komponen dalam berbasis sekolah]
TRANSCRIPT
KOMPONEN DALAM
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
TUGAS MATA KULIAH
PENULISAN KARYA ILMIAH
Dosen Pengampu
Drs. Suhartono, M.Pd
Disusun Oleh :
Nama : Amalia Ningsih
NIM : X7210006
Kelas : A
Semester : 6
PROGRAM STUDI S-1 PGSD KAMPUS VI KEBUMEN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Makalah :Komponen Dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Peneliti
Nama : Amalia Ningsih
NIM : X7210006
Kelas : A
Semester : VI
Kebumen, 25 Maret 2011
Penulis
Amalia Ningsih
NIM X7210006
Mengesahkan
Sekretaris Program PGSD
Drs. Wahyudi, M.Pd
NIP 19621210 198803 1 001
Dosen Pembimbing
Drs. Suhartono, M.Pd
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Komponen Dalam Manajemen
Berbasis Sekolah.
Penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penulisan Karya Ilmiah semester VI Program S-1 PGSD FKIP UNS Kampus VI Kebumen. Penulisan makalah ini dapat dilaksanakan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Wahyudi, M.Pd selaku Sekretaris Program S1 PGSD Kampus VI
Kebumen;
2. Bapak Drs. Suhartono, M.Pd selaku dosen pengampu Mata Kuliah Penulisan Karya
Ilmiah;
3. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca yang budiman demi kesempurnaan
makalah ini.
Kebumen, 25 Maret 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
……………………………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN
………………………………………………………………… ii
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………….
iii
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………….
1
A. Latar
Belakang……………………………………………………………………………
.. 1
B. Rumusan Masalah
……………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
……………………………………………………………………… 3
A. Komponen dan Manajemen Berbasis Sekolah …………………………………. 3
A. Manajemen Kurikulum
…………………………………………………………………. 4
B. Manajemen Pembelajaran
……………………………………………………………… 5
C. Manajemen Tenaga Kependidikan
…………………………………………………. 6
D. Manajemen Kesiswaan
…………………………………………………………………. 7
E. Manajemen Keuangan
………………………………………………………………….. 8
F. Manajemen Sarana dan Prasarana
………………………………………………….. 9
G. Manajemen Hubungan Kemasyarakatan …………………………………………
10
H. Manajemen Layanan
Khusus………………………………………………………… 11
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………….. 12
A. Kesimpulan
………………………………………………………………………………… 12
B. Saran………………………………………………………………………………
………….. 12
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………….. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Dewasa ini globalisasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam
berbagai lingkungan termasuk lingkungan pendidikan. Salah satu contoh perubahan
mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah Manajem Berbasis Sekolah.
Pemerintah telah melakukan sosialisasi ditingkat sekolah dasar pada khususnya
tentang pengaruh dan kegunaan Manajemen Berbasis Sekolah terhadap peningkatan
mutu dan kualitas sekolah menuju kearah yang lebih baik, akan tetapi hal tersebut
seolah tidak mendapat respon yang positif dari pihak sekolah. Terbukti dengan masih
banyaknya angka partisipasi pendidikan nasional yang kurang baik dan kualitas
pendidikan tetap menurun. Diharapkan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
sesuai dengan anjuran yang diberikan sehingga Manajemen Berbasis Sekolah dapat
berhasil mengangkat kondisi dan memecahkan masalah pendidikan yang ada. Hal
tersebut diharapkan akan bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Dalam Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah memiliki wewenang yang besar
dalam mengelola kebijakannya. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengelola sekolah sangatlah penting, selain peran guru, siswa, maupun peran serta
masyarakat tentunya. Dalam pengeolaan sekolah diperlukan suatu kemampuan
manajerial. Dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah, Nurkholis (2003: 120)
menyatakan bahwa: “Sebagai manajer, kepala sekolah harus memerankan fungsi
manajerial dengan melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan
dan mengoordinasikan.”
Dari hal tersebut jelas terlihat bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangatlah
vital dalam pengelolaan sekolah. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya sebuah
sekolah apabila kepala sekolah tidak memiliki kemampuan manajemen ( sebagai
manajer ) maka yang terjadi adalah kesemrawutan pengelolaan, baik itu pengelolaan
kurikulum, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan tenaga pendidik dan
kependidikan, pengelolaan kesiswaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana dan
prasarana, pengelolaan hubungan kemasyarakatan, serta pengelolaan layanan khusus.
Akan tetapi, pengelolaan tersebut tidak semata-mata tugas dari kepala sekolah saja.
Dibutuhkan kerjasama yang baik antara komponen sekolah itu sendiri. Baik dari guru,
siswa, orang tua siswa, maupun komite sekolah. Apabila kerjasama terjalin dengan
baik, maka tujuan pendidikan yang diharapkan akan lebih mudah tercapai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, terdapat
beberapa rumusan masalah dalam kaitannya dengan komponen Manajemen Berbasis
Sekolah, yaitu sebagai berikut:
A. Apakah pengertian dari komponen dan Manajemen Berbasis Sekolah?
B. Bagaimanakah Manajemen Kurikulum?
C. Bagaimanakah Manajemen Pembelajaran atau Pengajaran?
D. Bagaimanakah Manajemen Ketenagaan?
E. Bagaimanakah Manajemen Kesiswaan?
F. Bagaimanakah Manajemen Keuangan dan Pembiayaan?
G. Bagaimanakah Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan?
H. Bagaimanakah Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat?
I. Bagaimanakah Manajemen Layanan Khusus?
Untuk menjawab beberapa rumusan masalah di atas, berikut penjelasannya
dalam Bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KOMPONEN DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Komponen adalah bagian yang merupakan seutuh ( W.J.S. Poerwodaminto,
1984: ). Secara umum, komponen merupakan bagian dari sebuah sistem utuh.
Mengenai pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Nurkholis
(2003: ) menyatakan bahwa:
Manajemen Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan sekolah berdasarkan kekhasan, kebolehan, kemampuan, dan kebutuhan sekolah,yang dilakukan secara partisipatif, transparan, akuntabel, berwawasan kedepan, tegas dalam penegakan hukum, adil, prediktif, peka terhadap aspirasi stakeholder, pasti dalam jaminan mutu, professional, efisien dan efektif dalam rangka peningkatan mutu.
Sedangkan menurut Mulyasa (2009: ) menyatakan bahwa: “MBS adalah salah
satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk
menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi peserta didik.”
Tidak terlalu berbeda dengan pendapat di atas, Rohiat (2008: ) juga
menyatakan bahwa:
MBS adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi, memberikan fleksibilitas atau keluwesan pada sekolah, mendorong partisipasi sekolah secara langsung dari warga sekolah dan masyarakat dan guna meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita pahami bahwa komponen
merupakan bagian dari sebuah keutuhan. Dalam hal ini keutuhan yang dimaksud
adalah MBS. Jadi komponen dalam MBS memiliki makna bagian-bagian dari
Manajemen Berbasis Sekolah. Bagian-bagian tersebut antara lain: Manajemen
Kurikulum, Manjemen Keuangan, dan sebagainya.
B. MANAJEMEN KURIKULUM
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Kurikulum SDN
3 Tamanwinangun, 2010: 5). Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang
ada di daerah. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya
telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasioanal ( sekarang Kementerian
Pendidikan Nasional-red ) pada tingkat pusat. Karena itu sekolah merealisasikan dan
menyesuaiakan kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran. Disamping itu,
sekolah juga bertugas dan berwenang untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat.
Menurut Nurkholis (2003: 45) menyatakan bahwa: “Sekolah dapat
mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara
nasional yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat. Sekolah juga diberi kebebasan
untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.”
Pengembangan kurikulum muatan lokal telah dilakukan sejak digunakkannya
Kurikulum 1984, khususnya di sekolah dasar (Mulyasa, 2009: 40). Pada kurikulum
tersebut muatan lokal disisipkan pada berbagai bidang studi yang sesuai. Dalam
kurikulum 1994, muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi.
Jadi intinya adalah dalam pengelolaan kurikulum yang bersifat nasional,
sekolah tidak berhak mengurangi isinya. Yang boleh dikembangkan adalah muatan
lokal yang disesuaiakan sesuai dengan kondisi dan karakteristik sekolah masing-
masing.
C. MANAJEMEN PROGRAM PEMBELAJARAN ATAU PENGAJARAN
Sekolah diharapkan dapat mengembangkan program pengajaran serta
melaksanakan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan
program sekolah, manajer hendaknya tidak membatasi diri pada pendidikan dalam
arti sempit, ia harus menghubungkan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.
Dalam kepentingan kepala sekolah sebagai manajer, ia harus bertanggung
jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan
program pengajaran di sekolah. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, ada empat
langkah yang harus dilakukan. Menurut Mulyasa (2009: 41) , empat langkah tersebut
yaitu: menilai kesesuaian program yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan
kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan
program, serta menilai perubahan program.
Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik
pembelajaran yang paling efektif (Nurkholis, 2003: 45). Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, maka dalam proses pembelajaran atau pengajaran ada baiknya bersifat
terpusat pada siswa.
Mengenai pembelajaran bersifat pada siswa, Rohiat (2008: 65) menyatakan
bahwa:
Yang dimaksud dengan pembelajaran berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena iitu, cara-cara belajar siswa aktif seperti active learning, cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
Berikut beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan program
pengajaran:
1. Tujuan yang hendak dicapai harus jelas;
2. Bersifat sederhana dan fleksibel;
3. Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan;
4. Bersifat menyeluruh dan harus jelas pencapainnya;
5. Ada koordinasi antarkomponen pelaksana program.
Dari beberapa prinsip di atas, apabila dapat dilaksanakan semua maka tujuan
yang diharapkan akan lebih mudah tercapai. Selain itu, dalam pengelolaan sekolah
harus ada pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan, program-program
pembelajaran. Dengan tujuan agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan
teratur.
D. MANAJEMEN TENAGA KEPENDIDIKAN
Ketenagaan dalam sekolah identik dengan posisi guru sebagai pendidik
maupun tenaga kependidikan. Adanya pembagian tugas yang jelas antara ketenagaan
yang satu dengan yang lainnya akan menunjang kelancaran dari pelaksanaan
pembelajaran di sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 42) manajemen tenaga kependidikan (guru dan
personil) mencakup (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan
dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6)
kompensasi, (7) penilaian pegawai.
Mengenai pengelolaan ketenagaan, Nurkholis (2003: 46) menyatakan bahwa:
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
Tugas kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga
kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan
tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga kependidikan (guru dan
pegawai) secara pribadi. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan
instrumen pengelolaan tenaga kependidikan, seperti daftar riwayat pekerjaan, dan
kondisi pegawai untuk membantu kelancaran MBS di sekolah yang dipimpinnya.
E. MANAJEMEN KESISWAAN
Mengenai Manajemen Kesiswaan, Mulyasa (2009: 46-47) menyatakan bahwa:
Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik (siswa), mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.
Tujuan dari manajemen kesiswaan yaitu untuk mengatur berbagai kegiatan
dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan
lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Tanggung jawab kepala sekolah menurut Sutisna (1985) dalam Mulyasa
(2009: 46) sebagai berikut:
1. Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah yang berhubungan dengan
itu;
2. Penerimaan, orientasi, klarifikasi, dan penunjukkan murid kelas dan program
studi;
3. Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar;
4. Program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti :
pengajaran, perbaikan, dan pengajaran luar biasa;
5. Pengendalian dan disiplin murid;
6. Program bimbingan dan penyuluhan;
7. Program kesehatan dan keamanan;
8. Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional.
Nurkholis (2003: 46) dan Rohiat (2008: 67) menyatakan bahwa: “Yang
diperlukan dalam manajemen kesiswaan adalah intensitas dan ekstensinya.”
Yang perlu diperhatikan dalam manajemen kesiswaan adalah bahwa sekolah
tidak hanya mengembangkan pengetahuan anak saja, akan tetapi juga harus
mengembangkan sikap kepribadian, aspek sosial emosional, disamping keterampilan-
keterampilan yang lain. Sehingga akan tercipta peserta didik yang cerdas intelejen,
emosional, maupun spiritualnya.
F. MANAJEMEN KEUANGAN
Keuangan merupakan salah satu sumber dari sekolah yang secara langsung
menunjang kelangsungan dari sekolah tersebut dalam efektifitas dan efisiensi
pengelolaan pendidikan. Dalam MB, hal tersebut akan jauh lebih terasa, karena
menuntut sekolah untuk merencanakan, mengelola, mengevaluasi, serta
mempertanggungjawabkan penggunaan keuangan secara transparan.
Sekolah diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata bergantung
pada pemerintah (Nurkholis, 2003: 46). Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa
sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi uang sudah
seharusnya dilimpahkan ke sekolah (Rohiat, 2009: 66)
Mulyasa (2009: 48) menyatakan bahwa: “Sumber keuangan dan pembiayan
sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) pemerintah,
(2) orang tua atau peserta didik, (3) masyarakat.”
Dalam pengelolaan keuangan di sekolah, diperlukan rasa tanggungjawab yang
besar dari semua komponen sekolah agar penggunaannya dapat maksimal dan sesuai
sasaran. Dengan penggunaan yang tepat, maka semua kebutuhan sekolah dalam hal
peningkatan pembelajaran, baik teknis ataupun non-teknis akan tercukupi sehingga
sekolah dapat berjalan dengan lancar, teratur dan bertanggungjawab.
G. MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
( FASILITAS )
Mengenai sarana dan prasarana pendidikan, Mulyasa (2009: 49) menyatakan
bahwa:
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
Manejemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan
sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan
baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah.
Nurkholis (2003: 46) dan Rohiat (2008: 66) sepakat bahwa pengelolaan
fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan, dan
perbaikan hingga pengembannya.
Melihat alasan dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa dalam MBS,
sekolah yang benar-benar mengetahui kondisi dan kebutuhan fasilitas untuk
pengembangan sekolahnya masing-masing.
H. MANAJEMEN HUBUNGAN MASYARAKAT
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu
sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan
pribadi peserta didik di sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 50) tujuan dari hubungan sekolah dengan
masyarakat adalah:
1) Memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak;
2) Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan
masyarakat;
3) Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Gambaran dan kondisi sekolah dapat diinformasikan ke masyarakat melalui
laporan kepada orang tua siswa, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran
sekolah, open house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah siswa (home visit),
penjelasan oleh staf sekolah, siswa itu sendiri, radio serta laporan tahunan.
Esensi dari hubungan ini adalah meningkatkan keterlibatan, kepedulian,
kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial
yang dari dulu telah didesentralisasikan {Nurkholis (2003: 46-47) dan Rohiat (2008:
67)}
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa kelangsungan
sebuah sekolah tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat. Maka, seyogyanya
jalinan atau hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat harus dijunjung
tingggi. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, pun demikian dengan
masyarakat yang harus merasa memiliki sekolah. Keduanya saling membutuhkan
demi tercapainya tujuan pendidikan Indonesia.
I. MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS
Menurut Mulyasa (2009: 52) manajemen layanan khusus meliputi manajemen
perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah.
1) Manajemen perpustakaan
Perpustakaan yang lengkap dan dikelola dengan baik akan menunjang
perkembangan peserta didik dalam hal perkembangan pengetahuan .
Disamping itu juga memungkinkan bagi guru untuk mengembangkan
pengetahuan secara mandiri, dan juga dapat mengajar dengan metode
bervariasi, misalnya belajar individual.
2) Manajemen Kesehatan
Sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan
bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran, tidak hanya bertugas
mengembangkan pengetahuan saja, tetapi juga harus meningkatkan
jasmani dan rohani siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Sebagai
tindak lanjut dari hal tersebut, maka di sekolah diadakan UKS ( Usaha
Kesehatan Sekolah ) dan pendirian tempat ibadah.
3) Manajemen Keamanan
Dengan tujuan memberikan rasa tenang dan nyaman dalam mengikuti
proses belajar dan mengajar bagi komponen sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa komponen MBS yang telah diuraikan di atas, sebenarnya
ada benang merah dari pelaksanaan MBS, yaitu bahwa sekolah mempunyai
kewenangan dalam mengelola sekolahnya. Alasan yang menguatkan hal tersebut
karena sekolah dianggap lebih memahami dan mengetahui kondisi yang ada di
sekolah, baik mengenai program pembelajaran, ketenagaan, kesiswaan, keuangan,
sarana dan prasarana, hubungan dengan masyarakat serta layanan khusus. Akan
tetapi kewenangan tersebut tidak dalam arti semuanya merupakan kewenangan
sekolah. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, diantaranya dalam hal kurikulum.
Sekolah hanya berwenang menjabarkan kurikulum nasional dan mengembangkan
kurikulum muatan lokal sesuai dengan karakteristik daearahnya masing-masing.
Jadi konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagaimana telah
diuraikan di atas, esensinya adalah kewenangan yang besar pada sekolah dengan
tuntutan kemampuan manajerial dari kepala sekolah dengan dukungan dari guru,
peserta didik, masyarakat, serta pemerintah.
B. Saran
1. Komponen-komponen MBS seperti diuraikan di atas akan berjalan dengan baik apabila kemampuan manajerial kepala sekolah baik dengan didukung oleh semua komponen sekolah yang ada;
2. Sebaiknya semua komponen dalam sekolah memahami tugas dan kewajibannya masing-masing sehingga akan tercipta kondisi yang baik demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurkholis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah. Bandung: PT Refika Aditama.
Tim Pengembang Kurikulum. 2010. Kurikulum SD Negeri 3 Tamanwinangun.