kejang demam

34
No. ID dan Nama Peserta : dr. Gabriel Arni Sabbatina No. ID dan Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soeprapto Cepu Topik : Kejang Demam Simpleks e.c. ISPA Tanggal Kasus : 5 Agustus 2014 Nama Pasien : An. R No. RM : 079494 Tanggal Presentasi : 1 Mei 2014 Pendamping : dr. Heru Setyono Tempat Presentasi : RSUD Dr. R. Soeprapto Cepu Obyektif Presentasi : √ Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka Diagnostik √ Manajemen o Masalah o Istimewa o Neonatus o Bayi √ Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil o Deskripsi : Anak 2 tahun, kejang 1x. Sebelumnya pasien demam. Pasien belum meminum obat panas. Batuk (+) berdaha. Pasien sebelumnya pernah mengalami kejang saat demam. o Tujuan: Mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan kegawatdaruratan kejang demam pada anak. Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka o Riset Kasus o Audit Cara Membahas o Diskusi √ Presentasi dan Diskusi o E- mail o Pos Data Pasien Nama : An. R Jenis Kelamin: No Registrasi :

Upload: gabriel-arnie

Post on 19-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kejang demam

TRANSCRIPT

No. ID dan Nama Peserta : dr. Gabriel Arni Sabbatina

No. ID dan Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soeprapto Cepu

Topik : Kejang Demam Simpleks e.c. ISPA

Tanggal Kasus : 5 Agustus 2014

Nama Pasien : An. RNo. RM : 079494

Tanggal Presentasi : 1 Mei 2014Pendamping : dr. Heru Setyono

Tempat Presentasi : RSUD Dr. R. Soeprapto Cepu

Obyektif Presentasi :

Keilmuano Keterampilano Penyegarano Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemeno Masalaho Istimewa

o Neonatuso Bayi Anako Remajao Dewasao Lansiao Bumil

o Deskripsi :Anak 2 tahun, kejang 1x. Sebelumnya pasien demam. Pasien belum meminum obat panas. Batuk (+) berdaha. Pasien sebelumnya pernah mengalami kejang saat demam.

o Tujuan:Mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan kegawatdaruratan kejang demam pada anak.

Bahan Bahasan Tinjauan Pustakao Riset Kasuso Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusio E-mailo Pos

Data PasienNama : An. RJenis Kelamin: Laki-lakiUsia : 2 tahunAlamat : Ngelo, CepuNo Registrasi : 079494

Nama klinik : IGDTelp : -Terdaftar sejak : 5 Agustus 2014

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis : Kejang Demam Simpleks e.c. ISPA

2. Gambaran Klinis : Pasien 2 tahun datang dengan keluhan kejang. Kejang terjadi saat perjalanan menuju Rumah Sakit selama 3 menit. Kejang sebanyak 1x terjadi seluruh tubuh, tidak sadar, mata melirik ke atas, tangan dan kaki kaku. Setelah kejang pasien menangis. Sebelumnya pasien demam. Demam terjadi sejak 3 hari sebelum masuk RS. Demam terus menerus sepanjang hari, tidak menggigil. Pasien belum meminum obat panas. Batuk (+) berdahak. Dahak berwarna putih. Pilek (-). Diare (-). Mual (-). Muntah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sebelumnya pernah mengalami kejang saat demam.

3. Riwayat Pengobatan : Belum diberi obat apapun

4. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Pasien sebelumnya pernah mengalami kejang saat demam

5. Riwayat Keluarga : Riwayat kejang dalam keluarga disangkal

6. Riwayat Pekerjaan : Belum bekerja

7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya.

8. Riwayat Imunisasi : Lengkap

9. Lain-lain : (-)

DAFTAR PUSTAKA:1. Kliegman R, Stanton B, St. Geme J, Schor N, Behrman R. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-19. Amerika Serikat: Elsevier Saunders, Inc.; 2011.1. Hay W, Levin M, Sondheimer J, Deterding R. Current Diagnosis and Treatment: Pediatrics. Edisi ke-20. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2011.1. Lumbantobing S. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.1. Kundu G, Rabin F, Nandi E, Sheikh N, Akhter S. Etiology and Risk Factors of Febrile Seizure An Update. Bangladesh Journal Child Health 2010; 34(3): 103-112.1. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Indonesia 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); 2006.1. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo. Pediatric Neurology and Neuroemergency in Daily Practice. .Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006.1. Baumann R. Febrile Seizures [Online]. [Diunduh tanggal 24 April 2012]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/1. Schellack N. Febrile Seizures in Children. SA Pharmaceutical Journal 2012; 79(3):10-13.1. Mayhar A, Ayazi P, Fallahi M, Javadi A. Risk Factors of the First Febrile Seizures in Iranian Children. International Journal of Pediatrics 2010; 2010:1-3.1. OLeary M, Chappell J, Stratton C, Cronin R, Taylor M, Tang Y. Complex Febrile Seizures Followed by Complete Recovery in an Infant with High-Titer 2009 Pandemic Influenza A (H1N1) Virus Infection. Journal of Clinical Microbiology 2010; 48(10): 3803-3805.1. Kimia A, Ben-Joseph E, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston P, dan Harper M. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who Present With Their First Complex Febrile Seizure. Pediatrics 2010; 126; 62-69.1. Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganongs Review of Medical Physiology. Edisi ke-23. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2010. 1. Rudolph C, Rudolph A, Lister G, First L, Gershson A. Rudolphs Pediatrics.Edisi ke-22. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2011.1. Ojha A, Aryal U. Leucocytosis in Febrile Seizure. Journal of Nepal Pediatric Society 2011; 31(3): 188-191.1. Farrell Kevin, Goldman R. The Management of Febrile Seizures. British Columbia Medical Journal 2011; 53(6): 268-273.1. Subcommitee on febrile seizures. Febrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child with a Simple Febrile Seizure. Pediatrics 2011; 127: 389-394.1. Steering committee on quality improvement and management, subcommittee on febrile seizures. Febrile Seizures: Clinical Practice Guideline for the Long-term Management of the Child with Simple Febrile Seizure. Pediatrics 2008; 121: 1281-1286.1. Ojha A, Shakya K, Aryal U. Recurrence Risk of Febrile Seizure in Children. Journal of Nepal Pediatric Society 2012; 32(1): 33-36.

HASIL PEMBELAJARAN:Pengetahuan tentang diagnosis dan penatalaksanaan kegawatdaruratan kejang demam pada anak.

1. SUBJEKTIFRPS : Pasien An. R , 2tahun, datang dengan keluhan kejang. Kejang terjadi saat perjalanan ke Rumah Sakit sekitar 30 menit yang lalu. Kejang terjadi 1x selama 3 menit. Menurut orang tua pasien, kejang terjadi di seluruh tubuh, pasien tidak sadar, mata melirik ke atas, tangan dan kaki kaku. Setelah kejang berhenti pasien menangis.Kurang lebih 3 hari yang lalu, pasien demam. Demam terus menerus sepanjang hari, tidak menggigil. Pasien belum meminum obat panas. Hanya dikompres dengan air hangat namun panas tidak turun. Batuk (+) berdahak. Dahak berwarna putih. Pilek (-). Diare (-). Mual (-). Muntah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sebelumnya pernah mengalami kejang saat demam. RPD : - Pasien sebelumnya pernah mengalami kejang saat demam. Riwayat tertusuk benda tajam dan kotor disangkal. Riwayat kepala terbentur disangkal. Riwayat keluar cairan dari telinga yang didahului demam disangkal. Riwayat alergi disangkal. RPK : Riwayat kejang dalam keluarga disangkal

2. OBJEKTIF Keadaan Umum : Pasien nampak sakit sedang, gizi baik, kejang (-) Berat Badan/Panjang Badan : 12kg/88cm Vital sign Nadi : 110X/ menit Nafas : 24X/ menit Suhu : 39,5oC Kulit: ikterik (-), pucat (-), ptechiae (-), sianosis (-) Turgor: normal Tonus: normotonus Kepala: mesocephal, rambut rontok (-) Mata: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), edema palpebra (-/-) Telinga: discharge (-/-), nyeri (-/-). Hidung: nafas cuping hidung (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-) Tenggorokan: tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (+) Mulut: sianosis (-),bibir pucat (-), bibir kering (-), gigi geligi (+), caries gigi (-), mukosa hiperemis (-), lidah deviasi (-), lidah kotor (-) Leher: simetris, deviasi trakea (-) pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran tyroid (-), kaku kuduk (-), distensi vena leher (-), skrofuloderma (-) Axilla: pembesaran kelenjar limfe (-/-) Thorax : Jantung Inspeksi: ictus cordis tidak tampakPalpasi : ictus cordis tidak kuat angkatPerkusi :Batas kiri : ICS IV, linea midclavicula sinistraBatas atas : ICS II, linea parasternal sinistraBatas kanan : ICS IV, linea parasternal dextraAuskultasi: bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Paru paruInspeksi: pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi (-)Palpasi: fremitus raba dextra dan sinistra simetrisPerkusi: sonor di seluruh lapang paruAuskultasi: suara napas vesikuler di seluruh lapang paru, rhonki -/-, wheezing -/- AbdomenInspeksi: datar, simetris, umbilicus menonjol (-)Palpasi: Supel, turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak terabaPerkusi : Timpani di seluruh kuadranAuskultasi: Bising usus (+) N Ekstremitas:SuperiorInferiorSianosis -/- -/- Ptekie -/- -/-Akral dingin -/- -/-Edema -/- -/-Clubing finger -/- -/-Capillary Refill< 2 detik< 2 detik Status NeurologisPemeriksaan Refleks Fisiologis : Bisep (+) Trisep (+) Patella (+) Achiles (+)Pemeriksaan Refleks Patologis : Babinski (-) Cadock (-) Gordon (-) Openheim (-) Rosolimo (-) Bing (-) Mendel Bechtrew (-) Schaefer (-) Gonda (-)Pemeriksaan Rangsang Meningeal Kaku kuduk : (-) tidak terdapat tahanan Brudzinsky I : (-) ke 2 tungkai tidak Fleksi Brudzinsky II : (-) tungkai lain tidak fleksi Kernig : (-) sudut > 135 0, tidak nyeri dan tidak terdapat hambatanKlonus Paha : (-) Kaki : (-)Motorik Tonus: Normotonus pada ekstremitas superior dan inferior Kekuatan: 5 (normal) pada ekstremitas superior dan inferior Gerakan: Simetris

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :Hemoglobin : 11 gr% Leukosit : 13.600 /mm3Eritrosit : 4,01 juta /mm3Trombosit : 266.000 /mm3Hematokrit : 32,1 %Gol. Darah : B

3. ASSESSMENT Kejang Demam Simpleks e.c Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat ditarik kesimpulan diagnosis berupa Kejang Demam Simpleks karena ISPA. Kejang pada pasien didahului demam akibat adanya infeksi saluran napas atas (batuk). Kejang terjadi sebanyak 1x dan kurang dari 5 menit. Dan dari data pemeriksaan fisik ditemukan bahwa suhu pasien 39,5oC dan ditemukan pula tanda-tanda infeksi saluran napas atas berupa mukosa faring hiperemis. Pada pemeriksaan status neurologis tidak ditemukan tanda-tanda defisit neurologis. Dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukositosis.Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.5 Definisi ini mengeksklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam.5 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam. Pada pasien ini, kejang sesuai dengan gambaran kriteria Livingston sebagai kejang demam simpleks, yaitu kejang bersifat umum, lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun, frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun, serta pemeriksaan EEG normal (dimana pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan EEG).Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.Serangan kejang pada kejang demam biasanya berkaitan dengan peningkatan suhu pusat (core temperature) yang tinggi (39C atau lebih) dan cepat.1 Sebagian besar serangan kejang demam berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) dengan sifat bangkitan kejang berbentuk umum.3 Umumnya kejang tidak berulang dalam 24 jam.3 Bangkitan kejang dapat berupa postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama), ataupun kejang fokal.3 Saat kejang anak tidak sadar.3 Selain itu, mata dapat berputar-putar (sehingga hanya sklera yang terlihat), mulut berbusa, lidah atau pipinya dapat tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apnea atau henti nafas, dan kulitnya menjadi kebiruan.3 Pada fase setelah kejang (fase post-iktal), anak sadar kembali, namun biasanya tampak kelelahan atau tertidur. Hal ini dapat terjadi hingga 15 menit atau lebih.7 Semua proses tersebut juga ditemukan dalam pasien ini, sehingga pasien ini didiagnosis dengan kejang demam simpleks.

4. PLANPenatalaksanaan di IGD : O2 3 lpm Infus asering 15 tpm Inj. Cefotaxim 2x300mg Diazepam per rectal 10 mg atau Inj. Diazepam 6 mg IV (bila kejang) Paracetamol syr 3x15cc Ambroxol syr 3x5ccMonitoring : Pemeriksaan KU, tanda-tanda vital, klinis pasien, tanda-tanda kejang, respon terhadap obat (tanda-tanda depresi pernafasan)Edukasi terhadap Orangtua pasien : Masih terdapat kemungkinan kejang berulang Sedia obat penurun demam di rumah Sedia termometer dan obat anti kejang (diazepam/stesolid) per rektal Bila anak demam, segera beri obat penurun demam dan dikompres dengan air hangat di bagian dahi, ketiak dan lipat paha Bila anak kejang, jangan panik longgarkan pakaian anak, beri diazepam/stesolid melalui dubur anak dengan posisi anak berbaring miring. Bila kejang tidak berhenti, segera bawa ke rumah sakit

5. DISKUSIDefinisiMenurut National Institute of Health (NIH), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, yang biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai dengan 5 tahun, berhubungan dengan demam, namun tanpa bukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu dari kejang.4 Definisi ini mengeksklusi kejang dengan demam pada anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam.4 Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam adalah bangkitan kejang yang berhubungan dengan demam, tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut, pada anak berusia lebih dari 1 bulan, yang tidak pernah mengalami kejang tanpa demam sebelumnya.4 Menurut Konsensus Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Neurologi IDAI ), kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.5 Definisi ini mengeksklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam.5 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam.KlasifikasiPenggolongan kejang demam dikemukakan oleh berbagai pakar. Penggolongan tersebut didasari oleh jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran elektroensefalografi, dan lainnya.Klasifikasi kejang demam menurut Prichard dan McGreal3Prichard dan McGreal membagi kejang demam menjadi: Kejang demam sederhana Kejang demam tidak khasKejang demam sederhana adalah kejang demam yang memenuhi semua kriteria berikut ini. Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut digolongkan sebagai kejang demam tidak khas. Kejang bersifat simetris Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun Suhu 100F (37,78C) atau lebih Lama kejang kurang dari 30 menit Keadaan neurologis sebelum dan setelah kejang adalah normal Elektroensefalografi setelah kejang normalKlasifikasi kejang demam menurut Livingston3Livingston membagi kejang demam menjadi: Kejang demam sederhana Kejang bersifat umum Lama kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) Kejang demam pertama terjadi pada usia kurang dari 6 tahun Frekuensi serangan kejang 1-4 kali dalam setahun Elektroensefalografi normal Epilepsi yang dicetuskan oleh demam Kejang bersifat fokal Kejang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) Kejang demam pertama terjadi pada usia lebih dari 6 tahun Frekuensi serangan kejang lebih dari 4 kali dalam setahun Elektroensefalografi setelah anak tidak demam abnormalKlasifikasi kejang demam menurut Fukuyama3Fukuyama membagi kejang demam menjadi: Kejang demam sederhana Kejang demam kompleksKejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut ini. Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria tersebut digolongkan sebagai kejang demam kompleks. Tidak ada riwayat epilepsi dalam keluarga Tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun Serangan kejang pertama terjadi antara usia 6 bulan 6 tahun Lama kejang kurang dari 20 menit Kejang bersifat umum (tidak bersifat fokal) Tidak ada gangguan atau abnormalitas pasca-kejang Tidak ada abnormalitas neurologis atau perkembangan sebelumnyaKlasifikasi kejang demam menurut Konsensus UKK Neurologi IDAI5 Berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI, kejang demam diklasifikasikan menjadi: Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: Kejang lama. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. Kejang berulang. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. EpidemiologiKejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun.5 Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam, sedangkan 20% lainnya merupakan kejang demam kompleks.5 Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam, sedangkan kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.5 Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1.7EtiologiEtiologi kejang demam digambarkan dalam diagram berikut ini.

Gambar 1. Etiologi Kejang Demam(Sumber: Schellack N. Febrile Seizures in Children. SA Pharmaceutical Journal 2012; 79(3):10-13)Berikut ini adalah etiologi kejang demam: Infeksi Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak Respons alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi Ensefalitis viral yang ringan yang tidak tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit Vaksinasi Genetik

Infeksi yang menyebabkan kejang demam bisa disebabkan oleh4,10,11: Virus Influenza A dan B Respiratory Synctitial Virus (RSV) Enterovirus Rotavirus Herpesvirus BakteriPatofisiologiPatofisiologi kejang demam hingga saat ini belum sepenuhnya dimengerti. Kejang demam merupakan fenomena yang terkait dengan usia.1 Beberapa penelitian mengemukakan terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu demam, imaturitas otak dan termoregulator, serta predisposisi genetik.1,4Kejang merupakan kondisi akibat aktivitas neuronal yang berlebihan pada otak.1 Neuron (unit fungsional terkecil dari sistem saraf) memiliki sifat khusus, yaitu eksitabilitas, merupakan kemampuan untuk menciptakan sinyak elektrik, menintegrasikannya, dan mentransmisikannyake neuron lain dan efektor.12Dalam keadaan istirahat, neuron memiliki membran potensial sebesar -70 mV.12 Membran potensial istirahat merupakan perbedaan muatan di dalam dan di luar sel akibat pemisahan muatan positif dan negatif oleh membran sel.12

Gambar 3. Membran potensial(Sumber: Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganongs Review of Medical Physiology. Edisi ke-23; 2010)Pada neuron, perbedaan muatan di dalam dan di luar sel meupakan perbedaan jenis dan konsentrasi ion. konsentrasi K+ lebih tinggi di dalam daripada di luar sel, sebaliknya konsentrasi Na+ lebih tinggi di dalam daripada si luar sel. Gradien konsentrasi K+ keluar sel menyebabkan pergerakan pasif K+ keluar sel ketika kanal selektif K+ terbuka. Hal sama terjadi pada Na+, yaitu ketika gradient konsentrasi Na+ keluar sel, terjadi pergerakan pasif Na+ keluar sel ketika kanal selektif Na+ terbuka. Oleh karena lebih banyaknya kanal K+ yang terbuka dibandingkan kanal Na+ saat istirahat, permeabilitas membran terhadap K+ lebih besar. Perbedaan konsentrasi ini dijaga oleh pompa Na+/K+ ATPase.12Sel saraf memiliki ambang batas untuk dapat tereksitasi. Stimulus dapat berupa elektrik, kimia, ataupun mekanik. Ada 2 respon sel saraf terhadap stimulus, yaitu potensial aksi dan potensial sinaptik. Hal ini terjadi karena konduksi ion-ion melewati membran sel saraf akibat perubahan kanal ion.12 Sebagai respon terhadap stimulus yang mendepolarisasi, beberapa kanal Na+ terbuka, dan ketika potensi ambang batas tercapai, terjadilah potensial aksi. Setelah itu kanal Na+ menjadi inaktif (periode refraktori relatif dan absolut). Kemudian, terjadilah repolarisasi dengan terbukanya kanal K+. Kanal K+ terbuka lebih lambat dan lebih lama daripada kanal Na+menyebabakan keadaan hiperpolarisasi. Setelah keadaan hiperpolarisasi, kondisi berangsur-angsur kembali lagi ke membran potensial istirahat. Setelah potensial aksi, respons propagasi terjadi yang secara elektrotonikal mendepolarisasi membran di depannya.12

Gambar 4. Eksitabilitas neuron selama propagasi impuls(Sumber: Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganongs Review of Medical Physiology. Edisi ke-23; 2010)Impuls ditransmisikan antara satu neuron dengan yang lain atau antara neuron dengan sel lain pada sinaps. Sinaps merupakan pertemuan antara akson (sel pre-sinaps) dengan dendrit, soma, atau akson neuron lainnya atau pada otot dan kelenjar (sel post-sinaps). Komunikasi yang terjadi dapat berupa elektrik ataupun kimia. Pada sinaps kimia, terdapat celah sinaptik yang memisahkan antara sep pre-sinaps dengan sel post-sinaps. Komunikasi dilakukan dengan mengirimkan sinyal kimiawi yang dapat berdifusi melalui celah sinaps dan menempel pada reseptor post-sinaps. Sedangkan pada sinaps elektrik, membran pre-sinaps dan post-sinaps saling berdekatan, membentuk gap junctions.12

Gambar 5. Propagasi impuls sepanjang neuron( Sumber: Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganongs Review of Medical Physiology. Edisi ke-23; 2010)Selain itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel neuron pada otak, diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak adalah glukosa. Melalui proses oksidasi, glukosa dipecah menjadi CO2 dan air.13Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari K+ maupun Na+ mengakibatkan terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadi kejang.13 Selain itu, pada anak terdapat imaturitas mekanisme termoregulator dan kapasitas yang terbatas untuk meningkatkan metabolisme energi selular.4 Pada percobaan dengan binatang ditemukan bahwa eksitabilitas neuronal juga meningkat selama proses maturasi otak.4 Predisposisi genetik juga terbukti berkontribusi terhadap kejang demam dengan pola pewarisan poligenik.4

Gambar 6. Patogenesis/ patofisiologi kejang demam(Sumber: http://doctorology.net/wp-content/uploads/2009/03/patofisiologi-kejang-demam.jpg)

Manifestasi klinisAnak dengan kejang demam memiliki perkembangan yang baik dan sehat secara neurologis sebelum dan setelah kejang demam.7 Serangan kejang pada kejang demam biasanya berkaitan dengan peningkatan suhu pusat (core temperature) yang tinggi (39C atau lebih) dan cepat.1 Umumnya serangan kejang terjadi dalam 24 jam pertama timbulnya demam.3 Sebagian besar serangan kejang demam berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) dengan sifat bangkitan kejang berbentuk umum.3 Umumnya kejang tidak berulang dalam 24 jam.3 Bangkitan kejang dapat berupa postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama), ataupun kejang fokal.3 Saat kejang anak tidak sadar.3 Selain itu, mata dapat berputar-putar (sehingga hanya sklera yang terlihat), mulut berbusa, lidah atau pipinya dapat tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apnea atau henti nafas, dan kulitnya menjadi kebiruan.3Pada fase setelah kejang (fase post-iktal), anak sadar kembali, namun biasanya tampak kelelahan atau tertidur. Hal ini dapat terjadi hingga 15 menit atau lebih.7

Gambar 7. Bangkitan kejang tonik-klonik(Sumber: http://drdjebrut.files.wordpress.com/2010/01/grand-mal-seizure.jpg)DiagnosisDiagnosis kejang demam dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.6 AnamnesisAnamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam. Perlu ditanyakan kepada orang tua/ pengasuh yang menyaksikan anak kejang mengenai kejang: jenis kejang, lama kejang, frekuensi dalam 24 jam, serta kondisi sebelum, diantara, dan setelah kejang (termasuk kesadaran). Hal yang menyertai kejang seperti muntah, kelemahan anggota gerak, kemunduran, dan lainnya juga perlu ditanyakan. Penting juga ditanyakan suhu sebelum/ saat kejang. Untuk demam, perlu ditanyakan pola demam (apakah mendadak tinggi atau perlahan-lahan meningkat, apakah demam menetap atau hilang timbul, apakah membaik dengan pemberian obat, dan lainnya). Selain itu, keluhan lain yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas, mual, muntah, diare, manifestasi perdarahan dan lainnya perlu ditanyakan. Hal ini bertujuan mengidentifikasi sumber infeksi.Pada riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam. Ditanyakan pula apakah anak mengalami gangguan neurologi sebelum demam. Penting juga ditanyakan apakah anak mengkonsumsi obat-obatan anti kejang, atau obat-obatan lainnya. Selain itu, riwayat trauma kepala juga penting ditanyakan. Pada riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga. Pada riwayat kehamilan dan persalinan, perlu ditanyakan riwayat kehamilan ibu, apakah pernah mengalami sakit selama kehamilan, apakah ibu merokok selama kehamilan.Pada riwayat tumbuh kembang, perlu ditanyakan pola tumbuh kembang anak apakah sesuai dengan usianya. Pada riwayat vaksinasi, ditanyakan apakah anak baru saja menerima vaksinasi MMR atau DTwP. Pemeriksaan Fisik7Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan) dan status tumbuh kembang anak. Pasien kejang seringkali mengalami hipertensi dan takikardi, yang akan pulih menjadi normal kembali bila kejang sudah berhenti. Bradikardia, hipotensi, dan perfusi yang buruk merupakan tanda yang buruk. Pemeriksaan suhu tubuh pada anak dapat dilakukan di beberapa tempat, seperti pada gambar.

Gambar 8. Tempat pengukuran suhu pada anak dan nilainya(Sumber: http://netdoctor.co.uk/Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan neurologis, antara lain: Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, kernig, laseque, brudzinsky I dan brudzinsky II Pemeriksaan nervus kranialis I-XII Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun membonjol, papiledema Pemeriksaan motorik: massa, tonus, kekuatan, dan refleks (fisiologis dan patologis) Pemeriksaan sensorik: sensibilitias eksteroseptif, propioseptif, dan diskriminatif Pemeriksaan autonomTanda infeksi di luar sistem saraf pusat juga dicari, seperti infeksi saluran nafas akut, otitis media akut, infeksi saluran kemih, enteritis, dan lainnya.Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan, diantaranya pemeriksaan terhadap adanya fraktur kranial akibat trauma kepala, kelainan kraniofasial sebagai tanda gangguan perkembangan korteks serebri, korioretinitis sebagai tanda infeksi rubella, cytomegalovirus, dan toxoplasmosis, dan lainnya. Pemeriksaan penunjang14,15,16Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut.Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.Pungsi LumbalPemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0.6 - 6.7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada: Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan untuk dilakukan Bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan Bayi > 18 bulan tidak rutinBila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.ElektroensefalografiPemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.PencitraanFoto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: Kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) Paresis nervus VI PapiledemaDiagnosis Diferensial6,7Diagnosis diferensial dari kejang demam diantaranya: Infeksi intrakranial: meningitis dan ensefalitis Keracunan: alkohol, teofilin, kokain, dan lainnya Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipernatremia, hipoksemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, gangguan asam-basa, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati Gangguan metabolik bawaan Trauma kepala Penghentian obat antiepilepsi mendadak Lain-lain: ensefalopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial Idiopatik Tatalaksana5,6,17Apapun jenis dan etiologi kejang yang dihadapi, langkah penatalaksanaan kejang yang harus dilakukan adalah: Manajemen jalan nafas, pernafasan, dan fungsi sirkulasi yang adekuat.Bila anak datang dalam keadaan kejang, tanyakan beberapa hal penting saja agar tidak membuang waktu sambil memeriksa fungsi vital dengan cepat. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap dilakukan setelah kejang teratasi. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pasien diletakkan dalam posisi miring agar tidak terjadi aspirasi bila muntah. Lendir dihisap, diberikan oksigen 100%. Jangan memasukkan benda keras antara gigi yang sudah terkatup. Terminasi kejang dan pencegahan kembalinya kejang.Penatalaksanaan saat kejangBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0.3-0.5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/ menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0.5-0.75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg. Diazepam rektal juga dapat diberikan dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7.5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam)Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemeberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0.3-0.5 mg/kg.Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Bila kejang telah berhenti, pemeberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.Pemberian obat pada saat demamAntipiretikTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali deberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan (level III, rekomendasi)AntikonvulsanPemakaian diazepam oral dosis 0.3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0.5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38.5 derajat Celcius (level I, rekomendasi A). Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (level II, rekomendasi E)Pemberian obat rumatIndikasi pemberian obat rumatPengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukan ciri sebagai berikut (salah satu) : Kejang lama > 15 menit Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat Kejang fokal. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukan bahwa anak mempunyai fokus organik Pengobatan rumat dipertimbangkan bila : Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan Kejang demam > = 4 kali per tahunJenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatPemberian fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang (level I). Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosisLama pengobatan rumatPengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.Edukasi pada orang tuaKejang selalu merupakan peristiwa menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya : Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik Memberitahukan cara penanganan kejang Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali Pemberian obat untu mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang Tetap tenang dan tidak panik Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang Tetap bersama pasien selama kejang Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.Prognosis5,18Prognosis dari kejang demam umumnya baikKesimpulan Kejang demam (menurut UKK Neurologi IDAI) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Definisi ini mengeksklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam. Berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI, kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (complex febrile seizure). Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam, sedangkan 20% lainnya merupakan kejang demam kompleks. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1. Kejang demam umumnya disebabkan oleh infeksi dan vaksinasi yang mempresipitasi terjadinya demam. Faktor genetik juga berkontribusi terhadap terjadinya kejang demam. Kejang demam terjadi akibat lepasnya muatan listrik secara berlebihan sebagai akibat perubahan membran potensial. Perubahan ini diakibatkan oleh meningkatnya metabolisme basal dan kebutuhan oksigen karena demam. Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis diferensial kejang demam diantaranya infeksi intrakranial, keracunan, gangguan metabolik, dan lainnya. Tatalaksana kejang demam: Manajemen jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi Terminasi kejang dan pencegahan kembalinya kejang Penatalaksaan saat kejang Pemberian obat saat demam Pemberian obat rumat Edukasi pada orang tua Prognosis kejang demam umumnya baik. Kecacatan atau kelainan neurologis dan kematian tidak pernah dilaporkan. Kemungkinan berulangnya kejang demam adalah sebesar 10-15%.Kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari sebesar 5%.