kebijakan penyaluran kredit mikro-kecil

43
KREDIT MIKRO KECIL DALAM UPAYA MENGURANGI RISIKO (Studi Kasus pada PD BPR BKK di Kabupaten Purbalingga) Oleh: Rida Kusumawati (Dibawah bimbingan : DR. Herri, MBA dan Drs. Syahrial Syarif, MBA) ABSTRACT In measuring the level of credit risk for micro finance not only depend on monetary indicator but also depend on understanding of debitor candidate himself including characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile. The aim of this research was to identify the characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile which cause the difference rate of credit return. Responder in this research was PD BPR BKK client which have been noted in the board of industry, trading and co-oporation at Purbalingga District. The results indicate that there is significant difference in characteristic among responder belong to groups of fluent collectibility, less fluent, hesitated and stuck. The characteristic of micro finance entrepreneur and his entrepreneur profile which can explain the difference credit collectibiliy in micro finance bussiness were entrepreneurship, period of business, and omzet yielded. Keywords: Credit risk in micro finance Characteristic of micro finance client 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Upload: lyngoc

Post on 13-Jan-2017

243 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

KREDIT MIKRO KECIL DALAM UPAYA MENGURANGI RISIKO

(Studi Kasus pada PD BPR BKK di Kabupaten Purbalingga)

Oleh: Rida Kusumawati(Dibawah bimbingan : DR. Herri, MBA dan Drs. Syahrial Syarif, MBA)

ABSTRACT

In measuring the level of credit risk for micro finance not only depend on monetary indicator but also depend on understanding of debitor candidate himself including characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile. The aim of this research was to identify the characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile which cause the difference rate of credit return. Responder in this research was PD BPR BKK client which have been noted in the board of industry, trading and co-oporation at Purbalingga District. The results indicate that there is significant difference in characteristic among responder belong to groups of fluent collectibility, less fluent, hesitated and stuck. The characteristic of micro finance entrepreneur and his entrepreneur profile which can explain the difference credit collectibiliy in micro finance bussiness were entrepreneurship, period of business, and omzet yielded.

Keywords: Credit risk in micro finance Characteristic of micro finance client

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Usaha mikro dan kecil yang merupakan bagian integral dunia usaha

nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting serta

strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan

tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Data statistik tahun 2004, jumlah

pengusaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia tercatat mencapai 42 juta unit

usaha, dan sebanyak 99,9% diantaranya adalah pengusaha mikro kecil.

Disamping itu, kesempatan kerja yang tersedia pada sektor usaha mikro kecil

mencapai 89,5% dan juga lebih dari 57% kebutuhan barang dan jasa disediakan

oleh sektor tersebut. Ekspor dari hasil produksi sektor tersebut sekitar 19%.

Page 2: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

Sektor tersebut juga memberikan kontribusi antara 2–4% terhadap pertumbuhan

ekonomi nasional.

Namun demikian, usaha mikro kecil ini secara umum memiliki

kelemahan diantaranya adalah masalah ketersediaan dana untuk pembiayaan

usaha (financial availability), pembentukan modal (capital formation) dan akses

terhadap sumberdaya financial (financial accessibility). Sulitnya pengusaha kecil

mengakses kelembagaaan keuangan formal diantaranya disebabkan oleh berbagai

hambatan teknis perbankan dan keterbatasan informasi. Disinilah peran PD BPR

BKK selaku lembaga keuangan mikro diharapkan guna menciptakan permodalan

dalam kesempatan berusaha bagi pengusaha golongan ekonomi lemah khususnya

didaerah pedesaan. Namun sangat disadari bahwa penyaluran kredit kepada usaha

mikro-kecil mempunyai risiko yang khas, karena biasanya menuntut biaya

pengelolaan yang lebih tinggi sedangkan jumlah kebutuhan kreditnya relatif kecil.

Disamping itu kepemilikan aset umumnya rendah sehingga tidak dapat diikat

sebagai jaminan (non collateral).

Oleh karena itu, menurut Fernando (2004), penggarapan pasar mikro oleh

lembaga keuangan menuntut strategi pengelolaan risiko yang mampu

mengakomodasi kondisi atau karakter segmen mikro itu sendiri yang lebih

bersifat non standarbanking berbeda dengan pasar perbankan formil umumnya

yang bersifat standarbanking. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa ukuran

risiko kredit untuk segmen usaha mikro-kecil tidak hanya cukup menggunakan

indikator keuangan tetapi juga sangat tergantung pada pemahaman calon debitur

yang meliputi karakteristik pengusaha mikro-kecil itu sendiri maupun profil usaha

yang digelutinya.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : (1)

Adakah perbedaan karakteristik dan profil usaha debitur (pelaku usaha mikro

kecil) yang lancar dengan debitur yang non lancar, (2) Jika ada, karakteristik

dan profil usaha yang manakah dari pengusaha mikro-kecil tersebut yang

menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat pengembalian kredit, (3) Implikasi

1

Page 3: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

kebijakan apa yang perlu dilaksanakan dalam penyaluran kredit untuk usaha

mikro-kecil sebagai upaya mengurangi timbulnya kredit non lancar / Non

Performance Loan (NPL).

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: (1)

Mengkaji ada/tidaknya perbedaan karakteristik dan profil usaha antara debitur

(pengusaha mikro-kecil) yang lancar dengan debitur yang non lancar, (2)

Mengidentifikasi karakteristik dan profil usaha dari debitur (pengusaha mikro-

kecil) yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat pengembalian kredit, dan

(3) Merencanakan strategi kebijakan penyaluran kredit untuk usaha mikro-kecil di

Kabupaten Purbalingga sebagai upaya mengurangi timbulnya kredit non lancar.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan aplikatif dalam

pengambilan keputusan bagi Pengelola PD BPR BKK Di Kabupaten Purbalingga

dalam proses pengelolaan risiko kredit khususnya kredit usaha mikro-kecil,

sehingga diharapkan untuk setiap kredit yang diberikan kepada debitur

pengembaliannya dapat berjalan lancar dan juga sebagai tambahan referensi bagi

Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan untuk pengembangan sektor

usaha mikro-kecil. Disamping itu, tulisan ini diharapkan dapat menambah

wawasan, serta digunakan sebagai landasan bagi penelitian lain yang berminat

pada bidang yang sama.

II. Kajian Terhadap Penelitian Yang Telah Dilakukan.

Sebenarnya telah banyak kajian yang dilakukan terhadap upaya

pemberdayaan dan peningkatan usaha kecil lewat pemberian modal usaha baik

modal yang berasal dari lembaga keuangan formal, informal maupun dari dana

program. Namun belum banyak yang meneliti tentang penyebab ketidakmampuan

pengembalian kredit oleh si-penerima pinjaman. Basuki (1999), pernah

melakukan analisa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklancaran

2

Page 4: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

pengembalian Kredit Usaha Kecil dari sisi si penerima pinjaman, namun hanya

mengkaji dari sisi finansial usahanya saja. Respondennya adalah pengusaha UKM

di daerah Banyumas yang mendapatkan fasilitas kredit KUK dari Bapindo Cabang

Purwokerto), dan menyimpulkan bahwa ketidaklancaran pengembalian kredit

dipengaruhi oleh likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas perusahaan debitur.

Sedangkan pada penelitian ini mencoba mengkaji karakteristik pelaku

dan profil usaha mikro kecil yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat

pengembalian kredit. Variabel karakteristik usaha mikro kecil yang digunakan

dalam penelitian ini telah merujuk pada teori yang ada dan beberapa peneliti

terdahulu juga telah menggunakan beberapa variabel tersebut dalam

penelitiannya.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Daerah dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Purbalingga, dengan objek

penelitian nasabah PD BPR BKK. Pertimbangannya adalah (a) PD BPR BKK

merupakan lembaga keuangan milik Pemerintah Daerah, (b) Segmen pasar PD

BPR BKK Kabupaten Purbalingga adalah pengusaha mikro-kecil yang berada di

wilayah pedesaan (c) fenomena yang ada sekarang adalah tingginya kredit non

lancar di PD BPR BKK Kabupaten Purbalingga. Pada akhir tahun 2005 NPL PD

BPR BKK mencapai 17,52%. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama

3 (tiga) bulan yaitu pada Bulan Maret sampai pada bulan Mei 2006.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data primer dan data

sekunder; (1) Data primer diperoleh secara langsung dengan wawancara secara

terstruktur dan mendalam (depth interview) dengan menggunakan daftar

pertanyaan (kuisioner), dan observasi, (2) Data sekunder, diperoleh dari berbagai

jenis laporan-laporan/dokumen dan data yang ada pada PD BPR BKK, dinas,

instansi terkait.

3

Page 5: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

3.3. Penentuan Sampel

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pengusaha

mikro-kecil yang usahanya telah tercatat di DISPERINDAGKOP Kabupaten

Purbalingga dan mendapat fasilitas kredit dari PD BPR BKK Kabupaten

Purbalingga. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 120 responden, terdiri dari

nasabah lancar, kurang lancar, diragukan dan macet, masing-masing 30 sampel.

Penentuan jumlah sampel didasarkan pada pedoman yang dikemukakan Santoso

(2002). Penarikan sampel dilakukan dengan metode purposive random sampling.

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Variabel Dependen

Variabel dependennya adalah tingkat pengembalian kredit yang

diklasifikasikan dalam 4 (empat) katagori atau dikenal dengan kolektibilitas

kredit. Katagori ini didasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/BPPP

tanggal 30 April 1997. tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BPR dan Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 30/12/Kep/Dir tanggal 30 April 1997

tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BPR.

a. Lancar : Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada

tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.

b. Kurang lancar : Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang

telah melampaui 90 hari sampai dengan 120 hari.

d. Diragukan : Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah

melampaui 120 hari sampai dengan 180 hari.

e. Macet : Terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180

hari.

3.4.2. Variabel Independen

Variabel independennya adalah karakteristik responden dan profil usahanya.

a. Karakteristik responden meliputi :

a.1. Umur yaitu angka yang menyatakan umur seseorang yang dihitung sejak ia

dilahirkan sampai dengan pada saat penelitian ini dilakukan.

4

Page 6: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

a.2. Pendidikan formal yaitu tingkat pendidikan formal yang ditamatkan.

a.3. Pendidikan Khusus yaitu pendidikan tambahan yang diperoleh diluar

pendidikan formal seperti pelatihan/kursus, diklat dan sebagainya.

a.4. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah jiwa yang menetap di dalam

rumah tangga baik yang menjadi tanggungan keluarga ataupun yang

bertanggungjawab sebagai kepala rumahtangga, anggota rumah tangga ini

bukan hanya istri dan anak tetapi juga orang tua, saudara dan lain-lain yang

masih menjadi tanggungannya.

a.5. Kewirausahaan (entrepreneurship), artinya memiliki jiwa wiraswasta murni

dan bukan karena fasilitas atau warisan orang tua yang tercermin dari

keberaniannya menghadapi risiko dan mencari terobosan-terobosan.

b. Profil usaha responden meliputi :

b.1. Lama usaha terkait dengan pengalaman dalam berusaha.

b.2. Jenis usaha yaitu jenis usaha yang dikelola pengusaha mikro-kecil.

b.3. Jumlah modal yaitu banyaknya modal yang dimiliki sendiri.

b.4. Omset penjualan yaitu penerimaan dari hasil penjualan produk yang

dihasilkan.

3.5. Metode Pengukuran dan Analisis Data

3.5.1. Metode Pengukuran Variabel Karakteristik Jiwa Wirausaha

Pengukuran karakteristik wirausaha sebagai variabel bebas dilakukan

dengan menggunakan instrumen yang digunakan oleh Herri (2004). Menurut

Herri (2004), pengukuran ini pada awalnya dikembangkan oleh Steers dan

Braunstein pada tahun 1976, dan juga telah digunakan dalam penelitian Miller

dan Toulouse (1986).

3.5.2. Metode Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan diatas

dilakukan pengolahan data dengan cross tabulasi dan dilanjutkan dengan

analisis diskriminan.

5

Page 7: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

Menurut Supranto (2004) dan Hair dkk. (1998), Analisis Diskriminan

termasuk dalam Multivariate Dependence Method, dengan model sebagai

berikut :

Di = b0 + b1Xi1 + b2Xi2 + b3Xi3 +…. + bjXij +….+ bkX1k

Di

Xi

Bj

Xij

=

=

=

=

Nilai (skor) diskriminan dari responden (objek) ke-i.

i = 1,2,..,n. D = variable dependen (tidak bebas).

Variable (atribut) ke-j dari responden ke-i.

Koefisien atau timbangan diskriminan dari variabel atau atribut ke-j.

Variabel bebas/predictor ke-j dari responden ke-i, juga disebut atribut.

Koefisien atau timbangan (weight) fungsi diskriminan bj diperkirakan

sedemikian rupa sehingga kelompok (katagori) mempunyai nilai fungsi

diskriminan (skor) yang sangat berbeda. Dan asumsi dalam analisis

diskriminan adalah bahwa setiap kelompok (group) merupakan suatu sample

dari multivariate nomal population dan setiap populasi mempunyai matrix

kovarian yang sama.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Pelaku Usaha Mikro Kecil

a. Jenis Kelamin

Sebagian besar pelaku usaha mikro kecil yang menjadi responden pada

penelitian ini adalah laki-laki. Dari 120 responden yang diambil secara acak,

hanya 25 orang responden atau 20,8% saja yang berjenis kelamin perempuan.

Hal ini memperlihatkan bahwa segmen usaha mikro kecil di Kabupaten

Purbalingga masih didominasi oleh kaum laki-laki sesuai dengan peranannya

sebagai kepala rumah tangga.

b. Umur

Sekitar 80,8 % responden pada penelitian ini berumur 30 sampai

dengan 50 tahun. Usia ini merupakan usia produktif untuk berusaha. Hanya 5

6

Page 8: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

% atau 6 orang responden yang berumur dibawah 30 tahun dan 14,2 % atau 17

orang responden berusia diatas 50 tahun.

Adapun rata-rata umur responden yang masuk katagori kolektibilitas

lancar adalah 41,5 tahun, dan yang masuk katagori kolektibilitas kurang lancar

41,1 tahun, diragukan 40,5 tahun serta rata-rata usia responen yang

mempunyai kolektibilitas macet adalah 40,6 tahun. Hal ini menunjukkan

bahwa umur responden untuk setiap kategori relatif sama atau dapat dikatakan

tidak terdapat perbedaan antara umur responden yang masuk kategori lancar,

kurang lancar, diragukan dan macet.

c. Asal

Responden dalam penelitian ini sebagian besar berasal dari Kabupaten

Purbalingga sendiri, hanya 9 orang atau 7,5% saja yang berasal dari luar

daerah Kabupaten Purbalingga. Hal ini dapat dimaklumi karena responden /

pelaku usaha mikro kecil dalam penelitian ini mayoritas tinggal di daerah

perdesaan yang juga merupakan warga penduduk asli di daerah tersebut. Di

Kabupaten Purbalingga penduduk pendatang (dari luar daerah) biasanya

berusaha di wilayah perkotaan.

d. Pendidikan (Formal dan Khusus)

Dari 120 orang pelaku usaha mikro kecil pada penelitian ini, yang

berpendidikan atau menamatkan pendidikan SD sebanyak 23 orang atau

19,2%, SMP 44 orang atau 36,6%, SMA 45 orang (37,5 %), D3 sebanyak 2

orang (1,7%) dan S1 sebanyak 6 orang ( 5%).

Sedangkan bila dilihat dari pendidikan informal/khusus baik yang

berupa kursus atau pelatihan yang pernah diikuti responden, menunjukkan

bahwa sekitar 59% responden atau 71 orang belum pernah mengikuti

pendidikan khusus. Dan sebagian besar mereka yang tidak memiliki

pendidikan informal/khusus masuk pada kategori kredit non lancar. Hal ini

mengindikasikan bahwa pendidikan informal/khusus memberikan pengaruh

yang cukup besar terhadap tingkat pengembalian kredit.

7

Page 9: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

e. Jumlah Tanggungan Keluarga

Rata-rata responden baik lancar, kurang lancar, diragukan dan macet

mempunyai beban tanggungan keluarga sebanyak 3 sampai 4 orang. Besarnya

beban tanggungan keluarga responden cenderung hampir sama untuk semua

kategori baik lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Pada kebanyakan

kasus, biasanya semakin besar beban tanggungan keluarga yang dipikul akan

semakin besar pula pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi dan semakin

sulit untuk malakukan pengembalian kredit. Namun pada kasus ini

menunjukkan bahwa tidak terdapatnya pengaruh antara jumlah tanggungan

keluarga dengan tingkat pengembalian kredit.

f. Wirausaha

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa tingkat kewirausahaan 120

responden bervariasi. Pada tabel 1. terlihat bahwa semakin tinggi tingkat

kewirausahaannya maka responden cenderung akan mempunyai karakter yang

baik yang dicerminkan dari semakin lancarnya pengembalian kredit,

begitupun sebaliknya semakin kurang tingkat jiwa kewirausahaannya, maka

responden ini akan cenderung mengalami kesulitan dalam pengembalian

kredit.

8

Page 10: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

Tabel 1. Tingkat Pengembalian Kredit berdasarkan Karakteristik Pelaku Usaha

KarakteristikPelaku Usaha Lancar % Kurang % Diragu- % Macet % (orang) %

Mikro-Kecil (orang) Lancar kan (orang)(orang) (orang)

A. Jenis KelaminLaki-laki 22 23,2 24 25,3 23 24,2 26 27,4 95 79,2 Perempuan 8 32,0 6 24,0 7 28,0 4 16,0 25 20,8 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 B. Umur< 30 2 33,3 2 33,3 0 - 2 33,3 6 5,0 30 - 50 23 23,7 22 22,7 28 28,9 24 24,7 97 80,8 > 50 5 29,4 6 35,3 2 11,8 4 23,5 17 14,2 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rata Umur (th)C. Daerah AsalPenduduk Asli 25 22,5 28 25,2 28 25,2 30 27,0 111 92,5 Penduduk 5 55,6 2 22,2 2 22,2 0 - 9 7,5 PendatangTotal 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 D. Pendidikan formalSD 4 17,4 7 30,4 8 34,8 4 17,4 23 19,2 SMP 11 25,0 11 25,0 10 22,7 12 27,3 44 36,7 SMA 13 28,9 10 22,2 9 20,0 13 28,9 45 37,5 Diploma 0 - 1 50,0 0 - 1 50,0 2 1,7 S1 2 33,3 1 16,7 3 50,0 0 - 6 5,0 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 E. Pendidikan Khusus1. Ada 22 44,9 14 28,6 6 12,2 7 14,3 49 40,8 2. Tidak ada 8 11,3 16 22,5 24 33,8 23 32,4 71 59,2 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 F. Jumlah Tanggungan Keluarga1 - 3 20 30,8 15 23,1 15 23,1 15 23,1 65 54,2 4 - 6 10 18,9 14 26,4 15 28,3 14 26,4 53 44,2 7 -9 0 - 1 100,0 0 - 0 - 1 0,8 10 - 12 0 - 0 - 0 - 1 100,0 1 0,8 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 G. Tingkat KewiraushaanTinggi 6 66,7 3 33,3 0 - 0 - 9 7,5 Sedang 24 28,2 27 31,8 20 23,5 14 16,5 85 70,8 Kurang 0 - 0 - 10 38,5 16 61,5 26 21,7 Tidak memiliki 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rata nilaiWirausaha 2,8 3,1 3,8 4

Total

3,44

41,5 41,1 40,5 40,6 41

Tingkat Pengembalian(Kolektibilitas)

Sumber : Hasil Penelitian, 2006

9

Page 11: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

4.2. Profil Usaha Mikro Kecil

a. Lama Usaha

Lamanya usaha didirikan akan terkait dengan pengalaman dalam

berusaha. Dari tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki usaha

cukup lama cenderung mempunyai kemampuan pengembalian kredit yang

baik. Dari 27 responden yang berusaha dibawah 5 tahun, hanya 7,4% atau 2

responden yang masuk kategori lancar dan sebagian besar masuk kategori

non lancar. Sedangkan dari 8 responden yang telah berusaha diatas 20 tahun,

50%-nya atau 4 orang masuk kategori lancar, dan hanya 2 orang (25%) yang

masuk kategori macet.

Hal ini dapat dipahami karena semakin lama dia berusaha, semakin

tinggi pengalamannya dalam melakukan usaha tersebut dan diharapkan

semakin mudah dia mengendalikan resiko yang muncul dalam setiap kegiatan

usahanya.

b. Jumlah Modal Awal UsahaDari 120 responden dalam penelitian ini, sebanyak 67 pelaku usaha

mikro kecil atau 55,8% responden mendirikan usaha dengan modal awal

dibawah Rp. 10 juta. Jumlah responden dengan modal awal antara Rp. 10 juta

dan Rp. 50 juta sebanyak 53 responden atau 44,2%. Dan tidak seorang

respondenpun yang memiliki modal awal usaha diatas Rp. 50 juta. Komposisi

modal awal pendirian usaha diatas menunjukkan bahwa pengusaha mikro

kecil mempunyai keterbatasan dalam modal yang dimiliki pada saat

pendiriannya.

Namun bila dikaitkan antara besarnya modal awal usaha yang dimiliki

dengan tingkat pengembalian kredit responden terlihat bahwa terdapat

kecenderungan mereka yang memiliki jumlah modal lebih besar mempunyai

kemampuan tingkat pengembalian yang lebih baik. Hal ini terlihat dari rata-

rata modal yang dimiliki kelompok/grup lancar lebih besar dibanding grup

kurang lancar, diragukan dan macet.

10

Page 12: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

c. Cara Mulai Usaha

Dari 120 responden, sebanyak 77 responden atau 64,2% memulai

usahanya dengan mendirikan sendiri. Sebanyak 42 responden atau 35%

merupakan lanjutan bisnis /warisan dari orang tua dan hanya satu (1)

responden yang memulai usaha dengan cara membeli. Komposisi ini

memperlihatkan bahwa perusahaan responden merupakan perusahaan yang

didirikan oleh para entrepreuner. Dari tabel 3.menunjukkan bahwa cenderung

tidak terlihat perbedaan antara mereka yang memulai usaha sendiri dengan

mereka yang memulai usahanya dari warisan orang tua terhadap tingkat

pengembalian kredit. Hal ini memberikan arti bahwa tingkat pengembalian

kredit tidak dipengaruhi oleh bagaimana cara memulai usaha.

d. Omset Usaha

Tersedianya kredit yang memadai diharapkan dapat menciptakan

pembentukan modal bagi usaha mikro kecil sehingga diharapkan dapat

meningkatkan omset usaha dan pendapatan yang pada akhirnya akan

menciptakan surplus yang dapat digunakan untuk membayar kembali

kreditnya dan melakukan pemupukan modal. Gambaran antara tingkat

pengembalian kredit dengan omset usaha yang dihasilkan responden 3 (tiga)

bulan terakhir diperlihatkan pada tabel 5.12.

Rata-rata omset yang dihasilkan responden selama tiga bulan terakhir

pada kategori lancar sebesar Rp. 23,97 juta, jumlah ini lebih besar dibanding

rata-rata omset yang dihasilkan responden yang masuk kategori kurang lancar,

diragukan dan macet yang masing-masing hanya sebesar Rp. 12,06 juta untuk

kategori kuranglancar, Rp. 3,39 juta untuk kategori diragukan dan Rp. 2,95

juta untuk responden yang masuk kategori macet. Dari data tersebut

menunjukkan bahwa semakin tinggi omset yang dihasilkan oleh pelaku usaha

mikro kecil cenderung semakin besar pula kemampuannya dalam membayar

pinjamannya ke PD BPR BKK.

11

Page 13: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

e. Jenis Usaha

Sebagian besar pengusaha/pelaku usaha mikro kecil yang menjadi

sampel adalah pengusaha yang melakukan jenis kegiatan usaha pengolahan

yaitu usaha yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi atau setengah

jadi. Dari 120 sampel yang diambil, 70,8% bergerak diusaha pengolahan atau

sebanyak 85 responden. Sisanya 29,2% atau 35 responden berusaha di bidang

perdagangan dan jasa.

Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa 30,6% atau 26 responden

yang memiliki usaha pengolahan, masuk pada kategori lancar, dan 59

responden lainnya tersebar hampir merata masuk pada kategori kurang lancar,

diragukan dan macet yaitu masing-masing sebanyak 24,7%, 21,2% dan

23,5%. Untuk pelaku usaha mikro kecil yang bergerak pada jenis usaha

pengolahan memang agak sulit memprediksi tingkat kelancaran arus kasnya

karena usahanya sangat tergantung pada kondisi eksternal seperti situasi pasar,

kondisi makro ekonomi, ketersediaan bahan baku dan lain sebagainya.

f. Jumlah Tenaga Kerja

Responden dalam penelitian ini rata-rata memiliki tenaga kerja

sebanyak 3 orang. Dari 120 responden, yang memiliki jumlah tenaga kerja 1-3

orang sebanyak 82 responden atau 68,33%, sedangkan yang memiliki jumlah

tenaga kerja 4-6 orang sebanyak 18 responden atau 15% dan 20 responen

lainnya memiliki tenaga kerja antara 7-13 orang. Dan sebagian besar dari

mereka yang bekerja berasal dari keluarga sendiri. Hal ini dapat dipahami

karena pada umumnya usaha mikro kecil merupakan usaha home industri

dengan jumlah pekerja untuk usaha mikro sebanyak 1 – 4 orang dan usaha

kecil sebanyak 5 – 19 orang.

12

Page 14: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

Tabel 3. Tingkat Pengembalian Kredit berdasarkan Karakteristik Profil Usaha Responden

KarakteristikProfil Usaha Lancar % Kurang % Diragu- % Macet % (orang) %Mikro-Kecil (orang) Lancar kan (orang)

(orang) (orang)A. Lama Usaha (th)< 5 2 7,4 4 14,8 13 48,1 8 29,6 27 22,5 6 - 10 11 23,9 13 28,3 11 23,9 11 23,9 46 38,3 11 - 15 8 33,3 7 29,2 4 16,7 5 20,8 24 20,0 16 - 20 5 33,3 4 26,7 2 13,3 4 26,7 15 12,5 > 21 4 50,0 2 25,0 0 - 2 25,0 8 6,7 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 B. Modal Awal Usaha (Rp.)< 10 juta 15 22,4 16 23,9 19 28,4 17 25,4 67 55,8 10 - 50 juta 15 28,3 14 26,4 11 20,8 13 24,5 53 44,2 > 50 juta 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rata ModalUsaha (Rp.Juta)C. Cara Mulai UsahaWarisan Orang Tua 13 31,0 12 28,6 7 16,7 10 23,8 42 35,0 Dimulai Sendiri 17 22,1 25 32,5 15 19,5 20 26,0 77 64,2 Dibeli 0 - 0 - 1 - 0 - 1 0,8 Total 30 25,0 37 30,8 23 19,2 30 25,0 120 100,0 D. Omset< 5 juta 1 2,0 7 13,7 23 45,1 20 39,2 51 42,5 5 – 20 juta 15 29,4 19 37,3 7 13,7 10 19,6 51 42,5 21 - 36 juta 6 66,7 3 33,3 0 - 0 - 9 7,5 37 – 52 juta 7 87,5 1 12,5 0 - 0 - 8 6,7 > 53 juta 1 - 0 - 0 - 0 - 1 0,8 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rataOmset (Rp.Juta)E. Jenis UsahaPengolahan 13 31,0 12 28,6 7 16,7 10 23,8 42 35,0 Perdagangan 17 22,1 25 32,5 15 19,5 20 26,0 77 64,2 Jasa 0 - 0 - 1 - 0 - 1 0,8 Total 30 25,0 37 30,8 23 19,2 30 25,0 120 100,0 Rata-rata Jenis Usaha PengolahanF. Jumlah Pekerja (orang)1 - 3 11 13,4 24 29,3 23 28,0 24 29,3 82 68,3 3 - 6 8 44,4 4 22,2 2 11,1 4 22,2 18 15,0 7 - 9 9 60,0 2 13,3 3 20,0 1 6,7 15 12,5 10 - 13 2 40,0 0 - 2 40,0 1 20,0 5 4,2 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rata Pekerja (org)

10,6

13,2 10 12,3 11 11,7

24 12 3,9 3

3 4 3 2

Responden

3

Tingkat Pengembalian Total(Kolektibilitas)

Sumber : Hasil Penelitian, 2006.

13

Page 15: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

4.3. Analisis berbagai factor yang berkaitan dengan karakteristik usaha

mikro kecil terhadap tingkat pengembalian kredit.

Berkaitan dengan tujuan dari penelitian ini, maka pada bagian ini akan

dibahas mengenai hasil analisis diskriminan yang memperlihatkan ada tidak-nya

perbedaan antar grup/ kelompok/kategori tingkat pengembalian/kolektibilitas

kredit dan juga untuk memperlihatkan variabel-variabel apa saja yang secara

signifikan berpengaruh terhadap teciptanya perbedaan tersebut.

Untuk mengestimasi koefisien fungsi diskriminan atau membuat

model/fungsi diskriminan digunakan sampel analisis (80 responden) dan untuk

menguji valid tidaknya fungsi diskriminan yang diperoleh digunakan holdout

sample atau sample validasi (40 responden).

4.3.1. Pengujian Asumsi

Sebelum masuk pada pembuatan model diskriminan dilakukan pengujian

terhadap asumsi yang harus dipenuhi pada analisa diskriminan yaitu bahwa varian

variabel bebas untuk tiap grup seharusnya sama. Dari hasil test of equality of

covariance matrices (tes persamaan matrik kovarian) yang diperlihatkan pada

output log determinan, dimana angka log determinan baik untuk kategori lancar

(12,050), kurang lancar (12,402), diragukan (11,701) dan macet (12,091) tidak

berbeda banyak sehingga grup matrik kavarian akan relatif sama untuk semua

grup. Sehingga proses diskriminant dapat dilanjutkan.

4.3.2. Pengujian Variabel Bebas

Berdasarkan hasil uji test of equality of goup means (tes persamaan rata-rata grup)

yaitu untuk menguji signifikansi variabel bebas, diperoleh adanya perbedaan yang

signifikan antar kelompok kolektibilitas kredit untuk variabel pendidikan khusus,

wirausaha, lama usaha dan omset. Hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya

angka sig. untuk F test pada tingkat signifikan 5% (dibawah 0,05) atau pada

tingkat derajat kepercayaan 95%, dimana:

- Jika sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar grup/kelompok;

14

Page 16: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

- Jika sig. < 0,05, berarti ada perbedaan antar grup/kelompok

Dari 9 variabel yang diuji terdapat 4 variabel yang berbeda secara

signifikan untuk 4 grup/kelompok, yaitu Pendidikan Khusus, Wirausaha, lama

usaha dan omset. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian kredit oleh

para pelaku usaha mikro kecil dipengaruhi oleh adanya pendidikan tambahan

(bisa pelatihan atau kursus), jiwa kewirausahaan, lamanya usaha digeluti dan

banyaknya omset usaha yang dihasilkan.

Sedangkan pada variabel umur, pendidikan formal, tanggungan keluarga,

modal dan jenis usaha diperoleh angka sig. diatas 0,05. Hal ini berarti perbedaan

antar grup/kelompok atau kategori responden yang lancar, kurang lancar,

diragukan dan macet tidak dipengaruhi oleh variable tersebut.

4.3.3. Analisis Terhadap Variabel Yang Membentuk Fungsi Diskriminan

Untuk memastikan bahwa keempat variabel tersebut layak dimasukkan

pada fungsi diskriminan (mempunyai discriminating power yang tinggi), maka

dilakukan pendekatan dengan menggunakan Stepwise discriminant analysis atau

analisis diskriminan bertahap, dengan metode Mahalanobis distences. Untuk

melakukan analisis disriminan ini, seluruh variabel yang ada baik yang signifikan

maupun tidak pada uji variabel bebas tetap dikutsertakan, karena pada analisis

multivariat variabel-variabel dianggap suatu kesatuan. Hasil analisis menunjukkan

bahwa ternyata hanya ada 3 (tiga) variabel bebas saja yang akan digunakan untuk

membentuk fungsi diskriminan, yaitu variabel lama usaha, kewirausahaan dan

omset yang dihasilkan sedangkan variabel pendidikan khusus ternyata tidak

masuk dalam fungsi diskriminan. Hal ini menandakan bahwa discriminating

power ketiga variabel (usaha, kewirausahaan dan omset) memang tinggi,

sedangkan discriminating power untuk pendidikan khusus adalah rendah

sehingga tidak dimasukkan dalam pembentukan fungsi diskriminan.

Dan hasil metode Mahalanobis distences diketahui bahwa terdapat

perbedaan yang cukup besar antara responden yang mempunyai kriteria tingkat

pengembalian/ kolektibilitas lancar dengan responden yang diragukan dan macet,

adanya perbedaan ini dipertegas dengan munculnya nilai F sig yang kurang dari

15

Page 17: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

0,05. Sedangkan antara grup lancar, dengan kurang lancar, serta antara grup

diragukan dengan macet memiliki perbedaan yang tidak terlalu besar.

4.3.4. Pembentukan Fungsi Diskriminan

Sebuah fungsi diskriminan berfungsi untuk menempatkan sebuah kasus pada

pilihan grup tertentu, apakah akan masuk grup lancar, kuranglancar, diragukan atau

macet. Pada penelitian ini akan terbentuk 3 fungsi diskriminan karena ada 4 grup yang

digunakan. Fungsi diskriminan yang terbentuk pada analisis ini adalah sebagai berikut :

a) Fungsi Diskriminan 1

- Z Skor 1 = 4,794 +-1,768 Wrusaha +0,071 Lamaush +0,037 omset

b) Fungsi Diskriminan 2

- Z Skor 2 = -7,433 + 1,721 Wrusaha +0,084 Lamaush +0,070 omset

c) Fungsi Diskriminan 3

- Z Skor 3 = -1,444 + 0,604 Wrusaha +-0,129 Lamaush +0,071 omset

Ketiga fungsi diskriminan diatas, akan menempatkan/ memprediksi

responden masuk pada grup/kelompok/kategori mana pada kolektibilitas kredit,

apakah akan masuk kategori lancar, kuranglancar, diragukan atau macet.

Fungsi Z skor 1 akan memilah responden dengan katagori lancar atau

kurang lancar, Fungsi Z skor 2 akan memilah responden dengan katagori kurang

lancar atau diragukan, sedangkan Fungsi Z skor 3 akan memilah responden

dengan katagori diragukan atau macet. Pada kasus diskriminan 2 faktor, hal

tersebut mudah dilakukan karena hanya ada satu fungsi diskriminan, serta hanya

ada 2 kode (tipe). Dengan menetapkan Z cu sebagai batas skor, maka

pemasukan input segera menempatkan kasus pada tipe tertentu. Namun untuk

kasus pada penelitian ini menggunakan 4 tipe kelompok (kolektibilitas kredit),

sehingga perhitungannya akan lebih kompleks. Untuk itu Territorial Map atau

peta wilayah akan membantu penempatkan sebuah data pada tipe/kelompok

tertentu. Territorial Map atau peta wilayah pada dasarnya memetakan (mapping)

batas-batas setiap kode berdasar sumbu X (fungsi diskriminan 1), sumbu Y

(fungsi diskriminan 2) dan sumbu Z (fungsi diskriminan 3) sehingga dengan

16

Page 18: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

melihat koordinat sebuah kasus (skor diskriminan yang diperoleh pada masing-

masing fungsi) maka akan dengan mudah melihat kasus atau data tersebut masuk

pada grup/kelompok mana. Didalam territorial map, setiap centroid kelompok

(nilai rata-rata skor fungsi diskriminan untuk suatu kelompok tertentu) ditandai

dengan asterisk (*). Batas kelompok ditunjukkan dengan angka yang sesuai

dengan nomor kelompok. Centroid kelompok 1 dibatasi dengan angka 1, begitu

juga untuk centroid kelompok 2, 3 dan 4.

Tabel 4. Nilai Rata-rata Skor Fungsi Diskriminan Untuk Setiap Grup/Kelompok Kolektibilitas Kredit

KOLEKTIBILITAS

Fungsi

1 2 3

1 1,593 ,419 ,072

2 ,813 -,423 -,125

3 -,897 -,522 ,106

4 -1,510 ,525 -,053

Sumber : Hasil Penelitian, 2006

17

Page 19: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

Gambar 1. Grafik Territorial MapFungsi Diakriminan 2 -6,0 -4,0 -2,0 ,0 2,0 4,0 6,0 6,0 41 41 41 41 41 41 4,0 41 41 41 41 41 41 2,0 41 41 41 41 * 44211 4443322211 * ,0 44333 32 2211 44433 32 * 2211 444333 * 32 221 444333 32 211 444333 32 2211 444333 32 2211 -2,0 44333 32 2211 44433 32 221 444333 32 211 4333 32 2211 3 32 2211 32 2211 -4,0 32 221 32 211 32 22 32 32 32 -6,0 32

18

Page 20: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

4.3.5. Menilai Validitas Analisis Diskriminan

Untuk mengetahui sejauh mana klasifikasi yang telah ditentukan sudah

tepat atau berapa persen terjadi kesalahan pada proses klasifikasi tersebut, dapat

dilihat dari hasil metode case wise results dan metode leave-one-out cross

validation. Hasil yang diperoleh sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan pada Sampel AnalisisTotal

1 2 3 4 DATA AWAL: Jumlah 1 8 10 1 1 20 Responden 2 3 15 1 1 20 3 0 2 11 7 20 4 0 1 1 18 20 % 1 40 50 5 5 100 2 15 75 5 5 100 3 0 10 55 35 100 4 0 5 5 90 100

VALIDASI Jumlah 1 8 10 1 1 20 SILANG Responden 2 3 13 3 1 20

3 0 3 10 7 20 4 0 2 3 15 20 % 1 40 50 5 5 100 2 15 65 15 5 100 3 0 15 50 35 100 4 0 10 15 75 100Sumber : Hasil Penelitian, 2006

Keterangan :a. 65,0% responden diprediksi atau diklasifikasikan secara tepat sesuai data aslinya.b. 57,5% dari hasil validasi silang diklasifikasikan secara tepat sesuai data aslinya.

KOLEKTIBILITAS Prediksi Keanggotaan Grup

Pada tabel 5 diatas, terlihat bahwa ketepatan prediksi dari model/fungsi

diskriminan adalah : ( 8 + 15 + 11 + 18 ) / 80 = 0,65 atau 65%. Hal ini berarti

65% dari 80 data yang diolah telah dimasukkan pada grup yang sesuai dengan

data semula atau dapat juga dikatakan 65% dari data telah terklasifikasi dengan

benar. Sedangkan hasil pengklasifikasian dengan metode leave-one-out cross

validation (kode b), didapat angka ketepatan klasifikasi data sebesar 57,5%.

Dengan diperolehnya angka ketepatan yang cukup tinggi tersebut yaitu masih

diatas 50%, menunjukkan maka model/fungsi diskriminan yang dihasilkan sudah

layak untuk membedakan keempat grup/kelompok tingkat pengembalian

kredit/kolektibilitas. Menurut Supranto (2004), apabila kelompok mempunyai

19

Page 21: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

objek yang sama (the same sample size), persentase klasifikasi yang tepat karena

kebetulan ialah angka 1 (satu) dibagi dengan banyaknya kelompok (equal

chance). Pada penelitian ini terdapat 4 kelompok, sehingga 1/4 = 0,25. Hasil

ketepatan prediksi dari model/fungsi diskriminan adalah 65% lebih besar dari

25%, sehingga hasil analisis dianggap memuaskan.

Oleh karena angka ketepatan klasifikasi tersebut berasal dari sampel

analisis ( data yang digunakan untuk keperluan estimasi juga untuk validasi)

sehingga dikhawatirkan kesahihannya/ kevalidannya maka untuk pengujian model

dilakukan dengan menggunakan holdout sample atau sampel validasi. Caranya

adalah koefisien atau timbangan (weight) fungsi diskriminan yang diestimasi

dengan menggunakan analisis sampel dikalikan dengan nilai variabel prediktor

didalam sampel validasi untuk menghasilkan skor (nilai) diskriminan. Hasil skor

yang diperoleh akan menentukan apakah responden pada holdout sampel masuk

kategori lancar, kurang lancar, diragukan atau macet dengan bantuan grafik

territoral mapping.

Hasil analisis menunjukkan bahwa the hit ratio yaitu persentase

objek/kasus yang secara tepat diklasifikasi oleh fungsi diskriminan sebesar ( 7

+ 6 + 7 +8)/40 =0,70 atau 70%.

Tabel 6. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan pada Sampel Validasi/ Holdout

SampleTotal

1 2 3 4 DATA AWAL: Jumlah 1 7 3 0 0 10 Respoden 2 1 6 2 1 10 3 0 1 7 2 10 4 0 0 2 8 10 % 1 70 30 0 0 100 2 10 70 10 10 100 3 0 10 70 20 100 4 0 0 20 80 100Sumber : Hasil Penelitian, 2006

KOLEKTIBILITAS Prediksi Keanggotaan Grup

Pada kasus ini terlihat bahwa terdapat perbaikan nilai validasi dari

65,0% (pada analisis sampel) menjadi 70,0% (pada sampel validasi atau holdout

20

Page 22: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

sample), semakin tinggi nilai validasi tentu semakin bagus karena akan semakin

tepat fungsi diskriminan dalam membedakan keempat kelompok kolektibilitas

kredit. Dan hal ini menunjukkan juga bahwa fungsi diskriminan yang telah

dibentuk juga territorial map yang telah dibuat, sudah layak dan valid untuk

digunakan dalam mengklasifikasi responden masuk pada grup/kelompok/kategori

mana dalam kolektibilitas kredit.

4.3.6. Pembahasan

Dari hasil analisis diskriminan diatas menunjukkan bahwa terdapat

beberapa variabel dari karakteristik pelaku usaha mikro kecil dan profil usahanya

yang dapat membedakan atau mendiskriminasi responden pada kriteria

pengelompokkan tingkat pengembalian kredit/kolektibilitas. Hal tersebut

memberikan gambaran bahwa ukuran risiko kredit untuk segmen usaha mikro-

kecil tidak hanya cukup menggunakan indikator keuangan tetapi juga sangat

tergantung pada pemahaman calon debitur yang meliputi karakteristik pengusaha

mikro-kecil itu sendiri maupun profil usaha yang digelutinya.

Adapun variabel-variabel yang mempunyai discriminating power atau

kemampuan mendiskriminasi tinggi, sehingga mampu membedakan objek atau

responden pada kriteria kategori lancar dan non lancar (kurang lancar, diragukan

dan macet) adalah variabel wirausaha, lama usaha dan omset yang dihasilkan.

Terpilihnya ketiga variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Wirausaha.

Terpilihnya variabel ini sebagai variabel yang mampu membedakan

antara mereka yang lancar dan non lancar dalam hal pengembalian kredit

sangat dapat dipahami. Mereka yang memiliki jiwa wirausaha akan memiliki

pola pikir yang berbeda dengan mereka yang tidak memiliki jiwa wirausaha.

Pola pikir ini akan mempengaruhi sikap/karakter, tanggungjawab dan tindakan

seseorang terhadap usaha yang dijalankannya.

Melalui kajian empirikal, Hornoday (1982) dalam Herri (2004: 12-13),

berhasil merumuskan beberapa karakteristik wirausaha. Adapun karakteristik

dari wirausaha tersebut adalah : (1) kepercayaan terhadap diri sendiri, (2)

21

Page 23: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

penuh energi, dan bekerja dengan cermat, (3) kemampuan untuk menerima

menerima resiko yang telah diperhitungkan, (4) memiliki kreatifitas yang

tinggi, (5) memilik tanggungjawab yang tinggi terhadap usaha yang dibentuk,

(6) memiliki fleksibilitas dan reaksi positif terhadap tantangan yang dihadapi,

(7) memiliki jiwa dinamis dan kepemimpinan, (8) memiliki kemampuan yang

tinggi untuk bergaul dengan orang lain, (9) memiliki kepekaan untuk

menerima saran-saran dan kritikan, (10) Memiliki pengetahuan akan pasar

yang dihadapi, (11) memiliki keuletan dan kebulatan tekad untuk mencapai

tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, (12) memiliki banyak akal dan

kebutuhan berprestasi yang tinggi, (13) memiliki inisiatif dan kemampuan

berdiri sendiri, (14) memiliki pandangan tentang masa yang akan datang, (15)

berorientasi pada laba, (16) memiliki sifat perseptif, jiwa optimisme dan

keluwesan, serta (17) memiliki pengetahuan/ pemahaman tentang produk dan

teknologi.

b. Lama Usaha

Lamanya usaha yang didirikan pelaku usaha mikro kecil terkait

dengan pengalaman dalam mengelola bisnis yang digelutinya. Semakin lama

dia berusaha, semakin tinggi pengalamannya dalam melakukan usaha tersebut

dan diharapkan semakin mudah dia mengendalikan resiko yang muncul dalam

setiap kegiatan usahanya.

Menurut Zimmerer (2002: 2 – 32), manajer-manajer bisnis kecil

perlu memiliki pengalaman dalam bidang yang akan dimasukinya. Dan

idealnya, wirausahawan harus memilki keterampilan teknis yang memadai

berupa pengalaman kerja mengenai pengoperasian fisik bisnis dan

kemampuan konsep yang mencukupi; kemampuan memvisualisasi,

mengkoordinasi dan mengintegrasikan berbagai kegiatan bisnis yang sinergis.

Data statistik dari Small Business Administration (SBA)

memperlihatkan bahwa 63 % bisnis baru gagal dalam waktu 6 tahun. Sebab

utama kegagalan ini adalah karena manajemen yang kurang kompeten,

kurangnya pengalaman, lemahnya pengendalian keuangan, tidak adanya

perencanaan strategis, pertumbuhan yang tidak terkendali, salah lokasi,

22

Page 24: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

kurangnya pengendalian persediaan, dan ketidakmampuan melaksanakan

transisi kewirausahaan.

c. Omset Usaha

Omset usaha akan terkait dengan pendapatan dan laba yang

diperoleh pengusaha mikro kecil. Semakin besar omset usaha yang

dihasilkan, semakin tinggi pula harapan untuk mendapatkan pendapatan dan

pada akhirnya semakin baik/lancar pula tingkat pengembalian kredit yang

diterimanya.

Menurunnya omset usaha seseorang akan mempengaruhi

keberhasilan bisnis usaha yang dikelolanya. Turunnya omset, diantaranya

dipengaruhi oleh kurangnya modal pengusaha dan kondisi pasar yang tidak

mendukung. Kasus di Kabupaten Purbalingga, tekanan terhadap bisnis usaha

mikro kecil (khususnya yang bergerak pada jenis usaha pengolahan) didalam

menjual produk yang dihasilkan dengan sistem konsinyasi/ kerjasama dengan

pemilik toko sangat kuat. Padahal sistem ini kurang menguntungkan bagi

pelaku usaha mikro kecil karena pembayaran dilakukan setelah barang/produk

laku terjual, disisi lain untuk membeli bahan baku dibayar dengan tunai.

Akibatnya omset usahanya menurun dan bila tidak mampu mengelola

keuangan dengan baik akan berakhir pada penutupan usaha yang akan

berimbas pada ketidaklancaran pengembalian kredit.

Menurut Zimmerer (2002), manajemen yang sehat adalah kunci

keberhasilan perusahaan kecil, dan manajer yang handal akan menyadari

bahwa semua keberhasilan bisnis memerlukan kendali keuangan yang pantas.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa investasi terbesar yang harus dilakukan

manajer bisnis adalah dalam persediaan, namun pengendalian persediaan

adalah salah satu tanggungjawab manajerial yang paling sering diabaikan

seorang pengusaha. Tingkat persediaan yang tidak mencukupi akan

mengakibatkan kekurangan dan kehabisan stok akibatnya omset menurun.

23

Page 25: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik

yang jelas antara kelompok responden yang lancar, kurang lancar, diragukan dan

macet. Adapun karakteristik pelaku usaha mikro kecil dan profil usahanya yang

secara signifikan mampu menjelaskan terdapatnya perbedaan tingkat

pengembalian kredit usaha mikro kecil tersebut adalah jiwa wirausaha yang

dimiliki, lama usaha dijalankan, dan omset yang dihasilkan dalam usahanya. Dari

hasil cross tabulasi juga memperlihatkan bahwa ketersediaan modal awal usaha

dan adanya keikutsertaan pelaku usaha mikro kecil dalam pendidikan khusus

(pelatihan/keterampilan) juga cenderung memberikan pengaruh yang baik

terhadap terhadap kemampuan pengusaha mikro kecil dalam mengelola usahanya

dan ini tercermin dari kemampuan mereka memenuhi kewajiban pinjamannya.

Hal tersebut memberi petunjuk bahwa dalam mengelola lembaga keuangan

mikro pemahaman terhadap calon debitur menjadi suatu yang mutlak diperlukan.

Beberapa tahapan kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh lembaga keuangan

mikro sebagai upaya meminimalisasi risiko antara lain : (a) Evaluasi daftar

riwayat hidup calon debitur berdasarkan pengalaman dan sector usaha yang

dimiliki, (b) Evaluasi terhadap transaksi, (c) Optimisasi, artinya setiap outlet

mikro (unit operasional) diberi target tertentu untuk tetap menjaga agar

performance kredit yang diberikan tetap terjaga dengan baik.

Disisi lain keberhasilan penyaluran kredit oleh lembaga keuangan mikro

tidak hanya menyangkut keberhasilan dalam pendistribusian tetapi juga

menyangkut pemanfaatan kredit dan tingkat pengembalian kredit oleh pelaku

usaha mikro kecil. Oleh karena itu mekanisme kredit yang baik adalah yang

mampu mendistribusikan kredit secara tepat, efisien dan juga mampu

mengoptimalkan kemampuan penerima.

Hasil penelitian ini juga memberikan petunjuk bahwa selain ketersediaan

modal dalam upaya peningkatan omset usaha, pengembangan usaha dibidang

sumberdaya manusia juga perlu dilakukan dalam upaya penguatan usaha mikro

kecil dan sekaligus sebagai upaya dalam mengantisipasi timbulnya kredit

24

Page 26: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

bermasalah. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: perlunya memasyarakatkan

kewirausahaan, meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial, membentuk

dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan dan konsultasi usaha mikro

kecil serta penyediaan tenaga penyuluh yang memadai dan handal.

Disamping itu, Pemerintah Daerah juga perlu melakukan pemetaan

(mapping) terhadap keberadaan dan karakteristik pelaku usaha mikro kecil di

wilayahnya. informasi tentang keberadaan usaha mikro kecil ini tidak hanya

bermanfaat bagi lembaga keuangan tapi juga bermanfaat bagi pemerintah dalam

rangka mengambil kebijakan yang tepat dalam upaya pengembangan dan

penguatan usaha mikro kecil.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah :

a. Sulitnya memperoleh data tentang kondisi keuangan pengusaha mikro-kecil

karena pada umumnya administrasi/pencatatan keuangan usaha mereka kurang

tertib dan masih sangat sederhana, sehingga dalam penelitian ini tidak

mengangkat variabel rasio keuangan usaha mikro kecil.

b. Jumlah sampel sangat bervariatif untuk masing-masing variabel, sehingga

sulit untuk mengkaji secara mendalam bagaimana pengaruh variabel-variabel

yang diteliti (seperti variabel jenis usaha yang terdiri dari pengolahan,

perdagangan, dan jasa) terhadap tingkat pengembalian kredit. Hal tersebut

dikarenakan dalam penelitian ini hanya fokus melihat perbedaan antara

mereka yang lancar, kurang lancar, diragukan dan macet sehingga jumlah

sampel yang diambil hanya proporsional pada keempat perbedaan tersebut,

dan tidak proporsional terhadap perbedaan jenis usaha.

5.3. Saran

a. Untuk menganalisis secara mendalam terhadap variabel-variabel pada

karakteristik usaha mikro kecil yang akan diteliti maka jumlah sampel yang

diambil diusahakan proporsional berdasarkan jenis variabelnya.

b. Dalam upaya mengurangi resiko kredit perlu memperhatikan banyak aspek,

baik aspek internal perbankan sendiri maupun eksternal bank. Dalam

25

Page 27: KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL

penelitian ini hanya menganalisa aspek eksternal bank saja yaitu melihat

hubungan tingkat pengembalian kredit dengan karakteristik peminjam/nasabah

(pelaku usaha mikro kecil). Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan

yang terkait dengan pengelolaan kredit oleh bank itu sendiri, seperti pengaruh

tingkat suku bunga, tingkat penagihan kredit, jumlah karyawan, kebijakan

perbankan dan lain sebagainya. Diharapkan dengan memperhatikan berbagai

aspek tersebut, strategi yang diambil dalam pengelolaan kredit untuk usaha

mikro kecil ini dapat dilakukan secara terpadu sehingga mendapatkan hasil

yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia, 1997, Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/BPPP tanggal 30 April 1997 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.

Basuki, Iben, 1999. Kajian tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidaklancaran Pengembalian Kredit Usaha Kecil (Study Kasus di Bapindo Cabang Purwokerto). Tesis S-2, Program Pascasarjana, UNSOED, Purwokerto.(Tidak dipublikasikan).

Fernando, A.P, 2004. Pemahaman Debitur Mikro dan Pengelolaan Risiko Mikro Banking. Bank dan Manajemen edisi 78 Mei/Juni 2004, Jakarta.

Hair, S.E., Anderson, R.E., Tatham R.L, Black, W. Multivariate Data Analysis, Prentice Hall, Fifthe Edition, 1998.

Herri, 2004. “Karakteristik Kewirausahaan dan Prestasi Usaha Kecil dan Menengah Indonesia (Pendekatan Teori Berbasis Sumberdaya), Lembaga Penelitian Universitas Andalas, Padang.

Miller, D., and Toulouse,J.M., 1986. Strategi, Structure, CEO Personality and Performance in Small Firms, American Journal of Small Business.

Santoso, Singgih, 2002. Statistik Multivariat, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Supranto, J, 2004. Analisis Multivariat : Arti dan Interpretasi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Zimmerer dan Scarborough, 2002. Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil, “Essentials of Entrepreuneurship and Small Business Management”. Prenhallindo, Jakarta.

26