kepastian hukum jaminan hak atas tanah yang …...promosi kepastian hukum jaminan hak atas tanah...
TRANSCRIPT
Universitas Sumatera Utara
Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id
Fakultas Hukum Disertasi Doktor
2017
Kepastian Hukum Jaminan Hak Atas
Tanah Yang Tidak Terdaftar
(Unregistered Land) Dalam Perjanjian
Kredit Bank Di Sumatera Utara
Nasution, Emmi Rahmiwita
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1238
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PROMOSI
KEPASTIAN HUKUM JAMINAN HAK ATAS TANAH YANG TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND) DALAM
PERJANJIAN KREDIT BANK DI SUMATERA UTARA
DISERTASI
Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Di Bawah Pimpinan Rektor Universitas
Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum Untuk Dipertahankan Di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara
Oleh
EMMI RAHMIWITA NASUTION 098101017 / S3 HK
PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Universitas Sumatera Utara
PROMOSI
KEPASTIAN HUKUM JAMINAN HAK ATAS TANAH YANG TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND) DALAM
PERJANJIAN KREDIT BANK DI SUMATERA UTARA
DISERTASI
Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Di Bawah Pimpinan Rektor Universitas
Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum Untuk Dipertahankan Di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara
Oleh
EMMI RAHMIWITA NASUTION 098101017 / S3 HK
PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmannirrohim,
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala dan
dengan ucapan alhamdullilah, saya dengan penuh rasa penghargaan dan rasa
terima kasih yang sangat mendalam kepada para pihak yang telah banyak
membantu dalampenyelesain disertasi ini.
Saya merasa sangat beruntung dapat menyelesaikan program doktor ini
pada Tahun 2017 dan itu semua adalah berkat rahmat Allah SWT yang juga
merupakan suatu perjuangan yang sangat panjang serta melelahkan, akan tetapi
penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang bermanfaat. Begitu banyak
bantuan, dukungandan doa yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan studi
ini, yaitu daripara guru besar, keluarga, kolega, para sahabat, para pimpinan dan
keluarga besar Kopertis Wilayah I Sumatera Utara dan Universitas Asahan serta
orang-orang yang menyayangi saya karena Allah yaitu orang-orang yang luar
biasa yang banyak membantu saya dalam penyelesaian program doktor ini.
Secara institusional, saya mengucapkan terima kasih kepada Rektor
Universtas Sumatera Utara, Prof., Dr. Runtung, S.H. M.Hum., yang pada saat
saya mengajukan diri menjadi mahasiswa Doktoral, beliau adalah Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, yang juga merupakan Kopromotor saya
dalam penulisan disertasi ini.Bagi saya jasa beliau sangat besar. Saya masih ingat
ketika saya menghadap beliau di awal penerimaan mahasiswa baru Program
Doktoral, yaitu saya bertemu beliau untuk menanyakan besarnya biaya SPP di
program doktor ini, meskipun saya telah di terima dengan Program BPPS, akan
tetapi saya masih merasa tidak mampu untuk ini, dan saya menyatakan hendak
mengundurkan diri, akan tetapi beliau dengan bijaksananya memberikan nasehat
bahwa rezeki itu pasti akan ada saja bagi yang bersekolah, dan hal ini saya pegang
teguh dan ternyata memang benar adanya, meskipun saya adalah dosen yang
ditempatkan di daerah dan dengan keadaan keuangan yang apabila dikhususkan
untuk program doktor ini dapat dikatakan pasti tidak cukup, akan tetapi dengan
kekuasaan Allah SWT, saya dapat menyelesaikan program ini dan malah dapat
Universitas Sumatera Utara
beasiswa untuk mengikuti pendidikan ke Belanda selama 3 (tiga) bulan dengan
mengikuti program Sandwich dari DIKTI. Itulah yang saya maksudkan jasa beliau
sangat besar bagi saya, dengan tetap mengingat bahwa ini semua berkat
kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.
Ucapan terima kasih saya haturkan kepada Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.
Hum., selaku Ketua Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum.
Demikian pula halnya dengan Prof. Tan Kamello, S.H., M.S, selaku
Promotor, beliau selalu membantu saya dalam penulisan disertasi ini, dan dari
beliau juga ide penulisan disertasi dibuat karena permasalahan ini telah diutarakan
beliau dalam disertasi dan bukunya yang berjudul Hukum Jaminan Fidusia Suatu
Kebutuhan Yang Didambakan, yang diterbitkan pada tahun 2004. Hal ini sangat menarik
perhatian saya dikarenakan keinginan saya juga untuk menjadi seperti baliau yaitu
mengahlikan diri dalam hukum perdata khususnya di bidang jaminan fidusia. Beliau
menurut saya memiliki banyak ilmu tentang Hukum Perdata, khususnya tentang hukum
jaminan. Keahlian beliau bagi saya menjadi panutan.
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Prof. Dr. Syafruddin Kallo, S.H.
M.Hum., yang selaku kopromotor, beliau adalah pemberi semangat dengan
memberikan nasehat-nasehat yang sederhana tapi tepat menurut saya. Saya ingat
betul ketika beliau mengatakan kepada saya ketika kami bertemu dalam
bimbingan disertasi dan sayaminta doa beliau agarsaya dapat menyelesaikan
disertasi saya segera, maka beliau kembali mengatakan, “iya saya doakan, tapi
jangan lupa dikerjakan juga”, Saya tersenyum karena saya tahu ini nasehat yang
sederhana tetapi benar adanya dan saya merasa memerlukan itu karena mungkin
begitu banyaknya yang terlalu dipikirkan sehingga saya menjadi lelah, sedikit
merasa tertekanan dan akhirnya menjadi panik dan tidak dapat mengerjakan
apapun. Maksud saya nasehat beliau tepat bagi saya karena pekerjaan apapun itu,
selain dengan doa dan ilmu, maka yang penting adalah dikerjakan, artinya doa dan
ilmu saja pun tak cukup untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dan beliau benar
sekali.
Kekhususan kepada Prof. Dr. Yulia Mirwati, S.H.,C.N., M.H., beliau
sungguh sangat luar biasa bagi saya, beliau lah yang memberikan bantuan
khususdalam penyelesaian disertasi ini, pemberi semangat, tempat menimba ilmu,
Universitas Sumatera Utara
meskipun kedudukan beliau adalah penguji akan tetapi bagi saya beliau dapat
melakukan keduanya dengan baik, yaitu menguji dan membimbing. Terima kasih
Prof., jasa Prof., tidak akan terlupakan.
Kepada Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H. M.H., Beliau ini adalah Ketua
Program Studi Ilmu Hukum Doktor yang mana pada saat penulis masuk sebagai
penerima program beasiswa S3 BPPS Dikti. Terima kasih Prof., tanpa bantuan
Prof., tak mungkin saya masuk dan diterima sebagai mahasiswi Doktor Program
Studi Ilmu Hukum.Jasa Prof., sungguh besar bagi saya karena Prof., yang banyak
membantu saya dan teman-teman angkatan 2009 dalam penulisan disertasi
dimana Prof., dengan senang hati memberikan dan meminjamkan koleksi buku-
buku yang Prof., miliki, meskipun saya tidak menjadi bimbingan Prof.,akan tetapi
banyak bahan diambil dari koleksi buku-buku yang Prof., berikan. Hal ini menjadi
tauladan bagi saya sehingga memberikan keinginan yang kuat bagi saya untuk
melakukan hal yang sama seperti yang Prof., lakukan setibanya penulis kembali
ke kampus dimana penulis mengabdi.
Kepada Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., terima kasih banyak
saya kepada Prof., atas bantuan Prof.,dalam dukungandan dalam memberi
masukan-masukan yang sungguh sangat berharga dalam usaha penyelesaian
disertasi ini.
Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada Prof. Dr. Suhaidi, SH,
M.H., selaku Ketua Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Periode 2009-2013 dan Periode 2013-2017, yang
mana beliau ini telah memberikan semangat sehingga memberikan kekuatan bagi
saya untuk terus berjuang agar masuk dan menyelesaikan program ini. Saya juga
masih ingat kata-kata bijaksana Prof. pada saat wawancara penerimaan. Terima
kasih Prof., jasa Prof. tidak akan terlupakan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Koordinator Kopertis Wilayah
I Sumatera Utara, Prof. Dian Armanto, LLM, Ph.D. Beliau adalah pimpinan
dimana saya bekerja kerja. Demikian juga halnya dengan istri beliau, Ibu Erna
Dian Armanto, terima kasih banyak ibu, dukungan dan bantuan itu sungguh luar
biasa, hanya Allah SWT yang dapat membalas atas segala kebaikan Bapak dan
Universitas Sumatera Utara
Ibu kepada saya. Demikian juga untukpara staf pegawai dan rekan-rekan staf
pengajar di Kopertis Wilayah I Sumatera Utara. Terima kasih.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ketua Yayasan
Universitas Asahan dan seluruh jajaran, juga pihak Rektorat Universitas Asahan
dan juga jajarannya, Dekan Fakultas Hukum Universitas Asahan dan seluruh
pegawai, rekan-rekan staf pengajar di Universitas Asahan (UNA) Kisaran. Terima
kasih banyak semuanya, dengan bantuan bapak-bapak dan ibu-ibu
sekalianalhamdulillah saya dapat menyelesaikan program doktor di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara ini.
Secara khusus penulis ingin menyampaikan penghargaan yang tinggi dan
ucapan terima kasih kepada sejumlah sejawat dan sahabat di Negeri Belanda yang
telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian arsip dan
kepustakaan untuk kepentingan studi ini. Yang pertama adalah kepada Dr. Adrian
Bedner dari Van Vollenhoven Institutdari Leiden Universiteit atas dukungan yang
diberikan untuk penelitian ini.
Rasa terima kasih juga disampaikan kepada para petugas perpustakaan
Koninklijk Taal Land en Volkenkunde (KITLV) Leiden, perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Leiden, yang menyimpanbanyak buku-buku hebat.
Keluarga Pak Fred (Mbak Arti) di Leiden, penulis mengingat jasa keluarga
pak Fred yang menyediakan kamar di rumahnya yang nyaman untuk saya pakai
selama 2,5 bulan. Keramahtamahannya, seperti juga kebanyakan orang Belanda
yang penulis kenal, sangat membantu mempercepat adaptasi sosial di lingkungan
dimana penulis tinggal selama masa-masa penelitian arsip dan kepustakaan. Di
Leiden juga penulis bertemu dengan sejumlah mahasaiswa postdoc dan doktoral
yang sedang mengikuti program yang sama dan banyak menghabiskan waktu
luang yang tersedia untuk menikmati dinginnya Belanda.
Pencapaian pendidikan formal sampai jenjang sekarang ini tidak akan
mungkin bisa diraih tanpa awal langkah di Sekolah Dasar Negeri 101900 di
Lubuk Pakan dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Lubuk Pakam, Sekolah
Menengah Atas Negeri 1Lubuk Pakam. Terima kasih penulis yang tulus buat
seluruh guru-guru yang telah mengajarkan penulis kebaikan dan ilmu
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan. Tak ada kebanggaan seorang guru, kecuali melihat anak didiknya
mencapai prestasi melampaui apa yang diraihnya.
Akhirnya, untuk keluarga ku yaituorang-orang terdekat yang menjadi
kebanggaan ku dan yang menjadi pendukung utama keberhasilan dalam hidup ku,
yaitu Penulis ingin mengenang kedua orang tua yang membesarkan diriku, yaitu
ayah dan ibu, Alm. Ali Haidir Nasution dan Almh. Hj. Sariana, tak ada untaian
kata yang bisa menggambarkan rasa syukur penulis yang mendapatkan kasih
sayang mereka berdua, yang bekerja keras menyekolahkan anak-anaknya,
seluruhnya, sampai bangku Perguruan Tinggi. Kedua nama yang selalu penulis
rindukan dalam perjalanan hidup kemana tempat dimuka bumi Allah ini. Penulis
mendoakan semoga keduanya mendapatkan tempat yang sebaik-baiknya disisi
Allah di alam barzah, ilmu yang penulis dapat dan amalkan adalah juga menjadi
bagian ibadah bagi mereka dan khusus disertasi ini didedikasikan sepenuhnya
kepada keduanya.
Penulis bersyukur dan berterima kasih kepada Allah Subhanahu Wata’ala
memiliki saudara-saudara kandung yang sangat menyayangi penulis. Kehidupan
keluarga besar kami yang hangat dan carayang luar biasa keluarga besar saya
membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini. Saya berterima kasih kepada
Kakanda Hj. Hartati Nasution dan abangda (Alm) H. Djamin Dalimuthe, Kakanda
Eresdina (wiwik) dan Abangda Rohmad Haryadi, Kakanda Hj. Nengsiwati dan
Abangda H. Sofyan, Abangda H. Harisman Nasution dan Kakanda Hj. Ikhwani,
Abangda Ridwan Nasution dan Kakanda Mollyna Siregar.
Tentu saja ucapan terima kasih ini saya tujukan kepada Abangnda H. M.
Latif Nasution, Adinda Dr. Mirza Nasution dan Istri (een), Adinda Rika Armilia
Nasution, para orang tua, guru-guru yang mendoakan saya. Saya mengucapkan
syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan orang-orang yang
menyanyangi penulis dan penulis telah menggangap mereka adalah orang tua dan
saudara dimana orang-orang ini adalah penyemangat bagi penulis, yaitu; Ibu
Hafni Oemry dan (Alm) Bapak Kasseger, Ibu Zainuddin dan Bapak
Zainuddin,Kakanda Rahmayati dan Om Burhanuddin, Kakanda Tati Iriani dan
Abangnda Erwin Pane, Kakanda Lely Apriana, Sahabatku Fatmasari.
Universitas Sumatera Utara
Teruntuk teman-teman, kakak-kakak senior sesama mahasiswa/i program
doktor di Fakultas Hukum khususnya Abangnda Dr. Eddy Ikhsan, beliau ini telah
membantu saya dalam mengikuti Program Sandwich ini, terima kasih bang, hanya
Allah SWT lah yang dapat membalasnya. Teman-teman sesama penerima
Program Sandwich Tahun 2012 di Universitas Sumatera Utara, Dr. Nuzwaty, Dr.
Dafni Mawar, Dr. Melissa, Ibu Dr. Man Farisa, Kakanda Ida Nadira, Kakanda
Mala, Kakanda Zaidar, Kakanda Maria Kaban, Kakanda Masitah Pohan, Afrita
Abduh, Dr. Herlina, Bapak Dr. Darmawan, dan sahabat dosen dari Universitas
Diponegoro, Mbak Dr. Lita Tyesta, Mbak Dr. Etik Nugroho, Mbak Dr. Ani, dan
teman-teman lainnya yang tak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih
atas bantuan dan doa-doanya, doa sukses bagi kita semua. Begitu pula dengan
para adinda staf administrasi pada Program Doktor Universitas Sumatera Utara,
Terima kasih banyak atas segala bantuan yang diberikan kepada kak Emmi.
Begitu banyaknya orang-orang yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan program S3 saya ini, yang tak dapat saya sebutkan satu per satu,
saya mohon maaf, dan sungguh saya sangat berterima kasih kepada bapak-bapak
dan ibu-ibu, rekan-rekan sekalian, atas bantuan, sokongan dan doa-doa yang
dipanjatkan untuk diri saya ini. Ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya atas pertolongan dan bantuan yang diberikan, hanya Allah SWT lah
yang dapat membalasnya.
Terima kasih.
Medan, September 2017
Penulis
EMMI RAHMIWITA NASUTION
Universitas Sumatera Utara
KEPASTIAN HUKUM JAMINAN HAK ATAS TANAH YANG TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND) DALAM PERJANJIAN KREDIT
BANK DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Emmi Rahmiwita Nasution89
Tan Kamello
90
Syafruddin Kallo 91
Runtung
92
Oleh karena itu untuk menganalisis potensi permasalahan dari kedua pasal tersebut maka dikemukakan 3 (tiga) permasalahan yang dianggap penting untuk di kaji dan kemudian di uji untuk mendapatkan jawaban yang berdasar yaitu yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Adapun 3 (tiga) permasalahan yang
Kepastian Hukum adalah salah satu tujuan dari adanya hukum. Demikian
juga halnya dengan hukum jaminan khususnya jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yang dijadikan jaminan dalam pinjaman kredit bank yang pastinya memerlukan kepastian hukum. Kepastian hukum yang dimaksudkan terkait Pasal 4 ayat (2) dengan Pasal 15 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Pada Pasal 4 ayat (2) Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dinyatakan bahwa tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah tanah yang didaftarkan pada Kantor Pertanahan dalam hal ini menurut Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, dinyatakan bahwa Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administrasi lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftran tanah, artinya hanya tanah yang terdaftar saja yang dapat dibebani Hak Tanggungan dan oleh karenanya hanya tanah terdaftar saja yang dapat dijadikan jaminan.Adapun yang dimaksudkan dengan tanah yang belum terdaftar dalam hal ini dikatagorikan kedalam tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yaitu tanah-tanah yang belum memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan yaitu Badan Pertanahan Nasional. Terkait Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) yang isinya menyatakan antara lain diperkenankannya tanah yang belum terdaftar untuk dijadikan jaminan kredit dengan adanya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang selanjutnya harus menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu 3 (tiga) bulan dengan resiko batal demi hukum. Memahami isi pasal-pasal tersebut, maka seyogyanyaPasal 15 ayat (4) dan ayat (5) tidak memuat pernyataan yang tidak bertolakbelakang dengan Pasal 4 ayat (2) karena akan berpotensi menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya.
89Dosen Dpk. Fakultas Hukum Universitas Asahan 90Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 91Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 92Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dimaksud adalah yaitu bagaimana pengaturan sistem hukum jaminan nasional khususnya jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) di dalam sistem hukum jaminan nasional yang dijadikan jaminan pada perjanjian kredit bank, mengapa menentukan obyek jaminan dan lembaga jaminan di dalam peraturan hukum jaminan khususnya jaminan hak atas tanah sangat penting, serta bagaimana kepastian hukum atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yang dijadikan jaminan kredit bank. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka digunakanlah teori sistem dan teori positivisme sebagai pisau analisis,sehingga diharapkan akan menemukan jawaban yang tepat atas permasalahan diutarakan. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang ada kemudian di analisis dan dipaparkan sedemikian rupa, diteliti seteliti mungkin untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang ada. Adapun adanya bahan-bahan hukum yang lain yang ditemukan dilapangan adalah menjadi bahan penunjang dalam usaha menemukan jawaban atas permasalahan yang ada.
Pada akhirnya penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan menggunakan teori sistem dan teori positivismemaka ditemukan bahwa ketidaksesuaian isi Pasal 4 ayat (2) dengan Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, seharusnya tidak boleh terjadi. Teori sistem menyatakan bahwa setiap bagian dari sistem harus sejalan, terpadu dan terkait satu dengan lainnya, tidak boleh saling bertentangan sehingga tujuan yang dimaksudkan akan tercapai. Adapun penggunaan teori positivisme dimaksudkan untuk menguatkan pernyataan tentang salah satu tujuan hukum yaitu kepastian hukum telah termuat didalamnya. Kemudian dalam permasalahan ke dua adalah menentukan obyek jaminan dan lembaga jaminan, yang mana dalam menentukan obyek jaminan dan lembaga jaminan adalah sangat penting untuk menjawab permasalahan yang ada. Penentuan obyek jaminan akan memastikan jaminan apa yang dapat diikat dalam perjanjian jaminan yang dibuat. Untuk obyek jaminan benda tetap maka dapat diikat dengan jaminan hak tanggungan, sedangkan untuk obyek jaminan benda bergerak maka jaminan yang mengikatnya adalah jaminan fidusia. Dengan demikian maka jelaslah undang-undang mana yang melindunginya. Demikian juga halnya dengan pentingnya menentukan lembaga jaminan. Dengan menentukan lembaga jaminan maka akan jelas juga obyek jaminan yang akan dijadikan jaminan dalam perjanjian. Kejelasan lembaga jaminan mana yang digunakan akan memastikan undang-undang mana yang menjadi landasan (dasar hukum) dalam perjanjian yang dibuat. Permasalahan ke tiga adalah mengenai kepastian hukum untuk jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) di dalam perjanjian kredit bank. Bahwa kepastian hukum untuk jaminan hak atas tanah adalah hal yang mutlak diperlukan karena di dalam prakteknya penggunaan jaminan atas tanah yang tidak terdaftar masih dilakukan pada perbankan dan juga dikarenakan ditemukannya ketidaksesuaian (belum tersistemnya) isi pasal-pasal di dalam satu undang-undang yaitu khususnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Kata Kunci : Kepastian Hukum, Jaminan Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar
(unregistered land), Perjanjian Kredit Bank.
Universitas Sumatera Utara
LEGALCERTAINTY OFSECURITY RIGHTSOVER UNREGISTERED LANDS
IN BANKCREDITAGREEMENTS INNORTH SUMATERA
ABSTRACT
Emmi Rahmiwita Nasution93
Tan Kamello
94
Syafruddin Kallo 95
Runtung
96
Therefore, to analyze the potential problems of the two articles mentioned, three issues that are considered important are proposed, examined and then tested to obtain a rational answer that is in accordance with existing regulations. The three problems in question are: what is the regulation of the legal system of social security, especially the security rights over unregistered lands in the legal system of social security, used as collaterals on credit agreement of banks; why is to determine the object of security and security institution in the
Legal certainty is one of the objectives of the law. Likewise, security law, especially the security over unregistered lands which are used as collaterals in bank loans, certainly requires legal certainty. The legal certainty referred to is in connection with Article 4 Subsection (2) and Article 15 Subsection (4) and (5) of Law No. 4 of 1996 on Security Rights Over Lands And Objects Related To Land. In Article 4 Subsection (2) on Security Rights Over Lands And Objects Related To Land, it is stated that lands that can be imposed with Security Right are lands that have been registered to National Land Agency. In this case, according to Article 1 Point 6 of Law No. 4 of 1996, it is stated that the Land Office is a work unit of the National Land Agency in the county, municipality or other administrative areas of the same level, which registers land rights and does maintenance of a general list of land registration, meaning that only registered land may be imposed with Security Right and therefore only registered land may be pledged as collateral. As for the land that has not been registered in this case is categorized into unregistered land, i.e. land that has not yet owned a certificate issued by the Land Office, namely the National Land Agency. In Article 15 Subsection (4) and Subsection (5), it is stated that land that has not been registered can be used as collateral for credit by the Power of Attorney of Imposing Mortgage Right which later must be transformed into Certificate of Imposing Mortgage Right within three months with the risk of legally void. Having understood the contents of the articles, Article 15 Subsection (4) and Subsection (5) should not contain any statements that are contradictory to Article 4 Subsection (2) because it will potentially cause problems in the implementation.
93Lecturerof Facultyof Law, University of Asahan 94Professorof Facultyof Law, University of Sumatera Utara 95Professorof Facultyof Law, University of Sumatera Utara 96Professorof Facultyof Law, University of Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
security legislation, especially the security over land rights, very important; and what is the legal certainty on unregistered lands that are used as collaterals for bank credit. To answer the problems, theory of system and theory of positivism are used as an analysis knife, so it can hopefully find the right answer to the problems expressed. The type of this research is descriptive normative research that is conducted by collecting the existing legal materials which are then analyzed and described in some way, examined as accurately as possible to find answers to the existing problems. The existence of other legal materials found in the field is a supporting material in an attempt to find answers to existing problems. In the end, this research concludes that, by using theory of system and positivism, it is found that the inconsistency of the contents of Article 4 Subsection (2) with Article 15 Subsection (4) and Subsection (5) of Law No. 4 of 1996 should not happen. Theory of system states that every part of a system must be in line, integrated and related to each other, not being in conflict with each other so that the intended purpose can be achieved. The use of theory of positivism is intended to reinforce the statement about one of the legal objectives: legal certainty has been contained therein. Then in the second issue is to determine the object of security and security institution, which is very important to answer the existing problems. The determination of the security object will ensure what security can be tied in the security agreement made. For the security object that is a fixed object, it can be bound by the security of mortgage right, whereas for the security object that is a moving object, the binding security is a fiduciary security. Thus, it is clear which laws protect each of it. Similarly, it is also important to determine the security institution. By determining the security institution, security objects which will be made as collaterals in an agreement will be clear. The clarity of which security institution is used will ensure which laws will be the basis of the agreement performed. The third issue is the legal certainty for the security rights over unregistered land in the credit agreement of banks. The legal certainty for the security of land rights is absolutely necessary because, in practice, the use of collateral over unregistered land is still done in banking, and there is also the discovery of discrepancy (unsystematic circumstance) of the contents of the articles in one law that is specifically the Law No. 4 of 1996 on Security Rights Over Lands And Objects Related To Land. Keywords: Legal Certainty, Security Rights Over Unregistered Lands, Bank
CreditAgreement.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN KOMISI PENGUJI KATA PENGANTAR i ABSTRAK vii ABSTRACT x DAFTAR ISI xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Permasalahan 24 C. Asumsi 25 D. Kerangka Teori dan Konsep 26 E. Keaslian Penelitian 37 F. Tujuan Penelitian 39 G. Manfaat Penelitian 39 H. Metode Penelitian 40 BAB II PENGATURAN JAMINAN HAK ATAS TANAH YANG
TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND) DI DALAM SISTEM HUKUM JAMINAN NASIONAL YANG DIJADIKAN JAMINAN PADA PERJANJIAN KREDIT BANK
A. Sistem Hukum Jaminan Nasional Masih Belum Tuntas 48 1. Ulasan Makna Sistem di Dalam Sistem Hukum Jaminan
Nasional 48
2. Pentingnya Mengetahui Pembagian Sistem 55 3. Mengungkap Sistem Hukum Jaminan Nasional 64 B. Belum Jelasnya Undang-Undang Mengatur Tentang Jaminan
Hak Atas Tanah yang Tidak Terdaftar (Unregestered Land) Yang Dijadikan Jaminan Kredit Bank
72
1. Mengungkap Makna Jaminan, Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar (Unregistered Land) Di Dalam Perjanjian Kredit Bank.
72
2. Keutamaan Pembagian Jaminan Di Dalam Sistem Hukum Jaminan Nasional
78
3. Pentingnya Pembagian Kredit Bank 95 4. Keutamaan Mengklasifikasi Bank 103 C. Menganalisis Pengaturan Sistem Hukum Jaminan Nasional
Terhadap Jaminan Hak Atas Tanah yang Tidak Terdaftar (Unregestered Land) yang Dijadikan Jaminan Pada Perjanjian Kredit Bank.
105
Universitas Sumatera Utara
BAB III ANALISIS OBYEK JAMINAN DAN LEMBAGA
JAMINAN TERHADAP OBYEK JAMINAN HAK ATAS TANAH YANG TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND) DI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Pentingnya Kepastian Tentang Obyek Jaminan dan Lembaga Jaminan di Dalam Sistem Hukum Jaminan Nasional
110
1. Mengungkapkan Makna Obyek Jaminan, dan Lembaga Jaminan
110
2. Pentingnya Mengklasifikasikan Obyek Jaminan dan Lembaga Jaminan
114
3. Mengungkapkan Makna Sifat Accesoir Lembaga Jaminan
132
B. Keutamaan Benda di Dalam Sistem Hukum Jaminan Nasional 134 1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 134 a) Mengungkapkan Makna Benda/Kebendaan, Hak
Kebendaan dan Hak Jaminan Kebendaan 134
b) Hal Ikhwal Tentang Hak Kebendaan 137 c) Pentingnya Pembagian Benda di Dalam Sistem
Hukum Jaminan Nasional 150
d) Cita Hukum Hak Kebendaan yang Berlandaskan Asas-Asas Hukum
159
2. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
162
a). Mengungkap Makna dan Istilah Hak Tanggungan
168
b). Mengulas Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang Hak Tanggungan
173
c). Menggarisbawahi Keinginan dan Kehendak Undang-Undang Hak Tanggungan
189
3. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
192
a). Mengungkap Makna Jaminan fidusia 192 b). Sekilas Sejarah Terbentuknya Undang-Undang
Jaminan Fidusia Di Indonesia 194
c). Mengenal Jaminan Fidusia di Negeri Belanda 200 C. Pentingnya Tanah yang Tidak Terdaftar (Unregistered Land)
Sebagai Obyek Jaminan Menurut Undang-Undang. 202
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia
202
2. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria
204
3. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
205
Universitas Sumatera Utara
4. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
206
BAB IV KEPASTIAN HUKUM JAMINAN HAK ATAS TANAH
YANG TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND) DI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK
A. Mengurai Dengan Lugas Tentang Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
209
1. Hal Ikhwal Pengaturan Pendaftaran Tanah di Indonesia 209 2. Pentingnya Penggunaan Sistem Pendaftaran Tanah di
Dalam Pertanahan 219
3. Pentingnya Asas, Tujuan Dan Fungsi Pendaftaran Tanah 228 4. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masih Belum Efektif 230 5. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-
RI) 233
B. Hal-Hal yang Penting yang Berkaitan dengan Perjanjian Kredit Bank
242
1. Menilik Jenis-Jenis Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia dan Jenis-Jenis Perjanjian Menurut Undang-Undang Kontrak Malaysia Sebagai Perbandingan
242
2. Pentingnya Bank Sebagai Institusi Pemberi Kredit 261 3. Pentingnya Cita Hukum Perjanjian Kredit Bank 288 C. Hal Penting yang Dapat Dilakukan Bank dengan Obyek Tanah
Yang Tidak Terdaftar (Unregistered Land) sebagai Jaminan 290
1. Pengikatan Kredit Dengan Hak Tanggungan 291 2. Pengikatan Kredit Dengan Jaminan Fidusia 298 D. Perlunya Kepastian Hukum Jaminan Hak Atas Tanah Yang
Tidak Terdaftar (Unregistered Land) di Dalam Perjanjian Kredit Bank
304
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 310 B. SARAN 316 DAFTAR PUSTAKA 319
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepastian hukum jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) adalah sangat diperlukan. Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 telah memberikan peluang untuk diperkenannya tanah yang
tidak terdaftar (unregistered land) untuk dijadikan jaminan pada perjanjian kredit
bank, akan tetapi pada Pasal 4 ayat (2) dalam undang-undang yang sama telah
ditetapkan bahwa untuk dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan diwajibkan
adanya pendaftaran. Pendaftaran yang dimaksudkan adalah pendaftaran atas tanah
yang dilakukan pada Badan Pertanahan Nasional.
Apabila dikaitkan kepastian dengan hukum, maka pada hakekatnya
manusia dengan aturan hukum adalah satu kesatuan utuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya segi
kehidupan manusia yang membutuhkan hukum dalam menata dan
menyeimbangkan kehidupan tersebut dan begitu pula sebaliknya. Pada zaman
modern97 ini, kebutuhan akan hukum menjadi hal yang sangat penting (urgent)98
97 Istilah modern berasal dari kata Latin “moderna” yang artinya ’sekarang’, ’baru’, atau ’saat kini’ (Jerman: Jetztzeit). Banyak ahli sejarah menyepakati bahwa sekitar tahun 1500 adalah hari kelahiran zaman modern di Eropa. Sejak itu, kesadaran waktu akan kekinian muncul di mana-mana, akan tetapi pernyataan tersebut tidak menyiratkan bahwa sebelumnya orang tidak hidup di masa kini. Lebih tepatnya mengatakan bahwa sebelumnya orang kurang menyadari bahwa manusia bisa mengadakan perubahan-perubahan yang secara kualitatif baru. Oleh karena itu, ‘modernitas’ bukan hanya menunjuk pada periode, melainkan juga suatu bentuk kesadaran yang terkait dengan kebaruan (Inggeris: newness), karena itu, istilah perubahan, kemajuan, revolusi, pertumbuhan, adalah istilah-istilah kunci kesadaran modern. Pemahaman tentang modernitas sebagai suatu bentuk kesadaran adalah lebih mendasar daripada pemahaman-pemahaman yang bersifat sosiologis ataupun ekonomis. Pemahaman tentang modernitas sebagai bentuk kesadaran
,
Universitas Sumatera Utara
sehingga tindakan-tindakan (perbuatan-perbuatan) manusia yang harus diatur
tersebut menjadikan kehidupan yang ada menjadi teratur dan terlindungi. Oleh
karena itu kepastian hukum juga menjadi salah satu kebutuhan yang diharapkan
agar tertata dan terlindunginya perbuatan hukum yang dilakukan manusia,
sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin makmur kehidupan manusia semakin
tinggi kebutuhan akan hukum. Oleh karena itu terkait dengan negara99
Terkait dengan perkembangan hukum, hukum juga tak mungkin bisa
berkembang bila tak ada manusia.
sebagai
tempat berkumpulnya manusia (rakyat) dalam suatu wilayah tertentu, maka
menjadi penting bagi suatu pemerintahan dalam suatu negera untuk memiliki
suatu aturan hukum yang jelas dan memberikan kepastian hukum untuk mengatur
kehidupan manusia (rakyatnya) di dalam negaranya dan juga bagi kehidupan
bernegaranya.
100
dicirikan oleh 3 (tiga) hal, yaitu: subjektivitas, kritik, dan kemajuan.(baca Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche) oleh F. Budi Hardiman, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 2-4).
Hubungan manusia dengan hukum tersebut
98 Di dalam Kamus Oxford, menyatakan pengertian urgent berarti requiring immediate attention or action, yang dalam pengertian bebasnya adalah urgent adalah suatu hal yang membutuhkan perhatian khusus atau tindakan nyata. Sehingga dalam hal ini apabila dikaitkan dengan kebutuhan akan hukum oleh manusia adalah merupakan hal yang harus dilakukan dengan segera. (lihat A S Hornby, Oxford Advanced Learner’s DictionaryFifth Edition, (Oxford, Oxford University Press, 1995), hal. 1314).
99 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara didefenisikan sebagai organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. (Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 777).
100 Theo Huijbers yang mengkaitkan hubungan manusia dengan hukum dengan memberi pengertian bahwa hukum itu dapat dimengerti menurut hakekatnya, kalau hukum itu dipandang sebagai niat manusia untuk mewujudkan suatu hidup bersama yang sesuai dengan norma-norma moral, suatu ko-eksistensi etis. (Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), hal. 51). Di dalam pembimbingan Tan Kamello menyatakan bahwa dalam Bahasa Belanda terkait dengan pernyataan hubungan hukum dengan manusia disebut dengan “Man Is Drager Van Het Recht En Plicht” yang maksudnya bahwa manusia itu membawa (mengemban) hak dan kewajiban, artinya di dalam berkehidupannya manusia memiliki hak dan kewajiban yang mana hak dan kewajiban tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan manusia. (Pembibingan Disertasi, Medan, Tanggal 04 Mei 2016, Waktu 15:30 WIB).
Universitas Sumatera Utara
sama seperti yang dinyatakan oleh Marcus Tullius Cicero (106 – 45 SM) di dalam
dua karyanya De Republica (tentang politik) dan De Legibus (tentang hukum)
yaitu “di mana ada masyarakat disitu harus ada hukum” (ubi societas ibi ius).101
101baca Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche) oleh F. Budi Hardiman, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 1.
Kebutuhan manusia akan hukum terdiri dari 3 (tiga) unsur antara lain
disimpulkan; Pertama, disebut dengan unsur utama yaitu ketertiban, di mana
dengan terwujudnya ketertiban maka berbagai keperluan sosial manusia dalam
bermasyarakat akan terpenuhi. Untuk mewujudkan ketertiban itu manusia
memunculkan keharusan-keharusan berperilaku dengan cara tertentu dengan
merumuskan ketentuan tentang ketertiban dalam bentuk kaidah. Ketertiban dan
kaidah yang diperlukan dalam hal ini yang secara otentik menciptakan kondisi
yang memungkinkan manusia secara wajar mewujudkan kepribadiannya secara
utuh sehingga manusia tersebut dapat mengembangkan semua potensi
kemanusiaannya secara bebas seperti yang dikehendakinya. Kedua unsur
keadilan, Johny Ibrahim mengutip perkataan Ulpianus, seorang pengembang
hukum pada kekaisaran Romawi yang menuliskan, “Iustitia est constans et
perpetua voluntas ius summ cuique tribuendi”, yang mengandung makna bahwa
keadilan adalah kehendak yang bersifat tetap dan yang tak ada akhirnya, untuk
memberikan kepada tiap-tiap orang, apa yang menjadi haknya. Keadilan
senantiasa mengandung unsur penghargaan, penilaian, dan pertimbangan. Oleh
karena itu, mekanisme bekerjanya hukum digambarkan sebagai neraca keadilan.
Keadilan menuntut bahwa dalam keadaan yang sama bagi setiap orang dan harus
menerima bagian yang sama pula bagi orang tersebut. Sehubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
keadilan yang demikian maka hukum bersifat kompromistis, karena keadilan
manusia tidaklah mutlak. Untuk wacana keadilan sendiri dari waktu ke waktu
telah berkembang sedikian rupa, yang dapat dilihati dari masa para filisuf Yunani,
seperti Socrates, Plato dan Aristoteles diteruskan kemudian pada abad pencerahan
sampai kepada zaman modern sekarang ini, seperti John Rawls102 yang
menyatakan bahwa kinerja hukum yang konsisten dalam penerapan dan prosedur
yang relatif sama terhadap suatu perilaku yang menyimpang dari norma hukum
menjamin tercapainya keadilan yang substansial. Ketiga adalah unsur kepastian
(legal certainty) di mana unsur yang ketiga ini ingin menyampaikan bahwa tanpa
ada kepastian hukum akan muncul kekacauan dalam masyarakat.103
102 John Rawls menyebut keadilan sebagai fairness. Di mana keadilan sebagai fairness, posisi kesetaraan asali berkaitan dengan kondisi alam dalam teori tradisional kontrak sosial. Posisi asali ini bukan dipandang sebagai posisi historis atau sebagai kondisi primitif kebudayaan, akan tetapi dipahami sebagai situasi hipotetis yang dicirikan mengarah kepada konsep keadilan tertentu. (baca John Rawls Teori Keadilan (A theory of Justice), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 12-13).
Dalam bukunya John Rawls juga menyatakan bahwa“justice is the first virtue of social institutions, as truth is of systems of thought”.
Kemudian John Rawls menambahkan bahwa “A theory however elegant and economical must be rejected or revise if it is untrue; likewise laws and institutions no matter how efficient and well-arranged must be reformed or abolished if they are unjust”.
Jadi dalam hal ini John Rawls berpendapat untuk mengutamakan kebenaran yang ada dimasyarakat dan apabila berhubungan dengan keadilan maka keutamaan yang utama adalah nilai keadilan di masyarakat sehingga apabila ada hukum-hukum atau lembaga-lembaga khususnya yang berhubungan dengan hukum, apabila tidak memberikan rasa keadilan maka hukum-hukum dan lembaga-lembaga yang ada harus dirubah atau dihapuskan.(John Rawls, A Theory Of Justice, (London: The Belknap Press Of Harvard University Press, 2005), hal. 3.
103 Lihat Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia Publishing, 2010), hal. 2-7.
Oleh karena
itu dengan adanya ketiga unsur tersebut maka akan memungkinkan manusia
mengembangkan segala bakat dan kemampuannya, dan dengan adanya hukum
akan menghasilkan penghormatan dan pengakuan terhadap martabat manusia ke
jenjang yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Hukum di Indonesia memiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat
dengan adanya pernyataan yang tegas di dalam batang tubuh konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia104 yaitu di dalam Bab I Undang-Undang Dasar 1945
tentang bentuk dan kedaulatan, Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa
“Indonesia adalah Negara Hukum”,105 yang kemudian di dalam penjelasannya
menyatakan bahwa “sistem pemerintahan Negara Indonesia ialah negara yang
berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(machtsstaat)”.106
104 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia sampai dengan saat ini telah mengalami 4 (empat) kali amandemen, pada amandemen pertama terjadi pada tanggal 19 Oktober 1999, amandemen kedua terjadi pada tanggal 18 Agustus 2000, amandemen ketiga terjadi pada tanggal 10 Oktober 2001, dan amandemen keempat terjadi pada tanggal 10 Agustus 2002.
105 Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Penambahan dalam pasal ini terjadi pada amandemen ketiga tanggal 10 November 2001.
Yopi Gunawan dan Kristian dalam kata pengatar dari bukunya Perkembangan Konsep Negara Hukum & Negara Hukum Pancasila menyatakan bahwa negara hukum yang dianut dan diterapkan di Indonesia bukanlah konsep negara hukum sebagaimana konsep rechtsstaat di negara-negara yang menganut sistem hukum civil law ataupun konsep the rule ole law di negara-negara yang menganut sistem hukum common law, melainkan menganut dan menerapkan konsep negara hukum yang sesuai dengan kondisi dan jiwa bangsa Indonesia yakni konsep Negara Hukum Pancasila. (lihat Yopi Gunawan dan Kristian, Perkembangan Konsep Negara Hukum & Negara Hukum Pancasila, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015), hal. xi.
106 Lihat Penjelasan UUD 1945. Yopi Gunawan dan Kristian menyatakan, bahwa “konsep negara hukum pada dasarnya
berpangkal pada sebuah ide di mana sistem hukum yang dilaksanakan seyogianya membentuk sebuah sistem yang menjamin kepastian hukum (rechtszekerheids) dan tetap memberikan perlindungan tehadap hak asasi manusia (human rights). (Yopi Gunawan dan Kristian, Perkembangan Konsep Negara Hukum & Negara Hukum Pancasila, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015), hal. 21.
Implimentasi dari negara hukum ini adalah bahwa setiap
tindakan yang diambil atau diputuskan yang ada di dalam pemerintahan adalah
berdasarkan aturan hukum atau norma. Pelanggaran bagi aturan tersebut akan
dikenakan sanksi yang tegas.
Universitas Sumatera Utara
Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa prinsip negara hukum107 yang
menjadi rumusan dalam Pasal 1 ayat (3) ini dikarenakan adalah sifatnya yang
mendasar dan fundamental. Perumusan dalam Pasal 1 tersebut terdapat 2 (dua)
prinsip yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu prinsip kedaulatan atau
demokrasi konstitusional yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2), dan prinsip negara
hukum yang dimuat dalam Pasal 1 ayat (3). Keterkaitan ini menunjukkan bahwa
doktrin kedaulatan rakyat108 dan doktrin kedaulatan hukum109
107 Tony Honore menyatakan dalam bukunya about law an introduction, bahwa meskipun suatu negara yang memiliki sistem hukum berbeda, akan tetapi sistem hukum yang ada tersebut pada umumnya terdiri atas:
dipersandingkan
(a) Constitutional or public law. This sets aout the principles on which the society rests. It lays down hoe power of the state is divided between legislators, government ministers, officials, judges and others. The constitution is often embodied in a written document, but in Britain it is largely unwritten. Constitutional or public law includes administrative law, which deals with the relations between officials and citizens and the ways in which people can object to official decisions, such as decisions about town planning.
(b) Criminal law. This defines as crimes or offences wrongs that the state thinks it should take steps to prevent, such as treason, murder, theft and driving without a licence. The state treats these offences as its own concern even the victims are individuals, as the obviously are when someone is murdered or has his property stolen. Criminal law, which includes criminal procedure and punishment, lays down how these offences are to be investigated, prosecuted and tried, what sentences can be imposed on those found guilty, and how the sentences are to be carried out.
(c) Private law. This deals with the rights and duties of individuals towards one another, such as the duty to carry out a contract or to avoid injuring another person by your negligence. Here the state leaves it to the individual whose rights have been infringed to take action, and lays down the steps, such as climing damages, that citizens can take to protect their interests. Privite law includes what is called civil procedure. This is the procedure for bringing a lawsuit to make good your rights or clim compensation.
(Tony Honore, About Law An introduction, (Oxford: Clarendon Press, 1995), hal. 7-8). 108 Ajaran atau teori kedaulatan rakyat (volks-souvereniteit) lahir dari Jean Jaques
Rousseau yang merupakan kelanjutan dari filsafatnya yang bersumber dari perasaan yang melekat pada diri sendiri manusia sebagai satu-satunya makhluk yang mempunyai peradaban (sivilisasi).
Ajaran kedaulatan rakyat berpangkal tolak dari hasil penemuan Rousseau bahwa tanpa tata tertib dan kekuasaan, manusia tidak akan hidup aman dan pasti tidak tentram. Tanpa tata tertib, manusia merupakan binatang buas (homo homini lupus), dan kehidupan berubah menjadi perang antar-umat manusia (bellum omnium contra omnes). Inilah yang menyebabkan manusia bersepakat untuk mendirikan negara, dan untuk itu mereka mengadakan perjanjian masyarakat. (I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hal. 113-114).
109 Teori atau ajaran kedaulatan hukum (rechtssouvereniteit) berprinsip bahwa hukumlah satu-satunya yang menjadi sumber kedaulatan. Semua manusia yang hidup di dunia ini, termasuk
Universitas Sumatera Utara
dalam satu rangkaian pemikiran, yaitu bahwa di satu pihak demokrasi Indonesia
itu harus berdasar atas hukum (constitutional democracy), tetapi di pihak lain
kedaulatan hukum Indonesia harus pula bersifat demokratis atau “democratische
rechtstaat” (democratic rule of law).110
Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa hukum sendiri memiliki
tujuan pokok yaitu ketertiban, tanpa adanya ketertiban akan sulit bagi suatu
bangsa untuk menjadi suatu masyarakat manusia yang teratur. Disamping
ketertiban tersebut tujuan lain dari hukum adalah adanya keadilan. Untuk ukuran
keadilan itu sendiri adalah berbeda-beda bergantung isi dan ukuran masyarakat
tersebut dan sesuai zamannya. Kemudian untuk mendapatkan ketertiban dalam
masyarakat diperlukan adanya suatu kepastian di dalam pergaulan masyarakat
tersebut. Tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang
dijelmakan olehnya, manusia tidak mungkin mengembangkan bakat-bakat dan
kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal di dalam masyarakat
tempatnya hidup.
111
Terkait dengan pernyataan-pernyataan yang ada, maka adalah menjadi
titik tolak dan landasan berfikir bagi penulis dalam penulisan ini yaitu sebagai
usaha untuk melaksanakan tujuan hukum di Indonesia disertai untuk memberikan
kepastian hukum di segala bidang terutama hukum yang khususnya di bidang
badan hukum maupun negara sebagai sebuah entitas beserta para penyelenggara negara harus tunduk kepada hukum. Untuk menjelmakan kedaulatan hukum atas negara, maka dalam suatu negara harus ada konstitusi, sebagai koridor dari penyelenggaraan negara. (I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hal. 114).
110 Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 12-13.
111 Baca Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung; Alumni, 2011), hal. 3-4.
Universitas Sumatera Utara
hukum keperdataan dan lebih khusus lagi di bidang pertanahan. Hal ini didasarkan
kenyataan yang ada bahwa untuk tanah yang tidak terdaftar masih belum
memberikan kepastian hukum bagi para pihak yaitu pihak perbankan dan pihak
peminjam uang, dikarenakan undang-undang belum mengatur secara pasti tentang
tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) sedangkan kegiatan tersebut banyak
dilakukan.112 Apabila memperhatikan isi Pasal 33 angka (3) Undang-Undang
Dasar 1945 yang khusus menyebutkan bahwa “bumi dan air serta kekayaan yang
didalamnya dikuasai negara juga dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat”,113 maka berdasarkan pendapat dari Muchsin dan kawan-
kawan, yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut diatas adalah bersifat
imperatif, karena mengandung perintah kepada negara agar bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang diletakkan dalam penguasaan
negara itu dipergunakan untuk mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia,114 dan kemudian apabila digandengkan dengan pengertian bumi
menurut A.P. Parlindungan yaitu sebagai tanah baik yang di dalam tanah maupun
yang dipermukaan tanah (termasuk didalamnya yang melekat dengan tanah)
adalah tempat manusia Indonesia berusaha untuk mendapatkan kesejahteraan dan
kemakmuran hidupnya (pengertian agraria dalam arti luas),115
112 Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peminjaman kredit dengan mengunakan agunan tanah yang tidak didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional, yang dilakukan bank dan kreditur dengan mengunakan pengikatan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tangungan saja. Padahal diketahui bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) bukan bagian dari lembaga jaminan.
113Lihat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. 114 H. Muchsin, Imam Koeswahyono, dan Soimin, Hukum Agraria Indonesia Dalam
Prespektif Sejarah, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), hal. 26.
maka dalam hal ini
115 Pengertian Agraria terbagi 2 (dua) yaitu Agraria dalam arti luas yaitu mencakup bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, sedangkan pengertian Agraria dalam arti sempit yaitu bisa berwujud sebagai hak-hak atas tanah saja, ataupun pertanian saja.
Universitas Sumatera Utara
menurut penulis untuk kepastian hukum dari bidang agraria khususnya tanah
masih diperlukan suatu penjelasan yang baik akan maksud dan tujuan dari suatu
aturan hukum, sehingga akan tercapai tujuan hukum seperti yang dicita-citakan.
Peraturan yang masih bersifat umum yang lain dapat dilihat di dalam
bunyi Pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut Undang-Undang
Pokok Agraria) yang menyatakan antara lain bahwa bumi, air dan segala sumber
daya yang ada di dalam dan diatas permukaan tanah adalah milik Bangsa
Indonesia, hal ini adalah merupakan konsep kepemilikan tanah yang telah
dinyatakan oleh undang-undang dengan menyatakan bahwa pada dasarnya seluruh
tanah yang ada di Indonesia merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa
kepada seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena seluruh tanah yang ada di
Indonesia adalah milik bangsa Indonesia.116 Oleh A.P. Parlindungan isi Pasal 1
Undang-Undang Pokok Agraria mengambil sikap dalam pengertian agraria yang
meluas, yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.117
Pendapat lain seperti Maria S.W. Sumardjono yang menyebutkan bahwa
Undang-Undang Pokok Agraria memiliki orientasi yang bersifat populis,
maksudnya untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum serta keadilan
bagi masyarakat, yang utamanya berusaha di sektor pertanian (peraturan-
(lihat A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung, Cv. Mandar Maju, 1998), hal. 41.
116Lihat Pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. 117 A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Cv.
Mandar Maju, 1998), hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
peraturan tentang landreform) walaupun dalam prosesnya orientasi tersebut terus
bergeser mengikuti perkembangan dimasanya. Hal tersebut dapat dilihat pada
tahun 1970-an sampai 1980-an di mana Undang-Undang Pokok Agraria tidak
menjadi acuan bagi perundang-undangan sektoral seperti Undang-Undang Pokok
Kehutanan (Undang-Undang Nomor 5/1967 yang telah direvisi dengan Undang-
Undang Nomor 41/1999) dan Undang-Undang Pokok Pertambangan (Undang-
Undang Nomor 11/1967),118
Oleh karena itu masalah kepastian hukum dalam hal ini sangat penting
sekali, terutama dalam hal pemanfaatan tanah untuk kepentingan bangsa
Indonesia. Bukan hanya Undang-Undang Pokok Agraria saja yang dapat dijadikan
suatu dasar dari suatu aturan tentang tanah akan tetapi tanah yang memiliki nilai
ekonomis dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk pertanian dan kemanfaatan
lainnya akan tetapi dapat juga menjadi jaminan untuk mendapatkan pinjaman
kredit di bank, baik bank komersial, bank syariah maupun bank perkreditan
rakyat, sehingga sangat erat kaitannya dengan Undang-Undang Perbankan,
Undang-Undang tentang Jaminan baik utuk benda tetap ataupun untuk benda
bergerak. Hal ini disebabkan bahwa peminjaman uang pada bank seperti tersebut
diatas disyaratkan dengan adanya agunan ataupun jaminan atas pinjaman tersebut
yang merupakan jaminan bagi pihak bank sebagai pemberi dana. Jaminan ini
memberikan 2 (dua) arti yaitu pertama bahwa pengertian jaminan sebagai jaminan
yaitu di mana jaminan tersebut memberikan keyakinan kepada bank bahwa
adalah merupakan pendapat lain dari seorang ahli
hukum.
118 Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya, Jakarta: Kompas, 2009), hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
memang peminjam uang (debitur) sungguh-sungguh akan mengembalikan uang
yang dipinjam tersebut, dan arti kedua adalah jaminan sebagai bukti nyata dari si
peminjam uang (debitur) bahwa memang debitur memiliki harta kekayaan yang
mempunyai nilai ekonomis yang bukan berbentuk uang, akan tetapi belum atau
masih membutuhkan harta tersebut dalam bentuk asalnya dengan maksud
meningkatkan nilai harta tersebut ataupun menambah harta kekayaan tersebut
dengan cara mengelola pijaman uang yang ada. Jaminan yang memberikan
kepastian menurut bank adalah tanah.
Di dalam pertimbangannya Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun
1998 huruf (b) antara lain menyatakan bahwa, “dalam mengahadapi
perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif,
dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan
yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi,
termasuk Perbankan”.119
Demikian juga halnya di dalam lampiran Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005-2015 Bab II Kondisi Umum yaitu pada sub B bidang ekonomi angka (3)
menyebutkan antara lain bahwa dengan berbagai program penanganan krisis yang
Undang-undang juga mengakui bahwa begitu pesatnya
roda perekonomian sekarang ini sehingga diperlukan penyesuaian di bidang
perkonomian. Penyesuaian mana salah satunya adalah pelaksanaan pemberian
kredit yang mudah dan efektif kepada masyarakat.
119 Lihat Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, (Agus Hariyanto, dkk, (Jogjakarta: Laksana, 2012), hal. 79).
Universitas Sumatera Utara
diselenggarakan selama periode transaksi politik, kondisi mulai membaik sejak
Tahun 2000. Perbaikan kondisi tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikator
salah satunya adalah penurunan suku bunga kredit meskipun belum optimal.
Penurunan suku bunga telah dimanfaatkan oleh perbankan untuk melakukan
restrukturisasi kredit, memperkuat struktur permodalan, dan meningkatkan
penyaluran kredit, terutama yang berjangka waktu relatif pendek.120
Berdasarkan laporan Bank Indonesia bulan Agustus tahun 2011, untuk
permohonan kredit untuk meminjam uang kepada bank mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat dari atas besarnya pinjaman kredit yang
disetujui oleh bank, baik Bank Persero, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta
Nasional dan Bank Asing dan Bank Campuran di Indonesia untuk bulan Agustus
2011 saja adalah Rp. 116,875 Miliar untuk pinjaman modal kerja, 37,441 Miliar
untuk pinjaman investasi, 176,018 Miliar untuk pinjaman konsumsi.
Dengan kata
lain bahwa kegiatan perkreditan merupakan salah satu hal untuk memperkuat
struktur permodalan sehingga dapat memperbaiki kondisi perekonomian negara.
121
Terkait dengan minat konsumtif masyarakat yang terlihat dari
meningkatnya pinjaman konsumsi pada bank, maka hal tersebut berkaitan erat
dengan jaminan yang diikat pada pinjaman tersebut. Berdasarkan hasil penelitian
Besarnya
minat masyarakat akan hal ini dikarenakan banyaknya kebutuhan dari masyakat
yang dari hasil penelitian konsumen Indonesia, bahwa tingkat konsumtif rakyat
Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.
120Lihat dalam lampiran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2015 sub B bidang ekonomi angka (3).
121Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Data Persetujuan Pinjaman Yang Diberikan Bank Umum Menurut Kelompok Bank Dan Jenins Penggunaan, Bank Indonesia. (www.bi.go.id)
Universitas Sumatera Utara
tingkat tesis, penulis menemukan bahwa pemberi kredit (bank) selain mengikat
jaminan dengan benda bergerak pihak bank juga mengikat jaminan dalam bentuk
jaminan hak tanggungan (obyek jaminan benda tetap seperti tanah terdaftar
ataupun tidak terdaftar) atau menggunakan keduanya secara bersama-sama.122
Kredit
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kepastian hukum terhadap
jaminan sebagai objek hak khususnya tanah yang tidak terdaftar mutlak harus
jelas aturannya sehingga jelas juga payung hukumnya dengan demikian tujuan
kepatian hukum dapat dicapai.
123
Sektor perkreditan merupakan salah satu sarana pemupukan modal bagi
masyarakat bisnis. Bagi pengusaha, mengambil utang (kredit atau pinjaman)
sudah merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis.
bank adalah merupakan suatu usaha bank dalam menghimpun
dana dari masyarakat. Penghimpunan dana ini sesuai dengan fungsinya bahwa
bank adalah lembaga keuangan di mana kegiatan sehari-harinya adalah yang
hubungannya dengan uang. Dana tersebut akan memberikan konstribusi bagi
palaksanaan kegiatan perbankkan. Walaupun pemberian kredit bukan satu-satunya
cara menghimpun dana dari masyarakat, akan tetapi pemberian kredit adalah salah
satu cara yang baik yang dipercayai dapat meningkatkan pendapatan bank.
124
122 Emmi Rahmiwita Nasution, Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada Bank-Bank Di Kota Medan), Tesis, (USU: Medan, 2005), hal. 41.
123Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Pasal 1 Ayat 11, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan)
124 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Jaminan dan Kepailitan, Makalah Pembanding Dalam Seminar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fidusia, BPHN
Universitas Sumatera Utara
Dalam perkreditan pijam-meminjam uang dengan bank dan lembaga
keuangan lainnya terkait dengan benda yang dijadikan jaminan. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan KUH Perdata)
berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1132
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diketahui perbedaan (lembaga hak)
jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu; hak jaminan yang bersifat umum dan hak
jaminan yang bersifat khusus.
Rachmadi Usman di dalam bukunya menyatakan bahwa jaminan yang
bersifat umum ditujukan kepada seluruh kreditor dan mengenai segala kebendaan
debitur. Setiap kreditor mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan
utang dari hasil pendapatan penjualan segala kebendaan yang dipunyai debitur.
Dalam hak jaminan yang bersifat umum ini semua kreditornya mempunyai
kedudukan yang sama terhadap kreditor lain (kreditor konkuren), tidak ada
kreditor yang diutamakan, diistimewakan dari kreditor lainnya.
Berdasarkan Pasal 1133 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diketahui
bahwa hak jaminan yang bersifat khusus terjadi;
a. Diberikan atau ditentukan oleh undang-undang sebagai piutang yang
diistimewakan (Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);
b. Diperjanjikan antara debitur dan kreditor, sehingga menimbulkan hak
preferensi bagi kreditor atas benda tertentu yang diserahkan debitur (Pasal
1150 dan Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1
Departemen Hukum dan Perundang-Undangan dengan PT Bank Mandiri (Persero), (Jakarta: tgl. 9-10 Mei 2000).
Universitas Sumatera Utara
angka 1 juncto Pasal 20 sub 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dan
Pasal 1 sub 2 juncto Pasal 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan
Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Hak jaminan yang bersifat khusus ini dapat dibedakan atas:125
a. Hak jaminan yang bersifat kebendaan (zakenlijke zekerheidsrechten), yaitu
adanya suatu kebendaan tertentu yang dibebani dengan utang;
b. Hak jaminan yang bersifat perseorangan (persoonlijke zekerheidsrechten),
yaitu adanya seseorang tertentu atau badan hukum yang bersedia
menjamin pelunasan utang tertentu bila debitur wanprestasi.
Jaminan sebagai pengikat perjanjian adalah hal yang mutlak
dipersyaratkan oleh bank, khusus untuk jaminan berupa tanah. Jaminan benda
tidak bergerak seperti tanah ini sesuai peraturan perundang-undangan diwajibkan
untuk didaftarkan. Hal ini dapat difahami dikerenakan tujuan dari pendaftaran itu
sendiri memberikan suatu kepastian baik berupa kepastian obyek, kepastian hak
dan kepastian subyek.126
125 Baca Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 73-76.
126Dalam penjabarannya dikutip dari Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, bahwa tujuan pendaftaran yaitu:
1. Memberikan Kepastian Obyek. Kepastian mengenai bidang teknis (yaitu kepastian mengenai letak, luas dan batas-batas tanah yang bersangkutan). Hal ini diperlukan untuk menghindarkan sengketa di kemudian hari, baik dengan pihak yang menyerahkan maupun pihak-pihak yang mempunyai tanah yang berbatasan.
2. Memberikan Kepastian Hak. Ditinjau dari segi yuridis mengenai status hukumnya, siapa yang berhak atasnya (siapa yang mempunyai) dan ada atau tidaknya hak-hak dan kepentingan pihak lain (pihak ketiga). Kepastian mengenai status hukum dari tanah yang bersangkutan diperlukan, karena dikenal tanah-tanah dengan berbagai macam status hukum, yang masing-masing memberikan wewenang dan meletakkan kewajiban-kewajiban yang berlainan kepada pihak yang mempunyai, hal-mana akan terpengaruh pada harga tanah.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi pendaftaran hak atas tanah pada hakekatnya merupakan
pendaftaran tanah itu sendiri yaitu penerbitan suatu sertifikat yang menjadi
jaminan atau usaha manusia suatu modal.
Ada 4 (empat) keuntungan dari pendaftaran tanah menurut A.P.
Parlindungan, yaitu;Pertama, Security and certainty of title, sehingga kebenaran
dan kepastian dari hak tersebut baik dari rangkaian peralihan haknya, dan kedua
jaminan bagi yang memperolehnya untuk adanya suatu klaim dari seseorang yang
lain. Kedua, peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan.
Dengan adanya pendaftaran tersebut tidak perlu selalu harus mengulangi dari awal
setiap adanya peralihan hak, apakah dia berhak atau tidak dan bagaimana
rangkaian dari peralihan hak tersebut. Ketiga, penyederhanaan atas alas hak dan
yang terkait. Dengan demikian peralihan hak itu disederhanakan dan segala proses
3. Memberikan Kepastian Subyek. Kepastian mengenai siapa yang mempunyai diperlukan untuk mengetahui dengan siapa kita harus berhubungan untuk dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah mengenai ada atau tidak adanya hak-hak dan kepentingan pihak ketiga diperlukan untuk mengetahui perlu atau tidaknya diadakan tindakan-tindakan tertentu untuk menjamin penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan secara efektif dan aman. (Baca Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi Agraria, (Jakarta: Balai Aksara, Yudhistira, 1985), hal. 21-22.)
Bandingkan pula dengan tujuan pendaftaran tanah menurut PP 24 Tahun 1997 Pasal 3, yaitu:
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Universitas Sumatera Utara
akan dapat dipermudah.Keempat, ketelitian. Dengan adanya pendaftaran maka
ketelitian sudah tidak diragukan lagi.127
Pendaftaran atas tanah pada awalnya dilakukan setelah didirikannya kantor
Kadaster (Stb. 1823-27) pada zaman Hindia Belanda, sebagaimana yang
diutarakan oleh A.P. Parlindungan dalam bukunya, bahwa kemudian di zaman
kemerdekaan setelah terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun
1960 yang kemudian dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 yang sekarang menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah sebagai perintah dari Undang-Undang Pokok Agraria. Akan
tetapi sebelum terbit Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, pendaftaran
atas tanah hanya diberlaku bagi hak-hak atas tanah yang tunduk kepada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Barat (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
saja. Sedangkan untuk golongan bumi putra pengaturan tentang pendaftaran atas
tanah telah ada akan tetapi masih bersifat sporadis dalam artian tidak menyeluruh,
seperti geran Sultan Deli, geran Lama, geran Kejuruan, pendaftaran tanah yang
terdapat di kepulauan Lingga, Riau, di daerah Yogyakarta dan Surakarta.
128
127 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 7.
128Ibid, hal. 3.
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa belum
atau tidak semua tanah-tanah di Indonesia terdaftar pada Badan Pertanahan
Nasional sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah, sampai dengan sekarang ini. Hal ini dapat dibuktikan masih
banyaknya kepemilikan tanah dengan menggunakan Surat Keputusan dari Camat
Universitas Sumatera Utara
sebagai alas haknya, dan tanah tersebut tetap memiliki nilai ekonomis yang
berpotensi untuk dijadikan objek jaminan apabila diinginkan oleh para pemilik
tanah tersebut.
Terkait dengan jaminan tanah yang tidak terdaftar sebagaimana pendapat
Mr. Sumardi Mangunkusumo yang dikutip Mariam Darus, bahwa dalam praktek
perkreditan sekarang, penyerahan hak milik secara fidusia telah berkembang
sedemikian rupa sehingga tidak hanya meliputi inventaris perusahaan, barang
perniagaan, hasil pertanian, akan tetapi juga barang-barang rumah tangga, tanah
tapak bangunan dan sebagainya. Mariam Darus juga menambahkan bahwa tanah
diterima sebagai jaminan fidusia, jika syarat-syarat administratif tidak dapat
dipenuhi sehingga mengakibatkan hipotik tidak dapat dipergunakan.129
Hasil penelitian dari Tan Kamello sebagaimana yang diungkapkan beliau
dalam bukunya bahwa dalam perkara Bank Negara Indonesia 1946 v. PT.
Sriwijaya Raya Lines, Koromath, dan JHT Sipahutar, Nomor 3216/K/Perd/1984
tanggal 28 Juli 1986, Hakim Mahkamah Agung menetapkan bahwa tanah berikut
Pernyataan Mariam Darus tersebut memberikan kesimpulan bahwa apabila
tidak ada pengaturan yang jelas di dalam undang-undang hak tanggungan seperti
tanah yang tidak terdaftar, maka munculah jaminan lain yang dipergunakan
sebagai perikatan atas jaminan kebendaanya seperti jaminan fidusia. Pernyataan
ini sejalan dengan isi putusan Mahkamah Agung Nomor 372/Sip/1970, yang
diutarakan oleh Tan Kamello dalam penelitiannya.
129Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai & Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
rumah yang ada diatasnya yang belum jelas status haknya dapat difudusiakan.
Berdasarakan putusan Mahkamah Agung tersebut diatas benda tidak bergerak
yang menjadi obyek fidusia adalah tanah yang tidak terdaftar.130
Munculnya pernyataan tersebut diatas dikarenakan ketidakjelasan tentang
pengaturan dan macam dari obyek jaminan di dalam Undang-Undang Hak
Tanggungan. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Hak
Tanggungan di mana hanya menyatakan bahwa tanah sebagai benda tidak
bergerak adalah obyek dari Hak Tanggungan, yang kemudian disebutkan adanya
kewajiban untuk didaftarkan
131, dengan pernyataan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa tanah yang terdaftar adalah obyek jaminan hak tanggungan
dan yang tidak terdaftar/belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional bukan
obyek Hak Tanggungan. Terkait dengan adanya syarat pendaftaran tersebut maka
berdasarkan metodologi penafsiran atas isi undang-undang maka dengan demikian
tanah yang tidak terdaftar tidak diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Hak
Tanggungan tersebut, yang berarti pula dikarenakan tidak diatur oleh Undang-
Undang Hak Tanggungan, maka sejalan dengan isi Pasal 3 huruf (a) Undang-
Undang Jaminan Fidusia dan sesuai dengan penjelasan Pasal 3 huruf (a) Undang-
Undang Jaminan Fidusia maka dengan demikian tanah tidak terdaftar dapat
dijadikan obyek jaminan fidusia.132
130Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 91- 95.
131Lihat Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. 132 Lihat penjelasan Pasal 3 huruf (a) yang menyatakan bahwa; “Berdasarkan ketentuan
ini, maka bangunan diatas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia”.
Hal ini dikarenakan obyek jaminan fidusia
Universitas Sumatera Utara
sesuai Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, Pasal 3 adalah
yang antara lain manyatakan bahwa:
“Undang-undang ini tidak berlaku terhadap:
a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;
b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M³ atau lebih;
c. Hipotek atas pesawat terbang; dan
d. Gadai.”
Permasalahan yang dapat diungkapkan terhadap kedua peraturan tentang
jaminan ini adalah adanya suatu ketidaksinkronan/ketidaksinambungan diantara
Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan isi penjelasan dari Pasal 4 ayat
(1) yang dikaitkan dengan penjelasan umum angka 5 Undang-Undang Hak
Tanggungan, di mana ada 2 (dua) unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat
dijadikan obyek Hak Tanggungan, yaitu:133
a. Hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib di daftar dalam daftar
umum, dalam hal ini Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan
kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor
pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada
catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku-tanah dan sertifikat
hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat
mengetahuinya (asas publisitas), dan;
133 Lihat Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan.
Universitas Sumatera Utara
b. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, sehingga
apabila diperlukan dapat segera direalisasikan untuk membayar utang yang
dijamin pelunasannya.
Apabila hak tersebut tidak dimiliki seperti yang diutarakan diatas maka
tanah tersebut tidak dapat dijadikan jaminan dengan hak tanggungan karena tidak
memenuhi syarat, dan oleh karenanya tanah yang tidak memenuhi syarat tersebut
apabila ingin dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit maka berdasarkan Pasal 3
Undang-Undang Jaminan Fidusia, tanah tersebut dapat diikat dengan
menggunakan jaminan fidusia.
Permasalahan lain yaitu dengan adanya isi Pasal 15 ayat (4) Undang-
Undang Hak Tanggungan di mana dibenarkannya dikeluarkan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan atas tanah yang tidak terdaftar yang dapat
dijadikan obyek perjanjian kredit meskipun dengan ketentuan persyaratan paling
lambat 3 (tiga) bulan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan harus menjadi
Akta Pemberian Hak Tanggungan.134
Isi dari Pasal 15 ayat (4) tersebut memberikan arti bahwa untuk tanah yang
tidak terdaftar dapat diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
yang kemudian 3 (tiga) bulan setelahnya harus sudah menjadi Akta Pemberian
Hak Tanggungan. Hal ini memberikan penafsiran yang delematis dikarenakan 3
(tiga) alasan yaitu; pertama, Di dalam isi butir ke 5 dari bagian umum Undang-
Undang Hak Tanggungan telah jelas menyatakan bahwa hanya tanah yang
134 Isi Pasal 15 (4) Undang-Undang Hak Tanggungan adalah Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembutan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan
Universitas Sumatera Utara
terdaftar saja yang menjadi obyek hak tanggungan yang kemudian dikaitkan
dengan Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia maka dengan jelas menyebutkan
bahwa obyek yang tidak diatur oleh Undang-Undang Hak Tanggungan dan benda
bergerak adalah obyek jaminan fidusia; kedua, apabila diikuti ketentuan Pasal 15
ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu suatu perjanjian yang diikat
dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan diwajibkan selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan telah menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan, maka
dapat disimpulkan perjanjian tersebut tidak dapat dikatakan sebagai perikatan
dengan menggunakan jaminan karena sudah dipastikan bahwa Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan bukanlah sebuah jaminan kebendaan, Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan hanya berupa suatu surat keterangan biasa
saja di tambahkan dengan adanya masa waktu 3 (tiga) bulan untuk menjadi Akta
Pemberian Hak Tanggungan, maka hal ini masih diragukan akan teralisasinya
Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dimaksudkan di dalam pelaksanaannya,
dan alasan ketiga, dikarenakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tangungan ini
hanya berupa surat keterangan maka sudah barang tentu Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan ini tidak dapat memberikan kepastian hukum
bagi para pihak terutama apabila dalam masa perikatannya tersebut salah satu
pihak wanprestatie, upaya hukum apa yang dapat dilakukan para pihak apabila
dalam keadaan yang demikian.
Bahwa di dalam proses selanjutnya antara Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan menuju Akta Pemberian Hak Tanggungan akan banyak
menimbulkan permasalahan apabila para pihak tidak diikat dengan suatu
Universitas Sumatera Utara
perikatan dengan jaminan kebendaan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini
juga diungkapkan oleh Tan Kamello dalam bukunya bahwa tentang bantahan
beliau terhadap Sri Soedewi yang menyatakan bahwa di dalam proses
pensertifikatan atas tanah yang tidak terdaftar sebagai bukti haknya adalah Surat
Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dengan dilakukan Surat Kuasa Memasang
Hipotik (SKMH). Tan Kamello berpendapat bahwa Surat Kuasa Memasang
Hipotik (SKMH) bukan merupakan hak jaminan sehingga tidak memiliki sifat
preferen seta tidak memberikan kedudukan yang kuat bagi kreditur. 135
135Op cit, hal. 97.
Dalam hal
ini penulis sependapat dengan Tan Kamello dengan pernyataan bahwa Surat
Kuasa Memasang Hipotik (SKMH) sekarang disebut Surat Kuasa Memegang Hak
Tanggungan (SKMHT) adalah bukan jaminan kebendaan yang dapat disamakan
dengan Jaminan Hak Tanggungan yang ada, Surat Kuasa Memasang Hipotik
(SKMH) atau Surat Kuasa Memegang Hak Tanggungan (SKMHT) adalah
merupakan bentuk dari salah satu surat kuasa yang ada, yang apabila dilihat dari
sudut sifat jaminan kebendaan, tidak memberikan kepastian hukum bagi pihak
bank khususnya.
Dapat diyakini bahwa kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat
terpisahkan dengan hukum, terutama untuk norma tertulis. Hukum tanpa nilai
kepastian akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman
perilaku bagi semua orang, dalam istilah Latin Ubi jus incertum, ibi jus nulum
yang artinya di mana tidak ada kepastian hukum, di situ tidak ada hukum.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu kepastian hukum mutlak diperlukan dalam norma tertulis
untuk tanah yang tidak terdaftar (unregistered land). Tanpa kepastian tersebut
maka pernyataan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-
Undang Dasar 1945 bahwa Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat) adalah
tidak tepat.
Apeldoorn dalam Darji Darmodiharjo dan Shidarta mengemukakan bahwa
kepastian hukum mempunyai 2 (dua) segi. Pertama, berarti soal dapat
ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal yang kongkret, artinya
pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi
hukumnya dalam hal khusus, sebelum ia memulai suatu perkara. Kedua, kepastian
hukum berarti keamanan hukum, artinya, perlindungan bagi para pihak terhadap
kesewenangan hakim.136
Jan Michiel Otto dalam Adrian Sutedi mengemukakan bahwa untuk
menciptakan kepastian hukum harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
137
1. Ada aturan hukum yang jelas dan konsisten;
2. Instansi pemerintah menerapkan aturan hukum secara konsisten, tunduk
dan taat terhadapnya;
3. Masyarakat menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan hukum
tersebut;
4. Hakim-hakim yang mandiri, tidak berpihak dan harus menerapkan aturan
hukum secara konsisten serta jeli sewaktu menyelesaikan sengketa hukum;
136 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 44.
137 Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
5. Putusan pengadilan secara konkret dilaksanakan.
Hal tersebut juga adalah merupakan alasan yang mendasar bagi peneliti
untuk meneliti kajian ini, karena peneliti juga berpendapat bahwa dengan adanya
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang berasal dari Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tersebut tidak memberikan jaminan
kepastian hukum sehingga dengan demikian tidak akan memberikan keadilan bagi
para pihak sehingga tidak sesuai dengan tujuan dari diadakannya undang-undang
itu sendiri.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang yang dikemukakan di atas, maka perumusan masalah atas judul kepastian hukum jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) dalam perjanjian kredit bank di Sumatera Utara, adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) di dalam sistem hukum jaminan nasional yang
dijadikan jaminan pada perjanjian kredit bank?
2. Mengapa menentukan obyek jaminan dan lembaga jaminan di dalam
peraturan hukum jaminan khususnya jaminan hak atas tanah sangat
penting?
3. Bagaimanakah kepastian hukum jaminan hak atas tanah yang tidak
terdaftar (unregistered land) di dalam perjanjian kredit bank?
Universitas Sumatera Utara
C. Asumsi
1. Bahwa pengaturan jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) di dalam sistem hukum jaminan nasional adalah
merupakan bagian yaitu sub-sub-sub sistem dari sub sistem hukum benda,
yang mana sub sistem hukum benda tersebut merupakan bagian ataupun
merupakan sub-sub sistem dari Hukum Perdata Indonesia. Hal ini juga
menempatkan bahwa Hukum Perdata Indonesia adalah merupakan bagian
ataupun sub sistem dari Pancasila yang merupakan falsafah Bangsa
Indonesia. Jadi sistem memandang bahwa sub sistem-sub sistem yang ada
adalah merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait satu dengan
lainnya dan tidak dapat dipisahkan.
2. Bahwa adalah sangat penting menentukan obyek jaminan dan lembaga
jaminan di dalam peraturan hukum jaminan hak atas tanah dikarenakan
dengan adanya penentuan obyek jaminan dan lembaga jaminan tersebut
maka akan dapat membedakan jenis-jenis jaminan dan jenis-jenis lembaga
jaminan yang ada sehingga akan memudahkan dalam menentukan jenis
obyek yang dijadikan jaminan dan lembaga jaminan mana yang
menaunginya dengan tujuan akhir kepastian hukum.
3. Bahwa kepastian hukum terhadap jaminan hak atas tanah yang tidak
terdaftar (unregistered land) dalam perjanjian kredit bank dikaitkan
dengan norma hukum yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tangungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah, belum memberikan kepastian hukum
Universitas Sumatera Utara
sehingga tidak memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam
perjanjian kredit bank.
D. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Suatu ilmu138 tanpa teori yang kuat, bagaikan bangunan tanpa fondasi yang
kukuh. Demikian juga Ilmu Hukum139
138 Jujun S. Suriasumantri dalam Amsal Bakhtiar, menyatakan bahwa Ilmu dalam bahasa Inggerisnya science; yang berasal dari bahasa Latin scientia (pengertahuan)-scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Untuk pengertian ilmu diambil dari Kamus Bahasa Indonesia yang berarti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Suwardi Endraswara, Ilmu juga selalu berkaitan dengan nilai dasar keilmuan. Pengembangan ilmu terus dilakukan, tanpa meninggalkan nilai-nilai akademik. Pemuasan dahaga manusia terhadap rasa keingintahuannya seolah tak berujung dan menjebak manusia ke lembah kebebasan tanpa batas. Oleh sebab itulah dibutuhkan adanya pelurusan terhadap ilmu pengetahuan agar tidak terjadi kenetralan tanpa batas dalam ilmu, karena kenetralan ilmu pengetahuan hanyalah sebatas metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaanya diperlukan adanya nilai-nilai moral. (baca Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmiah, (Yogyakarta: CAPS, 2012), hal. 162).
139 Gerald Turkel dalam Achmad Ali, menyatakan bahwa secara konvensional ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat digunakan dalam mempelajari ilmu hukum, yaitu: a. Pendekatan Moralitas, yang focal concern-nya landasan moral hukum, dan validitas hukumnya
adalah konsistensi hukum dengan etika eksternal atau nilai-nilai moral; b. Pendekatan Yurisprudensi (ilmu hukum normatif), yang focal concern-nya independensi
hukum, dan validitas hukumnya adalah konsistensi internal hukum dengan aturan-aturan, norma-norma, dan asas-asas yang dimiliki hukum sendiri; dan
c. Pendekatan Sosiologi, yang focal concern-nya hukum dan tindakan sosial, di mana validitas hukumnya adalah konsekuensi-konsekuensi hukum bagi masyarakatnya.
Achmad Ali menyatakan bahwa untuk ketiga pendekatan tersebut beliau memiliki istilah sendiri dengan pengertian yang sama, yaitu: a. Pendekatan Filsuf untuk pendekatan nilai-nilai, termasuk nilai moralitas; b. Pendekatan Normatif untuk pendekatan yurisprudensi (ilmu hukum normatif), yaitu yangmana
sekedar melihat hukum dengan wujudnya sebagai aturan-aturan (rules), norma-norma (norms), atau asas-asas (principles); dan
c. Pendekatan Empiris untuk pendekatan sosiologis, yaitu yangmana melihat hukum sebagai perilaku (behavior), melihat hukum sebagai tindakan (action), atau melihat hukum sebagai realitas (reality).
(Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 175-176.
, sebagai suatu sistem keilmuan sangat
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan penguasaan wawasan berbagai “Teori Hukum” (Legal Theory; The
Philosophy of Laws; Jurisprudence), maupun “Konsep Hukum” (The Legal
Precepts).140 Kata teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa Latin, yang
berarti “perenungan; yang berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani berarti
“cara atau hasil pandang” yaitu suatu konstruksi di dalam cita atau ide manusia,
dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang
dijumpai di alam pengalaman. Dari kata “thea” juga datang kata “teater” yang
berarti “pertunjukan” atau “tontonan”. Dengan demikian istilah teori selain
mengandung arti “perenungan” juga berarti sesuatu yang dapat dipertunjukan.141
Fungsi teori dalam penelitian disertasi ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.
142
Dengan demikian adapun yang menjadi grand theory dalam penulisan ini
adalah Teori Positivisme. Teori positivisme menghendaki agar ilmu-ilmu dibangun
dalam satu kesatuan metodologis yang berlaku umum bagi seluruh usaha ilmiah.
Positivisme
143
140 Syamsul Bachri, sebagaimana dikutip dalam kata sambutan beliau di dalam buku “Meguak Teori Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)” oleh Prof. DR. Achmad Ali, SH., M.H., (Jakarta: Kencana, 2009), hal. xi.
141 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Sejarah Hukum Di Indonesia, (Jakarta: PT Suara Harapan Bangsa, 2014), hal. 87.
142 Bandingkan Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 35.
143 Ciri-ciri positivisme dari buah pikiran John Austin yang dikembangkan lagi oleh H.L.A. Hart dalam Agus Santoso, antara lain: 1. Hukum merupakan perintah dari manusia (command of human being). 2. Tidak ada hubungan mutlak/penting antara hukum di satu pihak dengan moral di lain pihak,
atau antara hukum yang berlaku dengan hukum yang seharusnya. 3. Analisis terhadap konsepsi hukum dinilai penting untuk dilakukan dan harus dibedakan dari
studi yang historis maupun sosiologis, dan harus dibedakan pula dari penilaian yang bersifat kritis.
4. Pengertian bahwa sistem hukum merupakan sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup, serta di dalamnya keputusan hukum yang tepat/benar biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memerhatikan tujuan sosial, politik, dan ukuraan moral.
mengusulkan agar ilmu-ilmu sosial mengikuti metodologi yang
Universitas Sumatera Utara
dikembangkan oleh ilmu alam yang lebih dapat memberikan kepastian.144 Aliran
hukum positif menyamakan hukum dengan undang-undang, tidak ada hukum di
luar undang-undang, sehingga harus diakui bahwa satu-satunya sumber hukum
adalah undang-undang (legisme). Undang-undang dibuat oleh penguasa, oleh
karena itu hukum merupakan perintah dari penguasa dalam arti bahwa perintah
dari pemegang kekuasaan yang paling tinggi atau pemegang kedaulatan.145
Di dalam grandtheory ini digunakan teori hukum murni (reine recht
lehre)
146
“The Pure Theory of law is a theory of positive law. It is a theory of positive law in general, not of a specific legal order. It is a general theory of law, not an interpretation of specific national or international legal norms; but it offers a theory of interpretation. … it is called a “pure” theory of law, because it only describes the law and attempts to eliminate
dari Hans Kelsen, yaitu di mana di dalam teori murni ini menyatakan
bahwa peraturan hukum positif itu bersifat umum bukan bersifat khusus dan
peraturan hukum positif tersebut bukan berdasarkan interprestasi secara nasional
ataupun internasional dan untuk menemukan hukum yang ideal maka hukum
harus bersifat murni yaitu membersihkan obyek penjelasnya dari segala hal yang
tidak bersangkut paut dengan hukum dan bebas dari unsur-unsur asing. Hal ini
seperti yang diungkapkannya di dalam bukunya The Pure Theory yang telah
dialihbahasakan oleh Max Knight dari bahasa Jerman ke Inggeris yaitu;
5. Bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi rasional. (Agus Santoso, Hukum, Moral, & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 55.
144 Widodo Dwi Putro, Kritik Terhadap Paradigma Positivisme Hukum, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hal. 50.
145 Agus Santoso, Hukum, Moral, & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum,(Jakarta: Kencana, 2012), hal. 53.
146 Ajaran atau teori murni dikenal juga dengan nama “Neokantianisme”, dikarenakan kaum neokantianisme ini mempersoalkan pemisahan antara das Sollen (yang harus) dan dasSein (yang ada). Baca Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum Problematik Ketertiban Yang Adil, (Bandung: Mandar Maju, 2011), hal. 97.
Universitas Sumatera Utara
from the object of the description everything that is not strictly law: its aim is to free the science of law from alien elements”.147
Demikian pula halnya dengan tujuan dari hukum, Hans Kelsen
menyatakan bahwa tujuan hukum adalah hanya untuk mewujudkan kepastian
hukum. Kepastian hukum yang dimaksudkan oleh Hans Kelsen yaitu berada pada
teori stufenbaunya, yaitu kepastian hukum secara filosofis dan kepastian hukum
secara normatif sedangkan untuk kepastian hukum pada teori grundnormsnya
Hans Kelsen menyatakan bahwa tidak ada kaitannya dengan moral, hukum adalah
hukum, hukum harus di pisahkan dengan moral.
148
Secara aksiologis Widodo Dwi Putro menyimpulkan di dalam bukunya
bahwa kaum positivis memandang bahwa kepastian hukum adalah tujuan paling
akhir dari hukum.
149
Sebagai middle theory yang digunakan adalah Teori Sistem
Hal ini memberikan makna bahwa bagi kaum positivistik
kepastian hukum mutlak dibutuhkan dalam suatu peraturan, tanpa kepastian
hukum maka suatu peraturan itu adalah bukan hukum. Hal inilah yang
membedakan antara hukum dengan bukan hukum.
150
147 Hans Kelsen, Pure Theory Of Law, alih bahasa dari Jerman ke Inggeris oleh Max Knight, (London: University Of California Press, 1978), hal. 1.
148 Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan tujuan hukum untuk kepastian hukum adalah dengan memisahkan hukum dengan moral; “the pure theory of law separates the concept of the legal completely from that of the moral norm and establishes the law as a specific system independent even of the moral law”. Hans Kelsen, the pure theory of law, dalam Widodo Dwi Putro, Kritik Terhadap Paradigma Positivisme Hukum, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hal. 41.
149 Widodo Dwi Putro, op cit, hal. 49. 150 Algra N.E. dan K. Van Duyvendijk dalam Tan Kamello, menyatakan bahwa teori
sistem adalah aliran yang paling penting dalam positivisme hukum, yang intinya bahwa hukum adalah suatu stelsel dari aturan yang berkaitan satu sama lain secara organis, secara piramida dari norma-norma yang terbentuk secara hierarki. (Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hal. 148).
yang juga
dikembangkan oleh Mariam Darus. Teori sistem yang dimaksudkan adalah
kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di mana dibangun
Universitas Sumatera Utara
tertib hukum. Asas-asas hukum ini diperoleh melalui konstruksi yuridis yaitu
dengan menganalisa (mengolah) data yang sifatnya nyata (konkrit) untuk
kemudian mengambil sifat-sifatnya yang umum (kolektif) atau abstrak. Proses
pencarian asas hukum ini disebut dengan mengabstraksi. Aturan-aturan hukum
membentuk dirinya dalam suatu hukum itu dapat pula digolongkan dalam sub-
sistem seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, hukum ekonomi
dan sebagainya.151
Sistem hukum pembangunan Indonesia salah satunya adalah sistem hukum
perdata
152
Apabila tidak ada kesinkronan (kesesuaian) di dalam asas-asas hukum
yang dalam sub sistem dan sub-sub sistem tersebut sesuai dengan kehendak sistem
hukum seperti kepastian hukum hak atas tanah yang belum terdaftar (unregistered
, di mana hukum perdata memiliki bagian sub sistem yaitu hukum
benda, dan hukum benda memiliki sub sistem yaitu hukum jaminan. Jadi Jaminan
hak tanggungan dan jaminan fidusia adalah sub-sub-sub sistem dari hukum
jaminan dan hukum benda sehingga jaminan fidusia dan jaminan hak tanggungan
adalah merupakan sub-sub sistem dari sistem hukum yang ada di Indonesia.
151 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 15-16.
152 Tan Kamello menyatakan bahwa membangun hukum perdata dalam suatu sistem harus dilakukan dengan memperhatikan elemen-elemen sebagai berikut:
a. Pembentukan kesadaran Publik (Public awareness), b. Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (Legal draft), c. Menciptakan Undang-Undang atau Substansi Hukum (Substantive of law), d. Melakukan Sosialisasi UNdang-Undang (Sosialization of law), e. Mempersiapkan Struktur Hukum (Legal structure), f. Menyediakan fasilitas Hukum (Legal facilities), g. Menerapkan Hukum (Law enforcement), h. Membentuk Kultur Hukum (Culture of law), i. Melakukan Kontrol Hukum (Legal control), j. Menghasilkan Kristalisasi Hukum (Crystallization of law), k. Melahirkan Nilai Hukum (Value of law).
Baca Tan Kamellodan Syarifah Lisa Andriati, Hukum Perdata: Hukum Orang & Keluarga, (Medan: USU Press, 2011), hal. 17-18.
Universitas Sumatera Utara
land), maka penggunaan teori sapu lidi nya Tan Kamello dapat dijadikan cara
untuk menjawab permasalahan tersebut. Tan Kamello dalam teorinya menyatakan
bahwa di dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat bagian-
bagian yang tersusun menurut rencana yang sudah dipikirkan, berkaitan satu sama
lain tanpa adanya konflik di dalamnya untuk mencapai tujuan bersama dari pasal-
pasal tersebut. Jadi bukan mengejar tujuan dari masing-masing pasal dengan
melepaskan pasal-pasal lainnya.153
Selanjutnya sebagai Applied Theory digunakan adalah Teori Norma di
bidang hukum jaminan. Teori norma yang dimaksudkan adalah teori norma dari
Hans Kelsen yaitu di mana norma merupakan makna dari suatu tindakan yang
memerintahkan, menginzinkan atau menguasakan perilaku tertentu. (“Norm’ is
the meaning of an act by which a certain behaviour is commanded, permitted, or
authorized
Artinya pasal-pasal di dalam undang-undang
tentang jaminan adalah merupakan satu kesatuan yang utuh baik norma maupun
asas yang harus saling mendukung dan terkait satu dengan lainnya sesuai dengan
tujuan dari sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dalam arti luas
sesuai dengan tujuan dari sistem hukum puncaknya yaitu Pancasila.
154). Hak dan kewajiban, menurut Kelsen, hanya ada kalau ditentukan
oleh norma hukum (hukum positif).155
Pada hukum jaminan, norma yang dimaksudkan adalah Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
153Ibid, hal.16. 154 Hans Kelsen, Pure Theory Of Law, alih bahasa dari Jerman ke Inggeris oleh Max
Knight, (London: University Of California Press, 1978), hal. 5. 155Loc. Cit, Widodo Dwi Putro, hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
jaminan fidusia. Kedua undang-undang ini merupakan norma hukum yang
mengatur tentang jaminan kebendaan dalam perjanjian kredit. Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1996 belum memberikan perintah ataupun arahan yang jelas
mengenai obyek hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yang akan
digunakan sebagai benda yang dijaminkan dalam kredit bank sehingga hak dan
kewajiban belum terlindungi, sedangkan undang-undang jaminan fidusia telah
memberikan ruang untuk menjawab kejelasan atas obyek hak atas tanah yang
tidak terdaftar (unregistered land) yang digunakan sebagai jaminan pada
perjanjian kredit bank.
2. Kerangka Konsep
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa kata konsep berasal dari kata
conceptio (Bahasa Latin) yang berarti pengertian. Pengertian disini berbeda
dengan pengertian yang dimaksudkan dengan kata defenisi atau definitio (Bahasa
Latin).
Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional dan landasan atau
kerangka teoritis menjadi syarat yang sangat penting. Dalam kerangka
konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan
dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.156
156 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. RajaGRafindo Persada, 2001), hal. 6-7.
Dengan demikian maka kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Norma adalah makna dari suatu tindakan yang memerintahkan,
menginzinkan atau menguasakan perilaku tertentu. (“Norm’ is the meaning of an
act by which a certain behaviour is commanded, permitted, or authorized157
Kepastian hukum adalah aturan-aturan hukum yang berbentuk norma
tertulis yang dapat menjamin hak dan kewajiban subyek hukum. Penjaminan hak
dan kewajiban yang dimaksudkan adalah hak dan kewajiban tersebut telah diatur
sebelumnya, hak dan kewajiban tersebut dapat dilaksanakan, dan hak dan
kewajiban tersebut dapat dipenuhi tuntutannya.
).
158
157 Hans Kelsen, Pure Theory Of Law, alih bahasa dari Jerman ke Inggeris oleh Max Knight, (London: University Of California Press, 1978), hal. 5.
158 Bandingkan dengan pendapat dari Camilo A. Rodriguez Yong tentang kepastian hukum yaitu; “Legal certainty is a principle or value that refers to the ability of people or legal entities to plan their future activities taking the potential legal consequences of their conduct into consideration”.
Di mana pada pendapatnya suatu kepastian hukum merupakan suatu prinsip atau nilai yang mengacu kepada kemampuan orang ataupun badan hukum dalam merencanakan kegiatannya yang dilakukan sekarang ataupun yang akan datang dengan pertimbangan risiko hukum atas perbuatan yang dilakukan tersebut.
Kemudian Camelio membagi kepastian hukum tersebut memiliki 2 (dua) aspek yang saling terkait yaitu:
“Legalcertainty has both an objective and a subjective aspect. The subjective aspect of legal certainty relates to one's certainty about what the law is, as people need to know with certainty what laws regulate their conduct before they act. For example, a business or other legal entity must understand what is permitted or prohibited by the law in order to plan its future activities. Thus, subjective legal certainty describes one's subjective understanding of the laws that define one's rights and responsibilities. The objective aspect of legalcertainty relates to the functional and structural regularity of the legal system which is developed through a country's regulations and institutions. In order to provide citizens with objective legal certainty as to the law and their rights and responsibilities under the law, certain conditions must be met. These conditions are the following: the host country's law must be published and clearly written, it must regulate conduct that has “legal transcendence,” it must regulate the fundamental rights and responsibilities of citizens, it cannot be retroactive,it must be stable, the people and other legal entities subject to the country's laws must comply with them, and the country's authorities must act in accordance with the law”.
Bahwa kepastian hukum yang dimaksud oleh Camelio memiliki 2 (dua) aspek yaitu aspek oyektif dan aspek subjektf. Aspek subjektif dari kepastian hukum berhubungan dengan kepastian seseorang tentang apa hukum itu, sebagaimana orang perlu mengetahui dengan pasti apa hukum telah mengatur perilaku mereka sebelum mereka berbuat. Sebagai contoh suatu perusahaan atau badan hukum lainnya mesti mengetahui apa yang diperbolehkan atau yang dilarang oleh hukum dalam perencanaan kegiatan kedepannya. Dengan demikian kepastian hukum subjektif menggambarkan pemahaman subjektif seseorang tentang hukum yaitu yang merupakan hak-haknya dan kewajiban-kewajibannya. Aspek Objektif dari kepastian hukum berkaitan
Universitas Sumatera Utara
Jaminan adalah suatu lembaga hukum berupa hak untuk mengambil
pelunasan dari suatu perikatan.159
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, tidak mengenal istilah jaminan, yang
ada hanya istilah agunan yang merupakan jaminan tambahan yang diserahkan
Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
160 Dalam hal ini penulis berpendapat
bahwa kata tambahan setelah kata jaminan memberikan arti bahwa adanya
jaminan utama ataupun jaminan lainnya, yang dalam undang-undang ini tidak
menjelaskan sama sekali tentang jaminan lainnya tersebut. Penulis berpendapat
dikarenakan maksud dari agunan161 tersebut adalah merupakan jaminan berupa
aset162
dengan fungsi dan struktur dari suatu aturan sistem hukum yang dikembangkan melalui peraturan dalam suatu negara dan lembaga. Dalam rangka memberi kepastian hukum bagi warga negara dengan kepastian hukum objektif sebagai hukum dan melindungi hak-hak dan tanggungjawab mereka dibawah hukum, maka kondisi tertentu harus dipenuhi. Kondisi yang harus dipenuhi tersebut adalah sebagai berikut; Negara yang bersangkutan harus menulis peraturan tersebut dan dipublikasikan, harus mengatur perilaku yang ber“tendensi hukum”, harus mengatur hak-hak dasar dan kewajiban-kewajian dasar setiap warga negara, peraturan tersebut tidak berlaku surut, harus stabil, orang atau badan hukum lain harus mematuhinya, pelaksana negara harus bertindak sesuai dengan aturan yang ada.(Camilo A. Rodriguez Yong, Enhancing Legal Certainty In Colombia: The Role Of The Andean Community, (Michigan State Journal of International Law, 2008-2009), WestLaw)
159Mariam Darus Bandrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 4.
160 Lihat Pasal 1 angka (23) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
161 Agunan berasal dari kata agun yang berarti tanggungan ataupun jaminan, yang apabila mengunakan tambahan imbuhan dan akhiran menjadi mengagunkan maka memiliki arti yaitu menjadikan jaminan (tanggungan utang, dsb). Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal, 14.
162 Aset artinya sesuatu yang mempunyai nilai tukar atau modal kekayaan. (lihat Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 70.
milik debitur yang diberikan sebagai jaminan bahwa debitur memiliki
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk membayar kreditnya tersebut, maka ada baiknya kata tambahan
tersebut ditiadakan untuk tidak memberikan pengertian yang ambigu163
Hak adalah milik; kepunyaan; kewenangan; kekuasaan untuk berbuat
sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya).
.
164
Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.
165
Mengenai istilah kredit
Tidak Terdaftar (unregistered) maksudnya adalah tidak didaftarkan dalam
suatu buku atau dokumen tertentu yang memuat identitas dari benda yang akan
didaftarkan tersebut dengan suatu sistem penomoran tertentu.
Jadi tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yang dimaksudkan
disini adalah tanah yang haknya belum atau tidak didaftarkan dalan suatu buku
atau dokumen tertentu yang memuat identitas dari tanah tersebut dengan suatu
sistem penomoran yang telah ditentukan, seperti surat segel, surat tanah yang
dikeluarkan oleh camat, surat tanah yang berupa akta notaris, tanah grant sultan,
maupun surat tanah yang masih dalam proses penerbitan sertifikat.
166, dikutip dari buku Mariam Darus yaitu kata
“kredit” berasal dari bahasa Romawi “credere”167
163 Ambigu bermakna lebih dari satu (sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, kekaburan, ketidakjelasan, dsb); bermakna ganda; taksa. (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 36.
164Ibid, hal. 381-382. 165Ibid, hal. 1132.
yang artinya percaya, (Belanda:
166Dalam Mariam Darus, J.A. Levy memberikan arti hukum dari kredit yaitu; “Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan sejumlah pinjaman itu dibelakang hari.” Pada pendapatnya Mariam Darus menyatakan bahwa pengertian kredit yang dianut oleh Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 (undang-undang yang berlaku pada saat itu) adalah sama seperti yang diajarkan J.A. Levy yaitu “perjanjian pinjam uang yang didasarkan pada kepercayaan akan kemampuan ekonomi penerima kredit” (Baca Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank,(Bandung: Alumni, 1983), hal. 21-23.), dan pendapat penulis hal ini juga dianut oleh Undang-Undang Perbankan yang berlaku sekarang yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, di mana pengertian kredit di dalam Undang-
Universitas Sumatera Utara
vertrouwen, Inggeris: believe, trust or confidence),168 sedangkan dalam bahasa
Indonesia ada kata kredo yang berasal dari bahasa latin yang artinya adalah
pernyataan kepercayaan (keyakinan).169
Pengertian kredit di dalam Kamus Ekonomi Uang dan Bank adalah suatu
persetujuan pembayaran antara pihak penjual dan pihak pembeli, atau antara
kreditor dan debitur, untuk melaksanakan pembayaran atau pengembalian
pinjaman dikemudian hari secara mencicil. Khususnya menyangkut kredit
perbankan di Indonesia tentang pengertian kredit, sebagaimana diterangkan dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, bahwa
kredit adalah menyediakan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain dalam hal mana pihak meminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan.
170
Perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst)
dari penyerahan uang. Di mana perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil
permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-
UndangNomor 10 Tahun 1998 juga mengandung makna adanya penyediaan sejumlah uang serta kewajiban untuk mengembalikan sejumlah uang yang dipinjamkan tersebut, dan pemberian bunga dalam hal ini dapat disamakan dengan penerima kredit yaitu bank berhak mempergunakan pinjaman itu untu keuntungannya.
167 Istilah credere dalam Kamus Latin berarti To give trust to, To have trust for, yang artinya memberikan kepercayaan, atau kepercayaan. (http://latindictionary.wikidot.com/verb:credere).
168 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank,(Bandung: Alumni, 1983), hal. 21.
169 Baca Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 600.
170 Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), hal. 69
Universitas Sumatera Utara
hubungan hukum antara keduanya, yang bersifat konsensuil (pactade
contrahendo) obligatoir.171
Perjanjian pendahuluan merupakan perjanjian yang terlebih dahulu
dilakukan para pihak, setelah ada persetujuan maka lahirlah perikatan
172
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentu kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
bagi
kedua belah pihak atau lebih yang harus dipenuhi oleh para pihak.
Di dalam hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian
melahirkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan disamping sumber-
sumber lainnya. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena kedua belah
pihak setuju untuk melakukan sesuatu, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian
dan persetujuan itu adalah sama artinya.
173
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan kepastian hukum jaminan hak atas tanah
yang tidak terdaftar belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian atas perjanjian
kredit bank telah ada sebelumnya yaitu penelitian tingkat doktoral dari Mariam
Darus Badrulzaman dengan judul “Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian
Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-hambatannya Dalam
171 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 28.
172 Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. (Pasal 1234 KUH Perdata).
173 Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahu 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Praktek di Medan” yang menekankan pada permasalahan hukum dengan
menggunakan jaminan hypotheek di dalam perbankan dan untuk penelitian
tentang jaminan fidusia pada tingkat doktoral sudah pernah dilakukan oleh Tan
Kamello dengan judul “Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Kajian
Terhadap Pelaksanaan Jaminan Fidusia Dalam Putusan Pengadilan Di Sumatera
Utara”, yang mana penelitian ini lebih menekankan kepada putusan pengadilan di
dalam hal jaminan fidusia.
Walaupun penelitian ini sama-sama membicarakan perjanjian kredit bank
serta tentang jaminan, akan tetapi dari segi isi, lokasi dan pendekatan yang
digunakan berbeda. Penelitian Mariam Darus Badrulzaman lebih menekankan atas
perjanjian-perjanjian kredit bank khususnya hipotik dan Tan Kamello lebih
menekankan kepada putusan pengadilan terhadap perjanjian fidusia, sedangkan
penelitian ini lebih menekankan kepada kepastian hukum terhadap jaminan atas
tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) dalam perjanjian kredit bank dengan
orientasi penelitian terhadap jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia.
Jadi berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada,
penelitian mengenai masalah “Kepastian Hukum Jaminan Hak Atas Tanah Yang
Tidak Terdaftar (Unregistered Land) Dalam Perjanjian Kredit Bank di Sumatera
Utara” ini belum pernah dilakukan dalam judul, permasalahan dan tempat
penelitian yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut asli sesuai dengan asas-
asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Sehingga penelitian
ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Universitas Sumatera Utara
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di depan, maka
tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) di dalam sistem hukum jaminan nasional yang
dijadikan jaminan pada perjanjian kredit bank.
2. Untuk mengetahui pentingnya menentukan obyek jaminan dan lembaga
jaminan di dalam peraturan hukum jaminan khususnya jaminan hak atas
tanah.
3. Untuk mengetahui kepastian hukum jaminan hak atas tanah yang tidak
terdaftar (unregistered land) di dalam perjanjian kredit bank.
G. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
ilmu pengetahuan, khususnya bagi perusahaan perbankkan dalam menjalankan
praktik perjanjian kredit. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan masukan
bagi penyempurnaan perangkat peraturan perundang-undangan yang ada.
Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada kalangan perbankan dan
pengguna lembaga jaminan hak tanggungan dan fidusia sebagai pengikat
jaminannya, agar lebih membuka wawasan dan cakrawala pemikiran mengenai
jaminan kebendaan atas tanah khusus tanah yang tidak terdaftar (unregistered
land) yang dimungkinkan untuk dapat diikat dengan jaminan kebendaan sehingga
memberikan perlindungan hukum bagi para pihak terutama bank.
Universitas Sumatera Utara
H. Metode Penelitian
Metode dalam pengertiannya dapat dirumuskan sebagai suatu cara tertentu
untuk melaksanakan suatu prosedur.174
1. Spesifikasi Penelitian
Prosedur yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah merupakan suatu penelitian ilmiah.
Berdasarkan perumusan yang ada tersebut di atas maka metode penelitian
ini di bagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu spesifikasi penelitian, sumber data, alat
penelitian, tempat penelitian dan analisis data.
Pengertian spesifikasi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah proses,
cara, perbuatan melakukan pemilihan (perincian), yang dapat juga berarti
perincian yang berupa rencana, proposal, dan sebagainya.175
a. Jenis Penelitian
Oleh karena itu perincian yang berupa rencana tersebut di dalam penelitian
ini terbagai atas 3 (tiga) bagian yaitu jenis penelitian, sifat penelitian dan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang tujuannya untuk menganalisis
permasalahan-permasalahan yang diutarakan dalam disertasi ini sehingga dapat
menemukan jawaban yang sebenarnya.
Penelitian dapat ditinjau dari berbagai jenis bergantung dari sudut
pandang yang akan di teliti. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa apabila
penelitian itu di pandang dari sudut tujuan penelitian hukum maka terbagi menjadi
2 (dua) bagian yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis
174 Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010), hal. 5.
175 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 1087.
Universitas Sumatera Utara
atau empiris. Di mana penelitian hukum normatif itu mencakup penelitian asas-
asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan
perbandingan hukum, sedangkan penelitian hukum sosiologis (empiris) meliputi
penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian efektivitas
hukum.176 Oleh karena itu berdasarkan jenis penelitian hukum tersebut maka
penelitian ini adalah merupakan penelitian hukum normatif177
b. Sifat Penelitian
yaitu dengan tujuan
meneliti terhadap sistematika hukum dan sinkronisasi hukum yaitu terhadap
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu di mana tujuannya adalah untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-
gejala lainnya, dengan maksud memperkuat teori-teori lama, atau dalam rangka
menyusun teori-teori baru.178 Penelitian deskriptif juga bertujuan menggambarkan
secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.179
176 Baca Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hal. 51.
177 Inti dari penelitian normatif adalah pada langkah-langkah kajian yang harus berlandaskan teori kebenaran koherensi dan pragmatis secara traceable (controleerbaar dan consensus). Kekuatan kajian hukum normatif terletak pada langkah-langkah sekuensial yang mudah ditelusuri oleh ilmuwan hukum lainnya. (Baca Suratman dan H. Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 12.
178 Baca Soerjono Soekanto, ibid, hal. 9-10. 179 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2012), hal. 25.
Oleh karena
Universitas Sumatera Utara
itu dalam hal ini peneliti berupaya memberikan gambaran dan menganalisa
keseluruhan gejala dan faktor yang terdapat dalam jaminan hak atas tanah yang
tidak terdaftar (unregistered land) dalam peraturan perundang-undangan yaitu
undang-undang hak tanggungan dan undang-undang jaminan fidusia sehingga
terjaminnya kepastian hukum.
c. Pendekatan Penelitian
Johhny Ibrahim mengemukakan bahwa tujuan dari adanya pendekatan
dalam penelitian adalah untuk memungkinkan seorang peneliti memanfaatkan
hasil-hasil temuan ilmiah hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan
dan analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai
ilmu hukum normatif. Berbagai bahan hukum yang banyak memiliki sifat empiris
seperti perbandingan hukum, sejarah hukum, dan kasus-kasus hukum yang telah
di putus dapat dipergunakan oleh ilmu hukum normatif sebagai temuan ilmu lain,
serta berinteraksi secara positif dengan ilmu-ilmu lain, khususnya ilmu hukum
empris.180
Oleh karena itu Johnny Ibrahim membagi pendekatan yang ada dalam
penelitian normatif kedalam 7 (tujuh) bagian, yaitu; Pendekatan Perundang-
undangan (statute approach), Pendekatan Konsep (conceptual approach),
Pendekatan Analistis (analytical approach), Pendekatan Perbandingan
180 Lihat Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2010), hal. 300.
Universitas Sumatera Utara
(comparative approach), Pendekatan Historis (historical approach), Pendekatan
Filsafat (philosophical approach) dan Pendekatan Kasus (case approach).181
Berdasarkan pendekatan tersebut maka pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan yaitu Pendekatan Perundang-
undangan (statute approach), dan Pendekatan Analistis (analytical approach).
Pada pendekatan perundang-undangan (statute approach), peneliti
menginventarisasi semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan jaminan khususnya jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) untuk selanjutnya di analisis dan dijadikan kelengkapan bahan
penelitian. Dalam analisis perundang-undangan tersebut peneliti akan mempelajari
konsistensi dan kesesuaian antara undang-undang hak tanggungan dengan
undang-undang jaminan fidusia sehingga akan ditemukan ratio legis dan dasar
ontologis lahirnya undang-undang hak tangungan dan undang-undang jaminan
fidusia.
Pendekatan Analistis (analytical approach) digunakan di dalam penelitian
ini bermaksud untuk mengetahui makna-makna yang terkandung di dalam istilah-
istilah yang ada yang digunakan dalam perundang-undangan secara konsepsional
yaitu istilah yang digunakan dalam undang-undang hak tanggungan dan undang-
undang jaminan fidusia tentang tanah yang tidak terdaftar (unregistered land),
sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hakim.
181Ibid. hal. 300. Hal yang sama juga diutarakan Peter Mahmud Marzuki di dalam bukunya Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 93-95. Hanya saja beliau membagi pendekatan dalam penelitian ilmu hukum menjadi 6 (enam) bagian yaitu Pendekatan Perundang-undangan (statute approach), Pendekatan Konsep (conceptual approach), Pendekatan Analistis (analytical approach), Pendekatan Perbandingan (comparative approach), Pendekatan Historis (historical approach), dan Pendekatan Kasus (case approach).
Universitas Sumatera Utara
2. Sumber data
Sumber data adalah tempat diperolehnya data. Sumber data dapat
digolongkan menjadi dua macam, yang meliputi:
a. Sumber data primer; dan
b. Sumber data sekunder.
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat yang akan diteliti. Sumber data primer disebut juga dengan data dasar
atau data empiris. Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
bahan kepustakaan atau literatur yang mempunyai hubungan dengan objek
penelitian. Dalam penelitian hukum normatif, maka sumber data yang utama
berasal dari data kepustakaan.182
Salim dan Erlies mengemukakan bahwa sumber data yang utama dalam
penelitian hukum normatif adalah data kepustakaan. Di dalam kepustakaan
hukum, maka sumber datanya disebut bahan hukum. Bahan hukum adalah segala
sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan menganalisis hukum
yang berlaku. Bahan hukum yang dikaji dan yang dianalisis dalam penelitian
hukum normatif terdiri dari:
183
182 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 15-16.
183 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 16.
Di dalam bukunya tersebut Salim dan Erlies juga menjabarkan pengertian dari pembagian bahan hukum dalam penelitian normatif, yaitu:
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat. Bahan hukum primer itu, meliputi: 1. Norma atau kaidah dasar, yaitu pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; 2. Peraturan dasar, yaitu batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945; 3. Peraturan Perundang-undangan; 4. Bahan hukum yang tidak terkodefikasi, seperti hukum adat; 5. Yurisprudensi; 6. Traktat; dan
Universitas Sumatera Utara
a. Bahan hukum primer;
b. Bahan hukum sekunder; dan
c. Bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer dalam hal ini adalah bahan hukum yang terdiri dari
aturan hukum yang diurut berdasarkan hirarki perundang-undangan yang dimulai
dari Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan aturan lain di bawah undang-undang,
serta bahan hukum asing yang digunakan sebagai perbandingan untuk membantu
dan sebagai bahan pertimbangan apabila undang-undang hak tanggungan di revisi.
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
bahan hukum seperti teks-book, jurnal-jurnal asing, pendapat para sarjana, kasus-
kasus hukum, serta simposium yang dilakukan para pakar terkait dengan
pembahasan tentang jaminan.
Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan
hukum yang memberikan pentunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
Untuk sumber data primer (data lapangan atau filed research) bertujuan
untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang ada di lapangan yaitu di dalam hal
jaminan yang diberikan oleh kreditur kepada bank di dalam perjanjian kredit bank.
7. Bahan hukum yang merupakan warisan penjajah, seperti KUHP. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer. Seperti, naskah akademis, rancangan undang-undang, hasil penelitian ahli hukum, dan lain-lain.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan penejelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Seperti, kamus, ensiklopedia, dan lain-lain. Kamus yang sering sirujuk oleh peneliti hukum, meliputi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggeris, dan Black’s Law Dictionary.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dilakukan dalam usaha mencari bahan hukum yang konkret yang terjadi di
lapangan dalam kaitannya dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
3. Alat Penelitian
Di dalam penelitian ini yang digunakan sebagai alat pengumpul bahan-
bahan hukum yang ada adalah dengan menggunakan studi dokumen (bahan
pustaka), pengamatan (observasi), dan wawancara (interview), yang digunakan
secara bersama-sama pada saat yang sama dan ataupun masing-masing sesuai
dengan tujuan penelitian.
4. Analisis Data
Lexy J. Moleong dalam Salim dan Erlies menyatakan bahwa analisis data
adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, katagori,
dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data dapat digolongkan
menjadi dua macam, yang meliputi; analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.184
Penemuan data yang ada berupa bahan hukum primer kemudian
didiskrepsikan untuk selanjutnya dengan menggunakan logika induktif maka
Untuk penelitian ini yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu penelitian
yang menggunakan analisis data secara deskriptif ataupun memberikan gambaran-
gambaran dengan menggunakan kata-kata atas temuan-temuan yang ada dan
bukan dengan dasar perhitungan ataupun angka.
184 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
diangkatlah ketentuan-ketentuan umum tentang jaminan hak atas tanah yang tidak
terdaftar (unregistered land) di dalam perjanjian kredit bank.
Bahan hukum sekunder yang diperoleh ditujukan untuk mengetahui
masalah yang ada tentang jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) dalam perjanjian kredit bank dan kemudian untuk
mendapatkan saran-saran dalam bentuk preskreptif yaitu mengetahui kepastian
hukum di dalam norma yang ada.
Kedua bahan hukum tersebut kemudian di analisis untuk menguji
kebenaran dari norma tersebut berdasarkan preskreptif yang ada dengan
menggunakan logika deduktif.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan suatu ius constituendum di
dalam penelitian yang preskriptif karena adanya conflict of norm di dalam
peraturan perundang-undangan tentang jaminan akan menimbulkan ketidakpastian
hukum. Harapannya dengan ius constituendum tersebut akan memberikan
kepastian hukum yang dimaksudkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
PENGATURAN JAMINAN HAK ATAS TANAH YANG TIDAK TERDAFTAR
(UNREGISTERED LAND) DI DALAM SISTEM HUKUM JAMINAN
NASIONAL YANG DIJADIKAN JAMINAN PADA PERJANJIAN
KREDIT BANK
I. Sistem Hukum Jaminan Nasional Masih Belum Tuntas
1. Ulasan Makna Sistem Di Dalam Sistem Hukum Jaminan Nasional
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti
sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan
merupakan satu keseluruhan (a whole).185 Sistem juga dikenal dalam istilah
bahasa Inggris yaitu system. Dalam Kamus Collins Concise pengertian sistem
dinyatakan dengan system is a group of combination of interrelated,
interdependent, or interacting elements forming a collective entity,186
Pengertian systema Yunani dan system Collins Concise sejalan dengan
pengertian sistem menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memberikan
yang dalam
pengertian bebasnya adalah sistem itu terdiri dari suatu kelompok yang
merupakan kombinasi dari elemen-elemen yang terhubung satu dengan yang lain
yang jadi satu kesatuan yang utuh.
185 Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 1.
186 Collins Concise Dictionary 21st Century Edition, An Imprint of Harper Collins Publisher, 2001, hal. 1531.
Universitas Sumatera Utara
pengertian sistem sebagai perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas.187
Kata sistem dipergunakan untuk menunjukkan banyak hal, tetapi secara
garis besar dapat dikelompokkan dalam dua hal yakni pertama, pengertian sistem
sebagai entitas, sesuatu wujud benda (abstrak maupun konkret termasuk
konseptual) dan kedua, pengertian sistem sebagai suatu metode atau tata cara.
William A. Shcrode dan Voich dalam Tan Kamello mengatakan bahwa pengertian
sistem yaitu The term “system” has two important connotations which are
implicit, if not explicit, in almost any discussion of systems. The first is the nation
of system as an entity or thing which has a particular order or structural
arrangement of its parts. The second is the nation of system as a plan, method,
device, or procedure for accomplishing something. As we shall see, these two
notions are not markedly different, since order or structure is fundamental to
each.
188
187 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 1076.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian sistem tidak hanya seperti yang telah disebutkan diatas akan tetapi terdapat 2 (dua) pengertian lainnya, yaitu sistem adalah: 1. Susunan yang teratur dari pandangan teori, asas, dsb, dan 2. Metode.
188 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hal. 145-146.
Dalam pengertian bebasnya dapat disimpulkan bahwa istilah sistem
mempunyai dua konotasi yang penting yang mana memiliki arti tersirat dan
tersurat. Pertama, sistem yang berarti satu kesatuan atau sesuatu perintah tertentu
atau bagian daripada struktur yang ada. Kedua, sistem berarti rencana, tatacara
(metode), alat, atau cara untuk mencapai sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
R. Subekti dalam Tan Kamello189
Pengertian lain dari sistem dapat dilihat dari pendapatnya Thomas Ford
Hoult dalam Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa sistem adalah, “any set
of interrelated elements which as they work and change together may be regarded
as a single entity…”.
, juga menyatakan pengertian sistem
ialah suatu susunan atau catatan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas
bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain tersusun menurut suatu atau pola
hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan.
190
Menurut Tatang M. Amirin dalam bukunya menyebutkan bahwa
pemakaian sistem dapat digolongkan dalam garis besarnya pada 2 (dua) golongan
pemakaian saja, yaitu yang menunjuk pada sesuatu “entitas”, sesuatu wujud benda
(abstrak maupun konkrit, termasuk juga yang konseptual) dan sebagai suatu
metode atau tata cara, yang dalam penjelasannya sebagai berikut:
191
Dalam hal ini Tatang M. Amirin menyatakan bahwa suatu sistem bisa
dianggap merupakan “suatu himpunan bagian yang saling berkaitan yang
membentuk satu keseluruhan yang rumit atau kompleks tetapi merupakan satu
kesatuan”. Contoh wujud (“entitas”) atau benda yang sesuai dengan definisi itu
a) Sistem Sebagai Suatu Wujud (“Entitas”)
189Ibid, hal. 147. 190 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),
hal. 3. 191 Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011), hal. 3-8
Universitas Sumatera Utara
banyak sekali, misalnya saja mobil, jam, paguyuban, lembaga pemerintah,
manusia, alam semesta, dan masih banyak lagi.192
Tatang M. Amirin menyatakan juga bahwa banyak defenisi sistem yang
tidak lengkap, karena hanya menyebut semata-mata sesuatu benda yang terdiri
dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Sebenarnya di dalam memandang
sesuatu sebagai sistem itu terkandung anggapan bahwa bagian-bagian yang saling
berkaitan itu secara bersama-sama bergerak atau melakukan kegiatan untuk
mencapai tujuan wujud atau benda tersebut. Tatang M. Amirin juga mengutip
defenisi dari G. West Churchman dalam bukunya berjudul The Systems
Approach
193
192Ibid 193 G. West Churchman The Systems Approach (Dell Publishing Co. Inc. New York,
1968), hal. 11.
yaitu yang menyebutkan sistem “tersusun dari sekumpulan
komponen yang bergerak bersama-sama untuk mencapai tujuan keseluruhan,
tujuan bersama atau tujuan sistem tersebut. Tatang M. Amirin juga memaparkan
pengertian sistem dari beberapa sarjana seperti Stanford Optner di dalam bukunya
yang berjudul Systems Analysis for Business Management, yang memberikan
pengertian sistem itu sebagai “suatu proses yang diselenggarakan oleh
sekumpulan unsur, yang masing-masing unsur itu terpadukan secara fungsional
dan operasional guna mencapai sesuatu tujuan. Defenisi lain yang jauh lebih luas,
yaitu defenisi yang dikemukakan oleh Craig Lundberg dalam tulisannya yang
berjudul Toward Understanding Behavioral Management Science by
Administrators yang memuat dalam California Management Review Nomor 6
Tahun 1968. Lundberg menyatakan bahwa “bagian-bagian yang saling berkaitan
Universitas Sumatera Utara
itu berada di dalam suatu lingkungan yang sedikit banyak bersifat rumit”, dan
bagian-bagian tersebut melakukan kegiatan yang mempunyai pola yang teratur
(tidak sembarangan)”.
Tatang M. Amirin menganggap sistem sebagai suatu wujud, suatu
“entitas”, sebagai suatu benda, pada dasarnya bersifat “deskriptif”, yaitu bersifat
menggambarkan. Pola seperti ini merupakan hal yang berguna sekali, yakni dalam
hal memberikan kemungkinan untuk menggambarkan dan membedakan antara
benda-benda yang berlainan dan untuk menetapkan batas-batas kelilingnya atau
menyendirikannya (memilahkannya) guna kepentingan penganalisaan dan untuk
memepermudah pemecahan masalah.
Dalam pengertian sistem ini pendapat Tatang M. Amirin sama dengan
William A. Shcrode dan Voich.
b) Sistem Sebagai Suatu Metode
Mendukung pendapat Tatang M. Amirin dalam hal sistem sebagai suatu
metode untuk menunjukkan tata cara (prosedur), maka sistem dalam hal ini adalah
bersifat preskriptif dan bukannya deskriptif. Hal ini dikarenakan, sistem dalam arti
wujud (“entitas”) adalah bersifat deskriptif. Selain keteraturan, ketertiban, yang
bersifat metodologik ini juga mengandung makna adanya pendekatan yang
rasional dan logic dalam mencapai sesuatu tujuan.
Demikian seterusnya Tatang M. Amirin menyatakan bahwa konsep
pengertian sistem sebagai suatu metode ini dikenal dalam pengertian umum
Universitas Sumatera Utara
sebagai pendekatan sistem (system approach). Pada dasarnya pendekatan ini
merupakan penerapan metode ilmiah di dalam usaha memecahkan masalah atau
menerapkan “kebiasaan berpikir atau beranggapan bahwa ada banyak sebab
terjadinya sesuatu” di dalam memandang atau menghadapi kesaling
terhubungkannya sesuatu benda, masalah, atau peristiwa. Jadi pendekatan sistem
berusaha menyadari adanya kerumitan di dalam kebanyakan benda, sehingga
terhindar dari memandangnya sebagai sesuatu yang amat sederhana atau bahkan
keliru.
Menurut G.West Churchman dalam Tatang M. Amirin menyatakan
pendapatnya bahwa:
1. Pendekatan sistem bermula terjadi jika mula-mula anda memandang dunia ini
dari kacamata orang lain.
2. Hal itu berlangsung untuk menemukan kenyataan bahwa setiap pandangan
dunia itu amat terbatas.
3. Tidak ada seorang pun yang ahli dalam pendekatan sistem.
Tatang M. Amirin menyatakan bahwa pemikiran G. West Churchman ini
menunjukkan sifat berpikir secara sistem (system thinking) yang bersegi banyak
(multidimensi) dan pelik. Mempergunakan pendekatan sistem menuntut
pemahaman bahwa setiap benda atau sistem itu berada (menjadi bagian) dari
sistem yang lebih besar atau lebih luas, sehingga semua benda, dengan sesuatu
cara, saling berkaitan. Semakin lama orang semakin menghendaki adanya hasil
penerapan pendekatan sistem itu lebih obyektif dan tepat. Keinginan ini terwujud
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk berkembangnya teknik-teknik pemecahan masalah (problem
solving) yang “tinggi” (canggih, sophisticated), seperti penelitian operasi
(operations research), analisis statistika, model simulasi, dan sistem informasi
yang mempergunakan komputer.194
Untuk pengertian hukum yang dignakan adalah pengertian hukum menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa hukum adalah
peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh
penguasa atau pemerintah.
Menyimpulkan keterangan-keterangan
tentang pengertian sistem yang diuraikan diatas, maka disimpulkan bahwa sistem
dalam kajian ini adalah sistem sebagai suatu entitas. Hal ini dikarenakan
pengertian sistem sebagai entitas lebih memberikan pengertian yang komprehensif
dan menyeluruh.
195 Pengertian ini sejalan dengan Dictionary Of Law
dari L.B. Curzon, menyebutkan bahwa law is the written and unwritten body of
rules largely derived from custom and formal enactment which are recognized as
binding among those persons who constitute a community or state, so that they
will be imposed upon and enforced among those persons by appropriate
sanction.196
Berdasarkan pengertian hukum yang telah diuraikan, maka pengertian
hukum yang menjadi dasar penulisan ini adalah hukum yang merupakan suatu
peraturan ataupun sekumpulan peraturan-peraturan baik tertulis ataupun tidak
194 Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hal.7-8.
195Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 410.
196 L.B. Curzon, Dictionary Of Law Sixth Edition, (Malaysia: International Law Book Services, 2010), hal. 243.
Universitas Sumatera Utara
tertulis, yang dibuat oleh penguasa dalam hal ini pemerintah yang berdaulat, yang
mengikat bagi seluruh rakyatnya dan orang-orang yang ada diwilayahnya, dan
memiliki sanksi yang tegas.
Pengertian sistem hukum nasional yang dimaksudkan adalah suatu
peraturan atau sekumpulan peraturan-peraturan yang bersifat kebangsaan, baik
tertulis ataupun tidak tertulis yang dibuat oleh penguasa yang merupakan satu
kesatuan yang utuh (entity) yang berhubungan satu dengan lainnya, yang berlaku
bagi seluruh rakyatnya dan orang-orang yang ada diwilayahnya, dan memiliki
sanksi yang tegas.
2. Pentingnya Mengetahui Pembagian Sistem
Untuk lebih mengenal lebih jauh kata sistem ini, maka berdasarkan
jenisnya sistem dapat dibedakan menjadi sistem sebagai suatu wujud benda
(entity) dan sebagai metode (pendekatan sistem). Sebagai suatu wujud benda
(entity), sistem dapat dibeda-bedakan dengan beberapa jenis. Menurut Gordon B.
Davis dalam Tatang M. Amirin menyebutkan jenis-jenis sistem sebagai berikut:197
(1) Sistem Fisik.
(2) Sistem Abstrak.
(3) Sistem Terbuka.
(4) Sistem Tertutup.
(5) Sistem Deterministik.
197 Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 55-57.
Universitas Sumatera Utara
Untuk jenis sistem deterministic, sistem ini bekerja dalam pola yang
bisa diperkirakan. Saling hubungan di antara bagian-bagiannya
diketahui secara pasti. Jika keadaan sistem di suatu saat beserta pola
kerjanya sudah diketahui, maka keadaan sistem berikutnya bisa
diterapkan secara tepat, tanpa kekeliruan. Misalnya saja program
komputer yang melakukan kegiatan (proses) tepat sesuai dengan
instruksi.
(6) Sistem Probabilistik.
Sistem ini perilakunya tidak mudah diperkirakan; terjadinya kesalahan
perkiraan bisa muncul.
Sebagai bahan perbandingan, menurut Elias M. Award, ada 2 (dua) jenis
sistem yaitu sistem deterministik dan sistem probabilistik. Jenis sistem
deterministik yang dimaksudkan sebagai sistem (sistem-sistem) yang melakukan
tugas seperti yang ditugaskan. Keluarannya bisa diramalkan atau diperkirakan
walaupun memperosesnya kerapkali sangat ruwet. Tidak ada kemungkinan
keluarannya berubah karena sistem ini sekedar mereaksi (merespons) instruksi
yang menentukan perilakunya, sedangkan sistem probabilistik berbeda dari sistem
deterministik keluarannya berbeda-beda. Keluaran ini dapat dikaitkan dengan
istilah “kesempatan” atau “kemungkinan” (“change”). Semakin rumit sistem,
semakin keluaran itu kurang bisa dipastikan. Jadi, dalam pelemparan mata uang
logam (untuk mengundi), maka orang dapat meramalkan “fifty-fifty” (50-50).
Artinya kemungkinan munculnya gambar di salah satu sisi sama besarnya.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan perilaku sistem ekonomi atau otak manusia, dan karenanya
keluarannya juga, sangat sulit sekali untuk diramalkan.198
Menurut Robert G. Murdick dan Joel E. Ross dalam Tatang M. Amirin
membagi jenis-jenis sistem kedalam 17 (tujuh belas) katagori yaitu:
199
(1) Sistem konseptual.
Sistem konseptual disebut juga sistem analitik. Sistem ini berkaitan
dengan struktur teoritik yang bisa ada dalam dunia nyata bisa juga
tidak. Sistem konseptual contoh utamanya adalah ilmu, misalnya saja
ilmu ekonomi, sistem umum relativitas, atau teori organisasi. Yang
perlu diingat adalah bahwa sistem konseptual mengenai organisasi
yang terdiri dari gagasan-gagasan atau buah pikiran (idea) berbeda dari
sistem organisasi empirik yang dibuat oleh manusia. Jadi, sistem
konseptual merupakan sistem pemberian penjelasan atau
penggolongan (eksplanasi atau klasifikasi). Sistem ini bisa juga
muncul dalam peristiwa administrasi praktik, yaitu dalam bentuk
rencana, struktur sistem akunting, dan pengelompokkan kebijakan dan
tata cara (prosedur).
(2) Sistem empirik.
Kebalikan dari sistem konseptual adalah sistem empirik. Sistem ini
umumnya merupakan sistem operasional kongkret yang tersusun dari
manusia, benda-benda, mesin, energi, dan benda-benda fisik lainnya.
Sistem empirik tentu saja bisa bersumber atau berlandaskan sistem
198Ibid, hal. 56-57. 199Ibid, hal. 57-62.
Universitas Sumatera Utara
konseptual sehingga merupakan cerminan pengubahan konsep
kedalam kenyataan praktik. Sistem informasi manajemen misalnya
berkaitan dengan sistem konseptual semisal model. Tetapi sistem itu
sendiri dalam praktik merupakan sistem empirik (dunia nyata).
(3) Sistem alamiah.
Sistem alamiah ada dengan sendirinya di dalam alam (tentu diciptakan
Tuhan). Wujud ekologi kehidupan merupakan sistem alamiah, dan
setiap makhluk (organisme) yang ada di dalamnya merupakan sistem
alamiah yang khas (unik) Sistem air yang ada di dunia ini, sebelum
terpengaruh “jamahan” tangan manusia, merupakan sistem alamiah.
Sistem tata surya kita merupakan sistem alamiah.
(4) Sistem buatan.
Sistem ini terbentuk ketika untuk pertama kali bergabung bersama
untuk hidup bersama-sama dan melakukan perburuan bersama-sama
pula. Kini amat banyak sekali sistem buatan manusia itu kita jumpai di
sekeliling kita, sejak yang namanya sistem perusahaan hingga sistem
penjelajahan angkasa luar. Tujuan sistem tersebut tentu saja
bermacam-macam. Ada yang berkaitan dengan pertanahan negara, ada
yang berkaitan dengan transportasi.
(5) Sistem sosial.
Sistem yang terdiri dari manusia bisa dianggap murni sistem sosial,
lepas dari tujuan dan proses sistem lain. Contohnya adalah organisasi
perusahaan, lembaga pemerintahan, partai politik, klab sosial, dan
himpunan ahli teknik. Walaupun sistem ini mempergunakan benda-
Universitas Sumatera Utara
benda dan alat-alat yang membentuk sistem fisik, namun yang
merupakan aspek yang cocok untuk diperhatikan adalah struktur
organisasi dan perilaku manusianya.
(6) Sistem manusia mesin.
Sistem yang paling empirik (dilawankan dengan yang konseptual)
tergolong sistem manusia mesin. Jelas amat sulit untuk
membayangkan suatu sistem semata-mata terdiri dari manusia saja
tanpa mempergunakan perlengkapan tertentu untuk mencapai
tujuannya. Filosof saja pun menuliskan dan mencatat buah pikirannya.
Membayangkan sistem yang kecil yang murni mekanik memang
mungkin, tetapi biasanya hanya merupakan bagian saja dari sistem
yang lebih besar yang melibatkan juga unsure manusia.
(7) Sistem mesin.
Sistem yang murni mesin harus memperoleh sendiri masukannya dan
membina dirinya sendiri. Penegembangan adanya sistem mesin
perawat-diri sendiri (self-healing machine) bisa menjadikan sistem-
sistem mesin ini mendekati keadaan organisme hidup. Sistem serupa
itu harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Walau terdapat
sistem pemancar daya listrik yang bisa membuat sistem itu mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri, sistem mesin yang mampu
memperbaiki diri sendiri dan benar-benar mampu memenuhi
kebutuhan diri sendiri itu masih tergolong impian atau khayalan ilmiah
(science fiction).
(8) Sistem terbuka.
Universitas Sumatera Utara
Sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dengan
lingkungannya. Semua sistem yang tergolong makhluk hidup jelas
merupakan sistem terbuka, sebab terpengaruh oleh apa yang ditangkap
oleh indera makhluk tersebut, dan yang paling penting diingat adalah
bahwa organisasi merupakan sistem yang melakukan kegiatannya di
dalam sistem yang lebih besar, dan karenanya merupakan sistem
terbuka. Para organisator karenanya harus selalu sadar akan berbagai
pengaruh luar terhadap organisasinya tersebut. Jika dilanjutkan maka
kita ketahui bahwa industri merupakan bagian dari sistem ekonomi
nasional, dan sistem ini pun merupakan bagian pula dari sistem sosial
(negara). Masyarakat (bangsa dan negara) merupakan sistem yang ada
di dalam sistem dunia; sistem dunia merupakan bagian dari sistem tata
surya; dan seterusnya sampai masuk ke yang tidak diketahui.
(9) Sistem tertutup.
Persoalan apa yang membentuk sistem tertutup ini sulit dijawab.
Sistem tertutup, seperti telah diketahui merupakan sistem yang tidak
berhubungan dengan lingkungannya. Adapun lingkungan sekeliling
itu, sistem tertutup itu tidak berubah. Jika lingkungan berubah, “batas”
(“barier”) yang ada diantara sistem dengan lingkungannya mencegah
sistem itu terpengaruh. Walaupun diragukan adanya sistem tertutup itu
dalam kenyataan, konsep ini penting artinya. Dalam penelitian model
yang dibuat pada dasarnya merupakan sistem tertutup. Jika kita
diadakan percobaan (eksperimen) di laboratorium untuk menelaah
tingkah laku manusia, misalnya, usaha untuk menciptakan sistem
Universitas Sumatera Utara
tertutup. Ilmuwan yang mempergunakan sistem laboratorium untuk
mengubah elastisitas (kelenturan) sesuatu logam misalnya, berasumsi
(beranggapan) bahwa ada sistem tertutup, jelasnya perubahan
lingkungan yang akan mempengaruhi hasil penelitiannya diabaikan,
diihindari. Masalah-masalah yang dihadapi sesuatu perusahaan
ditangani (dipecahkan) seolah-olah ada sistem tertutup guna
memudahkan (menyederhanakan) keadaan secukupnya sehingga
pemecahan yang mendekati kenyataan bisa diperoleh.
(10) Sistem yang permanen.
Sistem yang mana adapun, maka relatif sedikit sekali sistem buatan
manusia yang permanen. Namun demikian, guna kepentingan praktik,
sistem yang jangka beroperasinya (adanya) relatif sama dengan
manusia yang ada di dalam sistem itu dapat dikatakan sebagai sistem
yang permanen. Contohnya Sistem ekonomi yang ada, yang berubah
secara bertahap, pada dasarnya dapat dikatakan permanen sehingga
apabila ada keperluan ataupun kebutuhan berdasarkan kebutuhan
sebelumnya dapat dibuat rencananya untuk masa datang, sehingga
dapat disimpulkan kebijakan sesuatu organisasi perusahaan adalah
“permanen” sejauh kegiatan (operasi) tahun ke tahun diperhatikan.
Sudah barang tentu kebijakan umum (utama) bisa diubah, tetapi relatif
lebih lama dari kegiatanan sehari-hari para karyawan.
(11) Sistem Temporer.
Sistem ini dirancang untuk menghabiskan periode (jangka) waktu
tertentu dan kemudian lenyap. Proyek penelitian kelompok kecil di
Universitas Sumatera Utara
laboratorium merupakan sistem yang temporer. Sistem televisi yang
diadakan untuk merekam dan menyiarkan acara (kegiatan) politik
nasional tertentu hanyalah merupakan sistem temporer. Ada pula
sistem yang temporer tetapi tidak dirancang begitu. Misalnya saja
perusahaan yang dibentuk dan tetapi kemudian cepat bangkrut.
Sistem temporer penting untuk mencapai tujuan-tujuan khas.
(12) Sistem yang tidak berubah.
Sistem ini adalah sistem yang ciri-ciri dan kegiatannya tidak berubah
secara meyakinkan, atau jika berubah pun perbedaannya cuma
sekedar daur (siklus) pengulangan saja. Pabrik yang otomatik,
lembaga pemerintah yang memproses pembayaran keamanan sosial,
kegiatan perbekalan toserba, sekolah menengah, dan feri, merupakan
contoh sistem yang tidak berubah. Pabrik yang otomatik misalnya,
kuantitas, sistem tersebut bisa berubah berdasarkan waktu, dan tingkat
kegiatannya juga berubah dalam batas-batas tertentu. Namun
demikian ada siklus kegiatan memproduksi yang diulang-ulang
dengan perubahan yang relatif kecil.
(13) Sistem yang berubah.
Organisasi periklanan, sistem pertahanan benua, penelitian
laboratorium, dan manusia, merupakan contoh sisitem yang bisa
berubah.
(14) Subsistem.
Diketahui bahwa subsistem adalah suatu sistem berada dalam sistem
yang lebih besar atau lebih luas. Sistem yang berada di dalam
Universitas Sumatera Utara
perjenjangan merupakan titik pusat perhatian atau yang sedang
dikontrol, biasa disebut “sistem” (bukan subsistem). Sebuah
perusahaan dianggap sebagai “sistem” atau “sistem total” jika titik
perhatian jatuh pada produksi, distribusi barang-barang, dan sumber-
sumber keuntungan dan pendapatan. Sistem yang lebih kecil di dalam
sistem disebut subsistem. Pembedaan ini penting artinya bagi
keperluan praktik dalam kaitannya dengan pengoptimisasian dan
“pendekatan sistem”.
(15) Supersistem.
Supersistem tidak bisa dipergunakan sebagai antithesis subsistem,
istilah ini menunjuk sistem yang benar-benar besar dan rumit.
(16) Sistem yang adaptif.
Sistem yang adaptif atau yang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya adalah sistem yang bereaksi terhadap lingkungannya
sedemikian rupa untuk meningkatkan fungsinya, karyanya, atau
mungkin juga untuk keberlangsungan adanya. Makhluk hidup tingkat
tinggi semisal manusia dan hewan melakukan penyesuaian (adaptasi)
dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi baik di
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial atau dimasyarakatnya.
Teori evolusi pada dasarnya berlandaskan terutama pada konsep
sistem adaptif ini. Diketahui bahwa perusahaan yang berhasil adalah
perusahaan yang beradaptasi terhadap perubahan-perubahan
lingkungannya, sedangkan yang gagal biasanya perusahaan yang
tidak mampu bereaksi pada apapun bisa mengaitkan sumber energi,
Universitas Sumatera Utara
belajar, dan modifikasi diri dengan adaptasi. Sebagai contoh sebuah
komputer yang dapat mengaitkan dirinya dengan sumber energi
jangka panjang, komputer tersebut “belajar” bagaimana
memodefikasi dan merawat dirinya sendiri, dan jika memang
komputer tersebut mampu melakukannya maka komputer itu akan
menjadi sistem yang adaptif.
(17) Sistem yang tidak adaptif.
Contoh sistem yang tidak adaptif adalah perusahaan yang tidak
mampu menghadapi perubahan-perubahan eksternal.
3. Mengungkap Sistem Hukum Jaminan Nasional
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dalam Soerjono Soekanto
menyatakan bahwa sistem merupakan keseluruhan yang terangkai, yang
mencakup unsur-unsur, bagian-bagian, konsistensinya, kelengkapan dan konsepsi-
konsepsi atau pengertian dasarnya. Apabila hal itu diterapkan terhadap hukum,
maka dinamakan sistem hukum, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:200
a. Di dalam ilmu-ilmu hukum sudah menjadi konsensus yang pragmatis,
bahwa unsur-unsur tertentu (atau elemen-elemen tertentu), merupakan
hukum, sedangkan yang lain adalah tidak. Yang dianggap sebagai hukum
adalah aturan-aturan hidup yang terjadi karena perundang-undangan,
keputusan-keputusan hakim atau yurisprudensi, dan kebiasaan.
200 Soerjono Soekanto, Ibid, hal. 59-60.
Universitas Sumatera Utara
b. Bidang-bidang dari suatu sistem hukum, ditentukan atas dasar bermacam-
macam kreteria, yang menghasilkan dikhotomi-dikhotomi, sebagai
berikut:
1. Ius Constitutum dan Ius Constituendum
2.Hukum alam dan hukum positif,
3. Hukum imperative dan hukum fakultatif,
4. Hukum substantive dan hukum ajektif,
5. Hukum tertulis, hukum tercatat dan hukum tidak tidak tertulis.
c. Konsistensi di dalam suatu sistem hukum akan ada, apabila terjadi
persesuaian atau keserasian antara:
1. Suatu peraturan perundang-undangan tertentu dengan peraturan
perundang-undangan lainnya.
2. Suatu peraturan perundang-undangan tertentu dengan hukum kebiasaan.
3. Suatu peraturan perundang-undangan tertentu dengan yurisprudensi.
4. Yurisprudensi dengan hukum kebiasaan.
d. Pengertian-pengertian dasar dari suatu sistem hukum, adalah sebagai
berikut:
1. Subyek hukum,
2. Hukum dan kewajiban,
3. Peristiwa hukum,
Universitas Sumatera Utara
4. Hubungan hukum,
5. Obyek hukum.
e. Kelengkapan suatu sistem hukum, menyangkut unsur-unsur yang
berpengaruh terhadap penegakan hukum, yakni adanya hukum, penegak
hukum, fasilitas dan warga masyarakat. Setiap unsur tersebut harus
memenuhi syarat tertentu, dan keempat unsur tersebut saling berkaitan dan
saling pengaruh-mempengaruhi. Apabila suatu peraturan perundang-
undangan tidak lengkap, misalnya, maka hakim wajib melakukan
penemuan hukum dengan antara lain, melakukan penafsiran, yakni
penafsiran gramatikal, sejarah, sistematis atau teleologis.
Menurut Lawrence M. Friedman dalam Achmad Ali, bahwa ada 3 (tiga)
komponen yang ada di dalam sistem hukum, yaitu:201
a. Struktur, yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada beserta
aparatnya, mencakupi antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan
dengan para jaksanya, pengadilan dengan para hakimnya, dan lain-lain.
b. Substansi, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum,
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan.
c. Kultur hukum, yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan (keyakinan-
keyakinan), kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara bertindak, baik dari
201Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 203-205.
Universitas Sumatera Utara
para penegak hukum maupun dari warga masyarakat, tentang hukum dan
berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum.
Achmad Ali dalam hal ini menambahkan 2 (dua) komponen tambahan
selain yang 3 (tiga) tersebut diatas, yaitu:
a. Profesionalisme, yang merupakan unsur kemampuan dan keterampilan secara
person dari sosok-sosok penegak hukum.
b. Kepemimpinan, juga merupakan unsur kemampuan dan keterampilan secara
person dari sosok-sosok penegak hukum, utamanya kalangan petinggi
hukum.
Tan Kemello menjelaskan bahwa selain sistem hukum sebagai entitas,
maka salah satu cirinya adalah bahwa sistem hukum itu didalamnya terdapat sub
sistem. Dalam sub sistem hukum terbagi lagi dalam beberapa bagian sub-sub
sistem hukum. Demikian seterusnya sub-sub sistem hukum terbagi ke dalam sub-
sub sistem hukum yang lebih kecil, yang secara keseluruhannya memiliki
hubungan satu dengan lainnya secara utuh dan bersifat harmonis, tidak terdapat
benturan dalam rangka mencapai tujuannya. Sehingga sistem hukum jaminan
merupakan sub sistem dari sistem hukum benda, sedangkan sistem hukum benda
adalah sub sistem dari sistem hukum perdata Indonesia. Demikian pula sistem
hukum perdata Indonesia merupakan sub sistem hukum nasional.202
Sependapat dengan Tan Kamello, terkait jawaban atas permasalahan
yang ada dengan hukum nasional dalam hal jaminan adalah dengan menggunakan
pendekatan sistem, di mana hukum nasional Indonesia yang maksud masih belum
202 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hal. 155.
Universitas Sumatera Utara
terbentuk. Hal ini dapat di analisis dengan melihat bahwa undang-undang yang
merupakan sub sistem jaminan yang ada sekarang hanya undang-undang hak
tanggungan dan undang-undang jaminan fidusia, sedangkan untuk gadai (pand)
dan hipotik masih tetap berlaku ketentuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Indonesia. Peraturan gadai (pand) dan hipotik tesebut
yang dalam hal ini adalah peraturan warisan pemerintah Hindia Belanda, apabila
menggunakan teori sistem maka akan dipertanyakan akan norma, asas dan
pengertian dari ketiga undang-undang yang ada tersebut, karena menurut
pandangan teori sistem ketiga peruturan tersebut harus saling berkesesuaian dan
tidak saling berbenturan, saling mendukung satu dengan lainnya sehingga menjadi
satu kesatuan yang utuh untuk satu tujuan yaitu sistem jaminan yang bulat
(keseluruhan).
Sunaryati Hartono dalam Liber Amicorum untuk Sunaryati Hartono,
memberikan suatu skema yang menggambarkan Kerangka Sistem Hukum
Nasional, yaitu:203
203 Liber Amicorum Untuk Prof. Dr. CFG. Sunaryati Harton Editor Elly Erawaty, Bayu Seto Hardjowahono, dan Ida Susanti, Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
Pada skema diatas terlihat bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 tempatnya di posisi paling atas dari semua peraturan-peraturan yang ada
yang merupakan dasar atau muasal dari adanya peraturan-peraturan dibawahnya,
sehingga peraturan-peraturan yang ada dibawahnya tidak boleh bertentangan
dengan peraturan diatasnya.
Untuk melihat bagaimana kedudukan ataupun posisi hukum jaminan di
dalam sistem hukum nasional, maka dalam hal ini di kutip skema dari Tan
Kamello yaitu Skema Hukum Jaminan Sub Sistem Dari Hukum Benda:204
204 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 181.
Universitas Sumatera Utara
HUKUM BENDA NASIONAL
HUKUM JAMINAN NASIONAL
BENDA (Property)
TANAH (Real Property)
Benda TidakBergerak
(ImmovebleThing)
Terdaftar(Registered)
HakTanggungan
Tidak Terdaftar(Unregistered) Jaminan Fidusia
Bukan Tanah (Personal Property)
Benda Bergerak(Movable Thing)
Terdaftar(Registered)
Jaminan Fidusia
Gadai
Tidak Terdaftar(Unregistered)
Jaminan Fidusia
Gadai
Benda TidakBergerak
(Immovable Thing)
Terdaftar(Registered) Jaminan Fidusia
Tidak Terdaftar(Unregistered) Jaminan Fidusia
COMMON LAW
UUPA, KUH PERDATA
HAK JAMINAN KEBENDAANPEMBAGIAN BENDA
SKEMA HUKUM JAMINAN SUB SISTEM DARI HUKUM BENDA MENURUT TAN KAMELLO
Berdasarkan dari kedua skema tersebut diatas digabungkan untuk
menghasilkan skema yang baru yaitu kerangka sistem hukum nasional Sunaryati
Hartono dan skema hukum jaminan sub sistem hukum benda dari Tan Kamello,
maka menghasilkan satu skema baru yang di sebut dengan Sistem Hukum
Jaminan Nasional. Skema ini memperlihatkan secara jelas kedudukan Jaminan
Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar (Unregistered Land) di dalam Sistem
Hukum Nasional dan jaminan apa yang seharusnya menjadi payung hukumnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar Skema Sistem Hukum Jaminan Nasional.
Universitas Sumatera Utara
HUKUM BENDA NASIONAL
HUKUM JAMINAN NASIONAL
BENDA (Property)
TANAH (Real Property)
Benda TdkBergerak
(ImmovebleThing)
Terdaftar(Registered)
HakTanggungan
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
Bukan Tanah (Personal Property)
Benda Bergerak(Movable
Thing)
Terdaftar(Registered)
Jaminan Fidusia
Gadai
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
Gadai
Benda TidakBergerak
(Immovable Thing)
Terdaftar(Registered)
JaminanFidusia
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
HUKUM JAMINAN
KEBENDAANPEMBAGIAN BENDA
UUPA, KUH PERDATA
COMMON LOW
HUKUM PERDATA
SKEMA SISTEM HUKUM JAMINAN NASIONAL(Berdasarkan Skema Kerangka Sistem Hukum Nasional Sunaryati Hartono dan
Skema Hukum Jaminan Sub Sistem Hukum Benda Tan Kamello).PANCASILA
dan UUD 1945
AZAS-AZAS/ PRINSIP-PRINSIP
HUKUM YANG BERLAKU UMUM
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan skema yang ada seharusnya untuk jaminan hak atas tanah
yang tidak terdaftar (unregistered land) jaminan yang mengikatnya adalah
jaminan fidusia, bukan seperti yang dituliskan oleh Pasal 15 ayat (4) Undang-
Undang Hak Tanggungan yang menyatakan antara lain pinjaman dalam hal
khusus dapat dilakukan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) dengan diharuskan untuk dialihkan menjadi Akta Penyerahan Hak
Tanggungan (APHT) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan. Untuk alasan inilah
maka dapat disimpulkan bahwa sistem hukum jaminan nasional yang ada masih
belum tuntas dikarenakan belum dapat melaksanakan pemberian jaminan sesuai
dengan sistem hukum jaminan yang ada. Para pengguna jaminan masih
menggunakan Undang-Undang Hak Tanggungan Pasal 15 ayat (4) sebagai dasar
hukum pelaksanaan dari pemberian kredit yang mana telah jelas diutarakan
sebelumnya bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)
bukan merupakan jaminan kebendaan.
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang disebut oleh
Pasal 15 ayat (4) berdasarkan analisis hukum adalah hanya berupa bentuk surat
kuasa biasa yang memberikan hak kepada seseorang untuk melakukan perkerjaan
sesuai yang diutarakan di dalam surat kuasa ataupun mewakili pembuat surat
kuasa untuk melakukan sesuatu hal yang telah disetujuinya.
Undang-Undang Hak Tanggungan khususnya Pasal 15 ayat (4) dalam hal
ini juga disimpulkan bersifat ambigu (meragukan) yaitu dikarenakan jangka
waktu 3 (tiga) bulan yang disampaikan oleh Pasal 15 ayat (4) tersebut dalam
prakteknya tidak dapat dilakukan, karena berdasarkan hasil penelitian terhadap
pengalihan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ke Akta
Universitas Sumatera Utara
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) tidak pernah terpenuhi . Adapun waktu yang
dibutuhkan oleh pemohon untuk peralihan hak tersebut adalah diatas 3 (tiga)
bulan.204
J. Belum Jelasnya Undang-Undang Mengatur Tentang Jaminan Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar (Unregistered Land) Yang Dijadikan Jaminan Kredit Bank.
1. Mengungkapkan Makna JaminanHak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar
(Unregistered Land) di Dalam Perjanjian Kredit Bank
Dalam mengungkapkan makna jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) di dalam perjanjian kredit bank, ada baiknya untuk menilik
lebih dalam lagi makna-makna yang dimaksudkan dalam kata-kata yang ada
dalam kalimat yang dimaksudkan secara terperici sehingga dari makna-makna
setiap kata yang di tilik tersebut akan mendapatkan makna hakiki dari kalimat
yang dimaksudkan. Makna kalimat yang dimaksudkan adalah jaminan hak atas
tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) di dalam perjanjian kredit bank,
sehingga dari pengungkapan makna yang dimaksudkan diharapkan akan
memberikan gambaran yang jelas tujuan dan maksudnya dari kalimat tersebut.
Salim HS mengungkapkan bahwa istilah jaminan merupakan terjemahan
dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup
secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping
pertanggung jawab umum debitur terhadap barang-barangnya.205
204 Hasil wawancara dengan seorang Notaris sebagai narasumber, Senin, Tanggal 17 Maret 2014.
205 Salim H.S., Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 21.
Adapun Istilah
Universitas Sumatera Utara
hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau security of law,
sehingga untuk pengertian hukum jaminan Salim HS menyatakan bahwa hukum
jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan
pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.206
Ahli hukum lain, seperti Mariam Darus Bandrulzaman memberikan
pengertian jaminan sebagaisuatu lembaga hukum berupa hak untuk mengambil
pelunasan dari suatu perikatan.
207
Sebagai pembanding pendapat kedua ahli hukum yang tersebut diatas, maka dikutip dari
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992.Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ini tidak ditemukanistilah
jaminan. Adapun istilah yang ada adalah istilah agunan, yang berarti jaminan tambahan yang
diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah.
208
Salim HS juga mengkritik tentang pengertian hukum jaminan yang diberikan dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang Lembaga Hipotek dan Jaminan Lainnya yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tangal 20-30 Juli 1977, yang mana disebutkan bahwa hukum jamian meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Salim HS menyebutkan bahwa pengertian hukum jaminan ini hanya mengacu kepada jenis jaminan bukan pengertiannya, dan pengertian ini menjadi tidak jelas karena hanya dilihat dari penggolongannya saja.
206Ibid, hal. 5-6. 207Mariam Darus Bandrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1983), hal.
4. 208 Lihat Pasal 1 angka (23) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Adapun digunakannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
sebagai salah satu dasar pengungkapan makna jaminan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 adalah dasar hukum bagi perbankan Indonesia. Meskipun seperti yang telah dipaparkan pada
bab sebelumnya bahwa adanya kata tambahan setelah kata jaminan di dalam pengertian agunan
menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992memberikan arti bahwa adanya jaminan utama ataupun jaminan
Universitas Sumatera Utara
lainnya (tambahan), yang dalam undang-undang ini tidak menjelaskan sama sekali tentang jaminan
lainnya tersebut, sehingga disimpulkan dikarenakan maksud dari agunan209 tersebut adalah
merupakan jaminan berupa aset210
Adapun menilik pengertian kata agunan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia maka agunan
disebut juga sebagai jaminan atau tanggungan
milik debitur yang diberikan sebagai jaminan bahwa debitur
memiliki kemampuan untuk membayar kreditnya (hutangnya), maka ada baiknya kata tambahan
tersebut ditiadakan sehingga tidak memberikan pengertian yang meragukan (ambigu).
211, dan pengertian jaminan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima atau agunan,212 maka berdasarkan
pemaparan tersebut diatas adalah lebih tepat menggunakan kata jaminan dalam hal ini dikarenakan
kata jaminan telah dikenalkan oleh norma-norma tertulis tentang jaminan, yaitu Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, yaitu di dalam Pasal 1 ayat (5), menyebutkan kata jaminan dalam hal Akta
Pemberian Hak Tanggungan adalah sebagai jaminan pelunasan piutang.213
Untuk pengertian katahak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
..., kewenangan.
214
209 Agunan berasal dari kata agun yang berarti tanggungan ataupun jaminan, yang apabila mengunakan tambahan imbuhan dan akhiran menjadi mengagunkan maka memiliki arti yaitu menjadikan jaminan (tanggungan utang, dsb). Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal, 14.
210Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 70. Aset artinya sesuatu yang mempunyai nilai tukar atau modal kekayaan.
211 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 14.
212Ibid, hal. 456. 213 Pasal 1 Ayat (5)Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ; “Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan umtuk pelunasan piutangnya”.
214Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 381.
Hak menurut Kamus Hukum dari Sudarsono, adalah berarti
juga kewenangan akan tetapi ada pengertian lainnya yaitu kekuasaan untuk
melakukan sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan
Universitas Sumatera Utara
lainnya.215 Sebagai perbandingan digunakan pengertian hak yang dalam bahasa
Inggris di sebutright, yang pengertiannya dikutip dari Judicial Dictionary dari
K.J. Aiyar, yaitu a right is an interest which is recognised and protected by
law.216 Kemudian K.J. Aiyar juga memberikan penjelasan bahwa hak terbagi 2
(dua) yaitu; (1)Primary, or antecedent, or substantive rights where the act is due
for its own sake; and (2) remedial, or sanctioning or adjectival rights, which arise
out of the infringement of primary rights and where the act is made due, merely
on default of another act, or the commission of a strong, with a view to redress of
injury to the primary right.217
Adapun pengertian kalimat tanah yang tidak terdaftar (unregistered land)
yang dimaksudkan adalah tanah yang tidak didaftarkan dalam buku pendaftaran
tanah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah).
Dalam pengertian bebasnya, hak terbagi: (1) Hak
dasar atau hak substantif, di mana hak tersebut untuk kepentingan diri sendiri, (2)
Hak perbaikan atau hak yang bersanksi atau hak yang sifatnya terjadi karena
adanya pelanggaran dari hak dasar di mana perbuatan itu terjadi disebabkan
adanya tindakan yang lainnya, beserta dengan meminta ganti kerugian atas
pelanggaran hak dasar yangtersebut.
218
215Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 154. 216K.J. Aiyar, Judicial Dictionary (A Complete Law Lexicon) 13th Edition, (India:
Butterworths India, 2001), hal. 861. 217Ibid.
218 Dalam hal ini tanah yang tidak terdaftar adalah tanah yang belum melakukan pendaftaran tanah ke Badan Pertanahan Nasional (belum memiliki sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional).
Pengertian tanah yang tidak terdaftar juga dapat dilihat pada Dictionary Of Law
dari L.B. Curzon, yang menyebutkan bahwa unregistered land is land, title to
Universitas Sumatera Utara
which has not registered under L.R.A. 1925-86 and land registration rules
1925.219
Untuk pengertian Kredit dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur.
220
Sebagai pembanding dikutip juga pengertian kredit menurut Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, yaitu kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pembayaran
bunga.221
Meskipun dalam pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan telah memberikan pengertian yang jelas, akan tetapi untuk
lebih sempurna pengertian dari kredit diharapkan ditambahkan kalimat “adanya
jaminan dari pihak peminjam”. Kalimat ini penting untuk ditambahkan
dikarenakan akan memberikan kepastian bagi para pihak, terutama pihak
perbankan. Hal ini juga dapat mengefesiensikan ketentuan di dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu tidak perlu lagi menjelaskan di dalam
219 Curzon, L.B., Dictionary Of Law, Sixth Edition, (Malaysia: International Law Book Services, 2010), hal. 437.
220Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 599.
221 Lihat Angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
salah satu pasalnya tentang adanya kewajiban mengenai jaminan sebagai salah
satu syarat untuk pemberian kredit bank.222
Mengutip pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan bahwa pada
umumnya pembagian jaminan dapat digolongkan menjadi; menurut cara
Oleh karena itu berdasarkan kedua pengertian kredit yang telah diutarakan
sebelumnya maka disimpulkan untuk pengertian kredit yang dimaksudkan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
dengan adanya jaminan yang mewajibkan dari pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pembayaran bunga.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang ada yang diurai dari kalimat
jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) di dalam
perjanjian kredit dalam pengertian kata per kata, maka disimpulkan pengertian
yang dari jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) di dalam
perjanjian kredit adalah aset milik debitur berupa tanah yang belum memiliki
sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan
Nasional (BPN) yang mana debitur memiliki kewenangan atas tanah tersebut
untuk melakukan tindakan atasnya sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku.
2. Keutamaan Pembagian Jaminan Di Dalam Sistem Hukum Jaminan Nasional
222 Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Perbankan, ataupun yang disebut dalam Pasal 8Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, di mana di analisis kalimat yang ada memberikan pengertian yang tidak jelas, yaitu kalimat “mempunyai keyakinan” adalah sesuatu yang tidak jelas atau pasti.
Universitas Sumatera Utara
terjadinya, menurut sifatnya, menurut obyeknya, menurut kewenangan
menguasainya dan lain-lain. Penggolongan yang dimaksud adalah :223
a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang
lahir karena perjanjian.
b. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus.
c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan.
d. Jaminan yang mempunyai obyek benda bergerak dan jaminan atas benda tak
bergerak.
e. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan tanpa menguasai bendanya.
Adapun penjelasan masing-masing jenis-jenis lembaga jaminan yang
disebutkan diatas, sebagai berikut:224
a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang
lahir karena perjanjian.
Jaminan yang ditentukan oleh undang-undang ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh
undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak yaitu misalnya adanya ketentuan
undang-undang yang menentukan bahwa semua harta benda debitur baik benda bergerak
maupun benda tetap, baik benda-benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi
jaminan bagi seluruh perutangannya. Berarti, bahwa kreditor dapat melaksanakan haknya
terhadap semua benda debitur, kecuali benda-benda yang dikecualikan oleh undang-undang
(Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia). Di samping itu juga ada benda-
benda dari debitur di mana oleh undang-undang ditentukan bahwa kreditor sama sekali tak
223 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 43.
224Ibid, hal. 43-58.
Universitas Sumatera Utara
mempunyai hak verhaal225
Hak-hak tersebut diatas adalah hak-hak yang bersifat memberikan jaminan yang
ditentukan oleh undang-undang. Di samping itu ada hak-hak jaminan yang adanya harus
terhadapnya. Juga oleh undang-undang ditentukan bahwa seluruh
benda, benda dari debitur tersebut menjadi jaminan bagi semua kreditor. Ditentukan oleh
Undang-undang bahwa hasil penjualan dari benda-benda tersebut harus dibagi antara para
kreditor seimbang dengan besarnya piutang masing-masing (Pasal 1132 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia).
Kreditor yang kedudukannya sama berhak (kreditor bersama) dan tak ada yang harus
didahulukan dalam pemenuhan piutangnya disebut kreditor konkuren. Selanjutnya oleh
undang-undang juga ditentukan ada jenis-jenis lembaga jaminan yang pemenuhannya
didahulukan dari piutang-piutang yang lain. Kreditor pemegang hak yang pemenuhannya harus
didahulukan demikian disebut kreditor preferen, ialah pemegang hak privilege, pemegang gadai
dan pemegang hipotik (hak tanggungan).Oleh undang-undang ditentukan bahwa hak privilege
adalah suatu hak yang diberikan kepada seorang kreditor, didahulukan pemenuhannya daripada
kreditor-kreditor yang lain semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Adapun macam-
macamya privilege itu sudah ditentukan secara berurutan oleh undang-undang ada yang
tergolong privilege umum privilege khusus (Pasal 1134, 1149, 1139 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia). Juga hak retensi tergolong hak jaminan yang ditentukan oleh
undang-undang dan diatur dalam sejumlah pasal-pasal yang cerai berai, yang dijumpai dalam
perjanjian sewa menyewa (buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), pada gadai, pada
buku bezitter yang jujur (buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia), pada
perjanjian pemberian kuasa, pada perjanjian perburuhan (buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia) dalam Kitab Undang-Undang HukumDagang dan lain-lain.
225 Hak verhaal adalah hak untuk meminta pemenuhan piutangnya kepada kreditor (lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
diperjanjikan lebih dahulu antara para pihak. Tergolong jenis ini adalah; Hipotik/ Hak
Tanggungan, Gadai, Credietverband, Fiducia, Penanggungan (borgtocht), perjanjian garansi,
perutangan tanggung menanggung dan lain-lain.
b. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus.
Demi kepentingan kreditor yang mengadakan perutangan undang-undang memberikan
jaminan yang tertuju terhadap semua kreditor dan mengenai semua harta benda debitur.
Baik mengenai benda bergerak maupun tak bergerak, baik benda yang sudah ada
maupun yang masih akan ada, semua menjadi jaminan bagi seluruh perutangan debitur. Hasil
penjualan dari benda-benda tersebut dibagi-bagi “secara ponds-ponds gelijk”, seimbang dengan
besar kecilnya piutang masing-masing. Jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua
kreditor dan menyangkut semua harta kekayaan debitur dan sebagainya disebut jaminan umum
artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk secara khusus dan tidak diperuntukkan untuk
kreditor, sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditor seimbang
dengan piutangnya masing-masing. Para kreditor itu mempunyai kedudukan yang sama, tidak
ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya. Kreditor demikian disebut kreditor
konkuren, lawannya ialah kreditor preferen. Para kreditor konkuren dalam pemenuhan
piutangnya dikalahkan dari para kreditor preferen (pemegang hipotik/hak tanggungan, gadai
dan privilege). Sedang diantara para kreditor preferen sendiri para pemegang hipotik dan gadai
lebih diutamakan dari pemegang privilege.
Universitas Sumatera Utara
Jadi jaminan umum itu timbulnya dari undang-undang. Tanpa adanya perjanjian yang
diadakan oleh para pihak lebih dulu, para kreditor konkuren semuanya secara bersama
memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang itu (Pasal 1131, Pasal 1132
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia). Ditinjau dari sudut sifat haknya para
kreditor konkuren itu mempunyai hak yang bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat
dipertahankan terhadap orang tertentu.
Walaupun telah ada ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memberikan
jaminan bagi perutangan debitur sebagaimana tercantum dalam Pasal 1131, Pasal 1132 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, namun ketentuan tersebut diatas adalah
merupakan ketentuan yang bersifat umum. Dalam arti bahwa yang menjadi jaminan ialah
semua harta benda debitur baik benda bergerak maupun benda tetap, benda-benda yang sudah
ada maupun yang masih akan ada. Semua benda itu menjadi jaminan bagi seluruh perutangan
debitur dan berlaku untuk semua kreditor.
Jaminan yang demikian dalam praktek perkreditan (perjanjian peminjaman uang) tidak
memuaskan bagi kreditur, kurang menimbulkan rasa aman dan terjamin bagi kredit yang
diberikan. Kreditor memerlukan adanya benda-benda tertentu yang ditunjuk secara khusus
sebagai jaminan piutangnya dan itu hanya berlaku bagi kreditor tersebut. Dengan kata lain
memerlukan adanya jaminan yang dikhususkan baginya baik yang bersifat kebendaan maupun
perorangan.
Dalam praktek perbankan adanya jaminan yang dikhususkan itu disyaratkan oleh suatu
prinsip sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Pokok Perbankan yaitu ketentuan Pasal
24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967226
226Bandingkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa ”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
tentang Pokok-Pokok Perbankan yang
Universitas Sumatera Utara
melarang adanya pemberian kredit tanpa jaminan. Jadi jaminan di sini maksudnya adalah
jaminan yang dikhususkan untuk bank di mana pertelaan barang-barang jaminan itu disebutkan
secara terperinci.
Jaminan yang dimaksud oleh Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Perbankan tersebut harus diartikan jaminan dalam arti luas, yaitu tidak hanya
jaminan dalam arti materiil tetapi juga immaterial yaitu mengenai watak dari debitur,
kemampuan ekonominya, jalannya perusahaan, keadaan administrasinya dan lain-lain. Di mana
hal-hal demikian ikut dinilai menjadi perkembangan dan jaminan dalam menentukan kredit
yang akan diberikan.
Disamping itu dalam praktek perbankan juga berlaku prinsip Commanditeringsverbod,
yaitu adanya larangan bagi bank bahwa dengan adanya pemberian kredit tersebut bank ikut
menanggung resiko dari usaha debitur.
Adapun jaminan khusus ini timbulnya karena adanya perjanjian yang khusus diadakan
antara kreditor dan debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan ataupun
berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.
Dalam Pasal 8 ayat (1) ini, tidak dinyatakan secara jelas tentang tidak diperbolehkannya suatu Bank Umum memberikan pinjaman tanpa jaminan seperti isi Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan.
Apabila ditilik lebih lanjut lagi di dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dinyatakan bahwa pada Pasal 11 ayat (1) menyatakan antara lain bahwa Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
Dari Pasal 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, disimpulkan bahwa pasal ini memberikan makna secara tersirat dibutuhkannya jaminan dalam pemberian kredit yang dalam hal ini merupakan suatu kewajiban. Adapun jaminan yang dimaksud adalah jaminan berupa benda tidak bergerak terdaftar dan tidak terdaftar, maupun benda bergerak terdaftar dan tidak terdaftar.
Universitas Sumatera Utara
jaminan yang bersifat perorangan. Jaminan yang bersifat kebendaan ialah adanya benda
tertentu yang dipakai sebagai jaminan sedangkan jaminan yang bersifat perorangan ialah
adanya orang tertentu yang sanggup membayar/memenuhi prestasi manakala debitur
wanprestasi.
Dalam praktek perbankan jaminan dilembagakan sebagai jaminan khusus yang bersifat
kebendaan ialah hipotik/hak tanggungan, credietverband, gadai, fiducia. Jaminan yang bersifat
perorangan berwujud: borgtocht (Perjanjian Penanggungan), Perjanjian Garansi, Perutangan
tanggung-menanggung dan sebagainya.
c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan.
Hukum Perdata mengenal jaminan yang bersifat hak kebendaan dan hak
perorangan. Jaminan yang bersifat hak kebendaan ialah jaminan yang
berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri
mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat
dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite)
dan dapat diperalihkan (contoh hipotik hak tanggungan, gadai, dan lain-
lain).
Jaminan yang bersifat hak perorangan ialah jaminan yang menimbulkan
hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan
terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur seumumnya
(contoh borgtocht).
Selain sifat-sifat tersebut di atas yang membedakan hak kebendaan dari
hak perorangan ialah asas prioriteit227
227 Di dalam bukunya, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan adanya 10 Asas Umum dalam hukum benda, yaitu:1. Merupakan hukum pemaksa; 2. Dapat dipindahkan; 3. Asas
yang dikenal pada hak kebendaan dan
Universitas Sumatera Utara
asas kesamaan228
Jika kemudian terjadi kepailitan, hasil penjualan benda-benda tersebut
dibagi-bagi antara mereka bersama-sama “ponds-ponds gelijk” seimbang
dengan besarnya piutang masing-masing, kecuali jika undang-undang untuk
pada hak perorangan. Jadi pada hak kebendaan mengenal
asas bahwa hak kebendaan yang lebih tua (lebih dulu terjadi) lebih
diutamakan daripada hak kebendaan yang terjadi kemudian. Sedangkan pada
hak perorangan mengenal asas kesamaan (Pasal 1131, Pasal 1132 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia), dalam arti bahwa tidak
membedakan mana piutang yang lebih dulu terjadi dan piutang yang terjadi
kemudian. Semuanya mempunyai kedudukan yang sama, tak mengindahkan
urutan terjadinya, semua mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta
kekayaan debitur.
Individualiteit; 4. Asas totaliteit; 5. Asas tak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid); 6. Asas prioriteit; 7. Asas percampuran (asas vermenging); 8. Perlakuan terhadap benda bergerak dan tak bergerak itu berlainan; 9. Asas publiciteit; 10. Sifat perjanjiannya.
Untuk keterangan asas prioriteit, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyatakan bahwa semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang-wewenang dari eigendom, sekalipun luasnya berbeda-beda. Perlu juga diatur urutannya, Jus in realiena meletak sebagai beban atas eigendom. Sifat ini membawa serta iura in realiena didahulukan (Pasal 674, 711, 720, 756, 1150) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Apabila ada dua iura in realiena yang satu dengan yang lain, maka yang didahulukan adalah urutan yang lebih dahulu diadakan. (lihat Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perdata: HUKUM BENDA, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal, 36-40). Untuk pengertian Jus in realiena yang disebutkan diatas adalah hak ke atas harta seorang yang lain. (Lembaga Penyelidikan Undang-Undang, Kamus Undang-Undang, (Selangor Darul Ehsan: SS Graphic Printers (M) Sdn. Bhd., 2013), hal. 221).
Adapun istilah Jus in realiena ini di dalam bukunya, Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya menggunakan istilah Jura in re aliena, yang berarti suatu hak kebendaan yang terbatas yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan (hukum) tertentu di atas suatu kebendaan yang dengan hak kebendaan yang lebih luas atau lebih tinggi tingkatannya. (lihat Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Kebendaan pada Umumnya, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 230).
228Asas kesamaan yang dimaksudkan adalah asas persamaan hak dari para kreditor yang tidak mengenal kedudukan yang diutamakan atau preferensi (voorrang), tidak ada yang lebih didahulukan satu dengan lainnya. Juga tidak mengenal hak yang lebih tua dan hak yang lebih muda (asas prioriteit), hak yang lebih dulu terjadi sam saja kedudukannya dengan hak yang terjadi kemudian. (lihat Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal, 75).
Universitas Sumatera Utara
perjanjian mereka menetapkan lain maka asas kesamaan tersebut dapat
diterobos (contoh pada privilege, hipotik/hak tanggungan, gadai).
Jika terjadi benturan antara hak kebendaan dan hak perorangan pada
asasnya hak kebendaan lebih kuat dari hak perorangan. Jika terjadi benturan
antara kedua macam hak tersebut karena menyangkut benda yang sama, maka
hak kebendaan dimenangkan dari hak perorangan, tak peduli apakah hak
kebendaan itu terjadinya lebih dulu atau lebih belakangan dari hak
perorangan. Dengan pembatasan, kecuali jika orang yang mempunyai hak
kebendaan itu sendiri terikat oleh hak perorangan yang diadakannya.
Dalam hal ini Sri Soedewi Masjchoen Sofwan memberikan contoh
yaitu dimana A mempunyai hak milik atas sebuah rumah. A kemudian
memberikan pinjaman pakai rumah tersebut kepada B untuk jangka waktu 10
bulan. Waktu perjanjian pinjam pakai berjalan 8 bulan A kecewa,
menghendaki menarik kembali barangnya dengan gugat revindikasi229
Dalam keadaan seperti kasus di atas gugat revindikasi dari A tidak akan
berhasil sebab dia terikat sendiri oleh hak perorangan yang diadakannya. Jika
terjadi benturan antara dua macam hak yaitu hak kebendaan dan hak
perorangan yang menyangkut benda yang sama maka berlaku asas prioriteit,
yaitu hak yang lebih dulu terjadi dimenangkan dari hak yang baru kemudian
terjadi.
.
229 Revindikasi atau dalam bahasa Belanda disebut dengan Revindicatie adalah penuntutan kembali yang dilakukan oleh pemilik suatu barang yang berada dalam kekuasaan orang lain (lihat Pasal 574 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). (Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), hal. 409.
Pasal 574 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; “Tiap-tiap pemilik sesuatu kebendaan, berhak menuntut kepada siapa pun juga yang menguasainya, akan pengembalian kebendaan itu dalam keadaan beradanya”. (R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hal. 172).
Universitas Sumatera Utara
Jika terjadi kepailitan orang yang mempunyai hak kebendaan atas
sesuatu benda yang berada pada orang yang jatuh pailit, hak kebendaan
tersebut berada di luar kepailitan. Hak kebendaan tersebut tetap ada (droit de
suite) sekalipun benda tersebut oleh kurator kepailitan dijual kepada orang
lain. Selain itu ditentukan dalam undang-undang kepailitan (Pasal 55 ayat (1)
jo Pasal 56 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) bahwa para kreditor pemegang
hipotik dan gadai tergolong separatis, sehingga jika terjadi kepailitan pada
debitur hak dari pemegang hipotik dan gadai itu pemenuhannya lebih
diutamakan daripada yang lain, di luar kepailitan atau seolah-olah tidak
terjadi kepailitan.
Pada jaminan perorangan kreditor mempunyai hak menuntut
pemenuhan piutangnya selain kepada debitur yang utama juga kepada
penanggung atau dapat menuntut pemenuhan kepada debitur lainnya.
Jaminan perorangan demikian dapat terjadi jika kreditor mempuyai seorang
penjamin (borg) atau jika ada pihak ketiga yang mengikatkan diri secara
tanggung-menanggung dalam debitur. Hal ini terjadi jika ada perjanjian
penanggungan (borgtocht) atau pada perjanjian tanggung menanggung secara
pasif. Kecuali karena adanya perjanjian yang sengaja diadakan, pihak ketiga
juga dapat mengikatkan diri secara perorangan pada kreditor untuk
pemenuhan perutangan berdasarkan ketentuan undang-undang, sebagaimana
banyak terjadi dalam lapangan Hukum Dagang terlihat dari ketentuan Pasal
18, Pasal 108 ayat (1), Pasal 114 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; para persero di bawah
firma mengikatkan diri untuk suatu prestasi. Pasal 108 ayat 1 Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang; penerbit menanggung atas akseptasi dan
pembayaran.Pasal 114 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; kecuali
jika diperjanjikan sebaliknya, maka andosan menanggung atas akseptasi dan
pembayaran.
Pada jaminan kebendaan kreditor mempunyai hak untuk didahulukan
pemenuhan piutangnya terhadap pembagian hasil eksekusi dari benda-benda
tertentu dari debitur. Jadi kreditor tidak mempunyai hak pemenuhannya atas
bendanya, melainkan melulu atas hasil eksekusi dari bendanya,
diperhitungkan dari hasil penjualan atas benda tersebut.
Kreditor pemegang hak kebendaan tersebut juga mempunyai hak
pemenuhan terhadap benda-benda lainnya dari debitur, bersama-bersama
dengan kreditor lainnya selaku kreditor bersama (kreditor konkuren). Tetapi
kemungkinan tersebut hanya terjadi jika pemenuhan piutang kreditor tersebut
dengan hasil eksekusi terhadap benda-benda tertentu itu saja masih belum
mencukupi. Maka dalam keadaan demikian bersama-sama dengan para
kreditor konkuren dia masih dapat meminta pemenuhan atas hasil penjualan
terhadap benda-benda jaminan yang lain itu.
Jadi jika pada jaminan perorangan kreditor merasa terjamin karena
mempunyai lebih dari seorang debitur yang dapat ditagih untuk memenuhi
piutangnya, maka pada jaminan kebendaan kreditor merasa terjamin karena
mempunyai hak didahulukan (preferensi) dalam pemenuhuan piutangnya atas
hasil eksekusi terhadap benda-benda debitur.
Universitas Sumatera Utara
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan dalam Kartini Muljadi dan Gunawan
Widjaja, menyatakan ada sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) macam ciri yang
membedakan antara jaminan kebendaan dengan hak perorangan, yaitu antara
lain:230
1) Hukum kebendaan merupakan hukum yang bersifat memaksa (dwingend
recht) yang tidak dapat dikesampingkan (waive) oleh para pihak.
2) Hak kebendaan dapat dipindahkan; dengan pengertian bahwa, kecuali
dalam hal yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum, hak milik atas kebendaan dapat dialihkan dari
pemiliknya semula kepada pihak lainnya, dengan segala akibat
hukumnya.
3) Individualiteit, yang berarti bahwa yang dapat dimiliki sebagai
kebendaan adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat ditentukan
terpisah (individueel bepald).
4) Totaliteit. Asas ini menyatakan bahwa kepemilikan oleh individu atas
suatu kebendaan berarti kepemilikan menyeluruh atas setiap bagian
kebendaan tersebut. Dalam konteks ini misalnya seseorang tidak
mungkin memiliki bagian dari suatu kebendaan, jika ia sendiri tidak
memiliki titel hak milik atas kebendaan tersebut secara utuh.
5) Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid). Asas ini merupakan
konsekuensi hukum dari asas totaliteit, di mana dikatakan bahwa
seseorang tidak dimungkinkan melepaskan hanya sebagian hak miliknya
230 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, Dan Hipotek, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 67-69.
Universitas Sumatera Utara
atas suatu kebendaan yang utuh. Meskipun seorang pemilik diberikan
kewenangan untuk membebani hak miliknya dengan hak kebendaan
lainnya yang bersifat terbatas (jura in re aliena), namun pembebanan
yang dilakukan itupun hanya dapat dibebankan terhadap keseluruhan
kebendaan yang menjadi miliknya tersebut. Jadi jurain re aliena tidak
mungkin dapat diberikan untuk sebagian dari benda, melainkan harus
untuk seluruh benda tersebut sebagai satu kesatuan.
6) Asas prioriteit. Pada uraian mengenai asas onsplitsbaarheid. Tersebut
telah dikatakan bahwa atas suatu kebendaan dimungkinkan untuk
diberikan jurain re aliena yang memberikan hak kebendaan terbatas atas
kebendaan tersebut. Hak kebendaan terbatas ini oleh hukum diberikan
kedudukan berjenjang (prioritas) antara satu hak dengan hak lainnya .
Ingat ada hak kebendaan yang bersifat terbatas. Di atas hak milik
mungkin dibebankan hak pakai hasil, yang atas hak pakai hasil tersebut
masih mungkin dibebankan hipotik.
7) Asas percampuran (vermenging). Asas ini merupakan juga asas
kelanjutan dari pemberian jurain re aliena, di mana dikatakan bahwa
pemegang hak milik atas kebendaan yang diberikan hak kebendaan
terbatas (jurain re aliena) tidak mungkin menjadi pemegang hak
kebendaan terbatas (jurain re aliena) tersebut. Jika hak kebendaan
terbatas tersebut jatuh ketangan pemegang hak milik kebendaan tersebut,
maka hak kebendaan yang bersifat terbatas tersebut demi hukum hapus.
8) Asas publiciteit. Asas ini berlaku untuk benda tidak bergerak yang
diberikan hak kebendaan.
Universitas Sumatera Utara
9) Asas perlakuan yang berbeda atas kebendaan bergerak dan kebendaan
tidak bergerak .
10) Adanya sifat perjanjian dalam setiap pengadaan atau pembentukan hak
kebendaan. Asas ini mengingatkan kita kembali bahwa pada dasarnya
dalam setiap hukum perjanjian terkandung pula asas kebendaan dan
dalam setiap hak kebendaan melekat pula sifat hukum perjanjian
didalamnya. Sifat perjanjian ini menjadi makin penting adanya dalam
pemberian hak kebendaan yang terbatas (jurain re aliena), sebagaimana
dimungkinkan oleh undang-undang. Selain itu sebagai suatu bentuk
jaminan, jaminan kebendaan memberikan hak mendahulu (droit de
preference) kepada kreditor pemegang hak jaminan kebendaan tersebut
atas penjualan kebendaan yang dijaminkan secara hak kebendaan
tersebut, dalam hal debitor melakukan wanprestasi atas kewajibannya
terhadap kreditor.
d. Jaminan yang mempunyai obyek benda bergerak dan jaminan atas benda tak
bergerak.
Penggolongan atas benda yang penting menurut sistim Hukum Perdata
yang benda berlaku kini di Indonesia adalah penggolongan atas benda
bergerak dan benda tak bergerak. Karenanya juga dikenal adanya pembedaan
jaminan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak. Pembedaan
atas benda bergerak dan tak bergerak, juga pembedaan atas jaminan benda
bergerak dan tak bergerak demikian itu juga dikenal hampir diseluruh
perundang-undangan modern di berbagai negara di dunia ini.
Universitas Sumatera Utara
Menurut sistem Hukum Perdata pembedaan atas benda bergerak dan tak
bergerak itu mempunyai arti penting dalam berbagai bidang yang
berhubungan dengan penyerahan, daluwarsa (verjaring), kedudukan berkuasa
(bezit), pembebanan/jaminan.
Dalam Hukum Perdata terutama mengenai lembaga jaminan, penting
sekali arti pembagian benda bergerak dan benda tak bergerak. Di mana atas
dasar pembedaan benda tersebut, menentukan jenis lembaga jaminan/ikatan
kredit yang mana yang dapat dipasang untuk kredit yang akan diberikan.
Jika benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka dapat di pasang
lembaga jaminan yang berbentuk gadai atau fidusia, sedang jika benda
jaminan itu berbentuk benda tetap, maka sebagai lembaga jaminan dapat di
pasang hipotik atau credietverband.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan perbedaan benda bergerak
dan benda tak bergerak dalam lembaga jaminan adalah penting, sebagaimana
juga diakui dalam Jurisprudensi, yang tetap mengadakan perbedaan antara
benda bergerak dan benda tetap setelahnya berlakunya Undang-Undang Pokok
Agraria. Hal mana sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung tanggal 1
September 1971 dalam perkara antara Lo Ding Siang melawan Bank
Indonesia, yang menetapkan bahwa hanya benda-benda bergerak yang dapat
difidusiakan sedangkan benda-benda tetap tidak dapat dipakai sebagai jaminan
fidusia.231
231Ibid, hal. 50 Ada beberapa sarjana dalam Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyatakan pentingnya
membedakan antara benda bergerak dan benda tetap seperti:
Universitas Sumatera Utara
e. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan tanpa menguasai bendanya.
Untuk jaminan yang menguasai bendanya adalah jaminan yang diberikan
dengan menguasai benda yang dijaminkan oleh pihak debitur kepada pihak
kreditur, misalnya gadai (pand, pledge232
Ko Tjay Sing menyatakan; “Istilah benda tetap (onroerende goederen) dan barang-barang kebendaan tetap (onroerende zaken) tidak hanya digunakan dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata saja melainkan juga dalam bagian-bagian yang lain dari kitab Undang-undang tersebut, dan bahkan juga dalam peraturan-peraturan/perundang-undangan yang lain”. Selanjutnya beliau menyatakan; “Oleh karena pasal-pasal yang mengatur tentang eksekusi (pasal 197 RIB), kekuasaan suami terhadap harta milik isteri atau terhadap harta milik bersama milik suami isteri (Pasal 105, 124 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) tidak berhubungan dengan hukum agraria, maka juga sejak mulai berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, istilah benda tetap dalam pasal-pasal tersebut harus ditafsirkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang juga sesuai dengan maksud pembentuk Undang-Undang”, sedangkan Ter Haar menyatakan bahwa pentingnya membedakan antara benda bergerak dan benda tetap terhadap harta kekayaan yang dimiliki menurut hukum adat, sehingga terlihat di sini adanya pertentangan antara ketentuan hukum tertulis dan hukum adat. Oleh karena itu penyelesaiannya sesuai dengan penafsiran yang tepat dari Ter Haar adalah penentuan bahwa tanah tergolong benda tetap, sedangkan ternak dan barang-barang lainnya adalah benda bergerak. Dalam penggolongan benda-benda tersebut dijumpai macam-macam benda yang meragukan, yakni rumah-rumah dari kayu, rumah-rumah dari bamboo, padi di sawah dan lain-lain. Benda-benda yang meragukan tersebut dapat digolongkan sebagai benda tetap atau benda bergerak, dengan tafsiran sedemikian rupa sesuai dengan sifat-sifat istimewa dari masing-masing benda. Penggolongan demikian dilakukan dengan cara yang tidak selalu sama untuk setiap hal. Dalam pada itu mengenai persoalan benda bergerak dan benda tetap, dalam hukum adat di Jawa Tengah dan Madura, oleh Van Vollenhoven dinyatakan; Bahwa pembedaan terhadap harta kekayaan bergerak masih selalu kurang penting, walaupun hal ini lambat laun akan berubah. Bagian-bagian penting dari harta kekayaan bergerak adalah ternak, pohon-pohon, tanam-tanaman lain, gudang, padi, kandang-ternak, toko-toko, dan kapal-kapal.
), hak retensi, sedangkan jaminan
Tabingh Soermondt dalam Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyatakan bahwa di negara-negara Eropa seperti misalnya Inggris, menurut hukum perdatanya pembebanan benda bergerak dan benda tetap juga mempunyai arti penting, sehingga pengaturan mengenai hak-hak yang bertalian dengan benda tetap “Real Property Law” dan pengaturan mengenai benda bergerak “Personal Property Law” diatur secara terpisah satu sama lain, yang merupakan dua ajaran (leerstukken) yang berbeda dan tidak dapat disatukan, yang mula-mula mempunyai arti penting dalam hukum waris.
Negara-negara Eropa Kontinental sejak resepsi Hukum Romawi hingga sekarang tetap menganggap penting arti pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Meskipun di samping itu mulai dikenal juga pentingnya pembedaan benda terdaftar dan benda tak terdaftar “register goederen en niet – register goederen”, namun masih tetap menganggap penting pembedaan antara benda bergerak dan benda tetap. Karenanya Ontwerp NBW sekarang masih mencantumkan pembedaan benda bergerak dan benda tak bergerak dalam ketentuan-ketentuan Buku III NBW. Dari sepuluh title yang mengatur hak-hak kebendaan, delapan title di antaranya adalah mengenai benda-benda tak bergerak. (lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 51-52).
232Pledge atau pawn adalah istilah bahasa Inggeris berarti gadai dan untuk istilah Belandanya disebut dengan pand. Pengertian gadai dalam Pasal 1150 KUH Perdata adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan tanpa menguasai bendanya dimaksudkan dengan benda yang
dijaminkan tidak dapat dikuasai langsung oleh pemberi jaminan, misalnya
hipotik, hak tanggungan, fidusia.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyatakan bahwa jaminan dengan
menguasai bendanya bagi kreditur lebih aman terutama jika pada benda
bergerak. Dalam hal ini kreditur mengasai bendanya dan memberikan
perlindungan terhadap pihak ketiga atas gambaran yang salah mengenai tidak
wenangnya debitur atas bendanya. Wenang menjualnya atas kekuasaan sendiri
jika terjadi wanprestasi karena benda jaminan berada dalam tangan kreditur.
Di luar negeri jaminan dengan menguasai bendanya umunya juga berupa
gadai (pledge) dan hak retensi (possessory liens), sedangkan yang tergolong
jaminan tanpa menguasai bendanya umumnya terdiri atas mortgage, chattel
mortgage (ship mortgage dan aircraft mortgage), hire purchase (sewa beli),
preferential rights (hak previlegi).233
atau oleh seorang lain atas namanya, … (lihat R. Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hal. 297).
233 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
3. Pentingnya Pembagian Kredit Bank
Menurut Warman Djohan234, ada beberapa jenis dari kredit yang dapat
dibedakan berdasarkan perbedaan secara umum, tujuan pembiayaan, berdasarkan
jangka waktu, sektor ekonomi, sifat, jenis penggunaan, kolektibilitas, golongan
debitur, kebijaksanaan, non cash dan kredit berdokumen. Adapun secara singkat
pembagian jenis-jenis kredit tersebut adalah:235
a. Secara umum kredit terbagi 2 (dua) yaitu kredit komersial dan kredit
konsumsi.
Kredit komersial adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada
perusahaan atau perorangan untuk tujuan komersial. Dengan mendapatkan
fasilitas kredit ini maka perusahaan dapat meningkatkan volume penjualan
yang sekaligus juga meningkatkan perolehan laba usaha. Pelusanan kredit dan
pembayaran bunga kredit berasal dari hasil keuntungan yang diperoleh
perusahaan.
Kredit konsumsi adalah jenis kredit yang diberikan biasanya kepada
perorangan untuk tujuan konsumsi misalnya kredit kepemilikan rumah, kredit
kendaraan, kredit untuk anak sekolah dan lain-lain. Sumber dana untuk
angsuran kredit dan pembayaran bunganya berasal dari pendapatan tetap yang
diterima oleh debitur perorangan tersebut setiap bulannya.
234 Warman Djohan adalah seorang bankir yang berpengalaman di dunia perbankan selama lebih dari 20 tahun sejak diterbitkannya buku Kredit Bank Alternatif Pembiayaan dan Pengajuannya. Pernah menjabat sebagai pemimpin cabang salah satu Bank BUMN di Jakarta.
Tamatan dari Universitas Indonesia, jurusan Ekonomi Perusahaan, tamat tahun 1977, kemudian melanjutkan kuliahnya pada Program S2 Manajemen dengan spesialisasi Finance, dan selanjutnya menyelesaikan Program Doctor of Philosophy in Management (Ph.D) dengan spesialisasi Internasional Economics and Finance, tahun 1998.
235 Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaan Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 40 – 51.
Universitas Sumatera Utara
b. Jenis kredit berdasarkan tujuan pembiayaan yaitu kredit modal kerja dan
kredit investasi.
Kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada
perusahaan atau perorangan untuk menambah modal kerjanya. Modal kerja
meliputi biaya pembelian bahan baku, bahan pembantu, upah buruh,
overhead cost dan lain-lain. Biasanya jangka waktu perputaran dana ini tidak
lebih dari satu tahun.
Kredit investasi adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada
perusahaan untuk pembelian barang modal. Misalnya kredit untuk pembelian
mesin-mesin, kenderaan, peralatan dan pembangunan gedung pabrik. Kredit
ini berjangka panjang, melebihi jangka waktu satu tahun dan pelunasannya
melalui angsuran.
c. Jenis kredit yang dibedakan berdasarkan jangka waktu yaitu kredit jangka
pendek, kredit jangka menengah, kredit jangka panjang.236
236 Bandingkan dengan pembagian jenis kredit menurut Hermansyah, yang membagi jenis kredit dengan jangka waktu dan penggunaannya digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan, ataupun proyek baru, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai tersebut. Jadi, kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan/atau proyek baru.
2. Kredit modal kerja, yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara pihak yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari.
3. Kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitur yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk kredit
Universitas Sumatera Utara
Kredit jangka pendek adalah kredit berjangka waktu sampai dengan
satu tahun, biasanya kredit modal kerja.
Kredit jangka menengah adalah kredit dengan jangka waktu di atas satu
tahun sampai dengan 5 (lima) tahun, biasanya kredit yang digunakan untuk
pembelian kenderaan, peralatan dan mesin-mesin secara partial.
Kredit jangka panjang adalah kredit dengan jangka waktu di atas lima
tahun, yaitu kredit yang diberikan untuk pembiayaan pembangunan pabrik
baru dan pembiayaan proyek jangka panjang (project financing).
d. Jenis kredit yang dibedakan atas pembiayaan berdasarkan sektor ekonomi
yaitu kredit pertanian, kredit pertambangan, kredit perindustrian, kredit
konstruksi, kredit perdagangan, kredit pengangkutan, dan kredit jasa-jasa
dunia usaha.
Kredit pertanian adalah kredit yang diberikan untuk pembiayaan sektor
pertanian termasuk perkebunan, perikanan dan kehutanan. Kredit dapat
diberikan dalam bentuk kredit modal kerja atau kredit investasi.
Kredit pertambangan adalah kredit yang diberikan untuk pembiayaan
sektor pertambangan meliputi eksplorasi dan eksploitasi.
Kredit perindustrian adalah kredit yang diberikan untuk pembiayaan
pabrik-pabrik, manufaktur dari segala sektor.
Kredit konstruksi adalah kredit yang diberikan kepada kontraktor untuk
pembiayaan pembangunan proyek sampai dengan proyek selesai (building
kepemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya.
Universitas Sumatera Utara
finance). Pembangunan proyek ini meliputi pembangunan gedung, jalan dan
jembatan serta prasarana lainnya.
Kredit perdagangan, restoran dan hotel adalah kredit yang diberikan
untuk membantu kebutuhan modal perdagangan antar kota, antar pulau dan
perdagangan lokal serta untuk restoran dan hotel-hotel.
Kredit pengangkutan, pergudangan adalah kredit yang diberikan untuk
pengangkutan, distribusi barang-barang dan pergudangan. Termasuk
didalamnya kredit distribusi yaitu pembelian barang-barang dalam jumlah
besar dan kemudian dijual dalam jumlah yang lebih kecil.
Kredit jasa-jasa dunia usaha adalah kredit yang diberikan untuk
perusahaan jasa seperti konsultan, akuntan, dokter, pengacara dan jasa
pendidikan.
e. Jenis kredit yang lihat dari sifatnya yaitu kredit revolving dan kredit aflopend.
Kredit revolving adalah fasilitas kredit yang diberikan atas dasar limit
atau plafon tertentu dan dapat dipakai berulang-ulang sampai dengan batas
limit yang telah ditentukan tersebut. Kredit ini biasanya dalam bentuk kredit
modal kerja atas dasr rekening koran dengan jangka waktu tidak melebihi
satu tahun.
Kredit aflopend adalah fasilitas kredit yang diberikan untuk satu kali
penggunaan atau sesuai skedul dan tidak dapat dipakai berulang.
f. Jenis kredit yang dilihat dari jenis penggunaannya yaitu kredit usaha dan
kredit konsumsi.
Universitas Sumatera Utara
Kredit usaha adalah kredit yang digunakan untuk pembiayaan dalam
bentuk modal kerja atau investasi. Pembayaran bunga dan pelunasan kredit
berasal dari keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha perusahaan.
Kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan untuk pembelian
barang-barang konsumsi bukan dalam bentuk usaha. Misalnya kredit
pemilikan rumah, kredit kenderaan dan kredit untuk pembelian peralatan
rumah tangga. Sumber pembayaran bunga dan angsuran kredit berasal dari
pendapatan tetap debitur.
g. Jenis kredit yang didasarkan berdasarkan kolektibilitas.
Jenis kredit atas dasar kolektibilitas yaitu dilihat dari segi kemampuan
membayar, kondisi keuangan dan prospek usaha, yang ditetapkan atas dasar
ketentuan Bank Sentral, yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Adapun
Jenis kredit kolektibilitas berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
31/10/UPPB tanggal 12 Novenber 1998 meliputi kredit lancar (pass), dalam
perhatian khusus (special mention), kurang lancar (sub standard), diragukan
(doubfull) dan macet (loss).
h. Jenis kredit yang berdasarkan golongan debitur yaitu kredit kepada penduduk
dan kredit bukan kepada penduduk.
Kredit kepada penduduk adalah kredit yang diberikan kepada
penduduk, warga negara atau perusahaan yang mempunyai status penduduk
Indonesia.
Kredit bukan kepada penduduk adalah kredit yang diberikan kepada
bukan penduduk Indonesia, warga negara asing atau perusahaan yang
berstatus asing (Penanaman Modal Asing).
Universitas Sumatera Utara
i. Jenis kredit yang berdasarkan kebijaksanaan yaitu kredit umum dan kredit
prioritas.
Kredit umum adalah kredit-kredit yang diberikan oleh bank yang lebih
ditekankan kepada untung rugi dan prinsip-prinsip bisnis yang berlaku atau
dikenal dengan ketentuan bank teknis.
Kredit prioritas adalah kredit yang penyalurannya berdasarkan prioritas
yang disyaratkan oleh pemerintah, misalnya untuk usaha skala kecil. Untuk
kredit jenis ini ada keringanan persyaratan bank teknis yang diberikan kepada
calon debitur tanpa mengabaikan aspek kelayakannya, misalnya tidak
diharuskan menyediakan jaminan tambahan (collateral) dalam bentuk aktiva
tetap. Yang tergolong jenis kredit ini adalah kredit kelayakan usaha, kredit
candak kulak, Kredit Pemilikan Rumah tipe 70 (tujuh puluh) ke bawah dan
kredit usaha kecil.
j. Jenis kredit yang disebut dengan kredit non cash.
Kredit non cash adalah kredit yang diberikan dalam bentuk bank
garansi. Bank garansi meskipun dalam bentuk selembar surat berharga yang
menyebutkan bank akan membayar sejumlah uang tertentu apabila pihak
terjamin tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah disyaratkan
oleh penjual dan pembeli atau oleh pemberi pekerjaan dan pelaksana
pekerjaan (kontraktor).
Sebelum memberikan bank garansi kepada nasabahnya, bank terlebih
dahulu melakukan analisis kredit sebagaimana halnya dalam pemberian kredit
pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
k. Jenis kredit yang disebut dengan kredit berdokumen.
Kredit berdokumen adalah suatu jenis kredit yang diberikan dalam
bentuk dokumen untuk transaksi antar pulau dan impor. Kredit berdokumen
ini dikenal dengan letter of credit (L/C). Untuk transaksi perdagangan antar
pulau dikenal dengan surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN),
semacam letter of credit (L/C) dalam negeri. Ketentuannya akan sama dengan
pembukaan letter of credit L/C impor dari luar negeri.
Adapun penjelasan tentang jenis kredit diatas dapat dilihat dalam skema
berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Catatan: Skema di kutip dan di rubah bentuk dari Jenis-Jenis Kredit, Buku Kredit Bank Alternatif Pembiayaan dan Pengajuannya dari Warman Djohan
Universitas Sumatera Utara
4. Keutamaan Mengklasifikasi Bank
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, diketahui jenis perbankan dapat dibedakan
berdasarkan jenis usaha bank, dan kepemilikan bank.150
H. Zainal Asikin mengemukakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jenis-jenis bank
dapat dibagi berdasarkan bidang usaha, kepemilikan dan segi operasional bank, yaitu:
151
1. Untuk Bidang Usaha dibagi atas 3 (tiga) jenis yaitu Bank Umum, Bank
Perkreditan Rakyat (Pasal 5 ayat (1) dan Bank Khusus (Pasal 5 ayat (2));
2. Dari Segi Kepemilikannya, Bank dapat dibagi menjadi Bank Milik Negara dan
Bank Milik Swasta;
3. Dari Segi Operasionalnya, Bank dibagi menjadi Bank Devisa dan Bank Non
Devisa.
Untuk selanjutnya jenis-jenis bank tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Ad. 1. Bank Dari Segi Usahanya:
1.1. Bank Umum
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum
dalam praktik perbankan disebut juga sebagai bank komersial (commercial bank).
150 Baca Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
151 H. Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbakan Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015), hal. 37-39.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Bank Perkreditan Rakyat
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
1.3. Bank Khusus
Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Perbankan dikemukakan bank khusus dapat
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang
lebih besar kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan mengkhususkan diri dalam kegiatan
tertentu antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk
pengembangan koperasi, pengembangan usaha ekonomi lemah/pengusaha kecil,
pengembangan ekspor nonmigas, dan pengembangan pembangunan perumahan.
Ad. 2. Bank dari Segi Kepemilikan
2.1. Bank Milik Negara
Bank Milik Negara adalah bank yang dimiliki oleh negara dalam arti
permodalannya berasal dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
2.2. Bank Milik Swasta
a. Bank Swasta Nasional adalah bank yang dimiliki oleh warga negara
Indonesia secara individual dan atau badan hukum Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
b. Bank Swasta Asing adalah bank yang modalnya dimiliki warga negara
asing atau badan hukum asing, dan bank tersebut bisa berbentuk kantor
cabang.
Ad. 3. Bank Dari Segi Operasional
3.1. Bank Devisa yaitu bank yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk melakukan
transaksi perdagangan dengan mengggunakan valuta asing.
3.2. Bank Non Devisa yaitu bank yang tidak mendapatkan izin untuk melakukan transaksi
pembayaran dengan menggunakan valuta asing.
Dengan mengklasifikasikan bank diharapkan dapat memberikan kejelasan kepada para pihak
pengguna usaha perbankan sehingga dapat mengerti, memahami dan menggunakan serta mendapatkan
perlindungan hukum kepada semua pihak yang terkait.
K. Menganalisis Pengaturan Sistem Hukum Jaminan Nasional Terhadap Jaminan Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar (Unregestered Land) Yang Dijadikan Jaminan Kredit.
1. Sistem Hukum Jaminan Nasional
Berdasarkan hasil analisis dari defenisi sistem dan hukum jaminan yang telah dipaparkan pada
bagian awal penulisan bab ini, maka disimpulkan bahwa sistem hukum jaminan nasional adalah suatu
sistem yang digunakan dalam hukum jaminan di Indonesia yang saling terkait satu dengan lainnya, yang
utuh, teratur, tidak saling berbenturan (sistematis) menuju tujuan jaminan nasional.
Universitas Sumatera Utara
Sistem hukum jaminan nasional inilah yang diharapkan menjadi panduan (pedoman) dalam
mengatur tata letak ataupun dalam pembuatan peraturan tentang hukum jaminan nasional untuk
keseterusnya.
Oleh karenanya pengaturan tentang sistem hukum jaminan ini juga perlu disepakati bersama,
baik bentuk, letak, jenis dan perbedaanya, meskipun beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya.
2. Pengaturan Sistem Hukum Jaminan Nasional
Pengaturan sistem hukum jaminan nasional terkait penjelasan tentang sistem hukum yang
diutarakan sebelumnya, maka pengaturan yang dimaksudkan haruslah bersifat utuh (satu kesatuan),
teratur, terkait satu dengan lainnya (sistematis).
Pengaturan ini sangat terkait dengan tujuan dari adanya suatu sistem. Pengaturan yang tersistem
akan menjadikan peraturan yang ada menjadi lebih efisien, teratur, jelas, tidak bertentangan satu dengan
lainnya dan efektif. Sistem hukum jaminan nasional ada telah memberikan arahan yang tepat dengan tata
urutan dari tingkatan tertinggi (terbesar) sampai dengan tingkatan terkecil. Akan tetapi yang diperlu
diperhatiankan adalah substansi dari peraturan-peraturan yang ada ataupun yang akan dibuat nantinya
tidak mencermikan tujuan adanya sistem hukum jaminan nasional.
3. Pengaturan Sistem Hukum Jaminan Nasional Terhadap Jaminan Hak Atas Tanah yang Tidak Terdaftar (Unregistered Land) yang Dijadikan Jaminan Kredit.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengaturan sistem hukum jaminan nasional yang telah diutarakan sebelumnya yaitu
harus utuh, teratur, terkait satu dengan lainnya (sistematis). Oleh karenanya adalah tepat apabila hukum
benda nasional yang merupakan bagian dari hukum perdata, membawahi hukum jaminan nasional yang
didalamnya terdapat pengaturan tentang benda, baik benda bergarak maupun tidak bergerak yaitu berupa
tanah. Tanah yang berdasarkan sifatnya adalah merupakan benda tidak bergerak akan tetapi apabila dilihat
dari kedudukannya di hadapan hukum tanah tersebut tidak didaftarkan, maka keadaan atau sifatnya yang
tidak bergerak dapat dipersamakan dengan benda yang bergerak karena tanah tersebut belum/tidak
didaftarkan oleh pemilik tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Adapun pengaturan terhadap hak atas tanah yang tidak terdaftar (unrigestered land) meskipun
berdasarkan sifat dari tanah adalah benda tetap, akan tetapi oleh karena tanah tersebut belum/tidak
didaftarkan maka klasifikasi hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregisterd land) dimasukkan kedalam
pearuran jaminan fidusia. Hal ini berdasarkan isi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 jo Pasal
3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, artinya dengan isi kedua pasal
tersebut disimpulkan bahwa untuk benda tetap yaitu hak atas tanah untuk pengikatannya akan
menggunakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 apabila telah didaftarkan pada Kantor Pertanahan,
dan apabila benda tetap yaitu tanah (hak atas tanah) belum/tidak didaftarkan maka hak atas tanah tersebut
menjadi obyek jaminan fidusia, dan undang-undang yang mengaturnya adalah Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dibuatlah skema tentang kedudukan hak atas tanah yang
tidak terdaftar (unregistered land) di dalam skema sistem hukum nasional. Oleh karenanya diketahui bahwa
kedudukan dari jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) adalah pada tingkatan
hukum benda yaitu sebagai sub-sub bagian hukum benda, dan apabila dilihat dari tingkatan tertinggi yaitu
Universitas Sumatera Utara
Pancasila maka jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) adalah merupakan sub-sub-
sub-sub-sub-sub sistem hukum nasional.
Adapun alur skema jaminan atas tanah yang tidak terdaftar terhadap hukum jaminan nasional
dapat dilihat dengan adanya tanda kotak yang berwarna lebih gelap dari yang lainnya, seperti skema
dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
HUKUM BENDA NASIONAL
HUKUM JAMINAN NASIONAL
BENDA (Property)
TANAH (Real Property)
Benda TdkBergerak
(ImmovebleThing)
Terdaftar(Registered)
HakTanggungan
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
Bukan Tanah (Personal Property)
Benda Bergerak(Movable
Thing)
Terdaftar(Registered)
Jaminan Fidusia
Gadai
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
Gadai
Benda TidakBergerak
(Immovable Thing)
Terdaftar(Registered)
JaminanFidusia
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
HUKUM PERDATA
SKEMA SISTEM HUKUM JAMINAN NASIONALJAMINAN HAK ATAS TANAH YANG TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND)
PANCASILA dan UUD 1945
ASAS-ASAS/ PRINSIP-PRINSIP
HUKUM YANG BERLAKU UMUM
Universitas Sumatera Utara
BAB III
ANALISIS OBYEK JAMINAN DAN LEMBAGA JAMINAN TERHADAP OBYEK JAMINAN HAK ATAS TANAH
YANG TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND) DI DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
A. Pentingnya Kepastian Tentang Obyek Jaminan dan Lembaga Jaminan di Dalam Sistem Hukum Jaminan Nasional
1. Mengungkapkan Makna Obyek Jaminan Dan Lembaga Jaminan
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian dari obyek adalah benda, hal, dan sebagainya yang
dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dan sebagainya.152 Menurut Kamus Oxford Advanced Learner’s, menyatakan
bahwa object is a solid thing that can be seen and touched,153
Untuk selanjutnya apabila dikaitkan kata obyek tersebut dengan kata hukum maka akan menjadi kalimat obyek
hukum, maka obyek hukum dalam pengertian kamus hukum menjabarkan bahwa obyek yang dilindungi hukum; segala
sesuatu yang berguna untuk kepentingan subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu perhubungan hukum
(rechtsobject).
dengan pengertian bebasnya adalah bahwa yang dimaksud
dengan obyek adalah suatu benda yang padat yang dapat dilihat dan disentuh (dipegang).
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang dikatakan obyek adalah benda yang padat,
yang dapat disentuh yang dijadikan sasaran penelitian. Dikaitkan dengan pemaparan dalam bab ini maka obyek disini
didefinisikan sebagai suatu hal berupa benda yang menjadi sasaran penelitian.
154
152 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 793. 153 A S Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (Oxford: Oxford University Press, 1995), hal. 796. 154 M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum (Dictionary Of Law Complete Edition), (Jakarta: Gamapress, 2009), hal. 462.
Bandingkan dengan pengertian obyek hukum dari Kamus Hukum dengan penulis Sudarsono yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa obyek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok bagi
lalu lintas atau perhubungan hukum.155
Dalam pengertian jaminan adalah suatu lembaga hukum berupa hak untuk mengambil pelunasan dari suatu
perikatan.
156
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia jaminan diberi arti dengan tanggungan atas pinjaman yang diterima atau
agunan.
157 Apabila dilihat dalam pengertian Bahasa Inggeris kata agunan dapat disebut dengan collateral. Kamus Hukum
L.B Curzon edisi ke enam memberikan defenisi istilah collateraladalahcollateral security (in the of the bank loan),means :
security deposited by some person other than the customer himself; or impersonal security, e.q.,life policies, as contrasted
with personal security, e.q., a guarantee.158
Di dalam kamus hukum dalam lembaga jaminan dikenal juga istilah mortgage, di mana istilah mortgage diberi
pengertian dengan mortgage is the disposition of a legal or equitable interest in land or other property ini order to secure
the payment of a debt or the discharge of some other obligation, and involving a provision for redemption,
159
155 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 310. 156Mariam Darus Bandrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 4. 157 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 456. 158 L.B. Curzon, Dictionary Of Law, Sixth Edition, (Malaysia: International Law Book Services, 2010), hal. 73. 159 L.B. Curzon, Dictionary Of Law, Sixth Edition, (Malaysia: International Law Book Services, 2010), hal. 277.
yang dalam
Universitas Sumatera Utara
pengertian bebasnya hipotik adalah merupakan peraturan hukum atau hal yang menitikberatkan tentang tanah atau gedung
(bangunan) dalam peraturan jaminan atas pembayaran dari debitur ataupun kewajiban lain yang melibatkan ketentuan
pelepasan atau pembebasan.
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992,
tidak mengenal istilah jaminan, yang ada hanya istilah agunan yang merupakan jaminan tambahan yang diserahkan
Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.160
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa kata tambahan setelah kata jaminan memberikan arti adanya 2 (dua) atau lebih
jaminan yaitu jaminan utama dan jaminan lainnya, yang dalam undang-undang ini tidak menjelaskan sama sekali tentang
jaminan lainnya tersebut. Menurut hemat penulis dikarenakan maksud dari agunan161
Di dalam bukunya, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyebutkan bahwa istilah Mortage, hypotheek, hipotheque ialah lembaga jaminan sebagaimana dikenal dengan hipotik di Indonesia yang tertuju terhadap benda-benda tak bergerak. Lembaga Jaminan ini dikenal di luar negeri yaitu negera-negara Eropa, Inggeris, Amerika dan Asia. Lembaga jaminan ini dikenal dengan lembaga jaminan dengan tanpa menguasai bendanya. Di luar negeri selain hipotik atas tanah (real estate mortgage) juga banyak terjadi hipotik atas kapal laut dan juga hipotik atas kapal terbang. Di Nederland ketentuan-ketentuan mengenai hipotik atas kapal laut tunduk pada ketentuan Pasal 309 WvK dan lain-lain di samping pasal tertentu dari BW. (Lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 25-26.
160 Lihat Pasal 1 angka (23) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
161 Agunan berasal dari kata agun yang berarti tanggungan ataupun jaminan, yang apabila mengunakan tambahan imbuhan dan akhiran menjadi mengagunkan maka memiliki arti yaitu menjadikan jaminan (tanggungan utang, dsb). Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal, 14.
tersebut adalah merupakan jaminan
Universitas Sumatera Utara
berupa aset162
Menurut istilah Bahasa Inggeris kata jaminan dapat di sebut dengan guarantee. Adapun pengertian guarantee dalam
Kamus Bahasa Inggeris terbitan Oxford, menyatakan bahwa guarantee is an item of value offered as security for carrying
out the conditions in a guarantee, esp as part of a legal agreement.
milik debitur yang diberikan sebagai jaminan (boroght) yang menyakinkan bahwa debitur memiliki
kemampuan untuk membayar kreditnya tersebut sehingga menurut penulis ada baiknya kata tambahan tersebut ditiadakan
untuk tidak memberikan pengertian yang ambigu.
163
162Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 70.Aset artinya sesuatu yang mempunyai nilai tukar atau modal kekayaan.
163 A S Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (Oxford: Oxford University Press, 1995), hal. 528.
Dalam pengertian bebasnya, jaminan adalah suatu hal
yang bernilai yang ditawarkan sebagai jaminan, yang merupakan bagian dari perjanjian hukum (perjanjian yang sah).
Terkait dengan istilah obyek dan jaminan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksudkan dengan obyek jaminan adalah suatu hal berupa benda yang memiliki hak atasnya untuk mengambil pelunasan
dari suatu perikatan.
Hak yang dimaksudkan adalah kewenangan ataupun kekuasaan untuk berbuat sesuatu dikarenakan telah ditentukan
oleh undang-undang ataupun peraturan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan beberapa pengertian dari lembaga, akan tetapi dalam hal ini
pengertian lembaga yang dimaksudkan adalah badan (organisasi) tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau
melakukan suatu usaha.164 Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian jaminan adalah tanggungan atas
pinjaman yang diterima; agunan,165 akan tetapi apabila ditilik dari pengertian agunan dari ada pada Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, maka pengertian
agunan dalm undang-undang ini menurut hemat penulis perlu dikoreksi dikarenakan pengertian yang ada memberikan
pengertian yang kurang tepat dengan adanya kata “tambahan” pada kata-kata “jaminan tambahan”, sehingga pengertian
agunan menjadi tidak jelas atau rancu. Oleh karena itu menurut penulis sebaiknya kata “tambahan” ditiadakan saja.166
164Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 655. 165Ibid, hal. 456. 166 Pengertian Agunan dalam Pasal 1 Angka (23) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, adalah jaminan tambahan yang diserahkan
Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
Untuk pengertian yang telah disebutkan diatas, maka pengertian lembaga jaminan adalah suatu badan yang bertujuan untuk
melakukan usaha dalam hal tanggungan atau agunan.
2. Pentingnya Mengklasifikasikan Obyek Jaminan Dan Lembaga Jaminan
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, lembaga jaminan dapat digolongkan berdasarkan cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut
obyeknya, menurut kewenangan menguasainya dan lain-lain sebagainya. Untuk penggolongan jaminan berdasarkan obyeknya, maka Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan membagi jaminan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu jaminan yang obyeknya benda bergerak dan jaminan yang obyeknya benda tak
bergerak.167
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyatakan bahwa penggolongan benda berdasarkan obyeknya menurut sistem hukum perdata sangat penting
artinya khususnya dalam hal yang berhubungan dengan cara pembebanan/jaminan, cara penyerahan, hal daluarsa (verjaring), kedudukan berkuasa
(bezit).
168
Menurut pendapat penulis selain penggolongan yang dipaparkan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan adalah sangat penting untuk
membedakan jaminan berdasarkan obyeknya dengan membaginya berdasarkan pendaftarannya, yaitu obyek jaminan telah didaftarkan dan obyek
167 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 43.
168 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 49-50.
Dalam hal dilihat dari cara penyerahan, untuk benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata, penyerahan simbolis (penyerahan kunci gudang), traditio brevimanu, constitutum possessorium (penyerahan dengan terus melanjutkan penguasaan atas benda itu), cessi, endosemen. Sedangkan untuk benda tak bergerak dilakukan dengan balik nama, yaitu harus dilakukan penyerahan juridis yang bermaksud memperalihkan hak itu, dibuat dengan akta otentik dan didaftarkan.
Dalam hal duluwarsa, untuk benda bergerak tidak mengenal daluarsa, sedangkan benda tak bergerak mengenal lembaga daluwarsa. Dalam hal kedudukan berkuasa (bezit), untuk benda bergerak berlaku asas sebagaimana tercantum dalam Pasal 1977 KUH Perdata, bahwa
bezit atas benda bergerak berlaku sebagai alas hak yang sempurna, sedang untuk benda tetap tidak berlaku asas yang demikian. Dalam hal pembebanan, untuk benda-benda bergerak dilakukan lembaga jaminan gadai, fiducia, sedang untuk benda-benda tak bergerak
dilakukan dengan lembaga jaminan hipotik, creditverband.
Universitas Sumatera Utara
jaminan belum didaftarkan. Dasar pemikiran adalah Pasal 13 Angka (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yaitu adanya kewajiban untuk didaftarkannya obyek jaminan dalam hal pembebanannya dan
berdasarkan Pasal 15 Angka (4) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, yaitu adanya pernyataan dibenarkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar,
sehingga adalah berdasar apabila penggolongan benda dapat dibedakan sebagai berikut, yaitu; 1) cara pembebanan/jaminan, 2) cara penyerahan, 3) hal
daluarsa, 4) kedudukan berkuasa, 5) pendaftaran dan tidak didaftarkan.
Untuk mengklasifikasikan lembaga jaminan dapat digolong-golongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya,
menurut obyeknya, menurut kewenangan menguasainya dan lain-lain sebagai berikut:169
a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian.
b. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus.
c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan.
d. Jaminan yang mempunyai obyek benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak.
e. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan tanpa menguasai bendanya.
Ad.a. Jaminan yang lahir karena Undang-undang dan karena perjanjian
169 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 43-58.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan yang ditentukan oleh undang-undang ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh undang-undang tanpa
adanya perjanjian dari para pihak yaitu misalnya adanya ketentuan undang-undang yang menentukan bahwa semua harta
benda debitur baik benda bergerak maupun benda tetap, baik benda-benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada
menjadi jaminan bagi seluruh perutangannya. Berarti, bahwa kreditor dapat melaksanakan haknya terhadap semua benda
debitur, kecuali benda-benda yang dikecualikan oleh undang-undang (Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia). Di samping itu juga ada benda-benda dari debitur di mana oleh undang-undang ditentukan bahwa kreditor sama
sekali tak mempunyai hak verhaal terhadapnya. Juga oleh undang-undang ditentukan bahwa seluruh benda, benda dari
debitur tersebut menjadi jaminan bagi semua kreditor. Ditentukan oleh undang-undang bahwa hasil penjualan dari benda-
benda tersebut harus dibagi antara para kreditor seimbang dengan besarnya piutang masing-masing (Pasal 1132 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia).
Kreditur yang kedudukannya sama berhak (kreditur bersama) dan tak ada yang harus didahulukan dalam
pemenuhan piutangnya disebut kreditor konkuren. Selanjutnya oleh undang-undang juga ditentukan ada jenis-jenis lembaga
jaminan yang pemenuhannya didahulukan dari piutang-piutang yang lain. Kreditor pemegang hak yang pemenuhannya
harus didahulukan demikian disebut kreditor preferen, ialah pemegang hak privilege, pemegang gadai dan pemegang
hipotik.
Universitas Sumatera Utara
Oleh undang-undang ditentukan bahwa hak privilege adalah suatu hak yang diberikan kepada seorang kreditor,
didahulukan pemenuhannya daripada kreditor-kreditor yang lain semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Adapun
macam-macamya privilege itu sudah ditentukan secara berurutan oleh undang-undang ada yang tegolong privilege umum
privilege khusus (Pasal 1134, Pasal 1149, Pasal 1139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia). Hak retensi
tergolong hak jaminan yang ditentukan oleh Undang-undang dan diatur dalam sejumlah pasal-pasal yang cerai berai, yang
dijumpai dalam perjanjian sewa menyewa (Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia), pada gadai, pada
buku bezitter yang jujur (Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia), pada perjanjian pemberian kuasa, pada
perjanjian perburuhan (Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia) dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang dan lain-lain.
Hak-hak tersebut diatas adalah hak-hak yang bersifat memberikan jaminan yang ditentukan oleh undang-undang. Di
samping itu ada hak-hak jaminan yang adanya harus diperjanjikan lebih dahulu antara para pihak. Tergolong jenis ini
adalah; Hipotik, Gadai, Credietverband, Fiducia, Penanggungan (borgtocht), perjanjian garansi, perutangan tanggung
menanggung dan lain-lain.
Ad.b. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus
Universitas Sumatera Utara
Demi kepentingan kreditor yang mengadakan perutangan undang-undang memberikan jaminan yang tertuju
terhadap semua kreditor dan mengenai semua harta benda debitur, baik mengenai benda bergerak maupun benda tak
bergerak, baik benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada, semua menjadi jaminan bagi seluruh perutangan
debitur. Hasil penjualan dari benda-benda tersebut dibagi-bagi “secara ponds-ponds gelijk”, seimbang dengan besar
kecilnya piutang masing-masing. Jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditor dan menyangkut semua harta
kekayaan debitur dan sebagainya disebut jaminan umum. Artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk secara khusus dan tidak
diperuntukkan untuk kreditor, sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditor seimbang
dengan piutangnya masing-masing. Para kreditor itu mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada yang lebih didahulukan
dalam pemenuhan piutangnya. Kreditor demikian disebut kreditor konkuren, lawannya ialah kreditor preferen. Para kreditor
konkuren dalam pemenuhan piutangnya dikalahkan dari para kreditor preferen (pemegang hipotik, gadai dan privilege).
Sedang diantara para kreditor preferen sendiri para pemegang hipotik dan gadai lebih diutamakan dari pemegang privilege.
Jadi jaminan umum itu timbulnya dari undang-undang. Tanpa adanya perjanjian yang diadakan oleh para pihak
lebih dulu, para kreditor konkuren semuanya secara bersama memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh undang-
undang itu (Pasal 1131, Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia). Ditinjau dari sudut sifat haknya para
Universitas Sumatera Utara
kreditor konkuren itu mempunyai hak yang bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang
tertentu.
Walaupun telah ada ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memberikan jaminan bagi perutangan debitur
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1131, Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, namun ketentuan
tersebut diatas adalah merupakan ketentuan yang bersifat umum. Dalam arti bahwa yang menjadi jaminan ialah semua harta
benda debitur baik benda bergerak maupun benda tetap, benda-benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada. Semua
benda itu menjadi jaminan bagi seluruh perutangan debitur dan berlaku untuk semua kreditor.
Jaminan yang demikian dalam praktek perkreditan (perjanjian peminjaman uang) tidak memuaskan bagi kreditor,
kurang menimbulkan rasa aman dan terjamin bagi kredit yang diberikan. Kreditor memerlukan adanya benda-benda
tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan piutangnya dan itu hanya berlaku bagi kreditor tersebut. Dengan
perkataan lain memerlukan adanya jaminan yang dikhususkan baginya baik yang bersifat kebendaan maupun perorangan.
Dalam praktek perbankan adanya jaminan adalah merupakan bagian yang sangat penting dalam pemberian kredit,
meskipun di dalam peraturannya tidak disebutkan secara jelas tentang adanya kewajiban tentang pemberian jaminan
(agunan) tersebut, akan tetapi disebutkan bahwa jaminan (agunan) adalah merupakan salah satu unsur diberikannya kredit
dalam usaha memberikan keyakinan bagi bank akan kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk membayar
Universitas Sumatera Utara
hutangnya. Kewajiban bank di sini adalah menilai secara seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan
prospek usaha dari nasabah debitur tersebut, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Undang-Undang Perbankan yaitu
ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan. Perjanjian yang di buat oleh kedua belah pihak di sebut dengan perjanjian umum.
Pernyataan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang kewajiban pihak bank untuk menilai
secara seksama tentang kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur memberikan arti bahwa pemberian agunan dalam
pinjaman kredit adalah sangat penting sekali. Dalam hal ini agunan yang dimaksudkan dapat berupa barang tidak bergerak
ataupun barang bergerak berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.170
Adapun jaminan khusus ini timbulnya karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditor dan debitur
yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan ataupun jaminan yang bersifat perorangan. Jaminan yang bersifat
Disamping itu dalam praktek perbankan juga berlaku prinsip Commanditeringsverbod, yaitu adanya larangan bagi
bank untuk ikut menanggung risiko dari usaha debitur artinya dalam pemberian kredit tersebut bank dilarang ikut
menanggung resiko dari usaha debitur.
170 Lihat Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
kebendaan ialah adanya benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan sedangkan jaminan yang bersifat perorangan ialah
adanya orang tertentu yang sanggup membayar/memenuhi prestasi manakala debitur wanprestasi.
Dalam praktek perbankan jaminan dilembagakan sebagai jaminan khusus yang bersifat kebendaan ialah hipotik
(hak tanggungan), credietverband, gadai, fiducia. Jaminan yang bersifat perorangan berwujud: borgtocht (Perjanjian
Penanggungan), Perjanjian Garansi, Perutangan tanggung-menanggung dan sebagainya.
Ad.c. Jaminan yang bersifat Kebendaan dan Hak Perorangan
Hukum Perdata mengenal jaminan yang bersifat hak kebendaan dan hak perorangan. Jaminan yang bersifat
kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri; mempunyai hubungan
langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de
suite) dan dapat diperalihkan (contoh hipotik, gadai, dan lain-lain).
Jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,
hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur seumumnya (contoh borgtocht).
Selain sifat-sifat tersebut di atas yang membedakan hak kebendaan dari hak perorangan ialah asas prioriteit yang
dikenal pada hak kebendaan dan asas kesamaan pada hak perorangan. Jadi pada hak kebendaan mengenal asas bahwa hak
Universitas Sumatera Utara
kebendaan yang lebih tua (lebih dulu terjadi) lebih diutamakan daripada hak kebendaan yang terjadi kemudian. Sedangkan
pada hak perorangan mengenal asas kesamaan (Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia), dalam arti bahwa tidak membedakan mana piutang yang lebih dulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian.
Semuanya mempunyai kedudukan yang sama, tak mengindahkan urutan terjadinya, semua mempunyai kedudukan yang
sama terhadap harta kekayaan debitur.
Jika kemudian terjadi kepailitan, hasil penjualan benda-benda tersebut dibagi-bagi antara mereka bersama-sama
“ponds-ponds gelijk” seimbang dengan besarnya piutang masing-masing. Kecuali jika undang-undang untuk perjanjian
mereka menetapkan lain maka asas kesamaan tersebut dapat diterobos (contoh pada privilege, hipotik, gadai).
Jika terjadi tumbukan antara hak kebendaan dan hak perorangan pada asasnya hak kebendaan lebih kuat dari hak
perorangan. Jika terjadi tumbukan antara kedua macam hak tersebut karena menyangkut benda yang sama, maka hak
kebendaan dimenangkan dari hak perorangan, tak peduli apakah hak kebendaan itu terjadinya lebih dulu atau lebih
belakangan dari hak perorangan. Dengan pembatasan, kecuali jika orang yang mempunyai hak kebendaan itu sendiri terikat
oleh hak perorangan yang diadakannya.
Universitas Sumatera Utara
Sri Soedewi Masjchoen dalam hal ini memberikan contoh yaitu A mempunyai hak milik atas sebuah rumah. A
kemudian memberikan pinjaman pakai rumah tersebut kepada B untuk jangka waktu 10 (sepuluh) bulan. Waktu perjanjian
pinjam pakai berjalan 8 (delapan) bulan A kecewa, menghendaki menarik kembali barangnya dengan gugat revindikasi171
171 Dalam istilah Belanda disebut dengan revindicatie, yaitu penuntutan kembali yang dilakukan oleh pemilik suatu barang yang berada dalam kekuasaan orang lain (lihat Pasal 574 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). (Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 409.
.
Pada keadaan seperti kasus di atas Sri Soedewi Masjchoen berpendapat bahwa gugat revindikasi dari A tidak akan
berhasil sebab dia terikat sendiri oleh hak perorangan yang diadakannya. Hal ini dikarenakan pada pendapat Sri Soedewi
Masjchoen, jika terjadi benturan antara dua macam hak kebendaan yang menyangkut benda yang sama maka berlaku asas
prioriteit, yaitu hak yang lebih dulu terjadi dimenangkan dari hak yang baru kemudian terjadi.
Demikian juga halnya jika terjadi kepailitan orang yang mempunyai hak kebendaan atas sesuatu benda yang berada
pada orang yang jatuh pailit, hak kebendaan tersebut berada di luar kepailitan. Hak kebendaan tersebut tetap ada (droit de
suite) sekalipun benda tersebut oleh curator kepailitan dijual kepada orang lain. Selain itu ditentukan dalam undang-undang
kepailitan (Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan) bahwa para kreditor pemegang hipotik dan gadai tergolong separatist,
sehingga jika terjadi kepailitan pada debitur hak dari pemegang hipotik dan gadai itu pemenuhannya lebih diutamakan
daripada yang lain, di luar kepailitan atau seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
Universitas Sumatera Utara
Pada jaminan perorangan kreditor mempunyai hak menuntut pemenuhan piutangnya selain kepada debitur yang
utama juga kepada penanggung atau dapat menuntut pemenuhan kepada debitur lainnya. Jaminan perorangan demikian
dapat terjadi jika kreditor mempuyai seorang penjamin (borg) atau jika ada pihak ketiga yang mengikatkan diri secara
tanggung-menanggung dalam debitur. Hal ini terjadi jika ada perjanjian penanggungan (borgtocht) atau pada perjanjian
tanggung menanggung secara pasif. Kecuali karena adanya perjanjian yang sengaja diadakan, pihak ketiga juga dapat
mengikatkan diri secara perorangan pada kreditor untuk pemenuhan perutangan berdasarkan ketentuan undang-undang,
sebagaimana banyak terjadi dalam lapangan Hukum Dagang terlihat dari ketentuan pasal-pasal 18, Pasal 108 ayat 1, Pasal
114 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sebagai berikut:
Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; Para persero di bawah firma mengikatkan diri untuk suatu
prestasi.
Pasal 108 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; Penerbit menanggung atas akseptasi dan pembayaran.
Pasal 114 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; Kecuali jika diperjanjikan sebaliknya, maka anadosan
menanggung atas akseptasi dan pembayaran.
Universitas Sumatera Utara
Pada jaminan kebendaan kreditor mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan piutangnya terhadap pembagian
hasil eksekusi dari benda-benda tertentu dari debitur. Jadi kreditor tidak mempunyai hak pemenuhannya atas bendanya,
melainkan melulu atas hasil eksekusi drai bendanya, diperhitungkan dari hasil penjualan atas benda tersebut.
Kreditor pemegang hak kebendaan tersebut juga mempunyai hak pemenuhan terhadap benda-benda lainnya dari
debitur, bersama-bersama dengan kreditor lainnya selaku kreditor bersama (kreditor konkuren). Tetapi kemungkinan
tersebut hanya terjadi jika pemenuhan piutang kreditor tersebut dengan hasil eksekusi terhadap benda-benda tertentu itu
saja masih belum mencukupi. Maka dalam keadaan demikian bersama-sama dengan para kreditor konkuren dia masih dapat
meminta pemenuhan atas hasil penjualan terhadap benda-benda jaminan yang lain itu.
Jadi jika pada jaminan perorangan kreditor merasa terjamin karena mempunyai lebih dari seorang debitur yang
dapat ditagih untuk memenuhi piutangnya, maka pada jaminan kebendaan kreditur merasa terjamin karena mempunyai hak
didahulukan (preferensi) dalam pemenuhuan piutangnya atas hasil eksekusi terhadap benda-benda debitur.
Berdasarkan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang dikutip dari Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, menyatakan
ada sekurang-kurangnya sepuluh macam ciri yang membedakan antara jaminan kebendaan dengan hak perorangan, yaitu
antara lain:172
172 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, Dan Hipotek, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 67-69.
Universitas Sumatera Utara
1) Hukum kebendaan merupakan hukum yang bersifat memaksa (dwingend recht) yang tidak dapat dikesampingkan (waive) oleh para pihak.
2) Hak kebendaan dapat dipindahkan; dengan pengertian bahwa, kecuali dalam hal yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum, hak milik atas kebendaan dapat dialihkan dari pemiliknya semula kepada pihak lainnya, dengan segala akibat hukumnya.
3) Individualiteit, yang berarti bahwa yang dapat dimiliki sebagai kebendaan adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah
(individueel bepald).
4) Totaliteit. Asas ini menyatakan bahwa kepemilikan oleh individu atas suatu kebendaan berarti kepemilikan menyeluruh atas setiap bagian kebendaan
tersebut. Dalam konteks ini misalnya seseorang tidak mungkin memiliki bagian dari suatu kebendaan, jika ia sendiri tidak memiliki titel hak milik
atas kebendaan tersebut secara utuh.
5) Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid). Asas ini merupakan konsekuensi hukum dari asas totaliteit, di mana dikatakan bahwa seseorang tidak
dimungkinkan melepaskan hanya sebagian hak miliknya atas suatu kebendaan yang utuh. Meskipun seorang pemilik diberikan kewenangan untuk
membebani hak miliknya dengan hak kebendaan lainnya yang bersifat terbatas (jura in re aliena), namun pembebanan yang dilakukan itupun hanya
dapat dibebankan terhadap keseluruhan kebendaan yang menjadi miliknya tersebut. Jadi jurain re aliena tidak mungkin dapat diberikan untuk
sebagian dari benda, melainkan harus untuk seluruh benda tersebut sebagai satu kesatuan.
6) Asas prioriteit. Pada uraian mengenai asas onsplitsbaarheid. Tersebut telah dikatakan bahwa atas suatu kebendaan dimungkinkan untuk diberikan jurain
re aliena yang memberikan hak kebendaan terbatas atas kebendaan tersebut. Hak kebendaan terbatas ini oleh hukum diberikan kedudukan
Universitas Sumatera Utara
berjenjang (prioritas) antara satu hak dengan hak lainnya . Ingat ada hak kebendaan yang bersifat terbatas. Di atas hak milik mungkin dibebankan
hak pakai hasil, yang atas hak pakai hasil tersebut masih mungkin dibebankan hipotek.
7) Asas percampuran (vermenging). Asas ini merupakan juga asas kelanjutan dari pemberian jurain re aliena, di mana dikatakan bahwa pemegang hak
milik atas kebendaan yang diberikan hak kebendaan terbatas (jurain re aliena) tidak mungkin menjadi pemegang hak kebendaan terbatas (jurain re
aliena) tersebut. Jika hak kebendaan terbatas tersebut jatuh ketangan pemegang hak milik kebendaan tersebut, maka hak kebendaan yang bersifat
terbatas tersebut demi hukum hapus.
8) Asas publiciteit. Asas ini berlaku untuk benda tidak bergerak yang diberikan hak kebendaan.
9) Asas perlakuan yang berbeda atas kebendaan bergerak dan kebendaan tidak bergerak .
10) Adanya sifat perjanjian dalam setiap pengadaan atau pembentukan hak kebendaan. Asas ini mengingatkan kita kembali bahwa pada dasarnya dalam
setiap hukum perjanjian terkandung pula asas kebendaan dan dalam setiap hak kebendaan melekat pula sifat hukum perjanjian didalamnya. Sifat
perjanjian ini menjadi makin penting adanya dalam pemberian hak kebendaan yang terbatas (jurain re aliena), sebagaimana dimungkinkan oleh
undang-undang. Selain itu sebagai suatu bentuk jaminan, jaminan kebendaan memberikan hak mendahulu (droit de preference) kepada kreditor
pemegang hak jaminan kebendaan tersebut atas penjualan kebendaan yang dijaminkan secara hak kebendaan tersebut, dalam hal debitor melakukan
wanprestasi atas kewajibannya terhadap kreditor.
Universitas Sumatera Utara
Ad.d. Jaminan Atas Benda Bergerak Dan Tak Bergerak
Penggolongan atas benda yang penting menurut sistim Hukum Perdata yang benda berlaku kini di Indonesia adalah
penggolongan atas benda bergerak dan benda tak bergerak. Oleh karenanya dikenal juga adanya pembedaan jaminan atas
benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak. Pembedaan atas benda bergerak dan tak bergerak, juga pembedaan
atas jaminan benda bergerak dan tak bergerak demikian itu juga dikenal hampir diseluruh perundang-undangan modern di
berbagai negara di dunia ini.
Menurut sistem Hukum Perdata pembedaan atas benda bergerak dan tak bergerak itu mempunyai arti penting dalam
berbagai bidang yang berhubungan dengan penyerahan, daluwarsa (verjaring), kedudukan berkuasa (bezit),
pembebanan/jaminan.
Dalam Hukum Perdata terutama mengenai lembaga jaminan, penting sekali arti pembagian benda bergerak dan
benda tak bergerak. Di mana atas dasar pembedaan benda tersebut, menentukan jenis lembaga jaminan/ikatan kredit yang
mana yang dapat dipasang untuk kredit yang akan diberikan.
Jika benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka dapat dipasang lembaga jaminan yang berbentuk gadai atau
fidusia, sedang jika benda jaminan itu berbentuk benda tetap, maka sebagai lembaga jaminan dapat dipasang hipotik atau
credietverband.
Universitas Sumatera Utara
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan berpendapat perbedaan benda bergerak dan benda tak bergerak dalam lembaga
jaminan tetap penting,173 sebagaimana juga diakui dalam Jurisprudensi, yang tetap mengadakan perbedaan antara benda
bergerak dan benda tetap setelahnya berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Hal mana sesuai
dengan Keputusan Mahkamah Agung tanggal 1 September 1971 dalam perkara antara Lo Ding Siang melawan Bank
Indonesia, yang menetapkan bahwa hanya benda-benda bergerak yang dapat difidusiakan sedangkan benda-benda tetap
tidak dapat dipakai sebagai jaminan fidusia.174
173 Di dalam buku lainnya Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan alasan pentingnya membedakan antara benda bergerak dan benda tak bergerak, yaitu dikarenakan berhubungan dengan 4 (empat) hal, yaitu 1) bezit, 2) levering (penyerahan), 3) verjaring (kadaluarsa), 4) bezwaring(pembebanan). (lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 22.
174 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 50
Sarjana lain dalam Sri Soedewi Masjchoen Sofwan juga menyatakan pentingnya membedakan antara benda bergerak dan benda tetap, yaitu:
Ko Tjay Sing menyatakan; “Istilah benda tetap (onroerende goederen) dan barang-barang kebendaan tetap (onroerende zaken) tidak hanya digunakan dalam Buku II KUH Perdata saja melainkan juga dalam bagian-bagian yang lain dari kitab Undang-undang tersebut, dan bahkan juga dalam peraturan-peraturan/perundang-undangan yang lain”. Selanjutnya beliau menyatakan; “Oleh karena pasal-pasal yang mengatur tentang eksekusi (pasal 197 RIB), kekuasaan suami terhadap harta milik isteri atau terhadap harta milik bersama milik suami isteri (Pasal 105, 124 KUH Perdata) tidak berhubungan dengan hukum agraria, maka juga sejak mulai berlakunya UUPA, istilah benda tetap dalam pasal-pasal tersebut harus ditafsirkan menurut KUH Perdata, yang juga sesuai dengan maksud pembentuk Undang-Undang”, sedangkan Ter Haar menyatakan bahwa pentingnya membedakan antara benda bergerak dan benda tetap terhadap harta kekayaan yang dimiliki menurut hukum adat, sehingga terlihat di sini adanya pertentangan antara ketentuan hukum tertulis dan hukum adat. Oleh karena itu penyelesaiannya sesuai dengan penafsiran yang tepat dari Ter Haar adalah penentuan bahwa tanah tergolong benda tetap, sedangkan ternak dan barang-barang lainnya adalah benda bergerak. Dalam penggolongan benda-benda tersebut dijumpai macam-macam benda yang meragukan, yakni rumah-rumah dari kayu, rumah-rumah dari bamboo, padi di sawah dan lain-lain. Benda-benda yang meragukan tersebut dapat digolongkan sebagai benda tetap atau benda bergerak, dengan tafsiran sedemikian rupa sesuai dengan sifat-sifat istimewa dari masing-masing benda. Penggolongan demikian dilakukan dengan cara yang tidak selalu sama untuk setiap hal. Dalam pada itu mengenai persoalan benda bergerak dan benda tetap, dalam hukum adat di Jawa Tengah dan Madura, oleh
Universitas Sumatera Utara
Ad.e. Jaminan Dengan Menguasai Bendanya Dan Tanpa Menguasai Bendanya
Jaminan yang merupakan cara menurut hukum untuk pengamanan pembayaran kembali kredit yang diberikan dapat juga dibedakan atas
jaminan dengan menguasai bendanya dan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya. Jaminan yang diberikan dengan menguasai bendanya misalnya
pada gadai (pand, pledge), hak retensi, sedangkan jaminan yang diberikan dengan tanpa menguasai bendanya dijumpai pada hipotik (mortgage),
credietverband (ikatan kredit), fiducia, privilege. Penjaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya demikian dikenal diseluruh
perundang-undangan modern sekarang ini, hanya bentuknya yang agak berbeda-beda.
Jaminan dengan menguasai bendanya bagi kreditor dirasakan lebih aman terutama jika dibandingkan dengan benda bergerak, yang gampang
dipindahkan dan berubah nilainya. Di sini kreditor menguasai bendanya dan memberikan perlindungan terhadap pihak ketiga atas gambaran yang salah
Van Vollenhoven dinyatakan; Bahwa pembedaan terhadap harta kekayaan bergerak masih selalu kurang penting, walaupun hal ini lambat laun akan berubah. Bagian-bagian penting dari harta kekayaan bergerak adalah ternak, pohon-pohon, tanam-tanaman lain, gudang, padi, kandang-ternak, toko-toko, dan kapal-kapal. Tabingh Soermondt dalam Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyatakan bahwa di negara-negara Eropa seperti misalnya Inggris, menurut hukum perdatanya pembebanan benda bergerak dan benda tetap juga mempunyai arti penting, sehingga pengaturan mengenai hak-hak yang bertalian dengan benda tetap “Real Property Law” dan pengaturan mengenai benda bergerak “Personal Property Law” diatur secara terpisah satu sama lain, yang merupakan dua ajaran (leerstukken) yang berbeda dan tidak dapat disatukan, yang mula-mula mempunyai arti penting dalam hukum waris. Negara-negara Eropa Kontinental sejak resepsi Hukum Romawi hingga sekarang tetap menganggap penting arti pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Meskipun di samping itu mulai dikenal juga pentingnya pembedaan benda terdaftar dan benda tak terdaftar “register goederen en niet – register goederen”, namun masih tetap menganggap penting pembedaan antara benda bergerak dan benda tetap. Karenanya Ontwerp NBW sekarang masih mencantumkan pembedaan benda bergerak dan benda tak bergerak dalam ketentuan-ketentuan Buku III NBW. Dari sepuluh title yang mengatur hak-hak kebendaan, delapan title di antaranya adalah mengenai benda-benda tak bergerak. (lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 51-52).
Universitas Sumatera Utara
mengenai tidak wenangnya debitur atas bendanya. Wenang menjualnya atas kekuasaan sendiri jika terjadi wanprestai karena benda jaminan berada
dalam tangan kreditor.
Jaminan dengan menguasai bendanya terutama pada gadai yang tertuju terhadap benda bergerak memberikan hak preferensi (droit de
preference) dan hak yang senantiasa mengikuti bendanya (droit de suite). Juga pemegang gadai mendapat perlindungan terhadap pihak ketiga seperti
seolah-olah pemiliknya sendiri dari benda tersebut. Pemegang gadai mendapat perlindungan jika menerimanya benda tersebut dengan iktikad baik (te
goeder trouw; in good faith), yaitu mengira bahwa si debitur tersebut adalah pemilik yang sesungguhnya dari benda itu.
Di luar negeri jaminan dengan menguasai bendanya umumnya juga berupa gadai (pledge) dan hak retensi (possessory liens), sedang yang
tergolong jaminan tanpa menguasai bendanya umumnya terdiri atas mortgage, chattel mortgage, (ship mortgage dan aircraft mortgage), fiducia (fiduciary
transfer of ownership), hire purchase (sewa beli), preferentialrights (hak privilegi). Penggolongan dan jenis jaminan seperti tersebut di atas dikenal hamper
di semua negara hanya dengan sedikit-sedikit variasi di sana-sini.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan juga berpendapat bahwa jaminan dengan menguasai bendanya terutama pada gadai di Indonesia mengalami
pertumbuhannya yang tidak semarak. Dalam praktek perbankan di Indonesia gadai sedikit sekali dipergunakan paling-paling hanya sebagai jaminan
tambahan di samping adanya jaminan pokok yang lain. Hal demikian terjadi terutama karena terbentur pada syarat inbezitstelling pada gadai yang lama
kelamaan dalam perkembangan perkreditan di Indonesia dirasakan berat untuk dilaksanakan. Karena debiturnya biasanya justru memerlukan benda
jaminan itu untuk dipakai sehari-hari dalam rumah atau untuk dipakai dalam pekerjaan atau perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan dengan tanpa menguasai bendanya dalam praktek banyak terjadi. Hal ini menguntungkan debitur si pemilik benda jaminan yang
justru memerlukan memakai benda jaminan itu. Tetapi tidak gampang menjaminkan sesuatu benda dengan tetap menguasai benda itu oleh debitur,
tanpa menimbulkan resiko bahaya bagi kreditur jika tidak disertai alat pengamanan yang berat.
2. Mengungkapkan Makna Sifat Accessoir Lembaga Jaminan
Lembaga jaminan yang ada dapat dikenal dengan sifat accessoir nya, maksudnya lembaga jaminan ini adalah merupakan perjanjian yang tidak
dapat berdiri sendiri. Di dalam ilmu hukum di kenal adanya perjanjian dasar (perjanjian pokok) dan perjanjian assesoir (perjanjian ikutan). Gunawaan
Widjaja dan Ahmad Yani menyebutkan bahwa suatu perjanjian disebut dengan perjanjian dasar atau perjanjian pokok, jika perjanjian tersebut
merupakan suatu perjanjian yang berdiri sendiri, dan tidak memiliki “ketergantungan”, baik dalam bentuk pelaksanaanya, maupun keabsahannya
dengan perjanjian lain. Kemudian keduanya melanjutkan bahwa perjanjian dasar ini adakalanya diikuti dengan perjanjian assessoir atau perjanjian
ikutan, yang pelaksanaannya digantungkan pada suatu syarat atau kondisi sebagaimana ditentukan dalam perjanjian dasar tersebut. Perjanjian accessoir
tidak dapat dan tidak mungkin berdiri sendiri. Meskipun hal ini tidak sepenuhnya benar, dalam berbagai hal, pengalihan hak atas prestasi dalam
perjanjian dasar dari pihak kreditor dalam perjanjian dasar kepada pihak ketiga, membawa serta akibat hukum beralihnya perjanjian accessoir tertsebut
kepada pihak ketiga yang menerima pengalihan hak berdasarkan perjanjian dasar tersebut. Hal ini juga terjadi dalam hal batalnya perjanjian, apabila
perjanjian dasar secara hukum batal maka perjanjian assessoir mengikuti perjanjian dasar tersebut. Ilmu hukum dan praktek yang berlaku menunjukkan
bahwa pihak dalam perjanjian assesoir tidak perlu sama atau merupakan pihak dalam perjanjian dasar, yang terpenting adalah perjanjian assessoir
Universitas Sumatera Utara
tersebut menunjuk secara jelas “keterkaitannya” dengan perjanjian dasar yang menjadi “gantungannya”. Dengan dilakukan penunjukkan tersebut dalam
perjanjian assesoirnya, maka berarti perjanjian assessoir tersebut, demi hukum mengikuti perjanjian dasar yang ditunjuk olehnya.175
Apabila menilik dari makna istilah assesoir dalam istilah Belandanya accesoir, maka dapat ditemukan dalam kamus hukum karangan Sudarsono
yang menyatakan bahwa accesoir adalah istilah yang sering dikaitkan dengan assesoire verbentenis atau bijkomende verbintenis, yaitu perjanjian tambahan atau
perjanjian dampingan, maksudnya ialah adanya sesuatu hak menimbulkan hak pada pihak lain yang saling berkaitan; misalnya dengan ditutupnya suatu
transaksi jual beli timbullah hak menerima barang pada satu pihak dan timbullah hak menerima uang pada pihak lain. Di dalam kenyataan sering terjadi
bahwa antara hak-hak perorangan sering terjadi saling hubungan yang sedemikian rupa, sehingga hak yang satu bergantung pada hak yang lain. Dalam
hal ini dikatakan, bahwa yang satu adalah accessoir pada yang lain. Pada keteranganya lebih lanjut dinyatakan bahwa hipotik, gadai (pand) dan tanggungan
(borgtocht) adalah hak-hak accessoir. Perjanjian hipotik adalah suatu perjanjian yang merupakan tambahan atau dampingan atau buntut daripada suatu
perjanjian lain yang dinamakan perjanjian pokok yang lazimnya adalah suatu perjanjian pinjam uang.
176
175 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 51-52. 176 Lihat Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 12-13.
Oleh karenanya lembaga jaminan yang memiliki sifat accesoir untuk menyatakan bahwa lembaga ini tidak dapat berdiri sendiri. Lembaga
jaminan ini ada dikarenakan adanya penyebab yaitu perjanjian pokok. Perjanjian pokoklah yang menjadi dasar munculnya lembaga jaminan ini.
Universitas Sumatera Utara
B. Keutamaan Benda Di Dalam Sistem Hukum Jaminan Nasional
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia
a) Mengungkapkan Makna Benda/Kebendaan, Hak Kebendaan Dan Hak Jaminan Kebendaan
Apabila dipahami sebagai benda yang merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar, yaitu sistem kehidupan manusia, maka benda
merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mendukung kehidupan manusia tersebut. Dengan adanya benda maka akan memudahkan manusia
untuk beraktivitas. Contohnya kederaan bermotor adalah benda bergerak, dengan adanya benda ini maka aktivitas manusia lebih mudah untuk
dikerjakan, dan dengan pengertian yang lebih mendalam maka kederaan bermotor tersebut dapat jadikan obyek jaminan. Oleh karenanya benda
memiliki daya tarik tersendiri untuk dipahami dan dianalisis. Pemahaman dan analisis yang dimaksudkan salah satunya adalah dari sudut pengertiannya
ataupun makna dari benda tersebut. Hal ini dikarenakan dengan mengerti atau paham maksud dari benda tersebut maka mengerti atau paham juga
fungsi dan tujuannya, sehingga akan dapat dipahami pengertian benda/kebendaan, hak kebendaan dan hak jaminan kebendaan.
Pemaknaan pertama dipahami berdasarkan dari pengertian benda dalam kamus besar Bahasa Indonesia yaitu segala yang ada di alam yang
berwujud atau berjasad (bukan roh); dapat berupa zat (misal air, minyak); barang yang berharga (sebagai kekayaan); harta; atau disebut juga dengan
Universitas Sumatera Utara
barang,177
Pemaknaan kedua dikutip dari pengertian benda dalam Bahasa Inggeris yaitu ”thing”, di mana dikatakan di dalam kamus Bahasa Inggeris
terbitan Collins menyatakan bahwa thing is an object, fact, affair, circumstance, or concept considered as being a separate entity.
adalah benda. Hal ini memberikan suatu kesimpulan bahwa apapun sesuatu itu asalkan berwujud maka sesuatu itu adalah benda. Lebih
ditekankan lagi disini kata roh adalah tidak dapat dikatakan benda karena bentuknya yang tidak berwujud atau berjasad.
178
177 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 131. 178 Collins, Concise Dictionary 21st Century Edition, (England: Harper Collins Publishers, 2001), hal. 1569.
Pengertian bebas dari benda
adalah sebagai suatu obyek, urusan, ataupun keadaan yang nyata, ataupun juga sebagai suatu kesatuan yang terpisah. Maksudnya bahwa benda yang
dimaksudkan dimaknai sebagai suatu obyek yang riil apakah itu berupa suatu hal ataupun urusan dan keadaan di mana dapat dilihat dan dirasakan
bentuknya sehingga nyata adanya dan obyek tersebut berdiri sendiri.
Kedua pemaknaan benda yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki persamaan yaitu benda tersebut adalah
merupakan suatu obyek atau barang yang nyata, sedangkan perbedaannya di dalam kamus besar Bahasa Indonesia dipahami bahwa roh bukan benda.
Untuk pengertian kebendaan dapat dilihat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, Pasal 499, yang menyatakan bahwa
”menurut pemahaman undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.”
Berdasarkan pengertian benda dari Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat dirumuskan bahwa pengertian dari
kebendaan adalah segala sesuatu baik barang maupun hak yang dapat dikuasai dengan hak milik.
Universitas Sumatera Utara
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya memberikan penafsiran akan maksud dari pengertian kebendaan menurut Pasal 499 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, dimana yang dimaksudkan dengan kebendaan di dalam undang-undang ini adalah yang memiliki nilai ekonomis. Suatu
kebendaan yang dapat dimiliki tetapi tidak memiliki nilai ekonomis bukanlah kebendaan yang dimaksudkan. Hal ini terkait dengan Pasal 1131 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa; ”segala kebendaan, yang bergerak dan tak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada maupun yang
akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitor”. Dalam hal ini dicontohkan air ataupun udara yang merupakan suatu kebendaan
karena suatu hal yang pada awalnya tidak punya nilai ekonomis akan tetapi dapat saja sewaktu-waktu dapat bernilai ekonomis. Maka, pada pendapat
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, bahwa makna ekonomis dalam hal in tidaklah bersifat rigid akan tetapi harus dilihat dan dinilai secara
kasuistis.179
179 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Kebendaan pada Umumnya, (Jakarta Timur: Kencana, 2003), hal. 32-33.
Dalam hal ini penulis sependapat, bahwa nilai ekonomis dari suatu benda tidak dapat dibatasi, hal ini dapat saja berhubungan dengan waktu,
ruang dan tempat. Perbedaan waktu, ruang dan tempat dapat saja menjadi penyebab adanya nilai ekonomis dari suatu benda, dan yang harus
ditekankan dalam hal ini adalah nilai ekonomis dari benda yang ada tidak menjadi kurang apabila dikuasai oleh pihak penerima jaminan, apabila hal ini
dikaitkan dengan jaminan dalam kredit bank.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini juga dapat dikaitkan dengan pengertian property menurut Tony Honore, yang menyatakan bahwa property is anything that has a money
value and can be cashed or exchanged counts as property: land, buildings, furniture, vehicles, leases, money, shares, copyrights.180
Abdulkadir Muhammad menyatakan pendapatnya bahwa dalam memahami hak kebendaan perlu terlebih dahulu mengkaji apa yang
maksudkan dengan hak perdata
Maksudnya selain yang tersebut
diatas maka semua yang dapat menjadi jaminan terkait dengan kekayaan dan hak milik seseorang terhadap benda yang dijadikan jaminan.
Dengan kata lain dari pengertian yang telah diuraikan, benda merupakan hal yang penting dalam mendukung kehidupan manusia, demikian
juga halnya dengan kebendaan. Kebendaan lebih menekankan pada fungsi dan kemanfaatan benda tersebut yang terkait juga dengan nilai ekonomisnya
sehingga dapat dijadikan jaminan dalam kredit perbankan dan diatur oleh undang-undang.
b) Hal Ikhwal Tentang Hak Kebendaan
Hak kebendaan diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. KUH Perdata Buku II pada asasnya
mengandung sistem yang tertutup, maksudnya tidak ada dikenal lagi hak-hak kebendaan selain hak-hak kebendaan yang
telah ada diatur dalam ketentuan ini.
181. Penulis sependapat dalam hal ini karena pada dasarnya keterkaitan antara keduanya yaitu dengan adanya hak perdata
maka muncullah hak kebendaan.182
180TonyHonore, About Law An introduction, (Oxford: Clarendon Press, 1995), hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut lagi Abdulkadir Muhammad membagi hak perdata menjadi 2 (dua), yaitu hak yang bersifat mutlak (absolut) dan hak yang bersifat
relatif. Hak yang bersifat mutlak (absolut) yaitu di mana hak perdata tersebut memberikan kekuasaan langsung terhadap bendanya dan dapat
dipertahankan dari siapapun. Hak yang bersifat mutlak (absolut) tersebut di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia adalah hak
kebendaan (zakenlijkrecht) yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan hak kepribadian (persoonlijkheidsrecht) yang
diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Adapun hak yang bersifat relatif adalah hak perdata yang tidak memiliki
kekuasaan langsung terhadap benda, sifat kekusaannya terbatas dan hanya dapat dipertahankan terhadap pihak yang telah ditentukan di dalam hubungan
hukum yang ada. Di dalam istilah Belandanya hak yang bersifat relatif ini disebut dengan persoonlijkrecht.183
Untuk lebih jelasnya tentang hak kebendaan, maka dapat di lihat dalam bentuk skema kedudukan hak kebendaan di dalam hak perdata, di
bawah ini:
181 Hak perdata menurut Abdulkadir Muhammad adalah hak yang ada pada seseorang yang diberikan oleh hukum perdata. (Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 135.)
182 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 135. 183Ibid, hal. 135-136.
Universitas Sumatera Utara
HAK ATAS DIRI SENDIRI
HAK ATAS DIRI ORANG LAIN YANG TIMBUL DALAM HUBUNGAN HUKUM KELUARGA
Setelah mengetahui tentang hak perdata
yang terbagi 2 (dua) yaitu hak perdata yang bersifat mutlak dan hak perdata yang bersifat relatif, maka untuk hak perdata yang bersifat mutlak tersebut
terbagi 2 (dua) yaitu hak kebendaan dan hak kepribadian. Untuk pengertian hak kebendaan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan adalah hak yang
melekat atas benda artinya suatu hak yang ada atas suatu benda di mana hak tersebut memberikan kekuasaan langsung kepada benda yang dibebani hak
tersebut dan dapat dipertahankan dari siapapun.184
184 Bandingkan dengan pengertian Abdulkadir Muhammad dalam bukunya Hukum Perdata Indonesia, yang memberikan pengertian bahwa Hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun. (Abdulkadir
Hak kepribadian (persoonlijkheidsrecht) yang terdiri dari hak atas diri sendiri dan hak atas diri orang
SKEMA KEDUDUKAN HAK KEBENDAAN DI DALAM HAK PERDATA
Universitas Sumatera Utara
lain yang timbul dalam hubungan hukum keluarga. Hak atas diri sendiri, misalnya, hak atas nama, hak atas kehormatan, hak untuk memiliki, dan hak
untuk kawin, sedangkan hak atas diri orang lain yang timbul dalam hubungan hukum keluarga antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, serta
antara wali dan anak. Semua hak kepribadian diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.185
Abdulkadir Muhammad juga menjelaskan mengenai hak kebendaan, yaitu hak melekat atas suatu benda disebut hak atas benda. Hak atas
benda lazim disebut hak kebendaan (zakelijkrecht). Hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat
dipertahankan terhadap siapapun. Setiap orang harus menghormati hak tersebut. Contoh hak kebendaan adalah hak milik, hak memungut hasil, hak
sewa, hak pakai, hak gadai, hak hipotik dan hak kekayaan intelektual.
186Oleh karena Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah di cabut
berlakunya sejauh mengenai bumi, air, dan segala kekayaan alam yang di dalamnya, kecuali hipotik, sehingga semua hak yang berkenaan dengan tanah
sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria, sehingga hak mengenai tanah ini menjadi obyek
hukum agraria. Akan hal ini Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa yang menjadi obyek hukum agraria adalah prosedur atau tata cara
memperalihkan dan memperoleh hak kebendaan, sementara perjanjian yang menjadi dasar peralihan dan perolehan hak kebendaan menjadi obyek
hukum perdata.187
Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 136.). 185 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal.135. 186Ibid, hal. 136. 187Ibid, hal. 137-138.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karenanya apabila membicarakan Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai hak-hak kebendaan, maka hak-hak
kebendaan yang ada adalah hak-hak kebendaan yang bukan mengenai tanah, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah dan air,
sehingga selain dari yang disebutkan sebelumnya, maka hak kebendaan yang ada adalah hak kebendaan yang memberi kenikmatan dan hak kebendaan
yang memberi jaminan. Hak kebendaan yang memberi kenikmatan (genootsrecht) diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam yaitu, 1) Memberi
kenikmatan atas benda milik sendiri, misalnya, hak milik atas benda bergerak atau benda yang bukan tanah dan hak penguasaan (bezit) atas benda
bergerak, 2) Memberi kenikmatan atas benda milik orang lain, misalnya, bezit atas benda bergerak atau benda bukan tanah, hak pungut hasil atas benda
bergerak atau benda bukan tanah, hak pakai dan mendiami atas benda bukan tanah, dan hak pakai atas benda bergerak.188
Ada beberapa ciri khas yang dapat membedakan hak kebendaan dengan hak lainnya. Menurut Abdulkadir
Muhammad, ciri-ciri tersebut adalah:
189
188Ibid, hal. 137-138. 189Ibid, hal. 136-137. Bandingkan dengan pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang menyebutkan ada 6 (enam) ciri-ciri Hak Kebendaan yang
membedakannya dengan Hak Perorangan (hak persoonlijk), yaitu: 1. Hak Kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapapun. 2. Hak Kebendaan mempunyai zaaksgevolg atau droit de suit (hak yang mengikuti). Artinya hak itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga
(ditangan siapapun juga) barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyai barang tersebut. 3. Sistem yang terdapat pada hak kebendaan ialah mana yang lebih dahulu terjadinya, maka tingkatannya adalah lebih tinggi daripada yang terjadi
kemudian. 4. Adanya droit de preference (hak terlebih dahulu) 5. Dalam hal gugatan, maka pada hak kebendaan gugatannya disebut dengan gugat kebendaan, misalnya, gugatan untuk menghilangkan gangguan-
gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan dalam keadaan semula, gugatan untuk penggantian kerugian, dan sebagainya. 6. Dalam hal pemindahan hak kebendaan, maka pemindahan hak kebendaan itu dapat secara penuh dilakukan. (lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 26-27
Universitas Sumatera Utara
1. Mutlak, artinya dikuasai dengan bebas dan dapat dipertahankan terhadap siapapun.
2. Mengikuti benda dalam tangan siapapun benda itu berada.
3. Hak yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi.
4. Penyelesaiannya lebih diutamakan.
5. Hak gugat dapat dilakukan terhadap siapapun yang mengganggu kenikmatan benda dan hak atas benda itu.
6. Pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun.
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya mengutip pernyataan Sri Soedewi Masjchonen Sofwan tentang
tulisannya mengenai Hukum Perdata: Hukum Benda, bahwa sistematika hukum kebendaan Indonesia dapat dibagi 2 (dua),
yaitu:190
1. Hukum Kebendaan Materiil, yang dibagi ke dalam:
a. Benda Bergerak, yang dapat dibagi ke dalam:
1) Benda bergerak yang berwujud (diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata); dan,
190 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Kebendaan pada Umumnya, (Jakarta Timur: Kencana, 2003), hal. 28-30.
Universitas Sumatera Utara
2) Benda bergerak yang tidak berwujud (diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Perseroan Terbatas,
Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara);
b. Benda tidak bergerak, yang selanjutnya dibagi lagi kedalam;
1) Benda tidak bergerak berupa Tanah dan hak atas Tanah, beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
(diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Hak Tanggungan dan peraturan
pelaksanaannya);
2) Benda tidak bergerak selain Tanah dan Hak atas Tanah (diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, dan Bab I Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang Kapal Laut);
2. Hukum Kebendaan Immaterial, yang dibagi ke dalam:
a. Rahasia Dagang (diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000);
b. Desain Industri (diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000);
c. Desain atas Tata Letak Sirkuit Terpadu (diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000);
d. Paten dan paten sederhana (diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001);
Universitas Sumatera Utara
e. Merek dagang, merek jasa, nama dagang, indikasi asal, indikasi geografis, (diatur dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001);
f. Hak cipta dan Hak yang berkaitan dengan hak cipta (diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002).
Menurut Salim HS bahwa pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan
atau lembaga keuangan non bank, namun benda yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat
tertentu.191
Adapun syarat-syarat benda jaminan yang baik menurut Subekti dalam Salim HS adalah:
192
Menurut Hasanuddin dalam Neni Sri Imaniyati, syarat-syarat jaminan adalah:
a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya;
b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya;
c. memberikan kepastian kepada si kreditor, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk
dieksekusi, bila perlu dapat mudah diluangkan untuk melunasi hutangnya sipenerima (pengambil) kredit.
193
a. Secured
191 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 27. 192Ibid, hal. 27-28. 193 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: Refika Aditama,2010), hal. 154.
Universitas Sumatera Utara
Artinya jaminan kredit tersebut dapat diadakan pengikatannya secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan
yang berlaku, sehingga apabila kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank telah mempunyai alat bukti yang sempurna
dan lengkap untuk menjalankan sesuatu tindakan hukum.
b. Marketable
Artinya apabila diperlukan, misalnya untuk kebutuhan pelunasan kredit dapat dengan mudah diuangkan. Dalam literatur dikenal jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan. Selain dari pembagian di atas, dalam praktik perbankan dikenal pembagian jaminan pokok dan
jaminan tambahan.
1) Jaminan Pokok
Yaitu jaminan yang berupa suatu usaha yang berkaitan langsung dengan kredit yang dimohon, dapat berarti suatu proyek, atau
prospek usaha debitur yang dibiayai oleh kreditor tersebut, sedangkan yang dimaksud benda yang berkaitan dengan kredit yang
dimohon biasanya adalah benda yang dibiayai atau dibeli dengan kredit yang dimohon.
2) Jaminan Tambahan
Yaitu jaminan yang tidak berkaitan langsung dengan kredit yang dimohon, jaminan tambahan dapat berupa jaminan kebendaan yang
obyeknya adalah harta benda milik debitur maupun perorangan yaitu kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur.
Universitas Sumatera Utara
Adapun fungsi jaminan dalam perjanjian kredit adalah merupakan source of the last resort bagi pelunasan kredit yang diberikan oleh bank kepada
nasabah debiturnya, artinyaternyata sumber utama pelunasan nasabah debitur yang berupa hasil keuangan yang diperoleh dari usaha debitur (first way
out) tidak memadai sebagaimana yang diharapkan, maka hasil eksekusi dari jaminan itu (second way out) diharapkan menjadi sumber pelunasan
alternative terakhir yang dapat diharapkan oleh bank dari debitur tersebut.194
Adapun cara memperoleh dan hapusnya hak kebendaan yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yaitu:
195
a. Pengakuan
Benda yang tidak ada pemiliknya (res nullius) kemudian ditemukan dan diakui oleh orang yang menemukannya sebagai
miliknya. Orang yang mengakui tersebut memperoleh hak milik benda itu. Contohnya, menangkap ikan di sungai atau
di laut, berburu rus di hutan bebas, memperoleh intan dari tempat penggalian bebas, atau mendapat barang antik (kuno)
dari penggalian tanah pekarangan milik sendiri.
b. Penemuan
Benda milik orang lain yang lepas dari penguasaannya, misalnya karena jatuh di jalan atau hilang akibat banjir
kemudian ditemukan oleh seseorang, sedangkan dia tidak mengetahui siapa pemiliknya. Penemuan benda tersebut
194 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: Refika Aditama,2010), hal. 153. 195 Abdulkadir Muhammmad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 142-143.
Universitas Sumatera Utara
dianggap sebagai pemilik karena dia menguasi benda itu (Pasal 1977 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dia mempunyai hak menguasai (bezit) atas benda itu dan bezit tersebut diangap sebagai eigendom.
c. Penyerahan
Hak kebendaan diperoleh karena penyerahan berdasar pada alas hak (rechstitel) tertentu, misalnya jual beli, hibah, dan
pewarisan. Dikarenakan adanya penyerahan itu, hak kebendaan atas benda berpindah kepada pihak penerima hak.
d. Daluwarsa
Hak kebendaan diperoleh karena daluwarsa (lampau waktu). Daluwarsa benda bergerak dan tidak bergerak tidak sama.
Setiap orang yang menguasai benda bergerak, misalnya karena penemuan di jalan, hak milik diperoleh setelah lampau
waktu 3 (tiga) tahun sejak dia menguasai benda bergerak itu (Pasal 1977 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata)196
196 Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa, “Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Namun demikian, siapa yang kehilangan atau kecurian sesuatu barang, di dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari hilangnya atau dicurinya barang itu, dapatlah ia menuntut kembali barangnya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya, dari siapa yang dalam tangannya ia ketemukan barangnya, dengan tak mengurangi hak si yang tersebut belakangan ini untuk minta ganti rugi kepada orang dari siapa ia memperoleh barangnya. Lagi pula dengan tak mengurangi ketentuan dalam Pasal 582. (R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitan Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradya Paramita, 2001), hal. 495).
. Untuk benda tidak bergerak, daluwarsa adalah 20 (dua puluh ) tahun dalam hal ada alas hak dan 30 (tiga
puluh) tahun dalam hal tidak ada alas hak. Setelah lampau waktu 20 (dua puluh) tahun atau 30 (tiga puluh) tahun
Universitas Sumatera Utara
tersebut, orang yang menguasai benda tidak bergerak tersebut memperoleh hak milik (Pasal 1996 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata)197
e. Pewarisan
.
Hak kebendaan diperoleh karena pewarisan menurut hukum waris yang berlaku. Ada tiga macam hukum waris, yaitu
hukum waris adat, hukum waris islam dan hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pewarisan
dinyatakan terbuka bagi ahli waris untuk memperoleh hak waris sejak almarhum pemilik harta warisan meninggal
dunia.
197 Dalam penjelasan mengenai daluarsa ini Abdulkadir Muhammad menyebutkan Pasal 1996 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hal ini dikoreksi oleh penulis karena berdasarkan isi pasal yang ada di dalam kitab undang-undang hukum perdata hanya berisi 1993 (seratus sembilan puluh tiga) pasal, oleh karena itu menurut penulis penyebutan Pasal 1996 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam buku ini perlu di revisi.
Pada pendapat penulis ketentuan tentang daluwarsa untuk benda tidak bergerak terkait dengan isi Pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di mana isi Pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa: “Siapa yang dengan iktikad baik, dan didasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan daluwarsa, dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun. Siapa yang dengan iktikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya. (R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitan Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradya Paramita, 2001), hal. 492). Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, dalam bukunya Hukum Perdata: Hukum Benda, menyatakan bahwa ada pasal-pasal yang berhubungan dengan pasal-pasal yang tidak berlaku lagi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meskipun tidak tegas-tegas dicabut dan letaknya di luar buku ke II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu dalam buku III dan buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu contohnya Pasal 1955 dan Pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jadi pada pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Pasal 1963 tidak berlaku lagi dikarenakan pada hakekatnya pasal-pasal ini merupakan pelaksanaan Pasal 610 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa bezitter dapat memperoleh hak eigendom atas sesuatu benda melalui verjaring. (lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 7).
Universitas Sumatera Utara
f. Penciptaan
Orang yang menciptakan benda baru memperoleh hak milik atas benda ciptaanya itu. Pengertian menciptakan disini
meliputi menciptakan benda baru dari benda-benda yang sudah ada atau menciptakan benda baru yang sama sekali
belum ada.
g. Ikutan atau Turunan
Orang membeli seekor sapi yang sedang hamil, kemudian sapi tersebut melahirkan anak sapi. Maka pemilik sapi
tersebut memperoleh hak milik atas anak sapi yang baru lahir tadi. Tumbuhan di atas tanah perkarangan dinyatakan
sebagai benda ikutan dari tanah perkarangan itu. Orang yang membeli pekarangan tersebut berhak pula atas tanaman di
atas pekarangan itu karena ikutan.
Abdulkadir Muhammad menyatakan di dalam bukunya bahwa hak kebendaan dapat hapus atau lenyap karena
beberapa hal yang di atur dan di akui oleh undang-undang, yaitu:198
a. Benda yang dimaksud lenyap atau musnah.
198 Abdulkadir Muhammmad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 143-145.
Universitas Sumatera Utara
Hak kebendaan atas benda akan lenyap karena bendanya musnah atau lenyap. Misalnya hak pakai atas suatu rumah
lenyap karena rumah tersebut terbakar, begitu juga bila hak gadai akan hapus apabila barang (benda) yang dijaminkan
hilang atau lenyap.
b. Benda yang dimaksudkan dipindahtangankan.
Hak kebendaan hapus apabila bendanya dipindahtangankan, misalnya hak milik atas sebuah rumah akan hapus apabila
rumah tersebut dijual.
c. Pelepasan hak atas benda
Hak kebendaan akan hapus bila terjadi pelepasan hak. Dalam hal ini pelepasan yang dimaksudkan adalah tindakan yang
disengaja. Misalnya sebagian perkarangan dibiarkan untuk pelebaran jalan raya, maka disini terjadi pelepasan hak.
d. Daluwarsa (lampau waktu)
Hak kebendaan akan lenyap apabila selama jangka waktu 20 (dua puluh) tahun atau 30 (tiga puluh) tahun pemilik benda
tidak mau tahu lagi mengenai hak miliknya atas tanahnya.
Pada benda bergerak, daluwarsa berlaku 3 (tiga) tahun sejak benda itu dikuasai oleh orang yang menemukannya.
Apabila dalam waktu 3 (tiga tahun) pemilik benda itu tidak mengajukan gugatan pengembalian (gugat revindikasi)
benda miliknya, maka hak atas benda tersebut menjadi hapus karena daluwarsa.
Universitas Sumatera Utara
e. Pencabutan hak
Penguasaan negara dapat memperoleh hak kebendaan (hak milik) karena pencabutan hak, sehingga mengakibatkan
pemilik hak kebendaan atas benda tersebut dicabut. Adapun pencabutan hak harus memenuhi syarat-syarat yaitu;
pertama, berdasarkan pada undang-undang; kedua, dilakukan untuk kepentingan umum; ketiga, dengan ganti kerugian
yang layak (patut).
c) Pentingnya Pembagian Benda Di Dalam Sistem Hukum Jaminan Nasional
Berdasarkan pengaturan yang ada pembagian jenis benda yang ada di Indonesia tidak hanya diatur di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata saja, akan tetapi dapat juga dilihat dalam Hukum Adat, Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun
1996.
Untuk pembagian jenis benda di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu; pertama, benda bergerak dan
benda tak bergerak; kedua, benda berwujud (lichamelijk) dan tidak berwujud (onlichamelijk) yang diatur dalam Pasal
503199
199 R. Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hal. 157.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; ketiga, benda yang dapat dihabiskan (vebruikbaar) dan benda yang tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat dihabiskan (onverbruikbaar) yang diatur dalam Pasal 505200 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; keempat, benda
yang dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi yang diatur dalam Pasal 1296 dan Pasal 1297201 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata; kelima, benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti yang diatur Pasal 1754 sampai
dengan 1756202
Isi Pasal 503 KUH Perdata antara lain, “Tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh atau tidak bertubuh. 200Ibid, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hal. 157. Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; “Tiap-tiap kebendaan bergerak adalah dapat dihabiskan atau tak dapat dihabiskan;
kebendaan dikatakan dapat dihabiskan, bilamana karena dipakai, menjadi habis.” 201Ibid, hal. 334.
Pasal 1296 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan antara lain, “suatu perikatan dapat dibagi-bagi atau tak dapatdibagi-bagi sekedar perikatan tersebut mengenai suatu barang yang penyerahannya, atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat dibagi-bagi atau tak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata-nyata maupun secara perhitungan.”
Pasal 1297 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “suatu perikatan adalah tak dapat dibagi-bagi, meskipun barang atau perbuatan yang dimaksud karena sifatnya, dapat dibagi-bagi, jika barang atau perbuatan tadi menurut maksud perikatan tidak boleh diserahkan atau dilaksanakan sebagian demi sebagian.” 202Ibid, hal. 451.
Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”
Pasal 1755 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik barang yang dipinjam; dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya.”
Pasal 1756 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Utang yang terjadi karena peminjaman uang hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian.
Jika, sebelum saat pelunasan, terjadi suatu kenaikan atau kemunduran harga atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya yang berlaku pada saat itu.”
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Universitas Sumatera Utara
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, memaparkan bahwa di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikenal
dengan berbagai macam benda yaitu; barang-barang yang berwujud (limchamelijk) dan barang-barang yang tak berwujud
(onlichamelijk), barang-barang yang bergerak dan barang-barang yang tak bergerak203, barang-barang yang dapat dipakai
habis (vebruikbaar) dan barang-barang yang tak dapat dipakai habis (onverbruikbaar), barang-barang yang sudah ada
(tegenwoordigezaken) dan barang-barang yang masih akan ada (toekomstigezaken)204, barang-barang yang dalam
perdagangan (zaken in de handel) dan barang-barang yang di luar perdagangan (zaken buiten de handel), barang-barang
yang dapat dibagi dan barang-barang yang tak dapat dibagi.205
203 Benda bergerak dapat dibagi 2 (dua) yaitu; pertama, karena sifatnya; kedua, karena ketentuan undang-undang, sedangkan benda tak bergerak dibagi menjadi; pertama, karena sifatnya; kedua, karena tujuannya; ketiga, karena ketentuan undang-undang. (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 20-21).
204 Barang yang akan ada dibedakan menjadi 2 (dua) hal, yaitu; pertama, absolut maksudnya benda-benda yang sama sekali belum ada; dan kedua, relatif yaitu benda-benda yang sudah ada akan tetapi bagi orang-orang tertentu belum ada, contohnya barang yang sudah dibeli akan tetapi belum diserahakan. (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 19)
205 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 19.
Berdasarkan penggabungan pembagian benda tersebut diatas, maka dapat dibuat skema yang berbentuk sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya menyatakan bahwa pembagian benda atas benda bergerak dan benda tidak
bergerak memiliki makna dan mempunyai akibat yang sangat luas. Adapun pembedaan benda ke dalam benda bergerak dan
benda tidak bergerak memiliki tujuan untuk membedakan:206
1. Cara Perolehannya (Melalui Bezit).
206Ibid, hal. 35 – 39.
Universitas Sumatera Utara
Cara perolehan melalui bezit207
2. Cara Penyerahannya.
bagi benda bergerak Pasal 1977 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa; ”terhadap benda-benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang tidak harus
dibayar kepada pembawa, maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.”
Dalam hal ini untuk menjadi pemilik atau memperoleh hak milik dari kebendaan bergerak, cukup dibuktikan adanya
bezit dari benda tersebut, sedangkan untuk benda tidak bergerak berdasarkan ketentuan Pasal 1963 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa ”Siapa yang dengan iktikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak
yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas
unjuk (aan toonder niet betaalbare inschuld), memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan daluwarsa, dengan suatu
penguasaan selama dua puluh tahun. Siapa yang dengan iktikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun,
memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk menunjukkan alas haknya.”
207 Pasal 529 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, memberikan penjelasan tentang bezit adalah keadaan memegang atau menikmati sesuatu benda di mana seseorang menguasainya, baik sendiri ataupun dengan perataraan orang lain, seolah-olah itu adalah kepunyaannya sendiri.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menjelaskan tentang syarat-syarat adanya bezit, yaitu: 1. Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan dengan bendanya. 2. Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki oleh orang tersebut, dan kehendak tersebut adalah kehendak yang
sempurna, artinya bukan kehendak dari anak kecil atau orang gila. (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 84).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 612, Pasal 613 dan Pasal 616 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur cara penyerahan
benda bergerak dan tidak bergerak. Adapun bunyi dari pasal-pasal tersebut adalah:
Pasal 612 Kitab Undang-Undang Perdata, ”Penyerahan kebendaan bergerak, kecuali yang tidak bertubuh dilakukan
dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan tersebut oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-
kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.
Penyerahan tidak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai
oleh orang yang hendak menerimanya.”
Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ”Penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak
bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas
kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Penyerahan yang demikian tidak ada akibatnya bagi debitor sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau
secara tertulis disetujui dan diakuinya.
Penyerahan tiap-tiap piutang atas unjuk (kepada pembawa, schuld vorderingen aan toonder) dilakukan dengan
penyerahan surat itu; penyerahan tiap-tiap piutang atas tunjuk (schuld vorderingen aan order) dilakukan dengan
peyerahan surat disertai dengan endorsemen.”
Universitas Sumatera Utara
Pasal 616 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ”Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan
dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620.”
3. Cara Pembebanannya.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu di dalam Pasal 1150 dan Pasal 1162, yaitu antara lain isinya:
Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ”Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitor, atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari
pada kreditur-kreditur lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkanya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”
Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ”Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak
bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.”
4. Mengenai Daluwarsa.
Daluwarsa yang dimaksudkan adalah daluwarsa untuk memperoleh hak milik, maksudnya Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tidak menentukan suatu jangka waktu daluwarsa, bezit berlaku sebagai title sempurna. Sedangkan
terhadap benda tidak bergerak, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mensyaratkan jangka waktu dua puluh tahun
Universitas Sumatera Utara
agar seorang bezitter atau pemegang kedudukan berkuasa yang beriktikad baik dan dengan alas hak yang sah dapat
menjadi eigenaar (lihat Pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Selain kelima jenis benda yang diatur Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, apabila diperhatikan pasal demi pasal
dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka ditemukan juga jenis kebendaan yang lain, seperti Pasal 500 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang bunyi antara lain; ”segala apa yang karena hukum perlekatan termasuk dalam
sesuatu kebendaan, seperti pun segala hasil dari kebendaan itu, baik hasil karena alam maupun hasil karena pekerjaan
orang, selama yang akhir-akhir ini melekat pada kebendaan itu laksana dahan dan akar terpaut pada tanahnya,
kesemuanya itu adalah bagian dari kebendaan tadi.”
Di dalam Pasal 500 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan adanya benda pokok (benda utama) dan
benda perlekatan208. Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya memberikan pengertian benda pokok (benda utama) sebagai
benda yang semula telah dimiliki oleh seseorang tertentu, sedangkan benda perlekatan adalah setiap benda yang:209
208 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal Asas Perlekatan, yaitu pertama; Asas Perlekatan Vertikal; yaitu asas yang menyatakan bahwa segala yang melekat pada tanah, baik yang merupakan hasil alam maupun hasil perbuatan manusia, termasuk hasil perdata, dianggap merupakan dan menjadi satu kesatuan dengan bidang tanah tersebut. Kedua; Asas Perlekatan Horizontal, yaitu perlekatan yng terjadi misalnya antara balkon dengan rumah tinggal atau gudang bawah tanah dengan rumah darimana gudang tersebut dapat dimasuki. (lihat Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Ibid, hal. 44).
Menurut penulis, asas perlekatan horizontal adalah segala sesuatu yang melekat dengan benda utama, sedangkan benda utamanya melekat dengan tanah dan biasanya arah perlekatan tersebut adalah keatas atau kebawah.
209 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya,Kebendaan pada Umumnya, (Jakarta Timur: Kencana, 2003), hal. 42-44.
Universitas Sumatera Utara
1. Karena perbuatan alam, misalnya pohon yang tumbuh tanpa ditanam oleh orang. Pemilik dari tanah di mana pohon
tersebut tumbuh adalah pemilik dari pohon tersebut. Pemilik tanah tidak dapat menjual pohon tersebut tanpa merusak
atau menghilangkan arti dari pohon tersebut sebagai satu kesatuan benda yang bermakna; tetapi jika pemilik tanah
bermaksud untuk menjual tanah tersebut, maka demi hukum pohon tersebut ikut dijual kepada pembelinya.
2. Karena perbuatan manusia, misalnya bangunan yang dengan sengaja dibuat untuk keperluan rumah tinggal. Dalam hal
ini, pemilik dari tanah di mana bangunan tersebut didirikan adalah juga pemilik bangunan yang didirikan tersebut.
Disini, pemilik tanah tidak dapat menjual rumahnya tanpa mengakibatkan kerusakan pada rumah itu sendiri, yang pada
hakekatnya bukanlah tujuan penjualan itu sendiri. Tetapi jika pemilik tanah bermaksud untuk menjual tanahnya, maka
rumah yang didirikan di atas tanah tersebut, juga demi hukum ikut dijual kepada pembelinya.
3. Hasil perdata yang dapat ditagih, misalnya bunga yang belum jatuh tempo. Pemilik piutang pokok dari bunga yang
belum jatuh tempo adalah juga pemilik dari bunga yang belum jatuh tempo tersebut. Pemilik piutang tidak dapat
menjual bunganya, karena bunga tersebut belum jatuh tempo, tetapi manakala pemilik piutang menjual piutangnya,
maka demi hukum, bunga yang belum jatuh tempo tersebut beralih pada pembeli piutangnya.
Universitas Sumatera Utara
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengenal
benda yang melekat dengan benda pokoknya yang tidak dapat dipisahkan dari benda pokoknya tanpa kerusakan, yaitu yang
dikenal dengan:210
1. Benda tambahan, yaitu berupa buah-buah atau hasil-hasil dari suatu benda pokok, yang dalam hal ini buah atau hasil
tersebut dapat berwujud dalam bentuk:
a. Hasil alam, yaitu anak dari binatang atau hewan yang melahirkan. Pemilik dari induk binatang atau hewan yang
melahirkan adalah juga pemilik dari setiap anak yang dilahirkan dari induknya tersebut.
b. Hasil pekerjaan manusia, misalnya buah-buah dari pohon yang ditanam oleh manusia. Pemilik dari pohon yang
ditanam adalah juga pemilik dari buah-buah yang dihasilkan dari pohon tersebut.
c. Hasil perdata yang telah dapat ditagih (atau telah jatuh tempo), misalnya berupa uang sewa. Pemilik rumah yang
disewakan adalah juga pemilik dari sewa rumah yang disewakan tersebut.
Dalam konteks benda tambahan tersebut, pemilik dari benda tersebut dapat menjual baik benda pokoknya, maupun benda tambahannya
tersebut secara berdiri sendiri, artinya pemilik dari benda pokok dapat menjual benda pokoknya tanpa menjual benda tambahannya, demikian
pula sebaliknya.
210Ibid, hal. 44-46.
Universitas Sumatera Utara
2. Benda ikutan, yaitu benda yang mengikuti suatu benda pokok, yang tanpa benda pokok tersebut, benda ikutan tidak akan
mempunyai arti, meskipun benda ikutan tersebut tidak melekat pada benda pokoknya. Misalnya anak kunci yang
mengikut gembok rumah. Tanpa adanya gembok tersebut anak kunci tidak ada gunanya, meskipun anak kunci tersebut
melekat pada gemboknya.
3. Benda pelengkap, yaitu benda yang dapat dipergunakan secara bersama-sama dengan benda pokok. Misalnya mebel-
mebel dalam suatu hotel, yang melengkapi penggunaan hotel tersebut. Benda-benda pelengkap ini bergantung pada
tujuan penggunaannya, kadangkala dapat menjadi benda ikutan terhadap benda pokok, tetapi pada saat lain dapat
menjadi benda pokok sendiri yang lepas dari benda pokoknya.
d) Cita Hukum Hak Kebendaan Yang Berlandaskan Asas-Asas Hukum
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian asas adalah dasar yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan
berpikir atau pendapat,211 sedangkan hak kebendaan (zakelijkrecht) menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan adalah hak
mutlak atas sesuatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan
terhadap siapapun juga.212
211 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 70. 212 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 24.
Jadi apabila 2 (dua) pengertian tersebut dijadikan acuan, maka pengertian asas hak kebendaan
Universitas Sumatera Utara
adalah hal-hal yang menjadi dasar terhadap hak mutlak atas sesuatu benda di mana hak tersebut memberikan kekuasaan
langsung atas benda yang dimaksud dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Abdulkadir Muhammad, di dalam bukunya hukum perdata Indonesia memaparkan tentang asas-asas dalam hak
kebendaan yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, antara lain:213
213 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 139-141. Bandingkan dengan pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 10 (sepuluh) asas umum
hukum kebendaan, yaitu:
1. Hukum benda adalah merupakan hukum pemaksa (dwingendrecht) artinya berlakunya aturan-aturan itu tidak dapat disimpangi oleh para pihak. Perkataan kehendak para pihak itu tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan.
2. Dapat dipindahkan, kecuali isinya oleh undang-undang juga ditentukan sifat-sifatnya hak kebendaan., kecuali hak pakai dan mendiami semua hak kebendaan dapat dipindah-tangankan.
3. Asas Individualiteit, bahwa yang dapat dimiliki sebagai kebendaan adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat ditentukan (individueel bepaald).
4. Asas Totaliteit, maksudnya bahwa kepemilikan oleh individu atas suatu benda adalah berarti menyeluruh dari setiap bagian dari kebendaan tersebut.
5. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid), yaitu asas yang merupakan konsekwensi hukum dari asas totaliteit, di mana dikatakan bahwa seseorang tidak mungkin untuk melepaskan hanya sebagian dari hak miliknya atas suatu kebendaan yang utuh.
6. Asas prioriteit, yaitu bahwa hak kebendaan yang ada diberikan kedudukan berjenjang (prioritas) antara satu hak dengan hak lainnya. Hal ini berhubungan dengan adanya hak kebendaan lain yang sifatnya terbatas (jura in re aliena).
7. Asas Percampuran (asas vermenging). Hak Kebendaan yang terbatas, maksudnya apabila ada orang yang mempunyai hak memungut hasil atas tanah kemudian membeli tanah itu maka hak memungut hasil atas tanah tersebut menjadi lenyap (lihat Pasal 206, 718, 736, 724, 807 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
8. Perlakuan terhadap benda bergerak dan tak bergerak itu berlainan. Aturan-aturan mengenai pemindahan, pembebanan (bezwaring), bezit dan verjaring mengenai benda-benda roerend dan onroerend berlainan. Juga mengenai iura in realiena yang dapat diadakan.
9. Asas Publiciteit. Menegenai benda-benda yang tidak bergerak mengenai penyerahan dan pembebanannya berlaku asas publiciteit, yaitu dengan pendaftaran di dalam register umum, sedangkan menegani benda bergerak cukup dengan penyerahan nyata, tanpa pendaftaran dalam register umum.
Universitas Sumatera Utara
1. Asas Hukum Pemaksa (dwingendrecht)
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan
selain dari yang sudah diatur dalam undang-undang. Apa yang sudah ditentukan undang-undang harus dipatuhi
secara sadar, tidak boleh disimpangi.
2. Asas Dapat Dipindahtangankan
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa semua hak kebendaan dapat dipindahkan, kecuali
hak pakai dan mendiami. Orang yang berhak tidak boleh menentukan bahwa “hak tersebut tidak dapat
dipindahtangankan”. Lain halnya dengan piutang, para pihak dapat menentukan bahwa “piutang tidak dapat
dipindahtangankan”.
3. Asas Individualitas
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa obyek hak kebendaan selalu benda tertentu atau
dapat ditentukan secara individual, yang merupakan kesatuan. Obyek hak kebendaan tidak boleh benda yang
ditentukan menurut jenis dan jumlah.
10. Sifat perjanjiannya. Bahwa sifat perjanjian dimaksudkan merupakan perjanjian bersifat zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan bukan seperti perjanjian yang bersifat obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan verbintenis yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
(Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 36-40).
Universitas Sumatera Utara
4. Asas Totalitas
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa obyek hak kebendaan selalu terletak di atas seluruh
obyeknya sebagai satu kesatuan.
5. Asas Tidak Dapat Dibagi
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa orang yang berhak tidak boleh
memindahtangankan sebagai dari penguasaan atas hak kebendaan yang ada padanya.
6. Asas Prioritas
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa semua hak kebendaan memberi penguasaan yang
sejenis dengan penguasaan atas hak milik (eigendom) walaupun luasnya berbeda-beda, karenanya perlu diatur
urutannya menurut kejadiannya.
7. Asas Percampuran
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa jika hak yang membebani dan yang dibebani
bercampur dalam satu tangan, hak yang membebani itu menjadi lenyap.
8. Asas Publisitas
Universitas Sumatera Utara
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa hak atas benda tidak bergerak diumumkan dan
didaftarkan dalam register umum Badan Pertanahan Nasional (BPN).
9. Asas Perjanjian Memindahkan Hak Kebendaan
Asas yang mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa untuk memperoleh hak kebendaan perlu dilakukan
dengan perjanjian zakelijk (kebendaan), yaitu perjanjian memindahkan hak kebendaan. Setelah perjanjian zakelijk
selesai dilakukan, tujuan pokok tercapai yaitu memperoleh hak kebendaan. Hak yang melekat atas benda akan
berpindah jika bendanya diserahkan kepada pihak yang memperoleh hak kebendaan.
2. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Sesuai dengan pernyataan di dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau yang lebih di kenal dengan Hak Tanggungan yang disahkan di Jakarta pada tanggal 9 April 1996 oleh
Presiden Republik Indonesia Soeharto yaitu “dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka kita akan maju selangkah dalam mewujudkan tujuan Undang-Undang Pokok Agraria
membangun Hukum Tanah Nasional, dengan menciptakan kesatuan dan kesederhanaan hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.”214
214 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tangungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Berdasarkan pernyataan yang tersebut diatas, maka dapat pula dimaknai bahwa memang telah terjadi kesatuan dan kesederhanaan hukum terhadap hak-
Universitas Sumatera Utara
hak atas tanah bagi rakyat Indonesia dan sesuai peraturan yang berkaitan dengan tanah yaitu sesuai yang diperintahkan oleh undang-undang pokok
agraria yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 51 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pengikatan jaminan dengan tanah dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan telah dipenuhi.
Seiring perjalanan waktu dan majunya teknologi, Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 ini juga di uji keberadaannya.
Adapun uji yang dimaksudkan adalah kemampuan dari undang-undang ini dalam mengatasi berbagai masalah tentang benda-benda yang berkaitan
dengan tanah khususnya tentang tanah itu sendiri, yaitu antara lain menjawab permasalahan yang ada tentang penggunaan hak atas tanah yaitu yang
terdaftar maupun tidak terdaftar (unregistered land) khususnya yang digunakan sebagai jaminan di dalam perjanjian kredit bank.
Keterkaitan pemberian kredit dengan jaminan adalah adanya aturan yang wajib dilakukan yaitu di mana penerima kredit harus memberikan
jaminan kepada pemberi kredit baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Sebagaimana diketahui bahwa pemberian kredit adalah
merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh perbankkan yang juga sejalan dengan tujuan perbankan yaitu sebagai pengumpul dan penyalur
dana dari dan kepada masyarakat.215
215 Lihat Pasal 3 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 yonto Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992.
Berdasarkan pengertian kredit dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yonto Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, Pasal 1 angka 11, menyatakan bahwa “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian berdasarkan pengertian kredit tersebut diatas oleh M. Bahsan, dinyatakan bahwa digolongkan sebagai suatu kredit perbankan
apabila memenuhi unsur-unsur yang didapat dari pengertian kredit tersebut. Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah:216
1) Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang.
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana
dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat
dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas
dana untuk pembukaan letter of credit (LC).
2) Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain.
Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank
dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit.
Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di
Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata, Buku Ketiga tentang
216 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hal. 76-78.
Universitas Sumatera Utara
Perikatan, dan Perlindungan Konsumen (selanjutnya dalam tulisan ini disebut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999)
sepanjang yang mengatur tentang larangan pencantuman klausul baku dalam perjanjian.
Perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan debitur lazim disebut perjanjian kredit, surat perjanjian kredit,
akad kredit dan sebutan lain yang hampir sejenis. Perjanjian kreditor yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank
dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang
bagi pihak yang berjanji.
3) Adanya kewajiban melunasi utang
Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang
diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan
pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam
ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana bank yang diberikan secara
cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali oleh debitur.
4) Adanya jangka waktu tertentu
Universitas Sumatera Utara
Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang
dibuat bank dengan debitur. Jangka waktu yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan
dana pinjaman dan menunjukkan kesempatan dilunasinya kredit.
Berdasarkan jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas pemberian kredit, maka kredit perbankan dapat dibedakan atas
kredit jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Kredit jangka pendek adalah kredit yang mempunyai jangka waktu 1 tahun atau di bawah satu tahun. Kredit jangka
menengah adalah kredit yang mempunyai jangka waktu diatas satu tahun sampai dengan tiga tahun, dan kredit jangka
panjang adalah kredit yang mempunyai jangka waktu diatas tiga tahun. Jangka waktu suatu kredit ditetapkan
berdasarkan kebijakan yang berlaku pada masing-masing bank dan mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta
kemampuan membayar dari calon debitur setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit dengan jangka
waktu tertentu tersebut dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut
hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5) Adanya pemberian bunga kredit.
Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan
suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan
Universitas Sumatera Utara
disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur.
Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh debitur, akan
merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi bank.
Apabila diperhatikan Pasal 15 ayat (4) jonto ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka sebagaimana jaminan hak atas tanah yang sudah bersertifikat, maka jaminan atas tanah yang
tidak bersertifikat juga dapat di jadikan jaminan dengan ketentuan jangka waktu 3 (tiga) bulan suatu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT)nya harus diikuti menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) adanya dengan resiko batal demi hukum.
Meskipun di dalam penjelasannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Pasal 15 ayat (5) menyatakan bahwa pembatasan waktu peralihan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang 3 (tiga) bulan tersebut tidak berlaku
dikhususkan pada pemberian kredit yang telah ditetapkan oleh pemerintah seperti kredit program, kredit kecil, kredit pemilikan rumah, dan yang
sejenisnya, dikarenakan demi pelaksanaan pembangunan dan mengingat kepentingan golongan ekonomi lemah, akan tetapi jangka waktu untuk
pemberian kredit atas hak milik yang belum bersertifikat tidak ada ketentuan lainnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas pembatasan jangka waktu yang dimaksudkan yaitu 3 (tiga) bulandari pelaksanaan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) di dalam prakteknya sangat sulit dipenuhi dan resiko
Universitas Sumatera Utara
batal demi hukum atas tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 akan mengakibatkan ketidakpastian di dalam
hukum itu sendiri.
a) Mengungkapkan Makna Dan Istilah Hak Tanggungan
Istilah dan pengertian hak tanggungan ada disebutkan di dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yang mana
menyebutkan bahwa untuk istilah hak tanggungan adalah yang dimaksudkan dengan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dengan
pengertian bahwa hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah
itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.217
Berdasarkan pengertian hak tanggungan yang disebutkan diatas Remy Sjahdeni menuliskan adanya 5 (lima) unsur pokok yang ada di dalam
pengertian hak tanggungan yaitu:
218
217 Lihat Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996. 218 Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian
Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Bandung, (Alumni: 1999), hal. 11.
Remy Sjahdeni juga membuat perbandingan defenisi Hak Tanggungan menurut UU Nomor 4 Tahun 1996 dengan defenisi Hipotik, di mana beliau menyatakan bahwa defenisi dari Hak Tanggungan lebih baik dari defenisi Hipotik dikarenakan unsur-unsur dari Hipotik banyak yang
Universitas Sumatera Utara
a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang.
b. Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai Undang-Undang Pokok Agraria.
c. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-
benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
d. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu
e. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Sedangkan di dalam penjelasannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa pengertian Hak Tanggungan adalah hak
jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dalam arti, bahwa jika debitur cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan
jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain.219
tidak disebutkan sehingga defenisi Hipotik tidak dapat memberikan gambaran yang jelas tentang Hipotik itu sendiri. Akan tetapi menurut Beliau tidak berarti defenisi Hak Tanggungan telah sempurna, karena masih adanya unsur-unsur yang berkaitan dengan Hak Tanggungan telah dimasukkan ke dalam defenisi tersebut, salah satunya yang belum di masukkan adalah bahwa Hak Tanggungan adalah merupakan suatu hak kebendaan. (Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Bandung, (Alumni: 1999), hal. 112-13).
219 Lihat Penjelasan Atas UU RI Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian Hak Tanggungan dari penjelasan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 apabila dikaitkan dengan 5 (lima) unsur pokok yang
disampaikan oleh Remy Sjahdeni dalam pengertian Hak Tanggungan sesuai Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, maka memiliki
kesamaan dan perbedaan yang apabila dijadikan satu kesatuan yang utuh maka pengertian tersebut saling melengkapi.
Kesamaan yang dimaksudkan adalah bahwa sama-sama menyatakan hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang, sama-sama
menyebutkan hutang yang dijaminkan adalah suatu utang tertentu, sama-sama menyebutan hak atas tanah yang dapat dibebankan, dan adanya
kedudukan yang diutamakan dari kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainya (hak mendahulu dari kreditor-kreditor yang lain).
Untuk perbedaan keduanya adalah di dalam pengertian penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tidak menyebutkan secara
langsung adanya keterkaitan dengan Undang-Undang Pokok Agraria, dan didalam penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, ada
menyebutkan hak menjual bagi kreditor melalui pelelangan umum sesuai dengan ketentuan yang ada.
Hak menjual melalui pelelangan umum inilah yang menjadikan pengertian hak tanggungan apabila disatukan antara bunyi Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dengan penjelasannya maka pengertian Hak Tanggungan menjadi lengkap.
Berdasarkan pengertian dari hak tanggungan dari penjelasan undang-undang ini, maka termuat 4 (empat) unsur-unsur pokok dari hak
tanggungan, yaitu:
a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan berupa tanah.
Universitas Sumatera Utara
b. Tujuannya untuk pelunasan hutang.
c. Adanya kedudukan yang preferen bagi kreditor yang pertama terhadap kreditor yang lainnya.
d. Adanya Hak Kreditor Sebagai Pemegang Hak Tanggungan Menjual Tanah Yang Diajadikan Jaminan Melalui
Pelelangan Umum.
Dari pengertian hak tanggungan berdasarkan penjelasan diatas perlu digarisbawahi bahwa kedudukan diutamakan dimaksudkan disini adalah
tidak mengurangi hak preferensi dari piutang-piutang negara yang ada sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan hak menjual kreditor melalui
pelelangan umum harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
Hak Tanggungan adalah merupakan istilah yang ada di dalam lembaga jaminan, yang apabila diteliti dari defenisi yang ada sebelumnya yaitu di
dalam Kitab Undang Hukum Perdata dikenal istilah hipotik dan mortgage. Istilah hipotik apabila di lihat dalam kamus bahasa Inggeris dikenal dengan
istilah hypothecate yang artinya to pledge (personal property or a ship) as security for a debt without transferring possession or title.220
Sedangkan untuk pengertian mortgage adalah an agreement under which a person borrows money to buy property,
esp. a house, and the lender may take possession of the property if the borrower fails to repay the money.
221
Hipotik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pengertiannya adalah sebagai suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak,
untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.
222
220 Collins, Concise Dictionary 21st Century Edition, (HarperCollins Publishers : 2001), hal. 718. 221Ibid, hal. 974.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa defenisi dari istilah yang ada diambil suatu kesimpulan bahwa hipotik adalah suatu bentuk lembaga jaminan yang mana
obyeknya adalah benda tak bergerak, yang digunakan sebagai jaminan hutang di dalam suatu perjanjian.
Benda tak bergerak yang dimaksudkan di dalam undang-undang ini adalah berupa tanah di mana tanah sebagai obyek hak tanggungan yang
dimaksudkan adalah hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan disebutkan juga
bahwa Hak Pakai atas tanah Negara dapat dijadikan obyek hak tanggungan dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan yang berlaku yaitu wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.223
A.P. Parlindungan menyatakan dengan diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996,
maka dianggaplah bahwa hak jaminan atas tanah telah memiliki kepastian hukum dan telah melindungi para pihak dalam perjanjian kredit, dan dengan
demikian peraturan tentang hak atas tanah yang di atur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Pokok Agraria resmi tidak
berlaku lagi, sedangkan untuk obyek yang bukan tanah masih tetap berlaku hipotik yang ada sebelumnya selama belum di cabut atau adanya ketentuan
lain yang berlaku.
224
222 Lihat Pasal 1162 KUH Perdata, R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, PT. Pradnya Paramita (Jakarta: 2001), hal. 100. 223 Lihat Pasal 4 Angka (1) dan (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. 224 A.P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang berkaitan Dengan
Tanah (UU Nomor 4 Tahun 1996/ 9 April/ LN Nomor 42) & Sejarah Terbentuknya, (Mandar Maju, Bandung, 1996), hal. 9.
b) Mengulas Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang Hak Tanggungan
Universitas Sumatera Utara
Di dalam sejarahnya bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan peraturan mengenai tanah yang berlaku adalah ketentuan-
ketentuan tentang hipotik dan creditverband sebagaimana yang diatur oleh PMA Nomor 15 Tahun 1961.
Pengertian hipotik atau hypothecation yang di dalam pengertian Oxford Dictionary of Law adalah an authority given to a banker, usually as a letter
of hypothecation, to enable the bank to sell goods or property that have been pledged to it as security for a loan. It applies only when the goods remain in the possession
of the pledgor.225
Sedangkan berdasarkan isi Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda
tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.
226
Creditverband adalah hak kebendaan atas benda yang ditujukan untuk memenuhi pelunasan suatu perikatan (Pasal 1 Creditverband, S 1908 Nomor
542 sebagaimana telah diubah dengan S 1937 Nomor 190).
227
Di dalam Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut menyebutkan tentang adanya perintah untuk membuat adanya peraturan tentang
jaminan tersendiri, dan selama belum belum ada Undang-Undang Hak Tanggungan maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan tentang hipotik dan
creditverband dan berdasarkan Putusan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961, Hipotik dan creditverband masih tetap berlaku.
228
225 Oxford Dictionary Of Law Seventh Edition, edited by Jonathan Law and Elizabenth A. Martin, (Great Britain: Market House Books Ltd., 2009), hal. 270.
226 Lihat R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001), hal. 300. 227 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai & Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
a) Creditverband
Creditverband atau disebut juga dengan teguran hutang229 adalah suatu lembaga jaminan yang diatur dalam
Koninklijk Besluit tanggal 6 Juli 1908 Nomor 50, Staatsblad 1908 Nomor 542, dengan nama Regeling van het
credietverband (aturan Creditverband). Yang kemudian aturan ini seterusnya dituangkan ke dalam ketentuan
pelaksana Reglement op het vestige van creditverband in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1909 N0. 584.230
228 Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, pada awalnya diadakan pembedaan antara hak-hak atas tanah yang dapat dibebani oleh Hipotik dan Credietverband, yaitu Hipotik dapat dibebani atas Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang berasal dari konversi hak-hak barat yaitu konversi dari Hak Eigendom, Hak Erfpacht, dan Hak Opstal, sedangkan Credietverband dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang berasal dari konversi hak atas tanah adat. Kemudian setelah berlakunya PMA Nomor 15 Tahun 1961 tentang Pembebanan dan Pendaftaran Hipotik dan Credietverband, dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan baik yang berasal dari hak-hak barat maupun hak-hak tanah adat. (lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 63.
229 Mariam Darus menyebutkan ini dalam istilah dalam bahasa Melayu. Ibid, hal. 1. Di dalam Keterangan Bab Atoeran Jang Dinamai Credietverband, Staatsblad 1908 Nomor 542, adapun credietverband di beri arti dengan
tegoehan oetang, yang maksudnya apabila ada dua pihak membuat perjanjian, kemudian perjanjian itu tidak salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sehingga pihak lainnya kena kerugian, maka hak dan harta benda yang diikat dengan credietverband (tegoehan oetang), meskipun sudah berpindah kepemilikannya kepada orang lain, boleh dimintakan kembali untuk dijual atas perintah hakim, di mana hasil penjualan tersebut untuk membayar utangnya, apabila ada sisa maka harus dikemabalikan kepada yang punya hak atau harta benda tersebut.
230 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai & Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam Keterangan Bab Atoeran Jang Dinamai Credietverband, lembaga ini ada dikarenakan untuk memenuhi
kebutuhan yang dirasakan pada waktu itu, yaitu untuk mengadakan suatu lembaga jaminan semacam
(overeenkomende) hyphotheek, untuk penerima kredit Bumi Putra.231
Di dalam bukunya Mariam Darus menyatakan alasan adanya credietverband ini, bahwa lazimnya seorang
Bumiputra yang meminjam uang dengan menggadaikan tanah (adat) miliknya, menyerahkan tanah itu kepada
pemegang gadai. Pemegang gadai berhak mengambil hasil dari tanah tersebut. Hal ini merugikan pemberi gadai,
karena ia kehilangan sumber penghidupannya. Untuk mencegah hal ini, maka terbitlah pemikiran untuk
menciptakan lembaga jaminan yang tetap dapat berada dalam tangan pemberi gadai. Untuk kepentingan kreditur
dibutuhkan pula ikatan yang kuat, yaitu kewajiban untuk melunasi hutang itu tetap mengikat benda jaminan,
231 Di dalam angka (1) alenea 8 (delapan) dinyatakan, “Adapoen di dalam hoekoem Burgerlijk Wetboek blanda adalah atoeran bernama hypotheek, tetapi atoeran itoe belom boleh di djalankan poela miliknja orang anak boemi, melainkan kalau milik itoe roepa perceel, seperti eigendom, erfpacht dan sebagainja. Maksoednja hypotheek tadi seperti hak pada sapotong tanah atau pada saboeah roemah jang telah di toelis tampatnja dan bangoennja, maka hak itoe iyaitoe koewasa akan soeroeh lelang tanah atau roemah oleh si pembeli oetang, dan pendapetannja oeang boleh di ambil olehnja satjoekoep boeat menagih oetangnja; serta lebihan di kombalikan kepada jang ambil oetang”.
Seterusnya angka (2) dituliskan alenea 1 (pertama) menyebutkan; “Maka dari itoe dengan Koninklijk Besluit tanggal 6 Juli 1908 IF 50 soedah di temtoekan soewatoe oendang, maka oendang itoe tjoemalah berbeda sedikit dengan atoeran hypotheek. Maksoednja akan menegoehkan perdjandjian-perdjandjian sebagaimana terseboet di atas; artinja: hak atau harta benda jang soedah di boewat tanggoengan tetapnja perdjandjian itoe, kendatilah miliknja djatoh kapada orang lain djoega masih tetep medjadi tanggoengan
Universitas Sumatera Utara
walaupun benda jaminan sudah dialihkan pemiliknya kepada orang lain. Untuk itu dibutuhkan adanya sifat
kebendaan.232
Benda yang dapat diikat dengan credietverband adalah hak milik menurut Hukum Adat dan untuk mencapai
maksud agar credietverband ini memiliki sifat yang mirip dengan hipotik, maka beberapa ketentuan hipotik
diterapkan untuk credietverband ini.
233
Mariam Darus menjelaskan lebih lanjut tentang credietverband yaitu tentang sifat umum dari credietverband,
subyek credietverband, obyek credietverband, credietverbandatas benda yang belum dibagi, tidak ada credietverband
untuk benda yang akan ada, larangan dalam credietverband, Pencabutan untuk kepentingan umum, saat terjadinya
credietverband, parate eksekusi, hak pihak ketiga yang menguasai benda credietverband, dan hapusnya credietverband.
Adapun penjelasan diantaranya sebagai berikut:
234
(1) Sifat Umum Credietverband
232 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai & Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 2. 233Ibid. 234 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai & Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 4-26.
Universitas Sumatera Utara
Adapun sifat umum credietverband sama dengan sifat dari hipotik, hal ini dikarenakan dari sejarah terbentuknya
credietverband ini ada dikarenakan tidak adanya lembaga jaminan untuk penerima kredit Bumiputra. Oleh
karenanya sifat-sifat lembaga ini juga sama seperti Hipotik, yaitu:235
1. Credietverband memiliki Hak Kebendaan
2. Sifat dari Hak Credietverband Tidak Dapat Dibagi-Bagi
3. Perjanjian Credietverband adalah accessoir
4. Hak atas jaminan Credietverband adalah Didahulukan
5. Hanya Dapat Dibebani Atas Benda Miliki Pihak Lain
6. Mudah Dieksekusi
7. Obyeknya adalah Tanah Milik Adat, Bangunan Serta Tanaman Yang Ada Diatasnya.
235 Berdasarkan Pasal 3 Staatsblaad 1908 Nomor 542 yang dapat dibebani Credietverband adalah: 1. Hak Milik Adat atas Tanah-Tanah Domein Negara. 2. Hak Usaha diatas tanah-tanah partikelit. 3. Hak Milik Masyarakat Hukum Adat diatas tanah Domein Negara, sepanjang tanah-tanah itu tidak dipergunakan untuk kepentingan umum. 4. Hak Milik yang tidak terbagi atas tanah-tanah Domein Negara yang dipunyai oleh keluarga-keluarga Indonesia dan persekutuan perdata
Indonesia. 5. Bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman yang ada atau yang masih akan dibangun/ditanam di atas tanah yang dipunyai dengan hak
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
8. Credietverband berisi hak untuk mengambil pelunasan utang dari nilai benda jaminan dan tidak hak untuk
menguasainya
9. Memiliki Asas Terbuka (openbaarheid)
10. Memiliki Asas Spesialitiet.
Menurut ketentuan Pasal 15 Peraturan Credietverband ditentukan bahwa Credietverband harus dalam bentuk
outhentik yang dibuat dihadapan Wedana (Kepala Distrik) di daerah hukum di mana tanah tersebut terletak. Grosse
daripada akte diberikan kepada si kreditur, sedangkan minuut akte dipegang oleh Wedana (Kepala Distrik).
Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, pembebanan Credietverband harus dibuat dengan akte
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sedangkan perjanjian utang-piutang dapat diadakan dengan akte di
bawah tangan. Untuk bentuk aktenya ditetapkan oleh Menteri Agraria, akan tetapi sebelum terbentuk ketentuan
tersebut maka bentuk yang dipakai masih yang lama yaitu bentuk akte Credietverband menurut Staatlad 1909
Nomor 584 (Pasal 4 Peraturan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961).
Universitas Sumatera Utara
Mengenai biaya pembuatan akte, pendaftaran grosse dari akte tersebut menurut peraturan lama yang diatur
dalam ordonantie236
Biaya-biaya pembuatan akte, pendaftaran, pembukuan dibebankan kepada debitur kecuali ditentukan
sebaliknya.
, kemudian diatur dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961, sedangkan
untuk biaya pembukuan tanahnya dan pemberian sertifikat Credietverbandnya diatur dalam Pasal 1 Peraturan
Menteri Agraria Nomor 4 Tahun 1963. Apabila tanahnya belum dibukukan maka dasar hukum perturannya adalah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41/DDA/1969 yaitu mengatur mengenai pendaftaran Credietverband.
237
(2) Subyek Credietverband
Subyek Credietverband adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian Credietverband. Pihak-pihak yang
dimaksudkan disini adalah pemberi Credietverband (Credietverbandnmer, Credietverbandhouder).
Pemberi Credietverband adalah mereka yang memberi Credietverband dan pemegang Credietverband adalah
mereka yang menerima Credietverband.
(3) Obyek Credietverband238
236Ordonantie adalah Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Gubernur Jenderal dan Dewan Rakyat yang berlaku bagi wilayah Hindia Belanda.(M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition, (Gama Press, 2009), hal. 470.
237 Lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 70-71.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 3 aturan Credietverband, yang dapat dibebani dengan Credietverband adalah sebagai berikut:
a. Hak Milik Adat (erfelijk individueele gebruiksrechten) atas tanah-tanah domein Negara.
b. Hak Usaha (zakelijke gebruiksrechten der opgezetenen) diatas tanah-tanah partikelir.
c. Hak Milik Masyarakat Hukum Adat (zakelijke gebruiksrechten der Inlandsche gemeenten) diatas tanah domein
Negara, sepanjang tanah itu tidak dipergunakan untuk kepentingan umum.
d. Hak Milik Yang Tidak Terbagi (onverdeelde zakelijke gebruiksrechten) atas tanah domein Negera milik
keluarga Bumiputra dan persekutuan perdata Bumiputra.
e. Bangunan-bangunan, tanaman-tanaman yang ada atau masih akan dibangun/ditanam, milik Bumiputra yang
terdapat diatas tanah milik Bumiputra (inlandsche gebruiksrechten).
(4) Credietverband Hanya Untuk Benda Yang Telah Ada Bukan Yang Akan Ada
Credietverband hanya dapat dipasang atas benda-benda yang telah ada. Credietverband atas benda-benda yang aka
nada dikemudian hari adalah batal (Pasal 9 Peraturan Credietverband).
238 Benda-benda yang menjadi obyek credietverband tidak dapat disewakan tanpa persetujuan tertulis dari pemegang Credietverband. Tidak boleh di jual dengan hak membeli kembali, tidak boleh digadaikan ataupun dibebani dengan Credietverband yang lain (Pasal 13 Peraturan Credietverband). Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa benda yang menjadi jaminan tidak boleh dibebani lebih dari satu Credietverband, sehingga tidak dikenal adanya tingkatan-tingkatan Credietverband seperti halnya pada hipotik, benda tersebut tidak dapat dijadikan jaminan bagi lebih dari seorang kreditur.
Universitas Sumatera Utara
Pemegang Credietverband tidak dapat sekali-kali menuntut penambahan Credietverband, kecuali apabila telah
diperjanjikan atau ditetapan sebaliknya dalam undang-undang (Pasal 11 Peraturan Credietverband). Ketentuan ini
mirip dengan Pasal 1177 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
(5) Larangan-Larangan Dalam Credietverband
Adapun larangan-larangan dalam Credietverband adalah:
a. Untuk Pemberi Credietverband dilarang mengadakan perjanjian yang memberikan kuasa untuk memiliki benda
yang dicredietverbandkan. Jika ada perjanjian semacam itu, maka perjanjian itu batal (Pasal 12
Credietverband).
b. Benda yang diikat dengan Credietverband tidak boleh disewakan tanpa persetujuan Pemegang Credietverband.
c. Benda yang diikat dengan Credietverband tidak boleh dijual dengan hak membeli kembali (recht van
wederinkoop) walaupun dengan persetujuan Pemegang Credietverband.
d. Benda yang diikat dengan Credietverband tidak boleh diikat dengan Credietverband kedua, walaupun dengan
persetujuan Pemegang Credietverband.
e. Hak Pakai yang terdapat pada benda yang diikat dengan Credietverband tanpa persetujuan Pemegang
Credietverband tidak boleh diganti dengan title yang lain (Pasal 13 Credietverband).
Universitas Sumatera Utara
(6) Hapusanya Credietverband
Menurut Pasal 29 Credietverband, Hapusnya Credietverband disebabkan oleh:
a. Karena hapusnya perikatan pokok sesuai dengan Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
b. Karena kredtor melepaskan diri dari ikatan tersebut.
c. Karena benda-benda yang disebut dalam Pasal 3 Credietverband diasingkan atau lenyap dari tanah yang diikat
dengan Credietverband. Dalam hubungan ini, maka Pemegang Credietverband harus berhati-hati menjaga agar
benda Credietverband tidak disembunyikan, dirusakan, atau dipindahkan. Untuk itu Pemegang Credietverband
dikuasakan untuk memelihara/mengawasi atas benda itu, jika perlu dengan bantuan pejabat yang berwenang
(Pasal 18 Credietverband).
d. Karena dilelang atas permintaan Pemegang grosse Credietverband.
(7) Pencoretan (roya) Credietverband
Jika Credietverband telah berakhir, maka dilakukan pencoretan (roya) terhadap pendaftaran Credietverband.
Jika hal ini tidak dilakuakan maka khalayak umum tidak akan mengetahui status tanah yang diikat tersebut,
sehingga dengan demikian akan menyulitkan bagi Pemberi Credietverband untuk memanfaatkan hak atas benda
yang diiakat dengan Credietverband tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Didalam undang-undang telah dinyatakan tentang kewajiban dari Pemegang Credietverband untuk
menghapuskan (roya) Credietverband pada pejabat pendaftaran Credietverband.
Didalam Pasal 31 Credietverband menyatakan bahwa dalam 1 (satu) bulan setelah berakhirnya
Credietverband, kreditur wajib memberitahukan hal tersebut kepada pejabat pendaftaran untuk segera melakukan
pencoretan. Jika kewajiban tersebut dilalaikan, maka kreditur dapat dihukum untuk membayarkan sejumlah ganti
rugi kepada pemberi Credietverband.
Untuk pihak yang telah membeli benda Credietverband didalam pelelangan, berhak untuk menahan harga
pembelian sampai adanya keterangan bahwa pencoretan telah dilakukan oleh pejabat pendaftaran terhadap ikatan
Credietverband tersebut. (Pasal 30 Credietverband).
Pencoretan (roya) tersebut dilakukan oleh pejabat dengan memberikan catatan pada minut atau grosse akta
Credietverband.239
b) Hipotik
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia hal mengenai hipotik diatur di dalam Bab XXI
Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232. Akan tetapi ketentuan yang ada pada pasal-pasal yang tersebut diatas belum
239 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai & Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 4-26.
Universitas Sumatera Utara
pernah berlaku. Hal ini dikarenakan adanya suatu keputusan Bepalingen omtrent de invoering van en de overgang
tot de nieuwe wetgeving, yang disingkat dengan Ov. Bep., S 1848 Nomor 10, yang menyatakan bahwa tidak
berlakunya ketentuan-ketentuan hukum formil hipotik. Ketentuan-ketentuan yang tidak berlaku tersebut antara lain
mengenai cara pemberian, pendaftaran dan pencoretan hipotek (Pasal 2 S 1848 Nomor 10, Ov. Bep.). Adapun
sebagai gantinya Ov. Bep. Menunjuk kepada ordonansi balik nama yaitu Overschrijvingsordonnantie beserta
perubahannya S 1834 Nomor 27 jis Gouvernements Besluit S 1947 Nomor 12, jo S. 1947 Nomor 53.240
240 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Hypotheek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 13-14.
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang diundangkan di dalam Lembaran Negara Nomor
104 Tahun 1960 TLN Nomor 2043 ada menyebutkan istilah Hak Tanggungan sebagai jaminan atas tanah. Hak
tanggungan ini dibebankan atas hak milik (Pasal 25), Hak Guna Usaha (Pasal 33) dan Hak Guna Bangunan (Pasal
39), dan menurut Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria, hak tanggungan ini akan diatur lebih lanjut. Atas dasar
yang disebutkan Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria ini maka terbentuklah Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang disahkan di
Jakarta pada tanggal 9 April 1996 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Asser van Oven dalam Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa istilah hipotik ini berasal
dari kata-kata yang ada didalam Hukum Romawi yaitu hypotheca. Dalam bahasa Belanda diterjemahkan dengan
Onderzetting, yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan kata pembebanan.241
(1) Sifat-Sifat Umum Hipotik
242
1. Hipotik adalah Hak Kebendaan (zakenlijkrecht)
Di dalam Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia menyebutkan bahwa hak kebendaan
adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi
pelunasan suatu perikatan.243
2. Hipotik merupakan perjanjian accessoir, maksudnya bahwa hipotik itu ada apabila ada perjanjian pokoknya
seperti perjanjian jual beli, jadi hipotik bukan merupakan hak yang berdiri sendiri (zelfstandigrecht).
3. Hipotik merupakan hak yang harus didahulukan pemenuhan piutangnya dari yang lain (droit de preference).244
4. Mudah dieksekusi.
245
5. Obyeknya adalah benda-benda tetap berujud maupun tidak berujud (hak-hak atas tanah).
241 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Hypotheek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 15. 242 Mariam Darus Badrulzaman, Ibid, hal. 19-18. 243 Lihat R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001), hal. 300. 244 Lihat Pasal 1133, Pasal 1134 alenea (2), Pasal 1198 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. 245 Lihat Pasal 1178 alena (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
6. Hak hipotik hanya berisi hak untuk melunasi hutang dari nilai benda jaminan dan tidak memberi hak untuk
menguasai bendanya (memiliki).
7. Hipotik hanya dapat dibebani atas benda orang lain dan tidak atas benda milik sendiri. Jika hipotik dan hak milik
berada di satu tangan, maka hipotik itu dengan sendirinya batal.
8. Hipotik adalah hak yang tidak dapat dibagi-bagi. Didalam Pasal 1163 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
disebutkan hak tersebut pada hakekatnya tak dapat dibagi-bagi dan terletak di atas semua benda tak bergerak
yang dikaitkan dalam keseluruhannya, diatas masing-masing dari benda-benda tersebut, dan diatas tiap bagian
daripadanya. Ini berarti jika bagian dari hutang dibayar, pembayaran ini tidak membebaskan sebagaian dari
benda yang dihipotikan.
9. Terbuka (openbaar).
10. Mengandung pertelaan (specialiteit).
Mariam Darus menyatakan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria mengenal hak kebendaan yaitu pada hak
milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Sifat kebendaan ini bukan saja karena pemilik hak-hak tersebut
mempunyai wewenang untuk mengalihkan atau mengasingkan hak tersebut sebagaimana yang diutarakan oleh
Gauw Giok Siong di dalam bukunya yang berjudul Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, akan tetapi menurut
Universitas Sumatera Utara
Mariam Darus juga karena hak-hak itu merupakan hak yang tunduk pada pendaftaran. Lembaga pendaftaran juga
menurut Mariam Darus Badrulzaman merupakan ukuran bagi lahirnya hak kebendaan. Adanya lembaga pendaftaran
tanah di dalam Undang-Undang Pokok Agraria menunjukkan sifat kebendaan itu merupakan bawaan lahir dari
Undang-Undang Pokok Agraria dan bukan sifat yang diberikan kepada Undang-Undang Pokok Agraria.246
Berdasarkan Pasal 1164 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia menyatakan tentang hal-hal yang
dapat dibebani dengan hipotik, yaitu:
247
a) Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan, beserta segala perlengkapannya, sekadar yang
terakhir ini dianggap sebagai benda tak bergerak.
b) Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
c) Hak numpang karang dan hak usaha.
246 Pendapat yang dikemukakan Mariam Darus Badrulzaman tidak sejalan dengan pendapat Boedi Harso yang menyatakan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengenal sifat kebendaan, oleh karena Hukum Adat sebagai dasar Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengenal perbedaan hak perorangan (persoonlijkrecht) dan hak kebendaan (zakelijkrecht). Namun demikian sifat kebendaan itu dapat diberikan kepada hak –hak atas tanah yang terdapat di dalam Undang-Undang Pokok Agraria. (Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Hypotheek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 19.
Adapun Penulis sependapat dengan pendapat Mariam Darus Badrulzaman, dikarenakan adanya sifat hak kebendaan yang mengikuti benda dimanapun benda itu berada (dasar hukum 1163 alenea ke 2 KUH Perdata Indonesia) dan sifat dari benda yang dihipotikan adalah seperti demikian, dan seperti Mariam Darus Badrulzaman adanya lembaga pendaftaran yang merupakan ukuran lahirnya hak kebendaan tersebut.
247 Lihat R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001), hal. 301. Dalam Pasal 1167 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, menyatakan dengan tegas bahwa Benda bergerak tidak dapat dibebani
dengan hipotik. Sehingga pernyataan pasal ini memberikan batasan yang jelas benda apa yang dapat dibebankan oleh hipotik dan yang tidak.
Universitas Sumatera Utara
d) Bunga tanah, baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah dalam
ujudnya.
e) Bunga persepuluh.
f) Pasar-pasar yang diakui oleh Pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya.
Dalam hal terjadinya hipotik dan credietverband Sri Soedewi Masjchoen Sofwan memaparkannya dalam bentuk
skema dan penjelasannya. Skema yang dimaksudkan telah dimodifikasi dengan tujuan untuk lebih memperjelas dengan
tidak mengurangi makna dari penulis yang bersangkutan. Adapun skema yang dimaksud adalah sebagai berikut:
SKEMA PROSEDUR TERJADINYA HIPOTIK/CREDIETVERBAND248
248 Bentuk Bagan dikutip dan dimodefikasi oleh penulis dari bukunya Sri Soedewi Masjchoen Sofwan (lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 21).
Universitas Sumatera Utara
Untuk penjelasan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan tentang skema prosedur terjadinya hipotik/creditverband adalah sebagai berikut:249
a) Dalam fase pertama ialah proses yang terjadi berupa perjanjian pemberian kredit/perjanjian membuka kredit dengan
kesanggupan jaminan hipotik. Proses ini terjadi dalam praktek di bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta
sebagai lembaga yang wenang memberikan kredit.
Dalam fase ini dilihat dari sifat perjanjiannya merupakan perjanjian bersifat pokok, berbentuk bebas dan bersifat
obligatoir. Di mana segi obligatoir perjanjian harus tertib sesuai dengan ketentuan undang-undang. Para pihak dalam
fase ini hanya mempunyai hak-hak dan kewajiban yang bersifat perorangan.
249 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 21-22).
Universitas Sumatera Utara
b) Fase kedua lazim disebut dengan perjanjian pembebanan hipotik. Perjanjian ini menurut ketentuan undang-undang
merupakan perjanjian yang bersifat accessoir dan bersifat zakelijk (kebendaan). Di mana proses terjadinya
perjanjian pembebanan hipotik disini terkait oleh bentuk tertentu yaitu harus dilaksanakan dengan akte Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dibuat oleh pejabat pembuat akte tanah. Oleh karena perjanjian ini bersifat
zakelijk maka menimbulkan hak-hak yang bersifat kebendaan, dan karenanya mengandung unsur-unsur kebendaan
yaitu hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan mempunyai kedudukan
preferensi.
c) Fase ketiga lazim disebut dengan pemasangan hipotik/pendaftaran hipotik. Proses ini terjadi di Kantor Pendaftaran
Tanah (KPT).
Pendaftaran hipotik terjadi dengan cara mendaftar di dalam buku tanah hipotik/credietverband merupakan alat bukti
yang kuat tentang telah terjadinya pembebanan secara sah. Dengan adanya pendaftaran hipotik tersebut dapat
diterbitkan sertifikat hipotik yang merupakan bukti hak di mana grossenya mempunyai kekuatan eksekutorial.
Kedudukan preferensi, berlakunya asas specialiteit dan publiciteit, terdapatnya sifat-sifat hak kebendaan disamping
berlakunya grosse akte hipotik yang mempunyai kekuatan eksekutorial, semuanya itu menjamin ampuhnya lembaga
Universitas Sumatera Utara
jaminan hipotik/credietverband. Namun semuanya itu akan pudar dan tak berdaya jika asas, ciri dan prosedur
terjadinya hipotik demikian tidak dilaksanakan secara konsekuen.
c) Menggarisbawahi Kehendak Undang-Undang Hak Tanggungan
Adapun kehendak undang-undang hak tanggungan yang juga dapat artikan sebagai tujuan dari terbentuknya undang-undang hak tanggungan.
Hal ini dapat dilihat dalam hal menimbang di dalam undang-undang hak tanggungan tersebut. Tertulis di dalam hal menimbang, Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, bahwa ada 4 (empat) point yang
dapat garisbawahi, yang dapat disimpulkan sebagai berikut; 1) Dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang
ekonomi, maka dibutuhkan peyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian
hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisapasi masyarat dalam pembangunan untuk menwujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, 2) belum terbentuknya ketentuan-ketentuan yang
lengkap mengenai hak tanggungan yang merupakan lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang
berkaitan dengan tanah, 3) Hypotheek dan Credietverband dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehingga perlu diterbitkan
hak tanggungan, 4) adanya perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat banyak. Untuk obyek hak tangggungan selain hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan yang ditunjuk oleh Undang-
Universitas Sumatera Utara
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka hak pakai atas tertentu yang wajib didaftar dan menurut sifatnya
dapat dipindahtangankan, perlu juga dimungkinkan untuk dibebani hak tanggungan.250
Sebagai pembanding perlu juga diperhatikan pendapat A.P. Parlindungan yang menuliskan tujuan diundangkannya Undang-Undang Hak
Tanggungan adalah:
251
a. Mengatasi kemelut yang sudah berlangsung lama, yaitu dimanakah letak irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut, pada sertifikat hak ataukah pada akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
khususnya yang menyangkut jaminan hutang dengan tanah sebagai jaminan, dan apakah memadai pada sampul dari
sertifikat Hak Tanggungan, atau pada kepala (mahkota) dari akta Hak Tanggungan.
b. Melaksanakan perintah yang tegas dari Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria untuk menciptakan Undang-
Undang Hak Tanggungan, sehingga meniadakan penafsiran yang macam-macam tentang pranata jaminan ini, dan
sekaligus melaksanakan unifikasi yang dikembangkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria yaitu pranata Hak
Tanggungan sebagai pranata jaminan hutang dengan tanah sebagai agunannya.
250 Lihat hal Menimbang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
251 A.P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (U.U. Nomor 4 Tahun 1996/9April 1996/LN Nomor 42) Dan Sejarah Terbentuknya, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hal. 31-32)
Universitas Sumatera Utara
c. Menyatakan bahwa istilah untuk jaminan tanah sebagai agunan, adalah Hak Tanggungan, dan bukan lagi hipotik
(seperti yang diciptakan oleh Undang-Undang Rumah Susun maupun oleh Pasal 57 Undang-Undang Pokok
Agraria) maupun credietverband (Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria) demikian pula fidusia yang tertera
dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Dengan demikian seluruh istilah hipotik maupun credietverband yang sudah tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1985 ataupun yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 harus di baca sebagai Hak
Tanggungan.
d. Memberikan suatu solusi yang tepat, masih adanya anggapan di kalangan masyarakat bahwa Hak Pakai (privaat) itu
tidak dapat sebagai obyek Hak Tanggungan, sehingga berkembanggnya fidusia yang akan menjadikan Hak Pakai
sebagai agunan yang terdaftar. Demikian pula dalam praktek perbankan menerima Hak Pakai sebagai suatu agunan
bank dengan berbagai versi.
Karena alasan-alasan praktis Hak Pakai (privaat) dapat dijadikan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan (yang
baru) sungguhpun dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Pokok Agraria sama sekali tidak disebutkan.
e. Memberikan suatu solusi yang tegas sehingga kelak juga akan didukung oleh jurisprudensi dengan undang-undang
Hak Tanggungan bahwa irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah pada sertifat Hak
Universitas Sumatera Utara
Tanggungannya, bukan pada akta Hak Tanggungan. Berbeda dengan ketentuan yang ada seperti yang diatur dalam
Pasal 224 HIR maupun Pasal 285 RBG.
f. Tetap melaksanakan prinsip nasionalitas, dan wewenang pembuatan akta Hak Tanggungan ada pada PPAT di
kecamatan di mana tanahnya terletak.
Berdasarkan pemaparan yang tersebut diatas diketahui bahwa terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah adalah hal penting dan
mendesak yang pada dasarnya adalah untuk meningkatkan pembangunan nasional terutama pengembangan ekonomi
bangsa, memastikan adanya suatu lembaga jaminan yang kuat dan yang memberikan kepastian hukum.
3. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia a) Mengungkap Makna Jaminan Fidusia
Di dalam bukunya Mariam Darus ada menyebutkan beberapa istilah dari fidusia yaitu fiduciare
eigendomsoverdracht tot zakerheid yaitu suatu lembaga jaminan bentuk baru atas benda bergerak, disamping hak gadai.
Adapun istilah lannya adalah fiducia cum creditore, ini adalah istilah yang digunakan pada Zaman Romawi, kemudian
Asser Van Oven menyebut istilah fidusia ini dengan zekerheids-eigendom yang berarti Hak Milik sebagai Jaminan,
Universitas Sumatera Utara
kemudian Blom menyebutkan fidusia dengan istilah bezitloos zekerheidsrecht atau dengan pengertian Hak Jaminan Tanpa
Penguasaan, Kahrel menyebutkan nama fidusia ini dengan istilah verruimd pandbegrip atau dengan pengertian umum
dengan Gadai Yang Diperluas, kemudian DR. A. Veenhoven menyebut fidusia ini dengan istilah eigendomsoverdracht tot
zekerheid dengan pengertian Penyerahan Hak Milik Sebagai Jaminan.252
R. Subekti menyebut dengan Fiducia atau Pemindahan Milik Secara Kepercayaan (fiduciaire eigendomsoverdracht)
atau disingkat dengan F.E.O.
253
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani
254
252 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai & Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 89-90. 253 R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 75. 254 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 113- 115.
, menyebutkan bahwa pranata jaminan fidusia sudah dikenal dan diberlakukan
dalam masyarakat hukum Romawi. Ada 2 (dua) bentuk jaminan fidusia, yaitu pertama; fiducia cum creditore contracta
yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor, di mana debitor akan menyerahkan kepemilikannya atas hak
suatu benda yang digunakan sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa hak kepemilikan atas benda tersebut
akan dikembalikan setelah utangnya dibayar lunas dan kedua; fiducia cum amico contracta yang artinya janji kepercayaan
yang dibuat dengan teman, di mana kewenangan atas benda diserahkan kepada pihak penerima akan tetapi kepentingan
tetap ada pada pihak pemberi.
Universitas Sumatera Utara
Kedua bentyuk jaminan tersebut timbul dari perjanjian yang disebut dengan pactum fiduciae yang kemudian diikuti
dengan penyerahan hak atau in iure cessio.
Apabila dilihat didalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka ditemukan
pengertian dari fidusia dan jaminan fidusia. Di dalam Pasal 1 tersebut dibedakan antara fidusia dengan jaminan fidusia, di
mana yang dimaksudkan dengan “fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Sedangkan
pengertian “jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan
benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia
terhadap kreditor lainnya”.
Terkait dengan pernyataan Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani tentang sejarah fidusia, maka pengertian yang
diberikan oleh Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, maka defenisi yang dipaparkan Pasal 1 tersebut adalah
masuk kedalam defenisi pranata jaminan fidusia sebagaimana dimaksudkan dalam fiducia cum creditore contracta.255
255 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Ibid, hal. 123.
Universitas Sumatera Utara
b) Sekilas Sejarah Terbentuknya Undang-Undang Jaminan Fidusia Di Indonesia
Disamping lembaga jaminan hipotik, Credietverband dan gadai, maka dikenal juga adanya lembaga jaminan yang
disebut dengan fiduciaire eigendoms overdracht atau penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan yang muncul karena
adanya kebutuhan masyarakat yaitu di mana inginnya masyarakat yang membutuhkan pinjaman uang akan tetapi benda
yang dijaminkan masih tetap pada masyarakat peminjam uang untuk kelangsungan hidup atau bisnis si peminjam uang
tersebut (debitur). Oleh karena pada saat itu lembaga yang ada hanya hipotik dan Credietverband dengan obyek jaminannya
benda tetap dan gadai dengan obyek jaminannya benda bergerak akan tetapi obyek jaminan harus pada si penerima gadai
(kreditur)256
Dalam sejarahnya lembaga jaminan fidusia
. Kemudian dengan adanya yurisprudensi Bierbronwery Arrest tanggal 25 Januari 1929 maka lembaga fidusia
ini pun lebih dikenal sebagai jawaban atas permintaan masyarakat tersebut.
257
256 Lihat Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. 257 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, ayat (1) menyatakan “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
di Indonesia lebih dikenal dengan istilah “penyerahan hak milik secara kepercayaan”. Munculnya
lembaga ini dikarenakan adanya perkembangan dari dunia perdagangan yang pesat, di mana kebutuhan akan modal dalam jumlah banyak juga sangat
Bandingkan dalam ayat (2) memberikan pengertian tentang “Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
Universitas Sumatera Utara
besar. Para pengusaha termasuk para importir sering kali melihat barang dagangannya sebagai benda yang bisa mempunyai nilai tinggi, akan tetapi
mengingat bahwa barang-barang dagangan itu berupa barang-barang bergerak yang apabila dijaminkan benda/barang tersebut harus diserahkan kepada
kreditor sedangkan mereka menginginkan suatu jaminan yang benda/barang jaminannya tetap di tangan mereka dengan tujuan benda/barang tersebut
tetap menghasilkan nilai atau mungkin mendapatkan nilai yang lebih. Akan tetapi apabila melakukan hal tersebut, maka mereka terbentur pada
ketentuan Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang gadai dikarenakan pada gadai, asas umum mengenai bezit adalah tidak
memperbolehkan adanya penyerahan secara constitutum posessorium.
Oleh karena yang dijaminkan juga berupa stok barang dagangan, maka sudah tentu debitor/pemberi jaminan harus tetap bisa menjalankan
usahanya dengan menjual dan membeli barang dagangannya, yang berarti bahwa selama jaminan terselenggara, debitor tetap mempunyai kewenangan
pemilikan khususnya dalam wujud tindakan menjual jaminan tersebut.
Oleh para pengusaha dan pihak pemberi kredit berusaha mencari cara dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi yaitu di mana si
pengusaha (debitor) menjaminkan semua stok barang dagangan yang ada dalam persediaannya meliputi baik yang ada pada saat kredit diberikan dalam
persediaan, yang sementara itu berkurang karena penjualan maupun yang nantinya melalui pembelian baru ditambahkan kepada yang sudah ada pada
saat itu sebagai jaminan hutang debitor. Sedangkan barang jaminannya tetap berada dalam tangan debitor, hanya saja di dalam akta penjaminannya
diperjanjikan bahwa kreditor setiap saat dengan tanpa perlu kerjasama dari debitor boleh menarik barang jaminan itu dalam kekuasaannya atau
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Universitas Sumatera Utara
menaruhnya pada pihak ketiga yang oleh kreditor atas nama debitor akan ditunjuk yang selanjutnya akan bertindak sebagai pihak ketiga pemegang
gadai, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Sri Soedewi Masjchun Sofwan menyatakan tentang keadaan-keadaan yang ada di Indonesia yang mendukung pentingnya lembaga fidusia
sebagai bentuk jaminan yang dibutuhkan masyarakat yaitu:258
a. Perusahaan-perusahaan kecil, pertokoan, pengecer, rumah makan memerlukan kredit untuk memperluas usanya
dengan jaminan barang dagangannya.
b. Pegawai-pegawai kecil, rumah tangga memerlukan kredit untuk keperluan rumah tangga dengan jaminan alat-alat
perkakas rumah tangganya.
c. Perusahaan-perusahaan tembakau dan beras, memerlukan kredit untuk perluasan usahanya dengan jaminan
pergudangan dan pabrik-pabriknya.
d. Usaha-usaha pertanian memerlukan kredit untuk meningkatkan hasil pertaniannya dengan jaminan alat-alat
pertaniannya.
Mariam Darus menyatakan untuk peristiwa muncul lembaga fidusia ini adalah didasarkan pada Yurisprudensi Belanda yaitu keluarnya
Keputusan Hoge Raad yaitu Bierbrowerij Arrest tanggal 25 Januari 1929 N.J. 1929, 616. Sedangkan di Indonesia keputusan tentang fidusia
258 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Himpunan Karya Tentang Hukum Jaminan, (Yogyakarta: Liberty, 1982), hal. 81.
Universitas Sumatera Utara
pertamakalinya muncul pada Keputusan Hooggerechtshof, tanggal 18 Agustus 1932 yaitu Keputusan tentang Bataafsche Petroleum Maatschappij Arrest
(Indische Tijdschrift van het Reht Deel. Nomor 136).259
Pertimbangan yang diberikan oleh Hoge Raad dalam putusannya adalah:
Pada tahun 1929 tersebut lembaga peradilan tertinggi di Belanda menyatakan bahwa perjanjian di mana seorang debitur menyerahkan barang-
barang bergerak inventaris perusahaannya sebagai jaminan utang-utangnya tidak memiliki klausula yang tidak halal. Bentuk perjanjian semacam ini
tidak bertentangan, baik dengan ketentuan tertulis mengenai gadai maupun dengan ketentuan perihal kesamaan hak para kreditur. Dalam hal ini terjadi
perjanjian gadai. Demikian pula lembaga fidusia ini tidak bertentangan dengan ketentuan mengenai kesamaan hak para kreditor. Ketentuan tentang
persamaan hak para kreditur hanya berkenaan dengan barang-barang, baik bergerak maupun tidak bergerak milik debitur. Sebagaimana diketahui,
barang-barang yang telah difidusiakan bukan lagi milik debitur, melainkan sudah menjadi milik kreditor. Selain dari itu, dipertimbangkan juga bahwa
lembaga hukum yang disediakan oleh perundang-undangan yakni gadai, tidak dapat memenuhi tujuan yang dikehendaki oleh perjanjian pemberian
jaminan tersebut. Dalam hal gadai, barang bergerak yang dijaminkan harus diserahkan kepada pemberi gadai (kreditur), sedangkan dalam kasus ini
barang-barang bergerak milik debitur, berupa inventaris misalnya berupa cafeteria, tidak mungkin diserahkan kepada kreditur karena hal yang demikian
akan menghentikan usaha dari cafeteria tersebut. Barang-barang yang ada meskipun berfungsi sebagai jaminan, dan hak miliknya telah beralih ke tangan
kreditur, maka tetap saja berada ditangan debitur, dan debitur dapat meneruskan usahanya tersebut.
260
259 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai & Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 90.
Universitas Sumatera Utara
1. Bahwa Hof, dengan memperhatikan berbagai ketentuan dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak telah menentukan
bahwa mereka bermaksud mengadakan perjanjian jaminan atas pinjaman sebesar f.6000 sebagai jaminan kebendaan
(disampaing hipotik keempat).
2. Bahwa karenanya maksud para pihak adalah untuk menyerahkan inventaris Bos sebagai jaminan dan hal ini merupakan
sebab daripada perjanjian.
3. Bahwa perjanjian yang demikian tidak bertentangan dengan ketentuan mengenai gadai juga tidak dengan asas
persamarataan kreditor, tidak bertentangan dengan gadai karena para pihak tidak bermaksud untuk mengadakan
perjanjian gadai dan tidak bertentangan dengan asas persamarataan dari para kreditor karena ketentuan ini hanya
berlaku bila mana mengenai barang-barang debitor, sedang dalam hal ini tidak ada barang debitor.
a. Bahwa di sini juga tidak ditemui suatu penyeludupan undang-undang.
b. Bahwa perjanjian inipun tidak bertentangan dengan kesusilaan, karena undang-undang memberikan kebebasan
sepanjang hal tersebut masih dianggap wajar.
Putusan yang dijatuhkan oleh badan peradilan tertingi di Belanda tersebut, juga diikuti dengan putusan Hoge Raad tanggal 21 Juni 1929, N.J.
1928, sehingga mengukuhkan lembaga fidusia ini. Setelah adanya sikap yang tegas dari Hoge Raad ini maka jalan kearah penggunaan lembaga ini
260 Gunawan Widjaja dan Ahmad Ali, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 118.
Universitas Sumatera Utara
diratakan menjadi penyerahan barang-barang yang dijadikan jaminan tidak dilakukan secara nyata melainkan secara kepercayaan (constitututm
possessorium). Tidak diperlukan lagi penyeludupan hukum sebagaimana dilakukan sebelumnya dalam kasus Bierbrouwerijk dengan konstruksi perjanjian
jual beli dengan hak membeli kembali.261
Adanya peristiwa-peristiwa seperti yang tersebut diatas adalah melatarbelakangi munculnya lembaga penjaminan fidusia. Hal ini juga diakui
oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 didalam penjelasannya bahwa lembaga ini sudah digunakan sejak zaman penjajahan Belanda, bedanya
hanyalah pada lembaga fidusia pada masa itu didasarkan pada yurisprudensi. Dan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Fidusia yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 168 dan berlaku mulai tanggal 30 September 1999, maka pengaturan-pengaturan tentang
Fidusia ini telah tegas dan jelas dasar hukumnya.
262
Mengenai perkembangan fidusia di negeri Belanda menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan adalah sebagai negara
asal lahirnya fidusia di Indonesia
c) Mengenal Jaminan Fidusia Di Negeri Belanda
263
261 Mahkamah Agung RI, Perkembangan Fidusia Dalam Yurisprudensi, (Jakarta: Proyek Yurisprudensi, 1988), hal. v-vi. 262Emmi Rahmiwita Nasution, Eksekusi Barang Jaminan FidusiaYang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada Bank-Bank Di Kota
Medan), Tesis, USU, 2005, hal. 3-5
, di mana dalam sejarahnya di negeri Belanda dasar berlakunya fidusia adalah dengan
263 Pernyataan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, didasarkan atas sejarah masuknya aturan-aturan hukum di negeri Belanda ke Indonesia, seperti Burgerlijk Wetboek ataupun yang disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berlakunya Burgerlijk WetboekNetherland di Indonesia adalah dengan adanya Asas Konkordansi (concordantie beginsel) yang dinyatakan dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling, ayat (2) sub
Universitas Sumatera Utara
disetujuinya oleh Hoge Raad dengan Arrestnya tanggal 25 Januari 1929 (Bierbrouwerij Arrest), sehingga dengan
disetujuinya keputusan tersebut dan ditambah dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi di negeri Belanda maka berkembang
jugalah lembaga fidusia.
Didalam praktek perbankan di Belanda lembaga jaminan fidusia memegang peranan penting dalam praktik
pemberian jaminan kredit selain jaminan hipotik. Hal ini terjadi karena banyak bentuk jaminan yang sifatnya tidak dapat
dikenakan dengan jaminan hipotik, seperti mesin-mesin pabrik yang sifatnya tidak tetap atau alat-alat pertanian, yang mana
apabila dijaminkan tidak hanya dengan menggunakan jaminan hipotik akan tetapi juga menggunakan jaminan fidusia maka
akan meningkatkan nilai kredit yang akan diberikan pihak bank kepada peminjam.
Di dalam prakteknya lembaga fidusia memegang peranan yang penting dalam pemberian kredit kepada perusahaan-
perusahaan kecil yang membutuhkan uang untuk kelangsungan hidup perusahaannya dengan memberikan jaminan berupa
barang-barang persediaan dan tagihan-tagihan yang ada milik perusahaan tersebut dan pada saat tertentu tagihan-tagihan
tersebut dibayarkan sehingga rekening dari perusahaan yang meminjam uang tersebut dan uang yang masuk akan masuk ke
a. Di mana di dalam pengertiannya asas konkordansi menyatakan bahwa terhadap orang Eropa yang berada di Indonesia diperlakukan hukum perdata asalnya, yaitu hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda.
Meskipun dengan adanya pengecualian yaitu: 1. Ada suatu keadaan intimewa yang terjadi di Indonesia; dan 2. Adanya peraturan bersama yang berlaku, baik terhadap orang Eropa, maupun terhadap golongan penduduk yang lain.
(Baca Asis Safioedin, Beberapa Hal Tentang Burgerlijk Wetboek, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 19).
Universitas Sumatera Utara
dalam kas debet dari rekening perusahaan tersebut dengan demikian uang yang ada dapat membanyar hutang-hutang dari
perusahaan kecil tersebut kepada bank. Hal ini lah yang disebut dengan istilah kredit verlening in lopende rekening atau
rekening koran.264
Dari hasil penelitian penulis di negeri Belanda tepatnya di kota Leiden, bahwa diketahui penggunaan jaminan
fidusia di negeri Belanda memang khusus digunakan untuk benda-benda bergerak saja, seperti kapal-kapal besar atau kecil,
mobil, dan lain sebagainya yang mempunyai nilai jual.
265
264 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Himpunan Karya Tentang Hukum Jaminan, (Yogyakarta: Liberty, 19820, hal. 76-79. 265 Hasil wawancara dengan Adreaan Bednar, Supervisor Sandwich Program 2012 di Leiden University.
Hal ini sedikit berbeda dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia
di Indonesia di mana di dalam dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
menyatakan bahwa “Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi
Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima
Fidusia terhadap kreditor lainnya”, artinya masih terbukanya peluang untuk jaminan benda tak bergerak untuk diatur oleh
Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan syarat benda tak bergerak tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
Universitas Sumatera Utara
C. Pentingnya Tanah Yang Tidak Terdaftar (Unregestered Land) Sebagai Obyek Jaminan Menurut Undang-Undang
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia
H.F.A. Vollmar di dalam bukunya Pengantar Hukum Perdata menyatakan bahwa, adalah sangat penting untuk
membedakan antara benda-benda tidak bergerak dan benda-benda bergerak, pembedaan mana dibicarakan dalam Pasal 562
sampai dengan Pasal 574 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Salah satu pembedaan yang penting tersebut adalah
dalam hal penyerahannya. Hal ini disebabkan untuk benda-benda tak bergerak biasanya diperlukan pendaftaran, sedangkan
penyerahan benda-benda bergerak biasanya dilakukan dengan pemberian secara nyata.266
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Indonesia tidak menjelaskan secara nyata tentang
adanya kewajiban pendaftaran ataupun pencatatan pembukuan atas ikatan terhadap hipotik. Pernyataan atas isi Pasal 1179
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disimpulkan bahwa masih dimungkinkannya ikatan hipotik untuk tidak didaftarkan
dengan resiko ikatan hipotik yang dilakukan tidak memiliki kekuatan apapun.
267
266 H.F.A. Vollmar Diterjemahkan oleh I.S. Adiwirnata, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), hal. 195. 267 Lihat isi Pasal 1179 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, “Pembukuan segala ikatan hipotik harus dilakukan dalam
register-register umum yang disediakan untuk itu. Jika pembukuan yang demikian tidak dilakukan, maka suatu hipotik tidaklah mempunyai sesuatu kekuatan apa pun, bahkan pula terhadap orang-orang berpiutang yang tidak mempunyai ikatan hipotik”.
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga halnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia tidak ada mengatur mengenai obyek tanah
yang tidak terdaftar (unregistered land). Hal ini juga dikarenakan untuk ikatan yang dikenal oleh Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yaitu hipotik tidak ada menjelaskan tentang adanya pendaftaran atau tidak didaftarkan hak atas tanah yang
dijadikan obyek jaminan. Oleh karenanya ketidakjelasan dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia ini harus
diakui dan untuk selanjutnya perlu disempurnakan.
2. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok-Pokok
Agraria
Berdasarkan isi Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan maka Pemerintah mengadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Indonesia, dan untuk hal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Adapun peraturan
pemerintah mengenai pendaftaran tanah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang merupakan
penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
Akan tetapi pada kenyataannya masih banyaknya tanah yang belum terdaftar seperti tujuan ketentuan Pasal 19
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Hal ini dikarenakan dalam sejarah tentang peraturan pertanahan di Indonesia seperti
Universitas Sumatera Utara
yang dituliskan AP Parlindungan, diketahui bahwa untuk golongan bumi putra tidak ada ketentuan pendaftaran tanah yang
bersifat uniform. Pendaftaran tanah yang ada pada saat itu sifatnya sporadis yang mana pendaftaran yang dilakukan bersifat
sederhana dan belum sempurna, seperti geran Sultan Deli, geran Lama, geran kejuruan, pendaftaran tanah yang terdapat di
kepulauan Lingga, Riau, di daerah Yogyakarta dan Surakarta dan di lain-lain daerah.268
Selanjutnya AP Parlindungan menyatakankan bahwa dari hal tersebut diatas maka belum semua tanah-tanah di
Indonesia terdaftar. Apalagi masih banyaknya tanah-tanah yang ada belum di konversi, maupun tanah-tanah yang dikuasai
oleh negara dan kemudian telah diduduki oleh rakyat baik dengan sengaja ataupun diatur kepala-kepala desa dan disahkan
oleh camat, seolah-olah tanah tersebut telah merupakan hak seseorang ataupun termasuk katagori hak-hak adat.
269
Berdasarkan pemaparan diatas, maka pernyataan AP Parlindungan dapat dijadikan dasar bahwa masih banyak
tanah-tanah yang belum/tidak terdaftar di Badan Pendaftaran Nasional dikarenakan tanah-tanah adat dan tanah yang lainnya
masih belum melaksanakan perintah pendaftaran tanah. Hal ini juga dapat dilihat pada laporan capaian kinerja Badan
Pertanahan Nasional Tahun 2014, dimana masih adanya tanah di Indonesia yang terlantar atau belum terdaftar.
270
268 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2009), hal. 3. 269Ibid. 270 Tertulis dalam laporan kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia bahwa untuk realisasi atas tanah yang dilagalisasi Tahun
2014 adalah 828.830 bidang tanah dari 866,491 bidang tanah. (Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Laporan Kinerja Tahun 2014), hal. 19.).
Oleh
karenanya untuk memberikan perlindungan bagi pengguna obyek lembaga jaminan dan kepastian hukum bagi
Universitas Sumatera Utara
penggunanya, maka hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yang dijadikan obyek jaminan khususnya
jaminan dalam kredit perbankan diperlukan pengaturan yang lebih lanjut.
3. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tangungan
Menurut Undang-Undang Nomor4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan di dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) telah
merumuskan bahwa semua hak atas tanah yang telah disebutkan oleh ayat (1) dan (2) Pasal 2 di dalam undang-undang ini
harus didaftarkan.271 Demikian juga halnya dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) yang menyebutkan bahwa ”Pemberian Hak
Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan”.272
Akan tetapi di dalam ketentuan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
di dalam Bab IV yaitu tentang tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan dan hapusnya hak tanggungan, disebutkan
271 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan adalah mengenai obyek hak tanggungan yaitu (1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah : a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan. (2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan. (3) … dst.
272 Lihat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.
Universitas Sumatera Utara
tentang pengaturan atas tanah yang tidak terdaftar yang dapat diberikan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang
kemudian dilanjutkan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan.273
4. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
Pernyataan Pasal 15 ayat (4) ini, maka dapat disimpulkan bahwa dimungkinkannya tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) untuk dijadikan obyek jaminan dengan menggunakan hak tanggungan sebagai lembaga jaminannya.
Dengan demikian, tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) dan tanah yang terdaftar (registered land) adalah
obyek jaminan yang dapat dijadikan agunan untuk pinjaman kredit bank.
Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, ada menyebutkan ruang
lingkup dari Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Adapun Pasal 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, adalah
”undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian fidusia yang bertujuan untuk membebani benda dengan Jaminan
Fidusia.
Untuk ruang lingkup yang mencakup jaminan fidusia dalam Pasal 2 yang dimaksudkan adalah perjanjian fidusia
yang tujuannya untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. Menurut Rachmadi Usman, bahwa kata ”membebani”
273 Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yaitu,... (4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan.(5) …. Dst.
Universitas Sumatera Utara
dalam Pasal 2 yang dimaksudkan dalam undang-undang ini, diketahui bahwa untuk menutup perjanjian fidusia harus ada
tindakan aktif ”membebani” atau paling tidak secara tegas disebutkan, bahwa maksud perjanjian itu adalah seperti itu.274
Rahmadi Usaman juga menyimpulkan dari isi Pasal 1 ayat (4) dengan menyatakan bahwa obyek jaminan fidusia
meliputi:
Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa benda yang
dapat digunakan sebagai obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu yang tidak dapat
dibebani dengan Hak Tanggungan atau Hipotik, dengan syarat bahwa kebendaan tersebut dapat dimiliki dan dialihkan.
275
1) benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;
2) dapat atas benda berwujud;
3) dapat atas benda tidak berwujud, termasuk piutang;
4) dapat atas benda terdaftar;
5) dapat atas benda yang tidak terdaftar;
6) benda bergerak;
7) benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan;
274 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 176. 275Ibid, hal. 177.
Universitas Sumatera Utara
8) benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek.
Penulis sependapat akan hal tersebut diatas, jadi berdasarkan paparan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dapat dijadikan dasar bagi obyek tanah yang tidak
terdaftar (unregistered land) yang dijadikan jaminan pada bank, dan dengan demikian kedudukan hukum obyek jaminan
dan lembaga jaminan menjadi jelas dan pasti.
Apabila dikaitkan dengan skema hukum jaminan nasional, maka akan terlihat jelas bahwa tanah yang tidak
terdaftar (unregistered land) berada dalam lembaga jaminan fidusia, seperti terlihat dalam skema di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
HUKUM BENDA NASIONAL
HUKUM JAMINAN NASIONAL
BENDA (Property)
TANAH (Real Property)
Benda TdkBergerak
(ImmovebleThing)
Terdaftar(Registered)
HakTanggungan
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
Bukan Tanah (Personal Property)
Benda Bergerak(Movable
Thing)
Terdaftar(Registered)
Jaminan Fidusia
Gadai
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
Gadai
Benda TidakBergerak
(Immovable Thing)
Terdaftar(Registered)
JaminanFidusia
Tidak Terdaftar(Unregistered)
JaminanFidusia
HUKUM JAMINAN
KEBENDAANPEMBAGIAN BENDA
UUPA, KUH PERDATA
COMMON LOW
HUKUM PERDATA
SKEMA SISTEM HUKUM JAMINAN NASIONAL(Berdasarkan Skema Kerangka Sistem Hukum Nasional Sunaryati Hartono dan
Skema Hukum Jaminan Sub Sistem Hukum Benda Tan Kamello).PANCASILA
dan UUD 1945
AZAS-AZAS/ PRINSIP-PRINSIP
HUKUM YANG BERLAKU UMUM
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KEPASTIAN HUKUM JAMINAN HAK ATAS TANAH YANG TIDAK TERDAFTAR (UNREGISTERED LAND) DI
DALAM PERJANJIAN
KREDIT BANK
L. Mengurai Dengan Lugas Tentang Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
1. Hal Ikhwal Pengaturan Pendaftaran Tanah Di Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Balai Pustaka, tanah didefinisikan dengan permukaan
bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.276 Kemudian pengertian tanah dari kamus Oxford Advanced Learner’s
menyatakan bahawa land is the solid dry part of the earth’s surface, contrasted with sea or water.277
276 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 1132. 277 Oxford University, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 1995), hal. 661.
Di dalam ensklopedia
Universitas Sumatera Utara
umum disebutkan pengertian tanah adalah merupakan bagian permukaan bumi, tempat kebanyakan tumbuh-tumbuhan
hidup, terbentuk dari batu-batu yang hancur di dalam bentuk pasir atau geluh dan bahan organik (terutama vegetasi)
membusuk.278 Adapun di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, apabila dilihat di dalam Pasal 4 ayat
(1) dan penjelasan umum angka dua romawi pada angka (1) menyebutkan tanah sebagai permukaan bumi, sedangkan yang
dimaksudkan dengan bumi menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 adalah selain
permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air.279 Di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dalam ketentuan umum Pasal 1 menyebutkan tentang bidang tanah yaitu
bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas.280
Tanah sebagai bagian dari bumi merupakan hal yang penting bagi rakyat Indonesia. Hal ini dinyatakan dengan jelas
dalam penjelasan umum pada angka 1 (satu) huruf romawi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar
Berdasarkan 5 (lima) pengertian tanah tersebut diatas penulis berpendapat bahwa pengertian tanah adalah bagian
dari bumi yang berada di permukaan yaitu pada bagian lapisan atas bumi yang bersifat padat dan kering, tempat
kebanyakan tumbuh-tumbuhan dan mahluk hidup lainnya hidup.
278Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hal. 1077. 279 Lihat Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. 280 Lihat Pasal 1 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Universitas Sumatera Utara
pokok-pokok agraria, sebagaimana dinyatakan bahwa “didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan
rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai
yang dicita-citakan.”
Sehingga untuk mencapai cita-cita dibidang pertanahan tersebut maka diterbitkanlah peraturan atau hukum agraria
yang baru yang disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor5 Tahun 1960) yang tidak bersifat
dualisme, yang sederhana dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengaturan mengenai hal-hal yang terkait tanah didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 ini juga banyak
diatur, seperti isi dari Pasal 4 ayat (2), Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10, dan seterusnya. Banyaknya pengaturan terkait tanah ini
disebabkan adanya hubungan yang erat antara rakyat Indonesia dengan tanah, yang dinyatakan sebagai karunia dari Tuhan
Yang Maha Esa. Hubungan bathin yang bersifat sakral281
281 Pengertian sakral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suci; keramat. Apabila dikaitkan dengan hubungan magis tersebut maka hubungan antara rakyat Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang suci dan bersifat physikis.
ini hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia terhadap tanahnya, dan
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, dinyatakan dengan jelas bahwa
hubungan tersebut adalah hubungan yang bersifat abadi.282
Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 (untuk
seterusnya desebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria), maka berlakulah peraturan di bidang pertanahan yang bersifat
nasional, sehingga unifikasi bagi hukum agraria Indonesia dapat dipenuhi seperti tujuan yang dicita-citakan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria yang menyebutkan tentang tujuan pokok Undang-
Undang Pokok Agraria, yaitu:
Sifat abadi yang dimaksudkan adalah adanya hubungan yang tidak berbatas waktu antara Rakyat Indonesia dengan
tanah yaitu bumi, air dan ruang angkasa (pengertian luas untuk agraria) sampai ke akhir jaman. Hal ini adalah kenyakinan
yang amanatkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
283
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawa
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan
makmur.
282Pasal 1 Ayat (3) ; “Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.”
283 Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Universitas Sumatera Utara
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hal-hal atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas maka dicabutlah peraturan-peraturan pertanahan yang tidak bersifat nasional yang ada sebelumnya.
Adapun peraturan-perauran yang dicabut tersebut adalah:284
1.
Agrarische Wet (S 1870-55) sebagai yang termuat dalam Pasal 51 “wet op de Staatnrichting van
Nederlandsch-Indie” (Staatsblad 1925 Nomor 447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya
dari pasal itu;
2. a. “Domeinverklaring” tersebut dalam Pasal 1 “Agrarisch Besluit (Staatsblad 1870 Nomor
118).
b. “Algemeen Domeinverklaring” tersebut dalam Staatsblad 1875 Nomor 119a;
c. “Domeinverklaring untuk Sumatera” tersebut dalam Pasal 1 dari Staatsblad 1874
Nomor 94f;
284 A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1998), hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
d. “Domeinverklaring untuk keresidenan Manado, tersebut dalam Pasal 1 dari Staatsblad
1877 Nomor 55;
e. “Domeinverklaring untuk keresidenan Zuider en Oosterafdeling van Borneo” tersebut
dalam Pasal 1 Staatsblad 1888 Nomor 58.
3. “Koninlijk Besluit” tanggal 16 April 1872 Nomor 29 (Staatsblad Nomor117) dan peraturan
pelaksananya.
4. Buku ke-II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai
bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan
mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya undang-undang ini.
Penghapusan domeinverklaring seperti yang tersebut dalam pernyataan diatas adalah dikarenakan maksud daridomeinverklaring tersebut tidak
sesuai serta bertentangan dengan jiwa bangsa Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3).285
Menurut A.P. Parlindungan ada 8 (delapan) prinsip filosofis dari Memori Penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu:
286
285 Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara”.
286 A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1998), hal. 29-30.
Universitas Sumatera Utara
1. Prinsip kesatuan Hukum Agraria untuk seluruh wilayah tanah air.
Dengan prinsip ini dinyatakan bahwa adanya sifat dualisme dalam hukum agraria di Indonesia dan pluralisme dalam
pelaksanaan hak-hak adat di Indonesia yang ada sebelumnya telah hapus, sehingga yang berlaku hanya satu hukum
dibidang keagrariaan di Indonesia. Beliau juga menyatakan bahwa prinsip kesatuan hukum agraria ini sama nilainya
dengan gagasan yang diajukan oleh wawasan nusantara.
2. Penghapusan Pernyataan Domein.
Hal ini berhubungan dengan Hak Mengusai Negara287
3. Fungsi sosial hak atas tanah, merupakan jawaban dan kejelasan dari hak-hak keagrariaan di Indonesia, yaitu hak-hak
di bidang keagrariaan adalah diakui dan dapat dipertahankan serta harus dihormati, meskipun di dalam setiap hak
seseorang tersebut terdapat juga hak dari masyarakat.
yang ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar
1945.
288
4. Pengakuan Hukum Agraria Nasional berdasarkan hukum adat dan pengakuan dari eksistensi dari Hak Ulayat.
287 Berdasarkan isi Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria, Wewenang Hak Menguasai Negara, adalah: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa. 288 Lihat Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria.
Universitas Sumatera Utara
Bahwa hukum adat dan hak ulayat Indonesia diakui serta disesuaikan dengan perkembangan kemajuan
perekonomian dan lalu-lintas perdagangan.
5. Persamaan derajat sesama Warga Negara Indonesia dan antara laki-laki dan perempuan.
Bahwasannya Undang-Undang Pokok Agraria tidak membedakan antara Warga Negara Indonesia yang pribumi
ataukah keturunan, dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hubungannya dengan bumi, air dan ruang
angkasa.289
6. Pelaksanaan reforma hubungan antara manusia (Indonesia) dengan tanah atau bumi, air dan ruang angkasa.
Hal ini ada hubungannya dengan ketimpangan hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah yang disebabkan
oleh penjajahan, sehingga dibutuhkan suatu pembaharuan dibidang pertanahan yaitu adanya landreform atas tanah
di Indonesia.
7. Rencana umum penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
Bahwasannya Bangsa Indonesia harus mempunyai suatu peraturan yang mengatur tentang tata ruang dan tata guna
tanah di Indonesia.
8. Prinsip Nasionalitas.
289 Lihat Pasal 9 Undang-Undang Pokok Agraria.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip yang dimaksudkan disini adalah untuk memperjelas sikap yang menyatakan bahwa hanya Warga Negara
Indonesia yang mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. Undang-Undang
Pokok Agraria disini menyatakan dengan tegas bahwa tidak melegalkan orang asing mempunyai hubungan yang
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, seperti halnya
dengan Warga Negara Indonesia.
Selain peraturan pendaftaran tanah diatur oleh undang-undang pokok agraria, maka ada Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan dalam sejarahnya juga telah berlaku peraturan lainnya tentang
pendaftaran tanah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
A.P. Parlindungan memberikan gambaran perjalanan sejarah tentang pendaftaran tanah sebelum Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan pada masa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, sebagai berikut:290
Bahwa sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 berlaku, melalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 9
Tahun 1959 diatur tentang pedoman tata kerja pendaftaran hak-hak atas tanah, dan kelihatannya ditujukan kepada hak-hak
baru atau pembaharuan sesuatu hak, oleh karena adanya instruksi Nomor 2078 Tahun 1959 yang hanya ditujukan kepada
tanah-tanah yang tunduk kepada hak-hak barat.
290 AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Indonesia (berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1997) dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP Nomor 37 Tahun 1998), (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 32- 35.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959 tersebut maka sudah dapat
dibukukan tanah-tanah selain yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Peraturan Menteri Agraria
Nomor 9 Tahun 1959 disebutkan hanya berlaku untuk pulau Jawa saja, namun A.P. Parlindungan berpendapat bahwa
pembukuan tanah dalam hal ini tidak hanya berlaku di pulau Jawa saja akan tetapi berlaku juga di daerah-daerah luar Jawa
seperti di Jambi.
Di dalam buku A.P. Parlindungan menjelaskan, berdasarkan penjelasan Departemen Agraria Nomor Unda 1/2/39
tentang Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959 disebutkan bahwa pendaftaran dilakukan oleh Departemen
Keuangan dan dilakukan oleh Jawatan Hasil Bumi (dahulu bernama Tanah Milik) dan telah diadakan pembagian pekerjaan
yaitu Jawatan Hasil Bumi hanya mengatur pendaftaran fiskal yaitu untuk penetapan pajak hasil bumi dan pada
luasnya/mutasi atas tanah-tanah yang tunduk kepada hukum adat, sedangkan pendaftaran hukum dilakukan oleh Jawatan
Pendaftaran Tanah.
Kantor Pendaftaran Tanah belum ada pada saat ini, sehingga tugas pendaftaran tanah dilakukan oleh Kantor Agraria
Daerah (Pasal 5a Surat Edaran tersebut). Pendaftaran tersebut hanya terhadap hak milik baru vide Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1959 (dirubah dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1959).
Universitas Sumatera Utara
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yaitu tanggal 23 Maret 1961 dalam Lembaran
Negara Tahun 1961 Nomor 28n, di mana dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah tersebut maka segala peraturan
terdahulu di cabut, sehingga hanya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 menjadi satu-satunya peraturan tentang
pendaftaran tanah.
Berdasarkan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut bahwa Menteri Agraria dapat menunjuk
pejabat dari Jawatan Agraria untuk menjalankan tugas-tugas Kepala Kantor Pendaftaran Tanah jika belum ada Kantor
Pendaftaran Tanah.
Hal ini sehubungan juga dengan adanya Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 bahwa Menteri
Agraria akan menetapkan bilamana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 baru akan diberlakukan untuk suatu
daerah. Dengan demikian maka ketentuan-ketentuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959 akan tetap berlaku,
juga ketentuan-ketentuan pendaftaran hak lama yang dilakukan oleh Jawatan Hasil Bumi selama belum ada Kantor
Pendaftaran Tanah tersebut.
Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang diundangkan
tanggal 8 Juli 1997, terdaftar dalam Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, maka berdasarkan Pasal 65 Peraturan
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor
28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171) dinyatakan tidak berlaku.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, tugas Badan Pertanahan Nasional tidak hanya
pendaftaran tanah saja yang mencakup pengukuran dan pemetaan maupun pendaftaran hak seseorang saja akan tetapi juga
untuk pelaksanaan konversi hak atas tanah dan informasi pertanahan (di tingkat Kanwil sistem informasi pertanahan) dan
penegasan bimbingan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Adrian Sutedi menyatakan bahwa ada 3 (tiga) periode mengenai sistem pendaftaran tanah di Indonesia, yaitu:291
291 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 119-120.
1) Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 maka untuk
Indonesia berlaku S.1824-27 yonto. S. 1947-53 di mana perjanjian obligatoir peralihan hak dilaksanakan dengan segala
bukti tertulis, boleh akta notaris, ataupun dibawah tangan yang disaksikan notaris, dan kemudian oleh Kepala Kantor
Kadaster yang merupakan seorang Pegawai Balik Nama (Overschrijvingsambtenaar) beserta salah seorang
pegawainya dibuatkan akta peralihannya, baru didaftarkan pada daftar yang bersangkutan setelah kewajiban-kewajiban
pembayaran dilakukan lebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
2) Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor10 Tahun 1961, terdapat
perubahan, asas negatif dalam pendaftaran tanah dianut sehingga dapat saja seseorang mengklaim bahwa haknya lebih
benar dari yang tercantum dalam bukti hak tanahnya dan hakim berhak memeriksa/memutus perkara tersebut dan dapat
memerintahkan kepala Kantor Pendaftaran Tanah untuk mengubah kepemilikan hak tersebut.
Sungguhpun demikian, yang menang perkara dalam masalah hak atas tanah tersebut harus mengajukan permohonan
kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang penggantian pemilik hak tersebut dengan melampirkan putusan
pengadilan tersebut.
Hakim Pengadilan Negeri bukan satu-satunya atau sebagai instansi pertama dan terakhir, tetapi dapat saja dimohonkan
banding dan kasasi.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 telah menganut asas yang lebih pragmatis dan memperluas cakupan
dalam pelaksanaan konversi dan juga hak-hak apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti untuk dapat diproses dalam
pendaftaran tanah.
2. Pentingnya Penggunaan Sistem Pendaftaran Tanah Di Dalam Pertanahan
Universitas Sumatera Utara
Dalam sejarahnya A.P. Parlindungan menjelaskan bahwa sistem publikasi pencatatan dikenal pertama kali dalam
Hukum Gereja, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam Hukum Romawi. Dengan memilah-milah hubungan
kemasyarakatan dalam Hukum Pribadi/Perorangan, Hukum Kebendaan, dan Hukum Perjanjian, Hukum Romawi
membedakan sistem pencatatan dan publikasi yang berlaku pada masing-masing jenis hukum tersebut.292
Menurut EncyclopediaAmerican 26/791 di dalam AP. Parlindungan, menyatakan ada 3 (tiga) sistem
perekaman/pendaftaran tanah, yaitu:
293
1) Grantor-Grantee Index System. Dalam sistem ini setiap peralihan hak dicatat pada buku yaitu buku grantor dan
buku grantee secara alphabet.
Setiap bukti hak dapat ditelusuri pada pemilik terakhir dan kemudian pada buku grantor dan seterusnya sehingga
dapat diperiksa apakah pemiliknya tidak terputus-putus.
2) Tract Index System, yaitu setiap perjanjian atas tanah di setiap daerah di indeks atas halaman tersendiri dan mencatat
semua mutasi atas tanah tersebut.
3) Torrens System.
292 Kartini Mulyani dan Gunawan Widjaya, Kebendaan pada Umumnya, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 64. 293 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia (berdasarakan PP Nomor 24 Tahun 1997) dilengkapi dengan Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP Nomor 37 Tahun 1998), (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
Adapun pada hukum kebendaan, pencatatan dan publikasi tetap merupakan hal yang penting. Tidak melaksanakannya
pencatatan dan adanya publikasi berkenaan, akan mengakibatkan tidak berlakunya perbuatan hukum yang kehendaki oleh
para pihak terhadap pihak ketiga. Dengan demikian apabila pencatatan dan publikasi tidak dilakukan, maka akan
berdampak para pihak tidak dapat mendalilkan hubungan yang ada diantara para pihak terhadap pihak ketiga.
Kewajiban publikasi dan pencatatan berkaitan dengan hak kebendaan dapat dilihat dalam Pasal 13 ayat (1)294
Undang-Undang Hak Tangungan Nomor 4 Tahun 1996, dalam Pasal 11295
H.J.E. Tendeloo dalam Mariam Darus, menyatakan ada 3 (tiga) Sistem dalam pendaftaran yang dikenal didalam
literatur, yaitu:
Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42
Tahun 1999.
296
1) Sistem Negatif.
294 Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tangungan Nomor 4 Tahun 1996, “Pemberi Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan”. (Indonesia Legal Center Publishing for Law and Justice Reform, Himpunan Peraturan Fidusia & Hak Tangungan, (Jakarta Selatan: Indonesia Legal Center Publishing, 2010), hal. 55.
295 Isi Pasal 11 Undang-Unadang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999,”(1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, (2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku”. (Indonesia Legal Center Publishing for Law and Justice Reform, Himpunan Peraturan Fidusia & Hak Tangungan, (Jakarta Selatan: Indonesia Legal Center Publishing, 2010), hal. 5).
296 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Hypotheek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 44-47.
Universitas Sumatera Utara
Ciri pokok sistem negatif adalah bahwa pendaftaran tanah tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar dalam buku
tanah tidak dapat dibantah walaupun dengan iktikad baik. Haknya tidak terbantahkan apabila nama yang terdaftar adalah
pemilik yang berhak (de eigenlijke eigenaar).
Hak dari nama yang terdaftar ditentukan oleh hak dari pemberi hak sebelumnya, perolehan hak tersebut merupakan
satu mata rantai. Hubungan antara hak dari orang yang namanya terdaftar dengan pemberi hak memiliki hubungan yang
disebut dengan hubungan yang bersifat kausal.
Menyelidiki apakah pemberi hak sebelumnya mempunyai wewenang menguasai atau tidak, berkaitan dengan
bagaimana cara orang yang terdaftar tersebut memperolah haknya, yaitu apakah telah memenuhi ketentuan undang-undang
atau tidak.
Ciri lainnya dari sistem negatif adalah sikap pasif dari pejabat balik nama. Pejabat balik nama tidak berkewajiban
untuk menyelidiki kebenaran dari dokumen-dokumen yang diserahkan kepadanya, pihak pejabat balik nama hanya
menerima berkas tersebut apa adanya. Sistem negatif memberikan perlindungan terhadap pemilik yang berhak.
Meskipun demikian sistem negatif ini memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat menjadi pertimbangan dalam
memilih sistem ini.
Kelemahan-kelemahan sistem negatif, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Ketidakpastian dari buku tanah.
2. Peranan yang pasif dari pejabat balik nama.
3. Mekanisme yang sulit dan sukar dimengerti oleh orang-orang biasa.
2) Sistem Positif.
Ciri pokok sistem positif adalah bahwa pendaftaran menjamin dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam
buku tanah tidak dapat dibantah, walaupun ternyata yang mendaftarkan bukan pemilik yang berhak. Sistem ini memberikan
kepercayaan yang mutlak kepada buku tanah.
Pejabat balik nama memainkan peranan yang sangat aktif dalam proses pendaftaran tanah tersebut. Pejabat balik
nama tersebut menyelidiki apakah hak yang dipindahkan tersebut dapat didaftarkan atau tidak, menyelidiki identitas para
pihak, wewenangnya, semua persyaratan telah dipenuhi atau tidak.
Hubungan antara hak dari orang yang namanya terdaftar dengan pemberi hak sebelumnya terputus. Hubungan
tersebut disebut hubungan abstrak. Sistem positif memberikan perlindungan terhadap nama yang terdaftar.
Sistem positif ini juga memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih. Adapun
kelemahan-kelemahan sistem positif pendaftaran ini adalah:
1. Peranan aktif pejabat balik nama akan mengakibatkan proses pendaftaran tanah akan menjadi lama.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemilik yang berhak dapat kehilangan haknya diluar perbuatannya dan diluar kesalahannya (spoliatie).
3. Apa yang menjadi wewenang pengadilan diletakkan dibawah kekuasaan administratif.
3) Sistem Torrens.
Sistem Torrens adalah salah satu sistem dalam pendaftaran tanah. Kata torrens diambil dari nama keluarga Sir
Robert Richard Torrens297
Menurut sistem torrens, di setiap ibu kota daerah disediakan kantor pendaftaran tanah. Tugas dari petugas kantor
pendaftaran adalah mencatat hak atas tanah kedalam buku tanah dan salinannya (duplikat) buku tanah yang dinamakan
, yang merupakan seorang anggota parlemen di Australia Selatan mewakili daerah Adelaide.
Beliau mengajukan sebuah sistem pendaftaran yang kemudian dibuat undang-undang yaitu “the real propesact of torrens
act”, yang berlaku bagi Australia Selatan yaitu pada tanggal 1 Juli 1858, yang akhirnya berlaku bagi seluruh Australia
(Queesland tahun 1861, Victoria 1862, Nieuw South Wales tahun 1874, dan seterusnya).
297Sir Robert Richard Torrens, (born 1814, Cork, County Cork, Ire.—died Aug. 31, 1884, Falmouth, Cornwall, Eng.), Australian statesman who introduced a simplified system of transferring land, known as the Torrens Title system, which has been widely adopted throughout the world.
The son of Colonel Robert Torrens (1780–1864), one of the founders of South Australia, Torrens emigrated to that colony in 1839. He served in the South Australian Legislative Council (1851–55), and, when self-government was introduced (1856), he was elected to the Assembly for Adelaide. After a brief term as premier in 1857, he passed his land-transfer bill through the new Parliament. The bill provided for certification of land transfer by a single registration of title, replacing the old, complicated system of tracing deeds. He implemented his system in South Australia, explained it in other parts of the country, and wrote several books on the subject. He returned to England in 1863, serving in Parliament from 1868 to 1874. He was knighted in 1872. (Encyclopaedia Britannica, http://www.britannica.com/EBchecked/topic/600096/Sir-Robert-Richard-Torrens, 7 April 2014).
Universitas Sumatera Utara
sertifikat diserahkan kepada pemiliknya. Sertifikat tersebut berlaku sebagai alat bukti yang sempurna (volledigbewijs) di
dalam hukum dan tidak dapat diganggugugat. Sertifikat memuat nama pemilik, letak tanah, jenis hak, hipotik dengan
tingkat, usia pemilik dan hal-hal jika pemilik adalah seorang yang tidak mampu melakukan perbuatan hukum.
Diatas sertifikat dibuat catatan dan pada penyerahannya sertifikat dibuat rangkap 2 (dua) eksemplar dengan 1 (satu)
eksemplar untuk kantor pendaftaran tanah sebagai pertinggal. Untuk menyederhanakan pekerjaan pendaftaran, isi sertifikat
diatur oleh undang-undang, demikian juga model-model aktanya. Jika ada perlawanan (verzet) terhadap peralihan hak,
maka didalam buku tanah harus dicatat. Lembaga dinamakan caveat. Mariam Darus Badrulzaman berpendapat sistem
torrens termasuk jenis stelsel positip (sistem positif).
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis menyatakan bahwa berdasarkan pendapat A.P. Parlindungan dan Suardi,
bahwa sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia adalah sistem Torrens, yang didasarkan atas identifikasi sistem
Torrens, yaitu:298
a. Orang yang berhak atas tanahnya harus memohon dilakukannya pendaftaran tanah agar negara dapat melakukan bukti
hak atas permohonan pendaftaran yang diajukan. Hal ini sejalan dengan ide dasar dari sistem Torrens, bahwa manakala
298 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008), hal. 114-115.
Universitas Sumatera Utara
seseorang mengklaim sebagai pemilik fee simple baik karena undang-undang atau sebab lain harus mengajukan
permohonan agar tanah yang bersangkutan diletakkan atas namanya.299
b. Dilakukan penelitian atas alas hak dan objek bidang tanah yang diajukan permohonan pendaftaran tanah untuk pertama
kalinya yang bersifat sporadik. Penelitian ini dikenal sebagai examiner of title. Sistem pendaftaran tanah di Indonesia
mengenal lembaga yang disebut dengan Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A untuk Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Pakai dan Hak Pengelolaan, dan Panitia B untuk Hak Guna Usaha), Panitia ini tetap diadakan hingga saat ini pada
peraturan yang mendasarinya adalah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 1992, yang
kemudian disempurnakan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2007, khusus untuk kegiatan pendaftaran pertama kali bersifat sistematis, oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 yang dikenal dengan nama Panitia Ajudikasi.
300
Tujuan ditelitinya alas hak ini ternyata akan memperkokoh keabsahan formalitas data yuridis dan data teknis,
sehingga pada akhirnya panitia dapat berkesimpulan:
a. Tanah yang dimohon untuk didaftar tersebut baik dan jelas tanpa keraguan untuk memberikan haknya;
b. Permohonan tersebut tidak dijumpai adanya sengketa kepemilikan;
299 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008), hal. 114-115. 300 Lihat Pasal 8, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Universitas Sumatera Utara
c. Tanah yang dimohonkan diyakini sepenuhnya oleh tim ajudikasi atau Panitia Pemeriksaan Tanah untuk dapat
diberikan haknya sesuai yang dimohonkan pemilik tanah;
d. Tanah tersebut diadministrasikan dengan pemberian bukti haknya tidak ada yang bersengketa lagi dan tidak ada
yang berkeberatan terhadap kepemilikannya.
Indikator ini berarti dan bermakna untuk mendukung asas publisitas dan asas spesialitas dari pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan di
Indonesia.301
Pernyataan tersebut diatas adalah berbeda apabila dilihat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah, maka disebutkan di dalam penjelasan di bagian umum alenea ke 5 (lima) dinyatakan bahwa, “… pendaftaran tanah diselenggarakan
dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung
unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang dinyatakan dalam
Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria”.
302
Menelaah pendapat Mariam Darus Badrulzaman meskipun yang beliau komentari adalah penjelasan umum C 7b Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961, akan tetapi kometar beliau tentang Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, terkait dengan penjelasan umum C
301 Suardi dalam Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Ibid. 302 Lihat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997, atau Himpunan Peraturan Pendaftaran Tanah, dihimpun oleh Hadi Setia Tunggal,
(Jakarta: Harvarindo, 2008), hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
7b Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yaitu bahwa Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 menganut stelsel campuran
(negatif dan torrens).303 Dalam hal ini penulis berpendapat sama meskipun yang dikomentari penulis dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997, yangmana peraturan pemerintah ini masih tetap mempertahankan tujuan dan sistem yang digunakan oleh Undang-Undang Pokok
Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Pada pendapat penulis Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 adalah menganut sistem campuran yaitu
sistem negatif dan sistem torrens. Hal in dikarenakan adanya pengambilan unsur-unsur dari sistem torrens (sistem positif) di lembaga pendaftaran tanah
yaitu untuk menjamin kepastian hukum, sedangkan unsur negatif dari pendaftaran tanah adalah negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan,
meskipun dalam hal ini dinyatakan di dalam penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
dinyatakan tidak menggunakan sistem negatif secara murni.304
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas
sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.
3. Pentingnya Asas, Tujuan Dan Fungsi Pendaftaran Tanah
305
Adapun maksud dari asas-asas tersebut adalah:
306
303 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Hypotheek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal.48. 304 Lihat penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 305 Lihat Pasal 2, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Universitas Sumatera Utara
a) Asas sederhana, maksudnya agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat
dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
b) Asas aman, maksudnya menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat
sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
c) Asas terjangkau, maksudnya keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan
kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan
pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
d) Asas mutakhir, maksudnya kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam
pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir, untuk itu perlu diikuti
kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari.
Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan,
sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat
dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.307
306 Lihat Pasal 2, Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 307 A.P. Parlindungan, Ibid, hal. 76-77.
Universitas Sumatera Utara
e) Asas terbuka, maksudnya data dan keterangan yang ada di Kantor Pertanahan dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.
Di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menyatakan tentang tujuan pendaftaran tanah. Adapun tujuan pendaftaran
tanah adalah:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,
satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah
dan dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
4. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masih Belum Efektif
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan pengertian dari pendaftaran tanah yaitu merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan
Hak Milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.308
Herman Hermit di dalam bukunya memaparkan tentang proses pendaftaran tanah untuk pertama kali (secara
sistematik) di mana penyelenggaraannya diperuntukan khusus bagi bidang-bidang hak atas tanah yang belum pernah
dibukukan/disertifikatkan, termasuk tanah hak milik yang berasal dari tanah negara yang diberikan pemerintah kepada
seseorang atau badan hukum yang memenuhi syarat subyek hak. Herman Hermit juga menyatakan pendaftaran tanah
sistematik mempunyai keiistimewaan tersendiri, antara lain sifat pelaksanaannya yang massal, serentak, proaktif dan
pemohon sertifikat tidak dipungut biaya apapun (sepanjang pelaksanaan pendaftaran sistematik dikaitkan dengan Proyek
Administrasi Pertanahan). Proyek-proyek Administrasi Pertanahan seperti Proyek Ajudikasi dan Proyek Nasional Agraria
(Prona) yang biayanya 100% ditanggung oleh Pemerintah dan dibebankan kepada APBN walaupun sebagian besarnya
308 Lihat isi Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Universitas Sumatera Utara
berasal dari Pinjaman luar negeri (Bank Dunia), memang mempunyai misi khusus yaitu mempercepat proses pendaftaran
tanah dan “pemerataan” .309
Hendri Kusumawijaya dalam Herman Hermit menampilkan skema proses pendaftaran tanah secara sistematik
sebagai berikut:
310
309 Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah, Tanah Hak Milik, Tanah Negara, Tanah Pemda, dan Balik Nama, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 92.
310Ibid, hal.94-96.
Universitas Sumatera Utara
SKEMA PEMROSESAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK(Menurut Hendri Kusumawijaya, kutip dari Herman Hermit, Cara Memperoleh
Sertifikat Tanah, Tanah Hak Milik, Tanah Negara, Tanah Pemda, dan Balik Nama)KELUARANPROSES
Permohonan/Usulan LokasiUntuk pendaftaran tanahsistematik dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota kepada Kepala BPN melaluiKakanwil BPN Propinsi, dengandisertai uraian pertimbanganseperti:1. Sebagian lokasi sudah didaftar
dengan cara Sporadik;2. Jumlah bidang tanah yang
telah terdaftar relatif kecil, sekitar 30% dari perkiraanjumlah bidang tanah yang adapada lokasi,
3. Merupakan daerahpengembangan perkotaanyang tingkat pembangunannyatinggi, atau
4. Merupakan daerah pertanianyang produktif, dan
5. Tersedia Titik-titik Dasar Tekniknasional
MASUKAN
Kepala BPN mempelajaripermohonan/usulan lokasi
dari Kepala Kantor Pertanahan
Persetujuan lokasidari Kepala BPN
• Pembentukan Panitia Ajudikasidan Satuan Tugas oleh KepalaBPN UNTUK Pendaftaran Tanah Sistematik yang dilaksanakandalam rangka program Pemerintah (Proyek Ajudikasi)
• Pembentukan Panitia Ajudikasidan Satgas oleh kepala Kantor Pertanahan bila PendaftaranTanah Sistematik dilaksanakndengan swadaya masyarakat
Kesediaan masyarakat untukmenghadiri penyuluhan
Penyuluhan kepada masyarakat dariKepala Kantor Pertanahan dibantuoieh Panitia Ajudikasi di lokasiseraya berkoordinasi dengan PemdaKabupaten/Kota, KandepPenerangan, Kantor Pelayanan PBB, Kecamatan, dan instansi lain yang diperlukan
Informasi Jelas dan rinciyang diterima masyarakatmengenai maksud, tujuan, manfaat dan tata carapendaftaran tanahsistematik (termasuksertifikasi)
A
Universitas Sumatera Utara
Kepala Kantor Pertanahan atau Ketua Panitia Ajudikasimemberikan pengarahan kepada masyarakat mengenai kewajibandan tanggung jawab pemegang hak atas tanah atau kuasanya agar; 1. Memasang tanda batas pada bidang tanahnya masing-masing
sesuai ketentuan;2. Berada di lokasi pada saat Panitia Ajudikasi melakukan
pengumpulan data fisik dan data yuridis;3. Menunjukkan batas-batas bidang tanahnya kepada Panitia
Ajudikasi pada waktunya;4. Menunjukkan dokumen asli bukti pemilikan /penguasaan
tanahnya kepada Panitia Ajudikasi;5. Memenuh persyaratan yang ditentukan bagi pemegang hak atas
tanah atau kuasanya.Dilanjutkan dengan penjelasan/pemberitahuan mengenai:1) Jadwal pelaksanaan pendaftaran tanah;2) Konsekuensi dari diabaikannya kewajibannya; dan3) Tata cara mengajukan keberatan atas hasil Ajudikasi yang
diumumkan selama jangka waktu pengumuman.
A
Pengukuran dan pemetaan Titik-titik Dasar Teknik oleh PanitiaAjudikasi
Titik-titik Dasar Teknik orde 2,3 dan 4 dalam sistem koordinatnasional
Pengukuran dan Pemetaan DasarPendaftaran Tanah dengan caraterestrial, Fotogrametrik atau metodelain oleh Satgas Pengukuran danpemetaan
Peta Dasar Pendaftaran Tanah:1)Skala 1:1000 atau lebih untuk
daerah pemukiman/perkotaan.2)Skala 1:2500 atau lebih untuk
daerah pertanian/pedesaan.3)Skala 1:10000 atau lebih untuk
daerah perkebunan besar.
B
Universitas Sumatera Utara
B
Pengeplotan bidang-bidang tanah pada Peta Dasar Pendaftaran tanah olehSatgas Pengukuran dan Pemetaan atas nama Ketua Panitia Ajudikasi.
Pembuatan gambar-gambar ukur bidang-bidang tanah oleh SatgasPengukuran dan Pemetaan atas nama Ketua Panitia Ajudikasi.
Pengumuman mengenai Daftar Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanahdan Peta Bidang-bidang Tanah selama 30 hari di sekretariat PanitiaAjudikasi atau Kantor Desa/Kelurahan.
PengesahanBerita Acara mengenai data yuridis dan data fisik olehPanitia Ajudikasi
Pengesahan Peta Pendaftaran Tanah oleh KetuaPanitia Ajudikasi
Pembukuan bidang-bidang tanah oleh PanitiaAjudikasi.
Pengutipan Buku Tanah Pengutipan Surat Ukur
Penandatangan Sertifikat oleh Ketua Panitia Ajudikasiatas nama Kepala Kantor Pertanahan
Pembukuan Hak
Selesai
SERTIFIKAT
PetaPendaftaran
Tanah
Berita AcaraPengesahan Data Fisik dan Data Yuridis.
Pemilik/pemeganghak tanahmenandatanganiBerita Acaramengenai Data Fisikdan Data Yuridis
5. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI)
a. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 3, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan
Nasional,311
1. Kedudukan Badan Pertanahan Nasional, adalah:
Badan Pertanahan Nasional memiliki kedudukan, tugas dan fungsi yang telah ditentukan. Adapun kedudukan, tugas dan fungsi yang
dimaksudkan adalah:
Bahwa Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden; dan Badan Pertanahan Nasional di pimpin oleh seorang Kepala.
2. Tugas Badan Pertanahan Nasional, adalah:
Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Sedangkan untuk fungsinya adalah melaksanakan:
1) penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
311 Diketahui bahwa telah terjadi perubahan akan peraturan tentang Badan Pertanahan Nasional, yaitu di mana Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional R.I yang diperbaharui dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2012 tentang Badan Pertanahan Nasional yang kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan isi Pasal 57 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional, dan untuk kemudian setelah terjadi pergantian kepemimpinan di Indonesia dengan terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia, dengan menetapkan Kabinet Kerjanya, maka terbitlah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, maka berdasarkan Pasal 22 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional tersebut Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Universitas Sumatera Utara
2) perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;
3) perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;
4) perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;
5) perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;
6) perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan;
7) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
8) pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;
9) pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan;
10) pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan
11) pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.
4. Sedangkan Kantor Pertanahan312 memiliki fungsi313
1) Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pertanahan;
adalah:
312 Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang berada di bawah dan bertangungjawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional. Kantor Pertanahan dipimpin oleh seorang Kepala. (Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah, Tanah Hak Milik, Tanah Negara, Tanah Pemda, dan Balik Nama, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 83.
313 Berdasarkan Pasal 7, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, bahwa; “(1) Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi BPN di daerah, dibentuk Kantor Wilayah BPN di provinsi dan Kantor Pertanahan di kabupaten/kota. (2) Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) Kantor Pertanahan di tiap kabupaten/kota. (3) Tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan ditetapkan oleh Kepala setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.”
Universitas Sumatera Utara
2) Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan;
3) Pelaksanaan survey, pengukuran, dan pemetaan dasar, pengukuran, dan pemetaan bidang, pembukuan tanah;
4) Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-
pulau kecil, perbatasan, dan wilayah tertentu;
5) Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak tanah, pemeliharaan data pertanahan dan
administrasi tanah asset pemerintah;
6) Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis, peningkatan
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;
7) Penanganan konflik, sengketa, dan perkara pertanahan;
8) Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah;
9) Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS);
10) Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat, pemerintah dan swasta;
11) Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;
12) Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;
Universitas Sumatera Utara
13) Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, perundang-undangan serta pelayanan
pertanahan.
Kepala Kantor Pertanahan
Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara
Subseksi Sengekta danKonflik Pertanahan
Subseksi PerkaraPertanahan
Seksi Survei, Pengukuran dan
Pemetaan
Subseksi Pengukurandan Pemetaan
Subseksi Tematik danPotensi Tanah
Seksi Hak Tanah danPendaftaran Tanah
Subseksi PengukuranTanah Pemerintah
Subseksi PendaftaranHak
Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan
PPAT
Subseksi PenetapanHak Tanah
Seksi Pengendaliandan Pemberdayaan
SubseksiPemberdayaan
Masyarakat
Subseksi PengendalianPertanahan
Seksi Pengaturan danPenataan Pertanahan
Subseksi Landreformdan Konsolidasi Tanah
SubseksiPenatagunaan Tanah
dan Kawasan Tertentu
Sub Bagian Tata Usaha
Urusan Umum danKepegawaianUrusan Keuangan
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PERTANAHAN(Bedasarkan Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 2006)
b. Rencana Strategis dan Penetapan Kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2010-2014.
Universitas Sumatera Utara
Rencana strategis dan penetapan kinerja Badan pertanahan nasional Republik Indonesia tahun 2010-2014,
dapat dilihat dalam laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Tahun Anggaran 2012. Pada laporan tersebut
banyak menguraikan tentang rencana yang ada, pencapaian-pencapaian dan hambatan-hambatan yang di peroleh pada
tiap tahun dari Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014. Adapun di dalam pembahasan ini hanya akan memaparkan
tentang rencana strategis dan pencapaian kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN) untuk legalisasi
asset Tahun 2010-2014, yaitu:314
1. Rencana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2010-2014
Dalam rencana strategis Badan Pertanahan Nasional Tahun 2010-2014, dapat dilihat pada visi dan misi,
tujuan dan sasaran kerja, sebagai berikut:
a) Visi dan Misi
Dalam upaya mewujudkan agenda Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPJM) Nasional tahun 2010-2014, yaitu:
1) Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai;
2) Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis;
314 Badan Pertanahan Nasional, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2012,BPN RI Maret 2013, hal.8-14
Universitas Sumatera Utara
3) Menciptakan Kesejahteraan Rakyat Indonesia, maka dalam rangka pembangunan dibidang pertanahan telah
ditetapkan visi pembangunan pertanahan, yaitu:
“Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,
serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan Republik Indonesia”
Berdasarkan visi dimaksud ditetapkan misi pembangunan pertanahan yang akan dilaksanakan Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam tahun 2010-2014.
1) Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan;
2) Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T);
3) Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik, dan
perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan
sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara dikemudian hari;
4) Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses
seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat; dan
Universitas Sumatera Utara
5) Penguatan lembaga pertanahan sesuai jiwa, semangat, prinsip dan aturan tertuang dalam Undang-Undang
Pokok Agraria dan aspirasi rakyat secara luas.
b) Tujuan
Tujuan utama (ultimate goal) pembangunan bidang pertanahan pada dasarnya adalah:
“Mengelola tanah seoptimal mungkin untuk mewudkan tanah bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan utama tersebut dan mengacu pada visi dan misi pembangunan
pertanahan 2010-2014, tujuan yang akan dicapai pada masa perencanaan jangka menengah tahun 2010-2014 adalah
sebagai berikut:
1. Melanjutkan pengembangan infrastruktur pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, yang diperlukan
bagi seluruh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Kabupaten Kota di seluruh Indonesia;
2. Tetap berupaya mewujudkan suatu kondisi yang mampu menstimulasi, mendinamisasi dan memfasilitasi
terselenggaranya survey dan pemetaan tanah secara cepat, modern, dan lengkap serta tetap menjamin akurasi di
seluruh wilayah Indonesia khususnya wilayah yang memiliki potensi ekonomi tinggi serta rawan masalah
pertanahan;
Universitas Sumatera Utara
3. Melanjutkan percepatan pendaftaran tanah dan penguatan hak atas tanah melalui program legalisasi aset
pertanahan dengan biaya yang lebih murah, dengan waktu yang terukur, dan prosedur yang mudah;
4. Melanjutkan penataan dan mengendalikan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sehingga
mengokohkan keadilan dibidang sumber daya agraria, mengurangi kemiskinan, serta membuka lapangan kerja
melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (Reforma Agraria);
5. Tetap mengupayakan pengurangan jumlah konflik, sengketa dan perkara pertanahan serta mencegah terciptanya
konflik, sengketa dan perkara pertanahan baru;
6. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas pada semua unit kerja Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia; dan
7. Melanjutkan peningkatan mutu pelayanan publik dibidang pertanahan agar lebih berkualitas, cepat, teliti, tepat,
transparan dan akuntabel yang tetap menjaga kepastian hukum serta partisipatif.
c) Sasaran Strategis
Sasaran strategis merupakan bagian integral dalam proses perencanaan strategis dan merupakan dasar yang kuat untuk mengendalikan dan
memantau pencapaian kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia serta menjamin suksesnya pelaksanaan rencana jangka panjang
yang sifatnya menyeluruh, yang berarti menyangkut keseluruhan satuan kerja di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Sasaran –sasaran strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah:
a. Terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah;
b. Terwujudnya pengendalian, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan pemberdayaan
masyarakat dalam rangka peningkatan akses terhadap sumber ekonomi;
c. Terciptanya pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara berkeadilan;
d. Berkurangnya sengketa, konflik, dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia
e. Terpenuhnya infrastruktur pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral, di seluruh Indonesia.
2. Pencapaian Kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) Untuk Legalisasi Asset Tahun 2010-2014.
Dalam laporan kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) Tahun 2014 diketahui bahwa Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia (BPN-RI) dalam mewujudkan kepastian hukum hak atas tanah telah merealisasikan 828.830 bidang tanah (1,99%) dari 866.491
bidang tanah (2,07%) yang ditargetkan, sehingga hasil capaian kinerjanya adalah 95,76%.315
315 Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Laporan Kinerja Tahun 2014, hal. 19
Di dalam Laporan Kinerja Tahun 2014 juga memaparkan capaian kinerja selama 4 (empat) tahun sebelumnya sebagai perbandingan, yaitu
capaian kinerja untuk legalisasi asset Tahun 2010, Tahun 2011, Tahun 2012, Tahun 2013 dan Tahun 2014. Untuk hasil capaian kinerja tersebut dapat
dilihat dalam table di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Capaian Kinerja Legalisasi Asset 2010 s/d 2014316 No TAHUN TARGET (Bidang) REALISASI
(Bidang) CAPAIAN
KINERJA (%) 1 2014 865.491 828.830
% Peningkatan 2,07 1,99 95,76 2 2013 928.693 839.918
% Peningkatan 2,27 2,06 90,44 3 2012 1,077.655 933.821
% Peningkatan 2,70 2,34 86,65 4 2011 1,848.488 1.427.501
% Peningkatan 4,80 3,71 77,23 5 2010 1,632.740 976.824
% Peningkatan 4,35 2,60 59,83 Jumlah 6.353.067 5.006.894 78,81
Bahwa diketahui berdasarkan target kinerja yang direncanakan pada rencana strategis Tahun 2010-2014 yaitu bertambahnya bidang tanah yang
dilegalisasi sebanyak 4.063.430 bidang, oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) penambahan yang berhasil dilakukan sampai
dengan akhir Tahun 2014 adalah sebanyak 5.006.894 bidang. Hal ini merupakan peningkatan hasil kinerja yang setara pencapaian 123,22%, sehingga
peningkatan ini dinilai baik karena telah melawati target kinerja sesuai rencana strategis 2010-2014.
Berdasarkan hasil pencapaian kinerja rencana strategis 2010-2014 Badan Pertanahan Nasional, meskipun telah melebihi target yang diharapkan
akan tetapi masih memberikan gambaran bahwa masih banyak tanah di Indonesia yang terlantar atau belum terdaftar. Oleh karenannya Badan
Pertanahan Nasional masih harus bekerja keras untuk mencapai target kerja demi terjaminnya kepastian hukum pertanahan di Indonesia.
316Ibid, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
B. Hal-Hal Yang Penting Yang Berkaitan Dengan Perjanjian Kredit Bank
1. Menilik Jenis-Jenis Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia Dan Jenis-Jenis Perjanjian Menurut Undang-Undang Kontrak Malaysia Sebagai Suatu Perbandingan.
Kata menilik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dilihat dalam kata dasar tilik, yang salah satu pengertiannya disebutkan sebagai
melihat dengan sungguh-sungguh.317
a) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (KUH Perdata) Indonesia
Oleh karena itu pemaparan yang akan diungkapkan dalam sub bahasan di bawah ini adalah untuk melihat dengan
sungguh-sungguh tentang jenis-jenis perjanjian yang ada pada 2 (dua) negara yaitu Indonesia dan Malaysia. Pemaparan akan diuraikan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu; a). Jenis-jenis perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia, dan b). Jenis-jenis perjanjian
menurut Undang-Undang Kontrak Malaysia.
Tujuan membahas jenis-jenis perjanjian yang di atur dalam undang-undang masing-masing negara tersebut adalah sebagai bahan perbandingan
yang akhirnya untuk mendapatkan pengetahuan tentang pengaturan dari kedua negara tersebut apakah mempunyai persamaan dan perbedaan yang
mendasar.
317 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 1191.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ahmadi Miru di dalam bukunya menyatakan bahwa di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada
dasarnya dikenal jenis-jenis perjanjian318 ataupun kontrak319
318 Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pengertian dari perjanjian yaitu sebagai “suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”
319 Menurut Subekti, kata perjanjian dan persetujuan memiliki arti yang sama, karena dalam hal ini dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu, sedangkan untuk perkataan kontrak memiliki pengertian yang lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis.(lihat Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 2010), hal. 1.
Untuk Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan Nasional memiliki persamaan dan sedikit perbedaan dari pengertian antara perjanjian dan kontrak yaitu untuk istilah perjanjian diartikan dengan “persetujuan(tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut di persetujuan itu” (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 458. Untuk pengertian kontrak adalah “perjanjian (secara tertulis) antara dua pihak di perdagangan, sewa-menyewa, dan sebagainya”. Dan untuk pengertian kontrak yang kedua adalah “persetujuan yang bersanksi hukum antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan”. (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 592.
Persamaan antara kedua pengertian tersebut adalah bahwa kedua-duanya merupakan perbuatan untuk mengikatkan diri antara 2 (dua) orang atau lebih dalam suatu ikatan yang telah ditentukan (disepakati) bersama, sedangkan perbedaan antara keduanya adalah bahwa di dalam perjanjian disebutkan kata “persetujuan” sedangkan didalam pengertian kontrak disebutkan dengan kata “perjanjian”. Kemudian perbedaan kedua adalah bahwa di dalam perjanjian disebutkan bahwa ikatan tersebut dapat dibuat secara lisan ataupun tertulis, sedangkan di dalam kontrak disebutkan bahwa ikatan tersebut dibuat hanya dalam bentuk tertulis saja. Perbedaan yang ketiga adalah bahwa pada pengertian perjanjian tidak disebutkan secara rinci tentang dibidang apa dan bentuk dari perjanjian tersebut, sedangkan pada pengertian kontrak ada disebutkan bidang yang dapat dilakukan pada kontrak adalah di bidang perdagangan dan bentuk perjanjiannya dapat berupa sewa-menyewa dan lain sebagainya.
Untuk pengertian yang kedua dari kontrak di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, memiliki kesamaan dengan pengertian perjanjian yaitu sama-sama dimulai dengan kata “persetujuan”. Untuk pengertian dari persetujuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga disebutkan sebagai “pernyataan setuju (atau pernyataan menyetujui)” dan untuk pengertian yang kedua adalah sebagai “kata sepakat (antara kedua belah pihak); sesuatu (perjanjian dan sebagainya) yang telah disetujui oleh kedua belah pihak dan sebagainya.” ((lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 1216.
Meskipun pengertian dari perjanjian dan pengertian yang kedua dari kontrak dimulai dari kata yang sama yaitu “persetujuan”, akan tetapi pada penjelasan berikutnya memiliki perbedaan yaitu,bahwa dalam pengertian perjanjian lebih memberikan gambaran secara umum saja, sedangkan pada pada pengertian yang kedua dari kontrak lebih menegaskan tentang adanya sanksi yang tegas bagi pelanggaran dari persetujuan tersebut.
. Jenis-jenis kontrak yang dimaksud adalah kontrak yang bukan
Universitas Sumatera Utara
merupakan kontrak yang bersahaja atau kontrak yang dapat dilaksanakan dengan mudah karena para pihak hanya terdiri
atas masing-masing satu orang dan obyek kontraknya pun hanya satu macam.320
Adapun kontrak tidak bersahaja yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
321
a. Kontrak Bersyarat
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa tersebut
belum tentu akan terjadi. Kontrak bersyarat ini dapat dibagi dua, yaitu kontrak dengan syarat tangguh dan kontrak
dengan syarat batal.
Suatu kontrak disebut kontrak dengan syarat tangguh jika untuk lahirnya kontrak tersebut digantungkan pada suatu
peristiwa tertentu yang akan datang dan belum tentu akan terjadi sedangkan suatu kontrak disebut kontrak dengan
syarat batal jika untuk batalnya atau berakhirnya kontrak tersebut digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang
dan belum tentu akan terjadi.
Contoh suatu kontrak dengan syarat tangguh adalah jika seseorang menyewakan rumahnya kepada orang lain kalau
seseorang tersebut lulus untuk sekolah di luar negeri, artinya jadi tidaknya rumah tersebut disewakan tergantung pada
320 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 52. 321Ibid, hal. 53-62.
Universitas Sumatera Utara
lulus tidaknya pemilik rumah untuk sekolah di luar negeri. Jadi kalau lulus, rumahnya jadi disewakan, sementara itu,
kalau tidak lulus, rumah tersebut tidak jadi disewakan.
Setiap barang yang dibeli yang pada umumnya dicoba dulu, misalnya beli bola lampu, televisi, komputer dan lain-
lain selalu dianggap jual beli dengan syarat tangguh, artinya kalau barang yang dibeli tersebut berfungsi sebagaimana
mestinya, jual beli tersebut terjadi, sebaliknya kalau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jual beli tersebut tidak
terjadi.
Contoh suatu kontrak dengan syarat batal adalah jika seseorang menyewakan rumahnya sampai ia menikah, artinya
kontrak sewa menyewa tersebut berlangsung sampai pemilik rumah tersebut menikah.
Walaupun dimungkinkan untuk membuat suatu kontrak yang lahirnya atau batalnya digantungkan pada suatu
peristiwa tertentu, namun kalau peristiwa yang dimaksud adalah suatu peristiwa yang tidak mungkin terjadi atau
terlaksana atau bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan, atau semata-mata digantungkan pada kehendak
pihak yang terikat, hal tersebut adalah batal dan kontrak tersebut tidak berkekuatan hukum, sebaliknya kalau syarat
yang dimaksud untuk tidak melaksanakan sesuatu yang tidak mungkin terlaksana, kontrak tersebut tidak mengikat.
Syarat batal selalu dianggap ada dalam suatu kontrak, manakala salah satu pihak wanprestasi, namun kontrak
tersebut tidak batal demi hukum. Kontrak tersebut dimintakan pembatalan melalui pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun dinyatakan dianggap perlu syarat batal jika terjadi wanprestasi pada salah satu pihak, apabila kontrak
tersebut masih memungkinkan untuk dilaksanakan, pihak lain masih dimungkinkan untuk memilih apakah meminta
tetap dilaksanakannya kontrak atau meminta pembatalan. Dalam hal ini pihak tersebut dimungkinkan untuk meminta
ganti kerugian menyertai pelaksanaan atau pembatalan kontrak tersebut.
b. Kontrak Dengan Ketetapan Waktu
Berbeda dari kontrak bersyarat, kontrak dengan ketetapan waktu ini tidak
menangguhkan terjadinya atau lahirnya kontrak, melainkan menangguhkan pelaksanaan kontrak.
Sebagai contoh bahwa dalam suatu kontrak para pihak menetapkan suatu waktu tertentu untuk melakukan pembayaran ini berarti kontraknya
sudah lahir hanya pembayarannya yang ditentukan pada suatu waktu yang akan datang. Dengan demikian, pihak kreditur tidak boleh menagih
pembayaran tersebut sebelum waktu yang telah disepakati telah sampai, akan tetapi, jika debitur membayar sebelum jangka waktu tersebut telah
sampai, pembayaran tersebut tidak dapat ditarik kembali.
Penetapan waktu tertentu untuk melaksanakan suatu prestasi tertentu dianggap selalu dibuat untuk kepentingan debitur, kecuali kalau secara
nyata jangka waktu tersebut dibuat untuk kepentingan kreditur.
Universitas Sumatera Utara
Penetapan jangka waktu pembayaran suatu utang memang pada umumnya diketahui dibuat untuk kepentingan debitur, tetapi mungkin saja
jangka waktu tersebut dibuat untuk kepentingan kreditur. Sebagai contoh kalau dalam kontrak tersebut ditentukan bahwa debitur wajib
membayar utang tersebut pada tanggal 1 Agustus 2006 yakni tanggal yang bertepatan dengan masa pembayaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH) bagi kreditur.
c. Kontrak Mana Suka atau Alternatif
Kontrak mana suka atau alternatif ini mungkin jarang kita temui dalam praktik, tetapi hal ini dimungkinkan dalam
hukum kontrak.
Dalam hal terjadi kontrak mana suka ini, debitur diperkenankan untuk memilih salah satu dari beberapa pilihan yang
ditentukan dalam kontrak, misalnya yang menjadi pilihan dalam kontrak tersebut adalah apakah debitur akan
menyerahkan 2 (dua) ekor kuda atau 3 (tiga) ekor kerbau, atau 3 (tiga) ekor sapi. Dengan demikian, apabila debitur
menyerahkan salah satu dari tiga kemungkinan tersebut, debitur dinyatakan telah memenuhi prestasi, namun debitur
tidak boleh memaksa kreditor untuk menerima sebagian dari alternatif yang satu dan sebagian dari alternatif yang lain.
Jadi, pada contoh di atas, debitur tidak boleh memaksa kreditor untuk menerima 2 (dua) ekor kerbau dan 1 (satu) ekor
sapi, walaupun mungkin harganya sama atau bahkan lebih mahal.
Universitas Sumatera Utara
Hak untuk memilih dalam kontrak mana suka ini selalu dianggap diberikan kepada debitur, kecuali kalau secara
tegas hak memilih tersebut diberikan kepada kreditur.
Walaupun ada pemenuhan prestasi yang dapat dipilih, jika prestasi tersebut tidak termasuk prestasi pokok, kontrak
tersebut tidak digolongkan sebagai kontrak mana suka, demikian pula jika satu diantara dua pilihan musnah atau hilang.
Sementara itu, apabila semua barang yang akan dipilih untuk diserahkan tersebut musnah, debitur wajib mengganti
kepada kreditur harga dari barang yang terakhir hilang.
Berbeda dari ketentuan diatas, apabila hak memilih ada pada kreditur, lalu satu diantara dua barang tersebut hilang
atau musnah di luar kesalahan debitur, kreditur wajib menerima barang yang tersisa sedangkan jika musnahnya atau
hilangnya barang tersebut adalah atas kesalahan debitur, kreditur dapat memilih apakah debitur membayar harga barang
yang hilang atau menerima barang yang tersisa. Sementara itu, jika semuanya hilang atas kesalahan debitur, kreditur
dapat memilih penggantian harga barang yang hilang pertama atau hilang terakhir, atau dengan kata lain, kreditur diberi
hak untuk memilih harga barang yang mana saja yang ia suka.
d. Kontrak Tanggung Renteng atau Tanggung Menanggung
Suatu kontrak dikatakan tanggung menangggung jika dalam kontrak tersebut terdiri atas beberapa orang kreditur, dan dalam kontrak tersebut
secara tegas dinyatakan bahwa masing-masing kreditur berhak untuk menagih seluruh utang atau pembayaran seluruh utang kepada salah seorang
Universitas Sumatera Utara
kreditur akan membebaskan debitur pada kreditur lainnya. Dengan demikian, apabila debitur belum digugat di depan pengadilan, debitur berhak
memilih kepada siapa dia akan membayar utangnya.
Meskipun dalam teori perjanjian bahwa pembayaran seluruh utang kepada salah seorang kreditur menyebabkan bebasnya debitur terhadap
pembayaran kepada kreditur lainnya, akan tetapi dalam hal salah seorang kreditur membebaskan utang debitur tersebut tidak berarti bahwa
debitur bebas juga dari kreditur lainnya.
Di samping kontrak tanggung menanggung dapat terjadi jika banyak kreditur berhadapan dengan seorang debitur, juga kontrak tanggung
menanggung ini dapat terjadi jika seorang kreditur berhadapan dengan beberapa orang debitur. Hal ini berarti bahwa jika salah seorang debitur
telah melunasi seluruh utang tersebut, debitur lainnya sudah bebas.
Perikatan tanggung menanggung tidak harus selalu sama jenis perikatan di antara pihak debitur karena dapat terjadi bahwa debitur pertama
terikat perikatan murni, debitur kedua terikat perikatan bersyarat sedangkan yang lainnya perikatan dengan ketetapan waktu.
Kreditur berhak untuk menagih piutang kepada salah seorang debitur, dan debitur yang ditagih ini tidak boleh meminta agar utang tersebut
dipecah. Namun demikian, penagihan kepada salah seorang debitur tidak menutup haknya untuk menagih debitur lainnya.
Dalam hal utang tanggung menanggung, jika terjadi kesalahan dari salah seorang atau beberapa debitur, atau setelah dinyatakan lalai
menyebabkan musnahnya barang yang harus diserahkan kepada kreditur tidak membebaskan debitur lainnya, kecuali hanya dibebaskan dalam hal
pembayaran ganti kerugian sedangkan ganti kerugian dapat dituntut dari debitur yang melakukan kesalahan atau kelalaian.
Universitas Sumatera Utara
Apabila dalam utang tanggung menanggung ini salah seorang debitur dituntut bunga, tuntutan bunga tersebut berlaku juga terhadap debitur
lainnya.
e. Kontrak yang Dapat Dibagi dan Tak Dapat Dibagi
Suatu kontrak digolongkan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi tergantung pada kontrak yang prestasinya berupa
barang atau jasa yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi, baik secara nyata maupun secara perhitungan. Namun
demikian, walaupun barang atau jasa tersebut sifatnya dapat dibagi, suatu kontrak dianggap tidak dapat dibagi jika
berdasarkan maksud kontrak penyerahan barang atau pelaksanaan jasa tersebut tidak dapat dibagi.
Walaupun terdapat pembagian atas kontrak yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, bagi debitur dan kreditur,
semua kontrak pelaksanaannya dianggap tidak dapat dibagi karena hal dapat dibaginya suatu prestasi kontrak hanya
berlaku bagi ahli waris kedua belah pihak yang tidak dapat menagih utangnya atau tidak berkewajiban membayar
utangnya melainkan hanya untuk bagian masing-masing ahli waris. Hal yang sama berlaku bagi orang yang mewakili
debitur atau kreditur.
Apabila suatu utang itu tidak dapat dibagi, tiap orang yang sama-sama memikul utang tersebut bertanggung jawab
memenuhi seluruh utang, walaupun kontrak tersebut tidak dibuat dengan tanggung menanggung. Hal ini juga berlaku
bagi ahli waris debitur jika utangnya merupakan utang yang tidak dapat dibagi.
Universitas Sumatera Utara
Tiap ahli waris dari kreditur dapat menuntut pelaksanaan seluruh prestasi jika kontrak tersebut merupakan kontrak
yang tidak dapat dibagi, namun tidak seorang pun dari mereka dapat membebaskan seluruh utang atau menerima
harganya sebagai ganti barangnya.
Jika ada seorang ahli waris yang telah membebaskan utang debitur atau telah menerima harga barang bagiannya,
ahli waris lain tidak boleh menuntut penyerahan barang yang tidak dapat dibagi tersebut, kecuali dengan
memperhitungkan bagian ahli waris yang telah memberikan pembebasan utang atau menerima harga barang bagiannya.
f. Kontrak dengan Ancaman Hukuman
Ancaman hukuman merupakan suatu klausul kontrak yang memberikan jaminan kepada kreditur bahwa debitur
akan memenuhi prestasi, dan ketika debitur tidak memenuhi prestasi tersebut, debitur diwajibkan melakukan sesuatu
atau menyerahkan sesuatu.
Ancaman hukuman ini boleh diubah oleh hakim manakala debitur telah memenuhi sebagian prestasinya.
Ancaman hukuman ini hanya merupakan prestasi tambahan jika debitur wanprestasi, oleh karena itu sifatnya yang
hanya tambahan, apabila kontraknya batal, ancaman hukumannya pun batal, sebaliknya, apabila ancaman hukumannya
batal, tidak secara otomatis membatalkan kontraknya.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya ancaman hukuman adalah ganti kerugian yang ditetapkan lebih dahulu oleh para pihak manakala
debitur lalai memenuhi prestasinya sehingga kreditur tidak diperkenankan menuntut prestasi pokok bersama-sama
dengan ancaman hukumannya, kecuali kalau ancaman hukuman itu sekadar dijatuhkan terhadap keterlambatan
pemenuhan prestasi.
b) Menurut Undang-Undang Kontrak322
Malaysia sebagai negara tetangga terdekat dengan Indonesia yang mempunyai hubungan budaya dan geografis yang
hampir sama dengan Indonesia, meskipun secara tata kelola pemerintahan sangat berbeda dengan Indonesia. Malaysia yang
Malaysia
(1) Sejarah pembentukan undang-undang perjanjian (kontrak) Malaysia.
322 Negara Malaysia menggunakan istilah kontrak dalam hal adanya dua pihak atau lebih untuk melakukan persetujuan, janji ataupun rundingan yang dilindungi oleh undang-undang. Hal ini didasarkan dengan adanya Undang-Undang Kontrak Malaysia yaitu Undang-Undang Kontrak 1950 yang berlaku di Malaysia. Berdasarkan isi Seksyen 2(h) Akta Kontrak 1950 (Akta 136) dalam Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, menyatakan pengertian dari kontrak adalah “satu perjanjian yang boleh dikuatkuasakan oleh undang-undang”. Terkait dengan Pasal ini adalah isi dari Seksyen 10(1) yang menyatakan bahwa “semua perjanjian adalah kontrak jika dibuat atas kerelaan bebas pihak-pihak yang layak membuat kontrak, untuk sesuatu balasan yang sah, dan dengan sesuatu tujuan yang sah; dan tidak ditetapkan dengan nyata di bawah peruntukan Ordinan ini bahawa ianya batal.” (Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, Mengenali Undang-Undang Kontrak Malaysia, (Selangor Darul Ehsan: International Law Book Services, 2015), hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
memiliki sistem pemerintahan yang parlementer yang mana di pimpin oleh seorang Perdana Menteri, sedangkan Indonesia
memiliki sistem pemerintahan presidensial yang dipimpin oleh seorang Presiden.323
Dalam hal perjanjian (kontrak) di Malaysia, sistem perundangan yang ada terkait dengan sistem perundangan Negara
Inggeris dan Negara India. Hal ini disebabkan oleh adanya keterkaitan sejarah dari berdirinya Negara Malaysia dan juga
dikarenakan keterkaitan dengan fungsi dari Majlis Privy
324
Dalam sejarahnya sebelum tahun 1974, terdapat 2 (dua) sistem undang-undang kontrak yang berbeda yang berlaku di
Malaysia. Sebelum tahun 1974, Ordinan Kontrak (Negari-Negeri Melayu) tahun 1950 merupakan undang-undang yang
yang dahulunya posisinya berada di puncak tertinggi hierarki
Mahkamah Malaysia.
323 Lihat isi Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya. Meskipun menurut Tim Koopmans dalam I Dewa Gede Atmadja, menyatakan bahwa dari ciri-ciri yang ada dari UUD 1945 pasca perubahan dapat dikatakan dekat dengan model konstitusional. Seperti diketahui bahwa Tim Koopmans berpendapat ada 2 (dua) model sistem pemerintahan yaitu model parlementer dan model konstitusional. (baca I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945 Edisi Revisi, (Malang: Setara Press, 2012), hal. 188-189).
Di dalam bukunya I Dewa Gede Atmadja juga menjelaskan tentang isi Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia menganut sistem Presidensial. Hal ini dikarenakan menurut ketentuan konstitusional itu, Presiden menjadi Kepala Pemerintahan (Eksekutif) dan juga Kepala Negara (Penjelasan UUD 1945, pra-amandemen). Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri, serta menteri-menteri itu bertanggungjawab kepada Presiden. Namun dijelaskan juga tentang problemnya, jika dilihat dalam hubungan dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (2) UUD 1945 serta Penjelasannya, bahwa UUD 1945 “tidak sepenuhnya menganut pemerintahan presidensial”. Hal ini dikarenakan berdasarkan ketentuan tersebut kekuasaan membentuk undang-undang berada ditangan Presiden dengan persetujuan DPR. (ibid, hal. 182).
324 Majlis Privy adalah merupakan Mahkamah Rayuan tertinggi dalam sistem perundangan Malaysia dan yangmana kesemua mahkamah lain di Malaysia adalah terkait dengan keputusannya yang berlaku sebelum adanya Mahkamah Agung dan sekarang disebut dengan Mahkamah Persekutuan (Akta Perlembagaan (Pindaan) 1994. (Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, Mengenali Undang-Undang Kontrak Malaysia, (Selangor Darul Ehsan: International Law Book Services: 2015), hal.15).
Universitas Sumatera Utara
mengawal urusan kontrak di sembilan Negeri Melayu yakni Johor, Kedah, Kelantan, Negeri Sembilan, Pahang, Perak,
Perlis, Selangor dan Terengganu; berkuat kuasa pada tanggal 23 Mei 1950. Mengingat kembali sejarah pembuatan Ordinan
1950 ini memperlihatkan Ordinan ini dicontoh dari akta India, Contracts Act 1872 yang telah dibuat dengan mengkanunkan
ke dalam sistem common law Inggeris yang berhubungan dengan kontrak. Akta Kontrak India ini diterima dan pakai
dengan beberapa perubahan kecil dalam Enakmen Kontrak tahun 1899 yang dipakai pada masa itu pada Negeri-Negeri
Melayu Bersekutu saja. Pada tahun 1950, Enakmen325
325 Enakmen dalam istilah asing (Inggris) disebut enactment yang dalam defenisi dalam Dictionary og Law, adalah An Act of Parlement or part of an Act. Includes any bye-law or regulation having effect under an enactment (lihat L.B. Curzon, Dictionary og Law Sixth Edition, (Malaysia: International Law Book Services, 2010), hal. 153.
1899 ini kemudian digantikan dengan Ordinan Kontrak (Negeri-
Negeri Melayu) tahun 1950 dan disebarluaskan pemakaiannya meliputi kesemua Negeri Melayu. Dalam urusan kontrak di
Melaka, Pulau Pinang, Sabah dan Sarawak pula, sebelum tahun 1974 digunakan sistem common law Inggeris berdasarkan
seksyen 3 (tiga) dan seksyen 5 (lima) Akta Undang-Undang Sivil tahun 1956. Ini bermakna pada ketika itu Malaysia
sebagai sebuah negara, menggunakan 2 (dua) sistem undang-undang kontrak yang berasal dari sumber yang berbeda
sehingga untuk satu hal atau masalah yang sama maka bergantung pada negeri manakah masalah atau konflik tersebut
timbul. Jelas wujudnya ketidakseragaman undang-undang dalam urusan kontrak di Malaysia dan lambat laun terjadi
dualisme undang-undang ini pasti akan menimbulkan konflik undang-undang serta kekeliruan dikalangan para pengguna
Universitas Sumatera Utara
undang-undang. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan ini, pada tahun 1974 melalui undang-undang di bawah Akta
Penyemakan Undang-Undang tahun 1968, Ordinan Kontrak (Negeri-Negeri Melayu) tahun 1950 telah diganti menjadi Akta
Kontrak tahun 1950 dan penggunaanya telah diperluas meliputi seluruh Malaysia. Hal ini menjadi perumusan akan
perkembangan sejarah pembentukan Akta Kontrak tahun 1950 yang menjadi sumber primer undang-undang kontrak yang
ada di negara-negara bagian Malaysia.326
Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz di dalam bukunya menyebutkan adanya 3 (tiga) jenis yang utama dari kontrak yaitu:
(2). Klasifikasi Kontrak
327
326 Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, Mengenali Undang-Undang Kontrak Malaysia, Selangor Darul Ehsan: International Law Book Services: 2015), hal.14-15
327 Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, Mengenali Undang-Undang Kontrak Malaysia, Selangor Darul Ehsan: International Law Book Services: 2015), hal. 5-6.
1. Kontrak satu pihak (Unilateral Contract)
Di dalam kontrak ini hanya ada satu pihak saja yang membuat janji sedangkan satu pihak lagi hanya sebagai penerima, dalam artian pihak
penerima ini hanya melakukan apa yang tersebut di dalam kontrak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Contohnya, Seseorang yang menjanjikan uang sebesar Rp. 500.000.00 (lima ratus ribu) bagi yang menemukan kucing kesayangannya.
Kemudian ada orang lain yang menemukannya dan mengembalikannya ke orang yang membuat janji tersebut. Maka dalam hal ini orang yang
menjanjikan uang bagi penemu dan mengembalikan kucing kesayangannya terikat untuk membayar sejumlah uang sesuai dengan janjinya.
Dalam kontrak ini pihak yang membuat janji terikat dengan janjinya tersebut, sedangkan pihak penerima tidaklah terikat terhadap janji yang
ada, dan tidak diperlukan juga bagi pihak penerima untuk memberitahukan niatnya kepada pembuat janji.
2. Kontrak dua pihak (Bilateral Contract)
Dalam kontrak dua pihak ini terbentuk dari hasil pertukaran janji dari para pihak yang nantinya melahirkan janji-janji yang bersilang (reciprocal
undertakings). Sebagai contoh, seseorang berjanji untuk memberikan sejumlah uang Rp. 150.000.00 kepada seorang mekanik untuk memperbaiki
mobilnya. Mekanik tersebut berjanji untuk memperbaiki mobil orang tersebut, maka pertukaran janji antara pemilik mobil dengan mekanik tersebut
melahirkan kontrak dua pihak.
3. Kontrak kolateral/sampingan (Collateral Contract)
Kontrak kolateral adalah nama yang diberikan kepada kontrak yang merupakan sampingan atau subsider kepada, dan membangkitkan, kontrak
utama atau prinsipil. Kontrak jenis ini dapat berlaku dengan sendirinya.
Universitas Sumatera Utara
(3). Unsur-Unsur Kontrak
Didalam membuat perjanjian (kontrak) di Malaysia harus sesuai dengan undang-undang dan khususnya harus sesuai dengan Akta Kontrak
Tahun 1950. Membuat perjanjian (kontrak) harus memenuhi unsur-unsur yang terikat satu dengan lainnya. Ketiadaan satu unsur akan mengakibatkan
dikuatkuasakan (ketidakberlakuan) atas kontrak tersebut.328
Adapun unsur-unsur perjanjian (kontrak) adalah:
329
6. Kerelaan Bebas; dan
1. Cadangan;
2. Penerimaan;
3. Balasan;
4. Niat Mewujudkan Hubungan di sisi Undang-Undang;
5. Keupayaan;
328 Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, Mengenali Undang-Undang Kontrak Malaysia, Selangor Darul Ehsan: International Law Book Services: 2015), hal.23.
329Ibid, hal. 23-
Universitas Sumatera Utara
7. Keesahaan Kontrak.
Ad. 1. Cadangan (Offer).330
Pihak cadangan dalam hal ini disebut sebagai pembuat janji, dan pihak yang menerima cadangan disebut sebagai
penerima janji. Dalam Kasus Preston Corp Sdn Bhd v. Edward Leong & Ors, cadangan diartikan sebagai “satu tanda
kesediaan si pecadang untuk menjalin satu hubungan kontrak yang sah di mana si pecadang tadi memberikan kuasa
penerimaan kepada pihak yang satu lagi.”
Kata cadangan ada disebutkan didalam seksyen 2 (a) Akta Kontrak 1950) yaitu ”Apabila seseorang menyatakan
kesediaannya kepada orang lain untuk melakukan atau menahan diri daripada melakukan sesuatu, dengan maksud
memperolehi persetujuan orang itu untuk berbuat sesuatu atau menahan diri daripada berbuat sesuatu, maka bolehlah
dikatakan bahwa orang itu membuat cadangan.”
Kata cadangan ini dinyatakan oleh Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz sebagai “tawaran”, yang
disimpulkan sebagai suatu janji oleh satu pihak kepada pihak yang lain bahwa pihak yang satu akan melakukan sesuatu atau
menahan diri daripada melakukan sesuatu jika pihak yang lain bersedia menerima atau mematuhi sepenuhnya segala syarat
yang disebutkan oleh pihak yang membuat janji tersebut.
330Ibid, hal. 23-24.
Universitas Sumatera Utara
Ad. 2. Penerimaan (Acceptance)331
Menurut Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz yang menyimpulkan defenisi penerimaan dari
seksyen 2(b) Akta Kontrak 1950
332
Ad. 3. Balasan (Consideration)
, sebagai tanda kesediaan seseorang yang telah menerima cadangan untuk menjalin suatu
hubungan kontrak dengan pihak yang membuat cadangan.
333
Berdasarkan penjelasan yang ada dalam bukunya Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz,
Berdasarkan seksyen 2(d) Akta Kontrak, balasan didefinisikan sebagai menurut kehendak pembuat janji, apabila
penerima janji atau siapa sahaja yang telah membuat atau telah menahan diri dari membuat sesuatu, atau membuat atau
menahan diri dari membuat sesuatu, maka perbuatan atau penahanan diri atau janji itu adalah disebut balasan untuk janji itu.
Ad. 4. Niat Mewujudkan Hubungan Disisi Undang-Undang (Intention To Create Legal Relationship).
334
331Ibid, hal. 37 332 Seksyen 2 (b) Akta Kontrak 1950 menyatakan; “Apabila orang kepada siapa cadangan itu dibuat menyatakan persetujuan dengan
cadangan itu maka bolehlah dikatakan bahawa cadangan itu diterima, sesuatu cadangan bila diterima, adalah menjadi janji.” 333Ibid, hal. 53-54. 334 Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, Mengenali Undang-Undang Kontrak Malaysia, Selangor Darul Ehsan:
International Law Book Services: 2015), hal.71.
disimpulkan bahwa kontrak merupakan perjanjian tetapi tidak semua perjanjian itu merupakan kontrak yang boleh
Universitas Sumatera Utara
dikuatkuasakan oleh undang-undang. Dalam hal ini diberikan contoh dengan adanya perjanjian seseorang yang ingin
mentraktir temannya makan di restoran, perjanjian ini adalah merupakan suatu janji biasa yang tidak terikat dengan undang-
undang yang ada seperti kontrak yang dimaksudkan. Jadi ikatan yang dilindungi oleh undang-undang adalah adanya niat
yang sungguh-sungguh untuk melakukan suatu kontrak yang memenuhi syarat undang-undang.
Ad. 5. Keupayaan (Capacity)
Keupayaan di sini dimaksudkan di mana para pihak harus mampu memahami dampak ataupun akibat dari kontrak
tersebut. Didalam buku Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, memberikan defenisi ”keupayaan bermaksud
kebolehan mengetahui dan memahami implikasi atau kesan kontrak keatas mereka.”335
335Idem, hal. 81.
Terkait dengan kemampuan tersebut adalah persyaratan dari sahnya perjanjian menurut peraturan perundang-
undangan Malaysia. Apabila dilihat dari seksyen 10 Akta Kontrak Tahun 1950, maka dinyatakan bahwa ”semua perjanjian
adalah kontrak jika dibuat atas kerelaan bebas pihak-pihak yang layak membuat kontrak, untuk sesuatu balasan yang sah,
dan dengan sesuatu tujuan yang sah; dan tidak ditetapkan dengan nyata di bawah peruntukan akta ini bahawa ianya
batal.”
Universitas Sumatera Utara
Dari isi pasal 10 Akta Kontrak Tahun 1950 Malaysia tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa semua perjanjian
adalah berupa kontrak yang sah apabila dibuat atas keinginan bebas para pihak, yang juga mempunyai akibat dan tujuan
yang dibenarkan oleh undang-undang, yang apabila tidak disebutkan tujuannya mengakibatkan batalnya perjanjian
(kontrak).336
Kemudian di dalam seksyen 11 Akta Kontrak 1950 Malaysia menyebutkan tentang 3 (tiga) syarat bagi
diperkenankannya pelaku melakukan kontrak, yaitu; 1) Dewasa, 2) Berakal sempurna, 3) Tidak hilang kelayakan dalam
membuat kontrak menurut undang-undang.
337
336 Bandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pedata Indonesia Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1337. 337 Sakina Shaik Ahmad Yusoff dan Azimon Abdul Aziz, Mengenali Undang-Undang Kontrak Malaysia, Selangor Darul Ehsan:
International Law Book Services: 2015), hal.82.
Hal ini dapat dibandingkan dengan syarat mampu (cakap) membuat kontrak
dengan Indonesia, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1329 jo1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu di mana yang
dikatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap.
Kemudian untuk selanjutnya yang dikatakan tak cakap adalah; 1) orang-orang yang belum dewasa, 2) mereka yang ditaruh
di bawah pengampuan, 3) orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya
semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Ketiga kreteria orang
Universitas Sumatera Utara
(subjek hukum) ini tidak diperkenankan membuat perjanjian (kontrak), adapun resiko bagi kontrak untuk yang melakukan
kontrak dengan ketiga orang tersebut adalah kontrak tersebut dapat dibatalkan.338
338 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, Pasal 1330. Untuk syarat yang ketiga yaitu orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang telah dihapuskan dengan dasar hukum Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 Tentang Gagasan Mengangap Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang.
Ad. 6. Kerelaan Bebas (Free Consent)
Kerelaan bebas (free consent) dimaksudkan disini adalah para pihak melakukan kontrak dengan keinginan sendiri
tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Kerelaan bebas (free consent) ada disebutkan dalam seksyen 10 Akta Kontrak 1950 Malaysia, yaitu yang
menyebutkan ”semua perjanjian adalah kontrak jika dibuat atas kerelaan bebas pihak-pihak yang layak membuat kontrak”.
Kerelaan bebas ini juga terkait dengan seksyen 14 Akta Kontrak 1950 Malaysia, yang menyatakan, ”kerelaan adalah
dikatakan bebas bila tidak disebabkan oleh paksaan, pengaruh tidak berpatutan, frod,salahnyata dan khilaf.Apabila
dikaitkan dengan peraturan tentang kontrak Indonesia, maka hal ini termaktub di dalam Pasal 1321 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yang isinya antara lain; ”tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau
diperbolehnya dengan paksaan atau penipuan.”
Universitas Sumatera Utara
Ad. 7. Keesahan Kontrak (Legality Of Contract)
Keesahan kontrak yang dimaksudkan disini adalah kontrak yang berisi hal-hal yang dibenarkan oleh undang-
undang, sehingga dilindungi oleh undang-undang itu sendiri. Suatu kontrak yang telah dibuat dapat dibatalkan dan tidak
sah, apabila para pihak mengenyampingkan undang-undang. Menurut seksyen 2 (g) Akta Kontrak 1950 Malaysia
menyatakan bahwa ”suatu perjanjian yang tidak boleh dikuatkuasakan oleh undang-undang adalah batal.”
Berdasarkan isi seksen 24 Akta Kontrak 1950 menyatakan bahwa ”balasan atau tujuan suatu perjanjian adalah sah
kecuali:339
(a) ianya dilarang oleh undang-undang; atau
(b) ianya bersifat sedemikian rupa jika dibenarkan, maka ianya akan mengecewakan peruntukan mana-mana undang-
undang; atau
(c) ianya merupakan frod; atau
(d) ianya mendatang atau melibatkan bencana kepada diri atau harta orang lain; atau
(e) mahkamah menganggapnya tak bermoral, atau bertentangan dengan muslihat awam.”
339 Bandingkan dengan isi Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan tentang syarat sah perjanjian yaitu; 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal tertentu, 4. Suatu sebab yang halal. Demikian juga dengan isi Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa tidak sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pentingnya Bank Sebagai Institusi Pemberi Kredit
Bank sebagai suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak,340 merupakan wadah yang dapat
membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia yaitu salah satunya pemberian kredit bagi para pengguna perbankan, baik
bank nasional konvensional ataupun bank nasional syariah. Hal ini berkaitan dengan peranan perbankan nasional yang dinyatakan dalam Penjelasan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang
pada bagian umumnya yaitu pada alenia keenam yang menyatakan antara lain bahwa peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan
fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional
dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat
struktur perekonomian nasional.341
340 Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
341 Lihat Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pendapat Y. Sri Susilo, dan kawan-kawan, adapun fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat menjadi
agent of trust, agen of development, dan agent of services.342
Kredit dalam pengertian di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang berkewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
342 Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso, Bank & Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal. 6. Adapun yang dimakasudkan dengan ketiga fungsi bank tersebut adalah: 1. Agent of Trust, bahwa dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran
dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsure kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bankrut, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi simpanan dananya di bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat ajtuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
2. Agent of Development, bahwa sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil, tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi-distribusi-konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan inveatasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
3. Agent of Services, bahwa di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.
Universitas Sumatera Utara
jangka waktu dengan pemberian bunga.343
Menurut Y. Sri Susilo, dan kawan-kawan bahwa kegiatan usaha yang utama bank adalah penghimpunan dan penyaluran dana. Penyaluran dana
dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan apabila dana telah dihimpun. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan
dengan cara-cara tertentu sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana tersebut.
Pengertian kredit ini menyatakan adanya hak dan kewajiban yang dibebankan bagi para pihak dengan
kesepakatan batasan waktu dengan adanya bunga atas pinjaman tersebut.
344
Dengan demikian kegiatan perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat (funding), yaitu kegiatan untuk mengumpulkan dan atau
mencari dana dari masyarakat, kemudian setelah adanya kegiatan funding tersebut maka dana tersebut dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk
pinjaman (lending) atau istilah yang lebih dikenal dengan istilah kredit (credite). Untuk pemberian kredit ini pihak perbankan menggunakan prinsip
kehatian-hatian
345
343 Lihat Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. 344 Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank & Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal. 61.
Y. Sri Susilo, dkk., menyatakan, untuk mencapai tujuan utama bank yaitu penghimpunan dan penyaluran dana dari dan ke masyarakat tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
sehingga harapan pembayaran kembali atas pinjaman tersebut akan menjadi lancar, dan untuk pinjaman ini dikenakan biaya tertentu
seperti bunga dan biaya administrasi, sehingga diperlukannya suatu perjanjian tertulis untuk mengikat keduabelah pihak yaitu pihak perbankkan dan
1. Kepercayaan masyarakat pada bank yang bersangkutan. 2. Perkiraan tingkat pendapatan yang akan diperoleh oleh penyimpan dana relatif terhadap pendapatan dari alternative investasi lain dengan
tingkat resiko yang seimbang. 3. Risiko penyimpanan dana, 4. Pelayanan yang diberikan oleh bank kepada penyimpanan dana.
345 Lihat Pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008, tentang Perbankan Syariah.
Universitas Sumatera Utara
pihak peminjam. Perjanjian kredit tersebut ditandatangani oleh keduabelah pihak baik bernemtuk perjanjian akta di bawah tangan atau dalam bentuk
akta otentik.
a) Fungsi Perjanjian Kredit
Menurut Sutarno dinyatakan bahwa perjanjian kredit memiliki fungsi-fungsi tersendiri. Adapun fungsi-fungsi
tersebut adalah:346
a. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal
balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan menggunakan sesuai
tujuannya dan kewajiban debitur mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang
ditentukan. Hak kreditur untuk mendapat pembayaran bunga dan kewajiban kreditur adalah meminjamkan sejumlah
uang kepada debitur, dan kreditur berhak menerima pembayaran kembali pokok dan bunga.
b. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah
diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit.
Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit.
346 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 129-130.
Universitas Sumatera Utara
c. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian ikutannya yaitu perjanjian
pengikatan jaminan. Pemberian kredit pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda tidak
bergerak milik debitur atau milik pihak ketiga yang harus dilakukan pengikatan jaminan.
d. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur artinya perjanjian kredit
tidak mempunyai kekuatan eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur
untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi hutangya (wanprestasi).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi perjanjian kredit adalah bagian dari adanya perjanjian yang
menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban para pihak, hal-hal tentang pinjaman, barang yang
dijaminkan, dan segala hal yang berkaitan dengan terjadinya kredit tersebut sehingga memberikan kepastian hukum.
b) Jenis-Jenis Kredit
Menurut Warman Djohan347
347 Berdasarkan riwayat hidupnya, Warman Djohan adalah seorang bankir yang berpengalaman di dunia perbankan selama lebih dari 20 (dua puluh) tahun sejak diterbitkannya buku Kredit Bank Alternatif Pembiayaan dan Pengajuannya. Pernah menjabat sebagai pemimpin cabang salah satu Bank BUMN di Jakarta.
, ada beberapa jenis dari kredit yang dapat dibedakan berdasarkan perbedaan secara
umum, tujuan pembiayaan, berdasarkan jangka waktu, sektor ekonomi, sifat, jenis penggunaan, kolektibilitas, golongan
Universitas Sumatera Utara
debitur, kebijaksanaan, non cash dan kredit berdokumen. Adapun secara singkat pembagian jenis-jenis kredit tersebut
adalah:348
l. Secara umum kredit terbagi 2 (dua) yaitu kredit komersial dan kredit konsumsi.
Kredit komersial adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan atau perorangan untuk tujuan
komersial. Dengan mendapatkan fasilitas kredit ini maka perusahaan dapat meningkatkan volume penjualan
yang sekaligus juga meningkatkan perolehan laba usaha. Pelusanan kredit dan pembayaran bunga kredit berasal
dari hasil keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Kredit konsumsi adalah jenis kredit yang diberikan biasanya kepada perorangan untuk tujuan konsumsi
misalnya kredit kepemilikan rumah, kredit kendaraan, kredit untuk anak sekolah dan lain-lain. Sumber dana
untuk angsuran kredit dan pembayaran bunganya berasal dari pendapatan tetap yang diterima oleh debitur
perorangan tersebut setiap bulannya.
m. Jenis kredit berdasarkan tujuan pembiayaan yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi.
Tamatan dari Universitas Indonesia, jurusan Ekonomi Perusahaan, tamat tahun 1977, kemudian melanjutkan kuliahnya pada Program S2 Manajemen dengan spesialisasi Finance, dan selanjutnya menyelesaikan Program Doctor of Philosophy in Management (Ph.D) dengan spesialisasi Internasional Economics and Finance, tahun 1998.
348 Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaan Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 40 – 51.
Universitas Sumatera Utara
Kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan atau perorangan untuk menambah
modal kerjanya. Modal kerja meliputi biaya pembelian bahan baku, bahan pembantu, upah buruh, overhead cost
dan lain-lain. Biasanya jangka waktu perputaran dana ini tidak lebih dari satu tahun.
Kredit investasi adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan untuk pembelian barang modal.
Misalnya kredit untuk pembelian mesin-mesin, kenderaan, peralatan dan pembangunan gedung pabrik. Kredit
ini berjangka panjang, melebihi jangka waktu satu tahun dan pelunasannya melalui angsuran.
n. Jenis kredit yang dibedakan berdasarkan jangka waktu yaitu kredit jangka pendek, kredit jangka menengah,
kredit jangka panjang.349
349 Bandingkan dengan pembagian jenis kredit menurut Hermansyah, yang membagi jenis kredit dengan jangka waktu dan penggunaannya digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
4. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan, ataupun proyek baru, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai tersebut. Jadi, kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan/atau proyek baru.
5. Kredit modal kerja, yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara pihak yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari.
6. Kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitur yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis,
Universitas Sumatera Utara
Kredit jangka pendek adalah kredit berjangka waktu sampai dengan satu tahun, biasanya kredit modal kerja.
Kredit jangka menengah adalah kredit dengan jangka waktu di atas satu tahun sampai dengan 5 (lima) tahun,
biasanya kredit yang digunakan untuk pembelian kenderaan, peralatan dan mesin-mesin secara partial.
Kredit jangka panjang adalah kredit dengan jangka waktu di atas lima tahun, yaitu kredit yang diberikan untuk
pembiayaan pembangunan pabrik baru dan pembiayaan proyek jangka panjang (project financing).
o. Jenis kredit yang dibedakan atas pembiayaan berdasarkan sektor ekonomi yaitu kredit pertanian, kredit
pertambangan, kredit perindustrian, kredit konstruksi, kredit perdagangan, kredit pengangkutan, dan kredit jasa-
jasa dunia usaha.
Kredit pertanian adalah kredit yang diberikan untuk pembiayaan sektor pertanian termasuk perkebunan,
perikanan dan kehutanan. Kredit dapat diberikan dalam bentuk kredit modal kerja atau kredit investasi.
Kredit pertambangan adalah kredit yang diberikan untuk pembiayaan sektor pertambangan meliputi eksplorasi
dan eksploitasi.
Kredit perindustrian adalah kredit yang diberikan untuk pembiayaan pabrik-pabrik, manufaktur dari segala
sektor.
termasuk kredit kepemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Kredit konstruksi adalah kredit yang diberikan kepada kontraktor untuk pembiayaan pembangunan proyek
sampai dengan proyek selesai (building finance). Pembangunan proyek ini meliputi pembangunan gedung, jalan
dan jembatan serta prasarana lainnya.
Kredit perdagangan, restoran dan hotel adalah kredit yang diberikan untuk membantu kebutuhan modal
perdagangan antar kota, antar pulau dan perdagangan lokal serta untuk restoran dan hotel-hotel.
Kredit pengangkutan, pergudangan adalah kredit yang diberikan untuk pengangkutan, distribusi barang-barang
dan pergudangan. Termasuk didalamnya kredit distribusi yaitu pembelian barang-barang dalam jumlah besar
dan kemudian dijual dalam jumlah yang lebih kecil.
Kredit jasa-jasa dunia usaha adalah kredit yang diberikan untuk perusahaan jasa seperti konsultan, akuntan,
dokter, pengacara dan jasa pendidikan.
p. Jenis kredit yang lihat dari sifatnya yaitu kredit revolving dan kredit aflopend.
kredit revolving adalah fasilitas kredit yang diberikan atas dasar limit atau plafon tertentu dan dapat dipakai
berulang-ulang sampai dengan batas limit yang telah ditentukan tersebut. Kredit ini biasanya dalam bentuk
kredit modal kerja atas dasar rekening koran dengan jangka waktu tidak melebihi satu tahun.
Universitas Sumatera Utara
Kredit aflopend adalah fasilitas kredit yang diberikan untuk satu kali penggunaan atau sesuai skedul dan tidak
dapat dipakai berulang.
q. Jenis kredit yang dilihat dari jenis penggunaannya yaitu kredit usaha dan kredit konsumsi.
Kredit usaha adalah kredit yang digunakan untuk pembiayaan dalam bentuk modal kerja atau investasi.
Pembayaran bunga dan pelunasan kredit berasal dari keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha perusahaan.
Kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan untuk pembelian barang-barang konsumsi bukan dalam bentuk
usaha. Misalnya kredit pemilikan rumah, kredit kenderaan dan kredit untuk pembelian peralatan rumah tangga.
Sumber pembayaran bunga dan angsuran kredit berasal dari pendapatan tetap debitur.
r. Jenis kredit yang didasarkan berdasarkan kolektibilitas.
Jenis kredit atas dasar kolektibilitas yaitu dilihat dari segi kemampuan membayar, kondisi keuangan dan prospek
usaha, yang ditetapkan atas dasar ketentuan Bank Sentral, yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Adapun
Jenis kredit kolektibilitas berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/10/UPPB tanggal 12 Novenber
1998 meliputi kredit lancar (pass), dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (sub standard),
diragukan (doubfull) dan macet (loss).
Universitas Sumatera Utara
s. Jenis kredit yang berdasarkan golongan debitur yaitu kredit kepada penduduk dan kredit bukan kepada
penduduk.
Kredit kepada penduduk adalah kredit yang diberikan kepada penduduk, warga negara atau perusahaan yang
mempunyai status penduduk Indonesia.
Kredit bukan kepada penduduk adalah kredit yang diberikan kepada bukan penduduk Indonesia, warga negara
asing atau perusahaan yang berstatus asing (Penanaman Modal Asing).
t. Jenis kredit yang berdasarkan kebijaksanaan yaitu kredit umum dan kredit prioritas.
Kredit umum adalah kredit-kredit yang diberikan oleh bank yang lebih ditekankan kepada untung rugi dan
prinsip-prinsip bisnis yang berlaku atau dikenal dengan ketentuan bank teknis.
Kredit prioritas adalah kredit yang penyalurannya berdasarkan prioritas yang disyaratkan oleh pemerintah,
misalnya untuk usaha skala kecil. Untuk kredit jenis ini ada keringanan persyaratan bank teknis yang diberikan
kepada calon debitur tanpa mengabaikan aspek kelayakannya, misalnya tidak diharuskan menyediakan jaminan
tambahan (collateral) dalam bentuk aktiva tetap. Yang tergolong jenis kredit ini adalah kredit kelayakan usaha,
kredit candak kulak, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe 70 (tujuh puluh) ke bawah dan kredit usaha kecil.
u. Jenis kredit yang disebut dengan kredit non cash
Universitas Sumatera Utara
Kredit non cash adalah kredit yang diberikan dalam bentuk bank garansi. Bank garansi meskipun dalam bentuk
selembar surat berharga yang menyebutkan bank akan membayar sejumlah uang tertentu apabila pihak terjamin
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah disyaratkan oleh penjual dan pembeli atau oleh pemberi
pekerjaan dan pelaksana pekerjaan (kontraktor).
Sebelum memberikan bank garansi kepada nasabahnya, bank terlebih dahulu melakukan analisis kredit
sebagaimana halnya dalam pemberian kredit pada umumnya.
v. Jenis kredit yang disebut dengan kredit berdokumen.
Kredit berdokumen adalah suatu jenis kredit yang diberikan dalam bentuk dokumen untuk transaksi antar pulau
dan impor. Kredit berdokumen ini dikenal dengan letter of credit (L/C). Untuk transaksi perdagangan antar
pulau dikenal dengan surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN), semacam letter of credit (L/C) dalam
negeri. Ketentuannya akan sama dengan pembukaan L/C impor dari luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
c) Menilik Tata Cara Pengajuan Kredit
Mengenai tata cara atau prosedural pengajuan kredit berdasarkan bahan hukum yang ada dan berdasarkan hasil
penelitian di lapangan maka bank memiliki standar prosedur yang telah ditetapkan dari masing-masing bank yang tidak
Catatan: Skema di kutip dan di rubah bentuk dari Jenis-Jenis Kredit, Buku Kredit Bank Alternatif Pembiayaan dan Pengajuannya dari Warman Djohan
Universitas Sumatera Utara
bertentang dengan undang-undang. Dalam garis besarnya dalam pengajuan permohonan kredit, bank memiliki tahapan-
tahapan, seperti:350
a. Tahap Permohonan Kredit.
b. Tahap Penyeleksian Berkas-Berkas Permohonan Kredit.351
c. Tahap Keputusan Penerimaan/Penolakan Kredit.
d. Pemberitahuan.
Ad. a. Tahap Permohonan Kredit
Dalam tahap ini seseorang mengajukan permohonan kredit ke bank, maka pemohon harus dievaluasi tentang untung
ruginya mengajukan kredit ke bank dibandingkan dengan sumber pembiayaan lain, misalnya memanfaatkan hutang
350 Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaan Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 52-60. 351 Adapun manfaat administrasi kredit secara baik, menurut Warman Djohan adalah:
(1) Sebagai alat dadlm menunjang penyelenggaraan kegiatan-kegiatan dalam proses perkreditan, antara lain sebagai alat komunikasi antara bank dan debitur, pengawasan, pembuktian bila terjadi sengketa antara bank dengan debitur dan bahan dalam pembuatan laporan.
(2) Merupakan informasi/data umpan balik (feed back) bagi manajemen dalam melaksanakan fungsi-fungsinya secara umum maupun manajemen perkreditan secara khusus. Umpan balik informasi tersebut diperlukan guna sebagai masukan dalam pengambilan keputusan berikutnya.
(3) Sebagai alat/penyelenggara sistem dokumentasi perkreditan dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit akan melibatkan bermacam-macam dokumen penting dan dokumen berharga milik nasabah yang harus disimpan dengan tertib dan aman. Tentunya keseluruhan berkas dan dokumen-dokumen tersebut harus dikelola dengan menyelenggarakan sistem dokumentasi perkreditan yang baik.
Adapun kegunaan dan manfaat administrasi yang baik dan tertib adalah merupakan sarana penunjang untuk: (1) Membuat keputusan kredit dan laporan kredit secara cepat dan tepat. (2) Memudahkan pengawasan kredit. (3) Memperjelas lingkup pertanggungjawaban. (Lihat Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaan Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 160).
Universitas Sumatera Utara
dagang atau menambah modal dari pemilik. Apabila sumber pembiayaan dari hutang dagang tidak memadai lagi
dan demikian pula sumber dana dari pemilik, maka sumber pembiayaan yang terbaik adalah dari kredit bank.
Pada pengajuan kredit bank, pemohon membutuhkan persiapan administratif. Dalam persiapan administratif telah
dipenuhi maka pemilihan bank sebagai tempat peminjaman harus telah diteliti dengan baik. Adapun pemilihan bank
disini dimaksudkan dengan beban biaya bunga yang rendah, dan kecepatan dalam proses keputusannya.
Analisis dapat dilanjutkan dengan kemungkinan beban biaya yang harus dipikul pemohon akibat lebih lamanya hari-
hari yang diperlukan untuk keputusan pencairan kredit. Kesempatan yang hilang karena tertundanya pencairan
kredit adalah merupakan biaya alternatif yang mesti diperhitungkan.
Ad. b. Tahap Penyeleksian Berkas-Berkas Permohonan Kredit.
Dalam tahap pertama ini, seorang calon penerima kredit membuat suatu permohonan peminjaman kredit dengan
memenuhi persyaratan, yaitu antara lain:
1. Fotocopy akte pendirian dan akte perubahan perusahaan (apabila terjadi perubahan) yang telah diumumkan
dalam lembaran negara. Akte ini diperlukan bagi perusahaan yang berbentuk Firma/CV, Perseroan Terbatas,
Perusahaan Negara, Yayasan dan Koperasi. Untuk perusahaan perseorangan tidak diperlukan akta pendirian.
Khusus untuk koperasi akte pendiriannya disahkan oleh departeman teknis.
Universitas Sumatera Utara
2. Surat Kuasa sehubungan dengan hak substitusi
Apabila permohonan kredit kepada bank hanya ditandatangani oleh direktur utama atau salah seorang direktur
maka komisaris utama atau salah seorang komisaris cukup membuat surat kuasa yang dilampirkan. Surat kuasa
inipun hanya diperuntukkan bagi perusahaan yang bukan perusahaan perorangan.
3. Surat-surat izin yang masih berlaku
Surat-surat izin yang dimaksud dapat berbentuk seperti, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Usaha
Pemborongan Pekerjaan (SIPP), Surat Izin Industri, Analisis Dampak Lingkungan, dan izin-izin lainnya.
4. Mengisi form yang disediakan oleh pihak bank.
Form yang dimaksudkan adalah bentuk lembaran yang diterbitkan oleh pihak perbankan. Biasanya di dalam
form yang dimaksudkan berisi data-data pemohon pinjaman, dan hal-hal yang dianggap perlu.
5. Adanya Benda Jaminan.
Benda yang dijadikan jaminan disini adalah berbentuk surat yang berupa fotokopi atas kepemilikan benda yang
jadikan jaminan, misalnya kepemilikan tanah, kepemilikan bangunan, kepemilikan kenderaan, dan lain
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Bukti yang dimaksudkan dapat berupa Sertifikat Hak Milik atas tanah, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB),
Sertifikat Hak Pakai (SHP), dan lainnya.
Tujuannya adanya jaminan adalah merupakan sebagai jaminan bagi pihak bank apabila terjadinya wanprestatie
dari pihak pemohon pinjaman, dan jaminan juga dijadikan ukuran untuk menilai besarnya nilai uang yang dapat
diberikan oleh bank.
6. Surat Kontrak
Adapun yang dimaksudkan adalah fotokopinya saja yang dipersyaratkan bagi perusahaan kontraktor atau
supplier yang menerima kontrak kerja atau kontrak pembelian dari pemberi kerja atau pemberi order (bowheer).
Surat ini dibutuhkan sebagai lampiran bagi perusahaan yang membutuhkan kredit yang berjangka pendek.
7. Penjelasan Tentang Organisasi dan Manajemen Perusahaan
Penjelasan mengenai organisasi dan manajemen perusahaan sebaiknya disajikan dalam bentuk bagan dari
struktur organisasi perusahaan dengan mencantumkan nama-nama manajer pada bidangnya. Khusus untuk
direksi, komisaris dan manajer tertentu agar dilengkapi dengan daftar riwayat hidup masing-masing. Maksudnya
agar bank dapat melihat dan menganalisis pengalaman dan kemampuan pengelola perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Khusus bagai perusahaan yang berskala kecil cukup mencantumkan riwayat hidup pemiliknya yang berupa
pendidikan dan pengalaman-pengalaman yang pernah dilakukan yang bersangkutan dalam mengelola usahanya
serta pengalaman kerja yang mendukung usahanya.
8. Kegiatan Proses Produksi Perusahaan
Bagi perusahaan manufaktur (pabrik) agar melengkapi pula permohonan kreditnya dengan proses produksi
produknya. Penjelasan dibuat dalam bentuk bagan dari awal sampai akhir dari proses produksi dengan
memberikan penjelasan dalam bentuk tulisan tentang bahan baku, bahan pembantu, proses, produk jadi, sistem
penyimpanannya, mesin-mesin yang digunakan serta jalur transportasinya.
Bagi perusahaan perdagangan dan jasa, agar juga memberikan penjelasan tentang sistem pembeliannya,
penjualan atau pelayanan serta cara-cara pembayarannya. Untuk perusahaan yang berskala kecil cukup
menjelaskan dalam bentuk uraian yang ringkas tentang jenis usaha dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki
jika ada.
9. Laporan Keuangan Perusahaan
Penyampaian laporan keuangan adalah sangat penting karena laporan keuangan data penting yang akan
dianalisis oleh pihak bank, sehingga dapat memutuskan diterima-tidaknya permohonan pinjaman kredit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Laporan keuangan yang penting adalah:
a. Neraca perusahaan, paling tidak dalam dua posisi terakhir, akhir tahun, akhir semester atau akhir triwulan.
b. Rugi dan laba paling tidak dalam 2 (dua) periode terakhir yang dalam bentuk tahunan, semester ataupun
triwulan.
c. Proyeksi cash flow (cash budget), yaitu gambaran tentang arus kas atas rencana usaha yang dibuat.
Untuk perusahaan menengah dan besar, laporan keuangannya sebaiknya diaudit oleh seorang akuntan yang berasal dari perusahaan
akuntan yang terdaftar.
10. Study Kelayakan
Khusus untuk perusahaan yang berskala besar, pembangunan dan atau pengembangan usaha baru diperlukan
studi kelayakan (feasibility study) dari rencana usaha tersebut.
Studi kelayakan yang dimaksudkan sebaiknya disusun oleh kantor konsultan yang terdaftar yang menguasai dan
paham rencana usaha tersebut.
11. Data Realisasi Usaha
Data realisasi usaha yang meliputi realisasi pembelian, realisasi produksi dan realisasi penjualan, paling tidak 6
(enam) bulan terakhir. Lebih lama dan lebih banyak data yang disajikan, misalnya data perkembangan realisasi
Universitas Sumatera Utara
usaha bulanan dalam beberapa tahun terakhir, maka akan semakin memudahkan pihak bank menganalisis data
tersebut, bahkan akan lebih baik lagi apabila ada data pembanding yaitu dalam hal ini adanya perbandingan data
dengan perusahaan lain dalam pangsa pasar yang ada dilapangan.
12. Data Rencana Usaha.
Data rencana usaha yaitu meliputi rencana pembelian, rencana produksi dan rencana penjualan, yang disusun
paling tidak untuk jangka waktu 6 (enam) bulan mendatang. Untuk permohonan kredit jangka pendek dalam
bentuk kredit modal kerja, rencana tersebut dibuat untuk jangka waktu 6 (enam) sampai dengan 1 (satu) tahun.
Untuk rencana kredit investasi, yang jangka waktu kreditnya dalam jangka panjang, misalnya 3 (tiga) tahun, 5
(lima) tahun atau lebih, maka rencana usaha dibuat sesuai dengan lamanya rencana investasi.
13. Data Persediaan Barang.
Data persediaan yang dimaksudkan adalah data realisasi persediaan barang, terutama barang dagangan yang
dimiliki perusahaan, paling tidak perkembangannya selama 6 (enam) bulan terakhir. Semakin banyak dan lama
data yang diberikan akan lebih memudahkan pihak bank menganalisisnya.
14. Data-Data Lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Data lainnya yang dimaksudkan adalah data atau informasi positif lainnya yang dimiliki oleh perusahaan yang
akan menambahkan kredibilitas perusahaan oleh pihak bank, misalnya; penghargaan dan pengakuan yang
diberikan oleh lembaga lain seperti International Organization for Standardization (ISO), ranting perusahaan,
atau keunggulan dari produk/bisnis yang dilakukan perusahaan.
Ad. 3. Tahap Keputusan Penerimaan/Penolakan Kredit
Adapun yang menjadi pertimbangan bank dalam pemberian/penolakan kredit adalah yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan,
dalam hal ini ditangani oleh tim analisis yang telah ditunjuk oleh pihak bank.
Dalam memberikan persetujuan kredit maka pihak bank menjalankan apa yang disebut dengan Analisis Kredit.
Dalam bukunya Warman Djohan memberikan paparan dengan rangkuman bahwa tujuan dari analisis kredit ini adalah
memberikan penilaian di mana bank dapat menjual produk kredit dengan portofolio yang sehat dan profitable sesuai
dengan kebutuhan pasar. Untuk mencapai hasil analisis yang berkualitas maka digunakan alat-alat analisis kredit yaitu
pertama Analsis Kuantitatif dan kedua Analisis Kualitatif, juga menggunakan beberapa pendekatan yaitu pertama
Pendekatan Jaminan (Collateral Approach); kedua Pendekatan Karakter (Character Approach); ketiga Pendekatan pada
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan Pelunasan (Repaytment Approach); keempat Pendekatan Kelayakan Usaha (Fesibility Approach); kelima
Pendekatan Pemberian Kredit sebagai Agen Pembangunan.352
Didalam penjelasannya, Warman Djohan memberikan pemahaman dari 5 (lima) pendekatan tersebut, yaitu:
353
Berdasarkan nilai pasar dimaksudkan adalah jaminan tersebut akan dengan mudah dijual sesuai dengan nilai yang ditetapkan. Pemberian kredit
berdasarkan pendekatan ini mirip dengan pegadaian.
(1) Pendekatan Jaminan (Collateral Approach)
Merupakan pendekatan tertua dan klasik atau sederhana, artinya melalui analisis pendekatan jaminan inilah persetujuan pemberian fasilitas kredit
dapat diputuskan.
Apabila calon debitur mengajukan permohonan kredit dengan jumlah tertentu dan calon debitur tersebut menyerahkan jaminan kredit yang
nilainya melebihi jumlah kredit yang diminta, maka permohonan kreditnya akan dapat disetujui.
Terkadang ditentukan prosentase tertentu misalnya nilai jaminan harus mencapai minimal 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah limit
kredit yang diminta. Yang menjadi masalah pokok di sini adalah penilaian terhadap jaminan yang diserahkan calon debitur, yaitu berdasarkan nilai
pasar dan secara yuridis dapat dikuasai.
352 Pernyataan ini juga disampaikan oleh Sdr. Adlin Muksin, staf bagian pemberian kredit pada Bank Sumut Medan.(wawancara tanggal 21 November 2014).
353 Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaa Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 103-105.
Universitas Sumatera Utara
(2) Pendekatan Karakter (Character Approach)
Pendekatan ini lebih ditekankan kepada aspek moral dari calon debitur atau individu-individu pengelola perusahaan.
Apabila dari penilaian yang dilakukan ternyata calon debitur memiliki moral baik, jujur, memenuhi perjanjian, tidak pernah melakukan bisnis
yang merugikan orang lain, maka dari segi karakter calon debitur dapat direkomendasikan untuk diberikan fasilitas kredit.
Tentunya dalam penilaian karakter tersebut, agar diperhatikan pula penilaian karakter yang berkaitan dengan performance bisnis yang
bersangkutan.
Berkaitan dengan penilaian karakter dari calon debitur yang sifatnya abstrak, tentunya diperlukan penguasaan tentang bagaimana memahami
perilaku individu, disamping pemahaman tentang prilaku perusahaan.
(3) Pendekatan pada Kemampuan Pelunasan (Repayment Approach)
Pemberian fasilitas kredit lebih ditekankan kepada kemampuan calon debitur untuk melunasi kembali fasilitas kredit yang diterima sesuai dengan
skedul waktu yang ditetapkan.
Kemampuan membayar kembali tersebut tentunya lebih diutamakan dari dana yang berasal dari usaha pokok debitur (core business), bukan dari
sumber-sumber lain.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi dapat saja kemampuan membayar kembali total pinjaman yang diterima diukur dari keseluruhan sumber dana yang akan diterima
oleh debitur dikemudian hari.
Penilaiannya dapat dilakukan dengan menggunakan analisis anggaran kas (cash budget).
(4) Pendekatan Kelayakan Usaha (Feasibility Approach)
Pendekatan berdasarkan kelayakan usaha dimaksudkan bahwa persetujuan pemberian kredit didasarkan kepada suatu analisis atas usaha atau
proyek yang menyatakan bahwa suatu usaha atau proyek tersebut layak dibiayai.
Penilaian kelayakan usaha ini meliputi penilaian atas keseluruhan aspek dari rencana usaha yang disimpulkan dalam bentuk analisis kuantitatif dari
studi kelayakan (feasibility study) usaha tersebut di mana Net Present Value = Positif dan Internal Rate of Return lebih besar dari tingkat bunga yang
berlaku.
(5) Pendekatan Pemberian Kredit sebagai Agen Pembangunan
Pendekatan pemberian kredit sebagai perpanjangan tangan pemerintah ini diarahkan untuk membantu pengusaha-pengusaha skala kecil (small scale
industry) dengan memberikan keringanan atau kelonggaran beberapa persyaratan bank teknis.
Di sini bank berperan sebagai agen pembangunan dalam rangka memberikan pemerataan kesempatan berusaha.
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan yang diringankan, misalnya keringanan jaminan dan penyederhanaan persyaratan perizinan.
Jenis kredit biasanya kredit program seperti kredit candak kulak, kredit kelayakan usaha dan kredit usaha kecil.
Di dalam praktek perbankan, pemberian kredit harus dianalisis terlebih dahulu. Analisis pemberian kredit minimal memuat 5 (lima) hal,
yaitu:354
354Ibid, hal. 106-108. Menurut Warman Djohan, terkadang didalam prakteknya pihak perbankan juga menambahkan syarat analisis kredit yaitu C yang ke-6 (enam), Constraint, yaitu keterbatasan atau hambatan yang tidak memungkinkan seseorang melakukan usaha disuatu tempat.
(1) Character
Menilai moral, watak atau sifat-sifat yang positif kooperatif, kejujuran dan rasa tanggung jawab dalam kehidupan pribadi sebagai manusia dan
kehidupan pribadi sebagai anggota masyarakat dan dalm melakukan kegiatan usahanya.
Penilaian ini dilakukan dengan cara meneliti daftar riwayat hidup, reputasi dilingkungan usaha, informasi antar bank, informasi pada asosiasi usaha
yang bersangkutan, dan kebiasaan-kebiasaan hidup yang bersangkutan dalam masyarakat baik yang sifatnya positif ataupun negatif.
(2) Capacity
Universitas Sumatera Utara
Penilaian yang sifatnya subyektif tentang kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang dan kewajiban lainnya tepat pada waktunya, sesuai
perjanjian, dan hasil usaha yang diperoleh. Dalam penilaian ini didasarkan atas kemampuan perusahaan pada masa lalu, kemampuan berproduksi,
keuangan dan manajemen.
Termasuk juga penilaian kemampuan riil perusahaan dilapangan, pabrik, toko dan lain-lain.
(3) Capital
Penilaian atas kemampuan keuangan perusahaan jumlah dana atau modal yang dimiliki oleh calon debitur dalam artian kamampuan untuk
menyertakan dana sendiri atau modal sendiri.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan, akta pendirian dan atau akta perubahan, sedangkan untuk perusahaan
perorangan dapat diketahui dengan jalan mengurangi total harga dengan total hutang kepada pihak ketiga.
(4) Collateral
Collateral adalah jaminan atau kemampuan perusahaan untuk menyerahkan barang jaminan/aktiva perusahaan sehubungan dengan fasilitas kredit
yang akan diajukan.
(5) Condition of Economy
Universitas Sumatera Utara
Menganalisis kondisi ekonomi makro yang meliputi kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan
perekonomian pada suatu saat tertentu, termasuk peraturan pemerintah setempat.
Oleh karena itu dalam hal pertimbangan menerima dan menolak suatu permohonan pijaman kredit adalah
kelengkapan syarat-syarat yang diajukan dan lulusnya permohonan kredit tersebut dari tim analisis bank. Setelah semua
persyaratan dianalisis dan juga setelah melalui rekomendasi dan pendapat dari pejabat-pejabat bank yaitu melalui komite
kredit. Apabila suatu kredit disetujui selanjutnya akan dibuat surat penegasan atau surat persetujuan, dan demikian pula
halnya dengan adanya penolakan terhadap permohonan kredit tersebut.
Menurut Warman Djohan, bahwa di dalam surat persetujuan/penegasan kredit tersebut memaparkan hal-hal
berupa:355
(1) Jenis kredit, dapat dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi, bank garansi dan lain sebagainya.
(2) Limit kredit, besarnya jumlah plafon kredit yang disetujui.
(3) Maksud, yaitu tujuan penggunaan fasilitas kredit yang dimaksud.
(4) Jangka waktu, sampai kapan fasilitas kredit tersebut berlaku, tanggal angsuran atau jadwal pelunasan.
355 Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaa Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 154-155
Universitas Sumatera Utara
(5) Suku bunga, yaitu suku bunga pertahun, bersifat tetap atau suku bunga mengambang (floating rate).
(6) Provisi, besarnya biaya bunga yang dibebankan pada saat pencairan kredit. Biaya ini dapat juga berbentuk commitment fee.
(7) Jaminan kredit, berupa penjelasan rinci tentang jaminan pokok dan jaminan tambahan yang diserahkan oleh calon debitur.356
356 Dalam hal jaminan (collateral) menurut Warman Djohan memberikan defenisi sebagai aktiva yang diserahkan kepadabank oleh calon debitur sebagai jaminan atas limit kredit yang diajukan. Analisis jaminan difokuskan kepada kemampuan calon debitur untuk menyerahkan barang jaminan baik dari segi nilai ekonomis maupun nilai yuridis.
Warman Djohan juga memaparkan di dalam bukunya tentang jenis-jenis jaminan dalam pemberian kredit yaitu:
(a) Atas dasar kepemilikan jaminan, dapat berupa kekayaan dari debitur, dan atau kekayaan dari pihak ketiga lainnya yang diserahkan untuk menjamin kredit debitur.
(b) Berdasarkan status kekayaan tersebut dalam suatu perusahaan dapat berbentuk aktiva lancar dan dapat juga berupa aktiva tetap. (c) Dari wujud barang jaminan itu sendiri, dalam bentuk aktiva nyata (tangible assets) yaitu aktiva lancar, aktiva tetap dan jaminan kebendaan
lainnya dan dapat juga jaminan tak berwujud (intangible assets) yaitu jaminan pribadi, rekomendasi dan lainnya. (d) Atas dasar fungsi jaminan dalam kredit yang bersangkutan, yaitu jaminan pokok adalah barang jaminan yang dibiayai dengan kredit itu sendiri,
dan jaminan tambahan yaitu barang jaminan lain di luar yang dibiayai dengan kredit. (e) Dari segi jumlah kreditur, jaminan dapat dibedakan sebagai jaminan tunggal yaitu kekayaan yang hanya dijaminkan kepada satu bank dan
jaminan gabungan yaitu kekayaan yang dijaminkan kepada beberapa bank. (f) Dari segi kestabilan yaitu jaminan yang akan mengalami penurunan nilai dari waktu dan jaminan yang akan mengalami kenaikan nilai dari
waktu ke waktu. (g) Dari penguasaan barang jaminan, dibedakan dengan jaminan yang secara fisik dikuasai oleh bank dan jaminan yang secara fisik dikuasai den
digunakan kembali oleh debitur, terutama jaminan pokok. (h) Dari segi risiko, berupa jaminan kekayaan yang berisiko tinggi dan jaminan yang tidak mengandung risiko. (i) Dari sudut yuridis, yaitu jaminan kebendaan (barang bergerak dan barang tidak bergerak) dan jaminan bukan kebendaan yaitu jaminan pribadi
(borgtocht) dan avalist. Avalist adalah suatu perjanjian di mana pihak ketiga menyanggupi kepada pihak berpiutang bahwa ia akan membayar suatu hutang apabila yang berhutang tidak menepati janji.
Warman Djohan juga memaparkan syarat-syarat jaminan kredit yaitu:
Universitas Sumatera Utara
(8) Ketentuan lainnya, memuat ketentuan tentang syarat-syarat pencairan kredit, keharusan pembuatan laporan, kunjungan on the spot dan
penandatanganan surat persetujuan kredit oleh calon debitur.
Ad. 4. Tahap Pemberitahuan
Dalam tahap ini pihak bank memberitahukan kepada pihak pemohon kredit bahwa permohonannya dikabulkan (dicairkan).
Syarat-syarat pencairan kredit, fasilitas kredit baru dapat dicairkan yaitu setelah calon debitur menandatangani akan perjanjian kredit
(covenant) baik di bawah tangan dan atau secara notarial, setelah penyerahan pengikatan jaminan kredit, setelah penutupan asuransi kredit dan asuransi
barang jaminan dan persyaratan lainnya yang disyaratkan.
Untuk lebih jelas lagi tentang proses pemberian kredit bank, maka dapat di lihat pada skema proses pemberian kredit bank di bawah ini.
(a) Jaminan harus memiliki nilai ekonomis yang memadai, yaitu dapat diperjualbelikan secara bebas, memiliki nilai lebih besar dari limit kredit, mudah dipasarkan tanpa mengeluarkan biaya pemasaran yang berarti, memiliki nilai stabil atau memiliki prospek nilai yang baik, mempunyai manfaat ekonomis dalam jangka waktu yang lebih lama dari jangka waktu kredit.
(b) Jaminan kredit harus memiliki syarat atau nilai yuridis, yaitu milik perusahaan calon debitur, ada dalam kekuasaan calon debitur, tidak berada dalam persengketaan dengan pihak lain, memiliki bukti-bukti pemilikan yang syah, memenuhi persyaratan untuk diadakan pengikatan secara hipotik, fiducia, ataupun jenis pengikatan yuridis lain.
(Lihat Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaa Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 150-151).
Universitas Sumatera Utara
Skema Proses Pemberian Kredit Bank357
357 Skema proses pengajuan kredit dibuat berdasarkan penggabungan bahan yang diperoleh dari buku Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaan, Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 99 dengan bahan/hasil wawancara dengan Sdr. Adlin Muksin, staf pemberian kredit di Bank Sumut Medan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pentingnya Cita Hukum Perjanjian Kredit Bank
a. Belum Adanya Pengertian Perjanjian Kredit Di Dalam Hukum Positif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa cita dapat berarti ide ataupun gagasan358
Pengertian yang ada sekarang hanyalah berupa pengertian yang di ambil dari penggalan kata perjanjian dan kata kredit. Untuk pengertian
perjanjian umumnya di kutip dari Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih,
. Ide ataupun gagasan yang disampaikan adalah
berkenaan dengan hukum perjanjian kredit bank di Indonesia. Berdasarkan penelaahan literatur yang dilakukan bahwa belum ada rumusan tentang
pengertian dari perjanjian kredit secara utuh. Pentingnya akan rumusan yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan kepastian akan maksud dan tujuan
dari perjanjian kredit tersebut, meskipun pada prinsipnya di dalam perjanjian memiliki kebebasan dalam membuat isi perjanjian bagi para pihak
pembuat perjanjian sepanjang tidak bertentang dengan undang-undang.
359
358 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 216. 359 Lihat Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta:
PT Pradnya Paramita, 2001), hal. 338. Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa pengertian perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini adalah bersifat
perseorangan (persoonlijk karakter), tidak bersifat perbedaan (geen zakelijk karakter). Sifat perbedaan ini diketemukan pada hak-hak yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berkepala, “van Zaken”, sedang Hukum Perjanjian termuat sebagian besar dalam Buku III dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berkepala “van Verbintenissen”. (R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Cv. Mandar Maju, 2011), hal. 8).
sedangkan untuk pengertian kredit umumnya di kutip
Menurut Mariam Darus, bahwa pengertian perjanjian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini adalah tidak lengkap dan terlalu luas (pendapat ini juga diambil berdasarkan pendapat para sarjana hukum perdata pada umumnya). Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya
Universitas Sumatera Utara
dari rumusan pengertian Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,
sehingga pengertian yang dimaksud masih bersifat parsial, sehingga dibutuhkan pengertian yang utuh.
Dengan kata lain pengertian tentang perjanjian kredit yang ada masih bersifat ius constituendum, sehingga diharapkan dengan rumusan
pengertian perjanjian kredit yang ditawarkan dapat menjadi ius constitutum di dalam hukum positif sehingga akan memberikan pengertian perjanjian
kredit secara utuh sehingga memberikan penjelasan, batasan maksud dan kepastian tujuan dari perjanjian kredit.
b. Rumusan Pengertian Perjanjian Kredit Bank
Berdasarkan pemaparan yang disebutkan diatas, adalah penting untuk memberikan rumusan pengertian dari kalimat perjanjian kredit yang
utuh sehingga akan memberikan penjelasan, batasan maksud dan kepastian tujuan dari perjanjian kredit yang dimaksudkan. Dalam hal ini peneliti
berpendapat dari hasil analisis rumusan pengertian perjanjian dan pengertian kredit yang ada serta hasil diskusi dengan narasumber yang ahli di bidang
perdata, maka adapun rumusan pengertian perjanjian kredit yang mungkin diberikan adalah hubungan antar bank dengan nasbah debitur yang
didasarkan kepada kata sepakat mengenai kredit (uang dan atau barang) dalam jangka waktu tertentu dengan kewajiban kepada nasabah debitur
mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, dengan sifat istimewanya yaitu Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara langsung tidak berlaku, yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan dari hukumkeluarga tersebut, serta adanya perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsure persetujuan. (Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 1993), hal. 89).
Universitas Sumatera Utara
dikenakan imbalan atau bunga.360
Apabila obyek tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) dimasukkan dalam katagori benda yang tidak
terdaftar berdasarkan Pasal 3 ayat (a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Adapun rumusan pengertian perjanjian kredit ini dibuat berdasarkan atas asas-asas hukum dalam perjanjian dan asas-
asas umum dalam pemberian kredit, sehingga diharapkan dapat menjadi ius constitutum di dalam pengaturan perjanjian kredit bank dan dapat
membantu memperjelas dalam pengertian dan maknanya.
C. Hal Penting Yang Dapat Dilakukan Bank Dengan Obyek Tanah Yang Tidak Terdaftar (Unregistered Land) Sebagai Jaminan
Dalam hal obyek tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yang dijadikan jaminan dalam pinjaman kredit,
maka tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) dikatagorikan sebagai jaminan benda tidak bergerak sesuai dengan
Pasal 10 ayat (3) jonto Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka jaminannya diikat dengan jaminan hak tanggungan.
361
360 Dialog antara peneliti dengan promotor Tan Kamello, Medan, Tanggal 14 Januari 2017, Waktu 13.30 WIB. 361 Isi Pasal 3 adalah mengenai keberlakuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Adapun isi ayat (a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999, adalah “Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar”.
, maka
pengikatan jaminan adalah dengan menggunakan jaminan fidusia.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu akibat dari 2 (dua) penafsiran atas isi pasal-pasal dari 2 (dua) undang-undang yang ada maka
menurut penulis terdapat 2 (dua) cara yang dapat dilakukan oleh bank dalam memberikan kredit dengan menggunakan
obyek tanah yang tidak terdaftar (unregistered land), yaitu:
1. Pengikatan Kredit Dengan Hak Tanggungan
Adapun dalam hal pemberian ataupun pembebanan Hak Tangungan di dalam perjanjian kredit bank memiliki
tahapan sehingga akhirnya lahirlah hak tanggungan. Di dalam hal khusus tanah yang tidak terdaftar sebagai obyek jaminan,
maka tahapan tersebut adalah sebagai berikut:362
a. Tahap Pertama, yaitu di mana para pihak membuat perjanjian kredit.
Tahap pertama ini didahului dengan dibuatnya perjanjian pokok berupa perjanjian kredit atau perjanjian pinjam
uang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan pinjam meminjam uang antara kreditur dengan
debitur. Hal ini sesuai sifat accessoir dari Hak Tanggungan yang pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari
perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang atau perjanjian lain yang menimbulkan utang.
J. Satrio berpendapat perihal Pasal 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa khusus terhadap bangunan-bangunan permanen, hak tanggungan lebih didahulukan, sisanya yang tidak bisa dijaminkan dengan hak tanggungan baru bisa dijaminkan fidusia. (Lihat J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 189).
362 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 166-170.
Universitas Sumatera Utara
Bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan antara lain bahwa
pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan
pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-
piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Oleh karena itu janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagai pelunasan utang tertentu harus dirumuskan dalam perjanjian kredit atau
perjanjian utang. Janji tersebut dapat dirumuskan dalam salah satu pasal perjanjian kredit atau perjanjian utang.
Dalam perjanjian kredit, baru berupa janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan
utang tertentu sedangkan perjanjian pemberian Hak Tanggungan akan dilakukan dengan akta tersendiri yang
disebut Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).363
1) Dapat dibuat dengan akta dibawah tangan artinya dibuat oleh kreditur dan debitur sendiri atau akta
otentik artinya dibuat oleh dan dihadapan notaris.
Perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian hutang atau perjanjian lainnya yang
menimbulkan hutang bentuknya:
363 Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah membantu Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pendaftaran tanah. Untuk melakukan pendaftaran tanah tersebut, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbutan hukum yang meliputi; jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik, pemberian hak tanggungan dan pemberian kuasa membebankan hak tanggungan. (H. Salim HS, Teknik Pembuat Akta Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016), hal. 1-2)
Universitas Sumatera Utara
2) Perjanjian kredit atau perjanjian utang dapat dibuat oleh orang perorangan atau badan hukum asing
sepanjang kredit digunakan untuk kepentingan di wilayah Republik Indonesia.
3) Mengenai tempatnya perjanjian kredit dapat dibuat di dalam atau diluar negeri
b. Tahap Kedua, yaitu di mana adanya pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Tahap kedua berupa Pembebanan Hak Tanggungan yang ditandai dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang ditandatangani kreditur sebagai
penerima Hak Tanggungan dan pemilik hak atas tanah yang dijaminkan (debitur atau pemilik jaminan). Bentuk
Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) adalah akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) merupakan bentuk standard yang
dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dipergunakan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT). Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Hak Tanggungan menegaskan Pemberian Hak Tanggungan dilakukan
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menentukan bahwa Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) berisi:
1) Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan.
2) Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili
di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta pilihan itu tidak
dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dianggap sebagai
domisili yang dipilih.
3) Penunjukkan secara jelas utang-utang yang dijamin.
4) Nilai Hak Tanggungan,
5) Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan yaitu uraian rinci mengenai hak atas tanah yang
dijaminkan meliputi jenis hak atas tanah, luas tanah, batas-batas, letaknya yang mencerminkan asas
spesialitas.
6) Janji-janji Hak Tanggungan.
Dalam praktek perbankkan, pemberian Hak Tanggungan yang ditandai dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) ini dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a) Penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dilakukan oleh pemilik jaminan bersamaan
dengan penandatanganan perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok.
b) Dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dibuat karena pemilik jaminan (boleh debitur, boleh pihak lain bukan debitur),
pada saat penandatanganan perjanjian kredit tidak segera melakukan pembebanan Hak Tanggungan, Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) adalah surat kuasa khusus yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Notaris yang
ditandatangani pemilik jaminan. Isi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah pemilik jaminan memberikan kuasa
khusus kepada kreditur (Bank) untuk menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Dengan Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan (SKMHT) ini kreditur dalam waktu tertentu dapat membebankan Hak Tanggungan dengan menandatangani Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) tanpa harus menghadirkan pemilik jaminan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ini dibuat karena Bank sebagai kreditur tidak langsung membebankan Hak Tanggungan
pada saat penandatanganan perjanjian kredit karena untuk menghemat biaya.
c. Tahap Ketiga, yaitu pelaksanaan pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) di Kantor Pertanahan.
Pada tahap ketiga ini ditandai dengan pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ke kantor
Pertanahan setempat. Hal ini sesuai Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan yang menegaskan
pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Setelah Kantor Pertanahan menerima
Universitas Sumatera Utara
pendaftaran dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) ditandatangani, maka Kantor Pertanahan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan
mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan telah serta menyalin
catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Sebagai tanda bukti bahwa Akta Pembebanan
Hak Tanggungan telah didaftar di Kantor Pertanahan, yang membuktikan adanya Hak Tanggungan maka Kantor
Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan. Sertifikat Hak tanggungan diberikan kepada kreditur
sebagai pemegang Hak Tanggungan. Sertifikat Hak Tangungan adalah salinan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) dan salinan buku tanah Hak Tanggungan yang dijahit menjadi satu. Dengan demikian
apabila meneliti sertifikat Hak Tanggungan maka akan tampak sama dengan isi Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) karena petikan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) merupakan bagian dari
sertifikat Hak Tanggungan.
Dari Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang didaftarkan ke
Kantor Pertanahan yaitu Akta Pemberian Hak Tanggungan yang disertai sertifikat tanah dan surat lainnya
sebagai obyek Hak Tanggungan dan identitas dari pihak-pihak kreditur dan debitur/pemilik jaminan. Sewaktu
masih menggunakan hipotik ketentuan pendaftaran ditegaskan dalam Pasal 1186 Kitab Undang-Undang Hukum
Universitas Sumatera Utara
Perdata yang menentukan apa yang harus didaftar yaitu salinan otentik akta hipotik dan 2 (dua) lembar ikhtisar
akta hipotik.364
1) Perjanjian kredit/perjanjian hutang.
Dari tahap-tahap proses pembebanan Hak Tanggungan akan lahirlah beberapa akta atau dokumen yang
diperlukan bagi kreditur jika kemudian hari akan melakukan eksekusi Hak Tanggungan yaitu:
2) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Akta ini diperlukan jika pemberi Hak Tanggungan
menguasakan kepada kreditur untuk membebankan Hak Tanggungan, tetapi jika pemberi Hak Tanggungan
langsung memberikan Hak Tanggungan dengan menandatanganiAkta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tidak diperlukan. Jadi Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tidak ada.
3) Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
4) Sertifikat Hak Tanggungan.
5) Sertifikat hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan.
364 Pasal 1186 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia menyatakan bahwa “untuk melaksanakan pembukuan, si berpiutang, sendiri atau dengan perantaraan orang ke tiga, harus menyerahkan kepada pegawai penyimpan hipotik dari wilayah di mana terletak benda-benda yang bersangkutan, suatu salinan otentik dari akta dalam mana hipotik yang bersangkutan telah diletakkan beserta dua lembar ikhtisar, yang ditandatangani oleh si berpiutang atau orang ke tiga tersebut di atas, di antara mana lembar yang satu harus ditulis pada salinan dari alas hak yang telah dikeluarkan. Semua ikhtisar harus memuat…”
Universitas Sumatera Utara
2. Pengikatan Kredit Dengan Jaminan Fidusia
Apabila tanah yang tidak terdaftar dimasukkan dalam katagori benda yang tidak terdaftar, maka berdasarkan isi
Pasal 3 ayat (a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia365, pengikatan yang dilakukan adalah
dengan fidusia. Adapun proses pelaksanaan untuk pemberian kredit adalah seyogyanya sama seperti proses yang dilakukan
dalam proses pada jaminan benda tak bergarak umumnya.366
Warman Djohan menyatakan bahwa dalam hal pengikatan barang jaminan berbeda antara barang bergerak
dengan barang tidak bergerak. Barang bergerak dapat diikat dengan gadai (pand), fiducia dan surat kuasa untuk menjual,
365 Isi Pasal 3 adalah mengenai keberlakuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Adapun bunyi ayat (a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, adalah “Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar”.
J. Satrio berpendapat perihal Pasal 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa khusus terhadap bangunan-bangunan permanen, hak tanggungan lebih didahulukan, sisanya yang tidak bisa dijaminkan dengan hak tanggungan baru bisa dijaminkan fidusia. (Lihat J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 189).
366 Hasil wawancara hari Jumat, tanggal 09 Mei 2014, dengan Sdr. Adlin Muksin, Bagian Pinjaman Bank Sumut, Cabang Utama Medan. Beliau menyatakan bahwa selama masa kerja beliau pada bagian pinjaman tidak ada pinjaman yang menggunakan jaminan tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yang diikat dengan jaminan fidusia. Oleh karena itu, pelaksanaan proses pengikatan jaminan tersebut tidak pernah terjadi. Dengan demikian menurut penulis proses yang ada ini adalah apabila terjadi pengikatan dengan jaminan fidusia atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) dan Sdr. Adlin Muksin berpendapat memungkin akan terjadinya hal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
sedangkan barang tidak bergerak dapat diikat dengan pengikatan Hak Tanggungan.367 Akan tetapi dalam proses/tahapan
yang dilalui memiliki mekanisme yang sama dengan jaminan benda bergerak.368
a. Tahap Pertama, yaitu di mana para pihak membuat perjanjian kredit.
Adapun proses pemberian kredit dengan menggunakan jaminan fidusia, adalah sebagai berikut:
Tahap pertama ini didahului dengan dibuatnya perjanjian pokok berupa perjanjian kredit atau perjanjian pinjam
uang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan pinjam meminjam uang antara kreditur dengan
debitur. Hal ini sesuai sifat accessoir dari Jamianan Fidusia yang pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari
perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang atau perjanjian lain yang menimbulkan utang.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa Jaminan
Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi prestasi.369 Adapun yang dimaksud prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau
tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.370
367 Warman Djohan, Kredit Bank Alternatif Pembiayaa Dan Pengajuannya, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2000), hal.152. 368 Proses ini dibuat berdasarkan proses pengikatan perjanjian kredit pada umumnya, yang kemudian penulis samakan apabila terjadi
perjanjian pinjaman kredit dengan menggunakan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregisterd land). 369 Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 370 Lihat penjelasan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perjanjian kredit, dipaparkan hanya menyatakan adanya perjanjian pinjam-meminjam uang antara
debitur dan kreditur.
Perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian hutang atau perjanjian lainnya yang
menimbulkan hutang, bentuknya adalah:
1) Dapat dibuat dengan akta dibawah tangan artinya dibuat oleh kreditur dan debitur sendiri atau akta
otentik artinya dibuat oleh dan dihadapan notaris.
2) Perjanjian kredit atau perjanjian utang dapat dibuat oleh orang perorangan atau badan hukum asing
sepanjang kredit digunakan untuk kepentingan di wilayah Republik Indonesia.
3) Mengenai tempatnya perjanjian kredit dapat dibuat di dalam atau di luar negeri
b. Tahap Kedua, yaitu di mana adanya pembuatan pengikatan jaminan fidusia.
Tahap kedua berupa Pembebanan Jaminan Fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia
dibuat oleh Notaris. yang ditandatangani kreditur sebagai penerima Jaminan Fidusia dan pemilik hak atas tanah
yang tidak terdaftar (unregistered land) yang dijaminkan (debitur atau pemilik jaminan). Bentuk Akta
Pembebanan Jaminan Fidusia adalah akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris. Pasal 5 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa pembebanan benda dengan
Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6 menyebutkan bahwa Akta Jaminan Fidusia sekurang-kurangnya memuat:
1) Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
2) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
3) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
4) Nilai penjaminan; dan
5) Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
c. Tahap Ketiga, yaitu pelaksanaan pendaftaran Akta Jaminan Fidusia Secara Elektronik.
Pada tahap ketiga ini ditandai dengan pendaftaran Akta Jaminan Fidusia secara elektronik oleh penerima
fidusia. Hal ini sesuai Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata
Cara Pendaftaran Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, di mana dinyatakan bahwa permohonan
pendaftaran Jamian Fidusia, permohonan perbaikan sertifikat Jaminan Fidusia, permohonan perubahan
sertifikat Jaminan Fidusia, dan pemberitahuan penghapusan sertifikat Jaminan Fidusia diajukan oleh Penerima
Universitas Sumatera Utara
Fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Menteri dan diajukan melalui sistem pendaftaran Jaminan Fidusia secara
elektronik.371
Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pembuatan akta Jaminan Fidusia.
372
Terkait isi Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Dan
Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, maka yang didaftarkan adalah berupa permohonan yang memuat hal-
hal sebagai berikut:
373
1) Identitas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia;
2) Tanggal, Nomor Akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang memuat akta jaminan
fidusia;
3) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4) Uraian mengenai benda yang objek jaminan fidusia;
371 Lihat Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
372 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
373 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Universitas Sumatera Utara
5) Nilai penjaminan;
6) Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Dari permohonan yang dilakukan secara elektronik tersebut maka pemohon pendaftaran fidusia (penerima
fidusia) akan mendapatkan bukti pendaftaran. Bukti pendaftaran yang dimaksud paling sedikit memuat:374
1) Nomor pendaftaran;
2) Tanggal pengisian aplikasi;
3) Nama pemohon;
4) Nama Kantor Pendaftaran Fidusia;
5) Jenis permohonan;
6) Biaya pendaftaran jaminan fidusia.
Setelah pemohon jaminan fidusia menerima bukti pendaftaran, maka untuk selanjutnya pemohon membayar
biaya pendaftaran jaminan fidusia melalui bank yang ditunjuk berdasarkan bukti pendaftaran, dan kemudian secara
elektronik pendaftaran jaminan fidusia telah tercatat langsung.375
374Lihat Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan fidusia tercatat secara elektronik, dan
sertifikat jaminan fidusia juga terbit pada saat itu juga dengan ditandatangani secara elektronik oleh Pejabat pada
Kantor Pendaftaran Fidusia.376
Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dengan hukum, terutama untuk norma tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan
kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang, sehingga kepastian dalam hukum adalah salah satu unsur inti
dalam hukum.
D. Perlunya Kepastian Hukum Jaminan Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar (Unregistered Land) Di Dalam Perjanjian Kredit Bank
377
375 Lihat Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
376 Lihat Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
377 Menurut Arif Sidharta di dalam karyanya yang berjudul “Sebuah Gagasan tentang Paradigma Ilmu Hukum Indonesia, menyatakan bahwa makna hukum memiliki 3 (tiga) unsur yaitu keadilan, kehasilgunaan, dan kepastian hukum. (Arief Sidharta dalam Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia, (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 202.
Menurut Apeldoorn dalam Darji Darmodiharjo dan Shidarta, kepastian hukum mempunyai 2 (dua) segi. Pertama, berarti soal dapat
ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal yang kongkret, artinya pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
hukumnya dalam hal khusus, sebelum ia memulai suatu perkara. Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum,artinya, perlindungan bagi para
pihak terhadap kesewenangan hakim.378
Adapun menurut Jan Michiel Otto dalam Adrian Sutedi, dikemukakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum harus memenuhi syarat-
syarat tertentu, yaitu:
379
6. Ada aturan hukum yang jelas dan konsisten;
7. Instansi pemerintah menerapkan aturan hukum secara konsisten, tunduk dan taat terhadapnya;
8. Masyarakat menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan hukum tersebut;
9. Hakim-hakim yang mandiri, tidak berpihak dan harus menerapkan aturan hukum secara konsisten serta jeli sewaktu menyelesaikan sengketa
hukum;
Putusan pengadilan secara konkret dilaksanakan.
Jadi kepastian hukum adalah hal yang mutlak bagi pengguna hukum dan kepastian hukum berkaitan erat dengan hak dan kewajiban dari
pengguna hukum tersebut.
378 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 44.
379 Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian hak dalam hak atas tanah yang dimaksudkan adalah hak hukum (legal right). Dalam pengertian hak hukum (legal right) didalam
sudut pandang pure theory of law ada 2 (dua) pembedaan, yaitu hak hukum sebagai hak atas suatu perbuatan sendiri dan hak hukum sebagai hak atas
perbuatan orang lain.380 Maksud dari hak hukum ini sejalan dengan pengertian hak dari Kamus Hukum karangan Sudarsono yang mana memberikan
defenisi hak sebagai sesuatu yang benar; kepunyaan, milik; kewenangan; kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena ditentukan oleh undang-undang
atau peraturan lain; kekuasaan yang benar untuk menuntut sesuatu atau kekuasaan yang benar atas sesuatu.381 Demikian juga halnya dengan pengertian
hak dari Judicial Dictionary, yaitu “right is legally protected interest”382
Menurut pendapat Ross dalam Achmad Ali dan Wiwie Heryani menyatakan ada 4 (empat) penggunaan istilah hak dalam hukum yang
didasarkan pada ahli hukum yang beraliran realis Skandinavia, yaitu:
, yang dalam pengertian bebasnya hak adalah kepentingan-kepentingan yang
dilindungi secara hukum. Dengan demikian pengertian hak disini adalah hak hukum yaitu yang telah diatur oleh undang-undang (hukum).
383
a. Hagerstrom yang memandang hak sebagai sesuatu yang muncul dari keyakinan terhadap kekuatan-kekuatan tertentu
yang keberadaannya benar-benar terpisah dari kekuatan-kekuatan yang alamiah yang dimiliki; kekuatan yang lebih
menjadi milik dunia lain ketimbang kekuatan dari alam, dan yang dalam hal itu undang-undang ataupun bentuk-bentuk
380 Jumly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,(Jakarta: Konstitusi Press, 2012), hal. 60. 381 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 154. 382 KJ Aiyar, Judicial Dictionary (A Complete Law Lexicon) 13th Edition, (India:Butterworths India, 2001), hal. 861. 383 Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Resep Hukum Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 129-130.
Universitas Sumatera Utara
lain dari law giving hanya bersifat membebaskan. Otoritas negara adalah membantu mengubah kekuatan itu menjadi
realitas,tetapi yang perlu diketahui bahwa kekuatan itu sudah ada sebelum pemberian bantuan tersebut.
b. Lundsedt yang memandang hak-hak sebagai “ilusi takhayul” (super-stitiousphantasms) yang merupakan label-label
yang bukan untuk digunakan. Hak adalah suatu yang bersifat imajiner yang ditempatkan di antara fakta dan
konsekuensi hukum yang dimungkinkannya.
c. Olivecrona berpikir bahwa kata “hak” sebagaimana yang lazim digunakan di dalam ilmu hukum, “tidak mempunyai
acuan semantik”. Meskipun demikian ide subjektif tentang hak menurut Olivecrona merupakan suatu fakta.
d. Ross melanjutkan pola pemikiran ini, istilah “hak” menunjukkan suatu “kekuatan dari suatu alam nonmaterial”, yang
mempunyai beberapa kemiripan struktural dengan “pemikiran magis”.
Sebenarnya tidak terdapat apa-apa antara fakta yang bersifat mengkondisikan dan konsekuensi hukum (seperti tindakan
seorang hakim) yang ditujukan untuk mengikuti fakta tersebut. Oleh karena itu, adalah suatu “omong kosong” jika
mengatakan bahwa antara pembelian suatu benda dan akses untuk mendapatkan kembali sesuatu yang sebagai
“kepemilikan” telah diciptakan. Kata-kata seperti “hak” dan “kepemilikan” sebenarnya tidak mempunyai makna.
Namun demikian, menurut Ross, pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan hak yang digunakan di dalam proses
pengadilan dapat memperoleh suatu “muatan yang realistis” (adalah penting untuk dicatat bahwa Olivecrona mengecam
Universitas Sumatera Utara
rumusan ini. Penegasan bahwa istilah “hak” tidak mempunyai acuan semantik, merupakan penegasan yang tidak dapat
dibuktikan. Olivecrona berpendapat bahwa dengan mempertimbangkan kata tersebut sebagai sesuatu yang terpisah,
maka hal itu hanya dapat dilakukan melalui suatu analisis terhadap kata tersebut, baik dalam bahasa hukum maupun
bahasa umum).
Terkait dengan tanah, pengertian hak dari kamus hukum Oxford lebih mengena karena hak disini selain dimaksudkan dengan hak hukum juga
berhubungan dengan property, yaitu di mana pengertian hak atau rightadalah title to or an interest ini any property.384 Adapun terkait dengan penelitian,
maka yang dimaksudkan adalah hak yang diatur oleh undang-undang terhadap tanah yang dimiliki oleh seseorang baik karena perbuatan sendiri atau
karena perbuatan orang lain.385
Berdasarkan Pasal 15 khususnya ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, adanya kata tanah yang belum/tidak terdaftar (unregistered land) dapat dijadikan agunan dengan surat
kuasa membebankan hak tanggungan dalam hal jaminan kredit
386
384 Jonathan Law and Elizabeth a. Martin, A Dictionary Of Law Seventh Edition, (Oxford: Oxford Press, 2009), hal. 481. 385 Hal ini sesuai dengan pengertian hak hukum pure theory of law dari Hans Kelsen. 386Lihat Pasal 15 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 HakTanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah.
berpotensi memberikan makna ketidakpastian. Hal ini disebabkan Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang mensyaratkan
Universitas Sumatera Utara
hak atas tanah yang terdaftar yang dapat diikat dengan hak tanggungan. Berdasarkan teori positivisme apabila suatu aturan telah dituliskan di dalam suatu
peraturan maka peraturan tersebut harus dipatuhi dan pasti hukumnya.
Oleh karenanya berdasarkan teori positivisme yang digunakan, adalah disarankan agar kiranya Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah untuk di revisi atau di tinjau ulang,
sehingga tidak memberikan pengertian yang bertolak-belakang (tidak sejalan) di dalam pasal-pasal yang ada, yaitu khususnya dengan Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, sehingga dapat
memberikan kepastian hukum bagi para pihak pengguna Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
M. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dari bahan-bahan hukum yang ada yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
3. Pengaturan jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) di dalam sistem hukum jaminan nasional
yang dijadikan jaminan pada perjanjian kredit banksecara umum telah sesuai dengan sistem hukum jaminan nasional
yang telah dipaparkan pada bab penjelasan, akan tetapi dalam isi pasal-pasal dari undang-undang tentang jaminan
masih perlu dikaji dan dianalisis lebih mendalam. Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan AtasTanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
adalah salah satu pasal perlu dikaji dan dianalisis. Kedua pasal tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan
dikarenakan isinya yang saling bertolak-belakang. Berdasarkan sistem hukum jaminan nasional, hak jaminan atas tanah
Universitas Sumatera Utara
adalah merupakan bagian yaitu sub-sub-sub sistem dari sub sistem hukum benda, yangmana sub sistem hukum benda
tersebut merupakan bagian ataupun merupakan sub-sub sistem dari Hukum Perdata Indonesia.
Pengertian sub-sub sistem yang ada terkait dengan teori sistem yang yang digunakan di dalam disertasi ini yaitu
bahwa di dalam satu sistem yang ada, satu bagian dengan bagian lainnya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana pemahaman tentang sistem hukum nasional terhadap jaminan hak atas
tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) adalah hal sangat penting dan oleh sebab itu apabila terjadi permasalahan
dalam hukum jaminan akan mudah menyelesaikannya dan akan memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaannya,
dan untuk selanjutnya diketahui di mana letak (posisi) kedudukan obyek benda yaitu tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) di dalam sistem hukum nasional. Kebaikan dengan pengunaan teori sistem ini adalah di mana
sistem hukum nasional ini juga dapat memperlihatkan posisi/letak lembaga jaminan yang ada.
Penggunaan teori sistem ini juga memudahkan dalam memahami sistem hukum nasional, yang akan lebih
memberikan kepastian bagi peraturan-peraturan yang ada. Demikian juga halnya dengan menentukan obyek jaminan di
dalam peraturan perundang-undangan khususnya peraturan tentang jaminan adalah sangat penting dikarenakan dengan
adanya penentuan ini akan memberi kejelasan tentang objek yang ditentukan sehingga dengan demikian akan jelas juga
Universitas Sumatera Utara
hak dan kewajiaban bagi pemegang obyek dan kejelasan kepastian hukum bagi obyeknya dan pemegang obyek
dimanapun berada.
4. Menentukan obyek jaminan jaminan dan lembaga jaminan di dalam peraturan perundang-undangan adalah sangat
penting dikarenakan dengan adanya penentuan dan pengetahuan tentang obyek jaminan dan lembaga jaminan ini akan
memberikan kejelasan, kepastian dan dapat dijadikan landasan hukum bagi pengguna peraturan ini.
Seperti dalam pengertian obyek hukum yang menyatakan segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum
dan dapat menjadi pokok bagi lalu lintas atau hubungan hukum. Kata subyek hukum dalam hal ini terkait dengan hak
dan kewajiban. Hak dan kewajiban dari subyek hukum yang akan dilindungi dengan adanya hubungan hukum yang
dilakukannya.
Demikian juga bahwa diketahui di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal berbagai macam
benda yaitu berupa barang-barang yang berwujud (limchamelijk) dan barang-barang yang tak berwujud
(onlichamelijk), barang-barang yang bergerak dan barang-barang yang tak bergerak, barang-barang yang dapat dipakai
habis (vebruikbaar) dan barang-barang yang tak dapat dipakai habis (onverbruikbaar), barang-barang yang sudah ada
(tegenwoordigezaken) dan barang-barang yang masih akan ada (toekomstigezaken), barang-barang yang dalam
perdagangan (zaken in de handel) dan barang-barang yang di luar perdagangan (zaken buiten de handel), barang-
Universitas Sumatera Utara
barang yang dapat dibagi dan barang-barang yang tak dapat dibagi, sehingga memberikan keyakinan bahwa
menentukan jenis obyek jaminan adalah sangat penting.
Menentukan lembaga jaminan adalah sangat penting. Dengan menentukan lembaga jaminan maka akan
diketahui lembaga jaminan mana yang akan digunakan nantinya. Oleh karenanya menentukan lembaga jaminan akan
memberikan kepastian obyek jaminan yang akan dijadikan jaminan di dalam kredit perbankan.
5. Kepastian hukum jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) di dalam perjanjian kredit bank
belum memberikan kepastian hukum yang diharapkan, dikarenakan untuk tanah yang tidak terdaftar (unregistered
land) belum ada pengaturan yang jelas atau pasti, sehingga tidak memberikan keraguan bagi para pengguna undang-
undang yang ada. Adanya pasal-pasal yang tidak sejalan satu dengan lainnya didalam satu undang-undang, seperti
Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan AtasTanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, membuktikan masih belum adanya kepastian yang dimaksudkan.
Padahal pengguna hak atas tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) yang dijadikan jaminan kredit bank relatif
masih banyak menggunakannya.
Berdasarkan pemaparan pada pembahasan, mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan AtasTanah Beserta Benda-Benda
Universitas Sumatera Utara
Yang Berkaitan Dengan Tanah, dinyatakan bahwa diperkenankannya tanah yang tidak terdaftar dijadikan jaminan
kredit bank dengan syarat-syarat tertentu (lihat Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan AtasTanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.Pasal 15 ayat (4) dan ayat
(5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan AtasTanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, pada pemahaman yang adamemberikan makna ketidakpastian, meskipun menurut teori positivisme
apabila suatu aturan telah dituliskan didalam suatu undang-undang maka hal ini dikatakan telah memberikan
kepastian.Teori ini tidak efektif apabila suatu undang-undang itu tidak singkron atau terpadu, tidak saling terkait satu
dengan lainnya. Apabila terjadi ketidaksingkronan di dalam suatu undang-undang maka dalam hal ini kepastian hukum
pasti akan terganggu. Demikian juga halnya apabila di dalam suatu undang-undang isi pasal memiliki ketidakjelasan
maksud, maka pasal ini juga akan berpotensi menghasilkan ketidakpastian hukum.
Pasal 15 khususnya ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
AtasTanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah karena memberikan dualisme arti dan ketidakjelasan
maksudnya (ambigu) bagi pengguna undang-undang ini.
Ketidakjelasan maksud disini adalah, bahwa jelas dituliskan dalam normanya yaitu Pasal 15 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996, bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dapat dijadikan jaminan
Universitas Sumatera Utara
kredit tertentu dengan beberapa persyaratan. Pengertian ini bermakna seolah-olah Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) adalah jaminan dalam pemberian kredit bank. Padahal diketahui bahwa Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dimaksudkan oleh undang-undang ini pada dasarnya adalah
merupakan surat kuasa biasa, bukan merupakan jaminan kebendaan seperti jaminan kebendaan yang diketahui asas-
asas, makna dan tujuannya.
Permasalah yang lain lagi dari isi Pasal 15 ayat (4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, adalah jangka
waktu. Jangka waktu yang di tetapkan yaitu 3 (tiga) bulan adalah suatu kepastian. Artinya apabila jangka waktu yang
dimaksudkan tidak terpenuhi maka berdasarkan Pasal 15 ayat (6) batal demi hukum. Pembatasan waktu yang
disebutkan dalam Pasal 15 ayat (4) adalah pasti sifatnya sehingga apabila jangka waktu yang ditetapkan tersebut tidak
dapat dipenuhi maka batal demi hukum lah permohonan hak tanggungan tersebut.
Oleh karenanya adalah merupakan ketidakpastian bagi para pihak apabila Pasal 15 khususnya ayat (4) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan AtasTanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah digunakan oleh para pihak di dalam perjanjian kredit khususnya kredit bank.
Di dalam pembahasan dari permasalahan ketiga terkait dengan perjanjian kredit, disampaikan juga tentang
pentingnya memberikan rumusan pengertian perjanjian kredit secara khusus dikarenakan pada penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan belum ada rumusan yang dimaksudkan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya memberikan
pengertian perjanjian secara umum yaitu pada Pasal 1313 di mana disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kemudian
apabila menelaah Undang-Undang Perbankan sendiri (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan), maka yang ditemukan adalah pengertian kredit yaitu
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga (Pasal 1, angka (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan), sehingga di dalam praktek di lapangan
para pelaku/pembuat perjanjian kredit mengambil pengertian berdasarkan kedua peraturan yang telah disebutkan di
atas. Berdasarkan teori kepastian hukum maka perbuatan ini tidak diperkenanan karena akan tidak memberikan
perlindungan serta kepastian yang dimaksudkan. Dengan demikian adalah penting untuk memberikan rumusan
pengertian dari perjanjian kredit.
N. Saran
Universitas Sumatera Utara
Dengan penelitian dan analisis yang dilakukan maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai bahan
pertimbangan, yaitu:
1. Sangat dibutuhkan/penting diadakan suatu pengaturan yang tegas khususnya dalam hal isi dari pasal-pasal pada
undang-undang tentang jaminan kebendaan terutama mengenai jaminan hak atas tanah yang tidak terdaftar
(unregistered land) di dalam pelaksanaan pinjam meminjam khususnya pada perbankan. Meskipun di dalam praktek
perbankan tidak ditemukan masalah yang berati dari bertola-belakangnya isi Pasal 4 ayat (2) dengan Pasal 15 ayat (4)
dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan AtasTanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah, akan tetapi dari sudut pandang keilmuan maka seyogyanya tidak terjadi. Penggunaan teori
sistem sebagai pisau analisis adalah untuk menjelaskan dan mendudukkan permasalahan yang ada. Hal ini juga
didasarkan atas salah satu tujuan hukum yaitu kepastian hukum. Salah satu saran yang disampaikan adalah bahwa para
pengguna lembaga jaminan khususnya untuk jaminan pada tanah yang belum/tidak terdaftar (unregistered land) untuk
menggunakan lembaga jaminan fidusia sebagai alternatif selama tanah yang tidak terdaftar (unregistered land) tersebut
belum/tidak terdaftar pada kantor pertanahan.
2. Penting untuk membuat klasifikasi tentang obyek jaminan sehingga dapat memastikan lembaga jaminan mana yang
akan digunakan nantinya khususnya dalam perjanjian kredit bank, sehingga terjamin tertib hukum serta tercipta sistem
Universitas Sumatera Utara
hukum nasional yang diharapkan. Demikian juga sebaliknya, penting untuk menentukan lembaga jaminan yang akan
digunakan, sehingga akan dapat diketahui obyek jaminan yang digunakan dan jelas pula undang-undang mana yang
akan digunakan sebagai payung hukum dalam perjanjian yang dibuat para pihak tersebut.
Adapun klasifikasi lembaga jaminan menjadi penting dikarenakan dengan mengklasifikasikan (digolong-golongkan)
maka akan memudahkan menentukan lembaga mana akan dipergunakan. Untuk klasifikasi lembaga jaminan dapat
digolong-golongkan berdasarkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut obyeknya, menurut kewenangan
menguasainya.
3. Berdasarkan kepastian hukum maka sebaiknya Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan AtasTanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah di revisi sehingga akan
memberikan kepastian hukum sesuai dengan tujuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
AtasTanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah serta hukum itu sendiri.
Revisi yang dimaksudkan adalah dapat berupa pengapusan Pasal 15 ayat (4) keseluruhan sehingga jelas bahwa hanya
tanah yang terdaftar saja yang diperkenankan untuk dijadikan jamianan, ataupun sebagian dari isi pasal khususnya
jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ke Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
yang mana selama ini tidak dapat dipenuhi oleh para pihak dalam pelaksanaannya.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Amirin, Tatang M., Pokok-Pokok Teori Sistem, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011. Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012. Aiyar, KJ., Judicial Dictionary (A Complete Law Lexicon) 13th
Edition, India: Butterworths India, 2001.
Ali, Achmad,Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta: Kencana, 2009.
Asshiddiqie, Jimly, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sinar Grafika,
2009. Astawa, I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, Bandung: PT Refika Aditama,
2009. Atmadja, I Dewa Gede, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945 Edisi Revisi,
Malang: Setara Press, 2012. Badrulzaman, Mariam Darus, Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai & Fidusia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. -----------------, Perjanjian Kredit Bank,Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. -----------------, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994.
Universitas Sumatera Utara
-----------------, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, 1996.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009. Budi Hardiman. F., Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche), Jakarta:
Erlangga, 2002. Collins Concise Dictionary 21st
Century Edition, An Imprint of Harper Collins Publisher, 2001.
Curzon, L.B., Dictionary Of Law, Sixth Edition, Malaysia: International Law Book Services, 2010. Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996. Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993. Djohan, Warman, Kredit Bank Alternatif Pembiayaan Dan Pengajuannya, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2000. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Endraswara, Suwardi, Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmiah, Yogyakarta: CAPS, 2012. Friedman, Lawrence M., Hukum Amerika Sebuah Pengantar (American Law An Introduction, penterjemah Wishnu Basuki,
Jakarta: Tata Nusa, 2001. Gautama, Sudargo, Himpunan Jurisprudensi Indonesia Yang Penting Untuk Praktek Sehari-Hari (Landmark Decisions)
(Berikut Komentar), Jilid 3, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.
Universitas Sumatera Utara
Gunawan, Yopi dan Kristian, Perkembangan Konsep Negara Hukum & Negara Hukum Pancasila, Bandung: PT Refika Aditama, 2015.
Hermit Herman, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah, Tanah Hak Milik, Tanah Negara, Tanah Pemda, dan Balik Nama,
Bandung: Mandar Maju, 2009. Honore, Tony, About Law An introduction, Oxford: Clarendon Press, 1995. Hornby, A S,Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English Fifth Edition, Oxford: Oxford University Press,
1995. Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 2012. Ibrahim, Johny,Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2010. Imaniyati, Neni Sri, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2010. Indonesia Legal Center Publishing for Law and Justice Reform, Himpunan Peraturan Fidusia & Hak Tangungan, Jakarta
Selatan: Indonesia Legal Center Publishing, 2010. Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung: PT. Alumni, 2004. -----------------, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Kajian Terhadap Pelaksaan Jaminan Fidusia Dalam
Putusan Pengadilan Di Sumatera Utara, (Disertasi, 2002). Kamello, Tan dan Syarifah Lisa Andriati, Hukum Perdata: Hukum Orang & Keluarga, Medan: USU press, 2011. Kansil C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Sejarah Hukum Di Indonesia, Jakarta: PT Suara Harapan Bangsa, 2014.
Universitas Sumatera Utara
Kelsen, Hans, Pure Theory Of Law, alih bahasa dari Jerman ke Inggeris oleh Max Knight, London: University Of California Press, 1978.
Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2011. Kusumohamidjojo, Budiono, Filsafat Hukum Problematik Ketertiban Yang Adil, Bandung: Mandar Maju, 2011. Law, Jonathan, and Elizabeth a. Martin, A Dictionary Of Law Seventh Edition, Oxford: Oxford Press, 2009. Lebacqz, Karen, Teori-Teori Keadilan Terjemahan dari “Six Theories of Justice”, penerjemah Yudi Santoso, Bandung:
Nusa Media, 2011. Lembaga Penyelidikan Undang-Undang, Kamus Undang-Undang, Selangor Darul Ehsan: SS Graphic Printers (M) Sdn.
Bhd., 2013 Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993. Liber Amicorum Untuk Prof. Dr. CFG. Sunaryati Harton Editor Elly Erawaty, Bayu Seto Hardjowahono, dan Ida Susanti,
Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011.
Marwan, M. dan Jimmy P, Kamus HukumDictionary of Law Complete Edition, Gama Press, 2009. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011. Muchsin, Imam Koeswahyono H, dan Soimin, Hukum Agraria Indonesia Dalam Prespektif Sejarah, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2007. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Kebendaan pada Umumnya, Jakarta Timur: Kencana, 2003. Oxford University, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Oxford: Oxford University Press, 1995. Parlindungan,A.P.,Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung, Cv. Mandar Maju, 1998. -----------------------, Pendaftaran Tanah Di Indonesiaberdasarakan PP No. 24 Tahun 1997) dilengkapi dengan Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP No. 37 Tahun 1998,Bandung: Mandar Maju, 2009. Prakoso, Djoko dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi Agraria, Jakarta:
Balai Aksara, Yudhistira, 1985. Prodjodikoro, R. Wirjono, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: Cv. Mandar Maju, 2011. Putro, Widodo Dwi, Kritik Terhadap Paradigma Positivisme Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2011. Rahardjo, Satjipto, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009. Rasjidi, Lili, Menggunakan Teori/Konsep Dalam Analisis Di Bidang Ilmu Hukum, 2007. Rawls, John, Teori Keadilan (A theory of Justice), penerjemah oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006) Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. -------------, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008. -------------, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014. -------------, Teknik Pembuat Akta Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016.
Universitas Sumatera Utara
SalimH.S., dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013. Santoso, Agus, Hukum, Moral, & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum,Jakarta: Kencana, 2012. Satrio. J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007. Sidharta, Arief, Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: PT Citra Aditya
Bakti, 2011. Simorangkir, O.P., Dasar dan Mekanisme Perbankan, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1989. Soekanto,Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2010. ------------------------, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata: Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 1981. ------------------------, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta:
Liberty, 1980. ----------------------------------------, Hukum Jaminan di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1980. ----------------------------------------, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fidusia Di Dalam
Praktik Dan Pelaksanaannya di Indonesia, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1977. Sood, Tan Keongdan Khaw Lake Tee, Land Law In Malaysia Cases and Commentary Second Edition, Malaysia:
Butterworth Asia, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, 2005. Subekti, R. dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001. Sumardjono, Maria S.W., Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya, Jakarta: Kompas, 2009. Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007. Suharto, Edi, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung: CV. Alfabeta,
2010. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002. Sukirno, Sadono, Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan, Jakarta: Kencana, 2007. Suratman dan H. Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta, 2013. Suyatno, Thomas, et all, Kelembagaan Perbankan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1977. Sutedi,Adrian,Sertifikat Hak Atas Tanah,Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Tiong, Oey Hoey, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984. Usman, Rachmadi, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Vollmar H.F.A., Diterjemahkan oleh I.S. Adiwirnata, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I, Jakarta: CV. Rajawali, 1983. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Wojowasito, S.,Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003. Yasabari, Nasroen dan Nina Kurnia Dewi, Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan, Bandung:
Alumni, 2007. Yusoff, Sakina Shaik Ahmad dan Azimon Abdul Aziz, Mengenali Undang-Undang Kontrak Malaysia, Selangor Darul
Ehsan: International Law Book Services, 2015. Zainal Asikin, H., Pengantar Hukum Perbakan Indonesia,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015. Tidak ada Penulis, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1986. Website: http://bank indonesia.go.id http://www.bpn.go.id http://www.esdm.go.id http://id.wikipedia.org/wiki/jaminan http://latindictionary.wikidot.com/verb:credere http://usaha-umkm.com Jurnal, Makalah, dan Majalah:
Universitas Sumatera Utara
Badan Pusat Statistik, Berita Resmi, No. 28/05/Th XI 30 Mei 2008 Gunawan, Johannes, Reorentasi Hukum Kontrak Di Indonesia, Jurnal Ilmiah Hukum Bisnis, Volume 22, No. 6 Tahun 2003. Prasodjo, Ratnawati L., “Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia”, Diskusi Undang-Undang Jaminan Fidusia dan
Pendaftarannya, Hotel Regent, 23 September 1999. Sjahdeini, Sutan Remy, Hak Jaminan dan Kepailitan, Makalah Pembanding Dalam Seminar Sosialisasi Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fidusia, BPHN Departemen Hukum dan Perundang-Undangan dengan PT Bank Mandiri (Persero), (Jakarta: tgl. 9-10 Mei 2000).
Yong, Camilo A. Rodriguez, Enhancing Legal Certainty In Colombia: The Role Of The Andean Community, (Michigan
State Journal of International Law, 2008-2009), WestLaw. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Laporan Akuntabilitas Kinerja Institusi Pemerintah Tahun Anggaran
2012. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Maret 2013, Laporan Akuntabilitas Kinerja Institusi Pemerintah Tahun
Anggaran 2012. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Maret 2014, Laporan Akuntabilitas Kinerja Institusi Pemerintah Tahun
Anggaran 2013. Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Laporan Akuntabilitas Kinerja Institusi Pemerintah
Tahun Anggaran 2014. Peraturan:
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Tentang Jaminan Fidusia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2015.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008Tentang Perbankan Syariah. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 85 Tahun 2012, Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 63 Tahun 2013 Tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 20 Tahun 2015 Tentang Badan Pertanahan Nasional
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/10/UPPB tanggal 12 November 1998.
DAFTAR RIWAYATHIDUP
A. IDENTITAS:
NamaLengkap EMMI RAHMIWITA NASUTION
Tempat/ Tanggal Lahir Kisaran, 03 Maret 1971
Pekerjaan Dosen Fakultas Hukum Universitas Asahan (UNA) Kisaran
NIP. 197103032005012002
Pangkat/Gol. Penata Tk.I/ IIId
Ayah (Alm) A. Haidir Nasution
Ibu (Almh) Hj. Sariana
Universitas Sumatera Utara
Kebangsaan Indonesia
Suku Tapanuli Selatan (Mandailing)
A g a ma Islam
B. PENDIDIKAN:
1. SDN No. 101900 Lubuk Pakam, Tamat Tahun 1980
2. SMP Negeri I Lubuk Pakam, Tamat Tahun 1986
3. SMA Negeri Lubuk Pakam, Tamat Tahun 1989
4. Sarjana Hukum (S1) USU Medan, Tamat Tahun 1995
5. Magister Hukum (S2) USU Medan, Tamat Tahun 2005
6. Doktor Ilmu Hukum (S3) USU Medan, Tamat Tahun 2017
C. RIWAYAT PEKERJAAN:
1. Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kopertis Wilayah I Sumut Dan Aceh, 2005
2. Dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kopertis Wilayah I, Dpk. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Asahan Kisaran, 2006 - 2016
3. Dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kopertis Wilayah I, Dpk. Universitas Asahan Kisaran, 2016 – Sekarang
Universitas Sumatera Utara
D. RIWAYAT JABATAN: 1. Ketua Lembaga Pengembangan, Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LPPPM), Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah
2. Pembantu Ketua I (Bidang Akademik) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum
M h di h A h Ki P i d 2009 2013 3. Ketua Lembaga Pengembangan, Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LPPPM), Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah
4. Anggota Satuan Pengawasan Intern (SPI) Di Lingkungan Kopertis
Wil h I M J b t 1 J i 2017 31 D b 2020
E. PENGHARGAAN:
1. Peringkat 3 (tiga) dengan Predikat Baik Sekali, dalam mengikuti
Kegiatan Prajabatan Golongan III Angkatan XII Tanggal 12 Desember
2. Peringkat 3 (tiga) dalam mengikuti Kegiatan Pemilihan Dosen
B t i (D T l d ) t k ti k t S t Ut d A h
3. Peserta Sandwich programe – Dikti 2012 selama 3 (tiga) bulan Pada
V V ll h I tit t L id U i it Th N th l d T h
Universitas Sumatera Utara
F. KARYA ILMIAH:
1. Kepastian Hukum Mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada
Perusahaan Yang Berwawasan Lingkungan, Akademia Vol. 10 No. 2
Agustus 2006.
2. Kedudukan Janda Dalam Hukum Adat, Hukum Islam dan UU No. 1
Tahun 1974, Akademia Vol. 11 No. 2 Agustus 2007.
3. Upaya Bank Dalam Mengatasi Kredit Macet Pada Jaminan Hutang
Fidusia, Akademia Vol. 12 No. 1 Februari 2008.
4. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Hasil Lelang Eksekusi
(Studi Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL))
Medan, JURIDIKTI Vol.5 No.2 Agustus 2012.
5. The Non-Existence Of Legal System Of Social Security (Analysis Of
Law No. 4 Of 1996), International Journal Of Business, Economics And
Law, Volume 11, December 2016.
Universitas Sumatera Utara
G. KEGIATAN ILMIAH:
1. Seminar Pengelolaan Repositori Digital Perguruan Tinggi, Peserta
(Mewakili Growth Centre Kopertis Wilayah I Medan, November 2013,
2. Focus Group Discussion (FGD) Penataan Sistem Ketatanegaraan
I d i M l l i P b h UUD NKRI T h 1945 D b 2014
3. Pelatihan Penelusuran Akses Jurnal Ilmiah Internasional Terindeks
“S ” A il 2015 P t 4. The 11Th Kuala Lumpur International Business, Economics And Law
C f D b 2016 P t 5. Sosialisasi Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) Bagi Dosen
PNS D k Di Li k K ti Wil h I T h 2017 T h II M t
6. Workshop Tata Kelola Open Journal System (OJS) dan Indeksasi
J l A il 2017 P t 7. Seminar Nasional FH-UNA, Pertanggungjawaban Hukum Berita
B h (H ) M l l i M di O li B d k U d U d
8. Rapat Kerja Wilayah Perguruan Tinggi Swasta, Mei 2017, Peserta.
Universitas Sumatera Utara