kelompok 16
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu dan hikmah kepada kita
semua, sehingga kita dapat menjalankan tugas-tugas dengan baik. Semoga Allah SWT
berkenan senantiasa menambahkan ilmu dan iman kita, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini sesuai waktu dengan judul “Komitmen Bermuhammadiyah”.
Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita
Nabi Muhammad SAW. Yang telah berjasa merubah peta kekafiran menjadi hidayah yang
menerangi alam semesta.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penilaian mata kuliah
kami yaitu Kemuhammadiyahan. Makalah ini telah selesai karena atas izin dari Allah SWT
dan bantuan serta bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih
setinggi-tingginya semoga Allah SWT membalas amal baiknya. Makalah ini hanya sekedar
salah satu sarana untuk sumber pembelajaran. Dan masih banyak lagi sumber yang perlu
digali.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca. Kritik dan saran selalu penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Jakarta, 14 Desember 2013
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ 1
DAFTAR ISI............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan............................................................................... 3
D. Penulisan.......................................................................................... 3
E. Sistematika Penulis............................................................................ 3
BAB II KOMITMEN BERMUHAMMADIYAH
A. Iftitah............................................................................................... 4
B. Komitmen Bermuhammadiyah.............................................................. 5
1. Niat Ikhlas Lillahi Ta’ala............................................................... 6
2. Menjalankan Fungsi Ibadah dan Kekhalifaan.................................... 7
3. Amal dan Jihad Fi Sabilillah.......................................................... 8
4. Konsisten dalam Berkhidmat.......................................................... 9
5. Berpaham Agama Sesuai Paham Islam dalam Muhammadiyah........... 9
6. Berideologi Muhammadiyah........................................................... 11
7. Memperkokoh Sistem Gerakan........................................................ 12
8. Mengmabangkan Wawasan............................................................. 13
9. Taat Asas dan Keputusan Organisasi................................................ 14
10. Bermusyawarah dan Ukhuwah......................................................... 15
11. Mengemban Amanat dan Menjadi Pelaku Gerakan............................. 16
12. Memajukan Muhammadiyah........................................................... 18
13. Berkiprah dalam Memajukan Umat, Bangsa, dan Dunia Kemanusiaan.. 18
BAB III PENUTUP..................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 21
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mengetahui pengertian mengenai komitmen dalam bermuhammadiyah, serta
hubungannya dalam mengemban misi dan usaha-usaha yang diinginkan oleh Muhammadiyah
untuk mencapai tujuan utamanya.
B. Rumusan Masalah
Apakah yang disebut sebagai komitmen bermuhammadiyah?
Apa saja komitmen yang dibutuhkan dalam berkiprah di Muhammadiyah?
C. Tujuan Penulisan
Agar dapat mengetahui, menjelaskan, menerapkan, serta mengamalkan komitmen-
komitmen dalam berkiprah di Muhammadiyah.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan, yaitu dalam
mencari bahan-bahan yang diperlukan dan sesuai dengan judul makalah ini melalui
buku studi kemuhammadiyahan.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab yang secara sistematis disusun menurut urutan
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Komitmen Bermuhammadiyah
BAB III : Penutup
3
BAB II
KOMITMEN BERMUHAMMADIYAH
A. IFTITAH
Komitmen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) ialah perjanjian atau
keterikatan untuk melakukan sesuatu. Komitmen ber-Muhammadiyah berarti keterikatan
untuk melakukan sesuatu dalam mengemban misi dan usaha-usaha yang diinginkan oleh
Muhammadiyah untuk melaksanakan gerakannya guna mencapai tujuan utamanya yaitu
terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Komitmen yang demikian sifatnya
panggilan batin yang diwujudkan dalam berbagai tindakan yang selaras dengan panggilan itu,
sehingga menunjukkan kesetiaan pada perjuangan Muhammadiyah apapun, dimana pun dan
dalam keadaan bagaimanapun.
Ada contoh teladan dalam hal komitmen di Muhammadiyah. Pada suatu hari,
Fakhrudin muda menghadap Kyai Ahmad Dahlan dan mengutarakan maksudnya untuk tidak
aktif lagi (sementara) dalam Muhammadiyah karena terdesaknya hidupnya dan ingin
konsentrasi mencari nafkah, berniaga, atau berdagang. Kyai Ahmad Dahlan dengan arif
mempersilahkannya, tetapi sambil bertanya: “apa engkau kira setelah meninggalkan
Muhammadiyah dan lalu berdagang saja engkau menjadi kaya? Bukankah hanya Allah yang
memberi rezeki?”. Fakhrudin merasa malu hati dengan Kyai Ahmad Dahlan, akhirya tidak
jadi berhenti sementara dari aktif dalam Muhammadiyah. Dibelakang hari terbukti Fakhrudin
kemudian menjadi tokoh Muhammadiyah yang cerdas dan pemberani, sehingga termasuk
menjadi satu panutan Muhammadiyah generasi awal. Dia menjadi aorator ulung, penggerak
yang tak kenal lelah, penulis yang kritis, bahkan menjadi “pemberontak” pemerintah colonial
yang pemberani. Dikemudian hari, tahun 1926 ketika Sarekat Islam (SI) mendisiplinkan
keanggotaan rangkap dengan Muhammadiyah, Fakhrudian yang semula disangka Agus Salim
akan lebih memilih SI, justru lebih memilih Muhammadiyah. Itulah contoh tentang komitmen
dalam ber-Muhammadiyah.
Bagi setiap anggota, lebih-lebih kader dan pimpinan, dan siapapun yang berada di
dalam rumah besar Muhammadiyah dituntut komitmennya untuk berkiprah menggerakkan
Muhammadiyah. Termasuk bagi siapapun yang berada di amal usaha dan berbagai lembaga
Muhammadiyah. Bagaimana mengikuti paham Muhammadiyah. Bagaimana Mengemban
misi dan berkiprah dalam Muhammadiyah. Jadi bukan berada di dalam Muhammadiyah tapi
4
tanpa komitmen, apalagi sampai berkomitmen pada gerakan lain. Sungguh tidak berarti bagi
Muhammadiyah manakala berada dalam rumah gerakan Islam ini tetapi tidak berkomitmen
apalagi justru berkomiten pada misi dan kepentingan gerakan lain, sehingga yang demikian
bukan hanya tidak etis tetapi akan mengeroposkan Muhammadiyah. Muhammadiyah sekedar
jadi tempat perjuangan diri sendiri, menjadi batu loncatan, apalagi menjadi kuda tunggangan
semata. Di sinilah ujian komitmen dalam ber-Muhammadiyah.
B. KOMITMEN BERMUHAMMADIYAH
Berada dan aktif dalam Muhammadiyah bukanlah sekedar keterlibatan fisik, tetapi
lebih fundamental bagi keterlibatan moral atau mental, termasuk didalamnya pikiran dan
pengkhidmatan. Komitmen itu merupakan perpaduan ikrar batin, kesetiaan, dan tindakan
untuk berada dalam rumah Muhammadiyah lahir dan batin, serta melakukan tindakan-
tindakan yang selaras dan bahkan memperjuangkan misi Muhammadiyah dengan sepsenuh
hati. Itulah yang disebut sikap atau komitmen ber-Muhammadiyah, yakni keterlibatan yang
penuh (totalitas) kesetiaan dari yang bersifat fisik hingga mental, pemikiran, dan tindakan.
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah dikatakan bahwa anggota Muhammadiyah
selain memenuhi persyaratan administratif, juga harus menyetujui maksud dan tujuan
Muhammadiyahserta bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah
(AD Pasal 4 Ayat 1). Adapun kewajiban anggota ialah:
a) Taat menjalankan ajaran Islam,
b) Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya,
c) Berpegang teguh kepada kepribadian serta keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah,
d) Taat pada peraturan Muhammadiyah, keputusan musyawarah, dan kebijakan
pimpinan pusat,
e) Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan
usahanya,
f) Membayar iuran anggota, dan
g) Membayar infaq (AD Pasal 4 Ayat 7)
Dalam ber-Muhammadiyah (aktif dan menggerakkan Muhammadiyah) khususnya
bagi anggota, lebih-lebih pimpinannya diberbagai lini termasuk di amal usaha dan organisasi
otonomnya, komitmen itu sangatlah penting. Ibarat pepatah bahwa air sungai tergantung dari
hulu, maka komitmen merupakan sumber dari tingkat keterlibatan anggota dalam
5
Muhammadiyah. Jika dicarikan substansi dari sikap ber-Muhammadiyah, maka terdapat 13
komitmen yang dibutuhkan dalam berkiprah di Muhammadiyah, termasuk di amal usahanya,
yakni sebagai berikut:
1. Niat Ikhlas Lillahi Ta’ala
Ber-Muhammadiyah itu harus ikhlas karena Allah, bukan karena kepentingan-
kepentingan duniawi sesaat. Niat adalah landasan utama suatu tindakan, “Innama
a’malu bi al-niyat” (Al-Hadits). Kyai Ahmad Dahlan berpesan, “al-Naasu kullu hum
mauta illa al-‘ulama, wa al’ulama mutahairuna illa al-‘amiluna, wa al’amiluna ‘ala
wajali illa al-mukhlashun” (Imam Al-Ghazali).
Jangan salah niat, bisa salah jalan, salah kaprah, salah tujuan. Kalau ber-
Muhammadiyah tidak ikhlas, maka akan mudah kecewa, putus asa, dan lari, lebih-
lebih ketika menghadapi masalah. Sekali salah niat dalam ber-Muhammadiyah, maka
akan selamanya akan mengalami salah kaprah, kecewa, dan sia-sia. Niat ikhlas karena
Allah merupakan ruh dari sikap dan ikhtiar berkiprah dalam Muhammadiyah.
Jika berkiprah dalam Muhammadiyah hanya untuk mencari nafkah, maka
hanya nafkah yang diperoleh. Jika memiliki motif dan tujuan-tujuan yang bersifat
politik atau jangka pendek, maka boleh jadi dapat tercapai, tetapi hanya itulah yang
dapat diraih. Lagipula Muhammadiyah didirikan bukan untuk kepentingan-
kepentingan pragmatis seperti itu, yang demikian mungkin lebih cepat sebagai
perusahaan atau partai politik. Muhammadiyah bukan tempat lapangan kerja, juga
bukan kendaraan politik. Tapi, manakala berada dan berkiprah dalam Muhammadiyah
karena ikhlas untuk menjadi bagian dari misi dan perjuangan Muhammadiyah dalam
usaha menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, maka insya Allah akan memperoleh pahala
di dunia dan di akhirat.
Disinilah pentingnya niat ikhlas dalam ber-Muhammadiyah dan berada dalam
Muhammadiyah. Niat sebagai perpaduan ikrar batin, lisan, dan tindakan untuk
berkiprah dalam Muhammadiyah karena Allah semata, sehingga hidup ini bermakna
dan di akhirat kelak dapat memperoleh ridha dan karunia-Nya. Jika dalam praktiknya
karena ikhtiar dan kemampuan atau profesi memperoleh pahala (kompensasi) lahir
dalam berkiprah di Muhammadiyah maka hal seperti itu sebagai hal wajar sesuai
kadar dan keperluan, tetapi selebihnya selalu ada niat dan tindakan yang bernilai
pahala akhirat, sehingga dapat diraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
6
2. Menjalankan Fungsi Ibadah dan Kekhalifaan
Ber-Muhammadiyah tidak lain sebagai wujud dari ibadah kepada Allah, sekaligus
menjalankan fungsi kekhalifaan di muka bumi. Jadi bukan sekedar pekerjaan atau
keterlibatan praktis belaka. Allah menitahkan manusia dan jin untuk beribadah.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”. (Qs. Adz-Dzariat: 56).
Dengan spirit ibadah, berkiprah dalam Muhammadiyah berarti merupakan
jalan lurus bertaqarrab kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya,
menjauhkan larangan-larangan-Nya, dan melaksanakan apa yang diizinkannya dalam
kehidupan, sehingga meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Spirit beribadah ialah
kepasrahan dan pengkhidmatan total yang penuh makna dalam hidup. Jadi tidak sia-
sialah hidup ini.
Sedangkan fungsi kekhalifahan ditegaskan Al-Qur’an. “Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 30). Fungsi kekhalifaan ialah
memakmurkan bumi ciptaan Allah dengan sebaik-baiknya (Qs. Hud: 61),
membangunnya dan tidak merusaknya (Qs. Al-Baqarah: 11). Spirit kekhalifahan ialah
mengemban amanat Tuhan, sehingga hidup dan alam semesta dengan seluruh isinya
ini dapat dimanfaatkan sebagai rahmat, berkah, dan maslahat. Dengan spirit
kekhalifahan, manusia dengan akal pikiran yang dianugerahkan Allah dan ajaran
Islam yang menjadi pedoman dari-Nya menjadikan hidup bermakna dan berguna
dalam bingkai Sunnatullah.
Dengan fungsi ibadah dan kekhalifahan, maka kiprah ber-Muhammadiyah
selain harus optimal, juga melekat fungsi hidup untuk kemaslahatan di dunia dan
akhirat. Ber-Muhammadiyah merupakan sarana menjalankan ibadah dan kekhalifahan
di muka bumi, bukan kiprah yang sia-sia tanpa tujuan. Hidup menjadi penuh arti dan
fungsi yang maslahat, bukan kesia-siaan. Dengan demikian, baik usaha maupun duka,
berkiprah dalam Muhammadiyah menjadi sebuah lambang kesyukuran dan
pengkhidmatan unutk meraih ridha dan karunia Allah.
7
3. Amal dan Jihad Fi Sabilillah
Ber-Muhammadiyah tidak lain sebagai ikhtiar perjuangan untuk menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam guna terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Karena itu harus dilakukan dengan penuh kesungguhan, tidak boleh
minimalis. Ber-Muhammadiyah merupakan amal jihad fi sabilillah, yakni berjuang di
jalan Allah melalui berbagai usaha dalam Persyarikatan guna meraih ridha dan
karunia-Nya. Dengan semangat jihad fi-sabilillah maka akan dikerahkan segala
kemampuan berupa pikiran, tenaga, harta, relasi, jaringan, dan anugerah Allah
lainnya. Kyai Dahlan mengajarkan kepada murid-muridnya ayat Al-Qur’an tentang
jihad berikut ini:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi
Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang
sabar”. (Qs. Ali Imran: 142).
Jihad ialah bekerja sungguh-sungguh untuk meraih keridhaan dan karunia
Allah. Karena itu hasilnya pun insya Allah selain akan optimal maka akan bermakna.
Dengan spirit jihad dalam ber-Muhammadiyah tidak akan ada perasaan malas, patah
arang, kecewa, dan sia-sia. Orang berjihad bahkan ketika meninggalpun dianggap
hidup, karena betapa harumnya pengabdian sang mujahid. Manakala setiap orang
Muhammadiyah berkiprah dengan ruh jihad, maka insya Allah Muhammadiyah akan
meraih keberhasilan dalam gerakannya. Hal ringan maupun berat dapat dipikul
bersama dengan penuh spirit dan langkah yang bermakna dan sarat dengan atos kerja
tinggi. Namun sebaliknya, manakala etos jihad lemah atau luntur dalam ber-
Muhammadiyah, maka apapun akan mengalami kegagalan atau tidak membuahkan
hasil yang optimal sebagaimana harapan. Bagi anggota, kader, dan pimpinan
Muhammadiyah di level mana pun kiranya perlu membangkitkan kembali etos jihad
dalam ber-Muhammadiyah agar gerakan Islam ini berhasil melipargandakan usaha
dan hasilnya yang diperoleh disegala bidang garapan yang diembannya. Insya Allah
karena jihad, maka amalan yang dilakukan melalui Muhammadiyah tidak akan salah
alamat, tentu akan berujung pada “mardhatillah”.
8
4. Konsisten dalam Berkhidmat
Ber-Muhammadiyah itu tidaklah ringan karena selain banyak masalah dan tantangan,
juga pengorabanan. Di sinilah setiap anggota Muhammadiyah, lebih-lebih
pimpinannya harus memilikinya harus memiliki konsistensi dalam berkhidmat di
Muhammadiyah. Harus ada konsistensi antara lisan dan perbuatan, teori, dan
tindakan, serta keputusan dan kegiatan. Dalam ber-Muhammadiyah tidak hanya bil-
llisan, tetapi juga bil-hal dan harus sepenuh pengabdian atau pengkhidmatan. Hanya
pengkhidmatan yang penuh maka Muhammadiyah akan tumbuh dan maju. Allah
tidak suka pada hambanya yang tidak konsisten sebagaimana firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak
kamu kerjakan?” (Qs. Ash-Shaff [61]: 2).
Ber-Muhammadiyah itu, apalagi bagi kader dan pimpinan, hendaknya
konsisten antara niat, lisan, dan tindakan. Setelah dilantik jadi pengurus, apalagi
dengan ikrar atau komitmen berkhidmat, maka selanjutnya berkiprah secara
istiqamah. Jangan sampai aktif keitka awal dilantik, kemudian vakum untuk sekian
lama, lalu aktif kembali kalau ada Mukatamar, Musywil, Musyda, Muscab, dan
Musyran. Jika hal seperti itu yang terjadi, maka ber-Muhammadiyah ala bedug, yang
isi hanya pinggirnya, tidak di tengahnya. Di sinilah pentingnya konsistensi.
Konsistensi itu bukan sekedar dalam niat, tetapi juga dalam lisan dan tindakan.
Kendati dari lisan banyak keluar untaian dalil agama, tetapi manakala dalam praktik
tidak menunjukkan konsistensi dalam ber-Muhammadiyah dan berkiprah hanya
melalui Muhammadiyah, maka belum dikatakan konsisten. Sekali ber-
Muhammadiyah, tetap ber-Muhammadiyah, dan tidak berbelok ke gerakan lain baik
terang-terangan maupun samar-samar.
5. Berpaham Agama Sesuai Paham Islam dalam Muhammadiyah
Ber-Muhammadiyah itu yang paling fundamental harus bersandarkan pada keyakinan,
pemahaman, dan pengamalan Islam sesuai dengan paham agama dalam
Muhammadiyah. Keputusan Tarjih dan segala pandangan resmi Muhammadiyah
mengenai agama dengan seluruh pemikirannya harus menjadi acuan anggota
Muhammadiyah, termasuk dalam berhari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Muhammadiyah selalu kokoh dan isitqamah dalam memutuskan segala perkara, lebih-
9
lebih yang menyangkut urusan diniyah (keagamaan). Bahkan sejak kelahirannya,
Muhammadiyah berdiri karena dan untuk Islam, lil-izzat al-Islam wal-muslimin,
karena itu setiap anggotanya haruslah kokoh dan istiqamah pula dalam beragama
Islam sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui” (Qs. Ar-Rum [30]: 30).
Dengan meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam sesuai paham
agama dalam Muhammadiyah maka setiap anggota selain menunjukkan ketaatan pada
paham dan misi Islam yang diemban Muhammadiyah, sekaligus menunjukkan
kemantapan dalam ber-Muhammadiyah. Bahwa ber-Muhammadiyah itu merupakan
aktualisasi berislam, yakni Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang sahih serta mengembangkan ijtihad dan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa
ajaran Islam. Paham Islam yang murni dan berkemajuan, yang berdimensi pemurnian
(purifikasi) sekaligus pembaruan (tajdid, dinamisasi, reformasi), sehingga
menampilkan corak Islam yang rahmatan lil’alamin.
Dalam berpaham agama seorang anggota, apalagi kader dan pimpinan, dapat
diuji pemihakannya bukan hanya dalam pemikiran tetapi juga dalam amalan. Dari
pemikiran boleh jadi banyak gerakan-gerakan Islam yang sepaham dengan
Muhammadiyah dari segi pemurniannya saja, tetapi minus orientasi tajdid atau
kemajuan, atau sebaliknya, maka tidaklah sama dengan Muhammadiyah. Demikian
pula manakala sama pun dalam paham agamanya, tetapi jika gerakan Islam itu
gerakan politik, maka apapun tetap berbeda dan harus dipisahkan atau dijauhkan dari
Muhammadiyah. Bahkan kalaupun sama semuanya tetapi karena organisasi lain,
maka harus, tetap istiqamah dalam Muhammadiyah.
Adapun dalam amalan sangatlah jelas. Jika Muhammadiyah melalui Tarjih
yang telah ditanfidzkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengambil keputusan
yang bersifat diniyah (keagamaan) maupun soal-soal lain yang bersentuhan dengan
aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat duniawiyah, maka semua anggota apalagi
kader dan pimpinan haruslah “Sani’na wa ath’na”. Contohnya, manakala
Muhammadiyah telah menetapkan awal bulan Ramadhan untuk berpuasa, Hari Raya
10
Idul Fitri dan Idul Adha, maka semuanya harus mengikuti apa yang telah menjadi
keputusan Muhammadiyah itu, jangan malah mengikuti keputusan paham pihak lain.
Masalah agama tidaklah main-main, juga tidak dapat dipertukarkan untuk
kepentingan politik dan pertimbangan-pertimbangan keduniawian. Dalam beragama
di Muhammadiyah jangan mengikuti waham dan paham sendiri.
6. Berideologi Muhammadiyah
Dalam ber-Muhammadiyah harus ada komitmen utama untuk mengikatkan diri pada
paham agama dan sistem perjuangan Muhammadiyah secara utuh dan jelas, serta
tidak menduakan paham atau misi dengan lainnya. Dengan berideologi maka akan
terbangun kesetiaan dan solidaritas kolektif di tubuh Muhammadiyah, sehingga ber-
Muhammadiyah laksanakan sebuah barisan yang rapi dan menyusun diri seperti
sebuah bangunan yang kokoh. Allah menyukai hambanya yang berjuang di jalan-Nya
dengan barisan yang rapi dan kokoh sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan
yang teratur seakan-akan nereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Qs.
Ash-Shaf [61]: 4)
Karena itu, setiap anggota harus memahami dan mengaktualisasikan
pemikiran-pemikiran formal dalam Persyarikatan seperti Muqaddimah, Kepribadian,
Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup, Khittah, dan segala pemikiran resmi dalam
Muhammadiyah. Mereka yang berada di lingkungan Muhammadiyah, teramsuk amal
usaha. Harus berideologi Muhammadiyah dan jangan menduakan dengan yang
lainnya. Jangan sampai ambivalen seperti mengaku sebagai penjaga kemurnian
Muhammadiyah, tetapi mengikatkan diri dan mendukung gerakan dakwah lain
bahkan partai politiknya sekaligus.
Jangan pula menganggap tidak ada masalah dalam soal ideologi
Muhammdiyah, yakni masuknya paham lain yang melakukan pengeroposan ideologi
baik yang bersifat keagamaan maupun poliitk. Jangan sampai ketika Muhammadiyah
mengalami pengeroposan pihak lain pun dianggap tidak masalah, karena merasa satu
ideologis, simpati, bahkan menjadi pendukung gerakan lain itu. Memang tidak harus
bermusuhan dengan sesama umat Islam dan bahkan harus ukhuwah, tetapi jika benar-
benar ukhuwah maka jangan mengganggu Muhammadiyah sebagai sesama gerakan
11
Islam dan orang Muhammadiyah pun jangan membiarkan proses pengeroposan itu
berlangsung tanpa ketegasan sikap.
Di sinilah ujian komitmen anggota, lebih-lebih pimpinannya termasuk yang
berada di majelis. Ortom, dan amal usaha Muhammadiyah. Ujian komitmen itu
ditentukan tatkala harus memilih ideologi Muhammadiyah dengan segala misi,
kehormatan, dan kepentigannya ataukah memihak ideologi alin. Muhammadiyah
harus segala-galanya bagi anggota, lebih-lebih kader dan pimpinan. Kalau masih berat
hati dan simpati apalagi mendukung yang lain, maka tidak akan total komitmennya
kepada Muhammadiyah, lebih-lebih dikala kritis seperti dalam kasus pengeroposan
ideologis sekarang ini. Jika anggota, kader, dan pimpinan di seluruh lingkungan
Muhammadiyah masih memiliki kelebihan harta, pemikiran, tanga, realsi, jaringan,
dan apapun yang dimiliki makakomitmennya sangat ditentukan oleh bagaimana
memnerikan semuanya itu secara penuh bagi sebesar-besarnya dan seoptimal
mungkin untuk membesarkan amal usaha, program, dan kegiatan Persyarikatan.
7. Memperkokoh Sistem Gerakan
Muhammadiyah itu gerakan, sekaligus merupakan alam pikiran dan organisasi.
Muhammadiyah merupakan gerakan tersistem dan harus terorganisasi dengan rapi.
Harus setia dan konsisten dalam sistem gerakan, tidak boleh menduakan sistem
dengan yang lain. Bahkan kelahiran Muhammadiyah didorong oleh pesan Al-Qur’an
yang mengandung jiwa gerakan, yakni Surat Ali Imran 104 berikut ini:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung” (Qs. Ali Imran: 104).
Jiwa gerakan yang mengandung perintah dakwah Islam, amar ma’ruf, dan nahi
munkar itu menjadi intisari gerakan Muhammadiyah. Karena itu setiap anggotanya
haruslah berada dalam dan memperkokoh sistem gerakan Muhmammadiyah tersebut,
dan tidak boleh mengeroposkan apalagi merusak sistem tersebut. Jiwa gerakan
tersebut harus terpantul dalam semangat memantaukan diri dalam jam’iyah
(organisasi), imamah (kepemimpinan), dan jama’ah (komunitas anggota atau warga)
Muhammadiyah, baik pada tingkat nilai-nilai dasarnya maupun kelembagaan dan
12
aktivitas pengabdiannya. Slogannya ialah “Islam agamaku, Muhammadiyah
gerakanku”.
Termasuk dalam memperkokoh sistem gerakan ialah adanya sinergi, ukhuwah,
dan jaringan untuk seluruh lini yang berada di Persyarikatan, termasuk di dalamnya
organisasi otonom dan unit-unit kelembagaan dalam Muhammadiyah. Semangat
otonomi dan demokrasi pun tidak boleh memperlemah sistem gerakan. Organisasi
otonom perlu meningkatkan sinergi dan menyatukan diri dengan organisasi induknya,
sehingga tidak lepas atau berjalan sendiri-sendiri secara separatis, bahkan semakin
fokus pada bidang gerakannya sebagai kepanjangan tangan dari gerakan
Muhammadiyah secara keseluruhan. Sekali Pimpinan Persyarikatan telah mengambil
kebijakan dan keputusan maka segenap bagian yang berada di Persyarikatan,
termasuk organisasi otonom, haruslah “sam’an wa tha’atan”. Sikap kritis harus
ditempatkan pada koridornya, tidak memperlemah sistem gerakan. Kelemahan dalam
tubuh Muhammadiyah kada banyak orang yang terlalu berpikir dan berjalan sendiri-
sendiri, sehingga sistem gerakan menjadi lemah atau serba longgar, akhirnya
Persyarikatan kehilangan wibawa dan kendali seperti amal usaha seolah milik sendiri-
sendiri, termasuk tergantung siapa yang memimpin dan mengelolahnya, yang terlepas
dari koridor dan kendali sistem Persyarikatan.
8. Mengembangkan Wawasan
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan tajdid, gerakan Islam modern, gerakan Islam
yang berkemajuan. Masyarakat bahkan mengenal orang Muhammadiyah sebagai
kaum terpelajar, intelektual, dan atribut-atribut lainnya yang menunjukkan kemajuan.
Karena itu, orang Muhammadiyah, lebih-lebih kader dan pimpinannya, haruslah
menjadi sosok yang memiliki wawasan yang luas dan mendalam, yang
menggambarkan orang yang berkemajuan di segala bidang kehidupan. Sebaliknya
jangan sampai sempit wawasan dan tertinggal, serta anti kemajuan. Pendek kata,
anggota Muhammadiyah itu harus menjadi sosok ulul albab (murfad) atau ulul albab
(jamak).
Kyai Ahmad Dahlan pernah mengajarkan kepada murid-muridnya Al-Qur’an
Surat Az-Zumar (ayat ke-18) tentang salah satu ciri ulul albab, sebagaimana kutipan
ayat berikut ini:
13
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang
—orang yang mempunyai akal” (Qs. Az-Zumar: 18).
Selama ini orang Muhammadiyah, apalagi kader dan pimpinan, dipandang
masyarakat sebagai sosok yang berpikiran maju, selain banyak beramal. Namun kini
mulai dirasakan dan menjadi fakta, bahwa pihak lain termasuk yang selama ini
dikenal golongan tradisional malah banyak yang intelektual dan berpikiran
melampaui zamannya, kadang orang Muhammadiyah mulai tertinggal. Karena itu,
menjadi keniscayaan untuk mengembangkan wawasan sebagai bagian penting dari
komitmen ber-Muhammadiyah. Jadi orang Muhammadiyah, apalagi kader dan
pimpinan, harus berpikiran maju, jangan konservatif atau jumud. Kejumudan
merupakan penyakit yang sejak awal diberantas oleh Muhammadiyah. Tentu saja,
berpikir maju itu bukan asal berpikir, selalu ada koridornya yang kokoh sesuai dengan
paham agama dalam Muhammadiyah. Bahkan agama dalam pandangan
Muhammadiyah secara substansi bukan hanya mengandung larangan dan perintah
Allah semata, tetapi juga petunjuk-petunjuk (irsyadaf), yang menggambarkan
keluasan paham Muhammadiyah. Apalagi dengan pintu ijtihad, maka Muhammadiyah
harus menjadi pelopor dalam pengembangan pemikiran Islam sebagaimana
diputuskan dalam Mukatamar ke-45 di Malang tentang program tarjih, tajdid, dan
pemikiran Islam. Pemikiran Islam bukan hal tabu dalam Muhammadiyah, bahkan
menjadi bagian dari gerakannya. Biarlah gerakan lain menabukan pengembangan
pemikiran Islam, tetapi hal itu jangan terjadi dalam Muhammadiyah. Ketakutan
terhadap sekularisme-liberalisme tidak harus menjadikan orang Muhammadiyah tabu
mengembangkan pemikiran Islam, bila perlu hadapi dan lampaui pemikiran
liberalisme-sekular itu dengan pemikiran Islam yang lebih baik. Jangan mengikuti
gerakan-gerakan lain surut ke belakang.
9. Taat Asas dan Keputusan Organisasi
Sebagai anggota, lebih-lebih kader dan pimpinan, merupakan hal yang penting untuk
taat asas dan keputusan organisasi. Artinya, taat atas segala prinsip dan peraturan
organisasi sebagai pijakan normatif. Diperlukan pula taat atas segala keputusan
organisasi, termasuk keputusan Pimpinan Persyarikatan dari tingkat Pusat hingga
Ranting. Jangan ada anggapan di kalangan warga Persyarikatan bahwa karena asas
14
segala aturan dan keputusan organisasi itu buatan manusia, maka boleh melakukan
pelanggaran dan pengingkaran, sebab semuanya dihasilkan melalui musyawarah dan
kebijakan organisasi yang menjadi pedoman sekaligus tatanan untuk kemaslahatan
gerakan. Kendati kita sebagai Pimpinan puncak, tidak boleh berada di atas organisasi.
Tidak boleh organisasi dilampaui dengan kepentingan, persepsi, dan tindakan-
tindakan sendiri.
Jangan pula salah kaprah dengan membandingkan aturan dan keputusan
organisasi dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai kadang muncul dengan
mudahnya mengingkari apa yang berlaku dan diputuskan organisasi. Karena bukan
Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka boleh seenaknya melanggar dan mengingkari
tatanan organisasi. Logika perbandingan semacam itu tidaklah tepat karena aturan dan
keputusan organisasi memang tidak dimaksudkan sebagai tandingan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, tetapi sebagai mekanisme kita berorganisasi, yang muaranya tiada lain
agar gerakan Muhammadiyah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi itu
terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Taat asas dan keputusan organisasi bahkan dapat diletakkan dalam kerangka
berorganisasi dengan prinsip taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan ulil-amri dalam
tataran yang fungsional sebagaimana pesan Allah dalam Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil-
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Qs. An-Nisa [4]: 59)
10. Bermusyawarah dan Ukhuwah
Muhammadiyah itu tumbuh kuat dan berkembang karena musyawarah yang menjadi
pedoman dalam memutuskan segala hal yang berkaitan dengan hajat hidup organisasi.
Sejak berdirinya prinsip musyawarah melekat dalam gerakan Muhammadiyah,
sehingga lahirlah institusi Rapat Tahunan yang kemudian menjadi Kongres dan
Muktamar, disamping berbagai bentuk permusyawaratan organisasi di bawahnya.
Prinsip musyawarah bahkan tercermin dalam format kepemimpinan kolektif-
kolegial dalam Muhammadiyah. Itulah semangat “wa syawrir hum fi al-amr”
sebagaimana pesan utama Allah dalam Al-Qur’an.
15
“Dan (bagi) orang-orang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka” (Qs. Asy-
Syura [42]: 38)
Selain musyawarah, dalam Muhammadiyah juga memerlukan ukhuwah
seluruh anggota. Prinsip “innama al-mu’minuna ikhwatun faashlihu baina
ahwaikum” (Qs. Al-Hujarat [49]: 10) dan “Wa’tashim bi Allah jami’an wa la
tafarraqu” (Qs. Ali Imran [3]: 103) sangatlah penting dan mendasar dalam merekat
ukhuwah seluruh anggota Persyarikatan.wujudnya selain meningkatkan silaturahmi,
juga selalu mengikat rasa satu jama’ah, jam’iyah, dan imamah dalam rumah
Muhammadiyah. Adanya perbedaan selain harus dicarikan titik temu, juga tidak bileh
melebar menjadi benih perpecahan dan hilangnya ukhuwah.
Jika organisasi telah mengambil keputusan hasil musyawarah, maka haruslah
ditaati. Jangan karena berhalangan hadir dalam musyawarah, kemudian tidak
menyetujui hasil musyawarah di luar, apalagi manakala prosedur dan proses
musyawarah sudah selesai dengan ketentuan organisasi. Memang musyawarah itu
kadang menjadi suatu mekanisme yang lamban, tetapi proses dan hasilnya justru
dapat dipertanggungjawabkan secara kelembagaan. Manakala ada kesalahan maka
dapat ditempuh musyawarah setingkat atau lebih tinggi untuk memperbaikinya. Tak
ada yang sulit sebenarnya dalam bermusyawarah dan berorganisasi, sejauh para
anggota benar-benar memahami dan mau meletakkan organsasi sebagi mekanisme
pengambilan keputusan kolektif.
11. Mengemban Amanat dan Menjadi Pelaku Gerakan
Aktif dan menjalankan segala tugas/misi organisasi, termasuk di amal usaha, haruslah
dilandasi spirit amanah, bahwa semuanya itu merupakan amanat kerisalahan sekaligus
harus ditunaikan dengan terpercaya. Dengan semangat amanah maka akan lahir
manajemen pengelolaan yang juga terpercaya, transparan, dan baik, yang
menghasilkan sistem penyelengaraan amal usaha yang dapat dipertanggungjawabkan.
Lebih-lebih di amal usaha yang sudah besar, spirit amanat itu akan menghadang
penyimpangan dan konflik, karena semua pengelola tidak lain sebagai pelaku yang
menkalankan Persyarikatan, bukan miliknya sendiri. Memang amal usaha itu pun
16
tumbuh menjadi besar karena kiprah mereka yang ada di dalamnya, yang sejak awal
membesarkan dan mengembangkannya, tetapi dengan spirit amanat semuanya itu
menjadi bagian dari pengkhidmatan diri pada misi Muhammadiyah melalui amal
usaha.
Karena bergerak di Muhammadiyah itu dilandasi spirit amanat dan
mengemban misi kerisalahan, maka setiap anggota harus terpanggil menjadi pelaku
aktif dalam gerakan Muhammadiyah. Dengan semangat amanah dan menjadi pelaku
gerakan, maka Muhammadiyah akan tumbuh kokoh dalam gerakannya, karena setiap
anggotanya akan mencurahkan apa yang dimilikinya dengan penuh
pertanggungjawaban dan kepercayaan, sekaligus bergerak secara aktif dan dinamis.
Kalau Muhammadiyah memiliki kekurangan dan kelemahan, maka menjadi
kewajiban setiap anggotanya untuk memperbaiki, bukan mencemooh apalagi
menambah lemah. Jika setiap anggota menjadi pelaku maka akan terjadi akumulasi
pengkhidmatan dari sekian puluh orang, sekian ratus orang, sekian ribu orang, bahkan
sekian juta warga dan simpatisan Muhammadiyah yang hasil akhirnya tentu saja
gerak Muhammadiyah menjadi bergelombang.
Sebaliknya manakala setiap orang pasif dan apatis makan jangan harap
Muhammadiyah maju dan menghasilkan amal shalih yang bermanfaat bagi
masyarakat. Apalagi jika berada dalam Muhammadiyah tetapi sekadar menumpang
hidup, lebih-lebih hanya menyuburkan gerakan lain di luar Muhammadiyah, maka
Muhammadiyah sekedar jadi alat yang pada akhirnya selain tidak akan maju, bahkan
Muhammadiyah sendiri akan mengalami pengeroposan dan yang maju tentu saja
gerakan lain. Manakala Muhammadiyah memiliki kelemahan atau kekurangan,
dicemooh, dan disalahkan, bahkan dijadikan kesempatan untuk memasukkan
kepentingan atau paham lain, sehingga makin lemah.
Bagi anggota Muhammadiyah semestinya komitmen menjalankan misi
sebagai amanat merupakan bagian dari sikap keagamaan yang harus ditunaikan
sekaligus memerlukan keahlian dengan sebaik-baiknya (Qs. An-Nisa [4]: 58). Amanat
lebih-lebih bagi pimpinan, melekat dengan tugas dan tanggung jawab yang harus
ditunaikan dan tidak boleh dikhianati sebagaimana pesan Allah dalam Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (Qs. Al-Anfal [8]: 27).
17
12. Memajukan Muhammadiyah
Semangat dan kiprah untuk memajukan Muhammadiyah harus menjadi komitmen
setiap anggota, apalagi bagi kader dan pimpinan. Muhammadiyah menghadapi
tantangan yang berat diberbagai bidang gerakannya, termasuk dalam dakwah dan
amal usahanya. Semuanya harus ditingkatkan kualitasnya, sehingga muhammadiyah
selain mampu bersaing juga menjadi gerakan yang unggul.
Kemajuan Muhammadiyah dan orang-orangnya harus stimultan, termasuk
dalam pemikiran dan amaliahnya. Ciri Muhammadiyah itu gerakan tajdid, yang
membawa pada kemajuan. Semangat untuk maju melekat dengan gerak perubahan,
yang semuanya terletak pada pundak orang Muhammadiyah sendiri sebagaimana
pesan Allah tentang gerak perubahan, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
(Qs. Ar-Ra’d [13]: 11). Maju dan mundurnya Muhammadiyah tergantung pada
anggotanya, tergantung para kader dan pimpinannya, tergantung mereka yang berada
di dalamnya. Setiap orang harus memberikan konstribusi dan pengabdian yang
optimal manakala Muhammadiyah ingin maju dan berkembang pesat.
Pada saat yang sama kemajuan Muhammadiyah juga sangat tergantung pada
pemikiran-pemikiran inovatif atau pembaruan dari para kader dan pimpinannya.
Jangan biarkan Muhammadiyah bergerak apa adanya, termasuk dalam pemikiran.
Muhammadiyah selain harus maju, bahkan harus menyumbangkan pemikiran-
pemikiran maju untuk kemajuan umat, masyarakat, bangsa, dan dunia kemanusiaan
sejagad raya. Jangan penuh kecemasan dan ketakutan untuk berpikiran maju dan
melakukan langkah-langkah ke arah kemajuan, tentu saja jalan yang ditempuh tetap
berada dalam koridor organisasi. Membawa Muhammadiyah pada kemajuan memang
memerlukan ketekunan, kecerdasan, sekaligus kesabaran.
13. Berkiprah dalam Memajukan Umat, Bangsa, dan Dunia Kemanusiaan
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang kehadirannya dirasakan
langsung oleh masyarakat luas. Gerak Muhammadiyah merupakan gerak keutamaan,
gerak kebangsaan dan gerak kemanusiaan, dalam arti seluruh kiprahnya dikhidmatkan
untuk kemajuan dan kebaikan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan. Karena itu
setiap anggota Muhammadiyah, termasuk yang berada di amal usaha, dan lebih-lebih
18
kader dan pimpinan, harus selalu peduli dan berkiprah dalam kegiatan keutamaan,
kebangsaan, dan kemanusiaan. Muhammadiyah dalam kiprahnya untuk umat, bangsa,
dan dunia kemanusiaan itu berangkat dari semangat risalah kenabian untuk
menyebarkan rahmat bagi semesta alam sebagaimana pesan Allah yang diemban Nabi
Muhammad:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam” (Qs. Al-Anbiya [21]: 107).
Setiap orang Muhammadiyah dituntut untuk memberikan kemanfaatan bagi
lingkungannya. Amal usaha Muhammadiyah pun harus dikembangkan ke arah
kemajuan sehingga memberi kemaslahatan bagi lingkungan sekitarnya.
Muhammadiyah itu gerakan keutamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan sehingga
risalah Islam yang dibawanya dan gerakan yang ditampilkannya harus melahirkan
rahmat bagi semesta kehidupan. Sejak kelahiran hingga perjalanan sejarahnya di
kemudian hari hingga saat ini alhamdulillah Muhammadiyah telah memberikan
sumbangsih untuk umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan. Namun kini diperlukan
kerja lebih keras lagi agar kehadiran Muhammadiyah semakin dirasakan oleh
masyarakat luas. Karena itu siapapun yang mewakafkan diri, membantu, menitipkan
infak dan apapun yang bermanfaat melalui Muhammadiyah semuanya akan berpulang
untuk kemaslahatan orang banyak. Pemerintah pun manakala membantu
Muhammadiyah sebenarnya pada hakikatnya membantu rakyat karena
Muhammadiyah itu untuk semua orang, semuanya kembali untuk kemaslahatan
kehidupan umat manusia.
Sedangkan dalam tingkat dunia, Muhammadiyah dituntut perannya sebagai
gerakan Islam yang menjadi pilar yang ikut mencerahkan dunia dari berbagai
belenggu. Kehidupan pada level global saat ini, selain kemajuan, juga diwarnai politik
internasional yang dihegemoni AS dan sekutunya, ketidak-adilan global, kerusakan
lingkungan, krisis moral dan filosofi hidup akibat pragmatisme dan humanisme-
sekuler, merajalelanya kapitalisme dan neoliberalisme yang menimbulkan
ketimpangan, terorisme dan kekerasan dalam berbagai bentuk termasuk terorisme dan
kekerasan negara kuat terhadap negara lemah selain dilakukan antarkelompok, dan
ancaman kehancuran tatanan dunia ke depan. Sementara dunia Islam pun masih
tercerai-berai dan berada dalam hegemoni kekuatan lain, serta tertinggal dalam
peradaban. Maka Muhammadiyah perlu didorong untuk memainkan perannya sebagai
kekuatan pembawa misi rahmatan lil-‘alamin. Karena itu setiap orang
19
Muhammadiyah selain harus kokoh/istiqamah dalam berIslam, sehingga dapat
memainkan peran kesejarahan dalam membangun peradaban yang utama.
20
BAB III
PENUTUP
Komitmen ber-Muhammadiyah berarti keterikatan untuk melakukan sesuatu dalam
mengemban misi dan usaha-usaha yang diinginkan oleh Muhammadiyah untuk
melaksanakan gerakannya guna mencapai tujuan utamanya yaitu terwujudnya masyarakat
islam yang sebenar-benarnya. Komitmen yang demikian sifatnya panggilan batin yang
diwujudkan dalam berbagai tindakan yang selaras dengan panggilan itu, sehingga
menunjukkan kesetiaan pada perjuangan Muhammadiyah apapun, dimana pun dan dalam
keadaan bagaimanapun.
Dalam ber-Muhammadiyah (aktif dan menggerakkan Muhammadiyah) khususnya
bagi anggota, lebih-lebih pimpinannya diberbagai lini termasuk di amal usaha dan organisasi
otonomnya, komitmen itu sangatlah penting. Ibarat pepatah bahwa air sungai tergantung dari
hulu, maka komitmen merupakan sumber dari tingkat keterlibatan anggota dalam
Muhammadiyah.
Berada dan aktif dalam Muhammadiyah bukanlah sekedar keterlibatan fisik, tetapi
lebih fundamental bagi keterlibatan moral atau mental, termasuk didalamnya pikiran dan
pengkhidmatan. Komitmen itu merupakan perpaduan ikrar batin, kesetiaan, dan tindakan
untuk berada dalam rumah Muhammadiyah lahir dan batin, serta melakukan tindakan-
tindakan yang selaras dan bahkan memperjuangkan misi Muhammadiyah dengan sepsenuh
hati. Itulah yang disebut sikap atau komitmen ber-Muhammadiyah, yakni keterlibatan yang
penuh (totalitas) kesetiaan dari yang bersifat fisik hingga mental, pemikiran, dan tindakan.
21