keanekaragaman dan kelimpahan arthropoda...

124
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978 Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 1 Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA TANAH DI LAHAN STROBERI (Fragaria Sp) SEMBALUN KABUPATEN LOMBOK TIMUR SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN MODUL EKOLOGI HEWAN Abdussamiul Basir 1 ; Iwan Doddy Dharmawibawa 2 ; Safnowandi 3 1,2,3 Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram e-mail : [email protected] Abstrak: Arthropoda merupakan hewan dengan tingkat populasi terbesar antara hewan fIlum lainnya dan tersebar di setiap wilayah dengan habitat yang berbeda-beda baik yang hidup di perairan atau pun di darat bahkan tersembunyi di dalam tanah. Arthropoda tanah berperan penting dalam suatu ekosistem, beberapa diantaranya dapat menguntungkan dan merugikan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi jenis artrhropoda tanah, (2) menganalisis indeks keanekaragaman dan (3) mengungkap kelimpahan Arthropoda tanah di lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur, serta (4) menyusun bahan ajar berupa modul Ekologi Hewan. Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian Stroberi (fragaria sp) Sembalun Kabupaten Lombok Timur dan identifikasi dilakukan di Laboratorium Biologi FPMIPA IKIP Mataram pada bulan Agustus 2017. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik perangkap jebak (Pitfall Trapp) untuk mendapatkan sampel yang diidentifikasi. Hasil penelitian ditemukan 5 spesies Arthropoda tanah antara lain, Gryllus Sp, Araneus diadematus, Camponotus modoc, Clivina fossor, dan Chelisoches sp dengan jumlah keseluruahan sebanyak 44 individu. Nilai indeks keanekkaragaman (H`) untuk Gryllus Sp dengan nilai 0,140, Araneus diadematus dengan nilai 0,217, Camponotus modoc dengan nilai 0,199, Clivina fossor dengan nilai 0,183, Chelisoches sp dengan nilai 0,086 dan nilai rata-rata dari keseluruahan Arthropoda tanah yang ditemukan adalah 0,165 sehingga Arthropoda tanah di lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur dikategorikan dengan keanekaragaman yang rendah (Magurran, 1988). Kelimpahan Arthropoda tanah yang diperoleh dengan presentase dari yang tertinggi sampai terendah yaitu, 77,27% Camponotus modoc, 9,09% Araneus diadematus, 6,81% Clivina fossor, 4,54% Gryllus Sp, dan 2,27% Chelisoches sp. Hasil penelitian ini dikembangkan sebagai dasar penyusunan modul Ekologi Hewan yang divalidasi oleh beberapa validator dengan hasil tingkat pencapaian antara lain, 82% validasi isi atau materi, 80% validasi bahasa, dan 86% validasi tampilan dengan kategori layak untuk digunakan, serta diuji oleh 15 mahasiswa diperoleh hasil nilai rata-rata 86% dengan kategori modul terbaca. Kata Kunci: Keanekaragaman, Kelimpahan, Arthropoda Tanah, Modul Ekologi Hewan PENDAHULUAN Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis dan memiliki lahan hutan yang begitu luas, dan sebagian diantaranya dijadikan sebagai lahan pertanian tempat mereka bercocok tanam, pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang meliputi yaitu plora dan faona, dimana kedua komponen tersebut sangat berperan penting dalam suatu keberadaan pada suatu rantai makanan, dengan kata lain tanpa kedua komponen tersebut maka suatu ekosistem tidak akan seimbang (I Wayan, 2010 dalam Lisnawati, 2016). Pertanian di Indonesia terdapat berbagai macam tanaman dan salah satu diantaranya yaitu tanaman stroberi (Fragaria sp). Stroberi merupakan tanaman yang biasa hidup di dataran tinggi biasanya tumbuh di tempat yang lembap dan di perbukitan. Stroberi banyak tumbuh di setiap daerah daratan tinggi atau di perbukitan indonesia salah satu daerah yaitu terletak di Sembalun Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Menurut data BPS tahun 2010, dalam Noris, (2012), Nusa Tenggara Barat memiliki kekayaaan alam yang melimpah dengan luas daratan lebih dari 20 ribu km 2 yang menyimpan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya, terutama di daerah Kabupaten Lombok Timur. Lombok Timur memliki luas kurang lebih 1.605,55 km 2 , dengan populasi total 1.105.582 jiwa dan

Upload: dinhhuong

Post on 03-Mar-2019

269 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 1

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA TANAH DI LAHAN

STROBERI (Fragaria Sp) SEMBALUN KABUPATEN LOMBOK TIMUR

SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN MODUL EKOLOGI HEWAN

Abdussamiul Basir1; Iwan Doddy Dharmawibawa2; Safnowandi3

1,2,3Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

e-mail : [email protected]

Abstrak: Arthropoda merupakan hewan dengan tingkat populasi terbesar antara hewan

fIlum lainnya dan tersebar di setiap wilayah dengan habitat yang berbeda-beda baik yang hidup di

perairan atau pun di darat bahkan tersembunyi di dalam tanah. Arthropoda tanah berperan penting

dalam suatu ekosistem, beberapa diantaranya dapat menguntungkan dan merugikan tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi jenis artrhropoda tanah, (2) menganalisis indeks

keanekaragaman dan (3) mengungkap kelimpahan Arthropoda tanah di lahan Stroberi Sembalun

Kabupaten Lombok Timur, serta (4) menyusun bahan ajar berupa modul Ekologi Hewan. Penelitian

ini dilaksanakan di lahan pertanian Stroberi (fragaria sp) Sembalun Kabupaten Lombok Timur dan

identifikasi dilakukan di Laboratorium Biologi FPMIPA IKIP Mataram pada bulan Agustus 2017.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik perangkap jebak (Pitfall Trapp) untuk

mendapatkan sampel yang diidentifikasi. Hasil penelitian ditemukan 5 spesies Arthropoda tanah

antara lain, Gryllus Sp, Araneus diadematus, Camponotus modoc, Clivina fossor, dan Chelisoches

sp dengan jumlah keseluruahan sebanyak 44 individu. Nilai indeks keanekkaragaman (H`) untuk

Gryllus Sp dengan nilai 0,140, Araneus diadematus dengan nilai 0,217, Camponotus modoc dengan

nilai 0,199, Clivina fossor dengan nilai 0,183, Chelisoches sp dengan nilai 0,086 dan nilai rata-rata

dari keseluruahan Arthropoda tanah yang ditemukan adalah 0,165 sehingga Arthropoda tanah di

lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur dikategorikan dengan keanekaragaman yang

rendah (Magurran, 1988). Kelimpahan Arthropoda tanah yang diperoleh dengan presentase dari

yang tertinggi sampai terendah yaitu, 77,27% Camponotus modoc, 9,09% Araneus diadematus,

6,81% Clivina fossor, 4,54% Gryllus Sp, dan 2,27% Chelisoches sp. Hasil penelitian ini

dikembangkan sebagai dasar penyusunan modul Ekologi Hewan yang divalidasi oleh beberapa

validator dengan hasil tingkat pencapaian antara lain, 82% validasi isi atau materi, 80% validasi

bahasa, dan 86% validasi tampilan dengan kategori layak untuk digunakan, serta diuji oleh 15

mahasiswa diperoleh hasil nilai rata-rata 86% dengan kategori modul terbaca.

Kata Kunci: Keanekaragaman, Kelimpahan, Arthropoda Tanah, Modul Ekologi Hewan

PENDAHULUAN Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis dan memiliki lahan hutan yang begitu

luas, dan sebagian diantaranya dijadikan sebagai lahan pertanian tempat mereka bercocok tanam,

pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang meliputi yaitu plora dan faona,

dimana kedua komponen tersebut sangat berperan penting dalam suatu keberadaan pada suatu rantai

makanan, dengan kata lain tanpa kedua komponen tersebut maka suatu ekosistem tidak akan

seimbang (I Wayan, 2010 dalam Lisnawati, 2016).

Pertanian di Indonesia terdapat berbagai macam tanaman dan salah satu diantaranya yaitu tanaman

stroberi (Fragaria sp). Stroberi merupakan tanaman yang biasa hidup di dataran tinggi biasanya

tumbuh di tempat yang lembap dan di perbukitan. Stroberi banyak tumbuh di setiap daerah daratan

tinggi atau di perbukitan indonesia salah satu daerah yaitu terletak di Sembalun Kabupaten Lombok

Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Menurut data BPS tahun 2010, dalam Noris, (2012), Nusa Tenggara Barat memiliki

kekayaaan alam yang melimpah dengan luas daratan lebih dari 20 ribu km2 yang menyimpan

kekayaan dan keanekaragaman sumber daya, terutama di daerah Kabupaten Lombok Timur.

Lombok Timur memliki luas kurang lebih 1.605,55 km2, dengan populasi total 1.105.582 jiwa dan

Page 2: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 2

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

kepadatan 688,6 jiwa/km2. Lombok timur memiliki kekayaan alam yang berlimpah seperti, laut,

Gunung, hutan, pertanian, dan wisata alam, sebut saja potensi pertanian seperti, di Sembalun.

Daerah di lereng Gunung Rinjani ini memiliki suhu yang rendah sehingga sangat berpotensi untuk

mengolah agroindustri. Banyak hasil pertanian daerah ini seperti, stroberi, kentang, bawang, wortel,

dan berbagai jenis tanaman yang tumbuh di daerah dataran tinggi.

Sembalun merupakan daerah perbukitan yang memiliki beragam jenis hewan Arthropoda

atau serangga salah satu lahan yaitu di lahan Stroberi. Sembalun adalah salah satu pusat produksi

stroberi untuk daerah Lombok bahkan se Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Daerah ini sangat

cocok dalam budidaya tanaman stroberi dikarenakan iklim yang begitu mendukug. Sembalun

merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah 217,08 km2 dan terdiri dari 6 desa. Secara

geografis daerah Sembalun memiliki ketinggian daerah yang bervariasi yaitu berkisar antara 800

sampai 1.200 meter dari permukaan laut dan berada di lereng Gunung Rinjani, Sembalun terletak di

sebelah utara berbatasan dengan Aikmel disebelah timur berbatasan dengan Sambelia (Anonim,

2016).

Arthropoda merupakan jenis hewan yang keberadaannya terbesar di wilayah hutan maupun

lahan pertanian, dan memiliki peran penting dalam suatu ekosistem. Arthropoda tanah berperan

dalam dekompososisi bahan organik tanah untuk penyediaan unsur hara. Arthropoda merupakan

hewan invertebrata yang memiliki tubuh dan kaki beruas-ruas atau bersendi-sendi, dan Arthropoda

dibedakan menjadi beberapa kelas diantaranya yaitu, Crustacea, Arachnida, Myriapoda, dan

Insecta (Arief, 2001).

Keberadaan Arthropoda di lahan stroberi Sembalun sangatlah banyak dan beragam jenisnya, namun

dari kalangan para pelajar begitu minim dalam mengetahui keberadaan dan keragaman jenis hewan

Arthropoda tersebut, senhingga perlu adanya penelitian dalam mengungkap dan mengidentifikasi

masalah tersebut dan dibentuk dalam bentuk modul sehingga memudahkan dari kalangan para

pelajar dalam belajar.

Pada proses pembelajaran di program studi pendidikan Biologi FPMIPA IKIP mataram

dalam mata kuliah Ekologi Hewan, bahan ajar yang dijadikan sebagai bahan acuan dalam belajar

masih minim, untuk itu perlu adanya bahan ajar yang digunakan oleh mahasiswa dalam belajar

sehingga memudahkan mahasiswa belajar secara mandiri ataupun dijadikan sebagai referensi

tambahan, yang dalam hal ini bahan ajar yang akan dikembangkan berupa modul ekologi hewan.

Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistimatis, yang di

dalamnya ber isikan materi-materi dan memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan

didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik. Modul berfungsi

sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri sehingga siswa dapat belajar sesuai kecepatan masing-

masing (Dikmenjur, 2008 dalam Cahyaningtiyas, 2014). Dan pada kesempatan kali ini penulis

melakukan penelitian dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan Arthropoda Tanah di Lahan

Stroberi (Fragaria Sp) Sembalun Kabupaten Lombok Timur sebagai dasar Penyusunan Modul

Ekologi Hewan.

METODE PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian Deskriptif Eksploratif

Metode penelitian yang dilakukan adalah Deskriptif-eksploratif yang merupakan suatu

penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau menggunakan sampel (Nazir,

1999 dalam Lisnawati, 2016). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

perangkap jebak (pitfall trapp) yang ditanam sejajar di permukaan tanah, alat perangkap

dipasang secara acak disetiap plot, yang dimana plot dibentuk menjadi 4 bagian dan masing-

masing plot dipasang alat perangkap sebanyak 5 perangkap, kemudian sampel yang

terperangkap diidentifikasi di tempat dengan menggunakan panduan buku kunci determinasi,

sedangkan sampel yang berukuran mikro dibawa ke Laboratorium untuk diidentifikasi dengan

bantuan menggunakan Mikroskop.

Page 3: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 3

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

2. Rancangan Penelitian Pengembangan Modul

Penelitian pengembangan dilakukan dengan menggunakan 4D yaitu, Define, Design,

Develop, Disseminate, (Thiagarajan, dkk 1974). Namun pada penelitian dimodifikasi menjadi

3D yaitu, Define, Design, Develop. Bahan ajar yang dibuat divalidasi oleh 3 orang validator

ahli yaitu ahli materi atau isi, ahli tampilan, dan ahli bahasa, serta uji keterbacaan oleh

mahasiswa.

3. knik Pengumpulan Data

a. Observasi.

Teknik observasi merupakan proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis

mengenai gejala-gejala yang diteliti. Teknik observasi penelitian ini yaitu dengan

melakukan pengamatan dan pengelompokan terhadap sampel penelitian yang dimana yang

diamati yaitu banyak sampel yang terperangkap di dalam perangkap.

b. Validasi.

Teknik validasi diartikan sebagai suatu tindakan pembuktian dengan cara yang

sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme

yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang

diinginkan. Yang divalidasi dalam penelitian ini adalah produk atau hasil penelitaian yang

menjadi bahan ajar berupa modul dengan menggunakan lembar validasi ahli. Lembar

validasi ahli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengumpulkan hasil lembar

validasi ahli yang sudah disebarkan kepada masing-masing validator yang ditentukan oleh

peneliti untuk memvalidasi modul ekologi yang dikembangkan melalui hasil penelitian.

Hasil penelitian dari validator dihitung dengan rumus total yang didapat, dibagi skor

maksimal dikali 100%, aspek yang dinilai berupa isi atau materi, bahasa dan tampilan.

c. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan di sini diartikan bahwa dalam pembuatan suatu produk terlebih

dahulu diuji coba dengan menggunakan beberapa Mahasiswa untuk mengetahui di mana

letak kekurangan dan bagian mana yang harus di perbaiki. Jumlah mahasiswa yang

digunakan sebanyak 15 Mahasiswa.

d. Dokumentasi (pengambilan gambar)

Teknik dokumentasi menurut Sugiyono (2013) dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seorang.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data meipuiti penghitungan Indeks Keanekaragaman dan analisis

kelimpahan Arthropoda tanah. Penghitungan Indeks Keanekaragaman menggunakan rumus

Shannon-Wienner (Magurran, 1988 dalam Rahmawaty, 2000).

a. Indeks keanekaragaman

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman.

ni = banyak spesies dalam suatu plot atau jumlah individu ke-i.

N = jumlah total individu yang didapat

Dengan kriteria indeks keaneragaman (H’) menurut Magurran, 1988 dalam Rahmawaty,

2000 sebagai berikut :

Nilai H’ berkisar antara 1,5 – 3,5 :

H’ < 1,5 : Keanekaragaman Rendah.

H’ 1,5 - 3,5 : Keanekaragaman Sedang.

H’ > 3,5 : Keanekaragaman Tinggi

b. Kelimpahan jenis

Analisis Kelimpahan Arthropoda tanah menggunakan rumus sebagai berikut (Van Balen,

1984 dalam Rahmawati, 2000).

H’ = Σ Pi ln Pi

Pi = ni/N

Page 4: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 4

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Dengan :

Pi = nilai kelimpahan Arthropoda tanah

Analisis jenis Arthropoda tanah menggunakan buku “Kunci Determinasi Serangga” oleh

(Subyanto dkk, 2003).

c. Teknik presentase

Teknik presentase pengembangan bahan ajar, Bahan ajar yang disusun dalam

penelitian ini adalah bahan ajar cetak berupa modul, yang hasil validasinya akan dianalisis

menggunakan teknik persentase. Data hasil validasi modul yang dilakukan oleh validator

atau beberapa ahli dianalisis menggunakan rumus persentase. Adapun rumus persentase

adalah sebagai berikut :

P =Ʃ 𝑆

𝑁x

100%

Keterangan :

P = Presentase

S = Skor rata-rata yang Diperoleh

N = Skor total (skor maksimal)

Dari hasil lembar validasi yang sudah diisi oleh tim validator kemudian di analisis

dengan persentase dengan tabel kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.1 Konversi Revisi Bahan Ajar

Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan

>80% Sangat Baik Tidak perlu direvisi

70% - 80% Baik Tidak perlu direvisi

60% - 69% Cukup Direvisi

50% - 59% Kurang Direvisi

<50% Sangat Kurang Direvisi

(Sumber : diadaptasi dari Setyosari dan Efendi dalam Roevicka, 2014).

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di lahan Stroberi Sembalun Kabupaten

Lombok Timur, dengan menggunakan teknik perangkap jebak (Ptfall Trapp) dengan tujuan untuk

mengidentifikasi jenis Arthropoda tanah, indeks keanekaragaman dan kelimpahan serta hasil

penelitian ini dikembangkan sebagai dasar penyusunan Modul Ekologi Hewan. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilkukan di lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur dapat

dipaparkan sebagai berikut :

1. Jenis Arthropoda Tanah di Lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur Berdasarkan hasil pengamatan yaitu, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Pengamatan Arthropoda Tanah

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis spesies yang ditemukan dari semua alat

perangkap yang telah disatukan bahwa hanya di 11 perangkap yang ditemukan Arthropoda

0

10

20

30

40Jenis Arthropoda Tanah

Gryllus Sp

Araneus diadematus

Camponotus modoc

Clivina fossor

Chelisoches sp

Σ Arthropoda spesies

Σ total arthropoda Pi = x 100%

Page 5: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 5

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

sedangkan sisanya tidak ditemukan, artinya bahwa Arthropoda yang ditemukan sebanyak 5

spesies dengan jumlah individu sebanyak 44 individu diantaranya yaitu, 2 Gryllus Sp, 4 Araneus

diadematus 4 Camponotus modoc, 3 Clivina fossor dan 1 Chelisoches sp.

2. Keanekaragaman Arthopoda Tanah di Lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok

Timur Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2. Hasil Analisis indeks keanekaragaan Arthopoda tanah dilahan Stroberi Sembalun

Kabupaten Lombok Timur

Berdasarkan hasil analisis indeks keanekaragaman yang didapatkan bahwa, untuk spesies

Gryllus Sp yang didapatkan sebanyak 2 individu dengan indeks keanearagaman 0,140 angka ini

menunjukan bahwa spesies ini tergolong rendah pada lahan tersebut, ini dikarenakan kondisi tanah

lahan tersebut lembap atau sedikit basah, dan dalam bukiu Arief (2001) menyatakan bahwa spesies

ini merupakan spesies yang termasuk memiliki populasi yang sedikit dari pada spesies lainnya.

Sedangkan untuk spesies Araneus diadematus yang didapatkan yaitu sebanyak 4 individu dengan

indeks keanekaragaman 0,217 angka tersebut menunjukan tingkat spesies ini juga tergolong rendah,

ini dikarenakan spesies dari beberapa kelas hewan ini tempat tinggalnya kebanyakan bukan ditanah

sehingga sedikit ditemukan.

Sedangkan untuk spesies Camponotus modoc yang didapatkan yaitu sebanyak 34 individu,

spesies ini merupakan paling banyak ditemukan di lokasai penelitian dari pada spesies lainnya, ini

dikarenakan spesies dari golongan Semut ini hidup secara berkoloni atau seara berkelompok,

spesies ini memiliki populasi paling besar pada suatu ekosistem dari pada spesies Arthropoda

lainnya (Arief, 2001). Spesies dari famili formicidae atau Semut merupakan kelompok hewan

terestrial paling dominan di daerah tropik, hal tersebut dikarenakan spesies ini berperan dalam agen

hayati pengendalian hama, di dalam ekosistem tanah, semut dapat menggali sejumlah besar tanah

sehingga menyebabkan terangkatnya nutrisi tanah, Semut membentuk simbiosis dengan berbagai

serangga lainnya, tumbuhan dan jamur (Herlinda, 2008).

Untuk spesies Clivina fossor yang didapat yaitu 3 individu dari semua total spesies yang

didapatkan dengan indeks keanekaragaman 0,183 angka tersebut menunjukan bahwa spesies

tersebut tergolong keanekaragamannya rendah, ini dikarenakan golongan Kumbang ini sensitif

terhadap suatu kondisi suhu lingkungan (Musyafa, 2004) yang dimana lahan tersebut bersuhu

rendah atau dingin sehingga keberadaan hewan ini sedikit yang ditemukan, dan spesies dari kelas

insecata ini berperan sebagai predator.

Sedangkan untuk spesies Chelisoches sp yang ditemukan hanya 1 individu dari semua total

spesies yang didapatkan dengan hasil indeks keanekaragaman 0,086 artinya angka tersebut

menujukan bahwa spesies ini tergolong keanekaragamannya sangat rendah di lokasi penelitian,

sebenarnya spsies ini termasuk dengan populasi yang banyak namun ini disebabkann karena

keterbatasan tekhnik penangkapan Arthropoda tersebut dan juga tempat keberadaan hewan ini

menempel di setiap batang dan akar tanaman sehingga memungkinkan sedikitnya yang

terperangkap pada alat perangkap.

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25Indeks Keanekaragaman (H`)

Gryllus SpAraneus diadematusCamponotus modocClivina fossorChelisoches sp

Page 6: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 6

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

3. Kelimpahan Arthopoda Tanah di Lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur Berdasarkan hasil analisis kelimpahan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil nilai kelimpahan Arthopoda tanah

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan bahwa Arthropoda tanah

yang didapatkan yaitu dengan jumlah total 44 individu dari 5 spesies yang berbeda yaitu 2

Gryllus Sp dengan nilai kelimpahan sebayak 4,54% dari total jumlah spesies yang ditemukan, 4

Araneus diadematus dengan nilai kelimpahan 9,09% dari total jumlah spesies yang di temukan,

34 Camponotus modoc dengan nilai kelimpahan 77,27% dari total jumlah spesies yang

ditemukan, 3 Clivina fossor dengan nilai kelimpahan 6,81% dari total jumlah spesies yang

ditemukan, dan 1 Chelisoches sp dengan nilai kelimpahan 2,27% dari total jumlah spesies yang

ditemukan.

4. Penyusunan Modul Ekologi Hewan Tabel 4.4 Analisis Skor Validasi Ahli

Tabel 4.5 Hasil Uji Keterbacaan Mahasiswa.

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

Nilai Kelimpahan

Gryllus Sp

Araneus diadematus

Camponotus modoc

Clivina fossor

Chelisoches sp

75%

80%

85%

90%Tingkat Pencapaian Validasi Modul ekologi Hewan

isi atau materi

tampilan

bahasa

75%

80%

85%

90%

95%

Uji keterbacaan Nazim

Arilia Hidayanti

Fitriani

Ummu Rahmawati

Imanudin

Darmilumiati

Marya Gregoriana

Siti Faradila

Aipanrus

Nirmala Ainun

Aati Asmawati

Anna Fitriana

Mirawati

Lale Nirwani

Khotimah

Page 7: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 7

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berdasarkan Tabel 4.4 analisis skor dan kualifikasi penilaian modul Ekologi Hewan yang

telah diisi oleh masing-masing validator didapatkan hasil yaitu untuk validator ahli materi atau isi

oleh Nofisulastri, M.Si diperoleh nilai rata-rata 4,1 dari 9 komponen penilaian dengan

menggunakan skala likert (5, 4, 3, 2, 1) dengan tingkat pencapaian 82% yang menunjukkan bahwa

modul layak digunakan tanpa revisi, kemudian untuk validator ahli tampilan oleh Septiana Dwi

Utami, M.Pd, diperoleh nilai rata-rata 4 dari 9 komponen penilaian dengan menggunakan skala

likert (5, 4, 3, 2, 1) dengan tingkat pencapaian 80% yang menunjukkan bahwa modul layak

digunakan tanpa revisi, dan untuk validator ahli bahasa modul ekologi hewan oleh Saidil Mursali,

M.Pd, diperoleh nilai rata-rata 4,4 dari 5 komponen penilaian dengan menggunakan skala likert (5,

4, 3, 2, 1) hasil tingkat pencapaian 84% yang menunjukkan bahwa modul layak digunakan tanpa

revisi.

Hasil analisis validasi bahan ajar yang disusun dalam penelitian ini berupa Modul Ekologi

Hewan yang membahas materi tentang Arthropoda tanah. Modul Ekologi Hewan ini digunakan

sebagai salah satu panduan mata kuliah Ekologi Hewan. Modul ini telah divalidasi oleh 3 validator

ahli yaitu ahli materi atau isi oleh Nofisulastri, M.Si., validator ahli tampilan Septiana Dwi Utami,

M.Pd, dan validator ahli bahasa modul ekologi hewan oleh Saidil Mursali, M.Pd, serta uji

keterbacaan oleh 15 Orang Mahasiswa FPMIPA IKIP Mataram pada Program Studi Pendidikan

Biologi. Dari beberaapa hasil di atas bahwa bahan ajar berupa Modul Ekologi Hewan yang peneliti

susun ini layak digunakan untuk Mahasiswa khususnya Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Biologi FPMIPA IKIP Mataram.

Berdasarkan Tabel 4.5 hasil uji keterbacaan yang telah diuji oleh 15 Mahasiswa Pendidikan

Biologi IKIP Mataram dengan hasil rata-rata yang diperoleh adalah 86% angka ini menunjukan

bahwa modul yang diuji dikategorikan telah terbaca, artinya bahwa modul tersebut sudah dipahami

dan sudah bisa digunakan kepada pembaca yang disesuaikan pada kriteria yang tertera pada lembar

uji keterbacaan sehingga modul ekologi hewan tersebut layak digunakan.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok

Timur dapat diambil kesimpulan bahwa Jenis-jenis Arthropoda tanah yang ditemukan di lahan

Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur dengan menggunakan teknik perangkap jebak (Pitfall

Trapp) terdiri dari 5 spesies yaitu, Gryllus Sp, Araneus diadematus, Camponotus modoc, Clivina

fossor, Chelisoches sp. Sedangkan Indeks keanekaragaman (H`) Arthropoda tanah yang ditemukan

dilahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur dengan menggunakan teknik perangkap

jebak (Pitfall Trapp) yaitu dengan nilai rata-rata adalah 0,165 sehingga indeks keanekaragaman dari

Arthropoda tanah di lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur yaitu dengan kategori

tingkat keanekaragamn yang Rendah. Kelimpahan tertinggi dari Arthropoda tanah yang di temukan

di lahan Stroberi Sembalun Kabupaten Lombok Timur yaitu pada Camponotus modoc dengan nilai

kelimpahan 77,27% dari semua total jumlah Arthropoda yang ditemukan, sedangkan yang

terrendah yaitu pada Chelisoches sp dengan nilai kelimpahan 2,27%.. Untuk penyusunan modul

ekologi dapat disimpulkan baahwa dari hasil validasi yang di peroleh dari masing-masing validator

dengan tingkat pencapaian yaitu, 82% untuk segi materi atau isi, 80% untuk untuk segi tampilan

dan 88% untuk segi bahasa, serta meperoleh hasil uji keter bacaan dengan hasil rata-rata 86%,

sehingga modul dikategorikan bahwa layak untuk digunakan.

SARAN

Sebaiknya perlu dilakukan peneltian lebih lanjut terkait hal-hal yang kurang dalam

penelitian ini, dan sebaiknya dalam proses teknik pengambilan sampel perlu dilakukan pengulangan

sehingga hasil yang di peroleh lebih maksimal.

DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Z. 2010. Studi Keanekaragaman Serangga di Vegetasi Savana Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim Malang

Arikunto, S. 2013. Manajemen Penelitian.Rineka Cipta: Jakarta

Page 8: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 8

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta. Kanisius

Cahyaningtyas, R. 2014. Penyusunan Modul Pembelajaran KKPI Untuk Meningkatkan

Kemandirian Belajar Siswa Kelas X Pada Materi Mengoperasikan Software Spreadsheet

di SMK Negeri 1 Depok. Universitas negri Yogyakarta

Gembong, T. 1985 Taksonomi Tumbuhan. PT Glora. Gunadi, T. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta

Hadi, M. Tarwotjo, U dan Rahadian, R. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Hamalik, O. 1994. Sistem Pembelajaran Jarak Jauh dan Pembinaan Ketenagaan. Bandung:

Trigenda Karya

Herlinda, S., dkk. 2008. Perbandingan Keaneragaman Spesies dan Kelimpahan Arthropoda

Predator Penghuni Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasi dan Tanpa Aplikasi Insektisida. Jurusan

Biologi FMIPA. Universitas Sriwijaya

Indahwati, R., dkk. 2012. Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Lahan Apel Desa Tulungrejo

Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Universitas Diponegoro. Semarang

Kastawi, Y. 2005. Zoologi Avertebrata. UM Prees. Malang

Mariatul, Q. 2014. Keanekaragaman Arthropoda Tanah Di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran

Blitar. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Ibrahim Malang

Lisnawati. 2016. Kelimpahan Dan Keaneragaman Arthropoda Tanah Sebagai Sumber Belajar Di

Kawasan Hutan Kalasan Sumber Ubalan Kabupaten Kediri. Program Studi Pendidikan

Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar swadaya. Jakarta

Rahmawaty. 2000. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah di Kawasan Hutan Wisata Alam

Sibolangit.e-jurnal Universitas Sumatra Utara

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfa

Beta

Suheriyanto dan Dwi R. 2008. Ekologi Serangga. Malang: UIN Press.

Thiagarajan, S., Semmel, D. & Semmel, M. I. 1974. Instructional development for training teacher

of Exceptional Childre. Indiana : Indiana University Bloomington

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 9: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 9

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENGEMBANGAN BUKU AJAR MICROTEACHING BERBASIS PRAKTIK UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGAJAR CALON GURU

Ade Kurniawan1; Masjudin2

1,2IKIP Mataram

e-mail: [email protected]; [email protected]

Abstak: Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perkuliahan Microteaching di IKIP

Mataram adalah belum adanya buku ajar microteaching. Akibatnya, dosen dan mahasiswa kesulitan

dalam mencari referensi yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan perkuliahan.

Mahasiswa seringkali hanya menggunakan referensi yang didownload dari blog-blog yang tidak

terjamin kebenarannya. Akibatnya, mahasiswa tidak menguasai keterampilan dasar dalam

mengajar. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah Untuk menghasilkan buku ajar

microteaching yang valid, dan efisien untuk meningkatkan keterampilan mengajar calon guru di

IKIP Mataram. Buku ajar microteaching dikembangkan dengan menyeimbangkan antara teori

dengan Praktik sesuai dengan beban mata kuliah microteaching. Jenis penelitian ini adalah

penelitian pengembangan. Penelitian ini dirancang dengan mengacu pada model pengembangan 4D

(Define, Design, Develop, Dessimination). Hasil penelitian ini baru mencapai tahap Develope.

Teknik pengambilan data menggunakan lembar validasi buku ajar. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa skor validasi buku mencapai rata-rata 84% yang berada pada kategori sangat valid.

Kata kunci: Buku Ajar, Microteaching, Praktik, Keterampilan Mengajar

PENDAHULUAN

Praktik pembelajaran pada microteaching sangatlah kompleks yakni terdiri dari berbagai

pelatihan komponen pembelajaran. Pada pelatihan perencanaan pembelajaran mahasiswa dibina

untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam hal ini tentu mahasiswa harus

memiliki pemahaman yang memadai tentang berbagai pengetahuan tentang teori belajar dan strategi

belajar. Pada praktik pembelajaran, mahasiswa belajar banyak aspek, baik mencakup teknis

penyampaian materi, penggunaan metode pembelajaran, penggunaan media pembelajaran,

membimbing belajar, memberi motivasi, mengelola kelas, memberikan penilaian dan seterusnya.

Oleh karena itu, pelaksanaan perkuliahan microteaching harus dilaksanakan secara maksimal dan

semua komponen pendukung baik berupa buku, ruangan, dan fasilitas lainnya harus tersedia.

Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai pengampu mata kuliah microteaching, salah satu

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perkuliahan microteaching di IKIP Mataram pada

umumnya dan program studi pendidikan matematika pada khususnya adalah belum adanya buku

ajar microteaching. Akibatnya, dosen dan mahasiswa kesulitan dalam mencari referensi yang dapat

digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan perkuliahan. Kendala ini tentunya berdampak pada

keberhasilan pembelajaran. Perolehan keilmuan yang diperoleh mahasiswa antar kelas berbeda-

beda karena tidak adanya pedoman yang memadai. Mahasiswa seringkali hanya menggunakan

referensi yang didownload dari blog-blog yang tidak terjamin kebenarannya. Mahasiswa masih

kesulitan dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dari berbagai pendekatan,

model, strategi, maupun metode pembelajaran serta menentukan teknik evaluasinya. Akibatnya,

proses pelaksanaan latihan mengajar yang dilaksanakan menjadi tidak maksimal. Mahasiswa tidak

menguasai keterampilan dasar dalam mengajar. Oleh karena itu, dalam rangka penguasaan

keterampilan dasar mengajar, calon guru perlu berlatih bersama dosen maupun belajar secara

mandiri.

Praktik merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada peserta didik mendapatkan

pengalaman langsung. Ide dasar belajar berdasarkan pengalaman mendorong peserta didik untuk

merefleksikan atau melihat kembali pengalaman-pengalaman yang mereka pernah alami.

Pembelajaran Praktik merupakan suatu proses untuk meningkatkan keterampilan pebelajar dengan

Page 10: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 10

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan keterampilan yang diberikan dan peralatan yang

digunakan. Selain itu, pembelajaran Praktik merupakan suatu proses pendidikan yang berfungsi

membimbing peserta didik secara sistematis dan terarah untuk dapat melakukan suatu keterampilan

(Syahrir & Masjudin, 2014:4)

Pengembangan buku ajar microteaching berbasis Praktik ini sangat sejalan dengan

matakuliah microteaching yang memadukan antara konsep dengan Praktik. Dengan adanya buku

ajar microteaching berbasis Praktik ini dapat dijadikan sebagai referensi yang dapat memberikan

kemudahan dalam pelaksanaan microteaching baik bagi dosen maupun bagi mahasiswa sebagai

calon guru.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengembangan

Dalam dunia pendidikan, penelitian pengembangan memfokuskan kajiannya pada bidang

desain atau rancangan berupa perangkat keras (hardwere) seperti buku, modul, alat bantu

pembelajaran di kelas atau di laboratorium atau juga perangkat lunak (softwere) seperti program

komputer, model pembelajaran, dan lain-lain. Jenis penelitian dan pengembangan atau Research

and Development (R&D) adalah metode penelitian untuk mengembangkan produk atau

menyempurnakan produk.

Penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall (dalam Punaji Setyosari, 2013:222)

adalah strategi untuk mengembangkan suatu produk pendidikan. Menurut Seels & Richey (dalam

Punaji Setyosari, 2013:223) penelitian dan pengembangan adalah “Opposed to simple instructional

development, has been defined as the systematic study of designing, developing and evaluating

instructional programs, processes and products that must meet the criteria of internal consistency

and effectiveness.” Berdasarkan uraian tersebut , penelitian pengembangan sebagaimana dibedakan

dengan pengembangan pembelajaran yang sederhana, didefinisikan sebagai kajian secara

sistematik untuk merancang, mengembangkan dan mengevaluasi program–program, proses dan

hasil–hasil pembelajaran yang harus memenuhi kriteria konsistensi dan keefektifan secara internal.

Menurut Seels dan Richey dalam bentuk yang paling sederhana penelitian pengembangan ini dapat

berupa: (1) kajian tentang proses dan dampak rancangan pengembangan dan upaya-upaya

pengembangan tertentu atau khusus, (2) suatu situasi dimana seseorang melakukan atau

melaksanakan rancangan, pengembangan pembelajaran, atau kegiatan-kegiatan evaluasi dan

mengkaji proses pada saat yang sama, (3) kajian tentang rancangan, pengembangan, dan proses

evaluasi pembelajaran baik yang melibatkan komponen proses secara menyeluruh atau tertentu saja.

2. Buku Ajar

Buku ajar adalah buku yang digunakan dalam proses kegiatan belajar. Buku ajar dikenal

pula dengan sebutan buku teks, buku materi, buku paket, atau buku panduan belajar. Jadi buku ajar

yang dimaksudkan identik dengan buku teks, buku paket, buku materi atau buku panduan belajar.

Buckingham mengutarakan bahwa “buku teks (ajar) adalah sarana belajar yang bisa digunakan di

sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran dan pengertian

modern dan yang umum dipahami” (Taylor Barbara, 1988 dalam Syahrir & Masjudin, 2014:32)

Selain itu, dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 1 menjelaskan bahwa ”Buku

teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau

perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan,

ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,

peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan

yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan” (Depdikbud, 2008: Pasal 1) Buku ajar

disusun dengan alur dan logika sesuai dengan rencana pembelajaran. Buku ajar disusun sesuai

kebutuhan belajar siswa atau mahasiswa. Buku ajar disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran

atau kompetensi tertentu

Greene dan Petty, merumuskan beberapa peranan dan kegunaan buku ajar sebagai berikut:

1. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai pengajaran serta

mendemonstrasikan aplikasi dalam bahan pengajaran yang disajikan.

Page 11: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 11

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

2. Menyajikan suatu sumber pokok masalah atau subject matter yang kaya, mudah dibaca dan

bervariasi, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa, sebagai dasar bagi program-

program kegiatan yang disarankan di mana keterampilan-keterampilan expressional diperoleh

pada kondisi yang menyerupai kehidupan yang sebenarnya.

3. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai keterampilan-

keterampilan expressional.

4. Menyajikan (bersama-sama dengan buku manual yang mendampinginya) metode-metode dan

sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi siswa.

5. Menyajikan fiksasi awal yang perlu sekaligus juga sebagai penunjang bagi latihan dan tugas

praktis.

6. Menyajikan bahan atau sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna.

Buku ajar haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas, terutama mengenai prinsip-

prinsip yang digunakan, pendekatan yang dianut, metode yang digunakan serta teknik-teknik

pengajaran yang digunakan. Dalam penelitian ini, buku ajar yang akan dikembangkan berbasis

Praktik. Buku ajar sebagai pengisi bahan haruslah menyajikan sumber bahan yang baik.

Susunannya teratur, sistematis, bervariasi, dan kaya akan informasi. Di samping itu harus

mempunyai daya tarik kuat karena akan mempengaruhi minat siswa terhadap buku tersebut. Oleh

karena itu, buku ajar itu hendaknya menantang, merangsang, dan menunjang aktivitas dan

kreativitas mahasiswa. Oleh karena itu, Dalam penelitian ini, akan peneliti sangat berharap dapat

menghasilkan buku ajar microteaching yang valid untuk meningkatkan keterampilan mengajar

mahasiswa.

3. Microteahing

Microteaching merupakan suatu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh semua calon

guru. Oleh kLaughlin dan Moulton dalam Hasibuan mendefinisikan micro teaching (pengajaran

mikro) adalah sebuah metode latihan penampilan yang dirancang secara jelas dengan jalan

mengisolasi bagian-bagian komponen dari proses mengajar, sehingga guru (calon guru) dapat

menguasasi setiap komponen satu persatu dalam situasi mengajar yang disederhanakan (Hasibuan

dan Moedjiono 2009:44). Selain itu, Sukirman (2012:21) mengatakan bahwa microteaching adalah

sebuah pembelajaran dengan salah satu pendekatan atau cara untuk melatih penampilan mengajar

yang dilakukan secara “micro” atau disederhanakan. Penyederhanaan disini terkait dengan setiap

komponen pembelajaran, misalnya dari segi waktu, materi, jumlah siswa, jenis keterampilan dasar

mengajar yang dilatih, penggunaan metode dan media pembelajaran, dan unsur-unsur pembelajaran

lainnya.

Selanjutnya Hamalik mengatakan pengajaran mikro merupakan teknik baru dan menjadi

bagian dalam pembaruan. Penggunaan pengajaran mikro dalam rangka mengembangkan

keterampilan mengajar calon guru atau sebagai usaha peningkatan, adalah suatu cara baru terutama

dalam sistem pendidikan guru di negera kita (Hamalik, 2009:144).

Menurut Sardiman (2005:186) microteaching adalah meningkatkan performance yang

menyangkut keterampilan dalam mengajar atau latihan mengelola interaksi belajar mengajar. Lebih

lanjut, Sardiman mengatakan bahwa microteaching dijadikan tempat membekali calon guru dengan

memperbaiki komponen-komponen mengajar sebelum terjun ke real class room teaching.

Pengajaran mikro berfungsi sebagai Praktik keguruan, baik dalam pre-service maupun in-service

4. Praktik

Praktik merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada peserta mendapatkan

pengalaman langsung. Ide dasar belajar berdasarkan pengalaman mendorong peserta pelatihan

untuk merefleksikan atau melihat kembali pengalaman-pengalaman yang mereka yang pernah

alami. Pembelajaran Praktik merupakan suatu proses untuk meningkatkan keterampilan peserta

dengan menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan keterampilan yang diberikan dan

peralatan yang digunakan. Selain itu, pembelajaran Praktik merupakan suatu proses pendidikan

yang berfungsi membimbing peserta didik secara sistematis dan terarah untuk dapat melakukan

suatu keterampilan (Syahrir & Masjudin, 2014:22-24)

Page 12: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 12

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Wallace (1994) dalam (Masjudin, 2014:210-217) mengatakan bahwa ada dua sumber

pengetahuan yaitu pengetahuan yang diterima/diperoleh melalui belajar baik secara formal maupun

informal (received knowledge) dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman (experiential

knowledge). Kedua sumber pengetahuan tersebut merupakan unsur kunci bagi pengembangan

profesionalisme. Wallace berasumsi bahwa masing-masing peserta pelatihan membawa

pengetahuan dan pengalaman ketika memasuki diklat baru. Wallace lebih lanjut menjelaskan bahwa

efektifnya pelatihan tergantung pada bagaimana peserta pelatihan melakukan refleksi mengaitkan

antara pengetahuan dan pengalaman serta Praktik untuk memperbaiki pembelajarannya lebih lanjut.

Kemampuan melakukan refleksi dari Praktik yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan

menentukan pencapaian kompetensi profesional.

5. Keterampilan Mengajar

Keterampilan dapat diartikan sebagai suatu keahlian seseorang dalam melakukan suatu

pekerjaan bidang tertentu. Bagi calon guru, keterampilan yang dimaksud adalah ahli melakukan

tugas mengajar. Komponen keterampilan dasar mengajar yang dilatih dalam pengajaran mikro

(micro-teaching) menurut hasil penelitian Tumey (1973) (Dalam Syahrir & Masjudin, (2014:36)

terdapat 8 (delapan) keterampilan yang sangat berperan dalam kegiatan belajar mengajar.

Kedelapan keterampilan tersebut antara lain :

1. Keterampilan dasar membuka dan menutup pelajaran (set induction And closure)

2. Keterampilan dasar menjelaskan (explaining skills)

3. Keterampilan dasar mengadakan variasi (variation skills)

4. Keterampilan dasar memberikan penguatan (reinforcement skills)

5. Keterampilan dasar bertanya (questioning skills)

6. Keterampilan dasar mengelola kelas

7. Keterampilan dasar mengajar perorangan/kelompok kecil

8. Keterampilan dasar membimbing diskusi kelompok kecil

Kedelapan keterampilan mengajar tersebut akan dijadikan indicator dalam keterampilan

mengajar guru yang akan digunakan dalam penelitian ini.

RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Pengembangan.

Model pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan yang diadaptasi dari model

pengembangan 4D (Define, Design, Define, Develop).

Prosedur penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini mengacu pada tahap-tahap

model pengembangan 4D yang meliputi tahap Define (Pendefinisian), tahap Design (Perancangan),

tahap Develop (Pengembangan), dan tahap Disseminate (Penyebaran). Kegiatan yang dilakukan

pada tahap ini dapat diuraikan sebagai berikut

a. Tahapan Define.

Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Tahap

ini dilakukan dengan melakukan analisis tujuan dalam batasan materi pelajaran yang akan

dikembangkan perangkatnya. Dalam tahap ini meliputi analisis kurikulum, analisis peserta didik,

analisis materi, dan merumuskan tujuan pembelajaran.

Pada tahapan ini, peneliti akan melakukan beberapa kegiatan :

1. Analisis awal-akhir.

Pada tahap ini, peneliti akan mempelajari beberapa buku yang terkait seperti belajar dan

pembelajaran, strategi pembelajaran, psikologi pendidikan, dll. Selanjutnya akan dikaji

kelebihan dan kekurangan-kekurangannya sehingga dapat dikembangkan dalam buku

microteaching berbasis Praktik

2. Analisis mahasiswa.

Pada tahap ini, peneliti mendiagnosa kebutuhan mahasiswa mengacu kepada pengalaman

yang dekat dengan mahasiswa

3. Analisis tugas.

Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis target capaian mahasiswa.

Page 13: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 13

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

4. Analisis Konsep.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan identifikasi konsep-konsep

utama yang akan diajarkan pada mata kuliah microteaching, untuk selanjutnya dirincikan

dalam konsep-konsep yang lebih detail. Konsep-konsep tersebut selanjutnya diurutkan

berdasarkan urutan hierarkinya.

5. Penentuan indicator ketercapaian (specifying instructional objectives).

Berdasar hasil analisis tugas dan analisis konsep, selanjutnya pada tahap ini kegiatan yang

dilakukan adalah mendesain indikator-indikator ketercapaian yang akan dicapai dalam

pembelajaran matematika. Indicator-indikator tersebut nantinya akan diintegrasikan dalam

buku cerita yang disusun.

b. Tahap Design.

Pada tahap design ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan.

1. Constructing Criterion-Tes

Pada tahapan kegiatan ini akan ditentukan garis besar tujuan dari indicator-indikator yang

telah diuraikan pada tahap sebelumnya.

2. Pemilihan Media

Pada tahapan ini akan ditentukan media apa saja yang akan digunakan dalam buku

microteaching.

3. Pemilihan format

Pada tahapan ini akan ditentukan bahwa seperti apa penyajian materi dalam buku

microteaching berbasis Praktik.

4. Rancangan utama

Dalam tahapan ini peneliti menyusun kerangka isi buku dalam beberapa bab. Selanjutnya,

kerangka-kerangka tersebut dibuat buku. Hasil dari tahapan ini adalah adanya draf awal buku

Microteaching berbasis Praktik.

c. Tahap Develope.

Pada tahap ini ada dua kegiatan yang dilaksanakan yaitu:

1. Penilaian ahli

Pada tahap ini, pakar akan diundang untuk melakukan review. Pakar-pakar yang diundang

adalah dosen-dosen yang sudah mengampu mata kuliah microteaching di IKIP Mataram.

Masing-masing pakar akan melakukan review buku yang sudah dirancang sesuai dengan

bidang keahlian masing-masing.

2. Uji pengembangan

Pada tahap ini buku ajar akan disebarkan untuk diuji secara terbatas

d. Tahap Desimination

Pada konteks pengembangan buku microteaching berbasis Praktik

tahap dissemination dilakukan dengan cara sosialisasi buku ajar melalui pendistribusian kepada

mahasiswa. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh respons, umpan balik terhadap

buku yang telah dikembangkan. Apabila ada respon yang belum baik, maka selanjutnya

dilaksanakan proses revisi. Apabila respon sasaran pengguna buku sudah baik maka baru

dilakukan pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan oleh

sasaran yang lebih luas.

HASIL YANG DICAPAI

Penelitian ini meliputi dua tahapan, yaitu tahap pengembangan dan tahap implementasi.

Tahap pengembangan menggunakan model Four-D Mode yang meliputi tahap Define

(Pendefinisian), tahap Design (Perancangan), tahap Develop (Pengembangan), dan tahap

Disseminate (Penyebaran). Adapun uraian hasil penelitian sebagai berikut:

Produk yang dikembangkan adalah buku ajar Microteaching. Pada tahap define ini, kegiatan

yang dilakukan pada tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran.

Tahap ini dilakukan dengan melakukan analisis tujuan dalam batasan materi pelajaran yang akan

Page 14: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 14

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

dikembangkan perangkatnya. Dalam tahap ini meliputi analisis kurikulum, analisis peserta didik,

analisis materi, dan merumuskan tujuan pembelajaran.

Pada tahapan ini, hasil kegiatan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Analisis awal-akhir.

Pada tahap ini, peneliti mempelajari beberapa buku yang terkait seperti pelaksanaan

pembelajaran, strategi pembelajaran, penyusunan instrumen, dll. Hasil analisis buku tersebut

diperoleh teori-teori pendukung agar mahasiswa dapat menguasai keterampilan dasar mengajar.

2. Analisis mahasiswa.

Pada tahap ini, peneliti mendiagnosa kabutuhan mahasiswa dengan mengacu kepada pengalaman

yang sudah didapatkan mahasiswa yang sudah menempuh matakuliah microteaching. Kegiatan ini

dilaksanakan dengan mewawancara beberapa mahasiswa. Hasil yang diperoleh bahwa selama ini

mahasiswa tidak memiliki referensi yang baku dalam pembelajaran microteaching, mahasiswa

membuat perangkat mengacu pada contoh-contoh yang didownload dari internet. Mahasiswa masih

kesulitan dalam mendapatkan referensi yang digunakan secara penuh dalam pembelajaran.

3. Analisis tugas.

Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis target capaian yang akan diperoleh

mahasiswa. Kegiatan ini juga dilaksanakan dengan melaksanakan wawancara dengan mahasiswa

yang sudah menempuh matakuliah. Hasilnya adalah dalam pelaksanaan pembelajaran

microteaching tidak hanya melaksanakan belajar mengajar, tapi juga memerlukan teori penyusunan

perangkat/instrument pembelajaran yaitu melalui tugas terstruktur untuk membaca, menganalisis,

dan memaknainya sebelum Praktik. Oleh karena itu, dalam penyajian buku ajar dituntut agar

terdapat ruang untuk mengevaluasi pemahaman mahasiswa dengan Praktik terstruktur.

4. Analisis Konsep.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan identifikasi konsep-konsep utama

yang akan diajarkan pada mata kuliah microteaching, untuk selanjutnya dirincikan dalam konsep-

konsep yang lebih detail. Konsep-konsep tersebut selanjutnya diurutkan berdasarkan urutan

hierarkinya. Hasil analisis konsep tersebut adalah memunculkan ide mengenai konsep yang akan

diuraikan pada buku ajar. Konsep-konsep tersebut terdiri dari pengetahuan tentang kemampuan

dasar mengajar, teknik menyusun instrument, strategi pembelajaran di kelas, dan teknik evaluasi.

5. Penentuan indicator ketercapaian (specifying instructional objectives).

Berdasar hasil analisis tugas dan analisis konsep, selanjutnya pada tahap ini kegiatan yang

dilakukan adalah mendesain indicator-indikator ketercapaian yang akan dicapai dalam

pembelajaran matematika. Indicator-indikator tersebut nantinya akan diintegrasikan dalam buku

ajar yang disusun. Hasil tahap ini adalah memunculkan Indikator-indikator sebagai berikut.

(a) Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang kemampuan dasar mengajar;

(b) Mahasiswa memahami teknik menyusun instrument;

(c) Mahasiswa dapat memahami teknik, strategi, dan metode pembelajaran di kelas; teknik

mengelola pembelajaran.

(d) Mahasiswa dapat memahami teknik evaluasi

Pada tahap design ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan yaitu, Constructing Criterion-

Tes, Pemilihan Media, Pemilihan format, Rancangan utama. Hasil dari tahap ini adalah ditentukan

garis besar tujuan dari indicator-indikator yang telah diuraikan pada tahap sebelumnya. Adapun

garis besar tujuan yang dihasilkan yaitu mahasiswa mempelajari teori kemampuan dasar mengajar,

Menyusun program pembelajaran matematika, bahan ajar cetak/multimedia matematika, dan alat

evaluasi pembelajaran, kemudian melakukan Praktik pengajaran dengan menerapkan delapan

keterampilan dasar mengajar, yaitu : Keterampilan membuka dan menutup pelajaran, Keterampilan

bertanya dasar dan lanjut, Keterampilan memberikan penguatan, Keterampilan mengelola kelas,

Keterampilan mengadakan variasi, Keterampilan memimpin diskusi dan kelompok kecil,

Keterampilan menjelaskan, Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, yang diakhiri

dengan melakukan refleksi Praktik mengajar baik melalui self-assessment maupun peer-evaluation.

Page 15: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 15

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Pada tahapan ini juga ditentukan bahwa seperti apa penyajian materi dalam buku microteaching

berbasis Praktik. Penyajian buku microteaching disajikan dengan menyajikan teori terlebih dahulu

yaitu keterampilan dasar mengajar, yaitu : Keterampilan membuka dan menutup pelajaran,

Keterampilan bertanya dasar dan lanjut, Keterampilan memberikan penguatan, Keterampilan

mengelola kelas, Keterampilan mengadakan variasi, Keterampilan memimpin diskusi dan

kelompok kecil, Keterampilan menjelaskan, Keterampilan mengajar kelompok kecil dan

perorangan, yang diakhiri dengan melakukan refleksi Praktik mengajar. Selanjutnya disajikan teori

cara menyusun instrument yang baik, yang meliputi cara menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPS)

Tahap pengembangan ini melalui beberapa kegiatan seperti tahap uji validasi ahli oleh validator

ahli yang bertujuan untuk mengetahui kevalidan buku. Adapun hasil dari beberapa kegiatan di atas

dapat penulis jabarkan sebagai berikut :

Kegiatan uji validitas buku ajar ini akan dilakukan oleh tiga validator ahli. Adapun hasil data

kuantitatif dan data kualitatif dari validator ahli dapat penulis jabarkan pada tabel, sebagai berikut:

Tabel 1. Data Kuantitatif Uji Validitas Buku

No. Nama Validator Skor

Total

Butir

Soal

Rata-

rata

Persentase Kriteria

1 Validator 1 138 31 4,31 86, 2% Sangat Valid

2 Validator 2 131 31 4,09 81,8% Sangat Valid

3 Validator 3 138 31 4,31 86, 2% Sangat Valid

Rata-rata 4,2 84% Sangat valid

Tabel 2. Data Kualitatif Uji Validitas Modul

No. Validator Komentar dan Saran

1. Validator 1 a. Isi dari buku ajar baik, ketepatan isi juga baik.

b. Ada beberapa penulisan yang tidak jelas, sebaiknya harus diperbaiki

kembali sebelum digunakan.

c. Contoh RPP cukup baik dan memuat keterampilan dasar mengajar.

2. Validator 2 a. Isi modul sangat menarik dengan ilustrasi-ilustrasi, baik untuk

menguatkan pemahaman konsep siswa.

b. Cover depan modul masih kurang menarik masih ada bagian yang

kosong.

3 Validator 3 Buku cukup baik, dan sudah merepresentasikan kebutuhan guru dalam

mengajar, kekurangannya adalah kegiatan praktiknya masih kurang sehingga

perlu ditambahkan pada setiap indikator pencapaian

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: Buku ajar microteaching berbasis

Praktik yang telah dikembangkan, divalidasi, dan direvisi, secara keseluruhan dinilai valid dan

dapat digunakan dalam pembelajaran serta bisa menjadi rujukan bagi dosen dan mahasiswa serta

pengembang pendidikan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Johan Wahyudi. 2009. Menulis untuk Masa Depan, Sunday 22 March 2009 (05:52).

Hamalik, Oemar. 2009. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi

Aksara

Bambang, Hartono. 2010. Pengajaran Mikro: Strategi Pembelajaran Calon Guru/ Guru Menguasai

Keterampilan Dasar Mengajar. Semarang: Widya Karya.

Hasibuan, J.J. dan Moedjiono.2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 16: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 16

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Masjudin. 2014. Teori Belajar Skinner Berbasis Talking Stick untuk Meningkatkan Aktivitas dan

Prestasi Belajar Siswa. Jurnal “Media Pendidikan Matematika” Vol. 2 No. 1, Juni 2014,

pp. 210-217, ISSN 2338-3836

Syahrir & Masjudin. 2014. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar yang

Menyenangkan. Laporan Penelitian internal LPPM IKIP Mataram.

Riduwan. 2013. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sardiman A.M. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Setyosari, Punaji. 2013. Metode Penelitian Pendidikan & Pengembangan. Jakarta: Kencana

Sugiyono.2015. Metode Penelitian & Pengembangan. Bandung: Alfabeta

Sukirman Dadang. 2012. Pembelajaran Micro Teaching. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan

Islam Kementerian Agama.

Page 17: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 17

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

ANALISIS EFEKTIVITAS, KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DESAIN MODEL

COOPERATIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL

BELAJAR GEOGRAFI LINGKUNGAN PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GEOGRAFI DI PULAU LOMBOK

Agus Herianto1; Ibrahim2

1,2Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UM Mataram

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas, kelebihan dan kelemahan

Desain Model Pembelajaran Cooperative Lebahing dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar

Geografi Lingkungan Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UM Mataram dan

Program Studi Pendidikan Geografi STKIP Hamzanwadi Selong. Adapun produk yang dihasilkan

dalam penelitian pengembangan ini adalah buku ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis

dengan model pembelajaran cooperative learning. Pengembangan bahan ajar melalui model

pembelajaran konstruktivis merupakan alternatif yang sangat efektif dalam meningkatkan motivasi

dan hasil belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi pada mata kuliah geografi

lingkungan. Selama ini pembelajaran yang berlangsung didominasi oleh dosen (sentralistik) tanpa

memberikan kesempatan yang lebih luas kepada mahasiswa untuk mengeksplor kemampuannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun pertama, maka produk penelitin yang dihasilkan

berupa buku ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning ini

layak untuk digunakan oleh dosen geografi lingkungan untuk meningkatkan kualiatas proses

pembeljaran, hal ini didasari oleh: 1) penilaian produk yang telah dilakukan oleh para ahli baik ahli

isi, ahli bahasa, maupun ahli desain dengan nilai baik; 2) tanggapan atau penilaian yang dilakukan

oleh mahasiswa program studi pendidikan geografi dan dosen geografi lingkungan dengan kategori

baik dan 3) hasil uji coba terbatas dan uji coba lebih luas yang menunjukkan peningkatan motivasi

dan hasil belajar yang cukup signifikan hal ini bisa dilihat dari nilai pretes dan postes yang diperoleh.

Selanjutnya hasil validasi model pada tahun kedua menunjukkan bahwa kelas yang diajarkan dengan

produk hasil pengembangan memiliki motivasi dan hasil belajar yang lebih baik bila dibandingkan

dengan kelas kontrol yang mengunakan metode pembelajaran ceramah, diskusi dan tanya jawab.

Kata Kunci : Model Pembelajaran, Cooperative Learning, Proses Belajar Mengajar, dan Geografi

Lingkungan.

PENDAHULUAN

Bentuk komunikasi searah yang berlangsung dalam proses perkuliahan di perguruan tinggi

berdampak pada rendahnya inisiatif mahasiswa untuk berpartisipasi langsung dalam proses

perkuliahan. Iklim perkuliahan di kampus yang bersifat kaku atau searah cenderung berpengaruh pada

emosi dan perilaku mahasiswa yang tidak kondusif dalam mengikuti perkuliahan. Dalam iklim

tersebut terdapat dua jenis emosi perilaku mahasiswa. Pertama, mahasiswa tidak mampu

meyesuaikan diri dengan iklim perkuliahan sehingga mengembang emosi negatif (bosan, tertekan,

jengkel, marah) dan perilaku menghindar dari tugas-tugas kuliah. Kedua adalah mahasiswa yang

mampu menyesuaikan diri dengan iklim tersebut dengan orientasi hanya lulus kuliah. Dengan

demikian pendekatan pembelajaran yang berpusat pada dosen yang memposisikan mahasiswa

sebagai objek didik perlu segera ditinggalkan dan dirubah kearah pendekatan yang berpusat pada

mahasiswa, yaitu pendekatan pembelajaran yang memposisikan mahasiswa sebagai subjek didik

yang secara efektif terlibat dalam proses pembelajaran baik secara fisik, mental maupun emosinya.

Rendahnya motivasi belajar dan kemampuan mahasiswa untuk bertanya, mengajukan pendapat

dan berdiskusi di dalam kelas perlu segera dicarikan solusinya agar proses pembelajaran lebih

bermakna bagi mahasiswa dan pada akhirnya mampu mendongkrak mutu perkuliahan yang lebih

berkualitas.

Page 18: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 18

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Geografi lingkungan merupakan mata kuliah yang fokus kajiannya mengkaji aspek lingkungan

fisik dan lingkungan sosial suatu wilayah secara spesifik dan komprehensif. Tujuan perkuliahan

geografi lingkungan adalah memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang lingkungan baik

yang menyangkut lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik dalam hal ini litosfer,

hidrosfer, dan atmosfer. Sedangkan lingkungan sosial dikaji oleh geografi manusia atau antroposfer.

Sebagai salah satu mata kuliah keahlian yang peranannya sangat mendasar dalam memberikan

pemahaman tentang lingkungan fisik dan sosial, maka sudah seharusnya proses pelaksanaan

perkuliahan dapat berjalan dengan baik, dengan proses pembelajaran geografi lingkungan yang

berkualitas diharapkan mampu menghasilkan para calon pendidik yang memiliki keahlian,

keterampilan dan pengelolaan lingkungan hidup serta profesional dalam bidang pengajaran geografi

pada umumnya.

Namun, realitasnya proses pelaksanaan perkuliahan geografi lingkungan di lapangan ternyata

masih belum dapat berjalan secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Proses perkuliahan

geografi lingkungan menurut hasil observasi peneliti secara umum belum mampu meningkatkan

keterlibatan aktif mahasiswa dalam proses interaksi pembelajaran seperti yang terjadi pada proses

pembelajaran di perguruan tinggi pada umumnya sebagaimana telah diuraikan di depan. Hasil

wawancara penulis dengan beberapa mahasiswa yang pernah menempuh mata kuliah geografi

lingkungan pada kedua program studi tersebut menunjukkan secara umum bahwa tingkat penguasaan

pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahan geografi lingkungan masih rendah. Ketika

peneliti mempertanyakan tentang beberapa model atau metode pembelajaran yang pernah mereka

pelajari, secara umum mereka tidak menjawabnya dengan baik dan jelas. Fakta tersebut diperkuat

dengan hasil tes yang diberikan peneliti kepada 40 mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi

FKIP UM dan STKIP Hamzanwadi Selong yang telah menempuh mata kuliah geografi lingkungan.

Berbagai upaya untuk mengatasi persoalan yang berkaitan dengan kualitas proses pembelajaran

di perguruan tinggi pada umumnya dan kualitas pembelajaran geografi lingkungan pada khususnya

perlu terus untuk dilakukan dan ditingkatkan. Atas dasar itulah maka dipandang perlu untuk

mengadakan pembaharuan terhadap proses perkuliahan, khususnya pada mata kuliah geografi

lingkungan guna meningkatkan kualitas proses dan outputnya, melalui pengembangan model

pembelajaran yang relevan.

Berdasarkan uraian di atas, maka model pembelajaran cooperative learning berbasis

konstruktivis dipandang sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang cukup penting untuk

meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Model pembelajaran cooperative learning merupakan

model pembelajaran yang mendorong dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa baik secara

fisik maupun mental untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Penerapan model pembelajaran

ini akan lebih memungkinkan mahasiswa untuk belajar secara aktif melalui kerja sama kelompok dan

berinteraksi dengan beragam sumber belajar yang lebih kaya. Dengan demikian, upaya

pengembangan model pembelajaran cooperative learning menjadi penting untuk dilakukan dalam

mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, baik kualitas motivasi belajar maupun kualitas

hasil belajar.

Hasil penelitian tahun pertama menunjukan bahwa pengembangan bahan ajar geografi

lingkungan berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning mendapatkan rekomendasi

yang positif dari beberapa ahli baik dari ahli isi dengan skor penilaian 80.7, ahli bahasa dengan skor

80 dan ahli desain dengan skor 74. Selanjutnya tanggapan mahasiswa terkait dengan pengembangan

bahan ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning

meunjukkan penilaian yang positif, penilaian uji coba terbatas pada semester VIa memperoeh skor

80.1 dan penilaian uji coba lebih luas pada semester VIb dan VIc masing-masing memperoleh skor

81.02 dan 81.25.

Selain itu, hasil wawancara baik dengan kelas uji coba terbatas (semester VIa) maupun dengan

kelas uji coba lebih luas (smester VIb dan VIC) menunjukkan bahwa mahasiswa setuju dan

mengapresiasi pengembangan buku ajar geografi lingkungan berbasis konstuktivis dengan model

pembelajaran cooperative learning. Selanjutnya, penilaian dari dua orang dosen mata kuliah geografi

Page 19: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 19

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

lingkungan terkait dengan pengembangan bahan ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis

mendapatkan penilaian dan respon yang positif masing-masing dengan skor penilaian 83 dan 80.

Setelah melalui proses penilaian produk, baik oleh beberapa ahli, mahasiswa dan dosen

pengampu mata kuliah geografi lingkungan maka tahapan selanjutnya adalah melakukan uji coba

produk baik pada kelas uji coba terbatas maupun kelas uji coba lebih luas. Berdasarkan hasl uji coba

yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning berbasis

konstruktivis memberikan hasil yang positif hal ini terlihat dari beberapa aspek antara lain aktivitas

dalam kerja kelomok berjalan efektif dan hasil postes menunjukan ada peningkatan hasil belajar yang

lebih baik dengan penerapan model pembelajaran cooperative learning.

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun pertama yang udah diuraikan di atas maka dipandang

penting untuk melakukan validitas model pada tahun kedua untuk melihat efektivitas, kelebihan dan

kekurangan pengembangan bahan ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivistik dengan model

cooperative learning yang sudah dihasilkan. Atas dasar hasil penelitian tersebut di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efektivitas, kelebihan dan kelemahan Desain

Model Cooperative learning dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Geografi Lingkungan

Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi STKIP Hamzanwadi Selong.

KAJIAN LITERATUR

Pembelajaran Konstruktivis

Pembelajaran konstruktivis merupakan teori pembelajaran kognitif yang tergolong baru dalam

psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa mahasiswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevesinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi mahasiswa agar-benar memahami dan

dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu

untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Slavin, 1994).

Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa harus mahasiswa sendiri yang menemukan dan

mentransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu

menjadi miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan

kognitif merupakan suatu proses dimana mahasiswa secara aktif membangun sistem arti dan

pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan

konstruktivis mahasiswa secara aktif membangun pengetahan dengan cara terus menerus

mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain konstruktivis adalah teori

perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif mahasiswa dalam membangun pemahaman

mereka tentang realita.

Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif,

atas dasar teori bahwa mahasiswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang

sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya (Slavin,

1994). Contoh aplikasi pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran adalah mahasiswa belajar

bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas di susun dalam

kelompok yang terdiri dari 4-5 mahasiswa, campuran mahasiswa berkemampuan tinggi, sedang dan

rendah.

Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivis menurut Suparno (dalam Trianto, 2010),

antara lain: 1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2) tekanan dalam proses belajar terletak

pada siswa; 3) mengajar adalah membantu siswa belajar; 4) tekanan dalam proses belajar lebih pada

proses bukan pada hasil akhir; 5) kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan 6) guru sebagai

fasilitator. Secara umum, prinsip-prinsip tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis

terhadap praktik, pembaruan, dan perencanaan pendidikan.

Model Pembelajaran

Sebelum mengemukakan secara lebih spesifik mengenai model pembelajaran cooperative learning ,

maka terlebih dahulu akan diulas pengertian model pembelajaran. Pengertian model pembelajaran

Page 20: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 20

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

menurut Joice B. dan Weli (dalam Hermawan, 2010) mendefinisikan bahwa model pembelajaran

adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam setting, tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran

termasuk di dalamnya buku-buku, film, dan komputer. Sementara itu, Arends mengatakan bahwa

model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran termasuk di dalamnya tujuan

pembelajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Astuti (2009) menjelaskan bahwa model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh dosen. Dengan

kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,

metode dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weli (dalam Astuti, 1990)

dalam makalahnya mengetengahkan empat kelompok model pembelajaran, yaitu: 1) model interaksi

sosial; 2) model pengolahan informasi; 3) model personal-humanistik; dan 4) model modifikasi

tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut

diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan

kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang berfungsi sebagai pedoman dosen dalam

merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan

mengelola kelas.

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative learning ) Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivistik. Pembelajaran ini muncul dari

konsep bahwa mahasiswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika

mereka saling berdiskusi dengan temannya, mahasiswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk

saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat soal dan penggunaan

kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Di dalam kelas kooperatif mahasiswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang

terdiri dari 4-6 orang mahasiswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin,

suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibuatnya kelompok tersebut adalah untuk

memberikan kesempatan kepada semua mahasiswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses

berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh dosen, dan saling membantu teman sekelompoknya

untuk mencapai ketuntasan belajar.

Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai

jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin, 1994). Johnson dan

Johnson (dalam Trianto, 2010) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah

memaksimalkan belajar mahasiswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara

individu maupun secara kelompok.

Zamroni (dalam Trianto, 2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif

adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level

individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan

mahasiswa.

Dalam modul pelatihan terintegrasi disebutkan ciri-ciri dan manfaat pembelajaran kooperatif

(Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, 2005) sebagai berikut: 1) mahasiswa bekerja

sama dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya; 2) kelompok dibentuk

dari mahasiswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) bila memungkinkan,

anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda; dan 4)

penghargaan yang diberikan lebih berorientasi kelompok dari pada individu.

Sementara itu, manfaat belajar kooperatif bagi mahasiswa adalah: a) meningkatkan kemampuan

untuk bekerja dan bersosialisasi; b) melatih kepekaan diri, empati melalui variasi perbedaan sikap

dan perilaku selama bekerjasama; c) meningkatkan motivasi belajar, harga diri dan sikap perilaku

Page 21: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 21

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

yang positif, sehingga mahasiswa akan tahu kedudukannya dan belajar untuk menghargai satu sama

lainnya; d) mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya diri; dan e) meningkatkan

prestasi belajar dengan menyelesaikan tugas akademik, sehingga dapat membantu mahasiswa

memahami konsep-konsep yang sulit (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, 2005).

Menurut Johnson dan Johnson (1994), terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif,

yaitu: 1) saling ketergantungan yang bersifat positif antar mahasiswa; 2) interaksi antara mahasiswa

yang semakin meningkat; 3) tanggung jawab individual; 4) keterampilan interpersonal dan kelompok

kecil; dan 5) proses kelompok.

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model

pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran

lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1994), adalah sebagai berikut: 1)

penghargaan kelompok; 2) tanggung jawab individual; 3) kesempatan yang sama untuk sukses.

Selanjutnya, terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan

pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini

Tabel 1. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif

Fase Kegiatan Dosen

Fase I

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi mahasiswa

Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi

mahasiswa untuk belajar.

Fase II

Menyajikan/menyampaikan

informasi

Menyajikan informasi kepada mahasiswa dengan jalan

mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Fase III

Mengorganisasikan mahasiswa

kedalam kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan kepada mahasiswa bagaimana caranya

membentuk kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase IV

Membimbing kelompok bekerja dan

belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat

mereka mengerjakan tugas.

Fase V

Evaluasi

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah

diajarkan atau masing-masing kelompok.

mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase VI

Memberikan penghargaan

Mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil

belajar individu dan kelompok.

(Sumber: Trianto, 2010)

Dari uraian tinjauan tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif memerlukan kerjasama antar mahasiswa dan saling ketergantungan dalam struktur

pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari

keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat berarti

untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok.

Motivasi Belajar

Motivasi berpangkal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di

dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.

Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi interen (kesiapsiagaan). Menurut Mc Donald

(dalam Fathurrohman, 2007), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai

dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam

diri mahasiswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar,

sehingga diharapkan tujuan yang ada dapat dicapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat

diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin

melakukan aktivitas belajar dengan maksimal.

Page 22: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 22

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Motivasi ada dua yaitu, motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul dari dalam

diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.

Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena

adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau

melakukan sesuatu atau belajar.

Hamalik (2002) menyebutkan bahwa ada tiga fungsi motivasi antara lain: 1) mendorong manusia

untuk berbuat, jadi sebagai penggerak motor yang melepaskan energi; 2) menentukan arah perbuatan

yakni kearah tujuan yang hendak dicapai; 3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-

perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-

perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Dari beberapa uraian di atas, nampak jelas bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong,

pengarah dan sekaligus sebagai penggerak perilaku seseorang untuk mencapai tujuan. Dosen

merupakan faktor yang penting untuk mengusahakan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan

cara dan terutama memenuhi kebutuhan mahasiswa.

Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang dicapai

seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil belajar

menunjukkan sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Hasil

belajar termasuk dalam atribut kognitif yang respons hasil pengukurannya tergolong pendapat

(judgement), yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah (Suryabrata, 2005).

Sedangkan menurut Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

mahasiswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010). Dengan demikian dapat

dikatakan kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan

sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Suprijono (2009) memberikan pengertian bahwa, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara

keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya hasil pembelajaran

yang dikategorikan tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan komprehensif. Sudjana

mengatakan bahwa, dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan

kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara

garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor (Sudjana,

2010).

Berdasarkan teori tersebut dapat dijelaskan bahwa: 1) ranah kognitif berkenaan dengan hasil

belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis dan evaluasi; 2) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu

penerimaan, penilaian, organisasi dan internalisasi; 3) ranah psikomotor yang terdiri dari enam aspek

yaitu gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan dan

ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development (R&D).

Digunakannya metode R&D dalam penelitian ini dikarenakan penelitian ini bermaksud

mengembangkan model pembelajaran cooperative learning pada mata kuliah geografi lingkungan.

Menurut Borg and Gall (1983) R&D is process used to develop and validate educational product”.

Yang dimaksud produk dalam konteks penelitian dan pengembangan menurut Borg and Gall (1983)

adalah tidak terbatas pada bahan-bahan material saja seperti buku teks, film pendidikan dan

sejenisnya akan tetapi juga yang menyangkut dengan prosedur dan proses misalnya seperti metode

pembelajaran dan metode pengorganisasian pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang

digunakan pada penelitian adalah pengembangan model Borg and Gall (1983).

Langkah-Langkah Penelitian yang ditem[uh secara operasional dalam penelitian dan

pengembangan ini melalui tiga tahapan yaitu: (1) studi pendahuluan, (2) rancngan pengembangan

model, (3) menyusun desain awal model, (4) melaksankana uji coba model, dan (5) pengujian model

Page 23: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 23

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Studi pendahuluan merupakan tahap awal penelitian pengembangan yang dilakukan dengan

melakukan survey lapangan dan studi kepustakaan. Survey lapangan dilakukan dengan tujuan untuk

memperoleh data tentang kondisi dan situasi empiris pembelajaran mata kuliah geografi lingkungan

saat ini. Adapun aspek-aspek yang diteliti mencakup: 1) persepsi dosen terhadap pengajaran geografi

lingkungan dan aktivitas diri dosen dalam meningkatkan kualitas pembelajaran; 2) perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi kualitas pembelajaran; 3) minat mahasiswa pada mata kuliah geografi

lingkungan, tingkat kepercayaan diri dan aktivitas mahasiswa dalam perkuliahan serta tanggung

jawab mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran mata kuliah geografi lingkungan; 4)

ketersediaan dan pemanfaatan sarana dan fasilitas lingkungan belajar selama ini.

Sedangkan studi kepustakaan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan berbagai teori dan

konsep tentang model-model pembelajaran cooperative learning dan juga mengkaji berbagai

penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran di

perguruan tinggi.

Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengembangan model

pembelajaran yang mencakup langkah: penyusunan desain/draf awal model pembelajaran, dan

pelaksanaan uji coba model pembelajaran. Rancangan pengembangan model yang digunakan dalam

penelitian pengembangan ini adalah rancangan pengembangan model Borg and Gall (1983) yang

terdiri dari sepuluh langkah yang disederhanakan oleh Sukmadinata (2005) menjadi tiga langkah yang

terdiri dari studi pendahuluan, pengembangan model dan validasi model.

Penyusunan desain awal merupakan langkah untuk menyusun draf awal yang berisi tentang

rencana pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran untuk meningkatkan kualias interaksi

proses pembelajaran. Penyusunan draf awal model dilakukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan

hasil pra-survey yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam draf ini memuat tentang rumusan tujuan

pembelajaran, materi pembelajaran, prosedur pembelajaran, metode dan media serta evaluasi

pembelajaran mata kuliah geografi lingkungan. penyusunan draf rencana pembelajaran dikerjakan

oleh peneliti dan bekerja sama dengan dosen pengampu mata kuliah geografi lingkungan.

Uji coba model dilakukan dalam dua tahap, yaitu uji coba terbatas dan uji coba lebih luas. Model

pembelajaran yang telah direncanakan, kemudian di uji coba secara terbatas dan secara lebih luas

dengan menggunakan prinsip Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu meliputi

kegiatan penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi dan

penyempurnaan desain model pembelajaran.

Dalam uji coba terbatas, penelitian difokuskan pada evaluasi proses. sedangkan uji coba lebih

luas selain difokuskan pada evaluasi proses juga difokuskan pada evaluasi hasil. Observasi proses

pelaksanaan uji coba model difokuskan untuk mengkaji dan mengevaluasi efektivitas penggunaan

model cooperative learning dalam meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Sementara itu, untuk

mengevaluasi efektivitas penggunaan model pembelajaran yang dikembangkan dari sisi hasil belajar

pada uji coba model secara lebih luas digunakan desain pretes-postes satu kelompok (Sukmadinata,

2007).

Desain evaluasi efektivitas penggunaan model pembelajaran terhadap hasil belajar mahasiswa

dalam uji coba lebih luas tersebut dapat digambarkan pada gambar 1 di bawah ini:

Pretes Perlakuan Postes

T1 X T2

Gambar 1. Desain Penelitian Uji Coba Lebih Luas dalam Proses Pengembangan Bahan Ajar

Langkah-langkah yang ditempuh dalam proses uji coba lebih luas berdasarkan desain di atas

adalah sebagai berikut: (1) menetapkan kelompok subjek penelitian, (2) mengadakan pretes (TI)

sebelum pembelajaran dimulai, (3) mencobakan model ”Cooperative learning ” (X), (4) mengadakan

postes (T2) setelah kegiatan pembelajaran dengan model “Cooperative learning ” berakhir, (5)

mencari rata-rata skor hasil pretes (TI) dan postes (T2) kemudian membandingkan keduanya, (6)

mencari selisih perbedaan antara kedua rata-rata skor tersebut dengan metode statistik untuk

mengetahui signifikansi pengaruh penggunaan metode pembelajaran yang dikembangkan dalam

meningkatkan motivasi dan hasil belajar terhadap materi perkulihan geografi lingkungan.

Page 24: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 24

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Kegiatan penyempurnaan rancangan dan pelaksanaan model pembelajaran dilakukan peneliti

bersama-sama dengan dosen pengampu berdasarkan catatan hasil evaluasi peneliti selama proses

pembelajaran berlangsung. Peneliti bersama-sama dengan dosen pengampu senantiasa berdiskusi

disetiap perkuliahan, untuk menyempurnakan model dan merumuskan model final yang siap

divalidasi.

Pengujian model dilakukan dalam rangka validasi model yaitu untuk menentukan efektivitas dan

kelebihan model cooperative learning yang dikembangkan dibandingkan dengan model

pembelajaran yang selama ini digunakan dalam perkulihan geografi lingkungan. Pengujian model

dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimen kuasi jenis pretes postes Control

Group Design (Sukmadinata, 2007). Dipilihnya metode penelitian eksperimen kuasi karena dalam

eksperimen ini, peneliti tidak dapat melakukan pengambilan sampel untuk kelompok eksperimen dan

kelompok random secara penuh, tetapi menggunakan sampel kelas yang sudah ada (non-random).

Desain penelitian eksperimen dalam uji validitas model pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

Kelas Pretes Perlakuan Postes

E (eksperimen)

K (kontrol)

TI

TI

X

-

T2

T2

Gambar 2. Desain Penelitian Eksperimen dalam Uji Validasi Model Pembelajaran yang

Dikembangkan

Sesuai dengan desain di atas, maka langkah-langkah dalam uji validasi model dapat dijelaskan

sebagai berikut: (1) menetapkan satu kelas eksperimen dan satu kelas control, (2) mengadakan pre

tes (T1) baik pada kelas eksperimen maupun kelas control, (3) melaksanakan perlakuan (X), yaitu

untuk kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model cooperative learning dan

pada kelas kontrol diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran yang selama ini

dilakukan oleh dosen pengampu, (4) mengadakan postes (T2), baik pada kelas eksperimen maupun

pada kelas control (5) membandingkan skor, yaitu selisih skor dari hasil pre tes (TI) dengan postes

(T2), antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengkaji model pembelajaran yang mana

(antara model cooperative learning hasil pengembangan dengan model pembelajaran yang digunakan

oleh dosen selama ini) yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan penguasaan mahasiswa terhadap

materi geografi lingkungan, dan (7) menguji signifikansi perbandingan skor antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol tersebut dengan metode statistik, untuk menentukan efektivitas pengaruhnya.

Pada tahap pengembangan model baik uji coba model terbatas maupun uji model lebih luas, data

yang berkaitan dengan keseluruhan proses pelaksanaan uji coba model pembelajaran dikumpulkan

dengan instrumen observasi dan angket. Untuk menganalisis data hasil observasi dan angket

digunakan analisis deskriptif. Sementara itu, pada uji coba lebih luas selain menggunakan observasi

dan angket juga digunakan instrumen tes untuk mengungkap data tentang hasil belajar yaitu tingkat

penguasaan mahasiswa terhadap materi perkuliahan. Instrumen tes digunakan sebelum dan sesudah

pembelajaran berlangsung. Untuk menganalisis data tentang skor rerata hasil pretes dan postes ini

digunakan analisis kuantitatif jenis statistik deskriptif. Kemudian untuk menganalisis signifikansi

perbedaan antara skor rerata hasil pretes dan postes tersebut dilakukan uji statistik menggunakan uji

t.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian bahwa data yang diperoleh yakni nilai hasil belajar kelas eksperimen

dan nilai hasil belajar kelas kontrol adalah seagai berikut

Tabel 2 Perbandingan Hasil Belajar Antara Keleas Ekspermen Dengan Kelas Kontrol

Kelas Nilai tertinggi Nilai terendah Jumlah nilai Rerata

Eksperimen 90 77 2425 80,83

Kontrol 75 60 2061 68,7

Page 25: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 25

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Perbandngan hasil belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dapat ditunjukkan dengan

gambar berikut

Gambar 3. Diagram Hasil Belajar Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol

Dari hasil perhitungan uji-t polled varians diperoleh thitung sebesar 3,00 dan harga ttabel untuk

taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan db n1 + n2 – 2 = 30 + 30 – 2 = 58 sebesar 2,001. Oleh

karena thitung lebih besar dari ttabel yaitu (3,00>2,001) maka dapat disimpulkan bahwa kelompok

mahasiswa yang di ajar dengan pengembangan bahan ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis

lebih baik dan cukup signifikan dari pada kelompok mahasiswa yang diajar dengan materi yang

dibuat oleh dosen geografi lingkungan. Selanjutnya akan disajikan hasil observasi aktivitas siswa

berupa penilaian kinerja kelompok dari pertemuan pertama sampai dengan pertemuan kedelapan.

Selain data hasil belajar antara kelas eksperiemn dan kelas kontrol berikut ini disajikan pula data

tentang penilain kenerja kelompok untuk mengukur motivasi belajar pada kelas eksperimen .

Gambar 4. Diagram Penilaian Kinerja Kelompok Pada Kelas Eksperimen

PEMBAHASAN

Efektivitas Pembelajaran Berbasis Konstruktivis dengan Model Cooperative Learning

Pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning terbukti cukup efektif

dalam meningkatkan kulaitas proses pembelajaran dari sisi keaktifan mahasiswa atau motivasi belajar

mahasiswa. Model pembelajaran ini juga cukuf efektif dan signifikan dalam meningkatkan

penguasaan mahasiswa terhadap materi perkuliahan. Efektivitas model tersebut diperlihatkan oleh

adanya perbedaan hasil belajar antara skor nilai pretes dan postes khususnya dalam uji coba lebih luas

yang dilakukan pada dua kelas yang berbeda yakni kelas VIB dan kelas VIC.

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Konstruktivis dengan Model Cooperative Learning

Pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning memiliki kelebihan

yang peneliti rasa cukup berarti dan bermanfaat dibandingkan dengan model pembelajaran yang

0

20

40

60

80

100

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Nilai Terendah

Nilai Tertinggi

0

1

2

3

4

5

6

7

Series 1

Series 1

Page 26: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 26

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

sebelumnya digunakan oleh dosen geogafi lingkungan baik dari sisi peningkatan keaktifan dan

keterampilan belajar mahasiswa maupun dalam peguasaan materi perkuliahan geografi lingkungan.

Dari aspek keaktifan dan keterampilan belajar mahasiswa, tingkat keaktifan dan keterampilan

belajar mahasiswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model

cooperative learning jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar yang

menggunakan model pembelajaran yag sebelumnya diguakan oleh dosen. Karena sebelumnya dosen

lebih banyak meyampaikan materi melalui metode ceramah dan tanya jawab.

Dibandingkan dengan model pembelajaran yang sebelumnya digunakan oleh dosen,

pembelajaran berbasis konstuktivis dengan model cooperative learning terbukti mampu: a)

membangkitkan motivasi dan perilaku setiap mahasiswa untuk secara aktif ikut bertangung jawab

terhadap penyelesaian tugas dalam kelompok, secara aktif mahasiswa belajar menguasi materi yang

dikaji, dan secara aktif mendukung dan membantu teman satu kelompok yang mengalami kesulitan

dalam memahami materi; 2) mendorong dan mengkondisikan kesiapan belajar setiap mahasiswa; 3)

meningkatkan perhatian setiap mahasiswa dalam megikuti proses persentasi dan tanya jawab; dan 4)

meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan keberanian mahasiswa untuk tampil dengan percaya

diri didepan teman-temannya.

Pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning juga terbukti lebih

mampu mengembangkan keterampilan belajar mahasiswa seperti keterampilan dalam menelusuri,

menelaah dan mengkonstruksi informasi pengetahuan yang terdapat dalam buku ajar, serta

keterampilan mendengarkan, menyerap, mencacat, dan mengolah informasi.

Dari aspek penguasaan materi sebagai dampak proses pembelajaran, hal ini terlihat pada saat

melakukan uji coba lebih luas pada dua kelas yang berbeda. Pada saat melakukan eksperimen terdapat

perbedaan hasil belajar yang berbeda, nilai kelas eksperimen jauh lebih baik bila dibandingkan

dengan nilai kelas kontrol.

Kelemahan Pembelajaran Berbasis Konstruktivis dengan Model Cooperative Learning

Dari dua kali uji coba yang dilakukan baik pada saat uji coba terbatas maupun uji coba lebih luas

peneliti melihat adanya kelemahan dari model pembelajaran yang dihasilkan antara lain yaitu:

pelaksanaan model pembelajaran ini memerlukan waktu yang cukup lama, efektivitasnya sangat

tergantung pada motivasi belajar mahasiswa, keterampilan belajar, serta dedikasi dan kinerja yang

tinggi dari dosen pengampu mata kuliah, jika tidak maka hasilnya akan sama dengan model

pembelajaran yang digunakan sebelumnya.

Menurut hemat peneliti kelemahan di atas dapat ditasai dengan beberapa cara antara lain:

mengatur dan menetapkan alokasi waktu secara cermat untuk setiap langkah kegitan pembelajaran,

membangkitkan motivasi belajar dan motivasi berprestasi mahasiswa di awal pertemuan tau

perkulihan, mengajarkan keterampilan belajar, dan senantiasa meningkatkan dedikasi dan kinerja

dosen dalam proses pembelajaran.

KESIMPULAN

Efektivitas, Kelebihan dan Kelemhan Model Pembelajaan yang Dihasikan

a. Cukup efektif dalam meningkatkan kulaitas proses pembelajaran dari sisi keaktifan mahasiswa.

Model pembelajaran ini juga cukuf efektif dan signifikan dalam meningkatkan penguasaan

mahasiswa terhadap materi perkuliahan.

b. Dari aspek keaktifan dan keterampilan belajar mahasiswa, tingkat keaktifan dan keterampilan

belajar mahasiswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model

cooperative learning jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar

menggunakan model pembelajaran yag sebelumnya diguakan oleh dosen.

c. Pelaksanaan model pembelajaran ini memerlukan waktu yang cukup lama, efektivitasnya sangat

tergantung pada motivasi belajar mahasiswa, keterampilan beajar, serta dedikasi dan kinerja yang

tinggi dari dosen pengampu mata kuliah.

SARAN

1. Dalam proses perkuliahan perlu senantiasa memegang prinsip bahwa pembelajaran bebasis

konstruktivis dengan model cooperative learning adalah model pembelajaran yang menekankan

Page 27: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 27

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

pada usaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar melalui peningatan

keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran.

2. Agar setiap mahsiswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran, pada awal perkuliahan dosen

perlu untuk membangkitkan semangat dan motivasi mahasiswa melalui berbagai teknik yang

positif sesuai dengan kebutuhan masa depan mahasiswa.

3. Agar mahsiswa dapat belajar aktif, kretaif, inovatif dan maksimal baik pada proses belajar

kelompok maupun proses belajar anatar kelompok dalam rangkaian pembelajaran berbasis

konstruktivis dengan model pembelajaran cooperative learning, dosen perlu terlebih dahulu

mengajarkan tentang keterampilan belajar kepada mahasiswa pada awal perkuliahan.

4. Penelitian ini cukup terbatas hanya mengembangkan model pembelajaran untuk meningkatkan

keaktipan dan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah geogrfai lingkungan. Oleh sebab itu,

masih terbuka kesempatan bagi para peneliti lain atau peneliti selanjutnya untuk mengembangkan

pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning pada mata kuliah yang

lain yang hakikatnya sama dengan geografi lingkungan, misalnya ilmu lingkungan, Pendidikan

Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dan lain-lain.

DAFTAR RUJUKAN

Astuti, Utami Widi. 2009. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model

Pembelajaran. Makalah.

Borg, Walter R., and Gall, Meredith D. 1983. Educational Research: An Introduction. New York:

Longman.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Panduan Pengembangan IPS Terpadu. Jakarta: Depdiknas.

2005.

Fathurrohman, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan

Islami. Bandhng: PT Refika Aditama.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Hermawan, Maman. 2010. Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Berbasis

Masalah. Tesis.

Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practise. Fourth Edition. Massachusetts:

Allyn and Bacon.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N S. 2005. Landasan Psikologis Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta. Pustaka

Pelajar.

Suryabrata, Sumardi.2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Strategi dan

Implementasinya dalam KTSP. Jakarta : Kencana.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam KTSP.

Jakarta : Bumi

Page 28: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 28

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENGARUH PEMBELAJARAN CTL BERBASIS ENTREPRENEURSHIP TERHADAP

PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATERI

MINYAK BUMI

Agus Sugandi1;Suryati2;Dahlia Rosma Indah3

1,2,3Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram E-mail:[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak: Minyak bumi merupakan salah satu pokok bahasan yang erat kaitannya dengan kehidupan

sehari–hari namun sumber belajar yang sering digunakan masih kurang mengintegrasikan materi

dengan fenomena dalam kehidupan sehari–hari dan konsep dan pembelajaran masih berpusat pada

guru sehingga pemahaman konsep siswa rendah. Permasalahan ini dapat diatasi dengan menerapkan

model CTL berbasis Entrepreneurship. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pembelajaran CTL berbasis Entrepreneurship terhadap pemahaman konsep siswa MA NW Sepit.

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu dengan desain postest-only control group

design. Penelitian yang dilaksanakan di MA NW Sepit menggunakan sampel yang ditentukan dengan

teknik sampling jenuh dari keseluruhan populasi siswa kelas X. Kelas eksperimen yang ditentukan

yaitu kelas XA (25 siswa) yang dibelajarkan dengan model CTL berbasis Entrepreneurship

sedangkan kelas XB (25 siswa) sebagai kelas kontrol dibelajarkan dengan sumber belajar

konvensional pada materi minyak bumi. Teknik pengumpulan data pemahaman konsep

menggunakan tes pilihan ganda beralasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata

pemahaman konsep siswa pada kelas eksperimen (72) lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata kelas

kontrol (70). Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan uji t (Independent sample t-test) dengan

bantuan SPSS 16 diketahui bahwa thitung(0,001) < α (0,05) sehingga hipotesis alternatif diterima.

Artinya, terdapat pengaruh pembelajaran CTL berbasis Entrepreneurship terhadap pemahaman

konsep siswa.

Kata Kunci :CTL Based Entrepreneurship, Pemahaman Konsep, Minyak Bumi.

PENDAHULUAN

Kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur, susunan, sifat, perubahan materi, serta

energi yang menyertainya. Ilmu kimia juga tidak hanya mempelajari sifat zat, tetapi berusaha mencari

prinsip yang mengatur sifat-sifat materi tersebut serta merumuskan materi untuk menerangkan

mengapa hal itu terjadi (Purba, 2006). Kimia termasuk mata pelajaran dalam rumpun sains yang

bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep-konsep kimia dan mampu menerapkan konsep kimia

tersebut untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari secara ilmiah. Seiring

perkembangan ilmu kimia, kimia menjadi salah satu yang mempengaruhi perkembangan dunia

pendidikan. Pembelajaran kimia diharapkan dapat menjadikan para peserta didik mampu mengikuti

perkembangan dunia pendidikan dan lingkungan sekitarnya.

Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi yang besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi. Potensi

ini akan dapat terwujud jika pendidikan IPA (sains) mampu melahirkan siswa yang cakap dalam

bidangnya dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis berpikir kreatif, kemampuan

memecahkan masalah, bersifat kritis, menguasai teknologi serta adaptif terhadap perubahan dan

perkembangan zaman.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada guru dan siswa di MA NW Sepit

bahwa: (1) Guru masih menggunakan metode ceramah, sehingga pada saat proses pembelajaran

berlangsung guru masih mendominasi di kelas dan terjadi komunikasi yang cenderung berjalan satu

arah saja, (2) Dengan menerapkan metode ceramah dalam mengajar, materi yang disajikan majemuk

membuat siswa merasa bosan, apalagi materi kimia merupakan materi yang harus disampaikan

dengan metode yang sesuai agar siswa memahami konsep kimia yang bersifat abstrak dan konkrit,

Page 29: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 29

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

konsep abstrak merupakan konsep yang tidak dapat dilihat secara kasat mata seperti elektron, ion,

molekul dan atom. Konsep yang bersifat konkrit ialah konsep yang dapat dilihat secara kasat mata

seperti hasil akhir dari detilasi bertingkat minyak bumi yaitu bensin, oli, paraffin (lilin), minyak tanah,

dan LPG. Artinya guru harus menjelaskan materi kimia tersebut dengan menerapkan metode

pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan karakteristik materi yang disampaikan. (3) Metode yang

guru terapkan yaitu model DI (Direct Intruction), dalam proses pembelajaran memang terjadi

interaksi akan tetapi proses interaksi tersebut tidak melibatkan semua siswa, sehingga pengetahuan

yang lebih mengenai materi yang sedang di pelajari tersebut belum didapatkan.

Proses pembelajaran konvensional membuat minat belajar siswa pada materi kimia masih

kurang, ini sejalan dengan penelitian Dewi, Arsa, dan Ariawan (2015) bahwa proses pembelajaran

seperti ini tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkreativitas dalam memecahkan

masalah yang mereka hadapi sehari-hari. Pembelajaran yang diterapkan menunjukkan bahwa

kesempatan siswa untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih pada saat proses pembelajaran dan

diskusi berlangsung dengan materi yang dipelajari tidak tercapai, karena hanya sekedar mengahafal

konsep saja sehingga praktiknya di kehidupan sehari-hari tidak tercapai, sehingga hasil belajarnya

tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pendidik.

Dengan proses pembelajaran seperti ini dapat berdampak pada siswa, yaitu: (1) Siswa

menganggap bahwa kimia itu sulit karena dilihat dari kebanyakan konsep kimia yang bersifat abstrak,

(2) Siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat dan menghafal konsepnya saja tanpa mengetahui

penerapan dari konsep tersebut pada kehidupan sehari-hari, (3) Siswa kurang antusias dalam belajar

dan siswa tidak menunjukkan minatnya dalam belajar, (4) Kurang merangsang aktivitas belajar siswa

dan siswa yang kurang pandai memisahkan diri dengan temannya yang pandai. Proses pembelajaran

yang seperti ini berpengaruh pada hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari data hasil ulangan MID

Semester, dimana pada sebagian kelas siswa mendapat nilai yang mencapai KKM dan sebagian kelas

tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) seperti yang ditetapkan oleh pihak sekolah yaitu

70.

Tabel 1 Rata-rata Nilai MID Semester Genap Tahun Ajaran 2016/2017.

Kelas Jumlah

Siswa

Siswa yang

Tuntas

Siswa yang

Tidak Tuntas

Nilai

Rata-rata

KKM

XA 29 24 5 70.65 70

XB 30 19 10 67.33 70

Sumber : Arsip Nilai Kimia MA NW Sepit Tahun Ajaran 2016/2017

Berdasarkan data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa yang didapatkan

yaitu sebesar 70.65 dan 67.33.Artinya sebagian kelas belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) seperti yang telah ditetapkan yaitu 70.

Hal ini dapat disimpulkan rendahnya hasil belajar siswa karena kurang keterlibatan siswa

dalam proses pembelajaran sehingga kemampuan kognitif siswa kurang dioptimalkan secara

maksimal. Akibatnya, dapat mempengaruhi pemahaman konsep akan rendah karena cara mengajar

guru maupun penerapan model pembelajaran tidak disesuaikan dengan situasi dan karakteristik dari

materi kimia itu sendiri, sehingga pembelajaran kimia terkesan sulit dan tidak kontekstual kondisi ini

mengakibatkan hasil akhir yang diinginkan tidak dapat mencapai KKM. Hal ini sejalan dengan

penelitian Setiawan, Arnyana dan Smarabawa (2013) yang menyatakan pengaruh model

pembelajaran sains teknologi masyarakat terhadap pemahaman konsep dan keterampilan berpikir

kreatif siswa.

Salah satu solusi yang efektif diterapkan adalah model pembelajaran CTL pada materi minyak

bumi karena pembelajaran CTL menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka sehingga pada saat proses

belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut

untuk berbagi informasi dengan siswa lainnya dan saling belajar mengajar sesama anggota kelompok.

Melalui kerja sama dalam proses pembelajaran tersebut secara otomatis dapat memunculkan jalinan

komunikasi baik antar siswa dengan siswa maupun guru dengan siswa dalam diskusi yang membuat

Page 30: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 30

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

siswa menjadi lebih aktif, kemudian menunjukkan antusias dan minatnya dalam belajar dan secara

bersama-sama dapat memahami materi yang dipelajari.

Siswa tidak hanya belajar secara kontekstual yang dimana mengaitkan materi dengan

kehidupan sehari-hari pada pokok pembahasan minyak bumi tetapi mengajarkan dan melatih siswa

untuk mengimplementasikan materi yang di ajarkan ke dalam kehidupan siswa dengan cara

entepreneurship atau kewirausahaan sehingga tidak hanya siswa mempelajari secara akademik di

sekolah tetapi dapat di terapkan dalam kehidupannya. Akibatnya, berdampak pada kemampuan

kognitif siswa yang dimana siswa berperan langsung, lebih aktif dan secara tidak langsung melatih

siswa menjadi wirausaha sehingga pemahaman konsep tentang materi yang di ajarkan dapat tercapai.

Menggunakan penerapan belajar bersama (contextual teaching learning) berbasis

entrepreneurship diharapkan siswa dapat menerapkan pengetahuan yang telah didapat pada

kehidupan sehari-hari dengan penggunaan kelompok pembelajaran yang heterogen dan menekankan

pada interpendensi positif (perasaan kebersamaan), interaksi face to face atau tatap muka yang saling

mendukung, saling membantu, dan saling menghargai, serta tanggung jawab individual dan

kelompok kecil demi keberhasilan pembelajaran.

Pada saat proses pembelajaran berlangsung guru berperan dalam membantu atau

memfasilitasi munculnya minat wirausaha siswa sedini mungkin agar mencapai perkembangan diri

yang optimal. Dalam hal ini guru memiliki peran yang penting dalam mengarahkan dan atau mendidik

siswa untuk menekuni dunia usaha setelah mereka mengetahui manfaat dari materi yang dipelajari.

Untuk dapat menekuni dunia usaha sebagai seorang entrepreneur, siswa perlu memiliki pengetahuan,

keterampilan dan minat entrepreneurshipnya, sehingga sejak kelas X mereka telah memiliki tujuan

yang jelas untuk mengikuti proses pembelajaran dengan dibekali minat entrepreneurship yang

mantap untuk meniti karirnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sa’idah (2010) menyimpulkan bahwa penerapan

pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman konsep.

Penelitian lainnya yang meneliti tentang entrepreneurship yaitu dilakukan oleh Sudirman (2010)

menyimpulkan bahwa terbukti mampu menumbuhkan minat wirausaha siswa. Penelitian lainnya

yang oleh Karim (2011) tentang penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran

matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian Muderawan, Sadia dan Sastrika (2013) yang menyatakan pengaruh model pembelajaran

berbasis proyek terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembelajaran model Contextual Teaching

Learning (CTL) Berbasis Entrepreneurship Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Dan

Pemahaman Konsep

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental. Quasi

experimental merupakan penelitian yang dilakukan untuk mencari pengaruh sebab akibat antara

variabel-variabel yang terkontrol. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan

eksperimen (Arikunto, 2012).

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MA NW Sepit Labuapi. Pengambilan

sampel penelitian ditentukan dengan teknik sampling jenuh. Kelas eksperimen yang ditentukan yaitu

kelas XA (29 siswa) yang dibelajarkan dengan model CTL berbasis Entrepreneurship sedangkan

kelas XB (30 siswa) sebagai kelas kontrol dibelajarkan dengan sumber belajar konvensional pada

materi minyak bumi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model CTL berbasis

Entrepreneurship, sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan berpikir kreatif. Hasil uji coba

isntrumen dengan bantuan Rasch Model untuk menguji validitas, realibilitas dan tingkat kesukaran

soal.

Uji Validitas Pemahaman Konsep

Page 31: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 31

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Data dianalisis dengan menggunakan Rasch Model. Kriteria validitas dilihat dari nilai probalitas-

nya semua butir soal nilai rata-rata probabilitas 1.0000 yang menunjukkan nilainya lebih besar dari

5 % (0,05) sehingga dikatakan valid.

Tabel 2 Validitas Rasch Model

Realibilitas Pemahaman Konsep

Instrumen yang digunakan adalah pilihan ganda beralasan untuk menguji reliabilitas

instrumen digunakan Rasch Model K-R 20 (Cronbach Alpa). Nilai reliabilitas butir soal

didapat 0,71 dengan kriteria bagus.

Kelayakan pencapain Kualifikasi

< 0,5 Buruk

0,5-0,6 Jelek

0,6-0,7 Cukup

0,7-0,8 Bagus

> 0,8 Bagus sekali

Tabel 3 Realibilitas

Tingkat Kesukaran Pemahaman Konsep

Data dianalisis menggunakan Rasch Model, data tingkat kesukaran dapat dilihat pada

Tabel 4

Tabel 4 tingkat kesukaran

Page 32: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 32

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Hasil yang didapat soal nomor 6 berada ditingkat kesukaran yang lebih tinggi atau

dapat dikatakan soal nomor 6 sulit dibandingkan dengan soal yang lainnya. Nilai logit

soal 6 adalah 2,69 sehingga soal tersebut dikatakan sukar, nilai soal nomor 8 berada

pada tigkat kesukaran paling rendah atau soal dapat dikatakan mudah dengan nilai

logitnya -1,38. Dilihat dari skala logit (measure) semakin tinggi nilai skala logitnya

maka semakin sukar soal tersebut. Dapat dilihat juga berdasarkan total score, semakin

banyak total score yang diperoleh pada soal maka semakin mudah soal tersebut.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen perlakuan dan

instrumen pengukuran. Instrumen perlakuan berupa perangkat pembelajaran yang digunakan baik

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen perlakuan berupa silabus, RPP, LKS pada kelas

eksperimen dan buku paket pada kelas kontrol Sedangkan instrumen pengukuran yang digunakan

terdiri dari dua jenis,Yaitu (1) instrumen keterampilan berpikir kreatif, dan (2) instrumen pemahaman

konsep siswa.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif dan pemahaman

konsep siswa adalah tes yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran CTL berbasis

Entrepreneurship terhadap keterampilan berpikir kreatif dan pemahaman konsep. Tes yang

digunakan berbentuk pilihan ganda beralasan untuk pemahaman konsep dan essay untuk

keterampilan berpikir kreatif.

Tabel 5 Rubrik Penilaian Pemahaman Konsep

Skor Uraian

3 Jawaban benar, alasan benar dan lengkap

2 Jawaban benar, alasan kurang lengkap

1 Jawaban benar, alasan salah

0 Tidak menjawab atau jawaban salah

(Sumber: Didik Juliawan, 2012)

𝑃𝐾 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑥 100

Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistik t

(Independent samples t-test). Analisis statistik digunakan untuk menggambarkan proses

pembelajaran sedangkan analisis statistik yang digunakan adalah uji prasyarat analisis data, dan uji

hipotesis dengan uj t (Independent samples t-test) dengan bantuan SPSS 16 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Berbasis Entrepreneurship

terhadap Pemahaman Konsep. Data pemahaman konsep siswa diperoleh dari nilai hasil tes pilihan ganda beralasan yang

diberikan setelah seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan. Hasil nilai rata-rata tes pemahaman

konsep pada kelas kontrol dan eksperimen siswa dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Nilai Posstest Pemahaman Konsep

Kelas Nilai Rata-Rata

Eksperimen 72

Kontrol 70

Hasil Uji hipotesis tes akhir menggunakan uji t dengan bantuan SPSS 16 for windows.

Hasil Uji Hipotesis

Variabel Sig (p) α =

0,05

Alat analisis

Berpikir kreatif 0.001

Uji t

Page 33: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 33

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berdasarkan pada table di atas nilai signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi (α = 0.05),

sehingga hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Kesimpulannya bahwa

terdapat pengaruh signifikan pemahaman konsep siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

atau dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh model CTL berbasis entrepreneurship terhadap

pemahaman konsep siswa.

Berdasarkan analisis perhitungan pemahaman konsep siswa, maka nilai rata-rata pemahaman

konsep siswa dapat dilihat di bawah ini.

Berdasarkan Grafik diatas, terlihat bahwa nilai rata-rata pemahaman konsep siswa pada kelas

eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, artinya siswa pada kelas eksperimen lebih paham

dari kelas kontrol dengan jumlah rata-rata pemahaman konsep siswa pada kelas eksperimen adalah

72 dan kelas kontrol adalah 70. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dengan

model pembelajaran yang diterapkan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ini terbukti dari

analisis data posttest uji statistik dengan SPSS 16.0 for windows menggunakan uji t pada tabel uji

hipotesis hasil yang didapatkan sebesar 0,001 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh

pengaruh pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) berbasis entrepreneurship terhadap

keterampilan berpikir kreatif dan pemahaman konsep materi minyak bumi.

Adanya perbedaan rata-rata pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

disebabkan karena perbedaan langkah-langkah pembelajaran yang digunakan pada kedua kelas.

Dalam penelitian ini nilai pemahaman konsep didapatkan dari hasil tes setelah proses pembelajaran

selesai. Dimana pada kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching

Learning (CTL) berbasis entrepreneurship, dalam model pembelajaran ini menekankan siswa pada

proses keterlibatan secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat

menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pada tahap kelas eksperimen siswa menggunakan lembar

kerja siswa yang disusun berdasarkan langkah CTL sehingga siswa lebih bisa menerapkan materi

dengan dunia nyata.

gambar LKS kelas eksperimen

64

66

68

70

72

74

Sebelumperlakuan

SesudahPerlakuan

Eksprimen

Kontrol67

72

7070

Page 34: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 34

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Pada tahap selanjutnya siswa disajikan permasalahan yang terdapat pada kehidupan sehari-

hari tujuan dari kegiatan 1 mengalih informasi awal dari siswa tentang materi minyak bumi dan

membuat hipotesis dari masalah yang di sajikan di LKS.

kegiatan eksplorasi pada tahap pertama

pada tiap pertemuan siswa dijelaskan materi disertai dengan pembuktian melalui kegiatan

praktikum.

kegiatan praktikum entrepreneurship

Dengan kegiatan praktikum ini ditunjukkan agar siswa lebih memahami konsep materi secara

teori maupun praktik, dengan cara praktikum pembuatan biodiesel dari minyak bekas atau minyak

jelantah sehinga siswa dapat mengaitkan materi dengan praktiknya sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh pembelajaran CTL terhadap pemahaman konsep siswa pada materi minyak

bumi.

Adapun pada kelas kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan model konvensional

(diskusi, ceramah dan tanya jawab), pada saat melakukan kegiatan diskusi kelompok mereka hanya

melakukan diskusi dengan anggota kelompoknya saja tanpa adanya interaksi dengan kelompok lain,

Page 35: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 35

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

sehingga pertukaran informasi hanya terjadi di dalam lingkaran kelompok tersebut dan pada saat

mengerjakan soal tes hanya sebatas informasi yang didapatkan dari hasil diskusi dengan anggota

kelompoknya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Yustiqvar (2017) yang

menyatakan bahwa terdapat pengaruh penggunaan modul CTL berorientasi green chemistry pada

materi asam basa terhadap literasi sains siswa. yang dilakukan oleh Rizal, Akmil dan Armiati (2012)

menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran CTL meningkatkan

pemahaman konsep siswa sesuai dengan prinsip CTL model pembelajaran CTL kemampuan

kemampuan seperti kemampuan bertanya dan kemampuan bekerja sama berkembang dan

kemampuan siswa dalam melakukan percobaannya adalah hal yang membuat siswa lebih aktif dalam

menggali dan menemukan konsep. Hasil penelitian Sa’idah (2010) menunjukkan bahwa

pembelajaran CTL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Penelitian Ulfah (2014)

menyatakan bahwa pengaruh pembelajaran Contextual Teaching Learning dengan pemanfaatan gelas

plastic dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh. Hal ini dibuktikan bahwa(1) Model pembelajaran CTL berbasis

entrepreneurship berpengaruh signifikan terhadap pemahaman konsep siswa. Hal ini dapat

dibuktikan dari nilai rata-rata pemahaman konsep siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dengan

nilai sebesar 72 dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 70 dengan kategori pemahaman konsep

baik. Hal ini juga dapat dibuktikan melalui uji hipotesis ( ujit ) dimana didapatkan nilai uji signifikan

lebih kecil di bandingkan nilai signifikan 0.001 < 0.05.

REFRENSI

Ahmadi, H, Suryati, dan Khery, Y. 2016. Pengembangan Modul CTL Berorientasi Green

Chemistry Pada Materi Asam Basa Untuk Menumbuhkan Literasi Sains Siswa.1(4): 17-25.

Alma, B. 2009. Kewirausahaan. Alfabeta: Bandung

Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta

Alma, B. 2009. Kewirausahaan. Alfabeta: Bandung

Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta

Aswin, T. J. 2016. Pengembangan Instrumen Penilaian Pengetahuan Mata Pelajaran Pendidikan

Jasmani dan Olahraga dan Kesehatan (PJOK) Kelas XI Semester Gasal. Jurnal

Pendidikan.1(8):1659-1664.

Dewi, N.P.A.L., P.S. Arsa, dan K.U. Ariawan. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe LT (Learning Together) Pada Pelajaran Prakarya Dan Kewirausahaan Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIPA2 SMA Negeri 3 Singaraja Tahun

Ajaran 2014/2015. e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan

Pendidikan Teknik Elektro. Vol 4, No 1.

Holbrook, J, dan Rannikmae, M., 2009. The Meaning of Scientific Literacy. International Journal

of Environmental & Science Education, Vol 4, No 3. Hal 275-288.

Hudson, C, C. 2007. Contextual Teaching and Learning for Practitioners. USA: Valdosta State

University Valdosta, GA 31602, Volume 6 - number 4

Juliawan, D. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Pemahaman Konsep

Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Kuta Tahun

Pelajaran 2011/2012. Skripsi. Universitas Pendidikan Ganesha.

Kusumawati. 2008. Pemahaman Konsep Matematik Dalam Pembeljaran Matematika. Skripsi.

Universitas PGRI Palembang.

Listari, E. (2013). Pengaruh model pembelajaran problem based learning berorientasi

chemoenterpreneurship terhadap hasil belajar kimia siswa. Jurnal kependidikan kimia

hydrogen, 1(2).

Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Professional. Remaja Rosdikarya: Bandung

Page 36: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 36

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Muslich, M. 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual. Bumi Aksara:

Jakarta

Ridwan, 2013. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan Dan Peneliti Pemula. Alfabeta:

Bandung

Rizal, Y., Akmil, A.R., dan Armiati. 2012. Implementasi CTL Dalam Meningkatkan Pemahaman

Konsep Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika, 1(1):24-29.

Sa’idah, N.U. 2010. Peningkatan Pemahaman Konsep-Konsep IPA Melalui Pendekatan Contextual

Teaching And Learning (CTL) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Sondakan No. 11 Surakarta

Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana

Prenada Media Group: Jakarta

Sudirman. 2010. Menumbuhkan Minat Wirausaha Mahasiswa Melalui Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Berbasis Entrepreneurship Pada Materi Elektroplating. Jurnal Teknis. 5(3):

137–144.

Sugiyanto. 2008. Model Model Pembelajran. Depdikbud: Bandung

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta: Bandung

Suherman, E. 2010. Desain Pembelajaran Kewirausahaan.Alfabeta: Bandung

Sunarya, Y. dan Setiabudi. 2009. Mudah Aktif Belajar Kimia 1. Pusat Perbukuan Departemen

Pendidikan Nasional: Jakarta

Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu: Yogyakarta

Ulfah, R.R. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)

Dengan Pemanfaatan Gelas Plastik Bekas Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa

Tentang Pemahaman Konsep Penjumlahan Dan Pengurangan Pada Aljabar. Skripsi.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Utami, B. 2009. Kimia Untuk SMA Dan MA Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan

Nasional: Jakarta

Vinindita, L. (2016). Penerapan Metode Pembelajaran Make A Match Pada Materi Pengolahan

Buah Dan Sayuran Untuk Meningkatkan Pemahaman Pada Mata Pelajaran Prakarya

Aspek Pengolahan Kelas Vii C Di Smp Negeri 4 Kalasan (Doctoral dissertation, UNY).

Waluya. 2008. Penggunaan Model Pembelajaran Generative Untuk Meningkatkan Pemahaman

Siswa Pada Konsep Geografi. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.

Yustiqvar, M. Suryati, mashami R.A. 2017. pengaruh penggunaan modul CTL berorientasi green

chemistry pada materi asam basa terhadap literasi sains siswa. skripsi.IKIP Mataram.1(1):

34.

Page 37: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 37

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENGARUH PENAMBAHAN SENYAWA PENGOMPLEKS PADA FASA PENERIMA

TERHADAP PEMISAHAN LOGAM PERAK DENGAN TEKNIK SLM (SUPPORTED

LIQUID MEMBRANE)

Ainun Jariah1, Yeti Kurniasih2, Yusran Khery3

1,2,3Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak: Penggunaan perak dalam bidang industri penyepuhan akan menghasilkan limbah yang

berbahaya bagi lingkungan apabila tidak ditangani secara tepat, maka pemungutan kembali

(recovery) perak dari limbah sangat diperlukan baik dengan alasan ekonomis maupun lingkungan.

Salah satu teknik yang dapat digunakan ialah teknik membran cair berpendukung (SLM). SLM

memiliki tiga komponen yaitu fasa umpan, fasa membran, dan fasa penerima. Untuk menjaga agar

ion Ag+ yang sudah dilepaskan melalui fasa membran ke fasa penerima stabil atau tidak kembali

bereaksi dengan senyawa pembawa menuju fasa umpan, maka diperlukan penambahan senyawa

pengompleks yang memiliki peran mempercepat proses pelepasan ion Ag+ dari senyawa pembawa

pada membran melalui pembentukan senyawa kompleks dengan ion Ag+. Penelitian ini bertujuan

untuk mengidentifikasi pengaruh penambahan senyawa pengompleks terhadap pemisahan logam

perak. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan mengacu pada model Rancangan

Acak Lengkap (RAL). Persen transpor Ag yang terekstrak dari fasa umpan ke fasa penerima dapat

dihitung menggunakan rumus persen ekstraksi. Membran pendukung yang digunakan adalah PTFE

yang direndam selama 2 jam dalam senyawa pengemban gabungan D2EHPA dan TBP dengan

perbandingan 5:20 dan konsentrasi total 1 M dalam pelarut kerosene. Kondisi optimum dipelajari

dengan cara memvariasikan jenis senyawa pengompleks yaitu Na2EDTA; Na2S2O3 beserta

konsentrasinya yaitu 0,000M; 0,001M; 0,010M; 0,025M; 0,050M; dan 0,100M dalam media asam

nitrat 0,05M. Dari penelitian ini, didapatkan kondisi optimum pada penambahan senyawa

pengompleks Na2EDTA konsentrasi 0,010M dimana terjadi kenaikan persen transport sebesar

35,36%, sedangkan pada penambahan senyawa pengompleks Na2S2O3 tidak dapat menaikkan persen

transport Ag.

Kata Kunci : Pemisahan Perak, Membran Cair Berpendukung, Senyawa Pengompleks.

PENDAHULUAN

Perak merupakan logam transisi berwarna putih mengkilap, dapat ditempa karena

mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada emas, memiliki konduktivitas paling tinggi

diantara semua logam, tahan terhadap udara murni dan air, tetapi menjadi kusam ketika terpapar udara

atau air yang mengandung hidrogen sulfida, serta kurang reaktif dibandingkan dengan tembaga. Sifat-

sifat fisik dan kimia tersebut menjadikan perak mudah diolah dan dibuat menjadi produk komersial.

Pada umumnya perak dipergunakan dalam proses penyepuhan (electroplating) logam

seperti besi, kuningan, dan aluminium yang banyak digunakan sebagai peralatan rumah tangga.

Penyepuhan dimaksudkan untuk melindungi logam terhadap korosi dan meningkatkan mutu

permukaan terutama dari segi penampilan. Electroplating atau lapis listrik atau penyepuhan

merupakan salah satu proses pelapisan bahan padat dengan lapisan logam menggunakan arus listrik

melalui suatu larutan elektrolit, melalui prinsip bahwa logam yang akan disepuh diperlakukan sebagai

katoda, dan logam penyepuh diperlakukan sebagai anoda. Dalam penyepuhan, kedua elektroda

dimasukkan dalam larutan elektrolit, yaitu larutan yang mengandung ion logam penyepuh.

Penyepuhan benda dengan bahan penyepuh perak, anoda yang digunakan adalah perak dan larutan

elektrolitnya adalah perak nitrat. Larutan yang digunakan untuk penyepuhan logam perak harus

diganti setiap dua minggu karena mutu hasil menurun akibat ketahanan kehalusan permukaan dan

penampakannya (Istiyono,dkk., 2008). Penggantian larutan dari proses penyepuhan ini menghasilkan

limbah yang berbahaya apabila dibuang langsung ke lingkungan. Perak merupakan salah satu logam

berat yang memiliki densitas dan berat atom yang tinggi sehingga sulit untuk diurai. Limbah yang

Page 38: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 38

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

mengandung logam berat mempunyai sifat beracun dan dapat memasuki tubuh atau organ serta

tinggal menetap di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama. Dampak akut dari logam berat Ag

adalah pusing, mual, keram perut, terjadinya kerusakan organ jaringan seperti gangguan ginjal dan

liver. Berdasarkan hasil uji tim fakulas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, air

limbah industri perak mengandung logam Perak (Ag) 0,36 mg/l (ppm), tembaga 201,90 mg/l (ppm),

krom 0,18 mg/l (ppm), aluminium 4,23 mg/l (ppm) dan nikel 0,30 mg/l (ppm) (Sekarwati, dkk.,

2015).

Salah satu metode untuk pemisahan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan

teknik pemisahan Membran Cair Berpendukung atau Supported Liquid Membrane (SLM).

Keuntungan dari teknik SLM adalah bahwa kebutuhan ekstraktan/senyawa pembawa yang digunakan

untuk ekstraksi sedikit, pengoperasiannya sederhana dan biayanya yang murah. Metode pemisahan

ini memiliki kelebihan, seperti dapat diterapkan walaupun konsentrasi ion logam terlarut rendah,

proses berlangsung secara sinambung, menggunakan sedikit pelarut organik (Maming,dkk,. 2007).

Membran cair berpendukung (SLM) secara teoritis adalah salah satu metode pemisahan

berbasis membran yang dikembangkan dari teknik ekstraksi pelarut, yaitu dengan mengamobilkan

zat pengekstraksi (carrier) pada suatu membran polimer berpori (Basir, 2015). Ada tiga komponen

utama dalam membran cair berpendukung yaitu fasa umpan yang mengandung komponen yang ingin

dipisahkan, fasa penerima yang mengandung komponen yang telah terpisahkan, dan fasa membran

yang mengandung molekul pengemban ion dalam membran.

Transport ion terjadi apabila senyawa pembawa kehilangan satu proton dan berintetraksi

dengan ion Ag+ membentuk suatu kompleks senyawa pembawa-logam pada membran. Kompleks ini

akan berdifusi ke antarmuka sisi fasa penerima, dimana selanjutnya membebaskan ion Ag+ ke dalam

larutan penerima. Secara bersamaan senyawa pembawa mengambil proton dari larutan penerima dan

berdifusi kembali ke larutan umpan-permukaan SLM untuk mengambil ion logam lainnya dan proses

terus berlanjut dimana senyawa pembawa akan bolak-balik antara sisi antar muka larutan umpan dan

larutan penerima (Djunaidi, dkk., 2007).

Untuk menjaga agar ion Ag+ yang sudah dilepaskan melalui fasa membran ke fasa

penerima stabil atau tidak kembali bercampur dengan senyawa pembawa menuju fasa umpan, maka

diperlukan penambahan senyawa pengompleks pada fasa penerima. Senyawa pengompleks memiliki

peran mempercepat proses pelepasan ion Ag+ dari senyawa pembawa pada membran melalui

pembentukan senyawa kompleks dengan ion Ag+. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh penambahan senyawa pengompleks yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi

pemisahan logam perak.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan mengacu pada model Rancangan

Acak Lengkap (RAL). Adapun perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah memvariasikan

jenis dan konsentrasi senyawa pengompleks dalam fasa penerima untuk dilihat pengaruhnya terhadap

persen transpor logam perak dari fasa umpan ke fasa penerima.

Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah seperangkat alat pemisahan SLM, Spektrofotometer Serapan

Atom (SSA) untuk menentukan persen transpor logam perak, seperangkat alat destilasi dan peralatan

gelas lainnya. Bahan yang digunakan adalah AgNO3 sebagai standar perak dan sebagai larutan fasa

umpan, di-2-etilheksilfosfat (D2EHPA) dan Tri-n-butilfosfat (TBP) sebagai senyawa pengemban,

Na2EDTA dan Na2S2O3 sebagai senyawa pengompleks pada fasa penerima, HNO3 0,05 M sebagai

media dalam senyawa pengompleks, membran WHATMAN politetrafluoroetilen (PTFE) dengan

diameter 47 mm dan ukuran pori 0,5 µm sebagai membran pendukung, kerosen sebagai pelarut

organik senyawa pengemban dan aquades.

Page 39: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 39

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia dan dilanjutkan dengan

menganalisis sampel hasil di Laboratorium Pengujian BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

NTB) yang berlokasi di Jln. Narmada, Lombok Barat.

Prosedur Percobaan

Proses Pemisahan Perak dengan Teknik SLM

Pada percobaan ini variabel yang dibuat tetap yaitu 100 mL larutan AgNO3 20 ppm pada fasa

umpan, membran pendukung PTFE yang direndam dalam 25 mL senyawa pengemban gabungan

yang terdiri dari D2EHPA dan TBP 1 M dengan perbandingan volume 5:20 selama 2 jam pada fasa

membran. Sedangkan variabel yang dibuat berubah yaitu senyawa pengompleks Na2EDTA dan

Na2S2O3 dengan konsentrasi yang divariasikan yaitu 0,000M; 0,001M; 0,010M; 0,025M; 0,050M;

dan 0,100M pada fasa penerima. Selanjutnya membran yang telah direndam diambil dan diletakkan

di antara kertas saring dengan tujuan untuk mengurangi kelebihan larutan senyawa pengemban,

kemudian diletakkan sedemikian rupa pada alat pemisahan di antara fasa umpan dan fasa penerima

yang ditunjukkan pada gambar 1. Analisis kandungan ion logam pada fasa penerima setelah proses

pemisahan dilakukan dengan spektrometer serapan atom (SSA).

Gambar 1. Skema Kerja Alat SLM

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pengaruh penambahan senyawa pengompleks terhadap persen transpor logam perak

dilakukan dengan cara memvariasikan jenis dan konsentrasi senyawa pengompleks yang

ditambahkan ke dalam fasa penerima. Jenis pengompleks yang digunakan ialah Na2EDTA dan

Na2S2O3, dengan variasi konsentrasi 0,001 M, 0,01 M, 0,025 M,0,05 M, 0,1 M. Persentase transpor

logam perak ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Persentase Transpor Logam Perak denganPenambahan Senyawa

Pengompleks Na2EDTA dan Na2S2O3 pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi Senyawa

Pengompleks (M)

Transpor Ag (%)

Na2EDTA Na2S2O3

0,000 12,50 12,50

0,001 15,17 00,30

0,010 16,92 00,31

0,025 11,48 03,91

0,050 08,10 05,58

0,100 06,51 03,30

Pembahasan

Dalam menjaga agar ion Ag+ yang sudah dilepaskan melalui fasa membran ke fasa penerima

stabil atau tidak bereaksi kembali dengan senyawa pengemban menuju fasa umpan, maka dapat

ditambahkan senyawa pengompleks dalam fasa penerima. Senyawa pengompleks memiliki peran

mempercepat proses pelepasan ion Ag+ dari senyawa pengemban pada membran melalui

pembentukan senyawa kompleks dengan ion Ag+. Pada penelitian ini, senyawa pengompleks yang

ditambahkan dalam fasa penerima adalah Na2EDTA dan Na2S2O3. Hasil pengukuran persen transpor

logam perak dengan penambahan senyawa pengompleks dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 40: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 40

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Gambar 2. Grafik Jenis dan Konsentrasi Senyawa Pengompleks pada

Fasa Penerima terhadap Persen Transpor Logam Perak

Gambar 2. menunjukkan grafik hubungan antara penambahan senyawa pengompleks dalam

fasa penerima terhadap persen ekstraksi. Berdasarkan gambar 2 tersebut, transpor logam Ag tanpa

adanya penambahan senyawa pengompleks memberikan persen ekstraksi sebesar 12,5%. Dengan

penambahan senyawa pengompleks persen transpor logam Ag meningkat dengan peningkatan

optimum terjadi pada penambahan senyawa pengompleks Na2EDTA konsentrasi 0,01 M dengan

kenaikan persen transpor sebesar 36,35%.

Etilendiamina tetra asetat (EDTA) ialah salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA

merupakan senyawa yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan

keempat gugus karboksil atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom

koordinasi per molekul. Pada penelitian ini, digunakan pengompleks EDTA dalam bentuk garam

dinatrium etilendiamina tetraasetat (Na2EDTA) yang mempunyai rumus bangun seperti pada gambar

3.

COOH CH2

N CH2

CH2COONa

CH2 N

CH2 COONa

CH2 COOH

Gambar 3. Rumus Bangun Na2EDTA

Sebagai pengompleks logam, digunakan EDTA dalam bentuk garam (Na2H2Y), karena EDTA

dalam bentuk H4Y dan NaH3Y tidak larut dalam air. Pada larutan penerima Na2EDTA yang berada

dalam media asam nitrat dengan konsentrasi 0,05 M, ion Na+ dari Na2EDTA akan bereaksi dengan

asam nitrat membentuk senyawa natrium nitrat. EDTA memiliki peran dalam proses penarikan ion

Ag+ dari senyawa pembawa pada membran membentuk senyawa kompleks sebagaimana reaksi

dibawah ini:

Na2H2Y + 2HNO3 H3Y- + 2NaNO3 + H+

Ag+ + H3Y-+ H+ AgH3Y + H+

AgH3Y + H+ [AgH4Y]+

Senyawa kompleks [AgH4Y]+ memiliki struktur oktahedral, dimana ada interaksi antara

gugus fungsi pada EDTA dengan logam ion pusat Ag, dua atom N dan empat atom O dari ligan

EDTA terletak pada pojok-pojok oktahedral. Dalam senyawa koordinasi, EDTA dalam bentuk

0

5

10

15

20

Na2EDTA

Na2S2O3

0,001 0,010 0,025 0,050 0,100

Page 41: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 41

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

[(HO2CCH2)2NCH2CH2N(CH2CO2H)2] berperan sebagai ligan. EDTA mengikat kation logam Ag

melalui dua amina dan empat gugus O dari gugus karboksilat. Struktur [Ag(EDTA)]+ dapat dilihat

pada gambar 4.

Ag

O

O

O O

N N

C

OC

O

C O

C

O+

Gambar 4. Struktur [Ag(EDTA)]+

Penambahan senyawa pengompleks Na2EDTA dengan konsentrasi 0,01 M memberikan

persen transpor logam perak lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya penambahan senyawa

pengompleks. Namun demikian, penambahan senyawa pengompleks dengan konsentrasi yang terlalu

tinggi dapat menurunkan persen transpor. Hal ini disebabkan oleh selain susunan ruang dan

konfigurasi ligan yang sesuai dengan ion logam, pH juga mempengaruhi pembentukan ikatan. Dalam

larutan Na2EDTA yang bersifat asam (pH ≤ 2), molekul Na2EDTA yang memiliki spesies asam H2Y2-

(Ka = 6,92 × 10-7) mengalami proses ionisasi yang lemah . Hal ini disebabkan oleh karena kedua

proton dalam H2Y2- tergabung pada kedua atom nitrogen dan tidak begitu cepat hilang dibandingkan

dengan proton yang tergabung pada oksigen sehingga mempengaruhi pembentukan ion Ag+ dan ligan

EDTA. Ionisasi yang lemah mengakibatkan penguraian EDTA relatif kecil, sehingga ligan EDTA

memiliki kecenderungan tidak terurai untuk dapat mengikat ion Ag+. Umumnya, kompleks EDTA

dengan ion logam monovalen dan divalen akan stabil dalam larutan basa atau sedikit asam. Sehingga

pada larutan Na2EDTA yang bersifat asam dengan ion logam monovalen akan mengalami

pembentukan kompleks yang tidak stabil, yang mengakibatkan terjadinya penurun transpor logam.

Penambahan senyawa pengompleks Na2S2O3 tidak dapat menaikkan persen transpor logam

Ag. Hal ini dikarenakan pada pH rendah kompleks Ag-tiosulfat tidak stabil dan mengalami

penguraian dengan pembentukan koloidal sulfur dan sulfur oksida sebagaimana persamaan reaksi

berikut :

Na2S2O3(aq)+ 2HNO3(aq) H2S2O3-aq)+ 2NaNO3(aq) + H+

Ag+ + 2 S2O32– + H+ [Ag(S2O3)2]

3–(aq) + H+

2H+ + Ag(S2O3)23-

(aq) Ag+ + 2HS2O3-(aq)

Ag+ + 2HS2O3-(aq) Ag+ + HSO3

-(aq) + S(s)

Ag+ + HSO3-(aq) + S(s) Ag+ + SO2

-(g) + S(s) + H2O(l)

Hasil pengukuran pH senyawa pengompleks Na2S2O3 dalam media asam nitrat diperoleh

harga pH berkisar antara 1,43 – 2,04. Sedangkan kompleks Ag-tiosulfat stabil pada harga pH ≥ 4 dan

pada pH yang lebih rendah Ag-tiosulfat akan terputus ikatannya atau tidak stabil pada harga pH ≤ 2,5

(Djunaidi,2007). Berdasarkan persamaan reaksi diatas pada pH rendah sejumlah tiosulfat yang

berikatan dengan Ag jumlahnya akan menurun dan kompleksitas Ag-tiosulfat semakin sedikit. Pada

pH yang rendah akan memberikan hasil transpor yang relatif kecil, karena terbentuknya endapan

sulfur. Endapan ini menyebabkan permukaan membran terhalang sehingga proses interaksi ion Ag+

dengan senyawa pengompleks membentuk kompleks atau dengan kata lain kemampuan senyawa

pengompleks untuk membentuk kompleks dengan ion Ag+ terbatas, yang menyebabkan transpor ion

Ag+ menjadi kecil.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :1) Terdapat pengaruh sebelum dan

sesudah ditambahkannya senyawa pengompleks pada fasa penerima dengan pengaruh positif pada

penambahan senyawa pengompleks Na2EDTA yang memberikan kenaikan persen transpor, dan

Page 42: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 42

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

pengaruh negatif pada penambahan senyawa pengompleks Na2S2O3 yang menurunkan persen

transpor dibandingkan sebelum ditambahkan senyawa pengompleks. 2) Keadaan optimum diperoleh

pada penambahan senyawa pengompleks Na2EDTA 0,01 M sebesar 16,92%, dengan kenaikan persen

transpor 35,36%.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka disarakan kepada peneliti yang lain:

1) Perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang kontrol pH terhadap pemisahan logam dengan teknik

membran cair berpendukung (Supported Liquid Membrane, SLM) terhadap efisiensi pemisahan. 2)

Perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang pengaruh waktu terhadap pemisahan logam dengan teknik

membran cair berpendukung (Supported Liquid Membrane, SLM) terhadap efisiensi pemisahan.

REFRENSI

Basir, Djabal Nur. 2015. Kemurnian dan Nilai Faktor Pemisahan Transpor Unsur La Terhadap Unsur

Nd, Gd, Lu, dengan Teknik Membran Cair Berpendukung. Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.

6, No. 11.

Djunaidi, M.C., dkk. 2007. Recovery Perak dari Limbah Fotografi melalui Membran Cair

Berpendukung dengan Senyawa Pembawa Asam Di-2-Etil Heksilfosfat (D2EHPA). Reaktor.

Vol 11, No. 2, Hal : 98-103.

Istiyono, Edi., dkk. 2008. Pengelolaan Limbah Industri Penyepuhan Logam Perak (Elektroplating).

INOTEK. Vol 12, No. 2.

Sekarwati, Novita., dkk. 2015. Dampak Logam Berat Cu (Tembaga) dan Ag (Perak) Pada Limbah

Cair Industri Perak Terhadap Kualitas Sumur dan Kesehatan Masyarakat Serta Upaya

Pengendaliannya di Kota Gede Yogyakarta. Jurnal EKOSAINS, Vol VII, No. 1.

Sugiyono. 2015. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Page 43: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 43

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

KAJIAN PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT

BASED LEARNING) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KREATIF MATEMATIS

Aminullah

Universitas Mahasaraswati Mataram

e-mail: [email protected]

ABSTRAK: Siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan

kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama yang diperoleh melalui pembelajaran matematika.

Salah satu permasalahan yang dihadapi siswa yaitu kurangnya kemampuan berpikir kreatif.

Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan ide atau cara baru dalam

menyelesaikan masalah atau menghasilkan suatu produk yang dipicu melalui masalah yang

menantang. Permasalahan dalam pembelajaran salah satunya dapat diatasi melalui pemilihan metode

pembelajaran yang sesuai. Sehingga tujuan dari tulisan ini adalah untuk memaparkan kajian

penggunaan metode pembelajaran berbasis proyek (Project based learning) dalam meningkatkan

kemampuan berfikir kreatif siswa. Pembelajaran berbasis proyek berdasarkan penelitian yang relevan

terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa karena pada metode pembelajaran

berbasis proyek siswa dilatih melalui permasalahan dan pertanyaan yang menantang dalam bentuk

proyek untuk menghasilkan atau menemukan sesuatu yang baru.

Kata Kunci : Pembelajaran berbasis proyek (Project based learning), Kemampuan berpikir kreatif.

PENDAHULUAN

Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan kognitif untuk

meningkatkan keterampilan atau psikomotorik dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau

menghasilkan suatu produk baru. Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu

fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja

sama (Depdiknas, 2004). Pengembangan kemampuan berpikir kreatif memang perlu dilakukan

karena kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang dikehendaki dunia kerja (Mahmudi,

2010). Tak diragukan lagi bahwa kemampuan berpikir kreatif juga menjadi penentu keunggulan suatu

bangsa. Daya kompetitif suatu bangsa sangat ditentukan oleh kreativitas sumber daya manusianya.

Maka pembelajaran matematika perlu dirancang sedemikian sehingga berpotensi mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif siswa terutama setelah diterapkan kurikulum 2013.

Abad sekarang ini di Indonesia telah diterapkan kurikulum 2013 yang memiliki sasaran

pembelajaran yang jelas seperti disebutkan pada Permendikbud No. 65 Tahun 2013 yang mengatakan

“ Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah

sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang di elaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah

kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh

melalui aktivitas: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan

diperoleh melalui aktivitas: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,

mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas: mengamati, menanya, mencoba, menalar,

menyaji, dan mencipta. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta

mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific),

tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu

diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk

mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun

kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya

berbasis pemecahan masalah (Project Based Learning)”.

Page 44: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 44

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Penggunaan metode pembelajaran sesuai aturan kurikulum 2013 yaitu pembelajaran dengan

pendekatan ilmiah (scientific). Keputusan pengajar dalam menerapkan metode tersebut harus

disesuaikan dengan kompetensi atau tingkat kemampuan peserta didik serta mata pelajaran yang

diajarkan. Guru bukan hanya dituntut untuk memilki pengetahuan dan kemampuan mengajar

melainkan juga harus kreatif yang dicerminkan melalui sikap aktif siswa. Menurut Hosnan (2013)

kreativitas guru merupakan hal penting dalam kegiatan belajar mengajar, dan bahkan dapat menjadi

entry point dalam upaya meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa. Seperangkat perilaku

pembelajaran yang dicerminkan oleh guru cenderung kurang bermakna dan memperoleh hasil belajar

yang tidak memadai apabila tidak diimbangi dengan pemahaman tentang makna mengajar dan belajar

dan perilaku pembelajaran yang kreatif. Kreativitas guru atau pengajar sangat penting dalam

menghasilkan lulusan atau siswa yang kreatif juga, salah satu bentuk kreatif guru yaitu mampu

memilih metode yang tepat dalam pembelajaran.

Pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan kompetensi atau tingkat

kemampuan peserta didik, lingkungan belajar serta mata pelajaran yang diajarkan. Misalkan

pelajaran matematika yang menuntut siswa supaya memiliki kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama, maka perlu memilih metode,

strategi atau pendekatan yang bisa menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi

tersebut. Salah satu kemampuan yang dikaji dalam kajian ini yaitu kemampuan berpikir kreatif,

karena dipandang sangat krusial dalam menghadapi persaingan di dunia modern ini. Sedangkan

metode yang dipilih berdasarkan hasil penelitian dalam meningkat kemampuan berpikir kreatif yaitu

metode pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Pemilihan metode PjBL (project

based learning) sebagai salah satu solusi dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis

berdasarkan kajian hasil penelitian relevan serta teori-teori dan peraturan pemerintah yang dipaparkan

dalam pembahasan pada tulisan ini.

PEMBAHASAN

Berpikir Kreatif

Menurut Martin (2009) kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan

ide atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk. Pada umumnya, berpikir kreatif dipicu oleh

masalah-masalah yang menantang. Kemampuan kreatif dapat dipahami sebagai bentuk kemampuan

kognitif yang mendasari kemampuan untuk beroperasi pada representasi simbol-simbol rutin yang

memungkinkan simbol-simbol baru akan dibangun. Lebih khususnya kemampuan berpikir kreatif

siswa yang dimaksud adalah kemampuan berpikir kreatif matematis. Oleh karena itu, kreativitas

dalam matematika lebih tepat di istilahkan sebagai berpikir kreatif matematis. Meski demikian, istilah

kreativitas dalam matematika atau berpikir kreatif matematis dipandang memiliki pengertian yang

sama, sehingga dapat digunakan secara bergantian (Mahmudi 2010).

Ada banyak pengertian tentang kreativitas, pengertian yang paling sederhana tentang

kreativitas adalah kemampuan menemukan hubungan atau keterkaitan baru dari dua atau lebih konsep

yang ada dalam pikiran (Ismaimuza, 2010). Kreativitas dapat dipandang sebagai produk hasil dari

pemikiran atau perilaku manusia dan sebagai proses memikirkan berbagai gagasan dalam

menghadapi perseolan atau masalah. Sedangkan menurut Semiawan, dan Munandar (1987)

kreativitas dipandang sebagai proses bermain dengan gagasan-gagasan atau unsur-unsur yang ada

dalam pikiran, sehingga merupakan suatu kegiatan yang penuh tantangan bagi siswa yang kreatif.

Berpikir kreatif dipandang sebagai perubahan dalam persepsi, atau melihat kombinasi ide

baru, hubungan baru, makna baru, atau aplikasi baru yang dirasa belum dimiliki sebelumnya (Tan,

2009:7). Menurut Fisher (dalam Ismaimuza, 2010) berpikir kreatif adalah menciptakan hipotesis

dengan menggunakan pengetahuan dan inspirasi, dalam berpikir kreatif kita juga menggunakan

penalaran dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif juga merupakan kemampuan yang mencerminkan

kelancaran, keluwesan dan keaslian dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu

gagasan (Waliyatimas, 2005). Sedangkan menurut Harris (2000) terdapat tiga aspek kemampuan

berpikir kreatif, yaitu kesuksesan, efisiensi, dan koherensi. Kesuksesan berkaitan dengan kesesuaian

Page 45: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 45

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

solusi dengan masalah yang diselesaikan. Efisiensi berkaitan dengan kepraktisan strategi

penyelesaian masalah. Sedangkan aspek koherensi berkaitan dengan kesatuan atau keutuhan ide atau

solusi. Ide yang koheren adalah ide yang terorganisasi dengan baik, holistis, sinergis, dan estetis.

Menurut Costa (dalam Jazuli Akhmad, 2009) Berfikir kreatif meliputi cognitive skill

(kecakapan kognisi), metacognitive skill (kecakapan metakognisi) dan affective skill (kecakapan

sikap). Kecakapan-kecakapan ini dapat diterapkan dalam kehidupan di semua bidang. Berfikir kreatif

masuk dalam domain kreativitas dan merefleksikan sifat beraneka ragam gagasan yang lebih luas.

Selanjutnya Costa menjabarkan kecakapan kognisi dan kecakapan sikap yang lebih detail. Kecakapan

kognisi dalam berfikir kreatif meliputi: (1) mengidentifikasi masalah dan peluang; (2) mengajukan

pertanyaan yang lebih baik dan berbeda; (3) menilai relevan dari data yang tidak relevan; (4)

memisahkan masalah produktif dan peluang; (5) mengutamakan persaingan pilihan dan informasi;

(6) menaikan diantara ide produksi [fluency]; (7) menaikan produksi kategori yang berbeda dan

macam-macam ide [flexibility]; (8) menaikan produksi ide baru atau ide yang berbeda [originality];

(9) melihat hubungan diantara pilihan (option) dan pengganti (alternatif); (10) menghentikan pola

pikir lama dan kebiasaan; (11) membuat koneksi baru; (12) merinci, mengembangkan atau

menyaring ide, situasi atau rencana [elaboration]; (13) melihat dengan cermat kriteria; (14)

mengevaluasi pilihan.

Adapun indikator berfikir kreatif menurut Jazuli Akhmad (2009) yaitu :

1. Fluency: dapat lancar memberikan banyak ide untuk menyelesaikan suatu masalah (termasuk

banyak dalam memberikan contoh).

2. Flexibility: dapat memunculkan ide baru (untuk mencoba dengan cara lain) dalam menyelesaikan

masalah yang sama.

3. Originality: dapat menghasilkan ide yang luar biasa untuk menyelesaikan suatu masalah. (dapat

menjawab menurut caranya sendiri)

4. Elaboration: dapat mengembangkan ide dari ide yang telah ada atau merinci masalah menjadi

masalah yang lebih sederhana.

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif

merupakan kemampuan untuk menghasilkan ide atau cara baru dalam menyelesaikan masalah atau

menghasilkan suatu produk yang dipicu melalui masalah yang menantang. Adapun indicator berpikir

kreatif meliputi fluency, flexibility, originality, dan elaboration. Sedangkan kemampuan berpikir

kreatif matematis merupakan kemampuan untuk menghasilkan ide atau cara baru dalam

menyelesaikan masalah matematis atau menghasilkan suatu produk yang dipicu melalui masalah

yang menantang.

Project Based Learning (PjBL)

Salah satu model pembelajaran yang mengajak siswa dapat berpikir kreatif, untuk ambil

bagian dalam unjuk kerja dan mengalami langsung yang dikerjakannya adalah Project-Based

Learning (PjBL), karena model ini merupakan sebuah model yang mengatur pembelajaran melalui

proyek-proyek tertentu. Istilah pembelajaran berbasis proyek merupakan istilah pembelajaran yang

diterjemahkan dari istilah bahasa Inggris Project-Based Learning (PjBL). Buck Institute for

Education (BIE) (dalam Trianto, 2014) mengemukakan bahwa PjBL adalah model pembelajaran yang

melibatkan peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang peserta didik

bekerja secara otonom mengonstruksi belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk

karya siswa bernilai realistik. PjBL juga merupakan model pembelajaran yang memberikan

kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas melibatkan kerja proyek (Wina,

2009). Sedangkan Trianto (2004) menjelaskan bahwa PjBL merupakan pembelajaran inovatif yang

berpusat pada siswa (student centered) dan menempatkan guru sebagai motivator dan fasilitator,

dimana siswa diberi peluang bekerja secara otonom mengonstruksi belajarnya. Kemudian Sugiyastin,

dkk (2012) mengemukakan PjBL merupakan metode yang menggunakan belajar kontekstual, dimana

para siswa berperan aktif untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, meneliti,

mempresentasikan, dan membuat dokumen.

Page 46: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 46

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PjBL memerlukan keterampilan merancang kegiatan pembelajaran yang memungkinkan

peserta didik melakukan penyelidikan terhadap suatu masalah secara mandiri. Trianto (2004)

mengungkapkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran ini, yaitu:

(1) membuat tugas menjadi bermakna, jelas dan menantang; (2) menganekaragamkan tugas; (3)

menaruh perhatian pada tingkat kesulitan; (4) memonitor kemajuan peserta didik. Selanjutnya

menurut Capraro & Slough 2009 (dalam Hidayanti Lufia 2012) PjBL mengharuskan siswa untuk

berpikir kritis, analitis, menggunakan kemampuan berpikir yang tinggi, membutuhkan kolaborasi,

komunikasi, pemecahan masalah dan pembelajaran yang mandiri.

Menurut Buck Institute of Education (dalam Hosnan, 2013: 322) PjBL memiliki karakteristik

yaitu (a) Siswa mengambil keputusan sendiri dalam kerangka kerja yang telah ditentukan bersama

sebelumnya, (b) Siswa berusaha memecahkan sebuah masalah atau tantangan yang tidak memiliki

satu jawaban pasti, (c) Siswa ikut merancang proses yang akan ditempuh dalam mencari solusi, (d)

Siswa didorong untuk berfikir kritis, memecahkan masalah, berkolaborasi serta mencoba berbagai

macam bentuk komunikasi, (e) Siswa bertanggung jawab mencari dan mengelola sendiri informasi

yang mereka kumpulkan, (f) Pakar-pakar dalam bidang yang berkaitan dengan proyek yang

dijalankan sering diundang menjadi guru tamu dalam sesi-sesi tertentu untuk memberi pencerahan

bagi siswa, (g) Evaluasi dilakukan secara terus menerus selama proyek berlangsung (h) Siswa secara

reguler merefleksikan dan merenungi apa yang telah mereka lakukan baik proses maupun hasilnya,

(i) Produk akhir dari proyek (belum tentu berupa material, tapi bisa berupa presentasi, drama dan

lain-lain) dipresentasikan didepan umum (maksudnya, tidak hanya pada gurunya tapi juga bisa pada

dewan guru, orang tua dan lain-lain) dan dievaluasi kualitasnya, (j) Didalam kelas dikembangkan

suasana penuh toleransi terhadap kesalahan dan perubahan, serta mendorong bermunculnya umpan

balik serta revisi.

Metode PjBL berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 disarankan untuk digunakan

pada pembelajaran untuk mendorong kemampuan peserta didik dalam menghasilkan karya

kontekstual, baik individual maupun kelompok. Adapun langkah-langkah PjBL menurut The George

Lucas Educational Foundation (2005) dalam Trianto, 2014 yaitu: (1) dimulai dengan pertanyaan

yang esensial; (2) perencanaan aturan pengerjaan proyek; (3) membuat jadwal aktifitas; (3)

memonitoring perkembangan peserta didik; (4) penilaian hasil kerja peserta didik; (4) evaluasi

pengalaman belajar peserta didik.

Suatu metode pembelajaran tentunya tidak akan selalu sempurna, berikut diungkapkan

tentang kelebihan dan kekurangan dari PjBL. Trianto (2014) menyebutkan beberapa kelebihan dari

PjBL di antaranya:

a. Merombak pola pikir peserta didik dari yang sempit menjadi lebih luas dan menyeluruh dalam

memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi,

b. Membina peserta didik menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan terpadu, yang

diharapkan berguna dalam kehidupan sehari-hari,

c. Sesuai dengan prinsip didaktik modern yaitu memperhatikan kemampuan individu dalam

kelompok, bahan pelajaran tidak terlepas dari kehidupan riil, pengembangan kreativitas, dan

pengalaman yang tak terpisahkan antara teori dan praktik.

d. Meningkatkan motivasi, kemampuan pemecahan masalah, dan kolaborasi.

e. Meningkatkan kemampuan mengelola sumber.

Meski demikian, menurut Susanti (2008) berdasarkan pengalaman yang ditemukan

dilapangan, PjBL memiliki beberapa kekurangan di antaranya:

a. Kondisi kelas agak sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut saat pelaksanaan proyek, karena

adanya kebebasan pada siswa sehingga memberi peluang untuk ribut dan untuk itu diperlukan

kecakapan guru dalam penguasaan dan pengelolaan kelas yang baik.

b. Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup, masih saja memerlukan waktu yang lebih

banyak untuk pencapaian hasil yang maksimal.

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan Project Based Learning (PjBL)

merupakan pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa (student centered) dan menempatkan

Page 47: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 47

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

guru sebagai motivator dan fasilitator, dimana siswa diberi peluang bekerja secara otonom

mengonstruksi belajarnya dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, meneliti,

mempresentasikan melalui kerja proyek, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai

realistik.

Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif dengan Metode PjBL

Abad pengetahuan saat ini, menginginkan paradigma belajar yang berorientasi pada proyek,

masalah, penyelidikan (inquiry), penemuan dan penciptaan” (Ardhana, 2000 dalam Rais 2010). Salah

satu strategi pembelajaran yang dapat membantu mahasiswa agar memiliki kreativitas berfikir,

pemecahan masalah, dan interaksi serta membantu dalam penyelidikan yang mengarah pada

penyelesaian masalah-masalah nyata adalah project based learning (PjBL) atau pembelajaran

berbasis proyek (Turgut 2008 dalam Rais 2010).

Berdasarkan beberapa teori yang diungkapkan dapat dikatakan bahwa metode PjBL

merupakan metode yang tepat dan yang diharapkan untuk digunakan pada proses pembelajaran di

sekolah dan lebih-lebih pada perkuliahan untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan

keterampilan lainnya.

Metode PjBL dikatakan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dapat diketahui

melalui hasil-hasil penelitian yang relevan atau hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya

oleh beberapa peneliti seperti :

1. Jurnal oleh Hesti Noviyana (2017) yang berjudul “Pengaruh Model Project Based Learning

Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa”. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu

ada pengaruh model Project Based Learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika

siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2016/2017.

Adapun perolehan rata–rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang menggunakan

model pembelajaran Project Based Learning yaitu 86,39 lebih tinggi dari rata-rata kemampuan

berpikir kreatif matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional yaitu 53,77.

2. Jurnal oleh Ika Wahyu Anita (2017) yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek

Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Mahasiswa”. Hasil penelitian yang

diperoleh yaitu pembelajaran matematika berbasis proyek berjalan dengan baik, selama

pelaksanaan pembelajaran ini dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif matematis

mahasiswa

3. Jurnal oleh Ferawati Wahida1, Nurdin Rahman, dan Siang Tandi Gonggo (2015) yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan

Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Parigi”. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu model

pembelajaran berbasis proyek berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan berpikir

kreatif dan hasil belajar siswa. Hasil ini kemudian didukung oleh n-Gain dalam kategori sedang.

Selain itu, peningkatan nilai pada aspek afektif dan psikomotor siswa dalam kategori sangat baik.

4. Jurnal oleh Diah Mulhayatiah (2014) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

Proyek untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa”. Hasil penelitian yang

diperoleh yaitu penerapan model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif mahasiswa dengan rata-ratanya berada pada kategori sedang dengan nilai 0,68.

5. Jurnal oleh Rina Putri Utami, Riezky Maya Probosari, dan Umi Fatmawati (2015) dengan judul

“Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning Berbantu Instagram Terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta”. Hasil penelitian yang

diperoleh yaitu ada pengaruh model pembelajaran PjBL berbantu instagram terhadap kemampuan

berpikir kreatif siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta dengan didukung dari hasil rata-rata siswa

pada kelas eksperimen (82,72) lebih tinggi dibanding dengan kelas kontrol (77,12).

Page 48: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 48

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

6. Artikel Ilmiah oleh Milla Minhatul Maula, Jekti Prihatin, dan Kamalia Fikri (2014) yang berjudul

“pengaruh Model PjBL (Project-Based Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan

Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pengelolaan Lingkungan”. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu

penerapan model PjBL (project based learning) pada materi pengelolaan lingkungan berbeda

signifikan (p=0,00) dengan model konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa kelas

VII di SMP Negeri 2 Balung Jember. skor rerata kemampuan berpikir kreatif kelas kontrol lebih

rendah sebesar 70,25 ± 12,29 jika dibandingkan dengan skor rerata kemampuan berpikir kreatif

siswa kelas eksperimen sebesar 86,17 ± 4,70.

7. Jurnal oleh Wiwin Sugiyastini, dkk (2013) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis

Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD

Gugus V Banjar”. Hasil penelitiannya yaitu Kemampuan berpikir kreatif siswa kelompok

eksperimen yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning)

cenderung tinggi dan Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif antara

kelompok siswa yang belajar mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis

proyek dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional pada siswa kelas V

di SD Negeri 2 dan 3 Sidetapa.

8. Prosiding oleh Maria Anita Titu (2015) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Project

Based Learning (PjBL) Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Pada Materi Konsep Masalah

Ekonomi”. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Penerapan pembelajaran project based learning

sangat mendukung kreativitas siswa di mana Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan

gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik

ciri-ciri aptitude seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality)

dalam pemikiran, maupun ciri-ciri non aptitude, seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan

pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman-pengalaman baru. Sehingga penerapan model

pembelajaran project based learning dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan kreativitas

siswa pada materi konsep masalah ekonomi.

9. Jurnal oleh Edang Sri. W, Ai Sutini, dan Hana Yunansah (2015) yang berjudul “Pengaruh

Penggunaan Model Project Based Learning (PjBL) Terhadap Kreativitas Berpikir Siswa Pada

Konsep Lingkungan”. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat pengaruh pada kreativitas

berpikir siswa setelah diberi perlakuan dengan menggunakan model Project Based Learning,

berdasarkan perolehan nilai N-gain yang menunjukan kreativitas berpikir siswa mengalami

peningkatan dengan kategori cukup signifikan, 0,3 ˂ 0,63 ≤ 0,7.

10. Jurnal oleh Tri Nova Hasti Yunianta, dkk (2012) yang berjudul “Kemampuan Berpikir Kreatif

Siswa pada Implementasi Project-Based Learning dengan Peer And self-Assessment untuk

Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana di Kabupaten Pati”. Hasil penelitian yang

diperoleh yaitu PBL dengan PSA, ditinjau melalui aspek berpikir kreatif, PBL dengan PSA semua

aspek kecenderungan meningkat, sedangkan untuk pembelajaran konvensional, aspek keaslian

dalam berpikir kreatif siswa turun. Peningkatan pada PBL dengan PSA ini dapat membawa siswa

yang awalnya kurang kreatif untuk aspek kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi dan

sensitivitas, setelah pembelajaran menjadi cukup kreatif untuk aspek kelancaran, keaslian,

elaborasi dan sensitivitas, sedangkan untuk aspek keluwesan levelnya tetap.

11. Penelitian tesis yang telah dilakukan oleh Ni Luh Putu Mery Marlinda (2012) yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan

Kinerja Ilmiah Siswa”. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Terdapat perbedaan kemampuan

berpikir kreatif siswa antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis

proyek (MPjBL) dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional

(MPK), diterima, karena harga F hitung (16,584) lebih besar dari F tabel (3,91). Untuk nilai rata-

rata dalam kinerja ilmiah, untuk kelompok MPjBL adalah sebesar 21,96 dan MPK 19,49,

kemudian didukung oleh analisis multivarian yang menunjukkan Fhitung = 28,878 > Ftabel =

3,91 (p < 0,05).

Page 49: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 49

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

12. Penelitian tesis yang telah dilakukan oleh Kusriyatun (2014) dengan judul ”Pengaruh Penerapan

Metode Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Terhadap Peningkatan

Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa“. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat perbedaan

peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen yang mendapat perlakuan

metode pembelajaran proyek (Proyek based learning) pada pengukuran awal (pre-tes) dengan

pengukuran akhir (post-test). Metode PjBL menunjukkan hasil yang baik, siswa mampu berfikir

kreatif terutama dalam membuat karya kreativitas yang bernilai jual.

13. Penelitian tesis oleh Satria Mihardi (2013) yang berjudul “Pengaruh Model Project Based

Learning Dengan Lembar Kerja KWL (Know-Want-Learn) Terhadap Berpikir Kreatif pada

Penyelesaian Masalah Fisika”. Hasil penelitiannya yaitu menunjukkan Berpikir Kreatif Siswa

dengan model Project Based Learning lebih besar daripada model Cooperative Learning, adanya

perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang dicapai melalui model Project Based Learning dengan

lembar kerja KWL dan model Cooperative Learning dalam menyelesaikan permasalahan Fisika.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran

berbasis proyek (Project based learning) dapat diterapkan pada proses pembelajaran di sekolah untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Metode PjBL dalam penerapannya atau penggunaannya

untuk meningkatkan berpikir kreatif, juga dapat dikolaborasikan dengan pendekatan-pendekatan dan

media pembelajaran lainnya seperti Peer And self-Assessment, Lembar Kerja KWL (Know-Want-

Learn), Instagram, dan juga bisa dengan pendekatan saintifik karena disarankan oleh kurikulum 2013.

Selain dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, PjBL juga dapat meningkatkan kerja ilmiah

dan hasil belajar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang berupa kajian-kajian teori dan hasil penelitian yang relevan

diatas dapat disimpulkan bahwa Metode Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

merupakan metode yang memuat proyek atau tugas yang kompleks berdasarkan pada pertanyaan dan

permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut siswa bekerja melalui serangkaian tahap metode

ilmiah, sehingga siswa akan dapat menghasilkan sesuatu yang baru dari hasil pembelajaran. Siswa

dalam menemukan atau menghasilkan sesuatu yang baru membutuhkan kemampuan yang disebut

dengan kreatif atau berpikir kreatif, sehingga metode PjBL akan dapat menumbuhkan dan

meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa melalui pertanyaan dan permasalahan yang

menantang dalam bentuk proyek-proyek pada proses pembelajaran.

Saran

Kemampuan berpikir kreatif sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran dan khususnya pembelajaran matematika.

Kreativitas tidak hanya dibutuhkan oleh siswa melainkan yang lebih membutuhkan adalah lulusan

untuk menghadapi persaingan di masyarakat, sehingga untuk melatih dan meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif siswa khususnya bagi guru disarankan menggunakan metode project based learning

dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah

Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakata: Depdiknas

Diah Mulhayatiah. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa. Jurnal EDUSAINS. Vol VI No.01, tahun 2014, 18-

22.

Edang Sri. W, Ai Sutini, dan Hana Yunansah. (2015). Pengaruh Penggunaan Model Project Based

Learning (PjBL) Terhadap Kreativitas Berpikir Siswa Pada Konsep Lingkungan. Jurnal

Antologi Mei 2015

Page 50: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 50

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Ferawati Wahida1, Nurdin Rahman, dan Siang Tandi G. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran

Berbasis Proyek Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar Siswa Kelas X

SMA Negeri 1 Parigi. Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015

hlm 36-43, ISSN: 2089-8630.

Harris R. (2000). Criteria for Evaluating a Creative Solution. [Online].Tersedia:

/www.indiana.edu/~global/educational/allschooldocuments/CriteriaforEvaluatingaCreativeSol

ution.

Hesti Noviyana. (2017.) Pengaruh Model Project Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematika Siswa. Jurnal Edumath , Volume 3 No. 2 (2017) Hlm. 110-117, ISSN Cetak

: 2356-2064, ISSN Online : 2356-2056.

Hidayanti Lufi. (2012). https://www.academia.edu/8055236/Project_Based_Learning/ Diakses hari

senin tanggal 24 November 2014 jam 20:23.

Hosnan. (2013). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia

Indonesia

Ika Wahyu Anita. (2017). Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk Menumbuhkan

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Mahasiswa. Jurnal JPPM Vol. 10 No. 1 (2017).

Ismaimuza Dasa. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP Melalui

Pembelajaran Berbasis masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi. Bandung: Upi

Jazuli Akhmad. (2009). Berfikir Kreatif Dalam Kemampuan Komunikasi Matematika. Jurnal.

Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Kemendikbud. (2013). Permendikbud No. 65 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan

Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Kusriyatun. (2014). Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based

Learning) Terhdap Peningkatan Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa. Tesis. UPI Bandung.

Mahmudi Ali. (2010). Mengukur kemampuan berpikir Kraetif Matematis. Jurnal Staf pengajar UNY

Mahmudi Ali. (2010). Pengarus Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah Terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis,

Serta Persepsi terhadap Kreativitas.Disertasi. Upi: Bandung.

Maria Anita Titu. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Untuk

Meningkatkan Kreativitas Siswa Pada Materi Konsep Masalah Ekonomi. Prosiding Seminar

Nasional 9 Mei 2015.

Martin. (2009). Thinking skill in psychology. [online]. Tersedia:

http://www.eruptingmind.com/thinking-skills-in-psychology/

Mihardi Satria. (2013). Pengaruh Model Project Based Learning Dengan Lembar Kerja KWL (Know-

Want-Learn) Terhadap Berpikir Kreatif Pada Penyelesaian Masalah Fisika. Tesis. Universitas

Negeri Medan

Milla Minhatul M, Jekti Prihatin, dan Kamalia Fikri. (2014). pengaruh Model PjBL (Project-Based

Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi

Pengelolaan Lingkungan. Artikel Ilmiah Mahasiswa, 2014. Universitas Jember.

Ni Luh Putu Mery Marlinda. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kinerja Ilmiah Siswa.Tesis, Universitas Pendidikan Ganesha.

Semiawan, C., Munandar, A.S., (1987). Memupuk Bakat Dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah.

Jakarta: Gramedia

Rais Muh. (2010). PROJECT-BASED LEARNING: Inovasi Pembelajaran yang Berorientasi Soft

skills .Jurnal. Staf Pengajar Universitas Negeri Makasar.

Rina Putri Utami, Riezky Maya Probosari, dan Umi Fatmawati. (2015). Pengaruh Model

Pembelajaran Project Based Learning Berbantu Instagram Terhadap Kemampuan Berpikir

Kreatif Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta. Jurnal BIO-PEDAGOGI 4(1): 46-52, April

2015.

Page 51: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 51

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Sugiyastini ,dkk. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan

Berpikir Kreatif Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Gugus V Banjar. Jurnal.

Universitas Pendidikan Ganesha

Tan, One-Seng. (2009). PBL and Creativity. Cengage Learning Asia Pte Ltd. Singapore

Trianto. (2014). Mendesain model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual. Jakarta:

Kencana

Waliyatimas, Sarso Dj Pomalato. (2005). Pengaruh penerapan model treffinger pada pembelajaran

matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah

matematika siswa. Upi: Disertasi

Wina, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual

Operasional. Jakarta: Bumi Aksara

Yunianta Hasti, dkk. 2(012). Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Implementasi Project-Based

Learning dengan Peer And self-Assessment untuk Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1

Juwana di Kabupaten Pati. Jurnal. Universitas Negeri Semarang

Page 52: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 52

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

KURIKULUM SEBAGAI JANTUNG PENDIDIKAN

Arif Munandar

Pendidik STKIP Bima

e-mail: [email protected]

Abstrak: Pengembangan kurikulum cukup radikal di dunia pendidikan Indonesia. Sejarah

pengembangan kurikulum di Indonesia (11x) sering terdapat pendirian yang berbeda-beda dan sering

bertentangan, akan tetapi mengajukan kurikulum yang ekstrim sering mendiskreditkan kurikulum

yang sudah ada. sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawan pendidikan dalam

rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. bertujuan menjaminkan mutu pendidikan

nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsadan membentuk watak, serta peradaban

bangsa yang bermartabat. secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan

negara. James Ricchardson Logan adalah orang pertama yang menggunakan kata Indonesia yang

mulanya oleh Mr Earl diberi nama Indunesia.Istilah kurikulum telah dikenal sejak kurang lebih 1

abad yang lampau. Dalam kamus webster pada tahun 1856, kurikulum dipakai dalam bidang

olahraga. perkiraan istilah ini telah dipergunakan semenjak tahun 1890, Di Indonesia pada tahun 1854

Gubernur Jenderal Eerens diinstruksikan meluaskan pendidikan bagi pribumi, Peraturan pertama

mengenai pendidikan dikeluarkan tahun 1871 yang memberikan uraian yang panjang lebar tentang

Kurikulum Pendidikan Pendidik. Peraturan 1871 segera diganti dengan keputusan 1885 yang

mengurangi biaya pendidikan dan menyederhanakan kurikulum, perkembangan pesat sesudah 1863

sewaktu ekonomi membumbung tinggi dibawah menteri liberal “Van De Putte”, segera terhenti

setelah depresi ekonomi 1885., kemudian statuta tahun 1874 menyatakan bahwa semua pelajaran

agama dilarang di sekolah.

Faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar (proses pembelajaran), yaitu: 1.

Kualitas Pendidik, bertanggung jawab dalam gerakan penyelenggaraan pendidikan (transfer ilmu). 2.

Anak didik, dua aspek yang mempengaruhi perkembangan kepribadian anak didik. Pertama, latar

belakang, yang mencakup keluarga, dan tempat dia tinggal. Kedua, aspek sifat, meliputi kemampuan

dasar (knowleadge) sikap anak didik, 3. Sarana dan prasarana. 4. Lingkungan, sekolah maupun

lingkungan tempat bermain, dan lingkungan rumah (orang tua). pendidik lebih banyak berhadapan

dengan tugas-tugas penelitian, analisis, pemecahan masalah, dan pengembangan dari pemecahan

masalah itu sendiri. Perhatian terhadap attitude, aptitude, dan behavioris anak didik (generasi). Setiap

warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak dan wajib mengikuti sekolah dasar, dan

pemerintah wajib membiayainya.

PENDAHULUAN

A. Pengembangan Kurikulum

Pendidikan pada dasarnya lahir di Mesir Kuno, kegiatan pembelajaran tidak dilakukan dalam

ruang-ruang kelas seperti sekolah modern sekarang, akan tetapi dilaksanakan di lapangan terbuka

mirip kampanye atau rapat akbar saat ini (Agus Wibowo, 2008). Institusi sekolah saat ini merupakan

wahana yang dipergunakan sebagai tempat berlangsungnya proses pemupukan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap guna mewujudkan segenap potensi yang ada dalam diri anak didik. Untuk

mengikuti proses pendidikan sudah menjadi harapan dan cita-cita manusia yang berfikir, tak peduli

lagi keadaan ekonomi lemah. Pendidikan sudah seperti raja dalam kehidupan manusia, dengan

harapan melalui pendidikan manusia bisa dibentuk dan dibekali pengetahuan dan keterampilannya,

sehingga ia menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang banyak (INOVATIF), menjaga dan

menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketidakpuasan dengan kurikulum yang ada memaksa untuk membuat kurikulum yang baru

dalam rangka menghasilkan peserta didik yang benar (tidak hanya baik). Sejarah pengembangan

kurikulum di Indonesia (11x) sering terdapat pendirian yang berbeda-beda dan sering bertentangan,

akan tetapi mengajukan kurikulum yang ekstrim sering mendiskreditkan kurikulum yang sudah ada.

Page 53: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 53

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berangkat dari itu kurikulum merupakan langkah konkret untuk menjemput impian pendidikan dalam

memanusiakan manusia, sebab kurikulum adalah alat untuk membentuk watak dan sifat anak didik.

Di dalam kurikulum terdapat aturan-aturan proses belajar dan mengajar. Kurikulum adalah rencana

pelajaran (a plan for learning) yang diberikan kepada pendidik untuk diterapkan pada peserta didik

agar anak didiknya bisa menjadi manusia yang terampil, inovatif, kreatif, serta aktif dalam menjawab

polemik berkehidupan.

Pengembangan kurikulum cukup radikal di dunia pendidikan Indonesia ini, yang

mencerminkan pengaruh dan tekanan yang berbeda, yang berasal dari pemerintah, pendidik, orang

tua, serta dari anak didik itu sendiri. Perubahan itu mencerminkan pada dimana dan kapan tempat

terjadinya pendidikan dan pelatihan. Masalah seperti ini cukup kompleks dan mendasar, karena

terdapat berbagai pendapat yang bertentangan antara satu sama lain tentang tujuan pendidikan yang

harus diabdi oleh pendidikan. Pendidikan merupakan proses segala sesuatu yang akan membentuk

pola pikir anak didik yang bertanya tentang pengetahuan yang dirinya (self) miliki, pengetahuan apa

yang harus dimiliki oleh diri, siapa yang akan memberi pengetahuan yang akan dimiliki oleh diri,

serta bagaimana cara mendapatkan pengetahuan itu sendiri. Dari rasa ketidaktahuan/ketidakmilikan

pengetahuan itu, menjadi anak didik yang memiliki pengetahuan. Dalam hal ini anak didik diharapkan

dapat bermanfaat untuk diri, masyarakat, bangsa, dan negara. Melalui itu, proses pencetakan anak

didik yang ideal dengan difasilitasi oleh segenap pendidik yang memiliki dan memahami tentang

kompetensi-kompetensi (keharusan) dimiliki oleh seorang pendidik dalam rangka mewujudkan anak

didik yang paripurna sesuai dengan amanat Undang-Undang No 20 Tahun 2003.

Disamping itu, semua orang sibuk dengan kehebohan peringkat sekolah, secara bersama

pendidik dan orang tua (masyarakat) meyakinkan pemerintah untuk mempertimbangkan situasi

sekolah (di mana sekolah itu berdiri). Haruskah penilian dalam bentuk apapun digunakan hanya untuk

mengindikasikan sekolah mana yang kinerjanya paling bagus atau visi utamanya memberikan

feedback tentang kemajuan anak didik? Perlu sekiranya untuk diketahui bahwa terdapat beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan belajarmengajar (proses pembelajaran), yaitu: 1. Kualitas

Pendidik, pendidik menurut Undang-Undang merupakan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,

atau sebutan lain (pamong belajar, konselor) yang ikut serta dan bertanggung jawab dalam gerakan

penyelenggaraan pendidikan (transfer ilmu). 2. Anak didik, dua aspek yang mempengaruhi

perkembangan kepribadian anak didik. Pertama, latar belakang, yang mencakup keluarga yang

bagaimana anak didik dilahirkan, dan dari lingkungan seperti apa tempat dia tinggal. Kedua, aspek

sifat, meliputi kemampuan dasar (knowleadge) anak didik dan sikap anak didik, karena setiap

manusia memiliki kemampuan yang berbeda. 3. Sarana dan prasarana, semisal: media pembelajaran,

alat-alat pembelajaran, dan lain sebagainya. 4. Lingkungan, baik lingkungan sekolah (banyak dan

sedikitnya peserta didik dalam ruangan kelas, serta kompetensi yang dimiliki oleh teman dalam

kelas), maupun lingkungan tempat bermain, dan lingkungan dalam rumah (orang tua).

Sebelum ditarik benang merah kebijakan putusan pendidikan dalam hal membuat sekolah

lebih baik, pemerintah mesti memperhatikan daya tarik untuk orang tua anak didik yang memang

menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Saya kira kita terjerumus masuk

dalam konsep ketidaksiapan anak didik dari segi mengembangkan keterampilan, kompetensi, dan

kualitas yang dibutuhkan dunia kerja yang lebih luas atau pendidikan lanjutan. Kerja sama dan

kompetisi yang sehat tidak akan dapat duduk bersama (apalagi berdampingan) tanpa ada kenyamanan

anak didik dalam ruang kelas (class room). Semestinya pendidik harus lebih banyak berhadapan

dengan tugas-tugas penelitian, analisis, pemecahan masalah, dan pengembangan dari pemecahan

masalah itu sendiri, selain daripada mendidik dan membimbing serta membina dan menjaga

hubungan dengan masyarakat. Secara universal pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945, jika dilirik pendidikan lama punya

kelemahan, yakni membuat perbandingan yang tidak pantas antara ketidakmatangan anak didik

dengan kematangan orang dewasa, dan ingin mengenyahkan ketidakmatangan itu secepat mungkin

dan sebanyak-banyaknya, tidak melihat bahaya pendidikan baru terletak pada anggapannya bahwa

daya-daya dan minat-minat anak didik saat ini adalah sesuatu yang sudah final, meski sebenarnya

Page 54: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 54

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

secara mendasar kegiatan belajar anak dan prestasi anak, cair dan mengalir dari hari ke hari terus

berubah hingga jam ke jam (John Dewey, 2012:229).

Dalam BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31 ayat 4 menyatakan

memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% anggaran pendidikan yang diambil dari anggaran

pendapatan dan belanja daerah dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasional, kemudian pasal 5 dan 3 pemerintah mengusahakan, memajukan, menyelenggarakan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama (keimanan,

ketakwaan, akhlak mulia) dan persatuan untuk peradaban manusia serta kesejahteraan umat manusia,

dan pasal 1 dan 2 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang

layak dan wajib mengikuti sekolah dasar, dan pemerintah wajib membiayainya (________, 2010: 43).

B. Peran Pendidik

Upaya pendidik dalam mencetak manusia yang ideal sangat diharapkan, yaitu yang mampu

menjawab dinamika sosial dan hilangnya budaya yang syarat akan nilai. Tidak mengesampingkan,

bahwa Westernisasi dan globalisasi selalu menjadi bahan pembicaraan kaum intelek dan para

pencerdas/pemerhati moral. Seperti yang kita ketahui pendidikan merupakan usaha sadar dan

terencana yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didiknya agar anak didiknya secara aktif

mengembangkan potensi yang dimiliki oleh dirinya untuk memiliki kekuatan intelektual, spiritual

keagamaan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh diri (self),

masyarakat, bangsa dan negara atau menciptakan manusia paripurna (insan kamil). Apakah ini

Manusia Paripurna sebagaimana para pejabat negara melakukan korupsi, saling menyalahkan dalam

topeng amal maaruf sesungguhnya menjalankan nahi mungkar. Kita hanya ingin agar masyarakat

mendapat hak-haknya terlebih dahulu, dan pendidik mengajarkan kepada anak didik mereka

bagaimana membaca, menulis, menjumlah, serta sikap hormat dan disiplin serta mengetahui

perbedaan antara yang hak dan batil.Penting bagi pendidik bahwa ilmu (science), pengetahuan

(knowleadge) dan keterampilan merupakan aset kunci agar suatu sekolah/lembaga memiliki

keunggulan kompetitif yang kontinyu (Paul L. Tobing, 2007:24). Yang kompetensi-kompetensi itu

akan membantu pandidik untuk menguasai materi ajar dan tanggung jawab diri (self accountability)

sebagai pendidik.

Esensinya setiap anak didik terlahir seperti kertas putih yang masih kosong (tabularasa) dan

tinggal bagaimana cara pendidik mendidik dan mengenal untuk mengarahkan. Jangan hanya alam

yang diandalkan dalam mengembangkan kemampuan atau keterampilan anak didik (karena alam tak

akan mengubahnya), pengembangan kemampuan anak didik juga harus terencanakan dan apa yang

direncanakan tersebut harus dilaksanakan di sekolah-sekolah. Memang, bagaimana pun

pengembangan kurikulum perlu dilakukan agar nantinya tujuan dan sasaran yang disepakati itu

(curriculum) dapat dievaluasi terhadap keluaran-keluaran berikutnya, karena kurikulum harus

mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman. Dalam UUGD (Undang-Undang Guru dan Dosen)

kompetensi-kompetensi yang wajib dimiliki oleh pendidik di antaranya adalah: 1. Kepribadian, yang

merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, berakhlak

mulia, yang kemudian akan menjadi teladan untuk anak didiknya; 2. Profesional, yang merupakan

kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan

mendidik anak didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional

pendidikan; 3. Paedagogik, yang merupakan kemampuan pendidik dalam mengelola pembelajaran

anak didik yang meliputi pemahaman terhadap anak didik, perancang dan pelaksanaan pembelajaran,

evaluasi hasil belajar, dan pengembangan anak didik yang mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimiliki oleh anak didik kita sendiri; 4. Sosial, merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan anak didik, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua/wali anak didik, dan masyarakat lingkungannya (________,

2012:11).

Berangkat dari itu UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB XI

Pasal 39 dan 40 sebagai faktor pendukung pendidik juga merupakan tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pelajaran, melakukan

Page 55: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 55

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang

berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan

dialogis serta memiliki komitmen secara profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan

dan menjadi uswatun hasanah dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai

dengan kepercayaan yang diamanatkan kepadanya (________, 2011:31).

C. Kurikulum Sebagai Ideologi

Kurikulum merupakan sebuah peta yang kemudian dijadikan kompas dalam proses belajar-

mengajar terlepas dari bagaimana cara pendidik mengajar, namun tidak dikesampingkan bahwa

kurikulum merupakan langkah kongkret dalam membentuk watak dan sikap anak didik. Untuk itu

hendaklah ada segolongan umat yang menyeru pada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran,

bahwa pendidik yang memiliki hak veto/ prerogatif mendidik bukan hanya pada tataran tenaga

kependidikan, namun juga adalah semua yang memiliki perhatian terhadap attitude, aptitude, dan

behavioris anak didik (generasi). Perkembangan iman dan ketakwaan anak didik merupakan

tanggung jawab bersama dalam rangka menciptakan insan Indonesia yang pancasilais dan memiliki

kemauan mengindonesiakan Indonesia dalam arti cinta dan menghargai akan keragaman budaya dan

bahasa, pemerintah pendidikan kelebihan power memikirkan mencerdaskan kehidupan bangsa hanya

pada, di mana seorang pemimpin itu berasal atau dia tinggal. Maka negara juga harus memikirkan

bagaimana keberadaan (sarana dan prasarana) pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terluar,

terpinggir), karena Bumi Pancasila tidak hanya dimiliki oleh segelintir orang atau kelompok, tapi

dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia yang rindu akan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemerdekaan dalam belajar anak didik merupakan langkah konkret agar anak didik bisa

menentukan sikap dan tujuannya, disamping itu pendidik secara jeli menelaah kurikulum (bukan

kurikulum rekayasa) karena kurikulum merupakan jantungnya pendidikan, ketika pendidik tidak bisa

menerapkan kurikulum sesuai dengan karakter dan sikap anak didik, maka tidak heran jika

pendidikan untuk abad-abad selanjutnya akan melahirkan anak didik (generasi) yang bingung

(dilema) dan manusia hasil rekayasa. Para pendidik pun dilatih dan dikembangkan agar tidak

menyebarkan buah pikiran yang bertentangan dengan moral atau melanggar undang-undang

pendidikan, dengan harapan insan pendidikan dapat memahami masalah-masalah kemanusiaan

secara holistik.

Dalam dunia pendidikan istilah kurikulum telah dikenal sejak kurang lebih 1 abad yang

lampau. Dalam kamus webster pada tahun 1856, istilah kurikulum digunakan untuk pertama kalinya.,

pada waktu itu, kurikulum dipakai dalam bidang olahraga. Ada pula yang berpendapat bahwa tanggal

dan tahun yang pasti tentang awal penggunaan istilah kurikulum sukar dilacak.Tetapi perkiraan istilah

ini telah dipergunakan semenjak tahun 1890, pada tahun itu, di Amerika Serikat diadakan pertemuan

komisi utama pendidikan yang membahas pengorganisasian kembali pendidikan yang

memperdebatkan perihal kurikulum (Afifudin, 2013:131). Di Indonesia pada tahun 1854 Gubernur

Jenderal Eerens diinstruksikan meluaskan pendidikan bagi pribumi, akan tetapi karena konsekuensi

finansialnya pendidikan hanya dibatasi untuk anak-anak priayi sehingga menjauh dari pendidikan

pribumi. Peraturan pertama mengenai pendidikan dikeluarkan tahun 1871 yang memberikan uraian

yang panjang lebar tentang kurikulum pendidikan pendidik. Peraturan 1871 segera diganti dengan

keputusan 1885 yang mengurangi biaya pendidikan dan menyederhanakan kurikulum, karena

perkembangan pesat sesudah 1863 sewaktu ekonomi membumbung tinggi dibawah menteri liberal

“Van De Putte”, segera terhenti setelah depresi ekonomi 1885. Sekolah rendah sebelum 1892 tidak

mempunyai kurikulum yang uniform. Walaupun dalam aturan 1871 ada petunjuk yang menentukan

kegiatan sekolah.Terdapat4 (empat) mata pelajaran yang diharuskan kala itu, yakni: membaca,

menulis, bahasa (bahasa daerah/bahasa melayu), dan berhitung, kemudian statuta tahun 1874

menyatakan bahwa semua pelajaran agama dilarang di sekolah (Nasution, 2001:37).

Kurikulum sebagai ideologi pendidikan adalah arah jalannya, atau gagasan yang dijadikan

sebagai pedoman dalam memajukan pendidikan. Kurikulum merupakan bagian integral dalam

pendidikan yang mengandung ruang lingkup yang sangat luas.Konsep ini bukan hanya mencakup

Page 56: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 56

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

kegiatan mempelajari dasar-dasarnya, tetapi juga menelaah kurikulum yang dikembangkan dan

dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan.pokokbahasan dalam kurikulum, yaitu: perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Perencanaan dan pengembangan merupakan hal yang integral,

karena dalam konsep ini akan dipelajari perencanaan dan pengembangan selanjutnya. Penting

mendapat perhatian, karena terkait erat dengan faktor-faktor mendasar, peran berbagai pihak dan cara

pengembangan, sehingga menjadi suatu proses keseluruhan dan proses pengembangan kurikulum.

Pelaksanaan, bidang ini erat kaitannya dengan keterlaksanaan kurikulum di sekolah atau lembaga

pendidikan dan latihan, serta peran kepala sekolah dan guru mendapat sorotan yang tajam. Evaluasi,

perbaikan kurikulum merupakan upaya membina relevansi pendidikan dan peningkatan mutu

pendidikan yang harus sejalan dengan perkembangan pola masyarakat secara menyeluruh dan

mendasar, hingga pada esensinya akan mewujudkan atau dikembangkan kurikulum yang lebih baik

dari sebelumnya.

Masyarakat macam apakah yang akan menjadi hasil dari kebijakan-kebijakan kurikulum

abad-abad selanjutnya? dan apakah hal ini dianggap masalah? Apakah kebijakan itu kurang lebih

akan komprehensif, akuntabel, dan univer? Apakah anak didik tidak bisa makan dan minum karena

tidak disusupi beras dan air (menunggu hujan turun)?. Para pemikir pendidikan sibuk memikirkan

Pengembangan Kurikulum sebagai proyek memperkaya diri dan keluarga, kurikulum merupakan

tongkat pendidikan, tanpa kurikulum pengetahuan yang dibutuhkan oleh diri anak didik atau dalam

pengertian luasnya masyarakat tidak akan terealisasi. Negara ini adalah negara demokrasi, maka tidak

mungkin Joko Widodo terus yang akan menjadi Presiden.

Dengan demikian perlu dilihat kemudian diamati apa yang dibutuhkan bangsa yang kemudian

diberikan kepada anak didik dalam memajukan harkat dan martabat bangsa, karena pendidikan

merupakan suatu lembaga yang konstruktif untuk memperbaiki masyarakat. Pendidikan tidak

mempunyai tujuan, hanya para pengambil kebijakan (pemerintah pendidikan), pendidik, orang tua,

dan masyarakat yang memiliki tujuan. Dalam rangka mengembangkan kurikulum ada aliran-aliran

yang mendasari dan melandasi terbentuknya anak didik yang paripurna.

D. Aliran-Aliran Pengembangan Kurikulum

Menurut Galatthorn perkembangan kurikulum dapat dibagi dalam 6 aliran-aliran, yaitu:

saintisme akademik (academik scientism), fungsionalisme progresif (progressive functionalism),

komformisme perkembangan (development conformism), strukturalisme (scholarly structuralism),

radikalisme romantik (romantic radicalism), dan konservatisme privatistik (privatic conservatism)

(Achasius Kaber, 1988:22). Yang akan dijelaskan sebagai berikut.

1.Saintisme Akademik (1890-1916)

Istilah ini menunjukkan adanya 2 pengaruh yang kuat, yaitu akademik dan ilmu

(science).Akademik menunjukkan usaha sistimatik dari perguruan tinggi membina kurikulum untuk

dasar pendidikan saintis menunjukkan usaha ahli pendidikan mempergunakan pengetahuan ilmiah

dalam mengambil keputusan tentang misi sekolah dan isi kurikulum. Tokoh akademis yang terkenal

Charles W. Eliot, Presiden Universitas Harvard, Charles mengajukan kurikulum akademik sebagai

yang terbaik bagi semua anak didik. Kaum saintis dipengaruhi oleh pandangan Herbart. Sains

merupakan inti kurikulum. Tugas pokok sekolah mempersiapkan anak didik untuk mengenal dunia

(bukan hanya bumi).Persiapan itu melalui studi dunia fisik dan sosial. Sains dipandang sebagai alat

meningkatkan pendidikan di sekolah. Kurikulum meliputi empat bidang studi, yaitu: sains, industri,

estetika, dan civics. Lalu kemudian 5 langkah mengajar yang dikemukakan Herbert menjadi populer

melalui: a. Persiapan: Guru menarik perhatian anak didik. b. Presentasi: Menyajikan bahan baru,

outline, ikhtisar. c. Asosiasi: Menghubungkan gagasan baru dengan yang lama. d. Generalisasi:

Menarik kesimpulan, prinsip-prinsip. e. Aplikasi: Penyamarataan (generalisasi) diterapkan dalam

situasi khusus.

2. Fungsionalisme Progresif (1917-1940)

Aliran ini merupakan perpaduan dua aliran yaitu progresivisme dan fungsionalisme. Aliran

ini berasal dari John Dewey. Kaum progresif menganggap bahwa kurikulum harus berpusat pada

Page 57: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 57

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

anak didik dan menggunakan metode proyek. Menurut kaum (isme) ini anak didik pada dasarnya

ingin mengetahui dan bersifat kreatif. Mereka haus untuk belajar dan membutuhkan kesempatan

untuk mengekspresikan diri (self ekspresi). Konsep ini berpengaruh pada isi dan proses kurikulum.

Kurikulum bertolak dari minat anak didik. Dan metode proyektor berasal dari Kilpatrick. Menurutnya

setiap pengalaman yang bermakna baik intelektual, fisik, maupun estetik, sosial dapat merupakan

pusat, topik proyek, sepanjang itu berkaitan dengan tujuan. Belajar akan berarti manakala terjadi

sebuah pemecahan masalah. Berangkat dari itu John Dewey juga merupakan reformator terhadap

peranan sekolah. Dewey berpendapat sekolah memegang peranan sentral dalam perjuangan menuju

masyarakat yang lebih baik, untuk itu anak didik harus dibekali, dilengkapi menghadapi masalah

sosial, dan tugas sekolah bukan memberi pengajaran (indoktrinasi) melainkan memampukan mereka

mengarahkan diri sendiri. Kurikulum mementingkan masalah sosial, lingkungan sekolah dan

masyarakat pada dasarnya satu, tidak terpisah, dimana terjadi interaksi, komunikasi, dan kerja sama.

Fungsionalisme berkaitan dengan teori pendidikan berasal dari Klickbard yang dikenal

sebagai pendidik sosial yang mengutamakan efisiensi. Klickbard berpendapat kurikulum bersumber

dari analisis fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan penting orang dewasa. Pandangan ini dipengaruhi

oleh manajemen ilmiah Frederic Taylor yang menyatakan tiap tugas dapat dianalisis untuk mencapai

efisiensi optimal dengan mengamati pekerjaan yang terampil, mempelajari apa yang dilakukannya,

waktu yang diperlukan dan menghilangkan kesalahan-kesalahan atau gerak yang tak berguna.

Pandangan ini dipengaruhi pula oleh teori rangsangan reaksi (stimulus-respons R-S) Thorndike yang

mendukung pentingnya praktik atau latihan berhasil.

3. Konformisme Perkembangan (1941-1956)

Kaum developmentalis menaruh perhatian terhadap minat dan perkembangan anak

didik.Tokoh aliran ini adalah Havigurst, Piaget, Charles, A. Prosser, Hollis Caswell, dan Tyler.

Having Hurst mengajukan konsep tugas perkembangan. Tugas ini dimana kalau dia berhasil

melakukan tugas tersebut akan membawa kesenangan dan akan mudah menghadapi tugas berikutnya

dan sebaliknya kalau gagal akan membawa kepada ketidakbahagiaan. Tugas perkembangan

bersumber dari berbagai faktor, yaitu faktor biologis yang perannya untuk mematangkan tugas

sosialnya, dan selanjutnya pengaruh kebudayaan dan tuntutan masyarakat. Tokoh lain yaitu Charles

A. Prosser yang memperkenalkan pendidikan untuk penyesuaian hidup. Pendukung aliran ini

berpendapat bahwa tujuan sekolah adalah mengarahkan anak didik untuk program karier yang telah

ditetapkan. Tujuan keduanya adalah mengutamakan hasil berupa pengetahuan dan keterampilan yang

mempunyai nilai langsung bagi anak didik.

Tokoh lain adalah Ralph Tyler dan Hollis Caswell. Tyler mengatakan beberapa pertanyaan

mendasar yang harus dijawab dalam mengembangkan kurikulum. Pertanyaan pertamanya adalah apa

tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah untuk dicapai? tujuan pedidikan dapat dicapai

melalui 3 (tiga) sumber, yaitu: studi tentang anak didik, studi tentang civil sosaity, dan saran dari para

ahli pendidikan atau ahli mata pelajaran. Analisis komprehensif ini akan menghasilkan banyak tujuan,

untuknya para ahli dalam bidang kurikulum harus bisa memilih prioritas dengan mempergunakan

filterisasi antara filsafat pendidikan dan psikologi belajar. Pertanyaan kedua adalah bagaimana

pengalaman-pengalaman belajar dipilih untuk mencapai tujuan pendidikan? Untuk tujuan tertentu

anak didik harus mempraktikkan tingkah laku yang diinginkan. Anak didik harus mempunyai dan

memperoleh kepuasan dalam melaksanakan tugas yang termasuk dalam tujuan kurikulum itu sendiri.

Pertanyaan ketiga adalah bagaimana pengalaman belajar dapat diorganisasi untuk pengajaran yang

efektif? Dalam hal ini pembinaan kurikulum mempertimbangkan kontinuitas, sekuens, dan integrasi.

Kontinuitas bersifat vertikal, menyatakan tingkat bahan, sekuens bersifat horisontal menunjukkan

peruntuhan bahan, sedangkan integrasi menunjukkan perpaduan bahan atau pengalaman, berarti juga

berbagai konsep, keterampilan dari berbagai disiplin saling tunjang-menunjang.

Pertanyaan keempat bagaimana keefektifan pengalaman belajar dapat dinilai? Dalam rangka

ini suatu tes yang baku dan dapat diandalkan perlu disusun. Hollis Caswell merupakan tokoh pertama

yang mengerti pentingnya peranan pengembangan staf sebagai fondasi untuk pengembangan

Page 58: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 58

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

kurikulum. Disamping itu tokoh lain developmentelisme adalah Piaget yang terkenal dengan

penyelidikannya mengenai tingkat perkembangan intelek anak. Piaget membagi perkembangan

intelek atas empat tingkat, yaitu: pertama, sensori-motorik, ditandai perkembangan penginderaan

anak didik untuk menghayati; kedua, praoperasional, dalam tahap ini anak didik belajar lambang

benda; ketiga, operasi konkret, pada tahap ini anak didik melakukan logika elementer (logik

mendasar), berdasarkan pertimbangan persepsi anak didik. Dalam hal anak didik yang melakukan

penyelidikan, mengadakan klasifikasi, penyusunan, urut-urutan objek, mengerti benda antara pikiran

dan perbuatan; keempat, operasi formal, pada tingkat ini anak didik mampu mengadakan abstraksi,

berfikir secara hipotetik, menganalisis, imajinasi, dan memecah masalah secara formal.

4. Strukturalisme (1957-1967)

Tokoh aliran ini adalah Jerome Bruner dan Joseph Schwab. Bruner menegaskan kurikulum

sekolah harus mementingkan dan memperlancar transfer dalam belajar. Transfer dapat dicapai jika

kurikulum membantu anak didik mengerti struktur disiplin, bukan mempelajari sejumlah fakta yang

saling tidak berhubungan. Joseph Schwab, berpendapat banyak cara untuk mengerti dunia ini, karena

itu dia memperkenalkan pendekatan yang lebih permisif-eklektif (terbuka dan berpendirian) yang

kemudian penyelidik mempelajari fenomena alam dan sosial dengan metode yang sahih. Bruner

menaruh perhatian pada struktur disiplin terutama pada bidang IPA yang mempunyai tuntutan

kebiasaan menggunakan pendekatan penyelidikan.

5. Radikalisme Romantik (1968-1974)

Aliran ini berusaha mengadakan eksperimen dalam rangka mengembangkan program sekolah

yang berpusat pada anak. Percobaan itu dalam bentuk sekolah alternatif, kelas terbuka, dan program

efektif. Tokoh yang terkenal adalah Carl Rogers, dan John Holt. Carl Rogersseorang ahli psikologi

dan konselor menganjurkan sekolah yang bebas dan kelas terbuka, dia merupakan pelopor mengajar

tidak langsung. Dia mengatakan pendidik merupakan fasilitator dan mengajar yang efektif adalah bila

ada harmoni, empati, dan kepercayaan, pendidik membimbing anak didik belajar bagaimana

menemukan, menyediakan sumber, yang dibutuhkan dalam penyelidikan, mengatur kelompok-

kelompok dalam kelas dan memperlancar evaluasi diri (self evaluation).John Holt memandang bahwa

pendidik adalah kurikulum itu sendiri. Bagi John sekolah tidak perlu memiliki pedoman tentang ruang

lingkup dan rentetan (sekuens), tujuan yang jelas, kegiatan belajar, yang spesifik tetapi yang

diperlukan adalah pendidik yang imijinatif yang dapat merancang lingkungan belajar dan dapat

melibatkan anak didik dalam belajar.

6. Konservatisme Privatistik (1975)

Aliran ini timbul di Amerika Serikat karena masyarakat sudah jemu dengan kekerasan,

percobaan, dan protes. Mereka mengharapkan perdamaian, stabilitas, dan nilai-nilai tradisional. Juga

pengaruh keyakinan agama yang menghendaki eliminasi aborsi, pembatasan homoseks, kembali pada

ajaran agama dan pendidikan agama di sekolah. Filsafat konservatif dikumandangkan oleh Presiden

Regan sebagai “the great communicator”. Periode ini ditandai atau dijuluki abad informasi di mana

98% rumah tangga memiliki televisi.Pendukung pendidikan konservatif memandang bahwa

kurikulum harus mempersiapkan anak didik untuk menjadi masyarakat berteknologi. Tokoh aliran

konservatif lain adalah Bloom (ahli psikologi, terkenal dengan taksonominya) dan Goodlad.

Goodlad dipandang sebagai ahli kurikulum yang memahami sekolah, mempunyai visi yang

jelas tentang sekolah dan mempunyai gagasan. Menurutnya ada beberapa usaha membangun sekolah

dalam mencapai tujuan yang dapat dilakukan, sebagai berikut. a. Mengusahakan keseimbangan

kurikulum dengan relokasi waktu untuk setiap bidang studi. b. Mengadakan pusat pembinaan

kurikulum, pusat pengembangan riset dalam lapangan kurikulum. c. Mengadakan sekolah perintis

dalam tiap daerah yang bertanggung jawab terhadap percobaan program baru yang

menyebarluaskannya. d. Memberi sekolah besar dalam bentuk unit yang lebih kecil untuk

memperoleh keuntungan yang kecil dalam yang besar. e. Mengembangkan kepemimpinan

pendidikan, menuju pengawasan dari sekolah senior untuk membantu sekolah yang muda. Dengan

demikian kurikulum merupakan proses pembelajaran (relations) yang terjadi antara pendidik dan

anak didik dalam atau luar sekolah yang dipimpin di bawah naungan sekolah/lembaga atau pendidik.

Page 59: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 59

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Untuknya kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU Sistem Pendidikan Nasional 2011:6).

Tujuan pendidikan yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan

kehidupan bangsa, dengan upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia, dalam

mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dalam rangka untuk membentuk atau

menyusun rencana peningkatan dalam mengembangkan mutu sumber daya manusia, yaitu melalui 4

komponen dalam perencanaan SDM, diantaranya adalah Pengaturan Staf dalam rangka mengevaluasi

pekerja baru dan pegawai yang ada untuk bekerja di tatanan multibudaya. Rencana Manjemen Bakat

dalam rangka mencari bakat terbaik maka stakeholders perlu menyiapkan grafik pengganti, grafik

pengganti digunakan untuk memastikan bahwa perusahaan siap untuk mengisi jabatan utama ketika

pemegang jabatan pergi karena alasan apapun. Rencana Pelatihan, upaya ini untuk membantu

pegawai melihat dan menelaah bagaimana pendidik bisa masuk ke dalam gambaran besar yang

menghasilkan rencana-rencana SDM yang menekankan pada aktivitas pelatihan dalam membantu

pimpinan memainkan peran baru.

Rencana Pengembangan Kepemimpinan ketika perusahaan/lembaga (School) menjadi global,

prioritas utamaya adalah memenuhi tantangan kepemimpinan. Di samping menjawab pertanyaan

mengenai siapa yang akan memerankan kepemimpinan senior, rencana SDM memberikan cara untuk

memastikan bahwa orang yang tersedia memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan

pekerjaan tersebut. Aktivitas pengembangan kepemimpinan penting bagi lembaga-lembaga

pendidikan yang sasaran strategisnya adalah berkembang untuk menjadi lembaga yang multinasional

(Susan E. Jakson, et.al. 2010:123- 125).Keberadaan suatu perusahaan memiliki tanggug jawab sosial

untuk berkontribusi dalam hal kemajuan pendidikan nasional. Sesuai dengan deklarasi organisasi

buruh internasional 1998 bahwa pada abad ke-21 ini, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tidak

sebatas pada kesejahteraan pekerjanya saja, juga kepada masyarakat tempat perusahaan itu berdiri

dan berkiprah, lewat itu pula Janice Bellace, seorang ahli Studi Legal, Etika Berbisnis dan

Manajemen, dari The Wharton School, Universitas of Pennsylvinia Amerika Serikat, memberikan

kuliah umum di fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia di Jakarta dengan judul CSR di

Abad ke-21 beliau menegaskan bahwa “Perusahaan tidak mungkin sukses apabila masyarakatnya

tidak stabil, maka perusahaan memiliki andil besar untuk membantu pembentukan masyarakat yang

baik” dan pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan masyarakat menuju abad-21

(Kompas, Rabu 11 Maret 2015:12).

Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum untuk pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah

atau pendidikan tinggi, kurikulum sekolah umum atau kejuruan merupakan penerapan dari teori-teori

atau aliran-aliran. Aliran-aliran tersebut merupakan hasil pengkajian dan pengembangan para ahli

kurikulum, karena meskipun kurikulum bukan suatu ilmu minimal suatu bidang studi yang akan

dipelajari. Ada 4 (empat) aliran atau teori pendidikan yang dipandang sebagai rencana konkret

penerapan suatu pendidikan (Nana Syaodih Sukmadinata, 1988:8-13), yaitu sebagai berikut.

1.Pendidikan Klasik (Classical Education)

Merupakan aliran pendidikan tertua, aliran ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh

pengetahuan, ide-ide atau nilai-nilai telah ditemukan oleh ahli-ahli yang terdahulu. Pendidikan

berfungsi memelihara, mengawetkan, dan meneruskan semua warisan budaya kepada generasi

berikutnya. Pendidik tidak dipandang perlu untuk mencari atau menciptakan yang baru, karena

semuanya telah tersedia, tinggal menguasi dan mengajarkannya kepada anak didik. Pendidikan ini

pula lebih mengarahkan akan isi pendidikan daripada bagaimana mengajarkannya. Dalam konsep

pendidikan klasik, pendidik adalah expect atau ahli dalam bidang ilmu, tetapi juga contoh atau model

dari pribadi yang ideal. Anak didik merupakan penerima pelajaran yang pasif. Meski demikian, dalam

pendidikan klasik anak didik bekerja keras menguasai apa-apa yang diajarkan dan ditugaskan oleh

pendidik. Pendidikan lebih menekankan perkembangan segi-segi intelektual daripada segi emosional

dan psikomotorik.

Page 60: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 60

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

2. Pendidikan Pribadi (Prsonalized Education)

Pendidikan ini lebih mengutamakan peranan anak didik, pendidikan ini bertolak dari

anggapan dasar bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi untuk berbuat dan

memecahkan masalah serta belajar dan berkembang sendiri. Pendidikan laksana persemaian, hanya

berfungsi menciptakan lingkungan yang menunjang dan terhindar dari penyakit. Tugas pendidik

seperti halnya petani adalah mengusahakan tanah yang gembur, pupuk, air, udara yang sesuai dengan

kebutuhan dan minat anak. Anak didik menjadi subjek pendidikan, anak didiklah yang menduduki

tempat utama, dan pendidik menempati posisi kedua, bukan penyampai materi, tapi pendidik berubah

menjadi psikolog yang mengerti tentang segala kebutuhan dan masalah anak didik, berubah seperti

bidan yang membantu anak didik melahirkan segala ide-idenya. Ia pembimbing, pendorong, hingga

menjadi pelayan bagi anak didik.

3. Teknologi Pendidikan.

Pendidikan ini mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan

dalam mentransmisi informasi. Yang diutamakan oleh teknologi pendidikan adalah pembentukan dan

penguasaan kompetensi bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Teknologi pendidikan

lebih berorientasi pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Dalam teknologi pendidikan,

pendidikan adalah ilmu bukan seni, pendidikan adalah cabang dari teknologi ilmiah. Dengan

pengembangan program desain ilmiah, pendidikan menjadi sangat efisien, dalam pengembangan

program desain teknologi pendidikan melibatkan penggunaan perangkat keras, alat-alat audio visual,

dan media elektronika. Karena sifat ilmiahnya, maka aliran ini mengutamakan segi-segi empiris,

informasi objektif yang dapat diamati dan diukur serta dihitung secara statistik. Teknologi pendidikan

kurang menghargai hal-hal yang bersifat kualitatif dan spiritual. Menurut mereka dunia ini adalah

dunia material dunia empiris. Meskipun kompleks, manusia tidak ada bedanya dengan binatang,

dalam mereaksi perangsang-perangsang dari lingkungannya.

4. Pendidikan Interaksional

Pembelajaran dalam model interaksional terjadi melalui dialog dengan orang lain, entah

dengan pendidik, teman, atau yang lainnya. Belajar adalah kerja sama dan saling ketergantungan

dengan orang lain. Anak didik belajar memperhatikan, menerima, kemudian menilai pendapat orang

lain, serta menyampaikan pendapat dan sikapnya sendiri. Pendidik menciptakan dialog yang saling

mempercayai dan saling membantu. Bahan ajar diambil dari lingkungan sosial budaya. Mereka diajak

untuk menghayati nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat, memberikan penilaian yang kritis, untuk

kemudian mereka kembangkan persepsinya sendiri terhadap berbagai aspek kehidupan. Sekolah

berbeda dengan pendidikan tetapi mempunyai peranan penting dalam sistem masyarakat, ia

merupakan pintu untuk memasuki masyarakat, menentukan stratifikasi sosial dan memberikan

kesiapan untuk melakukan berbagai pekerjaan.

Sekolah menyiapkan anak didik dengan berbagai keterampilan sosial juga keterampilan kerja.

Lebih jauh sekolah juga berperan di dalam membina sikap positif terhadap dunia kerja, disiplin kerja,

dan lain sebagainya .Anak didik selalu berinteraksi dengan lingkungannya, selalu terjadi hubungan

timbal balik antara keduanya. Pandangan-pandangannya mempengaruhi bentuk dan pola lingkungan,

dilain pihak kekuatan dan keterbatasan lingkungan mempengaruhi individu. Lingkungan merupakan

bagian dari kehidupan. Menurut pendidikan interaksional kebenaran tidak akan diyakini apabila tidak

dicobakan dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Aliran ini pun bertolak dari pemikiran bahwa

kehidupan itu merupakan kehidupan bersama. Dalam kehidupan demikian manusia berinteraksi dan

bekerja sama dengan orang lain. Karena dengan kerja sama tersebut dapat hidup berkembang dan

memecahkan masalah. Pendidikan Interaksional mengkritik pelaksanaan pendidikan klasik dan

teknologi pendidikan. Menurutnya dalam pendidikan klasik dan teknologi pendidikan terjadi sepihak

dari pendidik kepada anak didik, sedangkan dalam pendidikan romantik dan progresif dari anak didik

ke pendidik.

Pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak (dari pendidik ke anak didik dan

dari anak didik ke pendidik), lebih luas lagi interaksi itu pun terjadi antara anak didik dengan bahan

ajar, lingkungan, dan pemikiran anak didik dengan kehidupannya, dan interaksi ini melalui dialog.

Page 61: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 61

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Pendidikan Interaksional menekankan belajar lebih dari hanya sekedar mempelajari fakta-fakta. Anak

didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretatif

yang menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Interaksi ini tidak hanya sekedar

pada tingkatan apa dan bagaimana, akan tetapi lebih jauh lagi akan tingkatan mengapa, yaitu tingkat

mencari makna-makna sosial dan makna-makna pribadi diri (self).

Daftar Pustaka

______. (2010). Amandemen Undang-Undang 1945 “Dilengkapi: Sejarah Bedirinya NKRI, Daftar

Wilayah NKRI, Daftar Presiden & Wakil Presiden, Pemilu Di Indonesia”. (Cetakan

Kedua).Yogyakarta: New Merah Putih.

______. (2011). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. (Cetakan Keempat). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

______. (2012). Undang-Undang Guru dan Dosen. (Cetakan Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution, S. 2001. Sejarah Pendidikan di Indonesi Ed. 2. (Cetaka Kedua). Jakarta: Bumi Aksara.

Kompas.2015. Tanggung Jawab Sosial Jaringan Peningkat Kualitas SDM Dibutuhkan. Jakarta:

Kompas “Amanat Hati Nurani Rakyat”. Rabu 11 Maret 2015.

Kaber, Ichasius. 1988. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga

Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK).

Kesowo, Bambang. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Diundangkan di Jakarta pada Tanggal 8 Juli 2003: Sekertaris

Negara Republik Indonesia.

Jackson, Susan. E. et.al. 2010. Managing Human Resource. Alih Bahasa oleh Benny Prihartanto

Menjadi: Pengelolaan Sumber Daya Manusia. (Edisi Kesepuluh). Jakarta: Salemba Empat.

Freire, Paulo. 2002. The Politic of Education: Culture, Power, and Liberation. Diterjemahkan oleh:

Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto, menjadi “Politik Pendidikan: Kebudayaan,

Kekuasaan, dan Pembebasan”. (Cetakan Ketiga). Yogyakarta: ReaD Bekerja Sama dengan

Pustaka Pelajar.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 1988. Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Proyek

Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan).

Tobing, Paul L. 2007. Knowleadge Management: Konsep, Arsitektur, dan Implementasi. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Page 62: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2357-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 62

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

The Uses of Scientific Approach In English Teaching Based

On Curriculum 2013 At Senior High School Level

Arif Rahman

Dosen Pascasarjana IKIP Mataram

[email protected]

Abstracts; This study examine the use of scientific Approach in teaching english based on

curriculum 2013 by teachers. Moreover, the study describes the teachers’ perception, difficulties

and the its solutions in teaching english, using Scientific Approach. This study is a descriptive

qualitative research;. The subjects were four English teachers of SMA Al Wildan Tangerang. The

teachers were teaching the topic of “Reported Speech” for the XI grade students in the Academic

Year 2016/2017. The data were gathered from interviews with teachers, observation of teaching

learning process, and the teachers’ lesson plan. The findings shown that firstly, the procedures of

teaching English using Scientific Approach conducted by teachers consisted of: observing,

questioning, experimenting, associating, and communicating; secondly, the teachers shared similar

perception in which the Scientific Approach is regarded as an approach that integrate students’

attitude, skills, and knowledge by implementing observing, questioning, experimenting, associating,

and communicating in the teaching learning process; thirdly, the difficulties faced by the teachers in

applying Scientific Approach were: the students’ lack of critical thinking, the students’ difficulty in

finding the answer of the problem, the students’ weaknesses in analyzing the material, and the

students’ lack of vocabulary mastery; and fourth, the teachers’ strategies to cover the problem in

using Scientific Approach, i.e. engage and triger the students’ motivation to be more active in

learning, give some stimulating questions related to the material, give comparisons of the recent

material with the previous materials, and translate the difficult words within the text.

Keywords :Scientific Approach, teaching english, teacher perception, and difficulties

INTRODUCTION

Curriculum is a fundamental part of educational program. Curriculum refers to the means

and materials with which students will interact for the purpose of achieving identified educational

outcomes (www.education.com). As stated in the Law No.20/2003 about National Education

System, the curriculum is a set of plans and arrangements regarding the purpose, content, and

teaching materials and methods used as guidelines for use learning activities to achieve specific

educational goals. In 2013, the Indonesian Government released the Curriculum 2013. The

Curriculum 2013 is the development of the 2006 Curriculum or well known as Curriculum-based

Competence. In the Regulation issued by the Minister of Education and Culture (Permendikbud)

No. 81a/2013, it is stated that the process learning according to the curriculum 2013 is a process of

education provide opportunities for students to be able to develop any pattern learning that occurs

inside the twoway interaction between teachers and student, meaning that teachers do not have to

always be the more dominant (author translation). The curriculum determines the process of

educational outcomes. The strategy of effective and efficient curriculum implementation in learning

is very necessary to achieve educational goals.

The paradigm of teaching learning process must be developed. It frames the teaching

learning process by focusing on students as the subject who is actively involved in the teaching

learning process, so it is also known as student-centered curriculum. The curriculum is implemented

to adjust the development of science and technology, to develop educational program, and to

improve the quality of human resource. As stated in litbang.kemdikbud.go.id, Curriculum 2013 is a

concept of education and culture that develop the students’ probity characteristic (author

translation). The teacher must stimulate students to observe, make question, associate, experiment,

and then communicate. All those steps are called as Scientific Approach. Curriculum 2013 aims to

prepare the Indonesian people to have the ability to live as individuals and citizens who believe,

Page 63: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2357-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 63

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

productive, be creative, be innovative, and be affective and be able to contribute to society, nation,

state, and world civilization (Permendikbud 70/2013). Curriculum 2013 defines the appropriate

Graduates’ Competency Standards as the criteria regarding the qualifications of graduates’

capabilities that include attitudes, knowledge, and skills (Sani, 2015: 45).

As stated in Teacher’s Materials of Curriculum 2013 Workshop 2015 (Materi Pelatihan

Guru Kurikulum 2013 Tahun 2015, 2015: 11), Curriculum 2013 is designed with the following

characteristics: (1) Develop a balance between the development of spiritual and social attitudes,

curiosity, creativity, cooperation with intellectual and psychomotoric abilities; (2) The school is part

of the community that provide a planned learning experience where learners apply what is learned

in school into the community and take advantage of the community as a learning resource; (3) Give

the flexible time to develop the attitudes, knowledge, and skills; (4) Develop the competencies that

are expressed in the form of class core competencies further specified in the basic competency

subjects; (5) Develop the core competencies into the element organizer (organizing elements) basic

competence, where all basic competencies and learning processes developed to achieve competence

stated in core competencies; (6) Develop the basic competence to the principle accumulatively,

mutually reinforcing and enrich between subjects and levels of education (organization horizontal

and vertical) (author translation).

Curriculum 2013 defines the appropriate Graduates’ Competency Standards, which are the

criteria regarding the qualifications of graduates’ capabilities that include attitudes, knowledge, and

skills (Sani, 2015: 45). Teaching – learning process in Curriculum 2013 must use a Scientific

Approach or a science-based approach, including teaching English. The Scientific Approach can

use several strategies like contextual learning. This learning model is a form of learning that has a

name, characteristics, syntax, settings, and culture, for example: discovery learning, project-based

learning, problem-based learning, and inquiry learning. Scientific Approach is believed to be the

golden bridge and the development of attitudes, skills and knowledge of students. In the approach

or process that meets the criteria of scientific work, scientists put forward the inductive reasoning

compared with deductive reasoning. Deductive reasoning look at general phenomenon then draw

the specific conclusions. In the contrary, inductive reasoning look at the phenomena or specific

situation then draw conclusions overall. The steps for conducting Scientific Approach in the

learning process includes digging through observation, questioning, trial, and then process the data

or information, presenting data or information, followed by analyzing, reasoning, then concluded,

and creates (Daryanto, 2014: 59). There are five steps on Scientific Approach, namely: observing,

questioning, collecting information or experimenting, associating or information processing, and

communicating (Fauziati, 2014: 157). Sani (2015: 50) explained that Scientific Approach involves

observation activities which are needed to formulate a hypothesis or collect data. The scientific

method is generally based on the exposure data obtained through observation or experiment.

Therefore, activity experiments can be replaced with an activity to obtain information from various

sources.

Fauziati (2014: 157) explained that scientific teaching approach is an approach of teaching

which is designed with the same rigor as science at its best; learners make observations, develop

hypotheses about phenomena, devise tests to investigate their hypotheses, and communicate their

findings to others. With this nature, scholars believe that Scientific Approach as a teaching method

could encourage learners to be curious toward science, to improve their oral communication and

critical thinking.

In conducting Scientific Approach, the teaching procedures hold the big role. Fauziati (2014:

14) defined the procedure as classroom techniques, practices, and behaviors observed when

method is used: resources in terms of time, space and equipment; interactional patterns observed in

lessons; tactics and strategies used by teachers and learners when the method is being used. In a

learning process, teachers should select and determine appropriate teaching procedures, such as

approach, strategies and methods of teaching in order that the learning objectives will be achieved

successfully.

Page 64: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2357-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 64

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Teacher’s perception of Scientific Approach also has the big role to attach the successful on

teaching learning process. Rao and Narayan (1998: 329-330) stated that perception is the process

whereby people select, organize, and interpret sensory stimulations into meaningful information

about their work environment. They argued that perception is the single most important determinant

of human behavior, stating further that there can be no behavior without perception. Rosyida (2015:

11) described the importance of teachers’ perception. She stated that teachers are one of the most

important personnel in educational system who are in the front line of education, heavily involved

in various teaching and learning process, and also the final practitioners of educational principles

and theories. Factors influencing teachers’ perceptions can be from personal experience, experience

with schooling and instruction, experience with formal knowledge both school subjects and

pedagogical knowledge that influence practices of teaching and learning, students’ ability and

situation (Richardson in Rosyida, 2015: 13). Barcelos in Rosyida (2015: 12) states that language

teachers’ perception influence what language teachers do in the classroom.

This study focuses on : (1) the procedures used by the teachers in applying Scientific

Approach used in English teaching based on the Curriculum 2013?; (2) the perceptions of teachers

in applying Scientific Approach used in English teaching based on the Curriculum 2013?; (3) What

are the difficulties faced by the teachers in applying Scientific Approach used in English teaching

based on the Curriculum 2013?; (4) How do the teachers solve the difficulties in applying Scientific

Approach used in English teaching based on the Curriculum 2013? SMA Al Wildan Tangerang has

adopted the international curriculum to promote its school programme that is required for all level

students to learn English. According to Permendikbud 70/2013, all vocational schools should

implement Curriculum 2013. One of the approaches in Curriculum 2013 is Scientific Approach.

Therefore, it is interesting to investigate how the Scientific Approach is implemented in SMA Al

Wildan Tangerang.

METHOD

This study conducted a descriptive qualitative research to describe the use of Scientific

Approach in SMA setting. Creswell (2012:19) states that in qualitative research, statistics does not

intend to analyze the data, instead, the inquirer analyzes words (e.g., transcriptions from interviews)

or images (e.g., photographs). In this study, the data were in the form of interview script,

observation report, and documentation of lesson plan. The research was conducted in SMA at

Tangerang on April 1st to June 30th, 2017. The object of research was the use of Scientific

Approach based on the Curriculum 2013.

The subjects of the current study were four English teachers of SMA Al Wildan Tangerang

who were teaching the same material to the same level.

The data of the research were the information concerning the strategy and the difficulties on

teaching learning process, and the perception of English teacher in applying Scientific Approach

based on Curriculum 2013. The current study used three techniques for collecting data, these being:

Interview was used to report the information about teachers’ perception of Scientific Approach, the

difficulty in applying Scientific Approach, and the solution to overcome the problems in applying

Scientific Approach; Observation was used to obtain the data concerning on the procedure in

applying Scientific Approach, the difficulty in applying Scientific Approach, and the solution to

overcome the problem in applying Scientific Approach; Review of teachers’ lesson plan to

complete the information that was obtained through observation and interview.

Data Analisis

This section out lined the data analysis dealing with data data gathering from interview and

observation of teaching learning process. the data analisis are lay out as bellow.

The teachers’ procedures in applying Scientific Approach in English teaching based on the

Curriculum 2013

To find out the procedures used by teachers in applying Scientific Approach, the researcher

run observation. The observation was conducted for four times with four different teachers (T1, T2,

T3, and T4) teaching the same level. The result of observation is summarized in the following table:

Page 65: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2357-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 65

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Table 1. Teaching Procedure

Procedure T1 T2 T3 T4

Observing Wrote some

dialogues

related to the

material on the

whiteboard

Made

conversation

with students

related to the

recent material

Asked students

to

make

conversations

related the

material

Wrote some

sentences related

to the material.

Questioning Asked the students to make questions related with the material

Experimenting Divided students

into groups.

Each

group had to

find

out the rule of

Reported

Speech

Divided students

into group to

divide the

Reported

Speech

statement

Asked each

student to find

out the alteration

of sentences to

Asked students to

arrange Reported

Speech based on the

written statements

Reported Speech on

the whiteboard

Associating Asked the

students

to work in group

to

analyze

expressions

of Reported

Speech

Asked students

to

make

expressions

of Reported

Speech

Asked students

to analyze

Reported Speech

based on the

pieces of paper

Asked the students

to analyze the

grammar alteration

of Reported Speech

Communicating Asked students to present their result of discussion

The results of observation were also supported by the lesson plans written by teachers. For example,

in Observing phase, T1 gave picture to the students, the student clearly get poin of the main idea of

the text:

Mengamati :

Dalam kelompok, peserta didik mengamati gambar dan dibimbing oleh guru peserta didik belajar

menemukan gagasan pokok dari teks yang menyertainya dan mendiskusikan beberapa kosakata.

(Lesson Plan T1: p.3)

Observing:

(In group, students observe the pictures, and are guided by teacher to learn how to find the main

idea based on the related texts and discuss some vocabularies)

Similarly, Communicating phase was also reflected in T4’s lesson plan, as illustrated below:

Mengkomunikasikan

Mempraktekkan hasil diskusi masing-masing kelompok secara bergantian (Lesson plan T4: p5)

Communicating:

(Students present the result of discussion in turn)

Based on the observation, the four teachers conducted similar procedures in applying

Scientific Approach, these being: Observing, Questioning, Experimenting, Associating, and

Communicating. This is in accord with Sani (2015: 53) who stated that Scientific Approach can be

implemented in teaching learning process through the following steps: 1) observing; 2) questioning;

3) experimenting; 4) associating; and 5) communicating. Similarly, the findings also resonates

Istiqomah’s research (2015) in which the teachers in her study implemented all steps of Scientific

Approach: Observing, Questioning, Experimenting, Associating, and Communicating. The finding

Page 66: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2357-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 66

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

of the current study indicated that the four teachers have understood the concept of Scientific

Approach as well as how to implement it in the class.

The teachers’ similar procedure regarding the use of Scientific Approach is possibly

influenced by professional development they have attended before. Based on the data from

interviews, all teachers have attended workshop on the use of Curriculum 2013, therefore, it is

possible that the teachers had good understanding regarding how the Scientifc Approach should be

implemented in teaching learning process. This is also supported by Purnamawati’s findings

(bdkpadang.kemenag.go.id) in which the workshop had significant impact on teachers’ teaching

competence.

Based on the observation, the four teachers conducted similar procedures in applying

Scientific Approach, these being: Observing, Questioning, Experimenting, Associating, and

Communicating. This is in accord with Sani (2015: 53) who stated that Scientific Approach can be

implemented in teaching learning process through the following steps: 1) observing; 2) questioning;

3) experimenting; 4) associating; and 5) communicating.

Similarly, the findings also resonates Istiqomah’s research (2015) in which the teachers in

her

study implemented all steps of Scientific Approach: Observing, Questioning, Experimenting,

Associating, and Communicating. The finding of the current study indicated that the four teachers

have understood the concept of Scientific Approach as well as how to implement it in the class.

The teachers’ similar procedure regarding the use of Scientific Approach is possibly

influenced by professional development they have attended before. Based on the data from

interviews, all teachers have attended workshop on the use of Curriculum 2013, therefore, it is

possible that the teachers had good understanding regarding how the Scientifc Approach should be

implemented in teaching learning process. This is also supported by Purnamawati’s findings

(bdkpadang.kemenag.go.id) in which the workshop had significant impact on teachers’ teaching

competence.

The Teachers’ perceptions in applying Scientific Approach in English

teaching based on the Curriculum 2013

To find out the perceptions of teachers in applying Scientific Approach used in English

teaching based on the Curriculum 2013, the researcher conducted semi-structured interview to all

teachers. In semi-structured interviews, the researcher asked seven questions regarding the teachers’

perceptions of the use of Scientific Approach in their classes. The interviews were conducted in the

different place and different time. The results of the interviews can be summarized in the following

table:

Table 2. Teacher’s Perception

Teachers Perception

T1

An approach on teaching learning process which uses Scientific Approach

that want to raise 3 domains: affective, cognitive, and psychomotor.

Teaching learning process will produce the productive, creative, innovative,

and effective students by strengthens of integrated attitude, skill, and

knowledge.

T2 An approach on learning with scientific process that the strategy used is

contextual learning such as: Discovery Learning, Project Based Learning,

Problem Based Learning, and Inquiry Learning.

T3 A learning that uses Scientific Approach based on 3 areas: affective,

cognitive, and psychomotor. To create the productive, creative, and

innovative students not only on science or skill but also on attitude.

T4 A learning approach with scientific process which uses contextual learning

strategies such as: Discovery Learning, Project Based Learning, Problem

Based Learning, and Inquiry Learning.

Page 67: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2357-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 67

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Based on the results of interviews, the four teachers shared similar perceptions about

Scientific Approach. In their point of view, Scientific Approach is an approach that integrating

students’ attitude, skills, and knowledge by implementing observing, questioning, experimenting,

associating, and communicating on teaching learning process. The findings are in line with

Ariyati’s study (2015) in which the teachers believed that Scientific Approach is conducted through

a sequence of steps: Observing, Questioning, Experimenting, Associating, and Communicating.

This study reveal that the four teachers got and used the concept of Scientific Approach. The

teachers’ similar perception regarding the use of Scientific Approach is possibly influenced by

professional development they have attended before. Based on the data from interviews, all teachers

have attended workshop on the use of Curriculum 2013, therefore, it is possible that the teachers

had good understanding regarding what the Scientific Approach is. In addition, the location of the

school being investigated was in the metro area, hence, it is possible that the teachers had more

access to professional development than those who were teaching in rural area.

The teachers’ difficulties in applying Scientific Approach in English teaching based on the

Curriculum 2013

Interview and observation were conducted to find the data concerning the difficulties in

applying Scientific Approach used in English teaching based on the Curriculum 2013. In this case,

the difficulties faced by the teachers in applying 5 steps of Scientific Approach: Observing,

Questioning, Experimenting, Associating, and Communicating. Beginning from Questioning phase,

the teachers had difficulty in asking students to make question. In Experimenting phase, the teacher

had difficulty in motivating the students to work independently. In Associating phase, the teacher

found it hard to invite the students to analyze the material. In motivating phase, the students to

present their work in English. There were four factors contributing to the teachers’ difficulties in

implementing Scientific Approach, these being: the students’ lack of critical thinking; the students’

difficulty in finding the answer; the students’ inability in analyzing the material; and the students’

lack of vocabulary mastery.

The situations is maybe due to several factors. First, it is possible that the students are still

influenced by language teaching method focusing in structure aspects and reading comprehension,

therefore, the students’ still have difficulties in the productive language skills. Second, it is also

possible to assume that the students’ previous education was still influenced by teacher-centered

method, consequently, the students’ critical thinking hampered. Fourth, environtment surrounding

the students does not allow them to practice English, hence thery are not motivated to practice

English and tend to be passive in the class. This is also supported by Astuti’ study (2013) in which

the students were lack of motivation because they don’t have friends to talk. Similarly, Exley

(2005) characterized Indonesian students as passive, shy, and quiet.

The teacher solutions to cover the problem in applying Scientific Approach in English

teaching based on the Curriculum 2013

Based on the interviews conducted with the four teachers, the strategies used by then teachers to

solve the problems mentioned in 3.3 are presented on the following table:

Table 3. Teachers’ Solutions

Step T1 T2 T3 T4

Questioning Gave motivation to the students to make them more active.

Experimenting Gave the students

some stimulating

questions related

to the material

Gave the

questions related

to the material

material

Gave some

questions and

examples related

to the recent

Gave some

questions

related

to the recent

material

Associating Gave comparison

of the current

material to the

previous materials

Asked students

to

compare the

previous

material

Asked the

students to

compare the

materials related

to the recent

Gave the

students

the comparisons

of the materials

Page 68: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2357-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 68

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

with the recent

material

material

Communicating Gave students the

correct words or

sentences while

they speak the

wrong words

Translated the

students’

missing

word or

sentences

Translated the

difficult words

Translated the

difficult words

in

presentation

The results of the study are also found in Apriani’s research (2015). In her research, the

teachers stated that they implemented Scientific Approach by asking the students to observe and

identify the objects of observation in observing stage; giving opportunity to the students to ask in

questioning stage; giving time and facilitating students to find the information related to the

material; asking the students to discuss the information that was received in the group discussion

and designing the discussion result that would be presented in communicating stage.

The similar ways of teachers to overcome the difficulties in applying Scientific Approach,

maybe due to the same workshop of Curriculum 2013 they had attended before the current study

was conducted. This is also supported by Purnamawati’s findings. (bdkpadang.kemenag.go.id) in

which the workshop had significant impact on teachers’ teaching competence.Secondly, since the

four teachers are teaching in the same school it is possible to assume that they experience similar

culture that influence their perception. As claimed by Richardson (in Rosyida, 2015: 13), factors

that influence teachers’ perceptions can be from personal experience, experience with schooling and

instruction, experience with formal knowledge both school subjects and pedagogical knowledge

that influence practices of teaching and learning, students’ ability and situation.

CONCLUSION

There were procedures used by teachers in teaching English based on scientific approach:

Observing, Questioning, Experimenting, Associating, and Communicating. Those steps were

written in the lesson plan as the rule of teacher in conducting teaching learning process. It can be

concluded that the teachers perceived Scientific Approach as an approach used in teaching learning

process focusing on three domains: affective, cognitive, and psychomotor and hoped to create the

productive, creative, and innovative students not only on science or skill but also on attitude. The

difficulties faced by teachers in implementing Scientific Approach were: the students’ lack of

critical thinking; the students’ difficulty in finding the answer of the problem; the students’s

inability in analyzing the material; and the students’ lack of vocabulary mastery. The solutions used

by the teachers to overcome the problem in applying Scientific Approach were: motivating the

students to be more active in learning, giving some stimulates questions related to the material,

comparing between the recent material and the previous materials, and translating the difficult

words found by the students.

Since the current study investigating the teachers in the same school, it is possible that the

contexts where they are teaching influenced the way they responded the interviews. Hence, it is

more interesting to include teachers from different schools in the future studies to get rich and

comprehensive information. In addition, the next research can employ survey using questionnaire to

obtain general pattern from the wider teachers’ population.

REFERENCES

Astuti, D.K. (2013). The Gap between English Competence & Performance (Performance: The

Learners` Speaking Ability). Jakarta: State Islamic Jakarta University

Briggs, Martin.Master Of Second Language Teaching, :the Roles of Teachers, Students, and the

Classroom Environment" (2014). Utah University. digitalcommons.usu.edu/viewcontent

Creswell, J.W. (2003). Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed Method Approaches

(2nd Edition) Thousand Oaks.CA: Sage Publication.

Permendikbud No. 81a/2013 tentang Implementasi Kurikulum.

Page 69: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2357-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 69

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Rao, V. S. P. And Narayana, P. S. (1998). Organization Theory and Behaviour, Delhi: Konark

Publishing Company.

Daryanto (2014). Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Penerbit Gava

Media

Fauziati, E. (2014). Method of Teaching English as a Foreign Language (TEFL): Traditional

Method, Designer Method, Communicative Approach, Scientific Approach. Surakarta: Era

Pustaka Utama

Istiqomah, N. (2015). Teacher’s Attitude toward the Implementation of Scientific Approach of

Curriculum 2013 to teach English (A Case Study of the Seventh Grade Class of Junior High

Schools in Surakarta in the Academic Year of 2013/2014). Surakarta: Universitas Sebelas

Maret

Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2015, Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan

Rosyida, M.R. (2013). Teachers’ Perception toward the Use of English Textbook. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.

Richard, C. Jack and Rodger. S.Theodore (2001). Approaches and methods in language teaching.

Cambridge

university press.

Sani, R.A. (2013). Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi

Aksara

Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional www.bdkpadang.kemenag.go.id

accessed on August 10th, 2017 at 2.30 p.m

Page 70: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 70

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

ANALISIS KARAKTER PESERTA DIDIK KELAS V PADA PEMBELAJARAN

PENJASKES DI SEKOLAH DASAR NEGERI

SE-KECAMATAN SEKARBELA

Arif Yanuar Musrifin1; Andi Anshari Bausad2

1,2Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, FPOK IKIP Mataram

e-mail: [email protected]

Abstrak: Pendidikan pembelajaran penjaskes memberikan sokongan terhadap perkembangan

karakter. Pelaksanaan proses pembelajaran yang ada di sekolah dasar memang merupakan poin

penting untuk membentuk pendidikan karakter siswa, namun hal ini juga didukung oleh peran guru,

perangkat pembelajaran seperti apa yang sudah dibuat sebagai pijakan atau dasar untuk mengajar.

Melalui pembelajaran Penjaskes, karakter peserta didik sekolah dasar negeri di Kecamatan Sekarbela

akan terbentuk dengan baik. Tujuan penelitian ini yang akan dicapai adalah (1) Mengukur hasil proses

pembelajaran penjaskes melalui penerapan kurikulum pendidikan karakter pada karakter peserta

didik kelas V se Kecamatan Sekarbela. (2) Mengidentifikasi nilai pendidikan karakter yang dicapai

melalui pembelajaran penjaskes melalui penerapan kurikulum pendidikan karakter peserta didik kelas

V se Kecamatan Sekarbela. Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kuantitatif. Penelitian

ini adalah penelitian populasi yang mengikutkan keseluruhan jumlah populasi sebagai sampel,

sekolah dasar negeri yang ada di Kecamatan Sekarbela sebanyak 16 sekolah. Teknik pengumpulan

data dalam penelitian ini meliputi metode Dokumentasi, Wawancara, Kuesioner atau Angket dan

Observasi. Instrumen Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan kuesioner nilai-nilai pendidikan

karakter penelitian. Teknik analisis data, dalam penelitian ini statistik deskriptif yang. Hasil Penelitian

(1) Rerata total hasil nilai-nilai pendidikan karakter di Kecamatan Sekarbela sebesar 77,86 (2) Rerata

total prosentase setiap nilai-nilai pendidikan karakter di Kecamatan Sekarbela, kategori sikap nilai

jujur sangat baik 61,47 %, baik 24,26 %, kurang 10,61 %, kurang 0,19 %. Kategori sikap nilai hormat

sangat baik 56,64 % baik 29,11 %, kurang 13, 73 %, sangat kurang 0,52 %. Ketegori sikap nilai

tanggung jawab sangat baik 34,42 %, baik 41,45 %, kurang 27,05 %, kurang sekali 0,67 %. Kategori

sikap nilai adil sangat baik 46,14 %, baik 32,41 %, kurang 19,26 %, kurang sekali 2, 19 %. Kategori

sikap nilai peduli sangat baik 48,37 %, baik 38,24 %, kurang 13,40 %, kurang sekali 0 %. Ketegori

sikap nilai kewarganegaran sangat baik 58,58 %, baik 25,57 %, Kurang 15,01 %, Kurang sekali 0,84

%. Kesimpulan (1) Hasil proses pembelajaran penjaskes melalui penerapan kurikulum pendidikan

karakter pada karakter peserta didik kelas V se Kecamatan Sekarbela dalam kategori sangat baik. (2)

Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang dicapai melalui pembelajaran penjaskes melalui penerapan

kurikulum pendidikan karakter pada karakter peserta didik kelas V se Kecamatan Sekarbela adalah

nilai jujur, hormat dan kewarganegaraan dalam kriteria interprestasi skor baik.

Kata Kunci: Karakter, Peserta Didik, Penjaskes

PENDAHULUAN

Pelaksanaan proses pembelajaran yang ada di sekolah dasar memang merupakan poin penting

untuk membentuk pendidikan karakter siswa, namun hal ini juga didukung oleh peran guru, perangkat

pembelajaran seperti apa yang sudah dibuat sebagai pijakan atau dasar untuk mengajar. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Zulnuraini, 2012. Pendidikan karakter: Konsep, Implementasi dan

Pengembangan di sekolah dasar di kota Palu. (Jurnal DIKDAS, No. 1 Vol. 1). Pertama, bahwa guru

merupakan faktor penting penentu keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Kedua,

Muatan pendidikan karakter dalam pembelajaran yang benar-benar terlihat adalah nilai jujur, peduli,

tanggung jawab, disiplin dan rasa hormat. Sedangkan nilai tekun, dapat dipercaya, berani, kelulusan,

ketelitian, dan kewarganegaraan tidak terlihat. Ketiga, nilai karakter yang diutamakan di sekolah

disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta masalah yang sering terjadi di sekolah religius, peduli

lingkungan, disiplin, dan gemar membaca.

Page 71: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 71

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Peserta didik pada kelas V atau diusia 10-12 tahun merupakan tahap peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa remaja awal yang merupakan kondisi dimana pertumbuhan dan perkembangan

peserta didik akan mengalami banyak perubahan. Dalam masa peralihan inilah banyak perubahan

yang terjadi dalam diri peserta didik. Perubahan kognisi, psikologis, emosi, perasaan, perilaku seksual

dan lain-lain memberi dampak yang sangat besar terhadap pengaruh kualitas karakter peserta didik.

Transisi keluar dari masa kanak-kanak menjadikan peserta didik untuk tumbuh dan berkembang

dengan resiko yang cukup besar. Sebagian peserta didik kesulitan menangani begitu banyak

perubahan yang terjadi dalam satu waktu dan mungkin membutuhkan perhatian untuk menghadapi

perubahan-perubahan tersebut.

Melalui analisis karakter peserta didik kelas V pada pembelajaran Penjasorkes di sekolah

dasar negeri akan menjadi pemetaan nilai-nilai karakter siswa se Kecmatan Sekarbela yang nantinya

ada menjadi bahan evaluasi untuk ke depannya, sehingga ada pembenaran atau perbaikan proses

pelaksanaan pembelajaran Penjasorkes yang ada di sekolah dasar negeri se Kecamatan Sekarbela.

KAJIAN LITERATUR

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dalam membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ada tiga isu dalam dunia pendidikan saat ini, yakni

visi, berkaitan dengan ke mana generasi ini akan diarahkan, arah hidup mereka; isu kedua adalah

kompetensi, berkaitan dengan kualitas keterampilan dan pengetahuan yang akan menjadi bekal

generasi muda; isu ketiga adalah karakter, berkaitan dengan kualitas pribadi untuk menjadi anggota

masyarakat yang unggul (Huiit,2000, dalam Cholik,2011:39).

Muh. Yusuf, 2012. (Membangun karakter peserta didik melalui pendidikan karakter Jurnal

Ilmiah SPIRT, Vol. 12 No. 1 Tahun 2012) Keunggulan pendidikan olahraga dalam pembentukan

karakter terletak pada konkretisasi nilai-nilai ke dalam perilaku sehari-hari. Hal ini merupakan ciri

yang tidak mudah dilakukan pada subtansi lain dalam kurikulum dan pembelajaran yang cenderung

teoritik, abstrak dan verbalistik. Untuk itu sebagai orang tua dan guru pendidikan jasmani memiliki

kewajiban menanamkan, budaya dan melestarikan pendidikan karakter melalui aktivitas jasmani serta

pendidikan jasmani.

Peserta kelas didik kelas V merupakan klasifikasi kolompok umur ketiga apabila dilihat dari

kegemaran terhadap permainan, dalam mengikuti kelas Penjasorkes tidak hanya untuk kegembiraan,

tetapi peserta didik kelas V merupakan tingkatan yang paling Terakhir dalam jenjang pendidikan

sekolah dasar, sehingga mereka sudah memiliki keterampilan dan ketangkasan sudah mulai lebih baik

sudah bisa berfikir tentang kesiapan dirinya dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani,

olahraga dan kesehatan. Pembelajaran Penjaskes di sekolah dasar sendiri merupakan salah satu sarana

yang penting untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam kehidupannya. Khusus

untuk kurikulum penjas telah mengalami perubahan nama mata pelajaran dan subtansinya mulai

dengan mata pelajaran dan subtansinya, mulai dengan istilah pendidikan jasmani olahraga kesehatan,

penjas dan Terakhir pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Pergantian nama kurikulum penjas

ini, berkonsekuensinya kepada perubahan berbagai infra struktur pembelajaran mulai dari penentuan

tujuan, penentuan isi, proses (strategi pendekatan) serta evaluasinya (Rukmana, 2008).

Dalam penyelenggaraan pendidikan karakter maka harus diketahui nilai-nilai apa yang

kemudian terkandung dalam pendidikan karakter itu sendiri. Hal ini penting agar kita mampu

mengetahui indikator-indikator dari setiap nilai pendidikan karakter agar nantinya kita akan lebih

mudah untuk menanamkan nilai-nilai tersebut kepada para peserta didik tentunya dalam proses

pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan sebagai media pengembangan pendidikan

karakter. Ada enam macam pilar karakter, dua pilar versi Lickona (1991) yakni hormat dan tanggung

jawab, dan empat pilar lainnya versi Marteens (2004) yakni peduli, jujur, adil dan warga negara yang

baik. Dari penjelasan pilar dan komponen pendidikan karakter diatas maka pilar-pilar tersebut dapat

Page 72: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 72

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

dijadikan landasan untuk mengembangkan pendidikan karakter, baik itu dalam lingkungan keluarga,

masyarakat, maupun di sekolah. Dengan pola pendidikan yang dirancang dengan tepat dan terarah

diharapkan semua pilar tersebut dapat dikembangkan secara bersamaan dalam praktik kehidupan

mereka sehari-hari. Dengan pemberian contoh dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari maka

akan sangat memungkinkan pilar-pilar tersebut dapat dikembangkan dan memberi kontribusi

terhadap pendidikan karakter itu sendiri.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif. Penelitian deskriptif karena

variabel utamanya adalah pendidikan karakter dan tidak ada perbandingan dengan variabel yang lain.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik

satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau penghubung dengan variabel

lain (Sunarno dan Sihombing: 2011). Pendekatan kuantitatif karena data utama yang akan didapatkan

berupa angka yang akan diolah melalui perhitungan statistik.

A. Subyek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian populasi, dimana mengikutkan keseluruhan jumlah

populasi menjadi sampel penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar negeri

kelas V se Kecamatan Sekarbela yang berjumlah 17 sekolah.

B. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk melakukan pengukuran dengan menghasilkan data

kuantitatif yang akurat. Instrumen dalam penelitian ini berupa Kuesioner (angket), kuesioner

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012). Instrumen Kuesioner

dalam penelitian ini mengunakan kuesioner nilai-nilai pendidikan karakter penelitian Bausad, 2012.

Implementasi model pembelajaran kooperatif pada pembelajaran penjasorkes memberikan perubahan

karakter peserta didik kelas V SDN Batang Kaluku Kab. Gowa. Instrumen Kuesioner ini sudah teruji

nilai validitasnya. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur.

Kusioner nilai-nilai karakter terdiri dari 6 item karakter dan setiap item terdiri dari 4

pertanyaan/pernyataan. Adapun nilai-nilai karakter dalam instrumen tersebut adalah jujur, hormat,

tanggung jawab, adil, peduli, kewarganegaraan. Instrumen tes nilai-nilai karakter berjumlah 24 item

(4 soal/tiap item) dengan tiap item masing-masing memiliki 2 pernyataan/pertanyaan positif dan 2

pernyataan/pertanyaan negatif dengan menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial

(Sugiyono, 2012).

C. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh proses penelitian

terkumpul. Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Teknik analisis

data yang dilakukan dengan statistik yaitu statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang

telah dikumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi (Sugiono, 2012: 208). Dalam penelitian ini statistik deskriptif yang

ditampilkan adalah penyajian data melalui tabel, grafik, perhitungan rata-rata, standar deviasi dan

perhitungan persentase.

Page 73: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 73

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data Penelitian

1. Hasil Rerata Total Hasil Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Sekolah Dasar Negeri Se

Kecamatan Sekarbela

No Nama HASIL

1. SDN 10 AMPENAN 76,83

2. SDN 15 AMPENAN 73,81

3. SDN 27 AMPENAN 69,01

4. SDN 31 AMPENAN 83,36

5. SDN 35 AMPENAN 81,5

6. SDN 38 AMPENAN 75,12

7. SDN 41 AMPENAN 83,41

8. SDN 4 KURANJI 66,76

9. SDN 19 AMPENAN 84,46

10 SDN 25 AMPENAN 82,34

11 SDN 40 AMPENAN 63,42

12 SDN 45 AMPENAN 82,75

13 SDN 2 AMPENAN 85,33

14 SDN 37 AMPENAN 79,94

15 SDN 2 KURANJI 70,1

16 SDN 4 BAJUR 80,27

17 SDN 43 AMPENAN 85,21

RERATA TOTAL 77,86

2. Hasil Rerata Total Prosentase Nilai Pendidikan Karekter Jujur dan Hormat Setiap

Kategori Sikap Dari 17 Sekolah Dasar Negeri Se Kecamatan Sekarbela

3. Hasil Rerata Total Prosentase Nilai Pendidikan Karekter Tanggung Jawab dan Adil

Setiap Kategori Sikap Dari 17 Sekolah Dasar Negeri Se Kecamatan Sekarbela

4. Hasil Rerata Total Prosentase Nilai Pendidikan Karekter Peduli dan Kewarganegaraan

Setiap Kategori Sikap Dari 17 Sekolah Dasar Negeri Se Kecamatan Sekarbela

No Nama Jujur Hormat

SB B K KS SB B K KS

1 Rerata Total (%) 61,47 24,26 10,61 0,19 56,64 29,11 13,79 0,52

No Nama Tanggung jawab Adil

SB B K KS SB B K KS

1 Rerata Total (%) 34,42 41,45 27,05 0,67 46,14 32,41 19,26 2,19

No Nama Peduli Kewarganegaraan

SB B K KS SB B K KS

1. Rerata Total (%) 48,37 38,24 13,40 0 58,58 25,57 15,01 0,84

Page 74: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 74

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Keterangan

SB : Sangat baik

B : Baik

K : Kurang

SK : Kurang Sekali

B. Pembahasan

1. Hasil proses pembelajaran penjaskes melalui penerapan kurikulum pendidikan karakter pada

karakter peserta didik kelas V se Kecamatan Sekarbela

Hasil penelitian yang ditunjukkan dalam deskripsi data penelitian untuk rerata total nilai-nilai

pendidikan karakter sekolah dasar negeri se kecamatan sekarbela menunjukkan angka 77,86 dalam

kategori sikap sangat baik. Maka proses pembelajaran penjaskes yang dilakukan oleh guru-guru

penjaskes se kecamatan sekarbela berjalan dnegna baik dan memiliki tujuan yang sejalan dengan

tujuan pendidikan yang dapat memberi kontribusi yang sangat berharga dan memberi inspirasi bagi

kesejahteraan hidup manusia. Makna yang terkandung dalam pendidikan jasmani tidak sekedar

sebagai pendidikan yang bersifat aktivitas fisik semata tetapi lebih luas lagi keterkaitan nya dengan

tujuan pendidikan. Andi Anshari Bausad 2012, Pendidikan jasmani yang dirancang dengan baik

dengan memperhatikan aspek-aspek apa saja yang ingin dikembangkan bisa menjadikan tujuan

pendidikan karakter bisa terpenuhi melalui proses pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang dicapai melalui pembelajaran penjaskes melalui penerapan

kurikulum pendidikan karakter pada karakter peserta didik kelas V se Kecamatan Sekarbela

Hasil penelitian yang ditunjukkan dalam deskripsi data penelitian hasil rerata total prosentase

kategori sikap sangat baik nilai pendidikan karakter jujur 61,47 %, hormat 56,64 % dan

kewarganegaraan 58,58 % dalam kriteria interprestasi skor baik. Nilai pendidikan karakter jujur,

hormat dan kewarganegaraan merupakan nilai pendidikan karakter yang ada dalam setiap proses

pembelajaran penjaskes di sekolah dasar negeri se kecamatan sekarbela pada siswa kelas V.

Sedangkan 3 nilai pendidikan karakter lainya seperti tanggung jawab, adil dan peduli yang sesuai

dengan instrument penelitian yang digunakanbelum tampak dalam setiap proses pembelajaran yang

dilaksanakan oleh guru-guru penjaskes se kecamatan Sekarbela. Kategori sikap kurang nilai

pendidikan karakter tanggung jawab didapat rerata total paling tinggi dari 6 item nilai-nilai

pendidikaan karakter dimana di dapatkan angka 27,05 % ini menunjukkan bahwa nilai pendidikan

karakter tanggung jawab kurang dimilki oleh siswa kelas V sekolah dasar negeri se kecamatan

Sekarbela.

Banyak nilai yang terkandung dalam kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan

kesehatan artinya bermain melalui permainan dan olahraga, maka secara tidak langsung bisa

menumbuhkan nilai-nilai tersebut. Persoalannya kemudian adalah banyak guru pendidikan jasmani,

olahraga dan kesehatan yang masih fokus pada penguasaan gerak dan teknik dasar pada permainan

dan olahraga, masih belum optimal menanamkan nilai-nilai dengan sungguh-sungguh kepada peserta

didik meskipun pada rancangan pembelajaran yang mereka buat telah mereka cantumkan beberapa

poin karakter yang mereka ingin capai.

Dalam penyelenggaraan pendidikan karakter maka harus diketahui nilai-nilai apa yang

kemudian terkandung dalam pendidikan karakter itu sendiri. Hal ini penting agar kita mampu

mengetahui indikator-indikator dari setiap nilai pendidikan karakter agar nantinya kita akan lebih

mudah untuk menanamkan nilai-nilai tersebut kepada para peserta didik tentunya dalam proses

pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan sebagai media pengembangan pendidikan

karakter.

Page 75: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 75

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil proses pembelajaran penjaskes melalui penerapan kurikulum pendidikan karakter pada

karakter peserta didik kelas V se Kecamatan Sekarbela di dapatkan rerata total dalam angka

77,86 dalam kategori sangat baik.

2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang dicapai melalui pembelajaran penjaskes melalui

penerapan kurikulum pendidikan karakter pada karakter peserta didik kelas V se Kecamatan

Sekarbela dengan kategori sikap sangat baik nilai jujur 61,47 %, hormat 56,64 % dan

kewarganegaraan 58,58 % dalam kriteria interprestasi skor baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka akan diberikan saran antara lain:

1. Bagi Guru Penjasorkes:

a. Memperbanyak menggunakan model-model pembelajaran dalam proses belajar mengajar

di sekolah.

b. Memperbanyak kreativitas untuk membentuk permainan-permainan yang dapat

menumbuhkan nilai-nilai pendidikan karakter pada peserta didiknya, seperti nilai-nilai

jujur, hormat, sportive, adil, tanggung jawab, saling berbagi tempat dan alat dan lain-lain.

c. Pemahaman dan malakukan evaluasi nilai-nilai pendidikan karakter peserta didik yang

diajar di setiap akhir pembelajaran, sub materi ataupun setiap akhir semester.

2. Bagi pemerintah daerah atau dinas pendidikan kota mataram

a. Memperhatikan standar sarana dan prasarana sekolah menurut permendiknas no 24

tahun 2017, tentang standar sarana dan prasarana di jenjang sekolah dasar

b. Memperbanyak ruang terbuka publik untuk siswa beraktivitas di luar jam sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Sunarno, A dan Sihombing, D. 2011. Metode Penelitian Keolahragaan. Surakarta: Yuma Pustaka.

Bausad, A.A. 2102. Implementasi model pembelajaran kooperatif pada pembelajaran penjasorkes

memberikan perubahan karakter peserta didik kelas V SDN Batang Kaluku Kab. Gowa. Gelora:

Jurnal pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP Mataram. Vol. 2. No. 2. Mataram 2014.

Mutohir, C., dkk. 2011. Berkarakter Dengan berolahraga Berolahragalah Dengan Berkarakter.

Surabaya: PT. Java Pustaka Group

Muh Yusuf, 2012. Membangun Karakter peserta didik melalui pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN: 1411-8319 Vol.12 No. 1 Tahun 2012.

Rukmana, Anin. 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan

Dasar. Nomor: 9 – April 2008.

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Zulnuraini, 2012. Pendidikan karakter: Konsep, Implementasi dan Pengembangan di sekolah dasar

di kota Palu. Jurnal DIKDAS, No. 1 Vol.1

Page 76: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 76

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENINGKATAN KEMAMPUAN DALAM BERBICARA SISWA KELAS III

SDN 02 TAWANGREJO MADIUN MELALUI TEKNIK PEMODELAN

Arni Gemilang Harsanti

Universitas PGRI Madiun

e-mail: [email protected]

Abstrak: Masalah rendahnya hasil belajar telah lama menjadi bahan para guru SDN 02 Tawangrejo

Madiun, terutama pada mata pelajaran keterampilan berbicara. Pada umumnya siswa menampakkan

sikap kurang bergairah dan kurang berani, dan lancar sehingga suasana kurang aktif, interaksi antar

guru dan siswa sangat kurang apalagi antara siswa dengan siswa. Kemampuan bercerita siswa kelas

III SDN 02 Tawangrejo Madiun dapat diatasi dengan menggunakan teknik pembelajaran yang tepat

adalah teknik pemodelan.

Kata kunci: Pemodelan, Keterampilan Berbicara

PENDAHULUAN

Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

perlu dimiliki seseorang, terutama siswa sebagai pelajar. Kemampuan berbicara secara formal

memerlukan latihan dan pengarahan atau bimbingan intensif. (Arsjad dan Mukti, 1988 : 11).

Keterampilan berbicara adalah keterampilan untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan

secara lisan. Berbicara adalah bentuk komunikasi yang membentuk perilaku manusia yang

memanfaatkan faktor fisik, yaitu alat ucap, berupa suara, gerakan tubuh, mimik, untuk mempertegas

isi pembicaraan. Melihat kenyataan berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara

lisan dibandingkan dengan cara lain. Secara alamiah seseorang mampu berbicara. Namun, dalam

situasi formal sering timbul rasa gugup, sehingga gagasan dan bahasanya pun yang

dikemukakan menjadi tidak teratur, bahkan ada yang tidak berani berbicara. Arsjad dan Mukti

(1988:170) menyatakan, untuk menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus

memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, pembicara juga harus

memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Pembicara tidak gugup dan bergairah dalam

berbicara merupakan modal utama untuk berbicara.

Berdasarkan hasil pengamatan, para siswa SD senang menceritakan apa yang telah dilihat dan

dialaminya yang dilakukannya secara santai dan spontanitas. Tetapi, apabila siswa SD tersebut

diminta untuk bercerita pada guru dan teman-temannya di depan kelas, tidak ada keberanian dari

siswa SD tersebut. Hal ini disebabkan oleh perasaan takut untuk berbicara dalam kondisi formal atau

kondisi resmi, seperti dalam lingkungan sekolah. Untuk itu, siswa perlu diberi motivasi agar siswa

tidak takut lagi untuk bercerita serta memberikan pengarahan kepada siswa untuk berani

mengungkapkan pendapatnya di depan teman-temannya. Ada siswa yang bercerita dengan suara yang

pelan, dan ada juga siswa yang tidak berani maju ke depan kelas untuk bercerita. Selain itu,

permasalahan yang dialami oleh siswa adalah belum mampu bercerita dengan lancar, pembelajaran

yang kurang menarik bagi siswa, dan kurangnya bekal pengetahuan tentang hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam bercerita. Hal ini disebabkan karena pada saat mengajarkan bercerita pengalaman

pribadi, metode yang digunakan kurang tepat dan guru belum menjelaskan hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam bercerita yang baik, sehingga siswa tidak tahu bagaimana bercerita yang baik.

Berdasarkan permasalahan di atas, perlu adanya pembenahan suatu proses pembelajaran yang

dapat menimbulkan ketertarikan dan merangsang semangat belajar siswa terutama pada pelajaran

bercerita Agar pelajaran bercerita ini tidak membosankan perlu adanya suatu teknik yang mendukung

pelaksanaan pelajaran tersebut dengan menggunakan teknik pemodelan. Teknik pemodelan dapat

merangsang siswa untuk berfikir mengungkapkan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan

pengalaman pribadi seperti apa yang telah dicontohkan oleh model tersebut. Teknik pemodelan

Page 77: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 77

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

merupakan cara belajar yang menyenangkan, santai, dan efektif yang akan membuat siswa lebih

bersemangat dan termotivasi (Dermawan, dalam Nurida, 2008:4).

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran dengan menggunakan

teknik pemodelan yang dapat meningkatkan kemampuan bercerita siswa kelas III SDN 02

Tawangrejo Madiun dan mendeskripsikan kemampuan bercerita siswa kelas III SDN 02 Tawangrejo

Madiun dengan menggunakan teknik pemodelan. Diharapkan penelitian ini berguna bagi guru pada

umumnya dan guru SDN 02 Tawangrejo Madiun pada khususnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan

bahan masukan untuk menggunakan metode pembelajaran khususnya keterampilan bercerita. Bagi

siswa kelas III SDN 02 Tawangrejo Madiun, hasil penelitian ini dapat menambah keberanian,

semangat, dan daya kreativitas siswa untuk bercerita lebih baik lagi.Bagi peneliti selanjutnya, hasil

penelitian ini dapat memberikan motivasi, ide, dan gagasan untuk lebih meneliti pembelajaran

bercerita.

METODOLOGI PENELITIAN

Subjek penelitian adalah siswa kelas III SDN 02 Tawangrejo Madiun. Jumlah siswa dalam

penelitian ini adalah 34 siswa, yang terdiri atas 17 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Penelitian

ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bertujuan untuk memecahkan masalah

yang terdapat dalam pembelajaran kemampuan bercerita siswa di kelas III. Penelitian Tindakan Kelas

digunakan karena kemampuan siswa kelas III SDN 02 Tawangrejo Madiun dalam bercerita masih

tergolong rendah dan belum mencapai ketuntasan belajar. Siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 8 – 21

Juni 2017 dan Siklus II pada tanggal 22 Juni – 5 Juli 2017. Setiap siklus melalui tahap perencanaan

tindakan, implementasi tindakan, observasi, dan refleksi. Secara umum alur pelaksanaan tindakan

dalam penelitian kelas ini digambarkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Soepeno, 2000:33).

Seperti dalam gambar berikut ini.

Prasiklus

Perencanaan I Tindakan I

Observasi

Refleksi

Observasi Refleksi

Tindakan II

Perencanaan II

Kemampuan Siswa Meningkat

Gambar 1: Alur pelaksanaan tindakan (Kemmis dan Mc Taggart, dalam Soepeno, 2000:34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus 1

Setelah dilakukan tindakan-tindakan pada siklus 1, terdapat perubahan yaitu kemampuan

bercerita. Hasil tes di skor dan dinilai sesuai dengan kriteria penilaian (kriteria penilaian bisa dilihat

pada teknik analisis data). Hasil skor dan nilai dari tes kemampuan bercerita dapat dilihat dari tabel

berikut ini:

Tabel 1: Tes Kemampuan Bercerita Siswa Tahap Siklus I

Siswa Jumlah Persentase

Siswa Yang Tuntas (nilai ≥ 60) 16 48 %

Siswa Yang Tidak Tuntas (nilai < 60). 18 54 %

Page 78: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 78

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa yang mencapai ketuntasan nilai (nilai ≥ 60) sebanyak

16 siswa atau sebesar 48% dari total 34 siswa. Sisanya sebanyak 18 siswa atau sebesar 54% dari total

34 siswa belum mencapai ketuntasan nilai (nilai ≤ 60). Jadi, secara klasikal (≥ 85% dari total jumlah

siswa) siswa kelas 3 yang mencapai ketuntasan nilai hanya mencapai 48%.

Setelah penyekoran dan penilaian tes kemampuan bercerita siswa. Langkah selanjutnya

adalah merefleksi seluruh kegiatan pembelajaran di kelas (hasil observasi) dan hasil tes kemampuan

bercerita siswa tersebut. Hasil refleksi ini guna menyiapkan skenario pembelajaran dengan

menerapkan teknik pemodelan yang lebih baik di siklus II.

1. Ketepatan Ucapan

Dari 34 siswa kejelasan ucapan : 5 siswa atau 15% pengucapan lafal setiap kata terdengar sangat

jelas, 19 siswa atau 56% pengucapan lafal sebagian kata terdengar samar-samar, dan 10 siswa atau

29% pengucapan lafal setiap kata terdengar kurang jelas. Ketepatan teknik melafalkan bunyi huruf

: 1 siswa atau 3% semua huruf yang dilafalkan dalam cerita tepat, 24 siswa atau 71% sebagian

lebih dari 50% huruf yang dilafalkan dalam cerita tepat, dan 9 siswa atau 26% semua huruf yang

dilafalkan dalam cerita kurang tepat.

2. Pilihan kata

Dari 34 siswa pilihan kata tepat dan jelas: 6 siswa atau 18% siswa memilih kata-kata yang tepat

dan mudah dipahami oleh pendengar, 14 siswa atau 41% siswa memilih kata-kata yang hampir

sebagian tepat dan mudah dipahami oleh pendengar, dan 14 siswa atau 41% siswa memilih kata-

kata kurang tepat dan tidak mudah dipahami oleh pendengar. Pilihan kata bervariasi: 13 siswa atau

38% siswa menggunakan kata-kata cukup bervariasi dan sesuai dengan cerita, dan 21 siswa atau

62% siswa menggunakan kata-kata yang kurang bervariasi dan tidak sesuai dengan cerita.

3. Ketepatan sasaran pembicaraan

Dari 34 siswa Kalimat efektif: 4 siswa atau 12% bercerita menggunakan kalimat sederhana pada

semua kalimat, 16 siswa atau 47% siswa bercerita masih sebagian menggunakan kalimat

sederhana, dan 14 siswa atau 41% siswa bercerita dengan menggunakan kalimat yang salah.

Kalimat mengenai sasaran: 2 siswa atau 6 % Siswa menggunakan kalimat yang dapat

mengungkapkan maksud isi cerita secara tepat sehingga mudah dipahami oleh pendengar, 15 siswa

atau 44% siswa menggunakan kalimat yang berulang-ulang sehingga susah dipahami oleh

pendengar, dan 17 siswa atau 50% siswa menggunakan kalimat yang kurang mudah dimengerti

oleh pendengar.

4. Gerak-gerik / mimik

Dari 34 siswa kesesuaian gerak dengan isi: 1 siswa atau 3% gerakan anggota tubuh sesuai dengan

apa yang dideskripsikan, 22 siswa atau 65% gerakan anggota tubuh kurang sesuai dengan apa yang

dideskripsikan, dan 11 siswa atau 32% gerakan anggota tubuh tidak sesuai dengan apa yang

dideskripsikan. Kewajaran gerak: 1 siswa atau 3 % gerakan masih wajar dan sesuai dengan isi

cerita, 20 siswa atau 59% gerakan yang wajar tetapi tidak sesuai dengan isi cerita, dan 13 siswa

atau 38% gerakan yang ditampilkan tidak wajar dan tidak sesuai dengan isi cerita.

5. Kenyaringan

Dari 34 siswa, suara bisa didengar oleh semua orang: 8 siswa atau 24% suara siswa sangat bisa

didengar oleh semua orang, 21 siswa atau 62% suara siswa cukup bisa didengar oleh semua orang,

dan 5 siswa atau 15% suara siswa kurang bisa didengar oleh semua orang. Suara yang diucapkan

jelas: 5 siswa atau 15% suara yang diucapkan siswa sangat jelas, 23 siswa atau 68% suara yang

diucapkan siswa cukup jelas, dan 6 siswa atau 18% suara yang diucapkan siswa kurang jelas.

6. Kelancaran

Dari 34 siswa, tidak terbata-bata dalam bercerita: 6 siswa atau 18% siswa dalam bercerita sangat

lancar dan tidak terbata-bata, 23 siswa atau 68% siswa dalam bercerita cukup lancar dan sedikit

terbata-bata, dan 5 siswa atau 15% siswa dalam bercerita kurang lancar dan terbata-bata. Bunyi

yang diucapkan jelas: 5 siswa atau 15% setiap bunyi lafal dan intonasi yang diucapkan oleh siswa

jelas, 21 siswa atau 62% setiap bunyi lafal dan intonasi yang diucapkan oleh siswa cukup jelas,

dan 8 siswa atau 24% bunyi lafal dan intonasi yang diucapkan oleh siswa kurang jelas.

Page 79: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 79

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

7. Penalaran

Dari 34 siswa, cerita yang diceritakan dari awal sampai akhir harus berhubungan: 1 siswa atau 3%

cerita yang diceritakan dari awal sampai akhir runtut, 11 siswa atau 32% cerita yang diceritakan

dari awal sampai akhir kurang runtut, dan 22 siswa atau 65% cerita yang diceritakan dari awal

sampai akhir tidak runtut. Hubungan kalimat dengan kalimat berhubungan dengan isi cerita: 3

siswa atau 9% hubungan setiap kalimat dengan kalimat yang lain berhubungan dengan isi cerita,

10 siswa atau 29% hubungan setiap kalimat dengan kalimat yang lain masih ada sebagian yang

kurang sesuai dengan isi cerita, dan 21 siswa atau 62% hubungan setiap kalimat dengan kalimat

lain tidak sesuai dengan isi cerita.

8. Keberanian

Dari 34 siswa, tampil dengan berani: 9 siswa atau 26% siswa tampil dengan berani dan tenang, 21

siswa atau 62% siswa tampil dengan ragu-ragu dan gugup, dan 4 siswa atau 12% siswa tampil

tidak berani tampil.

Siklus II

Siklus II merupakan tindakan remidial dari siklus I. Hasil tes bercerita siswa kemudian diskor

dan dinilai sesuai dengan kriteria penyekoran dan penilaian pada siklus I. Hasil penyekoran dan

penilaian pada siklus II adalah sebagai berikut:

Tabel 2: Tes Kemampuan Bercerita Siswa Tahap Siklus II

Siswa Jumlah Persentase

Siswa Yang Tuntas (nilai ≥

60)

27 81 %

Siswa Yang Tidak Tuntas

(nilai < 60).

7 21%

Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa yang mencapai ketuntasan nilai (nilai ≥ 60) pada

siklus II ini sebanyak 27 siswa atau 81% dari total 34 siswa. Sisanya sebanyak 7 siswa atau sebesar

21% dari total 34 siswa belum mencapai ketuntasan nilai (nilai ≤ 60). Jadi 27 siswa atau 81% siswa

kelas 3 sudah mencapai ketuntasan nilai.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pada tahap siklus I, siswa yang mencapai

ketuntasan nilai dalam bercerita sebanyak 16 siswa atau 48% dari total 34 siswa dan pada siklus II

meningkat menjadi 27 siswa atau 81% dari total 34 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa antara siklus

I ke siklus II terjadi peningkatan sebanyak 11 siswa atau sebesar 32% dari total 34 siswa. Perolehan

nilai kemampuan bercerita juga dapat dilihat per kriteria kemampuan bercerita. Berikut ini

dijelaskan perolehan nilai per kriteria kemampuan bercerita siswa.

1) Ketepatan Ucapan

Dari 34 siswa kejelasan ucapan : 17 siswa atau 50% pengucapan lafal setiap kata terdengar

sangat jelas, 16 siswa atau 47% pengucapan lafal sebagian kata terdengar samar-samar, dan 1

siswa atau 3% pengucapan lafal setiap kata terdengar kurang jelas. Ketepatan teknik melafalkan

bunyi huruf : 11 siswa atau 32% semua huruf yang dilafalkan dalam cerita tepat, 21 siswa atau

62% sebagian lebih dari 50% huruf yang dilafalkan dalam cerita tepat, dan 2 siswa atau 6% semua

huruf yang dilafalkan dalam cerita kurang tepat.

2) Pilihan kata

Dari 34 siswa pilihan kata tepat dan jelas: 1 siswa atau 3% siswa memilih kata-kata yang tepat

dan mudah dipahami oleh pendengar, 30 siswa atau 88% siswa memilih kata-kata yang hampir

sebagian tepat dan mudah dipahami oleh pendengar, dan 3 siswa atau 15% siswa memilih kata-

kata kurang tepat dan tidak mudah dipahami oleh pendengar. Pilihan kata bervariasi: 25 siswa atau

74% siswa menggunakan kata-kata cukup bervariasi dan sesuai dengan cerita, dan 9 siswa atau

26% siswa menggunakan kata-kata yang kurang bervariasi dan tidak sesuai dengan cerita.

3) Ketepatan sasaran pembicaraan

Dari 34 siswa Kalimat efektif: 2 siswa atau 6% bercerita menggunakan kalimat sederhana

pada semua kalimat, 23 siswa atau 68% siswa bercerita masih sebagian menggunakan kalimat

Page 80: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 80

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

sederhana, dan 9 siswa atau 26% siswa bercerita dengan menggunakan kalimat yang salah.

Kalimat mengenai sasaran: 3 siswa atau 15 % siswa menggunakan kalimat yang dapat

mengungkapkan maksud isi cerita secara tepat sehingga mudah dipahami oleh pendengar, 24 siswa

atau 71% siswa menggunakan kalimat yang berulang-ulang sehingga susah dipahami oleh

pendengar, dan 7 siswa atau 21% siswa menggunakan kalimat yang kurang mudah dimengerti oleh

pendengar.

4) Gerak-gerik / mimik

Dari 34 siswa kesesuaian gerak dengan isi: 7 siswa atau 21% gerakan anggota tubuh sesuai

dengan apa yang dideskripsikan, 12 siswa atau 35% gerakan anggota tubuh kurang sesuai dengan

apa yang dideskripsikan, dan 15 siswa atau 44% gerakan anggota tubuh tidak sesuai dengan apa

yang dideskripsikan. Kewajaran gerak: 6 siswa atau 18% gerakan masih wajar dan sesuai dengan

isi cerita, 11 siswa atau 32% gerakan yang wajar tetapi tidak sesuai dengan isi cerita, dan 17 siswa

atau 50% gerakan yang ditampilkan tidak wajar dan tidak sesuai dengan isi cerita.

5) Kenyaringan

Dari 34 siswa, suara bisa didengar oleh semua orang: 15 siswa atau 44% suara siswa sangat

bisa didengar oleh semua orang, dan 19 siswa atau 56% suara siswa cukup bisa didengar oleh

semua orang. Suara yang diucapkan jelas: 14 siswa atau 41% suara yang diucapkan siswa sangat

jelas, 19 siswa atau 56% suara yang diucapkan siswa cukup jelas, dan 1 siswa atau 3% suara yang

diucapkan siswa kurang jelas.

6) Kelancaran

Dari 34 siswa, tidak terbata-bata dalam bercerita: 6 siswa atau 18% siswa dalam bercerita

sangat lancar dan tidak terbata-bata, 25 siswa atau 74% siswa dalam bercerita cukup lancar dan

sedikit terbata-bata, dan 3 siswa atau 9% siswa dalam bercerita kurang lancar dan terbata-bata.

Bunyi yang diucapkan jelas: 5 siswa atau 15% setiap bunyi lafal dan intonasi yang diucapkan oleh

siswa jelas, 25 siswa atau 74% setiap bunyi lafal dan intonasi yang diucapkan oleh siswa cukup

jelas, dan 4 siswa atau 12% bunyi lafal dan intonasi yang diucapkan oleh siswa kurang jelas.

7) Penalaran

Dari 34 siswa, cerita yang diceritakan dari awal sampai akhir harus berhubungan: 8 siswa atau

24% cerita yang diceritakan dari awal sampai akhir runtut, 24 siswa atau 71% cerita yang

diceritakan dari awal sampai akhir kurang runtut, dan 2 siswa atau 6% cerita yang diceritakan dari

awal sampai akhir tidak runtut. Hubungan kalimat dengan kalimat berhubungan dengan isi cerita:

5 siswa atau 15% hubungan setiap kalimat dengan kalimat yang lain berhubungan dengan isi cerita,

24 siswa atau 71% hubungan setiap kalimat dengan kalimat yang lain masih ada sebagian yang

kurang sesuai dengan isi cerita, dan 5 siswa atau 15% hubungan setiap kalimat dengan kalimat

lain tidak sesuai dengan isi cerita.

8) Keberanian

Dari 34 siswa, tampil dengan berani: 34 siswa atau 100% siswa tampil dengan berani dan

tenang.

Pembahasan

Penggunaan teknik pemodelan dalam pembelajaran bercerita siswa kelas III SDN 02

Tawangrejo Madiun merupakan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa

dalam bercerita pengalaman pribadinya. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil observasi yang

dilakukan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung. Model yang diperankan oleh siswa kelas

5 dan guru kelas 3 dapat memotivasi dan menjadi pemicu semangat siswa dalam belajar bercerita.

Hasilnya, siswa tampak lebih berani dan kreatif dalam bercerita di tengah-tengah lingkaran. Hal

tersebut dapat dijadikan model oleh siswa dalam bercerita pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Jalannya pembelajaran juga terkesan santai dan menyenangkan. Siswa tampak serius dan aktif dalam

menerima pembelajaran dan kemampuan siswa dalam bercerita juga mengalami peningkatan sesudah

diterapkannya teknik pemodelan. Artinya, penggunaan teknik pemodelan dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam bercerita dan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil

penelitian, diketahui bahwa pada tahap siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan nilai dalam bercerita

Page 81: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 81

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

sebanyak 16 siswa atau 48% dari total 34 siswa dan pada siklus II meningkat menjadi 27 siswa atau

81% dari total 34 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa antara siklus I ke siklus II terjadi peningkatan

sebanyak 11 siswa atau sebesar 32% dari total 34 siswa.

Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan nilai dari siklus I ke siklus II memang mengalami

peningkatan, akan tetapi jika dikaitkan dengan ketuntasan nilai secara klasikal, jumlah 27 siswa atau

81% dari total 34 siswa belum mencapai ketuntasan secara klasikal. Namun, penggunaan teknik

pemodelan sudah tepat jika digunakan dalam pembelajaran bercerita dan dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam bercerita pengalaman pribadinya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dalam dua siklus, dari hasil

kegiatan ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Rendahnya kemampuan bercerita kelas III SDN 02 Tawangrejo Madiun dapat ditingkatkan

dengan menggunakan teknik pemodelan. Penerapan pembelajaran menggunakan teknik

pemodelan dapat meningkatkan kemampuan bercerita siswa kelas III SDN 02 Tawangrejo Madiun

dengan menghadirkan model dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan agar siswa dapat lebih fokus

dalam mengamati dan mempelajari model tersebut, sehingga siswa dapat bercerita dengan lebih

kreatif dan percaya diri.

2. Kegiatan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung lancar dan terjadi peningkatan

dari prasiklus, siklus I, dan Siklus II. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah siswa yang

menjawab pertanyaan, memperhatikan penjelasan guru, dan keaktifan siswa dalam bercerita.

3. Kemampuan bercerita siswa kelas III SDN 3 Seneporejo Banyuwangi setelah pembelajaran

dengan menggunakan teknik pemodelan terjadi peningkatan pada siklus I ke siklus II sebanyak 11

siswa dari total 34 siswa. Sebelum menggunakan teknik pemodelan (prasiklus) hanya terdapat 25

siswa yang mencapai nilai ≥ 60. Setelah diterapkan teknik pemodelan, pada siklus I terdapat 16

siswa atau 48% dari total 34 siswa dan pada siklus II meningkat menjadi 27 siswa atau 81% dari

total 34 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan teknik pemodelan dalam

pembelajaran bercerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bercerita. Selain itu, siswa

lebih aktif, kreatif, berani, dan percaya diri untuk tampil bercerita di tengah-tengah lingkaran

dihadapan teman-temannya.

Saran

Penggunaan teknik pemodelan dalam bercerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

bercerita, dalam praktik pelaksanaannya disarankan kepada Kepala Sekolah dasar terutama pada guru

kelas untuk memperhatikannya dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pembelajaran

bercerita.

DAFTAR PUSTAKA

Arsjad, M. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta :

Erlangga.

Haryadi dan Zamzami. 1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta

:Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Majid, A. A. 2002. Mendidik Dengan Cerita. Bandung : Rosda.

Soepeno, B. 2000. Penelitian Tindakan Kelas : Universitas Jember.

Srisetyaningsih. 2000. Kemampuan Bercerita Siswa SMPN 1 Bondowoso. Panorama Kawah Ijen :

Tenggarang Bondowoso.

Tarigan, H. G. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Page 82: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 82

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENGARUH MODEL PRAKTIKUM FISIKA BEBRASIS GUIDED INKUIRI UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PENDIDIKAN

FISIKA UIN MATARAM

Bahtiar,

[email protected] 1Dosen Pendidikan Fisika FTK UIN Mataram

Abstract: The recent study aims to investigate the influence of the physic practice model based on

guided inkuiri to improve student science process skills (SPS) student physics UIN Mataram on the

topic about temperature and heat. The research method used for this purpose is quasi experiment of

one group pretest and posttest design which involving student physics UIN Mataram. The instruments

being used are written test, students worksheet, and observation sheet. The findings show that the

physics practice model based on guided inkuiri significantly improves student science process skills

(SPS) with average score 75.76% and 76.01% and N-gain score 0.51 dan 0.47 with the medium

category. The highest improvement occurs on date analysis. Meanwhile, the lowest improvement

occurs on the indicator of operational definition variable. In general, students give positive responses

to the learning process where the learning process provides them the opportunity to actively take

participation and improves students’ interest and motivation since it is connected to students

experience of their daily life.

Keywords: Science Process Skills, Physics Practice, and Guided Inkuiri

PENDAHULUAN

IPA berkaitan dengan cara memahami alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

sebatas penguasaan kumpulan pengetahuan (produk ilmu) yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

atau prinsip-prinsip saja, tetapi lebih sebagai proses penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungannya, serta prospek

pengembangan lebih lanjut dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses

pembelajaran IPA hendaknya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah. Pembelajaran IPA

diarahkan pada inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman

yang lebih bermakna tentang alam sekitar. Selanjutnya standar kompetensi lulusan mata pelajaran

fisika SMA/MA siswa dituntut untuk melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah,

mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen,

mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengomunikasikan hasil

percobaan secara lisan dan tertulis. Berdasarkan pernyataan tersebut, seorang guru harus memiliki

peran yang sangat penting dalam memfasilitasi, memotivasi, mengarahkan, dan membimbing siswa

di dalam kegiatan percobaan untuk melakukan penemuan. Kegiatan penemuan tersebut yang

dimaksud adalah inkuiri ilmiah (scientific inkuiri ) (Depdiknas, 2006).

IPA fisika pada hakikatnya dapat dipandang sebagai produk, proses, dan sikap. Oleh karena

itu, pembelajaran fisika tidak boleh mengesampingkan proses ditemukannya konsep. Fisika sebagai

proses meliputi keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk

memperoleh dan mengembangkan pengetahuan. Keterampilan-keterampilan inilah yang disebut

keterampilan proses sains (KPS). Fisika sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang

terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip fisika.

Berkaitan dengan penyataan di atas, banyak sekolah-sekolah yang belum mampu menerapkan

hakikat IPA fisika sebagai proses, seperti merancang dan melaksanakan kegiatan praktikum. Hal ini

di dukung hasil Penelitian Balitbang Depdiknas tentang kemampuan guru dalam merancang

praktikum masih rendah. Sekitar 51% guru IPA SMP dan 43% guru fisika SMA tidak dapat

menggunakan alat-alat laboratorium yang tersedia di sekolah (Djohar Makmun, 2012). Hasil

Page 83: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 83

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

penelitian Sumintono Bambang, dkk (2010), tentang pengajaran sains dengan praktikum

laboratorium: perspektif dari guru-guru sains SMPN di Kota Cimahi. Sampel sejumlah 10 sekolah

diambil sekitar 62 guru, hasil penelitianya adalah: (1) pelaksanaan kegiatan praktikum untuk setiap

semester hanya 2-3 kali (43%); (2) praktikum menjadi kurang efektif (71%), karena ruang

laboratorium yang tidak memadai, peralatan laboratorium yang kurang lengkap, praktik tidak

beraturan dan tidak terencana dengan baik; (3) Jenis praktikum laboratorium yang dilakukan, seperti

menemukan dan mengonfirmasi fakta ilmiah (37%); (4) sumber rancangan praktik laboratorium sains

yang paling banyak adalah berasal dari buku teks pelajaran sains (36%), buku praktikum (34%),

membuat/merancang sendiri (17%) sisanya diakses di internet (13%).

Berdasarkan analisis oleh the West African Senior Secondary School Certificate di Negeria

dalam kurun waktu 10 tahun (1998-2007) bahwa keterampilan proses sains fisika masih rendah. Hal

ini terlihat pada perolehan nilai persentase keterampilan proses sains siswa yaitu: memanipulasi

(17%); menghitung (14%); merekam atau mencatat (14%); mengamati (12%), dan

mengomunikasikan (11%) (Akinyemi, O.A., & Folashade, A., 2010). Indonesia juga mengalami hal

serupa, di mana hasil penelitian menunjukkan keterampilan proses sains siswa masih belum

menggembirakan. Berikut hasil penelitian oleh Nur (2011) menunjukkan bahwa nilai rata-rata

keterampilan proses sains SMA Al Hikmah Surabaya seperti: mengidentifikasi pernyataan tentang

pengamatan (0.39), inferensi (0.42), prediksi (0.43), klasifikasi (0.47), model (0.55), hipotesis (0.54),

mengidentifikasi variabel independen dari suatu eksperimen (0.40), dan mengidentifikasi variabel

dependen dari suatu eksperimen (0,13); hasil penelitian Widiyanto (2009) menunjukkan bahwa

perolehan nilai rata-rata persentase keterampilan proses sains siswa SMAN 3 Sragen, yaitu observasi,

mengklasifikasi, memprediksi, menyimpulkan, mengidentifikasi variabel, membuat tabel data,

membuat grafik menganalisis variabel, menyusun hipotesis, mengukur, dan merancang penelitian

sebesar 48,66%. Hal ini didukung hasil pra penelitian Bahtiar (2016), pada 60 mahasiswa,

menunjukkan bahwa keterampilan proses sains (KPS) mahasiswa masih rendah yaitu: merumuskan

masalah 41,67% (25 mahasiswa), merumuskan hipotesis 58,33% (35 mahasiswa), identifikasi

variabel 25% (15 mahasiswa), definisi operasional variabel 28,33% (17 mahasiswa), melakukan

penyelidikan 66,67% (40 mahasiswa), analisa data 75% (45 mahasiswa), menyimpulkan 76,67% (46

mahasiswa). Hal ini yang menyebabkan keterlibatan dan keaktifan siswa sangat kecil.

Untuk dapat melaksanakan pembelajaran tersebut di atas, diperlukan dosen yang memiliki

kompetensi profesional mengajar dan kompetensi pedagogik yang baik, karena dengan kedua

kompetensi tersebut guru akan mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran

dengan model inkuiri atau model praktikum. Kenyataan di lapangan, penelitian oleh Donnell et al.,

(2007), menemukan kendala-kendala seperti: (1) pelaksanaan praktikum ekspositori oleh sebagian

besar institusi/sekolah tidak memberikan kesempatan kepada siswa/mahasiswa untuk berpikir tentang

tujuan dari penyelidikan dan urutan tugas-tugas yang dibutuhkan hanya untuk mengejar penyelesaian

tugas-tugas tersebut, (2) asesmen secara sungguh-sungguh diabaikan, memberikan kesan bahwa

praktikum tidak perlu dilakukan secara serius, dan (3) terbatasnya sumber daya praktikum yang

memadai. McGarvey (dalam Donnell et al., 2007) menambahkan praktikum di sekolah tidak

memperhatikan kreativitas atau kontekstualisasi, dan sering dimanfaatkan sebagai suatu verifikasi

atau pengujian teori yang telah dipresentasikan dalam pembelajaran. Selanjutnya Bennett dan

O'Neale (dalam Limniou et al., 2007), menyatakan kegiatan praktikum biayanya relatif mahal dalam

hal peralatan, bahan habis pakai, dan membutuhkan waktu cukup lama dalam kegiatan praktikum

seperti harus membantu siswa memperoleh keterampilan teknis seperti keterampilan saintifik inkuiri.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membekali KPS bagi

mahasiswa adalah model praktikum fisika berbasis guided inkuiri , karena dengan praktikum

mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan dasar eksperimen. Hal tersebut menjadi sarana

tercapainya orientasi pembelajaran sains, yaitu selain berorientasi produk juga berorientasi pada

proses. Menurut Rustaman (2005), praktikum merupakan sarana terbaik dalam mengembangkan

KPS. Pembelajaran dengan metode praktikum memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami

sendiri atau melakukan sendiri. Pada umumnya, praktikum yang dilakukan di sekolah belum

Page 84: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 84

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

memberikan pengalaman kepada siswa untuk membuat hipotesis, menguji kebenaran hipotesis dan

menganalisis data. Hal tersebut disebabkan prosedur praktikum yang digunakan umumnya hanya

berisi instruksi langsung. Siswa mengerjakan langkah-langkah sesuai perintah, sehingga kurang

melatih keterampilan berpikir dan KPS. Selain itu, kegiatan praktikum yang dilakukan belum

memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam melakukan eksperimen

untuk menemukan konsep sendiri.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka diperlukan suatu praktikum yang dapat

mengembangkan kemampuan berpikir serta mengembangkan KPS, salah satunya adalah praktikum

fisika berbasis inkuiri. Menurut Rustaman (2005), inkuiri lebih menekankan siswa untuk menemukan

konsep melalui percobaan di laboratorium menggunakan langkah-langkah ilmiah dibantu dengan

petunjuk praktikum. Dalam pembelajaran dengan metode praktikum, diperlukan materi fisika yang

cocok dengan metode tersebut. Berdasarkan analisis yang telah

dilakukan, materi laju reaksi dapat dibelajarkan melalui metode praktikum. Terkait dengan penelitian

inkuiri, Sidharta (2005) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri pada materi asam basa

dapat meningkatkan pemahaman konsep, mengembangkan kemampuan berpikir kreatif serta

mengembangkan KPS siswa. Akhyani (2008) juga menunjukkan keberhasilannya dalam

pembelajaran inkuiri pada materi kesetimbangan fisika. Hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran

inkuiri dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada pembelajaran

yang dapat meningkatkan KPS melalui praktikum fisika berbasis guided inkuiri .

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan one group pre-

test and post-test design. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika FTK

UIN Mataram yang terdiri atas Kelas A sebanyak 29 orang dan kelas B sebanyak 31 orang.

Implementasi model pembelajaran ini dimulai dengan pemberian tes awal yang bertujuan untuk

mengetahui bagaimana keterampilan proses sains awal yang dimiliki mahasiswa. Mahasiswa

kemudian diberi perlakuan berupa penerapan pembelajaran model praktikum fisika berbasis guided

inkuiri. Setelah selesai, dilakukan postes untuk mengetahui bagaimana KPS mahasiswa setelah

diterapkannya model praktikum fisika tersebut. Instrumen yang digunakan dalam penelitian, berupa

soal tes tertulis, lembar observasi, dan LKM.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan model praktikum fisika berbasis guided inkuiri dilakukan melalui beberapa

tahap di antaranya:

Page 85: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 85

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Keterampilan Proses Sains (KPS) Mahasiswa

1. KPS Keseluruhan Mahasiswa

Rata-rata persentase ketuntasan keterampilan proses sains pada mahasiswa secara

sebesar75,76% dan 76,01% (tuntas). Hasil rekapitulasi ketuntasan indikator keterampilan proses

sains mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1

Ketuntasan Indikator Keterampilan Proses Sains

Nomor

Indikat

or

Jumlah Skor

Tiap Indikator

Skor

Maksimum

Persentase

Ketuntasan

(%)

Keterangan

Kls A Kls B Kls A Kls B Kls A Kls B Kls A Kls B

1 86 100 116 124 74,14

%

80,64

%

T T

2 86 91 116 124 74,14

%

73,38

%

T T

3 63 72 116 124 54,31

%

58,06

%

TT TT

4 66 77 116 124 56,89

%

62,09

%

TT TT

5 98 98 116 124 84,84

%

79,03

%

T T

6 102 101 116 124 87,93

%

81,45

%

T T

7 103 110 116 124 88,79

%

88,70

%

T T

8 99 105 116 124 85,34

%

84,68

%

T T

Rata-

rata

87,88 94,25 116 124 75,76

%

76,01

%

T T

T = Tuntas TT= Tidak Tuntas

Indikator 1 = merumuskan masalah Indikator 5 = melakukan penyelidikan

Indikator 2 = merumuskan hipotesis Indikator 6 = mengumpulkan data

Indikator 3 = identifikasi variabel Indikator 7 = menganalisa data

Indikator 4 = definisi operasional variabel Indikator 8 = menyimpulkan

Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 diperoleh informasi bahwa pembelajaran dengan model

praktikum fisika berbasis guided inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains

mahasiswa, terkecuali untuk indikator nomor 3 dan 4 yaitu, kemampuan mahasiswa

mengidentifikasi variabel dan mendefinisikan operasional variabel. Peningkatan KPS mahasiswa

dianalisis lebih lanjut pada setiap indikator. Hal ini didukung oleh penelitian Ergül Remziye

(2011), menunjukkan bahwa penggunaan model guided inkuiri secara signifikan meningkatkan

keterampilan proses sains dan sikap mahasiswa.

Page 86: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 86

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berdasarkan data pada Grafik 1 dan 2, tampak bahwa peningkatan tertinggi terjadi

pada indikator analisa data 88,79% (kelas A), 88,70% (kelas B) dan menyimpulkan dengan

persentase ketuntasan 85,34% (kelas A), 84,68% (kelas B), mahasiswa telah mencapai

peningkatan yang maksimal pada kedua indikator tersebut, walaupun dengan N-gain 0,51 dan

0,47 (kategori sedang). Untuk nilai terendah terjadi pada indikator kemampuan mahasiswa

mengidentifikasi variabel 54,31% (kelas A), 58,06% (kelas B) dan mendefinisikan operasional

variabel 56,89% (kelas A), 62,09% (kelas B). Berdasarkan data peningkatan keterampilan proses

sains pada setiap indikator tampak bahwa indikator analisa data mengalami peningkatan tertinggi

pada kelas A dan kelas B. Hal ini dikarenakan, saat pembelajaran mahasiswa dilatih menemukan

sendiri pola dan keteraturan dari data hasil percobaan. Ketika mahasiswa melakukan pengamatan

dan menganalisis hasil pengamatan, maka mahasiswa akan menemukan suatu pola yang dapat

memprediksi keadaan yang belum terjadi atau diamati. Secara umum, hal ini menunjukkan

keterampilan proses sains pada setiap kategori pada mahasiswa setelah melaksanakan kegiatan

pembelajaran mengalami peningkatan. Meskipun dari rata-rata N-Gain sedang tetapi model

praktikum fisika berbasis guided inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains pada

semua mahasiswa.

2. Tanggapan Mahasiswa terhadap Pembelajaran

Secara umum mahasiswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran suhu dan

kalor dengan menggunakan model praktikum fisika berbasis guided inkuiri . Mahasiswa

berpendapat bahwa pembelajaran yang diterapkan telah memberi kesempatan kepada mahasiswa

untuk berpartisipasi secara aktif, meningkatkan minat dan motivasi belajar, serta membantu

51

86

50

86

43

63

38

66

79

98

77

102

66

103

65

99

0

20

40

60

80

100

120

Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos

64

100

58

91

6672

50

77 80

98

77

101

76

110

74

105

0

20

40

60

80

100

120

Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos Pre Pos

Grafik 1. KPS Mahasiswa Kelas A

Grafik 2. KPS Mahasiswa Kelas B

Page 87: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 87

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

mahasiswa menemukan konsep berdasarkan eksperimen sehingga materi pembelajaran lebih

mudah dipahami. Mahasiswa berpendapat bahwa pembelajaran yang diterapkan telah memberi

kesempatan kepada mahasiswa untuk berpartisipasi secara aktif, meningkatkan minat dan motivasi

belajar, serta membantu mahasiswa menemukan konsep berdasarkan eksperimen sehingga materi

pembelajaran lebih mudah dipahami.

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh

model praktikum fisika berbasis guided inkuiri terhadap peningkatan keterampilan proses sains

(KPS) mahasiswa pendidikan fisika FTK UIN Mataram. Pelaksanaan pembelajaran dengan model

praktikum fisika berbasis guided inkuiri dapat berlangsung sesuai dengan sintaknya, di mana pada

setiap sintaknya diberikan bimbingan. Pembelajaran ini mampu menarik minat dan motivasi

mahasiswa karena masalah yang diungkapkan dikaitkan dengan pengalaman mahasiswa dalam

kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat mengembangkan

keterampilan proses dengan N-Gain kategori sedang. Peningkatan tertinggi terjadi pada indikator

analisa data sedangkan terendah pada indikator identifikasi variabel dan definisi operasional variabel.

Mahasiswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran model praktikum fisika

berbasis guided inkuiri pada materi suhu dan kalor. Mahasiswa berpendapat bahwa pembelajaran

yang diterapkan telah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpartisipasi secara aktif,

meningkatkan minat dan motivasi belajar, serta membantu mahasiswa menemukan konsep

berdasarkan eksperimen sehingga materi pembelajaran lebih mudah dipahami.

DAFTAR PUSTAKA

Akhyani, A. 2008. Model Pembelajaran Kesetimbangan Fisika Berbasis Inkuri Laboratorium untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis:

Tidak Diterbitkan.

Akinyemi, O.A. & Folashade, A., 2010. Analysis of Science Process Skills in West Africa Senior

Secondary School Certificate Examination Practical Physics in Nigeria. America-Eurasian

scientific journal of reseach 5 (4), 234-240.

Anitah, S. (2007). Strategi Pembelajaran Fisika. Jakarta: Gramedia.

Bahtiar. 2013. Laporan Preliminary Study Pada Mahasiswa Prodi Fisika FTK UIN Mataram.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Darliana. (1990). Keterampilan Proses Sains IPA. Bandung: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006: Standar Isi. Jakarta:

BSNP.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang Standar

Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Djohar Maknun, dkk. (2012). Keterampilan Esensial Dan Kompetensi Motorik Laboratorium

Mahasiswa Calon Guru Biologi Dalam Kegiatan Praktikum Ekologi. Jurnal Pendidikan IPA

Indonesia. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung,

Indonesia.

Donnell, C. Mc, O’Connor, C. dan Seery, M. K. (2007). “Developing Practical Chemistry Skills by

Means of Student-Driven Problem Based Learning Mini-Projects”. Journal of Chemistry

Education Research and Practice. 8(2), 130-139. [Online]. Tersedia:

http://www.rsc.org/images/issue%208/2/2_tcm18/85055.pdf .[1 Desember 2012].

Ergul Remziye. (2011). The Effects Of Inkuiri -Based Science Teaching On Elementary School

Students’ Science Process Skills And Science Attitudes. Bulgarian Journal Of Science And

Education Policy (BJSEP), Volume 5, Number 1, 2011.

Hake, R.R. (1998). Interactive Angagement Methods In Introductory Mechanichs Courses. [Online].

Limniou, M., Nikos Papadopoulos, Andreas Giannakoudakis, David Roberts, and Oliver Otto.

(2007). “The Integration of A Viscosity Simulator in An Chemistry Laboratory”. Journal of

Chemistry Education Research and Practice. 8(2), 220-231. [Online].

Page 88: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 88

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Tersedia:http://www.rsc.org/images/issue%208/2/2tcm18/85055.pdf. [12

November 2012].

Tersedia:http://www.physics.Indiana.edu/~sdi/IeM-2b.pdf.accessed on [13 September

2010]

Nur, M. (2011). Modul Keterampilan-Keterampilan Proses Sains. Surabaya: Unesa Pusat Sains dan

Matematika Sekolah.

Rustaman, N. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.

Semiawan, C. (1987). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.

Sidharta, A. (2005). Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium sebagai

Wahana pembelajaran Sains Siswa SMP. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumintono, Bambang, dkk., (2010). Pengajaran Sains dengan Praktikum Laboratorium: Perspektif

Dari Guru-Guru Sains SMPN di Kota Cimahi. Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 15, Nomor

2, Oktober 2010. Hal.120-127.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Widiyanto. 2009. Pengembangan Keterampilan Proses dan Pemahaman Siswa Kelas X melalui KIT

Optik. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Vol.5 No. 1, 4-5.

Page 89: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 89

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENGARUH PENGGUNAAN SENYAWA PENGEMBAN GABUNGAN TERHADAP

PEMISAHAN LOGAM PERAK DENGAN TEKNIK SLM (SUPPORTED LIQUID

MEMBRANE)

Baiq Irena Gufron1, Yeti Kurniasih2, Baiq Asma Nufida3 1Mahasiswa Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram

2,3Dosen Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram

E-mail : [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak: Dalam proses fotografi kristal AgBr digunakan sebagai bahan dasar pelapis lembaran film

dan membentuk gambar hasil pemotretan sehingga dapat menghasilkan limbah yang berbahaya bagi

kesehatan dan lingkungan karena mengandung ion logam perak (Ag+) dalam bentuk kompleks perak

tiosulfat ([Ag(S2O3)2]-3). Oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan logam Ag sehingga logam

tersebut tidak mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Salah satu cara untuk

memisahkan logam Ag adalah dengan teknik membran cair berpendukung (SLM). Membran cair

berpendukung memiliki tiga komponen penting yaitu fasa umpan yang mengandung komponen yang

akan dipisahkan, fasa membran mengandung senyawa pengemban, dan fasa penerima mengandung

komponen yang telah terpisahkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan

konsentrasi D2EHPA : TBP dan konsentrasi senyawa pengemban dalam fasa membran terhadap

persen transpor logam perak melalui SLM. Untuk mendapatkan komposisi pengemban gabungan

yang efektif dalam fasa membran dilakukan dengan memvariasikan perbandingan konsentrasi

D2EHPA : TBP dalam fasa membran dan memvariasikan konsentrasi total senyawa pengemban dalan

fasa membran. Pengukuran konsentrasi ion logam Ag+ sebelum dan sesudah transpor ditentukan

dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang 328,22 nm. Berdasarkan

hasil penelitian bahwa persen transpor optimum diperoleh pada penggunaan senyawa pengemban

gabungan D2EHPA : TBP dengan perbandingan (0,75 : 0,25) dan konsentrasi total senyawa

pengemban dalam fasa membran sebesar 1,5 M, dimana persen transport Ag yang diperoleh sebesar

58,00 %.

Kata kunci: Membran Cair Berpendukung (SLM), Limbah Fotografi, Perak

PENDAHULUAN

Perak merupakan logam putih mengkilap, tahan korosi dan ringan serta penghantar listrik

yang baik. Perak memiliki nilai komersial yang cukup tinggi setelah emas dan platina. Pada umumnya

perak ditemukan bersama-sama dengan Zn, Pb, Co, Ni dan Au. Perak diperoleh dari hasil pelelehan

dan pemurnian logam dari bijihnya. Selain diperoleh dari bijih mineral yang ada di alam, logam perak

juga diperoleh dari pengolahan limbah fotografi. Pengembangan film menyebabkan limbah fotografi

mengandung Ag pada larutan fixer dan air bilasan masing-masing sebesar 1.000-10.000 dan 50-200

mg/L. Perak merupakan zat yang berbahaya sehingga harus dipungut kembali (recovery) secara

sempurna baik dari segi ekonomi maupun alasan lingkungan (Djunaidi dkk, 2007).

Hasil buangan yang masih mengandung logam perak jika dibuang di perairan tanpa

pengolahan limbah lebih lanjut akan membahayakan kehidupan organisme terutama bakteri,

tumbuhan serta makhluk hidup, karena logam perak merupakan logam berat yang sangat toksik.

Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana

logam berat tersebut terikat pada tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang

kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan

bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manusia. Jalur

masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan. Oleh sebab itu perlu dilakukan

pemisahan untuk menurunkan kadar logam perak dari limbah sebelum dibuang ke lingkungan.

Berbagai teknologi digunakan untuk mendapatkan kembali Ag dari limbah fotografi dimana

kebanyakan efektif pada batas konsentrasi Ag tertentu. Perak dalam bentuk kompleks anionik

Page 90: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 90

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

tiosulfat [Ag(S2O3)2]3- dapat dipisahkan dari larutannya dengan cara elektrolisis, pergantian logam

(metallic replacement), pengendapan, penukaran ion, membran cair emulsi (ELM) (Nusa, 2010).

Metode elektrolisis memiliki keuntungan yaitu mendapatkan kemurnian Ag yang besar

namun metode ini hanya dapat digunakan pada konsentrasi perak yang tinggi. Metode pengendapan

dan pergantian logam memiliki keuntungan yaitu biaya operasinya relatif murah namun

menghasilkan endapan yang tidak murni sehingga membutuhkan pemurnian lebih lanjut. Selain itu

metode ini tidak dapat digunakan pada konsentrasi Ag+ kurang dari 100 mg/L. Metode resin penukar

anion hanya efektif digunakan pada konsentrasi Ag+ yang kecil (Djunaidi dkk, 2007).

Oleh sebab itu teknik pemisahan yang memberikan prospek terbaik untuk pemisahan logam

perak adalah teknik membran cair berpendukung (Supported Liquid Membrane, SLM). Dimana

teknik SLM merupakan teknik yang dikembangkan dari metode ekstraksi pelarut, yaitu dengan cara

mengamobilkan zat pengekstraksi (carrier) pada suatu membran polimer berpori (Rumhayati, 2000).

Dengan cara ini selain selektifitas transpor meningkat, juga jumlah pengekstraksi yang diperlukan

menjadi sangat sedikit (kurang dari 1% dari yang diperlukan pada ekstraksi pelarut biasa).

Teknik Membran cair berpendukung merupakan teknik pemisahan yang selektif, efisien,

sederhana dan biayanya murah. Dalam teknik SLM terdiri dari tiga komponen penting yaitu fasa

umpan, fasa membran, dan fasa penerima. Dimana fasa umpan merupakan fasa yang berisi larutan

yang akan dipisahkan, fasa membran merupakan senyawa pengemban yang diimobilisasi dalam

membran pendukung, dan fasa penerima merupakan fasa yang berisi larutan hasil pemisahan. Pada

pemisahan di SLM transpor ion logam dari fasa umpan ke fasa penerima dilakukan oleh senyawa

pengemban yang terdapat dalam membran pendukung. Struktur molekuler pengemban dan peristiwa

kimia yang terlibat dalam kompleksasi adalah faktor yang paling menentukan dalam meningkatkan

selektifitas membran. Senyawa pengemban gabungan dan konsentrasi senyawa pengemban gabungan

dalam fasa membran juga akan mempengaruhi proses transpor logam perak dari fasa umpan ke fasa

penerima (La Harimu dkk, 2010).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

pengaruh penggunaan senyawa pengemban gabungan dan konsentrasi senyawa pengemban gabungan

terhadap pemisahan logam perak dengan teknik membran cair berpendukung (Supported Liquid

Membrane, SLM).

METODE PENELITIAN

Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat pemisahan SLM,

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk menentukan persen transport logam perak, seperangkat

alat destilasi dan peralatan gelas lainnya. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah: larutan AgNO3 sebagai standar perak, larutan pengemban (D2EHPA dan TBP), HNO3,

membrane WHATMAN politetrafluoroetilen (PTFE) dengan diameter 47 mm ukuran pori 0,5 μm,

kerosen sebagai pelarut organik dan aquades.

Prosedur Penelitian Membran cair dibuat dengan melarutkan masing-masing senyawa pengemban D2EHPA dan

TBP dalam pelarut kerosen dengan variasi perbandingan konsentrasi pengemban yaitu 1 : 0; 0,75 :

0,25; 0,5 : 0,5; 0,25 : 0,75 dan 0 : 1 M serta dengan memvariasikan konsentrasi pengemban dalam

fasa membran mulai dari 0 M; 0,5 M; 1 M, 1,5 M dan 2 M. Membran pendukung PTFE direndam

dalam larutan pengemban tersebut selama 2 jam, selanjutnya diambil dan diletakkan di antara kertas

tisu dengan tujuan untuk mengurangi kelebihan larutan senyawa pengemban, kemudian diletakkan

sedemikian rupa pada alat pemisahan di antara fasa umpan dan fasa penerima seperti gambar 1. Proses

pemisahan ion perak dari fasa umpan ke fasa penerima melalui fasa membrane dilakukan selama 5

jam dengan kecepatan pengadukan 300 rpm.

Page 91: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 91

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Gambar 1. Alat SLM

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh penggunaan senyawa pengemban gabungan terhadap persen transpor logam

perak Untuk memperoleh data pengaruh penggunaan senyawa pengemban gabungan terhadap

transpor logam perak dilakukan dengan cara menggabungkan dua senyawa pengemban yang

berbeda. Senyawa pengemban yang digunakan adalah gabungan D2EHPA dan TBP dengan

perbandingan konsentrasi yang divariasikan, namun konsentrasi totalnya tetap 1 M. Hasil transpor

logam perak dari fasa umpan ke fasa penerima dengan menggunakan senyawa pengemban

gabungan ditunjukkan dalam tabel 1 dan gambar 2.

Tabel 1. Pengaruh senyawa pengemban gabungan terhadap persen trasnpor logam perak

Perbandingan konsentrasi

D2EHPA : TBP

Fraksi D2EHPA % transpor

logam perak

1 : 0 1 17,80

0,75 : 0,25 0,75 52,80

0,5 : 0,5 0,5 11,05

0,25 : 0,75 0,25 10,45

0 : 1 0 4,75

Gambar 2. Grafik hubungan antara fraksi D2EHPA dengan persen transport logam perak

Berdasarkan grafik tersebut, penggunaan gabungan pengemban D2EHPA dan TBP

memberikan transpor perak yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan masing-masing

pengemban dalam bentuk tunggalnya. Hal ini menunjukkan adanya efek sinergis antara kedua

pengemban tersebut dalam mentranspor perak. Perbandingan optimum terjadi pada perbandingan

konsentrasi D2EHPA : TBP = 0,75 : 0,25 atau dengan kata lain pada fraksi D2EHPA 0,75 dimana

persen transpor yang dihasilkan sebesar 52,80 %. Efek sinergis tersebut terjadi pada fraksi

D2EHPA yang lebih besar dibandingkan fraksi TBP dalam larutan pengemban. Hal ini terjadi

karena kemampuan D2EHPA dalam mentranspor perak lebih besar dibandingkan TBP. D2EHPA

sebagai pengompleks pada fasa membran dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion Ag+,

0

10

20

30

40

50

60

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

% t

ran

spo

r lo

ga

m p

era

k

Fraksi D2EHPA

Pengaruh Fraksi D2EHPA dalam fasa membran

terhadap persen transpor logam perak

0,75 : 0,25

HNO3 0,1 M

Page 92: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 92

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

sehingga akan menetralkan muatan positif ion logam setelah terdisosiasi melepaskan ion H+nya.

Sedangkan TBP dalam hal ini berperan sebagai pengemban netral yang mensolvasi kompleks

yang telah terbentuk antara D2EHPA dengan logam perak.

Dilihat dari struktur molekul D2EHPA, Senyawa D2EHPA merupakan senyawa yang

bersifat asam berbasa satu, sehingga bisa dituliskan sebagai HDEHP (asam di-etil heksil posfat)

yang dapat melepaskan ion H+. Saat pembentukan kompleks dengan ion logam Ag+, senyawa ini

akan memutuskan salah satu ikatan hidrogen dari gugus hidroksinya sehingga terbentuk struktur

DEHP- dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

CH3 C3H6 CH

H2C

CH2 O

CH3 C3H6 CH

H2C

CH2 O

P

OH

O

CH3

CH3

CH3 C3H6 CH

CH2 CH3

CH2 O

P

O-

O

OCH3 C3H6 CH

CH2 CH3

CH2

Gambar 3. Struktur DEHP-

HDEHP yang kehilangan ion H+ akan bermuatan negatif dan dalam kondisi ini ion Ag+ akan

menggantikan ion H+ yang terlepas untuk membentuk struktur kompleks AgDEHP. Struktur

kompleks AgDEHP sebagai berikut :

CH3 C3H6 CH

CH2 CH3

CH2 O

P

O

O

OCH3 C3H6 CH

CH2 CH3

CH2 Ag

Gambar 4. Struktur kompleks AgDEHP

Kemampuan TBP dalam mengekstraksi ion Ag dapat dilihat dari struktur molekulnya. TBP

memiliki dua pasang elektron bebas yang terdapat pada atom oksigen yang berikatan rangkap

dengan fosfat sehingga TBP dapat membentuk senyawa koordinasi dengan ion logam dan dapat

mensolvasi kompleks yang terbentuk. Ion logam cenderung terikat pada oksigen yang memiliki

pasangan elektron bebas, sehingga struktur senyawa koordinasi yang mungkin terbentuk seperti

pada gambar 5.

CH3

OP

O

O

O

CH3

CH3

Ag

+

Gambar 5. Struktur koordinasi perak dengan TBP

2. Pengaruh konsentrasi senyawa pengemban gabungan terhadap persen transport logam

perak Untuk memperoleh data pengaruh konsentrasi total senyawa pengemban terhadap persen

transpor logam perak dilakukan dengan cara memvariasikan konsentrasi total senyawa

pengemban gabungan dalam fasa membran mulai dari 0 M, 0,5 M, 1 M, 1,5 M, dan 2 M, tapi

perbandingan konsentrasi D2EHPA : TBP tetap 0,75 : 0,25. Hasil transpor logam perak dari fasa

umpan ke fasa penerima dapat ditunjukkan dalam tabel 2 dan gambar 6.

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi senyawa pengemban gabungan terhadap persen trasnpor logam

perak

+ H+

Page 93: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 93

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Konsentrasi

(M)

%

transport

0 4,75

0,5 36

1 52

1,5 58

2 40

Gambar 6. Grafik hubungan konsentrasi dengan persen transpor logam perak

Berdasarkan grafik hubungan antara konsentrasi senyawa pengemban dalam fasa

membran terhadap persen transpor logam perak seperti yang terlihat pada Gambar 6 tersebut,

dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi pengemban maka persen transpor meningkat,

tetapi apa bila konsentrasi pengemban ditingkat lagi maka persen transpor menurun. Pada

konsentrasi pengemban 0 M (pelarut kerosen saja) persen transpor yang diperoleh adalah 4,75 %.

Hal ini menunjukkan bahwa ion Ag+ masih bisa tertranspor melewati fasa membran. Ion logam

dapat tertranspor melewati fasa membran karena ion logam tersebut membentuk kompleks

pasangan ion atau kompleks asosiasi dengan ion lain yang muatannya berlawanan. Dalam hal ini

ion Ag+ akan membentuk pasangan ion dengan ion NO3- karena fasa penerima mengandung

HNO3 sehingga Ag tertranspor ke dalam fasa penerima sebagai [Ag+,NO3-].

Pada gambar tersebut, dengan adanya penambahan konsentrasi senyawa pengemban

dalam fasa membran persen transpor mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada

konsentrasi senyawa pengemban 1,5 M dengan persen transpor 58 %. Terjadinya kenaikan persen

transpor disebabkan karena dengan bertambahnya konsentrasi pengemban maka jumlah molekul

pengemban yang mengikat ion Ag+ membentuk senyawa kompleks juga semakin banyak. Hal

tersebut menyebabkan jumlah ion Ag+ yang tertranspor ke dalam fasa penerima meningkat.

Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 1,5 M terjadi penurunan persen transpor. Hal ini

disebabkan karena pada konsentrasi pengemban yang terlalu tinggi, maka viskositas fasa

membran semakin tinggi sehingga meskipun senyawa kompleks yang terbentuk banyak tapi sulit

menembus fasa membran menuju fasa penerima.

DAFTAR PUSTAKA

Djunaidi, M.C., dkk. 2007. “Recovery Perak dari Limbah Fotografi melalui Membran Cair

Berpendukung dengan Senyawa Pembawa Asam Di-2-Etil Heksilfosfat (D2EHPA)”. Reaktor,

Vol 11, No. 2, Hal : 98-103.

Harimu, La., dkk. 2010. “Separation of Fe(III), Cr(III), Cu(II), Ni(II), Co(II), and Pb(II) Metal Ions

Using Poly(EugenylOxyacetic Acid) as an Ion Carrier by a Liquid Membrane Transport

0

10

20

30

40

50

60

70

0 0,5 1 1,5 2 2,5

% t

ran

spo

r lo

ga

m A

g

Konsentrasi (M)

Pengaruh konsentrasi terhadap persen transpor

logam perak

Page 94: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 94

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Method”. Vol. 10, No. 1, 69-74. Yogyakarta: Jurusan Kimia FPMIPA Universitas Gadjah

Mada.

Nusa, I.D.,. 2010. “Metode Penghilangan Logam Berat (As, Cd, Cr, Ag, Cu, Pb, Ni, dan Zn) di

dalam Air Limbah Industri”. JAI, Vol. 6, No. 2, 136-148. Jakarta pusat: Pusat Teknologi

Lingkungan, BPPT.

Rumhayati, B. 2000. Transpor Lantanum melalui Membran Cair Berpendukung Ganda, Tesis

Institut Teknologi Bandung

Page 95: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 95

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS UNTUK MENINGKATKAN

PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI POKOK REAKSI REDUKSI

OKSIDASI DI KELAS X MA

Baiq Puspa Erlian1;Nusuki2;Lalu saparwadi3 1SMK Mapar Selong, Indonesia

2,3Universitas Hamzanwadi, Indonesia

e-mail: [email protected].

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan konsep siswa setelah penerapan

model pembelajaran ARIAS pada materi pokok reaksi oksidasi reduksi. Model pembelajaran ARIAS

merupakan singkatan dari Assurance, Relevance, Interest, Assessment, dan Satisfaction. Model

pembelajaran ini diawali dengan meningkatkan motivasi siswa agar percaya diri, kesesuaian materi

pembelajaran dengan kebutuhan siswa, menarik minat dan perhatian siswa, serta penilaian hasil

pembelajaran dan kepuasan siswa terhadap hasil yang dicapai. Penelitian ini merupakan penelitian

tindakan kelas atau classroom action research yang di terapkan pada siswa kelas X MA Syaikh

Zainuddin NW Anjani Lombok Timur NTB yang berjumlah 29 orang. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan instrumen penelitian berupa lembar observasi, lembar kerja siswa (LKS), dan tes hasil

belajar. Data penelitian yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa meningkatnya nilai aktifivitas dan penguasaan konsep hasil belajar siswa pada

tiap siklus mengalami peningkatan. Pada siklus 1 nilai aktivitas belajar siswa menunjukkan

peningkatan dilihat dari nilai dominan siswa pada proses pembelajaran yang diproleh pada pertemuan

ke-1 sebesar 93.91, pertemuan ke-2 sebesar 97.09, dan pertemuan ke-3 sebesar 100, sedangkan pada

siklus II pertemuan ke-1 sebesar 97.50, pertemuan ke-2 sebesar 98.31, dan pertemuan ke-3 sebesar

100. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan,

hal ini membuktikan pada proses pembelajaran di dalam kelas didominasi dan lebih berpusat pada

siswa dan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan untuk nilai rata-rata hasil belajar

siswa pada siklus I sebesar 79.31% mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 93.10% dan

persentasi peningkatan hasil penguasaan konsep siswa yaitu 13.79%. Berdasarkan hasil penelitian di

atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model ARIAS pada materi pokok reaksi oksidasi reduksi

sudah efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa.

Kata Kunci: Model pembelajaran ARIAS, reaksi oksidasi reduksi, penguasaan konsep

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat pada era global saat ini

menyebabkan berkembangnya tuntutan masyarakat dalam berbagai kehidupan, termasuk dalam

bidang pendidikan. Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Untuk

meningkatkan mutu pendidikan, negara Indonesia melakukan berbagai macam cara, salah satunya

dengan penyempurnaan kurikulum disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Kurikulum

2013 sebagai penyempurnaan kurikulum KTSP 2006, lebih menitikberatkan pembelajaran yang

mengaktifkan siswa. Seorang guru harus mampu menguasai materi dan strategi-strategi penyampaian

materi tersebut, sehingga mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan memotivasi

siswa untuk aktif dan hasil belajarnya meningkat.

Kurikulum 2013 juga menganut pandangan konstruktivisme, bahwa pengetahuan tidak dapat

dipindahkan begitu saja dari guru kepada siswa. Siswa adalah subjek yang memiliki kemampuan

untuk secara aktif mencari, mengolah, mengonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Pembelajaran

harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengonstruksi pengetahuan dalam proses

kognitifnya. Pengetahuan dapat benar-benar dipahami jika siswa didorong untuk bekerja

Page 96: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 96

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan

ide-idenya (Kemendikbud, 2013).

Permasalahan utama yang dihadapi oleh dunia pendidikan dalam mengembangkan potensi

peserta didik adalah permasalahan proses pembelajaran. Sejauh ini, proses pembelajaran yang terjadi

di dalam kelas lebih diutamakan pada perolehan kognitif. Siswa lebih dituntut menghafal pelajaran

tanpa diminta memahami dan menghubngkan pelajaran yang diperolehnya untuk diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga ketika siswa lulus dari sekolah, siswa pandai secara teori, tetapi tidak

mampu mengaplikasikannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia di MA Syaikh Zainuddin

NW Anjani Lombok Timur NTB, diperoleh informasi bahwa pembelajaran yang pernah dilakukan

guru meliputi ceramah dan tanya jawab. Selain itu guru tidak pernah melakukan praktikum, sehingga

pembelajaran menjadi kurang menyenangkan bagi siswa. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi

reaksi oksidasi reduksi disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi selama proses

pembelajaran berlangsung. Faktor-faktor tersebut adalah cara mengajar guru dalam penyampaian

materi kepada siswa yang masih bersifat klasikal atau dengan kata lain guru lebih banyak

mendominasi siswa sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, serta kurangnya

motivasi siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa bosan dan tidak fokus ketika guru

sedang menyampaikan materi di depan kelas.

Model pembelajaran sangat penting bagi siswa, karena minat dan perhatian dapat

meningkatkan interaksi siswa dan guru. Siswa merasa tertarik untuk mengikuti kegiatan

pembelajaran. Materi yang diajarkan harus disesuaikan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh

siswa agar mudah memahami dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses belajar

mengajar yang berlangsung dalam kelas akan berjalan dengan baik jika guru dan siswa sudah

mempunyai cukup persiapan-persiapan dalam belajar mengajar. Persiapan-persiapan tersebut dimulai

dari persiapan mental baik guru maupun siswa, persiapan pengenalan terhadap tujuan pembelajaran,

dan persiapan waktu belajar yang disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa hingga persiapan

materi yang kesemuanya terangkum dalam perangkat pembelajaran. Guru merancang dan membuat

perangkat pembelajaran sesuai urutan semua kegiatan yang akan dilakukan, strategi, atau metode

pembelajaran yang akan digunakan, media pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa

yang dibutuhkan, dan bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Terdapat banyak model,

pendekatan, dan metode pembelajaran yang inovatif di era modern ini, namun metode pembelajaran

yang digunakan guru saat proses pembelajaran kurang inovatif yaitu menggunakan metode ceramah

sehingga lebih bersifat satu arah.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan di

atas adalah model pembelajaran ARIAS yang merupakan model pembelajaran motivasi yang

berhubungan dengan sikap percaya diri, berhubungan dengan kehidupan/pengalaman siswa yang

aktual, berhubungan dengan minat/perhatian siswa, berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa,

dan berhubungan dengan rasa bangga dengan apa yang dicapai oleh siswa (Rahman, 2014). Adanya

hubungan timbal balik dalam proses belajar mengajar dikelas baik antara guru dengan siswa atau

antar siswa sendiri, sehingga proses belajar mengajar akan lebih menyenangkan yang dapat

mempengaruhi meningkatnya hasil belajar siswa. Penggunaan model pembelajaran motivasi tidak

hanya berfokus kepada guru tetapi dapat membuat siswa untuk turut lebih aktif dalam proses belajar

mengajar.

Model pembelajaran ARIAS diawali dengan kegiatan guru yang memberikan motivasi

kepada siswa dengan membangkitkan percaya diri siswa terlebih dahulu dengan menampilkan potret

salah satu tokoh terkenal atau menyampaikan materi prasyarat yang dapat memotivasi siswa agar

berhasil mengikuti semua kegiatan pembelajaran dengan menggunakan suatu standar yang

memungkinkan siswa untuk mencapainya, mengembangkan sikap mental dan emosi, serta percaya

diri siswa.

Guru selanjutnya menyampaikan tujuan pembelajaran dan manfaat materi atau relevansi

pembelajaran terhadap kehidupan siswa baik sekarang maupun akan datang. Guru akan melanjutkan

Page 97: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 97

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

dengan menumbuhkan minat siswa untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan variasi dengan cara membagikan siswa dalam beberapa kelompok dan guru akan

mengajar dengan memberikan beberapa contoh yang dapat membuat siswa menjadi mudah mengerti

terhadap materi tersebut dan siswa selalu tertarik dalam mengikuti pelajaran.

Hubungan antara minat dan pembelajaran dalam literatur minat telah difokuskan pada tiga

jenis minat yakni individu, situasional, dan topik. Minat individu yang dianggap sebagai

kecenderungan individu untuk menghadiri terhadap rangsangan tertentu, peristiwa, dan benda. Minat

situasional yang ditimbulkan oleh aspek-aspek tertentu dari lingkungan hidup. Ini termasuk fitur

konten seperti aktivitas manusia atau tema kehidupan, dan fitur struktural seperti cara di mana tugas

diatur dan disajikan. Minat topik, tingkat minat dipicu ketika topik tertentu disajikan, tampaknya

memiliki kedua aspek individu dan situasional (Berndorff, et al., 2002). Guru selanjutnya

mengadakan evaluasi yaitu memberikan tugas kepada siswa dan siswa mengerjakan secara kelompok.

Hasil dari tugas kelompok tersebut dapat dipersentasikan atau diperiksa oleh guru. Penilaian dan

pemberian penguatan atas keberhasilan siswa merupakan langkah selanjutnya dalam proses

pembelajaran dengan model ARIAS.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dalam proses pembelajaran materi pokok

reaksi reduksi oksidasi diperlukan model pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan tersebut,

salah satunya adalah penerapan model pembelajaran ARIAS.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas atau classroom action research.

Subyek Penelitian

Siswa kelas X IPA MA Syaikh Zainuddin NW Anjani Lombok Timur NTB pada semester

genap tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 29 siswa. Penelitian ini sebanyak dua siklus yang terdiri dari

tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Teknik Pengumpulan Data

• Pengamatan. Teknik ini bertujuan untuk mengumpulkan data penelitian mengenai, aktivitas siswa

• Pemberian tes penguasaan konsep. Teknik ini digunakan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran

terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa. Pada tes penguasaan konsep tes pilihan ganda sesuai

dengan tujuan pembelajaran dan indikator yang tercantum pada RPP.

Teknik Analisis Data

Data-data yang telah terkumpul kemudian dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif dan

kuantitatif. Data aktivitas siswa dihitung melalui persentase. Data hasil belajar siswa dianalisis sesuai

Permendikbud No.104 tentang Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Penelitian

Perencanaan pembelajaran pada penelitian tindakan kelas ini mengacu pada penggunaan

model pembelajaran ARIAS.

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun dengan menggunakan tahapan-tahapan

dalam model pembelajaran ARIAS yaitu assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction.

Selain itu, peneliti menyiapkan lembar evaluasi yang disesuaikan dengan materi pembelajaran yang

diajarkan yaitu tentang reaksi oksidasi reduksi. Peneliti juga menyiapkan lembar observasi guru dan

lembar observasi siswa yang mengacu pada tahapan-tahapan model pembelajaran ARIAS serta

instrument penelitian lainnya yaitu catatan lapangan, angket dan dokumentasi. Kemudian

menyiapakan media pembelajaran serta LKS untuk menarik minat dan perhatian siswa dan membantu

siswa menemukan konsep dalam pembelajarannya.

Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-1

Penelitian siklus ke-1 dilaksanakan 2 s/d 12 maret 2016 pada pertemuan 1. Jumlah siswa yang

hadir yaitu 29 siswa. Materi yang disampaikan yaitu tentang konsep reaksi reduksi oksidasi. Kegiatan

awal pada tindakan pertama yaitu Guru memberi salam serta mempersilahkan siswa untuk berdoa

dan mengecek kehadiran siswa, kemudian menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran.

Page 98: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 98

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Kegiatan inti dilakukan sesuai dengan tahapan model pembelajaran ARIAS. Pada tahap assurance,

Guru memotivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam

kehidupan sehari-hari dan menanamkan rasa percaya diri kepada siswa dalam mengikuti proses

belajar mengajar dengan mengajukan pertayaan untuk menuntun siswa dalam mempelajari topik yang

akan dibahas seperti mengulas sekilas tentang materi sebelumnya yaitu materi ikatan kimia yang

berkaitan dengan materi yang akan di bahas sekarang berupa tanya jawab seperti unsur apa saja yang

dapat membentuk ikatan ion dan mengapa buah apel, kentang, pisang, dan manggis yang tadinya

berwarna putih setelah dibiarkan di udara menjadi warna coklat.

Pada tahap relevance, guru menjelaskan tujuan dan manfaat mempelajari materi reaksi

oksidasi reduksi terkait dengan penomena yang diamati. Pada tahap interest, guru mengadakan

beberapa variasi dalam pembelajaran untuk menarik minat dan perhatian siswa. guru menjawab

pertayaan atau mengklarifikasikan jawaban siswa mengenai pertayaan yang dikemukakan di awal

kemudian membentuk kelompok dan memberikan LKS pokok pembahasan tentang konsep oksidasi

reduksi dan melakukan percobaan reaksi pembakaran. Setelah itu guru membimbing dan mengamati

siswa selama berdiskusi mengerjakan LKS serta menilai siswa yang aktif dalam kelompok dan

kerjasama antar kelompok dalam menyelesaikan LKS.

Pada tahap assessment, Secara berkelompok siswa diminta untuk mempresentasikan hasil

percobaannya ke depan kelas dengan menggunakan suara yang jelas dan guru meminta kelompok

lain mendengarkan dan menghargai setiap pendapat kelompok yang mempresentasikan hasil

percobaannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang telah diberikan dan guru memberikan

umpan balik terhadap jawaban siswa dengan mengacu pada kunci LKS. Pada tahap satisfaction, guru

bersama siswa menyimpulkan materi yang sudah dipelajari dan guru memberikan penghargaan

berupa nilai tambahan kepada kelompok yang memperoleh nilai baik. Setelah itu, mengadakan

evaluasi dengan membagikan soal untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap materi yang

diajarkan.

Pertemuan 2 jumlah siswa yang hadir yaitu sebanyak 29 siswa, materi yang diajarkan yaitu

tentang bilangan oksidasi unsur dalam senyawa atau ion. Pembelajaran dilakukan dengan mengikuti

langkah-langkah pada pembelajaran sebelumnya. Pada tindakan ini siswa melakukan percobaan

reaksi Fe dengan larutan CuSO4 dan logam seng (Zn) dengan larutan CuSO4.

Pertemuan 3 jumlah siswa yang hadir yaitu sebanyak 29 siswa. Materi yang diajarkan adalah

mengenai tata nama senyawa. Pembelajaran dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pada

pembelajaran sebelumnya. Bedanya pada tahap interest, siswa tidak melakukan praktikum hanya saja

menjawab LKS secara berkelompok.

Refleksi Siklus ke-1

Berdasarkan hasil analisis siklus ke-1, maka perlu diadakan perbaikan sebagai berikut.

1. Mengondisikan siswa agar tidak banyak main-main atau ribut dalam mengikuti proses

pembelajaran.

2. Menanamkan rasa percaya diri agar lebih berani dan tidak malu untuk berpendapat.

3. Memberikan arahan yang jelas kepada siswa agar lebih fokus terhadap pembelajaran.

4. Membimbing dan mendorong siswa lebih percaya diri dalam menyimpulkan pembelajaran.

5. Pembagian kelompok yang bersifat heterogen

Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-2

Penelitian siklus ke-2 dilaksanakan pada tanggal 6 s/d 16 april 206 pertemuan 1. Jumlah siswa

yang hadir yaitu 29 siswa. Materi yang diajarkan yaitu tentang konsep reaksi oksidasi reduksi.

Pembelajaran dilakukan sesuai tahapan yang dilakukan pada tindakan sebelumnya.

Pertemuan 2 jumlah siswa yang hadir yaitu 29 siswa. Materi yang diajarkan adalah tentang bilangan

oksidasi unsur dalam senyawa atau ion.

Pelaksanaan pembelajaran pada tindakan 2 ini mengikuti langkah-langkah pada pembelajaran

sebelumnya. Bedanya pada kegiatan inti siswa membedakan media

gambar yang ditampilkan mengenai bilangan oksidasi unsur dalam senyawa atau ion

Page 99: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 99

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Tindakan 3 jumlah siswa yang hadir yaitu 29 siswa. Materi yang diajarkan adalah tata nama senyawa.

Pelaksanaan pembelajaran pada tindakan 3 ini mengikuti langkah-langkah pada pembelajaran

sebelumnya.

Refleksi Siklus ke-2

Berdasarkan data yang diperoleh dan telah dianalisis, penerapan model ARIAS pada

pembelajaran Kimia materi reaksi oksidasi reduksi memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi lebih

banyak, menarik minat dan perhatian siswa dalam tahap interest, memotivasi siswa untuk lebih

semangat belajar, serta menciptakan pembelajaran yang membekali pengalaman dan bermakna untuk

siswa. Untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pada pembelajaran berikutnya maka

temuan-temuan tersebut harus diperbaiki yaitu:

1. Meningkatkan pengelolaan kelas dalam mengondisikan kelompok .

2. Memberikan dorongan dan bimbingan kepada siswa yang masih kurang percaya diri.

3. Pemberian motivasi dengan cara bervariasi.

PEMBAHASAN

Aktivitas Siswa

Untuk menguji keberhasilan penerapan model pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran siklus I dan

siklus II diamati menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa yang diamati oleh dua orang

pengamat selama tiga kali pertemuan.

Hasil Analisis peningkatan persentase aktivitas belajar siswa siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada

Tabel 1. Indikator aktivitas belajar siswa

∑S Siklus I Siklus II

PR1 PR2 PR3 PR1 PR2 PR3

Rata-rata Persentasi Aktivitas Belajar Siswa %

Rata-Rata Persentasi Aktivitas Belajar Siswa %

1 29 21.98 21.84

2 29 14.04 14.11

3 29 6.71 5.66

4 29 7.94 8.69

5 29 9.17 9.52

6 29 10.28 11.81

7 29 14.41 14.41

8 29 6.71 7.83

9 29 3.00 1.40

Dominasi siswa 93.91 97.09 100 97.50 98.31 100

Hasil pengamatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada uji lapangan dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Aktivitas Siswa pada Uji Lapangan

Keterangan:

Aktivitas 1 : Mendengarkan /memperhatikan penjelasan guru/mengamati media

Aktivitas 2 : Membaca BAS dan LKS atau mencari informasi sesuai materi

Aktivitas 3 : Menyiapkan alat dan bahan sesuai rancangan percobaan

Aktivitas 4 : Melakukan percobaan sesuai LKS

Aktivitas 5 : Mendiskusikan pertanyaan dalam LKS

Aktivitas 6 : Mempresentasikana/menyampaiakan pendapat

Aktivitas 7 : Tanya jawab/Menanggapi pertanyaan teman atau guru

Aktivitas 8 : Menyimpulkan pelajaran

Aktivitas 9 : Berperilaku tidak relevan siswa

Aktivitas dominan siswa yang terjadi di kelas pada siklus 1 mengalami peningkatan di siklus 2, yakni

pada siklus 1 proses pembelajaran yang diproleh pada pertemuan ke-1 sebesar 93.91, pertemuan ke-

Page 100: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 100

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

2 sebesar 97.09, dan pertemuan ke-3 sebesar 100, sedangkan pada siklus II pertemuan ke-1 sebesar

97.50, pertemuan ke-2 sebesar 98.31, dan pertemuan ke-3 sebesar 100. Aktivitas siswa ini meliputi

aktivitas kerjasama antar kelompok/mendiskusikan pertanyaan dalam LKS, membaca BAS/LKS,

melakukan percobaan sesuai LKS, menganalisis data percobaan, mencatat data hasil pengamatan

dan hasil diskusi sesuai LKS, mempresentasikan atau menyampaikan pendapat, menanggapi

pertanyaan teman atau guru, tanya jawab dengan guru/siswa, menyimpulkan pelajaran.

Aktivitas yang tidak relevan dalam proses pembelajaran terjadi karena siswa tidak terbiasa

dengan metode saintifik dan melakukan percobaan dilaboratorium, oleh karena itu solusi yang

diterapkan guru dengan segera memberikan bimbingan kepada siswa dalam proses pembelajaran

dengan ini aktivitas siswa berjalan normal kembali dan perilaku siswa yang tidak relevan mengalami

penurunan untuk setiap pertemuan, bahkan pada pertemuan ke 3 perilaku siswa yang tidak relevan

tersebut tidak muncul lagi, ini dikarenakan siswa sudah dapat secara terus menerus terlibat aktif dalam

proses pembelajaran.

Adanya dominasi dari aktivitas siswa yang meliputi aktivitas fisik maupun mental di setiap

pertemuan dan keterlibatan siswa secara aktif selama proses pembelajaran berlangsung, menunjukkan

bahwa penerapan model pembelajaran ARIAS lebih berpusat pada siswa.

Penguasaan Konsep Siswa

Analisis ketuntasan individu setelah penerapan model pembelajaran ARIAS secara singkat

ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Tes Penguasaan Konsep Siswa

Siswa No. SIKLUS I SIKLUS II Nilai Pr KET Nilai Pr KET

1 3.2 B+ T 3.4 B+ T

2 3.4 B+ T 3.5 B+ T

3 3.3 B+ T 3.3 B+ T

4 2.7 B- TT 3.3 B+ T

5 3.4 B+ T 3.8 A T

6 3.6 A- T 3.9 A T

7 2.2 C+ TT 2.4 C+ TT

8 3.5 B+ T 3.5 B+ T

9 3.2 B+ T 3.2 B+ T

10 3.6 A- T 3.6 A- T

11 3.3 B+ T 3.3 B+ T

12 2.7 B- TT 2.8 B- T

13 3.6 A- T 3.6 A- T

14 3.4 B+ T 3.5 B+ T

15 3.8 A T 3.8 A T

16 2.6 B- TT 3.1 B T

17 3.4 B+ T 3.4 B+ T

18 3.2 B+ T 3.4 B+ T

19 3.5 B+ T 3.5 B+ T

20 3.4 B+ T 3.6 A- T

21 2.6 B- TT 3.1 B T

22 3.6 A- T 3.6 A- T

23 3.5 B+ T 3.5 B+ T

24 2.4 C+ TT 2.5 C+ TT

25 3.2 B+ T 3.6 A- T

26 3.4 B+ T 3.4 B+ T

27 3.3 B+ T 3.3 B+ T

28 3.4 B+ T 3.5 B+ T

29 2.9 B T 3.4 B+ T

Rata-Rata 3,20 3,40

Ketuntasan Klasikal 79,31% 93,10%

% Peningkatan 13,79%

Page 101: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 101

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Keterangan:

KET : Ketuntasan Individual

T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 79.31% mengalami peningkatan pada

siklus II sebesar 93.10%. Dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar siswa bahwa ketuntasan individual

siswa pada siklus I dari 29 siswa 23 siswa dinyatakan tuntas dan 6 siswa dinyatakan tidak tuntas

sedangkan pada siklus II dari 29 siswa 27 siswa dinyatakan tuntas dan 2 siswa dinyatakan tidak

tuntas.

Dari hasil persentasi ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus II sudah mencapai

standar yang diinginkan yaitu persentase klasikal yang diproleh siswa sebesar 93,10% ini

menunjukkan lebih dari 85%. Dari hasil tersebut ditetapkan bahwa indikator penelitian sudah

tercapai. Oleh karena itu tidak perlu lagi mengulangi tindakan, dalam arti tindakan dapat dihentikan.

Berdasarkan nilai rata-rata hasil belajar siswa dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran ARIAS dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa terhadap materi yang

disampaikan oleh guru.

Penggunaan lima tahap dalam model pembelajaran ARIAS yakni Assurance, Relevance,

Interest, Assessment, dan Satisfaction dapat meningkatkan baik kemampuan pengajaran

kontruktivistik maupun lima domain dalam taksonomi untuk pendidikan sains, sehingga diharapkan

akan meningkatkan kemampuan minimal anak-anak yang tercermin dalam lima ranah tersebut, yaitu

pengetahuan, keterampilan, kreativitas, sikap, dan penerapan sains yang dikaitkan dalam kehidupan

nyata (Prasetyo, 2011).

Proses pembelajaran materi reaksi oksidasi reduksi yang menggunakan model pembelajaran

ARIAS terbukti efektif mampu meningkatkan penguasaan konsep siswa, hal tersebut dapat terjadi

karena pembelajaran menggunakan model ini dianggap menarik oleh siswa sesuai dengan teori Piaget

bahwa faktor utama yang mendorong perkembangan kognitif seseorang adalah motivasi atau daya

diri si individu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya (Slavin, 2008). Agar

dalam diri siswa dapat termotivasi untuk belajar, guru berperan untuk menciptakan pembelajaran

yang menarik, salah satunya adalah seperti yang telah disebutkan di atas yaitu dengan menerapkan

model pembelajaran motivasi yaitu model pembelajaran ARIAS dalam pembelajaran kimia.

Fase Assurance pada tahapan ARIAS, membantu siswa mengingat kembali pengetahuan

prasyarat dan memberikan motivasi kepada siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi

materi ajar dalam kehidupan sehari-hari seperti memberikan demontrasi, menyajikan fenomena-

fenomena, fakta-fakta yang berkaitan atau berhubungan dengan materi reaksi oksidasi reduksi serta

mengajukan pertayaan agar siswa memiliki rasa ingin tahu dan diharapkan lebih aktif dalam kegiatan

pembelajaran. Penyampaian materi prasyarat dan motivasi yang diberikan kepada siswa ditunjukkan

agar memunculkan sikap positip siswa terhadap dirinya sendiri sehingga mereka sadar akan kekuatan

diri dalam mengikuti pembelajaran. Salah satu cara yang digunakan untuk mempengaruhi sikap

percaya diri adalah membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada

siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Pendapat ini sesuai dengan teori Gagne menyatakan

bahwa siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar dengan harapan akan

dapat memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau

dapat menolong mereka untuk memproleh angka yang lebih baik. Menurut Gagne bagian yang paling

kritis dalam proses belajar adalah pemberian kode pada informasi yang berasal dari memori jangka

pendek yang disimpan dalam memori jangka panjang. Guru dapat berusaha menolong siswa-siswa

dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dala memori jangka panjang itu.

Cara menolong ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertayaan-pertayaan pada siswa, yang

merupakan suatu cara pengulangan.

Fase relevance (relevansi) dalam pembelajaran kimia pada umumnya hendaknya pendidik

memakai contoh-contoh yang relevan supaya proses pembelajaran lebih bermakna, sehingga siswa

akan terdorong atau termotivasi dan lebih percaya diri dalam mempelajari sesuatu yang akan

Page 102: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 102

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

dipelajari jika ada hubungannya dengan kehidupan mereka sehari-hari dan memiliki tujuan yang jelas.

Pendapat ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ausubel bahwa pembelajaran bermakna

merupakan suatu proses pembelajaran dimana infomasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian

yang sudah dimiliki seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran. Pembelajaran bermakna

terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka.

Tahap interst (minat) guru membangkitkan minat dan keingintahuan siswa dengan cara

membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Guru memberikan kesempatan pada siswa belajar

dengan melakukan percobaan pada tahap ini. Fase ketiga dari sintak ARIAS ini sesuai dengan teori

belajar penemuan yang dikemukakan oleh Bruner. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar

melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka memperoleh

pengalaman dan melakukan eksperiemen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan

prinsip-prinsip itu sendiri. Salah satu cara menumbuhkan intelektual anak menurut Bruner adalah

meningkatkan kemampuan untuk menyampaikan pengalaman yang telah dilakukan dan yang akan

dilakukan.

Peningkatan aspek pengetahuan tersebut juga berkaitan erat dengan aktivitas siswa dan respon

yang ditunjukkan siswa. Adanya respon positif dari siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung

juga dapat mempertinggi harapan untuk mencapai keberhasilan. Respon positif tersebut merupakan

salah satu bukti bahwa proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas menyenangkan dan menarik.

Adanya suasana dan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, akan memotivasi dan

merangsang siswa untuk ingin belajar sehingga pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar

mereka.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, diskusi, dan temuan dalam penelitian, maka dapat disimpulkan

bahwa penerapan model pembelajaran ARIAS efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa

pada materi pokok reaksi oksidasi reduksi.

Saran

Perlu dilakukan penelitian penerapan model pembelajaran ARIAS untuk meningkatkan

pengajaran konsep kimia pada materi pokok yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Kriana, N.A., Waluyo, J. & Prihatin, J. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Arias (Assurance,

Relevance, Interest, Assessment, And Satisfaction) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan

Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA 4 MAN 1 Jember. (Vol. 3, No. 2, hal 73-82, Mei

2014).

Akbar, S. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Berndorff, D., Hidi, S., & Ainley, M. (2002). Interest, Learning, and the Psychological Processes that

Mediate their Relationship. Journal of Educational Psychology. 94(3):545–561.

Kemendikbud. (2013c). Permendikbud No.66 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta:

Kemendikbud.

Kemendikbud. (2014). Permendikbud No.104 tentang Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh

Pendidik. Jakarta: Kemendikbud.

Prasetyo, Z.K. (2011). Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Sains. Yogyakarta: Pendidikan IPA

FMIPA UNY. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/zuhdan-kun-prasetyo-

med-dr-prof/handbook-pendidikan-karakter-2011.pdf. Diakses pada tanggal 4 Maret 2015.

Rahman, M. dan Amri, S. (2014). Model Pembelajaran ARIAS Terintegratif dalam Teori dan Praktik

untuk Menunjang Penerapan Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Slavin, R.E. (2011b). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jilid 1. Edisi Kesembilan. Jakarta: PT.

Indeks.

Page 103: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 103

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENGEMBANGAN MEDIA ANIMASI DENGAN APLIKASI MAKROMEDIA

FLASH PADA MATERI LISTRIK STATIS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN

KONSEP MAHASISWA

Bq Azmi Syukroyanti 1 Wirawan Putrayadi 2 1,2IKIP Mataram

e-mail: [email protected].

Abstrak: Pengembangan media pembelajaran sangatlah penting guna mendukung proses belajar

mengajar di kelas supaya konsep konsep abstrak di bidang fisika dapat dimengerti dan dipahami

dengan mudah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengembangkan Media Animasi Dengan

Aplikasi Makromedia Flash Pada Materi Listrik Statis, (2) Mengetahui peningkatan Pemahaman

Konsep Mahasiswa dengan media animasi yang dikembangkan. Jenis penelitian ini adalah

penelitian pengembangan model ADDIE (Analisis, Desain, Development, Implementation,

Evaluation). Variabel dalam penelitian ini ada 2 yakni Variabel bebas dan terikat, Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah media animasi dengan aplikasi makromedia flash. Sedangkan variabel

terikat dalam penelitian ini adalah Pemahaman Konsep Mahasiswa. Dalam penelitian ini data

dikumpulkan dengan angket Angket dan Tes. Angket digunakan untuk mengukur indikator program

yang berkenaan dengan, isi program media pembelajaran, tampilan program dan kualitas teknis

program. Angket menggunakan format respon empat point dari skala likert, dimana alternatif

responnya adalah sangat baik (4 point), baik (3 point), kurang baik (2 point) dan jelek (1 point).

Sedangkan Tes digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep mahasiswa setelah belajar

menggunakan media animasi. rata – rata pemahaman konsep mahasiswa pendidikan fisika Ikip

Mataram pada materi Listrik Statis adalah 74,67% dalam kategori sedang.

Kata Kunci : Media animasi, Makromedia flash, Listrik statis, Pemahaman konsep.

PENDAHULUAN

Model pembelajaran fisika dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis komputer

sangat sesuai dengan hakikat standar proses pembelajaran. Pendidikan harus diselenggarakan secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik.

Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa metode dan media pembelajaran

yang di aplikasikan kebanyakan pendidik sains umumnya kurang menyiapkan siswa untuk terlibat

dalam upaya penggunaan dan pengembangan pola penalaran sains. Pembelajaran umumnya lebih

berpusat pada guru. Siswa kurang dilibatkan dalam mendiskusikan dan menanyakan sebagai

informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran, melainkan tidak lebih dari sekedar

mendengarkan secara pasif, menghafalkan rumus, dan mengulangi jawaban-jawaban yang

diharapkan sehingga tuntutan hakikat standar proses pembelajaran tidak terpenuhi.

Macromadia flash adalah sebuah aplikasi animasi yang telah banyak digunakan oleh para

desainer untuk menghasilkan desain yang professional. Macromedia flash dengan keunggulannya

dapat digunakan untuk membuat berbagai animasi yang menarik sehingga dengan program ini

pembelajaran fisika dapat dikemas menjadi lebih menarik bagi siswa. Program ini cukup fleksibel

dan lebih unggul dibandingkan program animasi lain yang sejenis, sehingga banyak animator yang

mulai menggunakan program ini untuk membuat animasi. Dengan menggunakan program inipun

dapat juga dibuat animasi yang bagus. Hal ini sangat bergantung pada daya kreativitas dan selera

seni programer.

Pengembangan media pembelajaran menggunakan media Macromedia Flash ini masih

jarang dilakukan. Sehingga diperlukan pengembangan dalam mendesain sebuah media animasi

berbasis macromedia flash dengan teknik dan metode pengembangan yang sesuai, mulai dari tahap

perencanaan (persiapan), desain media pembelajaran, Review (pengecekan desain), dan pengujian

desain media pembelajaran Materi listrik statis. Alasan peneliti mengembangkan media materi

Page 104: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 104

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

listrik statis adalah karena dalam materi ini sangat abstrak, Listrik statis dapat menjelaskan

bagaimana sebuah penggaris yang telah digosok-gosokkan ke rambut dapat menarik potongan-

potongan kecil kertas. Gejala tarik menarik antara dua buah benda seperti penggaris plastik dan

potongan kecil kertas dapat dijelaskan menggunakan konsep muatan listrik. Muatan listrik hanya

dapat di amati dampaknya tetapi bukan kongkritnya.

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini mengacu pada pengembangan ADDIE yang meliputi lima tahap

yaitu:

Gambar 3.1 bagan prosedur penelitian pengembangan

3.2 Teknik Analisa Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data dari lembar validator, dan angket

respon mahasiswa.

1. Analisis data kelayakan hasil validasi oleh validator ahli akan dianalisis secara deskriptif

kualitatif, yaitu dengan memberikan gambaran dan paparan kualitas dari media

pembelajaran. Perolehan data dari penilaian para ahli dianalisis dengan menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menghitung skor rata-rata penilaian menggunakan rumus:

N

XX

………………………………………………. (3.1)

Keterangan :

X : Skor rata-rata

X : Jumlah skor

N : Jumlah butir pertanyaan

b) Mengubah skor rata-rata yang diperoleh ke dalam bentuk kualitatif berdasarkan Tabel

3.1 berikut:

Analisis Kebutuhan

Perencanaan pembuatan

media

Evaluasi Ahli Pengembangan / Produksi

media

Pelaksanaan (uji coba ahli

materi dan media)

Pelaksanaan (uji coba

pemakaian oleh mahasiswa) Revisi 2

Revisi 1

Evaluasi Akhir / Produk akhir

Page 105: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 105

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Table 3.2 Kriteria Penilaian Produk

Skor rata-rata ( X ) Kriteria

3,25 < X 4,00 Sangat baik (SB)

2,50 < X 3,25 Baik (B)

1,75 < X 2,50 Kurang (K)

1,00 < X 1,75 Jelek (J)

1. Analisis pemahaman konsep mahasiswa menggunakan soal pilihan ganda dengan terlebih

dahulu menyusun kisi-kisi soal pemahaman konsep. Perolehan data yang dianalisis dengan

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

Untuk mengukur peningkatan Pemahaman konsep siswa digunakan tes tertulis

berbentuk pilihan ganda. Penilaian tes pilihan ganda menggunakan rumus sebagai berikut:

x 100%....................................................................................(3.3)

Keterangan:

x = persentase pemahaman konsep yang dimiliki siswa

a = skor rata-rata jawaban benar yang dicapai siswa

b = skor maksimal yang mungkin dicapai

Setelah diperoleh nilai ” x ”, kemudian diterjemahkan menurut kriteria di bawah ini

Tabel 3.4 Kualifikasi Tingkat Pemahaman Konsep Fisika mahasiswa

Persentase (%) tingkat pemahaman

konsep Fisika siswa

Ketegori

80 < x ≤ 100 Tinggi

56 ≤ x ≤ 79 Sedang

0 ≤ x ≤ 55 Rendah

(Syamsinar, 2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancangan media animasi Listrik Statis telah divalidasi dan diperbaiki sesuai saran dan

masukan pakar, selanjutnya di uji coba awal pada 10 mahasiswa dan 5 orang mahasiswa pada uji

coba kelompok kecil. Uji coba awal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keterbacaan dan

kemudahan akses materi, hal ini penting dalam rangka perbaikan media animasi yang didasarkan

pada persepsi mahasiswa sebagai pengguna. Pada tahap ini diperoleh beberapa informasi penting

untuk perbaikan media. Hasil uji coba awal dan dampaknya terhadap media dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Uji Coba Awal dan Dampaknya Terhadap Media

Komponen Yang Perlu Perbaikan Substansi Perbaikan Pada Media

Ukuran dan Jenis Huruf Ukuran huruf pada materi harus diperbesar, karena ketika

terlihat pada slide sangat kecil

Tambahan Pada Slide Awal Ditambahkan kata media animasi fisika, nama peneliti,

dan Keterangan lembaga

Gambar Tampilan Pada Menu

Evaluasi

Pada menu evaluasi ditambahkan tampilan selait yang

lebih menarik dan berwarna

Tambahan Teori Ditambahkan teori-teori yang menunjang kegiatan

pembelajaran pada konsep hukum coloumb, dan medan

listrik

Tombol perintah dan lanjutan

belum jelas

Memperjelas tombol perintah yang mengarah ke lanjut

dan animasi, serta tombol kembalinya

Pada menu evaluasi di tampilkan

kunci jawaban

Di akhir sesi evaluasi, dibuatkan kunci jawaban sehingga

mahasiswa bisa mengoreksi sendiri letak kesalahannya.

Page 106: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 106

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Setelah melakukan perbaikan pada media animasi dari masukan pada uji coba awal

selanjutnya dilakukan uji coba terbatas pada 5 orang mahasiswa. Uji coba terbatas ini dimaksudkan

untuk mendapatkan sejumlah informasi tambahan yang berkaitan dengan penggunaan media

animasi dalam pembelajaran fisika. Hasil uji coba terbatas dan dampaknya terhadap media animasi

adalah terlihat pada tabel 5.

Tabel 5 Hasil Uji Coba Terbatas dan Dampaknya Pada Media Animasi

Komponen Yang Perlu Perbaikan Substansi Perbaikan Pada Media

Tambahan materi

Pada awalnya materi yang disajikan hanya

memuat gambar dan perumusan langsung

setelah mendapatkan masukan maka

perbaikan dilakukan pada pengantar sebelum

rumus dan Keterangannya

Waktu pembelajaran yang terbatas

Perlu mempertimbangkan untuk memadukan

sesi tampilan media, mode pembelajaran,

diskusi dan penjelasan materi dengan tes

pemahaman konsep mahasiswa agar waktu

yang tersedia dapat dioptimalkan

Dari hasil uji coba awal maupun uji coba terbatas, selanjutnya digunakan untuk

menyempurnakan media animasi dan mempersiapkan desain pembelajaran yang tepat. Media yang

telah disempurnakan kemudian diujicobakan di skala pengujian yang lebih luas pada tahap

pengujian media di kelas penelitian.

1. Hasil Pemahaman konsep Mahasiswa

Tabel Analisis Data Pemahaman Konsep Mahasiswa

NO Nama Siswa Soal a x Kategori

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (%)

1 Nurfatimah 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 7 70 Sedang

2 Siti bayyinah H 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 Tinggi

3 Lintang Pratama 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 5 50 Rendah

4 Reni safitri 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Tinggi

5 Ridha Asri cahyani 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 Tinggi

6 Toby Exandra 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 6 60 Sedang

7 Sumarni A Gere 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 8 80 Tinggi

8 Lalu Muh Alfian 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8 80 Tinggi

9 M. Yusril Yusuf 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8 80 Tinggi

10 Sri Latifa 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9 90 Tinggi

11 Ade Kurnia Ardian 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 6 60 Sedang

12 Astiana alfrida wati 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8 80 Tinggi

13 Eka Febriyanti 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 6 60 Sedang

14 Khairunnisa 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 6 60 Sedang

15 M. Arafatir Aljar 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 6 60 Sedang

Jumlah 1120

Rata – rata 74,67 Sedang

Perhitungan Tes Pemahaman Konsep mahasiswa

Data pemahaman konsep siswa dianalisis dengan rumus :

Keterangan:

x = persentase pemahaman konsep yang dimiliki mahasiswa

Page 107: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 107

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

a = skor rata-rata jawaban benar yang dicapai mahasiswa

b = skor maksimal yang mungkin dicapai (10)

n = jumlah mahasiswa

rata – rata pemahaman konsep mahasiswa adalah :

Kualifikasi Tingkat Pemahaman Konsep Fisika mahasiswa

Persentase (%) tingkat pemahaman

konsep Fisika siswa

Ketegori

80 < x ≤ 100 Tinggi

56 ≤ x ≤ 79 Sedang

0 ≤ x ≤ 55 Rendah

Jadi rata – rata pemahaman konsep mahasiswa pendidikan fisika Ikip Mataram pada materi

Listrik Statis adalah 74,67% dalam kategori sedang.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Dede. 2014. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Flash pada Mata Pelajaran

IPA Terpadu Pokok Bahasan Wujud Zat dan Perubahannya Kelas VII SMP N 5 Satu

Atap Bumijawa, Skripsi, Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Ginanjar, Anton. 2010. Pengembangan Media Pembelajaran Modul Interaktif Mata Kuliah

Pemindahan Tanah Mekanik, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Holiwarni, Betty. 2013. Pengembangan Media Pembelajaran Berbantukan Komputer (Computer

Assisted Instruction/CIA) UNTUK Pembelajaran Kimia Sma, Jurnal Sorot Vol 9 No 1

April Hal 1 –12, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.

Rahman, Arief. 2010. Perancangan media pembelajaran fisika berbasi animasi komputer untuk

sekolah menengah atas pokok bahasan hukum newton tentang gerak, Skripsi, Program

Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad

Dahlan. Yogyakarta.

Syamsinar. 2013. Pemahaman Konsep Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Palu pada Materi Pembiasan

Cahaya. Palu: Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako. ISSN 9 772338 324004. Hal (1 -5)

Widyoko, Eko Putro. 2012. Tehnik Penyususnan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka belajar

Page 108: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 108

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PELAKSANAAN KEWENANGAN GUBERNUR

DALAM PENGAWASAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

DI NUSA TENGGARA BARAT

Darmini

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer Mataram

e-mail: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara normatif mengenai bagaimana

pelaksanaan pengawasan kewenangan Gubernur selaku Kepala Daerah terhadap pengawasan

pembentukan Peraturan Daerah di Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini tergolong penelitian hukum

normatif dan empirik yang mengkaji bahan-bahan hukum sekaligus efektifitasnya di lapangan (law

in action). Bentuk pengawasan preventif yang terpenting dalam kaitannya dengan pengawasan

terhadap Peraturan Daerah adalah pengesahan (goedkering), sebagai salah satu dari alat dengan

mana pemerintah pusat mengadakan pengawasan atas badan hukum publik bawahan. Gubernur

dalam melaksanakan kewenangannya dalam pengawasan pembentukan Peraturan Daerah belum

efektif dikarenakan Kabupaten/Kota tidak konsisten terhadap berbagai peraturan perundang-

undangan tentang pengawasan. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum seluruhnya

menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota kepada Gubernur

untuk dilakukan evaluasi, klarifikasi dan fasilitasi sesuai batas waktu yang telah ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata Kunci: Pengawasan, Kewenangan, Peraturan Daerah

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pemerintahan Daerah merupakan sub sistem dari Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Oleh karena itu segala tujuan dan cita-cita yang diamanatkan oleh Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah juga cita-cita dan tujuan Pemerintah

Daerah yang harus dicapai. Dengan desentralisasi, Pemerintah Daerah merupakan pemegang

kendali pelaksanaan Pemerintahan di Daerah.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditentukan bahwa

pemberian otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan pelayanan (public service), pemberdayaan (empowerment), dan peran serta

masyarakat (participation) dalam pembangunan nasional di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Selanjutnya melalui otonomi luas, daerah mampu meningkatkan daya saing dengan

memperhatikan prinsip demokrasi Pancasila, pemerataan, keistimewaan, dan kekhususan, serta

potensi, karakteristik/kondisi khusus, dan keanekaragaman daerah dalam bingkai Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Penyelenggaraan otonomi daerah sangat menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi,

peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman

daerah. Di samping itu penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan memberikan

kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang

diwujudkan dalam bentuk pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nsional yang

berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menempatkan otonomi daerah

secara utuh pada daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan daerah Provinsi hanya berkedudukan

sebagai daerah otonom dan sekaligus wilayah administratif yang melaksanakan kewenangan

pemerintah yang didelegasikan kepada Gubernur.

Page 109: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 109

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Penyelenggaraan otonomi daerah yang demikian dalam implementasinya acapkali

menghadapi kendala antara lain dalam menetapkan kebijakan daerah. Oleh sebab itu, Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam Pasal 217 sampai dengan 223 mengatur tentang

kewenangan pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Peraturan

Daerah dan Peraturan kepala Daerah yang telah ditetapkan daerah. Selain itu, pembinaan dan

pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah ditetapkan pula dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pasal 217 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa:

Pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh pemerintah,

meliputi:

a. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan;

b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;

c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;

d. Pendidikan dan pelatihan, dan

e. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan

pemerintahan.

Sementara itu, Pasal 218 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 menentukan,

bahwa:

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah

yang meliputi:

a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;

b. Pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

Dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah,

pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah.

Kewenangan yang dilimpahkan tersebut antara lain menyangkut kewenangan untuk melakukan

pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

Peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan Daerah yang ada saat ini masih banyak

yang tumpang tindih, inkonsisten dan pertentangan antara peraturan yang sederajat satu dengan

yang lainnya, antara peraturan tingkat pusat dan daerah, dan antara peraturan yang lebih tinggi

dengan peraturan di bawahnya.

Dalam Pasal 220 sampai dengan Pasal 223 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah mengatur standar, norma, prosedur dan sanksi dapat diberikan oleh

Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Kepala

Daerah atau Wakil Kepala Daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah

dan kepala desa. Sanksi tersebut diberikan kepada daerah yang menetapkan Peraturan Daerah dan

Peraturan Kepala Daerah yang materi muatannya tidak sesuai dengan kepentingan umum dan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah penting untuk dikaji

secara normatif mengenai bagaimana pelaksanaan pengawasan pemerintah terhadap Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota dan implikasi yuridis atas pembatalan Peraturan Daerah yang tidak sesuai

dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengkaji substansi

permasalahan dengan mengangkat judul “Pelaksanaan Kewenangan Gubernur Dalam Pengawasan

Pembentukan Peraturan Daerah di Nusa Tenggara Barat”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan permasalahan

sebagai berikut:

1. Apakah Kewenangan Gubernur dalam pengawasan pembentukan Peraturan Daerah telah

dilaksanakan sebagaimana mestinya ?

2. Apa kendala dalam pengawasan pembentukan Peraturan Daerah di Nusa Tenggara Barat?

Page 110: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 110

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

3. Apa yang menyebabkan tidak terlaksananya atau batalnya Peraturan Daerah di Nusa Tenggara

Barat dan Implikasi Yuridis terhadap Peraturan Daerah yang telah dibatalkan ?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengenai pelaksanaan kewenangan Gubernur dalam pengawasan

pembentukan Peraturan Daerah di Nusa Tenggara Barat, yakni:

a. Untuk mengetahui kewenangan Gubernur dalam pengawasan pembentukan Peraturan

Daerah di Nusa Tenggara Barat, apakah telah dilaksanakan sebagaimana mestinya;

b. Untuk mengetahui kendala dalam pengawasan pembentukan Peraturan Daerah di

Nusa Tenggara Barat;

c. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan tidak terlaksananya atau batalnya Peraturan

Daerah di Nusa Tenggara Barat dan untuk mengetahui implikasi yuridis terhadap

Peraturan Daerah yang sudah dibatalkan.

3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pihak-pihak yang

berkepentingan baik untuk kepentingan praktis maupun teoritis sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan hukum

khususnya ilmu hukum pemerintahan yang dapat dijadikan referensi dalam pengkajian

ilmu hukum dan perundang-undangan.

2. Manfaat praktis

Sebagai bahan masukan, baik bagi Pemerintah Daerah (Eksekutif) maupun bagi

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif) di dalam Pembentukan Peraturan

Daerah di Nusa Tenggara Barat sehingga sesuai dengan asas-asas dan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian hukum normatif dan empirik yang mengkaji bahan-

bahan hukum sekaligus efektifitasnya di lapangan (law in action).

a. Dalam penelitian normatif dipelajari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Yang dimaksud dengan bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat

mengikat yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang

dimaksud dengan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan

bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku atau literatur-literatur yang relevan

dengan masalah yang dibahas.

b. Dalam penelitian empirik dipelajari data primer dan data sekunder. Data primer adalah

data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Adapun informasi atau

wawancara ini dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait. Sedangkan data sekunder

adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka dengan mempelajari berbagai buku

dan tulisan yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah :

a. Pendekatan Peraturan perundang-undangan (statute approach), yakni mengkaji

Peraturan Perundang-undangan yang relevan dengan masalah yang di bahas.

b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) yaitu pendekatan dengan

mengkaji konsep-konsep atau pandangan para ahli yang berhubungan dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

c. Pendekatan Socio legal, yaitu pendekatan yang melihat hukum sebagai gejala

sosial (implementasi) hukum di masyarakat.

2. Sumber bahan hukum dan data

a. Bahan Hukum

Page 111: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 111

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat yang diperolah

dari peraturan perundang-undangan antara lain:

(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan;

(3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;

(4) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

(5) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah.

(6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang

Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.

(7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2007 tentang

Tatacara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala

Daerah Tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang

Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

(9) Berbagai peraturan daerah yang berhasil diinventarisir.

2. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum yang

diperoleh dari buku-buku atau literatur-literatur yang relevan dengan masalah

yang dibahas.

b. Data

Data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang

terdiri dari data primer dan data sekunder:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi pustaka dengan

mempelajari berbagai buku dan tulisan-tulisan.

3. Prosedur pengumpulan data dan bahan hukum

a. Pengumpulan Data Primer dilakukan dengan menginventarisir, menyusun

berdasarkan subyek, selanjutnya dikaji / dipelajari kemudian diklasifikasi sesuai

dengan pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Teknik

pengumpulan data ialah tehnik studi Dokumentasi dengan penggunaan alat Bantu

Kartu Kutipan (card system) berdasarkan pengarang / penulis (subyek) maupun

tema ataupun pokok masalah (obyek). Untuk data yang merupakan penunjang

kajian normatif diperoleh dengan melakukan wawancara dengan Kepala Biro

Hukum Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tim Pengawasan Peraturan Daerah

Nusa Tenggara Barat.

b. Pengumpulan Data Sekunder dilakukan dengan mengkaji data melalui dokumen-

dokumen hasil pengawasan Peraturan Daerah oleh Tim yang dibentuk oleh

Gubernur.

4. Analisis bahan hukum dan data

Setelah bahan hukum dan data penunjang terkumpul selanjutnya diklasifikasi

sedemikian rupa selanjutnya dianalisis secara deskriptif analitik untuk mendapatkan

jawaban permasalahan penelitian. Bahan-bahan hukum dianalisis dengan pemaparan

secara sistematis sesuai metode interpretasi hukum.

Teknik analisis data dalam jenis penelitian normatif dimulai dari identifikasi

masalah, yang kemudian dideskripsikan, disistematisasikan, dan disinkronisasikan

dengan seluruh ketentuan-ketentuan hukum positif.

Page 112: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 112

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan Kewenangan Gubernur Dalam Pengawasan Pembentukan Peraturan

Daerah

1.1. Tinjauan Umum Pengawasan

Pengawasan (controle) terhadap pemerintah menurut Paulus Effendi Lotulung,

adalah upaya menghindari terjadinya kekeliruan-kekeliruan, baik sengaja maupun tidak

disengaja, sebagai usaha preventif, atau juga untuk memperbaikinya apabila sudah terjadi

kekeliruan itu, sebagai usaha represif.

Ditinjau dari segi saat / waktu dilaksanakannya suatu kontrol atau pengawasan,

menurut Paulus Effendi Lotulung, kontrol dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu Kontrol

A-Priori dan Kontrol A-Posteriori. Dikatakan sebagai Kontrol A-Priori, bilamana

pengawasan itu dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan

Pemerintah atau pun peraturan lainnya yang pengeluarannya memang menjadi wewenang

Pemerintah. Dalam hal ini tampak jelas unsur preventif dari maksud kontrol itu, sebab tujuan

utamanya adalah mencegah atau menghindari terjadinya kekeliruan. Misalnya pengeluaran

suatu peraturan yang untuk berlaku sah dan dilaksanakan, harus terlebih dahulu memperoleh

persetujuan dan pengesahan dari instansi atasan, atau peraturan pemerintah daerah-daerah

tingkat II (Kabupaten/Kota) harus mendapat pengesahan terlebih dahulu dari pemerintah

daerah tingkat I (Provinsi), demikian seterusnya. Sebaliknya, Kontrol A-Posteriori adalah

bilamana pengawasan itu baru terjadi sesudah terjadinya tindakan / putusan / ketetapan

Pemerintah atau sesudah terjadinya tindakan / perbuatan Pemerintah. Dengan kata lain, arti

pengawasan di sini adalah dititikberatkan pada tujuan yang bersifat korektif dan memulihkan

suatu tindakan yang keliru.

Dalam Memorie van Antwoord atas ketentuan UUD 1983 Pasal 132 ayat (2)

disebutkan antara lain: ”Kebebasan yang luas dalam ikatan negara kesatuan dengan sistem

desentralisasi tidak akan ada tanpa tersedia cara-cara dari pemerintah tingkat lebih atas untuk

melakukan berbagai koreksi.” Sedangkan dalam Memorie van Toelichting usul

pembaharuan UU Gemeente, terdapat penjelasan berikut; ”Fungsi terpenting pengawasan

adalah untuk menjamin kesatuan pemerintahan. Pengawasan terhadap pemerintahan yang

lebih rendah merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dalam banyak hal, pengawasan

bahkan merupakan syarat untuk dapat mengambil keputusan sebagai cara

pertanggungjawaban atas pelaksanaan wewenang yang terdapat dalam desentralisasi”.

Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa pengawasan terhadap segala kegiatan

Pemerintah Daerah termasuk Keputusan Kepala Daerah dan Peraturan Daerah, merupakan

suatu akibat mutlak dari adanya Negara Kesatuan. Di dalam Negara Kesatuan kita tidak

mengenal bagian yang lepas dari atau sejajar dengan negara, tidak pula mungkin ada negara

di dalam negara. Di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan pada umumnya, haruslah

diusahakan selalu adanya keserasian atau harmoni antara tindakan pusat atau negara dengan

tindakan daerah, agar dengan demikian kesatuan negara dapat tetap terpelihara.

Menurut Bagir Manan, prinsip yang terkandung dalam negara kesatuan ialah bahwa

Pemerintah Pusat berwenang untuk campur tangan yang lebih intensif terhadap persoalan-

persoalan di daerah. Pemerintah bertanggungjawab menjamin keutuhan negara kesatuan,

menjamin pelayanan yang sama untuk seluruh rakyat negara (asas equal treatment),

menjamin keseragaman tindakan dan pengaturan dalam bidang-bidang tertentu (asas

uniformitas). Pembatasan atas keleluasaan Daerah dalam mengatur dan mengurus urusan

rumah tangganya dengan beberapa kewajiban tersebut, merupakan konsekuensi logis

dianutnya prinsip negara hukum.

Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa pengawasan terhadap segala kegiatan

Pemerintah Daerah termasuk Keputusan Kepala Daerah dan Peraturan Daerah, merupakan

suatu akibat mutlak dari adanya Negara Kesatuan. Di dalam Negara Kesatuan kita tidak

Page 113: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 113

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

mengenal bagian yang lepas dari atau sejajar dengan Negara, tidak pula mungkin ada Negara

di dalam Negara.

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum suatu keputusan

atau peraturan perundang-undangan efektif berlaku. Pengawasan preventif berbentuk

memberi pengesahan atau tidak memberi (menolak) pengesahan. Sesuai dengan sifatnya,

pengawasan preventif dilakukan sesudah Peraturan Daerah ditetapkan, tetapi sebelum

Peraturan Daerah itu mulai berlaku. Dengan kata lain, suatu Peraturan Daerah dalam arti

luas, termasuk juga Peraturan Daerah, yang dikenai pengawasan preventif hanya dapat mulai

berlaku, apabila Peraturan itu telah lebih dahulu disahkan oleh penguasa yang berwenang

mengesahkan.

Ada beberapa bentuk dari pengawasan preventif, yaitu pengesahan (goedkeuring),

persetujuan (toestemming vooraf), pembebasan (ontheffing), penguasaan (machtiging),

pernyataan tidak keberatan (verklaring van geen bezwaar), atau keharusan pemberitahuan

(kennisplicht). Di antara beberapa bentuk pengawasan preventif ini, yang terpenting dalam

kaitannya dengan pengawasan terhadap Peraturan Daerah adalah pengesahan (goedkering),

sebagai salah satu dari alat dengan mana pemerintah pusat mengadakan pengawasan atas

badan hukum publik bawahan.

Pengesahan ini umumnya diterapkan terhadap suatu keputusan atau peraturan organ

pemerintahan yang untuk pemberlakuannya disyaratkan harus terlebih dahulu mendapatkan

persetujuan organ pemerintahan lain yang lebih tinggi. Dengan kata lain, organ

pemerintahan itu sebenarnya memiliki kewenangan mengambil keputusan secara mandiri,

namun untuk mulai berlakunya keputusan tersebut tergantung pada pengesahan organ

pemerintahan lainnya. Pengesahan atau persetujuan ini merupakan perwujudan atau dilihat

sebagai hak placet (recht van placet), yakni hak yang diberikan kepada organ pemerintahan

yang lebih tinggi untuk membatalkan atau mengukuhkan suatu keputusan atau peraturan

pejabat pemerintahan yang lebih rendah tingkatannya sebelum peraturan atau keputusan itu

diberlakukan atau mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pengesahan senantiasa

diperlukan karena:

a) Pengesahan merupakan perwujudan pengawasan (toezich). Pengawasan itu sendiri

merupakan salah satu sendi sistem penyelenggaraan pemerintahan berotonomi. Tiada

sistem penyelenggaraan pemerintahan berotonomi tanpa pengawasan.

b) Pengesahan merupakan perwujudan hak ”placet” yaitu hak yang ada pada satuan atau

pejabat yang lebih tinggi tingkatannya untuk mencegah atau mengukuhkan agar suatu

keputusan satuan yang lebih rendah tingkatannya mempunyai kekuatan mengikat.

c) Pengesahan dapat juga dipandang sebagai tindak lanjut dalam pembuatan Peraturan

Daerah atau keputusan lain yang memerlukan pengesahan.

d) Pengesahan merupakan cara melakukan pemeriksaan (checking), dalam rangka

mempertahankan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya,

kepentingan pemerintahan daerah lain yang mungkin terkena (baik langsung maupun

tidak langsung) dan lain sebagainya.

Pengawasan represif dilakukan setelah suatu keputusan atau peraturan perundang-

undangan diberlakukan. Pengawasan represif itu berwujud; a) mempertangguhkan

berlakunya suatu Peraturan Daerah dan/atau Keputusan Kepala Daerah; b) membatalkan

suatu Peraturan Daerah dan/atau Keputusan Kepala Daerah. Pembatalan dilakukan jika

Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan bertentangan dengan

kepentingan umum atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Pengawasan represif ini bersifat negatif, dalam arti organ pemerintahan yang lebih

tinggi dan berwenang untuk melakukan pengawasan itu akan melakukan tindakan

penundaan atau pembatalan Peraturan Daerah ketika ditemukan bertentangan dengan

kepentingan umum atau peraturan yang lebih tinggi. Organ pemerintahan yang lebih tinggi

Page 114: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 114

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

akan membiarkan Peraturan Daerah selagi tidak ditemukan bertentangan dengan

kepentingan umum atau peraturan yang lebih tinggi.

Pengawasan preventif dan pengawasan umum lebih mengindikasikan pembatasan

bahkan pengekangan daerah, karena itu dalam batas-batas tertentu akan bertentangan dengan

esensi otonomi yaitu kebebasan dan kemandirian daerah untuk mengatur sendiri dan

mengurus sendiri urusan rumah tangga daerah. Pengawasan represif bersifat negatif, artinya

akan dilaksanakan ketika Peraturan Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum

atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Daerah termasuk dalam kategori peraturan perundang-undangan. Sebagai

peraturan perundang-undangan, kewenangan untuk menangguhkan atau membatalkan

berada di tangan Mahkamah Agung, sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-

Undang nomor 14 Tahun 1970 jo. Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; ”Mahkamah Agung

berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat

yang lebih rendah dari undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi”. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1985 tentang Mahkamah Agung yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung; ”Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji secara materiil hanya terhadap

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang”. Berdasarkan ketentuan Pasal

tersebut, jelaslah bahwa penundaan dan pembatalan semua jenis peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang menjadi kewenangan Mahkamah Agung, bukan

pemerintah.

1.2. Pengawasan Peraturan Daerah Dalam Beberapa Peraturan Perundang-undangan.

Dalam Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Rincian, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Staf Ahli Gubernur Nusa Tenggara Barat.

Biro Hukum mempunyai tugas menyiapkan bahan dan materi penyusunan, perumusan

kebijakan, pembinaan, koordinasi, dan evaluasi penyelenggaraan Perundang-undangan,

Bantuan Hukum, Pembinaan dan Pengawasan Produk Hukum, dan Pembinaan Hukum dan

Hak Azasi Manusia.

Sehubungan dengan tugas dan fungsi Biro Hukum maka salah satu tugas dan fungsi

Biro Hukum yang terkait dengan perumusan kebijakan produk hukum daerah

Kabupaten/Kota adalah Pembinaan dan Pengawasan Produk Hukum, yang telah diatur

dengan Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 118

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 5A dan Pasal 25A menentukan bahwa:

a. dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah disampaikan kepada Pemerintah paling lambat 15 (lima belas) hari sejak

ditetapkan.

b. dalam hal Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan

dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,

pemerintah dapat membatalkan Peraturab Daerah dimaksud.

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

1. Pasal 145:

(1) Peraturan Daerah disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah

ditetapkan.

Page 115: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 115

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan

kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat

dibatalkan oleh pemerintah.

2. Pasal 186:

(1) Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui

bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD

sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota Paling lama 3 (tiga) hari disampaikan

kepada Gubernur untuk dievaluasi.

(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15

(lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Pasal 189:

Proses penetapan rancangan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pajak daerah,

retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Peraturan Daerah, berlaku Pasal 185 dan

Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan

terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan

dengan Menteri yang membidangi urusan tata ruang.

4. Pasal 218:

(1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh

Pemerintah yang meliputi:

a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;

b. Pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan.

1. Pasal 7:

(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki

peraturan perundang-undangan.

2. Pasal 44:

(1) Penyusunan rancangan Peraturan perundang-undangan dilakukan sesuai dengan

teknik penyusunan Peraturan perundang-undangan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

1. Pasal 4:

(2) Bupati/Walikota menyampaikan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan

Bupati / Walikota kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri

paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan untuk mendapatkan klarifikasi.

2. Pasal 7:

(1) Untuk melakukan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Gubernur

membentuk Tim Klarifikasi yang keanggotaannya terdiri atas satuan kerja perangkat

daerah sesuai kebutuhan.

(2) Tim Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan

Gubernur.

5. Pasal 8:

(1) Tim Klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) melaporkan hasil

klarifikasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati / Walikota kepada Gubernur dalam

bentuk Berita Acara.

(2) Hasil klarifikasi peraturan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah dan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi dijadikan bahan usulan Gubernur kepada Menteri Dalam

Negeri untuk pembatalan.

Page 116: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 116

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

(3) Hasil klarifikasi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yang bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah dan Peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dijadikan bahan usulan Gubernur kepada

Menteri Dalam Negeri untuk pembatalan.

6. Pasal 37:

(1) Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah

paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditetapkan.

(2) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala

Daerah.

7. Pasal 39:

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,

Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Rencana Tata Ruang Daerah disampaikan

paling lama 3 (tiga) hari setelah disetujui bersama antara Kepala Daerah dengan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

(3) Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan

Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah.

(4) Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah

dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya rancangan

dimaksud.

8. Pasal 40:

(1) Gubernur dan Bupati/Walikota menindak lanjuti hasil evaluasi paling lambat 7 (tujuh)

hari kerja sejak diterima

(3) Apabila Bupati/Walikota tidak menindak lanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan tetap menetapkan menjadi Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah,

Gubernur dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tersebut

dengan Peraturan Gubernur.

9. Pasal 41:

(1) Apabila Bupati/Walikota tidak menerima keputusan Pembatalan Peraturan Daerah dan

Peraturan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dengan alasan yang

dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Bupati/Walikota dapat mengajukan

keberatan kepada Mahkamah Agung paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak

diterimanya pembatalan.

A.3. Kewenangan Gubernur Dalam Pengawasan Pembentukan Peraturan Daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dijelaskan mengenai pengawasan

pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang meliputi:

a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Provinsi;

b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Kabupaten/Kota; dan

c. Pelaksanaan urusan pemerintahan desa.

Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Provinsi terdiri dari:

a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat wajib;

b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat pilihan;

c. Pelaksanaan urusan pemerintahan menurut dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:

a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat wajib;

b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat pilihan;

c. Pelaksanaan urusan pemerintahan menurut tugas pembantuan.

Page 117: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 117

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ditegaskan pengawasan

terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern

Pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Aparat Pengawas Intern Pemerintah

adalah Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non

Departemen, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pengawasan

dilakukan oleh pejabat pengawas pemerintah. Pejabat pengawas pemerintah ditetapkan oleh

Menteri / Menteri Negara / Pimpinan Lembaga Pemerintah non Departemen di tingkat pusat,

oleh Gubernur di tingkat Provinsi, dan oleh Bupati / Walikota di tingkat Kabupaten / Kota

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Adapun pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diatur dalam

Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 sebagai berikut:

(1) Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah paling

lama 7 (tujuh) hari sejak ditetapkan.

(2) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala

Daerah.

(3) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.

(4) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan

kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat

dibatalkan dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Menteri.

(5) Peraturan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan

kepentingan umum, Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi dapat dibatalkan dengan Peraturan Menteri.

Gubernur selaku Kepala Daerah Otonom melakukan pengawasan fungsional atas

kegiatan Pemerintah Provinsi. Gubernur selaku wakil Pemerintah melakukan pengawasan

fungsional penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten dan Kota sesuai dengan kewenangan

yang dilimpahkan. Pengawasan dilaksanakan oleh Badan / Lembaga Pengawasan Daerah

Provinsi.

Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah telah melaksanakan kewenanganya

dalam pengawasan pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana mestinya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan pengawasan pembentukan

Peraturan Daerah. Kewenangan Gubernur dalam melaksanakan pengawasan Peraturan

Daerah adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi

Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Daerah untuk

mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

tentang APBD/perubahan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah paling

lama 3 (tiga) hari setelah mendapat persetujuan bersama dengan DPRD termasuk rancangan

peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD/penjabaran perubahan APBD kepada

Gubernur untuk mendapatkan evaluasi.

Untuk melakukan evaluasi terhadap rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

tentang APBD/perubahan APBD/pertanggungjawaban APBD, rancangan peraturan

Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD/penjabaran perubahan APBD, Gubernur

membentuk tim evaluasi yang keanggotaannya terdiri atas satuan kerja perangkat daerah

sesuai kebutuhan.

Tim evaluasi melaporkan evaluasi rancangan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota

tentang APBD / perubahan APBD/pertanggungjawaban APBD, rancangan peraturan

Bupati/Walikota tentang penjabaran perubahan APBD kepada Gubernur. Hasil evaluasi

dimuat dalam berita acara untuk dijadikan bahan keputusan Gubernur.

Page 118: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 118

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Gubernur dalam melakukan evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang pajak

daerah dan retribusi daerah terlebih dahulu berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan tata

ruang daerah dengan Menteri yang membidangi urusan tata ruang melalui Menteri Dalam

Negeri. Hasil koordinasi dijadikan bahan keputusan Gubernur.

Gubernur menyampaikan evaluasi rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

tentang APBD/perubahan APBD/pertanggungjawaban APBD, pajak daerah, retribusi

daerah, tata ruang daerah, rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran

APBD/penjabaran perubahan APBD kepada Bupati/Walikota tentang penjabaran

APBD/penjabaran perubahan APBD kepada Bupati/Walikota paling lambat 15 (lima belas)

hari kerja sejak diterimanya rancangan dimaksud. Bupati/Walikota menindaklanjuti hasil

evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak

diterimanya hasil evaluasi.

Apabila Bupati/Walikota tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dan tetap menetapkan

menjadi Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan

Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Bupati/Walikota tersebut dengan Peraturan Gubernur.

2. Klarifikasi

Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan Daerah untuk

mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Bupati/Walikota menyampaikan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota kepada Gubernur

dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan

untuk mendapatkan klarifikasi.

Untuk melakukan klarifikasi, Gubernur membentuk tim klarifikasi yang

keanggotaannya terdiri atas satuan kerja perangkat daerah sesuai kebutuhan. Tim klarifikasi

ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Tim klarifikasi melaporkan hasil klarifikasi

Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota kepada Gubernur dalam bentuk berita

acara. Hasil klarifikasi peraturan Kabupaten/Kota yang bertentangan dengan kepentingan

umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dijadikan

bahan usulan Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri untuk pembatalan.

Pembatalan terhadap sebagian atau seluruh materi Peraturan Daerah harus disertai

alasan. Alasan pembatalan dengan menunjukkan Pasal dan/atau ayat yang bertentangan

dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pembatalan ditetapkan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Peraturan

Daerah. Bupati/Walikota menghentikan pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya peraturan pembatalan.

Gubernur dalam kewenangannya melaksanakan pengawasan terhadap pembentukan

Peraturan Daerah di Nusa Tenggara Barat belum efektif dikarenakan Kabupaten/Kota tidak

konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai pengawasan

Peraturan Daerah. Dapat dikatakan bahwa Kabupaten/Kota pasif, jika tidak diminta untuk

mengirimkan Peraturan Daerah untuk dievaluasi, maka Kabupaten/Kota tidak akan

mengirimkan Peraturan Daerah tersebut. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum

seluruhnya menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota

kepada Gubernur untuk dilakukan evaluasi, klarifikasi dan fasilitasi sesuai batas waktu yang

telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Hukum Nusa Tenggara Barat, terkaji dan

terevaluasinya Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota Per Oktober 2009 sebanyak

95 buah dengan rincian: Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota se Nusa Tenggara

Barat yang dievaluasi sebanyak 74 buah, Rancangan Peraturan Daerah yang diklarifikasi

sebanyak 17 buah, Rancangan Peraturan Daerah yang difasilitasi sebanyak 3 buah dan yang

diharmonisasi sebanyak 1 buah.

Page 119: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 119

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Gubernur dalam melakukan pengawasan telah menyusun Kerangka Acuan

Penyusunan Draf Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Mekanisme Pengawasan

Rancangan Produk Hukum dan Produk Hukum dan Produk Hukum Daerah Kabupaten/Kota.

Pengawasan terhadap Peraturan Daerah dimaksudkan agar rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota yang dihasilkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau produk hukum lainnya.

2. Kendala Yang Dihadapi Dalam Pengawasan Pembentukan Peraturan Daerah Peraturan Daerah merupakan salah satu ciri daerah yang mempunyai hak mengatur

dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonom). Urusan rumah tangga daerah berasal dari

dua sumber, yakni otonomi dan tugas pembantuan (medebewind). Karena itu Peraturan

Daerah akan terdiri dari peraturan di bidang otonomi dan Peraturan Daerah di tugas

pembantuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Peraturan Daerah di bidang otonomi adalah

Peraturan Daerah yang bersumber dari atribusi, sementara Peraturan Daerah di bidang tugas

pembantuan adalah Peraturan Daerah yang bersumber dari kewenangan delegasi.

Pembentukan Peraturan Daerah merupakan kewenangan Kepala Daerah bersama-

sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Inisiatif pembentukan Peraturan Daerah

bisa berasal dari Kepala Daerah maupun inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah, Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum

Daerah.

Di dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 ditentukan

jenis produk hukum daerah terdiri atas:

a. Peraturan Daerah;

b. Peraturan Kepala Daerah;

c. Peraturan Bersama Kepala Daerah;

d. Keputusan Kepala Daerah; dan

e. Instruksi Kepala Daerah.

Menurut ketentuan umum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006

yang dimaksud dengan produk hukum daerah adalah peraturan-peraturan daerah yang

diterbitkan oleh Kepala Daerah dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan

daerah.

Produk hukum daerah bersifat pengaturan dan penetapan. Produk hukum daerah yang

bersifat pengaturan meliputi:

a. Peraturan Daerah atau sebutan lain;

b. Peraturan Kepala Daerah;

c. Peraturan bersama Kepala Daerah;

Produk hukum daerah yang bersifat penetapan meliputi:

a. Keputusan Kepala Daerah;

b. Instruksi Kepala Daerah.

Penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan dilakukan berdasarkan

Program Legislasi Daerah (Prolegda). Proses penyusunan rancangan produk hukum daerah

dilakukan dapat didelegasikan kepada Biro Hukum atau Bagian Hukum. Penyusunan produk

hukum daerah dibentuk Tim Antar Satuan Kerja Perangkat Daerah. Tim tersebut diketuai oleh

Pimpinan Satuan Kerja Perangkat daerah pemrakarsa atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala

Daerah dan Kepala Biro Hukum atau Kepala Bagian Hukum berkedudukan sebagai

sekretaris.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sofwan, SH., M.Hum (Tim Ahli di Biro Hukum

yang dibentuk oleh Gubernur) dan Muslim M. Saleh, SH, MH. (Kepala Bagian Pembinaan

Page 120: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 120

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

dan Pengawasan Produk Hukum Biro Hukum Setda Provinsi Nusa Tenggara Barat) kendala

yang dihadapi dalam pengawasan pembentukan Peraturan Daerah di Nusa Tenggara Barat

antara lain:

1. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum seluruhnya menyampaikan Rancangan

Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah kepada Gubernur untuk dilakukan evaluasi dan

klarifikasi sesuai batas waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan.

Jadi dalam hal ini, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota masih bersifat pasif, dalam artian

jika tidak diminta untuk mengirimkan Peraturan Daerah untuk dievaluasi, maka

Kabupaten/Kota tidak akan mengirimkan Peraturan Daerah tersebut.

Bagian Hukum Daerah Kabupaten/Kota belum memahami ketentuan-ketentuan yang

telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan

Pembinaan dan Pengawasan Produk Hukum Daerah.

2. Kurangnya Sumber Daya Manusia di bidang pembinaan dan pengawasan produk hukum

yang bertugas mengevaluasi produk hukum daerah.

Tenaga Ahli yang tersedia di bidang pembinaan dan pengawasan produk hukum

sejumlah 12 orang. Terhadap tenaga ahli di bidang pembinaan dan pengawasan perlu

adanya peningkatan Sumber Daya Manusia guna mengoptimalkan fungsi pembinaan

dan pengawasan

3. Dana untuk pelaksanaan pembinaan dan pengawasan produk hukum daerah masih

kurang.

Kegiatan inventarisasi dan monitoring produk hukum daerah ke Kabupaten/Kota belum

dapat dilaksanakan secara optimal mengingat keterbatasan anggaran.

4. Tidak adanya sanksi yang tegas bagi pemerintah Kabupaten/Kota sehingga tidak

mendorong kepatuhan terhadap ketentuan Undang-Undang.

Sejauh ini upaya dalam mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan diatur

dalam Pasal 45 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang berupa:

a. Penataan kembali suatu daerah otonom;

b. Pembatalan pengangkatan pejabat;

c. Penangguhan dan pembatalan suatu kebijakan daerah;

Dari sanksi yang ditentukan dalam Peraturan pemerintah tersebut sangat sulit diterapkan

dalam hal mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

Sebagai pelaksanaan tugas Gubernur dalam melakukan pengawasan terhadap

Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah, baik dalam bentuk klarifikasi maupun dalam

bentuk evaluasi, maka Gubernur Nusa Tenggara Barat mengirimkan surat kepada

Bupati/Walikota se Nusa Tenggara Barat dalam rangka pengawasan Peraturan

Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Berdasarkan data yang ada pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara

Barat dengan Triwulan III (ketiga) Tahun 2009 terdapat 3 (tiga) Kabupaten/Kota yang telah

menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan/atau Retribusi

Daerah kepada Gubernur yaitu Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan

Kota Bima untuk dilakukan evaluasi.

Sesuai pemberitahuan dengan surat yang disampaikan kepada Bupati/Walikota se

Nusa Tenggara Barat, diminta perhatian para Bupati/Walikota untuk menyampaikan

Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah paling lama 3 (tiga)

hari kerja setelah disetujui bersama DPRD untuk dilakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan

Pasal 39 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005, menyampaikan setiap

Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah

ditetapkan untuk mendapat klarifikasi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan

Page 121: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 121

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang Pengawasan Peraturan Daerah dan

Peraturan Kepala Daerah, dan melakukan kajian kembali terhadap produk-produk hukum

daerah secara seksama sehingga tidak lagi membentuk Peraturan Daerah yang menghambat

iklim investasi di Kabupaten/Kota dan tidak memberlakukan Peraturan Daerah yang sudah

dibatalkan Menteri Dalam Negeri.

Dapat dilihat bahwa Gubernur dalam melakukan pengawasan terhadap Peraturan

Daerah telah dilaksanakan secara optimal dengan upaya menyampaikan surat pemberitahuan

kepada Bupati/Walikota se Nusa Tenggara Barat agar pelaksanaan pengawasan

pembentukan Peraturan Daerah dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Dalam upaya pemecahan masalah yang terkait dengan kendala dalam pembinaan dan

pengawasan Peraturan Daerah, maka Biro Hukum Provinsi Nusa Tenggara Barat melakukan

upaya sebagai berikut:

1. Melaksanakan rapat koordinasi dengan Bagian Hukum Kabupaten/Kota dan bagian

yang menangani bagian hukum pada Sekretariat DPRD Kabupaten/Kota.

2. Menyampaikan rekomendasi hasil rapat koordinasi kepada Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota untuk dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan tugas terkait dengan

pembinaan dan pengawasan produk hukum daerah.

3. Melaksanakan konsultasi dengan Bagian Hukum Departemen Dalam Negeri terkait

dengan permasalahan Pembinaan dan Pengawasan Produk Hukum Daerah

Kabupaten/Kota.

4. Menyusun Rancangan Peraturan Gubernur tentang Mekanisme Pengawasan

Rancangan Produk Hukum Daerah Kabupaten/Kota untuk dijadikan sebagai acuan

dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan produk hukum daerah Kabupaten/Kota.

5. Menyampaikan Draf Rancangan Peraturan Gubernur tentang Mekanisme

Pengawasan Rancangan Produk Hukum dan Produk Hukum Daerah

Kabupaten/Kota kepada Instansi terkait untuk mendapatkan saran dan masukan guna

penyempurnaan Rancangan Peraturan Gubernur dimaksud.

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab di muka, maka dapat disimpulkan

hal-hal sebagai berikut.

1. Gubernur dalam melaksanakan kewenangannya dalam pengawasan pembentukan

Peraturan Daerah belum efektif dikarenakan Kabupaten/Kota tidak konsisten terhadap

berbagai peraturan perundang-undangan tentang pengawasan. Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota belum seluruhnya menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah dan

Peraturan Bupati/Walikota kepada Gubernur untuk dilakukan evaluasi, klarifikasi dan

fasilitasi sesuai batas waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Kewenangan Gubernur dalam melaksanakan pengawasan Peraturan Daerah adalah

sebagai berikut:

a. Evaluasi

Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan

Daerah untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Evaluasi dilakukan terhadap

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota terhadap APBD/perubahan APBD, pajak

daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah.

b. Klarifikasi

Page 122: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 122

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan Daerah untuk

mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi.

2. Dalam pengawasan pembentukan Peraturan Daerah di Nusa Tenggara Barat, ada

beberapa hal yang menjadi kendala antara lain:

a. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum seluruhnya menyampaikan

Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah kepada Gubernur untuk

dilakukan evaluasi dan klarifikasi sesuai batas waktu yang telah ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan.

b. Kurangnya Sumber Daya Manusia di bidang pembinaan dan pengawasan produk

hukum yang bertugas mengevaluasi produk hukum daerah.

c. Dana untuk pelaksanaan pembinaan dan pengawasan produk hukum daerah

masih kurang.

Kegiatan inventarisasi dan monitoring produk hukum daerah ke Kabupaten/Kota

belum dapat dilaksanakan secara optimal mengingat keterbatasan anggaran.

d. Tidak adanya sanksi yang tegas bagi pemerintah Kabupaten/Kota sehingga tidak

mendorong kepatuhan terhadap ketentuan Undang-Undang.

B. Saran

Dari uraian, pembahasan dan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran sebagai

berikut:

1. Dalam setiap pembentukan Peraturan Daerah hendaknya terlebih dahulu dilakukan

penelitian/riset yang mendalam dan komprehensif, hal ini penting agar Peraturan Daerah

yang dibuat benar-benar dapat dioperasionalkan dan bermanfaat bagi masyarakat dan

Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah yang baik akan mendorong partisipasi masyarakat.

2. Karena banyak Peraturan Daerah yang selama ini bertentangan dengan kepentingan

umum atau peraturan yang lebih tinggi, langkah yang ditempuh pemerintah sebaiknya

melakukan pembinaan (evaluasi) kepada daerah, khususnya dalam pembuatan Peraturan

Daerah secara berkelanjutan, Rancangan Peraturan Daerah yang kurang tepat segera

dikembalikan untuk direvisi. Sehingga kemungkinan adanya kesalahan dalam pembuatan

Peraturan Daerah dapat diminimalisir.

3. Diharapkan kerjasama Kabupaten/Kota untuk mengirimkan hasil pembahasan Peraturan

Daerah di Dewan untuk dievaluasi oleh Gubernur dalam rangka pelaksanaan pengawasan

Peraturan Daerah guna meminimalisir banyaknya Peraturan Daerah yang bermasalah.

DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirjo, S. Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kesepuluh, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1994.

Fachruddin, Irfan, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, P.T.

Alumni, 2004.

Gie, The Liang, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia, Jilid III,

Gunung Agung, Jakarta, 1968.

Hadjon, M. Philipus,et al, Pengantar Hukum Admnistrasi Indonesia (Introduction to the

Indonesian Admistrative Law), Gadjah Mada Press, 1993.

Handoko, T. Hani, Manajemen, BPFE, Yogyakarta, 1991.

Hamidi, Jazim dan Budiman N.P.D Sianaga, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Dalam Sorotan, PT. Tatanusa, Malang. 2005.

Hamidi, Jazim, Dhia Al Uyun, dkk, Meneropong Legislasi di Daerah, Penerbit: Universitas

Negeri Malang. 2008.

Hamzah, Halim dan Kemal Redindo Syahrul P., Cara Praktis Menyusun dan Merancang

Peraturan Daerah, Kencana, Jakarta, 2009.

Huda, Ni’matul, Hukum Pemerintahan Daerah, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2009.

Page 123: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 123

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

______________, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, FH UII Press, Yogyakarta, 2007.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar

Pustaka Harapan, Jakarta, 2000.

Koesoemahatinadja, Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Bina Cipta,

Bandung, 1997.

Kurde, Nukthoh Afrawie, Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.

Latief, Abdul. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintahan

Daerah, Penerbit: UII Press, Jogjakarta, 2005.

Lotulung, Paulus Effendi, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Lubis, M. Solly, Pergeseran Garis Politik dan Perundang-Undangan Mengenai Pemerintahan

Daerah, Alumni, Bandung, 1983.

Mahendra Putra Kurnia, dkk., Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif (Urgensi,

Strategi, dan Proses bagi Pembentukan Perda yang baik). Kreasi Total Media,

Yogyakarta, 2007.

Manan, Bagir, Perjalanan Historis Pusat 18 UUD 1945, UNSIKA, 1993.

, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat

Daerah, LPPM-Unisba, Bandung, 1995.

Ma’ruf, Moh., Pengarahan Menteri Dalam Negeri pada Rapat koordinasi Pemantapan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah se- Regional I, Palembang, 16 Juni 2006, Media

Praja Depdagri, Volume 1 No.09, Juni 2006.

Mattalatta, Andi, Panduan Praktis Perancangan Peraturan Daerah, Direktorat Jenderal

Peraturan Perundang-Undangan bekerjasama dengan United Nation Development

Programme, 2008.

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, LP3ES, Jakarta, 2006.

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata

Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1992.

Muslimin, Amrah, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1986.

Qomaruddin, Membentuk Peraturan Daerah Yang Aspiratif dan Responsif Sesuai Dengan

Asas-Asas Pembentukan Peraturan-Perundang-undangan Yang Baik, Makalah,

Lokakarya Hukum dan HAM, Mataram, September 2008.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Perundang-undangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Ridwan, Hukum Administrasi Di Daerah, FH UII Press, Yogyakarta, 2009.

Siagian, S.P, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1990.

Situmorang, Victor M. dan Jusuf Juhir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan

Aparatur Pemerintahan. Cet II, Rineka Cipta, Jakarta, 1998.

Soejito, Irawan, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah,

Bina Aksara, Jakarta, 1983.

Soekanto, Soerjono, Efektivikasi Hukum dan Peranan Sanksi, Remadja Karya, Bandung, 1985.

Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.

Sunarno, Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Surachmad, Winarno, Metodelogi Penelitian, Aneka Cipta, Jakarta, 1998.

Syafrudin Ateng , Titik Berat Otonomi Daerah pada Daerah Tingkat II dan Perkembangannya,

Mandar Maju, Bandung, 1991.

, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di Daerah, Cet. Ke-II, Citra Adjtia

Bakti, Bandung, 1993.

Tamrin, Husni, Makalah Legal Drafting dikutip dari Bagir Manan, Diklat Legal Drafter,

Bagian Hukum Setda Kota Mataram, 2005.

Terry, George R., Asas-asas Manajemen, diterjemahkan oleh Winardi, Alumni, Bandung,

1986.

Page 124: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA …apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · pada lahan tersebut terdapat beberapa komponen mahluk hidup yang

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 124

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4389).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4437).

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

dan Pemerintahan Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).

Peraturam Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang Pengawasan Peraturan Daerah

dan Peraturan Kepala Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk

Hukum Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk

Hukum Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pedoman Evaluasi Rancangan

Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan

Peraturan Kepala Daerah Tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tatacara Evaluasi Rancangan

Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah.

Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tatakerja Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

Nusa Tenggara Barat, dan Staf Ahli Gubernur Nusa Tenggara Barat.