kasyf el fikr volume 2, nomor 2, desember 2015 · jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut...

27
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 MOHAMMED ARKOUN DAN REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM Oleh: Anisa Listiana, M.Ag. 1 Abstract From the Islamic point of view, the predicament appears to be even more complicated. The present day, Muslim world lacks self-confidence because of its weak sosio-economic standing. Muslim intellectual but also put them at great risk. Thus an appropriate rejoinder and a suitable approach towards such a challenge are imperative. Ideologies are directly albeit not always perceptibly related to methodological and epistemological themes. Sosial psychology also reveals that knowledge depends upon policy of rejecyion or incorporation of various philosophies. Moreover Islam makes it an obligation for each one of us to manage complate prudence which contains everthing at its reasonable and appropriate palce. The persuit for a broader perspective of the world calls for taking into account every type of knowlegde and fuse them all into one particular splending system. To make Islam an essential ‘part of social and intellectual action and play the role it once did in the world history.Keyword: Reconstruction, Islamic Thougt A. PENDAHULUAN Tradisi Islam yang disamakan dengan keterbelakangan dan keprimitifan membuat beberapa pemikir Barat mempunyai persepsi bahwa Islam itu diidentifikasikan dengan gambaran-gambaran teokrasi dan terorisme yang menakutkan. Dalam dunia akademikpun fokus kajian Islam banyak yang tercurah pada pemahaman pemahaman yang radikal tentang Islam diantaranya ada Islam Radikal, Islam Militan, Islam Fundamental, dll. 1 Peneliti di Lembaga el-Kasyf dan Staf Pengajar di STAIN Kudus

Upload: vudien

Post on 27-Jul-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

MOHAMMED ARKOUN DAN REKONSTRUKSI PEMIKIRAN

ISLAM

Oleh: Anisa Listiana, M.Ag.1

Abstract

From the Islamic point of view, the predicament appears to be even more

complicated. The present day, Muslim world lacks self-confidence because of its

weak sosio-economic standing. Muslim intellectual but also put them at great risk.

Thus an appropriate rejoinder and a suitable approach towards such a challenge

are imperative.

Ideologies are directly albeit not always perceptibly related to

methodological and epistemological themes. Sosial psychology also reveals that

knowledge depends upon policy of rejecyion or incorporation of various

philosophies.

Moreover Islam makes it an obligation for each one of us to manage

complate prudence which contains everthing at its reasonable and appropriate

palce. The persuit for a broader perspective of the world calls for taking into

account every type of knowlegde and fuse them all into one particular splending

system. To make Islam an essential ‘part of social and intellectual action and play

the role it once did in the world history.’

Keyword: Reconstruction, Islamic Thougt

A. PENDAHULUAN

Tradisi Islam yang disamakan dengan keterbelakangan dan

keprimitifan membuat beberapa pemikir Barat mempunyai persepsi

bahwa Islam itu diidentifikasikan dengan gambaran-gambaran teokrasi

dan terorisme yang menakutkan. Dalam dunia akademikpun fokus

kajian Islam banyak yang tercurah pada pemahaman – pemahaman

yang radikal tentang Islam diantaranya ada Islam Radikal, Islam

Militan, Islam Fundamental, dll.

1 Peneliti di Lembaga el-Kasyf dan Staf Pengajar di STAIN Kudus

Page 2: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah

karena Islam secara historis sudah banyak memunculkan pemikiran dan

juga pemahaman yang beraneka ragam. Akan tetapi pemahaman yang

radikal tersebut menafikan tradisi -tradisi lainnya yang justru

menjunjung keadilan, persamaan, kesetaraan, permusyawaratan,

jaminan hak-hak kaum wanita dan non muslim di negara-negara Islam,

pembelaan terhadap kebebasan berpikir, dan ini justru berbanding

terbalik dengan kesan para sarjana Barat dan media-media yang ada

hanya membuat sensasional tentang kaum ekstrimis muslim. Disisi

lainnya banyak pemikir muslim yang dilematis terhadap apa yang

disuarakannya karena banyak cendikiawan dan negarawan di negara-

negara Islam masih berpikir konservatif sehingga ketika para pemikir-

pemikir modernis menawarkan ide-ide mereka yang modern dan liberal

dianggap keluar dari jalur. Di antara pemikir-pemikir yang mempunyai

pikiran progresif adalah Mohammed Arkoun yang pada kesempatan ini

akan penulis bahas mulai dari biografi dan setting sosial politiknya,

pokok-pokok pemikirannya, kerangka pemikirannya, pendekatan dan

metodologinya, serta sumbangannya terhadap perkembangan pemikiran

Islam.

B. BIOGRAFI DAN SETTING SOSIAL POLITIK

Arkoun lahir pada Tanggal 2 Januari 1928 di Taorirst Mimount

Kabilia, suatu daerah pegunungan di sebelah timur Aljir. Ia merupakan

anak dari seorang pedagang rempah-rempah di Desa Barber. Sejak

kecil dia sudah mengenal tiga bahasa yaitu bahasa Barber sebagai

bahasa ibu, bahasa Arab sebagai bahasa keagamaan dan bahasa

Page 3: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

Perancis sebagai bahasa administrasi dan pendidikan.2 Pendidikannya

mulai dari Sekolah Dasar di desa asalnya, kemudian sekolah menengah

di kota Pelabuhan Oran (al-Wahran) Aljazair Barat. Pada tahun 1950-

1954 ia belajar bahasa dan sastra Arab di Universitas Aljir, pada saat

yang sama ia juga mengajar di sekolah menengah al-Harrach. Di

tengah-tengah perang kemerdekaan Aljazair dan Perancis (1954-1962).

Arkoun melanjutkan studinya tentang bahasa dan sastra Arab serta

pemikiran Islam di Universitas Sorbonne, Paris. Ketika itu dia sempat

bekerja sebagai agregasi bahasa dan kesusasteraan Arab di Paris,

mengajar di SMU Lycee di Strasbourgh dan juga mengajar di

Universitas Starbourgh (1956-1959). Pada Tahun 1961, Arkoun

diangkat menjadi dosen di Universitas Sorbonne, Paris sampai tahun

1969, ketika dia menyelesaikan program Doktornya dengan disertasi

mengenai Humanism dalam Pemikiran Etis Maskawaih (w. 1030 M).

Tahun 1970 – 1972 Arkoun mengajar di Universitas Lyon dan kembali

lagi ke Paris sebagai Guru Besar Sejarah Pemikiran Islam di

Universitas Sorbonne Paris sampai sekarang walaupun sudah pensiun

tetapi tetap membimbing karya penelitian. Arkoun juga banyak

mengajar di berbagai universitas dunia seperti University of California,

Princeton University, Temple University, Universitas Katolik Louvain-

la Neuve Belgia, University of Amsterdam, Institut Of Ismaily Studies

di London dlsb. Arkoun banyak menghasilkan karya ilmiah baik

artikel-artikel yang sudah dipublikasikan di sejumlah journal

internasional terkemuka maupun buku-buku yang berbahasa Inggris

2. Suadi Putro, Mohammad Arkoun tentang Islam dan Modernitas, (Jakarta:

Paramadina, 1998), hal.16

Page 4: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

diantaranya adalah Rethinking Islam dan juga terjemahannya dalam

bahasa Perancis maupun Arab.

Secara sosiokultural, masyarakat Kabilia tidak mengenal tulisan

dan hanya mengenal bahasa lisan dan juga Aljazair sendiri mayoritas

beragama Islam yang masih melakukan tradisi lisan dengan praktik

hafalan komunal dan mengesampingkan studi literer. Figur sentral

adalah wali (marabout), yaitu orang yang memiliki kharisma dan

kebanyakan adalah keturunan (mengklaim keturunan) Nabi atau

shahabatnya, sehingga ummat Islam disini patuh pada apa yang

diajarkan tanpa meninjau apakah ajaran atau pemikiran itu benar atau

salah.3 Latar belakang inilah yang membuat Arkoun mempunyai

pemikiran yang berbeda dengan komunitasnya di samping

pendidikannya di Perancis. Arkoun juga terpengaruh dengan pemikiran

tokoh-tokoh seperti Paul Ricour, Ferdinand de Sausure (Linguistik),

Jaques Derrida(Gramatologi), Michael Focault (Epistimologi), Jacques

Lacan (Psikologi), Roland Barthes (Semiologi), Pierre Bourdiiw, Jack

Goady (Antropologi) dan Northrop Frye.4 Pertemuan dengan dengan

pemikir-pemikir Baratlah akhirnya membuat Arkoun terinspirasi

menggunakan Metode historisme yaitu pendekatan yang melihat

seluruh fenomena sosial budaya melalui perspektif historis, menurutnya

masa lalu harus dilihat menurut strata historis dan harus dibatasi

menurut runtutan kronologis dan fakta-fakta nyata,5 sementara

3 John L. Esposito, The Oxford Encyclopedy of The Modern Islamic World,

Vol. I. (New York: Oxford University Press, 1955), hal. 106-110 4 Ruslani, Masyarakat Kitab dan Dialog Antar Agama, (Yogyakarta:

Yayasan Bentang Budaya, 2000), hal. 33-34. 5 Johan Meuleman, Pengantar pada Arkoun, Nalar Islami, hal 9-10.

Historisme dengan Historisisme sangatlah berbeda, jika historisme mengacu pada

peristiwa masa lalu yang sesuai dengan kejadian dan kronologi sementara

Page 5: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

historisisme berperan sebagai metode rekonstruksi makna lewat

penghapusan relevansi antara teks dan konteks, dan jika berkaitan

dengan teks-teks agama, maka yang diangkat adalah makna baru yang

potensi ada dalam teks-teks itu. 6 metode rekonstruksi ini oleh Arkoun

digunakan untuk menganalisis Nalar Islami dengan pendekatan

Interpretatif antara teks dan konteks, maksudnya adalah untuk

merekonstruksi konteks harus dilakukan dekonstruksi teks karena

tradisi-tradisi yang muncul pada saat itu adalah tidak terlepas dari teks-

teks yang melatarbelakangi serta penafsiran dan juga produk yang

dihasilkannya. Dengan analisis seperti itu Arkoun mengharapkan ada

pemikiran-pemikiran serta tradisi-tradisi yang baru yang akhirnya

banyak melahirkan tulisan-tulisan sertakarya-karyanya, diantara adalah:

Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Ouvertures sur I’Islam, Min Faisal al-Tafriqah ila Fasl al-Maqal, dll.7

C. METODE DAN PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN OLEH

ARKOUN

Arkoun merupakan salah satu pemikir Muslim yang gelisah

melihat persoalan umat Islam dewasa ini, diantara permasalahan

tersebut adalah hubungan antara upaya penegakan cita ideal masa lalu

umat Islam dengan situasi dan era kehidupan modern.8 Menurut

Arkoun masalah pokok yang mendasari kehidupan modern beserta

historisisme berperan sebagai metode rekonstruksi makna lewat penghapusan

relevansi antara teks dan konteks. 6 Mohammed Arkoun, Tarikhiyah al-Fikr al-Araby al-Islami, (Beirut:

Markaz al-Inma’ al-Qaumi, 1996), hal.4 7Karya-karya Arkoun lebih lanjut baca Johan H. Meuleman, Tradisi,

Kemodernan dan Metamodernisme, memperbincangkan Pemikiran Mohammed

Arkoun, (Yogyakarta: LKIS, 1996), hal. 163-167. 8 Arkoun, Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan

Baru, terj. Rahayu S. hidayat, (Jakarta: INIS, 1994), hal.284-305.

Page 6: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

implikasinya berakar pada problem epistimologi keilmuwan nalar

klasik (Nalar Islam) yang dipandang tidak lagi kondusif untuk

merespon masalah-masalah kekinian.9 Menyadari hal tersebut Arkoun

berusaha menembus batas, melakukan kritik historis dan

mendekonstruksi konsep dan bangunan epistimologi lama yang selama

ini digunakan oleh umat Islam. Upaya tersebut dilakukan Arkoun

dalam rangka membentuk konstruksi epistimologis keilmuan Islam

yang baru. Usaha intelektual yang dilakukan oleh Arkoun berkaitan

dengan pemikiran Islam yaitu mengevaluasi karakteristik dari sistem

ilmu pengetahuan yang historis dan mitis dengan perspektif

epistimologis yang baru. Tujuannya adalah untuk mengembangkan

epistimologi yang baru bagi studi perbandingan terhadap budaya-

budaya melalui contoh yang dikembangkan oleh Islam sebagai agama

dan sebagai produk sosial sejarah.10

Dalam pandangan Arkoun,

pemikiran Islam kecuali dalam beberapa usaha pembaharuan ktitis

yang bersifat sangat jarang dan mempunyai ruang perkembangan yang

sempit, belum membuka pada pemikiran yang modern dan tidak dapat

menjawab tantangan yang dihadapi umat Islam saat ini. Pemikiran

Islam dianggap naïf karena mendekati agama atas dasar kepercayaan

langsung tanpa kritik. Menurut Arkoun, Masyarakat muslim telah

kehilangan kesadaran historis dan berkeyakinan bahwa pengertian

Islam bersifat konstan sebagaimana apa adanya sejak masa turunnya

Al-Qur’an sampai sekarang, mereka melupakan arti sinkronis dari

berbagai peristilahan dengan demikian berarti mengingkari aspek

9 Arkoun, “Menuju Pendekatan Baru Islam”, dalam Jurnal Ilmu dan

kebudayaan Ulumul Qur’an, No.7. Vol.II.1990/1411, hal. 85 10

Arkoun, “Rethinking Islam Today”, dalam Charles Kurzman (Ed.)

Liberal Islam A Source Book (New York: Oxford University Press, 1998), hal. 206.

Page 7: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

historisitas.11

Historisisme yang dimaksud oleh Arkoun adalah melihat

seluruh fenomena sosial budaya lewat perpektif historis, semua fakta

historis ini dilihat menurut runtutan kronologi dan fakta-fakta yang

nyata.historisisme ini berperan sebagai metode rekonstruksi makna

lewat penghapusan relevansi teks dan konteks. Jika metode ini

diaplikasikan kepada teks-teks agama, yang dibutuhkan adalah makna-

makna baru yang secara potensial bersemayam dalam teks-teks

tersebut. Apa yang disebut oleh Arkoun Taqdiis al Afkar ad Diiniyyah

telah mengurung umat Islam, maka Ia menghimbau kepada seluruh

peneliti Islam agar melampaui batas studi Islam baik yang tradisional

tidak hanya di dunia Barat tetapi juga di dunia Islam itu sendiri, yang

mendekati Islam melalui karya tertulis berbagai tokoh klasik mengenai

hal yang menyangkut pemikiran logis dan rasional, fiqh terutama

teologi. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam bebas dari kejumudan

dan ketertutupan yang menjadi ciri hingga saat ini, sehingga umat islam

diharapkan dapat melahirkan suatu pemikiran islami yang mampu

menjawab tantangan yang dihadapi dunia muslim kontemporer.12

Untuk

memperoleh kejelasan peta pemikiran menurut Amin Abdullah, yang

11

Dalam beberapa literatur menjelaskan bahwa hampir semua pemikir

besar Islam yang berasal dari Maghribi (Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya) termasuk

Arkoun, cenderung pada pendekatan dekonstruktif (pembongkaran) yang

dikembangkan oleh Jaqkues Derrida. Hal ini disebabkan adanya pengaruh unsure

bahasa Perancis, bahkan pengaruh tersebut tidak terbatas pada bahasa tetapi menjalar

kepada gerakan pemikiran dan filsafat Perancis kontemporer, khususnya pada

gerakan post strukturalisme, oleh karena itu tidaklah heran ketika pemikir-pemikir

maghribi menganut paham strukturalisme karena yang dihadapipun juga

permasalahan yang sama yaitu masalah teks dan konteks sehingga dekonstruksi

dianggap sebagai metode yang paling pas. Lebih lanjut baca A. Luthfie As Syaukani,

”Tipologi dan wacana Pemikiran Arab” dalam Jurnal Paramadina, Vol. I. No. I/

1998, hal 75. 12

Mohammed Arkoun, Nalar Islam dan nalar Modern: Berbagai

Tantangan dan Jalan Baru, terj. Rahayu S. Hidayat, Cet. I, (Jakarta: INIS, 1994) hal.

2

Page 8: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

ada haruslah mengkaji ulang terhadap naskah – naskah keagamaan era

klasik- skolastik yang taken for granted tanpa dikritisi oleh kaum

muslim sekarang sehingga apa yang dilakukan oleh Arkoun menjadi

berbeda dari kajian keislaman dari kaum orientalis yang tidak pernah

menjelaskan asal-usul naskah-naskah dan teks-teks keagamaan secara

antropologis dan hanya sekedar menerjemahkan naskah yang mereka

temukan dari bahasa Arab klsik ke bahasa Inggris, Peancis, Jerman dan

bahasa lainnya. Penelitian seperti itu sama sekali tidak dapat digunakan

untuk mencaritahu bagaimana munculnya literature keagamaan islam

yang sangat banyak sekali yang hanya dipenuhi dengan angan-angan

sosial yang hidup pada saat itu dan dipaksakan untuk berlaku

selamanya tanpa mempertimbangkan kesesuaian waktu yang

sebetulnya terbatas pada era tertentu.13

Arkoun menggunakan metode

antropologi karena dalam antropologi menyertakan kemajuan-

kemajuan berbagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat yang lebih

beraneka ragam untuk memahami mekanisme rumit dibalik perbedaan-

perbedaan superficial yang dijadikan pegangan oleh diskripsi etnografi,

sejarah ataupun sosiologi.14

dalam kajian Historisisme Arkoun

menekankan kajian ulang atas pembacaan tradisi (turas) dengan

memakai pendekatan:

1. Pendekatan Linguistik

Pendekatan linguistik ini adalah membandingkan antara konsepsi

gagasan umum sebagai penopang dasar pengetahuan logis dengan

kata lambing sebagai sumber yang memunculkan pengertian dasar

13

M. Amin Abdullah, “Arkoun dan Kritik Nalar Islam” dalam Tradisi

Kemodernan dan Modernisme: Membincangkan Pemikiran Arkoun, Penyunting, JH.

Meuleman, (Yogyakarta: LKIS, 1994), hal. 15 14

Mohammed Arkoun, Islam Kemarin dan Hari Esok, (Bandung: Pustaka,

1997) hal. 125

Page 9: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

yang serba beragam yang ditumbuhkembangkan oleh berbagai

hubungan oposisi, implikasi, korelasi dan simetri. Penekanan kata

tanda dengan kata lambang berarti memperkuat penekanan bahasa

diskursif atau kongkrit ke dalam bahasa mitis dalam bible dan

dalam perjanjian baru yang terdapat dalam Al-Qur’an. Secara

Linguistik menurut Arkoun, Al-Qur’an adalah sebuah corpus

terbatas dan terbuka pada berbagai ajaran dalam bahasa Arab,

sepanjang kami hanya mempunyai akses terbatas pada naskah yang

secara tertulis dibakukan setelah abad IV-X, keseluruhan naskah

yang dibakukan ini telah diolah layaknya sebuah karya, karena

dalam Al-Qur’an banyak mengandung ajaran-ajaran dan

kandungan-kandungan yang oleh umat Islam diyakini sebagai

penyempurna ajaran agama sebelumnya.15

Dengan demikian,

mudahlah kita ketika kita mengatakan bahwa bahasa Al-Qur’an:

a. Benar karena berhasilguna bagi kesadaran manusiawi yang

tidak saja digiatkan oleh suatu bahasa mitis lain yang terbuka

terhadap perspektif yang sepadan

b. Berhasilguna karena berkaitan dengan masa ciptaan primordial

dan meresmikan secara mandiri suatu masa istimewa, masa

wahyu, masa kenabian dan para leluhur yang saleh.

c. Spontan: suatu pancaran keyakinan-keyakinan

berkesinambungan yang tidak bersandar pada pembuktian

(nalar) tetapi pada kemampuan mendalam pada berbagai

gelagat setiap kepekaan (batin) manusiawi.

15

Mohammed Arkoun, Berbagai Pembacaan Al-Qur’an, Johan Henrik

Meuleman (penyunting). Machasin, (Jakarta: INIS, 1997), hal. 91

Page 10: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

d. Simbolis: dalam setiap surat dalam Al-Qur’an diakhiri

informasi tentang surga Allah yang dihuni dengan gembira

dan dilustrasikan sebagai tempat mengalirnya sungai anggur,

sungai madu dan sebagainya. Berbagai gambaran surge dan

neraka yang digali dalam sejarah suci, dan sebagai

percontohan bagi orang yang selamat atau orang yang

terkutuk. Berbagai perilaku ideal para nabi yang menjadi

figure harapan konstitusi terhadap kondisi manusiawi

manusia.16

Sebagai contoh, menurut Arkoun, lafal qissah

(dongeng, narasi) yang kita temui dalam Al-Qur’an tentang

nabi-nabi yang disajikan secatra mitis(mytical presentation)

yang oleh para pelajar muslim disebut sebagai usturah dalam

Al-Qur’an. Semua cerita yang ada dalam Al-Qur’an

menggunakan konsep qissah yang berstruktur mitis dan oleh

Arkoun mitis itu sendiri adalah konsep antropologi.

2. Pendekatan Semiotik

Menurut Arkoun, mengapa ia menggunakan pendekatan semiotik

dalam menganalisa Al-Qur’an (batasan teks), karana ada beberapa

manfaat, diantaranya adalah:

a. Pendekatan semiotik memandang suatu teks sebagai suatu

keseluruhan dan sebagai sistem dari hubungan-hubungan

intern. Pendekatan ini memungkinkan untuk memahami

banyak aspek dari sebuah teks yang tidak dapat ditangkap

atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsure tertentu

yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan.

16

Ibid….hal.55

Page 11: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

b. Pendekatan semiotik membuat kita mendekati suatu teks

tanpa interpretasi tertentu sebelumnya atau pra anggapan

lain.17

Akan tetapi, pendekatan semiotic ada keterbatasannya,

karena semiotic sampai saat ini mengabaikan sifat khusus

dari teks-teks keagamaan. Ahli semiotik belum banyak

mengembangkan peralatan analisis khusus untuk teks

tersebut. Teks-teks keagamaan berbeda dengan teks-teks lain

karena berpretensi member petanda terakhir (pertanda

transcendental), dan semiotik tidak memperhatikan aspek

dasar itu dari teks-teks tersebut, dan menurut Arkoun,

cenderung menghindari dengan sadar dan sengaja persoalan

dari jenis itu.18

c. Pendekatan Hermeunetika Historis dengan metodologi Kritis

Arkoun memilih pendekatan ini karena ia berpandangan

bahwa sebuah tradisi akan mati, kering, jumud jika tidak

dihidupkan secara terus menerus melalui penafsiran ulang

sejalan dengan dinamika sosial. Ketika tiga elemen pokok

hermeunetika yaitu pengarang, teks dan pembaca memiliki

dunia sendiri-sendiri maka ketiganya akan bersifat rerbuka

karena tanpa adanya wacana terbuka dan dinamis sebuah

tradisi akan kehilangan pemahan dan pengalaman

keagamaan sampai pada batas-bats tertentu yang merupakan

refleksi atas penafsiran yang subyektif yang muncul dari

dunia tradisi dan teks keagamaan. Oleh karena itu sebuah

17

Johan Henrik Meuleman, “Sumbangan dan Batas Semiotika dalam ilmu

Agama”, dalam Tradisi Kemodernan ….hal. 42

18 Ibid….hal. 43

Page 12: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

teks yang sama ketika divbaca ulang bisa melahirkan

interpretasi yang berbeda dan melahirkan pemahaman yang

baru.19

Dalam karya-karya arkoun ditemukan wacana kritis

dari ketiga sumber utama yaitu Visi Al-Qur’an, kitab-kitab

klasik dan Filsafat Barat Kontemporer, ketiga hal tersebut

akan memunculkan informasi dan makna baru ketika

didekati dengan pendekatan baru terutama dengan

pendekatan hermeunitika historis, sehingga dari zaman ke

zaman akan mengaktualkan pesan Al-Qur’an dan tataran

tradisi keilaman yang tidak mengenal akhir.

D. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN ARKOUN

Pemikiran Arkoun sangatlah rumit dikarenakan banyaknya

karya-karya yang ditulis tidak pada satu waktu akan tetapi karyanya

beragam dan ditorehkan dalm jenjang waktu yang berbeda. Dalam

mengembangkan pemikirannya, Arkoun berangkat dari pemahaman

“pemikiran Islam” dari spektrum yang lebih luas yaitu tradisi (at-

turast) dan modernitas (al-Jadid). Dengan perspektif yang beragam

mulai dari semiotik, hermeunetik, antropologi, sejarah dan lainnya.

Pemikiran Arkoun yang menonjol adalah tentang kritik epistimologi

terhadap pemikiran Islam (Kritik Nalar Islam) yang berada pada titik

kebekuan dan ketertutupan ummat Islam dan hanya terpaku pada

pensakralan pemikiran keagamaan (Taqdisul Afkar Ad-Diniyyah). Hal

inilah yang membuat keterbelakangan dunia Islam dalam berbagai

lapangan kehidupan dibanding dengan dunia Barat. Nalar Islami yang

dicita-citakan Arkoun adalah pemikiran Islami yang diperbaharui yaitu

19

A. Luthfie Syaukani, :Tipologi dan wacana Pemikiran Arab

kontemporer” dalam Jurnal Paramadina, Vol. I. No. 1/1998, hal. 75-77

Page 13: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

semangat keagamaan dan besarnya peranan angan-angan atau cita-cita

sosial yang kurang dilestarikan di dunia Barat yang dikuasai oleh nalar

modern. Cita-cita ini dibangun dari berbagai unsur sejarah, realitas

sosial, dan lingkungan fisik kelompok yang bersangkutan namun

diwujudkan kembali menjadi berbagai citra, cerita dan nilai-nilai serta

cita-cita di masa depannya. Ada beberapa pemikiran besar yang

disampaikan oleh Arkoun berkaitan dengan Al-Qur’an diantaranya

adalah:

1. Wahyu dan Teks Al-Qur’an

Allah SWT

Lauh Mahfudl

1.Belum Terbaca

Jibril

------------------

Muhammad 2. Berbahasa Lisan (Korpus

Tertutup)

Utsman 3. Korpus Terbuka, tertulis

(Thinkeble)

Ummat 4. Penafsiran

Menurut Arkoun, wahyu itu terbagi menjadi 4 fase yaitu

yang Pertama fase Belum terbaca yaitu wahyu sebagai Firman

Allah yang transenden, tidak terbatas dan tidak diketahui oleh

manusia, yang letaknya masih di al-Lauh Mahfudl atau masih

Page 14: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

sebagai Umm al-Kitab. Yang Kedua wahyu yang diturunkan dalam

bentuk pengujaran lisan dalam realitas sejarah yang disebut

sebagai discours religious, dan berfragmen sebagai bentuk Bibel

(Taurat dan Zabur), Injil serta Al-Qur’an. Untuk Al-Qur’an sendiri

merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT yang

diwahyukan berbahasa Arab kepada Nabi Muhammad SAW dalam

kurun waktu berangsur-angsur hingga dua puluh tahun (Corpus

Officiel Close= Korpus Resmi Tertutup). Yang Ketiga, wahyu

yang terekam dalam catatan, yang banyak menghilangkan banyak

hal terutama yang berkaitan dengan situasi pembicaraan (asbabun

nuzul yang belum dapat mengembalikan hal-hal yang hilang ketika

suatu pembicaraan direkam dalam sebuah tulisan).20

Dalam hal ini

apa yang dinamakan Pembukuan Al-Qur’an atau yaitu bermula

dari tulisan parsial yang terserak-serak sampai pada pembuatan

Mushaf Utsmani, pada saat ini Mushaf yang ada masih

memungkinkan pembacaan yang berbeda-beda naming setelah

adanya pembakuan yaitu yang pertama oleh Abu Bakar Ibn

Mujahid pada tahun 324 H yang mengakhiri varian-varian bacaan

dengan hanya mengesahkan tujuh bacaan atau yang biasa disebut

Qiraah Sab’ah dan kedua adanya penerbitan Al-Qur’an standar

Kairo tahun 1924 M yang kemudian disebarkan ke seluruh dunia.

Dan yang Ke empat adalah corpus interpretes (korpus-korpus

penafsir), ketika Al-Qur’an diterbitkan dan disebarkan ke seluruh

dunia maka muncullah korpus-korpus penafsir yang lahir sebagai

produktivitas teks dan bukan sebagai produktivitas wacana yang

20

St. Sunardi, “Membaca Qur’an Bersama Mohammed Arkoun” dalam

Meuleman (Penyunting), Tradisi….hal. 82-84

Page 15: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

kesemua itu disebut sebagai ajaran suci yang menghasilkan sejarah

penyelamatan dunia. Yang dimaksud disini adalah ketika Al-

Qur’an sudah tersebar ke seluruh dunia maka yang terjadi adalah

muncullah banyak penafsir yang ada di daerah/ negara masing-

masing sesuai dengan kondisi lokalnya masing-masing sehingga

tidak bisa lagi memikirkan lagi persoalan-persoalan besar yang

bisa membuka kemungkinan penyelidikan yang membedakan

antara Qur’anic fact dengan Islamic fact.21

2. Pembacaan Al-Qur’an

Kelahiran Al-Qur’an tidak hanya sebagai pedoman bagi

ummat Islam tetapi menjadi kajian yang tidak ada habisnya di

kalangan ummat Islam atau Islamolog, begitu juga telah terjadi

perubahan mendasar di kalangan ummat berkaitan dengan

pemahaman tentang wahyu. Nalar grafis telah mendominasi cara

berpikir umat sehingga simbol kenabian didesak oleh simbol

pengajaran yang akhirnya menjadikan minimnya pemahaman

wahyu dari segala dimensi. Untuk kategori semiotik, teks Al-

Qur’an sebagai parole22

didesak oleh teks sebagai langue23

21

Kenyataan Qur’ani bersifat transenden, transhistoris dan terbuka

terhadap berbagai kemungkinan pemaknaan, sedangkan kenyataan islami bersifat

historis dan merupakan penjelasan dari salah satu makna yang terkandung dalam

kenyataan Qur’ani. Kenyataan Islami lahir melalui penafsiran manusia (baik fuqoha’

maupun ahli kalam) terhadap kenyataan Qur’ani yang dibuktikan dengan berbagai

macam aliran, corak, garis seperti Sunny, Shi’I, Kharijy, Mu’tazily, Qadiry. Jabiry

dan berbagai cabang serta alirannya yang sebetulnya merupakan gerakan politik dan

semuanya berusaha untuk mendapatkan pengakuan sebagai pemilik kebenaran

tertentu. Lebih lanjut lihat Suaedy Putro, Mohammed Arkoun…, hal. 33-34. 22

Parole adalah keseluruhan apa yang diujarkan orang yang merupakan

manifestasi individu dari bahasa, lihat harimurti Kridalaksana, “Mongin Ferdinand de

Saussure…” dalam Ferdinand de Saussure, Pengantar Semiotik, hal. 6.

Page 16: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

sehingga kini Al-Qur’an tetap menjadi parole bagi kaum mukmin.

Untuk itulah menurut Arkoun tujuan qiraah atau pembacaan ada

yaitu untuk comprende, mengerti, komunikasi kenabian yang

hendak disampaikan lewat teks yaitu mencari makna yang hendak

disampaikan lewat teks, yaitu mencari makna yang hendak

disampaikan lewat teks tersebut dengan cara mengoptimalisasi

setiap kemungkinan untuk memproduksi makna. 24

Menurut

Arkoun ada tiga cara dalam pembacaan Al-Qur’an, yang Pertama,

secara liturgis yaitu memperlakukan teks secara ritual yang

dilakukan dalam keadaan shalat dan doa. Pembacaan liturgis ini

mempunyai tujuan untuk mereaktualisasikan saat awal Nabi

Muhammad mengujarkannya pertama agar didapatkannya ujaran

(situation de discourse) “ ujaran I”. dengan cara inilah manusia

mengkomunikasikan rohani, baik secara horizontal maupun

vertikal dan sekaligus melakukan perenungan terhadap wahyu.

Yang Kedua, pembacaan secara eksegesis yang berfokus utama

pada “ujaran 2” yaitu yang terkandung di dalam mushaf seperti

yang dilakukan oleh Fakhr al-Din al-Razi (w.606/1209). Yang

Ketiga yaitu memanfaatkan temuan-temuan metodologis yang

disumbangkan oleh ilmu-ilmu Kemanusiaan dan Ilmu Bahasa.

Ketiga cara baca tersebut tidak saling menyisihkan satu sama lain

melainkan saling memberikan kontribusi untuk memahami teks-

23

Langue adalah keseluruhan kebiasaan yang diperoleh secar pasif yang

diajarkan oleh masyarakat bahasa, ibid, hal. 7 24

St. Sunardi, “Membaca Qur’an Bersama Mohammed Arkoun” dalam

Meuleman (Penyunting), Tradisi….hal. 65-24

Parole adalah keseluruhan apa yang

diujarkan orang yang merupakan manifestasi individu dari bahasa, lihat harimurti

Kridalaksana, “Mongin Ferdinand de Saussure…” dalam Ferdinand de Saussure,

Pengantar Semiotik, hal. 6. 24

Langue adalah keseluruhan kebiasaan yang diperoleh secar pasif yang

diajarkan oleh masyarakat bahasa, ibid, hal. 7

Page 17: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

teks Ilahi yang tidak akan pernah tuntas dikupas oleh manusia.25

Dalam pembacaan ini, Arkoun menawarkan dua tahapan kritis

yaitu linguistik kritis dan hubungan kritis. Untuk tahap

linguistik kritis, pembacaan dilakukan dengan memakai data-data

linguistic seperti halnya tanda bahasa, sintaksis, semantic untuk

mengetahui maksud dari pengajar, sementara untuk tahap

hubungan kritis, pembacaan dapat dilakukan dengan dua langkah

yaitu eksplorasi historis yaitu meneliti khazanah tafsir klasik

dengan berusaha untuk menemukan petanda terakhir yang ada di

dalamnya dengan menggunakan kode-kode linguistik, keagamaan,

kultural, simbolis, anagogis dan eksplorasi antropologis yaitu

melakukan analisis mitis/sombolis dengan memeriksa tanda,

symbol dan mitos yang menyertai qiraah.26

3. Hak Asasi Manusia

HAM merupakan konsep awal dari Yunani - Romawi yang

berkaitan dengan sikap manusia serta mengukur baik buruknya

berdasarkan keserasiannya dengan hukum alam. Konsep inilah

yang kemudian dikenal sebagai natural law doctrine atau doktrin

hukum alam dan lebih menekankan kewajiban daripada hak.27

Menurut Arkoun peran agama dalam HAM sangatlah penting

karena HAM ini bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dari

23 pasal yang terkandung di dalam rumusan persiapan Deklarasi

Hak Asasi Islam Universal Tahun 1981 semuanya berdasarkan

25

Ibid, hal. 68 26

Ibid, hal. 69-88 27

Alwi Shihab, Islam Inklusif, cet. Ke.5 (Bandung: Mizan, 1999),

hal. 177

Page 18: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dari kelompok Sunni yang resmi

dan sudah terseleksi dan bukan dari kelompok Syi’i. HAM Islam

bercorak tekratis yang terkandung prinsip-prinsip dasar hak-hak

yang sudah ada sejak tahun 1400 tahun lalu, yang oleh Islam sudah

memberikan isyarat HAM yang ideal kepada umat manusia yang

bertujuan untuk memberikan kehormatan dan harga diri manusia

dalam rangka menghapus eksploitasi, penindasan dan

ketidakadilan. HAM dalam Islam bersumber langsung kepada

Tuhan karena Tuhanlah yang membuat hukum dan pembuat HAM,

oleh karena itu semua manusia dalam bentuk apapun entah sebagai

penguasa, pemimpin dan lainnya tidak boleh ada yang melanggar,

menghapus membatasi dengan cara apapun hak-hak yang

diberikan oleh Tuhan.28

Menurut Arkoun, HAM Islam itu mengatur

perjanjian antara manusia dengan Tuhan, yang pada awalnya

menyangkut orang mukmin tetapi secara universal juga

menyangkut umat manusia secara umum sejauh mereka bisa diajak

masuk dalamperjanjian tersebut. Pertanyaan selanjutnya kenapa

wacana HAM ini muncul belakangan, karena Islam pada masa

klasik telah kehilangan dinamika dan kemampuan untuk

memperbaharui diri sebelum kedatangan kolonialisme di negara –

negara Islam sehingga muncullah ideologi pembebasan nasional

pada Tahun 1950an. Tujuan dari HAM baik secara ideologis

maupun psikologis adalah untuk menegaskan kembali kepada

warga yang beriman dengan cara memprolamirkan bahwa Tuhan

menjamin hak-hak, menghancurkan tuntutan secular yang datang

28

Mohammed Arkoun, Rethinking Islam: Common Questions, Uncommon

Answers, Kata Pengantar Robert D. Lee, Terj. Yudian W. Asmin dan Latiful Khuluq,

Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 192

Page 19: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

dari Barat dan juga membangun kembali kepercayaan diri akan

modernitas hukum Islam dan karakter universalnya.29

Agama

sangat berperan dalam perumusan hak-hak asasi baik di Barat

maupun di Timur, oleh karena itu Arkoun menawarkan kembali

problem wahyu dalam tiga agama monoteis yang tidak lagi dimulai

dari definisi-definisi teologis tradisional melainkan juga dengan

dukungan data dan persyaratan hermeunetik modern sehingga

HAM ini bisa dipikirkan meskipun dengan kerangka sekular tetapi

harus disertai dengan kemampuan intelektual dan kultural dalam

menguasai semua problem lama maupun baru kaitannya dengan

fenomena wahyu.30

4. Sekularisme

Sekularisme sering dihubungkan dengan pemisahan total

yang terjadi di dunia Barat antara gereja dan negara, “Berikanlah

milik Kaisar kepada kaisar dan berikan milik Allah kepada Allah”

yang sebenarnya berkaitan erat dengan wewenang tertinggi

(gereja) dan kekuasaan politik (negara) yang dilakukan dengan

mencurahkan ketaatan kepada yang Agung sehingga menurut

Arkoun dalam menjalankan hubungan antara kekuasaan agama dan

politik tidak ada perbedaan antara Yahudi, Kristen dan Islam.

Selanjutnya menurut Arkoun, konsep sekularisme ini sudah

disadari sebagai sebuah kesalahan oleh masyarakat Barat, mereka

berharapdapat menemukan istilah baru sehingga kaum sekularis

29

Ibid, hal. 188-189 30

Ibid, hal. 192

Page 20: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

bisa menerima agam tradisional secara kritis dan akum

agamawanpun bersedia mengakui sekularisme sebagai langkah

penting dalam membebaskan nalar manusia dari segala bentuk

kesadaran yang salah, dan menurut Arkoun, dalam Al-Qur’an

sendiri seringkali menggunakan konsep sekularisme guna

menanggalkan kekeramatan dari segala bentuk dewa bangsa Arab

pra –Islam. Setelah membongkar sejarah pemikiran dengan kritik

dekonstruktif, Arkoun menghasilkan pemikiran-pemikiran tentang

sekularisme diantaranya adalah:

a. Sekularisme sudah ada dalam Al-Qur’an

b. Khalifah bani Umayyah maupun Abbasiyah merupakan

khalifah yng sekuler karena mengubah simbol agama menjadi

aturan yang menjadi ideologi untuk mencapai kekuasaan.

c. Kekuatan militer menjadi pemegang peranan penting dalam

khilafah, sultan dan semua bentuk pemerintahan Islam dari

sejak awal

d. Para filosof sudah merasionalkan sekularisme dan

menganggap sebagai sesuatu yang biasa.

e. Klaim ortodoksi dari Syi’i, Sunni, Khariji yang menggunakan

ideologi praktik dan keyakinan yang dianggap asli religius

f. Semua yang sifatnya religious harus diuji kembali dengan

teori pengetahuan modern

g. Sekularisme merupakan sumber dan daerah kebebasan

intelektual untuk memprakarsai teori dan praktik wewenang

Page 21: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

baru yang harus juga dijalankan oleh masyarakat Barat saat

ini.31

5. Perempuan dalam Syariah Islam

Berkaitan dengan perempuan, Arkoun berpendapat bahwa

Al-Qur’an dalam meningkatkan status perempuan pada tingkatan

kewajiban spiritual sudah sama dengan kaum laki-laki, atau

perempuan dalam Islam tidaklah ditundukkan sebagaimana

perempuan di Barat. Anggapan praktik poligami, cerai talak,

jilbab, pemisahan jenis kelamin, pembebanan tugas-tugas rumah

tangga, ketergantungan terhadap suami, perempuan tidak punya

hak-hak adalah keliru, Islam datang justru sedikit demi sedikit

mengangkat derajat kaum perempuan. Meskipun ketika Al-Qur’an

muncul belum dapat merubah dua aspek inti yang sudah mengurat

mengakar yaitu pertama struktur-struktur kekurangan elementer

dan kedua kontrol terhadap seksualitas, dalam hal ini adat dan

kebudayaan belum bisa dirubah karena kepentingan-kepentingan.

Aspek yang lainnya adalah masalah kewarisan, integritas tubuh,

akses menuju keuntungan sosial, budaya, politik, adat istiadat yang

jauh dari ketentuan Al-Qur’an dan norma –norma hukum Muslim

yang dominan di tengah kelompok sosial sehingga kajian tentang

perempuan sangat diperlukan untuk kesetaraan. Menurut Arkoun

dibutuhkan studi sosiologis yang tepat terhadap penerapan hukum

Islam dalam masyarakat yang dapat memungkinkan penghalusan

pembedaan antara superioritas, permanen, bobot struktur di satu

31

Suadi Putro, Mohammad Arkoun tentang Islam dan Modernitas,

(Jakarta: Paramadina, 1998), hal.74-80

Page 22: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

sisi dengan modifikasi Al-Qur’an terhadap etika religious bagi

sistem yang mengatur antara pribadi dengan masyarakat.32

Sudah

selayaknya para pemikir Muslim yang berpendidikan klasik dan

juga berpengalaman dalam keilmuan transdisipliner modern

menjadi tauladan, tidak melukai, berbuat kasar kepada umat, tetapi

sebaliknya para ulama dan ilmuwan tersebut harus melaksanakan

tugas sebagai mediator antara kesadaran umat dan perkembangan

pengetahuan ilmiah modern.33

E. ANALISIS

Pada dasarnya Arkoun telah melakukan banyak hal berkaitan

dengan pemikiran Islam, sumbangan pemikirannya pada dunia Islam

menggugah kesadaran umat Islam untuk keluar dari kehidupan yang

terpaku dan terkurung dalam ajaran dogmatis menuju pemikiran Islam

yang modern. Arloun mengajak kepada para intelektual untuk

membahas ide-ide Islam dengan metode dan pendekatan interdisipliner

modern sehingga membuka lapangan kajian baru dengan

mendekonstruksi pemikiran islam. Merubah Nalar Islam yang

logosentris menjadi Nalar Keilmuan Modern, mengubah tradisi (turats)

klasik, scholastic menjadi renaissance/ aufklarung/ pencerahan

menggunakan metode historisisme kritis, hermeunetika, dan juga

semiotik. Pemikiran Arkoun ini berimplikasi memunculkan Islamic

32

Mohammed Arkoun, Rethinking Islam: Common Questions, Uncommon

Answers, Kata Pengantar Robert D. Lee, Terj. Yudian W. Asmin dan Latiful Khuluq,

Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 161. 33

Moham33

Mohammed Arkoun, Rethinking Islam: Common Questions,

Uncommon Answers, Kata Pengantar Robert D. Lee, Terj. Yudian W. Asmin dan

Latiful Khuluq, Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 161. med Arkoun, Nalar Islam dan nalar Modern: Berbagai Tantangan dan

Jalan Baru, terj. Rahayu S. Hidayat, Cet. I, (Jakarta: INIS, 1994), hal.285

Page 23: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

Studies yang tidak hanya menghasilkan ilmu Fiqh, Ilmu tasawuf, Ilmu

Kalam, Ilmu Akhlak akan tetapi memunculkan ilmu-ilmu Islamic

Studies yang berkaitan dengan Social Science, Humanities.

Pemikiran Arkoun ini berbeda dengan pemikir-pemkir

sebelumnya, misalnya Sayyed Husein Nashr yang lebih menonjolkan

filsafat dan tasawufnya, Ismail Raji Al- Faruqi dan Sayed Naguib Al-

Attas yang lebih mengedepankan nuansa Islamisasi ilmu pengetahuan,

Fazlur Rahman yang tidak tegas dalam menguraikan metodologi dan

alat keilmuan yang diperlukan dalam mencapai rekonstruksi sistematis

yang diharapkan dan justru cenderung ragu untuk memilih model

pemikiran normative atau historis empiris, dan juga Hasan Hanafi yang

menonjolkan bobot kalam dan filsafatnya, dan Arkoun dengan tegas

memilih historis empiris.34

Arkoun juga mengkritisi pemikiran Thaha

Husein dan Ali Abd Raziq sebagai pemikir yang tidak bijaksana dalam

mencari dasar untuk mencari kompromi antara kebebasan intelektual

yang tercerahkan dengan prasangka keagamaan pada masanya. Akan

tetapi Arkoun dapat ditempatkan posisinya seperti tokoh Edward Said,

Fatima Mernissi, Hassan Hanafi yang melihat pembacaan teks sebagai

tindakan politik, dan juga dapat ditempatkan seperti tokoh Nashr

Hamid Abu Zaid yang menempatkan teks al-Qur’an sebagai sebuah

hasil sosial budaya dan mengajukan pembacaan Al-Qur’an dengan

perspektif ilmu semiotik historis.35

Menurut Amin Abdullah, karena

wilayah yang dikaji oleh Arkoun merupakan wilayah kajian

34

Amin Abdullah, Arkoun dan Kritik Nalar Islami” dalam Meuleman

(penyunting), Tradisi, Kemodernan dan Metamodernisme, Memperbincangkan

Pemikiran Mohammed Arkoun, cet.II (Yogyakarta: LKIS, 1996), hal.1-6

35 Richard C. Martin, Mark R. Woodward, Dwi S. Atmaja, Defenders of

Reason Islam, Mu’tazilism From Medieval School to Modern Symbol (Newyork: One

world, 1977), hal. 205

Page 24: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

epistimologi murni sehingga kurang menyentuh langsung pada

bangunan pemikiran keagamaan dan menyebabkan karya Arkoun tidak

banyak diminati oleh masyarakat pengikut berbagai agama dan juga

bahasanya terlalu rumit sehingga agak menyulitkan bagi yang

mengkajinya, akan tetapi pemikiran Arkoun ini merupakan pemikiran

yang membuka horizon pemikiran bagi kaum akademisi Islam.36

F. PENUTUP

Usaha Arkoun untuk menggabungkan antara nalar Islam dan

nalar Modern yaitu meggabungkan rasionalitas, sikap kritis dan cita-

cita umat Islam yang ideal. Nalar Islami yang dicita-kan Arkoun

merupakan pemikiran Islami yang diperbaharui dengan semangat

keagamaan dan besarnya angan-angan dan cita-cita sosial yang

dikuasai oleh nalar Modern. Cita-cita ini dibangun dari berbagai unsur

sejarah, realitas sosial dan lingkungan komunitas umat dan diwujudkan

kembali menjadi berbagai citra dan nilai-nilai di masa depan. Arkoun

mengajak kepada para intelektual untuk membahas ide- ide Islam

dengan metode dan pendekatan interdisipliner modern sehingga akan

membuka lapangan kajian baru dengan mendekonstruksi pemikiran

Islam. Dengan demikian Arkoun dikategorikan sebagai pemikir Islam

pascamodern atau menuju meta-modern yang menolak agama yang

adalam sejarah Arab –Islam merupakan variabel pembentuk

tradisi/turath dan angan-angan sosial serta keterkaitannya pada dunia.

Kekurangan dari pemikiran Arkoun adalah tidak dilengkapinya

36

Amin Abdullah, Arkoun dan Kritik Nalar Islami….hal. 1-6

Page 25: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

instrumen untuk merekonstruksi sehingga nalar yang dianalisa tersebut

hanya sebuah pemikiran yang hanya sekedar teori.37

37

Ibid….hal. 6

Page 26: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

DAFTAR PUSTAKA

Alwi Shihab, Islam Inklusif, cet. Ke.5 Bandung: Mizan, 1999

A. Luthfie As Syaukani,”Tipologi dan wacana Pemikiran Arab”

dalam Jurnal paramadina, Vol. I. No. I/ 1998.

John L. Esposito, The Oxford Encyclopedy of The Modern Islamic

World, Vol. I. New York: Oxford University Press, 1955

Johan H. Meuleman, Tradisi, Kemodernan dan Metamodernisme,

Memperbincangkan Pemikiran Mohammed Arkoun, Yogyakarta: LKIS,

1996

Machasin, Mohammed Arkoun: Berbagai Pembacaan Al-Qur’an,

Johan Henrik Meuleman (penyunting). Jakarta: INIS, 1997

Mohammad Arkoun, “Menuju Pendekatan Baru Islam”, dalam Jurnal Ilmu

dan kebudayaan Ulumul Qur’an, No.7. Vol.II.1990/1411

Mohammed Arkoun, Nalar Islam dan nalar Modern: Berbagai

Tantangan dan Jalan Baru, terj. Rahayu S. Hidayat, Cet. I, Jakarta: INIS,

1994

---------------------------, Rethinking Islam: Common Questions,

Uncommon Answers, Kata Pengantar Robert D. Lee, Terj. Yudian W.

Asmin dan Latiful Khuluq, Cet. I ,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996

---------------------------,, Tarikhiyah al-Fikr al-Araby al-Islami,

Beirut: Markaz al-Inma’ al-Qaumi, 1996

---------------------------,, Islam Kemarin dan Hari Esok, Bandung:

Pustaka, 1997

---------------------------,, “Rethinking Islam Today”, dalam Charles

Kurzman (Ed.) Liberal Islam A Source Book, New York: Oxford University

Press, 1998

Page 27: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Jika ditelusuri secara historis pendapat tersebut tidaklah salah ... Al-Fikr al-Islamy, Naqd wa Ijtihad, Al-Islam al-Akhlaq wa al-Siyasah,

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

Mohammad Nasir Tamara, “Mohammad Arkoun dan Islamologi

Terapan”, dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Vol. I. 1989

M. Amin Abdullah, “Arkoun dan Kritik Nalar Islam” dalam Tradisi

Kemodernan dan Modernisme: Membincangkan Pemikiran Arkoun,

Penyunting, JH. Meuleman, Yogyakarta: LKIS, 1994

Richard C. Martin, Mark R. Woodward, Dwi S. Atmaja, Defenders

of Reason Islam, Mu’tazilism From Medieval School to Modern Symbol ,

Newyork: One world, 1977.

Ruslani, Masyarakat Kitab dan Dialog Antar Agama, Yogyakarta:

Yayasan Bentang Budaya, 2000

Suadi Putro, Mohammad Arkoun tentang Islam dan Modernitas,

Jakarta: Paramadina, 1998

St. Sunardi, “Membaca Qur’an Bersama Mohammed Arkoun”

dalam Meuleman (Penyunting), Tradisi Kemodernan dan Modernisme:

Membincangkan Pemikiran Arkoun, Penyunting, JH. Meuleman,

Yogyakarta: LKIS, 1994