keanekaragaman arthropoda tanah pada dua tipe …digilib.unila.ac.id/55580/3/skripsi tanpa bab...

52
KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH PADA DUA TIPE PENGELOLAAN LAHAN KOPI (Coffea spp.) DI KECAMATAN GEDUNG SURIAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Skripsi) Oleh SITI ARDIYANTI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Upload: trantruc

Post on 10-May-2019

234 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH PADA DUA TIPEPENGELOLAAN LAHAN KOPI (Coffea spp.) DI KECAMATAN GEDUNG

SURIAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(Skripsi)

Oleh

SITI ARDIYANTI

JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

2019

ABSTRAK

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH PADA DUA TIPEPENGELOLAAN LAHAN KOPI (Coffea spp.) DI KECAMATAN GEDUNG

SURIAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh

SITI ARDIYANTI

Frekuensi pengolahan lahan serta penggunaan bahan kimia secara terus menerusdapat berdampak besar terhadap organisme tanah. Kesuburan tanah dapat dilihat darikeberadaan organisme tanah salah satunya arthropoda. Keanekaragaman arthropodatanah pada lahan konvensional akan berbeda jika dibandingkan dengan lahan organik.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengelolaan lahanterhadapkelimpahan dan keanekaragaman arthropoda tanah. Pengambilan sampel arthropodadilakukan di Desa Warasakti pada dua tipe lahan kopi, dengan aplikasi senyawakimia (konvensional) dan tanpa aplikasi senyawa kimia (organik) yang letaknyaberdampingan. Pada setiap lahan, dipasang 50 perangkap jebak yang tersebar pada 10plot. Sampel arthropoda yang diperoleh diidentifikasi sampai pada tingkat taksonfamili. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kanekaragaman dan kemelimpahanartropoda pada kedua lahan termasuk dalam kategori sedang, dengan nilai (H = 1,57)dan (DMg = 3,82) pada lahan konvensional. Sedangkan pada lahan organik, memilikinilai (H’ = 1,67) dan (DMg = 3,65). Oleh karena itu, pengolahan lahan secara organikpada daerah tersebut belum terlalu berpengaruh pada keanekaragaman dankemelimpahan arthropoda tanah, karena waktu pelaksanaannya relatif singkat, yaitu 3tahun. Meskipun kedua lahan memiliki kriteria komunitas yang sama, pada lahanorganik jumlah individu yang ditemukan lebih banyak dibandingkan pada lahankonvensional.

Kata kunci : keanekaragaman, arthropoda, konvensional, organik, perangkap jebak

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH PADA DUA TIPEPENGELOLAAN LAHAN KOPI (Coffea spp.) DI KECAMATAN GEDUNG

SURIAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh

SITI ARDIYANTI

SkripsiSebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan BiologiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG2019

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar, Lampung Selatan pada tanggal 14 Desember 1995

sebagai putri pertama dari empat bersaudara, buah hati Bapak Adriyanto dan Ibu

Atiek. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Aisiyah Bandar Lampung tahun

2000, SD Muhammadiyah 1 Bandar Lampung tahun 2001, SMP Negeri 8 Bandar

Lampung tahun 2007, dan SMA YADIKA Natar tahun 2010.

Tahun 2013 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Biologi Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN. Selama

menjadi Mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Embriologi

Tumbuhan, Ekologi Hewan Tanah, dan Ekologi Tumbuhan. Penulis aktif dalam

UKMF Rohani Islam (ROIS) dan Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA

Unila sebagai sekretaris Biro Dana dan Usaha (Danus) di tahun 2015. Pada tahun

2016, penulis mengikuti Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa

Gedung Meneng, Kabupaten Tulang Bawang. Selain itu, penulis juga melakukan

Kerja Praktik di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Bandung.

ii

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmannirrohim …

Puji syukur kehadirat Allah, yang telah melimpahkan tolong dan karunia-Nya kepada

saya, sehingga saya dapat mempersembahkan skripsi ini teruntuk :

1. Mamah, Papah, Bibi, dan Om Avi yang insyaa Allah dirahmati oleh Allah,

terimakasih atas do’a, dukungan, dan semangat yang selalu diberikan. Semoga

Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya.

2. Keluarga besarku, saudari – saudariku yang selalu mendo’akan dan

memberikan dukungan terbaik. Terima kasih atas segala pelajaran hidup yang

telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Bapak Usamah yang telah menyemangati, semoga Allah selalu memudahkan

segala urusan bapak.

4. Almamaterku, Universitas Lampung.

iii

MOTTO

“Sungguh, setelah kesulitan itu ada kemudahan”

“Mintalah kepada Allah kemudahan dalam segala hal. Sampaipun pada urusan tali sandal. Karena jika

Allah tidak memudahkannya, niscaya seseorang tidak akan mendapat kemudahan.” (Syu’abul Iman

karya Al-Baihaqi)

“Ya Allah, Tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan Engkau menjadikan kesedihan

(kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti menjadi mudah” (HR. Ibnu Hibban – Jaami’ul Alhadits)

“Pada setiap kesulitan yang diturunkan, disitulah letak kemudahannya” (Bapak Usamah)

“Urusan dunia tak layak membuatmu bersedih, karena semuanya ada di tangan Yang Maha Hidup dan

Maha Mengatur. Seorang mukmin hidup dalam dua hal yaitu kesulitan dan kemudahan. Keduanya

adalah nikmat jika ia sadari” (Ali bin Abi Thalib)

“Kemenangan adalah kesabaran sesaat” (Ibnu Taimiyyah)

iv

SANWACANA

Bismillahirrohmannirrohim …

Puji dan syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan tolong dan karunia-Nya

sehingga tugas skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurah

kepada contoh terbaik seluruh ummat, yaitu Nabi Muhammad SAW. Semoga kita

selalu istiqomah dalam menjalankan segala kewajiban kita terhadap Allah dan Rasul-

Nya.

Skripsi dengan judul “Keanekaragaman Arthropoda Tanah Pada Dua Tipe

Pengelolaan Lahan Kopi (Coffea spp) di Kecamatan Gedung Surian Kabupaten

Lampung Barat” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas

Lampung;

2. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA dan sebagai

penguji utama pada ujian skripsi. Terimaksih atas segala ilmu dan kebaikan yang

v

bapak berikan, semoga Allah membalas bapak dengan kebaikan dan selalu

melimpahkan rahmat-Nya;

3. Bapak Drs. Suratman Umar, M.Sc., selaku pembimbing I serta dosen

pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan terbaik, selalu sabar,

dan sangat memotivasi terkait segala aktifitas perkuliahan penulis. Semoga Allah

membalas bapak dengan kebaikan dan selalu melimpahkan rahmat-Nya;

4. Ibu Nismah Nukmal, Ph. D., selaku pembimbing II yang telah berkenan

memberikan bimbingan terbaik untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Terimakasih atas segala kesabaran, kebaikan, dan ilmu yang diberikan kepada

penulis. Semoga Allah membalas Ibu dengan kebaikan dan selalu melimpahkan

rahmat-Nya;

5. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf administrasi di Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung;

6. Mamah, Papah, Bibi, dan Om yang berjasa besar dalam segala aktifitas

kehidupan penulis. Semoga Allah selalu membalas dengan kebaikan dan selalu

melimpahkan rahmat-Nya;

7. Sahabat karibku dan teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bandar Lampung, 18 Januari 2019

Penulis,

Siti Ardiyanti

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ i

PERSEMBAHAN.................................................................................................. ii

MOTTO ................................................................................................................ iii

SANWACANA ..................................................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................. vi

DAFTAR ISI........................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Tujuan Penelitian...........................................................................................3

C. Manfaat Penelitian.........................................................................................3

D. Kerangka Pemikiran ......................................................................................3

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kopi (Coffea spp.) ........................................................................6

B. Tanah ............................................................................................................6

1. Horison Tanah ........................................................................................6

viii

2. Taksonomi Tanah ...................................................................................93. Sifat Fisik Tanah ..................................................................................114. Tekstur Tanah.......................................................................................12

C. Biologi Arthropoda ....................................................................................13

D. Arthropoda Tanah ......................................................................................14

E. Ekosistem Alami dan Buatan .....................................................................16

F. Metode Perangkap Jebak (Pitfall trap) ......................................................18

G. Purposive Sampling....................................................................................20

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu danTempat Penelitian ....................................................................22

B. Bahan dan Alat ..........................................................................................22

C. Pelaksanaan Penelitian ..............................................................................23

1. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel..............................................232. Pembuatan Perangkap Jebak (Pitfall trap)..........................................263. Proses Pengambilan Sampel................................................................274. Pengukuran Faktor Abiotik .................................................................275. Proses Identifikasi ...............................................................................28

D. Analisis Data .............................................................................................28

IV. HASIL DANPEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan...............................................................................31

1. Kranekaragaman Arthropoda Tanah ...................................................312. Identifikasi Arthropoda Berdasarkan Peran Ekologi...........................413. Analisis Indeks Persamaan Dua Lahan Sorenson (S) dan Pengaruh

Faktor Abiotik Pada Kedua Tipe Lahan..............................................45

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan................................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penamaan dan deskripsi 12 horison tanah...................................................... 8

2. Taksonomi tanah dan deskripsi...................................................................... 10

3. Klasifikasi partikel tanah oleh USDA............................................................ 12

4. Kriteria indeks kekayaan jenis ....................................................................... 29

5. Kategori keanekaragaman berdasarkan indeks shanon.................................. 29

6. Perbandingan keanekaragaman arthropoda pada lahan kopi anorganik dan

organik di desa warasakti ............................................................................... 32

7. Keragaman arthropoda pada lahan kopi anorganik dan organik di desa

warasakti ........................................................................................................ 33

8. Perbandingan hasil uji statistik arthropoda pada lahan konvensional dan

organik……………………………………………………………………... 41

9. Perbandingan komposisi arthropoda pada lahan anorganik dan organik

berdasarkan peranan ekologi .......................................................................... 42

10. Indeks kesamaan dua lahan sorenson (S) arthropoda pada kedua lahan…..... 46

11. Perbandingan suhu pada lahan anorganik dan organik ................................... 47

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lahan kopi yang dikelola secara anorganik.............................................. 24

2. Lahan kopi yang dikelola secara organik.................................................. 25

3. Titik penanaman perangkap jebak pada setiap plot.................................. 26

4. Perangkap jebak (Pitfall trap) .................................................................. 27

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuhan kopi (Coffea spp.) termasuk familia Rubiaceae dalam genus Coffea.

Genus Coffea merupakan salah satu genus penting yang terdiri atas beberapa

spesies yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak dikembangkan secara

komersial, seperti Coffea arabica, Coffea lierica, dan Coffea canephora

(Siswoputranto, 1993).

Menurut Najiyanti dan Danarti (2004), tanaman kopi di Indonesia mulai

diproduksi tahun 1696 di pulau Jawa. Pada saat itu, penanaman kopi hanya

dilakukan secara coba-coba, namun karena hasilnya memuaskan dan dipandang

cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka penanamannya

mulai dilakukan secara serius dan mulai disebarkan ke berbagai daerah termasuk

daerah Lampung. Saat ini, Lampung merupakan salah satu daerah penghasil kopi

terbesar di Indonesia dan Kabupaten Lampung Barat merupakan lokasi

perkebunan kopi terluas di daerah Lampung.

2

Tanah merupakan habitat dari bakteri, jamur, serta berbagai macam fauna, seperti

nematoda, cacing tanah, dan arthropoda tanah yang memiliki fungsi khusus dalam

ekosistem (Jeffrey dan Gardi, 2009). Di dalam tanah, berbagai nutrisi tersedia

bagi pertumbuhan tanaman, tergantung dari interaksi antara akar tanaman,

mikroorganisme, dan fauna tanah (Bonkowski et al, 2000). Organisme tanah

memiliki peran dalam menjaga struktur tanah, siklus hara, proses dekomposisi,

serta menjaga keseimbangan organisme tanah, termasuk hama tanaman (Moore

dan Walter, 1988).

Menurut Curry (1986) ; Lee (1991), frekuensi pengolahan lahan serta penggunaan

bahan kimia berdampak besar terhadap organisme tanah. Aktivitas pertanian

memiliki pengaruh positif dan negatif dalam kelimpahan, keanekaragaman serta

aktivitas fauna tanah, hal ini disebabkan adanya perubahan suhu tanah,

kelembaban, serta jumlah dan kualitas bahan organik dalam tanah (Hendrix et al,

1990).

Arthropoda merupakan organisme yang jumlahnya sangat banyak dan dapat

ditemukan di hampir seluruh biosfer (Campbell et al, 2008). Arthropoda tanah

memiliki peran yang sangat vital dalam rantai makanan khususnya sebagai

dekomposer, karena tanpa organisme ini alam tidak akan dapat mendaur ulang

bahan organik yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah. Oleh

karena itu, kegiatan identifikasi kelimpahan serta keanekaragaman jenis

3

merupakan hal penting yang harus dilakukan, sehingga peran organisme tersebut

terhadap lingkungan dapat diketahui (Lavelle et al, 2006).

Berdasarkan fakta dan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian dengan

judul “Keanekaragaman Arthropoda Tanah Pada Dua Tipe Pengelolaan Lahan

Kopi (Coffea spp.) di Kecamatan Gedung Surian Kabupaten Lampung Barat”.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengelolaan lahan

dengan perlakuan kimiawi (konvensional) dan tanpa perlakuan kimiawi (organik)

terhadap kelimpahan dan keanekaragaman arthropoda tanah.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari

perlakuan kimiawi terhadap keberadaan arthropoda tanah dalam ekosistem.

D. Kerangka Pemikiran

Kopi (Coffea sp.) termasuk familia Rubiaceae yang memiliki nilai ekonomis

tinggi dan banyak dikembangkan secara komersial di Indonesia, khususnya

daerah Lampung. Dalam proses produksinya, tanaman kopi membutuhkan lahan

yang luas, sehingga kegiatan alih fungsi lahan banyak dilakukan.

4

Terjadinya perubahan lahan, menyebabkan hilangnya biodiversitas. Pada lahan

agrokimia terjadi perubahan ekosistem dari alami menjadi pertanian, sehingga

biologi dan kimia tanah menurun drastis. Frekuensi pengolahan lahan serta

penggunaan bahan kimia memiliki dampak penting terhadap keberadaan

organisme tanah. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan suhu tanah,

kelembaban, serta jumlah dan kualitas bahan organik, sehingga memberikan

dampak terhadap kelimpahan, keanekaragaman, serta aktivitas fauna tanah.

Perkembangan pertanian beberapa tahun terakhir menunjukkan dampak yang

positif, hal ini terjadi karena meningkatnya permintaan pangan organik disusul

dengan peningkatan lahan pertanian organik. Pertanian organik merupakan

bagian dari sistem pertanian berkelanjutan yang menekankan pada konsep LEISA

(Low External Input Sustainable Agriculture) yang didasarkan pada daur ulang

ekologis. Penggunaan bahan produksi dari luar diusahakan seminimal mungkin

untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah.

Kesuburan tanah dapat dilihat dari keberadaan organisme tanah salah satunya

yaitu, arthropoda. Keberadaan arthropoda dapat dijadikan sebagai indikator

lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah. Keanekaragaman

arthropoda tanah pada lahan organik akan berbeda jika dibandingkan dengan

lahan konvensional. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

5

kelimpahan dan keanekaragaman arthropoda permukaan tanah pada lahan

konvensional dan lahan organik.

Pengambilan sampel dilakukan di Desa Warassakti dengan pertimbangan bahwa

di desa tersebut terdapat 2 tipe pengelolaan lahan yang letaknya berdampingan.

Setiap lahan memiliki luas ± 1 Ha, sehingga 10% dari total luas lahan dijadikan

sebagai lahan sampling. Pada setiap lahan, dipasang 50 perangkap jebak yang

tersebar pada 10 plot, sehingga diperoleh total 100 perangkap jebak dari kedua

lahan tersebut. Metode ini digunakan untuk memperoleh sampel arthropoda

permukaan tanah dari kedua lahan. Sampel arthropoda yang diperoleh kemudian

diidentifikasi dengan panduan buku identifikasi Daly et al (1981) dan Borror et al

(1997), dan data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan

menghitung nilai kekayaan jenis, keragaman jenis, dan kemerataan jenis.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kopi (Coffea spp.)

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup banyak

dibudidayakan di Indonesia terutama daerah Lampung. Konsumsi kopi dunia

mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi

robusta. Menurut Karo (2009), produsen kopi umumnya berasal dari negara –

negara tropis yang terletak di antara 20o LU dan 20o LS yang merupakan zona

optimal pertumbuhan kopi. Wilayah Indonesia memiliki potensi yang sangat baik

untuk pengembangan tanaman kopi karena didukung oleh letak geografis

Indonesia yang berada di antara 5o LU dan 10o LS.

B. Tanah

1. Horison Tanah

Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menutupi sebagian besar

permukaan bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat

sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan

induk pada kondisi topografi/relief tertentu dan selama waktu tertentu

(Donahue, 1970). Berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang hidup di

7

dalam tanah melakukan berbagai kegiatan yang menguntungkan bagi

kehidupan makhluk hidup lain. Tanah yang normal tersusun atas unsur padat,

cair, dan gas yang dibagi dalam lima kelompok, yaitu (1) Partikel mineral

yang meliputi kelompok batu kerikil, pasir halus, lempung dan lumpur; (2)

Terdiri dari jerami, bagian-bagian tanaman yang tersisa serta berbagai bangkai

binatang dan serangga, yang semuanya membusuk dan hancur menyatu

membentuk partikel tanah; (3) Sejumlah besar hewan tanah, seperti serangga,

protozoa, cacing tanah, binatang mengerat, demikian pula berbagai algae,

fungi dan bakteri; (4) Air, yang terdiri dari air bebas dan air higroskopik yang

memiliki kandungan berbagai konsentrasi larutan garam-garam konvensional

dan campuran atau senyawa organik tertentu; (5) Berbagai gas, atmosfer tanah

terdiri dari karbon dioksida, oksigen nitrogen dan sejumlah gas lainnya dalam

konsentrasi yang lebih terbatas (Sutedjo, 1991).

Unsur-unsur tersebut menjadikan tanah subur, yang mampu menjamin

berlangsungnya kehidupan berbagai makhluk hidup di bumi. Unsur-unsur

tersebut kadang-kadang ada yang lenyap, karena pengolahan tanah yang salah,

pembakaran hutan atau perbuatan-perbuatan lainnya dari manusia sebagai

makhluk tertinggi di bumi.

Menurut Pandutama, et al. (2003) pembentukan tanah identik dengan

perkembangan horison secara alami. Umumnya horison dapat dikenali

karena setiap horison memiliki perbedaan kandungan lempung, warna tanah,

kandungan bahan organik, dan jenis serta jumlah garam mineral. Tanah

8

dapat saja memiliki sedikit atau banyak horison. Penggunaan simbol horison

membantu memperjelas sifat dan ciri profil. Penamaan horison (Simbol

Horison) dapat dilihat pada Tabel. 1

Tabel 1. Penamaan dan deskripsi 12 horison tanah

Horison Deskripsi

O

Horison organik (20-30% BO) umumnya merupakan bagian tanaman (daun,

ranting, dahan, akar) terdapat pada permukaan tanah sebagai lapisan paling

atas. Tersusun atas bahan organik tanah Oi (filorik), Oe (hemik); Oa (saprik).

ATerbentuk dari bahan mineral tanah, tetapi digelapkan oleh bahan organik tanah

terhumifikasi yang tercampur dengan mineral tanah

E

Horison mineral dengan lempung silikat, Fe, Al, atau kombinasinya tercuci dan

tereluviasi, meninggalkan horison berwarna cerah yang didominasi oleh

mineral tanah lapuk (kuarsa berukuran pasir dan debu)

AB Horison transisi antara A dan B, tetapi lebih menyerupai A dari pada B

EB Horison transisi antara E dan B, lebih meyerupai E dari pada B

A/BHorison transisi yang lebih cocok sebagai horison A, kecuali untuk inklusi yang

< 50 % volume material lebih cocok sebagai B

E/BHorison transisi yang lebih cocok sebagai E, kecuali untuk inklusi < 50 %

volume bahan yang lebih cocok sebagai B.

BA Horison transisi antara A & B, lebih menyerupai B dari pada A

BE Horison transisi antara B dan E, lebih menyerupai B dari pada E.

B/AHorison transisi yang lebih cocok sebagai B, kecuali inklusi < 50 % volume

materi yang lebih cocok sebagai A

B/EHorison transisi yang cocok sebagai B, kecuali untuk inklusi < 50 % volume

materi yang lebih sesuai sebagai E

9

Lanjutan Tabel 1. Penamaan dan deskripsi 12 horison tanah

Horison Deskripsi

B

Horison yang terbentuk dibawah A, E dan O, dan didominasi oleh adanya

struktur batuan, dimana terdapat: (1) konsentrasi illuvial silica; (2) bukti

hilangnya karbonat; (3) konsentrasi residu sesquioksida; (4) pembungkusan

sesquioksida, meyebabkan horison memiliki value rendah, chroma tinggi, atau

hue lebih merah daripada horison diatasnya maupun dibawahnya tanpa illuviasi

Fe; (5) alterasi yang membentuk lempung silikat, dan yang membentuk struktur

granuler, gumpal atau prismatik.

BC Horison transisi antara B dan C, lebih menyerupai B dari pada C

CB Horison transisi antara B dan C, lebih menyerupai C dari pada B

CHorison mineral, relatif tidak dipengaruhi oleh proses pedogenik dan tidak

memiliki sifat-sifat horison O, A, E, atau B

RLapisan terdiri dari batuan induk yang padat/keras, tidak dapat

dihancurkan/digali dengan cangkul/skop.

Sumber: Pandutama, et al., 2003.

2. Taksonomi Tanah

Berasal dari bahasa yunani yaitu, taxis yang berarti pengaturan, penyusunan,

pengelompokkan. Taksonomi tanah merupakan pengelompokan tanah yang

mirip atau sejenis secara ilmiah, sistem ini bersifat alami yang berdasarkan

karakteristik tanah yang teramati dan terukur (morfometrik) yang

dipengaruhi oleh faktor genesis berdasarkan ada atau tidaknya horizon

diagnostik. Pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada Tabel. 2

(Pandutama, et al., 2003).

10

Tabel. 2. Taksonomi tanah dan deskripsi

Taksonomi Tanah Diskripsi

Histosols Tanah OrganikBerbagai kedalaman akumulasi sisa

tanaman di air tergenang dan rawa

AndisolsTanah abu

volkan

Bagian permukaan tanah mineralnya

berketebalan 30-60 cm dan memiliki

sifat andic

AlfisolsPedalfers (Al-

Fe)

Beriklim subhumid. Umumnya pada

vegetasi hutan.

Spodosols Tanah berabu

Pasiran, tanah hutan dingin koniferus

terlindi. Hor O sangat masam,

Akumulasi BO dan/ Fe, Al –oksida pada

hor B2.

Oxisols Tanah oksida

Tanah melapuk lanjut, dalamnya > 3m,

kesuburan rendah, didominsai lempung

Fe & Al oksida dan asam.

UltisolsTanah

pelindihan

Sangat asam, tanah tropika dan

subtropik yang melapuk lanjut. Hor A2

dalam. Dicirikan dengan akumulasi

lempung di B2

Vertisols Tanah membalik

Kandungan lempung (mengembang –

mengkerut) tinggi. Membutuhkan

musim basah dan kering untuk

berkembang. Umumnya hanya

memiliki hor A1 mencampur sendiri

yang dalam.

Mollisols Tanah lunak

Tanah padang rumput, hor A1 berwarna

gelap, mungkin memiliki B2 dan

akumulasi kapur.

11

Lanjutan Tabel 2. Taksonomi tanah dan deskripsi

Taksonomi Tanah Diskripsi

Inceptisols Tanah muda

Tanah dengan pembentukan horison

lemah. Seperti Entisols, dengan cukup

waktu membentuk hor A1 yang tegas

dan B2 lemah.

EntisolsTanah baru

berkembang

Tanah tanpa perkembangan profil,

kecuali mungkin hor A1 yang tipis.

Deposit dataran banjir tepi sungai,

deposit abu volkan, dan pasir merupakan

Entisols.

AridosolsTanah Arid

(Pedocals)

Tanah daerah beriklim kering/arid. Ada

perkembangan akumulasi kapur/gipsum,

dan lapisan garam.

Gelisols Tanah Beku Tanah daerak kutub utara/selatan

Sumber: Pandutama, et al., 2003.

3. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah meliputi, tekstur (Texture), struktur (Structure), kerapatan

(Density), konsistensi (Consistency), porositas (Porosity), warna (Color),

dan temperatur (Temperature). Sifat fisik tanah sangat menentukan retensi

atau mobilitas air dalam tanah, drainase, aerasi ketersediaan oksigen (O2),

nutrisi tanaman, serta sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan

produksi tanaman. Sifat fisik tanah juga mempengaruhi sifat kimia dan

biologi tanah, dimana sifat fisik tanah sangat bergantung pada :

12

i. Jumlah, ukuran, bentuk, susunan, dan komposisi mineral dari pertikel

tanah.

ii. Macam dan jumlah bahan organik tanah.

iii. Volume dan ukuran pori-porinya, serta perbandingan air: udara yang

menempatinya.

4. Tekstur Tanah

Tekstur Tanah (Distribusi Ukuran Partikel Tanah) menyatakan perbandingan

relatif berbagai ukuran partikel (separasi/fraksi) dalam tanah, dinyatakan

dalam persen (%). Ukuran separasi tanah yang umum dipakai untuk

keperluan pertanian (termasuk ilmu tanah) adalah separasi tanah berdasarkan

sistem klasifikasi partikel tanah oleh USDA (Departemen Pertanian Amerika

Serikat), yang terdapat pada Tabel. 3

Tabel 3. Klasifikasi partikel tanah oleh USDA (Departemen PertanianAmerika Serikat)

Separasi Tanah Kisaran Diameter (mm)

Kerikil (Gravel) 2.0Pasir sangat kasar Sand 1.0 – 2.0

Pasir kasar 0.5 – 1.0

Pasir sedang 0.25 – 0.5

Pasir halus 0.10 – 0.25

Pasir sangat halus 0.05 – 0.10

Debu Silt 0.002 – 0.05

Lempung Clay <0.002

Sumber: Pandutama, et al., 2003.

13

C. Biologi Arthropoda

Arthropoda berasal dari kata ”Arthros” yang berarti sendi atau ruas dan “podos”

berarti kaki. Jadi arthropoda artinya hewan yang kakinya beruas-ruas atau

berbuku-buku. Semua hewan tak bertulang belakang yang kakinya beruas-ruas

dimasukkan dalam filum arthropoda. Ruas-ruas itu tidak hanya tampak

padakakinya, melainkan juga pada seluruh tubuhnya (Campbell et al, 2008).

Menurut Meglithsch (1972), Arthtropoda merupakan phylum terbesar dalam

kingdom Animalia dan kelompok terbesar dalam phylum itu adalah Insekta.

Menurut Campbell et al (2008), beberapa karakteristik subfilum dari filum

arthropoda, antara lain :

1. Subfilum Cheliceriformes

Pada tubuhnya terdapat satu atau dua bagian utama dengan enam pasang

tonjolan (kelisera, pedipalpus, dan empat pasang kaki untuk berjalan).

Sebagian besar anggota subfilum ini hidup di darat. Beberapa contoh yang

termasuk ke dalam subfilum cheliceriformes antara lain, laba – laba,

kalajengking, caplak, tungau, dan mimi.

2. Subfilum Myriapoda

Merupakan arthopoda terestrial, meiliki kepala yang jelas dengan antena dan

tipe mulut pengunyah. Beberapa contoh anggota subfilum myriapoda yang

paling banyak diketahui adalah kaki seribu dan lipan. Kaki seribu merupakan

herbivora yang memiliki dua pasang kaki disetiap segmen tubuhnya,

14

sedangkan lipan merupakan karnivora yang memiliki sepasang kaki berjalan

disetiap segmen tubuhnya serta cakar beracun pada segmen tubuh pertama.

3. Subfilum Hexapoda

Arthropoda yang paling terkenal dari subfilum ini adalah serangga. Bagian

tubuh subfilum hexapoda terbagi atas kepala, dada, dan perut, sedangkan

bagian mulut termodifikasi untuk mengunyah, menghisap, dan menjilat. Pada

bagian kepala juga terdapat antena dengan berbagai macam tipe. Sebagian

besar anggota subfilum hexapoda merupakan arthropoda terestrial yang

memiliki tiga pasang kaki dan biasanya memiliki dua sayap yang muncul dari

sisi dorsal dada.

4. Subfilum Crustacea

Merupakan arthropoda yang sebagian besar hidup di laut dan air tawar.

Tubuh terbagi atas dua bagian dengan antena dan mulut pengunyah pada

bagian kepala, seta tiga pasang kaki atau lebih pada bagian abdomen.

D. Arthropoda Tanah

Arthropoda tanah berperan penting dalam peningkatan kesuburan tanah dan

penghancuran serasah serta sisa-sisa bahan organik. Arthropoda tanah memiliki

peran yang sangat vital dalam rantai makanan khususnya sebagai dekomposer,

karena tanpa organisme ini alam tidak akan dapat mendaur ulang bahan organik.

15

Secara umum, arthropoda tanah juga berperan sebagai pengurai bahan-bahan

organik dalam tanah, sehingga unsur hara dalam tanah akan bertambah.

Berdasarkan tempat hidupnya di tanah arthropoda tanah dapat dikelompokkan

atas arthropoda dalam tanah (infauna) dan arthropoda permukaan tanah (epifauna)

(Mas’ud dan Sundari, 2011).

Keberadaan arthropoda tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena

keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah

ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan kata lain keberadaan dan

kepadatan populasi arthropoda tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor

lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik (Suin, 1991).

Perubahan lingkungan akan berpengaruh terhadap kehadiran dan kepadatan

populasi arthropoda. Menurut Takeda (1981), perubahan faktor fisika kimia tanah

berpengaruh terhadap kepadatan hewan tanah, apabila faktor lingkungan

mengalami perubahan yang tidak menguntungkan bagi hewan tanah, maka respon

yang diberikan dapat berupa penyesuaian diri terhadap perubahan tersebut. Jika

hewan tanah tidak mampu menyesuaikan diri maka hewan tanah akan

memberikan respon bermacam-macam terhadap perubahan faktor lingkungan.

Menurut Najima dan Yamane (1991), keanekaragaman hewan tanah lebih rendah

pada daerah yang terganggu oleh aktifitas manusia daripada daerah yang tidak

16

terganggu. Menurut Adisoemarto (1998), perubahan komunitas dan komposisi

vegetasi tertentu pada suatu ekosistem secara tidak langsung menunjukkan adanya

perubahan komunitas hewan. Sebagai konsekuensi struktur komunitas arthropoda

akan mencerminkan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tanah,

termasuk aktivitas manusia. Dengan demikian, identifikasi kelimpahan serta

keanekaragaman jenis merupakan hal yang penting, sehingga dapat diketahui

peran organisme terhadap lingkungan (Lavelle et al, 2006).

E. Ekosistem Alami dan Buatan

Ekosistem merupakan komponen yang berkaitan langsung dengan kehidupan

suatu organisme. Secara umum ekosistem dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

ekosistem alami dan ekosistem binaan manusia. Ekosistem alami merupakan

ekosistem yang proses pembentukannya dan perkembangannya murni berjalan

secara alami tanpa campur tangan manusia, contohnya hutan tropis. Ekosistem

binaan manusia adalah ekosistem yang proses pembentukan, peruntukan, dan

pengembangannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, contohnya

ekosistem pertanian dan agroekosistem (Untung, 2006).

Ekosistem alami memiliki keteraturan atau kemampuan untuk memelihara,

mengatur, dan mengadakan keseimbangan dalam sistemnya. Dalam sistemnya,

setiap komponen ekosistem memiliki kesempatan untuk melakukan penyesuaian

17

sehingga terbentuk keseimbangan atau homeostatis. Berbeda dengan ekosistem

pertanian yang kurang tahan terhadap gangguan luar.

Secara umum sistem pertanian disebut organik ketika proses produksi dilakukan

secara alamiah, tidak mengandaklan pupuk dan pestisida kimia, hormon buatan,

dan antibiotik. Kegiatan bercocok tanam dalam pertanian organik akan berkaitan

erat dengan kegiatan pertanian lain, misalnya pembuatan pupuk kompos dari

limbah tanaman maupun hewan ternak. Kegiatan pertanian organik juga

biasanya mengandalkan sistem multikultur (menanam berbagai macam tanaman

pada bidang yang sama pada waktu yang sama). Sistem multikultur menjamin

pasokan produk organik dan mengurangi resiko serangan hama, selain itu

dianggap lebih ramah lingkungan karena lebih menjamin adanya

keanekaragaman hayati (Pracaya, 2007).

Pertanian konvensional merupakan sistem pertanian yang menggunakan bahan –

bahan kimia untuk meningkatkan produksi tanpa memperhatikan kelestarian

lingkungan. Pengolahan lahan yang maksimum pada lahan konvensional dapat

menyebabkan pemadatan tanah dan matinya beberapa organisme tanah. Pada

sistem pertanian konvensional biasanya tidak dilakukan kombinasi tanaman

dalam satu lahan. Pertanian ini dominan menggunakan pestisida kimia (Pracaya,

2007).

18

Keberadaan suatu organisme dalam ekosistem dapat mempengaruhi

keanekaragaman. Berkurangnya jumlah maupun jenis populasi dapat

mengurangi indeks keanekaragamannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi

keberadaan arthropoda tanah dalam ekosistem yaitu, pertumbuhan populasi dan

interaksi antar spesies (Krebs, 1978). Menurut ISAC (Invasive Spesies

Advisory Committee) daerah terbuka akibat pembukaan lahan maupun

kebakaran hutan menjadi rentan dan diambil alih oleh spesies invasif. Spesies

invasif adalah jenis biota yang tumbuh dan berkembang biak/mengintroduksi ke

dalam ekosistem lain yang menyebabkan kerugian ekonomi atau kerusakan

lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia. Pengaruh spesies invasif

ini sangat besar terhadap ekosistem. Spesies invasif dapat merusak spesies asli

dan ekosistemnya, sehingga dapat memicu degradasi dan hilangnya suatu

habitat (Sunaryo & Girmansyah 2015).

F. Metode Perangkap Jebak (Pitfall trap)

Hewan tanah dapat dikumpulkan dengan cara memasang perangkap jebak (pit fall

trap). Pengumpulan hewan permukaan tanah dengan memasang perangkap jebak

tergolong kedalam ekstraksi hewan tanah secara dinamik. Ekstraksi fauna tanah

pada prinsipnya dibagi menjadi dua metode, yaitu metode dinamik dan metode

mekanik. Pada metode dinamik fauna tanah dirangsang untuk berkumpul pada

bejana koleksi dan kemudian diambil, sedangkan pada metode mekanik fauna

19

tanah yang hidup dan berada di tanah diperlakukan sedemikian rupa sehingga

secara pasif fauna tersebut akan terkumpul pada bejana koleksi (Suin, 1997).

Metode perangkap jebak merupakan metode sampling yang banyak digunakan

dalam mempelajari keberadaan makro arthropoda. Tujuan metode perangkap

jebak adalah menjebak hewan permukaan tanah agar jatuh kedalam bejana

koleksi yang telah ditanam sehingga dapat dilakukan identifikasi jenis hewan

permukaan tanah pada lingkungan perangkap. Metode perangkap jebak tidak

digunakan untuk mengukur besarnya populasi, hal ini dikarenakan hewan tanah

yang akan terkumpul hanyalah hewan yang hidup dan aktif sehingga mampu

mencapai bejana koleksi, sedangkan hewan tanah yang lemah tidak akan dapat

terambil karena tidak mampu mencapai bejana koleksi. Selain itu, pupa dan telur

juga tidak akan diperoleh (Suin, 1997). Kelemahan ini menyebabkan sampel

yang diperoleh akan lebih rendah dari kenyataan yang sebenarnya. Namun data

yang diperoleh dapat menggambarkan komunitas hewan tanah dan indeks

keanekaragaman serta dapat digunakan untuk mengukur kualitas habitat,

komunitas makro arthropoda, dan kekayaan spesies (Coleman et al, 2004).

Metode perangkap jebak sangatlah sederhana, dimana hanya berupa bejana yang

terbuat dari plastik atau kaca yang kemudian ditanam di tanah sehingga dapat

menjebak setiap arthropoda yang melaluinya. Perangkap sebaiknya dipasang

pada tanah yang datar dan agak sedikit tinggi, serta jarak antar perangkap

20

sebaliknya minimal 5 meter. Pada perangkap tanpa umpan, hewan tanah yang

berkeliaran di permukaan tanah akan jatuh terjebak. Jika pada perangkap terdapat

umpan, hewan yang terperangkap adalah hewan yang tertarik oleh bau umpan

dalam perangkap (Maftu’ah et al, 2001).

Hewan yang jatuh dalam perangkap akan diawetkan oleh formalin atau zat kimia

lainnya yang diletakkan dalam perangkap tersebut (Maftu’ah et al, 2001).

Alkohol dan propylene glycol juga dapat digunakan sebagai larutan pengawet dan

racun bagi arthropoda tanah, sehingga arthropoda yang telah terjebak tidak dapat

keluar. Perangkap jebak sebaiknya dikosongkan setiap hari, selain itu, pemberian

penutup atau payung dapat menjaga perangkap jebak dari masuknya air hujan

(Maftu’ah et al, 2001).

G. Purposive Sampling

Menurut Sugiyono (2012) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini tediri atas judgement sampling dan

quota sampling. Pada judgement sampling, sampel dipilih berdasarkan penilaian

peneliti bahwa subjek tersebut adalah yang paling baik untuk dijadikan sampel,

sedangkan pada quota sampling, sampel distratifikasikan secara proporsional

secara kebetulan saja.

21

Dalam proses pengambilan sampel, jika terdapat 100 – 150 unit sampling dalam

populasi maka keseluruhan unit tersebut harus digunakan sebagai sampel

penelitian, namun jika terdapat beberapa ratus unit sampling dalam populasi,

maka dapat ditentukan sekitar 10 – 15% dari jumlah untuk dijadikan sebagai

sampel penelitian (Arikunto, 2010).

22

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei 2017 hingga Agustus 2017. Pengambilan

sampel dilakukan pada akhir bulan Mei 2017 di perkebunan kopi (Coffea spp.)

Kecamatan Gedung Surian Kabupaten Lampung Barat dan dilanjutkan proses

identifikasi sampel arthropoda permukaan tanah di Laboratorium Zoologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 40% untuk

mengawetkan arthropoda tanah yang masuk ke dalam perangkap jebak. Peralatan

yang dibutuhkan antara lain, alat tulis, gelas plastik berdiameter 8 cm sebagai

wadah perangkap, plastik fiber untuk menahan air hujan masuk ke dalam

perangkap jebak, patok kayu/bambu untuk menopang plastik fiber, golok untuk

membuat lubang perangkap jebak, pita meter untuk mengukur jarak antar plot dan

perangkap jebak, soil thermometer untuk mengukur suhu tanah, cawan petri

sebagai wadah spesimen yang diamati, pinset dan pipet tetes untuk mengambil

23

spesimen, kamera, dan mikroskop binokuler untuk membantu proses identifikasi,

serta buku identifikasi Daly et al (1981) dan Borror et al (1997).

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan pada dua tipe lahan perkebunan, yaitu lahan

perkebunan kopi konvensional dan organik. Pengambilan sampel dilakukan

dengan mempertimbangkan jarak antara kedua lahan yang letaknya

berdampingan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pengambilan sampel

dilakukan di Desa Warassakti. Gambaran umum kedua lahan tersebut , antara

lain:

i. Lahan Konvensional

Merupakan wilayah tertutup yaitu, wilayah yang jarang dilalui oleh

penduduk. Pada lahan konvensional kondisi tumbuhan rimbun dan sinar

matahari tidak secara langsung jatuh ke permukaan tanah. Selain dipenuhi

oleh tumbuhan kopi, pada wilayah ini terdapat pohon Durian (Durio

zibethinus), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Kakao (Theobroma

cacao), Jeruk (Citrus sp.), Pisang (Musa sp.), dan Lada (Piper nigrum),

(Gambar 1).

24

Gambar 1. Lahan kopi yang dikelola secara konvensional

Pada lahan ini, tanah pertanian dicampurkan dengan ampas sisa

penggilingan kulit kopi, kumudian ditambahkan pula senyawa kimia atau

pupuk Urea, TSP (Triple Super Phosphate), dan KCl. Tujuan

penambahan pupuk tersebut adalah untuk mempercepat pertumbuhan

akar, mempercepat sintesis protein, meningkatkan laju fotosintesis,

meningkatkan daya tanah tumbuhan terhadap hama, memperkuat batang,

dan mempercepat proses pembungaan serta pemasakan biji. Selain ketiga

senyawa tersebut, penambahan herbisida (mengandung paraquat diklorida

200g/L) juga dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma secara

kontak.

Menurut Wibawa et al (2012), formulasi herbisida erat kaitannya dengan

cara aplikasinya, dimana ada dalam bentuk cair, emulsi, tepung, dan

butiran. Herbisida tepung dan butiran dapat langsung dicampur dengan

pasir atau tanah, sedangkan herbisida dalam bentuk cair dan emulsi dapat

dicairkan terlebih dahulu dengan air lalu disemprotkan. Pada lahan

25

konvensional, digunakan herbisida dalam bentuk cairan/emulsi dan pupuk

dalam bentuk butiran.

ii. Lahan Organik

Merupakan wilayah tertutup yaitu, wilayah yang jarang dilalui oleh

penduduk. Pada lahan organik, kondisi tumbuhan rimbun dan sinar

matahari tidak secara langsung jatuh ke permukaan tanah. Selain

dipenuhi oleh tumbuhan kopi, pada wilayah ini terdapat pohon Durian

(Durio zibethinus), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Petai cina

(Leucaena leucocephala), Kakao (Theobroma cacao), Jeruk (Citrus sp.),

Pisang (Musa sp.), Balangeran ( Shorea balangeran ) dan Lada (Piper

nigrum), (Gambar 2).

Gambar 2. Lahan kopi yang dikelola secara organik

Pada lahan ini, tanah pertanian juga dicampurkan dengan ampas sisa

penggilingan kulit kopi, namun penambahan senyawa kimia sudah mulai

ditinggalkan selama 3 tahun dan kembali pada sistem olah lahan secara

biologi, yaitu dengan mengurangi jumlah gulma secara manual.

26

Kedua tipe lahan diatas memiliki luas ± 1 Ha, sehingga ditentukan sekitar

10% dari total luas lahan sebagai lahan sampling untuk mewakili keseluruhan

lahan tersebut (Arikunto, 2010). Pada setiap lahan ditentukan 10 plot dengan

luas 20 x 5 m2 dan pada setiap plot ditanam 5 perangkap jebak seperti pada

Gambar 3., sehingga diperoleh total 100 perangkap jebak berisi sampel

arthropoda permukaan tanah dari 2 lokasi pengambilan sampel.

Gambar 3. Titik penanaman perangkap jebak pada setiap plot

2. Pembuatan Perangkap Jebak (Pitfall trap)

Pengambilan sampel atrhropoda tanah dilakukan dengan membenamkan

perangkap jebak seperti pada Gambar 4. Beberapa hal yang dilakukan terkait

dengan pembuatan perangkap jebak, antara lain :

i. Gelas plastik/kaca berdiameter 8 cm dipersiapkan sebagai wadah

perangkap jebak dan kemudian dibenamkan ke dalam tanah sehingga

permukaannya rata dengan permukaan tanah.

27

ii. Gelas plastik/kaca tersebut diisi dengan 100 mL alkohol 40% untuk

mengawetkan atrhropoda yang jatuh dan terjebak.

iii. Fiber dan patok kayu dipersiapkan untuk dijadikan payung penutup

perangkap jebak agar terhindar dari air hujan.

Gambar 4. Perangkap jebak (Pitfall trap).

3. Proses Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel arthropoda tanah dilakukan dengan menanamkan

perangkap jebak pada setiap titik sampling hingga permukaan gelas perangkap

setara dengan permukaan tanah. Proses pengambilan sampel arthropoda

dilakukan selama 1 x 24 jam.

4. Pengukuran Faktor Abiotik

Faktor abiotik yang diukur adalah suhu tanah. Suhu tanah diukur

menggunakan soil thermometer. Pengukuran faktor abiotik dilakukan pada

setiap lahan dengan 10 kali pengulangan.

28

5. Proses Identifikasi

Identifikasi arthropoda yang diperoleh dilakukan sampai pada tingkat famili.

Proses identifikasi dilakukan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung menggunakan mikroskop

stereo (Olympus) dengan panduan buku identifikasi Daly, et al (1981) dan

Borror, et al (1997).

D. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara analisis deskriptif kuantitatif dengan menghitung

nilai kekayaan jenis, keragaman jenis, kemerataan jenis, dan kesamaan dua

lahan. Berikut persamaan – persamaan yang digunakan dalam analisis data

(Odum, 1983) :

1. Kekayaan Jenis (Spesies Richness) dengan Indeks Kekayaan Margalef :

Keterangan:

DMg = indeks kekayaan jenis Margalef

S = jumlah jenis yang ditemukan

N = jumlah individu seluruh jenis yang ditemukan

Kriteria komunitas berdasarkan indeks kekayaan jenis dapat dilihat pada

Tabel. 4 (Jorgensen et al., 2005).

29

Tabel. 4. Kriteria indeks kekayaan jenis

Kriteria Indeks kekayaan jenis (DMg)

Baik > 4,0

Moderat 2,5 – 4,0

Buruk < 2,5

2. Keragaman Jenis (Diversity) dengan Indeks Shanon – Wiener :

keterangan :

H' = indeks keanekaragaman

pi = proporsi (ni/N)

ni = jumlah individu jenis ke-i

N = jumlah individu seluruh jenis yang ditemukan

ln = logaritma narutal

Menurut Fitriana (2006), indeks keanekaragaman (H') komunitas artropoda

dapat dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Kategori tersebut

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kategori keanekaragaman berdasarkan Indeks Shannon (H')

Nilai Indeks Shannon (H') Kategori Keanekaragaman

< 1,0 Rendah

1,0 - 3,322 Sedang

> 3,322 Tinggi

Sumber : (Fitriana, 2006).

30

3. Kemerataan Jenis (Eveness) dengan persamaan :

keterangan :

E = indeks kemerataan jenis

S = jumlah jenis

H' = indeks keanekaragaman Shanon – Wiener

Kemerataan jenis memiliki nilai E berkisar 0 – 1. Apabila nilai E = 1 berarti

pada habitat tersebut tidak ada jenis yang mendominasi, dan sebaliknya

apabila E mendekati 0 terdapat jenis yang mendominasi.

4. Indeks Kesamaan Dua Lahan (S) Sorenson (1928) dalam Odum (1996)

dengan persamaan :

keterangan :

S = indeks kesamaan dua lahan

c = jumlah jenis yang terdapat pada habitat a dan b

a = jumlah jenis dalam habitat a

b = jumlah jenis dalam habitat b

Nilai indeks kesamaan yang besar, mengindikasikan bahwa kedua sampel

memiliki komposisi dan nilai kuantitatif yang sama, demikian juga

sebaliknya.

49

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Kedua lahan penelitian memiliki kriteria komunitas yang baik. Pada lahan yang

dikelola secara konvensional tingkat kanekaragaman dan kemelimpahan dalam

kategori sedang, dengan nilai (H = 1,5627) dan (DMg = 3,8163). Sedangkan

pada lahan yang dikelola secara organik, tingkat kanekaragaman dan

kemelimpahan dalam kategori sedang, dengan nilai (H’ = 1,6676) dan (DMg =

3,6453). Oleh karena itu, pengelolaan lahan secara organik pada daerah tersebut

belum terlalu berpengaruh pada keanekaragaman dan kemelimpahan arthropoda

tanah, karena waktu pelaksanaannya masih relatif singkat, yaitu 3 tahun.

Meskipun kedua lahan memiliki kriteria komunitas yang sama, pada lahan

organik jumlah individu yang ditemukan lebih banyak dibandingkan pada lahan

konvensional, hal tersebut memungkinkan beberapa tahun mendatang kualitas

tanah pada lahan organik akan terus mengalami peningkatan.

50

DAFTAR PUSTAKA

51

DAFTAR PUSTAKA

Adisoemarto, S. 1998. Kemungkinan penggunaan serangga sebagai indikatorpengelolaan keanekaragaman hayati. Biota. III (1): 253 – 3.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi).Rineka Cipta. Jakarta.

Banuwa, I. S. 2013. Erosi. Kencana Prenada. Media Group. Jakarta.

Bonkowski, M., Griffiths., Scrimgeoure. 2000. Substrate heterogenity andmicrofauna in soil organic ‘hotspots’ as determinants of nitrogen capture andgrowth of ryegrass. Applied Soil Ecology. 14: 37 – 53.

Borror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1997. Pengenalan PelajaranSerangga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Campbell, N.A., Jane, B.R., Lisa, A.U., Michael, L.C., Steven, A.W., Peter, V.M.,Robert, B.J. 2008. Biologi, edisi kedelapan jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Coleman, D.C., Crossley Jr., Paul, F.H. 2004. Fundamentals of soil ecology. ElsevieAcademy Press. New York.

Curry, J. P. 1986. Effects of management on soil decomposers and decompositionprocesses in grassland, in: Mitchell, M. J., Nakas, J. P. (Eds.), Micro floraland Faunal Interactions in Natural and Agro ecosystems. Nijhoff/JunkPublishers, Dotrecht, pp. 349 – 398.

52

Daly, M.C., Hooper, B.G.D., dan Smith, D.G., 1987, tertiary Plate Tectonics andBasin Evolution in Indonesia, Proceedings Indonesian PetroleumAssociation (IPA) 16th Annual Convention.

Donahue, R. L,W. 1970. Soils an introduction to soil and plant growth. Prentice hall,inc. New Jersey

Fitriana, Y.R. 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di HutanMangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.Biodiversitas ISSN: 1412 – 033 X. Volume VII, Nomor I. Hal: 67 – 72.Jurusan Management Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.Bandar Lampung.

Hendrix, P.F., Crossley Jr., David, C.C. 1990. Soil biota as componens of sustainableagroecosystems. In: Sustainable agricultural systems, C.A. Edwards, R. Lal,P. Madden, R.H. Miller and G. House (Eds). SWCS, Ankey, USA. pp. 637 –654.

Indriyanti dan Wibowo, L. 2008. Keragaman dan Kemelimpahan Collembola sertaaArthropoda Tanah di Lahan Sawah Organik dan Konvensional pada MasaBera. J. HPT. Tropika. 8(2):110-116.

Irwan, Z., D. 1996. Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan, danPelestariannya. Bumi Aksara. Jakarta.

Jeffrey, S. and Gardi, C. 2009. Soil Biodiversity. European Commission JointResearch Centre, Institute for Enviromental and Sustainability, LandManagement and Natural Hazards Unit.

Jorgensen, S.E., Constanza, R. & Xu, F.L. 2005. Handbook of Ecological Indicatorsfor Assesment of Ecosystem Health. CRC Press. www.crepress.com.

Karo, H.S.A. 2009. Analisis Usaha Tani Kopi di Kecamatan Simpang EmpatKabupaten Karo. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas PertanianUniversitas Sumatra Utara. Medan.

53

Krebs, J. C. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution andAbundance. Harper and Row Publisher. New York.

Lavelle, P., Decaëns, T., Aubert. M., Barot, S., Blouin. M., Bureau. F., Margerie.P.,Mora. P., Rossi, J.P. 2006. Soil invertebrates and ecosystem services.European Journal of Soil Biology 42 S3 – S15

Lee, K. E. 1991. The diversity of soil organisms, in: Hawksworth, D.L. (Eds.), TheBiodiversity of Microorganisms and Invertebrates: Its Role in SustainableAgriculture. CABI, Wallingford, 73 – 86.

Maftu’ah, E., Arisoesilaningsih, E., Handayanto. E. 2001. Potensi diversitasmakrofauna tanah sebagai indicator kualitas tanah pada beberapapenggunaan lahan. Makalah Seminar Nasional Biologi 2. ITS. Surabaya.

Mas’ud, A., dan Sundari. 2011. Kajian Struktur Komunitas Epifauna Tanah diKawasan Hutan Konservasi Gunung Sibela Halmahera Selatan MalukuUtara. Bioedukasi Volume 2, nomor 1: 7 – 15.

Meglitsch, P.A. 1972. Invertebrate Zoology . Second Edition. Oxford University.London

Moore, J. C. dan Walter, D. E. 1988. Arthropod Regulation of micro and Mesobiotain below ground food webs. Annual Review of Entomology 33: 419 – 439.

Najima, K. & Yamane, A. 1991. The Effect of Reforestation on Soil Fauna in thePhilippines. Philippines Journal of Science. 120 (1) : 1-9.

Najiyanti, S. dan Danarti. 2004. Budidaya Tanaman Kopi dan Penanganan PascaPanen. Penebar Swadaya. Jakarta.

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. Saunders Company.Philadelphia and London.

54

_______. 1983. Basic Ecology. Saunders College Publihing. Holt – Saunders Japan.

_______. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh T. Samingan.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

_______. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemah: Tjahyono Saminginan. GadjahMada University Press. Yogyakarta.

Oka, I., D. 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Pandutama, M., H., Arie, M., Suyono, dan Wustamidin. 2003. Dasar-dasar IlmuTanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jawa Timur.

Pracaya. 2007. Hama dan penyakit tanaman. Penebar swadaya. Jakarta

Price, P. W. 1975. Insect Ecology. John Willey and Sons. New York

_______. 1997. Insect Ecology. Third Edition. John Willey and Sons, Inc. New York.

Sari, M. 2014. Identifikasi Serangga Dekomposer di Permukaan Tanah Hutan TropisDaratan Rendah (Studi Kasus di Arboretum dan Komplek KampusUNILAK dengan Luas 9,2 Ha). Biolectura. 2(1):63-72.

Siswoputranto, P.S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif .Usaha Nasional. Surabaya.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.

55

Suin, N. M. 1991. Perbandingan Komunitas Hewan Permukaan Tanah AntaraLadang dan Hutan di Bukit Pinang-Pinang Padang. Laporan PenelitianUniversitas Andalas. Padang.

______. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Suheriyanto, D. 2008. Ekologi serangga. Penerbit UIN Malang Press. Malang.

Sunaryo, & Girmansyah, D. 2015. Identifikasi tumbuhan asing invasif diTaman Nasional Tanjung Putting, Kalimantan Tengah. ProsidingSeminar NasionalMasyarakat Biodiversitas Indonesia, 1, 1034–1039.

Sutedjo, M.M. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Takeda, H. 1981. Effect of Shiffing Cultivation on The Soil Meso-Fauna with SpecialReferences to Collembolan Population in North-East Thailand. Memoir ofCollege of Agriculture Kyoto University. 18 : 44 – 60.

Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Edisi Kedua. GadjahMada University Press. Yogyakarta.

Wibawa, W., dan Dedi, S. 2012. Herbisida Efektif, Efisien, Dan Ramah LingkunganUntuk Pengendalian Gulma Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat DiProvinsi Bengkulu. BPTP Bengkulu. Bengkulu.