kemanusiaan yang adil dan beradab perspektif al-qur`an …
TRANSCRIPT
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
PERSPEKTIF AL-QUR`AN (Studi Komparatif Tafsir Al-
Mishbâh dan Al-Huda)
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Umiarti Karimah
NIM. 14210621
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/2018 M
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD IJARAH
DENGAN SISTEM LELANG TAMBAK BONDO DESO DI
DESA KAWISTOWINDU, KECAMATAN DUDUK
SAMPEYAN, KABUPATEN GRESIK
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Disusun oleh:
Mufidah Putri Sandi
NIM. 14110728
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN 2017-2018
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD IJARAH
DENGAN SISTEM LELANG TAMBAK BONDO DESO DI
DESA KAWISTOWINDU, KECAMATAN DUDUK
SAMPEYAN, KABUPATEN GRESIK
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Disusun oleh:
Mufidah Putri Sandi
NIM. 14110728
Pembimbing:
Dr. Hj. Romlah Widayati, M.Ag
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MUAMALAH)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN 2017-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemanusiaan berasal dari akar kata manusia. Secara bahasa,
manusia adalah makhluk yang mempunyai akal dan budi, hal ini
berkebalikan dengan binatang.1 Pendapat lain menjelaskan bahwa
manusia adalah makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi
pikir, rasa, karsa, dan cipta. Karena potensi seperti yang dimilikinya
itu manusia tinggi mertabatnya. Dengan budi nuraninya manusia
menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Dalam Al-Qur`an, ada tiga kata yang digunakan untuk
menunjukkan arti manusia, yaitu kata insân, banî adam, dan basyar.
Kata insân, dalam Al-Qur`an dipakai kata an-nâs, unâs, insiyya,
anasi. Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak.
Pemakaian kata insân ketika berbicara manusia menunjuk suatu
pengertian adanya kaitan dengan sikap, yang lahir dari adanya
kesadaran penalaran.2
Di dalam Al-Qur`an dan hadis dijelaskan bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai macam potensi
yang dapat digunakan untuk memperoleh petunjuk kebenaran dalam
menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.3
Seperti yang kita ketahui, manusia juga merupakan makhluk
sosial. Ia tidak mungkin hidup sendiri terasing dari manusia lain.
1 Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Media Pustaka,
2012), hal. 562 2 Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur`an, (Jakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), hal. 22 3 Muhammad Kadri, Hakikat Penciptaan Manusia, (Tangerang: Ts Mart, 2017),
hal. 97
2
Dengan berinteraksi bersama sesamanya ia menjadi hidup dan
menghidupkan, bersosialisasi dan komunikasi. Komunikasi menjadi
sangat penting karena dengan melakukan komunikasi seseorang akan
dapat mengungkapkan apa yang mereka inginkan dan harapkan
terhadap orang lain.
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk
menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya.
Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan
sebagainya, manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan
lingkungannya.4
Manusia dan kemanusiaan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan,
kemanusiaan berarti sebuah hakikat dan sifat-sifat khas manusia
sesuai dengan martabatnya.5 Jadi, Potensi kemanusiaan itu dimiliki
oleh segenap manusia di dunia, tidak pandang ras dan warna kulitnya,
dan bersifat universal. Mereka sama-sama memiliki martabat
kemanusiaannya yang tinggi dan mereka harus diperlakukan sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan fitrahnya sebagai
makhluk Tuhan yang mulia. Sesuai dengan sla kedua Pancasila yang
berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, maka setiap warga
Negara mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama terhadap
Undang-Undang Negara, mempunyai kewajiban dan hak-hak yang
sama.6
4 http://eprints.uinsri.ac.id/1996/ , diakses pada tanggal 17 Mei 2018
5 Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Empat Pilar
Kehidupan Berbangsan dan Bernegara, (Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, 2012), Cet. 2,
hal 51 6 Burhanuddin Salam, Filsafat Pancasilaisme, (jakarta: Bina Aksara, 1998), Cet. 2,
hal. 28
3
Sejalan dengan itu, paham tauhid menjelaskan bahwa manusia
berasal dari yang satu, membawa kepada humanitarisme7.
Humanitarisme, bukan hanya kasih sayang sesama manusia, tetapi
juga kasih-sayang kepada alam binatang dan alam tumbuh-tumbuhan,
serta alam benda mati, mencintai seluruh ciptaan Tuhan. Disini
terdapat paham semakhluk, mengakui kesatuan sebagai makhluk yang
ada di alam ini.8
Pada waktu yang sama setiap penganut agama berkeyakinan
bahwa agamanya mengajarkan tentang perbuatan praktis, yang berarti
bahwa agama mengandung unsur yang berbeda dalam lingkungan,
daya dan kemampuan manusia dalam melaksanakan nilai-nilai
manusiawi karena ia berada dalam daya dan kemampuan manusia
untuk melaksanakannya. Maka manusia harus membawa dirinya ke
dalam lingkungan yang menjadi batas kemampuannya. Jadi jelas ada
dimensi atau unsur kemanusiaan dalam usaha memahami ajaran
agama. Pernyataan adanya unsur manusiawi dalam memahami ajaran
agama, bertujuan untuk mencerminkan adanya intervensi manusia
dalam urusan yang menjadi hak prerogratif Tuhan itu.9
Berbicara tentang kemanusiaan khusunya di Indonesia menjadi
sangat menarik, karena Indonesia adalah negara yang paling majemuk
di dunia, baik dalam hal kondisi geografis, keanekaragaman suku
bangsa, keanekaragaman adat dan budaya, serta keberagaman
keyakinan, oleh karena itu secara teoritis mempunyai potensi untuk
menjadi negara yang besar. Namun juga sangat terbuka kemungkinan
7 Humanitarisme adalah paham kemanusiaan
8 Harun Nasution, Islam Rasional (Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Nasution), (Bandung: Mizan, 1998), Cet. V, hal. 211 9 Nurcholish Madjid, Islam dan Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis
tentang Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina,
1992), hal. 328-329
4
terjadinya ketegangan dan konflik. Karena pada kenyataannya,
keberagaman etnik dan religi merupakan sebuah perbedaan yang sulit
dipersatukan di Negara manapun.10
Keanekaragaman di indonesia ini tidak akan bisa bersatu apabila
berbagai golongan yang ada lebih mementingkan golongan yang lain,
oleh karena itu, untuk membangun persatuan Indonesia yang Majmu’
ini diperlukan sikap tasammuh, tawazun, dan tawasuth sekaligus juga
I‟tidâl dari semua golongan serta menyadari sepenuhnya bahwa
keragaman adalah sebuah hal yang tidak dapat dipungkiri dan
dihindari di muka bumi ini.11
Memang, sejarah kehidupan manusia di manapun mereka berada
hampir-hampir tak pernah melewati era yang dilaluinya tanpa adanya
konflik. Dari waktu ke waktu selalu terjadi konflik di tengah-tengah
kehidupan manusia. Konflik-konflik sosial tersebut tidak jarang
menimbulkan kekerasan dan mengancam kedamaian, apalagi untuk
Negara luas, multikultural budaya, agama, ras serta warna kulit
seperti Indonesia ini. Maka, terjadinya sebuah konflik tidak dapat
dihindarkan.12
Konflik adalah pertengakaran, perselisihan dan benturan. Konflik
sosial adalah benturan dan perselisihan di masyarakat,
kemasyarakatan atau yang berhubungan dengan masyarakat, baik
dalam lingkup masyarakat sempit maupun masyarakat luas.13
10
Santri Pondok Ngalah, Kitab Fiqih Jawabul Masa‟il bermadzhab Empat
Menjawab Masalah Lokal, Nasional, dan Internasional. (Pasuruan: Yayasan Darut Taqwa,
2012), Cet. 1, hal. 3 11
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Empat Pilar
Kehidupan Berbangsan dan Bernegara, (Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, 2012), Cet. 2,
hal. 8 12
Lajnah Pentashihan Al-Qur`an, Al-Qur`an dan Isu-Isu Kontemporer, (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Al-Qur`an, 2012), hal. 2-3 13
Lajnah Pentashihan Al-Qur`an, Al-Qur`an dan Isu-Isu Kontemporer, hal. 3
5
Setiap konflik harus diredam melalui sebuah solusi, Islam sebagai
Agama mayoritas di Indonesia, seharusnya bisa menjadi penengah
atau jawaban atas konflik yang terjadi. Islam sebagai agama yang
paling banyak dianut oleh warga Negara Indonesia adalah agama
yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan
ibadah.14
Islam bukan hanya mengajarkan bahwa semua manusia sama di
hadapan Allah SWT, tetapi Islam juga mengutuk sikap yang
melebihkan satu kelompok manusia atas kelompok lainnya. Merasa
mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada yang lain karena
keturunan, kekuasaan, pengetahuan dan kecantikan, mereka adalah
orang-orang yang disebut islam sebagai orang yang takabur.15
Dalam agama Islam, Ibadah tidak hanya ditujukan sebagai
pemuas batin dan pengguguran kewajiban pada Tuhan, namun nilai-
nilai ibadah hendaknya ditransformasikan juga pada perilakunya
sehari-hari. Sehingga ibadah-ibadah seorang hamba kepada Tuhannya
bukan merupakan ritus yang hampa makna. Berkaitan dengan
perdamaian, sesungguhnya ajaran islam menjunjung tinggi aspek
ritual dan sosialnya yang memuat nilai-nilai kebenaran, keadilan
kerakyatan, serta perdamaian. Bahkan, islam sendiripun turun
pertama kali dengan misi rahmatan lil „âlamîn (Karunia bagi seluruh
alam). Artinya, Islam sejak awal menekankan pemeluknya untuk
menghargai pemeluk agama lain dengan mengakuinya sebagai mitra
dalam penciptaan perdamaian. Selain itu, kata Islam berakar kata
sama dengan salâm, maknanya adalah kedamaian. Maka, setelah
manusia membuktikan pengabdiannya lewat ibadah kepada Allah
14
Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1998), cet. IX, hal. 49 15
Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, cet. IX, hal. 30
6
SWT, mereka juga harus mempraktekkannya dengan menebarkan
perdamaian pada semua umat manusia.
Islam mempunyai dasar agama yang disebut dengan Al-Qur`an.
Al-Qur`an dianggap sebagai kitab yang paripurna dan mengandung
nilai-nilai universal. Tidak hanya mengatur perkara akhirat dan
hubungan dengan Allah, namun juga perkara kehidupan di dunia dan
hubungan dengan sesama. Dalam kehidupan bersama, sudah menjadi
keniscayaan, manusia hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.
Salah satu dari konsekuensi kehidupan berbangsa adalah mengikuti
aturan dan konsep kehidupan bersama, selama tidak menyalahi ajaran
agama.
Kenyataannya, di dalam Al-Qur`an memang terdapat sejumlah
ayat yang mengandung petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam
hidup bermasyarakat dan bernegara, diantaranya ayat-ayat tersebut
mengajarkan tentang kedudukan manusia di bumi dan tentang prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan dalam kehidupan kemasyarakatan,
seperti prinsip-prinsip musyawarah atau konsultasi, ketaatan kepada
pemimpin, pengakuan terhadap adanya Hak Asasi Manusia (HAM),
keadilan, persamaan, dan kebebasan beragama.16
Dasar persaudaraan manusia bukan hanya karena semua manusia
sama-sama makhluk Allah, tetapi juga karena menurut ajaran Al-
Qur`an, Agama tidak boleh merusak persaudaraan dan hubungan baik
ini, sungguhpun keyakinan keagamaan besar pengaruhnya pada
pemikiran dan tingkah laku seseorang dan bisa membawa pada
pandangan sempit dan fanatik.17
16
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran),
(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Cet. 5, hal. 10 17
Harun Nasution, Islam Rasional (Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Nasution), cet. V, Hal. 220
7
Demikianlah pandangan luas tentang persaudaraan seluruh umat
manusia yang diajarkan Al-Qur`an. Umat manusia yang berbeda
agama dan bangsa dan yang diciptakan Tuhan Yang Esa dari asal
yang satu, karena itu bersaudara, harus saling tolong-menolong.
Perikemanusiaan yang diajarkan Al-Qur`an ini banyak yang
diamalkan oleh umat islam pada awal permulaan.18
Tapi tidak untuk hari ini, dewasa ini fenomena merajalelanya
kekerasan dan pelanggaran hak-hak asasi manusia yang semakin luas
dan tidak mengindahkan etika moral dan kemanusiaan semakin
bermunculan.19
Seperti adanya kasus-kasus kekerasan dalam rumah
tangga, tawuran antarpelajar, korupsi, pornografi dan pornoaksi serta
kekerasan antarpemeluk agama hal ini tercermin dengan beberapa
peristiwa, diantaranya yaitu terjadinya bom bunuh diri yang terjadi di
beberapa tempat di Surabaya, diantaranya di Mapolres Surabaya,
Gereja Katolik Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, Gereja Santa
Maria, Gereja Pantekosta Surabaya, serta adanya penusukan di Mako
Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.20
Dalam republika.co.id
juga dijelaskan bahwa Indonesia sedang darurat kejahatan manusia,
karena adanya kasus perundungan (Bullying) yang semakin
meningkat.21
Terjadinya ketimpangan sosial, diskriminasi kepada
yang lemah, maraknya kasus-kasus kejahatan kemanusiaan yang
semakin menunjukkan bahwa Indonesia sedang darurat kemanusiaan.
18
Harun Nasution, Islam Rasional (Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Nasution), cet. V, Hal. 220 19
Ahmad Fuadi Fanani, Islam Madzhab Kritis, Menggagas Keberagaman
Liberatif, (Jakarta: Buku Kompas, 2004), hal. 110 20
https://nasional.tempo.co/read/1088091/kerusuhan-dan-penusukan-di-mako-
brimob-dpr-minta-diusut-tuntas, diakses pada tanggal 21 Mei 2018, pukul 14:30. 21
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/07/22/othq6k366-
indonesia-darurat-kejahatan-kemanusiaan, diakses pada tanggal 21 Mei 2018, pukul 14:40.
8
Beberapa kasus di atas sangat berlawanan dengan sila kedua
Pancasila yang merupakan dasar hidup warga Negara Indonesia. Sila
kedua Pancasila tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara
Indonesia harus berprikemanusiaan, yang berarti setiap keputusan dan
tindakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi,
kesopanan dan kesusilaan.22
Pancasila sebagai dasar Negara
seharusnya bukan hanya menjadi teks yang hanya bisa dipahami,
tetapi Pancasila seharusnya benar-benar harus dipraktekkan dengan
maksimal agar bangsa Indonesia maju dan mampu bersaing di tengah
peradaban dunia, khususnya pada sila kedua Pancasila, jika
dipraktekkan secara maksimal maka tidak akan terjadi lagi tindak
kekerasan dan kejahatan kemanusiaan.
Dalam sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab” mengandung arti bahwa manusia harus memiliki
kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi
murni manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan
kebudayaan umumnya baik terhadap pribadi, sesama manusia,
maupun terhadap alam dan hewan. Pada prinsipnya, kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang
sesungguhnya dan sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang
berbudi, sadar nilai dan berbudaya.23
Demikian halnya dengan yang dijelaskan dalam Al-Qur`an,
ajarannya menjelaskan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda untuk
saling mengenal, tidak ada perbedaan antar manusia dan derajat
manusia hanya dibedakan dengan kadar ketakwaannya, bukan karena
22
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Empat Pilar
Kehidupan Berbangsan dan Bernegara, cet. 2, hal. 52 23
Burhanuddin Salam, Filsafat Pancasilaisme, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), Cet.
2, hal. 28
9
golongan, suku, keturunan, atau strata sosial yang lain. Seperti yang
dijelaskan dalam QS. Al-Hujurat [49] : 13
اي ه ي ٱأ ل ق إنالناس من خ نل ر ن
نث ذ ك أ ل و ع م ن و ج وب ل ع اش
ب ا ار ف و ئل و ق ك إنا ل ع م أ ٱعند ر ن ل ت لل
ى أ م ق ليم لل ٱإنل ع
بير ١٣خ “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
(QS. Al-Hujurat [49] : 13)
Ayat di atas semakin menguatkan bahwa Islam dengan alat
justifikasinya, berupa wahyu, mampu membentuk konsep keadilan di
benak pemeluknya. Agama dengan berbagai produk perilaku
pemeluknya terinternalisasi membentuk sikap, simbol, lambang, dan
kritik yang masuk ke alam bawah sadar pemeluknya. Begitupun
dengan ajaran agama selain Islam, ajaran kitab suci mereka yang
kemudian diinterpretasi dan diaplikasikan dalam keseharian, dalam
bahasa Kuntowidjoyo disebut dengan objektifitas. Maksudnya, itu
merupakan upaya menemukan suatu konsepsi berlandaskan pada
nilai-nilai agama mutlak dibutuhkan.
Berangkat dari permasalahan di atas, Penulis tertarik untuk
membahas Kemanusiaan dalam Al-Qur`an, khususnya nilai-nilai
kemanusiaan yang ada pada sila kedua Pancasila. Bagaimana Al-
Qur`an menjelaskan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab,
untuk menumbuhkan semangat perikemanusiaan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara khususnya untuk umat islam di
10
Indonesia. dan untuk merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang
sesuai dasar negara Indonesia yaitu Pancasila.
Kemudian, dalam penelitian ini, Penulis mengambil sumber
penafsiran ayat-ayat kemanusiaan dari Tafsir Al-Misbah karya M.
Quraish Shihab dan Tafsir Al-Huda karya Bakrie Syahid karena latar
belakang keilmuan dan karir kedua mufassir berbeda. Dan penelitian
ini diberi judul “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Perspektif
Al-Qur`an (Studi Komparatif Tafsir Al-Mishbâh dan Al-Huda)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, memperoleh
beberapa identifikasi masalah, yaitu:
Pertama, manusia dan kemanusiaan adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan.
Kedua, munculnya fenomena darurat kemanusiaan di Indonesia
dewasa ini, seperti adanya pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia
(HAM).
Ketiga, Kenyataan bahwa selama ini bangsa Indonesia tidak
maksimal dalam mempraktekkan nilai-nilai kemanusiaan yang
terkandung dalam sila kedua Pancasila.
Keempat, kenyataan bahwa Al-Qur`an adalah kitab yang
paripurna dalam membahas nilai-nilai kemanusiaan.
Keempat, adanya perbedaan latar belakang keilmuan dan karir M.
Quraish Shihab dan Bakrie Syahid.
11
C. Pembatasan Masalah
Dalam Skripsi ini, penulis membatasi masalah kemanusiaan yang
adil dan beradab perspektif Al-Qur`an pada nilai-nilai kemanusiaan
sebagai berikut:
1. Kemanusiaan yang adil24
a. Menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) dalam QS. Al-
Isra` [17]: 70.
b. Kesetaraan antar manusia, dalam QS. An-Nisa [4]: 1.
c. Menegakkan keadilan dalam QS. An-Nahl [16]: 90.
d. Kemerdekaan jiwa yang mutlak dalam QS. Al-Baqarah
[2]: 256
2. Kemanusiaan yang Beradab25
a. Tidak berkata buruk terhadap sesama dalam QS. An-Nisa
[4]: 148
b. Tidak memaki sesembahan agama lain dalam Qs. Al-
An’am [6]: 108
c. Rasa Persaudaraan dalam Qs. Ali-Imran [3]: 105
Dalam Skripsi ini juga, penulis membatasi pada dua Kitab Tafsir
yaitu Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Huda
karya Bakrie Syahid. Berikut alasan penulis memilih kedua tafsir ini:
1. Tafsir Al-Mishbâh
a. M. Quraish shihab adalah Mufassir Kontemporer yang
mencerminkan perkembangan mutakhir dalam pendekatan
terhadap Al-Qur`an.26
24
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, Badan Litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI, (Tafsir Al-Qur`an Tematik, Hukum, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia ), (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Al-Qur`an, 2012)cet.1, seri. 5, 2010, hal. 277-329 25
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, Badan Litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI, (Tafsir Al-Qur`an Tematik: Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik),
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Al-Qur`an, 2012) hal. 91-22
12
b. Tafsir ini lebih condong pada corak Adabiy-Ijtima`I (sastra-
kemasyarakatan), sehingga cocok dengan tema yang
diangkat dalam skripsi ini.
c. Tafsir ini sangat kontekstual dengan kondisi ke-
Indonesiaan, dalamnya banyak merespon beberapa hal yang
aktual di dunia Islam Indonesia atau internasional.
d. Quraish Shihab meramu tafsir ini dengan sangat baik dari
berbagai tafsir pendahulunya, dan meraciknya dalam
bahasa yang mudah dipahami dan dicerna, serta dengan
sistematika pembahasan yang enak diikuti oleh para
penikmatnya.
2. Tafsir Al-Huda
a. Latar belakang penulis tafsir ini, yaitu Bakrie Syahid
sebagai seorang Purnawirawan Militer, disini menjadi
istimewa ketika beliau membahas ayat-ayat tentang
kemanusiaan yang berhubungan dengan hak-hak dan
kewajiban manusia baik terhadap diri sendiri, masyarakat
dan negaranya, khususnya terhadap nilai-nilai manusia
yang adil dan berdab.
b. Tafsir Al-Huda juga memiliki corak sosial kemasyarakatan,
dimana Bakrie Syahid dalam tafsirnya ingin menghindari
adanya kesan cara penafsiran yang seolah-olah menjadikan
Al-Qur`an terlepas dari akar sejarah kehidupan manusia,
baik secara individu, maupun sebagai kelompok yang
26
Dr. Mafri Amri, MA, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat: Madzhab Ciputat,
2013) hal. 276
13
mengakibatkan tujuan Al-Qur`an sebagai petunjuk dalam
kehidupan manusia terlantar.27
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan Pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan
masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran M. Quraish Shihab dan Bakri Syahid
terhadap ayat-ayat tentang nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan M. Qurasih Shihab dan
Bakrie Syahid dalam menafsirkan ayat-ayat tentang nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab?
3. Bagaimana relevansi penafsiran dengan sila kedua Pancasila?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui dan menjelaskan penafsiran M. Quraish Shihab dan
Bakri Syahid terhadap ayat-ayat tentang nilai-nilai kemanusiaan
yang adil dan beradab.
2. Mengetahui dan menjelaskan perbedaan dan persamaan
penafsiran M. Quraish Shihab dan Bakrie Syahid terhadap ayat-
ayat yang berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab dalam Al-Qur`an.
27
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi,
hal. 259
14
3. Mengetahui relevansi penafsiran M. Quraish Shihab dan Bakrie
Syahid terhadap ayat-ayat yang berkenaan dengan kemanusiaan
yang adil dan beradab dengan sila kedua Pancasila.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, penulis akan membagi pada poin
manfaat teoritis dan praktis, berikut penjelasannya.
1. Manfaat teoritis
Sebagai sumbangan pemikiran (ide atau gagasan) tentang
nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Al-
Qur`an, khususnya dalam Tafsir Al-Mishbâh dan Al-Huda.
Serta mengetahui relevansi penafsiran dengan sila kedua
pancasila, dan untuk mewarnai khazanah tulisan dalam dunia
Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan wawasan terhadap penulis khusunya dan
kepada seluruh pembaca umumnya, tentang nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Tafsir Al-
Mishbâh dan Al-Huda.
b. Memberi wawasan kepada masyarakat, khususnya orang
Islam untuk menyikapi dengan bijak persoalan-persoalan
darurat kemanusiaan dewasa ini.
c. Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti
pada tema atau metodologi penelitian yang sama.
G. Kajian Pustaka
Sejauh pengamatan dan penelitian penulis yang terbatas, hingga saat
ini sudah banyak ditemukan penelitian maupun tulisan-tulisan yang
15
yang membahas tentang kemanusiaan yang adil dan berdab ataupun
tulisan tentang kemanusiaan dan relevansinya dengan Pancasila,
Namun untuk mengetahui posisi penulis dalam penelitian ini, penulis
berusaha melakukan review terhadap literatur atau tulisan yang ada
kaitannya atau relevan dengan masalah yang menjadi obyek dalam
penelitian ini. Berikut karya-karya yang mengangkat tema
kemanusiaan dan Pancasila :
1. Skripsi Syaiful Haq, “Keadilan Sosial dalam Perpektif Al-Qur`an
dan Pancasila”, menjelaskan bahwa konsep keadilan yang dapat
dipahami dalam islam mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia seperti halnya hukum, poligami dan lain sebagainya.
Begitu juga keadilan dalam pancasila yang menjadi dasar negara.
Pancasila dan Islam mempunyai semangat yang sama dalam
kehidupan manusia, yakni menciptakan keadilan dan keamanan
dalam masyarakat yang terlihat dari ayat-ayat Al-Qur`an yang
juga menjelaskan kandungan sila-sila Pancasila.
Sehingga antara Islam sebagai agama dan Pancasila sebagai
Ideologi tidak ada pertentangan, bahwa Pancasila sebagai ideologi
pemersatu serta Islam sebagai rahmatan lil „âlamin. Dan
Indonesia yang mayoritas muslim meskipun sistem
pemerintahannya berasaskan Pancasila. Kaum mayoritas (Islam)
secara kultur harus dan bertanggung jawab menjaga perdamaian,
karena non-muslim yang ada di Indonesia termasuk ahl al-ahd
yang tidak memerangi dan berdamaian dengan masyarakat
islam.28
28
Syiful Haq, “Keadilan Sosial dalam Perspektif Al-Qur`an dan Pancasila”,
Skripsi, (Yogyakarta: Uin Sunan Kalijaga, 2017), tidak diterbitkan.
16
Skripsi ini memberi kontribusi terhadap peta pemikiran
mengenai mengelaborasi ayat-ayat tentang Pancasila dan
menjelaskan relevansi penafsiran dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Skripsi ini berbeda dengan penelitian
yang akan diteliti penulis karena skripsi ini adalah tematik dalam
Al-Qur`an sedangkan penulis akan membahas tematik dan fokus
pada dua tafsir dengan pendekatan komparatif.
2. Jurnal, “Manusia Berkualitas menurut Al-Qur`an”, menjelaskan
tentang konsep manusia berdasarkan Al-Qur`an dan pendapat para
ulama, yang kemudian dapat ditarik benang merah bahwa pada
dasarnya manusia telah diciptakan Allah sebagai makhluk yang
paling canggih, bila ia mampu menggunakan seluruh potensi yang
dimilikinya dengan baik, dengan kata lain mengaktualisasikan
potensi iman kepada Allah, menguasai ilmu pengetahuan, dan
melakukan aktivitas amal saleh, maka manusia akan menjadi
makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di
muka bumi.29
Tulisan ini juga menjelaskan poin-poin mengenai proses
menjadi manusia yang berkualitas menurut Al-Qur`an, melalui
tulisan ini, penulis mendapat informasi tentang pengertian
manusia, peta konsep klasifikasi manusia yang berkualitas
menurut Al-Qur`an dan bagaimana cara mengelaborasi ayat-ayat
tentang kemanusiaan dalam Al-Qur`an. Perbedaan jurnal ini
dengan penelitian penulis adalah nantinya penulis akan fokus pada
kajian kemanusiaan yang adil dan beradab.
29
Mujiono, “Manusia Berkualitas Menurut Al-Qur`an”, dalam Jurnal Hermeunetik
Vol, 7, No. 2, Desember 2013, hal. 380.
17
3. Skripsi, “Studi Tematik Konseptual terhadap Ayat-ayat Al-Qur`an
tentang keadilan Sosial (Relevansi dengan Sila kelima
Pancasila)”, menjelaskan tentang penafsiran terhadap ayat-ayat
yang berkaitan dengan keadilan sosial dan cara menumbuhkan
nilai-nilai keadilan sosial serta relevansinya dengan Pancasila di
kehidupan bangsa Indonesia kekinian.30
Sehingga dalam skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
informasi tentang makna Nilai dasar Pancasila, bagaimana
menganalisis nilai-nilai Pancasila dalam Perspektif Al-Qur`an.
4. Jurnal “Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam”,
menjelaskan bahwa saat ini, umat islam perlu memainkan peranan
yang signifikan; khususnya dalam penciptaan perdamaian,
bagaimana manusia khusunya umat islam benar-benar memahami
pelajaran tentang kesetaraan manusia serta demokrasi sehingga
dapat tercipta perdamaian global.31
Latar belakang tulisan ini hampir sama dengan latar belakang
penulisan skripsi penulis, yakni berangkat dari permasalahan yang
menyangkut kemanusiaan, adanya pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM), sehingga penulis mempunyai gambaran
bagaimana menuangkan gagasan tentang suatu permasalahan yang
terjadi kemudian diramu menjadi sebuah paragraf. Serta memberi
gambaran tentang bagaimana menjelaskan ayat-ayat tentang
kesetaraan manusia.
30
Muhammad Ridha, “Studi Tematik Konseptual terhadap Ayat-ayat Al-Qur`an
tentang Keadilan Sosial (Relevansi dengan Sila Kelima Pancasila”, Skripsi, Uin Sunan
Kalijaga, 2016, tidak diterbitkan. 31
Supriyanto, “Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam”, dalam
Jurnal Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Volume 7, Nomor 2, Desember
2013, hal. 318
18
5. Skripsi, “Kemuliaan Manusia dalam Al-Qur`an”, menjelaskan
bahwa hakikat manusia adalah mempunyai potensi berpikir dan
kebijaksanaan. Dengan menempatkan manusia sebagai makhluk
yang berfikir, berintelektual dan berbudaya, maka dapat disadari
kemudian bila pada kenyataannya manusialah yang memiliki
kemampuan untuk menelurusi keadaan dirinya dan
lingkungannya. Sehingga, Manusia memiliki otoritas pengelolaan
alam, Hak mendapatkan rezeki yang baik, serta manusia lebih
utama daripada makhluk lain.
Skripsi ini, sedikit berbeda dengan penelitian yang akan
penulis lakukan, tetapi skripsi ini memberikan kontribusi kepada
penulis seputar pengetahuan tentang manusia, hakikat manusia
serta Terminologi manusia dalam Al-Qur`an.32
6. Artikel “Pengintegrasian Nilai-Nilai Kemanusiaan (Human
Values) Dalam Pembelajaran Tematik Sekolah Dasar”,
menjelaskan bahwa nilai-nilai kemanusiaan terdiri dari kebenaran,
kasih sayang, kebijakan, kedamaian, kasih sayang dan tanpa
kekerasan merupakan nilai-nilai yang relevan dengan nilai-nilai
karakter bangsa yang diajarkan pada jenjang Sekolah Dasar. Dan
pengintegrasian nilai-nilai kemanusiaan dapat dilakukan secara
implisit melalui bahan ajar maupun terintegrasi dalam kegiatan
proses pembelajaran.33
Artikel ini sangat berbeda dengan skripsi penulis, karena
penulis masuk dalam penafsiran sedangkan artikel ini dalam dunia
pendidikan. Namun, tema besar artikel ini sama dengan skripsi
32
Muh. Dawang, Kemuliaan Manusia dalam Al-Qur`an, Skripsi, UIN Alauddin
Makassar 2011, tidak diterbitkan 33
Sukayasa, Evie Awuy, Pengintegrasian Nilai-Nilai Kemanusiaan (Human Value)
dalam Pembelajaran Tematik Sekolah Dasar, Universitas Tadulako, hal. 8
19
penulis, yakni kemanusiaan. Artikel ini memberi kontribusi
kepada penelitian penulis mengenai nilai-nilai kemanusiaan.
7. Skripsi “Studi Metode dan Corak Tafsir Al-Huda, Tafsir Qur`an
Basa Jawi Karya Brigjen (Purn) Drs. H. Bakri Syahid”,
menjelaskan bahwa metode penafsiran yang dilakukan oleh Bakri
Syahid adalah metode ijmali. Kecenderungan Bakri Syahid dalam
menafsirkan Al-Qur`an sangat jelas terlihat menggunakan
pendekatan sosial-budaya. Sehingga menunjukkan bahwa
penafsiran dalam tafsir Al-Huda bercorak adabi-ijtima‟i. Bakri
banyak mengungkapkan masalah-masalah yang biasa terjadi
dalam linkup masyarakat, serta keterangan tentang pentingnya
ikut menjaga tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini, tidak
terleps dari latar belakang pendidikan dan karir yang dijalaninya
semasa bertugas sebaga perwira ABRI (Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, Sekarang TNI (Tentara Nasional
Indonesia)).34
Skripsi ini banyak memberi kontribusi terhadap penulis
mengenai data primer dalam penelitian ini, yakni Tafsir Al-Huda,
yang meliputi corak, karakteristik dan metode penulisan tafsir Al-
Huda.
8. Jurnal “Dimensi Kemanusiaan dalam Hukum Al-Qur`an”,
menjelaskan bahwa prinsip dan asas hukum tidak hanya terpaku
kepada teks tetapi lebih ditekankan kepada tataran konteks selama
prinsip dan asas hukum dimaksud masih terjamin akurasinya.
Tujuan hukum sebagaimana yang dipahami selama ini untuk
34
Abdul Rahman Taufiq, Studi Metode dan Corak Tafsir Al-Huda, Tafsir Basa Jawi
Karya Brigjend (PURN) Drs. Bakri Syahid, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
Tidak diterbitkan
20
mewujudkan kemaslahatan sosial maka dapat dikategorikan
sebagai hukum Al-Qur`an meskipun tidak menggunakan atribut-
atribut keislaman asalakan tujuan hukum dapat tercapai dan tidak
berseberangan dnegan prinsip dan asas hukum itu sendiri.35
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah kualitatif, dengan
metode penelitian berjenis studi kepustakaan (Library Research),
maksudnya semua sumber berdasarkan bahan-bahan tertulis
mengenai obyek penelitian yaitu kemanusiaan yang adil dan
beradab.
2. Sumber data
Untuk memproleh data dalam penyusunan skripsi ini, penulis
memnggunakan data yang relevan dengan tema skripsi. Adapun
sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Al-Qur`an Al-Karim dan terjemahan Kementrian Agama
RI
2. Kitab Tafsir Al-Mishbâh dan Al-Huda
3. Buku-buku yang berkaitan dengan Pancasila
Di samping sumber data primer, penulis juga
menggunakan sumber data sekunder, di antaranya ialah Tafsir
Tematik Lajnah Pentashih Al-Qur`an, buku-buku Ulum Al-
Qur`an, buku buku yang berkaitan dengan Tafsir Al-Mishbâh
dan Al-Huda baik dari segi biografi kitab Tafsir maupun biografi
35
Achyar Zein, Dimensi Kemanusiaan dalam Hukum Al-Qur`an, dalam jurnal
Analytica Islamica, Vol. 4, No. 2, 2015, hal. 201
21
penulisnya serta buku-buku yang berkaitan dengan manusia yang
adil dan beradab..
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah
dokumentasi, yaitu mengambil data dari sumber-sumber data baik
primer maupun sekunder, kemudian dikutip baik kutipan langsung
ataupun tidak langsung. Setelah itu, data tersebut diklasifikasikan
sesuai dengan permasalahan dan dianalisa sehingga menjadi suatu
penjelasan yang jelas dan padat sesuai dengan rumusan masalah
pada penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data, metode analis data
yang akan dilakukan penulis adalah metode deskriptif-analitis-
komparatif, yaitu memulai pengumpulan data baik primer maupun
sekunder lalu diteliti, dijabarkan dan dianalisis, kemudian
dikomparasikan agar kemudian dapat diambil kesimpulan.
I. Teknik dan Sistematika Penulisan
Teknik dan sistematika penulisan ini merujuk pada buku pedoman
penulisan skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an. pembahasan penelitian ini
disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari bagian
yang tak terpisahkan dan saling terkait.
Bab I merupakan pengantar atau pendahuluan yang memuat latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
22
Bab II, merupakan bagian yang menghubungkan tema dengan sub
tema yang dibahas. Di dalamnya akan dijelaskan secara ringkas
tentang kemanusiaan, term-term manusia dalam Al-Qur`an, adil dan
beradab, kemanusiaan yang adil dan beradab perspektif Al-Qur`an
serta kemanusiaan yang adil dan beradab Perspektif pancasila.
Bab III membahas tentang Profil Tafsir meliputi jenis, corak,
metodologi, cara, serta madzhab tafsir. Juga membahas tentang
biografi Mufassir, dalam hal ini M. Quraish Shihab dan Bakrie
Syahid.
Bab IV Membahas tentang pokok kajian yaitu penafsiran
mengenai kajian inti yang dibahas yaitu ayat-ayat Al-Qur`an yang
membahas kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Tafisr Al-Huda
dan Al-Mishbâh, kemudian menganalisis persamaan dan perbedaan
kedua mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat tentang nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab, dan yang terakhir
mengemukakan relevansi kedua penafsiran dengan sila kedua
Pancasila.
BAB V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Dalam bab ini ditarik beberapa kesimpulan dan hasil pembahasan
guna menjelaskan dan menjawab permasalahan yang telah disebutkan
dalam rumusan masalah.
133
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka penyusunan skripsi ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penafsiran M. Quraish Shihab terhadap ayat-ayat tentang nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab.
a. Nilai-Nilai kemanusiaan yang adil
1) Menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), QS. Al-Isra’ [17]:
70. Menurut M. Quraish Shihab ayat ini merupakan salah satu
dasar menyangkut pandangan Islam tentang Hak Asasi
Manusia. Manusia siapapun harus dihormati hak-haknya
tanpa perbedaan.
2) Kesetaraan antar manusia, QS. An-Nisa [4]: 1. Menurut M.
Quraish Shihab, Ayat ini sebagai pendahuluan untuk
mengantar lahirnya persatuan dan kesatuan dalam
masyarakat, serta bantu-membantu dan saling menyayangi
karena semua manusia berasal dari satu keturunan, tidak ada
perbedaan antara lelaki dan perempuan, kecil dan besar,
beragama atau tidak beragama.
3) Menegakkan keadilan, QS. An-Nahl [16]: 90, M. Quraish
Shihab menjelaskan bahwa Allah memerintahkan siapapun di
antara hamba-hamba-Nya untuk berlaku adil.
4) Kemerdekaan Jiwa yang Mutlak, QS. Al-Baqarah [2]: 256,
Tidak ada paksaan dalam menganut agama. Menurut Quraish
Shihab agama yang dimaksud dalam ayat ini adalah agama
134
islam, maksud tidak ada paksaan adalah tidak ada paksaan
dalam menganut akidahnya.
b. Nilai-Nilai kemanusiaan yang beradab
1). Tidak berkata buruk terhadap sesama, QS. An-Nisa [4] :148,
Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini menerangkan
tentang hukum positif melarang seseorang mengucapkan
perkataan buruk secara terang-terangan di hadapan orang lain
agar pendengaran dan moral manusia terlindung dari hal-hal
yang merusak dan menyakitkan.
2). Tidak memaki sesembahan agama lain, QS. Al-An’am [6]:
108. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini berisi
tentang larangan memaki kepercayaan kaum musyrik, karena
makian tidak menghasilkan sesuatu menyangkut
kemaslahatan agama.
3). Rasa Persaudaraan, QS. Ali-‘Imran [3]: 105. Menurut
Quraish Shihab ayat ini menyindir mereka yang
berkelompok-kelompok lagi berselisih, seperti orang-orang
Yahudi dan Nasrani.
2. Penafsiran Bakri Syahid terhadap ayat-ayat tentang nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab.
a. Nilai-Nilai Kemanusiaan yang adil
1). Menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), QS. Al-Isra’ [17]:
70. Menurut Bakri Syahid, dalam ayat ini, Allah
memaparkan bahwa Allah telah memuliakan anak cucu
Adam as seluruhnya tanpa terkecuali.
2). Kesetaraan Antar Manusia, QS. An-Nisa [4]: 1, Bakri Syahid
memberi penjelasan khusus dengan footnote tentang ‘kang
135
anitahake sira kabeh saka awak siji, lan kang uga wis
anitahake saka awak iku bojone’ bahwa menurut Jumhur
Ahli Tafsir, Allah menciptakan wanita dalam hal ini ibu
Hawa dari lelaki yakni Nabi Adam a.s, sesuai juga yang
diterangkan dalam Bukhori Muslim. Dari satu pasangan
tersebut, tersebut jadilah laki-laki dan wanita yang banyak
jumlahnya.
3). Menegakkan keadilan, QS. An-Nahl [16]: 90, Bakri Syahid
memberi judul pada ayat ini dengan judul Poko-pokoking
budi-pekerti kang utama, yang artinya pokok-pokok budi
pekerti yang utama. Ia menjelaskan bahwa Allah
memerintahkan manusia untuk berbuat adil, berbuat baik,
dan weweh marang sanak kaluarga atau memberi kepada
sanak keluarga.
4). Kemerdekaan Jiwa yang Mutlak, QS. Al-Baqarah [2]: 256,
Bakri Syahid memberi judul ayat ini dengan judul Ora
Peksan ngrasuk agama, yang artinya tidak ada paksaan
dalam beragama. Ia menjelaskan bahwa tidak ada paksaan
dalam beragama.
b. Nilai-Nilai kemanusiaan yang beradab.
1). Tidak berkata buruk terhadap sesama, QS. An-Nisa [4] :148,
Bakri Syahid memberi judul pada ayat ini dengan judul
larangan mangucap ala marang sapadha-padha artinya
larangan untuk berkata buruk terhadap sesama. Yang
dimaksud ucapan yang buruk dalam ayat ini menurut Bakri
adalah meremehkan, menghina orang, marah, adu domba dan
ucapan-ucapan lain yang dapat memicu permusuhan.
136
2). Tidak memaki sesembahan agama lain, QS. Al-An’am [6]:
108. Bakri Syahid mengawali penafsirannya dengan kata Lan
sira kabeh aja padha mishui brahalane wong-wong kang
padha nyembah saliyane Allah yang artinya, kalian semua
jangan memaki brahala atau sesembahan orang-orang yang
menyembah selain Allah.
3). Rasa Persaudaraan, QS. Ali-‘Imran [3]: 105. Bakri Syahid
menjelaskan bahwa ayat ini berisi tentang larangan untuk
menjadi seperti orang-orang yang bermusuhan, dan orang-
orang yang bertengkar-berselisih.
3. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran
a. Pada QS. Al-Isra [17]: 70, Quraish Shihab berpendapat bahwa
ayat ini adalah salah satu bukti pandangan Islam mengenai Hak
Asasi Manusia (HAM). Bahwa manusia siapapun harus
dihormati hak-haknya tanpa perbedaan. Berbeda dengan Bakri
Syahid, beliau tidak menjelaskan secara spesifik bahwa ayat ini
menjelaskan tentang HAM, tetapi beliau menjelaskan bahwa
Allah telah memuliakan anak cucu Adam, semuanya tanpa
terkecuali, hal ini tercermin dari penafsiran Bakri yang
menjelaskan bahwa anak adam ialah seluruh manusia yang ada
di permukaan bumi.
b. Pada QS. An-Nisa [4]: 1, Quraish Shihab menjelaskan bahwa
ayat ini adalah pendahuluan untuk mengantar lahirnya
persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Hal ini berbeda
dengan Bakri Syahid, karena Bakri Syahid langsung
menafsirkan bahwa ayat ini adalah tentang penciptaan manusia
dari diri yang satu, yang dimaksud diri yang satu ialah Adam
137
dan Hawa dan dari diri yang satu itu kemudian diciptakan
pasangannya, dan dari pasangan itu asal mula adanya laki-laki
dan perempuan yang banyak. Ini menunjukkan bahwa benang
merah penafsiran Quraish dan Bakri sama, yakni manusia
tercipta dari satu keturunan, maka semua manusia sama.
c. Pada QS. An-Nahl [16]: 90, Quraish Shihab menjelaskan
bahwa Allah memerintahkan hamba-hambaNya untuk berbuat
adil. Manusia dituntut untuk menegakkan keadilan walau
terhadap keluarga, ibu bapak, dan dirinya sendiri. Adil dalam
hal ini ialah menempatkan sesuatu pada tempat semestinya..
Hal ini senada dengan penafsiran Bakri Syahid, karena beliau
memberi judul pada ayat ini dengan judul Poko-pokoking budi-
pekerti kang utama atau pokok budi-pekerti yang utama yakni
berbuat adil, berbuat baik, dan weweh marang sanak kulawarga
atau memberi kepada sanak keluarga.
d. Pada QS. Al-Baqarah [2]: 256, Quraish Shihab dan Bakri
Syahid sepakat bahwa ayat ini adalah larangan untuk
memaksakan kehendak orang lain dalam meyakini sebuah
agama, sikap ini mencerminkan adanya kemerdekaan jiwa
yang mutlak karena agama merupakan unsur penting dalam
kehidupan manusia yang menyangkut keyakinan dalam hati
mereka.
e. Pada QS. An-Nisa [4]: 148, secara global penafsiran kedua
mufassir ini sama, yakni adanya larangan berkata buruk
terhadap orang lain, kedua mufassir ini hanya berbeda pada
keterangan serta batasan mengenai apa itu perkataan buruk, dan
diperbolehkan berkata buruk dengan sebuah batasan yang
seperti apa.
138
f. Pada QS. Al-An’am [6]: 108, Quraish Shihab menafsirkan ayat
ini bahwa ayat ini adalah ayat larangan untuk mencaci
kepercayaan kaum musyrik, sedang Bakri dengan larangan
memaki sesembahan selain Allah, tidak spesifik menyebut
kaum musyrik seperti yang dijelaskan Quraish.
g. Pada QS. Ali-‘Imran [3]: 103, Quraish dan Bakri sepakat
bahwa ayat ini tentang larangan berselisih dan bertengkar.
Hanya saja, Quraish langsung menyebutkan bahwa Allah
melarang berselisih layaknya orang-orang Yahudi dan Nasrani,
sedangkan Bakri tidak menjelaskan tentang siapakah orang-
orang yang berselisih tersebut.
4. Seluruh penafsiran kedua mufassir sesuai dengan sila kedua
Pancasila yang telah dirumuskan oleh beberapa tokoh mengenai
bagaiamana sebenarnya nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung
dalam sila kedua Pancasila.
B. Saran
1. Menanamkan dan memahami dengan benar nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab yang tercantum dalam Al-
Qur`an menjadi hal mutlak bagi warga negara Indonesia
khususnya umat Islam, karena terwujudnya kemanusiaan yang
adil dan beradab merupakan cita-cita besar Bangsa Indonesia.
2. Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, masih
terdapat banayk kekurangan dan kesalahan. Tentunya saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan
ke depan.
139
3. Dengan hadirnya skripsi ini penulis sangat berharap kepada
pembaca yang budiman untuk lebih mendalam dan mengkaji
mengenai ayat-ayat kemanusiaan yang adil dan beradab.
Setidaknya, hadirnya skripsi ini dapat menambah penemuan baru
dalam dunia Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir serta sebagai oase bagi
para penggiat ilmu pengetahuan.
140
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Baqi, Muhammad Fuad, al-Mu’jam al-Mufahras Li alfadz al-Qur`an
al-Karim, Beirut, Dar al-Ma‟rifah, 2010
Al-Ashfahani, Ar-Raghib, Mu’jam Mufradat Alfadz Al-Qur`an, (Beirut: Dar
El-Fikr), hal. 329
Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. Terj. Bahasa Inggris Oleh
Haidar Bagis, Bandung: Mizan, 1996
Al-Attas, Risalah Untuk Kaum Muslim, Kuala Lumpur: ISTAC, 2001
Amri, Mafri, Literatur Tafsir Indonesia, Ciputat: Madzhab Ciputat, 2013
Anis, Ibrahim, Al-Mu’jam Al-Wasit, Mesir: Darul Ma‟arif, 1972
Anwar, Mauluddin, dkk, M. Quraish Shihab: Cahaya dan Canda, Tangerang
Lentera Hati, 2015
Anwar, Hamdani, Telaah Kritis Terhadap Tafsir Al-Misbah, Mimbar Agama
dan Budaya, (t.k: Februari, 2022
Nata, Abudin, Tokoh-tokoh pembaharu Islam di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Press, 2005
Ghofur, Saiful Amin, Prosil Para Mufassir Al-Qur`an, (Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani, 2008
A. Nasir, Sahilun, Tinjauan Akhlak, Surabaya: Al-Ikhlas, 1991
Asyafaha, Abas, Proses Kehidupan Manusia dan Nilai Eksistensialnya,
Bandung: Penerbit Alfabeta, 2009
Asy‟arie, Musa, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur`an, Jakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992
Boisard, Marcel A, Humanisme dalam Islam, alih bahasa M. Rajidi, Jakarta:
Bulan Bintang, 1980
C.s.t kansil, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Bagian Kesatu,
Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1987
141
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam (ringkas), diterjemahkan dari buku aslinya
The concise encyclopaedia of islam oleh Ghufron A. Mas‟adi
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996
Dawang, Muh, Kemuliaan Manusia dalam Al-Qur`an, Skripsi, UIN
Alauddin Makassar 2011
Dwisvmiar, Inge, “Keadilan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum”, dalam
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11, 3 September 2011
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2005
Drijarkara, Percikan Filsafat, Semarang: Kanisius, 1978
Djatmika, Rahmat, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1996, cet. 2,
Fanani, Ahmad Fuadi, Islam Madzhab Kritis, Menggagas Keberagaman
Liberatif, Jakarta: Buku Kompas, 2004
Fatikhin, Roro, “Keadilan Sosial Dalam Perspektif Al-Qur`an dan Pancasila”,
dalam Panangkaran Jurnal penelitian Agama dan Masyarakat”,
Vo. 1, No. 2, Juli-Desember 2017
Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga
Ideologi
Haryanto, Sri, “Manusia Dalam Terminologi Al-Qur`an” dalam Spektra
Jurnal Kajian Pendidikan Islam, hal. 69
Haq, Syiful, “Keadilan Sosial dalam Perspektif Al-Qur`an dan Pancasila”,
Skripsi Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017
Hariyanto, Ishak, Pandangan Al-Qur`an tentang Manusia dalam jurnal
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Hidayat, Komaruddin, dan Azra, Azyumardi, Pendidikan Kewarganegaraan
(CivicEducation), Jakarta: Kencana, 2008, cet.6
al-Hisyam. Firadus dan Hariyono, Rudy, Kamus Lengkap 3 bahasa; Arab
Indonesia Inggris, Surabaya; Gitamedia Press, 2006
142
Ibnu „Asyur, Syekh Muhammad Thahir, At-Tahrir wa At-Tanwir, (Tunisia:
Dar Suhnun, 1997), jilid 2
Junaidi, Mahbub, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, Sukoharjo:
Angkasa Solo, 2011
Wartini, Atik, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Misbah”, dalam Jurnal Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 11,
No. 1, Juni 2014
Kadri, Muhammad, Hakikat Penciptaan Manusia, Tangerang: Ts Mart, 2017
Kasmantoni, “Lafadz Kalam dalam Tafsir al-Misbah Quraish Shihab Studi
Analisa Semantik”, Tidak diterbitkan
Khasinah, Siti, “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat”,
dalam Jurnal Ilmiah Dialektika, Vol. XIII, NO. 2 Februari 2013
Lajnah Pentashihan Al-Qur`an, Badan Litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI, Al-Qur`an dan Isu-Isu Kontemporer, Jakarta: Lajnah
Pentashihan Al-Qur`an, 2012
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama RI, (Tafsir Al-Qur`an Tematik, Hukum,
Keadilan, dan Hak Asasi Manusia, ), cet.1, seri. 5, 2010,
Madjid, Nurcholish, Islam dan Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis
tentang Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta:
Yayasan Wakaf Paramadina, 1992
Ma‟ruf, Luis, Kamus Al-Munjid Al-Maktabah Al-Katulikiyah, Beirut
Misrawi, Zuhairi Al-Qur`an Kitab Toleransi, Jakarta: Pustaka Oasis , 2010
Rifyal Ka‟bah, Politik dan Hukum dalam Al-Quran, Jakarta: Kahirul Bayan,
2005
Mehmeir, Sally, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 7 Edition, Oxford:
Oxford University Press, 2005
Muhammad, Abu Bakar, Pembinaan Manusia dalam Islam, Surabaya: Al-
Ikhlas, 1994
Mujiono, “Manusia Berkualitas Menurut Al-Qur`an”, dalam Jurnal
Hermeunetik Vol, 7, No. 2, Desember 2013
143
Musa, Muhammad Yusuf, Falsafah Al-Akhlaqiyah fi Al-Islam, Mesir:
Muassasah Al-Khanaji, 1963
Muthmainnah, Nur, Tafsir Pancasila: Sebuah Telaah Nilai-Nilai Islam dalam
Al-Qur`an, dalam Jurnal Studi Studi Al-Qur`an, Vol. VI No. 1
Januari 2010, Hal. 28
Nasution, Harun, Islam Rasional (Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Nasution), Bandung: Mizan, 1998 Cet. V
Muhsin, Imam, Al-Qur`an dan Budaya Jawa dalam Tafsir AL-Huda Karya
Bakri Syahid, Yogyakarta: Penerbit elSAQ Press, 2013
Nurdin, “Konsep Keadilan dan Kedaulatan Dalam Perspektif Islam dan
Barat”, dalam Jurnal Media Syariah, Vol. XIII, No. 1 Januari- Juni
2011
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Empat
Pilar Kehidupan Berbangsan dan Bernegara, Jakarta: Sekretariat
Jendral MPR RI, 2012, Cet. 2
Poerbakawatja, Soegarda, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung,
1976
Poerwadarminto, Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rosda Karya, 1976
Qardhawi, Yusuf, Pendidikan dan Madrasah Hasan al-Banna, Jakarta: Bulan
Bintang, 1994
Raharjo, Dawam, Pandangan Al-Qur`an Tentang Manusia Dalam
Pendidikan dan Perspektif Al-Qur`an, Yogyakarta: LPPI, 1999
Rahardjo, M. Dawam, Ensiklopedia Al-Qur`an; Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 1996, cet. 1
Rakhmat, Jalaluddin, Islam Alternatif, Bandung: Mizan, 1998 cet. IX
Rahman Taufiq, Abdul, Studi Metode dan Corak Tafsir Al-Huda, Tafsir Basa Jawi
Karya Brigjend (PURN) Drs. Bakri Syahid, Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017.
Ridha, Muhammad, “Studi Tematik Konseptual terhadap Ayat-ayat Al-
Qur`an tentang Keadilan Sosial (Relevansi dengan Sila Kelima
Pancasila”, Skripsi Uin Sunan Kalijaga, 2016.
144
Roziqin, Badiatur, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indoneisa, Yogyakarta: E-
Nusantara, 2009
Salam, Burhanuddin, Filsafat Pancasilaisme, jakarta: Bina Aksara, 1998
Salim, Peter dan Salim, Yenny, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontemporer, edisi I, Jakarta: Modern English Press, 1991
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir Jakarta: Amzah, 2014
Santri Pondok Ngalah, Kitab Fiqih Jawabul Masa’il bermadzhab Empat
Menjawab Masalah Lokal, Nasional, dan Internasional. Pasuruan:
Yayasan Darut Taqwa, 2012
Sukayasa, Evie Awuy, Pengintegrasian Nilai-Nilai Kemanusiaan (Human Value)
dalam Pembelajaran Tematik Sekolah Dasar, Universitas Tadulako
Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2005
Suryadinata, M, “Al-„Adl dalam Perspektif Al-Qur`an”, dalam Jurnal
Refleksi, Vol. II, No. 1, 2000
Supriyanto, “Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam”, dalam
Jurnal Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Volume 7,
Nomor 2, Desember 2013, hal. 318
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur`an (Tafsir Maudhui atas Pelbagai
Persoalan Umat), Bandung: Mizan, 1996, cet. 13
______, M. Quraish, Ensiklopedia Al-Qur`an; Kajian Kosa Kata, Jakarta:
Lentera Hati, 2007
______, M. Quraish Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur`an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), cet.2, vol. 6
______, M. Quraish, Membumikan Al-Qur`an Jilid 2, Tangerang: Lentera
Hati, 2011
______, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur`an, Bandung: Mizan, 2007
______, M. Quraish Logika Agama, Jakarta: Lentera Hati, 2005
______, M. Quraish Menabur Pesan Ilahi, Tangerang: Lentera Hati, 2006
145
______, M. Quraish Kaidah Tafsir, Tangerang: Lentera Hati, 2013
______, M. Quraish Kaidah Tafsir, Syarat Ketentuan, dan Aturan yang patut
Ketahui dalam Memahami Al-Qur`an, (Jakarta: Lentera Hati, 2013),
hal. 378
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran),
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Cet. 5
Syahid, Bakri, Al-Huda Tafsir Al-Qur`an Bahasa Jawi, Yogyakarta: Bagu
Arafah
Syarifah, Umaiyatus, “Kajian Tafsir berbahasa Jawa”, dalam Jurnal
Hermeneutik, Vo. 9, No. 2, Desember 2015, hal. 339‟
asy- Sya‟rawi, Syekh Mutawalli, Tafsir as-Sya’rawi, terj. Safir Al-Azhar,
(Medan: Duta Azhar, 2007, Jilid 7
Taufiq, Abdul Rahman, “Studi Metode dan Corak Tafsir Al-Huda, Tafsir
Qur`an Basa Jawi Karya Brigjend (PURN). Drs. Bakri Syahid,
Skripsi, (Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah, 2017), tidak diterbitkan.
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Media
Pustaka, 2012
Widyamartaya dan Sudiati, Al. Veronica, Dasar-Dasar Menulis Karya
Ilmiah, Jakarta: PT. Grasindo, 2000
Winarto, “Term-Term Keadilan dalam Perspektif Al-Qur`an”, dalan Jurnal
Syariati, Vol. III, No.01, Mei 2017
Zein, Achyar, Dimensi Kemanusiaan dalam Hukum Al-Qur`an, dalam jurnal
Analytica Islamica, Vol. 4, No. 2, 2015, hal. 201
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1978
https://nasional.tempo.co/read/1088091/kerusuhan-dan-penusukan-di-mako-
brimob-dpr-minta-diusut-tuntas, diakses pada tanggal 21 Mei 2018,
pukul 14:30.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/07/22/othq6k366-
indonesia-darurat-kejahatan-kemanusiaan, diakses pada tanggal 21
Mei 2018, pukul 14:40.
http://eprints.uinsri.ac.id/1996/ , diakses pada tanggal 17 Mei 2018