kerajaan holing

Upload: fera-sun

Post on 15-Oct-2015

83 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

vhju

TRANSCRIPT

T u g a s A g a m a B u d d h a

T u g a s A g a m a B u d d h a

Nama :Tiffany LorenNomor : 45Kelas : VIII- 6

1. Kerajaan Holing (Kalingga)Didirikan pada Abad ke -6 M (tahun 647 M).Kerajaan Kaling atau Holing terletak di daerah Jawa Tengah. Hal ini berdasarkan berita dari Cina, yaitu Dinasti Tang (618-906). Dari sumber tersebut, pada tahun 647 M, kerajaan ini diperintah oleh Ratu Simo (Sima). Pada tahun 664 M, seorang pendeta Buddha dari Cina yang bernama Hwining datang ke Kaling. Selama tiga tahun di Kaling, ia menerjemahkan Kitab Buddha Hinayana.

Kalingga (Ho-Ling) adalah sebuah kerajaan di Jawa Tengah. Kerajaan Kalingga memiliki pertalian dengan Kerajaan Galuh. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya. Putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh.Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran. Keterangan tentang Kerajaan Kalingga (Ho-ling) didapat dari prasasti dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanegara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.Prasasti Peninggalan Kerajaan KalinggaPrasasti peninggalan Kerajaan Ho-ling adalah Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.

Prasasti TukmasSementara di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, ditemukan Prasasti Sojomerto. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

Prasasti SojomertoBahan prasasti ini adalah batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan tinggi 78 cm. Tulisannya terdiri dari 11 baris yang sebagian barisnya rusak terkikis usia.

2. Kerajaan SriwijayaDidirikan pada abad ke 7 M ( tahunKerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja pertama Sri Jayanegara dan berpusat di Palembang, Sumatera Selatan (Muara Sungai Musi). Sriwijaya mengalami zaman keemasan pada saat diperintah oleh Raja Balaputradewa, putra dari Samaratungga dari Jawa pada abad ke-9. Wilayah Sriwijaya meliputi hampir seluruh Sumatra, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Melayu. Oleh karena itu, Sriwijaya disebut Kerajaan Nusantara pertama.Sumber sejarah Sriwijaya berupa prasasti. Contohnya Prasasti Kota Kapur, Karang Berahi, dan Palas Pasemah (Kedukan Bukit, Talang Tua, Telaga Batu, Kota Kapur, Karang Berahi, dan Palas Pasemah). Menurut berita Cina yang ditulis oleh I Tsing di Sriwijaya pernah berdiri Perguruan Tinggi agama Buddha. Guru besar agama Buddha yang berasal dari India, yaitu Sakyakirti atau Dharmakirti. Keruntuhan Sriwijaya disebabkan oleh serangan dari kerajaan Colamandala dari India Selatan, dari kerajaan Singasari, dan Majapahit.Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja pertaman Sri Jayanegara dan berpusat di Palembang, Sumatera Selatan ( Muara Sungai Musi). Sriwijaya mengalami zaman kekemasan pada saat diperintah oleh Raja Balaputradewa, putra dari Samaratungga dari Jawa pada abad ke-9. Wilayah Sriwijaya meliputi hampir seluruh Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Melayu. Oleh karena itu, Sriwijaya disebut juga Kerajaan Nusantara pertama.Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya sebagai berikut:a. Candi

Candi Muara Takus

Candi Muara Takus Biara Bakalb. Prasasti Prasati Kedukan Bukit ( 605 M) Prasati talang Tuo ( 648 M) Prasasti Telaga Batu Prasasti Kota Kapur ( 686 M) Prasasti Karang Berahi ( 686)

Wilayah Kerajaan Sriwijaya, yaitu hampir seluruh pulau Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Semenanjung Melayu, Selat Malaka, Selat Karimata, Selat Sunda. Sehingga Sriwijaya disebut kerajaan nasional pertama. Sriwijaya memiliki angkatan laut yang kuat dapat menguasai selat Malaka, Karimata, dan Sunda sebagai jalur perdagangan India dan Cina sehingga Sriwijaya disebut Kerajaan Maritim. I-Tsing adalah pendeta Budha berasal dari Cina memperdalam agama Budha dan menterjemahkan kitab Suci Budha yang berbahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina dan banyak menulis tentang Sriwijaya. Dua orang mahaguru agama Budha dari India adalah Sakyakirti dan Dharmapala.Keruntuhan Sriwijaya Pada abad ke-11 (tahun 1025) kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Apalagi setelah diserang oleh Raja Colamandala dari India Selatan. Raja Sanggarama Wijaya tunggawarman ditawan oleh musuh. Pada tahun 1377, kerajaan Majapahit menyerbu kerajaan Sriwijaya.Kejayaan Sriwijaya berhasil menjadi kerajaan besar karena faktor berikut : a) Sriwijaya merupakan persimpangan dan pusat lalu lintas antara India dan Cina b) Sriwijaya sebagai kerajaan maritim dan pusat perdagangan di Asia Tenggara c) Sriwijaya sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Budha

Sriwijaya berhasil mendirikan bangunan suci. Bangunan suci antara lain : Candi Muara Takus yaitu candi yang berbentuk stupa dari biara Bahal.

3. Kerajaan MATARAM BUDHA Didirikan tahun: 750 MKerajaan Mataram Budha pada walanya merupakan kerajaan Hindu. Namus sejak Dinasti Syailendra memerintah, Mataram berubah menjadi kerajaan Budha.Mataram Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung. Kerajaan Mataram Budha pada walanya merupakan kerajaan Hindu. Namus sejak Dinasti Syailendra memerintah, Mataram berubah menjadi kerajaan Budha. Peninggalan kerajaan Mataram Budha antara lain sebagai berikut:a. Candi Candi Borobudur di Jawa tengah, didirikan tahun 770 M oleh Raja Samaratungga

Candi Borobudur, salah satu peninggalan Dinasti Syailendra. Candi Kalasan di Jawa Tengah , merupakan candi Budha tertua di Pulau Jawa yang didirikan tahun 778 M Candi Mendut di Jawa Tengah Candi Sewu di Jawa Tengah Candi Plaosan di Jawa Tengahb. Prasasti Prasasti Sojomerto, isinya menyebutkan seseorang bernama Syailendra, yang beragama Budha. Prasasti Sangkhara, isinya menerangkan Raja Hakai Panangkaran yang berpindah agama dari Hindu ke Buddha. Prasasti Kalasan ( 778 M), isinya seoarang raja dari Dinasti Sanjaya berhasil membujuk Raja Rakai Panaangkaran dari Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu untuk membangun sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah wihara untuk para biksu di Kalasan. Prasasti Kluraj (782 M), isinya tentang pembuatan arca Manjusri sebagai wujud dari Buddha, Wisnu, dan Sanggha yang disamakan dengan Trimurti yaitu, Brahmana, Wisnu dan Siwa. Prasasti Ratu Boko ( 856 M), isinya kekalahan Balaputradewa dalam perang dengan kakak iparnya, Rakai Pikatan.

4. Kerajaan Sri BangunDidirikan pada tahun 1844.Kota Bangun terletak sekitar 88 Km dari Tenggarong Ibu Kota Kabupaten Kutai Kartanegara, terletak di sisi kiri mudik Sungai Mahakam. Merupakan sebuah daerah yang memiliki sejarah peradaban lama. Bekas wilayah Kerajaan Sri Bangun dengan Rajanya yang paling terkenal bernama Qeva. Diperkirakan merupakan negeri bawahan dari Kerajaan Martadipura, namun berbeda dengan Martadipura yang Hindu, Kerajaan ini malah menunjukkan corak sebagai Kerajaan Budha dengan ditemukannya beberapa peninggalan seperti Arca Budha Pengembara dari Perunggu, dan Patung Lembu Nandi yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai Singa Noleh.Keberadaan Patung Lembu Nandi itu terletak di sebuah dataran tinggi yang berhadapan langsung dengan Sungai Mahakam, di mana pada arah Ulunya ada sebuah Danau yang bernama Kedang Murung kawasan ini sekarang dikenal sebagai Situs Sri Bangun.Strategisnya Situs Sri Bangun ini juga dimanfaatkan Sultan Kutai Kartanegara Aji Muhammad Salehuddin, sebagai wadah pengungsian ketika kalah perang melawan Pasukan Belanda pada tahun 1844. Ditempat itu Sultan bersama keluarga dan mentrinya beserta Ratusan Pengawal membangun kubu pertahanan serta beberapa istana sementara.

Situs Sri Bangun ini hingga sekarang tetap di keramatkan penduduk Kutai Kartanegara, karena dipercaya Kerajaan Sri Bangun yang memang misterius tersebut, hingga kini masih ada secara gaib. Banyak warga yang telah melihat bayangan Istana megah di wilayah pada waktu-waktu tertentu, terkadang pula ditemukan beberapa lelaki dan wanita misterius yang apabila diikuti menghilang begitu saja.

5. Kerajaan MelayuDidirikan pada tahun 1183-1347.Kerajaan Melayu atau dalam bahasa Cina ditulis Ma-La-Yu merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di Pulau Sumatera. Dari bukti dan keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan berita dari Cina, keberadaan kerajaan yang mengalami naik turun ini dapat di diketahui dimulai pada abad ke-7 yang berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan diawal abad ke 15 berpusat di Suruasoatau Pagaruyung.Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka sebelum direbut oleh Kerajaan Sriwijaya.Dari uraian I-tsing jelas sekali bahwa Kerajaan Melayu terletak di tengah pelayaran antara Sriwijaya dan Kedah. Jadi Sriwijaya terletak di selatan atau tenggara Melayu. Hampir semua ahli sejarah sepakat bahwa negeri Melayu berlokasi di hulu sungai Batang Hari, sebab pada alas arca Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco terdapat prasasti bertarikh 1208 Saka (1286) yang menyebutkan bahwa arca itu merupakan hadiah raja Kertanagara (Singhasari) kepada raja Melayu.b. Sumber Berita Cina- Berita tentang Kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta I-tsing atau I Ching (634-713)dalam pelayarannya dari Cina ke India tahun 671, singgah di negeri Sriwijaya enam bulan lamanya untuk mempelajari Sabdawidya (tatabahasa Sansekerta). Ketika pulang dari India tahun 685, I-tsing bertahun-tahun tinggal di Sriwijaya untuk menerjemahkan naskah-naskah Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. I-tsing kembali ke Cina dari Sriwijaya tahun 695. Ia menulis dua buah bukunya yang termasyhur yaitu Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan (Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut Selatan) serta Ta-Tang Hsi-yu Chiu-fa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang).- Menurut catatan I-tsing, Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Hinayana, kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh Kerajaan Melayu.- Berita lain mengenai Kerajaan Melayu berasal dari Tang-Hui-Yao yang disusun oleh Wang pu pada tahun 961, dimana Kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 645 untuk pertama kalinya, namun setelah berdirinya Sriwijaya sekitar 670, Kerajaan Melayu tidak ada lagi mengirimkan utusan ke Cina. Kitab Purana pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah Malaya dvipa yang bermaksud tanah yang dikelilingi air. Geographike Sintaxis karya Ptolemy Pengunaan kata Melayu, telah dikenal sekitar tahun 100-150 yang menyebutkan maleu-kolon

c.Raja-raja Kerajaan Melayu1. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa (1183). Sumber: Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand, perintah kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Ibukota: Dharmasraya.2. Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. (1286). Prasasti Padang Roco tahun 1286 di Siguntur, pengiriman Arca Amonghapasa sebagai hadiah Raja Singhasari kepada Raja Dharmasraya. Ibukota: Dharmasraya.3. Akarendrawarman. (1300). Sumber: Prasasti Suruaso. Ibukota: dharmasraya atau Suruaso.4. Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa. (1347). Sumber: Arca Amoghapasa. Ibukota: Suruaso atau Pagarruyung.5. Ananggawarman. (1375). Sumber: Prasasti Pagaruyung. Ibukota: Pagaruyung.

6. Kerajaan Negara DipaDidirikan pada tahun: 1387-1495Kerajaan Negara Dipa berdiri pada tahun 1387-1495, sebelumnya ada Kerajaan Kuripan, dan setelah Kerajaan Negara Dipa berdiri Kerajaan Negra Daha. Kerajaan ini menggunakan bahasa Banjar Klasik. Agama yang masyarakat anut adalah agama Syiwa Buddha Kaharingan. Kerajaan Negara Dipa adalah kerajaan yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan. Kerajaan ini adalah pendahulu Kerajaan Negara Daha. Kerajaan Negara Daha terbentuk karena perpindahan ibukota kerajaan dari Amuntai (ibukota Negara-Dipa di hulu) ke Muhara Hulak (di hilir). Sejak masa pemerintahan Lambung Mangkurat wilayahnya terbentang dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting.

Artefak yang ditemukan di situs Candi Laras koleksi Museum Lambung Mangkurat.Kerajaan Negara Dipa memiliki daerah-daerah bawahan yang disebut Sakai, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Mantri Sakai. Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira sama dengan pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Salah satu negeri bawahan Kuripan adalah Negara Dipa. Menurut Hikayat Banjar, Negara Dipa merupakan sebuah negeri yang didirikan Ampu Jatmika yang berasal dari Keling (Coromandel). Menurut Veerbek (1889:10) Keling, propinsi Majapahit di barat daya Kediri.Menurut Paul Michel Munos dalam Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Senanjung Malaysia, hal 401 dan 435, Empu Jamatka (maksudnya Ampu Jatmika) mendirikan pada tahun 1387, dia berasal dari Majapahit. Diduga Ampu Jatmika menjabat sebagai Sakai di Negara Dipa (situs Candi Laras)(Margasari). Ampu Jatmika bukanlah keturunan bangsawan dan juga bukan keturunan raja-raja Kuripan, tetapi kemudian dia berhasil menggantikan kedudukan raja Kuripan sebagai penguasa Kerajaan Kuripan yang wilayahnya lebih luas tersebut, tetapi walau demikian Ampu Jatmika tidak menyebut dirinya sebagai raja, tetapi hanya sebagai Penjabat Raja (pemangku). Penggantinya Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) setelah bertapa di sungai berhasil memperoleh Putri Junjung Buih yang kemudian dijadikan Raja Putri di Negara Dipa. Raja Putri ini sengaja dipersiapkan sebagai jodoh bagi seorang Pangeran yang sengaja dijemput dari Majapahit yaitu Raden Putra yang kelak bergelar Pangeran Suryanata I. Keturunan Lambung Mangkurat dan keturunan mereka berdua inilah yang kelak sebagai raja-raja di Negara Dipa.Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi Empu Jatmika sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang didiami oleh Empu Jatmika. (Fudiat Suryadikara, Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu, Depdikbud, 1984)Kerajaan Negara Dipa semula beribukota di Candi Laras (Distrik Margasari) dekat hilir sungai Bahan tepatnya pada suatu anak sungai Bahan, kemudian ibukotanya pindah ke hulu sungai Bahan yaitu Candi Agung (Amuntai), kemudian Ampu Jatmika menggantikan kedudukan Raja Kuripan (negeri yang lebih tua) yang mangkat tanpa memiliki keturunan, sehingga nama Kerajaan Kuripan berubah menjadi Kerajaan Negara Dipa. Ibukota waktu itu berada di Candi Agung yang terletak di sekitar hulu sungai Bahan (Sungai Negara) yang bercabang menjadi sungai Tabalong dan sungai Balangan dan sekitar sungai Pamintangan (sungai kecil anak sungai Negara).Kerajaan ini dikenal sebagai penghasil intan pada zamannya.Raja Negara DipaRaja Pertama : Mpu Jatmaka Raja Terkenal : Lambung Mangkurat1. Periode Raja-raja Kuripan yang tidak diketahui nama penguasa dan masa pemerintahannya. Kerajaan Kuripan ini disebutkan dalam Hikayat Banjar Resensi II.2. Ampu Jatmaka bergelar Maharaja di Candi, saudagar kaya raya dari negeri Keling pendiri Negara Dipa tahun 1387 dengan mendirikan negeri Candi Laras yang terletak pada sebuah anak sungai Bahan (di sebelah hilir). Ia menjadi bawahan raja kerajaan Kuripan, kerajaan pribumi yang lebih dulu eksis. Kemudian Empu Jatmika memerintahkan bentara kanan Tumenggung Tatahjiwa memperluas wilayah dengan menaklukan daerah batang Tabalong, batang Balangan, batang Pitap dan daerah perbukitannya sekitarnya (yang dihuni suku Dayak Meratus). Ia jua memerintahkan bentara kiri Arya Megatsari menaklukan daerah batang Alai, batang Labuan Amas, batang Amandit dan daerah perbukitan sekitar daerah-daerah tersebut. Setelah itu ia memindahkan ibukota dari negeri Candi Laras ke negeri Candi Agung (candi kuno di hulu sungai Bahan) yang terletak di sebalik negeri Kuripan. Ampu Jatmaka sebagai penerus ayah angkatnya raja tua Kerajaan Kuripan yang tidak memiliki keturunan, namun Ampu Jatmaka mengganggap dirinya hanya sebagai Penjabat Raja. Negeri Kuripan, Negeri Candi Laras dan Negeri Candi Agung dan ditambah negeri Batung Batulis dan Baparada (Balangan) yang disebutkan di dalam Hikayat Banjar Resensi II teks Cense, maka daerah-daerah inilah yang awal mula menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Negara Dipa.3. Lambung Mangkurat [logat Banjar untuk Lembu Mangkurat] bergelar Ratu Kuripan (dengan wilayah kekuasaannya adalah negeri Kuripan). Ia puteri kedua Ampu Djatmaka. Ia berhasil memperluas wilayah kerajaan dari Tanjung Silat/Tanjung Selatan hingga ke Tanjung Puting yaitu wilayah dari sungai Barito sampai sungai Seruyan.4. Raden Galuh Ciptasari alias Putri Ratna Janggala Kadiri gelar anumerta Putri Junjung Buih (sebagai perwujudan putri buih/putri bunga air menurut mitos Melayu) yaitu gadis pribumi yang menjadi saudari (kakak) angkat Lambung Mangkurat. Pendapat lain menduga Putri Junjung Buih berasal dari Majapahit yang disebut Bhre Tanjungpura. Menurut Pararaton, Bhre Tanjungpura yaitu Manggalawardhani Dyah Suragharini yang berkuasa 1429-1464 adalah puteri Bhre Tumapel II 1389-1427 [abangnya Suhita] dengan istrinya Bhre Lasem V. Bhre Tanjungpura [Bhre Kalimantan] dan Bhre Pajang III Sureswari 1429-1450 [adik bungsu Manggalawardhani] keduanya menjadi istri Bhre Paguhan III 1400-1440 [ayahnya Sripura] tetapi perkawinan ini tidak memiliki keturunan (menurut Pararaton). Diduga Bhre Tanjungpura menikah lagi dengan Bhre Pamotan I Rajasawardhana Dyah Wijayakumara. Menurut Prasasti Trailokyapuri Manggalawardhani adalah Bhre Daha VI 1464-1474 yakni ibu Ranawijaya (janda Sang Sinagara).5. Rahadyan (Raden) Putra alias Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa gelar anumerta Maharaja Suryanata (sebagai perwujudan raja dewa matahari), adalah suami dari Putri Junjung Buih yang dilamar/dijemput dari Majapahit dengan persembahan 10 biji intan. Raja ini berhasil menaklukan raja Sambas, raja Sukadana/Tanjungpura, orang-orang besar/penguasa Batang Lawai (sungai Kapuas), orang besar/penguasa Kotawaringin, orang besar Pasir, raja Kutai, orang besar Berau dan raja Karasikan. Menurut Hikayat Banjar Versi II, pasangan ini memperoleh tiga putera yakni Pangeran Suryawangsa, Pangeran Suryaganggawangsa dan Pangeran Aria Dewangsa [adi-vamsa = pengasas dinasti]. Ketiga putera ini memerintah di daerah yang berlainan (a) Undan Besar dan Undan Kuning, (b) Undan Kulon dan Undan Kecil (c) Candi Laras, Candi Agung, Batung Batulis dan Baparada [Batu Piring] serta Kuripan. Setelah beberapa lama memerintah [pada tahun 1464?] Putri Junjung Buih dan Maharaja Suryanata mengatakan hendak pulang ke tempat asalnya dan pemerintahan dilanjutkan oleh putera-puteranya. Nama Rajasa yang digunakan raja ini kemungkinan kependekan dari Rajasawardhana alias Dyah Wijayakumara alias Sang Sinagara, yaitu putera sulung Bhre Tumapel III Dyah Kertawijaya 1429-1447. Dyah Wijayakumara [Bhre Kahuripan VI] memiliki istri bernama Manggalawardhani Bhre Tanjungpura. Dari perkawinan itu lahir empat orang anak, yaitu Samarawijaya [Bhre Kahuripan VII], Wijayakarana, [Bhre Mataram V], Wijayakusuma (Bhre Pamotan II), dan Ranawijaya (Bhre Kertabhumi= Kartapura= Tanjungpura).6. Aria Dewangsa putera bungsu Putri Junjung Buih dengan Maharaja Suryanata (Hikayat Banjar versi II), menikahi Putri Mandusari alias Putri Huripan [yang ibunya meninggal ketika melahirkannya] gelar Putri Kabu Waringin [karena minum air susu kerbau putih yang diikat di pohon beringin] yaitu puteri dari Lambung Mangkurat (Ratu Kuripan) dengan Dayang Diparaja.7. Raden Sekar Sungsang, cucu Putri Junjung Buih dan juga cucu Lambung Mangkurat adalah putera dari pasangan Pangeran Aria Dewangsa dengan Putri Kabu Waringin menurut Hikayat Banjar versi II, tetapi menurut Hikayat Banjar versi I adalah cicit Putri Junjung Buih dan juga cicit Lambung Mangkurat. Menurut versi II, Raden Sekar Sungsang [Panji Agung Rama Nata] pernah merantau ke Jawa [dan diduga sudah memeluk Islam] dan di Jawa ia mengawini wanita setempat dan memperoleh dua putera bernama Raden Panji Dekar dan Raden Panji Sekar [yang kemudian bergelar Sunan Serabut karena menikahi puteri Raja Giri].3