kemiskinan dan kritik atas - e-repository.perpus...

172

Upload: others

Post on 30-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy
Page 2: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL

Zakiyuddin Baidhawy

Page 3: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERALZakiyuddin Baidhawy

Edior: Fakih Nabhan

Cetakan Pertama: Oktober 201516 x 23,5 cm; vi+164 hlm.

Penerbit: LP2M-Press, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02, Kode Pos 50721, SalatigaEmail: [email protected]

ISBN 978-602-73757-1-0

All Rights reserved. Hak cipta dilindungi undang-undang.Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

Page 4: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

iii

Sudah beberapa tahun yang lalu, niat untuk menulis buku tentang kritik atas globalisme model neo-liberal, dan pemikiran alternatif untuk mengatasi kebuntuan ideologi ini dalam meng hasil kan tatanan dunia berkeadilan, muncul. Akhirnya niat itu kesam paian juga berkat pergumulan pemikir-an yang semakin mendorong niat itu untuk direalisasikan.

Ini tidak lain beranjak dari kegelisahan yang tidak lagi kuasa di-pendam. Melalui berbagai forum kaum muda Muhammadiyah yang meng organisir diri secara informal dalam Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah, penulis dapat merampungkan buku ini. Karena itu, kuhaturkan banyak terima kasih atas sumbang pikir dan dialog yang mengalir dari teman-teman penulis, baik melalui obrolan ringan, tatap muka, via email, facebook, seminar, workshop dan jaringan. Mereka yang berjasa telah memperkaya pemikiran penulis adalah: teman-teman di Solo; Norma, Sarbini, Jinan, Dewi, Helmi, Almuntaqa, Farid, M. Ali, Syifaul, Yusuf, Mahmud, Shalahuddin, Imun, Fattah, Yayah, Thoyibi, dan Abdullah Aly, dll; teman-teman Jogja: Zuly Qodir, Budi Asyhari, Wiyadi, Beni Setiawan, Kunny, Maya, Mitha, Elis, Subkhi Ridho, Dani Muhtada, Muqowim, Nurwanto, Asep PB, Irvan Mawardi, Fauzi Fashri dll; teman-teman di Jawa Timur: Pradana Boy, Choirul Mahfud, Siddiq Notonegoro, Aji, Biyanto, Sufiyanto, Cholid, dll; teman-teman di Jakarta: Moeslim Abdurrahman, Fuad Fanani, Fajar, Said Ramadhan, Ayu, Ninik Annisa, Najib Burhani, Tuti Alawiyah, Alfa Amirrachman, David Alka, Raja Juli, Joko Sustanto, Sarah Muwahidah, dll; teman-teman kerja

PRAKATA

Page 5: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

iv Zakiyuddin Baidhawy

di Salatiga, Tomo, Saerozi, Baehaqi, Miftahuddin, Adang Kuswaya, Hammam, Irfan Helmy, Agus Suaidi, Nafis, Abdul Aziz, Mochlasin, Mukti Ali, Farkhani, Noormalihah, dll. Semoga Allah berkenan memberi balasan terbaik atas kontribusi mereka.

Akhirnya, penulis juga sangat berterima kasih atas pengorbanan waktu dan kesetiaan dari istri tercinta Nur, dan anak-anakku Nadia dan Azca, yang dari hari ke hari, waktu ke waktu, bersama membangun se-mangat “berjuang”. Dan penulis berharap buku ini memberi manfaat bagi mereka yang membacanya, mendiskusikannya, lebih-lebih mewu-jud kannya dalam aksi dan gerakan pemihakan kepada mereka yang dhuafa dan mustadh`afin. Amin.

Omah Nderes, Soditan, Sukoharjo10 Februari 2015

Zakiyuddin Baidhawy

Page 6: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

v

DAFTAR ISI

Prakata ......................................................................................iii

Daftar Isi ...................................................................................... v

Pendahuluan ................................................................................ 1

BAB I GLOBALISASI MELIPATGANDAKAN KEMISKINAN DAN PEMISKINAN .........................11 A. Kilas Balik Globalisasi ....................................................... 11 B. Beberapa Perspektif Globalisasi ...................................... 13 C. Rahwana Globalisasi: Massifikasi Kemiskin an versus Janji Kemakmuran .................................................. 18

BAB II ARTI DAN FENOMENA KEMISKINAN GLOBAL ..................................................................... 57 A. Teori tentang Kemiskinan ................................................. 57 B. Perspektif Islam tentang Kemiskinan Kontemporer ... 63 C. Tiga Dimensi Kemiskinan ................................................ 73 D. Mustadh`afin Kontemporer: Bukan Sekadar Penerima Zakat ..................................................................................... 75

BAB III VISI BARU KEBERPIHAKAN ................................. 82 A. Mempertegas Visi Keberpihakan: al-Maun sebagai option for the poor ..................................................... 85

Page 7: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

vi Zakiyuddin Baidhawy

B. Mencerdaskan visi al-Takathur: “Kapitalisasi” untuk Pemihakan ........................................................................... 89 C. Ummah wasath: Pejuang Keadilan dan Kemanusiaan .. 91 D. Pendekatan Berbasis maqasid al-syariah ......................... 93

BAB IV VISI KEPEMIMPINAN PROFETIK- TRANSFORMATIF AL-MAUN ...............................106 A. Wahyu Transformatif: Sebuah Ancangan .................... 107 B. Model Kepemimpinan .................................................... 111

BAB V PENDIDIKAN AL-MAUN: PENYADARAN DAN POLITIK KEBERPIHAKAN ..........................134 A. Baldah Thayyibah: Merevitalisasi Peran Komplementer Negara ................................................................................ 135 C. Keluarga Sakinah: Menggerakkan Kepedu li an dari Lingkup Terkecil ............................................................... 147

Daftar Pustaka ..........................................................................157

BIOGRAFI PENULIS .............................................................163

Page 8: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

1

Globalisasi memang tak terelakkan sebagai akibat langsung perkem-bangan teknologi komunikasi, informasi, transportasi yang memper-cepat hubungan antar manusia tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Globalisasi di satu sisi berjasa membuat hidup manusia lebih ber ke majuan, progresif; di sisi lain globalisasi juga bertanggung jawab telah membuat kehidupan sebagian umat manusia lebih menderita. Bila kemajuan merupakan tujuan dari globalisasi, para penentangnya meman dang telah mengalami kegagalan kolosal. Kekuatan-kekuatan pasar dan birokrasi internasional telah mendikte aturan-aturan dengan akibat-akibatnya yang telah terbukti di seputar kita.

Setelah krisis dan devaluasi dialami Mexico pada 1994-1995, separuh penduduk Mexico jatuh di bawah garis kemiskinan. Mulai pertengahan 1997, negara-negara macan Asia baru bergelimpangan ditimpa krisis ekonomi. Dalam satu dekade terakhir, kemiskinan mendera bangsa Indonesia. Jumlah bunuh diri di Korea dan Thailand meningkat tajam karena para pekerja tidak mempunyai harapan bagi diri mereka sendiri dan keluarganya. Di Rusia, harapan hidup kaum lelaki merosot tujuh tahun hanya dalam satu dekade, suatu peristiwa yang jarang didengar pada abad 20.

Pertumbuhan spekulasi finansial makin tidak terkontrol di pasar-pasar yang sedang bangkit. Ini membawa pada bencana bagi kebanyak-an penduduk di negara-negara terdampak. Warga negara dan pemerintah kadang-kadang bermanfaat bagi penggerak utama globalisasi. Warga

PENDAHULUAN

Page 9: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

2 Zakiyuddin Baidhawy

negara tanpa disadari dipaksa membayar pajak untuk pemberian jaminan (bail-out) kepada IMF, yang pada akhirnya kebanyakan pajak itu tidak ber-kontribusi bagi mereka yang menderita, tetapi justru dimanfaatkan oleh para spekulator yang menyebabkan krisis. Warga negara lebih jauh di-wajibkan untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan swasta yang seram pang an, perusahaan-perusahaan yang sudah jelas-jelas gagal, se perti kegagalan tabungan dan pinjaman di Amerika Serikat, Kredit Lyonnais di Perancis, dan bank-bank serta perusahaan-perusahaan raksasa di Jepang.

Ketika Manajemen Kapital Jangka Panjang hedge fund swasta di Amerika Serikat akhir-akhir ini guncang setelah meminjam ratusan kali dari basis kapital awalnya, the Federal Reserve New York mengkoordinasi bail-out dana yang wajib dibayarkan oleh bank-bank karena takut jika kegagalan ini dapat mendestabilisasi keseluruhan ekonomi global.

Apa yang dipaparkan di muka menggambarkan bahwa globalisasi menciptakan lebih banyak pecundang dari pada pemenang, dan tak se orang pun punya rencana untuk menjadi pecundang. Orang-orang yang tidak akan pernah bertemu ditempatkan dalam suatu persaingan langsung, seperti halnya “setiap manusia adalah musuh bagi yang lainnya”, mengutip Thomas Hobbes. Persaingan semacam ini menciptakan apa yang sekarang disebut sebagai race to the bottom dan telah menghancurkan standar-standar pekerjaan dan lingkungan hidup seiring negara-negara mem buka laju investasi asing secara langsung. Semua ini membiarkan kebebasan modal untuk melintas batas, sementara kaum pekerja atau buruh berakar dan tidak dapat bergerak secara bebas.

Persaingan bebas membiarkan modal transnasional lari dari tang-gung jawab pajak hampir secara menyeluruh. Menurut kantor akuntan pemerintah Amerika Serikat, tiga perempat perusahaan-perusahaan asing di negara ini tidak membayar pajak sama sekali. Di Eropa, pajak perusahaan memberi kontribusi kurang dari sepertiga pendapatan negara. Di AS hanya 17% pendapatan negara diperoleh dari mereka. Tidak adanya pajak modal membuat proteksi sosial jauh lebih sulit di-berikan karena pemerintah kemudian mengambil pajak upah, gaji, dan konsumsi lebih besar sehingga warga negara mengalami kerugian.

Persaingan bebas dalam membuka investasi asing secara langsung telah menghadiahkan kepada banyak kawasan yang memiliki modal

Page 10: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

3Pendahuluan

sumber daya alam kerusakan lingkungan. Secara sistematis persaing-an telah memarjinalkan biaya-biaya lingkungan dan sosial. Globalisasi ekonomi dalam bentuknya yang sekarang bukanlah suatu kecelakaan. Meskipun teknologi membuatnya menjadi mungkin, globalisasi ekonomi secara sengaja didesain oleh ekonom-ekonom dan pemerintah-peme-rintah neo-liberal, institusi-institusi keuangan internasional (IFIs), kor-porasi dan para pemimpin perbankan. Bertindak atas nama kepen tingan kelompok paling minoritas, sistem ini telah menyebabkan penderitaan mayoritas. Penderitaan dan kesengsaraan sosial telah tampak ke per-mukaan sebagai akibat langsung globalisasi yang pada akhirnya juga me mukul kelompok paling minoritas itu sendiri. Kesalahan besar pada penganjur globalisasi adalah ketidakmampuan mereka menjamin proteksi jangka panjang bagi sistem yang dapat terus menerus melimpahkan ke-kuasaan dan keuntungan.

Para pembuat keputusan harus mengakui bahwa model globalisasi semacam ini hanya akan menghasilkan dan melipat gandakan kemiskinan, pemiskinan, marjinalisasi, dan konflik sosial. Tantangannya adalah bagai-mana kita bisa menghapus ideologi yang sedang berkuasa sehingga globalisasi neo-liberal disumbat, dan keuntungannya dapat melimpah kepada semua warga dunia. Ini bukan realitas tetapi doktrin, sesuatu yang sedikit di bawah agama.

Lebih jauh, karena globalisasi lebih menggambarkan masalah eko-nomi, dan karena itu kekuatan sosial dari warga negara, komunitas, dan negara-bangsa secara simultan terus mengalami penurunan kapasitas untuk melindungi diri mereka sendiri dari serangan gencar pasar, ada kebutuhan mendesak untuk mem ber dayakan warga negara, komunitas dan negara sembari mengupayakan pelembagaan aturan-aturan demo-kratis dan berkeadilan pada tingkat internasional.

Akhirnya, pada tingkat yang paling fundamental, kita harus meng-uji kembali makna otoritas dan legitimasi. Aktor-aktor besar dalam sistem dunia sekarang ini memperlihatkan pengaruh luar biasa atas basis legitimasi mereka. Para direktur perusahaan dan banker, manajer pen-siun dan hedge-fund, ekonom IMF, para hakim perdagangan WTO, dan ke banyakan peserta pertemuan tahunan World Economic Forum di Davos, Swiss, semuanya tidak bertanggung jawab. Mereka memper-oleh kekuasaan besar melampaui kehidupan banyak penduduk dunia.

Page 11: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

4 Zakiyuddin Baidhawy

Legitimasi dan otoritas mereka telah meminggirkan semua suara yang lain. Peminggiran dari proses pengambilan keputusan tidak kurang pen ting nya dibandingkan dengan peminggiran dari keuntungan-ke-untungan material dan perlu diuji kembali jika solidaritas di dalam dan antara bangsa-bangsa hendak diperbaiki demi dunia yang lebih baik dan manusiawi.

Kini Amerika Serikat jatuh dalam krisis kepercayaan dan krisis finansial, kemudian diikuti oleh negara-negara maju lainnya di Eropa dan menyebarkan ancaman krisis kepada seluruh bagian dunia ini. Skandal kredit macet perumahan, skandal Madoff, runtuhnya perusa-haan-perusahaan transnasional raksasa, merupakan tengara kegagalan globalisasi ala neo-liberal. Inilah peluang bagi ideologi-ideologi alternatif untuk maju dan menawarkan sebuah dunia lain yang mungkin, another worlds are possible.

Kehadiran buku ini merupakan satu upaya bagaimana kita bisa memandang dunia global yang penuh dengan ketidakadilan ini dengan kritik radikal, dan semangat menyajikan berbagai kemungkinan yang dapat memberikan pilihan lain di tengah-tengah pemaksaan oleh rejim hegemoni dan homogenisasi itu. Alternatif apa pun akan bermakna ketika kita menyadarinya bukan semata sebagai state of mind, namun lebih dari itu dapat dimanifestasikan ke dalam aksi-aksi dan praksis sosial yang membumi. Seperti kata pepatah, menyalakan lilin sekecil apa pun adalah lebih baik daripada mengumpat dalam kegelapan. Dalam kegelapan dan ke-tidakadilan globalisasi itu, kita perlu melakukan dua hal: bicara lantang dan mempertajam wacana akan kebangkrutan globalisasi model neo-liberalisme, dan menawarkan diskursus baru dan lain yang menge de-pankan keadilan sosial dan kesejahteraan; dan memperbanyak aksi dan gerakan sosial yang membela harkat dan martabat penduduk dunia yang terpinggirkan dan termarjinalisasi sebagai akibat ketimpangan dan ke-senjangan yang menyakitkan mata kepala dan mata batin kemanusiaan kita.

Buku ini memulai dari kupasan mengenai kejahatan-kejahatan globalisasi yang perlu secara terus-menerus diperbincangkan dan di-sebarluaskan kepada seluruh penduduk dunia agar mereka melek akan sisi hitam dari ideologi ini. Globalisasi tanpa arah merupakan kejahat-an kemanusiaan karena ia telah merusak tatanan kehidupan melalui

Page 12: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

5Pendahuluan

pelipatgandaan kemiskinan dan pemiskinan. Ketidakadilan global se-macam ini sepertinya merupakan representasi kontemporer dari empat gembong kriminal yang pernah diilustrasikan oleh al-Quran: Qarun, Fir`aun, Haman, dan Samiri.

Qorun adalah wajah dari rejim neo-liberalisme yang merupakan corong dari kekuatan-kekuatan ekonomi global hegemonik dan me-nindas banyak penduduk dunia. Lembaga-lembaga keuangan global (IFIs) yang siap mengucurkan dana bantuan dalam skema jeratan hutang dan bunganya yang mencekik.

Fir`aun adalah gambaran penguasa-penguasa politik yang korup dan dipaksa korup untuk melahirkan sejumlah deregulasi-deregulasi yang memenangkan kepentingan-kepentingan kekuatan-kekuatan ekonomi global di atas, melalui forum-forum pertemuan atau konferensi tingkat tinggi kepala-kepala negara; juga rezim-rezim nasional dan lokal yang diperalat untuk mendahulukan kepentingan mereka dengan tumbal ke-pentingan rakyat dan kemaslahatan publik umumnya. Mereka ialah pe-nguasa ”penyembelih” yang kemaruk harta/uang walau harus meng-khianati amanah rakyat yang telah memilihnya.

Haman merupakan kaum intelektual ”begundal” dan teknokrat tukang yang digaji besar dan diberi kedudukan terhormat oleh para Qarun dan Fir`aun globalisasi neo-liberal. Tugas suci mereka adalah mem buat rasionalisasi dan justifikasi atas segala kepentingan dan ke-bijakan yang menguntungkan rezim ekonomi dan penguasa global itu. Mereka juga menciptakan teori-teori ekonomi dan pembangunan yang melegitimasi perampasan, perampokan, pencurian atas aset-aset negara-negara di dunia, menindas warga negaranya, dan mengeruk keuntungan sebesar-besar di atas penderitaan penduduk dunia lainnya. Karakter kaum intelektual dan teknokrat tukang ini mudah dikenali: mereka suka mem-buat penyataan dukungan atas kebijakan penguasanya yang sudah pasti menyesengsarakan rakyatnya; kerja intelektual dan teknokrasinya ialah melanggengkan kemiskinan dan pemiskinan.

Samiri adalah kaum agamawan ”bandit” yang cenderung pro status quo. Mereka suka berdalil, mengutip firman-firman suci namun tujuan-nya untuk memanipulasi doktrin-doktrin dan hukum-hukum agama untuk eksploitasi terhadap kaum fakir miskin dan mustadh`afin. Me-lalui cara ini mereka memperoleh keuntungan finansial dan material

Page 13: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

6 Zakiyuddin Baidhawy

dari Qarun, Fir`aun dan Haman globalisasi neo-liberal yang menjadi patronnya. Inilah tipikal agamawan candu, sebagaimana disitir oleh Karl Marx, agama adalah opium bagi masyarakat karena ia meninabobokan mereka dalam kesadaran palsu dan membuat mereka lemah, letih dan lesu gairahnya untuk bangkit melawan kemiskinan, pemiskinan dan pe-nindasan.

Bab II menghadirkan upaya untuk memahami fakta dan realitas kemiskinan yang makin kompleks. Dalam bab ini kemiskinan dipahami sebagai suatu kondisi multidimensi dan multiaspek yang mencakup antara lain: Pertama, kemiskinan karitas, yaitu kelangkaan dalam meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs), pendapatan pribadi, akses kesejahteraan publik, aset fisik (physical capital termasuk tanah dan kepe-milikan materi, kesehatan), aset lingkungan seperti pepohonan, hutan, air, dan produk-produk non kayu-kayuan. Kedua, kemiskinan kapasitas, yaitu ketidakpastian harapan dan masa depan disebabkan mereka miskin dalam hal pendidikan, life skill, training, kekuatan bekerja. Ketiga, kemiskinan otoritas, yakni ketidakberdayaan yang mencakup mar ji-nalisasi sosial, marjinalisasi partisipasi, marjinalisasi hak-hak asasi, dan marjinalisasi perlindungan hukum. Karena definisi kemiskinan meng-alami perluasan dan kompleksitasnya semakin rumit, maka upaya-upaya pemberdayaannya pun perlu dilakukan secara kompehensif. Mem-perlakukan fakir miskin hanya sebatas sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) sudahlah usang. Karena pemahaman ini sering menjerumuskan distribusi zakat dalam kerangka karitatif, sekali pakai habis, dan tidak pernah dapat mengentaskan kaum miskin dan papa dapat meningkatkan kelayakan dan kesejahteraan mereka sendiri.

Upaya-upaya pemberdayaan komprehensif dan simultan membu-tuhkan visi keberpihakan yang lugas dan bernas. Karena itu Bab III me-na warkan kerangka pemahaman baru yang komprehensif dan simultan mengenai pandangan, aksi dan gerakan keberpihakan kepada kaum miskin dan mustadh`afin. Inilah visi keberpihakan al-Maun, suatu ma-nifes to option for the poors. Upaya ini diiringi dengan visi kapitalisasi yang cerdas, yakni al-takathur yang bertujuan untuk mengembangkan filantropi sosial-keagamaan, bukan untuk tujuan kapitalisasi dan ambil untung itu sendiri. Agen dari pembumian wahyu transformatif yang tegas visi keberpihakannya dan cerdas visi filantropinya adalah mereka yang mem-

Page 14: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

7Pendahuluan

persiapkan diri sebagai pejuang keadilan dan kemanusiaan (ummah wasath).

Dalam bab ini dibahas pula tentang alternatif untuk memahami kemiskinan dan upaya pengentasannya yang mencermin keberpihakan itu. Yaitu menawarkan pendekatan berbasis maqashid al-syariah meliputi: pendekatan kesadaran religius yang profetik-transformatif, pendekatan pro kehidupan, pendekatan pro penguatan akal, pengetahuan dan pen-didikan, pendekatan pro keluarga dan keturunan yang sejahtera dan bahagia, pendekatan pendapatan dan kekayaan, serta pendekatan ling-kungan.

Untuk mengimplementasikan visi keberpihakan pada tingkat paksis sosial, kepemimpinan merupakan keniscayaan tak terelakkan. Kerangka ini dilandasi paham teologis yang memaknai kitab suci, firman/kalam suci sebagai wahyu transformatif. Wahyu transformatif menjadi ancangan keberpihakan di mana kitab suci merupakan titik pijak untuk perubahan dan transformasi sosial. Karena itu, satu surat al-Qur’an yang sangat populer, yakni al-Maun diletakkan dalam bingkai keberpihakan terhadap kaum miskin dan mustadh`afin. Inilah kepemimpinan bervisi profetik-transformatif yang dikenal sebagai kepemimpinan al-Maun. Disebut se-bagai kepemimpinan profetik karena ia diderivasi dari gerakan-gerakan yang pernah dilakukan oleh para nabi revolusioner; disebut kepe mim-pinan transformatif karena visinya adalah perubahan ke arah kehi-dupan sosial yang lebih adil dan baik. Kepemimpinan ini bisa terjadi dalam banyak level dan aksi sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi, baik dijalankan secara parsial maupun menyeluruh, antara lain: model advokasi politik Harun yang bertujuan untuk memengaruhi regulasi negara untuk redistribusi ekonomi, sosial, dan politik; model pendidik-an kritis Musa dengan “exodus” sebagai pendidikan politik untuk masya rakat madani vis a vis negara/rezim menindas; model partisipatoris Muhammad yang meneladankan hidup sederhana sebagai counter culture atas konsumtivisme, dan hidup bersama orang miskin dan tertindas (pendampingan); model propaganda Ibrahim melalui gerakan simbolik penghancuran berhala ideologi hegemonik-dominatif-eksploitatif (the end of unfair globalism, Neo-liberalism); dan model masjid al-Maun untuk orang yang hendak mewujudkan rumah/surga Allah di muka bumi ini. Inilah yang menjadi inti bab IV.

Page 15: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

8 Zakiyuddin Baidhawy

Terakhir, pendidikan pada akhirnya merupakan salah satu upaya kultural yang perlu ditempuh untuk menjawab tantangan-tantangan glo-balisme itu dan akibat-akibatnya yang negatif dan menindas. Pendidikan di sini tentu saja bukan pendidikan dalam pengertian biasanya. Ia me-rupakan pendidikan penyadaran kepada semua tingkatan, baik pada negara, komunitas maupun keluarga akan bahaya globalisme. Pendi-dikan ini juga membangkitkan semangat keberpihakan atas mereka yang menjadi korban pemiskinan dan penindasan struktural baik oleh agen-agen kekuatan ekonomi maupun kekuatan politik global yang ber-kolaborasi dalam neo-liberalisme. Penyadaran kepada negara ber tujuan untuk mengembalikan dan memberdayakan perannya dalam melaku-kan intervensi ketika ketidakadilan terjadi. Ketika pasar yang dipercaya oleh neo-liberalism sebagai petugas alokasi dan distribusi sumber daya, gagal memenuhi janji-janji keadilan dan kesejahteraan bagi kebanyak-an warga negara. Negara perlu melakukan peran dan tanggung jawab komplementer atas pasar agar menjadi lokus persaingan sempurna (bukan persaingan bebas). Kala pasar tidak lagi menjamin distribusi ke-kayaan dan pendapatan secara adil, negara campur tangan menjadi agen redistributor bagi semua warga negara. Negara juga memiliki peran dalam mengelola kepemilikan publik dan hajat hidup orang banyak, serta peran regulator yang menjaga performa tatanan kehidupan berbangsa yang berkeadilan dan berkesejahteraan.

Pada tingkat komunitas, pendidikan penyadaran dan keberpihak-an dimaksudkan untuk membangkitkan daulat komunitas/masyarakat guna melakukan fungsi-fungsi civil society pada aras politik, ekonomi mau-pun kebudayaan. Pada aras politik, komunitas/masyarakat perlu di-pahamkan bahwa mereka mengemban tanggung jawab menciptakan ruang publik dalam rangka mendemokratiskan negara, mengkristal kan opini publik sebagai alat check and control atas kebijakan-kebijakan negara bagi warga negaranya. Pada aras ekonomi, komunitas/masyarakat niscaya untuk disadarkan bahwa mereka mempunyai kewajiban bersama untuk membangun kemandirian, keadilan dan kesejahteraan ekonomi. Bila negara gagal, komunitas/masyarakat sipil dapat menopang kehi-dupannya dari keswadayaan, menegakkan keadilan dan kesejahteraan melalui filantropi sosial dan keagamaan. Pada aras kultural, pendidikan penyadaran dan keberpihakan berupaya memberikan pencerahan

Page 16: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

9Pendahuluan

intelektual dan moral kepada kekuatan-kekuatan dalam komunitas/masyarakat untuk mampu membuat counter hegemoni atas negara. Pen-cerahan intelektual dan moral merupakan modal untuk menjalankan aksi dan gerakan perlawanan pada negara, ketika negara gagal (failed state) dan pemerintahan tidak memerintah (governless) untuk memenuhi amanah keadilan dan kesejahteraan bagi warganya.

Adapun pada tingkat keluarga, pendidikan penyadaran dan keber-pihakan ialah usaha untuk mengarahkan dan membimbing keluarga untuk memahami pentingnya gaya hidup sederhana sebagai budaya tandingan atas konsumtivisme dan konsumerisme yang menjadi watak globalisasi neo-liberal. Gaya hidup sederhana dapat menyelamatkan keluarga dari rayuan dan godaan hedonisme dan ketamakan yang me-rupakan titik awal kehancuran peradaban kemanusiaan. Gaya hidup sederhana juga membentengi keluarga dari perilaku konsumsi yang cen-derung tidak rasional (hanya memenuhi keinginan tanpa batas) dan tidak ramah lingkungan.

Akhirnya, upaya-upaya untuk memahami realitas kemiskinan, pe-miskinan, penindasan, marjinalisasi, harus terus-menerus diper barui me lalui refleksi, semacam gerak antara wacana kritis dan aksi nyata. Kaum intelektual dan para aktivis jangan terjebak pada kesibukan masing-masing. Ibarat gayung bersambut, keduanya perlu bersinergi: kaum intelektual melakukan refleksi terhadap realitas dan aksi-aksi yang dilakukan para aktivis; para aktivis mempertimbangkan refleksi itu untuk perbaikan dan transformasi aksi-aksi mereka. Jika dua pihak ini be kerja-sama, refleksi atas semua wacana dan praksis sosial niscaya mene-mukan paduan dan kesalinghubungan satu dengan yang lain, dan pada gilirannya perjuangan mereka dapat menuai hasil. Fawq dhi `ilm `Alim.

Page 17: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy
Page 18: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

11

A. KILAS BALIK GLOBALISASI

Globalisasi adalah seperangkat proses pertautan dan integrasi ekonomi, politik dan kultural, baik pada tingkat global maupun regional. Kekuatan-kekuatan dan peristiwa-peristiwa yang meng antarkan ke arah globalisasi dapat ditelusuri jauh ke belakang sejak 1492 SM ketika orang-orang mulai menghubungkan lokasi-lokasi yang tersebar di dunia ini ke dalam suatu sistem komunikasi, migrasi dan interkoneksi yang makin luas. Pembentukan sistem-sistem interaksi antara global dan lokal ini men jadi kekuatan pengendali utama dalam sejarah dunia (Imade, 2003).

Perspektif sejarah melihat globalisasi memiliki hubungan dengan sejarah sosial dan ekonomi relasi internasional, dan khususnya dengan sejarah periode-periode awal pertumbuhan pesat dalam perdagangan, investasi, komunikasi dan pengaruh in ter nasional (Rothschild, 1999:2). Ledakan ekspor investasi pada 1860-an dan awal abad 20 hanyalah dua dari contoh-contoh dramatis. Peristiwa-peristiwa dan kekuatan-ke-kuatan utama lain yang membentuk globalisasi sehingga memberikan impak terhadap sejarah global dapat digambarkan sebagai berikut. Pada 325 M Chandragupta Maurya, seorang Budha memicu revolusi globa-lisasi kali pertama dengan menggabungkan kekuatan perluasan agama dunia, ekonomi perdagangan, dan pasukan-pasukan penjajah unuk kali pertamanya menghubungkan kawasan Mediterania, Persia, India dan Asia Tengah. Antara 650-850 M, Islam ikut mengglobal dengan melakukan

BAB

IGLOBALISASI MELIPATGANDAKAN KEMISKINAN DAN PEMISKINAN

Page 19: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

12 Zakiyuddin Baidhawy

ekspansi dari Mediterania Barat hingga India. Pada 1492, Christoper Columbus dan pada 1498 Vasco da Gama memulai navigasinya menge-lilingi dunia melalui jalan air dalam rangka menghubungkan dunia ini. Yang pertama diduga menemukan Amerika dan yang terakhir me-nemukan jalur menuju India. Penemuan ini merupakan satu tahapan bagi persaingan-persaingan imperialisme yang meliputi negara-negara kapitalis maju antara abad 17 dan 19. Kesalingkaitan ini juga membuka jalan bagi perdagangan budak yang segera diikuti mercantilisme pada 1650. Hingga 1648, kekuatan penjajah menciptakan sistem negara modern yang dimulai oleh pakta Westphalia.

Karya monumental Adam Smith The Wealth of Nation menyingkap era baru fundamentalisme pasar di Eropa. Dalam karya itu, Smith meng-gunakan invisible hand sebagai istilah yang merujuk pada sistem per-dagangan bebas dan cepat berkembang pada masa itu. Karya ini terus mempengaruhi pemikiran lain tentang prinsip-prinsip dan gagasan ekonomi. Antara 1867 dan 1871, mekanisme yang melahirkan Uni Eropa telah mulai muncul. Perjuangan kekuasaan dan persaingan ekonomi telah menghasilkan terpecah-pecahnya Afrika berdasarkan Konferensi Berlin pada 1885. Krisis ekonomi dan kontradiksi berkaitan dengan perjuangan-perjuangan antara negara imperialis membawa pada ber-bagai konflik di dunia, secara lebih khusus melahirkan Depresi Besar pada 1930-an. Negara bangsa-negara bangsa menarik diri dari pasar internasional yang telah menyebabkan penderitaan tak terperikan dalam bentuk kemiskinan dan pengangguran. Akibat-akibat kumulatif dari per saingan dan kontradiksi dalam kapitalisme ini telah memukul seluruh bagian dunia. Ini dapat menjelaskan terjadinya Perang Dunia I pada 1914 dan Perang Dunia II pada 1935. Liga Bangsa-bangsa, yang didirikan pada pasca PD I dan bermaksud untuk mencegah perang di masa depan, tidak memberi banyak harapan ketika ia gagal menghenti-kan PD II dan kemudian diganti menjadi Persyarikatan Bangsa-Bangsa pada 1945.

Kebanyakan negara Eropa yang mentas dari PD II dalam ke adaan lemah, dan tidak berdaya. Kelemahan mereka disebabkan ketidak-mampuan Eropa untuk meredam gerakan-gerakan nasionalis militan yang berasal dari wilayah koloni, dan akibatnya berpuncak pada proses dekolonisasi yang dipicu oleh pemrotes dan demonstran di wilayah-

Page 20: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

13Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

wilayah jajahan, yang secara bertahap membebaskan koloni Eropa di Asia dan Afrika (Schraeder, 2000: 131).

Untuk mengatasi krisis, akhirnya negara-negara memutuskan untuk membangun dan memperkuat ikatan-ikatan internasional pasca PD II yang meletakkan kerangka kerja bagi Sistem Bretton Woods. Hasil per-temuan itu memperkuat globalisasi yang kemudian melahirkan berbagai lembaga seperti IMF, Bank Dunia, dan GATT.

Setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1989, demokrasi ditengarai se-bagai pemenang atas komunisme (Fukuyama, 1992). Globalisasi meng-ibahkan sayapnya secara penuh tanpa ada perlawanan. Peristiwa-peris-tiwa tersebut, bersamaan dengan revolusi industri, meraih puncak ke jayaan hingga kini. Paparan singkat di muka menunjukkan bahwa globalisasi sudah melakukan perjalanan panjang. Ia tetap survive, se buah fenomena global sejati dan akhir sejarah yang menyimbolkan ke me-nangan kapitalisme atas komunisme.

Putaran globalisasi mengalami percepatan pada 1980-an dan 1990-an seiring dengan berbagai upaya pemerintah-pemerintah di manapun untuk mengurangi hambatan-hambatan kebijaksanaan yang mengha-langi perdagangan dan investasi internasional. Terbuka terhadap dunia luar menjadi bagian dari perubahan yang umum terjadi menuju ke per-cayaan lebih besar kepada pasar dan perusahaan-perusahaan swasta, bersamaan dengan banyak negara, khususnya negara-negara berkembang dan sosialis, mulai yakin bahwa perencanaan dan intervensi pemerintah di bidang ekonomi gagal menghasilkan capaian-capaian pembangunan yang diinginkan. Sebagaimana terjadi pada abad 19, putaran globalisasi didorong oleh kemajuan teknologi yang telah mengurangi biaya trans-portasi dan komunikasi antara negara-negara. Penurunan secara drastis biaya telekomunikasi dan biaya proses, penyebaran dan transmisi infor-masi, membuatnya sangat mudah untuk me lakukan kontak-kontak dan kerjasama bisnis di seluruh dunia, untuk mengkoordinasi operasi di lokasi-lokasi yang sangat ber jauhan, dan untuk memperdagangkan jasa yang sebelumnya tidak dapat diperjualbelikan secara internasional.

B. BEBERAPA PERSPEKTIF GLOBALISASI

Kini, globalisasi seolah sudah menjadi mantra dan dzikir hampir seluruh penduduk dunia. Kehadirannya yang tak terelakkan telah me-

Page 21: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

14 Zakiyuddin Baidhawy

nyerupai agama sipil. Di millenium ketiga ini, hakikat dan dampak globalisasi terus diperbincangkan secara mendalam dan luas di sejumlah kalangan ekonom. Kontroversi terus mengitari perbincangan yang belum habis-habisnya mengenai globalisasi, apakah kekuatan-kekuatan pasar yang bebas dan tak terkekang itu akan menyebabkan terjadinya kesenjangan atau keseimbangan pendapatan negara-negara di seluruh dunia. Para penganjur globalisasi yakin bahwa globalisasi mempromo-sikan pertukaran informasi, membawa kepada pemahaman yang lebih baik tentang kebudayaan-kebudayaan lain, meningkatkan standar hidup, me naikkan daya beli, sangat khusus di Barat, dan membiarkan demokrasi menjadi pemenang atas komunisme. Sementara itu, para pe-nentang globalisasi, yang sering memprotes pertemuan-pertemuan WTO di manapun diselenggarakan, menyatakan ke untungan negara-negara Barat diperoleh dari memeras negara-negara berkembang. Mereka me-mandang globalisasi sama halnya dengan imperialisme baru dan tidak segan-segan mendorong perusahaan-perusahaan multinasional dan transnasional untuk memindahkan pabrik-pabrik mereka ke negara-negara dengan upah buruh termurah dan hukum-hukum lingkungan ter-lemah (Summers, 1999). Lebih lanjut mereka percaya bahwa bahkan di negara-negara maju sekalipun, tak seorangpun menjadi pemenang. Kebebasan yang diberikan globalisasi membawa kepada makin tingginya ketidaknyamanan di tempat-tempat kerja. Para buruh tidak terampil selalu dihantui ketakutan-ketakutan tak ber ke sudahan akibat ancaman perusahaan-perusahaan yang dengan gampang memindahkan basis pro-duksi ke negara yang ekonomi perupahannya sangat murah.

Pemikiran-pemikiran ekonomi arus utama seringkali menjanji-kan bahwa globalisasi akan mengangkat penduduk miskin melampaui kemiskinan mereka, meruntuhkan kediktatoran, melindungi lingkung-an, menyatukan kebudayaan-kebudayaan, dan jauh lebih pening adalah mengatasi kesenjangan ekonomi antara negara-negara kaya dan miskin di dunia. Namun terbukti bahwa globalisasi telah memperoleh se-rangan politik dari demonstrasi dan protes jalanan yang mewabah atas pertemuan-pertemuan WTO di Seattle pada musim gugur 1999, di Prague pada musim gugur 2000, Quebec pada musim semi 2001, dan Genoa pada musim panas 2001. Pukulan balik ini berhasil menyatukan para pemrotes dari banyak kalangan untuk membentuk suatu front bersama menen tang

Page 22: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

15Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

ketidakadilan yang disebabkan globalisasi. Misalnya, para penjaga budaya merasa bahwa kebudayaan dan identitas-identitas nasional berada dalam ancaman permanen karena penyebarluasan internet, TV satelit, jaringan media internasional, dan perjalanan individu yang makin meningkat. Kaum demokrat memandang perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs) menjadi lebih berkuasa dan berpengaruh daripada pemerintah-an yang dipilih secara demokratis. Kelompok ekologis sangat khawatir dengan perusahaan-perusahaan raksasa yang menyebabkan degradasi lingkungan. Para aktivis HAM terancam kehilangan kebebasan karena kekuasaan korporasi yang menggurita. Para pedagang kecil, pedagang tradisional di pasar-pasar kecil menangis kehilangan pasar mereka karena direbut oleh perusahaan-perusahaan besar. Dengan kata lain, ke-banyakan penduduk dunia ini merasa terkucilkan dari keuntungan-ke-untungan globalisasi.

Untuk melihat lebih jauh bagaimana globalisasi pada dataran fakta telah menciptakan tragedi kemanusiaan berupa kelangkaan, ke-tidakpastian, dan ketidakberdayaan penduduk dunia, kita memulai dengan menjelaskan terlebih dahulu beberapa sudut pandang tentang globalisasi. Melalui sudut pandang itu kita bisa memastikan apakah globalisasi berhasil menciptakan kemakmuran atau sebaliknya kehan-curan bagi penduduk planet bumi ini.

Globalisasi sebagai sebuah istilah dan konsep kadang-kadang mem bingungkan karena terus diperdebatkan dan selalu terbuka atas beragam interpretasi dan makna. Globalisasi di mata para sarjana, kaum terpelajar, dan para pengambil keputusan adalah sebuah proses, sistem, kekuatan, masa, atau bahkan revolusi (Dierks, 2001). Sebagian lain mem pergunakan istilah ini dapat dipertukarkan dengan interna sionali-sasi, liberalisasi, universalisasi, dan westernisasi (Axford, 1995). Jadi, ada berbagai perspektif yang saling bersaing.

Mendefinisikan globalisasi bukan persoalan mudah karena sebagai sebuah konsep ia menerima beragam pemaknaan yang berbeda-beda. Namun, untuk mempermudah globalisasi kita maknai saja sebagai suatu proses yang terdiri dari dimensi-dimensi teknologi, ekonomi, politik, dan kultural yang saling menghubungkan antara individu, pe rusahaan, dan pemerintahan melintasi batas-batas nasional (Dierks, 2001). Seorang ekonom kenamaan David Henderson (1999, dalam Imade, 2003) lebih

Page 23: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

16 Zakiyuddin Baidhawy

jauh memperluas definisi globalsiasi menjadi lima komponen yang saling berkaitan namun dapat dibedakan secara jelas: 1) meningkatnya kecenderungan bagi perusahaan-perusahaan untuk

memikirkan, merencanakan, dan berinvestasi demi masa depan dengan mempertimbangkan pasar-pasar dan peluang-peluang di se luruh dunia;

2) tumbuhnya komunikasi internasional yang mudah dan murah dengan internet sebagai aspek terdepan;

3) kecenderungan menuju integrasi ekonomi lebih erat yang ber-akibat pada kurang pentingnya batasan-batasan politik, dan kecen-derungan ini sebagian dipicu oleh dua kecenderungan di muka, namun yang lebih kuat oleh kebijakan-kebijakan resmi yang ber-tujuan untuk liberalisasi perdagangan dan investasi;

4) perkembangan signifikan isu-isu dan problem-problem yang me-lam paui batasan-batasan nasional dan mendorong terbentuknya tindakan bersama secara internasional; dan

5) kecenderungan menuju keseragaman atau harmonisasi di mana norma, standar, nilai, aturan, dan praktik-praktik dimaknai dan di-perkuat dengan mempertimbangkan kawasan-kawasan atau dunia secara menyeluruh, daripada di dalam ikatan-ikatan negara-bangsa.

Kita dapat membagi paparan tentang globalisasi secara jelas ke dalam tiga teori dominan yang menyediakan suatu titik berangkat untuk memahami globalisasi. Pertama, mazhab realisme. Niccolo Machiavelli dipandang sebagai representasi tradisi realis. Ia mene kankan pada “apa yang senyatanya” sebagai lawan dari “apa yang seharusnya”. Penekanan ini memiliki pengaruh mendalam terhadap para penulis lain sezaman-nya. Tiga asumsi dasar dari mazhab ini antara lain: negara-negara adalah aktor paling penting; mereka selalu mencari kekuasaan; mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan secara rasional, memperhitungkan biaya dan memperkirakan ke untungan (Viotti and Kauppi, tt.).

Kedua, mazhab liberalisme yang disandarkan pada karya-karya Adam Smith, David Ricardo, dan W.W. Rostow. Kaum liberal memandang globalisasi sebagai pertumbuhan alamiah dari kapitalisme. Mereka per-caya bahwa aktor-aktor non-negara merupakan pemain dominan dalam percaturan globalisasi dan bahwa perdagangan pada hakikatnya adalah

Page 24: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

17Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

“mesin pertumbuhan” karena meningkatkan produktivitas dan pen-dapatan di negara-negara berkembang. Integrasi dalam ekonomi inter-nasional melalui perdagangan dimaksudkan untuk merangsang pertum-buhan, me nye barkan teknologi baru, membuka investasi, dan men-trans formasi praktik-praktik sosial-kultural tradisional yang tidak cocok dengan etos pasar (Baylis and Smith, 2001). Mereka juga percaya bahwa masyarakat internasional yang diatur secara hukum dapat muncul tanpa adanya suatu pemerintahan dunia, dan bahwa sumber-sumber utama kemiskinan adalah berasal dari internal masyarakat itu sendiri, yaitu kurangnya pengetahuan, pendidikan dan sains, lemahnya aturan hukum, minimnya lembaga-lembaga yang melindungi kehidupan dan ke pemilikan penduduk dan menyediakan insentif bagi tindakan individu dan perusahaan, kurangnya perlengkapan modal, ketidakstabilan makro-ekonomi masif, dan pemerintahan predator. Problem serupa dapat me-lintasi batasan-batasan nasional dan menghalangi pasar globalisasi.

Melalui karyanya the Wealth of Nation (1776), Adam Smith mema-parkan sebuah teori bahwa perdagangan bebas tanpa batas meng-untungkan bagi sebuah negara. Ia menyatakan bahwa the invisible hand, dari pada kebijakan pemerintah, harus menentukan apa yang diimpor dan diekspor sebuah negara. Basis argumennya adalah premis tentang prinsip laissez faire. Salah satu penilaian paling berpengaruh tentang dilema pem bangunan di negara-negara terbelakang (LDCs) adalah karya W.W. Rostow. Menurutnya, sebagaimana negara-negara maju di Utara, negara-negara terbelakang di Selatan harus mengalami serangkaian per ubahan dalam sistem sosioekonomi mereka untuk membangun dan melakukan indus trialisasi. Perubahan evolusioner disajikan oleh serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang harus dilalui oleh masyarakat yang berada pada jalur pembangunan. Ia mengidentifikasi lima tahapan proses modernisasi: masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, lepas landas, menuju kematangan, dan era konsumsi massal. Teori pem bangunan ekonomi Rostow didasarkan pada pengalaman historis bangsa-bangsa Barat, khususnya Inggris dan AS. Para kritikus menga-takan bahwa wacana neo-liberal secara teoretik cacat dan tidak dibenar-kan oleh bukti-bukti empirik. Sudut pandang ini lahirnya mazhab pe-mikiran yang menyerang liberalisme karena gagal mempertimbangkan variabel lain di samping pasar dalam analisis mereka.

Page 25: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

18 Zakiyuddin Baidhawy

Ketiga, mazhab Marxisme, yang sejak keruntuhan Uni Soviet di-pandang oleh banyak sarjana dan cendekiawan sebagai ideologi yang tidak lagi bermanfaat untuk menjawab persoalan-persoalan kon tem-porer. Namun, mazhab ini masih dapat eksis dan berguna untuk mem-perdebatkan kembali tentang kapitalisme dan semangat ekspansinya yang luar biasa serta kontradiksi-kontradiksi yang ada di dalamnya dan telah menciptkaan sistem yang fatal bagi kehidupan banyak masyarakat dunia. Bagi teorisi Marxis dan non-Marxis, evolusi dan penyebaran ka pitalisme di seluruh dunia menjelaskan pertumbuhan kesenjangan antara negara-negara industri di Utara dan negara-negara terbelakang di Selatan. Para sarjana Marxis memandang kapitalisme serupa dengan imperialisme karena agar dirinya tetap survival, kapitalisme harus me-rambah ke mana pun, bersemayam di mana pun dan memapankan hubungan-hubungan di mana pun. Sembari membuat semuanya serupa dan homogen, kapitalisme terus memperdalam jurang-jurang pemisah antara inti, semi pinggiran, dan pinggiran. Senyampang menekankan merger modal industri dan bank ke dalam modal finansial, ekspansi ekspor modal, kapitalisme juga meningkatkan produksi di bidang per-senjataan dan militarisme.

Kaum Marxis karena itu, mempersoalkan bahwa gagasan-gagasan tentang konsumsi rendah, kelebihan produksi, dan kele bihan tabungan merupakan sumber utama dari ekspansi kapitalis demi survival dan akibatnya melahirkan krisis tak terelakkan dan metamorfosis menjadi sosialisme.

C. RAHWANA GLOBALISASI: MASSIFIKASI KEMISKIN-AN VERSUS JANJI KEMAKMURAN

Untuk melihat lebih jauh kecenderungan globalisasi yang lebih me nampakkan wajah laknat ketimbang berkah bagi kemanusiaan dan lingkungan, ada baiknya kita membingkai globalisasi ke dalam empat dimensi yang akan dipaparkan berikut: Qarun globalisasi, Fir`aun globa-lisasi, Haman globalisasi, dan Samiri globalisasi.

Page 26: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

19Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

1. Qarun GlobalisasiQarun adalah sahabat Nabi Musa yang sangat taat. Ketaatannya

lambat laun namun pasti luntur dan berubah menjadi sosok penuh kejahatan, ketidakjujuran, pembangkangan. Ia menjadi simbol kekayaan yang digali dengan cara menggangsir, mengeksploitasi dan tidak segan-segan menindas orang-orang lemah dan papa. Pendapatan dan kekaya-an adalah hak mutlak pribadi dan tidak ada kontribusi sosial di dalamya. Makmur atau hancur berlaku sesuai hukum siapa kuat dia menang, survival for the fittest.

Dalam konteks percaturan globalisasi, Qarun kontemporer adalah simbol yang mewujud diri dalam ideologi neo-liberalisme dan kaki tangan nya. Keyakinan-keyakinan neo-liberalisme meng garisbawahi bahwa: pasar harus bekerja secara bebas tanpa campur tangan negara; menekan pengeluaran upah dan melenyapkan hak-hak buruh; meng-hilangkan kontrol atas harga; mengurangi pemborosan anggaran negara dengan memangkas semua subsidi untuk pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial (social safety net), dan pada saat yang sama subsidi besar-besaran diberikan kepada perusahaan trans-nasional (TNCs) dan perusahaan multinasional (MNCs) melalui tax holidays; mem percayai deregulasi ekonomi; privatisasi adalah jalan me-nuju persaingan bebas yang dibungkus dengan efisiensi dan mengurangi korupsi, meski kenyataannya terjadi konsentrasi kapital di tangan sedikit orang dan memaksa rakyat kecil membayar lebih mahal kebutuhan dasar mereka; dan mempetieskan paham tentang public goods dan solidaritas sosial dan menggantinya dengan tanggung jawab individual (Fakih, 2003). Globalisasi ekonomi neo-liberal memiliki kaki tangan yang kokoh antara lain IMF, Bank Dunia, WTO, dan globalisasi korporasi MNCs dan TNCs yang seluruhnya menjadi penganjur perdagangan bebas atau liberali sasi pasar.

Ancaman yang sangat jelas dari globalisasi ekonomi adalah bahwa liberalisasi berjasa melipatgandakan kesenjangan antara negara-negara kaya dan miskin. Liberalisasi perdagangan di sini adalah pembukaan batas-batas sehingga barang dan jasa dapat bergerak bebas melampaui batas tanpa hambatan-hambatan apa pun dari beban tarif maupun non-tarif. Lebih jauh, definisi ini mencakup prinsip laissez faire, suatu doktrin ekonomi yang menentang regulasi atau campur tangan pemerintah

Page 27: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

20 Zakiyuddin Baidhawy

dalam perdagangan komersial. Doktrin ini menjadi ajaran utama dalam Konsensus Washington. Konsensus ini menyepakati bahwa pasar mesti efisien, negara tidak dibutuhkan, miskin dan kaya sama sekali tidak memiliki konflik kepentingan, pasar akan berjalan pada tingkat tertinggi jika dibebaskan. Juga diyakini bahwa privatisasi, deregulasi, dan pasar modal terbuka mempromosikan pertumbuhan ekonomi, pe me rintah harus menyeimbangkan budget dan memerangi inflasi dan hampir dilarang melakukan selain dari dua kerja tersebut. Liberalisasi perdagangan sudah menjadi kekuatan pengendali paling kuat dari glo-balisasi. Richard Petrella (1999) mencatat enam logika dalam wacana neo-liberal: Anda harus menglobal; Secara terus-menerus anda wajib mengupayakan temuan-temuan tekonologi; Anda harus mengendalikan pesaing-pesaing bisnis anda, atau mereka yang akan mengendalikanmu; Anda harus meliberalkan pasar anda sendiri; Anda harus melawan campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi; dan Anda harus mem-privatisasi diri.

Para pengkritik globalisasi memandang logika ekonomi sebagai-mana dikemukakan di atas lebih merupakan ilusi daripada kenyataan. Kearifan konvensional mengatakan bahwa pasar bebas jauh dari kesem-purnaan dan keadilan. Mereka juga yakin tentang kegagalan propa-ganda doktrin laissez faire tersebut. Mereka menunjukkan bukti-bukti empirik bahwa negara-negara dengan ekonomi lemah — Thailand, Indonesia, Rusia, dan Brasil — bergelimang dengan uang panas dan rentan mengalami guncangan oleh arus modal yang terus berubah dan ber gerak, serta lebih banyak pengangguran daripada banyak orang yang dihidupi oleh globalisasi. Globalisasi telah memaksa anak-anak bekerja, menyebabkan kerusakan lingkungan, konsentrasi kekayaan hanya pada elite lokal dan perusahaan-perusahaan multinasional, dan menimbul-kan konflik sosial dan politik yang makin intensif. Alasan mengapa glo-balisasi gagal memperluas keuntungan dan kemakmuran, karena ia lebih mempromosikan dan mengistimewakan perusahaan-per usahaan raksasa dan para kakitangan politiknya dengan meli patgandakan bunga untuk memaksimalkan keuntungan.

Globalisasi melahirkan anak kandung bernama funda men talisme pasar yang mengimplikasikan perdagangan internasional secara luas se-bagai jalan paling pasti meraih kemakmuran global. Sejak 1950-an,

Page 28: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

21Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

perdagangan global tumbuh lebih cepat daripada output. Setelah stagnan pada dekade 70-an dan 80-an, perdagangan bebas mengalami ledakan pada dekade 90-an, yang dipimpin oleh pertumbuhan pesat ekspor oleh negara-negara Asia Timur. Pertumbuhan pesat perdagangan global ini dipicu oleh liberalisasi pasar di seluruh dunia, suatu capaian dari Putaran Uruguay, dan kesepakatan-kesepakatan multilateral lainnya. Tarif mengalami kejatuhan, dan lebih penting dari itu adalah bahwa rin-tangan-rintangan non-tarif telah dibongkar.

Amerika dan Inggris adalah dua negara yang paling gigih mem-perjuangkan liberalisasi. Fakta menunjukkan bahwa negara-negara maju sendiri tidak selalu tertolong oleh perdagangan bebas. Meskipun ada kemajuan pasca Perang Dunia II, beban peradagangan negara-negara maju masih tetap tinggi dalam perdagangan pakaian, tekstil, barang-barang pertanian, dan banyak produk lainnya di mana negara-negara ter-belakang memiliki keunggulan komparatif dalam sumber daya alam. Bank Dunia sendiri menemukan bahwa rerata tarif yang dikenakan oleh negara-negara kaya atas barang-barang manufaktur dari negara-negara miskin adalah empat kali lebih tinggi daripada rerata tarif negara-negara kaya atas barang-barang lainnya.

Ini merupakan ironi dari globalisasi. Premis globalisasi ten tang per-dagangan diperluas, bahkan perdagangan bebas yang menjadi kitab suci kebijakan-kebijakan bagi IMF dan Bank Dunia di negara-negara berkembang, tidak dipraktikan di negara-negara kapitalis maju di mana proteksionisme masih cukup besar dan luas diterapkan. Sulit bagi negara-negara terbelakang dan berkembang untuk mudah masuk ke pasar-pasar negara maju tanpa hambatan proteksionisme. Lantas, bagai mana mungkin negara-negara terbelakang dan berkembang itu memperoleh manfaat dari globalisasi di tengah-tengah proteksionisme negara-negara maju?

Pertentangan selalu muncul di seputar syarat-syarat perda gangan bebas yang benar-benar tidak menguntungkan negara-negara berkem-bang. Sebagai misal, syarat-syarat perdagangan secara signifikan mem-batasi produk-produk pertanian negara-negara berkembang, sedangkan pada saat yang sama harga minyak bumi telah membuat mereka meng-alami kesulitan. Hutan negara dan swasta malah meningkat pada saat terjadi ledakan minyak bumi, dan pada akhirnya menjadi beban berat

Page 29: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

22 Zakiyuddin Baidhawy

ketika tingkat suku bunga naik. Sementara itu, negara-negara berkem-bang mengalami kemunduran ekonomi yang diakibatkan oleh aliran besar modal swasta dari luar negeri. Di sisi lain, konsensus di kalangan ekonom Keynesian tentang pajak pertanian, industrialisasi, pelayanan sosial, dan peran aktif negara pasca dekade-dekade kemerdekaan, kini telah digantikan oleh neo-liberalisme. Bagi negara-negara berkembang ini artinya pelucutan terhadap peran negara dalam pembangunan. Premis neo-liberal telah melemparkan negara dari kehidupan ekonomi dan menghilangkan semua hambatan termasuk kontrol atas bursa efek, tarif protektif, dan pemotongan layanan sosial masif. Negara-negara berkembang dipaksa untuk melakukan semua itu. Inilah yang sering disebut sebagai penyesuaian struktural, suatu obat mujarab dari kebi-jakan neo-liberal tentang reorientasi ekonomi bagi semua negara Dunia Ketiga (Freund, 1998). Formula satu ukuran untuk semua pertumbuhan ekonomi telah memperoleh kritik dan protes dari para aktivis di seluruh dunia. Formula neo-liberal tersebut sering melahirkan kebijakan-kebi-jakan yang membahayakan bagi negara-negara yang menjadi klien IMF dan Bank Dunia. Misalnya, paket-paket bantuan seringkali diiringi dengan syarat-syarat ter tentu yang memberatkan negara-negara ber-kembang, seperti pene rima paket bantuan harus memprivatisasi badan-badan usaha milik negara yang tidak efisien, mematahkan korupsi, tarif yang lebih rendah, mengontrol defisit anggaran, dan seterusnya. Krisis akibat konsensus Washington sangat jelas bagi setiap orang. Namun tak seorang pun mau mengakuinya. Kebijakan yang buruk telah melahirkan kebijakan yang gagal. Selama krisis ekonomi Asia mulai pertengahan 1997, IMF memaksa kliennya untuk meningkatkan tingkat suku bunga dan memotong defisit anggaran selama masa resesi yang justru mem-perparah krisis.

Beberapa alasan lain yang menekan negara-negara berkembang hingga tidak dapat mengambil manfaat dari kemajuan dan keuntungan-keuntungan globalisasi berangkat dari fakta bahwa komoditas-komo-ditas pokok dari Dunia Ketiga terus menghadapi perlakuan tidak adil praktik-praktik perdagangan selama pember lakuan penyesuaian struk-tural. Juga sebuah ironi bahwa bangsa-bangsa yang sedang berkem-bang harus mengkonsumsi apa yang mereka tidak produksi dan harus mem produksi apa yang mereka tidak konsumsi. Mereka kebanyakan

Page 30: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

23Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

mengimpor barang-barang manufaktur dan mengekspor bahan-bahan mentah, utamanya produk-produk pertanian dan mineral. Harga ekspor negara-negara Selatan terus mengalami kejatuhan sementara nilai impor terus meningkat. Lebih jauh, pasar-pasar bagi barang-barang dari Afrika terus menyusut seiring negara-negara maju menetapkan semua jenis hambatan tarif dan non-tarif. Dengan harga rendah dan pasar yang makin mengecil, negara-negara berkembang terpaksa ber-hutang untuk membayar impor barang-barang. Problem ini lebih jauh diperparah oleh hutang-hutang yang menggelembung yang dikucurkan oleh negara-negara Barat. Banyak kasus meng gambarkan banyak negara berkembang meminjam lebih untuk membayar hutang-hutang mereka dengan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang tidak seberapa karena krisis hutang.

Lembaga lain yang bertanggung jawab atas desakan-desak an neo-liberal untuk liberalisasi perdagangan adalah WTO (organisasi-organisasi perdagangan dunia) yang terdiri dari 134 negara. WTO merupakan forum negosiasi untuk kesepakatan-kesepakatan perdagangan inter na-sional dan memonitor serta mengatur badan yang memaksa penerapan kesepakatan tersebut. Sejarah membuktikan organisasi ini lebih menjadi babu bagi kepentingan-kepentingan perusahaan-perusahaan besar dari-pada melayani negara-negara miskin. Para kritikus sering mengatakan bahwa Amerika memandang hukum internasional dan peradilan dunia hanya berlaku bagi negara-negara lain, dan Amerika tidak terikat untuk menjalaninya. WTO juga dianggap telah merampas banyak tanah demi kepentingan pertumbuhan kapitalisme yang tanpa aturan dan regulasi. Tanpa aturan dan regulasi, negara-negara terbelakang akan terus ter-pinggirkan dalam percaturan ini.

Perdebatan yang sering muncul antara para penganjur dan pe-nentang WTO bukan masalah proteksionisme, namun lebih tentang siapa yang akan dilindungi dari kesemrawutan persaingan tanpa batas. WTO tidak memiliki aturan sama sekali untuk melindungi mereka yang bekerja atau menjaga pertumbuhan ekonomi jangka panjang atau menawarkan kesinambungan dan keragaman budaya. Tanpa standar-standar semacam ini, kebanyakan penduduk dunia benar-benar mendapat kerugian dari perdagangan mereka. Para penentang juga mengkritik WTO sebagai kendaraan bagi perusahaan untuk mencari keuntungannya sendiri. Dalam

Page 31: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

24 Zakiyuddin Baidhawy

setiap kasus berkaitan dengan keselamatan lingkungan dan publik, WTO selalu memenangkan perusahaan-perusahaan besar. Pada akhirnya mereka menginginkan agar WTO dibubarkan dengan beberapa alasan antara lain: WTO lebih memprioritaskan perdagangan dan masalah-masalah komersial lebih berharga di atas segalanya; ia menganjur kan demokrasi sembari menekankan pemerintahan yang dikendalikan secara demokratis, dan memberi kan hukuman keras bagi mereka yang me-langgar; ia aktif mem promosikan perdagangan bebas meskipun mengor-bankan upaya-upaya untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi lokal dan kebijakan-kebijakan yang menggerakan komunitas, negara, dan kawasan menuju kemandirian yang lebih besar; ia memaksa Dunia Ketiga untuk membuka pasar mereka bagi industri-industri multina-sional kaya dan membatasi usaha-usaha memproteksi industri-industri yang baru lahir; ia merintangi negara-negara dari usaha merespon risiko potensial, men cegah pemerintah dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah bahaya kesahatan manusia dan lingkungan; ia menawarkan standar-standar kesehatan dan lingkungan secara internasional, dan me-letakkan standar lainnya pada tingkat terendah melalui suatu proses harmonisasi; pengadilan WTO kerapkali mempersoalkan legalitas pada negara-negara, sementara mereka sendiri sering bermain di belakang pintu; ia membatasi kemampuan pemerintah untuk menggunakan daya beli mereka terhadap dollar demi pemenuhan hak-hak asasi manusia, hak-hak pekerja, dan tujuan non-komersial lainnya; aturan-aturan WTO melarang negara-negara untuk memperlakukan produk-produk secara berbeda berdasarkan pada bagaimana produk-produk itu dihasilkan, tanpa memandang apakah produk-produk itu dibuat dengan melibatkan para pekerja anak-anak, dengan para pekerja yang terpapar racun atau dengan tidak memerhatikan perlindungan atas berbagai spesies; dan aturan-aturan WTO dalam banyak hal mengijinkan paten dan perlin-dungan eksklusif atas bentuk-bentuk kehidupan (Albert, 2000).

Perusahaan-perusahaan multinasional adalah mesin-mesin pemis-kinan yang selalu dahaga dan lapar untuk menelan dan mengeksploitas Dunia Ketiga. Sejak 1960 proliferasi perusahaan-perusahaan multi-nasional tumbuh 3500 dengan agregat stok sebesar 66 juta dollar Amerika, dan meningkat menjadi 60.000 pada 1999 dengan lebih dari 4000 bilyun dollar Amerika (UNCTAD, 1999). Perusahaan-perusahaan ini menjadi

Page 32: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

25Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

kekuatan pengendali pertumbuhan ekonomi di Barat, sebaliknya akti-vitas mereka di Dunia Ketiga lebih merupakan bayang-bayang dan lebih banyak membahayakan daripada menyejahterakan. Sejalan perkem-bangan mereka terus tumbuh dan mendominasi ekonomi Dunia Ketiga, akibat-akibat globalisasi yang menyengsarakan dan fenomena liberalisasi perdagangan makin berlimpah dan menghancurkan masyarakat-masya-rakat mereka. Investasi langsung asing (FDI) menandai puncak kejayaan peran perusahaan-perusahaan multi nasional dalam perdagangan dunia.

Kaum neo-liberal berasumsi bahwa investasi asing langsung mem-berikan kontribusi positif bagi ekonomi negara yang bersangkutan karena menyuplai modal, teknologi, sumberdaya manajemen yang tidak dapat disediakan oleh pihak lain. Namun kenyataan kebalikannya, pe-rusahaan-perusahaan multinasional itu justru mengancam kedaulatan dan otonomi negara yang bersangkutan. Kita bisa menyaksikan beberapa lontaran kritik atas persoalan ini. Kadang-kadang pemerintahan-peme-rintahan setempat khawatir akan pengaruh perusahaan-perusahaan multi -nasional yang beroperasi di negara-negara mereka memiliki ke kuatan ekonomi lebih besar daripada para pesaing domestik karena mereka men-jadi bagian dari organisasi internasional yang lebih besar. Di beberapa negara terbelakang, perusahaan-perusahaan besar yang memonopoli pasar dan menaikkan harga lebih tinggi dari pasar-pasar lainnya, telah menim-bulkan dampak buruk dan berbahaya bagi kesejahteraan ekonomi mereka. Kontrol impor juga dikuasai oleh perusahaan-perusahaan multi nasional dengan tujuan untuk investasi di negara-negara setempat. Biasa nya, negara-negara setempat tidak punya pilihan untuk menerima semua prasyarat untuk memperoleh investasi asing langsung itu. Praktik semacam ini menghancurkan industri-industri yang masih baru karena tidak dapat bersaing dengan perusahaan-persuahaan asing. Perusahaan-perusahaan asing itu juga menerapkan produksi padat modal di negara-negara terbelakang, dan hasilnya banyak pengangguran yang jumlah nya terus merangkak naik. Dengan matinya industri padat karya dan sistem pertanian tradisional, maka tertutup kesempatan pekerjaan bagi pemuda-pemudi. Dengan kondisi seperti, bagaimana mungkin mereka menjadi bagian dari perekonomian global? Dalam banyak hal, perusahaan-perusahaan raksasa asing juga meruntuhkan kewirausahaan dan pem-bentukan modal lokal.

Page 33: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

26 Zakiyuddin Baidhawy

Di sisi lain, kerugian yang sangat mungkin diterima oleh negara-negara setempat adalah kekurangan modal keuangan. Data menunjuk-kan bahwa 20% penduduk dunia di negara-negara maju menerima 82,7% dari pendapatan total dunia, sementara 20% dari penduduk dunia di negara-negara termiskin hanya menerima 1,4%. Hingga tahun 1991, 81% stok FDI dunia terletak di negara-negara Utara yang berupah tinggi, seperti Inggris, Jerman dan Kanada. Konsentrasi investasi di negara-negara ini meningkat 12% sejak tahun 1967 (Weiss, 1998).

Sementara itu, beroperasinya perusahaan-perusahaan multina-sional di negara-negara berkembang sangat efektif membuat hilang nya kemerdekaan ekonomi negara-negara setempat. Keputus an-keputusan penting yang berdampak pada ekonomi negara setempat akan diciptakan oleh perusahaan asing yang sama sekali tidak punya kesetiaan kepada negara setempat dan pemerintahan setempat pun tidak punya kuasa me-ngendalikan mereka.

Perusahaan-perusahaan multinasional juga menekan negara-negara terbelakang untuk mengkonsentrasikan produksi mereka pada bahan-bahan mentah sehingga mengganggu ketahanan pangan mereka. Jadi, produksi tumbuh-tumbuhan sekali panen menjadi modus produksi dominan di kebanyakan negara-negara terbelakang. Produksi ini mem-peroleh perhatian utama dari perusahaan-perusahaan asing dengan cara memberi insentif bagi produksi. Praktik ini telah memarjinalisasi perempuan dari peran mereka sebagai produsen utama makanan di negara-negara terbe lakang. Wajar bila banyak kritikus memandang pe-rusahaan-per usahaan multinasional itu seperti pompa sedotan raksasa yang menguras sumber daya dari negara-negara terbelakang. Semua ini telah berhasil dilakukan tanpa aturan, regulasi dan kode etika sama sekali. Jadi, negara-negara berkembang tidak akan mungkin meraup ke-untungan dari globalisasi.

Peran pemiskinan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar transnasional juga dapat disaksikan pada pengaruh mereka dalam menuliskan aturan-aturan tentang ekonomi global sesuai dengan pan -dangan perusahaan-perusahaan itu. Inilah yang disebut sebagai glo bali-sasi korporasi. Hubungan antara globalisasi korporasi dengan mem per-parah kemiskinan menurut banyak kritikus dapat digambarkan sebagai-mana kutipan dari website Global Trade Watch (http://www.citizen.

Page 34: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

27Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

org/trade/wto/index.cfm) berikut ini:

“Didirikan pada 1955, WTO adalah agen perdagangan global baru yang berkuasa, yang mentransformasi General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) menjadi aturan perdagangan global yang memaksa. WTO adalah salah satu mekanisme utama globalisasi korporasi. Di bawah sistem WTO tentang perdagangan yang dikelola perusahaan-perusahaan besar, efisiensi ekonomi, tercermin dalam keuntungan perusahaan jangka pendek, mendominasi nilai-nilai lainnya. Keputusan-keputusan yang berpengaruh pada keuntungan ekonomi terbatas pada sektor swasta, sementara biaya sosial dan lingkungan menjadi tanggung jawab publik. WTO dan Putaran Uruguay GATT berfungsi utama untuk membuka pasar demi keuntungan perusahaan-perusahaan transnasional dengan me-ngorbankan ekonomi nasional dan lokal, buruh tani, pribumi, kelompok-kelompok perempuan dan sosial lainnya, kesehatan dan keamanan, lingkungan dan keselamatan hewan. Di samping itu, sistem aturan dan prosedur WTO tidak demokratis, tidak transparan dan tidak akuntabel serta beroperasi untuk memarjinalkan kebanyakan penduduk dunia.”

Logika WTO yang menggaris bawahi keuntungan untuk perusa-haan-perusahaan besar berimplikasi menimbulkan kerugian bagi setiap orang lainnya terutama kelompok-kelompok paling miskin dan marjinal. Logika perdagangan bebas dan investasi langsung asing ber-korelasi dengan pertumbuhan dan pertumbuhan berkaitan dengan pe-ngu rangan kemiskinan, pada faktanya ada lah isapan jempol belaka. Adalah logika yang tidak waras menya maratakan bahwa apa yang baik bagi perusahaan-perusahaan multinasional itu juga baik untuk ekonomi nasional dan kaum miskin.

Tiga fakta berikut dapat memperkuat argumen di atas (Aisbett, 2003). Pertama, kenyataan menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan besar itulah yang paling diuntungkan oleh globalisasi, dan pada saat yang sama banyak ekonomi lokal, kelompok buruh, petani, penduduk pribumi menderita akibat globalisasi. Ketika sebagian dari kelompok-kelompok itu boleh jadi menemukan sumber daya pendapatan baru dan lebih baik sebagai dampak globalisasi, jutaan penduduk dunia justru melawan glo-balisasi karena mereka merasa kehilangan tradisi dan kehidupan. Kedua, apa yang baik bagi perusahaan-perusahaan besar adalah buruk bagi

Page 35: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

28 Zakiyuddin Baidhawy

kaum miskin digambarkan oleh hubungan antara konsumsi dan kua-litas lingkungan atau sumber daya alam.

Kita sangat yakin bahwa semua konsumsi umat manusia sudah tersedia dalam sumber daya alam dan lingkungan, dan bahwa lingkungan global saat ini sudah mendekati tingkat degradasi yang kritis. Karenanya meningkatnya konsumsi oleh kelompok-kelompok kaya secara pasti ber-implikasi pada berkurangnya konsumsi oleh kelompok-kelompok miskin. “Kelompok miskin” di sini bisa juga dimaknai sebagai generasi yang akan datang.

Vinanda Shiva (2002) dengan baik mengungkapkan bahwa kebijak-an-kebijakan pertanian berorientasi ekspor telah menyelewengkan peng-gunaan tanah yang makin menyempit dan air sehingga penduduk lokal sulit memenuhi kebutuhan pangan mereka, karena semua sumber daya itu dimanfaatkan untuk me nye diakan bagi pasar ekspor. Akibatnya, semua itu menciptkan kelaparan dan kondisi yang mengenaskan bagi kebanyak-an komu nitas yang rentan dan marjinal. Inilah yang terjadi selama masa kolonialisme dan rekolonialisasi oleh globalisasi.

Argumen semacam ini familiar bagi ekonom sebagai dasar teori ketergantungan yang dipergunakan untuk membenarkan proteksionisme di negara-negara berkembang selama dekade 80-an. Teori semacam ini sering dilecehkan oleh mereka yang mendukung pandangan adanya korelasi positif antara investasi langsung asing, perdagangan dan per-tumbuhan. Meskipun demikian, dalam keadaan di mana institusi-insti-tusi dalam keadaan lemah, globalisasi sangat memungkinkan untuk me-lipatgandakan problem eksploitasi. Pendek kata, globalisasi melalui jual beli bahan-bahan mentah dari sumber daya alam di negara-negara dengan institusi politik yang lemah dan masyarakat sipil yang terkoyak-koyak dapat menjadi bencana.

Keuntungan perusahaan-perusahaan besar dari globalisasi adalah bertambah besarnya kekuasaan mereka. Perusahaan-perusahaan besar dan kaya akan memperoleh kekuatan politik dan pasar yang besar pula. Kekuasaan perusahaan dan hubungannya dengan globalisasi sering disuarakan oleh para penentang globalisasi. Para penentang globalisasi melihat bahwa penguasa utama dari dunia ini adalah perusahaan trans-nasional, yang beroperasi dengan resep dan aturan kolektif melalui WTO bersama-sama dengan NAFTA, kolaborator Eropa, Uni Eropa,

Page 36: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

29Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

instrumen-instrumen kawasan derivatifnya seperti APEC dan seterus-nya. Secara bersama-sama mereka membentuk hirarkhi aturan baru di luar parlemen.

Globalisasi membuka kemungkinan besar arus sumber daya ma-nusia dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju. Negara-negara di Selatan telah menginvestasikan bilyunan dolar setiap tahun-nya untuk pendidikan bagi pekerja-pekerja terampil mereka. Namun pada akhirnya pekerja-pekerja terampil itu meninggalkan negara mereka untuk memperoleh peluang yang lebih menjanjikan di negara-negara Utara. Inilah yang dikenal dengan brain drain, hijrah intelektual dan kaum terpelajar. Dari semua gembaran di atas nyata dan harus diakui bahwa globalisasi bukanlah permainan yang berakibat positif karena kenisca-yaan bagi banyak negara merasa kehilangan dan kerugian luar biasa besar demi keuntungan dan profit bagi sebagian lainnya. Persis seperti per-nyataan Thomas Hobbes, semua memangsa semua. Globalisasi adalah sang predator raksasa yang siap mencaplok mereka yang lemah dan tidak berdaya.

Mobilisasi modal adalah sisi lain dari globalisasi yang mengancam banyak pihak. Mobilitas modal ditimbukan oleh pergerakan modal inter-nasional dan merger modal di seluruh dunia. Mobilitas modal ini telah membentuk suatu integrasi perekonomian dunia kapitalis. Gerakan ini mengimplikasi suatu transformasi dalam hubungan-hubungan produksi sebagai wilayah baru yang tergabung dalam lintasan modal. Dalam be-berapa hal, gerakan ini melibatkan perluasan hubungan-hubungan pro-duksi yang sepenuhnya kapitalis dan berkaitan dengan pertumbuhan kelas pekerja. Di wilayah lainnya, gerakan ini juga melibatkan modifikasi terhadap atau penguatan hubungan-hubungan sosial yang ada. Dampak dari pertumbuhan agribisnis transnasional pada hubungan-hubungan produksi di bidang pertanian memberikan banyak contoh dalam hal ini.

Hubungan-hubungan sosial di negara-negara pinggiran tidak pernah diperhitungkan dalam perluasan oleh perusahaan-perusahaan multi-nasional atau bahkan diabaikan sama sekali. Hubungan-hubungan sosial terus diubah dan definisi ulang oleh internasionalisasi modal namun bukan dengan cara yang sederhana. Penciptaan kesatuan perekonomi-an dunia kapitalis dibarengi dengan perluasan proses standarisasi dan diferensiasi dalam skala dunia. Dengan kata lain, ada fenomena semakin

Page 37: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

30 Zakiyuddin Baidhawy

meningkatnya kecenderungan bagi produk-produk dan teknik produksi perusaha an-perusahaan multinasional menjadi serupa. Pada saat yang sama, sebagai bagian dari persaingan modal melakukan diferensiasi sen-diri dengan maksud untuk memperoleh profit berlipat ganda melalui pengenalan produk-produk dan teknik-teknik baru.

Aliran modal untuk menciptakan sebanyak-banyak peluang ke-untungan tanpa terikat oleh batas-batas negara tidak hanya tumbuh sejak akhir 1960-an, bahkan telah mengeksploitasi negara-negara Amerika Latin, Asia, dan Afrika dalam bentuk monopoli modal yang menyerupai imperialisme (Berberoglu, 1980). Misalnya, sejalannya dengan perluasan pasar, perusahaan-perusahaan asing memperoleh masukan ekonomi lebih seperti bahan-bahan mentah yang mendorong lebih jauh penye-baran imperialisme untuk meng amankan sumber daya tersebut. Perusa-haan-perusahaan itu telah mengkapitalisasi sistem internasional yang ditandai dengan anarkhi, yakni tiadanya pemerintahan dunia atau otoritas pusat dengan mekanisme penguat untuk mengatur jalannya per-caturan ekonomi. Akibatnya rusaklah kompetisi sehat karena praktik-praktik monopoli. Kekuatan mereka juga makin merambah ke mana-mana dalam perekonomian global. Terbukti penghasilan mereka kini sebanding dengan pendapatan negara-bangsa. Banyak unit ekonomi ter-besar di dunia adalah perusahaan-perusahaan, bukan negara. Perusaha-an Mitsubishi (US$ 140 bilyun) lebih besar daripada Malaysia (US$ 98 bilyun), dan perusahaan Exxon (US$ 117 bilyun) lebih besar dari Israel (US$ 98) dan Philipina (US$ 82) (Forbes, 1998). Dengan kata lain, glo-balisasi ekonomi di Dunia Ketiga telah berjalan satu arah. Kebanyakan perusahaan-perusahaan multinasional mengambil alih sumber daya alam dan tanah di banyak negara Dunia Ketiga, dan keuntungan bagi pen duduk lokal hanya sedikit atau tidak ada sama sekali. Mereka berhasil mela kukannya dengan mempergunakan teknologi, modal, dan ekonomi skala, se hing ga hampir tidak ada anugerah yang dapat dinikmati oleh negara-negara miskin. Menurut Laporan Pembangunan Sumber Daya Manusia PBB terakhir, aset dari tiga orang terkaya Bill gates, Sultan Brunei, dan keluarga Walton lebih besar dari total GNP dari 43 negara terbelakang.

Globalisasi keuangan telah meningkatkan spekulasi. Sangat jelas bahwa tiga monster globlaisasi – IMF, Bank Dunia, dan WTO telah,

Page 38: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

31Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

sedang dan akan terus melakukan tindakan-tindakan yang lebih mem-bahaya kan daripada menyejahterakan. Obat-obat yang mereka berikan laksana racun yang siap menggerogoti kesehatan negara-negara ber-kembang. Sudah terbukti kebijakan-kebijakan ketiga lembaga ini menuai banyak protes, kerusuhan dan demonstrasi di negara-negara ter be-lakang. IMF dikritik karena negara-negara yang tergabung dalam G7 telah memanipulasi IMF untuk membuat tuntutan-tuntutan yang tidak realistik terhadap pemerintahan negara-negara berkembang dan insti-tusi-institusi perbankannya agar bertanggung jawab, transparan, dan me-merintah dengan jujur. Anehnya negara-negara maju ini justru tidak mempraktikan apa yang mereka khutbahkan di dunia internasional. IMF juga menjadi sasaran sarkasme karena bersama-sama dengan para banker dan broker yang menuntut akuntabilitas dan tarnsparansi kepada negara-negara berkembang, sementara mereka sendiri jauh dari syarat-syarat ter-sebut.

WTO yang membuat dan memperkuat aturan-aturan perdagang-an internasional mengindoktrinasi dengan kredo eks klu sif berupa pasar yang menyesuaikan diri. Pada faktanya, doktrin deregulasi perdagangan internasional sering berarti bahwa perusahaan-perusahaan raksasa bebas memasuki pasar dan menyerap sumber daya tanpa mengkhawatir kan persoalan-persoalan kesehat an, keamanan dan lingkungan. Selama masa transisi, Program Penyesuaian Struktural yang dicanangkan IMF gagal total untuk memberikan kesejahteraan karena akibat-akibat yang tidak di inginkan dari program yang sesungguhnya bertujuan untuk me lin-dungi masyarakat miskin dan rentan dari keberingasan pasar. Program penyesuaian struktural IMF di Indonesia misalnya, sama sekali tidak mem-bangkitkan ekonomi dari keterpurukan bahkan membuatnya semakin terjerembab dalam depresi, menjerumuskan separuh bisnisnya dalam ke bangkrutan, memprovokasi kekacauan sosial-politik.

Intinya, tiga institusi yang mewakili kekuatan globalisasi di atas jauh lebih banyak dicaci maki daripada disanjung. Globalisasi dan kebi-jakan-kebijakan lembaga tersebut yang diterapkan kebanyakan pada negara-negara berkembang telah membuat modal swasta berpindah-pindah tanpa ada kekuatan pun yang dapat mengendalikannya. Modal menjadi liar. Beberapa catatan tentang keberadaan IMF di negara-negara terbelakang dapat dikemukakan di sini sebagai bukti bahwa resep

Page 39: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

32 Zakiyuddin Baidhawy

mujarab mereka telah membuat sekarat perekonomian Dunia Ketiga selama dua dekade terakhir, antara lain: ketegangan moneter akibat pe-ngetatan suplai uang dan peningkatan suku bunga internal yang me-nurut mereka diperlukan untuk menstabilisasi nilai mata uang lokal; ketegangan fiskal akibat meningkatnya pungutan pajak dan pengurangan belanja pemerintah secara dramatis; privatisasi badan usaha milik negara dengan menjual sahamnya ke sektor swasta; dan liberalisasi finansial dengan membebaskan hambatan-hambatan bagi arus keluar-masuk modal internasional sekaligus hambatan-hambatan bagi bisnis dan bank asing untuk membeli, memiliki, dan beroperasi (Imade, 2003).

Program penyesuaian struktural melahirkan dampak-dam pak buruk yang tidak dikehendaki dan ini terasa bagi kaum miskin dan rentan, yang kebanyakan kaum perempuan dan anak-anak. Kebijakan uang ketat dan peningkatan suku bunga bukan hanya menghentikan investasi pro-duktif, mendorong tabungan agar menjadi investasi finansial jangka pendek maupun investasi produktif jangka panjang, bahkan juga mem-batasi bisnis dari memperoleh semacam pinjaman dari bulan ke bulan yang dibutuhkan untuk melanjutkan bisnis keseharian mereka. Ini semua memperbesar pengangguran dan penurunan dalam produksi dan juga pendapatan. Ketegangan fiskal — meningkatnya pajak dan reduksi belanja pemerintah — telah menekan permintaan agregat dan membawa pada pengurangan output dan meningkatkan pengangguran. Privatisasi BUMN juga selalu diikuti dengan hilangnya banyak pekerjaan. Pada saat yang sama, penghilangan hambatan-hambatan bagi aliran modal inter-nasional membuatnya lebih mudah bagi orang-orang kaya dan investor asing memperoleh kekayaan mereka di luar negaranya sendiri. Ini ber-arti hilangnya kendali atas modal mendorong terjadi pelarian modal, me ngurangi investasi produktif, produksi, pendapatan, dan pekerjaan.

Globalisasi ekonomi juga menawarkan model pembagian kerja baru. Tumbuhnya perdagangan dan investasi memang telah membawa per baikan di beberapa negara, namun perekonomian global sulit mem-bawa pada situasi yang sama-sama menyenangkan bagi semua. Teori ke-unggulan komparatif menyatakan bahwa negara-negara dapat me mak-simalkan potensi ekonomi mereka dengan menspesialisasikan pro duksi komoditas sesuai dengan situasi, iklim, keunggulan alamiah dan artifisial mereka, sehingga mencapai taraf paling efisien dari sisi input, modal, dan

Page 40: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

33Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

pekerjaan. Teori ini menjadi argumen paling kokoh bagi perdagangan bebas karena aliran bebas produk-produk antar negara dapat membuat mereka mampu mempergunakan sumber daya produktif mereka sangat efisien. Spesialisasi produk akan memberikan lebih banyak kekayaan bagi semua bangsa, dan membawa pada perbaikan sebesar mungkin terhadap kondisi kehidupan penduduk mereka. Keunggulan kompa-ratif harus bekerja untuk menyejahterakan semua, dan pemerintahan negara-negara miskin hanya akan mem perburuk posisi ekonomi mereka dengan melepaskan diri dari pasar. Namun pada faktanya, teori ini begitu simplistik. Teori ini hanya dapat bekerja jika negara-negara miskin di-per kenankan untuk melakukan apa yang dilakukan negara-negara kaya sekarang ini untuk mencapai kemajuan, bukan dipaksa untuk mengadopsi pendekatan dan prinsip-prinsip laissez faire serta menentang balasan atas keunggulan komparatif ini dengan upah rendah. Karena industri-industri yang rendah pertumbuhannya adalah jalan yang pasti membuat mereka tetap miskin (Scott, 2001).

Setelah negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin merdeka dari penjajahan, perekonomian mereka berada di bawah asuhan langsung bekas penjajah yang mengarahkan pola pem bangunan mereka. Pola pem bangunan ini didasarkan atas logika model produksi kapitalis dan kebutuhan akan akumulasi. Ini semua menyebabkan pertumbuhan yang tidak merata antara negara-negara pusat dan koloni di satu sisi, dan di alam koloni itu sendiri di sisi lain. Umumnya kebanyakan koloni men-spesialisasikan diri pada satu atau sedikit bahan mentah untuk ekspor dan bebas mengimpor barang-barang manufaktur jadi dari negara-negara pusat. Hubungan kolonial semacam ini di sejumlah negara berkembang menghasilkan restrukturisasi hubungan-hubungan sosial ekonomi ber-dasarkan basis neo-kolonial, yaitu melanjutkan hubungan-hubungan kolonial melalui perantara kelas penguasa lokal yang tergantung pada dan diuntungkan oleh imperialisme. Tesis keunggulan komparatif me -ma parkan strategi pembangunan negara-negara Selatan secara menye-luruh pada fase paling awal kemerdekaan mereka. Negara-negara ber-kembang yang bekerja atas dasar saran Bank Dunia mengubah fokus mereka dari produksi tumbuh-tumbuhan pangan ke tumbuh-tumbuhan ekspor yang mengakibatkan defisit pangan dan membuat mereka harus mengimpor pangan dengan harga mahal dari penguasa kolonial.

Page 41: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

34 Zakiyuddin Baidhawy

Globali sasi telah menunjukkan dampak buruk dari teori keunggulan komparatif pada negara-negara Dunia Ketiga dengan menciptakan ilusi bahwa perdagangan bebas mendorong Amerika dan bangsa-bangsa Barat lainnya untuk mengimpor barang-barang yang dibuat dengan upah rendah dan oleh pekerja tidak terampil, dan mengekspor barang-barang yang dibuat oleh tenaga terampil. Kenyataan menunjukkan sebalik-nya. Perusahaan-perusahaan raksasa merusaknya dengan memindahkan pe kerjaan-pekerjaan dengan keahlian tinggi dan teknologi ke negara-negara berupah rendah. Contohnya perusahaan General Electric telah menekan unit-unit operasinya untuk menurunkan biaya-biaya dengan meng globalkan produksi mereka.

Di samping itu, penemuan-penemuan teknologi telah mem per-cepat internasionalisasi produk. Maksudnya, berbagai komponen dari sebuah produk yang dibuat dan dibawa bersama-sama dari berbagai belahan dunia dirakit di sebuah lokasi. Kita bisa lihat bagaimana pe-rusahaan motor Ford menggunakan outsourcing untuk berbagai kom-ponen dari banyak perusahaan di seluruh dunia dan kemudian dirakit di Amerika. Fenomena semacam ini menunjukkan bahwa globalisasi telah memengaruhi bagaimana pekerjaan diorganisir dan posisi pekerja di perusahaan-perusahaan multinasional. Jika sebuah perusahaan ber-pikir tentang keuntungan, ia dapat saja menutup atau memindahkan operasinya ke lain tempat, dan seringkali situasi semacam ini diman-faatkan untuk mengancam dengan tujuan agar perusahaan dapat meng-ambil untung dari konsesi organisasi-organisasi perdagangan (Hayter, 1971). Terobosan teknologi telah membuat internasionalisasi produksi sebuah cerita tentang kesuksesan negara-negara industri maju dan pen-deritaan serta kesengsaraan bagi negara-negara Selatan yang diper-miskin. Seluruh Dunia Ketiga telah menjadi tempat di mana para pekerja harus membanting tulang untuk memperoleh upah rendah, dan taman hiburan bagi Dunia Pertama. Para penduduk di kawasan Selatan hanya punya satu pilihan partisipasi dalam perekonomian global, yaitu konsumen yang pasif, atau penyedia pekerja murah atau bahan mentah yang bagus. Mereka yang tersingkirkan dari pilihan-pilihan tersebut terpaksa menjadi bagian dari perekonomian bawah tanah atau pereko-nomian kriminal transnasional, seperti perdagangan seks, obat-obatan ter-larang, trafficking, pekerja anak, penculikan, dan sebagainya (Pena, 2001).

Page 42: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

35Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

Fakta lain yang melukiskan bagaimana pembagian kerja baru telah melahirkan keterbelakangan adalah upaya-upaya terstruktur dari pe-rusahaan-perusahaan multinasional untuk mencari tem pat-tempat yang dapat memenuhi kebutuhan akan pekerja murah, kedekatan dengan bahan-bahan mentah, dan pasar bagi produk-produk akhir mereka, yang dalam jangka panjang juga mendukung janji neo-kolonialisme se-bagai mana dibahas di atas, serta menimbulkan krisis ekonomi, degra dasi lingkungan, dan kemiskinan di negara-negara berkembang. Glo ba lisasi juga berjasa menghilangkan banyak pekerjaan di negara-negara maju seiring perusahaan-perusahaan besar memindahkan basis produksi mereka ke wilayah-wilayah yang biaya pekerjanya lebih murah. Pada saat yang sama organisasi buruh internasional (ILO) tidak memi-liki mekanisme kontrol dan penekan dalam menghadapi masalah ini. Menurut Friends of the Earth, sebuah kelompok lingkungan, globa-lisasi ekonomi neo-liberal mendorong pencarian profit lebih diuta ma-kan tanpa memandang biaya sosial dan lingkungan. Ia sering disama-kan dengan peningkatan ketidakadilan dan ketidakmerataan, baik antara negara maupun intern negara. Konsentrasi modal dan kekuasaan ber -ada di sedikit tangan sebagai akibat erosi de mo krasi. Marjinalisasi sosial, ekonomi, dan politik terus menggelembung. Ketidakstabilan ekonomi bertambah dari tahun ke tahun. Eksploitasi sumber daya alam menye-babkan hilangnya keanekaragaman hayati dan biologis. Jelas bahwa globalisasi tidak menawarkan jalan keluar sama-sama meng untungkan bagi banyak pihak, sebaliknya merupakan permainan yang membuat banyak orang jatuh pada titik nadir.

Gambaran ringkas di muka menyimpulkan bahwa akibat-akibat globalisasi sangat negatif bagi kebanyakan penduduk dunia. Per-eko nomian negara-negara maju dan perusahaan-perusahaan mereka mengambil untung sangat besar karena kemakmuran tidak terdistribusi secara adil. Kesenjangan antara kawasan-kawasan kaya dan miskin, berpunya dan tidak berpunya, berkembang dan maju tumbuh secara me-ngerikan. Bangsa-bangsa kaya makin rakus mengekspolitasi penduduk, sumber daya, dan tanah bangsa-bangsa miskin dan sering meninggalkan degradasi lingkungan yang dahsyat.

Page 43: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

36 Zakiyuddin Baidhawy

2. Fir`aun Globalisasi Fir`aun adalah raja Mesir yang sangat berkuasa. Saking berkuasa-

nya ia mengklaim bisa melakukan apa pun yang dikehendakinya. Ke-kuasaannya yang tiranik dan hegemonik ingin mencengkeram dan menguasai seluruh rakyatnya. Semuanya harus tunduk dan menghamba pada kekuasaannya. Fir`aun merupakan simbol penguasa atau rezim despotik, tiranik, dan hegemonik yang siap memangsa siapa pun. Ke-kuasaannya berfungsi untuk memperkokoh diri dengan cara memper-daya rakyatnya yang lemah.

Simbol Fir`aun dalam konteks globalisasi bisa disaksikan pada para pemegang kekuasaan politik melalui mana kekuasaan itu mem-benar kan dominasi globalisme atas negara-negara atau bangsa-bangsa di bawah kredo politik adikuasa. Penguasaan se macam ini dapat meng-gunakan kekuatan dan pengaruhnya untuk mempertaruhkan globalisme demi kejayaan mereka di atas penderitaan negara-negara dan bangsa-bangsa yang dikuasainya.

Presiden Amerika Serikat Harry S. Turman adalah representasi penguasa model Fir`aun. Dengan memanfaatkan barisan Haman, yaitu kelompok intelektual tukang yang siap mengabdi untuk kekuasaan, ia berperan dalam memapankan penindasan dan eksploitasi melalui glo-balisasi ekonomi. Truman memerintahkan kepada para intelektual tukang ini untuk memberikan rasionalisasi, justifikasi, dan legitimasi apa pun demi memberikan keuntungan kepada rezim politik dan ekonomi global.

Salah satu gerakan yang dilakukan oleh Truman bersama intelek-tual tukangnya adalah menciptakan teori developmentalisme dan mo-der nisasi. Gagasan developmentalisme dimulai pada 1940-an, khusus-nya pada tanggal 20 Januari 1949, yakni pada saat Presiden Amerika Harry S. Truman mengumumkan kebijakan pemerintahannya. Gagas-an ini dimaksudkan sebagai jawaban atas penolakan Dunia Ketiga atas kapitalisme dan ketertarikan rakyat Dunia Ketiga terhadap keberhasilan Uni Soviet sebagai kekuatan baru. Jadi, developmentalisme sesungguh-nya merupakan kemasan baru dari kapitalisme (Gendzier, 1985).

Developmentalisme disebarkan ke Dunia Ketiga dan yang me-megang peranan penting dalam diskursus ini adalah para intelektual tukang yang ahli ilmu-ilmu sosial pada 1950-an dan 1960-an. Mereka ber-afiliasi pada The Center for International Studies di Massachussetts Institute

Page 44: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

37Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

of Technology (MIT). W.W. Rostow mengembangkan teori pertumbuhan (Growth Theory, 1960), sementara McLelland dan Inkeles (1974) me-nemukan teori modernisasi. Keduanya dijadikan pilar utama bagi ke-bijakan dan kepentingan dari program bantuan dan politik luar negeri Amerika. Namun ternyata teori developmentalisme dan modernisasi yang menjadi arus utama teori dan praktik perubahan sosial justru men-ciptakan berbagai persoalan ketidakadilan, kesenjangan, dan kemiskin-an.

Di samping Harry S. Truman, ada dua tokoh penting dari rezim penguasa yang membuat kekuatan globalisme ekonomi makin tumbuh dengan pesat. Mulai dekade 1980-an, aliran kanan baru yang diwakili oleh Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan, memperjuangkan pasar bebas dan menolak dengan tegas paham negara intervensionis. Satu dekade kemudian, tepat-nya pada 1990-an, kapitalisme neo-liberal pasar bebas dari dua tokoh tersebut telah menjadi ideologi dunia yang dominan.

Dua teori di atas — developmentalisme dan modernisasi — di-paksakan untuk diterapkan di negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Sejak pembangunan nasional di mulai melalui tahapan-tahap-an lima tahunan (repelita dan pelita), Soeharto, bapak developmentalis-me Indonesia, mulai membuka investasi asing dan menggalakkan pem-bangunan di bidang ekonomi. Tahapan-tahapan pembangunan lima tahunan tampaknya menyerupai apa yang direncanakan dalam skenario developmentalisme dari Rostow. Harmoko adalah salah satu menteri yang paling senang mengucapkan dalam pidatonya bahwa bangsa Indo-nesia sedang memasuki era lepas landas, tahap ketiga menurut teori Rostow.

Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional didu kung oleh sejumlah intelektual tukang, yang sering dikenal dengan sebutan mafia Berkeley. Yaitu sejumlah ekonom alumni Berkeley yang dengan bangga mendukung dan menopang penerapan developmentalisme di negeri ini. Hasil dari 32 tahun membangun di bawah hegemoni deve-lop mentalisme, dengan daya dukung penguasa tiran Soeharto dan intelektual tukang mafia Berkeley, akhirnya negara dan bangsa ini harus merasakan pahitnya tetap “tinggal di landasan”. Satu kegagalan yang tidak pernah terbayangkan oleh penguasa dan para kaki tangannya.

Page 45: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

38 Zakiyuddin Baidhawy

Pasca Soeharto, kini pemerintah dan penguasa negeri ini tidak jauh-jauh dari pendahulunya. Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono adalah “Fir`aun” baru yang menghamba pada globalisasi ekonomi. Ia menerbitkan Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan, pada 4 Pebruari 2008. Peraturan mem-buka peluang kepada perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Indonesia untuk mengeksploitasi hutan lindung. Peraturan ini bisa dimanfaatkan sebagai license to kill and destruct (ijin membunuh dan meng -hancurleburkan) kekayaan dan keanekaragaman hayati baik flora mau-pun fauna yang tumbuh dan berkembang di hutan-hutan lindung yang dieksploitasi. Kompas (6 Pebruari 2008) menyebut peraturan ini sebagai kelanjutan dari “rezim deforestasi terpimpin” yang sudah dimulai sejak 1967 ketika pembangunan nasional mulai dirintis. Dapat diduga bahwa yang bermain di balik lahirnya keputusan ini adalah perusahaan-peru-sahaan pertambangan multinasional yang mendesak pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang No 1 Tahun 2004 (yang diterbitkan oleh Presiden Megawati) yang mengijinkan mereka melakukan penambangan di kawasan hutan lindung. Tiga belas peru-sahaan itu antara lain: Freeport Indonesia Comp. (tambang emas dan tembaga), Karimun Granit, INCO Tbk (nikel), Indomico Mandiri (Batu-bara), Aneka Tambang Tbk (nikel), Natarang Mining (emas), Nusa Halmahera Minerals (emas), Pelsart Tambang Kencana (emas), Interex Sacra Raya (batubara), Weda Bay Nickel (nikel) Gag Nikel, Sorikmas Mining (emas), dan Aneka Tambang Tbk (nikel).

Tentu saja penerbitan peraturan pemerintah ini sangat berten-tangan dengan komitmen bangsa-bangsa di dunia untuk mengatasi pe-manasan global dan perubahan iklim yang dilahirkan dalam Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCC) di Bali beberapa waktu lalu. Disamping itu, peraturan ini merupakan cermin dari perselingkuhan dan persekongkolan jahat antara Fir`aun dan Qarun globalisasi dengan konsensi dan kompensasi tertentu yang dilakukan di bawah meja. Wajar jika pemerintahan SBY mencari kambing hitam dengan berlindung dalam lipatan peraturan sebelumnya yang telah dikeluarkan oleh rezim Megawati. Pada saat yang sama pemerintah telah melakukan kebohongan publik dengan bermuka dua: di satu sisi mereka berargumen bahwa

Page 46: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

39Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

PP No 2/2008 ini hanya diperuntukkan bagi 13 perusahaan tambang di atas, namun di sisi lain tidak disebutkan secara definitif 13 nama pe-rusahaan itu di dalam peraturan tersebut. Jelas bahwa peraturan ini dibuat hanya untuk keuntungan sepihak, yaitu keuntungan bagi pe-merintahan SBY yang sedang kebingungan untuk mencari anggaran tam bahan bagi defisit APBN; keuntungan bagi perusahaan-perusahaan tambang multinasional untuk mengeruk pundi-pundi alam nusantara tanpa batas dan dengan pajak yang sangat kecil. Sementara itu, rakyat Indonesia tidak memperoleh keuntungan apa pun dari penerbitan PP itu, bahkan sebaliknya mereka harus bersiap-siap untuk menerima dampak kerusakan lingkungan yang makin parah. Tampaknya pemerintah SBY sedang menggaungkan kembali semboyan kampanyenya “Bersama Kita Bisa Merusak Lingkungan”.

Fir`aun globalisasi juga mewujud dalam isu global governance yang menjadi istilah payung bagi berbagai macam regulasi internasional. Sejumlah lembaga global governance bermunculan seperti jamur selama 30 tahun terakhir dan seterusnya dengan regulasi perdagangan dan ke-uangan yang terbuka bagi pelembagaan global dan menghilangkannya dari arena domestik. Governance (tata kelola) kini merupakan gejala yang lebih menyita perhatian ketimbang pemerintahan (government). Ia men-cakup lembaga-lembaga pemerintahan, mekanisme informal, meka nisme non-pemerintahan. Sangat mungkin menerima tata kelola tanpa peme-rintahan – mekanisme regulasi di wilayah aktivitas yang berfungsi efektif meskipun tidak diberi otoritas formal (Rosenau dan Czempiel, 1992).

Di bidang lingkungan, sejumlah kesepakatan internasional tentang lingkungan telah muncul. Ekonomi global dan tata kelola politik yang secara struktural menentukan tata kelola lingkungan, membawa pada pertimbangan-pertimbangan ekologis yang memihak mereka yang selama ini sudah diuntungkan dan kurang memahami hubungan antara masya rakat dan lingkungannya. Ini artinya tata kelola global terjadi di tengah-tengah ketiadaan pemahaman mengenai ketergantungan masya-rakat terhadap fondasi-fondasi ekologis. Jadi dapat dijelaskan bahwa tiadanya prioritas ekologis dalam WTO sebagai sistem tata kelola ekonomi global kurang memberi perhatian pada Dunia Ketiga. Meskipun Bank Dunia meletakkan kebijakan lingkungan pada agendanya, ini dilaku-kan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang mengasumsi-

Page 47: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

40 Zakiyuddin Baidhawy

kan pertumbuhan tanpa batas dan menolak realitas-realitas mendasar tentang keadilan lingkungan dan akses sumber daya. Sebagian besar per -debatan akademik tentang tata kelola global fokus pada perubahan peran negara dalam sistem internasional, penurunan kedaulatan negara dan bagaimana aktor-aktor lain akan berpotensi menggantikan negara se bagai aktor paling penting dalam sistem.

Pada saat yang sama, kekuasaan negara-negara industri atau Utara sebenarnya telah membangun benteng melalui lem baga-lembaga tata kelola ekonomi global yang hingga saat ini mencerminkan kepentingan-kepentingan negara-negara kaya di atas negara-negara miskin. Jelas bahwa kerangka ekonomi-politik global dilegitimasi oleh negara-negara maju dan lembaga-lembaga global yang menyediakan suatu sistem bagi tran-sfer sumber daya secara efisien dari wilayah-wilayah pinggiran ke wilayah pusat, dan karenanya juga mendukung kelangsungan kebijakan-kebijak an ekspo litasi yang lebih keras dan langsung. Pada saat yang sama, meskipun meningkat retorika lingkungan dalam bentuk wacana pembangunan ber -kelanjutan (Redclift, 1987), sebetulnya tidak ada upaya nyata untuk mem berlakukan pembatasan bagi tata kelola korporasi global dalam kaitannya dengan sumber daya alam dan lingkungan, dan ini terjadi dalam dua tingkatan. Pertama, kebangkitan perusahaan-perusahaan mul ti nasional terjadi setelah meningkatnya liberalisasi perdagangan dan pelembagaan sistem keuangan global melalui organisasi-organisasi inter nasional (Newell, 2001). Ada perubahan-perubahan struktural me-nuju iklim korporasi yang beragam dan dapat dijelaskan sebagai tata kelola korporasi meskipun entitas korporasi jelas bukan merupakan legitimator bagi tata kelola itu sendiri. Kedua, perusahaan-perusahaan multi nasional telah menyusun di kalangan mereka sendiri aturan-aturan yang mengikat sebagai bentuk swa tata kelola. Swa tata kelola ini mem-fasilitasi standarisasi yang menjadi kesempatan baik bagi mereka untuk melakukan ekspansi bahkan monopoli. Bentuk-bentuk swa tata kelola terlihat dari penerapan Organisasi Standar Internasional (ISO) seperti ISO 9001 dan ISO 14001. Standar-standar ini diperkenalkan seiring dengan perusahaan-perusahaan multinasional ini terancam oleh kondisi-kondisi kerja yang membahayakan bagi produk mereka yang biasanya diproduksi oleh sub-kontraktor. Standar ini diciptakan oleh perusahaan-perusahaan itu sendiri yang peduli untuk mengawasi kondisi-kondisi kerja di pabrik-

Page 48: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

41Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

pabrik mereka, dan mereka bertanggung jawab dalam implementasinya. Jadi, tata kelola korporasi global telah memfasilitasi bagi mapannya pasar-pasar global namun menghindarkan diri dari regulasi yang berhubung an dengan degradasi lingkungan dan sosial (Kütting, 2004).

Rupanya ada repon yang sangat kuat terhadap meningkatnya iklim korporasi global dan tata kelola berbasis pasar dari masyarakat sipil global. Masyarakat sipil global berupaya melakukan reformasi bentuk-bentuk lain tata kelola. Alasan di balik semua ini adalah bahwa negara-negara Utara atau Barat makin melucuti peran mereka sendiri dalam me ningkatkan kesejahteraan sosial dan menjadi perwakilan atau pen-jaga dari kepentingan-kepentingan pasar global. Karena itu, peran se-bagai polisi yang dulu diambil oleh negara-negara, kini diambil alih oleh aktor-aktor non-negara. Akibatnya para aktor baru ini makin ber peran besar di arena internasional.

Singkat kata, dalam hal hubungan masyarakat-lingkungan, proses tata keola global telah menjadi lebih pluralistik dan transnasional sebagai akibat globalisasi. Namun ini tidak mesti membawa pada meningkatnya pertimbangan-pertimbangan keniscayaan lingkungan pada skala global. Meskipun ada beberapa kelompok aktor dan lembaga yang bekerja di wilayah lingkungan, ini terjadi dalam subordinasi dari sistem tata kelola ekonomi global. Dan dapat dikatakan bahwa sistem manajemen ling-kungan global bukan merupakan sistem tata kelola lingkungan global.

3. HAMAN GLOBALISASI

Haman adalah nama seorang sahabat Fir`aun. Ia adalah seorang ilmuwan. Ia merupakan simbol ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada masa rezim Fir`aun berkuasa, Haman adalah tangan kanannya yang se-lalu taat mengikuti perintah. Ia ahli membuat bangunan-bangunan yang tinggi dan canggih, sehingga Fir`aun berharap lewat gedung pencakar langit itu ia dapat melihat Tuhan. Ia merupakan sosok intelektual tukang yang siap melayani penguasa politik maupun ekonomi tiranik dengan legitimasi teoretik dan ilmiahnya.

Haman dalam konteks globalisasi adalah inovasi teknologi dan revolusi informasi. Teknologi merupakan kendali utama globalisasi. Se-lama dua dekade yang lalu, globalisasi dipercepat oleh lompatan dengan

Page 49: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

42 Zakiyuddin Baidhawy

bantuan teknologi. Produksi teknologi secara global dan perdagangan internasional dalam teknologi tingkat tinggi telah memberikan per-tumbuhan luar biasa pada 1975-1986, melipatgandakan produksi sekitar enam dan sembilan kali dari tahun-tahun sebelumnya. Ramalan pada umumnya memperkirakan bahwa teknologi akan menyebar ke negara-negara terbelakang dan dapat memproduksi “keuntungan digital” yang gagal diwujudkan dalam bentuk materi, bahkan ia telah melahirkan ke-senjangan digital. Ramalan ini gagal karena didasarkan pada asumsi yang salah. Perkembangan teknologi terbukti membawa profit bagi perusahaan-perusahaan raksasa multinasional dan memberi indi vidu-individu di dalamnya hadiah atau keuntungan yang jauh lebih besar dari-pada perusahaan-perusahaan kecil dan individu-individu miskin. Akibat-nya, globalisasi telah berjasa memperlebar ke senjangan antara kaya dan miskin. Konsep “kesenjangan digital” kini sering disebut sebagai sumber tipu muslihat pasar dalam percaturan globalisasi yang digunakan oleh golongan kaya dan negara-negara yang memperoleh berkah globalisasi untuk memelihara kekuatan globalisasi yang tak dapat diawasi.

Menurut Laporan Pembangunan Sumber daya Manusia PBB (2002), negara-negara industri dengan hanya 15% penduduk dunia, merupakan tempat bagi 88% para pengguna internet. Asia Selatan dengan 23% pen duduk dunia memiliki kurang dari 1% pengguna internet. Di Asia Teng gara, setiap 500 orang terdapat 1 pengguna internet. Situasi ini lebih buruk lagi di Afrika. Dengan penduduk 739 juta, hanya ada 14 juta seluran telepon, lebih sedikit dari jumlah yang ada di New York dan Paris. Ini jelas bahwa ada proses marjinalisasi atas penduduk miskin di dunia dari revolusi informasi. Isu transfer teknologi ke negara-negara Selatan dalam banyak kasus yang terjadi adalah transfer eknologi yang sudah usang dan tidak dibutuhkan lagi oleh negara-negara Utara serta tidak cocok untuk lingkungan dunia ketiga. Setelah semua transfer teknologi gagal, banyak negara di dunia berkembang kini melakukan pencurian atas karya-karya teknologi Utara.

Situasi lebih buruk terjadi di domain pertanian. Kebanyakan negara berkembang masih tertingal langkah dari mitra mereka di Utara dalam hal pertanian mekanik. Terlampau jauh kesenjangannya, seperti tahap agraris dalam pembangunan ekonomi yang ditandai dengan alat-alat per tanian primitif dan teknik pertanian tradisional mudah dijumpai

Page 50: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

43Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

di negara-negara terbelakang. Pertanian mekanik meskipun lebih di-arahkan untuk tujuan ekspor ke negara-negara industri Utara dengan mengorbankan produksi pangan. Akhirnya, banyak negara-negara ter-belakang kini mengimpor pangan dari negara-negara industri dengan harga mahal karena kelaparan dan kekeringan.

Sebagian kritikus mempertanyakan peran perusahaan-per usahaan multinasional dalam bidang pertanian di negara terbelakang dan ber-kembang. Perusahaan-perusahaan itu enggan melakukan investasi di negara-negara yang ekonominya sedang berkembang. Dalam beberapa hal, di mana mereka berinvestasi di negara-negara ekonomi berkembang, mereka memberlakukan teknik-teknik pro duksi padat modal sehingga seringkali memberangus penciptaan lapangan pekerjaan dan kreati vitas ahli-ahli lokal dan menjadi penghalang bagi revolusi industri dan akibat nya merusak industri-industri yang baru lahir di negara-negara ber kembang.

Informasi cepat seperti internet, TV kabel, dan transportasi modern juga terlibat dalam mendiseminasikan teknologi-tekno logi baru yang me mengaruhi secara mendalam atas politik, masyarakat, kebudayaan, dan kehidupan keseharian warga negara yang hidup di negara-negara berkembang. Tekanan ruang-waktu yang diproduksi oleh teknologi-tek-nologi media dan komunikasi baru mengatasi batasan-batasa ruang dan waktu, menciptakan desa budaya global dan penetrasi dramatis dari kekuatan-kekuatan global ke dalam setiap aspek kehidupan di kawasan-kawasan dunia. Telekomunikasi menciptakan permisa global. Transportasi menciptakan desa global. Banyak orang biasa menyaksikan MTV, mereka menggunakan celana jin, dan mendengarkan radio Sony berjalan ketika mereka pergi menuju tempat-tempat kerja mereka. Ke-budayaan global ini termasuk penyebaran teknologi media yang terbukti telah menciptakan mimpi tentang desa global, meminjam istilah Marshall Mcluhan. Teknologi-teknologi ini membiarkan media dan informasi transnasional menyebar secara global. Pro ses ini telah membawa ke-pada perayaan informasi global baru yang serba cepat dan sementara itu sebagian orang menentang gelombang media baru ini sebagai impe-rialisme budaya dalam kehidupan mereka. Tujuan globalisasi dalam konteks ini adalah agar masyarakat-masyarakat non barat diharapkan me nanggalkan kebudayaan tradisional mereka dan berasimilasi dengan cara-cara hidup orang barat yang secara teknologi dan moral superior.

Page 51: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

44 Zakiyuddin Baidhawy

Tidak semua orang percaya terhadap asumsi globalisasi tersebut. Kesan bahwa kita sedang bergerak menuju keseragaman McWorld se-bagian bersifat ilusi. Kebudayaan adalah suatu proses perubahan yang berkesinambungan, namun meskipun terus ada perubahan, kebudayaan masih tetap memberikan identitas, martabat, kesinambungan, kenya-manan bagi komunitas dan ikatan masyarakat bersama (Manenji, 1998). Globalisasi di Afrika melibatkan satu proyek fundamental, yaitu mem buka ekonomi negara-negara secara bebas dan luas terhadap pasar global dan kekuatan-kekuatannya. Dari paparan ini tampak bahwa bagai-mana inovasi teknologi dan informasi mengkombinasikan diri untuk memperluas dan memperlebar jarak kesenjangan antara orang-orang kaya dan miskin. Teknologi memainkan peran utama dalam drama massifikasi kemiskinan, ketidakadilan, dan telah membuat situasi men-jadi lebih buruk.

Penderitaan dan kesengsaraan makin terus menggelembung. Sekitar 1,3 bilyun penduduk bumi ini (sepertiga) hidup kurang dari satu dollar perhari. Jika mereka diberikan pilihan, tentu mereka akan mengutamakan dapat makan dengan baik, memiliki rumah, pakaian, pendidikan yang lebih baik, dan memiliki pekerjaan. Untuk memenuhi kebutuhan-ke-butuhan dasar (basic needs), jutaan orang di dunia ini tanpa keraguan siap untuk menghempaskan rintangan dan melakukan kekerasan.

Teknologi modern di era globalisasi juga membawa persoalan ling-kungan. Lingkungan yang merupakan warisan bagi seluruh umat ma-nusia telah direduksi sedemikian rupa hanya sekadar kepentingan nasional. Melalui teknologi, eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan melaju tanpa kendali. Wajar bila para kritikus yang peduli perlindungan ling-kungan menyatakan bahwa bahaya mutakhir seperti pemanasan global disebabkan oleh minimalisasi regulasi tentang sumber daya alam untuk tujuan-tujuan kaum kapitalis. Dengan kata lain, aktivitas perekonomian yang didukung oleh teknologi modern tanpa regulasi dan pembatasan dapat membawa pada kerusakan lingkungan dalam skala luas (The Levin Institute, http://www.globalization101.org).

Dua fenomena kerusakan lingkungan pada skala global dapat di-sebutkan di sini. Pertama, menipisnya lapisan ozon stratosfer di berba-gai kawasan bumi. Ini disebabkan oleh aerosol CFC yang diperguna-kan untuk spray dan sistem pendingin, yang ketika lepas ke atmosfer

Page 52: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

45Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

mengakibatkan rusaknya lapisan ozon. Bila ini terus terjadi, kehidupan di muka bumi menghadapi masa depan penuh ketidakpastian. Kedua, ancaman lingkungan global adalah pemanasan global yang disebabkan oleh penggunaan secara massif bahan bakar minyak bumi yang telah melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca di atmosfer bumi. Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemanasan global ini memengaruhi dan mengubah pola iklim yang membahayakan baik bagi manusia maupun spesies lainnya di planet ini (Oosthoek & Gills, 2005).

Dua fenomena kerusakan lingkungan di atas melahirkan tantangan kepada umat manusia untuk meredefinisi kemajuan. Apakah kemaju-an hanya berarti perkembangan teknologi yang pesat, meski pada saat yang sama teknologi itu juga mempercepat kerusakan bagi makhluk ma nusia dan non-manusia pada skala global? Bila ini yang dimaksud, itu maknanya kemajuan dibatasi pada asumsi bahwa sumber daya alam dan lingkungan adalah disediakan untuk dieksploitasi guna memenuhi ke butuhan sekaligus keinginan manusia. Dengan kata lain kita sedang hidup dalam situasi krisis luar biasa mengenai gagasan kemajuan. Krisis ini disebabkan oleh kegagalan yang sangat nyata paradigma ekonomi dan teknologi yang kini sedang berkuasa, bukan hanya berkaitan dengan lingkungan global, bahkan juga dalam banyak hal dengan perdamaian dan keamanan manusia, perluasan masif kemiskinan dan kesenjangan. Karena itu yang dibutuhkan sekarang adalah perubahan pada level ga-gasan, mentalitas individu dan kolektif bahwa kesadaran lingkungan perlu memainkan peran utama dan positif untuk mengendalikan tekno-logi, dan mengeliminasi ekonomi politik usang yang lebih berpihak pada tujuan-tujuan material dan kekeliruan dalam penggunaan sumber daya alam dan lingkungan.

Dimensi Haman dari globalisasi juga bisa dirasakan dalam masalah pencurian keanekaragaman hayati (biopiracy). Isu ini berkaitan dengan pematenan — khususnya paten terhadap penge tahuan indigenous dan DNA oleh agen-agen dari perusahaan-perusahaan dan pemerintahan-pemerintahan Barat. Kebanyakan keanekaragaman hayati berada di negara-negara berkembang, yang menyediakan sumber daya ekonomi yang sangat besar bagi perusahaan-perusahaan obat-obatan, pertanian dan bioteknologi. Misalnya, menurut Atlas Dunia Keanekaragaman Hayati versi UNEP, di Amerika sendiri terdapat 56% dari 150 obat-

Page 53: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

46 Zakiyuddin Baidhawy

obatan papan atas (senilai US$ 80 bilyun pertahun) bersumber dari alam. Sekitar 70% keanekaragaman hayati dunia ada di negara-negara berkembang, di mana hukum seringkali lemah karena pegawai peme-rintahan yang bergaji rendah rentan dengan suap. Dapat diduga dengan mudah bahwa perusahaan-perusahaan asing mencari kekayaan alam ini melalui berbagai macam cara yang tersedia. Di samping nilai potensial ekonomi dari keanekaragaman hayati, juga terdapat tambang emas genetik yang berlimpah – kekayaan plasma nutfah sekaligus genetik manusia yang berharga. Kekayaan genetik ini sangat krusial bagi ke-anekaragaman dan stabilitas kehidupan di bumi. Banyak perusahaan besar kini meraup untung dan royalti dari paten pohon neem yang di-kena kan kepada penduduk pribumi yang mempergunakan varietas bibit unggul mereka. Semua ini diambil langsung dari alam dengan sedikit atau kadang-kadang tanpa modifikasi sama sekali. Sayangnya, aturan-aturan tentang semua ini sudah ditetapkan dalam sebuah kesepakatan WTO yang dikenal Perdagangan yang Berhubungan dengan Kekayaan Intelek tual atau TRIPs (Trade Related Intellectual Property), yang oleh Shiva disebut sebagai ijin bagi perusahaan-perusahaan untuk “mencuri dan mengendalikan sumber daya genetik melalui hak paten” (Anderson, 2000). Perjanjian dagang semacam ini, yang umumnya melegalkan dan memperkuat biopiracy atau bioprospecting, menjadi bahan perdebatan sengit.

Biopiracy dan isu-isu yang berkaitan relevan dalam konteks glo-balisasi ekonomi yang rakus dan memangsa. Biopiracy, Hak atas Keka-yaan Intelektual (HKI), dan dampaknya atas pertanian melibatkan isu-isu perdagangan, dunia ketiga dan maju, isu buruh, dan lingkungan. Se bagian kritikus melihat proses globalisasi sebagai proses penguatan kolonialisme. Perlu dilihat juga bagaimana biopiracy dan kesepakatan HKI berimplikasi secara sosial, ekonomi dan kesehatan bagi negara-negara berkembang. Keduanya memiliki beberapa akibat bagi para petani dan sta bilitas pertanian di dunia ketiga.

Dapat dikatakan bahwa biopiracy merupakan dimensi kultural dari imperialisme Barat yang memangsa. Biopiracy dapat dijelaskan sebagai sumbangan pengetahuan, bentuk-bentuk kehidupan, dan bagian-bagian-nya, dan kemudian perusahaan-perusahaan besar me ng upayakan pema-ten an terhadap barang-barang yang dicuri itu dan mereka meraup ke-untungan dari penjualannya. Perusahaan-perusahaan itu melaku kannya

Page 54: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

47Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

tanpa mengalami dilema etika. Namun demikian, banyak akademisi dan aktivis di dunia semakin khawatir atas aktivitas semacam ini dan maknanya bagi dunia ketiga. Aktivitas semacam ini biasanya dimulai dari perusahaan-perusahaan asing masuk ke wilayah negara-negara ber -kembang untuk mencari pengetahuan tradisional tentang obat-obat an mau pun tumbuh-tumbuhan pertanian. Tumbuh-tumbuhan yang di-pandang berpotensi memiliki nilai kemudian diriset da lam labora torium perusahaan-perusahaan multinasional untuk menemukan kandungan kimia di dalamnya atau bernilai sebagai tumbuhan pangan. Jika dipan-dang menguntungkan, mereka akan mengusulkan pematenan guna melindungi “temuan” tersebut. Tampaknya cukup sederhana. Namun jika perusahaan telah bekerja untuk “menemukan”, menurut filsafat Lock, temuan itu menjadi hak milik. Bila orang lain, taruhlah petani misal nya, ingin menggunakan hak milik mereka (benih yang dipatenkan), maka pe -rusahaan akan menarik bayaran dari mereka.

Ada dua asumsi yang menggarisbawahi istilah biopiracy. Pertama, perusahaan yang mencuri mengklaim kepemilikan terha dap sesuatu yang sesungguhnya tidak dapat dimiliki. Dikatakan “tidak dapat dimiliki” karena seringkali apa yang dipatenkan itu dipandang sebagai bagian dari milik semua penduduk bumi. Pengetahuan atau spesies yang dicuri kadang-kadang dipandang sebagai bagian dari warisan bersama semua umat manusia atau sesuatu yang ada di alam sehingga tak seorang pun dapat mengklaimnya. Kedua, kepemilikan yang diklaim perusahaan ber-akar pada tindakan pencurian atas pengetahuan indigenous. The United Nations Convention on Biological Diversity (CBD) yang ditandatangani oleh komunitas internasional pada Earth Summit 1992, mendefinisikan biopiracy ialah bioprospecting yang dipandang sebagai pengabadian ke biasa-an kaum penjajah yang suka mencuri sumber daya biologis negara-negara lain tanpa kompensasi yang adil dan jujur, yang berakibat pada kerusakan lingkungan, ekonomi dan sosial. CBD menekankan “pem bagian untung yang adil dan jujur atas penggunaan sumber daya genetik” sekaligus konservasi dan penggunaan keanekaragaman hayati secara ber kelanjutan sebagai tiga tujuannya. Konvensi ini diratifikasi oleh 183 negara anggota, kecuali Amerika Serikat, sehingga banyak orang me man dang biopiracy dan ketidakmauan AS meratifikasi konvensi ini sebagai suatu per luasan dari kolonialisme gaya Barat yang terjadi selama 500 tahun.

Page 55: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

48 Zakiyuddin Baidhawy

Traktat tentang TRIPs atau HKI diciptakan oleh WTO pada 1995. Ketika 146 negara anggota organisasi perdagangan global ini menye-pakati traktat HKI, saat itulah kali pertama terbukanya pertumbuhan luar biasa dalam aktivitas biopiracy. Kebanyakan negara-negara anggota WTO yang sebelumnya dilarang untuk mematenkan sumber daya biologis, maka HKI memberikan mandat yang memperkenankan paten ter sebut. HKI secara efektif meingkatkan potensi margin keuntungan bagi biopiracy. Pohon Neem yang berasal dari Afrika dan India dipandang sebagai salah satu lapisan paling produktif dalam tambang genetik dan sejauh ini menyediakan nilai yang berharga dalam studi kasus tentang bagaimana HKI telah mendorong biopiracy dan banyak persoalan yang terkait dengannya. Pohon Neem menyediakan sumber daya obat-obatan dan lingkungan yang telah lama digunakan oleh penduduk pribumi se-lama lebih dari 4000 tahun tanpa harus mengeluarkan biaya. Pohon ini merupakan pohon yang hampir sempurna bagi dunia berkembang. Pohon ini dianggap sebagai pohon abad 21 oleh PBB karena ia memiliki 15 macam manfaat, kandungan yang aman termasuk untuk obat malaria, lepra, radang usus, sakit pernafasan, rematik, dan berbagai penyakit lain-nya. Peneitian mutakhir menyatakan bahwa pohon Neem memiliki kan-dungan yang dapat melawan AIDS.

Kini pohon Neem asal India telah diambil untuk dipatenkan dengan 70 macam paten oleh perusahaan-perusahaan Barat. Pohon Neem asal Afrika juga dalam proses eksploitasi serupa. Banyak perusahaan multi-nasional sangat mungkin memperoleh keuntungan berlipat ganda dari pohon ini, khususnya di negara-negara maju yang sedang keranjingan obat-obatan alami. HKI memuluskan jalan bagi proses perusahaan-pe-rusahaan multinasional untuk memperoleh paten atas produk-produk pohon ini. Di bawah traktat HKI, mereka dapat mematenkan proses yang digunakan untuk mengektraksi kandungan-kandungan bermanfaat dari pohon ini. Implikasi dari proses semacam ini, para praktisi kesehatan tradisional yang biasanya memberikan layanan dengan biaya minimal atau bahkan gratis, kini tidak lagi dapat melakukannya, karena paten telah membuat biaya kesehatan menjadi tidak terjangkau oleh kebanyakan penduduk Afrika. Praktik semacam ini tentu saja dapat dikatakan se-bagai pencurian secara terang-terangan atas kekayaan sumber daya alam

Page 56: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

49Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

dan lingkungan dari penduduk lokal oleh perusahaan-perusahaan asing (Jere-Melanda, 2003).

Tentu saja, kemunafikan dalam menggunakan pengetahuan pribumi untuk mematenkan sesuatu dan kemudian membebankan royalti bagi penduduk pribumi karena menggunakan produk paten tersebut, sangat bertentangan dengan etika ekonomi dan etika sosial, yakni bahwa siapa pun berhak memperoleh keuntungan dari kerja mereka, bukan orang lain. Meskipun biopiracy sudah menjadi isu sejak dekade 90-an, dan telah lama dipraktikan pada kolonialisme mulai, HKI secara drastis mem-perlebar kesenjangan. Ada banyak isu yang terkait dengan masalah ling kungan, ekonomi dan sosial yang lahir akibat sistem paten yang di-globalkan terhadap negara-negara di dunia berkembang.

Ada sejumlah ancaman ekonomi, lingkungan dan sosial ber kaitan dengan biopiracy dan legitimasi yang diberikan melalui TRIPs atau HKI. Pencurian atas pengetahuan penduduk pri bumi membatasi kebebasan bagi negara-negara miskin untuk mempergunakan kekayaan intelektual mereka dan menghalangi mereka dari aset-aset yang berharga. Perbaikan yang terus menerus atas pengetahuan penduduk pribumi ini diperlukan bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan kemampuan mereka mempertahankan kesehatan dan stabilitas ekonomi, lingkungan dan sosial. Sayangnya semua keuntungan yang berhubungan dengan TRIPs lebih banyak dirasakan oleh negara-negara kaya — bukan sarana untuk mencapai desa global yang jujur, terbuka, adil dan seimbang — dengan biaya yang harus ditanggung oleh negara-negara miskin dan tak terwakili kepentingannya. Pertimbangan-pertimbangan ekonomi, lingkungan dan sosial dalam TRIPs dan biopiracy perlu diperhatikan lebih serius. Apsek-aspek yang bertentangan antara CBD (konvensi keanekaragaman hayati) dan TRIPs harus dipecahkan. Dalam situasi sekarang ini, dorongan untuk penegakkan CBD, sebuah pakta yang seharusnya memiliki se tidak nya posisi setara dalam hal bobot hukum internasional dengan TRIPs (atau mungkin lebih berbobot karena CBD dibuat lebih dulu dari TRIPs, kini dikorbankan demi TRIPs. Melaksanakan statuta CBD atau setidaknya menemukan solusi yang dapat dijalankan antara dua pakta tersebut akan memberikan komunitas internasional suatu peluang untuk membuktikan bahwa keuntungan dan kekuasaan bukanlah segalanya dalam politik inter nasional. CBD kebanyakan memberikan keuntungan bagi negara-

Page 57: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

50 Zakiyuddin Baidhawy

negara berkembang melalui proteksi hak-hak atas kekayaan interlektual penduduk pribumi dan sebagainya, dan bagi semua manusia sejauh mereka memiliki lingkungan yang sehat. Sementara TRIPs kebanyakan memberikan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan besar dari negara-negara maju.

Di samping itu, Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) semata-mata berpijak pada kepemilikan pribadi (self-interest). Sejauh te muan-temuan di bidang sains dan teknologi dan sebagainya merupakan capaian individu atau organisasi yang berbadan hukum, maka HKI dapat dibenarkan sebagai upaya “melindungi hak milik pribadi.” HKI sudah melampaui batas yang menjadi haknya ketika melanggar temuan-temuan milik ma-syarakat bersama. Banyak pihak di negara-negara berkembang yang menentang upaya indi vidu dan perusahaan negara maju untuk mem-patenkan produk yang didasarkan pada pengetahuan milik umum. Banyak penemuan pada tingkat masyarakat atau komunal berdasarkan pengetahuan tradisional dan lokal. Di negara Indonesia misalnya, produk ramuan jamu tradisional, batik, tenun, subak, pembuatan tempe dan tahu, dan sebagainya merupakan warisan turun-temurun. Karena sifat-nya umum sulit menentukan siapa yang menjadi pemilik sah penemuan tersebut (Djamhatani dan Hanim, 2002).

Wajah lain dari Haman globalisasi adalah barisan kaum intelektual yang siap mengabdi untuk kepentingan kekuatan-keku atan ekonomi global, dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan ekonomi dan sosial penduduk lokal atau nasional. Dalam konteks Indonesia, sebagai-mana dipaparkan Kwik Gian Gie (2005), mereka adalah kelompok yang disebut sebagai Mafia Berkeley. Menurutnya, Mafia Berkeley adalah Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) yang beranak pinak dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pinisepuh dari OTB ini adalah para ekonom Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Soebroto, Moh. Sadli, J.B. Soemarlin, Adrianus Mooy, dan lain-lain. Dan generasi pe nerusnya sekarang adalah Dorodjatun, Boediono, Sri Mulyani, Jusuf Anwar, Mari Elka Pangestu, Moh. Ikhsan, Chatib Bisri, dan lain-lain. Mereka tersebar pada seluruh departemen dan menduduki jabatan eselon I dan II, sampai kepala biro tanpa peduli siapa presidennya. Mereka ber tanggung jawab telah membuat Indonesia dikepung oleh kekuatan Barat yang terorganisasi dengan sangat rapi. Instrumen utamanya adalah pem berian

Page 58: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

51Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

utang terus-menerus sehingga utang luar negeri semakin lama semakin besar. Dengan sendirinya, beban pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya semakin lama semakin berat. Ini semua mem buat negara kita tidak mandiri karena terlalu bergantung kepada utang luar negeri. Keter-gantungan ini dijadikan peluang untuk untuk mendikte semua kebijakan pemerintah Indonesia. Tidak saja dalam bentuk ekonomi dan keuangan, tetapi jauh lebih luas dari itu. Utang luar negeri kepada Indonesia diberikan secara sistematis, berkesinambungan, dan terorganisasi secara sangat rapi dengan sikap yang keras serta persyaratan-persyaratan yang berat, dan berhasil membuat negeri ini sekarat.

4. Samiri GlobalisasiSamiri adalah tokoh sezaman dengan Fir’aun, Qarun, dan Haman.

Ia adalah pembuat bid’ah dalam sistem kepercayaan dan agama Bani Israel. Agama dan kepercayaan yang benar dan lurus ia campuri dengan keahliannya membuat sesembahan baru. Agama baginya adalah alat untuk mengabdi pada penguasa, dalam bentuk dan wujud apa pun. Yang ter penting baginya adalah keuntungan pribadi meski dengan meng atas-namakan agama sebagai alat pembenar dan legitimasi bagi penguasa-penguasa politik dan kapital yang menindas masyarakat kecil. Samiri adalah representasi dari “agama” yang mempecundangi rakyat kecil, me nina bobokan, dan membutakan mereka dari kesadaran diri akan bentuk-bentuk penindasan, diskriminasi, pemiskinan dengan bersem-bunyi di balik topeng agama. Di sisi lain, sebagai representasi Samiri, globaliasi juga mengancam masyarakat dengan “agama baru”, yaitu “agama kapital”.

Dalam konteks globalisasi, mempersoalkan tentang hakikat dan fungsi agama dalam masyarakat menjadi sangat penting. Apakah agama dan kaum agamawan — pendeta, pastur, ulama, bikhu, dan sebagainya — mampu menempatkan diri sebagai pembela kaum papa dan marjinal dari peminggiran dan pemiskinan sistematis dan sturktural globalisasi; atau mereka menjadi tameng dan pemberi stempel bagi pusat-pusat ke-kuasaan kapital yang menciptakan ketidakadilan global? Apakah agama, kaum agamawan dan para penganutnya terjerumus ke dalam kapitalisasi agama, cenderung merealisasikan fungsi agama privat yang jauh dari

Page 59: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

52 Zakiyuddin Baidhawy

realitas kehidupan, atau tampil di depan melakukan advokasi publik bagi kaum miskin dan tertindas?

Pembicaraan tentang hakikat dan fungsi agama dalam masya rakat sudah berjalan berabad-abad. Berbagai pendekatan untuk memahami hakikat dan fungsi agama, baik secara filosofis, teologis, antropologis, sosiologis, dan dimensi-dimensi gagasan keagamaan yang berkaitan sudah berjalan cukup panjang. Hubungan antara agama dan masyarakat sangat dekat, dengan percabangan yang luas, kompleks, dan penuh intrik. Peran agama dalam memberikan ketahanan spiritual dan moral bagi individu, regulasi kehidupan sosial dan tatanan moral yang berkaitan, menciptakan dan mengatur bentuk-bentuk kebudayaan, dan integrasi sosial telah menjadi kajian banyak kalangan. Namun, peran dan fungsi inti dari agama adalah merayakan dan memelihara norma-norma yang men-jadi sandaran bagi integrasi masyarakat (Geertz 1968: 402).

Globalisasi sering didefinisikan sebagai suatu proses kemajuan yang terus berjalan melalui waktu, menyebarluas melalui ruang, dan tak ter-elakkan pertumbuhannya. Pada saat yang sama, globalisasi juga merupa-kan revolusi yang tak pernah terjadi sebelumnya. Efek revolusi glo balisasi mengancam banyak tradisi dan kebiasaan masyarakat, tak terkecuali agama. Karena efeknya yang sangat kuat, globalisasi telah menanamkan suatu fatalisme baru dalam kesepakatan-kesepakatan global dan setiap orang dituntut untuk beradaptasi dengannya. Ini melukiskan betapa globalisasi telah mencapai tahapan dominasi dan hegemoni yang sangat nyata dan seringkali disajikan sebagai suatu ketakterelakkan yang mem-ba hayakan imajinasi dan pemikiran serta aksi bagi lahirnya sistem alter-natif menuju tatanan sosial-ekonomi lain yang lebih adil (Petras and Veltmeyer, 2001: 8-13).

Dari perspektif ini, globalisasi hampir menyerupai imperialisme dalam bentuk baru. Alasannya adalah bahwa globalisasi diciptakan secara sengaja oleh kebijakan-kebijakan tertentu yang dibuat oleh negara-negara yang sangat kuat di bawah kendali kelas-kelas do minan untuk memecah perhatian dunia dari kekuatan-kekuatan imperialis. Hal itu tidak lain adalah kekuatan struktural dari sistem kapitalis. Cara pandang lain melihat globalisasi sebagai kebangkitan pasar global. Ini melibatkan serangan terhadap kebiasaan-kebiasaan konsumen lokal, nasional, dan ragional dan produk-produk ma teri al, serta praktik-praktik politik dan

Page 60: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

53Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

kultural, termasuk agama, oleh ide-ide, produk dan praktik kultural dan konsumen yang dikemas dan dipasarkan secara luas. Menurut suatu analisis, globalisasi bukanlah intergrasi global dengan menghancurkan batas-batas di kalangan bangsa-bangsa melalui kekompakan global menuju desa global. Sebaliknya, globalisasi adalah agenda yang meng-istimewakan hegemoni satu negara di atas dunia dengan kekuatan dan ancaman (Radhakrisnan, 2004).

Jim Spickard (dalam Radhakrisnan, 2004) membuat sejumlah peng amatan atas masalah agama dan globalisasi. Beberapa catatan yang relevan dalam bahasan ini antara lain: citra populer globalisasi mene-kankan karakter ekonomi dan politik, khususnya jangkauan global pe-rusahaan-perusahaan transnasional yang menjadi kekua t an pengubah dan merampas kekuatan ini dari negara — dan juga dari warga negara — untuk kemudian mengendalikan nasib mereka. Dalam citra ini, organisasi-organisasi keagamaan merespon globalisasi, kadang-kadang dengan mendukung gerakan-gerakan anti global, seperti gerakan protes menentang WTO, neo-fundamentalisme, upaya-upaya menuntut ke-adilan utara-selatan, dst. Catatan kedua atas globalisasi adalah makin tumbuhnya migrasi, yang juga selalu memiliki akibat-akibat keagamaan. Agama-agama ada di garis depan dalam proses globalisasi. Globalisasi secara fundamental mengubah relasi kuasa, baik secara keagamaan mau-pun ilmiah. Globalisasi menunjukkan proses-proses “keagamaan” yang jauh melampaui kehidupan gereja. Ambil sebuah contoh bagaimana analisis tentang HAM menurut cara pandang Durkheimian bahwa agama memberi kita citra simbolik dalam kehidupan sosial.

Meskipun pertumbuhan dan penggunaan sains diduga sangat penting bagi globalisasi, tetap relevan untuk mengetahui apakah sains dan agama tidak dapat didamaikan. Albert Einstein telah menjelaskan hubungan keduanya. Selama berabad-abad muncul perselisihan bahkan pertikaian mengenai hal ini. Lebih banyak jawaban mengarah pada sisi negatif hubungan keduanya.

Dalam situasi semacam ini, globalisasi sebagai proyek imperialis-me “memanfaatkan” sains dan agama. Dalam beberapa hal, serangan atas WTC pada 11 September 2001 adalah suatu serangan balasan atas globalisasi. Namun, sebagian orang menye butnya juga sebagai serang-an teroris terhadap berbagai bagian dunia. Di sini tampak bahwa apa

Page 61: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

54 Zakiyuddin Baidhawy

yang digunakan bukan sejumlah perintah agama atau kitab suci ter-tentu, namun versi “agama” yang diplintir atau dimanipulasi oleh kelompok-kelompok penguasa dengan kolaborasi bersama kelompok keagamaan tertentu untuk mengukuhkan kerajaan kapitalisme. George W. Bush adalah suatu gambaran fundamentalisme politik, kapital, dan keagamaan yang bersekongkol untuk memenangkan pertarungan global – demokrasi dan kapitalisme. Ia dikenal sebagai seorang Kristen yang terlahir kembali, yang memandang “serangan balasan” atas Afghanistan dan Irak (meski tanpa alasan dan bukti yang jelas) sebagai “Perang Salib” kontemporer. Ia telah memanipulasi agama dan perang salib, dan memojokkan fundamentalisme Islam dan dunia Islam, untuk tujuan-tujuan kepentingan ekonomi perusahaan-perusahaan global dalam rangka mengeruk dan merampas kekayaan minyak bumi dan gas dari dunia ke-tiga.

Kejahatan Samiri globalisasi membawa agama secara sistematik menjadi pecundang karena diferensiasi fungsional dan fragmentasi kul -tural yang telah menghancurkan norma-norma berbagi. Globalisasi berhasil melemahkan norma-norma berbagi. Konsensus orang-orang kaya dan berkuasa telah membuat orang-orang lemah tunduk pada disiplin pasar, dan pada saat yang sama mereka terus membuat perlindungan di bawah sayap-sayap negara-negara “kambing betina”. Konsensus global tercapai untuk memperkaya sektor-sektor kecil, menghancurkan ikatan-ikatan sosial dan sistem bantuan sosial. Orang-orang lemah dising kir-kan dari masyarakat, apakah mereka hidup dalam komunitas urban yang frustrasi atau komunitas pedesaan yang gagal. Meskipun tingkat kejahatan menurun, namun pemenjaraan meningkat tajam, dan target-nya adalah masyarakat miskin dan minoritas oleh karena banyak sebab, utamanya perang melawan obat-obat terlarang dan kebijakan yang di-rancang untuk menekan ledakan penduduk.

Di sisi lain, di tengah-tengah gegap gempita globalisasi agama seringkali menawarkan obat “paliatif ” yang membawa para penganutnya untuk menjadi “ashabul kahfi”. Yakni manusia beriman yang takut meng-hadapi kenyataan hidup dan tuntutan akan pembebasan dari tirani dan penindasan yang terus-menerus dihadirkan oleh globalisasi. Kaum “ashabul kahfi” yakin bahwa jalan penghambaan kepada Tuhan di hadapan para penguasa dan kapitalis zalim adalah lari dari keramaian,

Page 62: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

55Globalisasi Melipatgandakan Kemiskinan Dan Pemiskinan

keterlibatan, partisipasi aktif dalam melawan kekejaman mereka, lalu asyik masuk dengan Tuhan mereka hingga terlelap tanpa tahu bahwa dunia sudah berubah. Sebagai kompensasinya, agama mengharu biru-kan mereka dengan senandung doa-doa dan dzikir yang diiringi sedu sedan tangis dan bah air mata, menghantar ekstase jiwa meratapi dosa-dosa, maksiat-maksiat, kecongkrahan-kecongkrahan, yang selalu meng-hantui para penikmatnya. Selintas keharuan itu merupakan tanda per-tobatan, sesal atas segala rupa kebusukan. Namun demikian, per tobatan via doa dan dzikir itu lebih merupakan alat pembersihan spiritual (spiritual laundry) setelah sekian lama bergelimang dosa individu dan sosial. After the fact, pertobatan itu adalah kamuflase untuk menutupi kebejatan dan memperoleh kembali suatu kondisi dalam mana kejahatan dan kebejatan yang lebih besar absah dilakukan. Nyatanya, pertobatan itu sama sekali tidak mengubah apa pun atas nasib bangsa ini yang terus terjerembab kemiskinan, pemiskinan, pengangguran, busung lapar, dan rupa-rupa dosa sosial sebagai akibat ketidakpedulian dan hilang kepekaan terhadap fenomena kepapaan dan kefakiran yang jelas mem-bawa kepada kekufuran. Kemiskinan, penindasan, marjinalisasi, peng-gusuran, trafficking anak-anak dan perempuan, tetap terjadi dalam skala yang semakin meluas.

Di samping kelangkaan solidaritas, spiritualitas agama-agama juga acapkali dapat dijadikan dalih untuk membesar-besarkan daya linuwih, ilmu laduni, kasyf dan semacamnya yang dimiliki orang “suci” atau wali. Spiritualitas telah membelenggu rasionalitas sehingga visi masyarakat ber keadilan dilucuti oleh wangsit ala poros langit, atau mabuk ratu adil yang sepenuhnya utopia.

Dengan spiritualitas semacam ini, kaum agamawan tidak memiliki kesadaran untuk memasuki lingkaran ketidakadilan dan pemiskinan global dari sudut praksis pembebasan yang ditentukan secara intelektual dan aktual. Secara intelektual mereka tidak mandiri dan secara aktual mereka mandul. Pilihan pemikiran dan aksi keagamaaan mereka apatis, jika tidak dapat dikatakan sebagai pemberi legitimasi bagi status quo. Spirit untuk perubahan dan pembebasan tidak menjadi bagian dari unsur intrinsik keimanan. Oleh karena itu, gerakan intelektual mereka timpang karena lebih banyak menekankan pada aspek-aspek kognitif (dari wahyu dan atau pengetahuan apa pun) dan menafikan aspek-aspek praksisnya.

Page 63: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

56 Zakiyuddin Baidhawy

Mereka buta bahwa misi agama yang paling inti adalah “iman untuk per-ubahan dan pembebasan” (al-iman li taghyir wa tahrir).

Page 64: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

57

A. TEORI TENTANG KEMISKINANDiskursus tentang kemiskinan terus mengalami perkembangan

seiring dengan pertumbuhan bentuk-bentuk kemiskinan dan per-ubahan ruang dan waktu. Dalam tradisi diskursus Barat dikenal ada dua cabang besar pembahasan tentang kemiskinan yang telah mengalami pembentukan dan kristalisasi selama satu periode lebih dari dua abad lamanya. Tradisi pertama adalah perspektif liberal model Anglo-Saxon. Tradisi liberal ini memberikan per hatian pada interaksi kompetitif di bawah situasi kelangkaan dan hakikat tindakan kolektif yang mela-hirkannya. Tradisi kedua adalah perspektif merkantilis kontinental yang menekankan pada pemanfaatan sumber daya manusia untuk mem-perkaya negara. Kaum miskin diperlakukan seperti kambing dan hewan potong yang dibudidayakan untuk kejayaan kaum kaya.

Kerbo (1996) mengidentifikasi ada empat macam teori ke miskinan. Pertama, teori sosial Darwinian. Teori ini kali pertama muncul dalam sosiologi dan mencoba menjelaskan kemiskinan dalam pengertian pe-rilaku dan sikap orang miskin sendiri. Orang miskin itu miskin karena mereka tidak bekerja keras, mereka mem pergunakan uang untuk ber-judi, mabuk-mabukan dan kemewahan yang tidak dibutuhkan dan mereka juga memiliki kehidupan keluarga yang kacau balau. Mereka tidak memiliki ambisi, tidak mempunyai panggilan batin untuk bekerja, fatalisitik dan menderita karena kurang pendidikan (Matza, 1966:294).

BAB

IIARTI DAN FENOMENA KEMISKINAN GLOBAL

Page 65: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

58 Zakiyuddin Baidhawy

Bahkan kita pun bisa membingkai sebuah bangsa dengan mengguna-kan definisi ini. Di manapun orang miskin melukiskan kehidupan kelas berbahaya di wilayah-wilayah kumuh dan sempit. Baik Malthus maupun Herbert Spencer berpendapat bahwa hanya orang lapar yang dapat mengajari orang miskin tentang keadaban dan ketaatan. Para penganjur perspektif ini adalah kelompok kanan baru di Amerika Serikat. Gilder, Murray dan Hernstein mengatakan bahwa orang miskin secara genetik diciptakan menjadi kelompok yang berada di bawah hirarkhi sosial. Orang miksin itu miskin karena mereka memiliki IQ rendah dan kapa-sitas mental rendah serta secara ideologis ditakdirkan untuk miskin. Sistem kesejahteraan yang menjamin kelompok manusia yang di pan-dang menyimpang ini dianggap sebagai sistem mubazir dan harus di-hilangkan (Kerbo, 1996).

Kedua, budaya kemiskinan. Teori ini dikembangkan oleh Oscar Lewis, seorang antropolog. Ia mengembangkan teori ini dari penga-lamannya di Mexico. Budaya kemiskinan merupakan sindrom khusus yang tumbuh dalam beberapa situasi. Budaya ini menghendaki suatu setting ekonomi tunai, yakni tingginya angka pengangguran dan setengah pengangguran, upah rendah dan warga dengan keterampilan rendah. Ketiadaan dukungan lembaga-lembaga volunter atau negara dan ke-luarga yang stabil, penduduk berpendapatan rendah cenderung mengem-bangkan budaya kemiskinan untuk menentang ideologi akumulasi yang dominan di kalangan kelas menengah. Orang miskin menyata kan bahwa mereka memiliki posisi marjinal di dalam masyarakat kapitalistik yang terstrata dan individualistik, yang tidak menawarkan apa pun buat mereka prospek untuk mobilitas ke atas. Agar bertahan hidup, mereka harus mengembangkan lembaga-lembaga dan agensi-agensi mereka sendiri karena masyarakat luas cenderung mengabaikan dan mening-galkan mereka. Jadi, orang miskin berupaya membentuk seperangkat nilai, norma, pola perilaku tersendiri yang berbeda dengan budaya umum-nya. Singkatnya, orang miskin memiliki pandangan hidup sendiri. Lewis (1959) mengklasifikasikan empat macam ciri budaya kemiskinan sebagai berikut:1. Hubungan antara subkultur dan masyarakat luas. Warga tidak ter-

libat atau menjaga jarak dari masyarakat luas. Mereka tidak memiliki serikat pekerja atau partai politik, pergi ke bank atau rumah sakit

Page 66: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

59Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

atau menikmati fasilitas kesenangan kota. Mereka sangat tidak per-caya kepada lembaga-lembaga dominan dalam masyarakat.

2. Komunitas dan perkampungan kumuh. Komunitas ini di tan dai dengan miskinnya perumahan dan kebisingan serta minimalnya struktur organisasi yang melampaui keluarga. Lembaga-lembaga ini tumbuh utamanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Ekonomi komunitas kumuh biasanya bersifat melihat ke dalam (inward looking). Ekonomi mereka ditandai dengan kebiasaan meng-gadaikan barang-barang pribadi, kredit informal dan menggunakan barang-barang bekas.

3. Sistem keluarga mereka bersifat bilateral, perkawinan yang tidak stabil, keluarga matrifocal.

4. Sikap, nilai dan kepribadian. Mereka biasanya memiliki pe rasa an fatalisme yang kuat, hilang harapan, tergantung dan inferior, ego lemah yang bersandar pada belas kasihan orang lain.

Empat ciri subkultur di atas dibentuk dan mengalami transmisi dari satu generasi ke generasi lainnya melalui sosialisasi. Teori budaya ke miskinan ini banyak disalahpahami dan disalahgunakan. Lewis me-lihatnya sebagai suatu bentuk adaptasi ekstrim bahwa orang miskin dipaksa untuk berada dalam lingkungan dan tempat tertentu. Orang miskin menolak budaya dominan dan lembaga-lembaganya karena mereka tidak mempergunakannya. Subkultur mereka sendiri menum-buhkan keputusasaan dan protes. Teori ini banyak memberi pengaruh dalam studi tentang kelas bawah. Myrdal (1962) menggunakan istilah kelas bawah untuk mengidentifikasi orang Amerika yang berada di bawah pasar kerja, pengangguran dan setengah pengangguran serta terpinggirkan dari arus utama kehidupan sosial. Dalam beberapa tahun terakhir kelas bawah menjadi wilayah penting kemanusiaan di Barat ter-kait dengan kesejahteraan dan kriminalitas.

Ketiga, teori kemiskinan situasional. Teori ini berkeyakinan bahwa orang miskin berperilaku berbeda karena mereka tidak memiliki sumber daya dan kesempatan untuk meniru gaya hidup kelas menengah. Orang-orang muda memiliki sedikit kesempatan untuk pergi ke perguruan tinggi dan mereka banyak putus sekolah. Perempuan lebih memilih ke-luarga matrifocal karena membolehkan mereka untuk mengklaim atas

Page 67: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

60 Zakiyuddin Baidhawy

anak-anak mereka. Teori ini me ne kankan pentingnya kondisi struktural yang menghasilkan kemiskinan, namun teori ini juga cenderung fokus pada respon individu terhadap situasi objektif kemiskinan. Teori ini secara fundamental berbeda dengan teori budaya kemiskinan. Teori ini tidak berasumsi tentang adanya subkultur yang menimbulkan koherensi dan soliditas pada perilaku kaum miskin. Teori situasi onal menyatakan bahwa individu secara rasional mengikuti pola perilaku yang sesuai dengan situasi objektif dalam kehidupan mereka. Orang miskin tidak mengikuti nilai-nilai kelas menengah karena mereka tahu bahwa mereka tidak dapat melakukannya. Jadi secara praktik, mereka menerima penyimpangan besar dari aspirasi kelas menengah. Inilah yang dijelaskan sebagai “rentang nilai” kelas bawah (Rodman, 1963; Della Fave, 1974).

Keempat, teori kemiskinan struktural. Teori ini yakin bahwa ke-miskinan disebabkan oleh struktur tatanan sosio-ekonomi lebih luas. Yaitu struktur makro masyarakat yang melahirkan kesenjangan dan kemiskinan sebagai akibatnya. Struktur kapi talisme global misalnya, me-nimbulkan kesenjangan dan kemis kin an dalam skala luas di seluruh dunia. Marxisme dengan berbagai variannya mempertahankan per-spektif teori ini. Teori ketergantungan yang muncul di Amerika Latin, secara khusus perhatian pada kemiskinan dunia ketiga. Teori marjinali-sasi dari Amerika Latin memiliki tradisi yang kaya untuk mengeksplorasi nasib deprivasi dan marjinalitas manusia. Ada pula teori lain yang populer dalam beberapa tahun terakhir adalah eksklusi sosial (Friedman, 1996). Istilah eksklusi sosial digunakan juga oleh Rene Lenoir pada 1974. Menurut Renoir, eksklusi sosial merujuk kepada orang-orang yang terpinggirkan dari sistem jaminan sosial berbasis pekerjaan. Ini men jadi istilah populer di Perancis pada 80-an untuk mengungkapkan bentuk-bentuk kemiskinan baru yang berhubungan dengan perubahan teknologi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pengangguran, ghettoisasi, hancurnya keluarga. Eksklusi sosial tidak menggantikan kemiskinan sebagai konsep tetapi merujuk kepada proses disintegrasi sosial yang lebih luas — semakin runtuhnya ikatan antara individu dan masyarakat. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Kopenhagen pada 1995, istilah ini secara resmi digunakan. Penelitian oleh International Institute of Labour Studies menemukan empat alasan untuk menggunakan istilah eksklusi sosial (Clert,1999): istilah eksklusi sosial menye diakan perluasan analisis

Page 68: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

61Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

tentang kemiskinan konvensional, termasuk hak-hak sipil dan politik; ia menyediakan ruang ling kup fokus pada situasi keterbelakangan sosial dan mekanisme yang menyebabkannya; ia menekankan pada peran aktor-aktor dalam eksklusi dan inklusi sosial; dan eksklusi sosial di-pandang sebagai kekayaan dalam kerangka dan proses institusional yang menyebabkan eksklusi.

Secara bertahap konsep ini diadopsi oleh agen-agen termasuk Bank Dunia. Popularisasi konsep ini juga karena fakta bahwa para sosiolog dan antropolog mulai bergabung dalam bidang studi tentang kemis kinan. Perubahan wacana ini memperluas arena studi tentang kemis kinan dalam beberapa perspektif utama. Perubahan wacana ini membawa pada kebangkitan kembali tema kesenjangan di dalam dan antar bangsa-bangsa, yang salah satunya disebabkan oleh globalisasi. Wilayah lain yang menjadi perhatian adalah berhubungan dengan demokrasi-kebebasan politik dan hak-hak warga negara. Konsep ini membawa pada perayaan keragaman budaya dan keragaman nilai. Perspektif ini memberikan ke-jelasan bahwa identitas-identitas kaum miskin atas dasar umur, jenis kelamin, etnisitas, dan ketidakmampuan dikonstruk secara sosial. Ke-lom pok-kelompok tertentu di dalam masyarakat menjadi rentan karena diskriminasi. Ini membawa pada studi tentang kemiskinan yang berubah dari pendekatan berpusat pada barang-barang (goods-centred) kepada pendekatan berpusat pada warga (people-centred). Pendekatan pertama menekankan pada komoditas yang menghasilkan utilitas dan kesejah-teraan lebih besar. Pendekatan kedua menekankan pada kemampuan manusia dan kebebasan mereka untuk memilih. Perspektif eksklusi makin memperoleh kejelasan dan kecanggihan teroritiknya. Gore (1995) menyatakan bahwa proses eksklusi yang terjadi melalui lembaga-lem-baga pasar, negara dan masyarakat sipil dapat dipahami dalam empat determinan.

Pertama, transnasionalisasi ekonomi yang pesat, modernisasi masya-rakat dan menurunnya peran negara. Kedua, perubahan dalam penawaran dan distribusi aset ekonomi, politik, dan budaya dalam menghadapi perubahan ekonomi yang tak dapat diprediksi. Ketiga, struktur sosial dan politik melalui mana kekuasaan diuji dan hubungan-hubungan antara kelompok-kelompok dan individu-in dividu didefinisikan. Keempat, watak negara dan perannya dalam proses alokasi dan akumulasi. Perspektif

Page 69: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

62 Zakiyuddin Baidhawy

ini dapat dipahami dengan baik dalam tiga paradigma — solidaritas, spesialisasi dan monopoli. Solidaritas berasal dari filsafat republikan-isme yang ditulis oleh Rousseau dan Durkheim yang menekankan pada inter grasi moral masyarakat dan batasan kultural serta kurangnya hal-hal yang membawa pada eksklusi. Paradigma ini sangat dipengaruhi oleh sosiologi, antropologi, dan cultural studies. Paradigma ini sangat dominan di Perancis. Spesialisasi yang berakar dari liberalisme dan filsafat Locke dan Madison menekankan pada kesalingkaitan wilayah-wilayah masyarakat yang terspesialisasi dalam arti pertu karan barang dan jasa. Paradigma ini berkaitan dengan ilmu ekonomi neo-klasik, teori-teori pluralisme politik dan sosiologi arus utama, khususnya teori pilihan rasional/ publik. Paradigma ini sangat berpengaruh di Amerika. Paradigma monopoli bersandar pada Weber, Marx, dan Marshal, serta memandang tatanan sosial sebagai paksaan. Mekanisme kelas, status, dan kekuasaan politik seperti dikemukakan oleh Weber cenderung untuk menciptakan kesenjangan dan pembentukan kelompok-kelompok mono poli, yang mengutamakan kekuasaan dan keistimewaan mereka me lalui pengasingan sosial dan segregasi pasar tenaga kerja. Pengasingan sosial ini dapat dibalik melalui perluasan demokrasi sosial dan hak-hak warga negara. Paradigma ini dominan di Inggris.

Kemajuan pendekatan eksklusi sosial sangat jelas di sini. Eksklusi sosial memiliki banyak kelebihan dalam beberapa hal lain. Ia mem-beri kan pandangan lebih luas tentang deprivasi yang fokus pada me-kanisme sosial, lembaga-lembaga dan aktor-aktor strategis yang menye-babkannya. Jadi ia bisa digunakan untuk menghubungkan proses makro dan mikro. Rodgers (1996) menyatakan bahwa terma eksklusi sosial menawarkan pandangan multidimensi dan multidisiplin tentang ke-miskinan. Ia membawa kita untuk melihat kemiskinan sebagai sebuah proses. Dampak dari eksklusi dapat dilihat dalam berbagai tingkatan. Ia dapat menyoroti relasi antara struktur dan agensi. Jadi, perspektif eksklusi sosial dapat diterapkan di wilayah Selatan karena analisis yang koheren tentang kemiskinan dan memberi cetak biru yang konsisten me ngenai ukuran-ukuran kebijakan yang anti kemiskinan. Lebih dari itu, ia membuka ruang lingkup untuk analisis tentang ke mis kin an yang lebih relasional dan komprehensif. Dapat dikata kan bahwa perspektif ini mendorong perkembangan analisis tentang kemiskinan yang membumi

Page 70: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

63Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

secara sosiologis. Ia mem buat mungkin upaya melihat sebab-sebab, proses-proses, dan akibat-akibat kemiskinan sekaligus bagaimana wacana tentang kemiskinan dibangun dan masyarakat miskin bereaksi dalam berbagai cara terhadap situasi yang ada dalam kehidupan mereka. Sosiologi kemiskinan dengan fokus pada mekanisme kelembagaan kesenjangan menyediakan analisis dan aspek wacana kemiskinan materi lebih mendalam, cara bagaimana kaum miskin dikonstruk sebagai kategori sosial dan bagaimana stigma dikaitkan dengannya. Ia dapat saling menghubungkan secara kuat antara struktur, wacana dan agensi dan mempertunjukkan bahwa kemiskinan adalah suatu konstruksi sosial beriringan dengan tindak tandingannya. Dalam beberapa tahun ter-akhir kita mulai mendengar suara-suara kaum miskin. Bahkan kita perlu untuk mengetahui lebih kauh tentang bagaimana nasib historis masya-rakat tertindas diciptakan secara material dan simbolik dan bagai mana mereka hidup bersama dan berjuang menentang nasib yang di bangun secara sosial itu. Ini menuntut perkembangan suatu perspektif tentang kemiskinan yang lebih layak.

B. PERSPEKTIF ISLAM TENTANG KEMISKINAN KONTEMPORER

Kemiskinan dan pembangunan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam konteks nasional dan global. Pembangunan yang di-selenggarakan oleh negara-negara pada hakikatnya bertuju an untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Sebagai-mana Islam meyakini adanya tugas mulia “me makmurkan bumi” (falah, hayat tayyibah) yang diemban setiap individu. Karenanya penting untuk memahami kesejahteraan dan kemakmuran itu. Apa yang dimaksud dengan kehidupan manusia yang sejahtera itu? Apa yang perlu terlibat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umat manusia itu? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas kita perlu mendefinisikan prio-ritas-prioritas fundamental yang membawa kepada pemikiran tentang pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Lebih dari itu, jawab-an atas pertanyaan tersebut juga penting guna mengembangkan suatu konsepsi tentang kemiskinan. Namun demikian, masih ada ketidak-sepakatan tentang bagaimana mendefinisikan konsep-konsep seperti:

Page 71: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

64 Zakiyuddin Baidhawy

apakah kehidupan sejahtera itu bermakna sekadar terpenuhinya ke-butuhan-kebutuhan materi seperti asupan nutrisi, atau haruskan ia mencakup konteks sosial dan politik yang lebih luas? Namun begitu, problem-problem semacam ini, yakni kemiskinan — pada skala global, nasional maupun komunitas — kini sedang menjadi perhatian publik internasional dan menjadi masalah multidimensi. Perspektif-perspektif baru tentang kemiskin an menentang perhatian yang sekadar tertuju kepada pendapatan dan konsumsi sebagai yang mendefinisikan kondisi masyarakat miskin. Kemiskinan adalah seperangkat deprivasi yang de-mikian kompleks.

1. Kemiskinan Karitas Kemiskinan karitas bukan semata menunjukkan adanya ke langka-

an dalam hal pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar (Basic Needs). Ke-butuhan fisiologis dan kebutuhan dasar (basic needs) sangat penting untuk membuat manusia tetap bertahan hidup (survival). Kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya sangat mendasar ini mencakup sandang, pangan dan papan (QS. Taha 20:118-119; Al-Nisa’ 4:5; dan al-Ma’idah 5:89). Istilah miskin karitas ini dapat diperluas hingga mencakup kelangkaan dalam hal pendapatan pribadi, aset fisik (physical capital, termasuk tanah dan kepe milikan materi, kesehatan), dan aset lingkungan seperti pepohonan, hutan, air, dan produk-produk non kayu-kayuan.

Kemiskinan sebagai kelangkaan pendapatan biasanya diukur dengan uang. Bank Dunia pada 1993 misalnya, mengukur ke mis kin an dengan “satu dolar per hari per orang”. Ini disebut sebagai garis kemiskinan. Caranya dengan memperkirakan jumlah minimum kebutuhan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar agar manusia dapat ber-tahan hidup. Biasanya cara mengukur pendapatan ini dilihat dari kon-sumsi, dan kemiskinan dimaknai sebagai kelangkaan konsumsi. Cara ini sangat populer karena kesederhaannya. Meskipun demikian perlu dicatat bahwa setiap masyarakat memiliki pandangan sendiri tentang apa yang menyusun standar hidup minimum dan perbedaan dalam asupan kalori. Sejumlah akademisi memiliki prasyarat kuat tentang peng gunaan ukuran ini (Hulme dan McKay, 2005).

Secara konseptual pendekatan pengukuran kemiskinan ber dasar-kan tingkat pendapatan ini diinspirasi oleh kebutuhan-kebutuhan

Page 72: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

65Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

dasar yang menjadi pangkal pemahaman kemiskinan sebagaimana di-kemukakan di atas. Setiap manusia membutuhkan tingkat kebutuhan fisik tertentu untuk tetap hidup. Kekurangan kebutuhan ini sangat erat kaitannya dengan tingkat pendapatan, yang dapat bertindak sebagai ukuran yang paling mendekati.

Suatu agensi yang mengambil pemahaman kemiskinan deng an ukuran moneter semacam ini biasanya sangat yakin bahwa pertumbuhan ekonomi — pada tingkat komunitas atau nasional — merupakan tujuan intervensi pembangunan. Secara programatik, ini berarti menyediakan kesempatan-kesempatan bagi individu-individu untuk meningkatkan pen-dapatan mereka melalui bantuan keuangan langsung, atau lebih tipikal program keuangan mikro, dan pelatihan-pelatihan kerja, dan seterusnya.

Keputusan untuk melakukan intervensi dapat dibuat secara mudah dengan mengkombinasikan tingkat-tingkat kemiskinan pendapatan (mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan) di dalam sebuah negara, dan disaring melalui data survei rumah tangga yang membagi penda-patan rata-rata ke dalam gambaran yang berskala regional. Intervensi dipilih atas dasar wilayah-wilayah yang menderita kemiskinan tertinggi. Ini murni pen dekatan distributif, tentu saja dalam kenyataanya sama saja dengan menekankan perhatian pada apakah suatu agensi memiliki keterampilan, reputasi, dan kepercayaan untuk mampu meraih masya-rakat miskin tersebut.

Memahami kemiskinan karitas sebagai kemiskinan aset ber arti meng akui bahwa masyarakat miskin memiliki bermacam-macam aset baik fisik dan lingkungan. Aset-aset ini dapat bersifat potensial, material, lingkungan, sehingga individu, rumah tangga dan komunitas dapat mengambilnya pada saat dibutuhkan maupun saat krisis.

Aset fisik di sini termasuk tanah dan kepemilikan material; aset lingkungan termasuk pepohonan, hutan, air, dan produk-produk non-kayu-kayuan. Kelangkaan aset yang dibutuhkan untuk hidup sebagai manusia seutuhnya ini merupakan indikasi bahwa seorang individu di-sebut miskin. Namun demikian, perlu ditekankan di sini bahwa pen-dekatan aset terhadap kemiskinan lebih bermanfaat sebagai sarana untuk memahami jenis masalah yang dihadapi oleh masyarakat miskin.

Di samping itu, pendekatan aset ini juga merupakan cara sederhana yang mudah diukur. Biasanya cara ini digunakan untuk memahami

Page 73: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

66 Zakiyuddin Baidhawy

tantangan-tantangan dan strategi-strategi yang dimiliki masyarakat miskin, sehingga membantu untuk menemukan intervensi apa yang perlu dilakukan atas mereka. Dengan kata lain, inilah cara untuk menentu-kan tipe intervensi khusus komunitas, daripada untuk mengidentifikasi masya rakat miskin dalam skala makro.

Tidak ada cara standar untuk mengukur aset orang miskin. Apa yang menyusun aset, bagaimana mengukurnya, dan bagaimana mem-ban dingkannya satu negara dengan negara lain merupakan masalah yang problematis. Namun demikian, aset fisik — seperti materi-materi pertanian, kepemilikan rumah tangga, perlengkapan yang menghasilkan pendapatan — sering diukur dalam survey-survey rumah tangga dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Cara ini membutuhkan pene-litian partisipatoris dan komunitas secara mendalam.

2. Kemiskinan Kapasitas Kemiskinan kapasitas adalah gambaran tentang ketidakpastian,

ketiadaan harapan dan masa depan (QS. al-Anfal 8:26) yang ber kaitan dengan human capital meliputi pendidikan, life skill, training, kekuatan bekerja; dan social capital mencakup jejaring sosial seperti kekerabatan, ke-bertetangaan dan asosiasi/organisasi.

Kemiskinan kapasitas, yang dalam bahasa Amartya Sen disebut kemiskinan kapabilitas, didasarkan pada satu pandangan bahwa kemis-kinan tidak ditentukan oleh kurang atau rendahnya pendapatan uang, tetapi lebih disebabkan oleh gagalnya individu untuk merealisasikan potensi manusia atau membangun kehidupan yang bermartabat, khusus-nya disebabkan kurangnya kesehatan dan pendidikan (Sen, 1999). Apa yang dikemukakan Sen kurang komprehensif karena ia hanya menyebut masalah kesehatan dan pendidikan untuk mendefinisikan kemiskinan.

Kemiskinan kapasitas melampaui ukuran pendapatan dan kon-sumsi. Kemiskinan harus diukur dengan mempergunakan in dikator-indi-kator kebebasan untuk menjalani hidup secara ber martabat. Dari segi human capital, kita bisa menyaksikan bagaimana Badan PBB urusan Pem -bangunan (UNDP) mengukur nya dengan Indeks Pembangunan Sumber Daya Manusia (HDI) sejak 1990. UNDP mendefinisikan pem bangunan sumber daya manusia sebagai suatu proses memperluas pilihan-pilihan

Page 74: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

67Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

bagi warga negara. Kemiskinan kapasitas diukur melalui kombinasi antara pendapatan dan non-pendapatan; melalui GDP riil per orang, kemampuan baca tulis orang dewasa, angka harapan hidup. Karena itu, tidak sebagaimana pendapatan, kapasitas adalah tujuan, dan tidak tercermin dalam input, namun hasil kemanusiaan – dalam bentuk kualitas hidup warga negara. Erat hubungannya dengan HDI, muncul Indeks Kemiskinan Manusia (HPI) yang mengukur kemiskinan berdasarkan be-berapa hal berikut: kemampuan untuk bertahan hidup; kemampuan untuk berpengetahuan; dan memiliki akses kepada pendapatan pribadi sekaligus kesejahteraan publik.

Dengan mengemukakan pendekatan ini dalam masalah kemis-kinan, artinya kita melihat bahwa cara mengentaskan ke miskinan adalah dengan membangun kapasitas manusia dan memperluas kesem-patan bagi mereka. Model-model pembangunan sumber daya manusia bersandar pada strategi-strategi utama untuk mengeliminasi kemis-kinan — khususnya dalam bidang pendidikan dasar untuk semua, pe-ningkatan keterampilan hidup, pelatihan kerja, kredit bagi kaum miskin, pertumbuhan yang adil, dan pemberdayaan kaum perempuan.

Di samping masalah human capital yang lebih berorientasi ke dalam (individual), pendekatan kapasitas juga memandang penting social capital. Modal sosial di sini adalah seberapa besar kapasitas individu membangun jejaring sosial (social networks) dengan individu dan komunitas yang lebih besar, seperti kekerabatan, kebertetangaan dan asosiasi/organi-sasi. Jejaring sosial ini penting karena memberi banyak peluang dan kesempatan bagi seseorang untuk bukan semata dapat bertahan hidup, bahkan lebih dari itu sustainable secara layak. Kemiskinan, dengan de-mikian, bisa dimaknai sebagai kurangnya kemampuan individu untuk merajut jejaring sosial yang bermanfaat bagi aktualisasi dan pengem-bangan diri.

Pendekatan kapasitas mencakup dua unsur dasar dalam kesejah-teraan hidup manusia (human and social capital) dan masih meninggalkan beberapa masalah penting lainnya dalam kehidupan ini. Yakni tidak memasukkan unsur-unsur kebebasan politik, masalah struktural, ke-amanan, dan transparansi. Di sinilah kita perlu memperluas kemiskinan dalam pengertian “otoritas”.

Page 75: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

68 Zakiyuddin Baidhawy

3. Kemiskinan Otoritas Kemiskinan otoritas adalah sebentuk ketidakberdayaan akibat

marjinalisasi sosial, marjinalisasi partisipasi, marjinalisasi hak-hak asasi, dan marjinalisasi perlindungan hukum.

a. Marjinalisasi SosialMarjinalisasi sosial adalah suatu pendekatan yang mirip dengan

eksklusi sosial, yang menjelaskan proses marjinalisasi dan deprivasi kaum miskin yang hidup di pinggiran-pinggiran kota. Marjinalisasi ini meru-pakan suatu proses melalui mana individu-individu atau kelompok-kelompok dipinggirkan, dikucilkan dari partisipasi penuh dalam ber-bagai aktivitas masyarakat di mana mereka hidup. Kondisi semacam ini mencerminkan sebentuk de privasi — miskin kuasa — sebagai suatu bentuk kemiskinan yang juga hidup di tengah-tengah masyarakat kon-tem porer dan jauh lebih rumit mengurainya.

Marjinalisasi sosial adalah suatu gambaran “kebungkaman” dan “ketidakberdayaan” yang membawa pada sedikitnya atau tiada nya ke-mungkinan bagi orang miskin untuk memperoleh hak-hak mereka (entitlements), mengorganisir diri mereka sendiri, menciptakan tuntutan dan memperoleh respon terbuka, menerima dukungan untuk mengem-bangkan inisiatif mereka sendiri (Laderchi, Saith, Stewart, 2003). Pe-minggiran sosial semacam ini menciptakan pengalaman diskriminasi dan stigma bagi kaum miskin, dan memaksa mereka terperangkap dalam aktivitas-aktivitas perekonomian dan relasi-relasi sosial yang menge-kalkan kemiskinan mereka.

Marjinalisasi sosial merupakan sesuatu yang dinamis, yang menje-laskan kemiskinan senyatanya, bukan menerangkan tentang banyak orang miskin di sana, dan bagaimana marjinalisasi itu berkaitan dengan situasi sosial, ekonomi dan politik lebih luas di kawasan itu. Marjinalisasi sosial berhubungan dengan proses yang benar-benar menciptakan kemiskinan.

Memahami kemiskinan sebagai masalah marjinalisasi sosial ber arti bekerja untuk merestrukturisasi relasi-relasi sosial. Ini artinya meng-upayakan pemberdayaan secara serius; menghadapi proses politik yang sulit dalam menentang lapisan-lapisan diskriminasi dan memerangkap warga dalam kemiskinan. Memahami kemiskinan sebagai suatu masalah eksklusi sosial juga berarti perlunya menekankan intervensi dalam

Page 76: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

69Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

wilayah-wilayah pedesaan yang memiliki potensi rendah, kawasan-kawasan yang secara politik terpinggirkan dan wilayah-wilayah yang tidak terhubungan secara baik dengan pasar, pelabuhan atau pusat-pusat kota, dan terabaikan. Di wilayah-wilayah itu pula terdapat konsentrasi masyarakat miskin kronis, perumahan kumuh di kota-kota kecil maupun kota-kota besar sekaligus jutaan orang gelandangan yang tidur di jalan-jalan, stasiun, taman, dan tanah-tanah terlantar.

b. Marjinalisasi PartisipasiKemiskinan juga disebabkan oleh marjinalisasi partisipasi (ter-

masuk miskin jejaring di tingkat keluarga, tetangga, dan asosiasi). Kaum miskin biasanya merana karena mereka tidak memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang penting bagi mereka sendiri. Banyak pemerintahan mau-pun swasta dan lembaga swadaya masyarakat hendak memberikan bantuan kepada mereka, namun seringkali lupa mempertimbangkan partisipasi kaum miskin yang ingin mereka bantu. Maka sangat urgen untuk mempertimbangkan penilaian atas kemiskinan partisipasi karena masalah ini terkait dengan upaya melihat secara dekat sebab-sebab men-dasar dari kemiskinan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan atas dasar apa yang mereka persepsi. Melalui pertimbangkan partisipasi ini kita bisa memperoleh gambaran nyata tentang pengalaman hidup orang-orang miskin yang menyediakan suatu peluang untuk menangkap dimensi-dimensi lain dari kemiskinan. Pertimbangan atas kemiskin an partisipasi ini memberikan bukti lebih nyata tentang banyak bentuk kemiskinan dan deprivasi yang mereka alami; yang sebagian di antaranya tidak dapat dipahami melalui pemahaman lain tentang kemiskinan dan se-bagian lainnya tidak mungkin diukur secara praktis. Dimensi-dimensi kemiskinan memasukkan kemiskinan pendapatan dan kekurangan material; bahkan juga kemiskinan waktu, seperti hidup dan bekerja di tempat yang buruk, relasi sosial, relasi gender yang buruk; aspek-aspek keamanan, kekhawatiran dan ketakutan; dan juga ketidakberdayaan.

Berbagai fakta menunjukkan bahwa banyak faktor bergabung untuk menjadikan kemiskinan sebagai fenomena yang kompleks, multi-dimensional. Bagi kaum miskin sendiri, kemiskinan biasanya di maknai sebagai kekurangan apa yang menjadi keniscayaan bagi kesejahteraan

Page 77: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

70 Zakiyuddin Baidhawy

material mereka — khususnya makanan dan perumahan, tanah, dan aset-aset lain. Namun lebih dari itu, kaum miskin juga memaknai ke-miskinan dari sisi aspek psiko logis, yaitu suatu kondisi di mana mereka rentan terhadap kekerasan, penghinaan, dan perlakuan-perlakuan tidak manusiawi. Ketidakmampuan mereka untuk berpartisipasi secara penuh da lam kehidupan komunitas membawa kepada hancurnya relasi-relasi sosial. Di samping itu, kaum miskin lebih fokus pada aset daripada pen-dapatan dan menghubungkan kurangnya aset fisik, kemanusiaan, sosial, dan lingkungan dengan kerentanan mereka.

Dengan memerhatikan aspek partisipasi dalam memandang ke-miskinan, kita akan memperkenankan kaum miskin untuk meng iden-tifikasi prioritas-prioritas mereka sendiri. Membuka partisipasi buat mereka berarti kesiapan untuk “berbagi sejarah dan budaya bersama” sebagai alat untuk membantu menstabilkan komunitas dan melepaskan tekanan-tekanan psikologis kemiskinan.

Pertimbangan partisipasi membutuhkan analisis antropologis yang melibatkan penilaian atas kelas-kelas masyarakat dalam mendefinisi-kan kemiskinan dan berupaya untuk membuat skala pengukuran yang secara lokal menentukan dan mencerminkan konteks lokal. Memang, keputusan-keputusan yang berhubungan dengan upaya-upaya intervensi untuk mengentaskan kemiskinan dengan melibatkan partisipasi kaum miskin akan tampak jauh lebih subjektif karena tidak ada seperangkat definisi atau standar pengukuran, namun ini perlu agar orang-orang miskin merasa terlibat dan dipertimbangkan suara mereka dalam pem-bangunan.

c. Marjinalisasi Hak-hak Asasi ManusiaKemiskinan otoritas juga berkaitan dengan marjinalisasi hak-hak

asasi manusia: peminggiran/perampasan hak-hak atas hidup, berpikir (pendidikan, informasi), reproduksi sehat, pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan kepemilikan.

Kemiskinan sebagai sebuah bentuk pelanggaran atas hak-hak asasi manusia sering dipahami bukan sebagai sebentuk kemiskinan per se, bahkan sebagai suatu strategi melalui mana penghapusan kemiskinan dapat dilandaskan pada hukum internasional. Karena itu penting untuk keterlibatan badan-badan PBB dan organisasi-organisasi swadaya inter-

Page 78: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

71Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

nasional lainnya untuk memformulasi strategi berdasarkan pada hak-hak asasi manusia. Inilah yang disebut sebagai memahami kemiskinan berbasis pada pemenuhan hak-hak asasi manusia.

Menurut sudut pandang kemiskinan hak-hak asasi, seseorang yang sejumlah hak-haknya tidak terpenuhi, seperti hak atas makanan, kese-hatan, pendidikan, informasi, adalah orang miskin. Jadi, kemiskinan lebih dari sekadar kurangnya sumber daya — ia meru pakan manifestasi pe-minggiran dan ketidakberdayaan. Pada hakikatnya, merealisasikan hak-hak asasi manusia tidak berbeda dengan menghapuskan kemiskinan. Meski pemenuhan hak-hak asasi manusia bukan satu-satunya obat mujarab bagi masalah kemiskinan, namun ketika hak-hak asasi tersebut dijamin oleh hukum, orang-orang miskin (dan agensi-agensinya) dapat menggunakan sarana-sarana hukum untuk mengamankan hak-hak mereka atas perumahan, pekerjaan, upah yang adil, kebebasan ber-kumpul, layanan kesehatan publik, pendidikan, tanpa diskriminasi atas dasar etnik, warna kulit, agama, kelas, gender, perlakuan adil di depan pengadilan, hak-hak politik, kebebasan berekspresi, kebebasan ber-agama, dan sebagainya. Nilainya terletak pada ketersediaan kerangka hukum bagi strategi pengurangan kemiskinan. Sejumlah agensi pem-bangunan internasional telah melaksanakan pendekatan ini, di mana kemiskinan dijelaskan dalam kerangka “kewajiban masyarakat” untuk me-respons hak-hak individu yang tidak bisa diabaikan.

Dengan demikian, secara mendasar kemiskinan sebagai tidak ter-penuhinya hak-hak asasi mengklaim bahwa orang-orang yang tidak miskin memiliki kewajiban untuk memfasilitasi terpenuhinya hak-hak asasi dan kebebasan fundamental kaum miskin. Beberapa ciri dari pandangan tentang pentingnya pemenuhan hak-hak asasi kaum miskin sebagai berikut: bekerja menuju hasil akhir dan tujuan proses; mengakui bahwa hak-hak selalu mengimplikasikan kewajiban negara; mengakui bahwa hak-hak hanya dapat diwujud kan dengan pemberdayaan; me-mandang karitas sebagai motivasi yang belum cukup untuk meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan; mempertimbangkan sebab-sebab struktural se kaligus manifestasi-manifestasi dan sebab-sebab langsung dari ke-miskinan; dan fokus pada konteks sosial, ekonomi, kultural, sipil dan politik, dan berorientasi kebijakan (After Collins, Pearson & Delany, 2002).

Page 79: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

72 Zakiyuddin Baidhawy

Oleh karena itu, upaya mengentaskan kemiskinan diperlukan in-tervensi bantuan yang bertujuan untuk menyediakan jaring pengaman sosial dan layanan-layanan pubik tradisional lainnya untuk memenuhi hak-hak atas standar kesejahteraan, makanan, perumahan, kesehatan, pendidikan dan atau pengaman sosial yang layak.

d. Marjinalisasi Perlindungan HukumKemiskinan otoritas juga tergambar dari lemah atau kurangnya

perlindungan hukum kepada orang-orang miskin. Mereka menjadi ke-lompok masyarakat yang paling rentan terhadap perlakuan tidak adil dan sewenang-wenang. Sebagai misal, komunitas tenaga kerja Indonesia di Malaysia, Singapura, Hongkong, Arab Saudi, sekadar menyebut beberapa contoh. Mereka banyak mengalami perlakuan buruk dan peng-aniayaan di tempat-tempat mereka mencari naf kah. Ada banyak tenaga kerja Indonesia ilegal di negeri jiran. Di Malaysia saja terdapat 800.000 TKI ilegal pada 2007. Biasanya mereka dikirim melalui agen perorangan dan PJTKI liar yang lebih mengutamakan keuntungan mereka sendiri daripada memikirkan kesejahteraan dan keamanan para pekerja migran itu. Akibatnya TKI yang dikirim hanya berbekal paspor dan visa kun-jungan. Ini tentu saja sudah merupakan bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan secara sistematis, karena visa kunjungan tidak dapat di-pergunakan untuk mencari pekerjaan. Dengan bekal seadanya itu, wajar jika mereka menjadi objek bulan-bulanan para cukong, pengusaha, aparat kepolisian dan hukum yang bejat. Keadaan ini juga dibarengi dengan kurangnya upaya penyadaran, pengawasan, dan penegakkan hukum dari berbagai instansi terkait terhadap mereka yang melakukan pelanggaran selama rekrutmen hingga pengiriman tenaga kerja. Mereka juga tidak memahami dengan baik hak dan kewajibannya sebagai buruh migran. Bila terjadi masalah terkait dengan keadaan mereka di negeri jiran itu, mereka seringkali tidak memperoleh bantuan hukum secara me madai dari pihak-pihak yang berwenang memberikan perlindungan hukum. Artinya, secara umum para tenaga kerja migran itu adalah ke-lompok yang diabaikan oleh perlindungan hukum.

Para pedagang di pasar-pasar tradisional, para pedagang kaki lima dan sektor informal adalah kelompok-kelompok yang menderita kurang nya perlindungan hukum. Pertumbuhan pesat pasar-pasar

Page 80: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

73Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

modern, seperti swalayan, mal, hipermarket, seringkali mematikan usaha kelompok-kelompok pedagang kecil di pasar-pasar rakyat. Ini karena kemunculan pasar-pasar modern itu sama sekali tidak memper-timbangkan jarak dan hak-hak rakyat untuk berusaha secara layak. Bahkan cukup banyak contoh pasar-pasar tradisional dan rakyat digusur dan digantikan oleh berdirinya pasar-pasar modern yang megah.

Para pedagang kaki lima sering menjadi objek penggusuran atas nama ketertiban dan keindahan. Mereka yang tidak per nah menuntut pemerintah untuk memberikan lapangan ker ja yang nyaman, merasakan penindasan dan hidup selalu da lam ketidakpastian. Para pedagang kaki lima ini tumbuh di tempat-tempat tertentu yang sebenarnya tidak sesuai dengan per untukannya, namun “dilegitimasi” oleh aparat negara dengan kompensasi tertentu. Pemerintah daerah pun mengambil manfaat dari mereka dengan menarik pajak retibusi setiap hari. Namun pada saat yang sama, mereka tidak memperoleh kepastian hukum dari aparat dan negara. Jika penggusuran terjadi, mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Jangankan ganti rugi, alternatif pun seringkali tidak ditawarkan kepada mereka. Aset para pedagang kaki lima dan sektor informal ini tidak pernah memperoleh jaminan hukum. Tempat mereka berdagang tidak pernah dilegitimasi, sehingga mereka tidak memiliki agunan apa pun yang dapat dijadikan sarana untuk mengakses sekadar kredit mikro sekalipun. Karenanya wajar jika mereka tidak pernah beranjak dari kemiskinan mereka, bukan mereka tidak punya pendidikan dan ketrampilan hidup, namun lebih disebabkan tidak adanya jaminan dan perlindungan hukum atas usaha mereka dan tiadanya bantuan modal untuk mengembangkan kegiatan perekonomian. Mereka memang secara sistematis diperangkap dalam jerat kemiskinan.

C. TIGA DIMENSI KEMISKINAN

Di antara bentuk-bentuk dan fenomena kemiskinan kontem porer (the contemporary mustadh`afin) tersebut di muka, kita masih bisa meng-kategorisasikannya ke dalam tiga dimensi kemiskinan (www.islamic-relief.com, 2008). Pertama, dimensi waktu. Dari dimensi waktu, kemis-kinan dapat dibedakan menjadi kemiskinan kronis dan transisional. Yang pertama adalah kemiskinan yang menahun dan dalam jangka

Page 81: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

74 Zakiyuddin Baidhawy

waktu lama; yang terakhir adalah kemiskinan yang bersifat sementara karena orang miskin memiliki kemungkinan besar pada satu waktu ter-tentu ia dapat memperbaiki posisi mereka. Berhubungan dengan ke-miskinan transisional ini, kebijakan harus lebih difokuskan kepada jejaring pengaman sosial yang membantu mereka tidak jatuh ke dalam kemiskinan kronis, seperti pinjaman terbatas untuk pengangguran, kredit mikro dan program-program pelatihan kerja. Berkait dengan kemis kinan kronis, kebijakan-kebijakan holistik bisa diarahkan untuk meredistribusi aset, memperbaiki infrastruktur fisik dasar, mempertahankan tingkat ke-sehatan, dan berdasarkan apa yang dibutuhkan kaum miskin.

Kedua, dimensi kerentanan. Dari dimensi ini, kita bisa membedakan kemiskinan aktual dan potensial. Semua yang dibahas di muka merupakan bentuk kemiskinan aktual. Ada sebagian orang yang sesungguhnya tidak berada dalam kemiskinan namun rentan terhadap kemiskinan. Dari sudut pandang ini, kesejahteraan didefinisikan sebagai “kemungkinan atau risiko saat ini yang dapat menjatuhkan seseorang dalam kemiskinan pada masa yang akan datang”. Kerentanan atas kemiskinan ini bukan hanya merupakan masalah penting terkait dengan program pengentasan ke-miskinan, bahkan juga dipandang sebagai dimensi kunci kesejahteraan yang patut dipertimbangkan, karena ia berpengaruh pada perilaku indi-vidu (dalam masalah investasi, pola produksi, dan strategi untuk meng-hadapinya) dan persepsi mereka terhadap situasi mereka sendiri.

Ketiga, dimensi posisi. Dari dimensi ini kemiskinan dibedakan men-jadi kemiskinan relatif dan absolut. Dalam kerangka pem bangunan, kemiskinan absolut dipahami sebagai orang-orang yang hidup di bawah tingkat minimum (baik kebutuhan materi, pengetahuan, atau apapun). Sebagian berpendapat bahwa posisi relatif individu atau rumah tangga dalam masyarakat juga merupa kan aspek penting dalam kesejahtera-an. Di samping itu, seluruh tingkat kesenjangan dalam sebuah negara, kawasan, atau kelompok populasi, baik dalam masalah keuangan dan non-keuangan, dalam dirinya sendiri juga indikator penting tingkat kesejah-teraan dalam kelompok itu.

Dengan demikian jelas banyak unsur yang saling tumpang tindih untuk memahami kemiskinan. Ini pula yang menjadikan kemiskinan se-bagai isu yang kompleks. Mereka yang secara sosial marjinal akan cenderung memiliki sedikit peluang untuk mewujudkan kapasitas mereka, sekaligus

Page 82: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

75Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

memiliki pendapatan yang rendah. Juga penting dicatat bahwa banyak definisi yang telah dijelaskan di muka secara konseptual menarik dan menyediakan sudut pandang yang berguna untuk memahami dinamika kemiskin an. Namun semua itu juga seringkali membuat sulit untuk meng-ukur yang aktual dalam satu cara, dan karenanya tidak dapat digunakan untuk membuat hanya satu keputusan intervensi yang bermakna. Di samping itu, bukanlah tugas suatu agensi untuk mengidentifikasi satu bentuk kemiskinan sembari mengabaikan unsur-unsur lainnya. Misalnya, program keuangan mikro dapat menumbuhkan pendapatan dan menye-diakan keuntungan melalui pelatihan, sumber daya, kepercayaan, dan tuntutan pelibatan dalam kegiatan perekonomian. Oleh karena itu, patut diakui bahwa tidak kesepakatan di sini, yang ada hanyalah banyak definisi. Namun demikian, ada satu persetujuan luas bahwa memahami ke miskinan hanya sekadar kurangnya pendapatan adalah definisi yang menye derhanakan. Maka, kemiskinan harus dipandang sebagai feno-mena multidimensi, yang sebaiknya dipahami dalam pengertian hilang-nya kemampuan, yang meliputi bukan hanya kemampuan material (yang biasanya diukur dengan pendapatan dan konsumsi), bahkan juga bentuk-bentuk lain ketidakmampuan, seperti pengangguran, sakit, kurang pendi-dikan, kerentanan, ketidakberdayaan, dan eksklusi sosial.

D. MUSTADH`AFIN KONTEMPORER: BUKAN SEKADAR PENERIMA ZAKAT

Kemiskinan dan ketertindasan selalu ada dan menjadi bagian dari problem yang tidak pernah usai dibahas dan mencoba dipecahkan oleh banyak pakar. Bahasan ini akan melihat lebih jauh bagaimana Islam memahami masalah ini. Islam memiliki pandangan khas tentang ke-miskinan. Islam sering menyebut istilah kemiskinan dan ketertindasan dengan dua payung kata kunci, yakni dhuafa atau mustadh`afin. Yang per-tama lebih merujuk kepada “orang yang lemah” dalam arti bawaan sejak lahir atau karena musibah dan kecelakaan (QS. al-Tawbah 9:91), yang ter-akhir merujuk kepada “orang-orang yang dilemahkan/ditindas” oleh pihak lain yang lebih berkuasa dan kuat (QS. al-Anfal 8:26).

Dalam konteks kontemporer, pemahaman tentang kemiskinan dan ketertindasan lebih banyak berkaitan dengan problem otoritas dan

Page 83: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

76 Zakiyuddin Baidhawy

struktural. Oleh karena itu, penyebutan kemiskinan dan ketertindas-an lebih tepat menggunakan ungkapan “mustadh`afin kontemporer”. Karakteristik kaum mustadh`afin antara lain: Pertama, mereka adalah individu dan atau kelompok sosial yang berada dalam posisi “minoritas” (qalil) baik secara kuantitatif dan atau kualitatif. Kedua, mereka merupakan individu dan atau kelompok sosial yang menderita kerentanan terhadap penindasan terstruktur baik oleh kebijakan politik, ekonomi dan sosial (istidh`af). Ketiga, mereka adalah individu dan atau kelompok sosial yang belum terbebas dari rasa takut (khawf) dan karenanya juga tidak memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan terhadap penindasnya.

Dalam kenyataannya kini, kehadiran orang-orang miskin dan ter-tindas (termiskinkan) seperti gelandangan, pengangguran, dan kaum marjinal lainnya di tengah-tengah gelombang globalisasi tidak hanya menunjukkan krisis politik dan ekonomi, namun juga krisis spiritual. Dalam sebuah masyarakat yang terobsesi dengan kekayaan, kekuasaan, dan imperatif kesuksesan material, kaum mustadh`afin telah terstigma sebagai manusia yang secara moral mengalami degenerasi, tidak berdaya dan penuh kegagalan.

Pengalaman keseharian bergelut dengan kaum tertindas dapat mem perluas kesadaran kesengsaraan mereka, dan signifikansi ke tidak -berdayaan, ketidakpastian serta kelangkaan sebagai batu pijak mem-bangun fondasi etis keberpihakan kepada orang-orang tertindas dan termiskinkan.

Populasi kaum mustadh`afin kontemporer yang merupakan produk dari kecenderungan politik dan ekonomi struktural selama tiga dekade terakhir, akan terus tumbuh dan meningkat lebih-lebih setelah periode krisis ekonomi yang meluas. Keadaan semacam ini membuat populasi mereka akan menjadi subkultur yang menyebar mulai dari krisis perumahan dan pekerjaan, penyusutan besar dalam belanja sosial, per-ubahan-perubahan pada level makro ekonomi, strategi pembangunan kembali potensi lokal, dan sejumlah sebab-sebab lain. Bahkan banyak teorisi kontemporer yakin bahwa ledakan kemiskinan yang telah mulai adalah intrinsik dalam kemajuan Kapitalisme dan neo-liberalisme itu sendiri yang menganut falsafah Libertarian.

Intinya sistem perekonomian kontemporer telah melahirkan banyak kategori kemiskinan dan ketertindasan yang menuntut dua hal: Pertama,

Page 84: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

77Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

perlunya perluasan kategori mustadh`afin yang mencakup kelompok-kelompok “korban baru”, yang belum dikenal dalam konsep-konsep yang selama ini berkembang. Kedua, bagaimana proses redistribusi secara sistemik dapat mengangkat derajat mereka yang kurang beruntung itu dari ketidakberdayaan, ketidakpastian dan kelangkaan.

Mempertimbangkan tuntutan pertama, pengembangan kate gori ke-lompok-kelompok dhuafa dan mustadh`afin (ashnaf) tidak hanya meng-arah pada kelompok-kelompok yang selama ini disebut sebagai penerima zakat sebagaimana dipahami selama ini: faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (QS. al-Tawbah 9:60). Di samping kelompok-kelompok di atas, ada tiga kelompok penting lainnya, seperti orang yatim, peminta-minta (sa’il), dan mahrum. Berikut adalah kelompok-kelom pok mustadh`afin kontemporer:1. Faqir. Definisi faqir sering tumpang tindih dengan miskin. Untuk

membedakan faqir dari miskin, setidaknya ada dua ciri utama mereka yang masuk dalam kategori faqir ini: orang yang tidak me mi liki apa pun, dan orang-orang yang memiliki cacat jasmani (al-Mawardi, tt.: vol. 2, 374). Dua ciri ini menandakan bahwa faqir adalah orang yang cacat jasmani (karena bawaan atau aksiden), atau cacat ketrampilan dan dengannya ia tidak memiliki penghasilan, tidak produktif atau rendah produktivitasnya (unproductive/low productivity).

2. Miskin. Orang miskin adalah mereka yang sehat jasmaninya dan memiliki harta namun tidak mencukupi (al-Mawardi, tt.: vol. 2, 374-376). Ciri lain orang miskin adalah lemah dalam hal pekerjaan (al-Tabari, 1992: vol. 6, 396). Dua ciri ini menunjukkan bahwa apa yang disebut miskin adalah orang-orang yang secara jasmani sehat sehingga memungkinkan untuk bekerja secara normal namun pendapatan mereka jauh dari mencukupi kebutuhan yang layak. Kategori ini dapat diperluas mencakup mereka yang rendah pen-dapatannya (low income), dan akibatnya rendah permintaannya akan kebutuhan-kebutuhan (low demand), dan rendah investasinya (low investment), serta tidak memiliki pasar (marketless).

3. Amil. Amil adalah mereka yang memiliki tanggung jawab khusus mengurus zakat, sejak mengumpulkan sampai men distribusikan.

Page 85: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

78 Zakiyuddin Baidhawy

Amil bisa berupa individu maupun lembaga resmi yang mengelola pengambilan sekaligus pemanfaatan zakat. Kini lembaga-lembaga pengelola zakat telah berbentuk badan hukum dan diakui ke-absahannya melalui undang-undang zakat. Tentu saja manajemen berhak untuk mengambil sebagian hasil zakat itu untuk menggaji pegawainya.

4. Mu’allaf. Sebutan mu’allaf ditujukan kepada mereka yang memper-oleh atau menerima pemberian zakat dengan maksud untuk men-jinakkan, membujuk atau melembutkan hati mere ka terhadap Islam. Menurut al-Mawardi, mereka terbagi ke dalam dua kelompok: yakni 1) kaum Muslim: yang niatnya untuk memeluk agama Islam masih lemah, kemudian diberi bagian zakat agar niatnya semakin bertambah; dan mereka yang niatnya memeluk agama Islam sudah bagus sehingga untuk mendorong mereka agar memisahkan diri dari kemusyrikan lalu diberi bagian zakat; 2) kaum Musyrik: yang ber niat melukai atau memusuhi kaum Muslim, kemudian diberi bagian zakat dengan maksud agar mereka mengurungkan niatnya; dan mereka yang condong ke Islam kemudian diberi bagian zakat agar menjadi Muslim (al-Mawardi, tt.: vol. 2, 374-376). Dengan demikian mu`allaf adalah orang-orang yang perlu dibujuk dan jinak-kan hatinya melalui pemberian sesuatu untuk kepentingan ke-maslahatan kaum Muslim secara umum.

5. Riqab. Riqab adalah bentuk jamak dari raqabah. Kata ini berarti budak atau hamba sahaya yang dibeli dengan cara diundi. Ungkapan wa fi al-riqab dimaknai sebagai aspek-aspek yang berhubungan langsung dengan kemasalahatan umum (al-mashalih al-`ammah), yakni bahwa peruntukan zakat dapat disalurkan untuk memerdekakan budak, atau diberikan kepada orang Muslim yang tidak memperoleh peng-hasilan memadai untuk menebus dirinya sendiri kepada majikannya meski ia telah bekerja keras dengan segala daya (al-mukatabun) (al-Zuhayli, 1991: vol. 9, 261; 271). Islam berbicara tentang budak ter kait dengan perintah untuk memerdekakan mereka melalui berbagai cara: seperti membayar diyat pembunuhan, kafarat melanggar sumpah, kafarat bagi mereka yang menarik kembali zihar terhadap istri. Meskipun sistem perbudakan sudah dihapuskan, praktik-praktiknya secara terselubung ma sih terus hidup hingga

Page 86: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

79Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

sekarang. Kebutuhan zaman dan tingkat kompleksitas perbudakan kontemporer, oleh karena itu definisi riqab perlu diperluas meliputi mereka yang menjadi korban trafficking, yakni jual beli anak-anak maupun kaum pe rempuan, terutama untuk pekerja seks komersial dan kejahatan lain nya.

6. Gharim. Gharim adalah orang yang terjerat oleh hutang. Hutang bisa untuk kepentingan konsumtif maupun produktif. Hutang di mana jumlahnya sudah terlampau berat dan si gharim tidak me-miliki kekayaan apa pun untuk menutupi hutangnya karena pailit, maka hutang semacam ini dapat dibayar dari pembiayaan zakat (zakat fund) tanpa memandang apakah hutang tersebut berada di bawah kontrak untuk kepentingan pribadi atau untuk kepentingan umum. Beberapa contoh hutang dalam kontrak pertama adalah pin jaman untuk orang sakit, menikah, kerugian dalam bisnis atau kepemilikan, dan sebagainya. Contoh-contoh untuk hutang dalam kontrak jenis kedua bisa berupa kasus-kasus di mana jaminan pem bayaran atas nama orang lain, seperti hutang karena kewa-jiban membayar uang tebusan atau diyat untuk pembunuhan tak disengaja, ganti rugi, dan orang tersebut tidak memiliki cukup ke-kayaan untuk memenuhi tanggung jawabnya. Dalam sejarah kita mengenal bahwa orang-orang Yahudi, Roma, dan Arab pra-Islam biasa mengijinkan perbudakan atas mereka yang tidak mampu mem bayar hutang. Islam tegas melarang praktik demikian, dan bahkan selama perbudakan mereka menerima zakat untuk menu tupi hutangnya. Inilah keunikan zakat dan kita sering tidak menyadari bahwa sistem jaminan sosial yang berkembang saat ini sesung-guhnya paralel dengan pembagian hak bagi mereka yang ber hutang dalam zakat.

7. Sabilillah. Pada umumnya Sabilillah dipahami sebagai orang-orang yang berperang di jalan Allah dan tidak memperoleh hak atau bagian dalam dewan tentara, atau orang-orang yang mengajarkan al-Qur’an dan al-Sunnah (al-Zuhayli, 1991: vol. 9, 261; 273). Mereka ini berkorban harta dan jiwa dalam perang itu, karenanya wajar jika mereka memperoleh bagian zakat. Dalam konteks sekarang. Sabilillah bisa diperluas maknanya mencakup mereka yang berjuang secara sukarela (voluntarisme) untuk kebaikan kemanusiaan dan lingkungan.

Page 87: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

80 Zakiyuddin Baidhawy

Mereka juga berkorban dengan harta dan jiwa, rela meninggalkan keluarga untuk mendedikasikan tenaga dan pikiran mereka bagi ke-pen tingan orang lain. Individu dan lembaga semacam ini sekarang terus berkembang.

8. Ibnu Sabil. Ibnu Sabil biasa dipahami sebagai orang-orang yang dalam perjalanan dan tidak memiliki nafkah atau kehabisan per-bekalan. Kelompok ini diberikan jaminan secukupnya dari pem-biayaan zakat sehingga ia mampu kembali pulang ke tempat tinggal-nya. Untuk konteks kontemporer, makna ibnu sabil sudah tidak tepat dimaknai sebagai musafir, karena musafir saat ini adalah orang-orang yang cukup mampu untuk melakukan perjalanan. Ibnu sabil kontemporer adalah mereka yang disebut tuna wisma atau gelandangan, hidup terlunta-lunta, tidak punya tempat tinggal untuk berteduh dari terik matahari dan siraman hujan, dan para buruh migran yang rentan atas penindasan dan membutuhkan perlu mendapatkan perlindungan hukum dan sosial, juga para pengungsi akibat bencana, konflik dan peperangan.

9. Sa’il dan Mahrum. Dua kelompok itu merujuk pada orang melarat dan papa, bedanya yang pertama “berani” meminta belas kasihan dari orang lain dan karenanya pantas disebut sebagai pengemis; sementara yang terakhir masih memiliki harga diri untuk tidak meminta-minta. Keduanya memiliki hak terhadap harta orang kaya.

10. Yatim. Yatim adalah bagian dari kaum mustadh`afin. Pengerti an umum dari kelompok ini adalah anak-anak yang ditinggalkan oleh salah satu atau kedua orang tuanya karena meninggal dunia. Kini keberadaan yatim semakin meluas sesuai dengan perkembangan zaman. Mereka yang dapat dimasukkan dalam kategori ini men-cakup juga anak-anak yang kelahirannya tidak dikehendaki (unwanted children) oleh kedua orang tuanya dengan berbagai alasan, seperti alasan reproduksi dan ekonomi dan anak-anak yang kurang asuh (nurturing) dari kedua orang tuanya. Untuk kasus pertama, orang tua biasanya sudah tidak memiliki keinginan untuk mempunyai keturunan. Untuk itu, mereka mempergunakan alat kontrasepsi, namun terjadi kegagalan dalam usaha mereka mencegah kehamilan. Anak-anak semacam ini bisa juga lahir dari hubungan di luar nikah yang tidak dikehendaki, karena alasan menutup rasa malu atau

Page 88: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

81Arti dan Fenomena Kemiskinan Global

ketidaksiapan secara mental dan ekonomi, mereka sengaja dibuang atau dititipkan ke individu maupun lembaga sosial tertentu. Semen-tara pada kasus kedua, anak-anak lahir dari keinginan orang tua, namun karena satu atau lain hal, mereka tidak memperoleh asuhan, belas kasih dan sayang dari orang tuanya.

Kompleksitas kemiskinan dan ketertindasan seperti yang disaksi-kan pada milenium ketiga ini, tentu saja membutuhkan lebih dari sekadar keprihatinan atas fenomena ketidakberdayaan, ketidakpastian dan kelangkaan kaum dhuafa dan mustadh`afin. Individu dan atau kelompok-kelompok tertindas dan termiskinkan itu juga jangan sampai direduksi menjadi sekadar golongan-golongan yang berhak menerima zakat. Yang dibutuhkan ialah sikap, perilaku, dan kebijakan yang men-cerminkan keberpihakan kepada kaum lemah dan tertindas ini sekaligus upaya konkret memperkuat posisi sosial, ekonomi dan politik mereka.

Page 89: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

82 Zakiyuddin Baidhawy

Populasi kaum dhuafa dan mustadh`afin dalam satu dekade terakhir akan terus tumbuh dan meningkat lebih-lebih setelah periode krisis ekonomi yang meluas. Reformasi tanpa arah yang jelas menambah ruwet penye-lenggaraan negara untuk menye jahterakan warganya. Keadaan se macam ini membuat populasi kaum tertindas dan termiskinkan terus meluas. Orang-orang miskin di perkotaan maupun pedesaan semakin tertekan dan tidak punya cukup kemampuan untuk melompati gerbang harapan (treshold of hope) yang membawa mereka lepas dari jurang ke melaratan dan penindasan struktural. Dominasi dan hegemoni sistem ekonomi-politik neo-kapitalis sama sekali tidak memberi kesempatan bagi mereka untuk menentang ketidakadilan sekaligus melakukan per ubahan. Nasib mereka makin terjepit. Kesengsaraan dan deprivasi sis temik semakin terasa setidaknya dalam beberapa hal berikut ini.

Pertama, Orang-orang miskin dibuat mati menyedihkan karena kelaparan dan gizi buruk justru terjadi ”di lumbung padi” sendiri. Ada ”busung lapar di pusat penghasil padi terbesar” di wilayah Indonesia bagian tengah. Pada saat yang sama, penyakit ”lapar korupsi” juga terus menjangkiti para pejabat di Nusa Tenggara Timur, di mana angka pen derita gizi buruk dan busung lapar sangat tinggi. Kematian satu jiwa adalah tragedi. Sayangnya, di negeri ini kematian banyak jiwa lebih dipandang sebagai angka statistik, meminjam Stalin. Akankah ke miskinan dan kematian akibat kelangkaan kebutuhan dasar dan pelayanan kesehatan yang mendera sebagian saudara kita, dibiarkan seperti adanya? Tidak ada

BAB

III VISI BARU KEBERPIHAKAN

Page 90: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

83Visi Baru Keberpihakan

jaminan dari negara atas pemenuhan kebutuhan hidup minimum bagi orang miskin. Mereka yang hidup di bawah garis subsistens ini ”harus” terus sehat. Jangan sakit, karena obat mahal, jasa dokter setinggi langit. Kartu jaminan kesehatan bagi kaum miskin bukan jaminan atas pe layanan medis yang memadai. Boleh jadi, justru jadi pangkal dis kri minasi.

Kedua, situasi deprivasi orang-orang miskin bukan semata pada urusan perut dan kesehatan. Untuk jadi orang melek huruf sekalipun mereka sulit setengah hidup. Kasus-kasus siswa-siswi gantung dan bunuh diri karena malu menunggak SPP, tidak mampu bayar iuran ketram-pilan sekolah, belakangan makin kerap terjadi. Negara seolah lari dari tanggung jawab ”mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagai bagian dari tujuan luhur negara ini diproklamirkan. Banyak orang miskin tidak sanggup menyekolahkan anak-anaknya secara layak. Angka putus sekolah dari tahun ke tahun terus me ningkat. Dalam pada itu, sekolah-sekolah unggulan, terpadu, internasional, berbiaya mahal terus tumbuh bagai jamur. Sebuah paradoks yang mencolok mata. Pendidikan inklusi ber basis pada filosofi education for all. Sayangnya, pendidikan ini tidak termasuk terbuka bagi mereka papa. Pendidikan inklusi bukan untuk orang miskin yang berat bayar uang gedung dan SPP. Alhasil, sudah miskin bodoh lagi. Dijamin indeks pembangunan sumberdaya insani negeri ini makin karut marut.

Ketiga, orang-orang miskin dibuat nelangsa oleh keadaan dan struktur karena mereka tidak punya pekerjaan, kehilangan pekerjaan, atau menjadi setengah pengangguran. Padahal pekerjaan merupakan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan hidup setiap warga. Kewajiban negara menyediakan kesempatan yang sama bagi setiap orang dan membuka lapangan kerja bagi yang membutuhkan. Namun, karena pertumbuhan ekonomi kurang bagus, bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan dalam prosentasi cukup drastis (tahun 2005 dan 2008), jumlah pekerjaan men-jadi semakin berkurang. PHK tak terelakkan. Sementara jumlah pen-duduk usia produktif mesti bertambah. Ratusan ribu sarjana baru lahir tiap tahunnya. Pengangguran intelektual otomatis meningkat. Jumlah pendaftar pegawai negeri membludak. Bursa kerja dikerumuni insan-insan pencari lowongan kerja.

Berbekal ijazah sarjana jauh dari cukup untuk memperoleh pe-kerjaan bagus dengan gaji bagus pula. Ijazah hanya syarat administratif.

Page 91: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

84 Zakiyuddin Baidhawy

Selanjutnya sistem koneksi berlaku. Jaringan jauh lebih efektif untuk mengisi lowongan. Nah, mereka yang sekolah tinggi saja sulit dapat kerjaan, lebih-lebih orang miskin sekaligus bodoh dan sakit-sakitan. Mereka tidak punya cukup kapasitas, apalagi otoritas. Bekal pengetahuan dan ketrampilan yang minim membuat mereka terus tergilas. Partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan dan mengontrol jalannya imple-mentasi kebijakan jauh panggang dari api. Orang miskin harus puas dengan pekerjaan kasar, dengan upah rendah, jongos yang selalu siap jadi ”keranjang sampah” sumpah serapah para majikan kapitalis.

Keempat, beribadah menuntut syarat ”kemampuan”, baik fisik, material, dan psikis. Berpuasa di bulan Ramadan hukumnya wajib bagi Muslim. Di beberapa daerah yang memberlakukan syariat Islam, razia atas orang tidak berpuasa sering dilakukan. Mereka yang tertangkap ke-banyakan pekerja kasar, buruh bangunan, kuli panggul, dan tentu saja miskin. Akhirnya Pemda melepaskan mereka. Mereka hutang puasa. Batal puasa harus diganti pada hari lain. Di bulan Ramadan saja mereka sulit berpuasa, apalagi harus bayar puasa di luar Ramadan. Mana tahan, karena puasa di lain hari hampir mustahil karena tantangannya jauh lebih berat. Kalau tidak mengganti dengan puasa, bisa diganti fidyah. Tapi mana mungkin bayar fidyah, buat makan sehari-hari saja susah minta ampun. Membayar zakat juga ibadah. Tapi apa yang akan dizakati dari orang miskin. Kebutuhan minimal sehari-hari pun sudah senin-kamis. Memberi infak dan sedekah rasanya juga jauh dari kenyataan. Bahkan mereka hidup dari uluran tangan orang lain. Demikian juga menunaikan haji ke tanah suci. Wah, yang ini persis seperti mimpi di siang bolong.

Nelangsanya menjadi orang miskin. Sudah jatuh tertimpa tang-ga, sengsara murakab (berlapis-lapis). Inilah “rukun Islam kaum dhuafa dan mustadh`afin”: harus selalu sehat karena sakit biayanya mahal; siap menjadi ”manusia bodoh” karena pintar ongkosnya selangit; menerima kerja kasar dengan upah pas-pasan, karena kerja bagus butuh kolusi dan uang suap; dan marjinal dalam perebutan ”kapling surga” karena ibadah butuh modal.

Dalam situasi dan kondisi semacam ini, umat manusia dituntut untuk menunjukkan solidaritas dan keberpihakan yang nyata un tuk membela mereka yang selalu menjadi korban ketimpangan dan kebo-brokan sistem ekonomi, sosial, dan politik. Dengan keber pihakan ini,

Page 92: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

85Visi Baru Keberpihakan

kita dapat berbuat demi hidup dan kehidupan kaum miskin dan ter-miskinkan secara lebih layak dan manusiawi.

A. MEMPERTEGAS VISI KEBERPIHAKAN: AL-MAUN SEBAGAI OPTION FOR THE POOR

Perubahan iklim global dan globalisasi kemiskinan menengarai dimulainya suatu masa penuh kekacauan. Keduanya bersumber dari sistem ekonomi dan sistem politik yang bukan hanya gagal, bahkan juga hancur. Kita kini hidup dalam suatu masa yang paling “menakjubkan” sepanjang pengalaman manusia. Sebagai suatu spe sies, kita sedang meng-hadapi ancaman bagi seluruh spesies manusia dan non-manusia, peluang sekaligus keniscayaan untuk menerima tanggung jawab dan peran dalam membawa dunia ini agar bekerja untuk semua manusia dan alam semesta.

Ada tantangan bersama yang dihadirkan oleh tatanan ekonomi global dan anak kandungnya berupa disintegritas lingkungan dan ke ti dakadilan. Lebih tepatnya dapat dikatakan ada hubungan antara globalisasi kapital dengan kehancuran lingkungan hidup dan keti dak-adilan.

Bersamaan dengan para politisi di negara-negara maju melaku-kan pemotongan pajak bagi orang-orang kaya dan melancarkan pre-emptive war atas terorisme, Organisasi Pangan Dunia (FAO) melaporkan jumlah penduduk yang menderita kelaparan kronis. Suatu jumlah yang menurun pada dekade 70an dan 80an, namun meningkat dekade sejak 90an. Departemen Pertanian Amerika memperkirakan pada 2008 dua pertiga penduduk Sub Sahara Afrika mengalami kekurangan makan. Empat puluh persen kekurangan makan dialami Asia, dan Indonesia menyumbang bagian besar dari kemiskinan di kawasan ini. Satu-satunya cara untuk mengakhiri kemiskinan adalah meredistribusi sumber daya yang tersedia demi kesinambungan penduduk planet bumi.

Upaya memahami kemiskinan dan cara-cara manusiawi untuk mengatasinya adalah pekerjaan besar. Karena itu, penting pembahasan tentang beberapa aspek penting terkait dengan perlunya trans formasi kebudayaan dan institusi-institusi dominasi yang bukan hanya merupa-kan imperatif moral bahkan suatu prasyarat yang harus ada bagi survival bersama. Pemahaman ini sangat mendasar jika kita hendak menjadi agen

Page 93: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

86 Zakiyuddin Baidhawy

Islam transformatif yang efektif, beritikad baik untuk menjadi “pejuang anti-kemiskinan” sekaligus “pembela orang-orang miskin”.

1. Pendusta Agama: Sistem Ekonomi KemarukAda pertarungan sengit antara Libertarianisme dan Keynesian isme

mengenai seberapa besar alam semesta ini memiliki kemam pu an untuk menyediakan sumber daya bagi penduduk planet bumi. Kaum liber-tarian mengklaim bahwa dalam alam ini ter kandung sumber daya yang tanpa batas untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan manusia. Mereka, karena itu, tidak mempertimbangkan sumber daya alam dan lingkungan sebagai satu faktor untuk menentukan pendapatan nasional dan pembangunan berkesinambungan. Sementara itu, kaum Keynesian memandang sumber daya yang tersedia dalam alam ini terbatas untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Paradoksnya, mereka juga tidak memasukkan faktor sumber daya alam dan lingkungan dalam memperhitungkan pendapatan nasional dan pembangunan ber-ke lanjutan. Intinya dua sistem ekonomi kontemporer ini sama-sama mendukung terjadinya eksploitasi dan konsumsi tanpa batas atas sumber daya alam dan lingkungan, yang berakibat pada kelaparan dan keku-rangan gizi bagi ratusan juta umat manusia.

Konsumsi manusia modern telah menghabiskan kapital alam, baik kapital yang tidak dapat diperbarui (non-renewable capital), seperti bahan bakar minyak fosil, dan kapital yang dapat diperbarui (renewable capital), seperti hutan, perikanan, tanah, air, dan sistem iklim. Sekitar 85% dari kapital yang tersisa telah diambil alih oleh 20% orang yang beruntung dari penduduk dunia untuk mendukung pola konsumsi yang seringkali boros dan berlebihan. Sekitar 20% penduduk dunia yang tidak beruntung harus berjuang keras untuk tetap survival dengan kapital lebih dari 1%.

Sayang sekali, kebanyakan orang lupa tentang implikasi yang se-sungguhnya dari kesenjangan dan ketidakadilan karena mereka mabuk oleh cara berpikir tentang uang sebagai kekayaan. Uang adalah klaim tentang kekayaan. Hanya angka yang ada dalam otak sebagian besar penduduk dunia sekarang ini. Gambaran berikut me nunjukkan suatu sistem ekonomi kemaruk yang beraliansi dengan kepentingan-kepen-tingan korporasi, daripada aliansi dengan kepen tingan kemanusiaan dan lingkungan alam.

Page 94: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

87Visi Baru Keberpihakan

Trio lembaga-lembaga Bretton Woods — World Bank, IMF, WTO — adalah pemain utama dalam menuliskan aturan-aturan eko-nomi global yang sesuai dengan konsentrasi kekayaan dan kekuasaan. Ketiga nya mengklaim berdedikasi untuk menghilangkan sebab-sebab kemiskinan. Namun, coba perhatikan kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi mereka yang keblinger, memandang suatu negara ideal adalah negara yang aset-aset dan sumber dayanya dimiliki oleh korporasi asing yang memproduksi untuk ekspor dengan tujuan untuk memperoleh foreign exchange guna membayar hutang-hutang internasional. Negara ideal menurut mereka adalah yang tidak memiliki jasa layanan publik. Energi listrik, air, pendidikan, pelayanan kesehatan, jaminan sosial dan jasa keuangan semuanya dimiliki dan dijalankan oleh korporasi asing untuk mengeruk profit atas dasar bayaran berbasis layanan. Makanan dan barang-barang lain untuk konsumsi domestik semuanya diimpor dari luar dan membayarnya dengan uang yang dipinjam dari bank-bank asing.

Apa yang ada dalam otak trio Bretton Woods kemaruk ini bukan tentang pemenuhan kebutuhan-kebutuhan penduduk, apalagi orang-orang miskin. Otak mereka hanya bicara mengenai konsentrasi ke-kuasaan secara leluasa di tangan-tangan lembaga-lembaga keuangan global yang mengendalikan korporasi-korporasi yang terus memonopoli sumber daya dunia, pasar, pekerjaan, informasi, uang, dan politik untuk tujuan-tujuan mereka sendiri.

Sistem semacam ini tak dapat dimungkiri telah merampas kekayaan dan kekuasaan dari mayoritas ke minoritas; menciptakan konsentrasi kekayaan dan kekuasaan yang terus meningkat, sehingga mendorong gaya hidup extravagan yang mubadzir, boros dan sia-sia pada sebagian kecil orang, dan pada saat yang sama melahirkan deprivasi dan perbudakan bagi bilyunan orang; dan mempercepat kehancuran kekayaan alam yang telah merampas kehidupan bilyunan penduduk bumi. Kecenderungan semacam ini akan menjegal nasib umat manusia jika dibiarkan terus ber-lanjut.

2. Shalat yang MemihakGambaran seperti di atas menyerupai, meski dengan repre-

sentasi yang lebih sederhana, konteks historis turunnya surat al-Maun. Sebagaimana trio Bretton Woods, symptom masyarakat Mekkah pra

Page 95: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

88 Zakiyuddin Baidhawy

Islam mengenal “trio jahiliyah” – Abu Sufyan, Abu Jahl, dan al-`Ash Ibn Walid (Shihab, 2002: vol. 15, 545). Mereka adalah tokoh-tokoh yang memiliki sifat kemaruk harta dan kekayaan dan gemar berfoya-foya secara mencolok di hadapan mayoritas penduduk yang miskin dan serba kekurangan. Mereka juga tidak memiliki kepekaan sama sekali atas keter tindasan kaum papa.

Kutukan sebagai pendusta agama ditujukan kepada individu, ke-lompok, dan sistem yang apatis dan tidak memiliki solidaritas sosial atas kaum mustadh`afin. Karakteristik yang mudah dikenali pada diri mereka adalah suka menghardik, menakut-nakuti, meng ancam, menindas individu, kelompok, masyarakat dan negara “yatim” yang tidak berdaya secara sosial, ekonomi dan politik; mereka juga tidak peduli kepada kemiskinan dan pemiskinan; bahkan mereka sendiri pelaku pemiskinan dan penindasan atau kompradornya; melakukan “pembiaran” (yutm) atas kemiskinan dan pemiskinan; serta tidak berdiri dalam posisi memihak kepada kaum dhuafa.

Hal serupa berlaku bagi kaum agamawan, kaum Muslim yang rajin melakukan shalat lima waktu sehari semalam. Shalat mereka tidak menye-lamatkan diri mereka sendiri dari api neraka pada hari akhir, karena toh mereka juga tidak berbuat apa-apa, tidak menyelamatkan orang lain yang yatim dan miskin selama hidup di dunia. Ini merupakan sifat “shalat yang mencelakakan” sebagai akibat mereka “lalai, abai” terhadap problem kemiskinan dan penindasan yang kasat mata di hadapan mereka. Kaum agamawan dan para penegak shalat yang celaka adalah juga mereka yang “menghalangi, menghambat” individu, kelompok, atau sistem yang ber-usaha memberikan bantuan, pertolongan dan pemberdayaan kepada kaum miskin.

Oleh karena itu, perlawanan atas sistem yang rakus dan menindas hanya dapat muncul dari kesadaran keagamaan dan “shalat yang me-mihak”, yakni shalat yang memihak keadilan dan demokrasi – hak setiap orang untuk bicara dan hak atas sarana-sarana kehidupan dan peng-hidupan. Siapa yang berjuang untuk mempertahankan kehidupan dari rezim perompak ini, memberikan bantuan karitas, dan pemberdayaan kapasitas dan otoritas kepada kaum miskin, itulah dia yang “shalatnya menyelamatkan” kema nusia an, ia mujahid anti-kemiskinan dan pembela kaum miskin; ia juga siap mati syahid dalam membela hak-hak kaum

Page 96: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

89Visi Baru Keberpihakan

miskin dari para begundal kapitalis-neoliberalis dan kaki tangannya yang “jahil murakab” (triple idiots).

B. MENCERDASKAN VISI AL-TAKATHUR: “KAPITALISASI” UNTUK PEMIHAKAN

Visi keberpihakan terhadap kaum dhuafa dan mustadh`afin sebagai-mana tersurat dalam teologi al-Maun berhubungan erat dengan al-Takathur. Pertama, karena surat al-Maun itu sendiri secara kronologis turun sesudah surat al-Takathur. Kedua, secara substantif ada kesamaan pesan yang menegaskan larangan bersikap dan bertindak “abai, lalai, dan lengah, leha-leha” dalam hal kapital dan kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan.

Al-Takathur sendiri secara harfiah bermakna “menumpuk, mem-perbanyak, menimbun” sesuatu. Secara maknawi mengandung beberapa hal antara lain: al-takathur secara alamiah merupakan sifat manusiawi oleh karena setiap individu memiliki kecenderungan untuk menumpuk harta/kekayaan sebanyak-banyaknya; secara hukum, menumpuk harta dan kekayaan adalah diperkenankan, karena dianjurkan agar setiap orang berkecukupan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan ke inginannya, dan tidak me min ta-minta; al-takathur secara sistem meru-pakan aktivitas “kapitalisasi” melalui proses dan prosedur yang berlaku dan terjaga keadilannya. Ketika prasyarat ketiga ini tidak terpenuhi, maka al-takathur telah menjerumuskan diri pada rezim “kapitalisme”, yang cirinya antara lain: selalu suka “menumpuk dan menimbun” harta/kekayaan untuk kepentingan sendiri bahkan dalam situasi krisis dan kelangkaan, termasuk di dalamnya tindakan memonopoli barang dan atau jasa; senantiasa senang “menghitung-hitung” harta/kekayaan dan untung rugi dari bisnisnya dari perspektif materialistik semata; dan per-caya bahwa harta/kekayaan itu abadi dan mengekalkan sehingga abai terhadap kewajiban-kewajiban yang harus dibayarkan kepada mereka yang berhak menerimanya (Q.S. Al-Humazah 104:2-3). Ciri lain yang tak kalah pentingnya adalah bahwa kapitalisme yakin terhadap “per-saingan bebas” antara dua atau lebih patron melalui cara-cara yang tidak manusiawi dan tidak beradab.

Page 97: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

90 Zakiyuddin Baidhawy

Al-Takathur yang dibenci dan harus dilawan adalah rezim yang mem-buat banyak orang — terutama kaum miskin dan papa — ter sungkur, merasakan penderitaan yang mendalam, sampai-sampai banyak di antara mereka menemukan ajal dan terkubur (maqabir, terpinggirkan, ter majinalkan) baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Regim se-macam ini merupakan manifestasi dari al-Takathur yang “bego, lengah” atas kesengsaraan dan deprivasi yang dirasakan sebagian besar umat manusia.

Oleh karena itu, sejalan dengan visi keberpihakan dari teologi al-Maun, al-Takathur yang rasional-bertujuan adalah kapital isasi yang peduli kepada kemiskinan dan ketertindasan, serta diabdi kan untuk membela dan memberdayakan kaum miskin dari kemiskinan karitas, kapasitas dan otoritas mereka, dan bukan semata-mata kapitalisasi untuk pelipat gandaan modal itu sendiri. Dengan demikian dapat dipahami bahwa visi al-Takathur adalah kapitalisasi atau penumpukan modal dalam kerangka filantropi ekonomi, sosial, dan politik. Filantropi ekonomi di sini merujuk pada upaya pengumpulan modal dari berbagai donasi wajib dan sukarela — zakat, infak, sedekah, dan wakaf — yang bertujuan untuk mengembangkan kemandirian, keswadayaan, dan swakelola kehi-dupan perekonomian kaum miskin dan tertindas, serta me ning katkan ketrampilan hidup dan kapasitas mereka. Filantropi sosial merupakan kapitalisasi dalam kerangka pengentasan kaum mustadh`afin dari marji-nalisasi sosial, seperti pengucilan di mana mereka mengalami diskri-minasi dan stigma, dan dipaksa untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi dan relasi sosial yang memelihara mereka agar tetap miskin. Sedangkan filantropi politik adalah upaya kapitalisasi yang bermaksud untuk mem-bebaskan kaum miskin dari marjinalisasi partisipasi, marjinalisasi hak-hak asasi, dan marjinalisasi perlindungan hukum.

Inilah yang dimaksud dengan kapitalisasi untuk pemihakan; al-takathur untuk menegakkan visi al-Maun. Visi semacam ini hendaknya tergambar dalam setiap amal usaha dan layanan sosial yang dibangun oleh komunitas keagamaan, komunitas Muslim. Artinya, sebuah amal usaha dan layanan sosial — baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kemaslahatan publik lainnya — bukan berorientasi profit. Lembaga-lembaga ini perlu dikelola dengan manajemen yang baik agar tetap dapat survival dan sustainable, menerapkan subsidi silang dalam hal layanan.

Page 98: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

91Visi Baru Keberpihakan

Sustainabilitas lembaga ini di samping ditopang dengan pemanfaatan donasi filantropi, juga keuntungan dari layanan yang diberikan. Marjin keuntungan yang diperoleh disisihkan untuk membantu mereka yang kurang beruntung. Dengan cara ini, lembaga-lembaga amal usaha dan layan an sosial tetap bertahan hidup dengan tetap teguh memegang visi pemihakan, pembelaan, dan pemberdayaan kepada kaum miskin. Dengan kata lain, al-Takathur hanya dapat terselamatkan bila ia melandaskan diri pada solidaritas dan keberpihakan al-Maun; keuntungan mengabdi kepada kebajikan.

C. UMMAH WASATH: PEJUANG KEADILAN DAN KEMANUSIAAN

Ide tentang pemihakan dalam kerangka Islam transformatif juga ditunjukkan melalui ungkapan ummah wasath. Secara bahasa wasath adalah sesuatu yang terletak di antara dua ujung. Kata ini tertulis sebanyak 5 kali dalam al-Qur’an. Merujuk pada makna yang dikandung dalam ayat-ayat al-Qur’an, wasath mencakup tiga pengertian yaitu: Pertama, tengah-tengah (Q.S. Al-Baqarah 2:238). Kedua, adil (Q.S. Al-Baqarah 2:143): “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan terpilih agar kamu menjadi pejuang atas nama kemanusiaan dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu.”

Wahbah al-Zuhayli (1998: vol. 2, 14-15) menjelaskan al-wasath dalam ayat ini dengan menyatakan bahwa umat Muslim adalah umat yang adil dan cinta keadilan, yang pada hakekatnya melukiskan suatu keadaan yang terbaik dan terpuji dalam hal anugerah, ciptaan, syariat, hukum, ibadah, keistimewaan dan fitrah. Umat muslim disebut sebagai ummah wasath karena mereka mengutamakan prinsip equilibrium/kese-imbangan (al-tawazun) antara kebutuhan jasmani dan rohani, antara ke-maslahatan dunia dan akhirat; mereka juga berlomba-lomba untuk men-jadi kaum yang moderat dan tawassut dalam arti memberikan hak kepada yang berhak menerima, melaksanakan segala hak dan kewajiban dalam suatu konstruk kehidupan sosial baik untuk kepentingan yang berjangka pendek maupun berjangka panjang. Karena sifat al-wasath dan al-‘adl itulah umat Muslim disebut sebagai ummat wasath (al-Maraghi, 1994.: vol. 2, 5-6).

Page 99: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

92 Zakiyuddin Baidhawy

Sementara Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha dalam al-Manar (tt., vol. 2, 4-5) memaknakan wasath sebagai keadilan dan keterpilihan. Lafaz wasath digunakan karena mencakup pilihan dan ke adilan; dan kaum Muslim tidak suka berlebihan maupun minimalis dalam persoalan-persoalan keagamaan, etika dan praksis sosial. Pendapat yang serupa dengan al-Manar juga dikemukakan oleh Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam kitab tafsirnya.

Pengertian ketiga dari wasath adalah terbaik (Q.S. Al-Maidah 5:89): “Maka kaffarat melanggar sumpah itu adalah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan terbaik yang biasa kamu beri kan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak”. Ditegaskan pula dalam sebuah adagium Arab: “Perkara yang terbaik adalah yang tengah-tengah”.

Dari paparan di atas, serta memerhatikan kelengkapan ayat al-Baqarah 2:143, nyata bahwa Muslim transformatif adalah manusia yang memiliki karakter jelas sebagai pejuang radikal untuk menegak-kan keadilan dan kemanusiaan (syuhada’ ‘ala al-nas) dengan cara-cara nir kekerasan/moderat. Memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan dengan kesabaran (upaya sistematik) adalah tanda Muslim transformatif. Ketika diperlukan, mereka harus berjuang menegakkan hukum dan kondisi sosial yang sepadan dengan mar ta bat kemanusiaan. Orang ber-iman tidak punya pilihan. Dalam menghadapi ketidakadilan dan pe-nindasan, ia harus berdiri di hadapan Tuhan untuk menjadi penen-tang abadi ketidakadilan dan penindasan. Pelanggaran atas hak-hak Tuhan harus dikutuk, dan semua orang yang berkehendak baik harus terlibat dalam memegang dan memelihara hak-hak tersebut sebagai tugas suci. Karena itu pula, keyakinan ini harus mampu membangkitkan para pengikut agama-agama untuk menjadi pelindung aktif terhadap hak-hak individu. Para pejuang militan demi martabat manusia bisa me -nentang ke ja hat an dengan kekerasan, tetapi kekerasan-kekerasan dengan batasan-batasan yang sangat ketat, daripada menggunakannya atas nama keistimewaan taqwa dan sebagai sarana suci untuk mencapai tujuan politik.

Page 100: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

93Visi Baru Keberpihakan

D. PENDEKATAN BERBASIS MAQASID AL-SYARIAH

Keberpihakan Islam terhadap kaum dhuafa dan mustadh`afin dalam kerangka teologi al-Maun dan visi transformatif al-Takathur secara lebih rinci dapat diterjemahkan dengan memanfaatkan enam pendekatan tujuan-tujuan praksis (maqasid al-syariah). Dengan mengoperasionalkan basis teologis dan visi di atas, Islam memiliki pandangan yang distingtif mengenai bagaimana kemiskinan mesti dipahami secara multidimen-sional serta dijawab secara praksis. Ada enam aktivitas rasional bertujuan yang utama untuk melihat secara cermat kebutuhan-kebutuhan manusia. Enam hal tersebut mencakup: kebutuhan agama, kebutuhan hidup/fisik, kebutuhan akal, kebutuhan keluarga, kebutuhan harta/kekayaan, dan kebu tuh an lingkungan. Pemenuhan atas enam kebutuhan tersebut se cara layak dipandang sebagai upaya mewujudkan tujuan-tujuan Islam dalam kehidupan.

Jelas semua ini penting dalam kerangka bagaimana kita mema-hami kemiskinan, karena ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya merupakan pertimbangan mendasar untuk menilai apakah ia termasuk miskin atau tidak. Oleh karena itu, ke butuhan-kebutuhan itu juga harus memasukkan kemampuan untuk me lak sana-kan lima rukun Islam dan panggilan menuju jalan Tuhan, yakni melin-dungi kehidupan, mengamankan makanan, pakaian, dan perumahan, pendidikan, hak untuk bekerja demi kehidupan, membangun keluarga dan sebagainya. Semua kebutuhan ini merupakan dasar bagi kehidupan individu dan sosial yang baik, dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ting-katan atau hirarkhi: kebutuhan primer (daruriyyat), kebutuhan sekunder (hajiyyat), dan kebutuhan tersier (tahsiniyyat).

Yang dimaksud dalam konsep daruriyyat adalah “kebutuhan dasar” yang sangat mendesak untuk dipenuhi oleh manusia, dan apabila ke-butuhan ini tidak terpenuhi maka dapat mengancam kehidupannya (survival); kekurangan atas pemenuhan kebutuhan dasar ini menimbulkan kelaparan dan penyakit yang membahayakan jiwa manusia. Daruriyyat sering digunakan untuk merujuk pada semua barang dan jasa yang me-menuhi suatu kebutuhan primer (primary goods) atau mengurangi ke-sukaran dan dengan demikian menjadikan suatu perbedaan nyata dalam kesejahteraan manusia. Kebutuhan primer itu meliputi pangan, sandang

Page 101: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

94 Zakiyuddin Baidhawy

dan papan. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka mengancam ke-langsungan hidup atau survival manusia di muka bumi.

Al-Shatibi menyebutkan hal-hal yang sifatnya daruriyyat, yakni menjaga kesehatan akal (hifz al-`aql) untuk tegaknya agama (hifz al-din); menjaga keturunan (hifz al-nasl) untuk menegakkan al-`adah; dan meme-lihara harta (hifz al-mal) untuk ketahanan hidup manusia (hifz al-nafs) (al-Shatibi, tt.: vol. 2, 4, 8-12). Satu hal yang juga mendesak untuk di-per timbangkan dalam aktivitas-aktivitas rasional bertujuan adalah ke les-tarian dan konservasi lingkungan (hifz al-bi’ah). Beberapa contoh yang termasuk dalam kategori ini di samping yang secara langsung meme-lihara lima perkara penting di atas, adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan-tindakan tersebut antara lain: menegakkan lima rukun Islam, keamanan hidup manusia dan sanksi bagi pelanggarnya, kebutuhan sandang, pangan dan papan yang tidak bisa tidak harus tercukupi, institusi perkawinan dan larangan perzinaan, perlindungan kekayaan dalam arti luas dan pelarangan atas penghancuran kekayaan, larangan merampas hak milik orang lain dan perjuangan untuk mempertahankannya, mem-peroleh pendidikan dasar, dan melaku kan aktivitas ekonomi yang cukup untuk menjaga lima hal darurat tersebut. Dengan demikian, kebutuhan adalah sesuatu yang diperlu kan agar manusia dapat bertahan hidup, dan karenanya sifatnya terbatas.

Hajiyyat adalah ungkapan yang dipergunakan untuk semua barang dan jasa yang tidak mungkin diklasifikasikan secara tegas ke dalam ke-lengkapan, dan beberapa fleksibilitas sangat dikehendaki dalam men-definisikan kategori ini. Biasanya kategori ini dalam ilmu ekonomi di-sebut dengan secondary goods. Kebutuhan sekunder ini merupakan keleng-kapan yang berada di sekitar kebutuhan pokok dan berfaedah serta melengkapi daruriyyat. Kelengkapan ini diperlukan untuk kelapangan dan meniadakan kesempitan hidup pada umumnya, namun bila tak ter-penuhi tidak menyebabkan kerusakan bagi kelangsungan hidup individu maupun kemaslahatan umum. Dalam hal al-`adah, dibolehkan berburu dan menikmati yang baik-baik dari makanan, minuman, pakaian dan rumah serta kendaraan yang halal dan sebagainya. Berbagai kerajinan, aktivitas ekonomi dan industri sekaligus produk dan jasanya termasuk dalam kategori kebutuhan sekunder dengan maksud agar semakin dapat menghilangkan kesukaran. Namun karena perubahan taraf kehidupan,

Page 102: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

95Visi Baru Keberpihakan

aktivitas-aktivitas bisa bergerak dari satu kategori ke kategori lainnya. Seperti transportasi publik bagi komunitas besar dan urban adalah ke-butuhan sekunder, dan menjadi tersier ketika diperuntukkan komunitas kecil di pedesaan; perlindungan kesehatan dan promosi pendidikan fisik untuk memperkuat jasmani. Prinsip yang harus dijaga dalam kategori ini adalah sikap tengah-tengah (tawassut) dan kesederhanaan (i’tidal), bukan berlebihan maupun serba kekurangan. Dalam kategori ini biasanya ber-laku prinsip fiqh Islam “apa yang menyebabkan suatu kewajiban menjadi tidak sempurna karenanya, maka ia juga menjadi wajib”.

Tahsiniyyat adalah kesenangan, kenikmatan, dan perhiasan di dunia yang diperbolehkan. Tahsiniyyat adalah istilah yang digunakan untuk semua barang dan jasa yang dikehendaki untuk “memperindah” atau “meng hiasi” kebutuhan dan kelengkapan pada umumnya dan ber sifat kom plementer, dengan menghindarkan diri dari keadaan yang dipan-dang rendah oleh akal sehat. Jenis-jenis barang kesenangan ini biasa di-sebut sebagai tertiary goods. Misalnya, mempergunakan perhiasan, me-makai pakaian terbagus dan mengemudikan kendaraan dengan model terbaru, kesantuan dalam perilaku dan perkataan, etiket makan, minum, berpakaian, kebersihan menghindarkan, hobi, rekreasi dan berbagai akti -vitas untuk relaksasi jasmani dan pikiran, dan sebagainya. Semua itu di-perkenankan sepanjang tidak berlebih-lebihan dan bakhil atau kikir, namun mengambil jalan tengah (qawam) (Q.S. Al-Furqan 25:67).

Enam kebutuhan mendasar seperti disebut di muka adalah se-suatu yang niscaya untuk dipenuhi, tidak ada prioritas satu di atas yang lainnya, dan jika satu kebutuhan tidak terpenuhi maka seseorang masih dikatakan miskin. Memang tidak ada satu pun cara yang paling tepat untuk mendefinisikan kemiskinan. Namun demikian, perspektif Islam berada dalam suatu konsensus luas tentang kemiskinan sebagai masalah multidimensional, yang ber sandar pada kebutuhan-kebutuhan manusia yang mencakup enam hal di atas dan tidak dapat direduksi sedemikian rupa ke dalam masalah pendapatan dan keuangan semata. Sejauh kita memerhatikan ukuran-ukuran yang sifatnya operasional, empat macam ke butuhan terakhir menurut sudut pandang Islam sudah serupa dengan indikator-indikator dalam Indeks Pembangunan Sumber daya Manusia yang menekankan pada pentingnya penda pat an, pendidikan, dan kese-hatan. Faktor kebutuhan agama dan kebutuhan kelestarian lingkungan

Page 103: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

96 Zakiyuddin Baidhawy

belum diakomodasi dalam indeks tersebut. Di sinilah kiranya letak ke-lebihan dari perspektif Islam dalam memandang kemiskinan secara komprehensif.

Bentuk-bentuk kemiskinan yang berkaitan dengan keuangan dan pendapatan dapat diukur secara akurat dan terbuka melalui berbagai data survey rumah tangga dan statistik nasional yang didasarkan biasa-nya pada konsumsi rumah tangga daripada penda patan. Konsep kemis-kinan yang ada di dunia saat ini menjelaskan tentang sejumlah pendu-duk dunia yang hidup dengan konsumsi keseharian per kepala dalam sebuah rumah tangga dengan ekuivalensi sekitar 1.08 dolar (sejak tahun 1993). Ukuran praktis ini sama dengan beban minimum konsumsi yang dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan manusia. Alternatif ukuran lain yang biasa digunakan adalah 1 dolar per hari sebagai garis kemiskinan. Di beberapa negara seperti Amerika dan India misalnya, menetapkan garis kemiskinan dengan merujuk kepada kebutuhan nutrisi untuk menjaga kesehatan. Ada juga yang mempergunakan pendekatan makanan pemasok energi (food energy intake) dengan menghitung total pen dapatan atau belanja yang setara dengan kebu tuh an nutrisi individu. Pendekatan ini digunakan oleh Pakistan untuk memprediksi garis ke-miskinan yang didasarkan pada kebutuhan kalori sebanyak 2550 bagi orang dewasa per hari, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Pen dekatan lain adalah biaya kebutuhan dasar untuk menentukan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah jumlah total biaya makanan dan non-makanan dalam keranjang konsumsi dasar dan karenanya ber beda dari satu tempat ke tempat lainnya. Jadi garis kemiskinan harus mema-sukkan total pembiayaan atau belanja item-item makanan dan non-makanan.

Cara-cara untuk mengukur kemiskinan sebagaimana dijelas kan di muka dipandang sangat objektif, terukur, dan dapat diban dingkan. Sementara kita tahu bahwa kemiskinan jauh lebih luas dari sekadar pen-dapatan dan keuangan. Ia berhubungan dengan ketidakcukupan dalam hal kesehatan, nutrisi, intelektual, relasi sosial, ketidakamanan, harga diri rendah dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, masalahnya adalah bahwa hubungan antara kemiskinan pendapatan dan deprivasi dalam hal kemampuan dasar masih belum jelas dan dalam banyak hal belum di-terangkan dengan memadai. Dengan kata lain, meskipun penda patan jelas

Page 104: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

97Visi Baru Keberpihakan

merupakan suatu indikator kesejahteraan, namun ia jauh dari ukuran yang mendekati sempurna dalam melihat dan memihak ke miskinan.

Karena itu, kita membutuhkan suatu informasi dan cara baru untuk memahami kemiskinan. Definisi kemiskinan sebagaimana telah dikupas pada bagian terdahulu membuka peluang dirumus kannya pendekatan Islam berbasis enam kebutuhan dasar (maqashid al-syariah) beserta indi-kator-indikator operasionalnya untuk mem bantu memudahkan gam-baran tentang aspek-aspek penting dalam kehidupan ini. Dengannya kita menunjukkan bahwa Islam memberikan pemahaman, sikap, dan tindakan yang jelas memihak kepada kaum miskin.

1. Kebutuhan Agama (Hifz al-Din)Agama dipandang sebagai kebutuhan dasar atau hak fundamental

bagi setiap individu. Seseorang harus bebas menjalankan agama sesuai dengan pilihannya. Tidak ada paksaan dalam bentuk apa pun dalam me-milih agama, tidak ada halangan atau hambatan untuk menjalankannya (QS. Al-Baqarah 2; 256).

Memang sangat sulit mengukur hak untuk mempraktikan agama meskipun ada indeks yang berusaha mengukurnya. Ba nyak negara yang diklasifikasikan menurut Indeks Virginia seba gai negara yang tidak bebas, namun dinyatakan tidak benar menurut paradigma pembangunan tra-disional. Kebebasan untuk men jalankan agama adalah masalah proble-matik karena kita mesti memasuki wilayah hak-hak asasi. Data untuk mengukurnya dapat dilihat pada indeks kebebasan beragama (http://religiousfreedom.lib.virginia.edu/pageindex.html).

Kemampuan untuk menjalankan agama sangat tergantung pada kebebasan beragama, sumber daya, dan waktu untuk melakukannya. Oleh karena itu, dapat dikemukakan di sini bahwa kemiskinan dari segi ke butuhan agama terjadi jika ada peraturan-peraturan hukum yang mencegah individu untuk menjalankan agamanya; individu memiliki waktu luang kurang dari lima jam per minggu; individu memiliki tingkat kon sumsi sama dengan atau kurang dari kebutuhan minimum yang di-perlukan untuk mempertahankan biaya kebutuhan-kebutuhan dasar; tidak adanya tempat ibadah di wilayah tertentu yang dapat dijangkau.

Page 105: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

98 Zakiyuddin Baidhawy

2. Kebutuhan Fisik (Hifz al-Nafs)Kebutuhan fisik di sini merujuk pada tubuh/jasmani yang sehat,

yang termasuk di dalamnya item-item dasar seperti pangan, sandang, papan, transportasi, kesehatan dan sebagainya. Untuk mengukur ke-miskinan dalam pemenuhan kebutuhan fisik ini ditetapkan beberapa indikator sebagaimana tertera dalam HDI/HPI antara lain: angka harapan hidup pada kelahiran, angka kematian anak-anak, penduduk kurang gizi, penduduk hidup dengan HIV/AIDS/Malaria, kelahiran yang ditangani oleh tenaga medis terampil, dokter/perawat per seratus ribu penduduk, dan prosentase penduduk yang diimunisasi. Namun indeks ini bukan satu-satunya indikator kesehatan. Kesehatan fisik termasuk di dalamnya adalah akses kepada makanan, perumahan, pakaian, dan ini membutuhkan informasi lebih rinci dari data survey rumah tangga me-nyangkut asupan kalori, tingkat keamanan makanan, informasi rumah tangga berkaitan dengan kualitas rumah, aset-aset tetap, belanja untuk barang-barang tahan lama seperti belanja makanan, produksi rumah tangga, belanja non-makanan, dan penduduk tanpa akses pada sumber daya air bersih.

Jika kita berasumsi bahwa kebutuhan fisik berarti tidak lain dari makanan, pakaian, dan kesehatan, kita dapat mengatakan bahwa ke-miskinan terjadi bila asupan kalori individu berada di bawah tingkat kebutuhan minimum secara nasional; pendapatannya di bawah ke-butuhan non-makanan minimum yang menunjukkan bahwa sebuah rumah tangga tidak memiliki pendapatan yang diperlukan untuk mem-beli kebutuhan utama seperti pakaian, perbaikan rumah, dan kesehatan; jumlah dokter/perawat per seribu penduduk berada di bawah kriteria WHO; harapan hidup/kematian bayi lebih rendah di bawah standar inter nasional; sebuah keluarga/komunitas tidak memiliki akses kepada sumber daya air bersih dan aman.

3. Kebutuhan Intelek atau Pengetahuan (Hifz al-`Aql)Islam mengelompokkan pengetahuan ke dalam dua macam: pe-

ngetahuan dasar atau fundamental yang harus dipenuhi setiap individu; dan pengetahuan spesifik yang harus dipenuhi hanya oleh sekelompok orang dalam masyarakat. Pengetahuan dasar atau fundamental termasuk seluruh yang bermanfaat dalam hidup keseharian. Pengetahuan ini juga

Page 106: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

99Visi Baru Keberpihakan

termasuk ritual-ritual keagamaan atau tindakan-tindakan pengabdian men dasar dan seluruh penge tahuan sains dan seni lain yang berguna dalam kehidupan ini.

Pengetahuan dasar dapat dilihat dengan ukuran-ukuran sederha-na berkaitan dengan perolehan pendidikan, seperti tingkat melek huruf orang dewasa, tingkat melek huruf perempuan, partisipasi sekolah dan akses kepada pendidikan pra sekolah, pendaftaran sekolah dasar, me-nengah dan tinggi.

Jika kita menerima bahwa pengetahuan dasar itu adalah ketram pilan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, maka kita dapat mengatakan bahwa kemiskinan terjadi pada mereka yang buta huruf, dan gagal men-capai setidaknya pendidikan dasar secara penuh.

4. Kebutuhan Keturunan (Hifz al-Nasl)Islam melihat masalah keturunan sebagai kebutuhan yang ada

dalam setiap orang sekaligus sarana untuk mengembangkan ras manusia. Memang sangat sulit untuk mengukur kemampuan untuk men jalan kan kehidupan seks sebagai suatu kebutuhan. Setidak nya kita dapat me-maknainya sebagai suatu kemampuan untuk memiliki dan membe sar-kan anak-anak yang terdidik, dan sehat. Karena itu, untuk lebih dapat mengkuantifikasinya kita bisa mengikuti kriteria dalam HDI/HPI, me-liputi akses kepada fasilitas pendidikan, pemeliharaan dan pelayanan kesehatan pra dan pasca kelahiran, tahapan-tahapan imunisasi bagi bayi, angka kematian bayi, anak-anak yang memiliki berat badan di bawah normal dari umurnya, dan sebagainya.

Jika seorang individu tidak dapat memiliki dan melahirkan keturunan atau anak-anak yang terdidik dan sehat, maka ia dapat dikatakan sebagai orang miskin. Karena itu, kita dapat mendaftar sejumlah kriteria bahwa seorang indvidu dapat dikatakan miskin antara lain: mereka yang tidak me miliki akses kepada pemeliharaan dan pelayanan kesehatan pra dan pasca kelahiran; mereka yang memiliki bayi yang tidak memperoleh imunisasi untuk melawan penyakit-penyakit berbahaya umumnya; me-reka yang memiliki anak-anak dengan berat badan kronis; mereka yang pendapatan/konsumsinya berada di bawah kebutuhan non-makanan minimum, dan sebagai akibatnya kita berasumsi bahwa mereka tidak memiliki cukup bekal untuk keturunan mereka.

Page 107: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

100 Zakiyuddin Baidhawy

5. Kebutuhan Harta/Kekayaan (Hifz al-Mal)Kekayaan jelas merupakan kebutuhan manusia yang fundamental.

Kekayaan di sini dapat ditafsirkan sebagai stok atau arus. Dengan kata lain, kita dapat membahas perihal harta yang dimiliki yang dapat meng-hasilkan pendapatan atau pekerjaan yang menghasilkan imbalan atau penghasilan. Dengan mengadopsi HPI/HDI kita dapat mengukurnya melalui beberapa data tentang pendapatan/konsumsi per kepala baik men cakup kebutuhan makanan yang paling pokok dan kebutuhan non-makanan pokok, jenis pekerjaan, aset rumah tangga tetap, aset rumah tangga tidak tetap, informasi rumah tangga meliputi daftar anggota keluarga, sumber-sumber penghidupan, akitivitas-aktivitas pekerjaan ber upah, pekerjaan jangka panjang, gaji pegawai, bisnis perdagangan, kiriman uang, pekerjaan dan migrasi yang mencakup upah dan jenis pe-kerjaannya.

Seorang individu jelas dapat dikatakan sebagai miskin apa bila ia memiliki tingkat kekayaan di bawah kecukupan untuk mempertahankan hidup, yaitu jika konsumsi atau pendapatannya berada di bawah ke-butuhan non-makanan minimum; pekerjaannya rentan dan upahnya di bawah upah minimum nasional; rumah tangga yang sangat tergantung kepada uang kiriman; aset rumah tangga kurang dari 50% dari rata-rata nasional.

6. Kebutuhan Lingkungan (Hifz al-Bi’ah)Sebuah Pendasaran

Sumber daya lingkungan dan sumber daya alam pada hakikatnya diciptakan Allah sebagai sumber kehidupan dan penghidupan bagi se-luruh makhluk, tak terkecuali manusia. Manusia dapat mengeksplorasi sumber daya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan-ke-butuhan dan keinginan manusia. Ini bukanlah hal buruk sejauh ke-butuhan dan keinginan itu tidak akan membahayakan kelangsungan hidup dirinya dan masyarakat pada umumnya, serta spesies lain yang juga mempunyai hak hidup. Memenuhi dan memanfaatkan kebutuhan dan keinginan harus berada dalam kerangka dan batasan-batasan ter-tentu agar konsumsi atas sumber daya alam tidak melanggar “rambu-rambu ekologis dan kemanusiaan” dan menjamin keberlangsungan masa

Page 108: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

101Visi Baru Keberpihakan

depan. Ini mensyaratkan adanya dimensi pertanggung jawaban manusia atas perilakunya kepada Allah yang Maha Kuasa. Dengan cara demikian, eksplorasi sumber daya alam berkeadilan akan bersikap rasional dan mencari jalan yang benar-benar terbaik untuk memanfaatkan keka-yaannya.

Pemanfaatan sumber daya alam tidak semata berorientasi ke dunia-an dan berjangka pendek, namun juga memastikan kehidup an jangka panjang dan bekerja untuk kesejahteraan ekologis dan kemanusiaan me-lalui suatu pengurangan dalam pemborosan dan eksploitasi yang tidak penting.

Perilaku ini harus berpijak pada prinsip keselamatan, yakni sustaina-bility dan investasi masa depan. Untuk itu, Islam menegas kan tentang berjuang untuk kesinambungan generasi masa depan, kemakmuran bumi dan sekaligus larangan melakukan kerusakan atas lingkungan.

Visi kesinambungan generasi masa depan tersurat dalam ayat berikut:

“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya setiap diri memerhatikan perbuatannya untuk kepentingan masa depan, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu perbuat” (QS. Al-Hasyr 59:18).

Sumber daya yang berlimpah dapat disimpan dan pada saatnya dapat dialihkan untuk menambah produksi dan distribusi guna me me-nuhi kebutuhan barang-barang. Keyakinan pentingnya masa depan dan per tanggung jawaban Hari Akhir, dapat mencegah seseorang untuk memperkaya diri melalui sarana-sarana yang haram dan merugikan, dan ini berarti membantu orang lain dengan tidak menyembunyikan batas-batas peluang mereka dan tidak mencabutnya dari mata pencaharian mereka.

Dengan demikian, Islam mengedepankan suatu perspektif jangka panjang untuk tindakan produksi dan konsumsi manusia terhadap sumber daya dan lingkungan tersebut. Islam tidak meng hendaki individu melupakan kepentingan mereka sendiri, namun karena sumber daya itu terbatas, ia tidak layak bertindak ekstrem untuk menjadi manusia ekonomi (homo economicus) dan mengabaikan kelangsungan hidup ekologis dan kemanusiaan secara individual maupun sosial.

Page 109: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

102 Zakiyuddin Baidhawy

Visi kesinambungan generasi juga secara tegas dinyatakan oleh al-Qur’an:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya me-ning galkan mereka generasi yang lemah, yang mereka khawatir akan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka takwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar” (QS. Al-Nisa’ 4:9).

Kedua, Islam mengedepankan prinsip konservasi lingkungan alam dan manusia. Prinsip tentang konservasi kehidupan ini tercer min dalam ungkapan larangan berbuat kerusakan di muka bumi (fasad fi al-ard dan al-`ayts fi al-ard). Ungkapan yang pertama tersebut dalam al-Qur’an sebanyak 51 kali. Ayat-ayat tersebut antara lain bicara dalam dua konteks: Pertama, ayat yang membincang tentang perlunya proteksi dan jaminan terhadap kehidupan kemanusiaan:

“Barangsiapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu mem-bunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di muka bumi, maka seolah-olah dia telah membunuh semua manusia. Dan barangsiapa me-melihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan semua manusia” (Q.S. Al-Maidah 5:32).

Membunuh jiwa tanpa hak adalah menghilangkan kehidupan se-orang manusia tanpa sebab yang mewajibkan qisas atau tanpa sebab berbuat kerusakan di muka bumi yang dapat mengganggu keamanan dan ketentraman (al-Zuhayli, 1998: vol. 6, 156). Pem bunuhan semacam itu layak dipandang sebagai membunuh semua orang karena di hadapan Allah tidak ada perbedaan antara orang perorang, musuh bagi satu orang adalah musuh bagi masyarakat manusia secara menyeluruh. Demikian juga dengan perusak alam dan lingkungan hidup, mereka adalah “pem-bunuh” kehidupan ini. Sebaliknya orang yang menghidupkan manusia lain adalah mereka yang mengharamkan pembunuhan atas manusia atau mencegah terjadinya pembunuhan. Dengan demikian, tindakan mereka itu merupakan wujud pemberian kehidupan bagi semua manusia dengan cara memperluas jaminan keamanan dan ketentraman. Demikian pula para pejuang lingkungan hidup adalah para “mujahid” yang telah menye-lamatkan kehidupan bagi semua makhluk di muka bumi.

Page 110: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

103Visi Baru Keberpihakan

Keterangan tentang ayat ini mengandung dua manifesto perlin-dungan atas hak asasi manusia paling fundamental: jaminan atas ke-bebasan setiap individu manusia untuk hidup di muka bumi, sekaligus jaminan atas kehidupan bersama semua masyarakat manusia. Adalah antitesis kebenaran (haqq) segala tindakan meram pas hak hidup individu dan kolektif manusia. Hanya dengan membiarkan mereka menikmati kebebasan hidup itu, maka kelangsungan kehidupan ini memperoleh kepastian.

Terdapat ayat-ayat yang mengupas keharusan untuk menjamin kesinambungan lingkungan alam, melalui ungkapan fasad fi al-ard seperti:

“Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan perbuatan manusia supaya Allah merasakan kepadanya sebagian dari akibat perbuatannya, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (Q.S. Al-Rum 30:41).

Berbuat kerusakan di muka bumi itu banyak macamnya, mulai dari perbuatan syirik sebagai kerusakan terbesar, membunuh sesama ma-nusia tanpa alasan yang benar, penguasa tiran yang suka merampas harta rakyatnya, dan seluruh tindakan yang membuat kehidupan di desa-desa dan kota-kota tidak nyaman dan aman bagi penghuninya (al-Qurtubi, 2002: vol. 7, 364-365).

Ungkapan al-`ayts fi al-ard mengemukakan konsep yang juga tak kurang komprehensifnya berkenaan dengan apakah manusia mempunyai otoritas tak terbatas dalam menangani sumber daya alam atau tidak. Ada ayat yang mengecam kesewenang-wenangan kaum Syu’aib yang dapat melahirkan dampak buruk tidak hanya bagi pelaku namun juga keseluruhan sistem sosial-ekonomi. Secara jelas, ayat 85 dalam surat Hud menerangkan tindakan yang berujung pada akibat-akibat negatif bagi kehidupan dunia.

“Dan Syu`aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu berbuat kejahatan di muka bumi dengan mem-buat kerusakan”.

Dalam ayat ini, larangan berbuat kerusakan mengandung dua pe-ngertian (al-Thabathabai, 1991: vol. 22, 351). Pertama, al-`ayts bermakna

Page 111: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

104 Zakiyuddin Baidhawy

segala tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan di muka bumi dan perbuatan tersebut dapat ditangkap secara inderawi atau de facto. Dengan kata lain, meskipun belum ada aturan hu kum yang secara eks-plisit menyatakan suatu tindakan tertentu dapat dikategorikan dalam perbuatan merusak, namun jika pada kenyataannya menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan di muka bumi, maka tindakan ter-sebut harus dicegah atau dilarang. Lebih jauh dapat pula ditafsirkan bahwa suatu tindakan yang secara de jure memperoleh legitimasi, namun bila dari segi dampaknya de facto merugikan, maka tindakan itu juga harus dicegah atau dilarang.

Kedua, al-`athiy bermakna perbuatan-perbuatan yang jelas dapat di-kategorikan dapat menyebabkan kerusakan dan secara de jure termasuk dalam tindakan pelanggaran atas aturan hukum yang ada.

Pentingnya menjaga sustainablity generasi masa depan, dan proteksi atas lingkungan manusia dan lingkungan alam sebagaimana telah dibahas di depan, memperoleh penguatan dalam Islam berupa perjuangan untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan di muka bumi, seperti ter-surat dalam ayat: “Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya” (Q.S. Hud 11:61).

Ayat ini menegaskan bahwa materi penciptaan manusia (Adam) kali pertama berasal dari tanah, manusia berikutnya ter cipta dari air mani (nutfah) dengan seluruh proses evolusinya. Asal nutfah adalah darah dan darah berasal dari sari-sari makanan yang berasal dari tumbuh-tum-buhan dan hewan. Tumbuh-tum buh an dan hewan juga hidup dari tanah. Karena itu logis jika manusia memiliki tanggung jawab memakmurkan bumi melalui berbagai macam aktivitas seperti pertanian, perkebunan, industri, dan pem bangunan secara menyeluruh. Bumi pasti akan mene-rima semua tindakan pemakmuran yang bermanfaat baik bagi manusia itu sendiri maupun lingkungan alam umumnya.

Semua ayat di muka adalah dasar bahwa perilaku eksplorasi sumber daya alam dan lingkungan perlu mempertimbangkan prinsip hifz al-bi’ah, yakni menjaga lingkungan secara menyeluruh — lingkungan kemanusiaan dan lingkungan alam — demi memelihara kesinambungan (sustainability) generasi dan menyelamatkan masa depan melalui tindakan pemakmuran bumi dan mencegah kerusakan baik secara de facto maupun de jure.

Page 112: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

105Visi Baru Keberpihakan

Indikator Kebutuhan LingkunganLingkungan yang dimaksud di sini meliputi lingkungan alam dan

lingkungan kemanusiaan. Lingkungan alam mencakup tanah, air, udara, binatang, dan tumbuhan. Membicarakan tentang kebutuhan ling-kung an berarti memerhatikan masalah daya dukung lingkungan atas kesejahteraan manusia secara individu maupun kelompok. Ia berkaitan dengan adanya jaminan atas: kebebasan setiap individu manusia untuk hidup di muka bumi; jaminan atas kehidupan bersama semua masya-rakat manusia; dan jaminan kelestarian bagi spesies non-manusia.

Jika kita menerima asumsi bahwa lingkungan adalah salah satu kebutuhan manusia, maka dapat dikatakan bahwa seorang individu adalah miksin jika: secara substansif, pekerjaan, pendapatan dan kon-sumsinya bukan termasuk yang haram atau bercampur antara yang halal dan haram, dan tidak membahayakan jiwa dan akal; Dari segi cara mem peroleh pekerjaan, pendapatan dan konsumsinya halal; dari segi dampaknya, pekerjaan, pendapatan, dan konsumsinya mempedulikan kelestarian lingkungan, menjamin kelangsungan keanekaragaman hayati, swasembada pangan, bebas polusi tanah, udara dan air, dan menjaga sanitasi lingkungan, menghindarkan dari bencana ekologis (ecological cathastroph).

Page 113: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

106 Zakiyuddin Baidhawy

Dalam masyarakat yang terobsesi dengan kekayaan, kekuasaan, dan imperatif kesuksesan material, sudah selayaknya kekuatan-kekuatan Islam menegaskan kembali khittah al-Maun sebagai opsi “keberpihakan ke pada kaum mustadh`afin” secara serius. Kekuatan-kekuatan dan or-gani sasi-organisasi sipil dalam masyarakat Islam harus menyediakan diri untuk memobilisasi orang-orang miskin agar mereka mampu me-lompati gerbang harapan yang membawa mereka lepas dari jurang pe-miskinan dan penindasan. Mobilisasi ini harus dipandu oleh sejumlah konsep gerakan yang viable berorientasi pada aksi langsung, bahkan juga memiliki analisis yang efektif tentang sistem dominasi dan hegemoni, dan berakar pada etika profetik qur’anik, transformasi nirkekerasan dan cinta kemanusiaan. Di samping kombinasi teori dan praksis itu adalah refleksi kritis dan kesadaran kritis yang membimbing kekuatan-kekuatan sipil Islam ini.

Efektifitas organisasi-organisasi sipil Islam membutuhkan parti-sipasi dan integrasi kaum intelektual, kaum tertindas, para aktivis dan agamawan, sehingga memperoleh kekuatannya dari keragaman parti-sipan dan ketaatannya pada aksi langsung. Ini semua akan menghasil kan konsesi signifikan bagi kaum tertindas melalui gerakan sosial baru yang visibel. Hanya dengan mencelupkan diri (sibghah) dalam per juangan mengentaskan kemiskinan, organisasi-organisasi sipil Islam ber partisipasi menegakkan keadilan sosial.

BAB

IVVISI KEPEMIMPINAN PROFETIK-TRANSFORMATIF AL-MAUN

Page 114: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

107Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

Organisasi-organisasi sipil Islam tidak dapat mengabaikan struktur kekuasaan kapan dan di manapun dalam “melakukan” teologi al-Maun. Teologi al-Maun menawarkan pandangan tentang dosa dan kejahatan sebagai “fakta sosial dan historis” (al-dhunub al-ijtima`iyah) yang merupa-kan cermin ketiadaan cinta dalam hubungan antarmanusia dan juga dalam hubungan manusia dengan Allah. Menurut teologi al-Maun, dosa menuntut pembebasan radikal dan pada akhirnya pembebasan politik. Dari perspektif ini, struktur kekuasaan yang menciptakan ketidakadilan dan ketimpangan sosio-ekonomi adalah inti kejahatan di muka bumi.

Menghadapi skenario pertumbuhan kesenjangan yang semakin lebar, teologi al-Maun berada pada titik kritis waktu. Untuk kepentingan itu, diskusi-diskusi yang fokus pada teologi serta implikasi-implikasi sosio-ekonomi dan politik dari pesan-pesan qur’anik itu menjadi batu tumpuan sebagai kabar baik dan spirit bagi orang-orang miskin baru. Hanya dengan cara ini, kekuatan-kekuatan sipil Islam dapat kembali meng hunjamkan khittah keberpihakannya kepada gerakan al-Maun dengan wajah praksis sosial baru yang lebih manusiawi.

A. WAHYU TRANSFORMATIF: SEBUAH ANCANGAN

“Transformatif ” adalah satu prinsip Islam tak terbantahkan (QS. Al-Ra`d 13:11). Terbukti bahwa wahyu “statis” yang terpenjara dalam “teks” terus dapat berdialog dengan konteks sejarah masa lampau, sekarang dan proyeksinya ke masa depan. Sebagai teks baku dan atau di bakukan dalam bentuk mushaf, al-Qur’an tentu tidak dapat bicara sendiri dengan realitas, ia memerlukan manusia sebagai “penafsir” yang bervisi transformaif pula sehingga menjadi wahyu transformatif. Di sisi lain, sebagai wahyu transformatif, ia merekam seluruh spektrum per-juangan para nabi yang dihadapkan pada “pilihan memihak” antara yang berkuasa atau lemah. Mereka dengan tegas memihak kaum lemah. Nabi SAW dalam sebuah doanya, berkomitmen untuk hidup, tumbuh dan mati bersama yang lemah. Demikian pula Yesus berjuang keras sebagai pembela kaum papa. Musa menjadi simbol otentik perlawanan terhadap arogansi kekuasaan Fir’aun. Pemihakan para nabi kepada kaum papa, dhuafa/lemah, dan tertindas, menjadi fakta sejarah terjadinya proses penafsiran al-Qur’an secara transformatif. Para nabi sebelum menjadi

Page 115: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

108 Zakiyuddin Baidhawy

instrumen wahyu transformatif, juga berfungsi sebagai penafsir kalam yang transformatif dan terus berdialog dengan situasi, konteks, serta kebutuhan komunitas. Al-Qur’an secara lebih tegas menunjukkan dan mengakarkan ke arah pembebasan kaum papa, lemah, dan tertindas dengan menunjuk teks mustad`afin (Q.S. Al-Anfal 8:26, Al-Nisa’ 4: 75, 97-98, 127). Teks ini amat transformatif, karena kelemahan yang melekat pada mereka, menurut tinjauan al-Qur’an, disebabkan bukan by nature, by accident, melainkan oleh faktor-faktor luar lainnya (by design), yang dalam istilah sosiologis disebut faktor-faktor “struktural” atau dalam ter minologi politik, diakibatkan oleh sistem kekuasaan yang otoriter, represif dan tiran.

Penggunaan al-Qur’an dengan merujuk teks mustadh`afin sebagai kelompok lemah, marginal, dan tertindas tersebut terlihat jelas pada teks, “dalam harta si kaya”, ada bagian intrinsik bagi orang miskin” (Q.S.al-Ma`arij 70:25; al-Dhariyat 51:19). Dengan demikian al-Qur’an mengafir masikan model “keadilan distributif ”, agar “harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja” (Q.S. Al-Hasyr 59:7). Hal ini menunjukkan dimensi transformatif teks al-Qur’an yang ber-dialog dengan situasi sejarah masa silam, dengan konteks kini dan masa depan saat problem kemiskinan serta penindasan merajalela di mana-mana. Pada saat yang sama, harta dan kekayaan hanya berputar di antara mereka yang kaya serta berkuasa. Farid (1997: 1-5) menjadikan teks mustadh`afin sebagai senjata ampuh untuk membebaskan kaum marginal, dhuafa, dan tertindas dari rezim penindas apartheid di Afrika Selatan. Teks tersebut benar-benar mempresentasikan semua penderitaan orang-orang tertindas di Afrika Selatan.

Ini hanya salah satu contoh di mana penafsiran teks al-Qur’an men-jadi wahyu transformatif yang kemudian bisa menjadi kekuatan liberatif terhadap yang lemah, marginal, dan tertindas. Hal tersebut juga meru-pakan bentuk hermeneutika al-Qur’an yang ditafsirkan sebagai wahyu transformatif yang memihak dan membebaskan kaum lemah tertindas.

Wahyu transformatif membangkitkan kesadaran etis pro fetik. Kesadaran etis profetik sama sekali bertolak belakang dengan kesa-daran palsu yang mengutamakan mabuk spiritual. Manusia berkesa dar-an etis profetik memiliki karakteristik yang jauh berbeda dari manusia berkesadaran mistik. Muhammad Iqbal (1985) membedakan antara

Page 116: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

109Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

kesadaran mistik dan kesadaran profetik. Kesadaran mistik meng-gambarkan bahwa seorang mistik (sufi) tidak memiliki kehendak untuk kembali dari pengalaman “kesatuan” (kemanunggalan dengan Tuhan), meskipun pada akhirnya ia kembali, kembalinya tidak bermakna untuk kema nusiaan secara luas. Ia memandang pengalaman kesatuan adalah sesuatu yang final, pengalaman tertinggi dari transendensi seorang manusia. Sementara itu, kesadaran profetik mengandaikan bahwa seorang nabi (pem bawa kabar perubahan) memandang “kembali” dari pengalaman transendental ke muka bumi itu bersifat “kreatif ”. Ia kembali melibatkan dirinya sendiri dalam sayap-sayap waktu (baca: sejarah) dengan suatu pandangan dan kehendak untuk mengendalikan kekuatan-kekuatan sejarah, dan melalui kreasi ini ia dapat menciptakan suatu dunia ideal yang menyegarkan. Pengalaman keagamaan, menurutnya, adalah suatu kebangkitan spiritual yang menggairahkan kekuatan-kekuatan psikologis yang membentuk dunia. Pengalaman ini dipandang sebagai transformasi secara paripurna dunia kemanusiaan. Kembalinya ke dunia merupakan upaya untuk menguji secara pragmatik dan praksis nilai-nilai pengalaman keagamaannya.

Dengan demikian, kesadaran etis profetik merupakan sarana me nuju transformasi dunia. Ada kehendak dalam diri seseorang untuk melihat pengalaman keagamaannya dapat ditransformasi dan dimanifestasikan menjadi kekuatan dunia yang hidup. Dalam aksi kreatifnya, ia hendak menguji dan menilai baik pengalaman keagamaan itu sendiri sekaligus dunia faktual konkret di mana ia bermaksud untuk mengobjektifikasi pengalamannya itu. Oleh karena itu, manusia berkesadaran etis profetik menyingkap hijab pandangannya untuk melihat sejarah, dan melalui ke-sadaran historis inilah ia menguji kemanusiaannya dan dunia kultural yang berasal dari spirit pesan atau risalah perubahan yang diembannya.

Sepuluh tahun kemudian setelah terbitnya buku Reconstruction of Religious Thought in Islam, Kuntowijoyo (1995) menguatkan pandangan Iqbal dengan klaim objektifikasi sebagai upaya internalisasi dan ekster-nalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Profetisme ditafsirkan Kunto mengandung tiga spektrum gerakan, yakni humanisasi, liberasi, dan transendensi. Tiga spek trum gerakan ini bertujuan untuk membentuk masyarakat utama (khayr ummah), yang merujuk pada kehendak dan cita-cita luhur perjuangan Muslim untuk mewujudkan tatanan sosial-politik

Page 117: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

110 Zakiyuddin Baidhawy

yang berkeadilan. Sayangnya hingga kini bentuk nyata dari penanda itu masih jauh dari harapan. Hadirnya tinanda itu sendiri sebenarnya telah disebutkan dalam penggalan ayat Ali Imran 3:110, bila tiga karakter utama yang menjadi prakondisi khayr ummah terpenuhi: yakni humanisasi (al-amr bi al-ma’ruf), liberasi (al-nahy ‘an al-munkar) dan transendensi (iman billah). Yang pertama berkaitan dengan perjuangan untuk memanusiakan manusia, mengembalikan posisi manusia pada fitrahnya; yang kedua merupakan gerak pejuangan menentang penindasan dan ketidakadilan, serta pembebasan dalam bidang ekonomi, sosial-budaya, politik, dan ilmu pengetahuan; dan yang terakhir melandaskan semua perjuangan humanisasi dan liberasi pada ruh transendental keimanan kepada Tuhan.

Khayr Ummah dalam tiga konteks di muka banyak disebutkan dalam al-Qur’an. Ini menegaskan bahwa al-Qur’an sebagai wahyu trans for-matif adalah kitab dengan pilihan keberpihakan pada nilai-nilai kema-nusiaan. Selama ini al-Qur’an hampir selalu dipahami dan dicarakan dalam perspektif ketuhanan. Al-Qur’an bukan sebuah kitab yang hanya berbicara tentang Tuhan, surga, setan, malaikat, kematian atau akhirat saja, melainkan juga tentang sejarah dunia dan alam semesta dengan segala isinya. Semua masalah itu dibicarakan dalam kerangka kema nu-siaan dan kehidupan duniawi.

Beberapa contoh berikut ini dapat memperjelas pernyataan ter-sebut. Pertama, al-Qur’an memaparkan sejarah bangsa-bangsa atau ke-lom pok-kelompok umat manusia. Pada suatu saat, mereka tumbuh dan berkembang menjadi kelompok yang kuat dan besar, di saat lain mereka itu hancur lebur ditelan sejarah (QS. Al-An`am 6:131; Hud 11:102). Kedua, al-Qur’an juga mengisahkan mengenai kehidupan suatu bangsa yang penuh kedamaian, kemakmuran, dan kesejahteraan, berkeadilan, peka terhadap persoalan rakyat, bahkan terhadap lingkungan alam; yaitu dunia dan hewan. Kisah tentang bagaimana bangsa dan sekelompok manusia lainnya dilanda malapetaka dan berbagai penderitaan serta bencana secara terus menerus, semuanya itu tersebar hampir di semua surat al-Qur’an. Ketiga, model pemimpin dan kepemimpinan juga bisa dibaca dalam al-Qur’an. Sebuah bangsa yang besar dan kaya tetapi di-pimpin oleh raja yang otoriter, represif dan tiran, dengan para pejabat yang korup serta kesejahteraan yang hanya dinikmati oleh segelintir elit yang berkuasa, tidak akan pernah hidup lama, bahkan segera hancur.

Page 118: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

111Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

Sebaliknya al-Qur’an, juga mengisahkan suatu bangsa besar dan makmur yang dipimpin raja dan para pemimpin yang adil, yang mau memahami, mendengarkan keluh kesah rakyatnya, bahkan keluh kesah hewan dan tumbuhan akibat ulah manusia. Keempat, di dalam al-Qur’an dapat pula dibaca dan direnungkan berbagai kisah dramatis bagaimana Nabi Musa vis a vis Fir’aun, Qarun, Hamman dan Samiri, dan Nabi Yusuf melawan ke zaliman, penindasan dan eksploitasi yang tampil ke panggung sejarah peradaban dengan posisi serta situasi krusial yang dihadapinya. Masih banyak contoh lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dengan demikian wahyu transformatif memfungsikan diri sebagai petunjuk bagi manusia agar bisa membedakan jalan hidup yang terang dan gelap. Al-Qur’an tidak hanya memfokuskan diri pada hal-hal ilahiah (transendensi, iman billah), tetapi bagi pelayanan kepentingan kemanu-siaan dan emansipasi itu sendiri. Al-Qur’an hadir sebagai suatu kritik atau tandzir (peringatan) terhadap kebiasaan hidup manusia yang tidak produktif. Meskipun kitab ini mencatat nama-nama Tuhan yang terdapat dalam 1.882 ayat (hampir 30 % dari seluruh ayat al-Qur’an yang ber jumlah lebih dari 6000 ayat), namun nama-nama tersebut berkaitan dengan informasi tentang berbagai persoalan di sekitar diri manusia dan alam.

Wahyu transformatif pada akhirnya melahirkan pengetahuan praksis pembebasan yang bertumpu pada dua wacana dan gerakan: yaitu iqra’ dan nur. Iqra’ adalah sebentuk transformasi paradigmatik dari buta huruf ke melek huruf, dari kejahiliyahan ke pengetahuan; dari mukjizat dan mitologi ke rasio dan petunjuk. Nur adalah transformasi praksis dari ke-gelapan menuju kejayaan; dari kezaliman menuju keadilan. Dengan dua pengetahuan praksis pembebasan ini, semua bentuk symptom ketidak-adilan harus ditentang dan dihancurkan. Symptom itu bisa dalam bidang aqidah berupa politeisme; syptom ekonomi dalam bentuk kapitalis-me-neo-liberalisme; symptom politik berupa tribalisme, sektarianisme, ta`asyub dan ashabiyah, perang, kekuasaan tiran; dan bidang sosio-kultural dalam bentuk kebodohan dan ketidakadilan gender.

B. MODEL KEPEMIMPINAN

Manifesto Islam profetik-transformatif di muka adalah upaya me-retas jalan transformasi dalam semua lini dan lapisan sosial. Sudah

Page 119: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

112 Zakiyuddin Baidhawy

saatnya wacana keislaman tidak semata berorientasi melahirkan para “orientalis”, meminjam Moeslim Abdurrahman (2005), dalam arti mereka sangat intens dalam intellectual exercise, namun hasil-hasil kajian-nya tidak memberikan dampak atas perubahan sosial. Para intelek tual semacam ini menguasai kajian-kajian ilmiah, dan dengan bekal penge-tahuan ilmiahnya mereka memiliki kapital budaya (symbolic capital). Melalui kapasitas intelektualnya pula kapital budaya ini dapat dikembangkan men-jadi kapital uang atau kapital politik.

Dalam konteks negara-negara di dunia ketiga yang penduduk nya masih banyak berjuang meraih harkat dan marabat yang lebih baik, mengentaskan diri dari kemiskinan, ketertindasan dan keterbelakangan, semata-mata intellectual exercise yang lepas dari keterikatan pada nilai (value-laden) dan “keberpihakan” politik menjadi absurd. Keberhasilan mereka sangat janggal bila hanya diukur dari sofistikasi ilmiah dan terbatas pada nilai-nilai obyektivitas daripada asumsi-asumsi untuk aksi emansipatoris.

Jadi, dapat dikatakan bahwa perubahan orientasi dan visi keislaman sebagai ladang perjuangan kultural (cultural struggle) ke perjuangan sosial (social struggle) yang transformatif, memang menghendaki perubahan-perubahan krusial dalam beberapa hal. Pertama, para intelektual dan aktivis perlu mengubah orientasi modernitasnya di mana mereka pada umum nya merasa bangga sebagai kelas elite baru yang tugasnya sebagai ”pemberi stempel” dan legislasi nilai-nilai universal dan berperan utama sebagai penafsir teks-teks kebudayaan. Akselerasi perubahan yang demikian pesat menghendaki pergeseran peran intelektual yang mengekor paham modernisme dan menjalankan fungsi sebagai pemberi legitimasi atas proyek-proyek rekayasa modernitas, misalnya good governance, civil society, dan gender. Kini saatnya kaum intelekual ini menyuara kan pluralitas dan hak-hak untuk berbeda. Pergeseran peran dan fungsi inilah yang me lahirkan jenis subaltern intellectual, subsltern activists suatu visi yang mene-kankan keberanian untuk melakukan peran sebagai artikulator, yakni intelektual kritis yang menentang ketidakadilan, hegemoni dan tatanan status quo. Intelektual kritis ini selalu peka dan mampu bicara dan me-nulis tentang kedzaliman dalam ruang-ruang publik (public sphere), me-nyuarakan ketertindasan dan sekaligus sebagai saksi atasnya, serta kritik terhadap dosa-dosa sosial demi advokasi kemanusiaan.

Page 120: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

113Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

Dengan demikian, di sini perlu ada keberanian untuk mem per-soalkan model kepemimpinan baru kaum intelektual sebagai institusi masyarakat sipil yang otonom dalam ruang publik. Mereka bicara tegak atas nama bagian dari masyarakat sipil yang merupakan representasi suara keberpihakan kelas menengah otonom atas mereka yang marjinal dan tertindas dalam pusaran pembangunan dan globalisasi. Bukan se-baliknya menyuarakan kepentingan-kepentingan negara, kapital, pasar, dan politik penguasa dan hegemonis, dan karenanya lebih merupakan wakil dari kelas borjuasi baru. Persoalan ini sesungguhnya ingin mene-gaskan bahwa visi kepemimpinan intelektual lebih membutuhkan peran jamaah transformatif dalam bingkai pedagogi kemanusiaan. Berikut ini adalah beberapa alternatif model yang bisa diadopsi dan dikembang-kan sebagai kepemimpinan profetik-transformatif yang berpihak kepada kaum dhuafa dan mustadh`afin.

1. Model Advokasi Politik HarunHarun adalah seorang nabi yang hidup sezaman Nabi Musa dan

Fir`aun. Ia ditugaskan untuk mendampingi dan membantu Musa untuk menghadapi konstelasi kuasa Fir`aun yang tiran dan menindas, serta memiskinkan rakyatnya. Karena Musa adalah seorang nabi yang gagap dan tidak cakap bicara, Harun adalah juru bicara yang piawai. Tugasnya adalah menyampaikan petisi, argumentasi, dan resistensi sistemik untuk mendelegitimasi kuasa Fir`aun yang hampir tanpa batas. Kepiawaian dalam menyam paikan pandangan-pandangan dalam bentuk tertulis mau-pun lisan ia tujukan untuk memengaruhi keputusan-keputusan politik penguasa guna kepentingan rakyat banyak. Oleh karena itu, Harun mengambil peranan penting dalam suatu proses memengaruhi regulasi negara untuk kepentingan ekonomi, sosial dan politik rakyatnya. Harun adalah sosok pemimpin sipil yang menekankan perjuangannya pada perlunya pemberdayaan dan perlindungan hukum bagi kaum miskin. Rupanya Harun sadar bahwa kemiskinan dan penderitaan rakyat ber-hubungan dengan posisi rakyat miskin dalam perlindungan hukum dari negara.

Dalam wacana dan gerakan pembangunan kontemporer, fokus pada perlindungan dan pemberdayaan hukum bagi masyarakat miskin memi-liki kaitan erat dengan upaya-upaya pengurangan bahkan penghapusan

Page 121: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

114 Zakiyuddin Baidhawy

kemiskinan. Dalam rangka memperingati Hari HAM pada 10 Desember 2007, para pakar independen HAM PBB mengeluarkan suatu pernyataan bahwa “dari perspektif HAM, kemiskinan dapat dijelaskan sebagai penolakan atas hak-hak asasi seseorang atas serangkaian kapabilitas yang berhak mereka terima dan kembangkan, dan bahwa kemiskinan meru-pakan tanggung jawab negara di mana pelanggaran atas hak-hak sipil, kultural, ekonomi, sosial, dan politik berinteraksi dan secara timbal balik saling memperkuat satu sama lain. Pendekatan ini berasumsi bahwa dengan memperbaiki posisi legal dan status kaum miskin, dalam hal akses kepada pemberdayaan dan perlindungan hukum atas hak milik mereka, sekaligus perbaikan jaminan keamanan atas lingkungan hidup mereka, peluang untuk keluar dari kemiskinan mereka menjadi sangat ditekankan.

Hubungan antara posisi legal dan kesenjangan sosial telah lama diakui oleh sosiologi hukum. Hubungan ini memiliki dua dimensi: per-lindungan hukum dan jaminan keamanan untuk akses terhadap sumber daya, termasuk pengetahuan dan akses menunju lembaga-lembaga yang sering memberikan keistimewaan kepada orang-orang berpengaruh dan kaya. Pada saat yang sama, kejahatan, konflik dan ketidaknyamanan hukum lebih tersebar di wilayah-wilayah di mana warga hidup dalam kemiskinan dengan sedikit jaminan sumber daya yang aman dan per-lindungan hukum yang tidak memadai. Pendeknya, posisi legal dan keamanan pada umumnya merupakan bias sosial yang tidak meng-untung kan bagi kaum miskin.

Beberapa tahun terakhir impak posisi legal — akses kepada lem-baga-lembaga hukum, sumber daya manusia dan sumber daya finansial mengalami kemajuan — telah menjadi satu bidang minat dalam inter-vensi pembangunan. Salah satu wujudnya adalah terbentuknya Komisi Tingkat Tinggi untuk Pemberdayaan Hukum bagi Kaum Miskin pada tahun 2005. Komisi ini mengemukakan asumsi dan keyakinan bahwa perang melawan kemiskinan hanya dapat dimenangkan dan tujuan-tujuan pembangunan mil lenium (MDGs) hanya dapat dicapai jika peme-rintah berhasil mengembalikan pengakuan legal atas aset-aset dan lembaga-lembaga rakyat miskin dan menemokratisasi aturan hukum.

Fakta menunjukkan, sebagaimana juga dikemukakan pada bab terdahulu, bahwa kebanyakan rakyat miskin dunia hidup dalam sektor

Page 122: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

115Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

informal dan sektor ekonomi yang tidak diakui hukum, tanpa akses manfaat dan perlindungan tatanan hukum. Rakyat miskin kekurangan dalam hal perlindungan hukum efektif dan pengakuan atas aset-aset dan transaksi mereka. Mereka juga kurang memperoleh perlindungan jaminan hukum atau akses pada pemerataan kesejahteraan dan lembaga-lembaga yang menyediakan jaminan sosial.

Di sini jelas dibutuhkan suatu advokasi politik hukum bagi orang-orang miskin dalam kerangka pengurangan dan pengentasan kemiskin-an melalui penguatan posisi legal mereka. Advokasi politik hukum yang dimaksud merujuk kepada program-program reformasi sektor keadilan yang secara eksplisit bertujuan untuk memengaruhi regulasi negara melalui reformasi tata kelola dalam reformasi keadilan dan sektor-sektor aturan-aturan perundang-undangan dan hukum. Jadi reformasi hukum merupakan bagian dari agenda pemberantasan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem (sebagai marjinalisasi sosial dan deprivasi keamanan jaminan-jaminan mendasar). Kemiskinan mengimplikasikan kombinasi berbagai ketidakamanan atas jaminan kebutuhan-kebutuhan dasar. Memang sulit menunjukkan secara khsusus bentuk kemiskinan ekstrem karena lebih sering tidak tampak, namun nyata di mana individu atau komunitas tidak diberdayakan untuk menjalankan seluruh hak-hak asasi, hak-hak sipil, budaya, ekonomi, politik, dan sosial mereka. Di samping itu, berbagai ketiadaan jaminan atas pemenuhan hak-hak tersebut sering kali bersifat jangka panjang, kadang-kadang mencakup beberapa generasi, dan situasi ini berkontribusi pada jatuhnya kemiskinan ke dalam kemiskinan ekstrem. Individu dan komunitas tertekan kemung-kinan dan peluang mereka dalam menjalankan tanggung jawab dasar dan kebutuhan akan keamanan mereka untuk menikmati hak-hak fundamental. Kondisi global dan sistemik berdampak pada martabat kemanusiaan dan berpengaruh pada seluruh hak-hak asasi mereka. Kondisi ini juga memberangus peluang bagi mereka untuk hidup mem-peroleh kembali hak-hak dasar dan peluang untuk merencanakan masa depan mereka.

Pemberdayaan atas fungsi-fungsi sosial hukum menghendaki per-lindungan hukum dan jaminan kebutuhan fisik dasar yang lebih baik, sekaligus jaminan keamanan atas kekayaan dan aset-aset produksi. Semua itu menunjukkan peran-peran transformasi sosial yang signifikan.

Page 123: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

116 Zakiyuddin Baidhawy

Perlindungan hukum efektif dan aturan hukum bukan hanya mem-bantu, bahkan merupakan suatu kebutuhan yang harus ada bagi setiap warga miskin (dan juga seluruh warga) untuk memperoleh manfaat dan keuntungan dari sumber daya dan kekayaan material. Meminjam istilah Amartya Sen, perlindungan hukum mencakup kapabilitas warga untuk berfungsi sebagai agen sosial dan agen produksi, dan menawarkan garansi kelembagaan bagi agensi sosial dan produksi. Ia memberi pe-luang kepada warga untuk memutar roda bisnis tanpa campur tangan yang tidak perlu. Ia juga membantu para buruh/pekerja mengorganisir diri mereka demi melindungi kepentingan dan pekerjaan mereka sendiri, atau melindungi mereka dari campur tangan patron yang tidak berhak dan para pemilik tanah dan modal yang berkuasa. Lingkungan sosial yang aman penting bagi pasar-pasar untuk beroperasi, agar para produsen dapat menjual produk mereka. Ketakutan dan bahaya hilangnya sarana-sarana dasar produksi — misalnya akses yang aman secara hukum atas tanah memberikan sedikit kebebasan bagi warga untuk berinvestasi untuk memanfaatkan dan menghasilkan sesuatu dari tanah tersebut. Kurang-nya rasa aman dalam bekerja membuat mereka menjadi lebih buruk dalam situasi siklus ekonomi yang makin menurun, dan mungkin dapat menjadi bencana bagi mereka yang sudah hidup pada tingkat subsistens.

Bukti-bukti sejarah mencatat pentingnya dan dampak dari hukum dan perlindungan hukum. Pertumbuhan negara kesejah teraan modern secara fundamental, seperti model Norwegia, meng gambarkan per-luasan secara bertahap pemberian hak-hak yang aman secara hukum dalam jejaring hukum yang kompleks, yang melindungi hak-hak buruh dan jaminan pekerjaan, jaminan sosial bagi mereka yang membutuhkan pertolongan, perlindungan hukum bagi pensiunan, akses fasilitas ke-sehatan bagi yang sakit, dan perlindungan khusus bagi kelompok-ke-lompok tertentu yang butuh bantuan (Andreassen, 2007).

Pemberdayaan hukum kini merupakan agenda yang penting untuk menjamin kekayaan dan hak milik sebagai sarana produksi, pem-berian hak dan akses pada tanah (sebagai kekayaan/hak milik atau hak penggunaannya). Dua hal di atas dipercaya dapat membantu memper-baiki peluang masyarakat untuk berinvestasi dalam produksi barang yang dapat dipasarkan dan berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dalam jangka panjang. Dapat disaksikan bahwa sarana penting bagi

Page 124: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

117Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan adalah ketersediaan dana untuk investasi, dan jaminan atas kekayaan/hak milik yang diakui secara hukum dapat memberi akses pada modal untuk investasi. Pemberdayaan hukum dan formalisasinya memang problem yang sulit dalam kerangka pengurangan kemiskinan. Formalisasi akses pada hak milik/kekayaan dan aset-aset lainnya sebagai strategi bagi pemberdayaan hukum meng-hadapi tantangan-tantangan praktis kompleks yang harus dihadapi. Yang utama dari semua ini adalah sebab-sebab kemiskinan selain dari kurang nya akses pada hak-hak atas kekayaan dan kepemilikan.

Kemiskinan adalah fenomena yang sangat kompleks. Peng ha-pusannya memerlukan upaya memecahkan berbagai ketiadaan jaminan yang membuat rakyat miskin terus berada pada tingkat terendah, dan karenanya menjadi miskin ekstrem. Secara khusus ada dua hal yang perlu dijawab di sini: ketidakberdayaan hukum erat hubungannya dengan dan sering disebabkan oleh marjinalisasi sosial, sekaligus marjinalisasi politik, dan kurangnya pengaruh dan keterwakilan kepentingan masya-rakat miskin dalam lembaga-lembaga politik. Kedua, masyarakat miskin mempunyai kesulitan-kesulitasn dalam memperoleh kembali dan menjaga kekayaan/hak milik dan aset mereka, ketika mereka mem per-olehnya, karena mereka rentan terhadap “waktu-waktu sulit” dan perlu memperdagangkan aset-aset mereka agar tetap survival atau sebab-sebab lain yang berkaitan dengan kemiskinan. Agar realistik, upaya-upaya inter-nasional dan nasional untuk mempekuat posisi legal masyarakat miskin, dan formalisasi hak-hak kekayaan/kepemilikan dan jaminan atas aset-aset mereka sebagai metode untuk pengurangan kemiskinan membutuhkan analisis dan pemahaman tentang peran kondisi dan konteks sosial, ekonomi, dan politik, untuk melahirkan pemberdayaan hukum. Dalam proses pemberdayaan kaum miskin melalui perlindungan dan jaminan hukum atas hak milik/kekayaan dan aset-aset lain yang lebih baik, karena itu perlu dipahami faktor-faktor yang dapat menjaga keberlangsung-an pem berdayaan hukum secara kelembagaan dan melalui kebebasan untuk mengorganisir dan terlibat dalam aksi kolektif. Hak-hak asasi tanpa struktur kelembagaan, termasuk dukungan oleh gerakan-gerakan sosial organisasi-organisasi kolektif, adalah janji kosong, atau meminjam Thomas Hobbes, “kovenan tanpa pedang hanyalah kata-kata”.

Page 125: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

118 Zakiyuddin Baidhawy

Dengan kata lain, agenda pemberdayaan politik hukum memerlu-kan perhatian tentang fabrik sosial dan relasi-relasi kuasa dalam konteks kemasyarakatan yang ada untuk memahami bagaimana struktur sosial dan ekonomi, pola-pola konflik dan pemisahan, serta lembaga-lembaga politik yang merupakan bagian dari produksi kemiskinan, dan karenanya mencerminkan bagaimana kepentingan dan kekuasaan mereprentasi-kan hambatan dalam melakukan perubahan sturktural. Menjamin sumber daya masyarakat dan kebebasan agensi untuk memperluas hak-hak atas kekayaan/kepemilikan dan hak-hak atas aset juga membutuhkan per-hatian pada hak-hak dan lembaga-lembaga terkait agar hak-hak atas ke-kayaan/kepemilikan menjadi realistik dan dapat ditekankan sehingga dapat memenuhi visi pemberdayaan mereka. Dalam konteks inilah sistem internasional dan nasional dalam norma-norma hak-hak asasi me-nawarkan jaminan kelembagaan signifikan bagi formalisasi hak-hak atas aset-aset dalam sektor informal.

2. Model Pendidikan Kritis Musa: Exodus Musa adalah seorang nabi yang sangat masyhur karena upaya-upaya

persuasifnya yang tak kenal lelah berhadapan dengan kekuatan kemaruk kuasa yang direpresentasikan oleh tokoh Fir`aun. Ketangguhannya me me-ngaruhi dan menentang totalitarianisme, otoritarianisme dan despotisme politik Fir`aun tidak diragukan. Meskipun memiliki keterbatasan dalam hal mengartikulasikan pemikiran-pemikirannya secara argumentatif dan sistematis dalam bahasa lisan, ia tipikal pemimpin yang memiliki kebe-ranian pasang badan untuk membela dan melindungi rakyatnya yang bosan ditindas selama berpuluh bahkan beratus tahun. Sebagai manusia biasa, ada batas kesabaran yang sudah tidak bisa ditolerir oleh Musa akan kebebalan dan kejumudan kuasa Fir`aun. Pada akhirnya, Musa harus memilih untuk “eksodus”, keluar memisahkan diri dan melakukan gerakan separatisme dari kekuatan politik Fir`aun. Ia bersama-sama rakyatnya yang menderita karena kebijakan-kebijakan politik penguasa dan setia kepada kebenaran, memilih pengasingan sebagai sebuah per-la wanan akhir ketika sudah tidak ada jalan lain untuk kompromi. Musa dan umatnya eksodus dari Mesir, negara yang dalam persepsi Musa dan umatnya adalah negara tiran, negara penuh ketidakadilan, dan pe-nguasanya zalim.

Page 126: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

119Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

Eksodus adalah sebuah paradigma revolusi politik dalam sejarah. Ia merupakan aksi perjuangan pembebasan rakyat dari perbudakan dan penindasan sang penguasa tiranik. Eksodus secara eksplisit menggagas bahwa hak untuk berkuasa bukan hanya milik mereka yang kuat, namun kekuasaan juga harus dapat ditegakkan oleh kaum mustadh`afin. Eksodus adalah doktrin politik radikal yang bersandar pada perjanjian Tuhan dan rakyat Musa di mana Tuhan akan memenuhi janji-Nya dan menolak tirani karena merupakan pelanggaran atas perjanjian itu.

Musa dan eksodus melampaui dari sekadar doktrin politik radikal. Lebih dari itu adalah gerakan menentang negara yang tidak bermutu, karena kepatuhan kepada negara semacam itu sama dengan memuja paganisme politik yang menghamba pada status quo. Kebebasan nurani dan pembangkangan sipil pada negara pagan, hukum dan kebijakan pe-merintahan yang tidak adil terhadap rakyat miskin dan tertindas adalah pesan utama dari pendidikan politik eksodus. Jadi, eksodus adalah para digma dan gerakan perlawanan terhadap pemerintahan opresif, di mana para pembela kaum mustadh`afin revolusioner sepanjang sejarah mem peroleh ilham dari paradigma ini. Eksodus segera berujung pada perlawanan terhadap negara tiran, aksi perlawanan yang menyandarkan diri pada penolakan Taurat atas tiranik Fir`aun klasik maupun kontem-porer.

Kepemimpinan eksodus model Musa ini memperoleh sig nifikansi-nya dalam konteks neoliberalisme kontemporer. Era neoliberal di tandai dengan disingkirkannya “kontrak sosial” peran proteksi dan subsidi negara terhadap rakyat, serta di lucutinya kekuasaan negara dalam memenuhi hak rakyat demi terwujudnya persaingan bebas. Kepemim-pinan semacam Musa ini dapat direpresentasikan oleh kekuatan-kekuatan lembaga swadaya masyarakat. Mereka harus menunjukkan ke berpihakan untuk memilih jalan sebagai bagian dari gerakan sosial baru dalam rangka transformasi sosial menuju masyarakat demokrasi ke rakyatan. Yaitu suatu tatanan relasi sosial ekonomi dan politik yang bersendikan pada keadilan sosial dan kedaulatan rakyat. Dan bukan sebaliknya, yakni mereka mengidentifikasikan diri sebagai “civil society” atau masyarakat sipil dalam konteks “demokratisasi” melalui sistem relasi politik dan ekonomi model neoliberalisme. Bila pilihan terakhir yang diambil berarti LSM telah menjadi bagian dari pendukung atau

Page 127: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

120 Zakiyuddin Baidhawy

komprador bagi kebijakan neo-liberalism, sementara jika pilihan per-tama yang diambil bermakna memiliki kehendak serta cita-cita untuk tetap menjadi pejuang hak asasi manusia dan kedaulatan rakyat.

Saat ini kita menyaksikan bangkitnya gerakan perlawanan rakyat di mana-mana atau awal kebangkitan gerakan sosial secara global. Di bawah inspirasi kepemimpinan model Musa, saatnya kini dengan bahasa dan gerakan yang lebih tegas dan lugas, LSM dan kekuatan-kekuatan masyarakat sipil untuk tampil sebagai gerakan sosial baru. Gerakan se-perti ini mencoba meningkatkan kesadaran kritis masyarakat melalui pendidikan populer dan penelitian partisipatoris, di samping melakukan transformasi terhadap organi sasi mereka, yaitu dari organisasi masyarakat sipil menjadi gerakan sosial melawan globalisasi. Gerakan membela hak-hak kaum miskin yang didukung serikat petani, LSM, organisasi hak asasi manusia, juga akademisi, pada dasarnya adalah Gerakan Sosial Baru (GSB) yang timbul sebagai respon terhadap neo-liberalisme.

Ada dua hal yang harus dikerjakan oleh LSM dan masyarakat sipil dalam menjawab globalsiasi neo-liberal ini. Pertama, perebutan arena ke-daulatan ekonomi dan budaya di tingkat lokal dapat dijadikan sebagai pilihan alternatif strategi gerakan LSM di masa mendatang. Artinya, proses perjuangan untuk menghentikan globalisasi neo-liberalisme harus bertahan di tingkat lokal karena kedaulatan ekonomi rakyat justru dapat dipertahankan pada ting kat desa. Oleh karena itu pendidikan dan pe-ngem bangan parlemen desa (Badan Perwakilan Desa) yang memihak rakyat dan yang secara sadar bersikap kritis terhadap ancaman neo-liberalisme perlu dikembangkan.

Kedua, usaha terbesar dan tersulit dalam membumikan kepe mim-pinan model Musa bagi LSM dan masyarakat sipil adalah melakukan pendidikan kritis secara menyeluruh dan komprehensif sehingga ter-jadi gerakan “counter discourse” (perlawanan ideologi dan budaya ter-hadap neo-liberalisme) dan “hegemony” atas do mi nasi wacana neo-liberal. Tantangan berat bagi munculnya gerak an semacam ini untuk mendukung tumbuhnya gerakan lokalisasi kedaulatan ekonomi dan politik rakyat adalah masuknya indoktrinasi ideologis dan hegemoni kultural dari dominasi kebijakan neo-liberal dan globalisasi terhadap media massa dan kebijakan negara. Banyak pengajar di perguruan tinggi Indonesia malah “mengamini” neo-liberal di ruang-ruang kuliah. Sekali

Page 128: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

121Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

lagi gerakan “counter hegemony” (wacana tandingan terhadap wacana neo-liberalisme) harus disusun sebagai bagian dari strategi gerakan sosial dalam merespon globalisasi. Salah satu strategi taktis “counter hegemony” adalah mendekonstruksi dan mendemistifikasi mitos-mitos neo-liberal, seperti mitos dan wacana mengenai masyarakat sipil, mitos produk makanan genetis hasil GMO, mitos hak paten dan hak kekaya-an intelektual, dan privatisasi (Fakih, 2003: 10-11).

Dua gerakan di atas tentu saja harus didukung oleh transformasi revolusioner terhadap masyarakat neo-liberalis. Kita bisa belajar hal ini dari Gramsci dan Habermas. Menurutnya, belajar dari pengalaman konflik antara kelas kapitalis dan kelas pekerja di Eropa sesudah Perang Dunia I (1914-1918), Gramsci memandang bahwa realitas sosio-ekonomi itu sebagai proses yang dinamis penuh konflik di mana kepentingan-ke-pentingan ekonomi yang kuat mencoba mengintervensi masyarakat politik (negara)—yang menjadi tujuan permanen perjuangan partai-partai dan gerakan-gerakan politik—dan juga masyarakat madani. Dalam pemahaman Gramsci, masyarakat madani adalah asosiasi, kelompok dan gerakan publik non-pemerintah yang menyatakan dan merepresen-tasikan urusan-urusan dan hak-hak rakyat, menghadapi invasi kepen-tingan ekonomi dan politik tersebut (Ana, 1994: 7).

Gramsci melakukan identifikasi baru terhadap masyarakat madani, yaitu bukan sebagai struktur politik dan struktur ekonomi, tetapi sebagai struktur sosial yang bebas dari dua struktur terdahulu (Cohen dan Arato, 1992: 145). Yang penting bagi Gramsci bukanlah membedakan masya rakat madani dari struktur ekonomi dan struktur politik (negara dan masyarakat politik) yang sebetulnya saling membangun super-struktur. Yang penting baginya adalah bagaimana membangun proses di mana kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat madani (asosiasi, kelompok, gerakan), pertama, mampu menolak intervensi kepentingan-kepentingan ekonomi dan meneguhkan semampu mungkin otonomi mereka dalam menghadapi upaya pengkooptasian mereka yang dilakukan agen-agen masyarakat politik, dan, kedua, mampu memengaruhi ke-kuatan-kekuatan sosial dari struktur ekonomi dan struktur politik untuk menggerakkan proses sejarah (menjadi motor sejarah) (Ana, 1994: 7). Proses kedua ini mengimplisitkan peran potensial masyarakat madani dalam memberi sumbangan pada transformasi sosial-ekonomi.

Page 129: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

122 Zakiyuddin Baidhawy

Di sisi lain Gramsci memberikan perspektif bagaimana gerakan sosial baru melakukan tugasnya. Menurutnya, dengan memahami bahwa masyarakat madani sebagai struktur sosial, mengimplikasikan dimensi budaya, yaitu perlunya nilai-nilai dan kehidupan budaya dan intelek-tual untuk membangun hegemoni tandingan. Kesadaran akan dimensi budaya dalam konseptualisasi/teoritisasi masyarakat madani ini di-perteguh oleh Talcott Parsons (1902-1979). Dalam analisis Cohen dan Arato (1992: 425), Gramsci dan Parsonslah yang pertama memandang bahwa masyarakat kontemporer direproduksi tidak hanya melalui proses ekonomi dan politik, tetapi juga melalui interaksi antara struktur hukum, asosiasi sosial, institusi komunikasi dan institusi budaya yang masing-masing memiliki tingkat otonomi yang signifikan.

Habermas menawarkan gagasan tentang melawan pengambil-alihan ala kolonial bidang-bidang dalam lifeworld oleh sistem politik dan ekonomi. Masyarakat madani dalam versi Habermas itu merujuk kepada asosiasi sukarela di luar wilayah negara dan ekonomi, mencakup: gereja, asosiasi budaya, akademia, media mandiri, klub olahraga dan hiburan, ke-lompok diskusi, organisasi professional dan bisnis, partai politik, serikat pekerja dan—yang paling penting bagi Habermas—institusi alternatif. Dia memasukkan organisasi bisnis, serikat pekerja, bahkan partai politik, dan di atas semua itu gerakan sosial dalam lifeworld dengan harapan mereka semua dapat menjadi benteng melawan kolonisasi sistem, baik negara maupun ekonomi (Perez-Diaz dalam Hall, 1995: 103).

Jadi, secara konseptual masyarakat madani dalam pandangan Habermas adalah masyarakat sosial juga, seperti Gramsci dan Parsons, yang berbeda dari sistem negara dan ekonomi, otonom dari keduanya, dan atas dasar solidaritas dan dunia maknanya saling berkomunikasi dalam ruang publik untuk melakukan pilihan moral dan aksi komunikatif berhadapan dengan invasi sistem negara dan ekonomi. Dari konsepnya ini, ditawarkan hubungan lain masyarakat madani dan negara, yaitu ma-syarakat madani tidak hanya menjadi pesaing ideologi bagi negara, seperti Gramsci, tapi juga pengritik radikal terhadap negara.

3. Model Partisipatoris MuhammadMuhammad SAW adalah tipikal nabi yang memiliki beberapa karak-

ter perjuangan sekaligus: yakni menentang ketidakadilan dan penindasan

Page 130: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

123Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

terhadap kaum papa dalam masyarakat, membangun pola hidup se-derhana sebagai budaya tandingan (counter culture) atas hedonisme dan komsumtivisme, dan hidup bersama orang miskin dan tertindas.

Karakater pertama perjuangan Muhammad dapat digambarkan dalam tiga tahapan. Pertama, menentang ketidakadilan sosial dan penin-dasan adalah spirit awal kelahiran agama-agama, terlebih Islam. Islam oleh karena itu merupakan, meminjam istilah Ali Syariati (1993), “agama protes” (the religion of protest), agama perlawanan. Apa yang diper juang-kan oleh Muhammad sejak periode Makkah hingga Madinah adalah melawan segala bentuk penindasan yang berupa: hegemoni agama pagan dan sindrom politeisme yang mengancam kebebasan beragama masya-rakat Makkah; hegemoni sistem “kapitalisme” masyarakat Makkah yang bersandar pada rente dan bunga yang merampas hak hidup layak bagi masyarakat akar rumput, dan sistem ekonomi monopoli yang meng-alokasi dan mendistribusi harta, kekayaan dan sumber daya di kalangan kelompok elite Makkah; penindasan dan perbudakan yang meraja lela; relasi gender yang mensubordinasi kaum perempuan di bawah ketiak kaum lelaki dalam sistem sosial patriarkhal; serta keterbelakangan dan kebodohan yang melanda sistem kultural masyarakat saat itu.

Kedua, tawaran tentang sistem masyarakat yang berkeadilan, manu-siawi dan berkeadaban. Setelah protes dan kritik atas situasi dan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan politik digulirkan dan sistem lama yang me nindas dapat diruntuhkan, Muhammad melanjutkan perjuangan dengan mengajukan suatu proposal tentang “masyarakat utama” (khayr ummah), yang bercirikan antara lain: menghargai harkat dan martabat ke-manusiaan universal (al-amr bi al-ma`ruf, humanisasi), pembebasan dari segala penindasan dan kemungkaran sosial-politik (al-nahy `an al-munkar, liberasi), dan menanamkan semangat ketuhanan yang melandasi semua bentuk perjuangan (iman bi Allah, transendensi).

Ketiga, partisipasi dalam aksi dan praksis perjuangan melawan penindasan dan ketidakadilan sosial. Muhammad adalah tipi kal seorang intelektual organik, meminjam Gramsci, yang menerapkan bios theoritikos, yakni memadukan antara kemampuan berwacana dengan praksis pembebasan dan revolusi. Ia turut serta dan bahkan memimpin, menye-mangati, dan memotivasi aksi-aksi perjuangan meruntuhkan rezim despotik, totalitarian, dan zalim, dan membangun sistem alternatif yang

Page 131: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

124 Zakiyuddin Baidhawy

menjunjung tinggi keadilan menuju tatanan masyarakat egaliter dan tanpa diskriminasi.

Masyarakat egaliter diperjuangkan oleh Muhammad adalah antitesis dari sistem kapitalisme Makkah dan Madinah. Perjuangan menuju masya-rakat egaliter dalam pandangan Hassan Hanafi atau masyarakat tauhidi dalam istilah Asghar Ali Engineer (1994) adalah kehidupan masya rakat yang menempatkan semua anggotanya pada posisi setara. Tidak ada superior dan inferior, penindas, dan tertindas (Anam, 2008: 209).

Bercermin pada tiga langkah yang diperjuangkan oleh Muhammad, maka kemiskinan dan pemiskinan struktural membu tuh kan kepedulian dan intervensi kepemimpinan partisipatoris-profetis. Seorang pemim pin adalah ia yang memiliki kepekaan dan kritisisme atas situasi dan kondisi sosial-politik yang karut marut dan centang perenang di bawah dominasi rezim neo-liberalisme dan penguasa kacung. Karena itu, ia harus memiliki cukup bekal teori kritik sosial yang akan membantunya men cermati setiap bentuk dominasi, hegemoni dan penindasan dan konstruk sosial-politiknya. Kacamata teori kritik sosial membawanya pada kesadaran akan perlunya wawasan berujung pada gerakan; wacana menuju praksis sehingga ia menjadi pemimpin yang dekat dan lekat dengan massa akar rumput yang paling rentan atas ketidakadilan.

Pemimpin partisipatoris-profetis memiliki visi yang jelas tentang arah dan masa depan negara dan masyarakatnya. Di sini perlu memiliki rumusan atau teori normatif sosial yang menjadi blue print pembangun-an dan pengembangan masyarakat, bangsa dan negaranya. Dengan visi ini proses perubahan sosial-politik memiliki tahapan-tahapan sistematis dalam rangka mewujudkan cita-cita sosial bersama semua warga masya-rakat dan negara, tanpa diombang-ambingkan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik yang imperialistik.

Tidak kalah pentingnya adalah bahwa seorang pemimpin partisi-patoris-profetis adalah orang yang mampu bergerak pada basis massa untuk melakukan perubahan, reformasi atau bahkan revolusi sosial-politik guna menegakkan masyarakat utama yang dicita-citakan bersama. Di sini ia terlibat dan proaktif menggalang kekuatan dalam kerangka per-juangan dan praksis sosial merekonstruksi sistem peradaban baik pada level personalitas, politik, ekonomi, sosial dan politik.

Page 132: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

125Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

Semua gerak perjuangan sebagaimana dikemukakan di atas me ru-pakan gambaran bagaimana paradigma profetik (Iqbal, 1985; Kunto-wijoyo, 1995) dioperasionalisasikan dalam suatu sinergisme antara wacana dan aksi, diskusi dan praksis menuju masyarakat utama, masya-rakat madani yang berkeadilan dan berkeadaban.

Model Kepemimpinan Partisipatoris-Profetis

Di samping spirit dan perjuangan profetisme, Muhammad adalah cermin sosok pemimpin yang sadar akan ancaman gaya hidup masya-rakat Makkah yang bergelimang kemewahan, kesenangan dan nafsu konsumtivisme tanpa batas. Berhadap-ha dap an dengan masyarakat hedo nistik dan permisif semacam itu, ia mempelopori gaya hidup alter natif yang rasional dan sehat, yaitu pola hidup sederhana dan ber-sahaja. Gaya hidup sederhana (qawwam, tawassuth) ini ditanamkan dan ditegakkan sebagai budaya tandingan (counter culture) atas hedonisme dan komsumtivisme masyarakat pada zamannya.

Gambaran hedonisme dan komsumtivisme di muka sangat mudah dijumpai dalam konteks kehidupan kontemporer dan globalisasi. Kehi-dupan kontemporer telah membawa manusia kepada ideologi komfor-tismus, pandangan dunia liberal yang memuja kesenangan hidup dan kepuasan (satisfaction). Banyak orang di berbagai belahan dunia kini

Page 133: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

126 Zakiyuddin Baidhawy

memuja kepentingan dengan “kenikmatan-kenikmatan sesaat yang dapat ditawarkan oleh kehidupan ini” dalam pengertian barang-barang material dan kesenangan fisik. “Komfortismus”, meminjam istilah Sombart, adalah mentalitas kaum borjuis yang gila akan uang, gelimang harta dan kemaruk dunia. Agar kenikmatan dan uang yang mereka miliki tetap berada dalam kenyamanan, maka mereka membutuhkan ke sejahteraan. Sayangnya, atas nama kesejahteraan ini segala cara cen-derung ditempuh, tujuan menghalakan segala cara.

Kaum komfortis memercayai hidup nikmat bertumpu pada kelim-pahan materi, gelimang kesenangan, konsumsi tingkat ting gi. Mereka menyebutnya dengan 3F (food, fun, and fashion): makan minum enak, ke-senangan dan hiburan yang glamor, dan model pakaian serta asesoris yang ngetrend. Pada tingkat tertentu dan dalam jangka pendek, mungkin semua ini dapat menghapus dahaga manusia. Namun semua itu secara hakiki tidak menjawab problem ultima manusia akan kebahagiaan dan keselarasan hidup. Materi, kesenangan dan konsumsi hanya meng-hilangkan rasa takut manusia akan lapar dan haus—sebagai ekstrem lain yang serba kekurangan—tapi sejatinya baru menyelesaikan masalah-masalah permukaan dan fisiologis.

Dalam situasi zaman di mana kesenangan menjadi tujuan hidup, pola hidup sederhana dan sahaja memperoleh tantangan sekaligus pe-luang. Di satu sisi, seseorang ditantang kesabarannya menghadapi pergaulan hidup yang serba heboh dan wah, tanpa larut dan terjerumus di dalamnya. Di sisi lain, pola hidup sederhana dan sahaja menawarkan kepada manusia gaya hidup sembada, prasaja, suatu sikap dan perilaku moderat di antara ekstrem kemewahan dan kemelaratan, merasa serba cukup di antara berlebihan dan minimalis, kerendahan hati antara ke-angkuhan dan rendah diri, asketisme antara riya (pamer) dan sum`ah (selalu ingin dipuji).

Karena itu, pemimpin adalah manusia terpilih dengan kepribadian sederhana dan bersahaja. Secara individu, ia sendiri merupakan teladan dan model bagi budaya tandingan di hadapan gaya hidup hedonistik dan komsumtif. Secara leadership, ia paham bahwa secara fundamental kon-sumsi yang benar terletak pada cara atau pendekatan dalam meme nuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Kepemimpinannya tidak meng hen-daki dan mengakui pola konsumsi yang murni materialistik. Semakin

Page 134: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

127Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

tinggi manusia menaiki tangga peradaban, konsumsi lebih dibayang-bayangi oleh keinginan-keinginan psikologis. Selera dan gaya hidup snobbish memainkan peran yang sangat dominan dalam menentukan bentuk-bentuk lahiriah konkret dari keinginan-keinginan psiko logis ter-sebut (Mannan, 1980: 79). Peradaban modern telah meng hancurkan “ke sederhanaan”; peradaban materialistik mewarnai kesenangan yang terus membuat keinginan-keinginan manusia menjadi sangat bervariasi dan kesejahteraan hampir hanya diukur dari berbagai karakter keingin-an yang diupayakan untuk dicapai melalui sarana-sarana tertentu.

Tentu saja cara pandang tentang kehidupan dan kemajuan se-macam ini harus menjadi sasaran tembak kepemimpinan parti sipatoris. Kepemimpinan partisipatoris berusaha mereduksi kebu tuh an material manusia yang berlebihan (eksesif) dengan maksud untuk menekankan pembangunan energi spiritual manusia dalam pencarian duniawi. Per-tumbuhan batiniah lebih dari sekadar ekspansi lahiriah merupakan ideal tertinggi manusia dalam hidup ini. Kemajuan tidak semata diukur dari standar hidup yang tinggi yang berimplikasi pada perluasan keinginan secara tanpa batas. Karena hal ini akan meningkatkan ketidakpuasan ter-hadap apa yang sudah dicapai, dan akibatnya adalah eksploitasi atas hak-hak kaum miskin dan termiskinkan demi kepuasan diri mereka sendiri.

Terakhir namun tak kalah pentingnya, kepemimpinan partisipatoris menghendaki hidup bersama orang miskin dan tertindas. Individu mau-pun kelompok terorganisir yang mengadopsi model ini perlu menun-jukkan kemampuan ing madyo mangun karsa. Yaitu kapabilitas bergelut di tengah-tengah masyarakat miskin dan membangkitkan karsa untuk me mahami dan menyadari ke miskinan mereka serta kehendak untuk mengangkat harkat dan martabat mereka sendiri. Melalui pergulatan dari dalam dan bersama mereka, program-program pengentasan kemiskin-an dilahirkan dari rahim pergumulan dengan suara-suara mereka yang terpinggirkan oleh pembangunan. Program pengentasan kemiskinan tidak bisa muncul dari balik meja, sebagaimana cara pandang Negara selama ini (seeing like state).

Pergumulan partisipatoris ini menunjukkan kemauan individu dan kelompok pembela orang miskin untuk secara proaktif menum-buhkan kesadaran mengapa mereka miskin. Selama ini upaya-upaya pe-ngen tasan kemiskinan jarang memulai dari tahapan krusial ini. Orang

Page 135: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

128 Zakiyuddin Baidhawy

miskin jarang dikondisikan untuk bernalar (reasoning) tentang sebab-sebab mereka miskin dan termiskinkan. Yang mereka ketahui hanyalah bantuan langsung telas (habis) dan program-program karitatif yang me-racuni mental mereka, bahkan mental mereka yang tidak tergolong dalam kelompok miskin. Program pengentasan kemiskinan lebih banyak didekati dari atas dan melalui pendekatan kemiskinan absolut. Orang-orang miskin belum diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk men-definisikan kemiskinan di kalangan mereka sendiri. Dengan cara ini mereka tahu apa penyebab sesungguhnya dari kemiskinan mereka dan bagaimana cara keluar dari jerat kemiskinan itu dengan usaha mereka sendiri, dan sedikit arahan dan bantuan pihak ketiga.

Membangun karsa adalah tahap berikutnya. Sadar akan kemis kinan belum cukup, upaya ini perlu dilanjutkan dengan memancing kemauan, kehendak, dan kesanggupan mewujudkan kehendak dalam bentuk tin-dakan nyata. Yaitu tindakan yang menggerakan orang miskin untuk bangkit dari keterpurukan dan deprivasi yang selama ini membelenggu mereka. Bila karsa ini dapat muncul, inilah keberhasilan kepemimpinan partisipatoris. Hal semacam ini diilustrasikan oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya, bahwa kedekatan antara dirinya dengan orang-orang miskin sebagaimana jari kelingking dan jari manis. Artinya, sabda ini meng gambarkan bahwa pemimpin partisipatoris memiliki kedekatan dan kelekatan dengan orang-orang miskin di mana mereka bergelut ber-sama, memahami bersama, hingga akhirnya berjuang bersama untuk menjaga dan meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan mereka.

4. Model Propaganda Ibrahim: Penghancuran Berhala Ideologi GlobalismeIbrahim adalah tipikal nabi yang dikenal dalam tiga tradisi agama-

agama besar dunia—Yahudi, Kristen, dan Islam. Ia adalah nenek moyang bagi tiga agama tersebut. Ibrahim hidup sezaman dengan Namrud, se-orang raja tiran yang tak kenal belas kasih. Kuasanya diabadikan dan dikokohkan melalui agama pagan dengan simbol berhala raksasa yang bertengger megah seolah ingin menyampaikan pesan angkuh akan cakar-nya yang mencengkeram. Ibrahim seorang diri dengan penuh keberanian tidak menghantam langsung kesombongan kuasa dan ideologi Namrud yang meng hegemoni dan mendominasi. Ia sadar bahwa kekuatannya

Page 136: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

129Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

belum sebanding dengan Namrud. Karenanya, ia memilih untuk mela -kukan propaganda sistemik dengan menghancurkan “berhala raksasa” yang menjadi kiblat kuasa Namrud dan semua rakyatnya yang meng-hamba kepadanya. Dengan liukan kapak Ibrahim, berhala raksasa simbol kekuasaan hegemonik Namrud dapat diruntuhkan, dan Namrud merasa terancam karena hegemoninya dirongrong protes dan pro pa-ganda Ibrahim. Globalisme di zaman kontemporer analog dengan “berhala raksasa”. Kekuatannya yang luar biasa menghendaki perla-wanan Ibrahimian.

Globalisme dan pemiskinan ibarat dua sisi dari mata uang yang sama. Pemiskinan merupakan konsekuensi logis dari kesesatan alamiah globalisme yang cenderung mencerminkan imposisi uni lateral tatanan dunia. Secara implisit diakui bahwa globalisme ber upaya melakukan hegemoni dan dominasi atas proses globalisasi namun gagal untuk mengendalikannya apalagi menyempurnakan kecurangan dan kekeliruan tatanan yang penuh kesenjangan dan ketimpangan tersebut.

Kini masyarakat dunia menyaksikan suatu tantangan besar di mana ideologi neo-liberalisme melakukan upaya-upaya sistematis untuk membajak globalisasi menjadi globalisme. Sementara orang-orang yang phobia dengan globalisasi dalam banyak hal meman dang globali sasi sebagai tipu muslihat kapitalisme dan mengundang kembali nya kebijakan-kebijakan proteksionis dan berpusat pada negara di masa lalu. Sebagian lain memilih menjadi pasukan pembela globalisasi untuk mentransformasi berbagai persoalan dewasa ini. Seperti halnya para penganjur sosialis pada masa industrialisasi, kritik yang lebih cair terhadap kondisi globalisasi adalah tidak tertuju kepada globalisasi atau perdagangan itu sendiri, tetapi kepada globalisme yang berhasil melahirkan banyak pecundang daripada pemenang, banyak dampak destruktif daripada konstruktif.

Karena itu, protes dan perlawanan atas globalisme adalah dengan memfokuskan sasaran bidik kepada ideologi neo-liberalisme yang ber-main di belakang globalisasi. Ideologi ini menyerupai berhala kontem-porer yang bertanggung jawab di balik manipulasi globalisasi menjadi globalisme, yang banyak menjalankan upaya untuk mempolitisasi proses-proses ekonomi yang kini dimistifikasi sebagai fakta dan nasib. Peng-hancuran berhala ideologi dominan-hegemonik ini telah dan sedang dilakukan oleh kelompok-kelompok penentang terhadap konsensus

Page 137: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

130 Zakiyuddin Baidhawy

Washigton (1990an), sebagaimana tertangkap dalam slogan ATTAC yang berbunyi “Dunia ini bukan untuk diperjual belikan!”, dan slogan “Dunia lain adalah mungkin”. Slogan ini mengandung pesan utama agar globalisasi ditransformasi dari dalam dan dari bawah demi terciptanya tatanan dunia yang berkeadilan bagi semua. Aksi-aksi protes mereka me-luas ke wilayah politik dan karenanya menyentuh ruang lingkup ke-wargaan, dan melampaui negara-bangsa.

Arditi (2004) melukiskan gerakan anti globalisme dalam bentuk aksi radikal yang bersifat langsung menyerang kota-kota tempat ter-seleng garanya pertemuan-pertemuan WTO seperti Seattle, Prague, Gothenburg and Genoa. Aksi radikal ini seringkali me la ku kan perusak-an atas restoran-restoran McDonald seperti terjadi di Perancis yang di pimpin oleh Jose Bove dan protes-protes terhadap penggunaan ma-kanan-makanan yang dimodifikasi secara genetik. Citra gerakan anti-globalisme ini sangat menonjol karena sebagian disebabkan politik berbasis jalanan yang cenderung lebih menarik dan berharga di mata media dan pers. Mereka juga seringkali membuat ketakutan luar biasa di kalangan pe merintahan, para pemimpin bisnis, dan agen-agen multilateral yang ter biasa dengan logika komite pakar daripada mobilisasi massa. Itulah mengapa sebagian beranggapan bahwa banyak kelompok aktivis kurang memiliki arah politik yang strategis. Hal demikian benar, namun tidak sepenuhnya, karena gerakan mereka merentang dari gerakan phobia glo balisasi yang kaku hingga mereka yang masih memiliki agenda yang lebih jelas untuk mentransformasi globalisme. Contoh dari gerakan ter-akhir adalah mereka yang ber partisipasi dalam Forum Sosial Dunia di Porto Alegre yang berhasil mengumpulkan hampir 60.000 peserta ketika diluncurkan pada November 2002 di Florence, di samping beberapa bentuk prakarsa lainnya. Organisasi-organisasi pelopor yang berasosiasi dengan aksi radikal langsung ini termasuk the Ruckus Society, Global Exchange, dan sebuah kelompok anarkis seperti the Black Bloc. Kita juga dapat menyebut dimensi perlawanan yang bersifat “glokal”, seperti dukungan internasional untuk perjuangan lokal melawan perusahaan-perusahaan yang memprivatisasi kebutuhan publik di banyak Negara Dunia Ketiga. Di sini kita dapat berpikir tentang kampanye solidaritas untuk the Bolivian Water Wars pada tahun 2000 yang menentang Bechtel Corporation yang disubsidi oleh pemerintah di Cochabamba,

Page 138: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

131Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

atau solidaritas untuk the Soweto Electricity Crisis Committee untuk melawan semakin meningkatnya fasilitas-fasilitas Negara yang diprivatisasi di Afrika Selatan.

Para pendukung aksi radikal langsung, baik dengan kekerasan atau anti-kekerasan dalam mengungkapkan perlawanan mereka atas tatanan tertentu, dapat diserupakan dengan “kelas-kelas yang berbahaya” yang dikenal dalam wacana konservatif abad 19. Kebanyakan gerakan dan protes ini memiliki sayap radikal. Kaum Luddite misalnya, melakukan negosiasi atau kompromi di dalam sistem, dan mempropagandakan pe-rusakan mesin-mesin yang telah mengeksploitasi masyarakat dan sumber daya alam oleh kapitalisme awal, dan menawarkan alternatifnya. Mereka memang gagal, namun gerakan mereka telah membuktikan kepada para saudagar kapas dan para politisi tentang kerakusan luar biasa dari sistem kapitalisme. Gerakan-gerakan sosial baru barangkali kurang begitu merusak kepemilikan pribadi, meskipun demikian kita tidak bisa meng abaikan aksi-aksi perusakan mereka. Gerakan protes anti nuklir di Jerman selama dekade 70an dan taktik gerilya Greenpeace adalah suatu contoh yang tepat. Kita boleh tidak setuju atau setuju atas gerakan mereka, yang seringkali diiringi dengan protes dan slogan daripada dengan proposal strategis, namun mereka memainkan peran penting. Mereka menyediakan momentum awal bagi perlawanan atas globalisme dan bagi globalisasi perlawanan dan karenanya berjasa memberi kon-tribusi bagi kemungkinan adanya fase politik di mana transformasi besar kedua terjadi. Sebagai mana pandangan Wallach (2000: 32) bahwa kadang-kadang aksi radikal langsung membantu untuk menohok ke-angkuhan birokrasi internasional. Para pakar multilateral juga sering menolak memberikan pemikiran yang serius yang disumbangkan kepada kelompok-kelompok advokasi. Meskipun demikian, kapasi tas mereka melakukan hentakan secara de facto merupakan kekuatan veto yang ber-peran sebagai alat tawar menawar dalam rangka membantu para aktivis menghambat laju globalisme yang destruktif dan eksploitatif.

5. Al-Maun: Masjid untuk Kaum Miskin Masjid adalah epitome Kerajaan Surgawi Tuhan di muka bumi.

Membangun masjid berarti menegakkan tiang-tiang penyangga Singga-sana Tuhan di atas dunia. Karena itu, bangunan masjid berarti mewujud-

Page 139: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

132 Zakiyuddin Baidhawy

kan rumah/surga Allah dalam kehidupan kini dan di sini. Kepemimpin-an profetik-transformatif memanifestasi diri dalam bentuk solidaritas komunitas sosial-keagamaan. Masjid untuk orang miskin bukan untuk mendramatisir kesengsaraan orang-orang miskin dan tunawisma atas nama agama dan khutbah-khutbahnya, namun untuk memberdayakan mereka dalam proses membangun komunitas yang peduli orang miskin.

Sejalan dengan semakin bertambahnya saudara-saudara kita jatuh dalam kemiskinan dan pengangguran, kita sebagai penganut dan pemilik iman harus merengkuh mereka. Hanya dengan mencelupkan diri (sibghah) dalam perjuangan atas kemiskinan bahwa kita benar-benar dapat me-mahaminya dari dalam. Di tengah-tengah kegalauan dan krisis, komu-nitas dan perlawanan dapat terlahirkan dari sini.

Masjid bukan direduksi sekadar tempat ibadah, dzikir individu mau-pun dzikir massal yang mengeksploitasi air mata, memanjatkan doa-doa, dan pertobatan spiritual. Reduksi fungsional atas masjid semacam ini justru sangat merugikan para ahli ibadah, karena ibadah mereka ibarat fatamorgana, bayang-bayang tanpa pahala nyata, karena ibadah mereka digerogoti oleh ketidakpedulian dan nir-solidaritas atas kaum dhu’afa dan mustadh’afin. Bahkan sebaliknya ibadah tanpa kepedulian atas masalah kemiskinan justru mencelakakan, menciptakan neraka di dunia.

Masjid adalah payung bagi komunitas iman yang harus secara aktif menjelaskan “tanda-tanda zaman” dalam pengertian teologis dan mener-jemahkan tanda-tanda itu secara konkret dalam dakwah agama dan ko-munitas. Jadi, teologi orang-orang miskin harus mencoba secara aktif merespon panggilan Allah melalui proses menjadi tanda dan rumah tinggal Allah (baytullah, masjid) di muka bumi.

Rumah tinggal atau masjid sebagai tanda menghendaki gerakan dan intervensi Allah di dunia dan bahwa gerakan ini dapat dijelaskan oleh kita. Allah mempertemukan orang-orang di mana mereka hidup dan ber juang. Komunitas dipersatukan dalam perjuangan dan solidaritas dengan dan untuk orang-orang miskin dan tertindas. Masjid untuk orang-orang miskin tidak hanya mengidentifikasi diri dengan orang-orang miskin dan tertindas, namun juga termasuk partisipasi mereka, pembe-basan dan humanisasi, yang dengan cara ini ia dapat menjadi tanda dan benih Rumah Allah di muka bumi.

Page 140: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

133Visi Kepemimpinan Profetik-Transformatif Al-Maun

Misi masjid harus mempertimbangkan tantangan-tantangan konkret yang dipaparkan oleh sejarah panjang penderitaan dan penin-dasan, sembari tidak meniadakan kebutuhan akan keselamatan. Pada hake kat nya ini berarti bahwa kehidupan Muslim berpusat pada komit-men konkret dan kreatif untuk pelayanan bagi orang lain dan refleksi atas makna transformasi dunia. Penyelamatan semacam ini tidak dapat bersifat individualistik dan eksklusif perhatian pada kehidupan setelah mati, bahkan ia harus muncul dari solidaritas dan “terealisasi dalam bentuk pembebasan dan humanisasi” (amr ma`ruf nahy munkar) dalam ruang dan waktu konkret.

Page 141: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

134 Zakiyuddin Baidhawy

Gambaran pada bab-bab terdahulu menjelaskan bahwa glo balisasi lebih dari sekadar kompetisi di bidang ekonomi. Ia merupakan suatu arena gontok-gontokan sosial dan politik sehubungan dengan nilai-nilai baru yang disebarluaskan oleh gerakan-gerakan ekonomi dan gerakan sosial transnasional. Ada kontestasi antara Forum Ekonomi Dunia pendukung globalisasi dan Forum Sosial Dunia. Forum Ekonomi Dunia adalah pendukung globalisasi ekonomi. Oleh mereka yang fanatik, globalisasi telah dimapankan sebagai suatu ideologi dunia yang mencakup area yang luas, dan inilah yang kemudian dikenal sebagai “paradigma global-isme neo-liberal” atau disingkat “globalisme”. Globalisme di sini di-maknai sebagai norma-norma, institusi-institusi dan hukum-hukum yang mendukung akumulasi kapital global sesuai dengan prinsip-prinsip neo-liberal. Paradigma ini dikenal dengan beberapa istilah: Structural Adjustment Programs, The Washington Consensus, The Wall Street-Treasury Complex, Liberal Productivism, dan The New World Order.

Forum Sosial Dunia menentang deregulasi ekonomi pasar dan me-maparkan fakta-fakta keputusasaan penduduk dunia dalam kaitannya dengan defisit demokrasi baik pada tingkat nasional maupun global. Gerakan yang terakhir ini mencerminkan suatu aksi kolektif melawan beban-beban yang harus dipukul oleh negara-negara dunia ketiga akibat ketidakadilan sosial dan kelestarian lingkungan pada skala global.

BAB

VPENDIDIKAN AL-MAUN: PENYADARAN DAN POLITIK KEBERPIHAKAN

Page 142: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

135Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

Bab ini berusaha untuk menawarkan suatu kerangka pemi kiran dan gerakan untuk penyadaran akan bahaya globalisme dan bagaimana cara mengatasi baik pada level negara, komunitas dan warga negara.

A. BALDAH THAYYIBAH: MEREVITALISASI PERAN KOMPLEMENTER NEGARA

Globalisme telah menentang asumsi-asumsi demokrasi ber kaitan dengan negara dan kewargaan. Di bawah globalisme negara-negara di-arah kan untuk mengurangi tuntutan-tuntutan internal. Sebagai gantinya negara-negara harus memaksimalkan ekspor, membebaskan arus kapital dan menganugerahkan hak-hak bagi perusahaan-perusahaan trans-nasional sebagaimana mereka memperlakukan perusahaan-perusahaan nasional. Negara-negara dikerangkeng oleh prinsip-prinsip neo-liberal dengan program penyesuaian struktural di wilayah Selatan, dan oleh ke-sepakatan-kesepakatan internasional (seperti NAFTA), dan institusi-institusi internasional (seperti WTO) di wilayah Utara (Clarkson, 1999). Globalisme neo-liberal merupakan tanggapan atas prasyarat-pra syarat yang diperlukan bagi globalisasi, sehingga konsep globalisasi kurang memiliki definisi dan teori yang tepat bukanlah suatu yang mengejutkan. Istilah ini kali pertama digunakan secara konsisten bukan oleh para akademisi, namun oleh para Banker Amerika pada 1978. Sejak itu istilah ini masuk ke dalam leksikon akademik dan menjadi bahan perdebatan hingga kini.

Kewaspadaan perlu ditingkatkan atas skenario sistemik glo balisme neo-liberal dalam rangka melucuti peran dan fungsi negara dalam me-negakkan sistem ekonomi berkeadilan dan berkeadaban. Beberapa hal yang patut diwaspadai adalah menyangkut upaya-upaya globalisme neo-liberal yang menjerumuskan setiap ne gara di dunia ini agar: membuka selebar-lebarnya pasar modal dan finansial; menghilangkan pembatasan-pembatasan atas per dagangan luar negari; memotong semaksimal mungkin belanja-belanja untuk kepentingan publik; menyeimbangkan anggaran negara dan mengurangi atau memotong beban pajak pe-rusahaan-perusahaan besar; memberlakukan deregulasi atas dunia bisnis; mendorong sebesar-besar dan sekuat-sekuatnya investasi asing; serta menjual perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) dan meng aman-

Page 143: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

136 Zakiyuddin Baidhawy

kan jalan monopoli perusahaan-perusahaan swasta di bawah per lin-dung an hukum (Williamson, 1993).

Memerhatikan semua problem yang dihadapi oleh negara-negara yang berada di bawah ketiak globalisme neo-liberal ini, negara-negara perlu disadarkan untuk kembali ke jalan penegakkan kembali sturktur politik berkeadilan yang lahir dan bangkit dari mobilisasi dan solidaritas negara-negara dalam konteks dunia yang lebih luas. Negara-negara dapat merajut jejaring transnasional dalam bingkai gerakan-gerakan sosial baru yang mengekspresikan ke pen tingan-kepentingan sosial baru dan mengubah skala inter vensi politik dalam rangka mengembalikan per-juangan mereka untuk keadilan sosial yang dimapankan secara politik. Dari sini keadilan sosial bukan semata menjadi kepentingan suatu negara semata, bahkan lebih dari itu merupakan titik temu bersama menuju ke-adilan sosial global yang telah menjadi slogan dan moto gerakan-gerakan sosial transnasional dalam politik dunia di mana keputusan-keputusan politik bukan hanya menjadi tanggung jawab negara-bangsa.

Memerhatikan persoalan di atas, maka pendidikan politik bagi negara bertujuan menyadarkan negara akan otoritas dan tanggung jawab-nya untuk intervensi dalam menegakkan keadilan sosial, menghentikan eksploitasi dan memantapkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Di samping secara resmi pemerintah atau negara berusaha meningkat-kan produksi dan distribusi kekayaan dan pendapatan pada tingkat yang lebih luas, pemerintah juga tidak diperkenankan membiarkan warga negaranya untuk menjadikan standar hidup atau tingkat konsumsi yang tinggi sebagai tujuan utama dalam kehidupan ini. Beberapa peran negara yang harus dibangkitkan kembali melalui pendidikan penyadaran adalah sebagai berikut.

Pertama, sadarkan bahwa negara adalah pemilik dan produsen. Kepemilikan publik/kolektif meliputi berbagai hal yang dimiliki oleh dua atau lebih orang, atau oleh organisasi atau asosiasi, komunitas atau masyarakat. Bila kepemilikan ini diorganisir dalam suatu bentuk tatanan sosial yang lebih besar, lahirlah apa yang disebut sebagai kepemilikan negara. Negara merupakan pemegang mandat kepemilikan publik atas segala yang menguasai hajat hidup orang banyak. Semua ini tentu saja harus dimanfaatkan untuk kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan sosial secara luas.

Page 144: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

137Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

Penguasaan negara atas hajat hidup warga negaranya jelas meliputi sumber daya alam dan lingkungan. Penguasaan atas sumber daya alam dan lingkungan merupakan hak semua ang gota masyarakat secara parti-sipatif. Sumber daya alam bebas dan lingkungan ini berupa barang-barang yang tersedia di lautan maupun daratan dan udara, seperti sumber mata air, ruang angkasa, sumber daya laut, hutan dan barang tambang di perut bumi, dan lain-lain. Karena itu tanggung jawab penge lolaan-nya merupakan amanah kolektif. Tanggung jawab semacam ini hanya dapat dikelola melalui manajemen ekonomi di bawah kendali negara baik se bagai pemilik maupun produsen yang akan memproses kekayaan sumber daya alam dan lingkungan itu sekaligus pembagiannya bagi ke-butuhan publik.

Sejalan dengan prinsip fundamental kepemilikan, semua sumber daya, kekayaan alam dan lingkungan adalah kepemilikan komunal masya-rakat dengan hak-hak yang sama atas semua penduduk untuk meng-ambil manfaat darinya. Kekayaan itu dapat secara langsung ditangani oleh negara dan atau melalui sarana-sarana publik seperti kompani, ko-perasi, atau asosiasi-asosiasi kolektif lainnya. Negara dapat juga memajak para pengguna atau retribusi dari keuntungan bagi penggunaan sumber daya lingkungan. Ini dapat dilakukan atas dasar prinsip keadilan — beban sesuai dengan keuntungan dan sebaliknya. Negara juga dapat mem berikan hak-hak pribadi atas sumber daya alam seperti tanah dalam kepentingan publik yang lebih besar dan untuk meningkatkan produksi pertanian, seperti menghidupkan atau membudidayakan tanah yang tidak produktif dan merampas hak milik pribadi atas tanah untuk diberikan kepada mereka yang tidak memiliki tanah dan siap untuk memproduksinya. Negara dapat pula membuat batasan-batasan pe-man faatan, waktu penggunaan, dan hukuman bagi penyalahgunaan. Nabi Muhammad misalnya, sebagai pemimpin pada zamannya telah me-na sionalisasi sumber daya alam dan lingkungan — seperti hutan, air dan rumput — sehingga memberikan akses untuk seluruh masyarakat (Majah, tth.: vol. 2, 826).

Dengan kata lain, masyarakat dinyatakan sebagai pemilik apa yang sekarang biasa disebut sebagai manfaat publik (public utilities), yang man-datnya diserahkan kepada negara. Islam menguatkan prinsip kepemilik-an negara atas sumber daya bumi dan dapat membatalkan kepemilikan

Page 145: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

138 Zakiyuddin Baidhawy

individu atasnya menjadi milik negara (Zaman, 1982: 86). Islam juga me-negakkan hukum dan aturan main untuk mencegah pelanggaran batas kepemilikan pribadi dan penggunaan kekayaan publik seperti padang rumput. Ia juga menegakkan hak-hak dan aturan penggunaan dan distribusi air untuk pertanian sekaligus hak-hak untuk meminum air dan sumber mata air, penguasaan tanah dan hutan.

Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa semua yang berkaitan dengan kebutuhan hidup semua penduduk dan warga negara harus ber ada di bawah kendali negara baik kepemilikan maupun pengelolaan produksinya atas nama mandat kepemilikan publik. Demikian pula perusahaan-perusahaan yang mengelola produksi sumber daya alam dan lingkungan milik bersama itu harus dikuasai oleh negara demi kese-jahteraan sebesar-besarnya bagi semua penduduk. Prinsip ini berbeda dengan apa yang diyakini oleh Prinsip Libertarian dan Liberalisme Klasik. Libertarianisme dan Liberalisme Klasik bersandar pada kepentingan diri (self-interest). Karenanya dua prinsip ini menghendaki privatisasi terhadap seluruh sumber daya tanpa kecuali atas nama efisiensi dan distribusi yang adil. Peran pemerintah yang ekstensif dalam kepemilikan dapat ber arti pelanggaran atas hak-hak dan kepemilikan individu.

Kedua, Intervensi negara berlaku juga dalam mengatur redis tribusi kekayaan dan pendapatan. Kebijakan terhadap distribusi banyak mem-bantu untuk memperkenalkan basis distribusi yang lebih luas atas pendapatan dan kekayaan dan melarang terjadinya akumulasi dan kon-sentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang yang sudah kaya. Perlu dipastikan agar dalam proses distribusi tidak satu pun dari faktor-faktor produksi ditekan pembagiannya dan mengeksploitasi faktor lainnya. Sumber daya termasuk tanah, pekerja dan modal sama-sama berharga. Karenanya pemilik tanah, pekerja dan pemilik modal harus berbagi ber-sama dalam hasil-hasil produksi. Di samping itu, ditegaskan agar sebagian dari hasil produksi itu diberikan kepada mereka yang tidak dapat mem-berikan kontribusi dalam produksi karena alasan-alasan seperti cacat sosial, fisik dan ekonomi. Ini sekali lagi menguatkan prinsip bahwa se-seorang dapat memperoleh balasan tanpa sepenuhnya memandang kon-tribusi aktualnya.

Untuk menjangkau tujuan yang pertama, pelarangan atas sejumlah teknik-teknik perdagangan yang eksploitatif dan tidak adil adalah ke-

Page 146: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

139Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

harusan. Sementara itu, tujuan kedua dicapai oleh inisiatif negara atau penguasa melalui penarikan pajak termasuk di dalamnya adalah zakat dan infak di samping juga kedermawanan, filantropi dan sejenisnya.

Dalam kerangka amar ma`ruf nahy munkar, pengumpulan dan distri-busi zakat berada di tangan otoritas penguasa pusat melalui agen-agen yang dipercaya untuk memenuhi tujuan ini. Karena itu, tanggung jawab negara untuk membangkitkan kembali dan melibatkan sistem zakat dan sistem lainnya yang serupa agar keuntungan-keuntungan zakat dapat di-realisasikan secara penuh.

Distribusi kekayaan dan pendapatan didukung institusi-in stitusi yang membawa pada distribusi kekayaan yang lebih luas. Konsep bayt al-mal sebagai amanah di tangan penguasa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan publik yang lebih baik. Infak mengikat semua manusia untuk berbagi kekayaan dengan kerabat dan lingkungan mereka. Larangan atas riba membuat alternatif-alternatif investasi menjadi mungkin karena pengembalian modal tidak dibebani dengan bunga. Bila ukuran-ukuran distribusi tersebut dapat menyampingkan berbagai akumulasi kekayaan dan penimbunan secara luas, hukum warisan yang wajib sifatnya dapat memperkecil kesenjangan relatif. Sementara ukuran-ukuran pertama ber sifat regular meskipun merupakan teknik distribusi yang berjangka pendek, ukuran yang terakhir merupakan proses jangka panjang dan dapat melahirkan pembagian akumulasi kekayaan secara substansial. Inilah suatu proses redistribusi melalui mana para pembagi kekayaan warisan harus memulai perjuangan ekonomi mereka dan membuktikan kapabilitas kewirausahaan mereka. Seorang wirausahawan yang benar-benar mampu dapat melampaui pewarisnya sedangkan orang yang tidak mampu dapat kehilangan sumber daya yang sudah dimilikinya. Jadi, keistimewaan menjadi orang kaya tidak dimonopoli oleh sedikit keluarga yang beruntung selamanya.

Ketiga, peran campur tangan negara dalam kehidupan per ekonomi-an bisa berbentuk regulasi, baik regulasi terhadap peri laku konsumsi warga negara maupun regulasi pasar. Regulasi pasar dimaksudkan untuk perlindungan konsumen. Pasar adalah kebutuhan publik, di dalamnya terlibat berbagai stakeholder dalam aktivitas ekonomi. Salah satu unsur penting yang perlu mendapat perhatian adalah konsumen. Konsumen sebagai pengguna barang dan jasa perlu dipastikan agar mereka tidak

Page 147: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

140 Zakiyuddin Baidhawy

menjadi objek eksploitasi oleh produsen. Di sini pemerintah berke-pentingan untuk mengondisikan pasar agar berjalan sehat, jauh dari penimbunan (iktinaz, ihtikar), yang bisa menyebabkan inflasi (istighlal), atau praktek dumping (istighraq) yang membuat jatuhnya keseimbangan harga.

Ketersediaan pasar tenaga kerja yang memberi peluang atau ke-sem patan bagi anggota masyarakat merupakan wilayah campur tangan negara lainnya. Salah satu hak individu atas masyarakat atau negaranya adalah kesempatan kerja yang diberikan seluas-luasnya oleh negara. Tugas penguasa di sini adalah menyediakan pekerjaan bagi setiap orang yang mampu secara fisik dan memiliki keinginan untuk bekerja. Lebih lanjut, negara harus menyusun suatu program bantuan bagi para pekerja yang mengalami kesulitan dan memberi kuasa pada mereka untuk mela-kukan proses tawar menawar. Dengan kata lain, para pekerja men da-patkan diri mereka terhindar dari pembayaran di bawah standar ke-butuhan hidup minimal.

Departemen yang mengurusi masalah ini dikepalai seorang inspek-tur yang menjalankan fungsi lebih dari sekadar pemerintahan daerah sekarang. Ada banyak instansi di mana pemerintah dapat melakukan intervensi untuk menegakkan aturan-aturan keadilan dan kejujuran. Se-orang inspektur memastikan agar transaksi-transaksi yang melanggar hukum dapat dihindarkan dan ia sendiri mengunjungi pasar-pasar dan menyarankan para pedagang agar melaksanakan prinsip-prinsip moral dalam perdagangan. Intinya, pemerintah berada pada posisi utama dalam rangka mencegah kehancuran kehidupan ekonomi dan mengamankan kepentingan publik secara menyeluruh dan konsumen khususnya dari segala distorsi.

Dengan demikian, peran negara sebagai regulator dalam satu sisi merupakan antitesis terhadap Prinsip Libertarian, yang karena alasan hak-hak absolut atas pembagian dunia yang tidak proporsional, maka ke pemilikan pribadi sangat layak dan pasar bebas dalam kapital dan pe-kerjaan secara moral dikehendaki. Pasar bebas adalah mekanisme bagi alokasi dan distribusi yang adil. Untuk itu, campur tangan negara sebisa mungkin dilucuti. Pada praktiknya, Prinsip Libertarian ini diterapkan oleh neo-liberalisme yang mencoba menghapuskan subsidi umum bagi rakyat banyak dengan dalih pemborosan, sementara pada saat yang sama korporasi multinasional (MNCs) dan transnasional (TNCs) meminta

Page 148: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

141Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

fasilitas tax holidays. Karena itu, neo-liberalisme mesti menuntut proses deregulasi yang menghalangi terjadinya pasar bebas yang meng-untung kan secara ekonomi bagi sekelompok kecil konglomerat. Suatu paradoks yang bertentangan dengan rasa keadilan sekaligus mengancam kesejahteraan umum.

Peran dan campur tangan negara dalam kehidupan dan tatanan ekonomi penduduknya, dengan demikian, tentu saja diakui. Peran negara dalam kaitan ini harus bersifat komplementer atas peran pasar untuk menjamin alokasi dan distribusi sumber daya yang adil melalui per saingan sempurna dan etis. Karena itu batasan peran negara yang meleng kapi itu adalah untuk menjaga rasa keadilan dan kesejahteraan umum utamanya. Negara harus dan akan campur tangan ketika diktum-diktum keadilan dilanggar dan kesejahteraan umum berada dalam ancaman. Tugas dan tanggung jawab negaralah untuk memaksakan prinsip-prinsip itu melalui sistem pemerintahan yang amanah dan dapat dipertanggung jawabkan. Jadi, negara atau pemerintahan harus memainkan peran positif, peran ber orientasi pada pencapain tujuan dalam aktivitas ekonomi. Ini bukan semacam peran yang akan mengarah pada tegaknya tatanan totali-tarian. Ia lebih merupakan peran komplementer yang dimainkan oleh pe-merintahan melalui internalisasi nilai-nilai keadilan dalam masyarakat, penciptaan lingkungan sosio-ekonomi yang sehat, etisasi pasar, dan pe-ngembangan institusi-institusi yang layak, dan bukan melalui kontrol berlebihan dan melanggar kebebasan individu serta menghilangkan hak-hak kepemilikan.

Qaryah Thayyibah: Membangkitkan Daulat Komunitas/Masyarakat Di samping Negara, komunitas dan masyarakat adalah sasar an

gerakan penyadaran dan politik keberpihakan yang dapat di mainkan. Mereka dapat diarahkan menuju basis pengembangan aksi-aksi anti-glo-balisasi ala kapitalisme Barat yang telah berjasa mempermiskin pen-duduk negara-negara di dunia ketiga. Bila negara berada dalam kooptasi rezim globalisasi neo-liberal, komunitas dan masyarakat dapat menjadi alternatif.

Mempertimbangkan konteks di atas, tentu saja mengagas peran mereka sebagai basis pemberdayaan civil society sangat relavan, apalagi bila dikaitkan dengan reformasi politik, ekonomi dan sosial-kultural di negeri

Page 149: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

142 Zakiyuddin Baidhawy

ini yang belum menentu arah dan langkahnya. Gagasan penyadaran politik dan aksi-aksi keberpihakan komunitas/masyarakat dalam ke rangka civil society memperoleh tempat yang layak.

Bila civil society merupakan terjemahan dari visi Islam tentang khayr ummah, yang dulu pernah ditegaskan oleh salah satu kekuatan ter besar civil Islam di Indonesia Muhammadiyah sebagai “masyarakat utama” misalnya, tentu saja ini mencerminkan bahwa gagasan tersebut terikat dengan nilai-nilai keberpihakan kepada mereka yang menjadi korban.

Pertama kali perlu disadarkan kepada kekuatan-kekuatan sipil dalam masyarakat bahwa organisasi dan gerakan mereka sudah pasti bukan merupakan masyarakat politik dan bukan pula pasar atau masyarakat ekonomi. Mereka adalah pelaku dari civil society yang bermain dalam ruang interaksi sosial-kultural di antara politik dan ekonomi. Dalam ruang ini mereka hadir dalam bentuk organisasi sukarela sekaligus gerakan sosial yang bekerja mulai dari tingkat keluarga (usrah), komunitas (qaryah) hingga masyarakat (baldah). Walaupun bekerja di antara ruang politik dan ekonomi, bukan berarti mereka identik dengan seluruh kehidupan sosial di luar administrasi negara dan proses ekonomi dalam pengertian sempit. Misalnya, menurut definisi ini, organisasi politik, partai politik dan parlemen, sekaligus organisasi produksi, dan distribusi barang, seperti perusahaan, bentuk-bentuk kerjasama dan kemitraan adalah bukan bagian dari civil society. Mereka tetap memiliki peran politik dan peran ekonomi sebagai pelaku dari civil society itu. Peran itu tidak ber-hubungan langsung dengan kontrol atas kekuatan politik dan ekonomi, namun lebih muncul sebagai kekuatan yang memengaruhi politik dan ekonomi melalui kehidupan asosiasi demokratis dan diskusi di ruang publik kultural. Patut dicatat bahwa civil society tak terelakkan melalui satu cara atau lainnya dapat memberikan kontribusi terhadap ruang politik dan ekonomi.

Dalam aras politik, aktualisasi kekuatan-kekuatan civil society adalah bermain di ruang publik. Ia bisa muncul sebagai bagian dari kekuatan opini publik yang secara terus-menerus mendiskusikan kepentingan-kepentingan publik (maslahah `ammah). Misi aktuali sasi ini adalah meli-puti: Pertama, mendemokratiskan negara. Civil society merupakan aktor di luar negara yang berfungsi sebagai anjing penjaga atau pengawas (watchdog) bagi proses, prosedur dan tujuan penyelenggaraan negara yang

Page 150: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

143Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

demokratis. Kedua, moderasi, yaitu menegakkan pluralitas dan meng-hargai multikulturalitas dalam kehidupan bersama berbangsa dan ber-negara, serta meme lihara keadaban dalam proses kehidupan bersama. Pluralitas adalah suatu keniscayaan yang tak terelakkan pada tingkat realitas, dan karenanya pada tingkat komunitas dan masyarakat, plu-ralitas itu niscaya pula menjadi manajemen kehidupan bersama. Ketiga, menjaga tegaknya rule of law dalam mengatur kehidupan bersama. Plu-ralitas dan keanekaragaman tanpa aturan yang jelas dan im plemen-tasinya secara adil hanya akan melahirkan anarkisme dan kekerasan.

Karena itu, civil society dapat memainkan beberapa peran utama antara lain: 1) Mereka berkontribusi menjalankan tugas deliberasi kolektif secara terorganisir, yang melaluinya ia dapat mempertahankan formasi opini publik yang menjadi alat penting untuk mengontrol, mengecek, dan membatasi institusi-institusi publik dan negara/penguasa agar konsisten membela rakyat ke banyakan dan kepentingan-kepentingan publik mereka dari he ge moni dan dominasi negara atau pasar; dan 2) peran kontrak dengan maksud untuk memengaruhi dan menentukan secara tidak langsung arah kebijakan negara guna melindungi kemaslahatan bersama semua warga.

Dalam aras ekonomi, civil society mengaktualisasikan kemampuan -nya dalam membangun kemandirian, menegakkan keadilan dan kesejah-teraan ekonomi kepada masyarakat luas. Mereka memang bukan pasar, namun dapat hadir dengan misi-misi ekonomi antara lain: Pertama, me-rintis, memantapkan serta memelihara keswadayaan bagi dirinya sendiri serta lingkungan sekitar di mana mereka berkiprah. Kedua, menegakkan keadilan bagi masyarakat dan memihak kepada mereka yang dhuafa dan mustadh`afin. Jelas bahwa kemiskinan dan pemiskinan kontemporer lebih karena problem dan kebijakan-kebijakan struktural. Karena itu, ma-sya rakat sipil perlu berfungsi lebih tegas sebagai protektor bagi warga masyarakat yang menjadi korban dari globalisme. Ketiga, membantu me-wujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan, baik pada tingkat keluarga sakinah, qaryah thayyibah, dan baldah thayyibah.

Untuk memanifestasikan misi tersebut, civil society berperan sebagai: 1) lembaga filantropi yang piawai dalam hal manajemen pengumpulan donasi dan voluntarisme, dan pemanfaatan atau distribusinya secara transparan dan akuntabel, baik dalam jangka pendek maupun panjang; 2)

Page 151: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

144 Zakiyuddin Baidhawy

bangkit sebagai artikulator dan advokator bagi kepentingan-kepentingan kaum mustadh`afin yang menjadi korban pemiskinan dan penindasan struktural, sesuai dengan spirit al-Maun sebagaimana diintrodusir dan dijalankan oleh tokoh-tokoh semacam KHA. Dahlan dan Muhammad Yunus misalnya; dan 3) mereka boleh membangun bisnis yang sehat dan bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan, dan bukan untuk tujuan semata-mata kapitalisasi.

Dalam aras kultural, fungsi civil society bermain dalam ruang intelek-tual dan moral, dan menguatkan ideologi dalam rangka membangun hegemoni dan counter-hegemoni. Karena itu misi yang dijalankan oleh civil society dapat meliputi: Pertama, upaya-upaya pencerahan intelek-tual dan pencerahan moral (tanwir al-`uqul wa al-qulub) di tengah-tengah masyarakat dan bangsa yang makin tergerus moralitasnya dan meng-alami degradasi/krisis spiritual. Civil society bertanggung jawab untuk mendedah virus korupsi dan kolusi yang telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara, mengamputasi hingga ke akar-akar nya sekaligus menggantinya dengan moralitas baru yang segar dan bercahaya. Kedua, membuat konsensus dalam arti membangun kese-pa haman dengan dan mendukung pilar negara untuk kepentingan-kepentingan semua warga. Ketiga, menciptakan kontestasi dalam bentuk resistensi atau alternatif bagi negara.

Maka beberapa peran kunci dalam aras ini dapat dilakukan antara lain: 1) civil society memerankan diri sebagai agen tajdid dalam bidang pemikiran dan gerakan, dan transendensi (iman billah) yang dapat meng atasi kebuntuan moralitas yang gamang menghadapi tantangan hedonisme dan materialisme tanpa batas; 2) ketika institusi-institusi publik, negara dan atau penguasa berada pada jalan lurus (on the right track), mereka dapat menjadi agen stabilisasi (amar ma`ruf) dan mitra bagi mereka dan mengawalnya agar tetap konsisten; dan 3) pada saat institusi-institusi publik, negara dan atau penguasa gagal menjalankan peran dan fungsi mereka, civil society tampil di depan sebagai agen trans-formasi (nahy munkar) yang secara terbuka (`alaniyah) atau diam-diam (sirr) menunjukkan perlawanan kepada rezim gagal atau menjadi alter-natif atas mereka. Pada tingkat yang sederhana, perlawanan mereka dapat mengambil strategi lokal, seperti semacam perlawanan kaum petani yang mempergunakan tindakan-tindakan sabotase, pencurian,

Page 152: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

145Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

dan boi kot sebagai sarana untuk mensubversi Negara atau pasar yang tidak fungsional (Scott, 1990). Pada level kreatif, civil society dapat mem-bangun aktivitas-aktivitas ekonomi informal yang membuat mungkin terjadinya produksi, distribusi dan pertukaran barang dan jasa. Pada level kebijakan, perlawanan radikal civil society secara nyata terhadap birokrasi dan pemerintahan yang korup dan anti masyarakat miskin. Dan pada level intelektual, civil society menjadi kekuatan kritik atas birokrasi negara dan menuntut semacam proses globalisasi counter-hegemoni.

Tabel 5.1. Kerangka Kerja Penyadaran dan Politik Keberpihakan Komunitas/Masyarakat

Aras Ruang Aktualisasi Misi Peran

Politik Ruang publik, opini publik

• Mendemokratiskan negara

• Moderasi: menegakkan keanekaragaman dan keadaban

• Menjaga rule of law

• Deliberasi kolektif: kontrol dan check atas institusi-institusi publik dan negara/penguasa

• Kontrak: memengaruhi dan menentukan arah kebijakan negara

Ekonomi Kemandirian, Keadilan dan kesejahteraan ekonomi

• Membangun keswadayaan

• Menegakkan keadilan dan memihak mustadh’afin

• Mewujudkan kebahagiaan/ kesejahteraan

. Keluarga . Komunitas . Masyarakat

• Filantropi sosial

• Artikulator dan advokator kepentingan kaum mustadh`afin

• Membangun bisnis yang sehat dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan

Page 153: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

146 Zakiyuddin Baidhawy

Aras Ruang Aktualisasi Misi Peran

Kebuda-yaan

Intelektual dan moral; hegemoni dan counter-hegemony

• Pencerahan intelek-tual dan moral (tanwir al-`uqul wa al-qulub)

• Konsensus: membangun kesepahaman dengan dan mendu-kung pilar negara

• Kontestasi: resistensi atau alter-natif bagi negara

• Agen tajdid dan transendensi (iman billah)

• Agen stabilisasi (amar ma`ruf)

• Agen transformasi (nahy munkar)

Dalam konteks global, civil society muncul berhubungan dengan wilayah politik. Dalam konteks di mana negara-bangsa tidak lagi memi-liki otoritas untuk mempertahankan warganya, gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi civil society baru menya jikan diri sebagai lintasan antara individu dan negara. Strategi perjuangan mereka didasarkan atas nilai-nilai baru, perlawanan damai dan perlindungan HAM. Menurut perspektif ini, civil society mengimplikasikan pluralisme, saling per caya, solidaritas dan kerjasama, bahkan menyediakan kerangka kerja bagi perlawanan individu terhadap negara. Civil society mengandung muatan normatif, yaitu sebagai proyek yang diwujudkan dalam skala global. Global civil society merupakan kategori normatif yang dipandang mampu me nyediakan agensi yang niscaya bagi demokratisasi institusi-institusi pada tingkat global. Ia terkait dengan upaya mensivilisasi atau men-demo kratiskan globalisasi, dengan proses di mana kelompok, gerakan, dan individu dapat menuntut aturan hukum global, keadilan global dan pemberdayaan global. Dengan cara ini, civil society merupakan sumber daya bagi keadilan global dari bawah, yang menerjemahkan bahasa asali pembebasan dalam rangka menyediakan basis bagi bentuk multi kul-turalisme kosmopolitan dan progresif yang dikendalikan dari tingkat lokal oleh masyarakat pribumi, kelompok-kelompok atau organisasi-organi sasi dan oleh gerakan-gerakan dari pinggiran sistem negara yang mapan.

Page 154: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

147Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

C. KELUARGA SAKINAH: MENGGERAKKAN KEPEDU LI-AN DARI LINGKUP TERKECIL

1. Sederhana Menyelamatkan dari Konsumtivisme dan HedonismeGlobalisme dalam kehidupan kontemporer telah membawa manu-

sia kepada ideologi komfortismus, pandangan dunia liberal yang memuja kesenangan hidup dan kepuasan (satisfaction). Ba nyak orang di berbagai belahan dunia kini memuja kepentingan dengan kenikmatan-kenikmat-an sesaat yang dapat ditawarkan oleh kehidupan ini dalam pengertian barang-barang material dan kesenangan fisik. “Komfortismus”, memin-jam istilah Sombart, adalah mentalitas kaum borjuis yang gila akan uang, gelimang harta dan kemaruk dunia. Agar kenikmatan dan uang yang mereka miliki tetap berada dalam kenyamanan, maka mereka membu-tuhkan kesejahteraan. Sayangnya, atas nama kesejahteraan ini segala jalan cenderung ditempuh, tujuan menghalakan segala cara.

Dalam situasi zaman di mana kesenangan menjadi tujuan hidup, pola hidup sederhana dan sahaja memperoleh tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, individu dan keluarga ditantang kesabarannya meng hadapi pergaulan hidup yang serba heboh dan wah, tanpa larut dan terjerumus di dalamnya. Di sisi lain, pola hidup sederhana dan sahaja menawarkan kepada manusia gaya hidup sembada, prasaja, suatu sikap dan perilaku moderat di antara ekstrem kemewahan dan kemelaratan, merasa serba cukup di antara berlebihan dan serba kekurangan.

Di sinilah relevansinya upaya untuk menyadarkan keluarga, se bagai unit terkecil masyarakat dan bangsa, untuk menanamkan dan mem-bangun pola hidup dan konsumsi sederhana sebagai sebuah pertahanan sekaligus perlawanan terhadap materialisme dan hedonisme yang selalu dihadirkan oleh globalisme neo-liberal dalam hampir semua aspek kehi-dupan, dari ranah publik hingga ruang privat.

Konsumsi adalah tindakan membelanjakan, memanfaatkan harta atau kekayaan untuk suatu tujuan. Membelanjakan kekayaan secara sem-brono dapat menimbulkan kerusakan, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Karena itu, konsumsi perlu dilakukan secara benar dan pro-porsional.

Untuk memahami konsumsi yang benar dan proporsional, beberapa spektrum perlu diperhatikan di sini. Pertama, konsumsi dengan sasaran

Page 155: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

148 Zakiyuddin Baidhawy

pembelanjaan harta baik bagi diri pemilik harta dan kelompok lain se-perti ibu bapak, sanak kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Kedua, konsumsi dalam arti pemberian seorang suami kepada isteri dalam bentuk mahar. Ketiga, konsumsi sebagai pemberian atau belanja untuk kepentingan kemaslahatan bersama. Jadi konsumsi ialah suatu tindakan membelanjakan harta/kekayaan untuk kepentingan diri sendiri, untuk keperluan orang lain dan untuk kebutuhan atau kemaslahatan sosial.

Konsumsi yang benar dan proporsional merupakan kebaktian dan kebajikan yang berwujud harta, benda atau uang seperti zakat, sedekah, dan berbagai nafkah wajib, yang berfungsi untuk berbagi kesejahte raan dengan semua manusia, menyucikan harta dari kemungkinan subhat, dan asas untuk membangun kehidupan masyarakat yang kokoh. Konsumsi semacam ini diyakini sebagai mekanisme untuk menegakkan bangunan sosial dan dapat me niupkan semangat persatuan dan kohesi sosial dalam masyarakat manusia serta mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan yang terpecah-belah.

Beberapa persyaratan berkenaan dengan pembelanjaan harta atau kekayaan dalam arti untuk memenuhi kebutuhan atau ke pen tingan orang lain adalah sebagai berikut: Pertama, sesuatu yang dibelanjakan adalah kelebihan dari kebutuhan si pemilik. Kedua, sebaiknya yang di-beri kan adalah sesuatu yang disukainya. Tidak memberikan sesuatu yang dibenci baik pemberi maupun penerimanya. Ketiga, pemberian dan belanja merupakan hasil dari usaha yang baik (thayyibah). Artinya, kon-sumsi dan pemberian hendaknya dengan harta yang masih bagus dan layak dikonsumsi, segar, bukan yang sudah basi. Berinfak dengan cara dan barang halal saja belum cukup. Karena itu perlu diikuti dengan karakter thayyibah, yakni menyangkut usaha yang tidak akan mengancam kelanjut an (sustainability) sumber daya alam bagi masa depan. Keempat, nafkah yang diberikan kepada orang lain hendaknya dilakukan dengan cara yang baik, yakni tidak menyebut-nyebutkannya apalagi di muka umum yang bisa menyebabkan riya, sehingga tidak membuat si penerima merasa sakit hati atau malu karenanya. Kelima, membelanjakan harta/kekeayaan hen dak nya sesuai dengan kemampuan si pemilik harta dan dengan cara demikian ia dapat menghindarkan diri dari kehancuran.

Tampak bahwa secara fundamental konsumsi yang benar terletak pada cara atau pendekatan dalam memenuhi kebutuhan dan ke inginan

Page 156: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

149Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

manusia. Konsumsi yang proporsional tidak menghendaki dan meng-akui pola konsumsi yang murni materialistik. Semakin tinggi manusia me naiki tangga peradaban, konsumsi lebih dibayang-bayangi oleh keinginan-keinginan psikologis. Selera dan gaya hidup snobbish (berge-limang kemewahan), dorongan untuk pamer, semua faktor psikologis ini memainkan peran yang sangat dominan dalam menentukan bentuk-bentuk lahiriah konkret dari keinginan-keinginan psikologis tersebut (Mannan, 1980). Peradaban modern telah menghancurkan “kese der-hanaan”; peradaban materialistik mewarnai kesenangan yang terus mem-buat keinginan-keinginan manusia menjadi sangat bervariasi dan kese-jahteraan hampir hanya diukur dari berbagai karakter keinginan yang diupayakan untuk dicapai melalui sarana-sarana tertentu.

Tentu saja cara pandang tentang kehidupan dan kemajuan se-macam ini berseberangan dengan nilai-nilai etis. Nilai-nilai etis berusaha mereduksi kebutuhan material manusia yang berlebihan (eksesif) dengan maksud untuk menekankan energi spiritual manusia dalam pencarian duniawi. Pertumbuhan batiniah lebih dari sekadar ekspansi lahiriah merupakan ideal tertinggi manusia dalam hidup ini. Kemajuan tidak se-mata diukur dari standar hidup yang tinggi yang berimplikasi pada per-luasan keinginan secara tanpa batas. Karena hal ini akan meningkatkan ketidakpuasan terhadap apa yang sudah dicapai. Kepuasan bukan se-mata tingkat konsumsi tertinggi sebagaimana diyakini materialisme.

Setiap individu diberikan kebebasan memilih untuk mengon-sumsi segala sesuatu yang menyenangkan dan disukai, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan perbedaan temperamental mereka. Namun konsumsi yang “proporsional” ialah sikap tengah-tengah antara asketis-me yang sembunyi dari kesenangan dunia di satu sisi, dan materialisme yang membenamkan manusia dalam kesenangan inderawi dan hedonis-me kehidupan di sisi lain.

Setidaknya ada dua karakteristik yang menjadi keistimewaan atau keunikan dalam sistem konsumsi yang benar dan proporsional antara lain: Pertama, tidak ada perbedaan antara pengeluaran atau pemanfaatan spiritual dan duniawi. Membelanjakan harta untuk memenuhi ke butuh-an para janda, anak terlantar dan fakir miskin, sama baiknya dengan mem-belanjakan untuk diri sendiri, anak-anak, keluarga dan orang tua. Berhaji ke Mekkah sama nilainya dengan dengan kebaikan seseorang yang pergi

Page 157: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

150 Zakiyuddin Baidhawy

ke kantor atau melakukan pekerjaan dan hal lain untuk mem per oleh penghidupan baik melalui kerja kasar maupun halus. Kedua, konsumsi tidak terbatas pada kebutuhan-kebutuhan hidup atau ke butuhan akan efisiensi tetapi juga sekaligus kesenangan yang diper kenankan.

2. Sederhana Menyelamatkan LingkunganMembelanjakan kekayaan untuk kebutuhan dan keinginan pribadi

bukanlah hal buruk sejauh kebutuhan dan keinginan itu tidak akan mem-bahayakan kelangsungan (sustainability) hi dup dirinya dan masyarakat pada umumnya. Memenuhi dan meman faatkan kebutuhan pribadi harus berada dalam kerangka dan batasan-batasan tertentu agar konsumsi atas sumber daya tidak melanggar “rambu-rambu ekologis dan kemanusia-an” dan menjamin keberlangsungan masa depan. Ini mensyaratkan ada-nya dimensi pertanggung jawaban manusia atas perilaku konsumsinya.

Konsumsi tidak semata berorientasi keduniaan dan berjangka pen-dek, namun juga untuk memastikan kehidupan jangka panjang dengan bekerja untuk kesejahteraan ekologis dan kemanusiaan melalui suatu pengurangan dalam pemborosan dan konsumsi yang tidak penting meski-pun ia memiliki kekayaan yang cukup untuk mendapatkannya.

Karena itu, perilaku konsumsi harus berpijak pada prinsip kese-lamatan, yakni kelangsungan dan investasi masa depan secara berke-sinam bungan: kesinambungan generasi dan masa depan, ke mak muran bumi, sekaligus larangan melakukan kerusakan atas lingkungan.

Sumber daya alam yang berlimpah dapat disimpan dan pada saat-nya dapat dialihkan untuk menambah produksi dan distribusi guna me-menuhi kebutuhan barang-barang. Keyakinan pentingnya masa depan dan pertanggung jawaban Hari Akhir, dapat mencegah seseorang untuk memperkaya diri melalui sarana-sarana yang haram dan merugikan, dan ini berarti membantu orang lain dengan tidak menyembunyikan batas-batas peluang mereka dan tidak mencabutnya dari mata pencaharian mereka.

Dengan demikian, Islam mengedepankan suatu perspektif jangka panjang (long-term perspective) untuk tindakan konsumsi dan produksi manusia. Islam tidak menghendaki individu melupakan kepentingan mereka sendiri namun karena sumber daya alam itu terbatas, sebagai khalifah manusia tidak layak bertindak ekstrem untuk menjadi manusia

Page 158: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

151Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

ekonomi (homo economicus) dan mengabaikan kelangsungan hidup ekologis dan kemanusiaan secara individual maupun sosial.

Visi kesinambungan generasi menyangkut anjuran untuk mem-berikan sedekah sekadarnya kepada sanak kerabat, anak-anak yatim, dan orang miskin yang tidak mendapatkan harta waris yang hadir dan menyaksikan pembagian harta waris orang yang meninggal dunia. Ke-hadiran mereka harus diterima dan tidak boleh dilarang. Jika harta waris yang dibagikan banyak maka berilah mereka bagian secukupnya. Namun jika harta waris itu sedikit, maka beri mereka sedikit bagian saja (Zuhaily, Vol. 4, 1998).

Berkait dengan anjuran sedekah ini, bisa dimengerti bahwa tujuan utama pembagian harta waris itu sendiri sebenarnya adalah untuk mentransfer dan membagi kekayaan si mayit kepada ahli waris yang di-tinggalkannya. Dengan cara ini, harta waris dapat memberikan akumulasi kekayaan yang bermanfaat bagi si penerima dan secara ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan. Bersedekah dan berwasiat dalam konteks harta waris diperkenankan, namun jangan sampai melebihi sepertiga bagian dari total harta atau kekayaan. Karena, sebagaimana dinyatakan dalam hadis riwayat Turmudzi, berwasiat dan atau bersedekah sepertiga kekayaan sudah sangat banyak. Jangan sampai sedekah dan wasiat me-nyebabkan anak-anak dan keturunan yang tinggalkan menjadi miskin atau lemah secara ekonomi. Meninggalkan mereka dalam keadaan kaya dan kelangsungan kehidupan perekonomian yang terjamin jauh lebih baik daripada membiarkan mereka meminta-minta di kemudian hari.

Prinsip konservasi lingkungan alam dan manusia. Prinsip tentang konservasi kehidupan ini tercermin dalam larangan berbuat kerusakan di muka bumi. Prinsip membincang tentang perlunya proteksi dan jaminan terhadap kehidupan kemanusiaan. Membunuh jiwa tanpa hak adalah menghilangkan kehidupan seorang manusia tanpa sebab yang mewajibkan qisas atau berbuat kerusakan di muka bumi yang dapat meng-ganggu keamanan dan ketentraman. Pembunuhan semacam itu layak dipandang sebagai membunuh semua orang karena di hadapan Allah tidak ada perbedaan antara orang perorang, musuh bagi satu orang adalah musuh bagi masyarakat manusia secara menyeluruh. Se balik nya orang yang menghidupkan manusia lain adalah mereka yang mengharamkan pembunuhan atas manusia atau mencegah terjadinya pembunuhan.

Page 159: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

152 Zakiyuddin Baidhawy

Dengan demikian, tindakan mereka itu merupakan wujud pemberian ke hidupan bagi semua manusia dengan cara memperluas jaminan ke-amanan dan ketentraman (Zuhayli, Vol. 6, 1998).

Semua itu mengandung dua manifesto perlindungan atas hak asasi manusia paling fundamental, yaitu jaminan atas kebebasan setiap indi vidu manusia untuk hidup di muka bumi, sekaligus jaminan atas kehidupan bersama semua masyarakat manusia. Adalah antitesis kebenaran segala tindakan merampas hak hidup individu dan kolektif manusia. Hanya dengan membiarkan mereka menikmati kebebasan hidup itu, maka ke-langsungan kehidupan ini memperoleh kepastian.

Kedua, prinsip jaminan atas kesinambungan lingkungan alam. Ber-buat kerusakan di muka bumi itu banyak macamnya, mulai dari perbuat-an syirik sebagai kerusakan terbesar, membunuh sesama manusia tanpa alasan yang benar, penguasa tiran yang suka merampas harta rakyatnya, dan seluruh tindakan yang membuat kehidupan di desa-desa dan kota-kota tidak nyaman dan aman bagi penghuninya (al-Qurtubi, Vol. 7, 2002).

Pentingnya menjaga kelangsungan generasi masa depan, dan proteksi atas lingkungan manusia dan lingkungan alam seba gaimana telah dibahas di depan, memperoleh penguatan dari perjuangan untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan di muka bumi. Manusia hidup dari bumi dan seluruh materi yang dikandunganya. Karena itu logis jika manusia pula yang memiliki tanggung jawab memakmurkan bumi melalui berbagai macam aktivitas seperti pertanian, perkebunan, industri, dan pembangunan secara menyeluruh. Bumi pasti akan mene-rima semua tindakan pemakmuran yang bermanfaat baik bagi manusia itu sendiri maupun lingkungan alam umumnya.

Semua pernyataan di muka adalah dasar bahwa perilaku kon sumsi sederhana perlu mempertimbangkan upaya menjaga ling kungan secara menyeluruh — lingkungan kemanusiaan dan lingkungan alam — demi memelihara kesinambungan generasi dan menyelamatkan masa depan melalui tindakan pemakmuran bumi dan mencegah kerusakan baik se-cara de facto maupun de jure.

3. Konsumsi Sederhana: Rasional dan BermoralPerilaku konsumsi sederhana mempunyai hubungan erat dengan

komitmen rasional dan komitmen moral. Cara meman faatkan dan me-

Page 160: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

153Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

ngeluarkan kekayaan dibangun atas fondasi nilai etis. Perilaku konsumen menurut Kapitalisme bersumber dari “rasionalisme ekonomi” dan Prinsip Utilitarianisme. Rasional isme ekonomi menafsirkan perilaku manusia berdasarkan pada kalkulasi kaku yang diarahkan semata untuk keberhasilan ekonomi. Keberhasilan ekonomi dimaknai secara definitif sebagai mesin pencipta uang. Perolehan kekayaan apakah dalam bentuk uang maupun komoditas, merupakan tujuan utama kehidupan. Sementara Prinsip Utilitarianisme berfungsi sebagai sumber nilai-nilai dan sikap moralnya. “Kejujuran hanya bermanfaat bila dapat memastikan kredit atau keuntungan, sehingga bersifat tetap dan industrial” (Kahf dalam Ahmad (Ed.), 1980). Dualitas yang memunculkan perilaku konsumen ini menitikberatkan pada maksimalisasi utilitas sebagai tujuan utama konsumsi. Utilitas harus dimaksimalkan sebagai bagian dari manifestasi homo-economicus yang tujuannya adalah mencapai tingkat tertinggi per oleh-an ekonomi dan stimulusnya adalah sense of money.

Fondasi etis menawarkan satu bentuk rasionalitas lain yang ber-tumpu pada tiga hal pokok. Pertama, berbasis pada keyakinan bahwa hasil dari pilihan tindakan manusia berakibat langsung di dunia dan di akhirat, karena itu utilitas yang berasal dari pilihan tindakan tersebut merupakan totalitas nilai dari dua akibat di atas; alternatif penggunaan harta dan kekayaan untuk memberikan bantuan secara cuma-cuma kepada orang miskin dan membutuhkan, memelihara binatang, me-nabung untuk kesejahteraan generasi mendatang dan memperbaiki ke-hidupan komunitas yang balasannya tidak bersifat langsung bagi individu.

Kedua, keberhasilan adalah karunia dan bukan semata akumulasi kekayaan. Penggunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia bukan hanya keistimewaan, namun juga kewajiban dan tugas khalifah. Oleh karena itu, kemajuan dan kesempurnaan material berada dalam nilai-nilai moral. Ketiga, harta apakah dipandang sebagai kekayaan atau pen dapatan, adalah limpahan dari Tuhan melalui bumi dan segala isinya.

Dengan demikian fondasi etis tidak mengabaikan pentingnya ke butuhan, keinginan-keinginan, dan pemuasannya, namun dengan imbangan dari kesadaran moral manusia yang diletakkan pada jalan yang benar sekaligus menciptakan kelestarian lingkungan alam dan ke-ma nusiaan yang merupakan keharusan bagi berjalannya fungsi kesa-daran secara layak. Dalam realitas sejarah, masyarakat dikesankan

Page 161: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

154 Zakiyuddin Baidhawy

dengan pembatasan-pembatasan tertentu atas para anggotanya dalam meman faatkan seperangkat barang dan jasa yang mudah diakses oleh konsumen. Penggunaan komoditas tertentu suatu saat dapat dilarang secara hukum atau dilarang secara agama. Dalam kaitan dengan masalah ini, ada beberapa kaidah umum tentang pengeluaran atau konsumsi barang dan jasa sebagai berikut.

Pertama, pengeluaran demi kesejahteraan orang banyak. Prinsip ini menghargai hak setiap individu, namun karena kesejahteraan umum ber-ada pada prioritas utama, maka semua pemanfaatan barang dan jasa se-yogyanya mendahulukan kepentingan bersama atau semaksimal mungkin dapat dirasakan untuk sebesar-besar kebutuhan bersama.

Kedua, penghapusan kesulitan/bahaya diutamakan dari kesenang-an dan manfaat. Pada dasarnya konsumsi barang dan jasa adalah hal yang mubah, namun ada batas-batas tertentu yang tidak boleh di-langgar. Segala perilaku konsumsi yang dapat mendatangkan bahaya wajib dihindarkan. Oleh karena itu semua bentuk perilaku yang mem-bahaya kan seharusnya dihapuskan; meskipun ada kemungkinan dalam konsumsi barang dan jasa itu terdapat manfaat bagi individu pelaku maupun masyarakat sekitarnya, namun bila unsur atau akibat mafsadat-nya lebih besar dari manfaat, maka menolak bahaya lebih diutamakan dari mengambil manfaat/keuntungan. Seperti dalam kasus konsumsi minuman keras, narkotik dan obat-obatan terlarang (narkoba) dan zat adiktif misalnya, memang ada manfaat tertentu bagi manusia. Narkoba dalam dosis tertentu dengan cara yang benar bermanfaat bagi kepenting-an kesehatan, namun penggunaannya sangat dan perlu dibatasi secara jelas dan tegas. Minuman keras dan narkoba juga membuka peluang pe kerjaan dalam sebuah sistem ekonomi bawah tanah, demikian pula perjudian yang dapat memberikan masukan pajak bagi pemerintah. Meski pun demikian, akibat kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar dari manfaatnya.

Ketiga, kepentingan umum diletakkan pada posisi utama atas ke-pentingan individu atau minoritas. Esensi dari prinsip ini adalah untuk menghindarkan atau menghilangkan kesulitan. Dengan kata lain, se-suatu yang disebut kepentingan umum adalah harus memenuhi kriteria antara lain: mendatangkan manfaat bagi komunitas dan individu dan sebaliknya tidak menimbulkan kerusakan; mengikat kepentingan hidup

Page 162: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

155Pendidikan Al-Maun: Penyadaran dan Politik Keberpihakan

di dunia dan akhirat; dapat diterapkan pada kepentingan umum maupun kepentingan pribadi. Prinsip ini menghendaki suatu kualitas tindakan konsumsi untuk memperoleh kesejahteraan yang secara permanen dan mayoritas untuk memenuhi kepentingan publik dan atau individu, namun kepentingan publik lebih diutamakan atas kepentingan individu.

Terakhir, pengorbanan pribadi dilakukan untuk menye lamatkan ke rugian umum. Sebagai contoh, individu yang memiliki sumber daya air dari lahan yang dimilikinya dan digali dengan usahanya, dianjurkan ber-korban memberikan surplus air itu kepada publik untuk kepentingan mereka tanpa kompensasi apa pun dalam situasi air itu mendesak untuk menjamin survival komunitas atau masyarakat.

Page 163: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy
Page 164: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

157

Abdurrahman, Moeslim. Islam yang Memihak. Yogyakarta: LKiS, 2005. Ahmad, Khursid (ed.), Studies in Islamic Economics, Leicester: International

Center for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University and the Islamic Foundation, 1980.

Ana, Julio de Santa. “The Concept of Civil Society,” dalam The Ecumenical Review, 1994.

Anam. Munir Che. Muhammad SAW dan Karl Marx tentang Masyarakat tanpa Kelas. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Andreassen, Bård A. “Human Rights and Legal Empowerment of the Poor”, Extreme Poverty and Human Rights Expert Seminar, Geneva 23-24 February 2007, Norwegian Centre for Human rights, University of Oslo.

Arditi, Benjamin.”From Globalism to Globalization: The Politics of Resistance”, New Political Science, Volume 26, Number 1 (March 2004): 1-18.

Axford, Barrie. The Global System, Politics and Culture. New York: St. Martin’s Press, 1995.

Beyer, F Peter. Religion and Globalisation. London: Sage Publications, 1994.Clert, Carine. Evaluating the concept of social exclusion in development

discourse. European Journal of Development Research, 11, no. 2 (December 1999):176-199.

Cohen & Andrew Arato, Jean A. Civil Society and Political Theory. Cambridge, MA: MIT Press, 1992.

DAFTAR PUSTAKA

Page 165: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

158 Zakiyuddin Baidhawy

Della Fave, L Richard. “The Culture of Poverty Revisited: A Strategy for Research.” Social Problems 21 (1974).:609-621.

Dierks, Rosa Gomez. Introduction to Globalization: Political and Economic Perspectives for the New Century. Chicago: Burnham Inc., Publishers, 2001.

Emma Aisbett. “Globalization, Poverty and Inequality: are the criticisms vague, vested, or valid?” Prepared for the NBER Pre-conference on Globalization, Poverty and Inequality October 24-25, 2003.

Engineer, Asghar Ali. Hak-hak Perempuan dalam Islam. Terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf. Yogyakarta: LSSPA, 1994.

Esack, Farid. Qur’an, Liberalism, and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity against Oppression. Oxford: Oneworld, 1997.

Fakih, Mansour.”NGOs at the Crossroad”, Smeru (2003): 1-15; http://www.smeru.or.id/newslet/2003/ed08/200308art1.htm

Friedman, John. “Rethinking poverty: empowerment and citizen rights.” International Social Science Journal 148 (1996):161-172.

Freund, Bill. The making of Contemporary Africa. Boulder: Lynne Rienner, 1998.

Fukuyama, Francis. The End of History and the Last Man. New York: Penguin Books, 1992.

Gendzier, Irene. Managing Political Change: Social Scientists and the Third World Boulder. Colorado: Westview Press, 1985.

Gie, Kwik Kian,” Terjerat Kekuatan Barat”, Jawa Pos, 16 Agt 2005.Hayter, Teresa. Aid as Imperialism. Middlesex, England: Pengium,

1971Geertz, Clifford. “Religion: Anthropological Study”, in David L Sills (ed) International Encyclopedia of the Social Sciences. London: Collier-Macmillan Publishers, 1965.

Hulme, D. and McKay, A., ‘Identifying and measuring chronic poverty: Beyond monetary measures’, Paper presented at an International conference on ‘The many dimensions of poverty’ held in Brazil August 29-31, 2005, Brasilia: International Poverty Centre.

Imade, Lucky O. “The Two Faces of Globalization: Impoverishment or Prosperity?”, Shaw University International Studies Center, 2003.

Inkeles, Charles, Smith. Becoming Modern. Massachussetts: Harvard University Press, 1974.

Page 166: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

159

Iqbal, Muhammad. Reconstrucion of Religious Thought in Islam. New Delhi: Kitab Bhavan, 1985.

Jere-Malanda, Regina. “Biopiracy, Neem, the wonder tree.” New African. Issue 424, December, 2003.

Jhamhatani, Hira dan Hanim, Lutfiyah. Globalisasi dan Monopoli Pengetahuan: Telaah tentang TRIPS dan Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Jakarta: INFID, KONPHALINDO, Institut Keadilan Global, 2002.

Kerbo, Harold R. Social Stratification and Inequality: Class Conflict in Historical and Comparative Perspective. Boston: WCB/McGraw-Hill, 1996.

Kuntowijoyo.Islam Paradigma untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1995. Kütting, Gabriela.”Globalization and the Environment: Moving Beyond

Neoliberal Institutionalism”, International Journal of Peace Studies, Volume 9, Number 1, Spring/Summer 2004.

Laderchi, C. R., Saith, R. and Stewart, F. “Does it matter that we don’t agree on the definition of poverty? A Comparison of Approaches”, QEH Working Paper Series – QEHWPS107, Queen Elizabeth House, University of Oxford, 2003.

Lewis, Oscar 1971. “The Culture Poverty”. in Conformity and Conflict: Readings in Cultural Anthropology, edited by James P. Spradley and David W. McCurdy. Boston: Little Brown, 1966.

Lewis, Oscar. Five Families: Mexican Case Studies in the Culture of Poverty. New york: Basic Books, 1959.

Majah, Ibn. Sunan. jilid ii. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Mannan, M.A., Islamic Economics: Theory and Practice, Delhi: Idarah-I

Adabiyat-I Delli, 1980.Manenji, Fridah Muyale. “The Effects of Globalization on Culture in

Africa in the Eyes of an African Woman”, ECHOES, (1998): 1-4.Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maraghi. Beirut: Dar al-Fikr, 1994.Mansour Fakih, Bebas dari Neoliberalisme. Yogyakarta: Insist Press, 2003.Matza, David . The Disreputable Poor. In Class, Status and Power: Social

Stratification in Comparative Perspective,edited by R. Bendix and S.M. Lipset. New York: Free Press, 1966.

Al-Mawardi.Tafsir al-Mawardi. Beirut: Dar al-Fikr, tt. Moore, Campbell Byron.”Environmental, Economic, and Social

Problems of Globalization within the Context of a Sustainable Future”, ISDM: Environmental Studies.

Daftar Pustaka

Page 167: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

160 Zakiyuddin Baidhawy

Myrdal, Gunnar. Challenge to Affluence. New York: Pantheon, 1962.Newell, Peter.”Environmental NGOs, TNCs, and the Question of

Governance”, in Dimitris Stevis and Valerie Assetto, eds., The International Political Economy of the Environment: Critical Perspectives. Boulder, CO: Lynne Rienner, 2001.

Oosthoek, Jan & Gills, Barry K.” Humanity at the Crossroads: the Globalization of Environmental Crisis”, Globalizations, Volume 2, Issue 3 December 2005: 283 – 291.

Pena,Guillermo Gomez. “The New Global Culture,” TDR: The Drama Review, Spring 2001, Vol. 45 Issue 1.

Pérez-Díaz, Víctor. “The Possibility of Civil Society,” dalam John A. Hall, Civil Society: Theory, History, Comparison. Cambridge, MA: Polity Press, 1995: 80-109.

Petras, James and Veltmeyer Henry. Globalisation Unmasked: Imperialism in the 21st Century. London: Zed Books, 2001.

Petrella, Richard. “Six Commandments” Financial Times, 28 Dec. 1999.Al-Qurtubi. Al-Jami` li Ahkam al-Qur’an. Kairo: Dar al-Hadits, 2002. Radhakrishnan, P. “Religion under Globalisation”, Economic and Political

Weekly March 27, 2004: 1403-1411.Redclift, Michael. Sustainable Development, Exploring the Contradictions.

London: Routledge, 1987.Rodman, Hyman.”The Lower Class Value Stretch.” Social forces 42 (1963):

205-215.Rodgers, Gerry. “What is special about social exclusion approach? In

Social Exclusion: Rhetoric, Reality, Responses, edited by Gerry Rodgers, Charles Gore and Jose B. Figueredo. Geneva: ILO, 1996.

Rosenau, James and Ernst-Otto Czempiel. Governance without Government: Order and Change in World Government. Cambridge, Cambridge University Press,1992.

Rostow, W.W. The Stage of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto. New York: Cambridge University Press, 1960.

Schraeder, Peter J. African Politics and Society: A Mosaic in Transformation. Boston: Bedford/ST. Martin’s Press, 2000.

Scott, Bruce. “The Great Divide in the Global Village”, Foreign Affairs, January/February 2001, Vol. 80 Issue 1.

Page 168: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

161

Sen, A. Development as Freedom. London: Oxford University Press, 1999.Al-Shathibi, Abu Ishaq. Al-Muwafaqat. Cairo: Maktabah al-Tijariyah al-

Kubra, tt.Shihab, Quraish. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002. Shiva, Vandana. “War against Nature and the People of the South.” In S.

Anderson (Ed.), Views from the South. Canada: Co-Published by Food First Books and the International Forum on Globalization, 2000.

Silver, Hilary. “Reconceptualizing social disadvantage: Three paradigms of social exclusion.’ In Social Exclusion: Rhetoric, Reality, Responses, edited by Gerry Rodgers, Charles Gore and Jose B. Figueredo. Geneva: ILO, 1996.

Summers, Lawrence H. “Reflections on Managing Global Integration”, Journal of Economic Perspectives, 13 (Spring 1999): 3-18.

Syariati, Ali. Islam Agama Protes. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993. Al-Tabari, Ibnu Jarir. Jami` al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub

al-`Ilmiyah, 1992.Thabathaba`i, Muhammad Husein. al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an. Beirut:

al-Mu’assasah al-A`lami al-Matbu`at, 1991.The Levin Institute. “Environment and Globalization”, http://www.

globalization101.orgUNCTAD (2002) Trade and Development Report, 2002 UNCTAD. Geneva

Available at http://r0.unctad.org/en/pub/ps1tdr02.en.htm.UNDP (1999) Human Development Report 1999: Globalization with a Human

Face. Oxford available at http://hdr.undp.org/reports/global/1999/en/.

Wallach, Lori. “Lori’s War,” interview with Moise´s Naı´m, Foreign Policy 118 (2000): 32.

www.islamic-relief.com. Definition of Poverty. UK: Islamic Relief Worldwide, 2008.

Zaman, S.M. Hasanuz. The Economic Functions of the Early Islamic State. Karachi: International Islamic Publisher, 1982.

Zuhayli, Wahbah, Al-Tafsir al-Munir fi al-`Aqidah wa al-Shari`ah wa al-Manhaj. Beirut: Dar al-Fikr, 1991.

Daftar Pustaka

Page 169: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy
Page 170: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

163

Zakiyuddin Baidhawy lahir di Indramayu, Jawa Barat. Kini tinggal di Solo. Menyelesaikan studi S-1 pada Fakultas Agama Islam (Perban-ding an Agama) Universitas Muhammadiyah Surakarta (1994). Pernah nyantri di Pondok Hajjah Nuriyah Shabran (1990-1994). Studi S-2 pada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1999), dan S-3 pada Universitas yang sama (2007). Staf Edukatif pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, Peneliti pada Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial UMS, dan aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM).

Aktivitas dan pengalaman internasional beberapa di antara nya adalah partisipan dan presenter pada Copenhagen Conference, 21-22 Oktober 2008; International Seminar on Religious Education and Values, Ankara-Turki 25 Juli-1 Agustus 2008; Australian-Indonesian Young Muslim Leader Exchange 21 Mei-14 Juni 2007; The 19th World Congress of the International Association for the History of Religions, Tokyo, 23-30 Maret 2005; partisipan pada The Ohio University Dialogue Project and Exchange Program, Chicago, Illinois; Athens, Ohio; Washington D.C; Lancaster, Pennsylvania; Manhattan, New York, diselenggarakan oleh Center for International Studies, Ohio University, Athens, be ker ja-sama dengan US State Department, 22 September-13 Oktober 2004; partisipan dan presenter pada the Global Meeting of Expert on Teaching For Tolerance, Respect, and Recognition, diselenggarakan oleh The Oslo Coalition on Freedom of Religion or Belief bekerjasama dengan

BIOGRAFI PENULIS

Page 171: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy
Page 172: KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS - e-repository.perpus ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/...dan...Ne.pdf · KEMISKINAN DAN KRITIK ATAS GLOBALISME NEO-LIBERAL Zakiyuddin Baidhawy

164 Zakiyuddin Baidhawy

UNESCO, Oslo, 2-5 September 2004; dan partisipan dan presenter pada International Interfaith Peace Forum and Asian Muslim Action Network (AMAN) Assembly, Bangkok, 9-14 Desember 2003.

Aktif menulis di berbagai media dan jurnal ilmiah. Karya-karya yang sudah diterbitkan antara lain: Etika dalam Islam (1996); Wacana Teologi Feminis (1997); Menapak Jalan Revolusi (2000); Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama (2001); Dialog Global dan Masa Depan Agama (2001); dan Agama dan Pluralitas Budaya Lokal (2002); dan Ambivalensi Agama, Konflik dan Nirkekerasan (2002), Reinvensi Islam Multikultural (2005), Menyulam Ragam Merajut Harmoni: Kisah-kisah tentang Toleransi untuk Siswa dan Pendidik (2005), Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (2005), dan Kredo Kebebasan Beragama (2006); Islam Melawan Kapitalisme (2007); Etika Bisnis Syariah I (2007); Etika Bisnis Syariah II (2008); Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Berwawasan HAM: Buku Panduan untuk Guru (2008); Al-Islam Berwawasan HAM: Buku Ajar Pendidikan Islam untuk SMA, MA, SMK (2008); Kemuhammadiyahan Berwawasan HAM (2008); dan Rekonstruksi Keadilan (2008).

.

.