kewenangan badan legislasi sebagai alat...
TRANSCRIPT
KEWENANGAN BADAN LEGISLASI SEBAGAI ALAT KELENGKAPAN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT RI DALAM PENYELESAIAN DAN OPTIMALISASI
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL PRIORITAS TAHUN 2015-2016
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Muhammad Yusuf
NIM : 1112048000013
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H / 2016M
iv
ABSTRAK
MUHAMMAD YUSUF. NIM 1112048000013. KEWENANGAN BADAN
LEGISLASI SEBAGAI ALAT KELENGKAPAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT RI DALAM PENYELESAIAN DAN OPTIMALISASI PROGRAM
LEGISLASI NASIONAL PRIORITAS TAHUN 2015-2016. PROGRAM STUDI
Ilmu Hukum, konsentrasi Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1437 H/ 2016 M. x + 72
halaman + 4 halaman Daftar Pustaka.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana
kewenangan Badan Legislasi sebagai alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam penyelesaian Program Legislasi Nasional Prioritas 2015-2016. Peran Badan
Legislasi sebagai alat kelengkapan dewan tercantum dan diamanatkan oleh Undang-
Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR dan DPD.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif
dengan menggunakan pendekatan normatif empiris. pendekatan ini pada dasarnya
merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya
penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai
implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Bahan hukum yang
digunakan penulis ada tiga yaitu bahan hukum primer, sekunder dan bahan non
hukum. Hasil dari analisis dan penelitian ini mengungkap bahwa Badan Legislasi
sebagai alat kelengkapan dewan masih kurang dalam menyelesaikan amanat
pembentukan dan pengesahan Undang-Undang secara optimal.
Kata Kunci : DPR, Anggota DPR, Badan Legislasi Nasional, Kewenangan
Badan Legislasi, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014.
Dosen Pembimbing : Drs. Abu Tamrin, S.H.,M.Hum.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta
alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “KEWENANGAN BADAN LEGISLASI SEBAGAI ALAT
KELENGKAPAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI DALAM
PENYELESAIAN DAN OPTIMALISASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
PRIORITAS TAHUN 2015-2016” dengan lancar dan baik. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkankan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat dan juga bagi kita selaku pengikut setia beliau hingga akhir
hayat.
Dan tidak lupa ucapan terima kasih dan cinta yang sedalam-dalamnya kepada
kedua orang tua tercinta Ayahanda Alm. Dr. H. Achmad Sjatari, MBA dan Umi Hj.
Nurhayati Sjatari yang telah sepunuh hati mendukung penulis tanpa henti hingga detik
ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis baik
secara materiil maupun immaterial. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
vi
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya dan memberikan arahan serta bimbingannya dengan
sabar kepada penulis selama ini sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Terimakasih tak terhingga untuk bapak Abu Thamrin,
segala kebaikan dan ketulusan hati bapak tak akan pernah penulis lupakan
seumur hidup.
4. Kakak dan Adik tercinta Nur Azizah, Ali Hussein, Asri Latifah dan Muchtar
Prawira yang telah memberikan dukungan dan semangatnya serta yang telah
menemani penulis sejak kecil hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Hukum UIN Jakarta angkatan 2012, saudara
Renaldi Hendryan, Muchtar Ramadhan, Khairul Atma, Muhammad Ansyori,
Ade Kurniawan, Farid, Nur Fadillah, Lidya Handayani, Sigit Ganda Prabowo,
Feby Adelia Paramita, F.Sentiana Amarella, Baghdady Zanzazi, Dimas
Anggri, Milzam El Karami, Choir Hasibuan, Benny, Qoshy Soraya, Nur
Jannah, Alif Zaenal, M. Arik Rizki dan seluruh teman-teman Ilmu Hukum
Angkatan 2012.
vii
6. Segenap teman-teman HMI Komfaksy, HMPS Ilmu Hukum, AMPUH, PSHK,
MCC UIN JKT, BLC, saudara Nila Tari, Syanel, Satria, Indah, Nur Rahmi,
Nabillah, Dalillah, Nia, Indri, Anggi, Diana, Adel, Masyita, Nurlia, Hafizah,
Martunis, Zul, Intanzi, Alysa, Zahra, Aniza, Alfian, Raines, Adit, Putra, Fikri,
Aunur, Rifda, Harlie dan seluruh teman-teman.
7. Geng Buaya yang begitu luar biasa yang sudah memberikan warna lebih
terhadap penulis, saudara Khaidir Musa, Rhomi Prayoga, Bella O, Uli
Almatin, Nasrullah Acul, Kandiaz Ahmad, Agung Laksono. Terimakasih.
8. Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis sejauh ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, semoga senantiasa dalam perlindungan dan
keberkahan dari Allah SWT.
Demikian penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang terdapat dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 29 September 2016
Penulis
Muhammad Yusuf
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara demokrasi yang diterapkan dalam sistem
katatanegaraanya. Salah satu ciri pilar negara demokrasi adalah kedaulatan
rakyat sebagai pemegang arah masa depan bangsa. Hal tersebutlah yang
memicu lahirnya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 (untuk selanjutnya ditulis UUD 1945) yang membawa
perubahan signifikan di bidang sosial, politik dan hukum di Indonesia.
Perubahan ini berimplikasi pada perkembangan pelaksanaan
demokrasi di Indonesia yang ditandai dengan adanya pemilihan umum
langsung untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum
langsung untuk memilih anggota Legislatif atau yang paling terbaru adalah
memilih calon Independent dalam pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.1 Hal inilah yang dipandang lebih demokratis dibandingkan
pada masa sebelumnya yang cenderung kaku dan diskriminatif.
Negara Indonesia juga merupakan negara dengan penduduk terbesar
keempat di dunia. Komposisi penduduknya sangat beragam, baik dari suku
bangsa, etnisitas, panutan agama, maupun dari segi-segi lainya. Wilayahnya
pun sangat luas, terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil, yang sebagian besar
1Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraaan Pasca Perubahan UUD 1945 (Bandung: Fokus
Media, 2009, cet-Ke-1), h. 34.
2
terpencil dari kehidupan dan pusat kota. Kompleksitas dan keragaman itu
sangat menentukan peta konfigurasi kekuatan-kekuatan politik dalam
masyarakat, sehingga tidak dapat dihindari keharusan berkembangnya sistem
multi partai dalam sistem demokrasi yang hendak dibangun.2 Dari banyaknya
bentuk keberagaman tersebut maka diyakini bahwa negara diharuskan
memiliki lembaga perwakilan rakyat yang dapat menampung segala jenis
aspirasi dan masukan dari seluruh masyarakat di Indonesia.
Perubahan di dalam masyarakat Indonesia berkembang sikap untuk
mendirikan lembaga perwakilan yang berakar kepada kesejahteraan
masyarakat Indonesia, berwenanang merumuskan kebijaksanaan untuk
seluruh masyarakat Indonesia dan bahkan sebagai lembaga yang memainkan
mekanisme utama politik di Indonesia. Berdasarkan keinginan tersebut maka
dibentuklah lembaga parlemen yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia (MPR RI) dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) sebagai lembaga perwakilan di Indonesia.
Fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat yang paling
pokok adalah fungsi representasi atau perwakilan itu sendiri. Lembaga
perwakilan tanpa representasi tentulah tidak bermakna sama sekali.3
2Jimly Ashiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
2011, cet.Ke-1), h. 61.
3Jimly Ashiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013,
cet.Ke-1), h. 304.
3
Dikarenakan fungsi representatif merupakan bagian dari ujung tombak
masyarakat Indonesia dalam penyaluran aspirasi dan masukan untuk
perkembangan negara Indonesia yang lebih progresif.
Bagi negara yang menganut kedaulatan rakyat, keberadaaan lembaga
perwakilan hadir sebagai suatu keniscayaan. Sulit untuk dibayangkan
terwujudnya suatu Pemerintahan yang menjujung tinggi demokrasi tanpa
kehadiran institusi tersebut. Karena melalui lembaga inilah kepentingan rakyat
tertampung kemudian tertuang dalam berbagai kebijakan umum yang sesuai
dengan kepentingan rakyat.
Menurut kelaziman teori-teori ketatanegaraan, lembaga ini berfungsi
dalam tiga wilayah, yaitu wilayah legislasi atau wilayah pembuatan peraturan
perundang-undangan, wilayah penyusunan anggaran serta wilayah
pengawasan terhadap jalanya roda Pemerintahan.4 Dalam UUD 1945 setelah
perubahan, pengaturan terhadap lembaga perwakilan di Indonesia dapat kita
lihat pada pasal 1 ayat (2) dimana MPR RI terdiri dari DPR RI dan DPD RI.
Berdasarkan paparan di atas maka sudah jelas bahwa lembaga
perwakilan di Indonesia yang terdiri dari MPR RI, DPR RI RI dan DPD RI
memiliki kewenanganya masing-masing. Namun yang akan menjadi poin
penting dalam penulisan ini adalah lembaga perwakilan rakyat yang menjadi
representatif masyarakat Indonesia dalam menjalankan fungsi legislasi, fungsi
4 C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2005, cet.Ke-2), h.
213
4
anggaran dan fungsi pengawasan yang sesuai dalam UUD NRI tahun 1945
yaitu DPR RI.
Rumusan pasal 20A ayat (1) dalam UUD NRI tahun 1945
menegaskan bahwa tiga fungsi DPR RI sebagaimana lazim tercantum dalam
teori hukum tata negara dan praktik di negara-negara lain. Dengan adanya
ketentuan ini maka fungsi-fungsi lembaga perwakilan oleh DPR RI semakin
kuat kerena fungsi tersebut telah ditulis dalam konstitusi negara Indonesia.
Tiga fungsi DPR RI tersebut ditulis berurutan namun tidak berarti
fungsi yang disebut terdahulu lebih penting atau prioritas dibanding fungsi
lainya. Hanya saja pandangan umum sering menganggap fungsi legislasi lebih
utama dan lebih banyak memberi perhatian dan sorotan terhadap pelaksanaan
fungsi ini. Padahal dalam perkembangan terkini lembaga-lembaga perwakilan
(parlemen) di berbagai belahan dunia, fungsi legislasi tidak lagi menjadi
“primadona” dan lebih utama dibanding dengan fungsi lainya. Saat ini fungsi
pengawasan lebih utama dibandingkan dengan fungsi legislasi. Fungsi
pengawasan pun sering dilaksanakan oleh lembaga perwakilan dikarenakan
lebih mudah dijalankan dibandingkan fungsi legislasi yang menuntut banyak
persyaratan.5
Secara umum, dipahami oleh masyarakat bahwa fungsi DPR RI
meliputi fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Diantara
5Patrialis Akbar. Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945 (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013, cet.Ke-1), h. 61.
5
ketiga fungsi itu, biasanya yang paling menarik perhatian untuk menarik
politisi untuk diperbincangkan adalah tugas sebagai prakarsa pembuatan
Undang-Undang. Namun, jika ditelaah secara kritis, tugas pokok yang utama
yaitu sebagai pengambil inisiatif pembuatan Undang-Undang, dapat dikatakan
telah mengalami kemunduran serius dalam perkembangan akhir-akhir ini.6
Pelaksanaan fungsi legislasi di DPR RI dianggap lebih sulit karena
beberapa penyebab, pertama, Pemahaman dan pengetahuan para anggota
DPR RI terhadap masalah atau materi suatu Rancangan Undang-Undang
biasanya bersifat umum dan tidak detail. Hanya sebagian anggota DPR RI
yang dianggap dapat memahami isi Rancangan Undang-Undang. Hal ini tidak
mengherankan karena latar anggota DPR RI yang beragam. Kedua, DPR RI
tidak didukung tenaga ahli dalam jumlah yang cukup. Ketiga, anggaran
penyusunan Rancangan Undang-Undang yang terbatas. Keempat, proses
pembahasan dan pengambilan putusan terhadap sebuah Rancangan Undang-
Undang di DPR RI lebih rumit dan lebih lama. Hal ini terjadi karena DPR RI
bersifat kolegial dan di isi demikian banyak anggota dan berbagai fraksi yang
beragam paham dan sikap politiknya serta kepentingan. Untuk memperoleh
sikap dan pandangan antar fraksi sudah tentu membutuhkan waktu yang
6Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005,
cet.Ke-1), h. 168.
6
sangat tidak cepat dikarenakan harus melalui proses negosiasi mencari
kompromi serta lobi-lobi yang rumit dan lama.7
Berdasarkan kewenanganya DPR RI harus memiliki alat kelengkapan
dewan dengan tujuan masing-masing agar dapat mempermudah setiap kinerja
dan keberlangsungan proses legislasi, proses anggaran bahkan hingga proses
pengawasan. Dalam hal ini dirasa maka DPR RI sangat diperlukan untuk
membentuk alat kelengkapan dewan yang fokus secara khusus untuk
menangani proses legislasi.
Terbentuklah Badan Legislasi Nasional (Baleg) yang merupakan
salah satu alat kelengkapan DPR yang memegang peranan penting dalam
membuat satu Undang-Undang. Sebab Baleg lah yang menyusun Rancangan
program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas
Rancangan Undang-Undang beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan
dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR RI dengan
mempertimbangkan masukan dari DPD RI. Selain itu, Baleg juga
mengkoordinasikan penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan
Pemerintah, dan menyiapkan Rancangan Undang-Undang usul DPR
berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan.8
7 Patrialis Akbar, Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945 (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013, cet.Ke-1), h. 63. 8http://www.dpr.go.id/, diakses pada 31 Maret 2016 pukul 13.31
7
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian hukum dengan judul “KEWENANGAN BADAN LEGISLASI
NASIONAL SEBAGAI ALAT KELENGKAPAN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT RI DALAM PENYELESAIAN DAN
OPTIMALISASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL PRIORITAS
TAHUN 2014-2015”
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, dapat dipetik beberapa
persoalan yang berkaitan dengan peran dan fungsi kelembagaan negara di
bidang legislatif yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) dalam menyelesaikan dan mengoptimalisasikan program
kerja khususnya dibidang legislatif yakni program legislasi nasional.
Dari latar belakang berfikir tersebut ternyata terdapat berbagai masalah
yang muncul yaitu :
1. Tugas DPR RI dalam menjalankan fungsi legislatif yakni pembuatan
produk hukum yakni Undang-Undang dinilai telah mengalami
kemunduran yang sangat serius.
2. Fungsi legislatif tidaklah menjadi primadona dan prioritas DPR RI dalam
menjalankan fungsinya. Namun fungsi pengawasanlah justru yang
dijadikan primadona dan prioritas DPR RI saat ini.
8
3. Pemahaman anggota DPR RI terhadap setiap Rancangan Undang-Undang
yang bersifat umum dan tidak detail. Bahkan hanya sedikit anggota DPR
RI yang memahami begitu mendalam setiap Rancangan Undang-Undang
yang akan disahkan.
4. Proses pembahasan dan pengambilan putusan terhadap sebuah Rancangan
Undang-Undang di DPR RI lebih rumit dan lebih lama. Hal ini terjadi
karena DPR RI bersifat kolegial dan di isi demikian banyak anggota dan
berbagai fraksi yang beragam paham dan sikap politiknya serta
kepentingan. Untuk memperoleh sikap dan pandangan antar fraksi sudah
tentu membutuhkan waktu yang sangat tidak cepat dikarenakan harus
melalui proses negosiasi mencari kompromi serta lobi-lobi yang rumit
dan lama.
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat begitu banyaknya permasalah yang peneliti singgung
dalam indentifikasi masalah di atas, maka dalam pembuatan masalah ini
peneliti membatasi pada pembahasan mengenai peran DPR RI di bidang
legislatif khususnya dalam penyelesaian dan optimalisasi program
legislasi nasional prioritas tahun 2015-2016.
2. Perumusan Masalah
Agar penelitian berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat
perumusan masalah sebagai berikut :
9
a. Apa saja faktor yang mempengaruhi optimalisasi Badan Legislasi
Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam penyelesaian
program legislasi nasional prioritas tahun 2015-2016 ?
b. Bagaimana upaya pembenahan instrumen manejemen Badan
Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam
penyelesaian program legislasi nasional prioritas ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok penelitian di atas, maka tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Badan
Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam
penyelesaian dan optimalisasi program legislasi nasional prioritas
tahun 2015-2016.
b. Untuk dapat mengetahui upaya pembenahan instrumen manejemen
badan Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam
penyelesaian program legislasi nasional prioritas tahun 2015-
2016..
2. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
sumbangsih positif dan manfaat dalam segi praktis dan akademis, yaitu :
10
a. Secara Akademis
Dapat menjadi aspek pendukung dalam pengembangan ilmu
hukum tata negara. Agar penelitian ini dapat menjadi bahan
pendukung terhadap seluruh kalangan akademisi mahasiswa,
dosen atau bahkan kalangan anggota dewan agar lebih termotivasi
dalam menyelesaikan setiap Rancangan Undang-Undang
yang pro terhadap masyarakat.
b. Secara Praktis
Memberikan informasi bagi seluruh stakeholder atau para
pmangku kebijakan sekaligus seluruh akademisi secara luas
mengenai peran Dewan Perwakilan Rakat Republik Indonesia
dalam penyelesaian dan optimalisasi program legislasi nasional
(PROLEGNAS).
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Review atau kajian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian
yang sudah di lakukan, baik yang berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-
penelitian lainya yang pernah membahas kewenangan DPR RI yaitu.
1) Skripsi dengan judul “Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam
Legislasi Rancangan Undang-Undang Otonomi Daerah Analisis
Putusan MK 93/PUU/-X/203” oleh Fikri Abdullah, NIM
10904800048, Jurusan Program Studi Ilmu Hukum Tata Negara,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Neegeri Syarif
11
Hidayatullah Jakarta, 2014. Skripsi menjawab tentang kewenangan
lembaga negara Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dalam
menajalankan kewenangan otonomi daerah setelah adanya Putusan MK
93/PUU/-X/203, sedangkan skripsi yang saya tulis menjelaskan tentang
kewenangan legislasi Dewan Perwakilan Rakyat.
2) Skripsi dengan judul ” Kewenagan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah
Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang
MPR,DPR,DPD,dan DPRD ” Oleh Sri Andriyani, NIM 1111048000014,
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitaas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. skripsi ini menjelaskan tentang
kewenangan Dewan Perakilan Daerah Republik Indonesia dalam
menjalankanya fungsinya setelah adanya perubahan Undang-Undang
yang mengatur terkait MPR RI, DPR RI, DPD RI dan DPRD..
Berdasarkan skripsi yang saya tulis hanya menjelaskan fungsi legislasi di
dalam lingkungan DPR RI.
3) Buku dengan judul “Pasang Surut Kinerja Legislasi” Penertbit Raja
Grafindo, Tahun 2011. Oleh Ahmad Yani,S.H., MH. Menjelaskan terkait
dengan pasang surut kinerja legislasi DPR RI. Buku ini juga menjelaskan
dengan detail terkait pencapaian setiap RUU yang telah disahkan oleh
DPR RI setiap tahunya. Perbedaan dalam skripsi adalah pada fokus tahun
analisis di tahun 2015 dan 2016..
12
4) Jurnal dengan judul “ Fungsi Legislasi DPR RI” Oleh Norisman
Tumuhu. Menjelaskan tentang kedudukan dan kewenangan DPR RI
dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislatif. Berdasarkan
skripsi yang saya tulis menjelaskan secara detail tentang proses
penyelesaian dan optimalisasi Program Legislasi Nasional Prioritas.
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian
bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis
dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan
konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.9
Penelitiam hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan pula pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan
suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam
gejala yang bersangkutan.10
9Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta: Rajawali, 2009, cet.Ke-11), h. 14.
10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Uinversitas Indonesia Press,
2007, cet.Ke-3), h. 43.
13
1. Tipe penelitian
dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang
terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan
penngadilan.11 Serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga
yang menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
2. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan pustaka yang merupakan
bahan hukum utama yang belum pernah di olah oleh orang lain.
1) UUD 1945 pasca amandemen.
2) Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI), Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indoneia (DPD-RI) dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia (DPRD).
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa semua duplikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokomen-dokumen resmi. Publikasi hukum
11Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2011, cet.Ke-3) h. 142.
14
meliputi buku-buku hukum, jurnal hukum, skripsi, dan komentar-
komentar para ahli dan pakar hukum tata negara.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan
informasi lebih lanjut terhadap bahan-bahan hukum primer dan
sekunder antara lain kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kamus
Hukum, majalah, koran, blog dan lainya.
2. Prosedur Pengumpulan Data
Adapun bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder atau bahkan bahan hukum tersier di uraikan dan dihubungkan
sedemikian rupa, sehingga dapat ditampilkan dalam penulisan yang lebih
sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan secara
deduksi yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat
umum ke suatu permasalahan yang bersifat khusus atau yang lebih
kongkrit.12
3. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan buku “Pedoman Penulisan
Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum ( Jakarta: Kencana, 2011, cet.Ke-8), h. 42.
15
G. Kerangka Teori dan Konsep
Dalam Pembahasan ini, disampaikan suatu rangkaian definisi secara
analisis dengan memberikan kejelasan secara terang mengenai konsep yang
dipergunakan dalam pembahasan sebagai berikut :
1. Negara adalah suatu masyarakat yang diorganisasikan secara politik
karena negara merupakan suatu komunitas yang dibentuk oleh suatu
tatanan yang bersifat memaksa dan tatanan pemaksa ini adalah hukum13
2. Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga perwakilan rakyat yang
seluruh anggotanya dipilih secara langsung oleh masyarakat untuk
mewakili segala aspirasi dan pendapat. Dewan Perwakilan Rakyat juga
memiliki tiga kewenangan utama yakni dalam pembentukan dan
perumusan perundang-undangan, melakukan pengwawasan terhadap
Presiden dan lembaga-lembaga negara serta melakukan fungsi
penganggaran angaran belanja nasional.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang
seluruh anggotanya adalah penggabungan dari DPR-RI dan DPD-RI yang
memiliki kewenangan untuk merevisi UUD 1945, memberhentikan
Presiden dan Wakil Presiden dan melantik Presiden dan Wakil Presiden
republic Indonesia.
13 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara (Bandung: Nusa Media, 2009,
cet.Ke-3), h. 272.
16
4. Kekuasaan Eksekutif adalah kekuasaan yang dijalankan oleh Presiden dan
Wakil Presiden dalam memerintah suatu organisasi negara.
5. Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan yang dijalankan oleh lembaga
legislatif di Indonesia dalam hal ini khususnya adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia. Yang memiliki tugas pengawasan,
pengganggaran dan perundang-undangan.
6. Kekuasaan Yudikatif merupakan merupakan keuasaan yang dijalankan
oleh lembaga tinggi negara yang amanatkan dalam UUD 1945 untuk
mengawal serta melindungi hukum di Indonesia.
7. Program Legislasi Nasional adalah suatu Rancangan Undang-Undang
yang di himpun menjadi satu dan akan menjadi bahasan dalam masa kerja
keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat.
8. Program Legislasi Nasional Prioritas adalah suatu Rancangan Undang-
Undang yang di himpun menjadi satu dan akan di prioritaskan dalam
setiap tahun masa bakti anggota dewan perwakilan rakyat Indonesia.
H. Sistematika Penulisan
Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan
yang benar, tersistematis dan teratur, maka skripsi ini disusun dengan
sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab sebagai berikut :
BAB 1 : Bab satu menjelaskan tentang latar belakang, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian
17
(Review)studi terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab dua ini akan menjelaskan tentang pengertian legislasi, teori
perwakilan, lalu teori organisasi negara yang didalamnya terdapat
deskripsi mengenai Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis
Permusyawaran rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
BAB III : Bab tiga akan menjelaskan lebih dalam lagi mengenai Dewan
Perwakilan Rakyat, tujuan program legislasi nasional, penyusunan
program legislasi nasional berdasarkan dasar hukum pembentukan
program legislasi nasional dan proses penyusunanya, Badan
Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan perwakilan
rakyat, peran Badan Legislasi Nasional dalam penyusunan
program legsilasi nasional.
BAB IV : Bab empat akan menjelaskan tentang Pencapaian Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam meyelesaikan dan
optimalisasi program legislasi nasional prioritas. Analisis data
pencapaian DPR RI dalam menyelesaiakan program legislasi
nasional prioritas. Factor- factor yang mempengaruhi hasil
pencapaian program legislasi nasional prioritas. Upaya dan
18
peningkatan peran dewan perwakilan rakyat dalam penyelesaian
dan optimalisasi program legislas nasional prioritas.
BAB V : Bab lima akan menjelaskan tentang kesimpulan dan saran
berdasarkan bab-bab sebelumnya.
19
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT
A. Pengertian Legislasi
Kata “legislasi” berasal dari bahasa inggris “legislation” yang berarti
perundang-undangan dan pembuatan Undang-Undang. Sementara itu kata
“legislation” berasal dari kata kerja “to legislate” yang berarti mengatur atau
membuat Undang-Undang.1
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata
legislasi memiliki makna suatu proses pembuatan aturan perundang-
undangan.
Selama ini ada kerancuan peristilahan antara legislasi dan legislatif,
sebagaimana dipaparkan oleh Attamimi, istilah yang popular dan lazim
digunakanan adalah kata sifat “legislatif”, seperti kekuasaan legislatif yang
menunjuk pada trias politika dari Monstesquieu, di samping kekuasaan
eksekutif dan kekuasaaan yudikatif. Bila akhirnya kata legislasi diterima,
kata-kata eksekutif dan yudikatif akan berubah menjadi eksekusi dan yudikasi
yang arti dan pengertianya menjadi lain sama sekali. Kata legislasi belum
terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia, serta tidak terdapat dalam
bahasa Belanda yang di bidang hukum dan perundang-undangan sering
menjadi sumber kata-kata Indonesia yang berakhiran “si”, seperti polisi, grasi
1John M. Echols dan Hasaan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1997, Cet.Ke-26), h. 353
20
atau delegasi. Memang dalam bahasa Inggris terdapat kata “legislation”, yang
dalam bahasa Indonesia terjemahanya adalah “perundang-undangan”, dan
dalam bahasa Belanda disebut “wetgeving”2
Legislasi juga merupakan proses pembentukan hukum tertulis
dengan/melalui negara. Rousseau, sebagaimana dikutip john Bell dan Sophie
Boyron, mendefinisikan:
“Legislation is an expression of the general will, such that a free
people is only bound by the laws which they have made for them
selves”3
Sebagai sebuah fungsi untuk membentuk Undang-Undang, legislasi
merupakan sebuah proses (legislation as a process). Oleh karena itu,
Woodrow Wilson dalam bukunya “Congressional Government” mengatakan
bahwa legislation is an aggregate, not a simple production. Berhubungan
dengan hal tersebut, Jeremy Bentham dan John Austin mengatakan bahwa
legislasi sebagai “any form of law-making”. Dengan demikian, bentuk
peraturan yang ditetapkan oleh oleh lembaga legislatif untuk maksud
mengikat umum dapat dikaitkan dengan pengertian “enected law”, “statue”,
2Uli Sintong Siahaan dan Siti Nur Solehah, Peran Politik DPR-RI Pada Era Reformasi
(Jakarta: Sekretaris Jenderal DPR RI, 2001, cet.Ke-1), h.33
3Jazuni, Legislasi Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2005, cet.Ke-1), h.
33
21
atau Undang-Undang dalam arti luas. Dalam pengertian itu, fungsi legislasi
merupakan fungsi dalam pembentukan Undang-Undang.4
Menurut Burkhardt Krems, Ilmu Pengatuhuan Perundang-undangan
(Gesetzgebungswossenschaft) merupakan ilmu yang interdisipliner yang
berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi yang secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :
1. Teori perundang-undangan (Gesetzgebungstheorie) yang berorientasi
pada mencari penjelasan dan kejernihan makna atau pengertian yang
bersifat kognitif.
2. Ilmu perundang-undangan (Gesetzgebungslehre) yang berorientasi pada
melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-
undangan dan bersifat normatif. Ilmu perundang-undangan ini dibagi
kembali menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Proses perundang-undangan (Gesetzebungsverfahren)
b. Metode perundang-undangan (Gesetzgebungsmelhode)
c. Teknik perundang-undangan (Gesetzgebungstechnik)
Teori legislasi ini digunakan untuk mengetahui bagaimana sistem
legislasi yang baik. Dengan pemaparan mengenai legislasi ini diharapkan
dapat memperlihatkan bahwa menjadi suatu keniscayaan untuk mewujudkan
Pemerintahan yang baik (Good Governance) di semua bidang kekuasaan
4Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi “Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam
Sistem Presidensial Indonesia” (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, cet.Ke-3), h. 79
22
negara, termasuk di bidang legislasi. Untuk mewujudkan Pemerintahan yang
baik di bidang legislasi maka mekanisme pembentukan peraturan perundang-
undangan juga harus mengacu pada atau memperhatikan prinsip-prinsip good
governance yang paling relevan untuk diterapkan adalah partisipasi,
transparasi, kesetaraan, daya tanggap, wawasan kedepan, akuntabilitas,
efesiensi dan efektifitas serta profesionalisme 5
B. Teori Perwakilan
Alfred de Grazia dalam tulisanya mengenai perwakilan politik bahwa
perwakilan diartikan sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan
terwakil dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai
macam tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan
terwakil.6 Dalam hal melaksanakan kewenangan ini, rakyat yakin bahwa
segeala kehendak dan segala kepentinganya akan diperhatikan didalam
pelaksanaan kekuasaan negara. Cara melaksanakan kekuasaan negara ialah
senantiasan mengingat kehendak dan keinginan rakyat. Jadi, setiap tindakan
dalam melaksanakaan kehendak negara tidak bertentangan dengan kehendak
dan kepentingan rakyat, bahwa sedapat mungkin berusahan memen uhi
segela keinginan rakyat.7
5Maria farida, Ilmu Perundang-undangan, Dasar dan Pembentukanya (Yogyakarta: Kanisius,
2002, cet.Ke-5), h.2. 6Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia (Jakarta: CV. Rajawali, cet.Ke-1, 1985), h 1.
7C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 2 (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2003, cet. Ke-2), h. 44.
23
Teori perwakilan yang dikemukakan oleh Goerge Jillinek adalah
teori mandat.8 Dalam teori mandat, si wakil dianggap duduk di lembaga
perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris.
Ajaran ini muncul di Prancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh Rosseau
dan diperkuat oleh Petion. Sesuai dengan perkembangan zaman, maka teori
mandat inipun menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Pertama kali lahir
teori mandat ini disebut sebagai :
1. Mandat Imperatif
Menurut ajaran teori ini si wakil bertindak dan bertugas di lembaga
perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya.
Si wakil tidak boleh bertindak diluar instruksi tersebut dan apabila ada hal-
hal yang tidak terdapat dalam instruksi-instruksi tersebut, maka si wakil
harus mendapat instruksi baru yang diwakilinya baru dapat
melaksanakanya.
2. Mandat Bebas
Ajaran ini dipelopori oleh Abbe Sieyes di Prancils dan Black Stone
Inggris. Ajaran ini mengajarkan bahwa si wakil dapat bertindak tanpa
tergantung dengan instruksi yang diwakilinya. Menurut ajaran ini si wakil
adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran
8 Abu Daud Busroh, Ilmu Politik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010, cet.Ke-7), h.69.
24
hukum masyarakat yang di wakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak
atas nama yang diwakilinya atau atas nama masyarakat.
3. Mandat Representatif
Dalam teori ini si wakil dianggap bergabung dalam suatu lembaga
perwakilan (Parlemen). Rakyat memilih dan menberikan mandat
pada lembaga perwakilan (Parlemen), sehingga si wakil sebagai
individu tidak ada hubungan dengan pemiliknya apalagi pertanggung
jawabanya. Lembaga perwakilan (Parlemen) inilah yang akan bertanggung
jawab terhadap rakyat.
Menurut John Stuart Mill, yaitu satu-satunya Pemerintahan yang
sepenuhnya dapat memenuhi tuntutan suatu kondisi sosial adalah yang
didalamnya seluruh warga dapat berpartisipasi; yang setiap pertisipasinya
berguna, bahkan dalam fungsi public yang terkecil; yang dimanapun
partisipasinya itu seharusnya besar yang diberikan tingkat perbaikan umum
masyarakat; dan pada akhirnya yang tak lebih diharapkan adalah
pengakuan seluruh warga negara untuk berbagi kekuasaan dalam
memerintah negara. Namun dalam sebuah masyarakat yang melebihi kota
kecil, ketika semua tidak dapat berpartisipasi secara pribadi dalam segala
hal selain hanya pada beberapa bagian urusan public yang sangat kecil,
25
tampaknya tipe ideal untuk suatu Pemerintahan yang sempurna haruslah
berupa perwakilan.9
C. Teori Organisasi Negara
Pembahasan tentang organisasi dan kelembagaan negara, hal pokok
dapat dimulai dengan mempersoalkan hakikat kekuasaan yang dilembagakan
atau diorganisasikan kedalam bangunan kenegaraan. Kuncinya pada apa dan
siapa yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang biasa disebut sebagai
pemegang kedaulatan (sovereignty) dalam suatu negara. Sehubungan dengan
konsep tertinggi dan konsep kedaulatan, dalam filsafat hukum dan
kenegaraan, dikenal adanya lima ajaran atau teori yang biasa diperdebatkan
dalam sejarah, yaitu kedaulatan tuhan (Sovereignty of God), Kedaulatan Raja
(Sovereignty of the King), Kedaulatan Hukum (Sovereignty of Law),
Kedaulatan Rakyat (Poeple’s Sovereignty) dan ajaran kedaulatan negara
(State’s Sovereignty).10
Menurut John A. Jacobson, bahwa secara umum, struktur organisasi
lembaga perwakilan rakyat terdiri dari dua bentuk yaitu lembaga perwakilan
rakyat satu kamar (unicameral) dan lembaga perwakilan rakyat dua kamar
(bicameral).11 Dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia sesuai dengan apa
9Efriza, Ilmu Politi (Bandung: Alfabeta, 2013, cet.Ke-3), h.112.
10 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2011,
Cet.Ke-2) h.135
11Saldi Isra, Penataan Lembaga Perwakilan Rakyat Sistem Trikameral di Tengah Supremasi
Dewan Perwakilan Rakyat, Jurnal Konstitusi, Vol No. 1, Juli 2004, h.116.
26
yang telah termaktub dalam UUD 1945 pra amandemen dinyatakan bahwa
negara Indonesia menganut sistem unicameral dengan menempatkan MPR RI
sebagai supremasi yang memegang penuh kedaulatan rakyat. Akibat dari itu
timbul ketimpangan ketatanegaraan terutama antar lembaga negara, dimana
akibat dari superioritas tersebut MPR RI dapat memberikan justifikasi pada
semua lembaga negara tanpa terkecuali, sehingga eksistensi kekuasaan
lembaga (Legislatif, Eksekutif dan Yudukatif) menjadi semu.
Dalam sidang umum MPR tahun 2001 berhasil mengamandemen
UUD 1945 dengan mengembalikan sistem ketatanegaraan khususnya pada
kelembagaan negara pada proporsinya, yaitu mengembalikan eksistensi
lembaga legislatif ke sistem bicameral. Amandemen ini tidak lagi
menempatkan MPR RI sebagai supremasi tetapi sebagai lembaga tinggi
negara yang keanggotaanya meliputi DPR RI dan DPD RI. Pertimbangan
logis Indonesia mengadopsi sistem bicameral dengan membentuk kamar
kedua setelah DPR RI, yaitu DPD adalah untuk mewadahi keterwakilan yang
berbeda, yaitu pusat dan daerah.12
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Seperti dinyatakan terdahulu, para pendiri negara (the founding father)
menempatkan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara yang membawahi
beberapa lembaga tinggi negara. Namun setelah adanya amandemen UUD
12 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945 (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011, cet.Ke-2), h.184.
27
1945 MPR RI tidak lagi berkedudukan seabagai lembaga tertinggi negara
dan pemegang kedaulatan rakyat tertinggi. Penghapusan sistem lembaga
tertinggi negara merupakan upaya logis untuk keluar dari perangkap desain
ketatanegaraan yang rancu dalam menciptakan mekanisme check and
belancec di antara lembaga-lembaga negara.
Perubahan terhadap kedudukan MPR RI secara otomatis berpengaruh
terhadap tugas dan wewenang dalam kaitanya dengan kedudukan Presiden.
Jika kedudukan Presiden merupakan wewenang penuh MPR RI, dalam arti
pengangkatan dan pemberhentian. Maka dengan dipilihnya langsung
Presiden oleh rakyat, kewenangan ini tidak lagi dimiliki oleh MPR RI.
Secara jelas pasal 3 UUD 1945 menetapkan tugas majelis yaitu :
a. Mengubah dan menetapkan UUD 1945 (Ayat 1)
b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Ayat 2)
c. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD 1945 (Ayat 3)13
2. Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR) ialah lembaga
pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang, atau sebagai lembaga
legislatif. Fungsi DPR, sebagaimana ketentuan Pasal 20A Ayat (1), adalah
13Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945 (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011, cet.Ke-2), h.190.
28
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.14 Pada
hakikatnya tiga fungsi utama DPR RI memiliki hubungan yang erat dan
ketiga fungsi ini selalu bersentuhan dengan fungsi lainnya, misalnya ketika
DPR RI menghasilkan Undang-Undang yang kemudian disetujui bersama
dengan Presiden, maka DPR RI harus mengadakan pengawasan terhadap
pelaksanaan produk Undang-Undang oleh lembaga Eksekutif yakni
Presiden.15
Berdasarkan pasal 2A Ayat (1) menyatakan, DPR RI merupakan
lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara,
yang memiliki fungsi antara lain :
a. Fungsi legislasi yaitu fungsi untuk membentuk Undang-Undang yang
dibahas oleh Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
b. Fungsi anggaran, yaitu fungsi untuk menyusun dan menetapkan
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) bersama Presiden
dengan memperhatikan pertimbangan DPD RI.
14A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945 (Jakarta: Kompas, 2009,
cet.Ke-1) h.310.
15Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012,
cet.Ke-5), h.184.
29
c. Fungsi pengawasan, yaitu fungsi melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan UUD 1945, udnang-undang, dan peraturan
pelaksananya.16
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang itu, DPR RI sebagai
lembaga perwakilan rakyat dibekali berbagai hak. Pertama, hak meminta
keterangan kepada Presiden. Kedua, hak penyelidikan. Ketiga. Hak atas
melakukan perubahan atas Rancangan Undang-Undang. Keempat, hak
mengajukan peryataan pendapat. Kelima, hak untuk mengajukan seseorang
untuk megisi jabatan lembaga tinggi negara jika ditentukan oleh Undang-
Undang. Keenam, hak mengajukan Rancangan Undang-Undang. Selain itu,
anggota DPR RI secara perseorangan dibekali hak mengajukan
pertanyaan, hak protokoler dan hak keuangan dan administratif.
3. Dewan Perwakilan Daerah
DPD RI dibentuk untuk lebih mengembangkan sistem birokrasi di
Indonesia dan untuk menampung aspirasi di daerah agar mempunyai
wadah untuk mencurahkan harapan daerah dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. posisi seperti masyarakat tidak menyerahkan kekuasaan keapda
penguasa secara langsung dan tidak diserahkan kepada siapa saja secara
seporadis, akan tetapi kekuasaan itu diserahkan kepada orang-orang yang
dianggap berkompeten.
16 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945 (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011, cet.Ke-2), h.193.
30
Kehadiran DPD RI pada era reformasi paling tidak memberikan angin
segar dalam memperjuangkan aspirasi kedaerahan karena memperoleh
perhatian besar dari publik, masalah yang menyangkut ketidakpuasan
daerah mendapat media yang luas untuk diperbincangkan dan dibahas
secara terbuka sehingga menjadi wacana public. Pemahaman tersebut
membuka jalan kepada daerah-daerah untuk lebih bebas dan mandiri dalam
mengatur serta memprakarsai daerah masing-masing. Dalam menjalankan
kewenanaganya, DPD RI memiliki fungsi yang hampir sama dengan DPR
RI yakni diantaranya adalah fungsi pengawasan, fungsi anggaran dan
fungsi legislasi.17
17Muhammad Yusuf, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (Arsitektur Histori,
Peran dan Fungsi DPD RI Terhadap Daerah di Era Otonomi Daerah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013,
cet.Ke-1), h. 70.
31
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN DPR RI DALAM MENJALANKAN FUNGSI
LEGISLASI
A. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)
1. Landasan Yuridis Dewan Perwakilan Rakyat
Dasar yuridis keberadaan Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPRD dan DPD dan pasal 1 ayat 2 UUD 1945 mengamanatkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang didalam
pelaksanaanya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan. Untuk melaksanakan prinsip dari kedaulatan
rakyat tersebut, perlu diwujudkan lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan
daerah yang mampu mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap
dan serta memperjuangkan aspirasi rakyat. salah satu hal penting dalam amandemen
UUD 1945 adalah penataan kembali sistem perwakilan.1
Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan politik bangsa di
Indonesia, telah dibentuk Undang-Undang No 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD, yang dimaksudkan sebagai upaya penataan
susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD. Dalam perkembangannya Undang-
Undang No 22 Tahun 2003 diubah dengan Undang-Undang No 27 Tahun 2009
Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. Frasa “Susunan dan Kedudukan” pada Undang-
Undang sebelumnya dihapuskan. Penghapusan tersebut dimaksudkan untuk tidak
membatasi pengaturan yang hanya terbatas pada materi muatan susunan dan
1Sebastian Salang. Dkk, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan (Jakarta: Forum Sahabat,
2009, cet.Ke-1), h.62.
32
kedudukan saja, tetapi juga mengatur hal-hal lain yang sifatnya lebih luas. Hal ini
dilakukan dalam upaya pengefektifan kelembagaan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Walaupun telah menjalankan fungsi legislasi secara optimal, DPR tetap saja tidak
lepas dari kesan atau penilaian yang kurang bagi berbagai kalangan. Sejumlah produk
legislasi DPR dianggap kurang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Produk legislasi yang berupa Undang-Undang terkesan tidak serius dirancang dan
dibahas, sebaliknya berdasarkan kepentingan kelompok dan kompromi politik.2 Oleh
karenanya seiring perkembangan dinamika hukum ketatanegaraan dan dinamika
politik yang terjadi di DPR RI maka dibentuklah Undang-Undang terbaru yang dapat
mengakomodasi dan mengawal proses fungsi DPR RI yaitu Undang-Undang No. 17
Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD.
2. Struktur Organisasi dan Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat
Secara garis besar DPR RI memiliki tiga tugas dan kewenangan pokok. Pertama,
kewenangan legislatif membentuk Undang-Undang dan menetapkan Anggaran
Pendapatan Belanja Nasional bersama Presiden. Kedua, kewenangan pengawasan
terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Anggaran Pendapatan Belanja Nasional dan
kebijakan Pemerintah. Ketiga, adalah kewenangan anggaran terhadap Anggaran
Pendapatan Belanja Nasional.3
2Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang atas Perubahan Undang-Undang No 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. h. 5. 3Ahmad Yani, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011, cet.Ke-1), h. 135.
33
DPR RI sebagaimana telah disebutkan tentang tugas dan kewenanganya dalam
UUD 1945 dalam rangka membatasi kekuasaan agar tidak bertindak sewenang-
wenang, rakyat kemudian memilih perwakilanya untuk duduk dalam Pemerintahan.
DPR RI juga dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden jika Presiden melanggar
haluan negara yang telah ditetapkan UUD 1945.4
Gambar 1. Struktur Organisasi DPR RI
4Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012 cet.Ke-5), h.38.
Ketua DPR RI
Wakil Ketua DPR RI (I)
Wakil Ketua DPR RI (III) Wakil Ketua DPR RI (II)
Wakil Ketua DPR RI (IV)
Komisi I, II dan III
(Kordinator Bidan
Politik dan Kemanan)
Badan Kerjasama antar
Parlemen dan Badan
Legislasi Nasional
Komisi VII, IX dan X
(Kordinator Bidan
Kesejahteraan Rakyat)
Mahkamah
Kehormatan Dewan
Komisi IV, V, VI dan
VII
(Kordinator Bidang
Industri dan
Pembangunan)
Komisi IX
(Kordinator Bidang
Ekonomi dan Keuangan)
Badan Anggaran
34
3. Fungsi Legislasi
Pemisahan yang tegas antara cabang kekuasaan eksekutif dan cabang
kekuasaan legislatif menjadi titik penting untuk menjelaskan fungsi legislasi dalam
sistem Pemerintahan Presidensial. Dalam pandangan Paul Christhoper Manuel dan
Anne M. Camissa, salah satu karakter mendasar dari sistem presedensial adalah
pemisahan kekuasaan legislatif kekuasaan eksekutif. Dengan pemisahan itu, dalam
sistem presedensial, badan legislate menentukan agendanya sendiri, membahas dan
menyerujui Rancangan Undang-Undang pun sendiri pula. Biasanya, badan legislatif
mengusulkan dan memformulasikan dan dapat bekerjsama dengan eksekutif dalam
merumuskan legislasi , terutama pada saat partai politik yang sama berkuasa di keudua
cabang Pemerintahan itu.5
DPR RI hasil pemilu tahun 1999 adalah DPR yang terpilih dalam iklim politik
yang relative demokratis sejak berakhirnya era orde baru pada tahun 1998. Dengan
demikian, DPR RI sekarang memiliki kesempatan lebih besar untuk menjalankan
fungsi-fungsinya secara optimal.6 Perubahan pertama terhadap UUD 1945 terjadi pada
19 Oktober 1999, dalam sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 14-21 Oktober
1999. Dalam perubahan ini, terjadi pergeseran kekuasaan Presiden dalam membentuk
Undang-Undang, yang diatur dalam pasal 5, berubah menjadi Presiden berhak
mengajukan Rancangan Undang-Undang, dan DPR RI memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang (Pasal 20 UUD 1945). Perubahan pasal ini memindahkan
5 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi “Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem
Presidensial Indonesia” (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, cet.Ke-3), h. 82.
6 T.A. Legowo, Dkk, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia (Studi dan Analisis Sebelum dan Setelaah
perubahan UUD 1945) (Jakarta: Formappi, 2005, cet.Ke-1), h.84.
35
titik berat kekuasaan legislasi nasional yang semula berada di tangan Presiden, dan
beralih ke tangan DPR.7 Rumusan pasal 20 UUD 1945 berbunyi sebagai berikut.
a. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.
b. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama.
c. Jika Rancangan Undang-Undang tersebut tidak mendapat persetujuan bersama,
Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR
masa itu.
d. Presiden mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama
menjadi Undang-Undang.
e. Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah di setujui bersama tersebut
tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan
tersebut disetujui, Rancangan Undang-Undang tersebut sah dan wajib
diundangkan.
B. Tujuan Program Legislasi Nasional
Program Legislasi Nasional merupakan salah satu bagian dari pembangunan
hukum nasional dan instrument perencanaan pembentukan Undang-Undang yang disusun
secara terencana, terpadu dan sistematis. Secara operasioanl Program Legislasi Nasional
memuat daftar Rancangan Undang-Undang yang disusun berdasarkan metode dan
parameter tertentu serta dijiwai oleh visi dan misi pembangunan hukum nasional dan
merupakan sarana mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang
tercantum dalam pembukaan UUD 19458
7 Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, cet.Ke-5), h. 167. 8Ahmad Yani, Pasang Surut Kinerja Legislasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, cet.Ke-1), h. 61.
36
Program Legislasi Nasional pada dasarnya hasil dari rumusan atau kesepakatan
bersama antara Pemerintah dan DPR RI. Oleh karena itu, sebelum melahirkan suatu
Program Legislasi Nasional, DPR RI dan Pemerintah masing-masing menyusun Program
Legislasi Nasional. Berdasarkan pasal 21 Undang-Undang Nomer 12 tahun 2011,
penyusunan Program Legislasi Nasioanal di lingkungan DPR RI di kordinasikan oleh alat
kelengkapan DPR RI yang khusus menangani bidang legislasi (Badan Legislasi Nasional
DPR RI). Sedangkan penyusunan Program Legislasi Nasioanal di lingkungan Pemerintah
di kordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang
peraturan dan perundang-undangan (Menteri Hukum dan HAM). Kordinasi penyusunan
Program Legislasi Nasional antara DPR RI dan Pemerintah dilaksanakan oleh DPR
melalui Badan Legislasi Nasional DPR RI.9
Program Legislasi Nasional dewasa ini juga merupakan salah satu instrumen
penting dalam kerangka pembangunan hukum, Khususnya dakam konteks pembentukan
materi hukum. Program Legislasi Nasioanal merupakan instrumen perancanaan
pembentukan peraturan perundang-undangan yang disusun bersama DPR RI dan
Pemerintah. Melalui Program Legislasi Nasional diharapkan upaya pembentukan materi
hukum dapat berjalaran lebih terarah, terpadu, dan sistematis.
Pasca perubahan UUD NRI Tahun 1945, Program Legislasi Nasional semakin
diperkuat dan dipertegas keberadaanya, terutama sejak keluarnya Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Secara
tegas dinyatakan dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bahwa
perancanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi
9Reformasi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia (Jakarta: Sekretatis Jenderal DPR RI, 2006, cet.Ke-1),
h. 13
37
Nasional. Secara Operasional Program Legislasi Nasional memuat daftar judul
Rancangan Undang-Undang yang akan disusun dalam jangka waktu lima tahunan (jangka
menengah) dan Rancangan Undang-Undang yang akan disusun dalam jangka waktu
tahunan (jangka pendek).
Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum
melalui pembentukan peraturan perundang-undangan akan dapat meproyeksikan
kebutuhan hukum atau Undang-Undang baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
menetapkan visi dan misi, arah kebijakan, serta indikator secara rasional, sehingga
program legislasi nasional tidak sekedar daftar judul Rancangan Undang-Undang,
melainkan mengandung kegiatan dalam kurun waktu lima tahun atau tahun anggaran
yang memiliki nilai strategis yang akan direalisasikan sebagai bentuk dari pembagunan
nasional. Menentukan ukuran dan argumentasi setiap Rancangan Undang-Undang dalam
menyusun Program Legislasi Nasional kurun waktu lima tahun dan Program Legislasi
Nasional Prioritas Rancangan Undang-Undang untuk satu tahun memiliki tingkat
kesulitan karena memiliki nilai dimensi yang luas. Kesulitan tidak hanya sekedar
membentur Program Legislasi Nasioanal, akan tetapi juga pasca program legislasi, yaitu
agar bagaimana agar setiap Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Program
Legislasi Nasional dapat diselesaikan.
Penyusunan Program Legislasi Nasional dilakukan bersama oleh DPR RI dan
Pemerintah, dengan DPR RI sebagai kordinatornya. Pada tahap awal awal penyusunan
Program Legislasi Nasional dilakukan secara pararel baik di Pemerintah maupun di DPR
RI. Penyusunan di lingkungan Pemerintah dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) yang dikordinasikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
38
(Menkumham). Sementara di lingkungan DPR RI, penyusunan Program Legislasi
Nasioanal dikordinasikan oleh alat kelengkapan yang menangani bidang legislasi, yaitu
Badan Legislasi Nasional (Baleg). Hasil penyusunan dilingkungan Pemerintah dan DPR
RI kemudian dibahas bersama untuk disepakati, dan selanjutnya akan dituangkan dalam
keputusan DPR RI sebagai dokumen resmi Program Legislasi Nasional.10
C. Penyusunan Program Legislasi Nasional
Program Legislasi Nasional sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan merupakan bagian
integral dari pembangunan hukum nasional. Program Legislasi Nasional merupakan
instrumen perencanaan pembentukan program pembentukan Undang-Undang yang
disusun secara terencana, terpadu dan sistematis sesuai dengan program pembangunan
nasional dan perkembangan kebutuhan masyarakat yang memuat skala prioritas Program
Legislasi Nasional jangka panjang, menenengah (5 Tahun) dan Program Legislasi
Nasional Tahunan. Dengan adanya Program Legislasi Nasional, diharapkan pembentukan
Undang-Undang yang baik berasal dari DPR RI, Presiden, maupun DPD RI dapat
dilaksanakan secara terencana, sistematis, terarah, terpadu dan meyeluruh.
Pembentukan Undang-Undang yang melalui Program Legislasi Nasional
diharapkan dapat mewujudkan konsistensi Undang-Undang, serta meniadakan
pertentangan antar Undang-Undang (vertical maupun horizontal) yang bermuara pada
terciptanya hukum nasional yang adil, berdaya guna, dan demokratis. Selain itu, dapat
mempercepat proses penggantian meteri hukum yang merupakan peninggalan masa
colonial yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.
10 Ahmad Yani, Pasang Surut Kinerja Legislasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, cet.Ke-1), h. 102
39
Sebagai instrumen mekanisme perancanaan hukum yang menggambarkan sasaran
politik hukum secara mendasar, Program Legislasi Nasioanal dari aspek isi atau materi
hukum secara mendasar, Program Legislasi Nasioanal dari aspek isi atau materi hukum
(legal substance) memuat daftar Rancangan Undang-Undang yang dibentuk secara
selaras dengan tujuan pembangunan hukum nasional yang tidak dapat dilepaskan dari
rumusan pencapaian tujuan negara sebagaimana dimuat dalam Pembukaaan UUD 1945,
yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi, dan keadilan sosial.
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang terarah melalui Program
Legislasi Nasional diharapkan dapat mengharahkan pembangunan hukum, mewujudkan
konsistensi peraturan perundang-undangan , serta meniadakan pertentangan antara
peraturan perundang-undangan yang ada (vertical maupun horizontal) yang bermuara
pada terciptanya hukum nasional yang adil. Dalam praktik, proses pembentukan
peraturan perundang-undangan memberikan arah dan menunjukan jalan bagi terwujudnya
cita-cita kehidupan bangsa melalui aturan hukum yang dibentuknya harus memperhatikan
tiga hal, yaitu :11
1. masa lalu yang terkait dengan penyusuaian hukum warisan colonial dengan hukum
nasioanal.
2. Masa kini yang berkaitan dengan kondisi objektif da n kebutuhan hukum saat ini; dan
3. Masa yang akan datang sesuai tujuan negara yang dicita-citakan dan perkembangan
lingkungan strategis.
11 Ahmad Yani, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011, cet.Ke-1), h.43.
40
Dalam Program Legislasi Nasional tersebut ditetapkan skala prioritas sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka
Program Legislasi Nasional memuat program legislasi jangka panjang, menengah dan
tahunan. Program Legislasi Nasional hanya memuat program penyusunan peraturan
perundang-undangan tingkat pusat. Dalam penyusunan program tersebut perlu ditetapkan
pokok materi yang hendak diatur serta kaitanya dengan Undang-Undang lainya. Oleh
karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkordinasi, terarah
dan terpadu yang disusun bersama oleh DPR dan Pemerintah.
Pembentukan Undang-Undang melalui fungsi legislasi DPR RI merupakan bagian
dari pembangunan hukum, khususnya pembangunan materi hukum. manfaat dari
Program Legislasi Nasioanal bagi pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI adalah menjamin
agar pembangunan materi hukum dilaksanakan secara terarah, meyuluruh dan terpadu.
Oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional didasarkan pada visi dan misi
pembangunan hukum nasional menjiwai meteri hukum yang akan dibentuk. Dengan
demikian, Program Legislasi Nasional tidak hanya sekedar daftar keinginan saja,
malainkan daftar yang dilandasi kebutuhan serta visi pembangunan hukum nasional.12
1. Dasar Hukum Pembentukan Program Legislasi Nasional
Dasar Penyusunan Program Legislasi nasional telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang antara lain meliputi :
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Pasal 16 menyebutkan, bahwa perencanaan Undang-
Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional
12Ahmad Yani, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011, cet.Ke-1), h.33.
41
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR RI, DPR RI, DPD RI dan
DPRD.
c. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan
Penglolaan Program Legislasi Nasional. Peraturan Presiden ini merupakan
turunan atau ketentuan lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam Peraturan Presiden
tersebut dijelaskan bahwa penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan
DPR RI dikondisikan oleh alat kelengkapan dewan yakni Badan Legislasi
Nasional (Baleg), sedangkan dilingkungan Pemerintah di kordininasikan oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
d. Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor
01/DPR RI/2009 tentang Tata Tertib yang menegaskan salah satu tugas Badan
Legislasi Nasional adalah menyusun Program Legislasi Nasional.
2. Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan DPR RI
Badan Legislasi Nasional dalam mongkordinasikan penyusunan Program
Legislasi Nasional dapat meminta atau memperoleh bahan dan atau masukan dari
masyarakat, komisi, fraksi, dan atau DPD RI. Secara lebih lengkap penyusnan
Program Legislasi Nasional di lingkungan DPR RI dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut.
a. Badan Legislasi Nasional dalam membentuk Program Legislasi Nasional di
lingkungan DPR RI meminta usulan daftar RUU yang akan di usulkan dari fraksi,
komisi, atau DPD RI paling lambat 1 (satu) masa masa sidang sebelum dilakukan
penyusunan Program Legislasi Nasional.
42
b. Usulan disampaikan oleh fraksi, komisi, atau DPD RI paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja dalam masa sidang sebelum dilakukan penyusunan program
Legislasi Nasional.
c. Usulan dari fraksi atau komisi disampaikan oleh pimpinan fraksi atau pimpinan
komisi kepada pimpinan Badan Legislasi Nasional (Baleg)
d. Usulan dari DPD RI disampaikan oleh pimpinan DPD RI kepada pimpinan DPR
RI dan oleh pimpinan DPR disampaikan kepada Badan Legislasi Nasional.
e. Apabila dipandang perlu, dalam penyusunan Program Legislasi Nasional, Badan
Legislasi Nasional dapat mengundang pimpinan fraksi, komisi, pimpinan alat
kelengkapan DPD RI yang khusus menangani bidang legislasi, dan atau
masyarakat.
f. Usulan dari masyarakat diusulkan kepada pimpinan Badan Legislasi Nasional.
g. Masukan disampaikan secara tertulis kepada pimpinan Badan Legislasi Nasional
dengan menyebutkan daftar judul Rancangan Undang-Undang disertai dengan
alasan yang memuat urgensi atau tuijuan penyusunan, sasaran yang ingin di
wujudkan, objek yang akan diatur dan jangkuan serta arah pengaturan.
h. Usul Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh fraksi, komisi, DPD RI dan
masyarakat di inventarisasi oleh sekretariat Badan Legislasi Nasional, selanjutnya
dibahas dan ditetapkan oleh Badan Legilasi untuk menjadi bahan kordinasi
dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan
perundang-undangan.
i. Daftar usulan Rancangan Undang-Undang dari fraksi, komisi, DPD RI dan
masyarakat yang telah di inventarisasi, selanjutnya dibahas dan ditetapkan oleh
43
Badan Legislasi Nasional untuk menjadi bahan kordinasi dengan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia. 13
Berikut digambarkan skema alur penyusunan Program Legislasi Nasional di
lingkungan DPR RI.
Gambar 2. Skema Alur Penyusunan Prolegnas di Lingkungan DPR RI
D. Badan Legislasi Nasional sebagai Alat Kelengkapan DPR RI
Badan Legislasi Nasional (Baleg) Pertama kali dibentuk pada tahun 1999
berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPR yang ditetapkan oleh DPR RI pada tanggal 23
September 1999. Badan Legislasi Nasional DPR RI mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan Rancangan
Undang-Undang, baik yang datang dari Pemerintah maupun usul inisiatif DPR RI,
untuk 1 (satu) masa keanggotaan DPR RI dan setiap tahun sidang.
2. Membantu menyiapkan Rancangan Undang-Undang usul inisiatif DPR RI.
3. Mengikuti perkembangan dan megawasi pelaksanaan Undang-Undang dan peraturan
perundang-undangan lainya berkordinasi dengan komisi-komisi.
13 Ahmad Yani, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), cet.Ke-1, h.36.
Masyarakat Komisi Fraksi
Badan Legislasi
DPD RI
Konsep Program Legislasi Nasional DPR RI di
kordinasikan oleh Badan Legislasi
Satu Masa
Sidang
Pimpinan
DPR RI
44
4. Melakukan evaluasi terhadap program penyusunan Rancangan Undang-Undang.
5. Membuat inventarisasi masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir masa
keanggotaan DPR RI.14
E. Peran Badan Legislasi Nasional dalam Penyusunan Program Legislasi Nasional
Penyusunan Program Legislasi Nasional merupakan salah satu tugas dari dari
Badan Legislasi Nasional DPR RI. Tugas tersebut dirumuskan dalam pasal 42 ayat (1)
haruf a peraturan Peraturan Tata Tertib DPR RI dengan kalimat sebagai berikut :
“Menyusun Program Legislasi Nasional yang memuat daftar urutan Rancangan Undang-
Undang untuk satu masa keanggotaan dan prioritas untuk setiap tahun anggaran, yang
selanjutnya akan dilaporkan oleh rapat paripurna untuk ditetapkan dengan keputusan
DPR RI”. Penyusunan program serta urutan prioritas tersebut dilaksanakan melalui
beberapa tahap, yaitu :
1. Menginvetarisasi masukan dari anggota Fraksi, Komisi, DPD dan masyarakat untuk
ditetapkan menjadi keputusan Badan Legislasi Nasional.
2. Keputusan seabagaimana dimaksud pada angka (1) merupakan bahan konsultasi
dengan Pemerintah.
3. Hasil konsultasi dengan Pemerintah dilaporkan kepada rapat paripurna untuk
ditetapkan.
Penyusunan program dan urutan prioritas disertai pula dengan evaluasi. Oleh
karena itu, Badan Legislasi Nasional diberikan wewenang pula untuk melakukan evaluasi
terhadap program dan urutan prioritas Rancangan Undang-Undang. Adapun tahapan
14 Sekretaris Jenderal DPR RI, Reformasi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia (Jakarta: Sekretatis
Jenderal DPR RI, 2006) h. 47
45
Badan Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam optimalisasi dan
penyelesaian Program Legislasi Nasional sebagai berikut.
1. Tahapan Penyusunan dan Pengajuan
Pasal 21 UUD 1945 menyebutkan bahwa anggota DPR RI berhak mengajukan
usul Rancangan Undang-Undang. Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa
Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR RI.
Selanjutnya pasal 22D ayat (1) UUD 1945 DPD RI dapat mengajukan kepada DPR
RI Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan serta pemekaran suatu daerah, pembentukan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi daerah serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dengan demikian, Rancangan Undang-
Undang dapat berasal dari DPR RI, Presiden dan DPD RI. Berdasarkan pasal 16 UU
No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Rancangan
Undang-Undang yang diajukan disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional.
Namun hanya DPR RI dan Presiden yang berhak mengajukan RUU diluar Program
Legislasi Nasional.15
2. Pembahasan
Pembahsan Rancangan Undang-Undang di DPR RI dilakukan oleh Komisi,
Badan Legislasi Nasional atau Panitia Khusus melalui dua tingkat Pembicaraaan
Tingkat I dilakukan dalam rapat Komisi atau rapat Badan Legislasi Nasional atau
rapat Panitia Khusus bersama Pemerintah. Pembicaraan Tingkat I meliputi :
15Uli Sintong Siahaan dan Siti Nur Solehah, Peran Politik DPR-RI Pada Era Reformasi (Jakarta: Sekretaris
Jenderal DPR R, 2001, cet.Ke-1), h.13.
46
a. Pandangan dan pendapat Fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang dari
Pemerintah; atau pandangan dan pendapat Fraksi-fraksi dan DPD RI terhadap
Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah untuk Rancangan Undang-Undang
tertentu; Atau
Pandangan dan pendapat Pemerintah terhadap Rancangan undang-udnang dan DPR
RI atau pandangan dan pendapat Pemerintah dan DPD RI terhadap Rancangan-
Undang-Undang tertentu.
b. Tanggapan Pemerintah atas pandangan Fraksi-fraksi atau tanggapan Pemerintah
atas pandangan dan pendapat Fraksi-fraksi dan DPD RI untuk Rancangan Undang-
Undang tertentu.
c. Pembahasan Rancangan Undang-Undang berdasarkan daftar inventarisasi masalah.
(pembahahasan lebih mendetail, pasal demi pasal bahkan menyangkut tata bahasa)
Dalam pembicaraan tingkat I ini DPR RI dapat mengadakan rapat internal dalam
rapat dengar pendapat dengan masyarakat untuk mencari masukan atau menangkap
aspirasi dari masyarakat pada tingkat ini, kegiatan RPDU atau kepanjangan dari Rapat
Dengar Pendapat Umum dalam rangka menangkap aspirasi masyarakat menjadi faktor
penting dalam kinerja DPR RI. Lalu pada Pembicaraan Tingkat II dilakukan dalam
Rapat Paripurna. Pembicaraan Tingkat II meliputi :
a. Penyampaian laporan hasil Pembicaraan Tingkat II.
b. Pendapat akhir Fraksi-fraksi dan pendapat akhir Pemerintah.
c. Pengambilan keputusan.16
3. Proses Pengesahan dan Pengundangan
16Uli Sintong Siahaan dan Siti Nur Solehah, Peran Politik DPR-RI Pada Era Reformasi (Jakarta: Sekretaris
Jenderal DPR RI, 2001, cet.Ke-1), h.36
47
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama disampaikan oleh
pimpinan DPR RI kepada Presiden untuk ditandatangani untuk disahkan. Apabila
dalam jangka waktu 15 hari kerja, Rancangan Undang-Undang tersebut belum
disahkan, maka pimpinan DPR RI mengirim surat kepada Presiden untuk meminta
penjelasan. Apabila tidak juga disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30
hari kerja sejak Rancangan-Undang-Undang disetujui, maka Rancangan-Undang-
Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang. Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia mengundangan dengan menempatkanya dalam lembaran negara.17
4. Proses Sosialisasi dan Evaluasi
Sosialisasi Undang-Undang dilakukan baik oleh Pemerintah maupun DPR RI .
DPR RI dapat melakukan sosialisasi atau pemantauan terhadap Undang-Undang pada
masa reses (masa DPR tidak bersidang). Apabila ditemui suatu Undang-Undang yang
efektif dalam implementasinya atau mengalami hambatan dalam penerapanya, maka
DPR RI dapat mengajukan usulan untuk melakukan perubahan terhadap Undang-
Undang tersebut. Apabila suatu Undang-Undang tidak dapat berlaku efektif, karena
paraturan pelaksanaanya belum lengkap, maka DPR RI dapat mengingatkan
Pemerintah untuk segera melengkapi peraturan pelaksanaanya.
17 Uli Sintong Siahaan dan Siti Nur Solehah, Peran Politik DPR-RI Pada Era Reformasi (Jakarta:
Sekretaris Jenderal DPR RI, 2001, cet.Ke-1), h.17
53
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR DAN UPAYA BADAN LEGISLASI SEBAGAI ALAT
KELENGKAPAN DPR RI DALAM PENYELESAIAN DAN OPTIMALISASI
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL PRIORITAS TAHUN 2015-2016
A. Faktor yang Mempengaruhi Optimalisasi Badan Legislasi Nasional
Nasional Sebagai Alat Kelengkapan Dewan dalam Penyelesaian Program
Legislasi Nasional Prioritas.
Indonesia sebagai negara yang menganut dan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat yang sesuai termaktub dalam UUD 1945 tentunya harus
memiliki lembaga yang merepresentatifkan masyarakat. Dalam kelaziman
teori ketatanegaraan di Indonesia lembaga negara yang mewakili masyarakat
dalam Pemerintahan adalah lembaga legislatif seperti DPR RI, DPRD dan
DPD RI. Karena sesuai dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh
Undang-Undang bahwa tugas lembaga legislatif adalah melakukan
pengawasan terhadap lembaga eksekutif, melakukan pembuatan produk
hukum dan yang terakhir adalah penganggaran keuangan negara.1
Dalam tugas dan fungsi lembaga legislatif di Indonesia yang paling
dominan terhadap kepentingan masyarakat adalah fungsi legislasi. Dalam
struktur kelembagaan DPR RI, DPRD dan DPD RI tentunya memiliki alat
kelengkapan yang bertanggung jawab terhadap penyusunan, kordinasi dan
1 Ahmad Yani, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011), cet.Ke-1, h.64.
49
persiapan Rancangan Undang-Undang yang akan di bahas di rapat paripurna.
Dalam tubuh DPR RI dan DPRD memiliki alat kelengkapan dewan yang
bertanggung jawab terhadap penyusunan, kordinasi dan persiapan Rancangan
Undang-Undang adalah Badan Legislasi Nasional Nasional atau Daerah
sedangkan untuk DPD RI memiliki alat kelengkapan Dewan yang dinamakan
Panitia Perancang Undang-Undang.
Dalam fungsi legislasi di DPR RI Badan Legislasi Nasional sebagai
alat kelengkapan dewan memiliki peran penting dalam pengkordinasian dan
perumusan Rancangan program legislasi nasional jangka panjang dan jangka
tahunan2. sesuai dengan Tata Tertib Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat No
1 Tahun 2014, Badan Legislasi Nasional melakukan pengharmonisasian,
pembulatan pemantapan dan serta memberikan pertimbangan kepada
Anggota, komisi, atau gabungan komisi sebelum disampaikan kepada
pimpinan DPR RI.3
Tetapi pada kenyataanya prestasi Badan Legislasi Nasional sebagai
motor pergerakan perumusan Program Legislasi Nasional belum sesuai
dengan harapan masyarakat banyak. Banyaknya Rancangan Undang-Undang
2Dalam perumusan dan pengkordinasiaan program legislasi nasional Badan Legislasi Nasional
memiliki program jangka panjang dan jangka tahunan. Jangka panjang artinya adalah program Rancangan Undang-Undang yang sudah dirumukan oleh Badan Legislasi untuk satu periode lima tahun sekali. Sedangkan untuk program tahunan dinamakan program legislasi prioritas yang akan dibahas setiap tahunya.
3 Sekretaris Jenderal DPR RI, Reformasi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia (Jakarta:
Sekretatis Jenderal DPR RI, 2006) h. 32
50
yang disusun menjadi program legislasi nasional prioritas setiap tahunya tidak
berarti semuanya berhasil disahkan menjadi Undang-Undang. Pada tahun
2015 saja terdapat sekitar 39 Rancangan Undang-Undang yang harus disahkan
pada tahun 2015. Namun pada faktanya selama satu tahun bekerja Badan
Legislasi Nasional Nasional yang di wakilkan seluruh anggota DPR RI baru
berhasil mengesahkan 3 Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-
Undang.
Minimnya kinerja Badan Legislasi Nasional Nasional dan seluruh
anggota DPR RI dalam penyelesaian masa program legislasi nasional prioritas
disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang mengakibatkan
minimnya kinerja legislasi DPR RI adalah diantaranya sebagai berikut.
1. Dalam rapat pleno Badan Legislasi Nasional banyak fraksi-fraksi yang
meminta penundaan Rancangan-undang yang akan dibahas bersama.
Alasanya fraksi-fraksi ingin mengkaji, membahas dan mempertimbangkan
kembali Rancangan Undang-Undang yang akan dibahas.
2. Banyaknya temuan tumpang tindih Rancangan Undang-Undang yang
seharusnya dijadikan satu Rancangan Undang-Undang seperti contoh
Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Ibadah Haji yang diusulkan oleh
komisi delapan DPR RI dan Rancangan Undang-Undang Keuangan Ibadah
Haji. Lalu Rancangan Undang-Undang yang diusulkan komisi enam DPR
RI tentang perkoperasian dan Rancangan Undang-Undang yang disulkukan
Pemerintah tentang Lembaga Keuangan Mikro.
51
3. DPR RI sebagai lembaga legislatif justru tidak memaksimalkan peran
Badan Legislasi dan lembaganya dalam menjalankan kekuasaan legislasi
yang sangat besar. Terbukti dari 40 Rancangan Undang-Undang yang
disahkan menjadi program legislasi nasional prioritas tahun 2015 terdapat
sekitar 20 Rancangan Undang-Undang yang diusulkan oleh Pemerintah.
4. Pelibatan tenaga perancang, peneliti, tenaga ahli maupun sistem
pendukung lainya tidak dimaksimalkan secara penuh oleh Badan Legislasi
Nasional. Padahal peran tenaga perancang, peneliti, tenaga ahli dalam
peningkatan performa penyelesaian program legislasi nasional sangatlah
penting.
5. Agenda studi banding ke luar negeri sebagai acuan komparasi dan
pembelajaran alat kelengkapan Badan Legislasi dalam membentuk aturan
perundang-undangan yang tidak terlalu signifikan.
6. Minimnya tingkat kehadiran anggota DPR RI dalam rutinitas rapat pleno
Badan Legislasi.
7. Proses pembahasan dan pengambilan putusan terhadap sebuah Rancangan
Undang-Undang di DPR RI lebih rumit dan lebih lama. Hal ini terjadi
karena DPR RI bersifat kolegial dan di isi demikian banyak anggota dan
berbagai fraksi yang beragam paham dan sikap politiknya serta
kepentingan. Untuk memperoleh sikap dan pandangan antar fraksi sudah
tentu membutuhkan waktu yang sangat tidak cepat dikarenakan harus
52
melalui proses negosiasi mencari kompromi serta lobi-lobi yang rumit dan
lama.4
B. Upaya Pembenahan Instrumen Manajemen Badan Legislasi Nasional
Nasional Sebagai Alat Kelengkapan Dewan Dalam Penyelesaian Program
Legislasi Nasional Prioritas.
Dalam mengevualuasi pencapaian program legislasi nasional dapat di
tinjau dari dua aspek, Diantaranya adalah kualitas dan kuantitas. Dalam kedua
aspek tersebut masyarakat biasanya lebih tertarik kepada aspek kuantitias
karena diukur dari berapa banyaknya aturan perundang-undangan yang
berhasil disahkan oleh DPR RI. Sedangkan aspek kualitas jauh lebih
membutuhkan analisa yang mendalam dan komprehensif. Namun apabila
ditinjau dari segi hasil, evaluasi dari aspek kuantitas tidak menggambarkan
kondisi yang utuh yang mana hal tersebut dalat melahirkan hasil evaluasi
yang tidak tepat sasaran.
Hasil penilaian yang ditinjau dari aspek kuantitas bukan berarti tidak
memiliki pengaruh yang baik. Melalui aspek kuantitas dapat dilihat
pencapaianya program legislasi nasional setiap tahunya. Apakah terdapat
kemajuan ataupun kemunduran pencapaian. Pencapaian tersebut dapat dilihat
dengan membandingkan Rancangan Undang-Undang yang di rencanakan
4M. Nur Sholikin, “Gagalnya Strategi Manajemen Legislasi DPR” artikel diakses pada
tanggal 22 Agustus 2016 dari http://www.pshk.or.id/id/blog-id/gagalnya-strategi-manajemen-legislasi-
dpr/
53
dengan Undang-Undang yang berhasil disahkan. Selain itu Undang-Undang
juga dapat dibagi atau di kategorikan kedalam bidang tertentu. Sehingga dapat
di ketahui kecenderungan Undang-Undang yang disahkan dalam satu tahun.
Karena data tersebut dapat menjadi arah petunjuk awal terhadap arah politik
hukum di DPR RI dan Pemerintah pada tahun itu.
Agar citra DPR RI di mata masyarakat tetap menjadi lembaga
legislatif yang merepresentatifkan masyarakat harus menjelma menjadi
lembaga yang fokus terhadap tugas pokok dan fungsinya. Aspek kuantitas
serta aspek kualitas harus bisa berjalan dengan seirama agar tahap
penyelesaian dapat optimal serta efek Rancangan Undang-Undang yang
disahkan dapat dirasakan positif oleh masyarakat. Perbaikan-perbaikan
institusi serta upaya pembenahan instrumen menejemen legislasi harus di
mulai sejak dini. Banyak sekali faktor-faktor yang dapat menjadikan DPR RI
sebagai lembaga yang progresif terhadap kepentingan masyarakat.
Diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Pada saat rapat pleno Badan Legislasi Nasional seharusnya pimpinan rapat
menolak segala alasan fraksi untuk meminta penundaan pembahasan,
pengkajian dan mempertimbangkan Rancangan Undang-Undang.
Dikarenakan seharusnya sikap seperti itu sudah disampaikan saat
pengesahan Program Legislasi Nasioal lima tahun atau saat Program
Legislasi Nasional Prioritas tahunan ditetapkan.
54
2. DPR RI dan Pemerintah seharusnya dapat duduk bersama sebelum
mengusulkan Rancangan Undang-Undang yang akan di tetapkan menjadi
program legislasi nasional agar tidak terjadinya tumpang tindih
kewenangan antara DPR RI dan Pemerintah.
3. DPR RI sebagai perwakilan masyarakat serta pemegang kekuasaan
legislatif terbesar di Indonesia seharusnya dapat lebih mengoptimalkan
peranya untuk mencetak Rancangan Undang-Undang yang berasal dari
lembaganya sendiri.
4. Memaksimalkan tenaga perancang, peneliti serta tenaga ahli dalam
membantu kinerja Badan Legislasi Nasional Nasional terhadap perumusan
serta penyelesaian Program Legislasi Nasional.
5. Menjadikan rutinitas agenda rapat anggota DPR RI sebagai kewajiban
penuh terhadap tanggung jawab jabatan dan amanat masyarakat agar
terwujudnya lembaga legislatif yang progresif.
6. Pada saat proses pembahasan dan pengambilan keputusan terhadap sebuah
Rancangan Undang-Undang di DPR RI seharusnya para anggota dewan
dapat menyampingkan ego dan kepentingan pribadi maupun partai. Karena
satu-satunya kepentingan adalah kepentingan masyarakat Indonesia.5
Dengan adanya semangat perubahan dan menejemen legislasi di
lingkungan DPR RI serta alat kelengkapanya maka peneliti yakin bahwa
5RM. Firmansyah, “Urgensi Pembenahan Instrumen Legislasi” artikel diakses pada tanggal 8
Oktober 2016 dari http://www.pshk.or.id/id/blog-id/urgensi-pembenahan-instrumen-perencanaan-
legislasi//
55
tercapainya target program legislasi nasional pasti akan tercapai sesuai dengan
harapan. Oleh karena itu upaya adanya pembenahan instrumen di lingkungan
DPR RI bukan hanya sekedar tanggung jawab para pemegang amanat anggota
dewan, melainkan seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki kewajiban
bersama untuk mengawal dan memantau kinerja lembaga legislatif DPR RI.
C. Pencapaian Program Legislasi Nasional Prioritas DPR RI Tahun 2015-
2016
Prestasi DPR RI dalam menyelesaikan Undang-Undang masih belum
menggembirakan. Dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2015-
2016, DPR hanya dapat mengesahkan sebanyak 17 Undang-Undang dari
rencana sebanyak 40 Rancangan Undang-Undang. Meski secara kuantitas
targetnya sudah diturunkan dan seleksi penyusunan Program Legislasi
Nasional sudah diperketat berdasarkan urgensinya, tetap saja fungsi legislasi
DPR RI dan Pemerintah terus kedodoran dan menjadi sasaran kritik publik.6
berdasarkan data yang peneliti peroleh dapat di lihat bahwasanya kinerja DPR
RI sebagai lembaga legislatif masih belum dapat maksimal menjalankan
peranya.
Nomor Judul Rancangan Undang-Undang
Draft Naskah
Akademik dan
Rancangan Undang-
Undang Disiapkan
Oleh
6Koran Sindo, Target Tidak Tercapai, Prolegnas Harus di Revisi, diakses pada tanggal 22
Agustus 2016 dari http://nasional.sindonews.com/read/1044312/149/target-tidak-terpenuhi-
perencanaan-prolegnas-direvisi-1442201723
56
1. RUU tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran
DPR RI
2. RUU tentang Radio Televisi Republik
Indonesia
DPR RI
3.
RUU tentang Perubahan atas Undang -
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE)
PEMERINTAH
4.
RUU tentang Wawasan Nusantara
DPD RI
5. RUU tentang Pertanahan
DPR RI
6.
RUU tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
DPR RI
7.
RUU tentang Perubahan atas Undang -
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi UU
DPR RI
8. RUU tentang Perubahan Kedua Atas
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
DPR RI
9. RUU tentang Peningkatan Pendapatan
Asli Daerah
DPR RI
10. RUU tentang Kitab Undang - Undang
Hukum Pidana
PEMERINTAH
11. RUU tentang Merek
PEMERINTAH
12. RUU tentang Paten
PEMERINTAH
13. RUU tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi
PEMERINTAH
57
14.
RUU tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan
DPR RI
15. RUU tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
DPR RI
16. RUU tentang Jasa Konstruksi
DPR RI
17. RUU tentang Arsitek
DPR RI
18. RUU tentang Tabungan Perumahan
Rakyat
DPR RI
19.
RUU tentang Perubahan atas UU
Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
DPR RI
20.
RUU tentang Perubahan atas UU
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
DPR RI
21. RUU tentang Larangan Minuman
Beralkohol
DPR RI
22. RUU tentang Pertembakauan
DPR RI
23. RUU tentang Kewirausahaan Nasional
DPR RI
24.
RUU tentang Perubahan atas UU
Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi
DPR RI
25.
RUU tentang Perubahan atas Undang -
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
DPR RI
58
26.
RUU tentang Penyandang Disabilitas
DPR RI
27.
RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji
dan Penyelenggaraan Umrah
DPR RI
28.
RUU tentang Perlindungan Pekerja
Indonesia di Luar Negeri
DPR RI
29. RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan
PEMERINTAH
30.
RUU tentang Perubahan Atas UU
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisi han Hubungan
Industrial
DPR RI
31. RUU tentang Sistem Perbukuan
DPR RI
32. RUU tentang Perubahan Kedua atas
Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan
DPR RI
33. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU
Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia
DPR RI
34. RUU tentang Penjaminan
DPR RI
35. RUU tentang Jaring Pengaman Sistem
Keuangan
PEMERINTAH
36. RUU tentang Perubahan atas Undang -
Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak
PEMERINTAH
37.
RUU tentang Perubahan Kelima Atas
UU Nomor 6 Tah un 1983 tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan
PEMERINTAH
38. RUU tentang Bea Materai
PEMERINTAH
59
39.
RUU tentang Kebudayaan
DPR RI
40. RUU tentang Pengampunan Pajak
PEMERINTAH
41.
RUU tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-U=undang (Komulatif)
DPR RI
42.
RUU tentang Pengesahan Perjanjian
Bantuan Timbal Balik dalam Masalah
Pidana antara Republik Indonesia dan
Republik Sosialis Viet Nam (Komulatif)
PEMERINTAH
43.
RUU tentang Pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Islam
Pakistan tentang Kegiatan kerja Sama di
Bidang Pertahanan (Komulatif)
PEMERINTAH
44.
RUU tentang Pengesahan
Perjanjian Ekstradisi antara
Republik Indonesia dan Republik
Sosialis Viet Nam (Extradition
Treaty Between The Republic Of
Indonesia and the Sosialist
Republic Of Viet Nam)
(Komulatif)
PEMERINTAH
45.
RUU tentang Pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Demokratik
Timor Leste tentang Kegiatan Kerja
PEMERINTAH
60
Sama di Bidang Pertahanan (Komulatif)
46.
RUU tentang Pengesahan Perjanjian
Ekstradisi antara Republik Indonesia
dan Papua Nugini (Extradition Treaty
Between The Republic Of Indonesia
and The Independent State Of Papua
New Guinea (Komulatif)
PEMERINTAH
47. RUU tentang Perubahan APBN TA
2015 (Komulatif)
PEMERINTAH
48.
RUU tentang Pengesahan
Memorandum Saling Pengertian Antara
Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Sosialis Vietnam
Tentang Peningkatan Kerja Sama
Antara Pejabat Pertahanan dan Kegiatan
Bidang Pertahanan Terkait (Komulatif)
PEMERINTAH
49. RUU tentang Pencabutan JPSK
(Komulatif)
PEMERINTAH
50.
RUU tentang Pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Polandia
tentang Kerja sama di Bidang
Pertahanan (Komulatif)
PEMERINTAH
Tabel 1.1. Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015-20167
No Undang-
Undang Tentang Inisiator Status
1. Undang-
Undang No
Penetapan Peraturan DPR RI Disahkan
7 Arsip DPR RI, Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015, diakses pada tanggal 22
Agustus 2016 dari www.dpr.go.id
61
1 Tahun
2015
Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor
1 tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota
Menjadi Undang-
Undang
2.
Undang-
Undang No
2 Tahun
2015
Penetapan Peraturan
Pemerintah pengganti
Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-
Undang nomor 23 Tahun
2014 tentang
Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-
Undang
DPR RI Disahkan
3.
Undang-
Undang No
3 Tahun
2015
Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 27
Tahun 2014 entang
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara
tahun Anggaran 2015
Pemerintah Disahkan
4.
Undang-
Undang No
4 Tahun
2015
Pengesahan Persetujuan
Antara Pemerintah
Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik
Demokratik Timor-Leste
tentang Kegiatan Kerja
sama di Bidang
Pertahanan (Agreement
Between the Government
Pemerintah Disahkan
62
of the Republic of
Indonesia and the
Government of the
Democratic Republic of
Timor-Leste Concerning
Cooperative Activities in
the Field of Defence)
5.
Undang-
Undang No
5 Tahun
2015
Pengesahan Perjanjian
Ekstradisi antara
Republik Indonesia dan
Republik Sosialis Viet
nam (Extradition Treaty
Between the Republic of
Indonesia and the
Socialist Republic of Viet
nam)
Pemerintah Disahkan
6.
Undang-
Undang No
6 Tahun
2015
Pengesahan Perjanjian
Ekstradisi antara
Republik Indonesia dan
Papua Nugini
(Extradition Treaty
Between the Republic of
Indonesia and the
Independent State of
Papua New Guinea)
Pemerintah Disahkan
7.
Undang-
Undang No
7 Tahun
2015
Pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah
Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik
Islam Pakistan tentang
Kegiatan Kerja Sama di
Bidang Pertahanan
Pemerintah Disahkan
63
(Agreement Between the
Government of the
Republic of Indonesia
and the Government of
the Islamic Republic of
Pakistan on Cooperative
Activities in the Field of
Defence)
8.
Undang-
Undang No
8 Tahun
2015
Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan
Walikota Menjadi
Undang-Undang
DPR RI Disahkan
9.
Undang-
Undang No
9 Tahun
2015
Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor
23 tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
DPR RI Disahkan
10.
Undang-
Undang No
10 Tahun
2015
Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor
1 tahun 2015 Tentang
Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 30
Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Menjadi Undang-
DPR RI Disahkan
64
Undang
11.
Undang-
Undang No
11 Tahun
2015
Pencabutan Peraturan
Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor
4 tahun 2008 Tentang
Jaring Pengaman Sistem
Keuangan
Pemerintah Disahkan
12.
Undang-
Undang No
13 Tahun
2015
Pengesahan Perjanjian
Bantuan Timbal Balik
dalam Masalah Pidana
Antara Republik
Indonesia dan Republik
Sosialis Vietnam (Treaty
on Mutual Legal
Assistance in Criminal
Matters Between the
Republic of Indonesia
and the Socialist
Republic of Vietnam)
Pemerintah Disahkan
13.
Undang-
Undang No
14 Tahun
2015
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2015
Pemerintah Disahkan
14.
Undang-
Undang No
1 Tahun
2016
Penjaminan
DPR RI Disahkan
15.
Undang-
Undang No
2 Tahun
2016
Pengesahan Persetujuan
Antara Pemerintah
Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik
Pemerintah Disahkan
65
Polandia tentang Kerja
Sama di Bidang
Pertahanan (Agreement
Between the Government
of the Republic of
Indonesia and the
Government of the
Republic of Poland
Concerning Co-
operation in the Field of
Defence)
16.
Undang-
Undang No
3 Tahun
2016
Pengesahan
Memorandum Saling
Pengertian Antara
Pemerintah Republik
Indonesia dan
Pemerintah Republik
Sosialis Vietnam
Tentang Peningkatan
Kerja Sama Antara
Pejabat Pertahanan dan
Kegiatan Bidang
Pertahanan Terkait
(Memorandum of
Understanding Between
the Government of the
Republic of Indonesia
and the Government of
the Socialist Republic of
Vietnam on
Strengthening of
Cooperation Between
Defence Officials and its
Related Activities)
Pemerintah Disahkan
66
17.
Undang-
Undang No
4 Tahun
2016
Tabungan Perumahan
Rakyat
DPR RI Disahkan
Tabel 1.2. Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015-2016 yang Disahkan Menjadi Undang-
Undang8
8Arsip Kementrian Sekretarian Negara Republik Indonesia, Produk Perundang-undangan,
diakses pada tanggal 22 Agustus 2016 dari www.setneg.go.id
47%
3%
50%
Inisiator Program Legislasi Nasional Prioritas
DPR RI
DPD RI
Pemerintah
42%58%
Program Legislasi Nasional yang Disahkan dan
Tidak Disahkan
RUU Disahkan
Tidak Disahkan
67
Berdasarkan data di atas dapat dibuktikan bahwa pencapaian Program
Legislasi Nasional Prioritas masih jauh dari harapan. Dapat terlihat bahwa
target Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2015-2016 adalah 40
Rancangan Undang-Undang dan tambahan Rancangan Undang-Undang
Komulatif. Namun sampai pada akhir tahun target masih jauh dari harapan
masyarakat karena hanya 17 Rancangan Undang-Undang yang berhasil
disahkan oleh DPR RI. Itupun sebagian besar Undang-Undang yang disahkan
berasal dari inisiatif Pemerintah.
35%
65%
0%
Inisiator Program Legislasi Nasional Prioritas yang
disahkan
DPR RI
Pemerintah
DPD RI
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penjelasan dari bab 1 sampai bab 4 maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya Badan Legislasi
sebagai alat kelengkapan dewan dalam penyelesaian program legislasi
nasional adalah tidak maksimalnya rapat pleno dalam internal Badan
Legislasi dalam perumusan program legislasi nasional prioritas,
banyaknya tumpang tindih Rancangan Undang-Undang antara DPR RI
dan Pemerintah, tidak maksimalnya peran lembaga legislatif dalam
menjalankan fungsi legislasi, kurangnya tenaga ahli yang mendukung
optimalisasi program legislasi nasional prioritas dan minimnya kehadiran
anggota dewan dalam perumusan serta pengesahan program legislasi
nasional dalam rapat rutin.
2. Upaya dalam pembenahan instrumen Manajemen Badan Legislasi sebagai
alat kelengkapan dewan diantaranya adalah memaksimalkan tenaga
perancang, peneliti serta tenaga ahli dalam optimalisasi program legislasi
nasional prioritas, pada saat rapat pleno perumusan program legislasi
nasional prioritas seharusnya pemimpin rapat menolak segala alasan
penundaan, pembahasan dan pengkajian dikarenakan hal tersebut sudah
seharusnya dilakukan sebelum dilaksanakanya masa rapat sidang pleno
69
badan legislasi, DPR RI dan Pemerintah seharusnya dapat duduk bersama
agar tidak adanya tumpah tindih pengajuan Rancangan Undang-Undang
sehingga dapat terciptanya optimalisasi dan penyelesaian program
legislasi nasional prioritas.
B. Saran
Setelah melihat dan mengevaluasi kinerja DPR RI serta Badan
Legislasi Nasional Nasional sebegai alat kelengkapanya, maka peneliti
memiliki beberapa saran dan masukan agar DPR RI dapat kembali menjadi
lembaga legislatif yang progresif setiap tahunya. Adapun saran peneliti
sebagai berikut.
1. Pada hakikatnya memang DPR RI merupakan lembaga politik. Namun
sebagai lembaga negara yang merepresentatifkan masyarakat di parlemen
saharusnya para angggota dewan dapat menyampingkan ego dan
kepentingan partai politik. Karena ketika sudah dapat menyapingkan
kepetingan partai politik dan ego masing-masing maka satu-satunya
kepentingan adalah kepentingan masyarakat.
2. DPR RI, Pemerintah dan Masyarakat harus dapat bersinergi dalam setiap
kegiatan politik di DPR RI sehingga lembaga-lembaga negara dapat
berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat dan juga setiap Rancangan
Undang-Undang yang disahkan menjadi Undang-Undang dapat
mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat.
70
Daftar Pustaka
Buku-Buku
Akbar, Patrialis. Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, Jakarta,
Sinar Grafika, 2013, cet.Ke-1
Ashiddiqie ,Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Sinar
Grafika, 2011, cet.Ke-1
Ashiddiqie ,Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, Rajagrafindo
Persada, 2013, cet.Ke-1
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2012, cet.Ke-5
Busroh, Abu Daud, Ilmu Politik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010, cet.Ke-7
Efriza, Ilmu Politik, Bandung: Alfabeta, 2013, cet.Ke-3
Fatwa, A.M, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945 Jakarta: Kompas,
2009, cet.Ke-1
Farida, Maria, Ilmu Perundang-undangan, Dasar dan Pembentukanya, Yogyakarta:
Kanisius, 2002, cet.Ke-5
Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2005, cet.Ke-1
Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi “Menguatnya Model Legislasi Parlementer
dalam Sistem Presidensial Indonesia”, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013, cet.Ke-3
Jazuni, Legislasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2005,
cet.Ke-1
Kansil, C.S.T., Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara, 2005, cet.Ke-
2
Kansi, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 2
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, cet. Ke-2
71
Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung, Nusa Media,
2009, cet.Ke-3
Legowo, T.A. Dkk, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia (Studi dan Analisis
Sebelum dan Setelaah perubahan UUD 1945), Jakarta: Formappi, 2005,
cet.Ke-1
M. Echols, John dan Hasaan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 1997, Cet.Ke-26
Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2011, cet.Ke-3
Sekretatis Jenderal DPR RI, Reformasi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia,
Jakarta, Sekretatis Jenderal DPR RI, 2006, cet.Ke-1
Salang, Sebastian, Dkk, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan Jakarta:
Forum Sahabat, 2009, cet.Ke-1
Siahaan, Uli Sintong dan Siti Nur Solehah, Peran Politik DPR-RI Pada Era
Reformasi, Jakarta: Sekretaris Jenderal DPR RI, 2001, cet.Ke-1
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta, Rajawali, 2009, cet.Ke-11
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Uinversitas Indonesia
Press, 2007, cet.Ke-3
Tutik, Titik Triwulan, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen
UUD 1945 (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011, cet.Ke-2
Yani, Ahmad, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011, cet.Ke-1
Yani, Ahmad, Pasang Surut Kinerja Legislasi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011,
cet.Ke-1
Yani, Ahmad, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2011, cet.Ke-1
Yuhana, Abdy, Sistem Ketatanegaraaan Pasca Perubahan UUD 1945, Bandung,
Fokus Media, 2009, cet-Ke-1
72
Yusuf, Muhammad, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (Arsitektur
Histori, Peran dan Fungsi DPD RI Terhadap Daerah di Era Otonomi
Daerah , Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013, cet.Ke-1
Jurnal
Isra, Saldi, Penataan Lembaga Perwakilan Rakyat Sistem Trikameral di Tengah
Supremasi Dewan Perwakilan Rakyat, Jurnal Konstitusi, Vol No. 1, Juli
2004
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang atas Perubahan Undang-Undang No
27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. h. 5.
Media Elektronik
Shollikin, M. Nur, “Gagalnya Strategi Manajemen Legislasi DPR” artikel diakses
pada tanggal 22 Agustus 2016 dari http://www.pshk.or.id/id/blog-
id/gagalnya-strategi-manajemen-legislasi-dpr/
Koran Sindo, Target Tidak Tercapai, Prolegnas Harus di Revisi, diakses pada tanggal
22 Agustus 2016 dari
http://nasional.sindonews.com/read/1044312/149/target-tidak-terpenuhi-
perencanaan-prolegnas-direvisi-1442201723
Sumber Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Tata Tertib.