kebersamaan lemlitbang dan pt dalam mempercepat implementasi program riptek nuklir untuk energi

44
KEBERSAMAAN LEMLITBANG DAN PT KEBERSAMAAN LEMLITBANG DAN PT DALAM MEMPERCEPAT IMPLEMENTASI DALAM MEMPERCEPAT IMPLEMENTASI PROGRAM RIPTEK NUKLIR UNTUK PROGRAM RIPTEK NUKLIR UNTUK ENERGI ENERGI Oleh. Carunia Mulya Firdausy Oleh. Carunia Mulya Firdausy Deputi Menegristek Bidang Dinamika Deputi Menegristek Bidang Dinamika Masyarakat Masyarakat

Upload: hoshi

Post on 13-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KEBERSAMAAN LEMLITBANG DAN PT DALAM MEMPERCEPAT IMPLEMENTASI PROGRAM RIPTEK NUKLIR UNTUK ENERGI Oleh. Carunia Mulya Firdausy Deputi Menegristek Bidang Dinamika Masyarakat. Sistimatika Presentasi. 1. Peranan dan kondisi Energi 2. Kebijakan Energi 3. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

KEBERSAMAAN LEMLITBANG DAN PT KEBERSAMAAN LEMLITBANG DAN PT

DALAM MEMPERCEPAT IMPLEMENTASI DALAM MEMPERCEPAT IMPLEMENTASI

PROGRAM RIPTEK NUKLIR UNTUK PROGRAM RIPTEK NUKLIR UNTUK

ENERGIENERGI

Oleh. Carunia Mulya FirdausyOleh. Carunia Mulya Firdausy

Deputi Menegristek Bidang Dinamika MasyarakatDeputi Menegristek Bidang Dinamika Masyarakat

1. Peranan dan kondisi Energi

2. Kebijakan Energi

3. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

4. Mengapa Perlu Kebersamaan ?

5. Solusi Menajamkan Kebersamaan Riptek

lemlitbang dan PT

6. Penutup

Sistimatika Presentasi

1. Peranan dan Kondisi Energi

• Energi merupakan kebutuhan mendasar manusia

• Hampir seluruh aspek kehidupan manusia membutuhkan energi

• Kebutuhan energi suatu bangsa meningkat akibat meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk

• Semakin maju suatu bangsa semakin tinggi kebutuhannya akan energi karena semakin banyak peralatan dan teknologi yang digunakan sangat tergantung akan energi

Sumber devisa negara

Bahan baku industri

Bahan bakar domestik

Efek berantai (multiplier effect)

Sumber Energi

Pembangunan nasional berkelanjutan

Pembangunan Ekonomi

Peranan Sumber Energi

DEWAN ENERGI NASIONAL

– Sumber penerimaan negara : kurang lebih 35 %

dari APBN

– Bahan bakar : untuk memenuhi kebutuhan

bahan bakar sektor industri, rumah tangga, dan

transportasi

– Bahan baku industri : sebagai bahan baku di

beberapa jenis industri misalnya industri

petrokimia

– Dampak berantai : pengusahaan di sektor energi memicu kegiatan ekonomi lainnya, sebagai contoh :

(i) pengusahaan pertambangan (batubara, minyak bumi, dan gas bumi) dapat menumbuhkan kegiatan lain di wilayah tersebut,

(ii) pemakaian biofuel untuk pengganti BBM menumbuhkan kegiatan di sektor pertanian, perindustrian, & perdagangan

Penggunaan energi alternatif khususnya energi terbarukan masih

rendah

Energi Non Fosil Sumber Daya Kapasitas Terpasang

Tenaga Air 75.670,0 MWe 4.200,0 MW

Panas Bumi 28.170,0 MWe 1.189,0 MW

Mini/Mikro Hydro 500,0 MWe 86,1 MW

Biomass 49.810,0 MWe 445,0 MW

Tenaga Surya 4,8 kWh/m2/hari 12,1 MW

Tenaga Angin 9.290,0 MWe 1,1 MW

Uranium*) 34.112,0 ton -

Thorium*) 1.500,0 ton - Sumber : Pusat Data dan Informasi, KESDM, 2009. *) Batan (2009). MWe=Mega Watt equivalent

SUBSIDI LISTRIK DAN BBM MASIH TINGGI

RATIO ELEKTRIFIKASI NASIONAL 2009 Masih Rendah

NAD74,91%

Sumut69,32%

Sumbar68.72%

Riau + Kepri54,66%

Sumsel49,80%

Bengkulu50.08%

Babel72,45%

Lampung47,66%

Jakarta100%

Banten72,11%

Jabar64,95% Jateng

70,60%

Jambi48.85%

Jogya79,64%

Jatim71,08%

Bali74,42%

NTB31.99%

NTT24.24%

Kalbar45,65%

Kalteng44,33%

Kalsel71,39%

Kaltim68,37%

Sulut66,62%

Gorontalo48,70%

Sulteng47,64%

Sultra38,21%

Sulsel54,90%

Malut47,81%

Maluku55,36%

Papua + Irjabar32,05%

Category :

> 60 %

41 -60 %

20 -40 %

Rasio Elektrifikasi Nasional 2009 : 65%

(sesuai perpres no. 5 tahun 2006)

Energi Primer Tahun 2025(Skenario BaU)

Energi Primer Tahun 2025(Sesuai Perpres No. 5/2006)

Batubara , 33%

Gas Bumi, 30%

Minyak Bumi, 20%

Bahan Bakar Nabati (Biofuel), 5%

Panas Bumi, 5%

Biomasa, Nuklir, Air, Surya, Angin, 5%

Batubara yang Dicairkan (Coal Liquefaction), 2%

EBT, 17%

Sasaran pada Tahun 2025 :

Elastisitas Energi < 1

Energi Primer mix optimal

2. KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

OPTIMALISASIPENGELOLAAN

ENERGI

Gas Bumi, 20.6%

Batubara, 34.6%

Minyak Bumi,

41.7%

Panas Bumi, 1.1%

PLTMH, 0.1%

PLTA, 1.9%

1.Elastisitas energi lebih kecil dari 1

2.Energi (primer) mix yang optimal

Sasaran pada tahun 2025

KEBIJAKAN ENERGI NASIONALPERPRES NO. 5 TAHUN 2006

Tujuan Mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi

dalam negeri untuk mendukung pembangunan berkelanjutan

KEMANDIRIAN ENERGI

Availability, yaitu kemampuan untuk memberikan jaminan pasokan energi (security of supply)

Accessibility, yaitu kemampuan untuk

mendapatkan akses terhadap energi

(infrastructure availability)

Affordability, yaitu kemampuan untuk

menjangkau harga(keekonomian)

energi (capability to pay)

KETAHANAN ENERGI

Ketahanan energi menunjukkan seberapa besar kemampuan sistem energi yang telah dibangun dapat melayani masyarakat serta bagaimana keandalannya bila suatu perubahan besar terjadi misalnya terjadi lonjakan harga minyak

Proyeksi Konsumsi Energi Primer

-

1,000.0

2,000.0

3,000.0

4,000.0

5,000.0

6,000.0

Ju

ta S

BM

Skenario Tanpa Konservasi Skenario RIKEN

Sumber: Blue Print PEN

Skenario tanpakonservasi energi

Skenario RIKEN

Program diversifikasi

Program Konservasi

UPAYA PENGURANGAN KETERGANTUNGAN

TERHADAP BBM

Program Percepatan 10.000 Mw(program diversifikasi)

TAHAP 1 : Program 10.000 MW PLTU Batubara

TAHAP 2 : Program 10.000 MW (51% Geothermal dan Hydro; 49% PLTU Batubara dan Gas)

PENTAHAPAN KEWAJIBAN MINIMAL PEMANFAATAN BBN - BIODIESEL

(PERMEN ESDM NO. 32 TAHUN 2008)

Jenis Sektor September 2008 s.d

Desember 2008

Januari 2009

Januari 2010

Januari 2015**

Januari 2020**

Januari 2025**

Keterangan

Transportasi PSO

1 % (existing)

1 % 2,5 % 5 % 10 % 20 %

Terhadap kebutuhan total

- 1 % 3 % 7 % 10 % 20 %

Industri dan Komersial

2,5 % 2,5 % 5 % 10 % 15 % 20 %

Terhadap kebutuhan total

Jenis Sektor September 2008 s.d

Desember 2008

Januari 2009

Januari 2010

Januari 2015**

Januari 2020**

Januari 2025**

Keterangan

** Spesifikasi disesuaikan dengan spesifikasi global (WWFC) dan

kepentingan domestik

Jenis Sektor

September 2008 s.d

Desember 2008

Januari 2009

Januari 2010

Januari 2015**

Januari 2020**

Januari 2025**

Keterangan

3 % (existing)

Terhadap kebutuhan total

5 % (existing)

Terhadap kebutuhan total

Terhadap kebutuhan total

Jenis Sektor

September 2008 s.d

Desember 2008

Januari 2009

Januari 2010

Januari 2015**

Januari 2020**

Januari 2025**

Keterangan

** Spesifikasi disesuaikan dengan spesifikasi global (WWFC) dan kepentingan domestik

PENTAHAPAN KEWAJIBAN MINIMAL PEMANFAATAN BBN - BIOETANOL

(PERMEN ESDM NO. 32 TAHUN 2008)

Target Pengembangan Desa Mandiri

Energi (Dme)

DME Berbasis Non-BBN

Total DME yang sudah terbentuk

sampai dengan 2008 : 774 unit

( 288 DME non BBN dan 486 unit

DME BBN)

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB)

PROGRAM LISTRIK PERDESAAN BERBASIS ENERGI TERBARUKAN

3. PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PERKEMBANGAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTN

1972 Pembentukan Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN)

1974 – 1975 Seminar Pemilihan Calon Tapak PLTN di Karang Kates diusulkan 14 calon tapak dan seluruhnya di Pulau Jawa)

1979 Seminar untuk Seleksi terhadap calon tapak yang diusulkan (dipilih menjadi 5 calon tapak, semuanya di wilayah pantai utara Jawa)

1991 – 1996 Studi Tapak dan Studi Kelayakan (STSK) dan menghasilkan 3 calon tapak terpilih : 1. Ujung Lemah Abang, 2. Ujung Grenggengan, 3. Ujung Watu,nyang berada di Semenanjung Muria Jepara

1997 – 2000 Cooling Down Program PLTN karena krisis multidimensi

2002 – 2003 Studi Comprehensive Assessment for Different Energy Sources (CADES) for Electricity Generation in Indonesia

2005 Diterbitkan Blue Print tentang Kebijakan Energi Nasional oleh Kementerian ESDM

2006Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Energi Nasionalyang memasukkan energi nuklir dalam perencanaan energi nasional sampai tahun 2025

2007 UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN (2015 – 2019): “..... mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat, .............”

PERTIMBANGAN PEMANFAATAN ENERGI NUKLIR SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK

• Diversifikasi : pasokan energi dalam bentuk listrik

• Konservasi : penghematan penggunaan sumber daya nasional

• Mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, batubara dan gas bumi

• Meningkatkan ketahanan dan kemandirian pasokan energi untuk mendukung pembangunan nasional jangka panjang

• Pelestarian Lingkungan : mengurangi emisi gas rumah kaca (GHC) secara signifikan

• Meningkatkan kemampuan industri nasional

Program Energi Nuklir Nasional(PENN)

Program energi nuklir nasional merupakan kegiatan perencanaan, pembangunan dan pengoperasian beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir ( PLTN ) yang dilaksanakan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik nasional.

Tujuan program energi nuklir nasional adalah terwujudnya pemanfaatan energi nuklir yang secara simbiotik dan sinergik dengan sumber daya energi lainnya mendukung keamanan pasokan energi yang aman, selamat, bersih dan berkelanjutan

Program Pengembangan Infrastruktur PLTN

Sumber: IAEA NG-G-3.1, 2007

PerPres 5/2006 UU: 17/2007

Perkembangan

PENN

Fase 1

Pertimbangan menuju penetapan pelaksanaan proyek

Fase 2

Persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN

Fase 3

Implementasi pembangunan dan pengoperasian PLTN

Fase 4

Perawatan dan perbaikan infrastruktur secara berkelanjutan

Pra-ProyekPengambilan Keputusan Proyek PLTNKonstruksi Operasi/ dekomisioning

Masuknya opsi nuklir dalam strategi energi nasionalTonggak 1Kesiapan membuat komitmen terhadap program nuklir

Tonggak 2Kesiapan mengundang penawaran untuk PLTN pertama

Tonggak 3Kesiapan untuk komisioning dan operasi PLTN pertama

2006

2016-202110-15 tahun

PerPres No. 5/2006

UU No. 17/2007

Studi Kelayakan Proses Penawaran Komisioning

Pro

gra

m P

engem

bang

an In

frastru

ktur

Pro

yek P

LTN

Perta

ma

Program Pengembangan Infrastruktur PLTN

No. INFRASTRUKTUR STATUS 1. Posisi Nasional Pembentukan Tim Nas di fase 2 untuk koordinasi, monitoring dan eval.

2. Keselamatan Nuklir Tanpa koreksi dan dapat diteruskankan di fase 2

3. Manajemen Pembentukan Tim Nas di fase 2 untuk penentuan kepemilikan/operator

4. Pendanaan dan Pembiayaan Opsi pendanaan yang dipilh dapat dievaluasi lebih lanjut di fase 2

5. Kerangka Hukum Tinjauan status perkembangan hukum dapat dilengkapi di fase 2

6. Seifgard Tanpa koreksi dan dapat diiteruskan di fase 2

7. Kerangka Kerja Pengawasan Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

8. Proteksi Radiasi Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

9. Jaringan Listrik Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

10. Pengembangan SDM Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

11. Keterlibatan Pemangku Kepentingan Dilakukan secara kontinyu melalui prog. Inform. dan edukasi publik

12. Tapak & Fasilitas Penunjang Pelaksanaan evaluasi dapat diteruskan di fase 2

13. Perlindungan terhadap Lingkungan Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

14. Rencana Penanggulangan Kedaruratan

Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

15. Keamanan & Proteksi Fisik Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

16. Daur Bahan Bakar Nuklir Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

17. Limbah Radioaktif Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

18. Keterlibatan Industri Pemutakhiran data dapat dilengkapi di fase 2

19. Pengadaan Tanpa koreksi dan dapat diteruskan di fase 2

Sudah siap Perlu tindaklanjut

INFRASTRUKTUR PLTN

Berkelanjutan

1. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian

Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

2.Keputusan Menteri Riset dan Teknologi No. 03/M/Kp/I/2010

tentang Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi

Tahun 2010 – 2014

3. Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi (Jakstranas Iptek) 2010-2014

4. Mengapa Perlu Kebersamaan ?

Riset Dasar

Riset Terapan

Skala Bisnis

Pra-Komersial

Pemula Pertumbuhan Mapan

Komersial

Ketidakpastian &risiko gagal tinggi

Persaingan, pasar & inovasi meningkat

Persaingan harga & ancaman substitusi

Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek

Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi

Tahap Bisnis

Pembiayaan oleh Pemerintah Pembiayaan oleh Swasta

FOKUS1. Pangan2. Energi

3. Transportasi4. Informasi5. Kesehatan6. Hankam

7. Tupoksi Lembaga

MASALAH YANG DIHADAPI DALAM KEBERSAMAAN?

Dua Alasan sulitnya kebersamaan :

Pertama, menyangkut masalah yang bersifat struktural, seperti masalah misi, tujuan, norma-norma, asas-asas, aturan, orientasi, kelembagaan, cara kerja, mekanisme koordinasi, komunikasi antar kepakaran / keahlian maupun kuantitas dan kualitas sumber daya iptek (dana, SDM, dan infrastruktur) yang relatif berbeda antara kedua institusi tersebut.

Kedua, terkait masalah nonstruktural, seperti sikap over-confidence atau lebih ekstremnya arogansi di kalangan para akademisi, peneliti, dan perekayasa maupun komunitas iptek lainnya untuk berkoordinasi maupun bersinergi sesamanya di satu sisi, maupun karena adanya pemahaman berbeda dalam memaknai konsep litbang di sisi lainnya.

Konsep Litbang PT

Konsep litbang dalam persepsi perguruan tinggi relatif masih dimaknai sebagai suatu kegiatan :

(1) yang lebih berorientasi kepada “pengetahuan untuk pengetahuan” (knowledge for the sake of knowledge) yang dilakukan dalam kerangka Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat), (2) yang didasarkan oleh adanya kebutuhan pengembangan ilmu,

(3) yang berkaitan dengan agenda otonomi perguruan tinggi dan kebebasan akademik (academic freedom),

(4) yang dilakukan sebatas kepentingan akademisi (dosen dan mahasiswa) untuk meningkatkan jabatan fungsionalnya bagi para dosen dan atau sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar akademis bagi para mahasiswa di perguruan tinggi.

Persepsi LemlitbangDalam persepsi lemlitbang, litbang diharapkan dapat :

(1) membangun dan mengembangkan iptek,

(2) menghasilkan kemajuan ekonomi,

(3) memberikan kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat dan kehidupan umat manusia, dan

(4) dijadikan referensi dan menghasilkan hak kekayaan intelektual (HKI).

(5) Litbang dalam pelaksanaannya diharapkan dapat mengacu pada rumusan arah dan pedoman yang telah digariskan dalam Kebijakan Strategis Nasional (Jakstranas) Iptek maupun Agenda Penelitian Nasional (ARN).

MEMBANGUN KEBERSAMAAN

Cara untuk membangun kebersamaan riptek antara Lemlitbang dengan PT

Pertama, pemerintah harus menetapkan secara tegas pernyataan pentingnya sinergi litbang antara kedua institusi dalam sebuah peraturan. Pentingnya peraturan itu karena Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak mencatumkan secara eksplisit sinergi tersebut.

• Hal ini berbeda dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Pengembangan Iptek Nasional yang telah menetapkan hal tersebut. Namun, agar penetapan peraturan baru tersebut tidak menjadi “macan ompong” dalam implementasinya, harus didukung rumusan peraturan yang mengawal terwujudnya sinergi dimaksud, baik berupa pedoman manajemen pelaksanaan litbang maupun pedoman pemanfaatan infrastruktur pembangunan iptek di kedua institusi.

Kedua, kegiatan litbang PT, seperti halnya lemlitbang harus taat asas mengikuti pedoman yang dirumuskan dalam dokumen Kebijakan Strategis Nasional (Jakstranas) Iptek dan Agenda Penelitian Nasional (ARN).

Bahkan tidak itu saja, kedua dokumen tersebut harus pula dijadikan pedoman pelaksanaan yang berlaku bagi seluruh pelaku iptek dan kelembagaan iptek baik bagi perguruan tinggi, lembaga litbang/penelitian LPNK, lembaga litbang/penelitian LK, lembaga litbang/penelitian daerah, maupun lembaga-lembaga litbang nonpemerintah lainnya.

Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pemborosan dana dan tumpang tindih pelaksanaan litbang oleh seluruh pemangku kepentingan.

Ketiga, meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur litbang di kedua institusi tersebut. Hal ini ditujukan agar kedua institusi dimaksud dapat memiliki rasa kebersamaan dalam membangun iptek di satu sisi, dan untuk menghilangkan gap dalam hal pemilikan infrastruktur oleh kedua institusi tersebut di sisi lain.

Langkah tersebut juga dapat berfungsi dalam mengikat para dosen, peneliti, dan perekayasa untuk “betah” bekerja di masing-masing institusi tersebut.

Keempat, menetapkan dan melakukan litbang bersama yang saling menguntungkan (simbiose mutualistis).

Kegiatan bersama dimaksud dapat mencakup kegiatan-kegiatan, seperti (a) skema insentif litbang, (b) kegiatan tematik, (c) pengembangan pusat-pusat unggulan, (d) pengembangan kompetensi, sertifikasi dan akreditasi lembaga dan sumber daya iptek, dan (e) pengembangan database dan informasi litbang/penelitian iptek.

Kelima, merumuskan kebijakan insentif dan disinsentif bagi kedua institusi dalam melakukan kegiatan litbang secara sinergis.

Adapun bentuk kebijakan insentif yang dapat diberikan dapat berupa prioritas dalam pelaksanaan penelitian, dukungan akreditasi, jaminan dana penelitian dari hulu sampai hilir, pemberian kemudahan untuk memperoleh fasilitas litbang yang belum dimiliki, dan pengurusan hak paten secara gratis.

5. Penutup

Dua faktor yang menentukan:

1. Kemauan keras para akademisi, peneliti, perekayasa, dan komunitas iptek di kedua institusi, terutama untuk melakukan perubahan sikap dan mindset yang memandang sinergi sebagai langkah yang mutlak penting dalam mencapai efektivitas pelaksanaan litbang.

2. Komitmen yang sama oleh pemerintah.