kesantunan berbahasa anak dalam pembelajaran bahasa indonesia...
TRANSCRIPT
-
KESANTUNAN BERBAHASA ANAK
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
(KAJIAN PRAGMATIK IMPERATIF) PADA KELAS V
DI MI MIFTAHUN NAJJIHIN
DESA KAUMAN LOR KECAMATAN PABELAN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
RIKI FEBRIANSYAH
NIM 12513002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAHIBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2019
-
ii
-
iii
PERNYATAAN KEASLIAAN TULISAN
DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Riki Febriansyah
NIM : 125-13-002
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Progam Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
sendiri,bukan dan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Skripsi ini diperkenakaan untuk dipublikasikan pada e-respository IAIN Salatiga.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 15 Agustus 2019
Yang Menyatakan
Riki Febriansyah
NIM. 125-13-002
-
iv
Imam Mas Arum, M.Pd.
Dosen IAIN Salatiga
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 eksemplar
Hal : Naskah Skripsi
Saudara : Riki Febriansyah
Kepada:
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadaan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi Saudara:
Nama : Riki Febriansyah
NIM : 125-13-002
Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Judul :Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
(Kajian Pragmatik Imperaktif) Pada Kelas V MI Miftahun Najihin Desa
Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun
2018/2019.
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Salatiga, 19 Maret 2019
Pembimbing,
Imam Mas Arum, M.Pd.
NIP. 197905072011011008
-
v
SKRIPSI
KESANTUNAN BERBAHASA ANAK
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
(KAJIAN PRAGMATIK IMPERATIF) PADA KELAS V
DI MI MIFTAHUN NAJJIHIN
DESA KAUMAN LOR KECAMATAN PABELAN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Disusun Oleh:
RIKI FEBRIANSYAH
NIM 12513002
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Prodi Pendidikan
Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 22 Maret 2019 dan telah dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji :
Sekretaris Penguji :
Penguji I :
Penguji II :.
Salatiga, 22 Maret 2019
Dekan
Suwardi, M.Pd.
NIP. 19670121 199903 1 002
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
Jl. Lingkar Salatiga Km. 2 Tel. (0298) 6031364 Salatiga 50716
Website : tarbiyah.iainsalatiga.ac.id E-mail :[email protected]
mailto:tarbiyah.iainsalatiga.ac.idmailto:[email protected]
-
vi
MOTTO
“ Barang Siapa Beriman Kepada Allah Dan Hari Akhir, Maka Hendaklah Ia
Berkata Baik Atau Diam” (Nabi Muhammad S.A.W)
“Janganlah Engkau Mengucapkan Perkataan yang Engkau Sendiri Tak Suka
Mendengarnya Jika Orang Lain Mengucapkan Kepadamu.” (Ali bin Abi Thalib)
“ Belajar, Berjuang, Bertaqwa”
-Selamanya-
-
vii
PERSEMBAHAN
Tiada yang maha pengasih dan maha penyayang selain Engkau Ya ALLAH.
Syukur alhamdulillah berkat rahmat dan karunia-Mu ya Allah, saya bisa
menyelesaikan Skripsi ini.
Skripsi ini ku persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Selamet Andriono dan Ibunda Sri
Hartatik yang tak pernah lelah untuk selalu mendo‟akanku.
2. Untuk keluarga yang selalu mendukungku wabil khusus mbk Siti Yulaikah dan
suaminya Gusayadi.
3. Untuk sahabat seperjuanganku, Afif Trisidha Sari, MusliKhatun Mardiyah,
Bagus Mustofa, Rateh Ambarwati, Kingking, Mini dan Bang Viky yang telah
membantuku dan menemaniku dalam perjuangan ini.
4. Untuk saudara seperjuanganku dari keturunan yang sama M.Bion Asyari,M.
Efendi Jarkasih, Tyas Ayu Nigrum,Rekan-Rekanita Ipnu-Ippnu dan PMII kota
Salatiga.
-
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa kami haturkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah kita nantikan
syafa‟atnya di yaumul qiyamah.
Penelitian ini berjudul KESANTUNAN BERBAHASA ANAK DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KAJIAN (PRAGMATIK
IMPERATIF) PADA KELAS V MI MIFTAHUN NAJJIHIN DESA KAUMAN
LOR KECAMATAN PABELAN TAHUN PELAJARAN 2018/2019, pada
dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kegunaan
bahasa indonesia dalam berintraksi di sekolah khususnya saat pembelajaran
bahasa Indonesia.
Penelitian ini mengacu pada prosedur penelitian kualitatif, yang di lakukan
7 kali pertemuan selama satu bulan. Peneliti menyadari bahwa penelitian yang
ditulis ini masih jauh dari kata sempurna dan tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak mungkin penelitian ini tidak mungkin bisa selesai.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK) IAIN Salatiga.
3. Ibu Peni Susapti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI).
-
ix
4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik
Sekaligus Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian telah
meluangkan waktu, untuk memberikan pengarahan serta bimbingan sejak saya
pindah jurusan sampai penulisan skripsi ini dapat saya selsaikan. serta bapak
juga yang selalu memotivasiku hingga aku tersadarkan untuk selalu semangat
menyelsaikan kuliah ini.
5. Kedua Orang Tuaku tercinta yang selalu memberi dukungan secara moral,
material, spiritual serta senantiasa berkorban dan berdo‟a demi tercapainya
cita-citaku.
6. Teman-teman PGMI angkatan 2013,2014,2016,2017 yang senantiasa berjuang
bersama-sama dan saling memberikan dukungan.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah Memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya.
Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis
terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan
segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya
bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Salatiga, 3 Februari 2019
Penulis,
Riki Febriansyah Nim:125-13-002
-
xi
ABSTRAK
Febriansyah, Riki. 2019. Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajraan Bahasa
Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Kelas V Di MI Miftahun Najjihin
Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2019.
Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidika Guru Madrasyah Ibtidaiyah Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Kata Kunci: Kesantunan Berbahasa Anak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) wujud kesantunan berbahasa
pragmatik imperatif guru berdasarkan kesantunan dalam interaksi belajar
mengajar pada kelas V MI Miftahun Najjihin; (2) wujud kesantunan berbahasa
pragmatik imperatif siswa berdasarkan kesantunan pragmatik dalam interaksi
belajar mengajar pada kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Data dalam penelitian
ini adalah wujud kesantunan pragmatik imperatif dalam interaksi belajar mengajar
pada kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor. Sumber data dalam
penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa dalam interaksi belajar mengajar pada
kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini, yaitu teknik pengamatan dan teknik catat. Adapun teknik
analisis data yang digunakan, yakni pengumpulan data, pereduksian data,
penyajian data, dan penyimpulan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) wujud kesantunan pragmatik
imperatif guru siswa dan antar siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas V
MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor, yaitu wujud tuturan fungsi komunikatif
yang ditemukan menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan, ajakan,
permohonan, persilaan, dan larangan, (2) wujud kesantunan pragmatik imperatif
siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas V MI Miftahun Najjihin Desa
Kauman Lor, yaitu wujud tuturan fungsi komunikatif adapula Penyebab
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa terdiri atas 7 macam, yaitu sengaja
menuduh lawan tutur, sengaja berbicara tidak sesuai konteks,tidak memberikan
rasa simpati, protektif terhadap pendapat, dorongan rasa emosi penutur, kritik
secara langsung dengan kata-kata kasar, dan mengejek , Selanjutnya, hasil
penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada guru dan siswa agar
memperhatikan penggunaan tindak tutur yang santun terhadap lawan tutur dalam
interaksi belajar mengajar.
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ iii
HALAMAN BERLOGO ...................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iii
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
ABSTRAK .......................................................................................................... ..xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ..xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ................................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 9
A. Kajian Pustaka .............................................................................................. 9
B. Landasan Teori ........................................................................................... 13
C. Kerangka Teori ........................................................................................... 17
D. Hipotesis Penelitian .................................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 31
A. Jenis Penelitian............................................................................................ 31
B. Lokasi Penelitian ......................................................................................... 33
C. Sumber Data................................................................................................ 33
D. Teknik Pengumpulan ................................................................................. 35
E. Analisis Data ............................................................................................... 35
F. Pengecekan Keabsahan Data ..................................................................... 37
G. Tahap-Tahap Penelitian ............................................................................. 38
ricky%20fik%20skrip%20munaqosah.rtf#_Toc5400322ricky%20fik%20skrip%20munaqosah.rtf#_Toc5400322
-
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 4040
A. Hasil Penelitian ........................................................................................... 40
1.Wujud Kesantunan Berbahasa .............................................................. 41
2). Maksim Kedermawanan ....................................................................... 44
3). Maksim Pujian ....................................................................................... 46
4). Maksim Kerendahatian ........................................................................ 48
5). Maksim Kesepakatan ............................................................................ 49
6). Maksim Kesimpatian ............................................................................ 51
B. Penyebab Ketidak Santunan Berbahasa .................................................. 53
1). Sengaja Menuduh Lawan Tutur .......................................................... 53
2). Tidak Memberikan Rasa Simpati ........................................................ 54
3). Protektif Terhadap Pendapat .............................................................. 54
4). Dorongan Rasa Emosi Penutur ............................................................ 54
5). Kritik secara Langsung dengan Kata-kata Kasar ............................. 54
6). Mengejek ................................................................................................ 55
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 56
A. Kesimpulan .................................................................................................. 56
B. Saran ............................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58
HASIL PENELITIAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki perbedaan yang jelas dan
memiliki kelebihan yang jauh dibanding dengan makhluk lainnya. Salah satu yang
membedakannya adalah bahasa yang dimiliki manusia. Bahasa memiliki peran
penting dalam kehidupan. Tanpa disadari dan dipahami, jarang sekali manusia
memperhatikan bahasa yang digunakan di dalam kesehariannya sebagai alat
komunikasi yang utama. Bahasa,masyarakat,dan budaya adalah tiga entitas yang
erat terpadu. Ketiadaan satu menyebabkan ketiadaan yang lain. Budaya dan
masyarakat adalah dua hal yang juga tidak dapat saling terpisah. Dimana ada
masyarakat disitu ada budaya,demikian sebaliknya.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dwi bahasa. Bahasa pertama
adalah bahasa daerah sedangkan bahasa keduanya adalah bahasa Indonesia.
Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam
berinteraksi. Bahasa dapat digunakan untuk menyatakan ide, gagasan, keinginan,
perasaan dan pengalamannya kepada orang lain. Dengan bahasa semua manusia
dapat mengenal dirinya, mengenal sesama manusia, alam sekitar, ilmu
pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
bahasa merupakan suatu sistem yang mampu menjembatani perasaan dan pikiran
manusia serta menjadi pengantar setiap kepentingan dan kebutuhan manusia satu
dengan yang lainnya.
-
2
Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi (Chaer dam
Agustina, 2004: 11). Melalui kegiatan berkomunikasi, setiap penutur hendak
menyampaikan tujuan dan atau maksud tertentu kepada mitra tutur. Komunikasi
yang terjadi harus berlangsung secara efektif dan efisien, sehingga pesan yang
disampaikan dapat dipahami dengan jelas oleh mitra tutur yang terlibat dalam
proses komunikasi. Proses komunikasi yang efektif dan efisien tidak akan terjadi
dengan baik, apabila bahasa yang digunakan oleh pnutur tidak mampu dipahami
oleh mitra tutur. Dengan demikian, untuk mempermudah proses komunikasi,
bahasa yang digunakan oleh penutur harus bahasa yang mudah dipahami oleh
mitra tutur.
Wujud konkret fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa dipakai untuk
berinteraksi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Sekolah merupakan
wilayah sosial pemakaian bahasa yang mempunyai corak tersendiri. Ia merupakan
masyarakat tutur yang berbeda dengan masyarakat tutur yang lain, lengkap
dengan perbedaan penutur dan perbendaharaan tuturnya (Suwito, 1992:99).
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang digunakan oleh guru
untuk menyampaikan materi, tugas atau memberi reaksi terhadap kontribusi yang
dilakukan oleh siswa, meskipun bahasa sehari-hari yang digunakan oleh siswa dan
guru adalah bahasa daerah. Tindakan yang dilakukan guru sebenarnya memiliki
tujuan untuk membiasakan siswa menggunakan bahasa Indonesia saat berada di
dalam lingkup sekolah. Selain itu, tindakan tersebut dapat digunakan untuk
mendukung kelancaran belajar siswa di sekolah-sekolah selanjutnya. Penggunaan
bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar kadangkala
-
3
masih mendapat pengaruh dari kosa kata daerah siswa dan guru. Pengaruh
tersebut dapat dimaklumi karena kadang kala siswa belum seluruhnya memahami
kosakata tertentu dalam bahasa Indonesia.
Salah satu bentuk tuturan yang dimanfaatkan oleh para guru untuk
pengaturan serta pemberian tanggapan terhadap tindakan dari siswa adalah bentuk
tuturan yang mengandung makna atau maksud pragmatik imperatif dalam bahasa
Indonesia. Pemanfaatan itu berkisar antara imperatif yang memiliki kadar tuturan
paling lembut sampai imperatif yang memiliki kadar tuturan yang keras.
Perbedaan bentuk serta kadar tuturan ini sangat dipengaruhi oleh konteks situasi.
Dominannya pemanfaatan imperatif bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran
di sekolah dasar sangat dipengaruhi usia. Mereka masih membutuhkan lebih
banyak kontrol serta pengawasan dalam bentuk perintah dari gurunya.
Selama proses belajar mengajar sedang berlangsung tidak setiap saat guru
menggunakan bentuk imperatif langsung. Adakalanya mereka menggunakan
bentuk imperatif tidak langsung yaitu, kontruksi deklaratif dan interogatif. Kedua
kontruksi ini digunakan sebagai bentuk penghalusan. Penafsiran terhadap makna
atau maksud penggunaan bentuk imperatif tidak langsung harus memperhatikan
konteks yang melengkapi tuturan itu. Meskipun guru menggunakan kedua bentuk
tersebut, tetapisiswa memerlukan “alat bantu” tertentu sehingga mereka dapat
menafsirkan makna di balik kedua bentuk tersebut. Alat bantu tersebut adalah
munculnya isyarat pada linguistik tertentu yang menyertai guru saat menuturkan
kedua bentuk tersebut.
-
4
Melihat gaya tuturan dalam proses kegiata, belajar mengajar di sekolah yang
kompleks dan perlunya konteks situasi dalam memahami tuturan, maka perlu
meninjau secara pragmatik. Ditinjau secara pragmatik, melihat makna secara
keseluruhan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah sangatlah
penting. “Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya ujaran” (Asim
Gunarwan, 1994:84). Pragmatik tidak hanya mengkaji bahasa yang dituturkan
tetapi juga mungkin makna dan maksud yang terkandung dalam tuturan tersebut
tergantung seberapa besar kekuatan tuturan/ujaran tersebut. Pemakaian bahasa
selalu terikat pada konteks dan situasi yang melingkupinya. Demikian halnya
dengan pemakaian bahasa Indonesia di sekolah khususnya pada kegiatan belajar
mengajar yang tidak terlepas dari fungsi dan tujuan bahasa.
Al-Quraan menjelaskan tentang kesantuan berbahasa Qaulan layyinan atau
berbicara dengan lembut. Perkataan ini terdapat pada surat Thaha ayat 44 berikut.
Artinya : Maka berbicaralah kamu berdua (Musa dan Harun) kepadanya
(Fir’aun) dengan kata-kata yanglemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau
takut.” (Departemen Agama RI, (1971:480).
Sesuai dengan konteksnya, perkataan yang demikian disampaikan kepada
orang yang diharapkan bisa berubah dari keangkuhan dan kesombongannya.
Fir‟aun merupakan raja yang hebat, oleh karena itu diperintahkan oleh Allah
untuk menggunakan perkataan yang lemah lembut. Di jelaskan juga pada Qur‟an
Surat An-Nahl Ayat 125 yang berbunyi.
-
5
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-
Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
(Departemen Agama RI, (1971:421).
Ini merupakan petunjuk bagi manusia manapun yang ingin menaklukkan
orang yang sombong dan arogan. Tentu bahasa yang lemah lembut bukanlah satu-
satunya pilihan, sebab terkadang orang sombong bisa takluk kalau dihadapi
dengan sombong juga.
Sauri (2003),ada enam macam perkataan digunakan namun sangat baik
kalau diterapkan dalam banyak situasi, termasuk di dalam berdakwah dan dalam
pendidikan. Sauri (2003) menamakan keenam macam perkataan itu dengan enam
prinsip komunikasi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa perkataan-perkataan
tersebut menuntun seseorang untuk berkata yang santun. Perkataan yang santun
adalah perkataan yang memiliki nilai (1)kebenaran, (2)kejujuran, (3)keadilan,
(4)kebaikan, (5)lurus, (6)halus, (7)sopan, (8)pantas, (9)penghargaan, (10)khidmat,
(11)optimisme, (12)indah, (13)menyenangkan, (14)logis, (15)fasih, (16)terang,
(17)tepat, (18)menyentuh hati, (19)selaras, (20)mengesankan, (21)tenang,
(22)efektif, (23)lunak, (24)lemah-lembut, (25)rendah. Para orang tua, para
pendidik, para juru dakwah, dan tokoh masyarakat memiliki peranan yang
strategis untuk menyampaikannya. Mereka jugalah yang sangat diharapkan
-
6
memasyarakatkan perkataan-perkatan santun tersebut kepada generasi muda dan
seluruh lapisan masyarakat. Perkataan yang santun ini harus diimbangi dengan
prilaku yang santun pula.
Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
pemakaian imperatif bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar dengan
Skripsi berjudul, “Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Siswa Kelas V di MI Miftahun
Najjihin Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini tidak melebar dan menyimpang dari tujuan penelitian,
maka perlu adanya perumusan masalah yang jelas. Adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana wujud Kesantunan pragmatik imperatif bahasa Indonesia yang
dituturkan oleh guru kepada siswa dalam proses belajar mengajar?
2. Apakah penyebab ketidak santunan berbahasa anak dalam kajian
pragmatik imperatif bahasa Indonesia yang dituturkan oleh siswa saat
berintraksi dalam proses belajar mengajar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wujud kesantunan pragmatik
imperatif bebahasa anak saat proses belajar mengajar di MI Miftahun Najjihin
Desa Kauman Lor tahun 2018. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
-
7
1. Untuk mengetahui wujud kesantunan pragmatik imperatif bahasa
Indonesia yang dituturkan oleh guru dan siswa dalam proses belajar
mengajar.
2. Untuk mengrtahui wujud kesantunan pragmatik imperatif bahasa
Indonesia yang dituturkan oleh siswa dalam proses Intraksi sesama siswa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis
maupun manfaat praktis. Edi Subroto (1992: 91) menyatakan “Perumusan
manfaat penelitian sering diperlukan dan biasanya juga dikaitkan dengan masalah
yang lebih bersifat praktis”. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat memberi
pemecahan masalah yang bersifat praktis selain memberi sumbangan ke arah
pengembangan ilmu.
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
penambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui
Kalimat pragmatik kesantunan imperatif yang terjadi saat proses belajar
mengajar di sekolah.
2. Manfaat Praktis
Pada sisi lain, penelitian ini akan bermanfaat pula untuk
memecahkan masalah-masalah praktis. Penelitian ini diharapkan menjadi
sumber informasi bagi penelitian-penelitian lain mengenai kebahasaan yang
digunakan dalam berkomunikasi.
-
8
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat pula di implikasikan
kepada siswa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan lancar,
sehingga pembelajaran dapat dicapai maksimal.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penguraian di dalam suatu penelitian maka diperlukan
sistematika penulisan. Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori, yang terdiri dari imperatif, fungsi bahasa, pragmatik,
tindak tutur, jenis-jenis tindak tutur, teori kesantunan bahasa, dan teori
praanggapan, implikatur, entailment.
Bab III Metode penelitian. Metode dalam penelitian ini terdiri dari jenis
penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik penyajian data.
Bab IV Analisis data, berisi serangkaian proses pengolahan data yang
menjabarkan data-data yang sudah terkumpul, dikelompokkan sesuai dengan
kepentingan dan dianalisis untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang
muncul sebelumnya.
Bab V Penutup, merupakan penutup dari semua masalah-masalah yang telah
dibicarakan dan berisi tentang simpulan dan saran.
Pada bagian akhir skripsi ini dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran
-
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini merupakan landasan
teori yang dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian.
Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, kajian pustaka yang diuraikan
dari judul penelitian Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Kelas V MI Miftahun Najjihin Desa
Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ialah sebagai berikut.
1. Pragmatik
Istilah pragmatik, pertama kali dikemukakan oleh filsuf terkenal
bernama Charles Morris pada tahun 1938. Morris (dalam Rahardi,
2005:47) mengemukakan semiotika (semiotics) dalam kaitannya dengan
ilmu bahasa yang memiliki tiga cabang, yakni sintaksis (studi relasi formal
tanda-tanda), semantik (studi relasi tanda-tanda dengan objeknya), dan
pragmatik (studi relasi tanda-tanda dengan penafsirnya. Tanda yang
dimaksud ialah tanda-tanda bahasa.
Leech (1993:8) menegaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna
dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations). Makna
dalam kajian pragmatik yang dimaksudkan sebagai suatu hubungan yang
melibatkan tiga segi (triadic), yakni antara penutur, petutur, dan situasi-
situasi yang melatarbelakangi peristiwa tutur. Kridalaksana (2008:198)
-
10
mengatakan bahwa pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian bahasa atau
konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijana dan Rohmadi, (2009:3-4)
menerangkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang
mempelajari struktur bahasa secara ekstenal, yaitu bagaimana satuan
kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Sedangkan Yule (2014:5)
menjelaskan bahwa pragmatik merupakan sebuah studi tentang hubungan
antara bentuk-bentuk dalam linguistik selain sintaksis dan semantik. Di
antara ketiga ilmu linguistik tersebut, hanya pragmatik yang
memungkinkan orang dapat menganalisis sebuah tuturan. Manfaat dalam
mempelajari bahasa melalui pragmatik ialah seseorang dapat bertutur
tentang makna yang dimaksudkan, asumsi mereka, maksud atau tujuan
mereka, dan jenis-jenis tindakan yang mereka tampakkan saat mereka
sedang berbicara.
Berdasarkan para ahli mengenai pragmatik, dapat disimpulkan
bahwa pragmatik adalah kajian bahasa antara penutur dan mitra tutur yang
melibatkan peristiwa tutur. Jadi, makna dalam pragmatik tidak hanya
sebatas apa yang diujarkan oleh penutur, tetapi mengkaji makna di luar
konteks bahasa tersebut sehingga penutur dan mitra tutur dalam
hubungannya dengan peristiwa tutur tidak dapat dipisah.
2. Kesantunan Berbahasa
Kata “kesantunan” berasal dari kata dasar “santun” yang berarti:
halus dan baik budi bahasanya, tingkah lakunya; sopan, sabar, dan tenang;
-
11
mengasihani, mearuh belas kasihan; menolong, menyokong, meringankan
kesusahan orang; memperhatikan kepentingan umum. Kemudian kata
dasar “santun” mendapatkan konfiks “ke-an” yang membentuk kata benda
“kesantunan” sehingga mempunyai makna hal-hal yang berkaitan dengan
kehalusan dan kebaikan; baik tingkah laku yang sopan, tutur kata baik
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Berkomunikasi tidak semata-mata menyampaikan informasi.
Berkomunikasi juga merupakan bentuk interaksi yang harus
mengindahkan nilai-nilai kesantunan. Seorang penutur bahasa yang hanya
mementingkan nilai informasi dan mengabaikan nilai-nilai kesantunan
pasti akan menemui banyak masalah dalam berinteraksi. Nilai kesantunan
dalam berkomunikasi sama pentingnya dengan informasi itu sendiri.
Kesantunan adalah suatu sistem hubungan interpersonal yang dirancang
untuk mempermudah interaksi dengan memperkecil potensi terjadinya
konflik dan konfrontasi yang selalu ada dalam semua pergaulan
(interchange) manusia (Lakoff dalam Saputra, 2014:8). 14
Keraf (dalam Sardiana, 2006:18) mengemukakan bahwa kesantunan
berbahasa adalah memberikan penghargaan kepada orang yang diajak
bicara, khususnya pendengar dan pembicara yang dimanifestasikan
melalui kejelasan dan kesingkatan.
Parera (dalam Sardiana, 2006:18) mengemukakan bahwa kesantunan
berbahasa adalah perilaku berbahasa yang sesuai dengan konteks
-
12
pembicaraan atau percakapan dengan memperhatikan status, umur, jenis
kelamin, jabatan, dan etnik pembicaraan dan lawan bicara.
Kesantunan (politeness) merupakan perilaku yang diekspresikan dengan
cara yang baik atau beretika. Kesantunan merupakan fenomena kultural,
sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin tidak
demikian halnya dengan kultur yang lain (Zamsani dkk., 2011:35).
Faktor penentu kesantunan berbahasa adalah segala hal yang dapat
mempengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor
penentu itu dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu (1) aspek kebahasaan,
seperti intonasi, pilihan kata, gerak-gerik tubuh, kerlingan mata, gelengan
kepala, acungan jempol, kepalan tangan, tangan berkacak pinggang,
panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan
sebagainya dan (2) aspek nonkebahasaan, berupa pranata sosial budaya
masyarakat dan pranata adat (Saudah, 2014:71).
Masinambouw (dalam Silalahi, 2012:3) mengatakan bahwa Etika
berbahasa atau disebut juga kesantunan berbahasa merupakan aturan
perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat
tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati
oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, contoh etika berbahasa yang
dimaksud disini ialah:
a) Apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada
seorang partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya
dalam masyarakat itu;
b) Ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam situasi
sosiolinguistik dan budaya tertentu;
-
13
c) Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan
menyela pembicaraan orang lain;
d) Kapan kita harus diam;
e) Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam berbicara itu.
Seseorang baru dapat disebut pandai berbahasa kalau dia menguasai tata
cara atau etika berbahasa itu.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli mengenai kesantunan
berbahasa, dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa merupakan
kegiatan menggunakan bahasa secara halus, baik, tenang, atau dengan kata
lain bahwa kesantunan berbahasa merupakan kegiatan bertutur kata baik
secara dengan norma yang berlaku di masyarakat.
B. Landasan Teori
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dimyati (2006: 7) Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang
kompleks. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapun
pembelajaran yaitu bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat
siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri
untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai
kebutuhan peserta didik.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun secara tertulis, serta
-
14
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia
(Depdiknas, 2006: 124).
Depdiknas (2006: 125), tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah
Dasar (SD/MI) adalah:
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulis.
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara.
c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan.
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual serta kematangan emosional dan sosial.
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperluas budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa.
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
2. Pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia
Rahardi (2006: 71-74) menyatakan bahwa aneka kalimat dalam bahasa
Indonesia dibedakan berdasarkan bentuk dan nilai komunikatifnya. Berdasarkan
bentuknya, kalimat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) kalimat tunggal dan
2) kalimat majemuk. Sedangkan berdasarkan nilai komunikatifnya, kalimat dalam
bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: 1) kalimat berita
-
15
(deklaratif), 2) kalimat perintah (imperatif), 3) kalimat tanya (interogatif), 4)
kalimat seruan (eksklamatif), dan 5) kalimat penegas (empatik).
Kalimat imperatif bermaksud memerintah atau meminta agar mitra tutur
melakukan sesuatu sebagaimana seperti yang diinginkan si penutur. Kalimat
imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras
atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat
imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan seesuatu sampai
dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia itu kompleks dan banyak
variasinya. Secara singkat, kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat
diklasifikasikan secara formal menjadi lima macam, yaitu: 1) kalimat imperatif
biasa, 2) kalimat imperatif permintaan, 3) kalimat imperatif permintaan izin, 4)
kalimat imperatif ajakan, dan 5) kalimat imperatif suruhan. (Rahardi, 2006: 79).
Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia
apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Makna
pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat ditentukan oleh konteksnya.
Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat
intralinguistik.
3. Kesantunan Berbahasa
Ujaran tertentu bisa dikatkan santun di dalam suatu kelompok masyarakat
tertentu, akan tetapi di kelompok masyarakat lain bisa dikatakan tidak santun.
Menurut Zamzani, dkk (2010: 2), kesantunan merupakan perilaku yang
diekspresikan dengan cara yang baik atau beretika. Kesantunan merupakan
-
16
fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin
tidak demikian halnya dengan kultur yang lain. Tujuan kesantunan, termasuk
kesantunan berbahasa adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak
mengancam muka dan efektif.
Menurut Rahardi (2005: 35) penelitian kesantunan mengkaji penggunaan
bahasa dalam suatu masyarakat bahasa tertentu. Masyarakat tutur yang dimaksud
adalah masyarakat dengan aneka latar belakang situasi sosial dan budaya yang
mewadahinya. Adapun yang dikaji di dalam penelitian kesantunan adalah segi
maksud dan fungsi tuturan.
Frase menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat empat pandangan yang dapat
digunakan untuk mengkaji masalah kesantunan dalam bertutur, yaitu:
a. Pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial. Dalam
pandangan ini, kesantunan dalam bertutur ditentukan berdasarkan norma-
norma sosial dan kultural yang ada dan berlaku di dalam masyarakat bahasa
itu. Santun dalam bertutur ini disejajarkan dengan etiket berbahasa.
b. Pandangan yang melihat kesantunan sebagai sebuah maksim percakapan
dan sebagai sebuah upaya penyelamatan muka. Pandangan kesantunan
sebagai maksim percakapan menganggap prinsip kesantunan, hanyalah
sebagai pelengkap prinsip kerja sama.
c. Pandangan ini melihat kesantunan sebagai tindakan untuk memenuhi
persyaratan terpenuhinya sebuah kontrak percakapan. Jadi, bertindak santun
itu sejajar dengan bertutur yang penuh pertimbangan etiket berbahasa.
-
17
d. Pandangan kesantunan yang keempat berkaitan dengan penelitian
sosiolinguistik. Dalam pandangan ini, kesantunan dipandang sebagai sebuah
indeks sosial. Indeks sosial yang demikian terdapat dalam bentuk-bentuk
referensi sosial, honorifik, dan gaya bicara. (Rahardi, 2005: 40)
C. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kemampuan seseorang peneliti dalam
mengaplikasikan pola berpikirnya dalam menyusun secara sistematis teori-teori
yang mendukung permasalahan penelitian. Menurut Kerlinger, teori adalah
himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan
pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel,
untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004: 6). Teori
berguna menjadi titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau
menyoroti masalah. Fungsi teori sendiri adalah untuk menerangkan, meramalkan,
memprediksi, dan menemukan keterpautan fakta-fakta yang ada secara sistematis
(Effendy, 2004: 224).
Pada penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa kerangka teori yang
berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah:
1. Wujud pragmatik imperatif bahasa Indonesia
Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa
Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatar
belakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu
sangat ditentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat
bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik. Dari
-
18
penelitian yang dilakukan Rahardi (2006: 93-116), ditemukan tujuh belas
macam wujud pragmatik imperatif di dalam bahasa Indonesia. Ketujuh
belas wujud pragmatik imperatif dijabarkan sebagai berikut.
a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Perintah
Tuturan yang diujarkan penutur mengandung perintah. Tuturan
pada bentuk ini bisa disampaikan dengan tuturan yang nonimperatif.
Bentuk demikian disebut imperatif tidak langsung dengan
memperhatikan kontek yang melingkupinya
b. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Suruhan
Dalam tuturan ini, ada kata penanda yang menunjukkan bahwa
tuturan tersebut merupakan suruhan yaitu kata coba. Tuturan ini dapat
diungkapakan dengan tuturan deklaratif (pertanyaan) dan interogatif
(pernyataan).
c. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permintaan
Bentuk permintaan yang disampaikan penutur biasanya
menggunakan kata tolong atau frase lain yang bermakna minta. Selain
itu, kata mohon juga menandakan makna imperatif suruhan
untuk bentuk penyampaian yang lebih halus. Tuturan ini dapat
diungkapkan dengan tuturan deklaratif (pertanayaan) dan interogatif
(pernyataan).
d. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permohonan
Seperti makna sebelumnya, pada makna pragmatik imperatif
permohonan menggunakan kata mohon dalam tuturannya. Selain itu
digunakan pula partikel– lah sebagai penghalus kadar tuntutan
-
19
imperatif dalam tuturan. Berdasarkan konteks, tuturan ini bisa
disampaikan dengan tuturan nonimperatif.
e. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Desakan
Bentuk ini biasanya menggunakan kata ayo atau mari sebagai wujud
desakan. Apabila dimaksudkan ada penekanan dalam sebuah tuturan
imperatif tersebut, maka penggunaan kata harap atau harus bisa
untuk digunakan. Selain itu, tuturan bukan imperatif juga
bisa digunakan dalam penyampaian makna pragmatik imperatif
desakan ini.
f. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Bujukan
Tuturan yang diujarkan biasanya menggunakan kata ayo atau mari.
Selain itu, kata lain yang digunakan untuk memperhalus tuturan
adalah tolong. Tuturan deklaratif dan interogatif dapat digunakan
untuk mengungkapkan makna pragmatik imperatif bujukan.
g. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Imbauan
Partikel – lah lazim digunakan dalam tuturan makna pragmatik
imperatif imbauan. Kata yang sering digunakan adalah harap dan
mohon Tuturan non imperatif pun turut mendukung pengujaran yang
bermakna pragmatik imperatif imbauan.
h. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Persilaan
Kata yang lazim digunakan dalam tuturan ini adalah silahkan atau
bentuk pasif dipersilahkan. Selain itu,bentuk tuturan deklaratif atau
-
20
tuturan interogatif juga dapat diujarkan untuk mendukung
penyampaian tuturan bermakna pragmatik imperatif persilaan.
i. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Ajakan
Seperti tuturan bermakna pragmatik imperatif bujukan, kata ayo
atau mari juga bisa digunakan dalam tuturan bermakna ajakan.
Tuturan nonimperatif pun dapat digunakan sebagai cara untuk
menyampaikan tuturan yang bermakna ajakan ini.
j. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permintaan Izin
Tuturan ini biasanya menggunakan kata mari dan boleh untuk
makna meminta izin. Secara pragmatik tuturan ini dapat disampaikan
dengan tuturan non imperatif.
k. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Mengizinkan
Kata silahkan lazim digunakan dalam tuturan ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, ditemukan tuturan non imperatif untuk
menyatakan makna ini.
l. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Larangan
Kata jangan lazim digunakan dalam tuturan bermakna larangan.
Bentuk tuturan bermakna larangan banyak ditemukan dalam
penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Bentuk-bentuk yang
ditemukan tersebut tidak selalu dalam tuturan imperatif, tetapi juga
dalam tuturan non imperatif.
-
21
m. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Harapan
Tuturan ini biasanya ditunjukkan dengan kata harap dan
semoga. Makna harapan ini pun bisa digunakan dengan tuturan non
imperatif.
n. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Umpatan
Dalam bahasa Indonesia, tuturan ini banyak ditemukan tidak
hanya dalam tuturan imperatif, melainkan juga dalam tuturan non
imperatif.
o. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Pemberian Ucapan
Selamat
Ucapan selamat dalam tuturan bahasa Indonesia merupakan bagian
dari tuturan bermakna pragmatik imperatif. Tuturan ini ditemukan
dalam komunikasi sehari-hari bahasa Indonesia. Tuturan ini pun dapat
diujarkan dengan tuturan non imperatif.
p. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Anjuran
Kata hendaknya dan sebaiknya mengandung makna anjuran. Makna
ini dapat diwujudkan dengan tuturan imperatif, tuturan deklaratif, dan
tuturan interogatif. Tuturan-tuturan tersebut juga dapat ditemukan
dalam komunikasi sehari-hari.
q. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif ”Ngelulu”
Kita “ngelulu” berasal dari bahas jawa. Makna dari kata ini adalah
menyuruh mitra tutur untuk melakukan sesuatu, tetapi sebenarnya
yang dimaksud oleh penutur adalah melarang melakukan sesuatu.
-
22
Meskipun bermakna larangan, dalam tuturan tidak menggunakan
kata jangan.
2. Kesantunan pragmatik imperatif bahasa Indonesia
a. Kesantunan
Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan
disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan
sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh
karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama” (Sibarani, 2004:170).
Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda
verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada
norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita
pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang
ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa
dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai
dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif,
misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois,
tidak beradat, bahkan tidak berbudaya (Sibarani, 2004:170).
Keraf (2006: 114) mengatakan yang dimaksud sopan santun adalah
memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara,
khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat di sini tidak berarti
memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui kata-kata,
atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam
pergaulan masyarakat beradab. Rasa hormat dan gaya bahasa
-
23
dimanisfestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak
membuat mitra tutur memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis
atau dikatakan penutur. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk
mempergunakan kata-kata secara efisien. Hal tersebut menunjukkan bahwa
guru dalam proses pembelajaran tuturan yang disampaikan kepada siswa
jangan berbelit-belit dan panjang lebar, sehingga akan membinggungkan
siswa dan akan mempersulit siswa dalam menangkap pelajaran.
Rumusan prinsip kesantunan yang sampai dengan saat ini dianggap paling
lengkap dan paling komprahensif adalah rumusan Leech (1983). Prinsip
kesantunan ini dituangkan dalam enam maksim. Maksim merupakan kaidah
kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur
tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya
terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga
disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan
prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita
mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan meng-hindari
ujaran yang tidak sopan. Maksim-maksim ini dimasukkan ke dalam kategori
prinsip kesopanan. Dari prinsip-pinsip tersebut, terdapat empat maksim
yang melibatkan skala-skala berkutub dua, yakni skala untung-rugi dan
skala puji-kecaman. Keempat maksim tersebut adalah maksim
kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, dan maksim
kearifan. Sedangkan dua maksim lainya (maksim mufakat dan maksim
-
24
simpatisan) melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya, yaitu skala
kesepakatan dan skala simpati. Walaupun antara skala yang satu dengan
yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda dengan jelas, karena setiap
maksim mengacu pada sebuah skala penilaian yang berbeda dengan skala
penilaian maksim-maksim lainnya.
1) Maksim Kebijaksanaan
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah keuntungan
orang lain sebesar mungkin (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah
bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk
selalu mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan
keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang
berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan
sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh
pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengki, iri
hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap mitra tutur. Rasa
sakit hati dalam sebuah pertuturan juga dapat diminimalisir dengan maksim
ini.
2) Maksim Kedermawanan
Maksim Kedermawanan atau Kemurahan atau Penerimaan kurangi
keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri.(Leech
diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
-
25
Jika setiap orang melaksanakan inti pokok maksim kedermawanan
dalam ucapan dan perbuatan dalam pergaulan sehari-hari, maka
kedengakian, iri hati, sakit hati antara sesama dapat terhindar. Dengan
maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta
pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan
terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi
keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi
pihak lain. Maksim kedermawanan ini harusnya dapat kita tanamkan
pada diri kita di era sekarang ini, karena di era sekarang ini banyak
orang begitu mementingkan diri sendiri tak memikirkan orang lain.
3) Maksim Penghargaan
Kurangi cacian pada orang lain. Tambahi pujian pada orang
lain. (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27). Di dalam maksim
penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun
apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan
kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para perserta
pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling
merendahkan pihak lain. Perserta tutur yang sering mengejek peserta
tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang
tidak sopan. Dikatakan demikian karena tin dakan mengejek merupakan
tidakan tidak menghargai orang lain. Karena merupakan perbuatan
tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan
sesungguhnya. Maksim penghargaan ini biasa kita gunakan untuk
-
26
saling menghargai atas kemampuan orang lain apapun bentuknya tapi
tetap harus meluruskan jika kurang pas.
4) Maksim Permufakatan
Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. (Leech
diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim
kecocokan (Wijana, 1996: 59). Di dalam maksim ini, ditekankan agar
para pererta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan
di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau
kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur,
masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun.
5) Maksim Kesimpatian
Kurangi antipasti antara diri sendiri dengan orang lain. Perbesar
simpati antara diri sendiri dengan orang lain (Leech diterjemahkan
oleh Oka, 1993: 27).Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar
para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak
yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipasti terhadap salah
seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun.
Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa
kesimpatisan terhadap orang lain ini di dalam komunikasi
kesehariannya. Orang yang bersikap antipasi terhadap orang lain,
-
27
apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap
sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.
6) Maksim Kearifan
Maksim kearifan mengatur sebuah tuturan agar tidak
memberatkan lawantutur dan terasa lebih halus. Seseorang dalam
menghasilkan sebuah tuturan harus bersikap arif. Penyimpangan
terhadap maksim kearifan dapat ditandai denganpenutur
menggunakan diksi yang kasar atau vulgar, memerintah secara
langsung,menegur secara langsung, memberi saran secara langsung,
menolak dengan nadatinggi, dan menolak dengan kasar.
Di atas, terdapat empat maksim yang melibatkan skala-skala
berkutub dua, yakni skala untung-rugi dan skala puji-kecaman.
Keempat maksim tersebut adalah maksim kebijaksanaan, maksim
kedermawanan, maksim penghargaan, dan maksim kearifan.
Sedangkan dua maksim lainya (maksim mufakat dan maksim
simpatisan) melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya, yaitu
skala kesepakatan dan skala simpati. Walaupun antara skala yang
satu dengan yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda dengan
jelas, karena setiap maksim mengacu pada sebuah skala penilaian
yang berbeda dengan skala penilaian maksim-maksim lainnya.
b. Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada
masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu
-
28
ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini
dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak
hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari
pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan
dalam komunikasi (Leech, 1993: 1). Leech (1993: 8) juga mengartikan
pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-
situasi ujar (speech situasions).
Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan di Indonesia
dewasa ini, paling tidak dapat diedakan atas dua hal, yaitu (1) pragmatik
sebagai sesuatu yang diajarkan, (2) pragmatik sebagai suatu yang mewarnai
tindakan mengajar. Bagian pertama masih dibagi lagi atas dua hal, yaitu (a)
pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, dan (b) pragmatik sebagai salah
satu segi di dalam bahasa atau disebut „fungsi komunikatif‟ (Purwo,
1990:2).
Pragmatik ialah berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi
tidaknya bahasa dalam komunikasi (KBBI, 1993: 177). Menurut Levinson
(1983: 9), ilmu pragmatik didefinisikan sebagai berikut:
1) “Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang
mendasari penjelasan pengertian bahasa”. Di sini, “pengertian/pemahaman
bahasa” merunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu
ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan
hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya.
-
29
2) “Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa mengaitkan
kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat
itu”. (Nababan, 1987: 2)
Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-
tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian
bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna
ujaran (Kridalaksana, 1993: 177). Menurut Verhaar (1996: 14), pragmatik
merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang
termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan
pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal
“ekstralingual” yang dibicarakan.
Purwo (1990: 16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai
makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks.
Sedangkan memperlakukan bahasa secara prag-matik ialah memperlakukan
bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada
peristiwa komunikasi (Purwo, 1990: 31).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang batasan
pragmatik. Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana
caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau
menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.
c. Imperatif
Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan
perintah, keharusan atau larangan melaksanakan perbuatan (Kridalaksana,
-
30
2001:81). Perintah tidak hanya diartikan sebagai perintah untuk melakukan
sesuatu, tetapi juga sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu yang
disebut larangan.
Wujud pragmatik imperatif berbeda,dalam bahasa Indonesia tak selalu
berupa konstruksi imperatif. Dengan perkataan lain, wujud pragmatik
imperatif dapat berupa tuturan yang bermacam-macam, dapat berupa
konstruksi Imperatif dan dapat pula berupa konstruksi nonimperatif.
Adapun yang dimaksud wujud pragmatik adalah realisasi maksud
imperatif dalam bahasa indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi
tutur yang melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang
demikian itu sangat di tentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud
dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik.
Dalam sebuah intraksi kita harus mengunakan kesantunan berbahasa
pragmatik imperatif yang banyak harus di pahami situasi kondisi yang
terjadi,gunakan maksim-maksim kesantunan berbahasa agar terciptanya
intraksi yang baik tanpa menyakiti, mengucilkan bahkan menindas.
D. Hipotesis Penelitian
Penelitian terhadap objek hendaknya dilakukan dengan berpedoman pada
suatu hipotesis sebagai pegangan atau jawaban sementara yang masih harus
dibuktikan kebenarannya dalam kenyataan (empirical verification), percobaan
(experimentation), atau praktek (implementation). Oleh karena itu, hipotesis harus
dalam bentuk pertanyaan ilmiah atau proposisi, yaitu mengandung hubungan dua
variabel atau lebih (Sudjana, 2000: 11).
-
31
Penelitian Analisis kesantunan bahasa pragmatik Imperatif pada proses
belajar mengajar di dalam kelas V MI Miftahun Najihin, desa Kaumanlor, Kec.
Pabelan, Kab. Semarang, penelitian ini menganalisis Penyimpangan intraksi guru
kesiswa, siswa ke Guru dan antarsiswa dalam proses belajar mengajar didalam
kelas.
Data berupa percakapan yang terjadi saat proses belajar mengajar dalam
kelas, yang banyak melangar maksim-maksim kesantunan. Pengamatan yang
dilakukan saat proses belajar mengajar kesantunan pragmatik imperakti bahasa
indonesia dalam pelajaran bahasa indonesia di Mi Miftahun Najihin di desa
KaumanLor, kec. Pabelan, Kab. Semarang.
Peneliti mengamati percakapan, sapaan, kalimat perintah, kalimat ajakan,
kalimat ungkapan dan kalimat tanya saat proses belajar mengajar pelajaran bahasa
indonesia. Melihat kemampuan siswa berbahasa indonesia saat belajar bahasa
indonesia apakah masih menggunkan bahasa campuran atau bahasa daerah.
-
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Neuman (1997) dalam buku Menulis Ilmiah Metodeu Penelitian
Kualitatif, metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam
penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.(Santana, 2007: 15).
Menurut Sumanto (2014: 179) kegiatan penelitian deksriptif melibatkan
mengumpulan data untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan status atau
kondisi objek yang diteliti pada saat dilakukan penelitian. Penelitian deskriptif
berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasi apa yang ada. Pada penelitian
deskriptif, apabila masalah penelitian telah didefinisikan, kajian pustaka dan
hipotesis telah dibuat, selanjutnya peneliti harus hati-hati dalam memikirkan
pemilihan sampel dan pengumpulan data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan rancangan
deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan semata-mata
hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara
empiris hidup pada penuturnya dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya (Arikunto, 2010:3).
Setiap penelitian memiliki pendekatan yang berbeda, tergantung dengan
metode masing-masing. Pendekatan penelitian kualitatif ditentukan oleh karakter
penelitian kualitatif, yang tentu berbeda dengan karakter penelitian kuantitatif.
-
32
Menurut Creswel (2012) karakter utama dalam penelitian kualitatif adalah:
Pertama, penelusuran problem dan pengembangannya secara detail terpusat pada
satu fenomena tertentu. Kedua, literatur atau teori dan peraturan yang digunakan
menjadi sandaran dalam merumuskan problem. Ketiga, dalam merumuskan
masalah dan pertanyaan penelitian serta tercapainya tujuan penelitian secara
umum, ditentukan oleh pengalaman langsung peneliti berpartisipasi dalam sosial
setting pada studi pendahuluan hingga proses penelitian yang dilaksanakan.
Keempat, pengumpulan data bertolak dari pilihan kata yang sederhana atau
khusus hingga yang lebih luas atau lebih umum. Kelima, analisis datayang
dideskripsikan dan tema-tema yang ditampilkan dalam analisis diinterpretasikan
menjadi makna. Keenam, penulisan laporan penelitian, baik menyangkut struktur
dan berbagai bentuk penyajian data sangat fleksibel dan ditentukan oleh refleksi
subjektivitas peneliti (Mukhtar, 2013: 4).
Dilihat dari sudut kawasannya, penelitian kualitatif dibagi ke dalam dua hal.
Pertama, penelitian kepustakaan (libraryresearch).Kedua, penelitian lapangan
(fieldresearch). Penelitian kepustakaan mengandalkan data-datanya hampir
sepenuhnya dari perpustakaan sehingga penelitian ini lebih populer dikenal
dengan penelitian kualitatif deskriptif kepustakaan atau penelitian bibliografis dan
ada juga yang mengistilahkan dengan penelitian non reaktif, karena ia sepenuhnya
mengandalkan data-data yang bersifat teoritis dan dokumentasi yang ada di
perpustakaan. Sedangkan penelitian lapangan mengandalkan data-datanya di
lapangan (socialsetting) yang diperoleh melalui informan dan data-data
dokumentasi yang berkaitan dengan subjek penelitian (Mukhtar, 2013: 6).
-
33
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MI Miftahun Najihin, Kecamatan Pabelan,
Kabupaten Semarang yang tepatnya terletak di Desa Kauman Lor. Pertimbangan
peneliti memilih sekolah tersebut karena lokasi strategis untuk dijangkau jarak
dari rumah tidak terlalu jauh.
Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2018.Peneliti melakukan
wawancara, mengamati dan mengambil gambar sebagai dokumentasi serta
lampiran untuk laporan.
C. Sumber Data
2. Data Primer
Data primer adalah data pokok atau utama.Dalam penelitian ini yang
termasuk data utama adalah hasil dari observasi dan dokumentasi di lapangan
yang berupa rekaman dan pengamatan.
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap
keadaan atau perilaku objek sasaran. Orang yang melakukan observasi
disebut pengobservasi (observer) dan pihak yang diobservasi disebut
terobservasi (observe). Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi
Kesantunan bahasa pragmatik imperatif anak yang ada di MI Miftahun
Najihin Kauman Lor.
-
34
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediaan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat saat proses
penelitian di dalam belajar mengajar.
c. Wawancara
Wawancara adalah sebuah cara untuk mendapatkan informasi dari
seseorang dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang jawabannya
kita butuhkan sebagai informasi. Peneliti melakukan wawancara dengan
beberapa guru di MI Miftahun Najihin dan 3 siswa yang dijadikan sebagai
perwakilan dari seluruh siswa MI Miftahun Najihin Kauman Lor mengenai
kesantunan berbahasa imperatif di lingkungan MI Miftahun Najihin
Kauman Lor.
3. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan. Dalam penelitian ini data tambahan
yang digunakan yaitu literatur buku, jurnal, internet, dan lain-lain yang
bersangkutan dengan tema penelitian.
a. Literatur buku
Literatur buku adalah bahan bacaan atau dasar yang bisa dijadikan
rujukan dalam sebuah penulisan karya ilmiah.
b. Internet
Internet adalah jaringan komunikasi global yang terbuka dan
menghubungkan jutaan bahkan milyaran jaringan komputer dengan
-
35
berbagai dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti telepon,
satelit, dan lain sebagainya.
D. Teknik Pengumpulan
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Studi literatur, dengan meneliti sejumlah literatur yang relevan berkaitan
dengan makna slogan di sekitar sekolah.
2. Observasi lapangan, melakukan pengamatan, dokumentasi dan
pencatatan secara langsung untuk mencari gejala atau fenomena yang
diselidiki dan untuk memperoleh data yang valid.
3. Penelusuran data online, menelusuri data dari media online seperti
internet, sehingga peneliti dapat memanfaatkan data informasi online
secepat dan semudah mungkin.
A. Analisis Data
Analisis dilakukan untuk menarik kesimpulan data. Untuk menganalisis data
yang diperoleh dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknis analisis
data deskriptif kualitatif, yang digunakan untuk menganalisis data, baik data dari
hasil observasi, wawancara, maupun dokumentasi, dengan cara mendeskripsikan
atau menggambarkan data yang telah terkumpul.
1. Metode Pengolahan Data
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah pengolahan
data, dilakukan melalui tahap yaitu:
b. Editing (Pemeriksaan)
-
36
Editing pada penelitian kualitatif dilakukan dengan cara meneliti
setiap jawaban yang sudah dijawab oleh responden. Editing melingkupi
kelengkapan pertanyaan yang diajukan oleh responden.
c. Coding (Pemberian Kode)
Melakukan pemberian kode untuk memudahkan dalam
pengkategorian jawaban dari responden. Coding dilakukan dengan jalan
menandai masing-masing jawaban dengan kode angka kemudian
dimasukan dalam kategori sesuai dengan jawaban responden.
d. Entry data (Memasukan data)
Entri data adalah memasukkan data ke dalam komputer.
e. Tabulating (Mengelompokan)
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
di masukkan dalam tabel yang sudah disiapkan.
2. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan studi kasus fenomenologi sebagai dasar
teorinya. Dalam penelitian ini digunakan analisis data kualitatif, yaitu proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2006: 280).
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam analisis data pada
penelitian ini, meliputi (Moleong, 2006: 288-289):
a. Membaca dan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang telah dituliskan
-
37
dalam catatan lapangan, dokumentasi pribadi, dokumen resmi, gambar
dan foto.
b. Reduksi Data, Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan data, pengabstrakan dari transformasi data besar yang
muncul daricatatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data
dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi, yaitu usaha membuat
rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga
sehingga tetap berada dalam tema.
c. Menginterprestasikan atau menafsirkan data yang diperoleh melalui
data yang diperoleh menjadi teori substantif.
d. Menarik kesimpulan dari interprestasi yang telah dilakukan, berupa
jawaban atas masalah atau pertanyaan penelitian.
A. Pengecekan Keabsahan Data
Pada penelitian ini validitas data menggunakan triangulasi penyelidik dan
triangulasi sumber (Moleong, 2006: 330-332), yaitu:
1. Triangulasi penyelidik adalah triangulasi dengan jalan memanfaatkan peneliti
atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat
kepercayaan data.
2. Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:
a. Membandingkan apa yang dikatan orang didepan umum dan apa yang
dikatakannya secara pribadi.
-
38
a. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang terkait.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
H. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan penulis dalam penelitian analisis makna bahasa
dalam slogan ini, antara lain:
1. Mencari Topik yang Menarik.
Mencari topik yang menarik merupakan langkah awal yang dilakukan
dalam penelitian.Dalam hal ini peneliti mencoba untuk mengeksplorasi
topik yang dianggap menarik sehingga peneliti memutuskan untuk
mengungkapkan kalimat pragmatik kesantunan imperatif.
2. Membangun Kerangka Konseptual
Salah satu komponen penting dalam dalam penelitian adalah adanya
kerangka teoritis. Kerangka teoritis adalah kumpulan teori dari literatur
yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu.
3. Merumuskan Masalah
Masalah dirumuskan berdasarkan sisi menarik topik yang akan dikaji
oleh peneliti beserta dengan kehendak yang akan dicapai.
4. Merumuskan Manfaat
Manfaat dirumuskan berdasarkan dua pandangan, yakni pandangan
teoritis dan praktis. Manfaat teoritis pada penelitian ini diharapkan berguna
bagi pengembangan kesantunan bahasa imperatif.Sedangkan, manfaat
praktis penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain mengenai
kesantun bahasa imperatif yang terdapat pada lingkungan sekolah.
-
39
5. Menentukan Metode Penelitian
Pada tahap ini penulis memutuskan metode yang sesuai dengan
fenomena yang akan dikaji. Pada penelitian ini penulis menggunakan
metode penelitian Kualitatif.Dikarenakan tujuan dari penulis adalah untuk
mengetahui Kesantunan kalimat Imperatif dilingkungan MI Miftahun
Najihin Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.
6. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data melalui buku, dokumentasi, dan
lain-lain.
7. Menganalisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara peneliti sebagai instrumen riset
memberi makna pada data berdasarkan tingkat objektivitas dan validitas
data menggunakan cara berfikir induktif yaitu cara berfikir yang berangkat
dari hal-hal khusus (empiris) menuju hal-hal umum (tataran konsep).
8. Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan dengan membuat laporan penelitian yang sudah
dianalisis dan disusun sistematis.
-
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan teori kesantunan pragmatik
imperatif dalam bahasa Indonesia yang dapat direalisasikan dalam bermacam-
macam wujud. Penelitian ini akan menguraikan tuturan imperatif dalam wujud
deklaratif (pernyataan) dan interogatif (pertanyaan) dalam interaksi belajar
mengajar antara guru saat pembelajaran dan siswa Antar siswa di kelas V MI
Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang,
hasil penelitian dipaparkan dalam bentuk tuturan dan deskripsi
Dari data yang diperoleh dalam penelitian, ditemukan adanya
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi belajar mengajar dan
saat Istirahat siswa siswi MI Miftahun Najihin Kauman lor. Penyimpangan
tersebut, baik yang disengaja maupun tidak sengaja atau sebuah kebiasaan dalam
berbahasa sehari hari. Keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan pengamatan
dan terjun langsung, ada beberapa bahasa menyimpang dari prinsip kesantunan
berbahasa selama ±7 kali pertemuan. Dari sekian banyak percakapan yang saya
dengar, terbagiatas penyimpangan maksim-maksim dalam prinsip kesantunan
berbahasa.
Penyebab penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam sebuah
tuturan pada saat interaksi belajar mengajar bahasa Indonesia dan saat istirahat
siswa siswi kelas V MI Miftahun Najihin Kauman Lor meliputi penyimpangan
yang disebabkan sengaja menuduh lawan tutur, sengaja berbicara tidak sesuai
-
41
konteks, tidak memberikan rasa simpati, protektif terhadap pendapat, dorongan
rasa emosi penutur, kritik secara langsung dengan kata-kata kasar, dan mengejek.
Berdasarkan keseluruhan data penelitian, diketahui bahwa jumlah seluruh
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi belajar mengajar
bahasa Indonesia di kelas V MI Miftahun Najihin Kauman Lor. Penyebab penutur
dan mitra tutur melakukan penyimpangan prinsip kesantunan bermacam-macam.
Penyebab penyimpangan yang paling sering muncul yaitu dorongan rasa emosi
penutur. Siswa dan guru dalam bertuturmasih dipengaruhi oleh dorongan rasa
emosi yang berlebihan dan lingkungan sekitar sehingga tuturan yang dihasilkan
menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa.
1. Wujud Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Proses Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V MI Miftahun Najihin Kauman Lor
Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi
belajar mengajar bahasa Indonesia siswa kelas V MI Miftahun Najihin Kauman
Lor, akan dijabarkan pada bagian ini. Deskripsi penyimpangan prinsip kesantunan
berbahasa akan dijabarkan berdasarkan maksim yang dilanggar.
a. Wujud Kesantunan
1) Maksim Kearifan
Maksim kearifan mengatur sebuah tuturan agar tidak memberatkan
lawan tutur dan terasa lebih halus. Seseorang dalam menghasilkan sebuah
tuturan harus bersikap arif. Penyimpangan terhadap maksim kearifan dapat
ditandai dengan penutur menggunakan diksi yang kasar atau vulgar,
memerintah secara langsung,menegur secara langsung, memberi saran
-
42
secara langsung, menolak dengan nada tinggi, dan menolak dengan kasar.
Penyimpangan maksim kearifan dapat dilihat pada percakapan berikut
„‟Saat Pengoreksian Tugas Rumah‟‟
Guru : Tolong PR nya di tukarkan.
Walid : “Ayo ditukarke!”
Faris : Karo Sopo (Sama Siapa)
Alifia : “Ro ngarepeTho” (Ia Depanya lah)
Konteks:
Bahasa tersebut disampaikan Walid kepada siswa lainnya yang
bermaksud untuk mengajak menukar jawaban. Akan tetapi, siswa Faris
malah bertanya sama siapa dan Alfiah menjawab, untuk menukarkan
jawabannya dengan meja depannya. Alfiah menghasilkan tuturan dengan
nada tinggi dan diksi vulgar. Penyimpangan maksim kearifan terdapat pada
Alfiah kerena siswa Faris tidak bersikap arif dalam menghasilkan sebuah
tuturan. Tuturan pada Alfiah menjadi tidak santun karena tuturan Alfiah
yakni “Ro ngarepe Tho” terasa kasar karena penggunaan diksi Tho
(gentho) yang merupakan diksi Keras. Tuturan dengan diksi Keras termasuk
ke dalam tuturan yang tidak arif, sehingga tuturan siswa tersebut
menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan.
„‟Bahasa guru saat mendiamkan siswa-siswanya di dalam kelas saat
pelajaran dengan bahasa pelajaran‟‟.
Guru : “Kalian suka ya diberi tugas berbicara, sehingga sebelum kalian
praktik, kalian sudah berbicarasendiri.”
-
43
Faris : Ora bu, (tidak bu)
Anisa : Ini lagi, pinjem tipex bu.
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang guru kepada siswanya
sebagai bentuk teguran karena siswa terlalu ramai. Bahasa menyimpang dari
maksim kearifan karena guru menegur siswa secara langsung dengan bentuk
sindiran. Bahasa di atas menjadi tidak santun karena tuturan guru “Kalian
suka ya diberi tugas berbicara, sehinggasebelum kalian praktik, kalian sudah
berbicara sendiri” terlihat guru dengan dorongan rasa emosi menegur siswa
secara langsung dan berbentuk sindiran, sehingga tuturan guru tersebut
menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan.
Percakapan saat mau istrahat
Rizal : Ayo metu ndess! Sambil mukul pundak (ayo keluar)
Faris : “Bajigur, ora ngonokui.”( tidak begitu to )
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh rizal kepada farih pada saat mau
istrahat menggunakan disksi vulgar. Penyimpangan maksim kearifan pada
pecakapan diatas kerena siswa tidak bersikap arif dalam menghasilkan
sebuah tuturan. Tuturan di atas menjadi tidak santun karena tuturan siswa
yakni “Ayo, metu ndess” terasa kasar karena mengunkan diksi ndess, dan
tanggapan, “Bajigur, ora ngonokui maine” terasa kasar karena penggunaan
diksi Bajigur yang merupakan diksi vulgar. Tuturan tersebut juga
merupakan perintah langsung. Tuturan dengan diksi vulgar dan perintah
-
44
langsung termasuk ke dalam tuturan yang tidak arif, sehingga tuturan siswa
tersebut menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan
2). Maksim Kedermawanan
Maksim kedermawanan menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan meminimalkan rasa
tidak hormat kepada orang lain. Penyimpangan terhadap maksim
kedermawanan dapat ditandai dengan tidak menghormati lawan tutur, tidak
memberikan kesempatan pada lawan tutur untuk berpendapat, berprasangka
buruk kepadalawan tutur, dan mempermalukan lawan tutur. Penyimpangan
maksim kedermawanan dapat dilihat pada beberapa percakapan berikut.
Percakapan ini terjadi saat guru memberikan tugas
Indah : Bu, ini tugasnya bagaimana?
Guru : Tanya sama teman kelompok, kalau teman kelompok tidak bisa,
tanya kelompok lain, kalau kelompok lain tidak bisa”
Rizal : “Tanya sama gurunya, hahahahaha.”
Guru : “Nanti kita bahas bersama.”
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang siswa ketika guru sedang
menjelaskan, dalam artian siswa memotong pembicaraan guru. Tuturan
pada percakapan diatas terlihat dengan jelas bahwa penutur tidak
menghormati lawan tutur. Hal tersebut menunjukkan bahawa tuturan
tersebut menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa maksim
kedermawanan. Penyimpangan maksim kedermawanan terdapat pada
-
45
percakapan diatas karena siswa memotong pembicaraan guru yang
menandakan siswa tidak menghormati guru yang sedang berbicara. Tuturan
siswa “Tanya sama gurunya, hahahaha” terlihat siswa tidak menghormati
guru dan perbuatan siswa memotong pembicaraan orang lain termasuk tidak
santun karena tidak menghormati lawan tutur yang sedang berbicara.
Guru : “Kamu mainan apa mas?”
Hadi : “Gak mainan apa-apa bu.”
Guru : “mainan bola atau apa?”
Hadi : “Enggak bu.”
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang guru kepada siswanya
dalam kegiatan interaksi belajar mengajar. Guru menanyakan alasan siswa
mengapa siswa tidak fokus belajar. Menyimpang dari maksim
kedermawanan karena tuturan guru mengandung prasangka buruk terhadap
siswanya. Tuturan guru menyimpang dari prinsip kesantunan karena tuturan
“mainam bola atau apa?” terlihat guru berprasangka buruk kepada siswa,
bahwa siswa tidak fokus belajar di sangka bermainan bola padahal belum
tentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru berprasangka buruk terhadap
siswa, sehingga tuturan tersebut menyimpang dari prinsip kesantunan
berbahasa maksim kedermawanan.
Percakapan saat teman menanyakan tugas
Nabila : “lan Alan kowe wis garap pa?”
Alan : “uwis ya”
-
46
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang siswa kepada temannya
yang juga seorang siswa dalam ruang kelas pada saat guru menanyakan
tugas yang telah diberikannya.
Tuturan terlihat dengan jelas bahwa penutur berprasangka buruk
terhadap lawan tutur. Hal tersebut menunjukkan bahawa tuturan tersebut
menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa maksim kedermawanan.
Penyimpangan maksim kedermawanan terdapat pada tuturan di atas karena
Nabila bertanya kepada Alan dengan penuh kecurigaan terhadap Alan.
Tuturan Nabila “Lan Alan kowe wis garap pa?” terlihat Nabila mencurigai
Alan, bahwa Alan belum mengerjakan tugas dan tidak mau mengakuinya.
Tuturan Nabila termasuk tidak santun karena Nabila berprasangka buruk
terhadap Alan.
3). Maksim Pujian
Maksim pujian menuntut setiap peserta tindak tutur untuk
memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan meminimalkan keuntungan
diri sendiri. Penyimpangan terhadap maksim pujian dapat ditandai dengan
memberikan kritik yang menjatuhkan orang lain, berbicara yang menyakiti
hati orang lain,tidak mengucapkan “terimakasih” ketika mendapat
saran/kritikan dari orang lain,tidak menghargai orang lain, dan
mementingkan kepentingan pribadi. Penyimpangan maksim pujin dapat
dilihat pada beberapa data berikut.
Proses saat Pembelajaran, menanyakan tentang totonan tv
-
47
Guru : “Yang nonton TVRI?”
Farida : “Saya”
Rizal : “TVRI, hahahaha”
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan oleh siswa dan guru pada saat diskusi
kelas tentang tugas menonton berita televisi. Jawaban Farida atas
pertanyaan gurunya, ditanggapi oleh Rizal dengan ejekan. Rizal tidak
menghargai apa yang telah dikerjakan oleh Farida.
Tuturan di atas menyimpang dari maksim pujian karena tuturan Rizal
tidak menghargai apa yang telah dilakukan oleh Farida. Tuturan Rizal yakni
“TVRI, hahahaha” terasa tidak menghargai Farida, bahkan terkesan
merendahkan orang lain sehingga tuturan tersebut menyimpang dari maksim
pujian.
Proses pembelajaran tentang Teks Pidato
Guru :“Isinya apa kalau sambutan ketua panitia?”
Walid : “Gak tau bu, kan belum pernah jadi ketua panitia.”
Anisa : huss gx sopan!
Konteks:
Tuturan tersebut disampaikan