(kel.6) isi dan pembahasan repair perineum
TRANSCRIPT
1. Pengertian rupture perineum
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak
antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta
diafragma pelvis. Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi
lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan.
Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir
semua primipara (Wiknjosastro, 2005).
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada
biasa sehinga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang dari pada biasa, kepala
janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada
sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vagina (Saifudin, 2008).
2. Klasifikasi Robekan Perineum
a. Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa
dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat
persalinan dan biasanya tidak teratur.
b. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau
perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada
perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.
(Wiknjosastro, 2007)
1
2
3. Kategori Rupture Perineum
Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan
biasanya tidak teratur.
Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum sedikit (Wiknjosastro, 2005).
Gambar 1. Rupture Perineum Tingkat 1
Tingkat II
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir
vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai
sfingter ani (Wiknjosastro, 2005).
3
Gambar 2. Rupture Perineum Tingkat II
Tingkat III
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot
sfingter ani (Wiknjosastro, 2005).
Gambar 3. Rupture Perineum Tingkat III
Tingkat IV
Robekan mengenai perineum sampai otot sfingter ani dan rectum.
(Wiknjosastro, 2005).
4
Gambar 4. Rupture Perineum Tingkat IV
4. Tujuan pejahitan perlukaan perineum
Tujuan dari pejahitan perlukaan perineum adalah :
a. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi,
proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi
hasil dari pertumbuhan jaringan.
b. Untuk menghentikan perdarahan yang terjadi akibat perlukaan yang
menyebabkan pembuluh darah terbuka.
5. Benang Untuk Menjahit Perineum
Benang jahit terdiri atas dua macam yaitu sebagai berikut :
1. Benang yang dapat diserap (plain catgut): terbuat dari jaringan ikat usus
domba. Larut dalam seminggu, namun catgut yang direndam dalam larutan
khromik oksida (chromic catgut) lebih lama absorpsinya dan bertahan selama
10-40 hari. Catgut chromic baik untuk penjahitan luka episiotomi dan robekan
akibat persaiinan. Benang buatan/sintetis (vicryl atau polyglatin 910) juga
dapat diserap dalam 60-90 hari.
2. Benang yang tidak diserap.
5
a. Terbuat dari katun, sutera jaringan tumbuh-tumbuhan, logam, dan bahan
sintetis.
b. Cenderung menimbulkan reaksi jaringan.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010)
Benang yang digunakan untuk menjahit luka perineum adalah cat gut kromik.
Cat gut adalah benang yang dapat diserap karena terbuat dari usus sapi yang
bahan utamanya terdiri dari kolagen. Kolagen adalah suatu protein asing dalam
tubuh manusia dan terurai oleh kerja enzim pencernaan (proteolisis).
Cat gut kromik adalah benang cat gut yang telah dikombinasi dengan garam-
garaman krom. Fungsi garam-garaman krom adalah menunda proses proteolisis
yang menyebabkan cat gut diabsorpsi, sehingga memperpanjang waktu agar
benang dapat dipertahankan dalam jaringan bersama-sama selama proses
penyembuhan. Cat gut akan diabsorpsi kurang lebih selama satu minggu dan
akan mulai kehilangan kekuatannya setelah 3 hari. Cat gut kromik menunda
absorpsi selama 10-40 hari bergantung jumlah garam-garaman yang digunakan,
tetapi umumnya dapat mempertahankan kekuatannya selama 2-3 minggu
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010).
Jenis dan ukuran benang untuk penjahitan luka perineum:
a. Catgut kromik 4-0
- Perbaikan dinding anterior rektum pada laserasi derajat empat
- Perbaikan laserasi klitoris
- Perbaikan ditempat lain apabila memerlukan benang yang sangat halus
b. Catgut kromik 3-0
- Perbaikan mukosa vagina
- Jahitan subkutan
- Jahitan subkutikula
6
- Perbaikan laserasi periuretra
c. Catgut kromik 2-0
- Perbaikan sfingter ani ekstra
- Perbaikan laserasi serviks
- Perbaikan laserasi dinding vagina lateral
- Jahitan dalam terputus-putus pada otot pelvis
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010)
Benang yang ideal untuk episiotomi/perlukaan jalan lahir adalah 2/0 atau 3/0.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih ukuran diameter benang adalah
bahwa otot memerlukan benang yang lebih kuat. Semakin besar nomor benang
maka benang semakin halus (misalnya 4-0, 6-0, 8-0). Semakin kecil nomor
benang maka semakin berat benang dan semakin kuat tegangan benang
(misalnya 2-0, 1-0).
Prinsip pengikatan simpul adalah sebagai berikut.
1. Simpul harus terikat kuat.
2. Simpul harus sekecil mungkin.
3. Ujung benang dipotong ± 1½ cm dari simpul.
4. Simpul mati adalah yang terbaik.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010)
6. Macam-macam Jahitan
A. Jahitan interrupted:
1. Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu).
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan.
Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka
sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik
bekas luka setelah penyembuhan.
7
2. Jahitan Matras
a. Jahitan matras vertikal
Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya
dengan mengunakan jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah yang
tipis lemak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk kedalam.
b. Jahitan matras horizontal
Jahitan ini digunakan untuk menautkan fassia dan aponeurosis. Jahitan
ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutis karena
membuat kulit diatansa terliat lebih bergelombang.
3. Jahitan Continous
a. Jahitan jelujur
Lebih cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih rata
bila dibandingkan dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang
putus / simpul terurai seluruh tepi luka akan terbuka.
b. Jahitan feston
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya,
biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi
jahitan jelujur biasa.
c. Jahitan kantung tembakau
B. Jahitan Subkutis
1. Jahitan continous
Jahitan terusan subkutikuler atau intrademal. Digunakan jika ingin
dihasilkan hasil yang baik setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan
tengan pada luka yang lebar sebelum dilakukan penjahitan satu demi satu.
2. Jahitan interrupted dermal stitch
C. Jahitan Dalam
Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat dibuat dari
guntingan sarunga tangan fungsi dren adalah mengelirkan cairan keluar
berupa darah atau serum.
8
7. Teknik menjahit robekan perineum
Tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan
memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan
cara angka delapan/figure of eight (Wiknjosastro, 2005).
Tingkat II
Pada robekan perineum tingkat II, setelah diberi anastesi lokal, otot-otot
diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan
kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dan mengikutsertakan
jaringan-jaringan dibawahnya (saifudin, 2006).
Jahitan mukosa vagina: jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut
kromik 2-0. Dimulai dari sekitar 1 cm diatas puncak luka didalam vagina
sampai pada batas vagina (saifudin, 2006).
Jahitan otot perineum: lanjutkan jahitan pada daerah otot perineum sampai
ujung luka pada perineum secara jelujur dengan catgut kromik 2-0. Lihat
didalam luka untuk mengetahui letak ototnya. Penting sekali untuk menjahit
otot ke otot agar tidak ada rongga diantaranya (saifudin, 2006).
Jahitan kulit: carilah lapisan subkutikuler persis dibawah lapisan kulit.
Lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali ke arah batas vagina, akhiri
dengan simpul mati pada bagian dalam vagina (saifudin, 2006).
Tingkat III
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun
tingkat III, jika dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir
bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah
kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu kemudian digunting.
Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan
(Wiknjosastro, 2005).
9
Jahitan sfingter ani: jepit otot spingter dengan klem Allis atau pinset. Tautkan
ujung otot spingter ani dengan 2-3 jahitan benang kromik 2-0 angka 8 secara
interuptus. Larutan antiseptik pada daerah robekan. Reparasi mukosa vagina,
otot perineum dan kulit (saifudin, 2006).
Tingkat IV
Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fasia
peirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik,
sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh
karena robekan diklem dingan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit
lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II (Wiknjosastro,
2005).
8. Prinsip dasar saat penjahitan perineum
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan luka
episiotomi atau laserasi perineum adalah sebagai berikut :
a. Perawat/bidan memiliki penglihatan yang baik terhadap lapang kerja
penjahitan perineum
b. Posisi pasien memungkinkan perawat/bidan dapat dengan nyaman dan leluasa
melakukan penjahitan, yaitu litotomi. Jika diperlukan dapat ditambahkan
pengganjal dibawah bokong dengan ketebalan beberapa cm.
c. Penggunaan cahaya yang cukup terang.
d. Anatomi dapat dilihat dengan jelas.
e. Teknik yang steril.
Menggunakan sarung tangan ekstra diatas sarung tangan steril yang telah
dikenakan sebelumnya. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi ketika
melakukan pemeriksaan rectum, dan setelah selesai melakukan
pemeriksaan rectum sarung tangan ekstra ini segera dibuang
10
Mengatur posisi kain steril di area rectum dan dibawahnya sampai
dibawah ketinggian meja atau tempat tdur untuk mengupayakan area yang
tidak terkontaminasi jika benang jatuh kearea tersebut dan menyeka
apapun yang terdapat ditempat tersebut
f. Tindakan cepat.
g. Septik dan antisepsis pada daerah luka episiotomi.
h. Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV.
i. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0.
j. Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episiotomi sampai pada batas
vagina.
k. Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina.
l. Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus.
m. Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0.
n. Bekerja hati-hati.
o. Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina.
p. Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan.
q. Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan
bahan untuk penjahitan.
r. Pencegahan trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi. Contoh-
contoh trauma lebih lanjut yang tidak perlu, seperti berikut :
Penggunaan jarum bermata (berlubang) yang menggunakan dua helai
benang menembus jaringan.
Penggunaan jarum dan benang dengan ukuran yang lebih besar dari pada
yang diperlukan.
Penggunaan jarum potong traumatic yang tidak tepat, bukan jarum bundar
atraumatik Jarum potong berbentuk segitiga dan setiap sisinya memiliki
sisi pemotong. Jarum ini akan menyebabkan trauma yang lebih besar dari
pada jarum yang berbentuk bundar. Jarum bundar ini memiliki titik
11
runcing dan akan melewati jaringan lunak lebih mudah dengan trauma
yang lebih sedikit.
Jumlah pungsi (penusukan) jarum berlebihan yang tidak perlu terjadi,
dapat disebabkan oleh salah satu hal dibawah ini:
Penempatan jahitan yang salah sehingga perlu diangkat atau dijahit
lagi.
Terlalu banyak jahitan dan terlalu rapat.
Stranggulasi jaringan karena jahitan yang terlalu ketat. Stranggulasi
jaringan mengurangi kekuatan jaringan dan jika jahitan terlalu ketat
menyebabkan sirkulasi tidak adekuat bahkan dapat menyebabkan
jaringan tanggal (lepas).
Tindakan berulang menyentuh dan membersihkan luka yang tidak
perlu.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010)
9. Langkah-langkah penjahitan robekan perineum
a. Persiapan Alat
- Benang
- 1 buah sarung tangan steril/DTT
- 1 buah pinset serologis
- 1 buah gunting benang
- 1 kom air DTT
- 1 kom kapas DTT
- 1 buah pinset anatomis
- 1 buah linex
- 1 buah dux
- Korentang
- Bengkok
- Kasa seperlunya
12
- Nafida dengan jarum
- Spuit sekali pakai 10 ml
- Patahkan ampul lidokain
b. Persiapan Pasien
Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi
tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta
anggota keluarganya untuk memegang kaki ibu sehingga tetap berada
dalam posisi litotomi.
Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong pasien.
Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum
dapat terlihat lebih jelas.
Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi,
berikan anastesi lokal dan jahit luka.
Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
Pakai sarung tangan DTT dan steril
Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan
DTT untuk penjahitan.
Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan penjahitan dilakukan tanpa kesulitan.
Gunakan kain kassa DTT untuk menyeka vulva, vagina, dan perineum
pasien.
Periksa vagina dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi
merupakan laserasi derajat satu dan dua. Jika laserasinya dalam atau luka
episiotominya meluas, periksa lebih jauh dan pastikan bahwa tidak terjadi
robekan derajat tiga atau empat. Masukan jari yang sudah bersarungtangan
ekstra kedalam anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut secara
perlahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan
13
sfingter. Jika sfingter terluka, pasien mengalami laserasi derajat tiga atau
empat dn harus dirujuk.
Lepaskan sarung tangan ekstra yang tadi telah digunakan untuk
memeriksa rektum, lalu buang.
Berilah anastesi lokal.
Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang.
Gunakan benang cat gut kromik no 2-0 atau 3-0.
Tempatkan jarum pada pegangan jarum dengan sudut 90 derajat, lalu jepit
jarum tersebut.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010)
c. Anestesi Lokal
Keuntungan anestesi lokal
- Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu)
- Perawat/bidan lebih leluasa dalam penjahitan
- Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan
darah)
- Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi)
- Cairan yang digunakan yaitu lidokain 1% dan tidak dianjurkan
penggunaan lidokain 2% karena konsentrasinya terlalu tinggi dan
menimbulkan nekrosis jaringan
Peralatan
Gunakan tabung suntik satu kali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4
cc. Jarum yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar dapat
digunakan, tetapi jarum harus berukuran 22 atau lebih kecil tergantung
pada tempat yang memerlukan anastesi. Obat standar yang digunakan
untuk anastesi lokal adalah 1% lidokain tanpa epineprin (silokain). Jika
lidokain 1% tidak tersedia, gunakan lidokain 2% dengan dilarutkan
14
terlebih dahulu dengan air steril dengan perbandingan 1 : 1, sebagai
contoh, larutkan 5 ml lidokain 2% dengan 5 ml air steril untuk membuat
larutan lidokain 1% (Sulistyawati & Nugraheny, 2010).
Tindakan anestesi lokal
Langkah-langkah pemberian anastesi lokal adalah sebagai berikut:
1. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa
santai atau rileks.
2. Isap 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam alat suntik sekali pakai ukuran
10 ml (jika diperlukan boleh digunakan tabung yang lebih besar), jika
lidokain 1% tidak ada, boleh menggunakan lidokain 2%, tetapi
dilarutkan dulu dengan perbandingan 1:1).
3. Tempelkan/pasang jarum suntik ukuran 22 pada tabung suntik tersebut.
4. Tusukkan jarum ke ujung atau pojok luka (laserasi), tarik jarum
sepanjang tepi luka (ke arah bawah di antara mukosa dan kulit
perineum).
5. Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa
jarum tidak berada dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung
suntik, jangan teruskan penyuntikan dan tarik jarum seluruhnya.
Pindahkan posisi jarum dan suntikan kembali.
Alasan: Ibu dapat mengalami kejang dan kematian bila lidokain
disuntikkan ke dalam pembuluh darah.
6. Suntikan anestesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik
ditarik perlahan-lahan.
7. Tarik jarum sampai ke bawah tempat di mana jarum tersebut
disuntikkan.
8. Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah
empat. Tusuk jarum untuk ketiga kalinya sehingga tiga garis di satu sisi
luka mendapat anastesi lokal. Ulangi proses ini di sisi lain luka tersebut.
15
Setiap sisi luka akan memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1% untuk
mendapatkan anastesi yang cukup.
9. Tunggu selama dua menit dan biarkan anastesi tersebut bekerja dan
kemudian uji daerah yang dianastesi dengan cara mencubit dengan
forsep atau disentuh dengan jarum yang tajam.Jika ibu merasakan jarum
atau cubitan tersebut, tunggu dua menit lagi dan kemudian uji kembali
sebelum mulai menjahit luka.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010)
10. Penjahitan Laserasi pada Perineum
Langkah-langkah penjahitan laserasi pada perineum adalah sebagai berikut.
Cuci tangan secara saksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi atau jika
tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan
penjahitan sudah didisinfeksi tingkat tinggi atau steril.
Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut
telah dianastesi, telusuri dengan hati-hati dengan menggunakan satu jari untuk
secara luas menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan
jaringan yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana
cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
Tusukkan seluruh jarum dari tepi luka pada perbatasan antara mukosa dan
kulit perineum ke arah perineum. Lakukan aspirasi untuk memeriksa adanya
darah dari pembuluh darah yang tertusuk (Gambar 5).
16
Gambar 5
Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam
vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek
benang ydng lebih pendek dari ikatan (Gambar 6).
Gambar 6
Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin
himen (Gambar 7).
17
Gambar 7
Tepat sebelum cincin himen, masukan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke
bawah cincin himen sampai jarum berada di bawah laserasi. Periksa bagian
antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat
jarum ke atas puncak luka (Gambar 8).
Gambar 8
Teruskan ke arah bawah, tetapi tetap pada luka, hingga jelujur mencapai
bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak antara jahitan sama dan otot yang
terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu
18
melakukan satu atau dua lapisan putus-putus untuk menghentikan perdarahan
dan atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif (Gambar 9).
Gambar 9
Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan
penjahitan dengan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup jaringan
subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang
bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka ini akan
menutup dengan sendirinya saat penyembuhan luka (Gambar 10).
Gambar 10
19
Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar
dari belakang cincin himen (Gambar 11).
Gambar 11
Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang
dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul
akan longgar dan laserasi akan terbuka.
Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa
atau peralatan yang tertinggal di dalam.
Dengan lembut, masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rektum
enam minggu pascapersalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalnya
jika ada fistula rektovaginal atau ibu melapor inkontinensia alvi atau feses),
ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
Cuci daerah genital secara lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat
tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang nyaman.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010)
20
Hal yang perlu di ingat:
a. Tidak usah menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan
dan dapat mendekat dengan baik.
b. Gunakan seminimal mungkin jahitan untuk mendekatkan jaringan dasn
memastikan hemostasis.
c. Selalu gunakan teknik aseptik.
d. Jika ibu mengeluh sakit pada saat dilakukan penjahitan. Berikan lagi anastesi
lokal untuk memastikan kenyamanan ibu, inilah yang disebut asuhan sayang
ibu (Sulistyawati & Nugraheny, 2010).
11. Komplikasi penjahitan perlukaan perineum
a. Overlapping : Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga
luka menjadi tumpang tindih dan luka mengalami
penyembuhan yang lambat dan apabila sembuh maka hasilnya
akan buruk.
b. Nekrosis : Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi
sehingga menyebabkan kematian jaringan.
c. Infeksi : Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril,
luka yang telah terkontaminasi, dan adanya benda asing yang
masih tertinggal.
d. Perdarahan : Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
e. Hematoma : Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong
dan tidak dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan
terus berlangsung dan menyebabkan bengkak.
f. Dead space (ruang/rongga mati) : Yaitu adanya rongga pada luka yang
terjadi karena penjahitan yang tidak lapis
demi lapis.
21
g. Sinus : Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus,
biasanya ada jahitan multifilament yaitu benang pada dasar
sinus yang bertindak sebagai benda asing.
h. Dehisensi : Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan
karena jahitan yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang
yang buruk.
i. Abses : Infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010).
12. Perawatan Luka Jahitan Perineum
a. Perawatan Pasca Tindakan
Apabila terjadi robekan tingkat IV (Robekan sampai mukosa rektum),
berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal Ampisilin 500 mg per oral dan
metronidazol 500 mg per oral.
Observasi tanda-tanda infeksi
Jangan lakukan pemeriksaan rektal selama 2 minggu
Berikan pelembut feses selama seminggu per oral
(Wiknjosastro, 2005)
b. Perawatan luka perineum berikutnya
Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah
Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka
maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang
tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian
pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan
pembersihan perineum.
22
Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar
terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu
pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan
perineum.
Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran
disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus
ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses
pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
Langkah-langkah perawatan perineum sebagai berikut :
Persiapan
1) Ibu Post Partum
Perawatan luka perineum ini dimulai sesegera mungkin setelah 6 jam
dari persalinan normal. Ibu akan dilatih dan dianjurkan untuk mulai
bergerak duduk dan latihan berjalan. Tentu saja bila keadaan ibu
cukup stabil dan tidak mengalami komplikasi misalnya tekanan darah
tinggi atau pendarahan (Fereer, 2001).
Perawatan perineum sebaiknya dilakukan di kamar mandi dengan
posisi ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi
kaki terbuka (Fereer, 2001).
2) Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah baskom dan gayung atau shower air
hangat dan handuk bersih dan kering. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah air hangat, pembalut ganti baru, celana dalam bersih
dan antiseptik (Fereer, 2001).
3) Penatalaksanaan
Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak
23
mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan
meningkatkan penyembuhan dengan prosedur pelaksanaan menurut
Hamilton (2002) adalah sebagai berikut:
Mencuci tangan.
Lepas semua pembalut dan bersihkan dari arah depan ke belakang.
Waslap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan
perlahan waslap yang sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh
lokasi luka jahitan. Jangan takut dengan rasa nyeri, bila tidak
dibersihkan dengan benar maka darah kotor akan menempel pada
luka jahittan dan menjadi tempat kuman berkembang biak.
Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa
luka benar – benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.
Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke
belakang.
Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman.
Kenakan celana dalam yang bersih dari bahan katun. Jangan
mengenakan celana dalam yang bisa menimbulkan reaksi alergi.
Cuci kembali tangan.
4) Evaluasi
Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah:
Perineum tidak lembab
Posisi pembalut tepat
Ibu merasa nyaman
c. Penanganan Komplikasi
Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi
dan perdarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan.
24
Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka. Lalu berikan terapi ampisilin
500 mg per oral 4 x sehari selama 5 hari dan metronidazol 400 mg per oral
3 x sehari selama 5 hari.
Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen dan
berikan antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam 48 jam.
- Penisilin G 2 juta unit setiap 6 jam IV
- Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24 jam IV
- Ditambah Metronidazol 500 mg peroral setiap 8 jam IV
Sesudah pasien bebas demam 48 jam berikan :
- Ampisilin 500 mg peroral empat kali sehari selama 5 hari
- Ditambah Metronidazol 400 mg peroral tiga kali sehari selam 5 hari.
Luka dapat dijahit bila telah tenang, 2-4 minggu kemudian.
Fistula rektovaginal perlu dilakukan bedah rekonstruksi 3 bulan atau lebih
pasca persalinan (Wiknjosastro, 2005).
d. Informasi Kesehatan Untuk Ibu
Menjaga daerah vulva dan perineumnya agar selalu bersih dan kering.
Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.
Mencuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga
sampai empat kali per hari.
Kembali dalam seminggu untuk memeriksakan penyembuhan lukanya.
Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau
mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika
daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
Menyarankan ibu mengkonsumsi nutrisi dan makanan bernilai gizi tinggi
Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh atau
sedikitnya minum 8 gelas sehari.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010).