kepemilikan sebagian tanah yang tumpang tindih …
TRANSCRIPT
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
248
KEPEMILIKAN SEBAGIAN TANAH YANG TUMPANG TINDIH ANTARA PT. MITSUBISHI CHEMICAL INDONESIA DENGAN H.SUBADRI DI KOTA CILEGON
Fachri Mohammad Rizki1, Listyowati Sumanto2* 1Fakultas Hukum, Universitas Trisakti 2Fakultas Hukum, Universitas Trisakti *Penulis koresponden: [email protected]
ABSTRAK Kepemilikan tanah merupakan hak perorangan dan badan hukum yang dibuktikan dengan sertipikat sebagai alat bukti hak yang kuat. Akan tetapi sering terjadi tumpang tindih kepemilikan pada bidang tanah yang sama. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah penyebab terjadinya kepemilikan yang sama atas sebagian tanah yang di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H. Subadri di Kota Cilegon? Apakah mediasi kepemilikan sebagian tanah yang di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H. Subadri di Kota Cilegon sudah memperhatikan kepentingan para pihak? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, bersifat deskriptif, menggunakan data sekunder dan data primer, dianalisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Tumpang tindih sertipikat kerap terjadi karena kesalahan dalam proses penentuan koordinat pemetaan, tumpang tindih ukuran luas tanah sehingga terjadi persinggungan dengan tanah lain yang telah bersertipikat, akurasi pengukuran yang rendah, dan adanya cacat data fisik lain. Dalam kasus ini tumpang tindih kepemilikan tanah terjadi karena pengukuran yang tidak akurat. Mediasi dipilih sebagai cara penyelesaian sengketa (non litigasi) didasarkan atas kesepekatan para pihak bersengketa dan Kantor Pertanahan Kota Cilegon sebagai mediator telah memberi penyelesaian perdamaian dengan memperhatikan kepentingan para pihak.
SEJARAH ARTIKEL
Diterima 23 April 2021
Revisi 22 Mei 2021
Disetujui 18 Juni 2021
Terbit online 26 Juni 2021
KATA KUNCI Pendaftaran Tanah,
Kepemilikan,
Tanah
1. PENDAHULUAN
Tanah yang berada dalam wilayah Republik Indonesia merupakan sumber daya alam yang
sangat penting sehingga memiliki nilai keterikatan bathin yang mendalam, serta fungsi strategisnya
memenuhi kebutuhan Negara dan masyarakat yang semakin beragam dan meningkat, di tingkat
nasional dan dalam kaitannya dengan dunia (Harsono, 3:2013). Dalam mempergunakan tanah,
diperlukan suatu tanda bukti hak atas tanah berupa sertipikat hak atas untuk menjamin kepastian
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
249
hukum dan perlindungan hukum terhadap pemilik hak atas tanah. Dalam Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), dinyatakan bahwa “Untuk menjamin
kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh Wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah” (Parlindungan, 15:1999).
Adapun ketentuan pendaftaran tanah telah diatur dalam PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah,
yang merupakan revisi dari PP No. 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah. Ketentuan pelaksanaannya
kemudian diatur secara lebih terperinci dalam Peraturan Menteri Agraria No. 3/1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Diberikannya kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam aspek pertanahan ini sangat
erat kaitannya dengan kedudukan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah yang memuat data
yuridis (jenis hak atas tanah, subjek hak atas tanah, perbuatan hukum dan peristiwa hukum yang
pernah terjadi, pembebanan hak-hak pihak lain) dan data fisik (letak, luas, batas, bangunan atau
tanaman di atas tanahnya) dan dapat dipergunakan untuk mempertahankan hak dari klaim pihak
ketiga. Sertipikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar
sepanjang tidak ada pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya. Dalam Putusan Mahkamah Agung
RI Nomor 372/K/SIP/1976 Tanggal 2 November 1976 menyebutkan bahwa: “Ketentuan mengenai
sertipikat tanah sebagai tanda atau bukti hak milik tidaklah mengurangi hak seseorang untuk
membuktikan bahwa sertipikat yang bersangkutan adalah tidak benar” (Mahkamah Agung Indonesia,
1976).
Output akhir dari seluruh rangkaian kegiatan pendaftaran adalah sertipikat hak atas tanah yang
tentunya memiliki fungsi yang beragam bagi pemiliknya. Fungsi utama dari sertipikat adalah sebagai
alat pembuktian kepemilikan yang kuat (Perangin, 1-2:1992) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19
ayat (2) huruf C UUPA. Akan lebih mudah bagi seorang individu atau institusi berbadan hukum untuk
membuktikan kepemilikan atau haknya atas sebidang tanah, ketika nama dari individu atau institusi
tersebut tercantum dalam sertipikat kepemilikan tanah. Selain itu, fungsi lain dari sertipikat
kepemilikan tanah adalah sebagai jaminan bagi kreditor untuk memberikan pinjaman dalam bentuk
uang. Adapun fungsi terakhir dari sertipikat hak atas tanah adalah sumber pendataan bagi pemerintah
yang terdata dengan terperinci dan disimpan di Kantor Pertanahan setempat (Sutedi, 12:2012).
Akan tetapi walaupun sebidang tanah telah mempunyai sertipikat hak atas tanah, dalam praktek
masih sering terjadi sengketa pertanahan. Adapun permasalahan yang menjadi objek penulisan ini
adalah sengketa mengenai tumpang tindih pada sebagian kepemilikan tanah yang dikuasai Pihak
Pertama (PT. Mitsubushi Chemical Indonesia) dan Pihak Kedua (H.Subadri). Objek sengketa a quo
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
250
berupa tanah terletak di Jalan Raya Merak No. 50, RT.03/ RW.04, Keluruhan Gerem, Kecematan
Grogol, Kota Cilegon, Banten. Pihak Pertama merasa tanahnya yang telah bersertipikat dipakai oleh
Pihak Kedua untuk pembangunan pagar dan drainase. Akan tetapi Pihak Kedua merasa tanah yang
dipakai tanah milik Pihak Kedua telah bersertipikat dan ketika membeli tanah tersebut sudah ada
pagar dan drainase. Sengketa ini ditindaklanjuti oleh Para Pihak dengan menempuh jalur mediasi (non
litigasi) di Kantor Pertanahan Kota Cilegon.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka penulis bermaksud untuk menganalisis
mengenai sengketa yang terjadi terhadap tumpang tindih hak penguasaan atas sebagian tanah
tersebut dengan judul “Kepemilikan Sebagian Tanah Yang Tumpang Tindih Antara PT. Mitsubishi
Chemical Indonesia Dengan H.Subadri Di Kota Cilegon” Pokok permasalahan yang dibahas adalah
sebagai berikut: (1) Bagaimanakah penyebab terjadinya kepemilikan yang sama atas sebagian tanah
yang di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H. Subadri di Kota Cilegon? (2) Apakah
mediasi kepemilikan sebagian tanah yang di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan
H. Subadri di Kota Cilegon sudah memperhatikan kepentingan para pihak?
2. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum adalah sebuah kegiatan ilmiah yang dilakukan berdasarkan metode yang
sistematis, yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman terhadap satu atau sejumlah gejala
hukum melalui kegiatan analisis (Khudzaifah, 1-3:2004). Penelitian ini merupakan suatu penelitian
hukum normatif, maka penelitian ini berbasis pada norma hukum. Dengan demikian obyek yang
dianalisis adalah norma hukum dalam perundang-undangan (law is it written in the book) (Dworkin,
250:1973) yang secara konkrit diterapkan (Soekanto, 51:2015) oleh Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk menggambarkan atau mendeskripsikan (Ali, 24:2013) tentang tumpang tindih kepemilikan
sebagian hak atas tanah yang dimiliki oleh PT. Mitsubushi Chemical Indonesia dan H.Subadri. Sumber
data merupakan tempat dimana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Berdasarkan jenis dan
bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: data primer dan data sekunder terdiri
dari (a) bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif berupa peraturan
perundangan-undangan (Marzuki, 141:2009), (b) bahan hukum sekunder yang menjelaskan tentang
bahan hukum primer berupa sejumlah buku ilmu hukum dan jurnal ilmiah yang memiliki keterkaitan
kuat dengan penelitian ini, (c) bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan arahan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum. Teknik pengumpulan data, yaitu studi
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
251
dokumen dan wawancara atau interview. Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif adalah
merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Cara penarikan kesimpulan yang
digunakan dalam penelitian ini dengan pola pikir deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum.
3. HASIL
Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah
secara teratur, yang meliputi kegiatan pengumpulan, pembukuan, pengelolaan dan penyajian data
fisik dan yuridis kepemilikan tanah yang berbentuk daftar dan peta tentang sekumpulan bidang tanah
dan rumah (Harsono, 72:2013). Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 UUPA, pemerintah
melakukan pendaftaran hak atas tanah untuk memberikan kepastian hukum bagi pemiliknya
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Adapun Kegiatan pendaftaran tanah terdiri dari (1) pengukuran,
pemetaan dan pembukuan tanah, (2) pendaftaran hak dan opsi peralihan hak atas tanah, (3) dan
penerbitan surat tandah bukti kepemilikan yang sah sebagai alat pembuktian yang kuat. Sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 19(2) huruf c UUPA, surat kepemilikan yang diterbitkan sesuai dengan pasal
23, 32 dan 38 UUPA dapat dijadikan sebagai alat pembuktian kepemilikan yang tidak terbantahkan
(Hartanto, 31:2015).
Sertipikat hak atas tanah sendiri adalah alat bukti kepemilikan yang kuat, yang mencantumkan
data fisik dan yuridis sesuai dengan hasil kegiatan pengukuran yang dilakukan sebelum penerbitan
sertipikat tersebut. Data yang tercantum di dalam buku hasil pengukuran tersebut, bersifat permanen
sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Dengan demikian, bukti ini dapat dijadikan sebagai alat hukum
dalam kehidupan keseharian dan kegiatan perkara di pengadilan. Oleh karena itu, meskipun berfungsi
sebagai alat pembuktian yang kuat, sertipikat tidak bersifat mutlak karena kepemilikan dalam
sertipikat masih dapat dibatalkan secara hukum apabila terbukti kepemilikan tersebut dapat dibantah
keabsahannya.
Dalam PP No. 24/1997 dicantumkan secara terperinci bahwa upaya pemerintah untuk
menyajikan data yang akurat terkait pendaftaran tanah dilakukan untuk memberikan kepastian hukum
bagi masyarakat. PP tersebut kemudian diperkuat dengan dicantumkannya Pasal 32 ayat (2) dalam PP
tersebut yang menyatakan bahwa penerbitan sertipikat ini bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum terkait penguasaan dan kepemilikan tanah. Oleh karena itu, bukti kepemilikan tanah dalam
bentuk sertipikat dapat digunakan sebagai dasar dari pembelaan atas hak kepemilikan tanah untuk
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
252
meneguhkan kepemilikan dan membantah klaim pihak lain atau kepemilikan tanah tersebut ketika
terjadi sebuah sengketa hukum (Chandra, 14-16:2005).
Dalam praktiknya tumpang tindih sertipikat hak atas tanah sering kali terjadi karena suatu hal
dan lainnya, sehingga terjadi penerbitan sertipikat yang sama pada satu bidang tanah atau sebagian
dari bidang tanah tersebut (Anggiat & Sudjito, 2016). Penyebabnya terjadinya sengketa pertanahan di
Kota Cilegon antara lain karena administrasi pertanahan desa bahkan Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang tidak tertib. Di sisi lain, sengketa pertanahan bisa pula terjadi apabila setiap kali
terjadi perubahan jenis, subyek, dan kepemilikan atas tanah tidak melalui rangkaian pendaftaran
sesuai ketentuan yang berlaku.
Sengketa hak atas tanah yang umumnya terjadi di Indonesia umumnya memiliki dimensi yang
luas dan mengarah pada konflik horizontal, vertikal ataupun keduanya. Konflik yang bersifat vertikal
umumnya didominasi oleh sengketa yang melibatkan masyarakat dan pemerintah atau perusahaan
milik negara. Kasus yang paling sering terjadi adalah adanya sertipikat ganda atau tumpang tindih
kepemilikan sertipikat atas sebidang tanah tertentu.
Sengketa tanah yang terjadi di Kota Cilegon yang menjadi obyek penelitian ini adalah kasus
terkait dengan tumpang tindih kepemilikan sebagian hak atas tanah di lokasi sama antara para pihak
yang berpekara yaitu Pihak Pertama (PT. Mitsubushi Chemical Indonesia) dan Pihak Kedua (H.Subadri).
Objek sengketa a quo berupa tanah di Jalan Raya Merak No. 50, RT.03/ RW.04, Keluruhan Gerem,
Kecematan Grogol, Kota Cilegon, Banten. Pihak Pertama merasa tanahnya telah dipakai oleh Pihak
Kedua untuk pembangunan pagar dan drainase padahal yang tertera di dalam sertipikat Pihak
Pertama, tanah tersebut adalah tanah milik Pihak Pertama. Akan tetapi Pihak Kedua tidak merasa
memakai tanah milik Pihak Pertama, karena yang tertera sertipikat Pihak Kedua, tanah yang dipakai itu
adalah tanah milik Pihak Kedua, sebab Pihak Kedua ketika membeli tanah tersebut sudah ada pagar
dan drainase di atas tanah tersebut. Sengketa ini pun ditindaklanjuti oleh Para Pihak dengan
menempuh jalur mediasi (non litigasi) di Kantor Pertanahan Kota Cilegon.
4. PEMBAHASAN 4.1 Penyebab Terjadinya Kepemilikan Yang Tumpang Tindih Atas Sebagian Tanah Yang Di Kuasai Antara
PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Dengan H.Subadri Di Kota Cilegon.
Sebagaimana dinyatakan dalam Permen Agraria/KBPN No. 1/1999, sengketa pertanahan adalah
kejadian perbedaan pendapat antara sejumlah pihak yang berkepentingan terkait keabsahan ha katas
tanah yang didasari oleh hubungan hukum antara pihak tersebut ataupun pihak lain yang berkaitan
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
253
dalam pembentukan status hukum dari bidang tanah tersebut. Sengketa atas tanah dapat diselesaikan
secara tradisional melalui pengadilan ataupun diluar pengadilan. Meski demikian, sengketa
kepemilikan tanah umumnya berakhir di pengadilan meskipun telah dilakukan mediasi oleh pihak-
pihak tertentu dalam sengketa. Pada prinsipnya ada dua jalur alternatif penyelesaian sengketa
pertanahan yang dapat ditempuh oleh pada pihak bersengketa, yaitu:
1) Penyelesaian sengketa melalui instansi yang terkait umumnya dilakukan dengan melakukan
pengaduan yang dilanjutkan dengan penelitian dan pengumpulan data, selanjutnya pencegahan,
mediasi, dan pencabutan atau pembatalan keputusan di bidang pertanahan oleh Badan
Pertanahan Nasional.
2) Ketika usaha mediasi tidak menghasilkan titik temu, penyelesaian sengketa dilakukan di
pengadilan. Pihak penggugat mengajukan gugatan terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota
Cilegon karena dinilai telah menerbitkan sertipikat hak atas tanah yang telah dikuasai penggugat.
Apabila upaya hukum yang dilakukan Kepala Kantor Pertanahan Kota Cilegon terus mendapatkan
penolakan sampai tahap peninjauan kembali, sertipikat yang diterbitkan akan dibatalkan sesuai
dengan permohonan yang diajukan penggugat.
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh penulis, faktor-faktor penyebab terbitnya
sertipikat tumpang tindih pada umumnya disebabkan karena:
1) Kesalahan dari manusia: human error dan itikad tidak baik dari pemohon.
2) Sistem administrasi yang salah (administrative error) di Kota Cilegon.
3) Faktor Pemerintah Daerah setempat.
4) Faktor penyelewengan kekuasaan pejabat oknum Kantor Pertanahan.
5) Faktor dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Awal mula diketahui terjadinya tumpang tindih kepemilikan atas sebagian tanah milik H.Subadri
sebagai Pihak Kedua ketika pada tanggal 2 November 2016 PT. Mitsubishi Chemical Indonesia sebagai
Pihak Pertama mengirimkan surat kepada Pihak Kedua tentang “Pemberitahuan dan Permintaan
Pengosongan tanah”, yang mengklaim bahwa H.Subadri telah membangun bangunan drainase dengan
panjang 76 m2 dan pagar dengan panjang 28 m2 di atas tanah milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia
yang berlokasi di Desa Gerem, Jl. Raya Merak No. 50 RT.03/04, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol,
Cilegon (Banten) sesuai Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 10.01.19.14.3.00046.
PT. Mitsubishi Chemical Indonesia memerintahkan H.Subadri untuk membongkar seluruh
bangunan drainase dan pagar yang didirikan di atas tanah tersebut dan mengembalikan tanah dalam
keadaan kosong sampai dengan akhir November 2016. Akan tetapi H.Subadri tidak menanggapi
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
254
permintaan dari PT. Mitsubishi Chemical Indonesia, karena ia tidak merasa bangunan drainase dan
pagar miliknya dibangun di atas tanah milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia sebab bangunan drainse
dan pagar tersebut dibangun di atas tanah milik H.Subadri sesuai dengan Sertipikat Hak Milik No.
28.06.01.04.1.02362.
Pada tanggal 22 Januari 2018 PT. Mitsubishi Chemical Indonesia mengirimkan “Surat
Pemberitahuan Kedua” kepada H.Subadri, isinya mengundang H.Subadri pada tanggal 30 Januari 2018
untuk membahas masalah tumpang tindih sebagian kepemilikan tanah secara musyawarah dalam
menentukan titik batas (sepadan) antara tanah milik Pihak Pertama dan Pihak Kedua, di Kantor PT.
Mitsubishi Chemical Indonesia di Jl. Raya Merak. Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon.
Dari hasil rapat kedua belah pihak sepakat melakukan mediasi yang dilakukan oleh Pihak Ketiga yaitu
Kantor Pertanahan Kota Cilegon.
Pada tanggal 13 September 2018 PT. Mitsubishi Chemical Indonesia mengirimkan surat ketiga
“Pemberitahuan dan Undangan Persiapan Pengukuran Ulang Bersama” kepada H.Subadri. Hasil rapat
tersebut diputuskan bahwa pada tanggal 14 September 2018 akan dilaksanakan Pengukuran Ulang
Tanah Milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia oleh Kantor Pertanahan Kota Cilegon. Berdasarkan hasil
pengukuran ulang tersebut akan dibicarakan kembali secara musyawarah antara Para Pihak dan setuju
untuk bersama-sama mencari solusi terbaik atas sengketa yang terjadi.
Kantor Pertanahan Kota Cilegon melakukan pengukuran tanah Hak Guna Bangunan milik PT.
Mitsubishi Chemical Indonesia pada tahun 2016, sedangkan tanah Hak Milik H.Subadri telah dilakukan
pengukuran pada tahun 2009, tetapi sebelum H.Subadri membeli tanah tersebut, pemilik tanah
sebelumnya sudah pernah melakukan pengukuran tanah pada tahun 1995. Pada tanggal 14
September 2018 dilaksanakan pengukuran ulang oleh Kantor Pertanahan Kota Cilegon atas tanah milik
PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 10.01.19.14.3.00046 dan tanah
milik H.Subadri Sertipikat Hak Milik No. 28.06.01.04.1.02362 atas adanya bangunan drainase dan
pagar, yang disaksikan oleh Pihak Pertama, Pihak Kedua, dan PT. Arisa Widya.
Kantor Pertanahan Kota Cilegon melakukan pengukuran tanah Hak Milik H. Subadri pada tahun
2009, tetapi sebelum H. Subadri membeli tanah tersebut, dan pemilik tanah sebelumnya sudah
pernah melakukan pengukuran tanah pada tahun 1995. Pada tahun 2010 pengukuran tanah tersebut
dilakukan oleh pemilik tanah sebelum PT. Mitsubishi Chemical Indonesia, maka PT. Mitsubishi
Chemical Indonesia pada saat membeli tanah dari pemilik sebelumnya tidak diukur ulang lagi.
Melainkan Kantor Pertanahan Kota Cilegon melakukan pengukuran tanah Hak Guna Bangunan milik
PT. Mitsubishi Chemical Indonesia pada tahun 2016 setelah membeli tanah tersebut. Setelah selesai
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
255
pengukuran ulang tanah yang terdapat bangunan Drainase dan Pagar milik Pihak Kedua, Kantor
Pertanahan Kota Cilegon menyatakan ada kesalahan pengukuran pada Sertipikat Hak Guna Bangunan
No. 10.01.19.14.3.00046 milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia yang diukur pada tahun 2010. Oleh
karena itu, PT. Mitsubishi Chemical Indonesia baru menyadari bahwa tanah Hak Guna Bangunan
miliknya terjadi tumpang tindih sebagian kepemilikan tanah dengan tanah Hak Milik H. Subadri yang
terdapat bangunan Drainase dan Pagar. Kantor Pertanahan Kota Cilegon memutuskan bahwa tanah
yang ada bangunan Drainase dengan panjang 76 m2 dan Pagar dengan panjang 28 m2 adalah milik H.
Subadri sebagai Pihak Kedua. Karena setelah dilakukan pengukuran ulang oleh Kantor Pertanahan Kota
Cilegon bangunan Drainase dan Pagar tersebut bahwa benar terletak pada Sertipikat Hak Milik No.
28.06.01.04.1.02362 milik H.Subadri.
Berdasarkan data hasil penelitian, berarti kasus sengketa pertanahan yang menjadi obyek
penelitian ini, termasuk dalam sengketa mengenai data fisik tanahnya. Hal ini terjadi karena kesalahan
administrasi Kantor Pertanahan Kota Cilegon dalam melakukan pengukuran dan pemetaan pada batas-
batas bidang tanah, sehingga terjadi sengketa tumpang tindih (overlapping) dalam sertipikat. Hal ini
mengandung arti bahwa Kantor Pertanahan Kota Cilegon tidak melakukan pemetaan tanah secara
cermat dalam proses penerbitan sertipikat. Ketidaktelitian tersebut terjadi karena petugas pengukuran
tidak menjalankan proses penelitian peta kepemilikan sebelum melakukan pengukuran sehingga
terjadi tumpang tindih kepemilikan tanah.
4.2 Mediasi Kepemilikan Sebagian Tanah Yang Di Kuasai Antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia
Dengan H. Subadri Di Kota Cilegon
Penyelesaian sengketa pertanahan diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 11/2016. Dalam aturan ini dibedakan jenis laporan
berdasarkan dua mekanisme, yakni inisiatif dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional dan pengaduan masyarakat. Berdasarkan temuan dan aduan, dijalankan proses
analisis secara terperinci untuk mengetahui kewenangan dalam kasus sengketa pertanahan tersebut.
Adapun sengketa yang tercantum dalam peraturan ini adalah kesalahan prosedur pengukuran,
kesalahan dalam perhitungan luas tanah, kesalahan dalam proses pendaftaran hak atas tanah,
kesalahan pendaftaran tanah adat, kesalahan penetapan kepemilikan tanah, kesalahan dalam proses
penetapan tanah terlantar, kesalahan penerbitan sertipikat pengganti, informasi pertanahan, dan
prosedur pemeberian izin, serta kesalahan lain yang diatur dalam undang-undang.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dapat berinisiatif untuk
menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi, dengan tujuan untuk melakukan perundingan dengan
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
256
prinsip kekeluargaan sehingga menghasilkan kebaikan untuk semua pihak. Jika salah satu pihak
menolak, maka penyelesaiannya diselesaikan melalui mekanisme litigasi. Secara teknis, mediasi
dijalankan paling tidak 30 hari atau satu bulan dengan mediator yang berasal dari institusi terkait
seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, atau Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota.
Apabila mediasi yang dijalankan menghasilkan kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian
perdamaian sesuai dengan berita acara mediasi yang sifatnya mengikat semua pihak yang
bersengketa. Perjanjian tersebut kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri sehingga
menghasilkan kekuatan hukum. Sementara itu, mediasi dinilai tidak berhasil apabila salah satu pihak
tidak memenuhi undangan selama tiga kali. Ketidakberhasilan mediasi kemudian dilanjutkan dengan
penyelesaian oleh Kepala Kantor Pertanahan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Meski
demikian pelaksanaan mediasi dapat ditunda apabila sertipikat tengah berada dalam proses penyitaan
oleh kepolisian atau lembaga penegak hukum lain, tanah objek pembatalan merupakan objek hak
tanggungan, dan tanah telah dialihkan kepada pihak lainnya.
Berdasarkan data hasil penelitian ternyata dalam kasus sengketa kepemilikan tumpang tindih
sebagian tanah milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dan H. Subadri memilih diselesaikan melalui
jalur Mediasi dan Kantor Pertanahan Kota Cilegon bertindak sebagai mediator. Kantor Pertanahan
Kota Cilegon memfasilitasi perlakuan yang adil terhadap Pihak Pertama dan Pihak Kedua dengan cara
diberikan kesempatan secara transparan untuk mengajukan pendapatnya mengenai permasalahan
sebagian kepemilikan tanah yang tumpang tindih tersebut. Disamping itu, Kantor Pertanahan Kota
Cilegon memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri rumusan penyelesaian masalahnya. Dalam
hal ini Kantor Pertanahan Kota Cilegon hanya menindaklanjuti pelaksanaan putusan secara
administratif sebagai rumusan penyelesaian masalah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Kantor Pertanahan Kota Cilegon juga membantu setiap pihak yang bersengketa untuk mengelaborasi
persoalan agar memberikan pemahaman bahwa masalah yang ada harus dihadapi secara bersama dan
membantu setiap pihak untuk menemukan penyelesaian dengan cara pengukuran ulang terhadap
tanah yang tumpang tindih.
Kantor Pertanahan Kota Cilegon mengajarkan kepada para pihak bagaimana terlibat dalam
negoisasi pemecahan masalah secara efektif, menilai alternatif-alternatif dan menemukan pemecahan
yang kreatif terhadap konflik para pihak. Selain itu, Kantor Pertanahan Kota Cilegon mampu menjaga
kepentingan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua yang bersengketa secara adil, ikut membantu
menghasilkan alternatif penyelesaian, serta mendorong agar Pihak Pertama dan Pihak Kedua untuk
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
257
mencapai sejumlah kesepakatan yang dinilai dapat mengakhiri kasus persengketaan. Kantor
Pertanahan Kota Cilegon dapat mempertemukan kepentingan-kepentingan Pihak Pertama dan Pihak
Kedua yang berbeda dan mencapai titik temu sebagai solusi pemecahan permasalahnya. Dalam kasus
ini Kantor Pertanahan Kota Cilegon memberikan bantuan yang signifikan pada setiap Pihak yang
bersengketa, karena melalui mediasi sehingga mampu memberi penyelesaian perdamaian antara PT.
Mitsubishi Chemical Indonesia dan H. Subadri. Hasil mediasi antara pihak bersengketa tercapai dengan
ditandatangani Perjanjian Perdamaian oleh PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri
dengan memperhatikan kepentingan para pihak.
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan
1) Penyebab terjadinya sengketa kepemilikan yang tumpang tindih atas sebagian tanah yang
di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon,
disebabkan karena kesalahan dalam penentuan koordinat pemetaan, tumpang tindih
ukuran luas tanah sehingga terjadi persinggungan dengan tanah lain yang telah
bersertipikat, akurasi pengukuran yang rendah, dan adanya cacat data fisik lain. Dalam
kasus ini tumpang tindih kepemilikan tanah terjadi karena pengukuran yang tidak akurat.
Faktor tersebut timbul karena Kantor Pertanahan Kota Cilegon tidak melakukan pemetaan
ulang di setiap daerah Kota Cilegon.
2) Para pihak yang bersengketa bersepakat penyelesaian sengketa melalui Mediasi (non
litigasi) dan Kantor Pertanahan melakukan pengukuran ulang terhadap tanah sengketa.
Kantor Pertanahan Kota Cilegon sebagai mediator telah memberi penyelesaian
perdamaian dengan memperhatikan kepentingan para pihak dengan dibuat Perjanjian
Perdamaian yang mengikat para pihak dan ditandatangani oleh PT. Mitsubishi Chemical
Indonesia (Pihak Pertama) dan H.Subadri (Pihak Kedua) dan Kantor Pertanahan Kota
Cilegon (Mediator).
5.2 Saran
Kepemilikan Sebagian Tanah yang Tumpang Tindih antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon Rizki, Sumanto
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 6, Nomor 2, halaman 248 – 258, Juli 2021
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v6i2.9531
258
1) Kantor Pertanahan Kota Cilegon harus melakukan pemetaan dan pengukuran bidang-
bidang tanah secara akurat agar tidak terjadi penerbitaan setifikat hak atas tanah yang
tumpang tindih.
2) Sengketa hak atas tanah selayaknya diselesaikan secara mufakat melalui mediasi. Hal ini
diprioritaskan karena banyaknya keuntungan yang bisa didapatkan melalui proses ini
seperti proses penyelesaian yang singkat dan biaya penyelesaian yang lebih rendah
dibandingkan dengan proses penyelesaian melalui lembaga peradilan.
6. DAFTAR PUSTAKA Aartje Tehupelory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, Jakarta: Penebar Swadya Group, 2012. Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Amirudin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004. Hartanto, Andy. Panduan Lengkap Hukum Praktis Kepemilikan Tanah, (Surabaya: Laksbang Justitia,
2015), hal. 31. Anggiat PP & Sudjito. 2019. Masalah Tumpang Tindih Sertipikat, Bhumi: Jurnal Agraria dan
Pertanahan. 5(1), 129-135. Chandra, S., Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah: Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan,
Jakarta: Grasindo, 2005 Dworkin, Ronald, Legal Research, Daedalus: Spring, 1973. Harsono, Boedi, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Universitas Trisakti, 2013. Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Parlindungan A.P, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1999. Perangin, Effendi, Praktek Pengurusan Sertipikat Hak Atas Tanah, Jakarta: CV Rajawali, 1992, hal. 1-2. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 372/K/SIP/1976. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 2015. Sutedi, Adrian, Sertipikat Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinaar Grafika,2012.