keefektifan konseling dengan teknik penghancuran

16
Jurnal Psikologi Pendidikan dan bimbingan Vol. 13. No.1, Juli 2012 92 KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN KEYAKINAN IRASIONAL (DISPUTE IRRATIONAL BELIEFS) UNTUK MENURUNKAN TUNTUTAN DIRI BERLEBIHAN Ari Khusumadewi 1 ABSTRAK: Tuntutan diri berlebihan merupakan segala bentuk tuntutan yang berlebihan pada diri sendiri untuk berpenampilan baik dan mendapatkan kemenangan di setiap kondisi yang mutlak harus didapatkan dan tanpa toleransi apapun yang mengakibatkan individu cenderung irasional. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan konseling dengan teknik penghancuran keyakinan irasional dalam menurunkan tuntutan diriberlebihan siswa. Teknik tersebut bekerja dengan cara menelusurui, mencari, menemukan, mempertanyakan, menentang, membantah, dan mendebat keyakinan irasional. Rancangan penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-posttest design. Jumlah subjek penelitian terdiri atas 6 siswa yang dijaring dengan mengunakan skala tuntutan diri. Analisis data menggunakan statistik non parametrik yaitu uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai z -2,201 dengan nilai ρ 0,028. Karena ρ< α, maka keputusananya adalah ditolak, artinya konseling dengan teknik tersebut efektif dalam menurunkan tuntutan diri berlebihan. Kata Kunci : Tuntutan Diri Berlebihan, Penghancuran Keyakinan irasional 1 Dosen Luar Biasa pada Prodi BK FIP Unesa

Upload: halien

Post on 21-Jan-2017

267 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

Jurnal Psikologi Pendidikan dan bimbingan Vol. 13. No.1, Juli 2012

92

KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

KEYAKINAN IRASIONAL (DISPUTE IRRATIONAL BELIEFS) UNTUK

MENURUNKAN TUNTUTAN DIRI BERLEBIHAN

Ari Khusumadewi1

ABSTRAK: Tuntutan diri berlebihan merupakan segala bentuk tuntutan

yang berlebihan pada diri sendiri untuk berpenampilan baik dan

mendapatkan kemenangan di setiap kondisi yang mutlak harus

didapatkan dan tanpa toleransi apapun yang mengakibatkan individu

cenderung irasional. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan

konseling dengan teknik penghancuran keyakinan irasional dalam

menurunkan tuntutan diriberlebihan siswa. Teknik tersebut bekerja

dengan cara menelusurui, mencari, menemukan, mempertanyakan,

menentang, membantah, dan mendebat keyakinan irasional. Rancangan

penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-posttest design.

Jumlah subjek penelitian terdiri atas 6 siswa yang dijaring dengan

mengunakan skala tuntutan diri. Analisis data menggunakan statistik non

parametrik yaitu uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil analisis didapatkan

nilai z -2,201 dengan nilai ρ 0,028. Karena ρ< α, maka keputusananya

adalah ditolak, artinya konseling dengan teknik tersebut efektif dalam

menurunkan tuntutan diri berlebihan.

Kata Kunci : Tuntutan Diri Berlebihan, Penghancuran Keyakinan

irasional

1 Dosen Luar Biasa pada Prodi BK FIP Unesa

Page 2: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

93

Pendahuluan

Siswa merupakan anggota

komunitas sekolah yang juga

merupakan anggota komunitas

masyarakat sehingga memiliki

tuntutan peran dan tugas sebagai

anggota masyarakat. Siswa sekolah

menengah merupakan individu yang

dalam perkembangannya berada pada

tahap remaja. Tugas utama remaja

adalah menghadapi identity versus

identity confusion, yang merupakan

krisis ke-5 dalam tahap perkembangan

psikososial yang bertujuan untuk

mencari identitas diri agar nantinya

remaja dapat menjadi orang dewasa

yang unik dengan sense of self yang

koheren dan peran yang bernilai di

masyarakat (Erikson dalam Papalia,

Olds & Feldman, 2001). Mengikuti

kegiatan olahraga merupakan salah

satu usaha dalam pencarian identitas.

Banyak di antara remaja yang telah

mengembangkan bakat dan potensinya

sehingga bisa berprestasi dalam bidang

tersebut. Ketika prestasi sudah

didapatkan maka predikat “atlet” telah

mereka sandang. Hal tersebut

memberikan banyak perubahan dalam

diri mereka antara lain perubahan pola

pikir, penghargaan diri, kebiasaan

hidup, kepercayaan diri bahkan

kehidupan sosial. Perubahan-

perubahan itu mendorong mereka

untuk bisa menjadi lebih berprestasi

dalam bidang tersebut. Pemerintah

membangun sebuah sekolah khusus

sebagai upaya membantu para siswa

yang berprestasi dalam bidang

olahraga, mengembangkan bakat dan

kemampuannya serta meningkatkan

prestasi dan pembibitan atlet-atlet

junior yang berpotensial. Sekolah

tesebut adalah Sekolah Menengah Atas

Negeri Olah Raga (SMAN Olahraga)

yang seluruh siswanya adalah anak-

anak berprestasi dalam bidang

olahraga.

Adanya perbedaan karakteristik

SMAN Olah Raga dengan sekolah

pada umumnya dapat memicu

munculnya banyak masalah pada diri

siswa. Salah satunya adalah tuntutan-

tuntutan kepada siswa untuk bisa

berprestasi baik dalam bidang olahraga

maupun bidang akademik. Hal tersebut

sangat memberatkan siswa karena

tuntutan itu tidak hanya dari program

sekolah tetapi dari sistem pergaulan

siswa itu sendiri. Tuntutan-tuntutan

Page 3: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

94

yang dialami siswa membentuk pola

pemikiran tersendiri bagi siswa

tersebut. Pada awalnya tuntutan itu

bisa berawal dari luar diri siswa tetapi

lama kelamaan tuntutan itu

diinternalisasi menjadi tuntutan pribadi

yang harus dipenuhi dengan berbagai

alasan yang mengikutinya. Segala

bentuk tuntutan yang ada dari luar

maupun dari dalam diri siswa dapat

mengembangkan irrational belief

system (irB) individu yang bersifat

absolut dan harus terpenuhi.

Tuntutan-tuntutan itu memaksa

siswa untuk berhasil menjadi seperti

yang diharapkan dan terkadang tidak

sesuai dengan kondisi siswa. Beberapa

diantara mereka berhasil menjadi

seperti yang diharapkan, tetapi

beberapa diantara mereka juga kurang

berhasil bahkan gagal mencapai target

minimal yang ditetapkan (Jawa Pos,

Juni 2011). Biasanya, jika remaja tidak

terpenuhi keinginannya, mereka cepat

sekali mengalami stress dan

mengakibatkan munculnya perilaku

negatif (Bolger & Eckenrode, 1991).

Perilaku negatif yang muncul antara

lain bunuh diri. Sebagian besar kasus

bunuh diri dilatarbelakangi oleh

ketidakmampuan mewujudkan

keinginan dan tuntutan dirinya

(Vivanews, 2010). Ketika tuntutan-

tuntutan yang ada pada diri siswa tidak

tercapai maka yang terjadi antara lain

kemarahan yang berlebihan terhadap

diri sendiri, depresi, mengasihani diri

sendiri, dan toleransi frustasi yang

rendah seperti penarikan diri

(withdrawal), penangguhan diri

(procrastination), ketakutan-ketakutan

(phobias) dan ketergantungan

(addictions) terhadap sesuatu atau

orang lain (Ellis dalam Corey, 2009).

Tuntutan diri (self-

demandingness) merupakan salah satu

titik penting penyebab munculnya irB.

IrB adalah pikiran, ide, gagasan,

persepsi negatif yang digunakan

individu memandang, menilai,

merespon, menanggapi suatu

peristiwa, kejadian atau situasi yang

dialami. IrB bersifat mutlak dan tanpa

syarat, mengandung suatu keharusan,

kemestian, tuntutan, dan perintah

(should, ought, must, demands and

command) (Ellis & Grienger, 1986:

Corey, 2009). “Harus” dan

“Seharusnya” merupakan suatu istilah

yang digunakan untuk

Page 4: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

95

mengungkapkan kebutuhan atau

rekomendasi yang kuat. IrB juga

merupakan pandangan yang tidak

logis, tidak didukung oleh realitas,

tidak dapat diuji kebenarannya, tidak

mempunyai bukti yang cukup,

cenderung merusak diri, menghalangi

orang mencapai tujuan dan

menghasilkan emosi yang tidak wajar.

Tuntutan diri (self-

demandingness) juga merupakan suatu

ide yang mengharuskan individu untuk

selalu berpenampilan baik dan

mendapatkan kemenangan, jika tidak

melakukannya maka menunjukkan

bahwa individu tersebut tidak

kompeten, tidak layak mendapatkan

sesuatu dan layak untuk menderita,

membenci diri sendiri, gelisah, dan

terlalu berkeinginan (Dryden,

DiGiuseppe and Neenan, 2003;

Christner,stewart and Freeman, 2007

dalam Capuzzi, Gross, 2007).

Tuntutan (demandingness) juga berarti

kekalahan secara emosional yang

meninggi bagi diri sendiri dan orang

lain yang membuat tuntutan-tuntutan

yang tidak realistis, setting ekspektasi

yang tidak realistis. Rincian ide-ide

berupa pikiran-pikiran yang penuh

tuntutan dan keharusan sebagai

berikut: (a) tuntutan atau keharusan

untuk selalu dicintai dan didukung, (b)

tuntutan kompetensi sempurna, (c)

tuntutan menghukum orang lain, (d)

ketidaksenangan atas kejadian yang

tidak diharapkan, (e) tuntutan

penyebab eksternal, (f) perhatian pada

hal-hal yang berbahaya, (g) lari dari

kesulitan dan tanggungjawab, (h)

keharusan bergantung, (i) kebahagiaan

bukan didapat dari kemalasan, (j)

melebihkan kontrol masa lalu, (k)

terlalu peduli atau hanyut ulah orang

lain, (l) tuntutan jawaban persis atas

suatu masalah (Ellis, 1994).

Penelitian ini lebih mengarah

pada fungsi kuratif dalam bimbingan

dan konseling. Dalam rangka

melaksanakan fungsi bimbingan

tersebut, maka diperlukan perlakuan

khusus dalam menangani persoalan

yang berkaitan dengan diri siswa serta

dapat digunakan dalam membantu

siswa menurunkan tuntutan diri (self-

demandingness). Dalam Penelitian ini,

peneliti menggunakan teknik dispute

irrational beliefs (DIBS) sebagai

perlakuan inti untuk membantu siswa

menurunkan tuntutan diri (self-

Page 5: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

96

demandingness) dengan alasan bahwa

teknik ini adalah salah satu teknik

yang bernuansa kognitif dan tuntutan

diri (self-demandingness) yang dituju

untuk diselesaikan adalah suatu

permasalahan dalam ranah kognitif.

DIBS adalah suatu teknik dalam

REBT yang dilakukan dengan cara

menelusuri, mencari, menemukan,

mempertanyakan, menentang,

membantah, dan mendebat irB,

merestrukturisasi beliefs system dari

yang tidak rasional (irB) menjadi

rasional (rB).

Prosedur konseling dengan

teknik DIBS ada 3 tahap

(Perkins, 2002 dalam

http://www.rebtnetwork.org/whatis:ht

m), yaitu: (a) Tahap I (Empirical

disputing), pada tahap ini yang

dilakukan adalah mendeteksi

(detecting) dan membangun kesadaran

diri (self awarness) terhadap irB. (b)

Tahap II (Logical disputing), pada

tahap ini yang dilakukan adalah

menentang irB, dengan cara

menanyakan bukti irB, menanyakan

kebenaran irB, menanyakan alasan

menganut irB, menanyakan fakta yang

mendukung irB, menanyakan

keuntungan/manfaat menganut irB dan

menanyakan apakah irB selalu dapat

direalisasikan. Setelah dilakukan

logical dispute, konseli diharapkan

mengalami self acceptance. (c) Tahap

III (Pragmatical disputing), pada tahap

ini merupakan proses pembentukan

kebiasaan berpikir rasional. Prosesnya

adalah konselor dan konseli

melakukan correct misperception of

reality (mengoreksi persepsi-persepsi

keliru terhadap realitas), melanjutkan

dengan restructuring cognitive

(menata kembali pikiran-pikiran

positif yang dikacaukan oleh irB),

kemudian membangun pikiran efektif

terhadap diri dengan cara

membiasakan diri (habbit forming)

dengan pola dan gaya hidup (life style)

yang rasional, berpikir positif terhadap

diri dan memiliki perasaan baru.

Ketiga tahapan tersebut

merupakan hasil modifikasi dengan

tetap mengacu kepada empat tahapan

utama Rational Emotive Behavior

Theraphy (psychodiagnotic, insight,

working-through dan re-education)

dan tidak mengubah sedikitpun konsep

A-B-C tentang D yaitu disputing

terhadap keyakinan irasional yang

Page 6: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

97

terjadi pada individu (Perkins, 2002

dalam

http://www.rebtnetwork.org/whatis:ht

m).

Berdasarkan latar belakang di

atas rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah apakah konseling dengan

teknik Dispute Irrational Belliefs

(DIBS) efektif untuk menurunkan

tuntutan diri (self-demandingness)

siswa SMAN Olahraga Sidoarjo?

Metode

Penelitian ini merupakan jenis

penelitian kuantitatif dengan

menggunakan rancangan penelitian

pre-eksperimen. Adapun bentuk

rancangan penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah one-group

pretest-posttest design.

Dengan demikian design

penelitian ini dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar Design Penelitian one

group Pre-test & Post-test design

(Sumber: Tuckman, 1999; Mc

Millan & Scumacheer, 1993)

Keterangan:

= pre-test sebelum subjek

diberikan treatment atau

perlakuan pada subjek

X = Treatment atau perlakuan

yang berupa Dispute

Irrational Beliefs

= post-test diberikan setelah

treatment atau perlakuan

pada subjek

Untuk menjaga validitas

internal dalam penelitian ini dilakukan

beberapa upaya, yaitu 1) mengurangi

ancaman dari aspek kesejajaran

dengan membatasi rentang waktu

antara pre-test dan post-test; 2)

mengurangi ancaman dari aspek

testing dan instrumentasi dengan

menggunakan tes yang sama untuk

semua subjek; 3) mengurangi ancaman

dari mortalitas eksperimen dengan

menggunakan kontrak atau agenda dan

kelompok tertutup dalam mendesain

kelompok konseling. Dan 4)

mengurangi ancaman dari faktor

kesehatan mental dengan memilih

subjek penelitian yang berada pada

tingkat gangguan yang relatif sama

x

Page 7: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

98

yaitu siswa teridentifikasi memiliki

tuntutan diri (self-demandingness)

tinggi. Sementara untuk menjaga

validitas eksternal dan validitas

ekologis, disusun panduan pengubahan

berdasarkan teknik Dispute Irrational

Beliefs (DIBS) dalam pendekatan

Rasional Emotive Behavior Therapy

(REBT).

Pengumpulan data dilakukan

secara kuantitatif dengan

menggunakan skala tuntutan diri (self-

demandingness) tujuannya untuk

memperoleh gambaran tingkat

tuntutan diri (self-demandingness)

pada subjek penelitian. Data kuantitatif

tersebut didapatkan dari hasil pre-test

dan post-test yang diberikan pada awal

dan akhir dari proses konseling. Setiap

responden memperoleh skor dengan

menjumlahkan skor tiap butir

pernyataan. Skor keseluruhan

merupakan skor tingkat tuntutan diri

(self-demandingness). Untuk

mengetahui tingkat tuntutan diri (self-

demandingness) digunakan lima

kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi,

sedang, rendah, sangat rendah. Subjek

penelitian ini adalah siswa yang

memiliki tuntutan diri (self-

demandingness) tinggi. Untuk

mengidentifikasi subjek penelitian

yang mengalami tuntutan diri (self-

demandingness) tinggi dilakukan

pengukuran awal dengan skala

tuntutan diri (self-demandingness)

pada proses pra konseling. Pada proses

pra-konseling ditetapkan ada 6 siswa

yang digunakan sebagai subjek

penelitian dan akan pengdapatkan

perlakuan yang berupa konseling

dengan teknik DIBS. 6 Siswa teersebut

adalah NR, BT, SS, FA, RN, NA.

Penelitian ini menggunakan

dua jenis instrumen yaitu: 1) bahan

perlakuan (stimulus material), dan 2)

skala self demandingness. Bahan

perlakuan disusun dalam bentuk

pedoman konseling DIBS untuk

konselor dalam bentuk naskah tulis.

Bahan perlakuan berupa materi

pengubahan yang digunakan dalam

proses konseling berdasarkan teknik

DIBS menurut Ellis (dalam Perkins,

2002).

Untuk mengukur variabel

dependen (Y), menggunakan

instrumen pengukuran tunggal, yaitu

skala self-demandingness. Skala ini

adalah rancangan peneliti yang

Page 8: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

99

tujuannya untuk menjaring subjek

penelitian yaitu siswa yang memiliki

self-demandingness tinggi.

Data yang terkumpul dalam

penelitian ini selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan teknik analisis

non parametrik yaitu teknik analisis

Wilcoxon. Teknik analisis Wilcoxon

dilakukan dengan cara menghitung

taraf signifikansi perbedaan rerata self-

demandingness siswa sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan DIBS.

Sesuai dengan judul penelitian,

rumusan masalah serta teori-teori yang

digunakan maka hipotesis nol ( )

yang diajukan adalah tidak ada

perbedaan yang signifikan pada

konseli dalam penurunan self-

demandingness sebelum dan sesudah

diberikan perlakuan DIBS, sehingga

teknik DIBS tidak efektif digunakan

untuk menurunkan tuntutan diri (self-

demandingness). Keefektifan teknik

DIBS dapat disimpulkan dari hasil

analisis statistik uji Wilcoxon jika nilai

z hitung lebih besar dari z tabel dan

jika nilai probalilitas (ρ) lebih kecil

dari α (0,05) maka hipotesis nol ( )

ditolak.

Hasil

Secara garis besar sajian data

meliputi segala sesuatu yang berkaitan

dengan tahap-tahap persiapan sampai

akhir penelitian. Data tersebut berupa

pre-test, data post-test. Data pre-test

diperoleh dari skala tuntutan diri (self-

demandingness) yang sudah diuji

kesahihan dan keajegannya. Pre-test

dilakukan pada 94 siswa. Setelah

dianalisis ada 12 siswa yang

teridentifikasi memiliki self-

demandingness tinggi, tetapi setelah

dilakukan pra konseling terjaring 6

orang yang menjadi subjek dalam

penelitian ini.

Tabel Hasil pre-test subjek

No. Subyek Kelas Nilai Kriteria

1. NR XI S1 198 Tinggi

2. BT XI A1 197 Tinggi

3. SS XI S1 202 Tinggi

4. FA XI A1 203 Tinggi

5. RN XI A1 198 Tinggi

6. NA XI S2 197 Tinggi

Pemberian post-test dilakukan

pada akhir pertemuan masing-masing

konseli dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat tuntutan diri (self-

demandingness) konseli yang menjadi

subyek penelitian setelah diberikan

perlakuan yang berupa konseling

individu dengan teknik DIBS.

Page 9: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

100

Langkah pemberian post-test adalah

dengan memberikan tuntutan diri (self-

demandingness) pada konseli untuk

mengetahui perbedaan signifikansi

tuntutan diri (self-demandingness)

konseli sebelum dan sesudah diberikan

perlakuan.

Tabel Hasil post-test

No. Subjek Post-test Kategori

1. NR 157 Sedang

2. BT 113 Rendah

3. SS 154 Rendah

4. FA 157 Sedang

5. RN 125 Rendah

6. NA 131 Rendah

Untuk tingkat kepercayaan

95% dan uji dua sisi (standar untuk

penghitungan di SPSS), didapat nilai z

tabel ±1,96. Dari hasil analisis dapat

didapatkan nilai z hitung –2,201 (tanda

– tidak relevan, karena hanya

menunjukkan arah) dengan

probabilitas 0,028. Bila taraf

kesalahan 5%, maka z tabel ±1,96.

Dalam tes uji dua pihak daerah

penolakan terdapat pada kedua ujung

sisi distribusi sampling, dikarenakan

harga z hitung ternyata lebih besar dari

±1,96 (z hitung > z tabel ), dengan

demikian ditolak. Oleh karena

angka probabilitas pada kolom

EXACT.SIG adalah 0,028 yang jauh

dibawah 0,05 ( ρ < α) maka

keputusannya adalah menolak dan

menerima , yang artinya teknik

DIBS efektif dalam menurunkan

tuntutan diri berlebihan (self-

demandingness) siswa SMAN Olah

Raga Sidoarjo.

Pembahasan

Pada pelaksanaan penelitian,

konseli dan konselor melaksanakan

tahapan konseling sesuai dengan

prosedur yang telah dibuat

sebelumnya, yang berbeda hanyalah

pada jumlah sesi pertemuan konseli.

Pada prosedur terancang setiap sesi

pertemuan memiliki satu tahap

konseling DIBS, sedangkan yang

terjadi di lapangan setiap sesi

pertemuan bisa terjadi satu atau dua

tahap konseling, bahkan ada yang dua

kali sesi pertemuan hanya memuat satu

tahap konseling. Hal itu terjadi karena

adanya perbedaan kondisi fisik

konseli, kemampuan memahami

makna dan maksud konseling maupun

keterampilan pengelolaan bahasa.

Perlakuan menggunakan

teknik Dispute Irrational Beliefs

Page 10: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

101

(DIBS) konselor mengintervensi IrB

(dalam upaya menurunkan Self-

demandingness) dengan menggunakan

teknik Dispute Irrational Beliefs

(DIBS) yakni dengan cara mendeteksi

(menelusuri, mencari, menemukan),

mempertanyakan, menentang,

membantah dan mendebat irB,

merestrukturisasi beliefs system dari

yang tidak rasional (irB) menjadi

rasional (rB) (Correy, 1996). Teknik

DIBS merupakan suatu teknik

menantang, membantah & menelusuri

keyakinan irasional yang paling

menentukan dalam terapi REBT

(Perkins, 2007; Dryden, 2002).

Kedudukan DIBS dalam teori

A-B-C adalah sebagai “cornerstone”

yang artinya “dispute” menjadi batu

penjuru dalam menentukan

pengubahan terhadap pikiran-pikiran

irB menjadi rB, dengan cara

menentang, membantah, menelusuri

pikiran irasional (Ellis dalam Perkins

& Dryden, 2007). Inti dari pelaksanaan

teknik ini adalah mengajar aktif-

direktif. Setelah konseling dimulai

konselor memainkan peran sebagi

pengajar yang aktif untuk meredukasi

konseli.

Peneliti melakukan beberapa

upaya untuk menjaga validitas

internal, yaitu 1) mengurangi ancaman

dari aspek kesejajaran dengan

membatasi rentang waktu antara pre-

test dan post-test; 2) mengurangi

ancaman dari aspek testing dan

instrumentasi dengan menggunakan

tes yang sama untuk semua subjek; 3)

mengurangi ancaman dari mortalitas

eksperimen dengan menggunakan

kontrak atau agenda dan kelompok

tertutup dalam mendesain konseling.

Dan 4) mengurangi ancaman dari

faktor kesehatan mental dengan

memilih subjek penelitian yang berada

pada tingkat gangguan yang relatif

sama yaitu siswa teridentifikasi

memiliki tuntutan diri (self-

demandingness) tinggi. Sementara

untuk menjaga validitas eksternal dan

validitas ekologis, disusun panduan

pengubahan berdasarkan teknik

Dispute Irrational Beliefs (DIBS)

dalam pendekatan Rasional Emotive

Behavior Therapy (REBT).

Faktor keberhasilan

penurunan tuntutan diri (self-

demandingness) pada siswa

dipengaruhi oleh: 1) adanya

Page 11: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

102

pemahaman (insight) siswa tentang

cara berpikir irrational beliefs yang

menyebabkan munculnya gangguan

self-demandingness, 2) pemahaman

(insight) siswa tentang irrational

beliefs sehingga siswa mampu

memutuskan untuk berhenti

menghancurkan diri (self-defeating)

dan memiliki kecenderungan untuk

berpikir lebih objektif, lebih rasional

dan lebih ilmiah, 3) adanya sifat

konfrontif dalam proses konseling

sehingga siswa mampu untuk

mengkonfrontasi irrational beliefs

yang ada dalam dirinya, yang pada

akhirnya membuat siswa untuk

berpikir ulang terhadap persepsi dan

cara berpikir yang irasional.

Dalam penelitian ini yang

dimaksud dengan tuntutan diri (self-

demandingness) adalah segala bentuk

tuntutan yang berlebihan pada diri

sendiri untuk selalu berpenampilan

baik dan mendapatkan kemenangan di

setiap kondisi dan hal tersebut mutlak

harus didapatkan dan tanpa toleransi

apapun yang mengakibatkan individu

cenderung irasional; memiliki rasa

kesombongan; merendahkan orang

lain; menganggap dirinya yang paling

baik serta memiliki kecenderungan

memaksa diri sendiri secara berlebihan

sampai over training. Kegagalan

adalah hal yang paling mengerikan dan

menyebabkan individu tersebut merasa

tidak kompeten, tidak layak

mendapatkan sesuatu dan layak untuk

menderita, membenci diri sendiri,

gelisah, dan terlalu berkeinginan yang

diukur dengan skala tuntutan diri (self-

demandingness).

Dalam penelitian ini peneliti

tidak menghilangkan tuntutan diri

(self-demandingness) pada siswa,

melainkan hanya menurunkannya

sampai pada kategori rendah. Hal

tersebut dikarenakan irrational beliefs

yang berupa tuntutan diri (self-

demandingness) bersifat fungsional

pada diri siswa. Yang artinya dalam

kondisi tertentu selama tidak

mengganggu dan terkelola dengan baik

tuntutan diri (self-demandingness)

sangat bermanfaat untuk

meningkatkan performance dan

motivasi berprestasi siswa.

Perubahan tingkat tuntutan

diri (self-demandingness) konseli

tampak pada perbedaan skor pre-test

dan post-test. Pada semua subyek

Page 12: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

103

penelitian mengalami penurunan

tingkat tuntutan diri (self-

demandingness). Konseli NR

mengalami penurunan skor dari 198

menjadi 157, konseli BT dari 197

menjadi 113, konseli SS dari 202

menjadi 154, konseli FA dari 203

menjadi 157, konseli RN dari 198

menjadi 125 dan 197 menjadi 131

pada konseli NA. Perubahan juga

tampak dari adanya perubahan kondisi

dan keterampikan konseli sebelum dan

sesudah perlakuan.

Kondisi tuntutan diri (self-

demandingness) NR sebelum

mendapatkan perlakuan adalah harus

mencapai target dan tidak boleh

melakukan kesalahan jika gagal

hidupnya akan hancur, aku malu

kembali ke sekolah. Setelah perlakuan

tuntutan diri (self-demandingness)NR

menurun. Perubahan yang tampak

pada diri konseli adalah konseli

mampu memverbalisasi pernyataan irb

menjadi lebih rasional, lebih

memahami keadaan dirinya, mampu

mengintrospeksi segala kesalahannya

dan kekurangannya. Seperti pada

pernyataan “aku akan berusaha untuk

semangat dan lebih baik dari

pertandingan kemaren, semangat..”

Dia tidak lagi takut melakukan

kesalahan dalam mengambil strategi

dan keputusan dalam bertanding,

karena dia kekurangannya mampu

dengan cepat memperbaikinya.

Sebelum perlakuan BT

merupakan anak yang pendiam,

menginginkan pujian, memiliki target

prestasi minimal PON, harus selalu

bahagia, harus menang dalam setiap

kompetisi, kekalahan membuatnya

tidak berarti. Setelah mendapatkan

perlakuan konseli dapat memperbaiki

dan merubah sikap, cara berpikir yang

irb menjadi rasional dan logis seperti

konseli tidak lagi mengharuskan

dirinya untuk mencapai sesuatu tetapi

lebih berusaha untuk mendapatkan

sesuatu. BT juga mampu menerima

secara jujur yang ditunjukkan dalam

pernyataan konseli “saya dapat

menerima diri saya bahwa saya

memiliki kekurangan, yaitu teknik

dalam bertanding, postur tubuh yang

tidak ideal, konsentrasi kurang, tapi

saya berusaha untuk terus berlatih agar

menjadi lebih baik dari sebelumnya”.

Perubahan juga tampak dari

kemampuan konseli dalam berpikir

Page 13: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

104

logis bahwa kemenangan didapatkan

dari kerja keras dan ketenangan diri

saat bertanding.

Sebelum perlakuan SS

memiliki tuntutan diri (self-

demandingness)yang menuntutnya

harus menang pada setiap kejuaraan

yang dia ikuti, karena kalah dalam satu

pertandingan memunculkan irb “aku

pasti kalah dalam setiap

pertandingan”. Setelah mendapatkan

perlakuan konseli menjadi mampu

berpikiran positif dan logis serta dapat

menunjukkan pernyataan rasional

dalam dirinya bahwa selalu berusaha

untuk mencapai kemenangan dan

target lebih baik daripada selalu

menuntut diri untuk harus

mendapatkan kemenangan.

Sebelum perlakuan FA

memiliki tuntutan diri (self-

demandingness)yang membuatnya

sangat membenci masalah karena

masalah menghancurkan hidupnya, dia

tidak boleh kalah, harus selalu

menang. Setelah mendapatkan

perlakuan konseli tidak menyalahkan

orang lain ketika mengalami

kegagalan, konseli mampu

mengintrospeksi diri dengan positif,

mampu menghargai orang lain, tidak

menganggap bahwa masalah membuat

hidupnya hancur melainkan masalah

membuat dia lebih banyak belajar

tentang hidup bahwa masalah adalah

pemanis kehidupan. Konseli juga

dapat berfikir lebih rasional yaitu

untuk selalu berusaha menjadi dan

memberikan hal yang terbaik dalam

dirinya di setiap pertandingan serta

tidak lagi membebani diri dengan

tuntutan-tuntutan yang belum jelas

ujung akhirnya.

Sebelum perlakuan RN

memiliki tuntutan diri (self-

demandingness) yaitu dia harus

menang dan harus masuk tim

PUSLATDA Jatim. Setelah

mendapatkan perlakuan koselor

melihat adanya perubahan-perubahan

dalam dirinya dengan dapat

memperbaiki dan merubah sikap, cara

berpikir yang irb menjadi rasional dan

logis, konseli belajar untuk memahami

makna kegagalan dan kemenangan,

belajar memahami kondisi diri dan

orang lain serta kemampuan konseli

untuk verbalisasi pernyataan irb

menjadi lebih rasional yaitu konseli

Page 14: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

105

akan selalu berusaha untuk mencapai

prestasi yang lebih tinggi.

Sebelum mendapatkan

perlakuan NA memiliki tuntutan diri

(self-demandingness) untuk harus

selalu jadi yang terbaik, harus menang

dalam setiap pertandingan, harus

mengalahkan teman-teman saat

sparing patner, harus membanggakan

orang tuanya apapun keadaannya.

Setelah mendapatkan perlakuan

Perubahan yang sangat tampak pada

diri konseli adalah konseli tampak

lebih tenang, tidak mudah marah

ketika dia kurang maksimal

menyelesaikan suatu target, yang dia

lakukan langsung mengintrospeksi diri

dan memperbaiki segala

kekurangannya dengan cepat. Konseli

senantiasa berpikir rasional sehingga

dapat mengembangkan diri dan

mengaktualisasikan diri melalui

perilaku, kognitif serta afektif yang

positif.

Dari penelitian ini, secara

umum tuntutan diri yang dimiliki

konseli adalah harus menang, harus

selalu mencapai target yang telah

ditentukan, harus jadi yang terbaik,

sangat benci terhadap masalah,

menjadi tidak berarti ketika gagal. Hal

inilah yang menjadi akar permasalahan

pada perkembangan prestasi konseli.

Adanya perbedaan tingkat

perubahan pada setiap konseli

disebabkan oleh perbedaan kondisi dan

situasi pada proses konseling, seperti

pada konseli NR dan FA yang

mengalami penurunan tuntutan diri

(self-demandingness) sampai tingkat

sedang sedangkan konseli yang

lainnya BT, SS, RN, NA mengalami

penurunan tuntutan diri (self-

demandingness) sampai tingkat

rendah. Kondisi tersebut antara lain

adalah kondisi konseli, suasana saat

proses konseling berlangsung. Kondisi

konseli meliputi kesiapan fisik konseli,

karena proses konseling berlangsung

pada bulan puasa sehingga konsentrasi

konseli sedikit terganggu. Suasana saat

proses konseling berlangsung

menentukan kenyamanan konseli

dalam mengikuti konseling. Hal

tersebut sesuai dengan hasil penelitian

yang menyebutkan bahwa implikasi

REBT kurang efektif dibandingkan

dengan terapi yang lain dikarenakan

adanya perbedaan kondisi pada saat

proses konseling berlangsung

Page 15: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

106

(Szentagolai, Kallay &David, 2006 ;

Wikipedia, 2011).

Simpulan

Simpulan penelitian ini adalah

konseling dengan teknik DIBS efektif

dalam menurunkan tuntutan diri (self-

demandingness) siswa SMAN Olah

Raga Sidoarjo. Keefektifan teknik

DIBS, ditentukan oleh empat hal

berikut: 1) mampu membangun insight

siswa tentang irb yang menyebabkan

gangguan tuntutan diri (self-

demandingness) tinggi pada siswa, 2)

proses mendebat irb, 3) proses

mendiskriminasi irb dan rb, 4)

hubungan baik yang terjalin antara

konselor dengan konseli dalam

memaksimalkan pelaksanaan

konseling.

Saran

Terkait dengan temuan penelitian ini,

maka saran yang disampaikan sebagai

berikut: 1) konselor sekolah perlu

dibekali dengan pengetahuan teoritik

dan praktek konseling teknik DIBS

agar dapat meningkatkan keterampilan

dan pengetahuan dalam memberikan

layanan kepada siswa, 2) siswa,

hendaknya dapat menindaklanjuti hasil

dari konseling DIBS sehingga mampu

menyiapkan diri unruk memiliki

“kematangan emosi” dalam

menghadapi masalah, 3) peneliti

lanjutan, hendaknya memperhatikan

aspek waktu dan karakteristik siswa

dan bahasa dalam proses konseling,

tidak menutup kemungkinan untuk

menggunakan teknik-teknik lain untuk

mendampingi teknik DIBS dalam

menurunkan tuntutan diri siswa.

Daftar Rujukan

Jawa Pos. 14 Juni, 2011. Atlet Renang

Pindah Cabor, hlmn. 22.

VIVAnews. 2010. Kasus Bunuh Diri

di Indonesia: Perempuan

melakukan percobaan bunuh

diri empat kali lebih banyak

dari laki-laki, (Online).

(http://nasional.vivanews.com/

news/read/110420-

kasus_bunuh_diri_di_indonesia

). Diakses tanggal 14 Februari

2011.

Corey, G. 2009. Theory and Practice

of Counseling and

Psychotherapy. 7 th ed.

Monterey, California:

Brooks/Cole Publising

Company.

Capuzzi, D & Gross, DR. 2007.

Counselling and

Psychotherapy Theories and

Intervensions. 4 th ed. New

Page 16: KEEFEKTIFAN KONSELING DENGAN TEKNIK PENGHANCURAN

107

Jersey: Pearson educational

Inc.

Dryden, W. 2003. Rational Emotive

Behaviour Therapy. Theoritical

Development. New York:

Brunner-Routledgo.

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman,

Ruth D. 2001. Human

development (8th ed.). Boston:

McGraw-Hill

Ellis, A. 1994. Reason and Emotion in

Psychotherapy. New York:

Birch lane.

Perkins, M. 2002. (online).

(http://www.rebtnetwork.org/w

hatis.html). Diakses 16

Desember 2010.

Tuckman. 1999. Conducting

Eductional Research, Fifth

edition. USA: Harcourt Brance

& Company.

Mc Millan, JH, & Schumacher. 1993.

Educational Research:

Fundamental for the

Consumes. New York: Hasper

Collin Publishers.

Perkins, M. 2007. What is Rational

Emotive Behavior Therapy?

REBT-CBT NET- The Internet

guide to Rational Emotive

Behavior Therapy & Cognitive

Therapy. (online).

(http://www.rebtnetwork.org/w

hatis.html). Diakses 12 Januari

2011.

Corey, G. 1996. Theory and Practicce

of Counseling Psychotherapy.

5 th ed. Monterey, California:

Brooks/Cole Publising

Company.