keripik kelapa judith ok

10
35 Peningkatan mutu keripik kelapa dengan variasi penambahan vitamin E dan lama perendaman –Judith Henny Mandei PENINGKATAN MUTU KERIPIK KELAPA DENGAN VARIASI PENAMBAHAN VITAMIN E DAN LAMA PERENDAMAN (Improving Dried Buko-Chips Quality by Treatment With Vitamin E and Soaking Time) Judith Henny Mandei 1) 1) Peneliti pada Baristand Industri Manado ABSTRACT Research on improvement dried buko chips quality was intended to improve its quality and storage life and conducted in a complete randomized design by factorial experiments. The treatment were the addition of vitamin E in various amount (A) and the length of soaking time (B), where A1=0.01, A2=0.02 percent of vitamin E, and B1=1 hour, B2=2 hours of soaking time, respectively. The results showed that no significant effects found on combination of treating and the time for soaking to the chemical and sensorial characteristics of the product. While single treatment, by addition of vitamin E, significantly affected and only the color of the product. Until 2 months storage there were not experience any damages yet, indicated relatively by no total bacteria content was found in the product, and organoleptically, the dried buko chips made by this manner still preffered by the panelists. Key words: dried buko chips, improving quality. PENDAHULUAN Bagian dari buah kelapa yang paling dominan dimanfaatkan yaitu daging buah, dan umumnya daging buah kelapa diolah menjadi kopra, santan, minyak goreng, kelapa parut, Virgin Coconut Oil (VCO), dan sebagainya. Sebagai salah satu produk hasil olahan daging buah kelapa yang dapat dikembangkan ialah keripik kelapa (dried buko chips). Keripik kelapa ialah produk yang dibuat dari daging buah kelapa yang dikeringkan, berwarna putih, renyah, dan manis serta mempunyai bau khas kelapa. Pada umumnya produk ini dibuat dari buah kelapa muda yang berumur 7–8 bulan, dikonsumsi sebagai makanan ringan, atau makanan yang dikeringkan setelah dicelup dalam larutan sirup encer yang panas dan dikonsumsi dalam keadaan segar, sebagai pengisi pastry dan sebagai salah satu bahan campuran buah-buahan tropis serta makanan olahan lainnya. Keripik kelapa (dried buko chips) yang bermutu baik adalah yang berwarna putih, renyah dan manis dengan bau khas kelapa. Menurut Sanchez dkk (1996), komposisi dried buko chips meliputi kadar air 4,7%, protein 3,6%, lemak 17,7%, 30

Upload: judith-mandei

Post on 02-Aug-2015

218 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Keripik kelapa ialah produk yang dibuat dari daging buah kelapa yang dikeringkan, berwarna putih, renyah, dan manis serta mempunyai bau khas kelapa. Pada umumnya produk ini dibuat dari buah kelapa muda yang berumur 7–8 bulan, dikonsumsi sebagai makanan ringan, atau makanan yang dikeringkan setelah dicelup dalam larutan sirup encer yang panas dan dikonsumsi dalam keadaan segar, sebagai pengisi pastry dan sebagai salah satu bahan campuran buah-buahan tropis serta makanan olahan lainnya.

TRANSCRIPT

Page 1: Keripik Kelapa Judith Ok

35

Peningkatan mutu keripik kelapa dengan variasi penambahan vitamin E dan lama perendaman –Judith Henny Mandei

PENINGKATAN MUTU KERIPIK KELAPA DENGAN VARIASI PENAMBAHAN VITAMIN E DAN LAMA PERENDAMAN

(Improving Dried Buko-Chips Quality by Treatment With Vitamin E and Soaking Time)

Judith Henny Mandei1) 1) Peneliti pada Baristand Industri Manado

ABSTRACT

Research on improvement dried buko chips quality was intended to improve its quality and storage life and conducted in a complete randomized design by factorial experiments. The treatment were the addition of vitamin E in various amount (A) and the length of soaking time (B), where A1=0.01, A2=0.02 percent of vitamin E, and B1=1 hour, B2=2 hours of soaking time, respectively. The results showed that no significant effects found on combination of treating and the time for soaking to the chemical and sensorial characteristics of the product. While single treatment, by addition of vitamin E, significantly affected and only the color of the product. Until 2 months storage there were not experience any damages yet, indicated relatively by no total bacteria content was found in the product, and organoleptically, the dried buko chips made by this manner still preffered by the panelists.

Key words: dried buko chips, improving quality.

PENDAHULUAN

Bagian dari buah kelapa yang paling dominan dimanfaatkan yaitu daging buah, dan umumnya daging buah kelapa diolah menjadi kopra, santan, minyak goreng, kelapa parut, Virgin Coconut Oil (VCO), dan sebagainya. Sebagai salah satu produk hasil olahan daging buah kelapa yang dapat dikembangkan ialah keripik kelapa (dried buko chips). Keripik kelapa ialah produk yang dibuat dari daging buah kelapa yang dikeringkan, berwarna putih, renyah, dan manis serta mempunyai bau khas kelapa. Pada umumnya produk ini dibuat dari buah kelapa muda yang berumur 7–8 bulan, dikonsumsi sebagai makanan ringan, atau makanan yang dikeringkan setelah dicelup dalam larutan sirup encer yang panas dan dikonsumsi dalam keadaan segar, sebagai pengisi pastry dan sebagai salah satu bahan campuran buah-buahan tropis serta makanan olahan lainnya. Keripik kelapa (dried buko chips) yang bermutu baik adalah yang berwarna putih, renyah dan manis dengan bau khas kelapa. Menurut

Sanchez dkk (1996), komposisi dried buko chips meliputi kadar air 4,7%, protein 3,6%, lemak 17,7%, dan karbohidrat 61,6% untuk jenis sweetened. Sedangkan untuk jenis unsweetened meliputi kadar air 2,3%, protein 7,7%, lemak 51,4%, dan karbohidrat 13,6%. Pada tahun 1993/1994 Baristand Industri Manado telah melakukan penelitian teknologi pembuatan dried buko chips. Dalam penelitian tersebut perlakuan yang diberikan adalah umur kelapa, konsentrasi gula serta lama penyimpanan dengan hasil perlakuan terbaik yaitu umur kelapa 10 bulan, konsentrasi gula 25% dan penyimpanan 1 bulan. Pada kondisi penyimpanan lebih dari 1 bulan maka produk sudah mengalami perubahan terutama pada tingkat penerimaan terhadap bau dan rasa, yang diakibatkan oleh terjadinya oksidasi lemak sehingga mengakibatkan penyimpangan bau atau bau tengik. Proses oksidasi lemak dipandang sangat mempengaruhi mutu produk-produk makanan yang banyak di-konsumsi terutama yang mengalami penyimpanan pada waktu yang relatif

30

Page 2: Keripik Kelapa Judith Ok

36

Majalah Ilmiah Teknologi Industri Vol. 3 No.1 JUNI 2011:30-35 ISSN NO:2085-580X

lama. Terjadinya oksidasi pada komponen bahan makanan diketahui telah berakibat pada munculnya aroma tidak sedap dan bisa menyebabkan kerusakan mutu pada makanan segar maupun makanan olahan serta dapat menghasilkan senyawa-senyawa toksik (Min dan Boff, dalam Muis, 2007). Salah satu cara efektif untuk menghambat berlangsungnya oksidasi lemak adalah penggunaan antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang dapat digunakan untuk melindungi bahan pangan melalui perlambatan kerusakan, ketengikan atau perubahan warna yang disebabkan oleh oksidasi. Bahan antioksidan berperan menghambat oksidasi melalui beberapa mekanisme antara lain mengendalikan substrat/ oksigen dan lipida, mengendalikan peroksida (senyawa oksigen yang reaktif dan logam katalis), dan pengendalian radikal bebas. Antioksidan paling efektif menjalankan fungsinya melalui pemutusan reaksi berantai dari radikal bebas pada oksidasi lemak. Antioksidan dalam bahan makanan berlemak berperan sebagai inhibitor atau pemecah peroksida (Freidon et al, 2003). Vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak. Ada dua bentuk vitamin E yaitu tokoferol dan tokotrienol. Tokoferol dan tokotrienol merupakan komponen minor yang terdapat pada hampir semua minyak nabati. Tokoferol dan tokotrienol dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam menghambat proses ketengikan dan sebagai sumber nutrisi esensial dalam bentuk vitamin E. Semua bentuk tokoferol dan tokotrienol memiliki aktivitas vitamin E (Muis, 2007). Menurut Sanchez dkk (1996), pada pembuatan dried buko chips perlu ditambahkan antiokidan (vitamin E)

sebanyak 0,01-0,02%. Berdasarkan pengalaman penelitian yang telah dilakukan, maka upaya untuk pengembangan teknologi proses pembuatan keripik kelapaperlu dilakukan, yaitu dengan penambahan vitamin E untuk menghambat terjadinya oksidasi lemak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan mutu, dan memperpanjang masa simpan keripik kelapa.

BAHAN DAN METODEBahan dan AlatBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa berumur 8 – 9 bulan, natrium metabisulfit, gula pasir, vitamin E, kantong plastik, dan bahan-bahan untuk pengujian laboratorium. Alat-alat yang digunakan adalah oven, pisau, loyang, ember, panci, kompor, slicer, peralatan untuk pengujian laboratorium.Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan metode percobaan yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan perlakuan; faktor A = Penambahan vitamin E , yaitu A1 = 0,01%, dan A2

= 0,02%, serta B = Lama perendaman, yaitu B1 = 1 jam dan B2 = 2 jam. Kombinasi perlakuan diulang sebanyak 2 (dua) kali, kemudian dilakukan Pengamatan (analisis mutu dan organoleptik) pada penyimpanan 0, 1, dan 2 bulan.Prosedur Pembuatan Keripik Kelapa.1. Pemilihan buah kelapa berumur 8 – 9 bulan.2. Pengeluaran tempurung

Tempurung kelapa dikeluarkan dengan parang, sedangkan daging kelapa masih dalam keadaan utuh.

3. Pengeluaran kulit ari (paring)Bagian luar pada daging buah kelapa yang berwarna coklat dikeluarkan dengan hati-hati setipis mungkin sehingga diperoleh daging kelapa berwarna putih.

4. Pencucian dan pemotongan daging buah kelapaDaging buah kelapa dicuci dengan air bersih untuk mengeluarkan kotoran-kotoran yang terdapat pada permukaan. Setelah itu buah kelapa dibelah dua dan dipotong tipis-tipis.

5. PerendamanBuah kelapa yang sudah dipotong-potong, direndam dalam larutan Na-metabisulfit 500 ppm selama 15 menit, kemudian ditiriskan.

31

Page 3: Keripik Kelapa Judith Ok

35

Peningkatan mutu keripik kelapa dengan variasi penambahan vitamin E dan lama perendaman –Judith Henny Mandei

Daging kelapa dicuci kembali dengan air untuk menghilangkan sisa sulfit dan tiriskan.Masukkan daging buah kelapa ke dalam larutan gula 25% yang sudah ditambahkan vitamin E sesuai perlakuan (0,01 dan 0,02 persen), kemudian panaskan hingga mendidih, dan direndam selama 1 jam, dan 2 jam, sesuai perlakuan. Tiriskan dan keringkan dalam oven pada suhu 70°C selama 10-16 jam. Dinginkan, dan dikemas dengan kantong plastik.

Variabel PengamatanPengamatan dilakukan terhadap kadar air ( metode oven) , kadar gula (Luff Scohrl), protein (Makro Kjeldahl), lemak (ekstraksi dengan heksana), FFA (metode titrasi dengan NaOH), mikrobiologi (total bakteri menggunakan media PCA), dan organoleptik (metode Hedonic Scale Test), dengan skala penilaian: 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3 (cukup suka); 4 (suka); 5 (sangat suka).Analisis DataData yang diperoleh dianalisis dengan analisis varians dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan uji BNT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kimia dan MikrobiologiKadar AirPada Gambar 1 dapat dilihat bahwa kadar air keripik kelapa yang dihasilkan pada penyimpanan 0 bulan bervariasi antara 2.45-2.64%. Setelah dianalisis sidik ragam ternyata perlakuan penambahan vitamin E (A) dan lama perendaman (B) serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air keripik kelapa.

Gambar 1. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar Air Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Tidak adanya pengaruh terhadap kadar air dari keripik kelapa disebabkan vitamin E maupun lama perendaman bukan merupakan faktor yang sangat

menentukan tinggi rendahnya kadar air. Hal ini mengingat waktu dan suhu pengeringan yang digunakan untuk pengeringan relatif sama, sehingga uap air yang keluar dari bahan pada saat pengeringan relatif juga hampir samaSelama penyimpanan, keripik kelapa mengalami perubahan kadar air yaitu pada penyimpanan 0 bulan ke penyimpanan 1 bulan terjadi penurunan kadar air yang kemudian kembali meningkat pada penyimpanan 2 bulan (Gambar 1). Hal ini disebabkan sifat dari kemasan plastik polipropilen yang digunakan untuk mengemas keripik kelapa permeabilitasnya terhadap uap air rendah namun tidak kedap uap air, sehingga uap air masih dapat merembes menembus lembaran tipis dan terjadi perpindahan uap air keluar atau masuk ke ruang isi kemasan bagaimanapun rapatnya suatu kemasan. Diduga pada penyimpanan 1 bulan kelembaban relatif dari ruang penyimpanan rendah sehingga terjadi perpindahan uap air dari produk ke lingkungan ruang penyimpanan menembus kemasan plastik yang digunakan sehingga kadar air produk keripik kelapa mengalami penurunan. Pada penyimpanan 2 bulan kelembaban relatif dari ruang penyimpanan lebih tinggi dari ruang isi kemasan sehingga terjadi perpindahan uap air dari ruang penyimpanan merembes masuk menembus lembaran film plastic dan diserap oleh keripik kelapa sehigga kadar air dari keripik kelapa meningkat. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Gilbert (1976) dalam Rahardjo dkk bahwa bahan lembaran plastik sebagai bahan kemasan tidaklah sepenuhnya kedap uap air dan gas. Uap air dan bahan volatile lainnya masih dapat merembes menembus lembaran film sehingga tetap terjadi perpindahan massa keluar atau masuk ke ruang isi kemasan. Khususnya untuk uap air, bagaimanapun rapatnya suatu kemasan kelembaban masih dapat lolos melalui lembaran kemasan. Setiap jenis plastik pengemas mempunyai nilai permeabilitas yang berbeda dan besarnya dipengaruhi oleh jenis plastik, ketebalan plastik, suhu dan beberapa parameter lainnya. Data hasil analisis kadar air selama penyimpanan bervariasi antara 1,775 – 2,82%. Dibandingkan dengan kadar air berdasarkan komposisi dried buko chips menurut Sanchez et al (1996) yaitu sebesar 4,7% (sweetened), dan 2,3% (unsweetened), maka kadar air keripik kelapa yang dihasilkan sampai dengan penyimpanan dua bulan masih lebih rendah, yang mengindikasikan bahwa keripik kelapa yang dihasilkan lebih tahan terhadap pertumbuhan mikroba.Kadar LemakDari Gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar lemak dari keripik kelapa pada penyimpanan 0 bulan

32

Page 4: Keripik Kelapa Judith Ok

36

Majalah Ilmiah Teknologi Industri Vol. 3 No.1 JUNI 2011:30-35 ISSN NO:2085-580X

berkisar antara 34,7 – 37,01%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa baik perlakuan penambahan vitamin E (A), perlakuan lama perendaman (B), dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak dari keripik kelapa.

Gambar 2. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar Lemak Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Hal ini disebabkan bahan baku kelapa (umur kelapa) yang digunakan dalam pembuatan keripik kelapa sama, sedangkan baik vitamin E maupun lama perendaman bukan sebagai faktor yang sangat menentukan kadar lemak pada keripik kelapa. Menurut Thampan (1981), kandungan lemak kelapa akan meningkat dengan bertambahnya umur kelapa dan kandungan lemak pada kelapa yang matang (ripe nut) sebesar 37,9%. Selama penyimpanan 2 (dua) bulan, kadar lemak keripik kelapa belum mengalami perubahan yang cukup berarti dengan kisaran dari 30,6 – 38,76%.Kadar ProteinHasil analisis kimia menunjukkan bahwa kadar protein dari keripik kelapa pada penyimpanan 0 bulan berkisar antara 4,8 – 4,9% (Gambar 3). Setelah dianalisis sidik ragam ternyata baik perlakuan penambahan vitamin E (A), maupun perlakuan lama perendaman (B), serta interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap kadar protein dari keripik kelapa.

Gambar 3. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar Protein Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Hal ini disebabkan perlakuan-perlakuan ini bukan merupakan faktor penentu terjadinya kerusakan atau denaturasi protein. Menurut Winarno (20040, denaturasi protein dapat terjadi dengan berbagai cara, yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik dan sebagainya. Pada pembuatan keripik kelapa suhu pengeringan 70% belum menyebabkan terjadinya kerusakan protein, sehingga dengan demikian protein yang ada pada keripik kelapa belum mengalami perubahan. Menurut Thampan (1981), kandungan protein pada kelapa sebesar 4,5%. Selama penyimpanan 2 (dua) bulan belum terjadi perubahan protein yang cukup berarti, dimana kandungan protein berkisar antara 4,57 – 5,57%.Kadar GulaDari Gambar 4 dapat dilihat bahwa hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kadar gula dari keripik kelapa pada penyimpanan 0 bulan berkisar antara 21,99-23,38%. Setelah dianalisis sidik ragam ternyata bahwa perlakuan penambahan vitamin E (A), perlakuan lama perendaman (B), maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Salah satu penyebabnya adalah pada proses pembuatan keripik kelapa menggunakan konsentrasi gula yang sama untuk semua perlakuan yaitu sebesar 25%, sehingga jumlah gula yang diserap oleh daging buah kelapa relatif hampir sama.

33

Page 5: Keripik Kelapa Judith Ok

35

Peningkatan mutu keripik kelapa dengan variasi penambahan vitamin E dan lama perendaman –Judith Henny Mandei

Gambar 4. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar Gula Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Selama penyimpanan 2 (dua) bulan belum terlihat perubahan yang berarti terhadap kadar gula dari keripik kelapa, dimana kadar gulanya berkisar antara 23,38 – 26,78%.Kadar FFAHasil analisis kimia menunjukkan bahwa kadar gula dari keripik kelapa pada penyimpanan 0 bulan berkisar antara 0,2-0,23% (Gambar 5). Apabila dibandingkan dengan kadar FFA dari Dehydrated Edible Coconut Meat (DECM) yaitu sebesar 0,34%, (Sanchez et al, 1996), maka kadar FFA ini masih di bawah batas maksimum, kecuali perlakuan A2B1 (penambahan viamin E 0,02%, penyimpanan 1 bulan). Setelah dianalisis sidik ragam ternyata baik perlakuan penambahan vitamin E, dan perlakuan lama perendaman serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar FFA dari keripik kelapa. Hal ini antara lain disebabkan oleh jarak antara jumlah penambahan vitamin E untuk perlakuan A1 dan A2 yang terlalu kecil, juga waktu perendaman yang terlalu singkat. Selama penyimpanan 2 (dua) bulan keripik kelapa belum memperlihatkan perubahan yang berarti dilihat dari kadar FFAnya yang berkisar antara 0,19 – 0,38%. Hal ini berarti peran vitamin E untuk menghambat proses ketengikan yang terjadi akibat oksidasi lemak dapat berjalan dengan cukup baik.

Gambar 5. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar FFA Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Vitamin EPengujian terhadap kadar vitamin E dari keripik kelapa hanya dilakukan untuk 2 contoh, yaitu perlakuan penambahan vitamin E 0,01%, dan 0,02% dengan lama perendaman 2 jam (A1B2 dan A2B2). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan vitamin E dari keripik kelapa dengan penambahan vitamin E 0,01% adalah sebesar 2,59 mg/100 gr, sedangkan keripik kelapa yang ditambahkan vitamin E 0,02% mengandung vitamin E sebesar 2,80 mg/100 gr. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan vitamin E mempengaruhi jumlah vitamin E yang dikandung oleh keripik kelapa walaupun perbedaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan antara lain karena jumlah vitamin E yang ditambahkan relatif sedikit, serta lama perendaman yang terlalu singkat, sehingga vitamin E yang diserap oleh keripik kelapa juga sedikit.Total Bakteri Dari hasil pengujian mikrobiologi ternyata total bakteri keripik kelapa relatif tidak ada atau 0 (nol).

Tabel 1. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Total Bakteri Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Perlakuan Total Bakteri (koloni/100 ml)

A1B1 10A1B2 0A2B1 0A2B2 10

Kontrol 0

34

Page 6: Keripik Kelapa Judith Ok

36

Majalah Ilmiah Teknologi Industri Vol. 3 No.1 JUNI 2011:30-35 ISSN NO:2085-580X

Bahkan sampai pada penyimpanan 2 (dua) bulan relatif rendah bahkan tidak ada (Tabel 1). Hal ini disebabkan antara lain karena produk keripik kelapa mempunyai kadar air yang rendah serta kadar gula yang cukup sehingga pertumbuhan bakteri selama penyimpanan dapat dicegah.Pengujian OrganoleptikWarnaDari Gambar 6 dapat dilihat bahwa hasil pengujian organoleptik terhadap warna keripik kelapa pada penyimpanan berkisar antara 3,5–3,9 (cukup suka –suka). Hal ini mengindikasikan bahwa warna keripik kelapa dapat diterima oleh panelis.

Gambar 6. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Warna Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Setelah dianalisis sidik ragam ternyata perlakuan penambahan vitamin E (faktor A) memberikan pengaruh nyata terhadap warna dari keripik kelapa (Fhit>Ftab),

Tabel 2. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Penambahan Vitamin E terhadap Warna Keripik Kelapa.

Perlakuan Nilai Rata-rata NotasiA1 3,6 AA2 3,4 B

BNT 5% = 0,226

Sedangkan perlakuan lama perendaman (faktor B) dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (Fhit <Ftab). Hasil uji Beda Nyata Terkecil pengaruh penambahan vitamin E terhadap warna keripik kelapa dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Sanchez et al (1996), warna keripik kelapa (dried buko chips) adalah putih. Sampai penyimpanan 2 (dua) bulan warna keripik kelapa belum mengalami perubahan dan masih disukai oleh panelis.Rasa

Hasil penilaian organoleptik terhadap rasa dari keripik kelapa pada penyimpanan 0 bulan berkisar pada nilai 3,3–4,0 atau dari cukup suka-suka (Gambar 8). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan vitamin E dan lama perendaman tidak mempengaruhi rasa keripik kelapa bagi panelis. Hal ini antara lain sejalan dengan kadar FFA yang cukup rendah sehingga belum terjadi kerusakan lemak (bau tengik), karena hal ini akan sangat mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap rasa. Menurut Winarno (2004), kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan.

Gambar 7. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Rasa Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Rasa keripik kelapa selama penyimpanan 2 (dua) bulan belum memperlihatkan perubahan yang besar, sehingga masih dapat diterima oleh panelis.BauHasil penilaian organoleptik (Gambar 8) menun-jukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap bau dari keripik kelapa pada penyimpanan 0 bulan berkisar antara 3,35-3,7 (cukup suka-suka).

Gambar 8. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan

35

Page 7: Keripik Kelapa Judith Ok

35

Peningkatan mutu keripik kelapa dengan variasi penambahan vitamin E dan lama perendaman –Judith Henny Mandei

Gula dan Vitamin E terhadap Bau Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Hasil analisis sidik ragam ternyata tingkat penilaian panelis terhadap bau dari keripik kelapa tidak dipengaruhi oleh penambahan vitamin E dan lama perendaman. Bau keripik kelapa (dried buko chips) adalah bau khas kelapa (Sanchez et al, 1996). Selama penyimpanan 2 (dua) bulan terjadi sedikit perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap bau dari keripik kelapa, namun penilaian-nya masih berkisar pada tingkat cukup suka.TeksturHasil penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur dari keripik kelapa (Gambar 9) mempunyai nilai 3,4–4,0 (cukup suka –suka). Keripik kelapa yang dihasilkan mempunyai tekstur garing agak kenyal.

Gambar 9. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan

Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Tekstur Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.

Menurut Sanchez et al (1996), keripik kelapa (dried buko chips) berwarna putih, mempunyai tekstur chewy, rasa manis dengan bau khas kelapa. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dan lama perendaman tidak berpengaruh terhadap tekstur keripik kelapa. Salah satu penyebabnya adalah kadar air yang relatif sama yang mengindikasikan bahwa belum

adanya penyerapan air yang dapat mempengaruhi tekstur keripik kelapa. Menurut Winarno (2004), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Selama penyimpanan 2 (dua) bulan belum memperlihat-kan perubahan tekstur yang besar, dan penilaian panelis masih berkisar pada nilai 3,2 – 3,45 (cukup suka).

KESIMPULAN

Sampai dengan penyimpanan dua bulan keripik kelapa belum mengalami kerusakan ditandai dengan kandungan total bakterinya yang relatif tidak ada, dan keripik kelapa secara organoleptik masih disukai oleh panelis.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 1994. Penerapan Teknologi Pembuatan

Dried Buko Chips. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Manado. Komunikasi No. 138.

Freidon Shahidi., Cryil Desilva and Ryszard Amarowiz. 2003. Antioxidant Activity of Extract of Defatted Seeds of Niger (Goizotia abyssinica)”. JAOCS. 80. 5. 443-450.

Muis, A. 2007. Aktivitas Antioksidan dan Antifoto-oksidan dari Virgin Coconut Oil (VCO).

Tesis. Universitas Sam Ratulangi Manado. Rahardjo, B., P. Setyowati dan T. Wibowo. Model

Perubahan Kadar Air Emping Selama dalam Kemasan Plastik Polipropilen. Jurnal Agritech Vol. 17 hal. 11-16.

Sanchez, P., A. S. Herman, B. Enie dan P. K. Thampan.1996. Coconut Processing Technology Information Documement. Coconut Food Prrocesses. APCC.

Thampan, P. K. 1981. Handbook on Coconut Palm. Publishing Co. New Delhi.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Woodroof, J. G. 1978. Coconut: Production, Processing Product. The AVI Publishing Co. INC. Wesport, Connecticut.

36