keberdayaan masyarakat binaan melalui program...
TRANSCRIPT
1
KEBERDAYAAN MASYARAKAT BINAAN MELALUI
PROGRAM SARJANA PENGGERAK PEMBANGUNAN DI
PEDESAAN DI KECAMATAN MANGNGARABOMBANG
KABUPATEN TAKALAR
COMMUNITY EMPOWERMENT THROUGH THE
ACADEMICIAN ACTIVATORS VILLAGE DEVELOPMENT
PROGRAM (SP3) IN MANGNGARABOMBANG SUB-
DISTRICT, TAKALAR REGENCY
ZULKIFLI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2
KEBERDAYAAN MASYARAKAT BINAAN MELALUI
PROGRAM SARJANA PENGGERAK PEMBANGUNAN DI
PEDESAAN DI KECAMATAN MANGNGARABOMBANG
KABUPATEN TAKALAR
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Disusun dan diajukan oleh
ZULKIFLI
kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
3
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Zulkifli
Nomor Mahasiswa : P0200211001
Program studi : Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar,
Yang menyatakan
Zulkifli
4
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan kesehatan, kecerdasan otak dan kemampuan
jasmani dan rohani, sehingga segala aktifitas keseharian kita selalu dilalui
dengan semangat dan keuletan mengerjakan tesis ini. Dan tidak lupa pula
penulis haturkan salam dan salawat kepada junjungan nabiullah
Muhammad Saw.
Dalam tesis ini, penulis telah banyak menemukan berbagai berbagai
macam hal yang cukup penting dan perlu untuk disegerakan evaluasinya,
sebab tesis yang berjudul Keberdayaan Masayarakat Binaan Sarjana
Penggerak Pembangunan di Pedesaan di Kecamatan Mangngarabombang
Kabupaten Takalar merupakan terobosan Kementerian Pemuda dan
Olahraga yang hal ini bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga melibatkan pemuda terdidik untuk mendampingi masyarakat
melakukan program-program yang sifatnya dapat membantu
mengeksplorasi kemampuan kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial
masyarakat setempat sesuai dengan potensi wilayah yang ada di daerah
tersebut.
Banyaknya hal yang telah ditemukan dalam tesis ini adalah langkah
utama yang perlu dilakukan sebagai rumusan baru sistem
5
pembangunannya. Adapun hasilnya yang baik perlu upaya peningkatan,
sementara yang kurang berdaya diperlukan rumusan perbaikannya.
Sehingga terjadi perubahan mendasar yang akan lebih membantu
meningkatkan keberdayaan masyarakat binaan setempat.
Pada kesempatan ini penulis tulus hati menyampaikan terimakasih
kepada Bapak Prof. Dr. Tahir kasnawi, SU. selaku ketua komisi penasihat
dan Bapak Prof. Dr. Ir Andi Rahman Mappangaja, MS selaku anggota
komisi penasihat atas segala daya dan upaya pembimbingan. Rektor
Universitas Hasanuddin atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti
pendidikan di lepmbaga yang dipimpinya, Direktur Program Pascasarjana
beserta jajaran dan stafnya, kepada Bapak penguji, Prof. Dr. Ir. Roland
Barkey, Prof. Dr. I Made Benyamin, M.Ec, Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman,
M.S, terima kasih atas arahan dan masukan sehingga penulis
mendapatakan masukan berharga bagi kesempurnaan tesis ini.
Demikian halnya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar,
terkhusus kepada kedua orang tua penulis, A. Karim Tutu dan St. Saerah
Taugi, H. Basoddin dan Hj. Sabiyani, istriku tercinta Nurhidayat, S.KM, yang
telah memberikan kasih sayang dan semangat yang tulus. Ust. Hamka
Badaruddin, Ust. Muhtar Lutfi, dan teman-teman PPW 2011, serta fasilitator
SP3 Takalar.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai
kekurangan, sehingga saran dan kritik yang sifatnya membangun dari
semua pihak sangat diharapkan, agar lebih memberikan bobot maksimal
6
bagi kesempurnaan tesis ini. Semoga hasilnya bermanfaat dan memberikan
kontribusi bagi kita semua terlebih terhadap upaya pengembangan dan
pemberdayaan potensi-potensi masyarakat berupa sistem nilai budaya lokal
dimasa yang akan datang.
Makassar, 1 juli 2013
ZULKIFLI
7
ABSTRAK
ZULKIFLI. Keberdayaan Masyarakat Binaan Melalui Program Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3) di Kecamatan Mangngarabombang Kabupaten Takalar (dibimbing oleh Tahir Kasnawi dan Andi Rahman Mappangaja).
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat partisipasi dan
keberdayaan masyarakat binaan SP3 di Kecamatan Mangngarabombang. Penelitian ini menggambarkan tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan selama program berlangsung.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Mangngarabombang Kabupaten Takalar. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei dengan mewawancarai sembilan belas orang sebagai responden. Metode penarikan sampel menggunakan metode purposive samplig dengan mengambil masyarakat binaan SP3 untuk diteliti tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaannya selama mengikuti program yang telah berlangsung sejak 2010 sampai sekarang. Pengolahan data dilakukan dengan perhitungan skor dan diuraikan secara deskriptif. Tingkat partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3 dianalisis menggunakan tabel keunggulan dan kelemahan masyarakat binaan dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis keberdayaan masyarakat Fujikake yang terdiri atas enam indikator, yaitu kemampuan mengemukakan opini, perubahan kesadaran, kreatifitas menyusun tujuan baru, kepercayaan diri, dan keterampilan manajerial. Indikator tersebut diukur melalui lima pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi skor, tidak berdaya 0.0-1.0, kurang berdaya 1.1-2.0, agak berdaya, 2.1-3.0, cukup berdaya 3.1-4.0, sangat berdaya 4.1-5.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan
masyarakat binaan SP3 cukup baik dengan skor nilai rata-rata 3.48, namun diperlukan upaya perbaikan dan pendampingan lebih profesional sebab dalam analisis tersebut terdapat dua indikator yang kurang yaitu, keterampilan manajerial dengan skor 3.14 dan kemampuan mengemukakan opini dengan skor 2.79. Kata kunci: Partisipasi, Keberdayaan, SP3, Masyarakat
8
ABSTRACT
ZULKIFLI. Community Empowerment through the Academician Activators
Village Development Program (SP3) in Mangngarabombang Sub-District,
Takalar Regency (Supervised by Tahir Kasnawi and Andi Rahman
Mappangaja).
This study aims to investigate the participation level and the
empowerment of the community as developed by SP3 in
Mangngarabombang Sub-District. The purpose was to describe the level of
the community’s participation and the empowerment levels during the
implementation of the program.
The research was conducted in Mangngarabombang Sub-District,
Takalar Regency. The method used was a survey method by interviewing
19 respondents, who were chosen using the purposive random sampling
technique from the community memebers participating in the SP3 program.
The objects of the study were the levels of their participation and the
empowerment while they were joining the program from 2010 until now. The
data were then processed in order to calculate the scores and analyze them
descriptely. The levels of the participation and empowerment the community
fostered by SP3 were analysed using the tables of their strength and
weakness followed by the empowerment analysis using Fujikake which
consists of six indicators, namely, their ability to express opinions, the
change of their awareness, their creativity to prospect new targets, their
self-confidence, and their managerials skills. These indicators were
measured by asking five questions. Each question was scored:
empowerless = 0.0 to 1.0, less empowered = 1.1-2.0, fairly empowered =
2.1-3.0, empowered = 3.1-4.0, dan very empowered = 4.1 to 5.0.
The research result indicated that the empowerment level of the
community was good enough with average value of 3.48, though some
improvement and a more professional assistance were still needed because
the analysis still revealed at least two unsatisfactory indicators, namely the
score of the managerial skill was 3.14 and the score of the ability to express
opinions was only 2.79.
Keywords: Participation, empowerment, SP3, community
9
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA j ............. v
ABSTRAK ..................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................ 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemberdayaan Masyarakat ................................................ 7
B. Konsep Pemberdayaan ....................................................... 11
C. Tujuan Pemberdayaan ......................................................... 15
D. Partisipasi Masyarakat ........................................................ 21
E. Tujuan Pemberdayaan ........................................................ 27
10
F. Pendampingan Masyarakat ................................................. 29
G. Evaluasi Pemberdayaan ...................................................... 31
H. Pembangunan Pedesaan ..................................................... 39
I. Gambaran pelaksanaan Program SP3 ................................ 44
J. Kerangka Pikir ...................................................................... 50
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................ 53
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................... 53
C. Metode Pengumpulan Data ................................................. 54
D. Populasi dan Sampel ........................................................... 55
E. Jenis dan Sumber Data ....................................................... 55
F. Analisis Data ....................................................................... 56
G. Skor Mean ........................................................................... 58
H. Definisi Operasional ............................................................ 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Lokasi Penelitian ........................................................ 62
1. Gambaran Umum Kecamatan Mangngarabombang .... 62
1. Letak Geografis ........................................................ 62
2. Kondisi Demografi .................................................... 65
2. Potensi Wilayah Kecamatan Mangngarabombang ...... 4665
B. Identitas dan Karakteristik SP3 ........................................... 66
C. Identitas dan Karakteristik Anggota SP3 .............................. 71
1. Identitas Responden Berdasarkan Kelompok Umur . 71
11
2. Identitas Anggota SP3 Berdasarkan Jenis Kelamin .. 72
3. Identitas Anggota SP3 Berdasarkan Tingkat Pendidikan 73
D. Analisis Partisipasi Masyarakat Binaan ............................... 76
1. Mengerti Maksud dan Tujuan SP3 ............................ 77
2. Menghadiri Pertemuan/undangan ............................. 78
3. Mempunyai Peran dalam Program SP3 .................... 79
4. Partisipasi Tahap Perencanaan ................................ 80
5. Partisipasi Masyarakat Binaan Berdasarkan
Tahap Pelaksanaan ................................................... 81
6. Partisipasi Tahap Pengawasan ................................. 833
7. Tanya Jawab dengan Pemerintah/Tokoh/Pengusaha 84
E. Analisis tingkat keberdayaan masyarakat binaan ................ 86
1. Mengemukakan opini ................................................. 86
2. Perubahan kesadaran................................................ 88
3. Kreatifitas ................................................................... 89
4. Kepercayaan diri ........................................................ 91
5. Keterampilan manajerial ............................................ 92
F. Hasil dan Pembahasan Tingkat Partisipasi dan
Tingkat Keberdayaan
1. Tingkat Partisipasi ..................................................... 93
2. Tingkat Keberdayaan ................................................. 95
3. Skor Mean ................................................................. 96
G. Skor mean tingkat keberdayaan masyarakat ...................... 96
12
1. Urutan tingkat partisipasi .......................................... 103
2. Urutan tingkat keberdayaan ....................................... 103
H. Analisis keunggulan dan kelemahan tingkat keberdayaan ... 105
I. Analisis keberdayaan fujikake ............................................. 115
1. Tahap pertama .......................................................... 115
2. Tahap kedua ............................................................. 117
3. Tahap ketiga .............................................................. 120
4. Tahap keempat.......................................................... 122
J. Usulan perbaikan ................................................................. 123
11118
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................... 127
B. Saran ................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA
130
LAMPIRAN-LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis keterampilan/vokasi
48
2. Standar partisipasi
58
3. Standar keberdayaan
58
4. Desa/kelurahan dan luas daerah
61
5. Banyaknya penduduk setiap desa di Kecamatan
Mangngarabombang 64
6. Kelompok masyarakat binaan setiap desa di Kecamatan
Mangngarabombang 67
7. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan kelompok
umur 71
8. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan jenis
kelamin 72
9. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat
pendidikan 74
10. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat
partisipasi 75
14
11. Distribusi hubungan antara tingkat pendidikan dengan
tingkat keberdayaan 76
12. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan
pengetahuan tentang maksud dan tujuan SP3 77
13. Distribusi masyarakar binaan SP3 berdasarkan
keikutsertaan/undangan 78
14. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan
Peran penting dalam program 79
15. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan partisipasi
tahap perencanaan 80
16. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tahap
pelaksanaan 81
17. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tahap
pengawasan 83
18. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tanya
jawab dengan pemerintah/tokoh/pengusaha 84
19. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan
kemampuan mengemukakan opini 87
20. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan perubahan
kesadaran 88
21. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat
kreatifitas 89
22. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat
kepercayaan diri 91
15
23. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat
keterampilan manajemen 92
24. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan Tingkat
Partisipasi 93
25. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan Tingkat
Keberdayaan 95
26. Skor mean tingkat partisipasi dan keberdayaan
masyarakat binaan SP3 97
27. Skor mean tingkat partisipasi dan keberdayaan
masyarakat binaan SP3 106
28. Kelemahan dan keunggulan masyarakat binaan 110
29. Skor mean analisis keberdayaan masyarakat binaan SP3
dengan menggunakan 6 indikator fujikake 117
30. Urutan keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan
menggunakan 6 indikator fujikake 119
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus pemberdayaan 13
2. Proses pemberdayaan 14
3. Tiga tipe hasil pemberdayaan 37
4. Evaluasi pemberdayaan menggunakan 12 indikator 38
5. Empat elemen inti pemberdayaan 38
6. Tingkatan pemberdayaan 39
7. Struktur organisasi SP3 49
8. Kerangka pikir penelitian 51
9. Peta administratif Kecamatan Mangngarabombang 64
10. Tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat
binaan SP3 102
11. Grafik perubahan kesadaran masyarakat binaan SP3 106
12. Grafik keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan
menggunakan 6 indikator Fujikake 118
17
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kuisioner Penelitian 133
2. Panduan Wawancara Mendalam 137
3. Tabulasi Data Tingkat Partisipasi 138
4. Tabulasi Data Tingkat Partisipasi 141
5. Grafik Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan 144
6. Tabulasi Data Tingkat Kemampuan Mengemukakan Opini 145
7. Tabulasi Data Tingkat Perubahan Kesadaran 147
8. Tabulasi Data Tingkat Kreatifitas 149
9. Tabulasi Data Tingkat keterampilan Manajerial 151
10. Tabulasi Data Tingkat Kepercayaan Diri 153
11. Indikator Keberdayaan Fujikake 155
12. Crosstabs Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi 156
13. Crosstabs Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keberdayaan 158
14. Curiculum Vitae 160
18
BAB I
PENDAHULUAN
E. Latar Belakang
Pembangunan wilayah tidak dapat direalisasikan tanpa adanya
perubahan-perubahan organisasi sosial dan sistem nilai, karenanya
produktifitas dari suatu sistem ekonomi dan pengelolaan sumber daya
dikondisikan oleh budaya dan kelembagaan yang ada dalam masyarakat.
Oleh karenanya tingkat kesejahteraan masyarakat disuatu wilayah tidak
hanya dimaknai dengan tingkat pertumbuhan dan produktifitas ekonomi
serta kemajuan-kemajuan dibidang fisik saja, tetapi juga
mempertimbangakan kinerja sosial, akses masyarakat pada pendapatan,
pendidikan, kesehatan, dan proses demokrasi (Hayami,2000 dalam PPW
Ernam Sutandi).
Kemiskinan yang terjadi pada masyarakat membuat mereka
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan juga membuat
masyarakat sulit berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-
keputusan yang mempengaruhi mereka dalam keadaan tidak mempunyai
keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup, olehnya itu
pemberdayaan sosial menjadi sesuatu yang sangat menunjang
pembanguan masyarakat. Hal ini diperkuat oleh landasan konstitusional
yang terdapat dalam tujuan Negara alinea IV pembukaan UUD 45
“membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melndungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia dan untuk
19
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia. ” prioritas pembangun nasional saat ini
difokuskan pada tiga strategi pokok, yaitu dikenal dengan triple tract
strategi, yaitu upaya untuk mengurangi pengangguran, pengentasan
kemiskinan, dan peningkatan pertumbuhan (Gunawan Sumodingrat. 2002).
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan
ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan
paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered,
participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995 dalam
Ginanjar K 1997).
Pemberdayaan hadir, dicanangkan, dan diprogramkan sesuai
dengan kondisi atau kebutuhan masyarakat setempat sehingga diharapkan
hasil dari pemberdayaan bisa membuat perubahan sosial dan tepat pada
sasaran pada sebuah komunitas miskin atau lemah. Program
pemberdayaan telah lama dilakukan oleh pemerintah namun tidak sedikit
yang mengalami kegagalan karena belum menyentuh pada kebutuhan
masyarakat secara menyeluruh dan berkesinambungan. Penyebab inilah
yang akhirnya membuat LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang
bergerak dibidang pemberdayaan masyarakat tergerak untuk
menyingsingkan lengan untuk menuntaskan dan menghapus masalah
kemiskinan dimasa sekarang dan dimasa depan (Yenny Kurnia, 2010).
Program SP3 telah berlangsung sejak tahun 1989, dengan tujuan
untuk mengakselerasikan pembangunan melalui peran kepeloporan
pemuda dalam berbagai aktivitas kepemudaan yang dapat berpengaruh
20
pada dinamisasi kehidupan pemuda desa, mengembangkan potensi
sumber daya kepemudaan sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya desa.
Penyeleggaraan SP3 merupakan wujud dari program peningkatan
pemeratan pembangunan, sebagai roda perekonomian berjalan dengan
baik, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Penyelenggara SP3 ini juga dimaksudkan sebagai pemerataan
tenaga terdidik menjadi kader wiraswasta dan penggerak dalam
menumbuhkan kualitas sumber daya manusia.
Sarjana penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3) salah satu
model program pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan yang
melibatkan pemuda berpendidikan (sarjana). Program SP3 pertama kali
diluncurkan pada tahun 1989 (Awal Pelita V) sebagai salah satu upaya
pemerintah mengatasi permasalahan kemiskinan yang menyebabkan
ketertinggalan penanganan (Renova Munte, Tesis: 2009)
Sejak pelita V sampai sekarang ini, pemerintah telah menerjunkan
5000 Sarjana penggerak pembangunan di pedesaan di seluruh indonesia.
Di Propinsi Sulawesi Selatan sendiri penerimaan SP3 dilakukan setiap
tahunnya, dengan sistem kontrak 3 tahun. Tahun 2010 penempatanya
sebayak 15 orang SP3 angkatan ke 17 dari berbagai disiplin ilmu
ditempatkan di Kabupaten Takalar Kecamatan Mangngarabombang.
Kegiatan ini meliputi kerajinan tangan songkok guru, pengembangan usaha
budidaya rumput laut dan kepiting, pengembangan objek wisata alam, dan
lainnya.
21
Sampai saat ini program dari pemerintah ini masih berjalan,
sebanyak 35 sarjana masih aktif yaitu angkatan ke 17 yang ditempatkan di
desa-desa yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan. Menurut data BPS pada
februari tahun 2008 jumlah penganggur terbuka sebanyak 9,42 juta orang
atau sekitar 8,48 dari total angkatan kerja yang berjumlah 111,4 juta orang.
Sekitar 78,38 dari penganggur tersebut adalah pemuda usia produktif (15-
30 tahun) (Pedoman Umum SP3, 2010).
Program SP-3 antara lain bertujuan untuk mendorong dan
memfasilitasi peran pemuda dalam membantu percepatan pembangunan
desa di berbagai sektor, terutama sektor ekonomi yang berbasis pada
sumberdaya lokal. Tujuan ini dapat dilakukan antara lain melalui pendidikan
kecakapan hidup (life skill) kewirausahaan bagi pemuda desa. Oleh karena
itu, pada tahun 2009 ini Departemen Pendidikan Nasional dan Kementerian
Negara Pemuda dan Olahraga melakukan sinergi program Pendidikan
Kecakapan Hidup (Life Skill) dengan Program SP-3 dalam rangka
memperkuat peran SP-3 di bidang pengembangan kewirausahaan pemuda
di desa.
Misi utama SP3 memberikan perhatian pada pembinaan dan
pengembangan sumberdaya manusia di pedesaan. Dalam kaitan tersebut
para sarjana diharapkan mampu melakukan berbagai usaha pembaruan
dan pembangunan, antara lain menciptakan lapangan kerja, memberi
penyuluhan, mengadakan pendidikan dan pelatihan, pemasaran hasil
pertanian, perikanan, peternakan, dan sebagainya. Dalam konteks
pembangunan masyarakat kegiatan fasilitasi dilakukan oleh tenaga khusus
22
yang bertugas; pertama, membina kelompok masyarakat yang terkena
krisis sehingga menjadi satu kebersamaan tujuan dan kegiatan yng
berorientasi pada perbaikan kehidupan; kedua, sebagai pemandu atau
fasilitator, penghubung dan penggerak (dinamisatir) dalam pembentukan
kelompok masyarakat dan pembimbing kegiatan kelompok masyarakat
(Renova Munte, tesis: 2009).
Keberadaan program SP3 menarik untuk diamati karena dilakukan di
wilayah pedesaan dengan sasaran masyarakat sebagai objek program.
Fenomena ini menjadi lebih menarik untuk dikaji bagaimana tingkat
partisipasi masyarakat binaan terhadap program pemberdayaan SP3 serta
tingkat keberdayaannya. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan
positif untuk program pemberdayaan yang hingga saat ini masih menjadi
pekerjaan rumah pihak pemerintahan yang terkait, mengingat banyaknya
kegagalan yang terjadi pada pogram pemberdayaan sebelumnya (Pedoman
Umum SP3,2010).
Analisis pemberdayaan merupakan proses pengidentifikasian
keberhasilan dan atau kegagalan suatu rencana, pelaksanaan dan hasil
kegiatan program. Analisis ini sangat penting dilakukan untuk melihat
sejauh mana keberhasilan telah dicapai melalui dampak program SP3
terhadap keberdayaan masyarakat binaan sehingga bisa menjadi masukan
positif bagi program pemberdayaan selanjutnya. Wilayah studi peneilitian ini
berada di Kecamatan Mangngarabombang Kabupaten Takalar. Kecamatan
Mangngarabombang adalah salah satu kecamatan yang menerima program
SP3 yang pelaksanaanya dimulai pada tahun 2010 sampai saat ini.
23
F. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat binaan selama program
SP3 berlangsung ?
2. Bagaimana tingkat keberdayaan masyarakat binaan selama program
SP3 berlangsung ?
3. Bagaimanakah usulan perbaikan kepada masyarakat binaan SP3 ?
G. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat binaan
selama program SP3 berlangsung .
2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat keberdayaan masyarakat
binaan selama program SP3 berlangsung.
3. Untuk mengetahui usulan perbaikan kepada masyarakat binaan SP3.
H. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi peneliti yang ingin mengkaji
lebih jauh partisipasi serta tingkat keberdayaan masyarakat binaan.
2. Dapat menjadi literatur bagi kalangan akademisi yang ingin dalam
mengkaji dampak program terhadap masyarakat binaan dan pihak
penyelenggara program agar dapat menjadi acuan untuk
meningkatkan kinerja dimasa mendatang.
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Ife (dalam Suharto, 2005) menjelaskan bahwa
pemberdayaan menekankan orang memperoleh keterampilan, pengetahuan
dan kekuasaan cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan
orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan bertujuan untuk
meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah dan tidak beruntung.
Menurut Ohama (dalam tesis Syamsu Alam 2001), dalam
memberdayakan masyarakat yang menjadi langkah pertama adalah
penyadaran sosial (sosial concretization). Pada masyarakat perlu
ditanamkan kesadaran kritis tentang potensi yang mereka miliki untuk bisa
mengakses sejumlah daya pada ruang sosial, ruang politik maupun ruang
psikologis. Bahwa kemiskinan yang mereka alami bukanlah sepenuhnya
karena ketidakmampuan yang melekat pada diri mereka, melainkan karena
bekerjanya struktur yang merampas daya kemampuan mereka, dimana
daya tersebut dapat diperoleh kembali bila dikalangan mereka tertanam
kesadaran untuk memperjuangkannya.
Kedua, yaitu pengorganisasian masyarakat, masyarakat
mengorganisir diri dalam satu kelompok yang bertujuan mewujudkan
partisipasi masyarakat secara efektif pada setiap perencanaan dan
implementasi pengelolaan pembangunan agar dapat memberikan manfaat
langsung kepada masyarakat setempat.
25
Ketiga adalah penghantaran sumber daya, adalah masyarakat
mengorganisir diri dalam kelompok maka proses pemberdayaan harus
dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan guna meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan agar mampu mandiri dan mengelola sumber daya
pembangunan setempat, dan apabila proses transformasi pembelajaran
tetap dilakukan maka akan berdampak pada peningkatan produksi dan
perkapita masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan
ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan
paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered,
participatory, empowering, and sustainable" Chambers, (dalam Zaki
Mubarak tesis 2010).
Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan
dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses
pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini
banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-
konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya
banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman
disebut alternatif development, yang menghendaki “inclusive democracy,
appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity”.
upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi.
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi
26
yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali
tanpa daya, karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan
adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong
memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif,
selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi
langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan
(input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities)
yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah
peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam
sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi,
lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut
pembangunan prasarana dan sarana dasar baik fisik, seperti irigasi, jalan,
listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan,
yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta
ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di
perdesaan, di mana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat
kurang.
Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang
berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua, tidak
selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini. Pemberdayaan bukan
27
hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-
pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras,
hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari
upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi
sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta
peranan masyarakat di dalamnya.
Hal yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat
dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan
masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat
kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Friedman (dalam tesis Zaki Mubarak 2010) menyatakan “The empowerment
approach, which is fundamental to an alternatif development, places the
emphasis on autonomy in the decision-marking of territorially organized
communities, local self-reliance (but not autarchy), direct (participatory)
democracy, and experiential sosial learning”.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam
proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
lemah, oleh karena kekurang-berdayaan dalam menghadapi yang kuat.
Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat
mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi
tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru
akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.
Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang
28
lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi
makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena,
pada dasarnya setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha
sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan
demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat,
memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah
kehidupan yang lebih baik secara sinambung (Ginanjar Kartasasmita 1997).
B. Konsep Pemberdayaan
Rubin (dalam yenni kurnia 2010) mengemukakan 5 prinsip dasar dari
konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:
1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap
kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi
bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang
diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan
pembangunan lainnya.
2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik
dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.
3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan
pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha
pembangunan fisik.
4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat
memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang
berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.
29
5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai
penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan
kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.
Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan
dari pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada
hakikatnya pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk
menempatkan masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah
kemajuan dalam komunitasnya sendiri. Artinya program pemberdayaan
tidak bisa hanya dilakukan dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu
tahapan tertentu, akan tetapi harus terus berkesinambungan dan
kualitasnya terus meningkat dari satu tahapan ke tahapan berikutnya.
Menurut Wilson (dalam Yenni Kurnia 2010) terdapat 7 tahapan
dalam siklus pemberdayaan masyarakat. Tahap pertama yaitu keinginan
dari masyarakat sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Pada tahap
kedua, masyarakat diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan
atau faktor-faktor yang bersifat resistemsi terhadap kemajuan dalam dirinya
dan komunitasnya. Pada tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah
menerima kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggungjawab
dalam mengembangkan dirinya dan komunitasnya. Tahap keempat lebih
merupakan kelanjutan dari tahap ketiga yaitu upaya untuk mengembangkan
peran dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal ini juga terkait dengan
minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Pada
tahap kelima ini hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai kelihatan,
dimana peningkatan rasa memiliki yang lebih besar menghasilkan keluaran
30
kinerja yang lebih baik. Pada tahap keenam telah terjadi perubahan perilaku
dan kesan terhadap dirinya, dimana keberhasilan dalam peningkatan
kinerja mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi
sebelumnya. Pada tahap ketujuh masyarakat yang telah berhasil dalam
memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar
guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Siklus pemberdayaan ini
menggambarkan proses mengenai upaya individu dan komunitas untuk
mengikuti perjalanan ke arah prestasi dan kepuasan individu dan pekerjaan
yang lebih tinggi. Gambar di bawah ini menunjukkan siklus pemberdayaan
masyarakat dalam suatu komunitas.
Gambar 1. Siklus pemberdayaan (Wilson, 1996)
Proses bisa diartikan sebagai runtutan perubahan (peristiwa) dalam
perkembangan sesuatu (Depdiknas, 2003), jadi proses pemberdayaan bisa
dimaknai sebagai runtutan perubahan dalam perkembangan usaha untuk
Tahap 6 Perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya
Tahap 7 Merasa tertantang untuk
upaya lebih besar
Tahap 1
Keinginan untuk berubah
Tahap 2
Melepaskan halangan-halangan
Tahap 3 Rasa memiliki
bertambah
Tahap 4 Mengembangkan peran
dan batas tanggungjawab
Tahap 5 Pencapaian hasil dan
target yang lebih besar
31
membuat masyarakat menjadi lebih berdaya. Wilson (dalam Yenni Kurnia
2010) memaparkan empat tahapan dalam proses pemberdayaan sebagai
berikut:
1. Awakening atau penyadaran, pada tahap ini masyarakat disadarkan akan
kemampuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki serta rencana dan
harapan akan kondisi mereka yang lebih baik dan efektif.
2. Understanding atau pemahaman, lebih jauh dari tahapan penyadaran
masyarakat diberikan pemahaman dan persepsi baru mengenai diri mereka
sendiri, aspirasi mereka dan keadaan umum lainnya. Proses pemahaman
ini meliputi proses belajar untuk secara utuh menghargai pemberdayaan
dan tentang apa yang dituntut dari mereka oleh komunitas.
3. Harnessing atau memanfaatkan, setelah masyarakat sadar dan mengerti
mengenai pemberdayaan, saatnya mereka memutuskan untuk
menggunakannya bagi kepentingan komunitasnya.
4. Using atau menggunakan keterampilan dan kemampuan pemberdayaan
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Gambar 2. Proses pemberdayaan (Wilson, 1996)
USING /
PENGGUNAAN ATAU PEMBIASAAN
HARNESSING PEMANFAATAN
UNDERSTANDING PEMAHAMAN
AWAKENING PENYADARAN
32
Pemberdayaan adalah sebuah proses, sehingga tidak bisa dipahami
sebagai proyek tunggal dengan awal dan akhir. Suatu cara atau filosofi
dimana pelaksanaan dan penyesuaiannya.
C. Tujuan Dan Strategi Cara Pemberdayaan Masyarakat Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan
memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan
keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat
dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak.
Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan,
pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya
produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya
akses pada tanah padahal ketergantungan pada sektor pertanian masih
sangat kuat, melemahnya pasar-pasar lokal/tradisional karena
dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional.
Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan menyangkut struktural
(kebijakan) dan kultural (Sunyoto Usman, 2004).
Bagaimana strategi atau kegiatan yang dapat diupayakan untuk
mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat ?. Ada beberapa strategi yang
dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam
pemberdayaan masyarakat.
Strategi 1 : Menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi
Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ;
pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
33
masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
masyarakat (empowering). Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang
amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan,
serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,
teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa
pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar
fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas
pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan
paling bawah, serta ketersediaan lembagalembaga pendanaan, pelatihan,
dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang
keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi
masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang
berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota
masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya
modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggung-
jawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula
pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam
kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang
terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh
karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan
34
pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi. Ketiga,
memberdayakan mengandung pula arti melindungi.
Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi
bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi
yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang
lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.
Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal
itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.
Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang
lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi
makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena,
pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha
sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan
demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan,
dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan
yang lebih baik secara berkesinambungan.
Strategi 2 : Program Pembangunan Pedesaan
Pemerintah di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia telah
mencanangkan berbagai macam program pedesaan, yaitu (1)
pembangunan pertanian, (2) industrialisasi pedesaan, (3) pembangunan
masyarakat desa terpadu, dan (4) strategi pusat pertumbuhan (Sunyoto
Usman, 2004). Penjelasan macam-macam program sebagai berikut:
35
Program pembangunan pertanian, merupakan program untuk
meningkatkan output dan pendapatan para petani. Juga untuk menjawab
keterbatasan pangan di pedesaan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar industri kecil dan kerumahtanggaan, serta untuk memenuhi
kebutuhan ekspor produk pertanian bagi negara maju. Program
industrialisasi pedesaan, tujuan utamanya untuk mengembangkan industri
kecil dan kerajinan.
Pengembangan industrialisasi pedesaan merupakan alternatif
menjawab persoalan semakin sempitnya rata-rata pemilikan dan
penguasaan lahan dan lapangan kerja dipedesaan. Program pembangunan
masyarakat terpadu, tujuan utamanya untuk meningkatkan produktivitas,
memperbaiki kualitas hidup penduduk dan memperkuat kemandirian. Ada
enam unsur dalam pembangunan masyarakat terpadu, yaitu: pembangunan
pertanian dengan padat karya, memperluas kesempatan kerja, intensifikasi
tenaga kerja dengan industri kecil, mandiri dan meningkatkan partisipasi
dalam pengambilan keputusan, mengembangkan perkotaan yang dapat
mendukung pembangunan pedesaan, membangun kelembagaan yang
dapat melakukan koordinasi proyek multisektor.
Selanjutnya program strategi pusat pertumbuhan, merupakan
alternatif untuk menentukan jarak ideal antara pedesaan dengan kota,
sehingga kota benar-benar berfungsi sebagai pasar atau saluran distribusi
hasil produksi. Cara yang ditempuh adalah membangun pasar di dekat
desa. Pasar ini difungsikan sebagai pusat penampungan hasil produksi
desa, dan pusat informasi tentang hal-hal berkaitan dengan kehendak
36
konsumen dan kemampuan produsen. Pusat pertumbuhan diupayakan agar
secara social tetap dekat dengan desa, tetapi secara eknomi mempunyai
fungsi dan sifat-sifat seperti kota.
Senada dengan program pembangunan pedesaan, J. Nasikun
(dalam Jefta Leibo, 1995), mengajukan strategi yang meliputi : (1) Startegi
pembangunan gotong royong, (2) Strategi pembangunan Teknikal –
Profesional, (3) Strategi Konflik, (4) Strategi pembelotan kultural.
Dalam strategi gotong royong, melihat masyarakat sebagai sistem
sosial. Artinya masyarakat terdiri dari atas bagian-bagian yang saling
kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama. Gotong royong dipercaya
bahwa perubahan-perubahan masyarakat, dapat diwujudkan melalui
partisipasi luas dari segenap komponen dalam masyarakat. Prosedur dalam
gotong royong bersifat demokratis, dilakukan diatas kekuatan sendiri dan
kesukarelaan.
1. Strategi pembangunan Teknikal – Profesionalel
Dalam memecahkan berbagai masalah kelompok masyarakat
dengan cara mengembangkan norma, peranan, prosedur baru untuk
menghadapi situasi baru yang selalu berubah. Dalam strategi ini peranan
agen – agen pembaharuan sangat penting. Peran yang dilakukan agen
pembaharuan terutama dalam menentukan program pembangunan,
menyediakan pelayanan yang diperlukan, dan menentukan tindakan yang
diperlukan dalam merealisasikan program pembangunan tersebut. Agen
pembaharuan merupakan kelompok kerja yang terdiri atas beberapa warga
37
masyarakat yang terpilih dan dipercaya untuk menemukan cara –cara yang
lebih kreatif
sehingga hambatan –hambatan dalam pelaksanaan program pembangunan
dapat diminimalisir.
2. Strategi Konflik
Melihat dalam kehidupan masyarakat dikuasasi oleh segelintir orang
atau sejumlah kecil kelompok kepentingan tertentu. Oleh karena itu, strategi
ini menganjurkan perlunya mengorganisir lapisan penduduk miskin untuk
menyalurkan permintaan mereka atas sumber daya dan atas perlakuan
yang lebih adil dan lebih demokratis. Strategi konflik menaruh tekanan
perhatian pada perubahan oraganisasi dan peraturan (struktur) melalui
distribusi kekuasaan, sumber daya dan keputusan masyarakat.
3. Strategi pembelotan kultural
Menekankan pada perubahan tingkat subyektif individual, mulai dari
perubahan nilai-nilai pribadi menuju gaya hidup baru yang manusiawi. Yaitu
gaya hidup cinta kasih terhadap sesame dan partisipasi penuh komunitas
orang lain. Dalam bahasa Pancasila adalah humanis-religius. Strategi ini
merupakan reaksi (pembelotan) terhadap kehidupan masyarakat modern
industrial yang betrkembang berlawanan dengan pengembangan potensi
kemanusiaan.
Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan
Masyarakat,dalam konsiderannya menyatakan bahwa dalam rangka
penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa dan partisipasi masyarakat
38
serta swadaya gotong royong dalam pembangunan di desa dan kalurahan
perlu dibentuk kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
Kader Pemberdayaan Masyarakat merupakan mitra Pemerintahan Desa
dan Kelurahan yang diperlukan keberadaan dan peranannya dalam
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif di Desa dan
Kelurahan. Adapun peran Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) intinya
adalah mempercepat perubahan (enabler), perantara (mediator), pendidik
(educator), perencana (planer), advokasi (advocation), aktivis (activist) dan
pelaksana teknis (technisi roles) (lihat Pasal 10 Permendagri RI No.7 Tahan
2007). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Permendagri tersebut,
tampaknya dalam strategi pemberdayaan masyarakat dapat dinyatakan
sejalan dengan Strategi pembangunan Teknikal – Profesional.
D. Partisipasi Masyarakat
Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
orang akan menemukan rumusan pengetian yang cukup bervariasi, sejalan
dengan luasnya lingkup penggunaan konsep tersebut dalam wacana
pembangunan. Miklesen (1999; 64) misalnya menginventarisasi adanya
enam tafsiran yang berbeda tentang partisipasi, partisipasi adalah kontribusi
sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam
pengambilan kepurusan. Kedua, usaha dalam membuat masyarakat
semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan
menaggapi proyek-proyek pembangunan. Ketiga, partisipasi adalah proses
39
yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait
mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal
itu. Keempat, partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat
setempat dengan para staf dalam menlakukan persiapan, pelaksanaan dan
monitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks local dan
dampak-dampak sosial. Kelima, partisipasi adalah keterlibatan sukarela
oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri. Keenam,
partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangna diri,
kehidupan dan lngkungan mereka (Sutomo 2010).
Nasdian (dalam Tesis Yenni Kurnia, 2010) menyatakan bahwa
partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri,
dibimbing cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakansarana dan
proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan
kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: warga
komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang
oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain.
Partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar
dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan,
bertindak kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek
yang sadar. Untuk menjalankan partisipasi secara terus menerus dalam
pengambilan keputusan dan pembentukan struktur komunitas memerlukan
suatu kegiatan atau kerja yang terus menerus. Logika dasarnya orang akan
berpartisipasi dalam kegiatan komunitas apabila kondisinya kondusif untuk
melakukan kondisi tersebut.
40
Kondisi tersebut antara lain jika masyarakat memandang penting isu-
isu atau aktifitas tertentu dan warga komunitaslah yang menentukan isu
atau tindakan mana yang penting. Bagi orang miskin, orientasi kegiatan
pengembangan masyarakat dapat menjawab kebutuhan dasarnya,
peningkatan pendapatan, kesehatan dan lain lain. Warga komunitas
berpartisipasi jika mereka merasa bahwa tindakannya akan membawa
perubahan seperti kegiatan usaha ekonomi yang segera memberikan hasil
ataupun kegiatan-kegiatan yang memberikan jaminan sosial lebih menarik
orang untuk berpartisipasi daripada usaha-usaha ekonomi tahunan atau
musiman.
Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.
Partisipasi komunitas hendaknya dapat dilakukan oleh siapapun juga
dengan mempertimbangkan keragaman keterampilan, bakat dan minat.
Seseorang harus dimungkinkan untuk berpartisipasi dan didukung dalam
partisipasinya. Struktur dan proses partisipasi hendaknya tidak bersifat
menjauhkan. Oleh karena itu diperlukan metode-metode yang partisipatif.
Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat adalah partisipasi dalam
keseluruhan proses pembagunan mulai dari pengambilan keputusan dalam
identifikasi masalah dan dan kebutuhan, perencanaan program,
pelaksanaan program, serta dalam evaluasi dan menikamati hasil (Sutomo
2010). .
Menurut Prety, J., 1995, ada tujuh karakteristik tipologi partisipasi,
yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal, yaitu :
41
1. Partisipasi pasif atau manipulatif
Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya
adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan
telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tidak
memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program.
Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di
luar kelompok sasaran belaka.
2. Partisipasi informatif
Di sini masyarakat hanya menjawab pertanyaanpertanyaan untuk
proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan
mempengaruhi proses keputusan. Akyurasi hasil studi, tidak dibahas
bersama masyarakat.
3. Partisipasi konsultatif.
Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan
orang luar mendengarkan, serta menganalisis masalah dan
pemecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pembuatan
keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk
mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk
ditindaklanjuti.
4. Partisipasi insentif
Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh
imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses
pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan.
42
Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan
setelah insentif dihentikan.
5. Partisipasi fungsional
Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah
ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal,
masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap
kemudian menunjukkan kemandiriannya.
6. Partisipasi interaktif
Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan
kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan, Pola ini
cenderung melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragama
perspektif dalanm proses belajar yang terstruktur dan sistematis.
Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan
keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam
keseluruhan proses kegiatan.
7. Mandiri (self mobilization)
Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak
dipengaruhi pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang
mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-
lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta
sumberdaya yang diperlukan. Yang terpenting, masyarakat juga
memegang kandali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan
atau digunakan.
43
Konsep pembangunan yang partisipatif merupakan suatu proses
pemberdayaan pada masyarakat sehingga masyarakat mampu untuk
mengidentifikasi kebutuhannya sendiri atau kebutuhan kelompok
masyarakat sebagai suatu dasar perencanaan pembangunan. Oleh karena
itu, maka konsep pembangunan partisipatif mengandung tiga unsur penting,
yaitu: (1) Peningkatan peran masyarakat dalam perencanaan, implementasi
pembangunan, pemanfaatan hasil pembangunan, dan evaluasi proses
pembangunan, (2) Orientasi pemahaman masyarakat akan peran tersebut,
dan (3) Peran pemerintah sebagai fasilitator.
Partisipasi mendorong setiap warga masyarakat untuk
mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi masyarakat dapat
terwujud seiring tumbuhnya rasa percaya masyarakat kepada
penyelenggara pemerintahan di daerah. Rasa percaya ini akan tumbuh
apabila masyarakat memperoleh pelayanan dan kesempatan yang setara
(equal). Pembedaan perlakuan atas dasar apapapun dapat menumbuhkan
kecemburuan dan mendorong terjadinya konflik sosial di masyarakat.
Melalui pembangunan yang partisipatif, masyarakat diharapkan
dapat: (1) Mampu secara kritis menilai lingkungan sosial ekonomi mereka
sendiri mengidentifikasi bidang-bidang yang perlu diperbaiki, (2) Mampu
menentukan visi masa depan yang ingin masyarakat wujudkan, (3) Dapat
berperan dalam perencanaan masa depan mereka sendiri dalam
masyarakatnya tanpa menyerahkannya kepada ahli atau kelompok
44
berkuasa, (4) Dapat menghimpun sumber-sumber daya di dalam
masyarakat dan juga di dalam lingkup anggotanya untuk merealisasi tujuan
bersama, (5) Dapat memperoleh pengalaman dalam menyatakan,
menganalisa situasi dan mengidentifikasi strategi yang tepat dan realistis
untuk suatu kehidupan yang baik, (6) Karenanya anggota masyarakat
menjadi tokoh individual yang dapat bekerja atas dasar persamaan, (7)
Desa dan masyarakat akan menyelesaikan tugas dan proyek swadaya,
karena masyarakat tidak tergantung pada bantuan dari luar, yang juga akan
menjadi dasar menuju kemandirian, dan (8) Dalam proses ini akan
dibangun hubungan yang erat dan integratif diantara anggota masyarakat
(Agus Purbahatin Hadi, 2010).
E. Tujuan Pemberdayaan
Proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Namun
dalam beberapa situasi strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara
individual meskipun pada gilirannya akan tetap berkaitan dengan
kolektivitas. Pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dilakukan melalui
penerapan pendekatan pemberdayaan dan pelaksanaan pendekatan
tersebut berpijak pada pedoman dan prinsip pekerjaan social. Suharto,
(dalam Yenni Kurnia 2010).
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dicapai
melalui penerapan pendekatan pemberdayaan:
45
1. Pemungkinan
Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-
sekat kultural dan struktural yang menghambat;
2. Penguatan
Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap
pengetahuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang
kemandirian mereka;
3. Perlindungan
Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis
diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil;
4. Penyokongan
Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak
terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan
terpinggirkan; dan
5. Pemeliharaan
Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh
kesempatan berusaha. (Suharto 2005) Penggunaan strategi
pemberdayaan masyarakat didasaraka pada asumsi, kondisi dan
kebutuhan dari masing-masig organisasi. Terdapat enam strategi dalam
yang kita kenal yaiu:
a. Strategi terapi pendidikan (education therapy)
1) Meningkatkan kompetensi dan kapsitas masyarakat:
2) Mengembangkan rasa percaya diri
46
b. Strategi perubahan tingkah laku (behavior change)
c. Strategi tambahan staf (stff supplement)
d. Strategi kemitraan (cooptation)
e. Strategi kekuatan masyarakat (comunity power)
f. Strategi pembelaan ( advokacy)
Suatu strategi pemberdayaan harus berupaya memaksimalkan
kekuasaan efektif bagi setiap orang atas distribusi dan pemanfaatan
sumber daya, dan meperbaiki ketidakadilan yang terjadi atas akses kepada
sumber daya.(Jim ife. 2009).
F. Pendampingan Masyarakat
Pendampingan pada dasarnya merupakan upaya untuk menyertakan
masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki
sehingga mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk memfasilitasi pada proses pengambilan keputusan
berbagai kegiatan yang terkait dengan kebutuhan masyarakat, membangun
kemampuan dalam meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang
berskala bisnis serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan yang partisipatif. (http://www.deptan.go.id /PKPM/pendampingan)
Pendampingan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh PL atau
fasilitator atau pendamping masyarakat dalam berbagai kegiatan program.
Pada prakteknya, di kalangan LSM CD, pendampingan lebih banyak
ditujukan untuk pengembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat miskin meskipun disertai penguatan organisasi dan
47
kepemimpinan lokal. Sedangkan di LSM CO, pendampingan lebih banyak
ditujukan untuk advokasi dan melakukan „perlawanan‟ masyarakat
terhadap isu-isu konflik (penggusuran tanah, pelanggaran HAM,
pertambangan, lingkungan, dan sebagainya yang ditujukan kepada
pemerintah, industri/swasta, atau kekuatan yang dianggap sebagai „musuh‟
rakyat. Sebenarnya, perbedaan pendampingan kedua kalangan itu masih
merupakan bagian dari dikotomi LSM CD dan LSM CO yang pada tulisan
terdahulu sudah dijelaskan. Dikotomi ini sebenarnya tidak perlu terjadi
apabila pendampingan dipahami sebagai suatu upaya pengembangan
masyarakat secara multidimensi.
Pendampingan yang dilaksanakan oleh PL/CF meliputi banyak jenis
kegiatan. Kegiatan teknis program (misalnya pertanian) seringkali menjadi
kegiatan utama seorang PPL, disertai dengan kegiatan-kegiatan lainnya
(seperti pengelolaan program mulai dari perencanaan sampai monev,
pengembangan organisasi masyarakat baik berupa kelompok tani,
KSM/UB, sampai ke pengembangan jaringan seperti forum petani atau
jaringan pemasaran, yang disertai juga dengan pelatihan kepemimpinan
lokal agar mereka bisa mengelola organisasi-organisasi tersebut dengan
baik).
Dengan semakin luasnya pekerjaan seorang pendamping atau
PL/CF, muncul pertanyaan: Apakah sebenarnya tugas utama seorang
PL/CF? Apakah sebagai pelaksana transfer informasi dan teknologi
(penyuluh) atau sekaligus sebagai ahli (expert) dalam penguasaan
teknologi tertentu? Apakah hanya sebagai fasilitator masyarakat untuk bisa
48
mengakses sumber-sumber informasi dan teknologi yang tersedia, karena
tugas PL lebih sebagai pembuka katup-katup hubungan antara kelompok-
kelompok masyarakat dan antara masyarakat dengan berbagai institusi
sosial-politik? Apakah tugas PL untuk memberikan penyuluhan dan
pelatihan teknis, ataukah fasilitator pengembangan pembelajaran bersama
yang lebih bersifat umum?. Pertanyaan-pertanyaan ini sebaiknya satu per
satu dijawab untuk merumuskan apa tugas pendamping/PL/CF dan
akhirnya akan diuraikan menjadi jenis-jenis kegiatan pendampingan yang
akan dijalankannya.
G. Evaluasi Program
Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui efektivitas
komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program. Makna
dari evaluasi program sendiri mengalami proses pemantapan. Evaluasi
program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan (Suharto, 2005). Sehubungan dengan definisi
tersebut The Standford Evacuation Consortium Group menegaskan bahwa
meskipun evaluator menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil
keputusan tentang suatu program. Tanpa ada evaluasi, keberhasilan dan
kegagalan program tidak dapat diketahui.
Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat
keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui
efektivitas masing-masing komponennya (Arikunto,1995).
49
Setiap kegiatan tentu mempunyai tujuan, demikian juga evaluasi
program. Secara singkat evaluasi program merupakan upaya untuk
mengukur ketercapaian program yaitu mengukur sejauh mana sebuah
kebijakan dapat terimplementasikan. Evaluasi program adalah penelitian
yang mempunyai ciri khusus yaitu melihat keterlaksanaan program sebagai
realisasi kebijakan untuk menentukan tindak lanjut dari program yang
dimaksud. Jika kesimpulan penelitian diikuti dengan saran maka evaluasi
program selalu harus mengarah pada pengambilan keputusan sehingga
harus diakhiri dengan rekomendasi kepada pengambil keputusan.
1. Evaluasi Pemberdayaan
UNDP (2002) mendefinisikan evaluasi sebagai kegiatan selektif
yang mencoba mengkaji perkembangan dan pencapaian suatu hasil
secara sistematis dan objektif. Dalam sebuah program, evaluasi tidak
hanya dilakukan satu kali namun penilaian dilakukan berulang dan
dilaksanakan berdasarkan lingkup dan kedalaman yang berbeda pada
beberapa tahapan waktu untuk menilai pencapaian pengetahuan dan
pembelajaran dalam upaya pencapaian hasil (outcome).
Evaluasi pemberdayaan didefinisikan sebagai pendekatan
evaluasi yang mengarah pada upaya meningkatkan kemungkinan
pencapaian keberhasian program pemberdayaan yang lebih baik
(Wandersman dalam Fetterman, 2007).
Fetterman (2007) juga menjelaskan bahwa evaluasi
pemberdayaan adalah merupakan proses untuk mendapatkan
gambaran diri melalui evaluasi dan refleksi diri dalam tataran individu
50
ataupun grup guna meningkatkan kualitas dirinya melalui inisiatifnya
sendiri.
Terdapat beberapa pendekatan-pendekatan dan model-model
evaluasi pemberdayaan. Guijt (2000) dan Rietbergen-McCracken (1998)
menjelaskan bahwa evaluasi pemberdayaan harus dilakukan sendiri
oleh masyarakat melalui rangkaian kegiatan partisipatif (participatory
monitoring & evaluation/PM&E).
Prinsip dalam PM&E adalah bahwa masyarakat lokal berperan
sebagai partisipan aktif, semua stakeholder ikut mengevaluasi
sedangkan pihak luar hanya memfasilitasi, fokus pada pengembangan
kapasitas stakeholder dan proses yang ada ditujukan untuk membangun
komitmen guna kemajuan dan tindakan korektif.
Evaluasi partisipatif berbeda dengan pendekatan evaluasi
konvensional (Riebergen-McCracken, 1998), dimana pendekatan
evaluasi tradisional cenderung bersifat linear dan lebih berfungsi untuk
menilai akuntabilitas manajemen dan keuangan sedangkan evaluasi
partisipatif lebih bersifat open-ended dan iterative (berulang) dan lebih
berfungsi untuk menjawab kebutuhan terhadap perubahan dalam
kegiatan.
Kritik Cousins (2005) terhadap teori evaluasi pemberdayaan
Fetterman menyatakan bahwa tindakan evaluasi bisa dilihat dari dua
sisi, yaitu evaluasi yang dilakukan oleh praktisi evaluasi atau bersifat
praktis dan evaluasi yang dilakukan oleh peneliti/teorist. Oleh karena itu
penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini berusaha untuk
51
menggunakan pendekatan-pendekatan dan prinsip-prinsip evaluasi
partisipatif namun dilakukan oleh peneliti di luar komunitas itu sendiri.
2. Prinsip Evaluasi Pemberdayaan
Konsep evaluasi pemberdayaan yang dikemukakan Fetterman
dan Wandersman (2007) lebih mengarah pada evaluasi faktor-faktor
eksplisit daripada yang bersifat implisit. Fetterman menyampaikan 10
prinsip-prinsip dalam evaluasi pemberdayaan adalah sebagai berikut:
a. Improvement (peningkatan)
b. Community ownership (kepemilikan komunitas)
c. Inclusion (inklusi)
d. Democratic participation (partisipasi demokrasi)
e. Sosial justice (keadian sosial)
f. Community knowledge (tingkat pengetahuan komunitas)
g. Evidence-based strategies (strategi berbasis alasan)
h. Capacity building (pengembangan kapasitas)
i. Organizational learning (Pembelajaran organisasi)
j. Accountability (akuntabilitas)
Prinsip-prinsip evaluasi tersebut di atas merupakan panduan
untuk melakukan evaluasi per-bagian dari proses pemberdayaan, baik
secara konseptual maupun dalam implementasinya. Dari pemaparan di
atas terlihat bahwa evaluasi kinerja pengembangan kapasitas
merupakan salah satu aspek dalam kerangka evaluasi pemberdayaan
masyarakat secara luas.
52
Untuk meneliti atau mengevaluasi kinerja pengembangan
kapasitas dalam proses pemberdayaan masyarakat, UNDP (2008)
memaparkan kerangka kerja/framework yang merupakan dimensi
penilaian yang terdiri dari masukan (points of entry), isu utama (core
issues), dan kapasitas fungsional/teknis (technical/functional capacities).
Masukan (points of entry) dalam pengembangan kapasitas
menurut UNDP (2008) dibedakan berdasarkan tingkatannya yaitu
pengembangan kapasitas dalam level sistem, kelembagaan dan
individu. Dimensi kedua yaitu isu utama (core issues) yang merupakan
domain/ranah dalam pengembangan kapasitas yang terdiri dari
penataan kelembagaan (institutional arrangement), kepemimpinan
(leadership), pengetahuan (knowledge), dan akuntabilitas
(accountability). Empat ranah dalam pengembangan kapasitas tersebut
merupakan acuan tetapi biasa dikembangkan lebih lanjut dan
disesuaikan berdasarkan kebutuhan dan situasi yang dihadapi. Dimensi
ketiga dalam framework pengembangan kapasitas yang yaitu kapasitas
fungsional/teknis. Pengembangan kapasitas masyarakat dalam proses
pemberdayaan dibedakan menjadi dua yaitu kapasitas fungsional yang
merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas manajerial yang
dibutuhkan untuk menyusun, mengimplementasikan dan mereview
kebijakan, strategi, program dan kegiatan, dan kapasitas teknis yang
merupakan upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis
praktis, seperti perubahan iklim, kesehatan, pemilihan langsung, dsb.
53
Kerangka kerja/framework dalam evaluasi pengembangan
kapasitas tersebut, dapat kita gunakan sebagai acuan dalam
mengevaluasi capaian kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat
dengan melihatnya dari sisi outcome atau hasil yaitu perubahan sikap
dan cara pandang masyarakat mengenai suatu hal dalam komunitasnya
dari kondisi sebelum mendapatkan program pengembangan dan kondisi
setelah mendapatkan program tersebut.
3. Model Evaluasi Pemberdayaan Fujikake
Model evaluasi pemberdayaan adalah salah satu bentuk alat
analisis yang bisa digunakan untuk mengukur derajat keberdayaan
suatu masyarakat. Pendekatan analisis yang digunakan oleh Fujikake
(2008) dalam mengevaluasi pemberdayaan adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu mencoba memahami
pencapaian pemberdayaan dari pandangan masyarakat sebagai
pelaksana program. Pendekatan ini mencoba memahami hubungan
antara tanggapan masyarakat dengan tujuan pemberdayaan itu sendiri
untuk kemudian dituangkan dalam gambar-gambar dan skema-skema
konsep tertentu. Model evaluasi yang dikembangkan Fujikake telah
dipraktikkan dalam mengevaluasi pemberdayaan perempuan di sebuah
desa di Paraguay Fujikake (2008) mengembangkan empat langkah
dalam mengevaluasi pemberdayaan. Tahap pertama adalah melihat
perubahan masyarakat dari tingkat kesadarannya. Hasil dari analisis
mengenai perubahan tingkat kesadaran ini dituangkan dalam grafik yang
54
menggambarkan tingkat perubahan kesadaran yang diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu “sangat baik”, “telah berubah”, dan “tidak seperti
sebelumnya”
Gambar 3. Tiga tipe hasil pemberdayaan (Fujikake, 1998)
Tahap kedua dalam evaluasi pemberdayaan yang dikembangkan
Fujikake adalah menilai tanggapan masyarakat dan praktik pemberdayaan
yang didasarkan pada penilaian terhadap 12 indikator yang merupakan sub-
project dari proses pemberdayaan itu sendiri. Keduabelas indikator tersebut
yaitu tingkat partisipasi, pengemukaan opini, perubahan kesadaran,
pengambilan tindakan, kepedulian dan kerjasama, kreativitas, menyusun
tujuan baru, negosiasi, kepuasan, kepercayaan diri, keterampilan
manajerial, dan pengumpulan keputusan.
Pencapaian tujuan
Kepusan terhadap hasil
Terjadinya perubahan (bersifat kuantitatif)
Lebih dari sekedar pencapaian tujuan
Kepusan dan pengakuan terhadap proses
Terjadinya perubahan (bersifat kuantitatif dan kualitatif)
Kepuasan dan pengakuan terhadap strategi
Terjadinya perubahan (bersifat kuantitatif dan kualitatif)
“tipe 1”
“tipe 2”
“tipe 3”
55
Gambar 4. Evaluasi pemberdayaan menggunakan 12 indikator
(Fujikake,1998)
Tahap ketiga adalah mengelompokkan dan menghubungkan antar
indikator yang telah dianalisis pada model 2 pada tahap sebelumnya. Hasil
analisis pada tahap ini adalah grafik keterkaitan antar elemen ini dalam
pemberdayaan, yaitu ekonomi, sosial dan budaya, kesadaran dan mobilitas.
Gambar 5. Empat elemen inti pemberdayaan (Fujikake, 1998)
Tahap keempat adalah mengukur tingkatan pencapaian
pemberdayaan itu sendiri, apakah pengaruh dari proses pemberdayaan itu
hanya pada tataran lokal, regional atau nasional. Fujikake menggolongkan
56
tingkatan pemberdayaan menjadi tiga yaitu micro level (desa), meso level
(kota/wilayah), dan macro level (nasional).
Hasil dari analisis ini digambarkan dalam grafik tingkatan
pemberdayaan, yang disebut sebagai model Fujikake 4.
Gambar 6. Tingkatan pemberdayaan (Fujikake, 1998)
H. Pembangunan Pedesaan
1. Pembangunan Desa
Pertumbuhan pebangunan di pedesaan sejauh ini tampak lambat dan
bersifat alami. Ivestasi pembagunan yang dicerminkan melaui aktifitas
proyek-proyek baik pemerintah maupun swasta nyaris kurang memberikan
dampak signifikan terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat. Karena
tingkat kemiskinan diwilayah pedesaan relatif masih tinggi. Data susenas
2004 menunjukkan bahwa 64% dari total penduduk miskin di indonesia
tinggal dan meyebar diwilaya pedesaan. Disamping rendahnya inovasi atau
bahkan ketidaksesuaian jenis proyek dengan kebutuhan masyarakat, juga
Individu dan organisasi
Micro/Local level: Lingkup desa/lingkungan
Meso level: Hubungan dengan
pemerintah, daerah, kota atau organisasi lain
Macro level: Kebijakan /Sistem
57
disebabkan faktor terbatasnya sumber daya manusia terdidik yang
mendedikasikan diri kedesa.
Keberhasilan pelaksanaan undang-undang nomor 22/1998 tentang
Otonomi Daerah akan diukur sejauhmana perubahan kondisi dan posisi
masyarakat dari aspek sisoal, ekonomi dan politik menjadi lebih bik
dibadingkan era pembangunan yang sentralistis. Dalam konteks ini, maka
peyelenggra pembangunan menghendaki distribusi kekuasaan dan
wewenag dari pemerintah kemasyarakat. Dengan demikian , kedepan
peran dan keberadan wiayah pedesaan sebagai pondasi dalam
meningkatkan efektifitas pembangunan daerah memiliki arti sangat
strategis, mengingat desa merupakan basis didalam pelasanaan berbagai
kegiatan pembangunan. Termasuk pembangunan ekonomi dalam rangka
peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Dengan demikian, kedudukan desa bukan sebagai objek bukan
subjek dalam konteks otonomi daerah., dimana desa harus mampu
menjalankan peran dan fungsi manajemen dalam pengelolaan sumber daya
pembangunan. Optimalnya peran dan fungsi desa dapat memacu proses
pembangunan daerah akan sangat dipengaruhi oleh sejauhmana desa
(masyarakat) mampu menggerakkan, mendayangunakan dan
mengembangkan potensi sumberdaya bagi menentukan aktifitas
pembangunannya sesuia dengan dinamika sosial budaya politik di tingkat
masyarakatnya. Sehingga pembangunan perdesaan mendapat dukungan
dan partisipasi dari masyarakat luas karena memiliki dimensi keadilan dan
pertumbuhan yang menjamin keselamatan rakyat.
58
Yang menjadi persoalan adalah kedudukan desa selama ini hanyalah
sebagai objek dari berbagai pihak untuk melaksanakan agendanya masing-
masing. Bahkan terkesan kedudukan desa dipandang dalam perspektif fisik
yaitu, sebagai kantor pemerintah desa yang berfungsi untuk memberikan
pelayanan dan tugas administrasi. Relatif sedikit melihat untuk menepatkan
desa sebagai miniatur negara, dimana terdapat hubungan yang dinamis
antara rakyat dan pemerintah serta pasara untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Implikasi kedudukan desa tersebut merupakan
faktor dari terbebasnya perhatian dan alokasi sumberdaya yang diberikan
pemerintah untuk mengurangi kesenjangan dan ketidakadilan. Kendati
secara kuantitatif, cukup banyak aktifitas proyek pembangunan, namun
kurang menjawab persoalan kemiskinan dan pengembangan asset
masyarakat. Bahkan sebaliknya sumber daya desa telah dieksploitasi bagi
kepentingan pihak luar. Misalnya, dalam kasus pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya lingkungan.
Implikasinya desa nyaris tidak atau kurang memiliki aset (sumberdaya
alam, kelembagaan, zona ekonomi, dan sumberdaya manusia). Yang
memungkinkan untuk memulai dan mengembangkan kreasi dalam
menjawab berbagai masalah dan tantanga kehidupan yang sangat
kompleks, terutama dalam mengurangi tekanan kemiskinan dan
ketidakadilan diantara warga maupun antar wilayah. Salah satu masalah
utama yang nampak dalam keterbatasan sumberdaya manusia yang
berkualitas bak sebagai perencana maupun sebagai penggerak ataupun
59
pelaksana untuk memacu perubahan sosial ekonomi politik ditingkat
perdesaan.
Pendekatan yang fungsional dan komprehensif dalam memfaslitasi
masyarakat desa, kelah dapat mewujudkan produktifitas, peningkatan
kondisi sosial-ekonomi yang berkelanjutan karena tidak rentang terhadap
perubahan kebijakan makro ekonomi. Bahkan mampu menciptakan sinergi
dan hubungan masyarakat dengan pihak luar dalam memacu pertumbuhan
ekonomi desa. Sehingga dalam jangka panjang masalah yang sangat
fundamental seperti kemiskinan, ketimpangan dalam pemilikan
sumberdaya, disfungsionalisasi kelembagaan desa dan hilangnya hak-hak
masyarakat, secara bertahap dapat dikurangi. Gagasan pembangunan
pemuda terdidik di pedesaan merupakan salah satu strategi yang
dimaksudkan untuk mendorong dan memperkuat potensi masyarakat desa
dalam merespon tantangan efektifitas pembangunan di desa melaui
peberdayaan sosial dan ekonomi.
2. Pemuda Terdidik
Mencari pendekatan pola alternatif dalam pengembangan kemudaan
sesungguhnya tidak mudah. Rasanya masyarakat dihadapkan pada
pengalaman kurang optimalnya sejumlah program kepemudaan
sebelumnya. Namun pemuda madiri, pemuda pelopor, wirausaha pemuda
dan lainnya secara umum tetap memiliki keterbtasan. Meskipun tidak dapat
dipungkiri bahwa terdpat program yang relatif sukse, namun secara
kuantitatif masih terbatas. Hal ini tidak terlepas dari belum mampunya
60
pemerintah dan lembaga terkait dalam menciptkan dan mengembangkan
sumber daya kaum muda yang cakap dan terampil selama program
dilaksanakan.
Persoalan diatas memberi inspirasi bagi semua pihak untuk
melakukan pemikiran ulang dalam menjadikan kaum muda terdidik sebagai
asset pembangunan. Dilain pihak, market feasibility yang semakin besar
karena perkembangan ekonomi, maka kaum muda hanya didingat sebagai
objek dalam pemenuhan tenaga kerja. Selain daya pemerintah dalam
mengembangkan produktifitas kaum muda kurang terkordinasi, perhatian
sejmlah pihak LSM dan swasta terhadap potensi kaum muda juga terbatas.
Kalaupun ada program kepemudaan biasanya timbul tenggelam dalam
masa singkat dan tidak menyentuh akar persoalan.
Karena itu, mengembangkan pendekatan dan alternatif baru dalam
program produktifitas kaum muda terutama di pedesaan perlu melihat
konteks sosial, ekonomi dan politik yang ada baik di tingkat nasional
maupun local. Persoalan apa dari kaum muda yang akan diisi, pendekatan
apa yang mau diprogramkan, serta dukungan kebijakan apa ang dibutuhkan
menjadi penting. Hal in bukan semata-mata untuk menjawab kekosongan,
kemandekan, ataupun keterbatasan dari program-program yang da
melainkan juga dimaksudkan untuk melengkapi terutama dari sisi
pengorganisasian dan pemberdayaan bagi semuanya. Dengan kata lain,
maka yang dimaksudkan adalah memperkuat program kepemudaan yang
terdidik yang mampu mensinergikan berbagai sumber daya yang ada dalam
menggerakkan pembangunan di pedesaan.
61
I. Gambaran Pelaksanaan Program SP3 di Kecamatan
Mangarabombang
1. Kondisi Pemuda di Desa Mangngarabombang
Pemuda di Desa Mangngarabombang merupakan salah satu
sasaran program SP3 di kabupaten takalar, penilaian ini mengacu pada
wilayah desa Mangngarabombang yang cukup potensial dari segi sumber
daya alam dan manusia, namun kurang produktif. Tercatat dalam data BPS
Kabupaten Takalar, 770 pemuda desa yang menganggur. Melihat kondisi
ini maka pemerintah melaului dinas pendidikan pemuda dan olahraga
Kabupaten Takalar mencanangkan program SP3 sebagai bagian dari usaha
memberdayakan pemuda untuk lebih produktif.
2. Pengertian Program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3
Program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3 adalah sinergi
Program Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan oleh
Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional
dengan program SP-3 yang diselenggarakan oleh Asistem Deputi
Kepeloporan Pemuda, Deputi Bidang Kepemimpinan Pemuda, Kementerian
Negara Pemuda dan Olahraga dalam rangka pembelajaran pemuda di desa
binaan SP-3, agar memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk
mengelola usaha mandiri, serta menumbuh-kembangkan sikap mental
62
wirausaha agar dapat mengelola potensi diri dan sumberdaya
lingkungannya.
3. Tujuan Program
Tujuan penyelenggaraan Program Kewirausahaan Pemuda melalui
SP-3 adalah:
a. Memberikan kesempatan bagi para pemuda desa binaan SP-3
dalam upaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
mental wirausaha sebagai bekal kemandirian pemuda.
b. Meningkatkan peran, fungsi, dan penguatan SP-3 sebagai pelopor
dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan di desa dimana
ditempatkan.
4. Sasaran Program
Sasaran program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3 yang
dananya tersedia pada DIPA BP-PNFI Regional I Tahun Anggaran 2009
sebanyak 100 orang. Dana untuk 1 orang peserta sebesar Rp. 1.000.000,-
a. Ruang Lingkup
1) Penyelenggara Program
Penyelenggara program kewirausahaan pemuda melalui SP-3: SP-3
Angkatan XVII (2010) dan XVIII (2013) yang tergabung dala
kelompok yang ditetapkan oleh dinas yang menangani program SP-3
tingkat provinsi.
63
2) Persyaratan Penyelenggara Program
Kelompok SP-3 :
a) Memiliki SK Penetapan Kelompok dari Instansi Pengelola
Program SP-3 Tingkat Provinsi,
b) Memiliki Nomor Rekening Bank atas nama Kelompok SP-3,
c) Memiliki NPWP atas nama Kelompok SP-3,
d) Berdomisili di lokasi desa penempatan dibuktikan dengan
keterangan dari Kepala Desa/Lurah setempat;
e) Memiliki masyarakat binaan 21 – 25 orang.
3) Peserta Program
a. Kriteria Peserta Program
Kriteria peserta program PKH adalah:
1. Pemuda usia produktif (18-35 tahun)
2. Menganggur
3. Berasal dari keluarga tidak mampu;
4. Minimal dapat baca, tulis, hitung;
5. Memiliki kemauan untuk belajar dan bekerja, dibuktikan
dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Peserta Program.
6. Berdomisili di desa dimana SP-3 ditempatkan.
b. Rekruitmen dan Seleksi Peserta Program
1. SP-3 merekrut calon masyarakat binaan/peserta program dari
desa penugasan sesuai dengan jumlah yang diusulkan,
2. Daftar nama masyarakat binaan/Peserta Program disahkan
Kepala Desa/Lurah setempat dan disampaikan kepada Kepala
64
BPPNFI Regional I setelah ada penetapan sebagai
Penyelenggara Program.
4) Fasilitas dan Program Pembelajaran
a) Fasilitas pembelajaran (gedung, tempat pembelajaran, alat-alat
praktek, dan sebagainya), kurikulum, bahan ajar, proses
pendidikan dan pelatihan menjadi tanggungjawab lembaga
penyelenggara (Kelompok SP-3),
b) Pendidikan dan pelatihan dalam program kewirausahaan pemuda
ditekankan pada penguasaan keterampilan bidang jasa/produksi,
c) Narasumber teknis direkrut dari lembaga mitra (lembaga
pendidikan dan pelatihan/unit usaha) yang memiliki kompetensi
profesional di bidangnya,
d) Kegiatan pembelajaran ini ditindaklanjuti dengan rintisan usaha
mandiri
5) Jenis Keterampilan/Vokasi
Keterampilan yang diselenggarakan dalam program
kewirausahaan pemuda adalah jenis keterampilan yang sesuai
dengan kebutuhan pasar kerja/usaha mandiri. Prioritas jenis
keterampilan yang relevan dengan pasar kerja/wirausaha bidang
jasa maupun produksi yang berbasis potensi lokal, antara lain :
65
Tabel 1. Jenis keterampilan/vokasi
Sumber: Pedoman SP3 Kemenpora 2010
No. Bidang Jasa Bidang Produksi
1. Menjahit 1. Pertanian
2 Tata Kecantikan Kulit/Rambut 2 Perkebunan
3 Tata Rias Pengantin 3 Perikanan darat dan laut
4 Jasa Boga 4 Kehutanan
5 Otomotif/perbengkelan/Stir
Mobil
5 Peternakan
6 Elektronika 6 Pertamanan
7 Komputer 7 Keterampilan produksi
lainnya
8 Pariwisata (Perhotelan) yang dianggap laku di pasar
9 Sablon sekitar (marketabel)
10 Service Handphone
11 Pertukangan
12 Bengkel Las
13 Pramuwisma
14 Jenis Keterampilan bidang jasa
lainnya sesuai kebutuhan pasar
kerja dan usaha di lingkungan
masyarakat
66
Jalur Kordinasi
Jalur kebijakan
Gambar 7. Struktur organisasi SP3
Program SP3
Kementerian Pemuda
dan Olahraga
Masyarakat Binaan masing-
masing desa/kelurahan di
Kecamatan
Mangngarabombang
Pemerintah Kecamatan/Desa/Kelura
han dan tokoh Masyarakat
Fasilitator SP 3
Dinas Pendidikan
Provinsi Sulawesi Selatan
Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga
Kabupten Takalar
Masyarakat Binaan masing-
masing desa/kelurahan di
Kecamatan
Mangngarabombang
67
I. Kerangka Pikir
Program Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3)
merupakan program pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pemuda
dan Olahraga yang dibuat berlandaskan Undang-undang No. 40 Tahun
2009 tentang Kepemudaan. Program ini dibuat untuk mengurangi pemuda
sarjana (S1) yang belum tertampung oleh lapangan pekerjaan untuk
meningkatkan ekonomi di pedesaan. Sehingga pemuda sarjana dapat
mengembangkan potensi dirinya dalam memberdayakan masyarakat.
Pelaksanaan program SP3 yang melibatkan masyarakat perlu dianalisis
khususnya tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan.
Berikut adalah kerangka pikir penelitian.
68
Gambar 8. Kerangka pikir penelitian
Program SP3
Pelaksanaan
program SP3
dengan melibatkan
masyarakat binaan
Tingkat Partisipasi
Masyarakat Binaan
Tingkat
Keberdayaan
Masyarakat Binaan
dalam hal:
1. Menyampaikan Opini dan Pendapat 2. Terjadinya perubahan kesadaran 3. Kreatifitas 4. Kepercayaan Diri 5. Keterampilan Manajeril
1. Mempunyai peran penting
2. Ketelibatan dalam perencanaan
3. Keterlibatan dalam pelaksanaan
4. Tahap pengawasan
5. Tanya jawab dengan pemerintah setempat
1. Menggerakkan masyarakat sebagai potensi membagun desa
2. Meningkatkan kreatifitas, produktivitas, dan kemandirian
3. Meningkatkan keterampilan masyarakat binaan
4. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat binaan dalam membantu percepatan pembangunan desa di berbagai sektor, terutama sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya lokal
5. Membangun dan memediasi jaringan dan kemitraan
Upaya perbaikan
Keberdayaan
masyarakat
Analisis kelemahan dan
Keungulan dengan
menggunakan 6 indicator
keberdayaan fujikake
Keberdayaan Masyarakat
Binaan
Tabulasi data
hasil
perhitungan
kuesioer
69
Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka penjelasan kerangka pikir
tersebut adalah sebagai berikut, program Sarjana Penggerak
Pembangunan di Pedesaan (SP3) antara lain dilaksanakan untuk
menggerakkan masyarakat sebagai potensi membagun desa,
meningkatkan kreatifitas, produktivitas, dan kemandirian, meningkatkan
keterampilan masyarakat binaan, mendorong dan memfasilitasi
masyarakat binaan dalam membantu percepatan pembangunan desa di
berbagai sektor, terutama sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya
lokal, dan membangun serta memediasi jaringan dan kemitraan.
Pelaksanaan program SP3 khususnya tingkat partisipasi dan
keberdayaan perlu dianalisis. Tingkat partisipasi masyarakat yang diukur
meliputi partisispasi masyarakat dalam hal peran penting, ketelibatan dalam
perencanaan, keterlibatan dalam pelaksanaan dan pengawasan dan tanya
jawab dengan pemerintah setempat. Tingkat keberdayaan diukur dengan
melihat kemampuan masyarakat dalam menyampaikan opini dan pendapat,
adanya perubahan kesadara, kreatifitas, kepercayaan diri dan keterampilan
manajeril.
Tingkat partisipasi dan keberdayaan diukur dengan menggunakan
kuesioner dan selanjutnya dilakukan analisis kelemahan dan keunggulan
dengan menggunakan 6 indikator keberdayaan fujikake. Dari hasil analisis
tersebut maka akan diusulkan usulan perbaikan dari peneliti kepada
masyarakat binaan SP3.
70
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei,
yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat penggumpul data yang pokok
(Singarimbun dan Effendi, 1989). Adapun pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain :
1. Pendekatan kuantitatif, yaitu jenis pendekatan yang digunakan untuk
mengkaji dan menggali informasi yang dilakukan melalui survei dalam
bentuk kuesioner yang telah diskalakan dengan mengunakan skala
likert.
2. Pendekatan kualitatif, yaitu jenis pendekatan yang secara intensif untuk
menggali dan mengkaji data sebagaimana adanya melalui responden
yang terpilih di lokasi tersebut.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mangngarabombang
Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut ditetapkan
secara sengaja (purposive) atas pertimbangan bahwa di kecamatan
tersebut terdapat merupakan penerima Program SP3. Waktu penelitian
berlangsung selama 2 (dua) bulan, mulai bulan Februari sampai Maret
2013.
71
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Kuesioner, pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengedarkan daftar pertanyaan kepada responden. Skala yang
digunakan dalam tehnik ini mengacu pada skala Likert dengan lima
alternatif jawaban sebagai berikut:
a. Sering
b. Cukup Sering
c. Kadang-kadang
d. jarang
e. Tidak Pernah
(Hidayat, 2007)
2. Wawancara, teknik ini dimaksudkan agar data yang terkumpul dapat
melengkapi data-data yang tidak sempat dipertanyakan dalam
kuesioner, sehingga data yang didapatkan semakin lengkap.
3. Observasi, pengumpulan data ini dilakukan dengan terjun langsung ke
lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan mengenai kondisi
perekonomian masyarakat pesisir.
4. Dokumentasi, teknik ini digunakan untuk mengetahui sejumlah data
tertulis yang bersumber dari desa.
72
D. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini terdiri dari stakeholder yang terkait dalam
pelaksanaan Program SP3 tahun 2010 di Kabupaten Takalar. Berdasarkan
populasi tersebut, maka di lakukan pengambilan sampel dengan cara
purposive sampling dengan memilih anggota kelompok masyarakat Binaan,
Adapun penetapan jumlah responden mengikuti sistem Nomogram
Harry King untuk menentukan ukuran sampel dari populasi 200 orang. Bila
dikehendaki kepercayan sampel terhadap popusi 95%, maka jumah sampel
yang diambil 0,58 X 200 X 1,195 = 19,2 dibulatkan menjadi 19 orang.
E. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Data primer, adalah data yang diperoleh dari wawancara mendalam
(indepth interview) dengan panduan kuesioner yang telah disiapkan. Hal
ini dimaksudkan untuk menggali lebih lanjut persepsi dan pandangan
stakeholders tentang Program SP3. Data yang dimaksud meliputi:
peningkatan kewirausahaan pemuda yang berdampak pada pendapatan
masyarakat,.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh melalui pendekatan
persuasif pada PEMDA dan instansi terkait yaitu berupa dokumen-
dokumen dan laporan-laporan resmi pemerintah serta kajian-kajian yang
ada relevansinya dengan penelitian ini.
73
F. Analisis Data
Analisis berarti kategorisasi, penataan, manipulasi dan peringkasan
data untuk memperoleh jawaban pertanyaan penelitian (Kerlinger, 2006),
oleh karena itu metode analisis bisa disebut sebagai cara yang digunakan
untuk mengolah dan menguji data terhadap pertanyaan penelitian dengan
menggunakan prosedur tertentu.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mangngarabombang.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu kecamatan
yang memerima program SP3 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga
yang selanjutnya diserahkan kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Takalar. Pelaksanaan penelitian di lapangan
dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2013.
Metode penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode
survei. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah metode sampling
purposive. Metode sampling purposive ini dilakukan dengan mengambil
masyarakat binaan SP3 untuk diteliti partisipasi dan tingkat
keberdayaannya dalam mengikuti program SP3 yang telah berlangsung
sejak 2010 sampai sekarang. Dalam penelitian ini sampel yang diambil
berjumlah 19 orang dari 200 masyarakat binaan SP3 di kecamatan
tersebut.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara
langsung dengan masyarakat binaan dengan menggunakan kuesioner
74
sebagai tuntutan pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau
instansi yang terkait seperti Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Takalar, Badan Pusat Statistik, Fasilitator SP3 dan untuk
literatur diperoleh dari buku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian.
Pengolahan data untuk tujuan pertama yaitu untuk mengetahui
tingkat partisipasi masyarakat binaan SP3 dilakukan dengan perhitungan
skor dan diuraikan secara deskriptif. Pengolahan data untuk tujuan kedua
yaitu untuk mengetahui tingkat keberdayaan masyarakat binaan SP3
dilakukan dengan perhitungan skor dan diuraikan secara deskriptif.
Komponen keberdayaan masyarakat binaan terdiri dari enam indikator
yaitu Kemampuan Mengemukakan Opini, Perubahan Kesadaran,
Kreatifitas menyusun Tujuan Baru, Kepercayaan Diri, Keterampilan
manajerial. Indikator tersebut diukur melalui dua pertanyaan. Setiap
pertanyaan diberi skor Tidak Berdaya 0.0 -1.0, Kurang Berdaya 1.1 – 2.0,
Agak Berdaya 2.1 - 3.0, Cukup Berdaya 3.1 - 4.0, Sangat Berdaya 4.1 -
5.0.
Hasil dari tabulasi data tersebut selanjutnya akan dianalisis setiap
indikator lalu kemudian diurutkan dari yang tertinggi ke yang terendah,
setelah didapatkan hasilnya maka akan ditentukan kualitas tingkat
partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan menggunakan
tabel keunggulan dan kelemahan masyarakat binaan. Setelah itu dianalisis
dengan menggunakan analisis keberdayaan masyarakat fujikake dengan
menggunakan empat tahap evaluasi program. Setelah itu diurutkan dari
yang tertinggi ke terendah. Nilai yang tergolong rendah (0.0-3.0) berarti
75
tidak berdaya, agak berdaya dan kurang berdaya untuk direkomendasikan
perbaikannya. Sementara yang sangat berdaya dan cukup berdaya (3.1-
5.0) diusulkan upayanya untuk lebih dimaksimalkan dan dioptimalkan.
Tahap akhir dari analisis adalah penarikan kesimpulan dan saran.
Kesimpulan yang diharapkan muncul dari penelitian ini adalah jawaban atas
pertanyaan penelitian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu
Sejauh mana partisipasi masyarakat selama program SP3 berlangsung,
dan Bagaimanakah pencapaian tingkat keberdayaan masyarakat binaan
pada program SP3 terhadap warga Kecamatan Mangngarabombang.
G. Skor Mean Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Masyarakat
Skor mean ditentukan berdasarkan perhitungan skor jawaban
responden pada setiap pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Hasil
perhitungan tersebut digolongkan ke dalam 5 (lima) golongan untuk
memudahkan analisis. Tingkat partisipasi masyarakat binaan diukur dengan
maka menggunakan standar seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Standar partisipasi
Asumsi Ukuran Standar
Tidak Pernah (sangat buruk) 0.000 s/d 1.000 0.0 -1.0
Kurang Sering (buruk) 1.111 s/d 2.000 1.1 - 2.0
Agak Sering (biasa-biasa) 2.111 s/d 3.000 2.1 - 3.0
Cukup Sering (baik) 3.111 s/d 4.000 3.1 - 4.0
Sangat Sering (sangat baik) 4.111 s/d 5.000 4.1 - 5.0
76
Tingkat keberdayaan masyarakat binaan diukur berdasarkan
standar berikut ini:
Tabel 3. Standar keberdayaan
Asumsi Ukuran Standar
Tidak Berdaya (sangat buruk) 0.000 s/d 1.000 0.0 -1.0
Kurang Berdaya (buruk) 1.111 s/d 2.000 1.1 - 2.0
Agak Berdaya (biasa-biasa) 2.111 s/d 3.000 2.1 - 3.0
Cukup Berdaya (baik) 3.111 s/d 4.000 3.1 - 4.0
Sangat Berdaya (sangat baik) 4.111 s/d 5.000 4.1 - 5.0
H. Definisi Operasional
1. Analisis adalah proseses identifikasi kelemahan dan keunggulan
program.
2. SP3 adalah singkatan dari (Sarjana Penggerak Pebangunan di
pedesaan) yang bertujuan mendampingi masyarakat binaan untuk
terampil dan berpengetahuan mengelola usaha mandiri, serta
menumbuh- kembangkan sikap mental wirausaha.
3. Pelaksanaan Program adalah kegiatan yang dilakukan oleh fasilitaor
SP3 untuk mendampingi masyarakat binaan pada setiap kegiatan yang
telah diprogramkan.
4. Masyarakat binaan adalah masyarakat di Kecamatan
Mangngarabombang yang menjadi binaan program SP3
77
5. Partisipasi masyarakat binaan adalah keterlibatan masayrakat binaan
dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil
program.
6. Partisipasi tahap perencanaan adalah keterlibatan masyarakat binaan
dalam tahapan penyusunan tujuan dan pemilihan langkah-langkah
kegiatan.
7. Partisipasi tahap pelaksanaan adalah keterlibatan masyarakat binaan
dalam melaksanakan kegiatan program SP3.
8. Kemampuan mengemukakan opini adalah kemampuan masyarakat
binaan dalam menyampaikan pendapat, saran atau kritik dalam setiap
forum atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan program SP3
9. Perubahan Kesadaran adalah perubahan sikap terhadapa masyarakat
binaan atas situasi dan kondisi daerah, baik dari segi ekonomi,
kemiskinan, dan pembangunan daerah.
10. Kreatifitas menyusun tujuan baru dalah kreatifitas masyarakat binaan
yang telah mampu memikirkan ide baru, merencanakan dan merancang
program baru untuk pebangunan kewirausahaan.
11. Kepercayaan diri adalah sikap mental masyarakat binaan yang mampu
berpendapat menyampaikan pendapat dan berbicara didepan umum,
12. Keterampilan manajerial adalah kemampuan masyarakat binaan dalam
menghasilkan produk dari hasil pelatihan, mengetahui prosedur
mendapatkan bantuan dana , memasarkan produksi, relasi/jaringan
usaha, dan menyusun strategi pemasaran.
78
13. Pelaksanaan program adalah tahapan merealisasikan rencana kerja
yang telah disusun pada tahapan perencanaan.
14. Keberdayaan masyarakat adalah kondisi masyarakat binaan yang
mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk tujuan
kesejahteraannya.
79
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kecamatan Mangngarabombang
1. Letak Geografis
Kecamatan Mangngarabombang adalah salah satu kecamatan dari
Kabupaten Takalar yang terletak sekitar 45 km dari kota Makassar.
Kecamatan Mangngarabombang terdiri dari 10 desa dan 2 kelurahan. BPS
Takalar (2010) Adapun nama-nama desa yang terdapat di wilayah
kecamatan Mangngarabombang sebagaimana yang terdapat dibawah ini:
Tabel 4. Desa/kelurahan dan luas daerah
No. Desa/Kelurahan Luas (km)
1 Punaga 15,74
2 Laikang 19,60
3 Cikoang 5,56
4 Pattopakkang 10,56
5 Bonto Parang 4,68
6 Pannyangklang 11,07
7 Bonto Manai 9,61
8 Lakatong 3,56
9 Tope Jawa 4,48
10 Baggae 3,74
11 Manggadu 2,71
12 Lengkese 8,83
Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010
80
Secara administratif, Kecamatan Mangngarabombang terletak
diantara batas-batas administrasi:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Polongbangkeng
Selatan
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Mappakasunggu
Untuk lebih jelasnya peneliti tunjukkan gambar peta administratif
Kecamatan Mangngarabombang seperti yang terdapat pada gambar
dibawah ini:
82
2. Kondisi Demografi
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah penduduk Kecamatan
Mangngarabombang pada tahun 2010 adalah 34.259 jiwa, dengan
perincian laki-laki 15.353 jiwa dan perempuan 18.906 jiwa. Untuk lebih
jelasnya mengenai komposisi penduduk di Kecamatan Mangngarabombang
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 5. Banyaknya penduduk setiap desa di Kecamatan Mangngarabombang
No. Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk
1 Punaga 2.366
2 Laikang 1.960
3 Cikoang 2.930
4 Pattopakkang 2.775
5 Bonto Parang 2.043
6 Pannyangklang 2.738
7 Bonto Manai 3.526
8 Lakatong 2.616
9 Tope Jawa 3.566
10 Banggae 3.273
11 Mangngadu 3.077
12 Lengkese 3.389
Jumlah 34.259
Sumber: Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010
2. Potensi Wilayah Kecamatan Mangngarabombang
Kecamatan ini merupakan penghasil jagung utama di kabupaten
takalar dengan hasil produksi pada tahun 2008 yaitu 7.619,98 ton dengan
luas panen 2.569,38 hektar, juga merupakan penghasil ubi dengan produksi
83
14.428,45 ton dengan luas panen 717,12 hektar. Kecamatan
Mangngarabombang yang terletak dibagian selatan Kabupaten Takalar
membentang wilayah pesisir sepanjang 32 Km, sehingga masyarakat
daerah tersebut memanfaatkan potensi wilayah dengan bertani rumput laut,
berprofesi sebagai nelayan dan tambak garam. Selain itu masyarakat di
Kecamatan Mangngarabombang juga berprofesi sebagai petani padi.
B. Identitas dan Karakteristik Sarjana Penggerak Pembangunan di
Pedesaan di Kecamatan Mangngarabombang
1. Struktur Organisasi
Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3) adalah
program pemerintah Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam hal ini
diamanahkan pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga kabupaten
takalar. Ditetapkannya Kecamatan Mangarabombang sebagai salah satu
penerima program SP3 telah melalui analisis demografi dan potensi wilayah
yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan Kementerian
Pemuda dan Olahraga untuk periode 2010 sampai dengan September
2013 yang menempatkan pemuda terdidik lulusan perguruan tinggi untuk
mengabdi di masyarakat sesuai dengan petunjuk dan teknis pelaksanaan
program yang disesuaikan dengan potensi wilayah daerah tersebut.
84
2. Kelompok Binaan
Setiap masing-masing desa yang oleh SP3 membentuk kelompok-
kelompok binaan untuk membina masyarakat (kader) sesuai dengan
potensi wilayah dan karakteristik ataupun kecenderungan masyarakatnya.
Masing-masing kelompok binaan atau binaan yang tidak mempunyai
kelompok diajarkan berbagai macam keterampilan, mengarahkan tujuan,
dan membantu pendirian dan pegembangan usaha-usaha.
Adapun kelompok-kelompok masyarakat binaan disetiap masing-
masing desa seperti terdapat dibawah ini:
Tabel 6. Kelompok masyarakat binaan setiap desa di Kecamatan Mangngarabombang
No. Desa/Kelurahan Kelompok Binaan Jumlah Anggota
1 Punaga Pengolahan rumput laut 22
2 Laikang - -
3 Cikoang Songkok lontar, tikar 26
4 Pattopakkang Agar-agar, dodol, ikan kering 24
5 Bonto Parang - -
6 Pannyangklang Pengelolaan rumput laut 23
7 Bonto Manai Dodol, agar-agar 28
8 Lakatong - -
9 Tope Jawa Pengelolaan rumput laut 26
10 Banggae Pertanian melon, semangka 27
11 Mangadu Dodol 24
12 Lengkese - -
Jumlah 200
Sumber: SP3 Kabupaten Takalar, 2011
85
Pada penelitian ini peneliti tidak mengambil semua desa, tetapi
hanya 8 (delapan) desa dari 12 (duabelas) desa yang ada di Kecamatan
Mangngarabombang.
Dari hasil wawancara dengan fasilitator dan pemerintah Kecamatan
Mangngarabombang mengatakan bahwa di desa laikang, Desa Bonta
Parang, Desa Lakatong, dan Desa Lengkese tidak termasuk penerima
kebijakan program SP3, hal ini disebabkan karena terbatasnya tenaga
fasilitator yang diterjunkan ke Kecamtanan dan ke-empat desa tersebut
sudah mengalami kemajuan pembinaan kepemudaan, dan lembaga-
lembaga kemasyarakatnnya aktif dalam berbagai kegiatan-kr\egiatan
pelatihan dan organisasi. Oleh karena pertimbangan tersebut sehingga
kebikjakan pemerintah kecamatan hanya memberikan peluang delapan
desa untuk selanjutnya dibina oleh fasilitator SP3.
Setiap Desa di Kecamatan Manggarabombang mempunyai program
yang berbeda-beda, ini disebabkan karena potensi wilayah di masing-
masing desa yang tidak sama.
Untuk Desa Punaga memfokuskan pada program pengolahan
rumput laut karena daerahnya yang berda di pinggiran laut dan kebanyakan
penduduk bermata pencaharian dibidang pertanian rumput laut. Namun,
hasil dari pertanian rumput laut tersebut tidak membrikan kualitas yang baik,
sehingga terjual dengan murah. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat
binaan lebih mengarahkan dibidang pengolahan rumput laut dengan
harapat hasil rumput laut yang diolah dengan baik akan mempunyai hasil
yang lebih baik sesuai deengan standar kualitas yang berlaku di pasaran.
86
Untuk desa Cikoang, potensi wilayahnya adalah pohon lontar dan
pandan sehingga masyarakat binaan lebih memilih program pelatihan
pembuatan songkok guru dari lontar dan anyaman tikar dari daun pandan.
Selama ini produk yang dihasilkan sangat sederhana, sehingga hasilnya
tidak terpasarkan karena model dan bentuknya tidak bervariasi serta tehnik
anyamannya yang kasar. Hadirnya SP3 mendorong masyarakat untuk
mebuat model dan ragam yang lebih baik dan tehnik pembuatan dengan
bantuan alat mesin poles dan potong sehingga hasilnya lehih halus dan
rapi.
Desa Pattoppakkang, Desa Bontomanai, dan Desa Mangadu
memfokuskan pada kerajinan pembuatan agar-agar rumput laut, dodol, dan
ikan kering. Desa pattopakkang adalah desa yang penghasil rumput laut
dan ikan karena masyarakat setempat banyak yang bermatapencaharian
sebagai nelayan dan petani rumput laut. Banyaknya produksi rumput laut
dan tangkapan ikan, membuat hasil pertanian rumput laut dan ikan kering
terjual dengan murah sehingga masyarakat tidak mendapatkan hasil dari
pekerjaanya itu. Untuk menganggulangi masalah tersebut, maka fasilitator
SP3 memberikan pelatihan dan pengetahuan tentang upaya pengelolaan
rumput laut dan pembuatan dodol yang bisa dipasarkan.
Desa Pangnyangkalang mengarahkan masyarakat binaan pada
bidang Pengelolaan Rumput Laut. Sama halnya dengan desa punaga,
daerahnya yang berda di pinggiran laut dan penduduk yang bermata
pencaharian dibidang pertanian rumput laut. Namun, hasil dari pertanian
rumput laut tersebut tidak memberikan kualitas yang baik, sehingga terjual
87
dengan murah karena pengelolaannya yang tidak provesional sesuai Hal ini
mengakibatkan masyarakat jarang mendapatkan keuntungan dari hasil
usaha pertanian rumput laut.
Desa Topejawa mengarahkan masyarakat binaan pada bidang
pengolahan Rumput Laut, sama halnya dengan Desa Pannyangkalang dan
Desa Punaga. Wilayah Topejawa adalah wilayah pinggiran laut, dan mata
pencarian masyarakat adalah petani rumput laut.
Hasil dari pertanian rumput laut tersebut tidak memberikan kualitas
yang baik, sehingga terjual dengan murah karena pengelolaannya yang
kurang baik sehingga tidak memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh
pembeli, olen\hnya itu masyarakat petani rumput laut sering rugi atau tidak
mendapatkan untung. Kehadiran SP3 telah memberikan harapan kepada
masyarakat dalam mengelola rumput laut agar mendapatkan hasil yang
lebih baik dan berkualitas tinggi.
Desa Banggae mengarahkan masyarakatnya dalam pertanian Melon
dan Semangka, potensi wilayah desa banggae dibidang pertanian melon
dan semangka sangat menjanjikan, namun masyarakt petani melon dan
semangka kurang pengetahuan tentang strategi pertanian melaon dan
semangka agar berkualitas baik, besar, manis dan terbebas dari hama
penyakit tanaman serta uapaya pemasarannya.
Keahadiran SP3 telah membantu masyarakat binaan dalam upaya
memberikan pengetahuan dan strategi pemasan melon dan semangka agar
kualitas yang dihasilkan lebih baik dan petani pun tidak mengalami kerugian
ketika dipasarkan.
88
C. Identitas dan Karakteristik Anggota SP3 di Kecamatan
Mangngarabombang
1. Identitas Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap produktifitas kerja maupun cara berfikir. Masyarakat yang
umurnya masih digolongkan ke dalam usia produktif yakni antara 15 – 64
tahun kemampuan atau produktifitasnya masih tinggi serta lebih mudah
untuk menerima inovasi baru. Tabel berikut akan memperlihatkan distribusi
responden binaan SP3 berdasarkan tingkat umur.
Tabel 7. Distribusi responden masyarakat binaan SP3 berdasarkan kelompok umur
No. Jenis
Kelamin
Kelompok Umur (%)
14 15 – 31 32 – 48 49 – 65 > 65
1 Laki-Laki - 7 - - - 35
2 Perempuan - 12 - - - 65
Jumlah - 19 - - - 100.00
Sumber: Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berusi antara 15-31 tahun dan berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyaj 65%. Dalam penelitian ini pada dasarnya lebih bayak perempuan,
sebab laki-lakinya lebih banyak yang menjadi buruh bangunan, dan nelayan
diberbagai daerah.
Umur 15-31 tahun tergolong usia produktif untuk bekerja. Dan
dilokasi binaan SP3 kebanyakan pengangguran berada pada kisaran umur
15-31 tahun. Faktor yang menyebabkan adalah tingkat pendidikan yang
89
rendah hanya pada tingkat SMA sesuai hasil analisis pada tabel 7. Pada
umur itu pula, kondisi psikologis untuk mengerjakan sesuatu sangat besar.
Namun keterbatasan pengetahuan dan keterampilan membuatnya tidak
bekerja.
2. Identitas Anggota SP3 Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel berikut ini merupakan distribusi responden masyarakat binaan
yang dikategorikan berdasarkan jenis kelamin, binaan SP3 terdiri dari laki-
laki dan perempuan yang terdapat disejumlah desa binaan di Kecamatan
Mangngarabombang.
Tabel 8. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan jenis kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (%)
1 Laki-Laki 7 35
2 Perempuan 12 65
Jumlah 19 100
Sumber: Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010
Hasil analisis Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan yaitu 65%. Pada umunya binaan
SP3 yang ada di Kecamatan Mangngarabombang didominasi kaum
perempuan. Keterlibatan perempuan sebagai masyarakat binaan yang
cukup dominan dikarenakan oleh tingkat pendidikan yang rendah sehingga
peluang untuk bekerja pada sektor pemerintahan atau suwasta sangat
kurang dan tradisi kebudayaan masyarakat setempat yang masih primitif
yang menganggap bahwa perempuan tidak semestinya sekolah tingi-tinggi
90
sebab pada akhirnya perannya akan lebih banyak di dapur. Selain itu,
kemampuan perempuan untuk merantau juga menajadi hambatan sehingga
ketika setamat sekolah maka mereka yang tidak melanjutkan kuliah tinggal
dirumah mengurus rumah tangga.
3. Identitas Anggota SP3 Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemampuan sikap dan perilaku responden dalam
memahami program dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah dan
responsif terhadap perubahan dan inovasi baru. Adapun tingkat pendidikan
responden pada delapan kecamatan yang diamati dapat dilihat pada tabel
berikut :
91
Tabel 9. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat pendidikan
No. Desa/
Kelurahan
Tingkat Pendidikan
(%) Tidak
Sekolah SD SMP SMA D3/S1
1 Punaga - - 1 2 -
2 Laikang - - - - -
3 Cikoang - - - 3 -
4 Pattopakkang - 1 1 - -
5 Bonto Parang - - - - -
6 Pannyangklang - - - - 2
7 Bonto Manai - - 1 - -
8 Lakatong - - - - -
9 Tope Jawa - - - 3 -
10 Banggae - - - 3 -
11 Mangadu - - - 1 1
12 Lengkese - - - - -
Jumlah 1 3 12 3 19
Sumber : Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010
Hasil suvei dari 19 responden masyarakat binaan SP3 berdasarkan
tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: tingkat SD 1 orang, SMP, 3
orang, SMA 12 orang, dan Sarjana 3 orang. Dari jumlah responden binaan
SP3 didominasi masyarakat dengan tingkat pendidikan SMA.
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti sesuai data
yang pada umumnya peserta binaan SP3 yang terdiri dari lulusan SMA
dikarenakan faktor ketidakmampuan untuk melanjutkan studi ke perguruan
tinggi sementara untuk mendapatkan pekerjaan pada jenjang SMA sangat
susah karena keterampilan yang dimiliki tidak ada sehingga peluang-
92
peluang yang ada dari pemerintah baik berupa program atau pelatihan
menjadi hal yang sangat dibutuhkan untuk menujang kemampuang mereka
agar mendapatkan keterampilan yang kemudian hari dapat dimanfatkan
dalam mengelola sumber daya yang tersedia didaerahnya yang tentunya
dapat menutupi kebutuhan ekonomi.
Peneliti juga melakukan analisis hubungan antara tingkat pendidikan
dengan tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan SP3,
seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 10. Distribusi hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi
Tingkat
Pendidikan
Tingkat Partisipasi
Jumlah Tidak
Pernah
Sangat
Jarang Jarang Sering
Sangat
Sering
SD 0 1 0 0 0 1
SMP 0 0 1 2 2 5
SMA 0 0 2 6 2 10
D3 / S1 0 0 0 2 1 3
Jumlah 0 1 3 10 5 19
Tabel 10 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
pendidikan SMA yang memiliki tingkat partisipasi tergolong sering selama
mengikuti program SP3.
93
Tabel 11. Distribusi hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat keberdayaan
Tingkat
Pendidikan
Tingkat Keberdayaan
Jumlah Kurang
Berdaya
Agak
Berdaya
Cukup
Berdaya
Sangat
Berdaya
SD 1 0 0 0 1
SMP 0 1 4 0 5
SMA 0 1 8 1 10
D3 / S1 0 0 2 1 3
Jumlah 1 2 14 2 19
Tabel 11 Menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
pendidikan SMA yang memiliki tingkat keberdayaan tergolong cukup
berdaya selama mengikuti program SP3
D. Analisis Partisipasi Masyarakat Binaan
Berikut ini adalah hasil analisis yang disajikan dalam bentuk tabel
analisis partisipasi masyarakat binaan di Kecamatan Mangngarabombang
Kabupaten Takalar yang mengambil sampel 19 orang dari masing-masing
desa yang mempunyai binaan SP3.
Untuk selanjutnya, peneliti menunjukkan hasil analisis tabulasi data
yang menggunakan program excel dari setiap varibel-variabel yang oleh
peneliti dapat menggambarkan tingkat partisipsi masyarakat binaan disetiap
agenda-agenda SP3 seperti berikut ini.
94
1. Mengerti Maksud dan Tujuan SP3
Tabel berikut ini menunjukkan hasil dari tabulasi data sebagai
berikut:
Tabel 12. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan pengetahuan tentang maksud dan tujuan SP3
Mengerti Maksud dan Tujuan SP3 Frekuensi %
Sangat Mengerti 19 100
Cukup Mengerti 0 0
Agak Mengerti 0 0
Kurang Mengerti 0 0
Tidak Mengerti 0 0
Jumlah 19 100
Tabel 12 menunjukkan bahwa 100% masyarakat binaan SP3
mengerti maksud dan tujuan program yang diadakan oleh Kementerian
Pemuda dan Olahraga yang hal ini diambil alih oleh Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Takalar.
Masyarakat binaan telah sepenuhnya mengerti maksud dan tujuan
SP3 yang diadakan di desanya masing-masing, dari hasil wawabcara yang
dilakukang menunjukkan bahwa, masyarakat mengerti karena kemampuan
fasilitator SP3 yang melakukan sosialisai dengan baik bukan hanya pada
pertemuan resmi tatapi pada pertemuan-pertemuan yang sifatnya tidak
resmi seperti bertamu atau dadlam keadaan senggang fasilitator
sedapatmungkin mengajak dan menjelaskan maksud dan tujuannya, hal ini
cukup mudah dilakukan kaerena fasilitator yang di tempatkan di masing-
masing desa cukup akrab dengan masyarakat karena faktor sesuku dan
95
sekampung bahkan ada yang masih berhubungan keluarga. Selain itu
peran kepala desa dan tokoh masyarakat yang cukup responsif dan peduli
terhadap progran SP3 sehingga dalam proses penyampaian informasi
cukup membantu dengan cara mengarahkan aparat desa dan masyarakat
yang menjadi sasaran program.
2. Menghadiri Pertemuan/Undagan
Tingkat kehadiran masyarakat dalam menghadiri undangan
pertemuan tergolong sering dan selalu dihadiri banyak orang. Responden
mejawab 33% menyatakan sering ikut menghadiri setiap undangan, 33%
sangat sering datang, 28% responden menyatakan jarang menghadiri
undangan, 0% responden menyatakan sangat jarang, dan 6% menyatakan
tidak pernah datang mengikuti pertemuan yang diadakan oleh SP3.
Tabel 13. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan keikutsertaan menghadiri pertemuan / undangan
Menghadiri Pertemuan/Undangan Frekuensi %
Sangat Sering 6 32
Sering 6 32
Jarang 5 26
Sangat jarang 1 5
Tidak Pernah 1 5
Jumlah 19 100
Tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
menghadiri pertemuan dan undangan di setiap program SP3 tergolong
cukup sering, dimana setiap udangan dan kegiatan pada umumnya selalu
dihadiri banyak masyarakat binaan SP3. Hal ini dikarenakan oleh tingkat
96
pengetahuan masyarakat tentang maksud dan tujuan SP3 dan kemampuan
fasilitator mengarahkan masyarakat untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan
SP3. Selain itu, peran tokoh masyarakat dan pemerintah desa yang
mendukung penuh keterlibatan SP3 di desanya.
Berdasarkan data dan hasil wawancara yang dilakukan rseponden
dalam wawancara yang dilakukan peneliti mengatakan:
“Fasilitator SP3 sangat aktif melakukan sosaialisasi ke masyarakat-masyarakat, selain itu mereka juga melakukan pendekatan-pendekatan persuasif kepada kita-kita, dengan menjelaskan apa-apa saja yang bisa diperoleh ketika selesai dibina dapal program SP3 ini” (Hamsinah).
3. Mempunyai Peran Penting dalam Program SP3
Tabel 14. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan peran dalam program
Peran dalam Program Frekuensi %
Sangat Berperan penting 2 11
Cukup berperan 2 11
Agak berperan 12 63
Kurang Berperan 1 5
Tidak ada peranan 2 11
Jumlah 19 100
Tingkat peranan masyarakat binaan SP3 pada kegiatan tergolong
biasa-biasa dengan nilai 63%. Tabel 14 menunjukkan bahwa hanya
sebanyak 5 % responden kurang bahkan tidak berperan dalam program
SP3.
Berdasarkan data dan hasil wawancara yang dilakukan responden
dalam wawancara yang dilakukan peneliti mengatakan:
97
“Kalo urusan-urusan penting seperti manajemen pemasaran, administrasi keuangan dalam organisasi, kami tidak terlalu paham, jadi diserahkan sepenuhnya kepada fasilitator (Fitri).
Peran penting masyarakat binaan yang sangat bisa disebabkan oleh
tingkat pengetahuan mereka yang minim terhadap urusan manajemen
organisasi dan menyusun strategi pemasaran.
4. Partisipasi Tahap Perencanaan
Tabel berikut ini adalah tabel yang menunjukkan angka partisipasi
masyarakat binaan pada tahap perencanaan yang merupakan rangkaian
program sebelum dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
masyarakat binaan. Adapun hasilnya seperti terdapat pada tabel berikut ini:
Tabel 15. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan partisipasi tahap perencanaan
Partisipasi Tahap Perencanaan Frekuensi %
Sangat Sering 2 11
Sering 2 11
Jarang 12 63
Sangat Jarang 1 5
Tidak Pernah 2 11
Jumlah 19 100
Hasil pengolahan data pada tahap partisipasi perencanaan,
menunjukkan bahwa sebagian besar responden (63%) menyatakan jarang
berpartisipasi dan 5% responden menyatakan sangat jarang berpartisipasi
pada tahap perencanaan. Hasil tabulasi data menyimpulakan bahwa untuk
tahap prencanaan, masyarakat, partisipasinya tergolong biasa.
98
Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan yang tergilong
biasa disebabkan kerena masyarakat binaan pada umumnya menyerahkan
sepenuhnya pada fasilitator SP3 tentang program-program yang akan
dilakukan. Sesuai dengan petikan hasil wawancara, sebagai berikut.
“Kami tidak terlalu aktif dalam tahap perencanaan program, biasanya kami selalu sepakat dengan yang dilakukan oleh fasilitator, kami percayaji dengan mereka. Tetapi kalau terlibat dalam pelaksanaan program kami datang” (Wahyuni).
Dalam petikan wawancara yang lain masyarakat mengatakan bahwa:
“Biarmi saja fasilitator yang merencanakan karena dia lebih tau, mana yang terbaik, kami ini ikutmi saja” (Herman)
Meskipun dalam tabel 10. masyarakat binaan sangat bereperan
penting dalam kegiatan, namun tidak berarti masyarakat antusias dalam
merencanakan, keterbatasan pendidikan dan keterampilan menyebabakan
logika berfikirnya untuk merencanakan program sangat terbatas. Apalagi
ketika berkaitan dengan potensi wilayah dan mencari relasi usaha dan
jaringan pasar.
5. Partisipasi Masyarakat Binaan Berdasarkan Tahap Pelaksanaan
Tabel 16. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tahap pelaksanaan
Partisipasi Tahap Pelaksanaan Frekuensi %
Sangat Sering 6 32
Sering 7 37
Jarang 3 15
Sangat Jarang 2 11
Tidak Pernah 1 5
Jumlah 19 100
99
Pada tahap partisipasi pelaksanaan, responden yang telah disurvei
menghasilkan data yang menyatakan bahwa, dari 19 responden, 37%
menyatakan sering berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan, 32 %
responden menyatakan sangat sering berpartisipasi, 15% responden
menjawab jarang, 10% responden menjawab sangat jarang, dan 5%
menjawab tidak pernah.
Data tersebut dibawah ini diperoleh kesimpulan bahwa, masyarakat
binaan SP3 tergolong sering berpartisipasi pada tahap pelaksanaan
kegiatan ataupun program-program yang telah dilaksanakan oleh program
pemberdayaan masyarakat SP3.
Pada tahap pelaksanaan program, peran masyarakat cukup baik,
karena keterlibatannya dalam pprogram cukup sering berpartisipasi. Hal ini
disebabkan karena program yang dilakukan oleh fasilitator sangat
dibutuhkan masyarakat sebab berkaitan dengan pongolahan potensi
wilayah. Selain itu, yang membuat masyarakat tertarik aktif berpartisipasi
karena dorongan untuk berubah. Harapannya adalah setelah fasilatator
SP3 memberikan pelatihan-pelatihan dan relasi usaha dan jaringan modal
usaha dapat meberikan kemampuan untuk mandiri membuat usaha mandiri
dengan memaksimalkan potensi wilayah yang ada didaerahnya masing-
masing.
Hasil wawancara dengan masyarakat binaan mengatakan bahwa:
“Kami selalu berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan program sebab harapan kami setelah mengikuti programnya kami bias mandiri membuat usaha dengan bekal kemampuan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya alam yang dapat dikembangkan” (Saharia).
100
Mendengar hasil wawancara dengan masyarakat, mereka sangat
menaruh harapan besar dari program SP3, ada keinginan untuk merubah
kehidupannya yang menganggur namun kerena miskin keterampilan dan
pengetahuan untuk memaksimalkan potensi wilayah dan membuat usaha
sehingga mereka tidak berdaya. Inilah yang menyebabkan partisipasi
masyarakat binaan cukup baik seperti terdapat pada hasil analisis yang
ditunjukkan Tabel 10.
6. Partisipasi Tahap Pengawasan
Tabel berikut ini adalah bentuk Partisipasi masyarakat pada tahap
pengawasan program. Pada tahap pengawasna ini, masyarakat terlibat
bukan hanya dalam kegiatan, tetapi seteleha kegiatan direncanakan dan
dikerjakan masyarakat mengawasi proses pemasaran. Adapun bentuk
partisipasinya seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini:
Tabel 17. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tahap pengawasan
Partisipasi tahap pengawasan Jumlah Responden %
Sangat Sering 1 5%
Sering 7 37%
Jarang 6 32%
Sangat Jarang 3 16%
Tidak Pernah 2 11%
Jumlah 19 100%
Pada tahap pengawasan telah diperoleh data survei bahwa
masyarakat pada tahap pengawasan program untuk setiap kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri diperoleh data bahwa, 47%
101
masyarakat jarang melakukan pengawasan kegiatan, 37% responden
menjawab sangat jarang, 16% responden menjawab tidak pernah, dan 0%
responden menjawab sering dan sangat sering. Hasil tabulasi data
diperoleh nilai untuk partisipasi tahap pengawasan program, tergolong
cukup rendah. Hal ini mengacu pada skala 5.00 yang telah ditetapkan
peneliti untuk mengukur tingkatan aktifitas pada penelitian yang dilakukan.
Partisipasi tahap pengawasan disetiap program, merujuk pada
aktifitas masyarakat binaan dalam melihat perkembangan program-program
yang telah dilaksanakan masyarakat binaan bersama dengan fasilitator
berupa kerajinan tangan dan perkembangan unit usaha yang dirintis.
Mereka sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada fasilitator mengenai
perkembangan hasil produksi dan perkembangan usahanya.
7. Tanya Jawab dengan pemerintah/tokoh/pengusaha
Tabel berikut ini menyajikan data partisipasi masyarakat dalam hal
tanya jawab dengan pemerintah, tokoh masyarakat, dan pengusaha
setempat. Adapun hasil analisisnya seperti yang terdapat dibawah ini:
Tabel 18. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tanya jawab dengan pemerintah/tokoh/pengusaha
Tanya Jawab dengan
pemeritah/Tokoh/Pengusaha Frekuensi %
Sangat Sering 0 0
Sering 0 0
Jarang 9 47
Sangat Jarang 7 37
Tidak Pernah 3 16
Jumlah 19 100
102
Untuk melihat partisipasi masyarakat binaan SP3 pada setiap
aktifitasnya yang melibatkan pemerintah dalam hal ini melakukan tanya
jawab untuk setiap program yang akan dilaksanakan tergolong biasa-biasa
saja, hasil tabulasi data menunjukkan bahwa, 42% responden menjawab
jarang, 26% menjawab sangat sering, 16% responden menjawab tidak
pernah, 11% responden menjawab sering, dan 5% responden menjawab
sangat jarang.
Berdasarkan hasil analisis pada pabel 14, menunjukkan bahwa
masyarakat binaan jarang melakukakan dialog berupa tanya jawab dengan
pemerintah setempat, tokoh masyarakat dan pengusaha. Petikan
wawancara mendalam yang dilakukan mengatakan bahwa:
“Kami jarang melakukan Tanya jawab dengan pemerintah, tokoh masyarakat, dan pengusaha karena tidak ditau apa yang mau ditanyakanki, biasanya samapaki dengan fasilitator baru ikutki juga bertanya. Dan tidak ditauki juga apa yang mau ditanyakan” (Musriani). Ketidakpercayaan diri masyarakat binaan sangat erat kaitannya
dengan tingkat pendidikan yang rendah, yang berpengaruh besar terhadap
kemampuannya mengutarakan pendapat ketika berdialog tentang rencana
dan usaha yang ingin dilakukan.
Dialog dengan pemerintah, tokoh masyarakat dan pengusaha akan
berjalan ketika disertai dengan fasilitator SP3 yang melibatkan diri atau
berperan dalam menghubungkan komunikasi dengan pemerintah setempat.
Fasilitator berperan membuka ruang diskusi, yang mengikutsertakan
masyarakat binaan lalu memberi peluang kepada masyarakat untuk
103
selanjutnya mengutarakan hal-hal yang penting tentang rencana-rencana
yang akan dilakukan.
E. Analisis Tingkat Kerberdayaan Masyarakat Binaan
Untuk menentukan berdaya tidaknya masyarakat binaan maka
dilakukan tabulasi data dengan perangkat lunak excel berdasarkan data-
data hasil kuesioner penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat binaan
SP3 di masing-masing desa di Kecamatan Mangngarabombang. Untuk
selanjutnya, peneliti menunjukkan hasil analisis tabulasi data yang
menggunakan program excel dari setiap varibel-variabel yang oleh peneliti
dapat menggambarkan tingkat keberdayaan masyarakat binaan disetiap
agenda-agenda SP3. Adapun variabel tersebut seperti yang terdapat
dibawah ini:
1. Mengemukakan opini dan Pendapat
Tingkat keberanian masyarakat dalam memberikan masukan atau
usulan dalam kegiatan pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh SP3
tergolong jarang mengemukakan opini dan pendapatnya pada saat
pelaksnaan program SP3. Responden sebagian besar menjawab 68%
mengatakan jarang mengemukakan opini, 21% responden menjawab
sering, 11% responden menjawab sangat jarang mengemukakan opini, 0%
responden menjawab sangat sering, dan tidak ada responden menjawab
tidak pernah mengemukakan opini.
104
Tabel 19. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan kemampuan mengemukakan opini
Mengemukakan Opini dan
Pendapat Frekuensi %
Sangat Sering 0 0
Sering 4 21
Jarang 13 68
Sangat Jarang 2 11
Tidak Pernah 0 0
Jumlah 19 100
Kemampuan masyarakat binaan dalam hal mengemukakan opini dan
pendapat pada setiap pertemuan yang jarang dialakukan disebabkan
karena tingkat pengetahuan dan keterampilan yang masih rendah terkait
program yang akan dilakukan. Begitu pula dengan rencana usaha,
umumnya masyarakat binaan tidak mengetahui, sehingga ketika dibuka
ruang diskusi dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan SP3,
mereka jarang mengemukakan opini dan pendapatnya. Dalam petikan
wawancara dengan masyarakat binaan mengetakan:
“Kami biasanya diamji. Ta’ satu-satuji yang bicara, ituji yang pintar-pintarka, itupun biasanya dipercayakan ke fasilitator, tapi kalo perencanaannya mudah seperti mengelola hasil alam kami biasanya aktif ” (Yanti).
Ketika yang didiskusikan berkaitan dengan produksi hasil alam
seperti kerajianan tangan, mereka pada umunya sering mengemukakan
popini dan pendapatnya terkait dengan proses pengolahan dan
pembuatannya.
105
2. Perubahan kesadaran
Tingkat perubahan kesadaran terhadap kondisi sosial ekonomi yang
saat ini terjadi di Kecamatan Mangngarabombang menunjukkan persentase
bahwa, 48% responden menjawab sangat mengubah kesadaran untuk
setiap masalah kemskinan dalam pembangunan selama ini. 30%
responden menjawab cukup terjadi perubahan, 22% responden menjawab
agak terjadi perubahan, 0% responden menjawab kurang terjadi perubahan,
dan 0% responden juga menjawab tidak terjadi perubahan.
Tabel 20. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan perubahan kesadaran
Perubahan Kesadaran Frekuensi %
Sangat Berubah 11 58
Berubah 7 37
Kurang Berubah 1 5
Sangat Berubah 0 0
Tidak Berubah 0 0
Jumlah 19 100
Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa perubahan kesadaran yang
terjadi pada masyarakat binaan SP3 sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh
kondisi sosial ekonomi yang dirasakan saat ini memacu semangatnya untuk
bergerak secara aktif menemukan akar permasalahan dan solusi
penyelesaiannya sehingga hadirnya program pemberdayaan masyarakat
SP3 sangat membantu mereka menemukan akar permasalah kemiskinan.
Perubahan kesadaran yang dialami masyarakat binaan sejalan
dengan hadirnya program SP3 yang terus berupaya melakukan pembinaan
106
dan pelatihan yang terus memberikan dorongan untuk maju, dan berseger
merubah gaya hidup dan perilakunya.
Menurut responden yang kami wawancara mengatakan bahwa:
“Para fasilitator selalu meberikan arahan dan motovasi tentang perlunya pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki untuk hidup sejahtera” (Ahmad).
Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa masyarakat
binaan terus dipacu daya kreasi dan fikirannya dengan memberikan
stimulus agar termotifasi untuk merubah kesadaran berfikirnya agar mampu
keluar dari kemiskinan.
3. Kreatifitas
Tingkat kreatifitas masyarakat dalam hal memunculkan ide-ide baru,
memecahkan atau menanggulangi masalah kemiskinan, dan
mengupayakan membangun kewirausahaan baru, tergolong sangat kreatif,
dengan nilai rata-rata 47% atau cukup baik.
Tabel 21. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat kreatifitas
Kreatifitas Frekuensi %
Sangat Kreatif 9 47
Cukup Kreatif 4 21
Agak Kreatif 6 32
Kurang Kreatif 0 0
Tidak Kreatif 0 0
Jumlah 19 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47% responden menjawab
sangat kreatif dalam menemukan ide-ide baru, memecahkan atau
107
menanggulangi masalah kemiskinan, dan mengupayakan membangun
kewirausahaan baru, 32% responden menjawab agak kreatif, 21%
responden menjawab cukup kreatif, 0% responden menjawab kurang
kreatif, dan 0% responden juga menjawab tidak kreatif.
Dari hasil survei yang kami lakukan di lokasi penelitian menunjukkan
masyarakat telah mampu membuat kerajinan-kerajinan tangan yang sesuai
dengan potensi wilayahnya masing-masing, keterampilan masyarakat yang
cukup baik, disebabkan karena pada umumnya masyarakat setempat
sudah mempunyai keterampilan membuat kerajinan, namun hanya terbatas
hanya untuk keperluan sendiri, dari segi ragam dan model serta
pemasarannya tidak dilakukan.
Dengan hadirnya SP3, masyarakat binaan cukup kreatif dalam
membuat dengan ragam model yang berfariasi sehingga menarik, seperti
songkok guru yang dihiasi dengna benang emas serta halus, dodol rumput
laut yang lebih enak seerta variasi rasnya yang berbeda, anyaman tikar
pandan yang diolah lebih kreatif seperti penambahan warna dan tali hias,
dan agar-agar rumput laut yang lebih kenyal serta beragam rasa,
Untuk hasil pertanian melon dan semangka, masyarakat binaan
mampu membuat hasil pertanian terbebas dari hama dan penyakit
tumbuhan, sehingga buanh yang dihasilkan segar dan besar-besar.
108
4. Kepercayaan diri
Tingkat kepercayaan diri masyarakat setelah mengikuti agenda-
agenda SP3 menunjukkan 58% responden menjawab cukup percaya diri
dalam segala aktifitas yang ingin dilakukan terkait program SP3 yan telah
direncanakan. 21% responden menjawab sangat percaya diri, 16%
responden menjawab agak percaya diri, 5% responden menjawab kurang
percaya diri, dan 0% responden menjawab tidak percaya diri. Hal inidapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 22. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat kepercayaan diri
Kepercayaan Diri Frekuensi %
Sangat Percaya Diri 4 21
Cukup Percaya Diri 11 58
Agak Percaya Diri 3 16
Kurang Percaya Diri 1 5
Tidak Percaya Diri 0 0
Jumlah 19 100
Tingginya rasa kepercayan diri pada masyarakat binaan SP3 ini
disebabkan karena pengetahuanya tentang kepemimpinan yang pernah
dilakukan disetiap pertemuan, serta keikutsertaannya dalam kegiatan-
kegiatan beserta sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh SP3
menyebabkan masyarakat cukup percaya diri membuat usaha mandiri
ataupun kelompok usaha.
Motivasi dan pelatihan yang diberikan kepada masyarakat binaan
telah merubah kesadarannya untuk lebih percaya diri ketika membuat
109
program kerajinan yang sesuai dengan potensi wilayahnya, seperti
pengolahan rumput laut, agar-agar, songkok lontar, dodol, ikan kering, dan
pertanian melon dan semangka. Hasil pelatihan dan pembinaan yang
dilakukan SP3 memberikan pengatahuan yang cukup baik dan kreatif
sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan dirinya membuat usaha mandiri
yang sesuai dengan bakat dan keterampilannya serta potensi wilayah
masing-masing daerah.
5. Keterampilan Manajerial
Tingkat keterampilan manajerial masyarakat binaan SP3 tergolong
sangat terampil. Keterampilan manajerial yang dimaksud adalah dalam hal
pengetahuan terhadap pemasaran produksi, relasi usaha, penyusunan
strategi pemasaran baru, mencari informasi, menganlisis, merencanamkan,
dan mengevaluasi terus menerus kegiatan produksi yang dilakukan.
Tabel 23. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat keterampilan manajemen
Keterampilan Manajerial Frekuensi %
Sangat Terampil 3 16
Cukup Terampil 11 58
Agak Terampil 4 21
Kurang Terampil 0 0
Tidak Terampil 1 5
Jumlah 19 100
Data yang dihasilkan menunjukkan 58% responden menjawab cukup
terampil, 21% reponden mejawab kurang terampil, 16% respnden
110
menjawab terampil, 5% responden menjawab tidak terampil, dan 0%
responden menjawab biasa-biasa saja atau dengan kata lain tingkat
keterampilan masyarakat tergolong cukup baik.
Keterampilan manajerial yang dimiliki masyarakat mangalami
peningkatan yang cukup baik, oleh karena fasilitator yang aktif melakukan
motovasi dan memberikan program-program yang dianggap tepat dengan
situasi dan kondisi wilayah desa setempat.
F. Hasil Pembahasan Tingkat Pertisipasi dan Tingkat
Keberdayaan Masyarakat
1. Tingkat Partisipasi
Tabel berikut ini menunjukkan angka partisipasi masyarakat SP3 di
Kecamatan Mangngarabombang Kabupaten Takalar.
Tabel 24. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat partisipasi
Partisipasi Frekuensi %
Sangat Sering 5 26
Cukup Sering 10 53
Jarang 3 16
Sangat Jarang 1 5
Tidak Pernah 0 0
Jumlah 19 100
Hasil analisis peneliti yang menggunakan tabulasi data program
excel, telah menunjukkan nilai tingkat partsipasi masyarakat binaan dengan
nilai 26% responden menjawab sangat sering berpartisipasi, 53%
responden menjawab cukup sering berpartisipsi, 16% responden menjawab
111
jarang keikutsertaanya berpartisipasi, 5% responden menjawab sangat
jarang berpartisipasi, dan 0% responden menjawab tidak pernah
berpartisipasi.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa, untuk tingkat partisipasi
masyarakat binaan SP3 tergolong sering atau baik, merujuk pada skala
yang telah ditetapkan peneliti untuk mengukur tingkat keberdayaan
masyarakat binaan pada tahap partisipasi pada program yang dilaksanakan
SP3.
Tingginya tingkat partisipasi masyarakat binaan disebabakan karena
pengetahuan masyarakat tentang manfaat SP3 ketika mereka mengikuti
setiap program-program yang diarahkan untuk pendampingan. Masyarakat
mulai menyadari akar permasalahan kemiskinan yang disebakan oleh
pengetahuan dan keterampilan yang minim, sehingga untuk memanfaatkan
potensi wilayah yang tersedia didaerahnya tidak teroptimalkan dengan baik
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, peran fasilitator SP3
dalam proses pendampingan yang aktif mengarahkan secara persuasif
karena faslitator tersebut mampu secara psikologis berkomunikasi dengan
bahasa Makassar dan kesamaan suku sehingga memudahkan dalam
proses interaksi. Begitupula dengan dukungan pemerintah desa dan tokoh
masyarakat yang sangat mendukung program SP3 di desanya masing-
masing.
112
2. Tingkat Keberdayaan
Untuk menentukan berdaya tidaknya masyarakat binaan maka
dilakukan tabulasi data dengan perangkat lunak excel berdasarkan data-
data hasil kuesioner penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat binaan
SP3 di masing-masing desa di Kecamatan Mangngarabombang. Adapun
nilai hasil analisis data sebagaimana yang terdapat pada tabel dibawah ini:
Tabel 25. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat keberdayaan
Tingkat Keberdayaan Frekuensi %
Sangat Berdaya 2 10
Cukup Berdaya 14 74
Agak Berdaya 2 11
Kurang Berdaya 1 5
Tidak Berdaya 0 0
Jumlah 19 100
Analisis tingkat keberdayan masyarakat binaan setelah melakukan
survei menunjukkan angka 10% responden mangatakan sangat berdaya,
74% responden mengatakan cukup berdaya, 11% responden mengatakan
agak berdaya dan 5% responden mengatakan kurang berdaya, dan 0%
responden mengatakan tidak berdaya.
Ketika merujuk pada standar yang ditetapkan peneliti untuk
mengukur tingkat keberdayaan masyarakat binaan maka telah
menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat binaan cukup
berdaya atau baik dengan nilai diatas 3.1 berdasarkan skala 5.0 yang
ditentukan peneliti untuk mengukur tingkat keberdayaan.
113
Masyarakat yang telah cukup berdaya pada saat hadirnya SP3
memberikan pendampingan disebabkan karena adanya keinginan untuk
berubah dari kehidupan yang miskin karena kemiskinan yang terjadi
dipengaruhi oleh tingakat pendidikan yang rendah, sehingga pengetahuan
dan kreatifitasnya berpengaruh di kehidupannya.
Oleh karena dalam tahap partisipasi yang cukup sering (baik)
disetiap kegiatan SP3 sehingga mempengaruhi tingkat keberdayaannya.
Sama halnya dengan tingkat partisipasi, cukup berdayanya masyarakat
selama mengikuti program SP3 disebabkan oleh peran fasilitator dalam
proses pendampingan yang aktif mengarahkan secara persuasif. Begitupula
dengan pemerintah desa dan tokoh masyarakat yang mendukung penuh
program SP3 di desanya masing-masing.
G. Skor mean Tingkat Keberdayan Masyarakat
Berdasarkan standar yang ditentukan peneliti untuk mengukur tingkat
partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan SP3, maka peneliti
memberikan skoring untuk memudahkan dalam menentukan tingkatan
masing-masing variabel. Adapun nilai rata-rata (mean) disetiap variabel
seperti yang terdapat pada tabel berikut ini:
114
Tabel 26. Skor mean tingkat partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3.
Variabel Indikator mean Tingkat
Keberdayaan
Partisipasi Apakah anda mengerti
maksud dan tujuan SP3?
4.86 Sangat
Sering
Apakah anda pernah
mengikuti pertemuan/undagan
yang diadakan dalam
kegiatan SP3 di desa anda?
3.64 Sering
Apa anda punya peran dalam
kegiatan SP3?
3.21 Sering
Apakah anda ikut
berpartisipasi pada tahap
perencanaan program SP3?
2.93 Sering
Apakah anda ikut
berpartisipasi pada tahap
pelaksanaan program SP3?
3.07 Sering
Apakah anda ikut
berpartisipasi pada tahap
pengawasan program SP3?
2.29 Jarang
Pada tahap perencanan.
Pelaksanaan, dan
pengawasan, program ini,
apakah anda pernah
melakukan tanya jawab
dengan pemerintah
setempat?
3.36 Sering
115
Mengemukakan
Opini
Apakah anda selalu
memberikan masukan atau
usul dalam pertemuan yang
dilaksanakan dalam kegiatan
SP3
3.07 Agak Berdaya
Apakah anda pernah
memperbincangkan kegiatan
pembangunan yang
dilaksanakan SP3 di luar
forum SP3 (misalkan di
rumah, warung, dsb) bersama
teman, saudara atau orang
lain?
3.43 Cukup
Berdaya
Apakah anda pernah
mengkritik program SP3
1.86 Kurang
Berdaya
Perubahan
Keasadaran
Apakah anda selalu mengajak
orang lain atau bekerja secara
kelompok dalam kegiatan
SP3?
3.14 Cukup
berdaya
Apakah anda telah menyadari
akar setiap masalah
kemiskinan dalam
pembangunan selama ini?
3.93 Cukup
berdaya
Apakah anda telah tergerak
(secara hati nurani) untuk
berperan aktif dalam setiap
pembangunan di lingkungan
anda ?
4.43 Sangat
berdaya
Dengan adanya SP3 apakah 4.57 Sangat
116
ada perubahan sikap dari
masyarakat/pemuda terhadap
pelakanaan pembangunan
didesa?
berdaya
Apakah anda puas terhadap
hasil kegiatan yang
dilaksanakan dalam SP3
selama ini?
3.93 Cukup
berdaya
Menyusun
Tujuan Baru
Apakah anda mempunyai
ide‐ide atau pemikiran baru
dalam pembangunan di
lingkungan setelah mengikuti
proses‐proses atau
pertemuan SP3?
3.71 Cukup
berdaya
Apakah anda pernah
memikirkan bagaimana
memecahkan atau
menanggulangi masalah
kemiskinan di lingkungan
sekitar anda?
4.43 Sangat
berdaya
Apakah anda pernah
memikirkan untuk
membangun kewirausahaan
yang ada sekarang
menjadibentuk/konsep yang
baru?
3.86 Cukup
berdaya
Kepercayaan
Diri
Apakah anda suka
bernegosiasi atau
mengkompromikan pendapat
3.86 Cukup
berdaya
117
dalam menyampaikan suatu
program atau usulan kegiatan
agar dapat terlaksana?
Apakah setelah mengikuti
agenda‐agenda SP3
sekarang anda menjadi lebih
percaya diri (berani
berpendapat, berani berbicara
di depan umum, dsb)?
3.57 Cukup
berdaya
Setelah mengikuti kegiatan
SP3, apakah keterampilan
administrasi (membuat surat,
membuat notulen, mengarsip,
membuat pembukuan dan
laporan keuangan, dll) anda
menjadi lebih baik?
3.29 Cukup
berdaya
Apakah setelah mengikuti
agenda‐agenda SP3
sekarang anda menjadi lebih
percaya diri(berani membuat
usaha/mandiri)?
3.79 Cukup
berdaya
Keterampilan
Manajerial
Apakah anda sudah bisa
menghasilkan produk dari
hasil pelatihan?
3.36 Cukup
berdaya
Apakah anda mengetahui
prosedur mendapatkan
bantuan dana untuk kegiatan
usaha?
2.93 Agak berdaya
Apakah anda punya 4.14 Sangat
118
keterampilan khusus untuk
membangun unit usaha?
berdaya
Apakah pengetahuan anda
sudah cukup untuk
memasarkan produksi?
2.86 Agak berdaya
Apakah anda mengetahui
relasi/jarinagan usaha?
3.21 Cukup
berdaya
Apakah anda membangun
relasi dengan pemerintah,
swasta atau lainnya?
3.29 Cukup
berdaya
Apakah anda menyusun
strategi pemasaran?
2.57 Agak berdaya
Apakah anda mencari
informasi, menganalisis,
merencanakan,
melaksanakan dan
mengevaluasi secara terus
menerus kegiatan tersebut?
2.79 Agak berdaya
Adapun grafik yang telah dihasilkan dari hasil analisis tingkat
partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan sesuai dengan
standar/ukuran yang menjadi patokan berdaya atau tidaknya masyarakat
binaan. Standar ini berdasarkan skor mean yang dinilai berdasarkan hasil
analisis kuesioner dengan mengukur variabel-variabel partisipasi dan
tingkat keberdayaan.
Grafik dibawah ini telah menunjukkan angka rata-rata 3.00 dari
berbagai varibel penelitian untuk mendapatkan hasil partisipasi masyarakat
119
dan keberdayaannya selama mengikuti program SP3 yang ada
dikecamatan Manggarabobang Kabupaten Takalar mulai dari tahun 2010
samapai dengan tahun 2013.
Gambar 10. Tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat
binaan SP3
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa partisipasi
masyarakat Binaan Sangat sering 26%, Sering 10%, Jarang 16%, Sangat
Jarang 1%, dan Tidak Pernah 0%. Tingkat partisipasi masyarakat sering
menunjukkan partisipasi telah baik berdasarkan skala yang ditetapkan
peneliti dalam menentukan nilai tingkat partisipasi masyarakat binaan, mulai
dari 0.00 sampai dengan 5.00.
Sedangkan tingkat keberdayaan masyarakat binaan menunjukkan
bahwa Analisis tingkat keberdayan masyarakat binaan setelah melakukan
survei menunjukkan angka 10% responden menjawab sangat berdaya, 74%
responden mengatakan cukup berdaya, 5% responden menjawab kurang
berdaya, dan 0% responden menjawab tidak berdaya.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Me
an
Variabel
Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan
120
Ketika merujuk pada standar yang ditetapkan peneliti untuk
mengukur tingkat keberdayaan masyarakat binaan maka telah
menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat binaan cukup
berdaya atau cukup baik dengan nilai diatas 3.1 berdasarkan skala 5.0 yang
ditentukan peneliti untuk mengukur tingkat keberdayaan.
Untuk lebih jelasnya akan diurutkan tingkat partisipasi dan tingkat
kualitas masyarakat binaan SP3 mulai dari yang terendah sebagaimana
berikut ini:
1. Urutan Tingkat Partisipasi
a. Mengerti maksud dan tujuan SP3
b. Pernah mengikuti pertemuan/undagan yang diadakan dalam
kegiatan SP3 di desa anda
c. Melakukan tanaya jawab dengan pemerintah setempat pada tahap
perencanan, pelaksanaan, dan pengawasan program
d. Punya peran dalam kegiatan SP3
e. Ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3
f. Ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3
g. Ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3
2. Urutan Tingkat Keberdayaan
a. Terjadi perubahan sikap dari masyarakat terhadap pelakanaan
pembangunan di desa
b. a. Masyarakat telah tergerak (secara hati nurani) untuk berperan
aktif dalam setiap pembangunan di lingkungan desa.
121
b. Memikirkan bagaimana memecahkan atau menanggulangi
masalah kemiskinan di lingkungan sekitarnya
c. Mempunyai keterampilan khusus untuk membangun unit usaha
d. a. Telah menyadari akar setiap masalah kemiskinan dalam
pembangunan selama ini.
b. puas terhadap hasil kegiatan yang dilaksanakan dalam SP3
selama ini.
e. a. Pernah memikirkan untuk membangun kewirausahaan yang ada
sekarang menjadibentuk/konsep yang baru.
b. Suka bernegosiasi atau mengkompromikan pendapat dalam
menyampaikan suatu program atau usulan kegiatan agar dapat
terlaksana.
f. a. Menjadi lebih percaya diri(berani berpendapat, berani berbicara di
depan umum, dsb).
b. mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan
dan mengevaluasi secara terus menerus kegiatan tersebut
g. Mempunyai ide-ide atau pemikiran baru dalam pembangunan di
lingkungan setelah mengikuti proses-proses atau pertemuan SP3
h. Menjadi lebih percaya diri(berani membuat usaha/mandiri)
i. Memperbincangkan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan SP3
di luar forum SP3 (misalkan di rumah, warung, dsb) bersama teman,
saudara atau orang lain
j. Sudah bisa menghasilkan produk dari hasil pelatihan.
122
k. a. Mempunyai keterampilan administrasi (membuat surat, membuat
notulen, mengarsip, membuat pembukuan dan laporan keuangan,
dan lain-lain).
b. Membangun relasi dengan pemerintah, swasta atau lainnya.
l. Mengetahui relasi/jaringan usaha.
m. Selalu mengajak orang lain atau bekerja secara kelompok dalam
kegiatan SP3.
n. Selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang
dilaksanakan dalam kegiatan SP3.
o. Mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan
usaha.
p. Apakah pengetahuan anda sudah cukup untuk memasarkan
produksi.
q. Menyusun strategi pemasaran.
r. Pernah mengkritik program SP3.
H. Analisis Keunggulan dan Kelemahan Tingkat Keberdayaan
Pada tabel berikut ini ditampilkan skor mean tingkat partisipasi dan
tingkat keberdayaan masyarakat binaan selama berlangsungnya program
SP3. Adapun hasilnya seperti tabel yang terdapat berikut ini:
123
Tabel 27. Skor mean tingkat partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3.
No. Variabel Mean Keterangan
1 Mengerti maksud dan tujuan SP3 4.86 Sangat Baik
2 Terjadi perubahan sikap dari
masyarakat terhadap pelakanaan
pembangunan di desa
4.57 Sangat Baik
3 Masyarakat telah tergerak (secara hati
nurani) untuk berperan aktif dalam
setiap pembangunan di lingkungan
desa
4.43 Sangat Baik
4 Memecahkan dan menanggulangi
kemiskinan
4.43 Sangat Baik
5 Mempunyai keterampilan khusus
untuk membangun unit usaha
4.14 Sangat Baik
6 Telah menyadari akar setiap masalah
kemiskinan dalam pembangunan
selama ini
3.93 Baik
7 Puas terhadap hasil kegiatan yang
dilaksanakan dalam SP3 selama ini
3.93 Baik
8 Pernah memikirkan untuk membangun
kewirausahaan yang ada sekarang
menjadibentuk/konsep yang baru
3.86 Baik
9 Suka bernegosiasi atau
mengkompromikan pendapat dalam
menyampaikan suatu program atau
usulan kegiatan agar dapat terlaksana
3.86 Baik
10 Mempunyai ide-ide atau pemikiran
baru dalam pembangunan di
lingkungan setelah mengikuti proses-
proses atau pertemuan SP3
3.71 Baik
124
11 Menjadi lebih percaya diri(berani
membuat usaha/mandiri)
3.79 Baik
12 Pernah mengikuti pertemuan/undagan
yang diadakan dalam kegiatan SP3 di
desa anda
3.64 Baik
13 Menjadi lebih percaya diri(berani
berpendapat, berani berbicara di
depan umum, dsb)
3.57 Baik
14 Memperbincangkan kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan SP3
di luar forum SP3 (misalkan di rumah,
warung, dsb) bersama teman, saudara
atau orang lain
3.43 Baik
15 Melakukan tanya jawab dengan
pemerintah setempat pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan program
3.36 Baik
16 Sudah bisa menghasilkan produk dari
hasil pelatihan
3.36 Baik
17 Mempunyai keterampilan administrasi
(membuat surat, membuat notulen,
mengarsip, membuat pembukuan dan
laporan keuangan, dll)
3.29 Baik
18 Membangun relasi dengan
pemerintah, swasta atau lainnya
3.29 Baik
19 Punya peran dalam kegiatan SP3 3.21 Baik
20 Mengetahui relasi/jarinagan usaha 3.21 Baik
21 Selalu mengajak orang lain atau
bekerja secara kelompok dalam
kegiatan SP3
3.14 Baik
22 Ikut berpartisipasi pada tahap 3.07 Biasa-Biasa
125
pelaksanaan program SP3
23 Selalu memberikan masukan atau usul
dalam pertemuan yang dilaksanakan
dalam kegiatan SP3
3.07 Biasa-Biasa
24 Ikut berpartisipasi pada tahap
perencanaan program SP3
2.93 Biasa-Biasa
25 Mengetahui prosedur mendapatkan
bantuan dana untuk kegiatan usaha
2.93 Biasa-Biasa
26 Apakah pengetahuan anda sudah
cukup untuk memasarkan produksi
2.86 Biasa-Biasa
27 Mencari informasi, menganalisis,
merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi secara terus menerus
kegiatan tersebut
2.79 Biasa-Biasa
28 Menyusun strategi pemasaran 2.57 Biasa-Biasa
29 Ikut berpartisipasi pada tahap
pengawasan program SP3
2.29 Biasa-Biasa
30 Pernah mengkritik program SP3 1.86 Buruk
Hasil analisis terkait keunggulan dan kelemahan tingkat partisipasi
dan keberdayaan masyarakat binaan SP3 pada tabel 23 menunjukkan
bahwa:
1. Ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3
2. Selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang
dilaksanakan dalam kegiatan SP3
3. Ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3
4. Mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan
usaha
126
5. Apakah pengetahuan anda sudah cukup untuk memasarkan
produksi
6. Mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi secara terus- menerus kegiatan tersebut
7. Menyusun strategi pemasaran
8. Ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3
9. Pernah mengkritik program SP3
Hasil ke 9 (sembilan) variabel tersebut merupakan bagian dari
variabel penelitan tentang keberdayaan masyarakat binaan yang lemah
sehingga perlu analisis lebih mendalam upaya dan jalan keluar
menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat binaan SP3 agar
didapatkan keberdayaan masyarakat yang lebih baik sesuai dengan yang
diharapkan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah tabel yang menunjukkan
keunggulan dan kelemahan masyarakat pada setiap indikator penelitian.
Tabel keungulan dan kelemahan ini dimaksudkan untuk mengurai beberapa
keunggulan dan kelemahan masyarakat binaan SP3, sehingga apabila kita
telah menemukan keuggulan dan kelemahannya, maka ada upaya yang
perlu dipertahankan dan ditingkatkan sementara yang menunjukkan
kelemahan diperlukan strategi baru untuk membenahi dan lebih
mengoptimalkan cara dan upaya yang harus dilakukan.
127
Tabel 28. Kelemahan dan keungulan partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3.
No. Pertanyaan tentang Keberdayaan Masyarakat Binaan
1 Mengemukakan Opini
Keunggulan Skor Kelemahan
1
Memperbincangkan kegiatan
dilaksanakan SP3 di luar
forum SP3 (misalkan di
rumah, warung, dsb)
bersama teman, saudara
atau orang
lain?pembangunan yang
2
Memberikan masukan atau
usul dalam pertemuan
yang dilaksanakan dalam
kegiatan SP3
3 Mengkritik program SP3
2 Perubahan Kesadaran
4
Ada perubahan sikap dari
masyarakat/pemuda terhadap
pelakanaan pembangunan
didesa?
5
Telah tergerak (secara hati
nurani) untuk berperan aktif
dalam setiap pembangunan
di lingkungan anda ?
6 Telah menyadari akar setiap
masalah kemiskinan dalam
128
pembangunan selama ini?
7
Puas terhadap hasil kegiatan
yang dilaksanakan dalam
SP3 selama ini?
8
Selalu mengajak orang lain
atau bekerja secara
kelompok dalam kegiatan
SP3?
3 Kreatifitas Menyusun Tujuan Baru
9
Pernah memikirkan
bagaimana memecahkan
atau menanggulangi masalah
kemiskinan di lingkungan
sekitar anda?
10
Pernah memikirkan untuk
membangun kewirausahaan
yang ada sekarang
menjadibentuk/konsep yang
baru?
11
Mempunyai ide‐ide atau
pemikiran baru dalam
pembangunan di lingkungan
setelah mengikuti
proses‐proses atau
pertemuan SP3?
4 Kepercayaan Diri
12 suka bernegosiasi atau
mengkompromikan pendapat
129
dalam menyampaikan suatu
program atau usulan kegiatan
agar dapat terlaksana?
13
Menjadi lebih percaya
diri(berani berpendapat,
berani berbicara di depan
umum, dsb)
14
Menjadi lebih percaya
diri(berani membuat
usaha/mandiri)?
15
Keterampilan administrasi
(membuat surat, membuat
notulen, mengarsip, membuat
pembukuan dan laporan
keuangan, dll) menjadi lebih
baik?
5 Keterampilan Manajerial
16
Punya keterampilan khusus
untuk membangun unit
usaha?
17
Mencari informasi,
menganalisis,
merencanakan,
melaksanakan dan
mengevaluasi secara terus
menerus kegiatan
tersebut?
18 Sudah bisa menghasilkan
produk dari hasil
130
pelatihan?
19
Membangun relasi dengan
pemerintah, swasta atau
lainnya?
20 mengetahui
relasi/jarinagan usaha?
21
Mengetahui prosedur
mendapatkan bantuan
dana untuk kegiatan
usaha?
22
Pengetahuan anda sudah
cukup untuk memasarkan
produksi?
23 Menyusun strategi
pemasaran?
Tabel tersebut diatas menunjukkan bawa indikator keberdayaan
masing-masing mempunyai variabel, telah menunjukkan hasil bahwa untuk
indikator mengemukakan opini terdapat kelemahan pada ketidakmampuan
masyarakat memberikan usul dan masukan program-program yang
menurutnya perlu dilakukan.
Ketidakmampuan masyarakat dalam memberikan usul dan masukan
menjadi kelemahan masyarakat apalagi mengkritik program-program SP3
yang dijalankan. Hasil analisis pada tabel diatas menyatakan masyarakat
tidak mampu menunjukkan ketidaksepakatannya meskipun tidak sesuai
dengan keinginannya, sehingga apapun program yang dijalankan tetap
131
disetujui meskipun tidak sesuai dengan harapannya. Kondisi demikian
menunjukkan bahwa masyarakat cenderung mengikut pada setiap yang
dilakukan fasilitator SP3.
Untuk indikator perubahan kesadaran, kreatif menyusun tujuan baru,
dan tingkat kepercayaan diri menunjukkan hasil yang baik. Indikator ini telah
menunjukkan keunggulan yang dimiliki masyarakat binaan SP3 selama
program berlangsung.
Meskipun dalam program ini peneliti tidak menemukan kelemahan,
namun tetap harus diupayakan peningkatan keberdayaan masyarakat agar
tercapai tujuan visi dan misi SP3 sebagai mana yang terdapat dalam
petunjuk teknis program SP3.
Indikator tentang keterampilan manajerial dalam tabel analisis
keunggulan dan kelemahan menunjukkan bahwa dari 7 (tujuh) variabel
hanya satu yang unggul, yaitu rata-rata masyarakat yang mempunyai
keahlian khusus membangun usaha, tetapi terdapat kelemahan yaitu
ketidakmampuan mencari informasi, menghasilkan produk hasil binaan,
membangun relasi usaha untuk mendukung usaha dan program pelatihan.
Hal ini disebakan karena pada umumnya masyarakat tidak mengetahui
tempat-tempat relasi usaha ataupun jaringan usaha.
Meskipun masyarakat mengetahui relasi usaha tetapi terdapat
kelemahan yang menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat tidak
mengetahui prosedur mendapatkan bantuan usaha, ditambah dengan
kelemahannya memasarkan hasil usaha produksi akibat lemah dalam
menyusun strategi pemasaran.
132
I. Analisis Keberdayaan Fujikake
1. Tahap Pertama
Pada tahap pertama yang dilakukan dalam menganalisis
keberdayaan masyarakat binaan dengan menggunakan teori Fujikake,
adalah dengan mengukur tingkat perubahan yang terjadi pada
masyarakat binaan selama program berlangsung. Perubahan
kesadaran adalah salah satu faktor penting terhadap berdaya atau
tidaknya masyarakat sebab perubahan kesadaran inilah yang pada
akhirnya akan membuat masyarakat melakukan perubahan pola pikir
dan tindakan untuk lebih kreatif dan terdorong keinginannya untuk
berubah dan terbebas dari kemiskinan.
Pada tabel berikut ini hasil analisis kuisioner telah menunjukkan
bahwa masyarakat binaan telah mengalami perubahan masyarakat
sangat baik, hal ini disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi yang
dirasakan saat ini memacu semangatnya untuk bergerak secara aktif
dalam menemukan akar permasalahan dan solusi penyelesaiannya
sehingga hadirnya program pemberdayaan masyarakat SP3 sangat
membantu mereka menemukan akar permasalahan kemiskinan.
133
Gambar 11. Grafik perubahan kesadaran masyarakat binaan SP3
Perubahan kesadaran yang terjadi pada masyarakat binaan
disebabakan karena masyarakat saat ini telah mengatahui akar
masalah kemiskinan yang terjadi di desanya karena tingkat pendidikan
yang minim sehingga berpengaruh pada kreatifitas dan daya nalarnya
untuk mempotensikan diri dan potensi wilayah yang tersedia di
daerahnya masing-masing. Selain itu masyarakat telah mulai tergerak
secara hati nurani untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan yang
dilaksanakan SP3 serta kepuasan terhadap hasil dari produk pelatihan.
Semua itu tentunya bertujuan untuk membangun masyarakat
yang selama ini berada pada garis kemiskinan. Beberapa faktor ini juga
yang turut mempengaruhi terjadinya perubahan sikap dan mental
masyarakat untuk berubah.
Sangat Berubah, 58%
Cukup Terjadi Perubahan,
37%
Agak Terjadi Perubahan;
26%
Kurang Terjadi
Perubahan, 0%
Tidak Terjadi Perubahan,
0%
134
2. Tahap kedua
Selanjutnya pada tahap kedua peneliti melakukan analisis
keunggulan dan kelemahan masyarakat binaan. Kemudian peneliti
melakukan analisis keberdayaan masyarakat menggunakan 6 (enam)
indikator Fujikake. Penggunaan indikator keberdayaan Fujikake ini
dilakukan dengan cara menggabungkan indikator partisipasi dan tingkat
keberdayaan. Adapun hasil tabulasi data yang dilakukan dengan
megunakan program excel sebagaimana yang terdapat pada tabel
berikut ini:
Tabel 29. Skor mean Analisis keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan menggunakan 6 indikator fujikake.
Indikator Tingkat Keberdayaan Fujikake Mean
Partisipasi 3.32
Kemampuan Mengemukakan Opini 2.79
Perubahan Kesadaran 4
Kreatifitas menyusun Tujuan Baru 4
Kepercayaan Diri 3.63
Keterampilan manajerial 3.14
Rata-Rata 3.48
Tabel berikut menunjukkan hasil bahwa nilai partisipasi
masyarakat sebesar 3.32, kemampuan mengemukakan opini 2.79,
perubahan kesadaran dengan nilai 4, kreatifitas menyusun tujuan baru
nilainya 4, kepercayan diri dengan nilai 3.63, dan keterampilan
manajerial dengan nilai 3.14 dari skala 0.00 s.d. 5.00 yang ditentukan
peneliti sebagai standar dalam penyusunan tesis. Dalam analisis ini,
135
dapat diketahui dengan mendapatkan hasil rata-rata 3.48 yang
menunjukkan masyarakat binaan SP3 cukup berdaya meskipun ada
beberapa variabel yang masih kurang dan perlu dievaluasi dan
diperbaiki strategi dan manajemennya untuk hasil dengan tingkat
keberdayaan yang lebih maksimal. Sebab capaian keberdayaan yang
maksimal ketika mendapatkan nilai > 4.11 s.d. 5.00 yang berarti
menunjukkan bahawa keberdayaan masyarakat sangat baik.
Adapun untuk lebih jelasnya, peneliti menunjukkan dalam bentuk
chard seperti arahan Fujikake dalam menganalisis keberdayaan
masyarakat pada program-program pemberdayaan seperti yang tampak
pada gambar dibawah ini:
Gambar 12. Grafik Keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan menggunakan 6 (enam) indikator Fujikake.
Untuk lebih jelasnya peneliti urutkan analisis keberdayaan
dengan menggunakan 6 (enam) indikator fujikake. Fujikake (2008)
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
136
analisis ini dimulai dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah
seperti yang ada pada tabel berikut:
Tabel 30. Urutan keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan menggunakan 6 indikator fujikake.
NO. Urutan Keberdayan Masyarakat Binaan
Dengan Mengunakan 6 Indikator Fujikake
Nilai
1 Perubahan Kesadaran 4
2 Kreatifitas menyusun Tujuan Baru 4
3 Kepercayaan Diri 3.63
4 Partisipasi 3.32
5 Keterampilan manajerial 3.14
6 Kemampuan Mengemukakan Opini 2.79
Rata- rata 3.48
Meskipun perubahan kesadaran dan kreatifitas menyusun tujuan
baru serta kepercayaan diri masyarakat tergolong baik, namun bukan
berarti cukup puas dengan hasil tersebut, karena target agar
masyarakat mempunyai tingkat keberdayaan yang sangat baik harus
mempunyai nilai antara 4.11 s.d. 5.00 sehinga tetap harus dilakukan
pendampingan dan pembinaan lebih mendalam dan profesional agar
hasil dari program SP3 dapat diakatakan berhasil sesuai target
pemeritah dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga dan
harapan masyarakat binaan.
Kemampuan manajerial meskipun nilainya 3.14 yang berarti baik
tetapi tidak begitu signifikan, mendekati angka yang menunjukkan
biasa-biasa saja. Dengan demikian masyarakat binaan perlu
137
diupayakan dengan cara memberikan pelatihan/training dan
memberikan informasi-informasi peluang usaha dan lainnya dengan
harapan kemampuannya dalam hal manajerial sangat baik.
Kemampuan masyarakat dalam mengemukakan opini tergolong
buruk dengan nilai 2.79 dari skala 5.00. sehingga masyarakat harus
lebih mampu diadvokasi dan memberikan motivasi agar lebih bisa
mengemukakan opini dan pendapatnya sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
3. Tahap Ketiga
Pada tahap ketiga dalam evaluasi keberdayaan masyarakat yang
dikembangkan Fujikake adalah mengelompokkan dan menghubungkan
antar indikator yang telah dianalisis pada model kedua pada tahap
selanjutnya. Hasil analisis ini adalah pada tahap ini adalah grafik
keterkaitan antar elemen dalam pemberdayaan yaitu ekonomi, sosial
budaya, mobilitas, dan kesadaran.
a. Ekonomi
Kemampuan mendirikan usaha dari hasil kreatifitas berupa
produksi hasil kerajinan tangan setelah dilakukan pendampingan dan
pelatihan adalah indikator bahwa secara ekonomi masyarakat telah
mengalami kemajuan dibidang ekonomi. Pada penelitian ini, penulis
telah menganalisis bahwa dalam beberapa indikator terkait dengan
kemampuan manajerial yang dimiliki masyarakat binaan yang dapat
138
meningkatkan ekonomi tidak cukup baik, atau dengan kata lain biasa-
biasa saja.
Adapun indikator yang dapat mendukung masyarakat dalam
perbaikan ekonomi adalah, kemampuan masyarakat dalam
menghasilkan produk sendiri yang bersal dari hasil olahan potensi alam
daerahnya. Namun, pada tahap pengetahuan mendapatkan bantuan
dana usaha tergolong rendah sehingga untuk membangun usaha tidak
dapat dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat binaan. Masyarakat juga
kurang terampil dalam memasarkan usaha, menyusun strategi
pemasaran, serta keinginan yang kuran untuk mencari informasi,
menganalisis, merencanakan, dan mengevaluasi secara terus-menerus
kegiatan produksi yang mereka lakukan.
Hal ini tentu berdampak pada kemampuan masyarakat untuk
meningkatkan usahanya walaupun mempunyai keterampilan khusus
membangun usaha.
b. Sosial dan Budaya
Secara sosial, rasa keinginan masyarakat untuk memecahkan
masalah kemiskinan yang terjadi di daerahnya telah terbangun.
Masyarakat binaan selalu melakukan negosiasi atau mengkompromikan
pendapat dalam menyampaikan suatu program atau usulan kegiatan
agar dapat terlaksana.
Rasa kebersamaan dalam setiap agenda kegiatan dan
kemampaun masyarakat dalam mengkompromikan setiap masalah
ataupun program telah membuat suasana terjalin keakraban dan
139
kebersamaan sehingga secara sosial dapat terbentuk nuansa baru
dalam membudayakan setiap program ditengah-tengah masyarakat
secara bersama.
c. Mobilitas
Dari segi mobilitas, masyarakat binaan telah aktif berperan serta
dalam memaksimalkan potensi daerah yang dibuat dalam bentuk
kerajinan tangan secara bersama-sama ataupun berkelompok.
Masyarakat juga selalu mengajak sesamanya untuk aktif dalam
berbagai kegiatan/progran yang telah direncanakan melaui proses
kompromi dalam berpendapat.
d. Kesadaran
Perubahan kesadaran yang terjadi pada masyarakat pada
pelaksanaan SP3 selama berlangsungnya kegiatan cukup baik.
Meskipin secara ekonomi secara signifikan belum terpenuhi, namun
secara sosial telah terbangun suasana kebersamaan dan kesadarannya
akan kemiskinan telah mendorong masyarakat untuk sadar akan
perubahan sangat penting untuk merubah kehidupannya saat ini.
4. Tahap Keempat
Tahap keempat adalah mengukur tingkatan pencapaian
pemberdayaan itu sediri. Apakah pengaruh dari proses pemberdayaan
itu sendiri hanya pada tataran lokal, regional, atau nasional. Fujikake
menggolongkan menjadi tiga yaitu mikro level, (desa), meso level (kota)
dan makro level (nasional).
140
Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat binaan SP3
masih berada pada tataran mikro level. Proses keberdayaan masih
terjadi pada lingkup lingkungan desa sekitar. Hal ini disebabkan karena
kemampuan masyarakat dalam mencari hubungan relasi dengan pihak
pemerintah dan swasta untuk membantu penjualan
kreatifitasnya/kerajinannya. Masyarakat belum mempunyai kemampuan
mencari prosedur bantuan modal usaha.
J. Usulan Perbaikan
Hasil analisis dari berbagai variabel partisipasi dan keberdayaan
yang kemudian dianalisis dengan menggunkan indikator fujikake
menunjukkan bahwa:
1. Ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3, maka
usulan perbaikannya adalah:
a. Training motivasi dan pembetukan kepribadian mandiri dalam
berusaha dan mengembangan kerajinan tangan
b. Keterlibatan pemerintah untuk mendorong masyarakatnya
berpartisipasi pada program-pogram SP3 seperti memberikan
bantuan modal usaha tanpa bungan
c. Pelatihan teknologi tepat guna yang berkaitan dengan rencana
usaha/produksi
d. Membuka peluang sebesar-besarnya kepada masyarakat dalam
menentukan pelaksanaan program tanpa membedakan strata
dan status sosial
141
2. Memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang
dilaksanakan dalam kegiatan SP3. Usulan perbaikannya adalah:
a. Training leadership dan kemandirian
b. Pelatihan advokasi masyarakat
c. Fasilitator hasus mengkodisikan diri hanya sebagai perantara
bukan pelaku utama dalam artian, Masyarakat harus lebih banyak
dilibatkan peran-peran pentingnya dalam program, bukan
fasilitator.
3. Ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3. Usulan
perbaikannya adalah:
a. SP3 harus berusaha meyakinkan masyarakat tentang visi dan
misi yang menjadi tujuan utama programnya beserta manfaat
program SP3 terhadap kualitas masyarakat setelah mengikuti
program.
b. Pemerintah setempat, tokoh masyarakat harus mempuyai peran
penting mengarahkan masyarakatnya untuk ikut merencanakan
program sesuai kebutuhan dan potensi wilayah daerahnya.
c. Membuka peluang sebesar-besarnya kepada masyarakat untuk
lebih aktif merencanakan program sesuai kebutuhannya
4. Mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan
usaha. Usulan perbaikannya adalah:
a. Training pembuatan proposal dan surat-menyurat beserta
estimasi penganggaran program.
b. Bantuan modal usaha mikro dari pemerintah atau swasta
142
c. Informasi bantuan modal usaha/kredit mikro usaha kecil dan
menengah.
d. Fasilitator SP3, pemerintah setempat, atau tokoh masyarakat
harus lebih pro aktif mencarikan informasi bantuan modal.
5. Pengetahuan untuk memasarkan produksi. usulan perbaikannya
adalah:
a. Informasi tentang peluang usaha dan pemasaran.
b. Pelatihan mengemas hasil produksi usaha.
c. Propmosi keberbagai daerah, atau ikut dalam pemeran-pameran
pembangunan daerah.
d. Pelibatan dinas UMKM, HIPMI, Kadin, atau lembaga-lembaga
kewirausahaan dan perdagangan dalam membantu memasrkan
produksi beserta upaya peningkatan kualitas usahanya.
6. Mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan tersebut secara terus-menerus. Usulan
perbaikannya adalah:
a. Penerapan teknologi tepat guna.
b. Fasilitator SP3, pemerintah setempat dan tokoh masyarakat pro
aktif mengevaluasi program-program atau unit usaha yang
dilakukan masyarakat baik dari segi kualitas, pemasaran, modal
bantuan usaha, keaktifan masyarakat dalam merencanan sampai
mengevalasi.
7. Menyusun strategi pemasaran. Usulan perbaikannya adalah:
a. Kursus-kursus kewirausahaan
143
b. Training pembuatan proposal dan surat-menyurat beserta
estimasi penganggaran program
c. Pelibatan dinas UMKM, HIPMI, Kadin, atau lembaga-lembaga
kewirausahaan dan perdagangan setempat dalam membantu
memasarkan produksi beserta upaya peningkatan kualitas
usahanya
d. Promosi-promosi hasil usaha/produksi baik berupa barang,
makanan ringan, ataupun lainnya yang menjadi program masing-
masing dengan cara ikut berpartisipasi dalam kegiatan pameran,
seminar dan lainnya
8. Ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3. Usulan
perbaikannya adalah:
a. Masyarakat, fasilitator, dan pemerintah ikut nersama-sama
mengawasi program-program yang dijalankan
b. Membuat time schedule program
9. Mengkritik program SP3. Usulan perbaikannya adalah:
a. Pelathan-pelatihan kepemimpinan dan pembentukan kepribadian
b. Pelatihan-pelatihan advokasi masyarakat
144
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
a. Partisipasi masyarakat binaan SP3 cukup sering (baik), dan Tingkat
Keberdayaan Masyarakat Binaan juga cukup berdaya (baik) namun
masuh berada pada level mikro (desa) hal ini disebabkan karena ada
beberpa variabel yang masih kurang dan perlu dievaluasi dan diperbaiki
strategi dan manajemennya untuk mendapatkan hasil tingkat
keberdayaan secara maksimal sesuai dengan arahan evaluasi
keberdayaan Fujikake.
b. Ada sembilan indikator yang lemah pada masyarakat binaan SP3
selama berlangsungnya program yaitu:
1. Ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3
2. Selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang
dilaksanakan dalam kegiatan SP3
3. Ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3
4. Mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan
usaha
5. Apakah pengetahuan anda sudah cukup untuk memasarkan
produksi
6. Mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi secara terus- menerus kegiatan tersebut
145
7. Menyusun strategi pemasaran
8. Ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3
9. Pernah mengkritik program SP3
c. Perubahan kesadaran dan kreatifitas menyusun tujuan baru serta
kepercayaan diri masyarakat tergolong baik, namun bukan berarti cukup
puas dengan hasil tersebut, sehinga tetap harus dilakukan
pendampingan dan pembinaan lebih mendalam dan profesional.
d. Dibidang kemampuan manajerial masih perlu pembinaan dengan cara
memberikan pelatihan/training dan memberikan informasi-informasi
peluang-peluang usaha dan lainnya dengan harapan kemampuan
manajerial dapat ditingkatkan.
e. Kemampuan masyarakat dalam mengemukana opini tergolong buruk
sehingga masyarakat harus lebih mampu diadvokasi dan dimotivasi agar
lebih mampu mengemukakan kritik dan pendapatnya sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
B. Saran
a. Kepada Fasilitator binaan SP3 agar lebih memperbanyak pelatihan-
pelatihan kewiarusahaan dan training kepemimpinan utamanya dibidang
kemampuan manjerial dalama mengelola usaha dan mengemas produk
kerajinan dan kepercayaan diri dalam menyampaikan opini/pendapat
kepada masyarakat binaan agar masyarakat mampu dan profesional
dalam mengelola program sesuai dengan potensinya masing-masing
dan sumber daya wilayahnya.
146
b. Kepada Pemerintah agar lebih memperhatikan potensi masyarakat dan
keunggulan daerah untuk diberikan bantuan modal usaha berupa Kredit
Usaha Mikro (UMKM), dan mencarikan jaringan usaha dan bisnis serta
pembinaan dari lembaga-lembaga profesional seperti HIPMI, KADIN,
dan ARDIN.
147
DAFTAR PUSTAKA
Adisasamita, Raharjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang.
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian, edisi Revisi: Rineka
Cipta, Jakarta.
Cholisin .2011. Pemberdayaan masyarakat. Disampaikan pada gladi
manajemen pemerintahan desa bagi kepala bagian/kepala Uuusan
hasil pengisian di lingkungan Kabupaten Sleman. Staf Pengajar FIS
UNY, Yogyakarta 19-20 Desember 2011.
Depdiknas, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga: Penerbit
Balai Pustaka. Jakarta.
Hadi, Agus Purbatin. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan
dalam Pembangunan. Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya
(PPMA).
Harianto dan Tukidi, 2007. Konsep pengembangan Wilayah dan penataan
Ruang Indonesia di Era Otonomi Daerah. Jurnal Geografi FIS
UNNES. 4 No. 1.
Fetterman, David and Wandersman, Abraham, 2007, Empowerment
Evaluation: Yesterday, Today, and Tomorrow, American Journal of
Evaluation 2007; 28; 179.
Fujikake, Yoko, 2008, Qualitative Evaluation: Evaluating People’s
Empowerent, Japanese Journal of Evaluation Studies, Vol 8 No 2,
2008, pp 25 – 37, Japan Evaluation Society
148
Hidayat, A. azis Aliul, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik
Analisis Data. Salembah Medica, Jakarta.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Pengembangan
Wilayah dan Penataan Ruang di Indonesia: Tinjauan Teoritis dan
Praktis. Disajikan di Yogjakarta, 1 September 2003.
Ife. Jim dan Tesoriero. Frank, 2008. Community Development: Alterntif
Pengembangan Masyarakat di Era Global. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Kurnia. Yenni, 2010. Evalusi Program Pemberdayan Masyrakat (Studi
Kasus Proyek Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi Pada Program
Pegembangan Wilyah Atau Area Development Program Di
Kelaurahan Tengah, Kecematan Krmata Jati, Jakarta timur). IPB,
Bogor.
Mubarak. Zaki, 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau dari
Proses Pengembangan Kapasitas pada Kegiatan PNPM Mnadiri
Perkotaan di Desa Sastrodirjan Kab. Pekalongan. UNDIP. Surbaya.
Munte, Renova, 2009. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan SP3
(Studi Deskriptif Terhadap Masyarakat Sidodadi Kecamatan Sabiri
Biru Kab. Dali Serdang). Sosiologi Fisip USU. Medan
Kemenpora. 2010. Pedoman Sarjana penggerak Pembangunan di
Pedesaan (SP3). Kemenpora. Jakarta
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan. Pustaka Cidesindo. Jakarta.
149
Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep
Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Makalah
Sarasehan DPD Golkar. Surabaya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rokhmin. 2012. Pembangunan Wilayah:
perspekrif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.
Pretty J. 2005. The Pesticide Detox: Towards a More Sustainable Agriculture.
James and James, London
Rietbergen-McCracken, Jennifer, dan Narayan, Deepa, 1998, Participation
and Social Assessment: Tools and Techniques: The International
Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.
Woshinton DC
Rustandi, Ernan. Dkk. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.
Crespant press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofyan. Metode Penelitian Survei. LP3ES
Indonesia. 2008.
Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.
Suharto, Edi 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat:
Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan
Pekerjaan Sosial: Refika Aditama. Bandung
Soetomo. 2010. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
150
Selly. Oktarina, dkk .2010. Tingkat Keberdayaan Petani Dan Tingkat
Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Plasma Pir Trans di
Kabupaten Bayuasin. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Universitas Sriwijaya.
Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontenporer.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Tim Penyusun. 2012. Pedoman Penelitian Tesis dan Disertasi Edisi 4.
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
UNDP, 2002, Handbook on Monitoring and Evaluating for Result: United
Nation Development Programme. New York
UNDP, 2008, Capacity Development Practice Notes,: United Nation
Development Programme. New York
Wilson, Terry, 1996, The Empowerment Mannual: Grower Publishing Company. London
http://dhenov.blogspot.com/2007/12/pengembangan-wilayah-deui.html.
http://henryambaramh.blogspot.com/2012/05/makalah-geografi-
perencanaan-dan.html.
151
DAFTAR ISIAN KUISIONER
DALAM RANGKA PENYUSUNAN TESIS
ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM SARJANA
PENGERAK PEMBANGUNAN DI PEDESAAN (SP3) DI KECAMATAN
MANGNGARABOMBANG KABUPATEN TAKALAR
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
No: .................. (disi peneliti)
KUISIONER
Responden yang terhormat,
Dalam rangka penelitian yang tengah kami lakukan, kami memohon Anda dapat meluangkan
waktu sejenak untuk mengisi kuisioner ini. Jawaban yang jujur yang Anda berikan sangat
berguna bagi penelitian yang sedang dilakukan untuk meningkatkan kualitas nelayan di
Tanjung. Atas perhatian Anda yang telah berkenan mengisi kuisioner ini kami ucapkan
terima kasih.
Petunjuk Pengisian,
Pada setiap nomor pernyataan berilah tanda tepat pada kolom yang tersedia () sesuai dengan penilaian Anda pada setiap pernyataan. Pernyataan, I. IDENTITAS RESPONDEN
a. Nama : .................................................................................
b. Umur : ................... Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki‐laki / Perempuan (coret salah satu)
d. No. HP. : ................... .............................................................
e. Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah
Tamat SD
SMP / ST / MTs
SMA / SMK / MA
D3 / Sarjana
f. Alamat : Desa : ....... .............................................................
Kecamatan Mangngarabombang
II. DAFTAR PERTANYAAN
No. PERTANYAAN TENTANG PARTISIPASI Sangat Sering
Cukup Sering
Kadang‐kadang
Jarang Tidak pernah
1 Apakah anda mengerti maksud dan tujuan SP3?
2 Apakah anda pernah mengikuti pertemuan/undagan yang diadakan dalam kegiatan SP3 di desa anda?
3 Apa anda punya peran dalam kegiatan SP3?
152
4 Apakah anda ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3?
5 Apakah anda ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3?
6 Apakah anda ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3?
7 Pada tahap perencanan. Pelaksanaan, dan pengawasan, program ini, apakah anda pernah melakukan Tanya jawab dengan pemerintah setempat?
8 Apakah anda selalu turut serta dalam kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dalam kegiatan SP3?
No. PERTANYAAN TENTANG KEBERDAYAAN PEMUDA BINAAN
Ya, Sering Kadang‐kadang
Jarang Tidak pernah
1 MENGEMUKAKAN OPINI
1 Apakah anda selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang dilaksanakan dalam kegiatan SP3
2 Apakah anda pernah memperbincangkan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan SP3 di luar forum SP3 (misalkan di rumah, warung, dsb) bersama teman, saudara atau orang lain?
3 Apakah anda pernah mengkritik program SP3
2 PERUBAHAN KESADARAN
4 Apakah anda selalu mengajak orang lain atau bekerja secara kelompok dalam kegiatan SP3?
5 Apakah anda telah menyadari akar setiap masalah kemiskinan dalam pembangunan selama ini?
6 Apakah anda telah tergerak (secara hati nurani) untuk berperan aktif dalam setiap pembangunan di lingkungan anda ?
7 Dengan adanya SP3 apakah ada perubahan
153
sikap dari masyarakat/pemuda terhadap pelakanaan pembangunan didesa?
8 Apakah anda puas terhadap hasil kegiatan yang dilaksanakan dalam SP3 selama ini?
3 KREATIFITAS DAN KEPERCAYAAN DIRI
9 Apakah anda mempunyai ide‐ide atau pemikiran baru dalam pembangunan di lingkungan setelah
mengikuti proses‐proses atau pertemuan SP3?
10 Apakah anda pernah memikirkan bagaimana memecahkan atau menanggulangi masalah kemiskinan di lingkungan sekitar anda?
11 Apakah anda pernah memikirkan untuk membangun kewirausahaan yang ada sekarang menjadibentuk/konsep yang baru?
12 Apakah anda suka bernegosiasi atau mengkompromikan pendapat dalam menyampaikan suatu program atau usulan kegiatan agar dapat terlaksana?
13 Apakah setelah mengikuti agenda‐agenda SP3 sekarang anda menjadi lebih percaya diri(berani berpendapat, berani berbicara di depan umum, dsb)?
14 Setelah mengikuti kegiatan SP3, apakah keterampilan administrasi (membuat surat, membuat notulen, mengarsip, membuat pembukuan dan laporan keuangan, dll) anda menjadi lebih baik?
15 Apakah setelah mengikuti agenda‐agenda SP3 sekarang anda menjadi lebih percaya diri(berani membuat usaha/mandiri)?
4 KETERAMPILAN MANAJERIAL
16 Apakah anda sudah bisa menghasilkan produk dari hasil pelatihan?
17 Apakah anda mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan usaha?
154
18 Apakah anda punya keterampilan khusus untuk membangun unit usaha?
19 Apakah pengetahuan anda sudah cukup untuk memasarkan produksi?
20 Apakah anda mengetahui relasi/jarinagan usaha?
21 Apakah anda membangun relasi dengan pemerintah, swasta atau lainnya?
22 Apakah anda menyusun strategi pemasaran?
23 Apakah anda mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi secara terus menerus kegiatan tersebut?
155
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM DALAM RANGKA PENYUSUNAN TESIS
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WLAYAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
GARIS‐GARIS BESAR PERTANYAAN
1. Bagaimana pandangan anda mengenai pelaksanaan pembangunan melalui kegiatan
SP3? Apakah lebih baik atau sebaliknya?
2. Apakah pemerintah menduung program SP3?
3. Bgaimana pendapat anda terkait dengan pemerintah pada setiap program SP3
4. Bagaiama pendapat anda terkait dengan fsilitator SP3?
5. Menurut anda apakah pertemuan‐pertemuan (sosialisasi dan pelatihan) yang diadakan
dalam kegiatan SP3 ada manfaatnya? Kalo ya, apa saja manfaatnya?
6. Apakah pertemuan‐pertemuan (sosialisasi dan pelatihan) yang diadakan dalam
kegiatan SP3 sudah sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat di sini?
7. Apakah melalui kegiatan SP3 masyarakat menjadi lebih berdaya? (dari segi social dan
ekonomi)
8. Apakah konsep pembangunan yang dilakukan SP3 yang tepat untuk dilakukan
seterusnya setiap tahun dengan tetap menjalankan siklus yang ditentukan?
138
Tabulasi Data Tingkat Partisipasi
Responden PARTISIPASI
1 2 3 4 5 6 7 Musriani 5 3 3 2 3 3 3 22
TIDAK PERNAH
Risma 5 3 1 3 1 1 3
17 2,43 JARANG
Neni 3 1 2 1 2 1 1
11 1,57 SANGAT JARANG
Herman 5 4 3 2 2 2 5
23 3,29 SERING
Yanti 5 4 3 5 5 2 5
29 4,14 SANGAT SERING
Saharia 5 4 3 4 4 2 5
27 3,86 SERING
Baktiar 5 4 4 3 3 3 3
25 3,57 SERING
Sulaiman 5 5 5 5 4 3 3
30 4,29 SANGAT SERING
Ahmad 5 4 4 3 3 2 3
24 3,43 SERING
Darma 5 5 5 3 4 3 5
30 4,29 SANGAT SERING
Wahyuni 5 5 3 3 4 2 1
23 3,29 SERING
Safar 5 3 3 2 2 2 3
20 2,86 JARANG
Jumria 5 3 3 2 3 3 4
23 3,29 SERING
Salmiah 5 3 3 3 3 3 3
23 3,29 SERING
Makkasau 5 4 3 3 4 2 5
26 3,71 SERING
Subaedah 5 5 3 2 3 3 5
26 3,71 SERING
Hamsina 5 5 4 4 4 3 4
29 4,14 SANGAT SERING
Kurniawan 5 5 4 4 4 3 4
29 4,14 SANGAT SERING
Fitri 5 5 1 1 1 1 1
15 2,14 JARANG
Jumlah 68 51 45 41 43 32 47 Rata-rata 4,86 3,64 3,21 2,93 3,07 2,29 3,36
3,34
PARTISIPASI SANGAT SERING
SERING SERING JARANG JARANG JARANG SERING
Ranking 1 2 3 6 5 7 3
139
Partisipasi Jumlah
Responden
%
Sangat Sering 5 26%
Sering 10 53%
Jarang 3 16%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 19 100%
1 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 19 100%
Sering 0 0%
Jarang 0 0%
Sangat Jarang 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
100%
2 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 6 32%
Sering 6 32%
Jarang 5 26%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 1 5%
100%
3 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 2 11%
Sering 2 11%
Jarang 12 63%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 2 11%
100%
4 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 2 11%
Sering 3 16%
Jarang 7 37%
Sangat Jarang 6 32%
Tidak Pernah 1 5%
100%
5 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 1 5%
Sering 7 37%
Jarang 6 32%
Sangat Jarang 3 16%
Tidak Pernah 2 11%
100%
6 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 0 0%
Sering 0 0%
Jarang 9 47%
Sangat Jarang 7 37%
Tidak Pernah 3 16%
100%
7 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 5 26%
Sering 2 11%
Jarang 8 42%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 3 16%
100%
140
Tabulasi Data Tingkat Keberdayaan
Responden KEBERDAYAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Musriani 5 4 3 3 5 5 5 5 5 5 5 4 5 1 5 1 1 5 5 2 4 5 3
Risma 3 3 1 1 4 3 5 3 1 5 3 5 3 5 5 3 1 5 1 3 3 1 1
Neni 1 4 1 1 2 4 5 2 2 2 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Herman 3 3 1 5 3 3 5 5 3 3 2 3 3 3 3 5 3 5 2 3 3 3 3
Yanti 2 3 2 4 5 5 3 5 5 3 3 3 3 5 5 5 3 5 3 3 2 2 2
Saharia 3 5 2 4 3 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 3 3
Baktiar 3 3 2 3 4 5 5 4 5 5 3 3 5 5 3 3 5 5 3 5 4 1 3
Sulaiman 3 3 2 3 3 5 4 5 4 5 5 5 4 3 4 3 5 5 3 5 4 5 4
Ahmad 4 3 3 4 5 4 5 3 5 5 3 5 5 3 4 4 4 5 3 2 3 1 1
Darma 3 5 1 3 5 5 4 4 4 5 4 4 3 4 4 5 1 3 3 4 4 3 3
Wahyuni 3 3 1 4 4 5 5 5 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3
Safar 2 2 3 3 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2
Jumria 4 4 2 2 4 5 5 3 3 5 5 5 3 2 4 3 3 5 5 5 5 3 5
Salmiah 4 3 2 4 4 4 5 4 3 5 4 3 3 3 3 2 3 2 3 4 4 3 5
Makkasau 4 2 2 3 5 4 5 3 4 3 2 3 5 3 4 3 5 5 3 3 5 2 4
Subaedah 3 1 2 2 1 3 5 5 3 5 3 4 3 2 5 3 3 5 3 2 3 2 4
Hamsina 3 3 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 2 3 3 3 3
Kurniawan 3 3 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4
Fitri 3 3 1 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Jumlah 43 48 26 44 55 62 64 55 52 62 54 54 50 46 53 47 41 58 40 45 46 36 39
Rata-rata 3,07
3,43
1,86
3,14
3,93
4,43
4,57
3,93
3,71
4,43
3,86
3,86
3,57
3,29
3,79
3,36
2,93
4,14
2,86
3,21
3,29
2,57
2,79
PARTISIPASI
AGAK BERDAYA
CUKUP BERDAYA
KURANG BERDAYA
CUKUP BERDAYA
CUKUP BERDAYA
SANGAT BERDAYA
SANGAT BERDAYA
CUKUP BERDAYA
CUKUP BERDAYA
SANGAT BERDAYA
CUKUP BERDAYA
CUKUP BERDAYA
CUKUP BERDAYA
CUKUP BERDAYA
CUKUP BERDAYA
CUKUP BERDAYA
AGAK BERDAYA
SANGAT BERDAYA
AGAK BERDAYA
CUKUP BERDAYA
CUKUP BERDAYA
AGAK BERDAYA
AGAK BERDAYA
141
1 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 1 5%
Sering 4 21%
Jarang 11 58%
Sangat Jarang 2 11%
Tidak Pernah 1 5%
100%
2 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 2 11%
Sering 3 16%
Jarang 11 58%
Sangat Jarang 2 11%
Tidak Pernah 1 5%
100%
3 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 0 0%
Sering 0 0%
Jarang 3 16%
Sangat Jarang 10 53%
Tidak Pernah 6 32%
100%
Sangat Sering 1 5%
Sering 5 26%
Jarang 9 47%
Sangat Jarang 2 11%
4 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 1 5%
Sering 5 26%
Jarang 9 47%
Sangat Jarang 2 11%
Tidak Pernah 2 11%
100%
5 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 6 32%
Sering 8 42%
Jarang 3 16%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 1 5%
100%
6 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 9 47%
Sering 7 37%
Jarang 3 16%
Sangat Jarang 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
100%
7 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 15 79%
Sering 2 11%
Jarang 2 11%
Sangat Jarang 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
100%
8 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 9 47%
Sering 4 21%
Jarang 5 26%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 0 0%
100%
9 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 6 32%
Sering 4 21%
Jarang 7 37%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 1 5%
100%
142
10 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 12 63%
Sering 1 5%
Jarang 5 26%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 0 0%
100%
11 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 5 26%
Sering 5 26%
Jarang 7 37%
Sangat Jarang 2 11%
Tidak Pernah 0 0%
100%
12 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 6 32%
Sering 4 21%
Jarang 8 42%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 0 0%
100%
13 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 7 37%
Sering 3 16%
Jarang 8 42%
Sangat Jarang 0 0%
Tidak Pernah 1 5%
100%
14 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 5 26%
Sering 3 16%
Jarang 7 37%
Sangat Jarang 2 11%
Tidak Pernah 2 11%
100%
15 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 6 32%
Sering 8 42%
Jarang 4 21%
Sangat Jarang 0 0%
Tidak Pernah 1 5%
100%
16 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 5 26%
Sering 2 11%
Jarang 9 47%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 2 11%
100%
17 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 5 26%
Sering 2 11%
Jarang 7 37%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 4 21%
100%
18 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 12 63%
Sering 3 16%
Jarang 2 11%
Sangat Jarang 1 5%
Tidak Pernah 1 5%
100%
143
22 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 3 16%
Sering 1 5%
Jarang 7 37%
Sangat Jarang 4 21%
Tidak Pernah 4 21%
100%
23 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 3 16%
Sering 4 21%
Jarang 7 37%
Sangat Jarang 2 11%
Tidak Pernah 3 16%
100%
19
Jumlah Responden
%
Sangat Sering 3 16%
Sering 0 0%
Jarang 11 58%
Sangat Jarang 3 16%
Tidak Pernah 2 11%
100%
20 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 4 21%
Sering 2 11%
Jarang 8 42%
Sangat Jarang 4 21%
Tidak Pernah 1 5%
100%
21 Jumlah
Responden %
Sangat Sering 3 16%
Sering 6 32%
Jarang 7 37%
Sangat Jarang 2 11%
Tidak Pernah 1 5%
100%
144
Grafik Tingkat Partisipasi dan Kualitas
Mean Variabel
4,86 1 19
3,64 2 1
3,21 3 20
2,93 4 18
3,07 5 14
2,29 6 8
3,36 7 15
3,07 9 29
3,43 10 28
1,86 11 25
3,14 12 21
3,93 13 3
4,43 14 4
4,57 15 5
3,93 16 30
3,71 17 24
4,43 18 31
3,86 19 9
3,86 20 10
3,57 21 22
3,29 22 17
3,79 23 16
3,36 24 6
2,93 25 7
4,14 26 32
2,86 27 12
3,21 28 26
3,29 29 33
2,57 30 13
2,79 31 11
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31M
ean
Variabel
Grafik Tingkat Partisipasi dan Kualitas
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.001
23
4
5
6
7
8
9
1011
121314
15
16
17
18
19
20
21
2223
Chart Title
Series1
145
Tabulasi Data Tingkat Kemampuan Mengemukakan Opini
Responden MENEGEMUKAKAN OPINI
1 2 3 1 5 4 3 12 4,00 SERING
2 3 3 1
7 2,33 JARANG 3 1 4 1
6 2,00 SANGAT JARANG
4 3 3 1
7 2,33 JARANG SANGAT SERING 11 %
5 2 3 2
7 2,33 JARANG SERING 74 %
6 3 5 2
10 3,33 SERING JARANG 11 %
7 3 3 2
8 2,67 JARANG SANGAT JARANG 5,3 %
8 3 3 2
8 2,67 JARANG TIDAK PERNAH 0 %
9 4 3 3
10 3,33 SERING
100 10 3 5 1
9 3,00 JARANG
11 3 3 1
7 2,33 JARANG 12 2 2 3
7 2,33 JARANG
13 4 4 2
10 3,33 SERING 14 4 3 2
9 3,00 JARANG
15 4 2 2
8 2,67 JARANG 16 3 1 2
6 2,00 SANGAT JARANG
17 3 3 2
8 2,67 JARANG 18 3 3 2
8 2,67 JARANG
19 3 3 1
7 2,33 JARANG Jumlah 43 48 26
Rata-rata 3,07 3,43 1,86
2,79
Mengemukakan Opini
JARANG SERING SANGAT JARANG
146
Menegemukakan Opini Jumlah Responden %
Sangat Sering 0 0%
Sering 4 21%
Jarang 13 68%
Sangat Jarang 2 11%
Tidak Pernah 0 0%
100%
0%
21%
68%
11%
0%
Mengemukakan Opini
Sangat Sering
Sering
Jarang
Sangat Jarang
Tidak Pernah
147
Tabulasi Data Tingkat Perubahan kesadaran
Responden PERUBAHAN KESADARAN
4 5 6 7 8 1 3 5 5 5 5 23 4,60 SANGAT BERUBAH
2 1 4 3 5 3 16 3,20 CUKUP BERUBAH 3 1 2 4 5 2 14 2,80 AGAK BERUBAH 4 5 3 3 5 5 21 4,20 SANGAT BERUBAH SANGAT SERING 11 %
5 4 5 5 3 5 22 4,40 SANGAT BERUBAH SERING 74 %
6 4 3 5 5 3 20 4,00 CUKUP BERUBAH JARANG 11 %
7 3 4 5 5 4 21 4,20 SANGAT BERUBAH SANGAT JARANG 5,3 %
8 3 3 5 4 5 20 4,00 CUKUP BERUBAH TIDAK PERNAH 0 %
9 4 5 4 5 3 21 4,20 SANGAT BERUBAH
100 10 3 5 5 4 4 21 4,20 SANGAT BERUBAH
11 4 4 5 5 5 23 4,60 SANGAT BERUBAH 12 3 4 4 3 4 18 3,60 CUKUP BERUBAH 13 2 4 5 5 3 19 3,80 CUKUP BERUBAH 14 4 4 4 5 4 21 4,20 SANGAT BERUBAH 15 3 5 4 5 3 20 4,00 CUKUP BERUBAH 16 2 1 3 5 5 16 3,20 CUKUP BERUBAH 17 3 4 4 5 5 21 4,20 SANGAT BERUBAH 18 3 4 4 5 5 21 4,20 SANGAT BERUBAH 19 3 5 5 5 5 23 4,60 SANGAT BERUBAH Jumlah 44 55 62 64 55
Rata-rata 3,14 3,93 4,43 4,57 3,93 4,00
KESADARAN CUKUP BERUBAH
CUKUP BERUBAH
SANGAT BERUBAH
SANGAT BERUBAH
CUKUP BERUBAH
148
Perubahan Kesadaran Jumlah
Responden %
Sangat Berubah 11 58%
Berubah 7 37%
Agak Terjadi Perubahan 1 5%
Kurang Berubah 0 0%
Tidak Berubah 0 0%
100%
Sangat Berubah, 58%
Cukup Terjadi Perubahan,
37%
Agak Terjdi Perubhan, 26%
Kurang Terjadi Perubahan, 0%
Tidak Terjadi Perubahan, 0%
149
Tabulasi Data Tingkat Kreatifitas
Responden KREATIFITAS
9 10 11 1 5 5 5 15 5,00 SANGAT KREATIF
2 1 5 3 9 3,00 AGAK KREATIF 3 2 2 4 8 2,67 AGAK KREATIF 4 3 3 2 8 2,67 AGAK KREATIF SANGAT KREATIF 11 %
5 5 3 3 11 3,67 CUKUP KREATIF CUKUP KREATIF 74 %
6 5 5 5 15 5,00 SANGAT KREATIF AGAK KREATIF 11 %
7 5 5 3 13 4,33 SANGAT KREATIF KURANG KREATIF 5,3 %
8 4 5 5 14 4,67 SANGAT KREATIF TIDAK KREATIF 0 %
9 5 5 3 13 4,33 SANGAT KREATIF
100 10 4 5 4 13 4,33 SANGAT KREATIF
11 4 5 4 13 4,33 SANGAT KREATIF 12 3 4 4 11 3,67 CUKUP KREATIF 13 3 5 5 13 4,33 SANGAT KREATIF 14 3 5 4 12 4,00 CUKUP KREATIF 15 4 3 2 9 3,00 AGAK KREATIF 16 3 5 3 11 3,67 CUKUP KREATIF 17 3 3 3 9 3,00 AGAK KREATIF 18 3 3 3 9 3,00 AGAK KREATIF 19 5 5 5 15 5,00 SANGAT KREATIF Jumlah 52 62 54
Rata-rata 3,71 4,43 3,86 4,00
KREATIFITAS CUKUP KREATIF
SANGAT KREATIF
CUKUP KREATIF
150
Kreatifitas Jumlah
Responden %
Sangat KREATIF 9 47%
Cukup kreatif 4 21%
Agak kreatif 6 32%
Kurang 0 0%
Tidak kreatif 0 0%
100%
47%
21%
32%
0%
0%
Kreatifitas
Sangat Kreatif
Cukup Kreatif
Agak Kreatif
Kurang Kreatif
Tidak Kreatif
151
Tabulasi Data Tingkat Keterampilan Manajerial
Responden KETERAMPILAN MENAJERIAL
16 17 18 19 20 21 22 23 1 1 1 5 5 2 4 5 3 26 3,25 CUKUP TERAMPIL
2 3 1 5 1 3 3 1 1 18 2,25 BIASA-BIASA 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1,00 TIDAK TERAMPIL 4 5 3 5 2 3 3 3 3 27 3,38 CUKUP TERAMPIL TERAMPIL 11 %
5 5 3 5 3 3 2 2 2 25 3,13 CUKUP TERAMPIL CUKUP TERAMPIL 74 %
6 5 5 5 3 3 3 3 3 30 3,75 CUKUP TERAMPIL BIASA-BIASA 11 %
7 3 5 5 3 5 4 1 3 29 3,63 CUKUP TERAMPIL KURANG TERAMPl 5,3 %
8 3 5 5 3 5 4 5 4 34 4,25 TERAMPIL TIDAK TERAMPIL 0 %
9 4 4 5 3 2 3 1 1 23 2,88 BIASA-BIASA
100 10 5 1 3 3 4 4 3 3 26 3,25 CUKUP TERAMPIL
11 4 4 4 3 3 4 3 3 28 3,50 CUKUP TERAMPIL 12 3 2 3 2 2 2 2 2 18 2,25 BIASA-BIASA 13 3 3 5 5 5 5 3 5 34 4,25 TERAMPIL 14 2 3 2 3 4 4 3 5 26 3,25 CUKUP TERAMPIL 15 3 5 5 3 3 5 2 4 30 3,75 CUKUP TERAMPIL 16 3 3 5 3 2 3 2 4 25 3,13 CUKUP TERAMPIL 17 3 3 4 2 3 3 3 3 24 3,00 BIASA-BIASA 18 3 3 4 3 3 3 4 4 27 3,38 CUKUP TERAMPIL 19 5 5 5 5 5 5 5 5 40 5,00 TERAMPIL Jumlah 47 41 58 40 45 46 36 39
Rata-rata 3,36 2,93 4,14 2,86 3,21 3,29 2,57 2,79 3,14
KETERAMPILAN
CUKUP TERAMPIL
BIASA-BIASA
TERAMPIL
BIASA-BIASA
CUKUP TERAMPIL
CUKUP TERAMPIL
BIASA-BIASA
BIASA-BIASA
152
Ket. Manajerial
Jumlah Responden
%
Terampil 3 16%
cukup terampil 11 58%
kurang terampil 4 21%
biasa-biasa 0 0%
tidak terampil 1 5%
100%
16%
58%
21%
0%
5%
Keterampilan Manajerial
Terampil
Cukup Terampil
Kurang Terampil
Biasa-biasa
Tidak Terampil
153
Tabulasi Data Tingkat Kepercayaan Diri
Responden Kepercayaan Diri
12 13 14 15 1 4 5 1 5 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI
2 5 3 5 5 18 4,50 SANGAT PERCAYA DIRI 3 2 1 1 1 5 1,25 KURANG PERCAYA DIRI 4 3 3 3 3 12 3,00 AGAK PERCAYA DIRI SANGAT PD 11 %
5 3 3 5 5 16 4,00 CUKUP PERCAYA DIRI CUKUP PD 74 %
6 5 5 5 5 20 5,00 SANGAT PERCAYA DIRI AGAK PD 11 %
7 3 5 5 3 16 4,00 CUKUP PERCAYA DIRI KURANG PD 5,3 %
8 5 4 3 4 16 4,00 CUKUP PERCAYA DIRI TIDAK PD 0 %
9 5 5 3 4 17 4,25 SANGAT PERCAYA DIRI
100 10 4 3 4 4 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI
11 4 4 3 4 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI 12 3 3 3 3 12 3,00 AGAK PERCAYA DIRI 13 5 3 2 4 14 3,50 CUKUP PERCAYA DIRI 14 3 3 3 3 12 3,00 AGAK PERCAYA DIRI 15 3 5 3 4 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI 16 4 3 2 5 14 3,50 CUKUP PERCAYA DIRI 17 3 4 4 4 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI 18 3 5 4 4 16 4,00 CUKUP PERCAYA DIRI 19 5 5 5 5 20 5,00 SANGAT PERCAYA DIRI Jumlah 54 50 46 53
Rata-rata 3,86 3,57 3,29 3,79 3,63
KEPERCAYAAN DIRI
CUKUP PD
CUKUP PD
CUKUP PD
CUKUP PD
154
Kepercayaan diri Jumlah
Responden %
Sangat pd 4 21%
Cukup pd 11 58%
Agak pd 3 16%
Kurang pd 1 5%
Tidak Pd 0 0%
100%
21%
58%
16% 5%
0%
Kepercayan Diri
Sangat Percaya Diri
Cukup Percaya Diri
Agak Percaya Diri
Kurang Percaya Diri
Tidak Percaya Diri
155
Indikator Tingkat Keberdayaan Fujikake
Indikator Tingkat Keberdayaan Fujikake Mean
Partisipasi 3,32
Kemampuan Mengemukakan Opini 2,79
Perubhan Kesadaran 4
Kreatifitas menyusun Tujuan Baru 4
Kepercayaan Diri 3,63
Keterampilan manajerial 3,14
Rata-Rata 3,48
Cukup Berdaya
156
Crosstabs Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pendidikan * Tingkat
Partisipasi 19 100.0% 0 .0% 19 100.0%
Tingkat Pendidikan * Tingkat Partisipasi Crosstabulation
Count
Tingkat Partisipasi
Total Sangat Jarang Jarang Sering Sangat Sering
Tingkat Pendidikan SD 1 0 0 0 1
SMP 0 1 2 2 5
SMA 0 2 6 2 10
D3 / S1 0 0 2 1 3
Total 1 3 10 5 19
157
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 20.520a 9 .015
Likelihood Ratio 9.777 9 .369
Linear-by-Linear Association 2.151 1 .142
N of Valid Cases 19
a. 15 cells (93,8%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,05.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. T
b Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi 1.039 .015
Cramer's V .600 .015
Interval by Interval Pearson's R .346 .260 1.519 .147c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .186 .256 .781 .446c
N of Valid Cases 19
Kekuatan Hubungan : Hubungan Kuat
158
Crosstabs Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keberdayaan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pendidikan * Tingkat
Keberdayaan 19 100.0% 0 .0% 19 100.0%
Tingkat Pendidikan * Tingkat Keberdayaan Crosstabulation
Count
Tingkat Keberdayaan
Total Kurang Berdaya Agak Berdaya Cukup Berdaya Sangat Berdaya
Tingkat Pendidikan SD 1 0 0 0 1
SMP 0 1 4 0 5
SMA 0 1 8 1 10
D3 / S1 0 0 2 1 3
Total 1 2 14 2 19
Chi-Square Tests
159
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 21.805a 9 .010
Likelihood Ratio 10.846 9 .286
Linear-by-Linear Association 6.446 1 .011
N of Valid Cases 19
a. 15 cells (93,8%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,05.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. T
b Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi 1.071 .010
Cramer's V .618 .010
Interval by Interval Pearson's R .598 .176 3.080 .007c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .490 .178 2.318 .033c
N of Valid Cases 19
Kekuatan Hubungan : Hubungan Kuat
160
CURICULUM VITAE
A. Data Pribadi
1. Nama : Zulkifli
2. Tempat Tanggal Lahir : Sungguminasa 07 Januari 1985
3. Alamat : BTN Citra Sari Permai B9/3
4. Status Sipil
a. Nama Istri : Nurhidayah
B. Riwayat Pendidikan
Tamat SD Tahun 1997 di SDN No 69 Galesong 1
Tamat SMP Tahun 2000 di SMPN 2 Galesong Selatan
Tamat SMA Tahun 2003 di SMKN 2 Makassar
Sarjana (S1) Tahun 2008 di Universitas Negeri Makassar
C. Pekerjaan dan Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan : Guru SMAN 1 Polut
NIP : 19850107 201001 1 024
Pangkat : Penata Muda