kelompok 16

34
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu dan hikmah kepada kita semua, sehingga kita dapat menjalankan tugas-tugas dengan baik. Semoga Allah SWT berkenan senantiasa menambahkan ilmu dan iman kita, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai waktu dengan judul “Komitmen Bermuhammadiyah”. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW. Yang telah berjasa merubah peta kekafiran menjadi hidayah yang menerangi alam semesta. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penilaian mata kuliah kami yaitu Kemuhammadiyahan. Makalah ini telah selesai karena atas izin dari Allah SWT dan bantuan serta bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih setinggi-tingginya semoga Allah SWT membalas amal baiknya. Makalah ini hanya sekedar salah satu sarana untuk sumber pembelajaran. Dan masih banyak lagi sumber yang perlu digali. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Kritik dan saran selalu penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Jakarta, 14 Desember 2013 1

Upload: nublah-permata-lestari

Post on 23-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu dan hikmah kepada kita

semua, sehingga kita dapat menjalankan tugas-tugas dengan baik. Semoga Allah SWT

berkenan senantiasa menambahkan ilmu dan iman kita, sehingga kami dapat menyelesaikan

tugas makalah ini sesuai waktu dengan judul “Komitmen Bermuhammadiyah”.

Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita

Nabi Muhammad SAW. Yang telah berjasa merubah peta kekafiran menjadi hidayah yang

menerangi alam semesta.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penilaian mata kuliah

kami yaitu Kemuhammadiyahan. Makalah ini telah selesai karena atas izin dari Allah SWT

dan bantuan serta bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih

setinggi-tingginya semoga Allah SWT membalas amal baiknya. Makalah ini hanya sekedar

salah satu sarana untuk sumber pembelajaran. Dan masih banyak lagi sumber yang perlu

digali.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi

pembaca. Kritik dan saran selalu penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.

Jakarta, 14 Desember 2013

Penulis

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ 1

DAFTAR ISI............................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3

C. Tujuan Penulisan............................................................................... 3

D. Penulisan.......................................................................................... 3

E. Sistematika Penulis............................................................................ 3

BAB II KOMITMEN BERMUHAMMADIYAH

A. Iftitah............................................................................................... 4

B. Komitmen Bermuhammadiyah.............................................................. 5

1. Niat Ikhlas Lillahi Ta’ala............................................................... 6

2. Menjalankan Fungsi Ibadah dan Kekhalifaan.................................... 7

3. Amal dan Jihad Fi Sabilillah.......................................................... 8

4. Konsisten dalam Berkhidmat.......................................................... 9

5. Berpaham Agama Sesuai Paham Islam dalam Muhammadiyah........... 9

6. Berideologi Muhammadiyah........................................................... 11

7. Memperkokoh Sistem Gerakan........................................................ 12

8. Mengmabangkan Wawasan............................................................. 13

9. Taat Asas dan Keputusan Organisasi................................................ 14

10. Bermusyawarah dan Ukhuwah......................................................... 15

11. Mengemban Amanat dan Menjadi Pelaku Gerakan............................. 16

12. Memajukan Muhammadiyah........................................................... 18

13. Berkiprah dalam Memajukan Umat, Bangsa, dan Dunia Kemanusiaan.. 18

BAB III PENUTUP..................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 21

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mengetahui pengertian mengenai komitmen dalam bermuhammadiyah, serta

hubungannya dalam mengemban misi dan usaha-usaha yang diinginkan oleh Muhammadiyah

untuk mencapai tujuan utamanya.

B. Rumusan Masalah

Apakah yang disebut sebagai komitmen bermuhammadiyah?

Apa saja komitmen yang dibutuhkan dalam berkiprah di Muhammadiyah?

C. Tujuan Penulisan

Agar dapat mengetahui, menjelaskan, menerapkan, serta mengamalkan komitmen-

komitmen dalam berkiprah di Muhammadiyah.

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan, yaitu dalam

mencari bahan-bahan yang diperlukan dan sesuai dengan judul makalah ini melalui

buku studi kemuhammadiyahan.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bab yang secara sistematis disusun menurut urutan

sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

BAB II : Komitmen Bermuhammadiyah

BAB III : Penutup

3

BAB II

KOMITMEN BERMUHAMMADIYAH

A. IFTITAH

Komitmen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) ialah perjanjian atau

keterikatan untuk melakukan sesuatu. Komitmen ber-Muhammadiyah berarti keterikatan

untuk melakukan sesuatu dalam mengemban misi dan usaha-usaha yang diinginkan oleh

Muhammadiyah untuk melaksanakan gerakannya guna mencapai tujuan utamanya yaitu

terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Komitmen yang demikian sifatnya

panggilan batin yang diwujudkan dalam berbagai tindakan yang selaras dengan panggilan itu,

sehingga menunjukkan kesetiaan pada perjuangan Muhammadiyah apapun, dimana pun dan

dalam keadaan bagaimanapun.

Ada contoh teladan dalam hal komitmen di Muhammadiyah. Pada suatu hari,

Fakhrudin muda menghadap Kyai Ahmad Dahlan dan mengutarakan maksudnya untuk tidak

aktif lagi (sementara) dalam Muhammadiyah karena terdesaknya hidupnya dan ingin

konsentrasi mencari nafkah, berniaga, atau berdagang. Kyai Ahmad Dahlan dengan arif

mempersilahkannya, tetapi sambil bertanya: “apa engkau kira setelah meninggalkan

Muhammadiyah dan lalu berdagang saja engkau menjadi kaya? Bukankah hanya Allah yang

memberi rezeki?”. Fakhrudin merasa malu hati dengan Kyai Ahmad Dahlan, akhirya tidak

jadi berhenti sementara dari aktif dalam Muhammadiyah. Dibelakang hari terbukti Fakhrudin

kemudian menjadi tokoh Muhammadiyah yang cerdas dan pemberani, sehingga termasuk

menjadi satu panutan Muhammadiyah generasi awal. Dia menjadi aorator ulung, penggerak

yang tak kenal lelah, penulis yang kritis, bahkan menjadi “pemberontak” pemerintah colonial

yang pemberani. Dikemudian hari, tahun 1926 ketika Sarekat Islam (SI) mendisiplinkan

keanggotaan rangkap dengan Muhammadiyah, Fakhrudian yang semula disangka Agus Salim

akan lebih memilih SI, justru lebih memilih Muhammadiyah. Itulah contoh tentang komitmen

dalam ber-Muhammadiyah.

Bagi setiap anggota, lebih-lebih kader dan pimpinan, dan siapapun yang berada di

dalam rumah besar Muhammadiyah dituntut komitmennya untuk berkiprah menggerakkan

Muhammadiyah. Termasuk bagi siapapun yang berada di amal usaha dan berbagai lembaga

Muhammadiyah. Bagaimana mengikuti paham Muhammadiyah. Bagaimana Mengemban

misi dan berkiprah dalam Muhammadiyah. Jadi bukan berada di dalam Muhammadiyah tapi

4

tanpa komitmen, apalagi sampai berkomitmen pada gerakan lain. Sungguh tidak berarti bagi

Muhammadiyah manakala berada dalam rumah gerakan Islam ini tetapi tidak berkomitmen

apalagi justru berkomiten pada misi dan kepentingan gerakan lain, sehingga yang demikian

bukan hanya tidak etis tetapi akan mengeroposkan Muhammadiyah. Muhammadiyah sekedar

jadi tempat perjuangan diri sendiri, menjadi batu loncatan, apalagi menjadi kuda tunggangan

semata. Di sinilah ujian komitmen dalam ber-Muhammadiyah.

B. KOMITMEN BERMUHAMMADIYAH

Berada dan aktif dalam Muhammadiyah bukanlah sekedar keterlibatan fisik, tetapi

lebih fundamental bagi keterlibatan moral atau mental, termasuk didalamnya pikiran dan

pengkhidmatan. Komitmen itu merupakan perpaduan ikrar batin, kesetiaan, dan tindakan

untuk berada dalam rumah Muhammadiyah lahir dan batin, serta melakukan tindakan-

tindakan yang selaras dan bahkan memperjuangkan misi Muhammadiyah dengan sepsenuh

hati. Itulah yang disebut sikap atau komitmen ber-Muhammadiyah, yakni keterlibatan yang

penuh (totalitas) kesetiaan dari yang bersifat fisik hingga mental, pemikiran, dan tindakan.

Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah dikatakan bahwa anggota Muhammadiyah

selain memenuhi persyaratan administratif, juga harus menyetujui maksud dan tujuan

Muhammadiyahserta bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah

(AD Pasal 4 Ayat 1). Adapun kewajiban anggota ialah:

a) Taat menjalankan ajaran Islam,

b) Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya,

c) Berpegang teguh kepada kepribadian serta keyakinan dan cita-cita hidup

Muhammadiyah,

d) Taat pada peraturan Muhammadiyah, keputusan musyawarah, dan kebijakan

pimpinan pusat,

e) Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan

usahanya,

f) Membayar iuran anggota, dan

g) Membayar infaq (AD Pasal 4 Ayat 7)

Dalam ber-Muhammadiyah (aktif dan menggerakkan Muhammadiyah) khususnya

bagi anggota, lebih-lebih pimpinannya diberbagai lini termasuk di amal usaha dan organisasi

otonomnya, komitmen itu sangatlah penting. Ibarat pepatah bahwa air sungai tergantung dari

hulu, maka komitmen merupakan sumber dari tingkat keterlibatan anggota dalam

5

Muhammadiyah. Jika dicarikan substansi dari sikap ber-Muhammadiyah, maka terdapat 13

komitmen yang dibutuhkan dalam berkiprah di Muhammadiyah, termasuk di amal usahanya,

yakni sebagai berikut:

1. Niat Ikhlas Lillahi Ta’ala

Ber-Muhammadiyah itu harus ikhlas karena Allah, bukan karena kepentingan-

kepentingan duniawi sesaat. Niat adalah landasan utama suatu tindakan, “Innama

a’malu bi al-niyat” (Al-Hadits). Kyai Ahmad Dahlan berpesan, “al-Naasu kullu hum

mauta illa al-‘ulama, wa al’ulama mutahairuna illa al-‘amiluna, wa al’amiluna ‘ala

wajali illa al-mukhlashun” (Imam Al-Ghazali).

Jangan salah niat, bisa salah jalan, salah kaprah, salah tujuan. Kalau ber-

Muhammadiyah tidak ikhlas, maka akan mudah kecewa, putus asa, dan lari, lebih-

lebih ketika menghadapi masalah. Sekali salah niat dalam ber-Muhammadiyah, maka

akan selamanya akan mengalami salah kaprah, kecewa, dan sia-sia. Niat ikhlas karena

Allah merupakan ruh dari sikap dan ikhtiar berkiprah dalam Muhammadiyah.

Jika berkiprah dalam Muhammadiyah hanya untuk mencari nafkah, maka

hanya nafkah yang diperoleh. Jika memiliki motif dan tujuan-tujuan yang bersifat

politik atau jangka pendek, maka boleh jadi dapat tercapai, tetapi hanya itulah yang

dapat diraih. Lagipula Muhammadiyah didirikan bukan untuk kepentingan-

kepentingan pragmatis seperti itu, yang demikian mungkin lebih cepat sebagai

perusahaan atau partai politik. Muhammadiyah bukan tempat lapangan kerja, juga

bukan kendaraan politik. Tapi, manakala berada dan berkiprah dalam Muhammadiyah

karena ikhlas untuk menjadi bagian dari misi dan perjuangan Muhammadiyah dalam

usaha menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud

masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, maka insya Allah akan memperoleh pahala

di dunia dan di akhirat.

Disinilah pentingnya niat ikhlas dalam ber-Muhammadiyah dan berada dalam

Muhammadiyah. Niat sebagai perpaduan ikrar batin, lisan, dan tindakan untuk

berkiprah dalam Muhammadiyah karena Allah semata, sehingga hidup ini bermakna

dan di akhirat kelak dapat memperoleh ridha dan karunia-Nya. Jika dalam praktiknya

karena ikhtiar dan kemampuan atau profesi memperoleh pahala (kompensasi) lahir

dalam berkiprah di Muhammadiyah maka hal seperti itu sebagai hal wajar sesuai

kadar dan keperluan, tetapi selebihnya selalu ada niat dan tindakan yang bernilai

pahala akhirat, sehingga dapat diraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

6

2. Menjalankan Fungsi Ibadah dan Kekhalifaan

Ber-Muhammadiyah tidak lain sebagai wujud dari ibadah kepada Allah, sekaligus

menjalankan fungsi kekhalifaan di muka bumi. Jadi bukan sekedar pekerjaan atau

keterlibatan praktis belaka. Allah menitahkan manusia dan jin untuk beribadah.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi

kepada-Ku”. (Qs. Adz-Dzariat: 56).

Dengan spirit ibadah, berkiprah dalam Muhammadiyah berarti merupakan

jalan lurus bertaqarrab kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya,

menjauhkan larangan-larangan-Nya, dan melaksanakan apa yang diizinkannya dalam

kehidupan, sehingga meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Spirit beribadah ialah

kepasrahan dan pengkhidmatan total yang penuh makna dalam hidup. Jadi tidak sia-

sialah hidup ini.

Sedangkan fungsi kekhalifahan ditegaskan Al-Qur’an. “Ingatlah ketika

Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan

seorang khalifah di muka bumi.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 30). Fungsi kekhalifaan ialah

memakmurkan bumi ciptaan Allah dengan sebaik-baiknya (Qs. Hud: 61),

membangunnya dan tidak merusaknya (Qs. Al-Baqarah: 11). Spirit kekhalifahan ialah

mengemban amanat Tuhan, sehingga hidup dan alam semesta dengan seluruh isinya

ini dapat dimanfaatkan sebagai rahmat, berkah, dan maslahat. Dengan spirit

kekhalifahan, manusia dengan akal pikiran yang dianugerahkan Allah dan ajaran

Islam yang menjadi pedoman dari-Nya menjadikan hidup bermakna dan berguna

dalam bingkai Sunnatullah.

Dengan fungsi ibadah dan kekhalifahan, maka kiprah ber-Muhammadiyah

selain harus optimal, juga melekat fungsi hidup untuk kemaslahatan di dunia dan

akhirat. Ber-Muhammadiyah merupakan sarana menjalankan ibadah dan kekhalifahan

di muka bumi, bukan kiprah yang sia-sia tanpa tujuan. Hidup menjadi penuh arti dan

fungsi yang maslahat, bukan kesia-siaan. Dengan demikian, baik usaha maupun duka,

berkiprah dalam Muhammadiyah menjadi sebuah lambang kesyukuran dan

pengkhidmatan unutk meraih ridha dan karunia Allah.

7

3. Amal dan Jihad Fi Sabilillah

Ber-Muhammadiyah tidak lain sebagai ikhtiar perjuangan untuk menegakkan dan

menjunjung tinggi Agama Islam guna terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-

benarnya. Karena itu harus dilakukan dengan penuh kesungguhan, tidak boleh

minimalis. Ber-Muhammadiyah merupakan amal jihad fi sabilillah, yakni berjuang di

jalan Allah melalui berbagai usaha dalam Persyarikatan guna meraih ridha dan

karunia-Nya. Dengan semangat jihad fi-sabilillah maka akan dikerahkan segala

kemampuan berupa pikiran, tenaga, harta, relasi, jaringan, dan anugerah Allah

lainnya. Kyai Dahlan mengajarkan kepada murid-muridnya ayat Al-Qur’an tentang

jihad berikut ini:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi

Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang

sabar”. (Qs. Ali Imran: 142).

Jihad ialah bekerja sungguh-sungguh untuk meraih keridhaan dan karunia

Allah. Karena itu hasilnya pun insya Allah selain akan optimal maka akan bermakna.

Dengan spirit jihad dalam ber-Muhammadiyah tidak akan ada perasaan malas, patah

arang, kecewa, dan sia-sia. Orang berjihad bahkan ketika meninggalpun dianggap

hidup, karena betapa harumnya pengabdian sang mujahid. Manakala setiap orang

Muhammadiyah berkiprah dengan ruh jihad, maka insya Allah Muhammadiyah akan

meraih keberhasilan dalam gerakannya. Hal ringan maupun berat dapat dipikul

bersama dengan penuh spirit dan langkah yang bermakna dan sarat dengan atos kerja

tinggi. Namun sebaliknya, manakala etos jihad lemah atau luntur dalam ber-

Muhammadiyah, maka apapun akan mengalami kegagalan atau tidak membuahkan

hasil yang optimal sebagaimana harapan. Bagi anggota, kader, dan pimpinan

Muhammadiyah di level mana pun kiranya perlu membangkitkan kembali etos jihad

dalam ber-Muhammadiyah agar gerakan Islam ini berhasil melipargandakan usaha

dan hasilnya yang diperoleh disegala bidang garapan yang diembannya. Insya Allah

karena jihad, maka amalan yang dilakukan melalui Muhammadiyah tidak akan salah

alamat, tentu akan berujung pada “mardhatillah”.

8

4. Konsisten dalam Berkhidmat

Ber-Muhammadiyah itu tidaklah ringan karena selain banyak masalah dan tantangan,

juga pengorabanan. Di sinilah setiap anggota Muhammadiyah, lebih-lebih

pimpinannya harus memilikinya harus memiliki konsistensi dalam berkhidmat di

Muhammadiyah. Harus ada konsistensi antara lisan dan perbuatan, teori, dan

tindakan, serta keputusan dan kegiatan. Dalam ber-Muhammadiyah tidak hanya bil-

llisan, tetapi juga bil-hal dan harus sepenuh pengabdian atau pengkhidmatan. Hanya

pengkhidmatan yang penuh maka Muhammadiyah akan tumbuh dan maju. Allah

tidak suka pada hambanya yang tidak konsisten sebagaimana firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak

kamu kerjakan?” (Qs. Ash-Shaff [61]: 2).

Ber-Muhammadiyah itu, apalagi bagi kader dan pimpinan, hendaknya

konsisten antara niat, lisan, dan tindakan. Setelah dilantik jadi pengurus, apalagi

dengan ikrar atau komitmen berkhidmat, maka selanjutnya berkiprah secara

istiqamah. Jangan sampai aktif keitka awal dilantik, kemudian vakum untuk sekian

lama, lalu aktif kembali kalau ada Mukatamar, Musywil, Musyda, Muscab, dan

Musyran. Jika hal seperti itu yang terjadi, maka ber-Muhammadiyah ala bedug, yang

isi hanya pinggirnya, tidak di tengahnya. Di sinilah pentingnya konsistensi.

Konsistensi itu bukan sekedar dalam niat, tetapi juga dalam lisan dan tindakan.

Kendati dari lisan banyak keluar untaian dalil agama, tetapi manakala dalam praktik

tidak menunjukkan konsistensi dalam ber-Muhammadiyah dan berkiprah hanya

melalui Muhammadiyah, maka belum dikatakan konsisten. Sekali ber-

Muhammadiyah, tetap ber-Muhammadiyah, dan tidak berbelok ke gerakan lain baik

terang-terangan maupun samar-samar.

5. Berpaham Agama Sesuai Paham Islam dalam Muhammadiyah

Ber-Muhammadiyah itu yang paling fundamental harus bersandarkan pada keyakinan,

pemahaman, dan pengamalan Islam sesuai dengan paham agama dalam

Muhammadiyah. Keputusan Tarjih dan segala pandangan resmi Muhammadiyah

mengenai agama dengan seluruh pemikirannya harus menjadi acuan anggota

Muhammadiyah, termasuk dalam berhari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Muhammadiyah selalu kokoh dan isitqamah dalam memutuskan segala perkara, lebih-

9

lebih yang menyangkut urusan diniyah (keagamaan). Bahkan sejak kelahirannya,

Muhammadiyah berdiri karena dan untuk Islam, lil-izzat al-Islam wal-muslimin,

karena itu setiap anggotanya haruslah kokoh dan istiqamah pula dalam beragama

Islam sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)

fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan

pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak

mengetahui” (Qs. Ar-Rum [30]: 30).

Dengan meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam sesuai paham

agama dalam Muhammadiyah maka setiap anggota selain menunjukkan ketaatan pada

paham dan misi Islam yang diemban Muhammadiyah, sekaligus menunjukkan

kemantapan dalam ber-Muhammadiyah. Bahwa ber-Muhammadiyah itu merupakan

aktualisasi berislam, yakni Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah

yang sahih serta mengembangkan ijtihad dan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa

ajaran Islam. Paham Islam yang murni dan berkemajuan, yang berdimensi pemurnian

(purifikasi) sekaligus pembaruan (tajdid, dinamisasi, reformasi), sehingga

menampilkan corak Islam yang rahmatan lil’alamin.

Dalam berpaham agama seorang anggota, apalagi kader dan pimpinan, dapat

diuji pemihakannya bukan hanya dalam pemikiran tetapi juga dalam amalan. Dari

pemikiran boleh jadi banyak gerakan-gerakan Islam yang sepaham dengan

Muhammadiyah dari segi pemurniannya saja, tetapi minus orientasi tajdid atau

kemajuan, atau sebaliknya, maka tidaklah sama dengan Muhammadiyah. Demikian

pula manakala sama pun dalam paham agamanya, tetapi jika gerakan Islam itu

gerakan politik, maka apapun tetap berbeda dan harus dipisahkan atau dijauhkan dari

Muhammadiyah. Bahkan kalaupun sama semuanya tetapi karena organisasi lain,

maka harus, tetap istiqamah dalam Muhammadiyah.

Adapun dalam amalan sangatlah jelas. Jika Muhammadiyah melalui Tarjih

yang telah ditanfidzkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengambil keputusan

yang bersifat diniyah (keagamaan) maupun soal-soal lain yang bersentuhan dengan

aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat duniawiyah, maka semua anggota apalagi

kader dan pimpinan haruslah “Sani’na wa ath’na”. Contohnya, manakala

Muhammadiyah telah menetapkan awal bulan Ramadhan untuk berpuasa, Hari Raya

10

Idul Fitri dan Idul Adha, maka semuanya harus mengikuti apa yang telah menjadi

keputusan Muhammadiyah itu, jangan malah mengikuti keputusan paham pihak lain.

Masalah agama tidaklah main-main, juga tidak dapat dipertukarkan untuk

kepentingan politik dan pertimbangan-pertimbangan keduniawian. Dalam beragama

di Muhammadiyah jangan mengikuti waham dan paham sendiri.

6. Berideologi Muhammadiyah

Dalam ber-Muhammadiyah harus ada komitmen utama untuk mengikatkan diri pada

paham agama dan sistem perjuangan Muhammadiyah secara utuh dan jelas, serta

tidak menduakan paham atau misi dengan lainnya. Dengan berideologi maka akan

terbangun kesetiaan dan solidaritas kolektif di tubuh Muhammadiyah, sehingga ber-

Muhammadiyah laksanakan sebuah barisan yang rapi dan menyusun diri seperti

sebuah bangunan yang kokoh. Allah menyukai hambanya yang berjuang di jalan-Nya

dengan barisan yang rapi dan kokoh sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan

yang teratur seakan-akan nereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Qs.

Ash-Shaf [61]: 4)

Karena itu, setiap anggota harus memahami dan mengaktualisasikan

pemikiran-pemikiran formal dalam Persyarikatan seperti Muqaddimah, Kepribadian,

Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup, Khittah, dan segala pemikiran resmi dalam

Muhammadiyah. Mereka yang berada di lingkungan Muhammadiyah, teramsuk amal

usaha. Harus berideologi Muhammadiyah dan jangan menduakan dengan yang

lainnya. Jangan sampai ambivalen seperti mengaku sebagai penjaga kemurnian

Muhammadiyah, tetapi mengikatkan diri dan mendukung gerakan dakwah lain

bahkan partai politiknya sekaligus.

Jangan pula menganggap tidak ada masalah dalam soal ideologi

Muhammdiyah, yakni masuknya paham lain yang melakukan pengeroposan ideologi

baik yang bersifat keagamaan maupun poliitk. Jangan sampai ketika Muhammadiyah

mengalami pengeroposan pihak lain pun dianggap tidak masalah, karena merasa satu

ideologis, simpati, bahkan menjadi pendukung gerakan lain itu. Memang tidak harus

bermusuhan dengan sesama umat Islam dan bahkan harus ukhuwah, tetapi jika benar-

benar ukhuwah maka jangan mengganggu Muhammadiyah sebagai sesama gerakan

11

Islam dan orang Muhammadiyah pun jangan membiarkan proses pengeroposan itu

berlangsung tanpa ketegasan sikap.

Di sinilah ujian komitmen anggota, lebih-lebih pimpinannya termasuk yang

berada di majelis. Ortom, dan amal usaha Muhammadiyah. Ujian komitmen itu

ditentukan tatkala harus memilih ideologi Muhammadiyah dengan segala misi,

kehormatan, dan kepentigannya ataukah memihak ideologi alin. Muhammadiyah

harus segala-galanya bagi anggota, lebih-lebih kader dan pimpinan. Kalau masih berat

hati dan simpati apalagi mendukung yang lain, maka tidak akan total komitmennya

kepada Muhammadiyah, lebih-lebih dikala kritis seperti dalam kasus pengeroposan

ideologis sekarang ini. Jika anggota, kader, dan pimpinan di seluruh lingkungan

Muhammadiyah masih memiliki kelebihan harta, pemikiran, tanga, realsi, jaringan,

dan apapun yang dimiliki makakomitmennya sangat ditentukan oleh bagaimana

memnerikan semuanya itu secara penuh bagi sebesar-besarnya dan seoptimal

mungkin untuk membesarkan amal usaha, program, dan kegiatan Persyarikatan.

7. Memperkokoh Sistem Gerakan

Muhammadiyah itu gerakan, sekaligus merupakan alam pikiran dan organisasi.

Muhammadiyah merupakan gerakan tersistem dan harus terorganisasi dengan rapi.

Harus setia dan konsisten dalam sistem gerakan, tidak boleh menduakan sistem

dengan yang lain. Bahkan kelahiran Muhammadiyah didorong oleh pesan Al-Qur’an

yang mengandung jiwa gerakan, yakni Surat Ali Imran 104 berikut ini:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah

orang-orang yang beruntung” (Qs. Ali Imran: 104).

Jiwa gerakan yang mengandung perintah dakwah Islam, amar ma’ruf, dan nahi

munkar itu menjadi intisari gerakan Muhammadiyah. Karena itu setiap anggotanya

haruslah berada dalam dan memperkokoh sistem gerakan Muhmammadiyah tersebut,

dan tidak boleh mengeroposkan apalagi merusak sistem tersebut. Jiwa gerakan

tersebut harus terpantul dalam semangat memantaukan diri dalam jam’iyah

(organisasi), imamah (kepemimpinan), dan jama’ah (komunitas anggota atau warga)

Muhammadiyah, baik pada tingkat nilai-nilai dasarnya maupun kelembagaan dan

12

aktivitas pengabdiannya. Slogannya ialah “Islam agamaku, Muhammadiyah

gerakanku”.

Termasuk dalam memperkokoh sistem gerakan ialah adanya sinergi, ukhuwah,

dan jaringan untuk seluruh lini yang berada di Persyarikatan, termasuk di dalamnya

organisasi otonom dan unit-unit kelembagaan dalam Muhammadiyah. Semangat

otonomi dan demokrasi pun tidak boleh memperlemah sistem gerakan. Organisasi

otonom perlu meningkatkan sinergi dan menyatukan diri dengan organisasi induknya,

sehingga tidak lepas atau berjalan sendiri-sendiri secara separatis, bahkan semakin

fokus pada bidang gerakannya sebagai kepanjangan tangan dari gerakan

Muhammadiyah secara keseluruhan. Sekali Pimpinan Persyarikatan telah mengambil

kebijakan dan keputusan maka segenap bagian yang berada di Persyarikatan,

termasuk organisasi otonom, haruslah “sam’an wa tha’atan”. Sikap kritis harus

ditempatkan pada koridornya, tidak memperlemah sistem gerakan. Kelemahan dalam

tubuh Muhammadiyah kada banyak orang yang terlalu berpikir dan berjalan sendiri-

sendiri, sehingga sistem gerakan menjadi lemah atau serba longgar, akhirnya

Persyarikatan kehilangan wibawa dan kendali seperti amal usaha seolah milik sendiri-

sendiri, termasuk tergantung siapa yang memimpin dan mengelolahnya, yang terlepas

dari koridor dan kendali sistem Persyarikatan.

8. Mengembangkan Wawasan

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan tajdid, gerakan Islam modern, gerakan Islam

yang berkemajuan. Masyarakat bahkan mengenal orang Muhammadiyah sebagai

kaum terpelajar, intelektual, dan atribut-atribut lainnya yang menunjukkan kemajuan.

Karena itu, orang Muhammadiyah, lebih-lebih kader dan pimpinannya, haruslah

menjadi sosok yang memiliki wawasan yang luas dan mendalam, yang

menggambarkan orang yang berkemajuan di segala bidang kehidupan. Sebaliknya

jangan sampai sempit wawasan dan tertinggal, serta anti kemajuan. Pendek kata,

anggota Muhammadiyah itu harus menjadi sosok ulul albab (murfad) atau ulul albab

(jamak).

Kyai Ahmad Dahlan pernah mengajarkan kepada murid-muridnya Al-Qur’an

Surat Az-Zumar (ayat ke-18) tentang salah satu ciri ulul albab, sebagaimana kutipan

ayat berikut ini:

13

“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang

—orang yang mempunyai akal” (Qs. Az-Zumar: 18).

Selama ini orang Muhammadiyah, apalagi kader dan pimpinan, dipandang

masyarakat sebagai sosok yang berpikiran maju, selain banyak beramal. Namun kini

mulai dirasakan dan menjadi fakta, bahwa pihak lain termasuk yang selama ini

dikenal golongan tradisional malah banyak yang intelektual dan berpikiran

melampaui zamannya, kadang orang Muhammadiyah mulai tertinggal. Karena itu,

menjadi keniscayaan untuk mengembangkan wawasan sebagai bagian penting dari

komitmen ber-Muhammadiyah. Jadi orang Muhammadiyah, apalagi kader dan

pimpinan, harus berpikiran maju, jangan konservatif atau jumud. Kejumudan

merupakan penyakit yang sejak awal diberantas oleh Muhammadiyah. Tentu saja,

berpikir maju itu bukan asal berpikir, selalu ada koridornya yang kokoh sesuai dengan

paham agama dalam Muhammadiyah. Bahkan agama dalam pandangan

Muhammadiyah secara substansi bukan hanya mengandung larangan dan perintah

Allah semata, tetapi juga petunjuk-petunjuk (irsyadaf), yang menggambarkan

keluasan paham Muhammadiyah. Apalagi dengan pintu ijtihad, maka Muhammadiyah

harus menjadi pelopor dalam pengembangan pemikiran Islam sebagaimana

diputuskan dalam Mukatamar ke-45 di Malang tentang program tarjih, tajdid, dan

pemikiran Islam. Pemikiran Islam bukan hal tabu dalam Muhammadiyah, bahkan

menjadi bagian dari gerakannya. Biarlah gerakan lain menabukan pengembangan

pemikiran Islam, tetapi hal itu jangan terjadi dalam Muhammadiyah. Ketakutan

terhadap sekularisme-liberalisme tidak harus menjadikan orang Muhammadiyah tabu

mengembangkan pemikiran Islam, bila perlu hadapi dan lampaui pemikiran

liberalisme-sekular itu dengan pemikiran Islam yang lebih baik. Jangan mengikuti

gerakan-gerakan lain surut ke belakang.

9. Taat Asas dan Keputusan Organisasi

Sebagai anggota, lebih-lebih kader dan pimpinan, merupakan hal yang penting untuk

taat asas dan keputusan organisasi. Artinya, taat atas segala prinsip dan peraturan

organisasi sebagai pijakan normatif. Diperlukan pula taat atas segala keputusan

organisasi, termasuk keputusan Pimpinan Persyarikatan dari tingkat Pusat hingga

Ranting. Jangan ada anggapan di kalangan warga Persyarikatan bahwa karena asas

14

segala aturan dan keputusan organisasi itu buatan manusia, maka boleh melakukan

pelanggaran dan pengingkaran, sebab semuanya dihasilkan melalui musyawarah dan

kebijakan organisasi yang menjadi pedoman sekaligus tatanan untuk kemaslahatan

gerakan. Kendati kita sebagai Pimpinan puncak, tidak boleh berada di atas organisasi.

Tidak boleh organisasi dilampaui dengan kepentingan, persepsi, dan tindakan-

tindakan sendiri.

Jangan pula salah kaprah dengan membandingkan aturan dan keputusan

organisasi dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai kadang muncul dengan

mudahnya mengingkari apa yang berlaku dan diputuskan organisasi. Karena bukan

Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka boleh seenaknya melanggar dan mengingkari

tatanan organisasi. Logika perbandingan semacam itu tidaklah tepat karena aturan dan

keputusan organisasi memang tidak dimaksudkan sebagai tandingan Al-Qur’an dan

As-Sunnah, tetapi sebagai mekanisme kita berorganisasi, yang muaranya tiada lain

agar gerakan Muhammadiyah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi itu

terlaksana dengan sebaik-baiknya.

Taat asas dan keputusan organisasi bahkan dapat diletakkan dalam kerangka

berorganisasi dengan prinsip taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan ulil-amri dalam

tataran yang fungsional sebagaimana pesan Allah dalam Al-Qur’an:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil-

amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-

benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Qs. An-Nisa [4]: 59)

10. Bermusyawarah dan Ukhuwah

Muhammadiyah itu tumbuh kuat dan berkembang karena musyawarah yang menjadi

pedoman dalam memutuskan segala hal yang berkaitan dengan hajat hidup organisasi.

Sejak berdirinya prinsip musyawarah melekat dalam gerakan Muhammadiyah,

sehingga lahirlah institusi Rapat Tahunan yang kemudian menjadi Kongres dan

Muktamar, disamping berbagai bentuk permusyawaratan organisasi di bawahnya.

Prinsip musyawarah bahkan tercermin dalam format kepemimpinan kolektif-

kolegial dalam Muhammadiyah. Itulah semangat “wa syawrir hum fi al-amr”

sebagaimana pesan utama Allah dalam Al-Qur’an.

15

“Dan (bagi) orang-orang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan

shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan

mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka” (Qs. Asy-

Syura [42]: 38)

Selain musyawarah, dalam Muhammadiyah juga memerlukan ukhuwah

seluruh anggota. Prinsip “innama al-mu’minuna ikhwatun faashlihu baina

ahwaikum” (Qs. Al-Hujarat [49]: 10) dan “Wa’tashim bi Allah jami’an wa la

tafarraqu” (Qs. Ali Imran [3]: 103) sangatlah penting dan mendasar dalam merekat

ukhuwah seluruh anggota Persyarikatan.wujudnya selain meningkatkan silaturahmi,

juga selalu mengikat rasa satu jama’ah, jam’iyah, dan imamah dalam rumah

Muhammadiyah. Adanya perbedaan selain harus dicarikan titik temu, juga tidak bileh

melebar menjadi benih perpecahan dan hilangnya ukhuwah.

Jika organisasi telah mengambil keputusan hasil musyawarah, maka haruslah

ditaati. Jangan karena berhalangan hadir dalam musyawarah, kemudian tidak

menyetujui hasil musyawarah di luar, apalagi manakala prosedur dan proses

musyawarah sudah selesai dengan ketentuan organisasi. Memang musyawarah itu

kadang menjadi suatu mekanisme yang lamban, tetapi proses dan hasilnya justru

dapat dipertanggungjawabkan secara kelembagaan. Manakala ada kesalahan maka

dapat ditempuh musyawarah setingkat atau lebih tinggi untuk memperbaikinya. Tak

ada yang sulit sebenarnya dalam bermusyawarah dan berorganisasi, sejauh para

anggota benar-benar memahami dan mau meletakkan organsasi sebagi mekanisme

pengambilan keputusan kolektif.

11. Mengemban Amanat dan Menjadi Pelaku Gerakan

Aktif dan menjalankan segala tugas/misi organisasi, termasuk di amal usaha, haruslah

dilandasi spirit amanah, bahwa semuanya itu merupakan amanat kerisalahan sekaligus

harus ditunaikan dengan terpercaya. Dengan semangat amanah maka akan lahir

manajemen pengelolaan yang juga terpercaya, transparan, dan baik, yang

menghasilkan sistem penyelengaraan amal usaha yang dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih-lebih di amal usaha yang sudah besar, spirit amanat itu akan menghadang

penyimpangan dan konflik, karena semua pengelola tidak lain sebagai pelaku yang

menkalankan Persyarikatan, bukan miliknya sendiri. Memang amal usaha itu pun

16

tumbuh menjadi besar karena kiprah mereka yang ada di dalamnya, yang sejak awal

membesarkan dan mengembangkannya, tetapi dengan spirit amanat semuanya itu

menjadi bagian dari pengkhidmatan diri pada misi Muhammadiyah melalui amal

usaha.

Karena bergerak di Muhammadiyah itu dilandasi spirit amanat dan

mengemban misi kerisalahan, maka setiap anggota harus terpanggil menjadi pelaku

aktif dalam gerakan Muhammadiyah. Dengan semangat amanah dan menjadi pelaku

gerakan, maka Muhammadiyah akan tumbuh kokoh dalam gerakannya, karena setiap

anggotanya akan mencurahkan apa yang dimilikinya dengan penuh

pertanggungjawaban dan kepercayaan, sekaligus bergerak secara aktif dan dinamis.

Kalau Muhammadiyah memiliki kekurangan dan kelemahan, maka menjadi

kewajiban setiap anggotanya untuk memperbaiki, bukan mencemooh apalagi

menambah lemah. Jika setiap anggota menjadi pelaku maka akan terjadi akumulasi

pengkhidmatan dari sekian puluh orang, sekian ratus orang, sekian ribu orang, bahkan

sekian juta warga dan simpatisan Muhammadiyah yang hasil akhirnya tentu saja

gerak Muhammadiyah menjadi bergelombang.

Sebaliknya manakala setiap orang pasif dan apatis makan jangan harap

Muhammadiyah maju dan menghasilkan amal shalih yang bermanfaat bagi

masyarakat. Apalagi jika berada dalam Muhammadiyah tetapi sekadar menumpang

hidup, lebih-lebih hanya menyuburkan gerakan lain di luar Muhammadiyah, maka

Muhammadiyah sekedar jadi alat yang pada akhirnya selain tidak akan maju, bahkan

Muhammadiyah sendiri akan mengalami pengeroposan dan yang maju tentu saja

gerakan lain. Manakala Muhammadiyah memiliki kelemahan atau kekurangan,

dicemooh, dan disalahkan, bahkan dijadikan kesempatan untuk memasukkan

kepentingan atau paham lain, sehingga makin lemah.

Bagi anggota Muhammadiyah semestinya komitmen menjalankan misi

sebagai amanat merupakan bagian dari sikap keagamaan yang harus ditunaikan

sekaligus memerlukan keahlian dengan sebaik-baiknya (Qs. An-Nisa [4]: 58). Amanat

lebih-lebih bagi pimpinan, melekat dengan tugas dan tanggung jawab yang harus

ditunaikan dan tidak boleh dikhianati sebagaimana pesan Allah dalam Al-Qur’an:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul

(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang

dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (Qs. Al-Anfal [8]: 27).

17

12. Memajukan Muhammadiyah

Semangat dan kiprah untuk memajukan Muhammadiyah harus menjadi komitmen

setiap anggota, apalagi bagi kader dan pimpinan. Muhammadiyah menghadapi

tantangan yang berat diberbagai bidang gerakannya, termasuk dalam dakwah dan

amal usahanya. Semuanya harus ditingkatkan kualitasnya, sehingga muhammadiyah

selain mampu bersaing juga menjadi gerakan yang unggul.

Kemajuan Muhammadiyah dan orang-orangnya harus stimultan, termasuk

dalam pemikiran dan amaliahnya. Ciri Muhammadiyah itu gerakan tajdid, yang

membawa pada kemajuan. Semangat untuk maju melekat dengan gerak perubahan,

yang semuanya terletak pada pundak orang Muhammadiyah sendiri sebagaimana

pesan Allah tentang gerak perubahan, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan

sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(Qs. Ar-Ra’d [13]: 11). Maju dan mundurnya Muhammadiyah tergantung pada

anggotanya, tergantung para kader dan pimpinannya, tergantung mereka yang berada

di dalamnya. Setiap orang harus memberikan konstribusi dan pengabdian yang

optimal manakala Muhammadiyah ingin maju dan berkembang pesat.

Pada saat yang sama kemajuan Muhammadiyah juga sangat tergantung pada

pemikiran-pemikiran inovatif atau pembaruan dari para kader dan pimpinannya.

Jangan biarkan Muhammadiyah bergerak apa adanya, termasuk dalam pemikiran.

Muhammadiyah selain harus maju, bahkan harus menyumbangkan pemikiran-

pemikiran maju untuk kemajuan umat, masyarakat, bangsa, dan dunia kemanusiaan

sejagad raya. Jangan penuh kecemasan dan ketakutan untuk berpikiran maju dan

melakukan langkah-langkah ke arah kemajuan, tentu saja jalan yang ditempuh tetap

berada dalam koridor organisasi. Membawa Muhammadiyah pada kemajuan memang

memerlukan ketekunan, kecerdasan, sekaligus kesabaran.

13. Berkiprah dalam Memajukan Umat, Bangsa, dan Dunia Kemanusiaan

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang kehadirannya dirasakan

langsung oleh masyarakat luas. Gerak Muhammadiyah merupakan gerak keutamaan,

gerak kebangsaan dan gerak kemanusiaan, dalam arti seluruh kiprahnya dikhidmatkan

untuk kemajuan dan kebaikan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan. Karena itu

setiap anggota Muhammadiyah, termasuk yang berada di amal usaha, dan lebih-lebih

18

kader dan pimpinan, harus selalu peduli dan berkiprah dalam kegiatan keutamaan,

kebangsaan, dan kemanusiaan. Muhammadiyah dalam kiprahnya untuk umat, bangsa,

dan dunia kemanusiaan itu berangkat dari semangat risalah kenabian untuk

menyebarkan rahmat bagi semesta alam sebagaimana pesan Allah yang diemban Nabi

Muhammad:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi

semesta alam” (Qs. Al-Anbiya [21]: 107).

Setiap orang Muhammadiyah dituntut untuk memberikan kemanfaatan bagi

lingkungannya. Amal usaha Muhammadiyah pun harus dikembangkan ke arah

kemajuan sehingga memberi kemaslahatan bagi lingkungan sekitarnya.

Muhammadiyah itu gerakan keutamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan sehingga

risalah Islam yang dibawanya dan gerakan yang ditampilkannya harus melahirkan

rahmat bagi semesta kehidupan. Sejak kelahiran hingga perjalanan sejarahnya di

kemudian hari hingga saat ini alhamdulillah Muhammadiyah telah memberikan

sumbangsih untuk umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan. Namun kini diperlukan

kerja lebih keras lagi agar kehadiran Muhammadiyah semakin dirasakan oleh

masyarakat luas. Karena itu siapapun yang mewakafkan diri, membantu, menitipkan

infak dan apapun yang bermanfaat melalui Muhammadiyah semuanya akan berpulang

untuk kemaslahatan orang banyak. Pemerintah pun manakala membantu

Muhammadiyah sebenarnya pada hakikatnya membantu rakyat karena

Muhammadiyah itu untuk semua orang, semuanya kembali untuk kemaslahatan

kehidupan umat manusia.

Sedangkan dalam tingkat dunia, Muhammadiyah dituntut perannya sebagai

gerakan Islam yang menjadi pilar yang ikut mencerahkan dunia dari berbagai

belenggu. Kehidupan pada level global saat ini, selain kemajuan, juga diwarnai politik

internasional yang dihegemoni AS dan sekutunya, ketidak-adilan global, kerusakan

lingkungan, krisis moral dan filosofi hidup akibat pragmatisme dan humanisme-

sekuler, merajalelanya kapitalisme dan neoliberalisme yang menimbulkan

ketimpangan, terorisme dan kekerasan dalam berbagai bentuk termasuk terorisme dan

kekerasan negara kuat terhadap negara lemah selain dilakukan antarkelompok, dan

ancaman kehancuran tatanan dunia ke depan. Sementara dunia Islam pun masih

tercerai-berai dan berada dalam hegemoni kekuatan lain, serta tertinggal dalam

peradaban. Maka Muhammadiyah perlu didorong untuk memainkan perannya sebagai

kekuatan pembawa misi rahmatan lil-‘alamin. Karena itu setiap orang

19

Muhammadiyah selain harus kokoh/istiqamah dalam berIslam, sehingga dapat

memainkan peran kesejarahan dalam membangun peradaban yang utama.

20

BAB III

PENUTUP

Komitmen ber-Muhammadiyah berarti keterikatan untuk melakukan sesuatu dalam

mengemban misi dan usaha-usaha yang diinginkan oleh Muhammadiyah untuk

melaksanakan gerakannya guna mencapai tujuan utamanya yaitu terwujudnya masyarakat

islam yang sebenar-benarnya. Komitmen yang demikian sifatnya panggilan batin yang

diwujudkan dalam berbagai tindakan yang selaras dengan panggilan itu, sehingga

menunjukkan kesetiaan pada perjuangan Muhammadiyah apapun, dimana pun dan dalam

keadaan bagaimanapun.

Dalam ber-Muhammadiyah (aktif dan menggerakkan Muhammadiyah) khususnya

bagi anggota, lebih-lebih pimpinannya diberbagai lini termasuk di amal usaha dan organisasi

otonomnya, komitmen itu sangatlah penting. Ibarat pepatah bahwa air sungai tergantung dari

hulu, maka komitmen merupakan sumber dari tingkat keterlibatan anggota dalam

Muhammadiyah.

Berada dan aktif dalam Muhammadiyah bukanlah sekedar keterlibatan fisik, tetapi

lebih fundamental bagi keterlibatan moral atau mental, termasuk didalamnya pikiran dan

pengkhidmatan. Komitmen itu merupakan perpaduan ikrar batin, kesetiaan, dan tindakan

untuk berada dalam rumah Muhammadiyah lahir dan batin, serta melakukan tindakan-

tindakan yang selaras dan bahkan memperjuangkan misi Muhammadiyah dengan sepsenuh

hati. Itulah yang disebut sikap atau komitmen ber-Muhammadiyah, yakni keterlibatan yang

penuh (totalitas) kesetiaan dari yang bersifat fisik hingga mental, pemikiran, dan tindakan.

21

DAFTAR PUSTAKA

Nashir, Haedar. “Kristalisasi Ideologi dan Komitmen Bermuhammadiyah”, hal 17-94

22