kelompok 8 mencit fix

13
 PENGARUH AMONIA (NH 3 ) TERHADAP ORGANISME TIKUS PUTIH (  MUS M USCULUS) DENGAN METODE INHALASI THE INFLUENCE OF AMMONIA (NH 3  ) AGAINST THE ORGANISMS OF WHITE MICE (MUS MUSCULUS) WITH INHALATION METHOD Anugrah Susilowati, Ardila Ayu, Claudia R. Munthe, Febri Mulyani, Giovani Septiana Kelompok 8, Jumat, Praktikum Minggu ke-10 Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus IPB Dramaga,Bogor, 16680 Email: [email protected]  Abs t rak:   Amonia merupakan pencemar berupa gas dan bisa bereaksi dengan air yang berpotensi membahayakan lingkungan terutama jika terhirup ke dalam sistem pernafasan. Tujuan uji toksisitas adalah menguji toksisitas dari senyawa amonia terhadap makhluk hidup dengan menggunakan mencit sebagai preferensi.   Penelitian dilakukan dengan memasukkan mencit ke dalam desikator dengan empat perlakuan berbeda, yaitu tanpa amonia, serta tiga perlakuan dengan pemberian amonia dengan kadar 1%, 5%, dan 25%.   Berdasarkan hasil penelitian bahwa  perhitungan kadar toksik dengan rata-rata LC 50  mencit 1.619 g/L BB dengan persentase kematian organisme mencit 100%. Dosis tertinggi sebesar 15.625 g/L menyebabkan kematian yang relatif cepat dalam kurun wak tu rata-rata 1.6 menit. Selain itu, me ncit ke-18 dengan berat 20.96 gram memiliki waktu hidup lebih lama dibandingkan mencit ke-19 dengan berat 19.33 gram. Hal ini menunjukkan berat badan hewan berpengaruh terhadap ketahanan tubuh. Pada konsentrasi 0.625  g/L perilaku mencit tidak agresif, lemas dan stress yang ditandai buang kotoran sedangkan pada konsentrasi 3.125 g/L perilaku mencit agresif dan mengalami stress serta terjadi perubahan warna mata yang pucat. Pada konsentrasi amonia yang pekat (25 %) mencit mengalami perilaku  yang sangat agresif saat awal dimasukkan pada kotak inhalasi dan kemudian mengalami kematian dengan cepat. K ata kunci:  Amonia, Makhluk hidup, Mencit, Uji toksisitas  Abs t rac t :  Ammonia is a gas polluters and could react with water that could potentially harm the environment especially if inhaled into the respiratory system. The purpose of the test is to test the toxicity of the compound ammonia toxicity to living things by using white mice as a preference.  Research carried out by inserting the white mice into a desiccator with four different treatment, i.e. without ammonia, as well as three treatment by administering of ammonia with 1%, 5%, and 25%. Based on the results of research that the calculation of the levels of toxic with an average  LC 50  white mice 1.619 g/L W with percentage 100% white mice organism death. The highest dose of 15.625 g/L resulted in the death of relatively rapid within an average of 1.6 seconds. Moreover, the white mice weighing 20.96 grams has lived longer than the white mice with 19.33 grams of weight. This shows the animal body weight affect the resistance of the body. On the concentration of 0.625 g/L white mice are not aggressive behavior, stress-marked limp and pooping while at 3.125 g/L concentration behavior of white mice are aggressive and experienced stress as well as changing the eye color of pale. At concentrations of ammonia are concentrated (25%) white mice are having a very aggressive behavior during early entered on the inhalation and then allowed to die quickly. K e ywo r ds:  Ammonia, Living beings, White mice, Toxicity test  LATAR BELAKANG Dewasa ini, limbah merupakan masalah utama, terutama di perkotaan. Penanganan limbah yang kurang memadai dengan penerapan teknologi yang tidak

Upload: ardila-ayu-aprina

Post on 07-Oct-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

buat yang mau mendownload laporan toksikologi mengenai kadar toksik dalam mencit

TRANSCRIPT

  • PENGARUH AMONIA (NH3) TERHADAP ORGANISME

    TIKUS PUTIH (MUS MUSCULUS) DENGAN METODE

    INHALASI

    THE INFLUENCE OF AMMONIA (NH3) AGAINST THE ORGANISMS OF

    WHITE MICE (MUS MUSCULUS) WITH INHALATION METHOD

    Anugrah Susilowati, Ardila Ayu, Claudia R. Munthe, Febri Mulyani, Giovani Septiana

    Kelompok 8, Jumat, Praktikum Minggu ke-10

    Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus IPB

    Dramaga,Bogor, 16680

    Email: [email protected]

    Abstrak: Amonia merupakan pencemar berupa gas dan bisa bereaksi dengan air yang berpotensi membahayakan lingkungan terutama jika terhirup ke dalam sistem pernafasan. Tujuan uji

    toksisitas adalah menguji toksisitas dari senyawa amonia terhadap makhluk hidup dengan

    menggunakan mencit sebagai preferensi. Penelitian dilakukan dengan memasukkan mencit ke

    dalam desikator dengan empat perlakuan berbeda, yaitu tanpa amonia, serta tiga perlakuan

    dengan pemberian amonia dengan kadar 1%, 5%, dan 25%. Berdasarkan hasil penelitian bahwa

    perhitungan kadar toksik dengan rata-rata LC50 mencit 1.619 g/L BB dengan persentase kematian

    organisme mencit 100%. Dosis tertinggi sebesar 15.625 g/L menyebabkan kematian yang relatif

    cepat dalam kurun waktu rata-rata 1.6 menit. Selain itu, mencit ke-18 dengan berat 20.96 gram

    memiliki waktu hidup lebih lama dibandingkan mencit ke-19 dengan berat 19.33 gram. Hal ini

    menunjukkan berat badan hewan berpengaruh terhadap ketahanan tubuh. Pada konsentrasi 0.625

    g/L perilaku mencit tidak agresif, lemas dan stress yang ditandai buang kotoran sedangkan pada

    konsentrasi 3.125 g/L perilaku mencit agresif dan mengalami stress serta terjadi perubahan

    warna mata yang pucat. Pada konsentrasi amonia yang pekat (25 %) mencit mengalami perilaku

    yang sangat agresif saat awal dimasukkan pada kotak inhalasi dan kemudian mengalami kematian

    dengan cepat.

    Kata kunci: Amonia, Makhluk hidup, Mencit, Uji toksisitas

    Abstract: Ammonia is a gas polluters and could react with water that could potentially harm the

    environment especially if inhaled into the respiratory system. The purpose of the test is to test the

    toxicity of the compound ammonia toxicity to living things by using white mice as a preference.

    Research carried out by inserting the white mice into a desiccator with four different treatment,

    i.e. without ammonia, as well as three treatment by administering of ammonia with 1%, 5%, and

    25%. Based on the results of research that the calculation of the levels of toxic with an average

    LC50 white mice 1.619 g/L W with percentage 100% white mice organism death. The highest dose

    of 15.625 g/L resulted in the death of relatively rapid within an average of 1.6 seconds. Moreover,

    the white mice weighing 20.96 grams has lived longer than the white mice with 19.33 grams of

    weight. This shows the animal body weight affect the resistance of the body. On the concentration

    of 0.625 g/L white mice are not aggressive behavior, stress-marked limp and pooping while at

    3.125 g/L concentration behavior of white mice are aggressive and experienced stress as well as

    changing the eye color of pale. At concentrations of ammonia are concentrated (25%) white mice

    are having a very aggressive behavior during early entered on the inhalation and then allowed to

    die quickly.

    Keywords: Ammonia, Living beings, White mice, Toxicity test

    LATAR BELAKANG

    Dewasa ini, limbah merupakan masalah utama, terutama di perkotaan.

    Penanganan limbah yang kurang memadai dengan penerapan teknologi yang tidak

  • sesuai akan menimbulkan berbagai efek negatif bagi lingkungan karena selain

    mengganggu secara visual, bau, dan ruang, limbah dapat mengandung bahan

    kimia yang berbahaya dan beracun. Salah satu bahan kimia yang umum

    terkandung didalam limbah adalah ammonia (NH3) (Bonnin dkk., 2008). Limbah

    dengan kandungan amonia sebagian besar bersumber dari sekresi mamalia dalam

    bentuk urin (peternakan), pabrik pupuk amonium nitrat dan pabrik amonia. Pabrik

    amonia menghasilkan sampai 1 kg amonia setiap 1 m3 limbah atau 1000 mg/L

    limbah, pabrik amonium nitrat mengeluarkan limbah cair dengan kandungan

    amonia sebesar 2500 mg/L, sedangkan limbah peternakan dan rumah tangga

    mengandung amonia dengan konsentrasi antara 100-250 mg/L (Brigden dan

    Stringer, 2000 dalam Riwayati 2010).

    Selain baunya, amonia dalam bentuk gas merupakan polutan yang berbahaya

    terutama jika terhirup ke dalam sistem pernafasan. Bahaya tersebut diantaranya

    menyebabkan iritasi hidung dan tenggorokan, penyakit paru-paru kronis, batuk,

    asma dan pengerasan paru-paru. Selain itu, pada kulit dan mata dapat

    menyebabkan luka seperti terbakar, katarak dan gloukoma. Dalam larutan air

    amonia berada dalam bentuk terionisasi (NH4+) maupun tidak terionisasi (NH3).

    Konsentrasi relatif dari masing-masing jenis tergantung dari beberapa faktor

    diantaranya pH dan suhu. Sifat racun dari amonia berhubungan dengan

    konsentrasi dari bentuk tak terionisasi (NH3). Sifat racun dari amonia tak

    terionisasi ini akan tinggi pada lingkungan dengan suhu yang rendah dan pH

    tinggi. Sedangkan pada pH yang rendah sebagian besar dari amonia akan

    terionisasi menjadi ion amonium (NH4+) (Brigden dan Stringer, 2000 dalam

    Riwayati 2010).

    Sifat-sifat amoniak yang berbahaya bagi lingkungan, khususnya pada makhluk

    hidup, perlu diketahui. Pengujian toksisitas amoniak di lingkungan sudah banyak

    dilakukan terhadap hewan uji dalam skala laboratorium. Hewan uji yang umum

    digunakan adalah tikus putih atau biasa disebut mencit. Dampak paparan amonia

    pada makhluk hidup secara fisik dan perilaku dapat dilihat pada hewan uji. Hasil

    yang didapatkan dari pengujian ini bisa dianalogikan dengan dampak terhadap

    manusia jika terkena paparan amoniak khususnya melalui sistem pernafasan,

    dengan beberapa parameter. Parameter yang dapat digunakan sebagai bahan

    penganalogian adalah jenis, fisik, dan bobot hewan uji, kondisi lingkungan

    pengujian, konsentrasi amoniak, dan waktu pemaparan pada hewan uji.

    Kondisi lingkungan yang bebas dari kandungan polutan menjadi hal yang

    sangat penting saat ini. Uji toksisitas adalah metode untuk mengevaluasi

    karakteristik toksik dari suatu bahan kimia di lingkungan. Toksisitas akut

    didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pemaparan bahan toksik dalam

    waktu singkat, yang biasanya dihitung dengan menggunakan nilai LC50, yaitu

    dosis yang mematikan 50% organisme uji. Penelitian ini menggunakan tikus putih

    atau mencit sebagai organisme hidup untuk pengujian toksisitas. Tujuan uji

    toksisitas adalah menguji toksisitas dari senyawa amonia terhadap makhluk hidup

    dengan menggunakan mencit (Mus musculus) sebagai preferensi.

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pengujian toksisitas bertujuan untuk menilai efek racun terhadap organisme,

    menganalisis resiko secara obyektif, yang dihadapi akibat adanya racun di

    lingkungan. Toksisitas akut terjadi pada dosis tinggi, waktu pemaparan pendek

  • dengan efek parah dan mendadak, terhadap organ absorpsi dan sekresi yang

    terkena. Toksisitas kronis terjadi pada dosis tidak tinggi pemaparan menahun,

    gejala tidak mendadak atau gradual, dan intensitas efek dapat parah atau tidak.

    Jenis uji yang digunakan tergantung pada penggunaan zat kimia dan manusia

    yang terpapar.

    Klasifikasi toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul

    dan dosis yang dibutuhkan, serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.

    Efek merugikan atau toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan

    kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk

    menimbulkan keadaan toksik. Suatu bahan polutan dapat diberikan dalam dosis

    yang sama tetapi cara masuknya berbeda, misalnya bahan polutan pertama melalui

    intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral. Penelitian untuk mengetahui

    toksisitas pada umumnya dilakukan pada hewan uji yaitu tikus putih atau mencit.

    Salah satu materi atau bahan yang dapat dinilai tingkat toksisitasnya adalah logam

    amonia.

    A. Karakteristik amonia Amonia pada bentuk aslinya merupakan gas yang tidak berwarna dengan titik

    didih -330C. Gas amonia lebih ringan dibandingkan udara, dengan densitas sekitar

    0,6 kali densitas udara pada suhu yang sama. Bau yang tajam dari amonia dapat

    dideteksi pada konsentrasi yang rendah 1-5 ppm (Brigden dan Stringer 2000

    dalam Riwayati 2010). Amonia sangat beracun bagi hampir semua organisme.

    Pada manusia, risiko terbesar adalah dari penghirupan uap amonia yang berakibat

    beberapa efek diantaranya iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernafasan. Pada

    tingkat yang sangat tinggi, penghirupan uap amonia sangat bersifat fatal. Jika

    terlarut di perairan akan meningkatkan konsentrasi amonia yang menyebabkan

    keracunan bagi hampir semua organisme perairan (Valupadas, 1999).

    Menurut Riwayati 2010, Kelarutan amonia sangat besar di dalam air, meskipun

    kelarutannya menurun tajam dengan kenaikan suhu. Amonia bereaksi dengan air

    secara reversibel menghasilkan ion amnium (NH4+) dan ion hidroksida (OH

    -).

    Amonia merupakan basa lemah. Pembentukan ion hidroksida akan meningkatkan

    pH larutan, sehingga larutan menjadi alkali. Jika ion-ion hidroksida atau amonium

    bereaksi lebih lanjut dengan senyawa lain yang ada di dalam air, maka amonia

    akan terkonversi lebih banyak lagi untuk menjaga kesetimbangan reaksi (Appl

    1999 dalam riwayati 2010).

    B. Toksisitas Amonia Amonia ada di dalam air tanah secara alamiah dengan jumlah kurang dari 0,2

    ppm. Kandungan yang lebih tinggi dijumpai pada air tanah yang berhumus atau

    dalam hutan dengan konsentrasi mencapai 3 ppm, sedangkan air permukaan

    kandungan amonianya dapat mencapai 12 ppm (Fawel dkk., 1996).

    Dosis tunggal untuk berbagai jenis garam amonium sebesar 200-500 mg/kg

    berat badan mengakibatkan oedema paru-paru, disfungsi sistem syaraf dan

    kerusakan ginjal. Dosis sebesar 0,9% amonium klorida (kira-kira 290 mg amonia

    per kg berat badan per hari) di dalam air minum mengakibatkan hambatan

    pertumbuhan janin pada tikus hamil (Fawel dkk., 1996).

    Amonia dapat bersifat racun pada manusia jika jumlah yang masuk tubuh

    melebihi jumlah yang dapat didetoksifikasi oleh tubuh. Pada dosis lebih dari 100

  • mg/kg setiap hari (33,7 mg ion amonium per kg berat badan per hari) dapat

    mempengaruhi metabolisme dengan mengubah kesetimbangan asam-basa dalam

    tubuh, mengganggu toleransi terhadap glukosa dan mengurangi kepekaan jaringan

    terhadap insulin (Fawel dkk., 1996).

    C. Uji Toksisitas pada Tikus putih dengan Parameter LC50 dan LD50 Parameter yang sering digunakan dalam mengukur tingkat toksisitas pada

    makhluk hidup adalah parameter LC50 dan LD50. Parameter LC50 digunakan jika

    suatu organisme dipaparkan terhadap konsentrasi bahan tertentu dalam air atau

    udara yang dosisnya tidak diketahui, sedangkan LD50 digunakan untuk mengukur

    potensi jangka pendek keracunan (toksisitas akut) dari suatu bahan dengan dosis

    tertentu yang masuk pada makhluk hidup. Waktu pemaparan dan konsentrasi pada

    saat pengujian LC50 dan LD50 ini harus dinyatakan secara jelas (Ibrahim 2012).

    LD50 dan/atau LC50 sebagai salah satu pengujian toksisitas akut suatu

    bahan/zat memiliki manfaat yaitu klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas

    relatifnya (Tabel 1) dan Evaluasi dampak keracunan yang tidak disengaja,

    perencanaan penelitian toksisitas subakut dan kronik pada hewan, memberikan

    informasi tentang mekanisme toksisitas, pengaruh umur, seks, dan faktor

    lingkungan lainnya, dan variasi respon antar spesies hewan, memberikan

    informasi tentang reaktivitas suatu populasi hewan, memberikan sumbangan bagi

    informasi yang dibutuhkan dalam merencanakan pengujian obat pada manusia

    dan dalam pengendalian mutu zat kimia, deteksi pencemaran toksik serta

    perubahan fisik yang mempengaruhi bioavailabilitas. Klasifikasi zat kimia sesuai

    dengan toksisitas relatifnya dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1.Klasifikasi Zat Kimia Sesuai dengan Toksisitas (Frank 1996 dalam Ibrahim et al. 2012)

    Kategori LD50 (mg/kgBB)

    Super toksik < 5

    Amat sangat toksik 5-50

    Sangat toksik 50-500

    Toksik sedang 500-5000

    Toksik ringan 5000-15000

    Praktis tidak toksik > 15000

    Sifat toksis pada hewan uji yang letal dan sub-letal dapat menimbulkan efek

    genetik maupun teratogenik terhadap hewan uji. Pengaruh letal disebabkan

    gangguan pada saraf pusat, sehingga tikus tidak bergerak atau bernapas, akibatnya

    cepat mati. Pengaruh sub-letal terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan

    kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk perkembangbiakan, pertumbuhan,

    dan sebagainya.

    Amonia dalam bentuk gas bersifat meniritasi kulit, mata, dan saluran

    pernafasan pada hewan uji. Apabila terhirup akan mengiritasi hidung,

    tenggorokan, dan jaringan mukosa. Iritasi terjadi pada konsentrasi mulai 130 ppm

    sampai dengan 200 ppm pada manusia. Pada konsentrasi 400-700 ppm dapat

    mengakibatkan kerusakan permanen akibat iritasi diorgan mata dan pernafasan.

    Toleransi paparan singkat maksimum pada konsentrasi 300-500 ppm selama

  • setengah sampai 1 jam. Paparan pada konsentrasi sebesar 5000-10000 ppm dapat

    menyebabkan kematian (Brigden dan Stringer 2000 dalam Riwayati 2010).

    METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian berada di Laboratorium Limbah dan Udara milik

    Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB, Dramaga, Bogor. Peralatan yang

    digunakan dalam uji toksisitas pengaruh zat pencemaran amonia terhadap

    organisme receptor adalah pipet volumetrik, gelas ukur, neraca analitik, desikator,

    stopwatch, dan amonia dengan kadar 1%, 5%, dan 25%. Organisme yang

    digunakan sebagai bahan penelitian adalah 20 ekor mencit sebagai organisme

    receptor. Penelitian dilakukan dengan memasukkan mencit ke dalam desikator

    dengan empat perlakuan, yaitu tanpa amonia, serta tiga perlakuan dengan

    pemberian amonia dengan kadar 1%, 5%, dan 25%.

    Langkah pertama yang dilakukan pada penelitian adalah mengukur berat

    mencit yang akan diuji. Setiap perlakuan uji coba terdiri dari lima ekor mencit

    yang akan diamati. Setelah seluruh mencit ditimbang, mencit tersebut dimasukkan

    ke dalam desikator yang diberi empat perlakuan berbeda. Kondisi mencit diamati

    setiap lima menit. Selain itu, pengamatan juga dilakukan terhadap pola perilaku

    mencit selama berada di dalam desikator hingga mencit tersebut mengalami

    kematian. Data kematian setiap mencit dicatat untuk pengolahan data uji

    toksisitas. Alur prosedur penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

    Gambar 1. Alur prosedur penelitian uji toksisitas zat pencemar

    Perhitungan LC50 dapat dilakukan dengan metode aritmatik Reed dan Muench,

    C.S. Weil, metode Farmakope Indonesia, maupun dengan persamaan garis.

    Sebelum penentuan LC50, perhitungan dosis yang akan diberikan dilakukan

    berdasarkan berat badan hewan uji dengan menggunakan persamaan sebagai

    berikut.

    20 ekor mencit

    dipisahkan secara acak

    ke dalam 4 kelompok

    dengan masing-masing

    5 ekor per kelompok

    perlakuan.

    Setiap mencit

    ditimbang untuk

    menentukan berat

    organisme bahan uji.

    Bahan kimia

    pencemar berupa

    amonia disiapkan

    dengan kadar 1%,

    5%, dan 25%.

    Masing-masing

    pencemar dimasukkan

    ke dalam desikator

    Desikator tanpa

    pencemar dijadikan

    sebagai kontrol

    perlakuan.

    Mencit dimasukkan

    ke dalam desikator.

    Perilaku dan waktu

    kematian setiap mencit

    pada keempat

    perlakuan dicatat.

    Data hasil penelitian

    dianalisis dengan

    menggunakan empat

    metode.

  • Jumlah toksikan (mg) = dosis (

    ) x berat hewan uji (kg) (1)

    Volume toksikan (ml) = ( )

    ( ) ( )

    Apabila bahan toksikan diberikan secara inhalasi pada hewan uji, maka

    penentuan volumenya menjadi seperti berikut:

    Volume toksikan (ml) = ( )

    ( ) ( )

    Penentuan LC50 dengan metode C.S. Weil, Weil memanfaatkan tabel yang

    dibuat oleh Thompson dan Weil. Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam

    penggunaan tabel Thompson dan Weil antara lain: jumlah hewan uji tiap

    kelompok peringkat dosis sama, interval yang merupakan kelipatan (d) atau faktor

    geometrik (R) tetap, dan jumlah kelompok paling tidak empat peringkat dosis.

    Jika umumnya digunakan K=3, maka jumlah kelompok harus paling tidak (K+1)

    peringkat dosis. LC50 dapat dihitung dengan persamaan berikut.

    m= log D + d (f+1) (4)

    Keterangan:

    m : Log LD50

    D : dosis terendah

    f : faktor yang diperoleh dari tabel Thompson dan Weil (0.7 untuk N=4)

    d : logaritma kelipatan dosis

    Penentuan LC50 dengan metode persamaan garis dilakukan dengan persentase

    kematian pada setiap kelompok hewan uji dari setiap perlakuan diplotkan sesuai

    dengan dosis yang diberikan pada masing-masing kelompok sehingga didapatkan

    metode persamaan garis dengan persamaan berikut

    y = a + bx (5)

    Keterangan:

    y : % kematian

    x : log dosis

    Perhitungan metode Aritmatik Reed dan Muench dibuat dengan menggunakan

    harga kumulatif sebagai dasarnya. Harga kumulatif dapat diperoleh dari asumsi

    bahwa hewan uji yang mati pada suatu dosis tentu akan mati oleh dosis yang lebih

    besar, dan hewan uji yang tidak mati atau tetap hidup pada suatu dosis tentu juga

    tidak akan mati oleh dosis yang lebih kecil. Angka kumulatif diperoleh dari

    menjumlahkan kematian hewan uji pada dosis terbesar yang menyebabkan

    kematian 100% hewan uji dengan jumlah hewan uji yang mati pada dosis-dosis

    yang lebih kecil. Dengan demikian dapat dihitung ukuran jarak pada pengamatan

    yang dilakukan dengan persamaan sebagai berikut.

    h =

    (6)

  • Keterangan :

    h : ukuran jarak

    a : persentase kematian yang lebih kecil dan paling dekat dari 50%

    b : persentase kematian yang lebih besar dan paling dekat dari 50%

    Selanjutnya, kenaikan dosis yang akan mempengaruhi LC50 pada hewan uji

    dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

    i = log

    (7)

    Keterangan :

    i : Kenaikan dosis

    k : Dosis yang menyebabkan kematian yang lebih besar dan paling dekat dari 50%

    s : Dosis yang menyebabkan kematian yang lebih kecil dan paling dekat dari 50%

    Persamaan untuk mendapatkan LD50 atau LC50 dengan metode Reed dan Muench

    sebagai berikut.

    y = antilog (g + log s) (8)

    Keterangan:

    y : LD50 atau LC50 g : Hasil perkalian antara kenaikan dosis dengan ukuran jarak

    Kemudian, perhitungan LC50 dengan metode Farmakope Indonesia dapat

    dihitung dengan persamaan berikut

    m = a p 0.5 ) m = log LC50 (9)

    Keterangan:

    a : logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan kematian 100% tiap kelompok

    b : beda logaritma dosis yang berurutan

    pi: jumlah hewan mati yang menerima dosis i dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya yang

    menerima dosis i

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pengujian toksisitas amonia di lingkungan telah banyak dilakukan terhadap hewan uji didalam laboratorium. Pada pengujian amonia tersebut dapat dilihat

    secara fisik dan perilaku pada hewan uji. Hasil yang didapatkan dari pengujian ini

    bisa dianalogikan dengan dampak terhadap manusia jika terkena paparan amoniak

    khususnya melalui sistem pernafasan, dengan beberapa parameter. Parameter

    yang dapat digunakan sebagai bahan penganalogian adalah jenis, fisik, dan bobot

    hewan uji, kondisi lingkungan pengujian, konsentrasi amoniak, dan waktu

    pemaparan pada hewan uji. Pengujian toksisitas akut ini berdasarkan nilai LC50 Penentuan nilai LC50 untuk mencit yang diberikan toksikan gas amonia

    dilakukan menggunakan empat metode. Hasil penelitian penentuan nilai LC50

    dengan keempat metode tersebut disajikan pada Tabel 2. Hasil perhitungan nilai

    LC50 menggunakan Metode Persamaan Garis dan Metode Farmakope Indonesia

    disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

  • Tabel 2. Hasil perhitungan LC50 dengan Empat metode

    Metode LC50 Mencit

    g/L BB

    C.S. Weil

    Persamaan Garis 1.828

    Aritmatik Reed dan Muench

    Farmakope Indonesia 1.398

    Rata-rata 1.613

    Tabel 3. Hasil perhitungan nilai LC50 dengan Metode Persamaan Garis

    Inhalasi % kematian Dosis (mg/L) log dosis

    Control 0 0 0

    1% 0 0.625 -0.204

    5% 100 3.125 0.495

    25% 100 15.625 1.194

    LC50 (g/L BB) 0.262 1.828

    Tabel 4. Hasil perhitungan nilai LC50 dengan Metode Farmakope Indonesia

    A B pi Log LC50 LC50 (g/L BB)

    1.194 0.699 2 0.145 1.398

    Berdasarkan hasil perhitungan LC50 pada Tabel 1, fluktuasi nilai LC50 yang

    didapat cukup berbeda signifikan. Semakin besar nilai LC50 yang didapat maka

    toksisitas zat kimia pencemar semakin bagus. Berdasarkan analisis dari keempat

    metode tersebut, LC50 paling tinggi adalah dengan Metode Persamaan Garis dan

    nilai LC50 yang terkecil adalah dengan Metode Farmakope Indonesia. Sementara

    untuk metode C.S Weil dan Aritmatik Reed dan Muech nilai LC50 tidak dapat

    dihitung. Menurut Kurniawan (2014), terdapat beberapa syarat yang harus

    dipertimbangkan dalam perhitungan LC50 dengan Metode C.S Weil salah satunya

    adalah variasi dosis yang diberikan paling tidak berjumlah empat macam.

    Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan variasi dosis yang diberikan hanya

    3 macam.

    Perhitungan LC50 dengan Metode Aritmatik Reed dan Muench tidak dapat

    dihitung karena dosis yang menyebabkan kematian paling besar dan paling dekat

    dari 50% (k) dan nilai dosis yang menyebabkan kematian paling kecil dan paling

    dekat dengan 50% (s) tidak diketahui. Hal ini disebabkan oleh persentase

    pemberian dosis pada contoh uji memiliki rentang dosis yang terlalu besar

    sehingga seluruh mencit mengalami kematian.

    Rata-rata LC50 mencit 1.619 g/L BB dengan persentase kematian organisme

    mencit 100%. Kedua metode sangat berbeda secara signifikan sehingga

    diperlukan perhitungan LC50 yang baru dengan metode lain. Nilai yang berbeda

    secara siginifikan ini disebabkan oleh parameter kriteria tiap metode berbeda.

    Untuk Metode Farmakope Indonesia, harus dipenuhi kriteria antara lain

  • menggunakan seri dosis pengenceran yang berkelipatan tetap, jumlah hewan

    percobaan tiap kelompok sama, dan dosis harus memberikan efek kematian 0-

    100%. Sementara untuk metode Persamaan Garis tidak terdapat kriteria semacam

    itu dalam perhitungan.

    Faktor yang mempengaruhi LC50 adalah umur organisme, jenis kelamin, dan

    berat badan organisme contoh uji. Pada penelitian ini, faktor-faktor semacam itu

    tidak diperhitungkan kecuali berat badan organisme contoh uji. Semisalnya,

    apabila jenis kelamin contoh uji berbeda maka metabolisme dan sistem kekebalan

    tubuh tiap organisme juga berbeda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, nilai

    LC50 mencit tidak dapat digunakan sebagai acuan karena tidak

    mempertimbangkan faktor-faktor tersebut. Nilai LC50 menunjukan dosis toksin

    untuk melumpuhkan 50% populasi organisme. Nilai dosis ini dipengaruhi oleh

    konsentrasi toksin dalam udara, jumlah populasi dalam wadah, dan persentase

    kematian.

    Gejala toksik hingga terjadinya kematian organisme uji terkait dengan

    pengaruh dengan fungsi organ yang sangat vital antara lain saluran dan organ

    pernapasan, hati, ginjal dan hemopoetik. Sebaiknya untuk memperkuat hasil

    penelitian, dilakukan autopsy untuk pemeriksaan organ-organ vital tersebut secara

    makroskopik dan mikroskopik.

    Penggunaan hewan uji mencit digunakan pada tahap awal percobaan skala

    besar di Laboratorium karena terbukti mencit memiliki sistem metabolisme

    mencit mendekati sistem metabolisme manusia. Oleh karena itu parameter LC50

    mencit oleh gas amonia hampir dapat berlaku juga untuk manusia apabila

    dilakukan percobaan yang lebih lanjut pada hewan primata yang memiliki sistem

    metabolisme yang lebih dekat dengan manusia dibandingkan hanya menggunakan

    mencit.

    Tikus putih dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun tetapi terdapat perbedaan

    usia dari berbagai galur terutama berdasarkan kepekaan terhadap lingkungan dan

    penyakit. Selama hidupnya, hewan ini beranak selama 7-18 bulan dan

    menghasilkan anak rata-rata 6-10 anak/kelahiran dengan tingkat kesuburan sangat

    tinggi yaitu dapat menghasilkan kurang lebih satu juta keturunan dalam kurun

    waktu kurang lebih 425 hari dengan rataan jumlah anak 8 ekor per kelahiran.

    Tikus putih/mencit sebagai hewan uji untuk toksisitas seperti yang dilakukan

    pada penelitian. Hasil uji toksisitas dilakukan selama kurun waktu 60 menit dan

    menghasilkan data kematian seperti pada tabel 5.

    Berdasarkan pengujian tingkat toksisitas ammoniak pada mencit diperoleh

    bahwa dosis tertinggi sebesar 15.625 g/L menyebabkan kematian yang relatif

    cepat dalam kurun waktu rata-rata 1.6 menit. Berdasarkan tabel terlihat bahwa

    berat badan hewan cukup berpengaruh terhadap ketahanan tubuh. Hal tersebut

    terlihat pada tikus ke-18 dengan berat 20.96 gram memiliki waktu hidup lebih

    lama dibandingkan tikus ke- 19 dengan berat 19.33 gram yang mati lebih cepat.

    Ketahanan tubuh mencit tidak hanya berpengaruh pada berat badannya namun

    juga bergantung pada tingkat kesehatan mencit itu sendiri.

    Tabel 5. Data kematian tikus

  • mencit

    ke-

    Berat

    Mencit (gr) Dosis (g/L)

    Waktu kematian

    (menit)

    Presentase

    Kematian

    1 16.66

    0 Tidak ada yang mati 0%

    2 17.69

    3 22.09

    4 14.48

    5 20.86

    6 21.39

    0.625 Tidak ada yang mati 0%

    7 16.54

    8 22.31

    9 19.72

    10 19.96

    11 20.64

    3.125

    10.51

    100%

    12 18.54 9.45

    13 22.16 9.19

    14 19.2 15.11

    15 21.02 10.15

    16 20.24

    15.625

    1.47

    100%

    17 20.09 2.16

    18 20.96 2.16

    19 19.33 1.16

    20 19.83 1.47

    Saat mencit diberikan racun ammoniak dalam kotak inhalasi terjadi beberapa

    perubahan perilaku serta morfologi tikus. Pada konsentrasi 0.625 g/L tidak terjadi

    perubahan perilaku mencit yang agresif hanya terlihat mengalami tidak sadar diri

    (pingsan), lemas dan stress yang ditandai buang kotoran terus menerus. Kemudian

    pada konsentrasi 3.125 g/L mencit mengalami perilaku yang agresif pada

    pertengahan waktu dan mengalami stress serta terjadi perubahan warna mata yang

    pucat. Pada konsentrasi ammoniak yang pekat mencit mengalami perilaku yang

    sangat agresif saat awal dimasukkan pada kotak inhalasi dan kemudian

    mengalami kematian dengan cepat.

    Toksisitas ammoniak bagi makhluk hidup dapat dilihat dari hasil test in vitro

    binatang di laboratorium. Paparan akut untuk garam-garam amonium mempunyai

    nilai LD50 (lethal doses 50) sebesar 350-750 mg/kg berat badan. Dosis tunggal

    untuk berbagai jenis garam amonium sebesar 200-500 mg/kg berat badan

    mengakibatkan oedema paru-paru, disfungsi sistem syaraf dan kerusakan ginjal.

    Dosis sebesar 0,9% amonium klorida (kira-kira 290 mg amonia per kg berat

    badan per hari) di dalam air minum mengakibatkan hambatan pertumbuhan janin

    pada tikus hamil (Fawel dkk.,1996 dalam Riwayati, 2010).

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian bahwa perhitungan kadar toksis dengan rata-rata LC50 mencit 1.619 g/L BB dengan persentase kematian organisme mencit 100%.

    Akan tetapi, nilai LC50 mencit tidak dapat digunakan sebagai acuan karena tidak

    mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi LC50 (umur organisme,dan

  • jenis kelamin). Nilai LC50 menunjukan dosis toksin untuk melumpuhkan 50%

    populasi organisme. Dosis tertinggi sebesar 15.625 g/L menyebabkan kematian

    yang relatif cepat dalam kurun waktu rata-rata 1.6 menit. Selain itu, tikus ke-18

    dengan berat 20.96 gram memiliki waktu hidup lebih lama dibandingkan tikus ke-

    19 dengan berat 19.33 gram yang mati lebih cepat. Hal ini menunjukkan berat

    badan hewan cukup berpengaruh terhadap ketahanan tubuh. Pada konsentrasi

    0.625 g/L perilaku tikus tidak agresif, mengalami tidak sadar diri (pingsan), lemas

    dan stress yang ditandai buang kotoran terus menerus sedangkan pada konsentrasi

    3.125 g/L perilaku tikus agresif pada pertengahan waktu dan mengalami stress

    serta terjadi perubahan warna mata yang pucat. Pada konsentrasi amonia yang

    pekat (25 %) tikus-tikus mengalami perilaku yang sangat agresif saat awal

    dimasukkan pada kotak inhalasi dan kemudian mengalami kematian dengan cepat.

    DAFTAR PUSTAKA

    Appl, M., 1999, Ammonia : Principles and Industrial Practice, Wiley-

    VCH,Weinheim, pp. 221-235.

    Brigden, K. and Stringer, R. 2000, Ammonia and Urea Production : Incidents of

    Ammonia Release From The Profertil Urea and Ammonia Facility, Bahia

    Blanca, Argentina, Greenpeace Research Laboratories, Departement of

    Biological Science University of Exeter, UK.

    Fawel, J. K., Lund, U., Mintz, B., 1996, Guidelines for Drinking Water Quality,

    2nd ed. Vol.2, Health criteria and other supporting information,WHO,

    Geneva.

    Ibrahim M, Anwar A, Yusuf NI. 2012. Uji Lethal Dose 50% (LD50) Poliherbal

    (Curcuma Xanthorriza, Kleinhovia Hospita, Nigella Sativa, Arcangelisia

    Flava Dan Ophiocephalus Striatus) pada Heparmin terhadap Mencit

    (Mus Musculus).

    Riwayati. 2010. Kinetika Reaksi Elektrolisa Amonia Dengan Menggunakan

    Elektroda Dari Platina Dan Stainless Steel [Tesis]. Universitas Diponegoro.

    Semarang.

    Valupadas, P., 1999, Wastewater Management Review for Fertilizer

    Manufacturing Sector, Environmental Science Division, Environmental

    Service.

  • LAMPIRAN I. Dokumentasi Penelitian