kepemimpinan
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
masyarakat, tuntutan masyarakat semakin mengerti terhadap pelayanan kesehatan.
Kompleksnya masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat menuntut
dikembangkannya pendekatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang
paripurna (Nursalam, 2000). Masyarakat dapat menentukan pilihan untuk
mendapat pelayanan yang lebih baik, dengan tersedianya fasilitas kesehatan
swasta. Akhir-akhir ini animo masyarakat untuk mencari pelayanan kesehatan
pada rumah sakit swasta semakin meningkat. Hal ini disebabkan pelayanan di
rumah sakit swasta dianggap lebih baik daripada rumah sakit pemerintah.
Pelayanan di rumah sakit pemerintah belum memuaskan harapan pasien. Masih
banyak pasien dan keluarganya yang mengeluhkan ketidakpuasannya terhadap
pelayanan di rumah sakit pemerintah (Nani Wijaya, Seminar Nasional “Standar
Praktek dan Perkembangan Keperawatan Terkini”, September 2000).
Mutu pelayanan di rumah sakit sangat ditentukan oleh pelayanan
keperawatan atau asuhan keperawatan (Depkes. RI, 1992). Perawat sebagai
pemberi jasa keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan di rumah sakit,
sebab perawat berada dalam 24 jam memberikan asuhan keperawatan. Tanggung
jawab yang demikian berat belum ditunjang dengan sumber daya manusia yang
memadai, sehingga kinerja perawat sering menjadi sorotan baik oleh profesi lain
maupun pasien atau keluarganya.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, kondisi keperawatan terutama
dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien belum berjalan dengan baik.
Penelitian Rivai (2000), menyatakan bahwa ada beberapa tindakan keperawatan
dilakukan oleh keluarga pasien seperti: pemenuhan kebersihan diri, eliminasi dan
nutrisi (28%). Seharusnya pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan oleh
petugas. Pembuatan asuhan keperawatan masih ada yang dikerjakan sebagian atau
belum lengkap yaitu 11% dan sebanyak 44,2% pasien menyatakan kurang puas
terhadap pelayanan rawat inap. Data tersebut memberikan gambaran tentang
kondisi kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berdampak
terhadap kepuasan pasien.
Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan dasar
atau keterampilan yang dimiliki (Heider, 1958). Panji Anoraga (1998),
mengemukakan bahwa penurunan kinerja dipengaruhi oleh kejenuhan kerja.
Kejenuhan kerja dapat disebabkan oleh kegiatan yang kurang menarik, menoton
atau terulang-ulang dan situasi lingkungan kerja yang kurang kondusif. Nursalam
(1998), menyatakan bahwa faktor internal yang menghambat perkembangan peran
perawat secara profesional antara lain: rendahnya rasa percaya diri perawat,
kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan,
rendahnya standar gaji dan sangat menimnya perawat yang menduduki pimpinan
di institusi kesehatan. Di samping itu faktor pendidikan, peralatan keperawatan
dan lingkungan keperawatan sangat mempengaruhi keberhasilan asuhan
2
keperawatan yang dapat menunjang kinerja perawat (Sri Hidayati, 1996). Kondisi
dan situasi lingkungan kerja sangat dipengaruhi oleh model kepemimpinan kepala
ruangan.
Dari pengambilan data pendahuluan tentang gaya kepemimpinan kepala
ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo, sebagian besar kepala ruangan memiliki
kecendrungan gaya demokrasi yaitu 44,9%, kecendrungan gaya otokratik 33,3%
dan kecendrungan gaya partisipasif 21,8%. Perbedaan gaya kepemimpinan kepala
ruangan nampaknya mempengaruhi motivasi kerja perawat.
Asuhan keperawatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan
profesional yang diberikan kepada pasien sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan, bahkan sebagai faktor penentu mutu pelayanan rumah sakit.
Penurunan kinerja perawat sangat mempengaruhi citra pelayanan suatu rumah
sakit di masyarakat. Pelayanan keperawatan yang buruk menimbulkan kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan rumah sakit. Di samping itu,
kinerja perawat yang rendah juga merupakan hambatan terhadap perkembangan
keperawatan menuju perawat yang professional. Perawat yang profesional
mestinya mampu menunjukan kemampuan intelektual dan teknikal yang
memadai.
Dalam meningkatkan kinerja perawat yang selanjutnya dapat
meningkatkan mutu keperawatan, dibutuhkan berbagai upaya. Peningkatan
pengetahuan melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan
keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan lingkungan kerja
yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan
3
efisien. Dalam menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk
melakukan yang terbaik, diperlukan seorang pemimpin (Hartono, 1997).
Pemimpin tersebut harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa
seseorang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam hal tersebut, gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan diharapkan mampu
membangkitkan motivasi perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja
perawat.
1.2 Rumusan Masalah
Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan terus-menerus berkembang, baik
disebabkan oleh adanya tekanan eksternal maupun internal. Kompleksnya
Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat menuntut palayanan
keperawatan yang pariupurna. Saat ini masih ditemukan keluhan masyarakat
terhadap pelayanan keperawatan di mana pelayanan yang diberikan belum
memuaskan harapan pasien.
Factor yang dapat menentukan kinerja perawat antara lain: tingkat
pendidikan perawat yang relatif masih rendah, sarana yang terbatas, kejenuhan
oleh karena situasi kerja yang kurang kondusdif dan reword yang diterima belum
sesuai dengan harapan perawat.
Sorotan terhadap rendahnya kinerja perawat merupakan masalah yang
harus segera ditanggulangi, sebab pelayanan keperawatan sangat menentukan
mutu pelayanan rumah sakit. Kinerja yang jelek akan berdampak terhadap
rendahnya mutu pelayanan, pasien merasa kurang nyaman dan merasa tidak puas.
4
Di samping itu, rendahnya kinerja perawat merupakan hambatan terhadap
perkembangan profesi keperawatan.
Dari permasalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1) Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala ruangan di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya?
2) Bagainamakah tingkat kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya?
3) Apakah gaya kepemimpinan kepala ruangan mempengaruhi kinerja perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap
kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap di RSUD
Dr.Soetomo Surabaya.
2) Mempelajari kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
3) Megidentifikasi pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja
perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4) Mengidentifikasi factor dominan yang mempengaruhi kinerja perawat di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
5
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pasien
Dari hasil penelitian ini selanjutnya dapat meningkatkan mutu pelayanan
kepada pasien, sehingga pasien merasa aman dan nyaman selama perawatan.
1.4.2 Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini merupakan masukan bagi manajemen keperawatan
terutama penerapan gaya kepemimpinan kepala ruang perawatan dalam
meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien.
1.4.3 Bagi Profesi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk
melaksanakan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan profesi keperawatan
melalui pelaksanaan standar asuhan keperawatan.
1.5 Relevansi
Mutu pelayanan keperawatan sangat berkaitan dengan kinerja perawatan.
Kinerja perawat yang buruk sangat mempengaruhi citra pelayanan rumah sakit
dan merupakan salah satu hambatan terhadap pengembangan profesi keperawatan.
Untuk meningkatkan kinerja perawat dibutuhkan manajemen keperawatan yang
baik, terutama yang berkaitan dengan manajemen asuhan keperawatan yang
dipimpin oleh kepala ruangan. Keberhasilan kepala ruang perawatan dalam
mengatur staf/perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dapat diukur
dengan standar asuhan keperawatan yang telah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia dan PPNI.
6
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan tentang kepemimpinan dan kinerja perawat .
Kepemimpinan dalam keperawatan meliputi pendekatan dan gaya kepemimpinan,
sedangkan kinerja perawat meliputi motivasi dan standar asuhan keperawatan.
2.1 Kepemimpinan dalam Keperawatan
2.1.1 Definisi kepemimpinan
Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi,
menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu (Sujak,
1990). Menurut Robbin (1996), kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Koonzt (1984), bahwa
kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang
sehingga mereka akan beruasaha mencapai tujuan kelompok dengan kemampuan
dan antusias. Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut, Manduh (1997)
memberikan pengertian singakat tentang kepemimpinan yaitu proses
mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam
kelompok.
Dalam kepemimpinan terdapat beberapa kegiatan kepemimpinan. Menurut
Gillies (1997) untuk mencapai kepemimpinan yang efektif harus dilaksanakan
kegiatan penugasan dan memberikan pengarahan, memberikan bimbingan,
7
mendorong kerja sama dan partisipasi, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan,
oservasi dan supervisi serta evaluasi dari hasil penampilan kerja. Pemimpin yang
efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan interaksi yang efektif
diantara tenagakerja, bahan dan waktu. Untuk dapat melaksanakan tugas
tersebut, maka seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas dan
kompleks tentang sistem manusia, mempunyai kemampuan hubungan antar
manusia terutama dalam mempengaruhi orang lain dan memiliki sekelompok
nilai-nilai dalam mengenal orang lain dengan baik. Di samping itu, pemimpin
harus mempertimbangkan kewaspadaan diri, karakteristik kelompok, karakteristik
individu serta motivasi yang ada dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai
tujuan organisasi.
2.1.2 Pendekatan/Teori Kepemimpinan
Dalam mengembangkan model kepemimpinan terdapat beberapa teori yang
mendasari terbentuknya gaya kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada
empat macam pendekatan kepemimpinan yaitu:
1) Teori Bakat
Teori bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian. Kemampuan ini
merupakan bawaan sejak lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam
kepemimpinan. Beberapa hal yang menonjol pada teori bakat adalah kepandaian
berbicara, kemampuan/keberanian dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian diri,
percaya diri, kreatif, kemampuan interpersonal dan prestasi yang dapat menjadi
bekal dalam membentuk kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin dapat
mempengaruhi bawahannya.
8
2) Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai
oleh pemimpin dan yang membedakan dirinya dari non pemimpin. Menurut teori
ini seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat
menjadi pemimpin yang efektif. Dengan demikian teori perilkau kepemimpinan
lebih sesuai dengan pandangan bahwa pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan
sejak .
3) Teori Situasi (Contingency)
Teori situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan
yang paling baik, tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi,
bentuk organisasi, kekuasaan atau otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang
kompleks dan tingkat kematangan bawahan.
4) Teori Transformasi
Teori transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan
kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang
penuh krisis. Menurut Bass (Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin
transformasional adalah seorang yang dapat menampilkan kepemimpinan yang
kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa
setiappengikut diperhitungkan.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Gaya diartikan sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri.
Menurut Follet (1940), gaya didefiniskan sebagai hak istimewa tersendiri dari si
ahli dengan hasil akhir dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1997),
9
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan
perilaku pemimpin. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman bertahun-
tahun dalam kehidupannya, oleh karena itu keperibadian seseorang akan
mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan
seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda. Menurut para ahli ada
beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu organisasi antara
lain:
1) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warren H. Schmidt.
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui
dua titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan
berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor
karyawan dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan
organisasi harus didahulukan dibandingkan kepentingan individu, maka
pemimpin akan lebih otoriter. Jika bawahan mempunyai pengalaman yanh lebih
baik, menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya
partisapasi.
2) Gaya Kepemimpinan menurut Likert
Likert mengelompokan gaya kepemimpinan dalam empat system yaitu:
(1) Sistem Otoriter-Eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap
bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi
yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
10
(2) Sistem Benevolent-Authoritative
Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan
dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan mebolehkan komunikasi ke
atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan meskipun masih melakukan pengawasan yang ketat.
(3) Sisetm Konsultatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan terhadap bawahan cukup besar. Pemimpin
menggunakan balasan (inssentif) untuk memotivasi bawahan dengan kadang-
kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan
membolehkan keputusan spesifik dibuat oleh bawahan.
(4) Sistem Partispatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, selalu
memfaatkan ide bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi
bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
2) Gaya Kepemipinan menurut Teori X dan Teori Y
Teori ini di kemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya “The
Human Side of Enterprise” (1960), menyebutkan bahwa perikalu seseorang
dalam suatu organisasi dapat dikelompokan dalam dua kutub utama yaitu sebagai
Teori X dan Teori Y. Teori X diasumsikan bahwa pemimpin itu tidak menyukai
pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cendrung menolak
perubahan dan lebih suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y
diasumsikan bahwa pemimpin itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab,
11
mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi dan kreatif. Dari
teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam yaitu:
(1) Gaya kepemimpinan ditaktor
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta
menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan teori X
(2) Gaya kepemimpinan autokratis
Pada sasarnya hampir sama dengan gaya kepemimpinan ditaktor namun bobotnya
agak kurang. Segala keputusan berada ditangan pemimpin, pendapat dari bawahan
tidak pernah dibenarkan, Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari teori X.
(3)Gaya kepemimpinan demokratis
Ditemukan adaya peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan secara musyawarah. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai
dengan teori Y.
(4) Gaya kepemimpinan santai
Peranan pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada
bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan teori Y (Azwar, 1996).
3) Gaya kepemimpinan menurut Robert House
Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House mengemukakan empat
gaya kepemimpinan yaitu:
(1) Directive
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu
tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin berorientasi pada hasil.
12
(2) Supportive
Pemimpin berusaha mendekatkan diri dengan bawahan dan bersikap ramah
terhadap bawahan.
(3) Participative
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran
dalam rangka pengambilan keputusan.
(4) Achievement oriented
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan
berusaha untuk mencapai tujuan tersebut seoptimal mungkin (Sujak, 1990).
4) Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard
Ciri-ciri gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard meliputi:
(1) Instruksi
- Tinggi tugas dan rendah hubungan
- Komunikasi searah
- Pengambilan keputusan berada pada pimpinan,peran bawahan sangat minimal.
- Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta
mengawasi dengan ketat.
(2) Konsultasi
- Tinggi tugas dan tinggi hubungan
- Komunikasi dua arah
13
- Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup
besar, bawahan diberi kesempatan untukmemberi masukan dan menampung
keluhan.
(3) Partisipasi
- Tinggi hubungan rendah tugas
- Pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalampengambilan
keputusan.
(4) Delegasi
- Rendah hubungan dan rendah tugas
- Komunikasi dua arah terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam
pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan .
5) Gaya kepemimpinan menurut Ronald Lippits dan Rapiph K. White
Menurut Ronald Lippith dan Rapiph K. White, ada tiga gaya
kepemimpinan yaitu: otoriter, demokrasi dan liberal yang mulai dikembangkan di
Universitas Iowa.
(1) Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Wewenamg mutlak berada pada pimpinan
- Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
- Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
- Komunikasi berlangsung satu arah dari pmipinan kepada bawahan
14
- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara ketat
- Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
- Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau
pendapat
- Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
- Lebih banyak kritik daripada pujian
- Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
- Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
- Cendrung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
- Kasar dalam bertindak
- Kaku dalam bersikap
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
(2) Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan kemampuan mempengaruhi
orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan
bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
- Wewenang pimpinan tidak mutlak
- Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
- Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
- Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
15
- Komunikasi berlangsung timbal-balik
- Pengawasan dilakukan secara wajar
- Prakarsa dapat datang dari bawahan
- Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan
- Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan
daripada instruktif
- Pujian dan kritik seimbang
- Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas maisng-
masing
- Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar
- Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
- Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan saling
menghargai
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama
(3) Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan mempengaruhi
orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara
berbagai kegiatan yang dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
- Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
- Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
- Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
16
- Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
- Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
- Prakarsa selalu berasal dari bawahan
- Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
- Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
- Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan
6) Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan
kekuasaan dibedakan menjadi 4 yaitu:
(1) Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas/pekerjaan. Menggunakan
kekuasaan posisi dan power dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua
tujuan yang akan dicapai dan pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya
pada kepentingan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.
(2) Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf.
Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf ,
memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan
pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan
terbuka.
17
(3) Partisipatif
Merupakan gabungan antara otokratik dan demokrasi, yaitu pemimpin yang
menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakannya. Staf diminta
saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulnya.
Keputusan akhir oleh kelompok.
(4) Bebas Tindak
Merupakan pimpinan offisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa
pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan
sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan
pengendalian minimal.
Lester R. Bitel menyebutkan bahwa semua gaya kepemimpinan ini
memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pimpinan yang sukses adalah
yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih gaya kepemimpinan berdasarkan
wewenang dan kekuasaan yang merupakan gabungan dari teori Hersey dan
Blanchard dengan teori Ronald lippits dan Ralph K. White. Kedua teoei ini dapat
digunakan untuk menilai kecendrungan gaya kepemimpinan kepala ruangan
dengan memodifikasi pertanyaan sesuai dengan situasi perawatan.
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian kinerja
Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (As’ad, 1984). Menurut Darokah
18
(1996), kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan kerja
atau seluruh aktivitas kerja pada periode waktu tertentu. Heider (1958)
menjelaskan bahwa kinerja seseorang sangat ditentukan oleh motivasi dan
kemampuan yang dimiliki. Apabila salah satu dari komponen tersebut rendah,
maka kinerja yang dihasilkan akan rendah.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Kopelman (1988) dalam buku Managing Productivity in Organization
mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil interaksi antara motivasi dan
kemampuan yang dirumuskan sebagai berikut:
P = M x A
P = performance
M = motivation
A = ability
Dari rumus tersebut dapat dinyatakan bahwa orang yang memempunyai motivasi
tinggi tetapi kemampuan rendah atau kemampuan tinggi tetapi motivasi rendah
akan menghasilkan kinerja ynag rendah (As’ad, 1991). Menurut Muchlas (1997),
disamping motivasi dan kemampuan, kinerja dipengaruhi juga oleh lingkungan
kerja. Meskipun seseorang mempunyai kemampuan dan motivasi yang tinggi, tapi
mungkin saja ada factor penghalang yang bias menghambat prestasinya. Faktor
penghambat dapat disebabkan oleh lingkungan seperti: kelengkapan dan
peralatan, kondisi kerja, teman kerja dan peraturan yang mendukung.
19
Menurut James Gibson (1993) dalam buku Perilaku, Struktur dan Proses,
menyatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan kinerja
seseorang adalah:
1) Faktor individu, meliputi:
1. Kemampuan
2. Latar belakang
3. Demografi
2) Faktor organisasi
1. Sumber daya
2. Kepemimpinan
3. Imbalan
4. Struktur
5. Desain pekerjaan
3) Faktor psikologis
1. Persepsi
2. Sikap
3. Kepribadian
4. Motivasi
Menurut Nursalam (1998), faktor internal yang memperlambat
perkembangan peran perawat secara profesioanl adalah sebagai berikut:
1) Anthetical terhadap perkembangan keperawatan
Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakan
pendidikan keperawatan secara profesioanl, perawat lebih cendrung untuk
20
melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka
cendrung menolak perubahan atau suatu yang baru dalam melaksanakan perannya
secara profesioanl.
2) Rendahnya rasa percaya diri
Perawat belum mampu menjadikan dirinya sebagai sumber informasi dari
klien. Rendahnya rasa percaya tersebut disebabkan oleh rendahnya penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai, sehingga hal ini menempatkan
perawat sebagai second class citizen.
3) Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan
Pengetahuan dan ketrampilan perawat terhadap riset sangat rendah.Hal ini
ditunjukan dari rendahnya hasil riset di bidang keperawatan, hanya 10% dari
jumlah perawat yang mampu melaksanakan riset. Rendahnya penguasaan riset
sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu keperawatan.
4) Rendahnya standar gaji
Gaji perawat khususnya yang bekerja di institusi pemerintah dirasakan
sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Rendahnya gaji perawat
berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
yang profesioanl.
5) Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan
Masalah ini sangat mempengaruhi bagi pengembangan profesi
keperawatan, karena system sangat berpengaruh terhadap terselenggaranya
pelayanan yang baik.
21
2.2.3 Penilaian Kerja
Penilaian prestasi kerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai
dan mengetahui apakah karyawan telah melaksanakan pekerjaan masing-masing
secara keseluruhan (Soeprihanto, 1988).
Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap karyawan secara
rutin.
2) Digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia khususnya
penyempurnaan kondisi kerja, mutu dan hasil kerja.
3) Digunakan sebagai pengemabngan dan pendayagunaan personalia seoptimal
mungkin.
4) Mendorong tercptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan
bawahan.
5) Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang personalia.
6) Hasil penilaian kinerja dapat dimanfaatkan bagi penelitian dan pengembangan
dibidang personalia.
Menurut Dessler (1997), ada tiga langkah dalam penilaian kinerja, yaitu:
1) Mendefinisikan pekerjaan, artinya adanya kepastian kesepakatan antara atasan
dan bawahan tentang tugas-tugas dan standar pekerjaan.
2) Menilai kinerja dengan membandingkan kinerja actual dengan satandar yang
telah dieatapkan.
3) Menuntut umpan balik
22
Dalam menilai kinerja bawahan diperlukan alat evaluasi. Menurut
Henderson (1984) alat yang digunakan untuk menilai kinerja bawahan antara
lain:
1) Laporan tanggapan bebas
Pemimpin/atasan diminta komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan
dalam jangka waktu tertentu. Karena tidak petunjuk sehubungan dengan apa yang
harus dievaluasi, sehingga penilaian cendrung mejadi tidak syah. Alat ini kurang
obyektif karena mengabaikan sata atau lebih aspek penting,di mana penilaian
terfokus pada salah satu aspek.
2) Cheklist pelaksanaan kerja
Cheklist terdiri dari daftar criteria pelaksanaan kerja untuk tugas-tugas paling
penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir di mana
penilai dapat menyatakan apakah bawahan memperlihatkan tingkah laku yang
dinginkan atau tidak.
Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan standar
asuhan keperawatan yang baku. Standar asuhan keperawatan yang diterbitkan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1997 meliputi:
1) Standar I : Pengkajian keperawatan
Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap dan
dikumpulkan secara terus-menerus. Data kesehatan harus bermanfaat bagi semua
anggota tim kesehatan.
Komponen pengkajian keperawatan meliputi:
23
(1) Pengumpulan data, kriterianya: Menggunakan format yang baku, sistematis,
diisi sesuai item yang tersedia, aktual/terbaru dan absah/valid.
(2) Pengelompokan data meliputi: data biologis, data psikologis, data social dan
data spiritual.
2) Standar II : Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan
pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien.
Kriteria diagnosa keperawatan adalah: Diagnosa keperawatan dihubungkan
dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien, dibuat sesuai
dengan wewenang perawat, komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan
gejala/tanda (PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), bersifat aktual
apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi, bersifat potensial apabila
masalah kesehatan pasien kemungkinan besar terjadi, dapat ditanggulangi oleh
perawat.
3) Standar III : Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan
dan komponennya meliputi: prioritas masalah, tujuan asuhan keperawatan harus
spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan ada batas waktunya serta memuat
rencana tindakan,
4) Standar IV : Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang
24
mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan
kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya.
Intervensi keperawatan berorientasi pada 14komponen keperawatan dasar
meliputi:
(1) Memenuhi kebutuhan oksigen
(2) Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbnagn cairan dan elektrolit
(3) Memenuhi kebutuhan eliminasi
(4) Memenuhi kebutuhan keamanan
(5) Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik
(6) Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
(7) Memenuhi kebutuhan gerakdan kigiatan jasmani
(8) Memnuhi kebutuhan spiritual
(9) Memenuhi kebutuhan emosional
(10) Memenuhi kebutuhan komunikasi
(11) Memenuhi kebutuhan reaksi fisiologis
(12) Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan
(13) Memenuhi kebutuhan penyuluhan
(14) Memenuhi kebutuhan rehabilitasi
5) Standar V : Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan
berencana untuk menilai perkembangan pasien.
Kriteria evaluasi meliputi: setiap tindakan keperawatan dilakukan
evaluasi, evaluasi akhir menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan,
25
hasil evaluasi harus dicatat dan dikomunikasikan, evaluasi melibatkan pasien,
keluarga dan tim kesehatan lain, evaluasi dilakukan sesuai dengan standar 7.
6) Standar VI : Catatan Asuhan keperawatan
Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual.
Kriteria catatan asuhan keperawatan adalah: dilakukan selama pasien dirawat,
dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan, dilakukan
segera setelah tindakan dilakukan, penulisan harus jelas dan ringkas, sesuai
dengan pelaksanaan proses keperawatan, menggunakan formulir yang baku.
Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan
menjadi lebih terarah.
2.3 Motivasi
Menurut Azwar (1996) motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun
pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat yang
mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Para ahli
mengungkapkan mengapa seseorang yang termotivasi akan berperilaku tertentu.
Koontz (1984) mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai kebutuhan akan
menimbulkan keinginan atau upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan akan
menimbulkan ketegangan. Schiin (1991) menyatakan bahwa motivasi seseorang
ditentukan oleh pengenalan yang didapat sebelumnya dan dipengaruhi oleh
kebudayaan, situasi keluarga, latar belakang sosial ekonomi dan situasi kehidupan
lainnya. Sedangkan Peterson dan Flowman mengatakan bahwa motivasi bekerja
26
dapat dipengaruhi oleh : keinginan untuk hidup, keinginan untuk memiliki,
keinginan untuk berkuasa dan keinginan untuk diakui. Berangkat dari keinginan
tersebut seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain melalui
proses persepsi yang diterima oleh seseorang.
Beberapa teori yang menjelaskan tentang motivasi adalah teori motivasi
instrumental dan motivasi kebutuhan.
2.3.1 Teori Motivasi Instrumental
Teori motivasi instrumental adalah teori yang berpendapat bahwa harapan akan
imbalan dan hukuman merupakan pendorong bagi tindakan seseorang. Menurut
Bernand dan Simon, bahwa dalam organisasi selalu terjadi proses tukar-menukar
atau jual-beli antara pimpinan dan staf/bawahan. Seseorang akan mempunyai
motivasi yang tinggi untuk berprestasi bila ia yakin bahwa prestasinya itu
menghasilkan imbalan yang lebih besar.
2.3.2 Teori Motivasi Kebutuhan
Teori ini menitikberatkan pada pengenalan rangsangan dari dalam atau kebutuhan
seseorang. Teori kebutuhan ini dikembangkan oleh Maslow (1993) yang dikenal
dengan “Need Hierarchy Theory”, di mana kebutuhan manusia diklasifikasikan
dalam lima jenjang dari yang paling rendah sampai jenjang yang paling tinggi.
Adapun jenjang dari kebutuhan seseorang terdiri dari : kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan dicintai dan kasih saying, kebutuhan
penghargaan dan kebutuhan aktualisasi.
Jadi manusia memiliki motivasi yang berbeda-beda pada waktu yang dan situasi
yang tidak sama. Kemampuan untuk memahami manusia adalah penting bagi
27
seorang pemimpin. Dengan gaya kepemimpinannya, seseorang diharapkan dapat
mengetahui dan memenuhi kebutuhan mereka, sehingga semakin termotivasi
untuk bekerja yang lebih baik.
2.4 Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan seni keperawatan, terbentuk palanayan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat,baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh hidup manusia (Lokakarya Nasional,
1983). Pengertian asuhan keperawatan selanjutnya mengalami perkembangan,
sehingga tahun 1992 dirumuskan pengertia asuhan keperawatan oleh Konsorsium
Ilmu Kesehatan dan Kelompok Kerja Keperawatan sebagai berikut:
“Asuhan keperawatan (Nusring care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien atau pasien, pada berbagai pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodelogi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etiket keperawatan, dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab keperawatan. Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesioanl melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan dan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika, biomedik, perilaku, social), dan ilmu keperawatan sebagai laandasan untuk melakukan pengkajian, diagnosisi, menyususn perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan evaluasi hasil tindakan keperawatan, serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk mentukan tindakan selanjutnya”.
Dalam melakukan asuhan keperawatan digunakan suatu metode yang dikenal
dengan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang
28
sistematis untuk mengenal dan memecahkan kebutuhan-kebutuhan pasien dengan
menggunakan langkah-langkah meliputi: pengkajian, merumuskan diagnosa
keperawatan, menyusun perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.5 Kerangka konseptual
2.5.1 Kerangka konseptual
Pelayanan keperawatan memberikan dampak yang paling besar terhadap
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Posisi perawat di rumah sakit menjadi sangat
penting karena perawat menentukan kualitas pelayanan khususnya pelayanan
keperawatan. Hal tersebut menuntut kinerja perawat yang baik sehingga mutu
pelayanan keperawatan sesuai dengan harapan pasien dan standar asuahan
keperawatan.
Kinerja perawat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
1) Faktor internal: latar belakang (umur, pendidikan, masa kerja),
kemampuan/ketrampilan, demografi, sikap, kepribadian, kejenuhan kerja.
2) Faktor eksternal: kepemimpinan (gaya kepemimpinan), system imbalan,
struktur (kerja sama), suasana lingkungan kerja, fasilitas.
3) Motivasi perawat: meliputi factor internal dan eksternal.
29
Dari uraian tersebut, maka kerangka konseptual penelitian adalah sebagai berikut:
Faktor eksternal perawat:
Keterangan: diteliti
Tidak diteliti
Gambar 2.1: Kerangka konseptual
Faktor Internal Perawat:
1. Latar belakang: umur,
pendidikan, masa kerja
2. Kemampuan/ketrampilan
Kinerja
Perawat
Sistem
imbalan
Fasilitas/
prasarana
Gaya
Kepemimpinan
Lingkungan
kerja
Struktur
1. Bakat
2. Situasi
Mutu
pelayana
Pasien
merasa
30
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab
pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin
timbul selama proses penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian, maka desain
penelitian yang digunakan adalah “cross sectional”, artinya subyek diobservasi
hanya satu kali dan pengukuran variabel independent dan dependent dilakukan
pada kurun waktu yang sama (Sastro Asmori dan Ismail, 1985).
3.2. Kerangka Kerja
Hasil interaksi motivasi perawat dengan faktor internal maupun faktor
eksternal akan menghasilkan kinerja. Untuk meningkatkan motivasi kerja,
sehingga kinerja perawat optimal diperlukan seorang pemimpin. Kepala ruangan
merupakan manajer tingkat pertama yang bertugas memberikan arahan, supervisi,
koordinasi dan memotivasi langsung kepada perawat. Dalam melaksanakan tugas
tersebut kepala ruangan memiliki pola perilaku atau gaya kepemipinan (otoriter,
demokrasi dan pratispasi ). Dari uraian tersebut, maka kerangka kerja dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
31
Tahap pertama Tahap kedua
3.3 Identifikasi Variabel
3.3.1. Variabel Independent/bebas
Adalah faktor yang dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi variabel
dependent/terikat. Pada penelitian ini variabel independent adalah gaya
kepemimpinan kepala ruang perawatan.
3.4.2 Variabel dependent/terikat
Adalah faktor yang dipengaruhi oleh variabel independent. Pada penelitian
ini variabel dependent adalah kinerja perawat.
3.4 Definisi Operasional
Kepala
ruangan
Gaya
kepemimpinan
Article I. O
Demokrartik
Kinerja
perawatPartisipatif
Tindak bebas
32
Variabel Definisi Parameter Cara Pengukuran
Skala Skore
Variabel Bebas:Gaya kepemimpinan kepala ruangan.
Pola perilaku kepala ruangan dalam mempengaruhi perawat/staf.
1.OtokratikPemimpin melakukan kontrol yang maksimal terhadap bawahan, membuat keputusan sendiri dan menentukan tujuan kelompok.
2. DemokratikPemimpin menghargai karakteristik dan kemampuan bawahan serta melibatkan pemikiran bawahan.
3. Partisipasif Gabungan antara otokratik dengan demokratik, dimana pemimpin menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakan, staf diminta saran dan kritik serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulan. Keputusan terakhir oleh
1.Otokratik:-Berorientasi pada tugas keperawatan.-Menggunakan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter.-Mempertahankan tanggung jawabsebagai kepala ruangan tanpa melibatkan staf dalam perencanaan tujuan dan pengambilan keputusan.-Memotivasi staf dengan sanjungan dan kesalahan.
2. Demokratik-Mmenghargai kemampuan bawahan.-Menggunakan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan bawahan.-memotivasi bawahan untuk menentukan dan mengembangkan tujuannya.-Mengontrol kerja bawahan.
3. Partispatif.-Menyajikan analisis masalah.-Mengusulkan tindakan kepada bawahan.-Mengundang kritikan bawahan.-Melibatkan bawahan dalampengambilan keputusan.
Kuisener model Paul Hersey dan Kenneth yang dimodifikasi sesuai dengan cirri-ciri gaya kepepmimpinan yang dijelaskan oleh teori Ronald Lippits dan Ralph K.White.Pertanyaan disesuaikan dengan situasi keperawatan.
Nominal G1= OtokratikG2= DemokrasiG3= PartisipasiG4= Bebas tindak
33
Variabel terikat:Kinerja perawat.
kelompok.4. Bebas tindak Pemimpin menyerahkan perannya kepada bawahan dengan bimbingan yang minimal.
Perilaku kerja yang ditampilkan oleh perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan dibandingkan dengan standar asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh Depkes R.I. 1997.
4. Tindak bebas-Meninggalkan pekerjaan tanpa arah.-Tidak melakukan supervisi-Tidak melakukan koordinasi.-memaksa bawahan merencanakan,melaksanakan dan menilai menurut mereka.
1.Pengkajian-Menggunakan format yang baku-Sistematis-Diisi lengkap-Meliputi data bilogis-Data psikologis-Data spiritual
2. Diagnosa kep.-Mengandung komponen masalah, penyebab, tanda/gejala.
3. Perencanaan-Mengandung tujuan-Rencana sesuai dengan tujuan-Merencanakan tindakan sesuai dengan masalah.Kalimat intruksi, tegas dan ringkas.
4. Pelaksanaan-Sesuai dengan rencanaIntervensi meliputi:-Kebutuhan oksigen-Kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit-Kebutuhaneliminasi-Kebutuhan keamanan-Kebutuahan kebersihandan kenyamanan fisik-Kebutuhan tidur dan istirahat-Kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani-Kebutuhan spiritual-Kebutuhan emosional-Kebutuhan
Observasi Ordinal >75% = baik75%-50% = cukup<50% = jelek
34
komunikasi-Mencegah dan mengatasi reaksi fisologis-Kebutuhan pengobatan dan proses penyembuhan-Kebutuhan penyuluhan-Kebutuhan rehabilitasi
5. Evaluasi-Sesuai dengan tindakan-Ssesuai dengan indikator tujuan
6. Dokumentasi-Penulisan jelas-sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan.-Setiap pencatatan diisi paraf perawat.-Menggunakan formulir yang baku.
3.5 Sampling Disain
3.5.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti. Pada
penelitian ini populasinya adalah seluruh kepala ruang perawatan dan seluruh
perawat RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah seleksi dari keseluruhan subyek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Penelitian ini menggunakan 2 jenis sampel, yaitu:
1) Kepala ruang perawatan
Kriteria inklusi:
- Kepala ruangan rawat inap.
35
- Bersedia menjadi responden
Kriteria eklusi:
- Memiliki lebih dari satu gaya kepemimpinan.
Besar sampel kepala ruangan menggunakan total populasi kepala ruangan yang
bekerja di ruang rawat inap berjumlah 36 orang
2) Kelompok perawat
Kriteria inklusi:
- Perawat yang bertugas di ruang rawat inap.
- Memeiliki latar belakang pendidikan minimal SPK atau SGP .
Dalam menentukan besar sampel dapat ditentukan dengan berbagai rumus.
Menurut Zainuddin (1999), besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:
n = N. z 2 . p. q
d2 (N-1)+z2. p.q.
Keterangan:
n = besar sample
p = estimator proporsi populasi
q = 1-p
z = harga kurva normal yang tergantung harga alpa
N = jumlah unit populasi
d = penyimpangan yang ditolerir
36
Menurut Arikunto (1991), jika subjek lebih dari 100 dapat diambil 10-
20%. Dalam penelitian ini, sampel diambil hanya 12% dari total populasi 648
yaitu berjumlah 78 orang.
3.5.3 Sampling
Sampling adalah suatu proses menyeleksi porsi dari populasi untuk
mewakili populasi. Pengambilan responden kepala ruangan menggunakan total
sampling. Sedangkan responden perawat menggunakan simple random sampling
pada 35 ruangan dan masing-masing ruangan 2-3 responden secara acak.
3.6 Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah mengumpulkan data tentang kecendrungan gaya
kepemimpinan kepala ruangan dan tahap kedua adalah mengumpulkan data
tentang kinerja perawat. Pengukuran kinerja perawat dilakukan pada 2 aspek yaitu
pelaksanaan asuhan keperawatan yang diukur pada dokumentasi keperawatan dan
kemampuan ketrampilan perawat sesuai dengan 14 komponen tindakan
keperawatan.
1) Instrumen
Instrumen yang digunakan ada dua macam yaitu:
(1) Instrumen pertama adalah kuisener untuk mengidentifikasi gaya
kepemimpinan kepala ruangan. Kuisener ini menggunakan kuisener model Paul
37
Hersey dan Kenneth H. yang dimodefikasi sesuai dengan ciri dari masing-masing
gaya kepemimpinan (otokratik, demokratik, partispatif dan tindak bebas) yang
dijelaskan oleh teori Ronald Lippits dan Ralph K.White. Kuisener ini berupa
pilihan alternatif tindakan pada situasi tertentu dan jawaban yang diberikan
responden dinilai sesuai kode yang telah ditentukan. Pilihan terbanyak merupakan
kecendrungan gaya kepemimpinan kepala ruangan. Bila ada lebih dari satu yang
terbanyak, maka gaya kepemimpinannya tidak dapat digolongkan. Penggolongan
gaya kepemimpinan kepala ruangan diberi kode sebagai beroikut:
Kode 1 = otokratik
Kode 2 = demokratik
Kode 3 = partisipasi
Kode 4 = tindak bebas
Model kuisener ini seperti pada lampiran 2.
(2) Kuisioner karakteristik perawat meliputi: pendidikan, umur, masa kerja,
status dan jumlah anak.
Pemberian kode sebagai berikut:
- Pendidikan, kode 1 = SPK dan 2= DIII dan DIV
- Umur, kode 1= 20- 30 tahun, 2 = 31-40 tahun, 3 = > 41 tahun
- Masa kerja, kode 1 = 1-10 tahun, 2 = 11-20 tahun, 3 = > 21 tahun.
- Statu perkawinan, kode 1 = belum kawin, 2 = kawin, 3 = janda/duda.
- Jumlah anak, kode 1= belum punya anak, 2 = 1- anak, 3 = >2 anak.
38
(3) Instrumen kedua adalah untuk mengukur kinerja perawat.
Instrumen ini berupa lembaran observasi terhadap kinerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Lembaran observasi ini berdasarkan atas
kriteria standar asuhan keperawatan yang direbitkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 1999. Hasil penilaian dibandingkan dengan total skore
dikalikan dengan 100%. Model lembaran observasi ini sesuai pada lampiran 3.
Kriteria pengukuran kinerja perawat yaitu:
- Kode 3 = baik , bila skore > 75%
- Kode 2 = cukup , bila skore 50% - 75%
- Kode 1 = jelek , bila skore < 50%
2) Tempat dan waktu
(1) Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
(2) Waktu penelitian
Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut:
PROGRAM KEGIATANWAKTU DALAM BULAN TAHUN 2001
Juni Juli Agustus
Sept Okt. Nop Des.
1.Persiapan: penyusunan dan konsultasi proposal.2. Pengumpulan data3.Analisis data dan konsultasi hasil4. Penulisan laporan5. Seminar
Xxxx
xxxx xxxx xxxx
xxxxxxxx
xxxx x
39
3) Analisis data
Teknik analisa data menggunakan SPSS dan untuk menguji pengaruh gaya
kepemimpinan kepala ruang perawatan terhadap kinerja perawat menggunakan
“Chi-Square” dengan tingkat kemaknaan p < 0,01.
3.7 Etik penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari FK Unair.
Selanjutnya dilakukan permohonan ijin kepada Direktur RSUD Dr. Soetomo
yang tembusannya disampaikan kepada Bidang Diklit RSUD Dr. Soetomo.
Kemudian dibuatkan lembar persetujuan terhadap calon responden. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika kepala ruangan dan perawat pada
ruang tersebut bersedia diteliti, maka mereka menandatangani lembar persetujuan
tersebut. Dan bila mereka menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak memaksa
dan tetap menghormati haknya.
Untuk menjaga kerahasiaan dan menjaga privacy dari masing-masing subyek,
dalam lembar pengumpulan data tidak akan dicantumkan nama dan cukup dengan
memberikan nomor kode.
3.8 Keterbatasan
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian (Burn dan
Grove, 1991). Dalam penelitian ini, hambatan yang dihadapi peneliti adalah:
1) Sampel yang digunakan terbatas pada ruang rawat inap, sehingga kurang
representatif untuk mewakili kepala ruang perawatan RSUD Dr. Soetomo.
40
2) Instrumen pengumpulan data dimodifikasi dan belum pernah diuji coba , oleh
karena itu validitas dan realibilitasnya masih perlu diujicobakan.
3) Peneliti belum memiliki pengalaman dalam penelitian, sehingga dalam
penelitian yang pertama ini banyak keterbatasan. Di samping itu waktu yang
terbatas merupakan kendala yang dihadapi dalam penelitian ini.
41
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian yang meliputi
karakteristik responden, data khusus serta pembahasan. Pengambilan data
penelitian dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dalam 2 tahap. Pada tahap
pertama, pengambilan data tentang gaya kepimimpinan kepala ruangan dilakukan
tanggal 21 Agustus 2001. Pengambilan data ini menggunakan kuesioner dari
Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard yang dimodifikasi sesuai dengan situasi
jenis kepemimpinan. Tahap kedua yaitu pengambilan data kinerja perawat.
Pengambilan data kinerja perawat menggunakan lembaran observasi tentang
pelaksanaan standar asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 1999, dilakukan tanggal 20 Agustus sampai
dengan 16 Nopember 2001. Penentuan responden dilakukan secara acak pada
setiap ruangan rawat inap dan setiap ruangan diwakili oleh 1 perawat berlatar
belakang pendidikan SPK dan 1 atau 2 orang dari DIII.
Setelah data terkumpul, selanjutnya diberi kode dan ditabulasi. Untuk
mengetahui hubungan dan pengaruh antara gaya kepemimpinan kepala ruangan
terhadap kinerja perawat dilakukan uji statistik chi square dengan tingkat
kemaknaan p< 0,01.
42
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karaktersistik Responden
Penelitian dilakukan terhadap kepala ruangan rawat inap berjumlah 35
orang antara lain: Paviliun Airlangga, Paviliun Bedah, Paviliun Anak, Ruang
Jiwa, Ruang Interne I, Ruang Interne II, Ruang Interne Wanita, Ruang Kulit
Wanita, Ruang Kulit Laki, Ruang Tropik Wanita, Ruang Tropik Laki, Ruang Paru
Laki, Ruang Paru Wanita, Ruang Kardiologi, Ruang Saraf A, Ruang Saraf B,
Ruang Bedah A, Ruang Bedah B, Ruang Bedah C, Ruang D, Ruang Bedah E,
Ruang Bedah F, Ruang Bedah G, Ruang Bedah H, Ruang Bedah I, Ruang THT,
Ruang Mata, Ruang Kandungan, Ruang Anak, Ruang Anak Menular, Ruang
Neonatus, Ruang Bersalin I, Ruang Bersalin II, Ruang ICU, Ruang Anastesi,
Ruang ROI Lantai III, BAPPENKAR.
Perawat ruang rawat inap berjumlah 648 orang yang diteliti berjumlah 78
orang.
Tabel 4.1 Distribusi Responden Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Pendidikan.
Pendidikan Jumlah ProsentaseSPKDIII
3840
48,751,3
Total 78 100,00
Jumlah responden yang berpendidikan SPK dan DIII hampir merata, oleh karena
pemilihan respenden masing-masing ruangan sudah ditentukan 2 sampai 3 orang
yang terdiri dari 1 orang SPK dan 1 sampai 2 orang DIII.
43
Tabel 4.2 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Menurut Kelompok Umur.
Umur Jumlah Prosentase< 30 tahun
30 – 40 tahuin> 40 tahun
234015
29,551,519,2
Total 78 100,00
Dari tabel di atas, sebagian besar responden berumur 30 – 40 tahun dan sebagian
kecil berumur di atas 40 tahun. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar perawat
dalam usia pertengahan dan merupakan usia produktif.
Tabel 4.3 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Menurut Status Perkawinan
Status Perkawinan Jumlah ProsentaseBelum kawin
Kawin969
11,588,5
Total 78 100,00
Sebagian besar responden dengan status kawin dan sebagian kecil belum kawin.
Tabel 4.4 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Jumlah Anak
Jumlah Anak Jumlah Prosentase
Tanpa Anak1-2 anak> 2 anak
155211
19,566,814,1
Total 78 100,00
Dari tabel di atas, sebagian besar responden mempunyai anak 1-2 dan sebagian
kecil tidak mempunyai anak dan lebih dari 2 anak.
44
4.2. Data khusus
Data khusus dalam penelitian ini meliputi kecenderungan gaya kepemimpinan
kepala ruangan rawat inap dan kinerja perawat ruang rawat inap RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Identifikasi gaya kepemimpinan seluruh kepala ruangan rawat inap
berdasarkan hasil penilaian kuisener Hersey dan Blanchard seperti tabel berikut.
Tabel 4.5 Distribusi Kecendrungan Gaya Kepemimpian Seluruh Responden Kepala Ruangan Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
No Ruangan Gaya Kepemimpinan1234567891011121314151617181920212223242526272829
Paviliun AirlanggaPaviliun AnakJiwaInterne IInterne IIInterne WanitaKulit WanitaKulit LakiTropik WanitaTropik LakiParu LakiParu WanitaKardiologiSaraf ASaraf BBedah ABedah BBedah CBedah DBedah EBedah FBedah GBedah HBedah IPaviliun BedahTHTMataKandunganAnak
DemokratikOtokratikDemokratikDemokratikDemokratikOtokratikDemokratikOtokratikDemokratikPartisipatifOtokratikPartisipatifDemokratikDemokratikDemokratikPartisipatifOtokratikDemokratikPartisipatifOtokratikPartisipatifPartisipatifDemokratikPartisipatifPartisipatifOtokratikDemokratikDemokratikOtokratik
45
30313233343536
Anak MenularNeonatusBersalin IBersalin IIAnastesiROI Lantai IIIBAPPENKAR
OtokratikDemokratikOtokratikDemokratikOtokratikDemokratikDemokratik
Dari tabel tersebut, kepala ruangan rawat inap yang memiliki kecenderungan
gaya kepemimpinan otokrtaik berjumlah 26 (33,3%), demokratik 35 (44,9%) dan
partisipatif 17 (21,8%). Sebagian besar kepala ruangan rawat inap memiliki gaya
kepemimpinan demokratik dan sebagian kecil memiliki gaya kepemimpinan
partisipatif.
Diagram Pie Prosentase Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Penilaian kinerja perawat diperoleh dari hasil observasi terhadap asuhan
keperawatan dan tindakan keperawatan dengan menggunakan lembaran observasi
Departemen Kesehatan tahun 1999. Kinerja perawat ruang rawat inap RSUD Dr.
Soetomo Surabaya seperti pada tabel berikut:
46
Tabel 4.6 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Kinerja
Kinerja Jumlah ProsentaseCukupBaik
4236
53,846,2
Total 78 100,00
Sebagian besar perawat ruang rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya memiliki
kinerja cukup dan sebagian memiliki kinerja baik serta tidak ada perawat yang
kinerjanya jelek.
4.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat
Untuk mendapatkan data tentang pengaruh gaya kepemimpinan kepala
ruangan terhadap kinerja perawat, maka perlu dikelompokan dan dihubungkan
kedua data tersebut seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
KinerjaGaya kep.
Cukup Baik Total
Otokratik 16 (50,0%)(26,9 %)
10 (13,9%)(6,4%)
26 (33,3%)
Demokratik 19 (45,2%)(24,4%)
16 (44,4%)(20,5%)
35 (44,9%)
Partisipatif 7 (4,8%)(2,6%)
10 (41,7%)(19,2%)
17 (21,8%)
Total 42(53,8%)
36(46,2%)
78 (100%)
Pada ujichi-square dengan signifikan = 0,01 menunjukkan sebagai berikut:
Chi square Value df signifikan
19,699 2 0,00
47
Dari tabel tersebut di atas menggambarkan bahwa gaya kepemimpinan
kepala ruangan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Walaupun
sebagian besar kepala ruangan memiliki gaya kepemimpinan demokratik, tetapi
gaya kepemimpinan partisipatif nampak paling dominan mempengaruhi kinerja
perawat.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan
Kepala ruangan perawatan merupakan manajer tingkat pertama
mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan
keperawatan kepada pasien. Kepala ruangan mempunyai tugas dalam
mempengaruhi, menggerakan dan mengarahkan perawat agar dapat bekerja
dengan baik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, setiap kepala ruangan memiliki
karakter tersenddiri sesuai dengan cara yang dianggap baik.
Menurut Follet (1940), gaya kepemimpinan diartikan cara penampilan
karakteristik tersendiri. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung bervariasi dan
berbeda-beda. Menurut Gillies, gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan
kekuasaan dibedakan menjadi 4 macam yaitu gaya kepemimpinan otokratik,
demokratik, partisipatif dan laissez paire atau bebas tindak. Pada penenlitian ini
gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya
adalah sebagian besar mempunyai gaya kepemimpinan demokratik, selanjutnya
otokratik, partisipatif dan tidak ada yang mempunyai gaya kepemimpinan laissez
paire. Perbedaan gaya kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor.
48
Menurut Gillies (1997), bahwa gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh
pengalaman dan kepribadian dari orang tersebut. Dan menurut Tannenbau dan
Warren H. Schmidt, bahwa gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh factor manajer,
karyawan dan situasi.
Kepala ruangan rawat inap di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, sebagian
besar mempunyai gaya demokratik. Gaya kepemimpinan demokratik menekankan
pada pentingnya kerja sama antara pemimpin dan staf/bawahannya. Hal ini
dipengaruhi oleh sistem kerja yang melibatkan berbagai tim kesehatan lain yang
menuntut saling bekerja sama untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Gaya kepemimpinan otokratik, dimana wewenang dan keputusan lebih
banyak dipegang oleh kepala ruangan dan dalam memberikan tugas-tugas
diberikan secara intruktif. Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi pasien yang
sangat membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat. Keterlambatan dalam
menangani pasien akan berdampak terhadap proses penyembuhan dan bahkan
dapat menyebabkan pasien meninggal. Menghindari kelalaian dan mencegah
kelambanan dalam memberikan asuhan keperawatan, maka beberapa kepala
ruangan cenderung menggunakan otoriter dalam mengatur staf/perawat.
Kepala ruangan yang memiliki gaya kepemimpinan partisipatif mampu
memadukan antara gaya otokratik dengan demokratik. Dalam kondisi yang gawat
kepala ruangan menggunakan gaya otokrtaik dengan memberikan intruksi agar
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang cepat dan tepat. Kepala
49
ruangan tersebut juga melibatkan perawat bawahanya dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran bersama.
4.2.2 Kinerja Perawat
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mendorong
staf/bawahan bekerja sebaik mungkin sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
Kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, sebagian besar memiliki kinerja
cukup (53,8%) dan baik (46,2%). Hal ini menunjukan bahwa perawat RSUD Dr.
Soetomo Surabaya memiliki motivasi dan kemampuan yang cukup baik.
Menurut Kopelman (1988), kinerja seseorang dipengaruhi oleh motivasi
dan kemampuan atau ketrampilan yang dimiliki. Hal ini didukung oleh Douglas
Mc Gregor, bahwa motivasi seseorang dibedakan dalam dua kutub ekstrim yaitu
Teori X dan Teori Y. Teori X mengasumsikan bahwa seseorang tidak menyukai
pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab dan cenderung
menolak perubahan. Teori Y memiliki asumsi bahwa, seseorang menyukai
pekerjaan, menerima tanggung jawab, mandiri, mampu mengawasi diri sendiri
dan kreatif. Dengan demikian, seseorang yang tergolong dalam Teori Y cendrung
memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang tergolong
dalam Teori X.
RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah sakit tipe A dan sebagai rumah
sakit pendidikan. Sebagai rumah sakit tipe A tentu memiliki perangkat dan sarana
yang lebih memadai bila dibandingkan rumah sakit daerah. Dan sebagai rumah
sakit pendidikan, system pengawasan dan evaluasi dapat dilakukan secara
50
kontinue. Hal ini sangat menunjang dalam meningkatkan ketrampilan perawat. Di
samping itu tingkat pendidikan, peralatan kesehatan/sarana dan kondisi
lingkungan sangat mempengaruhi kinerja perawat (Sri Haryati, 1996).
4.2.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat.
Pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat
diukur dengan uji chi square dengan tingkat kemaknaan p< 0,01. Hasil uji chi
square menunjukkan nilai signifikan 0,00, hal ini berarti ada pengaruh yang
signifikan.
Ditinjau dari hasil penelitian ini, sebagian besar perawat memiliki kinerja
cukup (54%) dan baik 46% serta tidak ada yang memiliki kinerja jelek. Dilihat
dari kecendrungan gaya kepemimpinan, gaya kepemimpinan otokratik dan
demokratik memberikan kinerja cukup sedangkan gaya kepemimpinan
partisipatif memberikan kinerja yang baik dan ketiga gaya kepemimpinan tersebut
tidak terdapat kinerja yang jelek.
Menurut Whitaker (1996), dalam teori perilaku menyatakan bahwa,
seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin dan perilaku bawahan
supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif, ini berarti bahwa pemimpin dapat
dipelajari dan bukan bawaan sejak lahir. Teori situasi (contingency)
mengasumsikan bahwa tidak satupun gaya kepemimpinan yang paling baik, tetapi
sangat tergantung pada situasi, bentuk organisasi, pekerjaan dan tingkat
kematangan bawahan. Ditunjang oleh teori transformasi, bahwa pemimpin
51
mampu melakukan kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah
atau krisis.
Bila dikaitkan dengan situasi rumah sakit, dimana manusia sebagai obyek
pelayanan yang menangani masalah sehat-sakit dan beresiko terhadap nyawa
manusia. Situasi tersebut sangat cepat berubah, kondisi pasien sering mengalami
perubahan yang menuntut tindakan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu sangat
dibutuhkan pemimpin yang siap menghadapi kondisi kritis sekalipun, sehingga
pemimpin rumah sakit betul-betul telah disiapkan baik fisik maupun mental.
Persiapan tersebut secara tidak langsung diproses dari pengalaman kerja yang
bertahun-tahun dan bekal pengetahuan melalui pelatihan. Dengan demikian kepala
ruangan sebagai manejer tingkat bawah dan sebagai individu memiliki sifat dasar
dan kepribadian sehingga memiliki kecendrungan karakteristik tersendiri, namun
dengan mempelajari perilaku mampu menerapkan perilaku kepemimpinan yang
efektif dan mampu memahami karakterisitik dari masing-masing individu.
Bila pemimpin menonjolkan otoritasnya dengan memberikan intruksi
tanpa memperhatikan ide dan pendapat bawahan seperti gaya kepemimpinan
otokratik, tidak akan meningkatkan motivasi bawahan. Hal ini menyebabkan
kinerja bawahan cenderung berkisar dalam kategori cukup. Demikian halnya bila
pemimpin hanya tergantung pada bawahan, dimana setiap tindakan selalu
melibatkan bawahan seperti pada gaya kepemimpinan demokratik akan
menyebabkan proses pengambilan keputusan menjadi lambat. Hal ini kurang tepat
diterapkan di rumah sakit. Berdasarkan penelitian ini, bahwa pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang dapat memadukan antara gaya kepemimpinan otokratik
52
dengan demokratik seperti pada gaya kepemimpinan partisipatif. Bawahan
memerlukan pengawasan yang ketat dengan memberikan intruksi dalam situasi
yang darurat dan sangat perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Situasi
yang demikian nampak meningkatkan kedisiplinan dan motivasi kerja bawahan.
4.2.4 Pengaruh Karakterisitik Perawat Terhadap Kinerja
Karakteristik perawat yaitu pendidikan, umur, status perkawinan dan
jumlah anak terhadap kinerja perawat berdasarkan uji chi square, hanya factor
pendidikan yang memiliki nilai signifikan 0,00, pada tingkat kemaknaan p<0,01.
Dari tabel silang tingkat pendidikan dengan kinerja perawat menunjukan
semakin tinggi tingkat pendidikan mempunyai kinerja yang lebih baik. Menurut
James Gibson (1993), perilaku dan kinerja seseorang dipengaruhi oleh latar
belakang individu termasuk latar belakang pendidikan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka semakin tinggi pula tingkat pemahaman dan kemampuan
melakukan kerja.
Pengaruh umur terhadap kinerja perawat tidak menunjukan pengaruh
yang signifikan (p=0,191). Dari tabel silang umur terhadap kinerja didapatkan
perawat antara umur 30 – 40 tahun, memiliki kinerja sangat baik. Umur tersebut
merupakan usia pertengahan dan berada pada usia produktif. Dimana pada usia
tersebut seseorang mencapai kematangan jiwa dan memiliki tanggungjawab yang
tinggi dan belum nampak adanya kejenuhan kerja.
Status perkawinan terhadap kinerja perawat tidak menunjukan pengaruh
yang signifikan. Perawat yang berstatus belum menikah mempunyai prosentase
53
kinerja sangat tinggi dibandingkan yang telah menikah. Perawat yang belum
menikah relatif memiliki motivasi kerja yang lebih tinggi disebabkan karena
belum adanya tuntutan keluarga. Sedangkan perawat yang telah menikah
umumnya memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap keluarga sehingga
motivasi kerja di tempat kerja nampak menurun.
Pengaruh jumlah anak terhadap kinerja tidak menunjukan pengaruh yang
signifikan. Perawat yang belum mempunyai anak cenderung memiliki kinerja
yang sangat baik. Hal ini terkait dengan sedikitnya tanggung jawab dan tugas-
tugas di keluarga.
54
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya
adalah kecendrungan gaya demokratik (44,9%). Otokratik (33,3%),
partisipatif (17%) dan tidak ada kepala ruangan rawat inap yang memiliki
gaya kepemimpinan tindak bebas. Hal ini disebabkan oleh pengalaman dan
kepribadian dari masing-masing individu. Di samping itu factor situasi rumah
sakit yatiu adanya perbedaan situasi dan kondisi dari masing-masing ruangan.
2. Kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya relatif cukup (53%) dan
baik (47%).
Kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya sangat terkait dengan
pengawasan melalui kepala ruangan, tingkat pendidikan perawat, tersedianya
sarana dan prasarana serta kondisi rumah sakit sebagai rumah sakit
pendidikan.
3. Gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Gaya kepemimpinan
partisipatif sangat dominan mempengaruhi kinerja perawat
55
4. Bila ditinjau dari factor karakteristik perawat, tingkat pendidikan perawat
sangat berpengaruh terhadap kinerja perawat. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin tinggi tingkat pemahaman dan kemampuan
melakukan kerja.
5.2 Saran
1. Kepala ruangan rawat inap sebagai manejer tingkat bawah dalam mengarahkan,
mempengaruhi dan memotivasi bawahan jangan hanya menerapkan otoriter
atau demokratik, tetapi mampu memadukan kedua gaya kepemimpinan
demokratik dan otokratik sesuai dengan gaya kepemimpinan partisipatif
dengan memperhatikan situasi dan tingkat kematangan bawahan.
2. Dalam meningkatkan kinerja perawat perlu ditunjang dengan memperhatikan
riward baik material maupun non material.
3. Peningkatan tingkat pendidikan perawat dapat dijadikan prioritas pertama
dalam meningkatkan kinerja perawat.
56
DAFTAR PUSTAKA
Bennett, N.B. (1989). Prinsip Manajemen Rumah Sakit. Lembaga Pengembangan Manajemen Indonesia, Jakarta.
Cribbin J.J. (1990). Kepemimpinan Mengefektifkan Strategi Organisasi. Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta.
Darmanto R.D. (1997). Kiat Mengelola Rumah Sakit. Hipokrates, Jakarta.
Djoko Wijoyo. (1997). Manajemen Kepemimpinan Dan Organisasi Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya.
Gartinah at.al. (1999). Standar Praktek Keperawatan Perawat Profesional. PPNI, Jakarta.
Gillies D.A. (1996). Nursing Management: A System Approach. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Gibson J.L.At al. (1982). Organization. Alih bahasa. Djoerban Wahid. (1988). Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hanafi M.M. (1997). Manajemen. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta.
Heidjrachman R. (1985). Teori dan Konsep Manajemen. BPFE, Yogyakarta.
Hendoko T. (1995). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPEE, Jakarta.
Herawati (1997). Leadership. Disajikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan. DCNE, Jakarta.
Maslow AH. (1993). Motivasi dan Kepribadian PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Nursalam. (1999). Pendekatan Praktis Langkah-Langkah Proses Keperawatan. -------, Surabaya.
Nursalam dan Siti Pariani. (2001). Pendekatan Praktis Metodelogi Riset Keperawatan. CV Sagung Seto, Jakarta.
Priyanti dan Meutia. (1986). Antropolgi Kesehatan. UI Press, Jakarta.
Pitono Suprapto, Eddy Pranowo S. & Joewono S. (1998). Epidemiologi Klinis. Gramik FK Unair, Surabaya.
57
Setyowati (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Keperawatan. Makalah disampaikan pada Seminar Keperawatan, Jakarta.
Soeprihanto J. (1988). Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. BPFE, Yogjakrta.
Tim Departemen Kesehatan R.I. (1997). Standar Asuhan Keperawatan. Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan Dirjen. Yandik. Depkes. R.I., Jakarta.
Wahjosumidjo (1984). Kepemimpinan dan Motivasi. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Wijono D. (1997). Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Airlangga University Press, Surabaya.
Zainuddin. (1999). Metodelogi penelitian. ---------, Surabaya.
---------------- (2000). Kumpulan Materi Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan bagi Kepala Ruangan. DPD PPNI, Surabaya.
---------------- (------). Lokakarya Manajemen Kepala Bidang Keperawatan, Pusat Pengembangan Keperawatan Carolus, Jakarta.
---------------- (1984). Sinopsis Dasar-dasar Keperawatan. Pusdiklat Depkes R.I., Jakarta.
58
Lampiran 1
PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk ikut
berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh I Made Sukarja
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala
Ruangan terhadap Kinerja Perawat” di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Tanda tangan saya menunjukkan bahwa saya diberi informasi dan
memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Surabaya, 2001
-------------------------------
Tanda Tangan
59
Lampiran 2
KUESIONER
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN
RSUD DR. SOETOMO
Kuesioner ini merupakan formulir isian biasa dan bukan merupakan
penilaian pekerjaan Saudara, tidak ada jawaban yang benar atau salah dan tidak
perlu ragu-ragu dalam mengisi.
Mohon ditulis seperti pada titik-titik di bawah ini!
Ruangan ................................ Nomor kode ................ (diisi petugas)
Jenis kelamin ……… ..................... Dasar pendidikan ..............................
Lama anda menjabat sebagai kepala ruangan .........................................................
Berikut berilah tanda silang pada salah satu jawaban alternatif tindakan yang
Anda pilih dan paling tepat untuk menyelesaikan situasi pada kolom sebelah
kanan!
SITUASI ALTERNATIF TINDAKAN1. Akhir-akhir ini perawat anda
tidak menanggapi pembicaraan anda tentang tugas-tugas keperawatan, sedangkan perhatian anda terhadap kesejahteraan mereka tampak menurun dengan tajam.
A. Menekankan penggunaan prosedur yang seragam dan keharusan menyelesaikan tugas.
B. Anda menyediakan waktu untuk berdiskusi, tapi tidak mendorong keterlibatan anda.
C. Berbicara dengan bawahan dan menyusun program-program.
D. Secara sengaja tidak campur tangan. 2. Penampilan perawat anda
tampak meningkat. Anda merasa yakin bahwa semua anggota menyadari tanggung jawab dan standar penampilan yang diharapkan dari mereka.
A. Melibatkan diri dalam interaksi bersahabat, tetapi terus berusaha memastikan bahwa semua anggota menyadari tanggung jawab dan standar penampilan.
B. Tidak mengambil tindakan apapun.C. Melakukan apa saja yang dapat anda
kerjakan untuk membuat kelompok merasa penting dan dilibatkan.
60
D. Menekankan pentingnya batas waktu dan tugas-tugas.
3. Perawat anda tidak dapat memecahkan suatu masalah. Anda biasanya membiarkan mereka bekerja sendiri. Selama ini penampilan kelompok dan hubungan antara anggota adalah baik.
A. Bekerja dengan kelompok dan bersama-sama terlibat dalam pemecahan masalah.
B. Membiarkan kelompok mengusahakan sendiri pemecahannya.
C. Bertindak cepat dan tegas untuk mengoreksi dan mengarahkan kembali.
D. Mendorong kelompok untuk berusaha memecahkan masalah dan mendukung usaha mereka.
4. Anda sedang mempertimbangkan adanya suatu perubahan. Perawat anda menunjukkan penampilan yang baik. Mereka menyambut ,perlunya perubahan dengan baik.
A. Melibatkan kelompok perawat dalam mengembangkan perubahan itu, tapi jangan terlalu mengarahkan.
B. Mengumumkan perubahan-perubahan dan kemudian menerapkan dengan pengawasan yang cermat.
C. Membiarkan kelompok merumuskan arahnya sendiri.
D. Mengikuti rekomendasi kelompok, tapi anda mengarahkan perubahan.
4. Penampilan perawat anda turun selama beberapa bulan terakhir. Perawat anda telah mengabaikan pencapaian tujuan. Penegasan kembali peranan dan pertanggungjawaban telah sangat membantu mengatasi situasi tersebut di masa lalu. Mereka secara terus-menerus memerlukan peringatan untuk menyelesaikan tepat pada waktunya.
A. Membiarkan kelompok merumuskan arahnya sendiri.
B. Menyetujui rekomendasi kelompok, tapi lihat apakah tujuan tercapai.
C. Menegaskan kembali pranan dan tanggung jawab serta melakukan pengawasan dengan cermat.
D. Melibatkan kelompok dalam menetapkan peranan dan tanggung jawab, tapi tidak terlalu mengarahkan.
6. Anda memasuki suatu organisasi yang berjalan secara efisien. Pemimpin sebelumnya mengontrol situasi dengan tepat. Anda ingin mempertahankan situasi yang produktif, tetapi ingin
A. Melakukan apa saja yang dapat anda kerjakan untuk membuat kelompok merasa penting dan dilibatkan.
B. Menekankan pentingnya batas waktu dan tugas-tugas.
C. Secara sengaja tidak mengambil tindakan apa-apa.
61
pula membangun lingkungan yang manusiawi.
D. Mengusahakan keterlibatan kelompok dalam pengambilan keputusan, tapi lihat apakah tujuan tercapai.
7. Anda mempertimbangkan untuk berubah kepada suatu struktur yang baru bagi perawat anda. Para perawat telah menyampaikan saran-saran mengenai perubahan yang diperlukan. Penampilan perawat selama ini adalah produktif dan telah mendemonstrasikan keluasan dalam pelaksanaan tugas.
A. Menjelaskan perubahan dan mengawasi dengan cermat.
B. Mengikutsertakan kelompok dalam mengembangkan perubahan, tetapi membiarkan mereka menerapkan sendiri.
C. Menyetujui adanya perubahan seperti yang direkomendasikan, tapi mempertahankan pengawasan dalam penerapan.
D. Membiarkan kelompok sendiri bagaimana adanya.
8. Penampilan perawat dan hubungan antara perawat adalah baik, anda merasa sedikit ragu-ragu mengenai kurangnya pengarahan terhadap bawahan.
A. Membiarkan kelompok sendiri.B. Mendiskusikan situasi dengan
kelompok kemudian anda memulai perubahan-perubahan yang perlu.
C. Mengambil langkah-langkah untuk mengarahkan perawat ke arah pelaksanaan tugas-tugas dengan perencanaan yang baik.
D. Bersikap sportif dalam mendiskusikan situasi dengan kelompok, tapi tidak terlalu mengarahkan.
9. Atasan telah menegaskan anda untuk mengepalai satuan tugas yang sangat terlambat dalam membuat rekomendasi bagi perubahan yang diharapkan. Tujuan kelompok tidak jelas. Kehadiran anggota dalam persidangan tidak sebagaimana diharapkan. Pertemuan-pertemuan telah terbalik fungsi menjadi ajang bincang antar anggota.
A. Membiarkan kelompok dalam memecahkan masalah sendiri.
B. Menyetujui rekomendasi kelompok, tapi lihat apakah tujuan tercapai.
C. Menegaskan kembali tujuan-tujuan dan awasi dengan ketat.
D. Membiarkan keterlibatan kelompok dalam penyusunan tujuan, tetapi tidak mendorong.
10. Perawat anda yang biasanya mampu memikul tanggung jawab, tidak menegaskan kembali standar yang anda tetapkan baru-baru ini.
A. Membiarkan keterlibatan kelompok dalam menegaskan kembali standar, tapi tidak melakukan kontrol.
B. Menegaskan kembali standar dan awasi dengan seksama.
C. Menghindari konfrontasi dengan
62
tidak melakukan tekanan, biarkan saja situasi demikian.
D. Mengikuti rekomendasi kelompok, tapi lihat apakah tujuan tercapai.
11. Anda dipromosikan pada posisi yang baru, pimpinan sebelumnya tidak terlibat dalam persoalan kelompok. Tugas-tugas dan pengarahan kelompok telah ditangani secara memadai.
A. Mengambil langkah-langkah untuk mengarahkan bawahan ke arah pelaksanaan tugas dengan perencanaan yang baik.
B. Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan dan dorongan adanya kontribusi yang konstruktif.
C. Mendiskusikan penampilan di masa lalu dengan kelompok dan kemudian anda menguji perlunya praktek-praktek baru.
D. Membiarkan kelompok sebagaimana adanya.
CARA PENGOLAHAN DAN PENGGOLONGAN KECENDRUNGAN GAYA
KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
KODE/SOAL (1)OTOKRATIK
(2) DEMOKRATIS
(3)PARTISIPASI
(4)BEBAS
TINDAK1 A C B D2 D A C B3 C A D B4 B D A C5 C B D A6 B D A C7 A C B D8 C B D A9 C B D A10 B D A C11 A C B D
TOTAL
NILAI TERBANYAK MERUPAKAN KECENDRUNGAN GAYA
KEPEMIMPINAN YANG SERING DITERAPKAN.
63
Lampiran 3
INSTRUMEN DOKUMENTASI
PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN
Ruangan : ........................... Umur: ………………….
Initial perawat:…………… Status perkawinan:…….
Pendidikan:………………. Jumlah anak:…………..
A. Pengkajian keperawatan
Kriteria pengkajian data
1.Menggunakan format yang baku Ya Tidak
2. Format diisi lengkap sesuai dengan
item yang tersedia. Ya Tidak
3. Meliputi data biologis Ya Tidak
4. Meliputi data psikologis Ya Tidak
5. Meliputi data sosial Ya Tidak
6. Meliputi data spiritual Ya Tidak
B. Diagnosa keperawatan
Kriteria diagnosa keperawatan
1. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan
penyebab kesenjangan. Ya Tidak
2. Komponennya terdiri dari: masalah, penyebab
dan tanda/gejala (masalah aktual) atau
masalah dan penyebab (masalah potensial). Ya Tidak
3. Diagnosa ditulis lengkap sesuai dengan
Masalah keperawatan. Ya Tidak
C. Perencanaan keperawatan
64
Kriteria perencanaan keperawatan
1. Mengandung tujuan yang bisa diukur dan
Dalam batas waktu yang tegas. Ya Tidak
2. Rencana tindakan sesuai dengan tujuan
Asuhan keperawatan yang telah disusun. Ya Tidak
3. Kalimat intruksi, ringkas, tegas dengan bahasa
yang mudah dimengerti. Ya Tidak
D. Tindakan keperawatan
Kriteria intervensi keperawatan
1. Dilaksanakan sesuai rencana keperawatan. Ya Tidak
2. Semua tindakan dicatat. Ya Tidak
E. Evaluasi
Krietria evaluasi keperawatan
1. Setiap tindakan dilakukan evaluasi. Ya Tidak
2. Menggunakan indikator yang ada pada tujuan. Ya Tidak
3. Hasil evaluasi dicatat. Ya Tidak
F. Catatan keperawatan
Kriteria catatan asuhan keperawatan
1. Penulisan jelas menggunakan istilah yang baku. Ya Tidak
2. Sesuai dengan pelaksanaan proses perawatan
dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Ya Tidak
3. Setiap pencatatan harus mencantumkan initial/paraf
dan nama perawat. Ya Tidak
4. Menggunakan formulir yang baku. Ya Tidak
INSTRUMEN OBSERVASI
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
65
Ruangan…………………………….. Umur:……………………………
Initial perawat:……………………… Status perkawinan:……………..
Pendidikan;…………………………. Jumlah anak:……………………
A. Memenuhi kebutuhan oksigen
Kriteria;
1. Menyiapkan tabung oksigen dan flow meter Ya Tidak
2. Menyiapkan homidifier berisi air Ya Tidak
3. Menyiapkan slang nasal/masker Ya Tidak
4. Memberikan penjelasan kepada pasien Ya Tidak
5. Mengatur posisi pasien Ya Tidak
6. Memasang slang nasal/masker Ya Tidak
7. Memperahtikan reaksi pasien Ya Tidak
B. Memenuhi kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit
Kriteria:
1. Menyiapkan peralatan dalam dresing car Ya Tidak
2. Menyiapkan cairan infus/makanan/darah Ya Tidak
3. Memberikan penjelasan pada pasien Ya Tidak
4. Mencocokan jenis cairan/darah/diet makanan Ya Tidak
5. Mengatur posisi pasien Ya Tidak
6. Melakukan pemasangan infus/darah/makanan Ya Tidak
7. Mengobservasi reaksi pasien Ya Tidak
C. Memenuhi kebutuhan eliminasi
Kriteria:
1. Menyiapak alat pemberian huknah/gliserin/dulkolac
66
dan peralatan pemasangan chateter Ya Tidak
2. Memperhatikan suhu cairan/ukuran chateter Ya Tidak
3. Menutup pintu dan memasang selimut Ya Tidak
4. Mengobservasi keadaan feses/urine Ya Tidak
5. Mengobservasi rekasi pasien Ya Tidak
D. Memenuhi kebutuhan keamanan
Kriteria:
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Ya Tidak
2. Memakai handschooen pada tindakan pemasangan
alat keperawatan Ya Tidak
3. Memasang alat pengaman pada pasien tidak sadar
/gelisah. Ya Tidak
4. Penerangan ruangan/cahaya cukup terang Ya Tidak
E. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik
Kriteria:
1. Memandikan psien yang tidak sadar/kondisi yang
Lemah Ya Tidak
2. Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/kotor Ya Tidak
3. Merapikan alat-alat pasien Ya Tidak
F. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria:
1. Mengatur posisi yang nyaman pada pasien Ya Tidak
2. Menjaga kebersihan lingkungan Ya Tidak
3. Mengatur jam berkunjnung Ya Tidak
G. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani
Kriteria:
1. Melakukan latihan gerak pada pasien tidak sadar Ya Tidak
2. Melakukan mobilisasi pada pasien post operasi Ya Tidak
67
H. Memenuhi kebutuhan spiritual
Kriteria:
1. Memotivasi pasien untuk berdoa Ya Tidak
2. Membantu pasien beribadah Ya Tidak
I. Memenuhi kebutuhan emosional
Kriteria:
1. Melaksanakan orientasi pada pasien baru Ya Tidak
2. Memberikan penjelasan tentang tindakan yang
akan dilakukan. Ya Tidak
3. Memeperhatikan setiap keluhan pasien Ya Tidak
J. Memenuhi kebutuhan komunikasi
Kriteria:
1. Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana Ya Tidak
2. Memperhatikan pesan-pesan pasien Ya Tidak
K. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis
Kriteria:
1. Mengobservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan Ya Tidak
2. Melakukan test alergi pada pemberian obat baru Ya Tidak
3. Mengobservasi reaksi pasien Ya Tidak
68