ki rsua ponorogo

40
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI Disusun oleh: Aditya Hudiansyah (201310401011070) Indah Kholisatul H. (201310401011057) Lara Yuniarti (201310401011052) 1

Upload: adityahudiansyah

Post on 13-Sep-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ki

TRANSCRIPT

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

Disusun oleh:Aditya Hudiansyah(201310401011070)Indah Kholisatul H.(201310401011057)

Lara Yuniarti(201310401011052)

Pembimbing:dr. Febri Endra Budi, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2 0 1 5

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)A. Identitas1. Nama Perusahaan: IGD RSUA Ponorogo2. Alamat

: Jalan Dr.Sutromo 18-24 Ponorogo3. Jenis usaha

: Rumah Sakit4. Jumlah tenaga kerja: 13 Dokter dan 13 PerawatB. Analisis Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja1. Proses Industri/Proses KerjaNoUnit KerjaBahan BakuAlat KerjaCara KerjaBahan Berbahaya

1.Dokter APD Bed Pasien

Tabung O2 Obat-obatan injeksi dan oral

Spuit

Kateter

Urobag

Cairan Infus

Administrasi (stempel, kwitansi, kertas resep, lembar rawat inap)

Stetoskop Tensimeter

Hammer

Pen light

Termometer

Defibrilator

THT set

Hecting set

ECG

Penangan pasien sesuai dengan triage, P1-P4, lalu ada ruangan observasi untuk melihat perkembangan kondisi pasiendan tindakan untuk pasien yang memerlukan tindakan Alkohol Handscrub

Chlorin

Sampah medis infeksius dan non infeksius

2.Perawat APD

Bed Pasien

Tabung O2 Obat-obatan injeksi dan oral

Spuit

Kateter

Urobag

Cairan Infus

Administrasi (stempel, kwitansi, kertas resep, lembar rawat inap)

Stetoskop

Tensimeter

Hammer

Pen light

Termometer

Defibrilator

THT set

Hecting set

Penangan pasien sesuai dengan triage, P1-P4, lalu ada ruangan observasi untuk melihat perkembangan kondisi pasien

dan tindakan untuk pasien yang memerlukan tindakan Alkohol

Handscrub

Chlorin

Sampah medis infeksius dan non infeksius

2. Lingkungan Kerja

NoUnit KerjaLing. FisikLing. BiologiLing. KimiaLing. Sos-BudLing. Ergonomi

1.Dokter Memiliki sertifikat ACLS&ATLS, SIP dan STR APD Sampah medis infeksius dan non infeksius Hubungan antar tim medis paramedis dan pasien baikDokter bekerja dengan posisi berdiri dan duduk sesuai dengan situasi dan kondisi

2.Perawat Memiliki SIP dan memiliki kemampuan sesuai dengan kompetensinya Sertifikat BTLS dan BCLS APD Sampah medis infeksius dan non infeksius Hubungan antar medis dan paramedis dan pasien baik Perawat bekerja dengan posisi berdiri dan duduk sesuai dengan situasi dan kondisi

3. KaryawanNo.Unit kerjaJuml. PopulasiRata-rata Lama kerjaStatus KesehatanResiko KesehatanPenanganan Resiko

LP

1.Dokter767 jam1 orang MialgiaMialgia, tertusuk jarum, tertular penyakit, menularkan penyakit Direktur RS melalui bagian K3 dan PPI membuat standart operasional kerja untuk para karyawan,dokter dan perawat untuk selalu memakai alat pelindung diri dan menyediakannya

Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan berkala kepada semua Karyawan, dokter dan perawat. Para Karyawan dokter dan perawat akan diobati sampai tuntas tanpa dikenakan biaya jika terjadi kecelakaan kerja.

2.Perawat1037 jam2 orang Mialgia, 1 orang tertusuk jarum dan menjalani terapi serta vaksin hepatitis BMialgia, tertusuk jarum, menularkan penyakittertular penyakit

4. Sistem Manajemen Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3No.KomponenProblem K3Kebijakan Manajemen

InternalEksternal

1Dokter Pemakaian alat pelindung diri belum maksimal Pengunjung tidak tertib Resiko Jatuh Pasien Direktur RS melalui bagian K3 dan PPI membuat standart operasional kerja untuk para karyawan,dokter dan perawat untuk selalu memakai alat pelindung diri dan menyediakannya

Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan berkala kepada semua Karyawan, dokter dan perawat. Para Karyawan dokter dan perawat akan diobati sampai tuntas tanpa dikenakan biaya jika terjadi kecelakaan kerja. Melakukan Labeling pada pasien yang meiliki resiko jatuh Dibuatkan tata tertib terhadap pengunjung

2Perawat Pemakaian alat pelindung diri belum maksimal Pengunjung tidak tertib

Resiko Jatuh Pasien Direktur RS melalui bagian K3 dan PPI membuat standart operasional kerja untuk para karyawan,dokter dan perawat untuk selalu memakai alat pelindung diri dan menyediakannya

Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan berkala kepada semua Karyawan, dokter dan perawat. Para Karyawan dokter dan perawat akan diobati sampai tuntas tanpa dikenakan biaya jika terjadi kecelakaan kerja. Melakukan Labeling pada pasien yang meiliki resiko jatuh Dibuatkan tata tertib terhadap pengunjung

5. Regulasi/Undang-Undang

( Regulasi yang diterapkan oleh industri yang bersangkutana. Lokal atau Regional: (-) b. Nasional:Undang-undang yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja yaitu adalah sebagai berikut:1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.2. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.3. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.4. KepMenKes Nomor: 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang standar kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit5. UU Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. 6. Keputusan Presiden No.22 tahun1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja.

7. KepMenKes Nomor: 1653/MENKES/SK/XII/2005 tentang pedoman penanganan bencana bidang kesehatanc. Internasional: (-)II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)DiagnosisIntervensi biomedikIntervensi faktor resikoIntervensi upaya kesehatan

MialgiaIstirahat

Paracetamol/ ibuprofen 3x 1

Kompres es 24-72 jam pertama

Mengubah posisi kerja yang ergonomis.

Melakukan peregangan otot dan beristirahat disela-sela kerja

Istirahat dan memberikan waktu libur kerja dari kebijakan Direktur RSUA

Tertusuk jarumMencuci/disinfeksi jari yang tertusuk, lapor PPI, dilihat dan dievaluasi, diberikan profilaksis dan vaksinasi secara gratis Memakai alat pelindung seperti masker

Istirahat dan memberikan waktu libur kerja dari kebijakan Direktur RSUA

ISPAAntipiretik

Ekspektoran

Dekongestan

Antihistamin Memakai alat pelindung seperti masker

Istirahat dan memberikan waktu libur kerja dari Direktur RSUA

III. PEMBAHASANa. Tinjauan PustakaIGD RSUA Ponorogo adalah Unit pelayanan gawat darurat yang menyediakan pelayanan medis yang memenuhi kriteria kegawatan dan kedaruratan dalam medik, selain itu disini juga digunakan untuk merawat pasien post op serta bernuansa islami. IGD RSUA ini terletak di Jalan Dr.Sutromo 18-24 Ponorogo. IGD ini berukuran kurang lebih 25 x 20 m2 dengan atap dari genteng dan beton serta dengan penyekat atau tembok dengan rumah penduduk di sekitarnya.

IGD RSUA Ponorogo ini memiliki pekerja berjumlah tiga belas dokter dengan usia antara 30-50 tahun dan tiga belas erawat dengan usia antara 30-50 tahun. Para pekerja bekerja 7 jam per harinya, libur diberikan ketika pekerja setelah melakukan jaga malam. Sistem manajeman sepenuhnya dipegang oleh kepala IGD RSUA. Di IGD RSUA ini terdapat beberapa pembagian unit kerja seperti dokter dan perawat. Masing-masing unit kerja tersebut memiliki potensi menyebabkan penyakit akibat kerja. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja (Dainur, 2010). Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja (Setiawan, 2010).Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja. Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Aris, 2013).Penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah unsafe condition dan unsafe action. Pendapat berbagai ahli K3 yang cukup radikal yaitu terdapat dua faktor di atas merupakan gejala akibat buruknya penerapan dan kurangnya komitmen manajemen terhadap K3 itu sendiri yaitu:

Beberapa contoh unsafe condition :

- Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak layak pakai ).

- Tempat kerja yang acak-acakan

- Peralatan kerja yang tidak ergonomis.

- Tempat kerja yang terdapat Bahan Kimia Berbahaya yang tidak dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.

Beberapa contoh unsafe action :

- Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang mengabaikan Peraturan K3.

- Merokok di daerah Larangan merokok.

- Bersendau gurau pada saat bekerja (Okleqs, 2008). Diperkirakan 2,34 juta orang meninggal setiap tahun yang berhubungan dengan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dari jumlah tersebut sekitar 2,02 juta orang meninggal akibat penyakit yang ditimbulkan berhubungan dengan pekerjaan dan sekitar 340000 orang meninggal akibat kecelakaan kerja (ILO, 2013).Pada perusahaan ini terjadi unsafe action yaitu karyawan bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri, hal ini dilakukan karena menurut pemilik usah alat pelindung diri tersebut akan menghambat pekerjaan karena mengurangi keleluasaan untuk bergerak.Perlindungan kesehatan kerja meliputi pengaturan tentang pencegahan gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja. Cara-cara mencegah gangguan tersebut adalah :

1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang krang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan kedalam ruang kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan, yaitu kadar Nilai Ambang Batas (NAB) (Permenkes,1405).3. Ventilasi keluar setempat (local exhausters), ialah alat menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan yang membahayakan dapat dihisap dan dialirkan keluar. 4. Isolasi, mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan.

5. Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, dan lain-lain.

6. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan pada calon pekerja untuk mengetahui keserasian antara pekerja dengan pekerjaan yang akan dijalaninya

7. Pemeriksaan kesehatan berkala, untuk evaluasi apakah penyebab dari gangguan kesehatan yang dialami pekerja.

8. Penerangan sebelum kerja, agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan, dan pekerja menjadi lebih berhati-hati.

9. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontiniu, maksudnya pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaan.Bahaya akibat kerja dalam bidang :

1. Bahaya psikologi yaitu stressStress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.

Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.

Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

Untuk menanggulangi masalah stress pemilik usaha memberikan libur pada hari Minggu dan waktu cuti kepada pekerja seperti yang diatur dalam pasal :

Pasal 85 Undang-undang No.13 tahun 2003 menentukan beberapa hal lain yang berkaitan dengan cuti/libur :

1. Pekerja/Buruh Tidak Wajib Bekerja Pada Hari-Hari Libur Resmi

2. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud wajib membayar upah kerja lembur.

4. Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 yaitu:

1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja yaitu :

Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk waktu kerja.

Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu.

Cuti tahunan

Usaha dagang ini sudah menjalankan ketentuan dari peraturan perundang-undangan yaitu dengan memberikan libur pada hari minggu, dan pekerjanya mendapatkan waktu istirahat diantara jam kerja.

2. Bahaya penyakitSetiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja (Dainur, 2010).Berdasarkan temuan yang diperoleh di usaha dagang ini, terdapat masalah kesehatan yang paling banyak dikeluhkan oleh pekerja yaitu nyeri otot atau mialgia. Mialgiaatau nyeri otot adalah suatu keadaan dimana badan terasa pegal-pegal. Nyeri otot paling sering dihubungkan dengan ketegangan atau kerja otot yang berlebihan, serta cedera otot dari latihan atau pekerjaan yang mengandalkan fisik. Dalam kondisi ini, rasa sakit mengenai otot-otot tertentu dan terjadi selama atau setelah aktivitas. Penyebab mialgia yang paling sering antara lain: cedera atau trauma termasuk keseleo atau terkilir; kerja yang berlebihan: menggunakan otot terlalu banyak, terlalu cepat dan terlalu sering; ketegangan atau stres. Untuk nyeri otot karena kerja yang berlebihan atau karena cedera, dapat diatasi dengan mengistirahatkan bagian tubuh atau otot yang sakit dan meminum acetaminophen atau ibuprofen. Kompres dengan es 24 - 72 jam pertama setelah cedera untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan. Nyeri otot karena kerja berlebihan dan fibromyalgia sering berespon baik dengan pemijatan. Latihan peregangan secara perlahan setelah istirahat yang lama juga dapat membantu. Perbanyak tidur dan coba untuk mengurangi stres. Yoga dan meditasi juga dapat dilakukan untuk membantu tidur dan relaksasi. Jika dengan langkah-langkah di atas nyeri otot belum teratasi, maka periksalah ke dokter, dan dokter mungkin meresepkan obat atau terapi fisik, atau merujuk ke spesialis tertentu.Myalgia dapat dicegah dengan cara:

Pemanasan sebelum berolahraga atau beraktivitas fisik yang berat, dan pendinginan sesudahnya. Peregangan sebelum dan setelah berolahraga atau beraktivitas fisik yang berat. Minum yang cukup sebelum, selama, dan setelah berolahraga atau beraktivitas fisik yang berat. Jika bekerja di posisi yang sama sepanjang hari (seperti duduk di depan komputer), maka lakukan peregangan setidaknya satu jam sekali (Vorvick, 2013).

Pemilik usaha mengupayakan tindakan pencegahan terhadap penyakit myalgia ini dengan cara memperbolehkan pekerja untuk beristirahat di tengah-tengah pekerjaan, melakukan peregangan, dan minum yang cukup. Para pekerja juga sudah menerapkan tindakan pencegahan seperti yang disebutkan di atas.Gangguan kesehatan lain yang bersiko terjadi di tempat ini adalah ISPA, dimana hal ini diakibatkan pekerja yang jarang menggunakan masker sehingga polusi dan debu yang terdapat di tempat usaha ini dapat terhirup oleh pekerja sehingga dapat menyebabkan batuk dan sesak nafas. Hal ini dinyatakan dalam literatur yang menyebutkan bahwa timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam beberapa jam sampai dalam beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak nafas, mengi atau kesulitan bernafas. ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah (WHO, 2007). Penyebaran dan dampak penyakit ISPA berkaitan dengan (Bauch, 2005) : Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur); Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi); Faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; Karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 dijelaskan tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri. Persyaratan kesehatan lingkungan kerja tersebut meliputi: persyaratan air, udara, limbah, pencahayaan, kebisingan, getaran, radiasi, vektor penyakit, persyaratan kesehatan lokasi, ruang dan bangunan, toilet dan instalasi. Disebutkan bahwa suhu dan kelembapan untuk udara di ruangan, yakni suhu: 18-30 C dan kelembapan sekitar 65 95%. Adapun upaya upaya yang perlu dilakukan agar ruang kerja industri memenuhi persyaratan kesehatan yakni sebagai berikut :1. Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m2. Bila suhu udara > 30 C perlu menggunakan alat penata udara seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll3. Bila suhu udara luar < 18 C perlu menggunakan alat pemanas ruang (heater)4. Bila kelembapan udara ruang kerja > 95% perlu menggunakan alat dehumidilfier 5. Bila kelembapan udara ruang kerja < 65% perlu menggunakan humidilfier (misalnya : mesin pembentuk aerosol)Pihak manajemen sudah mengupayakan tindakan pencegahan gangguan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat usahanya ini, antara lain yaitu: menyediakan sarung tangan dan masker, serta menganjurkan setiap pekerja agar mengenakan sarung tangan dan masker. Namun para dokter dan perawat serta karyawan lainnya jarang menggunakannya dengan alasan jika memakai alat-alat tersebut pekerja menjadi tidak nyaman dan tidak leluasa dalam bekerja. Sedangkan untuk masalah ruangan, pihak perusahaan belum mengupayakan menambahkan ventilasi, karena dirasa masih cukup.b. Kesesuaian/Ketidaksesuaian terhadap Pustaka Karyawan bekerja tanpa memakai alat pelindung diri adalah salah satu contoh dari unsafe action yang dapat menjadi penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja, hal ini tidak sesuai dengan tinjauan pustaka.

Ventilasi yang kurang memadai, hal ini tidak sesuai dengan tinjauan pustaka dimana ventilasi umum harus memadai untuk mengalirkan udara agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan, yaitu kadar Nilai Ambang Batas.

Posisi ergonomi yang tidak nyaman saat bekerja karena harus berdiri, jongkok, dan membungkuk dalam waktu yang lama, berdasarkan tinjauan pustaka, hal tersebut dapat merupakan faktor resiko terjadinya LBP.

Para pekerja jarang menggunakan alat pelindung diri yang diperlukan seperti masker, sarung tangan, sepatu boots, pakain khusus las, kap dan penutup wajah las, hal ini tidak sesuai dengan tinjauan pustaka karena dapat menyebabkan pekerja terkena penyakit ISPA, DKI, Combustio, Corpus Alienum Mata, dan PPOK. Durasi waktu kerja pekerja di tempat usaha ini sudah sesuai dengan tinjauan pustaka yaitu

Pekerja/Buruh Tidak Wajib Bekerja Pada Hari-Hari Libur Resmi

7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja yaitu: Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk waktu kerja. Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu, serta cuti tahunan.IV. INTERVENSI1. LANGKAH I

Pada langkah I, penanganan kesehatan kerja ditujukan pada proses produksi di seluruh lingkup, yaitu:

a. KeluargaBerdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap karyawan, tidak ada permasalahan di keluarga sehingga mempengaruhi masalah kesehatan karyawan.b. PekerjaanDari lingkup pekerjaan, di masing masing unit kerja terdapat permasalahan sehingga mengganggu kesehatan karyawan, diantaranya:

Pada Proses Industri/KerjaPara pekerja jarang menggunakan alat pelindung diri yg diperlukan seperti masker, sarung tangan, sepatu, pakaian khusus, kap dan kacamata las secara full, sehingga pekerja lebih beresiko terkena penyakit akibat kerja seperti Myalgia, Tertusuk jarum dan ISPA. Penanganan yang dapat dilakukan yaitu menyarankan para pekerja untuk memakai alat pelindung diri sesuai dengan standar dan pemilik usaha harus menyediakan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan sepatu, dimana pemilik usaha dalam hal ini sudah melakukan penanganan seperti yang disebutkan di atas. ErgonomiDalam hal ini permasalahan yang terkait ergonomi adalah pada unit kerja adalah posisi bekerja yang berdiri lama dan membungkuk. Gangguan yang sering kali muncul terkait posisi bekerja ini adalah LBP dan Myalgia. Kerja dengan posisi berdiri lebih melelahkan daripada posisi duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10 15% dibandingkan posisi duduk. Untuk posisi duduk berdiri mempunyai keuntungan secara biomekanis dimana tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi duduk maupun berdiri terus menerus (Samara, 2004).Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko LBP adalah dengan mengubah posisi kerja berdiri dengan posisi duduk berdiri yaitu dengan menyediakan tempat duduk yang sesuai dengan prinsip ergonomi untuk tempat beristirahat. Tempat duduk yang sesuai adalah: Alas dan sandaran yang ideal membentuk sudut 1000 1100. Tinggi alas harus sedemikian rupa sehingga orang dapat duduk dengan fleksi sempurna baik pada sendi lutut dan panggul, sedangkan kaki tepat mendatar di atas lantai. Ketika duduk, lutut ditekukkan pada sudut yang benar. Lutut tetap dijaga setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pinggul (penyangga kaki dapat digunakan bila perlu). Tungkai sebaiknya tidak menyilang. Kaki dijaga tetap rata dengan lantai. Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 30 menit (Samara, 2004).

Selain itu untuk mencegah LBP dan Myalgia, para pekerja diperbolehkan untuk mengubah posisi sesuai kebutuhan, melakukan peregangan dan beristirahat sebentar saat tengah bekerja.

2. LANGKAH II

Pada langkah kedua, penanganan kesehatan kerja dilakukan dengan memperhatikan faktor lingkungan:

Terdapat banyak debu dan asap kendaraan, yang berterbangan dan tertular pasien; beberapa pekerja sering menderita ISPA; pekerja di unit pengiriman sering terpapar asap kendaraan bermotor dan sinar matahari; serta ventilasi kurang memadai. Penanganan untuk hal ini adalah dengan menyarankan para pekerja untuk selalu menggunakan masker saat bekerja. Lalu karena melihat bangunan yang ada tidak memungkinkan untuk menambah ventilasi, karena akan mengeluarkan dana yang besar dan menghambat kegiatan proses pelayanan, selain itu ventilasi yang ada sekarang dinilai oleh pemilik usaha dan para pekerja masih cukup memadai. 3. LANGKAH III

Penanganan kesehatan kerja dilakukan melalui upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan pencegahan, yaitu:

a. Pencegahan primer, meliputi Health promotion dan Specific protection, dengan cara:

Penyuluhan mengenai penyakit-penyakit yang ditimbulkan akibat pekerjaan (Myalgia, ISPA, dan agar tidak tertusuk jarum) diantaranya mengenai bahaya dan bagaimana mencegah agar meminimalkan risiko terkena penyakit akibat kerja. Rutin dalam mengontrol kesehatan di puskesmas atau rumah sakit terdekat, untuk pencegahan dini terhadap penyakit yang mungkin disebabkan oleh pekerjaan.b. Pencegahan sekunder

Bila ada keluhan atau terjadi kecelakan kerja agar segera melakukan pengobatan ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mencegah timbulnya kecacatan.

c. Pencegahan tersier

Dapat dilakukan dengan meminta ijin apabila sakit kepada pemilik usaha untuk beristirahat dari pekerjaan, hingga penyakitnya sembuh.

4. LANGKAH IV

Mensosialisasikan mengenai undang-undang yang mengatur perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, lalu mewajibkan setiap pekerja untuk mentaati peraturan tersebut dalam bentuk perjanjian yang mengikat, dan bila tetap tidak mematuhi, maka pihak pemilik usaha dapat memberikan sanksi atau mengabaikan memberikan fasilitas kesehatan bila terjadi gangguan atau masalah kesehatan pada pekerja tersebut yang berhubungan dengan pekerjaan. Dan bila terjadi suatu masalah kesehatan dalam kerja, pihak pemilik usaha harus memastikan apakah masalah tersebut akibat pekerjaan yang bersangkutan atau tidak.5. LANGKAH V

Pada langkah ini penanganan masalah kesehatan kerja dilakukan melalui peraturan dan perundangan yang bertujuan melindungi karyawan. Beberapa peraturan dan perundangan yang dapat dijadikan sebagai acuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, KepMenKes Nomor: 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang standar kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit, UU Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970, Keputusan Presiden No.22 tahun1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja, KepMenKes Nomor: 1653/MENKES/SK/XII/2005 tentang pedoman penanganan bencana bidang kesehatan.Sehingga penanganan masalah kesehatan kerja dapat diselesaikan secara holistik dan intergratif agar tidak memunculkan masalah baru baik yang berkaitan dengan kesehatan secara langsung ataupun secara tidak langsung.DAFTAR PUSTAKA

Aris, 2013. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Definisi, Indikator Penyebab dan Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

diakses tanggal 20 April 2015.

Bauch CT, Lloyd-Smith JO, Coffee MP, Galvani AP. Dynamically Modeling SARS and Other Newly Emerging Respiratory Illnesses: Past, Present, and Future. Epidemiology 2005;16(6):791-801.

Dainur, 2010. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

diakses tanggal 20 April 2015Daud S, 2009. Klasifikasi Industri.

diakses tanggal 21 April 2015.

ILO, 2013. The Prevention of Occupational Diseases

diakses tanggal 20 April 2015.

Okleqs.wordpress.com/2008/01/04/pengetahuan-dasar-keselamatan-kerja/, diakses pada tanggal 21 April 2015.

Perdani, 2010. Pengaruh Postur dan Posisi Tubuh Terhadap Timbulnya Nyeri Punggung Bawah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.Samara D, 2004. Lama dan Sikap Duduk Sebagai Faktor Resiko Terjadinya Nyeri Pinggang Bawah. J Kedokter Trisakti. April 2004. Vol23 No2.Setiawan FE, 2010. Kedokteran Industri (Tinjauan Kesehatan dari Sudut Pandang Industri), Universitas Muhammadiyah Malang. Fakultas Kedokteran Keluarga dan Industri.

Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.Sumamur PK, 2013, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.

Van PM, Hoofman. An Update of a Systematic Review of Controlled Clinical Trial on The Primary Prevention of Back Pain at The Workplace. Occup Med (lond). Aug 2004;54(5):342-52.Vorvick LJ, 2013. Muscle Aches. diakses tanggal 21 April 2015.

WHO, 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO. Indonesia.

Lampiran

20