kasus retinopati
DESCRIPTION
mataTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
“ODS RETINOPATI DIABETIKA NON PROLIFERATIF”
“ODS PRESBIOPIA”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang
Disusun Oleh:
Arif Driyagusta P
01.210.6088
Pembimbing:
dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERRAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
“ODS RETINOPATI DIABETIKA NON PROLIFERATIF”
“ODS PRESBIOPIA”
Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II
dr. Soedjono Magelang
Telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal: Februari 2015
Disusun oleh:
Arif Driyagusta P
01.210.6088
Dosen Pembimbing,
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. BI
Umur : 54 Tahun
Alamat : Tidarsari, Magelang
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Tanggal MRS : 31 Januari 2015
2. ANAMNESIS
Dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 3 Februari 2015 jam 2.00
dengan keluhan utama mata blabur sejak sebulan yang lalu.
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata blabur sejak sebulan yang
lalu terutama pada mata kirinya. Awalnya pasien mengeluhkan
pandangannya semakin lama semakin gelap, dan penglihatan menjadi
kabur, melihat lingkaran – lingkaran cahaya dan melihat seperti bintik
gelap serta kelap kelip. Keluhan dirasakan setelah penyakit gulanya
tidak terkontrol dengan baik. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus
sejak 20 th yang lalu. Pasien juga merasakan keluhan sering kencing
pada malam hari, mudah merasa lapar, dan mudah merasa haus. Selain
itu pasien juga mengeluhkan jika sering gonta ganti kacamata baca
sebelumnya. Pasien mengatakan mata tidak merah dan tidak nyeri.
Penglihatan kabur dirasakan pasien siang maupun malam hari. Gatal,
beleken, cekot-cekot, mata berair, sakit kepala, seperti melihat pelangi
disangkal oleh pasien. Pandangan yang menyempit dan sering
tersandung jika berjalan juga disangkal oleh pasien.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Diabetes Melitus diakui (selama 20th)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Trauma (-)
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat DM (+)
Riwayat Sakit Serupa (-)
d. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan pekerja swasta dan biaya berobat di tanggung
pemerintah.Kesan : sosial ekonomi cukup.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Status gizi : Baik
Tanda Vital
1. Tekanan darah : 140/90mmHg
2. HR : 76 x/menit
3. Suhu : 36,3 ºC
4. RR : 18 x/menit
Status generalis dalam batas normal
b. Status Ophthalmicus
Pemeriksaan OD OS
Visus
Bulbus Oculi Gerak bola mata Strabismus Eksoftalmos Endoftalmos
Suprasilia Kedudukan Jaringan parut
3/60
Segala arah---
Simetris
1/300
Segala arah---
Simetris
Palpebra Benjolan
Edema Hiperemi Margo palpebra:
Entropion Ektropion
Silia:TrikiasisTanda radang
Konjungtiva Hiperemi Injeksi konjungtiva Injeksi siliar Sekret
Sklera Warna Laserasi
Kornea Kejernihan Kecembungan Infiltrat Ulkus Sikatrik
COA Kedalaman Hipopion Hifema
Iris Warna Kripta Sinekia
Pupil Letak Bentuk Diameter
-
-
--
--
--
----
Putih-
+Cembung
---
Normal--
Coklat+-
Sentral
-
-
--
--
--
----
Putih-
+Cembung
---
Normal--
Coklat+-
Sentral
Reflek pupil L/TL
Lensa Kejernihan
Corpus Vitreum
Fundus Reflek
Funduskopi Papil N. Opticus
Arteri VenaAVR
MakulaReflek foveaEksudatEdema
RetinaMikroaneurismaEdemaBleedingCotton wool spot
TIO
Lingkaran3 mm+/+
Jernih
Jernih
+ (cemerlang)
Fokus 0Bentuk bulat,
warna merah jingga cemerlang, batas tegas, CDR 0.3, ekstravasasi (-).
NVD (-)
2:3
Reflek fovea (+)+-
+-+-
Normal
Lingkaran3 mm+/+
Jernih
Jernih
+ (cemerlang)
Fokus 0Bentuk bulat, warna
merah jingga cemerlang, batas tegas, CDR 0.3, ekstravasasi
(-). NVD (-)
2:3
Reflek fovea (+)+-
+-+-
Normal
4. DIAGNOSA BANDING
a. ODS Retinopati Diabetik Noon Proliferatif dipertahankan karena
dari anamnesa didapatkan pandangan kabur yang semakin lama
semakin gelap, melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip dan dalam
pemeriksaan funduskopi terapat mikroaneurisma (+), retina bleeding
(+).
b. ODS Presbiopia dipertahankan karena usia pasien lebih dari 40
tahun dan pada anamnesis pasien mengaku pernah menggunakan
kacamata baca sebelumnya.
c. ODS Retinopati Diabetik Proliferatif disingkirkan karena pada
pemeriksaan funduskopi belum masuk dalam stadium lanjut yaitu
tidak ditemukannya neovaskularisasi (NVD dan NVE -)
d. ODS Retinopati Hipertensi disingkirkan karena dari anamnesa
tidak didapatkan riwayat hipertensi dan dari pemeriksaan funduskopi
didapatkan AVR normal, tidak ditemukan spasme arteri, tanda
crossing sign (-).
e. ODS Glaukoma primer sudut terbuka disingkirkan karena dari
anamnesa tidak ada keluhan penyempitan lapangan pandang,
pemeriksaan TIO normal dan pemeriksaan funduskopi tidak
ditemukan CDR yang meningkat ataupun ekskavasio glaumatosa
maupun medialisasi.
5. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan GDS, GDP, GDPP
c. Foto fluoresin angiografi
d. Optical coherence tomography
6. DIAGNOSIS KERJA
ODS Retinopati Diabetika Non Proliferatif
ODS Presbiopia
7. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Topikal
Inmatrol (Dexamethason 1 mg, polymyxin B sulfate 6.000 UI,
neomycin sulfate 3,5 mg ED 3x1 tetes ODS)
Oral
Glibenklamid 2 x 2.5 mg
Parenteral
Tidak diberikan obat parenteral
Operatif
Laser Argon.
b. Non-medikamentosa
Pemberian resep kacamata ADD S +2.25
8. PROGNOSIS
VOD VOS
Quo ad visam Malam MalamQuo ad sanam Malam Malam
Quo ad fungsionam Malam Malam
Quo ad kosmeticam Bonam Bonam
Quo ad vitam Bonam Bonam
9. KOMPLIKASI
Komplikasi pada Retinopati Diabetika Non Proliferatif adalah berkembang
menjadi stadium lanjut yaitu Retinopati Diabetika Proliferatif yang akan
menjadi kebutaan.
10. EDUKASI
• Untuk Retinopati Diabetika Non Proliferatif
• Menjelaskan bahwa visusnya berkurang oleh karena komplikasi dari
penyakit Diabetes Melitus
• Memberitahu pasien agar terus mengontrolkan kadar gula darahnya
pada dokter spesialis penyakit dalam.
• Memberitahu pasien untuk kontrol rutin ke dokter mata.
• Memberitahu pasien bahwa penyakit ini dapat berkembang ke stadium
lanjut dan dapat mengakibatkan kebutaan.
• Untuk Presbiopia
• Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita oleh
karena melemahnya oto mata karena faktor usia.
• Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat
diperbaiki dengan kacamata baca.
• Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat
terjadi perubahan terus sehingga pasien harus sering kontrol dan
menyesuaikan ukuran kaca mata baca pasien dengan pertambahan
usia.
10. RUJUKAN
Dalam kasus ini dilakukan Rujukan ke Disiplin Ilmu kedokteran lainnya,
yaitu bagian penyakit dalam untuk pengobatan Diabetes Melitus yang ada
pada pasien.
PEMBAHASAN
Retinopati Diabetika
A. Definisi
Kalazion merupakan peradangan lipogranulomatosa kelenjar meibom
yang tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom dengan
infeksi ringan yang mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut. Pada
kalazion terbentuk nodul pada palpebra yang bersifat keras dan tidak nyeri.
Awalnya dapat berupa radang ringan dan nyeri tekan mirip
hordeolum, yang dibedakan dari hordeolum karena tidak ada tanda-tanda
radang akut. Kalazion cenderung membesar lebih jauh dari tepi kelopak mata
daripada hordeolum. Selain itu, kalazion berbeda dengan hordeolum dimana
biasanya tidak menimbulkan rasa sakit meskipun terasa kekakuan akibat
pembengkakan, serta berbeda dari segi ukurannya. Kalazion cenderung lebih
besar dari hordeolum
B. Etiologi
Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
dijumpai , terutama di Negara barat.kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun
mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah
penyandang diabetes.prevalensi retinopati diabetic ploriferatif pada diabetes
tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah 50%.
Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur
10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes.resiko berkembangnya
retinopati meningkat setelah pubertas.
Penyebab pasti retinopati diabetic belum diketahui. Tetapi diyakini
bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebkan perubahan
fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah.
Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati
pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan
penyakit ini.hal serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien
ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan pravelensi dan beratnya retinopati antara lain:
adhesife platelet yang meningkat
agregasi eritrosit yang meningkat
abnormalitas lipid serum
fibrinolisis yang tidak sempurna
abnormalitas dari sekresi growth hormon
abnormalitas serum dan vikositas darah
C. Patogenesis
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi
menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan
multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan
menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan
pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4
proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase
yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding
pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa
gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat
akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat
proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga
menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor
sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur
konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan
gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose
reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat
mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji
klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas
retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,
yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki
pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth
factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah
vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya
ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai
dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan
terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan
peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler
termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding
vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan
vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses
tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya
oklusi vaskular retina.
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non
enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa
AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1
sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar
glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-
45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien
DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang
cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim
yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-).
Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol
dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya
stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina),
vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik
akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya
dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan
dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa
pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula
sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya
refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi
karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih
tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan
kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang
berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding
tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding
vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan
pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada
retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang
melayang-layang pada penglihatan.
D. Gejala Klinis
Kalazion di palpebra inferior
Kalazion akan memberikan gejala adanya benjolan pada kelopak,
tidak hiperemi, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar
preurikel tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk
bola mata akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata
tersebut
Awalnya, pasien datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada
palpebra baru-baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah,
pembengkakan, perlunakan). Setelah beberapa hari, gejala-gejala awal hilang,
tanpa rasa sakit, tumbuh lambat, benjolan tegas dalam kelopak mata. Kulit di
atas benjolan dapat digerakkan secara longgar. Seringkali terdapat riwayat
keluhan yang sama pada waktu yang lampau, karena kalazion memiliki
kecenderungan kambuh pada individu-individu tertentu.
Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior, di mana jumlah
kelenjar Meibom terdapat lebih banyak daripada palpebra inferior. Penebalan
dari saluran kelenjar Meibom juga dapat menimbulkan disfungsi dari kelenjar
Meibom. Kondisi ini tampak dengan penekanan pada kelopak mata yang akan
menyebabkan keluarnya cairan putih seperti pasta gigi, yang seharusnya hanya
sejumlah kecil cairan jernih berminyak.
E. Diagnosis
Dari anamnese diriwayatkan pembesaran dari waktu ke waktu, dan
mungkin ada riwayat infeksi pada kelopak mata yg nyeri sebelum terbentuk
kalazion, tapi ini tidak selalu terjadi.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tes penglihatan masing-masing
mata dan inspeksi muka, palpebra, dan mata itu sendiri. Sebagai tambahan
dalam memeriksa kulit palpebra, dokter mata juga akan melihat bagian dalam
palpebra superior jika tembel ada di palpebra superior.
Temuan klinis dan respon terhadap terapi pada pasien kalazion
biasanya spesifik. Materi yang diperoleh dari kalazion menunjukkan campuran
sel-sel inflamasi akut dan kronik. N. Analisis lipid memberikan hasil asam
lemak dengan rantai karbon panjang. Kultur bakteri biasanya negatif, tapi
Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus, atau organisme komensal kulit
lainnya bisa ditemukan. Propionibacterium acnes mungkin ada di dalam isi
kelenjar Pencitraan fotografik infra merah dari kelenjar Meibom dapat
menunjukkan dilatasi abnormal yang tampak pada permukaan tarsal palpebra
yang dieversi. Kadang saluran kelenjar Meibom bisa tersumbat oleh suatu
kanker kulit, untuk memastikan hal ini maka perlu dilakukan pemeriksaan
biopsy/histopatologis
Jika kalazion sering berulang disebabkan terutama karena kurang
menjaga kebersihan yang kurang atau bersamaan dengan blepharitis . Drainase
yang tidak adekuat pada saat melakukan insisi dan kuretase dapat
menyebabkan kekambuhan lokal.
Bila terjadi kalazion berulang beberapa kali terutama yang terjadi di
tempat yang sama meskipun telah dilakukan drainase dengan baik sebelumnya,
harus dipertimbangkan adanya suatu keganasan dan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan histopatologik karena adanya kemungkinan benjolan tersebut
merupakan suatu keganasan misalnya karsinoma sel basal, karsinoma kelenjar
sebasea, atau adenokarsinoma.
Karsinoma sel basal adalah keganasan pada palpebra yang paling
sering dijumpai. 90% keganasan dari karsinoma pada palpebra merupakan
karsinoma sel basal. Karsinoma sel basal mempunyai presileksi pada palpebra
inferior dan kantus medialis.
Karsinoma kelenjar sebasea merupakan bisa menunjukkan gambaran
klinis berspektrum luas biasanya berbentuk nodul yang kecil, keras seperti
kalazion. Sering kelihatan seperti kalazion yang tidak khas atau berulang,
menunjukkan konsistensi yang kenyal. Karsinoma Kelenjar sebasea adalah
keganasan kedua terbanyak pada palpebra.
Adenokarsinoma merupakan keganasan yang terjadi baik berasal dari
kelenjar meibom ataupun zeis. Bentuknya mirip dengan kalazion. Benjolan
yang keras, tidak nyeri, bengkak, dan tidak terfiksasi pada kulit akan tetapi
pada jaringan yang ada dibawahnya.
F. Tatalaksana
1. Non medika mentosa
Kompres hangat dengan cara menempelkan handuk basah oleh air
hangat selama lima sampai sepuluh menit. Kompres hangat dilakukan
empat kali sehari untuk mengurangi pembengkakan dan memudahkan
drainase kelenjar. Meskipun handuk dan air harus bersih, namun tidak
perlu steril. Selain itu, pasien juga bisa memijat dengan lembut area
kalazion beberapa kali sehari. Namun, kalazion tidak boleh digaruk.
Jika kalazion menimbulkan gejala yang berat atau tidak sembuh
setelah berminggu-minggu, mungkin diperlukan operasi. Jika
pembengkakan tidak berakhir dalam beberapa minggu atau muncul gejala
penglihatan kabur, dokter mata akan menyarankan operasi untuk
mengangkat kalazion. Jika penampilan kalazion mengganggu pasien,
operasi juga akan menjadi indikasi.
Eksisi kalazion
Jika perlu, buatlah insisi vertikal pada permukaan konjungtiva
palpebra.
Untuk kalazion yang kecil, lakukan kuretase pada granuloma
inflamasi pada kelopak mata.
Untuk kalazion yang besar, iris granuloma untuk dibuang seluruhnya
Cauter atau pembuangan kelenjar meibom (yang biasa dilakukan)
Untuk kalazion yang menonjol ke kulit, insisi permukaan kulit secara
horisontal lebih sering dilakukan daripada lewat konjungtiva untuk
pembuangan seluruh jaringan yang mengalami inflamasi.
Eskokleasi Kalazion
Terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi topikal pentokain.
Obat anestesia infiltratif disuntikkan di bawah kulit di depan kalazion.
Kalazion dijepit dengan kelem kalazion dan kemudian klem dibalik
sehingga konjungitva tarsal dan kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak
lurus margo palpebra dan kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih.
Klem kalazion dilepas dan diberi salep mata.
2. Medikamentosa
Obat tetes mata atau salep mata jika infeksi diperkirakan sebagai
penyebabnya.
Injeksi steroid ke dalam kalazion untuk mengurangi inflamasi, jika
tidak ada bukti infeksi
Steroid menghentikan inflamasi dan sering menyebabkan regresi dari
kalazion dalam beberapa minggu kemudian.
Injeksi 0,2 – 2 ml triamsinolon 5 mg/ml secara langsung ke pusat
kalazion, injeksi kedua mungkin diperlukan.
Komplikasi dari penyuntikan steroid meliputi hipopigmentasion,
atropi, dan potensial infeksi.
G. Komplikasi
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan
trichiasis, dan kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik
perlu dibiopsi untuk menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat
terjadi jika massa pada palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion
yang drainasenya hanya sebagian dapat menyebabkan massa jaringan granulasi
prolapsus diatas konjungtiva atau kulit.
F. Prognosis
Terapi bisanya berhasil dengan baik. Jika lesi baru sering terjadi,
drainage yang kurang adekuat mungkin mengikatkan lokal rekurensi ini.
Kalazion yang tidak diobati kadang-kadang terdrainase secara spontan, namun
biasanya lebih sering persisten menjadi inflamasi akut intermitten.
Bila terjadi kalazion berulang beberapa kali sebaiknya dilakukan
pemeriksaan histopatologik untuk menghindari kesalahan diagnosis dengan
kemungkinan keganasan.