kemampuan komunikasi matematis ditinjau dari …lib.unnes.ac.id/35009/1/upload_safitri.pdf ·...
TRANSCRIPT
-
i
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI
KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH DASAR PADA
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC
TESIS
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar magister pendidikan
Oleh
SAFITRI
0103514100
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
(KONSENTRASI MATEMATIKA)
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
-
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Kemampuan Komunikasi Matematis ditinjau dari Kecerdasan
Emosional Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC”
karya,
Nama : Safitri
NIM : 0103514100
Program Studi : Pendidikan Dasar S2 Konsentrasi Matematika
telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian tesis.
Semarang, 2019
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Komunikasi bisa mempermudah maupun mempersulit keadaan. Tergantung
situasi, kondisi, tempat, cara, dan tujuan penyampaiannya.
PERSEMBAHAN
Tesis ini dipersembahkan untuk:
PASCASARJANA Universitas Negeri Semarang program studi Pendidikan Dasar
(Konsentrasi Matematika), S2.
-
vi
ABSTRAK
Safitri. 2019. Kemampuan Komunikasi Matematis ditinjau dari Kecerdasan
Emosional Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran Kooperatif Tipe
CIRC.Tesis. Program Studi Pendidikan Dasar S2 Konsentrasi Matematika,
Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Dr.
Dwijanto, M. S., II. Dr. Amin Yusuf, M.Si.
Kata Kunci: kemampuan komunikasi matematis, kecerdasan emosional,
pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
Meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara cermat, tepat, sistematis
dan efisien yang dilatih melalui pelajaran matematika, diharapkan dapat menjadi
sebuah kebiasaan yang dimiliki siswa dalam kehidupan keseharian mereka. Upaya
tersebut dilakukan agar tujuan pembelajara matematika dapat tercapai. Penelitian
ini bertujuan untuk: (1) menghasilkan kajian mengenai keefektifan pembelajaran
kooperatif tipe CIRC terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, dan (2)
mendapatkan adanya perbedaan nilai kemampuan komunikasi matematis ditinjau
dari kecerdasan emosional siswa.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian mixed method model
concurrent triangulation. Sampel penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas V SDN
03 Ngaliyan Semarang yang terdiri dari dua kelas yaitu kelas VA dan VB. Kelas
VA berjumlah 30 siswa sebagai kelas kontrol melaksanakan pembelajaran
discovery learning dan kelas VB yang berjumlah 34 siswa sebagai kelas
eksperimen melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Pelaksanaan uji
validasi soal tes kemampuan komunikasi matematis dilaksanakan di kelas VB
SDN yang berjumlah 31 siswa dan uji validasi angket kecerdasan emosional
dilaksanakan di seluruh kelas V SDN 01 Ngaliyan Semarang yang berjumlah 175
siswa. Teknik kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala
kecerdasan emosional, observasi, dan wawancara. Teknik kuantitif yang
digunakan yaitu Tes Kemampuan Komunikasi Matematis (TKM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran kooperatif tipe CIRC
tuntas secara klasikal hanya 68,57%, (2) rata-rata hasil tes kemampuan
komunikasi matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC yaitu
71,54 lebih baik dibandingkan dengan kelas dengan pembelajaran discovery
learning yaitu 54,43, (3) terdapat peningkatan kemampuan komunikasi siswa,
serta (4) perbedaan tingkat kecerdasan emosional siswa tidak berdampak pada
peningkatan hasil nilai tes komunikasi matematis siswa. Jadi, disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe CIRC kurang efektif untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Berdasarkan hasil penelitian disarankan
untuk membuat soal-soal yang menekankan pada indikator kemunikasi matematis
untuk tugas atau PR. Melakukan interaksi dengan menerapkan kecerdasan
emosional dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis.
-
vii
ABSTRACT
Safitri. 2019. Mathematical Communication Capability Analysis Viewed from
Emotional Intelligence of Primary School Students in Cooperative Learning
Type CIRC. Thesis. S2 Basic Education Study Program Mathematics
Concentration, Postgraduate Program, Semarang State University. Mentor:
I. Dr. Dwijanto, M. S., II. Dr. Amin Yusuf, M.Si.
Keywords: mathematical communication skills, emotional intelligence,
cooperative learning type CIRC.
Improving the ability to communicate carefully, precisely, systematically and
efficiently that is trained through mathematics is expected to be able to become a
habit that students have in their daily lives. These efforts are create to achive the
mathematics learning objectives. This study aims to: (1) produce a study about the
effectiveness of type CIRC cooperative learning on students 'mathematical
communication skills, and (2) get a difference score on mathematical
communication skills in terms of students' emotional intelligence.
This study uses a mixed method with concurrent triangulation model. The
sample of this study is all students grade V SDN 03 Ngaliyan Semarang
consisting of two classes, grade VA and VB. There are 30 students in grade VA as
a control class given discovery learning and there are 34 students in grade VB as
an experimental class carrying out CIRC with cooperative learning. The validation
test of the mathematical communication skills test is given to grade VB consisting
of 31 students and validation questionnaire of the emotional intelligence
questionnaire given to all students grade fifth in SDN 01 Ngaliyan Semarang,
totaling 175 students. Qualitative techniques used in this study are the scale of
emotional intelligence, observation, and interviews while the quantitative
technique used Mathematical Communication Capability Test (TKM).
The results of the study showed that (1) CIRC type of cooperative learning
is completed classically only 68.57%, (2) the average mathematics
communication ability test results in the experimental class is 74,54 are better than
the control class that is 54,43, (3) students' communication skills increased, and
(4) the differences level of emotional intelligence of students do not have impact
on improving students' mathematical communication tests results. The study can
be concluded that CIRC type cooperative learning is less effective in improving
students' mathematical communication skills.
Based on the results of the study it is recommended to make questions
teraction that emphasize mathematical communication indicators for assignments
or homework. Using interaction to apply emotional intelligence in order to
improve mathematical communication skills.
-
viii
PRAKARTA
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis
yang berjudul “Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis ditinjau dari
Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran Kooperatif Tipe
CIRC” dapat terselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan
meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Dasar
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih peneliti
sampaikan kepada para pembimbing: Dr. Dwijanto, M. S. (Pembimbing I) dan Dr.
Amin Yusuf, M.Si. (Pembimbing II) yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penulisan tesis ini.
Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya:
1. Direksi Pascasarjana UNNES, yang telah memberikan kesempatan serta arahan
selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis ini.
2. Koordinator Program Studi dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Dasar
Pascasarjana UNNES yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam
penulisan tesis ini.
3. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana UNNES, yang telah memberikan
bimbingan dan ilmu selama menempuh pendidikan.
4. Kepala dan Guru SD N 03 Ngaliyan serta Kepala dan Guru SD N 01 Ngaliyan
Semarang yang telah membantu selama kegiatan penelitian.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
-
ix
Peneliti mengharap kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun
dari semua pihak. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Semarang, 2019
Penulis
-
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iii
PENGESAHAN UJIAN TESIS .................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
PRAKARTA ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................. 12
1.3 Cakupan Masalah ...................................................................................... 13
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................... 13
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 13
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................... 14
-
xi
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS,
KERANGKA BERPIKIR ............................................................................. 15
2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................... 15
2.2 Kerangka Teoretis ..................................................................................... 30
2.2.1 Efektifitas Pembelajaran .................................................................. 30
2.2.2 Model Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). 31
2.2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis .............................................. 35
2.2.4 Kecerdasan Emosional .................................................................... 40
2.2.5 Teori Belajar .................................................................................... 50
2.3 Kerangka Berpikir …………………………………................................. 53
2.4 Hipotesis ................................................................................................... 56
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 57
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ....................................................................... 57
3.2 Variabel ..................................................................................................... 59
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 60
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................... 60
3.5 Latar dan Waktu Penelitian ....................................................................... 64
3.6 Sumber Data Kualitatif ............................................................................. 64
3.7 Teknik Pengumpulan Data Kualitatif ....................................................... 65
3.8 Metode Kuantitatif .................................................................................... 69
-
xii
3.9 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 70
3.10 Uji Keabsahan Data ................................................................................. 73
3.11 Teknik Analisis Data .............................................................................. 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 90
4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 90
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 120
4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 123
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 124
5.1 Simpulan ................................................................................................... 124
5.2 Implikasi ................................................................................................... 124
5.3 Saran ......................................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 126
LAMPIRAN .................................................................................................... 137
-
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan ................................................................... 25
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Cooperative Integrated Reading
and Composition (CIRC) ................................................................. 33
Tabel 2.3 Kategori Kecerdasan Emosional Siswa Berdasar Penjenjangan...... 49
Tabel 2.4 Kriteria Skor Alternatif Jawaban Pernyataan Skala EQ .................. 50
Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 64
Tabel 3.2 Klasifikasi Perangkat ....................................................................... 76
Tabel 3.3 Distribusi Butir Skala Kecerdasan Emosinal Sebelum Uji Coba .... 77
Tabel 3.4 Intepretasi Reliabilitas...................................................................... 80
Tabel 3.5 Kriteria Interpretasi Daya Pembeda ................................................. 81
Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Tingkat Kesukaran ....................................... 82
Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ....................... 91
Tabel 4.2 Hasil Output Data Uji Coba TKM Pada Uji Normalitas ................. 91
Tabel 4.3 Hasil Output Data Uji Coba TKM Pada Uji Homogenitas ............. 92
Tabel 4.4 Hasil Output Uji Reliability Statistics Tes Uji Coba........................ 92
Tabel 4.5 Tabel Daya Beda Soal Uji Coba TKM ............................................ 93
Tabel 4.6 Hasil Output Uji Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ........................ 93
Tabel 4.7 Hasil Output Data Normalitas TKM Kelas CIRC ........................... 95
Tabel 4.8 Hasil Output Data Homogenitas TKM Kelas CIRC ........................ 95
Tabel 4.9 Hasil Output Uji Banding Satu Sampel Kelas CIRC ....................... 96
-
xiv
Tabel 4.10 Hasil Output Uji Banding Dua Sampel Kelas Discovery Learning
dan CIRC ....................................................................................... 99
Tabel 4.11 Hasil Output Uji Perbedaan Rata-Rata Kelas Discovery Learning
dan CIRC ....................................................................................... 99
Tabel 4.12 Hasil Output Data Realibilitas Uji Coba Instrumen EQ ................ 100
Tabel 4.13 Distribusi Butir Skala Kecerdasan Emosional setelah Uji Coba ... 101
Tabel 4.14 Tabel Nilai Mean dan Standar Deviasi Skala EQ .......................... 102
Tabel 4.15 Kategorisasi Kecerdasan Emosional Peserta didik ........................ 102
Tabel 4.16 Hasil Skor Kecerdasan Emosional dan Pengkategorian ................ 103
Tabel 4.17 Hasil Output Data Uji Regresi Sederhana...................................... 105
Tabel 4.18 Tabel Subjek Penelitian, Hasil EQ, dan Tes TKM ........................ 107
Tabel 4.19 Hasil Observasi .............................................................................. 108
Tabel 4.20 Penggalan Wawancara ................................................................... 109
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Contoh Salah Satu Jawaban Siswa ............................................... 5
Gambar 1.2 Salah Satu Contoh Penyelesaian Soal Secara Konkret ................ 7
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ............................................................. 55
Gambar 3.1 Metode penelitian Concurred Triangulation ............................... 57
Gambar 3.2 Tahapan Penelitian ....................................................................... 61
Gambar 4.1 Sampel Dokumen ......................................................................... 120
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Nama Siswa ...................................................................... 137
Lampiran 2 Kisi-Kisi Skala Kecerdasan Emosional ........................................ 142
Lampiran 3 Lembar Validasi Skala Kecerdasan Emosional ............................ 147
Lampiran 4 Data Skor Skala EQ Tes Uji Coba................................................ 151
Lampiran 5 Analisis Butir Skala EQ Tes Uji Coba ......................................... 185
Lampiran 6 Data Skor EQ Kelas 5B SDN 03 Ngaliyan Semarang ................. 188
Lampiran 7 Analisis Butir Skala EQ Kelas 5B SDN 03 Ngaliyan Semarang . 190
Lampiran 8 Silabus .......................................................................................... 192
Lampiran 9 RPP Kelas Kontrol........................................................................ 204
Lampiran 10 RPP Pertemuan 1 ........................................................................ 216
Lampiran 11 RPP Pertemuan 2 ........................................................................ 235
Lampiran 12 RPP Pertemuan 3 ........................................................................ 254
Lampiran 13 RPP Pertemuan 4 ........................................................................ 274
Lampiran 14 Lembar Validasi Silabus ............................................................. 294
Lampiran 15 Lembar Validasi RPP ................................................................. 296
Lampiran 16 Kisi-Kisi Tes Komunikasi Matematis ........................................ 298
Lampiran 17 Skala Kecerdasan Emosional...................................................... 301
Lampiran 18 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis................................... 306
Lampiran 19 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran TKM ......................... 308
Lampiran 20 Rubrik Pemberian Skor TKM .................................................... 313
-
xviii
Lampiran 21 Tabel Hasil Uji Coba TKM ........................................................ 316
Lampiran 22 Tabel Hasil Tes Komunikasi Matematis di Kelas Kontrol,
Eksperiman, Uji Normalitas, Homogenitas, Uji Keefektifan TKM,
Uji Proporsi, dan Uji Banding DuaSampel ............................ 327
Lampiran 23 Tabel Hasil Uji Coba TKM di Kelas 5B SDN 1 Ngaliyan, Uji
Normalitas dan Homogenitas, Reliabilitas, Daya Beda, Tingkat
Kesukaran, dan Rekapitulasi Deskripsi Hasil Analisis Soal Uji
Coba .......................................................................................... 337
Lampiran 24 Analisis Uji Regresi Sederhana .................................................. 339
Lampiran 25 Lembar Observasi ....................................................................... 341
Lampiran 26 Lembar Validasi TKM................................................................ 343
Lampiran 27 Lembar Wawancara .................................................................... 347
Lampiran 28 Lembar Hasil Wawancara .......................................................... 349
Lampiran 29 Dokumentasi .............................................................................. 359
-
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan zaman, pendidikan dihadapkan pada sejumlah
tantangan yang semakin berat. Salah satu tantangan tersebut, bahwa pendidikan
hendaknya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi unggul. Kompetensi unggul tersebut, diantaranya adalah kompetensi
berpikir dan komunikasi. Kompetensi berpikir artinya manusia memiliki
pengetahuan yang luas, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan berpikir
kreatif. Kompetensi komunikasi artinya manusia memiliki kemampuan
berkomunikasi dalam rangka bekerja sama dan menyampaikan ide-ide kritis
kreatifnya. Keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dimaksudkan untuk
membekali manusia supaya mampu berkomunikasi untuk berbagai tujuan secara
jelas dan efektif, baik dalam hal berbicara, menulis, membaca, maupun menyimak
dan membekalinya agar mampu berkolaborasi dengan orang lain, sehingga
mampu bekerja secara efektif dalam kelompok, melakukan negosiasi secara
efektif, dan mampu menghargai peran orang lain dalam kelompoknya.
Standar proses dalam National Council of Teachers of Mathematics
(NCTM) (2000b: 60) menyatakan bahwa “The process standards problem
solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation
highlight ways of acquiring and using content knowledge”, artinya standar proses
yang ditekankan dalam pembelajaran matematika yaitu pemecahan
-
2
masalah, penalaran dan bukti, komunikasi, koneksi, dan representasi. Berdasarkan
kelima standar proses tersebut, kemampuan komunikasi merupakan salah satu
yang perlu dikembangkan. Menurut NCTM (2000a: 60) bahwa “Communication
is an essential part of mathematics and mathematics education”, artinya
kemampuan komunikasi matematika menjadi hal yang penting yang harus
dikembangkan dalam pembelajaran dan pendidikan matematika.
Hasil penelitian dan survei internasional menunjukkan bahwa kualitas siswa
di Indonesia terpuruk di bawah beberapa negara di Asia Tenggara lainnya. Hasil
survei penilaian Internasional yang dilakukan Programme for International
Student Assesment (PISA) terhadap Indonesia, untuk mata pelajaran matematika
yang dikelola oleh Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Berdasarkan penilaian
PISA Indonesia pada tahun 2006 memperoleh peringkat 50 dari 57 negara, pada
tahun 2009 Indonesia memperoleh peringkat 61 dari 65 negara, pada tahun 2012
Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara, dan tahun 2015 Indonesia
berada pada peringkat ke 63 dari 69 yang turut berpartisipasi. Hasil PISA tahun
2015 menunjukkan pencapaian siswa-siswi Indonesia tidak berbeda jauh dari hasil
PISA sebelumnya.
Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2015
menyatakan bahwa 61% siswa menyukai belajar matematika dan 39% tidak
menyukai matematika. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran tidak disukai
karena karakteristik matematika yang abstrak, sarat dengan istilah dan simbol. Hal
tersebut terlihat ketika siswa kesulitan mengubah permasalahan soal cerita ke
-
3
dalam model matematika. Jawaban yang disampaikan siswa kurang terstruktur,
sehingga sulit dipahami oleh guru maupun temannya. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyampaikan jawaban secara
lisan maupun tulisan yang kurang. Kaselin (2013) menyatakan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa dalam menyampaikan ide/gagasan secara lisan
ataupun tulisan dari permasalahan soal cerita masih kurang. Hal tersebut terlihat
ketika guru mencoba mengevaluasi dengan memberi soal cerita diperoleh bahwa
sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam mengubah permasalahan soal cerita
ke dalam model kalimat matematika. Menurut Wardhani (2015), siswa kesulitan
dalam menafsirkan maupun menjawab soal-soal terutama yang berkaitan dengan
aplikasi dari suatu konsep, kesulitan menuangkan ide-ide yang dimiliki dalam
menyelesaikan permasalahan, kesalahan menentukan konsep dasar dan
mengalami kendala dalam mengubah soal cerita dalam bentuk model matematika.
Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa selain matematika yang abstrak,
sarat dengan istilah, dan simbol serta jarang digemari, siswa juga mengalami
kesulitan dalam menyampaikan hasil pemikirannya dalam model matematika.
Oleh sebab itu, komunikasi perlu dibiasakan dalam penyelesaikan permasalahan
soal matematika untuk mendapatkan hasil pemahaman penyelesaian yang sama.
Kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika
meliputi kemampuan memahami bahasa dan simbol-simbol matematika serta
mengekspresikan ide-ide matematika serta kemampuan mengemukakan gagasan
secara jujur berdasarkan fakta, rasional, serta meyakinkan orang lain dalam
rangka memperoleh pemahaman bersama. Berkomunikasi secara cermat, tepat,
-
4
sistematis dan efisien yang dilatih melalui pelajaran matematika, diharapkan dapat
menjadi sebuah kebiasaan yang dimiliki siswa dalam kehidupan keseharian
mereka. Hal inilah sebenarnya salah satu sumbangan penting komunikasi
matematika.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis,
selain karena kurang dalam kemampuan berkomunikasi, hal tersebut berkaitan
juga dengan kecerdasan emosi. Menurut Pangastuti dkk. (2014: 128) salah satu
faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis yaitu kecerdasan
emosional siswa. Menurut Bar-On & James Parker (2000) kecerdasan emosional
mencerminkan cara orang berinteraksi dan menggunakan pengetahuannya dalam
kehidupan sehari-hari. Artinya seseorang akan mampu berkomunikasi dengan
baik jika dapat berinteraksi menyampaikan pemahamannya sendiri kepada orang
lain secara tepat. Terdorong untuk berhubungan dengan orang lain/berinteraksi
dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi dapat dilakukan jika
mempunyai pemahaman terhadap materi atau konsep dan dorongan untuk
berinteraksi melakukan komunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya. Pemahaman terhadap materi atau konsep merupakan hasil pemikiran
rasional yang merupakan dimensi kecerdasan kognitif atau intelekual (IQ),
sedangkan dorongan untuk berinteraksi melakukan komunikasi dan beradaptasi
dengan lingkungan merupakan dimensi kecerdasan emosional (EQ).
Beberapa contoh emosi yang berpengaruh terhadap menurunnya hasil
belajar, seperti tidak suka dengan gurunya, sedang kesal karena dikerjain
temannya, merasa tertekan, merasa terabaikan, frustasi dengan banyaknya
-
5
masalah yang tidak dapat diselesaikannya, selalu curiga bukannya percaya, sedih
atau marah bukannya optimis, dan emosi lainnya yang berhubungan dengan
gagalnya melakukan interaksi. Semua itu menjadi penyebab siswa tidak dapat
memusatkan perhatiannya untuk belajar. Perasaan-perasaan seperti marah, sedih,
gembira, senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, semua itu merupakan
luapan dari emosi yang mempengaruhi keinginan untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu. Anak-anak ini banyak mengalami masalah yang
berhubungan dengan emosi, seperti keinginan untuk belajar atau tidak, untuk
optimis atau pesimis, untuk menyerah atau tidak menyerah, untuk bicara atau
diam, dan semacamnya. Pengaruh emosi tersebut mempengaruhi atau mendorong
seseorang untuk bertindak.
Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan pada Kamis, 4 Agustus 2016
terhadap kelas VB di SDN 03 Ngaliyan diperoleh informasi bahwa siswa
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan soal bilangan pecahan.
Berikut Gambar 1.1 contoh soal dan penyelesaian siswa yang mengalami kendala,
1.
2.
3.
Gambar 1.1 Contoh Salah Satu Jawaban Siswa
-
6
Langkah-langkah yang siswa tuliskan pada gambar di atas untuk
menyelesaikan perhitungan kurang benar. Meskipun siswa dapat berhitung, jika
langkah yang digunakan tidak tepat hasil jawabannya adalah salah. Siswa
mengetahui bahwa langkah proses pengerjaan pembagian pecahan yaitu dengan
mengubah terlebih dahulu dalam bentuk perkalian. Tetapi siswa salah
mengoperasikan penyelesaiannya. Siswa hanya mengubah simbolnya saja, yaitu
mengubah simbol pembagian menjadi simbol perkalian.
Berdasarkan pengamatan gambar di atas, penyelesaian yang digunakan
untuk mengatasi masalah tersebut menggunakan cara abstrak, sedangkan pada
tahap usia anak sekolah dasar siswa masih berada pada tahap konkret. Artinya,
untuk merangsang pemahaman siswa guru perlu memperkenalkan cara
penyelesaian pecahan dengan menggunakan gambar bilangan. Namun tidak
semua pembelajaran materi bilangan pecahan penyelesaiannya menggunakan
gambar bilangan. Guru kesulitan dalam menggambarkan bilangan jika ukuran
pembagi pecahan mencapai ratusan atau ribuan. Diidentifikasi oleh Mc Leod &
Newmarch (2006) sebagai kesulitan mengenai ukuran pecahan dan representasi
pecahan. Guru mengalami kesulitan ketika mereka menjelaskan hasil pembagian
pecahan tersebut secara konkret. Diperkuat dengan pendapat Wong & Evans
(2007) yang menyatakan bahwa salah satu kesulitan dalam pecahan adalah
mempresentasikan dalam bentuk garis bilangan. Contoh nomor 1 soal di atas cara
penyelesaian dengan bentuk konkret dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut.
-
7
Berdasarkan gambar di atas ditanyakan seberapa banyak
-an dalam
?
Jawaban yang terlihat dari gambar di atas adalah terdapat 9 bagian yang diarsir
dari 10 bagian, dan seberapa banyak 3-an dari 9 bagian yang diarsir pada gambar
tersebut? hasilnya ada 3 dari 3-an. Sehingga dapat disimpulkan bahwa,
. Jadi, hasil pembagian
adalah 3.
Siswa dapat melakukan perhitungan tetapi tidak dapat menjelaskan apakah
jawabannya benar atau salah. Siswa juga menunjukkan kesulitan dalam merubah
bentuk pecahan ke bentuk desimal. Hasil penelitian Doig & Groves (2011)
menyadarkan guru bahwa memiliki sedikit pengetahuan mendalam berhubungan
dengan konten pelajaran yaitu pecahan atau pengalaman dalam mengkaji materi
pengajaran secara mendalam mempengaruhi hasil pembelajaran. Contoh nomor 2
soal di atas dapat diselesaikan sebagai berikut,
. Jadi, hasil pembagian
.
=
Gambar 1.2 Salah Satu Contoh Penyelesaian Soal Secara Konkret
-
8
Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas, diketahui bahwa siswa yang
mengalami kendala tersebut bermain sendiri ketika guru menjelaskan. Siswa tidak
memusatkan perhatiannya untuk menerima materi pelajaran. Tidak bertanya jika
kurang paham dan tidak berdiskusi mengkomunikasikan apa yang mereka ketahui
setelah menerima materi pelajaran, sehingga hasil evaluasinya kurang
memuaskan. Oleh sebab itu, siswa perlu berlatih mengkomunikasikan atau
mengungkapkan ide dan gagasannya setelah menerima materi pembelajaran,
sehingga pemahaman yang diperoleh untuk menyelesaikan soal sama dengan
pemahaman yang disampaikan guru dalam proses pembelajaran. Belajar
berkomunikasi juga perlu didukung dengan kecerdasan emosional, yaitu
kesediaan atau kemauan untuk melakukan komunikasi dengan teman dan bersedia
bertanya guru jika kurang paham.
National Council of Teachers of Matematics (NCTM) 2000 menyatakan
ketika para siswa berpikir, merespon, berdiskusi, menjelaskan, menulis, membaca,
mendengarkan, dan mengkaji tentang konsep-konsep matematis, mereka
memperoleh keuntungan ganda yaitu komunikasi untuk mempelajari matematika
dan komunikasi secara matematis. Komunikasi penting, sebab komunikasi
merupakan cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman sehingga ide tersebut
menjadi lebih bermakna. Siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk
memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan
atas jawaban yang diberikan oleh orang lain sehingga apa yang sedang dipelajari
bermakna baginya (Fachrurazi, 2011: 78). Siswa dengan kemampuan komunikasi
matematis seperti amanat NCTM (2000) yaitu dapat; (1) Mengekspresikan ide-ide
-
9
matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual; (2) Memahami, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk
visual lainnya; (3) Menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika, dan
struktur-struktur untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan
dengan model-model situasi.
Kemampuan komunikasi matematis berkaitan erat dengan interaksi antar
siswa atau antara siswa dengan guru. Interaksi tersebut membutuhkan faktor
pendukung berupa kecerdasan emosional. Apabila kecerdasan emosional
seseorang terkontrol dengan baik, maka akan dapat menggunakan kemampuan
kognitifnya sesuai potensi yang dimiliki secara maksimal. Oleh sebab itu, perlu
menggunakan kecerdasan emosional dan menerapkan metode pengajaran yang
berpusat pada siswa (student centered).
Strategi pembelajaran yang diyakini mampu membina kompetensi siswa
dalam konteks kurikulum 2013 di antaranya yaitu pembelajaran berbasis proses
saintifik yang implementasinya harus diwadahi oleh pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition
atau yang disingkat menjadi CIRC, sangat tepat untuk diterapkan dalam
pembelajaran yang memadukan kecakapan berbahasa (mencari informasi,
mengolah, dan mengkomunikasikan informasi secara cepat dan tepat). Oleh sebab
itu, model kooperatif tipe CIRC dipilih untuk mengembangkan kompetensi siswa
dalam hal berkomunikasi dan berkolaborasi dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan yang sedang dihadapi. Hasil penelitian Murtono (2012) menyatakan
-
12
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, sangat unggul untuk meningkatkan
kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis
dibutuhkan dalam komunikasi matematis. Disertasi Bien (2015) menggunakan
model kooperatif tipe CIRC menyatakan bahwa siswa tuntas belajar dan
kemampuan komunikasi matematis lebih baik dibanding kelas yang diajarkan
tanpa menggunakan model tersebut.
Dari permasalahan dan kajian hasil penelitian tersebut peneliti bermaksud
melakukan penelitian tentang kemampuan komunikasi matematis, mengingat
kemampuan komunikasi matematis diperlukan siswa sebagai bekal untuk
menguasai materi di jenjang berikutnya. Penelitian ini memfokuskan pada
kemampuan komunikasi matematis pembelajaran matematika Sekolah Dasar
ditinjau dari kecerdasan emosional siswa pada pembelajaran kooperatif tipe
CIRC.
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang di atas yaitu;
1.2.1. Siswa mengalami kesalahan dalam menafsirkan maupun menjawab soal-
soal yang berkaitan dengan aplikasi dari suatu konsep.
1.2.2. Siswa belum terbiasa untuk mengkomunikasikan apa yang diketahuinya
setelah menerima materi pelajaran dalam bentuk lisan dan tulisan.
1.2.3. Rendahnya kecerdasan emosional siswa karena perhatiannya teralihkan
dengan asyik bermain sendiri.
-
13
1.3. Cakupan Masalah
Cakupan masalah dalam penelitian ini adalah menganalisis kemampuan
komunikasi matematis kelas V yang dilakukan di SD Ngaliyan 03 tahun pelajaran
2017/2018. Mencakup pembahasan mengenai pemberian pembelajaran kooperatif
tipe CIRC untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau
dari kecerdasan emosional.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah yaitu.
1.4.1. Apakah pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas V secara efektif?
1.4.2. Bagaimanakah kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau dari
kecerdasan emosional pada kelas yang diajarkan pembelajaran kooperatif
tipe CIRC?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1.5.1. Menghasilkan kajian mengenai keefektifan pembelajaran kooperatif tipe
CIRC terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
1.5.2. Memperoleh perbedaan nilai kemampuan komunikasi matematis siswa
ditinjau dari kecerdasan emosional pada kelas yang diajarkan
pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
-
14
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat
praktis sebagai berikut.
1.6.1. Manfaat teoretis
Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan menghasilkan tesis yang dapat
menambah pemahaman terhadap pengembangan keilmuan khususnya komunikasi
matematis ditinjau dari kecerdasan emosional berpembelajaran kooperatif tipe
CIRC.
1.6.2. Manfaat praktis
Manfaat praktisnya yaitu untuk mempermudah siswa dalam memahami
materi pembelajaran, membiasakan siswa berkomunikasi matematis dan
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran seperti melatih siswa untuk berani dalam
mengemukakan pendapat secara lisan dan melatih siswa untuk mengembangkan
ide/gagasan dalam bentuk tulisan, untuk menumbuhkan hasil belajar siswa secara
optimal dalam pelaksanaan proses belajar sehingga lebih bermakna.
-
15
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN
KERANGKA BERPIKIR
2.1 Kajian Pustaka
Terdapat beberapa kajian penelitian yang relevan tentang kemampuan
komunikasi matematis, kecerdasan emosional, dan pembelajaran kooperatif tipe
CIRC. Bahan rujukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1.1. Fatum (2008) dalam disertasinya tentang hubungan antara kecerdasan
emosional dan prestasi akademik siswa sekolah dasar. Menyatakan
bahwa siswa yang dapat mengarahkan dan mengatur emosinya dalam
berinteraksi dengan guru dan teman-temannya membuat suasana sekolah
nyaman dan menerima kedatangannya. Sebaliknya siswa yang tidak
merasa percaya diri sulit diterima dan mengalami kesulitan dalam
bergaul dan proses belajarnya.
2.1.2. Hirschfeld (2008) penelitian dilaksanakan di kelas VIII tentang
komunikasi matematis, pemahaman konsep, dan perilaku siswa terhadap
matematika. Menyatakan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi
matematis secara lisan dan tulis, tergantung dari tingkat pemahaman
masing-masing siswa.
2.1.3. Fetus (2012) penelitian untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan
emosional dan prestasi akademik pelajaran matematika di SMA Federal
Capital Territory, Abuja, Nigeria. Hasil menunjukkan bahwa terdapat
-
16
16
hubungan positif antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik tapi
cenderung rendah. Walaupun begitu, kecerdasan emosional juga berperan
penting untuk meningkatkan prestasi akademik selain tingginya tingkat
kecerdasan kognitif siswa.
2.1.4. Hasratuddin (2012: 67) penelitiannya tentang meningkatkan kecerdasan
emosional melalui pembelajaran matematika realistik dan hasilnya
menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan
emosional siswa antara yang diberi pendekatan matematika realistik dan
pendekatan biasa serta tidak terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan
emosional siswa berdasarkan gender.
2.1.5. Kusumawati, dkk. (2012) penelitannya tentang meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran program linear
berkarakteristik kewirausahaan dengan mengembangkan model CIRC
dan PBL, hasilnya model CIRC dan PBL yang telah dikembangkan
berdasarkan karakteristik kewirausahaan dapat meningkatkan hasil
belajar kemampuan komunikasi matematis siswa.
2.1.6. Mohzan, et. al. (2012) penelitiannya tentang pengaruh kecerdasan
emosional pada prestasi akademik, berdasarkan hasil penyelidikan
ditemukan bahwa dua poin tentang memiliki kecerdasan emosional yaitu
emosi diri dan mengerti emosi diri yang selanjutnya berpengaruh
terhadap sikap positif untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik.
2.1.7. Karimah (2013) penelitian di kelas VII SMP tentang pembelajaran model
CIRC untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis materi
-
17
17
segiempat hasilnya menyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan
menggunakan model kooperatif CIRC dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
2.1.8. Preeti (2013) penelitiannya tentang peran kecerdasan emosional terhadap
hasil belajar siswa menyatakan bahwa prestasi akademik tanpa
kecerdasan emosional tidak menunjukkan kesuksesan masa depan dan
tidak adanya kecerdasan emosional juga menunjukkan lemahnya
kepribadian dan kemampuan untuk membangun hubungan di tempat
kerja serta di sekolah sehingga kecerdasan emosional sangat penting
untuk pendidikan berkualitas.
2.1.9. Halimah (2014) meneliti tentang metode CIRC dalam pembelajaran
membaca dan menulis di SD/MI yang menyatakan kelebihan dan
kekurangan pembelajaran menggunakan CIRC. Kelebihan metode CIRC
yaitu (1) model pembelajaran kooperatif tipe CIRC tepat untuk
meningkatkan pemahaman siswa, (2) dominasi guru dalam pembelajaran
berkurang, (3) siswa termotivasi, (4) siswa dapat memahami soal dan
saling mengoreksi pekerjaan, (5) membantu siswa yang lemah dalam
memahami tugas yang diberikan, (6) meningkatkan hasil belajar, dan (7)
siswa dapat memberi tanggapan, dapat bekerjasama, dan menghargai
pendapat orang lain. Kekurangan metode CIRC yaitu (1) hanya siswa
aktif yang berani presentasi, (2) kegiatan-kegiatan kelompok tidak
berjalan sesuai yang diharapkan, dan (3) perlunya pengarahan terlebih
dahulu sebelum melanjutkan kegiatan selanjutnya.
-
18
18
2.1.10. Pangastuti (2014) penelitiannya tentang profil kemampuan komunikasi
matematis siswa ditinjau dari kecerdasan emosional menyatakan adanya
perbedaan tingkat kemampuan matematis siswa terhadap kecerdasan
emosional tinggi, sedang, dan rendah. Deskripsinya sebagai berikut, (1)
siswa dengan tingkat kecerdasan emosional tinggi menuliskan konsep
yang benar, proses penyelesaian runtut dan benar, runtutan jawaban yang
benar, istilah dan notasi matematika dengan benar, (2) siswa dengan
tingkat kecerdasan emosional sedang menuliskan konsep dengan benar,
namun tidak menarik kesimpulan, proses penyelesaian kurang akurat, ada
langkah yang terlewat pada runtutan jawaban, ada kesalahan istilah dan
notasi matematika, (3) siswa dengan tingkat kecerdasan emosional
rendah menuliskan konsep yang salah, proses penyelesaian yang salah,
runtutan jawaban yang salah, termasuk kesalahan istilah dan notasi
matematika.
2.1.11. Bien (2015) penelitiannya berjudul “Kemampuan Komunikasi Matematis
dan Self-efficacy Siswa pada Pembelajaran Model Kooperatif Tipe CIRC
Berbasis Konstruktivisme” menyatakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa dengan menggunakan model CIRC mengalami
pencapaian ketuntasan lebih baik dibandingkan pencapaian
menggunakan model kontekstual.
2.1.12. Festus & Kurumeh (2015) dalam penelitiannya tentang efek kecerdasan
emosional pada prestasi siswa materi geometri di sekolah menengah atas
menyatakan bahwa kecerdasan emosional dapat ditingkatkan dan
-
19
19
menggunakan kecerdasan emosional dalam belajar materi geometri dapat
meningkatkan hasil belajar.
2.1.13. Nartani, et. al. (2015) melakukan penelitian di SD Taman Muda
Yogyakarta tentang komunikasi dalam matematika kontekstual, hasil
menyatakan bahwa menggunakan pembelajaran kontekstual
meningkatkan kemampuan siswa dalam komunikasi matematis.
Kemampuan komunikasi matematis meningkat ditandai dengan (1) siswa
dapat mengespresikan ide matematis secara lisan, (2) siswa aktif
bergabung dalam diskusi kelompok, (3) siswa dapat menjelaskan rumus
matematika dengan menggunakan bahasanya sendiri.
2.1.14. Bien (2016) penelitianya tentang penggunaan model CIRC berbasis
konstruktivisme untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan menggunakan
model tersebut hasil belajar mengalami ketuntasan baik individual dan
klasikal serta kemampuan komunikasi matematis menjadi lebih baik dari
sebelumnya.
2.1.15. Henry, dkk. (2016) penelitiannya untuk mengetahui kemampuan
komunikasi matematis siswa sesuai dengan gender dalam memecahkan
masalah kubus dan balok kelas VIII SMP Al-Azhar 29 Semarang,
hasilnya menyatakan bahwa siswa laki-laki dan perempuan mempunyai
kesamaan kemampuan, hanya siswa laki-laki lebih terbuka dalam
menyampaikan pendapatnya secara lisan dibandingkan siswa perempuan
-
20
20
yang lebih dapat menilai pendapatnya secara tulisan atau gambar
dibandingkan siswa laki-laki.
2.1.16. Hidayati (2016) penelitiannya tentang mendeskripsikan kemampuan
komunikasi lisan siswa menurut pandangan guru matematika saat proses
belajar mengajar, hasilnya (1) deskripsi kemampuan komunikasi
matematika siswa laki-laki berdasarkan pandangan guru saat proses
belajar yaitu siswa benar dan jelas mengucapkan nama objek berkaitan
dengan materi matematika, tetapi salah mengucapkan operasi (-) yang
seharusnya diucapkan “dikurangi” malah diucapkan “negatif”. Siswa
mengulangi kembali dan mengucapkannya sehingga terdengar oleh
semua teman kelas; (2) deskripsi kemampuan komunikasi matematika
siswa perempuan berdasarkan pandangan guru saat proses belajar yaitu
pengucapan nama objek materi matematika dengan benar dan jelas, nada
jelas, tidak ada pengulangan pengucapan objek karena siswa berpikir
pentingnya tersampaikannya materi dan suara dapat dengan jelas
terdengar oleh semua siswa kelas.
2.1.17. Nor, dkk. (2016) penelitiannya tentang hubungan kecerdasan emosional
dan kompetensi matematika di antara siswa sekolah menengah atas
menyatakan bahwa kecerdasan emosional bukan hal utama untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, namun disarankan untuk menggunakan
kecerdasan emosional selama terlibat dengan siswa lainnya.
2.1.18. Sukriadi, dkk. (2016) penelitiannya untuk mengetahui pengaruh
kecerdasan emosional terhadap hasil belajar matematika siswa pada
-
21
21
materi sudut dan garis di kelas VII MTS Normal Samarinda menyatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional
terhadap hasil belajar matematika.
2.1.19. Susiaty, dkk. (2016) dalam penelitiannya tentang eksperimentasi model
pembelajaran kooperatif tipe cooperative integrated reading and
composition (CIRC) dan problem posing bentuk within-solution posing
pada materi perbandingan ditinjau dari kecerdasan interpesonal di siswa
SMP menunjukkan hasil bahwa pembelajaran matematika menggunakan
CIRC hasilnya sama dengan pembelajaran klasik guru dan kecerdasan
emosional siswa yang memiliki kategori rendah, sedang, dan tinggi hasil
nilai matematikanya sama.
2.1.20. Anintya, dkk. (2017) penelitianya bertujuan untuk mengetahui
kemampuan komunikasi matematis siswa pada model resource based
learning berdasarkan ketuntasan dan gaya belajar di SMA 1 Jekulo dan
diperoleh hasil pembelajaran mencapai ketuntasan klasikal serta
kemampuan komunikasi matematis berdasarkan gaya belajar mencapai
tingkat baik.
2.1.21. Hasibuan (2017) mengadakan penelitian di SMP Negeri 1 Labuhan Deli
tentang perbedaan hasil komunikasi matematis siswa berdasarkan model
PBL, RME, dan Inquiri Learning menghasilkan bahwa penerapan model
PBL lebih baik dari pada RME, dan Inquiri Learning. Komunikasi
dianggap penting karena ada dua alasan yaitu (1) matematika sebagai
bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi dengan pasangan, tetapi
-
22
22
juga sebagai alat untuk memecahkan masalah atau menggambarkan
kemungkinan pemecahan masalah sebelum dan sesudahnya; (2)
matematika sebagai interaksi sosial antara sesama siswa, guru dan siswa.
2.1.22. Jati (2017) penelitiannya di siswa SMP tentang kemampuan komunikasi
matematis menggunakan pembelajaran cycle 7E menghasilkan hasil
belajar yang lebih baik dibandingkan yang menggunakan pembelajaran
langsung. Menyebutkan pula dalam penelitiannya bahwa untuk
menyelesaikan masalah soal cerita, siswa membutuhkan kemampuan
komunikasi matematis. Menggunakan kemampuan komunikasi
matematis, menjadikan siswa dapat mengespresikan ide,
menggambarkan, dan mendiskusikan konsep secara menyeluruh dan
jelas.
2.1.23. Paridjo (2017) mengadakan penelitian di SMA untuk menganalisis
kemampuan komunikasi matematika siswa materi algebra berdasarkan
indikator NCTM, hasil menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa sekolah tinggi berdasarkan organisasi dan akomodasi
berpikir matematika serta evaluasi dalam memecahkan masalah algebra,
jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA) lebih baik dari ilmu pengetahuan
sosial (IPS).
2.1.24. Sari (2017) penelitiannya di SMA tentang analisis kemampuan
komunikasi matematis siswa menggunakan model pembelajaran
kooperatif talking stick type menghasilkan bahwa kemampuan
-
23
23
komunikasi matematis siswa dalam menjawab soal berbeda walaupun
model pembelajaran dan instrumen yang digunakan sama.
2.1.25. Sari, et. al. (2017) penelitiannya tentang analisis kognitif kemampuan
komunikasi matematika siswa kelas menengah atas pada materi geometri
menghasilkan tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa dalam
materi geometri kategorinya adalah rendah karena tidak terbiasa menulis
jawaban matematika secara sistematis.
2.1.26. Hakim, et. al. (2018) penelitianya tentang mengaplikasikan EQ dan SQ
dalam pembelajaran matematika dengan brain-based learning untuk
meningkatkan koneksi matematika dan percaya diri di SMA hasilnya
siswa yang mendapatkan pembelajaran tersebut hasilnya meningkat
dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
2.1.27. Johar (2018) melakukan penelitian di SMP kelas 7 Banda Aceh tentang
kemampuan komunikasi matematis dan self-efficacy menggunakan
model pembelajaran team quiz, hasil menyatakan bahwa (1) peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dari pada kelas
konvensional, (2) peningkatan self-efficacy menggunakan model
pembelajaran team quiz lebih baik dari kelas konvensional, (3) tidak ada
interaksi antara model pembelajaran dengan level siswa terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi matematis, dan (4) tidak ada
interaksi antara model pembelajaran dengan level siswa terhadap
peningkatan self-efficacy siswa.
-
24
24
Berdasarkan beberapa penelitian di atas menyatakan bahwa tingkat
kemampuan komunikasi matematis tergantung dari masing-masing pemahaman
siswa, prosesnya dimulai oleh pendidik ke siswa untuk memicu keberanian
berpendapat baik lisan maupun tulisan. Hasil kemampuan komunikasi matematis
yang dicapai siswa berbeda tergantung dari karakteristik siswa dalam menjawab.
Komunikasi dimulai dengan memahami materi atau konsep. Pemahaman
terhadap materi atau konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang merupakan
dimensi kecerdasan kognitif atau intelekual (IQ). Dorongan untuk melakukan
komunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya merupakan dimensi
kecerdasan emosional (EQ). Keterkaitan antara keduanya terletak pada
kemampuan kognitif atau intelekual (IQ) dengan kemampuan afektif berupa
kecerdasan emosional (EQ). Dari keterkaitan tersebut dimungkinkan adanya hasil
belajar yang berbeda.
Salah satu strategi pembelajaran yang diyakini mampu mengembangkan
kompetensi berkomunikasi dan berkolaborasi dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan yaitu model kooperatif tipe CIRC. Keberhasilan pembelajaran ini
tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, dimana
keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan positif dalam
belajar kelompok. Tujuan positifnya, masing-masing individu dalam kelompok
bekerja sama menyelesaikan tugas yang diberikan secara berurutan dan tertuliskan
sehingga memperoleh pemahaman yang sama dengan siswa yang lain.
Diharapkan nilai KKM siswa mencapai ketuntasan sehingga pembelajaran dapat
dikatakan efektif. Oleh sebab itu, dengan menerapkan model kooperatif tipe CIRC
-
25
25
diharapkan memberikan proses belajar mengajar yang lebih bermakna dan hasil
belajar meningkat.
Beberapa penelitian yang digunakan sebagai rujukan dapat dilihat pada
Tabel 2.1. Tabel 2.1 berisi tentang penelitian dan hasil temuan yang dapat dilihat
sebagai berikut.
Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan
No Penelitian Temuan
1 Fatum, Barbara, A. (2008) yang
berjudul “The Relationship
Between Emotional Intelligence
and Academic Achievement in
Elementary School Children”.
Siswa yang dapat mengatur emosinya
dalam berinteraksi dapat diterima dengan
mudah dibandingkan siswa yang tidak
percaya diri sulit untuk diterima di
lingkungan sekolah.
2 Hirschfeld-Cotton, Kimberly
(2008) yang berjudul
“Mathematical Communication,
Conceptual Understanding, and
Students Attitudes Toward
Mathematics”.
Peningkatan kemampuan komunikasi
matematis secara lisan dan tulis,
tergantung dari tingkat pemahaman
masing-masing siswa.
3 Fetus, A.B. (2012) yang berjudul
“The Relationship between
Emotional Intelligence and
Academic Achievement of Senior
Secondary School Students in the
Federal Capital Territory,
Abuja”.
Kecerdasan emosional juga berperan
penting untuk meningkatkan prestasi
akademik selain tingginya tingkat
kecerdasan kognitif siswa.
4 Hasrattudin (2012) yang berjudul
“Meningkatkan Kecerdasan
Emosional melalui Pembelajaran
Matematika Realistik”.
Terdapat perbedaan peningkatan
kecerdasan emosional siswa antara yang
diberi pendekatan matematika realistik
dan pendekatan biasa serta tidak terdapat
perbedaan peningkatan kecerdasan
emosional siswa berdasarkan gender.
5 Kusumawati, N., Kartono, &
Dwijanto (2012) yang berjudul
“Pembelajaran Program Linear
Berkarakteristik Kewirausahaan
untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik”.
Model CIRC dan PBL yang telah
dikembangkan berdasarkan karakteristik
kewirausahaan dapat meningkatkan hasil
belajar kemampuan komunikasi
matematis siswa.
-
26
26
No Penelitian Temuan
6 Mohzan, M.A.M.,
Norhaslinda, H., &
Norhafizah, A.H. (2012) yang
berjudul “The Influence of
Emotional Intelligence on
Academic Achievement”.
Dua poin tentang memiliki kecerdasan
emosional yaitu emosi diri dan mengerti emosi
diri yang selanjutnya berpengaruh terhadap sikap
positif untuk meraih prestasi belajar yang lebih
baik.
7 Karimah, S. (2013) yang
berjudul “Pembelajaran
Matematika Model
Cooperative Integrated
Reading and Composition
(CIRC) untuk Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi
Matematika Materi
Segiempat Kelas VII”.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan
model kooperatif CIRC dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
8 Preeti, Bhadouria (2013)
yang berjudul “Role of
Emotional Intelligence for
Academic Achievement for
Students”.
Prestasi akademik tanpa kecerdasan emosional
tidak menunjukkan kesuksesan masa depan dan
tidak adanya kecerdasan emosional juga
menunjukkan lemahnya kepribadian dan
kemampuan untuk membangun hubungan di
tempat kerja serta di sekolah sehingga
kecerdasan emosional sangat penting untuk
pendidikan berkualitas.
9 Halimah, Andi (2014) yang
berjudul “Metode
Cooperative Integrated
Reading and Composition
(CIRC) dalam Pembelajaran
Membaca dan Menulis di
SD/MI”.
Terdapat kelebihan dan kekurangan
pembelajaran menggunakan CIRC. Kelebihan
metode CIRC yaitu (1) untuk meningkatkan
pemahaman siswa, (2) dominasi guru dalam
pembelajaran berkurang, (3) siswa termotivasi,
(4) siswa dapat memahami soal dan saling
mengoreksi pekerjaan, (5) membantu siswa yang
lemah dalam memahami tugas yang diberikan,
(6) meningkatkan hasil belajar, dan (7) siswa
dapat memberi tanggapan, dapat bekerjasama,
dan menghargai pendapat orang lain. Kekurang
metode CIRC yaitu (1) hanya siswa aktif yang
berani presentasi, (2) kegiatan-kegiatan
kelompok tidak berjalan sesuai yang diharapkan,
dan (3) perlunya pengarahan terlebih dahulu
sebelum melanjutkan kegiatan selanjutnya.
10 Pangastuti, L. Johan, A., &
Kurniasari I. (2014) yang
berjudul “Profil Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa
SMP Ditinjau dari
Kecerdasan Emosional”.
Adanya perbedaan tingkat kemampuan
matematis siswa terhadap kecerdasan emosional
tinggi, sedang, dan rendah.
-
27
27
No Penelitian Temuan
11 Bien, Yusak, I. (2015) yang
berjudul “Kemampuan
Komunikasi Matematis dan Self-
efficacy Siswa pada Pembelajaran
Model Kooperatif Tipe CIRC
Berbasis Konstruktivisme”.
Kemampuan komunikasi matematis
siswa dengan menggunakan model CIRC
mengalami pencapaian ketuntasan lebih
baik dibandingkan pencapaian
menggunakan model kontekstual.
12 Fetus, A.B. & Kurumeh, M.S.
(2015) yang berjudul “Effects of
Emotional Intelligence Skills
Acquisition on Students
Achievement in Senior Secondary
School Geometry in Keffi
Education Zone, Nasarawa State,
Nigera.”
Kecerdasan emosional dapat ditingkatkan
dan menggunakan kecerdasan emosional
dalam belajar materi geometri dapat
meningkatkan hasil belajar.
13 Nartani, C.I., Rosidah, A.H. &
Yohana, S. (2015) yang berjudul
“Communication in Mathematics
Contextual”.
Kemampuan komunikasi matematis
meningkat ditandai dengan (1) siswa
dapat mengespresikan ide matematis
secara lisan, (2) siswa aktif bergabung
dalam diskusi kelompok, (3) siswa dapat
menjelaskan rumus matematika dengan
menggunakan bahasanya sendiri.
14 Bien, Yusak, I. (2016) yang
berjudul “Penggunaan Model
Kooperatif Tipe CIRC Berbasis
Kontruktivisme untuk
Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa”.
Siswa yang diajarkan menggunakan
model kooperatif tipe CIRC hasil belajar
mengalami ketuntasan dan kemampuan
komunikasi matematis lebih baik dari
siswa yang tidak menggunakan model
tersebut.
15 Henry, P. Imam, S. & Riyadi
(2016) yang berjudul
“Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Sesuai dengan
Gender dalam Pemecahan
Masalah Pada Materi Balok dan
Kubus (Studi Kasus Pada Siswa
SMP Kelas VIII SMP Islam Al-
Azhar 29 Semarang)”.
Siswa laki-laki dan perempuan
mempunyai kesamaan kemampuan,
hanya siswa laki-laki lebih terbuka dalam
menyampaikan pendapatnya secara lisan
dibandingkan siswa perempuan yang
lebih dapat menilai pendapatnya secara
tulisan atau gambar
16 Hidayati, W.S. (2016) yang
berjudul “Description Verbal
Mathematics Communication of
Students Prospective Mathematics
Teacher in Teaching Practice”.
Deskripsi kemampuan komunikasi
matematika siswa laki-laki dan siswa
perempuan secara lisan adalah adanya
pengulangan pengucapan pada siswa
laki-laki dan siswa perempuan tidak ada
pengulangan berdasarkan pandangan
guru saat proses belajar.
-
28
28
No Penelitian Temuan
17 Nor, N.A.K.M., Ismail, Z., &
Yusof, Y.M. (2016) yang berjudul
“The Relationship betwen
Emotional Intelligence and
Mathematical Competency among
Secondary School Students”.
Kecerdasan emosional bukan hal utama
untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
namun disarankan untuk menggunakan
kecerdasan emosional selama terlibat
dengan siswa lainnya.
18 Sukriadi, Abdul Basir, &
Rusdiana (2016) yang berjudul
“Pengaruh Kecerdasan Emosional
Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Pada Materi
Sudut dan Garis di Kelas VII
MTS Normal Islam Samarinda”.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
kecerdasan emosional terhadap hasil
belajar matematika.
19 Susiaty, U. D., Mardiyana, & D.
Retno, S.S. (2016) yang berjudul
“Eksperimentasi Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Cooperative Integrated Reading
and Composition (CIRC) dan
Problem Posing bentuk Within-
Solution Posing pada Materi
Perbandingan ditinjau dari
Kecerdasan Interpesonal Siswa
SMP Negeri Kota Pontianak.”
Pembelajaran matematika menggunakan
CIRC hasilnya sama dengan
pembelajaran klasik guru dan kecerdasan
emosional siswa yang memiliki kategori
rendah, sedang, dan tinggi hasil nilai
matematikanya sama.
20 Anintya, Y., E. Pujiastuti, &
Mashuri (2017) yang berjudul
“Analisis Kemampuan
Komunikasi Matematis Ditinjau
dari Gaya Belajar Siswa Kelas
VIII pada Model Pembelajaran
Resource Based Lerning”.
Hasil pembelajaran menggunakan model
resource based learning mencapai
ketuntasan klasikal dan kemampuan
komunikasi matematis mencapai tingkat
baik.
21 Hasibuan, I.S. & Zul Amry (2017)
yang berjudul “Differences of
Students Mathematical
Communication Ability Between
Problems Based Learning,
Realistic Mathematical Education
and Inquiri Learning In SMP
Negeri 1 Labuan Deli”.
Penerapan model PBL lebih baik dari
pada RME, dan Inquiri Learning.
Komunikasi dianggap penting karena ada
dua alasan yaitu (1) matematika sebagai
bahasa bukan hanya sebagai alat
komunikasi dengan pasangan, tetapi juga
sebagai alat untuk memecahkan masalah
atau menggambarkan kemungkinan
pemecahan masalah sebelum dan
sesudahnya; (2) matematika sebagai
interaksi sosial antara sesama siswa, guru
dan siswa.
-
29
29
No Penelitian Temuan
22 Jati, N.H., Budiyono, & Slamet, I.
(2017) yang berjudul “Students
Mathematical Communication
Ability using Learning Cycle 7E
on Junior High School”.
Hasil belajar menggunakan pembelajaran
cycle 7E lebih baik dibandingkan yang
menggunakan pembelajaran langsung.
Menggunakan kemampuan komunikasi
matematis, menjadikan siswa dapat
mengespresikan ide, menggambarkan,
dan mendiskusikan konsep secara
menyeluruh dan jelas.
23 Paridjo & St. Budi Waluya (2017)
yang berjudul “Analysis
Mathematical Communication
Skills Students In The Matter
Algebra Based NCTM”.
Kemampuan komunikasi matematis
siswa sekolah tinggi berdasarkan
organisasi dan akomodasi berpikir
matematika serta evaluasi dalam
memecahkan masalah algebra, jurusan
ilmu pengetahuan alam (IPA) lebih baik
dari ilmu pengetahuan sosial (IPS).
24 Sari, D. M. (2017) yang berjudul
“Analysis of Students
Mathematical Communication
Ability By Using Cooperative
Learning Talking Stick Type”.
Kemampuan komunikasi matematis
siswa dalam menjawab soal berbeda
walaupun model pembelajaran dan
instrumen yang digunakan sama yaitu
model pembelajaran kooperatif talking
stick type.
25 Sari, D.S., K. Kusnandi, & S.
Suhendra (2017) yang berjudul “A
Cognitif Analysis of Students
Mathematical Communication
Ability on Geometry”.
Tingkat kemampuan komunikasi
matematis siswa dalam materi geometri
kategorinya adalah rendah karena tidak
terbiasa menulis jawaban matematika
secara sistematis.
26 Hakim, et. al. (2018) yang
berjudul “The Application EQ and
SQ in Learning Mathematics with
Brain-Based Learning Aproach to
Improve Students Mathematical
Connection and Self-Efficacy in
Senior High School”.
Hasil pembelajaran matematika dengan
brain-based learning dan
mengaplikasikan EQ dan SQ dapat
meningkatkan hasil dibandingkan siswa
yang mendapat pembelajaran
konvensional.
27 Johar, R., Eka J. & Saminan
(2018) yang berjudul “Students
Mathematical Coommunication
Ability and Self-Efficacy using
Team Quiz Learning Model”.
(1) peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa lebih baik dari pada
kelas konvensional, (2) peningkatan self-
efficacy menggunakan model
pembelajaran team quiz lebih baik dari
kelas konvensional, (3) tidak ada
interaksi antara model pembelajaran
dengan level siswa terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis, dan
(4) tidak ada interaksi antara model
pembelajaran dengan level siswa
terhadap peningkatan self-efficacy siswa.
-
30
30
2.2 Kerangka Teoritis
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa kajian teori yang
relevan sebagai landasan teoritis. Penjelasan yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi (1) efektivitas pembelajaran, (2) model pembelajaran CIRC, (3)
kemampuan komunikasi matematis, (4) kecerdasan emosional, dan (5) teori
belajar.
2.2.1 Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas yaitu keaktifan, daya
guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan atau suatu keadaan yang
menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Kata efektivitas dapat juga
diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau
usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Miarso (2004:
517) efektivitas pembelajaran merupakan salah satu standar mutu pendidikan dan
sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat juga diartikan sebagai
ketepatan mengelola suatu situasi, “doing the right things”. Menurut Supardi
(2013) pembelajaran efektif yaitu kombinasi yang tersusun meliputi manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur diarahkan untuk mengubah perilaku
siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan
yang dimiliki untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Tujuan penelitian ini salah satunya yaitu menghasilkan kajian mengenai
keefektifan pembelajaran kooperatif tipe CIRC terhadap komunikasi matematis
siswa. Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan efektif jika (1) kemampuan
komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapat pembelajaran dengan
-
31
31
model kooperatif tipe CIRC ditinjau dari kecerdasan emosional mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) minimal 70% dari jumlah siswa yang berpartisipasi,
dan (2) kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapat
pembelajaran dengan model kooperatif tipe CIRC ditinjau dari kecerdasan
emosional lebih baik dari pada siswa yang tidak mendapatkan model CIRC
berdasarkan kategori kelompok kemampuan komunikasi matematis siswa.
Dengan demikian prosedur pembelajaran yang digunakan guru dan bukti
siswa belajar dijadikan fokus dalam usaha pembinaan keefektifan pembelajaran.
Suatu pembelajaran matematika akan berjalan dengan efektif menurut Falach
(2016) apabila dapat menggunakan berbagai metode dan model yang juga terdiri
atas media dan sumber pembelajaran. Metode dan model diharapkan dapat
menciptakan kondisi belajar yang efektif. Untuk meningkatkan kondisi belajar
yang efektif menurut Fahmi (2014) maka guru perlu merapkan suatu metode
pembelajaran yang melibatkan siswa secara dominan sehingga meningkatkan
aktifitas belajar siswa terutama dalam pembelajaran matematika.
2.2.2 Model Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Meurut Slavin (2005: 200) Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap
untuk pengajaran membaca dan menulis. Menurut Slavin (2005: 204) tujuan
utama dari pengembang program CIRC terhadap pelajaran menulis yaitu untuk
merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi pendekatan proses menulis
pada pelajaran menulis. Dalam program CIRC para siswa merencanakan,
-
32
32
merevisi, dan menyunting pekerjaan mereka dengan kolaborasi yang erat dengan
teman satu tim mereka.
Satu fokus utama dari kegiatan-kegiatan CIRC sebagai cerita dasar menurut
Slavin (2005: 201) yaitu menggunakan penggunaan waktu tindak lanjut menjadi
lebih efektif, karena melibatkan siswa saling bekerja sama satu sama lain,
sehingga meningkatkan motivasi. Simpulan model pembelajaran CIRC yaitu
suatu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerja kelompok untuk
menyelesaikan suatu masalah, di mana siswa yang merencanakan, merevisi, dan
menyunting karangan mereka dengan kolaborasi yang erat dengan teman satu tim
mereka.
Langkah-langkah CIRC menurut Suprijono (2010: 130) yaitu (1)
membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen; (2) guru
memberikan wacana atau kliping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) siswa
bekerja sama saling membacakan, menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana atau kliping dan ditulis pada lembar kertas; (4)
mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok; (5) guru membuat simpulan
bersama; dan (6) penutup.
Menurut Murtono (2012: 238) dalam disertasinya yang mengutip pendapat
Madden, Steven & Slavin, langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran
CIRC yaitu (1) membentuk kelompok dengan anggota 4-5 anak secara heterogen;
(2) pengenalan topik yang akan dibahas; (3) guru menyajikan pelajaran; (4) siswa
bekerja sama dan berdiskusi, saling membacakan, menemukan ide pokok, menulis
karangan dengan sungguh-sungguh sambil dipahami, dan memberi tanggapan; (5)
-
33
33
setiap kelompok mempresentasikan/ membacakan hasil diskusi kelompoknya
kepada kelompok lain; (6) guru memberi pertanyaan kepada seluruh kelompok;
(7) guru memberikan penghargaan atas penampilan kelompok; (8) guru
memberikan tes individu; serta (9) guru dan siswa membuat simpulan bersama
secara tertulis.
Langkah-langkah pembelajaran CIRC yang telah dirumuskan oleh para ahli
di atas, mempunyai persamaan yaitu (1) membentuk kelompok, (2) berdiskusi, (3)
presentasi, dan (4) membuat simpulan. Namun yang dijadikan pijakan dalam
penelitian iniyaitu langkah-langkah pembelajaran CIRC oleh Murtono (2012:
259), maka kegiatan guru dan siswa dapat diuraikan pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC)
Fase Kegiatan
Guru Siswa
Pembentukan
kelompok
1. menginformasikan pembentukan kelompok. Setiap kelompok terdiri
atas 5 siswa.
1. membentuk kelompok dan memberi nama sesuai arahan
guru.
Penyampaian
materi pelajaran
2. pengenalan topik yang akan dibahas dengan menyajikan pelajaran.
2. mendengarkan dengan seksama dan bertanya apabila ada hal
yang kurang jelas.
Tes kelompok 3. membagikan LKS sebagai bahan
diskusi kelompok.
3. menerima LKS sebagai bahan diskusi kelompok.
Diskusi
kelompok dan
hasilnya
dilaporkan
secara tertulis
4. meminta siswa membuat hasil diskusi secara tertulis. Guru
memotivasi, memfasilitasi,
membantu siswa yang mengalami
kesulitan, dan memantau kerja
sama antaranggota kelompok.
5. meminta siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok kepada
kelompok lain.
6. memberi pertanyaan kepada seluruh kelompok.
4. mengidentifikasi soal, menyusun rencana
penyelesaian, membuat
jawaban, saling berdiskusi.
5. mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
6. menjawab pertanyaan dari guru.
Penghargaan 7. memberikan penghargaan. 7. menerima penghargaan.
-
34
34
Fase Kegiatan
Guru Siswa
Tes individu
membagikan lembar tes kepada
siswa secara individual dan
mengamati siswa yang sedang
mengerjakan tes.
mengerjakan tes secara
individual dalam bentuk
tertulis.
Simpulan meminta siswa membuat
simpulan secara tertulis.
membuat simpulan secara
tertulis.
Tabel 2.2 menjelaskan langkah-langkah kegiatan guru dan siswa mengenai
pembelajaran CIRC yang ditunjukkan melalui fase demi fase. Fase pertama,
pembentukan kelompok. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Bila memungkinkan, anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang beragam. Kegiatan guru
menginformasikan pembentukan kelompok dan siswa membentuk kelompok
sesuai arahan guru.
Fase kedua, penyampaian materi pelajaran. Materi pembelajaran sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Fase ketiga, tes kelompok. Guru
membagikan LKS sebagai bahan diskusi kelompok. Kegiatan siswa menerima
LKS sebagai bahan diskusi kelompok.
Fase keempat, diskusi kelompok dan hasilnya dilaporkan secara tertulis.
Siswa bekerja sama dalam kelompok memperhatikan soal, menyusun rencana
penyelesaian, membuat jawaban, saling berdiskusi, mempresentasikan hasil
diskusi kelompok, dan menjawab pertanyaan dari guru. Keberhasilan
pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam
kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu
tujuan positif dalam belajar kelompok. Kegiatan guru meminta siswa membuat
hasil diskusi secara tertulis. Guru memotivasi, memfasilitasi, membantu siswa
-
35
35
yang mengalami kesulitan, dan memantau kerja sama antaranggota kelompok.
Guru meminta siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok kepada kelompok
lain dan memberi pertanyaan kepada seluruh kelompok.
Fase kelima, penghargaan. Keberhasilan kelompok untuk memperoleh
penghargaan didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok
dalam menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, saling
membantu, dan saling peduli. Guru memberikan penghargaan dan siswa
menerima penghargaan. Fase keenam, tes individu. Guru membagikan lembar tes
kepada siswa dan mengamati siswa yang sedang mengerjakan tes. Para siswa
mengerjakan tes tertulis.
Terakhir fase ketujuh, simpulan. Guru dan siswa membuat simpulan tentang
materi yang dipelajari. Langkah-langkah fase tersebut, dipergunakan sebagai
pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran
CIRC tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan lapangan.
2.2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis
Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan dari seseorang
kepada yang lainnya. Menurut Majid (2012: 268-269) bahwa komunikasi
mempunyai tiga sudut pandang, yaitu (1) komunikasi pada dasarnya merupakan
sesuatu penyampaian informasi, (2) komunikasi yaitu proses penyampaian
gagasan dari seseorang kepada orang lain, (3) komunikasi diartikan sebagai proses
penciptaan arti gagasan atau ide yang disampaikan. Dengan demikian, komunikasi
yaitu proses penyampaian suatu pesan dari seseorang kepada yang lainnya
sehingga mempunyai pengertian yang sama terhadap hal yang mereka bicarakan.
-
36
36
Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:
268) komunikasi merupakan suatu tantangan bagi siswa di kelas untuk mampu
berpikir dan bernalar tentang matematika yang merupakan sarana pokok dalam
mengekspresikan hasil pemikiran siswa, baik secara lisan maupun tertulis. Suatu
cara bagi siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide, strategi maupun solusi
matematika baik secara lisan (berbicara) maupun tertulis, serta merefleksikan
pemahaman tentang matematika. Di dalam berkomunikasi tersebut harus
dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan siswa itu dapat
dipahami oleh siswa lain.
Menurut Brener (1998: 109), komunikasi dalam matematika yaitu
menggunakan bahasa dan konvensi matematika. Matematika merupakan salah
satu bahasa yang dapat digunakan dalam berkomunikasi. Satu simbol dalam
matematika dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa apapun di dunia.
Melalui bahasa, pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang
lain. Pesan dapat disampaikan melalui peristiwa dialog atau saling hubungan di
dalam kelas. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang sedang
dipelajari, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu
masalah.
Komunikasi matematika menurut Sumarmo (2010: 6) yaitu suatu situasi,
gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model
matematik, menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau
tulisan, mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, membaca
dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis, mengungkapkan
-
37
37
kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Berdasarkan
pengertian tersebut, komunikasi matematika berarti mengungkapkan kembali
bahasa matematika ke dalam bahasa sendiri. Proses pengungkapan tersebut, jika
terjadi di lingkungan kelas, maka pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi
di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara
lisan maupun tertulis.
Menurut NCTM (2000: 60) bahwa “Communication is an essential part of
mathematics and mathematics education”, artinya kemampuan komunikasi
matematika menjadi hal yang penting yang harus dikembangkan dalam
pembelajaran dan pendidikan matematika. Pentingnya memiliki kemampuan
komunikasi matematis menurut Hendriana & Utari (2014: 30) yaitu membantu
siswa menajamkan cara siswa berpikir, sebagai alat untuk menilai pemahaman
siswa, membantu siswa mengorganisasi pengetahuan matematika mereka,
membantu siswa membangun pengetahuan matematikanya, meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika, memajukan penalarannya,
membangun kemampuan diri, meningkatkan keterampilan sosialnya, serta
bermanfaat dalam mendirikan komunitas matematika. Menurut Silver & Smith
(1996) kemampuan komunikasi matematis memang perlu ditumbuhkembangkan
dikalangan siswa. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, komunikasi matematis
itu penting.
Menurut Baroody (1993: 107) bahwa pembelajaran harus dapat membantu
siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi yaitu
representing, listening, reading, discussing, dan writing. Tetapi dalam standart
-
38
38
kurikulum matematika NCTM (2000), representasi tidak lagi termasuk dalam
komunikasi tetapi menjadi salah satu standart yang perlu dikembangkan dalam
pembelajaran matematika. Sehubungan dengan hal tersebut, aspek dalam
komunikasi tidak lagi memuat representasi. Oleh sebab itu, mengkomunikasikan
ide matematika memuat empat aspek komunikasi yaitu listening, reading,
discussing, dan writing. Penjelasan ke-empat aspek sebagai berikut.
1) Kemampuan mendengar (listening). Kemampuan mendengarkan secara kritis.
Mendengar dengan hati-hati dapat mendorong siswa berpikir tentang jawaban
yang lebih efektif.
2) Kemampuan membaca (reading). Kemampuan membaca aktif. Membaca
aktif yaitu kegiatan fokus pada paragraf-paragraf yang diperkirakan
mengandung informasi penting, yang relevan dengan konsep dan masalah
yang sedang dihadapi. Tujuan membaca yaitu mencari informasi dengan
menemukan informasi-informasi penting yang terkandung dalam bacaan dan
melihat pesan-pesan yang tersirat dalam bacaan yang sedang dibaca.
3) Kemampuan diskusi (discussing). Diskusi memanfaatkan kemampuan
komunikasi secara lisan. Kemampuan tersebut dapat diasah melalui kegiatan
seperti; (1) memberi kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil
pekerjaannya di kelas; (2) membiasakan siswa bekerja dalam kelompok-
kelompok; (3) membuat permainan matematika, dan sebagainya.
4) Kemampuan menulis (writing). Menulis berarti membuat catatan. Tujuan
membuat catatan antara lain agar tidak lupa, membuat penjelasan secara rinci,
dan membuat tulisan agar dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain. Hal
-
39
39
yang dapat dilakukan guru untuk mendorong siswa dalam menulis antara lain
dengan meminta atau menugaskan siswa membuat pertanyaan, membuat
penjelasan, dan membuat rangkuman.
Indikator komunikasi matematis menurut NCTM (2000: 4) sebagai berikut;
(1) Mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Memahami,
menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan,
tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Menggunakan istilah-istilah,
notasi-notasi matematika, dan struktur-struktur untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
Indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Sumarmo (2010: 6-7)
yaitu; (1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika; (2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau
tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar; (3) Menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) Mendengarkan,
berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (5) Membaca presentasi matematika
tertulis dan menyusun pertanyaan yang relevan; (6) Membuat konjektur,
menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi.
Indikator atau aktivitas komunikasi dalam matematika menurut Susanto
(2013) terbagi menjadi dua yaitu lisan dan tertulis. Komunikasi lisan antara lain
aktivitas siswa untuk (1) mengajukan pertanyaan, (2) menjawab pertanyaan, (3)
mengekspresikan ide, dan (4) menyajikan jawaban. Sedangkan komunikasi
matematika tertulis antara lain; (1) Merefleksikan benda nyata, gambar, atau ide-
-
40
40
ide matematika; (2) Membuat situasi model atau masalah dengan menggunakan
metode tertulis, konkret, grafik, dan aljabar; (3) Menggunakan keterampilan
membaca, menulis, dan menganalisis untuk menginterpretasikan dan
mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, dan informasi matematika; dan (4)
Merespon pernyat