kdk dm-edit (10oktober13).doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit diabetes melitus (DM) atau yang dikenal dengan penyakit kencing manis
merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yaitu peningkatan
kadar gula (glukosa) dalam darah. Penyakit diabetes atau kencing manis saat ini merupakan
ancaman serius bagi penduduk dunia. Penderita diabetes melitus ini rentan terhadap
serangkaian komplikasi kronis yang menyebabkan kematian dan kesakitan prematur.
Sebagian penderita tidak pernah mengalami masalah ini tetapi penderita lain dapat
mengalaminya sejak awal. Rata-rata gejala ini terjadi 15 sampai 20 tahun setelah terjadinya
hiperglikemia. Jika tidak dikendalikan dengan baik, penderita diabetes melitus dapat
mengalami beberapa komplikasi secara bersamaan pada organ-organnya atau satu masalah
yang mendominasi, yang meliputi kelainan vaskuler, retinopati, nefropati diabetik, neuropati
diabetik dan ulkus kaki diabetik.(1)
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM
sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian
epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di
Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan
prevalensi dari tahun ketahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada
tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan
asumsi prevalensi DM sebesar 4% akan didapatkan 7 juta pasien DM. (1)
Masalah khusus pada pasien diabetik adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan
tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan abnormal sekunder karena
neuropati diabetik. Masalah ini diperjelas jika terdapat distorsi tulang kaki. Pembentukan
kalus biasanya.merupakan kelainan awal. Karena itu semua pasien dengan ulkus harus
menjalani pemeriksaan sinar-X kaki. (1)
Di Amerika Serikat ternyata 50-70% dari amputasi kaki kasus non-traumatik
disebabkan oleh diabetes melitus, hal ini mencakup sekitar 20.000 sampai 30.000 amputasi
kecil maupun besar setiap tahun. Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi diabetisi, yang
menempatkan pelayanan kesehatan primer sebagai ujung tombak, peran dokter umum
menjadi sangat penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas
oleh dokter umum. Diabetisi yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik
dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait atau pada tim pengelola DM pada tingkat lebih
1
tinggi di rumah sakit rujukan. Demikian pula diabetisi dengan glukosa darah yang sukar
dikendalikan dan diabetisi dengan penyulit perlu dikonsultasikan ke pengelola yang lebih
tinggi. Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya setelah
penanganan di Rumah Sakit Rujukan selesai. (2)
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang akan diderita seumur hidup.
Dalam pengelolaan penyakit tersebut selain dokter, perawat, ahli gizi/dietisien serta tenaga
kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien dan
keluarganya guna memahami lebih jauh tentang perjalanan penyakit DM, pencegahan
penyulit, DM, dan penatalaksanaannya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan
mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Dalam konteks ini keberadaan
organisasi perkumpulan diabetisi seperti PERSADIA dan para edukator diabetes yang
terhimpun dalam Perhimpunan Edukator Diabetasi Indonesia (PEDI), menjadi sangat
dibutuhkan. yang akan membantu meningkatkan semaksimal mungkin. (2)
Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna serta untuk
menekan angka kejadian penyulit DM, diperlukan suatu standar pelayanan bagi para
diabetisi. Penyempurnaan dan revisi secara berkala standar pelayanan harus selalu
dilakukan dan disesuaikan dengan kemajuan ilmu mutakhir, sehingga dapat diperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya bagi diabetisi. (2)
Pendekatan penatalaksanaan diabetes mellitus tipe terbagi menjadi tiga tingkat :
Penatalaksanaan Standar
Merupakan penatalaksanaan berdasar evidence-based dan cost-effective yang
dilakukan di Negara-negara dengan dasar pelayanan kesehatan yang sudah maju dan
mengalokasikan porsi cukup besar untuk pembiayaan pelayanan kesehatan pada
anggaran negaranya. Penatalaksanaan standar seharusnya tersedia bagi semua diabetisi,
dan semua sistem pelayanan kesehatan sebaiknya dapat mencapai tingkat
penatalaksanaan ini.
Penatalaksanaan Minimal
Penatalaksanaan minimal bertujuan untuk mencapai sebagian besar diabetisi.
Dilakukan pada pusat pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (obatan sumber
daya manusia, teknologi, dan prosedur).
Penatalaksanaan Komprehensif
Merupakan penatalaksanaan yang memerlukan teknologi kesehatan yang lengkap dan
terkini bagi diabetesi, dengan tujuan mencapai hasil yang terbaik. Penatalaksanaan
komprehensif pada umumnya dilakukan pada pusat rujukan pelayanan kesehatan.
2
BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Identitas Pasien dan Keluarga
Identitas Pasien
• Nama : Muslim
• Jenis kelamin : laki-laki
• Usia : 53 tahun
• Status Pernikahan : Menikah
• Alamat : Jl. Brengkel II RT 002 RW 009 Desa Salaman
Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
• Agama : Islam
• Suku Bangsa : Jawa
• Pendidikan : SD
• Pekerjaan : Buruh
Identitas Kepala Keluarga
• Nama : Muslim
• Jenis kelamin : laki-laki
• Usia : 53 tahun
• Status Pernikahan : Menikah
• Alamat : Jl. Brengkel II RT 002 RW 009 Desa Salaman
Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
• Agama : Islam
• Suku Bangsa : Jawa
• Pendidikan : SD
• Pekerjaan : Buruh
3
Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah
No NamaKedudukan
dalam KeluargaJK
Umur
(th)Pendidikan Pekerjaan Ket.
1. Muslim KK L 53 SD Buruh Sakit
2. Siti
Nuryati
Istri KK P 45 SD Buruh Sehat
3. Rofiq Nur
Salim
Anak KK L 20 SLTA Tidak bekerja Sehat
Gambar 1. Pohon Keluarga
Keterangan :1 & 2 orang tua penderita3 & 4 mertua penderita5 penderita : ulcus diabetik6 istri penderita : sehat7 & 8 anak penderita : sehat
Resume Penyakit Dan Penatalaksanaan Yang Sudah Dilakukan
Anamnesi s
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 10 Februari 2014 pukul
11.00 WIB dan dilanjutkan pada tanggal 14 Februari 2014 pada pukul 14.00di rumah pasien
di Jl. Brengkel II Desa Salaman, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
- Keluhan Utama :
Kaki kiri luka karena tertimpa batu sejak 3 minggu yang lalu
4
5
7 8
4321
6
- Keluhan Tambahan :
Cepat lelah dan berat badan turun
- Riwayat Penyakit Sekarang
3 minggu SMRS, pasien datang ke Puskesmas Salaman 1 dengan keluhan kaki
kirinya luka karena tertimpa batu.Luka yang ditimbulkan cukup besar berukuran
sekitar 8 cm x 3 cm, dan pasien merasa awalnya luka tidak sebesar itu. Awalnya
pasien merasa kakinya nyeri, merah dan bengkak tetapi keluhan itu sudah berkurang
sekarang.Sebelum tertimpa batu, pasien mengaku kakinya memang sering terasa
kesemutan.Pasien telah mencoba mengobati lukanya tersebut dengan betadine tetapi
luka tersebut sulit kering dan malah menghitam. Pasien menyangkal adanya bau-
bauan tidak sedap yang muncul dari kakinya yang menghitam tersebut maupun
adanya nanah. Pasien mengaku memang menderita penyakit kencing manis. Pasien
juga mengalami penurunan berat badan semenjak sakit kencing manis tetapi merasa
lebih cepat lapar dan haus. Pasien mengatakan bahwa iasering terbangun malam hari
untuk buang air kecil. Setelah 5 tahun di didiagnosis sakit kencing manis oleh dokter,
pasien tidak teratur control, sehingga gula darahnya sering tetap tinggi.
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan dalam berhubungan seksual
dengan sang istri.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku mempunyai penyakit kencing manis sejak 5 tahun yang lalu,
tidak ada riwayat sakit jantung, darah tinggi, ginjal maupun asma
- Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit diabetes
mellitus, pasien juga mengaku tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
jantung dan darah tinggi, penyakit asma disangkal, penyakit ginjal dan penyakit paru
disangkal. Pasien belum pernah di operasi, tetapi pernah dirawat di puskesmas karena
diabetes mellitus.
- Riwayat Kebiasaan
Pasien sering mengkonsumsi makanan manis dan merokok. Pasien
menyangkal meminum-minuman alcohol, Pasien mengaku tidak mempunyai waktu
khusus untuk berolahraga.
5
Pemeriksaan Fisik
Tanggal 10 Februari 2013 pukul 11.00 WIB di kediaman pasien
Keadaan umum : Tampak Sehat
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
• Tekanan darah : 120/80 mmHg TB : 160 cm
• Nadi : 80 x/menit BB : 68 kg
• Suhu : 36,50 C BMI : 26,56
• Pernapasan : 20x/menit
Status Generalis
• Kepala : Normosefali
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Telinga : Normotia, benjolan (-), oedem (-), nyeri tekan (-)
• Hidung : Normosepti, sekret (-), deviasi septum (-)
• Bibir : pucat (-), sianosis (-)
• Tenggorok : T1-T1, faring hiperemis (-), granulasi (-), nyeri telan (-)
• Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-/-)
• Thoraks :
Paru - paru
• Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, gerak thoraks pada pernafasan simetris,
sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, retraksi (-/-)
• Palpasi : Gerak nafas simetris tidak ada yang tertinggal, vokal fremitus
simetris
• Perkusi : Kedua hemitoraks berbunyi sonor
• Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonchi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
• Inspeksi : iktus kordis terlihat pada ICS V mid klavikularis kiri
• Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral mid klavikularis kiri
• Perkusi : Nyeri ketuk (-), batas-batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen
Inspeksi : Buncit, Caput Medusae (-), Smilling umbilikus (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
6
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas atas
• Inspeksi : sianosis (-/-), edema (-/-)
• Palpasi : Suhu hangat, edema (-/-)
Ekstremitas bawah
• Inspeksi : Sianosis (-/-), edema (-/-), terdapat luka kehitaman di maleolus
medialis sinistra
• Palpasi : Suhu hangat, edema (-/-)
Hasil Laboratorium (30 Agustus 2013 di laboratorium puskesmas salaman I)
• GDS : 370 mg/dl
Diagnosis Kerja
Diabetes Mellitus Tipe 2
Ulcus diabetikum grade 1
Rencana Penatalaksanaan
A. Medikamentosa :
- Insulin
B. Nonmedikamentosa :
1. Diet ( jumlah, jenis, jadwal )
- Sumber vitamin dan mineral: sayuran 2-3 porsi/penukar, buah 2- 4 porsi/penukar sehari.
- Sumber protein: lauk hewani 3 porsi/penukar, lauk nabati 2-3 porsi/penukar sehari.
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Sukrosa tidak boleh
lebih dari 5% total asupan energi. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai
pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian.
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Lemak jenuh < 7 %
kebutuhan kalori. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %. Bahan makanan yang perlu dibatasi
adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
- Protein dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik
adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk
susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
7
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh) garam dapur.
- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
- Kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
- Berat badan ideal = 90% x (160 - 100) x 1 kg= 54.
- kebutuhan kalori basal : 30 kal x 54 = 1.620 kkal
- Dikurangi factor usia: 5% x 1620= 81
- Ditambah aktifitas fisik: 30% x 1.620= 486
- Dikurangi factor kegemukan: 30% x 1.620 = 486
- Total= 1539 kkal/hari
- Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-15%) di antaranya.
2. Olahraga teratur
Olahraga yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus, diantara lain adalah :
a) Aerobik
Latihan aerobik membuat jantung dan tulang kuat, mengurangi stress dan
meningkatan aliran darah. Aerobik juga menurunkan risiko DM tipe 2, penyakit
jantung dan stroke dengan menjaga kadar gula, kolesterol dan tekanan darah dalam
rentang normal.
- Contoh latihan aerobik yang dapat dilakukan adalah berjalan cepat, mengikuti
kelas aerobik, berenang, bersepeda atau mendayung.
- Latihan aerobik dilakukan selama 30 menit minimal 5 kali seminggu, untuk
permulaan dilakukan 5- 10 menit sehari, lalu tingkatkan secara bertahap setiap
minggu.
b) Angkat beban (weight lifting)
Latihan angkat beban dapat membantu meningkatkan kekuatan tulang dan otot
sambil membakar lemak, serta menjaga kepadatan tulang. Lakukan latihan beban 2-3
kali seminggu sebagai tambahan latihan aerobik.
8
Latihan beban dapat dilakukan dengan sit up, push up, angkat barbel (jika tidak
terdapat barbel bisa diganti dengan benda dengan berat serupa, contoh : aqua botol
yang terisi air)
c) Peregangan (stretching)
Stretching atau peregangan dapat mencegah kram otot, kekakuan dan cedera otot.
Lakukan latihan peregangan 5 – 10 menit sebelum berolah raga (pemanasan) dan
lakukan lagi setelah berolah raga (pendinginan).
3. Edukasi
1) Mengenai dasar dasar pengetahuan penyakit DM, yaitu :
Perjalanan penyakit DM, perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit
DM dan risikonya, Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target
perawatan, Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain.
2) Penatalaksanaan Kaki diabetik
a) Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease:
- Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air
- Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas, kemerahan,
atau luka
- Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya
- Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih (cuci kaki setiap hari menggunakan sabun
yang lembut dan air hangat), tidak basah, dan mengoleskan krim pelembab ke kulit yang
kering
- Potong kuku secara teratur dan jangan memotong kuku terlalu pendek serta jangan
memotong hinga ujung
- Keringkan kaki, sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi
- Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung
jari kaki
- Kalau ada kalus atau mata ikan jangan dihilangkan sendiri
- Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus untuk kaki
diabetik
- Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi
- Jangan gunakan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk kaki
9
b) Sepatu khusus kaki diabetic
- harus dapat melindungi kaki (tertutup), tidak membuat kaki lecet, terbuat dari bahan kulit
yang lembut atau bahan yang tidak kaku, dan bahan yang empuk.
- Harus nyaman dipakai sehingga bisa menunjang aktivitas pemakainya.
- Sebaiknya dibagian tumitnya empuk, bagian depannya lebar dan sol sepatunya cukup
tebal
- Sebaiknya sesuai dengan bentuk kaki pemakai.
3) Komplikasi akut yang dapat terjadi, yaitu hipoglikemi
a) Mengenali gejala hipoglikemia, yaitu : perasaan seperti melayang, lemas,rasa
lapar, keringat dingin, mengantuk, gelisah, detak jantung berdebar
b) Menelaah apa penyebab Penyebab terjadinya hipoglikemi :
- olah raga yang berlebih dari biasanya
- dosis obat diabetes berlebihan
- jadwal makan yang tidak tepat dengan obat diabetes yang diminum
- menghilangkan atau tidak menghabiskan makan atau snack
- minum alkohol
- tidak pernah kontrol sehingga obat yang diberikan dosisnya tidak tepat
c) Pencegahan terjadinya hipoglikemia
- makan tepat pada waktunya
- jangan melewatkan makan atau snack
- belajar untuk menyesuaikan olah raga dengan makanan dan obat diabetes
- test gula darah sesuai dengan jadwal yang ada
d) Penatalaksanaan segera
10
Perlakuan langsung melibatkan menaikkan gula darah sedini mungkin dengan
mengkonsumsi salah satu makanan ini dengan cepat, yaitu : gula, jus buah, susu,
madu
Langkah selanjutnya adalah, apabila keadaan umum dan keluhan keluhan
sudah mulai membaik setelah diberikan asupan gula secara cepat, dianjurkan
segera memeriksakan kadar gula darah dalam waktu 15menit untuk memastikan
bahwa kadar gula darah sudah dalam batasan normal (bila memungkinkan bisa
lakukan pengecekan di puskesmas)
Hasil Penatalaksanaan Medis
Keluhan pasien berkurang.
• Faktor pendukung :
Pasien rutin minum obat
Faktor penghambat:
Pasien tidak teratur kontrol
Pasien tidak mengatur pola makan dengan baik
Pasien jarang berolahraga
• Indikator keberhasilan
Perbaikan keadaan umum
11
Tabel Permasalahan Pada Pasien
Tabel 3. Tabel Permasalahan Pada Pasien
No. Risiko & masalah
kesehatan
Rencana pembinaan Sasaran
1. Gula darah tinggi Menurunkan gula darah dengan
obat
Pasien
2. Pola makan Penyusunan jadwal, jenis dan
jumlah diet
Pasien
3. Pola hidup Pengaturan jadwal olahraga
minimal 1x/minggu
Pasien
4. Kurang teratur untuk kontrol
kesehatan
Edukasi dan pengaturan jadwal
control
Pasien
Identifikasi Fungsi Keluarga
• Fungsi Biologis
Dari wawancara dengan penderita diperoleh keterangan bahwa penderita belum
pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, tapi mengalami diabetes mellitus sejak
5 tahun yang lalu.
• Fungsi Psikologis
Penderita tinggal bersama istri dananak keduanya. Hubungan antara penderita
dengan anaknya baik. Penderita dan istrinya masih sama-sama bekerja sebagai buruh.
Anak penderita tamatan SLTA dan saat ini belum bekerja.Pasienmempunyai
kepribadian yang terbuka dan ramah terhadap orang lain.
• Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dan keluarganya dipenuhi oleh gabungan
penghasilan pasien beserta istrinya.Pendapatan perbulan kurang lebih 1 juta rupiah.
Uang tersebut dipakai untuk kebutuhan rumah tangga seperti listrik, PAM dan makan.
Pasien dan keluarganya punya JAMKESMAS tetapi belum diperpanjang sehingga
sekarang JAMKESMAS tidak dapat digunakan.
• Fungsi Pendidikan
Penderita bersekolah sampai SD
• Fungsi Religius
12
Penderita seorang Muslim dan keluarga yang lain memeluk agama Islam,
menjalankan ibadah agama secara rutin (sholat dan pengajian). Penerapan nilai agama
dalam keluarga baik.
• Fungsi Sosial dan Budaya
Penderita dan keluarga tinggal di desa Salaman di kawasan pemukiman yang
tidak padat penduduk. Penderita dan keluarga dapat diterima dengan baik di lingkungan
rumahnya. Komunikasi dengan tetangga baik. Keluarga penderita aktif dalam kegiatan
di lingkungan yang rutin dilakukan.
Pola Konsumsi Penderita
Frekuensi makan besar 3x sehari, diselingi dengan makanan ringan. Penderita
biasanya makan di rumah. Jenis makanan dalam keluarga ini bervariasi. Variasi
makanan sebagai berikut : nasi, lauk (tahu, tempe, telur), sayur (kangkung, bayam, dll),
air minum (air putih, teh). Pasien jarang mengkonsumsi ayam, daging. Air minum
berasal dari air sumur pompa yang dimasak sendiri. Pasien sering konsumsi makanan
manis manis sebagai makanan ringannya.
Identifikasi Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan
• Faktor Perilaku
Penderita bekerja sebagai buruh. Penderita jarang kontrol kesehatan ke
puskesmas karena diakui tidak mempunyai waktu di sela sela jam kerjanya. Penderita
sering mengkonsumsi makanan manis sebagai cemilan (makanan ringan)
• Faktor Lingkungan
Tinggal dalam lingkungan padat penduduk, dimana kebersihan di dalam rumah
cukup baik. Pencahayaan di dalam rumah cukup dan sirkulasi udara berjalan cukup
lancar. Sumber air minum berasal dari PAM dan dimasak sebelum diminum. Buang air
besar menggunakan jamban di wc sendiri dalam rumah yang langsung dibuang ke
septitank. Untuk pembuangan limbah, dibuang ke got dan mengalir ke saluran kota, dan
tersedianya tempat pembuangan sampah di luar rumah.
• Faktor Sarana pelayanan kesehatan
Terdapat Puskesmas Salaman yang berjarak <6 km.
• Faktor keturunan
Tidak ada yang keluarga yang memiliki riwayat diabetes
13
Identifikasi Lingkungan Rumah
• Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah pasien terletak di Desa salaman, Kecamatan Salaman, Kabupaten
Magelang, dengan ukuran rumah 8x10 m2, bentuk bangunan 1 lantai. Rumah tersebut
ditempati oleh 3 orang. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1
ruang tamu, 1 ruang makan, 1 ruang keluarga, 1 kamar mandi, 1 jamban, dan 1 dapur
di bagian belakang rumah dan garasi.
Rumah tidak mempunyai langit-langit dan memiliki dinding tembok, lantai dari
semen. Penerangan dalam rumah dan kamar cukup sehingga rumah cukup terang dan
tidak terasa lembab. Ventilasi dan jendela kurang memadai, yaitu dengan luas < 10 %
dan selalu dibuka. Cahaya matahari masuk lewat pintu dan jendela. Tata letak barang di
rumah cukup rapi. Sumber air bersih dari pompa air untuk minum maupun cuci dan
masak. Air minum dimasak sendiri. Fasilitas MCK terdapat kamar mandi yang
menggunakan jamban dan sudah memiliki septic tank yang berjarak >10 m dari sumber
air minum. Kebersihan dapur cukup, tidak ada lubang asap dapur, namun asap dapur
langsung mengarah ke jendela. Pembuangan air limbah ke saluran limbah kota dan
saluran limbah mengalir lancar. Ada tempat pembuangan sampah dan tertutup dan
hanya berupa lubang. Jalan di depan rumah lebarnya 4 meter terbuat dari tanah.
Kebersihan lingkungan di sekitar rumah cukup.
Gambar 3. Denah Rumah
14
Diagnosis Fungsi Keluarga
• Fungsi Biologis
Dari hasil wawancara
• Fungsi Psikologis
• Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik
• Hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat baik.
• Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Kesan sosial ekonomi kurang dilihat dari pendapatan uang pensiun sebesar
Rp.1.000.000 per bulan.
• Fungsi Religius dan Sosial Budaya
Termasuk keluarga yang taat beragama. Hubungan keluarga dan pasien
dengan tetangga baik, komunikasi berjalan dengan lancar. Tidak terdapat
keterbatasan hubungan antara pasien dan masyarakat.
• Faktor Perilaku
Penderita kurang memperhatikan kesehatannya, jarang kontrol kesehatan ke
puskesmas karena diakui tidak mempunyai waktu di sela sela jam kerjanya.
Penderita sering mengkonsumsi makanan manis sebagai cemilan (makanan
ringan).
• Faktor Non perilaku
Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah sangat dekat. Jarak antara rumah
pasien dengan puskesmas < 10 km.
Diagram Realita Yang Ada Pada Keluarga
Gambar 4. Diagram Realita
15
Puskesmas Salamandengan jarak <6 km
Kurang memperhatikan kesehatan, jarang
kontrol ke puskesmas
Status Kesehatan
Yankes Lingkungan
Perilaku
Genetik Tidak terdapat riwayat
keturunan yg menderita
dm
Diabetes Mellitus Tipe 2
Ulcus diabetikum grade 1
Pembinaan Dan Hasil Kegiatan
Tabel 4. Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Tanggal Kegiatan yang dilakukan Keluarga
yang
terlibat
Hasil Kegiatan
20
September2013
Perkenalan, Melakukan
anamnesis pemeriksaan fisik
kepada pasien di rumah
Pasien dan
istri pasien
Mendapatkan diagnosis
kerja pasien
22
September2013
• Mengamati keadaan
kesehatan rumah dan
lingkungan sekitar
• Memberikan
penjelasan kepada pasien dan
keluarga pasien mengenai
penyakit Diabtes mellitus,
komplikasi, pengobatan
pencegahan, faktor resiko.
• Edukasi mengenai
pola makan, dan kontrol gula
darah serta efek jangka
panjang dari gula darah yang
tidak terkontrol
• Edukasi kepada
keluarga pasien untuk
selalu memotivasi dan
mendukung pasien
untuk mengontrol gula
darah dan pola makan
merokok.
Pasien dan
keluarga
Pasien dan
keluarga
Pasien, istri dan anak
pasien dapat memahami
penjelasan yang diberikan
dan diharapkan dapat
merubah pola hidup
Pasien, istri dan anak
mengerti tentang penyakit
Diabetes Mellitus dan
cara menangani penyakit
tersebut.
16
Kesimpulan Pembinaan Keluarga
• Tingkat pemahaman :
Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukancukup baik.
• Faktor pendukung :
• Penderita dan keluarga dapat memahami dan menangkap penjelasan yang
diberikan tentang penyakit diabetes mellitus itu sendiri.
• Keluarga yang kooperatif dan adanya keinginan untuk hidup sehat
• Faktor penyulit : -
• Indikator keberhasilan : pasien mengetahui risiko dan bahaya dari penyakit itu sendiri.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut American Diabetes Association(ADA) 2005, Diabetes Melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-keduanya. Sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa Diabetes Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin
absolute atau relative dan gangguan fungsi insulin. (3)
Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada table 1.
Tipe 1 Destruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute :
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes
Melitus
Gestasional
DM ditegakkan apabila kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200
mg%. Jika didapatkan nilai di bawah 100 mg% berarti bukan DM dan
bila nilainya diantara 100-200 mg% belum pasti DM. Pada wanita
hamil, sampai saat ini pemeriksaan yang terbaik adalah dengan test
tantangan glukosa yaitu dengan pembebanan 50 gram glukosa dan
kadar glikosa darah diukur 1 jam kemudian. Jika kadar glukosa darah
18
setelah 1 jam pembebanan melebihi 140 mg% maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan test tolesansi glukosa oral. Gangguan DM terjadi
2% dari semua wanita hamil, kejadian meningkat sejalan dengan
umur kehamilan, tetapi tidak merupakan kecenderungan orang
dengan gangguan toleransi glokusa, 25% kemungkinan akan
berkembang menjadi DM. DM gestasional merupakan keadaan yang
perlu ditangani dengan professional, karena dapat mempengaruhi
kehidupan janin/ bayi dimasa yang akan datang, juga saat persalinan.
Tabel 1.Klasifikasi Etiologis DM
Patofisiologi
Pada defisiensi insulin akut, akan tejadi hiperglikemia karena pengaruh insulin pada
metabolisme glukosa tidak ada. Penimbunan glukosa di ekstrasel menyebabkan
hiperosmolaritas. Transpor maksimal glukosa akan meningkat di ginjal sehingga glukosa
diekskresikan ke dalam urin. Hal ini menyebabkan diuresis osmotik yang disertai kehilangan
air(poiluria), Natrium dan Kalium dari ginjal, dehidrasi, dan kehausan. Meskipun kehilangan
Kalium dari ginjal, tetapi tidak terjadi hipokalemia karena sel melepaskan Kalium akibat
penurunan aktivitas kotranspor natrium-kalium-2clorin dan natrium-kalium-ATPase. (4)
Jika terdapat defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi asam amino di otot
dan jaringan lain. Pemecahan otot bersama dengan gangguan elektrolit akan menyebabkan
kelemahan otot. Lipolisis yng telah tejadi menyebabkan pelepasan asam lemak kedalam
darah(hiperlipidasidemia). Hati menghasilkan asam asetoasetat dan asam hidroksibutirat-B
dari asam lemak. Penumpukan asam ini akan menyebabkan asidosis, yang memaksa pasien
untuk bernafas dalam. Beberapa asam ini akan terjadi aseton. (4)
19
Gambar 1. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun
kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
20
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat dikemukakan pada diabetesi. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut dibawah ini. (5)
Keluhan klasik DM berupa : poliria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama jika keluhan klasik
ditemukan. maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan TTGO. Meskipun TTGO beban 75g glukosa
lebih sensitif dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan. Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah
dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan
untuk diagnosis DM.
1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dL (11,1 mmo/L)
Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM+Kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dL
(7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L)
GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6 -6,9 mmol/L)
21
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak)
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama proses
pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidakmerokok
Pemeriksaan penyaring
MASUKIN SCREENING UTK ANAKNYA
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun
tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan
pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.
Pasien dengan TGT dan GDPTjuga disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya
DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. (5)
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor
risiko DM sebagai berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m2 yang disertai dengan faktor risiko:
kebiasaan tidak aktif
turunan pertama dan orang tua dengan DM
riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau riwayat DM-
gestasional
hipertensi (≥140/90 mmHg)
kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL
menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
22
adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya
memiliki riwayat penyakit kardiovaskular.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa
oral (TTGO) standar.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan (skrining masal) tidak dianjurkan mengingat
biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang
diketemukan ada kelaianan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat
pemeriksaan untuk penyakit Lain atau general check up. Kadar glukosa darah sewaktu dan
glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada table 3.
Bukan DM Belum pasti
DM
DM
Kadar Plasma vena <100 100-199 ≥ 200
Glukosa darah
sewaktu (mg/dL) Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa
darah puasa(mg/dL) Plasma vena <100 100-125 ≥126
Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM (mg/dL)
Catatan:untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil dilakukan
pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko
lain pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Pilar Penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi Farmakologis
23
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin
dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala
hipoglikemi dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. (6)
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien
dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Masalah khusus yang dihadapi (misalnya: hiperglikemia pada kehamilan)
Pentingnya perawatan diri
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku
memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.
24
2. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain dan pasien itu sendiri)
Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya
guna mencapai target terapi
Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang
berserat tinggi
Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi
Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan
yang sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti
jumlah besar gula misalnya pada minuman ringan dan permen
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25 % kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
penuh (whole milk).
25
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal
dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty
Acicf), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan Asam
lemak jenuh.
Protein
Dibutuhkan sebesar 15 - 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang, dan kacang-
kacangan (Leguminosa), tahu, tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0.8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi.
Garam
Anjuran asupan natrium untuk diabetisi sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
g (1 sendok teh) garam dapur.
Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6 gr/hari
garam dapur, terutama pada mereka yang hipertensi.
Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum, penyandang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat larut.
Pemanis
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak
bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol, mengandung 2 kalori /g
Batasi penggunaan pemanis bergizi. Dalam penggunaannya pemanis
bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
26
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan para diabetisi karena efek
samping pada lipid plasma.
Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily intake / ADI).
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
diabetisi. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, tiitambah
dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur,
aktifitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus
Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi hadan di bawah 160 cm dan wanita di
bawah .150 cm, rumus modifikasi menjadi:
Berat badan ideal = (TB dalam cm -100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10%
Kurus : < BBI - 10%
Gemuk : > BBI + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks
massa tubuh dapat dihitung dengan rumus IMT = BB (kg)/TB(m2) Klasifikasi
IMT*
BB kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥ 23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes ≥ 30*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective;
Redefining obesity and its treatment
27
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan
kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg
BB.
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%
untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60
s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, diatas 70 tahun
Aktifitas Fisik atau Pekerjaan
kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktifitas
fisik
penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada
kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktifitas ringan 30%
dengan aktifitas sedang, dan 50% dengan aktifitas sangat berat
Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat
kegemukan
Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600
kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore
(25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan secara
bertahap disesuaikan dengan kebiasaan. Untuk diabetisi yang mengidap
penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.
28
C. Pilihan Makanan
Pilihan makanan untuk diabetisi dapat dijelaskan melalui piramida
makanan untuk diabetisi (lihat lampiran 1)
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
Badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang, latihan jasmani sebaiknya
disesuiakan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan
Kurangi aktifitas
Hindari aktifitas sedenter
Misalnya, menonton televise, menggunakan internet, main
game computer
Persering Aktifitas
Mengikuti olahraga rekreasi
dan beraktifitas fisik tinggi
pada waktu liburan
Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola
Aktifitas Harian
Kebiasaan bergaya hidup
sehat
Misalnya, berjalan kaki ke pasar (tidak menggunakan mobil),
menggunakan tangga (tidak menggunakan lift), menemui
rekan kerja (tidak hanya melalui telepon internal), berjalan-
jalan
Tabel 4. Aktifitas Fisik Sehari-hari
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmokologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan TGM dan latihan jasmani
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretogogue): sulfonilurea dan
29
B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pancreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat
badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faai ginjai dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfoniiurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
1. Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada peroxisome
proliferator activated receptor gamma (PPAR γ), suatu reseptor inti di sel
otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena
dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan-
faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat
tunggal.
30
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
1. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjai (kreatinin serum > 1,5) dan hati,
serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan
efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulen.
Mekanisme kerja dari OHO, efek samping utama, serta pengaruh dan obat
terhadap penurunan A1C dapat dilihat pada label 5 sedangkan nama obat, berat
bahan aktif (mg) per tablet, dosi har an' lama kerja, dan waktu pemberian dapat
dilihat pada lampiran 2.
Tabel 5. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan A1C (Hb-
glikosilat)
Cara kerja utama Efek samping utama Penurunan A1C
Sulfonilurea Meningkatkan
sekresi Insulin
BB naik,
hipoglikemia
1,5-2%
Glinid Meningkatkan
sekresi Insulin
BB naik,
hipoglikemia
Metformin Menekan produksi
glukosa hati &
menambah
Diare, dispepsia,
asidosis laktat
1,5-2%
31
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat
glukosidase
alfa
Menghambat
absorpsi glukosa
Flatulens, tinja
lembek
0,5-1,0%
Tiazolidindion Menambah
sensitivitas terhadap
insulin
Edema 1,3%
Insulin Menekan produksi
glukosa hati,
stimulasi
pemanfaatan glukosa
Hipoglikemia, BB
naik
Potensial sampai
normal
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecif dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
Sulfonilurea generasi I & II: 15 -30 menit sebelum makan
Glimepiride: sebelum/sesaat sebelum makan
Hepaglinid, Nateglinid: sesaat/ sebelum makan
Metformin: sebelum /pada saat/ sesudah makan karbohidrat
Penghambat glukosidase a (Acarbose): bersama suapan pertama makan
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglilkemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemla dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
32
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
TGM
Gangguan fungsi ginjai atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi lima jenis, yakni :
insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
insulin kerja pendek (short acting insulin)
insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
insulin kerja panjang (long acting insulin)
insulin campuran tetap (premixed insulin)
Jenis dan lama kerja insulin dapat dilihat pada lampiran 3.
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama dari terapi insulin adalah teriadinya hipoglikemi
Penatalaksanaan hipoglikemi dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM
Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan
alergi insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin:
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemi pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemi
setelah makan
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi
yang terjadi
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat
(rapid acting), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
kerja panjang (long acting) dan insulin campuran tetap (premixed insulin).
33
Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin Kerja cepat atau insulin
kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial. dengan kerja menengah atau
kerja panjang untuk koreksi defisiense insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi
dengan OHO
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.
Penyesuian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap hari 3-4
hari bila target terapi belum tercapai
Cara Penyuntikan insulin
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subuktan). Dengan arah
alat suntik tegak lurus terhadap permukaan kulit
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan
kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu Apabila tidak terdapat
sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain,
dapat dilakukan percampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik
pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan harus dilakukan
dengan benar demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin semprit insulin dan
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama.
Secara resmi, kemasan insulin injeksi 40u/ml tidak beredar lagi si Indonesia sehingga
mengurangi risiko kesalahan yang dapat di sebabkan karena perbedaan kemasan
insulin dengan semprit yang dipakai Saat ini juga tersedia insulin campuran
(premixed) kerja cepat dan kerja menengah.
3. Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani bila
Diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini.
Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua
34
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran
kadar glukosa darah beium tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma
pengelolaan DM tipe-2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam
hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan meniiai kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
II.3.4. Penilaian hasil terapi
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan diabetes tipe 2 harus dipantau
secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah (7):
II.3.4.1 Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
Untuk mengetahui apakah target terapi telah tercapai
Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila target terapi belum tercapai.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa dan 2 jam postprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
II 3.4.2 Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikasi, yang disebut juga sebagai glycohemoglobin, atau
hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk
menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat
digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C
dianjurkan dilakukan sebanyak 4 kali dalam setahun.
35
11.3.4.3 Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini
banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan
cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara
berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara
konvensional.
PGDM dianjurkan bagi diabetisi dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu
yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai
ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko
hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia
nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti
hypoglycemic spells. Prosedur PGDM dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Prosedur pemantauan
Tes dilakukan pada waktu (tergantung tujuan pemeriksaan):
- sebelum makan
- 2 jam sesudah makan
- sebelum tidur malam*
diabetesi dengan control buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap hari sampai target
tercapai
Diabetisi dengan kontrol baik/stabil tes dilakukan sebanyak 1 - 2 kali/ minggu
Pemantauan dapat lebih jarang apabila diabetisi terkontrol baik secara konsisten
Pemantauan glukosa darah pada diabetisi yang mendapat terapi insulin ditujukan
juga untuk penyesuaian dosis insulin dan memantau timbulnya hipoglikemi
diabetisl yang melaukan aktifitas tinggi pada keadaan kronis, atau pada diabetisi
yang sulit mencapai target terapi (selalu tinggi atau sering mengalami
hipoglikemi).
*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time)
dilakukan pada jam 22.00
36
II.3.4.4 Pemeriksaan Glukosa Urin
Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung. Hanya
digunakan pada diabetisi yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa
darah. Ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada
beberapa diabetisi bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil
pemeriksaan sangat tegantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk
menilai keberhasilan terapi.
II.3.4.5Penentuan Benda Keton
Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama
pada diabetisi tipe-2 yang terkendali buruk kadar glukosa darah >300 mg/dL),
Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada diabetisi tipe 2 yang sedang hamil,
Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang
penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan
kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan
strip khusus Kadar benda keton darah <0.6 mmol/L dianggap normal, di atas 1.0
mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3.0 mmol/L indikasi adanya KAD.
Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat mencegah
terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.
II.3.5. Kriteria pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM
yang baik yang merupakan target terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar
glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga
mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.
Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kriteria pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa
(mg/dL)
80-100 100-125 ≥126
Glukosa darah 2 jam
(mg.dL)
80-144 145-179 ≥180
A1C (%) <6,5 6,5 – 8 >8
Kolesterol Total (mg/dL) <200 200-239 ≥240
37
Kolesterol LDL (mg/dL) >100 100-129 ≥130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45
Trigeliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200
IMT (kg/m2) 18.5 – 2,3 23-25 >25
Tekanan darah (nmHg) ≤130/180 130-140/80-90 >140/90
Keterangan:
Angka di atas adalah hasil pemeriksaan plasma vena.
Penu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena.
Untuk diabetisi berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kendali kadar glukosa darah
dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180
mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan Iain-Iain, mengacu pada
batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus
diabetisi usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping
dan interaksi obat. (8)
II.4. Promosi Perilaku Sehat
Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan.
Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan perubahan
perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi diabetisi dan keluarga untuk pengetahuan dan
peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan
tim educator yang terdiri dari dokter, ahli diet, perawat dan tenaga kesehatan lain(9)
II.4.1. Perilaku sehat bagi diabetisi
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar diabetesi dapat menjalani pola hidup
sehat. Perilaku yang diharapkan adalah :
Mengikuti pola makan sehat Meningkatkan kegiatan jasmani
Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman,
teratur
Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan
data yag ada
38
Melakukan perawatan kaki secara berkala
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat
Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau
bergabung dengan kelompok diabetisi serta mengajak keluarga untuk mengerti
pengelolaan diabetes.
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
II.4.2 Edukasi perubahan perilaku (oleh Tim Edukator Diabetes)
Dalam menjalankan tugasnya, tenaga kesehatan memerlukan landasan empati yaitu
kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain Prinsip yang perlu
diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah :
Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan
Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang
sederhana
Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi
Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan
diabetisi. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program
pengobatan yang diperlukan oleh diabetisi dan diskusikan hasil pemeriksaan
laboratorium
Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima
Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan
keluarganya
Gunakan alat bantu audio visual
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik.
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan. Materi edukasi tingkat awal dapat dilihat pada bab 11.3.3.1. tentang
edukasi.
Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :
39
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
Makan di luar rumah
Rencana untuk kegiatan khusus
Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang
DM
Pemeliharaan/Perawatan kaki (elemen perawatan kaki dapat dilihat pada tabel
8).
Tabel 8. Elemen kunci edukasi perawatan kaki
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara detail pada semua diabetes dengan
ulkus maupun neuropati peripheral dan penyakit arteri perifer
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit terkelupas
atau daerah kemerahan atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoieskan iosion pelembab ke
kulit yang kering
Edukasi perawatan kaki harus dilakukan secara teratur
II.5. Penyulit Diabetes Melitus
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun(10)
II.5.1. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetic
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemi
Dalam buku konsensus ini hanya dibahas mengenai hipoglikemi, sedangkan
mengenai ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non ketotik dapat dilihat 2002)
buku Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 (PERKENI 2002)
Hipoglikemi dan cara mengatasinya
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai
<60 mg/dL
40
Bila terdapat penurunan kesadaran pada diabetisi harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipogiikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi
sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis Terkadang
diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannva (24-72 jam atau lebih,
terutama pada diabetisi dengan gagal ginjai kronik) Hipoglikemi pada usia lanjut
merupakan suatu ha yang harus dihindari mengingat dampaknya yang fatal atau
terjadinya kemunduran mental bermakna pada diabetisi. Perbaikan kesadaran pada
DM usia lanjut lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing gelisah kesadaran
menurun sampai koma)
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan
makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula
berkalori atau glukosa 15-20g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan
ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada
diabetisi dengan hipoolikemi berat
Untuk diabetisi yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran.
II.5.2. Penyulit menahun:
1. Makroangiopati yang melibatkan:
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetisi. Biasanya teriadi dengan gejala
tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala terkadang ulkus
iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi asatosal tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetic
41
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0.8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko
terjadinya nefropati
3. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
amputasi.
Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa nyeri di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan sederhana.
Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai
akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan antara lain duloxetine, antidepresan
trisiklik atau gabapentin.
Semua diabetisi yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan
kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan
bidang/disiplin ilmu lain.
Pencegahan Primer
III.1.1. Sasaran pencegahan primer:
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok, faktor risiko, yakni
mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk menjadi DM dan kelompok
prediabetes. (10)
III.1.1.1. Faktor risiko diabetes
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk prediabetes yaitu :
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
Riwayat keiuarga dengan diabetes
Umur. Risiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring dengan
memngkatnya usia
42
Riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG)
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi disbanding
dengan bayi lahir dengan BB normal
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
Berat badan lebih
Kurangnya aktifitas fisik
Hipertensi
Dislipidemia
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
Penderita polycystic ovary syndrome (PCOS)
Penderita sindroma metabolic
III.1.1.2. Prediabetes
Prediabetes merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya diabetes.
Angka kejadian prediabetes dilaporkan terus mengalami peningkatan.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of
Health and Human Services (DHHS) dan the American Diabetes Association
(ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan prediabetes adalah
TGT dan GDPT Setiap tahun 4-9% orang dengan prediabetes akan menjadi
Diabetes.
Prediabetes mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular sebesar
satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Diagnosis prediabetes ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8
jam. Diagnosis prediabetes ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah
menunjukkan salah satu dari angka tersebut di bawah ini :
Glukosa darah puasa antara 100 -125 mg/dL
Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199
mg/dL.
Pada pasien dengan prediabetes, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yanq dapat dimodifikasi.
43
III.1.2. Materi pencegahan primer:
III.1.2.1. Penyuluhan, yang ditujukan kepada:
A. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan kelompok prediabetes.
Materi penyuluhan meliputi antara lain:
1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes
dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama
untuk menurunkan risiko terkena DM tipe-2 atau prediabetes. Beberapa penelitian
menunjukkan penurunan berat badan 5- 10% dapat mencegah atau memperlambat
munculnya DM tipe-2.
2. Diet sehat.
Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.
Karbohidrat komplek merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan
seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi
setelah makan
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat iarut
3. Latihan jasmani.
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kontrol glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan serta dapat meningkatkan kadar
kolesterol-HDL.
Latihan jasmani yang dianjurkan:
dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang
(mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan
latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan
jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktifitas/minggu.
4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya
gangguan kardiovaskular. Meski merokok berkaitan langsung dengan timbulnya
prediabetes, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari
prediabetes dan DM tipe 2
B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio ekonomi penyakit
ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan
primer
III.1.2.2. Pengelolaan, yang ditujukan kepada :
44
kelompok prediabetes
kelompok dengan risiko (obesitas, hipertensi, disliplidemia, dll)
1. Pengelolaan Prediabetes
Prediabetes sering berkaitan dengan syndrom metabolik yang ditandai dengan
adanya obesitas sentral, dislipidemi (trigliserida yang tinggi, dan atau kolesterol
HDL rendah),dan hipertensi
Sebagian besar penderiat prediabetes dapat diperbaiki dengan perubahan gaya
hidup, menurunkan berat badan mengkonsumsi diet sehat serta melakukan latihan
jasmani yang cukup dan teratur.
Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan bahwa perubahan
gaya hidup lebih lebih efektif untuk mencegah DM tipe-2 dibandingkan dengan
penggunaan obat-obatan
Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani teratur
mampu mengurangi resiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 50%. Sedangkan
penggunaan obat (seperti metformin thiazolidinediones, acarbose) hanya mampu
menurunkan resiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat tersebut untuk
penanganan Prediabetes masih menjadi kontroversi
Bila disertai dengan obesitas hipertensi dan dislipedemia, dilakukan pengendalian
berat badan, tekanan darah dan profil lemak hingga tercapai target yang
ditetapkan
2. Pengelolaan berbagai faktor risiko (lihat bab-IV tentang masalah khusus) :
a. Obesitas
b. Hipertertsi
c. Dislipidemia
111.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada diabetes yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM Dalam upaya pencegahan sekunder program penyluhan memegang
peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan diabetisi dalam menjalani program
pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. (10)
45
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama diabetisi baru
Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap
kesempatan pertemuan berikutnya. Materi penyuluhan pada tingkat pertama dan
lanjutan dapat dilihat pada materi edukasi pada bab II.3.3.1 dan materi tentang
edukasi edukasi tingkat lanjut pada bab II.4.2. (10)
Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardivaskular,
yang merupakan penyebab utama kematian pada diabetesi. Selain pengobatan
terhadap tingginya glukosa darah, maka pengendalian berat badan, tekanan darah
profil lipid dalam darah serta pemberian antipletelet dapat menurunkan resiko
tembulnya kelaianan kardivaskular pada diabetesi(10)
III.3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok diabetisi yang telah mempunyai penyulit
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih ianjut.
Upaya rehabilitasi pada diabetisi dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh pemberian asetosal dosis rendah (75-160 mg/hari) dapat
diberikan secara rutin bagi diabetisi yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetisi dan
keiuarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi
antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik
antar para ahli diberbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri, dll) sangat diperlukan dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
46
III.4 Hubungan Antara Diabetes dengan Depresi
47
48
BAB IVPENUTUP
A. Kesimpulan
Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan ulkus diabetikum dengan
pendekatan kedokteran keluarga adalah sebagai berikut :
Terapi medikamentosa
R/ Glibenklamid tab no XXX
S 1 dd tab I
Terapi edukasi1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit terkelupas
atau daerah kemerahan atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoieskan iosion pelembab
ke kulit yang kering
Pembinaan terhadap pasien dan keluarga
1. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga tentang penyakit diabetes mellitus,
meliputi faktor risiko yang ada pada pasien dan penatalaksanaannya, serta
menjelaskan tentang pengaruh dari kebiasaan-kebiasaan penderita yang
mempengaruhi penyakitnya.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar teratur meminum obat
untuk mengontrol gula darahnya
3. Memotivasi pasien dan keluarga untuk bersama-sama memperhatikan
kesehatan pasien.
4. Menganjurkan pasien untuk rutin memeriksakan diri ke puskesmas atau ke
dokter untuk mengontrol gula darah pasien.
5. Menganjurkan pasien untuk mengurangi kebiasaan makan makanan yang
manis dan banyak mengandung karbohidrat.
B. Saran
Untuk menurunkan angka kematian karena penyakit diabetes diperlukan
pemeriksaan terhadap orang-orang yang mempunyai faktor resiko tinggi terkena
diabetes mellitus tipe 2 dan juga pembinaan terhadap keluarga pasien dan pasien yang
terkena diabetes
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA. Elsevier
Science
2. PB Perkeni. Consensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus Tipe 2. 2006
3. DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and Endokrinology.
Mosby
4. Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care). Bandung. PT
Alumni
5. Adam JMF. Penatalaksanaan endokrin darurat. Perkumpulan Endokrinologi
indonesia. Makassar, 2002
6. Hudak dan Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume II.
Jakarta: EGC.
7. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes-2006. Diabetes
care 2006:29:S94-S102
8. American Diabetes Association. Practical Insulin. A handbook for prescribers. ADA
edisi 2004
9. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medika-bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.
10. American Diabetes Association. Hyperglikemic crises in diabetes. Diabetes care
2004:27:S94-S102
50
LAMPIRAN
51