keracunan pangan oleh staphylococcus aureus pada daging ayam dan cara pencegahannya (food poisoning...

16
Setiawan Putra Syah 2010 | 1 Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor KERACUNAN PANGAN OLEH Staphylococcus aureus PADA DAGING AYAM DAN CARA PENCEGAHANNYA SETIAWAN PUTRA SYAH B251100011 PS Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor I. Pendahuluan Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi manusia untuk pertumbuhan dan untuk kelangsungan hidup. Namun, tidak sedikit pula kasus kejadian penyakit yang diakibatkan oleh pangan. Keracunan pangan atau sering disebut dengan foodborne disease (penyakit bawaan makanan), merupakan penyakit oleh pangan yang masih merupakan masalah serius di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Akhir-akhir ini banyak merebak kejadian kasus keracunan pangan di masyarakat. Seringkali terdengar beberapa orang harus dirawat di rumah sakit bahkan sampai meninggal dunia akibat mengkonsumsi makanan hidangan pesta, makanan jajanan, makanan catering, bahkan pangan segar. Badan POM pada tahun 2004 melaporkan selama tahun 2003 telah terjadi 43 kasus keracunan makanan dan jumlah itu meningkat pada tahun 2004 menjadi 62 kasus yang tercatat dari Januari hingga September 2004. Hal ini menjadi terauma tersendiri bagi masyarakat, mengingat begitu banyaknya pangan yang beredar di pasaran, yang terkadang sangat sulit untuk memilih jenis makanan yang aman dikonsumsi. Kasus-kasus tersebut merupakan kejadian yang diketahui dan dilaporkan, kejadian-kejadian yang terjadi sesungguhnya diduga cukup banyak namun sering kali tidak dilaporkan kepada instansi yang berwenang. Di Indonesia, daging unggas khususnya daging ayam merupakan sumber protein hewani yang sangat populer di masyarakat. Namun demikian proses penyediaan daging ayam (pengolahan pascapanen) yang dilakukan para penyembelih (pedagang) daging ayam terutama skala usaha kecil sampai menengah masih sangat kurang dalam menjaga sanitasi dang higiene produknya, sehingga sangat wajar apabila kasus-kasus keracunan makanan masih sering terjadi. Terlebih diikuti dengan cara memasak (mengolah) yang juga kurang matang dan higienis. Hal ini dapat memberikan peluang bagi bakteri

Upload: putra-syah

Post on 28-Jul-2015

2.953 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Membahas mengenai keracunan pangan akibat mengonsumsi daging ayam yang telah terkontaminasi S. aureus serta cara penanggulangannya.

TRANSCRIPT

Page 1: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 1

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

KERACUNAN PANGAN OLEH Staphylococcus aureus PADA DAGING AYAM DAN CARA PENCEGAHANNYA

SETIAWAN PUTRA SYAH

B251100011

PS Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

I. Pendahuluan

Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi manusia untuk pertumbuhan

dan untuk kelangsungan hidup. Namun, tidak sedikit pula kasus kejadian

penyakit yang diakibatkan oleh pangan. Keracunan pangan atau sering disebut

dengan foodborne disease (penyakit bawaan makanan), merupakan penyakit

oleh pangan yang masih merupakan masalah serius di berbagai Negara

termasuk di Indonesia. Akhir-akhir ini banyak merebak kejadian kasus keracunan

pangan di masyarakat. Seringkali terdengar beberapa orang harus dirawat di

rumah sakit bahkan sampai meninggal dunia akibat mengkonsumsi makanan

hidangan pesta, makanan jajanan, makanan catering, bahkan pangan segar.

Badan POM pada tahun 2004 melaporkan selama tahun 2003 telah

terjadi 43 kasus keracunan makanan dan jumlah itu meningkat pada tahun 2004

menjadi 62 kasus yang tercatat dari Januari hingga September 2004. Hal ini

menjadi terauma tersendiri bagi masyarakat, mengingat begitu banyaknya

pangan yang beredar di pasaran, yang terkadang sangat sulit untuk memilih jenis

makanan yang aman dikonsumsi. Kasus-kasus tersebut merupakan kejadian

yang diketahui dan dilaporkan, kejadian-kejadian yang terjadi sesungguhnya

diduga cukup banyak namun sering kali tidak dilaporkan kepada instansi yang

berwenang.

Di Indonesia, daging unggas khususnya daging ayam merupakan sumber

protein hewani yang sangat populer di masyarakat. Namun demikian proses

penyediaan daging ayam (pengolahan pascapanen) yang dilakukan para

penyembelih (pedagang) daging ayam terutama skala usaha kecil sampai

menengah masih sangat kurang dalam menjaga sanitasi dang higiene

produknya, sehingga sangat wajar apabila kasus-kasus keracunan makanan

masih sering terjadi. Terlebih diikuti dengan cara memasak (mengolah) yang juga

kurang matang dan higienis. Hal ini dapat memberikan peluang bagi bakteri

Page 2: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 2

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

khususnya S. aureus yang selalu berada dekat di lingkungan bahkan pada tubuh

manusia dapat mengkontaminasi dan berkembang pada daging ayam yang akan

di konsumsi masyarakat.

Makalah ini dimaksudkan untuk mengingatkan kembali penanganan

higiene pangan agar ditingkatkan dengan melakukan tindakan pencegahan yang

sangat mudah dilakukan sehingga dapat menekan cemaran bakteri S.aureus

khususnya pada daging ayam dan mencegah terjadinya keracunan pangan

akibat bakteri.

II. Keracunan Pangan Oleh Bakteri

Keracunan pangan dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu keracunan kimia,

karacunan tanaman, dan keracunan oleh mikroba (Asadayanti 2004). Dari ketiga

jenis keracunan pangan tersebut yang sering terjadi dan menjadi perhatian besar

di masyarakat yaitu keracunan akibat mikroba, terutama yang disebabkan oleh

bakteri pathogen. Di Amerika dilaporkan, 60 % kasus keracunan makanan

disebabkan oleh bakteri (Nugroho 2004). Bakteri patogenik yang terdapat dan

berkembang di dalam pangan dapat menyebabkan keracunan pangan. Gejala

semacam ini disebabkan oleh tertelannya toksin (racun) yang diproduksi oleh

bakteri selama tumbuh pada pangan (Anonim 2008).

Menurut Badan POM RI (2004), terdapat tiga hal yang umumnya

menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan akibat bakteri, yaitu

(1) kontaminasi - bakteri patogen harus ada dalam pangan; (2) pertumbuhan -

dalam beberapa kasus, bakteri patogen harus memiliki kesempatan untuk

berkembang biak dalam pangan untuk menghasilkan toksin atau dosis infeksi

yang cukup untuk menimbulkan penyakit; (3) daya hidup (survival) – jika berada

pada kadar yang membahayakan, bakteri patogen harus dapat bertahan hidup

dalam pangan selama penyimpanan dan pengolahannya.

Bakteri dapat mengakibatkan keracunan pangan melalui dua mekanisme,

yaitu intoksikasi dan infeksi.

a) Intoksikasi (food Poisoning)

intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari

bakteri yang telah terbentuk dalam makanan (Siagian 2002). Bakteri tertentu

menghasilkan toksin tertentu saat tumbuh dan berkembang di dalam pangan.

Page 3: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 3

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Bakteri tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin. Jika pangan ditelan,

maka toksin tersebut yang akan menyebabkan gejala, bukan bakterinya. Pada

umumnya toksin dihasilkan di luar sel bakteri, dinamakan eksotoksin. Menurut

Asadayanti (2004), eksotoksin bukan merupakan sel hidup tetapi merupakan

suatu senyawa yang bersifat racun, senyawa tersebut dapat dirusak oleh panas

tetapi kadang-kadang lebih banyak diperlukan panas untuk toksin daripada

bakteri yang memproduksinya. Karena itu meskipun bahan pangan telah

dipanaskan, sehingga cukup untuk memusnahkan bakteri, tetapi eksotoksinnya

masih tetap ada dan aktif eksotoksin, sehingga bila termakan masih dapat

menyebabkan keracunan.

Terdapat dua intoksikasi yang umum disebabkan oleh bakteri, yaitu (1)

botulisme, disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum

dan (2) intoksikasi stapilokoki, disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh

Staphylococcus aureus. Gejala dan watuk timbulnya gejala dari kedua intoksikasi

tersebut berbeda (Siagian 2002).

b) Infeksi (food infection)

Infeksi pangan (food infection) disebabkan masuknya bakteri kedalam

tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi

tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya (Siagian, 2002).

Keracunan makanan karena infeksi, disebabkan karena sel bakteri yang hidup.

Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri

patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri.

Untuk menyebabkan penyakit, jumlah bakteri yang tertelan harus memadai.

Bakteri-bakteri tumbuh dan berkembang biak di dalam makanan tetapi tidak

memproduksi toksin di luar sel, tetapi toksin dihailkan didalam sel bakteri. Jenis

toksin ini disebut endotoksin. Bakteri tersebut dapat menyebabkan pangan

beracun karena di dalam sel bakteri terdapat toksin.

Endotoksin tersebut tidak dapat dikeluarkan dari dalam sel, kecuali sel-sel

bakteri tersebut mati. Jika pangan terkontaminasi dengan jenis bakteri tersebut

dan kemudian dikonsumsi manusia dan masuk ke dalam saluran pencernaan

tidak akan menyebabkan sakit sampai jumlah bakteri yang mati menjadi cukup

jumlahnya sehingga dapat mengeluarkan toksin dalam jumlah yang cukup untuk

merangsang lambung dan saluran usus besar. Gejala yang muncul berupa

kepala pusing, demam, diare, dan muntah-muntah.

Page 4: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 4

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Infeksi pangan (food infection) dapat digolongkan kedalam dua kelompok

(Balia 2008), yaitu :

a) Mikroba Patogen yang pertumbuhannya tidak distimulir oleh makanan

tempat mikroba tersebut hidup. Jadi makanan hanya berfungsi

sebagai perantara (pembawa). misalnya, pathogen penyebab

tuberkolosis ( Mycobacterium bovis dan M. tubercolosis), brucellosis

(Brucela aortus, b. melitensis), diprteri (Corynebacterium diptheriae),

disentri oleh Campylobacter, demam tifus,kolera , hepatitis, dll.

b) Mikroba Patogen yang pertumbuhannya distimulir oleh makanan

tempat tumbuhnya, sehingga jumlahnya akan bertambah banyak.

infeksi ini mencakup Salmonela spp, Listeria, vibrio parahaemolyticus,

dan Escherichia coli enteropatogenik.

Keracunan oleh mikroba cukup banyak terjadi. Berbagai jenis mikroba

dapat menghasilkan toksin yang dapat membahayakan kesehatan konsumen bila

dikosumsi. Salah satu jenis mikroba yang berbahaya karena selalu berada dekat

di lingkungan bahkan pada tubuh manusia yaitu Staphylococcus aureus.

S. aureus mengandung toksin yang dapat menyebakan keracunan pangan (food

poisoning). Keracunan makanan akibat kontaminasi S.aureus disebut “intoksikasi

stapilokoki”. Toksin yang dihasilkan berbahaya karena memiliki sifat yang sangat

tahan terhadap panas. S.aureus memiliki kemampuan untuk membuat tujuh

racun yang berbeda yang sering bertanggung jawab atas keracunan makanan

(Anonim 2010).

III. Morfologi Staphylococcus aureus

Terdapat 23 spesies Staphylococcus, jenis Staphylococcus aureus

merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan yang

berpoliferasi dalam makanan (Winarno 2007). S. aureus adalah merupakan

bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat

aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora, tidak bergerak (non motil), bila

diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek,

atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur (Pelczar

and Chan 1988, dalam Ambarwati 2007). Bakteri S. aureus tumbuh dan

berkembang biak pada suhu dari 50oF - 120oF, dengan pertumbuhan yang paling

Page 5: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 5

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

cepat terjadi sekitar suhu tubuh (sekitar 98o F) (Stehulak 1998). Ukuran diameter

0,7 – 0,9 µ dan termasuk dalam keluarga Micrococcaceae (Winarno 2007).

S. aureus mempunyai daya tahan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan

bakteri lain yang tidak membentuk spora. Pada agar miring masih dapat bertahan

hidup sampai berbulan–bulan, baik di dalam lemari es maupun pada suhu kamar

(Warsa 1994, dalam Wahyudhi 2009).

Taksonomi dari S. aureus menurut Dwidjoseputro (1994) dan Warsa

(1994) dalam Wahyudhi (2009), adalah sebagai berikut :

o Domain : Bacteria

o Kingdom : Eubacteria

o Filum : Protophyta

o Kelas : Schyzomycetes

o Ordo : Eubacteriales

o Family : Micrococcaceae

o Genus : Staphylococcus

o Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 1. Staphylococcus aureus

IV. Toksin dan mekanisme keracunan Staphylococcus aureus

A. Toksin Staphylococcus aureus

Toksin yang dihasilkan bakteri S. aureus adalah Staphylococcal

enterotoksin (SE). SE merupakan protein rantai tunggal dengan BM rendah

(26 – 30 kDa) dan titik isoelektrik 5,7 – 8,6 (Syamsir 2008). Enterotoksin pada

umumnya diproduksi oleh S. aureus di dalam makanan basah yang sudah

pernah dimasak atau dipanaskan. Toksin dihasilkan bakteri dalam kondisi pH,

suhu, aw dan lain-lainnya yang optimum. Toksin dihasilkan pada semua fase

pertumbuhan bakteri, dilaporkan bahwa pada biakan berumur 4-6 jam telah

dapat ditemukan enterotoksin dan akan meningkat secara proporsional pada

fase stasioner dan transisional (Nugroho 2004).

Staphylococcal enterotoksin (SE) dapat menyebabkan toxic shock

syndrome, keracunan pangan, beberapa penyakit alergi dan autoimun (Marrack

dan Kappler 1990 dalam Wahyudhi 2009). Enterotoksin yang dihasilkan oleh

Page 6: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 6

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

S. aureus, tersebut dikenal memiliki 5 tipe, yaitu A sampai E (Winarno 2007).

Sampai saat ini telah teridentifikasi berbagai enterotoksin S. aureus yaitu

Staphylococcal enterotoxin A (SEA), B (SEB), C (SEC), D (SED), E (SEE), G

(SEG), H (SEH), I(SEI), J (SEJ), K (SEK), L (SEL), M (SEM), N (SEN), O (SEO),

P (SEP), Q (SEQ), R (SER), T (SET) dan U (SEU) (Williams et al. 2000;

Akineden et al. 2001; Jarraud et al. 2001; Orwin et al. 2002; Yarwood et al. 2002;

Letertre et al. 2003; Omoe et al. 2003; Tseng et al. 2004, dalam Salasia dkk.

2009).

Stabilitas SE terhadap pemanasan dan enzim-enzim pencernaan

merupakan salah satu sifat yang sangat penting berkaitan dengan keamanan

pangan. SE bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu

memasak normal, dan toksin tersebut tidak dapat dihambarkan (detoxitised) oleh

pemanasan pada suhu 100oC selama 30 menit (Winarno 2007), tahan terhadap

aktivitas pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan seperti pepsin dan tripsin

yang terdapat dalam saluran pencernaan, serta relatif resisten terhadap

pengeringan (Syamsir 2010). Albrecht & Summer (1995) dalam Nugroho (2004),

menambahakan meskipun dengan pendinginan ataupun pembekuan,

enterotoksin yang dihasilkan masih dapat bertahan. karena toksin tetap bertahan

meskipun suatu bahan makanan yang tercemar SE sudah dimasak atau

dipanaskan dan toksin tersebut apabila sudah termakan akan tahan terhadap

enzim-enzim yang ada dalam saluran pencernaan (Balaban dan Rasooly 2000,

dalam Salasia dkk. 2009). Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal.

Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.

B. Mekanisme Keracunan Staphylococcus aureus

Mekanisme keracunan S. aureus yaitu dimulai dari tertelannya

Staphylococcal enterotoksin (SE) yang bersal dari pangan yang dimakan. SE

yang tertelan akan berikatan dengan antigen major histocompatability complex

(MHC) yang menstimulasi sel T hasil maturasi dari limposit oleh timus untuk

melepas cytokine (sitokin). Sitokin ini selanjutnya akan menstimulasi

neuroreseptor yang ada di saluran pencernaan, dan rangsangan tersebut akan

diteruskan ke sistem syarat pusat (central nervous system) sehingga memicu

pusat muntah (Vomic center) yang ada di sistem syaraf pusat dan

mengakibatkan terjadinya, mual, muntah, dan pusing (Syamsir 2008).

Page 7: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 7

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Toksin akan cepat menyerang Vomiting reflex center dari otak, kejang

otot perut dan diare kemudian biasanya terjadi. Terjadinya diare pada keracunan

S. aureus efkenya sejalan dengan toksin kolera (Tortora et al. 1998), toksin yang

dihasilkan seringkali menyebabkan diare sekretory. Diare sekretory terjadi karena

enterotoksin menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit intestinal (usus) dengan

meningkatkan sekresi anion aktif (menghambat absorpsi NaCl) dan air,

gangguan system transportasi air dan elektrolit di usus mengakibatkan terjadinya

diare (Gambar. 2). Pada diare sekretory tidak terjadi kerusakan morfologi dari

jaringan intestinal (toksin tidak merusak jaringan usus). Bahaya dari diare ini

adalah dapat menyebabkan pengeluaran cairan tubuh yang berlebih pada

penderita. Pemberian larutan gula-garam (Na) secara oral dapat dilakukan

untukmengganti cairan tubuh yang hilang (mencegah dehidrasi) karena diare

yang diinduksi oleh enterotoksin ini (Syamsir 2008).

Gambar 2. Mekanisme diare oleh staphylococcal enterotoksin (SE) (Syamsir 2008).

V. Sumber Pencemaran Staphylococcus aureus

S. aureus dapat ditemukan di mana saja. Di udara, debu, air dan kotoran

manusia, dan dapat ditemukan pada pakaian dan peralatan yang digunakan oleh

manusia. S. aureus merupakan bagian normal dari mikroflora dari tenggorokan

hidung dan kulit manusia, serta juga terdapat pada limbah, air, susu, dan

makanan atau pada peralatan makanan, permukaan lingkungan, dan hewan.

Manusia dan hewan adalah sumber utama infeksi. S. aureus terdapat di saluran

hidung, tenggorokan, pada rambut dan kulit sebesar 50% atau lebih pada

Page 8: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 8

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

individu yang sehat. Kejadian ini bahkan lebih tinggi bagi mereka yang kontak

dengan atau yang bersentuhan dengan individu yang sakit dan lingkungan

rumah sakit.

S. aureus juga banyak tersebar dalam suprerative focus (nanah) dan

ruangan naso larynx dari hidung manusia atau binatang, dan dari sana nanah

tersebut dapat mengkontaminasi banyak makanan. Namun demikian, untuk

berfungsi sebagai penyebab keracunan, sangat diperlukan bahwa S. aureus

sempat berkontaminasi dan berpoliferasi didalam makanan untuk memperoduksi

enterotoksin (Winarno 2007).

Meskipun penangan makanan biasanya merupakan sumber utama

pencemaran makanan yang menyebabkan keracunan makanan, peralatan dan

permukaan lingkungan juga dapat menjadi sumber kontaminasi bagi S. aureus.

Kontaminasi silang dari para pekerja makanan juga memberikan kontribusi yang

besar sebagai sumber pencemaran S.aureus. Di negara maju, kontaminasi ulang

dari pekerja adalah faktor yang cukup sering (13%) berkontribusi pada peristiwa

keracunan (Hariyadi 2009).

Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya

protein, misalnya daging, ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan matang

yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan

sandwich; produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa

jam; pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang

suhunya kurang rendah; serta pangan yang tidak habis dikonsumsi kemudian

disimpan pada suhu ruang. Menurut (Syamsir 2010) keberadaan bakteri

S. aureus dan SE yang dihasilkan pada makanan tidak dapat dideteksi secara

visual karena tidak menimbulkan perubahan yang nyata pada makanan.

VI. Kontaminasi Staphylococcus aureus pada Daging Ayam

Keracunan makanan S. aureus adalah penyakit gastrointestinal yang

disebut staphylococcal gastroenteritis (Winarno 2007). Hal ini disebabkan oleh

mengonsumsi makanan yang tercemar dengan racun yang dihasilkan oleh

S.aureus yang berupa Staphylococcal enterotoksin (SE). Jika seseorang

mengkonsumsi pangan yang mengandung SE, makanan yang mengandung SE

akan masuk ke dalam saluran pencernaan dan mencapai usus halus, toksin

Page 9: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 9

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

tersebut akan merusak dinding usus halus menyebabkan peradangan pada

permukaan usus sehingga memunculkan gejala-gejala klinis (mual, muntah,

pusing, kejang/kram perut, dan diare).

Bahan makanan sumber pencemaran S. aureus yang menimbulkan

wabah gastroenteritis adalah daging babi, produk roti, daging sapi, kalkun, ayam

dan telur (Bean dan Griffin 1990 dalam Nugroho 2004). Salah satu dari produk

hewani tersebut yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia adalah daging

unggas khususnya daging ayam, karena tergolong murah, enak, mudah di dapat

dan mengandung kadar gizi yang tinggi. Namun demikian proses penyediaan

daging ayam (pengolahan pascapanen) yang dilakukan para penyembelih

(pedagang) daging ayam terutama skala usaha kecil sampai menengah masih

sangat kurang dalam menjaga sanitasi dang higiene produknya, sehingga sangat

wajar apabila kasus-kasus keracunan makanan masih sering terjadi. Terlebih

diikuti dengan cara pemasakan dan pengolahan yang juga kurang baik dan

higienis. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri khususnya S. aureus yang selalu

berada dekat di lingkungan bahkan pada tubuh manusia masih kurang

diperhatikan.

Bailey et.al. (1987) dalam Nugroho (2004), mengatakan bahwa

pencemaran pada daging ayam dapat terjadi pada berbagai tahap pemrosesan.

Sebelum ayam disembelih, mikroba (S. aureus) terdapat pada permukaan kaki,

bulu dan kulit yang merupakan bagian tubuh yang kontak dengan tanah, debu,

dan feses, serta dapat juga ditemukan pada berbagai lokasi di saluran

pernafasan ayam hidup. Pencemaran oleh S. aureus dapat terjadi karena adanya

kontaminasi silang selama prosesing karkas ayam. Menurut May (1974) dalam

Nugroho (2004) tahap-tahap yang berpotensi terjadinya pencemaran silang

mikroba pada pemrosesan karkas ayam di RPU dapat terjadi pada saat

penerimaan dan penggantungan ayam, penyembelihan, scalding dan

pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pendinginan, grading, pembungkusan

dingin, serta pemotongan.

Pada tahap scalding (pencelupan di air hangat) S. aureus juga dapat

terjadi meskipun dalam jumlah sedikit, hal ini terjadi karena adanya aliran

penggantian air scalding dan suhu yang tejaga tetap tinggi sesuai kebutuhan

tahap ini yang mencegah akumulasi bakteri pada air dan peralatan scalding

demikian pula kondisi yang sama dapat menekan pencemaran apabila dilakukan

Page 10: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 10

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

pada tahap pendinginan/chilling (Bailey et al. 1987, dalam Nugroho 2004). Oleh

karena itu peluang pencemaran silang pada tahapan scalding lebih kecil

disbanding pada tahap-tahap selanjutnya, seperti pada tahap pencabutan bulu,

pengeluaran jeroan, dan tangki pendingin (Wallker dan Ayres 1956; Surkiewicz

et al. 1996, dalam Nugroho 2004).

Sumber pencemaran S. aureus pada daging unggas dapat dilihat pada

Table 1. berikut ini :

Tabel 1. Beberapa tahap yang berpotensi menimbulkan pencemaran silang S. aureus padan proses pengkarkasan ayam di RPU.

No Tahapan prosesing

Sumber pencemaran S. aureus

1. Penerimaan dan penggantungan

Dari ayam ke ayam dalam keranjang

Udara pada ruangan penurunan keranjang

Tangan para karyawan penggantung

Debu dan udara ruang penggantungan

Debu pada kaki dan rel penggantung

2. Penyembelihan Dari ayam ke ayam

Udara Alat dan pisau penyembelih

Debu kaki dan rel penggantung

3. Scalding dan pencabutan bulu

Air scalding

Jari-jari alat pencabut bulu

Udara dan Kondensasi air

Ayam ke ayam

Tangan oprerator

4. Pengeluaran jeroan

Tangan para karyawan

Pisau dan peralatanbahan lain yang kontak langsung dengan produk

Udara

Ayam ke ayam

Air dan organ ayam

5. Pendinginan Udara Es Ayam ke ayam

Peralatan

6. Grading Tangan karyawan

Udara Ayam ke ayam

7. Pembungkusan dingin

Tangan karyawan

Keranjang penampung

Ayam ke ayam

Bahan pembungkus

Udara dan es

8. Pemotongan Tangan karyawan

Pisau dan peralatan

Udara Karkas ke karkas, bagian ke bagian

Sumber : May (1974 ) dalam Nugroho (2004).

Selain itu pencemaran S. aureus dapat pula terjadi pada tahap

pengolahan (pemasakan). Pencemaran pada tahap pengolahan (pemasakan)

terjadi di rumah makan, pada restoran yang menyediakan jasa catering, atau

pada proses penyiapan makanan di rumah tangga. Pencemaran pada tahap ini

dapat terjadi pada saat pemotongan, deboning, penggilingan, atau penangan lain

Page 11: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 11

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

oleh peralatan maupun operator yang menjadi sumber pencemar (Bailey et al.

1987 dalam Nugroho 2004).

Tingginya cemaran S. aureus pada tahap ini juga disebabkan karena

adanya kontaminasi ulang (recontamination) yang terjadi setelah pemasakan

(Hariyadi, 2009). Kebiasaan makan masyarakan Indonesia yang cenderung

mengkonsumsi makanan yang benar-benar matang dan bukan makanan yang

dimasak ringan sebenarnya dapat menghindarkan kita dari keracunan yang

disebabkan oleh patogen yang tidak membentuk spora seperti S. aureus.

S.aureus merupakan bakteri yang tidak dapat membentuk spora sehingga

keracunan makanan akibat S. aureus mudah dicegah. Hal ini disebabkan karena

patogen-patogen jenis ini, relatif tidak tahan panas dan dapat dimusnahkan

selama proses pemasakan. Tetapi pada kenyataanya kasus keracunan masih

sering terjadi. Hal tersebut disebakan karena tidak adanya pemisahan ruang dan

penggunaan alat untuk penanganan antara bahan mentah dengan bahan

pangan yang telah matang. Alat yang digunakan untuk menangani bahan

mentah dan bahan yang telah matang tidak dipisahkan dan tidak di cuci

sebelumnya, serta bahan mentah dan bahan matang diletakkan dalam satu

ruang sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi ulang.

Melihat banyaknya hal-hal yang dapat mengakibatkan pencemaran

S. aureus pada daging ayam tersebut, maka sepatutnyalah para pemotong dan

pedagang daging ayam memperhatikan sanitasi dan higiene yang baik untuk

mencegah tingkat pencemaran S. aureus yang merupakan salah satu penyebab

tingginya peristiwa keracunan pangan di masyarakat.

VII. Gejala Klinis Keracunan Staphylococcal Enterotoksin (SE)

Gejala klinis keracunan Staphylococcal Enterotoksin (SE) umumnya

muncul secara cepat dan dapat menjadi kasus serius tergantung respon individu

terhadap toksin, jumlah makanan terkontaminasi yang ditelan, dan kondisi

kesehatan korban secara umum (Stehulak 1998). Keracunan makanan oleh SE

memiliki masa inkubasi yang pendek (hanya beberapa jam). Gejala keracunan

dapat terjadi dalam jangka waktu 30 menit sampai 6 jam, dan puncaknya terjadi

setelah 5 sampai 3 jam (Winarno 2007). Gejala umum dapat berupa mual, sakit

perut, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut

Page 12: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 12

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

hebat, distensi abdominal, dan demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat

dapat timbul sakit kepala, kejang otot perut, dan perubahan yang nyata pada

tekanan darah serta denyut nadi (Badan POM RI 2008). Jay (1996) dalam

Nugroho (2004), menambahkan, korban berkeringat penurunan suhu tubuh yang

dapat berlangsung 24-48 jam, namun sangat jarang atau bahakan tidak pernah

diikuti kematian.

Jay (1996) dalam Nugroho (2004), melaporkan bahwa sejumlah kecil sel

bakteri S.aureus yang menghasilkan toksin sebanyak 1 ng/g makanan mampu

menimbulkan gejala gastroenteritis pada manusia. Dosis infektif-toxin/racun

sebanyak kurang dari 1.0 mikrogram dalam makanan yang terkontaminasi dapat

menimbuknan gejala keracunan staphylococcal. Tingkat racun ini dicapai apabila

populasi S. aureus lebih dari 100.000 per gram (Anonim 2009).

VIII. Metode pencegahan pertumbuhan Staphylococcus aureus

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan lima kunci untuk

keamanan pangan yaitu menjaga kebersihan, memisahkan bahan mentah

dengan makanan matang untuk mencegah kontaminasi silang, memasak

makanan sampai matang, menjaga makanan pada suhu aman dan

menggunakan air bersih untuk mencuci bahan pangan. Mengingat kasus

keracunan akibat S. aureus cukup tinggi, maka perlu diketahu metode-metode

pencegahan terhadap pertumbuhan S. aureus. Pada dasarnya ada beberapa

metode yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :

a) Metode menghambat pertumbuhan S. aureus

Penyimpanan di refrigerator merupakan cara yang dilakukan untuk

mencegah pertumbuhan S.aureus. Penyimpanan pangan dapat dilakukan pada

suhu dibawah 4oC jika tidak langsung dikonsumsi (Hariyadi, 2009). Suhu

optimum untuk pertumbuhan S.aureus adalah 35oC – 37oC dengan suhu

minimum 6,7oC dan suhu maksimum 45,4o C. Dengan penyimpanan makanan

pada suhu dibawah 6,7oC dapat mencegah pertumbuhannya.

S. aureus merupakan jenis bakteri yang tidak tahan terhadap pemanasan

suhu maksimum untuk pertumbuhan hanya sekitar 45,4oC, sehingga dengan

pemanasan pada suhu diatas 45,4oC maka dapat mencegah pertumbuhan

Page 13: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 13

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

bakteri S. aureus. Selain itu penggunaan radiasi juga dapat mengontrol

pertumbuhan S. aureus pada pengan.

b) Pencegahan kontaminasi silang dan kontaminasi ulang

Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan

yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan dengan benar umumnya aman

dikonsumsi. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang khususnya saat

pemrosesan karkas ayam (prosesing) di RPU, dan kontaminasi ulang, yaitu

apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau

peralatan yang terkontaminasi (misalnya alas, pemotong, dll). Pemanasan

kembali dengan suhu yang cukup hanya dapat menghilangkan bakteri enterik

tetapi tidak dapat menginaktifkan enterotoksin yang telah terlanjur terbentuk oleh

S.aureus. Pemisahan ruang serta peralatan untuk bahan mentah dan matang

dapat menghindarkan kontaminasi silang.

Kontaminasi ulang dapat dicegah melalui program sanitasi dan higiene

yang baik pada ruangan, peralatan maupun pekerja dan pengawasan kebiasan-

kebiasaan pekerja (Hariyadi 2009). Selain itu higiene personal dan sanitasi

peralatan juga perlu untuk diperhatikan. Mencuci tangan dengan sabun sesudah

dari toilet, mencegah tangan agar tidak memegang mulut, hidung, atau rambut

pada sat bekerja/memasak, menutup mulut/hidung pada saat batuk/bersin degan

tisu dan kemudian mencuci tangan segera dengan sabun (Maruyama & O’Leary

1991 dalam Nugroho 2004). Banyak kasus keracunan terjadi karena tenaga

pengolahnya tidak memperhatikan aspek higiene dan sanitasi, soal sepele

seperti kebersihan kuku, pakaian kerja, dan rambut sering diabaikan, padahal

bisa berakibat fatal.

Hal-hal yang sangat penting dilakukan untuk mencegah kontaminasi

makanan dengan S.aureus sebelum toksin dapat diproduksi yaitu ;

1. Cuci tangan dan sela-sela kuku secara seksama dengan sabun dan air

sebelum menangani dan menyiapkan makanan.

2. Cuci peralatan makanan secara seksama sebelum digunakan.

3. Jangan menyiapkan makanan jika Anda memiliki penyakit hidung atau

infeksi mata.

4. Tidak menyiapkan atau melayani makanan untuk orang lain jika anda

memiliki luka infeksi kulit atau pada tangan dan pergelangan.

Page 14: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 14

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

5. Pemisahan ruang serta peralatan untuk bahan mentah dan matang.

6. Jika makanan yang akan disimpan lebih dari dua jam, jaga agar makanan

tetap panas (lebih dari 140oF) atau tetap dingin (40oF atau di bawah).

7. Mengingat bahwa S.aureus berada dimana saja, maka dituntut untuk

selalu menjaga kebersihan dapur anda.

KESIMPULAN

Staphylococcus aureus merupakan salah satu jenis mikroba penyebab

keracunan pangan di masyarakat, yang terjadi akibat sering disepelekannya

sanitasi dan higinene pangan khususnya daging ayam yang merupakan sumber

pangan hewani yang popular di berbagai kalangan masyarakat Indonesia.

S. aureus yang mencemari pangan dapat menghasilkan senyawa toksin berupa

eksotoksin yang disebut Staphylococcal enterotoksin (SE), dihasilkan pada saat

proses pertumbuhan pada pangan, bersifat tahan terhadap pemanasan, serta

enzim-enzim pencernaan. Toksin tersebut dapat menyebabkan keracunan

dengan gejala cepat dapat menjadi kasus serius tergantung respon individu

terhadap toksin. Pencemaran S. aureus pada daging ayam dapat terjadi pada

tahap prosesing di RPU dan pada tahap pengolahan menjadi pangan.

Pencegahan kasus dapat dilakukan dengan menerapkan sanitasi dan higiene

yang baik sejak awal rantai proses hingga makanan siap disantap.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2008. Mikrobiologi Pangan. artikel [terhubung berkala]. http://ilmupangan.com/index.php?option=com_content&task=blogcategory&id=16&Itemid=44 [22 Sep 2010].

[Anonim]. 2009. Studi Literatur : Intoksikasi Makanan. [terhubung berkala]. http://duniaveteriner.com/2009/05/studi-literatur [22 Sep 2010].

[Anonim]. 2010. Staphylococcal Keracunan Makanan. artikel [terhubung berkala].

www.medic8.com/infectious-diseases/staph-food-poisoning.htm [22 Sep

2010].

Ambarwati, 2007. Efektivitas Zat Antibakteri Biji Mimba (Azadirachta indica) untuk Menghambat Pertumbuhan Salmonella thyposa dan Staphylococcus aureus. Biodiversitas 8(3):320-325.

Page 15: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 15

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Asadayanti, DD. 2004. Keracunan Makanan Oleh Clostridium botulinum dan

Pencegahannya [makalah pribadi]. Bogor : Pengantar Ke Falsafah Sains

(PPS702) Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/danik_dania_asadayanti.pdf

[22 Sep 2010].

Balia RL. 2008. Kerusakan Bahan Pangan Oleh Mikroorganisme. Bahan Kuliah Slide Show. [terhubung berkala]. http://blogs.unpad.ac.id/roostitabalia [22 Sep 2010].

[BPOM RI] Badan Pemeriksa Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004.

Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen. Sentra Informasi Keracunan Nasional, BPOM RI.

Hariyadi DR. 2009. Mencegah Keracunan Makanan Siap Santap. Autism Care

Indonesia (ACI) Berbasis PAUD Posyandu Se-Bandung Raya.

[terhubung berkala]. http://www.eurekaindonesia.org/category/gizi-dan-

kesehatan [22 Sept 2010].

Nugroho WS. 2004. Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner Staphylococcus,

Bakteri Jahat yang Sering Disepelekan. Artikel [terhubung berkala].

http://weesnugroho.staff.ugm.ac.id/wp-content/staphylococcus-pada-

daging.pdf [28 Sep 2010]

Salasia SIO, Khusnan, Sugiyono. 2009. Distribusi Gen Enterotoksin Staphylococcus aureus dari Susu Segar dan Pangan Asal Hewan. Jurnal Veteriner 10(3):111-117.

Siagian A. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya.

USU digital library. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Stehulak N, 1998. Staphylococcus aureus A Most Common Cause. FactSheet

[terhubung berkala]. http://ohioline.osu.edu/hyg-fact/5000/5564.html [22 Sep 2010].

Syamsir E. 2008. Mekanisme Diare dan Muntah. Artikel [terhubung berkala].

http://www.ziddu.com/download/987136/Mekanismediaremuntahesy.pdf.h

tml [2 Okt 2010].

Syamsir E. 2010. Staphylococcus aureus [terhubung berkala].

http://id.shvoong.com/tags/staphylococcus-aureus-penyebab-keracunan-

makanan [26 Sep 2010].

Tortora JG, Funke BR, Case, CL. 1998. Microbiology: An Introduction. Six

edition. Addition Wesley Longman. Menlo Park, California.

Page 16: Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan Cara Pencegahannya (Food Poisoning by Staphylococcus aureus in Chickens Meat and the method Prevention)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 0 | 16

Mikrobiologi Pangan Asal Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Wahyudhi. 2009. Staphylococcus aureus. Artikel [terhubung berkala].

http://yudhiestar.blogspot.com/2009/09/staphylococcus-aureus.html [26

Sep 2010].

Winarno FG. 2007. Analisis Laboratorium (Gastroenteritis dan Keracunan

Pangan). M-Brio Press, Cetakan 1.