kesultanan bugis
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
1/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
BAGIAN I
PENDAHULUAN
Kesultanan Riau-Lingga adalah Kesultanan Islam di Kepulauan Lingga, Riau, Indonesiayang merupakan pecahan dari Kesultanan Johor. Kesultanan ini dibentuk berdasarkan
perjanjian antara Britania Raya dan Belanda pada tahun 1824 dengan Sultan Abdul Rahman
Muadzam Syah sebagai sultan pertamanya. Kesultanan ini dihapuskan oleh pemerintah
kolonial Belanda pada 3 Februari1911.
Kesultanan ini memiliki peran penting dalam perkembanganbahasa Melayu hingga menjadi
bentuknya sekarang sebagai bahasa Indonesia. Pada masa kesultanan ini bahasa Melayu
menjadi bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia, yang kaya
dengan susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di belakang perkembangan
pesat bahasa Melayu ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan
Melayu-Bugis.
Dalam Laporan ini akan kami paparkan tentang :
1. Kilasan Sejarah : Keturunan Raja-raja Melayu dan Bugis
2. Hasil Studi Tour
3. Rekonstruksi Istana Kota Piring di Biram Dewa
Dalam laporan ini kami menyajikan isi laporan berdasarkan 2 sistem pelaporan :
1. Penyajian isi laporan berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Pemandu wisata.
Namun hal ini tidak lah menjadi acuan sepenuhnya, karena apa yang disampaikan oleh
pemandu wisata belum tentu semuanya benar. Untuk itu kami melakukan pengumpulan
data dengan sistem yang berikutnya.
2. Sistem kedua dalam pengumpulan informasi tentang sejarah Kesultanan Riau Lingga
kami lakukan dengan Studi Literatur. Hal ini lebih dapat menjamin kepastian
data/informasi tentang sejarah Kesultanan Riau-Lingga.
Dalam proses penyelesaian laporan ini, kami membagi tugas pada setiap anggota baik
selama proses studi tour berlangsung maupun setelah proses studi tour berakhir. Adapun
tugas yang dibagikan kepada para anggota dapat kami rinci sebagai berikut :
1. Pencatatan informasi yang diberikan oleh Pemandu wisata.
2. Pngambilan gambar obyek yang di kunjungi.
3. Mencari referensi / buku yang berhubungan dengan Kesultanan Riau Lingga.
4. Penyortiran informasi baik dari informasi yang diberikan oleh pemandu wisata
maupun dari buku.
5. Pengetikan
6. Editing
7. Penjilidan.
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 1 dari 30
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kepulauan_Lingga&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Riauhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Johorhttp://id.wikipedia.org/wiki/Britania_Rayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Belandahttp://id.wikipedia.org/wiki/1824http://id.wikipedia.org/wiki/3_Februarihttp://id.wikipedia.org/wiki/1911http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Raja_Ali_Hajihttp://id.wikipedia.org/wiki/Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bugishttp://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kepulauan_Lingga&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Riauhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Johorhttp://id.wikipedia.org/wiki/Britania_Rayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Belandahttp://id.wikipedia.org/wiki/1824http://id.wikipedia.org/wiki/3_Februarihttp://id.wikipedia.org/wiki/1911http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Raja_Ali_Hajihttp://id.wikipedia.org/wiki/Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bugis -
7/31/2019 Kesultanan Bugis
2/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Perihal pembagian tugas kepada masing-masing anggota akan kami lampirkan pada daftar
lampiran di akhir laporan ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi mahasiswa yang ingin
belajar Sejarah, maupun masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih dalam tentang
Kesultanan Riau Lingga.
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 2 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
3/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
BAGIAN II
KILASAN SEJARAH
HUBUNGAN KETURUNAN RAJA-RAJA MELAYU DAN BUGIS
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Upu Tandru Daeng Rilaka mempunyai 5 orang
putra yang berasal dari Negeri Luwuk ( Wa Jo ) lalakaja, yaitu :
1. Daeng Perani
2. Daeng Menambun (Hijrah ke Mempawah)
3. Daeng Merewah
4. Daeng Celak
5. Daeng Kemasi
Kelima panglima laut ini dengan orang tuanya berlayar menuju ke Pulau Jawa (betawi)
untuk menemui saudaranya yang bernama Upu Daeng Biasa yang menjadi Mayor Betawi,
kemudian dari sana mereka membeli sebuah kapal untuk berlayar ke Melaka. Oleh karena
sesuatu hal kapal layar tersebut kandas di Pulau Siantan, tetapi tidak ada kerusakan terhadap
kapal tersebut. Setelah beberapa bulan di Pulau Siantan barulah mereka dapat berlayar
menuju Negeri Melaka, kemudian ke Negeri Kemboja, kemudian kembali lagi ke Pulau
Siantan untuk bertemu dengan nakhoda Alang yang berasal dari bugis juga. Disanalah
Daeng Perani memperoleh anak yang bernama Daeng Kemboja setelah menikahi anak
Nakhoda Alang yaitu Encik Fatimah. Ketika berada di Pulau Siantan, Upu Upu tersebut
mendapat kabar dari Sultan Abdul jalil Ryat Syah IV sedang berperang dengan Raja Kecik
dari Siak sehingga beliau terpaksa mundur ke Kuala Pahang dan terbunuh disana. Oleh
karena itu lima bersaudara dari bugis ini segera memburu musuh dari Siak untuk menolong
putra Sultan Abdul Jalil yang bernama Sulaiman dan dibawanya putra Sultan Abdul Jalil
tersebut untuk diselamatkan dan kemudian Sulaiman dilantik menjadi sultan dengan gelar
Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I. Sebagai balas jasa kepada kakak beradik dari bugis
ini, maka Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I mengangkat Daeng Merewah sebagai Yang
Dipertuan Muda Riau ke I dengan gelar Kelana Jaya.
Sejak itulah pengaruh bugis sangat besar dalam Kesultanan Riau karena jabatan Yang
Dipertuan Muda memegang kekuasaan dalam pemerintahan sedangkan sultan hanyalahsebagai Raja di Negeri Riau. Yang sebelum adanya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 3 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
4/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
maka yang berkuasa atas roda pemerintahan adalah sultan dibantu oleh Bendahara dan
Temenggung. Setelah masuknya Bugis di Riau, bendahara pindah ke Pahang dan
Temenggung pindah ke Johor, dan orang-orang besar melayu di Bintan sudah membaur
dengan keturunan bugis sehingga diberi gelar Penggawa Suluatang. Maka tersebutlah
bahwa Yang Dipertuan Muda Riau I (Daeng Merewah) beristrikan Cik Ewa saudara dari
Sultan Sulaiman (putri dari Sultan Abdul Jalil). Dari pernikahan Daeng Merewa dengan Cik
Ewa ini, beliau di karuniai 2 orang anak yaitu :
1. Raja Fatimah, yang menjadi istri Daeng Kemboja Yang Dipertuan Muda Riau III
yang bergelar Sultan Alaudin.
2. Kelana Cik Umun, bersuamikan Salaudin, Sultan Selangor yang pertama.
Daeng Celak (Daeng Pali) diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda Riau ke-II (mangkat
pada tahun 1745) beristrikan Tengku Mandak binti Sultan Abdul Jalil (saudara dari Sultan
Sulaiman) dan mempunyai 2 orang anak yaitu :
1. Tengku Putih, bersuamikan Sultan Abdul jalil V (raja dibaroh) yang mangkat pada
tahun 1760 dan almarhum mempunyai putra bernama Raja Ahmad yang mangkat
pada waktu masih kecil.
2. Tengku Hitam, bersuamikan Tuan Syed Hussin dan mempunyai putra : Tengku
Syarifah yang bersuamikan Engku Syed Muhammad Zain Al-Qudsidan dan
dikaruniai beberapa orang anak, yaitu Tengku Andak, Tengku Ngah, Tengku Ni,
Tengku Irang, Tengku Luk dan Tengku Nung.
Adapun Sultan Mahmud Syah III pindah ke Lingga tahun 1792 dan mempunyai 2 putra,
yaitu :
1. Husin Syah yang menjadi Sultan di Tumasik (singapura)
2. Abdurrahman, yang menjadi Sultan di Lingga, selanjutnya Sultan Abdurrahman I ini
mempunyai 2 orang putra, yaitu :
a. Sultan Mahmud, beliau mempunyai putra bernama Sultan Mahmud IV
marhum Pahang.
b. Sultan Sulaiman II
Sistem Pemerintahan Dalam Kesultanan
Pemegang pemerintahan dalam Kesultanan yang ditaklukkan oleh Sultan pada masa itu
bergelar Sultan Sri Paduka Dipertuan Besar dan sebelum Bugis masuk ke Riau kesultananmasih dipegang oleh yang berdarah melayu. Untuk memudahkan mengawasi Kesultanan-
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 4 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
5/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Kesultanan itu maka diangkatlah Sultan yang ada hubungan darah atau hubungan keluarga
dengan Sultan Kemaharajaan Melayu. Dengan sistem keluarga ini, Kemaharajaan Melayu
pada masa itu persatuan dan kesatuan kemaharajaan melayu dapat bertahan dan kekal.
Susunan pemerintahan dalam Kesultanan tersebut dapat dipertahankan sampai tahun 1723
dan setelah itu terjadi perubahan-perubahan struktur Pemerintahan Kesultanan, seperti :
1. Sultan : disamping keturunan Sultan sebelumnya, dapat pula menjadi sultan asal ada
darah melayu dengan gelar Sultan Sri Paduka Yang Dipertuan Besar.
2. Yang Dipertuan Muda : adalah orang kedua dari sultan yang tidak ada Datuk
Bendahara lagi, tapi Yang Dipertuan Muda yang berasal dari keturunan Bugis.
Disamping itu terdapat juga jabatan Laksemana dan Datuk Bendahara serta Hulubalang
Kesultanan.
Berikut ini adalah Sultan-Sultan yang pernah memangku jabatan Sultan di
Kesultanan Riau, Johor dan Pahang :
1. Sultan Mahmud Syah I 1513 1528
2. Sultan Ali Gelar Sultan Alaudin Riyat Syah 1530 1528
3. Sultan Muzafar Syah II 1564 1571
4. Sultan Abdul Jalil Syah I 1571 1580
5. Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II 1580 1597
6. Sultan Alauddin Riyat Syah III 1597 1615
7. Sultan Abdul Jalil Muayat Syah 1615 1623
8. Sultan Abdul Jalil Syah III 1623 1677
9. Sultan Ibrahim Syah 1677 1685
10. Sultan Mahmud Syah II 1685 1699
11. Sultan Abdul Jalil Riyat Syah 1699 1719
12. Sultan Abdul Lalil Rahmat Syah 1719 1722
13. Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah 1722 1761
14. Sultan Mahmud Syah III 1761 1812
15. Sultan Abdur Rahman Muazam Syah 1812 1832
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 5 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
6/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Berikut ini adalah Jabatan Yang Dipertuan Muda Riau yang kebanyakan berasal
dari keturunan Bugis yang sudah lama membaur dalam Kesultanan Riau Lingga
dan Johor, yaitu :
1. Yang Dipertuan Muda Riau I (Daeng Merewah) 1721 - 1728
2. Yang Dipertuan Muda Riau II (Daeng Celak) 1728 1745
3. Yang Dipertuan Muda Riau III (Daeng Kemboja) 1745 1777
4. Yang Dipertuan Muda Riau IV (Raja Haji) 1777 1784
5. Yang Dipertuan Muda Riau V (Raja Ali) 1784 1806
6. Yang Dipertuan Muda Riau VI (Raja Jafar) 1806 1833
7. Yang Dipertuan Muda Riau VII (Raja Abdurrahman)1834 1845
8. Yang Dipertuan Muda Riau VIII (Raja Ali II) 1845 1857
9. Yang Dipertuan Muda Riau IX (Raja Abdullah) 1857 1858
10. Yang Dipertuan Muda Riau X (Raja Muhammad Yusuf) 1858 - 1900
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 6 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
7/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
BAGIAN III
STUDI TOUR : SEKILAS SEJARAH KESULTANAN MELAYU RIAU
A. DESKRIPSI RUTE PERJALANAN STUDI TOUR
Perjalanan studi tour kali ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Juni
2008 dari jam 08.00 Wib sampai dengan 16.00 Wib. Adapun tema dari
pelaksanaan studi tour ini adalah : Melalui studi tour kita tingkatkan
wawasan dan cinta Budaya Melayu. Rute perjalanan yang dilalui dalam
studi tour ini adalah sebagai berikut :
WAKTU TEMPAT YANG DIKUNJUNGI
08.00 08.20
Berangkat dari Kantor Tourist Information Center, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang menuju
Pelantar Kuning.
08.20 09.10Perjalanan diteruskan dengan Pompong menuju situs
sejarah Makam Daeng Merewah di Hulu Sungai Riau.
09.20 10.00
Berada di Makam Daeng Merewah dan mendengarkan
penjelasan dari Pemandu Wisata tentang sepak terjang
Daeng Merewah yang menjadi Yang Dipertuan Muda
Riau I.
10.00 10.15Perjalanan dilanjutkan ke situs sejarah kedua yaitu Makam
Daeng Celak
10.15 10.45Berada di makam Daeng Celak yang merupakan Yang
Dipertuan Muda Riau II.
10.45 11.20 Perjalanan dilanjutkan ke Pulau Penyengat
11.20 11.50Mengunjungi Kompleks makam Engku Putri Raja Ali
Haji.
11.50 12.30Perjalanan dilanjutkan ke Masjid Sultan Riau untuk
melaksanakan Sholat Zuhur.
12.30 13.45
Kunjungan berikutnya adalah Balai Adat. Aktivitas yang
dilakukan di Balai Adat adalah Makan siang danmendengarkan penjelasan dari Pemandu wisata dengan
posisi berkumpul secara kelompok yang telah ditetapkan
sebelumnya.
13.45 14.00 Situs selanjutnya adalah mengunjungi makam Raja
Jafar. Disini Pemandu Wisata menceritakan suatu tarekat
yang ada di Pulau Penyengat yaitu Tarekat Nasabandiyah
dan sekilas tentang sejarah hidup Raja Jafar, Yang
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 7 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
8/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Dipertuan Muda Riau VI. Disamping Kompleks makam
Raja Jafar ini terdapat bangunan yang dinamakam
Gedung Engku Bilik.
14.00 14.45Perjalanan dilanjutkan ke Kompleks makam Raja Haji
Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda Riau IV.
14.45 15.20 Kunjungan di Pulau Penyengat diakhiri dengan kunjungan
ke Situs Benteng Bukit Kursi.
15.20 15.30Kembali ke Pelabuhan Penyengat untuk melanjutkan
perjalanan ke Pelantar Kuning di Tanjungpinang.
15.30 16.00Tiba di Pelantar Kuning Tanjungpinang dan studi tour
berakhir.
B. Peta Rute Perjalanan Studi Tour
Rute perjalanan tersebut dapat tergambar pada peta perjalanan berikut ini :
Gambar : Rute Perjalanan 1
Peta rute perjalanan di Pulau Penyengat :
Gambar : Rute perjalanan di Pulau Penyengat
C. Sekilas Sejarah hasil kunjungan Studi Tour
1. Makam Daeng Merewah, YDM RIAU I
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 8 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
9/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Upu Daeng Merewa adalah anak ketiga dari Upu Daeng Rilaka. Setelah Upu Daeng
Merewah diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda Riau I barulah beliau beristrikan
Encik Ayu (Encik Ewa) anak dari Temenggung Johor. Dari pemikiran beliau dengan
Temenggung Johor, maka dikaruniai tiga orang anak, yaitu :
a. Raja Said
b. Kelana Encik Enok
c. Raja Fatimah
Setelah beliau diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda Riau I, tak lama kemudian
datanglah kabar dari Negeri Kedah bahwa Raja Kedah meminta bantuan kepada lima
orang Upu dari Bugis untuk mengamankan kerusuhan yang terjadi di Negeri Kedah.
Kerusuhan ini adalah kerusuhan di dalam lingkungan keluarga istana sendiri, yaitu
pertikaian antar anggota keluarga Kesultanan untuk saling berkuasa di Kesultanan
Kedah. Hal ini tentu merusak citra Negeri Kedah yang semula dalam keadaan
tentram dan aman.
Dengan kedatangan lima orang Upu dari Bugis ini, tak lama kemudian Negeri Kedah
dapat diamankan dari pertikaian antar anggota keluarga Kesultanan. Raja Kedah
yang lama dinobatkan kembali menjadi Yang Dipertuan Muda Kedah dan para Upu
kembali ke Riau dengan membawa hadiah dari Raja Kedah.
Daeng Merewah memerintah Kesultanan
Riau pada tahun 1722 sampai dengan
1728. Beliau dikenal juga dengan gelar
Kelana Jaya Putra Beliau meninggal di
Pusat Pemerintahan Kesultanan
Kesultanan Riau di Hulu Sungai Riau (Sungai
Carang). Beliau dimakamkan di Hulu sungai
Riau atau saat ini orang lebih mengenal Hulu
Sungai Riau tersebut dengan
nama Sungai Carang.
2. Daeng Celak
Daeng Celak dikenal jugadengan gelar Daeng Pali atau
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 9 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
10/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Raja Muda. Gelar ini diberikan kepada beliau ketika beliau masih berumur belia.
Beliau adalah putra ke empat dari lima bersaudara yang merantau ke Kesultanan
Riau. Daeng Celak adalah putra dari Upu Daeng Rilaka.
Daeng Celak menjabat sebagai Yang Dipertuan Muda Riau II dari tahun 1728
sampai 1745. Beliau juga dikenal dengan gelar Sultan Alauddin ibnu Upu dan
disebut juga Marhum Mangkat di Kota.
Daeng Celak beristrikan Tengku Mandak (saudara Sultan Sulaiman, Raja Johor).
Dari hasil pernikahannya dengan Tengku Mandak, beliau dikaruniai 2 orang putra
dan 4 orang putri. Berikut ini adalah putra dan putri Daeng Celak dari hasil
pernkahannya dengan Tengku Mandak, :
a. Raja Haji Fi Sabilillah ( Marhum Mangkat di Teluk Ketapang )
b. Marhum Salleh ( Raja Selangor Pertama )
c. Tengku Putih (Istri Marhum Abdul jalil )
d. Raja Hitam (Istri Tengku Syed Hussin )
e. Raja Aminah (Istri Arung Lenga)
f. Raja Halimah (Istri Sultan Johor)
Semasa Daeng Celak memerintah Kesultanan Riau, beliau sering berulang alik ke
Selangor bersama istrinya Tengku Mandak. Dinegeri Selangor beliau memperistri
anak raja Bugis Arong Pala yang bernama Daeng Maasik yang kemudian beliau
membawa istrinya tersebut ke Kesultanan Riau.
Beliau juga pernah diminta bantuan oleh Raja Selangor untuk mengatasi kerusuhan
akibat hasutan Raja Kecik dari Siak kepada Daeng Mateko. Usaha beliau mengatasi
kerusuhan ini berhasil dengan gemilang, Raja Kecik kembali ke negerinya Siak
karena kalah melawan pasukan Daeng Celak.
Pada masa pemerintahannya, perekonomian Kesultanan Riau maju pesat. Ini
tergambar dari banyaknya aktivitas perdagangan di Hulu sungai Riau. Banyak kapal-
kapal asing masuk ke Kesultanan Riau untuk melakukan perdagangan.
Komoditi andalan yang diperdagangkan oleh Kesultanan Riau pada masa ini adalahgambir. Daeng Celak mendatangkan bibit gambir dari wilayah sumatra (sumatera
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 10 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
11/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
utara) untuk di tanam di wilayah Kesultanan Riau. Beliau juga mendatangkan
pekerja-pekerja perkebunan gambir dari Cina. Oleh beliau pekerja-pekerja gambir ini
di tempatkan di daerah Senggarang. Karenanya, di Senggarang terdapat kelenteng
tua peninggalan pekerja gambir tersebut.
Daeng Celak mangkat di Kota Pusat Kesultanan Riau dan dimakamkan
berdampingan dengan istrinya Tengku Mandak tidak jauh dari pusat Kesultanan
yaitu di Hulu sungai Riau atau masyarakat saat ini lebih mengenal sungai ini dengan
nama Sungai Carang.
3. Engku Puteri Raja Hamidah
Raja Hamidah atau yang
lebih dikenal dengan nama
Engku Puteri adalah anak
dari Raja Haji Fi Sabilillah
dengan istri bernama Raja
Perak binti Daeng Kemboja.Tidak diketahui secara pasti
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 11 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
12/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
tanggal kelahirannya, namun pada saat perang Riau mulai berkobar, sosok Engku
Puteri diperkirakan memasuki usia remaja. Beliah dilahirkan di Hulu Sungai Riau,
tepatnya di Istana Kota Piring, Biram Dewa.
Setelah ayahandanya wafat di Teluk ketapang (1784), Raja Hamidah beserta
saudara-saudaranya dibawa oleh sepupu Raja Ali, Yang Dipertuan Muda Riau V
menyingkir ke Sekudana (Kalimantan barat) akibat tekanan politik yang dilakukan
oleh J.V. Van Bram. Setelah itu beliau juga lama menetap di Siantan dan sering
berulang alik ke Selangor. Baru sepuluh tahun kemudian beliah kembali ke Riau
setelah Inggris memulihkan Kesultanan Riau secara de facto kepada Sultan Mahmud
Syah III.
Kemudian pada tahun 1803 Raja Hamidah dilamar oleh Sultan Mahmud Syah III.
Oleh Sultan Mahmud Syah III, Raja Hamidah diberikan Pulau Penyengat sebagai
mas kawin. Segera setelah perkawinan itu berlangsung, Pulau Penyengat yang
sebelumnya hanya merupakan kubu pertahanan dijadikan tempat kediaman Raja
Hamidah beserta saudara-saudaranya.
Pada saat saudara laki-laki Raja Hamidah yaitu Raja Jafar dilantik sebagai Yang
Dipertuan Muda Riau VI, maka Pulau Penyengat dijadikan sebagai pusat
pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau. Sedangkan adiknya Raja Ahmad Engku
Haji Tua (ayahanda Raja Ali Haji) diangkat sebagai Penasehat Kesultanan.
Gelar Engku Puteri diperoleh setelah beliau menikah dan Raja Hamidah termasuk
diantara istri sultan yang Gahara karena tidak mendapatkan keturunan. Setelah
pemberian gelar itu orang lebih mengenalnya dengan gelar Engku Puteri.
Dalam Kesultanan Riau
Lingga, peranan Engku
Puteri sangat penting, tidak
hanya dikalangan
pembesar Kesultanan
tetapi juga sangat
diperhitungkan olehPemerintah Hindia
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 12 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
13/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Belanda. Hal ini dikarenakan, di tangan beliau diamanahkan Regilia Kesultanan.
Sultan Mahmud Syah III memilih Engku Puteri untuk memegang Regilia
dikarenakan beliau memiliki kharisma yang dipandang tinggi. Pentingnya
kedudukan Engku Puteri pada masa itu karena Regilia Kesultanan adalah alat-alat
kebesaran Kesultanan yang wajib dipakai pada saat penobatan Sultan atau Yang
Dipertuan Muda Riau. Hal ini juga bermakna bahwa setiap pergantian Sultan atau
Yang Dipertuan Muda Riau harus mendapat restu dari pemegang Regilia
Kesultanan. Tanpa restu pemegang Regilia Kesultanan, maka status kesultanan atau
Yang Dipertuan Muda Riau dianggap tidak syah atau tidak bermakna apa-apa.
Diantara Regilia Kesultanan itu adalah sebuah cogan bernama sirih besar yang
terbuat dari emas dan bertulang perak. Cogan ini sempat diperebutkan oleh Belanda
dan Inggris, karena masing-masing pihak menjagokan calon masing-masing untuk
menjadi Sultan atau Yang Dipertuan Besar Riau menggantikan Sultan Mahmud Syah
III yang mangkat pada tahun 1812.
Pihak Inggris mendukung Tengku Husein untuk menjadi Yang Dipertuan Besar
Riau, sementara itu Belanda menjagokan Tengku Abdul Rahman yaitu adik dari
Tengku Husein. Semula Engku Puteri ingin merestui Tengku Husein namu niat ini
urung dilakukan karena pihak Inggris bermaksud menyuap beliau dengan 50 ribu
ringgit. Engku Hamidah tidak menerima tindakan Inggris tersebut, karena dengan
tindakan Inggris itu telah menurunkan marwah melayu.
Akhirnya Belanda mengambil paksa alat-alat kebesaran (regilia) Kesultanan dari
tangan Engku Puteri dan melantik Tengku Abdul Rahman sebagai Yang Dipertuan
Besar Riau. Inilah kali pertama pelantikan Sultan tidak dilakukan secara murni
menurut adat melayu dan tidak pula mendapat restu dari pemegang regilia yang sah,
sehingga pelantikan ini dianggap tidak memiliki makna berarti bagi Kesultanan
Riau.
Sosok Engku Puteri selalu disebut sebagai tokoh budaya fikir di kalangan perempuan
Melayu di zamannya.
Beliau mewariskan
pemikiran bernas yang
masih bermanfaat danrelevan hingga masa
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 13 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
14/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
kini. Diantara warisan budaya fikir beliau adalah pikiran tentang perempuan.
Taarifnya tentang istilah perempuan, nilai-nilai perempuan, sifat semula jadi
perempuan, mengenai kecantikan, kesehatan dan keterampilan perempuan Melayu
baik secara realitas maupun secara analog yang sampai saat ini masih relevan dengan
situasi dan kondisi yang selalu berkembang tiada henti.
Engku Puteri kembali kerahmatullah pada 28 Rajab 1260 H, bersamaan dengan
tanggal 7 Juli 1844. Beliau dimakamkan di Pulau Penyegat berdampingan dengan
makam madu beliau. Inilah tonggak sejarah yang memberitahukan bahwa wanita
memegang peranan atau posisi penting di Kesultanan Riau pada masa itu.
4. Raja Ali Haji
Raja Ali Haji dilahirkan di Pulau
Penyengat Indera Sakti pada tahun
1808, meninggal dunia pada tahun
1873 dan dikebumikan di Kompleks
Pemakaman Engku Puteri Raja
Hamidah di Pulau Penyengat.
Beliau adalah anak dari pasangan Raja Haji Ahmad
dengan Encik Hamidah. Raja Ali Haji dikenal sebagai
seorang cendikia, ulama, pujangga dan budayawan.
Jasanya yang paling monumental bagi bangsa Indonesia
adalah di bidang bahasa.
Raja Ali Haji berupaya untuk menjaga dan mengawal
kemurnian bahasa Melayu yakni dengan melalui karya
tulis. Pada tanggal 16 April 1685 Kesultanan Johor mengadakan perjanjian dengan
VOC. Sejak saat itu penggunaan bahasa melayu mulai terjadi perbedaan baik dalam
kata-kata maupun arti. Hal ini sangat merisaukan Raja Ali Haji. Beliau sadar bahwa
kesultanan-kesultanan Riau sejak dikalahkan oleh Belanda setelah terjadi peperangan
besar antara Belanda dengan Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji Fi Sabilillahdalam kurun waktu 1777-1784, mestilah diperjuangkan terus tidak hanya melalui
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 14 dari 30
Makam Raja Ali Haji
Makam Ra a Ahmad
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
15/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
kekuatan fisik. Maka beliau berupaya membangkitkan cinta tanah air melalui karya
tulis khususnya bahasa dan sastra. Melalui bahasa yang sama, yakni bahasa Melayu
Riau, persatuan dan kesatuan bangsa akan terwujud. Beliaupun memanfaatkan media
tulis untuk menyebarluaskan karya-karyanya yang penuh semangat kemerdekaan dan
tidak hidup dalam kungkungan penjajah.
Raja Ali Haji menulis, kemudian dikirimkannya kepada majalah Tjidschriff voor
Nederlanddisch Indie. Tulisannya yang berjudul Syair Abdul Muluk dimuat di
majalah tersebut pada tahun 1847. Melalui karyanya ini, nama Raja Ali Haji dikenal
luas di dalam dan di luar negeri. Karya-karyanya terus dipublikasikan antara tahun
1847 1850. Karya-karyanya penuh semangat kebangsaan, sehingga bangsa
penjajah tidak menyukainya.
Raja Ali Haji terus berjuang melalui bahasa. Beliau sadar bahwa penggunaan bahasa
Melayu Riau yang semakin tidak teratur akan mengarah kepada bahasa rendah (tidak
bermutu). Akhirnya hal itu membuat Raja Ali Haji terpanggil dan bekerja keras
menyusun panduan atau acuan Bahasa Melayu Riau yang telah dipergunakan sebagai
bahasa lingua franca di Nusantara. Acuan tersebut berupa buku Pelajaran Tata
Bahasa, yakni Bustabul Al-Katibin (1850) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1858).
Dengan dua buku itu, Raja Ali Haji menjadi orang pertama (putra pribumi) yang
menulis kamus bahasa (kamus monolingual).
Dengan kemampuannya, beliau telah menghasilkan beberapa karya monumental
sebagai pengabdian dan perjuangannya kepada bangsa dan negara. Yang merupakan
mahakarya beliau yang terkenal adalah Gurindam duabelas, yang mampu memukau
dunia dalam bidang kesusastraan. Berikut ini adalah karya-karya Raja Ali Haji yang
disenaraikan oleh E. Ulrich Kratz pada tahun 1996 berdasarkan tahun tulis dan tahun
terbitnya, yaitu sebagai berikut :
J U D U LTAHUN
TULIS
TAHUN
TERBIT
Gurindam duabelas 1847 1853
Bustanul katibin 1857 1857
Mukaddimah fi intizam wazaif
Haji al malik
1857 1887
Kitab pengetahuan bahasa 1857 1886
Silsilah Melayu dan Bugis 1859 1886
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 15 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
16/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Tuhfat al nafis 1865 1911
Syair kitab/hukum al-nikah syair suluh pegawai 1865 1932
Syair Siti Sianah / Jawhrat al makmunah 1866 1923
Syair sinar gemala mestika alam - 1893
Syair hukum faraid - 1893
Syair awai - 1863
Atas jasa jasa beliau dibidang bahasa dan kesusastraan, pada tanggal 6 November
2004, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional
atas jasa beliau sebagai Tokoh Pemurnian Bahasa Melayu Riau Menjadi
Bahasa Indonesia.
5. Masjid Raya Sultan Riau
a) Sejarah Pembangunan
Masjid yang menjadi
kebanggaan orang Melayu ini
didirikan pada tanggal 1 Syawal
1249 H (1832 M), atas prakarsa
Raja Abdurrahman, Yang
Dipertuan Muda Riau VII.
Pelaksanaan pembangunannya
melibatkan seluruh lapisan masyarakat di Kesultanan Riau, yang bekerja siangdan malam secara bergiliran.
Didalam Masjid tersimpan kitab-kitab kuno (terutama yang menyangkut Agama
Islam), bekas koleksi perpustakaan yang didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf
Al Ahmadi, Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda menarik lainnya yang terdapat
dalam masjid adalah mimbar indah dan kitab suci Al-Quran yang ditulis dengan
tangan.
b) Lokasi
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 16 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
17/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Masjid ini terletak di Pulau Penyengat Indera Sakti, Kecamatan Tanjungpinang
Barat, Kepulauan Riau, Indonesia. Pulau Penyengat berukuran 2 x 1 km, berjarak
sekitar 2 km dari Tanjungpinang dengan jarak tempuh sekitar 15 menit dengan
perahu motor (pompong).
Masjid ini terletak di pelataran. Kemungkinan lokasi ini adalah bekas bukit kecil
yang diratakan, dengan tinggi sekitar tiga meter dari permukaan jalan. Untuk
naik masjid ini dibuat tangga yang cukup tinggi.
c) Luas
Masjid ini berukuran 18 x 19,80 meter sementara luas lahan yang digunakan
untuk masjid ini adalah berukuran 55 x 33 meter.
d) Arsitektur
Dalam kompleks
Masjid, dari tangga
hingga mihrab
terdapat unit
bangunan yang
terpisah-pisah,
masing-masing dalam posisi simetris. Dari tangga terdapat
jalan setapak dari sumbu tengan dari unit bangunan simetris tersebut. Dihalaman
kiri dan kanan masjid terdapat bangunan berdinding beratap limasan batu.
Masyarakat setempat menyebut bangunan kembar tersebut dengan nama sotoh.
Tempat ini berfungsi sebagai tempat permusyawaratan para cendekiawan dan
ulama pada masa itu.
Selain itu, terdapat juga bangunan kembar disisi
kiri dan kanan, masing-masing berbentuk
persegi empat panjang. Sisi terpanjang sejajar
dengan arah kiblat. Kedua bangunan ini
semacam gardu, tapi besar, panjang dan tidak
berdinding, mempunyai kolong dan terbuat dari
konstruksi kayu.
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 17 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
18/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Pintu utama masuk masjid berada di tengah, menjorok ke depan seperti beranda
dan diatapi kubah. Disetiap sudut terdapat pilaster. Denah dan semua elemen
yang ada dalam masjid berada dalam susunan simetris.
Atap ruang utama sangat unik dan menunjukkan adanya pengaruh india, dimana
arsiteknya berasal. Keunikan ini berupa deretan melintang dan membujur dari
kubah-kubah.
Kubah berbentuk bawang berbaris empat mengarah kiblat dan berbaris tiga
dengan arah melintang. Secara keseluruhan kubahnya berjumlah 12 dan jika
ditambah dengan kubah diatas beranda depan pintu masuk utama maka
jumlahnya menjadi 13 kubah.
Masjid ini memiliki 4 buah menara, posisinya berada disetiap sudut ruang utama
sholat dengan bentuk yang hampir sama. Puncak menara berbentuk sangat
runcing seperti pensil. Tampaknya menara-menara ini dipengaruhi oleh menara-
menara masjid di Turki, yang sebenarnya berasal dari gaya arsitektur Bizantium.
Hal yang sedikit membedakan bahwa menara masjid di Turki runcing, tinggi dan
ramping, sementara menara masjid Sultan Riau di Penyengat hanya runcing,
namun tidak tinggi dan tidak ramping.
e) Perencana
Berdasarkan cerita turun temurun masyarakat setempat, konon arsitek masjid ini
adalah seorang keturunan india yang bermukim di Singapura. Namun tidak ada
yang mengetahui dengan pasti siapa nama arsitek dimaksud.
6. Balai Adat Indera Perkasa
Gedung dengan arsitektur
tradisional Melayu Kepulauan ini
dijadikan Balai Adat untuk
memperagakan berbagai bentuk
upacara adat Melayu. Letaknya
di tepi pantai menghadap laut
lepas, amatlah mempesona.
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 18 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
19/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Di dalam gedung ini dapat dilihat tata ruangan dan beberapa benda kelengkapan adat
Resam Melayu atau beberapa atraksi kesenian yang diadakan untuk menghormati
tamu tertentu.
7. Raja Jafar
Raja Jafar - Yang
Dipertuan Muda Riau VI -
adalah putra Raja Haji
Sahid Fisabilillah
Marhum Teluk Ketapang.
Raja Jafar menjadi Yang
Dipertuan Muda Riau VItahun 1806-1833. Ketika
mangkatnya digelar
Marhum Kampung Ladi.
Kompleks makam almarhum Raja Jafar seluruhnya
dibuat dari beton, indah dan kokoh. Pada makam ini
terdapat pilar-pilar, kubah-kubah dari beton yang
dihiasi ornamen yang menarik. Sebelumnya
bangunan ini berfungsi sebagai mushalla yang sering
digunakan oleh Raja Jafar untuk ber-itikaf. Di luar
cungkup makam ini, dalam kompleks makam terdapat pula kolam air yang dilengkapi
tangga batu tempat berwuduk. Di kompleks makam ini terdapat pula makam-makam
keluarga bangsawan lainnya.
Di sebelah kompleks makam Raja Jafar ini
berdiri dengan megah gedung yang disebut
Gedung Tengku Bilik. Bangunan ini
bertingkat dua, dan sudah direnovasi oleh
pemerintah daerah. Bangunan ini belum
dibuka untuk umum karena proses renovasi
dan penataan interior belum selesai. Bentuk
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 19 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
20/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
bangunannya merupakan ciri-ciri kesukaan para bangsawan Melayu akhir abad XIX,
karena seni bangunan seperti itu masih ditemui di Singapura (istana Kampung
Gelam), di Johor dan tempat-tempat lain di semenanjung Malaysia. Bangunan ini
masih ditempati sampai masa Perang Dunia II dan sekarang masih menarik
pengunjung yang datang ke pulau Penyengat.
8. Raja Haji Fi Sabilillah
Raja Haji-Yang Dipertuan Muda Riau IV-
adalah pahlawan Melayu yang amat
termashur. Beliau berperang melawan
penjajah Belanda sejak berusia muda sampai
akhir hayatnya dalam peperangan hebat di
Teluk Ketapang tahun 1784.
Raja Haji yang hidup antara tahun
1725-1784 itu telah membuktikan
dirinya sebagai pemimpin,
hulubalang dan ulama. Para penulis
sejarah mencatat, terutama pada
tahun 1782-1784 cukup
berpengaruh terhadap stabilitas
sosial politik dan ekonomi di
wilayah Nusantara dan negeri-negeri Belanda yang sangat tergantung terhadap sumber
perekonomiannya di Timur. Beliau menjabat sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV
dari tahun 1777 sampai dengan 1784.
Pihak Belanda bahkan menganggap bahwa perang yang dipimpin Raja Haji adalah
peperangan yang cukup besar dan sempat menggoncangkan kedudukan Belanda di
Nusantara. Karena kepahlawanannya itulah, Raja Haji diagungkan masyarakat
Melayu, disebut dengan gelar Raja Haji Fisabilillah
Marhum Teluk Ketapang.
Ketika beliau mangkat dalam peperangan hebat di
Teluk Ketapang, jenazahnya kemudian dibawa keKilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 20 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
21/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Malaka dan dikebumikan disana. Baru beberapa tahun kemudian jenazah beliau
dibawa ke pulau Penyengat dan disemayamkan dalam makam yang terletak di Bukit
Selatan pulau Penyengat, bersebelahan dengan makam Habib Syekh, seorang ulama
terkemuka di Kesultanan Riau-Lingga.
9. Benteng Bukit Kursi
Benteng Bukit kursi ini hanyalah salah
satu benteng yang dijadikan kubu
pertahanan untuk menghalau musuh
Kesultanan Riau. Benteng pertahanan
ini mulai di bangun di Pulau Penyengat
oleh Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji Fi Sabilillah. Benteng
ini digunakan oleh Raja Haji Fi Sabilillah untuk melindungi Kesultanan Riau dari
serangan musuh terutama Belanda selama Perang Riau yang berkecamuk dari tahun
1782 sampai 1784. Saat ini masih dapat kita jumpai meriam-meriam tua peninggalan
Kesultanan Riau semasa perang tersebut.
Sebelum sampai di Benteng Bukit Kursi kita akan
melihat satu bangunan yang dibangun dengan beton
tebal. Gedung yang dimaksud adalah gedung Mesiu
yang digunakan untuk menyimpan bubuk mesiu.
Tak jauh dari Gedung Mesiu juga terdapat makam Raja Abdurrahman. Raja
Abdurrakhman - Yang Dipertuan Muda Riau
VII - ketika mangkatnya digelar Marhum
Kampung Bulang. Raja Abdurrakhman
menjadi Yang Dlpertuan Muda Riau tahun
1832-1844. Beliau terkenal aktif dalam
menggalakkan pembangunan di pulau ini,
serta taat beribadah. Salah satu hasil upaya beliau yang utama adalah pembangunan
Mesjid Raya Penyengat. Karena jasanya itutah, ketika beliau meninggal dunia
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 21 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
22/30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
23/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
ditumbuhkan kesadaran untuk tidak menambah luasan dan merubah konstruksi
bangunannya yang akan berdampak pada rusaknya artifak yang berada di bawah
bangunan.
Tahapan pelaksanaan penyelamatan situs bersejarah Istana Kota Piring meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1. Merancaang tindakan teknis yang terkait dengan kegiatan ekskavasi
(pembukaan) bagian bawah permukaan tanah.
2. memeriksa peninggalan yang ada di situs
3. melakukan pendokumentasian data
4. menilai data secara arkeologis
5. mengemas temuan arkeologis untuk dasar pelaksanaan penelitian lanjutan.6. menentukan batas wilayah konservasi
Penyelamatan situs Istana Kota Piring telah dimulai sejak adanya perjanjian antara
Kesultanan Riau dan VOC pada tahun 1899. Dari surat-surat perjanjian tersebut
dapat diketahui bahwa .......kedua pulau kecil Beram Dewa, Kampung
Melayu ......tidak boleh diduduki tanpa seijin pemerintah negeri di Tanjungpinang
dan Raja-raja...... Peraturan khusus tersebut telah melestarikan Pulau Biram
Dewa yang terdiri dari pulau tempat Istana Kota Piring berada dan pulau kecil yang
berada di depannya. Keberadaan Kampung Melayu Kota Piring menegaskan letak
Kampung Melayu telah lama berada di sekitar Pulau Biram Dewa.
Kegiatan ekskavasi merupakan penelitian lapangan yang membutuhkan waktu yang
cukup lama. Pembukaan situs pada bagian-bagian yang diperkirakan terdapat
lanjutan lajuran pondasi akan menghadapi kendala apabila diatasnya terdapat
rumah tinggal berkonstruksi permanen.
B. Rekonstruksi Istana Kota Piring
Untuk dapat merekonstruksi Istana Kota Piring sebagaimana kondisinya pada masa
kejayaan pemerintahan Kesultanan Melayu Johor-Pahang-Riau dibawah
kepemimpinan Yang Dipertuan Besar (Sultan) Mahmud Syah dan Yang Dipertuan
Muda IV (Perdana Menteri) Raja Haji Fi Sabilillah pada tahun 1777 1784
memerlukan penelitian berkelanjutan, meliputi kegiatan ekskavasi dan penelitian
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 23 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
24/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
arsitektur yang berkaitan dengan sistem konstruksi dan tata ruang bangunan-
bangunan yang ada di kompleks Istana Kota Piring.
Temuan petak pondasi di situs Istana Kota Piring, dan dengan melihat bentuk
bangunan tradisional Melayu di Johor dan Pahang, menunjukkan di atasnya akan
terdapat bangunan penting berkonstruksi panggung. Apabila dikaitkan dengan
bentuk bangunan rumah bumbung panjang melayu yang terdiri dari bangunan induk
yang disebut dengan rumah ibu, dan bangunan dibelakangnya yang disebut dengan
rumah dapur, memiliki denah berbentuk segi empat panjang. Sementara temuan
pondasi petak di situs Istana Kota Piring berbentuk bujur sangkar. Kenyataan
tersebut mengarah pada dugaan adanya bagian bangunan Istana Kota Piring
berbentuk bangunan panggung yang pilar-pilar kayunya ditancapkan ke dalam
tanah. Karenanya untuk menguak bagian artifak yang masih tersembunyi perlu
diadakan ekskavasi lahan atau situs tersebut.
C. Gambar Rekonstruksi Istana Kota Piring
Gambar berikut adalah gambar rekonstruksi dan pemetaan Situs Istana Kota Piring
di Pulau Biram Dewa. Rancangan gambar ini merupakan hasil riset dan
perbandingan dengan bangunan-bangunan istana sejenis di beberapa Kesultanan
melayu yang berhubungan dengan Kesultanan Riau.
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 24 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
25/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Peta Lokasi keberadaan Situs Istana Kota Piring, Biram Dewa
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 25 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
26/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Tipe Rumah Kepala Kampung Melaka pada abad ke-15
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 26 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
27/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Rumah Bumbung Panjang Melaka
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 27 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
28/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
BAGIAN V
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 28 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
29/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
PENUTUP
Seorang sejarahwan yang bernama DR. Anhar Gong Gong dalam suatu kesempatan pernah
mengatakan bahwa peninggalan sejarah berupa fisik, baik itu makam, bangunan ataupun
peninggalan lainnya, jika tidak dilihat secara dinamis maka peninggalan sejarah tersebuthanya merupakan batu atau bangunan yang tidak bermakna. Sama halnya seperti batu atau
bangunan lainnya. Akan tetapi kalau dilihat bagaimana prosesnya atau peristiwa yang ada
disebalik benda peninggalan sejarah itu, barulah peninggalan itu bermaknya. Ada nilai-nilai
berharga yang dapat kita petik dari sana.
Nilai-nilai berharga tersebut tentulah dapat diketahui melalui peristiwa sejarah yang melekat
pada benda peninggalan sejarah yang ada. Sementara peristiwa-peristiwa sejarah selalu
dipakai sebagai tonggak bagi perkembangan awal suatu kawasan sehingga di dalam
penelusurannya, suatu peristiwa yang terjadi dapat ditetapkan sebagai hari jadinya kawasan
tersebut atau hal-hal lain yang diperlukan oleh suatu kawasan.
Menziarahi makam-makam dan tempat-tempat bersejarah tidak saja bermaksud sekedar
melakukan ritual keagamaan, melainkan sejalan dengan itu adalah untuk mengenang jasa-
jasa atas perjuangan yang telah dilakukan untuk negeri ini. Pemahaman terhadap nilai-nilai
perjuangan pada pendahulu negeri tentu dimaksudkan sebagai evaluasi terhadap apa yang
sudah dapat kita perbuat untuk perkembangan daerah ini saat ini dan di masa depan. Kita
usahakan daerah Kepulauan Riau dapat berjaya seperti halnya pada zaman Kesultanan Riau
dahulu, dimana daerah ini pernah menjadi pusat perdagangan yang sangat ramai selain
Melaka.
Kilas Sejarah Kesultanan Melayu Riau Studi Tour 1 Juni2008
Halaman 29 dari 30
-
7/31/2019 Kesultanan Bugis
30/30
Mata Kuliah : Sejarah Islam Asia Tenggara
Daftar Pustaka
Tarhusin, Wan.Kedatangan Upu Tandru Daeng Rilaka Ke Riau.CV Mitra Utama.2002.
Tanjungpinang.
Roesmanto, Totok. Rekonstuksi Arsitektur Istana Kota Piring.
http//:puslit.petra.ac.id.2004.Jakarta.
Junus, Hasan. Raja Ali HajiBudayawan Di Gerbang Abad XX.UNRI
Press.2002.Pekanbaru.
Sulaiman, R.M. Yamin.Kesuma Bahari Perjuangan Raja Haji Fi Sabilillah.CV. Milas
Grafika.2007.Tanjungpinang.
Tim Penyusun.Lintas Ziarah Budaya Hari Jadi Kota Tanjungpinang.Pemko
Tanjungpinang.Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.2007.Tanjungpinang.
Administrator, Masjid Sultan Riau, Pulau Penyengat. http//:melayu.online.com. 2008.
Jakarta.