klien stroke
DESCRIPTION
askepTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE
A. Pengertian
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang
timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena
(WHO, 1989).
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan,
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang
diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
B. Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
1. stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga
dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling
banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2. stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya
terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran
umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :
1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala
akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan
maksimal 3 minggu..
1. stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan
bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
1. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.
C. Etiologi
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat
mengganggu aliran darah cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh
penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan
perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu
dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan
viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan
microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi
otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari
lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
10. kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh
darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
D. Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.
Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh
darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang,
menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada
jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui
arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat
ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.
Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga
timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis
jaringan otak.
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang
terkena.
1. Pengaruh terhadap status mental
· Tidak sadar : 30% - 40%
· Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
· Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
· Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
· Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
· hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
· inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah arteri serebri posterior
· Nyeri spontan pada kepala
· Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
· Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
· Hemiplegia alternans atau tetraplegia
· Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
· Hemiparese sebelah kiri tubuh
· Penilaian buruk
· Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan
2. stroke hemisfer kiri
· mengalami hemiparese kanan
· perilaku lambat dan sangat berhati-hati
· kelainan bidang pandang sebelah kanan
· disfagia global
· afasia
· mudah frustasi
F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila
perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh
darah yang terganggu
G. Penatalaksanaan medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
· Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat
hemoragik
· Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
(Marilynn E. Doenges et al, 1998)
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.
3) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
9) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
10) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
b) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
c) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Pemeriksaan integumen
a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala : bentuk normocephalik
b) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
c) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi
a) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
i. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
b) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
c) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(Satyanegara, 1998)
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
d) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d. penumpukan
sputum (karena kelemahan,
hilangnya refleks batuk)
Pasien mampu
mempertahankan jalan
nafas yang paten.
Kriteria hasil :
a. Bunyi nafas
vesikuler
b. RR normal
c. Tidak ada tanda-
tanda sianosis dan
pucat
d. Tidak ada sputum
1. Auskultasi
bunyi nafas
2. Ukur tanda-
tanda vital
3. Berikan posisi semi
fowler sesuai dengan
kebutuhan (tidak
bertentangan dgn masalah
keperawatan lain)
4. Lakukan penghisapan
lender dan pasang OPA
jika kesadaran menurun
5. Bila sudah
memungkinkan lakukan
fisioterapi dada dan latihan
nafas dalam
6. Kolaborasi:
· Pemberian ogsigen
· Laboratorium: Analisa
gas darah, darah lengkap
dll
· Pemberian obat sesuai
kebutuhan
2. Penurunan perfusi serebral b.d.
adanya perdarahan, edema
atau oklusi pembuluh darah
serebral
Perfusi serebral
membaik
Kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran
membaik (GCS
meningkat)
b. fungsi kognitif,
memori dan motorik
membaik
c. TIK normal
d. Tanda-tanda vital
stabil
e. Tidak ada tanda
perburukan
neurologis
f.
1. Pantau adanya tanda-
tanda penurunan perfusi
serebral :GCS, memori,
bahasa respon pupil dll
2. Observasi tanda-tanda
vital (tiap jam sesuai
kondisi pasien)
3. Pantau intake-output
cairan, balance tiap 24 jam
4. Pertahankan posisi tirah
baring pada posisi
anatomis atau posisi kepala
tempat tidur 15-30 derajat
5. Hindari valsava
maneuver seperti batuk,
mengejan dsb
6. Pertahankan ligkungan
yang nyaman
7. Hindari fleksi leher
untuk mengurangi resiko
jugular
8. Kolaborasi:
· Beri ogsigen sesuai
indikasi
· Laboratorium: AGD,
gula darah dll
· Penberian terapi sesuai
advis
· CT scan kepala untuk
diagnosa dan monitoring
3. Gangguan mobilitas fisik b.d.
kerusakan neuromuskuler,
kelemahan, hemiparese
Pasien
mendemonstrasikan
mobilisasi aktif
Kriteria hasil :
a. tidak ada kontraktur
atau foot drop
b. kontraksi otot
membaik
c. mobilisasi bertahap
1. Pantau tingkat
kemampuan mobilisasi
klien
2. Pantau
kekuatan otot
3. Rubah posisi tiap 2 jan
4. Pasang trochanter roll
pada daerah yang lemah
5. Lakukan ROM pasif
atau aktif sesuai
kemampuan dan jika TTV
stabil
6. Libatkan keluarga
dalam memobilisasi klien
7. Kolaborasi:
fisioterapi
4. Gangguan komunikasi verbal
b.d. kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara
Komunikasi dapat
berjalan dengan baik
1. Evaluasi sifat dan
beratnya afasia pasien, jika
berat hindari memberi
Kriteria hasil :
a. Klien dapat
mengekspresikan
perasaan
b. Memahami maksud
dan pembicaraan
orang lain
c. Pembicaraan pasien
dapat dipahami
isyarat non verbal
2. Lakukan komunikasi
dengan wajar, bahasa jelas,
sederhana dan bila perlu
diulang
3. dengarkan dengan tekun
jika pasien mulai berbicara
4. Berdiri di dalam lapang
pandang pasien pada saat
bicara
5. Latih otot bicara secara
optimal
6. Libatkan keluarga dalam
melatih komunikasi verbal
pada pasien
7. Kolaborasi dengan ahli
terapi wicara
5. (Risiko) gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan b.d.
intake nutrisi tidak adekuat
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
b. Berat badan dalam
batas normal
1. Kaji factor penyebab
yang mempengaruhi
kemampuan menerima
makan/minum
2. Hitung kebutuhan nutrisi
perhari
3. Observasi tanda-tanda
vital
c. Conjungtiva
ananemis
d. Tonus otot baik
e. Lab: albumin, Hb,
BUN dalam batas
normal
4. Catat intake makanan
5. Timbang berat badan
secara berkala
6. Beri latihan menelan
7. Beri makan via NGT
8. Kolaborasi :
Pemeriksaan lab(Hb,
Albumin, BUN),
pemasangan NGT, konsul
ahli gizi
6. Perubahan persepsi-sensori
b.d. perubahan transmisi saraf
sensori, integrasi, perubahan
psikologi
Persepsi dan kesadaran
akan lingkungan dapat
dipertahankan
1. Cari tahu proses
patogenesis yang
mendasari
2. Evaluasi adanya
gangguan persepsi:
penglihatan, taktil
3. Ciptakn suasana
lingkungan yang nyaman
4. Evaluasi kemampuan
membedakan panas-dingin,
posisi dan proprioseptik
5. Catat adanya proses
hilang perhatian terhadap
salah satu sisi tubuh dan
libatkan keluarga untuk
membantu mengingatkan
6. Ingatkan untuk
menggunakan sisi tubuh
yang terlupakan
7. Bicara dengan tenang
dan perlahan
8. Lakukan validasi
terhadap persepsi klien dan
lakukan orientasi kembali
7. Kurang kemampuan merawat
diri b.d. kelemahan, gangguan
neuromuscular, kekuatan otot
menurun, penurunan
koordinasi otot, depresi, nyeri,
kerusakan persepsi
Kemampuan merawat
diri meningkat
Kriteria hasil :
a. mendemonstrasikan
perubahan pola hidup
untuk memenuhi
kebutuhan hidup
sehari-hari
b. Melakukan
perawatan diri sesuai
kemampuan
c. Mengidentifikasi
dan memanfaatkan
sumber bantuan
1. Pantau tingkat
kemampuan klien dalam
merawat diri
2. Berikan bantuan
terhadap kebutuhan yang
benar-benar diperlukan
saja
3. Buat lingkungan yang
memungkinkan klien
untuk melakukan ADL
mandiri
4. Libatkan keluarga
dalam membantu klien
5. Motivasi klien untuk
melakukan ADL sesuai
kemampuan
6. Sediakan alat Bantu diri
bila mungkin
7. Kolaborasi: pasang DC
jika perlu, konsultasi
dengan ahli okupasi atau
fisioterapi
8. Risiko cedera b.d. gerakan
yang tidak terkontrol selama
penurunan kesadaran
Klien terhindar dari
cedera selama
perawatan
Kriteria hasil :
a. Klien tidak
terjatuh
b. Tidak ada
trauma dan
komplikasi lain
1. Pantau tingkat
kesadaran dan kegelisahan
klien
2. Beri pengaman pada
daerah yang sehat, beri
bantalan lunak
3. Hindari restrain kecuali
terpaksa
4. Pertahankan bedrest
selama fase akut
5. Beri pengaman di
samping tempat tidur
6. Libatkan keluarga
dalam perawatan
7. Kolaborasi: pemberian
obat sesuai indikasi
(diazepam, dilantin dll)
9. Kurang pengetahuan (klien
dan keluarga) tentang penyakit
Pengetahuan klien dan
keluarga tentang
1. Evaluasi derajat
gangguan persepsi sensuri
dan perawatan b.d. kurang
informasi, keterbatasan
kognitif, tidak mengenal
sumber
penyakit dan perawatan
meningkat.
Kriteria hasil :
a. Klien dan keluarga
berpartisipasi dalam
proses belajar
b. Mengungkapkan
pemahaman tentang
penyakit, pengobatan,
dan perubahan pola
hidup yang diperlukan
2. Diskusikan proses
patogenesis dan
pengobatan dengan klien
dan keluarga
3. Identifikasi cara dan
kemampuan untuk
meneruskan progranm
perawatan di rumah
4. Identifikasi factor risiko
secara individual dal
lakukan perubahan pola
hidup
5. Buat daftar perencanaan
pulang
DAFTAR PUSTAKA
- Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
- Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, EGC, Jakarta.
- Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.
- Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta..
- Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.