komunikasi antarbudaya dalam proses...
TRANSCRIPT
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES
AKULTURASI BUDAYA (STUDI KASUS PADA MAHASISWA
AFRIKA (GAMBIA) DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Disusun oleh:
Vicky Dianiya
NIM: 1113051000038
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017
fEI{CESAHAN PAr\{ITt{ tEL4Il
Skripsi berjudul Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi
Bud*v* {Studi Kasus }Iahasiswa Afrika (Gambia) tli tlniversitas l;l:inn
Itegeri Syarif ttidr-r*frllak Jnk*rt*! telah ttiujika* dalam sidar:g mu*aqasyah
Fakultas Dakr.vah dan llnru Komunikasi UIN Syarif Flidai,atullah Jaharta pa<la
tanggal 1 l Juli 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syari:rt
rrrrxprroleh gelar Sarjana Sosial {S, Scsl pada Jurusan Komuaikasi dan Peni*ran
Islart.
.Takarta I I J*li Z'-lt 17
Si**rg Mu*nq*qrak
Sekretaris merangk*p anggota
NiP: 19830610 2{}+q1:: t}ai1
Peaguji II
Pembimbing
Ketua merangkap *nggota
NiF. la-58C910
NiP: iq7iilS1
i
ABSTRAK
Vicky Dianiya Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Budaya (Studi Kasus pada Mahasiswa Afrika (Gambia) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Akulturasi pada dasarnya mengacu proses di mana kultur seorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Melihat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki mahasiswa yang berasal dari berbagai macam budaya dan berbagai macam Negara sehingga proses akulturasi ini bisa saja terjadi pada mahasiswa asing salah satunya pada mahasiswa Gambia. Namun, disisi lain dengan adanya mahasiswa-mahasiswa dari budaya yang berlainan, ketika mereka melakukan komunikasi bisa saja menimbulkan berbagai macam kesulitan.
Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan tulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan mayor dan minor. Adapun mayornya adalah bagaimana komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi budaya (Studi Kasus pada Mahasiswa Afrika (Gambia) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)? Kemudian minornya adalah apa bentuk akulturasi dalam komunikasi intrapersonal yang terjadi pada Mahasiswa Gambia? Sejauh mana akulturasi dalam komunikasi sosial yang terjadi pada Mahasiswa Gambia? Seperti apa akulturasi dalam komunikasi lingkungan (environmental) yang terjadi pada Mahasiswa Gambia?
Dari hasil pengamatan peneliti di lapangan dan wawancara dengan beberapa mahasiswa Gambia dan mahasiswa Indonesia, peneliti dapat menemukan bahwa adanya proses komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi yang terjadi pada mahasiswa Gambia di UIN Jakarta yaitu adalah komunikasi intrapersona, komunikasi sosial, dan lingkungan komunikasi dengan memasukkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
Teori yang digunakan adalah Akulturasi. Proses akulturasi akan terjadi ketika seseorang yang bersosialisasi dengan budaya baru dan asing. Pendatang mulai secara perlahan mendeteksi adanya kesamaan dan perbedaan di lingkungan pribumi. Sehingga mereka mulai berkenalan sekaligus mengadopsi beberapa norma atau nilai dari lingkungan pribumi atau si tuan rumah (William B. Gudykunst dan Young Yun Kim, 2003: 359).
Komunikasi intrapersonal yang terjadi pada mahasiswa Gambia yaitu ketika para mahasiswa Gambia mulai menyukai makanan-makanan Indonesia. Komunikasi antarpersona yang terjadi antara mahasiswa Gambia dengan mahasiswa Indonesia sulit untuk dilepaskan karena semua mahasiswa diharuskan untuk bersosialisasi dengan mahasiswa lainnya, meskipun ada banyak kendala salah satunya mengenai bahasa. Selanjutnya, komunikasi lingkungan terjadi saat mahasiswa Gambia mencoba berbaur dengan lingkungan baru seperti lebih sering berkumpul bersama mahasiswa Indonesia.
Maka dapat disimpulkan bahwa semua proses akulturasi khususnya dalam komunikasi intrapersonal, sosial dan environmental terjadi pada mahasiswa. Oleh karena itu, mahasiswa Gambia diharapkan dapat mengatasi berbagai hambatan dalam berkomunikasi dengan mahasiswa Indonesia yang terjadi selama mereka berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kata kunci : Akulturasi, Gambia, Indonesia, komunikasi, mahasiswa.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillairahmanirrahim
Alhamdulillahirabil’alamin, penulis panjatkan puji serta syukur yang tak
terhenti kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat iman,
sehingga memberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi tantangan dan
hambatan dalam penyelesaian skripsi ini. Shalawat serta salam semoga Allah
limpahkan kepada nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul: “Komunikasi
Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Budaya (Studi Kasus pada Mahasiswa
Afrika (Gambia) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)” ini
disusun guna memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di
jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan segala usaha dan doa, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya. Dalam menyusun skripsi ini, penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan karya ini
dengan baik. Ini semua berkat arahan, bantuan, petunjuk serta motivasi yang
mereka berikan kepada penulis. Tanpa mereka, dengan keterbatasan yang penulis
miliki, maka sulit hidayah Allah SWT ini dapat terwujud. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.Ag, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Wakil Dekan 1 Suparto, M. Ed. Ph. D, Wakil Dekan II Dr.
Roudhonah, M.Ag, Wadek III Dr. Suhaimi, M. Si.
iii
2. Drs. Masran, M. Ag dan Fita Fathurokhmah, M. Si selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
3. Ade Rina Farida, M. Si sebagai dosen Penasehat Akademik KPI A
angkatan 2013, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan
proposal skripsi.
4. Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, Ph. D, MA, Pembimbing skripsi yang telah
membimbing, memotivasi, mengingatkan, memberikan inspirasi serta doa,
dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh
kesabaran memberikan arahan serta membaca skripsi ini sangat teliti dari
segi sistematika penulisan sampai isi pembahasan.
5. Seluruh dosen jurusan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa
mengurangi rasa hormat atas ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan atau di
luar perkuliahan.
6. Pimpinan beserta staf perpustakaan utama dan perpusatakaan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang selalu ramah melayani kebutuhan literatur.
7. Pimpinan beserta staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama seluruh
staf tata usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang banyak memberikan bantuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa.
8. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku pimpinan Pusat Layanan Kerjasama
Internasional (PLKI) dan seluruh stafnya yang telah membantu penulis
dalam mengerjakan skripsi.
iv
9. Para Mahasiswa Gambia dan Mahasiswa Indonesia yang telah menjadi
narasumber dalam skripsi ini sehingga dapat membantu penulis dalam
menyelasaikan skripsi.
10. Kedua orang tua tercinta, ayah Surya dan ibu Utari Meidyasana. yang
selalu mencurahkan cinta, kasih sayangnya serta beribu tenaga hingga
penulis mampu berkuliah dan menjadi sarjana seperti saat ini.
11. Aringga Al-Pasya Darwis dan Aringgi Al-Pasya Darwis, adik-adik
terngeselin tapi juga tersayang yang telah memberikan hiburan dan
semangat dalam menempuh perjalanan kuliah ini.
12. Rezasa Akbar Alkhafi yang telah mendukung, membantu, menghibur dan
memberi ruang kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi dan penulis
menunggu segera skripsinya.
13. Sahabat seperjuangan skripsi, Ayu Utami Saraswati, Delsha Amanda
Pohan, Desty Aryani, Intan Afrida Rafni, dan Rizki Yanuarti yang selalu
ada di saat susah dan senang, dalam sedih dan bahagia yang terjadi selama
hampir 4 tahun belakangan ini.
14. Sahabat terhebat, Annisa, Bila, Dewi, Mia, Syifa, Nabila, Adam dan
Wicak yang selalu mau mendengarkan segala keluh kesah penulis, berbagi
cerita mengenai pembuatan skripsi serta membantu penulis.
15. Dede-dede emesh KPI, yaitu Salfania selaku sepupu penulis dan kedua
temannya Widya dan Ina yang membantu penulis dan memberikan
motivasi agar cepat lulus.
16. Teman yang menemani saat jam kosong perkuliahan, Teb Fams, baq, gie,
jay, zhiy, dar, ga, lang, sa, bib, con, fiq, qih, ziz, je, penk, ki, yu, del, des,
v
ki, mut, terimakasih atas keseruan dan kebersamaan selama di dalam
kampus maupun di luar kampus. Kalian luar biasa.
17. Seluruh temen satu angkatan terutama teman sekelas KPI A 2013,
Komunitas AIR Film, Himpunan Mahasiswa Jurusan KPI, Dewan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah memberikan banyak pengalaman berharga dan ilmu yang tak ternilai
selama penulis berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Akhir kata, hanya bisa berdoa agar Allah SWT dapat membalas segala
kebaikan dari seluruh pihak yang telah membantu penulis. Penulis juga berharap
semoga sripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri pada
umumnya meskipun tentu banyak sekali kekurangan dalam penelitian ini, yang
Insha Allah kekurangan tersebut dapat peneliti perbaiki di kemudian hari dan
kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Jakarta, 16 Juni 2017
Vicky Dianiya
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL .................................................................... ix
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Permasalahan................................................................................................ 7
1. Identifikasi Masalah ................................................................................. 7
2. Batasan Masalah ....................................................................................... 8
3. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
D. Signifikasi Penelitian ................................................................................... 9
1. Manfaat Teoritis ....................................................................................... 9
2. Manfaat Praktis ......................................................................................... 9
E. Metodologi Penelitian ................................................................................ 10
1. Paradigma Penelitian .............................................................................. 10
2. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 10
3. Bingkai Teori .......................................................................................... 11
4. Subjek dan Objek Penelitian .................................................................. 14
5. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 14
6. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 14
F. Tinjauan Pustaka dan Peneliti Terdahulu ................................................... 17
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 19
vii
BAB II
LANDASAN TEORI ........................................................................................... 21
A. Komunikasi ................................................................................................ 21
1. Pengertian Komunikasi .......................................................................... 21
2. Unsur – Unsur Komunikasi .................................................................... 24
B. Komunikasi Antar Budaya ......................................................................... 27
1. Pengertian Budaya .................................................................................. 27
2. Komunikasi Antarbudaya ....................................................................... 29
C. Akulturasi dalam Komunikasi ................................................................... 31
1. Komunikasi Intrapersonal ...................................................................... 33
2. Komunikasi Sosial .................................................................................. 35
3. Lingkungan Komunikasi ........................................................................ 37
D. Nilai-Nilai Keislaman ................................................................................ 38
1. Akidah .................................................................................................... 38
2. Syariah .................................................................................................... 40
3. Akhlak .................................................................................................... 41
BAB III
GAMBARAN UMUM ........................................................................................ 48
A. Pusat Layanan Kerjasama Internasional .................................................... 48
B. Visi dan Misi PLKI .................................................................................... 51
C. Tujuan dan Fungsi PLKI ............................................................................ 52
D. Struktur Organisasi .................................................................................... 53
E. Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan ............................................................... 55
F. Mahasiswa Internasional ............................................................................ 57
G. Daftar Mahasiswa Gambia ......................................................................... 59
viii
BAB IV
PROSES AKULTURASI BUDAYA MAHASISWA AFRIKA (GAMBIA) DI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ................................................. 62
A. Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Mahasiswa Gambia
UIN Jakarta ........................................................................................................ 63
1. Komunikasi Intrapersonal ...................................................................... 63
2. Komunikasi Sosial .................................................................................. 80
3. Lingkungan Komunikasi ........................................................................ 88
B. Nilai-Nilai Keislaman ................................................................................ 91
1. Akidah .................................................................................................... 91
2. Syariah .................................................................................................... 93
3. Akhlak .................................................................................................... 94
BAB V
PENUTUP ............................................................................................................ 98
A. Kesimpulan ................................................................................................ 98
B. Saran ......................................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 101
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar 1.1
Bingkai Teoritis ..................................................................................................... 13
Gambar 2.1
Unsur-Unsur Komunikasi ..................................................................................... 25
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI).................. 54
Tabel 3.1
Data Mahasiswa Aktif Gambia Strata 1 di Universitas Islam Negeri Jakarta ...... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan sehari-hari manusia sejatinya tidak akan bisa lepas dari kegiatan
bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang lain. Dengan bersosialisasi inilah
manusia dapat menjalani kodratnya, yaitu sebagai makhluk sosial. Selain itu,
kehidupan manusia ditandai oleh dinamika komunikasi. Seluruh umat manusia di
dunia benar-benar menyadari bahwa semua kebutuhan hidupnya hanya dapat
dipenuhi jika dia berhasil berkomuniasi secara efektif maka seluruh kebutuhannya
dapat dia capai.1
Dalam berkomunikasi ternyata bukan hanya sekedar percakapan ringan atau
sebatas bertukar informasi saja antar komunikator dan komunikan, tetapi juga
mempunyai berbagai macam langkah dan proses yang rumit. Menurut Saundra
Hybels dan Richard L. Weaver II, bahwa komunikasi merupakan setiap proses
pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu meliputi informasi yang
disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh,
gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk
memperkaya sebuah pesan.2 Adanya rangkaian proses komunikasi inilah yang
nantinya akan membawa para pelaku komunikasi dalam menerjemahkan sekaligus
merespons sebuah pesan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
1Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS, 2007),
hal. 2-3. 2Saundra Hybels dan Richard L. Weaver II, Communicating Effectively, (New York:
McGraw Hill, 2007), hal. 8.
2
Dengan belajar memahami komunikasi antarbudaya berarti kita juga belajar
memahami realitas budaya yang berpengaruh dan berperan dalam komunikasi. Kita
dapat melihat bahwa proses perhatian komunikasi dan kebudayaan, terletak pada
variasi langkah dan cara berkomunikasi yang melintasi komunitas atau kelompok
manusia. Fokus perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga meliputi bagaimana
menjajaki makna, pola-pola tindakan, juga tentang bagaimana makna dan pola-pola
itu diartikulasikan ke dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok
politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang melibatkan interaksi
antarmanusia.3
Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,
antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang
kebudayaan yang memengaruhi perilaku komunikasi para peserta.4 Selain itu, Bakti
menjelaskan ada tujuh aktor komunikasi antarbudaya, yaitu Muslim dan non-
Muslim, pusat dan daerah, aparat negara dan penduduk sipil, penduduk asing dan
penduduk pribumi, golongan sekuler dan golongan religius, kelompok modern dan
kelompok tradisional, terakhir pria dan wanita.5
Semua aktor komunikasi antarbudaya tersebut haruslah memiliki rasa saling
pengertian antarbudaya karena hal ini merupakan yang penting untuk melakukan
hubungan antarbudaya tersebut agar tidak ada rasa saling mengunggulkan salah satu
3Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
hal. 10. 4Charley H. Dood, Dynamics of Intercultural Communication, (Dubuque: Wm. C.Brown
Publishers, 1991), hal. 5. Lihat juga Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal 11.
5Andi Faisal Bakti, ‘Major Conflict in Indonesia, How can Communication Contribute to a Solution?’ Review of Human Factor, vol. 6, no. 2, (Canada: Desember 2000), hal. 33.
3
budaya dari diri masing-masing etnis. Kita perlu membangun sebuah hubungan
antarbudaya yang berlandaskan persaudaraan, karena kita semua sebagai manusia
tidak dapat berdiri sendiri.
Dalam komunikasi antarbudaya pun ada proses akulturasi, yaitu proses sosial
yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian
rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing ini lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri.6 Hal ini dapat dilihat adanya tradisi pembagian uang ketika perayaan Idul
Fitri, yang sebenarnya terjadi karena adanya proses akulturasi budaya Tionghoa dan
Eropa dengan Islam.
Salah satu fenomena yang terjadi yaitu seorang Australia dan seorang
Indonesia bertengkar. Mereka berteman, namun kini mereka sangat marah. Orang
Australia berteriak-teriak, cemberut dan mengacungkan lengannya di udara. Orang
Indonesia tersenyum dan berbicara lembut, namun semakin tersenyum orang
Indonesia, orang Australia semakin marah dan ribut, orang Indonesia semakin diam.7
Dari contoh di atas, yaitu menggambarkan resep-resep akulturasi dalam
mengatasi masalah dari orang-orang yang berbeda budaya.8 Maka dari itu, ketika kita
berinteraksi dan dilanjutkan dengan pertemanan dengan meluangkan waktu kita
untuk bersama orang dari budaya yang berlainan, kita akan menyadari ada beberapa
6Koentjaningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hal. 202. 7Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 185.
8Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 185.
4
perbedaan sehingga bisa saja kita berasumsi negatif bila kita tidak memahami
perbedaan tersebut. Sehingga tidak dapat dipungkiri, adanya mahasiswa-mahasiswa
dari budaya yang berlainan yang pada saat melakukan komunikasi dapat
mengakibatkan berbagai macam hambatan komunikasi.9 Meskipun demikian, hal
tersebut dapat dikatakan hal yang lazim ditemui dalam komunikasi antarbudaya.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki mahasiswa
yang berasal dari berbagai macam budaya sekaligus mahasiswa dari berbagai macam
negara. Tidak hanya yang berkebangsaan Indonesia saja yang berkuliah di UIN,
melainkan juga ada mahasiswa asing yang berasal dari berbagai negara. Menurut
data Pusat Layanan Kerja Internasional/PLKI, terdapat 43 orang mahasiswa asing
yang mendaftar sebagai mahasiswa aktif pada tahun akademik 2015-2016 di UIN
Jakarta, yang berasal dari beberapa negara, yaitu Gambia, Afghanistan, Kanada,
Maroko, Yaman, Brasil, Turki, Thailand, dan Malaysia.10 Banyaknya mahasiswa
asing yang berkuliah di UIN Jakarta sehingga terlihat perbedaan mereka terutama
dalam hal kebudayaan yang dapat membuat suatu kelompok-kelompok kecil
berdasarkan budaya dari asal mereka tinggal. Salah satunya para mahasiswa Gambia
di UIN Jakarta. Gambia termasuk dalam benua Afrika di mana warga Afrika
sebenaranya beragam dan biasanya merujuk kepada mereka yang berkulit hitam,
namun tetap dengan kepercayaan, nilai dan norma bermacam-macam.11
9Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus
Mulyana, (Pamulang: Karisma Publishing Group, 2011), hal. 545-549. 10Database Mahasiswa Asing Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun Akademik 2016-2017. 11Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya ‘Pemikiran, Perjalanan dan Khayalan’,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 168.
5
Konsep diri merupakan inti dari pandangan hidup orang Afrika. Konsep diri
adalah pandangan mereka tentang diri sendiri yang memandu cara mereka
berkomunikasi dengan orang-orang di luar budaya mereka.12 Kendati Gambia adalah
negara terkecil di daratan Afrika dengan luas wilayah 10.689 km2 dan jumlah
penduduk sebanyak 1.882.45 jiwa (sensus pada tahun 2013),13 sehingga budaya
Gambia merupakan produk dari pengaruh yang beragam. Dari segi makanan, biasa
berisi kacang tanah, beras, ikan, daging, bawang, tomat, singkong, cabai dan tiram
dari Sungai Gambia yang dipanen oleh kaum wanita.14
Salah satu aspek terpenting pandangan dunia pada suku-suku Afrika termasuk
Gambia adalah kepercayaan agama. Meski sebagian besar warga Afrika masih
menganut kepercayaan nenek moyang mereka, sebagian telah beralih agama menjadi
Muslim dan Kristen. Namun tidak jarang mereka masih dipengaruhi oleh tradisi lama
mereka, sehingga agama baru itu terkadang dipraktikkan secara kreatif.15 Di Gambia
sendiri agama yang tercatat saat ini yaitu 90% Islam, 8% Kristen, dan hanya 2%
kepercayaan adat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Gambia juga merupakan
negara mayoritas Muslim seperti halnya Indonesia.16
Dengan masuknya budaya mahasiswa Gambia ke UIN Jakarta, proses
akulturasi mulai berlangsung. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama
imigran mengadakan kontak langsung dengan sistem sosio-budaya pribumi.17 Seperti
12Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya ‘Pemikiran, Perjalanan dan Khayalan’, hal.
169. 13https://id.wikipedia.org/wiki/Gambia diakses 5 Juni pada pukul 14.30. 14https://id.wikipedia.org/wiki/Gambia diakses 28 Juni pada pukul 13.10. 15Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya ‘Pemikiran, Perjalanan dan Khayalan’, hal.
169. 16https://id.wikipedia.org/wiki/Gambia diakses 5 Juni pada pukul 14.50. 17Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 146.
6
halnya, para mahasiswa Gambia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial agar dapat diterima dan supaya dapat berinteraksi. Dalam upaya
menyesuaikan diri, mahasiswa imigran bukan hanya dalam bentuk mempertahankan
hidup di lingkungan kampus saja melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang bersangkutan dalam studi.
Dengan adanya fenomena global saat ini, kita dituntut untuk memperhatikan
setiap budaya baru yang berlangsung di sekitar lingkungan kita. Pengajaran terhadap
komunikasi antarbudaya menjadi penting adanya karena dalam kehidupan sehari-
hari, pertemuan dengan orang-orang yang berbeda budaya sulit untuk dihindari.
Sehingga, melalui pembelajaran dan pemahaman atas komunikasi antarbudaya
diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan kesulitan-kesulitan yang dialami
dalam berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya.18 Perlunya pengajaran
dengan baik sangatlah penting yaitu agar tidak terjadi kesalahpahaman antara kedua
budaya dan tidak menimbulkan kekacauan termasuk komunikasi antara setiap
mahasiswa juga tidak dapat disepelekan karena bisa saja menimbulkan konflik dan
terjadinya akulturasi yang negatif. Karena meskipun kedua budaya berinteraksi
bahkan dengan bahasa yang sama sekalipun (contoh: Bahasa Jawa dengan Bahasa
Sunda yang sama-sama berasal dari budaya Indonesia), pengertian di antara mereka
tidak dapat berlangsung secara otomatis.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik ingin memahami apa saja
yang terjadi, akibat dari apa yang terjadi, dan apa saja yang dapat memengaruhi
segala kejadian yang terjadi antar mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif
18Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 20.
7
Hidayatullah Jakarta terkait proses akulturasi. Selain itu, melihat background
universitas yang sangat lekat dengan Islam, penulis juga tertarik untuk meneliti lebih
dalam mengenai nilai-nilai Islam yang terjadi di dalam proses akulturasi tersebut.
Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mendalam
terhadap mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya pada pola komunikasi antarbudaya yang dilakukan antar mahasiswa
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan demikian, peneliti
bermaksud untuk melakukan penelitian ilmiah yang akan ditulis dalam skripsi yang
berjudul: “Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Budaya (Studi Kasus
pada Mahasiswa Afrika (Gambia) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta)”
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, banyaknya benturan yang besar dalam
berkomunikasi antara mahasiswa imigran dengan mahasiswa lokal, seperti:
Benua Afrika dihuni oleh bangsa yang beragam serta penuh dengan
konflik.
Kesulitan dalam berbahasa Indonesia.
Faktor warna kulit yang bisa menimbulkan rasisme.
Penyajian makanan Indonesia dan Afrika yang berbeda terutama
untuk makanan utama.
Budaya Gambia yang berbeda seperti bahasa, tradisi dan lingkungan.
Persepsi mengenai terhadap sesuatu dapat beragam.
Benturan-benturan di atas bisa saja terjadi sehingga menyebabkan
terjadi ketidakefektifan dalam berkomunikasi.
8
2. Batasan Masalah
Agar penelitian proposal skripsi ini lebih terfokus, maka penulis
memfokuskan hanya pada komunikasi antarbudaya pada proses akulturasi nilai-
nilai Islam pada mahasiswa Gambia Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2016.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dirumuskan
pertanyaan mayor sebagai berikut:
Bagaimana komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi budaya
(Studi Kasus pada Mahasiswa Afrika (Gambia) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta)?
Dari pertanyaan mayor ini lalu muncul pertanyaan minor atau turunan
dari mayor, yaitu sebagai berikut:
1. Apa bentuk akulturasi dalam komunikasi intrapersonal yang terjadi pada
Mahasiswa Gambia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta?
2. Sejauh mana akulturasi dalam komunikasi sosial yang terjadi pada
Mahasiswa Gambia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta?
3. Seperti apa akulturasi dalam komunikasi lingkungan (environmental)
yang terjadi pada Mahasiswa Gambia di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini secara umum
bertujuan untuk mengetahui akulturasi nilai-nilai Islam pada mahasiswa Gambia di
9
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya dalam komunikasi
intrapersonal, sosial dan environmental yang terjadi pada mereka.
D. Signifikasi Penelitian
Adapun manfaat yang dihasilkan dengan adanya penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu komunikasi
antarbudaya, khususnya mengenai proses akulturasi budaya sekaligus
nilai-nilai Islam di dalamnya pada mahasiswa Gambia di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
b) Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada semua kalangan dan
menambah wawasan serta berkontribusi mengenai komunikasi
antarbudaya di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi tentang
komunikasi antarbudaya yang tepat bagi mahasiswa terutama pada mahasiswa
Gambia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam proses
akulturasi yang terjadi dan dilihat dari aspek nilai-nilai Islam, sehingga dapat
terjadinya komunikasi yang baik antarmahasiswa dapat terjadi.
10
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis
yang memandang realitas sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi realitas
sosial yang terbentuk dari hasil konstruksi.19 Sehingga paradigma konstruktivis
ini berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil
pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran
subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada
subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan
hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh
pemikiran.20
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis deskriptif
kualitatif. Analisis data ini merupakan upaya yang dilakukan untuk
mengumpulkan data, mengorganisasikan data, kemudian memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola. Selain itu, peneliti juga coba
menyintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.21 Dalam pendekatan ini, penulis bertujuan untuk memahami
komunikasi lintas budaya dalam proses akulturasi antara mahasiswa Afrika,
19Eriyanto, Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 43.
20Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Rosdakarya, 2012), hal. 140.
21Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 248.
11
khususnya Gambia, dengan mahasiswa lokal dalam lingkungan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan dapat menggambarkan secara
luas tentang jawaban penelitian ini.
3. Bingkai Teori
Bagi peneliti menentukan teori melalui sebuah bingkai penelian
menjadi hal yang penting. Peneliti akan menjadikan rumusan yang ada dalam
kerangka teori ini sebagai pijakan dalam menentukan teori yang digunakan
dalam skripsi ini. Teori yang akan digunakan dalam skripsi ini yaitu teori
Akulturasi Komunikasi menurut Ruben.22 Teori tersebut peneliti ambil untuk
mengklasifikasikan bentuk komunikasi antarbudaya pada Mahasiswa Afrika
(Gambia) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berikut
komunikasi antarbudaya dalam komunikasi akulturasi secara singkat:
a) Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal mengacu kepada proses-proses mental
yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan
lingkungan sosio-budayanya, mengembangan cara-cara melihat,
mendengar, memahami, dan merespons lingkungan. Salah satu variabel
komunikasi intrapersonal terpenting dalam akulturasi ialah kompleksitas
sruktur kognitif imigran dalam memersepsi lingkungan pribumi.23
22 B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in
Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication, (Rochelle Park: Hayden, 1975). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 140-.
23 B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and
12
b) Komunikasi Sosial
Komunikasi sosial di sini juga biasa disebut dengan komunikasi
antarpersonal atau komunikasi massa. Komunikasi antarpersonal
(interpersonal communication) adalah komunikasi antara anda dan orang-
orang lainya secara tatap-muka dan memungkinkan setiap peserta
komunikasi menangkap reaksi atau memberikan timbal balik dari orang
lain secara langsung, baik secara verbal maupun non-verbal.24 Sedangkan
komunikasi massa adalah suatu proses komunikasi sosial yang lebih
umum, yang dilakukan individu-individu untuk berinteraksi dengan
lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam hubungan-hubungan
antarpersonal dengan individu lainnya.25
c) Komunikasi Lingkungan
Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada
komunikasi dan akulturasi pendatang adalah adanya komunitas etniknya
di daerah setempat. Seperti yang dikutip dari Taylor bahwa derajat
pengaruh komunitas etnik atas prilaku imigran sangat bergantung pada
derajat “kelengkapan kelembagaan” komunitas tersebut dan kekuatannya
untuk memelihara budayanya yang khas bagi anggota-anggotanya.26
Human Communication, hal. 168-169. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141.
24Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 81. 25Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 142. 26B. K. Taylor, “Culture: Whence, Whither and Why?” dalam A. E Alcock, B. K. Taylor dan
J. M. Welton, The Future of Cultural Minorities, (New York: St. Martins’s, 1979). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 144.
13
Dari teori tersebut, peneliti juga menambahkan unsur nilai-nilai Islam
yang ada pada mahasiswa Afrika yang tentunya tidak terlepas dari konsep
komunikasi akulturasi yaitu akidah, syariah dan akhlak. Adapun gambaran
teori tersebut sebagai berikut:
Gambar 1.1
Bingkai Teoritis
Kom
unik
asi A
ntar
buda
ya d
an A
gam
a
Mahasiswa Afrika UIN Jakarta Gambia
Akulturasi (Ruben)
Komunikasi Intrapersona
Komunikasi Antarpersona
Lingkungan Komunikasi
Nilai-Nilai Islam
Akidah
Syariah
Akhlak
Mahasiswa Lokal UIN Jakarta Indonesia
14
4. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Gambia yang
belajar mulai tahun 2016 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah proses akulturasi nilai-
nilai Islam dalam komunikasi antarbudaya yang dilakukan antar mahasiswa di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Data penelitian ini di ambil khususnya di International Office
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun, tempat
penelitian adalah di kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan sekitarnya. Penelitian ini akan dilakukan dari Februari 2017
sampai Juni 2017.
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk meperoleh data yang diinginkan, maka peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi/Pengamatan
Observasi adalah untuk mendeskripsikan lingkungan sekitar dan
mengamati aktivitas-aktivitas yang berlangsung terkait individu yang
terlibat dalam lingkungan tersebut berdasarkan perspektif individu
yang terlibat.27 Maka dari itu, peneliti secara langsung ikut terlibat
dalam objek penelitian. Peneliti bukan hanya mengamati dari jauh
tentang pola komunikasi lintas budaya mahasiswa asing dengan
27Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hal. 132.
15
mahasiswa lokal, tetapi peneliti secara langsung ikut terlibat dalam
proses pengumpulan data yang mencakup interaksi, perilaku,
pendekatan atau pergaulan dan percakapan secara langsung yang
terjadi di antara subjek yang diteliti ketika melakukan pertemuan dari
saat pengenalan hingga melakukan wawancara.
b. FGD (Focus Group Discussion)
James Watt dan Van den Berg mengemukakan bahwa metode Focus
Group Discussion atau biasanya disebut focus group interview pada
dasarnya merupakan metode ilmiah kualitatif yang bersifat seperti
suatu kelas dengan kehadiran seorang moderator yang memfasilitasi
jalannya diskusi atau interview.28
Dalam menggunakan metode FGD ini, peneliti akan mendapatkan
keberagaman pemaknaan dari dalam kelompok pada suatu bahasan.
Sebelum melaksanakan FGD, peneliti mengumpulkan para informan
dalam suatu grup diskusi di jejaring sosial seperti Whatsapp atau Line.
Kemudian baru peneliti mengajak untuk mengadakan pertemuan di
suatu tempat dan melaksanakan inti dari metode FGD tersebut. Dalam
metode ini peneliti melaksanakan dua kali FGD yaitu yang pertama
dengan tiga narasumber dan yang kedua dengan dua narasumber. Hal
ini sangat di luar prediksi peneliti karena saat di lapangan peneliti
kesulitan untuk mempertemukan mereka pada saat yang bersamaan.
28James H. Watt, Van den Berg, dan Sjef, Research Methods for Mass Communication
Science, (Boston: Allyn and Bacon, 1995), hal. 360-362.
16
c. Wawancara
Denzin & Lincoln mengemukakan:
“The interview is a conversation, the art of asking questions and listening. It is not neutral tool, for the interviewer creates the reality of the interview situation. In this situation answers are given. This interview produces situated understandings grounded in specific interactional episodes. This method is influenced by the personal charateristies of the interviewer, including race, class, ethnicity, and gender.”29
Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka
(face-to-face) antara pewawancara (interviewer) dan yang
diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti.
Pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap, dan pola pikir
dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti.
Karena wawancara itu dirancang oleh pewawancara, maka hasilnya
pun dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pewawancara.30 Dengan
melakukan wawancara mendalam, peneliti dapat mengarahkan tanya
jawab pada pokok atau inti persoalan yang ingin diteliti yaitu terkait
proses akulturasi pada mahasiswa Afrika dalam berkomunikasi,
sehingga informasi yang dikumpulkan bukan hanya sekedar menerka-
nerka, melainkan sebuah fakta.
d. Dokumentasi
Dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi
penelitian, berupa sumber data yang digunakan untuk melengkapi
29N. K. Denzin dan Y. S. Lincoln, The Sage Handbook of Qualitative Research ‘5th Editions’,
(London: Sage Publications, 2017), hal. 151. 30Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif ‘Teori dan Praktik’, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), hal. 162.
17
penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), maupun
karya-karya monumental, yang semuanya itu memberikan informasi
bagi proses penelitian.31 Selain itu, dokumentasi juga dapat menjadi
bukti-bukti wawancara kepada narasumber.
F. Tinjauan Pustaka dan Peneliti Terdahulu
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menggunakan beberapa buku primer,
antara lain yaitu: Hafied Cangara (Pengantar Ilmu Komunikasi), Andi Faisal Bakti
(Communication and Family Planning in Islam Indonesia: South Sulawesi Muslim
Perceptions of a Global Development Program), Deddy Mulyana dan Jalaluddin
Rakhmat (Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang
Berbeda Budaya’), Koentjaningrat (Pengantar Ilmu Antropologi), dan Lexy J.
Moleong (Metode Penelitian Kualitatif).
Selanjutnya peneliti melakukan penelusuran koleksi skripsi pada
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta guna memastikan apakah ada judul atau tema yang
sama dengan penelitian ini. Penelitian tentang komunikasi antarbudaya yang
memiliki persamaan subjek dan objek dengan peneliti tidak ditemukan. Hanya saja
ada beberapa skripsi yang hampir serupa, di antaranya seperti:
1. “Komunikasi Antarbudaya pada Proses Enkulturasi Mahasiswa Turki di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta” oleh Dewi
Mufarrikhah, tahun 2016.32 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Fokus
31Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif ‘Teori dan Praktik’, hal. 178. 32Dewi Mufarrikhah, “Komunikasi AntarBudaya pada Proses Enkulturasi Mahasiswa Turki
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri, 2016).
18
skripsi Dewi ini yaitu dengan subjeknya hanya pada mahasiswa Turki saja
dan objeknya yang juga berbeda dengan skripsi ini yaitu pada proses
enkulturasi. Proses enkulturasi itu sendiri adalah mengacu pada proses
dengan mana kultur ditransmisikan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.33
2. “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi
Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya
Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan)” oleh Ali Abdul
Rodzik, tahun 2008.34 Jurusan Komunikasi dan Penyiran Islam. Skripsi ini
memiliki persamaan dengan peneliti ini yaitu, membahas komunikasi antar
budaya dalam proses akulturasi. Namun, perbedaan dari penelitian ini yaitu
dalam hal subjek yang diteliti, yaitu Ali pada Kesenian Gambang Kromong
sedangkan penelitian ini pada mahasiswa asing dan mahasiswa lokal.
Meskipun dalam penelitian ini peneliti merujuk pada skripsi di atas, tetapi
penelitian yang dilakukan peneliti berbeda. Dari penelitian terdahulu belum ada yang
mengupas tentang komunikasi lintas budaya dalam proses akulturasi antara
mahasiswa asing dengan mahasiswa lokal Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu, penelitian ini fokus menganalisis komunikasi
lintas budaya yang terjadi antara mahasiswa asing dengan mahasiswa lokal
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan juga fokus bagaimana
33Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus
Mulyana, hal. 534. 34Ali Abdul Rodzik, “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi
AntarBudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan),” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri, 2008).
19
proses akulturasi tersebut terjadi antara mahasiswa asing dengan mahasiswa lokal
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penjelasan dan mensistematiskan penulisan
skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini dalam lima bab, dan
pada masing-masing bab telah dibagi kembali menjadi su-bab yang mendukung isi
dari setiap bab yang saling terhubung. Sistematika pada skripsi ini adalah sebagai
berikut:
Pendahuluan, penulis letakkan pada bab satu, yang meliputi latar belakang
masalah mengenai komunikasi antarbudaya pada proses akulturasi pada mahasiswa
Afrika (Gambia)d di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian pada bab ini juga
mencakup permasalah, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, dan sistematika penulisan.
Pada bab dua, penulis meletakkan landasan teori, di mana di bab ini penulis
membahas teori-teori yang penulis gunakan dalam skripsi ini. Dimulai dari teori
komunikasi, teori komunikasi antarbudaya, teori komunikasi akulturasi dalam
komunikasi, dan teori mengenai nilai-nilai Islam. Dari semua teori, penulis akan
terfokus pada teori komunikasi dalam akulturasi menurut Ruben yang akan
digunakan dalam penelitian di bab empat.
Selanjutnya yaitu gambaran umum yang penulis letakkan pada bab tiga. Pada
bab tiga ini, penulis menjelaskan gambaran umum mengenai Pusat Layanan
Kerjasama Internasional dimana PLKI merupakan lembaga UIN Syarif Hidayatullah
20
Jakarta yang menangani masuknya mahasiswa-mahasiswa asing yang ingin berkuliah
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Inti dari skripsi, yaitu temuan analisis di bab empat, di mana penulis
menjelaskan bagaimana komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi yang
terjadi pada mahasiswa Afrika (Gambia) selama mereka berkuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menjelaskan komunikasi dalam akulturasi secara
kerangka konseptual yaitu komunikasi intrapersonal, komunikasi sosial dan
lingkungan komunikasi.
Akhirnya pada bab lima yang merupakan penutup dari skripsi ini. Bab ini
terdiri atas kesimpulan dan saran penelitian yang penulis sampaikan yang berisi inti
dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan dan memberikan saran-saran kepada
UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Pusat Layanan Kerjasama Internasional.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Secara bahasa, komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communico
yang berarti membagi. Membagi dalam hal ini adalah membagi gagasan dan ide
atau pikiran antara satu orang dengan orang lain. Selain communico, komunikasi
juga berasal dari akar kata communis dalam bahasa latin juga yang berarti
menyamakan, menjadikan sama, antara satu orang dengan orang yang lain.1
Adapun beberapa pengertian atau definisi tentang komunikasi yang
dicetuskan oleh pakar-pakar komunikasi, yaitu sebagai berikut:
Menurut Everet M. Rogers bersama D. Lawrence Kincaid, “komunikasi
adalah proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan
pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba
pada saling pengertian yang mendalam.”2 Dapat dikatakan bahwa komunikasi
memerlukan adanya saling pengertian dalam pertukaran informasi tersebut agar
tidak timbulnya kesalahan makna.
Wilbur Schramm mendefinisikan bahwa communication as an act of
establishing contact between a sender and receiver, with the help of message;
the sender and receiver some common experience which meaning to the
1Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2009), hal. 2. 2Everett M Rogers dan D. Lawrence Kincaid, Communication Network: Towards a New
Paradigm for Research, (New York: Free Press, 1981). Lihat juga Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 20.
22
message incode and sent by the sander; and receiver and decoded by the
receiver.3 Dalam hal ini berarti dengan adanya komunikasi yang dilakukan
antara pengirim dan penerima yang berbeda pengalaman dapat saling bertukar
pikiran karena memiliki penafsiran yang berbeda-beda.
Ada empat teori komunikasi menurut Andi Faisal Bakti, salah satu teori
komunikasi tersebut yaitu teori S-M-C-R-E. Teori ini merupakan teori kritik atas
teori yang menjelaskan tentang S-M-C-R. Teori ini menjelaskan bahwa dalam
komunikasi tentu ada sender, message, channel, receiver dan effect dengan
strategi one-way (satu arah). Dengan demikian, faktor yang menjadi utama
dalam teori ini adalah sumber karena memiliki kekuatan secara penuh terhadap
pesan yang disampaikan dan juga menekankan pada efek dari pesan yang telah
disampaikan oleh source.4
Selain itu, Andi Faisal Bakti juga menggagaskan teori resepsi aktif
(Active-Reception Theory) yaitu teori yang menganggap bahwa manusia sebagai
makhluk yang aktif dalam menginterpretasikan pesan atau informasi yang
didapatnya. Dalam teori resepsi aktif, keefektifan komunikasi dan diterimanya
pesan atau informasi berasal dari proses penerimaan pesan dari komunikan itu
sendiri, bukan berasal dari komunikator atau media yang digunakan tetapi pada
komunikan. Teori ini berkaitan dengan interpersonal communication, dengan
3Wilbur Schramm, The Process and Effects of Mass Communication, (University Of Illinois
Press Urbana, 1955). Lihat juga Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 2.
4Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, (Leiden: INIS, 2004), hal. 37-40.
23
sosial kontrol yang diberikan kepada penerima pesan dengan adanya pendekatan
interpersonal. 5
Alo Liliweri menyimpulkan bahwa di dalam proses komunikasi terdapat
beberapa pengertian yang sama. Pertama, dapat saling memberi dan
mengalihkan informasi sebagai berita atau gagasan ketika baik antara penerima
atau pemberi. Kedua, komunikasi merupakan kegiatan untuk menyebarkan
informasi. Ketiga, komunikasi dapat mengatur kebersamaan. Keempat, dengan
berkomunikasi membuat orang-orang terhubung. Kelima, Dapat mengambil
bagian dalam kebersamaan.6
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
berarti proses interaksi antara pengirim (komunikator) dan penerima
(komunikan) dalam menyampaikan pesan atau informasi antara dua orang atau
lebih dengan tujuan pesan atau informasi yang dimaksud dapat dipahami. Tapi,
Bakti menambahkan bahwa komunikasi itu kuncinya adalah pemaknaan pada
negosiasi karena dengan adanya pemaknaan dan negosiasi ini dapat menyatukan
ratusan ratusan kelompok etnis, bahasa, dan budaya, serta belasan bekas
kerajaan yang dipisahkan dengan laut besar atau pegunungan sehingga dapat
berada pada satu bendera dan satu Negara.7
5Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 108. 6Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. LKiS
Pelangi Aksara, 2007), hal. 5. 7Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 118.
24
2. Unsur – Unsur Komunikasi
Dari berbagai pengertian di atas, sangat jelas bahwa komunikasi pada
hakikatnya hanya bisa terjadi jika ada yang menyampaikan pesan kepada orang
lain dengan adanya tujuan. Dengan begitu, terjadilah proses penyampaian pesan
atau informasi tersebut. Dalam prosesnya terdapat unsur-unsur komunikasi yang
bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi.8
Terdapat beberapa macam pandangan terkait unsur yang mendukung
komunikasi. Ada yang beranggapan bahwa komunikasi cukup didukung oleh
tiga unsur saja yang fundamental, yaitu:
a. Komunikator, orang yang berbicara.
b. Pesan, materi pembicaraan.
c. Komunikan, orang yang menerima atau mendengarkan.9
Hafied Cangara beranggapan bahwa tidak hanya ada tiga unsur dalam
komunikasi. Menyimpulkan pandangan dari David K. Berlo, Charles Osgood,
Gerald Miller, Melvin L. De leur, Joseph A. Devito, K. Sereno dan Erika Vora,
menilai ada banyak unsur komunikasi yang juga tidak kalah pentingnya. Unsur-
unsur komunikasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
8Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
hal. 21. 9Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2007), hal. 45.
25
Sumber Pesan Media Penerima Efek
Lingkungan Umpan Balik
Gambar 2.1
Unsur-Unsur Komunikasi
Sumber: Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi.10
Bagan 2.1 dapat dijelaskan bahwa alur komunikasi sangatlah bergantung
antara satu sama lain. Sumber, yaitu pihak yang menyampaikan pesan. Hal ini
bisa berupa individu, seseorang yang berbicara, menulis, menggambar,
memberikan isyarat-isyarat. Tidak hanya individu, komunikator juga bisa
berupa organisasi komunikasi tertentu, seperti sebuah penerbit, stasiun tivi, atau
yang lainnya.11
Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau yang mempunyai kebutuhan
untuk komunikasi yang bisa jadi seseorang individu, kelompok, organisasi,
perusahaan bahkan suatu Negara dengan melibatkan ide atau informasi yang
ingin disampaikan.12 Pesan atau informasi merupakan suatu gagasan, ide atau
simbol yang berupa komponen yang menjadi isi komunikasi yang bisa
berbentuk verbal atau non-verbal.13
10Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal. 23-24. 11Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik, hal. 4.
12Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 69.
13Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 6.
26
Media adalah alat yang digunakan dalam proses komunikasi dalam
memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Dalam komunikasi
antarpribadi, pancaindra dianggap sebagai media komunikasi, sedangkan dalam
komunikasi massa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu media cetak dan
media elektronik.14 Penerima adalah orang yang menjadi sasaran dalam
menerima pesan yang dikirimkan oleh sumber. Penerima juga dapat terdiri dari
satu orang, banyak orang (kelompok kecil, kelompok besar, termasuk dalam
wujud organisasi), dan massa. Penerima di sini biasa juga disebut dengan
komunikan.15 Kemudian efek adalah sesuatu yang terjadi pada penerima pesan
setelah ia menerima pesan yang disampaikan tersebut, misalnya adanya
penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), menjadi terhibur,
perubahan pada sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan
keyakinannya, perubahan perilaku (seperti tidak bersedia membeli sesuatu
menjadi bersedia membelinya), dan sebagainya.16
Umpan balik atau feedback, merupakan respons atau tanggapan
seseorang komunikan setelah mendapatkan terpaan pesan. Dapat pula
dikatakan sebagai reaksi yang timbul.17 Dengan adanya umpan balik ini,
komunikasi dinyatakan dapat diterima dan berjalan. Namun, Bakti
berpandangan, bahwa hal lain yang dapat terjadi adalah penerima aktif (active
reception) yang meyakini bahwa seseorang dapat memaknai tanpa sender.18
14Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal. 25. 15Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal.
60. 16Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 71. 17Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 7. 18Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 39.
27
Terakhir, lingkungan yang dimaksud di sini adalah faktor-faktor tertentu yang
dapat mempengaruhi jalannya komunikasi yang dapat berupa lingkungan fisik,
lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.19
B. Komunikasi Antar Budaya
1. Pengertian Budaya
Membahas mengenai komunikasi antarbudaya, tentunya tidak dapat
dipisahkan dari pengertian kebudayaan. Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta
yaitu buddhayah sebagai bentuk dari kata buddhi, yang berarti budi atau akal.
Sehingga dapat diartikan bahwa budaya yaitu hal-hal yang bersangkutan dengan
akal. Selain itu, dalam bahasa Inggris, budaya disebut dengan culture dan dalam
bahasa Latin disebut colere, yang berarti mengolah, mengerjakan atau dapat
diartikan sebagai segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam.20
Namun, Bakti berpandangan, bahwa dalam beberapa teori tentang
budaya menyebutkan bahwa:
“Culture is related to ideas like submission, idol worshipping, adoration of classical and religious scriptures, holy war, nationalism/tribalism, fundamentalism, cult of the dead, sectarian communitarianism, being thought by one's culture, cultural/languages/competence, inheritance, gemeinschaft, dependency, immobility, vernacular language, remembering the past, fundamentalism, etc.”21
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya
menurut Andi Faisal Bakti adalah terjadinya komunikasi antara seorang individu
19Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal. 25 20Koentjaroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2015), hal. 146. 21Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 125.
28
atau kelompok yang berkaitan dengan hasil kreativitas manusia yang sudah jadi
maupun yang disuguhkan dan diwariskan kepada orang lain.22
Menurut seorang ahli antropologi yaitu Edward Burnett Tylor
kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kemampuan dan kebiasaan
lainnya yang diakuisisi oleh manusia sebagai anggota masyarakat.23 Selain itu,
Koentjoroningrat mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.24
Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai
kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah
dan pendukungnya, walaupun secara teoritis, kebudayaan dan masyarakat dapat
dibedakan dan dipelajari secara terpisah.25
Namun, Bakti berpandangan bahwa budaya komunikasi berhadap-
hadapan dengan komunikasi modern, dimana komunikasi budaya jauh lebih
banyak hadir dalam masyarakat dalam komunikasi modern sehingga menjadi
budaya komunikasi modern.26
22Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 125-128. 23Edward B. Tylor, Primitive Culture Vol. 1, (New York: Dover Publications, 2016), hal. 1. 24Koentjaroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, hal. 144. 25Fredian Tonny Nasdian, Sosiologi Umum, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2015), hal 65. 26Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 161.
29
2. Komunikasi Antarbudaya
Agar pemahaman mengenai komunikasi antarbudaya lebih jelas, peneliti
akan memberikan beberapa pengertian atau definisi komunikasi antarbudya dari
berbagai sudut pandang menurut para tokoh, yaitu:
a. Secara singkat komunikasi antarbudaya menurut William B.
Gudykunst dan Young Yun Kim merupakan komunikasi antara
orang-orang yang berasal dari budaya berlainan, atau komunikasi
dengan orang asing (stranger). Meskipun disebut komunikasi
antarbudaya, model komunikasi ini dapat juga merepresentasikan
komunikasi pada umumnya, karena pada dasarnya tidak ada dua
orang yang dapat memiliki latar budaya yang sama persis. 27
b. Menurut Charley H. Dood, komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili
pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan
latar belakang kebudayaan yang memengaruhi perilaku komunikasi
para peserta.28
c. Richard E. Porter, Larry A. Samovar dan Edwin R. McDaniel
mengatakan komunikasi antarbudaya merupakan interaksi yang
melibatkan orang-orang yang berbeda budaya. Menurut mereka
27William B. Gudykunst dan Young Yun Kim, Communicating with Strangers: An Approach
to Intercultural Communication, (New York: Ballantine, 1973). Lihat juga Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi ‘Suatu Pengantar’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) hal. 168-169.
28Charley H. Dood, Dynamics of Intercultural Communication, (Dubuque: Wm. C.Brown Publishers, 1991), hal. 5. Lihat juga Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal 11.
30
dengan memahami komunikasi antarbudaya, kita dapat mengamati
berbagai prinsip yang ada di lingkungan antarbudaya.29
d. Alo Liliweri mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang
memiliki latar kebudayaan yang berbeda. Sehingga ketika
komunikasi membutuhkan tingkat keamanan, sopan santun,
peramalan dan penafsiran lebih terhadap aspek-aspek tertentu pada
lawan bicara.30 Alo Liliweri juga mengatakan dari pengertian
komunikasi antarbudaya tersebut dapat membenarkan suatu hipotesis
bahwa semakin jauh perbedaan budaya yang terjadi maka semakin
besar pula peluang tingkat kesulitan yang didapat oleh penerima
pesan dalam manafsirkan pesan yang diterimanya.31
e. Joseph A. Devito mengartikan komunikasi antarbudaya adalah
bentuk komunikasi antara orang-orang yang berbeda kultur seperti
perbedaan kepercayaan, nilai, dan cara berprilaku. Dimana hal
tersebut dapat memengaruhi aspek dan pengalaman kita dalam
berkomunikasi.32
Dari beberapa pengertian dari tokoh-tokoh di atas, dapat dilihat bahwa
komunikasi antarbudaya lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi yang
terjadi antara komunikator dan komunikan yang berbebeda budaya baik ras, etnik
ataupun perbedaan sosio ekonomi. Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa
29Richard E. Porter, Larry A. Samovar dan Edwin R. McDaniel, Communication between Cultures. Terj. Indri Margaretha S, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hal. 13-16.
30Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya, hal. 13-14. 31Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya, hal. 14. 32Joseph A Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus
Mulyana, (Pamulang: Karisma Publishing Group, 2011), hal.535.
31
komunikasi antarbudaya adalah suatu proses penyampaian pesan yang dilakukan
oleh individu atau suatu kelompok budaya kepada individu atau kelompok
budaya lainnya yang dapat menimbulkan pemahaman dan negosiasi baru
dikarenakan adanya nilai-nilai kebudayaan yang berbeda-beda. Atau, dalam
pemahaman Bakti, komunikasi antarbudaya adalah kemampuan seseorang
memaknai dan menganalisasikan sesuatu yang ada di sekitarnya.33
C. Akulturasi dalam Komunikasi
Akulturasi atau acculturation atau culture contact diartikan oleh para sarjana
antropolog mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing
sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima
dan diolah ke dalam budaya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri.34
Pengertian akulturasi menurut Joseph A. Devito yaitu mengacu pada proses
di mana kultur seorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung
dengan kultur lain. Sebagai contoh, sekelompok imigran yang tinggal di Amerika
Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah.
Secara berangsur, nilai-nilai, cara berprilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan
rumah tersebut menjadi bagian dari kultur kelompok imigran tersebut. Pada waktu
yang sama, kultur tuan rumah pun juga akan ikut berubah.35
33Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 161-162. 34Koentjaningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hal. 202. 35Joseph A Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus
Mulyana, hal.534-535.
32
Selain itu, Gudykunst dan Kim juga menjelaskan bahwa proses akulturasi
akan terjadi ketika seseorang yang bersosialisasi dengan budaya baru dan asing.
Pendatang mulai secara perlahan mendeteksi adanya kesamaan dan perbedaan di
lingkungan pribumi. Sehingga mereka mulai berkenalan sekaligus mengadopsi
beberapa norma atau nilai dari lingkungan pribumi atau si tuan rumah.36
Terjadinya akulturasi pada setiap individu sangatlah beragam, tergantung
pada potensi akulturasi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Potensi
akulturasi tersebut ditentukan oleh faktor-faktor yang sangat penting, yaitu:
“1) Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi. 2) Usia pada saat bermigrasi. 3) Latar belakang pendidikan. 4) Karakteristik kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mengambil
resiko, keluwesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. 5) Pengetahuan imigran tentang budaya pribumi yang datang sebelum
bermigrasi.”37
Selain itu, Ruben juga memaparkan kerangka konseptual yang paling
komprehensif dan bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang imigran. Dari
perspektif komunikasi ini terdapat pada perspektif sistem yang dielaborasi. Sebagai
suatu sistem komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui
dua proses yaitu yang saling berhubungan – komunikasi intrapersona, komunikasi
sosial, dan lingkungan komunikasi.38
36William B. Gudykunst dan Young Yun Kim, Communication with Strangers, (New York:
McGraw-Hill Companies, 2003), hal. 359. 37Young Y. Kim, Communication Patterns of Foreign Immigrants in the Korean Population
in Chicago, (Disertasi Ph.D. Northwestern University, 1976). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 144-145.
38B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication, (Rochelle Park: Hayden, 1975). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin
33
1. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal mengacu kepada proses-proses mental yang
dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan lingkungan sosio-
budayanya, mengembangan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan
merespons lingkungan. Seperti yang dikatakan Ruben, “komunikasi
intrapersonal dapat dianggap sebagai merasakan, memahami, dan berprilaku
terhadap objek-objek dan orang-orang dalam suatu lingkungan. Ia adalah proses
yang dilakukan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.”39 Hal ini
berarti dalam konteks akulturasi, komunikasi intrapersonal sebagai cara untuk
memudahkan seorang imigran untuk merespons dan mengidentifikasi secara
konsisten budaya pribumi yang secara potensial memudahkan aspek-aspek
akulturasi lainnya.
Makna lain dari komunikasi intrapersonal yaitu komunikasi dalam diri
manusia berupa pertanyaan-pertanyaan dalam diri yang tidak bisa dilepaskan
dari posisinya sebagai bagian dari materi (tubuh) sekaligus bagian dari materi
alam pula yang mengalami kontradiksi diri seperi lapar, haus, ingin melakukan
sesuatu, atau apa pun yang lahir dari kebutuhan diri kita sebagai bagian dari
Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141 – 144.
39B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication, hal. 168-169. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141.
34
kehidupan.40 Ada tiga variabel komunikasi intrapersona dalam akulturasi,
yaitu:41
a) Kompleksitas Struktur Kognitif Imigran
Komplesitas struktur kognitif seorang imigran merupakan hal yang
paling terpenting dari akulturasi. Faktor ini merupakan pengetahuan imigran
yang kompleks tentang pola-pola dan aturan-aturan sistem komunikasi
pribumi yang didatangi agar dapat mengetahui budaya pribumi lebih jauh.
Proses awal akulturasi seorang imigran biasanya mempersepsikan
lingkungan pribumi secara sederhana serta lingkungan yang asing dapat
menimbulkan berbagai stereotip kasar yang dikarenakan seorang imigran
belum dapat beradaptasi secara langsung. Namun, proses selanjutnya ketika
seorang imigran telah mengenal secara jauh lingkungan pribumi
memungkinan imigran tersebut mengubah persepsinya menjadi lebih halus,
kompleks dan bervariasi. Maka dari itu, seorang imigran sangat penting
untuk mengetahui tentang sistem komunikasi pribumi yang didatangi karena
berfungsi untuk dalam meningkatkan partisipasi seorang imigran dalam
jaringan-jaringan komunikasi antarpesona dan komunikasi massa yang
terdapat pada masyarakat pribumi.
b) Citra Diri
Citra diri (self image) imigran yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
citra-citra imigran tentang lingkungannya yaitu lingkungan masyarakat
40Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal. 103. 41Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141-142.
35
pribumi dan budaya aslinya. Misalnya, memberi informasi berharga tentang
realitas akultarasinya yang subjektif. Perasaan seorang imigran ternyata
sangat berkaitan dengan jarak antara dirinya dan anggota-anggota
masyarakat pribumi yang dapat menimbulkan masalah-masalah psikologis
yang dialami oleh seorang imigran seperti merasa terasingkan, rendah diri,
malu dan sebagainya.
c) Motivasi akulturasi
Motivasi akulturasi seorang imigran berfungsi dalam mempermudah
proses akulturasi. Hal ini dapat dilihat dari kemauan seorang imigran untuk
belajar, mau ikut berpartisipasi dan mau untuk diarahkan menuju sistem
sosio-budaya pribumi. Seorang imigran dapat meningkatkan partisipasinya
dalam berkomunikasi dengan masyarakat pribumi apabila adanya orientasi
positif dari diri seorang imigran terhadap lingkungan barunya.
2. Komunikasi Sosial
Komunikasi antarpersona berkaitan dengan komunikasi sosial ketika dua
atau lebih individu berinteraksi, sengaja atau tidak sengaja. Seperti yang
dikatakan Ruben, “Komunikasi adalah suatu proses yang mendasari
intersubjektivisasi, suatu fenomena yang terjadi sebagai akibat simbolisasi
publik dan penggunaan serta penyebaran simbol.”42
Komunikasi sosial di sini juga biasa disebut dengan komunikasi
antarpersonal atau komunikasi massa. Komunikasi antarpersonal (interpersonal
42B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication, hal. 171. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 142.
36
communication) adalah komunikasi antara anda dan orang-orang lainya secara
tatap-muka dan memungkinkan setiap peserta komunikasi menangkap reaksi
atau memberikan timbal balik dari orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun non-verbal.43 Komunikasi massa adalah suatu proses komunikasi sosial
yang lebih umum, yang dilakukan individu-individu untuk berinteraksi dengan
lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam hubungan-hubungan
antarpersonal dengan individu lainnya.44 Selain itu, komunikasi massa (mass
communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, seperti
media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (televisi, radio),
berbiaya relative mahal, media yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang
yang dilembagakan, yang bertujuan kepada sejumlah orang yang sangat banyak
dan tersebar di berbagai tempat, anonim, dan heterogen.45
Menurut Kim, fungsi akulturasi komunikasi massa bersifat terbatas
dalam hubungannya dengan fungsi akulturasi komunikasi antarpersona.46 Fungsi
akulturasi komunikasi massa akan sangat penting pada fase awal proses
akulturasi seorang imigran. Dalam fase awal ini, pendatang belum dapat
mengembangkan kecakapannya untuk memulai hubungan baru yang
43Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 81. 44Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 142. 45Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 83. 46Young Y. Kim, Mass Media and Acculturation: Development of an Interactive Theory,
(Makalah yang disajikan dalam konferensi tahunan the Eastern Communication Association, Philadelphia, Pennsylvania, Mei 1979). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 142.
37
memuaskan, sehingga membutuhkan komunikasi massa agar dapat mengetahui
lebih jauh lagi tentang berbagai unsur dalam sistem sosio-budaya pribumi.47
3. Lingkungan Komunikasi
Komunikasi persona dan komunikasi sosial seorang imigran dan fungsi
komunikasi-komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa
dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat pribumi. Apakah
imigran tinggal di desa atau di kota metropolitan, tinggal di daerah miskin atau
kaya, bekerja sebagai buruh pabrik atau eksekutif. Semua itu merupakan kondisi
lingkungan yang mungkin secara signifikan mempengaruhi perkembangan
sosio-budaya yang akan dicapai imigran.48
Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan
akulturasi pendatang adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat.
Seperti yang dikutip dari Taylor bahwa derajat pengaruh komunitas etnik atas
prilaku imigran sangat bergantung pada derajat “kelengkapan kelembagaan”
komunitas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas
bagi anggota-anggotanya.49 Karena itu, diperlukannya lembaga-lembaga yang
berasal dari imigran agar dapat memudahkannya akuturasi dan membantu dalam
mengatasi tekanan-tekanan dalam komunikasi antarbudaya. Namun, hal ini akan
berbeda jika seseorang imigran kurang terlibat dalam lembaga atau komunitas
47Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 143-144. 48Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 144. 49B. K. Taylor, “Culture: Whence, Whither and Why?” dalam A. E Alcock, B. K. Taylor dan
J. M. Welton, The Future of Cultural Minorities, (New York: St. Martins’s, 1979). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 144.
38
etniknya dan tanpa melakukan komunikasi yang memadai dengan anggota
masyarakat pribumi. Baik demikian adanya, hal tersebut justru akan
memperlambat kecepatan akulturasi imigran.
Meskipun demikian, apabila diperhatikan sejauh ini, masyarakat
pribumilah yang tidak mengharuskan imigran untuk mengikuti dalam pola-pola
budaya masyarakat pribumi. Bahkan, yang bisa dibilang pribumilah yang lebih
dominan dalam memberikan kebebasan kepada imigran untuk terus
mengembangkan lembaga atau komunitas etniknya.50
D. Nilai-Nilai Keislaman
Islam pada hakikatnya adalah aturan sistem atau undang-undang Allah SWT
yang terdapat dalam Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya yang meliputi perintah-
perintah dan larangan-larangan, serta petunjuk-petunjuk untuk menjadi pedoman
hidup dan kehidupan umat manusia guna kebahagiannya di dunia dan akhirat.51 Ada
tiga hal pokok dalam mempelajari keislaman, yaitu:
1. Akidah
Menurut bahasa, akidah berasal dari kata al-‘aqdu yang artinya ikatan
terhadap sesuatu. Maksud dari arti tersebut yaitu aku telah mengikatkan hatiku
terhadap sesuatu tersebut (Islam).52 Seorang manusia disebut muslim jika
dengan penuh kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem
50Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 144. 51Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 7. 52Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2008), hal. 9.
39
kepercayaan Islam. Karena itu, akidah merupakan ikatan dan simpul dasar Islam
yang pertama dan utama.53
Sedangkan menurut syara’, akidah adalah keimanan (kepercayaan).54
Keimanan yang biasanya disebut dengan Rukun Iman ini meliputi keimanan
kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul-Rasul, dan Hari Akhir. Allah
SWT berfirman:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya” [Q.S: An Nisa", 136].
Berdasarkan fondasi iman tersebut, maka adanya keterikatan setiap
muslim kepada Islam yaitu dengan meyakini bahwa Islam adalah agama yang
universal serta mampu menjawab segala persoalan yang muncul dalam segala
lapisan masyarakat dan sesuai dengan tuntutan budaya setiap manusia sepanjang
zaman.55
53Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, hal. 7. 54Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hal. 9. 55Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, hal. 8.
40
2. Syariah
Konsep terpenting dan paling komprehensif untuk menggambarkan Islam
sebagai suatu fungsi adalah konsep syariah atau “syar” yang berarti jalur atau
jalan menuju sumber air. Maksudnya yaitu jalan menuju sumber kehidupan itu
sendiri. Dalam agama sejak awal sekali, syariah berarti jalan utama untuk
kehidupan yang baik, yaitu nilai-nilai agama, yang dinyatakan secara fungsional
dan konkret, untuk memandu kehidupan manusia.56
Selain itu, syariah yang berarti isi yang mengatur aktivitas yang
seharusnya dikerjakan manusia. Syariat merupakan inti dari nilai pengajaran
Islam yang ditetapkan oleh Allah SWT. Allah SWT dalam hal ini disebut
Syaari’ atau pencipta hukum. 57 Allah SWT berfirman:
Artinya: “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak
ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan.
Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat
pedih” [Q.S: Ash-Shura, 21].
56Fazlur Rahman, Islam ‘Sejarah Pemikiran dan Peradaban’, (Bandung: Mizan Pustaka, 2017), hal. 145.
57Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, hal. 9.
41
Ada dua bidang syariat Islam, yaitu:
a. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara vertikal yaitu
hubungan manusia dengan Allah SWT, seperti shalat, puasa, dan
haji, serta zakat. Hubungan manusia dalam bentuk peribadatan ini
disebut dengan ibadah mahdhah atau ibadah khusus. Ibadah ini
bersifat khas karena segala tata caranya telah ditentukan oleh
Rasulullah secara rinci dan jelas.
b. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara horizontal yaitu
hubungan manusia dengan sesama manusia dan makhluk lainnya.
Hubungan ini biasa disebut muamalah yang berarti meliputi segala
ketentuan dan aktivitas hidup manusia dalam bergaul dengan sesame
makhluk hidup dan lingkungan sosialnya.
Adanya dua bidang tersebut membuktikan bahwa Islam tidak
meninggalkan urusan dunia sekaligus tidak juga meninggalkan persoalan
akhirat.58
3. Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu kata khuluqun yang berarti
perangai. Dalam bahasa Indonesia perangai berarti tabi’at, watak.59 Selain itu
dalam bentuk jamaknya yaitu kata khuluq yang artinya daya kekuatan jiwa yang
mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan
lagi. Dengan demikian, akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada
58Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, hal. 9.
59Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf dalam Konstruksi Piramida Ilmu Islam. (Malang: Madani Media, 2015), hal. 2.
42
diri seseorang yang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau
perbuatan.60
Sejak awal kelahiran Islam, istilah akhlak sudah terlebih dahulu dikenal.
Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits shahih, riwayat
Bukhori, Hakim dan Baihaqi, berasal dari sahabat Abu Hurairah yang artinya:
“Bahwasanya saya diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan
akhlak.”61
Secara umum akhlak yang baik dapat dikatakan adalah akumulasi dari
akidah dan syariat yang menyatu dalam diri manusia secara sempurna. Sehingga
dapat disimpulkan jika seseorang dalam menjalani kehidupannya menampakan
perilaku sesuai dengan akidah Islam dan syariat Islam maka seseorang tersebut
merupakan seseorang yang berakhlak baik62 Berdasarkan objeknya akhlak
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Akhlak kepada Allah
Menjadi seorang muslim memiliki kewajiban untuk menyembah dan
mengesakan Allah SWT secara ekslusif tanpa menyekutukan-Nya dengan
apa pun karena Dia telah berbaik hati kepada semua makhluk-Nya dengan
memberikan banyak nikmat dan karunia-Nya.63 Hal tersebut sesuai firman
Allah SWT:
60Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, hal. 10. 61Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf dalam Konstruksi Piramida Ilmu Islam. hal. 1. 62Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, hal. 10. 63Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2013), hal. 261.
43
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan” [Q.S: Hud, 123].
Akhlak kepada Allah SWT yaitu dengan cara beribadah, berdzikir,
berdoa dan bertawakal kepada Allah SWT. Beribadah kepada Allah SWT
yaitu melaksanakan perintah Allah untuk mengabdi kepada-Nya sesuai
dengan perintah-Nya seperti halnya menjalankan ibadah Shalat.
Selanjutnya, berdzikir kepada Allah SWT dengan cara senantiasa selalu
mengingat Allah SWT dalam berbagai situasi.
Berdoa kepada Allah SWT yaitu memohon apa saja kepada-Nya
karena doa merupakan inti ibadah sekaligus merupakan pengakuan akan
keterbatasan dan ketidakmampuan manusia dan pengakuan akan
kemahakuasaan Allah SWT terhadap segala sesuatu. Terakhir yaitu
bertawakal kepada Allah SWT yang berarti berserah diri sepenuhnya kepada
Allah SWT dan menyerahkan segala keputusan dari Allah SWT. Tawakal di
sini bukanlah hanya menyerah pada keadaan namun juga mendorong orang
untuk bekerja keras karena Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan usaha
manusia kerena dalam diri kita percaya bahwa hanya Allah SWT yang
paling tahu apa yang terbaik bagi hambanya yang mau berserah diri.64
64Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, hal. 11.
44
b. Akhlak kepada Sesama Manusia
Menjaga hubungan dengan sesama muslim seyogyanya dilandasi
dengan cinta karena Allah dan persaudaraan seagama, kerjasama dan saling
tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan, komitmen
mendedikasikan kebaikan bagi semua dan mencegah keburukan dari
sesama, serta menghiasi diri dengan ahlak-akhlak utama yang mulia.65
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” [Q.S: Al-Maidah, 2].
Selanjutnya, menjaga hubungan dengan non-Muslim semasa
berdamai hendaklah menjunjung tinggi prinsip toleransi, kerjasama,
berempati, dan bergotong-royong dalam berbuat kebaikan bagi seluruh umat
manusia. Sementara, jika masa peperangan, hendaklah berkeinginan untuk
berdamai selama memang mereka tidak memiliki itikad buruk atau
berkhianat. Namun, jika sebaliknya, kita dapat langsung bergerak cepat
untuk memerangi mereka karena semua ini menunjukkan toleransi Islam
dan keadilan.66 Selain itu, ada tiga hal terpenting dalam akhlak terhadap
manusia, yaitu:
65Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, hal. 263. 66Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, hal. 263-264.
45
1) Akhlak kepada Diri Sendiri
i. Sabar yaitu dapat mengendalikan nafsu dan menerima cobaan
yang telah menimpa dirinya baik yang karena perlakuan orang
lain atau karena takdir Allah SWT.
ii. Syukur adalah sikap kepada Allah dengan cara berterima kasih
atas segala nikmat yang telah diberikan. Rasa syukur dapat
diungkapan dengan cara mengucapkan hamdallah dan dapat
memanfaatkan segala nikmat Allah SWT sesuai dengan
tuntunan-Nya.
iii. Tawadhu’ atau rendah hati yang berarti selalu menghargai siapa
saja yang dihadapinya, baik dalam keadaan tua, muda, kaya atau
miskin. Sikap tawadhu lahir dari kesadaran akan hakikat dirinya
sebagai manusia yang lemah dan serba terbatas sehingga kita
sebagai manusia tidak pantas untuk bersikap sombong dan
angkuh kepada siapa saja.67
2) Akhlak kepada Orangtua
Akhlak kepada orangtua yaitu dengan cara berbuat baik
kepadanya baik dalam ucapan dan perbuatan. Selain itu, berbuat baik
kepada orangtua tidak hanya ketika mereka masih hidup, tetapi juga
terus berlangsung meskipun mereka telah meninggal dunia. Perbuatan
baik itu dapat dilakukan dengan cara mendoakan dan meminta ampunan
67Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, hal. 11-12.
46
untuk mereka kepada Allah SWT. Allah SWT mewasiatkan agar
manusia berbuat baik kepada ibu bapak sebagaimana firman-Nya:
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” [Q.S: Luqman, 14].
3) Akhlak kepada Keluarga
Akhlak kepada keluarga adalah mengembangkan kasih sayang
di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi
melalui kata-kata maupun perilaku. Komunikasi yang didorong oleh
rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota
keluarga. Apabila kasih sayang yang telah mendasari komunikasi
orangtua dengan anak, maka akan lahir wibawa orangtua. Demikian
sebaliknya, akan lahir kepercayaan orangtua terhadap anak. Oleh karena
itu, kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam keluarga.68
c. Akhlak kepada Lingkungan Hidup
Lingkungan yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang
berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-
68Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, hal. 12-13.
47
benda tak bernyawa.69 Agama Islam mengajarkan kepada kebaikan dan
kedamaian bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan
lingkungan hidup, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” [Q.S: Al Anbiya’,107].
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa
segalanya diciptakan oleh Allah SWT yang semuanya memiliki
ketergantungan kepada Allah SWT. Dengan adanya keyakinan ini dapat
mengantarkan seorang Muslim untuk menyadari bahwa semua yang ada di
muka bumi ini adalah umat Allah SWT yang harus dilakukan dengan baik.70
Hal tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah
di muka bumi, yaitu sebagai wakil Allah yang bertugas memakmurkan,
mengelola, dan melestarikan alam.71
69Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 152. 70Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hal. 152. 71Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, hal. 13.
48
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Pusat Layanan Kerjasama Internasional
Adanya perubahan dari Institut Agama Islam Negeri menjadi Universitas
Islam Negeri menyebabkan banyaknya konsekuensi yang harus dijalani. Di mana
perkembangan dan pertumbuhan universitas yang cepat dalam bidang infrastruktur
dan akademik. Sehingga Universitas Islam Negeri (UIN) pun menegaskan bahwa
UIN sebagai bagian dari komunitas akademik internasional. Adanya kerjasama
dengan banyaknya jaringan Internasional mulai terbentuk sejak tahun 2000. Selain
itu, melihat banyaknya Negara muslim yang ada di dunia dijadikan UIN Jakarta
sebagai permulaan dalam menerima siswa-siswi Internasional untuk berkuliah di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.1
Rachmat Baihaky meyakini bahwa UIN akan menjadi tujuan negara-negara
luar untuk mengirim siswa-siswi mereka yang ingin menjalan study keislaman.
Seperti yang dikatakannya:
“Melihat kondisi terakhir situasi politik ekonomi di Timur Tengah, misalnya kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk mahasiswa asing untuk belajar di sana dengan kondisi keamanan dan seterusnya sejak Arab Spring (2010). Nah dengan seperti itu maka ada negara-negara Islam yang lain yang menjadi alternatif dari destinasi studi bahkan negara-negara Timur Tengah itu ada yang beberapa mahasiswanya ke UIN sini, jadi, mahasiswa kita ada yang berasal dari Timur Tengah. Itu artinya kita sudah menjadikan Indonesia (UIN) sebagai tujuan studi. Apalagi mahasiswa dari negara-negara Eropa, mereka tidak akan belajar Islam di Arab karena situasi yang tidak
1Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 1.
49
memungkinkan maka mereka akan mencari negara-negara yang aman, negara-negara Islam, negara-negara yang mayoritas muslim yang aman.”2
Hal inilah yang menjadi alasan utama berdirinya kantor administrasi untuk
mahasiswa-mahasiswi internasional pada tahun 2006 lalu. International Office yang
sekarang bernama Pusat Layanan Kerjasama Internasional dibuat untuk menyediakan
layanan untuk mahasiswa-mahasiswi internasional maupun beasiswa penelitian
internasional dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kerjasama antara UIN
dengan ranah Internasional.3
Bapak Rachmat Baihaqi mengatakan terkait perubahan nama IO menjadi
PLKI yaitu, awalnya yang dilakukan hanyalah menerima mahasiswa asing dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan orang asing di kampus seperti informasi terkait
Jakarta, Jawa, Indonesia serta pendampingan terhadap orang-orang asing tersebut
dan International Office juga fokus dalam mengurusi masalah keimigrasian orang-
orang asing. Kemudian, seiring dengan perkembangan kebutuhan seluruh universitas
di dunia untuk melakukan kerjasama serta membuka program kerja dengan
universitas mitra yang ada di luar negeri maka terbentuklah kerjasama-kerjasama
dari antaruniversitas. Oleh karena itu, sekitar tahun 2010 Internasional Office
berganti nama menjadi Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI) karena IO
lembaga satu-satunya di UIN yang menjalankan fungi kerja yang berkaitan dengan
orang internasional.4
2Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB. 3Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 1. 4Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB.
50
Pusat Layanan Kerjasama Internasional dapat disebut pula Center for
International Cooperation dalam bahasa Inggris, atau dapat disingkat CIC. Pusat
Layanan Kerjasama Internasional (PLKI) dibawahi oleh lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M). Selain PLKI, LP2M juga membawahi
Pusat Penelitian dan Penerbitan, Pusat Pengabdian kepada Masyarakat, Pusat Studi
dan Gender Anak serta Pusat Layanan Hubungan Masyarakat dan Bantuan Hukum.
Dengan demikian, LP2M merupakan sebuah lembaga di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang mempunyai tanggung jawab dalam mengawasi banyaknya organisasi
yang berhubungan dengan penelitian dan pengabdian masyarakat di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.5
PLKI dimaksudkan dapat menjadi pintu bagi perkembangan UIN secara
global. Selain itu, PLKI juga menjadi langkah awal untuk menyatukan segala macam
penelitian dan pengabdian masyarakat ke dalam ranah internasional sehingga UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dapat memperkuat distingsi keilmuan, keislaman dan
keindonesiaan dalam berbagai peradaban yang ada di dunia. Achmad Baihaky
menyatakan:
“Ya tentu saja kita target kita dalam merekrut mahasiswa asing adalah untuk yang paling pertama adalah memberikan wajah baru dari keislaman di Indonesia melalui pendidikan di kampus sehingga mereka tau bagaimana Islam nusantara itu kaya apa, seperti apa. Yang kedua, tentu saja ada agenda kebangsaan kebudayaan bagaimana kemudian mereka itu mengenali budaya kita dan seterusnya. Dan yang ketiga adalah kita ingin menjadikan mahasiswa-mahasiswa asing ini sebagai duta, duta bangsa di negara masing-masing ketika mereka lulus sementara kita berharap mereka bisa lulus secepat dan harapan kita mereka bisa masuk di lembaga-lembaga pemerintahan di negara mereka, kalau misalkan jadi duta besar atau diploma.”6
5Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 1. 6Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB.
51
PLKI memiliki banyak amanat dan pengawasan, yaitu: 7
1. Mempromosikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam membentuk,
memperluas jaringan, dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa-
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik dalam bidang akademik
maupun manajemen.
2. Mempromosikan, membentuk, menyediakan layanan bagi peneliti
internasional, dosen, staf, dan mahasiswa-mahasiswa UIN Syaif
Hidayatullah Jakarta serta pejabat tamu.
3. Membantu dan mendukung UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
mencapai pengakuan professional secara internasional.
Bapak Baihaky menambahkan bahwa PLKI bukan hanya menjadi jembatan
penghubung antara mahasiswa asing dengan UIN Jakarta tetapi PLKI juga
menyediakan fasilitas bagi mereka yaitu Asrama Putra dan Putri bersama dengan
mahasiswa lokal. Selain itu, PLKI juga melaksanakan berbagai macam acara seperti
Culture Day yang dalam acara ini dimaksudkan untuk para mahasiswa asing lebih
mengenal berbagai macam budaya khususnya budaya Indonesia.8
B. Visi dan Misi PLKI
Dalam kesempatan wawancara dengan Ketua PLKI, Bapak Rachmat Baihaky
menjelaskan bahwa Pusat Layanan Kerjasama Internasional menerapkan visi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Knowledge, Piety,
7Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 1-2. 8Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB.
52
Integrity.9 Bapak Rachmat Baihaky juga menambahkan bahwa visi dan misi
Pusat Layanan Kerjasama Internasional mengikuti visi dan misi dari Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN.
“… dalam merealisasikan kerjanya itu tentu saja mengikuti LP2M karena kita berada dibawah LP2M itu ada lima pusat yang berada di bawah LP2M maka kita wajib mengikutinya. LP2M kan misalkan kaitannya dengan kerjasama dengan universitas lain nah karena kerjasama dengan universitas lain itu umumnya masalah program-program pengertian pertukaran mahasiswa dan mereka yang kedua ini kan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) jadi mereka menjadi ujung tombak kerjasamanya programnya.”10
Berikut Visi dan Misi LP2M:
“Visi Lembaga yang terkemuka dan berkualitas internasional dalam penelitian dan pengabdian kepada masyarakat berbasis integrasi keilmuan, keislamanan dan keindonesiaan.
Misi
1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam mendukung penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
2. Memperkuat program-program penelitian yang mengintegrasikan nilai-nilai keilmuan, keislamanan dan keindonesiaan.
3. Mengembangkan program-program pengabdian kepada masyarakat berbasis hasil penelitian yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
4. Meningkatkan kerjasama internal dan eksternal secara efektif dan terbuka. 5. Menghasilkan produk dan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berbasis keilmuan, keislaman dan keindonesiaan.”11
C. Tujuan dan Fungsi PLKI
“1. Membuka hubungan dan peluang kerjasama internasional secara aktif dalam rangka meningkatkan network universitas serta mengaktifkan kembali kerjasama-kerjasama yang sudah tidak aktif untuk kepentingan civitas akademik universitas;
2. Memfasilitasi berbagai pertemuan internasional dan mengkoordinasikannya dengan berbagai unit di lingkungan UIN Jakarta;
9Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB. 10Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB. 11http://lp2m.uinjkt.ac.id/visi-misi/ diakses 17 Maret 2017 pada pukul 13:20 WIB.
53
3. Menyebarkan informasi beasiswa dari lembaga atau perguruan tinggi luar negeri bagi civitas akademik universitas;
4. Melakukan dan menyediakan pelayanan administrasi bagi pihak asing termasuk civitas akademik internasional;
5. Membantu universitas dalam hal pelayanan akademis bagi mahasiswa internasional;
6. Melakukan promosi kepada berbagai institusi luar negeri baik langsung maupun tidak langsung dalam rangka perekrutan calon-calon terbaik mahasiswa baik dalam negeri maupun luar negeri.”12
D. Struktur Organisasi
PLKI atau yang sebelumnya IO telah berganti ketua organisasi sebanyak 3
kali yaitu:
1. Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, Ph. D, MA (2007 – 2011)
2. Yeni Ratna Yuningsih Ph. D (2011 – 2015)
3. Rachmat Baihaky, MA (2015 – sekarang)
PLKI yang saat ini dipimpin oleh Rachmat Baihaky, MA, membawahi dua
koordinator pengembangan program yaitu bagian Kerjasama Internasional dan
Keuangan. Bagian Kerjasama Internasional dibantu oleh tiga staff administrasi yaitu
administrasi mengenai data, administrasi mengenai imigrasi, dan administrasi
mengenai mahasiswa internasional. Struktur organisasi PLKI dapat digambarkan
sebagai berikut:13
12Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 2. 13Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 2.
54
Gambar 3.1
Struktur Organisasi
Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI)
Sumber: Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 201614
14Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 2.
Coordinator of Finance
Santi Yustini, SE, M.Ak
LP2M
Head of CIC
Rachmat Baihaky, MA
Coordinator of International Relation
Atik Yuliyani, MA, TESOL
Administration Staff Data & Information
Indah Kusuma Dewi, S.Si
Administration Staff Immigration
Ariadi Rahman, S.Sos.I
Administration Staff Interntional Student
Noviati, SK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rektor
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA
55
E. Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan
1. Kepala PLKI
Tugas utama dari kepala PLKI yaitu melaksanakan, mengkoordinasikan,
mengembangkan, memantau dan menilai segala pelaksaan kegiatan di Pusat
Layanan Kerjasama Internasional. Selain itu, kepala PLKI juga harus
mengusahakan dan mengendalikan segala administrasi, manajemen, dan sumber
daya yang diperlukan. Bapak Rachmat Baihaky selaku ketua PLKI mengatakan
bahwa masa jabatan kepala PLKI sesuai dengan periode jabatan Bapak
Rektor.15 Rincian tugas kepala PLKI yaitu berkoordinasi dengan pimpinan
terkait kerjasama internasional, memberikan instruksi segala hal yang berkaitan
dengan kerjasama internasional, dan membuka jaringan seluas-luasnya terkait
kerjasama internasional. 16
2. Koordinator Hubungan Internasional
Tugas utama dari koodinator hubungan internasional adalah membantu
tugas Kepala Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI) dalam melayani
dan mengembangkan kerjasama internasional. Rincian tugas koordinator
hubungan internasional yaitu sebagai korespondensi luar negeri dan follow-up
kerjasama, melakukan komunikasi dengan universitas prestise di negara
berkembang, membuat dan mendokumentasikan dokumen kerjasama (MoU,
15Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB. 16Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 3.
56
MoA, LoI), dan membuat surat rekomendasi untuk mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.17
3. Koordinator Keuangan
Tugas utama dari koordinator keuangan adalah membantu tugas Kepala
Pusat Layanan Internasional (PLKI) dalam membuat Rencana Biaya Aggaran
(RBA) PLKI. Selain membuat Rencana Biaya Anggaran (RBA), tugas lain dari
koordinator keuangan, yaitu membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan
keuangan, membuat Term of Reference (TOR) kegiatan PLKI, membuat
realisasi anggaran pengguna dana PLKI, membuat rancangan anggaran
mengenai program-program kerja, membuat petunjuk teknis, dan memproses
segala pencairan dana di PLKI.18
4. Staf Administrasi
Tugas utama staf administrasi adalah membantu tugas Kepala Pusat
Layanan Kerja Internasional (PLKI), Koordinator Hubungan Internasional
dan Koordinator Keuangan dalam merencanakan, melaksanakan administrasi
dan menyebarkan informasi terkait PLKI. Rincian tugas staff administrasi
yaitu membantu dalam penerimaan mahasiswa baru internasional, mengurus
beasiswa, surat-surat, keimigrasian, dan administrasi bagi mahasiswa
internasional, mengurus izin Setneg dalam keperluan kerjasama internasional,
membuat dan menerima surat masuk dan surat keluar, meng-update website
17Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 3. 18Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 3.
57
dan database PLKI, membuat notula rapat, dan membuat rincian bahan-
bahan untuk keperluan kegiatan di PLKI.19
F. Mahasiswa Internasional
1. Penerimaan
Pada tahun ajaran 2016 ini UIN Syarif Hidayatullah sudah mulai
menerima mahasiswa Internasional sejak akhir tahun 2015 hingga bulan April
2016. Banyaknya mahasiswa internasional (terutama Gambia) yang mulai
berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di tahun 2016 membuat seluruh
staff PLKI kelimpungan dikarenakan belum adanya sistem online dalam
mengurusi penerimaan mahasiswa internasional sehingga harus dikerjakan
secara manual atau melalui email.20 Selain itu, Bapak Rachmat Baihaky
mengatakan bahwa dalam pendaftarannya pun mahasiswa asing sama halnya
dengan mahasiswa lokal yaitu proses pengumpulan dokumen-dokumen.21
2. Perizinan (Izin Belajar dan Izin Tinggal)
Seluruh mahasiswa internasional yang melaksanakan studi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta diharuskan memiliki izin belajar sekaligus izin
tinggal. Namun, pada tahun 2016, banyaknya mahasiswa yang datang tanpa
adanya waktu yang cukup sehingga tidak sedikit mahasiswa internasional yang
19Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 3. 20Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 5-6. 21Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB.
58
terlambat dalam mengurus perizinan tersebut.22 Bapak Rachmat Baihaky
menjelaskan:
“Untuk pembuatan perizinian itu sebenernya kalau normalnya itu dua minggu selesai tapi karena banyak yang harus di proses terutama terkait masalah keamanan negara jadi kadang-kadang suka molor sampai satu bulan tapi masih normal lah dan kalau perizinan tinggal dan belajar dibuat disini.”23
3. Bahasa dan Interaksi Sosial
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa pasti akan menjadi kendala besar
bagi mahasiswa internasional. Masih kurangnya persiapan mahasiswa
internasional dalam berbahasa Indonesia karena mayoritas mahasiswa
internasional berasal dari negara yang menggunakan bahasa Inggris. Bapak
Rachmat Baihaky mengatakan karena UIN Syarif Hidayatullah belum
mempunyai kelas yang mengajar menggunakan bahasa Inggris, maka
mahasiswanya internasional sangat wajib belajar bahasa Indonesia atau kursus
bahasa Indonesia di Pusat Pengembangan Bahasa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.24
Selain bahasa yang menjadi kendala bagi mahasiswa internasional
dikarenakan bahasa untuk melakukan interaksi sosial kepada teman-teman di
kelas maupun teman-teman dilingkungan kampus, ternyata adanya perlakuan-
22Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 6. 23Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB. 24Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB.
59
perlakuan dari mahasiswa lokal (Indonesia) pun dapat dijadikan masalah
utama.25 Seperti yang dikatakan Bapak Rachmat Baihaky:
“Ada beberapa ya sebenernya ini bukan masalah rasis tapi lebih kepada salah paham misalkan mahasiswa asing kurang mengerti bagaimana masyarakat Indonesia itu bergaul gitu ya misalkan bercanda yang berkaitan dengan fisik di Indonesia itu kan umumnya biasa ya misalkan bilang orang kribo muka lu item biasa tapi bagi mereka yang memiliki apa ya sejarah panjang yang tidak baik itu menjadi permasalahan buat dia misalkan orang Vietnam, orang Vietnam itu sangat sakit hati kalau dibilang manusia perahu gitu kan karena dianggap illegal mereka masuk ke Amerika menerobos Amerika tanpa surat-surat. Makannya kaya gini kan bawaan sejarah sebenernya sehingga kesini enga bisa dibilang bercanda karena kalau kita bercanda dengan orang enak tapi belum tentu sama orang lain bagus gitu.”26
Meskipun cukup banyak yang mengalami kendala seperti yang
dijelaskan di atas, namun sayangnya belum ada program tenaga konseling
bersertifikasi yang disediakan untuk para mahasiswa asing.27
G. Daftar Mahasiswa Afrika
Tabel 3.1
Data Mahasiswa Aktif Afrika Strata 1 di Universitas Islam Negeri Jakarta
No Nama FAK / JUR JK No. HP No.
Passport Negara
Makanan
Favorit di
Afrika
1 Sayed Safee
Peters
FDI / Dirasat
Islamiah L 081291258xxx
M0009565
9
Afrika
Selatan
2 Abdou Barrow FISIP /
Sosiologi L 081510880xxx PC 022520 Gambia Domoda
3 Alagie FST / Sistem L PC 020701 Gambia
25Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016, (Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016), hal. 6. 26Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2016
pukul 11.30 WIB. 27Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2016
pukul 11.30 WIB.
60
Singhateh Informasi
4 Babucarr
Jassey
FKIK /
Kesehatan
Masyarakat
L 081318594xxx PC 021427 Gambia
5 Dawda Kairaba
Kijera
FKIK /
Keperawatan L 085711447xxx PC 464813 Gambia
6 Ebrima Jatta
FISIP /
Hubungan
Internasional
L 081517062xxx PC 022768 Gambia
7 Ebrima
Jobarteh
FKIK /
Keperawatan L 081291975xxx PC 401668 Gambia
8 Famara Wassa
Jawla
FISIP /
Hubungan
Internasional
L 081319602xxx PC 463589 Gambia Plasas
9 Fanna Conteh
FISIP /
Hubungan
Internasional
P 087787193xxx PC 002672 Gambia
10 Fatou Diba FST / Sistem
Informasi P 085776275xxx PC522099 Gambia Domoda
11 Isatou Jobarteh Psikologi P 085776275xxx PC 522016 Gambia
12 Jainaba
Trawally
FST /
Teknik
Informatika
P 085781632xxx PC 005875 Gambia
13 Lamin Gitteh
FST /
Teknik
Informatika
L 082111930xxx PC 324774 Gambia Chicken
Yassa
14 Lamin Jassey FEB /
Akuntansi L PC 022067 Gambia
15 Lamin Rene
Loua FST / Fisika L 081282757xxx S0118485 Gambia
16 Mam Mass Sey FST / Sistem
Informasi L 085691619xxx PC022692 Gambia Domoda
17 Mustapha
Danso
FKIK /
Keperawatan L 081291481xxx PC 008281 Gambia
18 Omar Samba
FISIP /
Hubungan
Internasional
L 087874771xxx PC001790 Gambia Benachen
61
19 Pamodou Faal
FST /
Teknik
Informatika
L 081288156xxx PC 357227 Gambia Benachen
20 Sulayman
Colley
FST /
Teknik
Informatika
L 08567347xxx PC 020760 Gambia
21 Mounadil Sara
FKIK /
Kesehatan
Masyarakat
P NZ
5148106 Maroko
22 Mounadil
Kaoutar
FKIK /
Kesehatan
Masyarakat
P 081213342xxx KM
3278471 Maroko
Sumber: Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Jakarta28
28Database Mahasiswa Asing Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun Akademik 2016-2017.
62
BAB IV
PROSES AKULTURASI BUDAYA MAHASISWA AFRIKA (GAMBIA)
DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan analisis proses akulturasi budaya
mahasiswa Gambia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sesuai yang dijelaskan secara
singkat oleh William B. Gudykunst dan Young Yun Kim bahwa komunikasi
antarbudaya yaitu komunikasi antara orang-orang yang berasal dari budaya
berlainan, atau komunikasi dengan orang asing (stranger). Meskipun disebut
komunikasi antarbudaya, model komunikasi ini dapat juga merepresentasikan
komunikasi pada umumnya, karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang dapat
memiliki latar budaya yang sama persis.1
Dari teori di atas maka sangat jelas bahwa komunikasi antarbudaya dapat
terjadi apabila terjadinya komunikasi antara komunikator dan komunikan yang
berbebeda budaya baik ras, etnik ataupun perbedaan sosio ekonomi. Sehingga sangat
penting untuk mengetahui apakah proses komunikasi yang terjalin antara mahasiswa
Gambia dengan mahasiswa Indonesia tersebut terjalin dengan efektif atau tidak.
Selain itu tidak dapat dipungkiri, adanya mahasiswa-mahasiswa dari budaya yang
berlainan yang pada saat melakukan komunikasi dapat mengakibatkan berbagai
macam hambatan komunikasi.2 Maka dari itu, karena adanya proses komunikasi
antarbudaya yang terjadi antara mahasiswa Gambia dengan mahasiswa Indonesia,
1Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi ‘Suatu Pengantar’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012) hal. 168-169. 2Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus
Mulyana, (Pamulang: Karisma Publishing Group, 2011), hal. 545-549.
63
peneliti dapat mengetahui proses akulturasi pada mahasiswa Gambia UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
A. Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Mahasiswa Gambia
UIN Jakarta
Dari hasil pengamatan peneliti di lapangan dan wawancara dengan beberapa
mahasiswa Gambia dan mahasiswa Indonesia, peneliti dapat menemukan bahwa
adanya proses komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi yang terjadi pada
mahasiswa Gambia di UIN Jakarta yaitu adalah komunikasi intrapersona,
komunikasi sosial, dan lingkungan komunikasi.3
1. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersona mengacu kepada proses mental yang dilakukan
orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan lingkungan sosio-budayanya,
mengembangan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan merespons
lingkungan. Dalam ungkapan Ruben, “komunikasi persona dapat dianggap
sebagai merasakan, memahami, dan berprilaku terhadap objek-objek dan orang-
orang dalam suatu lingkungan. Ia adalah proses yang dilakukan individu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan.”4 Hal tersebut tentu berlaku pada
mahasiswa Gambia yaitu mereka mencoba mengatur atau memanage diri mereka
3Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 144-145. 4B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in
Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141.
64
untuk nyaman terhadap objek-objek dan orang-orang disekitar lingkungan
mereka saat ini. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Abdou Barrow:
“First of all I make myself comfortable in Indonesia by accepting because the one of the thing I take will be tolerated atau di toleransi atau I have to be tolerant. Kalau saya tidak di toleransi tinggal di sini mungkin menjadi sulit untuk saya. Because when I see people, ya ada beberapa orang yang saya lihat mereka aman, friendly like that tapi ada beberapa juga yang sepertinya menurut mereka atau keliatan mereka, how they look at me and how they think about me ada diskriminasi karena ada beberapa nama-nama yang mereka panggil aku kalo di jalan kalau atau di mana pun tapi saya fokus dan berfikir bahwa ini biasa saja gapapa and I feel I have to tolerate. Ada yang panggil nama-nama tapi sekarang enga karena mereka sudah tau kita ini dari pada dahulu. So one of things is to tolerate atau bertoleransi.”5
Menurut Abdou, pertama yang harus dia lakukan yaitu membuat dirinya
senyaman mungkin dengan lingkungan di Indonesia yaitu dengan cara
menerapkan toleransi. Meskipun beberapa orang terkadang melihat dia dengan
tatapan yang seperti adanya diskriminasi dia hanya berfikir bahwa hal tersebut
biasa saja dan saya harus mempunyai sikap tolerate atau bertoleransi. Hal
tersebut juga disampaikan oleh Omar. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
dengan Omar Samba:
“Yes I think is almost the same with them. Like is multicultural thing and another culture is different but not everyone have tolerance too. Ada yg tidak memiliki tolerance too. Ada yang enga toleran kamu, so we have to tolarete them dan mencoba untuk biasa saja with that’s situation.”6
Selain itu, Mam Mass juga mengatakan bahwa mereka juga berusaha
mengadopsi hal-hal yang ada di Indonesia seperti mengikuti aktivitas yang ada
di sekitarnya. Salah satu aktivitas yang mereka ikuti selain perkuliahan yaitu
5Wawancara dengan Abdou Barrow (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB. 6Wawancara dengan Omar Samba (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB.
65
pembinaan di Mahad Asrama Putra yaitu adanya extra class belajar Tafsir,
Qur’an, dan lain-lain. Mereka melakukan itu agar dapat lebih mengenal orang-
orang Indonesia sehingga mereka dapat merasa nyaman. Berikut adalah kutipan
hasil wawancara dengan Mam Mass Sey:
“Actually too, when you study or work or you want to live in the new country so we have to adopt any system of that country so you can be comfortable and feel at home there. So everything we have to adopt and adopt follow the way people in Indonesia live. For example in Mahad, we have to attend extra classes to learn tafsir, Qur’an. So, you can understand the subjects.”7
Selanjutnya Lamin menambahkan bahwa dalam mengatur diri sendiri
agar nyaman juga harus mencoba untuk berkomunikasi dan ramah dengan orang
lain meskipun tidak semua akan bersikap ramah juga dengannya namun baginya
hal tersebut adalah normal. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan
Lamin Gitteh:
“I have to manage myself and try to interact with people you meet in this country and learn their cultures. You must to be friendly with people, even if they are different from us but you don’t have to make space with them just let it be normal. Because you can meet different kind of people, some are agresive, some are friendly. So just let it be normal.”8
Selain Lamin, Faal juga mencoba berbaur dengan orang-orang
disekitarnya dan mencoba belajar bahasa Indonesia dengan begitu saat ini dia
sudah memiliki banyak teman di kampus ini. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Pamodou Faal:
“I had been observing the people around me and I realized they wanted to talk to me but they were shy, so I try to open up myself as much as possible to learn the language and it helped me to know them while they
7Wawancara dengan Mam Mass Sey (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 8Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB.
66
could also know me, and now I have so many friends here, since I can speak the language.”9
Alma pun mengatakan bahwa sejauh ini para mahasiswa Gambia enjoy
dan suka bercanda-canda di kelas termasuk Famara dan Omar karena baginya,
mereka lah yang paling mudah berinteraksi dikarenakan bahasa Indonesia yang
cukup lancar dibandingkan dengan teman Gambia yang lainnya. Meskipun
demikian, Alma mengatakan hubungan mahasiswa Indonesia dengan mahasiswa
Gambia baik-baik saja. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Alma
Najmia:
“Mereka so far kalau dikelas itu enjoy aja sih ya gabung aja kalau misalnya bercanda-canda ya bercanda bareng kaya gitu. Kalau biasanya yang lebih ramah si Omar ya, kalau Fanna itu mungkin karena dia perempuan sendiri ya dari Gambia juga enga ada yang perempuan lagi di kelas saya. Awal-awal sih aku yang ngasih pendekatan juga ke dia kaya gitu maksudnya coba kamu ngasih tau dia coba kamu lebih ajak ngobrol temen-temen deh soalnya kamu kalau enga hadir di kelas juga enga ngabarin. Terus akhirnya ya udah dia bisa terbuka juga. Kalau yang laki-laki tuh karena Famara lebih lancar ya Bahasa Indonesianya nah dia tuh juga cenderung lebih aktif kaya dikelas juga nanya-nanya terus kalau Omar tuh juga aktif sih dari awal semester karena dia mungkin bahasanya enga sebaik Famara tapi dia cukup aktif bahasa Indonesianya jadi cukup sering berinteraksi. Nah kalau Ebrima sebenernya dia tuh banyak interaksi cuma karena dia bahasa Indonesianya kurang terus kalau ketika dia ngomong bahasa Inggris anak-anak enga paham karena dia aksennya, jangankan kita deh miss Devi aja dosen mata kuliah bahasa Inggris aja kadang susah pahamin dia karena dia kalau ngomong bahasa inggris kumur-kumur lah istilahnya susah dipahamin gitu tapi so far hubungannya baik-baik aja sih kita.”10
Seperti itulah mereka mengatur diri mereka agar nyaman tinggal di
Indonesia terutama agar hubungan mahasiswa Gambia dengan mahasiswa
Indonesia baik-baik saja. Makna lain dari komunikasi intrapersona yaitu
komunikasi dalam diri manusia berupa pertanyaan-pertanyaan dalam diri yang
9Wawancara dengan Pamodou Faal (Mahasiswa Gambia) pada hari Kamis, 18 Mei 2017 pukul 20.00 WIB.
10Wawancara dengan Alma Najmia (Mahasiswa Indonesia) pada hari Senin, 21 Mei 2017 pukul 15.00 WIB.
67
tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai bagian dari materi (tubuh) sekaligus
bagian dari materi alam pula yang mengalami kontradiksi diri seperi lapar, haus,
ingin melakukan sesuatu, atau apa pun yang lahir dari kebutuhan diri kita
sebagai bagian dari kehidupan.11 Hal ini dapat dilihat ketika mereka mulai
menyukai makanan-makanan di Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Famara Wassa Jawla:
“Nasi Padang, nasi goreng, nasi uduk ya banyak makanan Indonesia yang saya suka. Dan yang pertama kali saya tidak bisa makan di sini adalah bubur ayam, bubur ayam pertama kali aneh. Di sana ada bubur tapi di sana bubur dengan susu dan gula. Kalau di sini bubur ada ayam, yang saya tau ayam dengan nasi bukan dengan bubur. Tapi sekarang bisa makan dan suka.”12
Selain makanan yang disebutkan oleh Famara, Indonesia juga memiliki
sambal yang sangat enak. Fatou Diba salah satu mahasiswa Gambia pun sangat
menyukai sambal Indonesia, dia biasa memakan sambal dengan Ayam masak.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Fatou Diba: “Nasi goreng, nasi
ayam dan sambal. Di sana (Gambia) ada sambal tetapi beda dengan di sini. Saya
lebih suka sambal Indonesia. Ayam juga ada tetapi cara memasaknya beda.”13
Faal juga mengatakan bahwa ada banyak makanan Indonesia yang dia
sukai. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Pamodou Faal: “Ada
banyak dong, randang, nasi goreng warteg food, nasi Padang dan lain lain. Aku
enga suka pare.”14
11Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), hal. 103. 12Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April
2017 pukul 13.30 WIB. 13Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul
14.00 WIB. 14Wawancara dengan Pamodou Faal (Mahasiswa Gambia) pada hari Kamis, 18 Mei 2017
pukul 20.00 WIB.
68
Makanan Indonesia sangatlah beragam dan memiliki cita rasa yang enak.
Oleh karena itu, peneliti tidak heran jika makanan Indonesia juga disukai oleh
orang-orang yang bukan berasal dari Indonesia. Selain itu, meskipun para
mahasiswa Gambia mulai menyukai makanan Indonesia, mereka tidak
melupakan dan masih memiliki makanan favorit di Gambia.
Adanya akulturasi komunikasi intrapersonal yang dilihat sebagai cara
untuk memudahkan mahasiswa Gambia untuk merespons dan mengidentifikasi
secara konsisten budaya Indonesia agar dapat memudahkan aspek-aspek
akulturasi lainnya. Ada tiga hal lainnya yang dapat diidentifikasi dalam konteks
akulturasi komunikasi interpersonal. Tiga variabel komunikasi intrapersonal
dalam akulturasi tersebut yaitu Kompleksitas Struktur Kognitif Imigran, Citra
Diri (self image) Imigran, dan Motivasi Akulturasi.
a) Kompleksitas Struktur Kognitif Imigran
Kompleksitas struktur kognitif seorang imigran merupakan hal yang
paling terpenting dari akulturasi. Faktor ini merupakan pengetahuan imigran
tentang pola-pola dan aturan-aturan sistem komunikasi pribumi agar dapat
mengetahui budaya pribumi lebih jauh. Proses awal akulturasi seorang
imigran biasanya memersepsikan lingkungan pribumi secara sederhana serta
lingkungan yang asing dapat menimbulkan berbagai stereotip kasar yang
dikarenakan seorang imigran belum dapat beradaptasi secara langsung.15
15Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141.
69
Dari hasil wawancara peneliti dengan mahasiswa Gambia, mereka
tentunya juga memersesikan lingkungan Indonesia namun tidak sedikit dari
mereka yang berstereotip baik mengenai Indonesia. Seperti yang Omar
katakan, bahwa Indonesia Negara dengan mayoritas Muslim sehingga
baginya Indonesia merupakan tempat yang baik karena dia juga seorang
Muslim. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Omar Samba:
“For me, when I check, I know that the majority of Indonesian population is
Muslim. So I think, this is a good place to live because I am Muslim. I
thought like that before I came to Indonesia.”16
Abdou pun juga berpikiran sama dengan Omar, yaitu semua Muslim
adalah saudara sehingga dia merasa tidak akan kesulitan jika dia tinggal di
Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Abdou Barrow:
“Saya memang tidak mencari apapun mengenai Indonesia tetapi saya mempunyai salah satu pemikiran karena saya tau dari pamanku yang kuliah di sini juga katanya mayoritas di Indonesia Islam, saya kira kalau mayoritas Islam saya juga Islam. Kalau menurut agama Islam semua orang yang Muslim itu bersaudara, jadi saya punya pikiran itu mungkin saya tidak punya kesulitan apa pun tentang berinteraksi sama mereka-mereka yang Muslim karena saya juga Muslim.”17
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, yaitu:
Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu
16Wawancara dengan Omar Samba (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB. 17Wawancara dengan Abdou Barrow (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB.
70
dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S: Al-Hujuraat, 10)
Selain Omar dan Abdou, Fatou Diba juga beranggapan bahwa
Indonesia Negara yang ramah, dapat menerimanya dengan baik dan tidak
ada rasis. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Fatou Diba:
“Before coming here, I knew that people are friendly. You know people in
my country are friendly, when you come to visit us, we welcome you. So I
think people in Indonesia are friendly, they always welcome me. They are
not racist.”18
Namun, proses selanjutnya ketika mereka telah mengenal secara jauh
lingkungan Indonesia memungkinkan mereka dapat mengubah persepsinya
menjadi lebih kompleks dan bervariasi. Seperti yang dikatakan Fatou Diba
bahwa baginya, orang Indonesia Negara yang tidak ramah dan selalu sibuk.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Fatou Diba:
“Indonesia is big, my country is small. In my country people are very friendly, while in Indonesia, people are not friendly. So both are very different. In Indonesia, the roads banyak macet jadi kamu harus punya motor. In my country yang mempunyai motor hanya sedikit. Di sini banyak motor, it is so noisy. In Indonesia, all the time is busy, morning, afternoon, evening, night. Indonesian people seem doesn’t never sleep.”19
Selain warga yang tidak ramah, Lamin mengatakan bahwa Indonesia
adalah Negara yang bercuaca sangat panas dan membuat dia susah
18Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul
14.00 WIB. 19Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul
14.00 WIB.
71
beradaptasi saat awal-awal tinggal di Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Lamin Gitteh:
“That’s why it’s difficult to adapt with the weather and adapt the environment over here. In Indonesia, it was very hot. You know I complained a lot when first time I came here in the airport I complained ‘Wow, di sini panas banget, kenapa?’ My friends said, ‘Welcome to Indonesia.’ I throught Indonesia’s wheather was the same as my country, sometimes my country is hot, sometimes cold. But di sana tidak sepanas di sini.”20
Tetapi ada yang merasa senang ketika datang ke Indonesia salah
satunya yaitu Famara. Dia mengatakan bahwa senang berinteraksi dengan
orang Indonesia, melihat budaya Indonesia beragam dan Indah dan makanan
Indonesia sedap. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Famara
Wassa Jawla:
“Kepada saya sendiri kalau melihat lingkungan yang baru yang saya belum pernah lihat itu senang. Dari pertama kali saya di sini saya senang untuk berinteraksi dengan orang Indonesia karena ada yang bisa bahasa Inggris jadi bisa di campur dengan bahasa Inggris. Jadi saya senang dapat bertemu dengan mereka orang Indonesia, dengan budaya yang bervariasi dari berbagai tempat dan makanan Indonesia enak.”21
Mahasiswa Gambia setelah melihat lingkungan Indonesia ternyata
bervariasi, ada yang negatif dan positif, namun, mereka juga akhirnya, dapat
membuka diri dengan suasana baru seperti memulai berteman dengan
orang-orang yang berbeda budaya. Seperti halnya Lamin, dia sangat senang
berteman dengan siapa saja dan jalan-jalan dengan mahasiswa Indonesia.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Lamin Gitteh:
20Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 21Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April
2017 pukul 13.30 WIB.
72
“Gambia has many people from different countries, Chineese people, American people, European, people from Lebanon, so many kinds of people. It's nice, I personality like to make friends, meet new friends because when I came here, my best friend was from Kashmir India and it is okay to hang-out together and I have so many Indonesian friends. In my class ada teman dari Jawa, Sunda, dan seterusnya.”22
Famara juga merupakan mahasiswa Gambia yang senang berteman
dengan orang-orang yang berbeda budaya. Seperti yang dia katakan bahwa
dia senang bertemu dengan orang Indonesia seperti Papua, Bandung dan
lain-lain. Dia ingin keliling Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Famara Wassa Jawla:
“Ya saya senang banget bertemu dengan orang Indonesia dari Papua, dari Bandung, dari mana-mana. Saya mau keliling kemana-mana. Saya pernah ke Surabaya, pernah ke Bandung, pernah ke Ciamis, ya di luar sana beda. Di sini panas, di luar sejuk. Udara di luar Jakarta lebih enak dari pada di sini jadi senang.”23
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Mam Mass. Menurut dia,
Gambia adalah negara yang berpenduduk ramah sehingga tidak heran jika
masyarakatnya senang bertemu dengan orang-orang yang berbeda budaya.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Mam Mass Sey: “Ya,
Gambia dikenal dengan orang yang friendly. Everyone in Gambia is
friendly. So that’s why when you visit Gambia, everyone welcomes and
adapts what’s your environment is and makes you comfortable.”24
22Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 23Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April
2017 pukul 13.30 WIB. 24Wawancara dengan Mam Mass Sey (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB.
73
Maka dari itu, bagi mahasiswa Gambia bukanlah hal sulit untuk
berteman dan mereka. Ditambah jika mereka juga ingin mengetahui
mengenai budaya yang ada di Indonesia karena dapat berfungsi dalam
meningkatkan akulturasi komunikasi antarpersona pada mahasiswa Gambia
kepada masyarakat Indonesia. Beberapa dari mereka ingin mengetahui lebih
banyak lagi mengenai budaya. Seperti yang dikatakan oleh Mam Mass kalau
dia tertarik belajar budaya Indonesia terutama Bugis dan Dangdut. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara dengan Mam Mass: “I interested to learn
Indonesian cultures, especially Bugis. I want to know more Bugis culture
because I like that and my friends tell me a lot about Bugis. Yes, I have
friends from Bugis. I like dance and I know dangdut music and I like it.”25
Selain budaya Bugis, ternyata ada mahasiswa Gambia yang tertarik
dengan budaya Aceh yaitu Abdou. Abdou mulai tertarik dengan budaya
Aceh saat dia melihat tari Saman di acara Fisip. Selain Aceh tentunya
Abdou juga tertarik dengan budaya Papua, Yogyakarta dan sebagainya.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Abdou Barrow:
“Yeah I’m interested dengan budaya Indonesia, like dancing. Kemarin liat acara di Fisip mereka menampilkan tarian budaya Aceh ya Saman. Is very very nice. I like that. Aku sampai bilang ‘Oh my God is very very nice’. I am really interested and I want to explore budaya Indonesia like Aceh is good, Papua, Yogyakarta, saya mau kesana Insha Allah.”26
Faal juga menyampaikan bahwa dia ingin belajar lebih banyak
mengenai budaya Indonesia oleh karena itu dia sering berkumpul dengan
25Wawancara dengan Mam Mass Sey (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017 pukul 15.00 WIB.
26Wawancara dengan Abdou Barrow (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017 pukul 13.30 WIB.
74
teman-teman dari Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
dengan Pamodou Faal: “I am very deeply into learning about Indonesian
cultures that’s why I hang out a lot with my Indonesian friends.”27
Ketertarikan dengan budaya Indonesia juga disampaikan oleh
Famara ketika dia sedang presentasi di kelas. Dia mengatakan bahwa dia
mendengar Band Wali menyanyi di Radio dan Famara sangat menyukai
lagu-lagu band Wali tersebut. Hal ini disampaikan oleh Alma teman sekelas
Famara dalam sesi wawancara. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
dengan Alma Najmia:
“Iya karena kemarin sih liat pas mata kuliah bahasa inggris tuh yang anak Gambia sama dosen kita disuruh mereka presentasi pakai bahasa Indonesia. Nah Famara ini dia memberanikan diri presentasi pakai bahasa Indonesia terus dia cerita, bukan presentasi sih tapi kaya speech aja depan kelas terserah mengenai apa. Si Famara tuh cerita dia awalnya enga suka musik terus pas di Indonesia tuh waktu jalan-jalan anak-anak Internasional dia dengar lagu di radio lagunya Wali terus dia suka dan sampe sekarang dia masih suka, itu lucu aja sih. Kalau yang lain sih enga tau sih, Famara aja karena orangnya juga lebih banyak interaksi jadi kita lebih tahu dia. Kalau Ebrima justru di kelas aja, dia kadang liat dia di pojokan terus buka laptop bahkan kadang dia ada kelas nonton film atau main game, mungkin karena kendala bahasa tadi jadi lebih mengasingkan diri. Dan ketika Famara dan Omar duduk di depan dia ya udah the only one yang di belakang.”28
Sehingga dapat dikatakan bahwa Ebrima yang paling sulit
berkomunikasi dibandingkan dengan Famara dan Omar. Hal ini juga dapat
dilihat saat peneliti menghubungi mahasiswa Gambia, dimana Famara dan
27Wawancara dengan Pamodou Faal (Mahasiswa Gambia) pada hari Kamis, 18 Mei 2017
pukul 20.00 WIB. 28Wawancara dengan Alma Najmia (Mahasiswa Indonesia) pada hari Senin, 21 Mei 2017
pukul 15.00 WIB.
75
Omar lebih mudah peneliti hubungi dan mau untuk membantu peneliti
dalam skripsi ini.
b) Citra Diri
Citra diri (self image) imigran yang berkaitan dengan citra-citra
imigran tentang lingkungannya yaitu tentang lingkungan masyarakat
pribumi dan budaya aslinya. 29
Bagi mereka mahasiswa Gambia cukup banyak kemiripan dengan
budaya Indonesia dengan budaya Gambia seperti melepas sepatu atau sandal
ketika memasuki ruangan. Selain itu juga memberi salam ketika bertemu
dengan orang yang lebih tua dan juga mencium tangannya atau yang biasa
kita sebut salim. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Lamin.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Lamin Gitteh: “The similar
culture like he said, you don’t wear shoes if you enter a room. Di Gambia
juga ada, when you see oldest, orang tua you must greet them and cium
tangan.”30
Menurut Abdou, semua Negara pasti mempunyai kemiripan dan
untuk Indonesia budaya mengenai keluarga dan agama yang mayoritas
Islam lah yang paling mirip dengan Negaranya. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Abdou Barrow:
“Because when you look at budaya, yes of course setiap Negara punya budaya yang hampir sama dengan budaya lain di Negara lain.
29Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141.
30Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017 pukul 15.00 WIB.
76
So basically. We have same feeling, similar culture all Gambian culture seem the same as in Indonesia. Maybe the only different is a language and then like the environment is different. But family culture and hamba system atau Tuhan yang disembah is the same.”31
Selain itu, perasaan seorang imigran ternyata sangat berkaitan
dengan jarak antara dirinya dan anggota-anggota masyarakat pribumi yang
dapat menimbulkan masalah-masalah psikologis yang dialami oleh seorang
imigran seperti merasa terasingkan, rendah diri, malu dan sebagainya.32
Merasa hal demikian pastinya dirasakan oleh mahasiswa Gambia.
Seperti yang dirasakan Famara, yaitu malu ketika pergi ke luar seperti mall
dan banyak yang melihat dia dan mengira bahwa dia adalah pemain bola,
orang Papua, dan lain-lain. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan
Famara Wassa Jawla:
“Kalau kamu ke luar ke tempat di mana kamu yang beda sendiri, pasti ada perasaan tidak enak, tapi hanya toleransi yang mengobati. Kadang-kadang merasa malu, misalnya ketika saya ke mall dan banyak orang yang memperhatikan saya, itu membuat saya malu. Kadang ada yang bilang pemain bola, orang Papua, orang ini dan itu. Malu tapi hanya bisa mengakomodasi diri sendiri.”33
Selain Famara, Fatou Diba juga merasakan hal sama namun bukan
hanya di luar saja di kelas pun dia juga terkadang merasa demikian. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara dengan Fatou Diba:
31Wawancara dengan Abdou Barrow (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB. 32Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141.
33Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017 pukul 13.30 WIB.
77
“Saya memilih bersama bersama teman-teman Gambia because we help each other. I am more comfortable with them. In class I speak with Gambian people because when dosen explains dan saya tidak mengerti mereka memberi tahu saya. But when I sit next to Indonesia people they can’t explain to me because they can't speak English. When in angkot, I was angry, misalnya, kamu ke Afrika dan kamu duduk di samping orang Afrika jadi semua mereka pindah. How do you feel? I was angry and sad and I just keep it to myself, let it go and pray to Allah.”34
Seperti yang di katakana sebelumnya kejadian yang dialami oleh
Famara dan Fatao Diba ini biasa disebut dengan stereotip. Stereotip adalah
citra yang asumsikan oleh sekelompok orang dari setiap budaya yang
biasanya berasumsi negatif dan merepresentasikan karakteristik pada suatu
kebudayaan lainnya.35
Faal juga mengatakan bahwa dia mengalami hal yang banyak sekali
seperti itu yaitu merasa terasingkan, rendah diri, malu dan sebagainya.
Banyak orang yang mengatakan sesuatu yang sebenarnya mereka tidak
ketahui mengenai dirinya dan karena dia orang kulit hitam. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara dengan Pamodou Faal:
“I have faced so much of that kind here, as many people here backbite and say things they don’t know about me, and because I am black too, the only thing I do is ignoring them as I am not here to fight or cause trouble.”36
Hal ini sering terjadi pada seseorang yang baru saja berpindah ke
luar negeri yang biasa disebut dengan gegar budaya (culture shock). Gegar
34 Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul
14.00 WIB. 35 Richard E. Porter, Larry A. Samovar dan Edwin R. McDaniel, Communication between
Cultures, Terj. Indri Margaretha S, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hal. 50. 36 Wawancara dengan Pamodou Faal (Mahasiswa Gambia) pada hari Kamis, 18 Mei 2017
pukul 20.00 WIB.
78
budaya adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan,
pendidikan, jabatan atau sebagainya yang dialami oleh seseorang yang
mengharuskan orang-orang tersebut untuk berpindah ke luar negeri secara
tiba-tiba. Penyakit yang dialami ini sama seperti penyakit lainnya yang
mempunyai gejala-gejala dan pengobatannya sendiri. Gegar budaya ini bisa
menimbulkan rasa kecemasan yang mengakibatkan hilangnya tanda-tanda
dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial yang berbeda-beda derajat
pengaruhnya dari masing-masing orang.37
Dari banyaknya gejala gegar budaya yang dialami masing-masing
mahasiswa Gambia sehingga membuat mereka merasa terasingkan, rendah
diri, malu dan sebagainya mereka lebih memilih untuk dipendam sendiri
saja, berusaha untuk tidak mempermasalahkannya dan tentunya berdo’a
kepada Allah Swt. Karena bagi hal tersebut tidak perlu terlalu dipikirkan.
c) Motivasi Akulturasi
Motivasi akulturasi seorang imigran berfungsi dalam mempermudah
proses akulturasi. Hal ini dapat dilihat dari kemauan seorang imigran untuk
belajar, mau ikut berpartisipasi dan mau untuk diarahkan menuju sistem
sosio-budaya pribumi.38
Dari hasil wawancara semua mahasiswa Gambia mengatakan bahwa
motivasi utama mereka adalah untuk berkuliah di Universitas Islam Negeri
37Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 174-175. 38 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 142.
79
Syarif Hidayatullah Jakarta. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan
Mam Mass: “Ya motivasi karena kita dapat beasiswa dari UIN untuk kuliah
di sini, itulah motivasi yang pertama. Tentu juga, selain kuliah di sini dan
segera lulus dan sukses yaitu kembali ke Gambia lagi.”39
Selain berkuliah, beberapa dari mereka juga ingin belajar mengenai
Islam yang ada di Indonesia, dan salah satunya Omar Samba. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara dengan dia: “Aku juga kuliah dan yang kedua
karena di sini mayoritas Islam dan I also want to learn about Islam in
Indonesia.”40
Fatou Diba juga mengatakan bahwa temannya termasuk dalam
memotivasi dia untuk berkuliah di Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Fatou Diba: “Actually, I was motivated by my friend. She
sent me a message to study at UIN. I applied and I was accepted.”41
Dapat dikatakan semua mahasiswa Gambia memiliki satu motivasi
yang sama yaitu untuk berkuliah di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, sehingga mereka dapat mempermudah proses
akulturasi. Selain itu, pastinya mereka dapat ikut berpartisipasi dan mau
untuk diarahkan menuju sistem sosio-budaya Indonesia.42
39 Wawancara dengan Mam Mass Sey (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 40 Wawancara dengan Omar Samba (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB. 41Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul
14.00 WIB. 42Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 142.
80
Seorang imigran juga dapat meningkatkan partisipasinya dalam
berkomunikasi dengan masyarakat pribumi apabila adanya orientasi positif
dari diri seorang pendatang terhadap lingkungan barunya.43 Seperti, adanya
keinginan dari mereka untuk berkomunikasi dengan orang-orang Indonesia.
Salah satu mahasiswa Gambia mengatakan bahwa bertemu dengan orang
yang berbeda budaya dan berkomunikasi dengan mereka merupakan hal
yang sangat menakjubkan baginya. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
dengan Lamin Gitteh:
“Well it is to learn another like to meet people with different backgrounds. When I first time came here I met people from different countries Kashmir, Indonesia, Thailand, etc. So it was like sharing experience, talking about cultures, religions, it was really amazing, yeah. Everything is amazing. Well it's to learn one another like meeting people with different backgrounds.”44
2. Komunikasi Sosial
Komunikasi sosial di sini juga biasa disebut dengan komunikasi
antarpersona atau komunikasi massa. Komunikasi antarpersona (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara anda dan orang-orang lainya secara
tatap-muka dan memungkinkan setiap peserta komunikasi menangkap reaksi
atau memberikan timbal balik dari orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun non-verbal.45 Sedangkan komunikasi massa adalah suatu proses
komunikasi sosial yang lebih umum, yang dilakukan individu-individu untuk
43Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 142.
44Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 45Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 81.
81
berinteraksi dengan lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam
hubungan-hubungan antarpersona dengan individu lainnya.46
Konteks akulturasi komunikasi antarpersona yaitu berkaitan dengan
komunikasi antara mahasiswa Gambia dengan masyarakat Indonesia khususnya
mahasiswa Indonesia. Hal tersebut sulit untuk dilepaskan, melihat status mereka
yaitu mahasiswa yang diharuskan untuk bersosialisasi dengan mahasiswa
lainnya, sehingga mahasiswa Gambia diharapkan dapat dengan mudah
berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia. Menurut Famara tidak sulit jika
mereka tahu bahwa dia juga merupakan seorang Muslim meskipun juga ada
yang sulit contohnya ketika mereka menanyakan sesuatu yang baginya tidak
menyenangkan. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Famara Wassa
Jawla:
“Tergantung dari orang seperti apa yang ditemui. Di sini banyak orang Indonesia yang tidak sulit berkomunikasi dengan kita. Kalau mereka tahu agama kami, salah satu yang mereka akan tanya, ‘Apakah kami Muslim?’ Kami jawab: ‘Ya. Muslim.’ Mereka langsung bilang: ‘Alhamdulillah’. Mulai lah kita berkomunikasi. Ya kalau ada sesuatu yang misalnya enga tahu tentang kami, mereka bilang itu sulit, karena ada orang yang mulai komunikasi dengan kamu dan pertanyaan-pertanyaan yang rasanya tidak enak didengar. Misalnya bilang, ‘Kenapa kamu hitam?’ Komunikasinya akan sulit akan punya perasaan yang tidak enak; jadi untuk menjawabnya sulit. Kalau ada yang bilang ‘Hai, assalamu’alaikum apa kabar?’ ya itu mudah.”47
Famara juga menambahkan bahwa kalau dia ingin berkomunikasi dengan
orang lain dia melihat apakah orang tersebut senyum atau tidak, jika tidak dia
46Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 142.
47Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017 pukul 13.30 WIB.
82
tidak melanjutkan komunikasi tersebut. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
dengan Famara Wassa Jawla:
“Ya saya kalau mau mulai komunikasi dengan orang, pertama kali yang saya lihat adalah mukanya dulu, ini teknik saya. Jadi, lihat dulu orangnya, kalau saya lihat orang tersebut lalu saya senyum dan dia enga senyum, saya takut, tapi kalau respons dari dia senyum juga bila saya senyum, ya saya langsung mencoba berbicara dengan dia.”48
Selain itu, Lamin juga merasa bahwa dirinya seseorang yang mudah
untuk berinteraksi dengan siapa saja. Dia senang bermain dan bersenang-senang
bersama teman-teman di kelasnya. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
dengan Lamin Gitteh:
“I’m very easy going person you know. I interact with everyone in my class, yeah I enjoy that, I am very cool guy, I sometimes make fun with them in class, play game together, most of the time normally I enjoy. When I try to speak bahasa and we try to make fun yeah like that, they also enjoy.”49
Hal tersebut juga disampaikan oleh mahasiswa Indonesia yaitu Uli. Uli
mengatakan bahwa hampir semua dari mereka cukup ramah dengan teman-
teman Indonesia. Meskipun, kadang mereka suka jail, gemesin sampai ngeselin.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Rizki Ulia Latifah:
“Sebenarnya karena mereka mahasiswa asing jadi terkadang cara budaya mereka tuh beda gitu. Karena mereka kan lebih ke daerah Afrika mereka orangnya friendly cuma kalau misalnya bercanda kita tuh bingung apa yang mereka bercandain karena memang beda cara mereka. Kadang mereka juga suka berlebihan ke kita kaya misalnya lagi bercanda suka aneh-aneh, suka jail, suka gemesin, suka ngeselin. Mereka udah lumayan bisa bahasa Indonesia, dulu waktu awal-awal pakai bahasa Inggris terus dan ada dosen yang bilang kalau ngomong ke mereka pakai bahasa Indonesia aja biar mereka terbiasa. Kalau Janaiba itu orangnya pinter, ya
48Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April
2017 pukul 13.30 WIB. 49Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB.
83
dia cerdas. Dia pernah cerita kalau dia itu pernah kuliah di Gambia masuk medical student kaya fakultas kedokteran gitu, terus ke sini orangnya tekun sih terus lebih friendly karena lebih santai dan dia juga perempuan ya. Kalau Lamin itu bad boy suka godain cewe. Lamin juga lucu dan kalau bercanda juga enga berlebihan jadi tuh kalau misalnya dia enga suka, ya udah. Terus kalau misalnya Faal ini ternyata dengan Lamin sudah berteman dari di Gambia. Faal ini baik banget dan care karena waktu itu aku pernah sakit aku dianterin ke pesantren aku sama Faal baik banget tapi kalau udah bercanda ngeselin. Ya pokoknya Faal yang paling peduli entah temen-temennya ketika ada kegiatan atau enga ada. Kalau Sulaiman ini dia paling tua dari pada yang lain dia lahir 80an. Mereka itu rata-rata yang enga lanjut kuliah di Negara mereka dan mereka langsung kerja, terus mereka ingin belajar lagi datang lalu ke sini. Nah kalau Sulaiman ini dia paling susah ngomong bahasa Indonesia di antara yang lain. Lamin sama Faal yang paling friendly dan paling cepet nangkep kalau kita ngomong bahasa Indonesia.”50
Namun, ada juga dari mereka yang mengatakan tergantung bagaimana
orang lain memperlakukan mereka. Fatou Diba misalnya, dia mengatakan dia
bukan seseorang yang sulit diajak untuk berkomunikasi atau berteman, namun
dia hanya mau berkomunikasi jika orang tersebut welcome dengannya. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara dengan Fatou Diba: “I don’t think I’m a difficult
person. If you welcome me, it is easy for me to communicate and be friendly.”51
Dapat dikatakan mereka semua orang yang mudah berteman, namun
tidak dapat dipungkiri kemungkinan banyaknya kendala yang akan terjadi ketika
para mahasiswa Gambia mencoba berkomunikasi dengan mahasiswa Indonesia.
Seperti yang dikatakan Lamin, bahwa mahasiswa Indonesia lebih sering
menggunakan bahasa informal sedangkan dia dan para mahasiswa Gambia lebih
mengetahui apabila menggunakan bahasa formal. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Lamin Gitteh:
50Wawancara dengan Rizki Ulia Latifah (Mahasiswa Indonesia) pada hari Senin, 21 Mei
2017 pukul 15.00 WIB. 51Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul
14.00 WIB.
84
“Ya kadang-kadang susah banget untuk komunikasi sama mahasiswa karena kadang-kadang mereka pakai bahasa gaul seperti gue, lu. So, it’s very hard to understand because even like this informal bahasa it is very hard to understand, because we studied at Pusat Bahasa was the formal bahasa, tidak, saya, anda tapi outside only you hear just enga, aku, lu, seperti itu lah.”52
Famara pun juga merasakan hal demikian, dia pun akhirnya mencoba
membiasakan menggunakan bahasa informal atau gaul tetapi dia juga juga selalu
memperhatikan kata-katanya jika berbicara dengan orang yang lebih tua. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara dengan Famara Wassa Jawla:
“Kalau gunakan bahasa formal ada yang tertawa dan saya fikir ‘ini bahasa Indonesia atau enga, kenapa mereka tertawa’ ya dan mereka bilang jarang kita menggunakan bahasa formal, kalau di tulisan iya bahasa formal, tapi hanya berbicara dengan teman-teman tidak pakai bahasa formal. Saya sudah bisa sedikit bahasa non formal, seperti gue, lu, ya lebay dan sekarang sudah mulai bicara non formal tetapi selalu perhatikan agar tidak dicampuri kalau bicara dengan orang yang lebih tua. Sekarang sudah sering pakai enga bersama teman-teman tapi dengan yang lebih tua saya pakai tidak. Tapi kadang saya tidak tahu apakah bilang dengan enga atau tidak.”53
Selain dalam bahasa formal, menurut Uli terkadang mahasiswa Gambia
juga mengalami miss komunikasi seperti pemberitahuan libur yang dishare di
grup kelas dan mahasiswa Gambia tidak menyadari pemberitahuan tersebut.
Mahasiswa Gambia juga sulit ketika mempelajari mata kuliah yang
menggunakan bahasa Indonesia, sehingga mereka terkadang tidak mau
menerima materi yang diberikan jika berbahasa Indonesia. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara dengan Rizki Ulia Latifah:
52Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 53Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April
2017 pukul 13.30 WIB.
85
“Kadang kurang paham juga misalnya hari ini kita udah bilang di grup libur kadang mereka kan enga suka chat grup. Misalnya kaya gini materi kuliah ya udah kalau misalnya Uli enga kirim ke mereka, mereka enga dapet. Biasanya kan temen-temen nge-share di group padahal jadi bingung juga. terus kaya misalnya dosen sistem digital mereka itu enga mau menerima yang pakai bahasa Indonesia harus di translate dulu, ya udah Uli translate.”54
Meskipun banyaknya kendala terutama dalam bahasa, baik mahasiswa
Gambia atau mahasiswa Indonesia mencoba mengatasi kendala dalam
berkomunikasi antarbudaya tersebut, seperti yang di lakukan oleh Lamin yaitu
mengadakan extra class bersama teman-temannya untuk mengajarinya bahasa
Indonesia. Baginya belajar bahasa Indonesia adalah hal yang menyenangkan.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Lamin Gitteh:
“Sometimes in my class I have a friend who can normally translate for me and most of the time he gives me extra class, he teaches me bahasa so I sometimes give him a-piece of paper and I ask some words I don’t understand. Or, when I meet him, I say: ‘Ayo, kamu harus bantuin aku’ and he tries to explain that because he can speak English. Ada beberapa yang bisa bahasa Inggris so I have kumpul with them and it is always fun, you know. When I pronounce some words and hard for me to get, they are laughing. When I want to say ‘Situ Gintung’ you know and my friend say: ‘No, Lamin no Situ Gintung’ so, it’s very hard for me to pronounce but I enjoy with them.”55
Berbeda dengan Lamin, Abdou mencatat kata-kata yang tidak dia pahami
dan langsung menanyakan kepada dosen di Pusat Bahasa. Berikut adalah kutipan
hasil wawancara dengan Abdou Barow:
“Kalau saya mendengar kata-kata baru, ya saya catat atau saya tulis nanti kalau bertemu dengan dosen di Pusat Bahasa saya tanya dia, dan dia suka berkata, ‘Kamu tau ini dari mana’ dan saya jawab: ‘Dari teman’ lalu, ‘Oke ini maksudnya ini tapi ini bukan bahasa yang formal, bahasa formalnya adalah ini. Dia selalu menekankan penggunaan bahasa yang formal karena takutnya kalau saya sudah biasakan dengan bahasa yang
54Wawancara dengan Rizki Ulia Latifah (Mahasiswa Indonesia) pada hari Senin, 21 Mei
2017 pukul 15.00 WIB. 55Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB.
86
nonformal mungkin kalau ngomong dengan orang yang tua takut saya memakai bahasa yang tidak formal.”56
Ternyata bukan hanya mahasiswa Gambia saja yang mencoba mengerti
mahasiswa Indonesia dengan menggunakan bahasa informal. Seperti halnya
yang dilakukan oleh Alma yaitu selaku ketua kelas terkadang dia memfasilitasi
teman-teman Gambia dengan menggunakan bahasa Inggris jika ada
pengumuman dan terkadang dia juga mem-forward secara pribadi pesan yang
disampaikan di grup chat kelas. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan
Alma Najmia:
“Kadang awal-awal tuh aku lebih memfasilitasi mereka, biar mereka cepat beradaptasi juga, jadi aku kalau berkomunikasi dengan mereka di kelas itu, pakai bahasa Inggris, jadi biar semuanya bisa paham. Jadi aku bikin pengumuman sekalian biar panjang biar beda sama cuap cuap yang ga jelas anak-anak di grup. Nah kadang aku forward juga ke chatnya bahasa Inggris.”57
Menurut Kim, fungsi akulturasi komunikasi massa bersifat terbatas
dalam hubungannya dengan fungsi akulturasi komunikasi antarpersona.58
Fungsi akulturasi komunikasi massa akan sangat penting pada fase awal proses
akulturasi seorang imigran. Karena dalam fase awal ini, pendatang belum dapat
mengembangkan kecakapannya untuk memulai hubungan baru yang memuaskan
sehingga membutuhkan komunikasi massa agar dapat mengetahui lebih jauh lagi
56Wawancara dengan Abdou Barrow (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB. 57Wawancara dengan Alma Najmia (Mahasiswa Indonesia) pada hari Senin, 21 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 58Young Y. Kim, Mass Media and Acculturation: Development of an Interactive Theory,
(Makalah yang disajikan dalam konferensi tahunan the Eastern Communication Association, Philadelphia, Pennsylvania, Mei 1979). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 142.
87
tentang berbagai unsur dalam sistem sosio-budaya pribumi.59 Penggunaan
komunikasi massa dapat ditemukan juga ketika mahasiswa Gambia atau
mahasiswa Indonesia mengatasi kendala komunikasi yaitu menggunakan Google
Translate. Seperti yang dilakukan oleh Mam Mass dan juga teman-temannya.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Mam Mass Sey: “Kalau
ngomongnya susah ya mereka google translate and sometimes I used this
translation too to respond them”60
Omar juga mengatakan kalau ada bahasa Indonesia yang dia tidak tahu
dia akan menggunakan google translate dan juga menanyakan ke teman-
temanya. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Omar Samba: “Cari di
google translate, sometimes tulis dan juga tanya ke teman saya ‘Ini apa,
maksudnya apa, dalam bahasa Inggris bisa dijelaskan’ seperti itu.”61
Menurut peneliti baik bertanya dengan orang Indonesia atau
menggunakan media, mahasiswa Gambia sudah dapat melaksanakan akulturasi
komunikasi antarpersona dan akulturasi komunikasi massa dengan baik karena
kedua hal tersebut cukup penting bagi mahasiswa Gambia untuk mereka
melewati fase-fase sulit mereka di Indonesia terutama mengenai bahasa.
Dalam gejala gegar budaya (culture shock), hal di atas dapat diartikan
bahwa sebagian mahasiswa Gambia sudah memasuki tahap ke tiga yaitu mereka
berhasil memperoleh pengetahuan bahasa dan mulai mengurus dirinya sendiri
59Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, hal. 143-144. 60Wawancara dengan Mam Mass Sey (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 61Wawancara dengan Omar Samba (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB.
88
dan mulai membuka jalan ke dalam lingkungan budaya baru. Meskipun
mahasiswa Gambia masih menghadapi kesulitan-kesulitan, mereka merasa
bahwa kesulitan tersebut dapat ditangani. Mereka juga mulai bersikap positif
terhadap lingkungan pribumi dan mulai memiliki rasa humor sehingga
pendatang tersebut dapat dikatakan menuju fase penyembuhan atau fase
keempat.62
3. Lingkungan Komunikasi
Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan
akulturasi pendatang adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat.
Seperti yang dikutip dari Taylor bahwa derajat pengaruh komunitas etnik atas
prilaku imigran sangat bergantung pada derajat “kelengkapan kelembagaan”
komunitas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas
bagi anggota-anggotanya.63
Dari hasil wawancara dengan mahasiswa Gambia, dapat dikatakan tidak
adanya komunitas etnik Gambia di Indonesia. Seperti yang dikatakan Faal,
bahwa komunitas atau kelembagaan yang ada hanya International Office (PLKI)
saja. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Pamodou Faal: “We have
the International Office as our stand here but they do less for us.”64
62Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 176. 63B. K. Taylor, “Culture: Whence, Whither and Why?” dalam A. E Alcock, B. K. Taylor dan
J. M. Welton, The Future of Cultural Minorities. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 144.
64Wawancara dengan Pamodou Faal (Mahasiswa Gambia) pada hari Kamis, 18 Mei 2017 pukul 20.00 WIB.
89
Mam Mass juga mengatakan hal yang sama dengan Faal. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara dengan Mam Mass Sey: “Ya International Office, ada
grup mahasiswa asing tapi untuk grup mahasiswa Gambia enga ada yang khusus
hanya ada dalam kategori mahasiswa asing.”65
International Office atau yang saat ini dikenal dengan Pusat Layanan
Kerjasama International (PLKI) merupakan lembaga satu-satunya di UIN yang
menjalankan fungi kerja yang berkaitan dengan orang internasional termasuk
mahasiswa Internasional yang ada di UIN Jakarta.66
Dengan demikian, lembaga-lembaga yang mengelola mahasiswa asing
diperlukan, agar dapat memudahkannya akuturasi dan membantu dalam
mengatasi tekanan-tekanan dalam komunikasi antarbudaya.67 Fatou Diba
mengatakan bahwa mahasiswa Gambia memiliki grup Whatsapp yang di
namakan GAM-INDO yang artinya Gambia Indonesia. Berikut adalah kutipan
hasil wawancara dengan Fatou Diba: “We just have International Office for
official matters. Kalau GAM-INDO itu whatsapp saja just to information.”68
Namun akan berbeda jika seseorang pendatang terlalu sering dalam
lembaga atau komunitas etniknya dan tanpa melakukan komunikasi yang
memadai dengan anggota masyarakat pribumi mungkin maka hal tersebut justru
65Wawancara dengan Mam Mass Sey (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB. 66Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB. 67Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 144.
68Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul 14.00 WIB.
90
akan memperlambat kecepatan akulturasi pendatang.69 Hal ini terjadi oleh Fatou
Diba karena saat ini dia belum merasa nyaman dengan teman-teman dari
Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Fatou Diba: “I am
always with Gambian friends, because I’m not comfortable with Indonesian
students. Exactly right now I am not comfortable.”70
Dilihat dari hasil wawancara, memang ada mahasiswa Gambia yang
lebih sering bersama teman-teman yang berasal dari Gambia, namun
kebanyakan dari mereka justru lebih mencoba berbaur dengan semuanya baik
dengan teman-teman Gambia ataupun teman-teman yang berbeda budaya
terutama Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Lamin, dia mengatakan bahwa
jika dia terkadang bersama dengan teman Indonesia terkadang bersama teman
Gambia dan bagi dia kita semua bersama. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Lamin Gitteh: “For me, in campus I go with both Indonesian
student and Gambian student, I have group friends, sometimes I go with
Gambian students, sometimes with Indonesian students but we all go to together.
Maybe like eat together ya we just campur-campur you know.”71
Selanjutnya Famara, meskipun saat di asrama dia lebih sering bersama
teman-teman Gambia namun jika ada waktu kosong dia meluangkan waktunya
untuk berjalan-jalan dengan teman-teman Indonesianya. Berikut adalah kutipan
hasil wawancara dengan Famara Wassa Jawla: “Saya dari Senin ke Jumat selalu
69Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 144.
70Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul 14.00 WIB.
71Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017 pukul 15.00 WIB
91
di Mahad bersama orang-orang Gambia tapi Jumat sore sampai Minggu ke luar,
jalan-jalan keliling dengan teman Indonesia.”72
Namun berbeda dengan Faal, dia lebih sering menghabiskan waktunya
dengan teman-teman Indonesianya barulah teman-teman Gambianya. Hal
tersebut dikarenakan dia ingin mengembangkan bahasa Indonesianya sesegera
mungkin. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Pamodou Faal: “I
spend a lot of time with my Indonesian friends then Gambian friends, as I want
to develop my bahasa as soon as possible.”73
Oleh karena itu, mahasiswa Afrika yang juga mencoba berbaur
dengan lingkungan baru diharapakan dapat mempercepat akulturasi pada
mahasiswa Afrika.
B. Nilai-Nilai Keislaman
1. Akidah
Seorang manusia disebut muslim jika dengan penuh kesadaran dan
ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam. Karena itu akidah
merupakan ikatan dan simpul dasar Islam yang pertama dan utama. Berdasarkan
enam fondasi iman, maka adanya keterikatan setiap muslim kepada Islam yaitu
dengan meyakini bahwa Islam adalah agama yang universal serta mampu
72Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April
2017 pukul 13.30 WIB. 73Wawancara dengan Pamodou Faal (Mahasiswa Gambia) pada hari Kamis, 18 Mei 2017
pukul 20.00 WIB.
92
menjawab segala persoalan yang muncul dalam segala lapisan masyarakat dan
sesuai dengan tuntutan budaya setiap manusia sepanjang zaman.74
“Melihat kondisi terakhir situasi politik ekonomi di Timur Tengah, misalnya kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk mahasiswa asing untuk belajar di sana dengan kondisi keamanan dan seterusnya sejak Arab Spring (2010). Nah dengan seperti itu maka ada negara-negara Islam yang lain yang menjadi alternatif dari destinasi studi bahkan negara-negara Timur Tengah itu ada yang beberapa mahasiswanya ke UIN sini, jadi, mahasiswa kita ada yang berasal dari Timur Tengah. Itu artinya kita sudah menjadikan Indonesia (UIN) sebagai tujuan studi. Apalagi mahasiswa dari negara-negara Eropa, mereka tidak akan belajar Islam di Arab karena situasi yang tidak memungkinkan maka mereka akan mencari negara-negara yang aman, negara-negara Islam, negara-negara yang mayoritas muslim yang aman.”75
Seperti yang dikatakan di atas oleh Bapak Rachmat Baihaky (Ketua
PLKI) bahwa UIN Jakarta merupakan Universitas Islam Negeri satu-satunya di
Ibu Kota Indonesia yang di mana Indonesia saat ini dapat dikatakan sebagai
Negara yang aman dan damai dengan mayoritas Muslim. Hal tersebut juga
disampaikan oleh mahasiswa Gambia bahwa yang membuat para mahasiswa
asing terutama mahasiswa Gambia tertarik untuk belajar mengenai budaya Islam
di UIN Jakarta di samping sekedar menyelesaikan jenjang S1 mereka. Hal ini
seperti yang dikatakan Omar saat peneliti menanyakan motivasinya ke
Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Omar Samba:
“Tujuan utama aku juga kuliah, dan yang kedua karena di sini mayoritas Islam
dan I also want to learn about Islam in Indonesia.”76
74Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 7-8. 75Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada hari Kamis, 2 Maret 2017
pukul 11.30 WIB. 76Wawancara dengan Omar Samba (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB.
93
Famara juga mengatakan karena dia Muslim jadi tidak akan sulit jika dia
tinggal di Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Famara
Wassa Jawla: “Ya saya perasaannya sama sebelum ke sini, beliau bilang di
Indonesia mayoritas Muslim dan saya bilang, ya kalau Muslim aku senang
karena aku Muslim juga jadi apa sulitnya aku juga bisa.”77
2. Syariah
Konsep terpenting dan paling komprehensif untuk menggambarkan Islam
sebagai suatu fungsi adalah konsep syariah atau “syar” yang berarti jalur atau
jalan menuju sumber air. Maksudnya yaitu jalan menuju sumber kehidupan itu
sendiri. Dalam agama sejak awal sekali, syariah berarti jalan utama untuk
kehidupan yang baik, yaitu nilai-nilai agama, yang dinyatakan secara fungsional
dan konkret, untuk memandu kehidupan manusia.78
Salah satunya yaitu syariat yang mengatur hubungan manusia secara
horizontal, hubungan manusia dengan sesama manusia dan makhluk lainnya.
Hubungan ini biasa disebut mu’amalah yang berarti meliputi segala ketentuan
dan aktivitas hidup manusia dalam bergaul dengan sesama makhluk hidup dan
lingkungan sosialnya. 79
Mahasiswa Gambia menjalankan konsep syariah, yaitu mereka membuat
hubungan yang baik dengan sesama manusia meskipun berbeda budaya.
Menurut Abdou, dia sangat senang bertemu dan mengenal teman-teman yang
77Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April
2017 pukul 13.30 WIB. 78Fazlur Rahman, Islam ‘Sejarah Pemikiran dan Peradaban’, (Bandung: Mizan Pustaka,
2017), hal. 145. 79Fazlur Rahman, Islam ‘Sejarah Pemikiran dan Peradaban’, (Bandung: Mizan Pustaka,
2017), hal. 145.
94
ada di Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Omar Samba:
“I feel like okay to meeting with Indonesian people, it is fun mengenal dari
daerah mana saja kamu berasal. Saya senang banget.”80
Selain itu, Abdou juga mengatakan bahwa dia sangat senang jika
bertemu dengan teman baru dan mengetahui budaya-budaya mereka. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara dengan Abdou Barrow: “I'm also happy because
when meeting new friends, I know their cultures and we realize that we are
different. Yes, I am very happy.”81
3. Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu kata khuluqun yang berarti
perangai. Dalam bahasa Indonesia perangai berarti tabi’at, watak.82 Selain itu
dalam bentuk jamaknya yaitu kata khuluq yang artinya daya kekuatan jiwa yang
mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan
lagi. Dengan demikian, akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada
diri seseorang yang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau
perbuatan.83
Salah satunya yaitu, akhlak kepada sesama manusia. Menjaga hubungan
dengan sesama muslim seyogyanya dilandasi dengan cinta karena Allah dan
persaudaraan seagama, kerjasama dan saling tolong-menolong dalam kebajikan
80Wawancara dengan Omar Samba (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB. 81Wawancara dengan Abdou Barrow (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB. 82Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf dalam Konstruksi Piramida Ilmu Islam. (Malang:
Madani Media, 2015), hal. 2. 83Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam
Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 10.
95
dan ketakwaan, komitmen mendedikasikan kebaikan bagi semua dan mencegah
keburukan dari sesama, serta menghiasi diri dengan ahlak-akhlak utama yang
mulia.84
Meskipun mayoritas masyarakat Indonesia adalah Islam, namun ada
beberapa dari mereka yang tidak melaksanakan akhlak kepada sesama manusia.
Hal ini terlihat pada mahasiswa Gambia yang terkadang mengalami kendala
mengenai rasisme atau ejekan-ejekan. Rasisme merupakan kepercayaan dalam
memperlakukan atau memersepsikan kelompok lain secara buruk pada suatu
kelompok tertentu yang biasanya berdasarkan ras, warna kulit, agama, negara
asal, nenek moyang atau orientasi seksual. Rasisme menyangkal adanya
kesetaraan manusia dan menghubungkannya dengan kemampuan dan fisik
seseoirang. Sehingga, hal ini dapat menjadi penghalang utama dalam suksesnya
komunikasi antarbudaya.karena beranggapan bahwa hubungan sosial bisa di
nilai berdasarkan warisan genetik.85
Abdou bercerita bahwa dia pernah mengalami rasisme tersebut yaitu saat
dia sedang berteduh dia bertemu seseorang dan seseorang itu mencolek-colek
tangannya yang dia pikir warna kulit tersebut dapat luntur. Hal tersebut pastinya
dapat mengganggu cara berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya
dengan dia dan para mahasiswa Gambia yang merasakan hal yang mungkin
hampir sama dengannya. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Abdou
Barrow:
84Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2013), hal. 263. 85Richard E. Porter, Larry A. Samovar dan Edwin R. McDaniel, Communication between
Cultures, Terj. Indri Margaretha S, hal. 212.
96
“Kalau saya nyaman berinteraksi sama mereka. Cuma satu kali saya punya perasaan itu lagi ngomong sama teman ada seseorang yang saya belum kenal sama dia sebenarnya. Dia lagi berteduh liat aku lagi ngomong sama teman saya jadi dia pakai jarinya lalu mencolek-colek tangan saya. Dan saya tanya ‘Ini kenapa?’ Apakah ini serius, mungkin dia kira warna kulit ini bisa di gosok atau berubah. Saya bilang, ‘Kenapa kamu seperti ini?’ dia bilang ‘Maaf maaf maaf’ tapi saya fikir seperti itu.”86
Fatou Diba juga merasakan hal yang sama bahkan dia mengaku dia
mengalami Rasisme tersebut dalam kelasnya karena terkadang saat dia jalan di
kelasnya, teman-temannya seperti membicarakannya dan menertawainya. Hal
tersebut pastinya sangat tidak menyenangkan. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara dengan Fatou Diba:
“Sometimes when we are walking to them, and they are in a group, you try talk to them and they are laughing at us in another language. So it is difficult for me to comfort with them. Mereka ketawain aku, aku enga tau kenapa karena mereka berbicara dengan bahasa yang berbeda and I do nothing, just sometimes I talk to them ‘Why are you laughing? What’s wrong with us?’ But they didn’t say anything.”87
Oleh karena itu, meskipun mereka mengalami hal di atas, mahasiswa
Gambia sebagai muslim diharuskan tetap menjaga hubungan, dan tetap bersifat
baik dengan orang-orang di lingkungan mereka saat ini. Seperti yang Lamin
katakana bahwa ada beberapa beberapa orang yang bersifat rasis tetapi kami
biarkan saja dan tetap bergerak maju.
“Sometimes like we feel embarrassed because you do not always meet with positive people, sometimes we meet negative people. Sometimes we feel that some people are racist but not that much. Like I often hang-out with my class mates and it is okay, but when we are outside and we meet with different kinds of people because mereka tidak mengenal saya,
86Wawancara dengan Abdou Barrow (Mahasiswa Gambia) pada hari Sabtu, 29 April 2017
pukul 13.30 WIB. 87Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada hari Jumat, 5 Mei 2017 pukul
14.00 WIB.
97
sometimes we feel like they are racist, they say to you with bad words, so we just ignore them and move on.”88
Lamin juga mengatakan bahwa kita semua harus ramah dengan orang lain,
meskipun berbeda budaya sekalipun. Buat semua seperti normal saja jika ada
orang-orang yang tidak menyukaimu.
“Manage myself and also to try interact with people you meet in here and learn their cultures. You must be friendly with people, maybe I see some differences between people but we don’t have to space with them just let it be normal. Every when we meet different kinds of people, some are agresif, some are friendly. So just let it be normal.”89
88Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB 89Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada hari Minggu, 11 Mei 2017
pukul 15.00 WIB
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan data-data yang telah peneliti
kumpulkan mengenai komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi budaya (studi
kasus pada mahasiswa Afrika (Gambia) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta) yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
peneliti tarik kesimpulannya sebagai berikut:
1. Komunikasi intrapersonal akulturasi yang terjadi pada mahasiswa Gambia
yaitu dapat dilihat ketika mereka mulai menyukai makanan Indonesia.
Selain itu, ada tiga variabel yaitu Kompleksitas Struktur Kognitif Imigran,
Citra Diri (self image) Imigran, dan Motivasi Akulturasi.
a. Kompleksitas struktur kognitif dari diri mahasiswa Gambia yaitu pada
awalnya mereka mempersepsikan bahwa Indonesia Negara yang ramah
seperti Negara mereka. Namun, ketika mereka telah mengenal lebih jauh
lingkungan Indonesia perlahan persepsi mereka sedikit berubah, seperti
halnya banyak yang kurang ramah dan sangat panas. Meskipun demikian,
mereka tetap membuka diri dengan lingkungan mereka.
b. Citra Diri (self image) yaitu ketika para mahasiswa Gambia melihat
lingkungan mereka dengan lingkungan Indonesia. Bagi mereka, cukup
banyak budaya Indonesia yang sama dengan budaya Gambia, seperti
99
menghormati orang yang lebih tua, melepas sepatu ketika memasuki
ruangan dan masyarakat yang mayoritas Muslim.
c. Motivasi Akulturasi pada mahasiswa Gambia pada dasarnya mereka
memiliki motivasi yang sama yaitu untuk berkuliah di UIN Jakarta.
Selain itu, mahasiswa Gambia juga ingin belajar lebih dalam mengenai
budaya Indonesia terutama Islam yang ada di Indonesia.
2. Komunikasi sosial akulturasi yang terjadi pada mahasiswa Gambia bisa
berbentuk komunikasi antarpersona dan komunikasi massa. Dalam konteks
komunikasi antarpersona pada mahasiswa Gambia, sangatalah sulit untuk
dilepaskan di kehidupan keseharian mereka karena melihat status mereka
sebagai mahasiswa yang diharuskan untuk sosialisasi dengan mahasiswa
lainnya seperti diskusi di dalam kelas atau hanya menanyakan tugas saja.
Selanjutnya, dalam konteks komunikasi massa, baik mahasiswa Gambia
atau pun mahasiswa Indonesia terkadang menggunakan Google Translate
jika ada kesulitan ketika mereka sedang berkomunikasi satu sama lain.
3. Lingkungan Komunikasi juga sangat berpengaruh dalam proses akulturasi
mahasiswa Gambia. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mahasiswa
Gambia tidak memiliki komunitas atau kelembagaan khusus bagi
mahasiswa Gambia. Kelembagaan yang ada saat ini tidaklah khusus untuk
mereka yang berasal dari Gambia saja atau pun dari Afrika melainkan
secara keseluruhan mahasiswa Asing yang ada di UIN Jakarta yaitu
International Office atau yang saat ini bernama Pusat Layanan Kerjasama
Internasional (PLKI). Melihat tidak adanya kelembagaan atau organisasi
100
khusus, para mahasiswa Gambia dapat lebih sering melakukan komunikasi
yang memadai dengan masyarakat Indonesia sehingga dapat juga
mempercepat akulturasi pada mahasiswa Gambia.
B. Saran dan Harapan
Pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran yang
berkaitan dengan komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi (studi kasus pada
mahasiswa Afrika (Gambia) di Universitas Islam Negeri Jakarta) yaitu:
1. Peneliti berharap agar UIN Jakarta dalam menerima mahasiswa Asing dapat
memberikan mereka sarana dan prasarana yang memadai. Seperti halnya
tenaga pengajar yang mau menggunakan bahasa Inggris dalam
pembelajarannya sehingga para mahasiswa Gambia juga dapat lebih
memahami materi yang disampaikan.
2. Peneliti juga berharap kepada seluruh mahasiswa UIN Jakarta agar saling
ramah dan menghargai perbedaan kepada orang lain khususnya kepada
teman sekelas yang berbeda budaya.
3. Terakhir, peneliti berharap semoga Pusat Layanana Kerjasama Internasional
(PLKI) semakin sukses ke depannya dan semakin banyak mahasiswa Asing
yang mau berkuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
101
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Rosdakarya.
Aw, Suranto. 2010. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bakti, Andi Faisal. 2000. ‘Major Conflict in Indonesia, How can Communication Contribute to a Solution?’ Review of Human Factor. Vol. 6, no. 2. Canada: Desember.
Bakti, Andi Faisal. 2004. Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program. Leiden: INIS.
Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Denzin, N. K. dan Y. S. Lincoln. 2017. The Sage Handbook of Qualitative Research ‘5th Editions’. London: Sage Publications.
Devito, Joseph A. 2011. Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus Mulyana. Pamulang: Karisma Publishing Group.
Dood, Charley H. 1991. Dynamics of Intercultural Communication. Dubuque: Wm. C.Brown Publishers. Lihat juga Alo Liliweri. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Gudykunst, William B. dan Young Yun Kim. 1973. Communicating with Strangers: An Approach to Intercultural Communication. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. 2009. Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Gudykunst, William B. dan Young Yun Kim. 2003. Communication with Strangers. New York: McGraw-Hill Companies.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif ‘Teori dan Praktik’. Jakarta: Bumi Aksara.
Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2013. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.
102
Hybels, Saudra dan Richard L. Weaver II. 2007. Communicating Effectively. New York: McGraw Hill.
Kim, Young Y. 1976. Communication Patterns of Foreign Immigrants in the Korean Population in Chicago. Disertasi Ph.D. Northwestern University. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. 2005. Komunikasi Antar Budaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kim, Young Y. 1979. Mass Media and Acculturation: Development of an Interactive Theory. Makalah yang disajikan dalam konferensi tahunan the Eastern Communication Association, Philadelphia, Pennsylvania, Mei 1979. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. 2009. Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Koentjaningrat. 2015. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Liliweri, Alo. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Liliweri, Alo. 2007. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana. Deddy. 2005. Komunikasi Lintas Budaya ‘Pemikiran, Perjalanan dan Khayalan’. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2009. Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasdian, Fredian Tonny. 2015. Sosiologi Umum. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nata, Abuddin. 2008. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Porter, Richard E., Larry A. Samovar dan Edwin R. McDaniel. 2010. Communication between Cultures. Terj. Indri Margaretha S. Jakarta: Salemba Humanika.
Rahman, Fazlur. 2017. Islam ‘Sejarah Pemikiran dan Peradaban’. Bandung: Mizan Pustaka.
Rogers Everett M., dan D. Lawrence Kincaid. 1981. Communication Network: Towards a New Paradigm for Research. New York: Free Press. Lihat juga Hafied Cangara. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
103
Roudhonah. 2007. Ilmu Komunikasi. Ciputat: UIN Jakarta Press.
Ruben, B. D. 1975. “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication. Rochelle Park: Hayden. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. 2009. Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Schramm, Wilbur. 1955. The Process and Effects of Mass Communication. University Of Illinois Press Urbana. Lihat juga Suranto Aw. 2010. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Shoelhi, Mohammad. 2009. Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Soyomukti, Nurani. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono. 2007. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syamhudi, Hasyim. 2015. Akhlak Tasawuf dalam Konstruksi Piramida Ilmu Islam. Malang: Madani Media.
Taylor, B. K. 1979. “Culture: Whence, Whither and Why?” dalam A. E Alcock, B. K. Taylor dan J. M. Welton, The Future of Cultural Minorities. New York: St. Martins’s. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. 2009. Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tylor, Edward B. 2016. Primitive Culture Vol. 1. New York: Dover Publications.
Ubaidah, Darwis Abu. 2008. Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Watt, James H., Van den Berg, dan Sjef. 1995. Research Methods for Mass Communication Science. Boston: Allyn and Bacon.
Skripsi:
Mufarrikhah, Dewi. 2016. “Komunikasi AntarBudaya pada Proses Enkulturasi Mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri.
Rodzik, Ali Abdul. 2008. “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi AntarBudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan),” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri.
104
Wawancara:
Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky (Ketua PLKI) pada Kamis, 2 Maret 2017.
Wawancara dengan Fatou Diba (Mahasiswa Gambia) pada Jumat, 5 Mei 2017.
Wawancara dengan Abdou Barrow (Mahasiswa Gambia) pada Sabtu, 29 April 2017.
Wawancara dengan Famara Wassa Jawla (Mahasiswa Gambia) pada Sabtu, 29 April 2017.
Wawancara dengan Omar Samba (Mahasiswa Gambia) pada Sabtu, 29 April 2017.
Wawancara dengan Lamin Gitteh (Mahasiswa Gambia) pada Minggu, 11 Mei 2017.
Wawancara dengan Mam Mass Sey (Mahasiswa Gambia) pada Minggu, 11 Mei 2017.
Wawancara dengan Pamodou Faal (Mahasiswa Gambia) pada Kamis, 18 Mei 2017.
Wawancara dengan Alma Najmia (Mahasiswa Indonesia) pada Senin, 21 Mei 2017.
Wawancara dengan Rizki Ulia Latifah (Mahasiswa Indonesia) pada Senin, 21 Mei 2017.
Referensi Tambahan:
Database Mahasiswa Asing Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun Akademik 2016-2017.
Laporan Kinerja Pusat Layanan Kerjasama Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016, Jakarta: Universitas Islam Negeri.
https://id.wikipedia.org/wiki/Gambia diakses 5 Juni dan 28 Juni 2017.
http://lp2m.uinjkt.ac.id/visi-misi/ diakses 17 Maret 2017.
LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
Nama : Rachmat Baihaky, MA
Jabatan : Ketua Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI)
Hari / Tanggal : Kamis, 2 Maret 2017
Waktu Wawancara : 11:30 WIB
Tempat Wawancara : Kantor Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI)
1. Bagaimana sejarah singkat Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI)?
Jawab: Kerjasama waktu itu awalnya adalah menerima mahasiswa asing jadi
ada mahasiswa asing awalnya itu segala sesuatu yang berkaitan dengan orang
asing di kampus awalnya iya ada mahasiswa ada dosen sehingga dibuatlah
international office yang fokus atau tugas intinya adalah mengurusi masalah
keimigrasian orang-orang asing, informasi terkait uin, terkait jakarta, terkait
jawa, terkait Indonesia kepada orang-orang asing pendampingan terhadap
orang-orang asing maka segala sesuatu yang berkaitan dengan orang asing
gitu makannya dinamakan sebagai International Office. Kemudian darisana
bergerak ada kerjasama-kerjasama yang dilakukan oleh Universitas gitu, nah
karena IO itu adalah satu-satunya yang menjalankan fungsi kerja yang
berkaitan dengan internasional maka kerjasama maka kerjasama itu
dimasukkan ke dalam IO. Nah terus seiring dengan perkembangan kebutuhan
seluruh universitas di dunia untuk melakukan kerjasama membuka program
kerja dengan universitas mitra yang ada di luar negeri datanglah banyak
kerjasama-kerjasama dari antar universitas. Dan disanalah kemudian
namanya diganti menjadi PLKI (Pusat Layanan Kerjasama Internasional).
Akhirnya dinamakan sebagai Pusat Layanan Kerjasama Internasional yang
didalamnya juga menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan
mahasiswa asing dosen asing peneliti asing nah sempet waktu itu fokusnya
ada di kerjasama bahkan tidak mau mengurusi mahasiswa asing sehingga
perekrutan mahasiswa asing tidak menjadi prioritas. Jadi pernah ada satu
periode mahasiswa UIN tuh sedikit sekali yang asing. Maka asumsi tadi
bahwa kita fokusnya di kerjasama internasional saja tidak di mahasiswanya.
Nah ternyata yang memiliki kontribusi besar untuk menjadikan sebuah
universitas itu menjadi world class university adalah salah satunya memiliki
jumlah mahasiswa asing yang banyak hingga 10% dan sekarang belum
sampai 10%. Karena baru pada periode bapak rektor Dede Rosada.
2. Sejak kapan nama International Office diganti menjadi Pusat Layanan
Kerjasama Internasional?
Jawab: Itu kalau saya tidak keliru Dirubah sejak 200… diatas 2010 deh.
3. Mengapa Bapak yakin kalau UIN akan dilihat oleh mahasiswa Muslim
khususnya di negara-negara Muslim untuk mereka mau berkuliah di sini?
Jawab: Melihat kondisi terakhir situasi politik ekonomi di Timur Tengah,
misalnya kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk mahasiswa asing
untuk belajar di sana dengan kondisi keamanan dan seterusnya sejak Arab
Spring (2010). Nah dengan seperti itu maka ada negara-negara Islam yang
lain yang menjadi alternatif dari destinasi studi bahkan negara-negara Timur
Tengah itu ada yang beberapa mahasiswanya ke UIN sini, jadi, mahasiswa
kita ada yang berasal dari Timur Tengah. Itu artinya kita sudah menjadikan
Indonesia (UIN) sebagai tujuan studi. Apalagi mahasiswa dari negara-negara
Eropa, mereka tidak akan belajar Islam di Arab karena situasi yang tidak
memungkinkan maka mereka akan mencari negara-negara yang aman,
negara-negara Islam, negara-negara yang mayoritas muslim yang aman. Nah
permasalahannya adalah mengenai adalah terkait masalah Bahasa Inggris
banyak negara-negara timur tengah yang pergi ke Malaysia karena
penggunaan Bahasa inggris di sana sangat baik begitu jadi mereka merasa
terbantu kalau misalkan penduduknya banyak yang bisa berbahasa Inggris.
Jadi, sebaliknya belum menjadi prioritas padahal apa namanya melihat dari
kesiapan suprastrukturnya semua udah matang tinggal bagaimana kemudian
sorry infrastrukturnya semua udah matang jadi bagaimana meningkatkan
kualitas.
4. Acara apa saja yang telah diadakan oleh PLKI untuk mempertemukan
berbagai produk riset dan pengabdian masyarakat dengan masyarakat
internasional terutama pada mahasiswa asing guna memperkuat distingsi
keilmuan, keindonesiaan dan?
Jawab: Ya tentu saja kita target kita dalam merekrut mahasiswa asing adalah
untuk yang paling pertama adalah memberikan wajah baru dari keislaman di
Indonesia melalui pendidikan di kampus sehingga mereka tau bagaimana
Islam nusantara itu kaya apa, seperti apa. Yang kedua, tentu saja ada agenda
kebangsaan kebudayaan bagaimana kemudian mereka itu mengenali budaya
kita dan seterusnya. Dan yang ketiga adalah kita ingin menjadikan
mahasiswa-mahasiswa asing ini sebagai duta, duta bangsa di negara masing-
masing ketika mereka lulus sementara kita berharap mereka bisa lulus
secepat dan harapan kita mereka bisa masuk di lembaga-lembaga
pemerintahan di negara mereka, kalau misalkan jadi duta besar atau diploma.
5. Sebelumnya saya bertanya kepada Mba Novi (Staf di PLKI) bahwa Visi dan
Misi PLKI mengikuti Visi dan Misi di LP2M, betul pak?
Jawab: Visi misinya itu tentu payungnya adalah Knowledge, Piety,
Integrity nah dalam merealisasikan kerjanya itu tentu saja mengikuti LP2M
karena kita berada dibawah LP2M itu ada lima pusat yang berada di bawah
LP2M maka kita wajib mengikutinya. LP2M kan misalkan kaitannya dengan
kerjasama dengan universitas lain nah karena kerjasama dengan universitas
lain itu umumnya masalah program-program pengertian pertukaran
mahasiswa dan mereka yang kedua ini kan Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LP2M) jadi mereka menjadi ujung tombak
kerjasamanya programnya.
6. Berapa lama masa jabatan menjadi kepala di PLKI?
Jawab: Itu sama seperti periode jabatan pak rektor.
7. Berapa lama pembuatan perizinan tinggal dan belajar untuk mereka
mendaftar berkuliah di Indonesia atau UIN?
Jawab: Untuk pembuatan perizinian itu sebenernya kalau normalnya itu dua
minggu selesai tapi karena banyak yang harus di proses terutama terkait
masalah keamanan negara jadi kadang-kadang suka molor sampai satu bulan
tapi masih normal lah dan kalau perizinan tinggal dan belajar dibuat disini.
8. Masalah dalam berkomunikasi kemungkinan akan dialami oleh mahasiswa
asing baik antar mahasiswa atau dalam kegiatan KBM. Lalu adakah
ketentuan khusus untuk dapat mengerti bahasa Indonesia atau PLKI
mempunyai kelas khusus bagi para mahasiswa asing?
Jawab: Mereka (mahasiswa asing) diwajibkan kursus Bahasa Indonesia dari
PPB (Pusat Pengembangan Bahasa). PPB sendiri itu punya UIN.
9. Dalam paragraf terakhir “Perlakuan-perlakuan dari mahasiswa lokal
(Indonesia) pun dapat dijadikan masalah utama.” Apakah pernah ada
mahasiswa asing yang memberi tahu pihak PLKI bila ia mendapatkan
perlakuan tidak menyenangkan dari mahasiswa lokal? Kalau ada, seperti apa
perlakuan tersebut? Dan adakah penindak lanjutan dari pihak PLKI?
Jawab: Ada beberapa ya sebenernya ini bukan masalah rasis tapi lebih kepada
salah paham misalkan mahasiswa asing kurang mengerti bagaimana
masyarakat Indonesia itu bergaul gitu ya misalkan bercanda yang berkaitan
dengan fisik di Indonesia itu kan umumnya biasa ya misalkan bilang orang
kribo muka lu item biasa tapi bagi mereka yang memiliki apa ya sejarah
panjang yang tidak baik itu menjadi permasalahan buat dia misalkan orang
Vietnam, orang Vietnam itu sangat sakit hati kalau dibilang manusia perahu
gitu kan karena dianggap illegal mereka masuk ke Amerika menerobos
Amerika tanpa surat-surat. Tapi kan Colombus juga masuk ke Amerika juga
ga pake surat-surat terus ngebunuhin orang Dayak lagi apa kenapa dia ga
dibilang manusia perahu. Maksud saya orang Vietnam itu disebut manusia
perahu oleh orang Amerika, oleh orang seluruh dunia kenapa mereka disebut
manusia perahu karena masuk ke negara-negara tadi tidak pakai dokumen
orang gelap karena melalui jalur laut dan itu menjadi label buruk buat mereka
tapi James Cook ke Australia pakai perahu dan ngebunuh orang Aborigin.
Enga ini serius ini saya tuh kasian sama orang Vietnam kenapa anda sebut
orang Vietnam manusia perahu, dia mau nyari aman, negaranya perang
waktu itu yang ngerjain juga kamu (orang Amerika). Colombus pergi ke
Amerika juga pakai perahu dan Colombus itu ngebunuhin orang Dayak eh
apa orang Indian kenapa dia enga dibilang manusia perahu padahal lebih
sadis membunuh orang Vietnam masuk pake perahu cari keamanan mereka.
Makannya kaya gini kan bawaan sejarah sebenernya sehingga kesini enga
bisa dibilang bercanda karena kalau kita bercanda dengan orang enak tapi
belum tentu sama orang lain bagus gitu.
10. Biasanya awal masuk kuliah pelayanan apa saja yang dilakukan IO terhadap
mahasiswa baru asing terutama mahasiswa Afrika?
Jawab: Biasa, seperti mahasiswa biasa dokumen ya proses dokumen.
11. Selain menjadi jembatan antara mahasiswa asing dengan universitas, adakah
hal lain?
Jawab: Asrama ya, asramanya sama digabung sama yang lokal.
12. Adakah program-program khusus yang diberikan PLKI terhadap mahasiswa
asing? Jika ada, apakah tujuan dari program tersebut?
Jawab: Ya pengenalan budaya kan gitu kan (seperti culture day) iya.
Pengenalan budaya kemudian pendalaman Bahasa Indonesia.
13. Adakah program konseling bagi mahasiswa asing?
Jawab: Konseling ada tapi kita belum ada tenaga konsulnya belum ada tenaga
khususnya jadi masih staff aja yang melayani. Rencananya kerjasama dengan
fakultas psikologi tapi maksud saya, saya sampai sekarang belum ada yang
tenaga bersertifikat.
14. Apakah mahasiswa Afrika cukup sering melakukan konsultasi terkait
perkuliahan mereka atau terkait kehidupan sehari-harinya Baik masalah
pribadi, teman dan lingkungan?
Jawab: Yang tadi. Iya itu mereka yang paling sering.
\
Narasumber Peneliti
(Rachmat Baihaky, MA) (Vicky Dianiya)
Pedoman Wawancara
Nama : Abdou Barrow, Famara Wassa Jawla dan Omar Samba. (Mahasiswa Gambia)
Fakultas : FISIP
Hari / Tanggal : Sabtu, 29 April 2017
Waktu Wawancara : 13:30 WIB
Tempat Wawancara : Kantor Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI)
1. Bagaimana perasaan Anda ketika Anda mulai tinggal di Indonesia?
Jawaban:
Famara
Pertama kali tinggal di sini salah satu masalah yang saya punya adalah
komunikasi ya komunikasi dengan orang Indonesia dan makanannya kan di
Gambia dengan di sini bahan-bahannya untuk makanan sama tapi
masakannya beda jadi susah untuk adaptasi itu.
Abdou
Parasaan saya ketika di Indonesia saya senang sebenarnya cuma kadang-
kadang perasaan home sick tapi senang tinggal di Indonesia.
Omar
At first I felt very happy and confused too as I couldn't communicate with
Indonesia people due to the language barrier. It was very hard for us to
communicate with people.
2. Bagaimana perasaan Anda ketika Anda berjumpa dengan orang-orang yang
berbeda budaya dengan Anda?
Jawaban:
Famara
Saya selalu senang kalau berjumpa dengan orang yang berbeda budaya
dengan saya.
Kalau ketemu orang tersebut, saya memahami apa persamaan di antar budaya
orang itu dan budaya saya. Dan itu sangat penting untuk di pelajari sebab itu
saya bisa mengakomodasi saya sindiri untuk hidup di budaya tersebut.
Abdou
Kalau bertemu dengan orang yang berbeda budaya perasaan saya basically
we have different feeling with this cultures Indonesia and Gambia Afrika
salah satunya kalau budaya itu bahasa yang disebut oleh teman Famara
karena bahasa sudah masuk ke budaya dan bahasa is very difficult.
Omar
I think is the same probably, that bahasa to communicate with the people very
difficult because you have to communicate with them. So you can understand
each other but if you can’t communicate with people it will be miss
understanding.
3. Bagaimana perasaan Anda ketika melihat lingkungan baru yang berbeda
dengan budaya Anda?
Jawaban:
Famara
Kepada saya sendiri kalau melihat lingkungan yang baru yang saya belum
pernah lihat itu senang. Dari pertama kali saya di sini saya senang untuk
berinteraksi dengan orang Indonesia karena ada yang bisa bahasa Inggris jadi
bisa di campur dengan bahasa Inggris. Jadi saya senang dapat bertemu
dengan mereka orang Indonesia, dengan budaya ysng bervariasi dari berbagai
tempat dan makanan Indonesia enak.
Abdou
Pertama kali melihat Indonesia, sebenarnya ada salah satu perasaan yang saya
rasakan yaitu adalah beda orang, beda lingkungan dari Gambia, beda cuaca
juga jadi ada beberapa hal yang saya sudah lihat di sini yang berbeda. Ya
basically senang tapi pertama kali saya datang di sini di Bandara Soekarno
Hatta perasan yang saya punya yaitu senang di tempat itu tapi sedih juga
karena cuacanya sangat panas waktu itu. Is very hot, so I feel like Oh my God
for this situation. Di sana mungkin semuanya panas tapi di sini lebih panas.
Jadi tinggalnya di sini lingkungan baru senang sebenarnya hanya panas saja.
Omar
Ya senang juga. But little bit homesick. But the experience like going to be
new environment, see new people, new budaya. So, we like a lot if you move
to another new environment, we like a lot different cultures between Gambia
and Indonesia and see people behave is different. Senang tapi homesick little
bit.
4. Apakah sebelum Anda pergi ke Indonesia mencoba untuk mencari tahu
bagaimana budaya di Indonesia? Jika iya, bagaimana menurut Anda budaya
Indonesia dan darimana saja Anda mengetahuinya?
Jawaban:
Abdou
Kalau saya sendiri, sebenarnya saya tidak cari budaya tentang Indonesia atau
apa pun, saya tidak cari spesifik about Indonesia.
Omar
Aku cari mengenai budaya, agama di Indonesia melalui internet. Aku tau
agama di Indonesia mayoritas adalah Muslim atau Islam. Dan tau juga di sini
lebih panas daripada Gambia. Sebelum kesini.
Famara
Sebelum saya kesini saya tinggal di Malaysia jadi waktu itu lagi proses daftar
untuk masuk kuliah di sana tapi belum sukses karena ada kesulitan. Jadi kenal
Indonesia dari Kedutaan Gambia di Malaysia, jadi langsung kesini belum cari
tau lagi mengenai Indonesia, berapa jam kesana, langsung kesini. Kedutaan
Gambia bilang di Indonesia ada banyak sekali perkuliahan murah yang kamu
bisa masuk jadi saya langsung kesini, belum cari belum apa pun dan langsung
daftar untuk mendapatkan visa dan beli tiket langsung kesini.
5. Bagaimana pemikiran Anda mengenai budaya Indonesia sebelum kalian
datang ke Indonesia?
Jawaban:
Omar
For me, when I check, I know that the majority of Indonesian population is
Muslim. So I think, this is a good place to live because I am Muslim. I
thought like that before I came to Indonesia.
Abdou
Saya memang tidak mencari apapun mengenai Indonesia tetapi saya
mempunyai salah satu pemikiran karena saya tau dari pamanku yang kuliah di
sini juga katanya mayoritas di Indonesia Islam, saya kira kalau mayoritas
Islam saya juga Islam. Kalau menurut agama Islam semua orang yang
Muslim itu bersaudara, jadi saya punya pikiran itu mungkin saya tidak punya
kesulitan apa pun tentang berinteraksi sama mereka-mereka yang Muslim
karena saya juga Muslim.
Famara
Ya saya perasaannya sama sebelum ke sini, beliau bilang di Indonesia
mayoritas Muslim dan saya bilang, ya kalau Muslim aku senang karena aku
Muslim juga jadi apa sulitnya aku juga bisa.
6. Apakah menurut Anda ada beberapa kemiripan budaya antara budaya
Indonesia dan Gambia?
Jawaban:
Abdou
Because when you look at budaya, yes of course setiap Negara punya budaya
yang hampir sama dengan budaya lain di Negara lain. So basically. We have
same feeling, similar culture all Gambian culture seem the same as in
Indonesia. Maybe the only different is a language and then like the
environment is different. But family culture and hamba system atau Tuhan
yang disembah is the same.
Omar
I think that’s so small similar because if you check the food is almost different
but I think we have one thing that’s the same is that nasi goreng. In Gambia
we also have nasi goreng. And I think like Islam that’s the same too. We have
Islamic acara is also the same.
Famara
Ya ada banyak perbedaan dengan budaya Indonesia dengan budaya Gambia
dan ada sedikit persamaan misalnya di sini yaitu semua ke luarga tinggal
bersama dan ada hak dari orang tua dari bapak dari anak pertama, anak yang
lain juga ada hak diantaranya. Semua tinggal bersama, kalau orang jika
wanita menikah ke luar bersama laki-laki atau suaminya.
7. Apa motivasi Anda datang ke Indonesia?
Jawaban:
Abdou
Kalau saya salah satu motivasi yang membuat aku kesini yaitu kuliah, to have
my S1 in Indonesia.
Omar
Tujuan utama aku juga kuliah, dan yang kedua karena di sini mayoritas Islam
dan I also want to learn about Islam in Indonesia.
Famara
Kuliah ini pertama, lalu saya bisa belajar bisa tahu bagaimana Muslim di
Indonesia, hidupnya bagaimana apakah ada perbedaan seperti perbedaan
mahzab. Di sini ada beberapa mahzab dan di Gambia juga ada. Mahzab di
sana Imam Malik dan di sini Imam Syafi’i dan Hanafi.
8. Bagaimana Anda mengatur diri Anda agar Anda merasa nyaman terhadap
objek-objek dan orang-orang disekitar Anda saat ini?
Jawaban:
Famara
Saya diri sendiri ya 80% nyaman 20% tidak nyaman ya kadang-kadang ada
diskrisminasi dari luar, ada diskriminasi dari tempat tinggal tapi bukan
semuanya ada sedikit orang yang seperti itu. Dan kadang-kadang ada yang
enga nyaman tapi yeah just like that.
Abdou
First of all I make myself comfortable in Indonesia by accepting because the
one of the thing I take will be tolerated atau di toleransi atau I have to be
tolerant. Kalau saya tidak di toleransi tinggal di sini mungkin menjadi sulit
untuk saya. Because when I see people, ya ada beberapa orang yang saya lihat
mereka aman, friendly like that tapi ada beberapa juga yang sepertinya
menurut mereka atau keliatan mereka, how they look at me and how they
think about me ada diskriminasi karena ada beberapa nama-nama yang
mereka panggil aku kalo di jalan kalau atau di mana pun tapi saya fokus dan
berfikir bahwa ini biasa saja gapapa and I feel I have to tolerate. Ada yang
panggil nama-nama tapi sekarang enga karena mereka sudah tau kita ini dari
pada dahulu. So one of things is to tolerate atau bertoleransi.
Omar
Yes I think is almost the same with them. Like is multicultural thing and
another culture is different but not everyone have tolerance too. Ada yg tidak
memiliki tolerance too. Ada yang enga toleran kamu, so we have to tolarete
them dan mencoba untuk biasa saja with that’s situation.
9. Apakah Anda seseorang yang senang mencari suasana baru seperti berteman
dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Famara
Ya saya senang banget bertemu dengan orang Indonesia dari Papua, dari
Bandung, dari mana-mana. Saya mau keliling kemana-mana. Saya pernah ke
Surabaya, pernah ke Bandung, pernah ke Ciamis, ya di luar sana beda. Di sini
panas, di luar sejuk. Udara di luar Jakarta lebih enak dari pada di sini jadi
senang.
Abdou
Yes almost the same like I feel like okay to meeting with Indonesian people, it
is fun mengenal dari daerah mana saja kamu berasal. Saya senang banget.
Omar
I'm also happy because when meeting new friends, I know their cultures and
we realize that we are different. Yes, I am very happy.
10. Apakah Anda pernah merasa terasingkan, rendah diri, malu dan sebagainya
saat di Indonesia? Jika iya, apa yang Anda lakukan agar Anda tidak lagi
merasa seperti itu?
Jawaban:
Abdou
Yang tadi panggil nama-nama and they look at me aneh ya just I have
tolerate.
Famara
Kalau kamu ke luar ke tempat di mana kamu yang beda sendiri, pasti ada
perasaan tidak enak, tapi hanya toleransi yang mengobati. Kadang-kadang
merasa malu, misalnya ketika saya ke mall dan banyak orang yang
memperhatikan saya, itu membuat saya malu. Kadang ada yang bilang
pemain bola, orang Papua, orang ini dan itu. Malu tapi hanya bisa
mengakomodasi diri sendiri.
Omar
The same sometimes malu, when you get into public like if you use something
and you of the only one different so people look at you and I feel malu and I
try to be comfortable and sometimes try to talk with someone like say ‘Hai.
apa kabar?’ so just try to talk with them.
11. Makanan Indonesia apa yang kalian sukai?
Jawaban:
Famara
Nasi Padang, nasi goreng, nasi uduk ya banyak makanan Indonesia yang saya
suka. Dan yang pertama kali saya tidak bisa makan di sini adalah bubur ayam,
bubur ayam pertama kali aneh. Di sana ada bubur tapi di sana bubur dengan
susu dan gula. Kalau di sini bubur ada ayam, yang saya tau ayam dengan nasi
bukan dengan bubur. Tapi sekarang bisa makan dan suka.
Abdou
Makanan favorit saya yaitu nasi goreng karena itu makanan pertama yang
saya bisa makan karena mirip dengan makanan yang ada di Gambia.
Masakannya beda tapi hampir sama, mirip banget. Dan yang kedua yang
Famara sebut bubur ayam, dulu saya fikirnya sama karena bubur di sana
pakai gula atau susu tapi di sini ayam kalau ayam itu saya tidak tahu.
Akhirnya saya ke luar bersama teman, dan dia bertanya ‘kamu sudah pernah
makan bubur ayam?’ dan saya bilang tidak lalu dia bilang ‘ayo coba’. Saya
makan dan ternyata rasanya enak saya menjadi suka bubur ayam.
Omar
Nasi goreng dan nasi padang juga tapi enga suka bubur ayam dan bakso.
Famara
Saya juga suka bakso, bakso mercon yang pedas. Tetapi pare, jengkol, pete
saya tidak mau coba.
Abdou
Saya juga suka bakso tapi sekarang saya kurang percaya makan bakso karena
teman saya bilang sesuatu tentang bakso yang membaut saya berfikir aneh
tentang bakso.
Famara
Kalau nasi goreng di sana tidak ada kecap manis dan cara masaknya juga
beda tapi kelihatannya sama. Tapi di sana juga ada beberapa sayur yang bisa
langsung dimakan bersama nasi goreng itu atau ayam atau telur. Lontong juga
pernah saya makan dan itu enak.
12. Apakah Anda tetap melihat label halal ketika Anda makan di Indonesia? Atau
Anda sudah yakin dengan makanan yang ada di Indonesia?
Jawaban:
Famara
Kalau saya ke Alfamart Alfamidi mau beli sesuatu di dalam kemasan saya
selalu lihat apakah ada logo halal atau tidak. Karena saya merasa saya harus
lihat.
Abdou
Saya jarang melihat apakah halal atau non halal. Tapi saya punya pikiran
karena di sini mayoritas Muslim jadi makanannya harus halal.
Omar
Aku yakin semua halal.
13. Apakah Anda merasa kesulitan jika sedang berkomunikasi dengan mahasiswa
Indonesia?
Jawaban:
Abdou
Dulu iya ada kesulitan karena pertama kali kesini langsung belajar bahasa
Indonesia tapi bahasa yang saya pelajari itu bahasa formal tapi sama teman di
luar mereka pakai bahasa yang tidak formal, bahasa gaul. Jadi ada beberapa
kata-kata yang mereka gunakan saya tidak tahu itu. Tetapi sekarang saya
sudah membiasakan bahasa non formal, seperti lu, gue dan lain-lain saya
paham tapi dulu tidak karena saya itu tidak belajar di Pusat Bahasa bahasa
Indonesia yang seperti itu.
Famara
Kalau gunakan bahasa formal ada yang tertawa dan saya fikir ‘ini bahasa
Indonesia atau enga, kenapa mereka tertawa’ ya dan mereka bilang jarang
kita menggunakan bahasa formal, kalau di tulisan iya bahasa formal, tapi
hanya berbicara dengan teman-teman tidak pakai bahasa formal. Saya sudah
bisa sedikit bahasa non formal, seperti gue, lu, ya lebay dan sekarang sudah
mulai bicara non formal tetapi selalu perhatikan agar tidak dicampuri kalau
bicara dengan orang yang lebih tua. Sekarang sudah sering pakai enga
bersama teman-teman tapi dengan yang lebih tua saya pakai tidak. Tapi
kadang saya tidak tahu apakah bilang dengan enga atau tidak.
Omar
Ya sama dengan mereka yaitu bahasa. Pertama kali susah. Untuk sekarang
Alhamdulillah sedikit lancar.
14. Bagaimana cara Anda mengatasi kendala yang terjadi ketika Anda
berkomunikasi dengan teman-teman Anda mahasiswa Indonesia?
Jawaban:
Famara
Kalau saya selalu catat, kata yang baru dengar catat di handphone atau tanya
ini apa ke teman.
Abdou
Kalau saya mendengar kata-kata baru, ya saya catat atau saya tulis nanti kalau
bertemu dengan dosen di Pusat Bahasa saya tanya dia, dan dia suka berkata,
‘Kamu tau ini dari mana’ dan saya jawab: ‘Dari teman’ lalu, ‘Oke ini
maksudnya ini tapi ini bukan bahasa yang formal, bahasa formalnya adalah
ini. Dia selalu menekankan penggunaan bahasa yang formal karena takutnya
kalau saya sudah biasakan dengan bahasa yang nonformal mungkin kalau
ngomong dengan orang yang tua takut saya memakai bahasa yang tidak
formal.
Omar
Cari di google translate, sometimes tulis dan juga tanya ke teman saya ‘Ini
apa, maksudnya apa, dalam bahasa Inggris bisa dijelaskan’ seperti itu.
15. Menurut Anda, apakah Anda seseorang yang sulit atau seseorang yang mudah
dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Famara
Tergantung dari orang seperti apa yang ditemui. Di sini banyak orang
Indonesia yang tidak sulit berkomunikasi dengan kita. Kalau mereka tahu
agama kami, salah satu yang mereka akan tanya, ‘Apakah kami Muslim?’
Kami jawab: ‘Ya. Muslim.’ Mereka langsung bilang: ‘Alhamdulillah’. Mulai
lah kita berkomunikasi. Ya kalau ada sesuatu yang misalnya enga tahu
tentang kami, mereka bilang itu sulit, karena ada orang yang mulai
komunikasi dengan kamu dan pertanyaan-pertanyaan yang rasanya tidak enak
didengar. Misalnya bilang, ‘Kenapa kamu hitam?’ Komunikasinya akan sulit
akan punya perasaan yang tidak enak; jadi untuk menjawabnya sulit. Kalau
ada yang bilang ‘Hai, assalamu’alaikum apa kabar?’ ya itu mudah.
Abdou
Sama, saya punya beberapa kali kesulitan untuk berkomunikasi dengan
teman-teman di kampus. Ada saya belum kenal sama dia sebenernya hanya
bertemu katanya ‘hai’ dan dia bilang ‘Kamu dari Afrika ya?’ saya bilang ‘Iya,
kenapa?’ dia bilang ‘Saya dengar dari, saya baca dari berita di Afrika ada
orang yang ngomong seperti ini *klok klok klok* perasaan saya tidak enak
karena itu tidak benar. Mungkin dia mau mendiskriminasi atau saya gatau
tapi saya melihat dia ini ‘kenapa kamu, kamu dengar itu darimana dan Negara
mana yang ngomong seperti itu?’ ‘Ya saya mendengar saja’ tapi komunikasi
sama dia sulit banget tidak panjang juga. Saya bilang ‘oke nanti saja’ ada
beberapa yang komunikasinya sangat sulit ada yang enak banget kalau seperti
disebut oleh Famara.
Omar
Yeah sometimes sulit sometimes tidak sulit. Ada orang yang malu bicara sama
saya dan sometimes ada yang mau berkomunikasi dengan saya, sometimes
ada yang gamau.
Abdou
Kalo dari mereka yang dulu mulai ya karena saya perasaan ini kadang-kadang
kalau saya mulai kamu gamau ngomong sama saya tapi saya selalu mau
ngomong sama kamu. Kalau mulai tidak mau.
Omar
Sometimes I start to communicate sometimes not.
Famara
Ya saya kalau mau mulai komunikasi dengan orang, pertama kali yang saya
lihat adalah mukanya dulu, ini teknik saya. Jadi, lihat dulu orangnya, kalau
saya lihat orang tersebut lalu saya senyum dan dia enga senyum, saya takut,
tapi kalau respons dari dia senyum juga bila saya senyum, ya saya langsung
mencoba berbicara dengan dia.
16. Bagaimana sikap teman-teman Anda mahasiswa Indonesia terhadap Anda
selama Anda tinggal di Indonesia?
Jawaban:
Abdou
Kalau saya sendiri attitude mereka baik ya karena saya akan ambil contoh
dari kelas saya teman-teman yang saya ada satu kelas dengan mereka, sikap
mereka baik. Mereka suka bercanda dan senyum dan main. So for me, they
attitude is good and then kalau di luar kelas juga ada beberapa yang suka
senyum saya bilang ‘Orang Indonesia biasanya mereka suka senyum-senyum
terus dan bercanda juga, very very good’.
Omar
They attitude bagus ya di kelas. Everyone is good. They want to talk to all.
So, sometimes they want to hangout also.
Famara
Yes, the same. Dikelas saya semuanya teman di dalam kelas di luar kelas ada
beberapa orang yang kenal saya. Di luar kampus juga banyak banget teman.
Kalau diskriminasi itu bukan semuanya, itu hanya beberapa sedikit orang
yang mungkin gatau hanya tau apa yang ada di Indonesia. Mereka gatau ada
apa di luar. Kalau ketemu sama orang yang dari luar, they have the feeling
you know.
17. Adakah hal-hal yang membuat Anda tidak nyaman ketika Anda berinteraksi
dengan mahasiswa Indonesia? Jika ada, apakah itu dan bagaimana Anda
mengatasi interaksi tersebut agar tetap berjalan dengan lancar?
Jawaban:
Abdou
Kalau saya nyaman berinteraksi sama mereka. Cuma satu kali saya punya
perasaan itu lagi ngomong sama teman ada seseorang yang saya belum kenal
sama dia sebenarnya. Dia lagi berteduh liat aku lagi ngomong sama teman
saya jadi dia pakai jarinya lalu mencolek-colek tangan saya. Dan saya tanya
‘Ini kenapa?’ Apakah ini serius, mungkin dia kira warna kulit ini bisa di
gosok atau berubah. Saya bilang, ‘Kenapa kamu seperti ini?’ dia bilang ‘Maaf
maaf maaf’ tapi saya fikir seperti itu.
Omar
Ya sama, tapi tidak ada yang mencolek colek saya. Semuanya nyaman saja.
Famara
Ya kadang kadang ada teman pertama kali mungkin belum kenal dengan baik
hanya mengenal ‘nama saya Famara, nama saya Iwana tau nama saya ini’ dan
pernah ada tugas di kelas mereka belum kasih ke saya dan saya harus ke
dosen untuk laporan karena deadline nya udah ini, tidak tau apa ada tugas,
dan dosen bilang ‘Ayo kumpulin tugas’ dan saya ‘Aaa tugas? kapan? kenapa
ga di ini?’ saya udah join grup wa dan line tapi di pagi ada seribuan message,
enga bisa ya berapa jam ya liat semuanya sampai ketemu ini tugasnya. Sulit
kan hanya buka dan tutup lagi. Tapi sekarang kalau ada tugas dosen akan
kasih atau ketua kelas akan kasih tau. Alhamdulillah.
18. Apakah ada kelembagaan atau organisasi bagi mahasiswa Gambia di UIN?
Jawaban:
Famara
Khusus untuk mahasiswa asing ada dan untuk Gambia ada juga. Di mahad
semua ada orang Gambia namanya GAM-INDO. Gam Indo artinya Gam =
Gambia, Indo = Indonesia jadi.
Omar
Gambia yang di Indonesia.
19. Apakah Anda lebih sering bersama teman-teman Anda yang sama-sama
berasal dari Gambia / organisasi Gambia Anda atau dengan teman-teman baru
Anda?
Jawaban:
Abdou
Saya lebih sering ke teman-teman Gambia.
Famara
Saya dari Senin ke Jumat selalu di Mahad bersama orang-orang Gambia tapi
Jumat sore sampai Minggu ke luar, jalan-jalan keliling dengan teman
Indonesia.
20. Apakah Anda tertarik untuk belajar budaya Indonesia lebih mendalam?
Jawaban:
Famara
Ya kalau ada pernikahan undang saya, saya selalu mau ke pernikahan. Ada 3
pernikahan yang sudah pernah saya datangi. Tapi semuanya beda sampai
sekarang mau lihat, apakah ada yang beda lagi. Ya dan musiknya juga
banyak, musik dangdut. Pertama musik yang saya dengar itu musik dangdut
dari Cita Citata dengar dari Malaysia tapi belum tau ini lagu dari Indonesia.
Kalau kesini dengar-dengar ‘oooo saya udah tau’ dan mulai cari tau ini kalau
ini music dangdut, music band Wali, saya juga baru tau kemarin kalau band
Wali dari UIN.
Abdou
Yeah I’m interested dengan budaya Indonesia, like dancing. Kemarin liat
acara di Fisip mereka menampilkan tarian budaya Aceh ya Saman. Is very
very nice. I like that. Aku sampai bilang ‘Oh my God is very very nice’. I am
really interested and I want to explore budaya Indonesia like Aceh is good,
Papua, Yogyakarta, saya mau kesana Insha Allah.
Omar
Yeah I am really interested budaya Indonesia, especially that dance and
different language. So many language in Indonesia. Java language and so
many difficult language and also that dance.
Narasumber Narasumber Narasumber
(Abdou Barrow) (Famara Wassa Jawla) (Omar Samba)
Peneliti
(Vicky Dianiya)
Pedoman Wawancara
Nama : Fatou Diba (Mahasiswa Gambia)
Fakultas : FST
Hari / Tanggal : Jum’at, 5 Mei 2017
Waktu Wawancara : 14:00 WIB
Tempat Wawancara : Asrama Putri Kedokteran
1. Bagaimana perasaan Anda ketika Anda mulai tinggal di Indonesia?
Jawaban: Well the environment was very different, see different people, and
it’s very hot when I came here first time and it’s was difficult for me too is
sleep at night because waktunya di Negara saya berbeda, malam di sana, di
sini pagi. It was very difficult to adapt this situation.
2. Bagaimana perasaan Anda ketika Anda berjumpa dengan orang-orang yang
berbeda budaya dengan Anda?
Jawaban: Indonesia is very big, you see different people, different cultures,
some people light, some people black, some people racist. So it was very
difficult for me, especially when you go to class, some people welcome you,
some people when you sit behind dia langsung berpindah tempat. Sometimes
ada racist, biasanya di luar kelas. Seperti di angkot, kami duduk di samping
seseorang mereka pindah.
3. Bagaimana perasaan Anda ketika melihat lingkungan baru yang berbeda
dengan budaya Anda?
Jawaban: Indonesia is big, my country is small. In my country people are very
friendly, while in Indonesia, people are not friendly. So both are very
different. In Indonesia, the roads banyak macet jadi kamu harus punya motor.
In my country yang mempunyai motor hanya sedikit. Di sini banyak motor, it
is so noisy. In Indonesia, all the time is busy, morning, afternoon, evening,
night. Indonesian people seem doesn’t never sleep.
4. Apakah sebelum Anda pergi ke Indonesia mencoba untuk mencari tahu
bagaimana budaya di Indonesia? Jika iya, bagaimana menurut Anda budaya
Indonesia dan darimana saja Anda mengetahuinya?
Jawaban: Enga, mencari tahu UIN saja, I check everything about this
university how looks like. And I search, Indonesian people are so many
Muslim. Indonesia have many Muslim but most of them don’t practice it,
mereka hanya menggunakan kerudung saja but mereka tidak berlaku seperti
Muslim, most of them. Example, listening music, in my country if you are
Muslim you don’t listen music. I only listen Islamic music.
5. Bagaimana pemikiran Anda mengenai budaya Indonesia sebelum kalian
datang ke Indonesia?
Jawaban: Before coming here, I knew that people are friendly. You know
people in my country are friendly, when you come to visit us, we welcome
you. So I think people in Indonesia are friendly, they always welcome me.
They are not racist. Sebelum aku kesini, aku berfikir tidak ada rasis di dunia,
tapi setelah aku kesini banyak rasis-rasis. We have good people there, just
few. Some help. But in Indonesia, hari ini dia menolongmu, besoknya dia
tidak menolong kamu.
6. Apakah menurut Anda ada beberapa kemiripan budaya antara budaya
Indonesia dan Gambia?
Jawaban: The cultures very different but the food just nasi goreng, di sana ada
seperti nasi goreng. Hanya itu saja.
7. Apa motivasi Anda datang ke Indonesia?
Jawaban: Actually, I was motivated by my friend. She sent me a message to
study at UIN. I applied and I was accepted.
8. Bagaimana Anda mengatur diri Anda agar Anda merasa nyaman terhadap
objek-objek dan orang-orang disekitar Anda saat ini?
Jawaban: For me, when your friend welcome to me I will welcome too. But
when you are not friendly, you keep it yourself. So i keep it to myself. In my
class, I sit with my Gambian friends. In my class, the girls are not very
friendly but the boys is friendly. When I text them, yang balas hanya laki-laki.
9. Apakah Anda seseorang yang senang mencari suasana baru seperti berteman
dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban: Aku seseorang yang sangat pemalu, so I don't. When you come to
me friendly I also friendly but when you don’t approach me, I don’t too.
10. Apakah Anda pernah merasa terasingkan, rendah diri, malu dan sebagainya
saat di Indonesia? Jika iya, apa yang Anda lakukan agar Anda tidak lagi
merasa seperti itu?
Jawaban: Aku merasa aku lebih tua. So they are kids, this make me not shy to
them. Dan saya memilih bersama bersama teman-teman Gambia because we
help each other. I am more comfortable with them. In class I speak with
Gambian people because when dosen explains dan saya tidak mengerti
mereka memberi tahu saya. But when I sit next to Indonesia people they can’t
explain to me because they can't speak English. When in angkot, I was angry,
misalnya, kamu ke Afrika dan kamu duduk di samping orang Afrika jadi
semua mereka pindah. How do you feel? I was angry and sad and I just keep
it to myself, let it go and pray to Allah.
11. Makanan Indonesia apa yang Anda sukai?
Jawaban: Nasi goreng, nasi ayam dan sambal. Di sana (Gambia) ada sambal
tetapi beda dengan di sini. Saya lebih suka sambal Indonesia. Ayam juga ada
tetapi cara memasaknya beda.
12. Apakah Anda tetap melihat label halal ketika Anda makan di Indonesia? Atau
Anda sudah yakin dengan makanan yang ada di Indonesia?
Jawaban: When you buy food in Indonesia at warung they don’t put halal or
anything. We just buy ayam or nasi goreng. And the other food I don’t check
it. I think in Indonesia tidak mungkin menjual makanan halal tanpa diberi
tahu. But McDonald and Pizza I’m not very sure about that.
13. Apakah Anda merasa kesulitan jika sedang berkomunikasi dengan mahasiswa
Indonesia?
Jawaban: Yes, very very very difficult. Because they can’t speak English and
my bahasa is not good.
14. Bagaimana cara Anda mengatasi kendala yang terjadi ketika Anda
berkomunikasi dengan teman-teman Anda mahasiswa Indonesia?
Jawaban: I just keep it to myself with friend from Gambia and just let it go.
15. Menurut Anda, apakah Anda seseorang yang sulit atau seseorang yang mudah
dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban: I don’t think I’m a difficult person. If you welcome me, it is easy for
me to communicate and be friendly.
16. Bagaimana sikap teman-teman Anda mahasiswa Indonesia terhadap Anda
selama Anda tinggal di Indonesia?
Jawaban: When I'm in first semester, in my class they are very friendly. We
always together go to canteen, ask me to follow them, sit beside me, help me
when I need. But in second semester I change class because kelasnya sudah
penuh. In second semester class they are not friendly and different from my
friend in first semester. At first semester, they ask me to go out with them, but
at second semester they are didn’t talk to me much.
17. Adakah hal-hal yang membuat Anda tidak nyaman ketika Anda berinteraksi
dengan mahasiswa Indonesia? Jika ada, apakah itu dan bagaimana Anda
mengatasi interaksi tersebut agar tetap berjalan dengan lancar?
Jawaban: Sometimes when we are walking to them, and they are in a group,
you try talk to them and they are laughing at us in another language. So it is
difficult for me to comfort with them. Mereka ketawain aku, aku enga tau
kenapa karena mereka berbicara dengan bahasa yang berbeda and I do
nothing, just sometimes I talk to them ‘Why are you laughing? What’s wrong
with us?’ But they didn’t say anything.
18. Apakah ada kelembagaan atau organisasi bagi mahasiswa Gambia di UIN?
Jawaban: We just have International Office for official matters. Kalau GAM-
INDO itu whatsapp saja just to information.
19. Apakah Anda lebih sering bersama teman-teman Anda yang sama-sama
berasal dari Gambia / organisasi Gambia Anda atau dengan teman-teman baru
Anda?
Jawaban: I am always with Gambian friends, because I’m not comfortable
with Indonesian students. Exactly right now I am not comfortable.
20. Apakah Anda tertarik untuk belajar budaya Indonesia lebih mendalam?
Jawaban: No. I don’t thinks is important to me to know more about
Indonesian cultures. I come here just to study.
Narasumber Peneliti
(Fatou Diba) (Vicky Dianiya)
Pedoman Wawancara
Nama : Lamin Gitteh dan Mam Mass Sey (Mahasiswa Gambia)
Fakultas : FST
Hari / Tanggal : Minggu, 11 Mei 2017
Waktu Wawancara : 15:00 WIB
Tempat Wawancara : Asrama Putra Mahad
1. Bagaimana perasaan Anda ketika Anda mulai tinggal di Indonesia?
Jawaban:
Lamin
I think is amazing, Indonesia is a first country I visited, after live in my
country. I feel like my country also like Indonesia. Indonesia is Islamic.
Mam Mass
Yeah actually my feeling when I visited Indonesia is first country I visited and
also have fun. So good people in here and this country also the united by
Muslim and I am Muslim.
2. Bagaimana perasaan Anda ketika Anda berjumpa dengan orang-orang yang
berbeda budaya dengan Anda?
Jawaban:
Lamin
Well it is to learn another like to meet people with different backgrounds.
When I first time came here I met people from different countries Kashmir,
Indonesia, Thailand, etc. So it was like sharing experience, talking about
cultures, religions, it was really amazing, yeah. Everything is amazing. Well
it's to learn one another like meeting people with different backgrounds.
Mam Mass
Meet people with different cultures and also learn from each other is
amazing. You know experience ya pengalaman yang menyenangkan. Actually
because people I meet they are friendly and make friends.
3. Bagaimana perasaan Anda ketika melihat lingkungan baru yang berbeda
dengan budaya Anda?
Jawaban:
Mam Mass
Indonesia itu sangat-sangat panas ya lebih panas daripada Gambia. Pertama
kali kita di sini susah ya because the environment sangat panas. Untuk
sebagian besar sama ya dengan Gambia.
Lamin
Yeah like he said, That’s why it’s difficult to adapt with the weather and
adapt the environment over here. In Indonesia, it was very hot. You know I
complained a lot when first time I came here in the airport I complained
‘Wow, di sini panas banget, kenapa?’ My friends said, ‘Welcome to
Indonesia.’ I throught Indonesia’s wheather was the same as my country,
sometimes my country is hot, sometimes cold. But di sana tidak sepanas di
sini.
4. Apakah sebelum Anda pergi ke Indonesia mencoba untuk mencari tahu
bagaimana budaya di Indonesia? Jika iya, bagaimana menurut Anda budaya
Indonesia dan darimana saja Anda mengetahuinya?
Jawaban:
Mam mass
Sebelum saya di sini saya tidak pernah cari tentang Indonesia.
Lamin
Ya sama, saya juga tidak pernah cari dalam Google because maybe like Bali
was more famous than Indonesia. When you say Bali, everyone say, yeah Bali
I know. But they are not knowing that Bali is Indonesia. I know Bali before I
coming here because is among top tourism destination in the world. But I
don’t know Bali in Indonesia. When I landed here, I know ‘Oh Bali in
Indonesia ya’. Saya enga pernah ke Bali tapi Jogja saja. For the culture I
know, like I said I have no idea about Indonesian cultures before. I just see
the cultural performance. Like dance. When I went to Taman Mini, we visited
some places and I see Bali cultural dance you know.
Mam Mass
Saya tidak pernah tahu ya tentang budaya Indonesia.
5. Bagaimana pemikiran Anda mengenai budaya Indonesia sebelum kalian
datang ke Indonesia?
Jawaban:
Lamin
For me, I see all countries I know are peace countries, I see all countries the
same. So I had believe that, when come here it will be normal like in my
country. All be free like in my country, no problem, no racist. I see all
countries the same like my country because I never experience fisical crime,
fighting or war so I believe Indonesia.
Mam Mass
For me, when I before coming to Indonesia I think Indonesia is the Muslim
country. I think coming here to learn to study and go back, so I don’t think
nothing about Indonesia ya hanya Negara make friends saja. I just want
experience, exchange the Indonesian culture and understand Indonesian
cultures.
6. Apakah menurut Anda ada beberapa kemiripan budaya antara budaya
Indonesia dan Gambia?
Jawaban:
Mam Mass
Ya ada some cultures because like in Gambia culture some also when you
meet oldest harus salamin. When you enter the room, you must melepas
sepatu kamu before entering. Just like that I know.
Lamin
The similar culture like he said, you don’t wear shoes if you enter a room. Di
Gambia juga ada, when you see oldest, orang tua you must greet them and
cium tangan.
7. Apa motivasi Anda datang ke Indonesia?
Jawaban:
Mam Mass
Ya motivasi karena kita dapat beasiswa dari UIN untuk kuliah di sini, itulah
motivasi yang pertama. Tentu juga, selain kuliah di sini dan segera lulus dan
sukses yaitu kembali ke Gambia lagi.
Lamin
Ya saya juga datang kesini melalui beasiswa untuk kuliah dan belajar atau
paham Indonesian cultures. Especially Islam ya because well I said ok if I in
Indonesian and I get to learn Qur’an you know more about Qur’an, hadits and
others. Because Indonesia is famous the most people of Islam. Like In my
country 95% Islam.
8. Bagaimana Anda mengatur diri Anda agar Anda merasa nyaman terhadap
objek-objek dan orang-orang disekitar Anda saat ini?
Jawaban:
Mam Mass
Actually too, when you study or work or you want to live in the new country
so we have to adopt any system of that country so you can be comfortable and
feel at home there. So everything we have to adopt and adopt follow the way
people in Indonesia live. For example in Mahad, we have to attend extra
classes to learn tafsir, Qur’an. So, you can understand the subjects.
Lamin
Manage myself and also to try interact with people you meet in here and
learn their cultures. You must be friendly with people, maybe I see some
differences between people but we don’t have to space with them just let it be
normal. Every when we meet different kinds of people, some are agresif, some
are friendly. So just let it be normal.
9. Apakah Anda seseorang yang senang mencari suasana baru seperti berteman
dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Mam Mass
Ya, Gambia dikenal dengan orang yang friendly. Everyone in Gambia is
friendly. So that’s why when you visit Gambia, everyone welcomes and adapts
what’s your environment is and makes you comfortable.
Lamin
Gambia has many people from different countries, Chineese people,
American people, European, people from Lebanon, so many kinds of people.
It's nice, I personality like to make friends, meet new friends because when I
came here, my best friend was from Kashmir India and it is okay to hang-out
together and I have so many Indonesian friends. In my class ada teman dari
Jawa, Sunda, dan seterusnya.
10. Apakah Anda pernah merasa terasingkan, rendah diri, malu dan sebagainya
saat di Indonesia? Jika iya, apa yang Anda lakukan agar Anda tidak lagi
merasa seperti itu?
Jawaban:
Lamin
Sometimes like we feel embarrassed because you do not always meet with
positive people, sometimes we meet negative people. Sometimes we feel that
some people are racist but not that much. Like I often hang-out with my class
mates and it is okay, but when we are outside and we meet with different
kinds of people because mereka tidak mengenal saya, sometimes we feel like
they are racist, they say to you with bad words, so we just ignore them and
move on.
Mam Mass
Waktu pertama kali saya ke stasiun kereta and I just masuk ke kereta and I sit
and people beside me pergi ya, I just feel no worry about that and don’t sad
because I don’t know they are. I just let go because I know I’m not at my
country. Like he said, ignore and move.
11. Makanan Indonesia apa yang kalian sukai?
Jawaban:
Lamin
Ya saya banyak makanan di sini tapi yang paling aku suka nasi uduk, sangat
suka nasi uduk. Udah coba makanan di Jogja juga gudeg rasanya enak, sate
juga enak. Kadadang-kadang saya suka nasi goreng tapi tidak terlalu suka.
Mam Mass
Ya kalau saya paling suka nasi goreng ya. Warna nasi goreng Gambia sama
dengan nasi goreng Indonesia, tetapi rasa beda. Di Gambia lebih enak.
12. Apakah Anda tetap melihat label halal ketika Anda makan di Indonesia? Atau
Anda sudah yakin dengan makanan yang ada di Indonesia?
Jawaban:
Lamin
Never. Aku lebih sering buy food in McDonald and all food Halal. But from
other I don’t see that, I don’t check that. Because I don’t really think like this
is Muslim country so I don’t think they will sell food not halal, I have that’s
konsep semua makanan di sini harus halal.
Mam Mass
Actually same to me, my country is also Muslim country and I think they
never sell food non-halal. That’s why I never worry about halal foods. I trust
in Indonesia the food is halal.
13. Apakah Anda merasa kesulitan jika sedang berkomunikasi dengan mahasiswa
Indonesia?
Jawaban:
Lamin
Ya kadang-kadang susah banget untuk komunikasi sama mahasiswa karena
kadang-kadang mereka pakai bahasa gaul seperti gue, lu. So, it’s very hard to
understand because even like this informal bahasa it is very hard to
understand, because we studied at Pusat Bahasa was the formal bahasa, tidak,
saya, anda tapi outside only you hear just enga, aku, lu, seperti itu lah.
Mam Mass
Like we also, susah banget ya susah untuk komunikasi dengan teman sekelas
karena semua mereka tidak bisa bahasa Inggris. That’s why sekarang I also
use bahasa gaul seperti lu, gue, tapi tidak dengan orang tua. Sometimes in
class when your friend tell me something is very difficult kalau susah kadang
mereka google translate.
14. Bagaimana cara Anda mengatasi kendala yang terjadi ketika Anda
berkomunikasi dengan teman-teman Anda mahasiswa Indonesia?
Jawaban:
Mam Mass
Seperti yang tadi, Kalau ngomongnya susah ya mereka google translate and
sometimes I used this translation too to respond them.
Lamin
Sometimes in my class I have a friend who can normally translate for me and
most of the time he gives me extra class, he teaches me bahasa so I sometimes
give him a-piece of paper and I ask some words I don’t understand. Or, when
I meet him, I say: ‘Ayo, kamu harus bantuin aku’ and he tries to explain that
because he can speak English. Ada beberapa yang bisa bahasa Inggris so I
have kumpul with them and it is always fun, you know. When I pronounce
some words and hard for me to get, they are laughing. When I want to say
‘Situ Gintung’ you know and my friend say: ‘No, Lamin no Situ Gintung’ so,
it’s very hard for me to pronounce but I enjoy with them.
15. Menurut Anda, apakah Anda seseorang yang sulit atau seseorang yang mudah
dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Lamin
I’m very easy going person you know. I interact with everyone in my class,
yeah I enjoy that, I am very cool guy, I sometimes make fun with them in
class, play game together, most of the time normally I enjoy. When I try to
speak bahasa and we try to make fun yeah like that, they also enjoy.
Mam Mass
Ya actually like is especially with Indonesian I’m very easy to communicate
with them especially when you are also friendly. When you friendly I will
friendly. I will communicate with friendly people like make fun and when
tidak ada kuliah we playing together.
16. Bagaimana sikap teman-teman Anda mahasiswa Indonesia terhadap Anda
selama Anda tinggal di Indonesia?
Jawaban:
Lamin
Yeah sometimes when someone see you like strange, because when you have
group discussion kadang-kadang ada yang bisik-bisik you feel uncomfortable
‘What are you saying?’ when they look at you and like say something about
you ‘Wow what are you saying about me?’ so you know you feel
uncomfortable.
Mam Mass
Like my attitude to Indonesian students like exspecially first semester temann-
teman di kelas feel they always ignore me maybe they don’t know me very
well. So I was frustrated and confused karena saya ga tau apa yang dosen
karena bahasa Indonesia kurang lancar. They don’t help me, they don’t talk to
me. Kita bikin grup kalau ada tugas atau UTS mereka enga ngabarin saya dan
saya kurang paham apa yang mereka bicarakan banyak chat yang ga penting.
Lamin
The same things, sometimes you feel uncomfortable, when you walk in class
and someone say ‘Ayo kumpulkan tugas’ so ‘What tugas?’ ‘Yes Lamin, we
share message in the group, you don’t see?’ ‘No, I don’t know ada tugas, saya
ga tau ada tugas’.
17. Adakah hal-hal yang membuat Anda tidak nyaman ketika Anda berinteraksi
dengan mahasiswa Indonesia? Jika ada, apakah itu dan bagaimana Anda
mengatasi interaksi tersebut agar tetap berjalan dengan lancar?
Jawaban:
Mam Mass
Ya kalau aku, when we communicating together but some use word like
‘anjir’, I don’t like that. So, is make me uncomfortable. Itu katanya ga sopan
and I don’t like to use when we are conversation.
Lamin
Ya aku sama, what’s always makes me uncomfortable is you know have a
group discussion some people ignoring me in group like when you have in
group discussion and you have to moved to one side. Its makes me
uncomfortable, ya sometimes. I just let it go then maybe after that I will meet
to my friend and ask ‘Tadi apa yang kalian bicarakan’ dan mereka try to
explain but I don’t take it that serious ya just ignore and move on.
18. Apakah ada kelembagaan atau organisasi bagi mahasiswa Gambia di UIN?
Jawaban:
Mam Mass
Ya International Office, ada grup mahasiswa asing tapi untuk grup
mahasiswa Gambia enga ada yang khusus hanya ada dalam kategori
mahasiswa asing.
19. Apakah Anda lebih sering bersama teman-teman Anda yang sama-sama
berasal dari Gambia / organisasi Gambia Anda atau dengan teman-teman baru
Anda?
Jawaban:
Lamin
For me, in campus I go with both Indonesian student and Gambian student, I
have group friends, sometimes I go with Gambian students, sometimes with
Indonesian students but we all go to together. Maybe like eat together ya we
just campur-campur you know.
Mam Mass
I same with him also in campus sometimes with Indonesian friends but we
always together. Yeah also campur-campur.
Lamin
Most lebih sering with Gambian because it will be easy to communicate. But
like Mahad here, I have Indonesian friends. Most of the when in here you
friendly with Indonesian boys, and you like watch movie together like play
game together. But yes of course saya lebih sering with Gambian friends.
Mam Mass
Saya juga ya.
20. Apakah Anda tertarik untuk belajar budaya Indonesia lebih mendalam?
Jawaban:
Lamin
I just want to know a lot about Indonesian cultures, but know all is not oke. I
think is very difficult because you have so many budaya, so I think it is really
hard to know all the cultures. But I think I more interested in Bali. I will
visited Bali Insha Allah.
Mam Mass
I interested to learn Indonesian cultures, especially Bugis. I want to know
more Bugis culture because I like that and my friends tell me a lot about
Bugis. Yes, I have friends from Bugis. I like dance and I know dangdut music
and I like it.
Narasumber Narasumber
(Lamin Gitteh) (Mam Mass Sey)
Peneliti
(Vicky Dianiya)
Pedoman Wawancara
Nama : Pamodou Faal (Mahasiswa Gambia)
Fakultas : FST
Hari / Tanggal : Kamis, 18 Mei 2017
Waktu Wawancara : 20:00 WIB
Tempat Wawancara : Melalui Email
1. Bagaimana perasaan Anda ketika Anda mulai tinggal di Indonesia?
Jawaban: The first few months I stayed in Indonesia was not easy on me as I
couldn’t speak Bahasa Indonesia, and it is really hot here.
2. Bagaimana perasaan Anda ketika Anda berjumpa dengan orang-orang yang
berbeda budaya dengan Anda?
Jawaban: My culture and the culture here are totally different and Indonesian
people are really shy, and it really hard for them to approach me. So I had
less or no friends.
3. Bagaimana perasaan Anda ketika melihat lingkungan baru yang berbeda
dengan budaya Anda?
Jawaban: Actually I felt great as I like learning new cultures, I am open
minded.
4. Apakah sebelum Anda pergi ke Indonesia mencoba untuk mencari tahu
bagaimana budaya di Indonesia? Jika iya, bagaimana menurut Anda budaya
Indonesia dan darimana saja Anda mengetahuinya?
Jawaban: Before I came here I knew few detail about Indonesia, I did more
search on the university and not everything I have been hoping for I saw.
5. Bagaimana pemikiran Anda mengenai budaya Indonesia sebelum kalian
datang ke Indonesia?
Jawaban: Didn’t know a lot before coming to Indonesia.
6. Apakah menurut Anda ada beberapa kemiripan budaya antara budaya
Indonesia dan Gambia?
Jawaban: Yes of course we have some similarities for example respect
towards elders.
7. Apa motivasi Anda datang ke Indonesia?
Jawaban: I was motivated to come to Indonesia by my best friend, we were
friends since childhood, and he came to Indonesia before me.
.
8. Bagaimana Anda mengatur diri Anda agar Anda merasa nyaman terhadap
objek-objek dan orang-orang disekitar Anda saat ini?
Jawaban: I had been observing the people around me and I realized they
wanted to talk to me but they were shy, so I try to open up myself as much as
possible to learn the language and it helped me to know them while they
could also know me, and now I have so many friends here, since I can speak
the language.
9. Apakah Anda seseorang yang senang mencari suasana baru seperti berteman
dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban: I will go for 100% on that, I love to meet new people and develop
myself.
10. Apakah Anda pernah merasa terasingkan, rendah diri, malu dan sebagainya
saat di Indonesia? Jika iya, apa yang Anda lakukan agar Anda tidak lagi
merasa seperti itu?
Jawaban: I have faced so much of that kind here, as many people here
backbite and say things they don’t know about me, and because I am black
too, the only thing I do is ignoring them as I am not here to fight or cause
trouble.
11. Makanan Indonesia apa yang Anda sukai?
Jawaban: Ada banyak dong, randang, nasi goreng warteg food, nasi Padang
dan lain lain. Aku enga suka pare.
12. Apakah Anda tetap melihat label halal ketika Anda makan di Indonesia? Atau
Anda sudah yakin dengan makanan yang ada di Indonesia?
Jawaban: It’s only when I go to resturants I ask and look for the halal signs
but most of the other places I eat are places where most of the people coming
there are Muslim, so is safe.
13. Apakah Anda merasa kesulitan jika sedang berkomunikasi dengan mahasiswa
Indonesia?
Jawaban: It’s really difficult to speck to students here, I have tried to know
why but yet to know, there are a few that would help but really few.
14. Bagaimana cara Anda mengatasi kendala yang terjadi ketika Anda
berkomunikasi dengan teman-teman Anda mahasiswa Indonesia?
Jawaban: If they not want to help I just let them be (leave them alone).
15. Menurut Anda, apakah Anda seseorang yang sulit atau seseorang yang mudah
dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban: I am really open to everyone but I need to add it depends on how
you approach me, if u are nice to me I will be nice to you but if not I will not
too.
16. Bagaimana sikap teman-teman Anda mahasiswa Indonesia terhadap Anda
selama Anda tinggal di Indonesia?
Jawaban: There are so many beautiful people In Indonesia but there are few
that are really rude but that is normal you can find that everywhere.
17. Adakah hal-hal yang membuat Anda tidak nyaman ketika Anda berinteraksi
dengan mahasiswa Indonesia? Jika ada, apakah itu dan bagaimana Anda
mengatasi interaksi tersebut agar tetap berjalan dengan lancar?
Jawaban: Indonesian students are less open to international students but not
all there a some that are very open to us. The way I overcome this is just
ignorance.
18. Apakah ada kelembagaan atau organisasi bagi mahasiswa Gambia di UIN?
Jawaban: We have the International Office as our stand here but they do less
for us.
19. Apakah Anda lebih sering bersama teman-teman Anda yang sama-sama
berasal dari Gambia / organisasi Gambia Anda atau dengan teman-teman baru
Anda?
Jawaban: I spend a lot of time with my Indonesian friends then Gambian
friends, as I want to develop my bahasa as soon as possible.
20. Apakah Anda tertarik untuk belajar budaya Indonesia lebih mendalam?
Jawaban: I am very deeply into learning about Indonesian cultures that’s why
I hang out a lot with my Indonesian friends.
Narasumber Peneliti
(Pamodou Faal) (Vicky Dianiya)
Pedoman Wawancara
Nama : Alma Najmia (Mahasiswa Indonesia, Teman Ebrima Jatta, Famara Wassa Jawla, Fanna Conteh, dan Omar Samba)
Fakultas : FISIP
Hari / Tanggal : Senin, 21 Mei 2017
Waktu Wawancara : 13:30 WIB
Tempat Wawancara : Kampus 2 (FISIP)
1. Bagaimana pendapat Alma mengenai mahasiswa Gambia (Ebrima Jatta,
Famara Wassa Jawla, Fanna Conteh, dan Omar Samba)?
Jawaban: Ya menurutku bagus sih berarti menunjukkan bahwa UIN itu
Universitas yang sudah berskala Internasional tapi cuma yang disayangkan itu
harusnya kalau misalkan mau menerima mahasiswa internasional, UIN juga
menyiapkan kelas internasional karena yang aku lihat mereka ini belum
punya kemampuan bahasa Indonesia yang baik trus mereka cukup kesulitan
di kelas. Kan beberapa dosen juga ada yang biar mereka belajar bahasa
Indonesia ada juga yang mau menyediakan mereka kaya materi dalam bahasa
Inggris. Tapi kan kalau misalnya dosennya gamau menyediakan dalam
bahasa inggris kan mereka sendiri yang repot jadinya kasian juga. Udah gitu
kitanya juga belum tentu semuanya pintar bahasa Inggris kan yang lain ketika
cuma mereka yang internasional masuk ke kelas regular tuh kaya kasian
mereka juga, ya mereka juga udah jauh-jauh kesini malah kaya gitu ya
walaupun memang konsekuensi kalau di Indonesia ya harus bisa bahasa
Indonesia tapi kan ya tetep juga kampus harus menyiapkan dulu.
2. Apakah saat ini mereka lebih terbuka terhadap kamu?
Jawaban: Ya paling sekedarnya aja sih biasa aja karena jarang berinteraksi
juga mereka kaya misalnya abis kelas juga langsung balik, jarang kaya
nongkrong-nongkrong bareng kita tuh jarang, mungkin karena kendala bahasa
juga atau karena mereka belum cocok juga untuk bercengkrama terlalu lama
kaya gitu karena belum begitu akrab. Paling ketika mereka ga bisa dateng ke
kelas ngabarin saya, paling kaya gitu aja.
3. Bagaimana sikap mereka dengan kamu dan teman-teman mahasiswa
Indonesia lainnya?
Jawaban:
Mereka so far kalau dikelas itu enjoy aja sih ya gabung aja kalau misalnya
bercanda-canda ya bercanda bareng kaya gitu. Kalau biasanya yang lebih
ramah si Omar ya, kalau Fanna itu mungkin karena dia perempuan sendiri ya
dari Gambia juga enga ada yang perempuan lagi di kelas saya. Awal-awal sih
aku yang ngasih pendekatan juga ke dia kaya gitu maksudnya coba kamu
ngasih tau dia coba kamu lebih ajak ngobrol temen-temen deh soalnya kamu
kalau enga hadir di kelas juga enga ngabarin. Terus akhirnya ya udah dia bisa
terbuka juga. Kalau yang laki-laki tuh karena Famara lebih lancar ya Bahasa
Indonesianya nah dia tuh juga cenderung lebih aktif kaya dikelas juga nanya-
nanya terus kalau Omar tuh juga aktif sih dari awal semester karena dia
mungkin bahasanya enga sebaik Famara tapi dia cukup aktif bahasa
Indonesianya jadi cukup sering berinteraksi. Nah kalau Ebrima sebenernya
dia tuh banyak interaksi cuma karena dia bahasa Indonesianya kurang terus
kalau ketika dia ngomong bahasa Inggris anak-anak enga paham karena dia
aksennya, jangankan kita deh miss Devi aja dosen mata kuliah bahasa Inggris
aja kadang susah pahamin dia karena dia kalau ngomong bahasa inggris
kumur-kumur lah istilahnya susah dipahamin gitu tapi so far hubungannya
baik-baik aja sih kita.
4. Apakah menurut kamu, mereka ingin lebih mempelajari budaya Indonesia?
Jawaban: Iya karena kemarin sih liat pas mata kuliah bahasa inggris tuh yang
anak Gambia sama dosen kita disuruh mereka presentasi pakai bahasa
Indonesia. Nah Famara ini dia memberanikan diri presentasi pakai bahasa
Indonesia terus dia cerita, bukan presentasi sih tapi kaya speech aja depan
kelas terserah mengenai apa. Si Famara tuh cerita dia awalnya enga suka
musik terus pas di Indonesia tuh waktu jalan-jalan anak-anak Internasional
dia dengar lagu di radio lagunya Wali terus dia suka dan sampe sekarang dia
masih suka, itu lucu aja sih. Kalau yang lain sih enga tau sih, Famara aja
karena orangnya juga lebih banyak interaksi jadi kita lebih tahu dia. Kalau
Ebrima justru di kelas aja, dia kadang liat dia di pojokan terus buka laptop
bahkan kadang dia ada kelas nonton film atau main game, mungkin karena
kendala bahasa tadi jadi lebih mengasingkan diri. Dan ketika Famara dan
Omar duduk di depan dia ya udah the only one yang di belakang.
5. Bagaimana komunikasi yang terjadi selama ini antara kamu dengan mereka?
Jawaban: Kadang awal-awal tuh aku lebih memfasilitasi mereka, biar mereka
cepat beradaptasi juga, jadi aku kalau berkomunikasi dengan mereka di kelas
itu, pakai bahasa Inggris, jadi biar semuanya bisa paham. Jadi aku bikin
pengumuman sekalian biar panjang biar beda sama cuap cuap yang ga jelas
anak-anak di grup. Nah kadang aku forward juga ke chatnya bahasa Inggris.
Waktu itu sih pernah ada masalah sih dan cukup agak slek dengan anak-anak
Gambia karena kita tuh waktu itu semester satu, mata kuliah tinggal satu
yang belum UAS yaitu study Islam terus dosennya pun kalau di tanya UAS
kapan jawabnya udah nanti aja gampang. Akhirnya kita denger kabar kalau
kelas lain itu misalnya hari Selasa UAS dan kita menyimpulkan berarti kita
juga hari Selasa dong karena jadwal kita sama di hari itu juga. Nah akhirnya
kita nyiapin jadi hari itu siang-siang kita masuk buat study Islam doing tapi
ternyata si Famara dan teman-teman ini lagi enga di sekitar Ciputat dan
mereka minta supaya enga sekarang dan mereka langsung hubungi dosen
bilang kalau mereka enga bisa kalau hari ini terus dosennya tuh bilang dia
enga mau kalau misalnya enga semuanya UAS, nah kan kita marah-marah ya
yang lainudah dateng siang-siang udah mager-magernya dateng ke kampus
cuma buat satu mata kuliah untuk selesaiin biar libur tapi dosennya gamau
UAS sekarang jadi pada marah-marah semua. Akhirnya kita langsung telefon
Famara yaudah akhirnya kita bikin kesepakatan jadi kita tetap Ujian sekarang
yang sudah datang dan anak-anak Gambia terserah urusannya sama bapaknya
mau UAS susulan atau gimana. Di telepon itu nadanya udah agak sama-sama
tinggi gitu karena udah kesal juga. itu pun sekali doang sih. Aku pun kurang
lebih pahamlah conversation biasa, kalau teman-teman yang lain tuh
biasanya awal-awal semester sih kan diajak ngomong misalnya sama Famara
terus mereka enga ngerti langsung manggil aku bantuin ngobrol.
Narasumber Peneliti
(Alma Najmia) (Vicky Dianiya)
Pedoman Wawancara
Nama : Rizki Ulia Latifah (Mahasiswa Indonesia, Teman Jainaba Trawally, Lamin Gitteh, Pamodou Faal, dan Sulayman Colley)
Fakultas : FST
Hari / Tanggal : Senin, 21 Mei 2017
Waktu Wawancara : 15:00 WIB
Tempat Wawancara : Perpustakaan Utama UIN Jakarta
1. Bagaimana pendapat Uli mengenai mahasiswa Gambia (Jainaba Trawally,
Lamin Gitteh, Pamodou Faal, dan Sulayman Colley)?
Jawaban: Sebenarnya karena mereka mahasiswa asing jadi terkadang cara
budaya mereka tuh beda gitu. Karena mereka kan lebih ke daerah Afrika
mereka orangnya friendly cuma kalau misalnya bercanda kita tuh bingung
apa yang mereka bercandain karena memang beda cara mereka. Kadang
mereka juga suka berlebihan ke kita kaya misalnya lagi bercanda suka aneh-
aneh, suka jail, suka gemesin, suka ngeselin. Mereka udah lumayan bisa
bahasa Indonesia, dulu waktu awal-awal pakai bahasa Inggris terus dan ada
dosen yang bilang kalau ngomong ke mereka pakai bahasa Indonesia aja biar
mereka terbiasa. Kalau Janaiba itu orangnya pinter, ya dia cerdas. Dia pernah
cerita kalau dia itu pernah kuliah di Gambia masuk medical student kaya
fakultas kedokteran gitu, terus ke sini orangnya tekun sih terus lebih friendly
karena lebih santai dan dia juga perempuan ya. Kalau Lamin itu bad boy suka
godain cewe. Lamin juga lucu dan kalau bercanda juga enga berlebihan jadi
tuh kalau misalnya dia enga suka, ya udah. Terus kalau misalnya Faal ini
ternyata dengan Lamin sudah berteman dari di Gambia. Faal ini baik banget
dan care karena waktu itu aku pernah sakit aku dianterin ke pesantren aku
sama Faal baik banget tapi kalau udah bercanda ngeselin. Ya pokoknya Faal
yang paling peduli entah temen-temennya ketika ada kegiatan atau enga ada.
Kalau Sulaiman ini dia paling tua dari pada yang lain dia lahir 80an. Mereka
itu rata-rata yang enga lanjut kuliah di Negara mereka dan mereka langsung
kerja, terus mereka ingin belajar lagi datang lalu ke sini. Nah kalau Sulaiman
ini dia paling susah ngomong bahasa Indonesia di antara yang lain. Lamin
sama Faal yang paling friendly dan paling cepet nangkep kalau kita ngomong
bahasa Indonesia.
2. Apakah saat ini mereka lebih terbuka terhadap kamu?
Jawaban: Ya terbuka banget soalnya mereka sering curhat karena sebelum
mereka sekelas sama Uli kebetulan Uli juga pernah jadi duta Saintek jadi
udah kenal sama mereka. Mereka sering curhat bagaimana sih di Indonesia
itu terus perbedaan Gambia sama Indonesia gimana, belajar mereka gimana.
Sebenernya untuk jumlah di Saintek sendiri orang Gambia itu ada tujuh yang
kebetulan sekelas ada empat. Terus dulu tuh pernah kesel gara-gara Faal
bercanda berlebihan, dia itu ngeluarin semua barang di tas Uli jadi aku kesel
banget. Terus dia nanya ke aku yang intinya kamu marah sama aku ya.
Soalnya kalau menurut budaya mereka kita ga reply message atau WhatsApp
itu dianggapnya enga sopan. Terus Uli pernah bilang ke mereka kalau
kesibukan orang tuh beda-beda kan kalau kalian tingal belajar di sini ya jadi
kalau mau chat yang penting-penting aja karena belum tentu orang itu bisa
bales. Dulu mereka sering banget soalnya chat ‘Hai apa kabar’ gitu mungkin
mau mencoba akrab tapi di sisi lain mungkin mereka kesepian karena
keluarga kan jauh dari sini. Mereka tuh juga sering minta tolong ke Uli
soalnya Uli selalu jadi perantara antara orang Gambia ke teman-teman terus
Sulaiman bilang keluarga aku jauh, aku enga punya siapa-siapa di sini jadi
jangan marah sama aku. Ya pokoknya mereka sering curhat mengenai teman-
teman mereka di sana, mereka suka bilang ‘Aku mau pulang, aku mau nikah’
sering gitu.
3. Bagaimana sikap mereka dengan kamu dan teman-teman mahasiswa
Indonesia lainnya?
Jawaban: Agak kurang komunikasi, miss komunikasi. Pokoknya ya emang
bener-bener dibutuhin ya mereka itu butuh perantara sebenernya yang bisa
mengerti mereka. Kalau untuk bahasa Inggris Uli mah modal pede aja yang
penting mereka paham gitu aja. Terus kaya misalnya ada tugas belum tentu
mereka paham kalau ada tugas gitu terus yaudah Uli harus sampaikan lagi.
Apalagi kan mereka pertama kali semester satu mereka curhat tentang grup
‘Apa sih gue gue tuh apa? Bahasa Indonesia tuh banyak bahasanya, aku, saya,
gue.’ Terus pernah juga Uli ngomong gini ‘Eh, nonton yuk’ nah yuknya itu
dikira mereka sebagai objek ‘Yuk itu apa? Yuk itu yang film genrenya apa?’
terus Uli bilang ‘Ya ya udah intinya dateng aja nanti Uli jelasin’. Kalau
sikapnya mereka lebih berusaha untuk deket sih ke temen-temen. Mayoritas
sih semuanya baik maksudnya tuh ke kita mudah berteman juga sebenarnya
cuma ya itu kurangnya di satu yaitu komunikasi karena mereka pakai bahasa
campuran Indonesia-Gambia dengan pronunciation yang beda kadang kita
harus nyerna dulu itu apa sih. Diantara semua mata kuliah yang dosen paling
lancar bahasa Inggris itu cuma satu sisanya pasti Uli disuruh dosen di tengah-
tengah mereka.
4. Apakah menurut kamu, mereka ingin lebih mempelajari budaya Indonesia?
Jawaban: Ya setiap Uli tanya kenapa sih mereka ingin kuliah di sini ya
intinya mereka ingin mempelajari budaya lainnya tapi Uli masih bingung itu
spesifikasinya kemana ya. Kalau Jainaba pernah misalnya kaya gini, aku
punya temen namanya Laila nih waktu itu terus aku orang Gambia belajar di
Gambia dengan jurusan TI juga terus temen aku Laila belajar misalnya di
Jepang dengan jurusan yang sama. Ketika belajarnya sama tapi nilai yang
Laila punya ini akan berbeda dengan aku karena dia banyak dapat
experiencenya daripada aku yang stay di tempat. Jadi, ternyata orang-orang
Gambia itu mayoritas mereka kalau belajar enga cuma di Gambia, contohnya
Lamin adenya itu ada di Inggris jadi mereka itu nyebar kemana-mana gitu.
5. Bagaimana komunikasi yang terjadi selama ini antara kamu dengan mereka?
Jawaban: Lancar cuma kadang miss komunikasi aja sih yang kaya tadi yuk.
Kadang kurang paham juga misalnya hari ini kita udah bilang di grup libur
kadang mereka kan enga suka chat grup. Misalnya kaya gini materi kuliah ya
udah kalau misalnya Uli enga kirim ke mereka, mereka enga dapet. Biasanya
kan temen-temen nge-share di group padahal jadi bingung juga. terus kaya
misalnya dosen sistem digital mereka itu enga mau menerima yang pakai
bahasa Indonesia harus di translate dulu, ya udah Uli translate. Sering jalan-
jalan juga sama mereka, mereka tuh maunya jalan-jalan terus kak udah gitu
pede banget lagi. Pernah ya orang Gambia berempat sama anak Fisip satu
enga ada orang Indonesianya biasanya kan ada gate nya orang Indonesia satu
tapi ini enga ada, mereka ke Karawaci naik kereta. Aku bilang ‘Berani ya ini
orang’ padahal dulu pernah cerita mereka enga mau kemana-mana kalau enga
sama orang Indonesia karena mereka takut kena bullying aja mereka. Kalau
untuk di kelas sih ada rasis, dulu kita pertama-tama mencari ya orang-orang
Gambia sama orang-orang Indonesia cuma sekarang ngumpul terus dan
kesukaan kita kan beda ya jadinya bingung kalau mau ngajakin tuh sungkan.
Kaya waktu itu ‘Ayo Jainab kita makan bareng’ eh yang laki-lakinya pada
ikut, aku bilang ‘Eh enga boleh ini perempuan doang’ terus kita makan dan
mereka kan enga terlalu suka makanan Indonesia kaya goreng-gorengan yang
kesan mereka enga sehat lah seperti itu abis itu ketika makan dia enga makan
jadi beli minum aja deh. Mereka makannya tuh nasi goreng kalau enga masak
sendiri.
Narasumber Peneliti
(Rizki Ulia Latifah) (Vicky Dianiya)
Screen Shoot Kutipan Hasil Wawancara dengan Pamodou Faal
Wawancara dengan Bapak Rachmat Baihaky, MA di Kantor PLKI
Wawancara dengan Abdou Barrow, Famara Wassa Jawla dan Omar Samba
di Kantor PLKI
Wawancara dengan Fatou Diba di Asrama Putri Kedokteran
Wawancara dengan Lamin Gitteh dan Mam Mass Sey di Asrama Putra
Mahad
Wawancara dengan Alma Najmia di Kampus 2 (FISIP)
Wawancara dengan Rizki Ulia Latifah di Perpustakaan Utama UIN Jakarta