kimpang antioksidan daun katuk

23
TUGAS TERSTRUKTUR KIMIA PANGAN II AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA FLAVONOID DARI DAUN KATUK (Sauropus androgunus (L) Merr.) Oleh: Apriliana Kwelandari A1M010020 Muhamad Iqbal A1M010021 Nikeu Nurmala A1M010025 Alsa Delisa Permata Vanny A1M010026 Gebila Mazaya A1M010027 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN

Upload: muhamad-iqbal

Post on 05-Dec-2014

95 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

TUGAS TERSTRUKTUR

KIMIA PANGAN II

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA FLAVONOID DARI DAUN

KATUK (Sauropus androgunus (L) Merr.)

Oleh:

Apriliana Kwelandari A1M010020

Muhamad Iqbal A1M010021

Nikeu Nurmala A1M010025

Alsa Delisa Permata Vanny A1M010026

Gebila Mazaya A1M010027

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

BAB I

PENDAHULUAN

Secara alamiah, setiap mahluk hidup atau organisme akan sampai pada

proses menjadi tua. Proses tua tersebut memang normal terjadi dan tidak dapat

dihindari. Proses tua dianggap sebagai siklus hidup yang normal bila datangnya

tepat waktu. Sayangnya, terkadang terjadi proses penuaan dini yang terlalu cepat.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan kemudian menemukan bahwa banyak sekali faktor

penyebab terjadinya proses tua secara dini yaitu antara lain karena faktor genetik,

gaya hidup, lingkungan, mutasi gen, rusaknya sistem kekebalan dan radikal bebas.

Dari semua faktor penyebab tersebut, teori radikal bebas merupakan teori yang

paling sering diungkapkan (Kosasih, dkk., 2006). Radikal bebas dapat berasal dari

polusi, debu maupun diproduksi secara kontinyu sebagai konsekuensi dari

metabolisme normal (Septiana, dkk., 2002).

Sebab itu tubuh kita memerlukan suatu substansi penting yakni

antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas

dengan meredam dampak negatif senyawa ini. Antioksidan berfungsi mengatasi

atau menetralisir radikal bebas sehingga diharapkan dengan pemberian

antioksidan tersebut proses tua dihambat atau paling tidak “tidak dipercepat” serta

dapat mencegah terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif

(Kosasih, dkk., 2006).

Sumber-sumber antioksidan dapat berupa antioksidan sintetik maupun

antioksidan alami. Tetapi saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi

karena ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan

sintetik seperti BHT (Butylated Hydroxy Toluena) ternyata dapat meracuni

binatang percobaan dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu industri makanan

dan obat-obatan beralih mengembangkan antioksidan alami dan mencari sumber-

sumber antioksidan alami baru (Takashi dan Takayuni, 1997).

Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,

misalnya rempahrempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji serelia, sayursayuran,

enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan

Page 3: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan

baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani, dkk.,

2002).

Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan

flavonoid. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti

belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau

mereduksi radikah bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Giorgio, 2000).

Tanaman katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) mempunyai banyak

manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian Kelompok Kerja Nasional

Tumbuhan Obat Indonesia menunjukkan bahwa tanaman katuk mengandung

beberapa senyawa kimia, antara lain alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin,

mineral, ponin, flavonid dan tanin. Beberapa senyawa kimia yang terdapat dalam

tanaman katuk diketahui berkhasiat obat (Rukmana, 2003).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Daun katuk ( Souropus androgunus ) yaitu daun majemuk, berbentuk bulat

telur, berwarna hijau, ujung daun runcing, pangkal tumpul,tepi rata, panjang 1 –

5,6 cm dan lebar 1 – 3,5 cm, pertualangan menyirip bertangkai pendek.. Daun

katuk kaya akan besi, provitamin A dalam bentuk β-carotene, vitamin C, minyak

sayur, protein dan mineral lainnya.

            Dalam 100 gram daun katuk mengandung 72 kalori, 70 gram air, 4,8 gram

protein, 2 gram lemak, 11 gram karbohidrat, 2,2 gram mineral, 24 mg kalsium, 83

mg fosfor, 2,7 mg besi, 31,11 µg vitamin D, 0,10 mg vitamin B6 dan 200 mg

vitamin C. Pada daun katuk segar mengandung energi 59 kalori, protein 6,4 gram,

lemak 1,6 gram, karbohidrat 9,9 gram, serat 1,5 gram, abu 1,7 gram, kalsium 233

mg, fosfor 98 mg, besi 3,5 mg, β-carotene 10020 µg, vitamin C 164 mg dan air 81

gram. Pada daun rebus kalori 53 kalori, protein 5,3 gram, lemak 0,9 gram, serat

Page 4: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

1,2 gram, karbohidrat 9,1 gram, abu 1,4 gram, kalsium 185 mg, fosfor 102 mg,

besi 3,1 mg, β-carotene 9000 µg, vitamin C 66 mg, dan air 83,3 gram. Daun katuk

tua terkandung air 10,8%, lemak 20,8%, protein kasar, 15.0%, serat kasar 31,2%,

abu 12,7%, dan BETN 10.2%.

          Selain zat-zat gizi tersebut di atas, daun katuk juga mengandung

senyawa metabolik sekunder yaitu monomrthyl succinate dan cis-2-methyl

cyclopentanol asetat (ester), asam benzoat dan asam fenil malonat (asam

karboksilat), 2-pyrolodinon dan methyl pyroglutamate (alkaloid), saponin,

flavonoid dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut sangat penting dalam

metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh.

Daun katuk dapat memperlancar pengeluaran ASI, kemudian dalam

perkembangan selanjutnya, dibuat infus akar daun katuk digunakan sebagai

diuretik dan sari daun katuk digunakan sebagai pewarna makanan . (Rukmana,

Rahmat., 2008). Daun katuk bisa juga dipakai sebagai pewarna alami pengganti

pewarna yang mengandung zat kimia. Contohnya pada industri tape ketan yang

berwarna hijau. Caranya, cuci bersih daun katuk, tambahkan sedikit air, lalu peras.

Hasilnya adalah sari daun katuk. Campur atau larutkan sari daun katuk bersama

beras ketan bahan tape (Anonim 3, 2007).

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau

reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu

menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah

terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat

menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang

sangat reaktif, Akbitnya, kerusakan sel akan dihambat.

Berkaitan dengan reaksi oksidasi di dalam tubuh, status antioksidan

merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh

manusia memiliki sistem antioksidan untuk menangkal rektivitas radikal bebas,

yang secara kontinu dibentuk sendiri oleh tubuh. Bila jumlah senyawa oksigen

reaktif ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan

menyerang komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga mengakibatkan

Page 5: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

kerusakan – kerusakan yang disebut stress oksidatif. Namun demikian, reaktivitas

radikal bebas dapat dihambat melalui 3 cara berikut.

Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru.

Menginaktivasi atau menangkap radikal dan memotong propagasi

(pemutusan rantai)

Memperbaiki (repair) kerusakan oleh radikal.

Tidak selamanya senyawa oksigen reaktif yang terdapat di dalam tubuh itu

merigikan. Pada kondisi – kondisi tertentu keberadaannya sangat dibutuhkan.

Misalnya, untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu,

keberadaannya harus dikendalikan oleh sistem antioksidan dalam tubuh.

Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase atau

SOD, katalase, dan glutation, peroksidase), vitamin (misalnya vitamin E, C, A,

dan β karoten), dan senyawa lain (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin,

seruloplasmin, dan lain – lain), Antioksidan enzimatis merupakan sistem

pertahanan utama primer terhadap kondisi stes oksidatif. Enzim – enzim tersebut

merupakan metaloenzim yang aktivitasnya sangat tergantung pada adanya ion

logam. Aktivitas SOD bergantung pada logam Fe, Cu, Zn dan Mn, enzim katalase

bergantung pada besi (Fe), dan enzim glutation peroksidase bergantung pada Se

(Selenium). Antioksidan enzimatis bekerja dengan cara mencegah terbentuknya

senyawa radikal bebas baru.

Di samping antioksidan yang bersifat enzimatis, ada juga antioksiadan

non-enzimatis yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi, Kedua

kelompok antioksidan non-enzimatis ini disebut juga antioksidan sekunder karena

dapat diperoleh dari asupan bahan makanan, seperti vitamin C, E, A dan β-

karoten. Glutation, asam urat, bilirubin, albumin, dan flavonoid juga termasuk

dalam kelompok ini. Senyawa – senyawa itu berfungsi menangkap senyawa

oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Komponen – komponen

tersebut tidak kalah penting perannya dalam menginduksi status antioksidan

tubuh. Misalnya isoflavon, salah satu komponen flavonoid yang banyak terdapat

dalam kedelai dan produk olahannya. Senyawa ini telah banyak dilaporkan

peranya sebagai antioksidan (Winarsi, et al., 2003;Chen at al., 1990; Sichel, et al.,

Page 6: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

1991). Masih banyak lagi bahan pangan lain yang juga mengandung isoflavon,

misalnya teh, jahe, daun cincau, kopi, rempah-rempah, dan lain – lain.

Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang

tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi.

Kandungan senyawa flavonoid dalam tanaman sangat rendah, sekitar 0,25%.

Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan terikat atau

terkonjugasi dengan senyawa gula (Snyder & Known, 1987). Lebih dari 4.000

jenis flavonoid telah diidentifikasi, dan beberapa diantaranya berperan dalam

pewarnaan bunga, buah, dan daun (Groot & Rauten, 1998). Flavonoid secara

alami juga dilaporkan sebagai derivat benzo-Ɣ-pirene.

Berbagai sayuran dan buah – buahan yang dapat dimakan mengandung

sejumlah flavonoid. Konsentrasi yang lebih tinggi berada pada daun dan kulit

kupasannya dibandingkan dengan jaringan yang lebih dalam. Beberapa jenis buah

dan sayuran seperti apel, prune, jeruk, kubis, lettuce, dan kentang mengandung

flavovoid dalam jumlah besar. Secangkir teh hitam Indian memiliki kandungan

flavonoid lebih dari 40 mg. Stavric dan Matula (1992) melaporkan bahwa di

negara - negara Barat, konsumsi komponen flavonoid bervariasi dari 50 mg

sampai 1 g/orang/hari, dengan 2 jenis flavonoid terbesar berupa quersetin dan

kaempferol. (Hery, 2011)

Page 7: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

BAB III

BAHAN DAN METODE

Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah metanol, etil asetat, n-heksana, amilum dan

khloroform, FeCl3, NaOH, silika gel 60 F254, silika gel G type E, asam asetat

glasial, KI, Na2S2O3. 5H2O, H2SO4, K2Cr2O7, Na2SO4 adalah buatan

E’Merck.

Metode

Penyedian Sampel

Sampel yang diteliti adalah daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr). Sampel

dibersihkan dari pengotor, dihaluskan dengan menggunakan blender sampai

diperoleh serbuk daun katuk lalu di keringkan di udara terbuka. Sampel lalu

ditimbang.

Uji Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun katuk

(Sauropus

androgunus (L) Merr) maka dilakukan uji pendahuluan (skrining fitokimia). Uji

pendahuluan secara kualitatif dengan reaksi warna, yaitu dengan mengekstraksi

sampel kulit jeruk purut dengan metanol dan dididihkan selama lebih kurang 25

menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian pelarut diuapkan sampai kering.

Ekstrak dikocok kuat dengan kloroform lalu ditambahkan air suling sampai

terbentuk dua lapisan. Lapisan air dibagi 3 (tiga) bagian:

1. Filtrat pertama ditambah 2 tetes FeCl3 1%, yang menghasilkan warna

hitam, yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

2. Filtrat pertama ditambah 2 tetes NaOH 10%, yang menghasilkan warna

hijau kebiruan, yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

3. Filtrat pertama ditambah 2 tetes MgCl2, yang menghasilkan warna merah

jambu, yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

Page 8: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

Isolasi Flavonoid dari Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr)

Serbuk daun katuk ditimbang sebanyak 1000 g, dimasukkan ke dalam

bejana dan ditambahkan pelarut metanol sampai semua sampel terendam oleh

pelarut dan dibiarkan selama 48 jam. Maserat disaring dan diperoleh ekstrak daun

katuk. Maserasi dilakukan

kembali secara berulang-ulang menggunakan pelarut metanol sampai ekstrak

metanol yang diperoleh memberikan hasil uji yang negatif pada pereaksi untuk

identifikasi senyawa flavonoid. Ekstrak metanol yang diperoleh dikumpulkan dan

dipekatkan dengan menggunakan alat rotari evaporator pada suhu 600C sehingga

diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat yang diperoleh diekstraksi partisi

dengan nheksan hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan (tidak

dilanjutkan), lapisan bawah ditambah etil asetat dan dikocok sampai terbentuk dua

lapisan. Lapisan bawah dipisahkan (tidak dilanjutkan) dan lapisan atas dicuci

dengan aquadest hingga diperoleh fraksi etil asetat. Analisis Kromatografi Lapis

tipis dilakukan terhadap ekstrak pekat etil asetat dengan menggunakan fasa diam

silika gel 60 F254. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran n-heksana:

metanol dengan perbandingan (9 : 1) v/v; (8 : 2) v/v; (7 : 3) v/v; (6 : 4) v/v; (5 : 5)

v/v; (4 : 6) v/v; (3 : 7) v/v; (2 : 8) v/v; (1 : 9) v/v. Dari hasil analisis KLT

menunjukkan bahwa pemisahan yang baik diberikan pada fasa gerak n-heksana:

etil asetat (3 : 7) v/v. Harga Rf dapat dilihat pada khromatogram. Isolasi senyawa

flavonoid secara kromatografi kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat etil asetat

daun katuk yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah Silika gel 60

G netral type E (E Merck Art. 7734) dan fasa gerak campuran pelarut nheksana:

etil asetat (3 : 7) v/v.

Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Sebanyak 25 mg ekstrak kasar ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu

ukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai

garis tanda (larutan induk 1000 ppm). Larutan induk dipipet sebanyak 0,1 ml; 0,2

ml; 0,3 ml; dan 0,4 ml ke dalam labu ukur 25 ml untuk mendapatkan konsentrasi

larutan uji 4 ppm, 8 ppm, 12 ppm dan 16 ppm. Kedalam masing-masing labu ukur

Page 9: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM lalu volumenya dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda. Larutan blanko dibuat dengan cara larutan DPPH 0,5

mM dipipet sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml lalu

volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda. Absorbansi DPPH

diukur dengan spektrometer sinar tampak pada panjang gelombang 515 nm, pada

waktu selang 5 menit mulai 0 menit sampai 30 menit. Kemampuan antioksidan

diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH akiba adanya penambahan

sampel. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan ekstrak

tersebut dihitung sebagai persen inhibisi (% inhibisi) dengan rumus sebagai

berikut:

% Inhibisi =

(Akontrol - Asampel)

Akontrol x 100%

Keterangan:

Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sample

Asampel = Absorbansi sampel

Selanjutnya hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan

konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % inhibisi

(antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y). Nilai IC50 dari perhitungan pada

saat % inhibisi sebesar 50%. Y = aX + b (Cahyana, 2002).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Isolasi Flavonoid dari Daun Katuk

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak metanol dari daun katuk

dapat diketahui bahwa katuk mengandung senyawa flavonoida. Dari hasil analisis

spektrum ultra violet visible (UV-Visibel) flavonoid dari daun katuk (Sauropus

Page 10: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

androgunus (L) Merr.) dalam pelarut metanol memberikan serapan maksimum

pada panjang gelombang 292 nm yang menunjukkan bahwa flavonoid ini adalah

flavonoid jenis flavanon.

Aktivitas Anti-Radikal Bebas DPPH Secara Spektrofotometri

Pemeriksaan aktivitas anti radikal bebas DPPH secara spektrofotometri

dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan larutan DPPH. Pengukuran

absorbansi sampel dilakukan pada konsentrasi 4 ppm, 8 ppm, 12 ppm dan 16 ppm

yang dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan sampel) pada waktu 0-30

menit. Data hasil pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 515 nm

dinyatakan pada gambar berikut.

Gambar 1. Hasil analisis aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

Aktivitas antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH akibat

adanya penambahan sampel. Nilai serapan larutan DPPH terhadap sampel

dihitung sebagai persen inhibisi setelah 30 menit (% inhibisi). Dari data

pengukuran nilai absorbansi pada panjang gelombang setelah 30 menit dapat

dianalisis pengaruh konsentrasi sampel dengan persentase inhibisi seperti

dinyatakan pada gambar berikut.

Page 11: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

Gambar 2. Hubungan konsentrasi (ppm) sampel dengan persentase inhibisi (%)

Dengan memasukkan nilai hasil perhitungan ke dalam persamaan linier

dengan konsentrasi (ppm) sebagai absis (X) dan nilai persentase inhibisi sebagai

ordinat (Y), nilai IC50 dari perhitungan pada saat % inhibisi sebesar 50% dengan

persamaan Y = aX + b adalah sebesar 80,81 ppm.

B. Pembahasan

Dalam laboratorium uji, untuk melakukan assay atau uji aktivitas

antioksidan, dikenal metode DPPH (Difenil pikril hidrazil). Zat ini berperan

sebagai electron scavenger (penangkap elektron) atau hydrogen radical scavenger

(penangkap radikal hidrogen bebas). Hasilnya adalah molekul yang bersifat

dimagnetik dan stabil. Jika suatu senyawa antioksidan direaksikan dengan zat ini

maka senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan radikal bebas dari DPPH.

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan

ekstrak antioksidan selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan yang

berwarna kuning kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang pada 517

nm. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

(DPPH•) + (H—A) → DPPH—H + (A•)

Ungu                         Kuning

H-A adalah senyawa antioksidan yang akan diuji.

Page 12: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

Aktivitas antioksidan diperoleh dari nilai absorbansi yang selanjutnya akan

digunakan untuk menghitung persentase inhibisi 50% (IC50) yang menyatakan

konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan 50% dari DPPH kehilangan

karakter radikal bebasnya. Semakin tinggi kadar senyawa antioksidan dalam

sampel maka akan semakin rendah nilai IC50. (Bintang, 2002).

Pada penelitian ini, pemeriksaan aktivitas antiradikal bebas DPPH secara

spektrofotometri dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan larutan DPPH

pada panjang gelombang 515 nm. Metode DPPH dipilih karena sederhana,

mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel. Hal ini sesuai

dengan Prakash dkk. (2010) yang menyatakan bahwa metode DPPH merupakan

metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan

senyawa tertentu atau ekstrak tanaman.

Aktivitas diukur dengan menghitung jumlah pengurangan intensitas warna

ungu DPPH yang sebanding dengan pengurangan konsentrasi larutan DPPH.

Peredaman tersebut dihasilkan oleh bereaksinya molekul Difenil Pikril Hidrazil

dengan atom hidrogen yang dilepaskan satu molekul komponen sampel sehingga

terbentuk senyawa Difenil Pikril Hidrazin dan menyebabkan terjadinya peluruhan

warna DPPH dari ungu ke kuning.

Dari Gambar 1 dapat dilihat adanya penurunan nilai absorbansi DPPH

yang diberi sampel terhadap kontrol pada setiap kenaikan konsentrasi. Penurunan

nilai absorbansi DPPH mempunyai arti bahwa telah terjadinya penangkapan

radikal DPPH oleh sampel. Dengan penangkapan radikal tersebut mengakibatkan

ikatan rangkap diazo pada DPPH berkurang sehingga terjadinya penurunan

absorbansi. Hal ini sesuai dengan Dehpour dkk. (2009) yang menyatakan bahwa

mula-mula ada elektron DPPH yang tidak berpasangan, ketika elektronnya

menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka

absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil.

Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu

menjadi kuning.

Dari data pengukuran nilai absorbansi pada menit ke-30 dapat dianalisis

pengaruh konsentrasi sampel dengan persentase inhibisi dimana peningkatan

Page 13: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

aktivitas sebanding dengan bertambahnya konsentrasi. Ditentukan persamaan

regresi dan untuk selanjutnya dari persamaan diplotkan aktivitas 50% sehingga

diperoleh harga konsentrasi efektif (IC50) yaitu sebesar 80,81 ppm. IC50

merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak (ppm) yang mampu

menghambat proses oksidasi sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti

semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan

sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50

bernilai 50-100 ppm, sedang jika bernilai 100-150 ppm, dan lemah jika nilai IC50

bernilai 151-200 ppm. (Anonim, 2005)

Page 14: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diambil kesimpulan

bahwa:

Hasil penelitian Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia

menunjukkan bahwa tanaman katuk mengandung beberapa senyawa

kimia, antara lain alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral,

saponin, flavonid dan tanin. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan

telah banyak diteliti belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki

kemampuan untuk merubah atau mereduksi radikal bebas dan juga

sebagai anti radikal bebas

Semakin tinggi konsentrasi sampel yang digunakan maka nilai absorbansi

DPPH semakin menurun, ini menunjukkan adanya aktivitas antioksidan

dari sampel.

Nilai IC50 yang diperoleh sebesar 80,81, hal ini berarti bahwa flavonoid

dari daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) memiliki kemampuan

sebagai antioksidan yang kuat.

Page 15: Kimpang Antioksidan Daun Katuk

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH. (On-

line). http://etd.eprints.ums.ac.id/14945/. Diakses tanggal 14 April 2012.

Bintang, Maria. 2002. Teknik Penelitian Biokimia. Erlangga Medical Series.

Jakarta.

Chen, Y., Zheng R, Ria Z., dan Ju Y. 1990. “Flavonoid as Superoxide Scavangers

and Antioxidants.” Dalam Free Radical Biology and Medicine. 9: 19-21.

Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., dan Mohammad, N.S. 2009.

Antioxidant Activity of Methanol Extract of Ferula Assafoetida and Its

Essential Oil Composition, Grasas Aceites, 60(4), 405-412.

Prakash, A., Rigelhof, F., dan Miller, E. 2010. Antioxidant

Activity.http://www.medallionlabs.com. Diakses tanggal 14April 2012.

Sichel, G., C. Corsaro, M. Scalia, A.J. Dibilio, dan R. Bonomo, 1991. “In vitro

Scavanger Activity of Some Flavonoids and Melanins Against O2.”

Dalam: Free Radical Biology and Medicine. 11: 1-8.

Winarsi, H,. D. Muschtadi, F,R, Zakaria, dan B. Purwantara. 2003. “ Status

Antioksidan Wanita Premenopause yang diberi Minuman Suplemen

“Susumeno.” Dalam: Prosiding Seminar Nasional PAPTI. Yogyakarta.

22–23 Juli 2003.

Winarsi, Hery. 2011. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Potensi dan

Aplikasinya dalam Kesehatan. Penerbit Kanius. Yogyakarta.