kelapa sawit

22
BAB 4 KELAPA SAWIT PENGENALAN TANAMAN Gambar 1. Pohon Kelapa Sawit Sumber : SBRC Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, kelapa sawit ini pertama sekali didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 dengan membawa 4 batang bibit kelapa sawit dari Mauritius dan Amsterdam. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor yang bertujuan sebagai tanaman hias langka, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli (Sumatera Utara) pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pada pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli yang kemudian dikenal dengan jenis sawit "Deli Dura". 1

Upload: dimas-dimz-oding

Post on 03-May-2017

252 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelapa sawit

BAB 4

KELAPA SAWIT

PENGENALAN TANAMAN

Gambar 1. Pohon Kelapa Sawit

Sumber : SBRC

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, kelapa

sawit ini pertama sekali didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada

tahun 1848 dengan membawa 4 batang bibit kelapa sawit dari Mauritius dan Amsterdam.

Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor yang bertujuan sebagai tanaman hias langka,

sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli (Sumatera

Utara) pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak

nabati akibat Revolusi Industri pada pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide

membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli yang

kemudian dikenal dengan jenis sawit "Deli Dura".

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial

di Hindia Belanda oleh seorang warga negara Belgia bernama Adrien Hallet, yang diikuti

oleh K. Schadt (warga Negara Jerman). Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai

Timur Sumatera (Tanah Intan Ulu/Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123

Ha. Kemudian dibuat Pusat pemuliaan dan penangkaran yang didirikan di Marihat (terkenal

sebagai AVROS), Sumatera Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor (Malaya) pada

1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran,

Kuala Selangor menggunakan benih Dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri

penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.

1

Page 2: Kelapa sawit

Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Tumbuhan

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Palmales

Famili : Palmae

Sub – Famili : Cocoidae

Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq (Kelapa sawit Afrika)

2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera (kelapa sawit Amerika Latin)

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit terdiri atas 3

varietas:

1. Dura : memiliki ketebalan tempurung 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut

pada bagian luar tempurung, daging buah tipis, daging biji lebih besar namun

memiliki kandungan minyak yang sedikit. Dalam persilangan, varietas ini

yang digunakan sebagai pohon induk betina. Tandan buah besar dan

kandungan minyak per tandannya berkisar 18%

2. Pisifera: ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Namun daging

buah tebal dengan daging biji sangat tipis. Varietas ini dikenal sebagai

tanaman betina yang steril, karena bunga betinanya gugur pada fase ini

sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Untuk itu dalam persilangan

digunakan sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara jenis Dura

dan Pisifera akan menghasilkan varietas Tenera

3. Tenera ; memiliki sifat yang berasal dari kedua induknya (dura dan Pisifera), varietas

ini yang banyak ditanam diperkebunan saat ini. Memiliki tempurung yang

tipis, ketebalan 0,5 – 4 mm dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya.

Tandan buah yang dihasilkan lebih banyak dibanding dengan varietas Dura,

namun ukuran tandannya lebih kecil. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab

melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah

tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Persentase daging per buahnya

mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

2

Page 3: Kelapa sawit

Gambar 2. Morfologi Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang.

Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah

dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas

dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier,

begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter dan 16

meter secara horizontal.

Kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Di batang tanaman

kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas

walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang

masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna

hitam beruas.

Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung atau ayam.

Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di

kedua sisinya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun.

Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Tanaman kelapa sawit

yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau

bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak

bulat.

3

Page 4: Kelapa sawit

Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah

(mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau

cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang

berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo). Buah yang sangat muda

berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian

menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah

berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles). Setiap jenis kelapa sawit

memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji Dura Afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot

rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji Dura Deli memiliki

bobot 13 gram per biji, dan biji Tenera Afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji.

Gambar 3. Buah Kelapa Sawit

Sumber : SBRC

Kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan – hutan, lalu

dibudidayakan. Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar

mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor

utama bagi pertumbuhan kelapa sawit, di samping faktor – faktor lainnya seperti sifat

genetika, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi lainnya.

Kelapa Sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis lintang

130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika

Latin. Tanaman ini menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per tahun dengan curah

hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun dan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari

per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik

karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga

bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit. Namun curah hujan yang terlalu tinggi

kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan kebun karena mengganggu kegiatan di kebun

seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran transportasi, pembakaran sisa-sisa tanaman pada

pembukaan kebun, dan terjadinya erosi.

4

Page 5: Kelapa sawit

Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti kurang baik

bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu tidak tercapainya jumlah

curah hujan minimum yang dibutuhkan.

Tanaman kelapa sawit diperkebunan komersial dapat tumbuh dengan baik pada kisaran

suhu 24-28°C. Di daerah sekitar garis katulistiwa , tanaman sawit liar masih dapat

menghasilkan buah pada ketinggian 1.300 m dari permukaan laut. Tanaman ini

membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis

dengan kelembaban udara 80% dengan panjang penyinaran 5-12 jam/hari. Pada kondisi langit

cerah di daerah zona katulistiwa, intensitas matahari bervariasi 1.410 – 1.540 J/cm2/hari.

Tanaman Kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk

pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu, untuk mendapatkan produksi yang tinggi

dibutuhkan kandungan unsur hara yang tinggi juga. Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksi

asam dengan kisaran nilai 4,0 – 6,0 dan ber – pH optimum 5,0 – 5,5.

Teknologi perbanyakan tanaman yang dapat dilakukan pada tanaman kelapa sawit

adalah dengan kultur jaringan dan pembibitan untuk perbanyakan secara konvensional. Pada

pembiakan secara kultur jaringan, bahan tanaman kelapa sawit dapat diperoleh dalam bentuk

bibit atau klon hasil pembiakan secara kultur jaringan (tissue culture). Pengembangan kelapa

sawit sistem kultur jaringan dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada

bahan tanaman kelapa sawit yang berasal dari biji yang umumnya memiliki keragaman dalam

produksi, kualitas minyak, pertumbuhan vegetatif, dan ketahanan terhadap hama – penyakit.

Bibit kelapa sawit yang diperoleh dengan sistem kultur jaringan ini disebut dengan klon

kelapa sawit. Pembibitan klon meliputi pembibitan awal (pre nursery) selama 3 bulan dan

pembibitan utama (main nursery) selama 9 bulan. Sebelum pembibitan awal dilakukan,

planlet (tanaman baru) perlu melewati fase aklimatisasi, yaitu proses adaptasi planlet dari

kondisi laboratorium menjadi kondisi lingkungan alami di luar.

Tanaman Kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal sesuai dengan

ketersediaan lahan yang akan dibuka menjadi lahan kelapa sawit. Cara membuka untuk

tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia.

1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak belukar

atau areal yang ditumbuhi lalang.

2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan

tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas tanaman perkebunan

lainnya.

5

Page 6: Kelapa sawit

3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami kelapa

sawit.

Pada tahap pertama dibuat rancangan larikan (barisan) tanaman serta pancang sebagai

titik tanam, dimana bibit kelapa sawit akan ditanam. Pengajiran atau memancang adalah

menentukan tempat – tempat yang akan ditanam bibit kelapa sawit. Letak ajir (pancang)

harus tepat, sehingga terbentuk barisan ajir yang lurus dilihat dari segala arah, dan kelak

setiap individu tanaman pun akan lurus teratur serta memperoleh tempat tumbuh yang sama

luasnya. Dalam keadaan yang demikian, tanaman mempunyai peluang untuk tumbuh dan

berkembang dalam kondisi yang tidak berbeda.

Lubang tanam harus dibuat beberapa minggu sebelum penanaman agar tanah yang

digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim sehingga terjadi perbaikan tanah secara

fisika ataupun kimia dan dapat dilakukan pemeriksaan lubang baik ukurannya maupun

jumlah per hektarnya. Pembuatan lubang yang dilakukan pada saat tanam atau hanya 1-2 hari

sebelum tanam tidak dianjurkan. Lubang tanam kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran

60 cm x 60 cm x 60 cm, pada saat menggali, tanah atas ditaruh di sebelah dan tanah bawah di

sebelah selatan lubang.

Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit.

Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan (Legume cover crops, LCC) yang ditanam

untuk menutup tanah yang terbuka di antara kelapa sawit karena belum terbentuk tajuk yang

dapat menutup permukaan tanah. Penanaman tanaman kacangan penutup tanah bertujuan

untuk memperbaiki sifat – sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah terjadinya erosi,

mempertahankan kelembaban tanah, dan menekan tumbuhan pengganggu (gulma).

Upaya pengendalian gulma telah dilaksanakan dengan menanami tanah di antara

tanaman kelapa sawit (gawangan) dengan tanaman kacang penutup tanah dan membuat

piringan di sekeliling tiap individu tanaman. Pengendalian gulma pada tanaman

menghasilkan dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya saingan terhadap tanaman pokok,

memudahkan pelaksanaan pemeliharaan, dan mencegah berkembangnya hama dan penyakit

tertentu.

Pemupukan tanaman bertujuan untuk menyediakan unsur – unsur hara yang

dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan generatif, sehingga diperoleh hasil yang optimal.

Pemberian pupuk pada kelapa sawit diatur dua kali dalam setahun. Pemberian pupuk yang

pertama dilakukan pada akhir musim hujan yaitu bulan Maret – April dan pemberian pupuk

kedua dilakukan pada awal musim hujan yaitu bulan September – Oktober.

6

Page 7: Kelapa sawit

Pemangkasan atau disebut juga penunasan adalah pembuangan daun – daun tua atau

yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit, pada tanaman muda sebaiknya tidak

dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud mengurangi penguapan oleh daun pada saat

tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal perkebunan agar proses metabolisme

tanaman berjalan lancar, terutama proses fotosintesis dan respirasi.

Tanaman kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama dan penyakit tanaman sejak

di pembibitan hingga di kebun pertanaman. Hama dan penyakit dapat merusak bibit, tanaman

muda yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman yang sudah menghasilkan (TM).

Beberapa jenis hama dan penyakit dapat menimbulkan kerugian yang besar pada bibit,

tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Oleh karena itu,

pengendalian terhadap hama dan penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar.

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun.

Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah

kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulitnya. Buah akan berubah menjadi merah

jingga ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah

maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai

tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol. Proses pemanenan pada tanaman

kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan

mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.

POLA PENYEBARAN TANAMAN

Peta penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencakup 22 provinsi dengan

luas areal tanaman pada tahun 2008 (sementara) sebesar 7.007.876 ha. Provinsi yang

mempunyai luas areal terbesar Riau dengan luas 1.547.940 ha. Peringkat kedua dan ketiga

yaitu provinsi Sumatera Utara 979.541 ha dan Sumatera Selatan 630.440 ha. Komposisi

kepemilikan usaha yang paling dominan di tahun 2007 yaitu Perkebunan Besar Swasta

Nasional (PBSN) sebesar 50,53%, disusul kemudian oleh Perkebunan Rakyat (PR)sebesar

40,80 % dan Perkebunan Negara (PBN) sebesar 8,68 %.

Komposisi Tanaman Belum Menghasilkan(TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM)

masih hampir berimbang. Diperkirakan, dalam masa yang akan datang produktivitas lahan

akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman dari tanaman muda

menjadi tanaman remaja. Pulau yang paling luas perkebunan kelapa sawitnya yaitu Pulau

Sumatera, yaitu 76,93% dari luas perkebunan kelapa sawit Indonesia. Daerah yang

menjanjikan perkembangan pesat di masa yang akan datang yaitu Pulau Kalimantan dan

7

Page 8: Kelapa sawit

Papua, walaupun masih tergantung dari pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah.

Gambar 4. Peta Sebaran Kelapa SawitSumber : Website Direktorat Pengembangan Potensi Daerah - Badan Koordinasi Penanaman Modal

51%38%

11%

Produksi (ton)Tahun 2007

PBSNPRPBN

51%41%

9%

Luas Areal (ha) Tahun 2007

PBSNPRPBN

Untuk wilayah Indonesia, lahan perkebunan kelapa sawit sangat luas tersedia. Hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Yang Tersedia

No Nama Daerah Luas Lahan1 Bangka-Belitung Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 133,284.002 Banten Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 14,893.00

8

Page 9: Kelapa sawit

3 Bengkulu Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 165,221.004 Irianjaya Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 31,734.005 Jambi Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 448,899.006 Jawa Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 9,831.007 Kalimantan Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 492,112.008 Kalimantan Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 243,451.009 Kalimantan Tengah Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 571,874.0010 Kalimantan Timur Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 237,765.0011 Kepulauan Riau Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 6,933.0012 Lampung Lahan yang Tersedia (Ha): 157,229.0013 Nanggroe Aceh Darussalam Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 308,560.0014 Papua Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 29,736.0015 Riau Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 1,547,940.0016 Sulawesi Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 75,154.0017 Sulawesi Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 24,490.0018 Sulawesi Tengah Lahan yang Tersedia (Ha): 48,431.0019 Sulawesi Tenggara Lahan yang Tersedia (Ha): 2,966.0020 Sumatera Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 315,618.0021 Sumatera Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 630,440.0022 Sumatera Utara Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 979,541.00

Sumber : Direktorat Pengembangan Potensi Daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal

Perkembangan luas areal, produksi, produkstivitas dan ekspor-impor komoditas

kelapa sawit 2002-2007 dapat dilihat pada beberapa tabel dibawah ini.

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut

Pengusahaan Jenis Produksi Minyak Sawit

TahunLUAS AREAL (ha) PRODUKSI MINYAK SAWIT/CPO (ton)

PR PBN PBSN JUMLAH PR PBN PBSN JUMLAH

20042.230.33

8606.865 2.458.520 5.284.723 3.847.157 1.617.706

5.365.52

610.830.389

20052.356.89

5529.854 2.567.068 5.453.817 4.500.769 1.449.254

5.911.59

211.861.615

20062.549.57

2687.428 3.357.914 6.594.914 5.783.088 2.313.729

9.254.03

117.350.848

20072.752.17

2606.248 3.408.416 6.766.836 6.358.389 2.117.035

9.189.30

117.664.725

2008*2.903.33

2607.419 3.497.125 7.007.876 6.683.020 2.124.358

9.282.12

518.089.503

9

Page 10: Kelapa sawit

2009**3.204.02

2617.169 3.500.706 7.321.897 7.209.067 2.253.358

9.977.86

719.440.291

Sumber :Direktorat Jenderal Perkebunan

*) Sementara

**) Estimasi

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut

Pengusahaan Jenis Produksi Minyak Inti Sawit

Tahun

LUAS AREAL (ha) PRODUKSI MINYAK INTI SAWIT/KPO (ton)

PR PBN PBSNJUMLA

HPR PBN PBSN JUMLAH

2004 2.230.338 606.865 2.458.520 5.284.723 730.960 355.895 1.180.416 2.267.271

2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817 855.146 318.836 1.300.550 2.474.532

2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914 1.156.618 462.746 1.850.806 3.470.170

2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 1.271.678 423.407 1.837.860 3.532.945

2008* 2.903.332 607.419 3.497.125 7.007.876 1.336.604 424.872 1.856.425 3.617.901

2009*

*3.204.022 617.169 3.500.706 7.321.897 1.441.813 450.672 1.995.573 3.888.058

Sumber :Direktorat Jenderal Perkebunan

*) Sementara

**) Estimasi

Tabel 4. Volume dan Nilai Impor Indonesia

Tahun

IMPOR JumlahMinyak Kelapa Sawit Minyak Inti SawitVolume

(ton)Nilai

(000.US$)Volume

(ton)Nilai

(000.US$)Volume

(ton)Nilai

(000.US$)2003 4.014 2.201 1.592 1.066 5.606 3.2672004 4.320 1.937 3.564 3.157 7.884 5.0942005 10.810 5.374 3.257 2.992 14.067 8.3662006 1.645 1.287 1.386 1.207 3.031 2.4942007 1.067 1.023 5.594 6.013 4.661 7.036

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Tabel 5. Volume dan Nilai Ekspor Indonesia

Tahun

EKSPORJumlahMinyak Sawit dan Minyak

Sawit LainnyaMinyak Inti Sawit dan

Minyak Inti Sawit LainnyaVolume

(ton)Nilai

(000.US$)Volume

(ton)Nilai

(000.US$)Volume

(ton)Nilai

(000.US$)2003 6.386.409 2.454.626 659.894 264.678 7.046.303 2.719.3042004 8.661.647 3.441.776 904.327 502.681 9.565.974 3.944.4572005 10.375.792 3.756.557 1.043.195 587.746 11.418.987 4.344.3032006 10.471.915 3.522.810 1.274.039 616.476 11.745.954 4.139.2862007 11.875.418 7.868.640 1.335.324 997.805 13.210.742 8.866.445

10

Page 11: Kelapa sawit

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Pemanfaatan Kelapa Sawit

Gambar 5. Pohon Industri Kelapa Sawit

Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia.

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit, sehingga merupakan

salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas

bagi Indonesia. Kebutuhan buah kelapa sawit meningkat tajam seiring dengan meningkatnya

11

Page 12: Kelapa sawit

kebutuhan CPO dunia. Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah

buahnya, bagian daging buah inilah yang menghasilkan minyak kelapa sawit mentah

(CPO/Crude Palm Oil) yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Dengan

meningkatnya harga minyak mentah dunia, menjadikan CPO sebagai pilihan untuk bahan

baku pembuatan bioenergi.

Produk turunan dari CPO adalah minyak goreng, dimana saat ini minyak goreng kaya

akan vitamin A, omega-3. Selain itu minyak kelapa sawit dapat juga dibuat baking dan frying

shortening, margarine, sabun, baja, kawat, radio, kulit, pelumas, biodesel, biolilin dan

bioemolien. Sedangkan minyak dari inti sawit dibuat sebagai bahan baku minyak alkohol dan

industri kosmetik.

Limbah dari tandan kosong sawit dapat diolah menjadi kertas, serat untuk polypot,

papan partikel, serat berlateks, pembuatan arang/briket, sebagai pengurai serat tandan kosong

sawit, dan beberapa produk lainnya. Sedangkan sisa dari pengolahan buah sawit sangat

potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Prospek Pengembangan Kelapa Sawit

Semakin meningkatnya konsumsi minyak solar yang berasal dari sumber energi fosil

atau sumber energi yang tak terbarukan, dan semakin terbatasnya cadangan minyak, telah

menyebabkan peningkatan impor minyak solar yangmakin meningkat setiap tahunnya. Oleh

karena itu untuk meningkatkan ketahanan energi nasional sebagai salah satu negara tropis

yang memiliki berbagai jenis tanaman, Indonesia perlu memanfaatkan sumber

nergiterbarukan biomasa yang ada sebagai pengganti minyak. Disamping itu, semakin

meningkatnya harga minyak mentah dunia ikut mendorong pemanfaatan energi alternatif

sebagai pengganti bahan bakar minyak karenasecara ekonomi akan makin layak.

Kelapa Sawit merupakan tanaman yang telah dibudidayakan secara intensif di

Indonesia, khususnya dalam pembuatan CPO (crude plam oil) sebagai bahan dasar

pembuatan minyak goreng, sabun di dalam negeri atau dieskpor. Oleh karena itu, bila ditinjau

terhadap kesiapan ketersediaan bahan baku, maka kelapa sawit merupakan bahan yang paling

potensial untuk dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Hanya pemanfaatan

CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel perlu dilaksanakan secara bijaksana dan

hati-hati, karena fungsinya saat ini sebagai bahan baku minyak goreng yang termasuk bahan

makanan. Mungkin akan lebih baik bila dikembangkan lahan kelapa sawit untuk produksi

biodiesel, diluar terpisah lahan kelapa sawit saat ini yang diperuntukkan sebagai bahan baku

minyak goreng, kosmetik dan ekspor.

12

Page 13: Kelapa sawit

Dalam rangka memacu industri kelapa sawit nasional, Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(PPKS) secara khusus sejak tahun 1992 mengembangkan biodiesel berbahan baku minyak

kelapa sawit mentah (CPO) yang berpeluang menjadi salah satu sumber energi alternatif.

Penelitian biodiesel dilakukan pada berbagai kondisi proses, jenis proses, bahan baku, dan

bahan pendukung. Bahan baku biodiesel yang diteliti semuanya berasal dari produk sawit,

seperti CPO (crude palm oil), RBDPO (refined bleached deodorized palm oil), olein, stearin,

dan PFAD (palm fatty acid destilated) dalam berbagai kondisi dan kualitas. Biodiesel

produksi PPKS telah diuji coba sejak tahun 2001 untuk mesin-mesin pertanian dan kendaraan

transportasi. Pada akhir tahun 2004 telah dilakukan road test Medan - Jakarta dengan

menggunakan B-10 pada kendaraan truk dan mobil.

Kendala pengembangan biodiesel adalah menyangkut harga pokok CPO yang tinggi

di pasar dunia sehingga harga biodiesel cenderung lebih mahal dibanding BBM jenis solar.

dibidang pemasaran, biodiesel belum memiliki sistem pasar yang terstruktur dan tertata

dengan rapi seperti manajemen pemasaran BBM oleh Pertamina. Selain itu, masih minimnya

pemahaman di tengah masyarakat karena kurangnya sosialisasi mengenai biodiesel sehingga

muncul stigma yang menyatakan bahwa BBM yang berasal dari fosil lebih baik bagi

kendaraan bermotor dibanding biofuel. Masih kurangnya pengembangan dan penggunaan

biodiesel juga diakibatkan belum adanya infrastruktur kelembagaan, sehingga biodiesel

belum tersentuh pelaku pasar bahan bakar transportasi atau karena belum mengerti manfaat

ekonomi makro.

Kebijakan pemerintah dalam hal bahan bakar nabati (BBN) dituangkan dalam

Perpres No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan Inpres No. 1 tahun 2006

tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels) sebagai bahan bakar lain.

Kebijakan ini merupakan payung hukum dalam pengembangan BBN. Namun demikian

masih diperlukan peraturan yang lebih detail tentang jenis biodiesel untuk transportasi dan

untuk industri serta standar mutu baku setiap jenis produk biodiesel. Jaminan pasokan bahan

baku dan insentif bagi produsen dan pengguna biodiesel, seperti pembebasan pajak

pertambahan nilai biodiesel untuk jangka waktu tertentu juga dapat mendorong

pengembangan biodiesel. Di negara maju, untuk mengurangi pemakaian bahan bakar fosil

pemerintah memberlakukan pajak tinggi bagi bahan bakar fosil. Sementara itu, bahan bakar

nabati (BBN) seperti biodiesel dan bioetanol tidak dikenai pajak, sehingga fluktuasi harga

minyak mentah tidak terlalu berpengaruh terhadap biodiesel. Di Indonesia, kebijakan pajak

semacam itu belum bisa diterapkan.

13

Page 14: Kelapa sawit

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Pengembangan Teknologi Kelapa Sawit, www.deptan.co.id, akses 20 April 2009

Anonim, 2008, Kajian Pasar dan Produksi Minyak Kelapa Sawit, www.deptan.co.id, akses 10 April 2009

Departemen Pertanian, 2005, Prospek dan Arah Pengembangan, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Katalog BPS, 2008, Statistik Indonesia

Pahan, Iyung, 2008, Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Penebar Swadaya, Jakarta

Setyamidjaja, D, 1991, Budidaya Kelapa Sawit, Kanisius, Yogyakarta

Statistik, 2009, Perkebunan Indonesia, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan

Susila, W. R., 2004, Peluang Investasi Bisnis Kelapa Sawit di Indonesia, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia

14

Page 15: Kelapa sawit

15