kecemerlangan ibnu rusyd dalam filsafat paripatetik _ ahlulbait indonesia

14
Kecemerlangan Ibnu Rusyd dalam Filsafat Paripatetik Oleh:Ghulam Hossein Ebrahim Dinani Sejarawan Barat dan mereka yang memandang filsafat Islam dengan kaca mata Barat, menganggap bahwa kemunduran filsafat Islam di belahan timur dunia Islam menjadikan filsafat secara umum telah musnah di kawasan itu. Sekalipun anggapan ini tidak benar sepenuhnya, namun dapat menunjukkan semangat penentangan terhadap filsafat. Hebatnya penentangan yang dilakukan oleh para arif dan teolog membuat tidak ada lagi filosof yang muncul dari kawasan timur dunia Islam. Buku pemenang pertama festival tahunan buku Iran yang ke 24, tahun ini (1385, 2007), dalam kategori filsafat Islam. Di dunia Islam, filsafat telah melalui berbagai macam periode. Perjalanan filsafat Islam dimulai secara resmi di abad ke dua dan tiga Hijriyah, berbarengan dengan penerjemahan karya-karya

Upload: kauripan

Post on 18-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

Kecemerlangan Ibnu Rusyd dalam Filsafat ParipatetikOleh:Ghulam Hossein Ebrahim Dinani

Sejarawan Barat dan mereka yang

memandang filsafat Islam dengan kaca mata Barat, menganggap bahwa

kemunduran filsafat Islam di belahan timur dunia Islam menjadikan filsafat

secara umum telah musnah di kawasan itu. Sekalipun anggapan ini tidak

benar sepenuhnya, namun dapat menunjukkan semangat penentangan

terhadap filsafat. Hebatnya penentangan yang dilakukan oleh para arif dan

teolog membuat tidak ada lagi filosof yang muncul dari kawasan timur dunia

Islam.

Buku pemenang pertama festival tahunan buku Iran yang ke 24, tahun ini

(1385, 2007), dalam kategori filsafat Islam.

Di dunia Islam, filsafat telah melalui berbagai macam periode. Perjalanan

filsafat Islam dimulai secara resmi di abad ke dua dan tiga Hijriyah,

berbarengan dengan penerjemahan karya-karya pemikir Yunani.

Sebelumnya, sekalipun kajian teologi cukup digandrungi, namun filsafat

tidak memiliki posisi tersendiri. Filosof muslim pertama adalah Abu Ishaq al-

Kindi (185-260 H).

Page 2: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

Abu Nasr al-Farabi adalah filosof pertama yang mengonsep filsafat Islam. Al-

Farabi selama hidupnya berusaha untuk mengharmoniskan ide-ide Plato dan

Aristoteles. Ia sebagaimana mayoritas pemikir muslim lainnya, salah

menganggap buku Ontologia tulisan Plotinus sebagai milik Aristoteles. Itulah

mengapa tanpa disadarinya ia terpengaruh Neo Platonisme. Farabi termasuk

penggagas filsafat Paripatetik yang pada akhirnya berhadap-hadapan

dengan filsafat-irfani Syaikh Maqtul Suhrawardi. Abu Ali Sina adalah salah

satu filosof lain yang menggabungkan aliran filsafat Paripatetik ini. Dengan

kejeniusannya, ia menuangkan ide-idenya kedalam tulisan-tulisan filsafat. Ia

juga berhasil mendidik muridnya Bahmaniyar menjadi salah satu pemikir

berbakat dalam filsafat Paripatetik.

Masa keemasan filsafat Paripatetik berada di tangan Ibnu Sina. Faktor ini

membuat filsafat menjadi faktor penentu budaya dan penentu ilmu-ilmu

yang lain. Dengan Ibnu Sina, para teolog dan arif menjadi tertantang. Para

arif, yang menganggap argumentasi falsafi bak tongkat kayu yang rapuh,

mulai kasak-kusuk untuk menjauhkan filsafat dari kaum muslimin.

Mereka mengatakan bahwa jalan terdekat dan satu-satunya cara untuk

mengenal al-Haq adalah dengan membersihkan hati dan ibadah. Filsafat

hanya akan membuat orang jauh dari jalan yang sebenarnya.

Di sisi lain, para teolog juga tidak dapat menerima filsafat. Mereka

berpendapat bahwa apa yang diungkapkan oleh para filosof muslim

bertentangan dengan al-Quran dan Hadis, bahkan Islam menolak filsafat.

Salah satu ahli teolog besar yang menetang keras filsafat adalah Abu Hamid

al-Ghazali. Ghazali yang dipengaruhi oleh pemikiran tasawwuf menyebutkan

bahwa dalam 20 pendapat Ibnu Sina bertentangan dengan Islam dan dalam

tiga pandangannya telah sampai pada batas kafir. Tiga pandangan Ibnu Sina

yang dianggap kafir oleh Ghazali adalah:

1. Keyakinan akan qidamnya alam.

Page 3: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

2. Pengingkaran akan ilmu Allah atas obyek-obyek parsial dan kasuistik.

3. Pengingkaran terhadap hari kebangkitan manusia dengan jasad.

Setelah Ghazali, pemikir yang paling menentang filsafat adalah Fakhruddin

ar-Razi. Ia meyakini bahwa ide-ide filsafat Paripatetik dan semua terjemahan

pemikiran Yunani membuat agama menjadi kering.

Penentangan terhadap filsafat dan pembakaran buku-buku filsafat membuat

filsafat Islam mengalami kemunduran.

Sejarawan Barat dan mereka yang memandang filsafat Islam dengan kaca

mata Barat, menganggap bahwa kemunduran filsafat Islam di belahan timur

dunia Islam menjadikan filsafat secara umum telah musnah di kawasan itu.

Sekalipun anggapan ini tidak benar sepenuhnya, namun dapat menunjukkan

semangat penentangan terhadap filsafat. Hebatnya penentangan yang

dilakukan oleh para arif dan teolog membuat tidak ada lagi filosof yang

muncul dari kawasan timur dunia Islam.

Ketika filsafat mengalami kemunduran di kawasan timur, muncul beberapa

filosof di kawasan Barat. Mereka adalah Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu

Rusyd. Ibnu Bajah mengkonsentrasikan ide-idenya untuk melawan tasawwuf.

Ia menganggap tasawwuf sendiri sebagai hijab dan penutup manusia dari

kebenaran. Kebalikan dari cara pandang urafa, Ibnu Bajah menganggap

satu-satunya jalan untuk mengenal adalah filsafat. Karena filsafat tidak

dicampuri oleh segala macam kelezatan fisik. Ia menambahkan bahwa

kemungkinan inilah yang membuat para filosof diasingkan oleh masyarakat

yang bodoh.

Setelah Ibnu Bajah, muncul Ibnu Thufail dengan kisah monumentalnya

Hayyu bin Yaqzhan. Kisah itu membuatnya terkenal. Dalam cerita falsafinya

itu ia berusaha untuk membuktikan bahwa manusia dengan akalnya dapat

mengenal Allah. Kemampuan itu dapat diraih sekalipun tanpa bantuan

Page 4: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

wahyu dan Nabi. Cerita ini sangat mendapat perhatian Barat, sehingga

mereka menerjemahkannya dalam berbagai bahasa. Semua peneliti

mengetahui bahwa Daniel Defoe yang menciptakan tokoh Robinson Crusoe

benar-benar dipengaruhi oleh ide Ibnu Thufail.

Sebegitu terkenalnya kedua pemikir ini, masih di bawah bayang-bayang Abul

Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd (520-595 H). Hal itu

karena pengaruh Ibnu Rusyd lebih kuat dari keduanya. Ibnu rusyd seperti

tokoh-tokoh filsafat Paripatetik lainnya, senantiasa berusaha untuk

mengharmoniskan antara filsafat dan agama. Selain itu, ia juga menulis buku

“Tahafut at-Tahafut” untuk menjawab tulisan Ghazali “Tahafut al-Falasifah”.

Dalam membela pemikiran filsafat, ia sampai pada kesimpulan bahwa hanya

filosof saja yang mengetahui rahasia-rahasia al-Quran dan yang berhak

untuk mentakwilkannya. Ibnu Rusyd menganggap bahwa kritikan Ghazali

terhadap filsafat muncul karena Ibnu Sina tidak mampu menjelaskan filsafat

sebagaimana yang dijelaskannya. Dengan itu, sebenarnya, bukan saja Ibnu

Rusyd melakukan menjawab kritikan Ghazali tapi sekaligus mengkritik ibnu

Sina.

Perbedaan ibnu Rusyd dengan farabi dan Ibnu Sina pada pengaruh ide-ide

Neo Platonisme. Ia lebih sedikit dipengaruhi oleh ide Neo Platonisme. Ia

menolak ide penciptaan dari tiada dan menetapkan keabadian materi. Ia

menulis syarah buku-buku Aristoteles yang sampai saat ini masih dikaji oleh

pengamat pikiran-pikiran Aristoteles. Begitulah William David Rush peniliti

pikiran-pikiran Aristotels dalam buku-bukunya masih mempergunakan

penjelasan Ibnu Rusyd. Dengan syarah-syarahnya atas buku Aristoteles

pemikirannya banyak di kaji di Barat. Ernest Renan menganggapnya orang

yang bebas. Sebelum menetapkan sebuah istilah ia adalah seorang yang

bebas dalam berpikir. Pengaruh Ibnu Rusyd di Barat dapat juga dilacak lewat

tulisan-tulisan pemikir Barat pada abad pertengahan yang menimbulkan

semakin luasnya ide Rasionalisme di Barat. Ironisnya, pengaruhnya di Barat

Page 5: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

tidak sepadan dengan respon kaum muslimin di kawasan timur dunia Islam.

Pengaruh tasawwuf yang cukup kuat membuat pikiran-pikiran filsafat Ibnu

Rusyd tidak dikenal orang di sana.

Dengan penjelasan yang lebih detil, pada periode ini perjalanan filsafat

Islami ada ketaktertautan yang menganga. Di satu sisi, Ibnu Rusyd tidak

dikenal oleh kaum muslimin dan di sisi lain, dengan meninggalnya ibnu

Rusyd Barat menganggap filsafat islam telah tutup mata dan musnah.

Akhirnya, filosof seperti Suhrawardi, Khajah Nashiruddin at-Thusi, Mir Damad

dan Mulla Shadra tidak dikenal.

Buku “Kecemerlangan Ibnu Rusyd dalam filsafat Paripatetik” (Derakhshesh-e

Ibnu Rusyd Dar Falsafe-ye Massha), merupakan buku dalam bahasa Parsi

yang secara terperinci membahas ide-ide filsafat Ibnu Rusyd. Profesor

Ghulam Hossein Ebrahimi Dinani, dengan pengalaman bertahun-tahun

mengajar dan menulis berusaha untuk memperkenalkan kecemerlangan

pemikiran Ibnu Rusyd yang tidak terlalu dikenal di dunia Islam. Ia

menyebutkan:

“Ibnu Rusyd begitu terkenal di pusat-pusat penelitian dunia. Di antara filosof

Iran ia tidak begitu dikenal. Bukan omong kosong bila ada yang mengatakan

bahwa selama delapan abad setelah meninggalnya ibnu Rusyd, belum ada

buku berbahasa Parsi yang ditulis menjelaskan pemikirannya. Inilah yang

mendorong penulis untuk menulis buku ini. Penulis berusaha untuk

membahas dan menganalisa pikiran-pikiran Ibnu Ruysd. Sekaligus sebagai

buku pertama bahasa Parsi yang ditulis dalam rangka mengkaji secara

terperinci pemikiran Ibnu Rusyd.”

Kecemerlangan Ibnu Rusyd dalam filsafat Paripatetik dimulai dengan kata

pengantar yang cukup panjang. Karena di sana, dibahas juga tentang

hubungan antara filsafat Islam dengan filsafat Yunani. Di akhir kata

Page 6: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

pengantar ini, Ibnu Rusyd diperkenalkan sebagai filosof yang mengikuti ide-

ide Aristoteles dan membela pemikiran Yunani.

Dinani menganggap bahwa Kebanyakan filosof muslim, terutama Farabi dan

Ibnu Sina, dalam mengkaji ide-ide Aristoteles tidak mengambil sikap pasif,

namun aktif melakukan kritik. Dengan alasan ini, kedua filosof ini tidak murni

menganut pikiran Aristoteles. Pikiran filsafat mereka dipengaruhi Plato, Neo

Platonisme dan pikiran mereka sendiri yang muncul ketika mereka

melakukan kritik terhadap pikiran Aristoteles. Atas dasar inilah, Ibnu Rusyd

menganggap ibnu Sina telah keluar dari bingkai pemikiran Aristoteles.

Ebrahimi Dinani meyakini kebenaran tuduhan Ibnu Rusyd terhadap ibnu

Sina. Namun, itu tidak berarti kekurangan ibnu Sina, melainkan untuk

menunjukkan kebebasan berpikir dari Ibnu Sina. Dan di situlah kelebihan

ibnu Sina. Dengan melihat penilaian Ibnu Rusyd atas Ibnu Sina dapat

diketahui bahwa ia benar-benar sebagai perwakilan pemikiran Aristoteles.

Bab pertama buku ini “Pengaruh pemikiran Ibnu Ruysd dan Ibnu Sina

terhadap karya-karya filsafat Barat di abad pertengahan”. Dalam bab ini,

Dinani membeberkan juga bagaimana Ibnu Ruysd dipengaruhi oleh ide-ide

pemikir Islam sebelumnya. Selain itu, penulis juga menjelaskan pengaruh

pemikiran Ibnu Rusyd selama empat abad dalam pemikiran Barat. Ia

membawakan dialog antara pemikiran Ibnu Ruysd dengan para pendeta.

Karya ibnu Rusyd pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa latin pada abad

tiga belas. Bukunya diajarkan dan menjadi primadona di universitas-

universitas Eropa. St. Aquinas pemikir paling terkenal di abad pertengahan

yang dipengaruhi oleh ide-ide ibnu Rusyd. Di kalangan Yahudi yang

terpengaruh pemikiran Ibnu Ruysd seperti; Musa bin Maimun, Yossef bin

Yahuda dan pemikir-pemikir Yahudi Andalusia. Mereka menyebut Ibnu Rusyd

sebagai semangat dan akal Aristoteles.

Bab kedua “Hakikat ganda atau dua hal yang dicerap dari hakikat yang

satu”. Bab kedua ini membicarakan tentang substansi hakikat menurut

Page 7: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

pandangan Ibnu Rusyd. “Hakikat ganda” atau “hakikat muzdawij”

merupakan pandangan khas milik Ibnu Rusyd. Pendapat ini sangat menarik

perhatian pemikir-pemikir Barat. Yang dimaksud dengan ide hakikat ganda

Ibnu Rusyd adalah “Memiliki arti bahwa Ibnu Rusyd ingin membedakan

antara hakikat yang dibawa oleh agama dan hakikat yang dipahami oleh

para filosof”. Setelah menukilkan dan menjelaskan teori hakikat ganda milik

Rusyd, penulis kemudian melakukan analisa kritis terhadapnya. Yang paling

menarik dalam bab ini adalah usaha penulis untuk menerapkan teori ini

dalam berbagai disiplin ilmu; dimulai dari hubungan antara agama dan

negara sampai masalah pluralisme agama.

Pada akhir dari bab ini, Dinani menukil ibarat Ibnu Rusyd dan

menganalisanya dan menyimpulkan bahwa sebenarnya ide Rusyd tidak

bermakna ada dua hakikat tapi ada dua tingkatan hakikat; batin dan lahir.

Mereka yang meyakini bahwa hakikat ada dua, dan bukan dua tingkatan,

tidak tepat dalam memahami ibarat Ibnu Rusyd.

Bab ketiga “Musuh para teolog telah menggantikan mereka”. Pada bab ini,

dapat ditemukan kajian Dinani tentang hubungan pemikiran keagamaan

Ibnu Rusyd dan Ghazali. Di sini, penulis membawakan contoh-contoh

pentakwilan dari Ibnu Rusyd. Setelah membawakan contoh-contoh itu,

penulis kemudian melakukan analisa. Akhirnya, Dinani meyakini bahwa

kritikan dan cibiran Ibnu Rusyd terhadap para teolog mencakup dirinya juga.

Mengapa demikian? Dinani melihat bahwa Ibnu Rusyd dari sisi kefaqihan dan

pemikirannya membuatnya lebih mirip ahli teolog.

Bab keempat membicarakan usaha Ibnu Rusyd untuk mengharmoniskan

fiqih dan filsafat. Cara pandang ibnu Rusyd terhadap fiqih membawa pada

keyakinan akan terbukanya pintu ijtihad. Sayangnya, itu tidak diikuti dengan

penjelasan yang lebih tentang substansi ijtihad dan bagaimana terbukanya

pintu ijtihad itu.

Page 8: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

Bab kelima “Tahafut at-Tahafut Ibnu Ruysd kritikan terhadap Ghazali

ataukah kepada Ibnu Sina?”. Bab ini menganalisa dua buku masyhur Ghazali

dan Ibnu Rusyd. Di sela-sela itu, penulis membawakan pemikiran Ibnu Sina.

Bab ini sangat menarik, karena penulis secara terperinci dan luas mengkaji

kehidupan dan aktivitas sosial Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina. Informasi ini sangat

menarik karena menyingkap banyak hubungan-hubungan yang selama ini

tidak diperhatikan. Dan denganmembaca buku ini, semua itu dapat teraba

dengan baik.

Bab keenam masih merupakan kelanjuta bahasan sebelumnya. Bab ini

merupakan bagian paling sensasional. Karena membahas perbedaan antara

Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina. Perbedaan mendasar pada masalah paling prinsip

“hubungan antara mahiyah dan wujud”. Penulis meyakini akan pentingnya

masalah ini. Oleh karenanya, dengan sabar ia membahas masalah ini sejelas

mungkin. Di akhir bab ini, penulis membawakan pandangan Ibnu Rusyd

sambil juga membawakan pandangan pemikir-pemikir Islam dan kemudian

menganalisanya.

Bab ketujuh “Ibnu Rusyd dan usaha menetapkan keberadaan Allah dengan

dua dalil; Inayah dan Ikhtira’”. Cara menetapkan keberadaan Allah lewat

argumentasi imkan dan wujub tidak diterima oleh Ibnu Rusyd. Untuk itu, ia

menawarkan argumentasi lain. Pertama, argumentasi Inayah yang

berlandaskan kesiapan dunia untuk manusia dan tersedianya segala sesuatu

untuk mannusia di dunia. Kedua, argumentasi Ikhtira’, di mana manusia

adalah mukhtara’ (yang dibuat/dicipatakan) perlu akan mukhtari’ (pencipta).

Dalam bab ini, Dinani menganalisa pendapat ibnu Rusyd dengan

membandingkannya dengan pendapat para filosof lainnya.

Bab kedelapan penulis membahas pengertian “Ghair Mutanahi bil Fi’l”.

Apakah pengertian ini kontradiksi atau tidak, dikaji secara terperinci.

Pengertian istilah ini merupakan kajian yang dibahas baik dalam filsafat

Yunani dan Islam. Istilah ini sangat erat kaitannya dengan teori fisika dan

Page 9: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

meta fisika. Di sini, Dinani membahasnya dari sudut pandang Ibnu Rusyd

dan pemikir lainnya.

Bab kesembilan membahas tentang “Kulli Tabi’i”. Pertanyaan penting dalam

masalah ini adalah, “apakah kulli tabi’i ada secara faktual?” Masalah wujud

kulli merupakan kajian paling penting dalam sejarah filsafat. Dinani,

membawakan pandangan para filosof Paripatetik, khususnya Ibnu Rusyd,

sekaligus bentuk penafsiran-penafsirannya atas masalah ini.

Bab kesepuluh “Ibnu Rusyd beribicara tentang Maqashid Syariah”. Filosof

paling pertama yang berbicara tentang masalah ini adalah Ibnu Rusyd. Ia

menolak cara pandang Mu’tazilah dan Asya’irah dan membawakan

pandangannya dalam masalah ini. Menurutnya, mengetahui maqashid

syariah sangat membantu seorang teolog dan faqih.

Bab sebelas “Tanpa akal fa’al tidak ada yang dapat berpikir”. Posisi Ibnu

Rusyd dalam masalah akal dijelaskan panjang lebar. Dalam bab ini

dijelaskan mengenai tahapan-tahapan pengetahuan mulai dari akal hayulani

hingga akal fa’al. Dijelaskan juga mengenai kekhususan setiap tahapan dan

bagaimana mendapatkan pengetahuan. Akal fa’al bagi para pensyarah

Aristoteles merupakan bahasan yang penting, namun senantiasa buram dan

ambigu. Itulah yang membuat Ibnu Rusyd membahas masalah ini juga. Di

akhirnya dijelaskan pandangan Ibnu Rusyd tentang akal fa’al.

Bab kedua belas membahas kekhususan metode Ibnu Rusyd dalam

tafsirannya terhadap filsafat Aristoteles. Bab ini masih merupakan kelanjutan

kajian epistemologi filosof Andalusia ini dan hubungannya dengan disiplin

lain seperti teologi.

Bab terakhir “Menurut Ibnu Rusyd, argumentasi rasional merupakan masalah

batin”. Pertemuan Ibnu Rusyd dengan Ibnu Arabi dan apa saja yang terjadi

dengan keduanya dijelaskan di sini. Dari sini, penulis menuliskan kesamaan

Page 10: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

dan perbedaan antara dua pemikir besar ini. Yang satunya adalah tokoh

Paripatetik dan satunya lagi tokoh tasawwuf. Selain itu, penulis juga

membahas pikiran-pikiran lain Ibnu Rusyd.

Pentingnya buku ini karena ditulis oleh filosof tentang seorang filosof yang

tidak begitu dikenal. Padahal, Ibnu Rusyd merupakan filosof penting Islam.

Buku ini tidak hanya sekedar sejarah. Namun, sebagaimana tulisan lain

profesor Dinani “Ma Jara-ye Fekre Falsafi Dar Jahan-e Eslam”, buku ini

dipenuhi dengan analisa mendalam dan menarik petualangan akal dalam

pemikiran dan hati kaum muslimin. Mungkin itulah yang mendasari penulis

untuk tidak memberikan sebuah tempat khusus untuk menuliskan sejarah

hidup Ibnu Rusyd secara lengkap. Namun, di sela-sela pembahasannya

setiap kali perlu menjelaskan kehidupan Ibnu Rusyd itu dilakukannya.

Penjelasan global seperti ini tidak dapat menjelaskan substansi buku ini.

Sudah pasti bahwa tidak ada model pengetahuan apapun yang dapat

menggantikan membaca. Bagi yang ingin membaca buku ini disyaratkan

sedikit banyak telah mengetahui tentang filsafat Islam dan sejarahnya.

Buku ini dapat menjadi jembatan untuk lebih mengenal siapa Ibnu Rusyd,

sekaligus menghidupkan kembali sisi-sisi yang selama ini tersembunyi dari

filsafat dan budaya Islam. Kecemerlangan filsafat Islam membutuhkan karya-

karya seperti ini.

Tentang Profesor Ghulam Hossein Ebrahimi Dinani

Doktor Ghulam Hossein Ebrahim Dinani lahir pada tahun 1313 HS atau kira-

kira 72 tahun lalu di desa Dinan bagian dari propinsi Isfahan. Di tempat

kelahirannya ia menyelesaikan SD nya. Pada waktu itu, keinginannya keras

sekali untuk belajar agama. Ini mengantarkannya belajar fiqih, usul fiqih,

nahwu, saraf, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Ia belajar pada Syaikh

Muhammad Ali Habib Abadi dan Syaikh Abbas Ali Habib Abadi.

Page 11: Kecemerlangan Ibnu Rusyd Dalam Filsafat Paripatetik _ Ahlulbait Indonesia

Beliau pada tahun pertama dari dekade 1330, 55 tahun lalu, pergi ke Qom.

Di sana, secara serius ia melanjutkan pendidikannya. Di Qom, ia belajar

Syarah Lum’ah, Rasail, Makasib. Begitu juga ia mengikuti bahts kharijnya di

sana. Ia belajar pada Syaikh Abdul Javad Sedehi, Sulthani Thaba’taba’i,

Mujahidi, Imam Khomeini, Sayyid Muhammad Damad, Ayatullah Boroujerdi

dan lain-lain. Pada saat yang sama, ia juga belajar Asfar Mulla Shadra dan

Syifa Ibnu Sina kepada Allamah Thaba’thaba’i. Daya tarik pelajaran Allamah

membuat profesor Dinani mengikuti kelas khususnya. Dan dengan izin dari

Allamah ia mengikutinya.

Pada tahun 1340, 40 tahun lalu, ia berhijrah menuju Teheran. Ia mengikuti

ujian dan berhasil mengikuti kuliah di fakultas ushuluddin universitas

Teheran. Di fakultas ini, ia bertemu dengan pemikir-pemikir seperti doktor

Javad Muslih, Malekshahi dan Rashid memberikan mata kuliah. Pada masa-

masa itu, ia diterima oleh kementrian pendidikan sebagai pegawai negeri.

Pada tahun 1350, berdasarkan usulan Syahid Murtadha Muthahhari ia

mengikuti ujian untuk menjadi asisten dosen di universitas Ferdousi Mashad.

Ia di dua bidang; sejarah agama dan filsafat meraih urutan pertama. Ia

kemudian memilih untuk lebih banyak aktif di bagian filsafat. Pada saat yang

sama ia menyelesaikan program doktornya di Teheran. Akhirnya beliau

secara resmi di terima di bagian filsafat universitas Ferdousi Mashad.

Doktor Dinani pada tahun 1361 dipindahkan ke Teheran masih dalam

kelompok yang sama, filsafat. Semenjak itu, ia menjadi anggota tim studi

filsafat universitas Teheran. Selain di bidang filsafat punya pandangan-

pandangan khusus, ia juga seorang pemikir dalam bidang irfan dan fiqih.

Dan dalam dua bidang ini, ia mempunyai banyak tulisan. (irib indonesia)