kebijakan redaksional surat kabar media indonesia dalam
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN REDAKSIONAL
SURAT KABAR MEDIA INDONESIA
DALAM PENULISAN EDITORIAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Nurhasanah
NIM : 107051102535
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini hasil jiplakan dari hasil karya orang
lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 Februari 2011
Nurhasanah
KEBIJAKAN REDAKSIONAL
SURAT KABAR MEDIA INDONESIA
DALAM PENULISAN EDITORIAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Nurhasanah
NIM : 107051102535
Pembimbing,
Drs. Jumroni, M.Si
NIP : 19630515 199203 1 006
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
ABSTRAK
Nurhasanah
Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia dalam Penulisan
Editorial
Kebijakan redaksi merupakan dasar pertimbangan yang menjadi acuan sikap
media terhadap suatu peristiwa. Di mana kebijakan tersebut biasanya tertuang
dalam bentuk editorial atau tajuk rencana. Isi dari editorial dapat mencerminkan
visi misi serta ideologi dari media bersangkutan.
Editorial Media Indonesia, tentunya memiliki kebijakan redaksi tersendiri,
yang menjadi pembeda antara rubrik lain pada media tersebut, ataupun rubrik
sejenis pada media lain. Maka kemudian timbul pertanyaan, bagaimana kebijakan
redaksional Surat Kabar Media Indonesia dalam penulisan Editorial?
Selain dari segi bahasa yang kritis dan lugas, perbedaan kebijakan redaksi
editorial Media Indonesia adalah dengan menempatkan rubrik ini pada halaman
depan surat kabar, dan secara interaktif menyiarkannya kembali di Metro TV.
Teori yang digunakan untuk menganalisis kebijakan redaksi tersebut adalah
Theories of Influences on Media Content atau Teori Hirarki Pengaruh. Di mana
menurut Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese, mengatakan bahwa terdapat
lima faktor yang mempengaruhi isi media. Kelima faktor tersebut adalah individu,
rutinitas media, organisasi, ekstramedia dan ideologi.
Pendekatan dalam penelitian ini ialah kualitatif dengan model deskriptif.
Data yang telah didapatkan dari hasil wawancara langsung kepada Usman
Kansong, selaku Deputi Direktur Media Indonesia, yang juga tergabung dalam
tim editorial, dari hasil observasi dan dokumentasi, selanjutnya di analisis.
Kebijakan redaksi Media Indonesia dalam penulisan editorial, jika dianalisis
menggunakan Teori Hirarki Pengaruh, maka terlihat bahwa pada level individu,
tingkat pengetahuan dan pengalaman penulislah yang mempengaruhi isi editorial.
Pada level rutinitas media, standar nilai berita lah yang menjadi pertimbangannya.
Kemudian tujuan media, mempengaruhi isi, ada pada level organisasi. Pada level
ekstramedia, lingkungan politik turut serta mempengaruhi isi editorial, karenanya,
kebanyakan isu yang diangkat merupakan isu-isu politik. Dan, yang paling kuat
mempengaruhi isi editorial adalah ideologi media. Dimana ideologi ini mampu
mengarahkan redaksi dalam membuat kebijakan.
Maka, kebijakan redaksional Media Indonesia dalam penulisan editorial,
tidak lepas dari kelima faktor menurut skema hierarchy of influence tersebut.
Namun, yang paling kuat mempengaruhi adalah ideologi media. Ideologi
nasionalisme yang mereka anut, mengantarkan editorial pada kebijakan yang
menjadi arah tujuan Media Indonesia itu sendiri.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KEBIJAKAN REDAKSIONAL SURAT KABAR
MEDIA INDONESIA DALAM PENULISAN EDITORIAL telah diujikan
dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Maret 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Program Studi Konsentrasi Jurnalistik.
Jakarta, 24 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota
Drs. Study Rizal, LK, MA Ade Rina Farida, M. Si.
NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19770513 200701 2018
Anggota
Penguji I Penguji II
Drs. H. Sunandar, M. Ag. Drs. Study Rizal, LK, MA
NIP. 19620626 199403 1 002 NIP. 19640428 199303 1 002
Pembimbing
Drs. Jumroni, M. Si.
NIP. 19630515 199203 1 006
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, dzat sempurna yang senantiasa menyempurnakan
kenikmatan kepada hamba-hambaNya. Alhamdulillahhirabbil alamiin, hanya
dengan bimbingan dan kekuatan dariNya lah penulis akhirnya mampu
menyelesaikan penelitian ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW. Yang telah mengantarkan manusia dari zaman kegelapan
ke zaman penuh cahaya ini.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis sadari bahwa tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan karya ini. Semua
berkat arahan, bimbingan, petunjuk, serta motivasi dari semua pihak yang
diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini pada Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam, Program Studi Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Selanjutnya, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ayahanda (Arsan) dan Ibunda (Misnah) tercinta, yang terus menerus
memberikan semangat tanpa batas. Adinda Khairunnisa, serta kakek
dan nenek yang selalu memberikan keceriaan.
2. Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ii
3. Drs. Rubiyanah, MA, selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik, dan Ade
Rina Farida, M,Si, selaku Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik, yang
senantiasa memberikan masukan dan arahanya.
4. Drs. Jumroni, M.Si, selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar
memberikan nasehat, arahan, serta bimbingan kepada penulis.
5. Seluruh Dosen, serta para staf Tata Usaha dan Akademik Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan berbagai
hal, terutama ilmu dan pengalaman.
6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Media Indonesia, serta Perpustakaan Institut Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Jakarta, yang telah banyak membantu penulis dalam
mencari bahan referensi, dalam penelitian ini.
7. Bapak Usman Kansong, Deputi Direktur Pemberitaan Media
Indonesia, yang dengan keramahannya telah menjadi narasumber
dalam penelitian ini.
8. Bapak Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia, Bapak Teguh Nirwahyudi, Sekertaris Redaksi Media
Indonesia, Bapak M. Nasri dan seluruh redaksi Media Indonesia, yang
banyak membantu penulis dalam penelitian ini.
9. Kakanda Ina Salmah Febriani, kakak terbaik yang selalu memberikan
ilmu dan informasi kepada penulis.
10. Sahabat-sahabat tersayang, Nana, Lola, Sinthia, Silvy, dan Nia, yang
selalu memberikan semangat dan dorongan.
iii
11. Teman-teman Konsentrasi Jurnalistik angkatan 2007, yang selama ini
banyak memberikan masukan, inspirasi, dan motivasi.
12. Teman-teman paduan Suara Voice of Communication (VOC), Nisa,
Alfi, Fitrah, Dhani, Angle, Abe, Abda dan semuanya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
13. Teman seperjuangan, KPI, MD, BPI, PMI, dan Kessos, serta seluruh
senior yang secara langsung taupun tidak, telah memberikan motivasi
dan informasi kepada penulis.
14. Teman-teman IISIP Jakarta, Ocay, Yudi, Luna, dan Nirma, yang telah
membantu meminjamkan kartu Perpustakaannya, sehingga penulis
dapat mendapat referensi di sana.
15. Serta yang terspesial kepada suami tercinta Robert Meiyudha Asuma,
yang oleh karenanya lah semangat dan kekuatan ini menyerta. Terima
kasih untuk semangat, cinta, dan kasih sayang yang terus menyertai
dalam setiap langkahku.
Dan kepada semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT.
Membalas budi baik dan jasa kalian. Penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi para pembaca. Amiin.
Jakarta, 14 Februari 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 5
D. Metodologi Penelitian ........................................................................ 7
E. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 13
BAB II KAJIAN TEORI
A. Surat Kabar ......................................................................................... 15
B. Editorial .............................................................................................. 17
C. Kebijakan Redaksi .............................................................................. 21
D. Sosiologi Media .................................................................................. 25
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Surat Kabar Media Indonesia
1. Sejarah Perusahaan PT. Citra Media Nusa Purnama
atau Surat Kabar Harian Umum Media Indonesia ......................... 29
2. Sejarah Singkat Media Indonesia .................................................. 33
3. Visi dan Misi Media Indonesia ...................................................... 36
4. Struktur Redaksi Media Indonesia ................................................. 38
5. Alur Pemberitaan Media Indonesia ............................................... 39
B. Editorial
1. Sejarah Singkat Editorial Media Indonesia ................................... 41
2. Visi dan Misi Penulisan Editorial Media Indonesia ...................... 45
v
3. Konsep Penulisan Editorial Media Indonesia ................................ 46
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN REDAKSI
A. Teori Hirarki Pengaruh dalam Penulisan Editorial .............................. 48
B. Kebijakan Redaksi Surat Kabar Media Indonesia
Secara Umum ..................................................................................... 56
C. Kebijakan Redaksi Surat Kabar Media Indonesia dalam
Penulisan Editorial.............................................................................. 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Media merupakan lokasi atau forum yang berperan untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bersifat
nasional maupun internasional. Dia menjadi sumber dominan, bukan saja
bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi
juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media menyuguhkan
nilai-nilai dan penilaian secara normatif, yang dibaurkan dengan berita dan
hiburan.1
Kebijakan redaksi merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media
massa untuk menyiarkan atau tidaknya suatu berita.2 Dasar pertimbangan
tersebut, tentunya harus melihat terlebih dahulu apakah berita yang ingin
disampaikan sesuai dengan sifat dari media massa tersebut atau tidak.
Perbedaan antara satu surat kabar dengan surat kabar lain, tentunya sangat
berkaitan erat dengan kebijakan redaksional dari suatu lembaga media massa.
Kebijakan redaksi, yang merupakan sikap media massa terhadap suatu
peristiwa, biasanya dituangkan dalam bentuk editorial atau tajuk rencana. Isi
dari editorial sudah dipastikan adalah sebagai cerminan dari kebijakan redaksi
suatu lembaga pers atau media massa. Sedikitnya ada tiga dasar pertimbangan
1 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Ed. 2, Penerjemah Dharma dan
Ram , (Jakarta : Erlangga, 1987), h. 3. 2 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat : Kalam Indonesia, 2005), h. 150.
2
media pertimbangan media untuk menyiarkan atau tidaknya suatu peristiwa,
diantaranya adalah ideologi, politik, dan bisnis. 3
Editorial ataupun tajuk rencana, merupakan salah satu rubrik yang ada
pada surat kabar. Rubrik ini berisi opini redaktur terhadap suatu masalah atau
peristiwa yang berkaitan dengan masyarakat ataupun pemerintah. Media
massa menamakan editorialnya dengan berbagai macam sebutan, yaitu
Selamat Pagi, Pokok Berita, Wawasan, dan sebagainya. Semua nama dari
editorial tersebut tentu memiliki maksud tertentu, misalnya agar pembaca
tidak bosan ataupun untuk memberi nuansa lain. Apapun maksudnya,
editorial tetap menjadi refleksi keberadaan media tersebut hadir di tengah-
tengah masyarakat. Alasan-alasan, prinsip-prinsip, dan latar belakang
jurnalistiknya dapat diteropong melalui editorial tersebut. Oleh karena itu,
penulis editorial haruslah orang yang mengerti betul, bahkan menjiwai visi
dan misi surat kabar bersangkutan. 4
Editorial atau tajuk rencana pada surat kabar, telah menjadi bagian
penting yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Menurut Sudirman Tebba,
“Tajuk akan menjadi sumber pengetahuan yang akan diteruskan dalam fungsi
aksi sosial. Tajuk yang kredibel, sekaligus menjadi pembanding atas
pemikiran dan persepsi terhadap masalah yang sama, sehingga dapat
memperkuat pikiran ataupun sebaliknya. Sikap media terhadap masalah juga
tergantung kepada ideology, ataupun orientasi segmen konsumen.” 5
3 Ibid, h. 152-155.
4 Redi Panuju, Nalar Jurnalistik : Dasarnya Dasar Jurnalistik (Malang : Bayumedia, 2005), h.81. 5 Ibid, h. 83.
3
Opini yang dituliskan dalam editorial, diasumsikan dapat mewakili
sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi pers yang bersangkutan
secara keseluruhan sebagai suatu lembaga penerbitan media berkala. Isi dari
tajuk rencana bukanlah suara perseorangan atau pribadi-pribadi, melainkan
suara kolektif seluruh wartawan dan karyawan dari suatu lembaga penerbitan
pers.
Penulis tertarik meneliti editorial, karena tulisan ini merupakan
pernyataan redaksi yang dibuat untuk mendukung, mengkritisi, menanggapi,
bahkan menentang suatu realitas yang terjadi di masyarakat. Pernyataan
redaksi tersebut diharapkan dapat mewakili masyarakat secara umum dalam
mengungkapkan opininya. Selain itu, editorial atau tajuk rencana dapat
dikatakan sebagai jiwanya surat kabar.
William L. Rivers, Bryce Mc Intyre dan Alison Work mengatakan
“Editorial adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendapat
umum. Editorial juga adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan
berita-berita penting dan mempengaruhi pendapat umum.” 6
Isu atau opini editorial harus berdasarkan fakta dan data dengan nilai
kebenaran yang akurat. Ini dimaksudkan sebagai dasar untuk
menggambarkan realitas, sehingga editorial mampu mengajak pembaca
melihat duduk permasalahan sesungguhnya. Pada akhirnya diharapkan,
pembaca dapat menilai sendiri kondisi yang sebenarnya. Di sini lah
kepiawaian redaksi diuji dalam mengulas dan manganalisis suatu
permasalahan untuk turut memberikan solusi.
6 William L. Rivers, Bryce Mc Intyre dan Alison Work, Editorial, Penerjemah Dedy Djamaluddin
Malik (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), h. 3.
4
Dengan demikian, editorial memiliki kekuatan untuk membentuk
opini publik. Berdasarkan hal tersebut, penulis menilai hal ini tidak bisa lepas
dari peran kebijakan redaksi dalam melihat dan menilai suatu permasalahan.
Kebijakan redaksi mempunyai pengaruh kuat terhadap bentuk arah suatu
tulisan editorial. Di sini lah penulis menitikberatkannya.
Media Indonesia, sebagai surat kabar nasional yang telah terbit sejak
19 Januari 1970, di mana surat kabar ini dapat diperoleh di 33 propinsi yang
tersebar di 429 kabupaten / kotamadya di seluruh Indonesia. Kekuatan Media
Indonesia justru terletak pada editorial yang kuat, lugas, tegas, inovatif dan
terdepan. Berdasarkan hasil survei yang dikeluarkan oleh Mark Plus Insight,
menempatkan Media Indonesia pada urutan ke-3 besar (12.22%) sebagai
koran yang dibaca para eksekutif untuk mengakses berita ekonomi dan
bisnis.7 Media Indonesia tentunya memiliki kebijakan yang mengatur isi,
serta seluruh aspek yang ada pada surat kabar tersebut.
Kebijakan redaksi yang dibuat oleh suatu lembaga pers, dalam hal ini
adalah Surat Kabar Media Indonesia, tentunya sangat erat kaitannya dengan
ideologi dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang dianut oleh media
bersangkutan, serta memprioritaskan kepentingan masyarakat.
Dari beberapa surat kabar yang memiliki tajuk rencana atau editorial,
tajuk dalam Media Indonesia memiliki isi yang paling kritis, tegas, lugas,
tajam dan tidak berputar-putar dalam menyikapi permasalahan yang tengah
terjadi. Belum lagi, hanya media ini yang memiliki kebijakan menempatkan
tajuknya pada halaman muka. Tentunya itu menjadi hal yang menarik, ketika
7 http://www.mediaindonesia.com/read/2009/02/23/23986/11/11/Profile_Perusahaan
(diakses pada 26 November 2010)
5
kita mengingat bahwa editorial merupakan opini redaksi, dan media
merupakan hal yang dapat mempengaruhi pembacanya. Selain itu pula,
editorial yang telah dipublikasikan melalui Surat Kabar Media Indonesia,
kemudian dikupas ulang dalam bedah kasus editorial di Metro TV, di mana
masyarakat dapat memberikan tanggapan dan respon langsung terhadap isi
dari opini redaksi tersebut. Seperti yang kita ketahui, bahwa editorial
merupakan ruang private redaksi untuk menyampaikan opininya, dengan
merangkapnya di Metro TV, dan adanya interaktif tersebut, maka Media
Indonesia satu-satunya yang membawa editorial dari ruang private redaksi ke
ruang publik. Orang secara luas bisa menanggapi editorial tersebut, baik
melalui telpon di Metro TV, ataupun dalam Rubrik Suara Anda di Media
Indonesia. Inilah kiranya membuat penulis tertarik untuk meneliti kebijakan
redaksional Surat Kabar Media Indonesia dalam penulisan editorial.
Berdasarkan alasan di atas, maka penelitian ini diberi judul
“Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia dalam Penulisan
Editorial”
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada analisis Teori Hirarki Pengaruh dalam
penulisan editorial, yang berimplikasi pada kebijakan redaksional Media
Indonesia secara umum, serta dalam penulisan editorialnya.
2. Rumusan Masalah
a) Bagaimana penerapan Teori Hirarki Pengaruh dalam penulisan
editorial?
6
b) Bagaimana kebijakan redaksional Surat Kabar Media Indonesia
secara umum?
c) Bagaimana kebijakan redaksi editorial Media Indonesia dalam
penulisan editorial?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah :
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum bagaimana kebijakan
redaksional yang dipahami oleh surat kabar di Indonesia.
b) Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui,
bagaimana kebijakan redaksi Surat Kabar Media Indonesia, terutama
kebijakan yang dibuat dalam penulisan editorial.
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
disiplin ilmu jurnalistik, khususnya tentang kebijakan redaksional
pada sebuah media massa, yang dalam penelitian ini dikhususkan pada
Surat Kabar Media Indonesia.
b) Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:
7
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi
komunikasi jurnalistik, terlebih mahasiswa yang belajar ilmu
kejurnalistikan, baik yang berada di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, ataupun mahasiswa lain yang
menekuni ilmu tersebut.
2) Penelitian ini diharapkan juga dapat melengkapi penelusuran
koleksi skripsi pada perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, sehubungan dengan belum adanya penelitian
khusus tentang kebijakan redaksional dalam penulisan editorial
atau tajuk rencana.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini ialah kualitatif dengan model
deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah instrumen
wawancara, observasi, serta dokumentasi. Sedangkan model deskriptif,
penelitian ini akan mendeskripsikan atau memberikan gambaran
bagaimana penerapan kebijakan redaksi Media Indonesia dalam penulisa
editorial.
Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif menggunakan metode
pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat nonkuantitatif,
8
seperti penggunaan instrumen wawancara, serta dokumentasi dari hasil
temuan dilapangan atau studi pustaka.8
Sedangkan, analisis deskriptif berfokus pada penelitian
nonhipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu
merumuskan hipotesis.9 Penelitian ini hanya menggambarkan suatu
kebijakan redaksi Surat Kabar Media Indonesia dalam penulisan
editorial, bukan mencari atau menjelaskan hubungan, menguji hipotesi,
maupun membuat prediksi.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini ialah Surat Kabar Media Indonesia,
sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini ialah redaksi
Media Indonesia, khususnya tim yang menangani penulisan editorial.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua
kategori yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan
sasaran utama dalam penelitian ini, sedangkan data sekunder
digunakan untuk diaplikasikan guna mempertajam analisis data
primer, yaitu sebagai pendukung dan penguat data dalam penelitian.
Data primer (Primary Source) dalam penelitian ini diperoleh
melalui observasi ke Media Indonesia, dan wawancara dengan pihak
Media Indonesia, yakni Usman Kansong, selaku Deputi Direktur
8 Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi : Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Gintanyali,
2004), h.2. 9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Bina Aksara,
1989), h. 194.
9
Pemberitaan, yang merangkap sebagai wartawan senior, dan
tergabung dalam tim penulis editorial. Sedangkan data sekunder
dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku, ensiklopedia, artikel,
jurnal, atau tulisan lain yang berkaitan dengan penelitian.
Langkah selanjutnya ialah mengolah hasil temuan atau data,
melalui tinjauan kembali berkas-berkas yang telah terkumpul. Data
yang diperoleh yaitu dari hasil wawancara, serta dokumen lainnya,
kemudian dipaparkan dengan didukung oleh beberapa hasil temuan
studi pustaka yang kemudian dianalisis.
4. Teknik Analisa Data
Seluruh fakta dan data hasil wawancara, observasi, serta data-
data pendukung lain melalui studi pustaka dan dokumentasi,
selanjutnya diolah dengan pendekatan deskriptif kualitatif, untuk
mendapatkan kesimpulan sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian.
5. Definisi Oprasional
a) Kebijakan Redaksional
Kebijakan redaksi merupakan suatu prinsip yang menjadi
pedoman serta dasar pertimbangan suatu lembaga pers dalam
memilih berita, apakah suatu peristiwa dikatakan layak atau tidak
untuk diberitakan. Kebijakan ini tentunya berkaitan dengan
lingkungan masyarakat (pengaruh luar), juga dengan ideologi atau
paham yang dianut oleh media tersebut (pengaruh dalam).
10
b) Surat Kabar
Surat kabar merupakan penerbitan berupa lembaran yang
berisi tulisan seperti berita, feature, pendapat, fiksi dan iklan,
yang dicetak dan diterbitkan secara periodik serta dijual untuk
umum. Surat kabar juga bersifat universal, yakni mengenai apa
saja dan dari mana saja di seluruh dunia, yang mengandung nilai
untuk diketahui khalayak pembacanya.
c) Editorial
Merupakan tulisan utama dalam penerbitan pers, yang
mencerminkan pandangan media tersebut mengenai suatu
peristiwa penting. Editorial harus dapat menjelaskan dan
meyakinkan pembaca dengan memberika pertimbangan nilai
berdasarkan penyajian fakta dan gagasan yang objektif, sehingga
ada daya untuk mempengaruhi opini publik.
6. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid
Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
E. Penelitian Terdahulu
Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi pada Perpustakaan
Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
11
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, ada beberapa
skripsi yang fokusnya sama, yaitu tentang kebijakan redaksional, namun
belum ada satu pun yang mengambil objek penelitian pada Surat Kabar
Media Indonesia, terlebih pada penulisan Editorial.
Kemudian penulis bertandang ke Kampus Institut Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, terdapat banyak koleksi skripsi mengenai
kebijakan redaksional, akan tetapi hanya beberapa skripsi yang mirip dengan
skripsi yang ingin penulis teliti. Namun, walaupun fokus penelitian nya sama,
akan tetapi media sebagai subjek penelitiannya berbeda.
Beberapa skripsi yang menjadi referensi atau pembanding yang
penulis pelajari, di antaranya adalah :
1. Skipsi dari Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan ILmu
Komunikasi UIN Jakarta :
a) Skripsi yang pertama ialah karya Diah Yuliana, Mahasiswi
Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
UIN Jakarta angkatan 2004 dengan judul “Kebijakan Redaksional
Metro TV dan Penyajian Program Snapshot”
Hasil yang dapat penulis ambil dari skripsi tersebut adalah
gambaran awal mengenai konsep kebijakan sebuah media massa.
Yang mana kebijakan redaksi Metro TV tersebut berlaku dalam
pengemasan subuah program, dalam hal ini adalah Snapshot.
b) Skripsi karya Ahmad Zakaria, Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik,
angkatan 2006 yang berjudul “Kebijakan Redaksional Surat Kabar
Republika Dalam Penulisan Berita Pada Rubrik Internasional”
12
Skripsi ini hampir mirip dengan skripsi yang akan penulis
buat, karena subjek penelitian nya sama-sama media cetak (surat
kabar). Namun tetap surat kabar sebagai subjek, serta objek penelitian
kita berbeda. Penulis hanya mengambil konsep dasar skripsi tersebut
sebagai pembanding skripsi yang akan penulis buat.
c) Skripsi karya Ina Salmah Febriani, Mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik,
angkatan 2006 dengan judul “Analisis Deskriptif Manajemen Redaksi
Republika Online”
Dari skripsi ini, penulis hanya melihat manajemen sebuah
organisasi media cetak, di mana manajemen tersebut menurut penulis
sangat berkaitan dengan kebijakan redaksi. Hal ini tentunya juga
menambah pengetahuan dalam penyusunan skripsi mengenai
penelitian yang penulis lakukan.
2. Skripsi dari Perpustakaan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(IISIP) Jakarta :
a) Skripsi berjudul “Kebijakan Redaksi Surat Kabar Kompas Dalam
Penulisan Tajuk Rencana” karya mahasiswa IISIP Jakarta, Jurusan
Jurnalistik, tahun 2003, bernama Handi Santiago.
Dari sekian banyak skripsi yang menjadi pembanding dan
sumber referensi penulis, skripsi inilah yang memiliki kemiripan lebih
banyak. Akan tetapi, terdapat perbedaan mendasar. Misalnya, subjek
dan objek penelitian, serta rumusan masalah yang ada di dalamnya.
b) Skripsi karya Sari Dewi Rachmawati, Mahasiswi Jurnalistik, tahun
2002, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, dengan judul
13
“Kebijakan Redaksional Surat Kabar Harian Republika Dalam
Menyajikan Kolom Resonansi”
Sama hal nya dengan skripsi-skripsi lain yang menjadi
pembanding, skripsi ini juga memberikan tambahan masukan dalam
kelengkapan skripsi yang penulis susun.
Secara keseluruhan, semua skripsi terdahulu yang penulis pelajari
memberikan masukan sebagai pembanding atas penelitian yang penulis
lakukan. Namun, meskipun secara konsep skripsi-skripsi tersebut sama, akan
tetapi di dalamnya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Hal
ini lah yang membuat penulis termotivasi untuk dapat menghasilkan skripsi
lebih baik dan lebih lengkap, di tengah perkembangan dan perubahan yang
terus terjadi.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, di mana masing-
masing bab menjelaskan uraian tersendiri, yang secara keseluruhan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Uraian pembagian bab
tersebut adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Teori. Pada bab ini menguraikan tinjauan teoritis
mengenai surat kabar, editorial, kebijakan redaksional, serta sosiologi media,
14
di mana menurut Teori Hirarki pengaruh, terdapat lima faktor yang dapat
mempengaruhi isi media. Kelima faktor tersebut adalah pada level lindividu,
rutinitas media, organisasi, ektra media, dan level organisasi.
Bab III Gambaran Umum. Pada bab ini terdapat dua sub yang akan
penulis paparkan. Sub pertama memaparkan sejarah singkat Surat Kabar
Media Indonesia, Visi dan Missi surat kabar tersebut, struktur organisasi
Media Indonesia, serta alur pemberitaannya. Sedangkan pada sub berikutnya,
peneliti lebih memfokuskan kepada sejarah dari editorial sendiri, visi misi,
serta konsep dari editorial tersebut.
Bab IV Analisis Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia
dalam Penulisan Editorial. Bab ini berisi tentang temua data serta analisis
penulis mengenai kebijakan redaksional Media Indonesia dalam penulisan
editorial.
BAB V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran penulis.
15
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Surat Kabar
Ada beberapa definisi surat kabar, di antaranya adalah menurut
Dja’far H. Assegaff, “Penerbitan yang berupa lembaran yang berisi berita-
berita, karangan-karangan dan iklan, yang dicetak dan diterbitkan secara tetap
atau periodik dan dijual untuk umum.”1
Sedangkan menurut Maskun Iskandar surat kabar ialah “Media
komunikasi massa yang diterbitkan secara berkala dan bersenyawa dengan
kemajuan teknologi pada masanya dalam menyajikan tulisan berupa berita,
feature, pendapat, cerita rekaan (fiksi) dan bentuk karangan lain.” 2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, surat kabar diartikan sebagai
”Lembaran kertas bertuliskan kabar atau berita dan sebagainya, terbagi dalam
kolom-kolom (8-9 kolom), yang terbit setiap hari atau secara periodik. “ 3
Dan, dalam buku Himpunan Istilah Komunikasi, Y.S Gusnandi
mengartikan surat kabar sebagai media komunikasi massa yang membuat
serba-serbi pemberitaan meliputi bidang pendidikan, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan. Surat kabar merupakan media komunikasi cetak
yang isinya lengkap, ditujukan kepada masyarakat. 4
1 Dja’far H. Assegaff, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Ke Praktek Kewartawanan, (Jakarta :
Ghali Indonesia, 1985), h.63. 2 Dewan Pers, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 15, (Jakarta : PT. Cipta Adi Pustaka, 1991),
h. 431. 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka
2003), h. 28. 4 Y. S Gusnandi, Himpunan Istilah Komunikasi, Cet. 1, (Jakarta : Grasindo 1998), h. 112.
16
Merujuk pada pengertian-pengertian di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa surat kabar merupakan penerbitan berupa lembaran
yang berisi tulisan seperti berita, feature, pendapat, fiksi dan iklan, yang
dicetak dan diterbitkan secara periodik serta dijual untuk umum.
Kemudian Onong Uchjana Effendy menambahkan bahwa surat kabar
adalah “Lembaran yang dicetak yang memuat laporan yang terjadi di
masyarakat, dengan ciri-ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya
termassa atau aktual, mengenai apa saja dan dari mana saja di seluruh dunia,
yang mengandung nilai berita untuk diketahui khalayak pembacanya.” 5
Mengenai pendapat tersebut, penulis memahami bahwa surat kabar
juga bersifat universal, yakni mengenai apa saja dan dari mana saja di seluruh
dunia, yang mengandung nilai untuk diketahui khalayak pembacanya.
Apabila dihubungkan dengan masalah pokok penelitian, maka Surat
Kabar Media Indonesia adalah penerbitan berupa lembaran tercetak yang
berisi tulisan seperti berita, feature, pendapat, fiksi, iklan dan sebagainya,
yang mengandung nilai untuk diketahui khlayak, dan dijual untuk umum.
Selanjutnya, Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi, membagi surat kabar menjadi empat ciri, di antaranya
adalah :
1. Publisitas (publicity)
Yakni penyebaran kepada publik atau khalayak. Karena
diperuntukkan kepada khalayak, maka sifat surat kabar adalah umum.
Isi dari surat kabar terdiri dari berbagai hal yang erat kaitannya dengan
kepentingan umum.
2. Periodisitas (periodicity)
5 Onong Uchjana Effendy, Leksikon Komunikasi, (Bandung : Mandar Maju, 1989), h. 241.
17
Yakni keteraturan terbitnya surat kabar. Surat kabar bisa terbit satu
kali sehari, bisa dua kali sehari, dapat pula satu kali atau dua kali
seminggu.
3. Universalitas (universalicity)
Yakni kesamaan isinya, aneka ragam dan dari seluruh dunia.
4. Aktualitas (aktualicity)
Menurut kata asalnya berarti “kini” dan “keadaan sebenarnya”, yakni
kecepatan laporan, tanpa menyampingkan pentingnya kebenaran
berita. 6
Setelah melihat uraian di atas, kemudian dihubungkan dengan surat
kabar yang diteliti, maka penulis menyimpulkan bahwa Media Indonesia
termasuk ke dalam jenis surat kabar, karena memenuhi ciri-ciri tersebut di
atas.
B. Editorial
Editorial atau dikenal juga dengan tajuk rencana, adalah salah satu
bentuk tulisan yang biasanya ada dalam surat kabar. Tulisan ini adalah suara
nurani surat kabar, karena di dalam nya tercermin sikap redaksi atas sebuah
persoalan. Opini yang dituliskan, diasumsikan dapat mewakili sekaligus
mencerminkan pendapat dan sikap resmi pers yang bersangkutan secara
keseluruhan sebagai suatu lembaga penerbitan.
Menurut Assegaff (1983:64), “Tajuk rencana sedikitnya harus
mengandung lima unsur yaitu, menyatakan suatu pendapat, pendapat tersebut
kemudian disusun secara logis, singkat, menarik dan dapat mempengaruhi
para pembuat kebijakan dalam pemerintah atau masyarakat.” 7
6 Ibid, h. 91-92.
7 Haris Sumadiria, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis
Professional, (Bandung : Simbiosis Rekatama Media, 2005), h. 83.
18
Maka editorial Media Indonesia adalah pernyataan redaksi mengenai
fakta dan opini yang ditulis secara singkat, lugas, tegas, logis, menarik dan
bertujuan mempengaruhi pendapat atau memberikan interpretasi terhadap
berita yang menonjol. Sehingga pembaca akan menyimak pentingnya arti
berita tersebut.
Dalam hal ini, Joseph Pulitzer menyebutkan beberapa kriteria
editorial, di antaranya adalah :
- Clearness of Style (jelas dalam gaya)
- Moral Purpose (tujuan yang bermoral)
- Sound Reasoning (pertimbangan yang sehat)
- Power of Influence Public Opinion (daya untuk mempengaruhi opini
publik) 8
Dengan demikian, isi editorial harus dapat menjelaskan dan
meyakinkan pembaca dengan memberika pertimbangan nilai berdasarkan
penyajian fakta dan gagasan yang objektif, sehingga ada daya untuk
mempengaruhi opini publik.
Menurut William Pinkerton dari Harvard University, Amerika Serikat
(Rivers, 1994 : 23-24), ada empat fungsi tajuk rencana, diantaranya adalah :
Menjelaskan berita (explaining the news)
Berfungsi sebagai guru yang menerangkan bagaimana suatau kejadian
tertentu berlangsung, faktor-faktor penyebab, serta solusi yang dapat
mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat.
Menjelaskan latar belakang (filling in background)
Menceritakan suatu peristiwa penting dengan menggambarkan suatu
kejadian tersebut dengan latar belakang sejarah, hubungan sebab
akibat, juga menganalisis keterkaitan suatu peristiwa sekarang dengan
masalah sebelumnya.
Meramalkan masa depan (forecasting the future)
8 Ibid, h. 135.
19
Kadang-kadang menyajikan analisis yang melewati batas berbagai
peristiwa sekarang, dengan tujuan meramalkan sesuatu yang kaan
terjadi pada masa yang akan datang.
Menyampaikan pertimbangan moral (passing moral judgment)
Penulisan tajuk haruslah mempertimbangkan moral atau nilai. Karena
isi dari tajuk rencana ibarat ucapan penulis kepada pembaca tentang
sesuatu yang benar dan salah. Penulis berjuang untuk sesuatu yang
benar, dan menyerang kebatilan. 9
Sedangkan menurut Akhmadsyah Naina, dalam penulisan editorial,
para redaktur surat kabar bisa bersikap sebagai berikut :
Bersifat favorable apabila isinya mendukung dan menyetujui suatu
masalah atau kejadian yang sedang aktual atau penting pada
zamannya.
Bersifat unfavorable apabila menentang atau tidak menyetujui suatu
masalah atau kejadian yang sedang aktual pada zamannya.
Bersifat netral apabila hanya memberi informasi tentang suatu
masalah atau peristiwa, tanpa memberikan penilaian, sikap, dan
pandanganya terhadap masalaha atau persitiwa. 10
Hampir sama dengan Naina, Rizal Malarangeng membagi tajuk
rencana ke dalam tiga model, yaitu :
1) Model Jalan Tengah (MJT)
Walaupun mengandung unsur kritis, tajuk jenis ini sedemikian rupa
sehingga terkesan terlalu santun, berputar-putar dan cenderung
mengaburkan pesan yang hendak disampaikan. Tajuk seperti ini
terkesan ingin menghindari konfrontasi langsung dengan pihak yang
diulas atau dikritiknya.
2) Model Angin Surga (MAS)
Hampir serupa dengan tajuk MTJ, hanya saja tajuk ini ditujukan
bukan untuk menggugat atau mempertanyakan hal-hal tertentu. Tajuk
ini di tulis lebih sebagai imbauan dan harapan penulis. Di dalamnya
terdapat ungkapan-ungkapan kunci, seperti “kebersamaan”, “duduk
bersama mencari solusi”, “kewajiban kita semua”, dan sebagainya.
3) Model Anjing Penjaga (MAP)
Didalamnya dapat terbaca dengan jelas apa yang hendak
diperjuangkan dan dikatakan oleh penulisnya. Dengan lugas, berani
dan tajam, kritik-kritik yang ada di dalamnya bahkan dengan lugas
ditujukan kepada pemegang kekuasaan tertinggi di republik kita.
9 Ibid
10 Ibid, h. 81
20
Tajuk seperti itu lah yang betul-betul menjalankan kodrat media pers
sebagai lembaga kontrol dan pemberi informasi yang mendidik dan
mencerdaskan pembaca. 11
Sama halnya dengan artikel, editorial juga merupakan sebuah opini.
Namun, editorial atau tajuk rencana memiliki karakteristik yang khas, di
antaranya adalah :
Opini yang disiapkan oleh pihak redaksi (hanya orang-orang tertentu
dijajaran redaksi yang ditunjuk dan diberi kepercayaan penuh untuk
menulis tajuk rencana.
Institusional (suara dan sikap resmi media).
Nama penulis tidak dicantumkan, karena mewakilkan suara suatu
media.
Lebih singkat dibandingkan dengan artikel.
Ditulis secara inferensial (dengan pola penulisan memadat, memakna,
dan argumentatif).
Makrostrategis dan bersifat umum (bahasan tidak difokuskan pada
satu masalah).
Topik yang dibahas sifatnya aktual, kontrovbersial, atau gabungan
dari keduanya.
Bertujuan untuk menjelaskan berita, menafsirkan berita, meramalkan
masa depan, dan menegaskan penilaian moral.
Gaya bahasa yang hidup, lincah, segar, jelas, singkat, populer, tetapi
tetap merujuk kepada bahasa baku.
Utuh dan tuntas (tidak bersambung ke edisi berikut).
Penulis tajuk rencana terdiri atas tim, bukan perorangan. 12
Dari uaraian-uraian diatas maka, penulisan editorial merupakan
cerminan dari media bersangkutan. Dengan demikian, isi dari editorial harus
dapat mewakili sebuah media dalam menyikapi sebuah peristiwa. Penyikapan
tersebut berdasarkan pertimbangan nilai, moral dan etika di lingkungan
masyarakat, yang diambil dari berita-berita yang menjadi sorotan masyarakat.
Penulisan opini juga harus melalui pertimbangan atas fakta-fakta yang ada,
sehingga pada akhirnya diharapkan sebuah editorial mampu menggiring
11
Ibid 12
Ibid, h. 86-88.
21
pembaca dalam menyikapi peristiwa dengan objektif, sesuai dengan realitas
yang ada.
C. Kebijakan Redaksional
Dalam penulisan editorial, ada aturan atau prinsip dasar yang harus
dipatuhi sebagai pedoman yang tertuang dalam kebijakan redaksi. Hal ini
dimaksudkan untuk menghasilkan tulisan yang sesuai dengan warna politik
yang dianut media bersangkutan.
Menurut Gunawan Wiradi, “Kebijakan secara umum diartikan sebagai
kearifan mengelok. Dalam ilmu sosial, kebijakan diartikan sebagai dasar-
dasar haluan untuk menentukan langkah-langkah untuk tindakan-tindakan
dalam mencapai suatu tujuan. “13
Penulis menyimpulkan bahwa kebijakan merupakan suatu prinsip atau
patokan dasar yang membimbing tindakan dan wewenang yang dibutuhkan
untuk mencapai suatu tujuan. Selanjutnya pedoman tersebut berfungsi untuk
mengarahkan langkah-langkah demi mencapai suatu tujuan tersebut.
Pengambilan kebijakan suatu media sebagai sebuah institusi, sangat
erat kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai. Gejala ini seiring dengan
meningkatnya peran media itu sendiri sebagai suatu institusi penting dalam
masyarakat.
Asumsi dasar, masyarakat bisa dijadikan landasan dalam menyusun
kebijakan bagi sebuah media. Asumsi tersebut ditopang oleh dalil :
13
Dewan Pers, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 8, (Jakarta : PT. Cipta Adi Pustaka, 1991), h. 263.
22
- … media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan
dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan
masyarakat dan institusi sosial lainnya.di lain pihak, institusi media
diatur oleh masyarakat.
- Media massa merupakan sumber kekuatan (alat kontrol), manajemen
dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai
pengganti sumber daya lainnya.
- Media merupakan lokasi (forum) yang semakin berperan untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yanmg
bertaraf nasional atau internasional.
- Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan
kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni
dan symbol, tetapi juga dalam pengembangan tata cara, metode, gaya
hidup dan norma-norma.
- Media telah menjadi sumber dominan, bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi
masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-
nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan
hiburan. 14
Asumsi di atas menggambarkan bahwa media massa merupakan
sumber kekuatan, dan mempunyai peran penting dalam perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat. Peranan ini dipengaruhi oleh aturan atau norma yang
diwujudkan dalam suatu kebijakan yang menghubungkan institusi media
dengan masyarakat. Oleh sebab itu, kebijakan pada suatu media lebih
berkaitan dengan bentuk masyarakat tempat berkembangnya media massa,
sehingga dapat mencapai kedudukan sebagai institusi sosial yang penting.
Pada umumnya media massa membagi struktur organisasinya ke dalam dua
bagian, yaitu bidang perusahaan dan bidang redaksi. Dalam penyelenggaraan
harian, kebijakan isi media (kecuali iklan dan tata usaha), lebih dominan oleh
redaksi.
Dalam Ensiklopedi Pers Indonesia, Kurniawan Junaedi
mendefinisikan :
14
McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 3.
23
“Redaksi adalah bagian atau orang dalam sebuah organisasi pers
yang bertugas untuk menolak atau mengizinkan pemuatan sebuah tulisan
atau berita. Pertimbanagan yang digunakan bisa menyangkut aspek
apakah tulisan atau berita itu bernilai berita atau tidak, menarik tidaknya
bagi pembaca, serta menjaga corak politik yang dianut penerbit pers
tersebut. Di samping itu, bertugas untuk memperhatikan bahasa, akurasi,
dan kebenaran tulisan atau beritanya, termasuk di dalam nya menjaga
agar tidak salah cetak.” 15
Kemudian Sudirman Tebba, dalam bukunya, Jurnalistik Baru,
mengatakan bahwa, “Kebijakan redaksi merupakan dasar pertimbangan suatu
lembaga media massa untuk memberikan atau menyiarkan suatu berita.
Kebijakan redaksional juga merupakan sikap redaksi suatu lembaga media
massa, terutama media cetak, terhadap masalah aktual yang sedang
berkembang, yang biasanya dituangkan dalam bentuk tajuk rencana.“ 16
Dengan demikian, kebijakan redaksi adalah suatu prinsip yang
menjadi pedoman dalam memilih dan menyusun, serta menolak atau
mengizinkan pemuatan sebuah tulisan. Pertimbangan penolakan dan
pengizinan dimuatnya sebuah tulisan atau berita, merupakan dasar dari
kebijakan redaksi media itu sendiri.
Sudirman Tebba kemudian menambahkan bahwa ada beberapa dasar
pertimbangan media untuk menyiarkan atau tidaknya suatu peristiwa, di
antaranya adalah :
Ideologis
Pertimbangan ideologis media massa biasanya ditentukan oleh latar
belakang pendiri atau pemilik media massa tersebut. Baik itu agama,
ataupun nilai-nilai yang dihayati, seperti nilai kemanusiaan,
kebangsaan, dan sebagainya.
Politik
15
Kurniawan Junaedi, Ensiklopedi Pers Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991), h. 825.
16 Tebba, Jurnalistik Baru, h. 150.
24
Kehidupan pers merupakan indikator demokrasi. Oleh sebab itu, pers
tidak pernah lepas dari masalah politik. Demokrtis tidaknya suatu
Negara antara lain ditentukan oleh kehidupan pers nya, yaitu bebas
atau tidak. Adanya pemilik tau pimpinan media massa yang juga
menjadi pemimpin suatu partai politik, maka akan menyebabkan
kedekatan media massa dengan partai politik yang bersangkutan.
Bisnis
Dalam hal ini, pemilik media massa lebih melihat kepada
pertimbangan siapa sasaran yang paling besar (segmentasi pasar), agar
media tersebut banyak dikonsumsi masyarakat. Misalnya dengan
melihat ekonomi masyarakat, pendidikan, dan sebagainya.17
Sikap, posisi dan pandangan suatu media merupakan faktor terbesar
yang mempengaruhi kebijakan redaksi. Namun, untuk mengimbangi
kebijakan tersebut, perlu memasukkan nilai atau norma yang berlaku dalam
masyarakat. Hal ini seperti dikatakan Djudjuk Juyoto, “Redaksi juga harus
mampu menganalisa yang akan diturunkan, yakni adanya daya timbang dan
kebijaksanaan redaksionalnya. Tentunya untuk merealisir kenyataan semacam
itu, dituntut oleh nilai-nilai, norma-norma, dan standar yang harus
diberlakukan dalam kehidupan masyarakatnya. Yakni mampu membangun
secara spiritual dan materiilnya.” 18
Dari faktor tersebut diharapkan tulisan atau berita yang dimuat mampu
membawa implikasi positif kepada masyarakat. Seperti dikatakan kembali
oleh Djudjuk :
“Keputusan redaksi jangan sampai hanya mempertimbangkan segi
bisnisnya saja, karena untuk pemasaran sudah dicakup oleh perusahaan
per situ sendiri. Maka, redaksi dalam menurunkan berita pun harus atas
dasar pertimbangan peraturan redaksional. Yakni berita yang mmapu
memberi implikasi positif kepada audiens. Keputusan yang baik
memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang masak dan tepat pula.
Jangan sampai berita sudah terlanjur diturunkan karena pertimbangan
17
Ibid, h. 152-155. 18
Djudjuk Juyoto, Jurnalistik Praktis, Sarana Penggerak Lapangan Kerja Raksasa, (Jogjakarta : Nur Cahaya, 1985), h. 31.
25
tertentu, lantas diralat kembali. Sikap ini menunjukkan ketidakbaikan nya
manajemen redaksi itu sendiri.” 19
Adapun guna kebijakan redaksi menurut Usman Kansong adalah
sebagai petunjuk arah, agar tidak melebar ke mana-mana, serta sebagai
koridor yang membatasi, agar kita tidak melompat dari ideologi yang
dianut.20
Sehingga setiap media wajib memiliki kebijakan redaksional,
sebagai pedoman keberadaan dan eksistensi media tersebut.
D. Sosiologi Media
Menurut skema Hierarchy of Influence, Pamela Shoemaker dan
Stephen D. Reese dalam buku Mediating The Message : Theories of Influence
on Mass Media Content yang ditulis oleh Pamela Shoemaker dan Stephen D.
Reese (1996), mengatakan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi isi
media. Kelima faktor tersebut adalah individu, rutinitas media, organisasi,
ekstramedia dan ideologi, 21
berikut skemanya :
Level Individual
Level Rutinitas Media
Level Organisasi
Level Ekstramedia
Level Ideologi Media
Teori Hirarki Pengaruh
19
Ibid, h. 30-31. 20
Wawancara Pribadi dengan Usman Kansong, Jakarta, 24 Januari 2011. 21 Werner J. Severin, dan James W. Tankard, Teori Komunikasi : Sejarah, Metode dan Terapan
di Dalam Media Massa, Ed. 5 Cet. 2, (Jakarta : Kencana, 2007), h. 226.
26
1. Level Individu
Pada tingkat individu dari pekerja media, karakteristik individu
(seperti jender, etnis, dan orientasi seksual) dan latar belakang dan
pengalaman pribadinya (seperti pendidikan, agama dan status sosial
ekonomi orang tua) tidak hanya membentuk sikap, nilai dan kepercayaan
pribadi individu, namun mengarahkan latar belakang dan pengalaman
profesionalnya. Pengalaman profesional ini akan membentuk peranan dan
etika profesionalnya. Peran etika profesional ini memiliki efek langsung
terhadap isi media massa, sedangkan sikap, nilai dan kepercayaan pribadi
mempunyai efek tidak langsung, karena bergantung kepada kedudukan
individu sendiri dalam organisasi media yang dapat memungkinkannya
untuk mengesampingkan nilai profesional dan atau rutinitas organisasi.
dengan kata lain, seorang jurnalis memiliki orientasi nilai tertentu dalam
berhadapan dengan realitas yang sedang terjadi (memiliki pengaruh dalam
menciptakan konstruksi sosial).
2. Level Rutinitas Media
Ini merupakan tahap ketika jurnalis sudah dibiasakan untuk
menjalankan suatu pekerjaan dengan cara atau prosedur yang pasti dan
tetap. Apa yang diterima media massa dipengaruhi oleh praktek-praktek
komunikasi sehari-hari, termasuk deadline atau batas waktu dan kendala
waktu lainnya, kebutuhan ruang dalam penerbitan, nilai berita, standar
objektifitas, dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber berita.22
22
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message, Theories of Influences on Mass Media Content, (New York, USA : Longman Publishers, 1996), h. 105.
27
3. Level Organisasi
Pada tingkat organisasi media, yang menjadi fokus adalah tujuan
organisasi media. Tujuan dan kebijakan organisasi merupakan kekuatan
tersendiri yang tidak dapat dielakkan. Jadi, pemberitaan media bukanlah
sebuah hasil kerja yang bersifat perseorangan, melainkan kerja kelompok
yang menunjukkan aspek kolektivitas. Tujuan lainnya seperti
memproduksi content yang berkualitas, melayani publik dan mendapatkan
pengakuan profesional dibangun mengikuti tujuan mencari keuntungan.
4. Level Ekstramedia
Pada tingkat ekstramedia, faktor-faktor yang mempengaruhi
content media antara lain sumber-sumber informasi yang dijadikan isi
media (seperti kelompok kepentingan dalam masyarakat), sumber-sumber
pendapatan media (seperti pengiklan dan khalayak) serta institusi sosial
lainnya (seperti pemerintah). Hal ini berarti berbagai kekuatan dan juga
kekuasaan (power) dari pihak luar (outsiders) sangat mempengaruhi kerja
media. Kekuatan dalam pengertian ini bukan terbatas pada persoalan
politik saja yang terkesan represif dan serba membatasi, seperti kekuasaan
Negara misalnya. Tetapi juga kekuatan lain yang boleh jadi bersifat
intimidatif (demonstrasi dan ancaman pendudukan dari kelompok sosial
tertentu yang merasa dirugikan oleh pemberitaan), ekonomi-politik
(kepentingan financial dan permodalan dari pemilik media), maupun yang
berkaitan dengan persoalan profit (pemasang iklan dan selera masyarakat).
28
5. Level Ideologi Media
Ini merupakan tataran yang secara menonjol lebih berhubungan
dengan tuntutan dan kepentingan sosial masyarakat secara lebih luas. Di
sini dengan mudah kita dapat mendeteksi pers mengikuti gagasan
(ideologi) dominan yang sedang berjalan atau diberlakukan oleh negara
atau masyarakat.23
Misalnya saja, pers lebih dituntut untuk menyajikan
pemberitaan yang membahas persoalan pemberantasan korupsi, kolusi dan
nepotisme, serta mengungkapkan kinerja pemerintah, parlemen, dan
lembaga yudikatif, atau pers yang menjunjung tinggi nilai-nilai
keagamaan, dan lain sebagainya, sesuai dengan ideologi yang di anut oleh
media bersangkutan.
Kelima faktor tersebutlah, yang menurut Shoemaker dan Reese yang
mampu mempengaruhi content atau isi dari media. Media secara otomatis
akan memiliki kebijakan, apabila faktor-faktor pada uraian di atas dapat
memberikan pengaruh di dalamnya. Lembaga penerbitan pers, dalam hal ini
adalah Surat Kabar Media Indonesia, dengan kelima faktor yang
membentuknya, akan menghasilkan sesuatu yang di sebut jati diri atau
identitas yang melekat.
23
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta : LKis, 2006), h. 7.
29
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Surat Kabar Media Indonesia
1. Sejarah Perusahaan PT. Citra Media Nusa Purnama atau Surat
Kabar Harian Umum Media Indonesia
Surat Kabar Harian Umum Media Indonesia, diterbitkan oleh
Badan Penerbit “Yayasan Warta Indonesia” di Jakarta. Ketua yayasan
sekaligus pendiri adalah Teuku Yously Syah. Harian Media Indonesia
terbit perdana pada Senin, 19 Januari 1970, dengan motto “Pembawa
Suara Rakyat.” Berdasarkan Surat Izin Terbit (SIT) No. 0856/SK/Dir-
PK/SIT/1969 tanggal 6 Desember 1969, yang dikeluarkan oleh
Departemen Penerangan, dengan ketentuan sebagai berikut :
Pengasuh Penerbitan :
Pemimpin Umum/Redaksi/Perusahaaan : Teuku Yously Syah
Misi penerbitan : Umum / Independen
Periode Terbit : 7 x Seminggu
Oplah Pertama : 5.000 Eks
Jumlah Halaman : 4 (empat) halaman
Sistem Cetak : Letter Press
Bahasa : Indonesia
30
Pada tahun-tahun pertama penerbitan, Harian Umum Media
Indonesia bukanlah satu harian politik atau bisnis, akan tetapi merupakan
sebuah harian yang isinya pemberitaan lebih banyak di bidang hiburan,
seperti cerita artis dan lain sebagainya. Tak heran pada saat itu, Harian
Umum Media Indonesia dikatakan sebagai koran kuning, yaitu koran
yang penuh dengan cerita gosip.
Dalam rangka memajukan penerbitan Harian Umum Media
Indonesia, ketua badan Yayasan Penerbit telah melakukan konsolidasi
dan usaha pembenahan di segala bidang untuk meningkatkan mutu
penerbitan. Sejalan dengan itu, maka pada tahun 1976, penerbitan Harian
Umum Media Indonesia telah dapat meningkatkan jumlah halamannya
dari 4 (empat) halaman menjadi 8 (delapan) halaman setiap hari.
Perjalanan hidup Harian Umum Media Indonesia seperti
kehidupan pers pada umumnya waktu itu tak lepas dari berbagai kendala
dan kesulitan, baik di bidang Sumber Daya Manusia maupun finansial.
untuk mempertahankan hidup dari berbagai kesulitan, Harian Umum
Media Indonesia pernah mengambil alternatif terbit secara tidak teratur.
Selanjutnya, karena zaman yang semakin kritis dan kehidupan
semakin sulit, maka Harian Umum Media Indonesia terpaksa harus
menghentikan penerbitannya setiap hari dan diganti dengan terbit 1x
seminggu, sehingga nama yang digunakan tidak lagi harian, namun
menjadi Surat Kabar Mingguan.
Sebagai konsekuensi terbit tidak teratur, pada tahun 1981
Departemen Penerangan megeluarkan sanksi dengan menerbitkan Surat
31
Pembatalan Sementara terhadap Surat Izin Terbit (SIT) Harian Umum
Media Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan RI
No.36/SK/Ditjen-PPG/1981. Tertanggal 1 Desember 1981.
Ketua Badan Penerbit berusaha mengajukan permohonan kepada
Departemen Penerangan, untuk meninjau kembali pembatalan sementara
Surat Izin Harian Umum Media Indonesia mengeluarkan Surat Izin
Terbit (SIT) baru untuk Harian Umum Media Indonesia melalui Surat
keputusan Menteri penerangan RI No.986/Ditjen-PPG/1982.
Berdasarkan keputusan Sidang Pleno XXXI Dewan Pers tahun
1988 di Pulau Batam Riau, dalam membantu penerbit pers yang masih
dalam keadaan lemah, dengan memberikan kesempatan kepada penerbit
pers nasional untuk melakukan kerjasama baik di bidang teknik,
manajemen, maupun permodalan dengan pihak lain.
Pada akhirnya tahun 1988, Teuku Yously Syah selaku Ketua
Yayasan Penerbit Yayasan Warta Indonesia melakukan kerjasama
dengan Surya Paloh, mantan Pemimpin Umum Harian Prioritas, yang
dibredel tahun 1986, di bidang permodalan dan manajemen baru Harian
Umum Media Indonesia. Tindak lanjut kerjasama manajemen baru
Harian Umum Media Indonesia telah ditingkatkan status badan hukum
penerbit dari Yayasan Warta Indonesia menjadi perseroan terbatas PT.
Citra Media Nusa Purnama, dengan susunan dewan direksi dan dewan
komisaris sebagai berikut :
Komisaris Utama : Harry Kuntoro
Komisaris : Teuku Yously Syah
32
Direktur Utama : Surya Paloh
Direktur : Lestari Luhur
Diikuti dengan perubahan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP) sebagai berikut :
Pemimpin Umum : Teuku Yously Syah
Pemimpin Redaksi : Teuku Yiusly Syah
Pemimpin Perusahaan : Lestari Luhur
Periode Terbit : 7 x seminggu
Halaman : 16 – 20 halaman
Penerbitan : Berwarna
Kerjasama itu tidak hanya memberikan suntikan modal bagi
berlangsungnya penerbitan Harian Umum Media Indonesia, akan tetapi
telah memberikan dampak pada berbagai kualitas sumber daya manusia
dengan merekrut tenaga-tenaga profesional muda. Isi penerbitan pun
disesuaikan dengan motto yaitu pembawa suara rakyat dengan berita
sama besar antara berita politik dan ekonomi. Peningkatan kualitas
produk berita dilakukan seiring dengan perubahan segmentasi pasar
sasaran pembaca, yaitu dari masyarakat golongan ekonomi menengah ke
atas.
Kemudian pada tahun 1992, Harian Umum Media Indonesia
melakukan inovasi baru yang belum pernah dilakukan oleh harian yang
lain, yaitu menerbitkan suplemen berita Real Estate yang terbit setiap
33
hari Jumat, dan kemudian disusul dengan suplemen berita keuangan,
otomotif, konsumen, wisata, dan delik hukum. Ternyata inovasi tersebut
membawa hasil dengan semakin diterimanya Harian Umum Media
Indonesia oleh masyarakat pembaca. Dengan keberhasilan tersebut, maka
tak heran jika inovasi yang dilakukan oleh Harian Umum Media
Indonesia diikuti oleh penerbit lain.
Pada tahun 1995, Harian Umum Media Indonesia memindahkan
tempat usahanya dari Jalan Gondangdia Lama, Menteng, Jakarta Pusat,
ke Jalan Pilar Mas Raya, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat,
karena seiring dengan pengembangan usaha Harian Umum Media
Indonesia dalam bidang percetakan, sehingga diharapkan Media
Indonesia menjadi suatu suatu bisnis pers yang terintegrasi.1
2. Sejarah Singkat Media Indonesia
Media Indonesia pertama kali diterbitkan pada tanggal 19 Januari
1970. Sebagai surat kabar umum pada masa itu, Media Indonesia baru
bisa terbit 4 halaman dengan tiras yang amat terbatas. Berkantor di Jl.
MT. Haryono, Jakarta, disitulah sejarah panjang Media Indonesia
berawal. Lembaga yang menerbitkan Media Indonesia adalah Yayasan
Warta Indonesia.
Tahun 1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi 8
halaman. Sementara itu perkembangan regulasi di bidang pers dan
penerbitan terjadi. Salah satunya adalah perubahan SIT (Surat Izin
1 Company Profil Media Indonesia, 2010, (didapat pada 31 Januari 2011)
34
Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Karena
perubahan ini penerbitan dihadapkan pada realitas bahwa pers tidak
semata menanggung beban idealnya tapi juga harus tumbuh sebagai
badan usaha.
Dengan kesadaran untuk terus maju, pada tahun 1988 Teuku
Yously Syah selaku pendiri Media Indonesia bergandeng tangan dengan
Surya Paloh, mantan pimpinan surat kabar Prioritas. Dengan kerjasama
ini, dua kekuatan bersatu : kekuatan pengalaman bergandeng dengan
kekuatan modal dan semangat. Maka pada tahun tersebut lahirlah Media
Indonesia dengan manajemen baru dibawah PT. Citra Media Nusa
Purnama.
Surya Paloh sebagai Direktur Utama sedangkan Teuku Yously
Syah sebagai Pemimpin Umum, dan Pemimpin Perusahaan dipegang
oleh Lestary Luhur. Sementara itu, markas usaha dan redaksi
dipindahkan ke Jl. Gondandia Lama No. 46 Jakarta. Awal tahun 1995,
bertepatan dengan usianya ke 25 Media Indonesia menempati kantor
barunya di Komplek Delta Kedoya, Jl. Pilar Mas Raya Kav.A-D, Kedoya
Selatan, Jakarta Barat. Di gedung baru ini semua kegiatan di bawah satu
atap, Redaksi, Usaha, Percetakan, Pusat Dokumentasi, Perpustakaan,
Iklan, Sirkulasi dan Distribusi serta fasilitas penunjang karyawan.
Sejarah panjang serta motto “Pembawa Suara Rakyat“ yang
dimiliki oleh Media Indonesia bukan menjadi motto kosong dan sia-sia,
tetapi menjadi spirit pegangan sampai kapan pun.
35
Sejak Media Indonesia ditangani oleh tim manajemen baru di
bawah payung PT Citra Media Nusa Purnama, banyak pertanyaan
tentang apa yang menjadi visi harian ini dalam industri pers nasional.
Terjun pertama kali dalam industri pers tahun 1986 dengan menerbitkan
harian Prioritas. Namun Prioritas memang kurang bernasib baik, karena
belum cukup lama menjadi koran alternatif bangsa, SIUPP-nya
dibatalkan Departemen Penerangan. Antara Prioritas dengan Media
Indonesia memang ada “benang merah”, yaitu dalam karakter
kebangsaannya.
Surya Paloh sebagai penerbit Harian Umum Media Indonesia,
tetap gigih berjuang mempertahankan kebebasan pers. Wujud kegigihan
ini ditunjukkan dengan mengajukan kasus penutupan Harian Prioritas ke
pengadilan, bahkan menuntut Menteri Penerangan untuk mencabut
Peraturan Menteri No.01/84 yang dirasakan membelenggu kebebasan
pers di tanah air.
Tahun 1997, Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan
tugasnya sebagai Duta Besar di Vietnam dan sebagai wartawan yang
pernah memimpin beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai
Wakil Pemimpin Umum LKBN Antara, oleh Surya Paloh dipercayai
untuk memimpin harian Media Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi.
Saat ini Djafar H. Assegaff dipercaya sebagai Corporate Advisor. Sejak
2005, Pemimpin Redaksi dijabat oleh Djajat Sudradjat. Sedangkan
Pemimpin Umum yang semula dipegang langsung oleh Surya Paloh, di
36
tahun 2005, dijabat oleh Saur Hutabarat dan Wakil Pemimpin Umum
dijabat oleh Andy F. Noya.
Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini, terjadi beberapa
perubahan struktur organisasi. Posisi jabatan saat ini, sebagai berikut :
Direktur Pemberitaan dijabat oleh Saur Hutabarat, Direktur
Pengembangan Bisnis dijabat oleh Alexander Stefanus, sedangkan
Direktur Umum dijabat oleh Rahni Lowhur-Schad. 2
3. Visi dan Misi Media Indonesia
Surat Kabar Media Indonesia yang lahir sejah tahun 1970,
memiliki visi dan misi yang hingga sekarang terus menjadi acuan dalam
setiap menggali dan mengungkap berita untuk disampaikan kepada
masyarakat. Adapun visi dan misi tersebut adalah :
a) Visi Media Indonesia
Media Indonesia memiliki visi sebagai berikut :
“Menjadi Surat Kabar Independen yang Inovatif, Lugas, Terpercaya,
dan paling Berpengaruh”
Uraian Visi :
Independen
Yaitu menjaga sikap nonpartisipan; di mana karyawan tidak
menjadi pengurus partai politi; menolak segala bentuk pemberian
yang dapat memepengaruhi objektivitas; dan mempunyai
keberanian bersikap beda.
2 Ibid
37
Inovatif
Yaitu terus menerus menyempurnakan dan mengembangkan
kemampuan teknologi dan sumber daya manusia; serta secara
terus-menerus mengembangkan rubrik, halaman dan
penyempurnaan perwajahan.
Lugas
Yaitu menggunakan bahasa yang terang dan langsung.
Terpercaya
Yaitu selalu melakukan chek dan rechek; meliputi berita dari dua
pihak dan seimbang; serta selalu melakukan investigasi dan
pendalaman.
Paling berpengaruh
Yaitu dibaca oleh para pengambil keputusan; memiliki kualitas
editorial yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan; mampu
membangun kemampuan antisipatif; mampu membangun network
nara sumber; dan memiliki pemasaran atau distribusi yang andal. 3
b) Misi Media Indonesia
Adapun misi dari Surat kabar Media Indonesia adalah sebagai
berikut:
Menyajikan informasi terpercaya secara nasional dan regional
serta berpengaruh bagi pengambil keputusan.
Memepertajam isi yang relevan untuk pengembangan pasar.
3 Ibid
38
Membangun sumber daya manusia dan manajemen yang
professional dan unggul, mampu mengembangkan perushaan
penerbitan yang sehat dan menguntungkan.4
4. Struktur Organisasi Redaksi Media Indonesia
Struktur organisasi dibuat berdasarkan tingkatan jabatan dan
tugas orang-orang yang menjabat di dalamnya. Adanya struktur
organisasi redaksi, menunjukkan keterorganisiran suatu lembaga pers.
Sehingga diharapkan, masing-masing badan dalam organisasi tersebut
dapat bekerja secara optimal, demi eksistensi lembaga bersangkutan.
Penjabaran secara singkat, struktur organisasi redaksi Media
Indonesia saat ini adalah sebagai berikut : 5
Direktur Utama : Rahni Lowhur Schad
Direktur Pemberitaan : Saur Hutabarat
Deputi Direktur Pemberitaan : Usman Kansong
Kepala Divisi Percetakan : Gunawan S.
Kepala Divisi Foto, Art dan Prododuksi : Syahmedi Dean
Kepala Divisi Pemberitaan Harian : Kleden Suban
Kepala Divisi Majalah, Tabloid dan Buku : Vacant
Kepala Divisi Pemberitaan Micom : Gaudensius
Kepala Divisi Contnent Enrichment : Gaudensius
Sekretaris Redaksi : Teguh Nirwahyudi
4 Ibid
5 Ibid
39
Untuk lebih jelasnya, bagan mengenai struktur organisasi redaksi
Media Indonesia, dapat dilihat pada lampiran.
5. Alur Berita Media Indonesia
Alur berita atau flow of news pada Surat Kabar Media Indonesia,
jika dijabarkan secara singkat adalah sebagai berikut : 6
a. Pertama adalah pembagian proyek berita per kompartemen Politik
dan Keamanan, Jabotabek, Pendidikan dan Budaya, Kesehatan dan
Lingkungan, dll. Dilakukan sore hari atau malam hari dan
dimasukkan ke kolom proyeksi di internet dokumen Media
Indonesia.
b. Selanjutnya para reporter yang bertugas, turun ke lapangan untuk
mencari berita.
c. Pada pukul sembilan pagi, diadakan rapat proyeksi untuk
memonitoring berita.
d. Pukul 12.00 WIB, rapat kembali diadakan guna menyampaikan
berita yang telah diperoleh dari masing-masing kompartemen. Di
sana terjadi proses diskusi untuk pendalaman berita, penentuan berita
terbaik untuk selanjutnya mencari berita-berita yang akan
ditempatkan di halaman 1 dan 12.
e. Selanjutnya adalah laporan dari perolehan iklan, memonitoring
kembali berita-berita yang telah didapat.
6 Ibid
40
f. Rapat cheking pada jam 14.30 WIB untuk memastikan berita utama
atau headline di hal 1 dan 12.
g. Setelah itu pembuatan dummy atau sktetsa pola halaman.
h. Disusul penulisan berita dan proses editing.
i. Berita kemudian dikirim ke korektor bahasa, untuk dikoreksi apakah
ada bahasa yang kurang baik, salah, atau tidak sesuai dengan EYD.
j. Setelah selesai dikoreksi, berita dikirim dan diedit kembali, khawatir
ada berita yang salah ataupun kurang sesuai dengan kolom yang
telah tersedia.
k. Berita yang sudah siap selanjutnya dimasukan pada dummy yang
telah tersedia, untuk penanganan halaman di artikel. Ini adalah piket
redaktur, dan asisten redaktur untuk memonitor berita agar tidak
terdapat kesalahan.
l. Artikel yang telah jadi, kemudian dikirim ke bagian produksi untuk
diproduksi.
m. Kemudian proses pencetakan pun dilakukan.
n. Setelah berita-berita tadi sudah dikemas menjadi bentuk lembaran
koran lengkap, proses distribusi pun dilakukan. Distribusi dilakukan
dengan mengirimkan koran yang tersebar di seluruh Indonesia.
o. Sampailah koran-koran tersebut pada pada agen-agen, sub agen
ataupun loper untuk dijual kepada masyarakat.
p. Dan akhirnya sampai di tangan pembaca.
41
B. Editorial Media Indonesia
1. Sejarah Singkat Editorial Media Indonesia
Menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik yang sederhana,
singkat, jelas, padat, lugas, alergi terhadap penghalusan bahasa
(eufemisme), Editorial Media Indonesia diakui terbukti telah memikat
banyak pambaca, bahkan mempengaruhi masyarakat dan insan pers di
Indonesia dalam mengungkapkan pendapat saat mengomentari sebuah
isu atau permasalahan. Lambat laun, pendapat atau opini redaksi yang
sebelumnya populer dengan sebutan “tajuk rencana” telah berganti
menjadi “editorial.”
Rubrik Editorial yang setiap hari dimuat di halaman satu Surat
Kabar Media Indonesia, sampai sekarang menempati posisi teratas rubrik
yang paling banyak dibaca pembaca surat kabar ini.
Pada tahun 2004, surat kabar ini pernah melakukan angket dan
melibatkan 794 pembaca. Kepada mereka diajukan pertanyaan
“Setujukah Anda bahwa Media Indonesia dikenal publik karena
editorialnya?” lebih dari 80% responden menjawab setuju. Mereka juga
menyatakan sepakat tatkala disodorkan pertanyaan bahwa opini redaksi
yang tertuang di kolom Editorial sangat kritis. Kali ini tim marketing
mengadakan Focus Group Discussion (FGD) guna membedah
performance surat kabar ini di mata pembaca. Lagi-lagi menghasilkan
informasi bahwa rubrik editorial merupakan kekuatan Media Indonesia.
Karena begitu besar dampak Editorial Media Indonesia, apalagi
setelah divisualisasikan di metro TV, rubrik ini pun dijadikan objek
42
penelitian bagi para mahasiswa program Strata 1, 2, maupun tingkat
doktoral.
Waktu terus bergulir demikian cepat. Tahun 2010 ini, usia Media
Indonesia telah mencapai 40 tahun. Koran ini lahir di Jakarta pada 19
Januari 1970. Sang pemrakarsa adalah Teuku Yously Syah (almarhum).
Pada mulanya Media Indonesia hidup segan mati tak mau. Kadang-
kadang terbit, kerap pula tidak menyapa pembacanya.
Hidup di era “pers yang bebas dan bertanggung jawab” namun
penuh tekanan (baik politis maupun ekonomis), Media Indonesia sempat
menjadi koran kelas papan bawah. Dalam suasana seperti itu, semasa
Orde Baru, koran ini memang tetap terbit, tapi hanya untuk “nomor
bukti” ke Departemen Penerangan agar Surat Izin Terbit (SIT) tidak
dicabut. Waktu itu ada ketentuan, pemerintah akan mencabut SIT sebuah
koran jika dalam waktu tiga bulan tidak terbit.
Tahun 1989, koran itu berubah wajah dan manajemen setelah
berkongsi dengan PT. Citra Media Nusa Purnama yang dipimpin Surya
Paloh, yang ditolak pemerintah saat akan menghidupkan kembali Koran
Prioritas, yang dibredel pemerintah Soeharto pada 1988.
Sejak ada pergantian manajemen, koran Media Indonesia
melakukan “revolusi”, baik di bidang isi, perwajahan, maupun sumber
daya manusianya. Redaksi koran ini dari waktu ke waktu terus berbenah
diri agar tetap professional demi pembaca.
Seperti halnya surat kabar lain, semula rubrik editorial ada di
halaman dalam. Namun pada tahun 1990, atas kesepakatan bersama,
43
rubrik ini mendapat kehormatan tampil di halaman satu; dan ini lah satu-
satunya koran di Indonesia yang menempatkan sikap redaksinya di
halaman depan. Sejak itulah Editorial Media Indonesia dijadikan bacaan
utama di samping headline oleh para pembaca.
Seperti hujan di musim kemarau, editorial Media Indonesia
menghadirkan kelugasan di tengah kegemaran berbasa-basi. Karena
itulah, kehadirannya selalu ditunggu-tunggu. Menurut angket yang
disebarkan Media Indonesia padatahun 2005, 77,3% pembaca menilai
rubrik editorial sebagai yang paling menarik. Angket yang disebarkan
setahun sebelumnya juga menunjukkan bahwa 80% responden menilai
bahwa Media Indonesia dikenal karena editorialnya.
Sebagaimana lazimnya bangsa-bangsa Timur dengan kesadaran
tradisi dan budaya yang tinggi, berlawanan dengan bangsa Amerika
Serikat yang merupakan kumpulan para imigran, misalnya. Indonesia
dalam klasifikasi antropolog Edward T. Hall (1976) dapat digolongkan
dalam kategori high context culture (budaya dengan konteks tinggi).
Dalam high context culture, pesan disampaikan dengan symbol
dan kata-kata yang tidak langsung merujuk kepada persoalan.
Maksudnya disembunyikan dalam kata-kata yang berputar-putar,
membiarkan orang yang diajak bicara menebak pesan yang tersirat.
Satu hal yang harus diingat adalah bahwa kebiasaan masyarakat
Indonesia menutupi keinginan dengan bahasa halus dan berputar-putar,
tidak menafikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki keinginan-
44
keinginan, kegelisahan-kegelisahan, protes-protes, dan bahkan kemarah-
marahan.
Keinginan, kegelisahan, protes, dan kadang-kadang kemarahan
itulah yang setiap hari tampil dalam editorial Media Indonesia dengan
tegas dan lugas. Masyarakat yang ingin menyampaikannya tetapi terikat
oleh budaya high context yang melingkupinya kemudian mendapati
mereka terwakili. Kadang, editorial tidak berhenti di situ. Tidak hanya
mewakili suara masyarakat, editorial juga mampu menghancurkan
bendungan yang menahan mengalirnya suara-suara masyarakat luas. Hal
ini terlihat misalnya dari tanggapan terhadap editorial Media Indonesia,
terutama setelah disiarkan di televisi, yang selalu mencapai ratusan setiap
harinya.
Dengan kerajinannya menyapa masyarakat Indonesia setiap hari,
editorial bisa dikatakan sebagai salah satu cermin denyut nadi bangsa
Indonesia. Ia merekam setiap detak dari berbagai permasalahan yang
dihadapi dalam perjalanan bangsa ini.
Meskipun permasalahan yang banyak dibahas adalah politik,
Editorial Media Indonesia juga tidak melupakan aspek-aspek lainnya.
pada edisi 22 Februari 2008 misalnya, di bawah tajuk kebijakan baru
yang membingungkan, editorial membahas mengenai permasalahan
kebijakan kesehatan, khususnya mengenai asuransi kesehatan. Kebijakan
unik Pemerintah Daerah Khusus Ibukota dalam menangani kemacetan,
yaitu dengan memajukan jam masuk anak sekolah pun menjadi ledekan
dalam edisi 8 Desember 2008 (Mengorbankan Anak Sekolah).
45
Membaca denyut nadi adalah salah satu cara untuk mengenali
kesehatan seseorang. Jika ada gangguan, maka barangkali ada kelainan di
salah satu organ penting organ tersebut. Demikian pula dengan Editorial
Media Indoensia. Di saat banyak orang yang menyimpan rapat-rapat
penyakit-penyakit yang dialami oleh bangsa ini, editorial berkata dengan
lugas membuka satu demi satu penyakit itu, dan memanggil masyarakat
untuk member jawaban yang tidak berlama-lama. Dalam ketegasan dan
kelugasan, sense of urgency hadir dengan pekat, seperti sirene yang
menyalak keras di atas sebuah mobil ambulans.
Editorial menjelaskan alasannya memilih kata-kata lugas itu
dalam kata-katanya sendiri :
“Bangsa ini harus diingatkan, tanpa kecintaan dan komitmen
kebangsaan yang kuat, negeri ini suatu saat bisa tinggal nama …”
(jagan Biarkan Bangsa Indonesia Terus Meluruh, 1 Juli 2007). 7
2. Visi dan Misi Editorial Media Indonesia
Editorial sebagai rubrik yang menjadi daya tarik tersendiri bagi
Surat Kabar Media Indonesia, dan menjadi ruh bagi surat kabar ini,
tentunya dalam penulisannya memiliki visi dan misi tersendiri yang
sampai saat ini dipegang. Adapun visi dan misi dari editorial tersebut
adalah :
7 Ibid
46
a) Visi Editorial
“Menyuarakan dan merepresentasikan aspirasi, pendapat, dan
keinginan publik. Sedapat mungkin, apa yang tertulis dalam editorial,
adalah sesuatu yang sesungguhnya juga dirasakan oleh publik.” 8
b) Misi Editorial
“Menyampaikan sikap, pendapat ataupun opini terhadap persoalan-
persoalan yang terjadi di masyarakat, baik itu politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan sebagainya.” 9
3. Konsep Penulisan Editorial Media Indonesia
Editorial yang ditulis setiap hari, memiliki konsep ataupun alur
yang secara rutin dilakukan oleh para tim khusus penulis editorial. Bila
dijabarkan secara singkat, konsep penulisan editorial adalah sebegai
berikut :
Tim editorial, yang merupakan orang-orang pilihan, terutama
adalah jurnalis senior yang memiki jabatan tinggi, mengadakan rapat
setiap hari senin sampai jumat, jam dua siang. Dalam rapat tersebut,
meraka merumuskan tema, penulis dan arah tulisan.
Tema yang diangkat sekurang-kurangnya haruslah penting dan
menarik, harus mempertimbangkan etika, dan tidak mengangkat tema-
tema yang menyinggung perasaan keagamaan seseorang, menyinggung
gender, ras, dan harus tetap dalam konteks kebangsaan dan NKRI, serta
menjunjung tinggi demokrasi. Tema tersebut berdasarkan apa yang
8 Wawancara Pribadi dengan Usman Kansong.
9 Ibid
47
sedang terjadi di masyarakat, apa yang menjadi pembincaraan, serta apa
yang sedang menjadi pemberitaan di Media Indonesia dan media lain.
Media Indonesia dalam penulisan editorial memiliki beberapa
Grand theory. Mereka melihat suatu tema berdasarkan apa teori
besarnya? Teori-teori besar tersebut adalah demokrasi, penegakan
hukum, dan pemberantasan korupsi. Setiap penulisan kebijakannya selalu
pada Grand-grand theory tersebut.
Setelah tema dan penulisnya ditentukan, maka penulis yang
mendapatkan tugas tersebut harus menuliskan opini atau pendapatnya
pada notepad, paling banyak 50 baris. Setelah selesai ditulis, tulisan
tersebut diedit oleh dua orang editor. Kedua orang tersebut adalah orang
yang paling senior, dan terlibat dalam rapat sebelumnya. Yang paling
bertanggung jawab atas penulisan editorial adalah Direktur Pemberitaan,
karena dia adalah top manajemen di redaksi Media Indonesia. 10
10
Ibid
48
BAB IV
ANALISIS KEBIJAKAN REDAKSI
A. Teori Hirarki Pengaruh dalam Penulisan Editorial
Merujuk pada skema Hierarchy of Influence (teori donat), Pamela
Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996), yang telah penulis jelaskan pada
bab sebelumnya, bahwa terdapat lima level yang dapat mempengaruhi isi
media. Kelima level tersebut adalah level individu atau pengaruh dari dalam
diri wartawan, level rutinitas media, level organisasi media, level ekstramedia
atau hal-hal lain di luar dari media, dan terakhir adalah level terkuat, yakni
ideologi yang dianut oleh media bersangkutan.
Setelah penulis analisis hasil wawancara dengan Usman Kansong,
selaku wartawan dan tim penulis editorial, yang juga menjabat sebagai Deputi
Direktur Pemberitaan di Media Indonesia. Maka implementasi skema hirarki
pengaruh tersebut adalah sebagai berikut :
Level Individual
Level Rutinitas Media
Level Organisasi
Level Ekstramedia
Level Ideologi Media
Teori Hirarki Pengaruh
49
1. Level Individu
Pada level ini menurut Usman Kansong, hal mendasar yang
mempengaruhi seorang penulis editorial dalam membuat tulisan adalah
pengetahuan penulis tersebut terhadap satu persoalan. Pengetahuan
tersebut bisa berasal dari pengalaman masa lalu, bisa juga melalui riset,
“… bisa dari pengalaman, kita juga bisa riset, baca koran, buku, juga
diskusi dengan orang yang dianggap paham terhadap hal tersebut.” 1
Lanjutnya,
“… semua relatif sama, yang beda mungkin dari gaya atau
style, itupun sedikit perbedaannya. Karena kita belajar di tempat
yang sama, bekerja di tempat yang sama, dengan ideologi
kebijakan yang sama, sehingga memiliki gaya penulisan yang
sama.” 2
Maka dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh
terbesar dari dalam diri penulis adalah pengalaman serta pengetahuan si
penulis sendiri, kemudian selanjutnya dibentuk oleh ideologi insitusi di
mana penulis tersebut berada.
2. Rutinitas Media
Pada level ini, pengangkatan tema untuk sebuah penulisan
editorial dilihat berdasarkan news value atau nilai berita. Berdasarkan apa
yang sedang terjadi di masyarakat, apa yang menjadi pembicaraan, dan
apa yang sedang menjadi pemberitaan di media. Setiap organisasi berita
1 Wawancara Pribadi dengan Usman Kansong.
2 Ibid
50
mengandung seperangkat nilai yang dominan dan menjadi pedoman
pemilihan kebijakan, terutama dalam pemilihan berita. 3
“Berdasarkan news value, itu yang kita pertimbangkan.
Walaupun berita penting itu banyak, tetapi yang banyak
mengandung news value itulah yang kita angkat. Menarik dan
penting, itu yang kita pertimbangkan.” 4
Untuk mendapatkan kesimpulan yang objektif, Usman Kansong
menjelaskan bahwa hal tersebut bisa dijelaskan melalui argumentasi dari
awal sampai akhir tulisan, tidak harus berupa kesimpulan. Selain itu,
untuk menghindari terjadinya kesalahan, maka Media Indonesia setiap
tahunnya mengadakan pelatihan penulisan editorial.
“Kadang kala kita tidak menyimpulkan, mengalir saja begitu,
biarkan orang yang membaca menyimpulkan sendiri. Tidak selalu,
jadi kesimpulan itu didapat dari logika berfikir. Kita sudah terlatih,
pelatihan penulisan editorial itu juga setiap tahunnya ada, untuk
regenerasi.”5
Sedangkan mengenai jadwal penulisan, Usman Kansong
menambahkan bahwa sebelumnya tidak pernah terjadwal siapa yang
besok akan menulis. Semua disepakati ketika rapat tim edirorial, di mana
dari rapat tersebut dirumuskan tema apa yang diangkat, siapa penulisnya,
dan kemana arah tulisan tersebut.
“Tidak terjadwal. Itu saja, melalui rapat. Kadang-kadang kita
menemukan tema untuk kita angkat besok, lusa, dua hari kedepan
dan seterusnya. Tapi kadang juga kita hanya menemukan untuk
3 Dan Nimmo, Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media, Penyunting Jalaluddin
Rakhmat, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1989), h. 253. 4 Wawancara Pribadi dengan Usman Kansong.
5 Ibid
51
besok di tulis saja. Ini pekerjaan rutin yang setiap hari kita lakukan,
jadi tidak ada perubahan yang berarti.”6
Kemudian mengenai penulis Usman melanjutkan,
“Pertama kita harus melihat kompetensi. Ada teman-teman
yang kita lihat lebih ke politik, berarti kalau ada isu-isu politik,
penulisnya dia. Walaupun, kita diminta untuk bisa menulis apapun,
tetapi kadang-kadang ada hal-hal yang lebih spesifik, misalnya
ekonomi, olah raga, dan sebagainya. Ada beberapa orang yang
lebih jago di situ, ya kita suruh dia.” 7
Pada level ini, penulis sudah dibiasakan untuk menjalankan suatu
pekerjaan dengan cara atau prosedur yang pasti dan tetap. Ada standar
berita yang telah terbuat berupa konsep-konsep teori besar, yang dalam
prakteknya, pengangkatan tema untuk penulisan editorial, tidak pernah
terlepas dari teori-teori besar tersebut.
Mengenai mekanisme penulisan, tim editorial secara rutin
melakukan rapat tertutup, di mana pada rapat tersebut ditentukan tema,
penulis, serta arah tulisan. Tidak ada satu tema pun yang diangkat tanpa
ada kesepakatan terlebih dahulu. Tim editorial selalu melakukan rapat
bersama dalam merancang sebuah tulisan yang mampu mewakili redaksi
ataupun suara masyarakat. Tentu saja tulisan tersebut haruslah
mencerminkan ideologi dari surat kabar ini.
6 Ibid
7 Ibid
52
3. Organisasi
Pada tingkat organisasi media, yang menjadi fokus adalah tujuan
organisasi media. Tujuan dan kebijakan organisasi merupakan kekuatan
tersendiri yang tidak dapat dielakkan. Maka, hal tesebut dapat kita lihat
melalui visi dan misi dari Media Indonesia, yang kemudian visi dan misi
dari editorial sendiri.
“Visinya menyuarakan apa yang dirasakan rakyat secara
jujur. Makanya kita punya tagline „Jujur Bersuara‟. Itu sebenarnya
adalah visi dan misi kita. Menyuarakan suara publik secara
transparan, tegas, terbuka, ya itulah visi dan misi kita.”8
Lanjutnya, “Salah satu fungsi editorial secara umum kan
membawakan opini publik, kita juga berkeinginan mempengaruhi opini
publik…”9
Mengenai upaya redaksi editorial untuk mendapat pengakuan
professional dari masyarakat, di mana menurut Teori Hirarki Pengaruh
hal ini juga terdapat pada level organisasi media, maka Media Indonesia
terus berupaya dalam meningkatkan aktualitas, kualitas dan kredibilitas
tulisan.
“Kita harus memperhatikan isu yang beredar di publik. Itu
dari segi aktualitas. Untuk meningkatkan kualitas, kita harus
mengadakan evaluasi. Editorial kita seperti apa, baik secara
substansi ataupun cara penulisan. Kita juga melakukan pelatihan
tahunan untuk penulisan editorial, agar ada semacam regenerasi
seperti itu.”10
8 Ibid
9 Ibid
10 Ibid
53
Di sini, tujuan datau visi misi dari editorial itu sendiri yang jelas
mempengaruhi isi dari editorial. Dengan memiliki tagline “Jujur
Bersuara”, editorial Media Indonesia menyampaikan opininya dengan
bahasa yang tegas, lugas, tidak berputar-putar, serta tidak melakukan
pelembutan (eufemisme), sehingga dalam memberikan pendapatnya,
diharapkan pendapat itu pula yang dirasakan oleh rakyat. Selain itu,
tujuan lain tentu saja adalah untuk mendapatkan tempat di hati rakyat itu
sendiri, yakni dengan cara terus meningkatkan aktualitas, kualitas dan
kredibelitas tulisan.
4. Ekstramedia
Pada level ini, Usman Kansong memberikan pengakuan bahwa
berita-berita atau tema politiklah yang paling sering diangkat, walaupun
tidak menutup kemungkinan editorial mengangkat tema-tema lain selain
politik, “… karena kita adalah koran politik, dan biasanya orang-orang
mendefinisikan kita sebagai koran politik.”11
Mengenai pengaruh berupa “request tema” dari orang di luar tim
editorial, Usman mengaku tidak membiarkan hal itu terjadi.
“Tidak pernah ada. Kalaupun ada pasti kita tolak, kecuali dia
saran. Tapi sekali lagi kita bawa ke rapat, mungkin ada yang lebih
bagus, atau anggota lain ada yang kurang setuju. Ide atau usul bisa
datang dari manapun, tetapi kalau order atau ada yang pesan, itu
tidak bisa.”12
Pengaruh dari luar media salah satunya adalah lingkungan
masyarakatnya. Mengingat, target utama dari koran ini adalah kelas
11
Ibid 12
Ibid
54
menengah ke atas, yakni orang-orang berpendidikan yang memiliki
perhatian terhadap isu-isu pemerintahan, maka isi dari surat kabar ini pun
cenderung mengangkat berita-berita politik dibandingkan dengan isu
lain. Walaupun, tetap tidak membiarkan isu penting lain di luar politik
begitu saja.
Mengenai hal lain, tim editorial mengaku pengangkatan tema
untuk penulisan editorial tidak pernah berdasarkan permintaan pihak-
pihak tertentu yang memiliki kepentingan. Semua hanya berdasarkan
berita penting yang menjadi perhatian masyarakat. Walaupun semua ide
bisa datang dari mana saja, akan tetapi keputusan tertinggi tetap berada di
ruang rapat khusus tim editorial tersebut.
5. Ideologi
Ini merupakan level yang paling kuat mempengaruhi kebijakan
dan isi media. Ideologi atau paham yang dianut akan sangat kental
mempengaruhi isi. Dan sebaliknya, masyarakat akan sangat mudah
melihat ideologi dari sebuah media dari isi-isi berita yang disampaikan,
terlebih dari isi tajuk ataupun editorialnya. Media yang berideologikan
agama misalnya, akan cenderung mengangkat berita yang bersudut
pandang agamanya. Ataupun media yang berideologikan nasionalis,
seperti Media Indonesia, maka berita-berita yang diangkat pun mengarah
pada hal-hal yang bersifat kebangsaan, keindonesiaan, dan sebagainya.
“Ideologi sangat kuat mempengaruhi kebijakan, karena
kebijakan adalah turunan dari ideologi. Ideologi kita kebangsaan,
55
pancasila, nasionalis, dan sebagainya, maka pemberitaan kita
semuanya harus mengarah ke sana.”13
Dalam menyikapi isu yang berbenturan dengan ideologi yang
dianut Media Indonesia, Usman mengatakan, tim editorial akan
membawanya pada ideologi yang mereka anut.
“Setiap media memiliki ideologi, ideologi kita kan
keindonesiaan, kebangsaan, nasionalisme, pancasila, NKRI, dan
seterusnya. Ya itulah, ideologi kita yang mepengaruhi seluruh
kebijakan, karena kebijakan merupakan terjemahan dari
ideologi.”14
Ideologi nasionalisme yang melekat pada Media Indonesia,
mengantarkan editorialnya dalam penulisan yang menjunjung tinggi
nilai-nilai persatuan dan kesatuan, yakni dengan tidak mengangkat tema-
tema yang menyinggung perasaan masyarakat yang membacanya.
“… harus mempertimbangkan etika. Kita tidak mengangkat
tema-tema yang menyinggung perasaan keagamaan seseorang
misalnya, menyinggung gender, ras, dan harus tetap dalam konteks
kebangsaan dan NKRI. Karena ideologi kita adalah nasionalisme,
nasionalis, NKRI, pancasila, bhineka tunggal ika dan seterusnya.
Dan karena ini ideologi, maka tidak boleh lari dari situ.” 15
Level ini merupakan level yang paling kental mempengaruhi
kebijakan sekaligus isi dari editorial Media Indonesia. Di mana
pertimbangan ideologilah yang menjadi dasar untuk mengangkat atau
tidaknya suatu peristiwa. Sedapat mungkin editorial akan membawa
pendapatnya ke arah ideologi yang mereka pegang. Ini menjadi aturan
baku, bukan saja bagi penulis editorial, seluruh wartawan yang bekerja di
Media Indonesia pun wajib mengikuti ideologi dan kebijakan media ini.
13
Ibid 14
Ibid 15
Ibid
56
Jelas hal ini menjadi jati diri dari Media Indonesia, untuk tetap
konsisten memberikan fakta dari sudut pandang ideologinya, yakni
nasionalis, kebangsaan, demokrasi dan NKRI, bukan hal lain seperti
keagamaan misalnya.
Bila penulis analogikan Skema Hirarki Pengaruh tersebut dengan
editorial, maka dapat dikatakan bahwa isi dari editorial tidak lepas dari
beberapa level atau pengaruh di atas. Mulai dari dalam diri penulis itu sendiri,
rutinitas media, organisasi, lingkungan sekitar media, dan yang lebih kental
adalah pengaruh dari ideologi media bersangkutan. Karenanya, penulisan
editorial harus mampu mengungkap opini dengan jelas, lugas dan tajam,
sehingga dapat memberikan gambaran atau cerminan terhadap media massa
tersebut.
Berdasarkan hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan
redaksi dalam penulisan editorial, berdasarkan berita-berita penting yang
dipengaruhi oleh sikap, posisi dan pandangan suatu media terhadap nilai-
nilai, norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Kebijakan yang menjadi
kerangka umum, otomatis mempengaruhi penulisan editorial, mulai dari
menyiapkan tulisan, menentukan tujuan, sampai integritas penulisannya.
B. Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia Secara Umum
Secara umum, semua surat kabar memiliki kebijakan redaksional yang
dijadikan prinsip atau patokan dasar untuk membimbing tindakan dan
wewenang yang dibutuhkan, guna mencapai tujuan dari suatu media. Prinsip
tersebut selanjutnya berfungsi untuk mengarahkan langkah-langkah sebagai
57
dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk menyiarkan atau
tidaknya suatu berita.16
Pengambilan kebijakan suatu media, sangat erat kaitannya dengan
tujuan yang akan dicapai. Gejala ini seiring dengan meningkatnya peran
media itu sendiri sebagai suatu institusi penting dalam masyarakat, begitu
pula yang terjadi pada Surat Kabar Media Indonesia. Media Indonesia
memiliki kebijakan redaksional yang mengarahkan seluruh badan yang
berada di dalamnya untuk senantiasa berada pada koridor kebijakan tersebut.
Media Indonesia, yang merupakan koran politik, memiliki kebijakan
mengutamakan isu-isu politik sebagai isu yang paling sering diekslpoitasi,
dibandingkan dengan isu lain. ”… kita lebih mengutamakan isu-isu politik.
Karena itu, politik kita tempatkan di halaman-halaman depan.” 17
Walaupun demikian, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
mengangkat isu lain yang lebih penting. Ini merupakan pertimbangan nilai-
nilai berita yang tentu saja dimiliki oleh setiap surat kabar. Media, seperti
halnya Media Indonesia, sudah pasti lebih mengangkat berita-berita yang
penting dan menarik bagi masyarakat, sebagai fokus utama pemberitaannya.
Hal ini terjadi tentu saja karena tujuan dari media itu sendiri, yakni untuk
menyajikan peristiwa penting secara akurat, aktual dan kredibel. Meskipun
Media Indonesia dikenal sebagai koran politik, akan tetapi pertimbangan nilai
berita tersebutlah yang menjadi kebijakan untuk menyiarkan atau tidaknya
16
Tebba, Jurnalistik Baru, h. 150. 17
Wawancara Pribadi dengan Usman Kansong.
58
suatu peristiwa, “tentu saja harus berdasarkan nilai-nilai berita. Nilai berita
tinggi, tentu saja itu yang kita angkat...” 18
Hal ini merupakan tujuan dari setiap media untuk tetap bertahan, dan
memiliki tempat di hati para pembacanya. Media sebagai lembaga yang juga
bersaing dengan lembaga lain, dengan cara sedemikian rupa menyajikan fakta
semenarik mungkin, melalui pemilihan tema, sudut pandang, ataupun
kemasan, agar mendapat perhatian khusus di hati masyarakat.19
Selain berdasarkan nilai-nilai berita, kebijakan redaksional Media
Indonesia untuk menyiarkan berita yang sesuai dengan ideologi yang dianut.
Ideologi Media Indonesia adalah keindonesiaan, kebangsaan, nasionalisme,
pancasila, dan NKRI. Maka dalam penulisan berita pun harus sesuai dengan
ideologi tersebut.
“Ideologi sangat mempengaruhi kebijakan, karena kebijakan adalah
turunan dari ideologi. Ideologi kita kebangsaan, pancasila, nasionalis,
dan sebagainya, maka pemberitaan kita semuanya harus mengarah ke
sana.” 20
Kemudian Usman Kansong menambahkan, mengenai tulisan dalam
mengungkapkan fakta berita, Media Indonesia harus dengan bahasa yang
lugas, dan tidak berputar-putar. “… tulisan-tulisan kita harus lugas, to the
point.”21
Inilah kiranya beberapa kebijakan Surat Kabar Media Indonesia secara
umum. Dalam setiap penulisan berita, Media Indonesia harus menyesuaikan
dengan nilai-nilai berita, akan tetapi isu-isu politiklah yang lebih ditonjolkan,
18
Ibid 19
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 64. 20
Wawancara Pribadi dengan Usman Kansong. 21
Ibid
59
terlebih dengan menempatkan Rubrik Politik pada halaman-halaman awal.
Selanjutnya adalah harus sesuai dengan ideologi, ideologi nasionalisme yang
dianut, menuntut semua pemberitaan harus berdasarkan nilai-nilai
kebangsaan, keindonesiaan, nasionalis dan NKRI. Serta mengenai bahasa dan
tulisan yang digunakan, Media Indonesia memilih menggunakan bahasa yang
lugas dan to the point, langsung menitik beratkan apa yang ingin disampaikan
dan tidak berputar-putar, pada semua tulisannya.
C. Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia dalam Penulisan
Editorial
Editorial Media Indonesia adalah rubrik yang sampai sekarang
menempati posisi teratas dan yang paling banyak dibaca pembaca surat kabar
Media Indonesia.22
Dalam penulisannya memiliki kebijakan tersendiri yang
tentu saja berbeda dengan kebijakan media lain yang memiliki rubrik sama.
Perbedaan tersebut berkaiatan erat dengan paham atau ideologi media
bersangkutan, serta tujuan atau visi misi dari media tersebut.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan kepada salah satu tim
Editorial, mengkaji data-data yang diperoleh dan menganalisisnya, maka di
bawah ini penulis akan menjelaskan mengenai kebijakan redaksional Surat
Kabar Media Indonesia dalam penulisan editorial.
Kebijakan editorial yang dibuat oleh dewan redaksi Media Group,
yang terdiri dari Media Indonesia, Metro TV, dan Lampung Post, memilih
menggunakan kata “Editorial” sebagai ruang bagi redaksi untuk
22
Company Profil, Media Indonesia.
60
menyampaikan pendapat, gagasan, dan opininya terhadap suatu
permasalahan. Hal ini dilakukan untuk membedakan rubrik ini dari koran-
koran lain, yang biasanya menggunakan istilah “Tajuk Rencana”.
Rubrik yang hadir sejak berdirinya Surat Kabar Media Indonesia ini,
yakni sejak tahun 1970, memiliki visi misi menyuarakan aspirasi rakyat,
terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat, baik itu politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.
Media Indonesia memiliki kebijakan menempatkan Rubrik Editorial
pada halaman depan. Hal ini memiliki filosofi tersendiri, yakni mereka
menganggap bahwa tajuk rencana itu adalah mahkota, maka mahkota tersebut
harus ditempatkan di tempat terhormat, yakni di halaman depan.
"Dalam bahasa Indonesia, editorial adalah tajuk, tajuk itu adalah
mahkota, mahkota harus ditempatkan di tempat terhormat. Kalau
mahkota pada kerajaan di tempatkan di kepala, karena kepala dianggap
tempat terhormat, kalau di koran tempat terhormat itu ya di halaman
depan. Makanya kita menempatkan editorial itu di halaman depan,
Karena itu adalah tempat terhormat." 23
Tujuan khusus mengenai hal tersebut tentu saja ingin mempengaruhi
opini publik. Ini adalah kebijakan yang menjadi salah satu pembeda antara
tajuk pada media Indonesia dengan tajuk-tajuk pada surat kabar lain, yang
biasanya menempatkan rubrik ini pada halaman enam atau bukan di halaman
depan surat kabar.
Perbedaan lain yang menonjol adalah kebijakan editorial untuk
membicarakan opini redaksi tersebut di Metro TV. Ini yang tidak dimiliki
oleh media lain, bahkan di seluruh dunia. Dengan merangkapnya di Metro
23
Ibid
61
TV, dan adanya interaktif, maka Media Indonesia satu-satunya yang
membawa editorial dari ruang private redaksi ke ruang publik. Orang secara
luas bisa menanggapi editorial tersebut, baik melalui telpon di Metro TV,
ataupun dalam Rubrik Suara Anda di Media Indonesia.
Untuk ruang yang disediakan pada Surat Kabar Media Indonesia,
editorial memiliki ruang maksimal sebanyak 50 baris. Karena penulisannya
masih menggunakan notepad, maka bukan jumlah karakter yang ditentukan,
akan tetapi jumlah baris pada notepad itu sendiri.
Kemudian dari sisi penulisan, editorial hanya mengkhususkan orang-
orang tertentu untuk penulisannya. Orang-orang tersebut adalah wartawan
senior yang memiliki gaya penulisan yang baik, walaupun tidak semua senior
bisa tergabung dalam tim khusus bernama “Tim Editorial”. Tim ini terdiri
dari orang-orang yang memiliki jabatan tinggi pada struktur organisasi
redaksi Media Indonesia, yakni dari redaktur sampai direktur pemberitaan,
yaitu berjumlah kurang lebih delapan orang.
Mengenai tema yang diangkat, tim editorial memiliki beberapa tema
besar atau Grand Theory, yang menjadi konsep dalam setiap penulisan.
Tema-tema besar tersebut adalah demokrasi, penegakan hukum, dan
pemberantasan korupsi. Jadi, mereka melihat suatu tema berdasarkan apa
teori besarnya. Tema yang diangkat sekurang-kurangnya haruslah penting dan
menarik, berdasarkan news value itulah yang dipertimbangkan.
Selanjutnya, tulisan pada editorial harus mempertimbangkan etika,
dan tidak mengangkat tema-tema yang menyinggung perasaan keagamaan
seseorang, menyinggung gender, ras, dan harus tetap dalam konteks
62
kebangsaan dan NKRI, serta menjunjung tinggi demokrasi. Aturan yang
berisi tentang etika ini tertulis sebagaimaa yang disebut dengan code of
conduct, sebagai dasar pedoman penulisan editorial Media Indonesia.
Tema-tema penting dan menarik tadi, juga harus berdasarkan apa yang
sedang terjadi di masyarakat, apa yang menjadi pembicaraan, serta apa yang
sedang menjadi pemberitaan di Media Indonesia dan media lain, ini adalah
unsur aktualitasnya. Media Indonesia secara umum lebih mengutamakan
mengangkat isu-isu politik, begitu pun dengan editorial. Ideologi Media
Indonesia sebagai koran politik yang nasionalis, sangat kuat mempengaruhi
kebijakan editorialnya. Tulisan pada editorial sebisa mungkin akan diarahkan
ke arah ideologinya. Dan apabila ada benturan antara isu yang ingin diangkat
dengan ideologi Media Indonesia, maka tim akan membawanya ke arah
ideologi mereka, dan melihatnya dalam perspekstif ideologi tersebut.
Kemudian mengenai korelasi isi editorial dengan berita-berita lain
yang juga berada di halaman awal, tidaklah selalu berhubungan satu dengan
yang lainnya. Hanya tergantung seberapa penting berita yang menjadi berita
utama tersebut. Jika itu dianggap sangat penting, maka editorial
menyesuaikan pembahasannya dengan berita yang menjadi headline tersebut.
Dari sisi bahasa, editorial relatif lebih lugas, cerdas, lebih to the point,
dan tidak berputar-putar. Editorial tidak melakukan pelembutan terhadap
kata-kata yang digunakan, dia memberikan kelugasan di tengah kegemaran
berbasa-basi.
Demikianlah penjabaran analisis kebijakan redaksional Surat Kabar
Media Indonesia dalam penulisan editorial. Analisis kebijakan ini
63
menunjukkan bahwa redaksi Media Indonesia secara khusus telah membuat
aturan tersendiri yang dapat mengantarkan penulisnya untuk tetap berada
dalam koridor kebijakan yang beracu pada ideologi yang dianut. Ideologi
menjadi bagian terpenting yang dapat mengantarkan media pada identitas
sesungguhnya.24
Kebijakan yang juga tertuang dalam isi editorialnya, tidak lepas dari
pengaruh kelima unsur yang telah dijelaskan sebelumnya. Yakni dari individu
atau penulis editorial itu sendiri, rutinitas yang dilakukan setiap harinya,
organisasi media tersebut, pengaruh lain di luar dari Media Indonesia, serta
ideologi yang secara kuat mengikat kebijakan Media Indonesia itu sendiri.
Pada akhirnya, kebijakan tersebut kembali lagi pada visi dan misi
editorial itu sendiri, yakni dapat menyuarakan aspirasi rakyat, sedapat
mungkin merepresentasikan apa yang dirasakan dan diinginkan publik
terhadap pemerintah, melalui sebuah opini yang kritis, tegas dan lugas secara
blak-blakan mengungkap apa dan bagaimana yang sebenarnya terjadi.
Karena, target atau sasaran dari opini tersebut adalah untuk mendukung,
mengkritisi, atau bahkan menolak kebijakan pemerintah.
Seluruh kebijakan yang Media Indonesia buat, tidak pernah berubah
dari awal hingga akhir penerbitan tetap sesuai dengan ideologi yang Media
Indonesia pegang. Sekalipun perubahan itu terjadi, hal ini hanya sebatas dari
komponen-komponen kecil saja, "...kalau bagaian-bagian kecilnya sih pasti
ada perubahan, seperti pemilihan kata, tetapi konsep tetap, tidak pernah
berubah, kecuali ideologi koran ini berubah." Kemudian Usman
24
Karl Mannhein, Ideologi and Utopia : a Introduction to The Sociology of Knowledge, (London : Rouledge, 1979), h. 24.
64
menambahkan, "...soal demokrasi, penegakan hukum, pemberantasan
korupsi, itu harga mati, tidak akan berubah sampai kapan pun, karena itu
adalah ideologi kita." 25
Kebijakan redaksi merupakan suatu prinsip yang menjadi pedoman
dalam menulis sebuah pernyataan redaksi mengenai fakta dan opini secara
singkat, logis, menarik dan bertujuan mempengaruhi pendapat atau
memberikan interpretasi terhadap berita yang penting untuk masyarakat. Pada
perusahaan penerbitan pers seperti Media Indonesia, segala sesuatu yang
berkaitan dengan isi redaksional, pengerjaannya dilaksanakan berdasarkan
analisis kebijakan yang telah ditetapkan. Dari sekian banyak kebijakan, di
antaranya terdapat kebijakan redaksional dalam penulisan editorial. Artinya,
penulisan editorial dibuat berdasarkan atas pedoman yang tertuang dalam
kebijakan redaksional yang dibuat oleh media itu sendiri.
25
Wawancara Pribadi dengan Usman Kansong.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Teori Hirarki pengaruh tidak lepas
mempengaruhi isi dari Editorial Media Indonesia, yang secara khusus
berimplikasi pada kebijakan redaksional secara umum, terlebih dalam
penulisan editorialnya. Beberapa kebijakan tersebut antara lain adalah,
editorial hanya bisa dirancang, disusun, dan ditulis oleh tim khusus bernama
Tim Editorial, yang terdiri dari orang-orang yang memiliki jabatan tinggi di
redaksi Media Indonesia, yaitu dari tingkatan redaktur ke atas, atau dari
redaktur ke direktur pemberitaan. Tim editorial ini setiap hari harus
melakukan rapat untuk menentukan tema yang akan diangkat, menentukan
penulis, dan arah tulisan.
Tema diangkat berdasarkan berita penting yang menjadi perhatian
masyarakat. Tema penting tersebut telah dikonsepkan menjadi beberapa teori
besar atau grand theory, seperti soal demokrasi, penegakan hukum, dan
pemberantasan korupsi. Tema politik lebih sering diangkat oleh editorial.
Karena mereka menamakan dirinya sebagai koran politik, dan masyarakat
pun mengenalnya demikian. Walaupun, tidak menutup kemungkinan isu-isu
lain pun diangkat sebagai pembahasan pada editorial.
Editorial Media Indonesia memilih menggunakan bahasa yang tegas,
lugas, kritis dan tidak berputar-putar, daripada bahasa yang bertele-tele dan
66
mengandung pelembutan. Hal ini berkaitan dengan visi dan misi Media
Indonesia dan editorial itu sendiri, yaitu ingin menyuarakan aspirasi rakyat
dengan sejujur-jujurnya. Melalui editorial, radaksi sebisa mungkin
menyampaikan apa yang ingin disampaikan rakyat, dan merasakan apa yang
dirasakan rakyat. Walaupun kritis dan tegas, editorial Media Indonesia dalam
penulisannya harus tetap memperhatikan etika dan tidak mengangkat tema-
tema yang menyinggung perasaan keagamaan seseorang, menyinggung
gender, ras, dan harus tetap dalam konteks kebangsaan dan NKRI, serta
menjunjung tinggi demokrasi.
Berbeda dengan surat kabar lain, Media Indonesia menempatkan
Rubrik Editorialnya pada halaman depan surat kabar tersebut. Selain
untuk mempengaruhi opini publik, hal ini juga dilakukan sebagai
penghormatan redaksi terhadap "mahkota" surat kabar tersebut.Ruang
yang disediakan Media Indonesia untuk rubrik ini adalah paling banyak
50 baris. Karena penulisannya menggunakan notepad, maka kebijakan
tempat (space) yang diberikan, bukan hitungan karakter, akan tetapi
jumlah baris tadi.
Editorial yang telah dipublikasikan di Surat Kabar Media
Indonesia, juga secara interaktif disiarkan kembali di Metro TV. Hal ini
dilakukan agar masyarakat dapat menanggapi pendapat redaksi tersebut
secara langsung, untuk kemudian sama-sama mendiskusikan solusi, atas
apa yang menjadi permasalahan. Dan terakhir, semua tulisan pada
editorial harus sesuai dengan ideologi yang Media Indonesia anut, yakni
nasionalis, kebagsaan, bhineka tunggal ika dan NKRI.
67
Demikianlah kesimpulan dari hasil analisis kebijakan redaksi Surat
Kabar Media Indonesia dalam penulisan editorial. Kebijakan yang telah
tertuang ini tidak pernah berubah, selama ideologi Media Indonesia pun tidak
berubah. Kebijakan yang menjadi implementasi dari ideologi tersebut
mengarahkan penulisnya untuk tetap berada pada koridor atau batas yang
telah ditentukan.
B. Saran
Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, khususnya kepada
Redaksi Media Indonesia, Tim Editorial, juga kepada para pembaca,
diantaranya adalah :
1. Media Indonesia harus tetap konsisten berpegang teguh pada ideologi
yang telah ada. Karena ideologi adalah jati diri yang menjadikan Media
Indonesia berbeda dengan media-media lain.
2. Editorial Media Indonesia harus tetap konsisten memberikan pendapat
yang kritis, tegas, dan lugas, agar sekaligus menyuarakan aspirasi rakyat
secara terbuka, tanpa adanya tedeng aling-aling, atau sesuatu yang
ditutup-tutupi, sesuai dengan tagline yang meraka punya, yakni "Jujur
Bersuara".
3. Dengan segala bentuk kebijakan yang ada, editorial Media Indonesia
diharapkan terus berupaya meningkatkan kualitas, yakni dengan
mengadakan evaluasi, baik secara substansi ataupun cara penulisan.
68
4. Kepada Redaksi Media Indonesia, tetap terbuka dan menyambut hangat,
bagi kami, para mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dan belajar
di sana.
5. Kepada para pembaca, jadikanlah hasil penelitian ini bukan sebagai
acuan tunggal, akan tetapi sebagai "partner" yang bisa melengkapi
penelitian-penelitian berikutnya, untuk menyempurnakan segala
kekurangan sebelumnya. Manfaatkanlah skripsi ini sebaik mungkin,
karena akan menjadi sebuah kebanggaan, apabila hasil penelitian ini,
juga bisa dirasakan oleh orang lain, bukan semata-mata bagi penulis
sendiri.
69
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT.
Bina Aksara, 1989.
Assegaff, Dja’far H. Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Ke Praktek
Kewartawanan. Jakarta : Ghali Indonesia, 1985.
Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi : Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Gintanyali, 2004.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, 2003.
Effendy, Onong Uchjana. Leksikon Komunikasi. Bandung : Mandar Maju, 1989.
Gusnandi, Y. S, Himpunan Istilah Komunikasi, Cet. 1. Jakarta : Grasindo, 1998.
Junaedi, Kurniawan. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1991.
Juyoto, Djudjuk. Jurnalistik Praktis, Sarana Penggerak Lapangan Kerja Raksasa.
Jogjakarta : Nur Cahaya, 1985.
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Ed. 2. Penerjemah
Dharma dan Ram. Jakarta : Erlangga, 1987.
70
Mannhein, Karl. Ideologi and Utopia : a Introduction to The Sociology of
Knowledge. London : Rouledge, 1979.
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media. Penyunting
Jalaluddin Rakhmat. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1989.
Panuju, Redi. Nalar Jurnalistik : Dasarnya Dasar Jurnalistik. Malang :
Bayumedia, 2005.
Pers, Dewan. Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 8. Jakarta : PT. Cipta Adi
Pustaka, 1991.
Pers, Dewan. Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 15. Jakarta : PT. Cipta Adi
Pustaka, 1991.
Rivers, William, Mc Intyre, Bryce dan Work, Alison. Editorial. Penerjemah Dedy
Djamaluddin Malik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Severin, Werner J. dan Tankard, James W. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode
dan Terapan di Dalam Media Massa, Ed. 5 Cet. 2. Jakarta : Kencana, 2007.
Shoemaker, Pamela J. dan Reese, Stephen D. Mediating The Message, Theories of
Influences on Mass Media Content. New York USA : Longman Publishers,
1996.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta : LKis,
2006.
71
Sumadiria, Haris. Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Panduan Praktis Penulis
dan Jurnalis Professional. Bandung : Simbiosis Rekatama Media, 2005.
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat : Kalam Indonesia, 2005.
Sumber Lain :
Company Profil, Media Indonesia, 2010.
http://www.mediaindonesia.com/read/2009/02/23/23986/11/11/Profile_Perusahaa
n
http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/metodelogi-penelitian-
komunikasi-analisis-isi-wacana-semiotika-framing-kebijakan-redaksional-dan-
analisis-korelasional/