kebudayaan rote ndao

33
BAB I PENDAHULUAN Asal Usul Suku di Pulau Rote Sebagian besar penduduk yang mendiami Pulau Rote dan Mado menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil, seperti: Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes, Poli Nes, dan Fole Nes Suku- suku tersebut mendiami !ilayah kesatuan adat yang disebut Nusak Menurut para tookh adat di Rote, mereka selalu menyebut Pulau Seram dan "idore sebagai tempat asal nenek moyang orang Rote Para leluhur tersebut datang secara bergelombang dengan me nyi ngahi Kabu pat en Bel u Sebagi an dar i rombong an ter sebut meneta p di Rot e, sebagian lainnya meneruskan per#alanan ke Pulau Sabu dan menetap di sana Kisah para leluhur orang Rote ini tidak terlepas dari kisah tiga bersaudara, yaitu Belu Mau, Sabu Mau, dan "i Mau Ketiga bersaudara ini datang dari Malaka melalui Seram dan "idore Belu Mau menetap di Belu dan keturunannya merupakan sebagian besar orang Belu, terutama Belu Selatan Si bungsu, "i Mau berlayar ke barat dan menetap di Rote, terutama di  Nusak "hie, Kecamatan Rote Barat $aya Sedangkan Sabu Mau meneruskanper#alanannya dan menetap di Pulau Sa!u Menurut cerita yang lain, dikisahkan bah!a untuk pertama kalinya nenek moyang orang Rote menetap di suatu tempat di Rote "imur yang kini bernama Nusal Bilba Kata Bilba berasal dari bahasa Belu, yaitu Belu-ba, artinya sahabat datang Pada !aktu itu, para leluhur menyebut Pulau Rote sebagai Pulau Kale, dengan #ulukan Nusa Ne do %ino, artinya negeri tenang dan damai Para tua-tua adat menyatakan bah!a nama Rote sebenarnya berasal dari suatu keluarga di Rote "imur Nama ini kemudian men#adi nama pulau, sesuai cacatan dalam peta orang Portugis yang pernah singgah di salah satu pantai di Rote "imur, yaitu Pantai Rote Menurut cerita adat, di pantai ini pernah disinggahi sebuah misi pelayaran Portugis &rang-orang Portugis itu bertemu dengan seorang nelayan dan bertanya kepada nelayan yang tersebut tentang apa nama pulai ini Nelayan itu mengira namanya yang ditanya sehingga ia men#a!ab Rote Nama Rote inilah yang dicatat dalam peta yang di ba!a oleh misi Portugis itu $an peta ini pula yang dipakai oleh Belanda ketika datang ke Rote $emikianlah, nama pulau Rote terus dipergunakan dalam administrasi pemerintahan Belanda hingga sekarang $e!asa ini orang-orang Rote banyak menghuni daerah-daerah pantai di Pulau"imor, ter mas uk kota Kupang &ra ng- ora ng Rote ini diu singkan oleh Pemeri nta h Bel anda Par a 1 [Date]

Upload: juniorthecitizens

Post on 13-Oct-2015

2.322 views

Category:

Documents


137 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANAsal Usul Suku di Pulau Rote

Sebagian besar penduduk yang mendiami Pulau Rote dan Mado menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil, seperti: Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes, Poli Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kesatuan adat yang disebut Nusak.

Menurut para tookh adat di Rote, mereka selalu menyebut Pulau Seram dan Tidore sebagai tempat asal nenek moyang orang Rote. Para leluhur tersebut datang secara bergelombang dengan menyingahi Kabupaten Belu. Sebagian dari rombongan tersebut menetap di Rote, sebagian lainnya meneruskan perjalanan ke Pulau Sabu dan menetap di sana.

Kisah para leluhur orang Rote ini tidak terlepas dari kisah tiga bersaudara, yaitu Belu Mau, Sabu Mau, dan Ti Mau. Ketiga bersaudara ini datang dari Malaka melalui Seram dan Tidore. Belu Mau menetap di Belu dan keturunannya merupakan sebagian besar orang Belu, terutama Belu Selatan. Si bungsu, Ti Mau berlayar ke barat dan menetap di Rote, terutama di Nusak Thie, Kecamatan Rote Barat Daya. Sedangkan Sabu Mau meneruskanperjalanannya dan menetap di Pulau Sawu.

Menurut cerita yang lain, dikisahkan bahwa untuk pertama kalinya nenek moyang orang Rote menetap di suatu tempat di Rote Timur yang kini bernama Nusal Bilba. Kata Bilba berasal dari bahasa Belu, yaitu Belu-ba, artinya sahabat datang. Pada waktu itu, para leluhur menyebut Pulau Rote sebagai Pulau Kale, dengan julukan Nusa Ne do Lino, artinya negeri tenang dan damai.

Para tua-tua adat menyatakan bahwa nama Rote sebenarnya berasal dari suatu keluarga di Rote Timur. Nama ini kemudian menjadi nama pulau, sesuai cacatan dalam peta orang Portugis yang pernah singgah di salah satu pantai di Rote Timur, yaitu Pantai Rote.

Menurut cerita adat, di pantai ini pernah disinggahi sebuah misi pelayaran Portugis. Orang-orang Portugis itu bertemu dengan seorang nelayan dan bertanya kepada nelayan yang tersebut tentang apa nama pulai ini. Nelayan itu mengira namanya yang ditanya sehingga ia menjawab Rote. Nama Rote inilah yang dicatat dalam peta yang di bawa oleh misi Portugis itu. Dan peta ini pula yang dipakai oleh Belanda ketika datang ke Rote. Demikianlah, nama pulau Rote terus dipergunakan dalam administrasi pemerintahan Belanda hingga sekarang.

Dewasa ini orang-orang Rote banyak menghuni daerah-daerah pantai di PulauTimor, termasuk kota Kupang. Orang-orang Rote ini diusingkan oleh Pemerintah Belanda. Para pengungsi ditempatkan mulai dari Tanjung Noesinas di Kupang Barat, sampai Pampaun di Amfoang Utara. Maksud dan tujuan dari pengungsian tersebut adalah seperti berikut.1.1 Latar Belakang

Kabupaten Rote Ndao adalah salah satu pulau paling selatan dalam jajaran kepulauan Nusantara Indonesia. Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau Ndao,Ndana, Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu.

gambar satelit Pulau Rote

Konon menurut lagenda seorang Portugis diabad ke 15 mendaratkan perahunya, dan bertanya kepada seorang nelayan setempat apa nama pulau ini, sang nelayan menyebut namanya sendiri, Rote. Sang pelaut Portugis mengira nama pulau itu yang dimaksudkan. Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau/kabupaten Rote Ndao menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes, Pilo Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kestuan adat yang disebut Nusak. Semua Nusak yang ada dipulau Rote Ndao tersebut kemudian disatukan dalam wilayah kecamatan.

Masyarakat Rote Ndao mengenal suatu lagenda yang menuturkan bahwa awal mula orang Rote datang dari Utara, dari atas, lain do ata, yang konon kini Ceylon. Kedatangan mereka menggunakan perahu lete-lete.

Strata sosial terdapat pada setiap leo. Lapisan paling atas yaitu mane leo (leo mane). Yang menjadi pemimpin suatu klein didampingi leo fetor (wakil raja) yang merupakan jabatan kehormatan untuk keluarga istri mane leo. Fungsi mane leo untuk urusan yang sifatnya spiritual, sedangkan fetor untuk urusan duniawi.

Filosofi kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat bersumber cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Dan memang secara tradisonal orang-orang Rote memulai perkampungan melalui pengelompokan keluarga dari pekerjaan mengiris tuak. Dengan demikian pada mulanya ketika ada sekelompok tanaman lontar yang berada pada suatu kawasan tertentu, maka tempat itu jugalah menjadi pusat pemukiman pertama orang-orang Rote.

Secara tradisional pekerjaan menyadap nira lontar tugas kaum dewasa samapi tua. Tetapi perkerjaan itu hanya sampai diatas pohon, setelah nira sampai ke bawah seluruh pekerjaan dibebankan kepada wanita. Kaum pria bangun pagi hari kira-kira jam 03.30, suatu suasana yang dalam bahasa Rote diungkap sebagai; Fua Fanu Tapa Deik Malelo afe take tuk (bangun hampir siang dan berdiri tegak,sadar dan cepat duduk).

Pulau Rote selain dikenal sebagai wilayah paling selatan Indonesia juga memiliki kekhasan budidaya lontar, alat musik sasando, topi adat tii langga, juga wisata bahari terutama olahraga selancar. Pulau Rote telah dikenal peselancar dunia sebagai lokasi sempurna dan menantang untuk menjajal gulungan ombaknya yang spektakuler. Pantai Boa adalah salah satu tempat para peselancar dunia biasa mengikuti lomba tingkat internasional. Rote adalah kecantikan yang sulit dicari padanannya, jika saja Rote ini letaknya di dekat Bali pasti turis asing akan berebut mengunjunginya.

Pulau Rote yang tegak berdiri di batas paling selatan Nusantara terbentang di garis 11 derajat Lintang Selatan. Suhu udaranya panas tropis, cocok untuk mereka yang menggilai wisata pantai. Sebagian besar daratan di kepulauan Rote ini berupa tanah dengan berbatu karang menawan. Tidak banyak tanaman yang dapat tumbuh subur di pulau ini terutama di bagian utara dan selatannya yang berupa pantai dengan dataran rendah kecuali itu di bagian tengahnya terdapat lembah dan perbukitan.

Pulau Rote sendiri memiliki populasi sekitar 120.000 orang. Pulau ini dikawal oleh dua pulau yang lebih besar, yakni Timor di sebelah timur laut dan Sumba di sebelah barat. Pulau Rote begitu jauh dalam peta petualangan namun terasa sangat dekat ketika kaki telah berpijak di pelabuhan laut Kota Baa.

Kapal feri dari Kupang, Nusa Tenggara Timur melaju setiap hari ke Baa yaitu kota terbesar di Pulau Rote. Pulau ini memiliki pasir seperti tepung putih bersih. Keindahan pulau ini terus diperbincangkan petualang dan peselancar karena memiliki permukaan pulau yang berbukit yang diseimbangkan oleh padang sabana serta beberapa danau kecil layaknya laut mati.

Kawasan pantai ternama, yaitu Nemberala yang menjadi titik pencar para peselancar ke berbagai titik-titik selancar yang menantang lainnya. Berkiblat ke Laut Sawu di bagian baratnya, ia bagaikan alun-alun berpasir yang berhias pohon lontar subur berdiri walau saat musim kering panjang. Meski tidak berselancar seperti para tamunya, masyarakat setempat tetap bersahaja dan penuh suka cita menerima dan memberi sapa dan salam kepada wisatawan dan petualang asing.

Pulau Rote atau disebut juga Pulau Roti, namanya kini kian mencuat di dalam halaman buku dan majalah petualangan serta perjalanan wisata. T-Land yang berada di sebelah barat merupakan pulau seluas 1.200 km persegi dan dikenal sebagai salah satu penyedia ombak terpanjang di Indonesia yang menggulung ke arah kiri.

Kecantikannya semakin sempurna dengan perpaduan antara lanskap alam dengan masyarakat petani dan nelayannya yang murah senyum. Warna-warni kedalaman air yang bervariasi telah melingkari kelopak-kelopak hutan hijaunya yang sulit dicari padanan keelokannya.

Walau jauh dari gegap gempita kota besar di berbagai penjuru tanah air tetapi Pulau Rote tidak terlalu jauh tertinggal untuk ketersediaan fasilitas wisata eksklusifnya. Namun demikian, kesederhanaan dan tradisi yang ditumbuh kembangkan dalam bentuk rumah adat tetap nampak dari bibir pantai hingga dataran tinggi di perbukitan. Kesamaan antara eksklusifitas dan kesahajaan ini bertumpu pada bahan bangunan yang sedianya berawal dari satu anugrah alam, yaitu pohon lontar untuk bahan tiang bangunan hingga atap yang melindunginya.

Restoran atau kafe di resort-resort lokasi peselancar dan petualang sengaja dihadapkan ke lautan lepas. Seraya bentangan alam yang hijau mengawali ketakjuban pengunjung saat melepaskan pandangannya ke arah persenyawaan warna biru dan hijau yang transparan. Hal itu karena lokasinya yang tak terhalang, suasana megah saat matahari meninggalkan cakrawala di atas lautan Sawu menjadi begitu spektakuler dan mengundang decak kagum.

Walau agak besar ukurannya, berbagai cenderamata yang berasal dari pohon lontar banyak disediakan di pulau ini. Ember pembuat sopi, yaitu arak Rote dari pohon lontar, terbuat dari bahan daun lontar kering yang luar biasa kedap air. Gula pohon lontar diperjualbelikan hingga kini dari zaman dahulu oleh penduduk setempat. Konon, pelaut Bajo sering singgah untuk membeli gula lontar Rote.

Alat musik tradisional Rote seperti daerah-daerah Nusa Tenggara Timur pada umumnya ialah sasando. Alat musik ini terbuat dari pohon lontar, terutama daunnya dan sering memainkan di festival tahunan HUS. Pemain sasando selalunya mengenakan topi tradisional yang juga dari daun lontar. Sebagai bagian dari kepulauan di Nusa Tenggara, Pulau Rote menjadi salah satu penghasil kain ikat dengan kualitas baik. Lihatlah berbagai motif dan desainnya yang memukau.

Untuk mengunjungi Pulau Rote, terbanglah ke Kupang di Pulau Timor. Anda akan mendarat di Bandara El Tari dimana selanjutnya menuju Pelabuhan Laut Tenau. Bila waktu terlanjur petang maka ada baiknya Anda menginap di Kupang. Dari Tenau, Anda akan menyebrangi lautan ke Baa di Pulau Rote. Perjalanan akan ditempuh selama 2 jam dengan menggunakan feri cepat atau sekitar 4,5 jam dengan feri biasa.

Setiba di pelabuhan Baa Rote, Anda dapat melihat pantai berair jernih dan pohon-pohon bakau menghiasi sekelilingnya. Ada juga dermaga dengan suasana pantai pasir putih, pertokoan serta rumah penduduk beberapa rumah penduduk dengan ciri khas pagar yang terbuat dari pelepah daun lontar yang telah mengering.

Jalanan yang naik turun dan berkelok-kelok membawa Anda menikmati hamparan bukit yang luas dengan hewan-hewan berkeliaran. Dari Baa naiklah transportasi umum dengan waktu 2 jam perjalanan untuk tiba di Desa Nemberala.1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka permasalahan yang dibahas dalam makalah ini bagaimana perkembangan budaya di Pulau Rote dan eksistensinya dalam kehidupan bangsa yang pluralistik.

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan budaya di Pulau Rote dan eksistensinya dalam kehidupan bangsa yang pluralistik.1.4. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai patokan bagi masyarakat untuk tetap mengembangkan dan mempertahankan budaya bangsa dalam proses globalisasi budaya.BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Definisi Kebudayaan

Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.

Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya.

Sebagai pengetahuan, kebudayaan adalah suatu satuan ide yang ada dalam kepala manusia dan bukan suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan hasil kelakuan manusia). Sebagai satuan ide, kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam, serta berisi serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam. Jadi nilai-nilai tersebut dalam penggunaannya adalah selektif sesuai dengan lingkungan yang dihadapi oleh pendukungnya

Dari berbagai sisi, kebudayaan dapat dipdang sebagai: (1) Pengetahuan yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut; (2) Kebudayaan adalah milik masyarakat manusia, bukan daerah atau tempat yang mempunyai kebudayaan tetapi manusialah yang mempunyai kebudayaan; (3) Sebagai pengetahuan yang diyakini kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman menyeluruh yang mendalam dan mendasar bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan; (4) Sebagai pedoman bagi kehidupan, kebudayaan dibedakan dari kelakuan dan hasil kelakuan; karena kelakuan itu terwujud dengan mengacu atau berpedoman pada kebudayaan yang dipunyai oleh pelaku yang bersangkutan.

Sebagai pengetahuan, kebudayaan berisikan konsep-konsep, metode-metode, resep-resep, dan petunjuk-petunjuk untuk memilah (mengkategorisasi) konsep-konsep dan merangkai hasil pilahan untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan dalam mewujudkan tindakan-tindakan dalam menghadapi dan memanfaatkan lingkungan dan sumber-sumber dayanya dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan untuk kelangsungan hidup. Dengan demikian, pengertian kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan adalah sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. 2.2. Unsur-Unsur Kebudayaan

Untuk lebih mendalami kebudayaan perlu dikenal beberapa masalah lain yang menyangkut kebudayaan antara lain unsur kebudayaan. Unsur kebudayan dalam kamus besar Indonesia berarti bagian dari suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai suatu analisi tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayan disini lebih mengandung makna totalitas dari pada sekedar perjumlahan usur-unsur yang terdapat di dalamnya. Unsur kebudayaan terdiri atas :

1. System regili dan upacaru keagamaan merupakan produk manusia sebagai homoriligius. manusia yang mempunyai kecerdasan ,pikiran ,dan perasaan luhur ,tangapan bahwa kekuatan lain mahabesar yang dapat menghitam-putikan kehidupannya.

2. System organisasi kemasyarakatan merupakan produk manusia sebagia homosocius.manusia sadar bahwa tubuh nay lemah.namun, dengan akalnya manusia membuat kekuatan dengan menyusun organisasikemasyarakatan yang merupakan tempat berkerja sama untuk mencapai tujuan baersama,yaitu meningatkan kesejahtraan hidupnya.

3. System mata pencarian yang merupakan produk dari manusia sebagai homoeconomicus manjadikan tinkat kehudupan manusia secara umum terus meningkat. Contoh bercocok tanam, kemudian berternak ,lalu mengusahakan kerjinan, dan berdagang.

2.3. Kebudayaan Bangsa Indonesia

Di masa lalu, kebudayaan nasional digambarkan sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Namun selanjutnya, kebudayaan nasional Indonesia perlu diisi oleh nilai-nilai dan norma-norma nasional sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas teritorial yang menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah air, serta kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan, saling menghormati, saling mencintai dan saling menolong antar sesama warganegara, untuk bersama-sama menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.

Gagasan tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut kesadaran dan identitas sebagai satu bangsa sudah dirancang saat bangsa kita belum merdeka. Hampir dua dekade sesudah Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran tentang identitas Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan dalam tiga hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3) persatuan Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan semangat tinggi oleh Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Di masa awal Indonesia merdeka, identitas nasional ditandai oleh bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat Indonesia (di antaranya adalah penghormatan terhadap Sang Saka Merah-Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR yang kemudian menjadi TNI, PNS, sistem pendidikan nasional, sistem hukum nasional, sistem perekonomian nasional, sistem pemerintahan dan sistem birokrasi nasional). Di pihak lain, kesadaran nasional dipupuk dengan menanamkan gagasan nasionalisme dan patriotisme. Kesadaran nasional selanjutnya menjadi dasar dari keyakinan akan perlunya memelihara dan mengembangkan harga diri bangsa, harkat dan martabat bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban, sebagai upaya melepaskan bangsa dari subordinasi (ketergantungan, ketertundukan, keterhinaan) terhadap bangsa asing atau kekuatan asing.

Secara internal manusia dan masyarakat memiliki intuisi dan aspirasi untuk mencapai kemajuan. Secara internal, pengaruh dari luar selalu mendorong masyarakat, yang dinilai statis sekali pun, untuk bereaksi terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan besar dari lingkungan pada saat ini datang dari media masa, melalui pemberitaan maupun pembentukan opini. Pengaruh internal dan khususnya eksternal ini merupakan faktor strategis bagi terbentuknya suatu kebudayaan nasional. Sistem dan media komunikasi menjadi sarana strategis yang dapat diberi peran strategis pula untuk memupuk identitas nasional dan kesadaran nasional.BAB III

PEMBAHASAN3.1. Pakaian Adat

Menelusuri perkembangan Teknologi Tenun lkat di Pulau Rote, diperkirakan sejak masa sejarah orang Rote sudah mengenal Tekhnologi menenun. sebelum mengenal kapas, mereka membuat Kain Tenun dari bahan serat gewang. Tenunan yang dihasilkan berupa sarung yang disebut lambi tei dan selimutyang disebut Lafe tei, dipakai sebagai pakaian harian maupun pakaian pesta. Tahun 1994 Tim Survei dan pengadaan Koleksi Museum mengunjungi Pulau Rote, Pada saat itu masih dijumpai seorang Nenek di Kampung Boni- Kec. Rote Barat Daya yang masih menggunakan kain dari bahan serat gewang. Begitu dalamnya kecintaan sang nenek terhadap kain tenun dari serat gewang, Hingga akhirnya nenek tersebut pun enggan bahkan tidak mau menggunakan kain tenun dari benang kapas.

Masuknya Bangsa-bangsa luar ke Pulau rote, membawa perubahan pada berbagai aspek budaya termasuk teknologi Tenun. Penggunaan serat-serat tumbuhan mulai terganti dengan serat kapas yang diperkenalkan oleh para lmigran, seperti : serat kapas, dll. serat kapas merupakan serat terpopuler di dunia' kain yang terbuat dari serat ini disebut kain katun. serat kapas berasal dari tanaman Gossypium, sejenis belukar dengan tinggi antara 120-180 cm' Pada awalnya tanaman ini ditemukan di lndia sekitar tahun 5000 SM kemudian menyebar ke Barat dan Timur hingga ke wilayah Nusantara' sampai abad 19 wilayah Nusantara berswasembada lahan katun. Dengan diterapkannya politik Tanam paksa oleh Kolonial Belanda, maka pembudidayaan kapas mulai merosot dan sejak itu benang katun Amerika dan lndia menguasai pasar Nusantara'

Di atas adalah busana pakaian adat Rote,mereka memakai sarung dan selempang dari tenun ikat yang buat dan di tambah dengan beberapa asesori-asesoris yang mereka gunakan, seperti bulak molik,habas,pending(ikat pinggang),ti'i langga.

Kain Tenun tradisional pulau Rote memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur, termasuk Orang Rote-Ndao. Pada masa lampau mereka mengenal adanya pengakuan terhadap kemampuan menenun bagi seorang penenun. Pengakuan tersebut berkaitan dengan layak tidaknya seorang wanita untuk dipinang oleh seorang pemuda.Bagi orang Rote-Ndao,kedewasaan seorang wanita tidak saja ditentukan oleh usia semata. Kedewasaan tersebut diukur dari apakah sang gadis sudah dapat mengikat motif, mencelup, dan menenun. Apabila hal tersebut sudah bisa dipenuhi, maka sang gadis sudah pantas mempersiapkan diri menuju kehidupan berumah tangga. Kain tenun dibuat tidak saja untuk memenuhi kebutuhan akan pakaiah, tetapi lebih dari itu, kain tenun memiliki peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat tradisional.

3.2. Rumah Adat Rote

Mengunjungi suatu tempat kurang lengkap rasanya jika tidak memotret bangunan menarik yang merupakan icon daerah tersebut. Bangunan bisa berupa rumah adat, bangunan bersejarah hingga tempat ibadah. Dari sebuah bangunan bisa digali cerita menarik mengenai kehidupan penghuninya maupun sejarah bangunan tersebut.

Kabupaten Rote Ndao NTT sebelumnya adalah bagian dari Wilayah Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Kupang, terbentuk pada tahun 2001 dengan ibukota terletak di Baa. Langsung saja kita lihat gambar gambar rumah adat Rote NTT

Rumah Musalaki

Rumah Temukung3.3. Makanan Khas

Pulau Rote juga terkenal dengan pohon kelapa dan lontarnya. Warga Nembrala mengolah daging kelapa menjadi Virgin Coconut Oil (VCO), tempurung dijadikan briket, dan limbahnya dijadikan hiasan. Warga Nembrala juga membuat kerajinan tangan berbahan dasar tali gewang yang berasal dari pohon aren, seperti tas, topi dan tempat minum. Di Desa Batutua, kerajinan tangan yang terkenal adalah aksesoris dari kulit penyu yang dapat diolah menjadi gelang, kalung, dan liontin. Warga Rote pandai membuat tenun ikat dengan berbagai corak dan ukuran. Mereka menjual kain tersebut dengan harga berkisar dari Rp 50.000 250.000 tergantung corak, ukuran, dan tingkat kesulitannya.Selain pohon kelapa, ada pula pohon lontar atau pohon tuak. Topi Tiilangga dan alat musik Sasando adalah dua contoh jenis kerajinan tangan berbahan dasar daun lontar. Daun lontar juga biasa digunakan sebagai alat pengangkut air. Air nira yang berasal dari pohon lontar dapat diolah menjadi gula semut, gula lempeng, gula air, dan Sopi, minuman keras khas Rote. Meskipun belum diteliti, konon Sopi bisa mengandung alkohol sampai 70%. Saat kami datang, di pantai Desa Batutua sedang dibangun dermaga yang nantinya dapat melayani angkutan kapal barang dari Surabaya dan akan selesai sekitar lima tahun lagi. Keberadaan dermaga tersebut menyimpan potensi besar bagi masyarakat.

Masyarakat Rote tidak hanya memanfaatkan tanaman ini sebagai sumber kehidupan, yaitu sebagai penghasil tuak, sopi (minuman tradisional), gula lempeng, gula air, gula semut, tikar, haik, sandal, topi atap rumah maupun bahan bangunan, tetapi lebih dari itu, masyarakat sudah menganggap tanaman ini memiliki nilai lebih karena sudah menginspirasi lahirnya alat musik sasando. Sampai sekarang daun pohon lontar ini masih tetap dipertahankan sebagai resonator alat musik ini.3.4. Mata Pencaharian

Di Rote terdapat banyak sekali terdapat pohon lontar,masyarakat rote tak perna segan untuk memanfaatkan pohon lontar, pohon lontar adalah salah satu sumber mata pencaharian penduduk di daerah tersebut. Para petani di pulau Rote memanfaat nira yang di hasilkan dari pohon lontar untuk membuat gula batu dan buah dari pohon lontar untuk di konsumsi dan di jual ke pasar, selain itu daun lontar juga di gunakan untuk membuat topi ti'i langga,sasando dan anyaman-anyaman.Pohon Lontar sumber utama mata pencaharian penduduk di pulau RoteBuah pohon lontar yang untuk di konsumsi

Nira yang di hasilkan pohonlontar menjadi gula batu3.5. Kerajinan dan Kesenian

Masyarakat pulau Rote sangat pintar dan kreatif mereka tidak kehilangan akal untuk mengolah pohon lontar,selain untuk di konsumsi nira dan buah lontar, para masyarakat Rote memanfaatkan daun lontar untuk membuat anyaman-anyaman misalnya seperti:1. Sasando

Sasando adalah alat musik khas dari pulau Rote yang sangat terkenal dan sudah go internasional, sasando yang di buat dari daun lontar,bambu dan tali senar. Setiap petikan sasando menghasilkan bunyi dan melodi yang sangat indah untuk di dengar. Sejarah alat musik sasando Menurut Meok, ada berbagai versi mengenai sejarah tentang alat musik ini, diantaranya konon ada seorang pemuda bernama Sangguana pada tahun 1650-an terdampar di Pulau Ndana. Sangguana memiliki bakat seni, sehingga penduduk membawanya ke istana, kemudian putri istana terpikat dan meminta Sangguana menciptakan alat musik. Sangguana pun bermimpi pada suatu malam sedang memainkan alat musik yang diciptakannya, kemudian diberi nama sandu (bergetar).

Ada jua cerita lain, alat musik ini ditemukan oleh dua penggembala yang bernama Lumbilang dan Balialang. Menurut cerita lain lagi, sasando ini ditemukan oleh dua sahabat yakni Lunggi Lain dan Balok Ama Sina, papar Meok.

Karena alat musik yang telah dipasang dalam haik itu beresonansi, maka disebut sandu atau sanu yang mempunyai arti bergetar atau getaran. Alat ini kemudian disebut sebagai sasandu yang berasal dari kata ulang sandu-sandu atau bergetar berulang- ulang. Dengan perkembangan yang terjadi, maka sasandu ini lebih dilafalkan menjadi sasando, sehingga terbawa sampai saat ini. Namun, ucapan ini tidak mengubah bentuk dan suara dari alat musik ini.

Petrus Riki Tukan, pemateri lainnya, mengatakan, alat musik sasando merupakan sebuah fenomena budaya pada umumnya dan kesenian (musik) khususnya yang cukup menggoda naluri seniman. Kiranya dengan perhatian SBY terhadap alat musik ini dapat mendorong semangat anak Flobamora untuk melestarikan, mengembangkan dan melindungi alat musik ini sebagai kebanggaan daerah NTT.2. Tii Langga

Ti'i Langga adalah topi yang di atasnya terdapat antene,yang di ayaman dari daun lontar. Biasanya topi ini di gunakan oleh kaum adam dalam acara-acara kebudayaan.Bagi orang Rote topi ti'i langga melambang jiwa kepemimpinan, kewibawaan dan percaya diri.

Ini adalah beberapa anyaman yang di buat dari daun lontar.

3.6. Tari Tarian

Ini adalah tarian Tradisional TEOTONA. Tarian Perang Tradisional TEOTONA ini, penarinya terdiri dari pria dan wanita yang menarikan dari tarian ini adalah mereka melakukan gerakannya secara bersamaan. Tarian ini menceritakan tentang peperangan, ketika perang telah usai dan tiba saatnya bagi para pahlawan perang dari suku Rote Oenale ini untuk pulang kembali ke wilayah mereka, maka yang pertama kali menyambut kedatangan kembali para pahlawan perang ini adalah Tarian TEOTONA . Kegembiraan begitu ekspresif terpancar dari mimik dan gerak para penarinya.

Tarian TEOTONA

Orang-orang Rote-Ndao gemar menari. Tari-tarian yang ada didaerah ini beraneka ragam. Keramaian tari-tarian itu biasanya terlihat pada waktu upacara adat, seperti Limbe (Penerimaan orang-orang besar atau kematian). Jika dikelompokkan, maka di wilayah Rote terkenal tari-tarian hiburan perang/tarian pahlawan.

Tarian hiburan yang diikuti juga wanita seperti berikut ini.

a. Tarian Anaka didikodi

b. Tarian Dio DoE

c. Tarian Koa dau-dau

d. Tarian Koda DiloE

e. Tarian Lope

f. Tarian Koni

g. Tarian Memoto apak

h. Tarian Mefo too

i. Tarian KalabaiSedangkan yang termasuk dalam tarian perang/pahlawan seperti berikut ini.

a. Tarian baki kodi

b. Tarian kaka baa

c. Tarian kaka musuh

d. Tarian kaka talaE

e. Tarian keki doE

f. Tarian Tabelak

g. Tarian teo Renda

h. Tarian Teo Tono

Semua tarian ini diiringi gong dan gendang. Irama cepat dan lambat sangat tergantung pada pukulan gendangnya dengan irama yang diatur. Setiap jenis bunyi dan hentakan melukiskan satu ragam gerak tertentu. Masyarakat Rote sangat menekuni music tradisional yaitu sasandu.

Ruang gema suaranya tergantung dari besar kecilnya timbalontar (haik) di antara ujung lengkungan itu, disambung bambu dan diberi tali senar plastik. Tali senar plastik itu yang memberikan nada suara seperti kecapi. Tali senar plastik itu yang memberikan nada suara seperti kecapi dan dapat dimainkan dengan suara solo yang merdu.3.7. Seni SuaraLagu-lagu daerah Rote yang terkenal adalah antara lain sebagai berikut.

1. Bolelebo.2. Mai falie.3. Mama.4. Malan Dengga Dea.5. Ledo hawu.6. Nusa mansuek.7. Nusa lote fu funi.8. Kedi tapis telu.9. Fali Nusa Lotelirik lagu Bolelebo

Bo lele bo

Ita nusa lele bo

Bo lele bo

Ita nusa lele bo

Malole tamalole

ita nusa le malole

Malole tamalole

ita nusa le malole

Bo lele bo

bara dimu lele bo

Bo lele bo

bara dimu lele bo

le do ie

bara dimu rihi ie

Bo lele bo

tanah timor lele bo

Bo lele bo

tanah timor lele bo

baik tidak baik

tanah timor lebih baik

baik tidak baik

tanah timor lebih baik

baik tidak baik

tanah timor lebih baik

baik tidak baik

tanah timor lebih baiklirik lagu Mai fali eMai fali e

Mai fali e

Mama hala ita fali e

Mai fali e

Mai fali e

Mama hala ita fali e

Reff

Le doa tenaso

Mulaka modiso

Mama hala ita fali e

Mai fali e, fali leo e

Mama hala ita fali eFALI NUSA LOTE ( Lagu Rakyat Pulau Rote )

LETEKALA TADA

FO DAE LAMADO

NUNUKALA LONA

FOPIAK LAMDEMA

NAI TOU NUSA

NAI INGGU OEN

AFAN DELA E . E..

NEU BALAK SIO TEUK TELU

MAMA KOO IFA, MA PAPA

KO KOON NAI KALKOAN

FALI NUSA LOTE

LETEKALA TADA

FO DAE LAMADO

NUNUKALA LONA

FOPIAK LAMDEMA

NAI TOU NUSA

NAI INGGU OEN

AFAN DELA E . E..

NEU BALAK SIO TEUK TELU

MAMA KOO IFA, MA PAPA

KO KOON NAI KALAKOAN

AU SANGGA FALI LEO

FALI NUSA LOTE

FALI NUSA LOTE

BOI E.. E.

NUSA FAU FUNIK

NUSA NUSA NDALU SITA3.8. Wisata

1. Pantai Nembrala

Boa di Kec. Rote,Obyek wisata ini sudah cukup dikenal bukan saja wisatawan asal Negara Kanguru (Australia ) tapi juga dikenal secara luas oleh para wisatawan Amerika, Eropa dan sebagainya Jarak tempuh dari ibu kota Baa + 30 Km dengan menggunakan Bus atau Mikrolet yang cukup nyaman serta ditopang dengan kondisi jalan yang cukup memadai.

Panorama dan keistimewaan pantai Nemberala Boa karena gelombang laut atau dikenal dengan Gelombang yang sangat cocok untuk para wisatawan melakukan olah raga Surfing (selancar) pecahannya ke kanan yang Barat Daya, pantai ini sangat dikenal dengan pasir putih yang indah dan menawan serta ombaknya sangat bagus dan menarik dengan 8 kali gulungan merupakan tantangan bagi peselancar dunia. Pemda Rote Ndao bekerjasama dengan organisasi Bali melakukan lomba selancar bertaraf internasional yang dilaksanakan pada bulan September Oktober setiap tahunnya.

Desa wisata Nembrala. Desa ini menawarkan pemandangan pantai, rimbunan pohon kelapa yang menjulang tinggi dengan daunnya yang meneduhkan. Benar-benar memanjakan mata yang memandang.Desa yang terletak di Kecamatan Barat Daya Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur tersebut bak nirwana wisata yang tersembunyi. Jauh dari hiruk pikuk kota dengan kesederhanaan dan keramahan penduduk sekitar. Di sekitar pantai Nembrala, ada beberapa pilihan penginapan, mulai dari hotel hingga homestay dengan tarif puluhan ribu rupiah hingga ratusan ribu rupiah per malam. Tetapi, saya memilih untuk menghabiskan waktu beberapa jam saja untuk sekadar duduk-duduk di bibir pantai.

2. Pulau Do'o

Pulau Doo Adalah sebuah pulau kecil di wilayah Kec. Rote Barat Laut yang terletak dimulut Pantai Nemberala Tongga.

Pulau ini sangat indah dan menawan karena di kelilingi dengan pasir putih dan laut yang sangat indah dan dapat dijangkau dengan perahu motor Spedbot + 30 menit. Pulau Doo kini sudah mulai dibangun beberapa tempat pariwisata oleh PT. Jasa Marga Pella3. Batu Termanu

Ada dua Batu Termanu yaitu : Batu Hun dan Batu Suelay, merupakan obyek wisata alam yang sangat memukau. Setiap perkunjungan wisatawan yang datang ke Kabupaten Rote Ndao. Ketika kapal motor keluar dari pelabuhan Bolok Kupang yang melewati selat Pukuafu dan yang pertama terlihat adalah Batu Termanu yang menjulang tinggi.

Disekitar perairan Batu Hun dijadikan obyek wisata Menyelan dan Memancing karena terdapat terumbu karang Mutiara dan ikan kerapu yang cukup banyak. Batu termanu menurut legenda masyarakat Rote terdiri atas dua buah yaitu yang satunya adalah jenis Pria berada langsung di pinggir pantai leli dan satu lainnya jenis wanita terletak beberapa ratus meter sebela kanan batu pria terletak agak kedalam laut.

Dikatakan pula bahwa batu Termanu adalah batu yang bisa berpindah - pindah tempat dan berasal dari maluku. Suatu ketika batu ini tiba di Rote dan menetap disana, karena keadaannya seperti itu maka oleh orang Rote di anggap sebagai Batu Keramat dimana pada saat tertentu para tua tua adat sering berdoa dikaki batu untuk memohon turunnya hujan.4. Pulau Ndana

Pulau Ndana, Sebuah Kawasan Wisata Bahari, Yang Berada Di Pulau Rote. Panorama Wisata Bahari Di Pulau Ndana - Rote Ini, Membuat Pulau Ndana, Menjadi Salah Satu Kawasan Wisata Kepulauan Di Pulau Rote.

Lokasi Pulau Ndana Yang Berada Tidak Lebih Sepeminum Teh Dari Lokasi Pantai Nembrala - Bo'a Jika Ditempuh Dengan Menggunakan Speedboat. Menuju Ke Arah Barat Daya Dari Posisi Pulau Rote Dengan Menggunakan Speedboat, Maka Akan Anda Jumpai Indahnya Pulau Ndana. Sebuah Pulau Kecil, Dengan Panorama Yang Menyajikan Sejuknya Alam Yang Masih Asli Dari Sebuah Pulau Yang Terletak Di Mulut Pantai Selancar Bo'a - Nembrala. 3.9. Revitalisasi Budaya Tuu Belis.

Selama beratus tahun, kematian dan pernikahan di Pulau Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, adalah pesta pora. Bukan pesta biasa, tetapi ritual minum dan makan daging berhari-hari. Puluhan hingga ratusan domba, babi, sapi, atau kuda dikorbankan. Bagi keluarga bangsawan, itulah waktunya mengerahkan sumber daya untuk pesta bernilai ratusan juta rupiah.

Kemeriahan pesta adalah mutlak, tak peduli empunya pesta si kaya atau miskin. Kemeriahan tak mengenal status ekonomi. Semakin tinggi status sosial keluarga, pesta makin meriah. Seperti dialami keluarga Tolasik, salah seorang bangsawan di Kota Baa (sekarang nama ibu kota kabupaten).

Ratusan ternak dikorbankan bagi pesta kematian. Tiada hari tanpa makan daging dan minum. Dari keluarga menyiapkan 60 ekor kerbau dan babi, belum termasuk ternak sumbangan, kata Meslik Tolasik, salah satu cucu mendiang, ketika dikunjungi Kompas dan tim dari World Vision Indonesia (WVI) akhir September 2008. Secara adat, genderang pesta kematian ditabuh saat buka neneik (tikar), sesaat setelah ada anggota keluarga meninggal. Berhari-hari, kerabat, kenalan, dan tokoh sebaya anggota keluarga yang meninggal duduk- duduk, ngobrol, dan berpantun mengenang mendiang.

Sementara itu, rangkaian pesta pernikahan dimulai saat kedua keluarga calon mempelai memastikan tanggal pernikahan. Saat itulah besaran belis (mas kawin) diketahui. Umumnya, belis mencapai Rp 20 jutaan, yang ditanggung keluarga besar melalui serangkaian pertemuan tuu belis (kumpul ongkos kawin). Tahapan itu untuk memastikan kesanggupan kerabat soal besaran sumbangan. Sumbangan, baik uang maupun ternak, dicatat; nama penyumbang, jumlah uang, hingga kondisi ternak (lingkar perut atau gemuk-tidaknya ternak). Pada setiap tahapan tuu, pesta daging tak pernah absen. Setidaknya ada tiga tahapan tuu belis, yakni tuu daftar (mendaftar keluarga yang akan diundang), tuu kumpul keluarga (membicarakan sumbangan yang akan diberikan), dan tuu penyetoran (menyerahkan sumbangan). Barulah puncak acara tiba; pesta nikah. Nama penyumbang dan sumbangan disimpan rapi untuk pengembalian. Mengembalikan sumbangan wajib hukumnya. Kalau tidak? Yang bersangkutan akan dipermalukan dengan pengumuman saat pesta, kata Maneleo (kepala suku) Nusak Baa John Ndolu (45).

Saling sumbang bernilai jutaan rupiah menjerumuskan warga pada jeratan utang, yang bahkan diwariskan. Dengan kata lain, mempelai langsung menanggung utang secara adat. Di Rote, tak sedikit kasus putus sekolah karena tak ada biaya. Namun, jangan sampai tak ada uang untuk menyumbang pesta. Untuk pesta kematian atau pernikahan, tak ada istilah miskin. Warga lebih malu tiada pesta daripada anak-anaknya putus sekolah. Bisa dibilang, orang pergi bekerja bukan untuk uang sekolah, tetapi membayar ketentuan adat, kata Kepala Desa Oelunggu Adrianus Tulle. Angin perubahan Beratus tahun eksis, berembus angin perubahan budaya tuu belis kematian dan pernikahan. Kelompok pembaru atau perevitalisasi budaya muncul. John Ndolu, Maneleo Nusak Baa, adalah tokoh di balik itu. Kami hanya menyederhanakan praktik-praktik budaya yang berlebihan. Nilai-nilainya tetap bertahan, kata maneleo, pilihan warga pada Januari 2006 itu.

Revitalisasi budaya didukung WVI, organisasi nirlaba yang di antaranya mendukung pendidikan dan nutrisi anak. Pesta pora kematian dan pernikahan melanggengkan kemiskinan. Kesejahteraan warga dan pendidikan anak-anak terkena dampaknya, kata Manajer WVI Program Rote Sugiyarto. Cikal bakal WVI di Rote hampir 15 tahun lalu. Revitalisasi budaya memangkas ongkos pesta belasan juta rupiah. Mas kawin yang dulunya Rp 20 jutaan, disepakati warga cukup Rp 3,65 juta. Pesta pun disepakati sekali dengan menyembelih satu hewan besar dan satu hewan kecil. Dulu, minimal puluhan ekor! Pesta pada saat ucapan syukur, kata John. Pesta daging pada setiap kumpul keluarga pun ditiadakan. Jika ada, cukup kue dan teh.

Penerimaan warga di luar dugaan, termasuk kerelaan hati memutihkan piutang ternak yang dulu mereka sumbangkan. Sanksi pun diatur, berupa denda Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Contoh pelanggaran, menyembelih ternak berlebihan, atau menyediakan daging mentah untuk dibawa pulang. Beberapa orang pernah mencoba melanggar, termasuk menyuap saya dengan bawaan daging mentah. Saya tolak! kata John. Perlahan tetapi pasti, revitalisasi dipatuhi.

Sejak tahun 2003 Revitalisasi budaya di Rote dimulai tahun 2003. Gerakan itu makin kuat ketika John Ndolu terpilih sebagai Maneleo Nusak Baa. Ia memimpin lima leo (kumpulan marga), setara dengan sekitar 1.200-an keluarga. Dimulai komunitas warga Kunak, lima tahun lalu, kini tiga nusak mengadopsi (nusak Lole, Baa, dan Lelain atau Lobalaen). Rote Ndao terdiri atas 19 nusak. Saat ini, sejumlah nusak mulai merevitalisasi meskipun belum sepenuhnya. Namun, lebih banyak nusak yang masih menolak. Beberapa warga asli Rote di luar pulau pun masih ada yang menolak. Satu alasan, warisan leluhur patut terus dijaga. Sebenarnya, pesta kematian dan pernikahan masih dijalankan warga Nusa Lontar. Mereka hanya ingin memutus rantai kemiskinan.3.10. Agama Asli Orang Rote

Agama asli orang Rote disebut dengan Halaik. Dalam konsep kehidupan akan alam gaib, orang-orang Rote juga percaya akan adanya dewa. Misalnya dewa Dewa Nutu Bek (dewa untuk pertanian), dan dewa Nade Dio (dewa pemberi kemakmuran). Mengenai konsep wujud tertinggi tersebut dikenal dengan apa yang disebut dengan Mane Tua Lain atau Lama Tuak sebagai suatu wujud tertinggi.

Menurut Sejarah, gelar Yesus Sebagai Mana Sula Bula/ mana Fe natu dipengaruhi oleh masuknya Injil ke pulau Rote. Harapan dan tekad dari Foe Mbura untuk mewujudkan rakyat Rote yang masih terbelakang dan belum percaya Allah Tri Tunggal membuatnya bersemangat untuk memberitakan injil dan juga ilmu pengetahuan yang telah ia dapat ketika mengunjungi Batavia. Yang Ilahi yang diimani oleh masyarakat Rote ketika masih beragama suku adalah sama juga dengan Allah dan Yesus Kristus yang disaksikan diberitakan oleh penginjil. Penyebutan mana Sula Bula/mana fe natu terlahir dari tradisi yang sering dilakukan yaitu ritus Hus. Pada ritus ini pemahaman orang Rote bahwa jika mereka pergi mengikuti proses dilakukannya ritus ini mereka pulang akan membawa berkat yang berkelimpahan. Dalam proses ritus tersebut dibagikan nira bagi yang menyadap lontor dan padi bagi yang petani. Kepercayaan mereka bahwa setiap yang mereka kerjakan akan mendapatkan hasil yang melimpah. Istilah yang dipakai adalah mengikuti Hus untuk mengambil natu. Kepercayaan seperti ini menjadi hal yang nyata dalam kehidupan mereka turun temurun. Apa yang dikerjakan oleh mereka khususnya menyadap lontor akan mendapat nira yang banyak. Nira yang didapatkan itu dijadikan sebagai minuman pokok setiap hari. Nira juga dimasak menjadi gula untuk diminum pada waktu yang akan datang ketika musim hujan tiba. Selain pengakuan dan kepercayaan mereka, ada juga cara yang dibuat untuk meminta berkat dari Mana Sula bula yang diakui sebagi pemberi berkat.

Cara tersebut adalah melakukan ritus sebelum kekristenan masuk ke Rote, mereka memohon berkat kepada Mana fe natu dengan cara melakukan songgo yang dipimpin oleh mana songgo. Setelah mereka memperoleh berkat/kelimpahan dalam pekerjaan, songgo juga kembali dilakukan sebagai bentuk ungkapan syukur. Setelah kekristenan masuk, permohonan berkat dan ungkapan syukur dilakukan dengan membawa persembahan berupa uang atau hasil pekerjaan ke gereja.

Dalam membuka teks, maka perlu menggali apa kata Alkitab tentang pemahaman orang Rote bahwa Yesus sebagai pemberi berkat. Dalam rangka ini, terdapat teks yang menggambarkan Yesus sebagai pemberi berkat dalam Matius 14:13-21. Teks ini berhubungan dengan tema dominan yaitu Pemberi Berkat yang dikaitkan dengan gelar Yesus sebagai Mana Sula Bula/Mana Fe Natu.

Kitab Matius di tulis oleh Matius pemungut cukai (pegawai pajak). Di Kapernaum, sebuah kota yang terletak antara Siria dan Mesir ada sebuah kantor pajak yang cukup besar. Para pedagang yang lewat dari situ harus membayar dari pajak barang dagangan mereka. Matius atau Lewi adalah salah satu pegawai di kantor itu. Segera setelah ia meninggalkan pekerjaannya karena panggilan Yesus. Ciri utama dari injil Matius ialah ia dipanggil oleh Yesus Kristus untuk memberitakan injil dan yang menjadi tujuan utamanya ialah kepada orang-orang Yahudi. Kitab Matius sangat kental ke-Yahudi-annya. Dalam perjalanan pelayanan Matius bersama Yesus dan murid-murid yang lain, terdapat banyak persoalan dan tantangan yang dihadapi. Diantaranya ialah yang terdapat dalam teks Matius 14:13-21 dengan perikop Yesus memberi makan lima ribu orang. Teks ini menggambarkan sosok Yesus sebagai pemberi berkat. Kehadiran-Nya sebagai sang pemberi berkat telah menyelamatkan lima ribu orang yang kekurangan makanan. Berbicara mengenai Yesus sebagai pemberi berkat bukanlah hal yang asing. Karena Perjanjian baru baik secara eksplisit maupun implisit menjelaskan hal tersebut. Berbicara tentang berkat maka berhubungan dengan dua konsep berkat yakni berkat rohani dan jasmani. Yang dimaksud dengan berkat rohani jika dihubungkan dengan peran Yesus sebagai pemberi berkat yakni Firman yang disampaikan Yesus kepada pengikut-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan berkat Rohani adalah hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan jasmani, misalnya makanan.

Pelayanan Yesus bersama-sama muridnya ialah pelayanan yang berdasarkan atas kasih, kuasa dan berkat. Karena itulah ketika mereka menghadapi umat yang menderita kelaparan, Yesus berinisiatif untuk menolong dan mengatakan kepada para murid kamu harus memberi mereka makan (Mat 14:16). Perkataan Yesus ini sepertinya menghentak para rasul karena bagaimana mungkin mereka dapat memberi makan orang sebanyak itu. Disatu sisi perbekalan yang ada tidak cukup dan disisi lain mereka sendiripun belum makan. Bagi para rasul, hal ini sangatlah tidak mungkin. Tetapi bekal yang tersedia adalah lima roti dan dua ikan. Dengan memberikan tanggung jawab itu kepada para murid-Nya, Yesus bermaksud membangkitkan di dalam diri mereka suatu kesadaran bahwa pergaulan dengan diri-Nya mencakup persediaan bagi semua kebutuhan (baik itu kebutuhan jasmani maupun rohani). Berkaitan dengan itu, Yesus mengucapkan berkat sebagai tanda bahwa Dialah sumber berkat

Kemudian Yesus mengambil bekal itu. Mengucap berkat atasnya dan kemudian membagikan kepada orang banyak itu yang duduk berkelompok. 5000 orang laki-laki banyaknya, perempuan dan anak-anak belum terhitung disitu. Mereka makan sampai kenyang dan ketika dikumpulkan potongan-potongan roti itu ada dua belas bakul dan sisa-sisa ikan. Mujizat terjadi!. Hal yang tidak mungkin bagi manusia, bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin (Luk 18:27).

Gambaran ini menyatakan bahwa Yesus Kristus sebagai sember berkat tidak hanya mencukupi murid-murid dan orang-orang di sekitarnya dengan berkat rohani yakni firman, ajaran atau khotbah-khotbah dan nasehat-Nya. Lebih dari itu Ia adalah juruselamat umat manusia yang tidak hanya sekedar datang dalam kehidupan manusia, melainkan juga melenyapkan kesengsaraan manusia agar dapat sungguh-sungguh bahagia selamanya. Dalam memahami Yesus sebagai pemberi berkat berkaitan dengan gelar Yesus sebagai Mana Sula Bula/Mana Fe Natu, maka terdapat dua hal yang perhatikan yaitu:

1. Yesus sebagai pemberi berkat Rohani

Perkataan Yesus bahwa kamu harus memberi mereka makan, merupakan suatu berkat rohani yang mengingatkan para murid dan semua orang tentang bagaimana kehidupan orang percaya yang seharusnya adalah kehidupan yang bukan hanya untuk diri sendiri tetapi kehidupan yang berpikir dan berbuat untuk orang lain juga. Pendek kata, Paradigma Untuk Diri Sendiri harus berubah menjadi paradigma Untuk Orang Lain ketika kita menjadi pengikut Tuhan. Yesus mengajak dan membentuk pola pikir para murid bahwa hubungannya dengan Tuhan harus berdampak pada hubungan bersama dengan orang lain. Dengan kata lain, penghayatan hidup sebagai murid Tuhan secara vertical akan terlihat dan tercermin dalam hubungan yang horizontal.

2. Yesus sebagai pemberi berkat Jasmani

Ketika Yesus mengucapkan berkat atas lima roti dan dua ikan, menyatakan bahwa secara langsung telah terjadi mukjizat. Bagi para rasul, bagaimana mungkin lima roti dan dua ikan dapat mengenyangkan orang yang sangat banyak itu. Disini keraguan dan kebimbangan menjadi dominan menggantikan sikap percaya kepada Yesus yang adalah Tuhan (Mat 14:17). Padahal ada sekian waktu mereka telah bersama-sama dengan Yesus. Tidak sedikit pengalaman dan peristiwa yang mereka alami dan saksikan bersama Yesus yang seharusnya menjawab keraguan dan kebimbangan itu. Tetapi peristiwa memberi makan lima ribu orang ternyata harus pula disaksikan oleh para rasul dan kepada banyak orang pula bahwa Yesus adalah Tuhan empunya berkat dan kehidupan.

Peristiwa Yesus memberi makan lima ribu orang ini kembali menegaskan dan menguatkan serta menyadarkan kita bahwa Tuhan selalu memperhatikan umat-Nya. Yesus memberi berkat jasmani dengan mengenyangkan dan memuaskan tubuh manusia secara fisik. Seperti 5000 orang yang datang menemui Yesus itu, mereka tidak disuruh pulang. Mereka dijamu dan dipuaskan Tuhan. Harapan mereka dijawab, permintaan mereka diberikan Tuhan.3.11. Sistem Kekerabatan.

Di Pulau Rote, Ume Ofa' atau "Perahu-Rumah" telah punah. Penyebabnya ialah politik Orde Baru di akhir 1960-an. Kala itu, masyarakat diimbau menghilangkan tradisi membangun rumah tradisional dengan upacara-upacara adat dan pesta meriah, yang dinilai boros. Tolok ukur siapa yang dipakai? Sebagai pelajaran bagi generasi mendatang, apakah masih ada ume yang bisa diselamatkan?

Tempat ternak di bawah panggung (vilenggat), juga dinilai tidak higeinis. Faktor agama pun turut mempengaruhi perubahan, sebab pembangunan rumah tradisional selalu dimulai dan diakhiri dengan upacara (songgo) untuk meminta petunjuk dari ruh leluhur, yang dianggap bertentangan dengan ajaran Kristen. Ume Ofa Balu atau Rumah-Perahu Besar, perwujudan budaya Rote, kini terkubur sudah. Gantinya adalah ume leleo rae dan ume leleo .

Tempat ternak di bawah panggung (vilenggat), juga dinilai tidak higeinis. Faktor agama pun turut mempengaruhi perubahan, sebab pembangunan rumah tradisional selalu dimulai dan diakhiri dengan upacara (songgo) untuk meminta petunjuk dari ruh leluhur, yang dianggap bertentangan dengan ajaran Kristen. Ume Ofa Balu atau Rumah-Perahu Besar, perwujudan budaya Rote, kini terkubur sudah. Gantinya adalah ume leleo rae dan ume leleo .

Pulau Rote, Pulau Ndao serta pulau-pulau disekitarnya terbagi dalam 19 nusa (suku). Di dalam lingkungan nusa terdapat kelompok-kelompok kecil kumpulan beberapa keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan (leo). Dari kesembilan belas nusa, terdapat delapan belas dialek. Di masa lalu terkadang terjadi benturan fisik; pemicunya adalah penguasaan atas sumber air. Untuk mempertahankannya, di Nusa Delha, dibangun benteng pertahanan dari batu gunung setinggi antara tiga sampai empat meter dengan ketebalan dinding sekitar satu setengah meter. Benteng pertahanan ini disebut sebagai kota.

Tidak diketahui secara pasti, kapan sejarah permukiman berawal di Nusa Delha. Menurut tradisi tutur setempat, permukiman itu bermula di daerah Inggu Ata, Nemberala. Penduduk pertamanya berasal dari hubungan kekerabatan atau Leo Ombak. Bukti bahwa mereka adalah bagian dari migran melewati jalur laut, adalah konsep yang sama antara rumah (ume) tradisional dan perahu (ofa). Bagi mereka ofa merupakan hunian di laut dan ume merupakan perahu di darat. Begitulah istilah Delha untuk rumah tradisional yang besar, yakni; ume ofa balu (rumah besar seperti perahu besar). Sekarang rumah yang demikian boleh dikatakan sudah tinggal kenangan. Sebaliknya perubahan-perubahan semakin cepat tercatat.3.12. Bahasa

Bahasa suku bangsa Rote pada hakekatnya satu (disebut bahasa Rote), namun bervariasi dialek menurut nusak masing-masing yang saling dapat dimengerti. Ciri yang menonjol dari bahasa Rote adalah bahasa sastra atau bahasa ritual. Bahasa sastra adalah satu bahasa khusus dan dapat segera dikenal sebagai bentuk bahasa yang digunakan dalam setiap kesempatan seperti : upacara adat, perundingan, salaman, nyanyian, tarian, dsb. Pada hakekatnya bahasa sastra merupakan pantun yang terdiri atas pasangan kata-kata berirama yang artinya bersamaan, misalnya: tolanok dudinok, dak esa fafan ma titiesa nonosinI (saudara sekerabat dan seturunan). Untuk memperoleh kata-kata seirama dengan makna dan tujuan yang sama, biasanya diambil kata-kata majemuk, sehingga bahasa sastra itu merupakan satu kesatuan pengertian yang mendalam.

Belanda memperkenalkan bahasa Melayu kepada orang Rote sebagai sarana bahasa pendidikan. Bahasa Melayu ini mudah diterima dan dipergunakan secara luar karena hampir sama dengan bahasa sastra orang Rote. Pada perkembangan lebih lanjut, bahasa Melayu berkembang menjadi bahasa Indonesia yang sampai sekarang menjadi bahasa lintas suku dan pemersatu bangsa, termasuk orang Rote.BAB IV

PENUTUP4.1. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat dipaparkan pada makalah ini adalah sebagai berikut :

Pertama, rakyat Indonesia yang pluralistik merupakan kenyataan, yang harus dilihat sebagai aset nasional, bukan resiko atau beban. Rakyat adalah potensi nasional harus diberdayakan, ditingkatkan potensi dan produktivitas fisikal, mental dan kulturalnya.

Kedua, tanah air Indonesia sebagai aset nasional yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote, merupakan tempat bersemayamnya semangat kebhinekaan. Adalah kewajiban politik dan intelektual kita untuk mentransformasikan kebhinekaan menjadi ketunggalikaan dalam identitas dan kesadaran nasional.

Ketiga, diperlukan penumbuhan pola pikir yang dilandasi oleh prinsip mutualisme, kerjasama sinergis saling menghargai dan memiliki (shared interest) dan menghindarkan pola pikir persaingan tidak sehat yang menumbuhkan eksklusivisme, namun sebaliknya, perlu secara bersama-sama berlomba meningkatkan daya saing dalam tujuan peningkatan kualitas sosial-kultural sebagai bangsa.

Keempat, membangun kebudayaan nasional Indonesia harus mengarah kepada suatu strategi kebudayaan untuk dapat menjawab pertanyaan, Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita? yang tentu jawabannya adalah menjadi bangsa yang tangguh dan entrepreneurial, menjadi bangsa Indonesia dengan ciri-ciri nasional Indonesia, berfalsafah dasar Pancasila, bersemangat bebas-aktif mampu menjadi tuan di negeri sendiri, dan mampu berperanan penting dalam percaturan global dan dalam kesetaraan juga mampu menjaga perdamaian dunia.

Kelima, yang kita hadapi saat ini adalah krisis budaya. Tanpa segera ditegakkannya upaya membentuk secara tegas identitas nasional dan kesadaran nasional, maka bangsa ini akan menghadapi kehancuran.4.2. Saran

Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan kebudayaan yang terbentuk dari berbagai macam kebudayaan suku dan agama sehingga banyak tantangan yang selalu merongrong keutuhan budaya itu tapi dengan semangat kebhinekaan sampai sekarang masih eksis dalam terpaan zaman. Kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk tetap mempertahankannya budaya itu menuju bangsa yang abadi, luhur, makmur dan bermartabat.DAFTAR PUSTAKA

[1] Tim Penggerak PKK Prov. NTT. Inang Hidup dan Bhaktiku. 1989, hlm. 1.

[2] Andre Soh, Mutiara dari Selatan, Jakarta: Yayasan Kelopak, 2008, hlm. 1.

[3] Dorci Henuk, wawancara, Tofa, 15 mei 2012.

[4] Petrus Henuk, Idem.

[5] Maria Manu-laning, wawancara, Tofa, 01 Juni 2012.

[6] Jerhans Balu, wawancara, Tofa, 4 juli 2012.

[7] Rebeka Balu, wawancara, Tofa, 4 juli 2012.

[8] Hus adalah ritus yang dilakukan kepada para penyadap lontar dan petani untuk mengambil berkat yang melimpah.

[9] Natu adalah hasil panen menyadap dan bertani yang mencapai ratusan tempayan dan ratusan bakul.[10] Abraham Balu, wawancara, Tofa, 16 Mei 2012.

[11] Lukas Balu, wawancara, Tofa, 16 Mei 2012.

[12] Filmon Balu, wawancara, Tofa, 16 mei 2012.

[13] Idem.

[14] Lukas Balu, Idem.

[15] Ebenhaizer Nuban Timo, Empat Buku Tentang Yesus, hlm. 11-12.[16] J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah 2, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004, hlm. 362-363.[17] J. Verkuyl, Khotbah Di Bukit, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2002, hlm. 7.