kebijakan fiskal pada sektor pertanian

10

Click here to load reader

Upload: manajemen-agribisnis

Post on 13-Jun-2015

1.228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan Fiskal Pada Sektor Pertanian

Harga minyak dunia akhirnya menembus diatas USD 135 per barel yang merupakan

angka tertinggi sepanjang sejarah, bahkan tidak mustahil menembus angka psikologis USD 150

per barel. Perkembangan fluktuasi harga minyak jelas berakibat buruk bagi upaya pembangunan

ekonomi ke depan. Dari sisi fiskal, kenaikan harga minyak di atas asumsi USD 60 per barel akan

mengubah komposisi APBN 2008 melalui dampaknya pada pendapatan maupun belanja negara.

Pada sisi pendapatan, kenaikan harga minyak akan meningkatkan pendapatan production sharing

(KPS) minyak dan PNBP gas serta pendapatan negara dari PPh Migas. Dari sisi belanja,

kenaikan harga minyak akan meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke

pemerintah daerah. Dalam hal ini, risiko fiskal dari kenaikan harga minyak secara umum tidak

separah sebagaimana yang diprediksi sebagian pengamat. Kenaikan harga minyak global justru

menguntungkan pemerintah karena akan terdapat peningkatan penerimaan bersih yang bisa

dialokasikan untuk kebutuhan lain.

Kenaikan harga energi terutama minyak bumi mempunyai pengaruh signifikan terhadap

harga pangan dan dapat menyebabkan krisis pangan dunia. Meningkatnya harga pangan dunia,

sebagian merupakan akibat dari banyaknya penggunaan bahan pangan yang digunakan untuk

bahan bakar organik (biofuel), yang dimaksudkan menjadi tren kesadaran lingkungan negara

industri maju. Seperti jagung dan kelapa sawit, sebelumnya kedua pangan itu untuk konsumsi

masyarakat dunia, namun saat ini banyak dijual untuk biofuel yang permintaannya tinggi.

Produksi jagung di dunia dari 2004 - 2007, dalam catatan Bank Dunia, hampir seluruhnya

digunakan untuk biofuel di AS.

Kenaikan harga pangan yang drastis akibat dari penggunaan produk pangan untuk

pemenuhan energi global dapat terlihat dari fluktuasi harga pangan yang telah terjadi di

Indonesia. Harga beberapa komoditas pangan penting terus merangkak naik sejak akhir tahun

2007 hingga kini. Kenaikan berkisar 18% hingga 60%. Lonjakan tertinggi terjadi pada komoditas

minyak goreng, disusul kedelai, tepung terigu, dan beras. Harga minyak tanah pun sempat

melonjak hingga 50%. Bahkan di beberapa daerah terjadi kelangkaan. Kondisi seperti ini

tentunya sangat memukul masyarakat miskin dan juga mulai berdampak pada masyarakat

ekonomi menengah. Kekurangan pasokan bahan pangan dunia sudah dapat dipastikan akan

mendorong kenaikan harga pangan dunia, terlebih pada negara yang sangat tergantung pada

impor. Melihat kenyataan ini, perlu dibangun konsensus global untuk memprioritaskan menjaga

kestabilan harga pangan dunia.

Page 2: Kebijakan Fiskal Pada Sektor Pertanian

Langkah kongkrit dari pemerintah selaku pemegang kebijakan fiskal maupun bank

Indonesia di Indonesia untuk mengantisipasi kemungkinan krisis pangan dan energi yang akan

terjadi karena kenaikan harga energi global dan penggunaan komoditas pertanian untuk

kebutuhan energi. Kebijakan memperhatikan dampaknya terhadap perekonomian nasional serta

kondisi riil yang dihadapi saat ini berkenaan dengan permintaan akan kebutuhan energy dan

pangan secara global.

1. Pajak BBM dan Subsidi BBM

Permasalahan utama perminyakan Indonesia sekarang ini justru terletak pada Migas

Hilir. Sistim distribusi, pemasaran, penjualan (retail) dan pemakaian BBM sebagai produksi

penting atau strategis belum “dikusai” dalam arti dikelola dengan baik. Jika dilaksanakan dengan

baik dan terencana, target Pemerintah bukan hanya sekadar mengurangi subsidi pemakaian BBM

saja, tetapi bagaimana usaha pemerintah untuk dapat melakukan “rasionalisasi” dan

“optimalisasi” dalam rangka demokratisasi dunia Migas Indonesia untuk menghadapi era pasar

bebas sekaligus mengantisipasi kekurangan sumber daya Migas di Indonesia pada masa sekarang

dan mendatang. Dari sudut sifatnya, ada dua karakter yang menonjol dalam kegiatan usaha

Migas Hilir yaitu; (1) usaha Migas Hilir yang merupakan kegiatan usaha bisnis yang dapat

dikenakan Pajak BBM (dan ini merupakan porsi yang terbesar), serta (2) usaha Migas Hilir

berupa BBM yang merupakan produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak

sehingga memerlukan subsidi Pemerintah.

Pajak BBM sesungguhnya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia, dan merupakan

kewajiban bagi para pemakai BBM. Karena pemerintah sudah menyiapkan sarana dan prasarana

untuk para pemakai BBM dan mereka (pemakai BBM) menimbulkan pencemaran lingkungan,

yang dibiayai dan ditanggung seluruh rakyat Indonesia atau oleh negara. Sejumlah 160 negara

besar didunia pola kebijakan pemasaran dan harga jual BBM dapat dibagi atas empat katagori

model yaitu; (1) pola subsidi, (2) pola pajak rendah, (3) pola pajak sedang, dan (4) pola pajak

BBM tinggi. Pola subsidi hanya dianut oleh negara penghasil Migas yang besar, seperti negara

Timur Tengah dan lainnya termasuk Indonesia yang bukan penghasil Migas besar. Hampir 94%

negara didunia ini telah menarik pajak pemakaian BBM, yang besarnya tergantung dari kondisi

negara masing masing, dan lebih dari 60% telah menarik pajak yang cukup tinggi, lebih besar

Page 3: Kebijakan Fiskal Pada Sektor Pertanian

dari US $ 0.5 atau Rp 5.000 perliter BBM yang dipakai, berarti nilainya lebih tinggi dari pada

harga pasar BBM itu sendiri. Pola pajak rendah atau pola Amerika yang dianut oleh hampir

18.7%, pajak BBM dibawah US $ 0.20 perliter. Alasannya bahwa negara Amerika mempunyai

daratan yang sangat luas sehingga agak sulit membangun jaringan transportasi masal yang

murah, efisien dan ekonomis. Karenanya, masyarakat lebih banyak menggunakan mobil pribadi.

Pola pajak BBM tinggi atau pola Eropa, pajak lebih besar dari US $ 0.6 perliter yang dianut oleh

lebih dari 20% negara didunia. Biasanya negara yang menganut pola pajak BBM tinggi

mempunyai sistim transportasi umum masal yang baik, efisien, ekonomis, nyaman dan aman

seperti; di Eropa dan Jepang. Paling banyak negara didunia ini menerapkan pola pajak BBM

sedang, hampir 55%, dengan pajak BBM antara US $ 0.20 s/d US $ 0.60 perliter. Alasannya

adalah mencari keseimbangan antara pemakaian BBM yang kena pajak untuk pemakaian mobil

pribadi dengan kendaraan umum dengan pajak rendah (subsidi), sehingga dapat menarik pajak

pemakaian BBM yang optimum. Pola ini merupakan pola pajak BBM yang paling wajar, adil

dan demokratis. Bila Migas Hilir menerapkan konsep Pajak BBM dan subsidi selektif diterapkan

dan dikelola dengan baik maka bukan memberikan beban kepada negara dengan pemberian

subsidi harga BBM, akan tetapi dapat memberikan sumbangan melalui pajak pemakaian BBM

yang cukup tinggi dengan nilai Rp. 250 triliun (US $ 25 milyard) pertahun (rutin, abadi), bahkan

dapat lebih. (sesuai dengan kemajuan masing – masing daerah otonomi).

Pemakaian BBM di Indonesia yang hampir 60 juta KL atau 60 milyar liter pertahun,

banyak sekali dana pajak dapat dihimpun. Jika pajak pemakaian BBM Rp 6.000 perliter atau

harga BBM Rp 8.000 perliter, pemakaian BBM akan turun diperkirakan menjadi 50 juta KL dan

yang dikenakan pajak 40 juta KL dan yang dapat subsidi 10 juta KL. Potensi dana yang dapat

dihimpun mencapai US $ 25 milyar (hampir 250 triliun rupiah) per tahun secara terus menerus,

abadi, walaupun Indonesia nantinya bukan pengekspor migas atau tidak menghasilkan migas

lagi. Jumlahnya tergantung dari perkembangan dan pertumbuhan sistim transportasi dimasing

masing daerah. Makin bagus sistim tranportasi dari suatu daerah (seperti di pulau jawa) makin

banyak dana yang dapat dihimpun atau diperoleh, pembayaran subsidi BBM, diambil dari dana

pajak BBM. Karena PERTAMINA belum mampu menyiapkan sistim untuk dapat mengontrol

pemisahan dan penyampaian BBM yang disubsidi sampai ketangan yang berhak dan menarik

Page 4: Kebijakan Fiskal Pada Sektor Pertanian

pajak pemakaian BBM dari yang wajib membayar pajak, secara tepat, cepat, dan transparan

maka kerugian negara mencapai 250 trilyun rupiah/per tahun.

Sesungguhnya Pemerintah dan PERTAMINA dapat mengurangi subsidi dan menarik

pajak pemakaian BBM. Rakyat sudah memperlihatkan pengertian positif tentang subsidi yang

membunuh. Mengurangi subsidi, akan menaikan harga BBM secara merata yang mengakibatkan

kenaikan harga disegala sektor terutama bahan pokok, yang berakibat meningkatkan beban

masyarakat. Jumlah BBM yang harus diberikan subsidi hanya sedikit, lebih kurang hanya sekitar

10% (sepuluh persen) dari total keseluruhan pemakaian BBM, selebihnya dapat dikenakan pajak.

Subsidi yang diberikan berupa subsidi harga yang hampir merata kepada seluruh

pemakai. Pada saat sekarang pemerintah telah berusaha menaikan harga BBM, diharapkan bisa

sampai sama dengan harga Internasional, dalam rangka mengurangi subsidi. Tetapi jika kondisi

sistim distribusi, penjualan, pemasaran dan pemakaian BBM masih seperti sekarang ini (belum

dapat memisahkan secara tepat mana BBM yang patut disubsidi dan yang dikenakan pajak) tentu

saja upaya untuk mengurangi subsidi sangat sulit. Hidup tanpa subsidi adalah bentuk

pengorbanan paling riil dari suatu bangsa bagi kemakmuran sendiri, selain itu pajak adalah

kewajiban sekaligus hak berbangsa dan bernegara. Subsidi dan juga pajak merupakan salah satu

upaya pemerintah mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat. Dalam prakteknya,

subsidi dapat diberikan berupa pendidikan dan kesehatan seperti yang diterapkan sejumlah

negara, yang merupakan investasi pemerintah terhadap rakyat.

Di Indonesia, subsidi terbesar diwujudkan dalam bentuk subsidi harga BBM, yang

merupakan subsidi konsumtif. Pada subsidi BBM ini, pemerintah membayari sebahagian harga

BBM yang dibeli masyarakat sehingga harga BBM menjadi murah dari nilai sebenarnya.

Seharusnya subsidi BBM hanya diberikan kepada yang berhak saja secara terbatas dan harus

dapat dikontrol dengan baik. Subsidi yang dapat diberikan baik berupa subsidi harga atau subsidi

pajak maupun keduanya. Dana subsidi harus didapat dari sistim pemakaian BBM itu sendiri

(mandiri) seperti dari pajak pemakaian BBM, tidak diambil dari dana penjualan minyak mentah

atau dari pajak lainnya.

Page 5: Kebijakan Fiskal Pada Sektor Pertanian

2. Stimulus Fiskal Untuk Komoditas Pertanian

Mengantaisipasi kenaikan harga komoditas pertanian pemerintah memberlakukan

kebijakan untuk menstabilkan harga komoditas-komoditas pertanian, pada awal Februari 2008

pemerintah memutuskan untuk menyiapkan stimulus fiskal sebesar Rp 13,7 triliun. Stimulus

fiskal ini akan digunakan untuk subsidi, yang ketentuannya dituangkan dalam beberapa

Peraturan Menteri Keuangan. Pemerintah memilih untuk melaksanakan subsidi dengan cara

membebaskan atau menurunkan bea masuk dan menanggung pajak pertambahan nilai (PPN)

komoditas-komoditas penting tersebut. Hal ini karena pemberian subsidi secara langsung pada

masyarakat miskin dinilai memiliki banyak kendala teknis.

Pemberian stimulus fiskal oleh pemerintaah akan memberikan dampak positif pada

penurunan harga pangan. Dengan adanya stimulus ini diharapkan rakyat Indonesia dapat

memenuhi kebutuhannya akan komoditas pangan. Pemberian stimulus fiskal merupakan

kebijakan fiskal jangka pendek yang tentunya harus diimbangi dengan peningkatan produktifitas

pangan secara nasional. Karena kebijakan tersebut akan membebani keuangan Negara karena

menyebabkan penurunan pendapatan Negara, maka pemerintah dapat memberlakukan kebijakan

fiskal lainnya sehingga kebijakan tersebut dapat berjalan seiring tanpa membebani keuangan

Negara.

Pemberian subsidi pada sektor pertanian yang diberlakukan di Negara maju dapat

memberikan dampak positif bagi perkembangan sektor pertanian yang berujung pada ketahanan

pangan dan menghindarkan Indonesia dari krisis pangan. Negara maju, seperti AS dan Uni

Eropa, menyubsidi produk pertanian mereka secara berlebih untuk sejumlah komoditas pangan,

terutama beras, jagung, kedelai, gula, gandum, daging sapi dan unggas, susu, serta komoditas

hortikultura seperti sayur. Berbagai ragam subsidi tersebut tampak dari besaran angka produser

support estimate/PSE, antara lain market price support, payments based on area planted/animal

numbers/input use/input contraints.

Sebagai gambaran, pendapatan petani beras, gula, dan daging sapi di Negara Organisation

for Economic Co-operation and Development (OECD) yang berasal dari bantuan pemerintah

mencapai berturut-turut 78 persen, 51 persen, dan 33 persen. Itu artinya hanya 22 persen

Page 6: Kebijakan Fiskal Pada Sektor Pertanian

pendapatan petani beras di OECD yang berasal dari usaha mereka sendiri. Selebihnya disubsidi.

Dampak kebijakan subsidi pangan yang besar dari negara maju akan memukul usaha tani di

negara berkembang, termasuk Indonesia. Kasus kedelai bisa menjadi contoh nyata, pada saat

subsidi pangan dilakukan secara besar-besaran, membuat harga pangan di dunia rendah sehingga

persaingan menjadi tidak adil. Hal itu akan berpengaruh negatif terhadap petani di negara

berkembang seperti Indonesia. Konsekuensi dari hal tersebut adalah petani menjadi malas

menjalankan usaha taninya sehingga lama-lama produksi komoditas pangan turun, sehingga pada

akhirnya Indonesia akan bergantung sepenuhnya dari pangan impor. Dengan pemberian subsidi

dalam sektor pertanian diharapkan produktifitas pertanian dan daya saing produk pertanian

Indonesia dapat meningkat dan menghindarkan Indonesia dari krisis pangan.

http://ahamd-thinkagain.blogspot.com/2008/10/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan.html

berhasilkah kebijakan fiskal tersebut? Gambarkan keberhasilan atau kegagalannya?

Dilihat dari Tujuan Kebijakan Fiskal yakni, Mencapai atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat

melalui upaya: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Memperluas lapangan kerja dalam rangka

mengurangi pengangguran dan menanggulangi kemiskinan. Menstabilkan harga-harga barang,

khususnya mengatasi inflasi. Kemudaian diliat dari ulasan jawaban no 2, mengenai pajak BBM dan

subsidi BBM serta stimulus fiskal untuk komoditas pertanian, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa

kebijakan fiskal dalam pertanian bisa di bilang . Hal ini dapat di lihat dari