kerajaan islam di indonesia

96
“Kerajaan Islam di Indonesia” Oleh : Abdul Haris Manggala Putra Dini Adlina Salman Muhammad Iqbal Ridhatul Amalia C.A Riza Wulandari Azkha Tyara Debi Arisha

Upload: abdul-haris-manggala-putra

Post on 26-Jun-2015

1.497 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kerajaan Islam Di Indonesia

“Kerajaan Islam di Indonesia”

Oleh : Abdul Haris Manggala Putra Dini Adlina Salman Muhammad Iqbal Ridhatul Amalia C.A Riza Wulandari Azkha Tyara Debi Arisha

Page 2: Kerajaan Islam Di Indonesia

TP 2009/2010SMAN 1 BUKITTINGGI

Kerajaan Islam di Pulau Sumatera

Kesultanan Perlak (Abad ke-9 - abad ke-13)

Peta kerajaan Islam Peureulak dan Pasai.

Kesultanan Peureulak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur, Aceh sekarang antara tahun 840 sampai dengan tahun 1292. Perlak atau Peureulak terkenal sebagai suatu daerah penghasil kayu perlak, jenis kayu yang sangat bagus untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini dikenal dengan nama Negeri Perlak. Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad ke-8, disinggahi oleh kapal-kapal yang antara lain berasal dari Arabdan Persia. Hal ini membuat berkembangnya masyarakat Islam di daerah ini, terutama sebagai akibat perkawinan campur antara saudagar muslim dengan perempuan setempat.

Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran Islam di bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M. Lalu berdirilah kesultanan Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun 520–544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 608 H atau 1211 M.

Chu-fan-chi, yang ditulis Chau Ju-kua tahun 1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa. Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.

Perkembangan dan pergolakan

Page 3: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, yang beraliran Syiah dan merupakan keturunan Arab dengan perempuan setempat, yang mendirikan Kesultanan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Sultan ini bersama istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, kemudian dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, Aceh Timur.

Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan.

Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.

Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian:

Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988)

Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023)

Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan seluruh Perlak kembali bersatu di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.

Penggabungan dengan Samudera Pasai

Sultan ke-17 Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (memerintah 1230 – 1267) menjalankan politik persahabatan dengan menikahkan dua orang putrinya dengan penguasa negeri tetangga Peureulak:

Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara).

Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.

Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.

Page 4: Kerajaan Islam Di Indonesia

Daftar Sultan Perlak

Sultan-sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti: dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat. Berikut daftar sultan yang pernah memerintah Perlak.

1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840 – 864)2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864 – 888)3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888 – 913)4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915 – 918)5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928 – 932)6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932 – 956)7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956 – 983)8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat [5] (986 – 1023)9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023 – 1059)10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059 – 1078)11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078 – 1109)12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109 – 1135)13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135 – 1160)14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160 – 1173)15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173 – 1200)16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200 – 1230)17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat

(1230 – 1267)18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 – 1292)

Kesultanan Samudera Pasai (Abad ke-13 - abad ke-16)

Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Malik al-Saleh, pada sekitar tahun 1267 dan berakhir dengan dikuasainya Pasai oleh Portugis pada tahun 1521. Raja pertama bernama Sultan Malik as-Saleh yang wafat pada tahun 696 H atau 1297 M, kemudian dilanjutkan pemerintahannya oleh Sultan Malik at-Thahir.

Kesultanan Samudera-Pasai juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah di Samudera pada tahun 1345. Ibn Batuthah bercerita bahwa Sultan Malik az-Zahir di

Page 5: Kerajaan Islam Di Indonesia

negeri Samatrah menyambutnya dengan penuh keramahan. Menurut Ibn Batuthah, penduduk Samatrah (Samudera) menganut mazhab Syafi`i.

Belum begitu banyak bukti dan berita tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah.

Kesultanan Malaka (Abad ke-14 – abad ke-17)

Kesultanan Melaka (1402 - 1511) adalah sebuah kesultanan yang didirikan oleh Parameswara, seorang putra Melayu berketurunan Sriwijaya.

Parameswara merupakan turunan ketiga dari Sri Maharaja Sang Utama Parameswara Batara Sri Tri Buana (Sang Nila Utama), seorang penerus raja Sriwijaya. Sang Nila Utama mendirikan Singapura Lama dan berkuasa selama 48 tahun. Kekuasaannya dilanjutkan oleh putranya Paduka Sri Pekerma Wira Diraja (1372 – 1386) yang kemudian diteruskan oleh cucunya, Paduka Seri Rana Wira Kerma (1386 – 1399). Pada tahun 1401, Parameswara putra dari Seri Rana Wira Kerma, mengungsi dari Tumasik setelah mendapat penyerangan dari Majapahit.

Ibu kota kerajaan ini terdapat di Melaka, yang terletak pada Selat Malaka. Kesultanan ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi pelabuhan terpenting di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16. Malaka runtuh setelah ibukotanya direbut oleh Portugis pada tahun 1511.

Kejayaan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka di sebabkan oleh beberapa faktor penting yaitu, Parameswaratelah mengambil kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Cina ketika Laksamana Yin Ching mengunjungi Melaka pada tahun 1403. Salah seorang dari sultan Malaka telah menikahi seorang putri dari negara Cina yang bernama Putri Hang Li Po. Hubungan erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat kepada Malaka. Malaka mendapat perlindungan dari Cina yang merupakan pemegang kekuasaan terbesar di dunia pada masa itu untuk menghindari serangan Siam.

Sejarah

Page 6: Kerajaan Islam Di Indonesia

Parameswara pada awalnya menjadi raja di Singapura pada tahun 1390-an. Negeri ini kemudian diserang oleh Jawa dan Siam, yang memaksanya pinda lebih ke utara. Kronik Dinasti Ming mencatat Parameswara telah tinggal di ibukota baru di Melaka pada 1403, tempat armada Ming yang dikirim ke selatan menemuinya. Sebagai balasan upeti yang diberikan Kekaisaran Cina menyetujui untuk memberikan perlindungan pada kerajaan baru tersebut.

Parameswara kemudian menganut agama Islam setelah menikahi putri Pasai. Laporan dari kunjungan Laksamana Cheng Ho pada 1409 menyiratkan bahwa pada saat itu Parameswara masih berkuasa, dan raja dan rakyat Melaka sudah menjadi muslim. Pada 1414 Parameswara digantikan putranya, Megat Iskandar Syah.

Megat Iskandar Syah memerintah selama 10 tahun, dan digantikan oleh Muhammad Syah. Putra Muhammad Syah yang kemudian menggantikannya, Raja Ibrahim, tampaknya tidak menganut agama Islam, dan mengambil gelar Seri Parameswara Dewa Syah. Namun masa pemerintahannya hanya 17 bulan, dan dia mangkat karena terbunuh pada 1445. Saudara seayahnya, Raja Kasim, kemudian menggantikannya dengan gelar Sultan Mudzaffar Syah.

Di bawah pemerintahan Sultan Mudzaffar Syah Melaka melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya dan pantai timur Sumatera (Kampar dan Indragiri). Ini memancing kemarahan Siam yang menganggap Melaka sebagai bawahan Kedah, yang pada saat itu menjadi vassal Siam. Namun serangan Siam pada 1455 dan 1456 dapat dipatahkan.

Di bawah pemerintahan raja berikutnya yang naik tahta pada tahun 1459, Sultan Mansur Syah, Melaka menyerbu Kedah dan Pahang, dan menjadikannya negara vassal. Di bawah sultan yang sama Johor, Jambi dan Siak juga takluk. Dengan demikian Melaka mengendalikan sepenuhnya kedua pesisir yang mengapit Selat Malaka.

Mansur Syah berkuasa sampai mangkatnya pada 1477. Dia digantikan oleh putranya Alauddin Riayat Syah. Sultan memerintah selama 11 tahun, saat dia meninggal dan digantikan oleh putranya Sultan Mahmud Syah.

Mahmud Syah memerintah Malaka sampai tahun 1511, saat ibu kota kerajaan tersebut diserang pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque. Serangan dimulai pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511. Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Bintan dan mendirikan ibukota baru di sana. Pada tahun 1526 Portugis membumihanguskan Bintan, dan Sultan kemudian melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian. Putranya Muzaffar Syah kemudian menjadi sultan Perak, sedangkan putranya yang lain Alauddin Riayat Syah II mendirikan kerajaan baru yaitu Johor.

Daftar raja-raja Malaka

1. Parameswara (1402-1414)2. Megat Iskandar Syah (1414-1424)

Page 7: Kerajaan Islam Di Indonesia

3. Sultan Muhammad Syah (1424-1444)4. Seri Parameswara Dewa Syah(1444-1445)5. Sultan Mudzaffar Syah (1445-1459)6. Sultan Mansur Syah (1459-1477)7. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488)8. Sultan Mahmud Syah (1488-1528)

Kesultanan Aceh (Abad ke-16 – 1903)

Kesultanan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari Samudera Pasai yang pada tahun 1360ditaklukkan oleh Majapahit hingga kemundurannya di abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulauSumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Sejarah

Awal mula

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Di awal-awal masa pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Pedir, Pasai, Deli dan Aru. Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.

Masa kejayaan

Page 8: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atasSelat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Melaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.

Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan,Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.

Kemunduran

Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.

Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.

Page 9: Kerajaan Islam Di Indonesia

Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dariSoekarno kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu.

Perang Aceh

Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.

Tuanku Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, sultan Aceh yang terakhir.

Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.

Sultan Muhammad Daud akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh seluruhnya pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

Page 10: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kerajaan Melayu Jambi

Dharmasraya merupakan nama ibukota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera, nama ini muncul seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Coladewa raja Chola dari Koromandel pada tahun 1025.

Awal Mula

Munculnya Wangsa Mauli

Kemunduran kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Coladewa, raja Chola telah mengakhiri kekuasaanWangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa Mauli.

Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah Prasasti Grahi tahun 1183 di selatanThailand. Prasasti itu berisi perintah Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan tugas membuat arca tersebut bernama Mraten Sri Nano.

Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu Prasasti Padang Roco tahun 1286. Prasasti ini menyebut adanya seorang raja bernama Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Ia mendapat kiriman Arca Amoghapasa dari atasannya, yaitu Kertanagara raja Singhasari di Pulau Jawa. Arca tersebut kemudian diletakkan di Dharmasraya.

Dharmasraya dalam Pararaton merupakan ibukota dari negeri bhūmi mālayu. Dengan demikian, Tribhuwanaraja dapat pula disebut sebagai raja Malayu. Tribhuwanaraja sendiri kemungkinan besar adalah keturunan dari Trailokyaraja. Oleh karena itu, Trailokyaraja pun bisa juga dianggap sebagai raja Malayu, meskipun Prasasti Grahi tidak menyebutnya dengan jelas.

Yang menarik di sini adalah daerah kekuasaan Trailokyaraja pada tahun 1183 telah mencapai Grahi, yang terletak di selatan Thailand (Chaiya sekarang). Itu artinya, setelah Sriwijaya mengalami kekalahan, Malayu bangkit kembali sebagai penguasa Selat Malaka. Namun, kapan kiranya kebangkitan tersebut dimulai tidak dapat dipastikan, dari catatan Cina disebutkan bahwa pada tahun 1082 masih ada utusan dari Chen-pi (Jambi) sebagai bawahan San-fo-ts'i, dan disaat bersamaan muncul pula utusan dari Pa-lin-fong (Palembang) yang masih menjadi bawahan keluarga Rajendra.

Istilah Srimat yang ditemukan di depan nama Trailokyaraja dan Tribhuwanaraja berasal dari bahasa Tamil yang bermakna ”tuan pendeta”. Dengan demikian, kebangkitan kembali

Page 11: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kerajaan Malayu dipelopori oleh kaum pendeta. Namun, tidak diketahui dengan jelas apakah pemimpin kebangkitan tersebut adalah Srimat Trailokyaraja, ataukah raja sebelum dirinya, karena sampai saat ini belum ditemukan prasasti Wangsa Mauli yang lebih tua daripada prasasti Grahi.

Daerah Kekuasaan Dharmasraya

Dalam naskah berjudul Chu-fan-chi karya Chau Ju-kua tahun 1225 disebutkan bahwa negeri San-fo-tsi memiliki 15 daerah bawahan, yaitu Che-lan (Kamboja),Kia-lo-hi (Grahi, Ch'ai-ya atau Chaiya selatan Thailand sekarang), Tan-ma-ling (Tambralingga, selatan Thailand), Ling-ya-si-kia (Langkasuka, selatan Thailand), Ki-lan-tan (Kelantan), Ji-lo-t'ing (Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Tong-ya-nong (Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun, daerah Terengganu sekarang), Tsien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa-t'a (Sungai Paka, pantai timur semenanjung malaya), Pong-fong (Pahang), Lan-mu-li(Lamuri, daerah Aceh sekarang), Kien-pi (Jambi), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-to (Sunda), dan dengan demikian, wilayah kekuasaan San-fo-tsi membentang dari Kamboja, Semenanjung Malaya, Sumatera sampai Sunda.

San-fo-tsi

Istilah San-fo-tsi pada zaman Dinasti Song sekitar tahun 990–an identik dengan Sriwijaya. Namun, ketika Sriwijaya mengalami kehancuran pada tahun 1025, istilah San-fo-tsi masih tetap dipakai dalam naskah-naskah kronik Cina untuk menyebut Pulau Sumatra secara umum. Apabila San-fo-tsi masih dianggap identik dengan Sriwijaya, maka hal ini akan bertentangan dengan prasasti Tanyore tahun 1030, bahwa saat itu Sriwijaya telah kehilangan kekuasaannya atas Sumatra dan Semenanjung Malaya. Selain itu dalam daftar di atas juga ditemukan nama Pa-lin-fong yang identik dengan Palembang. Karena Palembang sama dengan Sriwijaya, maka tidak mungkin Sriwijaya menjadi bawahan Sriwijaya.

Kronik Cina mencatat bahwa pada periode 1079 dan 1088, San-fo-tsi masih mengirimkan utusan, masing-masing dari Kien-pi (Jambi) dan Pa-lin-fong(Palembang).

Dalam berita Cina yang berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa Kerajaan San-fo-tsi tahun 1082 mengirim duta besar ke Cina yang saat itu di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, dan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Dan kemudian dilanjutkan pengiriman utusan selanjutnya tahun 1088.

Sebaliknya, dari daftar daerah bawahan San-fo-tsi tersebut tidak ada menyebutkan Ma-la-yu ataupun nama lain yang mirip dengan Dharmasraya.

Dengan demikian, istilah San-fo-tsi pada tahun 1225 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan identik dengan Dharmasraya. Jadi, daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut

Page 12: Kerajaan Islam Di Indonesia

merupakan daftar jajahan Kerajaan Dharmasraya, karena saat itu masa kejayaan Sriwijaya sudah berakhir.

Jadi, istilah San-fo-tsi yang semula bermakna Sriwijaya tetap digunakan dalam berita Cina untuk menyebut Pulau Sumatera secara umum, meskipun kerajaan yang berkuasa saat itu adalah Dharmasraya. Hal yang serupa terjadi pada abad ke-14, yaitu zaman Majapahit dan Dinasti Ming. Catatan sejarah Dinasti Ming masih menggunakan istilah San-fo-tsi, seolah-olah saat itu Sriwijaya masih ada. Sementara itu, catatan sejarah Majapahit berjudul Nagarakretagama tahun 1365sama sekali tidak pernah menyebut adanya negeri bernama Sriwijaya melainkan Palembang.

Ekspedisi Pamalayu

Dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Pararaton menyebutkan pada tahun 1275, Kertanagara mengirimkan utusan dari Jawa ke Sumatera yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Mahisa Anabrang atau Kebo Anabrang, kemudian ditahun 1286 Kertanagara kembali mengirimkan utusan untuk mengantarkan Arca Amoghapasa yang kemudian dipahatkan pada Prasasti Padang Roco di Dharmasraya ibukota bhumi malayu sebagai hadiah dari kerajaanSinghasari dan tim ini kembali ke pulau Jawa pada tahun 1293 sekaligus membawa dua orang putri dari Kerajaan Melayu yakni bernama Dara Petak dan Dara Jingga. Kemudian Dara Petak dinikahkan oleh Raja Raden Wijaya yang telah menjadi raja Majapahit penganti Singhasari, dan pernikahan ini melahirkanJayanagara, raja kedua Majapahit. Sedangkan Dara Jingga dinikahkan dengan sira alaki dewa ( orang yang bergelar dewa) dan kemudian melahirkan Tuhan Janaka atau Mantrolot Warmadewa yang identik dengan Adityawarman dan kelak menjadi raja Pagaruyung.

Penaklukan Majapahit

Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebut Negeri Melayu sebagai salah satu di antara sekian banyak negeri jajahan Kerajaan Majapahit. Namun interpretasi isi yang menguraikan daerah-daerah "wilayah" kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti ini masih kontroversial, sehingga dipertentangkan sampai hari ini. Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit, sekaligus melakukan beberapa penaklukan yang dimulai dengan menguasai Palembang. Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan menyebut nama Arya Damar sebagai Bupati Palembang yang berjasa membantu Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1343. Menurut Prof. C.C. Berg, tokoh ini dianggapnya identik dengan Adityawarman.

Dari Dharmasraya ke Malayapura

Setelah membantu Majapahit dalam melakukan beberapa penaklukan, pada tahun 1347 tahun masehi atau 1267 tahun saka, Adityawarman memproklamirkan dirinya sebagai Maharajadiraja dengan gelar Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama

Page 13: Kerajaan Islam Di Indonesia

Rajendra Mauli Warmadewa dan menamakan kerajaannya dengan nama Malayapura dan kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu sebelumnya dan memindahkan ibukotanya dari Dharmasraya ke daerah pedalaman Minang (Pagaruyung atau Suruaso). Dengan melihat gelar yang disandang Adityawarman, terlihat dia menggabungan beberapa nama yang pernah dikenal sebelumnya, Mauli merujuk garis keturunannya kepada Bangsa Mauli penguasa Dharmasraya dan gelar Sri Udayadityavarman pernah disandang salah seorang raja Sriwijaya serta menambahkah Rajendra nama penakluk penguasa Sriwijaya, raja Chola dari Koromandel. Hal ini tentu sengaja dilakukan untuk mempersatukan seluruh keluarga penguasa di Swarnnabhumi.

Walaupun ibukota kerajaan Melayu telah dipindahkah ke daerah pedalaman, di Dharmasraya tetap dipimpin oleh seorang Maharaja Dharmasraya tetapi statusnya berubah menjadi raja bawahan, sebagaimana tersebut pada Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci yang diperkirakan pada zaman Adityawarman.

Daftar Raja Dharmasraya

Berikut ini daftar nama raja Dharmasraya:

Tahun (Masehi)

Nama raja atau gelar

Ibu kota /pusat pemerintahan

Prasasti, catatan pengiriman utusan ke Tiongkok serta peristiwa

1183 Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa

Dharmasraya Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand, perintah kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin.

1286 Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa

Dharmasraya Prasasti Padang Roco tahun 1286 di Siguntur (Kab. Dharmasraya sekarang), pengiriman Arca Amoghapasa sebagai hadiah Raja Singhasari kepada Raja Dharmasraya.

1300 Akarendrawarman

Dharmasraya atau Pagaruyung atau Suruaso

Prasasti Suruaso di (Kab. Tanah Datar sekarang), dimana Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan yang dibuat oleh raja sebelumnya yaitu Akarendrawarman.

1347 Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakram

Pagaruyung atau Suruaso

Memindahkan pemerintahan ke Pagaruyung atau Suruaso,Manuskrip pada Arca Amoghapasa bertarikh 1347 di

Page 14: Kerajaan Islam Di Indonesia

a Rajendra Maulimali Warmadewa

(Kab. Dharmasraya sekarang), Prasasti Suruaso dan Prasasti Kuburajo

Kesultanan Johor

Kesultanan Johor yang kadang-kadang disebut juga sebagai Johor-Riau atau Johor-Riau-Lingga adalah kerajaan yang didirikan pada tahun 1528 oleh Sultan Alauddin Riayat Syah, putra sultan terakhir Melaka, Mahmud Syah. Sebelumnya daerah Johor-Riau merupakan bagian dari Kesultanan Melaka yang runtuh akibat serangan Portugis pada 1511.

Pada puncak kejayaannya Kesultanan Johor-Riau mencakup wilayah Johor sekarang, Pahang, Selangor, Singapura, Kepulauan Riau, dan daerah-daerah diSumatera seperti Riau Daratan dan Jambi.

Sebagai balas jasa atas bantuan merebut tahta Johor Sultan Hussein Syah mengizinkan Britania pada 1819 untuk mendirikan pemukiman di Singapura. Dengan ditandatanganinya Traktat London tahun 1824 Kesultanan Johor-Riau dibagi dua menjadi Kesultanan Johor, dan Kesultanan Riau-Lingga. Pada tahun yang sama Singapura sepenuhnya berada di bawah kendali Britania. Riau-Lingga dihapuskan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911.

Pada tahun 1914, Sultan Ibrahim, dipaksa untuk menerima kehadiran Residen Britania. Dengan demikian Johor efektif menjadi koloni Mahkota Britania.

Johor menjadi salah satu negara bagian Malaysia ketika negara itu didirikan pada 1963.

Perang Segi Tiga

Sultan Alauddin Riayat Syah membangun sebuah kota di Johor Lama yang terletak di tebing Sungai Johor dan dari situ dia melancarkan serangan terhadap Portugis di Melaka. Baginda senantiasa bekerjasama dengan saudaranya di Perak dan juga dengan Sultan Pahang untuk merebut Malaka kembali.

Pada masa yang sama, di sebelah utara Sumatera, Kerajaan Aceh mulai mengembangkan pengaruhnya untuk menguasai Selat Melaka. Selepas kejatuhan Malaka kepada Portugis yang beragama Nasrani, pedagang-pedagang Muslim mula menjauhkan diri dari Malaka dan singgah di Aceh. Melihat keadaan itu Portugis merasa tersaingi karena hasil perdagangannya semakin berkurang.

Portugis dan Johor senantiasa berperang yang menyebabkan Aceh melancarkan serangan terhadap kedua kekuatan itu. Kebangkitan Aceh di Selat Melaka mengakibatkan Johor dan Portugis berdamai dan bekerjasama melemahkan Aceh. Tetapi setelah Aceh menjadi lemah, Johor dan Portugis kembali berperang.

Page 15: Kerajaan Islam Di Indonesia

Belanda di Melaka

Pada abad ke-17, Belanda tiba di Asia Tenggara. Belanda bukanlah sekutu atau kawan Portugis dan hal ini menyebabkan Belanda bersekutu dengan Johor untuk memerangi Portugis di Malaka. Akhirnya pada tahun 1641, Belanda dan Johor berhasil mengalahkan Portugis. Melaka kemudian menjadi milik Belanda sehingga Perjanjian Inggeris-Belanda 1824 ditandatangani.

Perang Johor-Jambi

Pada waktu Perang Segi Tiga, Jambi yang berada di bawah kekuasaan Johor menjadi tumpuan ekonomi dan politik. Pada tahun 1666, Jambi mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Johor dan di antara tahun 1666 hingga tahun 1673 terjadi peperangan antara Johor dan Jambi. Ibu kota Johor, Batu Sawar dihancurkan oleh tentara Jambi. Hal ini menyebabkan ibu kota Johor berpindah-randah.

Pada tahun 1679, Laksamana Tun Abdul Jamil menyewa pasukan upahan Bugis untuk bersama-sama dengan pasukan Johor menyerang Jambi. Tidak lama kemudian Jambi pun berakhir.

Krisis antara Johor dan Jambi bermula disaat kedua belah pihak berselisih paham mengenai perebutan kawasan yang bernama Tungkal. Pada masa ini Johor diperintah oleh Sultan Abdul Jalil Syah III dan pemerintahan lebih banyak dimainkan oleh Raja Muda. Dalam usaha untuk mendapatkan Tungkal dari tangan orang Jambi, orang Johor telah menghasut penduduk Tungkal untuk memberontak. Hal ini menimbulkan kemarahan Pemerintah Jambi. Namun kekuatan Johor yang disegani pemerintah Jambi pada waktu itu menyebabkan Jambi memilih untuk berdamai. Ketegangan antara Johor dan Jambi dapat diredakan karena perkawinan antara Raja Muda Johor dengan Puteri Sultan Jambi pada tahun 1659.

Namun persengketaan antara Johor dan Jambi kembali meletus dikarenakan tindakan kedua-dua pihak yang saling menghina kedaulatan kerajaan masing-masing. Johor kembali berperang dengan membawa 7 buah kapal untuk menyerang perkampungan nelayan Jambi pada bulan Mei 1667. Kegiatan perdagangan semakin merosot akibat perperangan yang terjadi karena tidak ada jaminan keselamatan kepada pedagang untuk menjalankan perdagangan di kawasan bergolak ini. Hal ini menyebabkan kerugian ekonomi kepada Johor. Puncak peristiwa peperangan ini terjadi saat Pengeran Dipati Anum mengetuai sebuah angkatan perang untuk menyerang dan memusnahkan Johor secara mengejutkan pada 4 April 1673. Serangan ini telah melumpuhkan sistem pemerintahan kerajaan Johor. Dalam usaha menyelamatkan diri, Raja Muda bersama seluruh penduduk Johor telah lari bersembunyi di dalam hutan. Bendahara Johor ditawan dan dibawa pulang ke Jambi.

Page 16: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sultan Abdul Jalil Syah III juga melarikan diri ke Pahang. Baginda akhirnya meninggal dunia di sana pada 22 November 1677. Perperangan yang menyebabkan kekalahan kerajaan Johor ini telah mengakibatkan kerugian yang besar kepada Johor kerana Jambi telah bertindak merampas semua barang berharga milik kerajaan Johor termasuk 4 tan emas, sebagian besar senjata api yang merupakan simbol kemegahan dan kekuatan Johor. Kehilangan senjata api dan tentara dalam jumlah besar menyebabkan kerajaan Johor tidak dapat berbuat apa-apa, dan hal ini secara tidak langsung meruntuhkan kerajaan Johor.

Pengaruh Bugis dan Minangkabau

Sultan Mahmud Syah II wafat pada tahun 1699 tanpa meninggalkan harta warisan. Melihat keadaan itu, Bendahara Abdul Jalil melantik dirinya sebagai sultan baru yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV. Tetapi timbul ketidakpuasan di kalangan pembesar-pembesar lain atas perlantikan itu.

Orang Bugis yang memainkan peranan penting sewaktu Perang Johor-Jambi mempunyai pengaruh yang kuat di Johor. Selain daripada orang Bugis, orang Minangkabau juga mempunyai pengaruh yang kuat. Orang Bugis dan Minangkabau percaya dengan kematian Sultan Mahmud II, mereka dapat mengembangkan pengaruh mereka di Johor. Di kalangan orang Minangkabau terdapat seorang putra dari Siak yaitu Raja Kecil yang mengaku dirinya sebagai pewaris tunggal Sultan Mahmud II. Raja Kecil menjanjikan kepada orang Bugis bahwa apabila mereka menolongnya menaiki tahta kerajaan, dia akan melantik ketua orang-orang Bugis sebagai Yam Tuan Muda Johor. Pada waktu itu orang-orang Bugis telah pergi ke Selangor untuk mengumpulkan orang-orangnya sebelum melancarkan serangan. Namun pada tahun 1717, Raja Kecil dan pasukan Minangkabau dari Siak telah menyerang Johor terlebih dahulu setelah terlalu lama menunggu kedatangan orang-orang Bugis. Pada 21 Maret 1718, Raja Kecil telah menawan Panchor. Raja Kecil melantik dirinya sebagai Yang Dipertuan Johor dan bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I. Setelah Raja Kecil berhasil menduduki tahta Johor, orang-orang Bugis datang menuntut janji untuk dilantik sebagai Yam Tuan Muda. Permintaan ini tidak dipenuhi Raja Kecil karena orang-orang Bugis tidak memberikan bantuan sebagaimana yang diminta oleh Raja Kecil.

Tidak puas dengan pelantikan Raja Kecil, bekas Bendahara Abdul Jalil meminta Daeng Parani, pemimpin orang Bugis, untuk menolongnya mendapatkan tahta. Permintaan ini disetujui orang-orang Bugis karena mereka juga kecewa tidak dapat menuntut jabatan Yam Tuan Muda. Pada tahun 1722, Raja Kecil terpaksa meletakkan tahta karena pengaruh Bugis. Anak Bendahara Abdul Jalil kemudiannya dilantik menjadi sultan dengan gelar Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah. Tetapi Sultan Sulaiman hanyalah seorang sultan boneka yang tidak mempunyai kekuasaan karena Daeng Merewah yang memegang kuasa sebagai Yamtuan Muda.

Page 17: Kerajaan Islam Di Indonesia

Raja-raja Johor

Raja-raja Kesultanan Johor-Riau (1528-1824)

1. 1528-1564: Sultan Alauddin Riayat Syah II (Raja Ali/Raja Alauddin)2. 1564-1570: Sultan Muzaffar Syah II (Raja Muzafar/Radin Bahar)3. 1570-1571: Sultan Abd. Jalil Syah I (Raja Abdul Jalil)4. 1570/71-1597: Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II (Raja Umar)5. 1597-1615: Sultan Alauddin Riayat Syah III (Raja Mansur)6. 1615-1623: Sultan Abdullah Ma'ayat Syah (Raja Mansur)7. 1623-1677: Sultan Abdul Jalil Syah III (Raja Bujang)8. 1677-1685: Sultan Ibrahim Syah (Raja Ibrahim/Putera Raja Bajau)9. 1685-1699: Sultan Mahmud Syah II (Raja Mahmud)10. 1699-1720: Sultan Abdul Jalil IV (Bendahara Paduka Raja Tun Abdul Jalil)11. 1718-1722: Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecil/Yang DiPertuan Johor)12. 1722-1760: Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (Raja Sulaiman/Yang DiPertuan Besar

Johor-Riau)13. 1760-1761: Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah14. 1761: Sultan Ahmad Riayat Syah15. 1761-1812: Sultan Mahmud Syah III (Raja Mahmud)16. 1812-1819: Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah (Tengku Abdul Rahman)

Raja-raja Kesultanan Johor (1824-sekarang)

1. 1819-1835: Sultan Hussain Shah (Tengku Husin/Tengku Long)2. 1835-1877: Sultan Ali (Tengku Ali; tidak diakui oleh Inggris)3. 1855-1862: Raja Temenggung Tun Daeng Ibrahim (Seri Maharaja Johor)4. 1862-1895: Sultan Abu Bakar Daeng Ibrahim (Temenggung Che Wan Abu

Bakar/Ungku Abu Bakar)5. 1895-1959: Sultan Ibrahim ibni Sultan Abu Bakar6. 1959-1981: Sultan Ismail ibni Sultan Ibrahim7. 1981-2010: Sultan Mahmood Iskandar Al-Haj8. 2010 - sekarang : Sultan Ibrahim Ismail ibni Almarhum Sultan Iskandar

Kerajaan Islam di Pulau Jawa

Kesultanan Demak (1500 – 1550)

Kesultanan Demak adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak

Page 18: Kerajaan Islam Di Indonesia

tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang diperkirakan didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Periode ketika beribukota di sana kadang-kadang dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4 ibukota dipindahkan ke Prawata (dibaca "Prawoto").

Cikal-bakal

Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar.

Di bawah Pati Unus

Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.

Di bawah Sultan Trenggana

Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalahFatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.

Kemunduran

Suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus. Ia ditentang oleh adik Sultan Trenggono, yaitu Pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lepen akhirnya terbunuh. Pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya "dihabisi" oleh suruhan Arya Penangsang, putera Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian

Page 19: Kerajaan Islam Di Indonesia

menjadi penguasa tahta Demak. Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan banyak adipati memusuhi Arya Penangsang.

Arya Penangsang akhirnya berhasil dibunuh dalam peperangan oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan kePajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang.

Kesultanan Banten (1524 – 1813)

Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon dibantu pasukan Demak menduduki pelabuhan Banten, salah satu dari pelabuhan kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Cirebon dan Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan utama Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.

Sejarah

Anak dari Sunan Gunung Jati atau Fatahillah (Faletehan) yaitu Maulana Hasanudin menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kesultanan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kesultanan Banten karena dibantu oleh para ulama.

Puncak kejayaan

Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fath Abdul Fatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten

Page 20: Kerajaan Islam Di Indonesia

telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.

Masa kekuasaan Sultan Haji

Pada zaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.

Penghapusan kesultanan

Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta olehThomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.

Daftar pemimpin Kesultanan Banten

1. Sunan Gunung Jati2. Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 15703. Maulana Yusuf 1570 - 15804. Maulana Muhammad 1585 - 15905. Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 16056. Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 - 16507. Sultan Ageng Tirtayasa 1651-16808. Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 - 16879. Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)10. Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)11. Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)12. Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)13. Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)14. Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)15. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)16. Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)17. Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)18. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)19. Aliyuddin II (1803-1808)20. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)21. Muhammad Syafiuddin (1809-1813)22. Muhammad Rafiuddin (1813-1820)

Page 21: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kesultanan Pajang (1568 – 1618)

Kesultanan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.

Asal-usul

Sesungguhnya nama negeri Pajang sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, ada seorang adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau disingkat Bhre Pajang. Nama aslinya adalah Dyah Nertaja, yang merupakan ibu dari Wikramawardhana, raja Majapahit selanjutnya.

Dalam naskah-naskah babad, negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal Pajang. Cerita Rakyat yang sudah melegenda menyebut Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan.

Ketika Majapahit dipimpin oleh Brawijaya (raja terakhir versi naskah babad), nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan putri Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih raja Blambangan putra Menak Jingga. Muncul seorang pahlawan bernama Jaka Sengara yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya.

Atas jasanya itu, Jaka Sengara diangkat Brawijaya sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelarAndayaningrat.

Kesultanan Pajang

Menurut naskah babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan Kesultanan Demak.

Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak.

Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu Sultan Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan sekitarnya.

Page 22: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta, namun kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1549. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal.

Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara putri Sultan Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris takhta Kesultanan Demak, yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.

Perkembangan

Pada awal berdirinya tahun 1549, wilayah Kesultanan Pajang hanya meliputi sebagian Jawa Tengah saja, karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.

Pada tahun 1568 Sultan Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati Jawa Timur) dinikahkan dengan putri Sultan Hadiwijaya.

Negeri kuat lainnya, yaitu Madura juga berhasil ditundukkan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dhuwur juga diambil sebagai menantu Sultan Hadiwijaya.

Peran Wali Songo

Pada zaman Kesultanan Demak, majelis ulama Wali Songo memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak.

Sepeninggal Sultan Trenggana, peran Wali Songo ikut memudar. Sunan Kudus bahkan terlibat pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, raja baru pengganti Sultan Trenggana.

Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali masih berperan dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, Sunan Prapenbertindak sebagai pelantik Hadiwijaya sebagai sultan. Ia juga menjadi mediator pertemuan Sultan Hadiwijaya dengan para adipati Jawa Timur tahun 1568. Sementara itu, Sunan Kalijaga juga pernah membantu Ki Ageng Pemanahan meminta haknya pada Sultan Hadiwijaya atas tanah Mataram sebagai hadiah sayembara menumpas Arya Penangsang.

Wali lain yang masih berperan menurut naskah babad adalah Sunan Kudus. Sepeninggal Sultan Hadiwijaya tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan Pangeran Benawa dari jabatan putra mahkota, dan menggantinya dengan Arya Pangiri.

Page 23: Kerajaan Islam Di Indonesia

Mungkin yang dimaksud dengan Sunan Kudus dalam naskah babad adalah Panembahan Kudus, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550.

Pemberontakan Mataram

Tanah Mataram dan Pati adalah dua hadiah Sultan Hadiwijaya untuk siapa saja yang mampu menumpas Arya Penangsang tahun 1549. Menurut laporan resmi peperangan, Arya Penangsang tewas dikeroyok Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi.

Ki Penjawi diangkat sebagai penguasa Pati sejak tahun 1549. Sedangkan Ki Ageng Pemanahan baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat bantuan Sunan Kalijaga. Hal ini disebabkan karena Sultan Hadiwijaya mendengar ramalan Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir kerajaan yang lebih besar dari pada Pajang.

Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika Mataram dipimpin Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan sejak tahun 1575. Tokoh Sutawijaya inilah yang sebenarnya membunuh Arya Penangsang. Di bawah pimpinannya, daerah Mataram semakin hari semakin maju dan berkembang.

Pada tahun 1582 meletus perang Pajang dan Mataram karena Sutawijaya membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang, yang dihukum buang ke Semarangoleh Sultan Hadiwijaya. Perang itu dimenangkan pihak Mataram meskipun pasukan Pajang jumlahnya lebih besar.

Keruntuhan

Sepulang dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.

Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.

Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namunPangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.

Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawakemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.

Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahanMataram. Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya.

Page 24: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sutawijaya sendiri mendirikan Kesultanan Mataram di mana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.

Daftar Raja Pajang

1. Jaka Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya2. Arya Pangiri bergelar Sultan Ngawantipura3. Pangeran Benawa bergelar Sultan Prabuwijaya

Kesultanan Mataram (1586 – 1755)

Peta Mataram Baru yang telah dipecah menjadi empat kerajaan pada tahun 1830, setelah Perang Diponegoro. Pada peta ini terlihat bahwaKasunanan Surakarta memiliki banyak enklave di wilayah Kasultanan Yogyakarta dan wilayah Belanda. Mangkunagaran juga memiliki sebuah enklave di Yogyakarta. Di kemudian hari enklave-enklave ini dihapus.

Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang didirikan oleh Sutawijaya, keturunan dari Ki Ageng Pemanahan yang mendapat hadiah sebidang tanah dari raja Pajang, Hadiwijaya, atas jasanya. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya dapat menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya termasuk Madura serta meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.

Masa awal

Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini,

Page 25: Kerajaan Islam Di Indonesia

mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.

Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyakyang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang.

Sultan Agung

Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelarAmangkurat (Amangkurat I).

Terpecahnya Mataram

Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.

Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.

Page 26: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta danKasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.

Peristiwa Penting

• 1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang.

• 1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.• 1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra

Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).

• 1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.

• 1588 - Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan UlamaPengatur Kehidupan Beragama.

• 1601 - Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa: krapyak).

• 1613 - Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman"

• 1645 - Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.• 1645 - 1677 - Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang

dimanfaatkan oleh VOC.• 1677 - Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I

mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.

• 1680 - Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibukota ke Kartasura.• 1681 - Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.• 1703 - Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan

Amangkurat III.

Page 27: Kerajaan Islam Di Indonesia

• 1704 - Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan.

• 1708 - Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.

• 1719 - Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta II (1719-1723).

• 1726 - Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.

• 1742 - Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan.

• 1743 - Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan VOC.

• 1745 - Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton.

• 1746 - Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta III yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.

• 1749 - 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada

• 1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III.

• 1752 - Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.

• 1754 - Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.

• 1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi, ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakartadan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang

Page 28: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.

• 1757 - Perpecahan kembali melanda Mataram. R.M. Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".

• 1788 - Susuhunan Paku Buwono III mangkat.• 1792 - Sultan Hamengku Buwono I wafat.• 1795 - KGPAA Mangku Nagara I meninggal.• 1799 - Voc dibubarkan• 1813 - Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai

penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".

• 1830 - Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca nagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de facto dan de yure dikuasai oleh Hindia Belanda.

Kesultanan Cirebon (Abad ke-16)

Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada abad ke-15 dan 16 Masehi, dan merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau. Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuatnya menjadi pelabuhan dan "jembatan" antara kebudayaan Jawa dan Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.

Sejarah

Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon pada awalnya adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran), karena di sana bercampur para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan mata pencaharian yang berbeda-beda untuk bertempat tinggal atau berdagang.

Page 29: Kerajaan Islam Di Indonesia

Mengingat pada awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai serta pembuatan terasi, petis, dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi (belendrang) dari udang rebon inilah berkembanglah sebutan cai-rebon (Bahasa Sunda:, air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon.

Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Perkembangan awal

Ki Gedeng Tapa

Ki Gedeng Tapa (atau juga dikenal dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati) adalah seorang saudagar kaya di pelabuhan Muarajati, Cirebon. Ia mulai membuka hutan ilalang dan membangun sebuah gubug dan sebuah tajug (Jalagrahan) pada tanggal 1 Syura 1358 (tahun Jawa) bertepatan dengan tahun 1445 Masehi. Sejak saat itu, mulailah para pendatang mulai menetap dan membentuk masyarakat baru di desa Caruban.

Ki Gedeng Alang-Alang

Kuwu atau kepala desa Caruban yang pertama yang diangkat oleh masyarakat baru itu adalah Ki Gedeng Alang-alang. Sebagai Pangraksabumi atau wakilnya, diangkatlah Raden Walangsungsang, yaitu putra Prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang atau Subangkranjang, yang tak lain adalah puteri dari Ki Gedeng Tapa. Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat, Walangsungsang yang juga bergelar Ki Cakrabumi diangkat menjadi penggantinya sebagai kuwu yang kedua, dengan gelar Pangeran Cakrabuana.

Masa Kesultanan Cirebon (Pakungwati)

Pangeran Cakrabuana (…. –1479)

Pangeran Cakrabuana adalah keturunan Pajajaran. Putera pertama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari istrinya yang kedua bernama SubangLarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Nama kecilnya adalah Raden Walangsungsang, setelah remaja dikenal dengan nama Kian Santang. Ia mempunyai dua orang saudara seibu, yaitu Nyai Lara Santang/ Syarifah Mudaim dan Raden Sangara.

Sebagai anak sulung dan laki-laki ia tidak mendapatkan haknya sebagai putera mahkota Pakuan Pajajaran. Hal ini disebabkan oleh karena ia memeluk agama Islam (diturunkan oleh Subanglarang - ibunya), sementara saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha. Posisinya digantikan

Page 30: Kerajaan Islam Di Indonesia

oleh adiknya, Prabu Surawisesa, anak laki-laki Prabu Siliwangi dari istrinya yang ketiga Nyai Cantring Manikmayang.

Ketika kakeknya Ki Gedeng Tapa yang penguasa pesisir utara Jawa meninggal, Walangsungsang tidak meneruskan kedudukan kakeknya, melainkan lalu mendirikan istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon. Dengan demikian, yang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon adalah Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana, yang usai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman, tampil sebagai "raja" Cirebon pertama yang memerintah dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.

Sunan Gunung Jati (1479-1568)

Pada tahun 1479 M, kedudukannya kemudian digantikan putra adiknya, Nyai Rarasantang dari hasil perkawinannya dengan Syarif Abdullah dari Mesir, yakni Syarif Hidayatullah (1448-1568) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah.

Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada Kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan,Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Setelah Sunan Gunung Jati wafat, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi kerajaan Islam Cirebon. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565.

Fatahillah (1568-1570)

Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.

Panembahan Ratu I (1570-1649)

Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak menjadi raja, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Emas putra tertua Pangeran

Page 31: Kerajaan Islam Di Indonesia

Dipati Carbon atau cicit Sunan Gunung Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun.

Panembahan Ratu II (1649-1677)

Setelah Panembahan Ratu I meninggal dunia pada tahun 1649, pemerintahan Kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim, karena ayah Pangeran Rasmi yaitu Pangeran Seda ing Gayam atau Panembahan Adiningkusumah meninggal lebih dahulu. Pangeran Rasmi kemudian menggunakan nama gelar ayahnya almarhum yakni Panembahan Adiningkusuma yang kemudian dikenal pula dengan sebutan Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II.

Panembahan Girilaya pada masa pemerintahannya terjepit di antara dua kekuatan kekuasaan, yaitu Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram. Banten merasa curiga sebab Cirebon dianggap lebih mendekat ke Mataram (Amangkurat I adalah mertua Panembahan Girilaya). Mataram dilain pihak merasa curiga bahwa Cirebon tidak sungguh-sungguh mendekatkan diri, karena Panembahan Girilaya dan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten adalah sama-sama keturunan Pajajaran. Kondisi ini memuncak dengan meninggalnya Panembahan Girilaya di Kartasura dan ditahannya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya di Mataram.

Panembahan Girilaya adalah menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram. Makamnya di Jogjakarta, di bukit Girilaya, dekat dengan makam raja raja Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul. Menurut beberapa sumber di Imogiri maupun Girilaya, tinggi makam Panembahan Girilaya adalah sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri.

Terpecahnya Kesultanan Cirebon

Dengan kematian Panembahan Girilaya, maka terjadi kekosongan penguasa. Sultan Ageng Tirtayasa segera menobatkan Pangeran Wangsakerta sebagai pengganti Panembahan Girilaya, atas tanggung jawab pihak Banten. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian mengirimkan pasukan dan kapal perang untuk membantuTrunojoyo, yang saat itu sedang memerangi Amangkurat I dari Mataram. Dengan bantuan Trunojoyo, maka kedua putra Panembahan Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan dan dibawa kembali ke Cirebon untuk kemudian juga dinobatkan sebagai penguasa Kesultanan Cirebon.

Perpecahan I (1677)

Pembagian pertama terhadap Kesultanan Cirebon, dengan demikian terjadi pada masa penobatan tiga orang putra Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon pada tahun 1677. Ini merupakan babak baru bagi keraton Cirebon, dimana kesultanan terpecah menjadi tiga dan masing-masing berkuasa dan menurunkan

Page 32: Kerajaan Islam Di Indonesia

para sultan berikutnya. Dengan demikian, para penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:

• Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin (1677-1703)

• Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677-1723)

• Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713).

Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua putra tertua Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibukota Banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, dan keraton masing-masing. Pangeran Wangsakerta tidak diangkat menjadi sultan melainkan hanya Panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan tetapi berdiri sebagaikaprabonan (paguron), yaitu tempat belajar para intelektual keraton. Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan sejak tahun 1677 berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana seorang sultan akan menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari permaisurinya. Jika tidak ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa, maka orang lain yang dapat memangku jabatan itu sebagai pejabat sementara.

Perpecahan II (1807)

Suksesi para sultan selanjutnya pada umumnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798-1803), dimana terjadi perpecahan karena salah seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan diri membangun kesultanan sendiri dengan nama Kesultanan Kacirebonan.

Kehendak Pangeran Raja Kanoman didukung oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan keluarnya besluit (Bahasa Belanda: surat keputusan) Gubernur-Jendral Hindia Belanda yang mengangkat Pangeran Raja Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan tahun 1807 dengan pembatasan bahwa putra dan para penggantinya tidak berhak atas gelar sultan, cukup dengan gelar pangeran. Sejak itu di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu Kesultanan Kacirebonan, pecahan dari Kesultanan Kanoman. Sementara tahta Sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV yang lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin (1803-1811).

Masa kolonial dan kemerdekaan

Sesudah kejadian tersebut, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin dalam ikut campur dalam mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan dari keraton-keraton

Page 33: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926, dimana kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan disahkannya Gemeente Cheirebon (Kota Cirebon), yang mencakup luas 1.100 Hektar, dengan penduduk sekitar 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Tahun 1942, Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2.450 hektar.

Pada masa kemerdekaan, wilayah Kesultanan Cirebon menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara umum, wilayah Kesultanan Cirebon tercakup dalam Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, yang secara administratif masing-masing dipimpin oleh pejabat pemerintah Indonesia yaitu walikota dan bupati.

Perkembangan terakhir

Setelah masa kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Cirebon tidak lagi merupakan pusat dari pemerintahan dan pengembangan agama Islam. Meskipun demikian keraton-keraton yang ada tetap menjalankan perannya sebagai pusat kebudayaan masyarakat khususnya di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Kesultanan Cirebon turut serta dalam berbagai upacara dan perayaan adat masyarakat dan telah beberapa kali ambil bagian dalam Festival Keraton Nusantara (FKN).

Umumnya, Keraton Kasepuhan sebagai istana Sultan Sepuh dianggap yang paling penting karena merupakan keraton tertua yang berdiri tahun 1529, sedangkan Keraton Kanoman sebagai istana Sultan Anom berdiri tahun 1622, dan yang terkemudian adalah Keraton Kacirebonan dan Keraton Kaprabonan.

Pada awal bulan Maret 2003, telah terjadi konflik internal di keraton Kanoman, antara Pangeran Raja Muhammad Emirudin dan Pangeran Elang Muhammad Saladin, untuk pengangkatan tahta Sultan Kanoman XII. Pelantikan kedua sultan ini diperkirakan menimbulkan perpecahan di kalangan kerabat keraton tersebut.

Kerajaan Islam di Maluku

Kesultanan Ternate (1257 - … )

Page 34: Kerajaan Islam Di Indonesia

Ngara Lamo, gerbang Istana Sultan Ternate di tahun 1930-an

Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.

Asal Usul

Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama – tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.

Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

Page 35: Kerajaan Islam Di Indonesia

Organisasi kerajaan

Di masa – masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.

Setelah Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan Fala Rahasebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole di masa lalu, masing – masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat – pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan – klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangajidll. Untuk lebih jelasnya lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate.

Moloku Kie Raha

Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan – kerajaan ini merupakan saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang. Demi menghentikan konflik yang berlarut – larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja – raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).

Kedatangan Islam

Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.

Page 36: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).

Kedatangan Portugal dan perang saudara

Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata – mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah – rempah Pala dan Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate. Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris - pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketikaSultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa – India. Disana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun (1534-1570).

Pengusiran Portugal

Perlakuan Portugal terhadap saudara – saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak – tanduk bangsa barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan

Page 37: Kerajaan Islam Di Indonesia

pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di Nusantara.

Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu – sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun. Secara licik Gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan kemenangan pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat. Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme barat.

Kedatangan Belanda

Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan Portugal tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila. Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Di tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.

Page 38: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah pangeran Hidayat (15?? - 1624), Raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah – rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.

Perlawanan rakyat Maluku dan kejatuhan Ternate

Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan – sultan Ternate semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.

Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar – besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate – Hitu – Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.

Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga diantara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata. Pangeran Saidi adalah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara pangeran Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655) namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan dan hidup dalam pengasingan.

Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak – tanduk Belanda yang semena - mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah – daerah strategis yang bisa

Page 39: Kerajaan Islam Di Indonesia

diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.

Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam – diam. Yang terakhir tahun 1914 SultanHaji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah – wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak – abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.

Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. H. Mudaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1986.

Warisan Ternate

Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa.

Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang

Page 40: Kerajaan Islam Di Indonesia

diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dalam mengusir Portugal tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina.

Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa - bahasa Austronesia dan Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu – Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda – beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal.

Kesultanan Tidore (1110 – 1947)

Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.

Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu denganPortugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494 , Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.

Kesultanan Bacan

Page 41: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sultan Bacan bersama gubernur Maluku Tn. van Sandick (tahun 1924)

Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau Bacan, Kepulauan Maluku. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Meski berada di Maluku, wilayahnya cukup luas hingga ke wilayah Papua. Banyak kepala suku di wilayah Waigeo,Misool dan beberapa daerah lain yang berada di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan.

Kerajaan Tanah Hitu (1470 – 1682)

Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis didalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.

Page 42: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sejarah

Hubungan dengan kerajaan lain

Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan barbagai kerajaan Islam di Pulau Jawa seperti Kesultanan Tuban, Kesultanan Banten, Sunan Giri di Jawa Timur danKesultanan Gowa di Makassar seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu, begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (Al Jazirah Al Muluk; semenanjung raja-raja) seperti Kerajaan Huamual (Seram Barat), Kerajaan Iha (Saparua), Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo dan Kerajaan Makian.

Empat Perdana Hitu

Etimologi

Kata Perdana adalah asal kata dari Bahasa Sansekerta artinya Pertama. Empat Perdana adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari Empat kelompok dalam bahasa Hitu disebut Hitu Upu Hata atau Empat Perdana Tanah Hitu.

Awal Mula Kedatangan

Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai penduduk asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.

Orang Alifuru

Orang Alifuru adalah sebutan untuk sub Ras Melanesia yang pertama mendiami Pulau Seram dan menyebar ke Pulau-Pulau lain di Maluku, adapun Alifuru berasal dari kata Alif dan kata Uru, Kata Alif adalah Abjad Arab yang pertama sedangkan kata Uru’ berasal dari Bahasa Tana yang artinya Orang maka Alifuru artinya Orang Pertama.

Periode kedatangan Empat Perdana Hitu

Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :

1. Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis.Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.

Page 43: Kerajaan Islam Di Indonesia

2. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.

• Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari :Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah.Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban.Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa beliau ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala beliau singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).

• Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan beliau, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan beliau tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.

• Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.

• Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.

• Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.

3. Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana

Page 44: Kerajaan Islam Di Indonesia

Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu I.

4. Sebagai Pendatang terakhir adalah Kie Patti dari Gorom (P. Seram bagian Timur) tiba di Tanah Hitu pada tahun 1468 yaitu pada waktu asar (Waktu Sholat) sore hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Halo Pa’u artinya Kuning sesuai corak warna langit pada waktu Ashar (waktu salat).Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Olong. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, kerena beliau pernah diutus ke Tuban untuk memastikan sistim pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.

Penggabungan Empat Perdana Hitu

Oleh karena banyaknya pedagang-pegadang dari Arab, Persia, Jawa, Melayu dan Tiongkok berdagang mencari rempah-rempah di Tanah Hitu dan banyaknya pendatang – pendatang dari Ternate, Jalilolo, Obi, Makian dan Seram ingin berdomisili di Tanah Hitu, maka atas gagasan Perdana Tanah Hitu, ke Empat Perdana itu bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat yaitu satu Kerajaan.

Kemudian Empat Perdana itu mendirikan negeri yang letaknya kira-kira satu kilo meter dari Negeri Hitu (sekarang menjadi dusun Ama Hitu/Aman Hitu) disitulah awal berdirinya Negeri Hitu yang menjadi Pusat kegiatan kerajaan Tanah Hitu, bekasnya sampai sekarang adalah Pondasi Mesjid. Mesjid tersebut adalah mesjid pertama di Tanah Hitu, mesjid itu bernama Masjid Pangkat Tujuh karena struktur pondasinya tujuh lapis. Setelah itu Empat Perdana mengadakan pertemuan yang di sebut TATALO GURU (red: duduk guru)artinya kedudukan adat atas petunjuk UPUHATALA (ALLAH TA’ALA-- metafor bahasa dari dewa agama Kakehang yaitu agama pribumi bangsa seram), mereka bermusyawara untuk mengangkat pemimpin mereka, maka dipililah salah seorang anak muda yang cerdas dari keturunan Empat Perdana yaitu anak dari Pattituri adik kandung Perdana Pattikawa atau Perdana Tanah Hitu yang bernama Zainal Abidin dengan Pangkatnya Abubakar Na Sidiq sebagai Raja Kerajaan Tanah Hitu yang pertama yang bergelar Upu Latu Sitania pada tahun 1470.

Latu Sitania terdiri dari dua kata yaitu Latu dan Sitania,dalam bahasa Hitu Kuno Latu artinya Raja dan Sitania adalah pembendaharaan dari kata Ile Isainyia artinya dia sendiri, maka Latu Sitania artinya Dia sendiri seorang Raja di Tanah Hitu, dalam bahasa Indonesia modern artinya Raja Penguasa Tunggal, sedangkan pada versi dari Hikayat Tanah Hitu karya Imam Ridzali: latu berarti raja dan Sitania ( tanya,ite panyia) berarti tempat mencari faedah baik dan buruk berraja.

Tujuh Negeri di Tanah Hitu

Sesudah terbentuk Negeri Hitu sebagai pusat Kerajaan Tanah Hitu kemudian datang lagi tiga clan Alifuru untuk bergabung, diantarannya Tomu, Hunut dan Masapal. Negeri Hitu yang

Page 45: Kerajaan Islam Di Indonesia

mulanya hanya merupakan gabungan empat negeri, kini menjadi gabungan dari tujuh negeri. Ketujuh negeri ini terhimpun dalam satu tatanan adat atau satu Uli (Persekutuan) yang disebut Uli Halawan (Persekutuan Emas), dimana Uli Halawan merupakan tingkatan Uli yang paling tinggi dari keenam Uli Hitu (Persekutuan Hitu). Pemimpin Ketujuh negeri dalam Uli Halawan disebut Tujuh Panggawa atau Upu Yitu. (sebutan kehormatan).

Gabungan Tujuh Negeri menjadi Negeri Hitu diantaranya :

1. Negeri Soupele2. Negeri Wapaliti3. Negeri Laten4. Negeri Olong5. Negeri Tomu6. Negeri Hunut7. Negeri Masapal

Sastra Bertutur

Kapatah Tanah Hitu dari Uli Halawan dalam bahasa Hitu : Upu Lihalawan-e Sopo Himi - o Hitu Upu-a Hata Tomu-a Upu-a Telu Nusa Hu’ul Amana Lima Laina Malono Lima Pattiluhu Mata Ena Artinya Tuan Emas Yang di Junjung (Raja Tanah Hitu) Hitu Empat Perdana Tomu Tiga Tuan (Tiga Pemimpin Ken Tomu) Kampung Alifuru Lima Negeri Lima Keluarga dari Hoamual (Waliulu, Wail, Ruhunussa, Nunlehu, Totowalat)

Pada pemerintahan Raja Mateuna’ Negeri Hitu sebagai pusat kegiatan Kerjaan Tanah Hitu di Pindahkan ke Pesisir Pantai pada awal abad XV masehi kini Negeri Hitu sekarang, Raja Mateuna’ adalah Raja Kerajaan Tanah Hitu yang ke lima dan juga merupakan raja yang terakhir pada pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu yang pertama sekarang menjadi dusun Ama Hitu letaknya kira-kira satu kilo meter dari negeri Hitu sekarang, beliau meninggal dunia pada 29 Juni 1634. Pada masa Raja Mateuna’ terjadi kontak pertama antara Portugis dengan Kerajaan Tanah Hitu, perlawanan fisik pada Perang Hitu- I Pada tahun 1520-1605 di pimpin oleh Tubanbessy-I, yaitu Kapitan Sepamole, dan akhirnya Portugis angkat kaki dari Tanah Hitu dan kemudian mendirikan Benteng Kota Laha di Teluk Ambon (Jazirah Lei timur) pada tahun 1575 dan mulai mengkristenkan Jazirah Lei Timur. Raja Mateuna meninggalkan dua Putra yaitu Silimual dan Hunilamu, sedangkan istrinya berasal dari Halong dan Ibunya berasal dari Negeri Soya Jazirah Leitimur (Hitu Selatan), beliau digantikan oleh Putranya yang ke dua yaitu Hunilamu menjadi Latu Sitania yang ke Enam (1637–1682). Sedangkan Putranya pertamanya Silimual ke Kerajaan Houamual (Seram Barat) berdomisili disana dan menjadi Kapitan Huamual, memimpin Perang melawan Belanda pada tahun 1625-1656 dikenal dengan Perang Hoamual dan seluruh keturunannya berdomisili disana sampai

Page 46: Kerajaan Islam Di Indonesia

sekarang menjadi orang asli Negeri Luhu (Seram Barat) bermarga Silehu. Sesudah perginya Portugis Belanda makin mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan Benteng pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki gunung wawane, maka Raja Hunilamu memerintahkan ketiga Perdananya mendirikan negeri baru untuk berdampingan dengan Belanda (Benteng Amsterdam), agar bisa membendung pengaruh Belanda di Tanah Hitu, Negeri itu dalam bahasa Hitu bernama Hitu Helo artinya Hitu Baru, karena makin berkembangnya pangaruh dialek bahasa, akhirnya kata Helo menjadi Hila yaitu Negeri Hila sekarang dan negeri asal mereka Negeri Hitu berganti nama menjadi Negeri Hitu yang Lama. Belanda tiba di Tanah Hitu pada tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama V.O.C pada tahun 1602 sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerjaan Tanah Hitu, karena mendirikan monopoli dagang tersebut, puncaknya terjadi Perang Hitu – II atau Perang Wawane yang dipimpin oleh Kapitan Pattiwane anaknya Perdana Jamilu dan Tubanbesi-2, yaitu Kapitan Tahalele tahun 1634 -1643 dan Kemudian perlawanan Terakhir yaitu perang Kapahaha 1643 - 1646 yang dipimpin oleh Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam Ridjali setelah Kapitan Tahalele menghilang, berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat menguasi Jazirah Lei Hitu. Belanda melakukan perubahan besar-besaran dalam struktur pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu yaitu mengangkat Orang Kaya menjadi raja dari setiap Uli sebagai raja tandingan dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu yang lama sebagai pusat kegiatan pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu di bagi menjadi dua administrasi yaitu Hitulama dengan Hitumessing dengan politik pecah belah inilah (devidet et impera) Belanda benar-benar menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu sampai akar-akarnya.

Negeri – Negeri di Jazirah Lei Hitu yang tidak termasuk di dalam Uli Hitu berarti negeri-negeri tersebut adalah negeri – negeri baru atau negeri-negeri yang belum ada pada zaman kekuasaan Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682).Ketujuh Uli diantaranya :

1. Uli Halawang terdiri dari dua negeri yaitu:o Negeri Hituo Negeri Hilao Central Ulinya di Negeri Hitu

2. Uli Solemata (Wakane) terdiri dari tiga negeri yaitu:o Negeri Tialo Negeri Sulio Negeri Tulehuo Central Ulinya di Negeri Tulehu

3. Uli Sailesi terdiri dari empat negeri yaitu:o Negeri Mamalao Negeri Morelao Negeri Liango Negeri Wai

Page 47: Kerajaan Islam Di Indonesia

o Central Ulinya di Negeri Mamala4. Uli Hatu Nuku terdiri dari satu negeri yaitu :

o Negeri Kaitetuo Central Ulinya di Kaitetu

5. Uli Lisawane terdiri dari satu negeri yaitu :o Negeri Wakalo Central Ulinya di Wakal

6. Uli Yala terdiri dari tiga negeri yaitu :o Negeri Seitho Negeri Urengo Negeri Allango Central Ulinya di Seith

7. Uli Lau Hena Helu terdiri dari satu negeri yaitu :o Negeri Limao Central Ulinya di Negeri Lima

Silsilah Upu Latu Sitania Kerjaan Tanah Hitu :

1. ZAINAL ABIDIN (ABUBAKAR NASIDIQ)2. MAULANA IMAM ALI MAHDUM IBRAHIM3. PATTILAIN4. POPO EHU’5. MATEUNA6. HUNILAMU (1637 – 1682)

Kerajaan Islam di Sulawesi

Kesultanan Gowa (Abad ke-16 – 1667)

Istana Sultan Gowa (1890)

Page 48: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerahSulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir baratSulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satuwangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17.

Sejarah

Sejarah awal

Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya

Abad ke-16

Tumapa'risi' Kallonna

Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertakhta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melakukan perombakan besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.

Page 49: Kerajaan Islam Di Indonesia

Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya di abadl ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta Kerajaan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.

Tunipalangga

Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik (Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:

Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.

1. Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.

2. Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.3. Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan,

sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.4. Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran5. Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.6. Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur

emas dengan logam lain, dan membuat batu bata.7. Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan

Sombaopu.8. Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda

Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.9. Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak

(batakang), dan membuat peluru Palembang.10. Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.11. Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber,

kaya dan sangat berani.

Raja-raja Kesultanan Gowa

1. Tumanurunga (+ 1300)2. Tumassalangga Baraya3. Puang Loe Lembang4. I Tuniatabanri5. Karampang ri Gowa6. Tunatangka Lopi (+ 1400)

Page 50: Kerajaan Islam Di Indonesia

7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna

(Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agamaIslam.)

15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna(Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653)

16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana(Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670)

17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'(Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681)

18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara(Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681)

19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)

20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi22. I Manrabbia Sultan Najamuddin23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya

pada tahun 1735)24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging

(1770-1778)29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-

1825)31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)

Page 51: Kerajaan Islam Di Indonesia

32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)

33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895)

34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na(Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.)

35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)

36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.

Kesultanan Buton (1332 – 1911)

Kesultanan Buton terletak di Pulau Buton Propinsi Sulawesi tenggara, di bagian tenggara Pulau Sulawesi . Pada zaman dahulu memiliki kerajaan sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah menjadi bentuk kesultanan yang dikenal dengan nama Kesultanan Buton. Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit, Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton.

Sejarah awal

Mpu Prapanca juga menyebut nama Pulau Buton di dalam bukunya, Negara Kartagama. Sejarah yang umum diketahui orang, bahwa Kerajaan Bone di Sulawesi lebih dulu menerima agama Islam yang dibawa oleh Datuk ri Bandang yang berasal dari Minangkabau sekitar tahun 1605 M. Sebenarnya Sayid Jamaluddin al-Kubra lebih dulu sampai di Pulau Buton, yaitu pada tahun 815 H/1412 M. Ulama tersebut diundang oleh Raja Mulae Sangia i-Gola dan baginda langsung memeluk agama Islam. Lebih kurang seratus tahun kemudian, dilanjutkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang dikatakan datang dari Johor. Ia berhasil mengislamkan Raja Buton yang ke-6 sekitar tahun 948 H/ 1538 M.

Riwayat lain mengatakan tahun 1564 M. Walau bagaimana pun masih banyak pertikaian pendapat mengenai tahun kedatangan Syeikh Abdul Wahid di Buton. Oleh itu dalam artikel ini dirasakan perlu dikemukakan beberapa perbandingan. Dalam masa yang sama dengan kedatangan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al- Fathani, diriwayatkan bahwa di Callasusung (Kalensusu), salah sebuah daerah kekuasaan Kerajaan Buton, didapati semua penduduknya beragama Islam.

Page 52: Kerajaan Islam Di Indonesia

Selain pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal dari Johor, ada pula pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal dari Ternate. Dipercayai orang-orang Melayu dari berbagai daerah telah lama sampai di Pulau Buton. Mengenainya dapat dibuktikan bahwa walau pun Bahasa yang digunakan dalam Kerajaan Buton ialah bahasa Wolio, namun dalam masa yang sama digunakan Bahasa Melayu, terutama bahasa Melayu yang dipakai di Malaka, Johor dan Patani. Orang-orang Melayu tinggal di Pulau Buton, sebaliknya orang-orang Buton pula termasuk kaum yang pandai belayar seperti orang Bugis juga.

Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok dunia Melayu dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton.

Raja Buton masuk Islam

Kerajaan Buton secara resminya menjadi sebuah kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja Buton ke-6, iaitu Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau Halu Oleo. Bagindalah yang diislamkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang datang dari Johor. Menurut beberapa riwayat bahwa Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani sebelum sampai di Buton pernah tinggal di Johor. Selanjutnya bersama isterinya pindah ke Adonara (Nusa Tenggara Timur). Kemudian beliau sekeluarga berhijrah pula ke Pulau Batu atas yang termasuk dalam pemerintahan Buton.

Di Pulau Batu atas, Buton, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani bertemu Imam Pasai yang kembali dari Maluku menuju Pasai (Aceh). Imam Pasai menganjurkan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani pergi ke Pulau Buton, menghadap Raja Buton. Syeikh Abdul Wahid setuju dengan anjuran yang baik itu. Setelah Raja Buton memeluk Islam, Baginda langsung ditabalkan menjadi Sultan Buton oleh Syeikh Abdul Wahid pada tahun 948 H/1538 M.

Walau bagaimanapun. Mengenai tahun tersebut, masih dipertikaikan karena daripada sumber yang lain disebutkan bahawa Syeikh Abdul Wahid merantau dari Patani-Johor ke Buton pada tahun 1564 M. Sultan Halu Oleo dianggap sebagai Sultan Buton pertama, bergelar Sultan atau Ulil Amri dan menggunakan gelar yang khusus iaitu Sultan Qaimuddin. Maksud perkataan ini ialah Kuasa Pendiri Agama Islam.

Dalam riwayat yang lain menyebut bahawa yang melantik Sultan Buton yang pertama memeluk Islam, bukan Syeikh Abdul Wahid tetapi guru beliau yang sengaja didatangkan dari Patani. Raja Halu Oleo setelah ditabalkan sebagai Sultan Kerajaan Islam Buton pertama, dinamakan Sultan Murhum.

Ketika diadakan Simposium Pernaskahan Nusantara Internasional IV, 18 - 20 Julai 2000 di Pekan Baru, Riau, salah satu kertas kerja membicarakan beberapa aspek tentang Buton,

Page 53: Kerajaan Islam Di Indonesia

yang dibentang oleh La Niampe, yang berasal dari Buton. Hasil wawancara saya kepadanya adalah sebagai berikut:

1. Syeikh Abdul Wahid pertama kali sampai di Buton pada tahun 933 H/1526 M.2. Syeikh Abdul Wahid sampai ke Buton kali kedua pada tahun 948 H/1541 M.3. Kedatangan Syeikh Abdul Wahid yang kedua di Buton pada tahun 948 H/1541 M

bersama guru beliau yang bergelar Imam Fathani. Ketika itulah terjadi pengislaman beramai-ramai dalam lingkungan Istana Kesultanan Buton dan sekali gus melantik Sultan Murhum sebagai Sultan Buton pertama.

Maklumat lain, kertas kerja Susanto Zuhdi berjudul Kabanti Kanturuna Mohelana Sebagai Sumber Sejarah Buton, menyebut bahawa Sultan Murhum, Sultan Buton yang pertama memerintah dalam lingkungan tahun 1491 M - 1537 M. Menurut Maia Papara Putra dalam bukunya, Membangun dan Menghidupkan Kembali Falsafah Islam Hakiki Dalam Lembaga Kitabullah, bahawa ``Kesultanan Buton menegakkan syariat Islam ialah tahun 1538 Miladiyah.

Jika kita bandingkan tahun yang saya sebutkan (1564 M), dengan tahun yang disebutkan oleh La Niampe (948 H/1541 M) dan tahun yang disebutkan oleh Susanto Zuhdi (1537 M), bererti dalam tahun 948 H/1541 M dan tahun 1564 M, Sultan Murhum tidak menjadi Sultan Buton lagi kerana masa beliau telah berakhir pada tahun 1537 M. Setelah meninjau pelbagai aspek, nampaknya kedatangan Syeikh Abdul Wahid di Buton dua kali (tahun 933 H/1526 M dan tahun 948 H/1541 M) yang diberikan oleh La Niampe adalah lebih meyakinkan.

Yang menarik pula untuk dibahas ialah keterangan La Niampe yang menyebut bahawa ``Kedatangan Syeikh Abdul Wahid yang kedua kali di Buton pada tahun 948 H/1541 M itu bersama Imam Fathani mengislamkan lingkungan Istana Buton, sekali gus melantik Sultan Murhum sebagai Sultan Buton yang pertama. Apa sebab Sultan Buton yang pertama itu dilantik/dinobatkan oleh Imam Fathani ? Dan apa pula sebabnya sehingga Sultan Buton yang pertama itu bernama Sultan Murhum, sedangkan di Patani terdapat satu kampung bernama Kampung Parit Murhum.

Kampung Parit Murhum berdekatan dengan Kerisik, iaitu pusat seluruh aktiviti Kesultanan Fathani Darus Salam pada zaman dahulu. Semua yang tersebut itu sukar untuk dijawab. Apakah semuanya ini secara kebetulan saja atau pun memang telah terjalin sejarah antara Patani dan Buton sejak lama, yang memang belum diketahui oleh para penyelidik.

Namun walau bagaimanapun jauh sebelum ini telah ada orang yang menulis bahawa ada hubungan antara Patani dengan Ternate. Dan cukup terkenal legenda bahawa orang Buton sembahyang Jumaat di Ternate.

Jika kita bandingkan dengan semua sistem pemerintahan, sama ada yang bercorak Islam mahu pun sekular, terdapat perbezaan yang sangat ketara dengan pemerintahan Islam Buton. Kerajaan Islam Buton berdasarkan Martabat Tujuh. Daripada kenyataan ini dapat

Page 54: Kerajaan Islam Di Indonesia

diambil kesimpulan bahawa kerajaan Islam Buton lebih mengutamakan ajaran tasawuf daripada ajaran yang bercorak zahiri. Walau bagaimanapun ajaran syariat tidak diabaikan.

Semua perundangan ditulis dalam bahasa Walio menggunakan huruf Arab, yang dinamakan Buru Wolio seperti kerajaan-kerajaan Melayu menggunakan bahasa Melayu tulisan Melayu/Jawi. Huruf dan bahasa tersebut selain digunakan untuk perundangan, juga digunakan dalam penulisan salasilah kesultanan, naskhah-naskhah dan lain-lain. Tulisan tersebut mulai tidak berfungsi lagi menjelang kemerdekaan Indonesia 1945.

KEPERCAYAAN REINKARNASI *

Satu hal yang paling menonjol pada sufisme ini, di pusat Kesultanan Wolio, ialah kepercayaan pada reinkarnasi yang masih hidup di Buton masa kini, terutama di pusat. Di desa-desa, kepercayaan pada reinkarnasi tidak terlalu kuat dan dianggap sebagai ajaran Islam sebagaimana disebarkan di pusat. Secara umum, ada empat prinsip yang dipegang teguh oleh masyarakat Buton dalam kehidupan sehari-hari saat itu yakni: 1. Yinda Yindamo Arata somanamo Karo (Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri) 2. Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu (Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri) 3. Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara (Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah) 4. Yinda Yindamo Sara somanamo Agama (Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)

Mengenai kematian dan akhirat, bagi orang muslim penguburan diikuti dengan serangkaian upacara Islam yang dipadukan dengan beberapa unsur tradisional. Di satu pihak, orang Muslim Buton tahu dan sedikit banyak percaya akan ajaran Islam tentang kiamat dan pengadilan nanti, masuk surga dan neraka. Di pihak lain, masih ada kepercayaan yang kuat pada reinkarnasi, dan banyak orang Buton dapat mengatakan ke dalam diri anak kecil yang mana seorang kakek, nenek, atau sanak famili yang lain.

A. Asal-Usul Kepercayaan pada Reinkarnasi

Reinkarnasi berarti penjelmaan (penitisan) kembali makhluk yang telah mati. Reinkarnasi merupakan kepercayaan bahwa jiwa tinggal pada pada banyak tubuh, satu sesudah yang lain dan dapat hidup berkali-kali di dunia sebelum akhirnya dimurnikan seutuhnya dan dengan demikian bebas dari keharusan untuk pindak ke tubuh lain. Menurut kepercayaan ini, jiwa sudah ada sebelum masuk ketubuh dan sesudah kematian pun tetap ada dalam keadaan tanpa tubuh, sebelum sekali lagi menjiwai satu tubuh dari jenis yang sama atau yang lain. Dalam berbagai bentuk, reinkarnasi diterima oleh agama Budha, Hindhu dan Neoplatonisme.

Bila mendengar atau membaca soal kepercayaan tentang reinkarnasi di Buton, orang mungkin bertanya, bagaimana asal mulanya?. Ada beberapa kemungkinan. Orang dapat menerka itu telah ada dalam kebudayaan Buton pra-Islam (dan mungkin pra-Hindu). Kemungkinan kedua, kepercayaan itu terbentuk di bawah pengaruh Hindu sebelum pengislaman, khususnya sebagai akibat adanya hubungan dengan kerajaan Jawa-Hindu;

Page 55: Kerajaan Islam Di Indonesia

Majapahit. Kemungkinan ketiga yang patut disebut, gagasan reinkarnasi terkandung dalam sufisme yang dibawa ke Buton.

Wilken (1912:64-90) berdasarkan kepustakaan yang ada pada 1884, berkesimpulan bahwa kepercayaan pada perpindahan arwah memang dikenal oleh berbagai suku di Indonesia. Ia menganggap ide tentang reinkarnasi sebagai bentuk khusus daripadanya. Pada hematnya, “ajaran tentang perpindahan arwah” merupakan konsep asli Polinesia, maksudnya gagasan Indonesia asli (Wilken 1912:64). Tentang kebudayaan Jawa ia memang menunjuk kepada Hindu, namun ia memberi kesan bahwa disitu pun, ia berasumsi gagasan Indonesia asli sangat penting (Wilken 1912:64 dan 68).

Mengenai anggapan bahwa pengaruh Hindu di Buton, ada beberapa bukti yang dapat diajukan. Pertama, tradisi setempat menyebut adanya hubungan dengan Majapahit. Pernyataan ini diperkuat oleh nama-nama raja Buton pada kurun waktu itu, yang menyiratkan pengaruh Jawa Hindu, yakni Sibatara, Bataraguru, Tuarade dan Rajamulae. Menurut cerita turun-temurun, raja keenam masuk Islam dan kemudian menggunakan gelar sultan. Lalu ia disebut dengan Murhum, yang berasal dari bahasa Arab marhum (Zahari 1977, I:46).

Bukti kedua merupakan cerita, termasuk cerita turun-temurun, bahwa raja keempat, Tuarade, dari kunjungannya ke Majapahit membawa pulang empat tanda kekuasaan. Juga dalam sejarah Jawa tentang Majapahit, yaitu Negara Kertagama, Buton disebut sebagai kawasan yang mempunyai hubungan dengan atau berada dibawah pengaruh Majapahit. Bukti lain, tampak dalam cerita tentang para pengungsi Jawa dari Majapahit yang mencari perlindungan di Pulau Buton yang bersahabat dibawah pemerintahan Rajamulae. Di bawah penggantinya, Murhum, mereka ditekan agar masuk Islam.

Bukti lain yang berbeda corak dapat pula digunakan karena ada kemiripan gagasan tentang reinkarnasi di Jawa (Tengah) sebagaimana digambarkan oleh Geertz (1960:75,76), “Pandangan ketiga, sangat luas dianut oleh semua orang, kecuali para santri, yang mengutuknya sebagai bid’ah, merupakan gagasan tentang reinkarnasi-bahwa ketika orang meninggal, arwahnya tidak lama kemudian masuk ke dalam janin sebagai jalan menuju kelahiran.

Biasanya, seorang wanita yang mengandung tiba-tiba sangat mengidamkan beberapa makanan tertentu- sebuah jeruk yang tidak musimnya atau sebutir telur itik- makanan ini bernyawa dan dengan demikian masuk ke dalam kandungan perempuan itu dan dilahirkan kembali sebagai anaknya. Reinkarnasi sering tidak selalu terjadi dalam keluarga yang sama, walaupun hubungan kekeluargaan mungkin agak jauh dan orang yang menerima reinkarnasi tidak usah berjenis kelamin sama dengan orang yang telah meninggal. Itu mungkin diramalkan oleh impian atau ditentukan oleh kemiripan sifat anak dan orang yang baru saja meninggal, atau oleh tahi lalat yang serupa.

Page 56: Kerajaan Islam Di Indonesia

Bagi orang Buton, tidaklah bijaksana menceritakan kepada anak, siapa yang menitis padanya, karena hal ini dapat mempermalukan arwah dalam diri si anak, dan ia akan jatuh sakit. Setelah si anak berumur enam tahun atau lebih, hal itu tidak menjadi masalah.

Soal gagasan tentang reinkarnasi dalam sufisme dan yang tersebar di Buton, tentu memang ada. Dalam kepustakaan mengenai sufisme Indonesia, khususnya di Aceh pada abad ke-16 dan ke-17, gagasan tentang reinkarnasi tidak disebut.. setidaknya dapat diduga bahwa sufisme secara masuk bisa menerima gagasan yang berbeda-beda dan menawarkan kemungkinan tertentu kepada gagasan tentang reinkarnasi.

B. Gagasan-gagasan yang Berkaitan dengan Reinkarnasi

b.1 . Pengaruh terhadap waktu dan tempat reinkarnasi

Ada kepercayaan bahwa orang tertentu punya kekuatan untuk menentukan kapan orang mati dikubur, dimana, dan kapan rohnya akan kembali. Di Wolio orang demikian disebut motaurakea, dan di Lia dan Rongi (nama desa) pasucu. Di Wolio kepercayaan akan hal ini masih kuat, di Lia dan Rongi tak begitu kuat. Keluarga mendiang akan memilih seseorang yang punya bakat ini, dan ia akan menguburkan orang yang meninggal itu secara baik dan memanjatkan doa yang tepat.

Salah seorang informan (Wolio) ingat bahwa pamannya berlaku sebagai motaurakea pada suatu pemakaman. Keluarga orang yang meninggal itu bertanya, ‘Kemana Anda akan bawa arwah itu?’ ia menjawab dengan serta merta, ‘Saya membawanya kesini,” seraya menunjuk kepada satu keluarga yang hadir. Tidak begitu lama arwah mendiang lahir kembali dalam keluarga itu. (Penelitian Antropolgi Pim Schoorl, tentang Masyarakat, Sejarah Dan Kebudayaan Buton: 1984}

Di Rongi pernah ada kepercayaan bahwa orang dapat berlaku sebagai pasucu, tetapi sekarang pendapat yang dominan ialah cepatnya roh kembali tergantung pada amal ibadahnya dan kadar dosanya. Dan diantara mereka ada yang menolak jalan pikiran bahwa, pasucu dapat menentukan kemana arwah kemana arwah itu akan kembali. Ia yakin bahwa arwah sumanga yang sudah bersih atau suci akan mencari sendiri tempat yang baik. Jika tidak ada hubungan baik antara suami-istri di kalanagan sanak terdekat, maka arwah tidak ingin kembali kesana. Tetapi arwah biasanya kembali ke tubuh seorang cucu. Ini disebut “ditempati oleh almarhum” (kabolisina mia mate). Kemungkinan kembalinya arwah diluar keluarga almarhum atau bahkan di luar Rongi bisa saja terjadi.

Menurut adat, mula-mula arwah pergi ke semacam surga (kacingkia, kepercayaan akan surga dimana cingkaha, arwah, juga disebut sumanga, tinggal). Surga serupa dengan tempat tinggal orang hidup, dan disanalah diambil keputusan tentang kembalinya arwah oleh Tuhan (Kawasana Ompu).

Page 57: Kerajaan Islam Di Indonesia

Setiap tahun pada hari pertama bulan puasa (Ramadhan), berlangsung pertemuan di batula (surga), dan pada kesempatan ini arwah dapat bertanya kepada Kawasana Ompu tentang keputusan tentang pemberian keputusan baru. Kerabat yang masih hidup dapat meringankan nasib roh dengan memanjatkan doa untuknya dengan berzikir dambil menyiramkan air diatas kuburan (kabubusi).

Dengan cara ini, dosa almarhum juga dikurangi. Jika dosanya sangat besar, mungkin arwah tidak dapat menebusnya, bahkan setelah melewati masa tujuh tahun. Kemudian arwah itu lahir kembali, akan tetapi orang yang menjadi reinkarnasinya akan cacat.

Dalam pemikiran keagamaan Buton, ada tujuh alam yang diperbedakan. Pembedaan tujuh alam itu (martabat tujuh) juga ditemukan dalam konstitusi kesultanan. Menurut sejarah Buton, versi pertama konstitusi itu dirancang oleh sultan keempat, La Elangi (1578-1615) dengan bantuan ahli agama dari Arab, Syarif Muhammed (bandingkan dengan contoh gagasan reinkarnasi diatas). Tiga alam pertama, alam ahdat (ahadiyya), alam wahadat (wahda), dan alam waahidiyat (wahdiyya), dan secara keseluruhan merupakan wewenang Tuhan. Manusia tidak mempunyai gambaran tentang tiga alam pertama tersebut. Alam kedua dan ketiga memiliki persamaan dengan keadaan di bumi. Akan tetapi, hanya di alam keempat ada semacam persolan tentang, perintah agar menjadi (kun). Ini alam arwah. Arwah berpindah ke pikiran, otak bapak, dan menitis dalam pikiran bapak. Pasangan yang menikah harus meminta arwah yang sempurna dan baik dari orang yang meninggal yang tinggal bersama Rasul, bagi anaknya. Dimana akan menikmati usia panjang serta kemakmuran dan penyempurnaan agama yang kaut. Lalu dari sana arwah akan bergerak ke alam yang kelima, alam masal dan disini dibentuk citra, pemikiran, gagasan dalam kandungan ibu. Dalam rahim ibu itu terjadi perubahan bentuk dari setetes cairan (air mani), yang berubah menjadi daging dan darah; menjadi tubuh. Itu alam keenam, alam ajisam. Alam masal dan alam ajisam berlangsung selama 40 hari. Selama alam ajisam orang tua harus berhati-hati agar tidak menderita cacat dan tidak mendapat masalah dalam pertumbuhannya. Dalam kurun waktu itu juga watak anak terbentuk. Janin berkembang menjadi makhluk dengan panca indera; seorang manusia. Kemudian alam ketujuh, alam insan atau alam manusia dicapai.

Kendati arwah masih berada dalam alam insan orang tua harus selalu berdoa untuk kesucian. Setiap waktu, air yang digunakan untuk penyucian sebelum doa mereka panjatkan: “Ya Tuhan, sucikan hatiku, hidupku, seperti saya berada di alam insan”. Ini merupakan inti doa yang diucapkan dalam bentuk batata khusus, atau ungkapan (pra-Islam).

Ada juga pertalian antara gagasan tentang reinkarnasi dan selamatan peringatan upacara untuk orang meninggal pada malam ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan keseratus dua puluh setelah wafatnya. Terdapat semacam peresamaan dalam perkembangan antara reinkarnasi arwah melalui kelahiran baru dan penguraian mayat.

Page 58: Kerajaan Islam Di Indonesia

Setelah tiga hari jenazah menjadi bengkak, tetapi belum pecah. Dalam rentang waktu itu arwah mencari-cari, namun tidak dapat menemukan tempat tinggal. Setelah tujuh hari, tubuh menjadi bengkak dan mulai pecah terurai, cairan dan darah mengalir keluar. Dalam periode ini, arwah ditiup kedalam nyawa yang didorong oleh zikir secara terus-menerus oleh mereka yang menghadiri selamatan. Namun, arwah belum juga masuk kedalam tubuh. Setelah empat puluh hari sebagian besar jenazah menjadi busuk, walaupun tulamg belulang masih diliputi daging dan darah. Arwah kemudian mengambil bentuk mereka yang pertama dalam kepala bapak, akan tetapi masih belum mempunyai wujud lahiriyah. Baru setelah seratus hari berlalu, sekujur mayat menjadi busuk. Kemudian arwah bersama nyawa masuk kedalam ibu melalui pikiran bapak, dan kemudian melalui persetubuhan. Badan mulai berkembang dan semua belum sempurna, namun masih belum tumbuh mendewasa-indapo aseko o kauna limana, yakni jari tangan dan kaki belum terbuka. Setelah seratus dua puluh hari seluruh tubuh sudah sempurna dan hanya tinggal tumbuh lagi.

Ilmu tentang asal mula manusia, tentang berbagai alam tempat tinggal arwah sebelum lahir sangat penting baik untuk orang muda maupun orang tua jika mereka ingin terbebas dari kesombongan dan kecongkakan. Acuan pada rahim merupakan pernyataan kerendahan hati: dengan demikian orang tidak akan lupa bahwa ia berasal dari keadaan yang tidak bersih. Bahkan pada saat senang orang harus sadar akan hal ini. Begitulah kepercayaan sejati. Bahkan mereka yang jarang ke masjid namun hidup dengan pemikiran ini, adalah penganut agama yang baik. Inti kejahatan terletak kepada kesombongan, keangkuhan, dan lupa pada asal-usul.

Ilmu tersebut sering disebut ilmu tauhid (ilmu kejadian), ilmu tentang menjadi ada. Ilmu ini penting jika orang ingin mengetahui tentang diri sendiri dan asal-usulnya. Tanpa ini, orang benar-benar tidak dapat yakin adanya Tuhan.

Seandainya orang telah mencapai ilmu itu, maka ia telah mencapai taraf kenal akan hakikat. Pada tingkat ini, orang tidak harus sembahyang (salat) secara teratur, karena bila sudah dekat pada Tuhan orang tidak perlu lagi bersembahyang. Lalu orang sudah berjalan di sisi Tuhan. Mereka yang telah mencapai taraf ini, para ahli tasawuf atau ahli sufi, terlepas dari soal keduniaan. Mereka yang telah menimba banyak ilmu, yang sangat mendekati Tuhan (opoopoti oputa, secara harfiah “merenungkan Tuhan) dapat menentukan kemana arwah mereka akan pergi, sebagaimana dapat mereka lakukan juga hal-hal lain yang tidak dapat dilakuakan oleh orang biasa.

Di lain pihak, dikatakan pula bahwa kehidupan baik dapat diganjar dengan kehidupan berikut yang lebih baik. Seseorang dari golongan bangsawan lapis ketiga (papara) dapat dilahirkan kembali sebagai anak dari walaka (lapis kedua) atau dari La ode (lapis pertama) atau pada zaman dahulu bahkan bisa jadi adalah sultan sendiri. Sebaliknya, seseorang yang hidup buruk dapat dilahirkan kembali ke golongan yang lebih rendah. Terkadang hal itu juga dipandang sebagai seorang perempuan. Dahulu perempuan biasanya meratapi kenyataan

Page 59: Kerajaan Islam Di Indonesia

bahwa mereka dititiskan sebagai perempuan karena orang laki-laki selalu dianggap lebih penting dan anak laki-laki lebih dimanjakan daripada gadis.

Konon, di Rongi orang percaya bahwa hidup buruk, seperti mengumbar nafsu birahi dapat mengakibatkan roh kembali dalam wujud binatang. Ini bisa segala macam hewan bahkan seekor babi.

b.2. Berubah menjadi binatang

Perjalanan arwah ke alam binatang disebut dauru (dawr = perubahan). Dalam kepercayaan Wolio dan Pulau Muna, perjalanan itu tidak berhubungan dengan hukuman atas hidup buruk. Sebaliknya, orang yang dapat menjalani perubahan ini sangatlah suci. Kisah yang terkenal ialah Sangia-i-rape, putra Sultan Murhum (k.l.1491-1537; bandingkan dengan Zahari 1977, I:46; nama sangia juga menunjukan kesucian).

Cerita ini berlangsung di Muna. Sangia-i-rape terkenal telah menuntut ilmu kebatinan. Pada suatu hati ia memperhatikan kulitnya yang mulai menyerupai kulit buaya. Putranya Sangia Wambulu, juga mengetahuinya dan merasa malu. Ia berkata kepada ayahnya, “Lebih baik saya bawa ayah ke laut, mandi disana.” Ketika mereka tiba di laut, Sangia-i-rape menaruh sarungnya di atas batu dan dimandikan oleh putranya. Ketika dimandikan, ia betul-betul berubah menjadi buaya. Karena ilmu yang ia tuntut itu, ia dapat langsung berubah menjadi buaya. Menurut seorang informan dari Wolio, ia jelas telah begitu dekat padaTuhan (opooputi oputa) karena dapat menjadi apa saja yang dia inginkan. Jika seseorang sudah begitu dekat pada Tuhan dan mencapai penyatuan dengan Tuhan seperti itu, maka ia dapat berbuat apa saja yang disukainya.

b.3. Mengenal arwah mendiang pada anak-anak

Kadang kala seorang kerabat dengan jelas akan menyatakan, sebelum meninggal, kepada siapa dia akan kembali. Pada beberapa anak, reinkarnasi ini jelas kelihatan dari roman muka dan atau kelakuan. Cucu laki-laki sultan terakhir, reinkarnasi permainsuri sultan, membuat hal ini jelas karena sebagai anak kecil ia mampu mengenali perhiasan mendiang permainsuri dan mengakui sebagai miliknya.

Sultan Muhammad Idrus (Sultan XXIX: 1824-1851 M) juga tahu siapa yang menitis pada dirinya, sedangkan putranya Mohammad Isa (Sultan XXX : 1851-1861 M), serta merta berbicara setelah kelahirannya berkat arwah yang menitis pada dirinya.

C. Percaya pada Reinkarnasi dan Gagasan-gagasan Keagamaan Lain

c.1. Percaya pada reinkarnasi dan Islam

Informan yang memberikan keterangan kepada Pim Schoorl, sangat percaya pada reinkarnasi, memperkenalkan pandangan hidup Islam yang ortodoks (kolot) tetang

Page 60: Kerajaan Islam Di Indonesia

kehidupan setelah mati, sedangkan ia juga mempercayai bahwa reinkarnasi sangat cocok dengan Islam.

Doa-doa Islam dan ayat-ayat Qur’an yang dibaca dikuburan dimaksudkan untuk membawa kebaikan bagi orang yang mati. Jadi, ikhlas, zikir, dan tasbih dibacakan di makam guna menjamin kesejahteraan orang yang meninggal. Istigfar dan tobat dimasudkan untuk mendapatkan pembebasan dosa. Namun, kebajikan yang diperbuat mendiang/almarhum melalui amal shaleh sangat menentukan.

Meskipun demikian, ada pula kepercayaan pada kembalinya arwah yang dipandang tidak bertentangan dengan Islam. Orang yang benar-benar percaya pada reinkarnasi biasanya menjalani hidup dengan baik, menepati janjinya, menolak hidup mewah, menahan semua keinginan untuk mengungguli orang lain dan menahan diri supaya tidak sombong dan ia mengutuk tingkah laku seperti itu pada orang lain.

Mereka memperoleh pembenaran atas kepercayaan pada reinkarnasi dalam sebuah ayat al-Qur’an yang mereka baca sebagai pujian setiap hari setelah salat. Disitu dinyatakan” Perpindahan malam ke siang dan perpindahan siang ke malam; dan masuknya hidup dari mati bagi siapa saja yang disukainya dengan tidak menghitung. Tuliju al-layla fi an-nahari, wa-tuuliju an-nahara fi al-layli, wa tukhriju al-hayya min al-mayyiti, wa-tukhriju al-mayyita min al-hayyi, wa-turziqu man tahsa’u bi-ghayri hisaabin.(Qur’an, 3:27) dan (Arbery 1955, I:76).

Antara ilmu tasawuf (Islam) dan perundang-undangan Kesultanan Buton memang ada hubungan. Murtabat Tujuh juga menyatakan bahwa arwah berpindah, teristimewa pada bagian: orohi yitu kalipa-lipa, rohi yitu ooni arabu, maanan olipa (Wolio). Dalam bahasa Arab nyawa itu disebut roh, karena selalu pergi atau berpindah dan sebab itu roh dalam bahasa Wolio dikataka lipa, artinya pergi. Teks Wolio itu mempunyai arti harfiah: roh itu pergi terus-menerus, roh itu kata Arab yang artinya “pergi”.

Dalam doa kepada Tuhan, berdoa untuk para arwah juga ada bagian yang biasa dibaca: “Ya Tuhan ampunilah kami dan dia. Biarlah dia mempunyai tempat yang lebih baik, gantilah yang tidak baik dengan yang lebih baik dan berikanlah banyak cahaya kepadanya dalam kuburan.” Dan untuk arwah mereka yang relatif telah lama meninggal, maka kata-kata berikut: Engkau punya kuasa mengatur segala sesuatu. Kami tidak tahu apakah arwah itu masih ada dalam makam atau telah berpindah ke tubuh lain, tetapi Engkau punya kuasa mengatur segala-galanya.

Pada tahun 1939, La Malangka, kepala desa Bau-bau dan seorang Muhamadiyyah menegaskan mati itu adalah mati dan tidak ada soal kembali. Kepala desa Nganganaumala, Haji Abdullah bertanya kepadanya, dimana dapat ditemuakn teks atau ayat yang menunjukan tidak ada reinkarnasi. Dan Ia bertanya, “Apa artinya ayat berikut dari Qur’an ini: ”Perpindahan malam dst?” (lihat di atas). Bagaimanapun juga mati masuk kedalam

Page 61: Kerajaan Islam Di Indonesia

kehidupan bukan mati mengganti kehidupan. Dan La Malangka tidak mampu menjawab hal tersebut.

Islam secara resmi tidak mencoba dengan jelas menentang kepercayaan pada reinkarnasi. Namun, orang Buton tidak memperlihatkan kepercayaannya demi menghindari perselisihan pendapat

c.2. Percaya pada reinkarnasi dan pemujaan leluhur

Dalam agama Buton, ada tempat yang ditetapkan untuk pemujaan leluhur. Tetapi bukan mendeskripsikan sebagai tempat dan ‘pemujaan’ yang terlalu jauh. Pada berbagai upacara muslim, makam leluhur disirami air. Seorang tua yang berilmu, memanjatkan doa atau mengucapkan patah (batata) untuk air itu. Kembang-kembang dan wangi-wangian dibubuhkan pada air tersebut. Bila bersiap pergi jauh atau sekembalinya, orang akan ke makam leluhur atau orang tua untuk berdoa. Orang pergi ke kuburan orang yang telah tiada, menurut keyakinan masyarakat Buton, orang yang telah tiada telah kembali ke kehidupan ini melalui reinkarnasi mereka teristimewa pada anak-anak mereka sendiri. Bagi mereka hal ini merupakan gagasan yang kompleks dan mereka tidak mencoba menetapkan hubungan yang masuk akal.

Memang dari penjelasan tentang diatas akan menimbulkan pertanyaan, sebagaimana pernah terjadi percakapan antara tetua adat dengan anaknya pada tahun 1984, sang anak menanyakan “Bagaimana mungkin banyak manusia yang lahir sedangkan jumlah arwah tetap?” Tetua adat tersebut kemudian memberikan jawaban kepadanya bahwa satu arwah dapat menitis lebih dari satu kali. Adakalanya seseorang yang telah meninggal, kembali melalui lebih dari sepuluh cucu.

Ada satu jawaban mengenai hal tersebut yang diberikan seorang informan kepada Schoorl: “Tuhan punya kekuasaan menciptakan sesuatu dari yang tidak ada. Tuhan Maha Kuasa dan dapat membuat banyak dari apa saja. Ia memberi siapa saja sebanyak yang Ia suka, sedikit atau banyak, tanpa memperhitungkan; bagi Tuhan segala sesuatu mungkin. Karena ditulis dalam Qur’an, soal ro/arwah merupakan rahasia Tuhan sendiri. Tidak seorang pun dapat mengatakan mengapa kini ada banyak roh /arwah sedangkan biasanya hanya ada sedikit saja, atau sebaliknya. Alam arwah hanya diketahui Tuhan saja. Pengetahuan manusia tentan hal itu sedikti malah tak ada. ” (Arberry 1955, I:311-312)

Kesultanan Bone (Abad ke-17)

Kesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Kesultanan Bugis, merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2.

Page 62: Kerajaan Islam Di Indonesia

Sejak berakhirnya kekuasaan Gowa, Bone menjadi penguasa utama di bawah pengaruh Belanda di Sulawesi Selatan dan sekitarnya pada tahun 1666. Bone berada di bawah kontrol Belanda sampai tahun 1814 ketika Inggris berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke Belanda pada 1816 setelah perjanjian di Eropa akibat kejatuhan Napoleon Bonaparte.

Pengaruh Belanda ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone terhadap Belanda, namun Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari Indonesia pada saat proklamasi. Di Bone, para raja bergelar Arumponé.

Daftar Arumpone Bone

1. Matasilompoé [Manurungngé ri Matajang] (1392-1424)2. La Umassa Petta Panré Bessié [To' Mulaiyé Panreng] (1424-1441)3. La Saliyu Karampéluwa/Karaéng Pélua'? [Pasadowakki] (1441-1470)4. We Ban-ri Gau Daéng Marawa Arung Majang Makaleppié Bisu-ri Lalengpili Petta-ri La

Welareng [Malajangngé ri Cina] (1470-1490)5. La Tenri Sukki Mappajungngé (1490-1517)6. La Uliyo/Wuliyo Boté'é [Matinroé-ri Itterung] (1517-1542)7. La Tenri Rawe Bongkangngé [Matinroé-ri Gucinna] (1542-1584)8. La Icca'/La Inca' [Matinroé-ri Adénénna] (1584-1595)9. La Pattawe [Matinroé-ri Bettung] (15xx - 1590)10. We Tenrituppu [Matinroé ri Sidénréng] (1590-1607)11. La Tenrirua [Matinroé ri Bantaéng] (1607-1608)12. La Tenripalé [Matinroé ri Tallo] (1608-1626)13. La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka (1626-1643)14. Tobala', Arung Tanété Riawang, dijadikan regent oleh Gowa (1643-1660)15. La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka (1667-1672)16. La Tenritatta Matinroé ri Bontoala' (Arung Palakka) Petta Malampe'é Gemme'na

Daéng Sérang (1672-1696)17. La Patau Matanna Tikka Walinonoé To Tenri Bali Malaé Sanrang Petta Matinroé ri

Nagauléng (1696-1714)18. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiyat ud-din

binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1714-1715) (masa jabatan pertama)

19. La Padassajati/Padang Sajati To' Apaware Paduka Sri Sultan Sulaiman ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Béula] (1715-1720)

20. Bata-ri Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1715) (masa jabatan kedua)

Page 63: Kerajaan Islam Di Indonesia

21. La Pareppa To' Aparapu Sappéwali Daéng Bonto Madanrang Karaéng Anamonjang Paduka Sri Sultan Shahab ud-din Ismail ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din (1720-1721). Ia menjadi Sultan Gowa [Tumamenanga-ri Sompaopu], Arumpone Bone, dan Datu Soppeng.

22. I-Mappaurangi Karaéng Kanjilo Paduka Sri Sultan Siraj ud-din ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Kadir (1721-1724). Menjadi Sultan Gowa dengan gelar Tuammenang-ri-Pasi dan Sultan Tallo dengan gelar Tomamaliang-ri Gaukana.

23. La Panaongi To' Pawawoi Arung Mampu Karaéng Biséi Paduka Sri Sultan 'Abdu'llah Mansur ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Tuammenang-ri Biséi] (1724)

24. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1724-1738) (masa jabatan ketiga)

25. I-Danraja Siti Nafisah Karaéng Langelo binti al-Marhum (1738-1741)26. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din

binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1741-1749) (masa jabatan keempat)

27. La Temmassogé Mappasossong To' Appaware' Petta Paduka Sri Sultan 'Abdu'l Razzaq Jalal ud-din ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé ri-Malimongang] (1749-1775)

28. La Tenri Tappu To' Appaliweng Arung Timurung Paduka Sri Sultan Ahmad as-Saleh Shams ud-din [Matinroé-ri-Rompégading] (1775-1812)

29. La Mappatunru To Appatunru' Paduka Sri Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin [Matinroé-ri Laleng-bata] (1812-1823)

30. I-Manéng Paduka Sri Ratu Sultana Salima Rajiat ud-din [Matinroé-ri Kassi] (1823-1835)

31. La Mappaséling Paduka Sri Sultan Adam Nazim ud-din [Matinroé-ri Salassana] (1835-1845)

32. La Parénréngi Paduka Sri Sultan Ahmad Saleh Muhi ud-din [Matinroé-ri Aja-bénténg] (1845-1858)

33. La Pamadanuka Paduka Sri Sultan Sultan Abul-Hadi (1858-1860)???34. La Singkeru Rukka Paduka Sri Sultan Ahmad Idris [Matinroé-ri Lalambata] (1860-

1871)35. I-Banri Gau Paduka Sri Sultana Fatima [Matinroé-ri Bola Mapparé'na] (1871-1895)36. La Pawawoi Karaéng Sigéri [Matinroé-ri Bandung] (1895-1905)37. Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri

Sultan Husain (1931-1946) (masa jabatan pertama)38. Andi Pabénténg Daéng Palawa [Matinroé-ri Matuju] (1946-1950)39. Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri

Sultan Husain [Matinroé-ri Gowa] (1950-1960) (masa jabatan kedua diangkat oleh belanda)

Page 64: Kerajaan Islam Di Indonesia

Kerajaan Islam di Kalimantan

Kesultanan Paser (1516)

Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah denganKabupaten Penajam Paser Utara, Balikpapan dan sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Sejarah

Kerajaan Sadurangas

Tentang terbentuknya awal kerajaan Paser, Haji Aji Abdoel Rasyid dan kawan-kawan yang ditulis oleh M.Irfan lqbal, et.al. Dalam bukunya yang berjudul “Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser” mengatakan terbentuknya Kerajaan Paser pada tanggal 2 Safar tahun 9 Hijriyah atau tahun 630 Masehi. Pada saat Putri Petong berusia 22 tahun dilantik atau dinobatkan menjadi ratu (ratu pertama kerajaan Paser) yang semula kerajaan Padang Bertinti menjadi kerajaan Sadurengas. Namun, dalam versi Pemerintah Kabupaten Paser, Kerajaan Sadurangas didirikan pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1516.

Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Putri Petong diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh halus atau dewa-dewa diyakini bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh halus tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Panti, di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang dibuat berbentuk patung-patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil. Putri Petong setelah bersuamikan Abu Mansyur Indra Jaya, setahun kemudian Putri Petong melahirkan anak yang pertama seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Nata Pangeran Berlindung bin Abu Mansyur Indra Jaya. Tiga tahun kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang anak perempuan, yang diberi nama Aji Putri Mitir binti Abu Mansyur Indra Jaya dan enam tahun kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Pati Indra bin Abu Mansyur Indra Jaya.

Islamisasi

Islamisasi di Kerajaan Paser melalui beberapa jalur, antara lain :

1. Jalur perkawinan-perkawinan dilakukan oleh Abu Mansyur Indra Jaya dengan Putri Petong, dari Kerajaan Paser raja komunitas Paser. Begitu juga perkawinan Sayyid Ahmad Khairuddin yang kawin dengan Aji Mitir anak Putri Petong dengan Abu Mansyur Indra Jaya.

Page 65: Kerajaan Islam Di Indonesia

2. Jalur perdagangan sungai Kendilo merupakan sungai besar pada jaman mereka, yang selalu dilalui para pedagang dari berbagai daerah Nusantara, termasuk pedagang dari Arab. Interaksi antara masyarakat Kerajaan Paser dengan para pedagang muslim menyebabkan sebagian masyarakat penduduk tertarik untuk memeluk agarna Islam.

3. Dalam sebuah cerita rakyat, Putri Petong sebelum kawin dengan Abu Mansyur Indra Jaya, sudah beberapa kali kawin, akan tetapi jika akan berhubungan badan dengan lelaki, jika tidak lari dari peraduan atau mati. Hal ini disebabkan sari bambu yang melekat pada Putri Petong. Kawinlah dengan Abu Mansyur Indra Jaya yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut

Daerah Paser saat kedatangan Islam, banyak diketahui dari berbagai tulisan, diantaranya berdasarkan kitab yang ditulis Aji Aqub tahun 1350 Hijriyah atau tahun 1920 Masehi yang berjudul "Palayaran mencari raja tanah Paser" Sumber lain dari tulisan A.S Assegaf dengan judul "Sejarah kerajaan Kutai dan Kesultanan Paser" tanpa tahun. Sumber yang lain dapat ditelusuri dari sumber-sumber Belanda, diantaranya oleh S.C Knappert dengan judul "Tijdschrift voor ned Indie 1883" Sedangkan yang memuat legenda Putri Petong ditulis oleh III Nieuwkuyk dalam Versi Reide opstillen ove Boneo, Velome 9 kerajaan Paser juga disinggung dalam tulisan J.Zwager dengan judul "Tijdschrift voor Nederlan Indie. Seri 4, 1866.

Versi Hikayat Banjar

1. Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, Pasir salah satu daerah taklukan Gajah Mada dari Majapahit.

2. Menurut Salasilah Kutai, seorang putera dari Maharaja Sakti bin Aji Batara Agung Paduka Nira menjadi raja muda di Pasir. Putera dari raja muda tersebut yang bernama Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya kemudian dilantik menjadi Raja Kutai Kartanegara V menggantikan Raja Kutai Kertanegara IV Aji Raja Mandarsyah.

3. Menurut Hikayat Banjar yang bab terakhirnya ditulis tahun 1663, sejak masa kekuasaan Rahadyan Putra/Raden Suryacipta yang bergelar Maharaja Suryanata(= Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa), pangeran dari Majapahit yang menjadi raja ke-2 Negara Dipa (= Banjar kuno) pada zaman Hindu, orang besar (penguasa) Pasir sudah menjadi taklukannya. Pasir dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= negeri di sebelah timur atau utara) yang takluk/menyerahkan upeti kepada Maharaja Suryanata hingga masa Maharaja Sukarama, selanjutnya sampai masa Sultan Suriansyah.

4. 1636, Pasir kembali ditaklukan atas bantuan VOC sesuai Perjanjian 4 September 1635, antara Sultan Banjar dengan VOC.

5. Penguasa/orang besar/adipati Pasir, Aji Tunggul menjadi bawahan Sultan Banjar, Mustainbillah yang berkuasa tahun 1595-1642. Ketika itu keraton Kesultanan Banjar telah dipindahkan dari Banjarmasin ke daerah Batang Banyu karena sebelumnya pada tahun 1612 diserang VOC, tatkala itu Marhum Panembahan (= Mustainbillah)

Page 66: Kerajaan Islam Di Indonesia

menyuruh Kiai Lurah Cucuk membawa sebuah perahu beserta awak perahu empat puluh orang untuk menjemput Aji Tunggul dengan anak-isteri serta keluarganya. Ketika tiba di keraton Banjar waktu itu berada di daerah Batang Banyu, Aji Ratna puteri Aji Tunggul dinikahkan denganDipati Ngganding (adipati Kotawaringin) kemudian memperoleh dua anak, Andin Juluk dan Andin Hayu. Kemudian Kemudian Andin Juluk menikahiPangeran Dipati Anta-Kasuma putera Sultan Mustainbillah dengan permaisuri Ratu Agung yaitu yang kelak menjabat adipati/raja Kotawaringin menggantikan Dipati Ngganding. Pasangan Anta-Kasuma dan Andin Juluk ini memperoleh empat anak : Putri Gelang, Raden Tuan, Raden Pamadi dan Raden Nating. Sedangkan Andin Hayu menikahi Pangeran Dipati Tapasena putera Sultan Mustainbillah dari selir orang Jawa, kemudian memperoleh anak Pangeran Aria Wiraraja dan Putri Samut.

6. Perkawinan seorang puteri dari Aria Manau (Aji Tunggul), Sri Sukma Dewi yang bergelar Putri Betung dengan Abu Mansyur Indra Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari Giri) yang dikaruniai empat orang anak, yaitu :

o Aji Mas Pati Indrao Aji Putri Mitiro Aji Mas Anom Indrao Aji Putri Ratna Beranak

7. Beberapa tahun kemudian setelah pernikahan Aji Ratna dan Dipati Ngganding di negeri Banjar, seorang cucu Aji Tunggul yaitu Raden Aria Mandalika (= Aji Mas Pati Indra?) putera dari priyayi dari Giri yang menikah dengan puteri dari Aji Tunggul datang berkunjung ke Kesultanan Banjar ketika keraton berada di Martapura, kemudian Raden Aria Mandalika oleh Sultan Mustainbillah dinikahkan dengan cucunya Putri Limbuk/Dayang Limbuk puteri dari swargi Pangeran Dipati Antasari. Dengan adanya perkawinan ini maka Aji Tunggul tidak lagi diharuskan mengantarkan upeti tiap-tiap tahun seperti zaman dahulu kala, karena upeti tersebut sudah diberikan kepada Putri Limbuk/Dayang Limbuk, kecuali hanya jika ada suruhan dari Marhum Panembahan untuk memintanya atau mengambilnya. Dengan demikian, Pasir mendapat pembebasan pembayaran upeti, bahkan kemungkinan Raden Aria Mandalika menjadi raja muda di Pasir sebagai perwakilan Kesultanan Banjar. Pasangan Aria Mandalika dan Putri Limbuk ini memperoleh anak bernama Raden Kakatang. Setahun setelah kelahiran Raden Kakatang, Sultan Mustainbillah kemudian mangkat. Dengan demikian maka penguasa Pasir kemungkinan masih termasuk trah Sultan Banjar IV Marhum Panembahan, Raja Kutai Kartanegara II Aji Batara Agung Paduka Nira dan bangsawan dari Giri.

8. Kemudian Sultan Mustain Billah menyuruh Kiai Martasura ke Makassar (= Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang, Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa 1638-1654, ia meminjam Pasir kepada Marhum Panembahan sebagai tempat berdagang. Sejak itu Pasir dan wilayah ring terluar tidak lagi mengirim upeti ke Banjar. Peristiwa pada abad ke-17 ini menunjukkan pengakuan Makassar (Gowa-Tallo)

Page 67: Kerajaan Islam Di Indonesia

mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah di sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kawasan timur Nusantara hingga diberlakukannya Perjanjian Bungaya. Pada abad ke-18 Raja Bugis-Wajo, La Madukelleng menawan daerah Kutai, Pasir, Pagatan dan menyerang Banjarmasin tetapi berhasil dipatahkan.

9. 1765, VOC membantu Sultan Banjar Tamjidullah I untuk menaklukan Pasir kembali untuk memungut upeti.

10. 1787, Pasir sebagai salah satu vazal Banjarmasin yang diserahkan Sultan Banjar Tahmidullah II kepada VOC dalam Traktat 13 Agustus 1787 ketika Banjar [beserta Kalimantan] menjadi tanah yang dipinjam dari VOC atau sebagai daerah protektorat VOC.

11. 1797, Kedaulatan atas Pasir [dan Pulau Laut] diserahkan kembali oleh VOC kepada Sultan Banjar Tahmidullah II. Belanda kemudian digantikan oleh kolonial Inggris.

12. 1817, Pasir diserahkan sebagai daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan I pada 1 Januari 1817 antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Aernout van Boekholzt. Hal ini terjadi setelah Belanda masuk kembali ke Kalimantan menggantikan Inggris.

13. 1823, Pasir menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan II pada 13 September 1823 antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias.

14. 1826, Pasir ditegaskan kembali menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda menurut Perjanjian Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar dengan Hindia Belanda yang ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826H.

15. 1906-1918, masa perjuangan rakyat Pasir melawan pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

16. Hingga 1959, Wilayah Pasir berstatus kawedanan di dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Penguasa Pasir

Nama Penguasa Gelar Tahun BerkuasaPutri Di Dalam Petung 1516-xxxxAji Tunggul xxxx–1607Aji Mas Anom Indra bin Aji Mas Pati Indra

1607–1644

Aji Anom Singa Amulana bin Aji Mas Anom Indra

1644–1667

Aji Perdana bin Aji Anom Singa Maulana

Penambahan Sulaiman 1667–1680

Aji Duwo bin Aji Mas Anom Singa Maulana

Penambahan Adam 1680–1705

Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana

Sultan Aji Muhammad Alamsyah (Sultan Pasir I)

1703–1738

Page 68: Kerajaan Islam Di Indonesia

Aji Negara bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah

Sultan Sepuh Alamsyah (Sultan Pasir II)

1738–1768

Aji Dipati bin Panembahan Adam

Sultan Dipati Anom Alamsyah (Sultan Pasir III)

1768–1799

Aji Panji bin Ratu Agung Sultan Sulaiman Alamsyah (Sultan Pasir IV)

1799–1811

Aji Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah

Sultan Ibrahim Alamsyah 1811–1815

Aji Karang bin Sultan Sulaiman Alamsyah

Mahmud Han Alamsyah 1815–1843

Aji Adil bin Sultan Sulaiman Alamsyah

Sultan Adam Alamsyah 1843–1853

Aji Tenggara bin Aji Kimas Sultan Sepuh II Alamsyah 1853–1875Aji Timur Balam Sultan Abdurahman Alamsyah 1875–1890

Sultan Muhammad Ali Alamsyah 1880–1897Pangeran Nata bin Pangeran Dipati Sulaiman

Sultan Sulaiman Alamsyah 1897–1898

Pangeran Ratu bin Sultan Adam Alamsyah

Sultan Ratu Raja Besar Alamsyah 1898–1900

Pengeran Mangku Jaya Kesuma Sultan Ibrahim Khaliluddin[11] 1900–1906