saat batuk.
4.1.6 Implementasi Keperawatan
Tabel 4.10 Implementasi Pada Klien PPOK Dengan Masalah Ketidak Efektifan
Bersihan Jalan Nafas Diruang Cempaka RSUD Jombang 2017 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Waktu Hari/ Tanggal
27 Maret 2017
Hari/ Tanggal
28 Maret 2017
Hari/ Tanggal
29 Maret 2017
Par
af
Klien 1 (Tn. S)
08.30
08.40
08.50
09.00
a. Membina
hubungan saling
percaya dengan
klien dan
keluarga klien
untuk
mendapatkan
komunikasi
terapeutik.
b. Mendampingi
klien untuk bisa
duduk pada posisi
kepala sedikit
lurus, bahu relaks
dan lutut ditekuk
atau posisi fleksi
c. Mendukung
pasien untuk
menarik nafas
dalam beberapa
kali
d. Mendukung
pasien untuk
melakukan nafas
dalam, tahan
selama 2 detik,
bungkukkan
kedepan, tahan 2
a. Membina
hubungan
saling
percaya
dengan klien
dan keluarga
klien untuk
mendapatkan
komunikasi
terapeutik.
b. Mendamping
i klien untuk
bisa duduk
pada posisi
kepala sedikit
lurus, bahu
relaks dan
lutut ditekuk
atau posisi
fleksi
c. Mendukung
pasien untuk
menarik
nafas dalam
beberapa kal
d. Mendukung
pasien untuk
melakukan
a. Membina
hubungan
saling
percaya
dengan klien
dan keluarga
klien untuk
mendapatka
n
komunikasi
terapeutik.
b. Mendampin
gi klien
untuk bisa
duduk pada
posisi kepala
sedikit lurus,
bahu relaks
dan lutut
ditekuk atau
posisi fleksi
c. Mendukung
pasien untuk
menarik
nafas dalam
beberapa
kali
d. Mendukung
10.00
11.00
11.15
11.30
11.45
detik dan
batukkan 2-3 kali
e. Berkolaborasi
dalam pemberian
terapi
Infus Ns 2x1 flas/
24 jam
Levofloxacin
1x500 mg (inf)
Aminophilin
4x200 mg (iv)
Lasmalin 4x0,5
tab (oral)
Pehacore 4x1 tab
(oral)
Nebule ventolin
4x/ hari.
f. Meminta klien
untuk menarik
nafas dalam,
bungkukkan ke
depan, lakukan
tiga atau empat
kali hembusan
(untuk membuka
area glotis)
g. Memininta klien
untuk menarik
nafas dalam
beberapa kali,
keluarkan
perlahan dan
batukkan di akhir
ekshalasi
(penghembusan) h. Meminta klien
untuk batuk
dilanjutkan
dengan beberapa
periode nafas
dalam
i. Mendampingi
klien
menggunakan
bantal atau
selimut yang
dilipat untuk
menahan perut
saat batuk.
j. Monitoring tanda-
tanda vital
nafas dalam,
tahan selama
2 detik,
bungkukkan
kedepan,
tahan 2 detik
dan batukkan
2-3 kali
e. Berkolaboras
i dalam
pemberian
terapi
Infus Ns
2x1 flas/ 24
jam
Nebul 4
x/hari
P.o:
Aminop
hilin 1
tab
Tarbutali
n 1 tab
Peliacore
1 tab
f. Meminta
klien untuk
menarik
nafas dalam,
bungkukkan
ke depan,
lakukan tiga
atau empat
kali
hembusan
(untuk
membuka
area glotis)
g. Memininta
klien untuk
menarik
nafas dalam
beberapa
kali,
keluarkan
perlahan dan
batukkan di
akhir
ekshalasi
(penghembus
an) h. Meminta
klien untuk
batuk
dilanjutkan
dengan
beberapa
periode nafas
dalam
i. Mendamping
pasien untuk
melakukan
nafas dalam,
tahan selama
2 detik,
bungkukkan
kedepan,
tahan 2 detik
dan
batukkan 2-
3 kali
e. Berkolabora
si dalam
pemberian
terapi
Lasmalin
4x0,5 tab
(oral)
Pehacore
4c1 tab
(oral)
f. Meminta
klien untuk
menarik
nafas dalam,
bungkukkan
ke depan,
lakukan tiga
atau empat
kali
hembusan
(untuk
membuka
area glotis)
g. Memininta
klien untuk
menarik
nafas dalam
beberapa
kali,
keluarkan
perlahan dan
batukkan di
akhir
ekshalasi
(penghembu
san) h. Meminta
klien untuk
batuk
dilanjutkan
dengan
beberapa
periode
nafas dalam
i. Mendampin
gi klien
menggunaka
n bantal atau
selimut yang
i klien
menggunaka
n bantal atau
selimut yang
dilipat untuk
menahan
perut saat
batuk.
j. Monitoring
tanda-tanda
vital
dilipat untuk
menahan
perut saat
batuk.
j. Monitoring
tanda-tanda
vital
Klien 2 (Tn S)
a. Membina
hubungan saling
percaya dengan
klien dan
keluarga klien
untuk
mendapatkan
komunikasi
terapeutik.
b. Mendampingi
klien untuk bisa
duduk pada posisi
kepala sedikit
lurus, bahu relaks
dan lutut ditekuk
atau posisi fleksi
c. Mendukung
pasien untuk
menarik nafas
dalam beberapa
kali
d. Mendukung
pasien untuk
melakukan nafas
dalam, tahan
selama 2 detik,
bungkukkan
kedepan, tahan 2
detik dan
batukkan 2-3 kali
e. Berkolaborasi
dalam pemberian
terapi
Infus Ns 2x1
flash/24 jam
Ceftriaxone 2x1
gr (iv)
Dexamethasone
4x1 amp (iv)
Codein 0-0-10 mg
(oral)
Aminophilin 4x1
a. Membina
hubungan
saling
percaya
dengan klien
dan keluarga
klien untuk
mendapatkan
komunikasi
terapeutik.
b. Mendamping
i klien untuk
bisa duduk
pada posisi
kepala sedikit
lurus, bahu
relaks dan
lutut ditekuk
atau posisi
fleksi
c. Mendukung
pasien untuk
menarik
nafas dalam
beberapa kal
d. Mendukung
pasien untuk
melakukan
nafas dalam,
tahan selama
2 detik,
bungkukkan
kedepan,
tahan 2 detik
dan batukkan
2-3 kali
e. Berkolaboras
i dalam
pemberian
terapi
Infus Ns
2x1 flas/ 24
a. Membina
hubungan
saling
percaya
dengan klien
dan keluarga
klien untuk
mendapatkan
komunikasi
terapeutik.
b. Mendamping
iklien untuk
bisa duduk
pada posisi
kepala
sedikit lurus,
bahu relaks
dan lutut
ditekuk atau
posisi fleksi
c. Mendukung
pasien untuk
menarik
nafas dalam
beberapa kali
d. Mendukung
pasien untuk
melakukan
nafas dalam,
tahan selama
2 detik,
bungkukkan
kedepan,
tahan 2 detik
dan batukkan
2-3 kali
e. Berkolaboras
i dalam
pemberian
terapi
Injeksi
ceftriax
amp (iv)
Ventolin nebule
4x1/ hari
f. Meminta klien
untuk menarik
nafas dalam,
bungkukkan ke
depan, lakukan
tiga atau empat
kali hembusan
(untuk membuka
area glotis)
g. Memininta klien
untuk menarik
nafas dalam
beberapa kali,
keluarkan
perlahan dan
batukkan di akhir
ekshalasi
(penghembusan) h. Meminta klien
untuk batuk
dilanjutkan
dengan beberapa
periode nafas
dalam
i. Mendampingi
klien
menggunakan
bantal atau
selimut yang
dilipat untuk
menahan perut
saat batuk
j. Monitoring tanda-
tanda vital
k.
jam
Injeksi
ceftriaxone
2 gr
Dexamethas
one 4x1
amp
Nebul 1x
sehari
f. Meminta
klien untuk
menarik
nafas dalam,
bungkukkan
ke depan,
lakukan tiga
atau empat
kali
hembusan
(untuk
membuka
area glotis)
g. Memininta
klien untuk
menarik
nafas dalam
beberapa
kali,
keluarkan
perlahan dan
batukkan di
akhir
ekshalasi
(penghembus
an) h. Meminta
klien untuk
batuk
dilanjutkan
dengan
beberapa
periode nafas
dalam
i. Mendamping
i klien
menggunaka
n bantal atau
selimut yang
dilipat untuk
menahan
perut saat
batuk.
j. Monitoring
tanda-tanda
vital
one 2 gr
Nebul
1x
sehari
f. Meminta
klien untuk
menarik
nafas dalam,
bungkukkan
ke depan,
lakukan tiga
atau empat
kali
hembusan
(untuk
membuka
area glotis)
g. Memininta
klien untuk
menarik
nafas dalam
beberapa
kali,
keluarkan
perlahan dan
batukkan di
akhir
ekshalasi
(penghembus
an)
h. Meminta
klien untuk
batuk
dilanjutkan
dengan
beberapa
periode nafas
dalam
i. Mendamping
i klien
menggunaka
n bantal atau
selimut yang
dilipat untuk
menahan
perut saat
batuk.
j. Monitoring
tanda-tanda
vital
4.1.7 Evaluasi
Tabel 4.11 Evaluasi Pada Klien PPOK Dengan Masalah Ketidak Efektifan Bersihan
Jalan Nafas Di Ruang Cempaka RSUD Jombang, 2017 EVALUA
SI
Hari 1
27/03/2017
Hari 2
28/03/2017
Hari 3
29/03/2017
Klien 1
Tn. S
S: klien mengatakan sesak dan
batuk sudah berkurang.
O: K/U lemah
Kesadaran: Composmentis
GCS 4-5-6
Klien terlihat sesak
Klien terlihat batuk
TTV:
TD: 130/80 mmHg
N: 95x/ menit
S: 36,1℃
RR: 26x/ menit
A: Masalah ketidakefektfan
bersihan jalan nafas teratasi
sebagian.
P: Intervensi dilanjutkan
a. Observasi TTV
b. Kolaborasi dengan
tim medis
a) Injeksi
levofloxaci
m 1 flas
b) Nebul
ventolin 1
c) P.o:
Amino 200
mg
Terbutali 1
tab
Peliacore 1
tab
S: klien mengatakan sesak
sudah berkurang dan batuk
sudah berkurang
O: k/u Lemah
Kesadaran: composmentis
GCS 4-5-6
klien sudah terlihat sesaknya
mulai berkurang
TTV
TD: 130/90 mmHg
N: 83 x/ menit
S:36,5℃
RR: 23 x/ menit
A: Masalah ketidak efektifan
bersihan jalan nafas sudah
berkurang.
P: Intervensi dilanjutkan
a. Observasi TTV
b. Kolaborasi dengan
tim medis
a) Nebul
ventolin 1
b) P.o:
Aminophilin
1 tab
Tarbutalin 1
tab
Peliacore 1
tab
S: klien mengatakan sudah
tidak sesak dan tidak batuk
O:k/u baik
Kesadaran: composmentis
GCS 4-5-6
Klien terlihat sudah tidak sesak
Klien terlihat sudah tidak batuk
Sudah tidak terpasang O2
TTV
TD: 130/80 mmHg
N: 80 x/menit
S: 36℃
RR: 18 x/menit
A: Masalah ketidak efektifa
bersihan jalan nafas sudah
teratasi.
P: Intervensi dihentikan
Klien 2
Tn. S
S: klien mengatakan sesak
dan batuk
O: k/u lemah
Kesadaran: composmentis
GCS 4-5-6
TTV
TD: 140/100 mmHg
N:98 x/menit
RR: 29 x/menit
S: 37,1 ℃
A: Masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas belum
teratasi
P: intervensi dilanjutkan
a. Observasi tanda-tanda
vital
b. Kolaborasi dengan tim
medis
a) Injeksi ceftriaxone
2gr
b) Dexamethasone 1
amp
c) Nebul ventolin 1
S: pasien mengatakan masih
sesak dan batuk
O: k/u lemah
Kesadaran: composmentis
GCs: 4-5-6
TTV
TD:130/80 mmHg
N:84 x/menit
S:36,5℃
RR: 30x/menit
A: ketidak efektifan bersihan
jalan nafas belum tratasi
P: Intervensi dilanjutkan
a. Observasi tanda-tanda
vital
b. Kolaborasi dengan tim
medis
a) Injeksi
ceftriaxone 2 gr
b) Dexamethasone1
amp
c) Nebul ventolin 1
S: klien mengatakan masih
sesak dan batuk sudah
berkurang
O: k/u lemah
GCS 4-5-6
Kesadaran: Cmposmentis
TTV
TD:130/90 mmHg
N:80 x/menit
S:36,5℃
RR: 26 x/menit
A: Masalah ketidak efektifa
bersihan jalan nafas sudah
teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
a. Observasi tanada-
tanda vital
b. Kolaborasi dengan
tim medis
a) Injeksi
ceftriaxone 2
gr
b) Nebul
ventolin 1
sehari
4.1 Pembahasan
Pada bab ini perbandingan antara tinjuan pustaka dengan tinjuan kasusyang disajikan
untuk menjawab tujuan khusus. Setiap temuan perbedaan diuraikann dengan konsep
pembahasan diisi dengan mengapa dan bagaimana. Urutan penulisan berdasarkan paragraf
adalah F- T- O (fakta- teori- opini). Isi pembahasan sesuai dengan tujuan khusus:
4.2.1 Pengkajian
Pada tinjauan kasus, pengkajian yang dilakukan peneliti Tn. S yang mengalami PPOK
dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektfan Bersihan Jalan Nafas. Pada pengkajian ini
kedua klien mengalami batuk dan sesak.. Hasil tanda-tanda vital klien yaitu: tekanan darah:
130/ mmHg, Nadi: 95 x/menit, Suhu: 36,1 ℃ ,RR: 26 x/menit, dan menggunakan O2 nasal
kanule 4 lpm, terdapat suara nafas tambahan ronchi, adanya pernafasan cuping hidung,
adanya tarikan otot bantu nafas. Sedangkan pada Tn.S (klien 2) tidak jauh berbeda dengan
Tn. S (klien 2) juga menglami PPOK dengan masalah Ketidak efektifan bersihan jalan
nafasterdapat pernafasan cuping hidung, tarikan otot bantu nafas, dan terdapat suara nafas
tambahan ronchi. Menggunakan O2 masker 5 lpm. Hasil observasi tanda-tanda vital tekanan
darah: 140/100 mmHg, Nadi: 98 x/menit, RR: 32 x/menit, Suhu: 37,1 ℃ . Setelah dilakukan
tindakan keperawatan dengan cara latihan batuk efektif diharapkan kedua klien dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas bisa teratasi.
Menurut PDPI (2003), batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada
pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk yang disertai dengan produksi sputum yang pada
awalnya sedikit dn mukoid kemudian berubah nenjadi banyak dan purulen seiring dengan
semakin bertambah parahnya batuk. Paien PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang
berlangsung lama lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang
sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak
inilah yang biasanya yang membawa klien PPOK untuk berobat ke rumah sakit.
Gambaran umum menurut Tsamsuri, 2008 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
adalah suatu keadaan ketika individu mengalami suatu ancama nyata atau potensial pada
status pernafasan karena ketidakmampuannya untuk batuk secara efektif. Diagnosis ini
ditegakkan jika terdapat tanda mayor berupa ketidakmampuan untuk batuk atau kurangnya
batuk, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari jalan napas. Tanda minor yang
mungkin ditemukan untuk menegakkan diagosis ini adalah bunyi napas abnormal, stridor,
dan perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman napas.
Menurut peneliti bahwa semua klien yang mengalami PPOK pasti akan mengalami
gejala seperti batuk dan sesak. Sedangkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas disebabkan
karena klien mengalami batuk dan sekret tidak bisa dikeluarkan sehingga terjadi penumpukan
sekret pada bronkus.
4.2.2 Analisa Data
Analisa data pada klien 1 dan klien 2 etiologi yang diberikan sama yaitu sama-
sama disebabkan oleh asap rokok.
4.2.3 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian Tn. S (klien 1) dan Tn. S (klien 2 ) dan sesuai dengan
analisa data kedua klien diagnosanya sama yaitu ketidakefektifan brsihan jalan nafas.
4.2.4 implementasi
Menurut Nikmatur & Saiful (2012), Implementasi adalah realisasi rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
Implementasi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) yang
dilakukan pada kedua klien hari senin tanggal 27 januari 2017 yaitu mengobservasi Tanda-
tanda vital, melakukan latihan posisi setengah duduk dengan kepala sedikit diangkat, latihan
nafas dalam, dan latihan batuk efektif. setelah dilakukan tindakan tersebut 3x24 jam klien
mengatakan batuk dan sesak sudah berkurang, sekret sudah bisa dikeluarkan dan merasa
lebih nyaman.
Implementasi yang dilakukan pada klien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
didapatkan hasil bahwa klien tampak lebih nyaman setelah melakukan batuk efektif, dahak
bisa keluar, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2011).
Implementasi yang dilakukan NIC yaitu montor TTV: monitor TD, nadi, suhu,
respirasi, catat adanya suara nafas tambahan, monitor TTV setelah klien aktivitas
4.2.5 Evaluasi
Pada hari senin tanggal 27 Januari 2017 pada Tn. S (klien 1) yaitu: klien mengatakan
sesak nafas dan batuk. Kesadaran Composmentis, GCS 456, terpasang O2 nasal 4 Lpm, TD:
130/90 mmHg, N: 95x/ menit, S: 36,1℃, RR: 29x/ menit, Intervensi dilanjutkan. Sedangkan
pada Tn S (klien 2): klien mengatakan sesak nafas dan batuk, Keadaan Umum: Lemah,
terpasang O2 nasal 5 Lpm, TD: 140/100 mmHg, N: 98x/ menit, RR: 32x/ menit, S: 37,1℃ .
Pada hari Sealasa tanggal 28 Januari 2017 Tn S (klien 1) yaitu mengatakan sesak dan
batuk sudah berkurang. Kesadaran: Composmentis, GCS 4 5 6, terpasang O2 nasal 4 Lpm,
TD: 130/80 mmHg, N: 83x/ menit, S: 36,5℃, RR: 23x/menit. Untuk Tn. S (klien 2)
mengatakan masih sesak dan batuk. Kesadaran: Composmentis, GCS 4 5 6, TD: 130/80
mmHg, N: 84x/ menit, S: 36,5℃, RR: 30x/ menit. Untuk klien satu masalah teratasi sebagian
dan untuk klien 2 masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi.
Pada hari Rabu tanggal 29 Januari 2017 pada Tn. S (klien 1) yaitu mengatakan sudah
tidak sesak dan sudah tidak batuk, keadaan umum sudah baik, GCS 4 5 6, TD: 130/80
mmHg, N: 80x/ menit, S: 36x/ menit, RR: 18x/ menit, sudah tidak terpasang O2, intervensi
dihentikan klien pulang. Untuk Tn. S (klien 2) klien mengatakan masih sesak tapi batuknya
sudah berkurang, Kesadaran: Composmentis, GCS 4 5 6, TD: 130/90 mmHg, N: 80x/menit,
RR: 26x/ menit, S: 36,5℃, masalah sudah teratasi sebagian intervensi dilanjutkan.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan apa yang penulis dapatkan dalam laporan kasus dan pembahasan pada
asuhan keperawatan dengan masalah ketidak efektifan bersiihan jalan nafas pada klien 1 dan
klien 2 dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis di RSUD Jombang, maka penulis mengambil
kesimpulan:
Pengkajian yang didapatkan dari klien 1 dan klien 2 pada tanggal 27 Januari 2017
secara subjektif, kedua klien mengatakan sesak nafas dan batuk. Akhirnya keluarga
membawa klien untuk berobat ke RSUD Jombang. Dengan keluhan pada klien 1 sesak nafas
dan batuk. Pada klien 2 juga sesak nafas dan batuk tp sudah berlangsung kurang lebih 3
bulan. Maka penulis mengambil diagnosa ketidak efektifan bersihan jalan nafas.
Intervesi keperawatan klien pada penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dengan
masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas, posisikan klien semifowler, ajarkan klien
latihan nafas dalam, ajarkan klien untuk batuk efektif, beri terapi nebulizer, Auskultasi
adanya suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan. Monitor TD, S, RR, N, pantau status
O2 dan respirasi, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.
Implementasi keperawatan pada klien penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dengan
masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas, untuk klien 1 auskultasi suara nafas, monitor
TD, N, RR, S, memberikan nebulizer ventolin 4x/ hari, Infus Ns 2x1 flas/24 jam,
levofloxacin 1x500 mg, aminophilin 4x200 mg, pehacore 4x1 tab.
Jadi intervensi dan implementasi yang sudah dilakukan dan evaluasi selama 3 hari
dengan masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas untuk klien 1 teratasi karena klien hari
ketiga sudah tidak sesak dan batuk, klien pulang. Untuk klien 2 masalah masih teratasi
sebagian pada hari ke 3.
62
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran antara lain:
1. Bagi institusi pelayanan Kesehatan
Diharapkan untuk lebih meningkatkan pelayanan kesesehatan, khususnya pada
klien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
2. Bagi perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim keseshatan lainnya dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien agar hasilnya bisa maksimal,
khususnya pada klien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda juall, 2007, Buku Saku: Diagnosa Keperawatan, edisi 10, Alih Bahasa
Yasmin Asih, EGC, Jakarta
Dinkes, Jatim, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, Surabaya
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), 2015 Global Strategy for
the Diagnosis Management, and prevention of chronic Obstructive Pulmonary
Disease, GOLD.USA
Ikawati, 2016, Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan, Bursa Ilmu, Yogyakarta
Kamitsuru, shigemi, 2015, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi (NANDA), EGC,
Jakarta
Moorhead, Sue, 2016, Nursing Outcomes classification (NOC) dan Nursimg Interventions
classification (NIC), Elsevier
Mubarok, 2008 Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Aplikasi dalam Praktek, EGC,
Jakarta
Nursalam, 2011, Managemen keperawatan edisi 3, Salemba Medika, Jakarta
Oemiati, Ratih (2013), kajian epidemiologis PPOK, Media Litbangkes,23(2)82-88. Diakses
16 September 2016
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2013 PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),
Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indosesia
RSUD Jombang, (2016), Laporan Ruang Cempaka Penderita Penyakit Paru Obstruksi
Kronik Di Rawat Inap RSUD Jombang, sub Kepala Ruang Cempaka, Jombang
Saryono, 2013, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan,
Nuha Medika, Yogyakarta
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D, Alfabeta, Bandung
Tamsuri, Anas, 2008, Klien dengan Gangguan Pernafasan: Seri Asuhan Keperawatan, EGC,
Jakarta
Wijaya, A,s dan Putri, Y,M, 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Teori dan
Contoh Askep, Nuha Medika, Yogyakarta
JADWAL KEGIATAN KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN Th. 2017
No Jadwal Kegiatan
Bulan
September Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pendaftaran Mahasiswa
Peserta Studi Kasus
2 Pembimbingan Proposal Studi
Kasus
3 Pendaftaran Ujian Proposal
Studi Kasus
4 Ujian Proposal Studi Kasus
5 Revisi Proposal Studi Kasus
6 Pengambilan dan pengolahan
data
7 Pembimbingan Hasil
8 Pendaftaran Ujian Sidang
Studi Kasus
9 Ujian Sidang Studi Kasus
10 Revisi Studi Kasus dan
Pengumpulan Studi Kasus
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Nama Mahasiswa :
NIM :
Judul :
Fenda Dwi Astuti
141210018
Asuhan Keperawatan Pada Klien PPOK Dengan
Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Napas Di Ruang Paviliun Cempaka RSUD Jombang.
Bahwa saya meminta Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berperan serta dalam penyusunan studi
kasus sebagai responden dengan mengisi lembar pengkajian.
Sebelumnya saya akan memberikan penjelasan tentang tujuan laporan kasus ini dan saya akan
merahasiakan adentitas, data informasi yang klien berikan. Apabila ada pertanyaan yang diajukan
menibulkan ketidaknyamanan bagi klien, peneliti akan menghentikan pada saat ini dan klien berhak
mengundurkan diri
Demikian permohonan ini saya buat dan apabila klien mempunyai pertanyaan, klien dapat
menanyakan langsung kepada peneliti yang bersangkutan
Jombang, Maret 2017
Peneliti
(Fenda Dwi Astuti)
Lampiran 2
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Bahwa saya diminta untuk berperan serta dalam penelitian sebagai responden dengan mengisi
lembar pengkajian.
Sebelumnya saya telah diberi penjelasan tentang tujuan penelitian ini dan saya telah mengerti
bahwa peneliti akan merahasiakan identitas, data maupun informasi yang saya akan berikan. Apabila
ada pertanyaan yang diajukan menimbulkan ketidaknyamanan bagi saya, peneliti akan menghentikan
pada saat ini dan saya berhak mengundurkan diri.
Demikian persetujuan ini saya buat secara sadar dan sukarela tanpa ada unsur pemaksaan dari
siapapun, saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian
Jombang, Maret 2017
Responden
( )
Lampiran 3
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
STIKES ICME JOMBANG
2017
PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Pengkajian tgl. : Jam :
MRS tanggal : No. RM :
Diagnosa Masuk :
A. IDENTITAS PASIEN Nama : Penanggung jawab biaya :
Usia : Nama :
Jenis kelamin : Alamat :
Suku : Hub. Keluarga :
Agama : Telepon :
Pendidikan :
Alamat :
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG 1. Keluhan Utama : 2. Riwayat Penyakit Sekarang :
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU 1. Riwayat Penyakit Kronik dan Menular ya, jenis : ....................... tidak 2. Riwayat Penyakit Alergi ya, jenis : ....................... tidak 3. Riwayat Operasi ya, jenis : ....................... tidak
D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA ya : ........................................ tidak
jelaskan :
E. POLA KEGIATAN SEHARI – HARI
POLA KEGIATAN DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
Makanan
Lampiran 4
Frekuensi .........................x/hr
Jenis..................................
Diit ..................................
Pantangan ............................
Alergi .....................................
makanan yang disukai
Minum
Frekuensi............ x/hari
Jenis....................
Alergi .................
Eliminasi
BAB
Frekuensi .......x/hari
warna .............
konsistensi
BAK
Frekuensi .......X/Hari
Warna .......
Alat bantu
Kebersihan Diri
Mandi......................X/hari
Keramas .................x/hari
Sikat Gigi ................X/Hari
Memotong Kuku..........
Ganti Pakaian ............
Toileting
Istirahat/Tidur
Tidur siang.........................jam
Tidur Malam .....................jam
Kebiasaan Merokok/Jamu
F. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK 1. Tanda-tanda vital
S : ºC N : x/mnt TD : mmHg
RR : x/mnt
2. Sistem Pernafasan (B1) a. Hidung:
Pernafasan cuping hidung ada tidak
Septum nasi simetris tidak simetris
Lain-lain
b. Bentuk dada simetris asimetris barrel chest Funnel chest Pigeons chest
c. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas d. Irama napas teratur tidak teratur e. Suara napas vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S Lain-lain:
3. Sistem Kardiovakuler (B2) a. Keluhan nyeri dada ya tidak b. Irama jantung teratur tidak teratur c. CRT < 3 detik > 3 detik d. Konjungtiva pucat ya tidak e. JVP normal meningkat menurun Lain-lain :
4. Sistem Persarafan (B3) a. Kesadaran composmentis apatis somnolen sopor koma
GCS :
b. Keluhan pusing ya tidak c. Pupil isokor anisokor d. Nyeri tidak ya, skala nyeri : lokasi : Lain-lain :
5. Sistem Perkemihan (B4) a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya tidak
Masalah Keperawatan :
Masalah Keperawatan :
Masalah Keperawatan :
Masalah Keperawatan :
Masalah Keperawatan :
c. Kandung kencing : membesar ya tidak nyeri tekan ya tidak
d. Produksi urine :................ ml/hari warna : ................. bau :.................. e. Intake cairan : oral :.............cc/hr parenteral : ...................cc/hr Lain-lain :
6. Sistem Pencernaan (B5) a. TB : cm BB : kg b. Mukosa mulut : lembab kering merah stomatitis c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan d. Abdomen supel tegang nyeri tekan, lokasi :
Luka operasi jejas lokasi :
Pembesaran hepar ya tidak
Pembesaran lien ya tidak
Ascites ya tidak
Mual ya tidak
Muntah ya tidak
Terpasang NGT ya tidak
Bising usus :..........x/mnt
e. BAB :........x/hr, konsistensi : lunak cair lendir/darah konstipasi inkontinensia kolostomi
f. Diet padat lunak cair Frekuensi :...............x/hari jumlah:............... jenis : .......................
7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6) a. Pergerakan sendi bebas terbatas b. Kelainan ekstremitas ya tidak c. Kelainan tl. belakang ya tidak d. Fraktur ya tidak e. Traksi/spalk/gips ya tidak f. Kompartemen sindrom ya tidak g. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi h. Akral hangat panas dingin kering basah i. Turgor baik kurang jelek j. Luka : jenis :............. luas : ............... bersih kotor Lain-lain :
8. Sistem Endokrin a. Pembesaran kelenjar tyroid ya tidak b. Pembesaran kelenjar getah bening ya tidak Lain-lain :
Masalah Keperawatan :
Masalah Keperawatan :
Masalah Keperawatan :
G. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL 1. Persepsi klien terhadap penyakitnya
cobaan Tuhan hukuman lainnya
2. Ekspresi klien terhadap penyakitnya murung gelisah tegang marah/menangis
3. Reaksi saat interaksi kooperatif tak kooperatif curiga 4. Gangguan konsep diri ya tidak Lain-lain :
H. PENGKAJIAN SPIRITUAL Kebiasaan beribadah sering kadang-kadang tidak pernah
Lain-lain :
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, radiologi, EKG, USG)
J. TERAPI
Masalah Keperawatan :
Masalah Keperawatan :
....................., .................................
Mahasiswa,
(.............................................)
ANALISA DATA
Nama :………………………. No.RM: …………….
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data subyektif :
Data Obyektif :
SESUAI DENGAN NANDA 2014
Diagnosa Keperawatan yang muncul (Tipe PES minimal 3)
1. ………………………………………………. 2. ………………………………………………. 3. ………………………………………………. 4. ………………………………………………. 5. ……………………………………………….
Intervensi Keperawatan
Hari/tanggal
No.
diagnosa
Tujuan & kriteria hasil
Waktu
Rencana tindakan
Rasional
Mengandung SMART
Implementasi Keperawatan
Nama :………….. No.RM : ………………………..
Hari/Tanggal
No. Diagnosa
Waktu
Implementasi keperawatan
Paraf
Evaluasi Keperawatan
Nama :………….. No.RM : ………………………..
Hari/Tanggal
No. Diagnosa
Waktu
Perkembangan
Paraf
S :
O :
A :
P :
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
STKES ICME JOMBANG
RUANG ………………….. RSUD JOMBANG
DICHARGE PLANNING
No. Reg :
Nama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Tanggal MRS:
Tanggal KRS:
Tanggal/Tempat Kontrol :
Dipulangkan dari RSUD JOMBANG dengan keadaan :
Sembuh Pulang paksa
Pindah RS lain Meninggal
Meneruskan dengan obat jalan
Aturan Diet :
Obat-obatan yang masih diminum dan jumlahnya :
Cara perawatan luka di rumah :
Aktivitas dan Istirahat :
Lain-lain :
Yang di bawa pulang (Hasil Lab, Foto, ECG) :
Lab ....................lembar
Foto................... lembar
USG ...................lembar
EKG ......................lembar
CT Scan ................lembar
lain-lain ..................lembar
Saya selaku keluarga menyatakan telah mendapat penyuluhan hal-hal tersebut di atas oleh
mahasiswa D3 KEPERAWATAN STIKES ICME dan telah mengerti.
Jombang , ...................... .20…
Pasien/Keluarga Perawat
( ................................. ) ( ........................)
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8