komersialisasi perguruan tinggi

7
Komersialisasi Perguruan Tinggi  Komersialisasi Perguruan Tinggi Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk Research & Development (R&D) serta arena penyemaian manusia baru untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian serta kompetensi keilmuan sesuai bidangnya. Secara umum dunia  pendidikan memang belum pernah benar-benar menjadi wacana publik di Indonesia, d alam arti dibicarakan secara luas oleh berbagai kalangan, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan urusan pendidikan. Namun demikian, bukan berarti bahwa permasalahan ini tidak pernah menjadi perhatian. Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa  pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar hadiah & gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat. Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan bahkan akal- akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-  banyaknya, dengan promosi yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas? Semoga masyarakat dan orang tua yang akan menyekolahkan putra putrinya tidak terjebak pada kondisi tersebut dan lebih bijak dalam memilih perguruan tinggi, sehingga putra-putrinya tidak terkesan asal kuliah. Ditengah besarnya angka pengangguran di Indonesia yang telah mencapai lebih dari 45  juta orang, langkah yang harus ditempuh adalah mencari pendidikan yang b aik dan bermutu yang dibutuhkan pasar. Bukan hanya murah saja dan asal. Tidak dipungkiri lagi bahwa selama ini, dunia industri kesulitan mencari tenaga kerja dengan keahlian tertentu untuk mengisi kebutuhan  pekerjaan. Bila membuka lowongan, yang melamar biasanya banyak, namun hanya beberapa yang lulus seleksi. Pasalnya jarang ada calon pegawai lulusan perguruan tinggi atau sekolah, yang memiliki keahlian yang dibutuhkan, karena kebanyakan berkemampuan rata-rata untuk semua bidang. Jarang ada yang menguasai bidang-bidang yang spesifik. Hal ini tentunya menyulitkan pihak  pencari kerja, karena harus mendidik calon karyawan dulu sebelum mulai bekerja. Sebagian besar perguruan tinggi atau sekolah mendidik tenaga ahli madya (tamatan D.III) tetapi keahliannya tidak spesifik. Lebih parah lagi, bahkan ada PTS di Jakarta yang memainkan range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-  pasan yang sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Ini adalah cermin dari proses PEMBODOHAN BANGSA bukan mencerdaskan BANGSA. Dalam hal ini semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan pendidikan yang baik & berkualitas. Kopertis, harus bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar dan mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara  bertahap di tangan Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan. Selain itu pula, apa yang menjadi barometer yang menunjukkan eksistensi sebuah  perguruan tinggi? Untuk saat ini opini publik dan beberapa kalangan masyarakat bahwa

Upload: sixtine-agustiana-fahmi

Post on 03-Apr-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Komersialisasi Perguruan Tinggi

7/28/2019 Komersialisasi Perguruan Tinggi

http://slidepdf.com/reader/full/komersialisasi-perguruan-tinggi 1/6

Komersialisasi Perguruan Tinggi

1

Komersialisasi Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk Research &Development (R&D) serta arena penyemaian manusia baru untuk menghasilkan generasi yang

memiliki kepribadian serta kompetensi keilmuan sesuai bidangnya. Secara umum dunia pendidikan memang belum pernah benar-benar menjadi wacana publik di Indonesia, dalam artidibicarakan secara luas oleh berbagai kalangan, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan urusan pendidikan. Namun demikian, bukan berarti bahwa permasalahan initidak pernah menjadi perhatian.

Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yangdilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa

pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikankemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebuttidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan

dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri,melainkan hanya mengejar hadiah & gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat inicukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yanghanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yangmembuat persaingan menjadi semakin tidak sehat.

Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-

banyaknya, dengan promosi yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yangmenggiurkan. Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas? Semoga masyarakat dan orang tuayang akan menyekolahkan putra putrinya tidak terjebak pada kondisi tersebut dan lebih bijak

dalam memilih perguruan tinggi, sehingga putra-putrinya tidak terkesan asal kuliah.

Ditengah besarnya angka pengangguran di Indonesia yang telah mencapai lebih dari 45 juta orang, langkah yang harus ditempuh adalah mencari pendidikan yang baik dan bermutu yangdibutuhkan pasar. Bukan hanya murah saja dan asal. Tidak dipungkiri lagi bahwa selama ini,dunia industri kesulitan mencari tenaga kerja dengan keahlian tertentu untuk mengisi kebutuhan

pekerjaan. Bila membuka lowongan, yang melamar biasanya banyak, namun hanya beberapayang lulus seleksi.

Pasalnya jarang ada calon pegawai lulusan perguruan tinggi atau sekolah, yang memilikikeahlian yang dibutuhkan, karena kebanyakan berkemampuan rata-rata untuk semua bidang.

Jarang ada yang menguasai bidang-bidang yang spesifik. Hal ini tentunya menyulitkan pihak pencari kerja, karena harus mendidik calon karyawan dulu sebelum mulai bekerja.

Sebagian besar perguruan tinggi atau sekolah mendidik tenaga ahli madya (tamatan D.III)tetapi keahliannya tidak spesifik.

Lebih parah lagi, bahkan ada PTS di Jakarta yang memainkan range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-

pasan yang sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Ini adalah cermin dari prosesPEMBODOHAN BANGSA bukan mencerdaskan BANGSA. Dalam hal ini semua pihak harus

melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan pendidikan yang baik & berkualitas.Kopertis, harus bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar danmensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola perguruan tinggi jugaharus menghentikan semua langkah yang melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara

bertahap di tangan Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan.

Selain itu pula, apa yang menjadi barometer yang menunjukkan eksistensi sebuah perguruan tinggi? Untuk saat ini opini publik dan beberapa kalangan masyarakat bahwa

Page 2: Komersialisasi Perguruan Tinggi

7/28/2019 Komersialisasi Perguruan Tinggi

http://slidepdf.com/reader/full/komersialisasi-perguruan-tinggi 2/6

Komersialisasi Perguruan Tinggi

2

eksistensi sebuah Perguruan Tinggi dilihat dari kuantitas mahasiswanya bukan kualitasnnya. Nahini jelas sudah terlihat faktanya bahwa pendidikan di Indonesia hanya menjadi komoditi bisnissemata.

Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki kecintaan

terhadap pembelajaran dan merupakan terapi kesehatan jiwa bagi anak bangsa, harapan kamisemoga komersialisasi pendidikan tinggi tidak menjadi sebuah komoditi bisnis semata, akantetapi menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita

bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global. mulailah dari diri sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan pendidikan kita bisa lebih baik dan berkualitas, karena iniakan menyangkut masa depan anak-anak kita dan Juga Bangsa Indonesia.

Page 3: Komersialisasi Perguruan Tinggi

7/28/2019 Komersialisasi Perguruan Tinggi

http://slidepdf.com/reader/full/komersialisasi-perguruan-tinggi 3/6

Komersialisasi Perguruan Tinggi

3

Perguruan Tinggi Komersial

Musim penerimaan mahasiswa baru akan segera tiba. Bahkan beberapa perguruan tingginegeri maupun swasta telah mencuri start mendahului Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN).Calon mahasiswa baru tidak ubahnya seperti komoditas dagang yang memiliki daya jual

tinggi dan mampu meraup keuntungan yang berlimpah. Tidak heran kalau kemudian calonmahasiswa baru ini menjadi rebutan perguruan tinggi.

SNMPTN disinyalir beberapa pihak sebagai akal-akalan pengambil kebijakan pendidikansaja. Keberadaan SNMPTN tidak lain sebagai mesin uang panitia penyelenggara yang amatcanggih. Pundi-pundi akan segera terisi dari hajatan yang berkedok pendidikan ini.

Konsep pendidikan murah hanya isapan jempol. Bahkan, wacana pendidikan gratis yangdiusung sebagian besar politikus saat berkampanye cuma bualan politik yang jauh dari nilaikebenaran. Ibarat menunggu hujan di musim kemarau begitulah ketika kita menanti janji

pendidikan murah bahkan gratis.Benarlah, orang miskin dilarang sekolah. Sama seperti peraturan tidak tertulis, orang

miskin tak boleh sakit. Bagaimana bisa mengatakan biaya pendidikan akan murah jika PT yangdalam salah satu Tri Darma-nya menyebut pengabdian kepada masyarakat malah memilih

berganti status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum Milik Negara(BHMN).

Perubahan status ini tidak terlepas dari upaya komersialisasi perguruan tinggi. Dengan begitu PT leluasa mencari uang karena aturan telah membenarkan BLU dan BHMN untuk mengelola sumber pendapatan yang dimiliki.

Jalur penerimaan mahasiswa baru tidak terfokus pada SNMPTN. Masing-masing PT

memiliki kebijakan tersendiri untuk menerima mahasiswa baru. Secara umum program penerimaan mahasiswa baru tersebut bernama Seleksi Penelusuran Minat dan Kemampuan.Kemampuan di sini tidak identik dengan kemampuan akademis, tetapi lebih mengarah padakemampuan finansial.

Calon mahasiswa yang memiliki kemampuan akademis tinggi dan sangat berminat padasuatu jurusan di PTN tetapi tidak ditunjang dengan kemampuan finansial harus siap-siap gigit

jari.

Dengan komersialisasi perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi negeri berarti perguruan tinggi telah mengkhianati Tri Darma-nya. Untuk memperjelas sikap, semestinya perguruan tinggi tidak lagi mencantumkan unsur pengabdian kepada masyarakat. Perguruantinggi tidak perlu malu untuk mengganti pengabdian kepada masyarakat menjadi pengabdian

pada uang.

Jika memang benar dunia pendidikan kita telah terjangkiti penyakit kapitalisme yangsemuanya diukur bedasarkan uang dan modal, maka benar juga kalau calon mahasiswa baruyang miskin dilarang berkuliah. Dengan begitu pendidikan adalah hak setiap warga kaya dannegara berkewajiban mencerdaskan kehidupan masyarakat kaya. Masyarakat yang miskin dantidak punya uang hanya pelengkap dan penonton setia dalam orasi politik dan bualan-bualankampanye.

Page 4: Komersialisasi Perguruan Tinggi

7/28/2019 Komersialisasi Perguruan Tinggi

http://slidepdf.com/reader/full/komersialisasi-perguruan-tinggi 4/6

Komersialisasi Perguruan Tinggi

4

Privatisasi atau komersialisasi perguruan tinggi?

Pengesahan RUU BHP oleh DPR pada hari Rabu,17 Desember 2008 yang lalu telahmenuai protes keras dari kalangan mahasiswa di beberapa kota di Indonesia. Bahkan diantara

para praktisi pendidikan tinggi sendiri, masih terjadi pro dan kontra atas diberlakukannya UU

BHP ini. Ketakutan mahasiswa atau para pengguna jasa pendidikan tinggi selama ini adalahakses masuk Perguruan Tinggi (PT) semakin sulit. Dan PT akan menjadi barang mewah bagisebagian besar masyarakat kita. Pengesahan RUU BHP menjadi UU BHP seolah memberikanlegitimasi pada aksi komersialisasi yang selama ini terjadi dan dilakukan oleh PT yang sudahmenjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).

Praktek komersialisasi bisa kita jumpai di beberapa PT BHMN. Privatisasi perguruantinggi telah disalahartikan menjadi liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi. Dengandalih peningkatan kuwalitas sebuah PT:peningkatan fasilitas riset dan peningkatan kesejahteraanhidup para staf pengajarnya, PT BHMN berkompetisi menaikkan biaya pendidikan bagi para

pengguna jasa pendidikan tinggi. PT BHMN berlomba menawarkan berbagai paket istimewa

dengan tarif masuk sangat fantastis, bahkan bisa mencapai angka sekitar Rp 100 juta(Kompas,12 Mei2008).

Paket-paket istimewa ini semakin mereduksi paket regular dan terjangkau. Artinya,kesempatan bagi calon pengguna jasa pendidikan tinggi dari kalangan menengah ke bawahsemakin menciut. Dan, apa yang kita takutkan bersama yaitu PT sebagai sebuah public good

bergeser dan berubah bentuk menjadi sebuah business enterprise akan menjadi kenyataan.Padahal, sebagai sebuah public good, pendidikan tinggi tidak boleh dikomersialisasikan! Karena

pada hakekatnya adalah menjadi tanggungjawab negara untuk mencerdaskan bangsanya.Membiarkan kondisi ini terjadi sama saja dengan menutup peluang masyarakat kita untuk mendapatkan haknya dan berarti pengingkaran terhadap UUD1945.

Mengukur kesiapan kita

Tanpa disadari, privatisasi yang telah berjalan selama ini juga telah membunuh sekitar 800 perguruan tinggi swasta (PTS) kecil karena tidak siap berkompetisi (Jawapos,2 Agustus2008).Karena PT BHMN telah merebut ladang PTS kecil dengan paket-paket istimewa yangselama ini mereka tawarkan.Calon pengguna jasa pendidikan tinggi bermodal tinggi tentu akanlebih melirik PT BHMN daripada PTS.

Privatisasi PTN sebetulnya sah-sah saja dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk mendorong PT tampil lebih kreatif/progresif dalam mencari alternatif sumber pendanaan diluar

anggaran negara dan mempunyai kebebasan dalam mengelola dirinya. Seperti yang sedangdilakukan oleh USA, Inggris dan Jepang. Mungkin yang perlu dipertimbangkan adalah pemilihan waktu yang tepat untuk melakukan proses privatisasi PTN.

Saat ini, bisa dikatakan bahwa masyarakat kita dan PTN sendiri belum siap dengan privatisasi. Pendapatan perkapita masyarakat kita masih sangat rendah dan PTN kita masih belum memiliki kecukupan modal dasar: SDM, endowment fund, fasilitas riset dan danaoperasional. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran tujuan privatisasi. Privatisasi seolahmenjadi legitimasi bagi proses liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi di tanahair.Seperti yang sudah terjadi pada PT BHMN selama ini.Apalagi salah satu pasal dalam UUBHP yang barusaja disahkan menyatakan bahwa 1/3 dari biaya operasional PT menjadi

tanggungjawab pengguna jasa pendidikan tinggi.

Endowment fund, fasilitas riset dan dana operasional PTN2 kita untuk bisa dilepas dandiprivatisasi sangat jauh dari cukup. Mungkin hanya satu-dua PTN saja yang memilikikecukupan endowment fund dan memilki fasilitas riset yang boleh dianggap memadai untuk bisadiprivatisasi. Walau menurut saya masih jauh dari apa yang bisa kita temui di PT di USA,Inggris dan Jepang, yang juga sedang melakukan privatisasi.

Page 5: Komersialisasi Perguruan Tinggi

7/28/2019 Komersialisasi Perguruan Tinggi

http://slidepdf.com/reader/full/komersialisasi-perguruan-tinggi 5/6

Komersialisasi Perguruan Tinggi

5

Ketidaksiapan PTN kita menjadi faktor penyebab kenapa PTN yang sudah terlanjur diprivatisasi (PT BHMN) kelimpungan dan pontang-panting mencari sumber pendanaan untuk

bisa tetap beroperasi normal. Dan yang menyedihkan, pengguna jasa pendidikan tinggi-lah yangmenjadi korban.

Melirik privatisasi di negara maju

Di Amerika Serikat, Inggris dan Jepang, institusi pendidikan tinggi juga terus didorong-kalau tidak boleh dikatakan wajib-untuk menyerap dana yang lebih besar di luar anggarannegara. Tetapi dengan mempertimbangkan endowment fund dan fasilitas riset yang dimiliki olehPTN yang akan di privatisasi. Kecukupan dana abadi dan fasilitas riset dari sebuah PTN sebelumdiprivatisasi menjadi prasyarat mutlak sebuah PTN untuk bisa tetap bertahan dan produktif setelah diprivatisasi. Karena mereka tidak akan menggantungkan sepenuhnya sumber pendanaan

pada pengguna jasa pendidikan tinggi.

Universitas Havard misalnya, memiliki dana abadi sekitar $29.2 milyar, MIT memiliki

dana abadi lebih dari $8.5 milyar dan Universitas Yale telah berhasil meningkatkan danaabadinya menjadi sebesar $18 milyar. Sementara Universitas Cambridge memiliki endowmentfund sekitar £4.1 milyar, sedikit lebih besar dari Universitas Oxford. Dana abadi inilah yangkemudian digulirkan oleh universitas tadi dalam bentuk investasi-investasi yang keuntungannyadipergunakan untuk mendanai berbagai aktifitas riset dan belajar mengajar di PT. Baik ituinvestasi yang bersentuhan dengan bisnis berbasis inovasi teknologi maupun investasi lainnya.Yang pada akhirnya mampu mengurangi ketergantungan mereka pada dana dari anggaran negaradan pengguna jasa pendidikan tinggi.

Sebagai contoh MIT, PT ini telah berhasil meraup keuntungan sampai 23% pertahun daritotal investasi dana abadinya, Universitas Yale telah mencetak return sebesar 17% pertahun dari

total investasinya, dan Universitas Cambridge meraih keuntungan pertahun sekitar 8% serta telahmemberikan kontribusi bagi total revenue unversitasnya sebesar 6%, atau sekitar £575 juta.

Soal fasilitas riset, kita tidak perlu ragukan lagi.Fasilitas riset disana telah terbuktimampu memproduksi berbagai sains baru serta invoasi teknologi yang mampu membuka bisnisdan market baru ditingkat global.Bahkan mampu bersaing dengan sebuah negara dalam ikutmenjadi penggerak perekonomian dunia.

Privatisasi di tanah air memang harus dilakukan agar tidak terlalu membebani anggarannegara,tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dankesiapan perguruan tinggi kita. Kalau tidak, privatisasi di Indonesia hanya akan jadi ajangkomersialisasi pendidikan tinggi!

Page 6: Komersialisasi Perguruan Tinggi

7/28/2019 Komersialisasi Perguruan Tinggi

http://slidepdf.com/reader/full/komersialisasi-perguruan-tinggi 6/6

Komersialisasi Perguruan Tinggi

6

Kesimpulan:

Pengesahan RUU BHP menjadi UU BHP seolah memberikan legitimasi pada aksikomersialisasi yang selama ini terjadi dan dilakukan oleh PT yang sudah menjadi Badan HukumMilik Negara (BHMN).

Masing-masing PT memiliki kebijakan tersendiri untuk menerima mahasiswa baru.Secara umum program penerimaan mahasiswa baru tersebut bernama Seleksi Penelusuran Minatdan Kemampuan. Kemampuan di sini tidak identik dengan kemampuan akademis, tetapi lebihmengarah pada kemampuan finansial.

Dengan begitu peguruan tinggi hanya menjadi mesin pencetak uang semata. Bukan lagiuntuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka pemerintah seharusnya berpikir ulangtentang keputusannya mengubah Perguruan Tinggi Negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara.

Dan jika memang benar dunia pendidikan kita telah terjangkiti penyakit kapitalisme yang

semuanya diukur bedasarkan uang dan modal, maka benar juga kalau calon mahasiswa baruyang miskin dilarang berkuliah. Dengan begitu pendidikan adalah hak setiap warga kaya dannegara berkewajiban mencerdaskan kehidupan masyarakat kaya. Masyarakat yang miskin dantidak punya uang hanya pelengkap dan penonton setia dalam orasi politik dan bualan-bualankampanye.