kebijakan luar negeri amerika serikat...
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR
PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI
(2012)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ali Akbar
1110114000018
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR
PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI
(2012)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ali Akbar
1110114000018
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing Pembimbing Akademik
A. Fuad Fanani, MA Debbie Affianty, M.Si
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR
PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012)
1. Merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil asli karya
saya atau merupakan hasil dari jiplakan karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Juni 2015
Ali Akbar
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi Menyatakan bahwa Mahasiswa
Nama: Ali Akbar
NIM: 1110114000018
Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR
PASCA TERPILIHNYA MUHAMMAD MURSI SEBAGAI PRESIDEN MESIR
2012
Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 17 Juni 2015
Mengetahui, Mengetahui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Debbie Affianty, M.Si Ahmad Fuad Fanani, MA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AS TERHADAP MESIR PADA PARUH
PERTAMA PEMERINTAHAN MURSI
Oleh
Ali Akbar
1110114000018
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni
2015. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Debbie Affianty, M.Si Debbie Affianty, M.Si
Penguji I Penguji II
Eva Mushoffa, MHSPS Andar Nubowo, DEA
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 02 Juli 2015
Ketua Program Studi
Hubungan Internasional
Badrus Sholeh, PhD
ABSTRAKSI
Skripsi ini menganalisa kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap
Mesir pada paruh pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir. Terpilihya Mursi
yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin menjadi ancaman bagi
kepentingan-kepentingan AS di negara itu. Dalam upaya untuk menjaga
kepentingan-kepentingannya di Mesir dan Timur Tengah, pemerintahan Obama
menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan sejumlah
kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika Serikat
melakukan beberapa revisi strategi bantuan pembangunan, dan menggunakan
diplomasi dengan cara mengutus Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan US
Defense Secretary Leon Panetta ke Kairo untuk menyikapi transisi politik dan
keamanan Mesir. Dalam skripsi ini juga membahas beberapa faktor baik internal
dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir.
Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep kebijakan
luar negeri Rosenau, konsep kepentingan nasional Paul Seabury dan konsep
geopolitik. Dari analisa dengan menggunakan ketiga konsep tersebut dapat
disimpulkan bahwa kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pada paruh pertama
kepemimpinan Mursi, yaitu AS tidak menganggap Mesir sebagai sahabat ataupun
musuh. Hal ini memperlihatkan bahwa AS tetap bersikap secara hati-hati dalam
mengeluarkan kebijakan luar negerinya terhadap Mesir. Bantuan luar negeri
tahunan AS tetap digunakan sebagai alat negosiasi dengan Mesir untuk tetap
menjaga kepentingan-kepentingan strategisnya di wilayah itu.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirrahim, Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah
SWT, atas segala rahmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi dengan judul KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA
SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN
MUHAMMAD MURSI (2012) Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
pada jurusan Hubungan Internasional.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa Terimakasih
kepada:
1. Kedua Orang Tua Penulis, Bapak Jazrih dan Ibu Munawaroh. Terima
kasih atas nasihat, motivasi, keikhlasan, keridhoan dan kesabaran Bapak
dan Ibu selama ini.
2. Dosen Pembimbing Penulis Bpk. A. Fuad Fanani. Terima kasih atas saran,
arahan, waktu, nasehat, dan kesabaran Bapak dalam membimbing penulis
selama proses pengerjaan skripsi ini.
3. Ibu Debbie Affianty, selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta.
4. Bapak Nazarudin Nasution, Bapak Ali Munhanif, Bapak Ahmad Al fajri,
Bapak Andar Nubowo, Ibu Dina, Ibu Muthi, Ibu Eva, Ibu Rahmi dan juga
seluruh staf Dosen di jurusan Hubungan Internasional yang telah
mengajarkan dan berbagi ilmunya kepada penulis selama masa studi di
UIN.
5. Staff Program Studi Hubungan Internasional Pak Jajang dan Pal Amali
penulis mengucapkan terimakasih yang sudah banyak membantu dalam
proses administrasi penulis.
6. Sahabat-sahabat penulis, Tsani Ariant dan M. Farhan Syatri yang telah
membantu mencari dan mendapatkan bahan-bahan untuk skripsi ini.
7. Teman-teman Komisariat IMM Fisip, Hatta, Angga, Shoffi, Devi, Tika,
Rizqi, Ruhul, Reza, Berli, Rifqi, Azim, Farhan dan yang lain yang telah
memberikan dorongan, semangat, motivasi dan lain-lain kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan pengurus Cabang IMM Ciputat periode 2013-
2014, Abidin Ghazali, Unaimah Tsanaya, Imam Febrian, Farhan Syatri,
Basyir, Tsalis, Tsani Ariant, Dzawin, Fikri, Umar, Epin Kurniasih, Rifqi
Syahrizal dan yang lain yang telah memberikan motivasi kepada penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman kelas HI Inter yang telah memberikan motivasi kepada
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat penulis, wahyu hidayat yang telah memberikan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Jakarta, 17 Juni 2015
Ali Akbar
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR. ................................................................................. v
DAFTAR ISI.................................................................................................. vii
DAFTAR SINGKATAN............................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian...................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian....................................... 6
D. Tinjauan Pustaka.............................................................................. 7
E. Kerangka Teoretis............................................................................ 10
1. Konsep Kebijakan Luar Negeri............................................. 10
2. Konsep Kepentingan Nasional............................................... 13
3. Konsep Geopolitik................................................................. 15
F. Metode Penelitian. ............................................................................. 16
G. Sistematika Penelitian........................................................................ 17
BAB II Hubungan Bilateral Amerika Serikat-Mesir
A. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Kolonial........................ 20
B. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Gamal Abdel Naseer..... 22
C. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Anwar Sadat.. 28
D. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Husni Mubarok..30
BAB III Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir
Tahun 2012
A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir............................. 35
B. Peran Militer dalam Politik Mesir................................................. 37
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemenangan Muhammad Mursi
dalam Pemilu Presiden Mesir 2012.............................................. 44
1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu
Legislatif Mesir....................................................................... 44
2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin............................... 47
3. Sikap Anti-Rezim Mubarak.................................................... 48
BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh
Pertama pemerintahan Mursi di Mesir
A. Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama
Pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir............................... 51
B. Faktor Internal
1. Struktur Pemerintahan AS............................................... 53
2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir ................................ 56
C. Faktor Eksternal
1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari
kelompok Ikhwanul Muslimin. ..................................... 59
2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah............................ 63
D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir Terhadap Kawasan
Regional Timur Tengah........................................................... 68
BAB V PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................... 72
DAFTAR SINGKATAN
ABMT: Anti-Balistic Missile Treaty
CIA: Central Intelligence Agency
COMESA: Common Market for Eastern and Southern Africa
FMF: Foreign Military Financing
FJP: Freedom and Justice Party
GID: General Intelligence Directorate
NDP: National Demokratic Party
NSC: National Security Council
PLO: Palestine Liberation Organization
RCC: Revolution Command Council
SCAF: Supreme Council of the Armed Force
SALT: Stategic Arms Limitation Talks
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Amerika Serikat menjalin hubungan diplomatik dengan Mesir sejak tahun
1922, setelah kemerdekaannya dari Inggris. Hubungan yang dijalin berdasarkan
kepentingan bersama dalam proses perdamaian dan stabilitas Timur Tengah,
revitalisasi ekonomi Mesir dan memperkuat hubungan perdagangan, dan
mempromosikan keamanan regional. Mesir telah menjadi mitra penting Amerika
Serikat dalam memastikan stabilitas regional dan pada berbagai isu keamanan
bersama, termasuk perdamaian Timur Tengah dan melawan terorisme.1
Hubungan AS-Mesir di bawah Husni Mubarak telah berkembang dan
bergerak di luar proses perdamaian Timur Tengah menuju persahabatan bilateral
yang independen. Presiden Husni Mubarak melanjutkan hubungan dekat dengan
Amerika Serikat dari Presiden Mesir sebelumnya yaitu Anwar Sadat . Di bawah
Mubarak, Mesir memainkan peranan pentingannya yaitu sebagai negara moderat
di Timur Tengah, dan biasanya mengikuti kebijakan Amerika tentang isu-isu
regional. Mesir bergabung dengan Amerika Serikat dalam mendukung Fatah atas
Hamas di Palestina. Selain itu, kedua negara tersebut juga telah meningkatkan
kerjasama ekonomi. Namun kelambatan Mesir dalam beradaptasi terhadap
1 U.S. Departement of State Diplomacy in Action ―U.S. Relations with Egypt‖ dapat dilihat di
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/5309.htm diakses pada 08 Februari 2015
2
reformasi demokrasi dan laporan pelanggaran hak asasi manusia telah membawa
kritik berkala dari pejabat Amerika Serikat.2
Perkembangan yang menarik dan penting di abad ke-20 adalah persaingan
politik yang semakin tinggi di sebagian besar negara. Hal ini disertai dengan
semakin banyaknya negara yang mengadopsi sistem demokrasi. Dalam era ini,
bahkan negara-negara yang tadinya totaliter harus belajar menerapkan demokrasi
yang sesungguhnya.3
Mesir merupakan salah satu negara besar yang memiliki kemajuan dalam
sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan diselenggarakannya sistem
pemilihan umum yang bebas dan demokratis untuk memilih presiden. Saat masa
kebangkitan negara-negara Arab mendapat sorotan dari negara Barat karena
dicurigai akan mengikuti jejak revolusi Iran yang anti-Barat, Mesir justru muncul
dengan revolusi sipil yang aman. Kebangkitan Mesir ini lebih mengacu pada
revolusi demokrasi yang terjadi di Eropa Timur dan Eropa Tengah pada tahun
1989.4
Revolusi yang terjadi di Mesir pada tahun 2011 yang ditandai dengan aksi
demonstrasi besar-besaran di seluruh Mesir dan menuntut Presiden Husni
Mubarak yang telah berkuasa di Mesir selama 30 tahun mundur dari jabatannya.
Setelah demonstrasi selama 18 hari, akhirnya pada 11 Februari 2011 Husni
2 US.ForeignPolicy.about.com “US Foreign Policy:The US-Egyptian Relations‖ dapat dilihat di
http://usforeignpolicy.about.com/od/countryprofi3/p/usegyptprofile.htm diakses pada 08 Maret 2015
3 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Edisi ke-2 (Jakarta: Yayasan Pusaka Obor Indonesia, 2011), hal. 15.
4 Lisbet, “ Krisis Politik Mesir dan Posisi Indonesia,”Info Singkat Hubungan Internasional 5 (Juli 2013): hal
.5.
3
Mubarak mundur dari jabatannya5 dan rakyat Mesir akhirnya menikmati euforia
demokrasi di negara nya.
Samuel P. Huntington mengatakan dalam tesisnya bahwa sebuah gerakan
revolusi adalah perubahan cepat dalam nilai-nilai dan tingkah laku politik.6 Hal ini
cukup memberikan gambaran terkait gejolak politik di Mesir saat itu. Setelah
rezim Mubarak lengser, era tranformasi politik Mesir berubah haluan dari
kediktatoran yang mengekang segala prinsip kebebasan menjadi era kebebasan
modern yang didasari pada sistem demokrasi.
Setelah presiden Husni Mubarak tumbang dari jabatannya, Mesir
menyelenggarakan pemilihan umum presiden (pilpres) selama dua hari berturut-
turut pada 23 dan 24 Mei 2012.7 Pemilihan umum presiden tersebut merupakan
salah satu manifestasi terpenting dari adanya perubahan politik di negara Mesir.
Masyarakat yang berpartisipasi memberikan hak-hak suaranya dalam pemilihan
presiden cukup tinggi, begitupun dengan para kandidat dalam pemilu tersebut
yang bersaing secara damai.
Pemilihan presiden Mesir pada tahun 2012 ini adalah pemilihan yang kedua
dalam sejarah negara itu. Jajak pendapat pertama presiden Mesir terjadi pada
tahun 2005 yang memenangkan Mubarak. Mubarak tetap berkuasa selama 30
5 Aljazeera.com Timeline: Egypt's revolution dapat dilihat di http://www.aljazeera.com /news
/middleeast/2011/01/201112515334871490.html diakses pada 28 juni 2015
6 Samuel P. Huntington, tertib politik di dalam masyarakat yang sedang berubah, Buku ke-2
(Jakarta:Rajawali, 1989), hal 483.
7 Bbc.co.uk Guide to Egyptian presidential election dapat dilihat di http://www.bbc.co.uk /news/world-
middle-east-18115104 diakses pada 28 juni 2015
4
tahun sampai dipaksa untuk mengundurkan diri setelah 18 hari protes di seluruh
negeri.8
Dari hasil pemungutan suara pemilihan Presiden putaran pertama di Mesir
pada 23-24 mei 2012 tidak ada calon yang berhasil mendapat suara mayoritas.
Kandidat dari Ikhwanul Muslimin Muhamad Mursi meraih 24.78 persen suara,
Ahmad Shafiq, seorang mantan Mentri di era Husni Mubarok memperoleh 23.66
persen suara; Hamdeen Sabahi berada di peringkat ketiga dengan 20.72 persen
suara; Abdel Moneim Abol Fotouh meraih 17.47 persen suara, seorang Islamis
moderat yang didukung oleh sebagian kaum liberal, anggota kelompok kiri dan
minoritas Kristen; sedangkan kandidat Amr Moussa, mantan kepala Liga Arab
dan menteri luar negeri era Mubarak hanya memperoleh 11.13 persen suara.
Karena tidak ada pemenang mutlak, kandidat dari Ikhwanul Muslimin,
Muhammad Mursi dan mantan menteri di era Mubarak, Ahmed Shafiq harus
mengikuti pemilu putaran kedua.9
Pada pemilihan Presiden putaran kedua kandidat Presiden Mesir dari Partai
Kebebasan dan Keadilan (FJP), Muhammad Mursi, meraih suara terbanyak dalam
pemilihan presiden yang digelar pada 16-17 Juni 2012. Berdasarkan hasil
penghitungan suara sementara, calon dari partai yang menjadi sayap politik
8 Republika.co.id Mursi, Presiden Sipil Pertama Setelah 60 Tahun dilihat 12 November 2014
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/06/24/m64n5m-mursi-presiden-sipil-
pertama-setelah-60-tahun
9 Huffingtonpost.com Egypt Presidential Election 2012: Mohammed Morsi, Ahmed Shafiq In Run-Off Vote
dilihat pada 28 Juni 2015 http://www.huffingtonpost.com/2012/05/28/egypt-presidential-election-
2012_n_1550483.html
5
Ikhwanul Muslimin ini meraih sedikitnya 52,5 persen suara, dari sekitar 50 juta
warga Mesir yang berhak memilih.10
Dari perubahan dan hasil pemilihan yang terjadi Mesir, pemerintahan
Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan
sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika
Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan pembangunan, dan
menggunakan diplomasi publik dan swasta untuk menyikapi dalam transisi politik
dan keamanan Mesir.
Amerika Serikat melakukan review terhadap kebijakan luar negerinya di
Mesir. Pada kuartal ketiga, Gedung Putih membawa semua lembaga bersama
Departemen Luar Negeri, Pentagon, Departemen Keuangan, Departemen
Perdagangan untuk melakukan tinjauan kebijakan strategis yang menyeluruh di
Mesir. Dari tinjauan strategis yang didapat, membantu pemerintahan Obama
untuk melakukan negosiasi dengan para pemimpin Mesir akhir tahun 2012 dan
untuk tahun 2013.11
10 TheGuardian.com Muslim Brotherhood's Mohammed Morsi wins Egypt's presidential race dapat dilihat di
http://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/jun/24/egypt-election-results-live diakses pada 28
Juni 2015
11 Center for American Progress Previewing Egypt‘s 2012 Presidential Elections Another Step Forward in
the Country‘s Political Transition—but Not the Last dapat dilihat di https://www.americanprogress.org
/issues/security/report/2012/05/23/11553/previewing-egypts-2012-presidential-elections/ diakses pada 12
November 2014
6
B. Pertanyaan Penelitian
Merujuk kepada latar belakang dari permasalahan diatas, maka penulis
membatasi masalah penelitian hanya pada kasus terpilihnya Muhammad Mursi
menjadi Presiden Mesir di tahun 2012. Sebagai negara demokrasi dan negara yang
mempunyai kepentingan di Mesir, AS mengeluarkan kebijakan luar negeri yang
cukup serius di negara tersebut. Berdasarkan fakta ini, penulis merumuskannya ke
dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya
Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan AS tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengetahui kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca
terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan AS
terhadap Mesir.
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Memberikan pemahaman tentang latar belakang pemilihan presiden
Mesir secara demokratis pasca lengsernya rezim Husni Mubarak
2. Memberikan pemahaman tentang kebijakan luar negeri AS terhadap
Mesir paska terpilihnya Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir.
7
3. Memberikan kontribusi terhadap studi Hubungan Internasional,
terutama memberikan informasi (referensi) dan data yang terkait
dengan masalah yang telah dijelaskan di atas.
D. Tinjauan Pustaka
Pada tahapan ini penulis melakukan studi kajian pustaka yaitu mempelajari
buku-buku referensi dan hasil penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh
orang lain. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah
yang akan diteliti.
Penelitian mengenai krisis Politik di Mesir telah dilakukan oleh Rr. Laeny
Sulistyawati Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap
Militer Mesir, Jember: Skripsi Universitas Jember, 2011. Dalam skripsinya, ia
menjelaskan bahwa AS dengan Mesir terlibat hubungan kerjasama berbagai
bidang yang semakin intens setelah ditandatanganinya perjanjian Camp David.
Diantara berbaga bidang kerjasama tersebut, bidang militer mendapat perhatian
serius dari AS karena militer dianggap memiliki peran yang penting. Untuk itu
terjadi kerja sama militer seperti bantuan keuangan militer atau FMF (Foreign
Military Financing), perlengkapan militer sampai adanya pertemuan tahunan
rutin antara pejabat tinggi militer AS dengan militer Mesir.
Kerja sama terus berlanjut sampai terjadinya krisis politik di Mesir pada 25
Januari 2011, dimana terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut Husni
Mubarak mundur sebagai presiden Mesir. Krisis yang terjadi membuat munculnya
8
potensi kekuatan oposisi Mesir. Diantara potensi kekuatan oposisi tersebut,
ternyata juga rentan muncul kekuatan anti terhadap AS dan sekutunya. Untuk itu
AS berupaya tetap berhubungan dengan militer Mesir. 12
Tafwid Mulia Hubungan Perdagangan Mesir-AS (Periode 2000-2002)
Jakarta: Skripsi, UNAS, 2006. Dalam skripsinya, ia menjelaskan bahwa hubungan
perdagangan antara Mesir-AS sudah berlangsung sejak lama. Pada tahun 2001,
negara Amerika Serikat diserang oleh sekelompok teroris yang menewaskan
hampir tiga ribu jiwa. Hal ini bisa membuat AS mengubah kebijakan luar
negerinya. Mulai saat itu AS mengubah kebijakan luar negerinya menjadi lebih
aktif demi melindungi kepentingan nasionalnya baik di dalam maupun di luar
negeri.
Kebijakan tersebut membuat AS lebih aktif dalam mengubah kondisi politik
dunia. Invasi-invasi yang dilancarkan oleh AS untuk menumbangkan rezim-rezim
yang sedang memerintah di suatu negara yang dianggap berbahaya bagi
kepentingan AS ditentang oleh banyak negara termasuk PBB sendiri. Ditengah-
tengah suhu politik dunia yang terus memanas, penulis mencoba untuk melihat
apa saja yang menjadi peluang dan hambatan terhadap perkembangan hubungan
perdagangan kedua negara tersebut.13
Sementara itu, Bulbul Abdurahman dalam tulisannya yang berjudul “
Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis: Ditandai
Persaingan antara Demokrat Islam dengan Militer”, berpendapat bahwa
12 Rr. Laeny Sulistyawati, Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir
(Skripsi, 2011).
13 Tafwid Mulia Hubungan Perdagangan Mesir-AS (Periode 2000-2002) (Jakarta: Skripsi, UNAS, 2006).
9
kemenangan Partai Islam dalam Parlemen Mesir pasca kudeta terhadap Hosni
Mubarak, hanya kemenangan sesaat. Karena beberapa waktu kemudian hasil
pemilu parlemen tahun 2012 ini dibubarkan oleh Militer. Begitupula kemenangan
Presiden Mursi pada tahun 2012 yang lalu berakhir dengan diambilalihnya
kekuasaan oleh militer.14
Hasil akhir pemilihan parlemen pertama Mesir setelah jatuhnya Presiden
Husni Mubarak, menetapkan partai-partai beraliran Islam sebagai pemenang.
Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP -yang merupakan partai politik milik dengan
perolehan itu, FJP akan menguasai 235 kursi di Majelis Rakyat. Tempat kedua
diduduki oleh kubu konservatif, Partai Salafist al Nur dengan 121 kursi atau 25%
suara. Sementara partai beraliran liberal, Partai Wafd, meraih 36 kursi dan partai
sekuler, Koalisi Mesir, memiliki 33 kursi.
Dengan hasil tersebut, maka partai-partai Islam menguasai sekitar dua
pertiga parlemen. Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi yang dilarang di
bawah pemerintahan Presiden Husni Mubarak. Kemenangan mutlak ini membuat
FJP sudah memutuskan seorang politisi seniornya, Saad al-Katatni, untuk ditunjuk
sebagai ketua Majelis Rakyat.15
Kekhawatiran militer terhadap ancaman dominasi Islamis di tubuh
pemerintahan Mesir nampak tergambar jelas dari putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) yang tiba-tiba membubarkan Parlemen. Berdasarkan hasil pemilu, 70
14 Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis: Ditandai
Persaingan antara Demokrat Islam dengan Militer,” Jurnal online Westphalia 13 ( Januari-Juni 2014), hal.1.
15 Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis”, hal.136
10
persen anggota parlemen berasal dari partai Islam FJP yang juga sayap politik
Ikhwanul Muslimin dan An Nur yang berafiliasi ke Salafi.16
Dari kajian-kajian tersebut belum memberikan topik pembahasan yang
detail mengenai kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya
Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir terhadap tahun 2012 lalu. Oleh karena
itu penulisan ini dimaksudkan untuk mengisi ruang yang masih kosong tersebut.
E. Kerangka Teoritis
Untuk memahami suatu permasalahan dan sekaligus menjawab penelitian
diatas, diperlukan adanya kerangka berpikir. Kerangka pemikiran itu terdiri dari
teori dan konsep yang berguna sebagai acuan dan panduan dalam melakukan
penelitian. Sehingga penelitian ini dapat memenuhi prosedur ilmiah. Oleh karena
itu, penelitian ini akan menggunakan teori Analisa Konsep Kebijakan Luar
Negeri, Konsep Kepentingan Nasional (National Interest), dan Konsep
Geopolitik.
1. Konsep Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat
oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit
politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.17
Kebijakan
luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan
16 Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis”, hal. 137.
17 Jack C. Plano dan Roy Olton Kamus Hubungan Internasional.(Bandung: Abardin, 1999.), hal. 5.
11
untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya, meskipun
kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang
berkuasa pada waktu itu.18
Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-
negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama
diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional dan multilateral.
Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu
negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan
memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.19
Kebijakan luar negeri
menurutnya ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan
hidup suatu negara.20
Lebih lanjut, menurut Rosenau, apabila kita mengkaji
kebijakan luar negeri suatu negara, maka kita akan memasuki fenomena yang luas
dan kompleks. Fenomena ini meliputi kehidupan internal (internal life) dan
kebutuhan eksternal (eksternal needs) seperti aspirasi, atribut nasional,
kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang ditujukan
untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu
negara sebagai negara-bangsa.21
Dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup: Menjabarkan
pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan dan sasaran yang
spesifik; menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan internasional
18 Mochtar Mas‟oed. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. (Jakarta: LP3ES, 1994), hal.
184.
19 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction. (New York: The
Free Press, 1976), hal. 27.
20 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction, hal. 32.
21 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction, hal. 15.
12
yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri; menganalisis kapabilitas
nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki; mengembangkan
perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas nasional dalam
menanggulangi variable tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan;
melaksanakan tindakan yang diperlukan secara periodik; serta melakukan evaluasi
perkembangan yang telah berlangsung untuk mencapai tujuan atau hasil yang
dikehendaki.22
Sementara menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua
tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk upaya untuk memperoleh keuntungan dari lingkungan
dan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi tindakan tersebut. 23
Faktor internal akan digunakan dalam penelitian ini yang meliputi,
pembangunan ekonomi, pemerintahan dan faktor geografis. Sementara faktor-
faktor ekternal meliputi struktur tindakan aktor lain dan konstelasi politik regional
dan global. Pemilihan faktor internal dan ekternal ini adalah karena keempat
faktor tersebut yang dianggap signifikan dalam mempengaruhi kebijaka luar
negeri Amerika Serikat.
Faktor internal dan ekternal sangat berpengaruh dalam menentukan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat, sistem politik Amerika Serikat, terkait
dengan struktur, dinamika dan siapa aktor politik yang berkuasa memiliki peran
yang signifikan dalam menentukan kebijakan luar negeri AS. Sementara itu, disisi
22 Jack C. Plano dan Roy Olton.. Kamus Hubungan Internasional, hal. 5.
23 K.J. Holsti, Politik International: Suatu Kerangka Analisis. (Bandung: Bina Cipta, 1992.), hal. 21.
13
lain, faktor-faktor eksternal juga turut berpengaruh dan tidak bisa dihindari politik
regional dan global mempengaruhi kebijakan luar negeri AS.
2. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional diakui sebagai konsep kunci dalam politik luar negeri.
Sepanjang mengenai kepentingan nasional orang bisa berorientasi kepada ideologi
atau berorientasi kepada sistem nilai sebagai pedoman perilaku. Artinya bahwa
keputusan dan tindakan politik luar negeri bisa didasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan ideologis atau atas pertimbangan-pertimbangan kepentingan atau
gabungan antara kedua pertimbangan tersebut. Bisa juga kadang-kadang terjadi
interplay antara ideologi dengan kepentingan sehingga terjadi suatu hubungan
timbal balik dan terjadi saling mempengaruhi antara pertimbangan-pertimbangan
ideologis dengan pertimbangan-pertimbangan kepentingan yang tidak menutup
kemungkinan terjadi formulasi yang lain atau baru.24
Miroslav Nincic memperkenalkan tiga kriteria atau yang disebutnya asumsi
dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama,
kepentingan harus bersifat vital sehingga pencapaiannya harus menjadi prioritas
utama pemerintah dan masyarakat. Kedua, kepentingan tersebut harus berkaitan
dengan lingkungan internasional Artinya pencapaian kepentingan nasional harus
dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga, kepentingan nasional harus
melampaui kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok atau
24 R. Soeprapto, Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), hal.
149-150
14
lembaga pemerintahan. Sehingga menjadi kepedulian masyarakat secara
keseluruhan.25
Paul Seabury mengemukakan pendapatnya tentang konsep kepentingan nasional.
Menurutnya:
Istilah kepentingan nasional berkaitan dengan beberapa kumpulan
cita-cita tujuan suatu bangsa ... yang berusaha dicapainya melalui
hubungan dengan negara lain. Dengan kata lain, gejala tersebut
merupakan suatu normatif, atau konsep umum kepentingan
nasional ... Arti kedua yang sama pentingnya biasa bersifat
deskriptif. Dalam pengertian deskriptif, kepentingan nasional
dianggap sebagai tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara
tetap melalui kepemimpinan pemerintah. Kepentingan nasional
dalam pengertian deskriptif, berarti memindahkan metafisika ke
dalam fakta (kenyataan) ... dengan kata lain kepentingan nasional
serupa dengan para perumus politik luar negeri...26
Di sini terlihat bahwa untuk mencapai kepentingan nasional perlu adanya
strategi tertentu dalam merumuskan kebijakan luar negeri. Strategi kebijakan luar
negeri dirumuskan dengan memperhitungkan berbagai aspek. Seperti kekuatan
nasional serta peluang dan kendala yang mungkin muncul. Jalinan hubungan luar
negeri suatu negara harus bersandar pada potensi nyata yang dimiliki, serta
kondisi dalam negara tersebut.
Bagi AS, mencapai dan memenuhi kepentingan nasional adalah hal yang
fundamental bagi negara itu. Kepentingan nasional yang berusaha di capai AS
seperti kepentingan ekonomi, kesetabilan politik dan keamanan, serta perdamaian
di Mesir.
25 Aleksius Jemadu Politik Global dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hal 67
26 Sebagaimana dikutip oleh K.J. Holsti dalam Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis, diterjemahkan
oleh Wawan Juanda, (Bandung : Binacipta, 1987), hal 168-169.
15
3. Konsep Geopolitik
Menurut Alfred Thayer Mahan geopolitik bertumpu pada hubungan antara
kontrol politik dari laut dan dampak dari angkatan laut yang kuat terhadap
kebijakan luar negeri suatu negara. Dari dua faktor ini, Mahan berusaha untuk
memprediksi peran yang kekuatan angkatan laut bermain dalam kebijakan luar
negeri AS.27
Sementara menurut Jakub Grygiel berpendapat bahwa keberhasilan atau
kegagalan kekuatan besar sebagian dibentuk oleh lokasi, sumber daya, tata letak,
dan stabilitas batas negara. Respon strategis negara terhadap kondisi geografis
tetap menjadi salah satu faktor yang paling penting dalam membangun dan
mempertahankan kekuasaan di arena internasional, sebuah negara dapat
meningkatkan dan mempertahankan posisi kekuasaan mereka dengan mengejar
geostrategi yang berfokus pada pengendalian sumber daya dan jalur komunikasi.28
Faktor geografis ini sangat vital peranannya bagi AS, Mesir merupakan
negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. AS
Secara geopolitik mempunyai kepentingan seperti menjaga stabilitas politik dan
keamanan di negara itu. Ini terkait dengan kepentingan AS di Mesir diantaranya
yaitu mengamankan jalur perdagangan di Terusan Suez. Hal Ini disebabkan
27 Colin Flint Introdution of Geopolitics (New York: Routledge, 2006), hal 18-20.
28 Foreign Affairs What Read on Geopolitics dapat dilihat di https://www.foreignaffairs.com/articles/2009-
03-12/what-read-geopolitics diakses pada 29 Juni 2015.
16
terusan Suez yang berfungsi sebagai jalur distribusi minyak dunia yang berasal
dari Timur Tengah didistribusikan ke Eropa dan AS.29
F. Metode Penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menyajikan data
sebagai kata, gambar visual, suara atau objek, dan cenderung analisis deskriptif.30
Ini bertujuan untuk membawa pandangan sistematis dan faktual berdasarkan
fakta dari variabel dan relevansinya dalam isu-isu sosial untuk menjelaskan lebih
dalam hal itu. Metode kualitatif didefinisikan sebagai metode yang digunakan
untuk fenomena sosial dengan menganalisis perilaku manusia, kekuasaan,
otoritas, emosi, listrik dan lain-lain. 31
Pengumpulan data dalam metode kualitatif dipisahkan dalam empat cara;
observasi, wawancara, dokumen dan gambar visual. Sumber utama adalah sumber
langsung termasuk dokumen, membaca buku, jurnal, majalah, surat kabar dan
internet. 32
Penelitian ini penulis menggunakan studi pustaka sebagai argumen
utama.
Langkah-langkah dalam penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data
dengan menggunakan studi pustaka untuk mencari data tertulis yang mengacu
pada kasus, beberapa literatur, surat kabar dan segala jenis informasi dari internet.
29 Rr. Leany Sulitiyawati Kepentingan AS terhadap Militer Mesir (Jember: Skripsi, 2011), hal. 2.
30 W. Lawrence Newman, Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach (Boston: Pearson
Education, Inc, 2007), hal 326
31 W. Lawrence Newman, Basic of Social Reseach, hal. 328.
32 John W Creswell, Reseach design: Qualitative and Quantitative Approaches (Thausan Oaks: Sage
Publications, Inc, 1994), hal 24
17
Kemudian, data ini dikumpulkan dan dianalisa sesuai dengan hubungannya
dengan tujuan penelitian ini yang akan menjawab pertanyaan penelitian yang
ditujukan.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Teoretis
1. Konsep Kebijakan Luar Negeri.
2. Konsep Kepentingan Nasional
3. Konsep Geopolitik
F. Metode Penelitian.
G. Sistematika Penelitian
BAB II Hubungan Bilateral Amerika Serikat-Mesir
A. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Kolonial
B. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Gamal Abdel Naseer
C. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Anwar Sadat
D. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Husni Mubarok
BAB III Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir
Tahun 2012
18
A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir
B. Peran Militer dalam Politik Mesir
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemenangan Muhammad Mursi
dalam Pemilu Presiden Mesir 2012
1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu
Legislatif Mesir
2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin
3. Sikap Anti-Rezim Mubarak
BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh
Pertama pemerintahan Mursi di Mesir
A. Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama
Pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir
B. Faktor Internal
1. Struktur Pemerintahan AS
2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir
C. Faktor Eksternal
1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari
kelompok Ikhwanul Muslimin.
2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah
D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir Terhadap Kawasan
Regional Timur Tengah
BAB V PENUTUP
19
BAB II
HUBUNGAN BILATERAL AMERIKA SERIKAT-MESIR
A. Hubungan Bilateral AS dan Mesir pada Era Kolonial
Mesir adalah salah satu negara kawasan Timur Tengah yang memiliki
hubungan baik dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, sejak era
kolonial hingga saat ini. Pada abad ke-19, Mesir merupakan sebuah provinsi semi
otonom di Kekaisaran Ottoman yang mengalami kemunduran kemudian ditopang
oleh kerajaan Inggris. Saat itu, Mesir menjadi wilayah yang berharga bagi Inggris
dan Perancis, karena hasil pertanian yang melimpah, pasar domestik yang besar,
serta lokasinya yang sangat strategis antara Laut Tengah dan Laut Merah. Inggris
juga melihat Mesir sebagai wilayah yang berperan penting untuk mengamankan
jalur laut.33
Salah satu kebijakan sultan Ottoman yang ke-40 Mehmed VI menjadi
kelemahan bagi Mesir pada masa ini yakni adanya perlindungan hukum pada
kalangan tertentu. Selain itu, pihak kerajaan memberikan keuntungan yang besar
bagi perekonomian masyarakat Eropa di Mesir. hal ini menyebabkan kelumpuhan
perekonomian lokal dengan dibanjirinya barang-barang manufaktur dari Eropa
sehingga mengakibatkan pedagang lokal Mesir mengalami kebangkrutan.34
33 Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, dapat dilihat di
http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/egtoc.html diakses pada 24 Maret 2015
34 Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, diakses pada 24 Maret 2015
20
Beberapa dekade kemudian Mesir hanya mengembangkan perekonomian
berbasis ekspor kapas dengan harga yang terus berfluktuasi. Hal ini menjadikan
perekonomian Mesir menjadi lemah dan sangat rentan jika hanya bergantung pada
hasil panen yang baik. Tidak terciptanya keragaman ekonomi yang kuat
menyebabkan Mesir tidak bisa menghasilkan devisa yang memadai untuk
membangun bangsanya. 35
Keadaan ini menjadi peluang bagi Barat khususnya Inggris dan Perancis
untuk menarik simpati Mesir yang saat itu dilanda krisis finansial. Tercatat bahwa
Pemerintah Mesir meminjam uang dalam jumlah besar dari bank-bank Eropa
untuk membangun Terusan Suez pada tahun 1869. Enam tahun pasca
terselesaikannya pembangunan tersebut, Mesir terpaksa menjual seluruh
sahamnya kepada Suez Canal Company, pihak yang mengoperasikan Terusan
Suez untuk membayar semua hutang luar negerinya. Namun Mesir tidak mampu
menyelesaikan pembayaran seluruh hutang luar negerinya. Sehingga Inggris dan
Perancis mengambil alih dan terlibat langsung dalam politik Mesir. Hal ini terus
berlanjut sampai abad ke-20 pertengahan. 36
35 Jeremy M. Sharp “Egypt: Background and U.S. Relations” CRS Report for Congress 2:RL33003, 12
Agustus 2008 dapat dilihat di http://fpc.state.gov/documents/organization/109518.pdf diakses pada 13 Maret
2015.
36 Jeremy M. Sharp “Egypt: Background and U.S. Relations” diakses pada 13 Maret 2015.
21
B. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Gamal Abdel Naseer
Pada saat berlangsung Perang Dingin, Amerika Serikat mulai
mengembangkan kepentingan dan kebijakan-kebijakannya di wilayah Timur
Tengah. Fokus utamanya adalah stabilisasi wilayah tersebut, karena
ketidakstabilan suatu wilayah hanya akan menciptakan peluang bagi Uni Soviet.
Peluang ini dapat dimafaatkan Soviet untuk membangun pijakan di Timur
Tengah melalui suatu asosiasi anti-Zionis dan Platform Barat dengan gerakan
sayap kiri yang telah berkembang.37
Pendekatan ini sejalan dengan kebijakan global pemerintahan AS
Containment of Communism,38
seperti yang tertuang dalam resolusi Dewan
Keamanan Nasional AS 68 (NSC-68) April 1950.39
Dari sudut pandang
Washington, stabilitas di Timur Tengah bergantung pada rezim yang bersekutu
dengan Barat dan yag tidak bersekutu dengan blok Soviet. Rezim yang berkuasa
baik di Arab maupun Israel akan menentukan proses penyelesaian konflik antar
keduanya. Karena konflik itu dapat menjadi faktor penghambat yang mengganggu
akses transportasi minyak Timur Tengah. Keadaan darurat ini menjadi pijakan
bagi pemerintahan Truman untuk mengeluarkan Program bantuan teknis dan
37 Kermit Roosevelt, Arabs, Oil, and History (New York: Harper, 1949), hal. 92.
38 Yaitu upaya AS untuk membendung meluasnya penyebaran paham komunis oleh Uni Soviet. Dapat dilihat
di http://www.ushistory.org/us/52c.asp diakses pada 30 Juni 2015
39 Laporan Dewan Keamanan Nasional 68 (NSC-68) adalah kebijakan dikeluarkan oleh Dewan Keamanan
Nasional Amerika Serikat pada tanggal 14 April 1950, pada masa presiden Harry S. Truman. Salah satu
pernyataan yang paling signifikan dari kebijakan Amerika yaitu pada masa Perang Dingin. Dapat dilihat di
https://history.state.gov/milestones/1945-1952/NSC68 diakses pada 28 Juni 2015
22
Program Keamanan Bersama. Bantuan tersebut dirancang untuk menciptakan
lingkungan politik yang kondusif, lebih stabil dan pro-Barat, serta menjalin
hubungan dengan beberapa junta dalam kekuasaan yang pro- Barat.40
Pada 23 Juli tahun 1952, Revolusi Mesir yang dipimpin oleh Jendral
Muhammad Naguib menjadikan Dewan Komando Revolusioner, RCC berkuasa.
Revolusi itu dilakukan sesuai dengan tuntutan dari berbagai kalangan di Mesir.
Kelompok yang terdiri sebagian besar perwira muda yang memasuki akademi
militer di tahun 1930-an di Mesir. Mereka mengecam tindakan korupsi dan
nepotisme yang dilakukan oleh monarki Raja Faruq dan struktur partai feodal
yang dikendalikan oleh Partai Wafd, hingga akhirnya Raja Faruq digulingkan dari
kekuasaannya.41
Jendral Muhammad Naguib akhirnya terpilih menjadi Presiden Mesir
setelah Revolusi Juli 1952, namun Naguib hanya dijadikan boneka oleh
sekelompok Gerakan Perwira Bebas itu. Pemimpin sebenarnya adalah Letkol
Gamal Abdel Nasser, yang dikenal sebagai arsitek revolusi 1952.42
40 Kermit Roosevelt, Arabs, Oil, and History (New York: Harper, 1949), hal 92. Dan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Kirk Beattie, dalam artikel yang ditulis oleh komentator Joseph Alsop dicatat pada bulan
Februari dan Maret 1952, menyerukan penghapusan Faruq rezim korup dan penggantian oleh pemerintahan
diktator militer yang baik dan bisa membantu .Kirk J. Beattie, Egypt during the Nasser Years: Ideology,
Politics, and Civil Society (Boulder: Westview Press, 1994), hal. 58.
41 Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government: 1952-56 dapat dilihat di
http://countrystudies.us/egypt/32.htm diakses pada 05 April 2015
42 Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government: 1952-56
23
Para pemimpin baru Mesir berusaha mengimplementasikan tipe reformasi
yang dibutuhkan oleh Amerika Serikat. Tujuannya adalah mengalihkan modal
dari kepentingan yang mendasar menuju pada pemanfaatan yang lebih produktif
khususnya dalam sektor industri komersial. Melalui strategi tersebut Mesir
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi stabilitas pasar. Washington
percaya bahwa kemunduran rezim Raja Faruq, terutama setelah kekalahan
memalukan dengan negara yang baru lahir Israel pada tahun 1948, menjadi lebih
dari ancaman terhadap stabilitas Mesir dalam jangka panjang. Bagi Amerika
Serikat, lebih baik menyerahkan rezim yang tidak layak dipertahankan daripada
menunggu ancaman internal yang dapat menimbulkan ketidakstabilan wilayah itu.
Sehingga keadaan tersebut bisa dimanfaatkan oleh kedua pasukan komunis
internal dan eksternal Mesir.43
Perubahan rezim dianggap mampu mewujudkan sebuah babak baru dalam
negosiasi Anglo-Mesir yang telah terhenti di bawah pemerintahan Raja Faruq.
Dalam hal ini, Amerika Serikat lebih bersedia untuk mendukung rezim diktator
militer demi stabilitas regional Mesir. Hal itu juga merupakan rasionalisasi
Perwira Bebas untuk tidak mengadakan kembali sistem parlementer-Mesir pasca
revolusi, karena jika diterapkan akan mengancam revolusi itu sendiri.44
Keuntungan untuk kepentingan Amerika Serikat terhadap konstitusi sosial
ekonomi kaum revolusioner Mesir adalah fakta bahwa mereka bukan dari Effendi
43 Miles Copeland, The Game of Nations: The Amorality of Power Politics (New York: Simon and Schuster,
1969), hal. 9
44 Beattie, Egypt during the Nasser Years, hal. 70, 79
24
Class45
, yang sangat bergantung pada Inggris. Melalui cara ini, para Perwira
Bebas itu tidak hanya diakui anti-komunis, akan tetapi mereka juga bersedia untuk
bekerjasama dengan Amerika Serikat dalam pengembangan desain strategis
Perang Dingin di wilayah itu.46
Dengan stabilitas politik dan ekonomi, diharapkan tujuan jangka panjang
dapat dicapai yaitu menghilangkan pengaruh Inggris dari tanah Mesir,
mengurangi kekuatan, dan juga menghilangkan kepentingan asing yang
merugikan yang dapat merugikan negara itu. Untuk membantu rezim otoriter
transisi, Central Intelligence Agency (CIA) membantu membangun intelijen Mesir
General Intelligence Directorate (GID) sehingga Revolution Command Council
(RCC) dapat menangkal setiap gerakan oposisi, terutama komunis. Ini merupakan
hubungan kerja dengan rezim baru Nasser.47
Pada bulan November 1954, Duta Besar AS untuk Kairo, Jefferson Jack,
menyimpulkan bahwa rezim baru Mesir telah melakukan kerjasama yang baik
dengan AS dalam waktu dua tahun dibandingkan dari semua pendahulu mereka.
Salah satu bentuk kerjasama pemerintahan AS dengan rezim baru Mesir adalah
menyingkirkan pengaruh Inggris di Mesir. Meskipun secara keseluruhan
kerjasama mengenai penahanan pengaruh Uni Soviet terjalin antara AS dengan
Inggris, namun Washington dapat terlibat menyingkirkan sekutu Eropa mereka.
45 Effendi merupakan pengucapan bahasa Arab Mesir: [æfændi] juga dianggap sebagai sebutan untuk orang
yang pendidikan tinggi atau status sosial di Timur (Mediterania atau Arab) negara. Itu adalah sebuah gelar
berasal dari Turki, sejalan dengan yang terhormat. Dapat dilihat di http://middleeast.about.com/od
/glossary/g/me080511b.htm diakses pada 28 Juni 2015
46 Beattie, Egypt during the Nasser Years, hal.102
47 Beattie, Egypt during the Nasser Years, hal.102
25
Hal ini juga terjadi di Iran pada tahun 1946 dan Israel pada tahun 1948, serta
kasus Doktrin Truman itu terjadi di Yunani dan Turki pada tahun 1947.48
Inggris terganggu dengan pembicaraan pada tahun 1952 dalam lingkaran
kebijakan di Washington, khususnya di Departemen Luar Negeri. Diantara Kepala
Staf Gabungan berencana untuk mengadvokasi bantuan militer kepada RCC,
untuk membantu rezim Mesir menstabilkan negaranya. Selain itu menarik Mesir
untuk berpartisipasi dalam rencana pertahanan Barat untuk wilayah itu meskipun
dalam jumlah yang sedikit. Keterlibatan Mesir dalam hal ini membuat Inggris
khawatir jika senjata tersebut digunakan organisasi gerilya anti-Inggris untuk
menyerang tentara dan fasilitas-fasilitas Inggris di Terusan Suez49
Hubungan Amerika Serikat dan Mesir terjadi penuh dengan gejolak di tahun
1950-an, yakni saat Gamal Abdel Nasser mengambil kendali pemerintah Mesir
setelah revolusi tahun 1952. Para pejabat Amerika menerimanya sebagai pilihan
alternatif yang progresif untuk menggulingkan Raja Farouk, mereka membantu
Inggris dan Mesir menegosiasikan perjanjian yang mengakhiri pendudukan
Inggris dari Mesir serta menawarkan Mesir bantuan ekonomi dan bantuan militer.
Namun hubungan AS-Mesir memburuk setelah 1954. Amerika Serikat berharap
bahwa Mesir akan bekerja sama dengan Barat dalam perencanaan pertahanan anti-
Soviet dan membangun stabilitas regional dengan membuat perdamaian dengan
Israel. Namun Nasser memutuskan untuk mencari dukungan di kalangan negara-
48 Dikutip oleh Beattie, Egypt during the Nasser Years,hal. 102.
49 Peter L. Hahn, The United States, Great Britain, and Egypt, 1945–1956 (Chapel Hill: University of North
Carolina Press, 1991), hal. 149–51.
26
negara Afrika dan Arab untuk menantang kehadiran Barat di Timur Tengah dan
menghadapi Israel.50
Nasser menolak untuk bergabung dengan skema pertahanan yang didukung
AS seperti Organisasi Pertahanan Timur Tengah dan Pakta Baghdad51
, sebaliknya
ia membeli senjata dari Soviet dan menolak rencana Amerika untuk berdamai
dengan Israel. Pemerintah Dwight D. Eisenhower berusaha untuk melemahkan
upaya Nasser dengan memangkas bantuan ekonomi, namun langkah tersebut
justru memprovokasi Nasser dalam menasionalisasi Perusahaan Terusan Suez.
Meskipun Amerika Serikat menghentikan serangan Anglo-Perancis-Israel
terhadap Mesir dalam konflik itu, hubungan Mesir AS tetap tegang. Para pejabat
Amerika tetap khawatir dengan bukti bahwa Nasser menggerakan nasionalisme
anti-Barat di seluruh wilayah itu dan melakukan ekspansi guna menyatukan
Mesir, Suriah, dan Yaman ke Republik Persatuan Arab di 1958-1961.52
Hubungan kedua negara itu terus mengalami kesulitan sampai akhir era
Nasser pada tahun 1970. Presiden Eisenhower dan John F. Kennedy berusaha
kembali menjalin pendekatan kepada Nasser melalui bantuan ekonomi, membuat
kesepakatan untuk tidak membahas masalah Israel, dan membangun gerakan
politik yang ramah. Namun pemulihan hubungan itu berakhir pada awal 1960-an
50 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East (UK:The Scarecrow Press, Inc. Lanham,
Maryland • Toronto • Plymouth, 2007), hal. 49
51 Pakta Bagdad adalah Organisasi Pakta Sentral (juga disebut CENTO, nama aslinya Pakta Organisasi Timur
Tengah atau METO, juga dikenal seperti Pakta Baghdad) diadopsi pada tahun 1955 oleh Iran, Irak, Pakistan,
Turki, dan Britania Raya. Kemudian dibubarkan pada tahun 1979. Dapat dilihat di U.S Departement of State
http://2001-2009.state.gov/r/pa/ho/time/lw/98683.htm diakses pada 28 Juni 2015.
52 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 49
27
ketika Nasser campur tangan dalam perang saudara di Yaman yang bertentangan
dengan sahabat Amerika Serikat yaitu Arab Saudi.53
Setelah serangkaian insiden massa yang membakar sebuah Layanan
Informasi Perpustakaan Amerika Serikat di Kairo pada tahun 1964, Presiden
Lyndon B. Johnson mengecam hal itu sebagai bentuk penghinaan. Hingga
akhirnya menghentikan bantuan ekonomi ke Mesir. Nasser memutuskan
hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat selama Perang Arab-Israel tahun
1967 setelah ia menuduh Amerika Serikat secara langsung membantu dalam
serangan udara Israel yang menghancurkan negaranya. Selama Perang Atrisi pada
1967-1970, Mesir menjadi tergantung pada dukungan militer Soviet, sebaliknya
Amerika Serikat cenderung untuk kembali mendukung Israel.54
C. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Presiden Anwar Sadat
Hubungan bilateral antara Mesir dengan AS meningkat secara signifikan di
bawah kepemimpinan Anwar Sadat, hal ini berbeda dengan masa pemerintahan
Gamal Abdul Nasser yang dikenal anti-Barat. Pada tahun 1972 Sadat melakukan
reposisi haluan politik Mesir di bawah bendera AS, karena pengaruh dan
dukungan AS sangat penting bagi negaranya. Bahkan ia tak segan mengganti
penasihat militer Mesir yang berasal dari Uni Soviet. Sementara itu, AS membuat
53 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
54 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
28
perubahan kebijakan yang dramatis dan meluncurkan détente55
terhadap Uni
Soviet pada tahun 1970-an. Kedua negara adidaya tersebut menandatangani
perjanjian perlucutan senjata seperti Pembatasan Pembicaraan Senjata Strategis
(SALT) dan Anti-Balistic Missile Treaty (ABMT).56
Konsiliasi yang terjalin diantara kedua negara itu berdampak buruk bagi
politik Timur Tengah khususnya Mesir, hingga akhirnya Mesir meninjau kembali
hubungan luar negerinya dengan Uni Soviet dengan memutus hubungan
bilateralnya. Selanjutnya Sadat berupaya menunjukkan citra baik kepada Barat
dengan memperkenalkan reformasi domestik yang kebijakannya bertentangan
dengan pemerintahan masa Nasser. Reformasi ini menerapkan sistem multi-partai
dan sistem ekonomi liberal di Mesir. Ia bahkan menyebut strategi reformasi
sebagai 'Revolusi Perbaikan'. Langkah-langkah ini secara luas dipuji oleh Barat.57
Sadat mulai menerima berbagai tawaran skema perdamaian yang dikenal
dengan perjanjian Camp David dari Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger
pasca terjadinya Perang Arab-Israel tahun 1973. Mesir pun melakukan pemulihan
hubungan formalnya dengan AS pada tahun 1974, hingga kemudian menjadi
penerima bantuan ekonomi yang besar dari pemerintah AS. Selain itu, Sadat
melakukan inisiatif diplomatik yakni memimpin perjanjian damai Mesir-Israel
pada tahun 1979 yang sebelumnya diprakarsai oleh Presiden Jimmy Carter.
55 Détente adalah pengurangan hubungan ketegangan antara AS dengan Uni Soviet, terutama dalam situasi
politik. Dapat dilihat di http://www.u-s-history.com/pages/h1946.html diakses pada 28 Juni 2015
56 Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics (Madison:
Brown & Benchmark,1995), hal.128.
57 Derek Hopwood, Egypt Politics and Society 1945-1981(London: George Allen & Unwin, 1982), hal.105-
106.
29
Sebagai imbalan atas kesediannya melakukan upaya perdamaian, Amerika Serikat
kembali memberikan bantuan keuangan secara besar-besaran.58
Perjanjian perdamaian antara Mesir-Israel yang dilaksanakan di Camp
David pada 17 September 1978 atas bantuan Amerika Serikat, menghasilkan
kesepakatan untuk mengembalikan wilayah Mesir yang telah direbut oleh Israel
pada perang tahun 1967.59
Namun perjanjian ini tidak mengembalikan Dataran
Tinggi Golan milik Syria dan wilayah Jerusalem Timur milik Palestina yang
direbut Israel pada perang tahun 1967. Padahal perang Yom Kippur atau perang
Ramadhan yang meletus tahun 1973 secara politik telah menguntungkan dunia
Arab. Hal ini memicu kemarahan dari kalangan Palestine Liberation Organization
(PLO), kaum fundamentalis gerakan Islam dari Palestina dan dunia Arab,
terutama setelah mengetahui kunjungan Sadat ke Jerusalem atas undangan
Manachem Begin.60
Ketokohan Sadat dianggap Carter dan Presiden Ronald Reagan sebagai
penyeimbang Uni Soviet dan Revolusi Iran. Hal ini membuat kebencian di
kalangan negara-negara Arab radikal bahkan sebagian memfitnahnya telah
berdamai dengan Israel dan tunduk dibawah kuasa AS. Upaya perdamaian dengan
Israel dan persahabatannya dengan Amerika Serikat pun membuat Mesir terisolasi
dari komunitas Arab dan dikecam keras oleh para kalagan ekstrimis Islam. Hingga
58 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
59 Amin Saikal, Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama, (Jakarta: Sanabil. 2006) hal.134.
60 Hermawati, Sejara Agama dan Bangsa Yahudi, (Jakarta: PT Raja Grfindo Persada. 2005) hal.171.
30
pada bulan Oktober 1981, Anwar Sadat dibunuh oleh seorang perwira militer
fundamentalis Islam di Kairo.61
D. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Presiden Husni Mubarok
Pasca terbunuhnya Presiden Sadat oleh seorang perwira militer
fundamentalis Islam yang berasal dari Jamaah Islamiyah (Kelompok Radikal
Islam) dan Al Jihad, kelompok yang lebih radikal dari Ikhwanul Muslimin,
berakhir pula kekuasaannya pada tahun 1981. Akhirnya Husni Mubarak, Wakil
Presiden Sadat dan mantan komandan Angkatan Udara Mesir, naik sebagai orang
nomor satu di Mesir.62
Situasi politik Mesir pada tahun 1981 memberikan kesempatan kepada
Mubarak untuk menaikan popularitas dan bentuk legal dari legitimasinya. Segala
bentuk kebijakan luar negeri yang dikeluarkannya menjadi jawaban atas
intervensi dari AS, Israel dan negara-negara Arab, dengan bertujuan
memenangkan sentimen-sentimen nasionalis. Mubarak menjalankan reformasi
yang legal dan legitimate untuk memberi penekanan bahwa dia menghormati
hukum yang berlaku.63
Mubarak mengambil beberapa keputusan penting dan berani dalam urusan
Afrika. Seperti pada tahun 1985 dan 1986, dia menolak tekanan AS untuk
61 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal 142
62 Jeremy M. Sharp Egypt: Backgraund and US Relations (2008: CRS Report for Congress), hal. 6-7
63 Robert Springborg, Mubarak‘s Egypt: Fragmentation of Political Order, (Boulder CO: Westview Press,
1989), hal. 25.
31
mengambil tindakan militer bersama terhadap Libya. Mubarak juga memainkan
peran utama dalam integrasi ekonomi Afrika dan bergabung dengan Pasar
Bersama untuk Afrika Timur dan Selatan (COMESA) pada tahun 1998.64
Hubungan AS-Mesir kembali membaik saat terjadinya Perang Teluk Persia
tahun 1990-1991. Diantara bentuk hubungan bilateral yang terjalin adalah kerja
sama dengan Presiden Ronald Reagan untuk perencanaan keamanan anti-Soviet,
kemudian Mubarak memberikan Amerika Serikat hak pangkalan militer di
wilayah Mesir dan kembali bekerja sama dengan AS dalam mempromosikan
proses perdamaian Arab-Israel tahun 1990-an. Amerika Serikat sangat
mendukung upaya Mubarak untuk mengalahkan fundamentalis Islam radikal yang
berusaha untuk menguasai Mesir.65
Dalam aspek ekonomi, pada masa pemerintahan Husni Mubarak, Mesir
mendapatkan investasi dan bantuan dari luar negeri. Bahkan Mesir merupakan
negara ketiga sebagai penerima bantuan terbesar dari Amerika Serikat. AS
memberikan bantuan ekonomi dan militer lebih dari US $ 2 miliar pertahun.
Dimulai pada anggaran keuangan 1984-1985 tercatat bantuan sebesar 2.200 juta
dolar AS kemudian anggaran meningkat pada tahun 1985-1986 menjadi 2.340
juta dolar AS. Bahkan pada 1989-1996, presentase penerimaan keuangan Mesir
yang berasal dari bantuan asing mencapai lebih dari 75%. AS semakin gencar
memberikan bantuan kepada Mesir hingga 50% dari total bantuan luar negerinya
kepada Mesir. Selain itu, pada awal pemerintahan Clinton, dia membuat tiga tim
64 CountryStudies.us The Development of Foreign Policy dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt
/125.htm diakses pada 05 April 2015
65 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
32
untuk menangani pertumbuhan dan pembangunan yang dimaksudkan untuk
meningkatkan sektor swasta di Mesir. Kerjasama ini menunjukan bahwa
privatisasi dan kapitalisme liberal akan mampu menyembuhkan penyakit politik
dan sosial ekonomi di Mesir.66
Di bidang militer, pada masa rezim Mubarak terjalin hubungan pertahanan
militer yang baik antara pemerintah AS-Mesir. Angkatan Bersenjata Amerika
Serikat dan Mesir mulai melakukan latihan militer bersama selama dua tahunan
tepatnya pada tahun 1983. Kemudian pada pertengahan 1990-an keduanya
menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian internasional di Bosnia. Dan
hingga tahun 1991 Mesir bergabung kembali dengan koalisi yang dipimpin AS
untuk melawan Saddam Hussein dalam Operasi Badai Gurun.67
Terjadinya Perang Teluk pada tahun 1991 diiringi oleh dukungan Mesir
untuk koalisi yang dipimpin AS ternyata mempengaruhi status Mesir di dunia
Arab. Mesir yang sejak dipimpin oleh Sadat kehilangan posisi sebagai pemimpin
Liga Arab kini kembali setelah diperjuangkan oleh Mubarak selama tahun 1980
dengan berbagai upaya diplomatik secara berkala. Mesir akhirnya diterima
kembali ke Liga Arab pada tahun 1989, bahkan Liga Arab mengembalikan lokasi
asal kantor pusatnya di Kairo. Namun pasca terjadinya Perang Teluk, reputasi
Mesir kembali ternodai dan timbul kekecewaan di masyarakat Mesir. Keterlibatan
dalam mendukung koalisi yang dipimpin AS dan kekalahan Irak memicu energi
66 Fawas A. Gerges Amerika Serikat dan Islam Politik (Jakarta: Alvabet, 2002) hal.228.
67 Susan Muadi Daraj Modern world leaders Husni Mubarak (USA: Chealse House Publishers, 2007), hal.
69.
33
sebagian besar kalangan untuk mengembangkan gerakan Islam radikal di negara
itu.68
Di samping itu, sejumlah konflik terus menerus terjadi dari golongan
Islamis Mesir dan pemerintah, puncaknya pada periode (1992-1997) konfrontasi
kekerasan terjadi diantara militan Islam dan polisi Mesir. Terjadinya serangan
teroris pada 11 September 2001 menyebabkan AS fokus untuk mempromosikan
demokrasi di Timur Tengah.69
Perselisihan antara AS dan Mesir kembali muncul pada tahun 2008, karena
rezim Mubarak yang menganut sistem otoritarian dalam pemerintahannya ditekan
AS untuk melakukan reformasi dalam negeri dengan menerapkan sistem
demokrasi. Aksi protes masyarakat Mesir untuk menggulingkan rezim Mubarak
meledak pada tahun 2011 dan AS sangat mendukung kaum revolusioner untuk
menyambut perubahan di negeri itu.70
Diantara faktor internal yang menyebabkan terjadinya revolusi Mesir adalah
pertama, tingginya tingkat korupsi dikalangan pemerintahan Mubarak. Kedua,
adanya pembatasan hak-hak sipil untuk berpolitik. Ketiga, angka pengangguran
yang semakin meningkat, inflasi dan tingkat pendapatan rendah serta tidak
meratanya bantuan asing bagi kesejahteraan masyarakat.71
Sedangkan faktor
eksternal yang mempengaruhi adalah sikap pemerintah Mesir yang pro-Barat,
68 Susan Muadi Daraj Modern world leaders Husni Mubarak, hal 70-73
69 Jeremy M. Sharp Egypt: Backgraund and US Relations ( CRS Report for Congress, 2008 ) hal 7
70 Michelle Dunne, “Egypt: From Stagnation to Revolution,” in America‘s Challenges in the Greater Middle
East: The Obama Administration‘s Policies, ed. Shahram Akbarzadeh, (New York: Palgrave Macmillan,
2011), hal 84
71 CountryStudies.us The Development of Foreign Policy dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt
/125.htm diakses pada 05 April 2015
34
sikap ketidak-aktifan Mesir dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel, serta
revolusi Tunisia yang mempengaruhi pergerakan revolusi Mesir. 72
72 TheGuardian.com What the Caused Revolution in Egypt? Dapat dilihat di
http://www.theguardian.com/global-development/poverty-matters/2011/feb/17/what-caused-egyptian-
revolution diakses pada 05 April 2015
35
BAB III
Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012
A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir
Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi gerakan Islam modern abad ke-
20 yang didirikan di Mesir pada tahun 1928.73
Organisasi ini terbentuk dengan
dilatarbelakangi oleh persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat muslim
Mesir dan dunia Islam. Kemunduran dan keterbelakangan umat Islam
dibandingkan dengan negara-negara Barat merupakan faktor utama penggerak
organisasi Islam ini. Untuk mengatasi hal ini, maka Ikhwanul Muslimin
bersepakat bahwa umat Islam harus kembali kepada sumber asli ajaran umat
Islam yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah Rasullulah. 74
Organisasi Ikhwanul Muslimin berbeda dengan gerakan salafiyah, gerakan
ini lebih banyak terlibat dalam bidang pendidikan, politik dan pelayanan sosial.
Hal ini bertujuan agar dapat menjangkau publik Mesir yang lebih luas.75
Dengan
melakukan pendekatan seperti itu, Ikhwanul Muslimin dapat mempengaruhi
masyarakat Muslim Mesir melalui ideologi gerakannya.
73 Mochtar Efendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001), hal. 418.
74 Harun Nasution, (Eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 411, Anggaran Dasar
Ikhwan al-Muslimin, pasal II ayat F.
75 Taufik Abdullah (Eds), Ensiklopedi Tematis Hukum Islam, Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Houve, t.th.), hal. 87.
36
Ikhwanul Muslimin menjadikan Islam sebagai jalan dan sistem yang
komprehensif 76
dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan manusia, baik
yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan maupun yang berkaitan
dengan hubungan sesama manusia seperti; sosial, ekonomi, budaya, politik dan
lainnya. Bahkan Islam tidak mengabaikan gerakan lain yang hanya
memperhatikan politik namun mengabaikan agama, atau kelompok tarekat yang
hanya memperhatikan soal spiritual namun mengabaikan kehidupan sosial politik.
Ikhwanul Muslimin yang juga merupakan kekuatan politik di Mesir ikut
dalam dalam pemilihan di negeri itu. Partisipasi pertama kali dilakukan pada
tahun 1940-an, kemudian berpartisipasi kembali dalam politik umum Mesir
dengan strategi yang berbeda pada tahun 1984 yaitu melakukan aliansi dengan
partai lain, hal ini dilakukan karena adanya larangan untuk mengikuti Pemilu
bagi partai berbasis keagamaan. Maka saat pemilihan anggota parlemen 1984
Ikhwanul Muslimin beraliansi dengan partai Wafd, sebuah partai oposisi sekuler
di Mesir. Selanjutnya tahun 1987 bersekutu dengan Partai Liberal yang juga
beraliran sekuler dan berorientasi pada pengurangan dalam kehidupan politik dan
perluasan kebebasan politik. Dan juga dengan Partai Buruh Sosialis yang sekuler
berlatar belakang ideolodi Naserisme yang berorientasi pada peningkatan peran
negara dalam kehidupan ekonomi.77
Partisipasi Ikhwanul Muslimin dalam politik pemilihan umum terlepas
dari ciri-ciri internal gerakan, seperti terlihat pada ideologi dan struktur
76Yusuf Qardhwi, Menyatukan Pikiran para Pejuang Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), hal. 63.
77 Ghadbian, Najib, Democratization and Islamist Challenge in the Arab World,( Boulder Co: Westview
Press,1997), hal. 93-94.
37
organisasinya. Hal ini menunjukkan bahwa Ikwanul Muslimin dan kelompok
Islam lainnya dapat berpartisipasi dalam politik sesuai dengan prosedur demokrasi
yang ada. Dengan cara ini, gerakan sosial Islam dapat memberikan sumbangsih
pada perkembangan lembaga demokrasi di lingkungannya.78
Pada Pemilu parlemen tahun 2000, Ikhwanul Muslimin memperoleh 17
kursi melalui jalur independen, dan pada Pemilu 2005 jumlah tersebut meningkat
signifikan menjadi 99 kursi (20 persen).79
Selanjutnya, pasca terjadinya revolusi
Mesir yang menumbangkan Presiden Husni Mubarak pada tahun 2011, Mesir
kembali menyelenggarakan pemilihan umum. Freedom and Justice Party ( FJP)
yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam pemilihan umum
Parlemen Mesir dan berhasil memenangkan Pemilu Parlemen dan Presiden Mesir
yang mengantarkan Muhammed Mursi berkuasa di Mesir.
B. Peran Militer dalam Politik Mesir
Keterlibatan Militer dalam politik Mesir mempunyai sejarah panjang.
Salah satu momentum penting yang mengawali kepemimpinan militer di Mesir
adalah saat terjadinya kudeta terhadap pemerintahan Raja Farouk pada Juli 1952.
Kudeta ini dilakukan oleh para perwira militer yang tergabung dalam The Free
78 Mahadi Fadulullah, Titik Temu Agama dan Politik, Analisa Pemikiran Sayyid Qutb, (Solo: Ramadhani,
1991), hal. 20.
79 Council on Foreign Relations Dune: ‗ Very Dramatic‘ Achievement for Muslim Brotherhood in Egyptian
Parliamentary Elections di lihat pada 28 Juni 2015 http://www.cfr.org/egypt/dunne-very-dramatic-
achievement-muslim-brotherhood-egyptian-parliamentary-elections/p9318
38
Officers atau Organisasi Perwira Bebas dibawah pimpinan Gamal Abdul-
Nasser.80
Kudeta Militer yang berhasil menumbangkan Raja Farouk merupakan titik
balik dalam pemerintahan, Mesir yang pada awalnya berada dalam kepemimpinan
absolut seorang Raja lalu digantikan dengan kepemimpinan Militer. Pada masa
ini diadakan berbagai program revolusi untuk menghapuskan segala bentuk
kebijakan pemerintahan Raja Farouk. Rezim militer membentuk Revolution
Command Council (RCC) yang merupakan suatu perangkat eksekutif militer yang
menjalankan pemerintahan atau mengatur masyarakat. Selain sebagai perangkat
eksekutif militer, RCC juga bertugas memberangus oposisi intern di dalam tubuh
militer dan masyarakat.81
RCC Mesir dipimpin oleh Jenderal Muhammad Naguib,
yang pada bulan September di tahun yang sama dikukuhkan sebagai Perdana
Menteri Mesir dengan Gamal Abdul-Nasser sebagai deputinya. Pada masa
berikutnya RCC memaksa Muhammed Nugaib mundur dari kepemimpinannya
dan pada tahun 1954, Gamal mengambil alih kepemimpinan itu. Dalam masa
jabatan Gamal Abdul-Nasser, terdapat banyak pemimpin militer yang memegang
peranan penting dalam politik domestik Mesir.82
Ia memasukkan lebih banyak kalangan militer dalam pemerintahan, seperti
pada saat ia menjabat deputi perdana menteri maupun perdana menteri. Di lain
80 Agus R. Rahman, „Militer dan Demokratisasi di Mesir‟, dalam Syamsumar Dam (ed.), Militer dan
Demokratisasi di Nigeria, Mesir dan Afrika Selatan, (Jakarta: Pusat Penelitian Politik, 2001) hal. 63.
81 Amos Perlmutter, The Military and Politics in Modern Times, (New Haven: Yale University Press, 1977)
hal. 217.
82 Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, FRIDE-Policy Brief, 134 (August
2012), hal. 1.
39
pihak, RCC tetap menjadi pendukung utama rezim Gamal Abdul-Nasser dan
melanggengkan kekuasaan militer di Mesir. Tidak jauh berbeda dengan
pendahulunya, Gamal Abdul-Nasser juga menetapkan kebijakan-kebijakan
otoritarian yang serupa dalam pemerintahannya. Ia membubarkan seluruh partai
politik yang berkuasa di tahun 1952, melarang dan memenjarakan sejumlah
aktivis organisasi Ikhwanul Muslimin.83
Kematian Presiden Gamal Abdul Naseer pada tahun 1970 menjadi akhir
dari kepemimpinannya di Mesir. Kemudian ia digantikan oleh wakilnya yakni
Anwar Sadat, yang merupakan mantan perwira Organisasi Perwira Bebas dan
juga terlibat dalam revolusi 1952. Pola seperti ini menunjukan bahwa masa
kepemimpinan militer di Mesir masih terus berlanjut. Namun, pemerintahan Sadat
nampaknya tidak begitu otoritarian seperti dua pemimpin sebelumnya. Hal ini
dapat dilihat dari kebijakan pemerintahan Sadat yang cenderung lebih bebas.
Keterlibatan militer pada masa Sadat mulai berkurang sebab presiden dapat
mengontrol militer untuk tetap berada di belakangnya.84
Rakyat mesir diberikan Kebebasan politik dan ekonomi yang lebih besar
oleh rezim militer yang dipimpin Sadat. Pembentukan partai-partai politik
diperbolehkan kembali untuk ikut serta dalam pemilu Mesir. Sadat juga
membentuk National Democratic Party (NDP) sebagai basis pendukung
83 Diplomats Handbook, Egypt: Will Democracy Succeed the Pharaoh? (daring), dapat dilihat di
http://www.diplomatshandbook.org/pdf/Handbook_Egypt.pdf diakses pada 13 April 2015.
84 C.f.: Cooper, “Demilitarization of Egyptian Cabinet,” International Journal of Middle East Studies, 14
(May 1982), hal. 204- 210.
40
politiknya. Satu hal penting lainnya ialah pembubaran Arab Socialist Union
sebagai bentuk penghapusan kepemimpinan otoriter masa pemerintahan Nasser.85
Setelah kematian Sadat yang tewas terbunuh pada tahun 1981 oleh seorang
tentara di negeri itu, Husni Mubarak yang pada awalnya menjabat sebagai wakil
presiden naik menjadi Presiden keempat Mesir menggantikan Sadat. Berbeda
dengan Sadat yang cenderung memisahkan dan membatasi keterlibatan militer di
dalam politik, Husni Mubarak yang berasal dari kalangan militer justru merangkul
institusi tersebut dan memberikan tempat dalam ranah sipil Mesir. Petinggi militer
menempati 10% persen dari pos kementrian di Mesir.86
Selain itu, sebagian besar dari 26 gubernur di Mesir adalah pejabat senior
dalam lingkungan militer dan polisi. Dalam mencapai jabatannya, mereka harus
rela untuk menanggalkan karir kemiliterannya. Namun demikian, mereka tetap
terintegrasi dengan militer. Peranan gubernur di sini cukup jelas, yaitu
memastikan bahwa aktivis oposisi tidak terlibat pada aktivitas yang merusak
kontrol politik, yang berpotensi meruntuhkan tabir demokrasi Mesir, atau (paling
buruk) memperkuat institusi politik baik dalam level lokal dan regional.87
Pada tahun 1981, Mubarak memberlakukan Undang-undang Keadaan
Darurat yang memberikan kewenangan kepada polisi dan militer, menangguhkan
hak konstitusional warga negara, dan melegalkan sensor. Terkait undang-undang
85 Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, hal.2.
86 Robert Springborg, Mubarak‘s Egypt: Fragmentation of the Political Order (Boulder, CO: Westview
Press, 1989), hal. 95-133.
87 S.A. Cook, Rulling but not Governing, (Baltimore: John Hopkin University Press, , 2007), hal. 26.
41
tersebut pemerintah Mesir menggunakannya untuk melawan pihak radikal seperti
kelompok Islam fundamentalis yang memberikan ancaman pada stabilitas
kepemimpinan di Mesir. Selain itu, pada masa awal Mubarak secara bertahap
mengenalkan politik yang terkontrol. Ia mengizinkan oposisi dan organisasi
masyarakat mulai aktif dalam politik, namun di sisi lain, Mubarak juga
memperbolehkan penangkapan aktor oposisi, dan secara tidak langsung
menyingkirkan mereka dari kompetisi politik.88
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Keadaan Darurat Militer,
masyarakat Mesir merasa bahwa pemerintahan Mubarak telah mengekang
kebebasan mereka melalui aksi militer dan aparat keamanan yang diberi
keleluasaan dalam mengadili siapa saja pihak yang berpotensi mengancam
kestabilan dan keamanan pemerintahan, baik kelompok Ikhwanul Muslimin
maupun kelompok demonstran anti Mubarak. Di bawah undang-undang Keadaan
Darurat Militer, para demonstran sering menerima aksi kekerasan yang
dilancarkan oleh pihak aparat keamanan dalam serangkaian aksi demonstran yang
memprotes pemerintahan Mubarak, selain itu undang-undang tersebut juga
digunakan sebagai kontrol terhadap pihak oposisi seperti Ikhwanul Muslimin,
agar tidak dapat masuk ke dalam pemerintahan dan mengkritisi kepemimpinan
Husni Mubarak.89
88 Omar A. Sheira, Towards a way out of the Egyptian Dillema: New Lessons for And Old Regime. (Tilburg:
Tilburg University, T.th), hal.9-10.
89 Hamdy A. Hassan Civil Society in Egypt under the Mubarak Regime Afro Asian Journal of Social Sciences
2(Quarter II 2011), hal. 13
42
Selain itu, fungsi awal militer Mesir sebagai penjaga keamanan termasuk
di dalamnya stabilitas internal, mulai beralih menjadi pelindung pemerintah yang
berkuasa. Pemerintah juga cenderung lebih bergantung pada militer dalam kasus
ancaman dalam bentuk internal, melibatkan personel militer dalam rapat-rapat
Mubarak mengenai kontrol instabilitas domestik. Seperti pada September 1984,
Mubarak menaikkan harga bahan pangan dan asuransi, sehingga mengakibatkan
protes di Kufr al-Dawwar. Militer kemudian mengambil alih untuk menghentikan
kekacauan tersebut meskipun tanpa deployment tentara yang berlebihan. Selain
itu, pada tahun 1986 militer kembali menghentikan pemberontakan yang
dilakukan sebanyak 20,000 anggota paramiliter Central Security Force dari
kalangan petani berpendidikan rendah yang diharuskan mengikuti wajib militer
justru menentang program wajib militer tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
militer mendominasi berbagai sektor dan menekan peran kepolisian dalam suatu
negara.90
Era Hosni Mubarak memberikan militer hak-hak yang sama dengan sipil,
atau disebut dwi-fungsi militer. Dalam era ini, militer diberi otonomi yang luas
untuk membuat dan menjalankan industri bisnis militer. Selain itu, militer Mesir
menjadi faktor kunci ekonomi sejak 1980-an, baik itu di sektor real estate,
produksi peralatan rumah tangga, dan tujuan wisata. Kegiatan bisnis militer
membentuk 20 persen dari output ekonomi tahunan negara itu.91
Berbeda dengan
90 Robert B. Satloff, Army and Politics in Mubarak‘s Egypt, (Washington D.C: The Washington Institute for
Near East Policy,1988), hal. 15-16.
91 Quantara.de, The Mubarak System without Mubarak dapat dilihat di http://en.qantara.de/content/political-
upheaval-in-egypt-the-mubarak-system-without-mubarak?wc_c=7155 diakses pada 19 April 2015
43
masa pemerintahan Anwar Sadat yang memotong anggaran belanja militer dan
sangat membatasi peran dan keterlibatan militer dalam urusan publik dan politik,
Husni Mubarak justru sangat menyambut adanya kontribusi dan keikutsertaan
militer dalam pembangunan ekonomi Mesir dan menjamin peranan militer
sebagai penjamin stabilitas dalam negeri. Mubarak memberikan anggaran
pengeluaran pemerintah yang cukup tinggi kepada militer Mesir,92
dan
memberikan keleluasaan untuk mengatur aktivitas pemerintah dalam
pembangunan serta untuk memperkuat pengaruhnya dalam politik dalam negeri
Mesir.
Kekuasaan Husni Mubarak berakhir dengan revolusi yang terjadi di Mesir
tahun 2011. Seletelah revolusi berakhir, Mesir menyelengarakan pemilihan umum
tahun 2012. Muhammad Mursi yang berasal dari kalangan sipil terpilih menjadi
presiden di negeri itu, Dewan Militer Mesir mengintegrasikan diri ke dalam tubuh
pemerintahan baru Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Mursi. Ketua Dewan
Militer Hussein Tantawi kembali menduduki posisi yang dijabat olehnya di era
Husni Mubarak yaitu, Menteri Pertahanan. Jendral Mohammed Al-Assar
mengatakan, Mahkamah Agung Militer dan sejumlah institusi militer lain di
pemerintahan akan tetap ada sampai terbentuknya konstitusi baru dan
penyelenggaraan pemilu parlemen berikutnya. Sebaliknya, kekuasaan militer akan
berakhir dan dialihkan secara penuh ke Presiden Muhammad Mursi.93
92 R. B. Satloff, Army and Politics in Mubarak‘s Egypt, hal. 8
93 World.Time.com How the Military Won Egypt‘s Presidential Election dapat dilihat di http://world.time.com
/2012/06/18/how-the-military-has-won-egypts-presidential-election/ diakses pada 28 Juni 2015
44
Keterlibatan Militer dalam politik Mesir sedikit demi sedikit disingkirkan
oleh Presiden Mursi yaitu dengan cara memecat beberapa jajaran Dewan
Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir (SCAF). Sejak jatuhnya Hosni Mubarak
pada 11 Februari 2011 kekuasaan eksekutif di Mesir berada di tangan Supreme
Council of the Armed Force (SCAF). Dengan memecat beberapa petinggi SCAF
dan menunjuk pemimpin militer baru yang loyal kepadanya, Presiden Mursi
memberikan penegasan bahwa institusi militer dan negara berada dalam
kekuasaan presiden. Upaya reformasi ini dilakukan untuk mencegah politisasi
angkatan bersenjata dan meningkatkan pengawasan sipil terhadap militer.
Kemudian pemerintah Morsi memegang kekuasaan eksekutif secara penuh dan
mereformasi struktur kekuasaan Mesir terhadap pemerintahan sipil yang
demokratis.94
C. Faktor-Faktor Kemenangan Mursi dalam Pemilu Mesir
Kemenangan Muhammed Mursi dalam pemilu presiden Mesir pada tahun
2012 tidak terlepas dari beberapa faktor dan pengaruh Ikhwanul Muslimin di
dalam perpolitikan negara itu. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi
kemenangan Mursi sebagai berikut:
1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu
Legislatif Mesir
Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP yang merupakan partai
politik milik Ikhwanul Muslimin meraih 47,18% suara, seperti
94 Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, hal.1.
45
diumumkan Komisi Pemilihan Umum Mesir pada 21 Januari 2012.
Perolehan suara tersebut menunjukkan bahwa FJP dapat menguasai
235 kursi di Majelis Rakyat. Tempat kedua diduduki oleh kubu
konservatif, Partai Salafist Al-Nur dengan 121 kursi atau 25% suara.
Sementara partai beraliran liberal, Partai Wafd, meraih 36 kursi
dan partai sekuler, Koalisi Mesir, memperoleh 33 kursi. Hasil tersebut
menunjukkan adanya dominasi partai-partai Islam sekitar dua pertiga
yang menguasai parlemen. Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi
yang dilarang di bawah pemerintahan Presiden Husni Mubarak.
Kemenangan mutlak ini membuat FJP sudah memutuskan seorang
politisi seniornya, Saad al-Katatni, untuk ditunjuk sebagai ketua
Majelis Rakyat.95
Sebelummnya, pada Pemilu parlemen 2000, lewat jalur
independen, IM memperoleh 17 kursi. Jumlah itu meningkat pesat
pada pemilu 2005 menjadi 99 kursi (20 persen). Pada waktu itu
Presiden Mubarak cukup terkejut.96
Dengan peningkatan perolehan
suara dari pemilu legislatif tahun 2000 sampai dengan pemilu legislatif
yang telah diselenggarakan pada 28 November 2011 sampai dengan 11
Januari 2012.97
95 Bbc.co.uk Partai-Partai Islam Menang dalam Pemilu dapat dilihat di http://www.bbc.co.uk/indonesia/
dunia/2012/01/120121_mesir_pemilu.shtml diakses pada 13 April 2015
96 Council on Foreign Relations Dune: ‗ Very Dramatic‘ Achievement for Muslim Brotherhood in Egyptian
Parliamentary Elections di lihat pada 28 Juni 2015 http://www.cfr.org/egypt/dunne-very-dramatic-
achievement-muslim-brotherhood-egyptian-parliamentary-elections/p9318
97 Canadian for Justice and Peace in the Middle East Egyptian Parliamentary Elections 2011/2012 dapat
dilihat di http://www.cjpmo.org /Display Document.aspx?DocumentID=2074 diakses pasa 13 April 2015
46
Kemenangan FJP yang juga partai Ikhwanul Muslimin pada
pemilihan umum Parlemen Mesir ini merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kemenangan Muhammed Mursi dalam pemilu Presiden
Mesir tahun 2012. Kemengan yang diperoleh itu menjadi modal utama
bagi Ikwanul Muslimin melalui Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP
untuk mengusung calon presiden pada pemilihan umum presiden
selanjutnya. Hingga pada akhirnya Mohammed Mursi yang merupakan
sosok dari Ikhwanul Muslimin dicalonkan pada pemilihan umum
presiden Mesir.
Pada saat pemilihan Presiden putaran pertama di Mesir pada
23-24 Mei 2012, kandidat dari Ikhwanul Muslimin Muhammad Mursi
meraih 24.78 persen suara; Ahmed Shafiq, seorang mantan Menteri di
era Husni Mubarok memperoleh 23.66 persen suara; Hamdeen Sabahi
berada di peringkat ketiga dengan 20.72 persen suara; Abdel Moneim
Abol Fotouh seorang Islamis moderat yang didukung oleh sebagian
kaum liberal, anggota kelompok kiri dan minoritas Kristen meraih
17.47 persen suara; sedangkan kandidat Amr Moussa, mantan kepala
Liga Arab dan Menteri Luar Negeri era Mubarak hanya memperoleh
11.13 persen suara. Karena tidak ada pemenang mutlak, kandidat dari
Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mursi dan mantan menteri di era
Mubarak, Ahmed Shafiq harus mengikuti pemilu putaran kedua.98
98 Huffingtonpost.com Egypt Presidential Election 2012: Mohammed Morsi, Ahmed Shafiq In Run-Off Vote
dilihat pada 28 Juni 2015 http://www.huffingtonpost.com/2012/05/28/egypt-presidential-election-
2012_n_1550483.html
47
Pada pemilihan Presiden putaran kedua kandidat Presiden Mesir
dari Partai Kemerdekaan dan Keadilan (FJP), Muhammad Mursi,
meraih suara terbanyak dalam pemilihan presiden yang digelar pada
16-17 Juni 2012. Berdasarkan hasil penghitungan suara, calon dari
partai yang menjadi sayap politik Ikhwanul Muslimin ini meraih 51,7
persen dukungan dengan total peroleh 13.230.131 suara dari sekitar 50
juta warga Mesir yang berhak memilih.99
2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin adalah kelompok oposisi tertua dan terbesar
di Mesir. kelompok ini mendapat dukungan luas dari kalangan kelas
menengah Mesir. Sampai tahun 2011, keberadaan Ikhwanul Muslimin
dianggap ilegal karena undang-undang Mesir menyatakan larangan
mendirikan partai yang berbasis agama.
Pada Desember 2011, partai politik dari Ikhwanul Muslimin
yang dikenal dengan nama Partai Kebebasan dan Keadilan akhirnya
diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam Pemilu Mesir kemudian
mendominasi dan memenangkan sekitar setengah kursi yang
diperebutkan di parlemen.100
99 Theguardian.com Muslim Brotherhood's Mohammed Morsi wins Egypt's presidential race dilihat pada 28
Juni 2014 http://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/jun/24/egypt-election-results-live
100 Kompas.com Mursi, Ikhwanul Muslimin dan Harapan Rakyat Mesir dapat dilihat di http://internasional.
kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ikhwanul.Muslimin.dan.Harapan.Rakyat.Mesir diakses pada
13 April 2015
48
Kelompok Ikhwanul Muslimin mengajukan Muhammad Mursi
sebagai calon presiden Mesir, selanjutnya ia bersaing dengan kandidat
partai politik lainnya dan terpilih sebagai presiden dalam pemilihan
secara demokratis pertama di Mesir. Mursi mulai berkuasa pada 30
Juni 2012. 101
Keterpilihan Muhammad Mursi merupakan hasil dari
usaha giat kelompok Ikwanul Muslimin dalam menggalang dukungan
ke berbagai elemen masyarakat di Mesir.
3. Sikap Anti-Rezim Mubarak
Pada Pemilu Presiden Mesir 2012, Komisi Pemilihan Umum
Mesir menyatakan Mursi dari Ikhwanul Muslimin menang dengan
51,7 persen dukungan dengan total perolehan 13.230.131 suara. Ia
mengalahkan Shafiq, mantan Perdana Menteri Mesir di era Mubarak,
yang memperoleh suara 48,3 persen atau 12.347.380 suara. Jumlah
tersebut hanya separuh dari jumlah pemilik hak suara yang mencapai
50 juta suara.102
Ahmed Shafiq merupakan sosok yang pernah menjabat sebagai
Perdana Menteri pada masa pemerintahan Presiden Husni Mubarak 103
yang tumbang melalui aksi revolusi di Mesir tahun 2011. Hal ini
101 Kompas.com Mursi, Ikhwanul Muslimin dan Harapan Rakyat Mesir diakses pada 13 April 2015
102 Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis”,hal. 139
103 The Carter Center Presidential Election in Egypt dapat dilihat http://www.cartercenter.org
/resources/pdfs/news/peace_publications/election_reports/egypt-final-presidential-elections-2012 .pdf di
diakses pada 28 Juni 2015
49
menjadi faktor yang turut mempengaruhi masyarakat Mesir untuk
lebih memilih Muhammad Mursi dibandingkan Ahmed Shafiq.
Karena sebagian besar masyarakat Mesir menganggap bahwa Ahmed
Shafiq sebagai representasi dari rezim Husni Mubarak.
Diaa el-Sawy, anggota Komite Eksekutif Partai Buruh Mesir
mengatakan bahwa kemenangan Muhammad Mursi di pilpres bukan
hanya kemenangan bagi Ikhwanul Muslimin dan Partai Kebebasan
dan Keadilan, namun juga kemenangan bagi seluruh rakyat Mesir. Ia
menambahkan bahwa rakyat Mesir menumbangkan Ahmad Shafiq,
sisa loyalis rezim Hosni Mubarak, dan memilih Mursi karena
menginginkan seorang presiden yang memiliki kewenangan penuh.104
104 IRIB World Service El-Sawy: Kemenangan Mursi, Harapan Rakyat Revolusioner Mesir dapat dilihat di
http://indonesian.irib.ir/international/afrika/item/46540-El-Sawy_Kemenangan_Mursi,Harapan_Rakyat_
Revolusioner_Mesir diakses pada 13 April 2015
50
BAB IV
Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir Setelah Terpilihnya
Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012
Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat
oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit
politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.105
Kebijakan
luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara bertujuan untuk
mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya, meskipun
kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang
berkuasa.106
Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-negara
maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama
diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional, dan multilateral.
Menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua tindakan serta
aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk upaya untuk memperoleh keuntungan dari lingkungan dan berbagai
kondisi internal yang menopang formulasi tindakan tersebut.107
Kebijakan luar
negeri menurutnya ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan
105 Jack C. Plano dan Roy Olton Kamus Hubungan Internasional.(Bandung: Abardin, 1999.), hal. 5.
106 Mochtar Mas‟oed. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. (Jakarta: LP3ES, 1994) ,hal.
184.
107 K.J. Holsti, Politik International: Suatu Kerangka Analisis. (Bandung: Bina Cipta, 1992.), hal. 21.
51
kelangsungan hidup suatu negara.108
Lebih lanjut, menurut Rosenau, apabila kita
mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka kita akan memasuki fenomena
yang luas dan kompleks. Hal itu meliputi kehidupan internal (internal life) dan
kebutuhan eksternal (eksternal needs) termasuk didalamnya adalah kehidupan
internal dan eksternal seperti aspirasi, atribut nasional, kebudayaan, konflik,
kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang ditujukan untuk mencapai dan
memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu negara sebagai negara-
bangsa.109
Faktor internal dan eksternal sangat berpengaruh dalam menentukan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat, sistem politik terkait dengan struktur
pemerintahan, dinamika dan aktor politik yang berkuasa memiliki peran yang
signifikan dalam menentukan kebijakan luar negeri AS. Sementara itu, di sisi lain,
faktor-faktor eksternal juga turut berpengaruh dan tidak bisa dihindari bahwa
politik regional dan global mempengaruhi kebijakan luar negeri AS.
A. Kebijakan Luar Negeri AS Terhadap Mesir
Setelah terpilihnya Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir, AS
melakuan peninjauan ulang kebijakan luar negerinya di negara tersebut.
Pemerintahan Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk
menyeimbangkan sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini
membuat Amerika Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan
108 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction. (New York:
The Free Press, 1976), hal. 32.
109 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction, hal. 15.
52
pembangunan, dan menggunakan diplomasi untuk menyikapi dalam transisi
politik dan keamanan Mesir.
Amerika Serikat melakukan review terhadap kebijakan luar negerinya di
Mesir. Pada kuartal ketiga, Gedung Putih membawa semua lembaga bersama
Departemen Luar Negeri, Pentagon, Departemen Keuangan, Departemen
Perdagangan untuk melakukan tinjauan kebijakan strategis yang menyeluruh di
Mesir. Dari tinjauan strategis yang didapat, membantu pemerintahan Obama
untuk melakukan negosiasi dengan para pemimpin Mesir akhir tahun 2012 dan
untuk tahun 2013.110
Dalam upaya menyeimbangkan pemerintahan Mesir ini pemerintahan
Obama melakukan diplomasi dengan cara mengutus Hillary Clinton pasca
dilantiknya Mursi sebagai Presiden Mesir. Hal ini dilakukan Obama agar Mursi
dapat kooperatif dalam menjaga kepentingan-kepentingannya di wilayah ini dan
tak membiarkan Mesir jatuh dalam suatu kelompok tertentu. Dalam kunjungan ini
AS menawarkan bantuan pemulihan ekonomi kepada Mesir yang sedang berada
dalam ketidakpastian ekonomi. Sebulan setelah kunjungan Hillary ke Kairo, US
Defense Secretary Leon Panetta juga mengunjungi Kairo. Dalam kunjungan itu
Panetta bertemu dengan Presiden Mesir Mursi dan Menteri Pertahanan Mesir
Tantawi. Hasil dari pertemuan itu Panetta mengisyaratkan Mursi untuk bertindak
secara independen dari pengaruh Ikhwanul Muslimin. Langkah diplomasi yang
110 Center for American Progress Previewing Egypt‘s 2012 Presidential Elections Another Step Forward in
the Country‘s Political Transition—but Not the Last dapat dilihat di https://www.americanprogress.org
/issues/security/report/2012/05/23/11553/previewing-egypts-2012-presidential-elections/ diakses pada 12
November 2014
53
dilakukan AS adalah usaha untuk menyingkirkan pengaruh Ikwanul Muslimin
terhadap Mursi.111
B. Faktor Internal
1. Struktur Pemerintahan AS
Barack Obama merupakan presiden AS yang diusung dari Partai Demokrat.
Pada Pemilu Presiden tanggal 4 November 2008, Obama berhasil mengalahkan
John McCain dan menjadi orang Afrika Amerika pertama yang terpilih sebagai
Presiden Amerika Serikat.112
Ini merupakan perubahan rezim pemerintahan AS
dari awalnya dipimpin oleh George W Bush, yang berasal dari Partai Republik
dengan Obama yang berasal dari Partai Demokrat.
Partai Demokrat merupakan Partai yang menganut faham liberalisme
sedangkan Partai Republik yang menjadi pesaing Obama pada Pemilu Presiden
AS pada tanggal 4 November 2008,113
merupakan Partai yang beraliran faham
konservatif. Dalam kebijakan luar negeri faham liberalisme lebih mengedepankan
pada kerjasama ekonomi, diplomasi dan penyebaran demokrasi. Kebijakan luar
negeri AS berubah setelah Obama memenangkan pemilu Presiden di Amerika
Serikat.
111 Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship (US
Army War College, 2013), hal.10
112 DuniaPustaka.com Biografi Barak Obama dapat dilihat di http://124.40.251.13/file/biografi-barack-
obama.pdf diakses pada 16 Mei 2015
113 DuniaPustaka.com Biografi Barak Obama diakses pada 15 Mei 2015
54
Dalam mencapai kepentingan nasional AS, Partai Republik mempercayai
bahwa hal itu dapat dicapai komitmen mendasar dari pemerintah federal dengan
penggunaan militer secara efektif di dunia. Sementara Partai Demokrat dalam
mencapai kepentingan nasional AS lebih mengutamakan pada usaha negosiasi
dengan negara-negara lain dan bahkan mengurangi budget yang dihabiskan untuk
intelijen militer. Demokrat percaya bahwa kepetingan nasional dan keamanan
sejati dapat dicapai dari negosiasi dengan negara-negara asing.114
Pada saat Ameria Serikat dipimpin oleh George W Bush, kebijakan luar
negeri yang dijalankan olehnya lebih menggunakan Hard Power Approach.
Kebijakan ini lebih bersifat militeristik seperti; kebijakan invasi militer AS
terhadap Irak dan Afganistan. Sementara Obama sebelum menjadi presiden AS
merupakan seorang pegiat Anti-invasi AS terhadap Irak.115
Pemerintahan Barack Obama mengalihkan fokus kebijakan luar negerinya
menjauh dari penggunaan kekuatan militer dan lebih mengutamakan jalur
diplomasi. Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah menunjukkan semangat untuk
menarik diri secara bertahap dari medan perang di beberapa negara. AS keluar
dari Irak pada tahun 2011 dan mengakhiri invasi militernya secara resmi di
114 Svgop.com Differences Between Republicans and Democrats dapat dilihat di http://www.svgop.com
/files/Differences%20Between%20Republicans%20and%20Democrats.pdf diakses pada 20 Mei 2015.
115 DuniaPustaka.com Biografi Barak Obama diakses pada 16 Mei 2015
55
Afganistan. Para pejabat AS juga berusaha untuk menghindari keterlibatannya
dalam penggunaan militer di Timur Tengah seperti Suriah, Libya dan Mesir.116
Departemen Luar Negeri AS kini banyak memimpin beberapa kebijakan
luar negeri yang menjadi prioritas Gedung Putih, termasuk dalam perdamaian
antara Israel dan Palestina serta negosiasi untuk menghentikan program nuklir
Iran. Namun, Departemen Pertahanan masih memiliki sumber daya yang besar.
Anggaran militer AS, meski mengalami sejumlah pemotongan, masih
mengalahkan pengeluaran untuk diplomasi dan bantuan luar negeri.117
Terpilihnya Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir menjadi tantangan besar
bagi AS. Dalam upaya menyeimbangkan pemerintahan Mesir ini pemerintahan
Obama melakukan diplomasi dengan cara mengutus Hillary Clinton pasca
dilantiknya Mursi sebagai Presiden Mesir. Hal ini dilakukan Obama agar Mursi
dapat kooperatif dalam menjaga kepentingan-kepentingannya di wilayah ini dan
tak membiarkan Mesir jatuh dalam suatu kelompok tertentu. Dalam kunjungan ini
AS menawarkan bantuan pemulihan ekonomi kepada Mesir yang sedang berada
dalam ketidakpastian ekonomi. Sebulan setelah kunjungan Hillary ke Kairo, US
Defense Secretary Leon Panetta juga mengunjungi Kairo. Dalam kunjungan itu
Panetta bertemu dengan Presiden Mesir Mursi dan Menteri Pertahanan Mesir
Tantawi. Hasil dari pertemuan itu Panetta mengisyaratkan Mursi untuk bertindak
116 The New York Times Obama Signals a Shift From Military Might to Diplomacy dapat dilihat di
http://www.nytimes.com/2013/11/26/world/middleeast/longer-term-deal-with-iran.html?_r=0 diakses pada 29
Juni 2015
117 The New York Times Obama Signals a Shift From Military Might to Diplomacy diakses pada 29 Juni
2015
56
secara independen dari pengaruh Ikhwanul Muslimin. Langkah diplomasi yang
dilakukan AS adalah usaha untuk menyingkirkan pengaruh Ikwanul Muslimin
terhadap Mursi.118
2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir
Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah AS terhadap Mesir
bertujuan untuk mencapai kepentingan nasionalnya di negeri itu. Salah satu
kepentingan AS yaitu motif ekonomi. Meskipun Mesir tidak memiliki sumber
kekayaan minyak yang besar seperti negara-negara Teluk akan tetapi Mesir
termasuk negara penghasil minyak. Pada tahun 2009 Mesir dan AS
menandatangai persetujuan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas alam
senilai 30 juta dolar Amerika di negeri itu.119
Perusahaan Minyak Apache Amerika Serikat dan Perusahaan Minyak Mesir
milik negara serta Perusahaan Minyak Tharwa Mesir menandatangai persetujuan
senilai 30 juta dolar Amerika untuk eksplorasi dan eksploitasi 14 sumur minyak
dan gas yang terletak di gurun bagian barat Mesir. Mesir menjadi negara
penghasil dan pengekspor energi yang penting bagi AS, penghasilan dari ekspor
energi menjadi salah satu sumber penting devisa negara tersebut.120
118 Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship (US
Army War College, 2013), hal.10
119 CRI online Mesir dan AS Tandatangai Persetujuan Eksploitasi Migas dapat dilihat di http://indonesian.cri
.cn/201/2009/08/22/1s100636.htm diakses pada 25 April 2015
120 CRI online Mesir dan AS Tandatangai Persetujuan Eksploitasi Migas diakses pada 25 April 2015
57
Apache Corporation adalah investor terbesar Amerika di Mesir, perusahaan
ini bergerak dalam bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas. Pada tahun
2012 total investasi sahamnya mencapai US $ 8 miliar. Apache memegang lebih
dari 11 juta gross hektar atau sekitar sepertiga dari wilayah di Western Desert.
Perusahaan minyak Amerika lainnya di Mesir adalah Devon, Amerada Hess, IPR,
Merlon, Pan Pacific dan El Paso.121
Menurut Departemen Energi AS, selama ini Mesir memiliki cadangan gas
alam sebesar 77 trilium kubik feet atau 2,18 triliun meter kubik. Jumlah cadangan
gas yang besar itu menjadikan Mesir sebagai produsen utama gas di wilayah
mediterania. Mesir juga mengekspor gas 650 miliar kubik feet sepanjang 2009
dan 30 persen diantaranya melalui El Arish-Ashkelon menuju Israel atau
disalurkan melalui Yordania, Suriah dan Lebanon.122
Stabilitas Mesir juga dapat mempengaruhi kepentingan ekonomi AS di
kawasan tersebut. AS berusaha menjaga stabilitas Mesir yang salah satunya
bertujuan untuk mengamankan kepentingan-kepentingan ekonominya di negeri ini
seperti keamanan Terusan Suez. Terusan Suez merupakan wilayah paling penting
bagi AS karena merupakan jalur distribusi minyak mentah dunia. Hampir dua juta
barel minyak dunia perhari didistribusikan melalui kanal tersebut. Situasi yang
121 American Chamber of Commerce in Egypt Trade Resourses Egypt-US Relation dapat dilihat di
http://www.amcham.org.eg/resources_ publications/Trade_Resources/egypt_us_relations/default.asp?tab=3
diakses pada 15 Mei 2015
122 Bloomberg Egyptian Gas to Israel, Jordan May Halt for Two Weeks dapat dilihat di
http://www.bloomberg.com/news/articles/2011-02-05/egypt-gas-pipeline-feeding-israel-explodes-in-sinai-
desert-arabiya-says diakses pada 29 Juni 2015
58
terjadi di Mesir akan berpengaruh terhadap harga minyak dunia, apalagi jika kanal
tersebut ditutup, maka pasokan minyak dari Timur Tengah ke Barat termasuk ke
AS akan membutuhkan lebih banyak waktu. Karena Jalur Suez membuat kapal-
kapal tanker menghemat jarak hingga 10 ribu km.123
Dari segi jumlah penduduk, Mesir merupakan negara dengan populasi
terpadat dibandingkan negara-negara Arab lainnya. Populasi penduduk yang padat
ini menjadikan Mesir sebagai pasar yang besar bagi AS. Mesir adalah rumah
investasi yang signifikan bagi AS terutama setelah penemuan cadangan gas yang
cukup besar di Mesir.124
Sementara itu, investasi modal non-minyak AS di Mesir 49% adalah
perusahaan manufaktur di bidang teknik, farmasi dan tekstil. Diantara investasi
besar AS yaitu 3M, American Standard, Coca-Cola, Colgate-Palmolive, General
Motors, Gillette, Johnson & Johnson, Pepsico, Pfizer, Proctor & Gamble, Bristol-
Myers, Squibb dan Xerox. Layanan sektor penting lain bagi investasi AS di Mesir
mencapai 23% dari modal saham AS di Mesir.125
123 Foreign Affairs Why Suez Still Matters:The Canal that Holds the United States and Egypt Together dapat
dilihat di https://www.foreignaffairs.com/articles/middle-east/2013-12-03/why-suez-still-matters diakses pada
29 Juni 2015
124 CRF Strengthening the U.S.-Egyptian Relationship dapat dilihat di http://www.cfr.org/egypt/strengthening
-us-egyptian-relationship-cfr-paper/p8666 Diakses pada 15 Mei 2015
125 American Chamber of Commerce in Egypt Trade Resourses Egypt-US Relation diakses pada 15 Mei 2015
59
Faktor Eksternal
1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari
Ikhwanul Muslimin.
Revolusi yang terjadi di Mesir pada tahun 2011 berhasil mengakhiri
pemerintahan Husni Mubarak. Sebagaimana yang terjadi di Iran, revolusi Mesir
dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan rakyat akan ketidakmampuan pemerintahan
Presiden Husni Mubarak dalam mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran,
serta terbatasnya akses dalam menyampaikan aspirasi.126
Setelah melalui berbagai protes dan demonstrasi, akhirnya perjuangan
rakyat Mesir menuai keberhasilan dengan mundurnya Mubarak pada tahun 2011.
Pasca jatuhnya Mubarak, pemerintahan sementara Mesir langsung mengadakan
pemilihan umum untuk menentukan presiden terpilih. Pemilihan umum Mesir
sendiri berjalan dalam dua putaran. Pada putaran pertama Muhammad Mursi dan
Ahmad Syafiq berhasil mengungguli calon-calon lainnya sehingga berhak maju
ke putaran kedua. Pada putaran kedua, Muhammad Mursi akhirnya mengalahkan
Ahmad Syafiq dan berhak menjadi Presiden Mesir selama lima tahun ke depan.127
Terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir menjadi tantangan
baru bagi AS yang dapat mempengaruhi hubungan kedua negara. Sokongan kuat
Ikhwanul Muslimin di belakang Presiden Mursi mampu mempengaruhi arah
kebijakan luar negeri Mesir untuk lebih kontra dengan Israel dan negara-negara
126 A. Tamburaka, Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur
Tengah, (Yogyakarta: Narasi, , 2011), hal. 69.
127 Aljazeera Celebration in Egypt as Morsi declared winner dapat dilihat di http://www.aljazeera.com
/news/middleeast/2012/06/201262412445190400.html diakses pada 29 Juni 2015
60
Barat, terutama AS. Kemenangan Ikhwanul Muslimin pada pemilihan umum
Mesir memberikan bayangan akan terjadinya perubahan ekstrim politik luar
negeri Mesir terhadap AS,128
sebagaimana yang pernah dialami oleh Kuba dan
Iran.
Fenomena revolusi Kuba pada 1959 dan Iran pada tahun 1979 merupakan
dua contoh relevan terkait efek revolusi terhadap perubahan politik luar negeri.
Revolusi yang terjadi di Kuba berawal dari ketidakpuasan rakyat Kuba akan
kediktatoran pemerintahan Presiden Fulgencio Batista yang dekat dengan AS.
Pada akhirnya, Presiden Batista digulingkan dan digantikan oleh Fidel Castro
yang berhalauan sosialis. Di bawah kepemimpinan Castro, politik luar negeri
Kuba terhadap AS mengalami perubahan drastis. Perubahan tersebut dapat dilihat
dari kebijakan Kuba dalam melakukan nasionalisasi perusahaan asal AS yang
berujung pada putusnya hubungan diplomatik kedua negara.129
Revolusi Iran pecah menyusul ketidakpuasan rakyat Iran akan
kepemimpinan Mohammad Reza Shah Pahlevi yang dinilai terlalu otoriter dan
dekat dengan AS.130
Pemerintahan Pahlevi pada akhirnya tumbang dan digantikan
oleh pemerintahan baru yang berlandaskan teologi Islam Syiah di bawah komando
Ayatullah Khomeini.131
Pergantian rezim pemerintahan pasca revolusi segera
128 Carnegie Endowment for International Peace President Morsi‘s Effect on Egyptian Foreign Policy dapat
dilihat di http://carnegieendowment.org/2012/09/27/president-morsi-s-effect-on-egyptianforeign-policy/dyom
diakses pada 29 Juni 2015
129 Bbc.com timeline: US-Cuba relations dapat dilihat di http://www.bbc.com/news/world-latin-america-
12159943 diakses pada 29 Juni 2015
130 A.M. Ansari, Supremasi Iran: Poros Setan atau Superpower Baru?, (Jakarta: Zahra, 2008), hal. 77.
131 M.M.J. Fischer, Iran: From Religious Dipute to Revolution, (Wisconsin: The University of Wisconsin
Press, 2003), hal. 212.
61
diikuti oleh perubahan ekstrim politik luar negeri Iran terhadap AS. Indikator
perubahan tersebut dapat dilihat dari pemutusan hubungan diplomatik dengan AS
tidak lama setelah Khomeini berkuasa. Ini merupakan hal yang sangat kontras,
mengingat selama beberapa dasawarsa sebelumnya AS merupakan sekutu dekat
Iran.132
Muhammad Mursi merupakan sosok presiden yang berasal dari organisasi
Ikhwanul Muslimin. Kelompok ini mempunyai rencana untuk menerapkan syariat
Islam di Mesir dan mendukung pendirian negara Palestina yang merdeka dari
Israel.133
Hal ini menjadi kekhwatiran bagi Barat termasuk Amerika Serikat
terhadap pemerintahan baru Mesir di bawah presiden Muhammad Mursi yang
didukung oleh Ikhwanul Muslimin.
Sementara pada pemerintahan Mubarak sangat dipengaruhi oleh Barat,
bahkan hampir semua kebijakannya bersifat kooperatif dengan Amerika
Serikat.134
Pada masa itu Mesir berkembang menjadi sekutu dekat Barat dan
konsisten sebagai pendukung Amerika Serikat. Hal ini ditunjukkan dengan
dukungan Mesir pada Barat dan Amerika Serikat dalam konflik Israel-Palestina.
Keadaan ini memicu banyak resistensi pada pemerintah Mesir, resistensi ini
secara konsisten dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin adalah
sebuah pergerakan yang secara konsisten tidak tunduk pada Barat khususnya
Amerika Serikat, hal ini disebabkan karena Ikhwanul Muslimin sangat simpatik
132 A.M. Ansari, Supremasi Iran: Poros Setan atau Superpower Baru?, hal.55
133 Bbc.com Profile: Egypt's Muslim Brotherhood dapat dilihat di http://www.bbc.com/news/world-middle-
east-12313405 diakses pada 29 Juni 2015
134 Ashraf Khalil, Liberation Square: Inside the Egyptian Revolution and The Rebirth of A Nation. (New
York: St. Martin‟s Press. 2011.), hal. 21
62
dan memberikan dukungan pada perjuangan Palestina dalam melawan
pendudukan Israel yang merupakan sekutu Amerika.135
Ide-ide penolakan imperialisme Barat dan pendudukan Israel atas Palestina
berhasil menarik simpati rakyat Mesir terhadap Ikhwanul Muslimin. Hal ini
dilihat dari ruang eksistensi Ikhwanul Muslimin melalui kemenangannya dalam
Pemilihan Umum Parlemen dan Pemilihan Presiden. Presiden Muhammad Mursi
adalah kader Ikhwanul Muslimin yang memenangkan pemilihan presiden
demokratis setelah revolusi.136
Kemenangan ini dicapai Ikhawanul Muslimin
dengan upaya mengambil hati rakyat Mesir serta dukungan pada aksi massa dan
demontrasi tahun 2011 yang lalu.
Pasca terpilihnya Mursi sebagai Presiden Mesir, Amerika Serikat
mewaspadai pemerintahan baru Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Mursi.
Namun AS tetap berusaha untuk menyeimbangkan semua kepentingannya dengan
cara mempertahankan hubungan dekat AS dengan militer Mesir. Pemerintahan
AS mengancam akan menghukum pemerintahan Mursi jika tidak kooperatif
dengan AS dan segala bentuk kebijakannya.137
Bentuk kekecewaan AS terhadap Mesir diawali ketika unjuk rasa para
demostran anti Amerika di Kedubes AS di Kairo. Protes ini dilakukan sejumlah
kelompok Salafi Mesir dengan cara mengganti bendera AS dengan bendera warna
135 Benny Morris, One State, Two State: Resolving the Israel/Palestine Conflict. (New Heaven: Yale
University Press. 2009), hal. 32-33
136 AlJazeera. Com Celebration in Egypt as Morsi declared winner. Dapat dilihat di
http://www.aljazeera.com /news/middleeast/2012/06/201262412445190400.html Diakses pada 15 Mei
2015
137 Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relations Congressional Research Service (13 September
2012); hal. 7.
63
hitam bertuliskan syahadat. Aksi ini bertepatan dengan sejumlah demonstrasi di
beberapa negara mayoritas Muslim yang mengakibatkan terbunuhnya beberapa
warga negara AS termasuk Duta besar AS untuk Libya. Pemerintah Mesir tidak
merespon secara aktif dan memberikan perlindungan kepada Kedutaan Besar AS.
Hal ini membuat Presiden Obama mendesak pemerintahan Mesir untuk responsif
dalam melindungi kedutaan dan personil AS di negeri itu. Setelah kejadian itu,
Obama dilaporkan tidak menganggap Mesir sebagai sekutu maupun musuhnya.138
Ini merupakan awal dari kebijakan AS di bawah pemerintahan Obama
yang menyatakan bahwa Mesir bukan sekutu maupun musuh bagi AS. Hal ini
memperlihatkan bahwa AS tetap bersikap secara hati-hati dalam mengeluarkan
kebijakan luar negerinya terhadap Mesir. Bantuan luar negeri tahunan AS tetap
digunakan sebagai alat negosiasi dengan Mesir untuk tetap menjaga kepentingan-
kepentingan strategisnya di wilayah itu.
2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah.
Selama akhir tahun 2010 dan berlanjut hingga tahun 2013, kawasan Timur
Tengah mengalami sebuah pergolakan politik yang luar biasa, selanjutnya dikenal
dengan peristiwa ―Arab Spring‖ (Musim Semi Arab). Musim Semi Arab
merupakan suatu istilah yang muncul untuk memberikan sebuah gambaran
mengenai bergugurannya satu demi satu penguasa-penguasa diktator di kawasan
138 Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relations Congressional Research Service (10 Januari 2014);
hal. 15.
64
Timur Tengah yang diidentikkan dengan bergugurannya daun-daun pohon satu
per satu pada saat musim semi tiba. Suatu proses revolusi yang menjalar sangat
cepat serta menggoncangkan stabilitas politik di negara-negara Timur Tengah.
Revolusi ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa mereka dengan
membawa pesan yang sama, yaitu menginginkan perubahan secara fundamental
terhadap kekuasaan dan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat.
Peristiwa Arab Spring ini berawal dari pergolakan rakyat di Tunisia,
selanjutnya menyebar ke Mesir, Aljazair, Yaman, Bahrain, Libya dan negara-
negara lain di Timur Tengah.139
Suriah adalah salah satu negara yang masih
bergolak dan menjadi sorotan masyarakat internasional hingga saat ini, terhadap
atas jumlah korban jiwa yang sangat banyak dalam proses berjalannya revolusi
tersebut serta kecenderungan penggunaan senjata kimia. Tuntutan rakyat Suriah
dimotivasi oleh keberhasilan perjuangan rakyat Tunisia, Mesir dan Libya yang
berhasil menuntut mundur rezim otoriter. Tuntutan tersebut merupakan akumulasi
dari ketidakpuasan rakyat Suriah terhadap pemerintahan Bashar al Assad yang
dianggap otoriter. Bashar al-Assad telah berkuasa sejak tahun 2000, mewarisi
kekuasaan ayahnya Hafez al-Assad yang berkuasa selama tiga dekade di
Suriah.140
Dalam perkembangannya kemudian karakter Islam sangat kuat
mewarnai perjuangan rakyat yang diwakili oleh milisi-milisi Islam.
Transformasi Timur Tengah memang membelalakkan mata dunia, terlebih
bagi Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya dunia yang paling sering
139 Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-negara Timur
Tengah, (Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2011), hal. 9
140 Irdayanti, Kebijakan Penolakan Rusia terhadap Strategi Barat di Suriah, Jurnal Transnasional,4 (Juli
2012,hal. 2
65
ikut campur dalam urusan Timur Tengah. Amerika Serikat menginginkan agar
posisinya dapat menjadi satu-satunya kekuatan yang dapat menimbulkan dominasi
di kawasan tersebut.141
Di lain sisi pasca tumbangnya rezim-rezim otoriter di
beberapa Timur Tengah seperti; Tunisia, Libya dan Mesir menimbulkan
kekhwatiran Barat akan bangkitnya gerakan fundamentalis Islam. Gerakan-
garakan fundamentalis Islam ini dikekang dan ditekan untuk bergerak pada saat
rezim-rezim otoriter negara-negara itu.
Secara umum Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki sejumlah
kepentingan di kawasan Timur Tengah baik dalam bidang ekonomi, politik,
maupun militer. Hal tersebut disebabkan karena kawasan Timur Tengah memiliki
nilai strategis dalam politik dunia. Nilai-nilai strategis tersebut membuat kawasan
Timur Tengah menjadi tempat perebutan dalam menyebarkan pengaruh dan
kepentingan bagi negara-negara adidaya dunia, khususnya bagi Amerika Serikat.
Oleh sebab itu, para elit pembuat kebijakan AS telah lama mewaspadai potensi
radikal dari berbagai macam revolusi yang terjadi di kawasan Timur Tengah,
termasuk peristiwa Arab Spring. Mereka selalu menunjukkan kekhawatiran
terhadap revolusi-revolusi yang menyimpang dari norma-norma konstitusional,
liberal, dan kapitalis Amerika Serikat. Tujuan kebijakan luar negeri Amerika
selalu terkait erat dengan pencapaian stabilitas yang dikenal sebagai suatu proses
perubahan yang teratur.142
141 Council on Foreign Relations Why Washington Should Focus on the Middle East dapat dilihat di http://www.cfr.org/middle-
east-and-north-africa/near-eastern-promises/p32891 diakses pada 30 Juni 2015
142 Stanley Hoffmann, Dead Ends : American Foreign Policy in the New Cold War (Cambridge : Ballinger,
1983), hal. 11- 12, 275.
66
Dalam peta Timur Tengah, Mesir merupakan wilayah penting untuk tujuan
strategis AS. Hal ini karena Mesir berada pada garis lintang yang menjadi lalu
lintas minyak dunia. Selain itu Mesir juga menjadi tempat pemberhentian
penerbangan dan pengisian bahan bakar untuk pesawat militer AS menuju ke
wilayah Timur Tengah. Terusan Suez merupakan jalur air yang menjadi tempat
transit utama untuk kapal angkatan laut AS. Jalur air ini dari Mediterania ke Laut
Merah dan kemudian ke Laut Arab dan Teluk Persia. Dalam sebuah laporan yang
dirilis pada tahun 2006, U.S Government Accountability mencatat bahwa antara
2001 dan 2005 pemerintah Mesir memberikan izin penerbangan terhadap 36.553
pesawat militer AS dan tempat transit 861 kapal angkatan laut AS melalui
Terusan Suez.143
Angka tersebut menggarisbawahi pentingnya Mesir untuk perencanaan
strategis AS. Selain itu, wilayah Mesir yang berbatasan dengan Israel dan Jalur
Gaza menjadikan Mesir sebagai aktor penting, strategis dan politis dalam proses
perdamaian Israel-Palestina. Mesir juga berbatasan dengan Libya di sebelah barat
dan Sudan selatan, kedua negara yang dapat mempengaruhi keamanan wilayah
itu.144
Secara historis sejak pemerintahan Mesir di bawah Anwar Sadat pada
tahun 1970-an, Mesir dianggap sebagai aset strategis yang penting bagi Amerika
143 U.S. Government Accountability Office Security Assistance: State and DOD Need to Assess How the
Foreign Military Financing Program for Egypt Achieves U.S. Foreign Policy and Security Goals dapat
dilihat di http://www.gao.gov/assets/250/249656.html diakses pada 18 Mei 2015.
144 Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship (US
Army War College, 2013) (Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press, 2013), hal.3.
67
Serikat. AS memprakarsai perjanjian damai Mesir-Israel pada tahun 1979 yang
dikenal dengan perjanjian Camp David. Meskipun pada saat itu Mesir
menandatangani perjanjian ini untuk kepentingan keamanan nasionalnya sendiri,
AS juga mempunyai tujuan strategis yaitu untuk menahan pengaruh Uni Soviet
dan mengurangi kemungkinan perang Arab-Israel.145
Sejak saat itu, Mesir menjadi penerima bantuan utama keuangan AS
dengan nilai bantuan sekitar $ 1,3 miliar untuk militer serta bantuan substansial
sipil sebesar $ 800.000.000 pertahun.146
Bantuan ini terutama bantuan militer,
dipandang sebagai barometer penting dari dukungan AS untuk Mesir. Dalam
perspektif Mesir, bantuan Amerika Serikat diberikan sebagai incentive bagi
negara itu untuk mengamankan segala kepentingan strategis AS di wilayah itu.147
Hubugan bilateral yang terjalin sejak lama antara AS dengan Mesir telah
menghasilkan beberapa generasi perwira militer Mesir yang mendapatkan
pendidikan dan doktrin militer AS. Hal ini menguntungkan AS terutama
pembelian peralatan militer Mesir yang dibeli dari AS. Selain itu AS mengadakan
latihan militer bersama dua tahunan dengan Mesir yang dikenal dengan sebutan
145 Gregory L. Aftandilian, Egypt‘s Bid for Arab Leadership: Implications for U.S. Policy, hal.65-66.
146 Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
4.
147 Pbs NewsHour Why Is Egypt‘s Millitary Using Strong Armed-Tactic? Dapat dilihat di http://www.pbs.org
/newshour/bb/world-jan-june12-egypt2_01-02/ diakses pada 18 Mei 2015 Why Is Egypt‟s
68
Bright Star. latihan militer bersama ini telah membantu Amerika Serikat di saat
krisis Perang Teluk pertama 1990-1991.148
Meskipun Perang Dingin berakhir, Mesir tetap menjadi wilayah
perencanaan strategis AS di Timur Tengah. Di bawah pemerintahan Mursi,
kepentingan-kepentingan AS menjadi terancam di wilayah ini terutama keamanan
Israel.149
Mengambil tindakan yang bersifat militeristik dan menghentikan
bantuan tahunan bukan tindakan yang menguntungkan bagi AS. Karena jika
tindakan itu dilakukan maka akan membuat Mesir mengikuti jejak revolusi Iran
yang awalnya bersahabat dengan AS lalu kemudian menjadi musuh yang lebih
mengancam bagi negara itu.
D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir terhadap Kawasan
Regional Timur Tengah
AS tetap berusaha menjalin hubungan baik dengan Mesir, meskipun AS
mewaspadai Mesir di bawah pemerintahan Mursi.150
Bagi AS stabilitas Mesir
dapat mengamankan kepentingan-kepentingannya di wilayah ini. Keamanan
Terusan Suez dan jaminan keamanan bagi Israel menjadi prioritas utama
kebijakan luar negeri AS di wilayah ini.151
Di sisi lain, Mursi menjadi ancaman
148 Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
5.
149 Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
6.
150 Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relations Congressional Research Service (13 September
2012); hal. 1
151 Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relation; hal. 6
69
untuk keberlangsungan perjanjian perdamaian Arab-Israel yang digagas oleh
Sadat.
Upaya diplomasi dijalankan AS dengan cara mengutus Hillary Clinton
pasca dilantiknya Mursi sebagai Presiden Mesir. Sebulan setelah kunjungan
Hillary ke Kairo, AS mengutus US Defense Secretary Leon Panetta juga
mengunjungi Kairo. Langkah diplomasi yang dilakukan AS adalah sebagai usaha
untuk menyingkirkan pengaruh Ikwanul Muslimin terhadap Mursi dan membujuk
Mursi untuk kooperatif dengan AS terutama dalam menjaga perdamaian Israel
dan keamanan jalur Suez.152
Saat menjadi presiden Mesir, Mursi menjalin hubungan baik dengan Iran. Hal
ini ditunjukkan dengan disambut baiknya Wakil Presiden Iran saat berkunjug ke
Kairo. Setelah kunjungan itu, Mursi pun mengunjungi Iran sebagai i‟tikad untuk
serius menjalin hubungan yang baik dengan negara itu. Meskipun Mursi menjalin
hubungan baik dengan Iran akan tetapi Mursi tidak ingin hubungannya dengan AS
dan Saudi memburuk.153
Bagi AS Iran merupakan negara yang menjadi ancaman
bagi kepentingannya di wilayah Timur Tengah, terutama tentang pengayaan
uranium negara itu yang diduga dikembangkan menjadi senjata nuklir.
Kebijakan AS untuk tidak menjadikan Mesir sebagai sekutu maupun musuh
mereka di Timur tengah pada masa pemerintahan Mursi menjadikan stabilitas
152 Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
10
153 Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
18.
70
regional ini tetap terkontrol. AS berkomitmen untuk tetap memberikan bantuan
keuangan tahunan kepada Mesir yang tengah mengalami keterpurukan ekonomi.
Tujuan dari pemberian bantuan ini adalah agar pemerintahan Mursi dapat
kooperatif dengan AS dalam mengamankan kepentingan-kepentingannya di
wilayah itu.154
Pengaruh dari kebijakan luar AS yang lebih mengutamakan upaya diplomasi
di Mesir terhadap regional Timur Tengah pertama, distribusi minyak dunia
melalui Terusan Suez dari Timur Tengah tetap berjalan. Bahkan menurut
departemen statistik navigasi kanal internasional pengiriman minyak melalui
Terusan Suez pada tahun 2012 meningkat 22,5 persen dibandingkan dengan 2011.
Beban yang dibawa oleh kapal tanker minyak lebih tinggi pada tahun 2012
daripada empat tahun sebelumnya, mencapai 140.800.000 ton tahun itu,
dibandingkan dengan 115.100.000 pada tahun 2011.155
Kedua, Mesir tetap menghormati perjanjian damai dengan Israel.156
Ini
merupakan salah satu pengaruh dari kebijakan luar negeri AS terhadap
pemerintahan Mursi. Bagi AS keamanan Israel merupakan prioritas utama dalam
kebijakan luar negerinya di Timur Tengah. Bantuan luar negeri yang diberikan AS
kepada Mesir adalah sebagai konvensasi dari penjanjian damai antara Mesir
154 Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relations Congressional Research Service (10 Januari 2014);
hal. 7.
155 Egypt Independent.com Oil shipments through Suez Canal at four-year high in 2012 dapat dilihat di
http://www.egyptindependent.com/news/oil-shipments-through-suez-canal-four-year-high-2012 diakses pada
01 Juni 2015
156 DW.DE Kebijakan Luar Negeri Baru Presiden Mursi dapat dilihat di http://www.dw.de/kebijakan-luar-
negeri-baru-presiden-mursi/a-16257699 diakses pada 01 Juni 2012
71
dengan Israel yang ditandatangani oleh Anwar Sadat pada waktu itu. Bantuan luar
negeri tahunan AS kepada Mesir menjadi alat negosiasi yang digunakan untuk
mencapai kepentingan-kepentingan AS di negara tersebut.
72
BAB V
PENUTUP
Setelah terpilihnya Muhammed Mursi menjadi Presiden Mesir pada
Pemilihan Umum Presiden pada tahun 2012, AS melakukan peninjauan ulang
tentang kebijakan luar negerinya di negara itu. Kebijakan yang dijalankan AS itu
sebagai upaya untuk menyeimbangi pemerintahan baru Mesir dan menjaga
kepentingan-kepentingan nasionalnya di negara tersebut. Terpilihnya Mursi yang
diusung dari organisasi Ihkwanul Muslimin menjadi ancaman bagi kepentingan-
kepentingan AS di Mesir. Hal ini karena sikap Ikhwanul Muslimin yang ingin
menerapkan hukum Islam di Mesir dan mendukung kemerdekaan Palestina serta
mengecam pendudukan Israel atas negara itu.
Untuk mencegah memburuknya hubungan AS dengan Mesir, AS
melakukan upaya diplomasi dengan cara mengutus Hillary Clinton ke Kairo pasca
dilantiknya Mursi sebagai Presiden Mesir. Upaya itu dilakukan agar Mursi dapat
kooperatif dalam menjaga kepentingan-kepentingan AS di wilayah Timur Tengah.
Sebulan setelah kunjungan Hillary ke Kairo, AS kembali mengutus US Defense
Secretary Leon Panetta ke Mesir. Dalam kunjungan itu Panetta bertemu dengan
Presiden Mursi dan Menteri Pertahanan Mesir Tantawi. Hasil dari pertemuan itu
Panetta mengisyaratkan Mursi untuk bertindak secara independen dari pengaruh
Ikhwanul Muslimin. Langkah diplomasi yang dilakukan AS adalah sebagai usaha
untuk menyingkirkan pengaruh Ikwanul Muslimin terhadap Mursi
73
Kebijakan luar negeri yang dijalankan AS terhadap Mesir pasca
terpilihnya Mursi menjadi presiden tidak terlepas dari faktor-faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kebijakan AS itu pertama, struktur
pemerintahan. AS adala negara yang menerapkan sistem presidensial yang
memiliki posisi yang relatif kuat di pemerintahan. Barack Obama merupakan
presiden AS yang terpilih dan diusung dari partai Demokrat. Partai ini
berkeyakinan bahwa dalam mencapai kepentingan nasional AS lebih
mengutamakan pada usaha negosiasi dengan negara-negara lain dan bahkan
mengurangi budget yang dihabiskan untuk intelijen militer. Demokrat percaya
bahwa kepetingan nasional dan keamanan sejati dapat dicapai dari negosiasi
dengan negara-negara asing.
Kedua, kepentingan ekonomi menjadi salah satu motif kebijakan luar
negeri AS. Meskipun Mesir bukan negara penghasil minyak yang besar seperti
nagara-negara Teluk tetapi Mesir menjadi negara penghasil dan pengekspor energi
yang penting bagi AS. Cadangan gas alam Mesir sebesar 77 trilium kubik feet
atau 2,18 triliun meter kubik. Jumlah cadangan gas yang besar itu menjadikan
Mesir sebagai produsen utama gas di wilayah mediterania. Pada tahun 2012 total
investasi AS dalam eksplorasi minyak dan gas di Mesir melalui perusahaan
minyak dan gas Apache mencapai US $ 8 miliar. Selain itu stabilitas Terusan
Suez juga menjadi concern bagi kepentingan ekonomi AS. Hal ini karena Terusan
Suez menjadi jalur yang dilalui oleh kapal-kapal distribusi minyak dari Timur
Tengah ke Eropa dan Amerika. Penutupan Terusan Suez dapat merugikan Barat
termasuk AS dan menjadikan harga minyak dunia melonjak tinggi.
74
Sementara faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan AS terhadap
Mesir yang pertama yaitu konstelasi politik regional Timur Tengah. Peristiwa
Arab Spring yang berawal dari pergolakan rakyat di Tunisia, selanjutnya
menyebar ke Mesir, Aljazair, Yaman, Bahrain, Libya dan negara-negara lain di
Timur Tengah merupakan revolusi yang menjalar sangat cepat serta
menggoncangkan stabilitas politik di negara-negara Timur Tengah. Revolusi ini
berhasil menumbangkan rezim diktator yang telah lama berkuasa. Tumbangnya
rezim-rezim diktator di beberapa negara Timur Tengah membuka kesempatan
bagi para kaum fundamentalis Islam untuk menguasai negara-negara itu.
Kelompok fundamentalis Islam merupakan ancaman bagi kepentingan AS
di Timur Tengah seperti keamanan Israel dan keamanan Talur Suez. Sebelum
revousi Arab Spring kelompok-kelompok ini ditekan oleh rezim-rezim otoriter
yang beberapa bersekutu dengan AS bahkan keberadaan organisasi tersebut
dilarang di beberapa negara termasuk organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Sejarah revolusi Iran merupakan contoh yang relevan terhadap kebangkitan
kelompok fundamentalis Islam yang sangat merugikan kepentingan AS di negara
itu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (Eds), Ensiklopedi Tematis Hukum Islam, Dinamika Masa Kini,
Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, t.th
Aftandilian, Gregory Egypt’s New Regime and The Future of The US-Egyptian
Strategic Relationship US Army War College, 2013
Amstutz R. Mark , International Conflict and Cooperation: An Introduction to
World Politics, Madison: Brown & Benchmark,1995.
Ansari, A.M. Supremasi Iran: Poros Setan atau Superpower Baru?, Jakarta:
Zahra, 2008
Breuning Marijke, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introducction, New
York: Palgrave Macmillan, 2007.
Chakravarti, Anand , Book Review, The Politics of Scarcity by Myron Weiner.
Asia Publishing House, 1963.
C. Plano, Jack dan Olton Roy Kamus Hubungan Internasional, Bandung:
Abardin, 1999.
Cook, S.A. Rulling but not Governing, Baltimore: John Hopkin University Press, ,
2007.
Copeland, Miles The Game of Nations: The Amorality of Power Politics, New
York: Simon and Schuster, 1969.
Daraj, Susan Muadi Modern world leaders Husni Mubarak , USA: Chealse
House Publishers, 2007.
Downer Alexander dan Tim Fischer, in the National Interest Australia’s Foreign
Policy and Trade With Paper. Commonwealth of Australia, 2013.
Dunne, Michelle ―Egypt: From Stagnation to Revolution,‖ in America’s
Challenges in the Greater Middle East: The Obama Administration’s
Policies, ed. Shahram Akbarzadeh, New York: Palgrave Macmillan, 2011
Efendi, Mochtar Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas
Sriwijaya, 2001.
Fadulullah, Mahadi Titik Temu Agama dan Politik, Analisa Pemikiran Sayyid
Qutb, Solo: Ramadhani, 1991.
Fidrmuc, Jan dan Abdul G. Naury, Interest Groups, Stakeholders, and The
Distribution of Benefits and Cost of Reform. Prepared for the GDN Global
Research Project: Understanding Reform, 2003.
Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Edisi ke-2 Jakarta: Yayasan Pusaka Obor
Indonesia, 2011.
Fischer, M.M.J. Iran: From Religious Dipute to Revolution, Wisconsin: The
University of Wisconsin Press, 2003.
Gerges, A. Fawas. Amerika Serikat dan Islam Politik, Jakarta: Alvabet, 2002.
Griffith, M dan O‟callaghan, Tery, International key concepts, New York:
Routledge, 2002.
Hahn L, Peter The United States, Great Britain, and Egypt, 1945–1956, Chapel
Hill: University of North Carolina Press, 1991.
Han L. Peter Historical of US Relations with Middle East, UK:The Scarecrow
Press, Inc. Lanham, Maryland • Toronto • Plymouth, 2007.
Hermawati, Sejara Agama dan Bangsa Yahudi, Jakarta: PT Raja Grfindo
Persada. 2005.
Heywood, Andrew , Essentials of UK Politic, 2nd
Editions. UK: Palgrave
Macmillan, 2011.
Hopwood Derek, Egypt Politics and Society 1945-1981, London: George Allen &
Unwin, 1982.
Hoffmann, Stanley Dead Ends : American Foreign Policy in the New Cold War,
Cambridge : Ballinger, 1983.
Huntington, P. Samuel, Tertib Politik di Dalam Masyarakat yang Sedang
Berubah, Buku ke-2, Jakarta: Rajawali, 1983.
Jemadu, Aleksius Politik Global dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2008.
J Holsti K, International Politics: A Framework for Analysis New Jersey:
Prentice- Hal, Ltd, 1977.
Khalil, Ashraf. Liberation Square: Inside the Egyptian Revolution and The
Rebirth of A Nation. New York: St. Martin‟s Press. 2011.
Laeny Sulistyawati Rr. , Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat
Terhadap Militer Mesir,2011.
Latham, Earl , American Politics and Goverment. Washington D.C:Voice of
America, 1973.
Lawrence, W. Newman, Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative
Approach. Boston: Pearson Education, Inc, 2007.
Mas‟oed, Mochtar. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi,
Jakarta: LP3ES, 1994
Mint, Alex dan Karl DeRouen, Undestanding Foreign Policy Decision Making .
New York: Cambridge University Press, 2010.
Morgenthau, Hans J. , Politic Among Nations: The Struggle for Power and
Peace-7 ed. New York: McGraw-Hill, 2006.
Morris, Benny. One State, Two State: Resolving the Israel/Palestine Conflict,
New Heaven: Yale University Press. 2009.
Mulia , Tafwid Hubungan Perdagangan Mesir-AS (Periode 2000-2002), Jakarta:
Skripsi, UNAS, 2006.
Najib, Ghadbian, Democratization and Islamist Challenge in the Arab World,
Boulder Co: Westview Press,1997.
Nasution, Harun (Eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992.
Omar A, Sheira Towards a way out of the Egyptian Dillema: New Lessons for
And Old Regime. Tilburg: Tilburg University, T.th.
Perlmutter, Amos The Military and Politics in Modern Times, New Haven: Yale
University Press, 1977.
Plano, Jack C. dan Olton, Roy Kamus Hubungan Internasional. Bandung:
Abardin, 1999.
Rahman, R Agus. „Militer dan Demokratisasi di Mesir‟, dalam Syamsumar Dam
(ed.), Militer dan Demokratisasi di Nigeria, Mesir dan Afrika Selatan,
Jakarta: Pusat Penelitian Politik, 2001.
Rosenau, N James., Boyd, Gavin , Thompson, W Kenneth, World Politics: An
Introduction, New York: The Free Press, 1976
Roosevelt, Kermit Arabs, Oil, and History, New York: Harper, 1949.
Saikal, Amin, Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama, Jakarta: Sanabil. 2006.
Satloff, B Robert . Army and Politics in Mubarak’s Egypt, Washington D.C: The
Washington Institute for Near East Policy,1988.
Springborg, Robert Mubarak’s Egypt: Fragmentation of Political Order, Boulder
CO: Westview Press, 1989
Sulistyawati, Rr. Laeny, Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat
Terhadap Militer Mesir, Skripsi, 2011
Soeprapto, R. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta:
Rajawali Pers, 1997.
Tamburaka, A Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di
Negara-Negara Timur Tengah, Yogyakarta: Narasi, , 2011
W, John Creswell, Reseach design: Qualitative and Quantitative Approaches.
Thausan Oaks: SAGE Publications, Inc, 1994.
Watts, Ducan , Pressure Group. Manchester:: Edinburgh University Press Ltd,
2007
Zurn, Michael dan Gregor Walter, ed, Globalizing Interest: Pressure Groups and
Denationalization. New York Press, 2005.
Jurnal
Abdurahman Bulbul, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang
Demokratis: Ditandai Persaingan antara Demokrat Islam dengan
Militer”,Jurnal Online Westphalia 13, (Januari-Juni 2014)
Cooper, C.f.: “Demilitarization of Egyptian Cabinet,” International Journal of
Middle East Studies, 14 (May 1982)
El Fegiery, Moataz „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, FRIDE-
Policy Brief, 134 (August 2012
Hassan, A Hamdy . Civil Society in Egypt under the Mubarak Regime Afro Asian
Journal of Social Sciences 2, Quarter II 2011
Irdayanti, Kebijakan Penolakan Rusia terhadap Strategi Barat di Suriah, Jurnal
Transnasional,4 (Juli 2012
Lisbet, “ Krisis Politik Mesir dan Posisi Indonesia,”Info Singkat Hubungan
Internasional 5 (Juli 2013): 5.
Internet dan Berita Online
About.com “US Foreign Policy:The US-Egyptian Relations‖ dapat dilihat di
http://usforeignpolicy.about.com/od/countryprofi3/p/usegyptprofile.htm
diakses pada 08 Maret 2015
Al Jazeera. Celebration in Egypt as Morsi declared winner. Dapat dilihat di
http://www.aljazeera.com
/news/middleeast/2012/06/201262412445190400.html Diakses pada 15
Mei 2015
American Chamber of Commerce in Egypt dapat dilihat di
http://www.amcham.org.eg/resourcespublications/Trade_Resources/egypt_u
s_relations/default.asp?tab=3 diakses pada 15 Mei 2015
Bbc.co.uk Partai-Partai Islam Menang dalam Pemilu dapat dilihat di
http://www.bbc.co.uk/indonesia/
dunia/2012/01/120121_mesir_pemilu.shtml diakses pada 13 April 2015
Center for Progress Previewing Egypt’s 2012 Presidential Elections Another Step
Forward in the Country’s Political Transition—but Not the Last dilihat
12/11/2014https://www.americanprogress.org/issues/security/report/2012/0
5/23/11553/previewing-egypts-2012-presidential-elections/
CJPME.org Egyptian Parliamentary Elections 2011/2012 dapat dilihat di
http://www.cjpmo.org/Display Document.aspx?DocumentID=2074 diakses
pasa 13 April 2015
Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government:
1952-56 dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt/32.htm diakses pada
05 April 2015
CRF Strengthening the U.S.-Egyptian Relationship dapat dilihat di
http://www.cfr.org/egypt/strengthening-us-egyptian-relationship-cfr paper
/p8666 Diakses pada 15 Mei 2015
CRI online Mesir dan AS Tandatangai Persetujuan Eksploitasi Migas dapat
dilihat di http://indonesian.cri .cn/201/2009/08/22/1s100636.htm diakses
pada 25 April 2015
Diplomats Handbook, Egypt: Will Democracy Succeed the Pharaoh? (daring),
dapat dilihat di http://www.diplomatshandbook.org/pdf/Handbook_
Egypt.pdf diakses pada 13 April 2015
DuniaPustaka.com Biografi Barak Obama dapat dilihat di
http://124.40.251.13/file/biografi-barack-obama.pdf diakses pada 16 Mei
2015
DW.DE Kebijakan Luar Negeri Baru Presiden Mursi dapat dilihat di
http://www.dw.de/kebijakan-luar-negeri-baru-presiden-mursi/a-16257699
diakses pada 01 Juni 2012
Egypt Independent.com Oil shipments through Suez Canal at four-year high in
2012 dapat dilihat di http://www.egyptindependent.com/news/oil-
shipments-through-suez-canal-four-year-high-2012 diakses pada 01 Juni
2015
Kompas.com Mesir Gelar Pilpres pada 26 dan 27 Mei 2014 dilihat 12/11/2014
http://internasional.kompas.com/read/2014/03/30/2214431/Mesir.Gelar.Pilp
res.pada.26.dan.27.Mei.2014
Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, dapat
dilihat di http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/egtoc.html diakses pada 24 Maret
2015
Longman Dictionary of Contemporary English Geopolitics dilihat pada
10/11/2014. http://www.ldoceonline.com/dictionary/geopolitics
PBS Why Is Egypt’s Millitary Using Strong Armed-Tactic? Dapat dilihat di
http://www.pbs.org/newshour/bb/world-jan-june12-egypt2_01-02/ diakses
pada 18 Mei 2015
Republika.co.id Mesir Hentikan Pasokan Gas ke Israel dan Yordania dapat dilihat
di http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/11/04/27/lkbcmn-
mesir-hentikan-pasokan-gas-ke-israel -dan-yordania diakses pada 15 Mei
2015.
Sharp. M Jeremy “Egypt: Background and U.S. Relations” CRS Report for
Congress 2:RL33003, 12 Agustus 2008 dapat dilihat di
http://fpc.state.gov/documents/organization/109518.pdf diakses pada 13
Maret 2015.
Svgop.com Differences Between Republicans and Democrats dapat dilihat di
http://www.svgop.com/files/Differences%20Between%20Republicans%20a
nd%20Democrats.pdf diakses pada 20 Mei 2015.
The Guardian What the Caused Revolution in Egypt? Dapat dilihat di
http://www.theguardian.com/global-development/poverty-matters/2011/feb
/17/what-caused-egyptian-revolution diakses pada 05 April 2015
U.S. Government Accountability Office Security Assistance: State and DOD Need
to Assess How the Foreign Military Financing Program for Egypt Achieves
U.S. Foreign Policy and Security Goals dapat dilihat di
http://www.gao.gov/assets/250/249656.html diakses pada 18 Mei 2015.
Quantara.de, The Mubarak System without Mubarak dapat dilihat di
http://en.qantara.de/content/political-upheaval-in-egypt-the-mubarak-system
-without-mubarak?wc_c=7155 diakses pada 19 April 2015